Difference between revisions of "Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid1 Bab01"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m (perbaikan link)
(telah disunting oleh obakasan)
Line 1: Line 1:
  +
'''Bab 1'''
Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Volume1 Chapter1
 
From Baka-Tsuki
 
Jump to: navigation, search
 
==Bab 1==
 
   
Dengan begitu, aku masuk ke SMU di daerah sekitar rumah. Pada awalnya, aku menyesal karena sekolah baru itu terletak diatas bukit. Bahkan ketika musim semi, murid-murid sudah jelas akan menjadi panas berkeringat hanya dengan berjalan pada jalan menanjak. Jelas tujuanku ‘pergi ke sekolah dengan santai’ tidak akan berjalan dengan baik. Setiap kali aku mengingatnya, bersamaan dengan fakta yang harus kuhadapi bahwa aku akan melakukan prosedur ini setiap hari selama tiga tahun, aku jadi merasa lelah dan depresi. Hari ini aku sedikit terlambat bangun. Mungkin karena itulah aku berjalan agak cepat, dan barangkali karena itulah aku sangat lelah. Aku seharusnya bangun lebih cepat 10 menit, tapi, seperti yang kalian tahu, kita tidur dengan baik tepat sebelum bangun. Aku tidak ingin menyia-nyiakan 10 menit yang berharga itu, jadi aku menyerah pada pikiran itu, yang mana artinya aku harus mengulang latihan pagi ini selama tiga tahun kedepan. Ini terlalu menyedihkan.
 
   
Itu adalah alasan mengapa aku bermuka suram di acara penerimaan murid baru yang menghabiskan waktu ini. Orang lain memasang pandangan ‘memulai perjalanan baru’ pada muka mereka; kalian tahu kan, pandangan ‘penuh dengan pengharapan, tapi juga banyak ketidakpastian’ yang unik pada setiap murid baru ketika mereka masuk ke sekolah baru. Bagiku kasusnya lain lagi – banyak teman sekelas dari SMP-ku dulu yang masuk sekolah ini. Singkatnya beberapa dari temanku juga ada di sini. Dengan demikian, aku tidak terlalu cemas (atau gembira) seperti orang lain.
 
   
Murid laki-laki memakai jaket sport, dan perempuannya memakai seragam pelaut. Wah, kombinasi yang aneh yah. Mungkin kepala sekolah yang sedang memberikan ceramah yang membikin ngantuk memendam fetish pada seragam pelaut. Ketika aku berpikir tentang hal yang tidak berguna ini, acara yang membosankan ini akhirnya selesai. Aku, bersama teman-teman baru yang ‘tidak terlalu berhasrat’, masuk ke ruang kelas 1-5.
 
   
Guru wali kelas kami, Okabe-sensei, dengan senyuman ‘berlatih selama satu jam di depan cermin’ nya, berjalan ke depan kelas dan memperkenalkan diri. Pertama-tama dia berkata bahwa dia adalah guru olahraga, dan guru penanggung jawab tim bola tangan. Lalu dia berlanjut kepada obrolan seperti bagaimana, dulu ketika dia masih seorang mahasiswa, dia masuk tim bola tangan, dan bahkan pernah memenangkan pertandingan, dan bagaimana sekolah ini kekurangan pemain bola tangan, jadi siapapun yang masuk tim akan langsung menjadi pemain utama. Dan dia lalu mengatakan seperti bagaimana bola tangan adalah olahraga yang paling menyenangkan di dunia. Baru saja aku berpikir dia tidak akan berhenti, dia tiba-tiba berkata:
 
   
  +
Setelah aku masuk SMA dekat rumah, langsung saja kusesali, karena sekolah yang kudatangi itu duduk diatas bukit yang tinggi, yang terjal. Bahkan saat musim semi, aku akan jadi gerah dan keringatan hanya karena mendaki jalan yang kurasakan seperti mendaki gunung. Setiap kali kuingat ini, dengan fakta bahwa untuk tiga tahun kedepan aku harus mengulang hal yang sama setiap hari di pagi hari, aku sudah merasa capek dan muram lagi. Aku agak kesiangan hari ini, dan mungkin karena itulah aku berjalan agak cepat, atau barangkali karena itulah aku sangat lelah. Bisa saja aku bangun 10 menit lebih cepat, tapi seperti yang kalian semua tahu, tidur terbaikmu adalah tepat sebelum waktu bangun. Aku tak ingin menyia-nyiakan 10 menit yang berharga itu. Jadi kusadari aku memang takkan bisa bangun pagi, yang berarti aku harus mengulang latihan pagi ini selama tiga tahun kedepan. Ini terlalu menyedihkan.
“Sekarang, mari kita memperkenalkan diri!”
 
   
  +
Itu adalah alasan muka cemberutku waktu upacara penerimaan murid baru. Semua orang di dalam aula besar tiada guna berparas ‘memulai perjalanan baru’ pada muka mereka. Kau tahu lah, paras unik: penuh harapan, namun juga penuh ketakpastian yang setiap murid baru kenakan saat mereka masuk ke sekolah baru. Untukku, tidak begitu -- banyak teman sekelas dari SMPku dulu yang juga masuk sekolah ini. Singkatnya, beberapa temanku juga ada di sini. Jadinya, aku tak terlihat secemas - atau segembira - orang lain.
Hal ini merupakan hal yang biasa, jadi aku tidak terlalu kaget.
 
   
  +
Laki-laki pakai jas blazer, dan perempuannya pakai seragam sailor. Wow, kombinasi yang lumayan aneh ya. Kali si kepala sekolah yang lagi ngasih ceramah monoton punya semacam fetish sama seragam sailor. Saat aku berpikir hal tiada guna ini, upacara bodoh ini akhirnya selesai. Aku, bersama teman-teman tak-begitu-menyambut sekelas yang baru, masuk ke ruang kelas 1-5.
Satu demi satu, murid yang berada di sebelah kiri kelas mulai memperkenalkan diri mereka. Mereka mengacungkan tangan, lalu mengumumkan nama, sekolah asal, dan hal sepele lainnya, seperti hobi atau makanan favorit. Beberapa murid berbicara dengan biasa, beberapa memperkenalkan diri dengan menarik, sedangkan beberapa lain mencoba mengatakan lelucon yang menurunkan temperatur ruangan ke derajat yang lebih adem. Ketika berlainan orang telah memperkenalkan diri, giliran gue bentar lagi tiba. Gue mulai gugup! Setiap orang mengerti gimana perasaan gue sekarang, kan?
 
   
  +
Guru wali kelas kami, Okabe-sensei, dengan senyuman berlatih-selama-satu-jam-di-depan-cermin dia, berjalan ke depan kelas dan memperkenalkan diri. Pertama-tama dia berkata bahwa dia adalah guru olahraga, dan pelatih tim [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Handball|handball]]. Terus, dia lanjut ke hari-hari silam, seperti bagaimana, dulu ketika dia masih mahasiswa, dia pernah main handball di sebuah tim, bahkan memenangkan kejuaraan, dan bagaimana sekolah ini kurang sekali pemain handball, jadi siapapun yang masuk tim akan langsung jadi regular. Dan lalu, dia melanjutkan tentang bagaimana handball itu olahraga yang paling menarik di dunia, dan seterusnya dan sebagainya, sebagainya, sebagainya. Tepat ketika aku berpikir dia takkan pernah berhenti, tiba-tiba dia berseru:
Setelah gue ngatasin dan nyelesai’in perkenalan yang dipikir baik-baik dan tak terlalu panjang, tanpa tak terlalu banyak tersandung dengan kata-kata, gue kemudian duduk, merasa lega setelah selesai melakukan sesuatu yang gak menyenangkan tapi harus. Tiba giliran murid di belakang gue berdiri dan – ah, gue mungkin ‘gak akan pernah lupa selama hidup – ngomongin sesuatu yang akan menjadi topik pembicaraan untuk waktu yang lama.
 
   
  +
“Sekarang, kenapa kalian ga ngenalin diri satu-satu?”
“Nama saya Suzumiya Haruhi, saya lulusan SMP Higashi.”
 
   
  +
Hal semacam ini memang sudah diduga, jadi aku tidak benar-benar kaget.
Sampai sini perkenalannya masih normal, jadi gue tidak perlu menengok ke belakang untuk ngelihat. gue cuman ngelihat ke depan dan ngedengarin suaranya yang tegas.
 
   
  +
Satu demi satu, anak-anak yang ada di sebelah kiri kelas mulai memperkenalkan diri mereka. Mereka mengacungkan tangan, lalu mengumumkan nama, asal sekolah mereka, dan hal sepele lainnya, seperti hobi atau makanan favorit. Sebagian bergumam melewatinya, beberapa memperkenalkan diri dengan menarik, sementara beberapa mencoba menceritakan lelucon garing yang menurunkan suasana ruangan. Saat orang lain memperkenalkan diri mereka, giliranku makin mendekat. Aku mulai gugup! Pastinya kau tahu bagaimana perasaanku waktu itu, kan?
“Saya tidak berminat pada orang biasa. Kalau diantara kalian ada alien, penjelajah waktu, slider, atau esper, silakan datang kedepan saya! Selesai.”
 
   
  +
Setelah aku berhasil menyelesaikan perkenalan yang kupikir baik-baik, yang pendek tidak gagap sebaik-baiknya yang kubisa, aku duduk, merasa lega setelah selesai melakukan sesuatu yang tak menyenangkan tapi tak terelakkan. Orang di belakangku berdiri untuk gilirannya dan -- ah, mungkin aku takkan pernah lupa seumur hidupku -- mengucapkan kata-kata yang akan jadi legenda.
Mendengar hal tersebut, gue langsung menengok ke belakang.
 
   
  +
“Namaku Suzumiya Haruhi, aku lulus dari SMP East.”
Dia memiliki rambut mulus yang hitam dan panjang. Wajahnya yang manis dipenuhi dengan keberanian dan tantangan ketika seluruh kelas menatapnya. Kesungguhan dan ketetapan hatinya bersinar melalui matanya yang menyilaukan dan alis matanya yang panjang. Bibirnya yang tipis menutup. Ini kesan pertama gue dari gadis ini.
 
   
  +
Sampai sini perkenalannya masih normal, jadi aku pun tak perlu repot menengok ke belakang untuk melihat. Aku hanya menatap ke depan dan mendengar suara renyahnya.
Aku masih ingat bagaimana bercahayanya tenggorokannya yang putih – ternyata dia cukup cantik.
 
   
  +
“Aku ga ada minat sama orang biasa. Kalau diantara kalian ada alien, penjelajah waktu, slider, atau esper, silakan, temui saya! Itu aja.”
Haruhi, dengan matanya yang memancing pertanyaan, pelan-pelan melayangkan pandangannya ke penjuru kelas, kemudian memandangku (mulut gue terbuka lebar), lalu duduk tanpa tersenyum sama sekali.
 
   
  +
Mendengar hal tersebut, aku tak bisa tidak menengok.
Apa dia mencoba untuk mendramatisir keadaan?
 
  +
 
  +
Dia memiliki rambut hitam panjang. Wajahnya yang manis dipenuhi dengan rupa berani dan menantang saat seluruh kelas menatapnya. Kesungguhan dan ketetapan hatinya bersinar melalui mata berkilaunya dan alis matanya yang panjang. Bibir tipisnya tertutup rapat. Inilah kesan pertamaku dari gadis ini.
Ketika itu, dalam pikiran semua murid pasti dipenuhi dengan tanda tanya, dan semuanya bingung bagaimana seharusnya mereka bereaksi. “Apa harus tertawa?” tidak ada seorang pun yang tahu.
 
  +
  +
Aku masih ingat sebagaimana berkilaunya leher putihnya -- berdiri disana adalah kecantikan yang menakjubkan.
  +
  +
Haruhi, dengan mata provokatifnya, pelan-pelan mengamati kelas, berhenti untuk untuk memelototiku (mulutku terbuka lebar), dan lalu duduk tanpa banyak tersenyum.
  +
  +
Tadi itu ngelucu ya?
  +
  +
Ketika itu aku yakin di pikiran semua orang dipenuhi dengan tanda tanya, dan semuanya bingung apa seharusnya reaksi mereka. “Gue harus ketawa?” tiada yang tahu.
   
Nah, menurut kesimpulan gue, dia tidak mencoba untuk mendramatisir atau melucu, karena Haruhi selalu berwajah sungguh-sungguh.
+
Nah, dilihat dari kesimpulannya, itu bukan lelucon ataupun bahan tertawaan, karena Haruhi tak pernah berkata semacam itu.
   
 
Dia selalu serius.
 
Dia selalu serius.
   
Ini berdasarkan pengalaman masa lalu gue – jadi tak akan salah.
+
Ini berdasarkan pengalaman masa laluku -- jadi tak bisa salah.
   
Setelah sekitar 30 menitan kelas berada pada keadaan sunyi senyap, guru wali kelas, dengan sedikit keragu-raguan, menyuruh murid selanjutnya meneruskan, dan atmosfir yang tegang pun lepas.
+
Setelah sunyi gaib melayang ke sekeliling ruang kelas selama sekitar tigapuluhan detik, guru wali kelas, dengan ragu-ragu, mengisyaratkan murid selanjutnya untuk melanjutkan, dan suasana tegang terangkat.
   
   
Begitulah kami bertemu. Sangat tak terlupakan.
 
   
  +
Begitulah cara kami bertemu pertama kali satu sama lain.
Gue pingin sekali percaya bahwa ini cuman kebetulan.
 
   
  +
Dengan khidmat kubersumpah -- aku pengin sekali percaya kalau ini itu hanya kebetulan.
   
   
Setelah dia membuat perhatian semuanya tertuju padanya dihari pertama. Haruhi menjadi murid SMU perempuan yang lugu.
 
   
Ini adalah damai sebelum badai menerjang! Aku akhirnya mengetahui semua itu sekarang.
 
   
Bagaimanapun juga semua murid di sekolah ini datang dari salah satu dari keempat SMP di kota ini – Orang-orang dengan peringkat rata-rata. Ini tentu saja termasuk SMP Higashi; Oleh karena itu seharusnya ada murid yang lulus bersama Haruhi, yang mengetahui arti kesunyian Haruhi. Tapi sayangnya, aku tidak kenal seorang pun murid lulusan SMP Higashi. Makanya, tidak ada seorang pun yang bisa menjelaskan padaku seberapa seriusnya situasi ini. Itulah alasannya, beberapa hari setelah perkenalan yang mengejutkan itu, aku melakukan sesuatu yang enggak akan pernah lupa – aku mencoba mengajaknya bicara sebelum pelajaran dimulai.
 
   
  +
Setelah menarik perhatian semua orang di hari pertama, Haruhi kembali jadi gadis SMA lugu.
Dadu ketidakberuntunganku sudah mulai dilemparkan, dan aku adalah orang yang mendorongnya jatuh.
 
  +
  +
Ini adalah tenang sebelum badai! Aku akhirnya mengetahui semua itu sekarang.
  +
  +
Omong-omong, semua murid di sekolah ini datang dari salah satu dari keempat SMP di kota ini -- orang-orang dengan nilai ujian biasa-biasa saja. Termasuk, tentu saja, SMP East; Oleh karena itu, seharusnya ada murid yang lulus bareng Haruhi yang tahu arti kebisuan Haruhi. Tapi sayangnya, aku tak kenal seorang pun murid lulusan SMP East; Makanya, tak ada seorang pun yang bisa menjelaskan padaku seberapa seriusnya situasi ini. Akibatnya, beberapa hari setelah perkenalan yang konyol itu, aku melakukan sesuatu hal yang sangat bodoh – aku mencoba mengajaknya bicara sebelum pelajaran dimulai!
  +
  +
Domino ketidakberuntunganku sudah mulai berjatuhan, dan akulah orang yang mendorong blok pertama.
 
 
Tahu ‘gak, ketika Haruhi duduk diam di kursinya, dia terlihat seperti murid perempuan manis yang normal, jadi aku berencana duduk di depannya supaya bisa dekat dengannya. gue sbenarnya mikir itu bakal berhasil. Naif sekali gue. Tolong seseorang mukul gue biar sadar.
+
Jadi begini, ketika Haruhi duduk diam di kursinya, dia terlihat seperti gadis manis yang normal. Lagipula, aku memang seharusnya duduk di depannya, dan kupikir sekalian juga supaya bisa dekat dengannya. Aku benar-benar berpikir ini akan berhasil. Naif sekali aku. Seseorang, tolong dong, pukulin daku biar sadar.
   
Tentu saja aku memulai percakapan denagn tidak sengaja.
+
Tentu saja, aku memulai percakapannya dengan insiden waktu itu.
   
“Yo!”
+
“Hei!”
   
Aku memutar kepalaku ke belakang, dengan senyuman melayang-layang di wajahku.
+
Kuputar kepalaku ke belakang, dengan senyuman santai di wajahku.
   
“Hal-hal yang kamu sebutkan pada perkenalan itu, semuanya serius?”
+
“Hal yang kamu sebutin pas perkenalan itu, semuanya serius tuh?”
   
Dengan tangan yang terlipat di dadanya, bibir menyatu dua-duanya, Suzumiya Haruhi mempertahankan posturnya, lalu menatap langsung ke mataku.
+
Dengan tangan terlipat di dadanya, bibir tertutup rapat, Suzumiya Haruhi mempertahankan postur tak ramahnya, lalu menatap langsung ke mataku.
   
“’Hal-hal pada perkenalan’ apa?”
+
“Hal macam apa?”
   
“Hal-hal tentang alien.”
+
“Hal soal alien dan semua itu lho.”
   
 
“Apa kamu alien?”
 
“Apa kamu alien?”
Line 81: Line 85:
 
Dia terlihat serius.
 
Dia terlihat serius.
   
  +
“...bukan, tapi -”
“…bukan”
 
   
“Lalu, kamu mau apa?”
+
“Kalo kamu bukan, terus, kamu mau apa?”
   
“…Enggak, enggak apa-apa.”
+
“...Engga, engga apa-apa.”
   
“Kalau begitu jangan ngomong denganku. Kamu hanya buang-buang waktuku aja”
+
“Kalau gitu, jangan ngomong denganku. Kamu buang-buang waktuku aja”
 
Pandangannya dingin sekali hingga tanpa sadar gue ngomong ”Maaf.” Suzumiya Haruhi lalu melepaskan pandangannya dari ku dengan acuh nya, lalu melihat papan tulis dengan muka serius.
 
   
  +
Pandangannya dingin sekali hingga kudapati diriku menggagapkan ”maaf” sebagai balasannya, bahkan sebelum aku menyadarinya. Suzumiya Haruhi lalu melepaskan tatapannya dariku dengan penuh kehinaan, dan mulai menyerngit ke papan tulis.
Gue tadinya mau ngomong satu atau dua kata, tapi gue gak punya kata-kata yang bagus. Untunglah, pada saat itu gue diselamatkan oleh guru wali yang datang ke kelas.
 
   
  +
Tadinya aku mau balas bicara satu atau dua kalimat, tapi aku tak bisa berpikir apapun yang baik untuk diucapkan. Untunglah, pada saat itu, guru wali kelas datang ke ruang kelas, dan aku diselamatkan.
Aku memutar kepalaku kembali ke mejaku, hilang semangat. Lalu sadar ada beberapa orang sedang melihatku dengan pandangan tertarik pada wajah mereka. Ini tentu saja membuatku merasa sangat terganggu. Setelah aku memandang kembali pada mereka, bagaimanapun juga, aku memperhatikan, mereka mempunyai ekspresi ‘ketidakberdayaan’ yang sama pada wajah mereka. Beberapa dari mereka bahkan menganggukan kepala karena simpati.
 
   
  +
Bingung, kuputar kepalaku kembali ke mejaku. Lalu aku sadar ada beberapa teman sekelas sedang melihatku dengan paras tertarik pada wajah mereka. Setelah aku balik memandang mereka, bagaimanapun juga, aku menyadari kalau mereka punya ekspresi yang sama pada wajah mereka seolah-olah mereka mau bilang, "engga heran". Beberapa dari mereka bahkan menganggukan kepala merasa simpati.
Seperti yang aku katakan, pada awalnya aku merasa terganggu, tapi kemudian aku sadar bahwa mereka semua lulusan SMP Higashi.
 
