Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid1 Bab02

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 2[edit]

Dilihat dari hasilnya, ramalanku sudah jadi kenyataan.

Setelah pelajaran, Haruhi tidak langsung menghilang dari ruang kelas seperti biasanya. Kali ini, dia menarik paksa tanganku dan menyeretku keluar ruangan, melalui koridor, dan naik tangga, sebelum akhirnya berhenti di depan pintu yang menuju atap.

Pintu tersebut biasanya terkunci, dan tangga di atas lantai empat tampaknya sudah dijadikan gudang oleh Klub Seni. Kanvas raksasa, pigura hampir-rusak, patung-patung dewa perang kehilangan hidung dan semacamnya ditumpuk di atas tangga kecil ini, bikin tempat yang seharusnya sudah sempit jadi makin sempit.

Dia pengen ngapain sih bawa-bawa gue ke sini?

"Aku butuh bantuanmu."

Haruhi berkata demikian sambil tetap menarik dasiku. Dengan tatapan tajam terarah ke bagian bawah kepalaku, aku dapat perasaan dia sedang mengancamku.

"Bantu lo apaan?"

Aku berlagak cuek.

"Bantu aku bikin klub baru!"

"OK, terus bilang ke gue, kenapa gue musti bantu elo nyelesain hal yang baru aja lo pikirin?"

"Karena aku harus mengamankan ruangan buat klubnya dan juga anggotanya, jadi kamu harus cari tau administrasi apa aja yang perlu diberesin buat sekolah."

Dia bahkan ga ngedengerin. Kutampik tangan Haruhi.

"Klub apa yang mau lo bikin?"

"Itu ngga penting! Yang penting bikin klub dulu."

Gue benar-benar ngga yakin deh sekolah bakal ngijinin klub yang kerjaannya ngga jelas.

"Sekarang dengerin! Abis sekolah beres, kamu pergi dan cari tahu apa aja yang perlu diselesaiin, dan aku pergi nyari ruangan buat klubnya, ngerti?"

'NGGA!'

Jikalau aku balas seperti itu, aku yakin akan dibunuh. Saat aku ragu-ragu bagaimana menjawabnya, Haruhi sudah terlanjur berbalik dan menuruni tangga, meninggalkan murid laki-laki yang kebingungan berdiri sendirian di tangga penuh debu.

"...Gue bahkan belum setuju bantuin..."

Hah, mengatakan hal ini ke patung plaster itu tiada gunanya. Aku hanya bisa menyeret kaki beratku maju ke depan, memikirkan bagaimana caraku menjelaskan semua hal ini kepada teman-teman sekelasku yang penasaran.


Persyaratan untuk membuat "asosiasi":

Lima orang anggota atau lebih. Seorang guru pendamping, nama klub, ketua klub dan aktivitas klub atau ringkasan tujuan itu diperlukan — yang kemudian juga memerlukan persetujuan dari OSIS. Aktivitas klub harus sesuai dengan filosofi kreativitas dan semangat sekolah. Berdasarkan catatan aktivitas dan hasilnya, OSIS akan memperdebatkan apakah asosiasi tersebut akan dipromosikan menjadi "kelompok riset". Selebihnya, sebagai asosiasi, sekolah tidak akan memberikan dana apapun.


Aku tak perlu susah payah mencari semua persyaratan karena semuanya tercatat di dalam buku pegangan siswa.

Anggota sih gampang; kita bisa cari siapapun buat gabung, jadi itu bukan masalah. Guru pendamping lebih susah dicari, tapi kayaknya gue bisa ngatasinnya. Dan untuk nama, sesuatu yang ga ofensif bisa-bisa aja. Dan ketua klubnya, ga diragukan lagi, Haruhi sendiri.

Gue berani bertaruh, tapinya, kalo aktivitas atau tujuan klub kita pasti ga bakalan sejalan sama "kreativitas dan semangat".

Itu cuma jadi omongan, kayak Haruhi itu orang yang peduli sama peraturan aja.


Saat bel berdering tanda sekolah berakhir, Haruhi menunjukan keperkasaannya yang mengerikan dengan mencengkeram lengan jaketku dan menarikku keluar kelas dengan kecepatan seperti penculik. Membutuhkan usaha keras agar aku tak meninggalkan tas sekolahku di kelas.

"Kita pergi kemana?"

Aku bertanya hal ini karena, yah, aku kan normal.

"Ke Ruang Klub."

Haruhi, begitu penuh dengan energi sampai-sampai dia bisa menendang minggir orang-orang yang berjalan lambat di depan kami, hanya menjawab dengan kalimat singkat dan lalu menutup rapat mulutnya. Tolong dong, seenggaknya bisa ga elo ngelepasin tangan gue dulu?

Setelah kami keluar dari lorong lantai satu, kami kembali masuk ke gedung lain dan naik tangga. Kami berjalan menuju lorong gelap dan di tengahnya, Haruhi berhenti. Tentu saja, aku ikut berhenti.

Di depan kami ada pintu.

Klub Sastra.

Papan nama melengkung tertempel di pintu.

"Di sini."

Bahkan tanpa mengetuk pintu, Haruhi membuka pintu dan berjalan memasuki ruang kelas tanpa pikir panjang. Tentu saja, aku mengikutinya ke dalam.

Ruangan itu herannya luas, atau mungkin tampak seperti itu karena hanya berisi meja persegi panjang, beberapa kursi logam, dan rak buku. Beberapa retakan di langit-langit dan dinding menunjukan betapa tuanya bangunan ini.

Seolah-olah dia muncul bersama ruangan, seorang gadis duduk sendirian di kursi logam, membaca buku hardcover yang sangat tebal.

"Mulai sekarang ini akan jadi ruang klub kita."

Haruhi merentangkan kedua tangannya lebar-lebar dan mengumumkannya dengan resmi. Wajahnya bersinar dengan senyuman enerjik. 'Kalau aja dia nunjukin senyum itu di kelas...' — walau pikirku begitu, aku tak berani mengatakannya keras-keras.

"Tunggu bentar, ini tempat apa?"

"Gedung Kebudayaan dan Kesenian. Tempat ini punya ruang kesenian dan musik untuk Klub Seni dan Klub Orkestra. Klub dan asosiasi yang ga punya ruang tetap semuanya ngelakuin aktivitasnya di sini, dikenal dengan sebutan Komplek Lama. Dan ruangan ini milik Klub Sastra."

"Terus Klub Sastranya gimana?"

"Setelah semua murid kelas tiga lulus musim semi ini, nih klub punya nol anggota. Karena ga ada anggota baru direkrut, klub ini mau ditutup. Ngomong-ngomong, dia anak kelas satu yang satu-satunya anggota baru."

"Kalau gitu ini klub emang belum ditutup dong!"

"Nyaris! Klub yang anggotanya cuman satu sama aja dengan ga ada."

Goblok lo! Lo lagi nyoba ngambil alih ruang klub orang lain? Aku melirik ke cewek Klub Sastra.

Dia adalah seorang gadis berkacamata dan berambut pendek.

Haruhi sudah seberisik ini. Gadis itu, akan tetapi, bahkan tidak mengangkat kepalanya sekalipun. Selain terkadang membalikan halaman dengan jarinya, ia tampak tak bergerak, benar-benar mengabaikan keberadaan kita. Kayaknya gadis ini juga aneh!

Kurendahkan suaraku dan bertanya pada Haruhi.

"Terus tuh cewek gimana?"

"Dia bilang ngga masalah!"

"Beneran?"

"Aku udah nanya dia pas makan siang. Aku bilang aku butuh agar dia minjemin ruangannya dan dia bilang 'silahkan', selama dia bisa baca bukunya dengan damai. Sekarang baru kepikiran, dia itu lumayan aneh ya."

Dari semua orang elo yang bilang begitu!

Kuperhatikan cewek Klub Sastra aneh dengan seksama kali ini.

Dia memiliki kulit pucat dan wajah tanpa ekspresi. Jari-jarinya bergerak seirama seperti robot. Hanya menutupi wajah cantiknya, rambut pendeknya membuat seseorang ingin melepas kacamatanya untuk pandangan yang lebih jelas. Dia memberikan kesan sebuah boneka yang tak menonjol. Dengan kata lain, orang aneh yang misterius dan tak berekspresi.

Mungkin menyadari observasiku yang mengganggu, gadis itu tiba-tiba mengangkat kepalanya dan mendorong jembatan kacamatanya keatas dengan jarinya.

