Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 8.5 Bab 6

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Laut Emas dan Salju Perak[edit]

Part 1[edit]

Alaia dimahkotai sebagai kaisar dan upacara penganugerahannya diadakan saat musim dingin, yang berjarak beberapa hari setelah tahun baru.

Dengan terlemparnya Maxfern dan Grevanas keluar jagad raya, kudeta pun berakhir dengan sendirinya.

Semuanya berasal dari insiden yang dibuat oleh Maxfern dan Grevanas, dan setelah insiden itu diselesaikan, tidak ada lagi orang yang berdiri melawan keluarga kekaisaran. Pasukan kudeta pun menyerah, dan Alaia beserta yang lainnya akhirnya kembali ke istana kekaisaran.

Bulan setelahnya menjadi bulan yang penuh dengan kesibukan. Sistem politik yang runtuh harus diperbaiki, dan pasukan kekaisaran harus dipulihkan setelah perang sipil yang terjadi agar negara-negara tetangga tidak dapat merencanakan hal yang tidak-tidak. Meskipun kudeta telah berakhir, Forthorthe tetaplah sebuah negeri, jadi ada banyak hal yang harus dilakukan. Dengan dibantu oleh yang lainnya, Alaia menyelesaikan tugas demi tugas yang ada.

Sekitar sebulan setelah berkahirnya perang, negeri itu mulai pulih kembali, dimana sebagian besar kekacauan yang ada sudah menjadi stabil dan industri yang kacau karena perang sudah mulai berjalan kembali. Alaia, yang merasa bahwa inilah kesempatan baginya, mengumumkan penyerahan mahkota bagi dirinya kepada para penduduk untuk memberikan mereka harapan. Sebagai hasilnya, seluruh Forthorthe merayakan hal itu sekuat mungkin semenjak berdirinya negeri itu.

"...Luka yang dibuat oleh perang masih belum pulih. Setelah satu bulan, akhirnya negeri ini mulai pulih kembali. Namun, saya tidak merasa pesimis. Saya bisa kembali berada disini berkat bantuan dari semua orang. Jadi, tidak mungkin luka negeri ini tidak akan pulih, karena semua orang saling membantu untuk menyembuhkannya. Itulah yang saya yakini."

Alaia sedang memberikan pidato di lapangan istana kekaisaran, dimana terdapat banyak orang yang berkumpul untuk menyaksikan penyerahan mahkota untuknya. Di atas kepala Alaia, terdapat sebuah mahkota yang indah yang terbuat dari platinum dan dihiasi oleh berbagai permata. Itulah bukti bahwa dirinya adalah kaisar dari Forthorthe.

Hari inilah hari dimana Alaia menjadi seorang kaisar. Hari inilah hari dimana Kekaisaran Suci Forthorthe kembali menggerakkan roda sejarahnya. Roda itu akan terus berputar, dan 1000 tahun dari sekarang, Forthorthe akan memasuki zaman luar angkasa dan akan menjadi kekaisaran galaktik. Lalu, 1000 tahun kemudian, seorang gadia akan beranjak dari tempat ini menuju tepi luar angkasa dalam sebuah kapal tempur berwarna biru. Hari inilah langkah pertama menuju hari itu, dan disaat yang sama, sebuah akhir pun mendekat.

Alaia turun dari podium setelah menyelesaikan pidatonya dan menghela nafas.

"Fiuh..."

Setelah melakukan itu, dia mengambil nafas dalam-dalam beberapa kali. Dengan badannya yang lemah, hari penganugerahan mahkota cukup membebani dirinya.

"Kerja bagus, Yang Mulia."

Sementara Alaia masih terus mengambil nafas, Fauna mendekatinya, menaruh tangannya di dada Alaia dan raut wajah Alaia yang terlihat sakit pun menjadi lebih santai.

"Fauna, saya senang anda berada disini."