   
  +
Entah bagaimana aku merasa terganggu! Tapi kemudian, aku jadi tahu bahwa mereka semua itu lulusan SMP East.
   
   
Mengingat pertemuanku yang pertama dengan Haruhi berakhir dengan buruk, kupikir aku harus menjaga jarak darinya sementara ini untuk keselamatanku. Dengan pikiran seperti itu, satu minggu pun berlalu.
 
   
Tapi, seperti juga aku yang masih merupakan bagian dari kelas ini, selalu saja ada murid yang ingin berbicara pada Haruhi yang beralis mincing, dan bermulut cemberut.
 
   
Kebanyakan dari mereka adalah murid perempuan yang menganggap penting urusan ‘gak penting’; Begitu mereka melihat ada sesama murid perempuan yang terisolasi, mereka mencoba bersikap baik dan menolongnya. Ini merupakan hal yang baik, tetapi mereka sedikitnya harus memgecek dulu targetnya sebelumnya!
 
   
  +
Mengingat kontak pertamaku dengan Haruhi berakhir buruk tiada hasil, kusadari aku harus jaga jarak dengannya sementara ini, demi keselamatan. Dengan pikiran seperti itu, satu minggu pun berlalu.
“Hai, kamu nonton tv ‘gak semalam? Sekitar jam sembilanan.”
 
   
  +
Tapi tetap saja, selalu saja ada orang-orang naif yang ingin mengobrol dengan Suzumiya Haruhi, yang selalu mengerutkan alisnya dan mengerucutkan bibirnya.
“Tidak.”
 
   
  +
Kebanyakan dari mereka itu cewek-cewek rewel yang hanya ingin membantu teman perempuan sekelas yang kesepian. Ini hal yang baik, tapi, paling tidak mereka seharusnya memgecek target mereka dulu sebelumnya!
“Eh, kenapa?”
 
   
  +
“Hai, kamu nonton sinetron ga semalem? Yang jam 9 itu lho.”
“Aku ‘gak tahu.”
 
   
  +
“Engga.”
“Kamu harus nonton deh. Nonton dari tengah-tengah juga ‘gak akan pusing deh. Atau aku perlu ngejelasin ceritanya yang kemarin-kemarin?”
 
   
  +
“Eh, kenapa engga?”
“Berisik!”
 
   
  +
“Sapa peduli.”
Begitulah.
 
   
  +
“Kamu harus nonton deh. Nonton dari tengah-tengah juga, ga bakalan jadi pusing. Perlu kuceritain cerita sebelum-sebelumnya?”
Akan lebih mudah kalau saja dia menjawab tidak dengan wajah datar. Tapi tidak, dia harus menunjukan kekesalannya pada ekspresi dan juga suaranya. Ini akan membuat si korban percaya bahwa mereka melakukan kesalahan. Pada akhirnya mereka hanya bisa mengatakan “Begitu yah…kalau begitu aku…”, dan bertanya pada diri sendiri “Apa salahku?”, lalu pergi dengan perasaan sedih.
 
   
  +
“Sekarang, pergi sana. Kamu ngeganggu!”
Gak usah sedih; loe gak ngelakuin kesalahan. Masalahnya ada pada otak Suzumiya Haruhi, bukan loe.
 
   
  +
Yah, begitulah kejadiannya.
   
  +
Kasar dan tak berekspresi. Dia bisa saja memperlihatkan mereka satu ons tata krama! Ini hanya akan membuat si korban percaya bahwa dia melakukan kesalahan. Pada akhirnya mereka tak punya pilihan selain berkata, “Gitu yah... kalau gitu, aku...”, dan bertanya pada dirinya sendiri, “Apa aku salah omong ya?”, sebelum merengek pergi.
   
  +
Ga usah sedih gitu; kamu ga ngelakuin kesalahan. Masalahnya ada pada otak Suzumiya Haruhi, bukan kamu.
Walaupun aku tidak masalah makan sendirian, aku tidak ingin berpikir bahwa aku adalah seorang penyendiri, ketika yang lain makan siang bersama teman dengan senangnya. Maka dari itu, meski aku tidak peduli kalau yang lain salah paham, aku makan siang bersama Kunikida – teman se SMP dan Taniguchi yang duduk dekatku – lulusan SMP Higashi.
 
   
Kami mulai ngobrol tentang Haruhi.
 
   
“Apa loe nyoba ngobrol ama Suzumiya?” Taniguchi bertanya polos.
 
gue mengangguk.
 
   
  +
“Lalu dia mengatakan hal yang aneh dan eloe ‘gak tahu harus gimana?”
 
  +
  +
Walau aku tak keberatan makan sendirian, aku tak ingin orang lain berpikir aku ini penyendiri sementara yang lain asik makan siang bersama teman mereka. Itulah kenapa aku makan siang bersama Kunikida, teman satu SMPku dulu dan cowok bernama Taniguchi dari SMP East, yang bangkunya dekat denganku.
  +
  +
Dan akhirnya, kebetulan kami bergosip soal Haruhi.
  +
  +
“Loe nyoba ngobrol ama Suzumiya, kan?” tanya Taniguchi tiba-tiba.
  +
Aku mengangguk.
  +
  +
“Dan, terus, dia ngomong soal hal-hal aneh dan dengan dingin ngehina elo?”
 
 
  +
Bener banget.
“Betul!”
 
   
Taniguchi menaruh potongan telur rebus ke dalam mulutnya, mengunyah, lalu berkata:
+
Taniguchi menaruh potongan telur rebus ke dalam mulutnya, mengunyah, lalu berkata, mulutnya penuh:
   
“Kalau anak itu tertarik ama loe, dia ‘gak bakal ngomong yang aneh-aneh kayak gitu. Gue cuma pingin nyaranin loe untuk nyerah aja! loe harusnya udah tahu sekarang kalo dia itu nggak normal.”
+
“Kalau loe tertarik sama tuh cewek, gue ga bakalan cerewet soal gitu. Yang bisa gue saranin cuman, 'Lupain aja!' Loe harusnya udah tahu sekarang -- yeah, dia itu gendeng.”
“gue sekelas dengannya tiga tahun berturut-turut; gue tahu gimana dia itu.”
 
   
  +
Dia menambahkan bahwa dia sekelas denganya tiga tahun berturut-turut, dia mengenalnya baik sekali. Lalu, dia mulai menceritakan anekdot tentangnya.
Dia menggunakan kalimat ini sebagai awal obrolannya.
 
   
”Dia selalu melakukan hal yang sangat membingungkan. gue pikir dia sedikitnya bakal berusaha untuk mengontrol dirinya sendiri begitu masuk SMU; tapi tampaknya nggak. Loe denger kan, perkenalannya itu?”
+
”Tingkah lakunya itu ga masuk diakal. Gue tadinya pikir paling engga dia bakalan berusaha ngontrol dirinya sendiri begitu masuk SMA, tapi ternyata, engga tuh. Loe denger perkenalannya, kan?”
   
“Tentang alien itu?”
+
“Maksudmu soal alien itu?”
   
Kunikida yang sedang sibuk memisahkan tulang dari ikan gorengnya, menyela.
+
Kunikida, yang sedang sibuk memisahkan tulang dari ikan gorengnya, menyela.
   
”Benar, yang itu. Bahkan ketika SMP dia selalu mengatakan dan melakukan banyak hal aneh. Contohnya, ada suatu kejadian di sekolah!”
+
”Benar, yang itu. Bahkan pas SMP, dia selalu ngomong dan ngelakuin banyak hal aneh. Ya, gue jadi inget -- insiden vandalisasi sekolah, contohnya!”
   
“Apa yang terjadi?”
+
“Apa tuh?”
   
“loe tahu kan alat yang dipakek buat nggambar garis putih pada lapangan? Apa namanya …yah, pokoknya itu, pada suatu malam dia masuk ke sekolah diam-diam dan dengan alat itu menggambar simbol yang besar sekali ditengah lapangan.”
+
“Loe tahu alat yang dipake buat ngegambar garis dengan kapur putih, kan? Apa namanya ...yah, pokoknya itu, suatu malam dia nyelinap ke sekolah, dan, dengan tuh alat, ngegambar pictogram yang besar banget di tengah-tengah lapangan atletik.”
   
Taniguchi dengan senyuman yang ‘gak mengenakkan pada wajahnya, dia mungkin teringat pada kejadian itu.
+
Taniguchi mulai menyeringai -- mungkin dia lagi mengenang kejadian itu.
   
“Sangat mengejutkan, gue pergi ke sekolah esok paginya dan yang gue lihat hanyalah lingkaran dan segitiga yang besar. gue ‘gak tahu artinya apa, jadi gue pergi ke lantai empat untuk mendapat pandangan dari atas. Tapi itupun ‘gak membantu sama sekali – gue masih ‘gak tahu arti dari simbol itu.”
+
“Ngejutin gue banget! Gue pergi ke sekolah pagi-pagi, dan gue lihat ada lingkaran dan segitiga gede di tanah. Gue ga tahu apa tuh maksudnya, jadi gue pergi ke lantai empat biar dapet pandangan luas. Itupun ga membantu – gue masih ga tahu itu simbol apaan.”
   
“Ah, kurasa saya pernah melihatnya. Bukankah di koran juga ada cerita itu? Bahkan ada gambar yang diambil dari helikopter! Simbol itu terlihat seperti piktogram Nazca yang rusak.” Kata Kunikida.
+
“Ah, kayaknya saya pernah ngeliatnya. Kayaknya di koran juga ada cerita itu? Ada gambar yang diambil dari udara! Simbol itu kelihatannya kayak garis-garis Nazca yang rusak.” Kata Kunikida.
 
 
gue ‘gak ingat pernah mendengarnya sebelum ini.
+
Gue ga pernah dengar yang kayak begituan.
   
“gue ngelihat artikel itu, gue melihatnya. Judulnya sesuatu seperti ‘Kekacauan misterius menimpa SMP saat malam’, kan? Ada yang ingin menebak siapa yang melakukannya?”
+
“Iya! Gue tau! Judulnya kalo ga salah ‘Bentuk misterius di Lapangan Lari SMP’, ya? Yah, coba tebak siapa yang ngelakuinnya?”
 
 
“Jangan katakan dia yang melakukannya”
+
“Jangan bilang kalo itu dia.”
 
 
“Dia sendiri yang mengaku. ‘gak salah lagi. Umumnya, dia dipanggil ke kantor kepala sekolah. Setiap guru ada di sana, menanyainya mengapa dia ngelakuin itu.”
+
“Dia sendiri ngaku kok, jadi ga salah lagi. Tentu aja, ngagetin para guru. Dia dipanggil ke kantor kepala sekolah. Semua guru ada di sana dan mereka semua menginterogasinya.”
   
“Lalu, mengapa dia melakukan itu?”
+
“Terus, kenapa dia ngelakuin itu?”
   
“gue ‘gak tahu”, Taniguchi menjawab dengan datar, sambil berusaha menelan semulut penuh nasi.
+
“Menegetehe”, jawab Taniguchi datar, sambil berusaha menelan semulut penuh nasi.
 
“gue denger dia nolak ngomong apa-apa. Tentu saja ketika eloe ditatap tajam olehnya, loe cenderung nyerah dengan smua yang loe rencanain. Seseorang ngomong dia bikin simbol itu buat manggil UFO, ada juga yang ngomong kalo itu adalah simbol magis dan digunain buat manggil monster, atau kalo dia nyoba buat buka gerbang ke dunia lain, dan lain-lain… dan banyak spekulasi, tapi selama tersangka menolak berbicara, kita ‘gak akan pernah tahu apakah rumor itu betul atau enggak. Sampai hari ini masih merupakan misteri.”
 
   
  +
“Gue denger dia nolak ngomong apapun. Tentu aja, pas dia melototin elo, loe cenderung nyerah sama apapun yang mau loe omongin. Beberapa bilang dia ngegambar simbol itu buat manggil UFO, yang lain bilang kalo itu tuh simbol magis dan digunain buat manggil setan, atau dia lagi nyoba ngebuka gerbang ke dunia paralel segala lah, bla-bla-bla Banyak spekulasinya, tapi selama si pelaku nolak berbicara, kita mungkin ga bakalan pernah tahu apakah rumor itu bener atau engga. Sampai hari ini, masih jadi misteri.”
Karena beberapa alasan, gambaran Haruhi, dengan pandangan ‘ketidakomongkosongan’, sibuk menggambar garis di tengah lapangan sekolah pada malam hari, melayang di pikiranku. Dia pasti sudah mempersiapkan alat menggambar dan bubuk putihnya sebelumnya di gudang penyimpanan; mungkin juga dia sudah bawa lampu senter! Di bawah temaramnya lampu kuning, Suzumiya Haruhi terlihat serius dan tragis…
 
Baiklah, ini cuman imajinasi gue aja.
 
   
  +
Karena beberapa alasan, gambaran Haruhi, dengan rupa serius, sibuk menggambar garis di tengah-tengah lapangan sekolah di malam hari, melayang-layang di benakku. Dia pasti sebelumnya ngambil alat gambar dan bubuk kapurnya dari gudang penyimpanan; bahkan mungkin juga dia bawa lampu senter! Di bawah temaramnya lampu kuning Suzumiya Haruhi mungkin terlihat suram, kalo ga tekun... OK, ini cuman imajinasi gue aja.
Tapi kabarnya, Suzumiya Haruhi mungkin benar-benar melakukan itu untuk memanggil UFO atau monster, atau bahkan gerbang dimensi lain. Dia mungkin melakukannya semalam penuh di lapangan, tapi tidak ada sesuatupun yang muncul, dan yang ada hanyalah perasaan yang kecewa saja, gue pikir gitu.
 
   
  +
Tapi, jujur aja, keliatannya Suzumiya Haruhi benar-benar mengharapkan UFO atau monster, atau bahkan gerbang dimensi, buat muncul. Dia mungkin kerja keras semalam penuh di lapangan, tapi, karena ga ada yang muncul, yang tersisa padanya hanyalah depresi, pikirku sendiri.
“itu bukan satu-satunya yang dia lakukan!”
 
   
  +
“Bukan cuman itu doang!”
Taniguchi melanjutkan makan siangnya.
 
   
  +
Sekarang Taniguchi selesai makan siang, dan sedang membereskan bangkunya. Dia melanjutkan:
“begitu gue dateng ke kelas pada suatu pagi gue ngedapetin semua meja sudah dipindahin ke koridor, dan ada gambar bintang-bintang di atap sekolah. Suatu waktu yang lain dia berkeliling ke sekitar sekolah nempelin kertas kutukan di mana-mana… loe tahu kan, yang ditempelin di jidatnya vampir cina. Gue ‘gak ngerti dia.”
 
   
  +
“Pas gue dateng ke kelas pagi-pagi dan nemuin semua meja udah dikeluarin ke koridor, dan ada gambar bintang-bintang gede di atap sekolah. Kali lain, dia keliling ga jelas ke sekitar sekolah nempelin [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#O-fuda|O-fuda]] di mana-mana... loe tahu kan, jimat itu, kayak yang ditempelin di jidatnya vampir cina. Gue bener-bener ga ngerti dia.”
Betul, Suzumiya Haruhi sedang tidak ada di kelas, karena kalau ada kami ‘gak akan bisa berbicara tentang ini. Tapi juga, kalaupun dia mendengarkan perbincangan ini, dia gak akan mempedulikannya. Biasanya, Suzumiya Haruhi pegi keluar kelas setelah jam pelajaran ke-4, dan kembali sesaat sebelum pelajaran selanjutnya mulai. Dia tidak membawa kotak makannya, jadi aku menduga dia pergi ke kantin untuk makan siang; tapi itu tidak akan memakan waktu satu jam, kan? Selanjutnya, setiap akhir jam pelajaran, dia menghilang. Kemana perginya ya…?
 
   
  +
Betul, Suzumiya Haruhi sedang tidak ada di kelas saat itu, kalau tidak kami takkan mengobrol tentang ini. Tapi juga, kalaupun dia mendengar kami, dia mungkin takkan peduli. Biasanya, Suzumiya Haruhi langsung pergi keluar kelas setelah jam keempat, terus kembali tepat sebelum jam kelima. Dia tidak bawa bekal, jadi kuduga dia pergi ke kantin buat makan siang; tapi takkan makan waktu satu jam penuh buat makan siang, kan? Apalagi, tiap akhir jam pelajaran, dia menghilang. Dia pergi kemana sih ngomong-ngomong...?
“tapi dia tekenal di kalangan murid laki-laki!”
 
  +
  +
“Tapi, dia tekenal banget di kalangan murid cowo!”
   
 
Taniguchi mulai lagi:
 
Taniguchi mulai lagi:
   
“dia manis, atletis, dan pintar. Walaupun dia itu agak aneh, kalau dia menutup mulutnya, dia sebenarnya tidak terlalu jelek.”
+
“Dia manis, atletis, dan cerdas. Walaupun dia itu aneh, kalau dia tetap tutup mulut, dia sebenarnya lumayan juga.”
 
 
“darimana kamu dengar semua gosip ini?” kunikida bertanya, dengan kotak bekalnya yang 2 kali lebih penuh dari punya Taniguchi.
+
“Darimana kamu dengar semua gosip ini?” tanya Kunikida, kotak bekalnya dua kali lebih penuh dari punya Taniguchi.
  +
  +
“Satu waktu dia nonstop gonta-ganti pacar. Dari yang gue denger, hubungan paling lama bertahan selama seminggu, yang paling sebentar cuman 5 menit setelah jadian. Sebagai tambahan, satu-satunya alasan Suzumiya mutusin pacarnya adalah ‘aku ga punya waktu buat bergaul sama manusia normal.'”
 
 
  +
Kayaknya si Taniguchi ini ngomong dari pengalaman. Setelah sadar akan tatapanku, dia jadi sedikit gugup.
“ada satu waktu dimana dia berganti pacar nonstop. Dari yang gue denger, hubungan yang terlama bertahan selama seminggu, yang paling sebentar cuman 5 menit setelah jadian. Sebagai tambahan, satu-satunya alasan Suzumiya mutusin hubungan adalah ‘aku ‘gak punya waktu buat bersosialisasi dengan orang biasa.”
 
  +
 
  +
“Gue denger ini dari orang lain! Sumpah! Karena beberapa alasan, dia ga pernah nolak kalo ditembak. Pas kelas tiga, semuanya ngerti; jadi, ga ada lagi yang pengen nembak dia. Gue punya perasaan aneh kalo sejarah itu bakal terulang lagi di SMA. So, gue peringatin loe sekarang: nyerah aja lah. Nasehat ini datang dari seseorang yang dulu sekelas dengannya.”
Sepertinya Taniguchi berpengalaman dalam hal ini. Setelah sadar akan tatapanku, dia jadi sedikit gugup.
 
  +
  +
Ngomong terserah loe lah, gue ga tertarik sama dia dengan cara gitu.
   
  +
Taniguchi menaruh kotak bekal kosongnya ke dalam tas, dan tertawa tertawa sinis.
“gue denger ini dari orang lain! Sumpah! buat beberapa alasan, dia gak pernah nolak kalo ditembak. waktu kelas tiga, semuanya ngerti; jadi gak ada yang pingin pacaran ama dia lagi. gue punya perasaan aneh, sejarah itu bakal terulang lagi di SMU ini. So’ gue memperingatkan loe sekarang: nyerah saja. Ini nasehat yang datang dari seseorang yang dulu sekelas dengannya.”
 
   
Ngomong aja apa yang loe mau, gue gak tertarik ama dia kayak gitu.
+
“Kalau gue harus milih, gue bakal milih dia, Asakura Ryouko.
   
  +
Taniguchi menganggukkan dagunya ke arah kumpulan cewek-cewek beberapa bangku dari sini. Di tengah-tengah grup yang sedang ngobrol, dengan senyum cerah di wajahnya, ada Asakura Ryouko.
Taniguchi menaruh kotak bekalnyake dalam tas, lalu tertawa jelek.
 
