Tate no Yuusha Indo:Jilid 5 LN

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ilustrasi Novel[edit]

Prolog - Peningkatan kelas[edit]

Penerjemah : Dark Soul

Aku sedang berdiri di aula utama Gereja besar yang menjadi pusat dari alun-alun kota di Melromarc. Jam pasir naga yang sangat besar berdiri di tengah aula, sebuah eksistensi yang kuat.

“Setiap kali aku datang ke sini aku tetap saja merasakan hal yang sama. benda itu tampak gak menyenangkan bukannya suci ”

"Aku merasakan hal yang sama, Tuan Naofumi."

“Pasir merahnya sangat indahhhhhhhh!”

Namaku Naofumi Iwatani.

Di dunia asalku, aku adalah seorang mahasiswa otaku biasa di Jepang.

Aku karena suatu ketidaksengajaan sampai disini. Aku sedang menghabiskan waktu di perpustakaan umum ketika aku menemukan sebuah buku tua berjudul The Record of Four Holy Weapon. Aku mulai membolak-balikkan halamannya dan aku tiba-tiba pingsan, dan bangun lagi di dunia yang sama persis dengan yang diceritakan oleh buku itu. Aku dipanggil sebagai Pahlawan Perisai.

Rupanya seluruh dunia sedang terancaman oleh sesuatu yang disebut gelombang kehancuran.

Saat aku mengetahui apa maksudnya. Ada gelombang tertentu yang muncul pada waktu tertentu. Ketika gelombang muncul, kawanan besar monster muncul dan menyerang siapa pun yang kebetulan tinggal di dekatnya.

Orang-orang dari dunia baru ini telah memanggilku dari dunia asalku untuk membantu mereka melawan gelombang tersebut.

Ketika aku pertama kali tiba disini, aku sangat bersemangat — apa yang lebih menarik dari berpetualang di dunia baru? Lalu aku bertemu wanita itu .... bahkan sekarang, sebagian besar penduduk tidak mempercayaiku dan membenciku. Semuanya karena wanita itu, yang sekarang secara resmi dikenal sebagai Lonte. Dia sudah menuduhku atas tuduhan pemerkosaan, berbohong tentang diriku, dan menghancurkan reputasiku.

Itu semua bohong, tapi aku diusir dari kerajaan dan berada di dunia ini sendirian. Reputasiku yang hancur sama saja memastikan bahwa aku tidak akan pernah menemukan petualang lain untuk menjelajahi dunia ini bersamaku.

Nah, itulah yang aku pikirkan saat itu. Rupanya aku salah.

Pada akhirnya, dan akan kujelaskan semuanya nanti, aku malah ketinggalan level dari ketiga Pahlawan lainnya yang sama-sama dipanggil denganku. Mereka mempunyai awal yang bagus untuk menaikkan level mereka.

Jadi bukan hanya aku tidak mendapatkan bantuan apa pun — aku juga dipaksa bertarung melawan gelombang.

Aku melakukan apa yang aku bisa untuk menaikkan level, dan untuk sementara waktu, aku berhasil bertahan hidup.

Akhirnya, aku mampu mengalahkan beberapa musuh yang gagal dikalahkan para pahlawan lainnya, tetapi ketika aku berpikir semuanya sudah membaik, aku dituduh melakukan kejahatan yang bahkan lebih buruk.

Negeri yang memanggilku bernama Melromarc. Itu adalah negeri bersupremasi manusia dan diperintah oleh seorang ratu.

Rupanya keluarga kerajaannya matrilineal, dan tahta diwariskan turun temurun kepada pihak wanita di keluarga Kerajaan.

Sang putri pewaris bernama Melty — dan mereka menuduhku sudah menculiknya.

Melty adalah adik perempuan Lonte. Dia ... orang yang ambisius, atau begitulah.

Ibunya mempercayai Melty lebih dari Lonte, sehingga dia menunjuk Melty sebagai pewaris utama tahta.

Aku segera menyadari bahwa hanya ada satu cara untuk membersihkan diriku dari tuduhan yang ditujukan kepadaku — aku harus mencari tau dimana Ratu berada dan menemuinya.

Pada akhirnya, aku berhasil menemui ratu dan membersihkan namaku.

Setelah semuanya dibeberkan dihadapan publik, ketahuan sudah bahwa pelaku sebenarnya di balik semua penderitaan yang telah menimpaku adalah Gereja Nasional di Melromarc — Gereja Tiga Pahlawan.

Inti dari dogma mereka adalah bahwa ada empat senjata yang mewakili pahlawan masing-masing. Dari keempat senjata itu, tiga di antaranya layak disembah, sementara yang satunya layak dicerca.

Kau mungkin sudah bisa menebaknya, tetapi pahlawan yang layak untuk dicerca adalah Pahlawan Perisai – aku.

Jadi asal dari penganiayaan terhadap diriku adalah agama Nasional, dan soal aku memperkosa orang lain atau tidak, bukanlah masalah sebenarnya.

Alasan dari semua hal ini berasal dari negeri tetangga, negeri dimana demi-human berkuasa. Melromarc berkali-kali berperang dengan mereka selama beberapa generasi.

Demi-human pada dasarnya sama seperti manusia, kecuali, mereka semua memiliki suatu ciri khas yang sama dengan hewan. Jadi mereka mempunyai rupa dan berperilaku sama seperti manusia, mereka terkadang memiliki telinga atau ekor hewan.

Pada awalnya, aku tidak begitu yakin apa hubungannya denganku, tapi sepertinya demi-human memuja sang pahlawan Perisai.

Jadi, penduduk Melromarc, serta rajanya, mengangkat senjata melawanku karena dogma agama.

Bahkan sekarang aku masih merasa kesal hanya dengan memikirkannya.

Repotnya — ada seseorang yang melatar belakangi seluruh konspirasi demi menghancurkan hidupku. Dia adalah Pendeta Agung dari Gereja Tiga Pahlawan. Alhasil, kami berhadapan langsung dan bertempur melawannya. Aku menang, dan semua hal itu merupakan ringkasan cerita penyiksaanku.

Namun di tengah pertempuran kami, aku harus memanggil perisai terkutuk untuk mengalahkan Pendeta Agung. Perisainya disebut Shield of Wrath, dan aku menggunakan skill terkuatnya, “Blood Sacrifice”.

Itu adalah skill rumit yang memberiku damage sebesar yang kuberikan kepada musuhku. Pada akhirnya aku dapat mengalahkannya, tetapi aku terkena efek sampingnya - skill itu melemahkan statistikku, melumpuhkanku dan mengutukku.

Namun demikian, aku, mampu membuktikan ketidakbersalahanku. Aku disejajarkan dengan pahlawan-pahlawan lainnya. Dan Ratu telah memutuskan untuk menjadikan agama resmi Melromarc sebagai Gereja Empat Pahlawan.

"Sepertinya kau hanya menggunakan bakatmu untuk membuat Tuan Iwatani menderita."

"Ya, itu benar."

Ratu Melromarc menyatakan bahwa Raja yang menggantikannya akan secara resmi berganti nama menjadi ‘Sampah’. Dia akan menyiksanya — dengan membungkus tubuhnya dengan es.

Untuk menghukumnya atas tindakannya sebagai Raja ketika sang Ratu pergi dalam misi diplomatik, untuk menghukumnya karena sudah menganiayaku, Ratu mengubah nama Raja dan mencopot posisi kerajaannya.

"ARRRRGGHHHHHH!"

Aku memandang Sampah — dia dibungkus es sampai ke lehernya.

Dia terlihat kesakitan, tetapi dia tidak menunjukkannya kepada Ratu, orang yang menghukumnya. Dia menatapku.

Kuharap aku merasa senang dengan melihat ekspresi kesakitannya ... tetapi aku tidak bisa.

Ada sesuatu yang menyedihkan pada hal itu, tetapi aku harus terus menonton.

Dia licik, suka berkomplot. Dia sudah melakukan segalanya untuk membantu Gereja menuduhku menculik Putri Melty, dan sekarang dia menerima hukumannya dari penguasa sah Negeri Melromarc.

Tetapi Sampah tidak terlibat dengan tindakan yang diambil Gereja secara personal.

Sebagian dari diriku berpikir kita harus mengasingkannya, mengusirnya ke luar tanpa diberikan apa pun. Tetapi jika kami tidak berhati-hati, siapa yang tau hal apa yang akan terjadi nanti? Selanjutnya, putri pertama mereka, Lonte, dihukum juga. Dia dicopot dari gelar bangsawannya, berganti nama menjadi Lonte, dan harus menjalani sisa hidupnya sebagai seorang petualang dengan nama samaran Pelacur.

Terlebih lagi, saat ibunya sedang pergi, tampaknya Lonte menjalani kehidupan yang mewah dari kas simpanan Kerajaan. Dia sekarang bertanggung jawab mengganti semua dana yang dia gunakan untuk membiayai kemewahannya sendiri.

Dari luar, sang Ratu tampak seperti orang yang jujur, seorang manusia yang baik.

Menyadari ancaman nyata pada zaman ini, krisis eksistensial yang dihadapi oleh seluruh dunia, dia meninggalkan ‘Paham Nasional Supremasi Manusia’ dan meminta bantuan dari musuh nasional mereka, sang Pahlawan Perisai. Sepertinya dia benar-benar ingin mengambil alih diriku.

Dia menyembunyikan mulutnya di belakang kipas lipat dan wajahnya kelihatan muda, mungkin usia akhir 20-an. Dia sangat cantik.

Tidak kusangka dia sudah melahirkan dua anak perempuan — itu tidak mungkin benar-benar terjadi.

"ARRRRGH!"

Sampah masih terbungkus es, hanya menyisakan leher dan kepalanya. Dia menatapku penuh kebencian.

Sederhananya itu adalah Karma. Dia adalah orang yang memanggilku ke sini, kemudian dia membuat kehidupanku menjadi neraka. Hukumannya pas.

Aku menoleh ke arah Ratu dan menyuruhnya untuk melanjutkannya.

“Aku pikir ini mungkin sudah cukup. Lebih baik kau pergi duluan dan izinkan aku berpartisipasi dalam upacara perubahan kelas.”

Kupikir cukup sudah aku meringkas keadaan sekarang ini, dan sejarah penganiayaanku disini. Sekarang saatnya untuk melihat dengan jelas masalah yang masih harus aku hadapi.

Entah karena alasan apa, dunia ini, aku mendapati diriku hidup disini bagaikan sebuah game. Setiap orang mempunyai level, dan mereka bisa naik level dengan mengalahkan monster dan mendapatkan exp. Ketika kau naik level, kemampuanmu tumbuh lebih kuat juga.

Ketika kemampuanmu semakin kuat, statsmu meningkat, yang akan membuatmu bisa melawan monster kuat yang sebelumnya akan mengalahkanmu dengan mudah.

Itulah salah satu aspek yang paling menarik di dunia ini, semakin keras kau bekerja, semakin kuat pula dirimu, dan kekuatan itu tentunya sangat berguna.

Meskipun demikian, ada juga masalah dengan sistemnya.

Sebagai Pahlawan Perisai, aku dilengkapi dengan perisai legendaris sejak aku dipanggil ke sini. Kemampuan perisai sangat membatasi jumlah damage yang bisa aku berikan. Faktanya, meskipun aku menyerang musuh dengan tinjuku dan memukulnya sepanjang hari, aku sama sekali tidak bisa memberikan damage yang besar.

Bukan berarti menjadi Pahlawan Perisai merupakan hal yang buruk. Perisai dilengkapi dengan skala pertahanan yang luar biasa dan sejumlah skill yang sangat istimewa.

Semuanya bagus, dan tidak apa-apalah, tetapi jika aku sendiri tidak bisa memberikan damage apa pun, aku sebaik mungkin berusaha agar tidak bertempur sendirian.

Seakan-akan hal itu masih belum cukup buruk, penganiayaan dan reputasi yang aku derita membuatnya tidak mungkin menemukan seorang pun yang ingin berpetualang denganku.

"Hmpf ... kurasa kau benar."

"Apa kamu sudah puas?"

Raphtalia bergumam pelan, dia kelihatan jengkel.

Raphtalia adalah seorang cewek yang ikut berpetualang denganku. Ketika aku tidak dapat menemukan siapa pun yang ingin membantuku, aku akhirnya membelinya sebagai budak. Itulah satu-satunya cara agar aku mendapatkan penyerang dalam timku.

Dia adalah seorang demi-human, jadi kehidupannya di Melromarc sangat sulit seperti kehidupanku.

Dia memiliki telinga dan ekor Tanuki, dan kupikir dia disebut seorang demi-human"tipe rakun". Ketika aku membelinya dia hanya seorang gadis kecil. Tapi ternyata fisik demi-human tumbuh sesuai level mereka, jadi dia tumbuh dengan sangat cepat saat kami pergi ke daerah pedesaan.

Sekarang dia tampak berusia sekitar 18 tahun dan merupakan seorang cewek yang cantik dan menarik.

Ketika gelombang kehancuran pertama muncul, dia kehilangan desa tempat dia dibesarkan — dan kedua orang tuanya.

Setelah begitu lama berpetualang bersama, aku malah menganggap diriku bak orang tua pengganti baginya.

Di satu sisi, dia merasa seperti anakku. Dia adalah kaki tangan yang bisa aku andalkan.

"Tetap saja, aku bisa menonton Sampah disiksa sepanjang hari ...."

Aku tersenyum pada Sampah.

"Tuan Naofumi! "

"Grr ... Perisai!"

"DIAM!"

Sang Ratu segera menghentikan bangkangan Sampah sedangkan Raphtalia menyadarkanku.

Seolah aku tidak menyadarinya. Raphtalia selalu sangat serius.

Namun, dia terus mengamatiku. Setiap kali aku terlihat seperti akan lepas kendali, dia melangkah masuk dan mencoba untuk menenangkanku.

"Master! Kapan ini akan berakhir?!”

"Segera."

Gadis yang baru saja merengek padaku bernama Filo.

Saat ini dia tampak seperti seorang gadis pirang kecil. Sehelai rambut jambul menonjol dari bagian atas kepalanya, dan dia memiliki sayap seperti malaikat kecil yang keluar dari punggungnya.

Dia adalah salah satu rekanku juga.   Dia... sedikit lebih sulit dijelaskan ketimbang Raphtalia.

"Apa yang membuatmu lama?"

Aku awalnya membeli telurnya dari permainan lotre dan berniat untuk memelihara dia sebagai hewan peliharaan.

Ketika telurnya menetas, muncullah seekor filolial. Filolial adalah monster besar mirip seperti burung yang sering terlihat sedang menarik kereta di jalan.

Namun, jika filolial dibesarkan oleh pahlawan, filolial akan tumbuh menjadi sesuatu yang sepenuhnya berbeda.

Aku rasa itulah yang membuatnya menjadi begitu. Pada suatu hari, dia mendapatkan kemampuan untuk berubah bentuk menjadi wujud manusia muda yang seperti malaikat ini.

Seandainya dia manusia, dia akan tampak seperti gadis muda berusia 10 tahun. Wujud aslinya adalah seekor burung besar.

Saat dalam wujud burung, dia sebenarnya seorang mahluk yang dijuluki Ratu Filolial.

Dia punya serangan yang kuat dan merupakan anggota yang sangat penting di timku, tetapi karena dia pada dasarnya seekor burung, sifatnya ngambekan dan sangat menjengkelkan.

Kami terkadang berpergian ke berbagai macam tempat, menjual barang dagangan untuk mengumpulkan uang. Setiap kali kami berkemah di hutan, selalu dia yang pertama kali bangun — dan dia membangunkanku saat dia terbangun.

Selain itu, Filo malah berteman baik dengan Putri termuda, Melty, ketika kami sedang bepergian bersama.

Berkepribadian yang bijaksana, dia adalah seorang gadis kecil yang sangat naif, dia sering melakukan hal yang tidak penting pada waktu yang tidak tepat. Jujur, dia akan jauh lebih manis jika dia belajar menutup mulutnya.

“Kau sedang memikirkan sesuatu yang jahattttttt!”

"Aku rasa itu benar."

Raphtalia dan Filo keduanya bisa sangat peka. Kapanpun aku memikirkan sesuatu yang kurang ajar, salah seorang dari mereka akan segera menyadarinya.

Ngomong-ngomong, mereka berdua adalah teman terdekatku di sini.

Jadi alasan kami berada di Gereja, berkumpul di sekitar jam pasir naga, ada hubungannya dengan sistem naik level di dunia ini.

Sistem leveling sebenarnya mempunyai batas — bukan untuk pahlawan sepertiku, tapi untuk orang biasa di dunia ini.

Level Raphtalia dan Filo sudah mencapai batasnya — level 40.

Kalau ada yang ingin melewati level 40, mereka harus melalui sesuatu yang disebut upacara peningkatan kelas.

Upacara itu sendiri menggunakan jam pasir naga, yang dikendalikan oleh negeri ini.

Jam pasir itu sendiri memiliki kegunaan lain. Contohnya, merupakan hitungan mundur untuk kemunculan gelombang kehancuran berikutnya. Namun Jam pasir juga berperan penting dalam upacara peningkatan kelas.

Kami sudah pernah mencoba melalui upacara peningkatan kelas sebelumnya, tetapi Sampah menganggu dan melarang kami berpartisipasi.

Itu semua tidak apa-apa kalau hanya ditujukan kepadaku, tapi dia sudah membuat situasi di mana baik Raphtalia maupun Filo tidak boleh naik level lebih lanjut.

Ketika semua penyelidikan dan perbincangan selesai, aku membahas masalah ini dengan ratu, dan sang Ratu memanggil Sampah untuk mencari tahu kebenarannya.

Tapi Sampah itu tidak jelas, terus saja berdalih. Ratu membungkusnya dalam balok es agar Sampah mengatakan kebenarannya — alhasil Sampah mengatakannya.

Aku menyeringai saat aku melihatnya mengaku. Kuakui saja itu membuatku kelihatan buruk.

Aku tidak peduli. Pria itu sudah membuat hidup kami seperti neraka selama berbulan-bulan. Tidak bisakah aku bersenang-senang melihat kehancurannya? Siapa pun yang melihatku tersenyum di atas penderitaannya akan berpikir bahwa aku adalah orang yang jahat.

“Ngomong-ngomong, apa yang terjadi dengan para suster yang tinggal di sini?”

Beberapa terakhir aku datang ke Gereja, Gereja itu dipenuhi para suster yang memperlakukanku dengan buruk. Tetapi sekarang ketika aku datang ke gereja, semua suster sudah pergi. Mereka digantikan oleh tentara.

"Mereka mendampingi Pendeta Agung dalam pertempuran dan karena itulah mereka ditangkap."

Itu terdengar masuk akal. Setahuku, mereka pantas mendapatkan apa pun yang mereka dapatkan.

"Oke, jadi apa yang harus kami lakukan untuk mengadakan upacara peningkatan kelas?"

"Pertama beritahu kami siapa yang ingin berpartisipasi dalam upacara."

Beberapa saat yang lalu, ketika aku berpikir kami tidak dapat berpartisipasi dalam upacara, aku tidak tahu harus berbuat apa.

Aku tidak punya pilihan lain, jadi kuputuskan untuk pergi ke ‘Shieldfreeden’, yang merupakan negara demi-human, untuk mencari tahu apakah aku bisa melakukan upacara di sana.

Tapi ketika kami mencoba pergi ke Shieldfreeden, kami terlibat dalam masalah penculikan Putri. Apakah itu artinya kami bisa meningkatkan kelas kami disini?

Untuk saat ini, aku akan menuruti Ratu. Dia ingin tahu siapa yang ikut upacara, jadi kutatap Raphtalia dan Filo

"Aku!! Aku ingin mencobanya duluan! "

Filo mengangkat tangannya ke atas, sangat ingin mencobanya duluan.

Aku melihat ke arah Raphtalia, yang mengangguk setuju.

“Baiklah, Filo duluan.”

"Yayyy!"

Filo melangkah maju dengan percaya diri.

“Sekarang, berdirilah dengan santai, sentuh jam pasir naga, dan fokuskan pikiranmu."

"Seperti ini?"

Filo berubah kembali ke wujud monsternya dan perlahan menyentuh kaca.

Ketika bulu Filo menggosok kaca, pasir merah di dalam Jam pasir beriak-riak kecil sebelum mulai bersinar misterius.

"Baiklah. Kita sekarang akan memulai upacara peningkatan kelasnya. ”

Ratu menjentikkan jari, seketika itu juga prajuritnya muncul dan mengelilingi jam pasir naga. Ada pola besar dan rumit di lantai, serangkaian lekukan yang saling bersilangan di sekitar daerah situ. Para prajurit berlutut dan menuangkan cairan ke dalam daerah lekukan itu.

"Apa itu? Apa kalian mendengarnya? ”

"Tetap fokus."

"Okaaaay!"

Filo perlahan menutup matanya dan mengangkat kedua sayapnya.

Jam pasir itu dipenuhi cahaya redup, dan cahaya itu bergema kembali oleh pola sihir di lantai.

Filo berdiri di tengah, dan cahayanya semakin kuat sampai dia sepenuhnya diselimuti oleh cahaya itu.

"Sekarang, pilih masa depan yang kau inginkan."

"Hei! Aku bisa melihat sesuatu! ”

Mata Filo tertutup.

Saat itu, gambar Filo yang kecil dan agak melengkung muncul di depanku, sebuah ikon yang berkedip-kedip, dan ranting-ranting yang seolah menjulur dari ikon....Kalau dalam bahasa game, itu tampak seperti semacam pohon pertumbuhan.

“Dan inikah monster yang kau pilih? Tuan Iwatani, silahkan putuskan.”

Seperti yang sudah aku jelaskan, Filo sebenarnya adalah monster. Monster yang kau gunakan dalam timmu yang bisa dikendalikan dengan segel pengendali monster, yang membuat pemiliknya bisa mengendalikan monster dengan menyakiti mereka jika mereka tidak patuh atau mengabaikan perintah. Itu sama saja aku menentukan hidup dan matinya.

Sepertinya sang pemiliknya, aku sendiri, punya kehendak untuk memutuskan apakah dia juga berpartisipasi dalam upacara peningkatan kelas.

"Kurasa aku bisa mengendalikannya juga."

Grafik pertumbuhan filolial muncul di depan mataku, terbagi ke banyak jurusan, masing-masing jurusan mengindikasikan kemungkinan baru.

Namun demikian, aku....

“Filo, ini adalah sesuatu yang harus kau putuskan sendiri. Ini bukanlah pilihanku. ”

Aku menolak pilihan itu, dan pilihan baru muncul, menanyakan apakah aku ingin monster itu memilih sendiri. Aku memilih ya.


“Oooh! Aku melihat begitu banyak hal! Mana yang harus aku pilih....?"

Filo memejamkan mata dan ekspresi wajahnya penuh kegembiraan, saat dia mempertimbangkan berbagai pilihan.

