Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 12 Bab 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Malam di Kamar 106[edit]

Part 1[edit]

Jumat, 23 April

Ruth dan Koutarou berjalan bertautan lengan, membuat jarak di antara mereka menghilang. Mereka berjalan beriringan begitu dekat, melewati area perumahan yang bermandikan mentari senja, kembali ke Rumah Corona dari kapal luar angkasa Clan.

"Tuan, suhunya sudah mulai menghangat, benar?" tanya Ruth yang tersenyum sembari menyandarkan pipinya ke bahu Koutarou dan melihat ke langit malam awal musim panas yang mulai menampakkan bintang pertamanya. Kalender yang sudah melalui musim semi menunjukkan bahwa malam yang semakin cerah sudah datang.

"Kalau rasanya emang anget, kenapa kamu nggak lepasin aja?"

"Dasar....anda selalu saja mencoba berpisah begitu, Tuan..."

"...Maaf, aku nggak kebiasa sama ini..."

Saat mereka sedang berdua saja seperti itu, Ruth akan memanggil Koutarou dengan panggilan 'Tuan'. Belakangan ini, dia juga mulai bertautan lengan dengan Koutarou, karena inilah keinginan Ruth.

"Aku rasa aku juga punya hak untuk mendekat pada anda sekali-sekali."

"Ruth-san, karena kamu biasanya kelihatan rajin dan serius, rasanya...aku jadi agak malu..."

"Fufufu, tolong biasakan. Sebetulnya, Tuan punya hak untuk melakukan apa saja terhadap pikiran dan badanku...."

Ruth sudah merasakan bahwa hanya dialah yang paling ketinggalan dalam kontak fisik dengan Koutarou.

Sanae selalu bergantung di punggung Koutarou karena dia adalah hantu, dan tetap melakukan hal itu setelah mendapatkan tubuhnya kembali. Hubungan antara Theia dengan Koutarou masih kasar, baik dulu hingga sekarang. Karena Yurika menjalani hidupnya dengan kacau, Koutarou harus terus-menerus membantunya. Sementara, Kiriha menjalani hidupnya dengan menjahili Koutarou.

Kalau dilihat-lihat, karena sifat Ruth yang serius, dia selalu kehilangan kesempatan untuk mendapat kontak dengan Koutarou. Ruth, yang resah karena hal itu, ingin agar setidaknya bisa berdekatan dengan Koutarou saat mereka hanya berduaan saja. Kalau Koutarou menolaknya, Koutarou akan merasa bahwa dia menolak Ruth, jadi Koutarou tidak punya pilihan selain menerima keinginan Ruth.

"Tapi....kalau anda tidak begitu menyukainya...silahkan katakan...itu bukan niatku..."

Kalimat itu sudah cukup untuk membuat senyuman Ruth menghilang, karena dia memang tidak ingin membuat Koutarou merasa terganggu.

"Kalau aku bener-bener nggak suka, ini nggak bakal bikin aku kepikiran", balas Koutarou yang justru mulai tersenyum.

Orang biasa pasti bisa ngelakuin ini tanpa ada hambatan sama sekali...

Berkat para gadis di sekitarnya, Koutarou mulai menyadari kekeliruan psikologis yang dipikulnya: Dia tidak berharap banyak dari orang lain dan hal itu membuatnya secara tidak sadar mencoba menjauhkan dirinya dari gandengan Ruth. Dalam kata lain, Koutarou tidak berharap untuk bisa membuat hubungan yang intim dengan seseorang.

Namun Koutaoru merasa bahwa hal itu tidak baik, dan meskipun sulit baginya untuk segera mengubah kepribadiannya, Koutarou merasa bahwa dia harus mengubahnya sedikit demi sedikit.

"Kalau begitu...aku akan menunggu."

"Eh?"

"Yang Mulia dan aku akan selalu menunggu anda, hingga hari dimana Tuan bisa menerima kami..."

Sambil berkata demikian sembari masih bersandar pada Koutarou, Ruth mengencangkan tautan lengannya. Meskipun Koutarou tidak bisa melihat wajah Ruth, kehangatan yang datang dari tangannya sudah bisa menyampaikan perasaan Ruth.

"Kenapa kamu mau sampai segitunya..."

"Itu karena...kami ingin menyelamatkan anda dan menjadi bahagia."

Kalau Koutarou hanya menjadi sang Ksatria Biru dari legenda, Ruth mungkin tidak akan mencintainya seperti ini. Dia mencintai Koutarou karena Koutarou tidak sempurna. Ruth tidak hanya dilindungi, namun juga bisa melindungi dirinya.

"...Aku pikir seperti itulah cinta", kata Ruth sambil menengadah ke arah Koutarou dan menyipitkan matanya. Cahaya yang tampak di matanya pun menembus hati Koutarou, yang menghancurkan sebagian lagi kekerasan hatinya.

"...Ruth-san."

Koutarou pun berbicara kepada Ruth saat merasakan hatinya yang sedikit lebih lega.

"Aku nggak mau kamu ngasih tahu ini ke yang lainnya, tapi..."

"Ya, Tuan", angguk Ruth tanpa mengubah raut wajahnya.

"Ada saatnya....dimana aku pernah nganggap Ruth-san dan yang lainnya sebagai malaikat atau sesuatu yang mirip sama itu."

Itulah perasaan Koutarou sebenarnya - rasa terinma kasih yang paling bisa dikatakannya pada para gadis yang sudah memperlakukannya dengan baik biarpun dirinya mempunyai banyak kesalahan.

"Anda salah, Tuan."

Namun, Ruth menggelengkan kepalanya saat mendengar itu, namun dengan tatapan lembut yang sama seperti sebelumnya.

"Kami hanyalah manusia, karena....kalau kami benar-benar malaikat, kami tidak akan pernah berpikir untuk jatuh cinta dengan seseorang, benar?"

"Ru..."

Koutarou menjadi terperanjat saat mendengar kata-kata itu.

"...Kami hanya manusia biasa yang mencintai anda dan juga ingin dicintai."

"..."

Pada akhirnya,Koutarou tidak bisa berkata apa-apa.

Hal kayak begini yang bikin kamu kayak malaikat...

Koutarou hanya bisa bergumam dalam benaknya saat dirinya masih mendapat tatapan lembut dari Ruth.


Part 2[edit]

Saat Koutarou dan Ruth sampai di Rumah Corona, mereka mendapat pemandangan aneh sebagai sambutan. Mereka berdua pun terbelalak karenanya.

"Kyaaa!?"

"Sanae!?"

Pemandangan aneh itu ternyata Sanae yang rebah di depan kamar 106. Badannya terbaring di tanah dengan wajahnya menempel di pintu, seakan-akan mencoba menerobos pintu itu dengan wajahnya.

Rokujouma V12 Illustration 2.jpg

"Tenang, Ruth-san. Ini yang biasanya kok", kata Koutarou yang mengelus pelan kepala Ruth, yang tadi berteriak dan memegang lengannya. Ruth perlahan-lahan menengadahkan kepalanya, dan air mata bisa terlihat mulai muncul di matanya.

"...A-aku tidak bisa terbiasa biarpun sudah melihatnya beberapa kali..."

"Bener-bener deh, dasar Sanae....padahal udah kubilang..."

Ruth pun merasa lega dan melepaskan lengan Koutarou begitu menyadari apa yang sebenarnya sudah terjadi. Koutarou lalu mendekati Sanae yang tergeletak sambil mengeluh.

"Eyap."

Karena Sanae sedang tak sadarkan diri dan seluruh badannya terasa kaku, Koutarou jadi kesulitan mengangkat badannya.

"Tuan", panggil Ruth yang membukakan pintu bagi Koutarou.

"Makasih ya", balas Koutarou yang masuk ke kamar 106 sambil menggendong Sanae. Saat masuk, dia bisa mendengar suara TV, tanda bahwa ada orang yang lebih dulu tiba sebelum dirinya dan sekarang sedang menonton TV.

"Dia emang bener-bener..."

Koutarou merasa sedikit gusar dan lemas saat menuju ke ruangan dalam. Saat dia masuk, Koutarou disambut oleh perubahan yang hebat dari seorang gadis penyihir di dalam layar kaca, dan punggung sesosok hantu.

"Gadis penyihir cinta dan keberanian! Love Love Heart!"

"Akhirnya dia dateng!"

"Cukup bercandanya!" seru Koutarou sambil memukul kepala hantu itu, Sanae.

"Auuu....Ah, selamat datang, Koutarou."

Hantu Sanae lalu menekan tombol power di remot TV dan berbalik menghadap Koutarou, membuat gadis penyihir yang ada di TV menghilang. Sanae rupanya menonton episode-episode dari acara gadis penyihir yang dilewatinya saat dia kehilangan ingatannya yang sudah direkam oleh Yurika untuknya.

"Sanae, udah kubilang berapa kali? Jangan tinggalin badanmu begitu aja."

"Ah, bener juga."

Baru pada saat itulah Sanae menyadari bahwa dia kabur dari tubuhnya sendiri. Dia lalu tersipu malu sambil meminta maaf pada Koutarou.

"Maaf ya, Koutarou. Aku suka kelupaan karena kebiasaan..."

Sanae sudah kembali menyatu dengan tubuhnya, namun saat dia mencoba melewati pintu seperti saat dia masih menjadi hantu, tubuhnya tertinggal di luar.

"Kalau sampai ada tetangga yang ngeliat, pasti bakal jadi ribut."

"Aku ngerti, aku janji bakal lebih hati-hati lagi."

Sanae tidak sengaja melakukan itu, namun dia tetap menyesali perbuatannya. Itu karena Sanae sendiri yang akan mendapat masalah jika tidak ada orang yang bisa tinggal di kamar itu karena sebuah masalah.

"Bagus kalau begitu...ini, tubuhmu."

Koutarou lalu menyerahkan tubuh Sanae yang sudah dibawanya kepada hantu Sanae. Namun, Sanae menggelengkan kepalanya dan menunjuk ke dinding yang berjendela.

"Nggak usah. Taruh aja di sana, nanti aku ke situ."

"Masuk sana. Kamu makan tempat buat dua orang dan ngeganggu."

"Hhh, gimana bisa kamu ngomong kalau tubuh Sanae-chan yang imut ini ngeganggu? Bukannya lebih untung kalau kamu bisa punya dua aku!?"

"Satu aja cukup. Kamarnya sempit, tahu."

"Tapi, kalau aku ke tubuhku sekarang, jidatku pasti nanti rasanya sakit", kata Sanae sambil menunjuk ke jidat di tubuhnya yang terlihat bengkak, memerah dan menyakitkan.

"...Hhh, dasar."

Koutarou pun merasa bahwa itu menyakitkan, jadi dia menggendong tubuh Sanae ke dekat dinding sambil mengeluh.

"Oh ya!" seru Sanae yang mendapat ide bagus sambil menepukkan kedua tangannya.

"Buat ucapan terima kasih, kamu bisa nyentuh dadaku! Aku maafin kok."

"Enak aja!"

Sanae merasa bahwa itu ide yang bagus, namun Koutarou langsung menolaknya.

"Dasar pemalu. Kamu pasti pengen nyentuh~ Koutarou-chan~ nggak usah malu-malu~"

"Apa enaknya nyentuh seseorang yang nggak ada isinya.."

"...Begitu ya?"

"Aku nggak tahu kalau yang lain, tapi itu menurutku. Kalau kamu nggak masuk ke Sanae-san, rasanya nggak akan beda sama nyentuh boneka."

Kepribadian Sanae masih belum betul-betul menyatu. Kepribadian hantu Sanae muncul saat dia sedang bersama Koutarou dan yang lainnya, dan saat sedang sendirian, kepribadian Sanae-san yang sudah dirawatlah yang muncul. Saat tidak ada di antara mereka berdua yang ada di dalam tubuhnya, tubuhnya akan tidak jauh berbeda dari boneka.

"Hmm...rasanya aku seperti belajar sesuatu yang baru."

"Kalau gitu, buruan masuk."

"Nggak mau. Jidatku pasti sakit."

"Oke, oke", balas Koutarou sambil menyandarkan tubuh Sanae di dinding sambil tersenyum kecut. Sambil melakukan itu, Koutarou juga membetulkan pakaian Sanae yang kusut.

