Rokujouma no Shinryakusha!? Empat Musim (Indonesia): Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Prolog[edit]

Rokujouma Shunkashuutou Image 2.jpg

Satomi Koutaoru sangat susah bangun pada pagi hari. Bahkan jika ada hal penting pada hari itu, hal itu tidak akan berubah. Itulah bagaimana Koutarou hidup hingga saat ini - tidur tanpa mempedulikan apapun yang berada disekitarnya. Jadi, pemandangan dimana Koutarou dan Sanae tidur bersama di kamar 106 adalah hal biasa yang membuat siapapun yang melihatnya akan merasa terpana.

"...Hey, Koutarou, bangun"

Namun, untuk setiap peraturan, pasti ada pengecualian. Melihat Koutarou yang tidur dengan kaki mengangkang tanpa mempedulikan apapun bisa membuat sesorang yang sedang tegang dalam mengantisipasi sebuah kejadian yang penting menjadi jengkel. Apalagi jika Koutarou adalah pusat dari kejadian penting itu.

"Koutarou! Tak bisakah kau mengerti bahwa aku menyuruhmu untuk bangun!? Yang benar saja..."

Theia menggoyangkan Koutarou sambil mengernyitkan alisnya karena kesal. Hari ini adalah hari yang sudah ditunggunya sejak lama - penampilan bagian kedua dari drama. Jadi, bagi Koutarou yang tampil sebagai salah satu pemeran utama, pagi hari sebelum pentas akan dipenuhi dengan kesibukan seperti mengecek naskah untuk menghindari kesalahan dialog. Tapi, Koutarou masih saja tidur dengan Sanae dan membuat Theia semakin jengkel.

"Dasar kau....hari ini adalah hari pentasnya, tapi kau masih tidak peduli seperti ini...apa yang harus kulakukan?"

Theia duduk di sebelah Koutarou yang masih tertidur, melipat tangannya dan mulai memikirkan bagaimana cara untuk membangunkannya. Kalau hari itu adalah hari dimana mereka baru saja bertemu, dia tentu saja akan menggunakan senjata, atau langsung menginjak-injak Koutarou. Dia mungkin akan menggoyang-goyangkan badannya dengan tangannya sendiri setelah musim panas, dan pada musim dingin, dia ingin melihat wajah tidur Koutarou. Tapi, Theia tidak bisa melakukan itu sekarang, karena dia harus bisa membangunkan Koutarou entah bagaimana caranya.

"Kalau sekarang..."

Sebuah adegan dari suatu film yang pernah dilihatnya mendadak muncul dalam pikiran Theia, yaitu adegan penuh keromantisan dimana seorang karakter membangunkan kekasihnya dengan sebuah ciuman. Sesaat setelah mengingat itu, para pemeran didalam pikirannya digantikan oleh dirinya sendiri dan Koutarou. Pipi Theia langsung berubah warna menjadi merah dan ia menggelengkan kepalanya berulang kali.

"A-aku tidak bisa melakukan sesuatu seperti itu! Lekaslah bangun! Bangun!"

Untuk menyembunyikan rasa malunya setelah memikirkan sesuatu yang begitu berani, Theia menaikkan nada suaranya dan mulai mengguncang badan Koutarou lebih kencang lagi.

"Nn, nnn~~~~"

Dengan itu, Sanae yang tidur sambil memeluk Koutarou, mengeluarkan suara kecil. Karena gelombang spiritual yang mengalir didekatnya berubah drastis dari kekesalan, rasa sayang yang kuat hingga rasa malu yang luar biasa, Sanae sudah bangun lebih dahulu daripada Koutarou.

"Nnn~~~ Theia? Kenapa kamu ribut-ribut gitu sih, pagi ini?"

Sanae menguap beberapa kali sambil bangkit dari tidurnya dan duduk, lalu mengusap matanya dan memandangi Theia dengan pandangan yang masih mengantuk.

"Ah, t-tidak, b-bukan apa-apa..."

Theia dengan panik memikirkan sebuah alasan, karena tentunya dia tidak bisa mengatakan kalau dia baru saja membayangkan sebuah ciuman dan berubah malu karenanya. Untungnya, dia tidak mempunyai sebuah alasan yang remeh, melainkan sebuah alasan yang betul-betul tepat.

"B-benar juga! Hari ini adalah hari pentasnya, jadi aku ingin membangunkan Koutarou! Tapi, aku tidak bisa membangunkannya, dan itu membuatku kesal!"

Tepat saat ia mendengar kata pentas, Sanae langsung bangun dengan sigap. Selama ini, Sanae sudah bekerja keras untuk mendukung Koutarou dalam pementasan, jadi dia juga sudah berperan dalam pementasan itu. Karena itulah, rasa kantuknya langsung menghilang begitu saja.

