Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 11 Bab 7

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Cinta adalah Segalanya[edit]

Part 1[edit]

Senin, 12 April

Sanae sedang berjalan santai menyusuri jalan di pinggir sungai. Karena dia baru saja keluar dari rumah sakit, dia berjalan pulang ke rumah sebagai usaha untuk membangun staminanya.

Karena saat itu suhu udara sudah mulai mendingin, banyak orang yang juga melalui jalan yang sama dengan Sanae. Sanae lalu mengamati kabut yang menyelimuti tiap-tiap orang yang berpapasan degnannya sambil berpikir dalam-dalam.

Aku penasaran apa maksudnya tadi...., pikir Sanae yang memikirkan kabut itu.

Lewat kekuatan pikirannya, Sanae bisa melihat kabut misterius di sekitar orang-orang. Karena kabut itu akan berubah tergantung dari niat seseorang, Sanae bisa dikatakan dapat membaca perasaan seseorang. Berhubungan dengan hal itu, ada sesuatu yang mengganggu pikiran Sanae, yakni perasaan yang aneh yang diarahkan beberapa teman sekelasnya terhadap dirinya.

Kelas 2A yang menjadi kelas bagi Sanae sudah menyambutnya dengan hangat. Meskipun hal itu tidak semuanya melakukan itu, sebagian besar anggota kelas sudah akrab dengan Sanae. Namun di antara teman-teman sekelasnya, ada sebagian teman-teman sekelasnya yang punya perasaan berbeda terhadap dirinya.

Orang pertama yang dia amati adalah Koutarou. Karena suasana di sekitar Koutarou berbeda dari yang lainnya, Sanae sempat mengira bahwa Koutarou menyukainya sebagai seorang gadis. Namun setelah Sanae mengamati keadaan kelas sedikit lebih lama lagi, dia sadar bahwa ada orang-orang lain yang punya perasaan yang sama seperti Koutarou.

Kurano Kiriha yang terlihat dewasa, Kasagi Shizuka yang punya aura seorang kakak, Nijino Yurika yang mudah untuk diajak bicara, dan kedua murid dari luar negeri, Theia dan Ruth. Jika ditambah dengan Koutaou, ada enam orang yang menyimpan perasaan berbeda terhadap dirinya.

Kenapa mereka punya perasaan seperti itu terhadapku....?

Setelah diamati lebih lanjut, keenam orang itu juga menyimpan perasaan yang sama terhadap satu sama lain. Kelihatannya, perasaan itu dimiliki oleh kelompok itu terhadap satu sama lain. Namun, jika memang itu benar, Sanae tidak mengerti mengapa perasaan yang sama juga diarahkan kepada dirinya. Sebelum dia datang ke kelas ini, Sanae tidak pernah bertemu mereka dan tidak bisa memikirkan alasan seperti apa yang membuat mereka mencurahkan perasaan seperti itu kepada dirinya.

Perasaan itu sendiri juga merupakan sebuah misteri. Saat dia berjalan-jalan mengelilingi kota, Sanae tidak pernah melihat adanya kelompok lain yang memiliki perasaan seperti itu. Meskipun perasaan itu terlihat mirip dengan perasaan yang dimiliki oleh pasangan kekasih dan orang-orang yang sudah menikah, pada keluarga dan tim-tim atlit, perasaan itu sedikit berbeda dari perasaan yang dilihat oleh Sanae pada orang-prang lain. Bisa jadi perasaan itu memiliki hal-hal lain yang dilihatnya yang tercampur di dalamnya. Apapun alasannya, perasaan itu adalah jenis perasaan yang tidak pernah dilihat oleh Sanae sebelumnya.

Tapi, aku tidak benci dengan perasaan itu...

Sanae tidak tahu apa alasannya, ataupun tahu perasaan seperti apa itu, namun dia senang karena perasaan seperti itu tercurahkan kepadanya. Dia merasa bahwa perasaan itu terasa begitu kuat saat dia memandangi punggung Koutarou. Pada saat-saat seperti itu, dia mendapat perasaan yang sama dengan kelompok enam orang itu, tapi dia sendiri masih belum menyadarinya. Itulah sebabnya Sanae melihat ke arah orang-orang di sekitarnya hingga saat ini untuk mendapatkan jawabnya.

"...Huh?"

Pada saat itulah Sanae melihat sesuatu. Jalan yang akan dilaluinya mengarah ke bawah sebuah jembatan besi, tapi dia bisa melihat sebuah kabut yang berputar di dalam kegelapan di bawah jembatan itu.

"Aku penasaran apa itu..."

Yang bisa dilihatnya hanyalah kabut itu, tanpa ada seorang pun di dekatnya. Sanae pernah melihat kabut seperti ini beberapa kali sebelumnya.

"Aku bisa melihatnya dengan jelas hari ini..."

Namun, suasana kabut itu berbeda dari biasanya. Sebelum-sebelumnya, Sanae hanya bisa melihat kabut itu secara kurang jelas, namun kali ini dia bisa melihat kabut itu dengan begitu jelas di hadapannya, dan dia juga bisa membaca perasaan kabut itu.

Kebencian, iri hati, dendam, amarah, kesedihan dan keputusasaan.

Semua jenis perasaan yang negatif berada di dalam kabut itu. Saat dia merasakan hal itu, Sanae secara tak sadar langsung melangkah mundur.

Apa kabut gelap ini?

Tepat saat Sanae menjerit di dalam hatinya, kabut gelap itu melihat ke arah Sanae. Meskipun kabut itu tidak memiliki mata, Sanae bisa merasakan kabut itu seperti sedang menatap dirinya.

"Aku sudah menunggumuuuuuu!"

Sebuah teriakan yang terdengar penuh kegirangan bisa terdengar bersamaan dengan meluapnya sesuatu yang seperti perasaan yang berbahaya. Saat suara itu didengar oleh Sanae, dia menjadi gemetar karena ketakutan. Namun, kelihatannya tidak ada orang-orang di sekitarnya yang mendengar teriakan itu, seakan-akan hanya Sanae saja yang bisa mendengarnya.

Aku harus lari! Kabut itu pasti berbahaya! pikir Sanae dengan cepat.

Namun, karena dia baru beberapa hari lalu keluar dari rumah sakit, badannya tidak bisa bergerak secepat pikirannya. Sanae pun panik karena kakinya tidak mau bergerak sama sekali, kemudian lari dari tempat itu.


Part 2[edit]

Setelah menyelesaikan kegiatan klubnya, Koutarou berjalan pulang ke rumah saat matahari mulai terbenam. Setelah berpisah dengan Harumi, yang naik bis untuk pulang, Koutarou berjalan pulang sendirian. Karena sekolah tempat Koutarou belajar bersama yang lainnya berada di sebuah bukit kecil, jalannya pulang ke rumah adalah turunan yang panjang. Koutarou menuruni turunan itu dengan langkah yang gesit sambil membuat bayangan yang panjang.

Koutarou pulang sendirian karena dia hampir menjadi satu-satunya orang yang pulang dari sekolah selarut itu.

Tadi pagi, dia berangkat dari Rumah Corona bersama Shizuka dan Kenji, lalu bertemu dengan Theia dan Kiriha di tengah jalan. Yurika kadang-kadang bangun terlambat, jadi mereka baru akan bertemu di ruang kelas. Setelah menjalani waktu bersama-sama, mereka berpisah untuk sementara waktu untuk menjalani kegiatan klub dan urusan lainnya. Mereka akan bertemu lagi di kamar 106 untuk minum teh sebelum makan malam. Setelahnya, mereka akan selalu bersama sampai waktunya untuk tidur.

Dengan begitu, waktu yang sedikit ini yang dihabiskan Koutarou untuk pulang ke rumah menjadi waktu pribadinya yang sesungguhnya. Namun, bukannya Koutarou melakukan sesuatu yang tidak biasanya karena dia sedang tidak bersama para gadis penjajah maupun berpikir bahwa para gadis penjajah itu sebagai pengganggu. Malah, bisa dikatakan bahwa Koutarou sedang sedikit lengah.

"....Pegal-pegal di bahuku bener-bener jadi enakan...", gumam Koutarou sambil memutar-mutar lengannya.

Beberapa saat lalu, pegal di pundaknya sempat menjadi masalah besar. Itu terjadi karena Sanae merasuki Koutarou. Semenjak Sanae kembali ke tubuh aslinya, pundak Koutarou mulai sembuh kembali. Sekarang dia sudah tidak merasa pegal lagi kecuali dia memutar-mutar lengannya.

"Aku penasaran, mana yang lebih baik. Bahuku sembuh, atau dipijetin Sanae setiap hari....nggak, Sanae udah bisa ketemu sama orang tuanya lagi. Aku rasa jawabannya udah jelas..."

Dulu saat pundaknya terasa begitu pegal, Sanae selalu memijatnya setiap hari. Dengan perginya Sanae, baik pegalnya maupun pijatan harian itu pun ikut pergi. Koutarou merasa sedih dengan hal itu, tapi tahu kalau itu tidak bisa dihindari. Dia juga merasa bahwa dia seharusnya merasa senang bahwa Sanae bisa kembali ke keluarganya lagi.

Kalau dipikir-pikir, Sanae tadinya adalah hantu, dan akhir yang pantas bagi hantu adalah bisa pergi ke alam baka. Kalau Sanae adalah hantu biasa, maka dia harusnya langsung pergi ke alam baka setelah bertemu dengan kedua orang tuanya. Dibandingkan dengan hal itu, situasi yang terjadi saat ini malah lebih baik. Dia sekarang tinggal bersama dengan orang tuanya yang dari dulu begitu ingin dijumpainyua lagi, dan Koutarou juga tahu bahwa sekarang dia baik-baik saja.

Sekarang, yang perlu dilakukan Koutarou dan yang lainnya adalah untuk menjaga janji mereka masing-masing kepada Sanae sambil menunggu agar ingatan Sanae kembali, namun Koutarou berpikir bahwa hal seperti itu adalah harapan yang terlalu besar.

Gadis yang tadinya menjadi hantu telah hidup kembali; hal itu sudah merupakan satu mukjizat yang tidak bisa dipercaya. Itu sebabnya Koutarou tidak berniat meminta terjadinya mukjizat yang lain lagi.

"Sanae udah hidup dengan bahagia. Itu udah lebih dari cukup...", ujar Koutarou yang tanpa sadar mengutarakan niatnya. Satu-satunya waktu dimana dia bisa betul-betul mengutarakan apa yang ada di pikirannya adalah saat dia sedang sendiri. Dia tidak akan pernah mengatakan hal seperti itu di hadapan para gadis yang menunggu kembalinya Sanae.

Niatan Koutarou ternyata memang tepat seperti yang dibayangkan oleh para gadis penjajah. Dia tidak menginginkan Sanae kembali seperti dulu, namun itu disebabkan oleh karena rasa pasrahnya terhadap hubungan antar manusia yang juga disebabkan oleh kematian ibunya, bukan karena alasan sepele seperti meminta terlalu banyak yang dia sendiri gunakan.

"Nanti juga kita bakal terbiasa, baik aku maupun yang lainnya..."

Koutarou tidak pernah mendambakan siapapun secara terang-terangan, karena dia takut kehilangan orang-orang yang dia butuhkan. Karena itulah dia tidak akan merasa sedih lagi, tapi orang-orang di sekitarnya juga tidak akan merasa sedih. Koutarou tidak bisa mengulangi kesalahan yang sama lagi.

Itulah cara berpikir Koutarou yang diakibatkan oleh kematian ibunya dan sifat buruk Koutarou. Namun, di saat yang sama, hal itu juga yang membuat mental Koutarou begitu kuat, atau seperti yang disebutkan oleh para gadis penjajah, keengganannya untuk membutuhkan orang lain. Itu merupakan sebuah masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan mudah.

"Hm?"

Setelah Koutarou mencapai kaki bukit dari arah sekolahnya, ada seorang gadis yang berpapasan dengannya di perempatan jalan.

"Bukannya itu...Sanae?"

Gadis itu terlihat sedikit lebih dewasa dari Sanae yang dikenal oleh Koutarou, tapi dia masih terlihat sama mudanya. Karena Koutarou baru saja memikirkan Sanae, dia bisa mengenali gadis itu dengan cepat.

"Ada apa sama dia ya?"

Sanae sedang menuju ke arah yang berlawanan dengan rumahnya. Ditambah, dia sedang berlari meskipun badannya masih dalam proses rehabilitasi, sambil sekali-sekali menoleh ke belakangnya. Ketiga alasan ini membuat Koutarou mencurigai adanya masalah.

"Oke!"

Koutarou dengan cepat berlari menyusul Sanae, yang sudah menghilang di balik sebuah tikungan. Namun, tidak akan sulit bagi Koutarou untuk mengejarnya sambil berlari.


Part 3[edit]

Sanae mulai kehabisan nafas dan jantungnya berdebar semakin cepat. Meskipun jarak antara posisinya saat ini dengan jalan yang tadi ditempuhnya tidak begitu jauh, namun karena dia baru saja keluar dari rumah sakit, jarak sedekat itu sudah cukup menyulitkan baginya. Nafasnya tidak kembali tenang tidak peduli seberapa banyak dia menarik nafas dan jantungnya berusaha keras mengirimkan oksigen ke seluruh tubuhnya. Dahinya berkeringat dan mulutnya menganga untuk bisa mendapatkan udara sebanyak mungkin. Kemungkinan besar dia akan pingsan kalau hal ini terus terjadi. Masalahnya bisa terselesaikan kalau dia berhenti berlari, tapi dia punya alasan untuk tidak melakukan hal itu.

"A-apa benda itu masih mengejarku!?"

Saat Sanae menoleh ke belakang, raut wajahnya terlihat semakin menderita, bukan karena kelelahan berlari, tapi karena ketakutan akan apa yang sedang mengejarnya.

"Tunggu! Aku hanya mau berkenalan denganmu!"

Sesuatu yang tidak diketahui Sanae sedang berada di belakangnya, di balik bayang-bayang terbenamnya matahari. Sesuatu itu kelihatannya tidak mau keluar dari balik bayangan, namun terus mengejar Sanae dari balik kegelapan. Sanae pun terus berusaha keras berlari karena dia tidak mau ditangkap oleh sesuatu itu.

"Aku, harus lari! M-mataharinya, akan terbenam!"

