Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 9 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Masalah Seorang Bangsawan[edit]

Part 1[edit]

Senin, 8 Februari

Di Rumah Corona kamar 106, permainan selalu dimainkan setelah makan malam. Poin yang didapat akan dibagikan berdasarkan hasil permainan. Poin-poin itu melambangkan kepemilikan kamar, dan orang yang mengumpulkan semua poin itu akan menjadi pemilik sah dari kamar itu. Dalam kata lain, ini adalah invasi secara damai.

Ada banyak jenis permainan yang digunakan dalam invasi ini, mulai dari permainan kartu, permainan pesta, dan terkadang video games. Karena setiap orang punya kelemahan dan kelebihan masing-masing, Koutarou dan para gadis penjajah memilih permainan yang akan dimainkan berdasarkan giliran. Sebagai hasilnya, perubahan poinnya hanya terjadi sedikit demi sedikit dan bahkan sekarang, sepuluh bulan setelah mereka mulai, mereka belum bisa menentukan siapa pemilik kamar yang sah.

Namun, poin milik seseorang berkurang terus menerus, mungkin karena sifat orang itu sendiri.

Nijino Yurika. Beberapa hari lalu, posisinya sebagai seorang gadis penyihir akhirnya sudah disahkan. Dialah si penjajah kedua.

Permainan yang memerlukan perencanaan atau kepintaran adalah titik lemah Yurika. Dengan cara berpikirnya yang dangkal dan raut wajahnya yang menunjukkan itu membuatnya hampir tidak pernah memenangkan permainan yang memerlukan taktik. Meskipun dia sudah berkembang, Koutarou dan yang lainnya sudah sadar dengan sifatnya yang satu itu, dan banyaknya kemenangan yang ia dapatkan tidak juga meningkat. Baru-baru ini, Yurika akhirnya kembali menang lewat permainan yang membutuhkan keberuntungan. Kalau saja dia kalah, poinnya pasti sudah habis saat itu.

"Fufufu, aku pasti aman kalau gini~"

Setelah sadar akan krisis yang dihadapinya, mulai dari permainan papan hari ini, Yurika akan menjalankan sebuah rencana miliknya.

Permainan yang membutuhkan keberuntungan ampuh baginya selama ini, tapi tidak ada jaminan kalau hal itu akan terus berlanjut. Jadi, Yurika ingin meningkatkan kemenangannya dalam permainan yang membutuhkan taktik.

"Sekarang, ayo main!"

Karena itulah, Yurika meringkuk maju ke atas meja, tidak sabar untuk segera memulai permainannya.

"...Yurika, apa kamu oke...kalau beli itu?"

"Koutarou bener, Yurika!! Gadis penyihir nggak boleh gitu!! Love Love Heart nggak akan ngelakuin hal itu!!"

"Ho-! Apa kamu berniat merampok bak seperti itu, Yurika-chan Ho-?"

"Korama, kelihatannya tidak ada bank dalam permainan ini Ho-!"

Namun, rencana Yurika tidak begitu disukai oleh para penghuni kamar 106.

"Memang apa yang aneh!? Ini rencana yang hebat!!"

Kostum gadis penyihir Yurika berkibar saat dia membantah itu. Yurika sudah begitu percaya diri dengan rencananya.

Alasan mengapa dia selalu kalah adalah karena dalam permainan yang membutuhkan taktik, wajahnya akan selalu memberitahukan segalanya. Dengan mempertimbangkan hal itu, Yurika sekarang memakai topeng ski dan kacamata hitam untuk menyembunyikan wajahnya.

Rokujouma V9 079.jpg

"A-aku pasti menang!!" seru Yurika dengan melengking sambil menghentakkan tangannya ke atas meja.

"Kamu ngomong gitu karena takut aku bakal ngambil semua poinmu, iya kan!?"

Topeng ski dan kacamata hitam itu memang ampuh, karena tidak mungkin bagi orang untuk melihat raut wajah apa yang sedang dibuat oleh Yurika saat itu. Tentu saja, mereka masih bisa membayangkan seperti apa wajahnya saat itu.

"...Yurika..."

Melihat Yurika seperti itu terasa begitu menyedihkan, dan Koutarou memanggilnya dengan suara halus dan tatapan kasihan.

"Yurika, kalau kamu segitu inginnya dapet poin, aku kasih deh. Apa 20 poin cukup?"

Kouaru lalu mengambil pulpen dan mengubah tabel skor di dinding. Dia menghapus 20 poin dari dirinya sendiri dan menambahkannya ke jumlah poin milik Yurika.

"Hueh?"

Tindakan Koutarou yang tidak terduga membuat suara Yurika gemetaran. Wajahnya mungkin berada pada kondisi yang sama seperti suaranya, tapi topeng ski dan kacamata hitam itu bekerja dengan bagus menutupinya.

"Aku ganti juga mainannya sama yang lebih gampang buat kamu deh."

Karena hari itu Koutarou yang mendapat giliran untuk menentukan permainan hari itu, dia berencana mengganti permainannya menjadi mainan yang mudah dimenangkan oleh Yurika.

"Jadi, tolong lepas itu Yurika! Kamu cukup jadi gadis penyihir aja! Kamu nggak perlu pakai yang aneh-aneh begitu kalau mau menang!!"

"Bagus, Koutarou! Seorang pria memang harus kuatir dengan cara untuk bisa menang!"

"Aku juga nggak mau kalau sampai ngalahin itu."

"....Bener sih."

Koutarou bisa mengerti Yurika yang memakai kostum gadis penyihirnya untuk menyemangati dirinya sendiri ditambah topeng ski dan kacamata hitam untuk menyembunyikan wajahnya. Hanya saja, semuanya itu terlihat begitu aneh.

Selain itu, Koutarou juga yakin kalau hasilnya tidak akan berubah, tidak peduli apapun baju yang Yurika pakai. Setengah tahun lalu mungkin berbeda ceritanya, tapi sekarang mereka semua sudah cukup mengerti dengan Yurika sampai meereka bisa tahu apa yang saat itu sedang dirasakan Yurika tidak peduli apapun pakaiannya. Itulah bukti seberapa banyaknya waktu yang sudah mereka habiskan bersama-sama.

Yurika tetap akan kalah dengan pakaian seperti itu, dan dia akan melompat masuk ke dalam lemari untuk menangis sambil menahan isakan tangisnya. Dia seharusnya tidak usah membeli topeng ski dan kacamata hitam itu, cukup beli mi instan saja seperti biasa.

Koutarou yang membayangkan semua itu merasa begitu sedih dan tidak bisa membiarkan Yurika begitu saja, karena dia adalah temannya yang berharga.

"K-Kamu ngeledek ya!"

Setelah sadar dengan apa maksud Koutarou, Yurika mulai menolak dengan beringas.

"Nanti kamu bakal nyesel loh!"

Namun, meskipun Yurika berkata begitu, dia dengan cepat melepas topeng ski dan kacamata hitamnya.

"Yurika, kalau kamu nggak mau, kamu bisa balikin poinnya Koutarou kok."

"Nggak, aku bakal simpen apapun yang dikasih ke aku ♪"

Yurika dengan cerianya membuang topeng ski dan kacamata hitam itu lalu mengambil papan permainan dari atas meja dan membereskannya. Papan permainan itu sudah tidak diperlukan lagi karena permainannya sudah diganti.

"...Apa Yurika-chan nggak apa-apa, hidup kayak gitu....", ujar Shizuka sambil menyeruput tehnya sambil memandangi Yurika yang membereskan papan permainan dengan ceria. Belakangan ini, Shizuka lebih sering menghabiskan waktu di kamar 106 dibandingkan di kamarnya sendiri.

"Bagiku, Yurika terlihat seperti orang yang bisa bertahan dalam kehidupan yang keras, meskipun dia terlihat seperti itu", balas Kiriha yang turut menyeruput tehnya sendiri sambil tersenyum pada Shizuka.

"Mungkin dia bakal baik-baik saja, selama ada Satomi-kun didekatnya."

"....Kau punya banyak tanggung jawab di masa yang akan datang, Satomi Koutarou."

