Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 10 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bintang Jatuh dan Putri yang Kabur[edit]

Part 1[edit]

Meninggalnya seorang ibu mengandung makna yang tidak bisa terungkapkan bagi seorang gadis muda yang baru saja menginjak umur enam tahun.

Pada usia itu, anak-anak selalu berada bersama dengan ibunya, entah saat mereka sedang bermain, makan, atau tidur. Bahkan jika mereka pergi dan pulang dari taman kanak-kanak, mereka selalu berada di sisi ibu mereka. Hal itu sudah umum seperti halnya matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat.

"Ayah, kamu jahat! Kenapa kamu tidak mau mendengarku!?"

Tentu saja, hal yang sama berlaku pada gadis ini juga. Tepat setelah dia berulang tahun yang keenam, ibunya meninggal karena sakit. Peristiwa itu tampak seperti matahari yang tiba-tiba berhenti terbit. Karena mentalnya menjadi tidak stabil, gadis itu akan bertengkar dengan ayahnya bahkan karena hal-hal yang sepele sekalipun.

"Aku pasti akan pergi menonton film Kabutonga."

Alasan pertengkaran kali ini adalah serial TV yang masih mengudara yang mendapat penayangan di bioskop: Raja Para Kumbang, Kabutonga. Anime yang menampilkan para jagoan dengan kumbang sebagai motifnya menjadi sangat populer di kalangan anak-anak. Hal yang sama juga berlaku di tempat tinggal gadis itu, dan saat anak-anak berbicara, yang akan mereka bicarakan sebagian besar adalah Kabutonga. Gadis ini pun juga merupakan penggemar Kabutonga, dan dia selalu tidak sabar menunggu episode baru setiap minggunya.

"Aku tidak peduli jika aku tidak bisa pergi ke permukaan."

Dan karena serial TVnya akan berakhir, versi bioskopnya pun dibuat. Setelah beberapa bulan, film itu pun ditayangkan di seluruh penjuru negeri. Namun, kota tempat tinggal gadis itu tidak mempunyai bioskop. Karena ingin menonton film itu, si gadis memohon kepada ayahnya, namun pada akhirnya si ayah menolak.

Bagi seorang anak berumur enam tahun, gadis itu begitu pintar dan baik. Keinginannya untuk melihat film Kabutonga yang baru adalah keegoisan yang jarang sekali ditunjukkannya. Namun, berdasarkan situasinya, hal ini pun tidak bisa dikatakan seperti itu. Setelah kehilangan ibunya, si gadis mencari kasih sayang yang lebih dari ayahnya, dan apa yang diinginkannya bukanlah untuk pergi menonton film Kabutonga itu, tapi untuk pergi bersama ayahnya.

"Kii-chan mau pergi dan tidak akan kembali! Aku akan hidup di permukaan! Aku benci kamu, ayah!"

Si ayah belum pulih dari kekagetan setelah menerima syok karena kehilangan istrinya, dan sebagai hasilnya, dia tidak menyadari apa yang sebenarnya diinginkan oleh anak perempuannya, meskipun sebenarnya mereka berdua sama-sama menginginkan hal yang serupa.

Dan dengan itu, si gadis, Kii, kabur dari rumah.

Kii kabur dari kota tempat kelahirannya dan pergi menuju kota Kisshouharukaze. Karena hal ini terjadi sebelum kota itu bergabung dengan kota Kisshou, kota itu sebenarnya masih bernama Harukaze. Di kota itu terdapat sebuah bioskop, dan Kii berencana menonton Kabutonga di sana.


Part 2[edit]

Saat dia tiba di kota Harukaze, Kii takjub dengan pemandangan yang ada di hadapannya.

"Wow..."

Ada banyak jalan yang menghubungkan kota asal Kii dan kota Harukaze. Jalan yang digunakannya adalah terowongan yang keluar di bagian sebuah bukit.

Setelah keluar dari terowongan yang remang-remang itu, kota Harukaze yang bermandikan warna jingga muncul di depan matanya. Saat itu hari sudah sore dan matahari mulai terbenam, membuat cahaya senja mewarnai kota itu. Kota itu biasanya memancarkan bermacam-macam warna, tapi saat itu kota itu diwarnai oleh warna jingga yang tenang. Pemandangan itu adalah hal yang sudah biasa bagi kita, tapi bagi Kii, pemandangan itu tampak begitu indah.

"Jadi permukaan ternyata seindah ini..."

Mata Kii yang besar tampak berbinar-binar saat dia dengan polosnya melihat hal-hal di sekitarnya: kota yang bermandikan warna jingga di hadapannya, pepohonan yang membentuk hutan di sekelilingnya, dan langit yang luas di atasnya. Kii sudah melihat semua hal itu dalam gambar dan video, tapi inilah kali pertama dia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

"Semuanya seharusnya hidup di atas sini..."

Beberapa saat lalu, Kii tidak mengerti perasaan orang-orang yang ingin meninggalkan kota kelahirannya, tapi setelah dia melihat sendiri keadaan di luar, Kii mulai mengerti. Pemandangan indah di hadapannya dan bau alam mengusik sesuatu jauh di dalam hatinya. Rasanya aneh, meskipun dia baru saja meninggalkan kota asalnya, Kii merasa bahwa dirinya baru saja kembali pulang.

"Ah..."

Saat Kii melihat-lihat ke sekelilingnya untuk sementara waktu, langit mulai berubah gelap dan sebuah titik cahaya muncul di langit.

"Apa itu bintang!?"

Kii menemukan bintang pertama pada malam hari.

Titik cahaya yang kecil di langit itu rupanya kelipan dari sebuah bintang.

Pada saat itulah dia mengingat sesuatu yang dikatakan oleh ibunya yang baru saja meninggal. Kii lalu membuka matanya lebar-lebar dan mulai mencari bintang-bintang yang lain. Menurut ibunya, setelah bintang pertama muncul, akan ada banyak bintang lain yang turut muncul.

"Rupanya seperti yang ibu bilang! Ada banyak bintang!"