"Makasih ya, Koutarou."

"Nanti kamu balik ke tubuhmu ya."

"Oke", balas Sanae yang dengan semangatnya mengangguk dan kembali menghadap TV untuk melanjutkan menonton anime.

"Dasar..."

Koutarou memandangi tubuh Sanae di dekat dinding dan Sanae yang sedang duduk di depan TV sebelum melemaskan pundaknya dan menuju ke meja teh di tengah kamar. Baru pada saat itulah dia melihat ada seorang gadis yang duduk di sana.

"Kenapa, Theia? Wajahmu aneh begitu."

"Ah, tidak, ini...."

Saat itu, Theia meletakkan kedua tangannya di pipinya dan sedang memandangi Koutarou, namun saat matanya bertemu dengan mata Koutarou, wajah Theia menjadi bersemu merah dan membuatnya mengalihkan pandangannya. Theia tetap diam dan tidak mau berkata apa-apa, membuat Koutarou penasaran apa yang sedang dilakukan Theia dan lalu duduk di sebelahnya.

"Yang Mulia, itu tidak akan tersampaikan kalau hanya ada di dalam pikiran anda saja."

"Y-Ya...."

Namun, setelah ditanggapi oleh Ruth yang ada di dekatnya, Theia melirik ke arah Koutarou. Dia lalu melihat ke dadanya sendiri sebelum angkat bicara.

"...Primitif."

"Apa?"

"Em, aku teringat sesuatu saat aku mendengar pembicaraan antara kau dengan Sanae."

Theia lalu berhenti berbicara sejenak dan melihat ke wajah Koutarou. Setelah memastikan bahwa Koutarou tidak tertawa, Theia kembali berbicara.

"Saat kita pertama kali bertemu, kau mengatakan sesuatu, ingat? Kau berkata 'Aku juga punya hak buat milih dada siapa yang mau aku remas'..."[1]

"Iya...."

Saat mendengar kata-kata Theia, Koutarou mengenang kembali saat-saat itu. Dulu, Koutarou secara tidak sengaja menyentuh dada Theia, dan saat Theia memarahinya, Koutarou membalasnya dengan kalimat itu.

"....Yah, memang, ada kejadian kayak begitu."

Koutarou mulai bernostalgia dan melihat kembali ke dinding di bagian terdalam kamar yang menuju ke arah Blue Knight. Pada hari itu, Theia muncul dari dinding itu.

Dulu, Koutarou tidak membayangkan bahwa akan ada hari dimana dia dan Theia bisa bercakap-cakap dengan tenang seperti ini. Dulu mereka masih kekanak-kanakan, pikir Koutarou yang tersenyum sambil mengenang diri mereka yang dulu.

"Jadi...aku mau kau mendengarnya tanpa tertawa, tapi..."

Saat mendengar kata-kata itu, Koutarou kembali menoleh ke sumber suara itu. Di sana, dia melihat Theia yang sudah tumbuh sedikit lebih besar dibandingkan tahun lalu. Dengan mata yang masih teralihkan, Theia terus mencoba berbicara.

"A-Aku penasaran....apa kau...masih berpikiran seperti itu...."

Apa pendapat Koutarou tentang dadanya? Setelah mendengarkan pembicaraan antara Koutarou dan Sanae, itulah yang mulai dipikirkan oleh Theia.

"Memang, dadaku hanya tumbuh sedikit tahun ini! Tapi, tetap saja, d-dadaku sudah bertambah besar!"

Dada rata.

Dulu, itulah panggilan Koutarou terhadap dada Theia, dan Theia pun juga sadar akan hal itu. Namun, seiring berjalannya waktu dan Theia jatuh cinta kepada Koutarou, Theia mulai khawatir dengan apa pendapat Koutarou tentang dadanya. Apakah Koutarou masih tidak ingin menyentuhnya? Atau dia sudah mengubah pandangannya tentang dadanya? Bagi orang lain hal ini mungkin terdengar remeh, tapi ini penting bagi Theia.

"Dadaku pasti tidak seburuk yang kau bayangkan! Pasti!"

Theia betul-betul putus asa. Dia sudah percaya bahwa Koutarou akan berada di sisinya selama dia tetap melangkah di jalannya. Namun, Theia juga ingin Koutarou mencintainya sebagai seorang wanita. Jika Koutarou tidak mau menyentuh dadanya, itu berarti dadanya tidak dicintai, dan itu adalah masalah serius yang bisa menggoyahkan posisi Theia sebagai seorang wanita.

"...Theia..."

Kata-kata Theia menunjukkan kepada Koutarou bagaimana perasaan Theia terhadapnya. Akibatnya, Koutarou bisa merasakan ada sesuatu yang mendorongnya dari dalam. Kalau dia sampai lengah, Koutarou merasa dia bisa langsung memeluk Theia saat itu juga.

Tunggu, tenang dulu! Bakal gawat kalau begitu!

Namun, saat tangan Koutarou mulai bergerak sedikit, dia berhasil menghentikan dirinya. Ini terjadi karena dia teringat dengan masalah mengenai kamar ini. Setelah menarik nafas dalam-dalam beberapa kali, Koutarou tersenyum pada Theia.

"Sebenernya...ukuran dada nggak ada hubungannya sama sekali sama mau nggaknya aku nyentuh dada seseorang."

Meskipun dia sudah lebih tenang, membicarakan dada seorang gadis membuat Koutarou merasa kikuk. Akibatnya, dia menjadi tersipu malu.

"Tapi....bukan itu yang kau katakan pada saat itu..."

Koutarou sudah mengatakan niatan aslinya, namun Theia tidak bisa menerima hal itu karena Koutarou mengatakan hal yang berlawanan dengan yang dikatakannya dulu. Hal itu membuat Theia memandangi Koutarou dengan penuh rasa penasaran. Tepat pada saat itulah Koutarou memutuskan untuk menjelaskan lebih lanjut lagi.

"Dulu, aku nggak suka sama kamu, jadi aku bawa-bawa masalah ukuran dadamu buat berantem, biarpun aslinya aku nggak peduli."

Dulu, Koutarou ingin membuktikan ketidakbersalahannya, jadi dia mengatakana bahwa dada yang kecil tidak pantas untuk disentuh.

"Kalau begitu, apa kau tidak peduli jika dadaku kecil?" tanya Theia yang membungkuk maju sedikit dengan raut wajah sedikit lebih ceria.

"Yang penting yang di dalamnya, bukan ukuran dadamu, ya kan?"

Sambil berkata begitu, Koutarou berbalik untuk menonton TV, yang di depannya terdapat Sanae yang sedang berubah dari senang menjadi sedih.

"...Begitu rupanya. Aku mengerti", balas Theia sambil melihat ke arah Sanae dan mengangguk.

Dia mau menyentuhnya karena dia mau. Menyentuh dada seseorang hanya karena dadanya besar memang hal yang menyedihkan...

Kalau hanya badannya saja yang penting, maka Sanae mungkin tidak akan bisa kembali. Namun, ternyata bukan hal itu yang terjadi. Jika begitu, maka hal yang sama akan berlaku baik untuk bentuk badan, wajah, dada dan tinggi seseorang. Kalau salah satu di antara hal-hal itu menjadi sesuatu yang penting, maka tidak akan ada hubungan yang baik yang terjalin di antara orang-orang. Saat-saat dimana penampilan menjadi masalah adalah saat hubungan antara orang-orang tidak stabil.

Dan yang penting adalah bukan jika pedangnya rusak atau tidak, namun apakah sumpahnya ada di dalamnya atau tidak. Betapa kekanakannya aku ini, mengkuatirkan ukuran dadaku...

Nyatanya, jika penampilan atau jabatan adalah hal yang penting, Theia pasti tidak akan memilih Koutarou dan hal yang sama pasti juga berlaku bagi Koutarou. Theia jatuh cinta pada Koutarou karena orang seperti itulah Koutarou. Theia melupakan hal itu karena begitu kuatirnya dirinya terhadap dadanya. Setelah menyadari hal itu, Theia memanggil Koutarou dengan senyumannya yang biasa.

"Kalau begitu...masalahnya adalah jika kau mencintaiku atau tidak, benar?"

Theia tahu bahwa Koutarou mencintai mereka semua, tapi dia bukan menanyakan tentang hal itu - dia bertanya apakah Koutarou mencintainya sebagai seorang wanita, apakah Koutarou tidak hanya ingin berbicara dan tertawa bersama-sama tapi juga ingin memeluk dirinya dan merasakan kehangatannya. Hal itu harus menjadi faktor penentu jika Koutarou ingin menyentuh dadanya atau tidak.

"Menurutmu, gimana?"

"Aku tidak tahu, tapi aku tahu kalau kau tidak akan lari jika aku menyentuhmu seperti ini."

"Oh?"

Theia meletakkan tangannya di atas kepala Koutarou tanpa disadari Koutarou, dan setelah dia menyadarinya, Koutarou tidak berusaha mengusirnya ataupun merasa tidak nyaman.

"Kau sudah cukup mencintaiku untuk membiarkanku melakukan ini, itu berarti hanya tinggal masalah waktu sampai kau mau menyentuh dadaku...", ujar Theia yang perlahan menutup matanya dan memegang tangan Koutarou.

"Fufufu, perlawanan yang sia-sia, Satomi Koutarou."

"Dasar egois...", balas Koutarou pada Theia, namun di dalam hatinya dia memikirkan hal yang berbeda.

Perlawanan yang sia-sia, ya...mungkin ada benernya...

Beberapa saat lalu, Koutarou hampir memeluk Theia. Dia hampir tidak bisa menahan dirinya, namun hal itulah yang tadi disebutkan oleh Theia. Koutarou sendiri sadar dengan hal itu dan membantah hal itu lebih dari yang semestinya akan terasa aneh. Itulah sebabnya, biarpun berlawanan dengan apa yang dikatakannya, Koutarou turut menggenggam tangan Theia dengan lembut juga. Theia menyelipkan jari-jari tangannya di antara jari-jari Koutarou seakan membalas genggaman itu.

"Ya, aku memang egois. Karena aku seorang penjajah."

Invasi Theia berjalan dengan lancar.

Itulah sebabnya senyumnya kali ini begitu memancarkan percaya dirinya.


Part 3[edit]

Sambil menunggu Ruth selesai membuat teh, Koutarou yang sedang bosan menonton apa yang sedang Theia lakukan. Dia sedang serius menggambar sesuatu di atas sebuah kertas besar selama beberapa saat.

"Ngomong-ngomong, kamu lagi ngapain?"

"Aku sedang memikirkan cara untuk menguatkan zirahmu", jawab Theia sambil tersenyum lebar dan menyerahkan kertas itu pada Koutarou.

"Coba kulihat...'Super Koutarou yang Sudah Kupikirkan'?"

Itulah yang tertulis di bagian paling atas kertas itu. Di kertas itu ada banyak sekali ide untuk memperkuat zirah Koutarou. Koutarou hanya bisa mengernyitkan dahinya saat dia membaca judulnya.

"Hei, jangan pakai aku buat mainanmu, Theia."

"Jahatnya. Aku betul-betul serius...belakangan ini sudah banyak insiden yang terjadi, benar? Jadi aku rasa tidak ada salahnya kita bersiap-siap untuk menghadapi masalah yang akan datang."

"Bener juga..."

Terlepas dari judulnya, Koutarou bisa setuju dengan ide Theia. Kedamaian kamar 106 adalah sesuatu yang diinginkan semua penghuninya.

"Kalau gitu, Theia, apa arti gambar ini? Gambarnya berantakan, aku nggak ngerti sama sekali."

Di bawah judulnya, ada banyak garis yang membentuk sesuatu yang rumit, dan sulit untuk mengerti apa yang dimaksud Theia dengan peningkatan kekuatan hanya dalam sekali lihat. Itulah sebabnya Koutarou memerlukan penjelasan.

"Aku mendapat ide tentang perlengkapan tambahan. Tapi, kalau perlengkapan itu mengganggu pergerakanmu, itu tidak ada gunanya, jadi aku berpikir untuk menempatkan beberapa jenis pesawat tempur tanpa awak berukuran kecil di sekitarmu. Formasi itu akan membantumu dalam pertempuranmu."