"Tolong rawatlah badan anda. Yang Mulia, tidak, Baginda, badan anda sekarang bukanlah milik anda sendiri."

"Terima kasih, Fauna. Tolong terus bantu saya."

Sebagai bayaran untuk membangungkan Signaltin, kesehatan Alaia menjadi memburuk. Karena itulah Fauna menggunakan energi spiritual dari waktu ke waktu untuk menyembuhkannya. Ini adalah rahasia di antara mereka berdua, bahkan Charl, adik Alaia sendiri, tidak tahu.

"Kakak!"

Dan Charl sekarang sedang berlari menuju Alaia, dengan Mary yang berada di belakangnya.

"Jangan, Yang Mulia, pelankan sedikit! Baju anda akan lepas!"

"Tidak apa-apa! Kau terlalu kuatir, Mary."

Seperti halnya Alaia, Charl sedang memakai pakaian formal untuk upacara itu. Namun, dia tidak memperdulikan itu saat dia berlari dengan cerianya. Sementara itu, Mary kuatir kalau-kalau pakaian itu akan sobek atau lepas.

"Kakak!"

Charl lalu melompat ke arah Alaia. Karena dia sudah memasuki masa pertumbuhan, Charl sudah bertumbuh dengan cukup pesat dalam waktu singkat. Sebagai hasilnya, Alaia goyah saat menangkap Charl. Namun, karena Flair dengan santainya membantu Alaia, dia tidak terjatuh.

"Terima kasih, Flair."

"Tidak apa-apa, baginda. Ini sudah menjadi tugas saya", balas Flair sambil tersenyum lembut pada Alaia dan Charl.

Belakangan ini, Flair menjadi lebih feminim. Ini mungkin terjadi karena perang yang telah berakhir. Karena dia memiliki rasa tanggung jawab yang paling besar, Flair selalu bersikap waspada semenjak kudeta dimulai. Dengan berakhirnya semua itu, kepribadiannya yang sebenarnya akhirnya mulai muncul kembali.

"Jadi, menagapa kau begitu terburu-buru, Charl?"

"Ksatria Biru tidak ada disini! Kakak, apa kau melihatnya?"

Charl rupanya berlari seperti itu karena dia sedang mencari Koutarou. Karena dia merasa bosan setelah mengikuti proses upacara, Charl memutuskan untuk bermain dengan Koutarou. Namun, Koutarou tidak bisa ditemukan olehnya dimanapun, dan Charl memutuskan untuk bertanya pada Alaia jika Alaia mengetahui keberadaannya.

"Lidith, tugas apa yang sedang dilakukan oleh Layous-sama saat ini?"

"Tuan Veltlion tidak mendapat tugas apapun hari ini", balas Lidith sambil menggelengkan kepalanya saat Alaia bertanya padanya. Sat itu, Lidith yang sedang bertugas menjadi asisten pribadi Alaia, sedang menggunakan sebuah jubah panjang yang menunjukkan identitasnya sebagai seorang bangsawan. Kalau dalam zaman modern sekaran g ini, bisa dikatakan bahwa Lidith adalah semacam sekretaris bagi Alaia. Lidith sendiri ingin menjadi seorang perdana menteri, jabatan yang sama seperti pamannya dahulu. Lidith ingin memperbaiki segala sesuatu yang diperbuat oleh pamannya yang telah salah melangkah saat menjabat dahulu.

"Aneh sekali, dia baru saja disini beberapa saat yang lalu..."

Alaia bisa mengingat kalau dia melihat Koutarou saat kepala pendeta memahkotai dirinya, karena dia secara diam-diam ingin Koutarou melihatnya dengan mahkota, jadi Alaia yakin dengan hal itu.

"Hmmm...apa kau tahu, Caris?" tanya Charl pada Caris. Rupanya Caris dan Charl sudah menjadi seakrab Koutarou dan Charl sendiri, jadi Caris menjadi orang yang mudah diajak bicara oleh Charl.

