Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 10 Bab 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Mencari Ibunya[edit]

Part 1[edit]

Setelah berjanji jari kelingking, Koutarou dan Kii kembali ke Cradle untuk sementara waktu, karena hari sudah larut malam. Karena mereka sudah menghabiskan banyak waktu semenjak malam tiba, akan berbahaya kalau mereka terus menjelajahi gunung tanpa tujuan. Dengan begitu, Koutarou memutuskan untuk kembali ke Cradle untuk makan malam dan tidur.

Koutarou sempat khawatir kalau Kii akan menolak ide ini, tapi tidak disangka, dia menurut. Dia begitu percaya dengan janji jari kelingking yang sudah mereka ucapkan bersama-sama. Kii pasti akan menemukan bintang ibunya dan menonton film Kabutonga bersama-sama dengan Koutarou. Bagi Kii, hal itu sudah menjadi seperti sebuah kenyataan, jadi dia tidak menolak apapun hal penting yang dikatakan oleh Koutarou.

"...Dan itu sebabnya aku bakal ngerawat cewek ini buat beberapa saat."

"Kau suka mencari masalah kemanapun kau pergi, ya?"

Setelah mendapat penjelasan soal situasi itu, Clan hanya bisa pasrah dan memandangi Koutarou dengan heran.

"Mau gimana lagi, bukan salahku juga."

"Yah, ada benarnya juga...tapi aku ada hal yang harus kulakukan, jadi kau yang harus menjaganya."

"Aku tahu. Aku nggak akan bikin masalah buatmu."

Clan harus membuat persiapan agar mereka bisa kembali ke masa mereka sendiri, dengan cara membekukan waktu di dalam Cradle dan membuat mereka kembali ke dunia sepuluh tahun dari sekarang. Meskipun kedengarannya sederhana saat dikatakan, ada banyak persiapan yang harus dilakukan. Membekukan waktu adalah prosedur yang sangat rumit, jadi urusan siapa yang akan menjaga Kii tentu saja menjadi tanggung jawab Koutarou.

"Oh, Clan, apa kamu punya sesuatu yang bisa dijual?"

"Bisa dijual?" tanya Clan yang terlihat kebingungan saat mendengar itu.

"Aku nggak punya duit yang bisa dipakai di jaman ini. Karena aku harus ngajak dia pergi nonton film, aku bakal butuh duit."

Uang yang sekarang sedang beredar di zaman dimana mereka berada saat itu akan diganti dalam kurun waktu beberapa tahun mendtang. Meskipun Koutarou punya uang edaran baru dalam dompetnya, uang itu tida bisa digunakan pada masa ini. Untuk bisa melakukan transaksi pada zaman ini, dia memerlukan uang, dan itulah sebabnya Koutarou bertanya pada Clan mengenai barang yang bisa dijual.

"Aku bakal kerja dan nanti aku ganti duitnya, jadi, apa kamu bisa ngasih aku sesuatu yang bisa dijual?"

"Begitu rupanya, jadi itu maksudnya."

Sebagai seorang tuan puteri, ide untuk menukarkan sesuatu yang berharga untuk dijadikan uang tidak pernah terpikirkan oleh Clan. Baru saat dia mendengar hal itulah dia mengerti apa maksud Koutarou. Clan lalu mendekati sebuah lemari besar yang berisi bahan-bahan yang digunakan untuk penelitiannya.

"Veltlion, platina adalah logam yang berharga di planet ini, benar?"

"Seharusnya sih, iya."

"Aku yakin aku punya beberapa platina yang kugunakan sebagai katalis di sekitar sini..."

Clan lalu membuka lemari dan mulai mencari. Tidak seperti lemari di kamar Koutarou, lemari yang ini isinya tertata rapi dan Clan dengan cepat menemukan apa yang dicarinya.

"Ah, ini dia."

Clan lalu mengeluarkan sebongkah platina dari lemari dan membawanya ke dekat Koutarou.

"Silahkan gunakan ini", ujar Clan sambil meletakkan bongkahan platina itu di atas meja.

Platina murni memiliki sifat yang begitu padat dan jauh lebih berat dari yang orang lihat. Saat platina itu diletakkan di atas meja, suara benturannya cukup keras untuk membuat meja itu bergetar.

"Ini material sisa, dan aku masih punya banyak. Silahkan gunakan sesukamu. Kalau tidak cukup, langsung hubungi aku."

Tapi setelah melihat bongkahan platina itu, Koutarou berteriak sekuat tenaga pada Clan.

"Kamu bego ya!?"

"K-kenapa kau tiba-tiba berteriak!?"

Clan, yang kaget mendengar teriakan itu, melompat mundur sementara Koutarou terus berteriak.

"Mana bisa aku jual ini ke toko loak! Aku cuma perlu sepotong kecil!"

"A-apa begitu!?"

Platina yang diletakkan oleh Clan di atas meja setidaknya memiliki berat lima kilogram. Karena platina mempunyai harga sekitar 4000 sampai 5000 yen per gramnya, bongkahan itu berarti mempunyai nilai sekitar beberapa puluh juta yen. Tidak mungkin sebuah toko loak bisa membelinya dalam ukuran sebesar itu.

"K-kalau begitu, aku akan tunjuk seseorang untuk---"

"Jangan terlalu manja!!"

Butuh beberapa waktu sampai Koutarou bisa menjual beberapa gram dari platina itu.

Part 2[edit]

Saat Clan dulu mengincar nyawa Koutarou dan Theia, sebuah TV dipasang di dalam ruang tempat tinggal Cradle, yang digunakan oleh Clan sebagai salah satu cara untuk mengumpulkan informasi. Dia mempelajari budaya, bahasa dan juga menganalisa cara penyiaran untuk mengerti tingkatan teknologi Bumi. Sebagai contohnya, dengan memeriksa enkripsi yang digunakan dalam siaran digital, Clan bisa menghitung standar kecepatan memproses dari komputer Bumi.

Saat Koutarou kembali ke ruangan itu, Kii terpaku di depan TV dan begitu asyik menonton acara yang sedang ditayangkan. Karena TV itu dibuat menggunakan salah satu monitor multifungsi kapal, ukurannya sebesar 100 inci. Karena itulah, Koutarou bisa melihat apa yang sedang ditayangkan di TV meskipun Kii berada tepat di hadapannya.

"Oh...yang itu ditayangin lagi toh..."

Acara yang sedang tayang saat itu adalah anime yang begitu terkenal sampai-sampai Koutarou yang tidak terlalu tahu soal anime pun tahu judulnya, yakni "Raja Para Kumbang, Kabutonga." Film animasi pahlawan yang menampilkan karakter-karakter yang punya motif mirip kumbang.

"Awas, No. 1! Di belakangmu!"