"Hmm...jadi, di gambar ini aku ada dimana? Terlalu banyak garisnya, jadi aku nggak bisa lihat."

"Em, di sekitar sini", jawab Theia sambil menggunakan pulpen di tangannya untuk menggambar lingkaran di tengah-tengah gambar.

"....Kamu idiot, ya?" komentar Koutarou yang keheranan saat melihat tingkah Theia.

"Apa maksudnya itu!?" balas Theia yang cemberut karena tidak suka dengan jawaban Koutarou.

"Aku ketutupan sama pelengkapan tambahannya! Ini udah kelewatan!"

Lingkaran yang digambar Theia sangat kecil. Sudah jelas kalau Koutarou tidak bisa melihat dirinya di dalam lingkaran itu, karena 99% ditempati oleh perlengkapan tambahan itu.

"Dengan ini kau tidak akan kalah! Tidak peduli musuh seperti apa yang kau hadapi, kau akan baik-baik saja!"

"Terus apa tujuannya aku ada di tengah-tengah semua ini!?"

"Kau akan jadi pemenangnya!"

"Pake aja Blue Knight dari awal!"

Kawanan pesawat tempur tanpa awak terlihat mengerumuni Koutarou dalam jarak beberapa meter. Dengan begitu, tidak ada gunanya Koutarou bertarung dan akan lebih efisien untuk menggunakan kapal luar angkasa Blue Knight untuk menyerang. Ide peningkatan kekuatan ini jelas tidak berguna sama sekali.

"Aku tidak mau! Aku ingin kau jadi kuat! Aku mau Super Koutarou!"

"...Satomi-sama, anda tidak mengerti segalanya. Rencana ini dipenuhi dengan impian dan romansa baik dariku maupun Yang Mulia."

Dengan Theia yang mulai rewel sementara Ruth, yang sedang menuangkan teh, mulai membicarakan soal romansa, mereka berdua tampak begitu yakin dengan ide peningkatan kekuatan ini.

"Dengan ini kau bisa menyelamatkanku dan Ruth dari bahaya apapun, dan kau akan menjadi pusat perhatian sebagai sosok yang mengalahkan musuh!"

"Kalau begini, justru pesawat-pesawatnya yang dapet perhatian!"

"Bukan, justru Satomi-sama."

"Yang bener aja!"

Koutarou ingin menjaga kedamaian di kamar 106 seefisien mungkin, sementara Ruth dan Theia ingin Koutarou menjadi pusat perhatian. Hal ini membuat diskusi di antara mereka menjadi mogok.

"...Apa yang sedang kalian ributkan?"

Tepat pada saat itulah Kiriha masuk ke dalam ruangan. Dia tadi pergi berbelanja bahan untuk makan malam dengan Shizuka dan baru pulang pada saat itu.

"Aku lagi mikirin betapa idiotnya Theia ternyata."

"Apa maksudnya dengan idiot!? Apa itu kata-kata yang pantas kau gunakan kepada tuanmu yang kau cintai!?"

"Mau tuan atau bukan, kamu tetep idiot!"

"Yang Mulia, mungkin ada baiknya kita mendengar pendapat Kiriha-sama."

"Benar! Kiriha, coba lihat ini! Koutarou melihat ini dan menyebut kami sebagai idiot!" ujar Theia sambil mengambil gambarnya dari tangan Koutarou lalu menyerahkannya pada Kiriha. Setelah menerima gambar itu, Kiriha mencermatinya dengan teliti.

"...Hmm, 'Super Koutarou yang Sudah Kupikirkan', ya..."

Setelah memahami gambar yang rumit itu, Kiriha mengernyitkan alisnya sedikit.

"Sadarin Theia, Kiriha-san! Ajarin si idiot ini soal realita!" seru Koutarou yang begitu berharap bahwa Kiriha yang biasanya tenang akan bisa meyakinkan Theia.

"Theia-dono, rencana ini punya kesalahan yang begitu besar di dalamnya."

"Ya, kayak gitu!"

Koutarou, yang mendengar kata-kata yang ingin didengarnya dari Kiriha, tersenyum puas sambil mengangguk.

"Apa!?"

Sementara itu, Theia justru tertarik dan mendorong Kiriha untuk meneruskan.

"Untuk menutupi kesalahan itu, aku perlu menambahkan haniwa dalam jumlah yang besar."

"Sudah kuduga! Kiriha memang hebat! Kau memang mengerti!"

Namun, situasinya tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh Koutarou. Theia semakin mendapat momentum setelah mendapat bantuan dari Kiriha.

"Jadi kamu sama aja kayak mereka, Kiriha-san!?" tanya Koutarou yang tampak lemas setelah harapannya dikhianati.

"Kemanan absolut, kemenangan terjamin! Ini dia solusinya!"

"Betul-betul rencana yang hebat, Yang Mulia."

Sambil melihat Theia yang terlihat begitu bersemangat dan Ruth yang sedang memberikan tepuk tangan kepada Theia, dengan sedikit melirik, Koutarou mengeluh kepada Kiriha.

"...Kenapa kamu malah ikutan?"

"Memang, ini tidak berguna dari sudut pandang strategi."

"Kalau gitu---"

"Tapi, dengan begini, kamu tidak perlu bertarung."

"Eh?"

"Kamu memang kuat, tapi...kami tidak mau kamu berbuat sesuatu yang jahat demi diri kami. Tapi, jika begitu, ini menjadi rencana yang bagus."

Kiriha punya pandangan yang berbeda dengan Theia, dimana dia lebih memilih Koutarou tidak bertarung. Daripada memegang pedang, Kiriha lebih memilih Koutarou memegang pisau dan menggunakannya untuk memasak.

"Aku juga ngerti itu sih...tapi, apa nggak ada cara yang lebih baik lagi?" tanya Koutarou, yang juga tidak mau melihat Kiriha dan para gadis lainnya bertarung.

Agar para gadis bisa menyelesaikan masalah mereka masing-masing, mereka harus bertarung. Namun, Koutarou memilih situasi dimana para gadis itu hidup dengan normal. Itulah sebabnya Koutarou mengerti apa maksud Kiriha, namun dia tidak mengerti apa tujuan para gadis yang hanya menguatkan dirinya saja.

"Fufu...jangan kuatir. Rencana itu tidak akan terwujud."

"Beneran?"

"Benar. Biarpun Theia-dono mempunyai teknologi yang begitu canggih, hal itu tentu ada batasnya. Rencana itu pasti akan berubah menjadi sesuatu yang lebih realistis."

Karena Kiriha sensitif terhadap perasaan orang lain, dia mengerti kebingungan dalam diri Koutarou. Para gadis yang ingin memperkuat Koutarou kemungkinan memasukkan juga sebagian keinginan mereka sebagai seorang gadis ke dalam rencana itu.

Para gadis itu tidak berpikir untuk melindungi mereka semua secara efisien, tapi lebih memilih Koutarou menghabisi musuh-musuhnya tanpa bergerak sama sekali dan di saat yang sama melindungi para gadis. Dalam kata lain, para gadis itu mencoba membuat seorang pangeran gagah yang tak terkalahkan.

Walau begitu, kelaupun mereka mencoba menyampaikan itu pada Koutarou, dia pasti tidak akan mengerti. Karena Kiriha beranggapan seperti itu, dia mengatakan pada Koutarou bahwa rencana itu tidak realistis dan mencoba meyakinkannya.

"Baguslah kalau begitu."

"Benar, kamu hanya perlu tersenyum."

"Apa yang bagus?"

"Aku jelasin, tapi masuk ke tubuhmu dulu sana."

"Oke."

"Secara realisitis, nggak ada yang lebih efektif selain kerja sama di antara kita."

"Tidak juga. Aku pasti akan membuat Koutarou menjadi pria paling kuat di jagat raya."

"...Jadi, bakalan ada 'pura-puraan' besar-besaran nanti, ya..."

"Satomi-sama, tolong sebut itu sebagai drama."

"Bagiku, seorang puteri legendaris, kau adalah ksatriaku. Kalau kau tidak bisa untuk setidaknya membelah satu atau dua planet, kau tidak akan menjadi bahan pembicaraan."

"Ya kali aku bisa ngelakuin itu!"

Koutarou dan para gadis terus melanjutkan pembicaraan mereka tanpa mempedulikan hal-hal lain, meskipun hal itu bisa digambarkan dengan lebih tepat sebagai bermain. Pembicaraan mereka sendiri tidak memiliki makna yang begitu penting.

Dari luar ruangan itu, ada sepasang mata yang mengawasi Koutarou dan para gadis itu, yakni Yurika, yang sedari tadi tidak bisa masuk ke dalam ruangan itu sejak dia melewati pintu masuk.

Satomi-san...

Yurika sedang bersembunyi di balik dinding di lorong masuk yang mengarah ke ruangan bagian dalam dan melihat ke dalamnya. Ruangan itu sedang dipenuhi dengan suasana yang bahagia, namun hal itu tidak berlaku bagi pikiran Yurika.

A-Aku harus gimana...

Jantung Yurika mulai berdebar kencang dan membuat Yurika pusing dari darah yang mulai naik ke kepalanya. Ditambah lagi, biarpun dia sedang tidak bergerak, Yurika tidak bisa berdiam diri, namun di saat yang sama dia juga tidak mau maju. Bibirnya mengering dan deru nafasnya menjadi semakin cepat.

Belakangan ini, Yurika tidak bisa tenang saat berada di dekat Koutarou. Saat Koutarou masuk ke dalam apa yang sedang dilihatnya, Yurika akan menjadi resah dan tidak bisa memikirkan apapun. Namun, Yurika tidak mau pergi dari sisi Koutarou maupun mengalihkan pandangannya dari arah Koutarou, karena dia ingin terus merasakan keberadaan Koutarou dan terus melihatnya. Namun saat Yurika berada di dekat Koutarou, Yurika tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dalam hidupnya, inilah pertama kalinya Yurika merasakan perasaan seperti ini.

"K-Kenapa aku..."

"Kamu lagi ihat apa? Yurika-chan?"

"Kyaa!?"

Tepat pada saat itulah Shizuka, yang sedari tadi membereskan belanjaan ke dalam kulkas, mendekati Yurika. Shizuka lalu mengikuti Yurika mendekati tembok dan mengintip ke dalam bagian dalam kamar. Karena Yurika sedari tadi begitu memperhatikan apa yang sedang terjadi di dalam kamar, dia merasa jantungnya seakan berhenti berdetak saat Shizuka mendekat.

"S-Shizuka-san!?"

"Hmm, kelihatannya masih seperti biasanya buatku...", komentar Shizuka yang lalu meninggalkan Yurika yang masih kaget dan memandangi kamar itu. Namun, Shizuka tidak bisa memperhatikan adanya kejanggalan pada kamar itu. Baru pada saat itulah dia sadar bahwa Yurikalah kejanggalan itu.

Kalau kupikir-pikir lagi, belakangan ini Yurika sikapnya aneh...

Setelah terbiasa hidup di kamar 106, Yurika menjadi semakin berani, entah itu baik atau buruk. Namun setelah insiden yang menimpa Sanae, Yurika mulai bertingkah aneh. Yurika yang dulu pasti akan masuk ke kamar 106 seakan-akan itu memang haknya, namun saat ini, dia bersikap penakut sama seperti saat pertama kali berada di kamar 106.

"Apa jangan-jangan kamu lagi musuhan sama seseorang?"

Hanya itulah alasan yang bisa dipikirkan oleh Shizuka. Yurika menjawabnya dengan menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Kita nggak lagi berantem kok.."

Saat melakukan hal itu, rambutnya yang dikuncir berayun. Shizuka lalu memperhatikan bahwa pita pengikat rambut Yurika sedikit berantakan saat melihat sikap Yurika.

"Kamu lagi ada sesuatu sama Satomi-kun?"

Koutarou sudah mengikatkan rambut Yurika selama beberapa waktu ini. Dia bukan hanya anggota komunitas merajut saja, tapi juga begitu serius dalam menjalani komunitas itu sampai membuatnya begitu menjaga pita rambut Yurika. Itulah sebabnya, kalau ikatan pitanya tidak seimbang, itu pasti karena Yurika sendiri yang mengikatnya dan bukan Koutarou.

