Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 13 Bab 7

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Seperti yang Kau Inginkan[edit]

Part 1[edit]

Sabtu, 22 Mei

Beberapa hari sudah berlalu setelah pertempuran itu, dan Koutarou dan yang lainnya sudah kembali ke kehidupan mereka sehari-hari. Theia dan Elfaria yang kabur dari negeri mereka saat ini tinggal di Bumi. Situasi di Forthorthe berjalan tepat seperti yang diduga oleh Elexis, dan sekarang ada jeda dari situasi kudeta yang sedang berlangsung. Theia dan Elfaria tetap menjalin kontak dengan faksi Elfaria yang ada di Forthorthe dan sekarang dalam proses mengumpulkan informasi dan membuat persiapan untuk merebut kembali Forthorthe. Akibatnya, mereka tidak bisa melakukan tindakan apapun juga untuk saat ini.

Setelah semua keriuhan itu mulai mereda, Koutarou memanggil Theia ke atap SMA Harukaze. Tujuannya adalah untuk mengatakan kepada Theia apa yang sudah disembunyikannya hingga saat ini.

Walaupun pertempurannya sudah selesai, Theia tidak menanyakan apapun kepada Koutarou. Dia menunggu dengan sabar sampai Koutarou sendiri yang mengatakan hal itu padanya. Koutarou tidak sampai hati mengkhianati kepercayaan Theia padanya. Ditambah lagi, Theia sudah mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi dirinya. Koutarou merasa bahwa dia perlu untuk membalas Theia untuk hal itu. Dengan alasan itu, Koutarou memutuskan untuk mengatakan segalanya pada Theia.

“Cuacanya bagus hari ini…”

Musum panas mulai mendekat dan langit tampak berwarna biru cerah. Awan yang melayang tinggi tampak begitu padat dan berbentuk. Koutarou bersandar pada pegangan di atap dan menatap langit dengan tatapan kosong. Dia bisa mendengar suara burung dan mobil-mobil di kejauhan. Saat itu musim panas tampak begitu tenang, dan Koutarou mulai kehilangan kesadaran akan berlalunya waktu.

“Haa, haa, haa…”

Koutarou bisa mendengar suara seseorang yang terengah-engah. Rasanya seperti mereka sudah berlari sampai suara nafas mereka menjadi lebih rendah dari biasanya. Benar, Koutarou bisa mendengar milik siapa suara nafas itu hanya dengan mendengarnya saja. Pemilik suara itu adalah seseorang yang punya hubungan yang dalam dengannya.

“Fiuh…”

Setelah orang itu sudah kembali bernafas dengan normal, dia berdiri di sebelah Koutarou, dan seperti halnya Koutarou, bersandar di pegangan yang ada dan menatap ke langit. Karena orang itu pendek, rambut orang itu, yang hanya bisa menyentuh bahu Koutarou, berkibar diterpa angin. Rambutnya tampak berkilau dengan warna keemasannya, seakan-akan matahari sendiri berada di dalamnya. “….”

“….”

Mereka berdua berdiri dalam diam saat angin berhembus. Karena sekarang sudah musim panas, anginnya terasa sejuk dan nyaman. Rambut keemasan yang berkibar itu pun menjadi sedikit berantakan dan bersinar cerah dari pantulan sinar matahari. Saat orang itu merapikan rambutnya, hal itu menjadi seperti sebuah adegan dari sebuah film, dan Koutarou memandangi orang itu hingga angin berhenti berhembus.

“…Hei, Theia.”

Rambut emas indah itu merupakan milik Theiamillis Gre Forthorthe. Gadis yang dipanggil oleh Koutarou ke atap sekolah agar Koutarou bisa berbicara dengannya. Dia menjawab panggilan itu dan menolehkan kepalanya untuk melihat ke arahnya. Dengan fitur wajahnya, mata birunya yang cerah dan rambut emasnya, dia tampak seperti malaikat yang turun ke permukaan Bumi.

“Apa kamu bakal percaya sama semua yang bakal aku katakan?”

“Kenapa kau berbicara seperti itu?”