Sesuatu itu tidak berani keluar terkena cahaya, jadi Sanae belum kuatir akan segera tertangkap. Namun, tidak lama lagi, matahari akan segera terbenam, yang berarti Sanae akan diselimuti oleh kegelapan, dan membuatnya berada di dalam jangkauan sesuatu itu. Sanae tidak tahu apa yang akan terjadi kalau dirinya sampai tertangkap, tapi intuisinya berkata bahwa itu berbahaya. Itulah sebabnya dia harus segera kabur sementara matahari masih ada.

"Kamu baru saja sembuh, jangan paksakan badanmu begitu. Kamu harusnya menjaga badanmu dengan baik~ Itu badanku juga lho."

"Itu semakin mendekat!! Aku harus apa!?"

Sanae mulai panik.

Sanae masih bisa lolos dari sesuatu itu berkat fakta bahwa sesuatu itu selalu berada di dalam bayangan. Namun, dengan terbenamnya matahari, bayangan yang ada menjadi semakin panjang dan besar, dan sesuatu itu mulai bisa bergerak dengan lebih besar. Jarak antara mereka semakin mengecil, dan sesuatu itu sudah tinggal sekitar 10 meter lagi dari Sanae. Sanae ingin bisa lolos sementara matahari masih ada, namun kemungkinan hal itu bisa terjadi sudah semakin kecil saat ini.

"Dia jadi semakin besar!!"

Yang membuat Sanae menjadi semakin panik adalah sesuatu itu menjadi semakin besar. Awalnya, dia mengira bahwa sesuatu yang kecil itu hanya semakin mendekat, tapi itu berarti sesuatu itu mengejarnya terlalu cepat. Kalau apa yang dirasakan Sanae memang benar, maka sesuatu itu sudah mejadi semakin beberapa kali lebih besar dari saat dia pertama kali bertemu dengan sesuatu itu.

"Fufufu, sedikit lagi....seeedikit lagi!"

"Kalau, terus, begini, aku bakal ditangkap! T-tapi, aku bisa apa!?"

Sanae sudah tidak berdaya lagi. Dia tahu keadaan akan semakin memburuk kalau dia sampai tertangkap oleh sesuatu yang misterius itu yang menyerangnya tiba-tiba, tapi dia tidak bisa memikirkan cara untuk bisa lepas dari situasi itu. Malah, inilah pertama kalinya dia menjumpai fenomena paranormal.

"Na-nafasku....*uhuk*,*uhuk**uhuk*"

Sanae terus berusaha keras berlari melewati area perumahan sementara matahari hampir betul-betul terbenam. Namun, pada saat itulah dia sudah mencapai batasnya. Nafasnya sudah tersengal-sengal, kepalanya pusing dan kakinya yang begitu kelelahan tidak mau bergerak sama sekali. Pada akhirnya, kaki Sanae terjungkal, dan karena tidak bisa menjaga keseimbangan badannya, dia jatuh ke atas jalan aspal.

"Kyaaaaa!?"

Badannya membentur aspal dan membuat seluruh tubuhnya merasa sakit. Meskipun rasa sakit itu membuatnya berhenti panik, hal yang sama juga membuat tubuhnya tidak bisa bergerak.

"Apa kau sudah menyerah, kucing kecil!?"

Tepat pada saat itulah sesuatu itu dengan wujudnya yang serba hitam mendekati Sanae. Wujudnya ternyata memang sudah menjadi semakin besar seperti yang dirasakan oleh Sanae. Sesaat lalu, pergergakannya masih dibatasi oleh adanya matahari, tapi karena sekarang matahari sudah akan tenggelam di ufuk barat, sesuatu itu bisa mendekat Sanae dengan cepat.

"Aku sudah menunggu hari ini begitu lama, kucing kecilku!! Kali ini, kita aknan menjadi satu!!"

Sesuatu itu melebarkan dirinya di depan Sanae yang tidak bisa bangun, dan di hadapan Sanae muncullah sebuah raksasa yang buruk rupa.

Raksasa itu terbentuk dari tubuh manusia, tapi tanpa dasar rancangan apapun. Wujudnya yang aneh tampak seperti seseorang sudah asal-asalan menempelkan tanah liat di sana-sini di tubuhnya. Hanya wajahnya saja yang tidak berubah. Tampilan wajahnya yang masih terlihat sebagai manusia membuat raksasa itu menjadi lebih menyeramkan lagi dengan raut wajah yang ditunjukkannya saat itu. Matanya yang cekung penuh dengan berbagai macam perasaan buruk dan mulutnya yang penuh dengan dengki.

Melihat sesuatu seperti itu, Sanae hanya bisa memikirkan satu hal, seperti halnya orang biasa pada umumnya.

"M-monster!?"

Tidak ada kata yang lebih tepat lagi untuk dikatakan untuk menyebutkan si raksasa.

"Jahatnya! Kalau aku adalah monster, bagaimana dengan dirimu yang punya energi spiritual dengan jumlah yang luar biasa itu!?"

Monster itu menggapai Sanae dengan tangannya yang memiliki panjang beberapa meter. Sanae tidak akan bisa menghindari tangan itu, karena dia masih belum bisa bangun. Tidak, hal itu jelas tidak akan mungkin meskipun dia berhasil berdiri sekalipun. Tangan itu terlalu besar dan bergerak terlalu cepat. Sanae hanya bisa pasrah menerima takdirnya dan menutup matanya saat melihat tangan si raksasa yang mendekatinya secepat kilat.

"Ya jelas dong!"

Namun tepat saat tangan si monster itu hampir menggapai Sanae, seseorang melompat menghalangi tangan itu dan memukulnya sekuat tenaga.

"Dia cewek idaman yang hebat!"

Tangan yang terpukul itu pun meledak.

Rokujouma V11 241.jpg

"Gyaaaaaaaaa!?"

Ledakannya tidak terlalu besar, tapi membuat raksasa itu merasa kesakitan dan terkejut, juga menciptakan sebuah celah.

"Eh?"

Sanae, yang masih menutup matanya, membuka matanya saat dia mendengar ledakan dan teriakan itu. Saat dia melakukan itu, orang yang menolongnya berada tepat di depannya.

"Ayo kita pergi, Sanae!"

"Ah..."

Sesaat setelahnya, Sanae diangkat dan digendong oleh orang itu.

Dengan badannya yang besar dan ototnya yang terlatih, ada kehangatan yang terpancar darinya dan matanya yang penuh tekad.

Saat Sanae merasakan hal itu, secara intuisi dia merangkul leher orang itu.

"Pegangan yang erat dan jadi anak yang baik ya!"

"...Satomi...Koutarou-san...?"

Sanae baru menyadari siapa orang itu setelah dia merangkulkan tangannya ke leher orang itu.


Part 4[edit]

Setelah menyelamatkan Sanae dari monster raksasa itu, Koutarou terus berlari sambil menggendong Sanae. Koutarou memang sudah menyelamatkan Sanae, tapi dia belum mengalahkan monster itu. Bahkan, saat ini monster itu sedang mengejar mereka. Koutarou harus menemukan tempat dimana dia bisa menyelesaikan pertarungannya melawan monster itu, tapi di tengah-tengah area padat penduduk dengan beribu pasang mata yang akan menyaksikan bukanlah tempat yang tepat. Yurika bisa memasang medan pembatas untuk mengusir orang-orang, jadi setidaknya Koutarou harus bertarung di tempat dimana kerusakan yang dihasilkan minim dan setelah bertemu dengan Yurika.

"Oke!! Area pembangunan di perumahan, ya kan!?"

"Benar! Kelihatannya mantra Yurika bisa dijalankan di sekitar tempat itu, dan karena area itu masih dalam tahap pembangunan, area itu juga dikelilingi oleh pagar seng! Itu tempat yang tepat untuk bertarung!" kata suara Theia yang terdengar dari gelang Koutarou.

Dengan menggunakan gelang yang didapatnya dari Clan, Koutarou menghubungi Theia. Karena Theia berada di kamar 106, para penjajah yang lain juga sedang berkumpul di sana. Setelah Koutarou menjelaskan situasinya saat itu pada mereka, Kiriha membuat rencana yang tepat sementara Ruth mencari lahan kosong dengan segera. Dari sana, Koutarou dan Sanae akan bertemu dengan para gadis penjajah, menyuruh Yurika untuk memasang medan pembatas untuk mengusir orang-orang, lalu mengalahkan monster itu dengan kekuatan gabungan mereka. Itulah rencana yang dihasilkan oleh Kiriha.

"Theia, kasih tahu Kiriha kalau musuhnya hantu wanita yang waktu itu!"

"Baik, akan kuberi tahu padanya! Dan, primitif!"

"Apa!?"

"Tolong jaga Sanae! Lindungi dia apapun yang terjadi!"

"Baik, Tuan Puteri!"

Dengan kalimat itu sebagai akhir percakapan, Koutarou menyudahi transmisinya.

"Sip!"

Koutarou lalu mengubah arah larinya, mengikuti penanda yang ditampilkan pada pandangannya oleh gelangnya. Karena gelang itu sudah menerima titik koordinat dari Ruth, Koutarou mulai berlaru menuju area konstruksi menggunakan jalan yang paling dekat.

"Sudah kubilang tunggu!! Dasar bocah sialan!!"

Setelah mengubah arah larinya, Koutarou berhasil disusul oleh si monster. Koutarou pun mempercepat larinya saat menyadari hal itu.

"Pegangan, Sanae!"

"Kyaa!?"

Karena Koutarou berlari begitu cepat, Sanae terkejut dan kehilangan keseimbangannya. Agar tidak jatuh, dia memegang Koutarou erat-erat.

Apa...ini...

Setelah berhasil menyeimbangkan badannya, Sanae menyadari seberapa cepat Koutarou berlari dan itu membuatnya keheranan. Koutarou dengan mudahnya berlari mendahului pengguna sepeda, dan mobil yang sedang melaju pun hampir tidak bisa meninggalkan Koutarou karena harus berhenti karena lampu lalu lintas. Kecepatan lari Koutarou saat ini jauh di atas 20 kilometer per jam.

Kalau Koutarou berlari sendirian, hal itu mungkin masih bisa terjadi. Masih memungkinkan bagi seorang murid atletis untuk berlari pada kecepatan secepat ini sendirian untuk jarak dekat. Namun Sanae tidak bisa membayangkan bahwa lari pada kecepatan ini untuk waktu yang lama sambil membawa orang lain adalah hal yang memungkinkan. Namun, tidak peduli apakah dia peduli atau tidak, hal ini sedang terjadi, dan jarak di antara mereka berdua dan si monster menjadi semakin besar.

Koutarou rupanya menggunakan energi spiritual untuk meningkatkan kemampuan badannya.

Meskipun kemampuan itu sudah melemah, Koutarou masih mempunyai kemampuan untuk menggunakan energi spiritual. Dia menguatkan kekuatan ototnya dan meningkatkan persediaan oksigen pada badannya untuk mencegah timbulnya kelelahan. Bahkan bagi Koutarou sekalipun, berlari secepat ini sendirian adalah hal yang tidak mungkin.

"Satomi-san."

"Kenapa? Kamu luka?"

"Bukan, bukan itu....siapa kalian sebenarnya?"

Sanae masih belum mengerti apa yang terjadi.

Kecepatan lari Koutarou itu aneh, dan Sanae juga tidak mengerti bagaimana Koutarou menyelamatkan dirinya. Kelihatannya Koutarou jauh lebih tahu soal monster itu dibandingkan dirinya.

DItambah lagi, soal Theia dan orang-orang lain yang dihubungi Koutarou lewat gelangnyua. Sanae tahu bahwa Koutarou dan Theia dan orang-orang lainnya punya rasa saling percaya yang begitu besar.

Setelah saling mengaitkan fakta yang ada, Sanae bisa mengira bahwa Koutarou dan teman-temannya adalah orang-orang yang punya latar belakang misterius.

"Kami?"

Koutarou tertegun sebentar mencari jawabnya. Dia tidak bisa mengatakan sebuah kalimat yang bisa dipakai untuk menjelaskan dirinya dan yang lainnya. Saat mereka pertama kali bertemu, 'Para penjajah dan si korban' adalah gambaran yang cocok. Namun saat ini, Koutarou merasa bahwa penjelasan itu sudah tidak cocok lagi. Koutarou dan yang lainnya sudah berubah menjadi sesuatu yang lain sejak dulu.

"Yah...."

Setelah berpikir sejenak, Koutarou tersenyum.

"Kami adalah teman-teman ceria Higashihongan Sanae."

Koutarou tidak bisa memikirkan jawaban lain. Setelah menjadi sedekat itu, Koutarou merasa bahwa inilah penjelasan yang paling tepat.

"Apa itu...sebabnya kenapa kalian begitu baik padaku?"

Tindakan Koutarou dan yang lainnya terhadap Sanae tidak jauh berbeda dari teman-teman sekelasnya yang lain, namun perasaan yang terdapat dibalik tindakan itu jauh berbeda.

"Mungkin. Tapi, kita lanjutin ini buat nanti. Sekarang kita harus pergi dulu secepat mungkin."

"Baik...."

Setelah itu, Koutarou terdiam dan fokus berlari. Sanae berpegangan padanya dengan kedua tangannya agar Koutarou tidak terganggu. Dia tetap diam sambil berayun ke depan dan belakang di punggung Koutarou selama sesaat, tapi setelahnya, ada semacam perasaan yang mulai memenuhi dadanya.

Aku...kenal dengan punggung ini..?

Rasanya memang aneh. Sanae tidak pernah punya pengalaman apapun soal digendong di punggung Koutarou sebelumnya, tapi ada suatu rasa yang dikenalnya saat Sanae menyandarkan badannya pada Koutarou.

Punggungnya yang lebar, rasa hangatnya, detak jantungnya, rasanya saat Koutarou mengayunkan tangannya, dan rasa aman yang dirasakan Sanae saat berayun di punggungnya...semua ini memberitahu Sanae suatu hal.

Tidak salah lagi...aku pernah digendong oleh dia seperti ini sebelumnya...

Meskipun Sanae tidak yakin kapan atau bagaimana hal itu bisa terjadi, saat dia masih terayun di punggung Koutarou, dia menjadi yakin bahwa ini bukanlah pertama kalinya dia melakukan hal ini. Memang, hal itu tidak mungkin, tapi Sanae hanya bisa merasa seperti itu. Jauh di dalam dirinya, hatinya menjerit bahwa inilah tempatnya yang semestinya.