   
  +
“Berdasarkan analisis gue, dia tentunya masuk ke dalam daftar ‘Tiga Top Cewek Kelas Satu Termanis’.”
“kalau gue harus milih, gue bakal milih dia, Asakura Ryouko.”
 
   
  +
“Loe ngecek semua murid cewek kelas satu di sekolah ini?”
Taniguchi mengaggukkan dagunya ke arah kumpulan anak-anak perempuan beberapa meja dari sini. Di tengah-tengah grup yang sedang ngobrol, ada Asakura Ryouko dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.
 
   
  +
“Gue kelompokin dari kategori A sampai D, dan percaya ga, gue cuman ingat nama cewek-cewek A. Kita ngalamin masa SMA cuma sekali – gue pengen ngalamin dengan sebahagia mungkin.”
“berdasarkan analisis gue, dia masuk ke dalam daftar ‘tiga top termanis anak perempuan kelas satu’.”
 
   
  +
“Jadi Asakura Ryouko itu kategori A?” tanya Kunikida.
“loe ngecek smua murid cewek kelas satu di sekolah ini?”
 
   
  +
“Dia itu AA+! Ayolah, lihat aja wajahnya. Kepribadiannya sudah pasti nomor wahid.”
“gue gelompokin ke dalam kategori A sampai D dan, percaya ‘gak, gue cuman ingat nama-nama pada kategori A. Kita cuman ngalami masa SMU sekali seumur hidup – gue cuman pingin ngalamin dengan sebahagia mungkin.”
 
   
  +
Walaupun mengabaikan komentar egois Taniguchi, Asakura Ryouko memang cewek manis yang lumayan beda jenis dengan Suzumiya Haruhi.
“jadi Asakura Ryouko itu termasuk kategori A?” Kunikida bertanya.
 
   
  +
Pertama, dia itu sangat cantik; tambah lagi dia selalu memberi kesan peduli, seperti tersenyum. Kedua, kepribadiannya cocok dengan penjelasan Taniguchi. Hari-hari ini, tak ada lagi orang yang berani mengajak Suzumiya Haruhi bicara, kecuali Asakura Ryouko. Sebagaimana bengisnya Suzumiya Haruhi, Asakura Ryouko masih terus mencoba mengobrol dengannya dari waktu ke waktu. Dia begitu bersemangat hingga hampir berperan seperti pengawas kelas. Ketiga, dari caranya menjawab pertanyaan dari guru saja, kamu akan tahu dia itu sangat cerdas. Dia selalu menjawab benar pertanyaan-pertanyaannya -- di mata para guru mungkin dia murid teladan. Terlebih lagi, dia populer sekali dengan cewek-cewek. Sekolah baru berlangsung seminggu, tapi dia sudah berhasil di perjalanannya untuk jadi pusat murid cewek di kelas. Seolah-olah dia itu jatuh dari langit dan dilahirkan dengan daya tarik mengagumkan di dalam pikiran!
“Dia itu AA+! Come’ on, lihat aja wajahnya, kepribadiannya sudah pasti nomor wahid.”
 
   
  +
Dibandingkan dengan si Suzumiya Haruhi yang kadang-kadang cemberut, terobsesi sama fiksi ilmiah, pilihannya sudah jelas. Tetapi sekali lagi, kedua kandidat ini mungkin keduanya terlalu tinggi di atas bukit bagi pahlawan kita Taniguchi untuk dipanjat. Tak mungkin dia akan dapat salah satu dari keduanya.
Walaupun mengacuhkan komentar Taniguchi yang egois, Asakura Ryouko adalah jenis anak perempuan manis yang berbeda dari Suzumiya Haruhi.
 
   
Pertama-tama, dia itu sangat cantik; tambah lagi dia selalu membawa senyuman yang terkesan mengasihi. Kedua, kepribadiannya cocok dengan penjelasan dari Taniguchi. Hari-hari ini tidak ada seorang pun lagi yang berani mengajak berbicara pada Suzumiya Haruhi, kecuali Asakura Ryouko. Tak peduli bagaimana kejamnya Suzumiya Haruhi, Asakura Ryouko masih mencoba untuk berbicara kepadanya dari waktu ke waktu. Dia begitu bersemangat hingga seperti pengawas kelas. Ketiga, dari caranya menjawab pertanyaan dari guru saja, kamu akan tahu dia itu sangat pintar. Dia selalu menjawab pertanyaan dengan benar – di mata para guru mungkin dia adalah contoh murid teladan. Untuk melengkapinya, dia sangat akrab dengan para murid perempuan. Semester pertama baru berlangsung selama satu minggu, tapi dia sudah menjadi pusat perhatian semua murid perempuan di kelas. Dia seperti turun dari langit dan dilahirkan dengan daya tarik yang mengagumkan!
 
   
Dibandingkan dengan Suzumiya Haruhi yang sering cemberut dan terobsesi dengan fiksi ilmiah, pilihannya tentu saja sudah pasti. Tetapi, kedua kandidat ini mungkin sama-sama terlalu tinggi di atas bukit bagi pahlawan kita Taniguchi untuk dipanjat. Tidak mungkin dia akan mendapatkan salah satu dari mereka ataupun keduanya.
 
   
   
   
Waktu itu masih bulan April, dan pada saat itu, Suzumiya berprilaku cukup baik. Bagiku, ini merupakan bulan yang tenang. Yang nantinya, akan ada satu bulan lagi sebelum Haruhi mulai mengacau.
+
Waktu itu masih bulan April, dan pada waktu itu, Suzumiya sebenarnya berprilaku cukup baik. Bagiku, ini merupakan bulan yang lumayan tenang. Paling tidak, akan ada satu bulan lagi sebelum Haruhi mulai tak terkendali.
 
 
Tapi, pada saat seperti ini pun, gue meneliti beberapa tingkah laku Haruhi yang eksentrik.
+
Tapi pada saat seperti ini pun, aku sudah meneliti beberapa tingkah eksentrik Haruhi.
   
  +
Kenapa bisa-bisanya aku bilang begitu?
Ngapain gue ngomong gitu?
 
   
Petunjuk #1: dia mengubah gaya rambutnya setiap hari. Lebih jauh lagi, menurut pengamatanku, ini ada susunannya. Hari senin, haruhi datang ke sekolah dengan rambutnya tergerai, tanpa diikat sama sekali. Pada hari selanjutnya, dia mengikatnya seperti buntut kuda. Walaupun aku benci mengakuinya, gaya rambut itu sangat cocok dengannya. Lalu dia mengikatnya menjadi dua pada hari selanjutnya, kemudian menjadi tiga pada hari selanjutnya; pada hari jum’at, dia mengikat rambutnya dengan pita menjadi empat. Tindakannya sangat aneh!
+
Petunjuk #1: dia mengubah gaya rambutnya setiap hari. Lebih jauh lagi, menilai dari pengamatanku, ada semacam pola disana. Hari senin, Haruhi datang ke sekolah dengan rambutnya tergerai, tanpa diikat sama sekali. Hari selanjutnya, dia mengikat kuncir kuda. Walaupun aku benci mengakuinya, gaya rambut itu memang terlihat bagus untuknya. Lalu, dia akan mengikatnya jadi dua kuncir kuda di hari berikutnya, kemudian tiga kuncir kuda pada hari berikutnya; di hari jum’at, ada empat ikatan-pita kuncir kuda di kepalanya. Tindakannya penuh teka-teki!
   
Senin = 0, Selasa = 1, Rabu = 3…
+
Senin = 0, Selasa = 1, Rabu = 2...
   
Dengan bertambahnya hari di suatu minggu, begitu juga jumlah buntut kuda nya; hari senin selanjutnya, seluruh proses akan dimulai lagi dari awal. gue ‘gak ngerti ngapain dia ngelakuin itu. melanjutkan logika yang terjadi, dia seharusnya mengikat rambutnya menjadi enam di hari minggu… gue tiba-tiba pingin ngelihat gaya rambutnya di hari minggu.
+
Dengan bertambahnya hari di satu minggu, begitu juga jumlah kuncir kudanya; hari senin selanjutnya, seluruh proses akan dimulai lagi dari awal. Aku tak mengerti kenapa dia melakukan itu. Melanjutkan logika sebelumnya, dia seharusnya punya enam kuncir kuda di hari minggu... tiba-tiba aku ingin melihat gaya rambut hari minggunya.
   
petunjuk #2: pada pelajaran olah raga, kelas 1-5 dan 1-6 digabungkan dan belajar bersama, dengan murid perempuan dipisah dari murid laki-laki. Ketika ganti pakaian, murid perempuan pergi ke kelas 1-5, dan laki-laki ke kelas 1-6; ini artinya setiap pelajaran sebelumnya berakhir, murid laki-laki dari kelas kami (1-5) akan pindah ke kelas 1-6 untuk ganti pakaian.
+
Petunjuk #2: Saat pelajaran olahraga, kelas 1-5 dan 1-6 digabungkan dan belajar bersama, dengan yang cewek dipisah dari yang cowok. Ketika ganti pakaian, para cewek pergi ke ruangkelas 1-5, dan cowok ke ruangkelas 1-6; ini artinya setiap pelajaran sebelumnya berakhir, cowok-cowok dari kelas kami (1-5) akan pindah ke ruangan lain untuk ganti pakaian.
   
Sayangnya, Haruhi tidak mengindahkan kami sama sekali, dan membuka seragam sailornya sebelum kami sempat pindah kelas.
+
Sayangnya, Haruhi benar-benar tak mengindahkan cowok-cowok di kelas kami, dan membuka seragam sailornya sebelum kami sempat pindah kelas.
   
Sepertinya, bagi dia, kami ini buah labu atau kantung kentang, dan dia sama sekali tidak memperdulikan. Tanpa ekspresi apa-apa, dia melempar seragamnya ke atas meja lalu memakai seragam olah raganya.
+
Seolah-olah, baginya, kami ini buah labu atau kantung kentang, dan dia sama sekali tak peduli. Tanpa ekspresi apa-apa, dia melempar seragamnya ke atas meja dan mulai memakai seragam olahraganya.
   
Pada saat itu, Asakura Ryouko mendorong murid laki-laki yang semuanya bermata terbelalak, terpaku, termasuk aku keluar dari kelas.
+
Pada saat itu, Asakura Ryouko mendorong para cowok yang terbelalak, terpaku, termasuk aku, keluar dari kelas.
   
Menurut desas-desus, para murid perempuan, dengan Asakura ryouko sebagai pemimpinnya, mencoba membicarakan ini dengan Haruhi, tetapi tidak ada gunanya. Setiap pelajaran olah raga, Haruhi mengacuhkan seluruh kelas lalu membuka seragamnya tanpa ada pandangan sekilaspun. Jadi, kami para murid laki-laki diminta untuk meninggalkan kelas begitu bel berbunyi kedua kalinya – karena permintaan dari Asakura Ryouko.
+
Menurut desas-desus, para cewek, dengan Asakura ryouko sebagai pemimpinnya, mencoba membicarakan masalah ini dengan Haruhi, tapi tiada hasil. Setiap pelajaran olahraga, Haruhi mengabaikan seluruh kelas dan membuka seragamnya tanpa banyak lirak-lirik. Dan jadinya, kami para cowok diminta meninggalkan kelas di detik bel berbunyi -- atas permintaan Asakura Ryouko.
   
Tapi sungguh, Haruhi memiliki figur yang sangat bagus... ahhh, ini bukan saatnya ngomongin hal seperti itu.
+
Tapi, beneran lho, Haruhi punya badan yang sangat bagus... argh, ini bukan saatnya ngomongin hal kayak gitu.
   
Petunjuk #3: pada akhir pelajaran setiap harinya, Haruhi absen tiba-tiba. Ketika bel sekolah berbunyi, dia menarik tasnya lalu melesat keluar kelas. Logisnya, aku berpikir dia langsung pulang ke rumah; aku ‘gak pernah berpikir dia mengikuti semua klub ekskul di sekolah. Suatu hari, kulihat dia mengayunkan tongkatnya pada klub ekskul hoki. Kurasa dia juga ikut masuk ke klub basket. Jadi, pada dasarnya, dia mengikuti semua klub olah raga di sekolah. Tentu saja semua klub mengincarnya untuk jadi anggota tetap. Sudah pasti dia menolaknya. Penjelasannya adalah: ”menjengkelkan sekali bagiku melakukan aktivitas klub yang sama setiap hari.” Akhirnya, dia tidak mengikuti klub yang manapun juga.
+
Petunjuk #3: setiap akhir pelajaran, Haruhi akan pergi [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#AWOL|AWOL]]. Ketika bel sekolah berbunyi, dia akan menarik tasnya lalu melesat keluar kelas. Logisnya, aku pikir dia langsung pulang ke rumah; tak pernah kepikiran olehku kalau dia berpartisipasi semua klub ekskul di sekolah. Suatu hari, kau akan melihatnya mempassing bola di Klub Basket, dan selanjutnya kau akan melihatnya menjahit sarung bantal di Klub Menjahit. Hari berikutnya, kau akan melihatnya mengayunkan tongkat di Klub Hoki. Kupikir dia juga gabung sama Klub Basket. Jadi, pada dasarnya, dia mengikuti semua klub olahraga di sekolah. Tentu saja semua klub mengincarnya untuk jadi anggota, tentu saja, tapi dia menolak semuanya. Penjelasannya adalah: ”Menjengkelkan buatku ngelakuin aktivitas klub yang sama tiap hari.” Di akhir hari, dia tidak mengikuti klub yang manapun juga.
   
Maunya apa sih ni anak ?
+
Maunya apa sih nih anak ?
   
Dari hal ini saja, kabar “murid perempuan kelas satu yang aneh” menyebar ke seluruh sekolah dengan cepat. Dalam waktu sebulan, ‘gak ada seorang murid pun yang gak tahu siapa Suzumiya Haruhi. Beranjak ke bulan Mei, murid-murid masih banyak yang belum tahu siapa kepala sekolah di sini, tapi nama Suzumiya Haruhi sepertinya sudah terkenal.
+
Dari hal ini saja, kabar “cewek kelas satu yang aneh” secara instan menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Dalam waktu sebulan, tak ada seorang pun yang tak mengenal siapa Suzumiya Haruhi. Percepat ke bulan Mei, orang-orang mungkin masih banyak yang belum tahu siapa kepala sekolah di sini, tapi nama Suzumiya Haruhi sudah terkenal.
   
Jadi, dengan segala hal yang terjadi dan Haruhi penyebabnya Mei datang.
+
Jadi, dengan segala hal yang terjadi -- dan Haruhi selalu jadi penyebabnya -- Mei telah tiba.
   
Walaupun gue secara pribadi mikir bahwa nasib itu gak bisa diprediksi sama halnya seperti monster Loch Ness, kalau nasib, di suatu tempat, mempengaruhi hidup manusia, takdir gue mulai berjalan. Yang bisa gue pikirin, di suatu gunung yang jauh mungkin ada orang tua yang sibuk nulisin lagi nasib gue.
+
Walau secara pribadi aku pikir bahwa takdir itu bahkan kurang bisa dipercaya daripada [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Monster_Loch_Ness|monster Loch Ness]], kalau takdir, di suatu tempat yang tak diketahui, aktif mempengaruhi hidup manusia, roda takdirku mungkin sudah mulai berputar. Bisa dibayangkan, di suatu gunung terpencil, mungkin ada orang tua yang sibuk menulis ulang takdirku.
   
Setelah hari libur golden week berakhir, aku berjalan ke sekolah, ‘gak tahu hari apa hari ini. Cerahnya cuaca Mei yang tidak natural menyorot kulit membuatku mandi keringat – jalan bukit yang terjal pun seperti tidak berujung. Apa yang terjadi dengan bumi, yah? Apakah terkena demam kuning atau semacamnya?
+
Setelah liburan Golden Week berakhir, aku berjalan ke sekolah, tak yakin hari apa hari ini. Cerah tak biasanya cuaca Mei meledakkan kulitku dan membuatku mandi keringat – jalan bukit terjal pun seperti tidak berujung. Bumi ini pengen apaan sih? Apa kena demam kuning atau semacamnya gitu?
   
 
“Yo, Kyon.”
 
“Yo, Kyon.”
   
Dari belakang, seseorang menepuk pundakku. Seseorang itu adalah Taniguchi.
+
Dari belakang, seseorang menepuk pundakku. Dia adalah Taniguchi.
   
Blazer nya tergantung begitu saja di pundaknya, dasinya berkerut dan menceng ke satu sisi.
+
Jas blazernya tergantung serampangan di pundaknya, dan dasinya kusut dan menceng ke satu sisi.
 
 
“waktu hari libur golden week, pergi kemana?”
+
“Pas hari libur Golden Week pergi kemana?”
   
“gue ngajak adik ke rumah nenek di pinggir kota.”
+
“Gue ngajak adik gue ke rumah nenek di desa.”
   
“membosankan sekali.”
+
“Bosen banget.”
   
“oke, loe ndiri ke mana?”
+
“Oke, terus loe ndiri ke mana?”
   
“kerja paruh waktu.”
+
“Kerja paruh waktu tiap hari.”
   
“loe ‘gak keliatan kayak gitu.”
+
“Loe ga keliatan kayak orang macam gituan.”
   
“Kyon, loe ini dah SMU sekarang –ngapa juga masih bawa-bawa adik ke rumah kakek dan nenek loe? eloe seenggaknya harus keliatan kayak murid SMU.”
+
“Kyon, loe ini dah SMA sekarang -- ngapain juga masih bawa-bawa adik ke rumah kakek dan nenek loe? Elo seenggaknya harus keliatan kayak murid SMA.”
   
Ngomong-ngomong, Kyon itu gue. Bibi gue yang pertama manggil gue kayak gitu . Beberapa tahun yang lalu, bibi gue yang dah lama nggak gue temui tiba-tiba ngomong pke gue: “astaga, kyon sekarang sudah besar yah!” adik gue pikir kalo itu lucu dan mulai manggil gue Kyon. Setelah kejadian itu, teman-teman gue mulai manggil gue Kyon kayak adik gue. Semenjak hari itu nama panggilan gue berubah jadi Kyon. Sialan! Dulu adik gue biasanya manggil ‘oniichan (kakak)’.
+
Ngomong-ngomong, Kyon itu aku. Bibiku lah yang pertama memanggilku seperti itu. Beberapa tahun yang lalu, bibi lama-tak-bertemuku tiba-tiba bicara kepadaku: “Astaga, Kyon sekarang sudah besar yah!” Adikku pikir kalau itu lucu dan mulai memanggilku Kyon. Setelah itu lanjutannya adalah sejarah -- teman-temanku, mendengar adikku memanggilku Kyon, memutuskan untuk mengikutinya. Semenjak hari itu, panggilanku berubah jadi Kyon. Sialan, dulu adikku memanggilku "Onii-chan"!
   
“udah jadi tradisi di keluarga gue kumpul ama saudara-saudara selama liburan Golden Week,” aku menjawab sambil menaiki jalan berbukit.
+
“Udah jadi tradisi di keluarga gue kumpul ama saudara-saudara selama liburan Golden Week,” jawabku sambil mendaki bukit.
   
Berkeringat bikin gue ngerasa gak nyaman.
+
Sensasi berkeringat membuatku merasa tak nyaman.
   
Taniguchi ngomong kesana kemari, menyombongkan bagaimana dia bertemu dengan banyak gadis cantik di tempat kerjanya, dan bagaimana dia berencana menggunakan uangnya untuk pergi berkencan dan sebagainya. Terus terang aaja, topik kayak mimpi yang orang-orang punya atau betapa mengagumkan dan lucunya peliharaan seseorang, dalam kamus gue, adalah topik yang paling gak menarik di dunia ini.
+
Taniguchi, panjang nafasnya seperti biasa, sesumbar tentang bagaimana dia bertemu dengan banyak gadis cantik di tempat kerjanya, dan bagaimana dia berencana menggunakan uang tabungannya untuk berkencan dan semacamnya. Terus terang saja, topik seperti mimpi yang orang-orang punya, atau betapa mengagumkan atau lucunya piaraan seseorang, adalah, dalam kamusku, topik yang paling membosankan di dunia ini.
  +
 
Ketika aku mendengarkan jadwal kencan Taniguchi (tampaknya dia ak berhenti cuman karena gak ada orang yang mau diajak kencan), kami tiba di gerbang sekolah.
+
Saat aku mendengarkan jadwal kencan Taniguchi (tampaknya dia tak dihentikan oleh masalah kecil seperti bagaimana ketiadaan orang yang mau pergi dengannya), kami tiba di gerbang sekolah.
   