"N-Nggak kok! Hal kayak gitu nggak bakal--!"

Yurika, yang mendengar hal yang hampir benar itu, panik dan menggelengkan kepalanya saat wajahnya menjadi hampir semerah apel.

"Ah!"

Saat melihat reaksi Yurika, Shizuka langsung menebak situasi Yurika dan menepukkan kedua tangannya.

"Oh, jadi itu toh...", ujar Shizuka sambil tersenyum usil.

"Ha!?"

Dan saat Yurika mulai merasakan ada sesuatu yang salah dengan senyuman Shizuka..

"Ei!"

"Kyaaaaaaa!?"

Shizuka menjegal salah satu kaki Yurika dan mendorong pelan tubunya. Dengan melakukan itu, Yurika kehilangan keseimbangan dan membuatnya masuk ke ruangan dalam. Karena dia tidak suka berolahraga, Yurika tidak bisa menyeimbangkan badannya dan jatuh telungkup di sebelah Koutarou.

"Au au au..."

"Kamu nggak apa-apa, Yurika?" tanya Koutarou dengan kuatir saat melihat Yurika yang masuk dengan jatuh seperti itu.

"Auuu, ahhh, awaaa..."

Yurika berusaha meraba jalannya dengan gemetaran karena malu. Meskipun dia menunjukkan penampilan biasanya yang berantakan dan ceroboh, saat ini Yurika merasa begitu malu saat Koutarou menyaksikan hal itu.

"A-A-Aku nggak apa-apa, nggak apa-apa!" jawab Yurika sambil merangkak menjauhi Koutarou. Namun karena kamar dalam begitu kecil, dia tidak berhasil merangkak jauh. Setidaknya dia berhasil berpindah ke sisi meja teh yang lain.

"Aneh...", ujar Koutarou sambil memiringkan kepalanya. Namun karena ini bukan pertama kalinya dia melihat tingkah aneh Yurika, Koutarou tidak memikirkan hal itu dan kembali melanjutkan percakapannya dengan para gadis yang lain.

"Haa..."

Setelah Koutarou mengalihkan pandangannya dari Yurika, Yurika akhirnya bisa menarik nafas. Tepat pada saat itulah Shizuka duduk di sebelahnya.

"Itu nggak bagus, Yurika-chan. Kamu harus usaha lebih keras."

"Shizuka-san! A-Ada cara yang lebih bagus daripada itu tadi!"

"Kamu bilang begitu juga, kamu punya kebiasaan buat kabur. Jadi, kalau aku nggak ngelakuin itu, kamu pasti nggak mau usaha."

"I-Itu....bener sih, tapi..."

"...Kamu mau bisa deket sama Satomi-kun, ya kan?" bisik Shizuka pada Yurika.

"...."

Saat Shizuka melakukan itu, Yurika menjadi tidak bisa berkata-kata dan wajahnya menjadi memerah. Namun, diamnya Yurika sudah cukup menyampaikan apa yang ia rasakan.

"...Kalau kamu nggak bersikap kayak biasanya, Satomi-kun bakal kesepian loh."

"...Gimana caranya aku bersikap kayak biasanya?"

"...Lakuin aja apa yang mau kamu lakuin."

"...Tapi, itu..."

Wajah Yurika menjadi semakin dan semakin memerah dan suaranya semakin mengecil. Karena sedari tadi dia berbisik, sekarang Shizukapun kesulitan mendengarkan Yurika.

"...Udah wajahku yang aneh pas lagi tidur dilihat Koutarou, rambutku yang berantakan disisirin, terus disuruh tidur lebih cepet pas aku kelihatan bakal telat bangun...aku nggak mau begitu, aku bakal mati gara-gara malu!"

Hal-hal yang sudah menjadi biasa dulunya sekarang menjadi hal yang memalukan. Yurika tidak ingin menunjukkan dirinya yang menyedihkan kepada orang yang dicintainya. Yurika ingin orang itu melihat sisi imut dan cantik dirinya. Baru pada saat inilah sisi feminim Yurika mulai bertumbuh.

"...Yurika-chan, apa jangan-jangan ini...cinta pertamamu?"

"..."

Yurika tetap diam dan menundukkan wajahnya.

"...Begitu ya...indahnya...", ujar Shizuka yang dengan pelan menutup matanya dan tersenyum pada Yurika.

"...Cinta pertamaku nggak seindah dan semanis punya Yurika-chan...andai saja..."

Cinta pertama Shizuka terjadi dulu sekali, saat dia masih berada di sekolah dasar. Cinta pertamanya terjadi secara biasa bagi seorang anak kecil, dan berakhir tanpa ada sesuatu yang spesial yang terjadi. Jika dibandingkan dengan hal itu, cinta pertama Yurika tampak begitu berkilau dengan terang dan indahnya.

"...Aku lebih milih kayak Shizuka-san...", balas Yurika yang punya pendapat lain.

Selama setahun tinggal bersama Koutarou, Yurika sudah menunjukkan sikapnya yang memalukan kepada Koutarou berulang-ulang kali. Sekarang saat Yurika sudah mulai merasa suka terhadap Koutarou, hal-hal itu terasa seperti kenangan yang buruk dan tanpa harapan. Karena Yurika hanya menunjukkan dirinya yang seperti itu, dia kuatir bahwa Koutarou tidak akan melihatnya sebagai seorang wanita meskipun Yurika menyatakan cintanya padanya. Dalam situasi terbaik, Yurika hanya akan bisa tetap berada sebagai orang yang menumpang tinggal atau sebagai semacam adik perempuan - itu pikir Yurika.


Part 4[edit]

Setelah makan malam dan permainan selesai, Koutarou dan yang lainnya melanjutkan berbicara. Di kamar itu ada kelima gadis penjajah, Koutarou dan Shizuka, dengan total tujuh orang. Tentu saja, dengan adanya tujuh orang di dalam kamar yang sempit itu rasanya akan pengap, namun tidak ada yang mengeluhkan hal itu. Malah, mereka tetap berbincang-bincang tentang hal-hal yang tidak begitu penting. Mereka bertujuh menyukai suasana tenang yang tercipta karena itu.

"Koutarou, rasanya sudah mulai lebih hangat ya.."

Meskipun Sanae sudah mendapatkan tubuhnya kembali, dia masih suka berada di dekat punggung Koutarou, dan menghabiskan waktunya dengan tenang dengan bergantung padanya.

"Yah, udah mau musim panas kan, jadi kamu nggak akan bisa gelantungan di punggungku terus-terusan."

Karena tubuh Sanae ringan, beratnya tidak akan menjadi masalah, melainkan panas tubuhnya. Saat musim panas tiba nanti, hawa panas yang akan terbentuk di antara tubuh Koutarou dan Sanae tidak akan bisa tertahankan.

"Kalau gitu, nanti aku lepas aja badanku."

"Jangan."

Bagi Sanae, melakukan proyeksi astral adalah hal yang mudah. Dia sekarang menghabiskan hari-harinya dengan ceria sambil berganti-gantian memakai tubuh dan wujud hantunya.

"Koutarou, kue beras ini cukup enak."

Di sebelah Koutarou dan Sanae terdapat Theia yang sedang duduk sambil menikmati kue beras. Setelah menghabiskan satu keping, dia mengambil satu lagi dan mulai menggigitnya.

"Aku juga mau satu dong."

Koutarou, yang tidak bisa bergerak, meminta tolong pada Theia untuk mengambilkannya satu keping kue. Sulit untuk bergerak seperti sebelumnya dengan adanya Sanae yang bergelantung di punggungnya.

"Baik."

Bukannya meraih kepingan kue baru dari dalam kantong, Theia justru berbalik menghadap Koutarou dan memberikannya potongan kue yang sudah digigitnya.

"Aku nggak mau kue yang udah kamu gigit."

Namun, Koutarou tidak berniat memakan kue beras yang sudah digigit Theia, yang kemudian mengambil kepingan kue baru sambil mengeluh.

"....Kau memang benar-benar pengecut...Ruth."

"Baik."

Ruth, yang duduk di sebelah Theia, mengambil sekeping kue beras dari dalam kantongnya dan memberikannya pada Koutarou. Sanae mengambilnya dan membelahnya menjadi dua, memakan satu belahan kue dan menyuapi belahan kue yang lain pada Koutarou.

"Oh, rasanya memang enak."

"Kamu bener!...Gimana rasanya buat kamu, Koutarou?"

Setelah merasakan sendiri rasa kue berasnya, Sanae menggunakan kekuatan spiritualnya untuk membaca indra pengecap Koutarou.

"...Aku rasa rasanya lebih enak kalau Koutarou yang makan."

Sanae lalu berhenti makan dan berfokus pada indra perasa Koutarou. Karena ada perbedaan pada bagaimana cara tiap-tiap orang mengecap rasa, ada kasus dimana beberapa makanan terasa lebih enak bagi Koutarou daripada bagi Sanae. Pada kasus seperti itu, Sanae akan melakukan hal yang dilakukannya saat masih menjadi hantu dahulu dan membiarkan Koutarou yang menikmati makanannya sementara Sanae membaca indra perasanya.

"Sisanya kuserahkan padamu, sekarang buatlah aku bangga", kata Sanae sambil menarik kantong kue beras itu lebih dekat dengan kekuatan spiritualnya.

"Kekuatan yang praktis...", komentar Koutarou yang memasukkan tangannya ke dalam kantong kue itu sambil tersenyum kecut. Tepat pada saat itulah Kiriha, yang sedari tadi melipat pakaian di depan lemari, memanggilnya.

"Koutarou, kamar mandinya sudah kosong sekarang. Kenapa kamu tidak mandi saja sekarang?"

"Hm, iya juga. Makasih. Habis ini aku langsung mandi."

Koutarou memakan kue beras yang baru diambilnya lalu melepaskan tangan Sanae dari lehernya.

"Udahan makannya?"

"Ya. Maaf, habis ini kamu makan sendiri ya."

"Buuu."

Koutarou meninggalkan Sanae yang merajuk dan mendekati Kiriha, yang memberikannya pakaian baru dan handuk yang barus saja dicuci dan dilipat rapi.

"Kamu bisa kasih aku yang nggak dilipat kok."

"Tidak, itu tidak bagus", balas Kiriha yang tersenyum sambil mengambil pakaian selanjutnya.

"Tapi, habis ini kan bajunya langsung kupakai?"

"Benar, tapi ambillah yang sudah dilipat."

Kiriha lalu melipat pakaian-pakaian berikutnya dengan hati-hati. Memang, tindakan itu terlihat biasa, tapi Kiriha melakukannya dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Koutarou menjadi merasa malu saat melihat Kiriha yang seperti itu.

Apa dia bakal begini ya, kalau kita nanti nikah...

Koutarou mulai melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya, yakni membayangkan sebuah masa depan bersama seseorang. Itulah apa yang mulai dirasakan Koutarou saat dia melihat Kiriha yang melipat pakaian dan membuatnya merasa senang bercampur malu. Baru kali ini Koutarou merasa seperti ini.

Aku penasaran, apa ayahku pernah ngerasa kayak gini sebelum dia nikah sama ibu...pikir Koutarou mengenai ayahnya yang bekerja jauh di sana, hingga merasa ingin bertanya apa yang membuat ayahnya menikahi ibunya.

"Koutarou?"

Kiriha, yang kebingungan mengapa Koutarou hanya terdiam berdiri di sana, berhenti melipat pakaian dan memandanginya.

"Hm? Ah, maaf. Aku mandi dulu ya."

"Silahkan santai saja."

"Oke."

Setelah Koutarou kembali normal, dia masuk ke kamar mandi sementara Kiriha tersenyum dan melihatnya masuk. Sebagai balasnya, ada seseorang yang menghela nafas lega.

"Fiuh~..."

Orang itu tidak lain adalah Yurika. Saat dia menghela nafas, Yurika juga merebahkan badannya ke atas meja teh. Setelah menghabiskan waktu yang lama berada dalam ketegangan yang luar biasa, dia akhirnya bisa menenangkan badannya.