Teman-teman ceria Higashihongan Sanae...

Sambil terus berayun di punggung Koutarou, Sanae mulai berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh Koutarou mungkin bukanlah lelucon semata.

Part 5[edit]

Saat Koutarou dan Sanae sampai di area konstruksi, tidak ada hawa keberadaan satu orangpun di tempat itu. Karena hari sudah sore, para pekerja bangunan sudah selesai bekerja untuk hari itu dan sudah meninggalkan tempat itu. Ruth, yang memilih tempat itu, sudah mengetahui hal itu.

"Apa Theia sama yang lainnya masih belum nyampe?"

Setelah masuk ke dalam area konstruksi, Koutarou melihat ke sekeliling tempat itu, namun tidak melihat satupun teman-teman yang dicarinya. Karena tempat dimana Koutarou menyelamatkan Sanae lebih dekat dengan area konstruksi itu dibandingkan dengan Rumah Corona, dan karena Koutarou sudah berlari begitu cepat, dia dan Sanae sampai lebih dahulu lebih cepat.

"Satomi-san, dia datang!"

"Kenapa, bocah? Larinya sudah selesai!?"

Lebih parahnya lagi, monster itu sampai lebih dulu daripada Theia dan yang lainnya. Monster itu melewati pintu masuk area konstruksi dan mulai masuk ke dalamnya. Badanya sudah menjadi lebih besar dibandingkan sebelumnya, dengan tinggi belasan meter. Kalau monster itu punya wujud asli, dia pasti sudah menghancurkan pintu masuk itu dengan mudahnya.

"Dia...udah berapa banyak roh jahat yang dia serap sebelum ke sini?"

Koutarou sudah pernah melawan monster ini, atau lebih tepatnya, hantu wanita itu beberapa waktu yang lalu. Dulu, hantu wanita itu juga bersatu dengan roh-roh jahat lainnya dan menjadi besar, namun ukurannya saat ini jauh lebih besar daripada saat itu. Dengan menggunakan energi spiritualnya yang tersisa, hantu wanita itu mengumpulkan sebanyak mungkin roh jahat yang bisa dia kumpulkan. Alasan mengapa dia tidak bisa menjaga wujud manusianya adalah karena dia sudah menghabiskan energi spiritualnya dan mengumpulkan terlalu banyak roh jahat. Saking banyaknya kekuatan di dalam badannya, dia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Dia bisa bertindak senekat itu karena dia begitu menginginkan Sanae.

"Guge, gugegege, bocah! Kali ini semuanya tidak akan terjadi seperti waktu itu!"

Satu-satunya hal yang membuat Koutarou ingat dengan wujud asli hantu wanita itu adalah cara bicaranya. Wujud dan suara hantu wanita itu saat ini sudah jauh untuk bisa disebut 'manusia'.

"Sanae, tolong turun."

"Baik."

Sanae mendengarkan permintaan Koutarou dan turun dari punggungnya. Meskipun dia merasa enggan, situasinya saat ini tidak mengizinkannya untuk melakukan apapun kecuali menuruti apa kata Koutarou.

"Tapi...apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku bakal bertarung buat ngulur waktu sampai bantuan tiba."

Koutarou sudah mengatakan pada Theia dan yang lainnya bahwa musuh mereka adalah hantu jahat. Kiriha pasti memiliki cara untuk menangani hal semacam itu. Karena Kiriha saat ini berada dekat dengan gudang persenjataannya dibandingkan dengan waktu di pantai, dia pasti bisa menggunakan senjata-senjata di dalamnya.

Masalah sebenarnya adalah bagaimana cara Koutarou mengulur waktu sampai yang lainnya tiba.

"Tidak mungin! Makhluk itu betul-betul berbahaya!" ujar Sanae sambil menggelengkan kepalanya dengan panik, membuat rambutnya yang agak panjang turut berayun ke kiri dan kanan.

Sanae merasa bahwa tidak ada cara bagi mereka untuk mengulur waktu. Malah, dia merasa bahwa tidak ada hal yang bisa mereka lakukan, bahkan jika bantuan itu datang. Monster itu memiliki kekuatan yang sebegitu besarnya sampai membuat Sanae berpikir seperti itu.

"Berbuat sesuatu, bahkan jika itu nggak mungkin, adalah sesuatu yang dilakuin oleh seorang cowok. Lagian, kita nggak punya tempat lain lagi buat lari."

Monster itu berdiri menghalangi jalan keluar, dan matahari pun sudah terbenam. Sudah tidak ada lagi tempat kemana mereka bisa lari. Meskipun apa yang akan dilakukannya memang tidak akan mungkin, Koutarou harus tetap melakukannya.

"T-tapi! Kamu tahu-!"

Walau begitu, Sanae masih mencoba menghentikan Koutarou, namun tidak menemukan cara untuk mengatakannya. Sebenarnya, Sanae sendiri tahu bahwa tidak ada hal lain lagi yang bisa dilakukan oleh Koutarou.

"Makasih ya, udah kuatir sama aku", kata Koutarou sambil tersenyum pada Sanae.

"Ah..."

Meskipun Koutarou sedang tersenyum, matanya penuh dengan tekad baja. Sanae pun tahu dia tidak bisa menghentikan Koutarou setelah melihat hal itu.

"Ah, iya. Aku hampir lupa."

Koutarou teringat dengan sebuah benda saat melihat Sanae yang kuatir. Dia lalu merogoh saku seragamnya mencari benda itu.

"Ini, buat kamu."

Koutarou memberikan benda yang berhasil dikeluarkan dari sakunya ke tangan Sanae. Dia berharap bahwa benda itu bisa mengurangi kekuatiran Sanae.

"Ini..."

Saat dia melihat benda itu, Sanae menjadi tersentak. Di saat yang sama, ada sebuah kenangan yang muncul di dalam dirinya.

"Ini...jimat...?"

"Ini manjur kok."

Sanae mendapat sebuah jimat, berbentuk sebuah tas kecil berwarna ungu dengan kata-kata yang disulam menggunakan benang emas. "Keselamatan Keluarga" yang tersulam tampak bersinar diterpa satu-dua kilatan cahaya.

Apa itu tadi....aku hampir....

Apa yang ada di tangan Sanae hanyalah sebuah jimat biasa, yang mungkin dibeli dari sebuah kuil dengan harga beberapa ratus yen saja. Namun, saat dia memandangi jimat itu, Sanae menjadi begitu terguncang. Dia merasa hampir mengingat sesuatu, namun pada akhirnya, dia tidak bisa mengingat apapun dan itu membuatnya mulai frustasi.

"Cradle, tolong berikan pedangku."

"Baiklah, tuan."

"Ah."

Saat Sanae masih teralihkan oleh jimat itu, Koutarou sudah melangkah maju dan berdiri menghalangi si monster. Monster itu pun tersenyum sinis ke arah Koutarou.

"Apa kau pikir kau bisa melakukan sesuatu, bocah!? Dulu mungkin aku sudah kalah, tapi sekarang aku sudah menjadi lebih kuat!!"

Dulu hantu itu pernah dikalahkan oleh Koutarou, tapi sekarang dia sudah siap untuk kehancurannya sendiri saat dia mengumpulkan kekuatan sebanyak mungkin. Bahkan jika Koutarou bisa mengeluarkan serangan yang sama seperti dulu, hantu itu yakin bahwa dia bisa mengalahkan Koutarou dengan mudah.

"Betul, ada batasan seberapa jauh 'aku' bisa berbuat apa. Aku cuma anak SMA yang tahu satu dua hal soal berantem."

Koutarou sependapat dengan apa yang dikatakan oleh monster itu, namun dia tidak mundur satu langkahpun. Dengan kata-kata penuh tekad, Koutarou kembali bicara kepada monster itu.

"Tapi, 'kami' nggak akan kalah. Temen-temenku semuanya orang-orang yang bisa diandalkan!"

"Jadi!? Siapa yang peduli dengan teman-temanmu!!"

"Kamu harusnya ngerti!! Lagian, kamu dapet kekuatanmu dari ngumpulin banyak roh jahat!!"

Sambil berteriak, Koutarou mengulurkan tangan kanannya ke depannya.

"D-dasar bocah sialan!"

Saat tangan kanan Koutarou terarah padanya, monster itu bergidik ngeri. Koutarou berteriak dengan lantang saat dia merasa bahwa monster itu ketakutan padanya.

"Datanglah, Signaltin!"

"Panggilan dikonfirmasi, titik koordinat terkunci. Memulai transfer Signaltin."

Saat AI Cradle menjawab lewat gelang Koutarou, sebuah lubang hitam muncul di depan tangan kanan Koutarou yang terulur.

"Apa itu!? Bocah, apa yang mau kau lakukan!?"

Koutarou yang tampak penuh percaya diri dan gagah dan juga lubang hitam misterius itu membuat si monster terpana. Meskipun dia seharusnya lebih unggul, monster itu mulai merasa resah. Dengan adanya celah itu, Koutarou menggenggam pedang yang telah muncul di lubang ruang waktu.

Saat Koutarou berhasil menggenggamnya, pedang itu mulai memancarkan cahaya yang penuh dengan kemilau, menerangi seluruh area konstruksi dan membuatnya tampak seperti siang hari selama sesaat.

"Ini cahaya yang waktu itu!? Kalau begitu, itu adalah kekuatan pedang itu!?"

Monster itu, dengan si hantu wanita sebagai intinya, sudah pernah melihat cahaya itu sebelumnya. Dulu, rekan-rekannya terbakar oleh cahaya ini dan meninggal, dan dia sendiri kehilangan begitu banyak energi spiritual. Pada waktu itu, cahaya itu muncul saat Koutaoru melemparkan jimatnya ke arah dirinya.

Meskipun cahaya itu sama seperti yang dulu, kali ini cahaya itu terpancar dengan tingkatan yang jauh berbeda, bersinar dengan intensitas yang beberapa kali lebih kuat dibandingkan dengan yang pernah dilihatnya sebelumnya.

"Yang Mulia, Ksatria Biru, kapal ini, Cradle, akan berdoa untuk keselamatan dan kejayaan anda atas nama bangsa Forthorthe."

"...Terima kasih."

Musuhnya kuat dan dia tidak punya senjata apapun, tapi Koutarou harus melindungi Sanae entah bagaimana caranya.

Dalam situasi seperti ini, Koutarou tidak bisa pilih-pilih. Dia tahu bahwa Signaltinlah satu-satunya senjata yang dimilikinya yang bisa melukai monster itu. Kalaupun dia bisa meminjam senjata dari Clan atau Theia, senjata itu tidak akan mempan terhadap monster yang tidak punya tubuh fisik.

Sebenarnya, Koutarou juga ingin memanggil zirah dari Blue Knight, tapi Koutarou merasa bahwa monster itu tidak akan memberinya waktu untuk memakai zirah itu.

Koutarou harus bisa bertahan hanya dengan Signaltin saja.


Part 6[edit]

Saat melihat Koutarou mengeluarkan pedangnya, Maki yang sedari tadi menyaksikan perkembangan situasinya ikut menggenggam tongkatnya. Dia sudah membuntuti Koutarou untuk mempelajari situasi kamar 106, dan sebagai hasilnya, dia sudah tiba di tempat itu lebih dulu daripada teman-teman Koutarou.

Itu dia, kekuatan sihir yang betul-betul luar biasa itu lagi....tapi kali ini kelihatannya bakal agak sulit....

Karena Maki sudah mengalami langsung kekuatan dari Signaltin, dia lebih mengerti situasi yang sedang terjadi ini.

Karena Signaltin adalah sesuatu yang dikenal dengan sebutan pedang sihir, Signaltin bisa memberikan daya serang yang begitu besar terhadap musuh yang kebal terhadap serangan fisik. Jika Signaltin dipakai melawan musuh yang menggunakan sihir, kekuatannya tidak akan bisa disaingi, namun untuk melawan hantu, Signaltin akan menjadi pedang biasa. Karena itulah, kekuatan sihir yang berlebih dari pedang itu harus dikontrol untuk membungkus bilah pedangnya saat bertarung. Namun, Koutarou tidak cukup pandai melakukan hal itu dan dengan cerobohnya menggunakan kekuatan sihir pedang itu. Karena itulah banyak sekali kekuatan sihir yang terbuang percuma, yang menyebabkan kekuatan sihir yang membungkus bilah itu juga ikut melemah.

Sementara itu, musuh Koutarou adalah monster yang sudah menyerap banyak sekali roh jahat dan mendapatkan kekuatan dengan jumlah besar. Meksipun dia tidak bisa melawan Signaltin, monster itu masih tetap kuat. Biasanya, saat monster itu menyerap banyak sekali roh jahat, kendalinya atas roh-roh itu akan hilang dan roh jahat yang menjadi inti monster itu akan lenyap dengan sendirinya, namun obsesi si hantu wanita yang begitu kuat membuatnya berhasil bertahan.

Koutarou mempunyai kekuatan yang hebat, tapi tidak bisa menggunakan kekuatan itu sepenuhnya.

Si monster yang punya kekuatan yang lebih sedikit jumlahnya, tapi bisa menggunakannya dengan bebas.

Maki sekalipun tidak akan bisa menebak siapa yang akan memeanngkan pertarungan ini.

Dalam kasus terburuk, aku harus masuk dalam pertarungan itu...tapi untuk saat ini, aku akan memasang medan pembatas untuk mengusir orang-orang sampai Nijino Yurika tiba di sini...

Maki lalu mulai merapal mantra.

"Sanctuary -- Modifier -- Effective Area -- Colossal."

Maki lalu mengeluh setelah selesai.

Betul-betul deh....kenapa aku ada di sini, membantu Satomi-kun....aku nggak ngerti sama sekali, hhh.....

Takdir memang aneh. Malah, dulu Maki bertarung melawan Koutarou dan yang lainnya di tempat yang sama. Meskipun area itu sudah berubah karena proses pembangunan yang berlanjut, tempat itu memang tempat yang sama.

Setelahnya, situasi berubah dan Maki berhenti melawan Koutarou. Sekarang dia bahkan membantu Koutarou. Situasinya itu akan membuat siapapun keheranan, tidak hanya Maki saja.