Karena hari baru saja berubah menjadi malam, hanya ada satu bintang yang terang di langit, namun setelah melihat dengan seksama, Kii bisa melihat lebih banyak lagi bintang. Ada banyak sekali bintang yang bersinar lemah yang tidak bisa dihitung oleh jarinya, dan setiap kali dia menemukan sebuah bintang baru, dia akan berseru puas.

"Hebat! Ada bintang dimana-mana!"

Seiring berjalannya waktu, langit menjadi semakin gelap, dan cahaya dari bintang-bintang menjadi semakin terang. Bahkan bintang-bintang yang tadinya bersinar dengan lemah yang awalnya dilihatnya pun sekarang sudah bersinar sama terangnya dengan bintang yang pertama tadi. Seperti halnya sebuah kotak permata, langit pun dihiasi oleh bintang-bintang yang berkelap-kelip.

"Dengan bintang sebanyak ini, aku mungkin bisa menemukan bintang ibu!"

Itulah alasan kenapa Kii menghitung bintang-bintang di langit.

"Kii-chan, jangan menangis ya, bahkan jika ibu mati. Saat orang-orang mati, mereka akan menjadi bintang yang berkelap-kelip di langit..."

"Bintang-bintang?"

"Benar...jadi kalau kami nanti pergi ke permukaan, carilah bintang ibu. Bintangnya akan berwarna biru cerah, jadi ibu yakin kalau kamu pasti akan menemukannya"

"Baik! Kii pasti akan menemukannya!"

Ibunya sudah menjadi sebuah bintang - itulah yang diyakini oleh gadis kecil itu. Dia pun menghitung bintang demi bintang di langit, mencari bintang milik ibunya.

Kii tidak kabur hanya untuk menonton film Kabutonga saja, tapi juga untuk menemukan bintang ibunya. Namun, apapun yang dilakukannya, alasan di balik hal-hal itu adalah karena dia baru saja kehilangan ibunya. Pada akhirnya, baik keinginannya untuk menonton film dan menghitung bintang adalah tanda kurangnya kasih sayang.

"Ah!? Itu bintang biru!!"

Saat langit menjadi betul-betul gelap, sebuah bintang biru yang cerah pun muncul.

"Itu Ibu! Itu bintangnya ibu!"

Itulah bintang biru yang sudah dicari oleh Kii selama ini. Saat menemukan bintang itu, Kii mencurahkan kebahagiaannya menggunakan seluruh tubuhnya. Dia berusaha meraih bintang itu dengan kedua tangannya sambil melompat di tempat beberapa kali.

"Ibu! Ini Kii! Kii ada disini!"

Wajahnya berubah cerah dan dia tampak begitu senang karena akhirnya bisa bertemu kembali dengan ibunya saat dia terus memanggil berulang kali. Kii begitu ingin bertemu ibunya sekali lagi, dia ingin mendengar namanya dipanggil dengan suara yang lembut yang dikenalnya itu.

"Ibu! Jawab aku, ibu!"

Namun tidak peduli seberapa banyak Kii memanggil, bintang itu tidak menjawab. Bintang itu hanya berkelip di angkasa, tidak membalas seruan Kii.

"Ibu...."

Pada akhirnya, suara Kii melemah dan dia menjadi lesu.

"Apa bintang itu...bukan bintang ibu...? Atau apakah ibu tidak bisa mendengar suara Kii...?"

Bintang biru itu tidak menunjukkan balasan apapun meskipun Kii sudah memanggilnya, dan hal itu membuatnya begitu kesepian. Pada akhirnya, kesedihan yang dirasakannya saat ibunya meninggal muncul kembali dan membuatnya menangis.

"Ibu....ibu...."

Air mata-air mata besar mulai muncul di pelupuk matanya, dan bahkan sebuah goyangan kecil pun akan membuat air mata itu turun membasahi pipinya. Dengan mata yang sudah berkaca-kaca seperti itu, Kii melihat kembali ke langit sekali lagi. Dia tidak bisa menyerah. Kii menyentuh kalung di lehernya dan mulai memanggil bintang itu lagi.

Rokujouma V10 015.jpg

"Ibu...ini Kii...aku mau ketemu ibu..."

Namun, bintang itu tetap tidak menjawab. Bintang itu hanya berkelip saja di langit.

"Uuuhh...."

Kii akhirnya mulai menangis saat bintang itu tetap diam membisu.

Kesedihan karena ditinggal oleh ibunya, kekesalan karena tidak diperhatikan oleh ayahnya dan kesepian yang dia rasakan saat bintang yang dicarinya tetap diam.

Kenyataan ini adalah hal yang terlalu keras bagi seorang gadis berumur enam tahun untuk diterima.

"Uuuuhhh...ah...?"

Kii mengedip dua kali. Air matanya jatuh dan pandangannya menjadi jernih sedikit.

"Bintang ibu jadi lebih besar...?"

Bintang biru yang ditemukan olehnya awalnya hanyalah sebuah titik yang bersinar, namun sekarang sudah jelas kalau bintang itu bersinar semakin terang. Melihat hal itu, Kii merasa yakin kalau bintang itu menjadi lebih besar.

"Apa dia mendengar suara Kii?"

Air mata Kii berhenti mengalir saat dia sadar bahwa ada sesuatu yang sudah terjadi. Dia tidak tahu apa itu, tapi dia mengira bahwa ibunya menjawab panggilannya dan membuat jantungnya berdetak cepat.

"Ibu! Kii ada disini!" seru Kii dengan pasrah sambil melambaikan tangannya ke arah bintang yang bersinar itu.

"Bintangnya betul-betul jadi lebih besar....ibu!!"

Bintang itu sekarang menjadi seukuran bola baseball, dan masih menjadi semakin besar. Kii pun terus memanggilnya karena merasa senang.

Tepat pada saat itulah Kii mendengar suara yang asing yang terdengar seperti raungan hewan buas, atau seperti suara mobil yang melewati terowongan.

"....Apa itu...?"

Kii melihat ke langit dan mencoba mendengarkan dengan seksama. Saat melakukan itu, Kii merasa bahwa suara itu berasal dari bintang.

"Bintangnya...menggeram?"

Kii pun menyimpulkan bahwa bintang itulah yang menimbulkan suara itu.

Saat bintang itu menjadi seukuran bola baseball, bintang itu bergerak melewati atasnya.

"Dimana?"