Aku melihat mata gelapnya menatapku dari balik lensa. Baik mata maupun bibirnya tak menunjukan ekspresi apapun, hampir seperti topeng. Dia berbeda dengan Haruhi — wajahnya seperti jenis yang pada dasarnya tak menunjukan emosi.

"Nagato Yuki."

Nada suaranya memberikan kesan kalau namanya akan segera dilupakan oleh kebanyakan orang dalam tiga detik mendengarnya.

Nagato Yuki sejenak menatapku; lalu seperti kehilangan minat, ia kembali mengarahkan perhatiannya ke buku.

"Eh, Nagato-san," Panggilku, "Cewek ini mau ngegunain ruang klub kamu buat klub mau-dikasi-nama. Kamu ga papa?"

"Ya."

Pandangan Nagato tak pernah lepas dari buku sekalipun.

"Tapi mungkin bisa ngerepotin kamu."

"Tidak masalah."

"Bahkan mungkin kamu bakalan diusir?"

"Silahkan bebas-bebas saja."

Walaupun ia segera menjawab, ia tak menunjukan ekspresi. Tampak olehku sepertinya dia benar-benar tak peduli soal ini.

"Oke, kalau gitu udah diputusin," sela Haruhi tiba-tiba.

Dia terdengar hiper sekali, yang memberiku firasat buruk.

"Mulai sekarang, kita kumpul di ruang ini seberes sekolah. Ntar datang ya! Atau kamu bener-bener celaka!"

Katanya dengan senyum seperti mekar bunga sakura. Dengan enggan kuanggukkan kepalaku.

Plis deh, gue belum mau mati dulu!


Jadi sekarang kita udah nemu ruangan klub, tapi administrasinya sama sekali ga ada kemajuan. Kita masih belum mutusin nama maupun kegiatan klub yang pengen dilakuin. Sudah kutanyakan hal ini kepada Haruhi, tapi sepertinya dia punya pikiran lain.

"Kita bisa putusin semua itu ntar!" Haruhi menyatakan dengan keras. "Sekarang yang paling penting ngerekrut anggota. Kita masih butuh paling sedikit dua orang lagi."

Jadi, lo udah masukin cewek Klub Sastra juga? Lo ga mungkin memperlakukan Nagato Yuki kayak aksesoris klub doang, kan?

"Ngga usah khawatir soal itu. Aku pasti bisa ngumpulin orang-orang segera; aku udah punya seseorang di pikiranku."

Gimana gue ngga khawatir? Keresahan gue malah makin gede!


Besoknya sehabis sekolah, setelah menolak tawaran Taniguchi dan Kunikida untuk pulang bareng, dengan enggan kuseret kaki beratku menuju ruang klub.

Haruhi hanya bilang "Kamu pergi duluan!" dan buru-buru keluar ruang kelas dengan kecepatan yang sangat dibutuhkan Klub Atletik. Dia begitu cepat sampai-sampai aku berpikir kalau dia menambah booster di sepatunya. Aku tak tahu antara dia buru-buru mencari anggota baru, atau hanya sangat bersemangat kalau dia sudah melangkah maju untuk bertemu makhluk luar angkasa?

Di lain pihak, aku hanya bisa membawa tasku, jadi aku bergerak perlahan menuju ruang Klub Sastra.


Memasuki ruang klub, ternyata Nagato Yuki sudah di dalam dan duduk di posisi yang sama dari yang sebelumnya sambil membaca bukunya. Perlahan kudekati dia, tapi seperti kemarin kepalanya terbenam di dalam buku, keberadaanku diabaikan. Emang Klub Literatur itu cuman klub membaca aja? Kalo engga kenapa dia baca terus-terusan?

Hening di ruangan.

"...Lagi baca apa?"

Tanyaku, tak tahan dengan keheningan lebih lama lagi. Nagato Yuki menjawabnya dengan mengangkat buku dan menunjukkan sampulnya. Mataku melihat sejumlah besar huruf asing yang memusingkan; keliatannya kayak semacem novel fiksi ilmiah.

"Itu menarik ya?"

Nagato Yuki mendorong kacamatanya ke atas tanpa tenaga sebelum menjawabnya dengan nada kosong.

"Unik."

Tampaknya dia sudah menjawab semua pertanyaanku.

"Bagian mananya?"

"Semuanya."

"Jadi kamu suka baca?"

"Sangat."

"Oh gitu..."

"..."

Kembali hening.

Gue bisa pulang sekarang?

Pikirku begitu sambil menaruh tasku ke atas meja. Tepat saat aku hendak duduk di kursi logam, tiba-tiba pintunya kebanting terbuka seperti baru ditendang.

"Hei, sori aku telat! Butuh waktu nih nangkap cewek ini!"

Haruhi akhirnya tiba, melambaikan sebelah tangannya pada kami. Tangan yang lain sedang menggenggam pergelangan orang lain — dia menculik orang lain lagi! Ketika Haruhi memasuki ruangan, untuk suatu alasan tertentu dia mengunci pintunya. Ceklek! Mendengar suara itu, gadis berukuran kecil itu gemetaran tak nyaman.

Wow, dia emang cantik.

Dia pasti "calon terpilih"-nya Haruhi.

"A...apa yang kamu lakukan?"

Kata gadis tersebut, hampir menangis sekarang.

"Di-dimana ini? Kenapa kamu bawa saya ke sini? Dan, ke-kenapa kamu ngunci pintu? Kamu mau apa sama saya?"

"Diam!"

Haruhi berteriak begitu keras sampai-sampai gadis itu hanya diam terpaku.

"Biar kukenalin: ini Asahina Mikuru-chan."

"Biar kukenalin: ini Asahina Mikuru-chan."

Setelah mengumumkan nama gadis tersebut, Haruhi berhenti bicara. Sepertinya perkenalannya sebegitu saja.

Keheningan sekali lagi menelan ruangan. Haruhi terlihat puas dengan "kerjaan beres dengan baik"; Nagato Yuki, seperti biasa, tetap membaca bukunya tanpa reaksi; dan gadis yang dipanggil Asahina Mikuru hanya takut-takut tolol. Hei, kenapa ngga ada yang ngomong? Dan jadinya aku yang memulai percakapan.

"Dia lo culik darimana?"

"Bukan penculikan kok! Aku cuman maksa dia datang ke sini sama aku."

Itu sama aja!

"Aku nemu dia lagi ngelamun di ruang kelas dua, jadi kutangkap dia dari sana. Aku udah nelusurin sekolah pas istirahat, jadi aku udah ngeliatnya beberapa kali."

Jadi itu toh yang lo lakuin pas istirahat waktu lo engga keliatan dimana-mana di ruang kelas. Engga, bentar, ini bukan waktunya mikirin beginian.

"Gimanapun juga, dia senpai kita!"

"Terus?"

Kulihat dia dalam ketakpercayaan. Ya Tuhan, nih cewek benar-benar ga mikir dia itu udah ngapain!

"Ya udah... kasih tau aku, kenapa lo butuh nyari dia, emm, Asahina-san, kan?"

"Sini, lihat deh."

Haruhi tiba-tiba menunjuk ke arah hidung Asahina Mikuru, membuatnya langsung mundur.

"Dia imut, kan?"

Cuman penculik berbahaya yang bakalan ngomong gitu! Itulah yang kupikir, omong-omong.

"Aku percaya kalo karakter moe itu penting!" lanjutnya.

"...Maaf, lo bilang apa?"

"Aku bilang moe! Faktor yang bikin orang horny! Pada dasarnya, kebanyakan cerita detektif punya karakter yang bisa bikin orang horny dan ngebangkitin rasa kasihan."

Otomatis aku berputar dan mengamati Asahina Mikuru: dia memiliki badan kecil dan wajah yang bisa mudah disalahsangkakan sebagai anak SD. Rambut coklatnya sedikit berombak, tergantung di punggungnya. Sepasang mata anak anjing besar memberikan aura "tolong lindungi aku". Bibir setengah terbukanya menunjukan sebaris gigi seputih gading yang, dipasangkan dengan wajah mungilnya, menciptakan kombinasi yang sempurna. Kalo dia dikasih tongkat sihir dengan permata yang berkilauan, dia mungkin bakalan berubah jadi peri kecil! Aarghh~, gue mikir apaan sihh!?

"Dan ga cuman itu doang!"

Haruhi tersenyum penuh percaya diri, dan memeluk Asahina Mikuru-san dari belakang dengan kedua tangannya.

"Kyaaaa!!!"