"Aku tidak melihatnya di ruang makan", jawab Caris sambil menggelengkan kepalanya yang masih mengunyah roti di tangannya.

Caris sekarang adalah salah seorang dari sedikit penyihir yang masih tersisa di Forthorthe. Dengan menghilangnya para penyihir istana beserta Grevanas, para penyihir yang tersisa hanyalah mereka yang saat itu sedang menjalankan misi. Caris saat itu bertugas sebagai pemimpin mereka, yakni kepala penyihir istana.

Alaia membuat kebijakan dimana dia tidak akan membuka lowongan lagi bagi para penyihir, karena dia harus mengurangi jumlah penyihir yang ada setelah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Grevanas. Alaia berencana untuk membuat sebuah negeri yang tidak bergantung pada kekuatan spesial atau orang-orang spesial, yang nantinya akan membuat jabatan penyihir istana menghilang. Namun, Caris merasa bahwa itulah yang terbaik, karena baginya, jika sihir tidak dibutuhkan lagi, maka itu adalah bukti bahwa kedamaian sudah tiba. Caris ingin melanjutkan hidupnya dengan menikmati makanan yang enak setiap harinya. Agar itu bisa terjadi, maka kedamaian pun harus ada untuk waktu yang lama.

"Hmmm...Ksatria Biru, kemana dia pergi...apa dia betul-betul tidak mau membiarkanku naik kuda lagi..."

Kemana.

Saat Alaia mendengar kata itu dari Charl, intuisinya membuatnya teringat akan sesuatu.

"Dari waktu yang tak berujung dan dari jarak yang tak terhitung."

Saat itu juga Alaia langsung mulai berlari.

"Kakak!?"

Charl langsung mengejar mengikuti Alaia, karena dia tahu bahwa Koutarou ada di tempat kemana Alaia akan berlari.

"Koutarou-sama!!"

Jawaban yang didapatkannya bukan berasal dari logika, hanya dugaan saja. Namun, Alaia harus berangkat, karena jika tidak, dia merasa bahwa dia tidak akan pernah bisa melihat Koutarou lagi. Dengan begitu, Alaia pun mulai berlari, mempercayakan badannya pada perasaan yang kuat yang berada dalam dirinya dan menggerakkan kakinya secepat yang ia bisa, membuatnya melupakan upacara penganugerahan mahkota yang baru saja dijalaninya.

Sementara itu, Koutarou berdiri diatas sebuah bukit kecil di daerah pedesaan Fornorn. Yang menemaninya saat itu adalah Clan, dan seekor naga merah tua sebesar 20 meter.

"Begitu rupanya, jadi kalian berdua juga akan berangkat pulang."

"Ya. Kami sudah melihat seluruh pemandangan yang ada di negeri ini."

Sang kaisar naga api, Alunaya, disambut di Forthorthe sebagai tamu negeri.

Rupanya, Alunaya berada di bawah pengaruh sihir Grevanas, yang berasal dari kristal biru di lehernya, dan dipaksa untuk bertarung. Kendali itu pun lepas saat Koutarou menghancurkan kristalnya. Itulah sebabnya dia menyelamatkan semua orang dengan nafas api terakhirnya. Alunaya bukanlah naga yang berbahaya, melainkan naga yang damai.

Setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Alaia yang begitu merasa berterima kasih pada Alunaya mengundangnya sebagai tamu negeri. Berbagai makanan segar dan minuman dibawa kepada Alunaya setiap harinya, bahkan pemain musik dan pemain drama turut diundang dan memainkan pentas baginya. Itulah cara Alaia berterimakasih pada Alunaya, dan di saat yang sama juga meminta maaf atas apa yang telah dilakukan oleh Maxfern dan Grevanas padanya. Alunaya menerima permintaan maaf itu dan telah menjadi sahabat Forthorthe.