Kii dengan cepat berbalik untuk melihat bintang itu. Dia lalu melhiat bintang itu menghilang di balik bayangan gunung.

"Bintangnya jatuh!"

Bintang itu menjadi semakin besar karena mendekat, dan suara yang didengarnya adalah karena bintang itu bergerak dengan cepat. Itulah kesimpulan yang dipikirkan oleh seorang gadis berusia enam tahun, dan dia dengan cepat memanjat gunung.

"Ibu! Ibu mendengar Kii dan datang menemui Kii!"

Kii berlari sekuat tenaganya, mengejar bintang biru yang sudah jatuh itu. Jantungnya berdetak cepat dan nafasnya tersengal-sengal, namun hal itu tidak memperlambatnya. Dia terus berlari secepat yang dia bisa.

"Ibu! Ibu! Ini Kii! Kii ada disini!"

Tidak peduli seberapa letih dirinya, Kii tidak akan berhenti menggerakkan kakinya.

Itu karena ibu yang begitu ingin dijumpainya lebih dari apapun, sepertinya baru saja turun dari langit.


Part 3[edit]

Setelah datang ke Bumi, hal pertama yang dilakukan oleh Koutarou dan Clan adalah menyembunyikan kapal luar angkasa mereka, Cradle. Mereka berencana menguburnya di hutan di bukit yang berada di dekat kota Harukaze.

"Veltlion, tempat ini tidak akan diganggu sama sekali,benar?"

"Iya, bener kok. Bukit ini nggak akan disentuh sama sekali. Aku selalu kesini nyari kumbang tiap tahun, jadi udah nggak salah lagi."

"Bagus kalau begitu."

Cradle dengan perlahan tenggelam ke dalam tanah layaknya tenggelam dalam air saat Koutarou dan Clan mengawasinya.

Kapal luar angkasa Clan yang lebih kecil, Cradle, dirancang sebagai tempat untuk melakukan pengamatan dan penelitian. Karena itulah, kapal itu mempunyai banyak fungsi untuk menyembunyikan dirinya agar tidak menganggu objek studinya atau habitatnya, karena mempelajari sesuatu secara rahasia adalah hal yang terbaik. Cradle yang mengubur dirinya sendiri adalah salah satu dari banyak fungsi itu. Dengan menggunakan medan pelindung, kapal itu membuat sebuah alat penggali dengan membuang tanah di sekitarnya sembari tenggelam perlahan ke dalam tanah. Setelah selesai, hal yang tersisa di permukaan tanah adalah lubang palka untuk masuk ke dalamnya. Gundukan tanah yang terjadi karena fungsi itu akan tetap ada, tapi pada akhirnya nanti akan tertutup sendiri oleh proses alami.

"Jadi, sekarang kita ngapain?"

"Kita tidak akan melakukan apa-apa. Kita hanya akan tidur, seperti yang kita lakukan sebelum meninggalkan Forthorthe."

Awalnya, Clan berencana menggunakan peluru super repulsi ruang waktu miliknya untuk kembali ke masa kini dari Forthorthe 2000 tahun yang lalu. Dengan membalikkan beberapa parameternya, mereka seharusnya bisa kembali dari mana dan kapan mereka datang. Namun, peluru kedua itu sudah digunakan pada pertarungan yang mereka alami di Forthorthe. Clan harus memikirkan cara lain untuk bisa kembali.

Jawaban yang ditemukannya adalah untuk menghabiskan 2000 tahun di tempat dimana mereka tidak akan pernah ditemukan. Dengan beradaptasi dengan teknologi yang digunakan untuk hyperspace, mereka bisa membekukan waktu di dalam Cradle. Selama mereka tidak ditemukan, mereka akan bisa melewati 2000 tahun, dan setelah waktu selama itu telah berlalu, mereka bisa kembali ke Bumi dengan cara yang normal.

Namun, ada masalah besar dengan itu. Sebagian dari Cradle sudah rusak dan membuatnya tidak bisa terbang di luar angkasa. Suku cadang yang dibutuhkan untuk perbaikan pun tidak akan dibuat sampai 20 tahun lalu sebelum masa kini. Karena itulah, Koutarou dan Clan terbangun 20 tahun di masa lalu dan memperbaiki Cradle. Setelah perbaikan selesai, mereka menggunakan perjalanan normal dan hyperspace untuk kembali ke Bumi.

Tanpa menggunakan hyperspace, semakin sebuah kapal terbang mendekati kecepatan cahaya, maka waktu akan berjalan semakin lambat. Tapi dengan menggunakan kedua hal itu, masih membutuhkan waktu sepuluh tahun bagi mereka untuk mencapai Bumi, dimana bagi mereka hal itu hanya terasa seperti sepuluh hari saja.

Alasan mengapa mereka tidak menggunakan hyperspace adalah untuk mengurangi waktu yang diperlukan untuk membeku di Bumi sebanyak mungkin. Kalau mereka hanya menggunakan hyperspace, mereka perlu membeku selama 20 tahun, tapi karena Bumi tidak mempunyai area terlarang seperti "wilayah spesial Veltlion" di Forthorthe, ada baiknya mereka menghabiskan waktu yang diperlukan dalam keadaan membeku sesedikit mungkin. Walau begitu, kalau mereka terlalu lambat dan tiba di Bumi saat Theia berada di sana atau mengganggu perjalanannya, mereka pasti akan langsung terdeteksi. Jadi, penting untuk menemukan keseimbangan di antara kedua hal itu.

Karena itulah mereka perlu tidur di dalam Cradle sekali saat mereka sudah di Bumi, dan mereka memilih tempat dimana Koutarou pergi bermain sewaktu masih kecil untuk menyembunyikan kapal itu.

"Kita bakal tidur berapa tahun?"

"Tolong tunggu sebentar, aku sedang menghitungnya sekarang", jawab Clan seraya mengoperasikan gelang miliknya dan menghitung berapa lama mereka perlu tidur. Clan nampak cuek, tapi sebenarnya ada parameter yang harus digunakan untuk menghitung berapa lama mereka harus tidur. Sebagai hasilnya, perhitungan itu memakan waktu dan membuat Koutarou mulai mengeluh.