“Karena aku bakal ngasih tahu sesuatu yang nggak akan dipercaya sama orang biasa.”

“Apa hubungan kita biasa?”

“Aku rasa enggak.”

“Kalau begitu, kau bisa mengatakannya tanpa harus kuatir. Kalau kau betul-betul serius dan mengatakan padaku bahwa matahari akan terbit dari barat esok hari, aku akan percaya.”

“Makasih, Theia…”

Saat Koutarou berterima kasih pada Theia, dia berhenti bersandar dan menghadap ke arahnya. Theia pun membalas dengan melakukan hal yang sama. Dengan begitu, mereka berdua saling berhadapan dalam jarak dimana mereka bisa saling berpelukan.

“Nah, sekarang dari mana aku harus mulai…”

“Mulailah dari awal. Tidak usah buru-buru.”

“Oke, bener juga.”

Ada begitu banyak hal yang ingin dikatakan oleh Koutarou, jadi cara terbaik untuk mengatakannya pada Theia tanpa membuatnya bingung adalah dengan memulai dari awal. Koutarou memikirkan kembali apa yang menyebabkan situasi rumit yang saat ini dialami olehnya – sebuah peristiwa yang terjadi setengah tahun yang lalu.

“Theia, apa kamu inget pas aku sama Clan ngilang?”

“Ya. Mana mungkin aku lupa. Pada saat itulah aku sadar bahwa aku cinta padamu”, balas Theia yang sedikit tersipu malu sambil menyipitkan matanya. Saat melihat raut wajahnya yang imut, Koutarou hampir lupa dengan apa yang ingin dikatakannya. Namun, sekaranglah saatnya untuk menjelaskan, jadi dia menahan kembali debaran di dadanya dan meneruskan perkataannya.

“Masalahnya ada di waktu tujuan kita.”

“Kau bilang kau pergi ke dunia yang berbeda.”

“Ya. Itu tujuan yang cukup bermasalah, jadi aku cuma bilang itu aja.”

“Kalau begitu, kemana kau pergi?”

Tepat pada saat itu raut wajah Theia mulai murung. Pedang Koutarou, tingkah anehnya terhadap Elfaria, berbagai macam program yang sudah ada di Blue Knight baginya. Dengan semua hal ini di benaknya, Theia menjadi merasa resah.

“….ke Forthorthe, 2000 tahun yang lalu. Dan disana….aku ketemu sama sang Puteri Perak.”

“B-Bagaimana bisa…”

Theia begitu terkejut mendengar hal itu.

Apa yang dikatakan Koutarou ternyata melebihi imajinasinya. Theia hanya menduga bahwa Koutarou mungkin pergi ke masa lalu. Namun, 2000 tahun lalu dan bertemu dengan sang Puteri Perak berada di luar kemungkinan yang dipikirkannya.

Setelah mendengar itu, Theia mendapat semacam jawaban. Namun, hal itu adalah sesuatu yang dulunya dia inginkan, dan dia akan berada dalam kesulitan jika Koutarou mengatakannya sekarang.

“Aku ngeganggu ketemunya sang Puteri Perak sama sang Ksatria Biru. Itu sebabnya aku harus ngegantiin sang Ksatria Biru.”

Penjelasan Koutarou pun memastikan jawaban Theia.

“Koutarou, tunggu!!”

Theia menyela Koutarou dengan wajah pucat. Dia lalu bertanya pada Koutarou dengan begitu cepat sampai-sampai dia bisa saja menggigit lidahnya sendiri. Bagi Theia, sesuatu yang seharusnya tidak pernah terjadi akan segera terjadi.

“Kalau apa yang kau katakan memang benar, berarti legenda tentang Ksatria Biru di Forthorthe adalah kisah tentang dirimu!?”

“Bener. Kita nggak bisa nemuin Ksatria Biru yang asli sampai saat terakhir, jadi aku harus ngelakuin semuanya sampai selesai. Kalau nggak, sejarah bakal berubah dan kita berdua nggak akan bisa kembali ke sini.”

“Apa kau tahu apa arti dari semua itu!?”