"Kenapa, Yurika? Tingkahmu aneh...Yah, kamu memang udah aneh dari awal sih, tapi kamu sekarang lebih aneh dari biasanya", ujar Sanae, yang menonton TV di sebelah Yurika, dengan pandangan kebingungan. Karena Sanae bisa melihat aura, dia tahu bahwa perasaan Yurika sedang kacau balau. Kekacauan yang sudah berlangsung agak lama itu membuat Sanae bingung.

"Aneh...kalian semua yang aneh. Kenapa kalian biasa-biasa aja di situasi kayak begini?" balas Yurika yang masih terbaring di atas meja teh. Dia nampak betul-betul kelelahan.

"Situasi seperti apa?"

"Tinggal sama Satomi-san!"

Itulah masalah Yurika. Dia tidak bisa menerima hal itu.

"Apa? Yurika, apa Koutarou ngelakuin sesuatu ke kamu?"

"Apa mungkin karena balsem untuk pegal-pegal yang dia oleskan padamu sebagai hukuman permainan sebelumnya?"

"Ah, kelihatannya memang menyakitkan..."

"Yah...kemungkinan terburuk, dia mungkin mencoba teknik gulat lagi pada Yurika."

"Atau jangan-jangan dia udah ngelakuin sesuatu yang mesum ke kamu?"

"Bukan itu, bukan itu sama sekali! Itu sih nggak apa-apa."

Bagi Yurika, hukuman permainan atau menjadi sesuatu yang diinginkan adalah hal yang lebih mudah untuk diatasi daripada situasinya saat ini.

"Kalau begitu, apa masalahmu?"

Mereka semua memandangi Yurika, karena bagi mereka, sikap Yurikalah yang aneh.

"...O-Orang yang betul-betul ngehargain aku dan selalu bersamaku tiap hari, dan juga butuh aku, dia b-bukan cewek!"

Yurika punya teman, yang tentu saja beranggotakan Koutarou, para gadis penjajah, Harumi dan gurunya, Nana. Namun baru kali inilah Yurika cukup menyadari kecerobohannya, dan baik dia maupun orang lain itu saling membutuhkan satu sama lain. Fakta bahwa orang lain itu adalah seorang laki-laki menjadi sebuah masalah, karena hingga saat ini, Yurika tidak pernah dekat dengan siapapun kecuali perempuan.

Inilah pertama kalinya Yurika menyadari adanya seorang laki-laki yang menjadi lebih dari sekedar teman baginya, dan dia kebingungan karena laki-laki itu terlalu dekat dengannya.

"Kau...idiot, ya?" balas Theia dengan ketus.

"Itu berlebihan, Yang Mulia. Baik anda maupun saya juga tidak punya dasar untuk hal itu."

"Biarpun kau berkata begitu..."

Theia sudah lama hidup bersama Ruth, dimana mereka sampai mempunyai rasa saling percaya antara satu sama lain untuk waktu yang sangat lama. Itulah sebabnya Theia sudah terbiasa mengatasi orang-orang seperti itu, dan itu juga sebabnya saat dia menyadari perasaannya sendiri saat Valentine lalu, perasaannya tidak sekacau Yurika.

Bukannya aku tidak mengerti bagaimana perasaannya...

Theia merasa bahwa kebingungan yang melanda Yurika mirip dengan apa yang dirasakannya saat Koutarou menghilang dan juga kembali secara tiba-tiba. Itulah saat dimana Theia pertama kali menyadari perasaannya dan merasa begitu terguncang oleh hilangnya dan kembalinya orang itu. Itulah sebabnya dia bisa mengerti perasaan Yurika.

Namun, kondisi Yurika saat ini terlihat mirip dengan apa yang dirasakan oleh Theia setelah pengakuannya, membuatnya tidak bisa betul-betul bersimpati dengan Yurika.

"Kalau kamu nggak suka ada di deket Koutarou, kamu bisa kabur dari sini. Kamu pinter ngelakuin itu, ya kan?" tanya Sanae sambil memiringkan kepalanya.

Cinta adalah cinta, dan benci adalah benci. Bagi Sanae yang mempunyai kepribadian jujur dan terang-terangan, situasi Yurika tidak bisa dipahaminya.

Rokujouma V12 Illustration 3.jpg

"Kalau aku nggak suka, pasti aku udah kabur dari dulu! Aku bingung karena aku suka!"

Yurika ingin berada di dekat Koutarou.

Saat Yurika mengenang kembali hari-hari yang sudah dihabiskannya di kamar ini, dia sadar bahwa dia sudah merasa bahagia selama satu tahun itu. Beberapa bulan pertama memang masih kacau, tapi bulan-bulan belakangan ini terasa seperti hidup di tempat yang tenang dan cerah. Tidak mungkin Yurika sampai membenci Koutarou, yang menjadi sumber cerahnya harinya. Malah, Yurika bingung karena dia tidak bisa membenci Koutarou. Dia tidak ingin membuat Koutarou kecewa dengan menunjukkan sisi teledornya, namun Yurika tidak tahu apa yang harus dilakukannya untuk menunjukkan sisi dirinya yang lebih sopan dan imut pada Koutarou. Akibatnya, Yurika menderita di dalam situasi dimana dia tidak bisa lari, namun di saat yang sama dia ingin pergi dari tempat itu.

"...Yurika-chan, cara berpikirmu sama kayak Satomi-kun. Kamu kuatir kalau nggak ada orang yang mau sayang sama kamu. Itu nggak bener kok", kata Shizuka yang sudah mengetahui kondisi Yurika beberapa saat yang lalu.

Shizuka suka dengan gosip yang membangun seperti ini, dan selalu ingin mendengar cerita yang bahagia seperti ini. Ada kemungkinan hal ini disebabkan karena tidak adanya figur orang tua baginya.

"Satomi Koutarou membutuhkan dirimu yang biasanya. Kamu tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak biasa kamu lakukan. Jadilah dirimu sendiri."

Menurut Kiriha, yang mengerti kepribadian Koutarou lebih daripada siapapun, penampilan Yurika yang selalu berganti antara merasa senang dan menderita sambil berusaha menciptakan hubungan yang lebih baik lewat berbagai percobaan sudah terlihat menggemaskan . Karena Kiriha merasa bahwa hubungan antara Koutarou dan Yurika sudah begitu baik, dia hanya menyaksikan Yurika saja sambil menjaga diri agar tidak sampai mengganggu mereka.

"Beneran!? Apa itu nggak apa-apa!? Bukannya nanti dia malah nganggap aku cewek aneh!?" tanya Yurika yang merasa tidak percaya diri. Dia tahu bahwa Koutarou membutuhkan dirinya yang biasanya, namun Yurika merasa resah jika pendapat Koutarou terhadap dirinya sebagai seorang wanita terus memburuk. Yurika ingin orang yang dicintainya untuk menganggap dirinya sebagai orang yang hebat.

"Percaya sama dirimu sendiri Ho-! Kami senang bisa mengurus Yurika-chan Ho-!"

"Kamu akan baik-baik saja Ho-, gadis tidak berguna bisa terlihat imut Ho-!"

"Aku nggak mau begitu~! Aaaaaaaa...."

Yurika kembali rebah di atas meja setelah mendengar komentar para haniwa dan permasalahannya tetap tidak terselesaikan. Jika terus begini, Koutarou akan keluar dari kamar mandi sementara Yurika tidak punya sebuah aksi balasan sama sekali. Dengan begitu, Yurika kembali berpikir keras.

"Yah...kau pasti bisa....mari kita pulang, Ruth", ujar Theia yang melirik ke arah Yurika sebelum berdiri dan melangkah ke arah dinding yang menuju ke Blue Knight.

"Apa anda sudah selesai, Yang Mulia?"

Ruth bergegas mengikuti Theia, namun karena saat itu masih terlalu cepat untuk waktunya tidur, Ruth penasaran dengan niatan Theia. Pada saat itulah Theia berbisik agar hanya Ruth yang bisa mendengarnya.

"...Ada baiknya kita memberi dia waktu, apalagi dalam kasusnya..."

Rupanya Theia berniat memberi Yurika waktu; waktu untuk berpikir sendiri dan waktu untuk dihabiskan bersama Koutarou.

"Begitu rupanya, betul-betul ide yang hebat."

"Tentu saja, karena aku bukan diktator."

"Benar. Kalau begitu, semuanya, selamat malam."

"Aa!? Tunggu, Theia-chan, Ruth-san!"

Mereka berdua pun meninggalkan 106, mengabaikan permohonan Yurika.

"Kalau begitu, mungkin aku juga harus pulang."

"...Tadi aku duduk disini dengerin, katanya ada masalah, tapi cuma itu? .....Hhh, sekarang aku harus bawa badan ini sampai ke rumah..."

"Karama, Korama, kalian tidak harus mengawasi kamar ini hari ini. Biarkan mereka berdua saja. Kalian berjaga saja di luar."

"Baik Ho-!"

"Kamu memang baik, Nee-san Ho-!"

Para gadis yang menyadari niatan Theia turut berdiri satu demi satu.

"Ah, jangan pergi!"

Dengan keadaan seperti ini, Yurika akan menjadi sendirian dengan Koutarou. Yurika berpikir untuk lari, melompat masuk ke dalam lemari dan bersembunyi di balik futonnya, namun dia juga berpikir bahwa hal itu terasa tidak sopan dan membuatnya tidak bisa melakukannya. Yurika bisa membayangkan Koutarou yang membuka pintu lemarinya dan menyuruhnya mandi.

"Tolong, jangan tinggalin aku sendiri!" pinta Yurika sambil memegang Shizuka agar dia tetap berada di kamar itu. Yurika, yang begitu putus asa, merasa seperti tersiksa saat hanya berdua saja dengan Koutarou.

"Yurika-chan, besok kasih tahu aku ya, ada kejadian apa."

"Kyaaaaa!?"

Namun, Shizuka dengan santainya menggenggam pergelangan tangan Yurika dan melemparnya dengan hati-hati ke lantai sebelum pergi dengan santainya. Di saat yang sama Yurika bergegas bangun, sudah tidak ada orang lagi di dalam kamar 106 selain dirinya dan Koutarou.

"Uaaaa..ahhh...auuuu~"

Yurika merasa kebingungan saat berusaha menggapai pintu kamar.

K-Kalau jadinya begini, aku harus berusaha jadi cewek yang bisa hidup rapi!

Yurika selalu merasa bahwa tidak ada seseorang yang suka padanya. Dia merasa bahwa Harumi dan Nana hanya dekat dengannya karena mereka memang orang yang baik, namun kenyataan memang berbeda. Para gadis di kamar 106 menyukai Yurika, dan Koutarou pun membutuhkannya.

Yurika tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi, namun dia mulai khawatir jika dia tidak melakukan sesuatu yang spesial, dia akan menjadi dibenci. Itulah sebabnya Yurika selalu melakukan hal yang tidak berguna berulang-ulang kali. Para gadis lain bergegas pulang ke tempat tinggal mereka masing-masing karena mereka tahu bahwa apapun yang terjadi nanti, situasi yang dialami Yurika tidak akan memburuk.

Aku harus lari! Tapi kemana!? Biarpun ini tempat dimana aku bisa ngerasa paling nyaman!? K-Kalau begitu, seenggaknya aku harus kelihatan lebih rapi sedikit...tapi aku nggak bisa pakai kamar mandinya karena Satomi-san ada di balik kaca pembatasnya! K-K-Kalau gitu, a-a-aku mending nyajiin teh...tapi, gimana caranya!? Ajarin aku dong, Kiriha-saaaaa~n! Kalau gitu, gimana kalau aku pura-pura belajar!? I-Itu juga nggak bisa, aku nggak boleh nunjukin kesalahan yang udah aku bikin ke Satomi-san!

Yurika berguling-guling di atas lantai, dan sementara waktu terus berjalan, dia tidak mendapat ide sama sekali.

"T-Tolong aku, Satomi-san! Eh, kan Satomi-san masalahnya! Tidaaaaaaak, aku harus gimana!?"

"...Aku apa?"

Tepat pada saat itulah Koutarou keluar dari kamar mandi sambil menggosok kepalanya dengan handuk. Yurika masih berguling-guling di lantai, namun Koutarou tidak begitu memikirkan hal itu. DIa lalu mendekati kulkas, mengeluarkan sebotol teh dan menuangkannya ke dalam cangkir.