"Clan, kamu bisa ngira-ngira aja kan?"

"..."

Clan membetulkan kacamatanya dan menunjukkan wajah kesal. Dia membuat perhitungan yang akurat karena Koutarou yang memintanya, dan keluhan itu membuatnya menjadi kesal.

"Veltlion, kau suka menginjak-injak usaha dan keyakinan seorang ilmuwan dengan santainya, benar begitu?"

"Aku cuma ngira kalau kamu buang-buang waktu..."

"Apa maksudmu buang-buang waktu!? Aku---"

"Karena kamu sikapnya kayak gini, Theia nyebut kamu licik dan lainnya, biarpun kamu imut."

"..."

"Santailah sedikit. Kamu tahu, lebih---eh? Mukamu kenapa aneh begitu?"

"B-Bukan apa-apa! Ahem, yang lebih penting lagi, aku sudah sleesai menghitungnya!" ujar Clan yang lalu mendehem saat wajahnya berubah merah dan mengganti topik pembicaraan dengan paksa. Dia lalu menunjukkan hasil penghitungannya lewat hologram.

"Maaf, aku lagi nggak pakai zirahnya, jadi aku nggak bisa baca. Aku mungkin ngerti kalau kamu pakai bahasa Forthorthe kuno."

Koutarou bisa membaca sedikit tulisan bahasa Forthorthe kuno karena sudah menghabiskan sedikit waktu di Forthorthe 2000 tahun yang lalu, tapi dia tidak tidak bisa membaca tulisan Forthorthe modern sama sekali.

"Benar juga, aku lupa."

Karena Clan mulai menganggap Koutarou sebagai seseorang dari Forthorthe, dia secara biasa menggunakan bahasa Forthorthe modern sebagai bahasa yang ditampilkan. Clan lalu melaporkan hasil perhitungannya dengan mengatakannya.

"Yah, secara total kita harus tidur selama sepuluh tahun dan 323 hari, atau hampir 11 tahun."

"11 tahun...kamu nggak bisa ngitung itu di kepalamu aja?"

"Kau mengejek ya, Veltlion! Kau tahu kalau itu tidak semudah kelihatannya!"

"Yah, habisnya kamu jadi lebih ceria dan asyik kalau kamu marah sih."

"Aku tidak merasa asyik sama sekali!"

Clan pun kembali marah. Meskipun itu adalah tujuan sebenarnya dari Koutarou, karena dirinya menjadi emosi, Clan tidak menyadari hal itu.

"10 tahun...gitu ya, 10 tahun..."

Setelah mendengar dari Clan bahwa mereka saat ini berada pada masa sepuluh tahun lalu, Koutarou menyadari sesuatu. Raut wajahnya berubah dari yang tadinya tersenyum menjadi lebih serius.

"Lagipula, kau--- ada apa?"

Saat menyadari bahwa ada yang berubah pada diri Koutarou, kemarahan Clan pun mereda. Karena mereka sudah menghabiskan banyak waktu bersama-sama, Clan tahu kalau saat itu Koutarou sedang serius.

"Bukan apa-apa. Cuma...aku baru inget kalau ibuku bakalan mati", ujar Koutarou yang tampak lebih tenang sedikit dan tersenyum kecil pada Clan.

Koutarou dan Clan sudah terkirim ke Forthorthe pada 24 Januari 2010, jadi 10 tahun dan 323 hari sebelumnya berarti membuat mereka berada pada tanggal 7 Maret 1999. Ibu Koutarou meninggal pada 16 April 1999. Dalam kata lain, dalam waktu 40 hari dari sekarang, ibu Koutarou akan kehilangan nyawanya.

"...Aku mengerti bagaimana perasaanmu", kata Clan yang menunduk sedikit sebelum memandangi Koutarou dengan rasa simpati.

"Makasih, Clan...sikapmu harusnya begitu terus."

"Itu bukan urusanmu."

Karena mereka berada di masa lalu, mereka bisa mencegah berbagai macam insiden kalau mereka mau. Namun, keduanya memutuskan bahwa hal ini tidaklah nyata.

Mereka akan mencoba mencegah insiden apapun yang terjadi di dekat mereka, seperti pembantaian masal di Forthorthe, tapi mereka tidak akan menggunakan pengetahuan mereka untuk mencegah langsung insiden yang akan datang.

Kalau mereka pergi mencegah berbagai macam insiden yang ada, Koutarou dan Clan tidak akan bisa kembali ke dunia mereka sendiri. Sebagai awalnya, mereka berdua bukanlah orang yang tidak bisa maati, jadi mereka tidak punya waktu cukup untuk hal itu, dan mereka juga merasa ragu apakah mereka punya hak untuk menentukan insiden dan peristiwa apa yang bisa mereka cegah. Walau begitu, mereka tidak bisa mengabaikan orang-orang yang menderita di hadapan mereka, jadi mereka pasti akan menolong orang-orang semacam itu. Itulah keputusan yang sama yang mereka buat saat menghadapi pembantaian masal di Forthorthe.

Keputusan ini adalah upaya terakhir mereka sebagai hasil dari lompatan waktu. Mereka bukanlah dewa, jadi ada batasan seberapa jauh mereka bisa bertindak. Untuk sederhananya, mereka tidak akan menggunakan lompatan waktu ini untuk alasan pribadi.

Dengan keputusan ini, Koutarou tidak bisa menyelamatkan ibunya.

"Veltlion, ini soal ibumu sendiri, benar? Kenapa kita tidak berpura-pura kalau keputusan itu tidak pernah ada untuk sejenak dan kita pergi menyelamatkannya?"

"Clan..."

Saran Clan begitu menarik bagi Koutarou. Ibunya sendirilah yang menjadi inti dari kejadian itu, membuat Koutarou begitu ingin untuk menyelamatkannya.

Tapi...apa aku bisa ngebiarin Clan gitu aja sementara aku nyelametin diriku sendiri?

Saat mereka terbangun untuk perbaikan Cradle sepuluh tahun lalu, hal yang serupa juga terjadi bagi Clan. Namun, dia bertahan dan kembali ke Bumi tanpa melakukan apapun. Koutarou merasa bahwa penyelamatan ibunya adalah hal yang sangat tidak adil, baik bagi Clan dan mereka semua yang tidak akan pernah mendapat kesempatan semacam itu.