Asahina-san langsung berteriak. Tapi Haruhi tetap tidak bergerak, meremas dadanya lewat seragam sailornya.

"Aaaaa!"

"Dia itu mungil banget, tapi susunya lebih gede dariku! Wajah imut plus susu gede itu juga faktor penting yang bisa bikin orang horny!"

Oh Tuhan, gue mau pingsan.

"Wow, bener-bener gede banget."

Haruhi memasukan tangannya kedalam seragam Asahina-san dan mulai grepe-grepe. Brenti, dasar mesum!

"Wah, bikin kesal aja! Wajahnya imut banget, tapi susunya lebih gede dari aku!"

"T-Tolong!!"

Asahina-san merona merah terang. Dia mencoba membebaskan diri dengan lengan dan kakinya, tapi kekuatannya bukan tandingan pelecehnya. Saat Haruhi mulai menggerakan tangannya menuju rok Asahina-san, aku tak bisa tahan lebih lama lagi dan menarik gadis mesum ini menjauh dari Asahina-san.

"Lo pikir loe itu lagi ngapain sih!?"

"Tapi benar-benar gede lho! Benaran! Kenapa ga kamu cobain juga?"

Asahina-san mengerang lemah.

"Tidak terima kasih."

Hanya itu yang bisa kuucapkan.

Yang mengejutkanku, selama kericuhan ini, Nagato Yuki tetap membaca bukunya, tak sekalipun mengangkat kepalanya. Nih cewek sebenarnya kenapa sih?

Tiba-tiba, aku memikirkan sesuatu.

"Hei, lo ngga mikir kan kalo... alasan lo satu-satunya bawa Asahina-san ke sini karena dia itu imut dan punya susu gede?"

"Kenapa, tentu aja!"

Ya Tuhan, lo ini benar-benar bego!

"Karakter maskot kayak dia itu perlu!"

Perlu dari hongkong! Siapa sih yang ngomong gitu ngomong-ngomong?

Asahina-san merapikan seragam kusutnya dan mengangkat kepalanya, melihatku. Hei, jangan liat aku kayak gitu, kamu masukin aku ke situasi memalukan aja.

"Mikuru-chan," tanya Haruhi, "Kamu ikutan klub lain?"

"I... Iya... Klub Kaligrafi..."

"Keluar dari situ! Bakalan ngeganggu aktivitas klubku."

Haruhi! Bukannya kamu terlalu egois!?

Asahina-san memiliki ekspresi korban dalam misteri pembunuhan tertentu, melihatku dengan mata yang berharap untuk diselamatkan. Lalu seolah-olah dia tiba-tiba menyadari kehadiran Nagato Yuki. Matanya membelalak lebar dan menunjukan keragu-raguan. Sejenak kemudian, dia mendesah dan berbisik dengan suara rendah:

"Oh gitu... saya ngerti."

Kamu ngerti apa?

"Saya akan berhenti dari Klub Kaligrafi, dan bergabung dengan klub kamu..."

Suaranya begitu penuh dengan kesedihan.

"Tapi saya ga tahu Klub Sastra itu ngapain aja."

"Kita bukan Klub Sastra," Haruhi membetulkan.

Melihat Asahina-san kebingungan, aku segera memotong untuk menjelaskan.

"Kita cuman minjem ruangan ini sementara buat aktivitas klub kita. Klub yang kamu gabungi sebenarnya asosiasi baru yang Suzumiya Haruhi bakalan bikin bentar lagi. Kami belum tahu apa aktivitasnya ntar; kita bahkan ga punya nama."

"... Apa?..."

"Oh, dan yang lagi duduk di sana, dialah anggota Klub Sastra beneran."

"Oh..."

Asahina-san berdiri kehabisan kata-kata, mulut imutnya setengah terbuka. Reaksinya? Benar-benar normal.

"Itu takkan jadi masalah!"

Gembira sampai ke titik yang tak bertanggungjawab pada apapun, Haruhi menepuk bahu Asahina-san keras-keras.

"Aku baru aja kepikiran satu nama!"

"... Oke, coba kita dengerin," ucapku dengan nol antusiasme.

Kalau mungkin, aku benar-benar tak ingin mendengarnya! Tapi karena aku terlanjur bertanya, Suzumiya Haruhi menggunakan suara beningnya untuk mengumumkan keras-keras nama yang baru saja dia pikirkan.



Semua orang tahu, semuanya berawal dari hasil visi Suzumiya Haruhi yang sederhana dan naif, dan tak ada alasan lain. Dan jadinya... nama klub baru kami sudah diputuskan:

Brigade SOS!

Sekai wo
Ooini moriagerutame no
Suzumiya Haruhi no Dan

Brigade Selamatkan Dunia dengan Operasi Sukaria Suzumiya Haruhi, disingkat Brigade SOS.

Kalian semua bisa tertawa sekarang.

Tapi sebelum aku bahkan bisa lakukan itu, aku berdiri tercengang.

Kenapa disebut "Brigade"? Bukannya seharusnya "Asosiasi Selamatkan Dunia dengan Operasi Sukaria Suzumiya Haruhi", tapi karena klub ini belum memenuhi jumlah minimum yang dibutuhkan untuk jadi asosiasi dan tak seorang pun yang yakin klub ini tentang apa, Haruhi dengan simpelnya menjawab "Kalo emang gitu, kita sebut brigade aja!" Dan dengan demikian sekarang nama klub ini telah dilahirkan dengan agung.

Mendengar nama tersebut, Asahina-san menutup mulutnya dengan sedih. Nagato Yuki bisa dihitung sebagai orang luar, dan aku tidak tahu harus bicara apa. Dan jadinya, mosi untuk nama klub telah diterima, dengan satu suara dan tiga abstain. Brigade SOS sekarang terbuka untuk bisnis! Sungguh kejadian yang begitu mengagumkan!


Huh, terserah lo aja deh!


Setelah mengatakan "Pastiin ngumpul disini tiap hari sepulang sekolah!", Haruhi membubarkan kami. Bahu Asahina-san terkulai, sosok tak bernyawanya berjalan menyusuri koridor memberikan kesan sedih yang lebih jauh. Aku tak tahan melihatnya, maka kupanggil dia.

"Asahina-san."

"Ya?"

Asahina-san melihatku dengan wajah polosnya, yang bahkan terlihat tak lebih tua dariku.

"Kamu ga harus gabung sama klub aneh macam ini kalo kamu ga mau! Kamu ga usah peduliin dia, aku bakalan nyari cara buat ngejelasin ke dianya."

"Engga."

Dia berhenti, berkedip, dan tersenyum.

"Gapapa. Saya emang pengen gabung."

"Tapi, mungkin klub ini klub membosankan!"

"Ga masalah; bukannya kamu juga udah gabung?"

Engga! Gue mau gabung atau engga bukan masalahnya di sini!

"Mungkin, ini hasil absolut di Lintasan Waktu ini..."

Katanya dengan mata bulatnya memandang ke kejauhan.

"Apa maksudnya itu?"

"Lagian, saya tertarik sama kehadiran Nagato-san..."

"Tertarik?"

"Eh? Engga, bukan apa-apa."

Asahina-san menggelengkan kepalanya gentar, menggoncangkan rambut berombaknya.

Lalu Asahina-san tersenyum, terlihat malu, dan memberiku bungkukan dalam.

"Saya mungkin jadi ngerepotin, jadi mohon tahan dengan saya mulai sekarang ini."

"Kau ga harus begitu... kamu bikin aku jadi susah aja..."

"Tolong panggil saya Mikuru mulai sekarang."

Dia tersenyum.

Wah, dia imut banget sampe-sampe bikin gue gugup.


Yang di bawah ini adalah percakapanku dengan Haruhi pada suatu hari.

"Kamu tau kita butuh apa selanjutnya?"

"Menegetehe!"

"Aku berpikir nyari murid pindahan misterius."

"Mohon jelaskan kepada saya definisi dari murid pindahan 'misterius'."

"Mereka yang pindah dua bulan setelah sekolah dimulai pastilah murid pindahan misterius. Gimana menurutmu?"

"Karena orangtuanya pindah dinas kali dan mereka harus ikut pindah."

"Ngga, itu terlalu dipaksakan dan ga alami!"

"Terus menurut lo alami itu apa? Gue bener-bener pengen tau."

"Murid pindahan misterius...mereka bakalan muncul ga ya?"

"Lo tuh ga pernah dengerin omongan gue, ya?"