"B-B-Bukan apa-apa, bukan apa-apa kok", jawab Yurika sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan malu saat Koutarou masuk ke ruangan dalam sambil membawa cangkir.

"Oh? Yang lain udah pada pulang?"

Koutarou masuk ke ruangan dalam dengan tujuan memastikan berapa banyak orang yang akan disajikan teh olehnya, namun dia hanya melihat Yurika saja.

"I-Iya, barusan tadi!"

"Gitu ya.."

Kalau yang ada hanya Yurika, Koutarou tidak perlu memastikan lagi. Dia lalu menyiapkan cangkir untuk Yurika dan menuangkan teh. Karena Yurika rakus, Koutarou merasa bahwa dia tidak akan mungkin menolaknya.

"Yurika, kamu mau rasanya manis apa nggak?"

Selanjutnya, Koutarou membuka rak dan mulai memilih cemilan.

"Eh!? Manis apa nggak!?"

Dari posisi Yurika berada, dia tidak bisa melihat Koutarou, jadi dia tidak bisa mengartikan kata-kata Koutarou sebagai pertanyaan tentang cemilan seperti apa yang Yurika suka.

Manis apa nggak, i-i-itu maksudnya apa!? Apa dia ngomongin soal c-c-ciu....

Kemunculan Koutarou yang tiba-tiba membuat Yurika semakin bingung. Karena sudah salah paham, Yurika pun menjawab seperti ini:

"...A-Aku mau yang manis dibanding yang kuat...i-ini yang pertama buatku..."

Yurika merasa seperti ada asap yang keluar dari kepalanya. Jantungnya berdebar begitu cepat, pikirannya kosong dan dia menjadi tidak bisa mengerti apapun. Akibatnya, Yurika tidak sadar bahwa imajinasinya sudah menjadi tidak terkendali.

"Oke, yang manis."

"..."

Yurika tidak menjawab dan justru membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Bayangan dimana Koutarou akan mendorongnya paksa ke atas lantai, atau Yurika yang melakukan hal itu, atau dirinya menutup mata dan membiarkan Koutarou berbisik halus di telinganya.

Berkat koleksi shoujo manga miliknya, persiapan Yurika sudah sempurna, dan saat Koutarou masuk ke kamar, Yurika sudah menjalankan lebih dari 30 simulasi. Hasilnya, ada sebuah gambaran yang jelas di dalam benak Yurika...

...yang menampilkan dirinya dan Koutarou yang saling menempelkan bibir mereka.

A-A-Aku bakal ciuman sama Satomi-san! Uwaa, uwaaaaaa!

Meskipun hal itu hanya bayangannya saja, bagi Yurika itu menjadi seperti realita yang akan segera menghampirinya. Jika hari ini mereka sudah berciuman, apa yang akan terjadi besok? Lusa? Pikiran Yurika menjadi dipenuhi dengan berbagai adegan-adegan luar biasa yang dilihatnya dari shoujo manga.

"Hamu hagi hafain?"

Koutarou, yang tidak menyadari delusi Yurika, mendekatinya dengan cangkir di masing-masing tangan dan donat di mulutnya.

"Ah..."

Secara tidak sadar, Yurika melirik ke arah Koutarou yang mendekatinya dan memperhatikan satu kotak donat. Baru pada saat itulah Yurika sadar bahwa dia sudah begitu salah paham.

"B-Betul juga, udah jelas itu! Cemilan, cemilan manis! Tentu aja itu yang kamu maksud!:

Dengan wajah yang masih memerah, Yurika mulai mengeluarkan alasan entah kepada siapa. Saking malunya Yurika terhadap kesalahpahamannya sendiri, dia sampai ingin melompat masuk ke dalam sebuah lubang dan bersembunyi di dalamnya. Sayangnya, di kamar ini tidak ada lubang seperti itu.

"Kamu ngomongin apa?" tanya Koutarou pada Yurika setelah meletakkan cangkir dan donat di atas meja.

"Aha, aha, ahahahahahaha."

Entah mengapa, wajah Yurika tampak bersemu merah saat dirinya terus berusaha melanjutkan tawa palsunya. Koutarou pun menjadi khawatir melihat hal itu.

"....Kamu beneran nggak apa-apa?"

"Eh?"

Karena wajah Yurika yang merah dan tingkahnya yang aneh, Koutarou menjadi kuatir jika Yurika terkena demam atau semacamnya. Tingkah aneh Yurika pun menjadi masuk akal saat Koutarou memikirkan hal itu.

"Yurika, sini deketin wajahmu", kata Koutarou dengan serius sambil mendekati Yurika.

Deketin wajahku? Apa dia...beneran!?

Imajinasi yang sudah hancur tadi pun kembali muncul. Meskupun bukan itu yang sebenarnya terjadi, Yurika tidak bisa membayangkan adanya alasan lain.

"U-u-umm....tolong, pelan-pelan ya...", kata Yurika sambil berbalik menghadap Koutarou dan menutup matanya.

"Tenang, aku bukan mau mukul kamu kok."

"Oke..."

Yurika sempat percaya bahwa ciuman pertamanya masih berada di waktu yang akan datang.

Aku bakal....ciuman...beneran...

Dia menunggu saat-saat itu dengan penuh pengharapan.

"Hmm, kayaknya kamu bukan kena demam."

"Fuaaa!?"

Namun, saat Koutarou meletakkan tangannya di dahi Yurika, Yurika akhirnya sadar bahwa dia kembali salah paham.

"Tidaaaaaaaak, aku nggak mau ini, aku udah nggak tahan lagi!"

Yurika mungkin tidak akan merasa semalu berjalan ke sekolah dengan telanjang dibandingkan dengan saat ini. Dia tidak tahan dengan situasi ini, lalu berdiri dan segera lari dari ruangan itu. Koutarou, yang tertinggal sendiri di sana, hanya bisa berdiri terdiam melihat tindakan Yurika.

"Yurika, bener-bener deh, kamu ini kenapa sih!?"

Saking cepatnya Yurika berlari, Koutarou hanya bisa bertanya sambil memandangi Yurika dari belakang.

"Ke kamar mandi, oh ya, aku mau mandi sebelum tidur!"

Dengan begitu, Yurika berlari ke kamar mandi, satu-satunya tempat yang aman baginya.

Baru pada saat itulah dia sadar.

Aku harus gimana? Aku harus gimana!? A-A-Aku tinggal sekamar sama cowok!

Dia baru menyadari sesuatu yang sudah cukup jelas dan tidak disadarinya selama satu tahun ini.


Part 5[edit]

Saat dia kembali sadar, Yurika melihat ke arah langit-langit di ruangan bagian dalam kamar 106.

"Huh...?"

Yurika, yang mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya, hanya bisa kebingungan sambil memandangi langit-langit. Seiring berjalannya waktu, dia mulai bisa mempelajari situasi di sekitarnya.

"Selanjutnya, baseball. Sebuah pertarungan yang hebat antara kemampuan dua tim..."

Hal pertama yang bisa didengarnya adalah siaran berita dari TV, yang berisi suara penyiar wanita yang sedang membacakan berita. Yurika sadar bahwa ada orang lain di dalam kamar itu, karena dia sedang tidak menonton berita itu.

Hal selanjutnya yang bisa dia rasakan adalah desiran angin yang pelan, yang mendinginkan badannya yang panas. Setelah terkena desiran angin itu selama beberapa saat, Yurika melihat ke arah asal angin itu.

"...Hernyaha Shatomi-shan..."

Di depannya, Yurika bisa melihat seorang laki-laki yang sedang memegang kipas di tangannya. Dialah yang menjadi penyebab angin yang sedang dirasakan oleh Yurika.

"....Mmm, mfufu...."

Yurika menyukai laki-laki itu, dan hanya dengan melihatnya sudah membuat Yurika bahagia. Meskipun masih merasa linglung, Yurika melihat ke arah laki-laki itu dan tersenyum.

"Kamu udah bangun, Yurika?" tanya si laki-laki, yang mendengar suara tawa Yurika, sambil memandangi Yurika.

"Apa kamu nggak apa-apa?" lanjut si laki-laki dengan pandangan kuatir yang menenangkan.

Satomi-san khawatir sama aku...

Yurika merasa bersalah saat melihat hal itu, namun di saat yang sama, dia merasa senang karena si laki-laki mengkhawatirkan dirinya. Itulah sebabnya Yurika ingin menenangkan laki-laki itu dan mulai memikirkan situasi apa yang sedang dialaminya.

Um, apa aku tadi berantem sama Maki-chan? Atau ada orang lain dari Darkness rainbow? Apa ada musuhnya Theia-chan yang muncul? Atau soal tubuhnya Sanae-chan?

Laki-laki itu sering mengkhawatirkan Yurika saat krisis-krisis semacam itu, dan saat krisis itu sedang terjadi, ada saat-saat dimana Yurika akan terluka. Namun untungnya, Yurika tidak bisa melihat hal semacam itu pada tubuhnya.

"Aku nggak apa-apa, aku nggak apa-apa...aku baik-baik aja kok...", jawab Yurika sambil tersenyum pada si laki-laki, memastikan bahwa dirinya baik-baik saja.

Aku baik-baik aja kok...jadi jangan kuatir, aku pasti bakal ada di deketmu...

Nampaknya, perasaan Yurika tersampaikan pada si laki-laki, yang rasa kuatirnya menghilang dan menyisakan pandangan tenangnya. Yurika, yang puas dengan hal itu, terus memandangi si laki-laki sambil berharap bahwa dia bisa berada tetap seperti ini.

"Gitu ya...baguslah. Kamu bikin aku kaget loh. Pas aku mikir kamu mandinya kelamaan, tiba-tiba aku denger suara dari kamar mandi."

"Mandi? H-Huh...?"

Saat mendengar kata itu, otak Yurika mulai bekerja dengan cepat. Kebingungannya menghilang dan pikirannya menjadi jernih.

"Pas aku cek apa yang terjadi, aku ngelihat kamu udah pingsan di kamar mandi..."

"Ah, s-sekarang kalau aku ingat lagi..."

Pada saat itulah Yurika ingat apa yang terjadi pada dirinya.

Yurika lari ke kamar mandi agar bisa kabur dari laki-laki itu, Koutarou, yang sekarang ada di depannya. Namun, Yurika terlalu takut untuk pergi dari kamar mandi, jadi dia tetap diam di dalam bak. Saat dia mulai berpikir bahwa dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi, Yurika tiba-tiba berdiri dan kehilangan keseimbangannya.

Hanya sejauh itulah Yurika bisa mengingat. Setelah dia jatuh, Yurika menjadi pingsan.

"...Apa kamu yang gendong aku keluar, Satomi-san?"

"Iya, dan sekarang akhirnya kamu bangun."

"Gitu ya...maaf udah bikin kamu kuatir..."

"Tiduran aja dulu. Ada benjolan gede di jidatmu."

"Oke...."

Yurika lalu menggerakkan tangannya dan menyentuh dahinya. Dia bisa merasakan adanya handuk basah dan rasa sakit yang berasal dari benjolan yang didapatnya saat dia jatuh mengenai sesuatu.

"Kalau rasanya jadi makin sakit, jangan ditahan-tahan, langsung kasih tahu aku, oke?"

"Ahaha, aku nggak nahan-nahan apa-apa kok."

"Nggak, kamu tipe orang yang bakal bertahan pas waktu-waktu yang penting."

Sambil berkata demikian, Koutarou mengganti handuk di kepala Yurika dengan handuk baru yang dingin. Namun, kata-kata Koutarou begitu menyentuh Yurika sampai membuatnya tidak bisa merasakan handuk baru itu. Pada akhirnya, Yurika pun merasa senang karena hal itu.

...Kalau aku bisa terus sama orang ini, kalau buat orang ini...aku pasti bisa ngelakuin apa aja...