Dan kalau aku nyelametin ibu, sejarah pasti bakal berubah...

Dan alasan lainnya untuk hal itu adalah karena sejarah pasti akan berubah. Kalau ibu Koutarou selamat, peluang bagi dirinya untuk tinggal di Rumah Corona sendirian akan menjadi sangat kecil. Malah, ayahnya pasti akan bekerja jauh dari rumah dan Koutarou tidak akan pernah bertemu dengan para penjajah. Kalau itu sampai terjadi, Koutarou tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Seperti halnya di film-film sains fiksi, dia mungkin akan kehilangan tempat untuk kembali, atau bahkan keberadaannya menghilang.

"Karena kita sudah sampai sejauh ini, aku akan terus bersamamu sampai akhir. Keluarga kekaisaran berhutang begitu besar kepadamu."

Clan tahu betul akan apa yang dikhawatirkan oleh Koutarou dan bahaya di balik itu semua. Walau dia tahu akan hal itu, Clan tetap mengajukan sarannya. Itulah tanda persahabatan dari Clan. Di saat yang sama, Clan juga yakin bahwa itu adalah bentuk terima kasih dari keluarga kekaisaran Forthorthe.

"Makasih, Clan, tapi....kamu bisa kasih aku waktu sebentar buat mikir? Aku nggak bisa langsung mutusin."

Koutarou senang dengan tawaran dari Clan, tapi dia masih tidak yakin dengan apa yang harus dilakukannya. Kalau bisa, Koutarou ingin menyelamatkan ibunya, tapi di saat yang sama dia juga ingin kembali ke dunianya. Itulah sebabnya dia sudah berusaha keras hingga sejauh ini. Dia juga tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya sendiri dan Clan jika sejarah sampai berubah.

Apa yang terjadi dengan dirinya sendiri setelah dia menyelamatkan ibunya akan menjadi hal yang memang sepantasnya dia dapatkan, tapi tidak bagi Clan. Koutarou tidak bisa menemukan pilihan yang membuat semua orang puas. Karena itulah dia tidak bisa langsung mengambil keputusan.

"Kita masih punya waktu. Tenanglah dan pikirkanlah baik-baik."

"Oke...", balas Koutarou sambil mengangguk dan menengadah ke langit. Cradle sudah selesai menggali dan sudah menghilang ke dalam tanah, membuat suasana di sekitar mereka kembali sunyi.

Aku harus apa....?

Namun, pikiran Koutarou berada jauh dari kata sunyi. Perasaannya begitu berkecamuk dan jantungnya berdetak kencang seakan dia sedang melakukan latihan berat.

Tidak peduli apa yang dia pilih, Koutarou akan kehilangan sesuatu, yang sama-sama berharganya dan tidak bisa dibandingkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pikiran Koutarou terus berputar-putar, dan sebagai hasilnya, sinar bintang yang berkelap-kelip tidak sampai kepada matanya.

"Hei, Onii-chan."

Tepat pada saat itulah sebuah suara memanggil Koutarou yang masih kebingungan. Karena kaget, dia langsung berhenti berpikir dan menoleh ke asal suara itu, dimana dia bisa melihat seorang gadis kecil.

"Apa kamu lihat bintang jatuh di sekitar sini. Aku lagi cari itu."

Gadis itu masih begitu kecil, sedikit terlalu muda untuk bisa masuk sekolah dasar. Dia memakai jubah putih dan rok merah yang panjang, pakaian khas seorang gadis kuil. Rambutnya pendek dan matanya terlihat bersemangat. Digabungkan dengan pakaian kuil khasnya, gadis itu memberikan kesan seorang gadis yang bersemangat.

"Bintang ya? Yah, aku nggak lihat..."

Sambil menjawab gadis itu, Koutarou berusaha menyembunyikan kekagetannya, yang bukan karena kemunculan gadis itu yang tiba-tiba.

Dia ngomongin soal kita...

Bintang yang dimaksud gadis itu kemungkinan besar adalah Cradle yang diterbangkan oleh Koutarou dan Clan. Dia pasti sudah melihat Cradle mendarat di sekitar sini dan datang kesini untuk melihatnya.

"...Veltlion", bisik Clan pada Koutarou.

"...Iya, aku tahu."

Clan hanya memanggilnya, tapi Koutarou tahu apa yang dia mau. Clan ingin Koutarou mendapatkan cerita yang lebih detail dari gadis itu, dimana yang terpenting adalah jika ada saksi mata yang lain.

"Kalau kamu, Onee-chan?"

"A-Aku tidak lihat."

Karena tidak biasa berbicara dengan orang asing, Clan memaksakan sebuah senyum saat dia menjawab pertanyaan si gadis sebelum berlindung di balik punggung Koutarou. Rupanya, dia berencana membuat Koutarou mengurusi gadis itu.

"Kalau begitu, apa kalian dengar suara yang keras? Suaranya kayak, 'nguuuuuuung!'" ujar si gadis sambil mengangkat tanganya dan membuat gerakan-gerakan mengayunkan tangannya.

"Hmm, aku nggak inget. Mungkin ada pesawat yang lewat."

"Hmm, begitu ya...", balas si gadis sambil mengangguk beberapa kali dan lalu membungkuk dengan hormat.

"Terima kasih buat jawabannya. Dadah Onii-chan, Onee-chan!"

Setelah mengucapkan perpisahan, gadis itu dengan cepat berbalik dari hadapan mereka berdua dan mulai berlari. Seperti yang sudah bisa ditebak dari penampilannya, gadis itu ternyata memang gadis yang aktif bergerak. Koutarou langsung memanggil gadis itu untuk menghentikannya saat dia melihat gadis itu mulai berlari.

"Tunggu dulu! Kamu mau kemana?"

Gadis itu pun berhenti dan menoleh untuk menjawab pertanyaan Koutarou.

"Aku mau lihat-lihat di sekitar sini! Aku mau cari bintang itu!"

"Tunggu bentar!"

Koutarou lalu mendekati gadis itu dengan berlari kecil. Dia tidak bisa meninggalkannya seperti ini. Si gadis pun heran melihat Koutarou melakukan hal itu.