Dengan mata berkaca-kaca, Theia menggenggam erat bagian baju di dada Koutarou. Kaus putih itu tergenggam erat oleh jari-jari Theia, menunjukkan betapa besar kesedihannya.

“Itu artinya kaulah Ksatria Biru yang asli!!”

“Aku cuma pengganti.”

“Tidak! Kau tidak mengerti sama sekali!” jerit Theia yang mulai menangis sambil menggelengkan kepalanya. Air matanya beterbangan dan rambutnya kembali berantakan, membuat keduanya diterpa sinar matahari dan menampilkan kemilaunya.

“Bagaimana bisa ‘cuma pengganti’ bisa menjadi sedekat itu dengan sang Puteri Perak!? Kenapa dia mempercayakan seorang pengganti dengan Signaltin, pedang yang mengatur takdir sebuah negeri!? Tidak ada Ksatria Biru lain sejak awal!”

Koutarou menyebut dirinya sebagai pengganti, namun Theia yang begitu paham dengan legenda itu lebih dari Koutarou tahu bahwa tidak ada orang lain lagi sejak awal. Kemunculan misterius sang Ksatria Biru. Alasan kepergiannya. Senjata dan zirah ajaibnya, dan juga berbagai hal-hal lainnya. Semuanya menjadi masuk akal jika orang beranggapan bahwa Ksatria Biru datang dari masa yang berbeda.

“Pikirkan kembali!! Apa kau menyelamatkan sang Puteri Perak hanya karena kau seorang pengganti!? Pasti bukan begitu, benar!? Karena dia tahu hal itu, dia jatuh cinta padamu!! Dia tidak begitu polos untuk sampai tertipu dengan aktingmu!!”

Dan bukti paling kuat dari semuanya adalah perasaan sang Puteri Perak, Alaia, pada sang Ksatria Biru. Tidak mungkin bahwa sang puteri legendaris akan jatuh cinta terhadap akting. Alaia jatuh cinta dengan sang Ksatria Biru, dengan Koutarou, karena dia berjuang keras melindungi Alaia dan yang lainnya hingga akhir.

“Dia sama sepertiku! Dia jatuh cinta denganmu karena dirimu sesungguhnya! Itu sebabnya dia mempercayakanmu dengan Signaltin! Tidak diragukan lagi, kaulah sang Ksatria Biru!!”

Theia pun cinta dengan Koutarou. Dia juga mempercayakannya dengan sebuah pedang. Dia tahu betul betapa sedihnya Alaia, karena tidak ada pengganti bagi Koutarou dimanapun di jagad raya ini.

“Aku…yang asli..?”

“Benar! Itu benar! Kau sang ksatria…sang Ksatria Biru…”

Kata-kata Theia mulai terdengar seperti isakan. Karena sudah tidak kuat lagi, dia pun terduduk lemas dengan tangan di lantai atap dan mulai menangis.

“Uwaaaaaaaaah, waaaaah, aaaaaahhh!!”

Tangisannya begitu penuh dengan kesedihan.

“Theia…kenapa kamu nangis?”

Reaksi Theia membuat Koutarou heran, karena dia sempat percaya bahwa Theia akan kecewa atau marah, bukannya menangis seperti ini.

“Karena…karena kaulah sang Ksatria Biru!”

Theia mulai mengepalkan tangannya, membuatnya mencakar lantai semen itu. Air matanya berjatuhan dari pipinya, dan suaranya terdengar begitu pilu.

“Ksatria Biru adalah ksatria sang Puteri Perak! Seseorang sepertiku tidak akan bisa menandinginya! Kau tidak akan mencintaiku! Kau hanya menjadi pengikutku karena kesetiaanmu terhadap sang Puteri Perak, benar!?”

Bagi Theia, Koutarou sudah bukan lagi ksatria biasa yang bisa ditemui dimana saja. Theia ingin hubungannya dengan Koutarou menjadi hubungan yang sederhana, dengan perjumpaan yang sederhana, dan dengan perlahan memperkuat hubungan mereka dengan yang lainnya.