Di layar TV, tokoh protagonis acara itu, Kabutonga No. 1, berada dalam bahaya. Agar dia tidak kalah, Kii mengepalkan tangannya yang kecil dan berusaha keras menyemangatinya. Kii adalah penggemar berat anime ini, dia bahkan kabur dari rumah hanya untuk menonton film yang baru saja mulai diputar beberapa hari yang lalu. Sorakan penyemangatnya begitu keras sampai-sampai dia tidak sadar dengan Koutarou yang sudah kembali ke ruangan itu.

Ngomong-ngomong, meskipun hari sudah malam, anime itu disiarkan ulang untuk mempromosikan filmnya.

"Sekarang! Beri Kabutonga Kick!"

"...Kelihatannya dia lagi seneng-seneng."

Karena Kii terlihat gembira, Koutarou memilih untuk tidak mengganggunya, berjalan meninggalkannya menuju bagian dapur ruangan itu. Koutarou akan menyiapkan makan malam sementara Kii terus menonton TV.

Kabutonga?

Namun, tepat saat dia memasuki dapur, Koutarou berhenti. Ada sesuatu mengenai Kabutonga yang menarik sedikit perhatiannya. Tapi pada akhirnya, hal itu hanya menyangkut animenya saja. Tanpa memikirkan dalam-dalam mengenai hal itu, Koutarou terus berjalan menuju dapur. Yang penting baginya saat ini bukanlah pahlawan dari dalam anime, tapi makan malam.

"Aaaaaahh!! Itu tidak adil, Scarab King! Stag Man, cepat! Kamu harus menyelamatkan Kabutonga!"

Dengan suara teriakan Kii sebagai musik pengiring, Koutarou membuka lemari bahan-bahan yang ada di dapur, yang berisi berbagai macam bahan-bahan masak.

"Yang ini harus segera dimakan...", ujar Koutarou sambil mengeluarkan beberapa bahan dari dalam lemari, yang rupanya makanan yang mereka bawa dari Forthorthe.

Lemari itu mempunyai dua jenis makanan di dalamnya: makanan yang sudah ada di sana sebelum kejadian lompatan waktu bermula, dan makanan yang mereka dapat dari Forthorthe. Makanan jenis pertama sudah ada dalam bentuk bungkusan agar bisa disimpan dalam waktu lama, tapi untuk jenis makanan yang satunya tidak demikian. Itulah sebabnya Koutarou memutuskan untuk menggunakan jenis makanan yang itu. Meskipun lemari itu juga berfungsi seperti kulkas, dia tidak mau terlalu bergantung dengan itu.

"Stag Man! Bormu! Kamu bisa pakai bormu!!"

"Oh, itu ya. Jadi episode kali ini 'Kabutonga mati di siang hari'. Pantes dia semangat banget...", gumam Koutarou sambil memasukkan berbagai bahan makanan ke dalam keranjang. Dia lalu menenteng keranjang itu dan pergi menuju ke bagian gudang. Di dalamnya ada banyak benda selain makanan, termasuk barang-barang dari Forthorthe zaman dulu.

"Ini dia."

Dari sana, Koutarou mengambil beberapa kayu bakar, dan lalu pergi kembali ke ruang tempat tinggal.

"Kabutonga, bangun! Kabutonga!"

Koutarou kembali berjalan melewati Kii dan menuju ruang kedap udara, dengan rencana membuat makan malam di luar kapal. Karena semua bahan-bahan makanannya berasal dari Forthorthe dari 2000 tahun yang lalu, Koutarou yakin akan lebih baik kalau memasak makanan itu menggunakan perapian daripada dapur yang canggih. Dia juga tidak suka dengan dapur Cradle yang terlalu canggih. Dengan pemikiran seperti itu, Koutarou pergi ke luar kapal.

"Pertama-tama..."

Setelah berada di luar, Koutarou mengumpulkan batu-batu besar dan membuat penghadang angin sederhana. Dengan begitu, bahkan jika angin bertiup, apinya tidak akan merambat kemana-mana. Ini adalah salah satu pengalaman hidup yang didapatnya dari Forthorthe.

Selanjutnya, Koutarou meletakkan kayu bakar di dalam penghadang angin itu. Triknya adalah menumpuk kayu bakar dengan mempertimbangkan aliran angin, dan dengan tangan yang terampil, dia berhasil membuat perapian itu.

"Selanjutnya, ini."

Setelah berhasil menumpuk kayu bakar, Koutarou mengeluarkan sebuah tongkat yang dikeluarkannya dari dalam gudang. Lebih tepatnya, itu bukan tongkat biasa, tapi tongkat yang punya dekorasi indah sepanjang satu setengah meter. Dengan tongkat di tangannya, Koutarou mendekatkan ujung tongkat itu ke hadapannya.

"Um...api, muncullah!"

Seakan menuruti perkataan Koutarou, sebuah api kecil menyala di ujung tongkat itu. Meskipun tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan bahan bakar, api itu menyala layaknya lilin di ujung tongkat itu. Hal itu akan nampak aneh bagi siapapun yang tidak tahu situasi asli di balik hal itu.

"Kalau aku kasih ini buat dia, Yurika pasti bakal seneng banget...."

Tongkat itu adalah hadiah yang Koutarou bawa bersamanya dari Forthorthe di masa lalu untuk Yurika, yakni sebuah tongkat sihir asli.

Tongkat ini, yang bernama Encyclopedia, tadinya digunakan oleh musuh Koutarou, yakni kepala penyihir istana, Grevanas. Meskipun si penyihir itu sendiri sudah terlempar ke luar jagat raya karena peluru super repulsi ruang waktu, tongkat ini, yang terpisah darinya saat pertarungan itu, tertinggal begitu saja.

Tongkat sihir biasanya digunakan sebagai alat bantu bagi para penyihir untuk menjalankan mantra. Tongkat itu akan membuat konsentrasi penggunanya meningkat dan melipatgandakan kekuatan sihir mereka untuk membuat mantra mereka semakin kuat. Ada juga tongkat-tongkat sihir yang mempunyai kemampuan khusus selain itu, dan Encyclopedia adalah salah satu dari tongkat-tongkat sihir khusus itu.

Kemampuan khusus yang dimiliki tongkat ini adalah untuk membaca pikiran penggunanya dan menjalankan mantra menggunakan kekuatan tongkat itu sendiri. Sebagai hasilnya, pengguna tongkat ini bisa menjalankan mantra mereka sendiri sementara tongkat itu secara bersamaan menjalankan mantra yang lain. Ini adalah keunggulan yang sangat berguna dalam pertarungan antar penyihir.

Berkat kemampuan ini, bahkan orang-orang biasa seklipun bisa menggunakan sihir yang terkandung dalam tongkat itu. Seperti namanya, Encylopedia mempunyai banyak sekali mantra yang terkandung di dalamnya, namun sebagai gantinya, kekuatan tiap mantra yang dihasilkan pun dikurangi. Karena kekuatan sihir tongkat itu terbatas, jumlah mantra yang terkandung berbanding terbalik dengan kekuatan mantranya sendiri. Jadi, meskipun seseorang yang menggunakan tongkat itu tidak punya bakat sama sekali untuk merapal menjalankan mantra, mereka masih bisa bertindak seperti penyihir biasa. Itulah sebabnya Koutarou mau repot-repot membawa tongkat itu bersamanya untuk membuat Yurika menjadi gadis penyihir sungguhan.