Shizuka dan Kiriha yakin bahwa kehidupan Yurika akan cenderung stabil selama Koutarou berada di dekatnya, karena Koutarou tidak tega untuk membiarkan Yurika begitu saja. Malah, mereka berdua berharap kalau kehidupan Yurika akan tetap stabil, karena mereka tidak mau Koutarou mengabaikan Yurika.

"Satomi-kun mungkin bakal jadian sama cewek kayak Yurika-chan."

"Itu memang terlihat mungkin. Satomi Koutarou memang tipe orang yang akan terkena undian dengan sengaja."

Yurika mungkin akan merana jika tidak ada seseorang seperti Koutarou di dekatnya. Dia bahkan tidak akan bisa hidup dengan normal. Itulah sebabnya mengapa Kiriha dan Shizuka merasa yakin, dan mereka saling berhadapan sambil tersenyum.

"Jadi, kita main apa, Koutarou?"

"Kalau kita main Kartu Setan[1], Yurika pasti masih bisa menang."

"Tapi, wajahnya Yurika kan gampang ditebak."

"Aku nanti duduk di sebelahnya, dan ngambil kartu tapi nggak ngelihat wajahnya. Jadi, Yurika, aku udah bilang, nggak usah pake itu!!

"Eeeeeeehh~~?"

Saat mendengar kalau permainannya adalah kartu setan, Yurika sudah kembali memegang topeng ski dan kacamata hitamnya, tapi dia dengan enggan melepasnya setelah mendengar peringatan dari Koutarou.

"Kalau gitu, nanti kamu pilih kartu jeleknya ya, Satomi-san."

Yurika kesal karena kedua benda itu akan berguna saat bermain kartu nanti. Itulah sebabnya kenapa dia kesal dengan Koutarou.

"Nggak usah ngerajuk. Aku nggak perlu sampai segitunya."

"Ayolaaah, nggak usah malu, Satomi-san. Aku tahu kamu suka sama aku~"

"Coba kamu ngaca dulu..."

Koutarou memutuskan untuk mengganti permainan hari ini dengan kartu setan. Dia bisa melakukannya karena hari ini memang gilirannya untuk menentukan permainan, tapi karena penggantian itu terjadi dengan mendadak, dia harus bertanya dulu dengan yang lain.

"Kiriha-san, Theia, nggak apa-apa kan, kalau aku ganti sama kartu setan?"

"Tidak apa-apa, silahkan pilih sesukamu", jawab Kiriha yang menganggukkan kepalanya lalu menyeruput cangkir teh keduanya. Karena tujuannya adalah untuk terus mempertahankan adanya pertarungan memperebutkan kamar 106 untuk menjaga agar orang-orang Rakyat Bumi tidak ikut campur, kekalahan Yurika akan menjadi salah satu faktor penentunya, jadi tentu saja Kiriha tidak akan menolak.

"Sebagai gantinya, aku mau jeli manis yang kamu sembunyikan di bagian belakang lemari."

Namun, hanya membiarkan permainannya berganti tidaklah menarik baginya. Jadi, Kiriha membuat kesepakatan dengan Koutarou.

"Ah, padahal aku mau makan itu diam-diam!"

"Itulah kenapa aku memintanya."

Perkembangan situasi yang mendadak itu membuat Koutarou panik, dan saat melihat itu, Kiriha tersenyum. Rupanya, itu adalah kejahilan yang dilakukannya pada teman terbaiknya. Sebenarnya, Kiriha tidak begitu tertarik dengan jeli itu, dia hanya ingin melihat Koutarou panik.

"Jeli manis!? Rasa apa!?"

"Aku baru tahu kalau ada jeli manis disini, Satomi-san!!"

Malah, justru Sanae dan Yurika yang ingin memakannya. Saat mendengar kata-kata jeli manis, mata Sanae yang ingin makan makanan yang enak dan Yurika yang ingin makan apapun yang bisa dimakan langsung berbinar-binar saat mereka langsung mendekati Koutarou.

Ini sebabnya aku nggak ngomong sama sekali...

Koutarou hanya bisa pasrah dan tersenyum kecut menerima tawaran Kiriha.

"....Oke, oke, silahkan makan sana."

Koutarou sudah menyiapkan jeli manis itu sebagai penghibur untuk mengantisipasi kalau dirinya tidak mendapat coklat satupun saat untuk Hari Valentine. Namun, dia tidak bisa berkata tidak pada kedua orang itu dalam kondisi seperti ini.

"Siiip! Kamu baik banget, Koutarou! Laki banget!"

"Akhirnya, makanan lagi! Makasih banget, Satomi-san!"

"Fufufu, Karama, Korama."

"Baik Ho-!"

"Serahkan saja pada kami Ho-!"

Dengan jeli manis sebagai bayaran pengganti permainan, kedua haniwa langsung melayang ke dapur. Setelah melihat mereka pergi, Koutarou berbalik menghadap Theia yang duduk berseberangan dengan Kiriha.

"Kamu sendiri gimana, Theia?"

"..."

Namun, tidak ada jawaban yang terdengar sama sekali. Biasanya, dialah yang akan memberi respon pertama kali, jadi sikapnya kali ini terlihat aneh bagi Koutarou.

"Hei, Theia", panggil Koutarou sambil melambaikan tangannya di depan Theia.

"Kyaaa!?"

Hal itu membuat Theia terkejut dan membuatnya terperanjat dan jatuh terduduk. Theia lalu menopang badannya dengan kedua tangannya dan menatap Koutarou dengan tatapan kosong.

"A-Apa...?"

"Apa...Jadi, aku ganti mainan hari ini dan aku mau denger pendapatmu, tapi....apa ada masalah?"

Saat dia melihat Theia yang terlihat lemah, Koutarou mulai merasa kuatir karena itu tidak seperti Theia yang biasanya.

Dia apa lagi sakit?

Theia sudah pernah bermuka masam seperti itu sebelum tamasya ski. Meskipun dia sudah kembali ceria saat tamasya, sekarang dia kembali bersikap seperti ini.

Satu-satunya penyebab yang bisa dipikirkan Koutarou adalah masalah yang berkaitan dengan takhta kekaisaran, tapi Clan yang bisa menjadi biang masalah sudah tidak memiliki alasan apapun untuk menyerang Theia. Clan bahkan sudah melepaskan haknya untuk naik takhta untuk bisa mengembalikan Signaltin ke keluarga kekaisaran.

Hal lainnya yang bisa dipikirkan Koutarou adalah bahwa Theia sedang sakit.

"T-Tidak, bukan apa-apa, tidak ada apa-apa....", balas Theia sambil menggelengkan kepalanya dan menundukkan wajahnya agar tidak bisa dilihat oleh Koutarou.

Apa jangan-jangan aku yang udah bikin dia kesel...

Kalau ternyata memang ada masalah atau dia memang sakit, Theia tidak perlu sampai bersikap seperti itu. Theia akan selalu memandang lurus kepada semua orang, jadi ada kemungkinan bahwa Koutarou sendirilah yang sudah menyebabkan masalah tanpa mengetahuinya.

"Kau punya hak untuk menentukan permainan hari ini. Silahkan lakukan sesukamu."

"Ya..."

Theia menjawab Koutarou tanpa melihatnya sekalipun. Namun, Koutarou mulai mengkhawatirkan Theia daripada jawaban yang diberikannya.

Oh iya, mungkin Ruth-san tahu sesuatu...

Ruth lebih tahu kondisi Theia lebih daripada siapapun. Dia mungkin bisa memberi petunjuk pada Koutarou. Koutarou lalu melihat ke arah Ruth yang duduk di sebelah Theia.

"...."

Namun, Ruth juga sedang menundukkan wajahnya dan terlihat sedang berpikir keras. Raut wajahnya nampak serius dan tampak jelas bahwa dia sedang mempersoalkan sesuatu.

Aku penasaran, mereka berdua lagi kenapa. Yah, nanti aja deh aku tanya...

Tingkah Theia membuat Koutarou cemas, tapi dia tidak bisa memeriksa hal itu di depan banyak orang. Mungkin saja ada sesuatu yang berhubungan dengan Forthorthe.