Aku bisa memilihkannya, tetapi Filo pasti punya pendapat tentang bagaimana dia menghabiskan sisa hidupnya.

Aku memutuskan untuk memberi tahu Raphtalia hal yang sama.

“Raphtalia. Aku sudah membahas hal ini dengan Filo, tetapi setelah gelombang sudah berakhir dan aku kembali ke dunia asalku, kau harus hidup sendiri. Jadi, kau harus memutuskan jalanmu sendiri. Oke?"

“Aku setuju-setuju saja dengan masa depan yang kamu pilihkan untukku.”

"Kamu harus memilih."

" … Baiklah."

Dia mengangguk, tampak kecewa.

Tapi lebih parah lagi jika aku memilih dan nantinya menyesali keputusanku.   Aku percaya padanya — alasan itu sudah cukup untuk membiarkan dia memutuskannya sendiri.

Jadi apa yang akan dipilih Filo?

Aku menoleh dan melihat bahwa bulu yang berdiri di kepalanya sekarang bersinar.

"Hah?"

Cahayanya semakin kuat dan kelihatan bergetar sebelum berkedip cemerlang.

Cahayanya sangat terang sampai-sampai selama beberapa saat aku dibutakan oleh cahaya itu. Aku berkedip beberapa kali untuk memulihkan penglihatanku, lalu melihat Filo lagi.

Penampilannya tidak banyak berubah. Tetapi bulu vertikal di kepalanya terlihat lebih indah dari sebelumnya.

Itu tampak seperti ... sebuah mahkota kecil.

"Upacara peningkatan kelas sukses."

"Aku tahu."

Aku membuka menu status Filo untuk melihat apa yang sudah berubah. Simbol bintang yang sebelumnya berada di samping levelnya telah hilang, yang mungkin berarti bahwa batasan level sudah dihapus.

Itu berarti bahwa dia sekarang bisa naik level melampaui batas level yang sebelumnya. Aku melihat statistik miliknya dan mendapati bahwa sebagian besar statsnya bertambah menjadi dua kali lipat.

Jadi sekuat itukah upacara kenaikan kelas.

"Heh ... Ini sangat mengesankan."

Statistik Filo selalu lebih tinggi dari statistik rata-rata, dan sekarang dia jauh lebih kuat daripada yang sebelumnya.

Aku memutuskan untuk membandingkan statistik miliknya dengan milikku sendiri untuk mencari tahu seberapa jauh statistiknya meningkat, dan mendapati bahwa statistik miliknya telah melampaui statistikku!

Tentu saja, maksudku dibandingkan dengan statistikku yang sebelum diturunkan oleh kutukan itu.

Satu-satunya stats milikku yang lebih tinggi dari statistik Filo adalah tingkat pertahananku!

"Aku tidak bisa memilih ..."

Filo sudah kembali ke wujud manusianya dan berlari ke arahku sambil menangis.

"Ada apa?"

"Aku ingin belajar cara menyemburkan racun, tapi, sebelum aku bisa memilih salah satu jurusan yang kuinginkan, pilihan lain muncul dan terpilih sendiri."

Dulu kami pernah melawan beberapa monster yang bisa menyemburkan racun. Sejak saat itu, Filo menginginkan ludah racun itu.

Dia tidak perlu menyemburkan racun karena dia sudah memiliki lidah beracun.

"Yah sepertinya untaian rambut di bagian atas kepalamu sekarang bersinar."

"Erm..."

“Filo, jangan berkecil hati begitu. Saat kamu mulai menjadi lebih kuat, kamu masih bisa belajar cara menyemburkan racun.”

Raphtalia mencoba menghibur Filo.

"Benarkah?! Kalau begitu aku akan berusaha sangat keras! ”

“Oke, Raphtalia, kamu berikutnya.”

"Oh, baiklah."

Raphtalia mengulurkan tangan dan menyentuh jam pasir, seperti yang dilakukan Filo.

Dan seperti terakhir kali, para prajurit di ruangan semuanya berlutut dan menuangkan cairan kental ke dalam lekukan di lantai. Saat itu — sama seperti terakhir kali — ikon yang berkedip muncul di bidang penglihatanku.

Benar — aku memilih untuk menolak pilihan….

Tapi saat itu juga, sehelai rambut bagian atas Filo terbelah dua dan salah satu helainya terbang ke arahku.

"Hah? Apa?! Filo!!”   "Itu bukan aku!"

Apa yang dia maksudkan? Apakah maksudnya helai rambut baru itu entah bagaimana bergerak dan bertindak sendiri?

Raphtalia menatap kami, matanya melebar dan terkejut.

"Tuan Naofumi?!”

Helai rambut yang terbang itu membuat garis pertumbuhan baru yang potensial meluas dari pohon pertumbuhan Raphtalia — pohon yang belum pernah ada sebelumnya — dan garis pertumbuhan baru itu memilih dengan sendirinya.

"Ahh ?!"

Tiba-tiba Raphtalia menjerit.

Seluruh Gereja diselimuti cahaya silau yang membutakan. Sebuah kepulan asap muncul. Seluruh bagian upacara berjalan berbeda dengan upacara peningkatan kelas Filo.

Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (5).jpg

Sesaat kemudian, asapnya menghilang, dan Raphtalia nampak sedang berdiri di tempat itu, batuk, tetapi kelihatan baik-baik saja.

"Apa kamu tidak apa-apa!?"

“Y...Ya. Aku baik-baik saja, tapi .... "

Apa yang terjadi?!

Aku khawatir, jadi aku membuka layar stats untuk memeriksanya. Sama seperti Filo, bintang itu sudah lenyap, dan sebagian besar statsnya naik dua kali lipat.

"Apa yang terjadi?!"

“Aku tidak begitu mengerti. Beberapa pilihan secara otomatis memilih sendiri. Kejadian itu membuatku ngeri dan takut, tapi semuanya sepertinya baik-baik saja.”

“Yah itu bagus… tapi apa yang terjadi? Kenapa jurusan peningkatan kelasmu diputuskan secara otomatis? ”

"Siapa melakukan hal ini?"

“Aku tidak tahu. Tapi sehelai rambut bagian atas Filo awalnya diberikan kepada kita oleh Fitoria, kan? ”

"Kamu benar. “

Ketika kami berada di tengah-tengah bencana penculikan Putri Melty, kami bertemu makhluk legendaris — Ratu filolial.

Filo dan Ratu Filolial berbicara tentang banyak hal, dan pada akhirnya Ratu Filolial memberi Filo helai rambut ini, mengatakan bahwa itu akan membantu dia suatu saat nanti.

Dia juga melakukan sesuatu pada zirahku - berkata itu akan membantu kami. Sebagai imbalannya, dia hanya menitahkanku mencari cara untuk menyatukan para pahlawan.

Kalau aku tidak bisa membuat para pahlawan bersatu, dia memperingatkan kami bahwa dia akan membunuh kami.

"Apa artinya itu?"   Aku melihat ke arah sang Ratu. Matanya bersinar.

“Kenapa kau tidak mengatakannya? Aku ingin bertemu dengan Ratu filolial selama bertahun-tahun. "

"Bukan itu yang aku tanya!"

Sang Ratu sepertinya tahu banyak tentang para pahlawan, tetapi menurut Melty, dia juga menghabiskan waktu untuk menjelajahi daratan-daratan legendaris.

Mungkin dia punya minat pribadi untuk menjelajahi Legenda kuno?

Putrinya, Melty, sangat tertarik pada Filolial. Ibu dan anak sama saja, kurasa begitu.

Apapun itu, ini bukanlah waktu atau tempat yang tepat untuk melafalkan puisi tentang sifat-sifat keturunan.

"Bagaimana perasaan kalian berdua?"

“Aku merasa lebih kuat dari biasanya.”

"Bulu dari Ratu filolial ... Aku ingin tahu apa arti dari semua itu?"

Sang Ratu mendesah, tampak kecewa.

“Aku tahu bahwa ada alat khusus tertentu yang dapat digunakan selama upacara kenaikan kelas untuk mencapai efek khusus tertentu. Aku tidak tahu apa artinya ini, tetapi aku ingin menganggap itu merupakan hal yang baik. ”

"Benar ...."

"Seberapa besar kemampuan mereka meningkat?"

"Dari tampilannya, sebagian besar statistik mereka meningkat dua kali lipat."

"DUA KALI LIPAT?"

Ratu terkejut. Apakah tidak apa-apa untuk berasumsi bahwa pertumbuhannya lebih drastis daripada pertumbuhan biasanya?

Bulu Ratu Filolial entah bagaimana mempengaruhi upacara. Jika itu meningkatkan statistik mereka lebih dari biasanya, aku pasti tidak berpikir bahwa itu adalah sesuatu yang harus dikeluhkan.

“Biasanya upacara dianggap berhasil jika salah satu pokok meningkat sebesar 50 persen. Dibanding dengan hasil rata-rata, pertumbuhan ini sangat mengesankan.”

Mengenai statistik kami, ada banyak macamnya : HP, MP, SP, kekuatan serangan, pertahanan, kecepatan, kekuatan, dan sebagainya.

Aku bisa terus mengatur statistik menjadi seimbang, tapi sekurang-kurangnya hanya sebanyak itulah statistik utamanya.

Yah, Raphtalia dan yang lainnya tidak mempunyai SP. Ini mungkin statistik yang hanya dimiliki oleh pahlawan.

"Salah satu pokok" yang disebutkan Ratu mengacu pada salah satu dari statistik ini. Maksudnya, biasanya statistik seperti kekuatan serangan, akan mendapat peningkatan sebesar 50 persen.

“Apa maksudmu begitu? Sepertinya kami sangat beruntung.”

Namun mereka berdua tampak sedikit galau. Kurasa aku bisa dengan mudah bersimpati pada hal itu.

Peningkatan kelas….sebuah konsep umum di dalam game online, hal terbaik tentang sistem itu adalah bahwa kau punya kehendak untuk memilih jalan pertumbuhanmu sendiri.

"Ya…cerialah."

"Aku merasa... aku merasa sedih."

"Aku juga!"

"Haruskah kita coba mengulangi upacaranya?"

Ratu menyarankan mengulang. Apakah itu bisa dilakukan?

"Bisakah anda melakukan itu?"

"Biasanya itu hanya dilakukan untuk penjahat yang dihukum, tetapi itu tidak mustahil."

Rupanya upacara itu bisa dibatalkan.

Sepanjang waktu ini aku sudah menganggap upacara itu sebagai perantara ke sistem perubahan job yang kau temukan dalam game online — yang biasanya merupakan suatu hal yang tidak bisa dibatalkan.

“Dengan ‘reset level’ kami bisa mengembalikan seseorang ke suatu titik di mana mereka tidak dapat melakukan peningkatan kelas. Itu akan mengatur ulang perubahannya, tapi mereka juga akan kembali ke level satu.”

“Level satu? Itu tidak terdengar bagus.”

Mengingat situasi kami sekarang, jika Raphtalia atau Filo turun ke level satu, aku tidak yakin kami bisa bertahan atau tidak.

Gelombang berikutnya akan datang tidak lama lagi, dan aku yakin kami akan terjebak ke dalam segala macam masalah sebelum gelombang tersebut terjadi.

Tetap saja, hukuman semacam itu ada di dalam game.

Sepertinya cukup masuk akal bahwa hal itu ada juga di dunia ini.

Semakin aku memikirkannya, semakin salah pula pikiranku. Bagaimana bisa kau menganggap semua kerja keras yang seseorang lakukan untuk menaikkan level mereka sia-sia saja, dan kau buang dalam sekejap?

“Tapi apa yang harus kita lakukan?” “Aku ingin mengulanginya!" Teriak Filo. “Aku ingin mempelajari ludah racun!”

“Bulu di kepalamulah yang menyebabkan hal ini, jadi kupikir itu tidak akan berhasil. Hal yang sama akan terjadi lagi.”

“Oh…..”

“Raphtalia? Menurutmu bagaimana?”

“Aku tidak benar-benar punya rencana mengenai bagaimana aku ingin berkembang. Aku hanya ingin menjadi lebih kuat, dan aku menjadi lebih kuat – jadi aku tidak keberatan dengan hal ini.”

Raphtalia benar. Peningkatan kelas yang sudah direncanakan ini berdampak pada kenaikan statistik yang drastis.

Alhasil, dia sudah menjadi jauh lebih kuat dariku.

“Baiklah…..ayo kembali ke istana.”

“Baik.”

“Tapi……. racunnnyaaaaaaaa…..”

“Kau sendiri sudah sangat beracun.”

“Tapi…….”

Dan begitulah keanehan dari upacara peningkatan kelas kami berakhir.

Kami berbalik dan pergi, membiarkan Sampah ambruk di depan Jam pasir, dan kembali ke istana.

Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 1 - Rekan Tim Pahlawan[edit]

Kami membawa kereta kembali ke istana, dan saat kami sampai, semua orang sedang sibuk mempersiapkan aula besar untuk pesta.


"Untuk apa semua ini?"


"Kami sedang mempersiapkan sebuah pesta untuk tuan Iwatani dan para pahlawan lain. Untuk merayakan kemenangan penting dan cepat mereka."


"Hmm...."


Aku telah membuktikan ketidakbersalahanku, dan setidaknya satu masalah domestik telah terselesaikan. Kurasa itu layak dirayakan.


Di aula itu ditempatkan meja-meja makan panjang. Menilai dari ukuran dan jumlahnya, pesta ini tampak lebih besar dan lebih mengesankan daripada pesta yang sebelumnya—pesta dimana aku melawan Motoyasu.


Itu sudah lama. Aku memikirkan seberapa lama aku dijebak dan difitnah. Rasanya butuh waktu yang lama sekali untuk membuktikan ketidakbersalahanku.


Aku merenungkan beberapa bulan terakhir saat sang ratu lewat. Dia sedang berbicara serius dengan sekelompok prajurit, mengangguk anggun.


"Ada apa?"


"Oh...."


Aku mendekat dan menanyai beliau. Beliau menopang dagunya dan membisikkan sebuah penjelasan, jelas-jelas terlihat kebingungan.


Sepertinya selama persiapan, Lonte datang ke dapur. Dia ingin menjadi orang yang membawakan makan untukku di pesta itu.


Dia merasa bersalah. Dia ingin bertobat. Dia merasa, sepertinya, dengan mengantarkan makananku akan menjadi langkahnya ke perdamaian.


Lalu dia dengan paksa mengambil makananku dari dapur dan datang ke aula.


Akan tetapi, sang ratu telah mempersiapkan untuk potensi apapun mengenai kejadian buruk yang akan terjadi dan memberi perintah untuk menangani masalah apapun yang mungkin akan disebabkan oleh Lonte.


Pada akhirnya, Lonte sendirilah yang berakhir menderita.


Sebelum Lonte bisa menyajikan makananku, dia diharuskan mencicipinya untuk menguji apakah makanan itu beracun.


"Jadi apa yang terjadi?"


"Dia dibawa ke rumah sakit."


Baru beberapa jam saja berlalu sejak dia dijatuhi hukumannya. Seberapa bodohnya sih dia sampai mencoba sesuatu seperti itu secepat ini?


Perisaiku memberiku resistensi terhadap racun, jadi aku yakin aku akan baik-baik saja.


Tetap saja, meminum racun bukanlah kesukaanku untuk menghabiskan waktu.


Lonte bahkan gak mengerti apa itu "tobat". Apa yang dia pikirkan? Mencoba melakukan pembunuhan bisa mengarah pada hukuman mati untuk dia.


"Hukuman apa yang akan dijatuhkan pada dia?"


"Aku akan memberi hukuman setimpal pada dia. Lonte hanya akan menuai usaha keras yang lebih parah lagi sampai dia memahami posisinya."


"Bagaimana cara anda menghukum seseorang yang tidak kenal kata tobat?"


"Setidaknya kita menghentikan dia sebelum dia terlalu jauh. Jika dia melakukan sesuatu, aku akan kehilangan kepercayaanmu—dan aku harus menghabiskah waktu yang lama untuk berusaha mendapatkannya."


"Terserahlah. Sudah hampir pasti bahwa dia akan mencoba sesuatu. Lagian dia tak pernah tobat."


Dia gak pintar-pintar amat, tapi kurasa ada sesuatu yang bisa aku kagumi dalam kekeraskepalaannya. Apa yang membuat dia begitu terganggu?


Aku bisa saja marah, tapi aku memutuskan untuk memuji ratu atas pandangan kedepannya.


"Lebih baik terus waspada. Jika sesuatu terjadi padaku atau teman-temanku, maka itu akan menjadi akhir dari kesepakatan kita."


Sang ratu telah turun tangan untuk membantuku, jadi aku memutuskan untuk mempercayai beliau untuk saat ini.


Aku betul-betul berharap bahwa kepercayaan itu gak akan disalahgunakan.


"Aku berniat untuk mengamankanmu. Kau bahkan tidak tau seberapa pentingnya kau bagi Melromarc dan dunia—tapi aku berniat untuk menunjukkan itu padamu."


Sang ratu, sebagai orang yang sesuai dalam posisinya, sepertinya telah menafsirkan untuk memerintahkan pengawasan 24 jam pada Sampah dan Lonte.


"Anda mengawasi Sampah? Meski dia terkurung dalam es?"


"Sudah sewajarnya. Sampai mereka berdua tenang dan membuang rencana bodoh mereka, aku akan menerima laporan-laporan dari telingaku diluar sana."


"Baguslah."


Para tamu mulai berdatangan. Setelah aula itu penuh, sang ratu mulai membuat pengumuman—penuh dengan pembicaraan kerajaan.


"Aku Milleria Q. Melromarc. Aku ingin menyambut kalian semua pada pesta ini, yang mana diadakan untuk perayaan, dan untuk menghormati kalian yang bekerja tanpa kenal lelah untuk mengakhiri bab penuh penderitaan dalam sejarah kita. Silahkan nikmati semua yang telah kami persiapkan untuk kalian."


Para undangan yang berkumpul bertepuk tangan meriah. Pesta ini gak kayak seperti yang sebelumnya.


"Wow....."


Mata Filo berkilauan penuh antisipasi yang tak terkendali saat semua makanan dibawa keluar dari dapur dan dibariskan di tengah meja.


Ruangannya dibagi dua. Yang setengah diatur dengan gaya prasmanan, sedangkan yang setengahnya lagi diatur seperti sebuah restoran.


Para tamu penting duduk di sisi pelayanan penuh. Jika mereka masih lapar setelah makanannya habis, mereka bebas pindah ke sisi prasmanan dan lanjut makan.


Beberapa pelayan muncul membawa piring makanan berkilauan ke meja kami, dan itu semua tampak begitu enak hingga aku gak bisa berhenti mendecapkan bibirku.


Aku menghabiskan makanan terakhir yang ada di pojok, ngemil makanan. Dari tempat aku duduk sekarang, seluruh pengalaman itu tampak seperti lelucon.


"Kalau kita sudah selesai makan disini, kau masih boleh pergi ke prasmanan dan makan."


"BENARKAH?!"


"Itulah yang mereka katakan. Kau boleh makan apapun yang kau mau. Tapi ingat kau harus tetap dalam wujud manusia, ngerti?"


"Okeeee!"


Kami menghabiskan makanan yang ada di piring mahal kami. Filo dengan cepat mengarahkan tatapannya pada prasmanan dan, menerima ijin, berdiri dan berjalan kesana.


Kuantitas diatas kualitas, kurasa. Itulah cara Filo melihat dunia. Atau harus kukatakan dia peduli tentang kualitas sebagai tambahan untuk kuantitas. Dia gak pernah puas dalam arti apapun.


Dia mengingatkan aku pada Raphtalia muda dalam hal itu.


Aku menatap Raphtalia.


"Ada apa?"


Raphtalia tau aku menatap dia, dan dia tersipu malu.


"Kamu masih lapar juga, kan? Sudah sana ambil lagi kalau kamu mau."


"Aku gak bisa makan sebanyak itu lagi!"


"Lebih baik kamu lebih memikirkan tentang kesehatanmu. Dengan semua pertempuran dan usaha keras setiap harinya, lebih baik kamu mendapatkan makanan bernutrisi sebanyak mungkin—saat kita punya kesempatan."


Raphtalia mendesah dalam-dalam. Apa yang dia mau?


"Tuan Naofumi, cewek seperti apa yang kamu sukai?"


"Apa?"


Secara tiba-tiba kayak gini. Tapi aku gak punya cewek yang aku sukai saat ini.


Sebenarnya, topik ini cuma membuatku kepikiran soal Lonte. Kuharap dia berhenti membuka topik seperti itu.


"Maksudku... apa ada cewek yang menunggumu di dunia asalmu?"


"Apaan sih yang kamu bicarakan? Tentu saja gak ada."


Apa dia berpikir itu adalah alasan aku ingin kembali ke dunia asalku? Apaan sih yang dia pikirkan?


Alasan aku ingin kembali ke dunia asalku sangat sederhana: aku benci tempat ini.


Mereka memfitnahku atas kejahatan, memaksaku bertarung meski aku gak mau, dan para knight yang seharusnya berada dipihakku mencoba menyalahkan aku. Siapa yang mau tinggal di tempat kayak gini?


Raphtalia mendesah dalam-dalam lagi.


"Aku gak tau apa yang kamu pikirkan, tapi aku ingin pulang karena aku mau. Itu saja gak lebih."


Saat semua ini berakhir, aku akan pulang sesegera mungkin. Apa dia betul-betul butuh alasan?


Tiba-tiba aku teringat apa yang kurasakan pada hari kedatanganku kesini. Semuanya tampak begitu hebat—aku betul-betul berpikir aku bisa tinggal disini selamanya.


Keinginan untuk tinggal telah lenyap sejak Lonte menghianati kepercayaanku.


Aku sudah tau itu, tapi mengingat emosi itu lagi membuatku semakin ingin pulang.


"Pahlawan Perisai!"


"Huh?"


Aku menoleh untuk melihat siapa yang memanggilku dan melihat para prajurit relawan yang bekerja bersamaku memanggilku.


Mereka adalah orang-orang yang mendatangi aku secara suka rela sebelum gelombang yang sebelumnya. Mereka ingin membantuku bertarung.


"Senang sekali melihat anda lagi, pak!"


"Dan kalian semua selamat. Senang mengetahuinya."


"Ya, pak!"


Salah satu dari mereka mengangguk, tampak sangat senang.


Dia bahkan tersipu. Bocah ini mungkin memuja Pahlawan Perisai sebagai seorang anggota dari Church of the Holy Four yang dibentuk ulang.


"Sampai jumpa lagi."


"Siap pak!" Mereka berteriak serempak.


Lalu, para pahlawan lain masuk ke aula.


Ren Amaki, sang Pahlawan Pedang, masuk duluan, diikut oleh anggota partynya.


Ren adalah seorang remaja yang selalu tampak tenang dan menjauhkan diri. Dia selalu berpakaian berwarna hitam dan gelap.