"Sihir bener-bener praktis ya...."

Koutarou mengarahkan ujung tongkat itu ke tumpukan kayu bakar dan membakarnya. Tidak lama kemudian, api itu menjalar ke seluruh tumpukan kayu dan menjadi besar, lebih dari cukup panas untuk membuat masakan. Karena biasanya membuat api seperti itu butuh waktu lama, tongkat itu menjadi sangat berguna.

"Oke, mari kita mulai."

Dan dengan itu, Koutarou menggunakan api itu untuk membuat makan malam.


Part 3[edit]

Meskipun animenya sudah selesai, Kii masih terlihat senang.

Pahlawan yang dikaguminya telah dikalahkan oleh musuhnya, tapi setelahnya, dia secara ajaib kembali pulih dan berbalik menang. Kii merasa begitu senang karena hal itu dan ingin sekali membicarakan episode itu dengan seseorang.

"Onii-chan, kamu dimana?"

Seseorang itu tentu saja Koutarou. Hanya dialah orang yang bisa diajaknya bicara saat ini, dan Kii merasa kalau dia mau mendengarkannya.

"Kemana dia pergi?"

Kii melihat-lihat ke sekitar ruangan itu. Karena ruangan itu adalah bagian tempat tinggal dari kapal luar angkasa yang kecil itu, ukurannya hanya sebesar ruang keluarga. Karena itulah dia langsung tahu kalau tidak ada orang selain dirinya di sana.

"Huh?"

Baru pada saat itulah Kii merasa dia bisa mencium bau sesuatu. Dia mengendus beberapa kali untuk memastikan aroma apa itu.

"...Ada yang baunya enak..."

Aroma yang diciumnya adalah aroma dari sesuatu yang sedang dipanggang.

Setelah menikmati aroma itu sesaat, perut Kii pun mengeluarkan suara keroncongan. Baru pada saat itulah dia sadar kalau dia belum makan apapun.

"Apa...dari sini?"

Kii, yang tertarik dengan aroma itu, mencoba mengikuti asal aroma itu sambil terus mengendus beberapa kali. Dia berjalan keluar dari area tempat tinggal, melewati sebuah koridor dan keluar dari kapal melalui lubang palka yang sudah terbuka. Pada saat itulah dia akhirnya dia bisa mengetahui sumber aroma itu.

"Wah! Makan besar!"

Ada sebuah panci yang terletak di atas api yang membara, dan di dalamnya terdapat makanan laut dan sayur-sayuran di dalam kuah sup yang mendidih. Ada juga daging panggang yang masih dipanggang. Potongan daging yang besar, yang tertutup oleh rempah-rempah, minyak dan bumbu, meneteskan sari-sari dagingnya ke tanah. Ada juga roti yang terletak di sebelah perapian yang dihangatkan oleh api.

Aroma yang dicium oleh Kii rupanya berasal dari makanan-makanan ini. Meskipun dia tadinya terfokus pada anime yang ditontonnya beberapa saat lalu, sekarang dia hanya bisa menatap makanan yang berada di hadapannya.

"Oh, kamu rupanya, Kii-chan."

"Apa kamu yang membuat semua ini, Onii-chan!?"

"Yap, tapi aku nggak seahli itu kok."

Makan malam hari ini adalah sup ikan dan sayur, kebab ayam dan roti isi kacang. Roti itu hanya dipanaskan saja, sedangkan untuk kedua masakan yang lainnya, Koutarou sendiri yang membuatnya.

Koutarou rupanya ahli dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Karena dia hanya tinggal bersama ayahnya, dia tidak hanya bisa bersih-bersih saja, tapi juga memasak. Namun, karena para penjajah yang bertugas memasak di Rumah Corona, Koutarou tidak punya kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya memasak. Saat dia sedang berkelana untuk waktu yang lama di masa lalu Forthorthe, dia punya banyak kesempatan untuk memasak. Alhasil, dia sekarang sudah pandai dalam memasak di luar ruangan. Meskipun dia tidak bisa menyebut dirinya profesional, Koutarou sudah cukup pandai untuk menyajikan makanan bagi yang lain. Walau begitu, makanan-makanan itu rupanya berasal dari Forthorthe di masa lalu.

"Tidak kok! Kelihatannya enak!"

"Yah, kita bakal tahu kalau kita makan."

"Aku mau segera makan!"

"Bentar lagi selesai kok, jadi duduk di situ dan tunggu ya."

"Baik!"

Meskipun perutnya sudah berbunyi semenjak dia melihat makanan itu, Kii menuruti Koutarou dan duduk di sebuah kayu besar di dekat api. Karena dia anak yang pintar, dia tahu kalau dia akan bisa memakan sesuatu yang enak kalau dia tidak mengganggu Koutarou yang sedang memasak.

"Gimana ya, supnya...? Ah, bagus, jadinya enak."

"Ehehe."

Sambil duduk dan menunggu, Kii memandangi Koutarou dan merasa ada sesuatu yang hangat di hatinya yang bukan berasal dari api itu saja. Hal itu muncul dari kenangan yang berasal dari dalam hatinya.

"Ibu, apa makan malamnya sudah siap?"

"Sebentar lagi, kamu duduk dulu ya."

"Bai~k! Kita makan apa hari ini?"

"Fufu, hari ini makanan kesukaan Kii-chan."

"Baunya...ikan!"

"Betul. Tunggu sebentar sampai ibu selesai masak, ya?"

"Baik! Kii akan tunggu seperti anak baik!"

Seseorang yang dekat dengannya sedang membuatkan makanan untuknya. Orang yang melakukan hal itu dulunya adalah ibunya. Mungkin itu sebabnya Kii mengenang ibunya saat dia memandangi punggung Koutarou, dan kenangan itu membuat dirinya merasa hangat.

"Kii akan tunggu seperti anak baik...jadi buat yang enak ya."

"Aku nggak bisa janji, tapi aku usahain."

Itulah kehangatan dari seseorang yang tidak dirasakan oleh Kii hingga saat ini.


Part 4[edit]

Koutarou membalikkan keranjang yang digunakannya untuk membawa bahan-bahan menjadi sebuah meja untuk Kii. Dia lalu meletakkan sup, roti dan kebab bersama dengan peralatan makan. Dengan ketiga makanan itu berada di hadapannya, mata Kii terbelalak dan terlihat berbinar.

"Bolehkah aku makan!? Boleh!?"

"Silahkan. Tapi kamu jangan sampai--"

"Selamat makan!"

"---keselek."