Desas-desus mulai mengalir di sekolah kalau Haruhi dan aku sedang merencanakan sesuatu.

"Yo, emang lo lagi ngapain bareng Haruhi?"

Taniguchi akan menanyakan hal itu.

"Kalian ga lagi pacaran, kan?"

Tentu aja engga! Jujur aja, gue sendiri juga pengen tau lagi ngapain!

"Usahain jangan ngelakuin hal-hal yang terlalu konyol; lo tuh bukan anak SMP lagi! Kalo mereka tau lo ngerusak lapangan sekolah atau semacemnya, lo bisa diskors!"

Kalo cuman Haruhi yang beraksi sendirian, gue tinggal cuekin dia aja. Tapi sekarang ada Nagato Yuki dan Asahina Mikuru yang harus diurus — gue ga bisa ngeresikoin mereka buat terlibat. Ketika aku sadar betapa perhatiannya aku pada mereka, tiba-tiba aku merasa bangga pada diriku sendiri.

Tapi masalahnya, ngga ada cara gue bisa nyetop si Haruhi gila itu!


"Aku pengen banget komputer!"

Semenjak Brigade SOS didirikan, ruang Klub Sastra mulai punya banyak dan semakin banyak barang selain meja persegi panjang, kursi logam dan rak buku.

Di pojokan sekarang berdiri sebuah lemari pakaian portabel, teko dan cangkir, poci teh, radio CD/MD, kulkas, perekam suara, pan masak, mangkuk, dan berbagai jenis peralatan masak. Sekarang apa? Apa dia ngerencanain buat kita tinggal disini?

Pada saat ini, Haruhi duduk di meja yang dia colong entah-dari-mana. Untuk alasan tertentu, sebuah piramid segitiga hitam bertuliskan "Komandan Brigade" berdiri di atas meja.

"Di jaman informasi sekarang, kita bahkan ga punya komputer. Ga bisa dibiarkan!"

Siapa sih yang bilang begitu?

Ngomong-ngomong, semua anggota hadir hari ini. Nagato Yuki berada di tempatnya seperti biasa, membaca buku hardcover tentang satelit kecil Saturnus lagi jatuh, atau semacam itu. Asahina-san, yang seharusnya tidak perlu datang, tetap patuh datang dan duduk di kursi logam, melihat bingung.

Haruhi loncat dari mejanya dan lari ke arahku dengan senyum sinis.

"Itulah kenapa aku akan dapatkan satu sekarang," ucap Haruhi, seperti pemburu mencari mangsa.

"Dapetin satu, maksudnya komputer? Darimana? Lo ga ada rencana buat ngerampok toko elektronik, kan?"

"Ya engga lah! Bakalan ke tempat yang lebih dekat!"

"Ikut aku!" Asahina-san dan aku menuruti perintah Haruhi dan mengikutinya di koridor, pada akhirnya tiba di Kelompok Riset Komputer dua ruangan jauhnya.

Rupanya begitu!

"Ini, ambil ini."

Haruhi menyerahkanku sebuah kamera instan.

"Sekarang dengar baik-baik! Aku bakalan bilang rencananya, dan kamu harus ngikutin gimana pun juga! Kamu cuman punya satu kesempatan."

Haruhi menarikku ke bawah dan membisikan "rencana"-nya ke telingaku.

"Apa!? Kamu ngga bisa gitu!"

"Emang masalah?"

Tentu aja itu ngga masalah buat elo, non! Aku berpaling ke arah Asahina-san yang kebingungan, berusaha memperingatinya dengan berkedip padanya.

Sebaiknya kamu lari sekarang juga!

Tapi Asahina-san melihat padaku, terkejut, dan mulai tersipu. Oh tidak, dia benar-benar salah sangka.

Saat aku mau menyelamatkan Asahina-san dari bencana, Haruhi sudah mengetuk pintu ruangan Kelompok Riset Komputer.

"Halo semuanya! Aku datang mau ngambil satu komputer dari kalian!"

Ruangnya mirip, tapi dibandingkan dengan ruangan kami, ruangan ini lebih sempit. Setiap meja yang berukuran sama memiliki satu komputer desktop di atasnya dengan efek suara CD. Kipas komputer yang berputar hanyalah suara yang bisa terdengar di ruangan ini.

Empat orang cowok yang sedang duduk di kursinya dan mengetik di keyboard masing-masing semuanya melongo ke arah pintu untuk melihat apa yang akan dilakukan Haruhi.

"Siapa ketuanya di sini?"

Haruhi tersenyum dengan angkuhnya. Seorang murid laki-laki berdiri dan menjawab.

"Aku ketuanya, ada yang bisa kubantu?"

"Apa aku harus mengulanginya lagi? Aku cuman bilang: kasih aku komputer."

Ketua Kelompok Riset Komputer tanpa nama itu menampakan ekspresi "Maksudnye?" dan menggelengkan kepalanya keras-keras.

"Itu ngga mungkin. Soalnya sekolah ga cukup mendanai kami, semua komputer ini kami beli dengan uang hasil keringat kami! Kami ga bisa gitu aja ngasih kamu gratis. Kamu pikir kami bodoh apa?"

"Masalahnya apa sih? Satu aja udah cukup, kalian toh punya banyak!"

"Itu... tunggu dulu, kalian ini sebenarnya siapa sih?"

"Aku Suzumiya Haruhi, Komandan Brigade SOS, dan mereka berdua adalah Bawahan Satu dan Bawahan Dua."

Tunggu, siapa yang mutusin kami jadi bawahan lo!?

"Aku perintahkan kamu atas nama Brigade SOS: serahkan sebuah komputer segera! Jangan pake alasan macam-macam!"

"Aku ngga tahu siapa kalian ini, tapi tentu aja engga! Kamu beli aja komputermu sendiri!"

"Karena kamu udah bilang begitu, kami punya cara sendiri."

Mata Haruhi melotot tiada takut. Oh tidak, ini pertanda buruk.

Haruhi mendorong Asahina-san, yang berdiri ketakutan di sampingnya, ke arah si ketua, dan lalu Haruhi mengambil tangannya dan meletakannya di dada Asahina-san.

"Kyaaaa~~!!!"

"Apa!?"

Klik!

Pada saat mereka berteriak, kutekan tombol kamera.

Haruhi memegang Asahina-san, mencegahnya kabur, sambil tangannya yang lain menekan tangan si ketua semakin keras ke dada Asahina-san.

"Kyon, satu foto lagi!"

Ragu-ragu kutekan tombolnya sekali lagi. Asahina-san, dan ketua tanpa nama, kalian dapat permintaan maaf paling tulusku. Saat Haruhi mau memasukan tangan ketua ke balik rok Asahina-san, si ketua akhirnya terbebas.

"LO PIKIR LOE TUH LAGI NGAPAIN SIH!?"

Haruhi melambaikan jarinya dengan elegan ke ketua yang merona hebat.

"Hu hu hu! Sekarang kami punya bukti foto kalo kamu ngelakuin pelecehan seksual ke salah satu anggota kami! Kalo kalian ga mau satu sekolah tahu soal foto ini, serahkan komputernya!"

"Candaan macam apa ini!?"

Ketua itu memprotes marah. Gue paham perasaan lo, men.

"Elo yang maksa narik-narik tangan gue! Gue ga bersalah!"

"Oh ya? Kamu bisa coba ngejelasin, tapi siapa yang bakal percaya?"

Aku berpaling dan melihat Asahina-san tergeletak di lantai terlumpuhkan. Dia pasti terkejut sekali sampai-sampai kehilangan semua tenaganya.

Di lain pihak, si ketua tetap bertahan.

"Anggota gue saksi gue ga bersalah! Tadi bukan kemauan gue sendiri!"

Ketiga anggota lainnya yang berdiri terbengong-bengong semuanya bersemangat menganggukan kepalanya.

"Benar!"

"Ketua ga bersalah!"

Kalau Haruhi bisa ngedenger kalian semua, maka dia bukan Suzumiya Haruhi.

"Ya udah, kalau gitu aku tinggal bilang kalo kalian semua nge-gangbang dia!"

Kalau sudah begini, wajah semuanya jadi pucat, termasuk aku dan Asahina-san. Ya Tuhan, emangnya harus sampai jadi begini?

"S...Suzumiya-san...!"

Asahina-san putus asa melingkarkan lengannya ke kaki Haruhi, tapi Haruhi dengan mudah menendangnya. Haruhi kemudian membusungkan dada dan berkata angkuh:

"Jadi gimana? Mau kasih satu apa ngga?"