"Oke, kalau gitu, ayo mulai main."

Dengan begitu, Koutarou memutuskan untuk memulai permainannya. Akan lebih mudah untuk mengecek keadaan mereka berdua setelah mereka semua selesai bermain.


Part 2[edit]

Permainan kartu setan hari ini dimainkan lima kali, dan Kiriha yang tetap tenang selama permainan mengumpulkan poin terbanyak. Di peringkat selanjunya ada Sanae, Koutarou, Theia dan Yurika. Meskipun dia begitu entusias soal permainan itu, Yurika justru kehilangan banyak poin. Dia bahkan tidak bisa mengalahkan Theia, yang pikirannya entah berada di mana.

"Harusnya aku tetep pakai topeng ski sama kacamata hitamnya..."

"Nggak apa-apa kan? Kan kamu cuma kehilangan poin yang Koutarou kasih."

"Bener juga~, tapi kalau aja aku sembunyiin mukaku, mungkin aku masih bisa nahan beberapa poin~"

"....Aku pikir malah kamu nggak akan bisa nahan..."

"Uhh."

Yurika hanya bisa menangis karena terus kalah pada setiap permainan sementara Sanae memperbarui papan poin di dinding. Namun, saat dia melakukan itu, Sanae memikirkan sesuatu dan berhenti menggerakkan tangannya.

"Oh iya, Koutarou, Koutarou."

"Ya?"

"Aku kasih poinku sedikit ke kamu ya."

Sambil berkata demikian, Sanae mengayunkan pulpen di tangannya layaknya tongkat sihir. Dia malah terlihat lebih mirip seorang gadis penyihir dibandingkan Yurika saat dia sedang melayang di udara.

"Kenapa?"

"Soalnya aku ngambil setengah dari 20 poin yang kamu kasih ke Yurika."

"Nggak usah, nggak apa-apa. Aku masih punya poin banyak kok."

Tujuan Koutarou sudah tidak lagi untuk memperoleh hak kepemilikan kamar itu, tapi berubah menjadi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh tiap gadis penjajah. Karena itulah, Koutarou tidak mau sampai ada yang kalah. Itulah alasan utama mengapa Koutarou membeikan poin kepada Yurika, jadi Sanae tidak perlu memberikan kembali poin kepadanya.

"Nggak apa-apa, kan aku menang hari ini. Lagian, aku mau jadi wanita idaman ♪"

"Kamu aneh-aneh aja."

Namun, Sanae mengacuhkan komentar Koutarou dan menulis ulang poinnya. Dia mengurangi sepuluh poin dari dirinya sendiri dan menambahkannya ke bagian Koutarou.

Fufufu, kalau Koutarou bakal jadi pria idaman, berarti aku harus jadi wanita idaman. Aku bakal jadi roh pelindung hebat yang bakal bikin kamu seneng udah lindungin kamu ♪"

Sanae sudah tidak lagi menganggap Koutarou sebagai musuh yang mempunyai kesepakatan gencatan senjata dengannya. Dia lebih menganggap Koutarou sebagai sahabatnya, atau kakak yang dikaguminya. Sanae tidak ingin Koutarou kalah, dan karena Sanae menghormatinya, dia ingin meniru sikapnya. Perasaan itulah yang membuat Koutarou mendapatkan poin dari Sanae.

"Makasih ya, Sanae."

"Tenang aja, anggap aja aku lagi baik. Hohoho."

Koutarou memutuskan untuk membiarkan Sanae berbuat sesuka hatinya setelah mendengar tawa cerianya.

Dan kalau Sanae kelihatannya bakal kalah, aku bisa ngasih dia poin lagi...

Koutarou tahu bahwa Sanae kagum padanya, jadi Koutarou memutuskan untuk menerima niat baiknya. Dan karena Koutarou dan Sanae masih bekerjasama, Sanae tidak akan berada dalam posisi terpojok meskipun poinnya berpindah pada Koutarou, karena perpindahan itu hanyalah pura-pura.

Nah, yang lebih penting lagi...

Dengan berakhirnya permainan hari itu, Koutarou teringat kembali dengan apa yang harus dilakukannya.

"..."

Yakni untuk berbuat sesuatu mengenai Theia yang masih terlihat murung dan memikirkan sesuatu.

Pertama-tama, aku harus ngajak Ruth minggir dulu dan nanya dia.

Setelah memutuskan demikian, Koutarou mengalihkan pandangannya dari Theia ke arah Ruth yang berada di belakangnya.

Ruth sendiri juga sedang menundukkan wajahnya. Saat melihat bahwa bukan hanya Theia saja yang bersikap demikian tapi juga Ruth, Koutarou menjadi resah. Baginya, Theia seharusnya terlihat mengesankan sementara Ruth terlihat kalem.

"Ru---"

"Satomi-sama."

Dan tepat di saat Koutarou hendak memanggil Ruth, Ruthlah yang memanggilnya lebih dulu. Sebelum Koutarou sadar, Ruth sudah mengangkat wajahnya dan menatap lurus ke arahnya.

"Ya?"

Meski sedikit kaget, Koutarou melihat kembali ke arah Ruth, yang memandanginya dengan pandangan serius. Tangannya mengepal erat-erat di atas pahanya, menunjukkan bahwa Ruth akan melakukan sesuatu dengan tekad yang kuat.

"...Ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengan anda..."

"Silahkan."

Saat Koutarou mengangguk, Ruth menghela nafas pertanda lega.

Jangan-jangan...kondisnya Theia bener-bener lagi gawat?

Koutarou bisa merasakan adanya bahaya yang mengancam Theia dari sikap Ruth.

"...Kalau begitu..."

Ruth mengambil nafas dalam-dalam dan mulai menjelaskan.

Part 3[edit]

Beberapa saat yang lalu, ada pesan jarak jauh yang tiba di Blue Knight. Pesan itu berasal dari Forthorthe, dan yang mengirimkannya adalah orang tua Ruth.

Pesan itu berupa video dari kedua orang tuanya, yang mana isinya adalah mereka bertanya pada Ruth mengenai pekerjaan dan kesehatannya. Saat melihat kebahagiaan kedua orang tuanya setelah sekian lama, Ruth sendiri juga turut merasa bahagia, hingga dia mendengar apa yang disebutkan oleh orang tuanya dengan santai pada penghujung video itu.

"Oh iya, sebenarnya kami akan membicarakan hal ini saat kamu sudah pulang ke Forthorthe nanti, tapi...pertunanganmu sudah diputuskan."

"Eh?"

Hal itu menjadi sebuah serangan kejutan dari sudut yang tidak terduga bagi Ruth, membuatnya betul-betul meragukan apa yang baru saja didengarnya.

"Pasanganmu betul-betul semangat tentang hal itu. Meskipun kamu masih mendampingi ujian tuan puteri, dia ingin bertemu denganmu."

Ayah Ruth, Tuan Pardomshiha, sudah menjalankan wawancara perjodohan bagi Ruth secara diam-diam. Calon pasangannya adalah penerus perusahaan hebat yang mempunyai koneksi dengan industri sains. Meskipun dia adalah seorang warga biasa, dia punya hubungan dengan keluarga Melcemheim yang terkenal.

Tidak terlihat adanya masalah jika orang ini menikahi Ruth.

Orang ini tidak hanya punya hubungan dengan keluarga Melcemheim saja, tapi dia juga orang yang kompeten. Dia sudah menggantikan ayahnya beberapa tahun yang lalu dan sekarang, di usianya yang masih muda, sudah berada di puncak perusahaannya. Setelahnya, penghargaan demi penghargaan sudah diperolehnya dan membuat perusahaannya berkembang menjadi lebih besar. Dia juga terkenal sebagai dermawan yang sudah mendonasikan sejumlah besar uangnya melalui perusahaannya.

Kalau orang itu dan Ruth menikah, wibawa keluarga Pardomshiha akan meningkat dan mereka akan bisa melindungi Theia lebih baik lagi.