Kii langsung mulai makan sebelum Koutarou selesai berbicara. Dengan memegang sendok di tangan kanannya dan kebab di tangan kirinya, Kii bergantian memakan sup dan ayam. Dia makan dengan cepat, dan bisa dibayangkan kalau dia suka dengan rasanya.

"Syukur deh, kamu suka sama makanannya."

Koutarou pun tersenyum melihat Kii yang terlihat puas, dan lalu mengambil roti untuk dimakan. Dia lalu membelah roti itu dan menaruh potongan daging ayam di antaranya. Itulah cara makan kesukaannya selama di Forthorthe. Setelah satu gigit, sebuah rasa yang familier menyebar memenuhi mulutnya, rasa yang membuatnya mengingat saat-saat dimana dia berada di Forthorthe.

Aku yakin, Clan pasti suka sama ini...

Sambil menikmati makan malamnya, Koutarou memikirkan rekannya yang mengurung dirinya sendiri di dalam laboratoriumnya. Karena rekannya itu dibesarkan sebagai seorang tuan puteri, dia cukup pilih-pilih dalam soal makanan, tapi Koutarou yakin kalau dia pasti akan memuji makanan hari ini. Koutarou puas dengan makanan yang sudah dibuuatnya hari ini.

Tepat pada saat itulah Koutarou menengadah karena merasa ada seseorang yang memandanginya.

"..."

Saat dia melakukan itu, Koutarou menemukan sepasang mata yang memandanginya, yakni Kii yang memandangi tangannya.

"Aku juga mau coba itu!"

Kii lalu menirukan Koutarou: dia membelah roti, menaruh daging di tengahnya dan lalu memakannya.

"Enak!"

Dia kelihatannya menikmati cara makan seperti itu, dilihat dari tingkahnya yang kembali menggigit roti itu. Sekilas, dia tampak seperti seekor tupai yang sedang memakan kacang.

"Kalau kamu makan cepet-cepet begitu, nanti--"

"Hueh"

Tepat sebelum Koutarou mengingatkan Kii soal tersedak saat makan, sepotong roti menyangkut di tenggorokannya.

"Uuuh, Huhuhuu."

"Ini, minum ini."

Koutarou dengan cepat memberi Kii sepiring sup, yang langsung diminum dengan cepat oleh Kii. Setelah melakukan itu selama beberapa saat, Kii akhirnya bisa menghela nafas lega.

"Haaaah, aku kira aku akan mati..."

Untungnya, roti yang menyangkut di tenggorokannya akhirnya lepas dan masuk ke perutnya, membuat raut wajahya kembali ceria karena merasa lega.

"Makanya, jangan makan cepet-cepet."

"Soalnya rasanya enak."

Kii nampak tersipu malu sementara Koutarou menegurnya.

"Aku senang kamu suka rasanya, tapi nggak akan ada yang ngerebut itu dari kamu kok, makanannya juga masih banyak. Jadi, nikmatin aja pelan-pelan."

"O-Oke, aku mengerti. Ehe, ehehehe."

Pada akhirnya Kii tertawa sambil menahan rasa malunya, membuat Koutarou tersenyum simpul dan mulai kembali makan setelah melihat hal itu.

Rasanya jadi inget sama mereka....

Makan malam yang berisik namun menyenangkan itu persis seperti saat dia berada di kamar 106 dan Forthorthe di masa lalu. Meskipun saat itu Koutarou berada jauh dari salah satu di antara kedua hal itu, kejadian itu membuatnya mengingat kehidupan sehari-harinya. Penampilan Kii saat itulah yang juga membuatnya mengingat hal itu.

"Hehehe...ehehe...uhh."

Sementara Koutarou masih mengenang hal itu, tawa Kii mulai berubah. Dari yang tadinya terdengar seperti suara tawa, suara isak tangis mulai bercampur ke dalamnya, dan air mata yang mulai turun ke pipinya memantulkan cahaya dari api yang masih membara.

Kii pun menangis.

"Kenapa? Apa rasanya nggak enak?"

Koutarou pun panik dan mencicip supnya sendiri, tapi rasanya tidak apa-apa.

Kalau bukan ini, terus apa?

Koutarou kebingungan melihat Kii. Meskipun dia sedang menangis, dia menunjukkan senyuman yang menenangkan.

"Bukan itu. Rasanya enak, betul-betul enak, dan aku merasa senang....", jawab Kii sambil menggelengkan kepalanya. Namun meski dia berkata bahwa dia merasa senang, air matanya tidak berhenti mengalir.

"Cuma...sudah lama aku tidak makan makan malam yang enak dan menyenangkan seperti ini....jadi, jadi aku....ehehe, aku tidak....mengerti juga..."

Koutarou akhirnya mengerti apa yang berada di dalam pikiran Kii setelah mendengar hal itu.

Gitu ya...Kii-chan bener-bener kangen sama ibunya...

Setelah kehilangan ibunya, Kii dan ayahnya yang saling salah paham menjadi pemicu kaburnya Kii dari rumah. Karena dia sudah lama tidak bisa tersenyum saat makan malam, hal itu membuat Kii mengingat saat-saat dimana dia masih merasa bahagia. Persis seperti halnya Koutarou teringat akan kehidupannya sehari-hari, Kii juga teringat akan waktunya bersama keluarganya. Karena Koutarou sudah mengalami hal yang serupa dengannya, Koutarou mengerti apa yang dirasakan oleh Kii.

"T-Tapi, kau tahu? Aku sudah mengambil keputusan! Hehe, s-saat aku besar nanti, aku akan bisa memasak! Uuuuhhh, aku akan belajar untuk bisa, s-sehebat Onii-chan..."

Kii menjadi yakin bahwa cara terbaik untuk bertemu ibunya kembali adalah dengan menyajikan makan malam yang enak dan kebahagiaan di meja makan.

Setelahnya, Koutarou dan Kii membicarakan banyak hal sambil makan. Meskipun mereka sudah saling berkenalan, mereka masih tidak tahu-menahu antara satu dengan yang lain.

"Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan saat ini, Onii-chan? Apa kamu seorang koki?"

"Kalau aku seorang koki, harusnya makanannya rasanya bisa lebih enak lagi."

Kii sudah berhenti menangis, dan sekarang menunjukkan senyuman yang lebih ceria dan penuh kasih sayang pada Koutarou. Koutarou pun senang melihat Kii yang sudah bisa kembali tersenyum, karena baginya, seorang anak seharusnya selalu tersenyum.

"Itu mungkin betul, tapi Kii tahu."

"Apa itu?"

"Rasa saja tidak menentukan kalau makanan itu enak atau tidak", ujar Kii tersenyum lalu mendekatkan setusuk kabob ke dekat mulutnya. Dia terlihat sangat menyukai masakan Koutarou, dan sambil terus berbicara dengan riangnya, dia melahap makanan itu dengan kecepatan yang mencengangkan. Saat itu dia sudah menyantap porsi kedua dari seluruh makanan yang ada.

"Onii-chan bisa jadi koki."