"Yah, kalau gitu kita harus cepet-cepet bangunin dia!"

"B-benar, kita punya banyak hal untuk dilakukan"

Melihat Sanae yang tidak menganggap dirinya mencurigakan tapi justru sebagai rekan, Theia menghela nafas lega.

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Jadi, apa kau punya cara yang bagus untuk membangunkannya?"

"Hmmm, yah, kamu tahu sendiri kan, Koutarou itu kayak apa. Dia itu pria Jepang yang bakal nepatin janji-janjinya"

"Aku tahu itu"

"Jadi, kalau aku masuk ke pikirannya dan bilang kalau emang udah waktunya bangun, dia pasti langsung bangun. Tunggu ya, aku langsung lakuin itu"

Sanae lalu memeluk Koutarou, menutup matanya dan mengirimkan pesan ke pikiran Koutarou saat jiwanya bersentuhan dengan jiwa Koutarou. Sebelumnya, tembok di hati Koutarou pasti akan menghalangi proses itu dan membuat metode ini sulit untuk dilakukan. Tapi, kali ini sudah tidak ada penghalang di hati Koutarou diantara Sanae dan Koutarou. Jimat di leher Sanae juga memperkuat ikatan mereka, karena itulah mengirim pesan itu bisa dibilang semudah bernafas.

"Ngh~~~ Fuahh..."

Tidak lama kemudian, Koutarou meregangkan badannya. Sanae, yang merasakan kalau Koutarou mulai bangun, melepaskan pelukannya dan berbicara langsung padanya.

"Bangun, Koutarou. Hari ini kita pentas"

"Ah, iya, hari ini ya"

Setelah meregangkan badannya dan kembali menguap, Koutarou, beserta Sanae yang ada di atasnya, bangkit. Sanae saat itu sedang duduk berlutut di atas dada Koutarou, dan karena Koutarou yang sudah bangun, sekarang pandangan mata Sanae selaras dengan Theia. Ia lalu tersenyum bangga dan menunjukkan pose menang padanya.

"Misi selesai ♪"

"Kerja bagus"

"Ehehehe, gampang kok"

Theia begitu kaget melihat kekuatan ikatan antara Koutarou dan Sanae yang dengan mudahnya ditampilkan dengan cara itu, tapi Theia langsung teringat dengan tujuan aslinya dan langsung menggenggam tangan Koutarou. Dia tidak punya waktu untuk memikirkan hal-hal sepele saat ini, karena waktu pementasan semakin mendekat setiap detiknya.

"Ayo, Koutarou, cuci mukamu dan pergilah! Kita punya banyak hal untuk dilakukan hari ini!"

"Oke, oke...ngomong-ngomong, pagi, Theia"

"Benar sekali, selamat pagi!"

Koutarou tahu betul momen apa yang ada hari itu, jadi dia dengan patuh mengikuti arahan Theia. Dari kekuatan genggaman yang berasal dari tangannya yang kecil, Koutarou bisa merasakan entusiasme Theia terhadap pementasan dramanya.

Koutarou memang susah untuk bangun, dan Yurika pun lebih dari itu. Yurika bisa dibangunkan dengan mudah, tapi dia tidak punya semangat untuk bangun. Jadi, begitu dia sudah dibangunkan, dia pasti akan segera kembali tidur. Terkadang, cara-cara yang cukup ekstrim diperlukan untuk membangunkan mereka, yang bahkan membuat Yurika kesal karena pernah dibangunkan dengan air dingin atau palu karet.

"Ho, kemenangan mudah hari ini, Ho-!"

"Kita punya senjata rahasia dari Theia-chan, Ho-!"

Setelah mencuci mukanya sambil kembali ke kamar bagian dalam, kedua haniwa Karama dan Korama melintas melewati Koutarou. Mereka saat itu sedang bekerja sama untuk membawaa sebuah botol kecil yang transparan, yang berisi cairan merah yang membuat botol itu terlihat berwarna merah. Label putih yang terpasang di botol itu punya nama produknya yang tertulis dengan warna merah dan hitam. Karena label itu ditulis dalam bahasa asing, Koutarou tidak mengerti artinya, tapi dia tahu kalau itu untuk membangunkan Yurika. Dia lalu mengarah ke meja makan setelah merasa tidak tertarik lagi dengan botol itu.