Dengan ini, Pardomshiha akan bisa memperkuat hubungan mereka dengan keluarga Melcemheim, yang sudah mempunyai hubungan kuat dengan berbagai keluarga berbeda selain keluarga Mastir yang menjadi asal kelahiran Theia. Hal ini akan menjadi pernikahan politik yang begitu penting. Tentu saja, masalah keuangan orang itu akan menjadi penyokong yang tidak kalah hebatnya juga, dan karena dia sendiri sudah dikenal sebagai dermawan, dia akan menjadi rekan yang hebat untuk bisa menarik opini publik.

Dengan menggunakan hal-hal itu, Ruth akan bisa melindungi Theia. Pernikahan ini begitu tepat untuk Ruth, dan hal yang sama juga berlaku bagi keluarga Pardomshiha.

Itulah sebabnya orang tua Ruth tidak menolak saat pihak pasangan ingin mempercepat adanya pernikahan. Malah, mereka menyetujui hal itu dan mengirimkan pesan video itu pada Ruth.


Part 4[edit]

Cerita Ruth ternyata bukan tentang Theia, seperti yang sudah diharapkan oleh Koutarou, tapi hal itu tetap membuat semua orang yang mendengarnya menjadi terkejut.

"Pertunangan...apa itu benar?"

Theia pun juga sama kagetnya, dan dia hanya bisa menatap pengikutnya yang setia dengan mata yang begitu terbelalak. Saking kagetnya dirinya dengan cerita itu sampai-sampai dia lupa dengan masalahnya sendiri.

"....Benar, Yang Mulia."

Ruth dengan pelan mengangguk pada Theia dengan wajah yang terlihat muram. Dia kelihatannya tidak begitu menerima pertunangan ini, dan wajahnya justru dipenuhi dengan keragu-raguan.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan?"

Ruth merasa ragu saat akan menjawab pertanyaan Theia, lalu dia menjawab dengan jujur apa yang ada di benaknya.

"Itu...aku betul-betul masih merasa enggan. Aku mengerti bahwa pernikahan ini akan baik untuk waktu yang akan datang, tapi..."

Ruth sadar dengan situasi yang ada dan seberapa besarnya hal itu akan membantu Theia. Dia juga sadar dengan apa yang akan menjadi akibatnya kalau sampai dia menolak.

Ruth lahir dari keluarga ksatria yang sudah terkenal, jadi dia tahu kalau dia tidak akan bisa menikah dengan bebas dan dia pasti akan harus menikahi seseorang yang tidak dikenalnya demi keluarganya.

Itulah sebabnya dia ingin Koutarou menjadi pengikut Theia. Kalau Ruth sampai harus menikah, dia pasti akan mendapat kekuatan tambahan, tapi dia tidak akan bisa tetap berada di sisi Theia seperti sekarang. Saat hal itu terjadi, Koutarou akan menjadi bantuan yang sangat besar. Kalau Koutarou berada di sisi Theia, Ruth akan bisa menikah tanpa harus merasa kuatir.

"Tapi, aku, tidak bisa mengambil keputusan.....jadi, aku ingin mendengar pendapat Satomi-sama dan yang lainnya..."

Namun, meskipun sudah mengerti akan semua hal itu, Ruth masih merasa kurang yakin dengan pertunangannya. Malah, dia merasa enggan untuk menjalaninya. Alasannya sederhana: ada seorang pria yang sudah mengambil tempat di hatinya.

"Jadi...bagaimana menurut pendapat kalian?"

Ruth pun selesai menyampaikan segala yang ingin ia sampaikan. Karena semua orang di kamar itu sudah mengerti situasi yang dihadapi Ruth, sekarang tibalah giliran mereka untuk mengatakan pada Ruth apa yang ingin dia tahu.

"Hmm...bukannya masih kecepetan?" ujar Shizuka yang pertama menjawab. Dia menghitung umur mereka dengan jarinya lalu menggelengkan kepalanya.

"Kamu masih kelas satu SMA, umur 15 atau 16. Aku rasa mash terlalu cepet buat kamu nentuin masa depanmu."

Itulah pemikirannya sebagai manusia bumi, tapi Shizuka tidak merasa kalau hal itu akan jauh berbeda di Forthorthe. Nyatanya, bahkan di Forthorthe sekalipun, adalah hal yang jarang bagi gadis seusia Ruth untuk menikah.

"Aku akan menyetujuinya dengan beberapa syarat."

"Eeeh? Kenapa, Kiriha-san? 'Kan udah jelas kalau masih kecepetan!"

Kiriha menyetujui pernikahan itu, membuat Shizuka yang mendengarnya menjadi terkejut dan menanyakan alasannya.

"Kalau Ruth menikah, maka situasi yang menyangkut Theia-dono akan berubah, dan hal itu mungkin akan menjadi menguntungkan bagi Ruth sendiri."

Kiriha mengutarakan pendapatnya dari sisi politis: kalau keuntungannya besar, maka tidak ada alasan untuk menolaknya.

"Jadi, kamu bilang Ruth-san harus rela dan menikah saja? Jahatnya! Gimana dengan perasaan Ruth-san!?"

Sementara, pendapat Shizuka berasal dari sisi seorang wanita. Ruth masih muda dan perasaannya tidak masuk dalam pertimbangan. Shizuka tidak bisa menerima kata-kata Kiriha begitu saja.

"Jangan terlalu marah, Shizuka. Itulah sebabnya aku berkata dengan beberapa syarat."

Shizuka menekan pernyataan itu dengan penuh semangat sementara Kiriha mencoba menenangkan Shizuka.

"....Kalau begitu, apa maksudnya?"

Saat dia melihat senyuman licik Kiriha, Shizuka menjadi tenang sedikit. Tapi itu bukan berarti dia sudah menjadi setuju dengan pernyataan Kiriha, karena dia masih merasa bingung dengan pernyataan itu.

"Kalau Ruth menikah dengan seseorang yang tidak disukainya, beban mentalnya hanya akan bertambah. Kalau totalnya menghasilkan nilai minus, maka tidak ada gunanya dia menikah."

Beberapa waktu yang lalu, ayah Kiriha juga mengusulkan pada Kiriha untuk menikah, yang merupakan pernikahan politik guna menekan faksi radikal. Namun, Kiriha menolak usulan itu dengan alasan bahwa dia sudah memiliki seorang pria yang dia cintai. Itulah sebabnya Kiriha memberikan pada Ruth pilihan yang sama. Tidak peduli seberapa besar keuntungan yang Ruth dapatkan, Kiriha tidak akan menyarankan Ruth untuk menikah jika Ruth akan menyesali itu nantinya. Pada akhirnya, kalau dilihat secara keseluruhan, pemikiran Kiriha sama halnya dengan Shizuka.

"Jadi, cowoknya gimana? Dia ganteng nggak?"

Yurika justru punya pemikiran yang lain. Orang itu penerus yang kaya, dan meskipun bukan bangsawan, dia punya garis keturunannya. Selama orang itu tampan, dia akan menjadi tunangan yang sempurna, seperti halnya pria dari manga shoujo. Karena itulah, Yurika menjadi begitu tertarik. Kemiskinan yang dialaminya juga berperan dalam pemikirannya yang seperti itu.

"Yurika, kita nggak ngomongin soal wajahnya, dasar..."

"Eeeh, beneran?"

"Yah, di manga shoujo punyamu, biasanya orang ganteng sifatnya nggak bermasalah. Tapi kehidupan nyata itu nggak sama loh."

Sanae tampak begitu keheranan karena tidak bisa mencerna pandangan Yurika terhadap laki-laki. Bagi Sanae, wajah bukanlah hal yang penting, apalagi uang maupun statusnya. Baginya, yang paling penting adalah hati orang itu, atau lebih tepatnya, jiwanya.

Bagi hantu seperti Sanae, paras yang baik tidak begitu penting. Malah, dia lebih banyak melihat energi spiritual dibanding cahaya, jadi dia lebih memilih energi spiritual yang dipancarkan. Sanae benci dengan energi spiritual yang negatif. Kalau dia terkena pancaran energi spiritual yang bersifat keserakahan, dia menjadi merasa tidak enak. Sanae justru lebih menyukai energi spiritual yang bersifat jujur. Dan bagi hantu, uang dan status tidak berarti apa-apa.