Namun saat ini dia mengerti bahwa Koutarou adalah sang Ksatria Biru, yang begitu setia terhadap sang Puteri Perak, dan terus melindungi keluarga kekaisaran hingga saat ini. Itu berarti apa yang tadinya terjadi antara Theia dan Koutarou menjadi hal yang sama seperti yang terjadi antara sang Puteri Perak dan Ksatria Biru.

Theia merasa tidak yakin bahwa dirinya sudah menjadi seorang tuan puteri yang melampaui sang Puteri Perak. Itu sebabnya dia yakin bahwa Koutarou melindunginya dari rasa setianya terhadap sang Puteri Perak, dan bukannya terhadap dirinya. Itulah sebabnya mengakui bahwa Koutarou adalah Ksatria Biru sama saja dengan mengakui bahwa Koutarou adalah seseorang yang berada di luar jangkauan Theia.

“Theia…”

“Kenapa, kenapa kau sang Ksatria Biru!? Aku tidak akan pernah bisa menandingi sang Puteri Perak! Bukan wanita egois dan kekanakan sepertiku…uwaaaaaaaaahh!!”

Theia pun menangis keras, dan tubuhnya yang sudah mungil tampak mengecil. Tangisannya begitu nyaring, dengan air mata yang terus berjatuhan dan isak tangis yang sampai mengguncang tubuhnya.

“Theia”, ujar Koutarou yang berjongkok dekat Theia dan menyentuh pundaknya.

“Aku tidak butuh belas kasihan! Aku…aku cinta padamu! Bukan sang Ksatria Biru, tapi kau! Tapi…tapi…”

Theia menepis tangan Koutarou dan terus menangis. Dulu, Theia punya keinginan untuk bisa memiliki Ksatria Biru, namun sekarang, sang ksatria muncul di saati dia tidak menginginkannya. Apa yang Theia inginkan sekarang bukanlah Ksatria Biru, tapi Koutarou, yang sudah selalu ada bersamanya. Bagi Theia, ini adalah perubahan takdir yang begitu kejam.

“Theia, denger dulu. Kamu salah paham.”

Setelah mengerti apa yang ditangisi oleh Theia, Koutarou memanggilnya untuk berusaha memperbaiki kesalahpahaman itu, karena hal ini harus dijelaskan tidak peduli bagaimana caranya.

“Aku tidak mau tahu! Aku tidak mau kau menghiburku! Tidak peduli bagaimana kau menutupinya, kau tetaplah Ksatria Biru!”

Namun, Theia tidak mau mendengarnya. Dengan Puteri Perak sebagai lawannya, setelah dia mengetahui hal itu, Theia menjadi begitu terkejut dan membuat hatinya tertutup. Namun hal itu menyulitkan Koutarou, dan itu sebabnya dia berusaha mengatakan apa perasaannya sesungguhnya.

“Coba pikirin lagi, Theia. Aku kembali ke sini. Ke masa ini dimana kamu ada. Kalau semuanya memang seperti yang kamu bilang, kenapa aku ada di sini? Bukannya aku bakal tetap ada di sisi yang mulia Alaia?”

Tepat saat dia mendengar kata-kata itu, tubuh Theia terdiam dan tangisannya terhenti. Kata-kata Koutarou memang benar. Jika dia memang benar-benar mencintai Alaia, tidak ada alasan baginya untuk kembali ke Bumi. Dia bisa saja menyembunyikan asalnya dan tetap tinggal di masa itu, namun, Koutarou kembali.

“Yang mulia Alaia memang minta aku buat tinggal di Forthorthe, dan mengabdi buat keluarga kekaisaran Forthorthe. Tapi aku nolak tawaran itu.”

Theia lalu menopang tangannya di lantai dan mengangkat tubuhnya. Dia lalu menengadah ke arah Koutarou, dengan wajah penuh bekas air mata.

“…Kenapa? Kenapa kau kembali?” tanya Theia. Secercah harapan dan kecemasan tampak terlihat di matanya. Koutarou lalu mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Theia dan lalu tersenyum.

“Karena aku udah janji sama kalian.”