"Akhirnya, selesai juga"

"Kan pentasnya hari ini, jadi kalau wajahku nggak bener-bener bersih, kamu pasti bakal marah"

"Benar, jadi aku tidak akan marah, ini adalah pujian"

"Kalau gitu, bilang dengan lebih lembut dong"

"Baiklah ,aku akan berlaku baik padamu....ini, Koutarou"

"Makasih"

Saat itu masih terlalu pagi untuk sarapan. Itulah sebabnya meja makan tidak dipersiapkan dengan peralatan makan, tapi justru dipenuhi dengan naskah yang diberikan Sanae pada Koutarou. Rupanya, Koutarou ingin menggunakan waktunya untuk berlatih dengan naskahnya hingga waktu sarapan tiba.

"Yurika-chan, bangun ho-"

"Kamu masih bisa bangun tepat waktu, ho-"

Yurika bergerak sedikit, dan lalu menggumam.

"Nggaaak...aku masyih bisha makan...."

"Tidak ada pilihan lain ho-"

"Ayo kita lakukan ho-"

"Membuka tutup botol, ho-!"

"Botol dalam posisi, ho-!"

"Gluk gluk...ak, kuh, kyaaaaaa!!"

"Dia bangun, ho-"

"Dalam satu serangan, ho-"

"Geh, ahk, p-pe-pedeeeeees!! Apaan ini!?"

"Dia kayak ikan lagi gelagapan, ho-"

"Manusia tidak mau jadi seperti itu, ho-"

Kamar itu menjadi sedikit berisik, tapi Sanae membantu Koutarou agar dia tetap bisa membaca naskahnya dengan tenang dengan cara menutup telinganya sambil bergantung di punggungnya seperti biasa. Kalau sampai Koutarou membuat kesalahan saat pentas nanti, itu bisa menjadi masalah bagi banyak orang, terlebih rekan pentasnya, Harumi. Itulah sebabnya Koutarou sangat serius.

Kiriha dan Ruth tiba di kamar 106 dan mulai menyiapkan sarapan, membuat ruangan itu dipenuhi dengan aroma masakan dan membuat Koutarou kesulitan untuk berkonsentrasi membaca naskah. Dengan begitu, Koutarou meletakkan kartu Kabutonga yang telah dipakainya sebagai pembatas buku dan berhenti membaca naskah lalu membereskannya agar meja itu bisa dipakai sebagai tempat sarapan.

Sanae, yang mencium aroma masakan di ruangan itu, berkata:

"Baunya kayak dashi tradisional"

"Tapi baunya nggak kayak miso, jadi aku pikir bukan sup miso"

"Yurika, menurutmu sarapan kita apa?"

"Maaf, aku nggahk bisha nyium atau ngerashain apah-apah shekarang"

"Maafkan kami, Yurika-chan ho-"

"Kami tidak tahu kalau ternyata pedasnya terlalu pedas ho-"

"Kalian semua nggak sopan, duduk dan tunggu yang benar"

Saat itu Sanae sedang melayang di udara dengan hidungnya yang masih terus mengendus-endus sesuatu, Theia berbaring telungkup dengan kakinya mengayun-ayun keatas dan bawah, dan Yurika sedang mendinginkan lidahnya yang merah karena kepedasan dengan segelas air. Sikap badan mereka saat itu bisa dikatakan tidak sesuai untuk seorang gadis yang sedang menunggu datangnya sarapan.

"Okeee"

Sanae dengan patuh kembali ke sisi Koutarou dan duduk berlutut disampingnya dengan punggung tegak.

"Baiklah, setidaknya hari ini kau memang benar"

Theia juga dengan patuhnya mengikuti kata-kata Koutarou, karena dia sendiri sudah melatih Koutarou dengan bagaimana seorang ksatria berperilaku dan juga tata krama mereka. Kalau dia sendiri tidak melakukan hal yang sama, Theia tidak akan pantas untuk menjadi contoh bagi Koutarou. Theia lalu duduk dengan sopan dengan harapan pementasan drama nantinya akan sukses, dan juga untuk melindungi harga dirinya sebagai tuan puteri.

"Aku nggak bisha"

"Yah...buat kali ini kamu santai dulu deh. Kamu juga nggak bisa mulai makan kan, sebelum lidahmu sembuh"

"Iya"

Saat itu Yurika masih terlihat seperti akan menangis sambil terus mendinginkan lidahnya. Meskipun Yurika sendiri juga ingin dan akan duduk sopan seperti yang lainnya, tapi karena situasinya saat itu, Koutarou membiarkan Yurika.

"Kita akan sarapan sekarang"

"Semuanya, maaf sudah membuat kalian menunggu"

Tepat saat semuanya sudah duduk mengelilingi meja, Kiriha dan Ruth masuk ke bagian dalam ruangan itu. Kiriha membawa panci aluminium dan Ruth membawa nampan berisi mangkuk.