Dia tipe pendekar pedang keren. Dia berusia 16 tahun, paling muda di antara para pahlawan.


Dia mengobrol dengan para anggota timnya sebentar lalu berpisah dengan mereka dan duduk sendiri. Aku merasakan adanya jarak yang meningkat di antara mereka.


Yang berikutnya masuk adalah Pahlawan Busur, Itsuki Kawasumi.


Dia tampak seperti dia mengganggap dirinya sendiri seorang pahlawan sejati, berkeliling dunia dan menegakkan kebenaran. Dia tak bisa ditahan.


Dia menyerukan otoritas dari Pahlawan Busur untuk membentuk dirinya sendiri sebagai rekan keadilan. Begiulah dia. Setidaknya dua kali daripada orang lain.
(T/N: entah maksudnya apaan kalimat ini, aku sendiri bingung)


Dia terlihat seperti lebih muda daripada Ren, tapi sebenarnya dia berusia 17 tahun. Dia memiliki rambut bergelombang alami yang cocok dengan dia. Orang-orang mungkin akan mendapati dia mempesona... Kurasa.


Bagiku dia seperti tipe pria yang memainkan piano, sensitif dan penuh penderitaan dan semacamnya.


Tapi jiwa keadilannya begitu teguh hingga dia gak pernah mendengarkan apa yang orang katakan. Dia tampak jauh lebih baik daripada yang kelihatannya, kurasa.


Aku gak punya pemahaman karakternya.


Motoyasu belum datang. Mungkin dia ke rumah sakit untuk menjenguk Lonte?


Meski begitu, dia lah satu-satunya yang belum muncul: Motoyasu Kitamura, sang Pahlawan Tombak.


Dia berpetualang bersama Lonte, dan sampai aku sepenuhnya membuktikan ketidakbersalahanku, dia memperlakukan aku seolah akulah yang bersalah tanpa perlu diragukan lagi.


Diantara keempat pahlawan, dia gak diragukan lagi adalah yang paling menarik. Aku gak terlalu menyukai dia, tapi gak bisa membantah hal itu.


Dia adalah seorang yang menyatakan dirinya sendiri feminis. Dia pecinta wanita.


Dia gak pernah mendengarkan apa yang dikatakan orang lain. Saat aku masih buronan, dia sepenuhnya mengabaikan ketidakpastian tuduhan tersebut, menganggap aku yang bersalah, dan mendedikasikan mayoritas tenaganya untuk memburu aku.


Mereka mengatakan dia setia pada rekan-rekannya, yang mana kurasa terdengar cukup mulia dan bagus. Akan tetapi, nyatanya dia adalah orang tolol yang gak pernah meragukan sugesti yang diberikan pada dia oleh "teman-teman"nya.


Itu salahnya dia, dalam perkiraanku, bahwa butuh waktu yang sangat lama bagi negeri untuk menyadarinya dan menghapus kejahatan yang sebenarnya.


Ngomong-ngomong, ketiga pahlawan yang lain berasal dari Jepang versi alternatif—sama seperti aku—dan mereka bertiga memiliki pengalaman bermain sebuah game yang mirip dengan dunia tempat kami di panggil.


Buku yang kubaca di perpustakaan, The Records of the Four Holy Weapons, telah memberi deskripsi singkat dari karakter mereka.


Pahlawan Pedang orang yang menarik dan aktif, Pahlawan Tombak orang yang setia, dan Pahlawan Busur merupakan seorang prajurit keadilan.


Semua itu bisa diterima dalam ceritanya, tapi nyatanya mereka cukup naas.


"Dimana Motoyasu?"


Sang ratu menanyai mereka saat mereka sudah berada didalam aula.


"Dia sangat khawatir dengan kondisi putri anda, jadi dia pergi ke rumah sakit untuk menjenguk putri anda. Kami sudah memberitahu dia."


"Begitukah..."


Sang ratu melambaikan sapaan pada Ren dan Itsuki.


Setelah semua orang selesai makan, lalu aula itu dipenuhi dengan tarian dan nyanyian.


Tapi pestanya... yah itu lebih seperti festival daripada pesta yang sebelumnya. Aku menyadari bahwa sepertinya pesta ini dihadiri oleh orang-orang yang sepenuhnya berbeda. Anggota bangsawan yang hadir lebih sedikit dari yang kuduga, dan mayoritas kerumunan itu nampaknya adalah para petualang dan prajurit.


Sepertinya juga cukup banyak orang dari negeri tetangga yang hadir. Aku melihat mereka mencoba menatap aku dari waktu ke waktu.


Sang ratu memimpin Ren dan Itsuki ke tempat dimana aku duduk sebelum beliau naik ke panggung.


"Huh? Apa yang terjadi?"


"Ratu minta kita kumpul."


"Gw penasaran apa sebabnya Motoyasu belum juga datang."


"Keknya dia menjenguk perempuan yang berusaha ngeracuni gw."


"Racun?!"


"Lu tau siapa yang gw bicarain, kan?"


"Ya. Jadi itu betulan?"


"Mungkinkah ratu nyuruh dia minum racun?"


"Kagak. Gw bersama ratu saat itu. Wanita itu datang bawa sepiring makanan, dan dia dipaksa untuk menggigitnya. Cuma gitu aja."


"Cius....?"


Kami masih berbisik-bisik, lalu ratu berbalik dan berteriak.


"Nah sekarang, para pahlawan! Bagaimana pesta ini?"


"Tidak buruk."


"Cukup sukses."


"Karena namaku sudah dibersihkan, beban telah lepas dari pundakku."


"Senang mendengarnya."


Sejujurnya, itu terasa seperti semua upaya keras dan hal gak masuk akal yang aku hadapi akhirnya terbayar.


Ratu berdiri diam, mengangguk-angguk sebelum dia menutup kipasnya dan mulai mulai berbicara lagi.


"Disaat-saat yang disayangkan ini, para anggota negeri kita telah menghambat para pahlawan. Aku ingin melakukan apa yang aku bisa untuk membuat persiapan untuk ini."


Apa yang beliau maksudkan?


"Diperbatasan laut kita terdapat pulau-pulau yang dikenal Cal Mira. Pulau-pulau itu sedang di pertengahan event aktifasi yang mengagumkan. Aku ingin meminta para pahlawan kita berpartisipasi dalam kegiatan ini."


Pulau seperti apa yang beliau bicarakan? Apa yang beliau maksudkan dengan "aktivasi"?


"benarkah?!"


Ren begitu bersemangat, dia melompat dan hampir berteriak.


"Apa itu?"


"Apa anda benar-benar bermaksud ada area bonus?!"


Sekarang Itsuki juga bergembira. Dia melangkah maju berdiri disamping Ren.


"Apa yang kalian bicarakan?"


Aku gak mengetahui tentang dunia ini sebanyak yang mereka ketahui. Kenapa gak ada yang memberitahuku apa yang sedang terjadi?!


"Sepertinya tuan Iwatani tidak memahami apa yang aku bicarakan, jadi aku akan menjelaskannya. 'Aktivasi' mengacu pada sebuah fenomena yang mendatangi negeri itu setiap 10 tahun sekali. Disaat itu terjadi, exp yang diperoleh dari pertarungan akan digandakan."


Aku memperhatikan bagian-bagian penting dari pidatonya. Inilah ringkasan yang kudapatkan:

Pulau-pulau Cal Mira terkenal sebagai sebuah resor, tapi disaat yang sama itu cenderung menarik kawanan monster di area-areanya yang lebih terpencil, dimana mereka bisa dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka.


Pulau-pulau itu juga terkenal karena para petualang yang ingin naik level akan pergi ke pulau-pulau itu dalam jumlah banyak untuk melawan para monster itu. Setiap sepuluh tahun, saat "aktivasi" terjadi, para petualang akan kesana dalam jumlah yang lebih banyak lagi.


Untuk menebus exp level yang mana diganggu oleh tindakan Sampah dan Lonte, sang ratu menawarkan kami untuk berpartisipasi dalam aktivasi tersebut.


"Tentunya, biaya pelayaran dan transportasinya akan ditanggung. Aku harap kalian berpartisipasi."


Kalau ini adalah sebuah RPG online, ini akan setara dengan suatu event dimana exp yang diperoleh para player akan digandakan.


Jadi beliau membicarakan tentang exp dua kali lipat untuk musuh sederhana. Itu adalah suatu hal yang gak akan dilewatkan oleh gamer manapun.


"Nah sekarang, sebelum kalian, para pahlawan, pergi ke pulau itu, aku ingin kalian ikut serta dalam pertukaran informasi. Ikutlah denganku."


"Pertukaran informasi?"


"Ya. Untuk persiapan atas meningkatnya kesulitan dan bahaya gelombang, aku percaya bahwa satu-satunya cara untuk terus maju adalah dengan memastikan kerjasama yang lebih diantara para pahlawan."


"Apa itu benar-benar dibutuhkan?"


Ren mengeluarkan pertanyaan seolah dia menganggap saran ratu adalah hal yang gak masuk akal.


Apa sih maunya dia? Apa dia berpikir itu gak diperlukan? Gak kayak yang lainnya, aku gak tau apa-apa tentang tempat ini. Bukankah dia udah tau itu barusan?


"Aku percaya itu diperlukan. Aku mendengar bahwa para pahlawan mengalami kesulitan mengoordinasikan upaya mereka saat gelombang yang terakhir. Kurasa akan lebih menguntungkan untuk mendiskusikan ini."


"......"


Ren terdiam.


Ratu memang benar. Saat gelombang terakhir datang, para pahlawan lain gak bekerja sama dengan para knight. Jadi mereka pergi sendiri di tempat kehancuran.


Sepertinya jika para pahlawan mendaftarkan sekelompok prajurit cadangan sebagai bagian formasi tempur dari bantuan party mereka, para prajurit itu secara otomatis akan di teleport ke tempat gelombang, kapanpun dan dimanapun gelombang itu muncul.


Tapi nggak satupun dari para pahlawan lain yang memanfaatkan sistem ini.


Jadi pada akhirnya, selain kelompok prajurit yang mendatangi aku, nggak ada pasukan bantuan lain di sekitar untuk membantu saat gelombang terakhir terjadi.


"Selain masalah itu, aku bertanya-tanya apakah itu mungkin tidak menguntungkan kalian untuk mengkoordinasikan upaya kalian, menggabungkan kekuatan dan pengetahuan kalian, dan bergerak maju bersama, sebagai sebuah wadah yang bersatu."


"Anda benar. Jika kami ingin selamat dari gelombang yang akan datang, kami harus melakukan apa yang anda katakan."


Itsuki segera setuju dengan ratu. Tapi dia cuma mengatakan apa yang ingin didengar ratu.


Kalau seseorang memprotes pada poin ini, mereka akan terlihat seperti orang jahat.


Atau, jika seseorang protes, mereka akan berakhir tewas sendirian dalam pertempuran.


Aku sadar bahwa aku harus setuju juga.


Selain itu, Fitoria sudah mengatakan padaku bahwa para pahlawan harus bekerja sama jika mereka ingin selamat melawan gelombang.


Kalau itu adalah aku yang sebelumnya, mungkin aku akan menolak kemungkinan kerjasama.


Mereka gak akan mempercayai satu katapun yang aku katakan.


Tapi Ren dan Itsuki mendengarkan apa yang kukatakan. Mereka menganalisa cerita gereja dan mendapati itu mencurigakan.


Kalau mereka melakukannya untuk aku, setidaknya aku harus membalas budi.


"Baiklah kalau begitu. Mari kita tentukan tempat untuk berbicara, disini di aula besar ini. Para Pahlawan! Perkenalkan diri kalian dan ikuti aku."


Kami saling menatap satu sama lain.


"Kau dengar beliau."


"Kita harus mengkoordinasikan upaya kita. Apa yang harus kita lakukan?"


"Gimana kalau kita memperkenalkan anggota party kita?"


"Ide bagus. Baiklah, aku duluan."


Dan Itsuki memandu kami ke tempat para anggota partynya.


"Orang-orang ini yang berpetualang bersamaku sebagai anggota party."


Itsuki melambaikan tangannya pada sekelompok orang, memberi isyarat agar aku dan Ren paham.


"Ini adalah pertama kalinya kita bertemu secara resmi. Pahlawan Perisai, dan... ya, Pahlawan Pedang— meskipun kita pernah berbicara sebelumnya."


"....ya."


Para anggota party Itsuki memperkenalkan diri mereka.


Semua itu terasa alami dan cukup santai. Dipertengahan pesta dimana gak ada rasa tegang atau gugup. Para prajurit memesan apapun yang mereka inginkan dari para pelayan seolah gak ada hari lain.


"Aku Naofumi Iwatani—Pahlawan Perisai. Salam kenal."


Kami memperkenalkan diri kami, dan aku mengingat masing-masing teman Itsuki.


Jadi mereka... ada lima orang? Salah satu dari mereka memakai armor yang mencolok dan terus menyilangkan tangannya.


Saat dia menyadari tatapanku mengarah pada dia, dia segera membuka lipatan tangannya. Itu membuatku merasa ngeri.


"Ah, ya. Senang bertemu denganmu. Aku bodyguardnya Master Itsuki, dan aku berniat untuk bertarung demi kebaikan dan keamanan dunia."


"Bodyguard?!" Aku dan Ren berteriak serempak.


Itu adalah kata yang tak kusangka akan kudengar. Ren kayaknya juga sama terkejutnya seperti aku.


Ada apa, Ren? Lu juga gak tau? Ha! Aku harus menahan diriku dari tertawa.


Itsuki pikir dia itu siapa? Butuh upaya besar untuk menekan seringai agar gak muncul.


"Ya!" Mereka berkata serempak. "Kami berlima adalah bodyguardnya Master Itsuki!"


"Maaf! Aku benar-benar minta maaf butuh lama sekali untuk membawakan makanan ini untuk kalian!"


Aku menoleh dan melihat seorang cewek muda membawa nampan yang penuh dengan berbagai makanan.


Dia harus hati-hati. Dia terlihat seperti hampir menjatuhkannya.


"Ah....."


Sial! Aku segera mengulurkan tangan dan dengan cepat meraih nampan itu agar gak jatuh.


"Aku minta maaf!"


Anak ini... dia tampak muda sekali.


Dia mungkin masih dibawah 14 tahun. Kau bisa merasakan ketidakdewasaannya.


Dia memiliki tubuh lembut—dan paras cantik. Dia pasti berasal dari keluarga baik-baik. Dia sangat manis.


Dia mungkin memiliki tekad yang lemah. Kalau disini ada Motoyasu, dia mungkin akan jatuh hati pada cewek itu.


Dia adalah seorang cewek mungil. Kurasa dia bagian dari party Itsuki, tapi apa perannya dia? Mungkin dia seorang pengguna sihir atau semacamnya.


"Lambat sekali, Rishia! Cepat perkenalan dirimu."


"Fu, fueeeeee! Baik!"


Lalu mereka semua berbicara serempak lagi. "Kami berenam adalah bodyguard Master Itsuki!"


Ren menoleh padaku dan berbisik, "Bukannya mereka barusan mengatakan lima bodyguard?"


Itulah yang kudengar juga, tapi nggak perlunya mempermasalahkannya saat ini.


"Jangan mengatakan apapun, lihat saja apa yang mereka lakukan."


Sejujurnya, semuanya membuatku agak gak nyaman. Tapi asalkan perilaku mereka gak menyebabkan masalah, aku akan menganggap bahwa Itsuki tau apa yang dia lakukan.


"Gimana menurut lu bedua? Orang-orang ini sangat bisa diandelin."


"Jujur aja, gw punya banyak hal yang pengen gw katakan, tapi untuk saat ini, gw cuma akan bilang semuanya tampak bagus."


Aku menatap mereka lagi, memperhatikan dari kanan, cuma untuk menghafal saja. Mereka semua memasang ekspresi penuh kepercayaan diri yang ekstrim.


Aku yakin mereka memang bisa diandalkan, tapi aku jadi teringat pertempuran kami melawan high priest—saat itu mereka gak banyak membantu.


Itsuki secara positif membual penuh percaya diri, tapi aku kasih terganggu oleh pria berarmor itu. Ada sesuatu hingga dia mengernyitkan alisnya yang membuatku jengkel.


Dia sepertinya agak merendahkan, tapi kemudian aku memperhatikan seluruh party dan menyadari mereka semua memasang penampilan itu.


Adapun untuk cewek bernama Rishia—dia dengan canggung melirik kiri ke kanan, tampak gak nyaman dan gak tau harus gimana.


"Gw belum bertemu dengan mereka secara normal sebelumnya, tapi keknya lu punya kelompok yang aneh deh."


Ren memilih kata-katanya dengan hati-hati. Kelompok itu memberiku kesan yang sama.


"Masa sih? Mereka tampak normal buat gw."


Apa yang normal dari mereka menurut dia? Memanggil mereka "bodyguard" membuat semuanya aneh sejak awal.


Kurasa Itsuki menganggap dirinya semacam karakter jenderal, seseorang yang berkelana di dunia yang kacau menegakkan keadilan. Tapi disini partynya menganggap diri mereka sebagai para bodyguard.


Aku gak tau apa yang membuatnya seperti itu—semua itu sangat aneh.


Itsuki memperkenalkan nama mereka masing-masing, tapi gak terlalu memperhatikan dan segera lupa nama mereka.


Aku terganggu oleh pria berarmor itu. Dia mengarahkan dagunya padaku, dan aku gak bisa menghilangkan perasaan bahwa dia merendahkan aku.


Itu betul-betul mulai membuatku jengkel.... Aku memutuskan untuk membahasnya.


"Itsuki."


"Apa?"


"Lakukan sesuatu pada pria itu. Wajah dan perilakunya membuat gw jengkel. Dia menatap gw seolah dia berpikir gw ini penjahat."


"Kurasa itu ada hubungannya dengan sikap lu sendiri, Naofumi. Perilakunya gak mengganggu gw."


"Mu!"


Itsuki.... Silat lidah itu betul-betul menjijikkan.


"Yah. Dia menampilkan ekspresi yang beda saat lu gak melihat."


"Pahlawan Perisai, itu mungkin cuma imajinasimu, kan?"


"Kami sedang ngomongin elu! Lu diam aja."


Sudah pasti dia gak menghabiskan banyak waktu mengajari para "bodyguard" nya sopan santun. Itu mungkin kesalahan Itsuki. Aku membayangkan dia berbicara buruk tentang aku selama beberapa bulan ini. Teman-temannya mungkin cuma mengikuti alurnya saja.


Sebenarnya, mereka sejak awal memang berasal dari Melromarc, yang mana artinya mereka mungkin berprasangka buruk terhadap Pahlawan Perisai sejak awal.


"Aku penasaran dengan sesuatu."


Ren mengangkat tangannya.


"Apa itu?"


"Kau menganggap Itsuki sebagai 'master' tapi gak menambahkan gelar seperti pada namaku atau Naofumi. Kenapa begitu?"


"Karena Pahlawan Pedang dan Pahlawan Perisai jelas-jelas tidak sebaik Master Itsuki. Itu seharusnya menjelaskan perbedaannya."


Apa yang barusan dia katakan?


Sampai saat ini aku sudah terbiasa menghadapi orang-orang gila, tapi ini sudah keterlaluan. Apa yang membuat mereka berpikir kayak gitu? Aku menatap masing-masing anggota party Itsuki, mereka tampaknya sependapat, kecuali satu orang.


Rishia lah yang tampaknya gak berpikiran sama dengan mereka, cewek yang Itsuki perlakukan seperti seorang pelayan. Aku gak tau apa yang sebenarnya dia rasakan, tapi dia nampak gak setuju.


Ren menghela nafas keras-keras.


"Gw bingung sama perkataan lu..."


Aku gak bisa percaya dia punya nyali untuk menyebutkan "tindakan" kami! Dan ini dari Itsuki, yang menyelinap dan mengerjakan pekerjaannya secara sembunyi-sembunyi. Seperti apa menurut dia seluruh negeri memandang dia?


Dia mungkin menyukai pemikiran bertarung demi keadilan dari balik bayangan—tapi gak seorangpun yang mengetahui siapa dia, dan gak seorangpun yang membicarakan tentang "tindakan" dia.


"Tindakan? Apa Itsuki, sebagai pahlawan yang paling membosankan, berusaha bersikap seperti dia telah mengerjakan lebih banyak daripada yang kami lakukan? Lu tau, gw gak dengar apapun tentang apa yang lu lakuin sampai sekarang. Gak seorangpun membicarakannya."


"Yah, mungkin itu karena gw gak muncul terang-terangan berusaha membuat orang-orang memuji gw, gak kayak Ren sama Motoyasu. Pekerjaan terbaik dilakukan secara tak diketahui—begitulah."


Itsuki membalas, sepertinya terkejut bahwa dia ditantang.


Apa maksudnya itu? Gak peduli gimana kau melihatnya, kelihatan sekali Itsuki adalah orang yang mengkhawatirkan reputasinya.


Apa dia suka berfantasi bahwa dirinya adalah seorang malaikat? Oh Itsuki, begitu gagah! Begitu mulia! Menyelamatkan dunia dan bahkan gak mencari ketenaran!


"Woi bangsat.... Apa kau menghina Master Itsuki?"


"Terus lu mau apa? Gw gak cukup baik sampai-sampai diam aja saat seseorang menghina gw didepan gw."


Ren membalas, dan aku melihat tangannya bergerak ke gagang pedangnya.


"Fueeeeeee!"


"Hentikan itu! Ren!"


Itsuki berdiri diantara pria berarmor dan Ren.


"Itsuki, keknya lu masih harus menjelaskan sesuatu."


"....."


Ren berkata penuh kemarahan pada Itsuki.


"Bagaimanapun juga, Ren dan Naofumi adalah pahlawan sama seperti aku, jadi hormati mereka."


"Dimengerti!"


Pria berarmor itu berteriak dan membungkuk dalam-dalam pada kami. Aku penasaran apa dia betul-betul paham.


"Baiklah, selanjutnya aku akan mengenalkan kelompokku."


Ren berjalan menjauh tanpa mengatakan apa-apa lagi.


Perasaan tidak puas masih ada, tapi Itsuki dan aku mengikuti Ren.


"Selamat datang! Selamat datang! Senang bertemu kalian, Pahlawan Perisai, Pahlawan Busur."


"Oh, um...."


Para anggota party Ren masih makan, tapi saat kami mendekat, mereka berhenti makan dan memberi perhatian, memperlakukan kami dengan hormat namun terlihat gugup saat mereka melakukannya.


Setelah berhadapan dengan kelompok Itsuki, aku gak betul-betul yakin harus gimana.


Mereka ada empat orang.


"Aku Pahlawan Perisai, Naofumi Iwatani."


"Aku Pahlawan Busur, Itsuki Kawasumi. Aku yakin kita pernah bertemu beberapa kali sebelumnya."