Wajah ketua berubah dari merah ke putih, akhirnya jadi gelap.

Akhirnya, dia menyerah.

"Pilih satu sana dan keluar!"

Berkata seperti itu, si ketua terduduk muram. Semua anggotanya segera mendatanginya.

"Ketua!"

"Bertahanlah!"

"Kamu ga papa?"

Kepala ketua itu terkulai bagaikan boneka yang putus talinya. Melihat sosok begitu hancur, bahkan sebagai komplotan Haruhi, aku tak bisa apa-apa kecuali meneteskan air mata kesedihan untuknya.

"Mana model yang paling baru?"

Dasar cewek berdarah dingin!

"Kenapa kami musti beritahu kamu!?"

Para anggota yang marah itu tetap melanjutkan sedikit perlawanan, tapi Haruhi cukup menunjuk ke arahku dan kameraku.

"S...sialan! Yang itu!"

Haruhi melihat ke arah yang ditunjukan anggota tersebut dan memeriksa model dan nomor seri komputernya. Lalu, dia mengambil secarik kertas dari kantong roknya.

"Aku udah pergi ke toko elektronik dan nanya daftar semua model terbaru. Kayaknya ini ga termasuk deh."

Cewek ini sudah merencanakan semuanya begitu teliti sampai-sampai jadi menakutkan.

Setelah memeriksa semua komputer lainnya, Haruhi menunjuk ke salah satunya.

"Aku pengen yang ini."

"T...tunggu! Kami baru beli itu bulan kemarin!"

"Kamera."

"...A-ambil sana, dasar maling!"

Seperti kata dia, kami memang benar-benar maling.

Keserakahan Haruhi tak mengenal batas. Setelah mencabuti seluruh kabel-kabel, dia memindahkan seluruh peralatan yang dibutuhkan ke ruang Klub Sastra tanpa pertimbangan. Dia lalu menyuruh anak-anak Kelompok Riset Komputer memasangkan kembali kabel untuk kami dan menarik kabel internet dari ruangan mereka ke tempat kami, jadi kami bisa menggunakan internet. Dia bahkan memaksa mereka untuk mengatur intranet untuk kami. Cara hinanya tiada bedanya dengan perampok!

"Asahina-san."

Tak berdaya sepanjang waktu, aku hanya bisa mengangkat perlahan Asahina-san yang hancur, yang berlutut di lantai, menutupi wajahnya dan terisak tanpa henti.

"Balik yuk."

"Hiks..."

Haruhi, dasar bego, bisa ga sih lo ngegrepe susu lo sendiri!? Buat orang yang buka baju di depan cowok tanpa pikir panjang, ini sih ga ada apa-apanya! Kuhibur Asahina-san, sambil menggerutu soal Haruhi ingin komputer itu buat apa.

Sebentar lagi, aku akan mengetahuinya.


Dan itu adalah untuk membuat situs Brigade SOS!

Baiklah, disini muncul pertanyaan: Siapa yang mesti bikin situsnya?

"Kamu lah, tentu aja!" Kata Haruhi.

"Karena kamu senggang banget, mendingan kamu aja yang bikin! Aku sibuk nyari anggota sisanya!"

Komputer tersebut diletakkan di atas meja berdampingan dengan piramid "Komandan Brigade". Haruhi menambahkan, sambil surfing internet dengan mousenya:

"Selesaikan besok atau dua hari lagi. Kita ga bisa apa-apa tanpa website."

Tubuh Asahina-san tergeletak di meja, pundaknya gemetaran, disebelah Nagato Yuki duduk, yang seperti biasa hanya membaca bukunya, mengabaikan apapun. Sepertinya hanya aku yang mendengar omongan Haruhi. Aku tak punya pilihan lain selain mematuhinya. Paling tidak aku cukup yakin itulah yang dipikirkan Haruhi.

"Gue ngga bisa apa-apa kalau lo bilang begitu."

Itulah yang ingin kukatakan, jujur saja. Aku tak biasa menerima perintah Haruhi! Alasan aku setuju semata-mata karena membuat halaman web. Aku tak pernah melakukannya sebelumnya, tapi memang kedengarannya menarik.

Dan jadinya, perancangan halaman webku yang sukar dimulai di hari kedua.


Setelah ngomong seperti itu, ternyata lebih gampang dari yang kubayangkan. Karena anak-anak Kelompok Riset Komputer telah menginstall semua software-software yang dibutuhkan di hardisk, yang perlu kulakukan hanyalah ikuti programnya dan lakukan beberapa kopi dan paste, itu saja.

Masalahnya, apa yang harus kutulis di websitenya?

Saat ini, aku masih tak tahu Brigade SOS itu apaan, jadi aku sama sekali tak punya apa-apa untuk ditulis. Setelah mengetik "Selamat Datang di Halaman Brigade SOS!" di bagian atas, aku hanya berhenti. "Cepetan selesaiin, kamu dengerin ga sih?" Kata-kata Haruhi terdengar seperti kutukan berdering menembus telingaku, jadi aku harus memakai waktu istirahat makan siang untuk melanjutkan desainku sambil makan.

"Nagato-san, kamu punya ide mau nulis apa?" tanyaku, yang sepertinya dia tetap datang ke sini saat istirahat.

"Tidak juga."

Dia tidak menengadah. Aku tahu ini bukan urusanku, tapi aku penasaran apa dia memperhatikan pelajaran selama di kelas.

Memutar mataku dari Nagato kembali ke monitor 17", aku kembali berpikir keras.

Tiba-tiba aku memikirkan sebuah masalah : bakalan terjadi apa ya kalo sekolah tahu asosiasi belum-diakui make bandwidth mereka buat ngehosting website?

"Ngga masalah asal ga ketahuan!" aku membayangkan Haruhi menjawab, "Kalo ketahuan, tinggal kita buang aja websitenya. Soal beginian duluan datang, duluan dilayani, tau?"

Benar-benar deh, dalam beberapa hal aku agak iri sama keoptimisan dan sikap melihat-ke-depan Haruhi.

Setelah membuat beberapa link website dan menuliskan alamat email — terlalu dini untuk membuat forum — kuunggah websitenya, yang hanya berisikan halaman muka tanpa ada detail padanya.

Seharusnya bisa lah! Setelah memastikan halamannya bisa dibuka, kumatikan komputernya. Saat aku mau meregang, aku terkejut saat menemukan Nagato sedang berdiri di belakangku.

Aneh, kok bisa gue ga denger langkahnya ya? Aku bahkan tak tahu kapan Nagato sudah ada di belakangku. Wajahnya seputih topeng. Dia menatapku dengan wajah pokernya, seolah-olah aku ini semacam bagan tes mata.

"Ambil ini."

Dia memberiku sebuah buku yang sangat tebal, yang reflek kuterima. Benar-benar berat! Dilihat dari sampulnya, ini adalah novel fiksi ilmiah yang dibaca Nagato beberapa hari yang lalu.

"Untukmu."

Setelah mengatakan itu, Nagato keluar ruangan bahkan tanpa berbalik; aku bahkan tidak sempat mengatakan apapun. Kenapa kamu minjemin buku tebal begini ke aku? Pada saat ini, bel berbunyi tanda istirahat berakhir. Kayaknya ga banyak orang yang ngehormatin pendapat gue.

Setelah kubawa buku hardcover itu kembali ke kelas dan duduk, aku merasa seseorang menoel-noel punggungku dengan pensil mekanik.

"Jadi, websitenya dah beres?"

Haruhi memegang ujung meja dan menatapku dengan wajah kaku. Kuperhatikan kalau buku notesnya penuh coretan di sana-sini. Aku berusaha tak mempedulikan tatapan teman-teman sekelasku dan menjawab:

"Udah beres sih, cuman simpel banget, website jelek."

"Bisa lah, yang penting ada emailnya."

Kenapa lo ga daftar email gratis punya lo sendiri!?

"Ya ga bisa lah! Gimana kalo banyak orang yang ngirim email dan menuhin inbox-ku?"

Gue ngga ngerti gimana bisa alamat email baru didaftarin bisa cepet dipenuhin sama email.

"Itu rahasia!"

Setelah mengatakan itu, dia memberikan senyuman licik yang misterius. Gue punya perasaan ga enak nih.

"Kamu ntar tahu begitu sekolah hari ini beres, tapi sampe saat itu, ini rahasia top."

Kumohon, mendingan lo ga pernah kasih tahu gue apa itu!