Rokujouma V8.5 267.jpg

Namun, setelah upacara penganugerahan mahkota, Alunaya memutuskan untuk pergi. Karena naga dan manusia punya cara hidup masing-masing, dan Alunaya sendiri punya hal untuk dilakukan, dia tidak bisa berada disini selamanya.

"Kemana kau akan pergi sekarang, Alunaya-san?"

"Ke rumah yang baru. Dunia ini sudah menjadi semakin dingin, membuat kami menjadi semakin sulit untuk hidup disini. Itulah sebabnya kami memutuskan untuk pergi ke dunia yang lain. Para naga yang lainnya sudah menunggu kepulanganku."

"Dunia yang lain...jadi begitu rupanya."

Itulah alasan mengapa naga mulai menghilang dari Forthorthe sedikit demi sedikit. Bukan karena mereka mati, melainkan karena mereka pindah ke dunia yang lebih nyaman bagi mereka. Naga yang masih tinggal di dunia itu hanyalah naga dengan tingkat kepintaran yang rendah, naga yang tidak mau mendengar saran dari naga lain dan naga yang tidak mau pindah.

Kenyataan itu memang mengejutkan, tapi Koutarou dan Clan tahu betapa kuatnya Alunaya. Ditambah, karena mereka berdua sendiri juga berasal dari dunia yang lain, mereka berdua bisa menerima apa yang dikatakan oleh Alunaya.

"Kemana kalian berdua akan pergi?"

"Kami akan kembali ke masa depan."

"Masa depan!? Fuhaha, pantas saja kalian memiliki aroma yang aneh. Begitu rupanya, jadi ini aroma masa depan."

Hal yang sama pun berlaku bagi Alunaya, yang bisa menerima dengan mudahnya fakta bahwa Koutarou dan Clan berasal dari masa depan. Karena mereka adalah sesuatu yang asing bagi dunia itu, mereka bertiga terhubung oleh keadaan itu.

"Tapi. Kalau kalian tidak berasal dari zaman ini...aku harus berterimakasih juga kepada kalian."

Alunaya yakin bahwa rasa terima kasihnya pada penduduk Forthorthe adalah dengan menghancurkan botol berisi virus. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Koutarou yang bukan dari dunia ini. Karena Alunaya punya rasa balas budi yang begitu kuat, dia merasa bahwa dia harus berterimakasih pada Koutarou dengan suatu cara.

"Tidak usah berterima kasih. Kalau Forthorthe tidak selamat, kami tidak akan bisa kembali ke dunia asal kami."

"Kukuku....kalau beigtu, anggaplah ini sebagai tanda persahabatan", balas Alunaya sambil tertawa kecil, dan kemudian matanya mulai bersinar kehijauan. Setelahnya, sebuah lambang kepala naga terukir di punggung tangan Koutarou. Namun, Koutarou tidak merasakan sakit apapun, karena lambang itu dibuat oleh Alunaya dengan menggunakan sihir, yang ternyata mirip dengan lambang di kepala Alunaya.

"Ini..."

"Lambang ini terhubung denganku. Kalau kau membutuhkan bantuanku, sampaikanlah keinginanmu pada lambang itu. Aku pasti akan datang, tidak peduli seberapa jauh kita terpihsa atau seberapa banyak waktu telah berlalu."

"Kau tidak perlu melakukan sesuatu seperti ini."

"Memang benar. Tapi kalau begitu, panggillah aku untuk bermain-main sebelum kau meninggal."

"Apa memanggilmu untuk alasan seperti itu tidak apa-apa?"

"Seperti yang sudah kukatakan, itulah tanda persahabatan kita. Kukuku...dengan begitu!"

Alunaya mengembangkan sayapnya yang besar sambil tertawa dan mulai mengepakkannya beberapa kali. Itu sudah cukup untuk membuat rambut Koutarou dan Clan berkibar karena angin hempasannya.

"Aku rasa sudah waktunya bagiku untuk pergi. Senang bisa bertemu denganmu, Ksatria Biru."