Kurasa aku melihat tiga dari mereka di hati pertama setelah kami semua dipanggil kesini. Sepertinya dia mendapatkan satu anggota party lagi disuatu tempat dalam perjalanan.


"Senang bertemu dengan kalian, Pahlawan Perisai, Pahlawan Busur."


"Sama-sama."


Seluruh kelompok sangat sopan dan ramah.


Tapi aku jadi teringat cara mereka menghindari aku di hari pertama disini, cara mereka bersembunyi di belakang Ren.


Aku gak bisa lupa itu.


Lebih baik aku diam saja—gak mungkin mengetahui apa yang sebenarnya mereka pikirkan.


"Aku minta maaf atas tindakanku yang sebelumnya."


"Huh?"


Salah satu pria melangkah maju, mewakili kelompok itu. Dia sepertinya seorang prajurit. Dia membungkuk padaku.


"Aku minta maaf, dibawah raja yang sebelumnya, aku, kami... Aku tidak tau apa yang akan terjadi padaku jika bergabung dengan Pahlawan Perisai."


Yang lainnya mengikuti, membungkukkan kepala mereka padaku.


"Aku sadar ini sudah terlambat, tapi harap terima permintaan maaf kami."


"Uh... oke."


Mereka semua begitu.... sederhana, aku gak menyangka ini dan kehilangan keseimbangan.


Berdasarkan cara mereka memperlakukan aku beberapa bulan ini, aku mencurigai adanya motif tersembunyi.


"Tuan Ren, apa yang harus kami lakukan?"


"Mereka bilang mereka ingin kami, para pahlawan, berkerja sama mulai dari sekarang, jadi kami berkeliling memperkenalkan party kami."


"Begitukah? Baiklah! Akan tetapi, aku ingin mengkonfirmasi rencana kita untuk kedepannya. Tipe monster apa yang harus kami fokuskan perhatian kami?"


"Apa?"


Aku dan Itsuki menyerukan kecurigaan kami bersamaan.


"Sepertinya kita akan menuju ke pulau Cal Mira. Kita akan leveling disana. Pastikan kalian sudah siap."


Ren mengeluarkan perintah seolah itu adalah hal yang susah sangat jelas—tapi bukan itu yang mengejutkan kami.


"Tunggu sebentar—apa yang kalian bicarakan? Aku ingin mendengarnya dari kalian, bukan dari Ren."


"Oh yah... um.... Kami berpikir bahwa kami bisa berpencar dan leveling secara terpisah dari Tuan Ren."


Yah seharusnya itu cukup sederhana, kecuali aku gak paham apa yang mereka maksudkan.


Aku paham intinya, tapi... apa maksudnya itu? Apa itu metode lain?


Sepertinya Itsuhir juga sama bingungnya seperti aku, tapi dia memilih gak mengatakan apa-apa tentang itu karena insiden yang barusaja kami lewati dengan para anggota partynya.


"Apa?"


"Um....."


Kurasa kalau Ren gak mempermasalahkannya, maka gak masalah?


"Apa kalian biasanya beroperasi terpisah dari Ren?"


Rasa ingin tau Itsuki mengalahkan dirinya. Sebagai tanggapan, seluruh party mengangguk.


Mereka menjelaskannya sendiri.


Rencana Ren adalah untuk memberitahukan para anggota partynya area-area di peta dimana monster-monster yang dalam jangkauan kekuatan ideal yang efektif untuk leveling berada.


Mereka akan melawan para monster dan meningkatkan level mereka, mengumpulkan material, bijih mentah, dan peralatan disepanjang perjalanan.


Terkadang mereka akan menghadapi para monster yang sangat kuat, yang mana mereka akan berkelompok dengan Ren untuk mengalahkannya.


"Tuan Ren juga mengatakan dengan jelas bahwa kami harus menghindari menerima damage dalam pertempuran kami melawan para monster."


Aku punya cukup banyak pengalaman dalam RPG online, jadi aku sudah pernah melihat yang seperti ini sebelumnya. Para player terkuat di guild atau organisasi lain sering kali merekrut para player yang lebih lemah seperti ini dan menyuruh mereka leveling di area-area rahasia dan item drop langka.


Nampaknya itu juga berlaku disini m


"Mungkinkah itu artinya Ren bertarung sendirian?"


Itsuki menatap Ren, rasa jengkelnya sangat jelas. Ren sepertinya nggak menyadarinya.


Para anggota party Ren jelas-jelas menafsirkan tindakannya secara positif, tapi tetap saja—aku bisa merasakan banyak jarak diantara mereka.


Itu sederhana, kurasa. Ren gak menganggap itu bagus untuk terikat pada sebuah party. Dia ingin bertindak sendirian.


Dia mungkin memiliki banyak pengalaman dengan game online, tapi mungkinkah dia selalu bermain solo?


Itu adalah suatu gaya bermain yang pernah kulihat sebelumnya. Orang-orang yang suka bertindak sendirian—cuma berkelompok dengan orang lain untuk ikut serta dalam event-event berskala besar atau untuk melawan karakter bos yang kuat.


Atau bisa juga dia tipe yang merupakan bagian dari suatu guild yang sangat kecil dan cuma merekrut orang-orang yang sudah dikenal, memperhatikan perkembangan mereka dan mengelola mereka sebagai sebuah gaya baru dalam bermain. Aku bisa paham dengan sistem bermain tersebut pada sebuah game, tapi apa dia betul-betul melakukannya disini di sebuah dunia yang betul-betul baru?


Aku memang pernah melihat yang seperti ini sebelumnya, aku tau tipenya.


Yah, Itsuki juga gak berbeda, berpetualang untuk memuaskan rasa superioritas moralnya sendiri. Pahlawan macam apa mereka berdua ini.


"Sekarang giliran Naofumi."


"Tentu."


Aku cuma bisa membayangkan bagaimana mereka akan bereaksi saat aku memperkenalkan Raphtalia dan Filo.


Kurasa Ren dan Itsuki akan mengerti, tapi setelah bertemu party mereka, aku gak yakin lagi.


"Baiklah, sebelah sini."


Aku memandu mereka berdua ke tempat Raphtalia duduk.


"Selamat datang kembali, tuan Naofumi. Apa yang terjadi?"


"Ratu meminta para pahlawan berkerja sama, jadi kami saling memperkenalkan anggota party kami."


"Aku mengerti, kalau begitu ijinkan aku memperkenalkan diri. Namaku Raphtalia."


"Aku Ren Amaki. Aku Pahlawan Pedang."


"Aku Itsuki Kawasumi, Pahlawan Busur. Aku punya perasaan kita akan sering bertemu kedepannya. Aku menantikannya."


"Jika kau nggak menghalangi kami, kami mungkin bisa mengandalkanmu."


Raphtalia menganga terkejut pada komentar Ren.


Cara dia mengatakannya membuat posisinya sangat jelas, dia jelas-jelas mengganggap bahwa Raphtalia cuma akan mengganggu dia.


"Kurasa aku gak pernah menjadi beban dalam pertempuran."


"Ren gak bermaksud menghina atau meremehkanmu. Kami sudah melihat kekuatanmu dalam pertempuran sebelumnya."


Itsuki berbicara untuk melindungi Ren. Dia cuma membuatnya semakin membingungkan.


"Dia benar. Kau lebih kuat dari yang kusangka."


"Memang begitu... Itu mengingatkan aku. Dimana gadis muda yang punya sayap di punggungnya? Kurasa dia bisa berubah menjadi monster?"


"Maksudmu Filo? Dia mungkin ada disana."


Filo... Kurasa dia ada di prasmanan memakan sesuka hatinya.


Aku mencari dia di kerumunan dan memanggil dia.


"Filo!"


"Hm?"


Mendengar panggilanku, dia akhirnya meninggalkan piring makanannya dan mendekat.


"Ada apa, master?"


"Yah... Kurasa kau sudah tau mereka berdua, tapi aku harus memperkenalkanmu secara formal."


"Kenapa?"


Filo kelihatan gelisah dan melangkah mundur.


"Apa mereka sama kayak pria tombak itu?"


"Tidak, tidak. Dibandingkan dengan dia, mereka berdua ini orang baik."


"Ya, aku juga merasa begitu."


"Oh? Mereka kelihatan seperti mereka akur."


Kami semua setuju pada hal itu. Gak seorangpun yang se-gila wanita kayak Motoyasu.


"Jadi perkenalkan dirimu."


"Oke! Nama Filo... Namaku Filo!"


Dia kedengaran begitu bodoh... Kenapa juga pake orang ketiga untuk memperkenalkan dirimu sendiri?


"Tugasku menarik kereta master!"


Dia sangat bangga dengan tugasnya. Apa yang akan dipikirkan orang normal kalau mendengar seorang gadis kecil berbicara tentang menarik kereta dijalanan?


Ren dan Itsuki tersenyum canggung saat mereka menatapku.


"Namaku Itsuki Kawasumi. Senang bertemu denganmu."


"Aku Ren Amaki. Usahakan agar nggak menghalangi kami... meski kurasa kau tidak akan begitu."


"Ya! Senang bertemu dengan kalian! Busur! Pedang!"


Setelah mengatakan nama panjang mereka, yang disebut cuma nama senjata mereka, Ren dan Itsuki mengarahkan senyuman canggung yang sama padaku.


Setelah perkenalan selesai, kami bertiga terdiam.


Mereka mungkin berpikir itu aneh bahwa aku memperlakukan Raphtalia dan Filo seperti para manusia lain bukannya memperlakukan mereka seperti bawahan.


"Raphtalia, bukankah kamu seorang budak?"


"Ya."


Mulut Itsuki menganga. Apa yang dia maksudkan?


"Apa ini hubungan tuan-budak? Menurutmu Naofumi itu bagaimana?"


"Hmm benar juga, kurasa ini hubungan semacam itu. Aku gak pernah betul-betul memikirkannya."


Mendengar tanggapan Raphtalia, Itsuki terus kelihatan bingung.


"Lagipula, tuan Naofumi gak pernah memberiku perintah yang aneh maupun nggak menyenangkan. Aku tau dia bergantung padaku, dan juga aku ingin melakukan apa yang aku bisa untuk dia."


"Apa pernah terpikir olehmu bahwa kamu membenci pertarungan? Atau kamu ingin bebas?"


"Gak pernah. Kalau aku bebas, aku gak punya tempat untuk pergi. Desa asalku sudah nggak ada. Yang aku mau cuma bertarung bersama tuan Naofumi."


"Begitukah?"


"Kenapa lu cuma nanyain pertanyaan untuk memancing keluhan dari dia?"


Sepertinya mereka memanfaatkan perkenalan ini sebagai kesempatan untuk menggali titik lemahku.


"Kurasa kamu sudah membulatkan tekadmu tentang ini sebelum Motoyasu menantang Naofumi?"


"Ya, memang.... maaf soal itu."


Itsuki sepertinya membiarkannya saja, tapi sesuatu pada wajah Itsuki telah membohongi perasaan sejatinya. Dia menatap aku.


Apa yang dia mau dari aku? Raphtalia memang budak, tapi sekarang dia adalah seorang teman yang bisa dipercaya.


Apa cuma imajinasiku? Tidak.... Aku bisa mempercayai apa yang Raphtalia katakan.


"Ayo kenalkan masing-masing teman kita dan kemudian kembali berbicara dengan ratu."


"Ide bagus. Raphtalia, pergilah perkenalkan dirimu pada anggota tim Ren dan Itsuki. Kita akan bekerja sama mulai dari sekarang. Aku tau itu akan membuatmu sedikit gak nyaman, tapi usahakan untuk menghindari pertikaian."


"Dimengerti."


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 2 - Rapat Para Pahlawan[edit]

T/N: aku yakin sekali bakalan ada banyak kritikan atau protes untuk bab ini. Jadi disini sebelum membaca bab ini, aku menekankan sekali lagi kalau aku gak menerima protes ataupun kritikan dalam bentuk apapun.
TTD narako

Setelah Ren dan Itsuki menjelaskan situasinya pada party mereka, kami pergi mengunjungi ratu.


Saat kami bertemu beliau, beliau mengajak kami keluar dari aula dan pergi ke ruangan lain. Kami meninggalkan aula lalu berjalan menaiki tangga spiral.


Akhirnya kami sampai di ruangan, yang mana pasti berada di puncak sebuah menara, menilai dari jumlah tangga yang kami lewati.


Itu adalah sebuah ruangan sederhana, berisikan sebuah meja bulat dan besar di tengahnya.


Itu mengingatkan aku pada meja bundar. Ada kursi-kursi yang sudah dipersiapkan untuk kami, dan kami duduk dikursi itu.


"Sebentar lagi, tuan Kitamura, Pahlawan Tombak, akan bergabung dengan kita. Kita tunggu kedatangan dia."


Ren dan Itsuki sepertinya gelisah kalau disuruh menunggu, mereka melamun— mereka pasti melihat menu game mereka.


Itu ide yang bagus, aku membuka statusku sendiri.


Belakangan ini rasanya aku mengabaikannya karena terlalu sibuk. Ini adalah kesempatan yang bagus untuk mengurusnya lagi.


Lima menit atau lebih berlalu.


Motoyasu yang kelihatan gak puas memasuki ruangan dan sama sekali gak berupaya menyembunyikan kebencian dalam tatapannya saat dia melihat kami.


"Tuan Kitamura, aku yakin kau menjenguk putriku. Ini adalah hukumannya karena berusaha meracuni tuan Iwatani."


"Itu benar."


Tatapan dingin Ren mengarah pada Motoyasu dan ratu.


"Kuatir jika tuan Kitamura mungkin akan marah, aku memerintahkan bawahanku untuk menarik pengakuan secara langsung dari putriku, Lonte."


Lonte saat ini berada dibawah mantra budak dan cuma bisa berkata jujur.


Terutama dia gak bisa bohong pada ratu ataupun Motoyasu.


Mungkin Motoyasu pergi menjenguk dia di rumah sakit dan mendengar pengakuannya secara langsung. Apa dia percaya? Sepertinya enggak.


"Lonte nggak salah! Semua ini salahnya Naofumi!"


"Aku yakin putriku sudah mengakuinya. Dan aku yakin kau telah ikut serta dalam ritual pemberian segel budak sebagai tuan, jadi dia tentunya tidak bisa bohong padamu. Apa kau bisa memahami inti dari ceritanya?"


"......."


"Terlepas dari itu, tolong mengertilah bahwa ini bukanlah waktunya untuk berargumen sepele atas putriku. Jika kau menghargai nyawanya, kau harus membantu kami melindungi dunia ini. Keselamatan dunia juga keselamatannya sendiri."


Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (6).jpg


Rasa jengkelnya Motoyasu sangat jelas, tapi dia menahan protesnya dan duduk. Waktunya membicarakan urusan utamanya.


Dengan duduknya kami semua di sekitar meja, ruangan ini berasa memiliki suasana Arthurian[1] asli.


Dengan aku dan Motoyasu duduk disini, siapa di antara kami yang memainkan bagian dari ksatria pembelot?


"Nah sekarang, mari kita mulai berbagi informasi di antara keempat pahlawan suci. Aku, Milleria Q. Melromarc, akan memimpin pembicaraan ini. Mari kita mulai."


"Baik."


"Dengan senang hati."


"Jadi kita harus berbagi informasi...


"Apa yang harus dibicarakan?"


Ratu yang seharusnya menjadi penyelengara pembicaraan ini, tapi ketidaksenangan Motoyasu sangat jelas dan dia mengeluarkan pertanyaan dengan jengkel.


Dia harusnya belajar menahan emosinya lagi. Sangat jelas kalau dia gak senang, tapi perempuan yang bersama dia lah yang salah disini.


"Aku akan memimpin diskusi ini, jadi aku akan memulainya. Aku ingin mulai dengan memberitahu kalian tentang opini-opini negara-negara tetangga kita, serta permasalahan negeri kita."


Jadi ratu memiliki sesuatu yang ingin disampaikan.


"Aku akan jujur. Aku menerima kabar dari para diplomat lain yang menyatakan kekhawatiran mereka terhadap kemampuan para pahlawan untuk selamat dari gelombang mendatang—semua pahlawan selain tuan Iwatani, itu saja."


"Apa?!"


Ketiga pahlawan berteriak tak percaya.


"Apa maksudnya itu?!"


Itsuki yang menanyakan pertanyaan itu, tapi Motoyasu dan Ren mengangguk.


"Itu hampir terdengar seperti anda menyiratkan bahwa Naofumi adalah yang terkuat disini!"


"Kalau begitu biarkan aku menanyaimu sesuatu. Siapa di antara kalian yang mendaratkan serangan yang paling efektif terhadap high priest dari Church of the Three Heroes? Sebenarnya aku mendengar bahwa kalian semua telah dikalahkan sebelum tuan Iwatani bisa mengalahkan high priest."


"Um....."


Aku menyukai arah percakapan ini.


Merena bertiga telah memainkan game yang mirip dengan dunia ini di dunia asal mereka, jadi mereka mengasumsikan bahwa mereka tau apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan kekuatan—namun, sejujurnya mereka gak sekuat itu.


Diawal-awal, sudah pasti aku berada jauh di belakang mereka. Tapi belakangan ini sepertinya aku telah berhasil menutupi perbedaan itu.


Motoyasu kesulitan bertahan dari Filo, padahal itu sebelum Filo naik level.


Aku gak tau berapa level mereka, tapi dari apa yang kudengar, mereka semua ikut serta dalam banyak pertempuran di dunia. Aku kalah dalam hal itu saat aku bepergian menjual item, dan juga aku gak bisa melakukan perubahan kelas secepat mereka. Namun mereka masih kalah dariku dalam pertempuran. Apa artinya itu?


Dan mereka juga merupakan para pahlawan, jadi setidaknya mereka lebih kuat daripada orang biasa.


Sampah juga memberi mereka uang dalam jumlah yang cukup banyak untuk memulai perjalanan mereka, jadi mereka harusnya gak punya masalah dalam hal keuangan.


"Penduduk dunia mengharapkan para pahlawan bekerja sama. Aku yakin kalian mengerti apa yang aku maksudkan."


"Baiklah."


Mereka bertiga memasang ekspresi kekecewaan yang mendalam, tapi mereka tampaknya memahami inti dari rapat ini.


"Naofumi, kenapa kami gak dengar dari lu?"


"Kenapa juga gw harus ngomong duluan? Ratu memulai ini dengan nyebut elu."


"Yah sejujurnya, gw ngerasa kekuatan elu itu aneh, mempertimbangkan level lu sama rekan tim lu saat ini. Lu terlalu kuat. Perisai aneh punya lu juga sangat overpower."


"Ya, gw juga pengen nanyain itu. Cewek bernama Raphtalia, belum lagi monster bernama Filo, keduanya jauh lebih kuat daripada yang gw duga. Itu gak wajar."


"Ya. Raphtalia-chan dan Filo betul-betul kuat."


Dasar bajingan. Kami seharusnya berbagi informasi, tapi mereka malah menggunakan ini sebagai kesempatan untuk menginterogasi aku. Mereka telah mengacaukan prioritasnya.


Kurasa itu artinya dengan semua yang seharusnya mereka ketahui tentang dunia ini, mereka gak menduga menghadapi curse series, atau menyangka Raphtalia dan Filo bisa keluar sekarang ini.


Meski begitu, aku gak bisa mengatakan apapun yang ingin mereka dengar.


"Terus apa yang akan kalian bertiga berikan pada gw sebagai pertukaran buat informasi ini?"


"Apa?"


"Pertanyaan bodoh apaan itu? Pikirin lagi sejak awal semua ini. Kalian mengatakan pada gw kalo kelas perisai sangat lemah dan gak banyak berguna. Kalian gak ngasi tau apa-apa pada gw. Dan sekarang kalian mau tau rahasia dari kekuatan gw, tapi gimana caranya gw yakin kalo lu lu pada bakal ngasi informasi yang kalian ketahui setelah kalian cepatin apa yang kalian mau dari gw?"


Kalau aku punya informasi yang mereka inginkan, itu memberiku keuntungan pada negosiasi yang akan dimulai. Aku gak mau menyia-nyiakannya.


Kalau mereka menginginkan infornsi dariku, mereka harus memberi informasi terlebih dahulu—mereka harus memberitahuku apapun yang mereka tau.


"Bukannya kami secara sengaja merahasiakannya..."


"Lihatlah layar bantuan lu."


"gw rasa kami bisa sedikit lebih maju dengan pengetahuan kami, tapi...."


Mereka bertiga menjawab secara menyedihkan.


"Akan tetapi kalian menyangkalnya, gak satupun dari kalian yang membantu gw. Kalian mungkin mengatakan 'lihat layar bantuan' dan berusaha bertindak keren. Tapi apa layar bantuan itu memberitahu gw area-area yang paling efesien di peta untuk leveling?"


Aku betul-betul harus membaca reaksi mereka kalau aku mau mendapatkan informasi dari mereka semua.


Apa aku sudah lupa gimana caranya mendapatkan informasi dari seseorang?


Tentunya, kami semua akan berusaha untuk saling memanipulasi. Kalau kau mau berhasil dalam negosiasi, kau harus mencari cara untuk mengendalikan aliran percakapan.


Aku berhasil menciptakan suatu suasana dimana mereka menyadari bahwa mereka harus memberiku informasi kalau mereka menginginkan informasi dariku.


Kalau aku berhasil memberi dorongan terakhir, mungkin aku bisa mengamankan keuntungan.


"Sama kayak kalian, gw juga punya rahasia sendiri. Kurasa sudah saatnya kita bicara saling terbuka."


"Ha!"


Ren mendengus jengkel.


"Dan lu tau apa lagi? Kalian bertiga harus menyadari kalian udah pernah kalah pada gelombang. Kalau kalian mengacau kayak gitu lagi, kalian akan terbunuh."


"Apa yang lu bicarain? Itu adalah pertempuran event khusus—lu harus kalah pada pertempuran itu."


"Apa?"


"Ya, kalo para pahlawan kalah dalam pertempuran itu, mereka akan dibawa ke rumah sakit dan akan terbangun disana. Lu gak akan mati. Ceritanya sudah diatur kayak gitu."


"Ya, memang begitu. Lihat saja apa yang terjadi setelah kami kalah dari high priest—kami bangun di rumah sakit."


Apa-apaan yang mereka katakan? Apa mereka udah sinting?


"Apa yang kalian bertiga katakan? Terkadang aku bingung memahami apa yang dikatakan tuan Iwatani, tapi ini lebih membingungkan lagi."


Ratu berseru. Dia tampak sangat kebingungan. Aku juga merasa begitu.


Itu seperti mereka bertiga baru saja menyatakan keabadian didepan kami. Mereka menganggap bahwa mereka gak akan bisa mati, apapun yang mereka lakukan.


"Yah, asal lu tau aja... Aku sebenarnya mengalahkan high priest itu setelah lu kalah dari dia, jadi....."


Mereka bertiga berteriak serempak lagi.