"Kiriha! Kita sarapan apa!?"

"Udon"

"Udon? Untuk sarapan?"

"Yang Mulia, kita akan butuh tenaga untuk pementasan nanti, jadi kami membuat udon karena mudah untuk dicerna dan kita akan mendapat cukup tenaga"

"Begitu rupanya, itu ide yang bagus"

"Yurika, kita sarapan udon nih, enak kan?"

"Beneran!?"

Sarapan hari itu adalah udon, yang bukan merupakan makanan yang umum untuk digunakan sebagai sarapan, tapi umum digunakan sebagai pengisi tenaga sebelum pertandingan dalam olahraga. Karena pementasan nanti akan membutuhkan banyak tenaga, makanan itu cocok dikonsumsi sebagai sarapan. Tuna dashi[1] yang terlihat transparan hasil olahan Kiriha menjadi sentuhan terakhir pada makanan itu.

"Ruth, tolong mangkuknya"

"Ini, silahkan"

Kiriha dan Ruth bekerja sama menyiapkan piring, lalu Kiriha dengan cerianya menuangkan sup udon ke tiap mangkuk. Koutarou bisa merasakan sisi feminim dari Kiriha saat Kiriha melakukan itu, dan membuat Koutarou terpana selama beberapa saat.

Dulu...ibu juga nyiapin makan kayak gini...

Koutarou jadi teringat dengan ibunya saat dia sedang memandangi Kiriha. Sudah lama sekali waktu berlalu semenjak Koutarou kehilangan ibunya, jadi hanya sedikit saja yang bisa diingat oleh Koutarou tentang ibunya. Kiriha, yang secara tidak sengaja membawa sebagian kenangan yang sudah hilang itu, membuat Koutarou merasa tenang.

"Ada apa, Koutarou?"

Kiriha, yang memperhatikan kalau Koutarou sedang memandangi dirinya, tersenyum sambil terus menuangkan sup.

"Nggak, aku cuma mikir kalau itu kelihatannya enak"

"Ruth dan aku yakin dengan hasil masakan kami"

Sambil mengatakan itu, Kiriha menutup matanya sedikit dan melirik ke arah Koutarou dengan ekspresi yang penuh percaya diri. Sesaat setelahnya, Kiriha kembali meneruskan pekerjaannya.

"Silahkan makan yang banyak, Satomi-sama"

Ruth meletakkan salah satu mangkuk yang telah diisi dengan sup oleh Kiriha di hadapan Koutarou. Saat itu, Ruth juga terlihat ceria, berpadu dengan Kiriha yang memancarkan kekeluargaan. Jika Kiriha terlihat seperti seorang ibu, maka Ruth akan terlihat seperti kakak perempuan yang tertua. Meskipun dia sendiri adalah seorang alien, Ruth masih lebih handal dalam pekerjaan rumah tangga dibandingkan dengan Yurika atau Sanae. Dia juga tidak akan kalah dari Kiriha soal kemampuan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. "Ayo makan!! Uwaa, panas!?"

"Mulutmu masih bengkak, jelas aja itu bakal terjadi kalau kamu langsung masukin makanan panas"

"Tapih, aku mau makan itu pas mashih enak, kalau enggak, nanti diambil yang lain"

"Tidak akan ada yang mengambilnya, dasar idiot!"

"Yurika-chan, apa kamu mau air, ho-?"

"Aku mau susu stroberi"

"Kami nggak punya, ho-"

Lalu, Yurika, Sanae, dan Theia akan menjadi adik-adik perempuannya. Dengan Kiriha dan Ruth yang memandangi mereka, mereka bertiga melanjutkan pembicaraan mereka yang ceria.

Aku heran, kapan semua ini jadi hal yang normal...

Awalnya, Koutarou dan para gadis penjajah itu bertarung satu sama lain. Tapi, seiring berjalannya waktu, mereka menjadi lebih mengerti antara yang satu dengan yang lainnya, berubah dari musuh menjadi teman, dan akhirnya menjadi sesuatu seperti keluarga. Mereka mengerti, bahwa tiap mereka yang datang dengan kekurangan mereka masing-masing telah datang ke tempat itu dan bersama-sama membentuk bagian-bagian dari sebuah keluarga.

Kita nggak saling ngerti pas pertama-tama dulu...semuanya ingin banget ngusir yang lain pakai cara apapun...

Koutarou mengenang kembali hari-hari semenjak ia bertemu dengan para gadis itu, hari-hari yang betul-betul normal yang telah berjalan diantara mereka, yang membuat mereka semakin dekat.

Rokujouma Shunkashuutou Image 12.png



Kembali ke Ilustrasi Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Musim Semi