"Sama-sama. Jaga dirimu baik-baik, kaisar naga api Alunaya."

"Pembantu, semoga kau juga tetap sehat."

"Kau salah, Veltlionlah si pembantu."

"Kukuku, kalian memang orang-orang yang menarik."

Alunaya mengepakkan sayapnya yang besar dan terbang melintasi langit dalam sekejap. Matahari yang mulai terbena menyinari badan merah sang naga, membuatnya terlihat seperti sedang dilalap oleh api. Alunaya terus terbang dan menghilang dibalik kaki langit tanpa menoleh ke belakang sekalipun, membuktikan kehebatan namanya bahkan saat ia pergi dengan meninggalkan kesan yang gagah dan agung.

"...Aku rasa udah waktunya buat kita pulang, Clan."

"Benar. Kita sudah cukup lama tinggal disini."

Setelah mereka tidak bisa melihat Alunaya lagi, Koutarou dan Clan melangkah menuju kapal luar angkasa Clan, Cradle, yang sudah dibawa ke bukit itu.

"Tapi, tetep aja pada akhirnya si Ksatria Biru yang asli nggak pernah muncul..."

"Tapi, sejarah kurang lebihnya sudah diperbaiki. Dengan begini kita bisa kembali ke waktu dan tempat kita yang seharusnya."

"Aku harap begitu...."

Koutarou dan Clan berjalan beriringan dengan santainya. Awalnya, mereka hanya ingin bisa kabur dari zaman ini, namun sekarang mereka merasa enggan untuk itu, membuat langkah mereka semakin melambat. Mereka ingin menikmati pemandangan yang ada di zaman ini sedikit lebih lama lagi, untuk bisa menikmati angin yang berhembus sedetik lebih lama lagi.

"Ngomong-ngomong, gimana kita bisa pulang? Kalau aku nggak salah, kamu udah dapet petunjuk?"

"Saat ini, Cradle tidak akan bisa terbang ke angkasa. Jadi aku memutuskan bahwa kita bisa menggunakan kapal itu sebagai tempat tidur sungguhan[1] dan tidur sampai suku cadang yang kita perlukan untuk memperbaiki kapal sudah dibuat."

"Bahkan kalau kita tidur, kita pasti mati sebelum sampai ke waktu itu. Suku cadang-suku cadang itu nggak dibuat sebelum 2000 tahun lagi, ya kan?"

"Tidak apa-apa. Dengan membekukan waktu di dalam Cradle, waktu akan berhenti bagi kita, tapi akan terus berjalan di luar itu. Tentu saja, aku harus mengaturnya lebih dulu."

"...Karena aku nggak ngerti, aku serahin semuanya sama kamu ya."

"Baik, baik. Selalu saja aku yang harus mengerjakan semuanya..."

Saat mereka pertama kali tiba di zaman ini, mereka berdua dulunya mencoba untuk saling membunuh. Namun, sekarang rasanya seperti mereka telah berteman sejak lama. Hubungan mereka pun berubah dengan sangat setelah mereka tiba disini, seiring dengan banyaknya waktu yang telah berlalu.

Hal itu tidak berlaku hanya untuk mereka berdua saja. Karena mereka telah menjadi akrab dengan orang-orang yang berada pada zaman ini, keputusan untuk meninggalkan orang-orang itu membuat mereka berdua merasa kesepian. Langkah mereka berdua pun semakin melambat, menunjukkan rasa sayang mereka pada orang-orang zaman ini.

"Ngomong-ngomong...apa tidak apa-apa, kau tidak menyampaikan salam perpisahan pada Alaia-san dan yang lainnya?"

"Yap. Kalau aku ngelakuin itu, aku pasti bakal ragu buat pulang."

"Aku mengerti bagaimana perasaanmu. Aku yakin aku juga pasti akan mengundurkan waktu untuk kita kembali, dan pada akhirnya kita tidak akan pernah kembali..."