"Gak mungkin seorang pengguna perisai bisa memenangkan pertarungan itu. Itu semua karena perisai aneh yang lu miliki."


Sialan, mereka semakin menjengkelkan.


Kalau mereka kalah, mereka akan bangkit di rumah sakit? Apa itu cara kerja game mereka? Apa mereka betul-betul ini cuma sebuah game, dan semua ini cuma event-event untuk malanjutkan ceritanya?


Meskipun mereka kalah, aku ingat gimana mereka merendahkan aku dan perisaiku. Itu membuatku emosi hanya dengan memikirkannya.


Itu.... Itu adalah....


"Yah, itu gak penting. Kita lanjut saja."


Gak penting? Para idiot ini masih menganggap semuanya seperti sebuah game!


Ini gak masuk akal—betul-betul gila! Kesalahpahaman mereka terhadap situasinya harus segera diluruskan.


"Dasar geblek. Kalian tau ini bukanlah sebuah game, kan?! Kalau lu mati disini, maka berakhirlah sudah!"


"Benar, tapi kita terlindungi."


"Ya."


"Tepat."


Percuma saja, mereka udah gak ketulungan.


Percakapan ini membuatku sangat gak nyaman. Meski dengan semua masalah yang aku hadapi sejak datang ke dunia ini, percakapan ini mungkin lebih berbahaya daripada mereka. Aku mencoba memberitahu mereka, tapi mereka gak mau dengar. Jadi apa lagi yang bisa aku perbuat? Aku cuma harus mengikuti alurnya.


Aku harus jadi cukup kuat untuk bertahan setelah mereka semua mati. Dari cara mereka berbicara, hari itu mungkin gak lama lagi akan datang.


Tapi tunggu... tidak, Fitoria bilang kalau gelombang akan semakin ganas kalau ada pahlawan yang mati.


"Jadi begitu lu nganggepnya cara kerja dunia ini dan kalian masih mencoba membunuhku? Apa yang akan terjadi jika kalian berhasil?"


"Apa maksud lu? Lu akan mati."


Itsuki mengatakan seolah itu bukanlah apa-apa.


Jadi mereka gak merasa keraguan apapun dalam memikirkan pembunuhan? Asalkan mereka menganggapnya 'orang jahat' semuanya gak masalah?


"Gw pikir itu agak aneh. Gw menyadari kami gak bisa membunuh elu."


"Gw baru aja menyadari lu akan berakhir kembali ke dunia asal lu. Bego."


"Motoyasu—gw harus ngirim elu kembali ke dunia asal lu!"


Gimana bisa dia berpikir itu akan terjadi? Dasar idiot!


"Yah, hentikan berpikir segalanya seperti game. Cukup ya cukup! Itu adalah sebuah keajaiban bahwa kalian bertiga masih hidup!"


Mereka bertiga cuma mendengarkan kata-kataku tanpa komentar. Mereka bahkan gak menanggapi. Mereka gak akan paham sampai kebenarannya muncul di hadapan mereka—tapi saat itu terjadi maka sudah terlambat.


Aku menghela nafas. "Udahlah. Lebih baik kalian mulai bicara. Katakan pada gw segala yang kalian tau, mulai dari awal. Kalau enggak, maka gw juga gak bakal kasi tau apapun sama kalian."


"Yah apa boleh buat deh. Itu menjengkelkan, tapi kalo lu ngotot..."


"Ya, dan para pahlawan harus berhenti mengganggu satu sama lain."


"Terserah. Ujung-ujungnya gak ada yang berubah. Sama sekali gak ada."


Mereka lebih baik segera berbicara. Aku ingin tau apa yang aku butuhkan untuk menjadi lebih kuat.


Mereka akan merebut kendali percakapan melalui kebodohan, tapi sudah waktunya bagiku untuk mengambil kembali kendalinya.


"Dan Itsuki," aku memulai. "Pastinya seorang pahlawan yang bertarung demi keadilan gak akan berbohong demi memuaskan jiwa keseimbangannya.... kan?"


"Bohong? Gw gak bohong!"


"Aku penasaran. Apa yang lebih buruk dari berbohong, Ren?"


"Meneketehek."


"Dan wanita sama sekali gak bohong, kan Motoyasu?"


"Nggak, mereka gak bohong."


Apa itu cukup? Aku berharap aku bisa menutup kemungkinan kebohongan mereka yang berkelanjutan sebelum diskusinya dimulai lagi.


Aku membayangkan Ren sangat memperhatikan terlihat sekeren mungkin.
Motoyasu ingin para wanita menyukai dia.
Yang dipedulikan Itsuki hanya keadilan. Tentu, dia bisa menganggap begitu, akan tetapi itu sangat cocok—itu sebabnya aku yakin dia menganggapnya kebohongan. Dengan hal itu didalam kepalanya, dia mengetahui kalau sulit untuk berbohong.


Dengan berkumpulnya semuanya, mereka bertiga kemungkinan besar akan berkata jujur.


"Baiklah Itsuki, lu duluan. Katakan padaku semuanya dari awal."


"Kenapa elu yang memberi perintah?"


Itsuki mengernyitkan alisnya dengan jengkel, lalu menoleh pada semua orang dan mulai berbicara.


"Senjata para pahlawan terbuka menggunakan material yang diserap kedalam senjata itu. Hal ini juga memperluas pohon skill yang tersedia. Sistemnya sangat mirip dengan game yang dulu pernah kumainkan, Dimension Wave, tapi ada perbedaannya."


"Huh? Apa gak sama persis?"


"Nggak—tapi sangat mirip. Ada banyak senjata disini yang belum pernah gw lihat sebelumnya."


Itu artinya dia gak tau semuanya tentang perbedaan senjata di dunia ini.


Itu masuk akal. Kalau dia tau segala tentang perbedaan senjata dan skill-skillnya, maka dia pasti tau tentang perisai budak dan perisai monster juga.


"Perbedaan terbesarnya mungkin, di dunia ini, saat elu mengubah pada senjata baru, senjata-senjata lain yang pernah elu gunain tetap tersedia buat elu."


Ren dan Motoyasu juga mengangguk. Jadi tempat ini gak sama persis dengan game-game yang pernah mereka mainkan? Itu cukup mengkhawatirkan.


"Selanjutnya gw."


Ren mengangkat tangannya dan mulai berbicara.


"Gw akan melengkapi apa yang dikatakan Itsuki. Ketika sebuah senjata terbuka, bonus-bonus equip tertentu akan tersedia buat elu."


Sudah kuduga bahwa aku bisa mempercayai informasi itu, karena aku sudah tau kalau itu benar.


"Tetap saja, sistem bonus equipnya agak berbeda dari yang kuketahui dari Brave Star Online."


"Kok bisa?"


"Dalam game yang gw mainin, lu biasanya mempelajari skill dengan memperoleh poin skill melalui skill yang sudah lu ketahui."


Bagiku itu juga masuk akal. Dalam game-game yang pernah kumainkan di masa lalu ada poin skill yang tersedia untuk player, dan poin skill tersebut bisa mereka atur dengan bebas sesuai keinginan untuk karakter mereka.


Aku merasa seperti.... kalau aku bisa membuka pohon skill dari perisai ini, maka semua skill akan tersedia.


Yang jelas, apa yang betul-betul membuatku terkejut adalah bahwa, meski adanya semua perbedaan ini, mereka bertiga tetap tampak percaya bahwa mereka berada didalam game yang sama yang akrab dengan mereka dari dunia asal mereka.


"Lu benar. Memang kayak gitu."


"Ya."


"Tapi kurasa cuma para pahlawan saja yang bisa membuka seluruh pohon skill ini."


Aku mulai paham. Para petualang biasa cuma bisa membuka sebagian kecil pohon skill, bergantung pada syarat pembukaan dalam pertumbuhan mereka. Cuma para pahlawan, karena senjata legendaris mereka, yang bisa membuka semuanya.


"Giliran gw. Kalau elu menggunakan suatu tipe senjata yang elu kuasai, lu bisa menyalinnya. Kurasa mereka punya 'sistem penyalinan senjata'."


"Apa?"


Apa itu? Aku gak pernah dengar sesuatu yang kayak gitu!


"Ya, itu sangat berbeda dari game yang pernah gw mainin, tapi gw bisa mendapatkan sebuah senjata yang betul-betul kuat secara gratis, jadi itu merupakan bantuan yang besar."


"Yah, gimanapun kita adalah pahlawan. Kita memiliki beberapa keuntungan."


"Gw yakin kalian udah mengetahui ini, tapi toko senjata di ibukota Zeltbul, negeri tentara bayaran, memiliki equipment terbaik."


Ren dan Itsuki mengangguk pada apa yang dikatakan Motoyasu.


"Apaan itu?!"


Aku begitu jengkel sampai hampir berteriak.


Penyalinan senjata?


Aku gak pernah melihat sesuatu seperti itu di menu bantuan. Aku sudah menghabiskan empat bulan disini, jadi aku meluangkan waktu melihat seluruh menu satu per satu.


Itu kedengaran seperti mereka mengatakan bahwa kalau kau mengambil sebuah senjata di toko, maka kau bisa membuka kemampuan untuk menggunakannya.


"Naofumi, apa maksud lu, lu bahkan gak tau itu? Gw kagum lu bisa tetap idup sampe sekarang!"


Ugh.... Sekarang aku semakin jengkel. Betul-betul jengkel! Aku mengasumsikan bahwa aku cuma bisa menggunakan perisai khusus yang kubuka sendiri!


Aku cuma melihat hal hal aneh seperti perisai-perisai besi dan perisai-perisai bulat dan perisai-perisai buku sampai saat ini—kupikir cuma itu yang tersedia.


"Kalian mengetahui ini sendiri?"


"Nggak juga, kami pergi untuk membeli senjata di toko. Itu adalah hal biasa, kan? Mengingat bahwa senjata bawaan begitu lemah."


Aku sudah mencoba hal yang sama saat aku pertama kali sampai disini. Aku ingin mengabaikan menjadi seorang pengguna perisai, jadi aku mencoba menggunakan pedang yang aku pilih di toko senjata.


Namun saat aku melakukannya, sebuah peringatan muncul mengatakan, "Kau tidak bisa memakai atau membawa senjata selain senjata legendaris yang telah ditetapkan untukmu."


Itu artinya aku gak bisa menggunakan apapun selain perisaiku dalam pertempuran.


"Peraturannya mengatakan bahwa elu cuma bisa pake senjata ditetapkan, tapi elu bisa menggunakan sistem salinan senjata, elu bisa pake apapun."


"Ya."


"Itu benar."


Ini mulai membuatku bingung.


Selain itu, aku terjebak dengan perisai. Menyerang adalah hal yang paling penting bagiku untuk difokuskan, jadi aku mengabaikan perisai-perisai yang di jual di toko senjata.


Aku sudah dilengkapi dengan sebuah perisai yang naik level bersama denganku, jadi aku cuma fokus pasa mencoba mendapatkan sebuah senjata, seperti pedang, untuk tanganku yang satunya.


Mungkin itulah sebabnya aku gak menyadarinya?


"Baiklah, teruslah berbicara."


Kalau mereka udah mengetahui hal-hal utama yang belum aku ketahui, cuma memikirkannya tentang seberapa banyak yang mereka rahasiakan dariku sudah membuatku gelisah.


"Saat elu membunuh monster dan monster itu berubah menjadi material yang lu serap kedalam senjata lu, elu bisa membuka menu senjata disaat yang bersamaan untuk mendapatkan item drop monster."


Item drop?


Hmmm... Aku melihat sesuatu seperti itu di RPG online sebelumnya. Biasanya monster akan menjatuhkan item setelah kau mengalahkan mereka. Mereka mungkin meninggalkan sesuatu yang gak ada hubungannya dengan material asli mereka.


Aku begitu bodoh! Aku seharusnya bisa mengetahui sesuatu sederhana itu sendiri!


"Seringkali ada item-item drop yang harganya mahal jika dibeli toko. Gw punya banyak barang-barang langka sekarang, itu betul-betul membuat gw merasa seperti gw berada di dunia yang betul-betul baru."


"Memang begitu kan?"


"Lu benar. Terkadang para monster meninggalkan item-item yang betul-betul berguna."


Mereka terus mengatakan informasi-informasi penting. Dan diatas semua itu, nampaknya mereka sudah mengetahui semua itu.


Mereka membuatku merasa begini di hari pertama aku bertemu mereka, tapi sekarang aku merasakannya lagi—itu membuatku merasa aku berada dalam posisi yang gak menguntungkan.


"Apa lagi? Oh ya, elu bisa membuat peralatan."


"Skill teknik, kan? Ya, kita mendapatkannya sejak awal."


"Terus lanjutkan, gw minyak nyimak."


Informasi yang mereka berikan mungkin merupakan informasi baru bagiku. Aku harus mendengarkan semuanya.


"Kalau elu memiliki skill teknik dan resepnya, maka elu bisa memberikan material-material yang diperlukan pada senjata lu. Senjata itu akan menyerapnya, dan setelah beberapa waktu, senjata itu akan membuatkan apa yang elu inginkan."


Senjatanya bisa melakukan produksi item?! Apa mereka bercanda? Aku gak bisa menahannya kalau memikirkan kembali semua waktu yang aku habiskan untuk membuat obat.


Sepertinya efektivitas dari item-itemnya sama terlepas dari senjata jenis apa yang membuatnya secara otomatis atau kau bisa begadang sepanjang malam untuk membuatnya secara manual—tapi kalau kau punya resep, dan senjatanya bisa mengerjakan semua pekerjaan untukmu, kenapa juga harus repot-repot?


Itu menjelaskan kenapa Motoyasu punya persediaan air sihir—dia gak melalui segala upaya untuk membuatnya secara manual.


Mungkinkah material-material yang diperlukan untuk membuatnya mudah didapatkan dari monster?


"Satu-satunya bagian buruknya adalah bahwa lu kagak bisa pake item-item selain dari item drop yang lu ambil atau yang lu buat sendiri."


"Itu betul. Lu gak bisa menggunakannya dengan mudah."


Kayaknya ada beberapa masalah pada sistem itemnya. Bukannya aku kuatir dengan hal itu sih.


Aku gak bisa percaya ada begitu banyak teknik pemberdayaan yang gak kuketahui.


"Adapun untuk area-area leveling yang efisien, yah, kurasa kami gak bisa meringkasnya dalam satu atau dua kalimat."


"Betul. Kami bisa membuat sebuah skema atau semacamnya, mendaftar tempat-tempat dan monster-monster yang bagus berdasarkan pada kisaran levelmu. Dengan begitu kalo lu mengikuti daftar sesuai dengan levelmu, lu gak akan jatuh ke dalam masalah besar."


"Kami harus memastikan agar gak tumpang tindih sih."


"Betul juga."


"Apa ada sesuatu yang lain yang mau elu beritahukan sama gw?"


Aku mengingat-ingat semua perkataan mereka dan mencoba terus melanjutkan percakapan.


"Keknya ada satu teknik utama untuk menjadi lebih kuat dengan cepat yang belum diketahui Naofumi. Kurasa gw harus ngasi tau dia."


Itsuki membusungkan dadanya dan berbicara dengan megah.


"Di dunia ini, tingkatan senjata sangatlah penting. Kemampuan yang menyertainya cuma bonus saja. Kalau senjata itu sendiri gak kuat dan langka, maka itu nggak terlalu layak."


"Maksud lu senjata-senjata unik atau equipment legendaris?"


"Ya, sesuatu kek gitu."


"Berhentilah berbohong!"


"Tidaklah benar setelah mengawali mengatakan kebenaran dan kemudian beralih kebohongan dipertengahan."


Ren dan Motoyasu membentak dan mencemooh Itsuki. Nah bohongnya mulai keluar.


"Apa? Apa yang lu katakan? Gw mengatakan yang sebenarnya!"


"Kagak. Itu sebuah kebohongan."


"Ya, dasar pembohong."


"Nggak! Gw gak bohong!!"


Apa yang terjadi? Itsuki kehilangan ketenangannya. Dia betul-betul tampak marah karena mereka berdua.


Sesuatu yang aneh sedang terjadi.


"Kita dengerin aja dia."


Aku mengesampingkan argumen kecil mereka dan memberi sinyal pada Itsuki untuk melanjutkan.


"Baik, yah... bergantung pada jenis senjata yang lu kerjakan tentunya, tapi biasanya lu bisa menggunakan ore untuk membuatnya lebih kuat."


Itu kedengaran seperti dia sedang membicarakan tentang semacam sistem penyempurnaan. Aku sudah melihat sesuatu seperti itu dalam game-game sebelumnya.


"Plat besi memiliki jumlah slot ore paling banyak."


"Aku yakin ada resiko kegagalan. Lu gak seharusnya mengatakan kebohongan yang bahaya kek gitu."


Motoyasu menimpali untuk mendiamkan Itsuki.


"Nggak! Itu gak pernah gagal!"


Tunggu, jadi gak ada resiko kegagalan? Apa itu betul?


"Apa yang lu bicarain? Lu jangan pakai ore buat nguatin sesuatu."


"Lebih baik lu berhenti nyebut gw pembohong! Gimana dengan elu, Ren? Gimana cara lu nguatin sesuatu?"


"Gw? Pertanyaan bagus. Gw gak mau lihat Naofumi bingung gara-gara kebohongan elu, jadi kurasa gw harus bertindak dan memberitahu dia yang sebenarnya."


Kenapa dia harus memanggil namaku? Terserahlah, dia memang betul kalau aku bingung.


"Di dunia ini semuanya soal level. Mungkin ada hal lain yang perlu diperhatikan, tapi pada akhirnya semuanya kembali ke apakah elu udah cukup naik level."


"Ini lagi, nongol juga kelakukan busuk lu yang demen bohong."


"Cok! Lu pikir lu bisa bohong sesuka elu kalo lu memasang wajah tenang dan kalem!"


Apa yang terjadi disini?


"Naofumi, keknya mereka bedua ini berencana bohong sampai akhir pertemuan ini. Gw rasa itu terserah gw untuk ngasih tau lu yang sebenarnya. Kalo lu mau nguatin senjata punya lu, itu bergantung pada penguasaan skill."


"Penguasaan skill?"


"Tepat. Semakin sering lu menggunakan sebuah senjata, semakin kuat senjata itu jadinya. Bagian pentingnya adalah saat berganti senjata, lu harus mengubah penguasaan skill yang terkumpul dari senjata itu menjadi energi. Lalu lu nambahin energi itu pada senjata baru lu, dan itu akan membuka kekuatan tersembunyi dari senjata baru tersebut."


"Woah, itu adalah salah satu kebohongan yang menakjubkan yang pernah gw denger."


"Abaikan saja dia. Lu cuma perlu terus ningkatin kelangkaan dari senjata lu. Lu mungkin gagal atau lu kehilangan sebuah senjata, tapi senjata legendaris kita aman."


Semua cerita mereka membuatnya terdengar begitu sederhana. Tapi gak satupun dari yang mereka sebutkan yang bisa ditemukan di menu bantuan.


Aku gak tau siapa yang harus dipercayai. Apa Ren dan Itsuki bohong?


"Dengarkan saja dirimu sendiri, berbohong dengan wajah kalem kayak gitu. Lu gak lebih baik dari Naofumi."


Motoyasu mencaci Ren.


"Apaan itu?!"


"Dia betul, lu gak usah dengerin dia—dia bohong."


"Kalian sinting. Siapa yang harus dia percayai? Dan gw gak bohong!"


"Lihat aja sendiri. Buka pohon skill lu dan lihat senjata yang sering lu gunain. Lu bisa periksa penguasaan skillnya disana."


Aku melakukan seperti yang dikatakan Motoyasu dan membuka menuku, lalu aku melihat Chimera Viper Shield.


Tapi saat aku membuka menu perisai itu, menu itu cuma menampilkan status yang kayak biasanya.


Dia bilang aku harus memeriksa sesuatu? Kayaknya itu sebuah kebohongan.


Aku mengulurkan jari untuk menyentuhnya, tapi gak terjadi apa-apa.


"Gak ada yang terjadi."


Harusnya aku sadar kalau itu sebuah kebohongan. Aku paham gak bisa mempercayai mereka sepenuhnya sejak awal, tapi aku terkejut bahwa mereka akan berbohong secara langsung didepanku saat aku bisa memeriksa kebenaran dari pernyataan mereka.


Kalau itu adalah sebuah kebohongan, maka pernyataan mereka tentang sistem penyalinan senjata mungkin juga bohong.


"Gw gak bohong! Lu cuma berusaha menghancurkan reputasi gw!"


"Gw juga gak bisa melakukannya."


"Gw juga. Pilihan itu gak ada di menu bantuan."


"Ugh! Terserahlah! Gw begitu tolol karena mencoba membantu lu!"


Ren menjadi sangat jengkel pada setiap penjelasan dari Itsuki dan Motoyasu, menghela nafas dan menyilangkan tangannya dengan marah. Dia duduk dikursinya.


Ren biasanya begitu tenang dan teliti. Nyatanya, aku gak pernah lihat dia begitu marah. Tetap saja, dua pahlawan yang lain bersikeras bahwa dia bohong, dan dari yang kulihat pada menu bantuanku sendiri sudah memverifikasinya.


"Gw belum kelar. Ada cara lain untuk nguatin senjata lu. Lu harus ngambil energi dari item lain dan menggunakannya untuk nguatin senjata. Kalo lu melakukannya, itu akan meningkatkan kekuatan dari item tersebut dengan presentasi tertentu."


"Maksud lu kayak meningkatkan kekuatan serangan sebesar 10 persen gitu?"


"Ya, tapi ada resiko besarnya. Kalau lu gagal, maka nilainya akan jatuh menjadi nol."


"Lagi-lagi bohong. Berhentilah ngasih tau Naofumi tentang game lain."


"Gw mengatakan yang sebenarnya! Dengan cara inilah gw menjadi lebih kuat—dengan menggunakan energi dari monster dan item lain untuk nguatin senjata gw. Itu bekerja untuk semua senjata gw. Itu adalah sebuah sistem paralel dengan level lu saat ini—kayak memiliki sebuah level job."


Kalau memikirkan kembali apa yang dia katakan, aku jadi ingat aku pernah melihat hal yang serupa dalam game-game yang pernah aku mainkan dulu. Kau bisa menaikkan level equipmentmu untuk mendapatkan kemampuan baru. Itu gak terlalu menarik, tapi itu berhasil. Tetap saja, kurasa aku ingat mempelajari beberapa kemampuan yang sangat kuat dengan cara itu.


"Oke, oke... Ren dan Itsuki semakin ngaco. Biar gw..."


"Gw gak berharap banyak, silahkan."


Aku sudah menduga kebohongan dari mereka.