"Kenapa?"

"Aku ikut sama kamu. Bahaya anak kecil pergi sendirian di jam-jam segini."

Ada dua alasan mengapa Koutarou memutuskan untuk pergi bersama gadis itu.

Pertama karena dia kuatir dengan gadis itu, seperti yang dia katakan. Matahari sudah terbenam dan langit sudah menjadi gelap, belum lagi mereka berada di tengah-tengah hutan di gunung yang tidak berpenghuni. Mereka tidak akan bisa melihat kemana mereka melangkah dan ada banyak sekali pohon yang tumbuh di area itu. Bahaya bagi seorang gadis kecil untuk pergi sendirian di tempat itu.

Alasan yang kedua adalah karena Koutarou ingin berbicara dengan gadis itu sedikit lebih lama lagi. Dia ingin memastikan apakah ada orang lain lagi yang mencari Cradle.

"Apa kakak mau bantu aku?"

"Iya."

"Benarkah!? Terima kasih, Onii-chan!!"

Si gadis pun tampak senang saat melihat Koutarou mau membantunya, dan matanya berbinar-binar sementara bibirnya membentuk senyuman yang ceria.

"Nggak apa-apa kan, Clan?" tanya Koutarou pada Clan untuk memastikan, yang dijawab dengan anggukan oleh Clan.

"Aku serahkan kepadamu, ya. Aku akan tetap disini dan membuat persiapan."

"Oke, tolong ya."

Koutarou akan mengikuti gadis kecil itu sementara Clan tetap tinggal untuk memulai persiapan mereka untuk kembali ke masa mereka sendiri. Dengan begitu, tugas mereka pun langsung terbagi. Tentu saja, karena Clan sudah pemalu dari awalnya, tidak ada pilihan yang lain lagi untuknya.

"Oh, Veltlion, bawa ini bersamamu", ujar Clan seraya melemparkan sesuatu ke arah Koutarou, yang langsung ditangkapnya.

"Ini..."

Yang Koutarou terima adalah sebuah gelang perak, persis seperti yang dipakai oleh Clan.

"Kau akan kesulitan kalau sampai tersesat, benar?"

"Jadi, buat itu ya?" ujar Koutarou sambil melihat gelang yang baru saja diterimanya.

Fungsi asli gelang ini adalah sebagai remote control untuk Cradle dan Hazy Moon. Karena itulah, gelang itu bisa berkomunikasi dengan Cradle, menampilkan posisi kapal saat itu, mengamati kondisi cuaca dan banyak hal lainnya. Selama dia memakai gelang itu, Koutarou tidak perlu kuatir soal masalah tersesat. Karena dia tidak memakai zirah Ksatria Biru saat ini, Koutarou berada dalam bahaya yang sama dengan gadis kecil itu.

Sementara Koutarou masih memandangi gelang itu, Clan mendekati si gadis dan menyematkan sebuah lencana pada bajunya.

"Dan ini untukmu."

"Ini apa?" tanya si gadis sambil menarik jubahnya dan memandangi lencana itu.

"Dengan itu, kami bisa menemukanmu kalau kamu tersesat."

"Begitu ya? Hebaat", balas si gadis melepaskan genggamannya pada jubahnya dan tersenyum pada Clan, yang hanya bisa tersipu malu karena tidak terbiasa menerima pujian dari orang asing.

"Aku masih nggak ngerti gimana cara pakainya, tapi...makasih ya, Clan."

Setelah memeriksa gelangnya, Koutarou mengucapkan terima kasih dan langsung memakai gelang itu di tangan kanannya. Setelahnya, sebuah permata kecil mulai menyala sebagai tanda menyalanya gelang itu.

"Sip deh."

"Kalau begitu, ayo berangkat!"

Setelah Koutarou memakai gelangnya, si gadis menggenggam tangannya dan mulai melangkah.

"Jangan buru-buru, bahaya!"

"Tidak apa-apa, Onii-chan, kamu terlalu kuatir."

"Y-Yah, Clan, aku tinggal dulu ya."

"....Hati-hati."

Koutarou menghilang di balik pepohonan ditarik oleh gadis kecil itu. Setelah menyaksikan mereka pergi, Clan menyilangkan tangannya dan cemberut sedikit.

"Dasar Veltlion....kenapa dia tidak mau mengajakku untuk pergi bersama-sama? Aku mungkin tidak nyaman berada dekat orang asing, tapi tetap saja!"

Clan mungkin pemalu dan punya hal untuk dilakukan, tapi dia merasa tidak senang karena Koutarou meninggalkannya tanpa merasa ragu sama sekali.


Part 4[edit]

Meskipun dia sedang mencari sebuah bintang, gadis itu tidak punya petunjuk sama sekali. Dia hanya mengandalkan intuisinya sembari melangkah menyusuri hutan yang gelap itu. Pijakan mereka sudah tidak terlihat lagi dan tidak rata, namun langkah si gadis tetap mantap. Koutarou bisa merasakan adanya tekad yang kuat dari si gadis untuk menemukan bintang itu.

"Uuuuuh~, seharusnya bintangnya jatuh di sekitar sini..."

"Apa kamu sempet lihat?"

"Iya, bintangnya datang dari langit dan pergi begitu saja."

"Dan itu sebabnya kamu pergi nyari bintangnya?"

"Iya."

"Sendirian?"

"Iya! Aku pergi sendirian! Saat aku pergi dari rumah dan pergi ke gunung ini sendirian, aku lihat bintangnya datang!"

Koutarou terus mengikuti si gadsi sambil terus berbicara.

Dia nggak akan bisa nemuin bintangnya...aku harus nyari alasan yang bagus biar dia nyerah...

Sambil melihat gadis itu dari belakang, Koutarou mencoba mencari alasan untuk menyudahi pencarian mereka. Sembari terus memeriksa area itu, Koutarou sudah mempelajari semua yang ingin diketahuinya dari gadis itu. Dia pergi ke gunung itu sendirian dan kebetulan melihat Cradle. Hanya dialah satu-satunya saksi mata. Kalau Koutarou bisa membuat gadis itu menyerah mencari bintangnya, maka tidak akan ada masalah lagi.