Setelah Maki selesai mengeluh, rapalan mantranya selesai dan mulai bekerja. Kekuatan sihir menyelimuti seluruh area konstruksi dan menyembunyikan apa yang sedang terjadi dari orang-orang di sekitarnya.

"Kamu pasti bisa, Satomi-kun....aku akan menemanimu..."

Hanya Maki yang bisa melihat Koutarou setelah mantra itu aktif.

Semuanya memang aneh.

Maki betul-betul ingin melakukan hal itu, dan merasa bahwa dia harus melakukannya, dari lubuk hatinya yang paling dalam.


Part 7[edit]

Pertarungannya berjalan sesuai dengan apa yang dibayangkan oleh Maki, dimana Signaltin tidak bisa dipakai melawan musuh yang tidak punya wujud fisik. Kendali sihir Koutarou tidak cukup baik untuk menangani kelemahan itu.

Kekuatan Signaltin saat itu mungkin lebih dari cukup untuk melawan hantu-hantu yang menangkap Sanae pada musim panas lalu, dan tanpa diketahui oleh Koutarou, dia juga dibantu oleh sihir Yurika pada saat itu. Namun pada saat ini, Yurika masih belum tiba, dan monster di hadapannya jauh lebih kuat dibandingkan pada musim panas yang lalu.

"Aku kaget saat kau mengeluarkan pedang itu, tapi ternyata pedang tetaplah pedang! Selama aku menjaga jarak, itu bukan masalah!!"

Monster itu melayang dan menjaga jaraknya dari Koutarou sambil mengguankan kekuatannya untuk menyerang Koutarou dari jarak jauh. Dia membuat benda-benda di sekitar area konstruksi melayang dan melemparkannya ke arah Koutarou. Apa yang dilakukannya lebih dikenal dengan sebutan Poltergeist.

"Haah!"

Koutarou mengayunkan pedangnya untuk menepis benda-benda yang melayang ke arahnya. Besi, karung pasir, paku, sekrup dan berbagai benda-benda berbahaya lainnya terbang ke arahnya, namun untungnya, karena serangan semacam itu masuk dalam kategori serangan fisik, Koutarou bisa menghadangnya. Dia mengayunkan pedangnya untuk menepis benda-benda yang besar, sambil menggunakan sihir Signaltin untuk menepis benda-benda yang lebih kecil dengan menggunakan sihir perlindungan. Koutarou hanya bisa menangkis semua serangan itu berkat badannya yang diperkuat dengan kekuatan spiritual.

Namun, bukan hanya itu saja serangan yang dilakukan oleh si monster.

"Ayolah, apa kau yakin kau hanya harus fokus melakukan itu saja!?"

"Guhaa!?"

Sementara dia masih sibuk menangkis serangan-serangan Poltergeist, ada sesuatu yang tiba-tiba menghantam Koutarou.

Akibatnya, rasa sakit yang begitu sangat menjalar ke seluruh tubuh Koutarou dan membuatnya kehilangan kekuatan fisik dan juga panas tubuhnya. Di saat yang sama, pandangannya menjadi gelap dan membuatnya seakan jatuh pingsan.

Itulah serangan lain dari monster itu. Sambil menyerang Koutarou dengan serangan Poltergeist, monster itu menyerang Koutarou dari titik butanya. Serangan yang dilancarkan monster itu dari titik buta Koutarou adalah sebuah bola yang dibuat dari energi spiritual yang dipadatkan. Serangan itu memang cocok untuk hantu, karena serangan itu mencuri energi kehidupan dari apapun yang dikenai bola itu.

"S-Sialan!!"

Koutarou menggeleng-gelengkan kepalanya untuk membuat pikirannya jernih kembali, dan tepat pada saat itulah gelombang serangan Poltergeist selanjutnya menyerang dia. Karena tidak bisa bergerak karena masih diradang sakit, Koutarou tidak bisa menangkis serangan itu dan akhirnya dihantam langsung oleh beberapa benda. Koutarou terluka oleh serangan itu, tapi bukan hanya itu saja lukanya. Dia sudah berada di posisi bertahan selama ini karena serangan kombinasi itu.

Aku nggak bisa terus-terusan begini! Aku harus segera cari cara lain!

Setelah bangkit kembali, Koutarou mulai menangkis serangan-serangan Poltergeist sekali lagi, tapi dia tahu bahwa situasi ini tidak bisa terus berlanjut begitu lama.

Pedang Koutarou tidak bisa menyentuh si monster, sementara monster itu masih bisa menyerangnya. Meskipun Koutarou berkonsentrasi menghindari bola energi spiritual, dia tidak bisa membedakan serangan itu dari banyaknya benda-benda besar yang juga ikut melayang ke arahnya. Selain itu, karena mantra perlindungan sederhana tidak bisa melindunginya dari serangan energi spiritual, Koutarou tidak punya cara untuk berlindung dari serangan itu.

Akibatnya, Koutarou sudah terluka oleh serangan kombinasi ini beberapa kali dan mulai terpojok. Dia sudah mencoba mengulur waktu sebisa mungkin agar Theia dan yang lainnya bisa sampai ke tempat itu, tapi Koutarou mulai sadar bahwa hal itu akan menjadi sangat sulit.

"Satomi-san, sudahlah, itu sudah cukup!! Lupakanlah aku dan larilah!!"

Sanae juga tahu bahwa Koutarou berada dalam situasi yang berbahaya. Sudah banyak luka-luka yang tergores di badan Koutarou, dan luka-luka itu tampak dalam. Kalau dia terus melindungi Sanae, pada akhirnya Koutarou pasti akan terbunuh.

Tentu saja, Sanae tidak mau Koutarou sampai terluka. Dia juga tidak mau orang yang sudah berusaha keras untuk melindunginya sampai mati. Ditambah lagi, karena dia sudah mengetahui seberapa hangatnya punggung Koutarou, Sanae tidak mau sampai kehilangan hal itu.

Kalau saja dia masih punya tenaga, Sanae pasti akan berlari di hadapan Koutarou untuk melindunginya. Namun tanpa adanya tenaga yang tersisa dalam dirinya, Sanae tidak bisa bergerak sama sekali. Dia benci dengan keadaannya yang membuatnya hanya bisa melihat.

"Hehe, a-aku nggak bisa ngelakuin itu."

Koutarou berusaha keras untuk menangkis serangan sambil menjawab Sanae, namun dia tidak menoleh ke arahnya. Dia masih sibuk menangkis setiap serangan yang datang.

"Kenapa!?"

"Karena aku kepala batu!"

Koutarou tidak lari dan membuat harapan Sanae hancur.

Meskipun dia tidak memiliki ingatannya yang dulu, Sanae tetaplah Sanae, dan Koutarou tidak bisa membiarkan gadis yang sudah hidup bersamanya untuk waktu yang lama.

Biar aku sampai mati sekalipun, aku harus bisa ngejaga Sanae dari monster itu sampai Theia sama yang lainnya sampai....kalau begitu, aku harus bisa ngulur waktu sebanyak mungkin!!

Untungnya, monster itu hanya fokus kepada Koutarou. Selama dia tetap fokus menyerang Koutarou, kemungkinan Sanae akan selamat terus meningkat, bahkan meskipun hanya sedikit saja.

Tolong urus sisanya ya, kalian semua!

Koutarou sudah tahu kalau dia akan kalah, tapi alasan mengapa dia tidak mundur adalah karena dia percaya dengan Theia dan yang lainnya. Mereka pasti akan bisa menyelamatkan Sanae. Dengan harapan itu, Koutarou menguatkan dirinya untuk mengulur waktu sebanyak yang dia bisa.

Karena Koutarou sudah lama siap untuk berpisah dengan para penjajah, dia tidak menyesal bahwa dirinya mungkin tidak akan terselamatkan.

"Uwoooooooo!!"

Koutarou berseru dan menyemangati dirinya sendiri sambil melakukan ancang-ancang dengan pedangnya dan lalu maju menyerang. Berdasarkan apa yang dilakukan oleh monster itu hingga saat ini, Koutarou yakin bahwa monster itu tidak akan menyerang Sanae, jadi dia memutuskan untuk mendekatkan jaraknya dengan monster itu secepat mungkin. Dengan terus bergerak, kemungkinan ada serangan yang mengenainya akan menurun dan dia bisa lebih menarik perhatian si monster. Ini adalah serangan terakhir Koutarou sebagai usaha untuk mengulur waktu sebanyak mungkin.

"Jangan, Satomi-san!! Jangaaan!!"

Sanae, yang bisa membaca perasaan orang lain, mengerti mengapa Koutarou tiba-tiba melangkah maju.

"Tunggu! Tungguu!"

Sanae menggenggam erat jimat di tangannya sambil berusaha memanggil Koutarou, namun panggialan itu tidak dibalasnya. Dia tidak menoleh, dan terus berlari maju.

Dia akan mati! Kalau terus begini, Satomi-san akan benar-benar mati!

Yang bisa dilakukan Sanae hanyalah memandangi punggung Koutarou yang anehnya hangat baginya. Saat Sanae berpikir bahwa dia tidak akan bisa merasakan kehangatan itu lagi, dia tidak bisa tetap tenang. Itulah sebabnya Sanae mulai merangkak ke arah Koutarou.

"Jangan tinggalkan aku! Aku nggak mau kamu pergi!"

Koutarou akan mengorbankan nyawanya bagi Sanae. Hal itu seharusnya menjadi yang pertama kalinya Sanae mengalami hal itu, tapi anehnya, rasanya tidak seperti itu. Namun, Sanae tidak punya waktu untuk betul-betul memikirkan itu saat dia masih berusaha keras mengejar Koutarou. Namun, jarak di antara mereka semakin besar, dan luka-luka yang didapat oleh Koutarou terus bertambah.

"Kamu udah janji! Kalau semuanya bakal tetap sama! Dan kita bakal terus bersenang-senang!"

Dengan didorong oleh perasaannya yang meluap-luap, Sanae berteriak sekaras-kerasnya. Dia bahkan tidak tahu apa yang diteriakkannya, namun dia berusaha meneriakkan hal itu kepada Koutarou yang sedang meninggalkannya, bahwa dia ingin agar Koutarou selalu berada di sisinya. Sanae mengikuti apa yang diinginkan oleh jiwanya, apa yang diinginkan oleh perasaannya.

"Nggak adil kalau kamu mati sendirian!! Kamu harus nepatin janjimu!!"

Akan tetapi.

Karena tidak bisa betul-betul menangkisnya, Koutarou dihantam oleh sebuah bongkahan besi yang besar dan membuatnya terpental setelah dihantam. Setelah terpental sejauh beberapa meter, Dia terpelanting dan berguling-guling di tanah. Setelah berhenti berguling, dia terbaring di tanah dan diam tak bergerak.

Tepat di hadapan Sanae, sesuatu yang bisa dikatakan sama seperti berakhirnya dunia baginya, sesuatu yang tidak bisa diterima olehnya, telah terjadi.

"Koooooouuuuuuuuutaaaaaaaaroooooouuuuuuuuuuuuu!!"

Pada saat itulah emosi Sanae meledak sejadi-jadinya, membuat caranya memanggil Koutarou berubah dan suaranya memenuhi seluruh area konstruksi.

Namun apa yang keluar dari diri Sanae tidak hanya perasaannya saja.

"Apa--!? Apa-apaan jumlah energi spiritual ini!? Apa ini kekuatan sebenarnya si kucing kecil!?"

Energi spiritual yang begitu banyak jumlahnya mengalir keluar dari Sanae yang menjerit, dengan pusatnya yang berada di tangan kanannya, yakni jimat "Keselamatan Keluarga" yang digenggamnya.

Energi spiritual yang mengalir dari jimat itu berubah menjadi cahaya yang penuh kemilau yang tidak bisa dilihat oleh manusia biasa, mengalir dari tangan Sanae menuju badannya. Sekarang, cahaya berkemilau itu terpancar bukan hanya dari tangannya saja tapi juga dari seluruh tubuhnya. Cahaya itu terus memancar semakin kuat, dan pada akhirnya, Sanae berdiri di tengah-tengah tiang cahaya dengan tatapan kosong.

"H...Huh...? Aku...?"

Namun setelah dia kembali sadar, cahaya itu mulai meredup seakan diserap oleh tubuhnya. Di saat yang sama, jumlah energi spiritual yang dia pancarkan kembali ke jumlah yang sama seperti biasanya.

"Oh iya, Koutarou! Gimana keadaan Koutarou!?"

Sanae terkejut dengan cahaya yang menyelimutinya dan lalu menghilang, namun dia segera mengingat sesuatu yang lebih penting.

"Koutarou!!"

Sanae lupa dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri dan langsung berlari mendekati Koutarou.

Beberapa saat yang lalu, Sanae sudah menjadi begitu lemah sampai-sampai dia tidak bisa bergerak, namun sekarang dia sudah tidak tampak seperti itu. Satu lagi hal yang aneh, yang tidak disadari oleh Sanae.

Monster itu hanya bisa terbelalak memandangi Sanae. Mata monster itu memang sudah besar, tapi rasa kagetnya membuat matanya menjadi semakin besar.

"Tidak mungkin...dimensinya berbeda jauh dari yang aku lihat saat musim panas....bahkan dewa negeri sekalipun tidak punya kekuatan sebesar itu...sudah jelas tingkatannya ada di atasnya...aku tidak percaya ini...siapa gerangan gadis ini....?"

Meskipun hanya sementara, jumlah energi spiritual yang dipancarkan Sanae ternyata terlalu banyak, jauh melampaui batasan manusia biasa dan mulai mendekati tingkatan dewa.

"Aha, ahahahaha! Aku mau itu, aku akan betul-betul menjadikan tubuh itu milikku!"

Meskipun sudah melihat langsung kekuatan itu, monster itu tidak takut terhadap Sanae, malah justru semakin tertarik. Keinginannya untuk apa yang akan terjadi setelah dia mendapatkan kekuatan Sanae ternyata lebih besar daripada rasa takutnya, meskipun itu mungkin adalah cara berpikir sebuah roh jahat yang lepas kendali.

"Selama aku bisa mendapat tubuh itu, aku bisa menjadi seorang dewi!"