"Gw kasi tau lu, yang paling penting adalah fokus pada peleburan senjata dan ningkatin statistik. Hasil yang lu dapetin dari peningkatan statistiknya jauh lebih penting daripada apa yang lu dapetin dari level asli lu. Meskipun lu pake senjata paling lemah, senjata bawaan yang lu miliki, kalo lu meleburkannya dengan betul, itu bisa jadi betul-betul kuat! Gw manfaatin semua bonus equip gw buat naikin kekuatan serangan."


"Nah itu tuh kebohongan yang gak tanggung-tanggung!"


"Naofumi, gak usah lu dengerin dia!"


Motoyasu mengabaikan protes mereka dan terus bicara padaku.


"Itu berbeda untuk masing-masing senjata, tapi hal pertama yang lu perlukan adalah mengumpulkan ore untuk peleburan. Di Emerald online lu bakal kehilangan senjatalu kalo proses peleburannya gagal. Tapi itu gak akan terjadi pada senjata legendaris kita. Disini, kalo lu gagal, nilai peleburannya cuma akan jadi nol."


"Itu gak benar."


"Ya."


Argumennya semakin parah dan gak karu-karuan. Ratu kelihatan bingung oleh semua yang saling bertolak belakang ini.


Sejujurnya, aku sendiri sangat bingung.


Apa mereka pikir mereka bisa lolos dengan kebohongan kalau mereka semua berbohong?


"Yang jelas, ada mata sukma dan peningkatan statistik. Bergantung pada jiwa monster yang lu gabungin dengan senjata, efeknya akan beda. Pilihannya bermacam-macam bergantung pada senjata, tapi mari kita anggap bahwa lu punya senjata untuk duel. Lu bisa ningkatin damage senjata itu pada manusia lain."


"Itsuki, bukankah elu mengatakan sesuatu yang mirip dengan itu?"


"Ada begitu banyak slot yang tersedia pada senjata, dan persentasinya udah ditetapkan."


"Katakan yang sebenarnya!"


"Ya, gw udah muak mendengar tentang game lain."


Ren dan Itsuki berteriak untuk membungkam Motoyasu, yang menoleh frustasi pada mereka berdua.


"Kenapa kalian terus aja bohong?"


"Kenapa lu bohong?"


"Kalian bedua yang bohong!"


"Yah gw gak tau siapa yang bohong dan siapa yang enggak..."


Percakapannya bisa dibilang berjalan baik sampai kami mencapai akhir. Terus sepertinya semuanya memiliki versi yang berbeda dari kebenarannya.


Mereka bertiga tampak marah—kurasa aku gak pernah lihat mereka bertentangan secara terang-terangan seperti ini.


"Mungkinkah senjata kalian ditingkatin secara berbeda?"


"Anggap saja gitu."


"Itu bisa dijadikan penjelasan singkatnya. Anggap saja begitu."


"Baik—tapi sejauh ini gak satupun penjelasan kalian yang sesuai dengan apa yang udah gw lihat."


Dan kemudian, sepertinya percakapannya berakhir.


Jika mereka semua semarah kayak gitu, maka mereka mungkin gak bohong.


Kalo mereka bohong, kebohongan mereka cuma akan mempengaruhi reputasi mereka sendiri.


"Baik. Yah kurasa sekarang gikiranku."


"Ya. Kami udah berusaha sebaik mungkin ngasi tau elu apa yang kami tau, jadi lebih baik lu cari tau sendiri kebenaranya."


"Kalo lu pikir gw bohong, gw gak mau disalahin."


Semua ini semakin lama semakin membingungkan.


"Apa yang ingin kalian ketahui duluan?"


Sejujurnya, mereka bertiga ini menganggap segalanya seperti game. Setidaknya, aku ingin mencari cara untuk membuat mereka menganggap ini secara serius—atau nyawa kami semua akan dalam bahaya. Jadi lebih baik aku memberitahu mereka yang sebenarnya.


"Katakan pada kami kenapa Raphtalia dan Filo bisa jadi sangat kuat."


"Mudah saja. Gw punya Slave-User Shield dan Monster-User Shield, keduanya memiliki bonus equip yang bagus yang mempengaruhi pertumbuhan mereka. Ini adalah efek-efek seperti 'penyesuaian status' dan hal-hal lainnya. Dan Filo memiliki bonus lain dari Filolial Shield punya gw."


Haruskah aku memberitahu mereka tentang jambul yang mengapung saat upacara peningkatan kelas? Aku memutuskan untuk menunggu bagaimana kelanjutan pertemuan ini.


"Kelas perisai di game yang gw tau gak punya skill yang betul-betul berguna."


"Gw juga ngerasa itu susah dipercaya. Skill-skill semacam itu akan merusak game.... Dimana lu dapat perisai curang?"


Curang? Ha... terserahlah—gak ada yang menyenangkan dari mereka ini.


"Gw dapat Slave-User Shield dari tinta yang digunakan pada pemasangan kutukan budak, dan gw dapat Monster-User Shield dari serpihan telur setelah Filo menetas."


"Yah kalau dia ngasi tau dimana dia ngedapatin perisai-perisai itu, kita mungkin bisa mencobanya sendiri."


"Kalian bisa mencobanya, tapi gak ada jaminan bahwa hal yang sama akan terjadi sama kalian."


"Memang, tapi lu bisa saja bohong sama kami."


"Terserah lu mau mikir apa. Gimana kalau itu adalah suatu sistem leveling yang cuma tersedia pada perisai legendaris?"


"Oke, kita anggap aja dia berkata jujur. Itu tetap gak ngejelasin kenapa Filo bisa sekuat itu. Kekuatannya sangat besar. Doi memang sudah kuat sejak awal, tapi sekarang doi betul-betul berbeda. Gimana bisa itu terjadi?"


"Oh—itu. Itu terjadi saat kami sedang sibuk kabur dari elu dan Lonte. Seorang bangsawan penganut Church of the Three Heroes melepas segel pada seekor monster kuat."


"Gw dengar soal itu—tapi gw denger kalo elu lah yang melepas mahluk itu."


Sang ratu menyela.


"Sebenarnya, aku telah melakukan sebuah penyelidikan resmi mengenai masalah ini. Dan sepertinya bangsawan korup yang ada di kota tersebut menolak mengakui kekalahannya di tangan Tuan Iwatani, dan kemudian melepaskan monster karena putus asa."


Aku gak punya waktu untuk kembali dan memeriksa area tersebut setelah kami pergi. Ada seorang bangsawan yang betul-betul baik di kota sebelah. Aku secara pribadi menyebut dia Nice Guy. Dia membuat komunitas demi-human lokal menjadi prioritasnya. Aku penasaran apa yang terjadi pada dia?


"Maaf, Yang Mulia. Apa yang terjadi pada bangsawan di kota sebelahnya?"


"Setelah semua itu terjadi, kami memutuskan untuk membawa dia kembali ke kotanya. Memang benar hanya sebentar, tapi dia sangat kelelahan karena pelarian itu, dan kami mengawasi pengobatan medisnya."


"Oh...."


Kami juga bertemu dengan seseorang dari desa Raphtalia, dan mereka kabur bersama Nice Guy.
Kami cuma bisa berharap bahwa mereka bisa sampai rumah dengan selamat.


"Monster seperti apa yang dilepaskan bangsawan itu?"


"Kami memancingnya keluar dari area pemukiman dan mencoba melawannya di hutan. Tapi saat pertempuran dimulai, ratu dari para filolial, Fitoria, muncul dan mengalahkan monster itu. Lalu dia menggunakan sihir untuk mentransport kami semua ke tempat aman."


"Transport?"


"Cuma itu satu-satunya kata yang bisa kupikirkan. Itu seperti tiba-tiba gw kehilangan pijakan. Gw gak betul-betul memahaminya."


"Bukankah lu punya skill transport? Saat gw melihat lu kabur dari Motoyasu sebelumnya, gw menyadari lu gak tau apa-apa, tapi gw tau lu pasti sudah mendapatkan satu atau dua sekarang."


Ren mengangguk berserta Itsuki, dan Motoyasu juga mengangguk setuju.


"Memangnya ada skill yang kayak gitu?"


"Tentu aja ada. Punya gw namanya Transport Bow. Lu bisa daftarin tempat-tempat yang udah lu kunjungin, terus langsung mentransport dirilu sendiri dan party lu kesana kapanpun."


"Punya gw namanya Transport Sword. Cara kerjanya sama."


"Punya gw Portal Spear. Lu betul-betul gak tau apa-apa tentang ini?"


"Nggak! Ini baru pertama kalinya gw mendengarnya!"


Apa yang mereka bicarakan? Aku memang tau kalau menjadi seorang pahlawan memiliki keuntungan yang bagus seperti itu!


"Untuk membukanya lu harus level 50 sih—lumayan tinggi."


Itu menjelaskan kenapa aku gak punya. Aku masih level 43.


Tunggu bentar, apa itu artinya para badut ini sudah berlevel diatas 50?


"Material apa yang kalian butuhin?"


"Pasir dari jam pasir naga."


"Itu benar...."


Mereka bertiga mengangguk. Tapi.....


"Gimana caranya kalian dapetin pasir itu?!"


"Kami memintanya dan mereka memberikannya pada kami."


Jancok! Aku cuma ketemu sama para suster cerewet pelit lagi saat aku datang ke gereja—dan mereka gak memberi aku apapun.


"Terus, apa terjadi setelah perpindahan itu?"


"Dia mengajari Filo cara bertarung yang efektif selama beberapa saat, dan kemudian dia melakukan.... sesuatu... dan statistik Filo meningkat pesat. Lalu dia nyeramahin gw, bilang kalo para pahlawan musti bekerja sama. Dia bilang kalau para pahlawan gak bekerja sama, dia bakal membunuh kita semua."


Ha! Mereka bertiga tampak gak percaya dengan apa yang kukatakan.


"Kalau kalian berpikir gw bohong, mungkin kalian harus melawan Filo sendiri? Asal kalian tau bahwa kami barusaja melakukan peningkat kelas, jadi dia lebih kuat lagi sekarang."


Bukankah mereka menyadari bahwa statistik milik Filo hampir dua kali lipat dari punyaku?


Motoyasu saja sudah kesulitan menghadapi aku—dia gak akan punya kesempatan menghadapi Filo.


"Nggak. Itu gak perlu."


"Oke, gw akan menanyakan pertanyaan selanjutnya. Saat pertarungan melawan high priest, Naofumi menggunakan kekuatan yang besar. Itu gak wajar. Kekuatan itu berasal dari perisai yang menyeramkan miliknya. Gw gak pernah lihat sesuatu kayak gitu di game yang gw mainin."


Itsuki mengarahkan tatapan penuh keraguan padaku dan terus berbicara.


"Dimana elu dapetin kekuatan kayak gitu? Bukan, kayaknya kurang tepat, biar gw ganti pertanyaannya. Dimana elu ketemu Dewa?"


"Apa?"


"Apa elu ketemu Dewa disuatu tempat dan menerima sebuah perisai cheat dari dia? Ada sebuah web novel yang gw baca dimana si MC mendapatkan kekuatan khusus kayak gitu dan kekuatan itu memungkinkan si MC bisa lebih tangguh dari karakter yang lainnya. Kasi tau gw yang sebenarnya."


Ha! Aku tau cerita yang dia bicarakan, tapi yang kayak gitu gak terjadi disini.


Aku melalui banyak hal sejak datang ke dunia ini, tapi beberapa pertanyaan membuatku jengkel sama kayak pertanyaan yang satu ini.


"Itu bukan cheat!"


"Masa sih. Seorang pengguna perisai harusnya gak bisa menimbulkan damage sedikitpun!"


Ren dan Motoyasu mengangguk.


"Dimana elu dapat kekuatan itu? Kalau kita bisa mendapatkan kekuatan kayak gitu maka kita akan tak terkalahkan. Elu harus memberitahu kami."


Orang-orang bego ini cuma ngelantur doang dari tadi. Itu mulai membuatku betul-betul jengkel.


"Mungkin gw cuma perlu berusaha keras untuk itu?"


"Ya betul."


Ampun deh. Mereka sudah meyakini soal apa yang bisa dilakukan pengguna perisai.


Tapi aku merasa mereka salah. Aku merasa bahwa para pengguna perisai lebih kuat dari yang mereka pikirkan.


Aku memandangnya begini: aku berusaha mendapatkan lebih banyak bonus equip, dan sebagai hasilnya aku mendapatkan seri kutukan—beitulah caranya aku jadi lebih kuat dari mereka.


Tapi mereka sepertinya berpikir bahwa aku mengetahui gimana caranya berbuat curang sehingga aku bisa sekuat mereka.


"Perisai itu bernama Shield of Rage. Bagian dari seri kutukan yang ada dalam perisai legendaris. Gw gak tau apa tepatnya yang menyebabkan perisai itu muncul, tapi kalo gw harus nebak... Aku akan mengatakan bahwa itu menanggapi amarahku. Pertama kali seri itu muncul adalah saat gw duel dengan Motoyasu. Gw sangat marah karena gw dijebak dan difitnah dan segala sesuatunya sangat gak adil."


Aku ingat saat itu terjadi. Aku begitu marah dan amarah itu meluap. Kupikir itu akan menelan aku sepenuhnya.


Kalau Raphtalia gak ada disana untuk menenangkan aku, entah apa yang akan terjadi.


"Itu ada di menu bantuan. Dikatakan elu harus membayar harga untuk menggunakannya. Bisakah kalian bertiga mengendalikannya? Ngomong-ngomong, gw menggunakannya untuk mengalahkan high priest, tapi perisai itu juga menyerang gw, alhasil statistik gw masih dalam masa pemulihan."


Ren melambaikan jarinya diudara. Dia pasti sedang melihat-lihat menu bantuan.


Lalu, seolah itu adalah hal yang jelas, dia berkata, "Gak ada. Gak ada sesuatu kayak gitu disini."


Yang betul saja! Itu ada di menu punyaku. aku bisa membacanya sejak Shield of Rage terbuka.


"Itu mungkin gak muncul sampai elu membuka senjatanya."


"Apa game-game online cenderung memiliki banyak senjata kutukan yang sangat kuat yang tersedia?"


"Tentu saja enggak. Perisai pengatur pertumbuhan itu nampak cukup mencurigakan juga."


"Kalo lu mau bohong sama kami, elu musti memikirkan kebohongan yang lebih baik—kek Ren sama Motoyasu."


Ren sepenuhnya kehilangan ketenangannya saat dia mendengar apa yang dikatakan Itsuki. Dia berdiri dan mengacungkan jarinya pada Itsuki.


"Siapa yang lu bicarain?! Elu pembohong terburuk disini!"


"Masa sih? Gimana dengan elu, selalu pura-pura sok tenang! Elu gak kelihatan tenang sekarang, kan?!"


"Ya, tepat."


Ren dan Itsuki menoleh dan berteriak serempak. "Elu cuma orang geblek maniak wanita! Masih mau cari cewek cabe lagi?!"


"Apaan itu?!"


"Lu lu pada! Berapa lama lagi elu menganggap semua ini sebuah game? Elu musti bertindak seperti pahlawan yang sebenarnya atau kita semua akan mati!"


Sejujurnya, aku bahkan gak mau mengingat apa yang terjadi selanjutnya. Ruangan itu dipenuhi dengan penyebutan yang vulgar.


Sang ratu berteriak protes, mengatakan apapun yang beliau bisa untuk mencoba mengendalikan situasi ruangan ini, tapi sudah terlambat. Gak bisa dihentikan lagi.


Adu cek-cok dan pertengkaran terus berlanjut sampai pintu ruangan terbuka, engselnya berderak saat para prajurit masuk.


"Apa yang terjadi?"


Kemunculan para prajurit yang tiba-tiba membuatku kembali sadar, dan kepalaku langsung jernih.


"Para anggota party para Pahlawan mulai berseteru dibawah!"


"Apa?!"


Para idiot itu.... apa yang mereka perbuat sekarang? Kami semua bergegas keluar dari ruangan dan berjalan turun.


* * * * *


"Lebih baik tarik kembali ucapanmu!"


"Jangan harap. Orang jelek itu—dia adalah perusak pemandangan! Mataku gak bohong."


"Apa kau yakin kau nggak membicarakan dirimu sendiri?!"


"Ha! Memangnya pelayan dari seorang arogan bodoh seperti dia tau!"


Saat kami tiba di aula, Raphtalia sedang berseteru saling membentak dengan Lonte dan pria berarmor.


Party Ren bersama Filo dan cewek bernama Rishia, cuma bisa berdiri dibelakang dan menonton tak berdaya.


Raphtalia sangat marah. Aku gak pernah melihat dia semarah itu. Apa yang sudah terjadi?


Lonte begitu tampak energik. Dia baru saja keracunan dan keluar dari rumah sakit, dan dia sudah berkelahi?


Party Motoyasu, termasuk Lonte, terdiri dari tiga orang.


Salah satu dari mereka berdiri disamping Lonte dan ikut serta dalam argumen. Yang satunya berdiri dikejauhan, melihat perkelahian terjadi.


"Ha! Gimana bisa semua orang berharap selamat dengan anggota party seperti demi-human kotor dan monster menjijikkan?"


"Oh rasakan ini! Ini adalah hukuman karena menyebabkan kekacauan."


Sang ratu menjentikkan jarinya dan kutukan budak diaktifkan.


"Kyaaaaaaaaaaa!"


Segel bersinar muncul di dada Lonte dan dia jatuh ke lantai, menggeliat kesakitan.


Rekan Itsuki, si pria berarmor, terkejut pada tindakan ratu. Dia terkesiap dan sambil wajahnya pucat saat melihatnya.


"Astaga... Kenapa kau melakukan ini?"


Sang ratu terlihat muak saat dia menatap Lonte yang meronta.


Beliau gak akan membunuh dia... kan?


"Raphtalia, apa yang terjadi?"


"Kami sedang berbicara dengan yang lainnya tentang bagaimana caranya bekerja sama dengan baik mulai dari sekarang, terus Lonte dan yang lainnya datang dan mulai mengatakan bahwa gak ada perlunya bekerja sama dengan kami, mengatakan kalau cuma gak buruk saja yang akan terjadi. Terus dia mulai menghina desaku dan mencemooh Filo... Terus dia mulai menghina Melty, mengatakan bahwa dia tau cara memanfaatkan orangtuanya dan dia bisa memanipulasi mereka. Dia mengatakan semua hal mengerikan yang dia lakukan!"


Aku menghela nafas dan melotot pada Itsuki dan Motoyasu.


"Tidak boleh begitu! Mereka berdua adalah rekannya seorang pahlawan, dan mereka bertarung untuk menyelamatkan dunia ini!"


Itsuki, merasakan kemana arahnya semua ini, berbalik pada pria berarmor dan memarahi dia.


"Tapi Master Itsuki... bukankah orang-orang ini berkeliaran dan menyebabkan masalah-masalah kemanapun mereka pergi?"


Menakjubkan. Kata-kata ini berasal dari orang yang menyebabkan masalah disini saat ini.


"Itu sudah dijelaskan bahwa itu adalah sebuah kesalahpahaman. Berdamailah dengan mereka."


"Baik."


"Myn... maksudku, Jalang! Kenapa anda memperlakukan dia seperti ini?"


Motoyasu memeluk Lonte dan menatap ratu.


"Ini adalah hukuman yang dia terima karena menimbulkan kericuhan. Dari semua yang telah aku dengar, akar masalahnya terletak pada dia saja."


Sang ratu membuka kipasnya dan menutupi bibirnya saat beliau berbicara. Ketidaksenangan Motoyasu sangat jelas—dia menatap ratu, kebencian berkobar dimatanya.


"Tuan Kitamura? Luangkan waktu untuk memikirkan ini baik-baik. Gadis ini baru saja keluar dari rumah sakit, dan ini merupakan hal pertama yang dia lakukan."


"Urm...."


"Apa kau mendengar apa yang terjadi disini? Apa belum jelas siapa sumber masalahnya?"


Motoyasu jelas-jelas merasakan hal itu, nggak mengatakan apa-apa. Dia cuma memeluk Lonte dan meninggalkan aula.


Itsuki sibuk menenangkan pria berarmor.


Pria yang menunjukkan rasa hormat yang tinggi pada Itsuki, namun kemudian dia terlibat dalam tindakan seperti ini.


"Kurasa pestanya sudah lama usai. Kita akhiri saja untuk hari ini. Nanti, saat emosinya sudah tidak tinggi, aku ingin mengadakan pembicaraan dengan kalian semua sekali lagi, pembicaraan yang dihadiri semua pahlawan."


"Baik."


"Saya setuju."


Ren dan aku mengangguk.


Itsuki juga mengangguk setuju dan kemudian meninggalkan ruangan.


Yang benar saja.... Semuanya semakin parah. Bagaimana caranya kami belajar bekerja sama sekarang?


Para pahlawan harus bekerja sama, kalau enggak Fitoria akan datang membunuh kami semua. Kami sudah berada dalam situasi yang gawat, tapi masalah-masalah kami terus meningkat.

Catatan Penerjemah[edit]

  1. 'Arthurian : mengacu pada Raja Arthur bersama para ksatrianya yang duduk pada Meja Bundar
Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 3 - Power Up[edit]

"Hmmm...."


Aulanya sepi sekarang, dan aku sedang berpikir tentang semua yang mereka katakan. Aku sudah menyuruh Raphtalia dan Filo kembali ke kamar.


Memikirkan semua itu dengan tenang. Aku semakin curiga pada para pahlawan.


Kurasa aku sudah mendapatkan informasi dari mereka yang bisa aku harapkan.


Tapi aku gak tau gimana caranya mengetahui mana yang benar dan mana yang bohong.


Ada satu hal yang mereka semua setujui: saat kau menyerap monster yang dikalahkan, monster itu memberi item drop.


Mereka semua juga setuju atas sistem penyalinan senjata.


Sisanya pasti perbedaan diantara game-game yang mereka semua mainkan di dunia asal mereka.


Mereka mengatakan bahwa kalau kau memiliki sebuah senjata maka kau bisa menyalinnya, dan setelah kau memenuhi persyaratannya kau bisa memakainya secara normal.


Mereka juga bilang bahwa senjata yang kau gunakan bisa melakukan suatu tugas untukmu, seperti crafting (T/N: mau aku tulis "kerajinan" kayaknya kurang pas)


Ya, mereka menyetujui poin itu.


Tapi mereka gak sependapat pada gimana caranya meningkatkan kekuatan item-itemmu. Aku memutuskan untuk mencoba dan mencari tau apa yang mereka katakan.


Anggap saja bahwa senjata mereka masing-masing diperlakukan secara berbeda—itu gak masalah, kecuali aku gak aku gak tau gimana cara kerja perisaiku. Mereka memiliki pengalaman dari sebuah game yang merefleksikan senjata mereka, tapi aku gak punya. Tentunya, aku membaca buku tentang pahlawan di dunia asalku, tapi bagian yang seharusnya menggambarkan tentang senjataku sendiri kosong!


Aku mengeluarkan sebuah memo dan mencoba meringkas apa yang mereka katakan tentang sistem power-up.