   
   
Suzumiya Haruhi sudah duduk di bangkunya melihat ke luar ketika aku memasuki kelas. Di kepalanya tampak penjepit rambut seperti dua roti bundar; jadi hari ini hari rabu yah. Setelah aku duduk – buat beberapa alasan yang masih bikin gue bingung, penjelasan yang masuk akal mungkin hanyalah gue yang jadi gila, sebelum gue nyadar ,secara tidak sadar tiba-tiba aku berbicara lagi pada Suzumiya Haruhi.
+
Suzumiya Haruhi sudah duduk di belakang bangkuku, melihat ke luar, ketika aku memasuki kelas. Tampak dua penjepit rambut seperti roti bundar di kepalanya; jadi hari ini hari rabu yah. Setelah duduk – karena beberapa alasan yang kutak tahu, penjelasan yang masuk akal mungkin hanyalah aku yang jadi gila - sebelum kusadari, kudapati diriku sekali lagi bicara dengan Suzumiya Haruhi.
   
“apa kamu mengganti gaya rambutmu setiap hari karena alien?”
+
“Loe ganti gaya rambut tiap hari gara-gara alien?”
   
“Seperti robot, Suzumiya Haruhi pelan-pelan memutar wajahnya menghadapku, dan dengan ekspresi yang sangat serius sekali menatapku. Sangat menakutkan sekali, sebenarnya.
+
Seperti robot, Suzumiya Haruhi pelan-pelan memutar wajahnya menghadapku, dan menatapku dengan ekspresi yang sangat serius sekali. Sangat menakutkan sekali, sebenarnya.
 
 
“kapan kamu memperhatikannya?”
+
“Kapan kamu merhatiin?”
   
Nada bicaranya sangat dingin seperti sedang berbicara dengan batu di pinggir jalan saja.
+
Nada bicaranya sangat dingin seakan-akan sedang bicara dengan batu di pinggir jalan.
   
 
Aku berhenti sebentar untuk berpikir.
 
Aku berhenti sebentar untuk berpikir.
   
“Hmmm… baru saja.”
+
“Hmmm… baru-baru ini.”
   
“sungguh?”
+
“Yang bener?”
   
Haruhi menaruh dagunya pada telapak tangannya, terlihat jengkel.
+
Haruhi menyandarkan dagu pada telapak tangannya, terlihat jengkel.
   
  +
“Kupikir setiap harinya ngasih image yang berbeda.”
“setidaknya begitulah yang kupikir, karena bagiku kamu terlihat berbeda setiap hari.”
 
 
 
Ini pertama kalinya kami melakukan percakapan!
+
Ini pertama kalinya kami mengobrol dengan baik dan benar!
   
“untuk warna: Senin warna kuning, Selasa warna merah, Rabu biru, Kamis hijau, Jum’at warna emas, Sabtu coklat, dan Minggu warna putih.”
+
“Buat warna: Senin warna kuning, Selasa warna merah, Rabu biru, Kamis hijau, Jum’at warna emas, Sabtu coklat, dan Minggu warna putih.”
   
Aku agak mengerti apa yang dia katakan.
+
[[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Warna_Pita_Rambut|Aku agak mengerti]] apa yang dia katakan.
   
“kalau begitu kalau menggunakan angka untuk mengganti warna, Senin = 0 dan Minggu = 6, kan?”
+
“Jadi, berarti, kalau pake angka buat ngeganti warna, Senin itu nol dan Minggu itu enam, kan?”
   
“benar.”
+
“Benar.”
   
“Tapi menurutku sih hari Senin = 1.”
+
“Tapi, bukannya seharusnya Senin itu satu.”
   
“Siapa yang nanya pendapat kamu?”
+
“Sapa yang nanya pendapat kamu?”
   
“…begitu, yah?”
+
“...Iyah, bener sih?”
   
Sepertinya tidak puas dengan jawabanku, Haruhi mengerutkan dahi memandangku. Aku lalu duduk diam sambil merasa tidak enak dan membiarkan waktu berlalu begitu saja.
+
Sepertinya tak puas dengan jawabanku, Haruhi bersungut padaku. Aku hanya duduk diam tak nyaman disana dan membiarkan waktu berlalu begitu saja.
   
“apa aku pernah melihatmu sebelumnya? Dulu sekali?”
+
“Apa aku pernah ngeliat kamu sebelumnya? Dulu banget?”
   
“tidak.”
+
“Kayaknya engga.”
   
Setelah aku menjawab, Okabe Sensei langsung memasuki kelas, dan percakapan kami pun berakhir.
+
Setelah kujawab, Okabe-sensei masuk kelas, dan percakapan pertama kami pun berakhir.
   
   
   
Walaupun percakapan kami yang pertama gak bisa dibawa pulang ke rumah, ini bisa jadi titik perubahan yang gue tunggu-tunggu!
 
   
Dan lagi, satu-satunya kesempatan gue ngobrol ama Haruhi cuman bentar sbelum pelajaran pertama, karena dia ‘gak pernah ada di tempat ketika istirahat. Tapi karena gue duduk di depan dia, gue yakin kesempatan ngobrol ama dia lebih besar daripada yang lain.
 
   
  +
Walaupun percakapan pertama kami tiada apa-apanya untuk ditulis di rumah, ini bisa jadi titik perubahan yang kucari-cari!
Tapi hal yang sangat gue kagetin adalah Haruhi nanggapi gue dengan semestinya. gue tadinya mikir dia bakal jawab kayak “berisik, bodoh, diam kau! Peduli amat!” gue pikir gue sama anehnya ama dia, karena punya keberanian ngajak ngobrol.
 
   
  +
Dan lagi, satu-satunya kesempatanku mengobrol dengan Haruhi hanya waktu sebentar sebelum pelajaran pertama, karena dia tak pernah ada di tempat waktu istirahat. Tapi karena aku duduk di depannya, aku cukup yakin kesempatan mengobrol dengannnya lebih besar daripada orang lain.
Karena itu waktu gue pergi ke sekolah hari esoknya dan lihat Haruhi, daripada dia ngikat rambutnya jadi tiga, dia telah motong rambut panjangnya, gue jadi depresi.
 
   
  +
Tapi hal yang paling mengejutkanku adalah Haruhi benar-benar menanggapiku dengan semestinya. Tadinya kupikir dia bakal jawab, “Dasar bego, diam kau! Peduli amat!” Kukira aku sama anehnya sama dia, karena benar-benar punya keberanian berbicara dengannya.
Rambut panjang se pinggang menjadi rambut pendek sebahu. Maksud gue, walaupun potongan rambut itu terlihat cocok dengannya, dia memotongnya setelah gue ngobrol tentang rambutnya! Dia jelas-jelas meremehkan gue. Apaan sih!
 
   
  +
Karena itu, waktu aku datang ke sekolah hari esoknya dan menemukan bahwa, daripada mengikat rambutnya jadi tiga kuncir kuda, Haruhi telah memotong pendek rambut panjang dan semampainya, aku merasa agak depresi.
Ketika gue tanya alasannya, dia jawab:
 
   
  +
Rambut sepinggang telah dipendekkan jadi potongan sebahu. Maksudku, walaupun gaya rambut itu memang terlihat cocok dengannya, dia memotongnya sehari setelah aku mengobrol tentang rambutnya! Jelas-jelas disengaja, kan?
“bukan apa-apa.”
 
   
  +
Waktu kubilang ke Haruhi tentang itu -
Dia menjawab dengan nada bicara jengkel khasnya tapi tidak menunjukkan ekspresi yang berarti. Dia ‘gak akan memberi tahu alasannya. Tapi gue dah ngira bakal begitu, jadi ‘gak apa-apa.
 
   
  +
“Engga juga.”
   
  +
Dia menjawab dengan nada bicara jengkel khasnya, tapi tak menunjukkan semacam ekspresi spesial. Dia takkan memberitahuku alasannya.
   
  +
Tapi aku sudah menduganya, jadi tak apa-apa.
“apa loe bener-bener ikut semua klub ekskul?”
 
  +
  +
  +
  +
  +
  +
“Loe beneran nyobain ikutan semua klub?”
 
 
Dari semenjak hari itu, berbicara dengannya sebentar sebelum pelajaran pertama menjadi kebiasaan sehari-hari. Tentu saja kalau aku tidak mencoba mengawalinya, Haruhi ‘gak akan menunjukkan reaksi apapun. Satu hal lagi kalau aku ngobrol tentang acara TV semalam, atau bagaimana cuaca hari ini, dan seterusnya – hal yang dia anggap sebagai “topik yang idiot”- dia akan mengacuhkanku. Tahu gitu, gue hati-hati milih topik pembicaraan waktu bakal ngobrol ma dia.
+
Dari hari itu seterusnya, berbicara dengannya sebentar sebelum pelajaran pertama jadi rutinitas sehari-hari. Tentu saja, kalau aku tak mencoba mengawalinya, Haruhi takkan bereaksi. Satu hal lagi, kalau aku bicara soal bagaimana acara TV semalam, atau bagaimana cuaca hari ini, dll -- yang dia anggap sebagai “topik idiot” -- dia hanya akan mengabaikanku. Tahu begitu, aku hati-hati memilih topik pembicaraan kapanpun aku mengobrol dengannya.
[[Image:Sh_v1_01.jpg|thumb|''Dia memalingkan mukanya dengan jengkel, mengakhiri percakapan hari ini.'']]
+
[[Image:Sh_v1_01.jpg|thumb|''Dia memalingkan mukanya jengkel, mengakhiri percakapan hari ini.'']]
“apa ada klub yang lebih menyenangkan daripada yang lain? gue ndiri pingin mengikutinya.”
 
   
  +
“Ada klub yang lebih asik ga daripada yang lain? Gue ndiri pengen ikutan juga.”
“gak ada.” Haruhi menjawab datar. “sama sekali gak ada.”
 
   
  +
“Ga ada.” Haruhi menjawab datar. “Sama sekali ga ada.”
Dia menegaskannya lagi, lalu menghela nafas. Apa dia mengeluh?
 
   
  +
Dia menegaskannya lagi, lalu perlahan menghembuskan nafas. Dia menghela nafas tadi?
“gue pikir SMU bakal dikit lebih baik. Pada akhirnya cuman pendidikan yang diperintahkan aja. gak ada perubahan sama sekali. Kayaknya gue salah masuk SMU.”
 
   
  +
“Kupikir SMA bakal dikit lebih baik. Ternyata, sama aja kayak [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Pendidikan_Wajib|pendidikan wajib]]. Ga ada perubahan sama sekali. Kayaknya aku salah masuk SMA.”
Oi, kriteria pemilihan sekolah eloe itu kayak apa sih?
 
   
  +
<!-- si Kyon lagi sarkasme nih disini, makanya "agak" dihaluskan hehe.... -->
“klub olahraga dan klub kebudayaan ama saja. Kalo saja ada beberapa klub yang unik di sekolah ini…”
 
  +
Mbak, kriteria sekolah apakah yang anda gunakan ketika anda memutuskan sekolah mana untuk kau hadiri?
  +
  +
“Klub olahraga dan klub kebudayaan sama saja. Kalo aja ada beberapa klub unik di sekolah...”
 
 
“Oi, elo punya hak apa mutusin suatu klub itu normal apa gak ?”
+
“Yah, elo punya hak apa mutusin suatu klub itu normal apa engga?”
   
“Berisik. Kalau gue suka ama satu klub, so’ klub itu unik; kalo gak maka klub itu biasa aja.”
+
“Berisik. Kalau aku suka sebuah klub, jadi itu klub unik; kalo engga, biasa aja.”
   
“sumpah loe? gue dah ngira loe bakal ngomong gitu.”
+
“Iya gitu? Udah gue duga loe bakal ngomong gitu.”
   
“Hmh!”
+
“Huh!”
   
Dia memalingkan mukanya dengan jengkel, mengakhiri percakapan hari ini.
+
Dia memalingkan mukanya jengkel, mengakhiri percakapan hari ini.
   
   
   
   
Pada hari yang lain:
 
   
  +
Di hari yang lain:
“gue denger sesuatu pada satu hari. ‘gak begitu penting sih… apa loe benar mutusin smua pacar loe?”
 
  +
  +
“Gue denger-denger kemaren... ga terlalu penting sih... beneran loe mutusin semua pacar loe?”
 
 
“kenapa gue harus dengerl ini dari loe, sih?”
+
“Kenapa aku harus dengar ini dari kamu lagi sih?”
 
 
Dia menyibakkan rambut pada bahunya, lalu menatapku dengan matanya yang hitam. Oh, selain dari tidak ada ekspresi apa-apa, wajah marah ini kayaknya sering terlihat.
+
Dia menyibakkan rambutnya keluar dari bahunya, lalu menatapku dengan mata hitam bercahayanya. Ampun deh, daripada ga berekspresi, ekspresi marah ini kayaknya lebih sering keliatan.
 
 
“apa Taniguchi yang cerita? Oh, gue ‘gak percaya setelah lulus SMP pun gue sekelas lagi ama si goblok itu. Apa dia penguntit yang gila?”
+
“Apa si Taniguchi yang cerita? Ampun deh, aku ga percaya sekelas ama si idiot itu lagi bahkan setelah aku lulus SMP. Dia bukan semacem penguntit psycho, kan?”
   
“gue pikir bukan,” piker gue.
+
“Kayaknya engga,” pikirku.
   
“gue ‘gak tau apa yang loe denger, tapi ‘gak masalah, lagipula sebagian besar memang benar.”
+
“Aku ga tau kamu denger apa, tapi ga masalah. Lagian sebagian besar emang benar.”
   
“apa ‘gak ada seorang pun yang pingin loe pacari dengan serius?”
+
“Bukannya ada orang di luar sana yang pengen kamu pacarin serius?”
   
“’gak ada satupun!”
+
“Ga ada satupun!”
   
Penolakan total sepertinya mottonya.
+
Penolakan total kayaknya jadi mottonya.
   
“yang manapun juga hanya orang goblok, gue ‘gak bisa pacaran dengan serius. Semuanya sama ngajakkin gue ketemuan di stasiun kereta pada hari sabtu, trus pergi nonton, ke taman bermain, atau ke tempat permainan. Pertama kalinya makan sama-sama pasti saat makan siang lalu pergi ke café minum teh. Akhirnya mereka bakal ngomong ‘sampai besok’!
+
“Semuanya goblok. Pokoknya aku ga bisa pacaran serius sama mereka. Tiap orang mesti ngajakkin ketemuan di stasiun kereta pas hari sabtu, trus pasti pergi nonton, ke taman hiburan, atau ke tempat game. Pertama kalinya makan bareng mesti makan siang kencan, terus buru-buru ke kafe buat minum teh. Sore hari, mereka pasti bakal ngomong ‘Sampai besok!’”
 
“gue ‘gak pikir itu salah!” gue pikir gitu; tapi gue gak berani ngomong. Kalo Haruhi ngomong itu jelek, maka itu jelek menurutnya.
 
   
  +
“Gue pikir itu ga salah!” pikirku pribadi, tapi aku tak berani bilang keras-keras. Kalau Haruhi bilang itu jelek, maka, pasti jelek buat dia.
“lalu, tidak salah lagi, mereka akan mengaku suka di telepon. Apaan sih! Ini subjek yang penting, seharusnya ngomong langsung dong!!”
 
   
  +
“Terus, tanpa gagal, mereka bakalan nembak lewat telepon. Apa-apaan tuh! Ini subjek serius, paling engga bilang langsung hadap-hadapan!!”
gue bisa naruh simpati buat mereka. Ngomong suatu hal – bagi mereka, seenggaknya – sangat penting seperti itu kepada seseorang yang nganggap loe kayak ulat mungkin membuat seseorang merasa gelisah. Mereka hilang keberanian begitu melihat ekspresimu! gue bayangin apa yang mereka rasain waktu gue ngerespon Haruhi.
 
   
  +
Aku bisa bersimpati sama mereka. Bikin pengakuan penting -- buat mereka, paling tidak -- seperti itu ke seseorang yang melihatmu seakan-akan kamu itu cacing mungkin membuat siapapun merasa gelisah. Mereka hilang keberanian pas ngeliat ekspresi loe! Aku membayangkan apa yang mereka pikirkan saat aku merespon Haruhi.
“hmm, loe bener. Kalo gue sih bakal ngomong langsung ke orang nya.”
 
   
  +
“Hmm, loe bener. Kalo gue sih bakal ngajak tuh cewek keluar dan ngomong langsung ke dianya.”
“siapa yang peduli pendapat loe!”
 
   
  +
“Siapa yang peduli sama kamu!”
Apa. Apa gue ngelakuin sesuatu yang salah lagi?
 
  +
  +
Apa yang... Apa gue salah ngomong lagi?
 
 
“masalahnya, apa semua anak laki-laki di dunia itu mahluk yang lemah akalnya? gue mikir ni pertanyaan sejak SMP.”
+
“Masalahnya, apa semua cowok di dunia itu mahluk bego? Aku keganggu terus sama pertanyaan ini dari SMP.”
   
Sekarang ‘gak ada perubahan kan!
+
Sekarang ga makin baik, kan!
   
“lalu, cowok kayak apa yang loe anggep ‘menarik’? apa memang harus alien?”
+
“Terus, cowok macam apa yang loe anggep ‘menarik’? Apa emang harus alien?”
   
“harus alien atau yang semacamnya selama itu gak normal. cewek ato cowok.”
+
“Mau alien kek ato yang semacem itu kek yang penting ga normal. Bisa cowok bisa cewek.”
   
“napa sih loe tertarik banget ma selain meanusia?”
+
“Napa sih loe nuntut banget sama yang selain meanusia?”
   
waktu gue ngomong gitu Haruhi ngelihat gue dengan remeh.
+
Waktu aku mengoceh tentang itu Haruhi melihat remeh padaku.
   
“karena manusia itu gak nyenangin sama sekali!”
+
“Abisnya manusia itu sama sekali ga asik!”
   
“kalo itu… mungkin loe bener.”
+
“Itu... mungkin loe bener.”
   
Walaupun gue ‘gak bisa nandingi pikiran Haruhi; kalo memang murid pindahan yang manis itu setengah manusia dan setengah alien, bahkan gue ndiri nganggep itu hebat . Kalo Taniguchi, yang lagi duduk di dekat gue mata-matai gue dan Haruhi, adalah seorang detektif dari masa depan, itu hal yang lebih hebat. Kalo Asakura Ryouko, yang oleh karena beberapa alasan selalu senyum ke gue, punya kekuatan supranatural, maka kehidupan sekolah gue bakal jadi sangat nyenangin.
+
Bahkan aku pun tak bisa membantah pemikiran Haruhi; kalo emang murid pindahan yang manis ini setengah-manusia setengah-alien, bahkan gue sendiri pun bakalan nganggap itu keren. Kalo Taniguchi, yang lagi duduk di dekat gue mata-matain Haruhi dan gue, ternyata seorang detektif dari masa depan, bakalan lebih keren lagi. Kalau Asakura Ryouko, yang, entah napa, selalu senyam-senyum ke gue, punya semacam kekuatan supranatural, maka kehidupan sekolah gue bakalan seasik yang bisa didapetin.
   
Tapi tak satupun yang mungkin – gak ada alien, pejelajah waktu, atau kekuatan supranatural di dunia ini. Baiklah, misalnya aja ada. Mereka ‘gak bakal muncul gitu aja ke depan manusia biasa kayak kita dan ngomong, “Halo, gue sebenernya alien.”
+
Tapi ga satupun yang mungkin – ga ada alien, pejelajah waktu, ato kekuatan supranatural eksis di dunia ini. Oke, misalnya aja ada. Mereka ga bakalan muncul gitu aja ke depan rakyat rendahan macam kita dan ngomong, “Halo, aku sebenarnya alien lho.”
   