Monster itu terus memandangi Sanae dengan matanya, sambil merasa bersemangat dengan anehnya. Karena Koutarou sudah kalah, monster itu akan bisa mendapatkan Sanae. Si hantu wanita yang menjadi inti dari monster itu pun tidak bisa menyembunyikan kegirangannya karena merasa bahwa hari-harinya yang penuh dengan kejayaan abadi sudah dekat.


Part 8[edit]

Setelah berhasil mendekati Koutarou, Sanae memeluk badannya yang besar.

"Koutarou, Koutarou! Bangun, bangun!"

Saat Sanae tadi berlari ke arah Koutarou, dia takut bahwa Koutarou sudah mati. Itulah sebabnya dia menggoyang-goyangkan badan Koutarou dengan keras sambil memanggilnya dengan suara yang gemetaran.

"S-Sanae...?"

Koutarou membuka sedikit salah satu matanya dan melihat ke arah Sanae yang sedang memeluknya. Untungnya, dia masih hidup. Meskipun sekujur badannya sudah terluka parah, namun entah bagaimana, dia berhasil bertahan dari serangan terakhir tadi.

"Koutarou!"

Sanae membetulkan pelukannya pada Koutarou lalu memeluknya lebih erat.

Koutarou tidak mati berkat Maki yang sudah menolongnya, namun Sanae tidak peduli bagaimana Koutarou bisa selamat. Baginya, tidak ada yang lebih penting selain selamatnya Koutarou.

"Syukurlah, Koutarou masih hidup..."

Kehangatan yang bisa dirasakan Sanae saat dia memeluk Koutarou sama dengan kehangatan yang dicarinya baik sekarang maupun dulu. Air mata mulai mengalir membasahi pipi Sanae karena dia merasa begitu bahagia bisa merasakan kembali kehangatan Koutarou, sampai-sampai dia tidak bisa menghentikan tangisannya. Air matanya pun terus mengalir hingga membasahi wajah Koutarou.

"Aku, betul-betul, kuatir...."

"....Maaf", balas Koutarou sambil mengulurkan tangannya dan menghapus air mata Sanae. Koutarou merasa bahwa Sanae tidak pantas untuk menangis, apapun tangisannya.

"Kalau kamu ninggalin aku lagi, kamu bakal nyesel. Kalau kamu bener-bener ninggalin aku, aku bakal ngunci kamu pake Scorpion Deathlock yang aku latih kemarin-kemarin!"

"Sanae, Scorpion Deathlockmu nggak begitu nyakitin...tunggu dulu, Sanae, kenapa kamu bisa tahu itu!?"

Saat dia menyadari apa yang dikatakan Sanae dengan santainya, Koutarou langsung bangun karena kaget. Saking kagetnya Koutarou, dia sampai lupa dengan rasa sakit dari luka-lukanya.

"Ya jelas aku tahu itu. Kamu udah pikun ya?" jawab Sanae dengan agak marah setelah diberitahu bahwa teknik gulatnya tidak begitu menyakitkan. Dia masih belum sadar apa yang membuat Koutarou begitu kaget.

"Kalau kamu mau, aku bisa ngelakuin itu sekarang."

"Bukan itu maksudku. Apa ingatanmu udah balik!?"

Hantu Sanae tahu soal Scorpion Deathlock, tapi Sanae yang diopname tidak tahu. Kalau Sanae yang ada di hadapan Koutarou saat ini tahu soal itu, itu berarti Sanae punya ingatan saat dia masih menjadi hantu.

"Eh....? Ingatan?" tanya Sanae sambil berkedip beberapa kali. Karena dia begitu fokus pada Koutarou, Sanae tidak sempat memikirkan hal itu. Saat Koutarou mengemukakan hal itulah Sanae menyadari adanya perubahan pada dirinya.

"I-Iya...kelihatannya begitu...", angguk Sanae berulang kali sementara dirinya masih terkejut dengan perubahan dirinya.

Ingatan Sanae mengenai Koutarou dan para gadis penjajah telah kembali. Saat ini, Sanae memiliki ingatannya saat dia berada di rumah sakit dan saat dia ada di kamar 106 di saat yang bersamaan. Rasanya memang aneh memiliki dua buah ingatan, namun hal itu tidak sepenting kembalinya ingatannya.

"Aku ingat....Koutarou, kamu Koutarou! Kita...kita ketemu lagi...."

Sanae pun mulai menangis lagi. Meskipun Koutarou baru saja mengusap air matanya, air mata kembali mengalir di pipi Sanae.

"Sanae..."

Koutarou begitu kaget sampai-sampai dia tidak bisa berkata apa-apa, dan kekagetannya lebih besar daripada saat dia mengetahui bahwa Kiriha dan Kii adalah orang yang sama. Koutarou sudah percaya bahwa dia tidak akan pernah bertemu dengan Sanae lagi.

"Maaf sudah mengganggu reuni kalian yang menyentuh...tapi sudah waktunya kita akhiri semua ini."

Namun hanya sampai saat itulah mereka berdua bisa berbicara. Mereka berdua masih berada di tengah pertarungan, dan musuh mereka tidak akan menunggu sampai mereka berdua selesai bicara. Inilah saatnya untuk bertindak, bukan berbicara.

"Aku akan ambil tubuhmu, kucing kecil!"

"Sanae, mundur!" seru Koutarou sambil menempatkan dirinya di depan Sanae dan mengambil ancang-ancang dengan pedangnya.

"Nggak mau!"

Namun Sanae yang sekarang bukanlah Sanae yang perlu dilindungi. Saat ini, Sanae sudah mendapatkan kembali cinta dan keberaniannya yang sudah dikembangkannya selama bersama Koutarou dan yang lainnya, juga kegigihan yang didapatnya selama dia diopname. Dia sudah berubah menjadi Sanae yang ketiga, yang ingin berada di sisi Koutarou baik dalam senang maupun kesusahan. Malah, dia ingin melindungi Koutarou.

"Aku senang kamu ngelindungin aku, soalnya, aku 'kan wanita idaman yang hebat."

Sanae berdiri di sebelah Koutarou, menuruti keinginannya sendiri. Dia tidak terlihat lemah dan pemalu seperti sebelumnya. Badannya yang kelelahan sudah disembuhkan oleh energi spiritual, dan dia tampak begitu percaya diri saat berdiri sambil berkacak pinggang, seakan yakin akan menang.

"Sanae!? Jangan ceroboh, kamu masih---"

"Sudah kubilang! Kalau kamu ninggalin aku lagi, kamu bakal aku kasih Scorpion Deathlock!"

Sanae tidak berniat membiarkan Koutarou meninggalkan dirinya lagi, karena punggung Koutarou adalah untuk dipeluk, bukan sekedar dipandangi. Kalau Koutarou masih belum mengerti juga, Sanae akan membuatnya mengerti secara paksa dengan menggunakan teknik gulat yang sudah dipelajarinya.

"Kucing kecil, biarpun kau punya energi spiritual yang kuat, apa yang bisa kau lakukan? Menyerahlah dari tindakan yang sia-sia ini dan jadilah bagian dari diriku", ujar si monster sambil meledek Sanae.

Meskipun Sanae memiliki energi spiritual yang jumlahnya begitu besar, dia tidak bisa menggunakannya secara bebas. Kemampuannya pun masih belum stabil karena Sanae baru saja kembali ke tubuhnya sendiri. Itulah sebabnya si monster percaya bahwa Sanae yang enam bulan lalu bisa melakukan sesuatu, tapi tidak untuk Sanae yang sekarang.

"Aku bisa ngelakuin apapun! Aku bisa bikin keajaiban apapun terjadi!"

Namun, tidak seperti dirinya yang sebelumnya, Sanae tidak gemetar sama sekali. Dia menggembungkan pipinya, melotot ke arah si monster dan berkata dengan tegas:

"Itu karena ada yang bilang begitu!! Karena cinta adalah segalanya!!"

Sanae tidak ingat siapa yang mengatakan hal itu, tapi dia percaya bahwa hal itu benar. Hasrat yang membara di dalam dirinya berkata bahwa dia tidak bisa kalah melawan monster ini. Sanae sendiri tidak punya alasan untuk percaya dengan hal itu, tapi dia masih merasa yakin.

"Sanae, aku nggak ngerti kamu ngomongin apa."

Pada titik ini, Koutarou sudah menyerah untuk membujuk Sanae.

Karena monster itu ingin menyerap Sanae, dia tidak akan menyakiti Sanae, dan karena Sanae bisa menggunakan energi spiritual lebih baik daripada Koutarou, dia tidak akan menghalangi Koutarou.

"Kenapa, apa kamu nggak percaya sama apa yang dikatakan sama Sanae-chan ini?"

Walau ada musuh yang begitu kuat berada di hadapannya, Sanae berbicara dengan cara yang sama saat dia bersantai di kamar 106. Dia lalu mendekatkan dirinya ke arah Koutarou dan mengayunkan pinggangnya ke arah Koutarou sebagai tanda tidak puas.

"Nggak, aku cuma ngerasa kalau ini waktunya rock 'n roll."

"Jelas!"

Pada saat itu, tangan kanan Sanae mulai memancarkan cahaya putih. Energi spiritualnya mulai terpusat ke jimat itu. Awalnya, energi spiritualnya menguat dan melemah mengikuti detak jantungnya, tapi saat Sanae menjadi semangat, energinya mulai mendapat ketukannya sendiri.

"Seorang gadis selalu bermain di delapan ketuk."

Judul lagunya adalah Cinta adalah Segalanya, dengan irama delapan ketuk.

Yang memainkan lagu itu hanyalah sebuah band kecil beranggotakan dirinya dan Koutarou, namun Sanae yakin bahwa mereka akan bisa menaklukkan dunia.

Dunia mereka, dunia seluas enam tatami.

Memang, itu dunia yang kecil, namun dunia itu memiliki semua yang diinginkan oleh Sanae.


Part 9[edit]

Setelah pertarungan dimulai kembali, Sanae memulainya dengan meminta sesuatu yang mengejutkan bagi Koutarou.

"Koutarou, jangan pakai pedang itu! Ganti ke pedangmu yang biasa!"

"Apa!?"

Senjata yang ada di tangan Koutarou saat ini adalah Signaltin, senjata terkuat yang bisa digunakannya. Berkat pedang inilah dia belum terbunuh oleh serangan pertama si monster, dan permintaan Sanae untuk mengganti senjatanya justru membuat Koutarou bingung.

"Kekuatan pedang itu terlalu kuat, jadi kekuatanku nggak bisa ngaruhin pedangnya! Tapi pedangmu yang biasanya punya kekuatan spiritualmu di dalamnya, jadi aku bisa nambahin kekuatanku ke pedang yang itu!"

"Oke!!"

Setelah dia mengerti apa yang dikatakan oleh Sanae, Koutarou yang sedang memegang Signaltin dengan kedua tangannya melepas genggaman tangan kanannya dan lalu mengulurkannya ke depan.

"Blue Knight, berikan pedangku!"

"Baiklah, tuan."

Gelang yang dipakainya saat itu memang dari Clan, tapi berkat persekongkolan antara Clan dan Ruth, Koutarou bisa mengirimkan perintah ke Blue Knight dengan menggunakan gelang yang sama. Perintahnya kali ini adalah untuk memberikannya Saguratin, pedangnya yang lain.

"Datanglah, Saguratin!"

"Panggilan dikonfirmasi, titik koordinat terkunci. Memulai transfer Saguratin."

Mekanismenya bekerja dengan sama saat seperti Cradle memberikan Signaltin. Sebuah lubang hitam muncul di hadapan Koutarou dan Saguratin muncul dari dalamnya.

"Tuan, kapal ini, Blue Knight, akan berdoa untuk keselamatan dan kejayaan anda atas nama bangsa Forthorthe, dan baik Tuan Puteri Theiamillis beserta Ksatria Pelindung Ruthkania dengan sepenuh hati akan menunggu kembalinya anda dengan selamat."

Perbedaannya hanyalah pesan yang diberikan saat pedang diberikan. Cradle menyampaikan pesan menggunakan suara dari kecerdasan buatan kapal, sedangkan pesan dari Blue Knight menggunakan suara Ruth. Ini karena sifat Ruth yang begitu perhatian dengan detil.

"Seperti yang Ruth bilang, ayo kita kembali dengan selamat!"

"Ya!" balas Koutarou sambil mengangguk pada Sanae dan menggenggam Saguratin. Tidak seperti Signaltin yang baru belakangan ini mulai dipakainya, Saguratin, yang sudah selama ini selalu dipakainya, terasa pas di tangannya.

"Ayo maju, Koutarou!"

Tepat setelahnya, energi spiritual mulai mengalir dari tangan kanan Sanae, berubah menjadi aliran cahaya putih yang mengalir masuk ke dalam Saguratin.

"Sudah kubilang! Pedang yang ini pasti bisa!"

Saguratin, yang sudah bermandikan energi spiritual Koutarou, dengan mudahnya menerima energi spiritual Sanae. Karena Saguratin tidak memiliki kekuatan spesial apapun, Sanae bisa memasukkan energi spiritualnya dengan bebas karena energi Koutarou sendiri tidak menolaknya.

"Kita siap sekarang, Koutarou!"

Hasilnya, Sanae berhasil menuangkan banyak sekali energi spiritual ke dalam Saguratin.

"Sip!"

Koutarou mulai menggunakan tidak hanya Signaltin di tangan kirinya, tapi juga Saguratin di tangan kanannya.

Karena Saguratin disisipi energi spiritual Sanae, Koutarou bisa dengan mudah menggunakannya untuk menangkis serangan Poltergeist si monster. Serangannya pun tidak harus betul-betul mengenai benda-benda yang melayang ke arahnya, karena apapun yang mendekati pedang itu akan langsung terpental kembali, seakan-akan pedang itu menjadi lebih besar sekitar satu meter. Bahkan Signaltin yang diselimuti dengan sihir gelombang kejut sekalipun tidak punya jarak serang sebesar itu.

"Sanae, dengan ini aku bisa nyerang balik!" ujar Koutarou yang tanpa sadar tersenyum pada Sanae saat sadar dirinya mendapat sebuah kemajuan.

"Hehe~h, selain itu, aku juga bisa ngelakuin ini!"

Karena begitu senangnya dipuji oleh Koutarou, Sanae mengarahkan tangannya ke Koutarou. Saat dia melakukan itu, tangan kanan Koutarou bergerak sendiri mengayunkan Saguratin dari kanan ke kiri.