"Jadi kamu bisa juga jadi imut dan baik kayak gitu juga."

"A-Apa-apaan maksudmu itu!? Haaa...ampun deh..."

Waktu bagi mereka berdua untuk pergi pun telah tiba. Itulah saat-saat yang telah ditunggu-tunggu oleh mereka berdua.

Namun, meninggalkan ikatan yang telah mereka buat adalah hal yang sangat menyedihkan bagi mereka.


Part 2[edit]

Agar mereka berdua bisa tidur selama 2000 tahun, mereka perlu sebuah tempat yang tidak akan diganggu selama 2000 tahun. Tidak ada banyak tempat seperti itu, namun untungnya, Clan tahu kemana harus mencari tempat itu.

Alaia pertama kali mengumpulkan pasukan untuk merebut kembali Forthorthe di sebuah benteng kecil di wilayah Pardomshiha, yang mana daerah itu akan menjadi dikenal sebagai "Wilayah spesial Veltlion" pada 2000 tahun yang akan datang, dan dijaga dengan sangat ketat. Setela perang, Alaia memberikan wilayah itu pada Ksatria Biru, dan wilayah itu dijadikan sebagai wilayah spesial yang bahkan keluarga kekaisaran sendiri pun tidak boleh mengganggunya.

Dalam wilayah itu, Koutarou dan Clan akan bisa tidur tanpa terganggu selama 2000 tahun. Baik penelitian maupun penggalian tidak akan diizinkan di tempat itu. Meskipun ada rumor yang beredar mengenai penelusuran wilayah itu pada perayaan 2000 tahun memperingati penobatan Alaia, tapi pada akhirnya tetap tidak ada yang terjadi di wilayah itu.

Koutarou dan Clan sekarang akan menuju wilayah spesial itu dengan menggunakan Cradle. Meskipun kapal itu tidak bisa terbang ke luar angakasa, beberapa perbaikan darurat masih bisa membuatnya terbang di langit. Mereka berdua bisa mencapai wilayah spesial itu sebelum matahari betul-betul terbenam.

"Veltlion, pergilah ke kokpit setelah kau melepas zirahmu."

"Baik, aku segera kesana kalau udah selesai."

Setelah Koutarou masuk ke dalam Cradle, dia berpisah dengan Clan yang menuju ke kokpit, dan lalu pergi ke hangar. Tugasnya sebagai pengganti Ksatria Biru pun berakhir, dan Koutarou sudah tidak perlu memakai zirah itu lagi. Dia pun berniat melepaskannya dan membuat badannya menjadi ringan.

Setelah masuk ke hangar, Koutarou berjalan ke tempat yang diperuntukkan untuk perbaikan baju luar angkasa. Alat di tempat itu mulai bergerak secara otomatis, dan setelah memastikan baju apa yang sedang dipakai oleh Koutarou, alat itu mulai menggerakkan tangan-tangan mekanisnya dan meletakkannya di tempat perbaikan. Setelahnya, zirah itu pun terbuka dan Koutarou keluar dari dalamnya.

"Praktis banget."

Setelah keluar dari zirah itu, Koutarou berbalik ke tempat perbaikan itu, dimana dia bisa melihat banyak kerusakan pada zirah biru itu. Bengkokan, bekas cakaran, bekas terbakar dan banyak lagi. Semua kerusakan itu mengingatkan Koutarou akan pertarungan-pertarungan sengit yang telah dijalaninya.

"Kamu udah kerja keras banget....makasih banget ya", gumam Koutarou sambil mengetuk pelan lempengan dada zirah itu sebagai bentuk penghormatannya. Setelah setengah tahun hampir memakai zirah itu setiap saat, Koutarou menjadi merasa sayang dengannya.

"Saya merasa terhormat, tuanku."