 
“MAKANYA!”
 
“MAKANYA!”
   
Haruhi tiba-tiba berdiri dan menjatuhkan kursinya ke belakang, membuat semua orang melihat ke arahnya.
+
Haruhi tiba-tiba berdiri dan menjatuhkan kursinya ke belakang, mengakibatkan semua orang menoleh dan melihatnya.
   
 
“MAKANYA AKU BERUSAHA SEKUAT TENAGA!!”
 
“MAKANYA AKU BERUSAHA SEKUAT TENAGA!!”
Line 451: Line 468:
 
“Maaf saya terlambat!”
 
“Maaf saya terlambat!”
   
Okabe-Sensei yang selalu optimis, yang sedang terengah-engah, terburu-buru masuk ke kelas. Ketika dia melihat seluruh kelas melihat Haruhi yang sedang berdiri, dia mengepalkan tangan, matanya menatap ke atas, dia sama terkejutnya dan hanya berdiri diam.
+
Okabe-Sensei yang selalu optimis, yang lumayan kehabisan nafas, buru-buru masuk ke kelas. Ketika dia melihat seluruh kelas sedang melihat Haruhi yang sedang berdiri tegak, dia mengepalkan tangan, matanya menatap langit-langit, dia jadi sama terkejutnya dan hanya berdiri disana.
 
 
“Hm… Pelajaran pertama akan segera dimulai!”
+
“Mmm… Pelajaran pertama akan segera dimulai!”
   
Haruhi langsung duduk lalu menatap mejanya. Huh!
+
Haruhi langsung duduk lalu memelototi sudut mejanya. Phiuh!
   
Aku berbalik, semuanya juga sama membalikkan kepala. Lalu Okabe-sensei, jelas sekali merasa terganggu karena huru-hara itu, terhuyung-huyung ke depan kelas lalu pura-pura batuk.
+
Aku berbalik; seluruh kelas mengikuti dan memutar kepala mereka juga. Lalu Okabe-sensei, terang sekali kebingungan karena kericuhan itu, terhuyung-huyung ke panggung kelas dan mengeluarkan batuk pelan.
 
 
“Maaf saya telat. Eh… kalau begitu mari kita mulai!”
+
“Saya minta maaf karen telat. Eh... kalau gitu, kita mulai saja!”
  +
  +
Dia mengulangi dirinya lagi, dan suasana kelas akhirnya kembali normal -- walaupun suasana macam ini sangat dibenci Haruhi!
   
  +
Mungkinkah hidup memang seperti itu?
Dia mengulanginya, dan atmosfir kelas pun kembali normal – walaupun atmosfir ini sangat dibenci Haruhi!
 
   
Mungkin, seperti beginilah hidup ini.
 
   
   
   
   
Tapi, sebenarnya, jauh di dalam hati, gue iri ama Haruhi dengan pandangannya terhadap kehidupan.
+
Tapi jujur saja, jauh di lubuk hatiku, aku sangat iri dengan sikap Haruhi terhadap kehidupan.
 
 
Dia masih pingin ketemu seseorang dari dunia supernatural yang lama udah gue tinggalin, dia tetep bersemangat buat ngeraih mimpinya. Mungkin kalo cuman duduk nunggu ‘gak bakal ada hasil yang bisa didapatin, so’ kita bisa berusaha semampu kita. Inilah yang melatarbelakangi kenapa Haruhi melakukan perbuatan seperti menggambar garis putih di lapangan sekolah, menggambar simbol di atap sekolah, menempelkan kertas mantra dimana-mana.
+
Dia masih yakin bahwa dia akan bertemu seseorang dari dunia supernatural, keyakinan yang kutinggalkan lama sekali, dia antusias sekali berusaha meraih mimpinya. Kalau hanya duduk-duduk menunggu takkan menghasilkan apa-apa, itulah kita semua! Inilah kenapa Haruhi melakukan sesuatu seperti menggambar garis putih di lapangan sekolah, menggambar simbol di atap sekolah, menempel kertas jimat terkutuk dimana-mana.
   
Ah!
+
Hah!
   
gue tahu kapan waktu Haruhi mulai ngelakuin perbuatan yang aneh yang banyak orang menuduhnya penyihir. nunggu ‘gak bakal nghasilin apa-apa, so’ napa ‘gak melakukan upacara aneh buat manggil mereka? Pada akhirnya, gimanapun, ‘gak ada yang terjadi. Mungkin itu alasannya ngapain Haruhi selalu terlihat “sialan – dengan – dunia – ini” di mukanya…?
+
Aku tak tahu kapan waktu Haruhi mulai melakukan hal-hal aneh yang membuat orang salah mengira kalau dia itu okultis. Menunggu tiada hasilnya, jadi, kenapa engga ngelakuin upacara aneh buat manggil mereka? Pada akhirnya, bagaimanapun juga, tiada yang terjadi. Mungkin itu alasannya kenapa Haruhi selalu memakai paras "seluruh-dunia-sialan" di mukanya...?
   
“Hey, Kyon.”
+
“Hei, Kyon.”
   
Setelah sekolah berakhir, Taniguchi, dengan wajah yang membingungkan, mencoba memojokkanku.
+
Setelah kelas berakhir, Taniguchi, dengan wajah kebingungan, mencoba memojokkanku. Taniguchi, loe bener-bener kayak orang bego tau ga dengan wajah kayak gitu!
Taniguchi, loe seperti orang yang betul-betul bodoh dengan wajah seperti itu!
 
   
“Berisik! gue gak peduli apa kata loe. Ngomong-ngomong mantra apa yang loe gunain?”
+
“Berisik! Gue gak peduli loe ngomong apa. Ngomong-ngomong pelet apa yang loe gunain?”
   
“mantra?”
+
“Pelet apaan?”
   
Teknologi tinggi yang sudah maju tidak dapat dibedakan dari sihir! gue inget kalimat ini lalu bertanya kembali padanya. Dia lalu menunjuk pada bangku Haruhi yang sudah kosong.
+
[[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Tiga_Hukum_Clarke|Setiap teknologi terdepan tiada bedanya dengan sihir!]] Aku jadi ingat kutipan ini saat bertanya balik kepadanya. Dia lalu menunjukkan jarinya pada bangku kosong Haruhi.
   
“Ini pertama kalinya gue lihat Suzumiya ngobrol ma orang begitu lama! Apa sih yang loe berdua omongin kan ?”
+
“Ini pertama kalinya gue liat Suzumiya ngobrol ma orang lama banget! Loe berdua ngomong apaan aja sih?”
 
 
Hmm, itu yah, apa yang kita omongin? gue cuman nanya pertanyaan yang biasa-biasa aja, cumin itu.
+
Itu, ah, apa yang kita omongin ya? Gue cuman nanya pertanyaan yang biasa-biasa aja, itu aja.
   
“Wah, mengejutkan yah!”
+
“Ini fenomena!”
   
Taniguchi terlihat begitu terkagum-kagum, lalu Kunikida muncul dari belakang Taniguchi.
+
Dengan sinis Taniguchi memakai ekspresi terkagum-kagum. Lalu, Kunikida muncul dari belakang Taniguchi.
 
 
“Kyon, kamu kayaknya menyukai tipe cewek aneh”
+
“Emang Kyon itu suka sama cewek-cewek aneh.”
   
Hey, jangan ngomong yang bisa bikin orang lain salah pengertian dong.
+
Woi, jangan ngomong yang bisa bikin orang salah paham dong.
 
“Tapi ‘gak masalah kalau Kyon naksir ama cewek-cewek aneh. Yang gue ‘gak ngerti tuh kenapa Suzumiya mau ngomong sama loe? gue sama sekali ‘gak ngerti”
 
   
  +
“Ga masalah kalo Kyon itu suka ama cewek-cewek aneh. Yang gue ga ngerti itu, kenapa si Suzumiya mau ngomong sama loe? Gue sama sekali ga ngerti.”
“Mungkin Kyon seaneh dia?”
 
   
“Mungkin. Maksud gue nama seaneh Kyon pasti punya sifat yang aneh juga kan?”
+
“Mungkin Kyon sama anehnya sama dia?”
   
  +
“Mungkin. Maksud gue, loe ga bisa ngarepin orang dengan panggilan kayak Kyon itu orang normal.”
berhenti manggil gue Kyon, Kyon, Kyon! Daripada dipanggil dengan nama yang aneh gitu, panggil nama gue yang asli! Paling - paling enggak gue pingin denger adik gue ndiri manggil gue “Oniichan”
 
  +
 
  +
Berhenti manggil gue Kyon, Kyon, Kyon! Daripada dipanggil dengan panggilan bodoh itu, mendingan panggil nama asli gue! Paling engga, gue pengen denger adik gue ndiri manggil gue “Onii-chan”!
“Aku juga ingin tahu”
 
  +
  +
“Saya juga kepengin tahu.”
   
Suara riang dari seorang anak perempuan yang berasal entah darimana. Aku mengangkat kepalaku, dan tentu saja, aku melihat wajah lugu tersenyum, Asakura Ryoko.
+
Suara riang seorang gadis muncul entah darimana. Kuangkat kepalaku, dan, tentu saja, melihat wajah tersenyum lugu Asakura Ryoko.
   
“Aku mencoba berbicara pada Suzumiya Haruhi beberapa kali tapi sama sekali ‘gak bisa. Bisa kamu kasih tahu aku bagaimana aku seharusnya berbicara dengannya?”
+
“Saya nyoba ngomong sama Suzumiya-san udah beberapa kali, tapi sama sekali ga bisa. Bisa ajarin saya gimana caranya bicara sama dia?”
   
gue pura-pura mikir tentang ini semua; Padahal, gue sama sekali ‘gak mikirin apapun juga.
+
Aku bertingkah seolah-olah sedang berpikir tentang hal ini sebentar, tapi sebenarnya, aku sama sekali tak sedang berpikir.
   
  +
“Entahlah.”
“aku ‘gak tahu tuh”
 
   
Mendengar hal ini Asakura tersenyum.
+
Mendengar hal ini, Asakura tersenyum.
   
“Aku begitu lega sekarang. Dia tidak bisa terus terisolasi dari yang lain seperti itu, jadi baguslah kamu bisa berteman dengannya.”
+
“Saya lega banget sekarang. Dia ga bisa terus-terusan terisolasi dari teman sekelasnya kayak gitu, jadi baguslah kamu jadi temannya.”
   
Asakura Ryouko begitu peduli seakan-akan dia adalah seorang pengawas kelas. Dia terpilih menjadi pengawas kelas pada rapat kelas yang lalu.
+
Asakura Ryouko peduli dengannya seperti seorang pengawas kelas, yah, dia ''memang'' pengawas kelas. Dia terpilih jadi pengawas kelas saat sesi pelajaran pertama lama kami yang terakhir.
   
 
“Teman, ya?”
 
“Teman, ya?”
   
Aku menggelengkan kepala. Apakah benar-benar seperti itu? Tapi, satu-satunya ekspresi yang bisa ditunjukan Haruhi ketika kami bicara adalah wajah cemberutnya!
+
Aku menggelengkan kepala tak yakin. Emang bener kayak gitu ya? Tapi satu-satunya ekspresi yang Haruhi tunjukin ke aku kapanpun aku ngomong sama dia hanya wajah bersungutnya itu!
   
“Kamu harus terus menolong Suzumiya agar dia bisa menyatu dengan kita semua. Kita kan berada dalam satu kelas, jadi kita mengandalkan mu”
+
“Kamu harus terus nolong Suzumiya-san biar dia bisa rukun sama semuanya. Kita toh satu kelas, jadi kami mengandalkanmu”
   
Ah, walaupun kamu berkata begitu, aku ‘gak tahu apa yang harus aku lakukan!
+
Hah. Kalaupun kamu ngomong begitu, aku ga tahu apa yang harus kulakukan!
   
“Jika ada sesuatu yang perlu aku sampaikan kepada Suzumiya, Aku hanya tinggal menyuruhmu menyampaikannya pada Suzumiya”
+
“Jika ada sesuatu yang perlu kusampaikan ke Suzumiya-san, saya hanya tinggal minta kamu nyampein pesannya ke dia!”
   
enggak, tunggu! gue kan bukan juru bicaranya!
+
Engga, tunggu! Aku kan bukan juru bicaranya!
   
“Tolong yah?”Pintanya sungguh-sungguh, sambil merapatkan kedua telapak tangannya.
+
“Plis?” pintanya tulus, sambil mengatupkan kedua telapak tangannya.
   
Dihadapin ama perminta dia, gue cuman bisa ngerespon secara gak jelas kayak “erm”, “ahh..”. Asakura ngira itu sebaga persetujuan dan dia tersenyum seperti bunga tulip yang berwarna kuning, lalu kembali ke kumpulan anak-anak perempuan. Waktu ngeliat kalo anak-anak cewek lain sedang merhatiin gue, rasanya hati gue kayak jatuh kedasar lembah.
+
Berhadapan dengan permintaannya, aku hanya bisa memberi respon tak jelas seperti “erm” dan “ahh...”. Asakura anggap itu sebagai "oke", memberi senyuman seperti tulip kuningnya, dan lalu kembali ke cewek-cewek lainnya. Setelah melihat kalau cewek-cewek lain sedang melihatku, rasanya jantungku telah jatuh kedasar lembah.
   
“Kyon, kita teman baik kan..?”tanya Taniguchi, menatapku curiga.
+
“Kyon, kita sahabat, kan..?” tanya Taniguchi, menatapku curiga.
   
“Apa yang terjadi disini?”
+
“Apa yang terjadi sih disini?”
   
Bahkan Kunikida, dengan mata tertutup dan kedua tangan menyilang di dada pun mengangguk.
+
Bahkan Kunikida, dengan mata tertutup dan kedua tangan bersilang di dada, pun mengangguk.
   
Ya Tuhan! Kenapa bisa, gue dikelilingi ama orang-orang idiot ini?
+
Ya Tuhan! Kok bisa gue dikelilingin orang-orang idiot ini?
   
   
   
Tampaknya bahwa setiap orang di kelas perlu bertukar tempat duduk setiap bulan. Karena itu pengawas kelas Asakura menulis semua nomor tempat duduk di secarik kertas, lalu memasukannya ke sebuah kaleng kue, dan setiap orang akan mengambil dari dalamnya. Pada akhirnya, aku mendapat tempat duduk di baris kedua dari belakang dekat dengan jendela, aku bisa melihat lapangan sekolah dari situ. Tahu ‘gak siapa yang duduk tepat dibelakangku? Benar, yang selalu cemberut, Haruhi!
+
Tampaknya seseorang memutuskan bahwa semua di kelas perlu tukaran bangku tiap bulan. Karena itu, sang pengawas kelas, Asakura, menulis semua nomor bangku di secarik kertas kecil, menaruhnya ke dalam [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Kaleng_Hatosabure|kaleng Hatosabure]], dan kami semua menarik darinya. Pada akhirnya, aku dapat tempat duduk di baris kedua dari belakang sebelah jendela yang menghadap lapangan. Tebak siapa yang duduk tepat dibelakangku? Benar sekali, si selalu bersungut Haruhi!
 
 
“Kenapa yang menyenangkan itu belum terjadi juga?! Seperti anak-anak SD yang menghilang satu persatu atau beberapa orang guru yang terbunuh di ruang kelas yang terkunci?”
+
“Kenapa hal menarik itu blom kejadian juga sih?! Kayak anak-anak SD menghilang satu persatu, atau beberapa guru terbunuh di ruang kelas yang terkunci?”
 
 
“Jangan ngomong yang serem-serem dong!”
+
“Jangan ngomong yang serem-serem ah!”
   
  +
“Aku gabung Kelompok Riset Misteri.”
“gue masuk ke grup peneliti misteri.”
 
   
“Oh?Apa yang terjadi?”
+
“Oh? Terus gimana?”
   
“Sangat goblok banget. ‘gak ada sesuatu yang menarik terjadi! Lagian, semua anggota grup adalah pencinta novel detektif tapi gak ada satupun yang mirip detektif!”
+
“Bloon banget. Ga ada yang menarik terjadi! Apalagi, semua anggota klubnya pencinta novel detektif, tapi ga ada satupun yang mirip detektif!”
   
“Yang gitu kan normal?”
+
“Bukannya itu normal?”
   
  +
“Aku sebenarnya berharap sama Kelompok Riset Supranatural.”
“gue sebnarnya punya harapan pada grup peneliti supranatural”
 
   
“sumpah loe?”
+
“Yang bener?”
   
“tapi mereka semuanya cuman kumpulan maniak yang suka hal-hal gaib. apa yang gitu namanya menyenangkan?”
+
“Tapi, ternyata mereka semua cuman sekumpulan maniak okultisme. Itu kedengerannya asik ga menurutmu?”
   
“tidak begitu.”
+
“Ga juga sih.”
   
“ah, bosen! napa sih di sekolah ini ‘gak ada klub yang menarik?”
+
“Ah, men, bosen banget! Napa sih sekolah ini ga punya klub menarik yang bener?”
   
“hm, ‘gak banyak yang bisa kamu lakuin soal itu.”
+
“Yah, ga banyak yang bisa loe lakuin soal itu.”
   
“gue pikir setelah masuk SMU gue bakal ketemu ama suatu klub yang hebat! a~h, ini kayak nyoba ikut Liga Utama Baseball tapi akhirnya sadar di sekolah bahkan ‘gak ada tim Baseball nya.”
+
“Kupikir setelah lulus trus masuk SMA aku bakalan nemuin klub mantep! Ha~h, ini kayak nyoba ikut Liga Utama Baseball dan terus nemu kalo di sekolah yang loe datengin bahkan ga punya tim Baseballnya.”
   
Haruhi terlihat seperti hantu yang siap untuk pergi mengutuk sekumpulan pembasmi hantu. Dia menatap langit dengan perasaan sebal lalu mengeluarkan nafas panjang.
+
Haruhi terlihat seperti semacam [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Banshee|banshee]] yang siap pergi ke ribuan biara Buddha untuk memberi beberapa kutukan. Dia tatap langit dengan hina dan menghembuskan desahan besar.
   
Haruskah gue kasihan?
+
Haruskah gue kasihani dia?
   
gue ‘gak tau klub kayak apa yang Haruhi suka. Mungkin dia ndiri gak tahu jawabannya. Dia cuman pingin “melakukan hal yang menyenangkan.” “sesuatu yang menyenangkan” itu apa? Apa itu termasuk memecahkan misteri pembunuhan? Mencari UFO? Atau pembasmian (setan)? Gue pikir dia juga ‘gak tahu.
+
Aku tak tahu klub macam apa yang Haruhi suka. Mungkin bahkan ''dia sendiri'' pun tak tahu jawabannya. Dia hanya ingin “melakukan hal yang menarik.” "Sesuatu yang menarik" itu apa? Apa itu termasuk memecahkan misteri pembunuhan? Mencari UFO? Atau pengusiran setan? Kupikir dia juga tak tahu.
   
“kupikir ‘gak ada yang bisa kita lakukan mengenai hal itu.”
+
“Menurut gue ga bisa apa-apa kalo emang ga ada.”
   
Aku memutuskan untuk mengeluarkan pendapat.
+
Kuputuskan untuk mengekspresikan pendapatku.
   
  +
<!-- si Kyon lagi menggurui nih (nyoba jadi smartass). Jadi sekali lagi, "agak" dibakukan -->
“pada akhirnya, manusia harus menghadapi apa yang ada di depan mereka. Kalau dipikir-pikir lagi, orang-orang yang tidak bisa menghadapinya mencoba menemukan atau membuat sesuatu sehingga memajukan peradaban. Seseorang ingin tebang jadi dia menciptakan pesawat. Seseorang ingin bergerak lebih cepat dan mudah maka dibuatlah mobil dan kereta. Tapi hal tersebut hanya terbatas untuk orang-orang yang memiliki kreativitas. Dengan kata lain, orang jeniuslah yang bisa membuat semuanya mungkin. Orang biasa kayak kita sbaiknya hidup secara biasa saja. Jangan terlalu impulsif cuman karena merasa berani.”
 