Ayunan itu menghasilkan bilah energi spiritual, yang melesat maju ke arah si monster sambil memukul setiap benda-benda yang ada di jalurnya.

"Gyaaaaaaaa!?"

Karena si monster tidak menduga adanya serangan ini, bilah energi spiritual itu berhasil mengenainya. Bilah itu mengenai pinggang si monster dan memaksa banyak roh-roh jahat yang berada di bagian tubuh monster itu untuk pergi ke alam baka.

"Ugh, ughhhhhhhhh, a-apa-apaan itu, itu curang!"

Monster itu lalu memanggil lebih banyak roh-roh jahat untuk menyembuhkan luka di pinggangnya sambil memelototi Sanae.

Kekuatan Sanae rupanya jauh lebih besar dari yang dibayangkan oleh si monster, yang berasumsi bahwa Sanae tidak akan bisa berbuat banyak, tapi ternyata asumsi itu justru membuatnya terluka berat karena lengah. Keunggulan si monster yang bisa menyerang dari jarak jauh pun berhasil dibalikkan dengan mudahnya.

"Koutarou, itu cara kamu pakai Love Love Sanae-chan Sword."

"....Sanae, kamu bisa ngelakuin hal-hal hebat dengan biasa, ya...", komentar Koutarou yang terkagum-kagum.

"Tapi kamu jangan sampai kebanyakan pakai Sparkling Sanae-chan Cutter. Jurus itu bikin kamu agak capek."

"Aku nggak yakin sama nama jurusnya."

Saat dia masih menjadi hantu, kekuatan spiritual Sanae sudah begitu hebat, tapi saat ini tingkat kekuatannya jauh melebihi itu. Mungkin hal itu terjadi karena dia sudah menyatu dengan tubuhnya, tapi kemajuannya itu membuat Koutarou begitu kaget.

"....Kalau begini, lebih baik aku pakai Saguratin aja. Cradle, ambil kembali Signaltin."

"Baiklah, tuan."

Setelah mengirim Signaltin kembali ke Cradle, Koutarou menggenggam Saguratin dengan kedua tangannya.

"Oh, kamu cuma perlu satu?"

"Iya. Ada baiknya aku nggak ngelakuin sesuatu yang nggak biasa aku lakuin selama bertarung."

Koutarou belum pernah berlatih untuk menggunakan dua pedang, dan karena energi spiritual lebih terhubung kepada pikiran dan jiwa dibandingkan sihir, Koutarou memutuskan bahwa lebih baik jika dia tidak membagi perhatiannya.

"Sayang banget, padahal keren loh."

"Aku latih deh, buat lain waktu. Sekarang...."

Koutarou lalu mengarahkan ujung pedangnya ke arah si monster.

"Giliran kita buat nyerang."

Dengan kembalinya semangat Koutarou dan Sanae, dan juga si monster yang takut dengan kekuatan Sanae, sudah jelas bahwa pertarungan ini akan berbalik menjadi menguntungkan mereka berdua.

"Tidak akan kubiarkan!"

Si hantu wanita yang menjadi inti monster itu sudah mempertaruhkan segalanya pada pertarungan ini. Dengan menggunakan seluruh sisa energi spiritualnya, dia memanggil semua roh-roh jahat di sekitar area itu dan menantang Koutarou dan Sanae bertarung. Itulah sebabnya dia tidak bisa sampai kalah. Meskipun dia lari, hantu wanita itu pasti akan pergi ke alam baka pada akhirnya, karena dia sudah menggunakan sebagian besar sisa energi spiritualnya. Dia sudah tidak bisa mundur lagi.

"Kalian semua, berikan aku kekuatan kalian!"

Hantu wanita itu dengan paksa menarik kekuatan dari roh-roh jahat yang membentuk badan si monster, lalu menyerang Koutarou dan Sanae. Caranya menyerang masih sama seperti sebelumnya, namun kali ini jumlah serangannya beberapa kali lipat lebih banyak dibanding sebelumnya. Dia menggunakan fenomena Poltergeist untuk membuat banyak benda-benda besar melayang dan juga membuat beberapa bola energi spiritual yang mencuri energi kehidupan.

"Apa ini serangan terakhirnya!? Siap-siap Sanae, tetap waspada!!"

"Koutarou, aku lindungin belakangmu!! Jadi, tetap fokus hadapin dia dan kalahin dia!!"

"Tolong ya!"

Hubungan antara Koutarou dan Sanae berlawanan dengan para roh jahat yang tereksploitasi, dimana mereka berdua saling menyayangi, melindungi dan mendukung satu sama lain. Kalau saja ada orang di sana yang menyaksikan pertarungan itu, orang itu pasti akan menganggap bahwa Koutarou dan Sanaelah yang akan menang pada saat itu. Di hadapan sebuah pertarungan yang berbahaya, rasa saling percaya antara mereka berdua menjadi sebuah kekuatan yang melampaui apapun.

"Jurus spesial Sanae-chan, Wonderful Arrow!!"

Rokujouma V11 283.jpg

Sanae mulai memusatkan energi spiritual ke jimat "Keselamatan Keluarga" yang sekarang digenggamnya di tangan kirinya, dan sesaat kemudian, energi itu mulai berubah wujud menjadi sebuah busur yang bersinar dengan jimat itu sebagai pusatnya. Saat Sanae menarik tali busur panah itu dengan tangan kanannya, sebuah anak panah yang bersinar pun muncul. Dengan menggunakan energi spiritual miliknya, Sanae akan membantu Koutarou dengan menggunakan panah.

Sanae yang asli pernah mengikuti klub memanah saat masih SMP, seperti ibunya. Dia tidak bisa mengikuti klub dengan baik karena saat itu badannya mulai melemah, tapi panah yang digunakannya menjadi senjata yang bisa dibayangkan oleh Sanae dengan mudah.

"Maaaatiiiiilaaaaaaaaah!!"

Sebelum Sanae bisa membidik, si monster menyerang dengan melemparkan sejumlah besar benda-benda ke arah Koutarou dan juga menyerangnya dengan bola-bola energi spiritual dari titik buta Koutarou.

"Cuma aku yang bisa iseng di punggungnya!!"

Dengan satu tarikan, Sanae melepaskan anak panahnya tanpa membidik sama sekali. Kalau saja itu adalah busur dan anak panah yang asli, tembakannya pasti tidak akan mengenai apapun. Namun karena Sanae menggunakan busur dan anak panah dari energi spiritualnya sendiri, bentuk yang terwujud itu hanyalah gambar semata untuk membuat serangannya menjadi jelas. Saat anak panahnya terbang melesat, anak panah itu memecah menjadji 18 anak panah yang lebih kecil yang terbang menuju sasaran yang berbeda-beda.

"Kenaaaaaaaaaaaa!!"

Sanae rupanya mengincar 18 serangan yang mengarah ke punggung Koutarou. Dengan kemampuan energi spiritualnya, dia bisa merasakan semua serangan itu. Tidak ada serangan yang lebih mudah untuk dideteksi Sanae selain serangan berdasarkan energi spiritual.

Panah-panah yang ditembakkan itu melesat seperti peluru kendali yang terbang membujur dengan indahnya saat mereka mengenai sasarannya, dan 18 anak panah itu semuanya berhasil mengenai sasaran mereka masing-masing. Sebagai hasilnya, punggung Koutarou tidak terluka sama sekali saat dia terus maju menyerang.

"Siip ♪ ”

Setelah puas dengan hasilnya, Sanae memanggil Koutarou.

"Majuu! Ke sana! Kamu bisa home run!!"

"Siiiiiiiaaaaaaaap!!"

Koutarou lalu mengayunkan Saguratin sekuat tenaganya untuk menjawab panggilan Sanae.

"Kamu bakal kupukul keluar lapangan!!"

Ayunannya itu memiliki kuda-kuda dinamis yang memiliki kekuatan cukup untuk membuat serangan itu sama seperti pukulan home run.

Ayunan yang besar itu membuat sebuah bilah pedang yang besar terbuat dari energi spiritual. Ukuran, ketebalan dan kecepatannya jauh lebih hebat dari yang dibuat Sanae saat mengendalikan pedang itu. Bilah pedang yang terbentuk itu memukul jauh benda-benda di dalam area yang besar, juga membuat jalan bagi Koutarou.

"Ugh, jangan sombong dulu, bocah!"

Tentu saja, jalan yang terbentuk itu mengarahkan Koutarou kepada si monster. Akibatnya, bilah pedang energi spiritual itu pun menyerang si monster.

"Haa!!"

Namun karena monster itu sudah menduga adanya serangan ini, dia tidak terluka sama sekali. Monster itu sudah mengendalikan bola-bola energi spiritual, yang dibuatnya untuk menyerang Koutarou, untuk membentur bilah pedang energi itu.

Kedua serangan itu pun bertabrakan dan melepaskan energi mereka, menciptakan sebuah ledakan besar.

"Enak aja, aku nggak mau kena terus-terusan!"

"Aww, hampir saja~!...tapi aku rasa aku tidak perlu kekuatan sebanyak setahun untuk yang satu itu."

"Nggak, masih belum selesai!"

Sesaat setelahnya, Koutarou melewati api dari ledakan dan muncul di hadapan si monster. Rupana, Koutarou tetap melesat maju melewati ledakan dan siap untuk terluka karenanya.

"Yang bener!? Koutarou, kamu suka sama cewek tua!?"

"G-Gawat!?"

Monster itu tidak menyangka bahwa Koutarou akan melakukan hal itu dan tidak sempat mengambil tindakan.

"Gimana kalau iniiiiiiiiiiii!!"

Dengan Saguratin yang sudah siap di atas kepalanya, Koutarou mengayunkan pedang itu ke bawah ke arah si monster. Monster itu pun tidak bisa menghindar tanpa bisa berbuat apa-apa.

Serangan Koutarou memotong tangan kanan si monster di dekat sikunya. Tangan yang terpotong itu menghilang sebelum sempat menyentuh tanah, dan roh-roh jahat yang membentuk tangan itu pun pergi ke alam baka.

"Kependekan!?"

Namun, Koutarou mendecakkan lidahnya saat melihat hasil serangannya, karena sebenarnya dia mengincar kepala si monster. Karena si hantu wanita, yang juga menjadi inti monster itu, berada di bagian kepala monster, Koutarou menduga bahwa kalau dia menyerang kepalanya, monster itu akan langsung kalah dalam sekali serang.

Serangan Koutarou meleset karena dia melompat melewati ledakan, yang memperlambat laju badannya disertai api yang menghalangi pandangannya. Hasilnya, arah serangannya menjadi melenceng.

"AAAAaaahhh, tanganku!!"

Monster itu segera mundur setelah tangannya terpotong. Dia tidak cukup bodoh untuk tetap diam di tempat dan memperbolehkan Koutarou melanjutkan serangannya.

"K-Kalau begini, aku akan kalah! Kalau begitu!!"

Monster itu kembali mundur dengan lebih cepat.

"Hah? Apa dia mau pake serangan jarak jauh lagi? Atau mau kabur?"

Biarpun pertarungannya akan berubah menjadi saling melempar serangan jarak jauh, Koutarou dan Sanae tidak akan kalah. Biarpun si monster kabur, si hantu wanita yang menjadi inti monster itu sudah hampir kehabisan tenaga. Tindakan monster itu nampak tidak masuk akal dan Koutarou juga tidak bisa memikirkan alasan mengapa monster itu mundur.

Itulah sebabnya Koutarou terus mengarahkan pedangnya ke arah si monster sambil mengawasinya dengan kebingungan.

"Aaah!?"

Pada akhirnya, saat jarak di antara mereka semakin jauh sampai serangan Koutarou tidak akan mengenainya, Sanae menjerit kaget. Wajahnya tampak pucat karena dia sudah tahu apa rencana monster itu.

"Kenapa!?"

"Koutarou!! Dia mau makan orang-orang di luar buat ningkatin kekuatannya!!"

Sanae, yang punya indra lebih tajam daripada Koutarou, bisa mengetahui apa yang dilakukan oleh monster itu bahkan pada jarak sejauh ini, dan bahwa monster itu mulai mengincar orang-orang di luar area konstruksi. Tingkah monster itu hanya punya satu arti: dia akan memakan semua orang-orang di sekitarnya untuk meningkatkan kekuatannya sebelum menghadapi Koutarou dan Sanae sekali lagi - dalam kata lain, tujuannya adalah mengisi kembali tenaganya.

"Dia berpikir kalau dia nggak bisa menang, dan dia juga nggak bisa kabur, jadi dia mau makan orang-orang biar jadi lebih kuat!!"

"Apa!? Itu sih bener-bener gawat!!"

Koutarou langsung mengejar monster itu, yang sudah berada di luar jangkauannya. Serangan Koutarou tidak akan mengenainya dari sini, dan tidak lama kemudian monster itu akan berhasil kabur dari area konstruksi dengan hampir tidak adanya kesempatan untuk menghentikannya sebelum dia membuat kerusuhan di luar sana.

Sialan, aku nggak ngira kalau dia bakal ngelakuin itu...pikir Koutarou yang menyesal tidak bisa menduga tindakan apa yang bisa dilakukan oleh monster yang sudah putus asa.

Berapa banyak korban yang akan berjatuhan olehnya? Sepuluh? Dua puluh? Atau lebih?

Koutarou mulai resah memikirkan hal itu sambil terus mengejar si monster.

"Tidak usah kuatir."

Tepat padasaat itulah ada suara yang kuat dan terdengar familier menggema di area konstruksi itu.

"Kerja bagus sudah bertahan selama ini sendirian, wahai ksatriaku!"

Suara itu berasal dari seseorang yang sudah akrab dengan Koutarou dan Sanae, yakni Theia. Dia sedang berdiri sedikit jauh dari mereka berdua seraya melotot ke arah si monster sambil berdiri dengan anggunnya.

"Theia!?"

Sanae, yang melihat Theia lebih dulu, berteriak gembira. Ada beberapa orang yang dikenalnya yang juga berdiri di sebelah Theia. Ruth, Yurika, Shizuka, Kiriha dan kedua haniwa. Bantuan dari kamar 106 akhirnya tiba.

"Theia, apa yang bakal kamu lakuin!?"

Setelah menemukan Sanae, Koutarou bertanya pada Theia apa maksud Theia.

"Koutarou, Sanae, kalian kejar terus monster itu."