Sudah jelas bahwa gadis itu tidak akan bisa menemukan bintang yang dicarinya, karena apa yang dicarinya, yakni Cradle, sudah terkubur di dalam tanah. Tidak peduli seberapa keras dia mencarinya, gadis itu tidak akan menemukannya, dan gadis itu sudah melewati area dimana Cradle mendarat. Namun, karena Koutarou tidak bisa mengatakan hal itu padanya, dia akhirnya membiarkan gadis itu membuang-buang waktu, yang membuat Koutarou sendiri merasa sedih.

Karena itulah, setelah Koutarou sudah mengetahui segala yang perlu ia ketahui, dia mencoba membujuk gadis itu untuk menyudahi pencariannya.

"'Kan udah gelap. Kalau kamu nggak cepet-cepet pulang, nanti keluargamu kuatir."

"Tidak apa-apa. Aku mencari ibuku."

"Ibumu?"

Sebuah kata yang tidak terduga keluar dari mulut gadis itu. Sementara Koutarou masih bingung dengan apa yang dikatakan gadis itu, gadis itu berhenti melangkah lalu berbalik tersenyum ke arahnya.

"Ehehe, sudah lama aku tidak bertemu ibu."

"Bukannya kamu lagi nyari bintang?"

"Iya, betul.Bintangnya ibu."

"Ah...."

Baru pada saat itulah Koutarou mengerti apa maksud gadis itu.

Apa jangan-jangan kami udah bikin cewek ini sakit hati....?

Dan kata-kata si gadis selanjutnya membuat kekhawatiran Koutarou menjadi nyata.

"Ibuku sendiri yang berkata begitu. Kalau dia meninggal, dia akan menjadi bintang biru. Dan saat aku melihat ke langit tadi, aku lihat ada bintang biru yang jatuh! Ibuku pasti menemukanku dan datang mencariku!"

Gadis itu sudah kehilangan ibunya, dan secara kebetulan dia melihat sebuah bintang biru, Cradle, jatuh dari langit dan membuatnya percaya bahwa ibunya datang untuk menemuinya. Itulah mengapa gadis itu menjelajahi hutan sendirian.

Kalau sampai cewek ini tahu kalau apa yang dia lihat bukan bintang ibunya...

Kalau dia tidak menemukan bintang ibunya, gadis itu pasti akan merasa sedih. Koutarou langsung merasa bersalah saat memikirkan hal itu. Kalau saja dia dan Clan tidak mendarat di gunung ini, gadis itu mungkin tidak harus merasa sesedih itu.

"...Aku yakin kamu pasti bakal nemuin bintang itu."

Koutarou tidak sampai hati mengatakan pada gadis yang bersusah payah mencari ibunya bahwa dia tidak akan menemukannya. Koutarou tahu betul bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu. Itulah sebabnya Koutarou berkata seperti itu, bahkan meskipun itu hanya untuk sebentar saja.

"Iya! Terima kasih, Onii-chan!"

Gadis itu pun memberikannya senyuman yang lebar, yang ingin terus dipertahankan oleh Koutarou.


Part 5[edit]

Sudah lebih dari empat jam berlalu semenjak mereka berjalan menyusuri hutan di gunung itu. Setelah mencari untuk waktu yang lama, bahkan gadis yang enerjik itu pun mulai terlihat lelah. Tepat pada saat itulah Koutarou menyarankan untuk istirahat di dekat anak sungai.

"Oh ya, aku belum tahu namamu."

"Aha! Benar juga!"

Gadis itu sudah begitu fokus mencari ibunya sampai-sampai dia lupa untuk memperkenalkan dirinya sendiri. Karena dia memanggil Koutarou dengan sebutan 'Onii-chan', dia tidak merasa bermasalah soal itu, dan karena mereka hanya pergi berdua saja, Koutarou merasa tidak masalah memanggil gadis itu dengan sebutan 'kamu'. Karena itulah mereka baru bisa berkenalan saat ini.

"Aku Kii!"

"Kii?"

"Iya!"

"Gitu ya, jadi namamu Kii..."

Koutarou merasa pernah mendengar nama itu sebelumnya, tapi karena ada banyak anak-anak dengan nama yang aneh belakangan ini, dia tidak terlalu memikirkan hal itu.

"Kalau kamu, Onii-chan?"

"Koutarou."

"Hmm, Koutarou ya...nama yang aneh!"

"Aneh ya?"

"Iya!"

Gadis bernama Kii itu pun mengangguk dengan kencang sambil tersenyum lebar pada Koutarou, yang juga merasa senang melihat raut wajah Kii.

Aku rasa nama Koutarou jarang dipakai di jaman ini...

"Apa aku masih bisa memanggil Onii-chan, 'Onii-chan'?"

"Bisa. Gimana kalau aku manggil kamu 'Kii'?"

"Iya, boleh! Ibuku juga memanggilku begitu!" balas Kii dengan senyum ceria sambil mengangguk. Senyumnya tampak begitu polos dan ceria, tanda bahwa dia sudah mulai percaya dengan Koutarou selama beberapa jam ini.

"Tapi karena ayah memanggilku 'Kii', aku lebih suka dipanggil 'Kii-chan'."

"Kenapa?"

"Karena ayah suka marah-marah. Bahkan sebelum aku bilang kalau aku mau pergi menonton film, dia bilang tidak!"

"Oke, kalau gitu aku panggil kamu 'Kii-chan'."

"Iya."

Kii berada dalam sebuah keluarga tanpa seorang ibu.

Dia sama kayak aku...

Bahkan di dalam keluarga Satomi yang tidak memiliki seorang ibu, ada saat dimana hubungan di antara ayah dan anak menjadi canggung. Setelah mengingat masa-masa itu, Koutarou bisa membayangkan hubungan antara Kii dengan ayahnya. Di saat yang sama, Koutarou membayangkan bahwa ayah Kii sendiri pasti juga khawatir.

"Kii-chan, aku yakin kalau ayahmu pasti kuatir soal kamu. Gimana kalau kamu pulang sekarang dan nyari bintangnya dilanjut besok?"

"Tidak mau", jawab Kii sambil menggembungkan pipinya dan menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak mau pulang! Aku mau hidup sendiri!"