  +
“Menilai dari hasilnya, manusia biasanya puas dengan keadaan mereka sekarang. Mereka yang tidak, tapinya, bakalan nyoba menciptakan atau menemukan sesuatu buat memajukan peradaban. Ada orang pengen terbang, jadi dia menciptakan pesawat. Ada orang pengen berpergian dengan gampang, maka dibuatlah mobil dan kereta. Tapi hal tersebut hanya dibuat oleh orang-orang yang punya bakat spesial. Hanya orang jenius yang bisa ngubah khayalan jadi kenyataan. Orang biasa kayak kita sebaiknya menjalani hidup kita sepenuhnya. Kita seharusnya ga boleh terlalu impulsif cuman karena kita ngerasa kayak petualang.”
   
  +
<!-- terang aja si Haruhi marah, lol -->
 
“Berisik.”
 
“Berisik.”
   
Haruhi langsung memotong pidato gue yang agak bagus itu, atau seenggakknya emang gitu yang gue pikir, lalu dia memalingkan kepalanya ke arah lain. kayaknya sekarang dia lai kesal. Tapi, kapan dia enggak? gue dah terbiasa sekarang.
+
Haruhi memotong begitu saja ceramahku yang agak bermutu itu, atau setidaknya begitulah yang tadinya kupikir, dan memalingkan kepalanya ke arah lain. Kayaknya sekarang dia lagi murung banget. Tapi sekali lagi, kapan sih dia engga gitu? Gue udah terbiasa kok.
   
Anak ini mungkin tidak peduli dengan apa-apa kecuali berhubungan dengan kekuatan gaib yang melewati batas kenyataan. Bagaimanapun juga, dunia ini tidak punya yang seperti itu. Benar lho, tidak ada.
+
Cewek ini mungkin tak peduli dengan apapun -- kecuali yang berhubungan dengan kekuatan supranatural yang melewati batas kenyataan. Dunia ini ga punya yang kayak gitu, tapinya. Ga ada, beneran.
 
 
Hidup hukum-hukum fisika! Berkat itu, kita manusia bisa hidup dengan damai. Walaupun Haruhi merasa bosan mengenai hal ini.
+
Panjang umur Hukum-Hukum Fisika! Berkat kamu, kita para manusia bisa hidup dengan damai. Walau Haruhi mungkin jijik sama hal beginian.
   
Gue normal, kan?
+
Aku normal, kan?
   
   
   
Sesuatu mungkin memicunya.
+
Sesuatu pasti telah memicunya.
   
Mungkin itu karena percakapan di atas?
+
Mungkin karena percakapan diatas?
   
Karena gue sama sekali ‘gak melihatnya datang
+
Karena aku sama sekali tak pernah menduganya!
   
   
   
Sinar matahari yang hangat membuat semua orang di kelas mengantuk. Begitu aku hendak menganggukkan kepala karena tertidur, tarikan yang bertenaga tiba-tiba mendesak kerah bajuku lalu menarikku ke belakang. Karena tenaga yang dahsyat, kepalaku membentur ujung bangku di belakangku. Air mata keluar seketika dari mataku.
+
Sinar hangat matahari membuat semua orang di kelas mengantuk. Tepat ketika aku terkantuk-kantuk dan mulai tertidur, tenaga hebat tiba-tiba terkerahkan sendiri dari kerah bajuku dan menarikku ke belakang. Karena tenaganya kuat sekali, kepalaku sampai terbentur ujung bangku belakangku. Air mata keluar seketika dari mataku.
   
“Apa yang loe lakuin!?”
+
“Loe ngapain sih!?”
   
Aku langsung memutar kepalaku menghadap Haruhi, yang sabelah tangannya masih memegang kerahku, tersenyum lebar secerah matahari tropis sumpah, ini pertama kalinya gue liat senyuman kayak gitu! Kalau senyuman bisa diukur dengan temperatur, mungkin senyumannya sepanas hutan tropis.
+
Kuputar kepalaku marah dan melihat Haruhi, yang satu tangannya masih menarik kerahku, tersenyum lebar secerah matahari tropis -- sumpah, ini pertama kalinya aku melihat senyumnya! Kalau senyuman bisa diukur dengan suhu, mungkin senyuman dia sama panasnya dengan hutan hujan tropis.
 
 
“gue ngerti!”
+
“Aku ngerti!”
   
Hey, jangan ngomong sambil muncratin ludah loe, dong!
+
Woi, jangan muncratin ludah loe dong!
   
“kenapa sebelumnya gak kepikiran, yah?”
+
“Kenapa sebelumnya ga kepikiran ya?”
   
Mata Haruhi bersinar secerah bintang Alpha Albireo. Dia menatapku lurus. Dengan segan aku bertanya:
+
Mata Haruhi bersinar seterang [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid1_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Bintang_Albireo_Alpha|bintang Alpha Albireo]]. Dia menatapku tajam. Dengan segan kubertanya:
 
 
“apa yang baru aja kepikir?”
+
“Emang apa yang baru kepikiran?”
   
“kalau gak ada, gue bisa bikin itu sendiri!”
+
“Kalo ga ada, ya kubikin sendiri aja!”
   
“bikin apa?”
+
“Bikin apaan?”
   
“sebuah klub.
+
“Bikin KLUB!
   
Kepala gue tiba-tiba sakit dan gue pikir nggak ada hubungannya ama kepala gue yang kebentur meja tadi.
+
Kepalaku tiba-tiba sakit, dan kukira tak ada hubungannya dengan kepalaku yang kebentur meja barusan.
   
“sungguh? Ide yang cemerlang. Apa loe bisa lepasin gue sekarang?”
+
“Beneran? Ide yang sungguh cemerlang. Bisa lepasin gue sekarang?”
   
“Sikap apaan tuh? loe harusnya lebih seneng!”
+
“Sikap apaan tuh? Loe harusnya lebih senang!”
   
“soal ide loe tadi, kita omongin nanti. Sekarang gue pingin loe mikir dimana loe sekarang, TRUS loe bisa cerita kegembiraan loe itu nanti. Sekarang tenang dulu yah?”
+
“Soal ide loe tadi, kita omongin ntar. Sekarang ini, gue pengen loe mempertimbangkan dimana kita sekarang. BARU loe bisa bagi-bagi suka-cita elo itu sama gue. Tapi pertama-tama, tenang dulu, okey?”
 
 
“maksudnya apa?”
+
“Maksudnya apa?”
   
“kelas masih berlangsung.”
+
“Pelajaran masih berlangsung.”
   
Haruhi akhirnya melepaskan kerahku. Aku mengusap belakang kepalaku yang mati rasa sambil berputar kembali. Aku menyadari semuanya terlihat kaku. Guru bahasa Inggris yang baru lulus, dengan kapur di tangannya, menatapku sambil terlihat seperti akan menangis.
+
Haruhi akhirnya melepas kerahku. Aku mengusap belakang kepalaku yang mulai mati rasa dan perlahan berputar kembali. Aku perhatikan seluruh kelas tampak total terkagum-kagum. Guru bahasa Inggris pemula yang beru lulus, dengan kapur di tangannya, menatapku dan kelihatannya seperti akan menangis.
 
 
Aku memberi isyarat kepada Haruhi untuk segera duduk lalu mengangkat bahu kepada guru yang malang itu.
+
Kuberi isyarat pada Haruhi untuk segera duduk dan mengangkat bahu pada guru malang itu.
 
Silakan lanjutkan pelajarannya.
 
 
Aku dengar Haruhi berkomat-kamit tentang sesuatu sambil duduk dengan segan. Guru lalu melanjutkan menulis pada papan tulis…
 
   
  +
"Silahkan, lanjutkan pelajarannya, Bu."
Bikin klub baru, yah?
 
   
  +
Kudengar Haruhi bergerutu tentang sesuatu sebelum dia duduk dengan segan. Guru lalu lanjut menulis pada papan tulis...
Hmmm….
 
   
  +
Bikin klub baru, ya?
Masa sih, gue dah dihitung jadi anggotanya?
 
   
  +
Hmmmm...
Otak besar gue yang sakit menambah kekhawatiran gue.
 
   
  +
Jangan-jangan gue disuruh kerjasama lagi.
(Chapter 1 Selesai)
 
   
  +
Cerebrumku yang sakit hanya mulai menambah kekhawatiranku saja.
   
 
<noinclude>
 
<noinclude>

Revision as of 13:01, 17 November 2009

Bab 1



Setelah aku masuk SMA dekat rumah, langsung saja kusesali, karena sekolah yang kudatangi itu duduk diatas bukit yang tinggi, yang terjal. Bahkan saat musim semi, aku akan jadi gerah dan keringatan hanya karena mendaki jalan yang kurasakan seperti mendaki gunung. Setiap kali kuingat ini, dengan fakta bahwa untuk tiga tahun kedepan aku harus mengulang hal yang sama setiap hari di pagi hari, aku sudah merasa capek dan muram lagi. Aku agak kesiangan hari ini, dan mungkin karena itulah aku berjalan agak cepat, atau barangkali karena itulah aku sangat lelah. Bisa saja aku bangun 10 menit lebih cepat, tapi seperti yang kalian semua tahu, tidur terbaikmu adalah tepat sebelum waktu bangun. Aku tak ingin menyia-nyiakan 10 menit yang berharga itu. Jadi kusadari aku memang takkan bisa bangun pagi, yang berarti aku harus mengulang latihan pagi ini selama tiga tahun kedepan. Ini terlalu menyedihkan.

Itu adalah alasan muka cemberutku waktu upacara penerimaan murid baru. Semua orang di dalam aula besar tiada guna berparas ‘memulai perjalanan baru’ pada muka mereka. Kau tahu lah, paras unik: penuh harapan, namun juga penuh ketakpastian yang setiap murid baru kenakan saat mereka masuk ke sekolah baru. Untukku, tidak begitu -- banyak teman sekelas dari SMPku dulu yang juga masuk sekolah ini. Singkatnya, beberapa temanku juga ada di sini. Jadinya, aku tak terlihat secemas - atau segembira - orang lain.

Laki-laki pakai jas blazer, dan perempuannya pakai seragam sailor. Wow, kombinasi yang lumayan aneh ya. Kali si kepala sekolah yang lagi ngasih ceramah monoton punya semacam fetish sama seragam sailor. Saat aku berpikir hal tiada guna ini, upacara bodoh ini akhirnya selesai. Aku, bersama teman-teman tak-begitu-menyambut sekelas yang baru, masuk ke ruang kelas 1-5.

Guru wali kelas kami, Okabe-sensei, dengan senyuman berlatih-selama-satu-jam-di-depan-cermin dia, berjalan ke depan kelas dan memperkenalkan diri. Pertama-tama dia berkata bahwa dia adalah guru olahraga, dan pelatih tim handball. Terus, dia lanjut ke hari-hari silam, seperti bagaimana, dulu ketika dia masih mahasiswa, dia pernah main handball di sebuah tim, bahkan memenangkan kejuaraan, dan bagaimana sekolah ini kurang sekali pemain handball, jadi siapapun yang masuk tim akan langsung jadi regular. Dan lalu, dia melanjutkan tentang bagaimana handball itu olahraga yang paling menarik di dunia, dan seterusnya dan sebagainya, sebagainya, sebagainya. Tepat ketika aku berpikir dia takkan pernah berhenti, tiba-tiba dia berseru:

“Sekarang, kenapa kalian ga ngenalin diri satu-satu?”

Hal semacam ini memang sudah diduga, jadi aku tidak benar-benar kaget.

Satu demi satu, anak-anak yang ada di sebelah kiri kelas mulai memperkenalkan diri mereka. Mereka mengacungkan tangan, lalu mengumumkan nama, asal sekolah mereka, dan hal sepele lainnya, seperti hobi atau makanan favorit. Sebagian bergumam melewatinya, beberapa memperkenalkan diri dengan menarik, sementara beberapa mencoba menceritakan lelucon garing yang menurunkan suasana ruangan. Saat orang lain memperkenalkan diri mereka, giliranku makin mendekat. Aku mulai gugup! Pastinya kau tahu bagaimana perasaanku waktu itu, kan?

Setelah aku berhasil menyelesaikan perkenalan yang kupikir baik-baik, yang pendek tidak gagap sebaik-baiknya yang kubisa, aku duduk, merasa lega setelah selesai melakukan sesuatu yang tak menyenangkan tapi tak terelakkan. Orang di belakangku berdiri untuk gilirannya dan -- ah, mungkin aku takkan pernah lupa seumur hidupku -- mengucapkan kata-kata yang akan jadi legenda.

“Namaku Suzumiya Haruhi, aku lulus dari SMP East.”

Sampai sini perkenalannya masih normal, jadi aku pun tak perlu repot menengok ke belakang untuk melihat. Aku hanya menatap ke depan dan mendengar suara renyahnya.

“Aku ga ada minat sama orang biasa. Kalau diantara kalian ada alien, penjelajah waktu, slider, atau esper, silakan, temui saya! Itu aja.”

Mendengar hal tersebut, aku tak bisa tidak menengok.

Dia memiliki rambut hitam panjang. Wajahnya yang manis dipenuhi dengan rupa berani dan menantang saat seluruh kelas menatapnya. Kesungguhan dan ketetapan hatinya bersinar melalui mata berkilaunya dan alis matanya yang panjang. Bibir tipisnya tertutup rapat. Inilah kesan pertamaku dari gadis ini.

Aku masih ingat sebagaimana berkilaunya leher putihnya -- berdiri disana adalah kecantikan yang menakjubkan.

Haruhi, dengan mata provokatifnya, pelan-pelan mengamati kelas, berhenti untuk untuk memelototiku (mulutku terbuka lebar), dan lalu duduk tanpa banyak tersenyum.

Tadi itu ngelucu ya?

Ketika itu aku yakin di pikiran semua orang dipenuhi dengan tanda tanya, dan semuanya bingung apa seharusnya reaksi mereka. “Gue harus ketawa?” tiada yang tahu.

Nah, dilihat dari kesimpulannya, itu bukan lelucon ataupun bahan tertawaan, karena Haruhi tak pernah berkata semacam itu.

Dia selalu serius.

Ini berdasarkan pengalaman masa laluku -- jadi tak bisa salah.

Setelah sunyi gaib melayang ke sekeliling ruang kelas selama sekitar tigapuluhan detik, guru wali kelas, dengan ragu-ragu, mengisyaratkan murid selanjutnya untuk melanjutkan, dan suasana tegang terangkat.


Begitulah cara kami bertemu pertama kali satu sama lain.

Dengan khidmat kubersumpah -- aku pengin sekali percaya kalau ini itu hanya kebetulan.



Setelah menarik perhatian semua orang di hari pertama, Haruhi kembali jadi gadis SMA lugu.

Ini adalah tenang sebelum badai! Aku akhirnya mengetahui semua itu sekarang.

Omong-omong, semua murid di sekolah ini datang dari salah satu dari keempat SMP di kota ini -- orang-orang dengan nilai ujian biasa-biasa saja. Termasuk, tentu saja, SMP East; Oleh karena itu, seharusnya ada murid yang lulus bareng Haruhi yang tahu arti kebisuan Haruhi. Tapi sayangnya, aku tak kenal seorang pun murid lulusan SMP East; Makanya, tak ada seorang pun yang bisa menjelaskan padaku seberapa seriusnya situasi ini. Akibatnya, beberapa hari setelah perkenalan yang konyol itu, aku melakukan sesuatu hal yang sangat bodoh – aku mencoba mengajaknya bicara sebelum pelajaran dimulai!

Domino ketidakberuntunganku sudah mulai berjatuhan, dan akulah orang yang mendorong blok pertama.

Jadi begini, ketika Haruhi duduk diam di kursinya, dia terlihat seperti gadis manis yang normal. Lagipula, aku memang seharusnya duduk di depannya, dan kupikir sekalian juga supaya bisa dekat dengannya. Aku benar-benar berpikir ini akan berhasil. Naif sekali aku. Seseorang, tolong dong, pukulin daku biar sadar.

Tentu saja, aku memulai percakapannya dengan insiden waktu itu.

“Hei!”

Kuputar kepalaku ke belakang, dengan senyuman santai di wajahku.

“Hal yang kamu sebutin pas perkenalan itu, semuanya serius tuh?”

Dengan tangan terlipat di dadanya, bibir tertutup rapat, Suzumiya Haruhi mempertahankan postur tak ramahnya, lalu menatap langsung ke mataku.

“Hal macam apa?”

“Hal soal alien dan semua itu lho.”

“Apa kamu alien?”

Dia terlihat serius.

“...bukan, tapi -”

“Kalo kamu bukan, terus, kamu mau apa?”

“...Engga, engga apa-apa.”

“Kalau gitu, jangan ngomong denganku. Kamu buang-buang waktuku aja”

Pandangannya dingin sekali hingga kudapati diriku menggagapkan ”maaf” sebagai balasannya, bahkan sebelum aku menyadarinya. Suzumiya Haruhi lalu melepaskan tatapannya dariku dengan penuh kehinaan, dan mulai menyerngit ke papan tulis.

Tadinya aku mau balas bicara satu atau dua kalimat, tapi aku tak bisa berpikir apapun yang baik untuk diucapkan. Untunglah, pada saat itu, guru wali kelas datang ke ruang kelas, dan aku diselamatkan.

Bingung, kuputar kepalaku kembali ke mejaku. Lalu aku sadar ada beberapa teman sekelas sedang melihatku dengan paras tertarik pada wajah mereka. Setelah aku balik memandang mereka, bagaimanapun juga, aku menyadari kalau mereka punya ekspresi yang sama pada wajah mereka seolah-olah mereka mau bilang, "engga heran". Beberapa dari mereka bahkan menganggukan kepala merasa simpati.

Entah bagaimana aku merasa terganggu! Tapi kemudian, aku jadi tahu bahwa mereka semua itu lulusan SMP East.



Mengingat kontak pertamaku dengan Haruhi berakhir buruk tiada hasil, kusadari aku harus jaga jarak dengannya sementara ini, demi keselamatan. Dengan pikiran seperti itu, satu minggu pun berlalu.

Tapi tetap saja, selalu saja ada orang-orang naif yang ingin mengobrol dengan Suzumiya Haruhi, yang selalu mengerutkan alisnya dan mengerucutkan bibirnya.

Kebanyakan dari mereka itu cewek-cewek rewel yang hanya ingin membantu teman perempuan sekelas yang kesepian. Ini hal yang baik, tapi, paling tidak mereka seharusnya memgecek target mereka dulu sebelumnya!

“Hai, kamu nonton sinetron ga semalem? Yang jam 9 itu lho.”

“Engga.”

“Eh, kenapa engga?”

“Sapa peduli.”

“Kamu harus nonton deh. Nonton dari tengah-tengah juga, ga bakalan jadi pusing. Perlu kuceritain cerita sebelum-sebelumnya?”

“Sekarang, pergi sana. Kamu ngeganggu!”

Yah, begitulah kejadiannya.

Kasar dan tak berekspresi. Dia bisa saja memperlihatkan mereka satu ons tata krama! Ini hanya akan membuat si korban percaya bahwa dia melakukan kesalahan. Pada akhirnya mereka tak punya pilihan selain berkata, “Gitu yah... kalau gitu, aku...”, dan bertanya pada dirinya sendiri, “Apa aku salah omong ya?”, sebelum merengek pergi.

Ga usah sedih gitu; kamu ga ngelakuin kesalahan. Masalahnya ada pada otak Suzumiya Haruhi, bukan kamu.



Walau aku tak keberatan makan sendirian, aku tak ingin orang lain berpikir aku ini penyendiri sementara yang lain asik makan siang bersama teman mereka. Itulah kenapa aku makan siang bersama Kunikida, teman satu SMPku dulu dan cowok bernama Taniguchi dari SMP East, yang bangkunya dekat denganku.