Koutarou bisa berkata seperti itu karena dia tahu sifat-sifat buruk Yurika. Yurika belum pernah bertemu dengan orang seperti ini sebelumnya, atau mungkin Yurika sendiri sudah merasa yakin bahwa orang seperti ini tidak mungkin ada. Namun saat ini, ada seseorang yang mau menerima baik buruk dirinya. Itulah sebabnya Yurika sampai ingin menangis, namun dia menahannya dan tersenyum pada Koutarou.

"...Apa aku kelihatan sesabar itu?"

"Bukan sabar, lebih ke nekat, menurutku."

"Nekat..."

Jika Yurika masih Yurika yang sama hingga saat ini, dia pasti mulai merajuk dan tidak bisa terima disebut sebagai orang yang nekat. Namun saat ini, Yurika bisa menerima hal itu entah mengapa. Hal ini membuat Yurika bingung, namun dia tidak menganggapnya aneh.

"..Aku rasa juga begitu, karena orang nekat...punya rasa percaya diri."

"Kenapa? Ada yang sakit?"

Yurika tidak bisa menahan perasaannya lebih lama lagi, dan sebagian emosinya yang berhasil menembus keluar berubah menjadi air mata yang jatuh. Melihat hal itu, Koutarou ingat bahwa kepala Yurika masih sakit dan lalu mendekat sedikit.

"Nggak...", balas Yurika sambil menggelengkan kepalanya.

"Cuma...aku baru aja mikir kalau kamu ngerti banget sama aku...dan itu bikin aku seneng...", tutur Yurika yang menyatakan perasaannya.

Sebelum Yurika kabur ke kamar mandi, dia sudah merasa begitu malu sampai-sampai dia tidak bisa berbicara pada Koutarou, apalagi memandangi wajahnya. Namun, sekarang sudah berbeda. Ada sesuatu di dalam hati Yurika yang berubah. Apa hal yang berubah itu masih belum jelas, namun itu membuat jantungnya berdebar semakin cepat, dalam cara yang berbeda dari debaran yang sebelumnya. Ketukan debar jantungnya itu menyebarkan perasaan Yurika dan Koutarou ke seluruh penjuru tubuhnya.

"G-Gitu ya..."

Yang merasa malu kali ini justru Koutarou.

Apa ini...entah kenapa...hari ini Yurika kelihatan kayak cewek, nggak, malah kelihatannya...imut?

Koutarou, yang melihat senyuman Yurika, merasa bahwa jantungnya juga berdetak semakin cepat. Ada sebuah perasaan yang muncul, yang tidak pernah dirasakan Koutarou sebelumnya, yang jelas berbeda dari rasa percaya yang ditunjukkan Koutarou pada Yurika. Pada saat itulah ada sesuatu yang berubah di dalam hati Koutarou.

"..."

"..."

Mereka berdua sama-sama terdiam, namun tidak seperti sebelumnya, mereka sama-sama tidak merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Mereka sama-sama merasa malu, namun merasa tenang dalam kesunyian ini. Dengan begitu, waktu pun berlalu, dan saat handuk di kepala Yurika mulai menghangat, Yurika pun bangun.

"Um....boleh aku tanya sesuatu?"

Saat bertanya demikian, Yurika melihat ke badannya sendiri. Dia sudah memakai piyama dari bahan halus yang selalu dipakainya sebelum tidur.

"Hm? Ya, boleh", jawab Koutarou sambil mengambil handuk dari Yurika dan memerasnya di atas mangkok air.

"Kalau gitu..."

Wajah Yurika mulai kembali tersipu. Apa yang hendak dikatakannya adalah sesuatu yang ingin diketahuinya, namun perlu keberanian untuk dikatakan. Dia merasa bahwa hanya momen inilah kesempatan baginya. Itulah sebabnya dia memberanikan dirinya dan menanyakan pertanyaan itu pada Koutarou.

"Satomi-san, kamu...gendong aku...dari kamar mandi ke sini kan?"

"Bener", jawab Koutarou yang menghentikan gerakan tangannya.

"Terus....kamu...pakein aku baju kan?"

"....Iya", jawab Koutarou dengan sedikit terlambat. Dia tahu apa yang ingin ditanyakan oleh Yurika. Kemudian, wajah Yurika semakin memerah.

"K-Kalau gitu, kamu...ngeliat...ya kan? Em...tubuhku...pas telanjang..."

Yurika memberanikan dirinya sebisa mungkin, tapi tetap saja suaranya semakin mengecil saat dia selesai berbicara. Meskipun saat itu wajahnya menunduk, dia melirik ke arah Koutarou untuk melihat bagaimana reaksinya.

"Maaf, tapi itu harus...aku bakal coba lupain secepat mungkin."

Koutarou sekalipun tahu bahwa seorang gadis akan merasa malu jika tubuhnya yang telanjang terlihat oleh orang lain. Itu sebabnya dia meminta maaf.

"Nggak...bukan itu maksudku...", balas Yurika sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan.

"Eh?"

Koutarou tidak menyangka Yurika akan bereaksi seperti ini, dan hal itu membuat matanya terbelalak saking kagetnya.

"Apa kamu nggak punya kesan lain...selain cuma minta maaf? Maksudku..."

"I-Itu sih...."

Kata-kata Yurika selanjutnya membuat Koutarou semakin tersentak sampai kehilangan kata-kata.

Yurika tahu betul bahwa Koutarou sudah melihat badannya karena niat baiknya untuk membantuk. Bagi Yurika yang dulu, hal itu mungkin sudah cukup, namun sekarang dia menginginkan adanya perasaan lain yang tercampur. Memang, Yurika pasti merasa malu sampai ingin bersembunyi entah dimana jika bisa, namun dia ingin Koutarou tertarik padanya sebagai seorang gadis.

"Gimana...menurutmu? Apa kamu...ngerasa ada sesuatu?"

Rokujouma V12 Illustration 4.jpg

"Aku---"

Ngerasa biasa aja.

Koutarou langsung menutup mulutnya tepat saat dia akan mengatakan hal itu.

Tunggu dulu, apa bener itu jawaban yang pas?

Secara umum, menjawab "tidak merasakan apapun setelah melihat seorang wanita telanjang" mungkin tepat, tapi apakah hal itu berlaku bagi Koutarou dan Yurika? Itulah yang sedang dipikirkan oleh Koutarou.

Para gadis penjajah sudah menunjukan keburukan sifat Koutarou, yang menyebabkan dirinya menyakiti Ruth saat perjodohannya dan berharap Sanae tidak pulih. Seperti halnya dengan mereka, bukankah Yurika juga akan menolak jawaban seperti itu? Jawaban yang terlalutepat mungkin terdengar jahat bagi orang-orang di dekatnya.

Setelah menyadari hal itu, Koutarou memberikan jawaban berbeda dari apa yang biasanya akan dia berikan.

"Yah, em....aku rasa kamu kelihatan...cantik..."

Setelah memikirkan bahwa memberikan jawaban yang detil akan terasa berlebihan dan tidak melihat apapun akan terasa aneh, inilah kesan paling mendalam yang bisa diutarakan oleh Koutarou.

"G-Gitu ya...", balas Yurika yang menengadahkan kepalanya dan merasa malu sekaligus sedikit senang. Koutarou pun merasa bahwa keputusannya benar setelah melihat hal itu.

Aku mungkin bisa sedikit lebih terbuka sama Yurika dan yang lainnya...

Pada saat ini, Koutarou teringat dengan sesuatu yang paling umum.

"Nggak ada komentar lagi..."

"Aku tahu kalau aku yang nanya, tapi...aku juga ngerasa ada baiknya begitu..."

Mereka berdua pun kembali terdiam dan merasa lebih malu dibanding sebelumnya. Jantung mereka sama-sama berdebar dengan cepat, namun mereka tidak merasa tidak nyaman. Itulah sebabnya Koutarou dan Yurika tidak berusaha melawan hal itu dan membiarkan waktu berlalu begitu saja.

"Kyaa!?"

"Uwah!?"

Namun, pada suatu masa, mereka bisa mendengar suara dari Shizuka yang berasal dari lantai di atas mereka. Yang mereka dengar hanyalah suara Shizuka yang menjatuhkan sesuatu, namun bagi Koutarou dan Yurika, rasanya seperti dikagetkan oleh Shizuka.

"Ah, e-em, jadi sampai mana kita tadi?"

"B-Bener juga, aku juga mau nanya sesuatu ke kamu."

Setelah mereka mendengar suara itu, suasana tenang dan nyaman di antara mereka berubah menjadi suasana yang biasanya. Setelah menyadari keberadaan Shizuka, mereka tidak bisa kembali ke suasana spesial yang sebelumnya.

"Yurika, coba lihat ini."

"Apa ini...?"

Koutarou berbicara dengan cepat sambil meletakkan beberapa pamflet di depan Yurika. Pamflet-pamflet itu menggunakan bangunan yang besar dan berbentuk persegi sebagai latar belakangnya.

"Ini pamflet-pamflet universitas. Tadi aku dapet dari guru."

"Universitas?"

Pamflet-pamflet yang ditunjukkan Koutarou berisi panduan untuk bisa diterima dalam beberapa universitas yang berada di dekat mereka. Karena Koutarou ingin menunjukkan hal ini pada Yurika, dia meminta kepada guru yang bertanggung jawab untuk urusan itu untuk memilihkannya beberapa universitas.

"Sebenarnya, belakangan ini di komunitas merajut, aku sama Sakuraba-senpai sempet ngebahas masalah kelulusannya senpai. Kamu tahu kan, kalau dia udah kelas tiga?"

"Oh iya..."

Yurika dan yang lainnya baru saja naik ke kelas dua. Itu berarti, Harumi sudah naik ke kelas tiga dan akan mengikuti ujian masuk universitas pada tahun ini.

"Pas kami lagi ngomongin soal kuliah, aku mulai kuatir sama apa yang bakal kamu lakuin nanti. Itu alasannya aku nunjukkin ini."

"Apa yang mau aku lakuin...", ujar Yurika sambil menyentuh pamflet dengan tatapan kosong.

Aku belum memikirkan itu sama sekali...

Ini terjadi bukan karena dia tidak pernah berencana untuk melakukan apapun, namun karena dia adalah seorang gadis penyihir, konsep melanjutkan kuliah ke universitas tidak pernah terlintas di pikirannya. Setelah permasalahan kamar 106 selesai, kemungkinan dirinya tetap berada di kota itu nampaknya tidak begitu tinggi.

"Yurika, menurut guru itu, kamu harusnya bisa masuk ke univ-univ deket sini. Biarpun nilai-nilaimu begitu, kamu pasti bisa kalau kamu usaha keras selama dua tahun ini. Kamu mau masuk univ yang mana?"

Nilai-nilai pelajaran Yurika selalu berada di batas tipis antara lulus dan gagal. Namun, pamflet-pamflet yang ditunjukkan oleh Koutarou menunjukkan universitas-universitas yang bisa menjadi tempat belajar selanjutnya bagi Yurika jika dia mau berusaha belajar. Tentu saja, Yurika harus betul-betul berusaha dengan serius untuk itu.

"B-Biarpun kamu bilang begitu, aku..."

Yurika tidak bisa memutuskan.

Inilah pertama kali dalam hidupnya Yurika mempertimbangkan soal kuliah di univeristas. Agar Yurika bisa mendapat gambaran, Koutarou melanjutkan bicaranya.

"Ngomong-ngomong, Sakuraba-senpai bakal lanjut ke sini, Universitas Kisshou. Dengan nilai-nilainya, dia pasti gampang masuk ke univ manapun, tapi karena kondisi badannya, itu alasannya dia milih univ ini. Yang ini mungkin sulit buat kamu, jadi kalau kamu mau masuk ke univ yang sama sama Sakuraba-senpai, kamu harus mulai belajar sekarang, atau kamu bakal telat."

Universitas Kisshou adalah universitas negeri yang dibangun sebelum bergabungnya kota Kisshou dan kota Harukaze. Jika tingkat kesulitan ujian masuknya dibandingkan dengan universitas-universitas lain, universitas ini akan berada di tingkatan atas. Bagi murid teladan seperti Harumi, mudah bagi mereka untuk masuk. Namun karena kondisi badannya, dia memilih universitas ini karena dekat dengan rumah sakit.

Karena Harumi dan Yurika juga teman dekat, Koutarou merasa bahwa Yurika ingin masuk ke universitas yang sama.