Ren

Kekuatan pada dasarnya ditentukan oleh levelmu.

penguasaanMastery: menggunakan senjata yang sama akan meningkatkan tingkat kemahirannya.

Transfer energi: saat kau selesai menggunakan sebuah senjata, kau bisa mereset tingkat penguasaannya dan melepas sejumlah energi yang kau investasikan kedalamnya. Akhirnya, item apapun yang telah kau serap pada senjata tersebut juga bisa berubah menjadi energi.

Meningkatkan kelangkaanrarity: dengan memberi energi pada sebuah senjata, kau bisa meningkatkan tingkat kelangkaannya.
Ini cenderung meningkatkan kemampuan senjata tersebut.


Motoyasu

Semuanya berdasarkan pada senjatamu. Hal terpenting adalah penguatan sukma, dan statistik asli dari senjatamu tidaklah terlalu penting. Yang kau perlukan adalah kekuatan yang cukup dan pengalaman untuk menggunakan senjata.

Peleburan: kau bisa meningkatkan kekuatan sebuah equipment menggunakan ore. Gak ada peluang kegagalan.

PeningkatanEnchantment sukma: jiwa monster, atau item, yang telah diserap kedalam sebuah senjata bisa digunakan untuk memberi kekuatan khusus pada senjata tersebut. Ini gak punya peluang gagal—mungkin.

Status enchantment: statistik juga bisa ditingkatkan dengan cara yang sama.


Itsuki

Kelangkaan senjata adalah yang terpenting. Penguatan cuma peningkatkan tambahan. Saat kau memiliki sesuatu yang langka, itu semakin masuk akal untuk menyebutnya sebuah senjata langka.

Power up: kekuatan dari sebuah senjata bisa ditingkatkan dengan menambahkan ore tertentu. Ini gak bisa gagal.

Penguatan item: item-item yang telah diserap kedalam sebuah senjata bisa diubah menjadi energi, dan energi itu bisa digunakan untuk meningkatkan presentasi dari banyak statistik. keberhasilannya berdasarkan pada kemungkinan, dan oleh sebab itu ada peluang kegagalan.

Job level: kau bisa meningkatkan statistikmu dengan menggunakan energi yang terkandung dalam monster yang diserap atau item-item.


Harusnya begitu.


Semuanya betul-betul gak berkaitan satu sama lain. Semuanya melibatkan energi power-up, peleburan, dan kelangkaan.


Kalau aku menerjemahkannya kedalam kata-kata yang aku pahami, itu terdengar seperti Itsuki membicarakan tentang senjata-senjata unik dan senjata-senjata langka yang dijatuhkan oleh boss.


Ren berbicara tentang warisan kelangkaan pada senjata. seperti sebuah contoh langka dari sebuah pedang besi atau semacamnya.


Adapun untuk penguatan, sepertinya ada tiga versi yang berbeda.


Mereka bertiga familiar dengan dunia ini karena game yang mereka mainkan, tapi masing-masing game itu pasti berbeda.


Mereka menyebut game-game itu VRMMO, lalu sebuah MMO biasa, dan yang satunya sebuah consumer game.


Aku gak pernah mendengar VRMMO, dan MMO serta consumer game mengacu pada sistem yang sama. Kalau game-game itu saling berhubungan, consumer game mungkin merupakan produksi fans salinan dari MMO.


Di dunia asalku sendiri, aku memainkan game berbeda yang memiliki kualitas yang serupa dengan sisyem dari game yang mereka bertiga gambarkan.


Itu masuk akal dalam arti tertentu. Kakau mereka memainkan game game yang berbeda, maka deskripsi mereka gak sesuai, dan tentu saja mereka menganggap yang lainnya berbohong.


Mereka mengatakan bahwa gak ada hal seperti seri kutukan.


Saat pertama kali aku melihat layar statusku, aku juga gak melihatnya. Nyatanya, seluruh cabang pohon belum muncul sampai kupikir Filo telah tewas dan aku betul-betul marah. Ini hanyalah instansi lain bahwa kami memiliki pendapat-pendapat yang berbeda mengenai cara kerja dunia.


Tapi... apa maksudnya yang sebenarnya?


Aku menatap perisai di tanganku.


Mungkinkah senjata-senjata legendaris mencerminkan hati dari penggunanya?


Hati? Apaan itu maksudnya?


Penolakan... tepat. Di suatu tempat yang jauh didalam, aku menolak.


Fitoria memperingatkan aku bahwa para pahlawan harus bekerja sama. Pasti ada maksudnya.


Penyalinan senjata.... Mereka bertiga setuju pada hal itu, jadi itu pasti bukan kebohongan.


Item drop juga.


Tapi aku gak tau tentang itu, dan itu juga gak ada di menu bantuanku.


Aku membuka ikon senjataku dan melihat-lihat pilihannya. Memang, hal-hal itu gak ada dalam daftar.


Tapi kalau aku pikir lagi, kurasa menu punyaku telah memasukkan lebih banyak pilihan sebelum aku difitnah dan diusir dari istana. Itu bukan cuma anggapanku. Aku yakin soal itu.


Baiklah! Aku harus mencoba sesuatu.


Pasti ada bagian item drop! Pasti ada bagian penyalinan senjata!


Mereka bertiga telah memastikan hal itu berulang-ulang, jadi itu pasti ada dalam daftar di menu mereka.


Aku mencoba membayangkan sebuah layar yang memberi daftar item drop yang aku dapatkan sampai saat ini. Akan seperti apa itu?


Aku membuka menu perisai. Ada sebuah suara pelan saat jendela terbuka didepanku.


Itu dia, dengan sebuah kilatan—sebuah daftar panjang dari semua item yang dijatuhkan oleh monster-monster yang telah kukalahkan sampai sejauh ini.


"Apa-apaan ini?!"


Kau harus percaya agar muncul. Dengan menjaga jarak dari orang lain, aku membatasi pilihanku sendiri.


Itu tampak seperti ada sebuah kotak item, dan dipenuhi dengan monster. Saat aku mengklik monster tersebut, item yang dijatuhkan akan muncul.


Hei, ada beberapa herbal obat yang kau butuhkan untuk membuat Magic Water. Dan ada banyak material untuk membuat Soul-Healing Water juga.


Dan ada banyak... sampah. Dan ada banyak sekali organ dan usus monster juga.


Aku begitu marah, tapi mereka gak punya alasan untuk bohong. Kalau aku cuma memikirkan itu dan membuka menu perisai, gak ada yang muncul.


Itu artinya aku menolaknya secara gak sadar.


Aku gak pernah menyangka bahwa para pembohong itu bisa mengatakan yang sebenarnya.


Apa aku cuma kurang percaya? Ha! Ini mulai terdengar seperti pertunjukan anak-anak. Tapi itu benar. Aku mempercayainya.


"Tuan Iwatani?"


Ratu memanggilku. Aku memutuskan bahwa kalau aku ingin bertahan, aku harus percaya. Aku harus mempercayai perisai ini.


Ini adalah perisai legendaris. Apa masalahnya kalau mereka berbohong padaku sebelumnya?


Percaya merupakan suatu kekuatan yang lain. Apa yang harus kurelakan? Aku harus mengingat apa yang kupelajari dari kehidupan dagangku.


Kalau kau terlalu takut tertipu, maka kau akan kehilangan peluangmu untuk menghasilkan sebuah keuntungan besar.


Aku harus percaya! Itsuki benar soal peningkatkan kekuatan. Benar-benar ada penguatan item.


Kalau nggak ada, maka kami sama seperti para petualang lain.


Aku mempercayainya, dan aku menekan ikon perisai. ZizZap—sesaat, ikon itu berkedip.


Sesaat kemudian ada suara pelan, dan sebuah menu item yang baru muncul. "Power up"


"Bagus!"


Aku menggunakan ore yang ditetapkan pada perisai itu, aku cuma perlu mencari sebuah perisai yang cocok dengan ore tersebut.


Bee Needle Shield 0/20

Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: attack +1
Efek khusus: needle (kecil), racun lebah (lumpuh)


Untuk mencobanya, aku mencoba untuk meningkatkan Bee Needle Shield. Ada tanda bunyi pelan, dan menampilkan denominatornya berganti menjadi 1.


Aku mulai memahaminya. Itu cukup mudah untuk melakukan power up, dan numeratornya 20. Di dunia asalku, sistem power up ini digunakan dalam sebuah game dimana kau memburu para monster.


Mumpung aku masih mengerjakan ini, aku memutuskan untuk mencoba mengubah item yang diserap menjadi energi.


Sepertinya ada banyak sekali kemungkinan efek yang berbeda.


Aku menemukan hal yang tampak menarik. Itu akan mengurangi damage yang diterima dari monster tipe Usapil. Aku memutuskan untuk mencobanya.


Kemungkinan keberhasilannya 100% untuk upaya pertama.


Bee Needle Shield 1/20

Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: attack +1
Efek khusus: needle (kecil), racun lebah (lumpuh)

Item enchantment level 1. Damage dari monster tipe Usapil berkurang 2%


Aku masih memiliki energi untuk dikerjakan, jadi aku memutuskan untuk mencobanya lagi.


Cok! Aku gagal. Dan angkanya menjadi nol. Aku memutuskan mencoba lagi.


Angkanya naik menjadi 2.


Aku terus mencobanya lagi dan lagi, dan pada akhirnya angkanya naik menjadi 7. Peluang keberhasilan untuk naik ke 8 sangat rendah.


Bee Needle Shield 1/20

Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: attack +1
Efek khusus: needle (kecil), racun lebah (lumpuh)

Item enchantment level 7. Damage dari monster tipe Usapil berkurang 16%


Aku merasa seperti aku bisa menghadapi monster tipe Usapil sendirian sekarang, kalau memang harus.


Tapi ada pengukur lain yang gak berubah.


Itsuki mengatakan sesuatu tentang "job level". Aku memutuskan untuk mencoba bereksperimen dengan itu selanjutnya.


Dari jumlah statistik yang banyak, aku memutuskan untuk fokus pada defenseku—mengingat kelasku, itu wajar saja.


Defense job level 1

Defense gauge 0/5


Sepertinya aku mendapatkan banyak organ dan bagian monster saat aku mengalahkan mereka, jadi aku memilih beberapa diantaranya dan terus memasukkannya pada slot yang tersedia.


pengukurGauge'nya terisi perlahan-lahan, dan saat mencapai satu, aku menggunakan sejumlah item yang berbeda.


Defense gauge 5/5

Gauge naik! "Defense +1"

Defense job level 2


Lalu defense gauge berubah menjadi 0/6.


Aku mau menambahkan lebih banyak item, tapi waktu cooldown muncul.


Sepertinya kau hanya bisa meningkatkan gauge'nya sampai jumlah tertentu dalam satu periode yang ditentukan.


Itu nggak begitu mengesankan. Tapi kalau kau mengisi gauge dari waktu ke waktu, itu mungkin akan berujung menjadi suatu kekuatan yang harus dipertimbangkan. Aku penasaran apakah aku bisa mempelajari skill dengan cara ini juga?


Apapun itu, aku mempelajari beberapa hal penting disini. Aku harus membicarakannya dengan yang lainnya.


Berikutnya aku memutuskan untuk mencoba sistem milik Ren. Sama seperti yang kulakukan dengan sistem milik Itsuki, aku memastikan bahwa aku mempercayai pemikiran itu, dan kemudian membuka menu untuk senjata favoritku, Chimera Viper Shield.


Chimera Viper Shield 0/30

Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: skill "change shield", peracikan penawar racun, resistensi racun (medium)
Efek khusus: "snake fang (medium), "hook"

Mastery level: 100


Sepertinya statistiknya sudah sangat tinggi. Mungkin 1,5 kali lebih tinggi dari yang aslinya?


Tingkat defensenya sangat tinggi. Adapun untuk tingkat penguasaannya, sepertinya 100 adalah nilai maksimumnya.


Aku menyentuh menu pilihannya, dan kemudian....


Reset level mastery?


Sebuah pesan sistem muncul.


Aku ragu-ragu sesaat sebelum menekan "yes". Lalu semua nilai statistiknya kembali ke aslinya.


Menerima 2000 energi poin level mastery


Aku menggunakan poin energi itu pada chimera viper. Sial, gak cukup. Aku butuh 4000 poin.


Aku segera melihat-lihat perisai yang jarang aku gunakan dan mengubah level penguasaannya menjadi poin energi.


Aku mendengar sebuah bunyi tanda bahwa sesuatu telah terjadi.


Chimera Viper Shield (awakened) 0/30 C

Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: skill "Change Shield", peracikan penawar racun, resistensi racun (medium)
Efek khusus: Snake Fang (besar), Long Hook

Mastery level: 0


Statistik dasarnya telah meningkat cukup banyak.


Apa-apaan itu?!


Apa itu? Kelangkaan? "C" mungkin maksudnya common (biasa).


Tentu saja aku gak punya energi yang cukup untuk mengubahnya, jadi aku mencari dan mengumpulkan energi dari perisai-perisai lain, dan mencobanya lagi.


Sukses!

Chimera Viper Shield (awakened) 0/30 UC

Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: skill "Change Shield", peracikan penawar racun, resistensi racun (medium)
Efek khusus: Snake Fang (besar), Long Hook

Mastery level: 0


"UC" pasti artinya tak biasa"uncommon". Statistik dasarnya sekitar 1.2 kali lebih tinggi dari yang sebelumnya.


Aku mencobanya beberapa kali sampai aku meningkatkan senjata itu menjadi "R" yang mana artinya rare (langka). Sampai pada kelangkaan itu, statistik dasarnya meningkat pesat.


Perisai itu telah.... whoa, perisai itu telah menjadi jauh lebih kuat! Kalau aku menambahkan statistik dari tingkat penguasaan, maka..... Wow.


Aku memutuskan untuk mencoba sistem milik Motoyasu selanjutnya. Aku hanya perlu percaya sepenuhnya—aku harus jadi orang bodoh yang gak ketulungan!


Jiancok! Aku gak punya ore yang cukup untuk mencoba sistem pertumbuhan milik Motoyasu.


Aku harus meminta bantuan ratu untuk masalah yang satu ini. Kalau semua sistem lain berhasil, maka aku mungkin bisa menganggap sistem milik Motoyasu juga berhasil. Tapi tapi butuh waktu untuk mendapatkan material yang diperlukan. Untuk saat ini aku cuma perlu fokus pada apa yang bisa kulakukan sekarang.


Aku ingin mencoba penguatan sukma juga, tapi aku gak punya material juga. Aku bisa mencoba penguatan status. Aku bisa melakukannya dengan material yang ada... Kurasa hasilnya acak.


Pada akhirnya, kekuatan sihir meningkat.


Chimera Viper Shield (awakened) 0/30 R

Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: skill "Change Shield", peracikan penawar racun, resistensi racun (medium)
Efek khusus: Snake Fang (besar), Long Hook
Mastery level: 0
Status enhancement: magic power +20


Itu adalah boost yang besar!


Oh lihat, aku bisa meresetnya. Tapi aku sudah gak punya material yang tersisa, jadi aku memutuskan untuk membiarkannya seperti ini untuk saat ini.


Perisai itu bahkan tampak lebih kuat dimataku. Semua statistik dan sistemnya agak membingungkan, jadi aku belum mengerjakan semuanya—tapi sudah jelas ini adalah sesuatu yang menguntungkan bagiku.


Aku membaca menu bantuan sekali lagi.


"......"


Segala sesuatu yang mereka katakan padaku telah muncul di menu sekarang.


Jika sistemnya menanggapi apa yang kupercayai, maka mungkinkah aku bisa menggunakan sistem pertumbuhan dari game yang pernah aku mainkan di dunia asalku?


"Huh?"


Gak peduli seberapa dalam aku mempercayainya atau membayangkan menu-menunya, gak ada yang berubah. Memang, perisainya sudah meningkat pesat, tapi aku gak bisa memahami mekanisme cara kerjanya.


"Yang Mulia Ratu..."


"Ada apa?"


"Beritahu para pahlawan lain. Segala yang mereka katakan adalah benar. Tidak ada kebohongan dalam yang mereka katakan. Beritahu mereka bahwa mereka harus percaya pada apa yang dikatakan para pahlawan lain agar sistemnya bekerja."


Aku gak bisa mempercayai akan jadi seperti ini. Itu mengingatkan aku pada sesuatu yang dikatakan ratu.


Beliau mengatakan bahwa replika senjata yang digunakan high priest cuma memiliki seperempat dari kekuatan senjata aslinya.


Dengan apa yang kuketahui sekarang, itu masuk akal. Sebenarnya, aku sekarang sudah selangkah didepan orang lain.


Aku senang bahwa aku berada didepan yang lainnya, tapi kalau semua itu memang benar, maka dalam kasus terburuk....


* * * * *


Esok harinya, setelah sarapan, aku pergi menghadap ratu di ruang singgasana.


Aku menyangka Ren, Motoyasu dan Itsuki ada disana, tapi gak ada tanda-tanda mereka muncul.


"Dimana yang lainnya?"


"Mereka sudah pergi pagi-pagi buta."


"Rajin sekali. Apa mereka menggunakan perahu?"


"Ya. Dan aku telah mempersiapkan sebuah perahu untukmu juga. Perahu itu menunggu di pelabuhan. Bergegaslah."


"Dimengerti. Apakah anda menyediakan dana untuk perjalanannya?"


"Aku telah mempersiapkan segalanya. Jika ada sesuatu yang lain yang kau butuhkan, silahkan katakan padaku."


"Baiklah kalau begitu...."


Aku mengeluarkan selembar kertas dan menuliskan ore dan material yang aku butuhkan untuk menguatkan perisai lebih lanjut, lalu menyerahkan kertas tersebut pada ratu.


"Apakah anda bisa menyediakan ini untukku?"


"Baiklah. Jika para pahlawan lain bisa memahami seberapa kuatnya dirimu yang sebenarnya, mungkinkan mereka bisa bersatu?"


Itu pasti akan bagus.


Aku memperkirakan seberapa jauh peningkatkan tersebut akan memperkuay perisaiku—itu sangat signifikan.


Statistik Filo telah meningkat pesat setelah dia melakukan perubahan kelas, tapi sepertinya aku bisa ke tingkat yang berbeda setelah ini.


"Baiklah. Mohon undur diri."


"Hati-hati dijalan."


"Kami pergi duluuuuuu! Mel-chan! Sampai jumpa nanti!!!!"


Filo melambaikan tangannya pada Mel saat kami keluar dari istana.


Aku, aku lupa menyebutkan bahwa tadi malam, Filo dan Melty tidur bareng. Mereka berdua memang dekat.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 4 - Penyalinan Senjata[edit]

Kami meninggalkan istana, tapi aku memutuskan untuk mampir ke toko senjata sebelum pergi ke pelabuhan.


Pak tua yang menjalankan tempat itu betul-betul mengambil resiko besar saat semua orang menjebak dan menghianati aku. Aku merasa seperti aku berhutang banyak pada dia.


Dia membuatkan pedang sihir untuk Raphtalia dan sarung tangan yang digunakan Filo saat dia dalam wujud manusia.


"Hei pak tua—lama tak jumpa."


"Lihat siapa yang datang. Keesokan hari setelah kau pergi, seluruh kota dipenuhi dengan poster yang mengatakan bahwa ada imbalan untuk kepalamu. Aku hampir gak bisa mempercayainya."


"Itu adalah saat-saat yang sulit."


"Yah sepertinya kau berhasil membuktikan ketidakbersalahanmu pada semua orang."


"Tentu—banyak hal berkat kau. Alat-alat yang kau berikan pada kami betul-betul sangat membantu. Terimakasih."


"Ya, terimaksih banyak."


"Makasih!"


Raphtalia dan Filo juga mengucapkan terima kasih. Mereka mencoba mengembalikan alat-alat itu pada pak tua, tapi dia menolaknya.


"Hentikan itu. Orang-orang mencoba memberiku sesuatu, itu membuatku gugup. Alat-alat itu hanyalah eksperimenku. Kalian boleh menyimpannya."


"Hal yang kau tambahkan pada perisaiku pernah membantu kami juga. Itu membentuk semacam medan kekuatan yang menyelamatkan kami, namun kemudian hancur."


"Jangan kuatir soal itu. Itu juga eksperimenku. Aku ingin melihat apakah aku bisa memahami perisai legendaris sedikit lebih baik—pastinya, perisai itu memang misterius."


"Berkatmu kami bisa selamat. Aku gak tau gimana berterimakasih padamu."


"Sudah kubilang gak usah begitu. Apa yang bisa ku bantu hari ini, bocah?"


"Bisakah kau tunjukkan beberapa perisai padaku?"


"Kurasa aku gak punya perisai yang cocok kau gunakan... atau apakah itu untuk nona muda ini?"


"Tidak... sebenarnya, kurasa aku bisa mengatakannya padamu."


Aku memberitahu apa yang kudengar tentang sistem penyalinan senjata. Seperti yang kuduga, dia terlihat agak terganggu dengan hal itu.


"Kau tau aku pemilik bisnis ini. Apa yang kau bicarakan itu pada dasarnya tindakan pencurian terhadap aku."


"Apa kau lebih suka aku nggak memberitahumu? Akan aku pastikan kerajaan akan mendukungmu, tapi untuk sementara ini biarkan aku mencobanya."


"Yah kedengarannya para pahlawan lain telah melakukannya secara sembunyi-sembunyi.... Baik, terserahlah. Selain itu, kau adalah bocah baik. Ambil saja yang kau suka."


Ada sebuah perisai menggantung di dinding, jadi aku mengambilnya. Ada sebuah getaran yang menjalar di tanganku, dan sebuah ikon muncul di bidang pandangku.


Sistem penyalinan senjata diaktifkan

Persyaratan Iron Shield terpenuhi
Persyaratan Iron Shield terpenuhi
Persyaratan Red Iron Shield terpenuhi
Persyaratan Pink Iron Shield terpenuhi
Persyaratan White Iron Shield terpenuhi
Persyaratan Brown Iron Shield terpenuhi
Persyaratan Blue Iron Shield terpenuhi
Persyaratan Sky Iron Shield terpenuhi
dsb...


Itu membuka setiap warna variasi dari Iron Shield!


Saat aku baru saja memulai di Melromarc, aku membuka beberapa warna variasi dari Small Shield punyaku. Bonus equipnya semuanya cuma peningkatan statistik yang kecil, jadi aku gak terlalu memperhatikan perisai itu pada saat itu.


Tapi... kalau sistem penyalinan senjata berkerja dengan cara seperti itu, aku punya ide.


Apa ada Balloon Shield? Itu adalah salah satu monster yang tak pernah membuka sebuah perisai berbasis monster.


Aku tau ada Balloon merah dan oranye. Mungkinkah ada Balloon biasa yang tak berwarna juga?


Aku mengelilingi toko untuk menyentuh dan membuka semua perisai.