Dan akhirnya, kebetulan kami bergosip soal Haruhi.

“Loe nyoba ngobrol ama Suzumiya, kan?” tanya Taniguchi tiba-tiba. Aku mengangguk.

“Dan, terus, dia ngomong soal hal-hal aneh dan dengan dingin ngehina elo?”

Bener banget.

Taniguchi menaruh potongan telur rebus ke dalam mulutnya, mengunyah, lalu berkata, mulutnya penuh:

“Kalau loe tertarik sama tuh cewek, gue ga bakalan cerewet soal gitu. Yang bisa gue saranin cuman, 'Lupain aja!' Loe harusnya udah tahu sekarang -- yeah, dia itu gendeng.”

Dia menambahkan bahwa dia sekelas denganya tiga tahun berturut-turut, dia mengenalnya baik sekali. Lalu, dia mulai menceritakan anekdot tentangnya.

”Tingkah lakunya itu ga masuk diakal. Gue tadinya pikir paling engga dia bakalan berusaha ngontrol dirinya sendiri begitu masuk SMA, tapi ternyata, engga tuh. Loe denger perkenalannya, kan?”

“Maksudmu soal alien itu?”

Kunikida, yang sedang sibuk memisahkan tulang dari ikan gorengnya, menyela.

”Benar, yang itu. Bahkan pas SMP, dia selalu ngomong dan ngelakuin banyak hal aneh. Ya, gue jadi inget -- insiden vandalisasi sekolah, contohnya!”

“Apa tuh?”

“Loe tahu alat yang dipake buat ngegambar garis dengan kapur putih, kan? Apa namanya ...yah, pokoknya itu, suatu malam dia nyelinap ke sekolah, dan, dengan tuh alat, ngegambar pictogram yang besar banget di tengah-tengah lapangan atletik.”

Taniguchi mulai menyeringai -- mungkin dia lagi mengenang kejadian itu.

“Ngejutin gue banget! Gue pergi ke sekolah pagi-pagi, dan gue lihat ada lingkaran dan segitiga gede di tanah. Gue ga tahu apa tuh maksudnya, jadi gue pergi ke lantai empat biar dapet pandangan luas. Itupun ga membantu – gue masih ga tahu itu simbol apaan.”

“Ah, kayaknya saya pernah ngeliatnya. Kayaknya di koran juga ada cerita itu? Ada gambar yang diambil dari udara! Simbol itu kelihatannya kayak garis-garis Nazca yang rusak.” Kata Kunikida.

Gue ga pernah dengar yang kayak begituan.

“Iya! Gue tau! Judulnya kalo ga salah ‘Bentuk misterius di Lapangan Lari SMP’, ya? Yah, coba tebak siapa yang ngelakuinnya?”

“Jangan bilang kalo itu dia.”

“Dia sendiri ngaku kok, jadi ga salah lagi. Tentu aja, ngagetin para guru. Dia dipanggil ke kantor kepala sekolah. Semua guru ada di sana dan mereka semua menginterogasinya.”

“Terus, kenapa dia ngelakuin itu?”

“Menegetehe”, jawab Taniguchi datar, sambil berusaha menelan semulut penuh nasi.

“Gue denger dia nolak ngomong apapun. Tentu aja, pas dia melototin elo, loe cenderung nyerah sama apapun yang mau loe omongin. Beberapa bilang dia ngegambar simbol itu buat manggil UFO, yang lain bilang kalo itu tuh simbol magis dan digunain buat manggil setan, atau dia lagi nyoba ngebuka gerbang ke dunia paralel segala lah, bla-bla-bla Banyak spekulasinya, tapi selama si pelaku nolak berbicara, kita mungkin ga bakalan pernah tahu apakah rumor itu bener atau engga. Sampai hari ini, masih jadi misteri.”

Karena beberapa alasan, gambaran Haruhi, dengan rupa serius, sibuk menggambar garis di tengah-tengah lapangan sekolah di malam hari, melayang-layang di benakku. Dia pasti sebelumnya ngambil alat gambar dan bubuk kapurnya dari gudang penyimpanan; bahkan mungkin juga dia bawa lampu senter! Di bawah temaramnya lampu kuning Suzumiya Haruhi mungkin terlihat suram, kalo ga tekun... OK, ini cuman imajinasi gue aja.

Tapi, jujur aja, keliatannya Suzumiya Haruhi benar-benar mengharapkan UFO atau monster, atau bahkan gerbang dimensi, buat muncul. Dia mungkin kerja keras semalam penuh di lapangan, tapi, karena ga ada yang muncul, yang tersisa padanya hanyalah depresi, pikirku sendiri.

“Bukan cuman itu doang!”

Sekarang Taniguchi selesai makan siang, dan sedang membereskan bangkunya. Dia melanjutkan:

“Pas gue dateng ke kelas pagi-pagi dan nemuin semua meja udah dikeluarin ke koridor, dan ada gambar bintang-bintang gede di atap sekolah. Kali lain, dia keliling ga jelas ke sekitar sekolah nempelin O-fuda di mana-mana... loe tahu kan, jimat itu, kayak yang ditempelin di jidatnya vampir cina. Gue bener-bener ga ngerti dia.”

Betul, Suzumiya Haruhi sedang tidak ada di kelas saat itu, kalau tidak kami takkan mengobrol tentang ini. Tapi juga, kalaupun dia mendengar kami, dia mungkin takkan peduli. Biasanya, Suzumiya Haruhi langsung pergi keluar kelas setelah jam keempat, terus kembali tepat sebelum jam kelima. Dia tidak bawa bekal, jadi kuduga dia pergi ke kantin buat makan siang; tapi takkan makan waktu satu jam penuh buat makan siang, kan? Apalagi, tiap akhir jam pelajaran, dia menghilang. Dia pergi kemana sih ngomong-ngomong...?

“Tapi, dia tekenal banget di kalangan murid cowo!”

Taniguchi mulai lagi:

“Dia manis, atletis, dan cerdas. Walaupun dia itu aneh, kalau dia tetap tutup mulut, dia sebenarnya lumayan juga.”

“Darimana kamu dengar semua gosip ini?” tanya Kunikida, kotak bekalnya dua kali lebih penuh dari punya Taniguchi.

“Satu waktu dia nonstop gonta-ganti pacar. Dari yang gue denger, hubungan paling lama bertahan selama seminggu, yang paling sebentar cuman 5 menit setelah jadian. Sebagai tambahan, satu-satunya alasan Suzumiya mutusin pacarnya adalah ‘aku ga punya waktu buat bergaul sama manusia normal.'”

Kayaknya si Taniguchi ini ngomong dari pengalaman. Setelah sadar akan tatapanku, dia jadi sedikit gugup.

“Gue denger ini dari orang lain! Sumpah! Karena beberapa alasan, dia ga pernah nolak kalo ditembak. Pas kelas tiga, semuanya ngerti; jadi, ga ada lagi yang pengen nembak dia. Gue punya perasaan aneh kalo sejarah itu bakal terulang lagi di SMA. So, gue peringatin loe sekarang: nyerah aja lah. Nasehat ini datang dari seseorang yang dulu sekelas dengannya.”

Ngomong terserah loe lah, gue ga tertarik sama dia dengan cara gitu.

Taniguchi menaruh kotak bekal kosongnya ke dalam tas, dan tertawa tertawa sinis.

“Kalau gue harus milih, gue bakal milih dia, Asakura Ryouko.”

Taniguchi menganggukkan dagunya ke arah kumpulan cewek-cewek beberapa bangku dari sini. Di tengah-tengah grup yang sedang ngobrol, dengan senyum cerah di wajahnya, ada Asakura Ryouko.

“Berdasarkan analisis gue, dia tentunya masuk ke dalam daftar ‘Tiga Top Cewek Kelas Satu Termanis’.”

“Loe ngecek semua murid cewek kelas satu di sekolah ini?”

“Gue kelompokin dari kategori A sampai D, dan percaya ga, gue cuman ingat nama cewek-cewek A. Kita ngalamin masa SMA cuma sekali – gue pengen ngalamin dengan sebahagia mungkin.”

“Jadi Asakura Ryouko itu kategori A?” tanya Kunikida.

“Dia itu AA+! Ayolah, lihat aja wajahnya. Kepribadiannya sudah pasti nomor wahid.”

Walaupun mengabaikan komentar egois Taniguchi, Asakura Ryouko memang cewek manis yang lumayan beda jenis dengan Suzumiya Haruhi.

Pertama, dia itu sangat cantik; tambah lagi dia selalu memberi kesan peduli, seperti tersenyum. Kedua, kepribadiannya cocok dengan penjelasan Taniguchi. Hari-hari ini, tak ada lagi orang yang berani mengajak Suzumiya Haruhi bicara, kecuali Asakura Ryouko. Sebagaimana bengisnya Suzumiya Haruhi, Asakura Ryouko masih terus mencoba mengobrol dengannya dari waktu ke waktu. Dia begitu bersemangat hingga hampir berperan seperti pengawas kelas. Ketiga, dari caranya menjawab pertanyaan dari guru saja, kamu akan tahu dia itu sangat cerdas. Dia selalu menjawab benar pertanyaan-pertanyaannya -- di mata para guru mungkin dia murid teladan. Terlebih lagi, dia populer sekali dengan cewek-cewek. Sekolah baru berlangsung seminggu, tapi dia sudah berhasil di perjalanannya untuk jadi pusat murid cewek di kelas. Seolah-olah dia itu jatuh dari langit dan dilahirkan dengan daya tarik mengagumkan di dalam pikiran!

Dibandingkan dengan si Suzumiya Haruhi yang kadang-kadang cemberut, terobsesi sama fiksi ilmiah, pilihannya sudah jelas. Tetapi sekali lagi, kedua kandidat ini mungkin keduanya terlalu tinggi di atas bukit bagi pahlawan kita Taniguchi untuk dipanjat. Tak mungkin dia akan dapat salah satu dari keduanya.



Waktu itu masih bulan April, dan pada waktu itu, Suzumiya sebenarnya berprilaku cukup baik. Bagiku, ini merupakan bulan yang lumayan tenang. Paling tidak, akan ada satu bulan lagi sebelum Haruhi mulai tak terkendali.

Tapi pada saat seperti ini pun, aku sudah meneliti beberapa tingkah eksentrik Haruhi.

Kenapa bisa-bisanya aku bilang begitu?

Petunjuk #1: dia mengubah gaya rambutnya setiap hari. Lebih jauh lagi, menilai dari pengamatanku, ada semacam pola disana. Hari senin, Haruhi datang ke sekolah dengan rambutnya tergerai, tanpa diikat sama sekali. Hari selanjutnya, dia mengikat kuncir kuda. Walaupun aku benci mengakuinya, gaya rambut itu memang terlihat bagus untuknya. Lalu, dia akan mengikatnya jadi dua kuncir kuda di hari berikutnya, kemudian tiga kuncir kuda pada hari berikutnya; di hari jum’at, ada empat ikatan-pita kuncir kuda di kepalanya. Tindakannya penuh teka-teki!

Senin = 0, Selasa = 1, Rabu = 2...

Dengan bertambahnya hari di satu minggu, begitu juga jumlah kuncir kudanya; hari senin selanjutnya, seluruh proses akan dimulai lagi dari awal. Aku tak mengerti kenapa dia melakukan itu. Melanjutkan logika sebelumnya, dia seharusnya punya enam kuncir kuda di hari minggu... tiba-tiba aku ingin melihat gaya rambut hari minggunya.

Petunjuk #2: Saat pelajaran olahraga, kelas 1-5 dan 1-6 digabungkan dan belajar bersama, dengan yang cewek dipisah dari yang cowok. Ketika ganti pakaian, para cewek pergi ke ruangkelas 1-5, dan cowok ke ruangkelas 1-6; ini artinya setiap pelajaran sebelumnya berakhir, cowok-cowok dari kelas kami (1-5) akan pindah ke ruangan lain untuk ganti pakaian.

Sayangnya, Haruhi benar-benar tak mengindahkan cowok-cowok di kelas kami, dan membuka seragam sailornya sebelum kami sempat pindah kelas.

Seolah-olah, baginya, kami ini buah labu atau kantung kentang, dan dia sama sekali tak peduli. Tanpa ekspresi apa-apa, dia melempar seragamnya ke atas meja dan mulai memakai seragam olahraganya.

Pada saat itu, Asakura Ryouko mendorong para cowok yang terbelalak, terpaku, termasuk aku, keluar dari kelas.

Menurut desas-desus, para cewek, dengan Asakura ryouko sebagai pemimpinnya, mencoba membicarakan masalah ini dengan Haruhi, tapi tiada hasil. Setiap pelajaran olahraga, Haruhi mengabaikan seluruh kelas dan membuka seragamnya tanpa banyak lirak-lirik. Dan jadinya, kami para cowok diminta meninggalkan kelas di detik bel berbunyi -- atas permintaan Asakura Ryouko.

Tapi, beneran lho, Haruhi punya badan yang sangat bagus... argh, ini bukan saatnya ngomongin hal kayak gitu.

Petunjuk #3: setiap akhir pelajaran, Haruhi akan pergi AWOL. Ketika bel sekolah berbunyi, dia akan menarik tasnya lalu melesat keluar kelas. Logisnya, aku pikir dia langsung pulang ke rumah; tak pernah kepikiran olehku kalau dia berpartisipasi semua klub ekskul di sekolah. Suatu hari, kau akan melihatnya mempassing bola di Klub Basket, dan selanjutnya kau akan melihatnya menjahit sarung bantal di Klub Menjahit. Hari berikutnya, kau akan melihatnya mengayunkan tongkat di Klub Hoki. Kupikir dia juga gabung sama Klub Basket. Jadi, pada dasarnya, dia mengikuti semua klub olahraga di sekolah. Tentu saja semua klub mengincarnya untuk jadi anggota, tentu saja, tapi dia menolak semuanya. Penjelasannya adalah: ”Menjengkelkan buatku ngelakuin aktivitas klub yang sama tiap hari.” Di akhir hari, dia tidak mengikuti klub yang manapun juga.

Maunya apa sih nih anak ?

Dari hal ini saja, kabar “cewek kelas satu yang aneh” secara instan menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Dalam waktu sebulan, tak ada seorang pun yang tak mengenal siapa Suzumiya Haruhi. Percepat ke bulan Mei, orang-orang mungkin masih banyak yang belum tahu siapa kepala sekolah di sini, tapi nama Suzumiya Haruhi sudah terkenal.

Jadi, dengan segala hal yang terjadi -- dan Haruhi selalu jadi penyebabnya -- Mei telah tiba.

Walau secara pribadi aku pikir bahwa takdir itu bahkan kurang bisa dipercaya daripada monster Loch Ness, kalau takdir, di suatu tempat yang tak diketahui, aktif mempengaruhi hidup manusia, roda takdirku mungkin sudah mulai berputar. Bisa dibayangkan, di suatu gunung terpencil, mungkin ada orang tua yang sibuk menulis ulang takdirku.

Setelah liburan Golden Week berakhir, aku berjalan ke sekolah, tak yakin hari apa hari ini. Cerah tak biasanya cuaca Mei meledakkan kulitku dan membuatku mandi keringat – jalan bukit terjal pun seperti tidak berujung. Bumi ini pengen apaan sih? Apa kena demam kuning atau semacamnya gitu?

“Yo, Kyon.”

Dari belakang, seseorang menepuk pundakku. Dia adalah Taniguchi.

Jas blazernya tergantung serampangan di pundaknya, dan dasinya kusut dan menceng ke satu sisi.

“Pas hari libur Golden Week pergi kemana?”

“Gue ngajak adik gue ke rumah nenek di desa.”

“Bosen banget.”

“Oke, terus loe ndiri ke mana?”

“Kerja paruh waktu tiap hari.”

“Loe ga keliatan kayak orang macam gituan.”

“Kyon, loe ini dah SMA sekarang -- ngapain juga masih bawa-bawa adik ke rumah kakek dan nenek loe? Elo seenggaknya harus keliatan kayak murid SMA.”

Ngomong-ngomong, Kyon itu aku. Bibiku lah yang pertama memanggilku seperti itu. Beberapa tahun yang lalu, bibi lama-tak-bertemuku tiba-tiba bicara kepadaku: “Astaga, Kyon sekarang sudah besar yah!” Adikku pikir kalau itu lucu dan mulai memanggilku Kyon. Setelah itu lanjutannya adalah sejarah -- teman-temanku, mendengar adikku memanggilku Kyon, memutuskan untuk mengikutinya. Semenjak hari itu, panggilanku berubah jadi Kyon. Sialan, dulu adikku memanggilku "Onii-chan"!

“Udah jadi tradisi di keluarga gue kumpul ama saudara-saudara selama liburan Golden Week,” jawabku sambil mendaki bukit.

Sensasi berkeringat membuatku merasa tak nyaman.

Taniguchi, panjang nafasnya seperti biasa, sesumbar tentang bagaimana dia bertemu dengan banyak gadis cantik di tempat kerjanya, dan bagaimana dia berencana menggunakan uang tabungannya untuk berkencan dan semacamnya. Terus terang saja, topik seperti mimpi yang orang-orang punya, atau betapa mengagumkan atau lucunya piaraan seseorang, adalah, dalam kamusku, topik yang paling membosankan di dunia ini.

Saat aku mendengarkan jadwal kencan Taniguchi (tampaknya dia tak dihentikan oleh masalah kecil seperti bagaimana ketiadaan orang yang mau pergi dengannya), kami tiba di gerbang sekolah.


Suzumiya Haruhi sudah duduk di belakang bangkuku, melihat ke luar, ketika aku memasuki kelas. Tampak dua penjepit rambut seperti roti bundar di kepalanya; jadi hari ini hari rabu yah. Setelah duduk – karena beberapa alasan yang kutak tahu, penjelasan yang masuk akal mungkin hanyalah aku yang jadi gila - sebelum kusadari, kudapati diriku sekali lagi bicara dengan Suzumiya Haruhi.

“Loe ganti gaya rambut tiap hari gara-gara alien?”

Seperti robot, Suzumiya Haruhi pelan-pelan memutar wajahnya menghadapku, dan menatapku dengan ekspresi yang sangat serius sekali. Sangat menakutkan sekali, sebenarnya.

“Kapan kamu merhatiin?”

Nada bicaranya sangat dingin seakan-akan sedang bicara dengan batu di pinggir jalan.

Aku berhenti sebentar untuk berpikir.

“Hmmm… baru-baru ini.”

“Yang bener?”

Haruhi menyandarkan dagu pada telapak tangannya, terlihat jengkel.

“Kupikir setiap harinya ngasih image yang berbeda.”

Ini pertama kalinya kami mengobrol dengan baik dan benar!

“Buat warna: Senin warna kuning, Selasa warna merah, Rabu biru, Kamis hijau, Jum’at warna emas, Sabtu coklat, dan Minggu warna putih.”

Aku agak mengerti apa yang dia katakan.

“Jadi, berarti, kalau pake angka buat ngeganti warna, Senin itu nol dan Minggu itu enam, kan?”

“Benar.”

“Tapi, bukannya seharusnya Senin itu satu.”

“Sapa yang nanya pendapat kamu?”

“...Iyah, bener sih?”

Sepertinya tak puas dengan jawabanku, Haruhi bersungut padaku. Aku hanya duduk diam tak nyaman disana dan membiarkan waktu berlalu begitu saja.

“Apa aku pernah ngeliat kamu sebelumnya? Dulu banget?”

“Kayaknya engga.”

Setelah kujawab, Okabe-sensei masuk kelas, dan percakapan pertama kami pun berakhir.



Walaupun percakapan pertama kami tiada apa-apanya untuk ditulis di rumah, ini bisa jadi titik perubahan yang kucari-cari!

Dan lagi, satu-satunya kesempatanku mengobrol dengan Haruhi hanya waktu sebentar sebelum pelajaran pertama, karena dia tak pernah ada di tempat waktu istirahat. Tapi karena aku duduk di depannya, aku cukup yakin kesempatan mengobrol dengannnya lebih besar daripada orang lain.