Di jam pelajaran keenam, Haruhi tak kelihatan sama sekali di kelas. Dia ngga mungkin udah pulang ke rumah, kan? Itu ga mungkin. Mungkin ini pertanda buruk lainnya.


Tak lama kemudian sekolahpun berakhir, dan aku otomatis berjalan ke ruang klub. Walau aku heran kenapa aku melakukannya, langkah kakiku tak pernah berhenti. Akhirnya, aku tiba di ruang klub.

"Halo yang disana!"

Sudah diduga, disana duduk Nagato Yuki dan Asahina-san.

Aku tahu aku tak pantas mengomentari, tapi dua orang ini sungguh punya banyak waktu luang!

Melihatku masuk, Asahina-san menyambutku dengan ekspresi lega. Tampaknya menghabiskan waktu sendirian bersama Nagato bisa melelahkan.

Tunggu bentar, kamu baru aja menderita cengkraman jahat Haruhi kemaren, tapi kamu masih datang hari ini?

"Suzumiya-san dimana?"

"Tauk lah. Dia udah ngga ada di kelas dari jam pelajaran keenam. Paling dia pergi nyolong peralatan dari mana gitu."

"Apakah saya harus ngelakuin apa yang kemaren Suzumiya-san paksa lakukan padaku lagi...?"

Melihat betapa depresinya Asahina-san, aku berkata lembut :

"Jangan kuatir! Kalo dia nyoba ngelakuin hal aneh-aneh ke kamu, kan kulakukan semuanya yang kubisa untuk menghentikan dia. Dia bisa pake badannya sendiri buat pemerasan! Kayak aku ngga bisa ngalahin dia aja pas datang baku hantam!"

"Terima kasih."

Melihatnya membungkuk imut padaku, ingin rasanya kudekap erat dia. Tapi tentu saja tak kulakukan.

"Kalau gitu, aku mengandalkanmu."

"Ngga masalah sama sekali!"

Walaupun berulang-kali kuyakinkan dia, lima menit kemudian semuanya terlempar keluar jendela, jatuh ke laut dan menguap bagaikan tetesan air di permukaan matahari. Oh, betapa naifnya aku!

"Haiya!"

Haruhi menyapa kami bersemangat dan memasuki ruangan, dengan membawa dua kantong kertas.

"Sori guys, aku terlambat."

Alangkah sopannya anda! Untuk orang seperti Haruhi, perhatian sama orang lain mungkin hal terakhir di dalam pikirannya.

Menaruh kantong kertas di lantai, Haruhi berbalik dan mengunci pintu. Asahina-san refleks gemetar begitu mendengar suara pintu dikunci.

"Suzumiya, lo mau ngapain hari ini? Gue bakal terus terang, gue ga bakalan ngelakuin hal-hal kayak menjarah ato memeras lagi!"

"Kamu ngomong apa sih? Aku ga kan pernah ngelakuin hal itu!"

Masa? Terus gimana lo ngejelasin komputer yang ada di meja!?

"Dengan cara damai, tentu aja! OK, pertama-tama, coba lihat ini."

Dia mengeluarkan beberapa kertas A4 dengan tulisan tangan di atasnya dari salah satu kantong kertas.

"Ini selebaran yang dibuat untuk ngenalin Brigade SOS ke semua orang. Aku berusaha keras menyelinap ke ruang fotokopi dan ngefotokopi sampe 200 lembar!"

Haruhi menyerahkan selebaran itu kepada kami. Jadi karena itu lo bolos, hah? Lo beruntung ga ketangkep. Aku tak tertarik dengan apa yang tertulis di selebaran, tapi karena aku sudah menerima satu, mendingan kubaca saja apa yang tertulis disana.


Prinsip Pendirian Brigade SOS:

Kami, Brigade SOS, mencari segala macam kejadian paranormal di dunia. Kami menyambut siapa saja yang pernah mengalami, sedang mengalami atau merasa akan mengalami segala macam kejadian supranatural atau misterius untuk datang berkonsultasi kepada kami. Kami akan melakukan yang terbaik untuk menjawab pertanyaan anda. Tolong dicatat, tapinya, kami tidak mengurus kejadian paranormal yang normal; haruslah kejadian paranormal yang kami anggap sangat mengejutkan. Alamat email kami adalah...


Aku mulai dapat gambaran sekilas tentang apa itu Brigade SOS sekarang. Sepertinya apapun yang terjadi, Haruhi ingin melibatkan dirinya di dunia fiksi ilmiah, misteri, dan novel fantasi.

"Oke, waktunya nyebarin selebaran ini."

"Dimana aja kita lakukan itu?"

"Di gerbang sekolah. Saat ini masih banyak murid yang belum pulang."

Ya, ya, ya, terserah kata lo deh, nyonya. Saat aku mau mengambil kantong kertas berisi selebaran itu, Haruhi menyetopku.

"Kamu ngga usah ikut, aku dan Mikuru-chan aja udah cukup."

"Apa?"

Asahina-san, yang sedang memegang selebaran di tangannya, menolehkan kepalanya kebingungan. Aku menoleh dan melihat Haruhi merogoh-rogoh kantung kertas lainnya, mengeluarkan sesuatu.

"Ta-da!"

Tersenyum sama senangnya seperti kucing robot, Haruhi mengeluarkan sepotong kain hitam. Oh tidak, ini ngga mungkin! Ketika Haruhi selesai mengeluarkan isi kantong kertas dari dimensi keempat, aku langsung mengerti kenapa dia ingin Asahina-san yang menyebarkan selebarannya, dan aku berdoa untuk kesejahteraan orang yang terakhir. Asahina-san, semoga arwahmu beristirahat dengan tenang!

Sebuah leotard hitam, net stoking, telinga kelinci, dasi kupu-kupu, manset putih, dan ekor kelinci.

Bukannya itu kostum bunny girl!?

"U...untuk apa semua itu?" tanya Asahina-san malu-malu.

"Kamu pasti tahu. Buat berpakaian jadi bunny girl!" kata Haruhi terus terang.

"K...kamu ngga pengen saya pakai itu, k...kan?"

"Tentu aja! Aku bahkan udah nyediain satu buat kamu!"

"Sa...saya ngga mau pakai itu!"

"Jangan khawatir, ukurannya pas banget kok dengan kamu."

"Bu...bukan itu masalahnya! K...kamu ngga pengen saya pake itu di gerbang sekolah, k...kan?"

"Kenapa, ya tentu aja."

"Engga, saya ga mau!"

"Berhenti ngeluh!"

Berakhirlah; dia sudah diincar. Haruhi meloncat ke Asahina-san, bagaikan ibu macan memangsa kijang yang tak berdaya, dan mulai mencabik-cabik baju sailornya.

"TIDAAAAK...."

"Sekarang jadilah anak baik dan jangan bergerak!" Haruhi berkata kasar sambil mencopot lancar bagian atas pakaian Asahina-san, lalu dia pindah ke rok Asahina-san. Tepat saat aku mau menghentikan kegilaan Haruhi, mataku bertemu dengan mata Asahina-san.

"J...JANGAN LIAT!!!"

Mendengar teriakannya, aku segera berlari menuju pintu... Sialan! Pintunya kekunci! Butuh beberapa saat sebelum aku bisa membuka kuncinya dan bergegas keluar ruangan.

Sebelum keluar, aku intip sekilas — aku mendapati Nagato sedang membaca bukunya bagaikan tiada yang terjadi. Bukannya dia keberatan soal ini!?

Aku bersandar di pintu, mendengar teriakan Asahina-san dari belakangnya.

"Kyaaa~~!!!" "Tidaaak!" "P...paling engga biarkan saya ngelepasin sendiri... Hiks~~!"

Itu tercampur dengan teriakan kemenangan Haruhi.

"Hebat!" "Lepasin itu! Cepat!" "Kamu seharusnya dengerin omonganku!"

Sialan, jangan minta gue ngebayangin apa yang terjadi di dalam!

Sejenak kemudian, suara Haruhi keluar menembus pintu.

"Kamu bisa masuk sekarang!"

Saat aku masuk sambil menghembuskan nafas, aku disambut oleh dua bunny girl cantik. Baik itu Haruhi atau Asahina-san, mereka berdua cocok dengan kostumnya.

Sebagian besar punggung dan belahan dada mereka terekspos, net stoking membungkus kedua kaki mereka dengan baik dan sepasang telinga kelinci bergoyang-goyang di kepala mereka...