"Sakuraba-senpai bakal masuk ke Universitas Kisshou...", gumam Yurika sambil mengambil pamflet itu.

Apa aku...bakal bisa kuliah di universitas...?

Setelah menjadi gadis penyihir menggantikan Nana, Yurika tahu bahwa dia tidak akan bisa menjalani hidup normal. Dia hanya masuk ke SMA Harukaze karena dia ingin mengganggu Koutarou dan membuatnya meninggalkan kamar 106. Sekarang, sebuah kesempatan untuk hidup normal secara tiba-tiba muncul di hadapan Yurika. Itulah sebabnya hal ini terasa seperti mimpi baginya.

"Kamu mau masuk univ yang mana, Satomi-san?" tanya Yurika, yang ingin mendapat petunjuk lebih, pada Koutarou tentang universitas pilihannya.

"Aku juga mau masuk ke salah satu univ negeri, Universitas Kisshou atau Universitas Harukaze. Tapi, kayak kamu, aku juga nggak yakin kalau aku bisa masuk."

Koutarou tertarik untuk memasuki antara Universitas Kisshou atau Univeritas Harukaze, namun kedua pilihan itu berbeda dari apa yang direncakannya sebelumnya. Dulu, dia berniat untuk memasuki universitas yang bisa dimasukinya dengan modal nilai-nilai sekolahnya, tidak peduli seberapa dekat atau jauhnya.

Namun, belakangan ini Koutarou merasa ingin berusaha untuk bisa tinggal di kota yang sama dengan teman-temannya. Ini adalah perasaan yang mulai timbul dalam dirinya setelah insiden yang terjadi pada Sanae.

"Aku mau coba masuk Universitas Kisshou, dan kalau nggak bisa, aku coba turun sedikit dan nyoba ke Universitas Harukaze, mungkin. Univ Haru punya klub baseball yang terkenal, jadi yang manapun nggak masalah."

Universitas Harukaze termasuk universitas teknik dengan tingkatan kesulitan menengah untuk ujian masuknya. Karena dalam universitas itu terdapat banyak sekali klub olahraga, universitas itu menjadi pilihan menarik bagi Koutarou, namun jaraknya sedikit lebih jauh daripada Universitas Kisshou. Akibatnya, kedua universitas itu mejadi pilihan yang sama menariknya. Jika Koutarou berencana untuk masuk ke Universitas Kisshou yang tingkatannya lebih sulit, maka Universitas Harukaze akan menjadi lebih mudah baginya jika dia sampai gagal. Karena itulah pilihan Koutarou saat ini jatuh kepada Universitas Kisshou.

"Satomi-san juga mau ke Univ Kisshou, ya..."

"Kamu sendiri gimana?"

"...Aku, em....aku nggak pernah mikirin soal itu...", jawab Yurika dengan jujur, mengungkapkan keraguannya. Dia masih belum yakin dengan pilihannya.

"Kalau gitu, kamu coba ambil waktu buat mikirin itu."

"Oke...."

Yurika melihat pamflet itu sekali lagi, lalu membayangkan dirinya melangkah menuju bangunan putih yang tergambar dalam pamflet itu. Dalam benaknya, dia melihat dirinya, Koutarou dan Harumi berjalan melewati gerbang universitas itu bersama-sama. Baginya, bayangan itu nampak seperti mimpi yang menjadi nyata.

Setelah berpikir sejenak, Yurika berbalik menghadap Koutarou.

"Em, Satomi-san, bisa aku nanya sesuatu?"

"Boleh."

"Menurutmu....aku harus gimana? Bukan cuma soal univ, tapi apa aku harus lanjut kuliah atau nggak..."

Yurika masih tidak bisa mengambil keputusan karena masih ada pengecut di dalam dirinya dan butuh keberanian baginya untuk melangkah menuju masa depan yang baru. Ditambah lagi, masa depan itu adalah hal yang semestinya sudah dilepaskannnya. Yurika merasa tidak bisa mengambil keputusan itu sendirian.

"Menurutku, itu sesuatu yang harus kamu putusin sendiri", jawab Koutarou dengan kesan yang sama seperti jawaban yang diberikannya mengenai perjodohan Ruth. Memang, hal itu merupakan sesuatu yang harus diputuskan sendiri oleh Yurika, namun Koutarou tidak berhenti sampai di sana.

"Tapi, aku rasa kamu lebih baik lanjut kuliah. Daripada kamu pergi jauh entah kemana, aku lebih suka kalau kamu tinggal di deket-deket sini, biar suasananya jadi lebih asyik."

Meskipun kegaduhan di kamar 106 berakhir, Koutarou ingin agar hari-hari menyenangkan itu untuk terus berlanjut. Dia tidak pernah menginginkan hal itu sebelumnya, karena merasa bahwa dia tidak harus mencoba berharap. Namun, ada orang-orang yang menginginkan hal itu, dan Yurika mungkin termasuk salah satunya. Jika begitu, bukankah Koutarou seharusnya mengharapkan hal yang sama dan menunjukkan niatannya? Koutarou menahan pikiran buruknya dan berharap akan masa depan Yurika.

"...Satomi-san..."

Yurika sudah tahu tentang masa lalu Koutarou, yang didengarnya dari penuturan Kiriha tentang apa yang dirasakan oleh Koutarou. Akibatnya, Yurika tahu apa yang terjadi di dalam diri Koutarou.

Aku harus ngelindungin dia...

Jiwa yang merana, yang sudah menyerah dengan masa depannya sendiri, karena dia kehilangan ibunya sendiri, sekarang sedang berusaha untuk meraih masa depan yang cerah. Itulah sebabnya Yurika ingin melindungi jiwa yang lemah dan terluka ini sendirian.

Dan kalau Satomi-san juga ngelindungin aku...

Yurika bisa menggunakan sihir, namun dia tidak begitu hebat. Tidak peduli seberapa hebat kekuatan yang dimilikinya, Yurika masih seorang gadis biasa. Dia merasa kesulitan dan kesepian untuk bertarung sendirian. Yurika merasa bahwa dia bisa terus berusaha jika dia memiliki seseorang di sisinya.

Terlebih lagi, dia percaya bahwa dua orang yang saling menopang satu sama lain adalah hal yang indah.

"Aku....mau masuk ke Universitas Kisshou. Bareng sama Satomi-san sama Sakuraba-senpai..."

Itulah sebabnya Yurika ingin kuliah. Dia ingin membantu dan dibantu oleh Koutarou dan Harumi, tertawa bersama dan hidup bersama, tentunya bersama para gadis penjajah yang lainnya juga. Saat ini, Yurika merasa bahwa masa depan itu begitu indah.

"Karena, aku sayang sama Satomi-san, Sakuraba-senpai, sama yang lainnya.."

Inilah pertama kalinya Yurika ingin hidup bahagia. Dia tidak hanya mencintai Koutarou, tapi juga yang lainnya. Itulah sebabnya dia ingin bersama semuanya.

Inilah sebuah pernyataan cinta kepada semua orang yang berhubungan dengan Yurika, sesuatu yang tidak dimilikinya setahun yang lalu. Setelah satu tahun yang panjang ini, Yurika akhirnya bisa mendapatkan sesuatu yang penting bagi seorang gadis penyihir.

"Gitu ya...bagus kalau begitu...", balas Koutarou yang tersenyum dan mengangguk pada Yurika. Dia senang dan lega dengan pilihan Yurika, karena Yurika tidak akan pergi bahkan setelah mereka lulus.

"Ehehe....", tawa Yurika dengan senyum yang meniympan rasa malu dan mata yang mulai berkaca-kaca.

Oarng yang paling dicintainya berkata bahwa dia ingin bersama dirinya, dan orang itu senang saat dia berkata bahwa dia juga ingin ada bersama orang itu. Jelas tidak ada hal yang lebih membahagiakan lagi selain ini. Yurika merasa begitu bahagia bisa berada di sini, dari lubuk hatinya yang paling dalam.

"Kalau gitu, sini, Yurika", kata Koutarou sambil menyimpan pamflet-pamflet itu dan memanggil Yurika.

"O-Oke..."

Yurika pun tersipu, dan dengan mata masih basah, dia merangkak ke arah Koutarou.

Aku salah paham tadi....tapi kali ini...nggak bakal salah, ya kan...?

Mata Koutarou tampak begitu tenang. Mereka berdua sama-sama tahu bahwa mereka saling menyayangi satu sama lain, dan waktu untuk menyatakan perasaan ini pun telah tiba. Singkatnya, inilah waktunya untuk sebuah ciuman.

Kalau sama Satomi-san...nggak, aku cuma mau sama Satomi-san...aku nggak mau sama yang lain...nggak apa-apa kalau ciuman disini...ya kan?

Pikiran Yurika sudah dipenuhi dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, namun tidak seperti sebelumnya, dia tidak merasa bingung. Karena dia tahu bahwa perasaannya sudah tersampaikan, dia tidak mencoba untuk lari.

Aku....cinta sama orang ini...

Yurika merasa begitu yakin bahwa jantungnya seperti digenggam. Dia pun menuruti hal itu, dan sekarang sudah berada di depan Koutarou. Sekarang, yang perlu dia lakukan hanya menyerahkan dirinya pada perasaan itu.

"Oke, mari kita mulai sekarang juga."

Namun..

"Huh?"

Koutarou meletakkan pulpen di tangan Yurika dan buku di depannya. Dengan semangat membara di dalam matanya, Koutarou berkata dengan lantang: "Kamu cuma inget sebagian tabel perkalian kan? Kita mulai dari situ!" sambil menepuk sampul buku itu.

'Matematika Asyik untuk Anak Kelas 2 Sekolah Dasar'

Buku di depan Yurika berisi kumpulan soal bagi anak-anak SD. Berbeda dengan raut wajah Yurika, Koutarou berniat mengajari Yurika dengan segera karena Yurika sudah memutuskan untuk memasuki perkuliahan di universitas.

"S-Satomi-san, a-apa kamu nggak bisa ngelanjutin momennya sedikit lagi? Apa kamu nggak bisa ngikutin hatimu!?"

Yurika yang sudah berada di awan-awan pun segera terlempar kembali ke dalam realita. Perubahan yang begitu drastis itu membuatnya menangis sambil mengeluh.

"Karena kamu males-malesan gini, jadinya situasimu jelek."

Namun, Koutarou menggelengkan kepalanya dengan tegas.

Aku bakal bikin dia inget perkalian hari ini, kalau nggak, besok...terus buat sisa minggu ini, pembagian sama pecahan. Tapi...mungkin sedikit telat. Masih banyak pelajaran yang harus aku ajarin ke dia!

Koutarou terbakar oleh semangat dari jiwa atlitnya, membuatnya akan melakukan segala cara yang bisa dilakukannya untuk bisa membuat Yurika masuk ke Universitas Kisshou.

"Kamu salah! Mungkin buat keadaan biasa itu bener, tapi sekarang, harusnya aku yang bener!"

Yurika tahu bahwa dia harus belajar dan harus dimulai sesegera mungkin, namun bukan pada saat ini, detik ini juga. Meskipun dia menanyakan pada 100 orang sekalipun, Yurika yakin bahwa semua orang itu akan sependapat dengannya.

"Berhenti ngerengek, ayo langsung belajar! Aku ajarin caranya."

Namun Koutarou tidak mau mendengarkan Yurika. Dia sudah memutuskan bahwa dia akan membuat Yurika berhasil masuk ke Universitas Kisshou, bahwa mereka akan masuk bersama-sama. Kooutarou pun mengincar cara tercepat untuk bisa ke sana.

"Ini salah! Pasti ini ada yang salah!"

"Baguslah kalau kamu tahu salahmu sendiri dimana, jadi ayo langsung belajar!"

"HIIIIII~!"

Yurika akhirnya mulai menggerakkan pulpennya setelah Koutarou menegurnya.

Aku mungkin udah jatuh cinta sama orang yang nggak guna...tunggu, aaaaahhh!? Dia nggak guna kalau sendirian!

Dengan begitu, Yurika akhirnya menyadari kesalahan penting yang sudah dibuatnya, namun semua sudah terlanjut terjadi.


Kembali ke Bab 1 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 3