Jadi, untuk alasan yang cukup realistis itu, Sanae lebih menilai seseorang berdasarkan hatinya atau jiwanya.

"Kamu lebih milih cowok ganteng tapi licik atau Koutarou? Aku sih lebih milih Koutarou. Dalam badannya enak kalau dipake tidur."

"Tunggu bentar, Sanae!! Maksudnya apa itu!? Aku jelek, gitu!?"

"Gimana, Yurika?"

"Jangan cuek begitu!"

"Uhm, siapa yang bakal kasih aku makan?"

"Orang licik nggak akan ngasih kamu makan tanpa alasan yang jelas, tapi Koutarou pasti bakal selalu ngasih kamu makan, ya kan?"

"Kalau gitu aku pilih Satomi-san! Aku nggak perlu cowok ganteng yang nggak ngasih aku makan!"

"Eh, tunggu, itu tadi maksudnya apaan!?"

Awalnya, pandangan Sanae dan Yurika mengenai pria berbeda, tapi sekarang mereka sependapat pada bagian yang realistis. 'Orang yang tidak licik' sama dengan 'orang yang memberimu makan'. Bagi Yurika, wajah tampan menempati peringkat kedua di bawah makanan. Meskipun Yurika suka berangan-angan, karena dirinya yang miskin, dia harus menjadi seorang yang realistis.

"Aku nggak peduli cowo itu seberapa ganteng kalau dia nggak ngasih aku makan. Lebih baik aku pilih Satomi-san."

"Selamat, Koutarou, kamu populer banget!"

"K-Kalian ini...."

Koutarou sudah diberitahu secara tidak langsung kalau dirinya tidak begitu tampan. Koutarou sendiri sadar akan hal itu, tapi kata-kata mereka tetap menusuk hatinya.

"Nggak apa-apa kan, Koutarou? Kamu menang kalau masalah jiwa."

"...Cukup meyakinkan dari seseorang yang cuma punya jiwa", balas Koutarou yang hanya bisa berkata demikian sebagai balasan.

"Ufufufufufu, aku sekarang memang hantu imut, tapi siapa tahu dulu aku jelek pas masih hidup."

"Itu nggak ngaruh."

"Ahaha, jadi kamu ngerti ya, Koutarou", ujar Sanae sambil tersenyum senang lalu melihat ke arah Ruth.

"...Jadi, Ruth, orangnya kayak gimana?"

Dan dengan demikian, topik yang tadinya berbelok akhirnya kembali ke Ruth.

"Benar juga, pada akhirnya hal itu juga menjadi pertimbangan."

"Aku juga mau tahu. Nggak ada yang lebih sedih daripada dipaksa nikah sama orang yang nggak kamu suka."

Kiriha dan Shizuka setuju dengan apa yang dikatakan Sanae. Ketertarikan para gadis di kamar 106 pun berujung pada apakah tunangan Ruth nanti adalah tipe orang kesukaannya atau bukan.

"Aku dengar dia orang yang hebat, tapi karena aku tidak pernah bertemu dengannya, aku tidak bisa mengatakan yang lainnya pada kalian", jelas Ruth sambil menggelengkan kepalanya.

Ruth tahu kalau tunangannya adalah orang hebat dari perusahaan terkenal, dan dia juga tahu kalau orang itu adalah dermawan yang terkenal. Namun, hanya itu saja yang Ruth tahu soal orang itu, karena dia belum pernah bertemu secara langsung dengannya.

"Kelihatannya, dia akan berkunjung ke sini, jadi sampai saat itu tiba, aku masih belum yakin..."

"Hmmm, jadi kecuali kamu punya alasan buat nggak nikah, seenggaknya kamu harus ketemu sama dia."

Alasan untuk tidak menikah.

Tepat saat dia mendengar kata-kata itu, jantung Ruth berhenti sesaat dan secara tidak sadar dia langusng melihat ke arah Koutarou, yang saat itu sedang bertopang dagu memikirkan sesuatu sambil melihat ke arah Ruth dengan pandangan serius.

"Jadi, em...bagaimana menurut anda, Satomi-sama?" tanya Ruth pada Koutarou seakan meminta tolong. Kenyataannya, Ruth paling tertarik dengan pendapatnya. Itu karena pria yang sudah ada di dalam hatinya adalah Koutarou. Dalam kata lain, Koutaroulah alasan yang disebutkan oleh Sanae.

Bagi Ruth, Theia adalah tuannya yang sangat dihormatinya, dan di saat yang sama juga teman masa kecil yang berharga yang sudah dianggapnya sebagai saudaranya sendiri. Ruth tidak merasa bermasalah dengan adanya masalah dalam kehidupan cintanya sendiri, tapi kalau sampai ada gangguan sedikit saja pada kehidupan cinta Theia, itu akan menjadi bencana. Sementara itu, Koutarou menjadi orang pertama yang menurut Ruth bisa menjadi orang yang Theia bisa percayakan padanya. Itu berarti, Koutarou memenuhi semua persyaratan menjadi calon pasangan Theia. Ruth bisa meninggalkan Theia pada Koutarou karena Koutarou adalah pria idamannya.

Ruth tidak pernah mengatakan hal ini pada Koutarou, karena dia tidak mau menjadi penghalang hubungan antara Koutarou dan Theia. Tapi dalam situasi ini, Ruth ingin mendengar pendapat Koutarou, tidak peduli apapun juga. Perasaannya sebagai seorang wanita menyeruak keluar pada saat itu.

"Aku..."

Koutarou terlihat ragu. Berbagai macam topik berputar di kepalanya. Dengan begitu banyak hal yang sudah dialaminya, dia mempunyai banyak hal untuk dipertimbangkan.

Satomi-sama...

Dan Ruth terus memandangi Koutarou, seakan berdoa.

Satu kata saja sudah cukup. Satu kata saja adalah semua yang Ruth butuhkan.

Dia tidak peduli dengan alasannya, dia hanya ingin Koutarou berkata padanya untuk tidak menjalani perjodohan itu. Hal itu saja sudah cukup bagi Ruth untuk menghentikan perjodohan itu.

Kalau Satomi-sama berkata untuk tidak menjalainya, itu saja sudah cukup bagiku...

Ruth tahu bahwa perasaannya sendiri tidak akan sampai pada Koutarou, karena dia membutuhkan Koutarou untuk melindungi Theia. Kalau semua berjalan sesuai harapan Ruth, Koutarou akan menjadi pasangan hidup Theia. Jadi, yang manapun yang terjadi, Ruth dan Koutarou tidak akan pernah menjadi bersama, tapi hal itu tidak membuatnya cemas. Ruth sudah puas kalau dirinya dan Koutarou bisa mengawasi Theia bersama-sama. Dia puas dengan cinta seperti itu.

Namun.

Ruth berdoa setidaknya Koutarou menghargainya entah sekecil apapun itu. Hal itu akan cukup baginya. Agar mereka bisa tetap bersama. Itulah keegoisan Ruth, tapi masih terlalu kecil untuk bisa disebut sebagai egois. Lebih tepat jika disebut sebagai harapan.

"....Aku nggak bisa ngomong apa-apa."

Namun, harapan Ruth tidak sampai kepadanya.

Pada akhirnya, Koutarou tidak berkata pada Ruth untuk menghentikan perjodohannya.


Part 5[edit]

Tepat saat dia mendengar jawaban Koutarou, air mata mulai membasahi mata Ruth.

"Satomi-sama...."

Yang mengalir deras dari matanya bukan hanya air mata saja, tapi juga kesedihan yang begitu mendalam dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ruth merasa kalau kesedihan itu akan meremukkan dirinya kalau dia tetap diam di sana.

"....M-Maaf, tolong biarkan aku berpikir sendiri sejenak."

Dan Ruth pun lari dari kamar itu. Dia tidak ingin menunjukkan dirinya yang menangis pada pria itu. Perasaan itu menggerakkan kakinya, harga dirinya mengatakan pada dirinya untuk tidak menjadi beban pada Koutarou.