"Ahahahah, makasih buat pujiannya, tapi aku bukan koki. Sebenernya, aku lagi mengelana."

"Mengelana? Apa itu artinya kamu sedang pergi ke tempat yang jauh?"

Karena tidak paham dengan kata itu, Kii tampak kebingungan. Sebagai gantinya, Koutarou mengangguk penuh kepastian padanya.

"Betul. Lebih tepatnya, aku sudah selesai berkelana, dan sekarang aku dalam perjalanan pulang ke kota asalku."

"Apa tempatnya di dekat sini?"

"Bisa dibilang begitu."

Koutarou memberi penjelasan yang tidak begitu rinci. Kalau dia mengatakan pada gadis berumur enam tahun kalau dia sedang berusaha kembali ke masa depan, gadis itu pasti akan bingung. Akan lebih tepat dan bisa dimengerti kalau dia berkata bahwa dia sedang dalam perjalanan kembali ke tempat asalnya.

"Kota asalmu berarti tempat Onii-chan lahir, benar?"

"Yap."

"Kembali ke tempat kamu lahir..."

Setelah berbicara soal kota kelahiran, Kii mulai memikirkan tempat kelahirannya sendiri. Namun, Kii baru saja kabur dari sana. Dia lalu menggelengkan kepalanya untuk membuang pemikiran itu dan tersenyum kembali pada Koutarou.

"Jadi, kamu habis pergi dari mana, Onii-chan?"

"Hmm, sulit buat dijelasin, tapi..."

Koutarou berpikir dalam-dalam dan berusaha untuk menjawab pertanyaan Kii. Sulit untuk menjelaskan apa yang dialaminya pada gadis berumur enam tahun.

"Gimana kalau aku bilang, aku datang dari waktu yang tak berujung dan jarak yang tak terhitung?"

Pada akhirnya, Koutarou menjawab dengan menggunakan akting. Perhatian Kii pun teralihkan dari apa yang dikatakan Koutarou menjadi apa yang sedang dilakukannya saat dia melihat itu, dan membuatnya tertawa ceria.

"Ahahaha, aktingmu berlebihan, Onii-chan."

"Aku juga merasa begitu", balas Koutarou sambil tersenyum kecut.

Aku bener-bener nggak pas buat akting...mungkin aku harus pensiun habis drama yang selanjutnya...

Setelah memikirkan hal itu, Koutarou melihat ke arah Kii dan melemaskan bahunya.

"Jadi, sebenarnya kamu pergi dari mana?"

Kii mengerti bahwa jawaban Koutarou yang tadi adalah leluon, dan setelah mereka berdua berhenti tertawa, dia kembali bertanya.

"Dari dekat sini, tapi jalannya ke sana susah. Jadi aku rasa kamu nggak akan bisa sampai ke sana, Kii-chan."

"Apa mirip labirin?"

"Yap. Tapi kalau kamu udah besar nanti, aku yakin pasti jadi lebih gampang."

"Hmm..."

Karena tidak yakin apakah dirinya mengerti atau tidak, Kii melihat ke arah kota di kaki gunung. Dia bisa melihat kota Harukaze, dan berkat lampu-lampu mobil yang melintas, dia bisa melihat jalan-jalan di kota itu dari tempatnya berada saat itu.

Aku bisa tersesat...

Kii merasa kalau dirinya akan tersesat saat berjalan mengikuti jalan-jalan yang saling terhubung dengan rumit itu. Setelah merasa puas, dia melihat kembali ke arah Koutarou.

"Tapi, tempatnya di dekat sini, benar?"

"Yap. Setelah aku istirahat sebentar di sini, aku bakal pulang."

Kii pun tersenyum setelah melihat Koutarou mengangguk.

"Fufufu, begitu ya..."

"Kenapa?"

Kii terlihat sangat bahagia, dan Koutarou, yang penasaran kenapa dia tersenyum seperti itu, bertanya padanya.

"Tidak, bukan apa-apa. Ini rahasia gadis."

Tapi Kii tidak mau menjawabnya, menyembunyikan alasan dibalik senyum cerianya.

"Cewek memang punya banyak rahasia, ya."

Pada saat itu, Kii terlihat mirip dengan para gadis penjajah. Senyumnya saat itu adalah senyum yang sama yang akan mereka tunjukkan saat mereka ingin mengusili Koutarou. Meskipun Koutarou hanya bisa pasrah mendengar jawaban itu, dia merasa senang.

"Ehehe, hati seorang gadis adalah misteri sepanjang masa."

Kii tersenyum karena dia memikirkan apa yang akan terjadi setelah dia berpisah dengan Koutarou.

Kalau dia berasal dari sekitar sini, kita akan bertemu lagi...

Karena Kii sudah berjanji kalau dia akan kembali pulang setelah menemukan bintang ibunya dan menonton film, mereka pasti akan berpisah. Tapi kalau Kii kembali ke kota ini nantinya karena suatu urusan, dia pasti akan bisa bertemu lagi dengan Koutarou, dan hal itulah yang membuatnya senang.


Part 5[edit]

Setelah menghabiskan makan malam miliknya sendiri, Koutarou pergi ke tempat Clan untuk memberinya jatah makan malamnya. Clan masih berada di dalam laboratorium, mengusahakan cara agar mereka berdua bisa kembali ke masa mereka sendiri. Sambil melihat hologram yang tampil melayang, dia dengan cepat menghitung sesuatu di komputer.

Koutarou meletakkan piring di atas meja yang digunakan untuk keperluan istirahat. Kalau dia meletakkannya disana, Clan akan memakannya saat beristirahat dari kerja. Setelah menyajikan makanan itu, Koutarou dengan cepat pergi keluar agar tidak mengganggu Clan.

"Terima kasih, Veltlion."

"....Aku harap kamu suka makanannya."

Hanya itu yang mereka berdua bicarakan sebelum Koutarou meninggalkan ruangan itu.

Aku harap Clan nggak sampai sakit...

Koutarou sudah pernah melihat Clan seserius itu beberapa kali sebelum kali ini, seperti saat dia sedang berusaha keras membasmi virus yang ada di Forthorthe, atau saat dia sedang mencoba membekukan waktu untuk yang pertama kalinya. Saat Clan sedang serius, raut wajahnya menjadi kaku dan dia berubah dari seorang gadis menjadi seorang peneliti. Kalau dia sudah menjadi seperti itu, dia akan berkonsentrasi penuh hanya pada penelitiannya dan mengabaikan kebutuhannya sendiri.

Aku nggak bisa ninggalin dia sendiri, biarpun alasannya beda sama Yurika...

Saat Clan berada dalam mode serius, sudah menjadi tugas Koutarou untuk merawatnya. Dia akan memberikan Clan makanan yang sehat dan melakukan pekerjaan rumah seperti membersihkan ruangan dan mencuci. Kalau Koutarou tidak melakukan itu, Cradle pasti akan menjadi berantakan. Dengan itu, Koutarou bisa dibilang bekerja menjadi pembantu Clan.