"Bener-bener deh, kamu memang hebat", balas Koutarou sambil tersenyum setelah mendengar balasan dari sistem zirah itu, lalu melepas lencana gelar dari kayu di lempengan dada zirah itu dan kedua pedang dari pinggangnya. Ketiga benda itu adalah sesuatu yang tidak ingin dia tinggalkan begitu saja di dalam hangar.

"Oke."

Koutarou lalu memakai lencana itu dan memasang kedua pedang itu pada badannya dan melangkah menuju pintu keluar hangar. Di saat yang bersamaan, dia bisa merasakan lantai yang dipijaknya bergetar dan mendengar gemuruh yang keras.

"Jadi, kita udah lepas landas ya..."

Semua itu berasal dari Cradle yang sudah terangkat dari tanah. Setelah beberapa saat, getaran itu berhenti dan gemuruh yang didengarnya di hangar pun juga berhenti. Setelah terangkat sedikit dari atas tanah, kapal luar angkasa itu tidak bergetar sama sekali. Sekarang, yang tinggal dilakukannya adalah terbang dengan tenang menuju "Wilayah spesial Veltlion".

"Namun, saat dia akan meninggalkan hangar, sebuah suara yang keras kembali terdengar. Kali ini, suara itu berasai dari sebuah panggilan suara dari panel di dekat pintu masuk hangar, dan sesaat setelahnya Clan muncul dari panel itu.

"Veltlion. Rombongan perpisahannya sudah datang", kata Clan yang diiringi dengan terbukanya lubang palka di sisi buritan kapal dengan perlahan.

"...Rombongan perpisahan?"

Hal pertama yang dilihat Koutarou lewat lubang palka itu adalah salju yang sudah mulai turun. Selanjutnya, dia melihat sebuah padang rumput yang bergoyang ditiup angin dan disinari mentari senja.

Dan saat palka itu sudah terbuka seluruhnya, Koutarou bisa melihat kemilau perak dan emas.

"Koutarou-sama!!"

"Ksatria Biru!"

Itulah Alaia dan Charl, yang masih memakai pakaian formal mereka dari upacara penobatan. Angin yang berhembus di padan rumput itu meniup rambut mereka berdua, dan sinar matahari membuat rambut mereka berkilau. Cradle saat itu sudah berada pada ketinggian yang sudah cukup tinggi, tapi Koutarou tidak akan pernah salah mengenali mereka berdua maupun melupakannya.

"Kaisar Alaia! Puteri Charl!"

Koutarou berpegangan pada pegangan di dekat palka dan berteriak pada mereka berdua yang berada dibawahnya. Saat mereka mendengar itu, wajah mereka pun menjadi senang dan mereka melambaikan tangannya.

Gitu rupanya...jadi mereka datang buat ngelihat kepergianku...

Koutarou begitu terhenyak sampai dia tidak bisa berkata-kata lagi, dan hanya bisa terus memandangi mereka berdua yang masih terus melambai ke arahnya. Namun, saat dia melihat ke arah mereka berdua, pandangannya menjadi kabur karena matanya yang mulai basah karena air mata. Dia langsung mengusapnya agar bisa melihat mereka berdua dengan jelas, namun pandangannya kembali kabur dengan segera. Koutarou akhirnya menyerah untuk melakukan itu dan lalu berteriak:

"Selamat tinggal! Kaisar Alaia! Puteri Charl!"

Kenapa aku nggak bisa ngomong sesuatu yang lebih bagus lagi? Koutarou begitu gusar dengan kebodohannya. Yang bisa dikatakannya hanyalah perpisahan yang begitu sederhana, tapi sebenarnya, dia memiliki rasa syukur, persahabatan dan kesepian yang ingin disampaikannya pada mereka berdua.

"Jangan menangis, Ksatria Biru!! Kau laki-laki, benar bukan!!"

Namun, apa yang ingin disampaikan oleh Koutarou rupanya sudah tersampaikan pada mereka berdua. Mereka berdua pun menghapus air mata mereka dan terus melihat dengan penuh semangat saat Koutarou menjadi semakin jauh dari mereka berdua.