"Ruth!"

Theia langsung berdiri saat Ruth sudah melesat meninggalkan pintu depan.

"Ruth, tunggu! Kemana kau mau pergi!?"

Seperti halnya Ruth menghargai Theia, begitu juga Theia menghargai Ruth. Theia tidak pernah melihat Ruth seperti ini sebelumnya. Itulah sebabnya dia tahu betapa mengejutkannya hal ini bagi Ruth, dan dia tidak ragu untuk langsung mengejar teman masa kecilnya yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya melewati gelapnya malam.

Setelah Ruth dan Theia lari ke luar, kesunyian memenuhi kamar 106. Itu mungkin terjadi karena mereka semua terkejut, tapi seiring berjalannya waktu, keterkejutan itu mulai berubah menjadi rasa mengerti.

"Satomi-kun! Kenapa kamu ngomong begitu!?"

Shizukalah yang pertama memecah kesunyian itu. Wajahnya penuh dengan amarah, yang sama seperti saat para gadis penjajah pertama kali bertarung di kamar 106, dan amarah itu diarahkannya langsung pada Koutarou.

"....Ibu Kos-san."

"Nggak usah omong kosong!! Kamu ngerti kalau Ruth-san mau kamu hentiin dia, ya kan, Satomi-kun!?"

"Ya."

Meskipun berhadapan dengan amarah Shizuka yang menyala-nyala, Koutarou tetap terlihat tenang dan mengangguk dengan wajah serius yang sama seperti sebelumnya.

Maaf, Ruth-san...

Koutarou melihat ke arah pintu depan yang dilewati oleh Ruth sambil meminta maaf di dalam hatinya. Tidak peduli apapun alasan yang ada di benaknya, Koutarou sudah membuat Ruth menangis.

Aku tahu kalau ada masalah juga soal Theia, tapi...

Seperti yang dikatakan oleh Shizuka, Koutarou mengerti niatan Ruth. Kalau bukan karena hal itu, Ruth tidak akan bertanya padanya, dan dia ingin Koutarou untuk menghentikannya.

Koutarou yakin bahwa Ruth tidak bertanya padanya karena dia adalah teman yang bisa dipercaya, tapi karena hal itu menyangkut dirinya yang akan melayani Theia. Kalau Ruth sampai harus menikah, arti dan perlunya Koutarou untuk melayani Theia akan menjadi berubah banyak. Jadi, Koutarou yang tidak menyampaikan pendapatnya disini mungkin membuat Ruth merasa kalau Koutarou juga tidak mau melayani Theia. Rasa percaya dan keinginan Ruth tidak sampai padanya.

Bukannya Koutarou tidak mengerti perasaan Ruth. Dia mengerti, tapi walau begitu, dia tidak bisa membalasnya.

"Kalau gitu, kenapa!? Kalau kamu tahu, kenapa kamu malah ngomong sesuatu yang kayak ngebuang dia!?"

Shizuka betul-betul marah. Dia merasa setiap hari menjadi menyenangkan semenjak dia mulai mengunjungi kamar 106 setiap harinya. Dia juga yakin bahwa Ruth juga merasakan hal yang sama. Itulah sebabnya dia tidak bisa memaafkan kata-kata Koutarou yang begitu kejam. Itulah sebabnya dia menjadi begitu marah seperti saat para gadis penjajah merusak peninggalan orangtuanya. Shizuka sekarang sudah mencintai para gadis penjajah seperti halnya Rumah Corona miliknya.

"..."

Koutarou tidak bisa membalas kata-kata Shizuka sama sekali. Sebenarnya, Koutarou sudah mengerti perasaan Ruth, meskipun hanya sebagian saja, tapi walau begitu dia tetap tidak mengatakan apa-apa. Sebagai hasilnya, Koutarou menyakiti Ruth lebih dari yang dia bayangkan, tapi Koutarou tidak menyesal sudah berkata demikian.

Dan dengan begitu, Koutarou memutuskan untuk menerima kritik dari Shizuka. Meskipun dia tidak punya cara lain untuk menjawab, kenyataannya sudah jelas bahwa Koutarou sudah menyakiti Ruth.

"Jangan marah begitu pada Koutarou, Shizuka."

Kirihalah yang pertama kali mengerti Koutarou. Meskipun pandangannya terlihat tenang, raut wajahnya terlihat sedih. Karena Kiriha begitu sensitif terhadap perasaan orang lain, dia mengerti akan perasaan Ruth, Shizuka dan Koutarou.

"Tapi aku kasihan sama Ruth-san!! Meskipun kalian berdua nggak pacaran, ada saat dimana sahabatmu mau kamu hentiin dia, Satomi-kun!!"

Ruth bertanya pada Koutarou karena dia merasa ragu dan gugup, tapi dia justru mendapat balasan yang seakan tidak begitu menanggapi dari teman dekatnya itu. Ruth sudah menjalin hubungan dengan orang-orang di kamar ini, dan kalau Koutarou justru menghentikannya, dia tidak akan berlari keluar dari kamar itu ataupun merasa sedih seperti itu. Shizuka, yang mengetahui hal itu, tidak bisa memaafkan Koutarou begitu saja karena sudah membiarkan hal itu terjadi.

"..."

Walau demikian, Koutarou tidak bisa menjawab karena dia percaya bahwa kritik dari Shizuka adalah benar.

"Shizuka, Koutarou sadar akan hal itu. Dia tidak bisa berkata apapun karena dia mengerti hal itu", balas Kiriha yang sekali lagi membela Koutarou yang tidak mau mengatakan apapun.

Kau benar-benar pria yang canggung, Satomi Koutarou...Kenapa kau memutuskan untuk berjalan sendirian di jalan yang berduri itu?

Dengan mempertimbangkan apa yang Koutarou lakukan saat dia mengetahui permasalahan Kiriha, sudah jelas apa yang Koutarou rasakan soal Ruth. Itulah sebabnya mengapa Kiriha tidak bisa berdiam diri saja melihat Koutarou dimarahi seperti itu, dan dia merasa bahwa itulah tanggung jawabnya untuk membereskan jalan yang berduri itu.

"Kenapa!?"

"Karena---"

"Cukup, Kiriha-san. Sisanya biar aku sendir yang ngomong."

Namun, sebelum Kiriha bisa mewakilkan perasaannya, Koutarou menyelanya. Koutarou berniat merahasiakan alasan mengapa dia tidak bisa memenuhi keinginan Ruth, tapi dia merasa lebih baik dia sendiri yang mengatakannya daripada Kiriha yang mengatakannya.

"Koutarou...aku mengerti. Aku sudah terlalu lancang."

Kiriha meminta maaf pada Koutarou. Dia sadar kalau dia sendiri sudah menjadi terlalu bersemangat dan merenungi itu. Kiriha mengerti perasaan semua orang lebih daripada yang lainnya, itulah sebabnya dia tidak bisa tetap diam melihat kesalahpahaman ini.

"Nggak, nggak apa-apa kok. Makasih ya, Kiriha-san."

Itulah kebaikan Kiriha, dan Koutarou tidak berniat menyalahkannya.

"Jadi, apa maksudnya?"

"Aku rasa ada baiknya kamu seenggaknya ngasih pendapat."

Yurika dan Sanae bertanya pada Koutarou sebelum Shizuka bisa, karena mereka sendiri juga tidak mengerti apa maksud perkataan Koutarou.

"Belakangan ini, aku mulai lupa, tapi..."

Koutarou mulai bicara, dengan raut wajah yang kaku dan serius, yang belum pernah ditunjukkannya di kamar 106 sebelumnya.

"Baik Ruth-san maupun Theia bukan berasal dari planet ini. Dan mereka juga punya jabatan yang tinggi tanpa ada hubungan sama sekali dengan kita. Aku nggak bisa bicara buat mereka begitu aja."

Hal yang membuat Koutarou khawatir adalah bahwa kedua gadis itu adalah alien yang mempunyai jabatan yang begitu penting.

"Tapi itu kan udah nggak masalah lagi buat kita!"