"Yah, aku rasa aku harus bersih-bersih sekarang..."

Tugas Koutarou selanjutnya adalah membersihkan peralatan makan sehabis makan malam, memadamkan api yang ada di perapian dan menaruh sisa makanan ke dalam kulkas. Memang kelihatannya sederhana, namun itu tugas yang penting. Koutarou lalu menyingsingkan lengan bajunya dan meninggalkan Cradle kembali. Setelah di luar, dia melihat bahwa Kii sudah tertidur pulas di sebelah api yang sudah mulai meredup.

"Zzz...Zzz..."

Kii nampak kelelahan setelah menghabiskan banyak waktu berjalan menjelajahi gunung dan melakukannya dengan penuh semangat sepanjang waktu. Tepat setelah menikmati makan malam yang enak, rasa lelah yang menggantung pun menyerangnya dan membuatnya tertidur pulas.

"Yah, jelas aja...."

Pasti melelahkan bagi gadis kecil seperti Kii untuk kabur dari rumah setelah bertengkar dengan ayahnya. Koutarou tersenyum simpul dan lalu meraih badan Kii. Agar Kii tidak sampai terbangun sementara dirinya bersih-bersih, Koutarou akan menggendongnya ke tempat tidur di bagian tempat tinggal di dalam Cradle lebih dulu.

"Mmm...ibu...."

Namun, tepat sebelum tangannya sampai, Koutarou berhenti saat mendengar kata-kata yang diucapkan Kii selagi tertidur. Sesaat berikutnya, raut wajah Kii berubah menjadi sedih.

"Dimana...dimana ibu...Kii disini...:"

Tangan Kii bergerak sedikit sementara dia berbicara dalam tidurnya. Karena dia menggerakkan tangannya di dalam mimpinya, tangannya yang ada di dunia nyata pun ikut bergerak sedikit.

"Dia terus nyari ibunya, bahkan sampai di dalam mimpi..."

Karena dia bisa mendengar apa yang dikatakan Kii di dalam tidurnya dan melihat raut wajah sedih Kii, Koutarou bisa membayangkan apa yang sedang dimimpikan oleh Kii: berkelana sendirian di dalam hutan yang gelap gulita.

"Kalau aja dia bisa nemuin bintangnya...ketemu sama ibunya di mimpinya..."

Koutarou tahu kalau Kii tidak akan menemukan bintang ibunya di dunia nyata. Dia pasti tidak akan pernah bisa menemukannya, dan hal itu akan membuatnya sangat kecewa. Sayangnya, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Koutarou mengenai hal itu, dan sekarangpun Kii sedang mencari bintang itu bahkan di dalam mimpinya. Kii pasti tahu betul bahwa dia tidak bisa menemukan bintang itu. Itulah sebabnya mengapa Kii tidak bisa menemukan bintang itu, yakni ibunya, bahkan di dalam mimpinya, dan Koutarou merasa bahwa hal itu sangat menyedihkan. Dia ingin agar keinginan Kii setidaknya terkabul di dalam mimpinya.

"Tapi, aku bisa apa buat mimpinya..."

Koutarou tahu betul kalau Kii sedang sedih, tapi dia tidak bisa melakukan apapun untuk menghilangkan kesedihan itu. Tidak ada cara bagi Koutarou untuk menolong Kii di dalam mimpinya.

"Sesuatu yang ajaib seperti itu nggak akan..."

Koutarou merasa begitu tidak berdaya melihat seorang yang anak kecil menangis selagi bermimpi, terlebih lagi karena dia tahu betul karena itu adalah kesalahannya dan Clan.

Tunggu, ajaib!?

Namun, tepat pada saat itulah Koutarou menemukan jawabannya dari kata-katanya sendiri. Sebuah pencerahan datang padanya.

"Bener juga, sihir! Dengan sihir, aku mungkin bisa nolong dia!" ujar Koutarou sambil menatap ke tongkat yang terletak di sebelah perapian, yang bernama Encyclopedia yang dibawanya bersamanya dari Forthorthe. Dengan menggunakan sihir dari tongkat ini, Koutarou mungkin bisa menolong Kii.

"Nggak...itu pasti bisa lebih hebat lagi..."

Selanjutnya, Koutarou melihat ke arah Cradle. Sebuah pedang tertinggal di kamarnya di dalam kapal itu. Pedang itu jauh lebih kuat dibandingkan tongkat sihir di hadapannya.

"Aku yakin Signaltin pasti lebih bisa lagi!"

Pedang itu merupakan kekuatan yang ditujukan untuk menyelamatkan orang-orang yang didapatnya dari Alaia. Dengan menggunakan pedang itu, yang mengandung perasaan Alaia di dalamnya, kekuatan sihirnya pasti akan jauh lebih efektif dibandingkan tongkat sihir itu untuk menolong Kii. Setelah mendapat ide itu, Koutarou langsung masuk ke dalam Cradle.


Part 6[edit]

Di dalam mimpi, Kii sendiri tidak sadar kalau dirinya sedang bermimpi. Saat itu dia sedang menjelajah gunung, yang dibuat dari keinginannya sendiri, sendirian.

"H-Huh? Apa, yang aku lakukan disini...?"

Mimpi terkadang dimulai tanpa adanya hubungan sama sekali, tapi kadang-kadang keanehan itu tidak disadari. Kemampuan seseorang untuk membuat keputusan pun menjadi berkurang, dan berkurang lebih besar lagi di dalam dunia yang dibangun dari keinginan orang itu sendiri.

"Benar juga, aku sedang mencari ibu!"

Hal itu pun berlaku juga bagi Kii. Tanpa bertanya-tanya mengapa dia berada di gunung sendirian, Kii pun mulai pergi menjelajah. Karena jauh di dalam hatinya dia ingin terus mencari ibunya, Kii tidak merasa bahwa aneh rasanya saat hal itu benar-benar terjadi, dan ingatan terakhirnya soal makan malam dengan Koutarou pun terlupakan. Dunia mimpi memang betul-betul tidak masuk akal.

"Ibu!! Ibu dimana!? Kii disini!!"

Kii percaya bahwa bintang biru yang jatuh dari langit adalah ibunya, tapi di saat yang sama, dia merasa ragu. Kii kuatir kalau dia tidak akan bisa menemukannya, atau kalau ibunya tidak menyadari keberadaannya. Bisa juga bintang itu ternyata bukanlah ibunya, tapi dia tidak mau memikirkan hal itu.

Sebenarnya, hari ini bukanlah hari pertama Kii mencari ibunya. Dia sudah pernah melakukan hal ini berkali-kali.

Kalau dia mendengar sebuah suara kapanpun dia sedang sendirian di rumah, dia pasti akan segera berlari menuju asal suara itu, berharap bahwa ibunya telah kembali, hanya untuk menemukan sesuatu yang terjatuh dari lemari. Suatu waktu, Kii menyangka dia telah melihat punggung ibunya, hanya untuk melihat kalau itu adalah orang yang betul-betul berbeda saat mereka membalikkan badannya.