"Ksatria BIru!! Bermainlah denganku kalau kita bertemu lagi!! Jaga dirimu baik-baik!!"

Charl sudah menangis sedari tadi saat dia mengerti bahwa Koutarou akan kembali pulang. Namun, sekarang dia berusaha dengan keras untuk tetap tersenyum sambil menyampaikan salam perpisahan padanya. Sudah tak terhitung banyaknya air mata yang mengalir deras membasahi pipinya, tapi Charl tidak peduli dengan hal itu. Dia terus melambaikan tangannya yang mungil pada Koutarou, dengan setiap lambaian diiringi dengan jatuhnya air mata yang bagaikan mutiara dari pipinya.

"Koutarou-samaaaaa!!"

Selanjutnya, Alaia merentangkan tangannya dengan lebarnya sambil berusaha meraih Koutarou, seakan mencoba memeluknya sementara Koutarou semakin dan semakin jauh darinya. Sambil melakukan itu, Alaia membuka mulutnya dan berusaha untuk menyampaikan kata-kata terakhirnya bagi Koutarou.

Tepat pada saat itu, roket pendorong Cradle pun menyala, dan suara gemuruh yang keras bisa terdengar saat mesin kapal itu membuat tenaga dorong yang begitu besar.

"............, .............., .........."

Karena itulah, kata-kata Alaia tidak sampai pada Koutarou. Namun, meskipun suaranya tidak sampai kepada dirinya, Koutarou tahu bahwa apa yang dikatakannya adalah salam perpisahan.

"............, ............., ................."

Alaia terus menggerakkan bibirnya, diiringi air mata-air mata yang terus mengalir keluar sambil terus berusaha menggapai Koutarou. Perasaannya yang begitu tulus sudah pasti tersampaikan padanya.

Betapa bersyukurnya dirinya kepada Koutarou.

Betapa sedihnya dirinya saat dia tahu hari perpisahan antara mereka telah tiba.

"Kaisar Alaia....Puteri Charl..."

Itulah sebabnya Koutarou terus melambaikan tangannya kepada mereka berdua yang terus mengecil seiring berjalannya waktu. Hanya itulah caranya untuk bisa menyampaikan perasaanya pada mereka berdua saat ini.

Roket pendorong kapal itu menghasilkan angin yang begitu kuat yang meniup seluruh padang rumput itu, dan dengan ditemani matahari terbenam yang menyinari padang rumput itu, padang rumput itu seakan berubah menjadi lautan emas. Lalu, salju keperakan pun mulai turun dengan perlahan. Kontras antara warna emas dan perak itu menjadi pemandangan yang begitu indah dan menawan.

Alaia dan Charl masih berdiri disana, terus melambaikan tangan mereka diiringi angin yang mengibarkan rambut mereka. Hanya lambaian tangan itulah yang bisa mereka berdua lakukan, karena kata-kata maupun raut wajah mereka sudah tidak bisa sampai pada Koutarou.

Sambil melihat mereka berdua dari lubang palka itu, Koutarou juga melambaikan tangannya. Bahkan setelah dia tidak bisa membedakan mereka berdua dari pemandangan disekitarnya, dia terus melambaikan tangannya, dan terus melakukan itu.

Ikatan yang telah terjalin selama beberapa bulan itu tidak akan bisa terputuskan dengan mudahnya. Karena Koutarou tahu bahwa perasaan mereka telah terhubung, karena Koutarou tahu bahwa mereka berdua pun terus melambaikan tangan mereka, Koutarou terus melambaikan tangannya.


Di hadapannya, Koutarou bisa melihat lautan emas dan salju putih keperakan.



Dan dengan begitu, dengan diselimuti cahaya yang hangat dan indah, legenda sang Ksatria Biru pun berakhir.



Kembali ke Bab 5 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 7
  1. Cradle artinya adalah tempat tidur untuk bayi, yang bisa diayun-ayunkan