Haruhi itu kurus tapi proporsinya pas; Asahina-san itu mungil, tapi sosoknya juga sempurna. Jujur saja, mereka benar-benar santapan lezat untuk dipandang mata!

Tepat saat aku menimbang-nimbang apakah mengatakan "Kostumnya cocok sama kamu," ke Asahina-san yang menangis, Haruhi berkata:

"Menurutmu gimana?"

Dan elo masih berani nanya-nanya apa pendapat gue. Tengkorak lo retak parah!?

"Ini pasti bakalan narik perhatian semua orang. Kalau begini terus, orang-orang pasti bakalan datang buat ngambil selebarannya!" kata Haruhi.

"Kalau elo pake kostum aneh begini di luar, orang lain bakalan nganggep lo lucu... Tunggu bentar, kenapa Nagato-san ga perlu pake ini?"

"Aku cuman beli dua set aja. Karena belinya dengan aksesoris, harganya mahal banget."

"Emangnya lo beli ini dimana?"

"Di internet."

"...Oh gitu."

Saat aku berpikir kapan Haruhi jadi lebih tinggi dariku, aku sadar dia sedang pakai sepatu hak tinggi juga.

Haruhi mengambil kantong kertas yang berisi selebaran.

"Ayo pergi, Mikuru-chan."

Asahina-san menyilangkan tangan di depan dadanya dan melihatku dengan memohon. Aku hanya bisa menatapnya yang berkostum bunny girl.

Maafin aku, aku bener-bener ga bisa ngasih perlawanan apapun.

Asahina-san berusaha menyabet meja dan bertahan, menangis seperti anak kecil, tapi dia bukan tandingan tenaga Haruhi. Dia diseret keluar oleh Haruhi, dan kedua bunny girl menghilang dari ruangan. Tepat ketika aku gundah-gulana, merasa bersalah...

"Itu."

Nagato Yuki menunjuk ke lantai. Kulihat dan kutemukan dua seragam sailor tergeletak di situ... Emm, itu BH yang gue liat?

Gadis rambut-pendek, berkacamata menunjuk ke lemari di sisi lain ruangan dan kemudian kembali membaca bukunya.

Bisa ga sih kamu ambil baju-baju itu sendiri!?

Aku mendesah dan mengambil pakaian mereka, meletakannya ke lemari. Ah~!, lo masih bisa ngerasain hangat badan mereka di bajunya. Baju-baju ini masih anget!

Setengah jam kemudian, Asahina-san yang kecapaian kembali. Wah, matanya semerah mata kelinci — sebaiknya aku jangan bicara apapun dulu. Segera kuberikan dia kursi, dan seperti yang sebelumnya, dia hanya terduduk dan terkulai ke arah meja, bahunya gemetaran. Tampaknya dia sudah tak punya kekuatan lagi untuk ganti baju. Tapi berhadapan dengan punggungnya yang terbuka, aku tak tahu kemana lagi aku melihat, jadi kulepas jaketku dan menyampirkannya ke bahu gemetarannya. Keberadaan gadis menangis dan kutubuku yang tak peduli apa yang sedang terjadi, bersama denganku, yang bingung harus bagaimana, membuat suasana ruangan menjadi hening. Teriakan Klub Baseball bisa terdengar di kejauhan.

Saat aku mau berpikir tentang makan malam nanti, Haruhi kembali. Hal pertama yang dilakukannya adalah bersungut dan marah berkata:

"Sialan mereka! Apa-apaan, guru-guru sial itu! Mereka selalu ngeganggu!"

Tak yakin mengapa dia begitu marah, aku bertanya:

"Ada masalah?"

"Aku bahkan belum sempat ngebagiin setengah dari selebaran ini dan datanglah datang guru bego itu minta aku berhenti ngebagiin selebaran! Ada apa sih sama orang itu?"

Dasar tolol. Kalo guru-guru ngebiarin aja sesuatu kayak murid pake baju bunny girl dan ngebagiin selebaran di gerbang sekolah, maka itu abnormal!

"Mikuru-chan mau nangis, dan aku dibawa ke kepala sekolah, terus si Okabe dari Klub Handball datang!"

Kayaknya si kepala sekolah dan Okabe-sensei bingung kemana ngarahin mata mereka pas ngeliat elo berpakaian kayak gitu.

"Ampun deh, bikin aku kesal aja! Cukup buat hari ini! Bubar!"

Haruhi perlahan melepas telinga kelincinya dan kemudian lanjut melepaskan kostum bunny girlnya. Aku langsung buru-buru keluar ruangan.

"Sampai kapan kamu mau nangis kayak gitu? Cepetan ganti!"

Aku bersandar di dinding koridor dan menunggu mereka ganti baju. Kelihatannya Haruhi bukan seorang eksebisionis dari lahir, hanya saja dia tak punya bayangan apa efek pemandangan setengah telanjangnya kepada laki-laki. Alasan dia pakai kostum bunny girl bukan untuk memamerkan badannya yang seksi, tapi malah untuk menarik perhatian orang.

Kalau gini terus, ga mungkin dia bisa ngalamin hubungan romantis yang normal.

Gue harap dia bisa lebih perhatian dengan gimana pikiran cowok itu. Paling engga perhatian dikit lah ke gue! Jujur aja, berteman dengan orang gila semacam ini benar-benar bikin capek. Lagian, demi Asahina-san aku harus ngarepin itu. Benar... Nagato-san, paling engga kasih tau kita dong apa pendapat kamu!

Sejenak kemudian, Asahina-san muncul dari ruangan, memberikan ekspresi sedih yang sama dengan orang yang baru saja gagal ujian. Dia harus menyangga dirinya ke dinding atau dia pasti akan jatuh. Tak tahu harus bilang apa, aku hanya berdiri terdiam saja.

"Kyon-kun..."

Suara tak jelasnya terdengar seperti salah satu hantu dari kapal berhantu, yang tenggelam.

"Kalau sesuatu terjadi hingga saya ga bisa jadi pengantin, maukah kau mengambilku...?"

Emm, gue harus ngomong apa ya? Dan, kenapa kamu manggil aku Kyon juga!?

Asahina-san mengembalikan jaketku dengan seperti robot. Saat aku berpikir kalau dia akan jatuh ke dekapanku dan menangis, dia sudah berjalan jauh.


Sial... sayang banget!


Keesokan harinya, Asahina-san absen.

Haruhi sudah cukup terkenal di sekolah, tapi semenjak insiden bunny girl, nama dan keensentrikannya sudah jadi bahan legenda sekolah. Bukan berarti aku benar-benar peduli, karena aku tak bertanggungjawab akan tindakan Haruhi!

Yang memang kupedulikan adalah bagaimana tindakan Suzumiya Haruhi telah menyebabkan semua orang mulai mengosipkan Asahina Mikuru-san juga. Itu, dan tatapan aneh yang kuterima dari semua orang di sekolah.

"Hey, Kyon... tampaknya elo lagi senang-senang sama Suzumiya..."

Kata Taniguchi kepadaku dengan nada simpatik setelah sekolah. "Gue ngga pernah nyangka elo bisa temanan baik sama dia... kayaknya ga ada yang mustahil di dunia ini!"

Ah, diam lo!

"Gue kaget kemaren! Ngeliat bunny girl pas mau pulang ke rumah, tadinya gue pikir gue lagi bermimpi!"

Kunikida ikut mengobrol, membawa selebaran yang kukenal.

"Brigade SOS itu apa? Soal apaan sih?"

Sana tanya Haruhi. Gue ngga tahu, dan ngga mau tahu. Kalaupun gue tahu, aku ga pengen ngasih tau kalian!

"Ini minta kita ngasih kejadian paranormal apa aja, tapi ini ga nyebutin itu tuh apa. Dan, apa maksudnya ga ngurus kejadian paranormal yang normal?"

Bahkan Asakura Ryouko datang untuk berbicara denganku.

"Kayaknya kalian lagi ngelakuin hal yang menarik. Tapi kalo hal itu sudah kelewatan, kusarankan kalian langsung berhenti. Jujur saja, kalian kemarin udah kelewatan banget."

Kalau aja gue tau, gue juga mau bolos hari ini!


Haruhi masih marah. Di satu pihak, dia marah karena guru-guru menghentikannya membagikan selebaran; di lain pihak, dia marah karena email inbox Brigade SOS sama sekali kosong. Kuperkirakan akan ada satu-dua email iseng di inbox, tapi ternyata orang lain lebih rasional dari yang kukira. Mungkin tak ada yang mau berurusan dengan Haruhi atau dapat masalah?