Harapan Kii sudah dihancurkan seperti itu berkali-kali sebelumnya. Sulit bagi gadis berumur enam tahun untuk menerima kenyataan bahwa ibunya telah tiada. Meskipun dia tahu itu, dia terus mencari meskipun hal itu pasti akan membuatnya kecewa. Ada sesuatu di dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa menerima kalau dia tidak akan bisa bertemu dengan ibunya kembali.

"Ibu! Jangan jahat begitu! Aku mau ketemu ibu!"

Kali ini, Kii melihat sebuah bintang biru yang jatuh dengan mata kepalanya sendiri. Karena hal itu cocok dengan apa yang dikatakan oleh ibunya, Kii yakin kalau kali ini dia menemukan ibunya. Tapi, Kii tetap merasa kuatir kalau hal yang sudah-sudah akan kembali terulang.

"Ibu...kenapa...kenapa ibu tidak mau ketemu aku...?"

Mimpinya membuat rasa kuatir itu menjadi sebuah kenyataan sementara keadaan di sekitarnya berubah semakin gelap dan sunyi, sementara dia sendirian. Kii pun terperangkap di dalam mimpi buruk meskipun dia sudah betul-betul berharap.

"Apa ibu tidak bisa mendengar suara Kii!? Atau ibu benci dengan Kii!?"

Malam semakin gelap, dan Kii tidak bisa mendengar langkah kakinya sendiri. Detik demi detik, kesepiannya dan kekuatirannya pun menjadi semakin besar dan parah, yang membuat mimpi buruknya menjadi semakin buruk. Sebuah siklus yang betul-betul kejam.

"Ibu, datanglah bertemu Kii!! Kii tidak pernah berhenti mencari ibu!!" seru Kii dengan pasrah memanggil ibunya, yang sudah menjadi sebuah teriakan. Namun, tidak ada balasan sama sekali dari dalam kegelapan. Suara Kii pun justru tenggelam di dalam kegelapan, dan malam turut menelan kesedihannya dan menjadi semakin kelam dan menyelimutinya. Sebelum Kii sadar, keadaan di sekitarnya sudah menjadi hitam pekat, dan dia betul-betul sendirian.

"Ibu!! Uuuuuuhhh, dimana aku!? Uaaaa...aa....aku takut, ibu!! Uuuuh, cepat, tolong aku!!"

Kii hanya bisa terus berteriak. Harapannya pun kembali hancur sekali lagi, dan kesunyian hanyalah balasan yang didapatnya saat dia berteriak memanggil ibunya. Dia sudah tidak tahan lagi dengan kesepian yang dideritanya, dan hatinya hancur karenanya. Itulah sebabnya mengapa dia sampai bertengkar dengan ayahnya. Meskipun dia ingin ayahnya untuk memanjakannya, Kii tidak pernah mendapat kasih sayang itu dan akhirnya kabur dari rumah.

"Tidaak!! Aku tidak mau sendirian!! Ibu, ibu, uuuuhhh, uuu, uwaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Karena Kii sudah cukup pintar untuk anak seusianya, dia menyimpan rasa kesepian dan kesedihan itu jauh di dalam dirinya, dan sementara dia tersenyum di hadapan yang lain untuk menyembunyikan hal itu, jauh di dalam dia sedang menangis.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa, uaaaaaaaa, uaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Dan tepat saat Kii hancur karena kesedihan di dalam kegelapan...

"Jadi disini kamu rupanya, Kii-chan. Aku sudah mencarimu kemana-mana."

Kii mendengar sebuah suara yang dikenangnya. Tangisannya pun langsung berhenti.

"Ah...?"

Dari sudut matanya, dia bisa melihat sinar biru yang bersinar tenang dan cerah, yang berwarna sama seperti warna bintang yang dilihatnya.

"I-Ibu...?"

Dengan perlahan, Kii menengadahkan kepalanya dan menghadap sinar biru itu dengan tatapan kebingungan.

"Sudah lama sekali, Kii-chan...aku ingin bertemu denganmu..."

Kii telah menemukannya.

Dia telah menemukan ibunya yang begitu ingin ditemuinya. Ibunya berdiri di hadapan Kii, diselimuti oleh sinar biru itu.

"Ibu!! Ibu!! Ternyata betul-betul ibu!!"

Ibunya tampak penuh semangat dan punya senyum yang lembut, persis seperti saat dia masih hidup dahulu. Saat Kii melihatnya, dia mulai berlari ke arahnya.

"Ibu! Aku datang menemui ibu seperti janjiku! Aku mengejar bintang untuk mencari ibu!"

Dan saat dia tepat berada di depan ibunya, Kii melompat sekuat tenaganya. Dia melompat sekuat itu dengan penuh rasa percaya bahwa ibunya pasti akan menangkapnya.

"Wah, wah, itu bahaya, Kii-chan."

"Ibu!!"

Tepat seperti yang diharapkan oleh Kii, ibunya menangkap dan memeluknya. Kii pun merasakan kehangatan dan bau yang dikenalnya. Kii lalu memeluk erat-erat orang yang sudah lama dicarinya, dan tidak akan dilepaskannya.

"Ibu, ibu!!"

"Kenapa, Kii-chan....kamu jadi lebih manja dari biasanya?"

Dan ibunya pun turut memeluknya. Dia bisa merasakan kehangatan dari Kii, momentum Kii saat dia melompat ke arahnya dan tangan Kii yang memeluk badannya, membuat air mata mulai muncul membasahi matanya. Persis seperti halnya Kii ingin bertemu dengan ibunya kembali, begitu juga ibunya yang ingin bertemu kembali dengan Kii.


Part 7[edit]

Dengan menggunakan Signaltin, Koutarou membuat permohonan: 'Aku tidak peduli bagaimana caranya, aku mau Kii bisa ketemu sama ibunya, seenggaknya dalam mimpinya'. Karena itulah dia tidak betul-betul tahu dengan apa yang diperbuat oleh Signaltin. Yang diketahuinya adalah sejumlah besar kekuatan sihir yang mengandung diri Alaia mulai mengalir keluar dari pedang itu menuju Kii.

"...Apa...berhasil...?"

Beberapa detik setelah kekuatan sihir mengalir ke dalam Kii, raut wajahnya berubah dari yang tadinya terlihat sedih menjadi menunjukkan senyuman tulus. Di saat yang sama, deru nafasnya menjadi lebih tenang, dan kadang Koutarou bisa mendengar suara tawa darinya.

"Fufufu....ibu....fufufu..."

"Syukurlah...kamu ketemu sama ibumu..."

Saat melihat Kii yang tersenyum dan berbicara dalam tidurnya, Koutarou merasa kalau dirinya berhasil. Dia lalu menyarungkan Signaltin dengan perlahan agar tidak membangunkan Kii.