Tapi hal yang paling mengejutkanku adalah Haruhi benar-benar menanggapiku dengan semestinya. Tadinya kupikir dia bakal jawab, “Dasar bego, diam kau! Peduli amat!” Kukira aku sama anehnya sama dia, karena benar-benar punya keberanian berbicara dengannya.

Karena itu, waktu aku datang ke sekolah hari esoknya dan menemukan bahwa, daripada mengikat rambutnya jadi tiga kuncir kuda, Haruhi telah memotong pendek rambut panjang dan semampainya, aku merasa agak depresi.

Rambut sepinggang telah dipendekkan jadi potongan sebahu. Maksudku, walaupun gaya rambut itu memang terlihat cocok dengannya, dia memotongnya sehari setelah aku mengobrol tentang rambutnya! Jelas-jelas disengaja, kan?

Waktu kubilang ke Haruhi tentang itu -

“Engga juga.”

Dia menjawab dengan nada bicara jengkel khasnya, tapi tak menunjukkan semacam ekspresi spesial. Dia takkan memberitahuku alasannya.

Tapi aku sudah menduganya, jadi tak apa-apa.



“Loe beneran nyobain ikutan semua klub?”

Dari hari itu seterusnya, berbicara dengannya sebentar sebelum pelajaran pertama jadi rutinitas sehari-hari. Tentu saja, kalau aku tak mencoba mengawalinya, Haruhi takkan bereaksi. Satu hal lagi, kalau aku bicara soal bagaimana acara TV semalam, atau bagaimana cuaca hari ini, dll -- yang dia anggap sebagai “topik idiot” -- dia hanya akan mengabaikanku. Tahu begitu, aku hati-hati memilih topik pembicaraan kapanpun aku mengobrol dengannya.

Dia memalingkan mukanya jengkel, mengakhiri percakapan hari ini.

“Ada klub yang lebih asik ga daripada yang lain? Gue ndiri pengen ikutan juga.”

“Ga ada.” Haruhi menjawab datar. “Sama sekali ga ada.”

Dia menegaskannya lagi, lalu perlahan menghembuskan nafas. Dia menghela nafas tadi?

“Kupikir SMA bakal dikit lebih baik. Ternyata, sama aja kayak pendidikan wajib. Ga ada perubahan sama sekali. Kayaknya aku salah masuk SMA.”

Mbak, kriteria sekolah apakah yang anda gunakan ketika anda memutuskan sekolah mana untuk kau hadiri?

“Klub olahraga dan klub kebudayaan sama saja. Kalo aja ada beberapa klub unik di sekolah...”

“Yah, elo punya hak apa mutusin suatu klub itu normal apa engga?”

“Berisik. Kalau aku suka sebuah klub, jadi itu klub unik; kalo engga, biasa aja.”

“Iya gitu? Udah gue duga loe bakal ngomong gitu.”

“Huh!”

Dia memalingkan mukanya jengkel, mengakhiri percakapan hari ini.



Di hari yang lain:

“Gue denger-denger kemaren... ga terlalu penting sih... beneran loe mutusin semua pacar loe?”

“Kenapa aku harus dengar ini dari kamu lagi sih?”

Dia menyibakkan rambutnya keluar dari bahunya, lalu menatapku dengan mata hitam bercahayanya. Ampun deh, daripada ga berekspresi, ekspresi marah ini kayaknya lebih sering keliatan.

“Apa si Taniguchi yang cerita? Ampun deh, aku ga percaya sekelas ama si idiot itu lagi bahkan setelah aku lulus SMP. Dia bukan semacem penguntit psycho, kan?”

“Kayaknya engga,” pikirku.

“Aku ga tau kamu denger apa, tapi ga masalah. Lagian sebagian besar emang benar.”

“Bukannya ada orang di luar sana yang pengen kamu pacarin serius?”

“Ga ada satupun!”

Penolakan total kayaknya jadi mottonya.

“Semuanya goblok. Pokoknya aku ga bisa pacaran serius sama mereka. Tiap orang mesti ngajakkin ketemuan di stasiun kereta pas hari sabtu, trus pasti pergi nonton, ke taman hiburan, atau ke tempat game. Pertama kalinya makan bareng mesti makan siang kencan, terus buru-buru ke kafe buat minum teh. Sore hari, mereka pasti bakal ngomong ‘Sampai besok!’”

“Gue pikir itu ga salah!” pikirku pribadi, tapi aku tak berani bilang keras-keras. Kalau Haruhi bilang itu jelek, maka, pasti jelek buat dia.

“Terus, tanpa gagal, mereka bakalan nembak lewat telepon. Apa-apaan tuh! Ini subjek serius, paling engga bilang langsung hadap-hadapan!!”

Aku bisa bersimpati sama mereka. Bikin pengakuan penting -- buat mereka, paling tidak -- seperti itu ke seseorang yang melihatmu seakan-akan kamu itu cacing mungkin membuat siapapun merasa gelisah. Mereka hilang keberanian pas ngeliat ekspresi loe! Aku membayangkan apa yang mereka pikirkan saat aku merespon Haruhi.

“Hmm, loe bener. Kalo gue sih bakal ngajak tuh cewek keluar dan ngomong langsung ke dianya.”

“Siapa yang peduli sama kamu!”

Apa yang... Apa gue salah ngomong lagi?

“Masalahnya, apa semua cowok di dunia itu mahluk bego? Aku keganggu terus sama pertanyaan ini dari SMP.”

Sekarang ga makin baik, kan!

“Terus, cowok macam apa yang loe anggep ‘menarik’? Apa emang harus alien?”

“Mau alien kek ato yang semacem itu kek yang penting ga normal. Bisa cowok bisa cewek.”

“Napa sih loe nuntut banget sama yang selain meanusia?”

Waktu aku mengoceh tentang itu Haruhi melihat remeh padaku.

“Abisnya manusia itu sama sekali ga asik!”

“Itu... mungkin loe bener.”

Bahkan aku pun tak bisa membantah pemikiran Haruhi; kalo emang murid pindahan yang manis ini setengah-manusia setengah-alien, bahkan gue sendiri pun bakalan nganggap itu keren. Kalo Taniguchi, yang lagi duduk di dekat gue mata-matain Haruhi dan gue, ternyata seorang detektif dari masa depan, bakalan lebih keren lagi. Kalau Asakura Ryouko, yang, entah napa, selalu senyam-senyum ke gue, punya semacam kekuatan supranatural, maka kehidupan sekolah gue bakalan seasik yang bisa didapetin.

Tapi ga satupun yang mungkin – ga ada alien, pejelajah waktu, ato kekuatan supranatural eksis di dunia ini. Oke, misalnya aja ada. Mereka ga bakalan muncul gitu aja ke depan rakyat rendahan macam kita dan ngomong, “Halo, aku sebenarnya alien lho.”

“MAKANYA!”

Haruhi tiba-tiba berdiri dan menjatuhkan kursinya ke belakang, mengakibatkan semua orang menoleh dan melihatnya.

“MAKANYA AKU BERUSAHA SEKUAT TENAGA!!”

“Maaf saya terlambat!”

Okabe-Sensei yang selalu optimis, yang lumayan kehabisan nafas, buru-buru masuk ke kelas. Ketika dia melihat seluruh kelas sedang melihat Haruhi yang sedang berdiri tegak, dia mengepalkan tangan, matanya menatap langit-langit, dia jadi sama terkejutnya dan hanya berdiri disana.

“Mmm… Pelajaran pertama akan segera dimulai!”

Haruhi langsung duduk lalu memelototi sudut mejanya. Phiuh!

Aku berbalik; seluruh kelas mengikuti dan memutar kepala mereka juga. Lalu Okabe-sensei, terang sekali kebingungan karena kericuhan itu, terhuyung-huyung ke panggung kelas dan mengeluarkan batuk pelan.

“Saya minta maaf karen telat. Eh... kalau gitu, kita mulai saja!”

Dia mengulangi dirinya lagi, dan suasana kelas akhirnya kembali normal -- walaupun suasana macam ini sangat dibenci Haruhi!

Mungkinkah hidup memang seperti itu?



Tapi jujur saja, jauh di lubuk hatiku, aku sangat iri dengan sikap Haruhi terhadap kehidupan.

Dia masih yakin bahwa dia akan bertemu seseorang dari dunia supernatural, keyakinan yang kutinggalkan lama sekali, dia antusias sekali berusaha meraih mimpinya. Kalau hanya duduk-duduk menunggu takkan menghasilkan apa-apa, itulah kita semua! Inilah kenapa Haruhi melakukan sesuatu seperti menggambar garis putih di lapangan sekolah, menggambar simbol di atap sekolah, menempel kertas jimat terkutuk dimana-mana.

Hah!

Aku tak tahu kapan waktu Haruhi mulai melakukan hal-hal aneh yang membuat orang salah mengira kalau dia itu okultis. Menunggu tiada hasilnya, jadi, kenapa engga ngelakuin upacara aneh buat manggil mereka? Pada akhirnya, bagaimanapun juga, tiada yang terjadi. Mungkin itu alasannya kenapa Haruhi selalu memakai paras "seluruh-dunia-sialan" di mukanya...?

“Hei, Kyon.”

Setelah kelas berakhir, Taniguchi, dengan wajah kebingungan, mencoba memojokkanku. Taniguchi, loe bener-bener kayak orang bego tau ga dengan wajah kayak gitu!

“Berisik! Gue gak peduli loe ngomong apa. Ngomong-ngomong pelet apa yang loe gunain?”

“Pelet apaan?”

Setiap teknologi terdepan tiada bedanya dengan sihir! Aku jadi ingat kutipan ini saat bertanya balik kepadanya. Dia lalu menunjukkan jarinya pada bangku kosong Haruhi.

“Ini pertama kalinya gue liat Suzumiya ngobrol ma orang lama banget! Loe berdua ngomong apaan aja sih?”

Itu, ah, apa yang kita omongin ya? Gue cuman nanya pertanyaan yang biasa-biasa aja, itu aja.

“Ini fenomena!”

Dengan sinis Taniguchi memakai ekspresi terkagum-kagum. Lalu, Kunikida muncul dari belakang Taniguchi.

“Emang Kyon itu suka sama cewek-cewek aneh.”

Woi, jangan ngomong yang bisa bikin orang salah paham dong.

“Ga masalah kalo Kyon itu suka ama cewek-cewek aneh. Yang gue ga ngerti itu, kenapa si Suzumiya mau ngomong sama loe? Gue sama sekali ga ngerti.”

“Mungkin Kyon sama anehnya sama dia?”

“Mungkin. Maksud gue, loe ga bisa ngarepin orang dengan panggilan kayak Kyon itu orang normal.”

Berhenti manggil gue Kyon, Kyon, Kyon! Daripada dipanggil dengan panggilan bodoh itu, mendingan panggil nama asli gue! Paling engga, gue pengen denger adik gue ndiri manggil gue “Onii-chan”!

“Saya juga kepengin tahu.”

Suara riang seorang gadis muncul entah darimana. Kuangkat kepalaku, dan, tentu saja, melihat wajah tersenyum lugu Asakura Ryoko.

“Saya nyoba ngomong sama Suzumiya-san udah beberapa kali, tapi sama sekali ga bisa. Bisa ajarin saya gimana caranya bicara sama dia?”

Aku bertingkah seolah-olah sedang berpikir tentang hal ini sebentar, tapi sebenarnya, aku sama sekali tak sedang berpikir.

“Entahlah.”

Mendengar hal ini, Asakura tersenyum.

“Saya lega banget sekarang. Dia ga bisa terus-terusan terisolasi dari teman sekelasnya kayak gitu, jadi baguslah kamu jadi temannya.”

Asakura Ryouko peduli dengannya seperti seorang pengawas kelas, yah, dia memang pengawas kelas. Dia terpilih jadi pengawas kelas saat sesi pelajaran pertama lama kami yang terakhir.

“Teman, ya?”

Aku menggelengkan kepala tak yakin. Emang bener kayak gitu ya? Tapi satu-satunya ekspresi yang Haruhi tunjukin ke aku kapanpun aku ngomong sama dia hanya wajah bersungutnya itu!

“Kamu harus terus nolong Suzumiya-san biar dia bisa rukun sama semuanya. Kita toh satu kelas, jadi kami mengandalkanmu”

Hah. Kalaupun kamu ngomong begitu, aku ga tahu apa yang harus kulakukan!

“Jika ada sesuatu yang perlu kusampaikan ke Suzumiya-san, saya hanya tinggal minta kamu nyampein pesannya ke dia!”

Engga, tunggu! Aku kan bukan juru bicaranya!

“Plis?” pintanya tulus, sambil mengatupkan kedua telapak tangannya.

Berhadapan dengan permintaannya, aku hanya bisa memberi respon tak jelas seperti “erm” dan “ahh...”. Asakura anggap itu sebagai "oke", memberi senyuman seperti tulip kuningnya, dan lalu kembali ke cewek-cewek lainnya. Setelah melihat kalau cewek-cewek lain sedang melihatku, rasanya jantungku telah jatuh kedasar lembah.

“Kyon, kita sahabat, kan..?” tanya Taniguchi, menatapku curiga.

“Apa yang terjadi sih disini?”

Bahkan Kunikida, dengan mata tertutup dan kedua tangan bersilang di dada, pun mengangguk.

Ya Tuhan! Kok bisa gue dikelilingin orang-orang idiot ini?


Tampaknya seseorang memutuskan bahwa semua di kelas perlu tukaran bangku tiap bulan. Karena itu, sang pengawas kelas, Asakura, menulis semua nomor bangku di secarik kertas kecil, menaruhnya ke dalam kaleng Hatosabure, dan kami semua menarik darinya. Pada akhirnya, aku dapat tempat duduk di baris kedua dari belakang sebelah jendela yang menghadap lapangan. Tebak siapa yang duduk tepat dibelakangku? Benar sekali, si selalu bersungut Haruhi!

“Kenapa hal menarik itu blom kejadian juga sih?! Kayak anak-anak SD menghilang satu persatu, atau beberapa guru terbunuh di ruang kelas yang terkunci?”

“Jangan ngomong yang serem-serem ah!”

“Aku gabung Kelompok Riset Misteri.”

“Oh? Terus gimana?”

“Bloon banget. Ga ada yang menarik terjadi! Apalagi, semua anggota klubnya pencinta novel detektif, tapi ga ada satupun yang mirip detektif!”

“Bukannya itu normal?”

“Aku sebenarnya berharap sama Kelompok Riset Supranatural.”

“Yang bener?”

“Tapi, ternyata mereka semua cuman sekumpulan maniak okultisme. Itu kedengerannya asik ga menurutmu?”

“Ga juga sih.”

“Ah, men, bosen banget! Napa sih sekolah ini ga punya klub menarik yang bener?”

“Yah, ga banyak yang bisa loe lakuin soal itu.”

“Kupikir setelah lulus trus masuk SMA aku bakalan nemuin klub mantep! Ha~h, ini kayak nyoba ikut Liga Utama Baseball dan terus nemu kalo di sekolah yang loe datengin bahkan ga punya tim Baseballnya.”

Haruhi terlihat seperti semacam banshee yang siap pergi ke ribuan biara Buddha untuk memberi beberapa kutukan. Dia tatap langit dengan hina dan menghembuskan desahan besar.

Haruskah gue kasihani dia?

Aku tak tahu klub macam apa yang Haruhi suka. Mungkin bahkan dia sendiri pun tak tahu jawabannya. Dia hanya ingin “melakukan hal yang menarik.” "Sesuatu yang menarik" itu apa? Apa itu termasuk memecahkan misteri pembunuhan? Mencari UFO? Atau pengusiran setan? Kupikir dia juga tak tahu.

“Menurut gue ga bisa apa-apa kalo emang ga ada.”

Kuputuskan untuk mengekspresikan pendapatku.

“Menilai dari hasilnya, manusia biasanya puas dengan keadaan mereka sekarang. Mereka yang tidak, tapinya, bakalan nyoba menciptakan atau menemukan sesuatu buat memajukan peradaban. Ada orang pengen terbang, jadi dia menciptakan pesawat. Ada orang pengen berpergian dengan gampang, maka dibuatlah mobil dan kereta. Tapi hal tersebut hanya dibuat oleh orang-orang yang punya bakat spesial. Hanya orang jenius yang bisa ngubah khayalan jadi kenyataan. Orang biasa kayak kita sebaiknya menjalani hidup kita sepenuhnya. Kita seharusnya ga boleh terlalu impulsif cuman karena kita ngerasa kayak petualang.”

“Berisik.”

Haruhi memotong begitu saja ceramahku yang agak bermutu itu, atau setidaknya begitulah yang tadinya kupikir, dan memalingkan kepalanya ke arah lain. Kayaknya sekarang dia lagi murung banget. Tapi sekali lagi, kapan sih dia engga gitu? Gue udah terbiasa kok.

Cewek ini mungkin tak peduli dengan apapun -- kecuali yang berhubungan dengan kekuatan supranatural yang melewati batas kenyataan. Dunia ini ga punya yang kayak gitu, tapinya. Ga ada, beneran.

Panjang umur Hukum-Hukum Fisika! Berkat kamu, kita para manusia bisa hidup dengan damai. Walau Haruhi mungkin jijik sama hal beginian.

Aku normal, kan?


Sesuatu pasti telah memicunya.

Mungkin karena percakapan diatas?

Karena aku sama sekali tak pernah menduganya!


Sinar hangat matahari membuat semua orang di kelas mengantuk. Tepat ketika aku terkantuk-kantuk dan mulai tertidur, tenaga hebat tiba-tiba terkerahkan sendiri dari kerah bajuku dan menarikku ke belakang. Karena tenaganya kuat sekali, kepalaku sampai terbentur ujung bangku belakangku. Air mata keluar seketika dari mataku.

“Loe ngapain sih!?”

Kuputar kepalaku marah dan melihat Haruhi, yang satu tangannya masih menarik kerahku, tersenyum lebar secerah matahari tropis -- sumpah, ini pertama kalinya aku melihat senyumnya! Kalau senyuman bisa diukur dengan suhu, mungkin senyuman dia sama panasnya dengan hutan hujan tropis.

“Aku ngerti!”

Woi, jangan muncratin ludah loe dong!

“Kenapa sebelumnya ga kepikiran ya?”

Mata Haruhi bersinar seterang bintang Alpha Albireo. Dia menatapku tajam. Dengan segan kubertanya:

“Emang apa yang baru kepikiran?”

“Kalo ga ada, ya kubikin sendiri aja!”

“Bikin apaan?”

“Bikin KLUB!”

Kepalaku tiba-tiba sakit, dan kukira tak ada hubungannya dengan kepalaku yang kebentur meja barusan.

“Beneran? Ide yang sungguh cemerlang. Bisa lepasin gue sekarang?”

“Sikap apaan tuh? Loe harusnya lebih senang!”

“Soal ide loe tadi, kita omongin ntar. Sekarang ini, gue pengen loe mempertimbangkan dimana kita sekarang. BARU loe bisa bagi-bagi suka-cita elo itu sama gue. Tapi pertama-tama, tenang dulu, okey?”

“Maksudnya apa?”

“Pelajaran masih berlangsung.”

Haruhi akhirnya melepas kerahku. Aku mengusap belakang kepalaku yang mulai mati rasa dan perlahan berputar kembali. Aku perhatikan seluruh kelas tampak total terkagum-kagum. Guru bahasa Inggris pemula yang beru lulus, dengan kapur di tangannya, menatapku dan kelihatannya seperti akan menangis.

Kuberi isyarat pada Haruhi untuk segera duduk dan mengangkat bahu pada guru malang itu.

"Silahkan, lanjutkan pelajarannya, Bu."

Kudengar Haruhi bergerutu tentang sesuatu sebelum dia duduk dengan segan. Guru lalu lanjut menulis pada papan tulis...

Bikin klub baru, ya?

Hmmmm...

Jangan-jangan gue disuruh kerjasama lagi.

Cerebrumku yang sakit hanya mulai menambah kekhawatiranku saja.


Back to Prolog Return to Halaman Utama Forward to Bab 2