Namun, hal itu tidak cukup bagi Shizuka, karena dia tahu apa yang Ruth harapkan dan karena dia dan Ruth menghargai hubungan yang ada di tempat ini.

"Itu mungkin bener."

"Kalau gitu!"

"Ibu Kos-san. Ruth-san itu temen kita dan kita pasti bakal sedih ngelihat dia pergi, jadi kita pasti akan nentang pernikahannya. Itu udah cukup buat kita."

Koutarou tahu itu, bahkan dia sendiri ingin menentang adanya pernikahan itu. Ikatannya dengan Ruth bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan dengan mudah.

"Tapi...apa kamu pernah memikirkan masalah yang bakal dihadapin sama mereka berdua nantinya?"

Namun, alasan mengapa Koutarou tidak bisa mengatakan hal itu adlaah karena dia memikirkan masa depan Theia dan Ruth. Dia tidak bisa menentang, bukan karena kehidupan mereka saat ini di kamar itu, tapi karena demi masa depan mereka berdua. Itulah yang Koutarou yakini, dan dia menahan perasaannya sendiri karena hal itu.

"Itu...."

Kata-kata Koutarou menghilangkan amarah Shizuka dalam jumlah besar. Dia sendiri hanya memikirkan keadaan sekarang, dan belum memikirkan masa depan sama sekali.

"Kita nggak tahu apa-apa soal Forthorthe, atau apa jadinya kalau sampai nolak lamaran itu. Bisa jadi tunangannya Ruth-san bisa ngelindungin Theia lebih baik lagi."

Koutarou tidak tahu sama sekali bagaimana keadaan di Forthorthe saat ini. Dia tahu Theia berada dalam posisi yang berbahaya, tapi dia tidak tahu seberapa besar bahaya itu. Terselenggara atau tidaknya pernikahan Ruth nanti pasti akan mempengaruhi situasi negeri itu. Namun, Koutarou tidak bisa mengerti dengan baik perbedaan antara pernikahan dan penolakan. Dia belum pernah hidup di Forthorthe bersama Ruth seperti hal waktu bersama Alaia.

"Tapi, kalau kita bilang nggak, kita mungkin bakal bikin mereka berada dalam situasi yang lebih berbahaya lagi. Kalau itu sampai terjadi, kita bisa apa?....Apa kita bisa tanggung jawab setelah ngebikin Ruth ngambil keputusan yang kepaksa?"

Apa yang Koutarou takutkan adalah jika perasaannya membuat Ruth dan Theia harus menjalani kehidupan yang lebih keras lagi. Dan kalau mereka semua membuat Ruth menolak perjodohan itu, apakah mereka bisa memberikan hal yang mempunyai nilai serupa atau lebih?

Kalau mereka sampai salah memilih, Ruth dan Theia akan kehilangan keunggulan mereka dalam struktur kekuatan Forthorthe. Koutarou kuatir jikalau perasaannya ikut serta, keputusan itu akan menjadi kacau.

Inilah yang terbaik, iya kan, puteri Alaia?

Keputusan Koutarou sendiri berasal dari pengalamannya dari Forthorthe jaman dahulu. Pada saat itu, dia bisa melihat langsung pertempuran antara kekuatan-kekuatan besar dan apa yang terjadi pada Alaia yang terperangkap di dalamnya.

Alaia mengutamakan kebahagiaan rakyatnya dibandingkan kebahagiaannya sendiri, dan Koutarou membawa keinginan itu bersamanya. Beban Signaltin dan lencana kayu yang dipakainya jauh dari kata ringan. Koutarou ingin agar Ruth dan Theia merasa bahagia, tapi dia tidak mau sampai ada sesuatu yang terjadi pada Forthorthe. Malah, Koutarou membuat keputusan yang pasti akan dibuat oleh Alaia.

"Satomi-kun..."

Kemarahan Shizuka sudah betul-betul menghilang saat dia menyadari bahwa Koutaou memikirkan Ruth dan Theia lebih dalam lagi daripada dirinya. Raut wajahnya yang penuh amarah berganti dengan kesedihan, karena dia merasa salah hanya memikirkan masa ini saja.

"Aku nganggap Ruth lebih dari temen, aku udah nganggap dia sebagai orang yang penting buatku. Itu sebabnya aku bakal dukung dia apapun yang dia pilih. Tapi, pilihan itu harus dia sendiri yang pilih, karena itu kehidupannya dia, dan aku nggak mau dia sampai nyesel...."

Pada akhirnya, Ruthlah yang harus memutuskan sendiri kehidupannya. Koutarou tidak punya niatan untuk membuat keputusan itu bagi Ruth.

Namun, tidak peduli apapun yang Ruth pilih, Koutarou berniat untuk melindunginya dan tuannya, Theia, karena Koutarou ingin melindungi masa depan mereka.

Koutarou kembali ke kamar 106 untuk melakukan hal itu, dan Signaltin beserta lencana yang dia bawa juga ingin agar dia melakukan hal yang sama.


Part 6[edit]

Waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam, dan arus kendaraan di jalan tol sudah menjadi sepi. Suhu udara sudah menjadi semakin dingin dengan rasa dingin yang sudah mulai merasuk ke dalam badan.

Suara derit besi bisa terdengar dari sebuah taman anak-anak tidak jauh dari Rumah Corona.

"...Kenapa..."

Suara itu berasal dari ayunan yang diduduki oleh Ruth, yang terdengar begitu memilukan sampai bisa disangka seperti suara tangisan anak kecil. Suara itu pun menggema ke seluruh taman ditambah dengan suara tangisan Ruth sendiri.

"....Apa, aku...."

Ruth terguncang dengan kesedihan yang memancar begitu deras yang dirasakannya saat itu, yang begitu besar sampai membuatnya merasa lemas dan jatuh kalau dia tidak memegang rantai ayunan itu.

Satomi-sama...

Ruth ingin Koutarou menolak perjodohan itu. Dia tidak merasa bermasalah jika diperlakukan seperti wanita. Tidak apa-apa bagi Koutarou jika dia menolak hal itu sebagai teman, rekan atau teman sekamar. Ruth ingin Koutarou berkata bahwa dia tidak ingin Ruth pergi.

Tapi, kenapa...

Namun, yang ada di benaknya saat itu adalah keinginan untuk bisa bersama Koutarou dan kesedihan yang sama kuatnya. Ruth baru sadar jika dia ingin Koutarou memperlakukannya sebagai wanita setelah mendengar jawaban itu, dan dia merasa begitu ingin berada di sisi Koutarou sampai dia menginginkan hanya hal itu saja.

"Kenapa....aku punya...impian yang konyol itu..."

Dia merasa tidak apa-apa kalau Koutarou menjadi pendamping hidup Theia. Namun, dia ingin sebagian perasaan Koutarou tercurah padanya. Dia ingin Koutarou untuk memuji masakannya atau pakaiannya.

"....Aku nggak bisa ngomong apa-apa."

Namun, jawaban Koutarou berbeda dari apa yang diharapkan oleh Ruth.

Jawaban itu begitu menyedihkan bagi Ruth. Dia tidak ingin Koutarou sampai harus menyatakan cintanya pada dirinya, tapi setidaknya dia ingin agar Koutarou kuatir. Itulah impiannya yang kecil, namun impian itu tidak sampai pada Koutarou. Itulah yang dirasakan oleh Ruth saat mendengar perkataan Koutarou.

Suara yang berasal dari ayunan pun bertambah keras. Ada suara baru yang bertumpang tindih dengan suara ayunan yang diduduki Ruth. Karena Ruth masih terguncang dengan kesedihan yang dirasakannya, dia tidak menyadari adanya suara itu. Namun saat dia menggerakkan wajahnya untuk menghapus sedikit air matanya, Ruth melihat sekilas ada sesuatu yang berwarna keemasan di sudut matanya. Baru saat itulah Ruth sadar bahwa ada seseorang yang duduk di ayunan di sebelahnya.

"Yang Mulia..."

Orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Theia. Setelah menyadari bahwa Ruth sedang melihat ke arahnya, Theia menunjukkan senyuman tipis.