Terima kasih, Yang Mulia...

Di saat yang sama, Koutarou berterimakasih kepada Alaia. Koutarou bisa membuat pikiran Kii menjadi tenang dengan menggunakan Signaltin setelah kedatangan dirinya dan Clan membuat pikiran Kii menjadi sedih. Karena Koutarou tidak yakin kalau dirinya bisa melakukan hal yang sama dengan menggunakan Encyclopedia, dia menunjukkan rasa syukurnya dengan berterimakasih kepada Alaia.

"...Aku mencari ibu bersama Onii-chan..."

"....Hahaha, aku juga ikutan muncul ya?" gumam Koutarou sambil tersenyum dan lalu memutuskan untuk menggendong Kii ke tempat tidur di dalam Cradle, seperti yang direncanakannya dari awal. Dia pasti akan bermimpi lebih indah lagi di atas tempat tidur yang empuk daripada di luar.

"Hm?"

Dan saat Koutarou akan meraih Kii...

Ada hawa seseorang?

Koutarou merasakan adanya kehadiran seseorang dan berbalik untuk melihat siapa itu.

"..."

Seorang gadis berdiri beberapa meter di belakangnya. Berdasarkan penampilannya, gadis ini terlihat berumur sekitar sepuluh tahun. Dia memakai seragam sekolah dan sedang memandangi Koutarou.

Rokujouma V10 087.jpg

Kenapa ada cewek disini jam-jam segini?

Saat itu waktu sudah menunjukkan lewat dari tengah malam. Sudah terlalu malam bagi seorang gadis untuk berjalan-jalan sendirian, kecuali Kii yang kabur dari rumah. Keberadaan gadis itu disini nampak begitu aneh.

"...Kamu ngapain disini jam segini?" tanya Koutarou pada gadis itu. Gadis itu tampak lebih tua dari Kii, tapi seperti halnya dengan Kii, Koutarou harus berbicara dengan gadis itu dan membuatnya pulang ke rumah.

"Aku sedang mencari seseorang", jawab si gadis dengan biasa saja, tanpa adanya perubahan pada raut wajahnya.

"Seseorang?"

"Aku mengira kaulah orangnya, tapi rupanya aku salah."

"Gitu ya? Tapi, berhubung udah malam, kamu lebih baik berhenti nyari dan pulang."

Berdasarkan sikap gadis itu, Koutarou yakin kalau dia sudah cukup dewasa untuk ukuran usianya. Koutarou bisa merasakan kedewasaan dari gadis itu seperti halnya dari Alaia.

"Aku berniat melakukan itu."

Gadis itu pun membalikkan badannya, memunggungi Koutarou, dan lalu melangkah pergi.

Cewek aneh...pikir Koutarou sambil melihat gadis itu pergi.

Gadis itu punya mata yang nampak jujur dan punya tekad. Dia bisa merasakan adanya sebuah kesungguhan yang bertolak belakang dengan rupanya yang tampak muda. Koutarou pernah bertemu beberapa gadis seperti itu sebelumnya, tapi baru kali inilah dia melihat hal-hal seperti itu pada gadis semuda ini.

Ditambah, gadis itu muncul di tengah hutan di dalam gunung di malam hari. Kelihatannya dia tidak kabur dari rumah seperti Kii, dan itulah yang aneh menurut Koutarou.

"Benar juga, aku ingin menanyakan satu hal kepadamu."

Tepat sebelum dia menghilang di balik kegelapan, gadis itu berhenti dan berbalik menghadap Koutarou, membuat matanya yang penuh tekad itu memandang ke arahnya.

Kayaknya dia punya ketenangannya Yang Mulia Alaia sama rasa tanggung jawabnya Flair...

Koutarou merasakan adanya hal yang aneh saat dia menerima tatapan kuat dari gadis itu. Aneh baginya saat dia merasakan hal seperti itu dari gadis berumur sekitar sepuluh tahun.

"Kau...apa yang kau lakukan pada gadis itu dengan pedang itu?"

"Apa...."

Pertanyaan gadis itu membuat Koutarou betul-betul kaget. Dia sampai kehilangan kata-kata saat jantungnya berhenti sesaat.

Apa dia tadi ngelihat aku!?

Koutarou akhirnya mengerti kenapa gadis itu muncul di hadapannya. Dia datang untuk mencari tahu kenapa Koutarou mengarahkan pedang itu ke arah Kii.

Apa yang dia ingin tahu...gimana aku jawabnya...?

Koutarou mulai ragu. Gadis itu mungkin tidak akan percaya padanya kalau dia mengatakan kalau dia merapal mantra pada Kii. Ditambah, berdasarkan sikap dan cara bicara gadis itu, Koutarou tidak akan bisa menyembunyikan perbuatannya dengan alasan yang setengah-setengah. Dia juga tidak mau mengatakan sesuatu yang salah dan membuatnya didatangi polisi.

Setelah berpikir sejenak, Koutarou memutuskan untuk mengatakan kepadanya sebagian kebenarannya, dan meninggalkan sihir dari hal itu. Kalau tidak, Koutarou tidak akan bisa meyakinkan gadis itu. Koutarou lalu menarik nafas dalam-dalam dan dengan hati-hati memilih apa yang akan dikatakannya.

"...Dia baru aja kehilangan ibunya. Karena dia kelihatannya lagi dapet mimpi buruk, aku ngasih doa buat dia pakai pedang ini. Kelihatannya, pedang ini punya kekuatan buat itu."

Sebagian besar yang diucapkan Koutarou adalah hal yang sebenarnya. Karena dia harus menyembunyikan hal-hal yang berbau sihir, sedekat itulah Koutarou bisa mengatakan yang sebenarnya. Doa akan lebih bisa dimengerti daripada mantra.

"Begitu ya...kalau begitu, kelihatannya doanya berhasil. Dia kelihatannya sedang bermimpi indah."

Gadis itu pun tersenyum untuk pertama kalinya setelah berkata begitu. Koutarou merasa senyuman itu nampak begitu tulus, tapi itu mungkin karena gadis itu selalu menunjukkan raut wajah serius sedari tadi.

"....Anak kecil punya hak buat mimpi indah."

"Aku setuju."

Gadis itu pun mengangguk seraya tersenyum dan kembali berbalik dari hadapan Koutarou.

"Sampai jumpa kalau begitu."

"Ya."

Dengan kata-kata itu sebagai salam perpisahannya, gadis itu pun pergi dan menghilang dalam kegelapan.

Bener-bener cewek aneh...

Meskipun mereka tidak banyak berbicara, Koutarou merasa kalau dia bisa percaya pada gadis itu, gadis misterius yang bisa membuatnya bisa merasa seperti itu.

"Sial, aku lupa nanya namanya..."

Nama dan tujuan si gadis yang muncul dengan tiba-tiba di hadapannya pun tetap menjadi sebuah misteri.


Kembali ke Bab 1 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 3