“Janji…janji apa yang kau maksud?”

Theia berusaha mengingat janji apa yang dimaksud Koutarou sambil mengedipkan kedua matanya berulang kali. Saat dia melakukan itu, air mata yang harusnya sudah dihapus Koutarou mulai kembali mengalir ke pipinya.

“Janji pas Natal. Kita semua bikin janji waktu itu, ya kan?” balas Koutarou sambil tersenyum malu, lalu mengatakan isi janji itu.

“Kita semua janji bakal bikin dramanya sukses.”

“Janji itu…kau betul-betul berusaha menepati janji seperti itu…”

Janji yang mereka buat saat Natal, dan ikatan yang sudah mereka buat hingga saat itulah yang membuat Koutarou kembali ke Bumi. Puteri Perak memang orang yang luar biasa. Dia adalah seseorang yang ingin Koutarou bantu, yang ingin Koutarou layani sepenuh hati. Namun, walau begitu Koutarou tidak lupa dengan janji dan ikatannya di Bumi. Itu sebabnya dia menolak tawaran sang Puteri Perak dan kembali.

Ini mungkin menjadi kali pertama bagi Koutarou, yang biasanya menjaga jarak dengan yang lainnya, untuk mendambakan orang lain dalam hidupnya.

“Oh, tambah lagi, kamu bilang aku ksatrianya yang mulia Alaia, tapi kamu salah.”

“Bagaimana bisa!? Kau Ksatria Biru, benar!?”

“Aku cuma bertindak sebagai seorang ksatria biarpun nggak punya gelar. Itu sebabnya,secara resmi aku nggak pernah jadi ksatrianya.”

“Kalau begitu...”

“Benar sekali. Cuma ada satu orang di dunia ini yang ngangkat aku jadi ksatrianya.”

Koutarou lalu menatap Theia dan mengatakan nama tuannya.

“Theia, hanya kamulah satu-satunya tuan puteriku.”

“K-Koutarou…”

Air matanya yang tadinya berhenti mulaimengali kembali. Namun, kali ini air mata itu bukan berisikan kesedihan, melainkan kebahagiaan.

“Jangan nangis.”

“Aku tidak menangis! Aku tertawa! Akan kebodohanmu!”

“Bodoh?”

“Benar sekali, bodoh!! Dia itu sang Puteri Perak!! Sang puteri dan permaisuri legenda!! Kau menolak tawarannya dan kembali ke sini!! Bagaimana bisa aku tidak menganggap semua itu sebagai kebodohan!?”

Sambil terus menangis, Theia mulai memukul dada Koutarou. Pukulannya memang pelan, namun perasaan dibaliknya begitu kuat. Koutarou bisa merasakan perasaan hangat dan jujur Theia masuk ke dirinya tiap kali Theia mengenainya.

“Jangan panggil aku bodoh terus-terusan dong. Aku mungkin bakal percaya kalau aku memang bodoh.”

“Kau memang bodoh!! Kau memilih kami dibandingkan orang legendaris itu!! Ditambah lagi, kau bersumpah setia terhadap wanita yang egois dan berdada rata!!”

Koutarou sudah memilih hidupnya sendiri dan bukan hidup sebagai Ksatria Biru. Itu sebabnya dia kembali dan bersumpah setia kepada Theia. Theia sendiri betul-betul bahagia akan hal itu, seakan-akan keberadaan dirinya sudah dipastikan.

“Ksatria Forthorthe kuno melindungi sumpah dan janjinya. Bukannya itu pasangan yang cocok buat puteri kuno kayak kamu?”

“Bodoh, bego, dasar kau bego!!”

Karena tidak bisa membendung perasaannya, Theia memeluk Koutarou dan menangis lebih keras. Dia melingkarkan tangannya di leher Koutarou dan menempelkan pipinya ke dada Koutarou.

Theia bener-bener butuh aku sampai segininya…

Koutarou pun ikut memeluk Theia. Dia ingin Theia tahu bahwa dia juga memerlukannya.

“Kamu bisa nyebut itu jadi hal bodoh, tapi aku senang aku balik ke sini.”