Haruhi mengernyit pada inbox kosong, mengoyang-goyangkan mouse optikal dengan bersemangat.

"Kenapa ga ada orang yang ngirim email?"

"Kemarin ga ada hari ini juga ga ada. Mungkin semua orang emang punya sesuatu yang bisa dibilangin ke kita, tapi cuman ga bisa percaya aja ke klub mencurigakan kayak kita?"

Kucoba jelaskan dengan tak meyakinkan.

Kamu pernah ngalamin kejadian paranormal? Pernah. Oh, bagus dong, kalau gitu tolong beri tahu aku. Baiklah, sebenarnya...

Plis deh! Sesuatu kayak gitu ga bakalan terjadi, OK? Sekarang lo dengerin, Haruhi! Hal-hal semacem itu cuman bakal kejadian di buku komik atau novel. Kehidupan nyata itu sangatlah kejam dan ketat. Hal-hal kayak konspirasi ngancurin dunia dari SMA normal di daerah, organisme mutan berkeliaran di daerah pinggiran kota yang damai, atau pesawat luar angkasa tersembunyi di balik gunung, semua hal itu mustahil. Mustahil! Lo dengerin gue ga? Lo ngerti sekarang, kan? Semua kelakuan eksentrik lo itu hasil dari elo yang ga bisa nemuin jalan buat ngelepasin emosi ga bahagia lo itu, bukan begitu? Tapi, ini saatnya lo sadar. Elo seharusnya tenang dan cari pacar yang mau nganterin elo pulang tiap hari dan ke bioskop tiap hari Minggu, atau mungkin lo masuk aja ke semacam klub olahraga buat ngelepasin energi lo yang berlebihan. Dengan kemampuan lo, lo bisa masuk ke tim universitas dengan cepat, jadi anggota yang aktif.

...Aku ingin mengatakan lebih, tapi aku hanya berpikir sampai lima baris saat kepalan Haruhi diayunkan, jadi sebaiknya aku berhenti sampai situ.

"Mikuru hari ini ga masuk, kudengar?"

"Mungkin dia ga bakalan balik. Cewek yang malang, gue harap dia ga trauma karena kejadian kemarin."

"Sial, dan aku udah nyiapin kostum baru buat dicoba dia hari ini!"

"Emangnya lo ngga bisa nyoba sendiri?"

"Tentu aja bisa! Tapi bakalan terlalu ngebosenin tanpa Mikuru-chan."

Nagato Yuki menyatu dengan latar belakang seolah-olah dia tak terlihat. Aneh, kenapa lo terobsesi banget sama Asahina-san; kenapa lo ngga nyobain kostum ke Nagato dan maksa dia ikutan maen-maen sama elo? Aku tahu aku tak sebaiknya mengatakan hal ini, tapi coba pikirkan, aku ingin sekali lihat bagaimana Nagato yang biasanya tanpa ekspresi itu terlihat pakai kostum bunny girl. Sudah tentu dia akan memberikan perasaan yang berbeda dibandingkan Asahina-san yang sering menangis.


Murid pindahan misterius yang diduga Haruhi akhirnya tiba!

Haruhi mengatakan berita ini padaku sebelum absensi suatu hari.

"Kau pikir ini hebat kan? Si anak pindahan benar-benar datang!"

Haruhi condong ke depan ke arahku, bicara dengan heboh. Senyum cemerlangnya bagaikan anak TK yang akhirnya dapat mainan yang diinginkannya.

Aku tak tahu dia dengar darimana, tapi anak pindahan itu akan masuk Kelas 1-9.

"Ini kesempatan sekali seumur hidup. Sayang dia ga sekelas, tapi jelas dia anak pindahan misterius, ga salah lagi!"

Lo bahkan belum pernah ketemu sama dia, gimana lo tau dia itu anak pindahan misterius ato engga?

"Bukannya aku pernah bilang? Persentasenya tinggi kalo mereka yang pindahan di tengah-tengah semester sekolah adalah abnormal!"

Siapa sih yang bikin tuh statistik? Kayaknya misteri juga tuh.

Kalo semua yang pindahan di tengah-tengah bulan Mei itu abnormal, maka pasti ada banyak murid pindahan misterius di seluruh Jepang.

Tapi, cara berpikir Haruhi tak bisa dibatasi oleh logika. Setelah bel jam pertama berbunyi, Haruhi langsung lari keluar dari ruang kelas. Dia mungkin pergi mengunjungi Murid Pindahan Misterius di Kelas 1-9.

Tepat sebelum bel akan berbunyi tanda kelas dimulai, Haruhi kembali, memakai ekspresi yang kebingungan.

"Jadi beneran dia anak pindahan misteriusnya...?"

"Hmmm... rasanya ngga deh."

Ya tentu aja engga!

"Kami ngobrol, tapi aku masih kurang informasi. Mungkin mereka cuman pura-pura aja di depan jadi orang normal; Aku percaya kemungkinannya besar. Lagian, kayaknya engga deh mereka bakalan ngebongkar jati diri mereka sebenarnya di hari mereka pindah. Aku bakalan nanya lagi pas istirahat ntar."

Tolong jangan nanya lagi! Bisa kubayangkan murid Kelas 1-9, yang tak punya urusan apa-apa dengan Haruhi, jadi ketakutan setengah mati karena kedatangannya yang tiba-tiba saat dia merampas salah satu muridnya hanya untuk bertanya, "Mana anak pindahannya?", sebelum dia menyerbu masuk. Itu, atau dia langsung menerobos ke dalam saat dia sedang mengobrol dengan teman-temannya dan mulai menginterogasi si anak pindahan yang terkejut dengan pertanyaan seperti "Darimana kamu? Siapa kamu sebenarnya?"

Pada saat ini, aku berpikiran lain.

"Anaknya cowo apa cewe?"

"Walau ada kemungkinan lagi nyamar, dia muncul jadi cowo."

Kalau gitu dia cowo!

Tampaknya Brigade SOS punya kesempatan merekrut anggota cowok lain selain aku. Haruhi mungkin langsung menyeret anak pindahan itu tanpa mendengar opininya hanya karena dia anak baru. Tapi, dia mungkin tak sebaik aku atau Asahina-san. Bisakah Haruhi membawanya masuk ke klub? Tidak. Tak peduli sebagaimana kuatnya keinginan Haruhi, seseorang dengan opini yang kuat hanya akan mengabaikannya.

Selama kita cukup jumlahnya, "Brigade Selamatkan Dunia dengan Operasi Sukaria Suzumiya Haruhi" mungkin bisa terbentuk sebagai asosiasi. Tak peduli sekolah mau mengakuinya atau tidak, orang yang harus mengerjakan administrasi dan pekerjaan kotor kemungkinan besar adalah...aku! Untuk tiga tahun kedepan, aku harus membawa nama "Bawahan Suzumiya Haruhi" dan menjalani hariku dalam keputusasaan.

Belum kupikirkan apa yang akan kulakukan setelah lulus. Tapi aku tahu kalau aku ingin pergi ke universitas, jadi aku harus menjaga tingkah lakuku. Tapi, selama aku masih bersama Haruhi, tampaknya harapan ini tak pernah bisa jadi kenyataan.

Gue harus ngapain dong?


Aku tak bisa memikirkan apapun.

Aku tahu kalau aku seharusnya melabrak Haruhi saja, bikin dia membubarkan Brigade SOS, dan lalu berusaha keras membujuknya menjalani hidup SMA yang normal. Mungkin aku bisa membuatnya berhenti memikirkan alien atau penjelajah waktu, tenang dan cari pacar atau gabung dengan beberapa klub olahraga, dan puas diri dengan tiga tahun SMA ini.

Haah, bakalan hebat banget kalo gue bisa begitu!

Kalau saja aku punya kemauan yang lebih kuat, aku takkan terhisap pusaran tak berdaya yang berpusat di sekitar Suzumiya Haruhi. Aku akan menjalani tiga tahun masa SMA dengan damai dan lulus dengan normal.

...Aku berharap akan jadi begitu!

Namun, alasanku mengatakan ini adalah kejadian-kejadian aneh yang terjadi padaku setelah ini; aku percaya semuanya mengerti sekarang?

Darimana sebaiknya aku mulai?

Benar, mari kita mulai saat anak pindahan misterius itu datang pertama kali ke ruang klub kami.


Balik ke Bab 1 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 3