Namun Theia tidak menjawab pertanyaannya dan justru memberikan perintah kepada Koutarou.

"Oke! Ayo maju, Sanae!"

"Ya!"

Theia sudah bukan lagi gadis egois yang mengacuhkan orang lain. Karena Koutarou tahu akan hal itu, dia mengerti bahwa Theia sedang ditekan oleh waktu. Itulah sebabnya dia langsung mengejar monster itu tanpa ragu.

"Yurika, hentikan gerakan monster itu!"

"Baik!! Quick Cast - Bind Undead - Modifier - Super Penetration!!"

Yurika merapal mantra yang mencegah hantu, zombi dan semacamnya untuk bergerak. Sihir terkadang tidak ampuh terhadap makhluk-makhluk sejenis mayat hidup yang cukup kuat, dan karena dia tahu akan hal itu, Yurika mengerahkan lebih banyak kekuatan sihir pada mantranya.

"Ugh, badanku!?"

Mantra itu nampak ampuh karena monster itu berhenti bergerak dengan posisi melayang. Kekuatan sihir Yurika berubah menjadi tali yang menangkap si monster dan menghentikannya.

"Apa ini, y-yang sama seperti waktu itu!? Itu berarti---"

Si hantu wanita di inti monster itu ingat bahwa dia pernah merasa tidak bisa bergerak sama sekali. Dia pernah merasakan rasa yang sama itu saat dia kalah melawan Koutarou dan yang lainnya di musim panas lalu.

"Ini dia, Ruth, Kiriha, Shizuka! Bersiap untuk menyerang!"

"I-Itu mereka!!"

Monster itu hanya bisa menggerakkan matanya untuk melihat apa yang ada di belakangnya. Dia bisa melihat seorang gadis dengan rambut keemasan beserta aura membunuh yang dikeluarkannya. Di sebelah gadis itu, ada empat gadis lain yang bergerak ke sana kemari. Monster itu tidak bisa membayangkan kalau para gadis itu datang ke area konstruksi ini untuk bersenang-senang.

"Sensor energi spiritualnya sudah menyala Ho-! Ruth-chan, apa kamu sudah dapat datanya Ho-?"

"Sudah, Karama-chan! Data sudah dikonversi dan dimasukkan ke dalam sistem kendali tembak Blue Knight! Yang Mulia, kita sudah siap!"

"Kiriha, bagaimana dengan persiapanmu!?"

"Konverter photon-energi spiritualnya sudah beroperasi dengan normal! Korama, bagaimana kondisi pengaturannya?"

"Shizuka-chan, mohon bantuannya Ho-"

"Em...apa begini? Eii!!"

"Nee-san, gelombang keluarannya sudah disinkronisasikan dengan semangat bertarung Shizuka-chan Ho-!"

"Theia-dono!"

"Bagus, ini dia, semuanya! Aku tidak mau ada kesalahan!"

Monster itu bisa melihat senyum Theia yang tidak gentar.

"Hiiii."

Saat melihat senyum itu, monster itu pun gemetar ketakutan. Wajah Theia saat itu betul-betul tampak ingin membunuh - wajah garang dan brutal seorang bangsawan yang sudah memutuskan untuk menghabisi miusuhnya. Sambil terus mempertahankan raut wajahnya itu, Theia memberi perintah pada gelang di tangan kanannya.

"Blue Knight! Meriam laser anti-material!"

"Baiklah, tuan puteri."

Sesaat setelahnya, ada lubang hitam yang muncul di sebelah Theia, lubang hitam yang sejenis dengan yang digunakan Koutarou untuk memanggil pedangnya. Namun, yang muncul dari lubang hitam itu bukanlah pedang, melainkan meriam laser yang besar dengan laras sepanjang beberapa meter. Meriam laser itu adalah meriam laser terbesar yang bisa digunakan secara perorangan, dan karena ukurannya yang besar, penggunanya tidak bisa membidik sendiri menggunakan meriam itu. Meriam itu sendiri yang akan membidik sasarannya.

Rokujouma V11 293.jpg

Setelah meriam itu betul-betul muncul seutuhnya, para haniwa memasang cincin emas di sekitar moncong meriam itu. Setelah menunggu para haniwa itu selesai, Theia mengeluarkan perintah selanjutnya.

"Kerahkan tenaga maksimum! Mode tembakan sekali tembak dan atur jarak penyinarannya menjadi konvergensi penuh! Beri tembakan terbaikmu!!"

"Mengubah mode tembakan, mengatur jarak dan fokus. Membidik ulang dengan menyesuaikan pengaturan. Pengisian energi selesai. Persiapan menembak selesai."

"Tembak!" Tepat saat gelang itu mengumumkan bahwa meriam sudah siap untuk menembak, Theia langsung memberi perintah tanpa segan-segan.

"Baiklah, tuan puteri."

Tepat setelahnya, meriam laser itu mengubah semua energi yang disimpannya menjadi photon dan mengeluarkannya dari moncong meriam. Di Forthorthe, laser keluaran standar untuk menyerang selalu diberi warna untuk menunjukkan bahwa laser itu sedang ditembakkan. Laser dari meriam ini sebenarnya berwarna merah, tapi apa yang ditembakkan dari dalam laras meriam itu berwarna putih.

Alasan perubahan warna laser itu adalah karena kerja sama para gadis. Sensor milik Karama mengidentifikasi si monster, lalu Ruth mengirimkan data itu ke Blue Knight, yang lalu menggunakan data itu pada serangannya. Photon yang ditembakkan diubah menjadi energi spiritual berkat alat-alat yang dipasang pada moncong meriam. Energi spiritual yang sudah diubah lalu disinkronisasikan dengan gelombang yang dipancarkan Shizuka saat dia akan menyerang. Selama laser itu berhasil mengenai monster itu, dia akan mendapat luka yang serius.

Dalam kata lain, senjata ini dibuat dari kerja sama para gadis untuk melawan hantu.

"Gyaaaaaaa!!"

Monster itu menjerit dengan kerasnya.

Setelah diubah dari cahaya menjadi tipe energi yang lain, apa yang ditembakkan meriam laser itu sudah bukan murni laser lagi, tapi kecepatan serangannya tetap sangat cepat. Saat monster itu melihat cahaya yang keluar dari laras meriam itu, cahaya itu sudah mengenainya. Badan bagian bawah monster itu pun musnah setelah terkena serangan langsung dari serangan yang mempunyai kekuatan untuk memusnahkan musuh.

Luka dari serangan ini begitu hebat, sampai-sampai si monster tidak bisa tetap melayang dan jatuh ke tanah.

"Koutarou!"

"Ya!"

Monster itu jatuh tepat di hadapan Koutarou dan Sanae. Mereka berdua sudah pergi menuju monster itu jikalau serangan dari Theia tidak mengalahkan si monster. Rencana yang hebat itu berhasil bekerja sementara mereka berdua berlari ke arah monster itu untuk menghentikannya.

"Uuhh, kenapa, kenapa hanya aku saja yang bernasib semalang ini....tak bisakah aku, s-setidaknya bisa bahagia sedikit setelah mati..."

Monster itu rupanya masih hidup. Meskipun badan bagian bawahnya sudah tidak ada, dia berusaha merangkak dengan badan bagian atasnya.

"Koutarou, dia juga..."

"Ya, aku tahu."

Monster itu masih bergerak, namun hantu wanita yang mengendalikannya sudah terluka parah dari serangan sebelumnya. Sudah jelas bahwa dia akan segera meninggal, bahkan jika ditinggal begitu saja. Meskipun dia tadinya adalah musuh, Koutarou dan Sanae tidak bisa menyerangnya dalam keadaan seperti itu.

"Tidak ada...tidak ada yang peduli denganku...aku kesepian...dan aku akan menghadapi akhir hidupku sendirian...fufu, fufufufu."

Tidak lama kemudian, monster itu sudah tidak bisa bergerak lagi. Hantu wanita itu sudah tidak punya energi spiritual yang cukup untuk memerintah roh-roh jahat.

"Kamu salah. Semuanya tidak akan berakhir hanya karena kamu mati", ujar Sanae yang mendekati monster itu. Setelah berjongkok di dekatnya, Sanae menghapus air mata si hantu.

"Kucing kecil...?"

"Dan kamu nggak akan sendirian. Entah dimana, ada orang yang mengawasimu. Aku tahu itu."

"Sanae..."

Koutarou merasa ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya saat dia melihat Sanae berbicara dengan hantu wanita yang akan meninggal. Koutarou masih menganggap Sanae sebagai anak kecil, tapi saat ini, Sanae sedang membuka hatinya bagi orang lain. Tindakan yang penuh dengan kebaikan itu jauh dari kata kekanak-kanakan.

"Aku, tidak mengerti....tapi mungkin, itu sebabnya, aku kalah..."

Tubuh si hantu wanita mulai berpendar, garis-garis tubuhnya mulai memudar dan tubuhnya sendiri mulai kehilangan bentuknya. Waktu baginya untuk pergi ke alam baka telah tiba.

"Lain kali hati-hati ya, oke?" ujar Sanae sambil tersenyum dan menghapus air mata si hantu wanita sekali lagi. Namun karena keberadaan si hantu wanita mulai melemah, Sanae tidak bisa menyentuhnya. Sanae pun sedih dibuatnya, karena baginya, sudah tidak menjadi masalah lagi apakah si hantu wanita itu musuh atau bukan.

"Lain kali, ya....apakah akan ada lain kali bagiku...?"

"Pasti. Nggak mungkin nggak ada lain kali buatmu."

Tubuh si hantu wanita menjadi semakin memudar dan hampir menghilang. Hanya Sanae saja yang bisa melihat dan mendengarnya karena dia begitu peka terhadap energi spiritual.

"Apa kau pikir begitu?"

"Ya. Aku rasa dewa dunia ini bukan orang yang sekeras itu."

Sanae yakin dengan hal itu. Kalau tidak, maka dia tidak akan bisa bertemu kembali dengan Koutarou. Untuk bisa bertemu kembali dengan Koutarou memerlukan banyak keajaiban, dan itulah sebabnya Sanae percaya bahwa dewa dunia ini betul-betul baik.

"Fufufu....aku, harap begitu..."

Si hantu wanita pun menghilang, dengan meninggalkan sebuah tawa. Sanae tidak akan tahu apakah hantu wanita itu akan diselamatkan atau tidak, namun tawa yang didengarnya menjelang akhir hidup si hantu wanita tidak terdengar hampa. Itulah sebabnya Sanae memutuskan untuk percaya bahwa si hantu wanita sudah diselamatkan.

"Dadah, wanita hantu...sampai ketemu lagi..."

Dengan begitu, si wanita yang sudah bertahan untuk tidak pergi ke alam baka sudah diantar pergi oleh Sanae, yang dikejar olehnya.

Cinta adalah segalanya, ya...

Koutarou pun merasakan sesuatu yang tidak dia mengerti saat dia sadar bahwa Sanae ternyata jauh lebih dewasa dari yang dipikirkannya.


Part 10[edit]

Setelah mengantar si hantu wanita pergi, Sanae menhapus air matanya dan lalu berbalik menghadap Koutarou yang ada di belakangnya. Saat pandangan mereka bertemu, Sanae tersenyum. Dia merasa bahwa pertarungannya sudah selesai dan akhirnya bisa kembali tenang.

Apa..ini....?

Namun, Koutarou masih merasa resah. Meskipun si hantu wanita telah meninggal, hawa jahatnya masih belum menghilang. Malah, hawa jahat itu justru membesar.

"Kenapa, Koutarou?"

"Sanae, ada yang aneh. Apa kamu nggak ngerasain, hawa aneh ini?"

"...Kalau kupikir-pikir lagi..."

Setelah Koutarou mengatakan hal itu, Sanae juga bisa merasakan adanya yang aneh dengan hawa di sekitarnya. Setelah dia berkonsentrasi pada hawa jahat itu, Sanae sadar bahwa hawa jahat itu ada di bawahnya.

"Koutarou!! Ini aneh, si wanita hantu itu udah pergi, tapi badan monsternya nggak!!"

Monster yang dibuat oleh si hantu wanita adalah asal dari hawa jahat itu. Badan bagian bawahnya sudah hancur karena serangan Theia, sementara si hantu wanita yang menjadi kepalanya sudah meninggal. Walau begitu, sisa tubuhnya masih tetap ada dan tidak menghilang, sementara hawa jahatnya menjadi semakin besar.

"Sanae, mundur! Bahaya!"

"Oke!"

Sanae dengan cepat berlari ke arah Koutarou. Tepat setelahnya, kepalan tangan si monster mengenai tanah dimana Sanae tadi berdiri.

"Apa maksudnya ini!?"

Meskipun tidak ada hal yang mengendalikannya, monster itu masih bisa bergerak dan hal itu tampak begitu aneh dan misterius. Sementara Koutarou masih tampak kebingungan, Sanae sudah berada di dekatnya. Setelah menyuruh Sanae berlindung di belakangnya, Koutarou mengarahkan pedangnya ke badan bagian atas monster itu yang mulai bergerak lagi. Namun, monster itu hanya terus merangkak dan berguling-guling saja, dan bukan mendekati Koutarou dan Sanae. Kelihatannya, pukulannya yang barusan hampir mengenai Sanae hanyalah kebetulan semata.

Apa-apaan itu tadi?

Sanae mengintip dari balik Koutarou dan melihat ke badan si monster. Dengan begitu, dia bisa melihat aliran energi spiritual si monster, dan saat dia melihatnya, Sanae langsung berteriak secara refleks.

"Apa itu!?"

Energi spiritual yang dilihatnya tampak begitu berantakan sampai-sampai tidak bisa disebut lagi sebagai aliran. Biasanya, energi spiritual mengalir seperti halnya pembuluh darah ke seluruh penjuru tubuh, namun monster itu tidak mengikuti kewajaran itu dan mengalirkan energi spiritualnya ke semua arah. Badan bagian atas si monster pun bergerak dan berguling mengikuti hal itu.

"Kenapa!?"

"Koutarou, roh jahat di tubuh itu kebanyakan dan udah lepas kendali!"

"Lepas kendali!?"

Situasi mengerikan itu rupanya dibuat oleh si hantu wanita secara tidak sengaja.