Tubuh mungil Theia begitu pas berada dalam pelukan Koutarou, dan itu membuat Koutarou senang.

“Karena aku bisa ngelindungin kamu sama tanganku sendiri…ada baiknya aku ngejaga hal yang berharga buatku tetap dekat denganku, dan aku sendiri yang ngelindungin hal itu.”

Saat dia memeluk Theia, Koutarou merasa seperti melindungi Theia. Melindungi seseorang yang sudah mempertaruhkan nyawanya untuk melindunginya – perasaan itu memberikan Koutarou kebahagiaan

“Kalau begitu lindungilah aku…tanggung jawablah dan lakukanlah hingga akhir…”, gumam Theia sambil menutup matanya. Dia sudah menemukan seseorang yang tidak hanya bisa dia percayakan tubuhnya, tapi juga pikirannya. Theia merasa begitu bahagia perasaannya bisa terhubung dengannya.

“Dan…hanya setelah kau melihat kami semua hidup bahagia, kau bisa mati…”

Sambil terus dipeluk Koutarou, Theia bisa merasakan dengan jelas bahwa tempatnya berada memanglah di sini. Seperti halnya Theia dan yang lainnya membutuhkan Koutarou, Koutarou pun membutuhkan mereka. Perasaan-perasaan dan ikatan-ikatan itu jelas lebih kuat daripada takdir itu sendiri.

“…Seperti yang kau inginkan, tuan puteri.”

“Mm…baik…”

Itulah sebabnya Theia bisa percaya, meskipun ada kesulitan lebih besar yang menunggunya di masa depan, Koutarou dan para gadis kamar 106 akan tetap bisa hidup dengan bahagia.


Part 2[edit]

Bagi remaja seperti Shizuka, bukan hal yang berlebihan untuk mengatakan bahwa menjaga kecantikannya adalah prioritas utamanya. Berkat rutinitasnya melakukan bela diri, tubuhnya tidak menjadi masalah. Namun, dia tahu bahwa dia sempat lengah dan makan terlalu banyak setelah pertempuran beberapa hari yang lalu. Alasan mengapa dia merasa seperti itu adalah karena saati dia berjalan di lantai kamarnya, terkadang lantainya berderik. Itulah sebabnya dia mulai kuatir bahwa dia menjadi lebih gemuk di bagian tubuh yang tidak berhubungan dengan figurnya.

Segera setelah keluar dari kamar mandi, Shizuka mengeluarkan timbangan dari lemari. Satu-satunya kesempatannya untuk menimbang berat badannya adalah saat teman sekamarnya, Maki, sedang mandi.

“…Oke.”

Setelah menyiapkan dirinya, Shizuka dengan takut meletakkan kakinya ke atas timbangan.

Timbangan yang dipakainya selama lebih dari sepuluh tahun adalah timbangan jarum, timbangan yang sudah jarang terlihat akhir-akhir ini. Berat terbaik Shizuka adalah 46 kilo. Dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya dengan tinggi yang hampir sama, dia memang sedikit lebih berat, namun itu karena dia punya lebih banyak otot dari orang-orang kebanyakan karena melakukan bela diri. Sekarang karena dia sudah makan terlalu banyak, Shizuka bersiap melihat jarumnya bergerak ke angka 48 kilo.

“Huh?”

Namun saat Shizuka meletakkan kedua kakinya ke atas timbangan, angkanya berputar dengan cepat diiringi dengan semacam suara dentuman. Timbangannya sampai ke angka 200 kilo, namun jarumnya menunjukkan angka melewati angka itu.

“Yah, timbangannya rusak…harus beli yang baru…haah~, keluar duit lebih banyak lagi…”

Shizuka merasa bahwa timbangannya rusak dan itu membuatnya lemas, karena berat 200 kilo memang tidak mungkin baginya.

Namun, ada hal yang Shizuka tidak tahu.

Di dalam dirinya, hidup seekor naga sepanjang 25 meter, dan bahwa tubuhnya sekarang punya berat jauh dari 200 kilo.


Kembali ke Bab 6 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Kata Penutup