"Apa!?"

Koutarou pun terkejut mendengar jawaban Kii seperti itu.

"T-Tunggu bentar!! Jangan-jangan, kamu kabur dari rumah!?"

"Iya!!" jawab Kii sambil mengangguk dan tersenyum.

"Ayah tidak mau mengajakku pergi menonton film Kabutonga! Jadi Kii pergi sendiri!"

Kii lalu menunjukkan senyuman penuh rasa bangga. Dia merasa puas bisa membuat Koutarou terkejut.

"G-Gawat! Aku harus bawa kamu ke kantor polisi!"

"Polisi?"

"Mereka orang-orang yang bakal nganter kamu pulang!"

Kalau Kii kabur dari rumah, ayahnya mungkin sudah melaporkan kehilangannya, dan kalau dia memang sudah melakukan itu, maka polisi pasti akan melakukan pencarian. Kalau ada kelompok pencarian yang mencari di gunung ini, mereka mungkin akan menemukan Cradle.

Koutarou dan Clan berhadapan dengan potensi bahaya yang fatal, berlawanan dengan senyuman ceria Kii saat itu.

"Hei, Clan---"

Koutarou menyalakan gelangnya dan akan menghubungi Clan.

"Tidak!"

Namun sebelum dia bisa melakukan hal itu, Kii menghampirinya dan menekan tombol yang Koutarou gunakan untuk menyalakan gelang itu. Gelang itu pun kembali dalam mode siaga.

"Kii-chan!?"

"Kalau kamu bawa aku ke polisi, nanti aku bilang kalau kamu menculikku!"

"A-Uapa!?"

Koutarou punya kartu identitas, tapi karena dia berada di masa sepuluh tahun yang lalu, umurnya tidak akan sesuai dengan tanggal lahirnya. Hal itu akan membuatnya diperlakukan sebagai orang tidak dikenal kalau dia sampai ditangkap oleh polisi. Tentu saja, hal yang sama akan berlaku bagi Clan. Ada kemungkinan besar bahwa mereka akan dianggap sebagai imigran gelap, dan kalau mereka juga disangka sebagai penculik, itu akan menjadi masalah yang lain lagi bagi mereka.

"Kii-chan, itu nggak boleh! Kamu harus pulang!"

Koutarou pun berusaha membujuknya. Kalau dia tidak bisa membuat gadis itu pulang dengan cepat, ada kemungkinan kalau polisi akan muncul.

"Aku tidak mau pulang!"

Namun, Kii menolak dengan tegas sambil menggelengkan kepalanya.

"Aku mau mencari ibu dan pergi menonton Kabutonga bersama-sama!"

"Kii-chan..."

Kii kabur dari rumah setelah bertengkar dengan ayahnya karena dia ingin pergi melihat film. Setelah dia melihat Cradle mendarat, Kii mulai mencari bintang ibunya. Namun, tidak mungkin dia bisa menemukannya. Kalau terus begini, Kii akan menghabiskan waktunya menjelajahi gunung sepanjang malam.

"Kii-chan, kalau kamu nemuin bintang ibu dan nonton filmnya, apa kamu mau pulang?"

Ini adalah situasi yang sulit bagi Koutarou, tapi dia tidak bisa meninggalkan seorang gadis sendirian di tengah gunung. Ia pun mulai memikirkan cara terbaik untuk bisa memenuhi keinginan si gadis. Koutarou percaya, kalau dia membiarkan Kii mencari bintang itu sampai dia merasa puas, lalu mengajaknya menonton film adalah cara terbaik untuk membuatnya pulang.

"Hmm...."

Kii menyilangkan kedua tangannya dan mulai memikirkan tawaran dari Koutarou. Alisnya yang lentik mengerut dan membuatnya nampak dewasa.

Huh, cewek ini....?

Saat melihat hal itu, Koutarou mulai merasa bahwa dia sudah pernah melihat wajah itu sebelumnya, tapi dia tidak bisa mengatakan siapa itu. Karena hal itu juga tidak begitu penting saat ini, Koutarou pun melupakan hal itu.

"Kalau begitu...aku mungkin, pulang...?"

Itulah kesimpulan yang didapat oleh Kii sambil bertopang dagu.

Dia tidak punya alasan yang begitu kuat untuk kabur dari rumah, hanya sebuah kesalahpahaman antara ayahnya dan dirinya yang berasal dari kepergian ibunya. Satu-satunya hal yang membuatnya tidak bisa segera pulang adalah pencarian bintang ibunya dan film Kabutonga. Setelah hal itu bisa dilakukannya, maka tidak ada alasan lagi baginya untuk tidak pulang ke rumah.

"Kalau begitu, aku bantuin."

"Benarkah!?"

Kii kembali ceria setelah mendengar tawaran yang tidak terduga dari Koutarou. Raut wajahnya yang dewasa menghilang dan senyum kekanakannya pun kembali.

"Kalau begitu, janji ya kalau kamu bakal pulang setelah semuanya selesai."

"Oke! Aku janji!"

Kii menerima tawaran Koutarou dengan penuh senyum, karena dia sendiri juga menginginkan hal itu. Tidak peduli seberapa pintar dirinya, Kii masih berusia enam tahun. Tidak mungkin dia merasa gelisah setelah kabur dari rumah sendirian. Dia juga tidak punya alasan untuk menolak tawaran dari Koutarou setelah dia menawarkan bantuan dan menghabiskan beberapa jam bersama dirinya.

"Ini."

Dengan sebuah senyuman, Kii melihat ke arah Koutarou dan mengulurkan tangan kanannya.

"Apa ini?"

"Janji jari kelingking. Kita berjanji, benar?"

Gadis itu mengulurkan tangan kanannya yang mengepal dengan jari kelingking yang teracung. Koutarou pun melakukan hal yang sama saat melihat hal itu, dan mereka pun saling menyilangkan jari kelingking mereka.

Rokujouma V10 046.jpg

"Janji kelingking♪ Kalau aku bohong, aku akan telan seribu jarum ♪ Janji kelingking ♪ "

Dengan begitu, setelah saling mengucapkan janji, mereka mulai bergerak kembali.
















Kembali ke Ilustrasi Jilid 10 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 2