Untuk bisa melawan Koutarou dan Sanae, si hantu wanita sudah mengumpulkan banyak roh-roh jahat dan harus kehilangan badannya sendiri sebagai gantinya, dan dia hanya bisa mengendalikannya hanya dengan tekad bajanya saja. Akibatnya, jumlah roh jahat yang nampak tidak mungkin untuk dikumpulkan bisa terfokus ke satu titik dan si hantu wanita pun mendapat kekuatan yang hebat.

Namun, si hantu wanita sudah pergi sebelum melepas roh-roh jahat itu. Hal ini menyebabkan tertinggalnya onggokan roh-roh jahat yang saling tercampur antara satu sama lain. Itulah sebabnya para roh jahat itu mulai mengamuk agar bisa lepas dari jeratan ini.

"Roh-roh jahat yang ada di tubuh itu mau bisa lepas! Tapi karena mereka dipaksa membentuk jadi tubuh itu, mereka nggak bisa keluar! Itu sebabnya mereka ngelakuin apapun yang mereka bisa!"

"Jadi, apa yang bakalan terjadi!?"

"Aku nggak tahu! Tapi, aku rasa bakalan bahaya!"

Sanae sekalipun tidak tahu apa yang akan terjadi berikutnya, namun jika beberapa ratus roh jahat yang secara paksa disatukan terus mengamuk dan meronta-ronta seperti ini, sudah jelas akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi. Beberapa orang penjajah yang mengacau di kamar 106 saja sudah menyebabkan keributan yang luar biasa, apalagi roh-roh jahat ini.

Yang menjawab pertanyaan akan apa yang akan terjadi selanjutnya adalah dua haniwa yang terbang ke arah Koutarou dan Sanae sebelum mereka menyadarinya.

"Dia akan meledak Ho-!"

"Tekanannya akan terus meningkat sampai nanti meledak Ho-!"

Mereka sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya berkat hasil pengamatan sensor mereka.

"Meledak!? Beneran!?"

"Tolong jelasin lebih detil lagi!"

Setelah mendengar tentang akan adanya ledakan, Koutarou dan Sanae tidak bisa diam begitu saja. Mereka mendekati para haniwa dan langsung meminta penjelasan.

"Kalau kita asumsikan badan itu mempunyai kekuatan standar untuk badan spiritual tingkat tinggi, aku sudah menghitung seberapa besar ledakannya dan berapa lama waktu sampai ledakan itu terjadi dengan melihat kecepatan pengumpulan energi spiritualnya Ho-!"

"Tidak akan ada kerusakan fisik Ho-, ledakannya hanya akan membaut tanahnya terbakar sedikit Ho-!"

"Itu aja?....Kalau gitu, bisa kita biarin dong."

"Hhh....."

Koutarou dan Sanae merasa lega begitu mendengar bahwa ledakannya hanya membuat tanah di sekitarnya terbakar sedikit.

"Tidak bisa Ho-! Efek dari ledakan badan spiritualnya akan membuat semua makhluk hidup yang bernyawa dalam radius 300 meter meninggal Ho-! Mereka akan terkena gelombang kejut dari energi spiritual dan pikiran mereka akan hancur Ho-!"

Semua makhluk hidup dalam jarak 300 meter dipastikan akan mati. Setelah lewat dari jarak itu, tingkat bahayanya akan menurun bertahap hingga tidak ada bahaya pada jarak satu kilometer ke atas.

"Jelasin yang itu dulu dong!"

"Tunggu, tunggu, Karama-chan, berapa lama lagi sampai badannya meledak!?"

"Tinggal 2 menit dan 23 detik lagi Ho-"

"Kyaa!! Tidaaaaaak!!"

Saat itu hari sudah malam, dan orang-orang banyak yang sedang berjalan pulang. Mengevakuasi semua orang dalam dua menit adalah hal yang tidak mungkin, dan ini akan menjadi tragedi paling buruk sejak berdirinya Kota Kisshouharukaze.

"Koutarou!"

Tepat pada saat itulah Theia dan yang lainnya datang. Mereka juga sudah mendapat informasi yang sama dan menjadi panik karenanya.

"Dalam berapa ratus meter kita bisa dikatakan aman!? Biarpun kita lari sekarang, kita tidak akan sempat!!"

"Aku pasti nggak bisa! Aku pasti mati!"

"Aku juga tidak begitu yakin..."

"Kiriha, apa nggak ada cara lain!? Kalau begini, kita semua bakal mati!!"

"Bukannya tidak ada cara lain, tapi....ini cara yang sulit."

Satu-satunya yang tidak panik adalah Kiriha, tapi raut wajahya tampak serius karena kemungkinan mereka untuk bisa lolos dari situasi ini begitu rendah.

"Tolong kasih tahu!"

"Kita perlu memaksa semua roh jahat yang membentuk tubuh itu untuk meninggal sebelum meledak. Dengan begitu, energi spiritualnya akan menyebar dengan sendirinya."

"Apa itu mungkin!?"

"Itu tidak mungkin bagiku. Kalau ada yang bisa melakukannya, Sanaelah yang bisa."

"Tidaaaaaak, aku baru aja jadi manusia lagi, aku nggak mau mati---eh, aku?"

Sanae berhenti bergerak begitu sadar bahwa dirinya menjadi topik pembicaraan.

"Benar. Senjata energi spiritual Karama dan Korama tidak punya cukup kekuatan untuk memaksa roh-roh jahat sebanyak itu untuk meninggal, tapi dengan kekuatanmu, hal itu akan menjadi mungkin."

"Sanae-chan, apa kamu bisa meningkatkan kekuatan yang kamu keluarkan menjadi tiga kali lipat dari yang kamu keluarkan untuk pedang Koutarou Ho-?"

"Kalau kamu bisa, kita punya kemungkinan selamat Ho-, kami akan meningkatkan kekuatanmu Ho-!"

"Tiga kalinya yang itu? Hmm...aku nggak akan tahu sampai aku coba", ujar Sanae sambil mengernyitkan alisnya. Jumlah energi spiritual yang diperlukan berada pada titik dimana Sanae merasa tidak yakin apakah dia bisa menghasilkannya atau tidak.

"Tapi aku harus tetep ngelakuin itu, ya kan?"

"Benar", jawab Kiriha sambil mengangguk mantap. Sebagai balasnya, Sanae pun mengangguk.

"Oke, akan aku coba! Akulah wanita yang melakukan keajaiban, Sanae-chan!"

Sanae tidak berniat melepaskan kesempatannya meraih masa depan di sini.

Untuk itu, dia akan menjadi sekuat yang diperlukannya.


Part 11[edit]

Koutarou berdiri sambil memegang Saguratin dengan kedua tangannya sementara Sanae berada di punggungnya.

"Maaf ya, Koutarou."

"Kenapa kamu minta maaf?"

"Aku bakal sedikit nekat, jadi aku mau minta maaf dulu."

"Kamu selalu nekat, kan?"

"Ehehe, bener juga", balas Sanae sambil tertawa kecil, lalu meletakkan kedua tangannya ke punggung Koutarou. Dia lalu menutup matanya dan memusatkan pikirannya.

"Aku mulai ya, Koutarou."

Suara Sanae tidak didengar oleh Koutarou sebagai gelombang suara, tapi justru didengarnya melalui gelombang spiritual seperti yang pernah dialaminya dulu.

"Sanae?"

"Lama nggak ketemu, Koutarou."

Bersamaan dengan suara itu, sebuah sosok yang dikenal oleh Koutarou muncul di hadapannya, yakni sosok Sanae saat dirinya masih menjadi hantu.

"Lama nggak ketemu? Apa yang kamu lakuin!? Kamu juga ada di belakangku!"

Koutarou kaget karena ada Sanae di depan dan di belakangnya. Perbedaan mereka hanya pada umur dan gaya rambutnya, sisanya tetap sama dan sulit untuk membedakan mereka berdua.

"Eheheh, ini namanya proyeksi astral", kata Sanae yang berada di depan sambil tersenyum. Dialah jiwa Sanae yang sedang diproyeksikan. Alasan mengapa dia terlihat sama seperti dulu adalah karena Sanae membayangkan sosok itu begitu kuat.

"Proyeksi astral?"

"Ya. Ternyata, cara terbaik untuk meningkatkan energi spiritual adalah cara yang digunakan sama wanita hantu."

"Maksudnya?"

"Aku bakal nyatu sama kamu, Koutarou. Dengan begitu, aku bisa pakai lebih banyak kekuatan daripada cuma nambahin kekuatan."

Sanae yang berada di depan Koutarou meletakkan kedua tangannya di dada Koutarou, dan lalu badannya mulai masuk ke dalam badan Koutarou. Tidak lama kemudian, Sanae sudah berada di dalam badan Koutarou.

"Jadi ini maksudnya nekat."

"Iya. Aku mungkin nggak akan bisa misah dari kamu, dan kalau itu sampai kejadian, maaf ya."

Ada saat-saat dimana Sanae tidur di dalam badan Koutarou, namun apa yang akan dilakukan oleh Sanae kali ini adalah lebih dari itu, dimana dia akan menyatu dengan Koutarou. Ini adalah pertama kalinya Sanae akan melakukan hal ini dan dia tidak tahu apa yang akan terjadi.

"Kita kan udah pernah ngelakuin hal-hal yang mirip sama ini."

"Ahaha, bener juga."

Sejak mereka bertemu, Sanae selalu berada bersama Koutarou. Ada saat-saat dimana mereka akan berpisah, namun mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka bersama-sama. Koutarou merasa bahwa kalaupun mereka tidak bisa berpisah nanti, hal itu tidak akan jauh berbeda dari yang sudah-sudah.

"Oke, aku mulai ya, Koutarou."

"Ya."

Dengan begitu, Koutarou bisa menjawab dengan siap. Dia tidak takut sama sekali akan menyatu dengan Sanae.

"Eiyap."

Bersamaan dengan sorakan dari Sanae, Koutarou bisa merasakan ada seseorang yang memasuki pikirannya. Koutarou mencoba memanggil orang itu, namun bukan dengan suaranya, melainkan dengan pikirannya.

"Apa itu kamu, Sanae?"

"Iya. Kamu bisa tahu?"

"Ya. Rasanya aneh juga, ngedenger ada suara di kepalaku."

"Aku lanjutin prosesnya, ya? Kalau aku santai-santai, aku takut meleleh di dalem kamu."

"Wah, bahaya dong."

"Kenapa? Kamu benci aku?"

"Kamu udah tahu jawabannya kan?"

"Ehehe, aku cuma ngerasa udah tata kramanya buat pura-pura nggak tahu."

Setelah memasuki pikiran Koutarou, Sanae menulis ulang struktur internal Koutarou dan menghubungkan jiwa mereka. Setelahnya, energi spiritual mereka mulai saling mengalir menuju satu sama lain dan meningkat jumlahnya.

"Oh, ini ya!?"

Sejumlah besar energi spiritual mulai mengalir ke dalam Saguratin yang digenggam oleh kedua tangan Koutarou. Bahkan Koutarou sekalipun bisa tahu bahwa jumlahnya mendekati tiga kali energi yang ada sebelumnya.

"Koutarou, soal nyerangnya aku serahin ke kamu ya. Aku nggak tahu apa-apa soal itu, jadi aku rasa sebaiknya kamu yang ngelakuin."

"Oke, aku coba kalau begitu."

Koutarou membetulkan pegangannya pada Saguratin dan mengarahkan ujung pedangnya ke arah badan bagian atas si monster yang masih bergerak-gerak di atas tanah.

"Karama, Korama, ayo kita mulai."

"Baik Ho-!"

"Sistem amplifikasi sudah menyala Ho-! Kapanpun kamu siap Ho-!"

Karena dia sudah menyatu dengan Sanae, semua kemampuan Koutarou menjadi menjadi lebih kuat. Dia bisa melihat energi spiritual yang mengalir melalui Karama dan Korama. Dengan kekuatan ini, Koutarou dan Sanae bisa membuat roh-roh jahat yang tersisa untuk meninggal. Koutarou pun mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dengan dipenuhi rasa percaya itu.

"Koutarou."

Namun sebelum Koutarou bisa mengayunkan pedangnya, Sanae berbisik kepadanya. Koutarou berhenti bergerak dengan pedang masih diangkatnya tinggi-tinggi.

"Ada apa?"

"Ada sesuatu yang mau aku kasih tahu ke kamu."

"Apa nggak bisa kamu kasih tahu nanti?"

"Aku cuma ngerasa kalau cuma sekarang ini aku bisa ngasih tahu kamu tanpa bikin kamu salah paham, dan aku nggak perlu takut kedengeran sama yang lain."

"Kalau gitu, silahkan. Kita nggak punya banyak waktu, jadi kalau bisa yang ringkas,oke?"

Waktu bagi mereka untuk bertindak sudah kurang dari 30 detik lagi, jadi mereka tidak punya waktu untuk berbicara dengan santai.

"Oke, kalau gitu aku kasih tahu ya? Ehem...."

Sanae berhenti berbicara dan menunggu sejenak sebelum melanjutkan untuk menguatkan hatinya. Namun, setelah dia mengatakannya, dia melakukannya sepenuh hatinya.

"Aku cinta kamu, aku cinta kamu, aku cinta kamu, aku cinta kamu, aku cinta kamu, aku cinta kamu, aku cinta kamu, aku cinta kamu, aku cinta kamu---"

Hanya ada satu kalimat saja yang ingin Sanae katakan kepada Koutarou.

Namun, kebenaran di dalam kata-kata itu ditunjukkan oleh meningkatnya energi spiritual yang ada secara tiba-tiba. Jumlah energi spiritual yang berada di dalam Saguratin saat ini sudah mencapai lima kali lipat dari yang digunakan Koutarou saat melawan monster itu.

"Cinta adalah segalanya, ya. Kamu memang ada-ada aja...."

"Eh?"

Sanae berhenti berbicara saat mendengar gumaman Koutarou, namun apa yang berhenti hanyalah kata-katanya saja sedangkan energi spiritualnya terus meningkat. Sanae sendiri tidak menyadari hal itu.

"Bukan apa-apa. Ayo kita selesaiin ini."

"Kenapa kamu ketawa? Hei, Koutarou!"

Koutarou terus tertawa dan tidak menjawab Sanae. Dia lalu mengayunkan Saguratin sekuat tenaga.


Hasilnya tidak perlu dikatakan.


Kembali ke Bab 6 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 8