"....Jadi, baik tuan maupun pengikutnya melakukan kesalahan yang sama, rupanya..."

Theia sempat kehilangan jejak Ruth, tapi dia bisa datang ke tempat itu dengan melacak posisi sinyal yang dipancarkan oleh gelang Ruth. Setelah dia menemukan Ruth, Theia memutuskan untuk ikut duduk di ayunan itu juga.

Dengan dua buah ayunan yang berayun, suara derit rantai ayunan itu pun menjadi bertambah keras. Meskipun ayunan itu hampir tidak berayun sama sekali, hampir tidak ada perubahan yang nampak terjadi. Namun, sebagai gantinya suasana sepi di taman itu berkurang dan perasaan Ruth menjadi sedikit lebih baik. Dia senang karena Theia datang menemuinya.

"Tolong dengarkan aku, Ruth", tutur Theia sambil tersenyum dan mengayunkan ayunan. Senyumannya bukanlah senyuman bahagia, tapi senyuman malu yang menggambarkan sebuah kegagalan.

"Belakangan ini....aku berandai-andai. Aku benar-benar lupa bahwa aku adalah alien, dan aku berandai....tentang masa depan bersama Koutarou."

Theia akan membuat kamar 106 menjadi miliknya dan membuat Koutarou bersumpah setia mengabdi padanya. Dia lalu akan membawa Koutarou kembali bersamanya ke Forthorthe, dan melanjutkan kehidupan yang mereka telah jalani bersama disini, di Forthorthe. Suatu hari nanti Theia menjadi kaisar, dan Koutarou dan Ruth akan berada di sisinya. Dia dan Koutarou mungkin akan menikah.

Theia telah berangan-angan seperti itu.

"....Aku juga....berbuat hal yang sama..."

Hal yang sama pun berlaku pada Ruth.

Ruth akan setia mengikuti Theia dan Koutarou. Sesekali, mereka berdua akan berbalik dan tersenyum padanya. Dan saat Theia dan Koutarou menikah, Ruth akan memberi mereka restu.

Theia dan Ruth sudah memimpikan hal yang sama.

"Namun....jika aku menikahi Koutarou, itu berarti aku harus siap untuk menghentikan rantai keturunan keluarga Mastir."

Theia adalah manusia dari Forthorthe, sedangkan Koutarou adalah manusia dari Bumi. Karena mereka berdua adlah spesies dari dua planet yang betul-betul berbeda, kemungkinan bahwa mereka berdua bisa mempunyai anak adalah mendekati nol. Adalah hal yang langka bagi dua spesies yang cukup berdekatan untuk bisa mempunyai anak di Bumi. Dan kalau masalah mereka berdua berasal dari planet yang berbeda menjadi pertimbangan, tidak peduli semirip apa mereka, kemungkinan bahwa mereka bisa mempunyai anak sudah jelas tidak mungkin.

Jadi, kalau mereka berdua sampai menikah, hal itu akan menjadi akhir dari silsilah keluarga Mastir.

"Itu...ya...."

Saat Theia menjelaskan masalah itulah Ruth menyadari adanya masalah itu. Seperti halnya Theia, Ruth mulai berpikir bahwa Koutarou adalah pria dari Forthorthe.

"Terlebih lagi, dia harus menguatkan dirinya untuk meninggalkan tanah airnya. Dia harus menguatkan dirinya bahwa dia tidak akan bisa membuat sebuah keluarga baru."

Kalau Koutarou mengabdi sebagai seorang ksatria, itu berarti dia harus meninggalkan tanah airnya. Dan tanpa kemampuan untuk bisa memiliki keturunan, anggota keluarga Koutarou tidak akan bertambah. Itu berarti, Koutarou akan terisolasi selama di Forthorthe.

"Tidak peduli seberapa besar rasa cintaku padanya, pada akhirnya, aku tetaplah seorang alien..."

"Jadi, apakah...apakah itu sebabnya anda begitu murung belakangan ini?"

Kalau Theia membuat Koutarou menjadi ksatrianya dan membawanya pulang ke Forthorthe, dia harus sadar bahwa dia membuat Koutarou menjadi terisolasi. Dalam kata lain, Theia harus membawa Koutarou bersamanya, dan tahu bahwa hal itu akan membuat Koutarou tidak bahagia, dan Theia yakin bahwa hal itu adalah sebuah kesalahan besar. Itulah kekuatiran yang meresahkan Theia beberapa hari ini.

"....Itu benar. Tapi, Ruth, bukankah kau juga merasakan hal yang sama?"

"Benar...aku lupa bahwa aku adalah alien dan ingin agar Satomi-sama menghentikanku...", jawab Ruth sambil mengangguk.

Ruth juga mengalami hal yang sama seperti Theia. DIa belum betul-betul memikirkan apa dampak dari keinginannya.

Begitu rupanya...jadi itu sebabnya Satomi-sama...

Dengan begitu, Ruth bisa mengerti mengapa Koutarou memilih untuk tidak mengatakan apapun. Bukan karena dia tidak mengerti, tapi karena dia sudah mempertimbangkan sesuatu yang bahkan Ruth sendiri tidak memikirkannya.

"Namun, Koutarou tidak akan menghentikanmu", ujar Theia sambil tersenyum memikirkan Koutarou. Senyumannya yang tulus sekaligus jahil itu hanya tampak seperti saat seseorang mengenalkan saudara mereka yang kikuk. Saat itu, Theia betul-betul mengerti perasaan Koutarou.

"Dia mungkin akan mengatakan banyak hal, dan dia memang alien bagi kita, tapi...dia, tanpa diragukan lagi, adalah ksatria Forthorthe. Dia tidak akan melakukan hal tanpa bertanggungjawab....agar kita bisa memilih yang terbaik..."

"Ya...."

Ruth adalah alien. Untuk masalah perjodohan itu, karena Koutarou tidak mengerti situasi yang ada di Forthorthe, apapun yang mungkin dia katakan akan berasal dari emosi, dan Ruth menginginkan kata-kata yang demikian. Namun, Koutarou tidak ingin melakukan hal itu, dan dia mengeluarkan kata-kata yang mungkin dianggap sebagai rasa tidak peduli.

Koutarou bukannya tidak peduli, malah, dia begitu kuatir. Tapi setelah memikirkannya matang-matang, dia memutuskan untuk tidak mengeluarkan pendapat miliknya. Dia tidak lupa apa yang dimiliki oleh Ruth.

Setelah menyadari hal itu, Ruth merasa beban yang berat sudah lepas dari badannya. Namun, itu baru setengah dari hal yang membebaninya. Kenyataan bahwa dia masih belum bisa menyentuh hati Koutarou masih mengguncangnya hingga saat ini.

"Kalau saja dia...orang yang lebih egois yang tidak memikirkan akibat perbuatannya...kita mungkin tidak akan mengkhawatirkannya seperti ini..."

"....Tapi kalau begitu, baik aku maupun Yang Mulia tidak akan membutuhkan Satomi-sama seperti ini."

Theia dan Ruth ingin Koutarou menjadi abdi mereka karena mereka percaya bahwa dia adalah ksatria yang terkuat, bahkan lebih kuat dari sang Ksatria Biru. Dan karena dia adalah ksatria terkuat, dia tidak akan mengatakan apapun yang akan membuat posisi Theia dan Ruth berada dalam bahaya. Dalam kata lain, bagian diri Koutarou yang paling mereka hargai adalah alasan mengapa dia tidak memenuhi keinginan mereka.

"Aku rasa itu memang sudah sepantasnya dari pria yang kita cintai...."

"Benar...."

Hal itu memang dilema yang serius bagi mereka berdua, dan tidak ada solusi yang mudah yang bisa ditemui.


Mereka terus mengayunkan ayunan mereka. Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam dan suasana di sekitar mereka begitu sunyi, kecuali suara dari ayunan rantai ayunan.


Kembali ke Bab 2 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 4
  1. Permainan kartu dimana kartu yang dijadikan kartu setan - biasanya satu kartu joker - diusahakan dioper ke pemain lain hingga ada salah satu pemain yang hanya mempunyai kartu setan itu di tangannya.