Ada Round Shield, Buckler, Night Shield, Bronze Shield, Copper Shield, Steel Shield, dan Silver Shield. Bahkan ada Leather Shield—perisai yang sebelumnya gak bisa aku buka dari menyerap potongan kulit.


Kayaknya sebagian besar perisai yang tersedia untuk dijual membuka variasi warna yang berbeda dari material asalnya.


Aku menyalin beberapa perisai lagi, seperti Magic Silver Shield, Heavy Shield, Iron Armor Shield, dan Magic Shield.


Iron Shield dan Iron Armor Shield secara teknisnya berbeda, kurasa. Adapun untuk Magic Shield, itu lebih seperti perangkat kecil yang memiliki tombol. Saat kau menekan tombolnya, itu akan mengubah kekuatan sihir penggunanya menjadi sebuah perisai. Jadi pada dasarnya itu merupakan sesuatu yang mirip dengan pedang sihir milik Raphtalia.


"Oh hei, tunggu sebentar, bocah."


Kata pak tua itu sambil melambaikan tangannya saat dia masuk kedalam sebuah ruangan.


Aku mendengar dia menaiki tangga, dan kemudian bunyi dentuman seolah dia sedang memukulkan sesuatu.


Beberapa menit berlalu dan dia kembali ke ruang penjualan.


"Maaf sudah menunggu—perisai ini cukup langka di wilayah ini."


Dia kembali sambil memegang sesuatu yang terlihat kasar. Tapi itu tampak berkilau juga, menentukan cahaya dengan cara yang aneh.


Itu terbentuk dari suatu jenis logam. Kupikir itu besi. Tapi rasanya agak berbeda.


Aku membuka sebuah jendela untuk menganalisanya.


Siderite Shield
Kualitas: normal


"Siderite[1]?"


"Ya, itu adalah sebuah nama untuk batu-batu aneh yang jatuh dari langit. Ini adalah salah satu produk pajangan yang paling menakjubkan dari Zeltbul. Ini merupakan bagian daei senjata seri siderite."


"Benarkah? Sebuah produk pajangan, huh? Kenapa kau memilikinya?"


"Dikala itu, yah... kau tau lah."


"Heh."


Terserahlah apa maksudnya, dia mungkin punya alasan tersendiri untuk nggak menjualnya.


Motoyasu mengatakan bahwa toko senjata terbaik adalah di Zeltbul. Aku penasaran apakah dia pergi kesana dan menyalinnya.


"Ini, ambillah."


"Oke."


Pak tua itu menyerahkan Siderite Shield padaku. Aku memerimanya.


Sistem penyalinan senjata diaktifkan

Siderite Shield 0/20 C
Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: skill "Shooting Star"

Tingkat Penguasaan: 0


Nah ini dia! Para pahlawan lain menggunakan skill Shooting Star, dan sekarang aku telah mendapatkan versi perisainya.


Sistem penyalinan juga telah membuka sejumlah variasi warnanya. Tapi semuanya cuma memiliki bonus skill yang jelek.


Apa aku sekarang bagian dari kelompok pengguna Shooting Star? Kurasa itu akan bergantung pada seberapa bergunanya skill itu. Aku mengubah perisaiku menjadi Siderite Shield.


"Whoa!"


Pak tua terkesiap terkejut.


"Perisai ini disertai dengan sebuah skill aneh. Apa kau keberatan kalau aku mencobanya?"


"Aku gak tau...."


"Shooting Star Shield!"


Aku meneriakkan namanya, dan tiba-tiba aku dikelilingi oleh sebuah bola cahaya pucat.


Bola cahaya itu meluas sekitar 2 meter ke semua arah dengan aku sebagai pusatnya. Adapun untuk penggunaan SPnya, sepertinya sekitar 5% dari nilai maksimal punyaku. Waktu jedanya juga sangat pendek—sekitar 15 detik.


Menilai dari apa yang aku tau tentang game, sepertinya ini adalah sebuah skill penghalang defensif.


Itu mungkin mirip dengan Magic Shield yang barusaja ditunjukkan pak tua.


Kalau cara kerjanya sama seperti yang aku pikirkan, maka itu pasti akan berguna.


Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (7).jpg


"Skill apa itu?"


"Kurasa itu semacam penghalang defensif."


Raphtalia mengulurkan tangannya dan menyentuh bola cahaya itu. Tangannya langsung melewatinya.


"Mungkin bukan?"


"Hmmmm....."


Filo melompat melewatinya juga. Lalu, menyadari bahwa bola cahaya itu nggak berpengaruh pada dia, dia bermain-main dengan melompat-lompat keluar masik penghalang itu.


Skill seri Shooting Star yang digunakan oleh para pahlawan lain mungkin merupakan skill berlevel cukup tinggi. Jika demikian, maka gak masuk akal bahwa versi perisainya gak berguna.


"Apaan yang kau lakukan di tokoku ini? Bocah gemblung.... Ow!"


Pak tua itu melambaikan tangannya sambil memarahi, saat dia berjalan mendekat, dia menabrak dinding cahaya itu.


"Ah... Kurasa cuma anggota partymu saja yang bisa melewatinya."


Aku gak punya cara untuk menguji daya tahan bola cahaya itu untuk saat ini, tapi sepertinya itu memang semacam medan kekuatan defensif. Kalau aku bisa menggunakannya secara efektif, ini akan sangat berguna dalam pertempuran.


Sepertinya penghalang defensif ini akan tetap ada selama sekitar 5 menit. Dengan waktu jeda yang pendek dibandingkan masa aktifnya, skill ini tampak sangat berguna.


"Sialan... kuharap kau berpikir dulu sebelum bertindak, bocah."


"Maaf. Aku ingin menunjukkan padamu apa yang bisa dilakukan perisai itu karena kau sudah menyimpan perisai itu begitu lama."


"Kalau memang begitu, kurasa aku gak bisa banyak protes."


"Kurasa sudah cukup eksperimen untuk hari ini. Kami akan pergi ke kepulauan Cal Mira."


"Oh ya, kudengar fenomena aktivasi sedang terjadi sekarang. Kalau kau mau pergi, sekaranglah saatnya."


"Kurasa kau benar, pak tua. Aku akan berkunjung lagi saat kami kembali dari kepulauan itu."


"Baguslah! Tapi apa kau yakin kau ingin terus menggunakan tokoku?"


"Tentu saja. Aku datang kesini karena aku tau seberapa bertalentanya kau. Aku mempercayaimu lebih dari siapapun di negeri ini—lebih dari negerinya sendiri."


"Bocah..."


Pak tua itu tampak hampir dikuasai emosi untuk sesaat.


Kebanyakan equipment yang kugunakan sampai saat ini berasal dari toko miliknya. Aku merasa aman disini.


"Kalau begitu, aku akan melakukan apa yang aku bisa untuk memastikan aku tetap berguna untukmu, bocah."


"Bagus. Sampai jumpa lagi."


Lalu kami meninggalkan toko, setelah mencoba sistem penyalinan senjata, dan bersiap berangkat ke kepulauan itu.


Catatan Penerjemah[edit]

  1. Siderite: jenis besi meteorit. mineral yang terdiri dari besi (II) karbonat (FeCO3). Namanya diambil dari kata Yunani σίδηρος sideros, "besi". Ini adalah mineral besi yang berharga, karena merupakan besi 48% dan tidak mengandung sulfur atau fosfor. Sumber wikipedia


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 5 - Batu Nisan[edit]

"Kita akan segera sampai di pelabuhan kota."


Semua orang harusnya berkumpul di dekat pelabuhan kota untuk naik kapal.


Para pahlawan lain sudah pergi duluan, menggunakan kereta yang disediakan kerajaan.


Aku bertanya-tanya kenapa mereka nggak menggunakan skill teleport yang mereka bualkan sebelumnya.


Filo menikmati perjalanan kereta yang pelan—dia menyukai perjalanan semacam itu, dan sudah lumayan lama kami nggak bepergian.


"Maaf, tuan Naofumi. Apakah kamu keberatan kalau kita mengambil jalan sedikit memutar?"


"Huh?"


Raphtalia mengindikasikan bahwa dia ingin mampir ke suatu tempat. Sangat jarang dia berbicara seperti itu. Tempat yang dia indikasikan gak terlalu jauh dari jalur kami.


"Tentu."


"Hore. Filo, bisakah kamu ikuti jalan kepedalaman saat jalannya bercabang?"


"Oke!"


Tak lama kemudian kami sampai di tempat yang dia minta. Itu adalah rentuhan sebuah desa.


Kami melewati puing-puing. Ada sumur yang tak diminum siapapun, bangunan-bangunan tanpa atap, dan dinding-dinding rumah yang terbakar. Sisa-sisa, reruntuhan bangunan berhamburan diseluruh tempat menandakan bahwa dulu pernah ada sebuah desa di sini.


Semuanya hancur dan membusuk, tapi mungkin masih belum terlalu lama. Tetap saja, itu nggak baru juga.


Aku melihat sekeliling dan mencoba mengira-ngira seberapa lama tempat ini ditinggalkan.


"...."


Kami terus melintasi reruntuhan ini, dan Raphtalia tetap diam sepanjang waktu.


Aku terus memeriksa apa yang tersisa, dan tak lama setelah itu aku melihat sebuah area yang dipenuhi dengan batu nisan.


Aku mendengar bahwa sebuah desa telah hancur saat gelombang pertama datang di Melromarc. Sepertinya ini adalah sisa-sisanya.


Lebih dari tiga bulan telah berlalu sejak aku sampai di dunia ini.


Aku mendengar apa yang telah terjadi sebelum para pahlawan dipanggil dan memperkirakan bahwa desa ini hancur sekitar empat bulan yang lalu.


Membayangkan bahwa ini adalah sebuah desa demi-human yang ramai empat bulan lalu membuatku sekali lagi sadar seberapa seriusnya ancaman gelombang itu.


"Mbakyu, sampai sejauh mana kau mau pergi?"


"Sampai ke tebing yang menghadap laut itu."


"Oke!"


Keretanya berderak saat melewati puing-puing jalan yang tak rata, dan aku menatap desa tempat Raphtalia dibesarkan dulu.


Kami sampai di tebing yang menghadap laut, dan Raphtalia turun dari kereta.


Di bibir tebing ada tumpukan batu. Lalu aku menyadari aku sedang menatap sebuah makam.


Dia berlutut disamping tumpukan batu itu dan mulai menggali tempat lain disampingnya. Aku nggak mengatakan apa-apa, tapi aku berlutut juga dan membantu dia menggali.


Aku gak tau apa yang dia lakukan.


Saat kami dalam pelarian, kami bertemu dengan bangsawan yang menculik dan menyiksa Raphtalia, dan ada mayat-mayat di ruang bawah tanahnya, mayat orang-orang dari desa Raphtalia.


Mungkin dia ingin melakukan pemakaman untuk mereka.


Dia mengambil beberapa tulang saat dia pergi. sekarang dia mengeluarkan tulang-tulang itu dari tas miliknya dan menaruhnya di tanah. Dia menimbunnya dengan tanah dan menepukkan tangannya berdoa.


Raphtalia mengatakan padaku bahwa tulang-tulang itu adalah sisa-sisa dari seorang anak, sahabatnya yang selalu ingin bertemu dengan Pahlawan Perisai.


Setidaknya anak itu bisa beristirahat disini sekarang, bukan di ruang bawah tanah yang lembab dan gelap itu.


Mungkin itu hanyalah sebuah contoh tentang kejamnya kehidupan.


Tapi meski demikian, aku berdoa semoga pemilik tulang-tulang ini bisa beristirahat dalam damai disini di bukit disamping laut.


....


Aku menyadarinya lagi—apa aku lupa? Aku menyadari bahwa Raphtalia telah kehilangan keluarganya empat bulan yang lalu.


Dia kuat. Mungkin lebih kuat daripada yang kusadari.


Dia kehilangan keluarganya, tapi dia bertahan. Dia memberitahuku bahwa dia mengalami masa-masa yang sangat berat sebelum dia bertemu aku.


Ketika aku akhirnya pergi dan kembali ke dunia asalku. Apa yang akan dilakukan Raphtalia?


Filo punya Melty, tapi Raphtalia gak punya siapa-siapa.


Terkadang dia menanyai aku kenapa aku ingin kembali ke dunia asalku. Mungkin dia mengkhawatirkan hal yang sama—tentang apa yang akan terjadi saat semua ini berakhir. Mungkin dia takut bahwa aku akan meninggalkan dia sendiri.


"Aku....."


Suara Raphtalia sangat pelan. Itu hampir seperti bisikan. Aku mendengarkannya dalam diam.


"Aku... Aku akan hidup untuk mereka semua. Aku ingin menyelamatkan semua orang dari kemalangan akibat gelombang. Datang kesini sekarang, aku merasa lebih kuat lagi daripada aku yang sebelumnya."


"Aku tau. Dan sekarang kita punya dukungan negeri. Kita bisa menyelamatkan lebih banyak orang sekarang."


Orang-orang menolak bekerja sama denganku karena aku adalah Pahlawan Perisai, dan karena itulah, lebih banyak orang telah tewas.


Tapi sekarang aku punya dukungan. Sekarang kami bisa melawan gelombang bersama-sama. Aku berharap untuk menyelamatkan lebih banyak orang daripada yang kami mampu sebelumnya.


"Aku minta maaf atas semua masalahnya."


"Hentikan itu. Hal terpentingnya adalah... yah... ayo berangkat."


"Kamu benar. Aku pergi! Ayah... Ibu... Rifana..."


Raphtalia melambaikan tangannya pada makam itu dan naik ke kereta.


Saat gelombang berikutnya berakhir, aku harus lebih memikirkan tentang Raphtalia.


Itu adalah tanggungjawabku untuk memastikan kebahagiaannya.


Gimana dengan desanya dan semua hal yang telah hilang dari dia? Apakah ada cara untuk mengembalikan semua itu?


Saat kami mengalahkan bangsawan yang telah menyiksa dia, Raphtalia berkata, "Aku akan mendapatkan kembali bendera yang kulihat hari itu. Aku akan mendapatkannya kembali."


Aku gak bisa menghidupkan orang yang sudah mati— tapi pasti ada orang yang selamat.


Kami menemukan seorang anak yang masih hidup di ruang bawah tanah bangsawan itu. Aku yakin namanya Keel.


Bisakah aku mengumpulkan orang-orang yang selamat dan menemukan sebuah tempat bagi mereka untuk memulai kembali?


Ya, aku menyakinkan diri. Saat aku punya peluang untuk melakukannya, aku akan mencari mereka. Aku harus melakukannya demi Raphtalia.


Kalau tidak, aku gak yakin aku bisa memaafkan diriku sendiri.


* * * * *


Rencananya adalah semua pahlawan bertemu di pelabuhan kota dan menaiki kapal yang sama. Sudah pasti, keberangkatan kapalnya sudah dijadwalkan, jadi meskipun para pahlawan sudah pergi duluan sebelum kami, itu gak akan membuat mereka sampai di kepulauan itu lebih cepat. Saat kami sampai, mereka semua tampak jengkel karena menunggu.


Setelah apa yang kami lalui dan semua yang kami diskusikan, kenapa mereka masih saja bersaing untuk menjadi yang terbaik? Mereka ini memang sekumpulan orang idiot.


Masih ada waktu sebelum waktu keberangkatan kapal yang dijadwalkan. Semuanya berbaris di dinding laut, menunggu untuk menaiki kapal.


Pria yang ada diantrian didepanku tampaknya memiliki banyak sekali waktu luang. Dia gelisah, seperti dia gak tau apa yang harus dilakukan.


"L’Arc, bisa tenang sedikit gak sih?"


"Aku tau, aku tau! Tapi mau gimana lagi. Kapal-kapal membuatku begitu bersemangat."


Haaaa. Pria ini terdengar kayak anak kecil.


Sepertinya mendengar aku menghela nafas, dia berbalik dan menghadap aku.


"Ada apa, bocah?"


"Bocah?"


Aku ini 20 tahun. Aku gak suka dipanggil bocah.


Aku mengamati dia. Rambutnya dipotong pendek dan berdiri bergaya seperti paku.


Dia pasti membuatnya berdiri menggunakan semacam bando. Atau mungkin memang rambutnya seperti itu secara alami?


Harusnya kau jangan berbicara pada orang dengan gaya rambut kayak gitu. Mungkin itu normal di dunia ini—tapi itu gak wajar di duniaku.


Dia cukup tampan. Para cewek kemungkinan menyukai dia.


Matanya menunjukkan kepercayaan diri. Dia tampak seperti seseorang yang bisa kau andalkan.


Otot-ototnya menonjol dari tubuhnya, jelas-jelas dibentuk melalui pertempuran. Bahunya lebar. Aku yakin dia berpengalaman dalam pertarungan.


Sangat sulit untuk memperkirakan umurnya. Kalau aku harus menebak, aku akan mengatakan dia mungkin di akhir 20'an.


Dia memancarkan kesan seorang petualang keren dan berpengalaman. Karena suatu alasan, sebuah sabit besar menggantung di pinggangnya.


"Aku bukan bocah. Aku 20 tahun."


"Oh, maafkan aku kalau begitu. Aku gak bermaksud apa-apa. Tadi cuma asal nyeplos saja saat aku bertemu dengan orang yang lebih muda dariku."


Aku menatap cewek yang menyuruh dia untuk tenang. Sepertinya aku bisa mengasumsikan mereka bepergian bersama.


Hal pertama yang kau perhatikan dari cewek itu adalah kulit putihnya yang cantik—yang seperti gading.


Rambutnya aneh—warnanya hijau kebiruan dan berkilauan saat terpapar cahaya. Tapi rambutnya Raphtalia juga begitu.


Rambutnya dikepang tebal, dan disampirkan secara anggun pada pundaknya.


Matanya membuat dia tampak lembut, tapi kau bisa paham kalau dia memiliki sisi kaki yang gak bisa diajak kompromi. Lagi, sesuatu tentang dia mengingatkan aku pada Raphtalia.


Dia memakai gelang besar di kedua tangannya, kedua gelang itu berhiaskan permata besar, dan sebuah Template:Fuigana di keningnya.


Dia mungkin salah satu cewek paling cantik yang pernah kutemui.


Permata yang berkilauan membuat dia terlihat lebih cantik. Itu seperti dia berkilauan—sebuah permata dari seorang wanita.


Ada satu kesan lain yang mengingatkan aku pada Raphtalia. Dia terlihat... serius.


"L’Arc, tenanglah. Nggak bisakah kau melihat kau mengganggu orang lain?"


"Maaf, maaf."


"Aku nggak marah. Sepertinya sudah hampir waktunya berlayar."


Aku menunjuk kapal, dan memang, para antrian bergegas maju saat pelanggan pertama menginjakkan kaki mereka pada tangga naik.


Di barisan paling depan, terlihat sangat sombong dan berbangga diri, adalah Ren, Itsuki dan Motoyasu. Jadi mereka menunggu lama cuma untuk itu. Dasar orang-orang menyedihkan.


"Hei!"


Barisannya mulai bergerak sekarang, sehingga pria yang ada didepanku akhirnya mulai berjalan.


"Master!"


Kenapa Filo sudah ada diatas kapal dan melambai padaku?


Filo seharusnya menunggu keretanya dimasukkan, tapi dia sudah ada ditangga kapal.


Kami berhasil mendapatkan ijin khusus untuk mengangkut kereta meskipun kami nggak menggunakannya di Cal Mira.


Aku melambai pada dia, dan Raphtalia serta aku naik ke kapal.


Aku memutuskan untuk datang ke ruangan kami terlebih dahulu. Semua pahlawan seharusnya punya ruangan yang disiapkan untuk mereka dan party mereka, tapi karena suatu alasan, ruanganku campur dengan para penumpang biasa yang lainnya.


Sekelompok ABK mendatangi kami.


"Kami minta maaf atas ketidaknyamanannya!"


Apa mereka pikir mereka akan dipecat kalau aku marah sama mereka? Takut aku akan memenggal kepala mereka?


"Para Pahlawan yang naik sebelumnya telah mengambil semua kamar yang disediakan, dan mereka bahkan memgambil ruangan kapten. Kami mencoba berbuat sesuatu tapi sepertinya semua ruangan telah penuh, dan...."


Para pahlawan yang naik duluan? Beneran nih? Mereka mengambil ruangan kapten? Mereka pikir mereka itu siapa?


Yah, kurasa mereka memang memiliki party yang besar. Mereka mungkin memisahkan ruangan pria dan wanita.


Aku juga membuat sebuah permintaan aneh—meminta mereka membawa kereta baru milik Filo. Gak ada gunanya mengeluh saat ini.


Tetap saja, akan aku pastikan Ratu mendengar tentang ini nanti.


"Kami telah memberi kompensasi para penumpang lain karena melanggar perjanjian kami dengan mereka dan menurunkan mereka dari kapal untuk memberi ruang untuk anda. Mohon tunggu sebentar lagi."


"Sungguh? Berapa biaya yang dibayar para petualang biasa untuk pergi ke Cal Mira di saat seperti ini?"


Aku menanyai staff tentang harga tiket rata-ratanya.


"Ya. Yah biasanya cukup mahal. Tapi kali ini negeri telah menitahkan perjalanan dan mencetak tiket, jadi tiketnya dijual langsung dengan harga yang lebih murah dari biasanya. Tetap saja, tiketnya terjual habis."


Sepertinya negeri terkadang menguasai kepulauan itu untuk leveling para abdi negeri—tentara, para petualang setia, dan sebagainya. Itu memungkinkan bagi orang-orang untuk menyelinap ke kepulauan itu, tapi perairannya biasanya terlalu berbahaya untuk perahu-perahu kecil.


Itu seperti mencoba mendapatkan tiket ke konser bintang pop.


Kerajaan menanggung biaya perjalananku kesana, yang mana artinya.... tunggu sebentar—apakah kepulauan itu bagian dari Melromarc?


Aku merasa gak enak sama para petualang yang diusir dari kapal, dan hanya dikompensasi dengan biaya pembatalan kontrak yang kecil.


"Kalian gak perlu melakukan itu. Kalau aku bisa dapat tempat untuk istirahat, kami gak masalah berbagi tempat."


Aku mempertimbangkan bertanya apakah ada ruang lebih di ruangan yang diambil oleh para pahlawan, tapi aku harus memikirkan tentang Raphtalia dan Filo juga—mereka mungkin nggak mau bersama dengan yang lainnya.


Aku gak bisa melupakan bahwa kami semua bertikai adu cek-cok saat kami mencoba melakukan perbincangan sederhana di istana.


Anggota party Ren mungkin gak terlalu buruk. Tapi jumlah mereka cukup banyak, jadi aku yakin mereka gak punya ruang lebih.


Mungkin ada ruang di ruangan Itsuki atau Motoyasu, tapi kemungkinan akan ada masalah kalau kami bersama mereka.


"Bodyguard" Itsuki pernah memulai perkelahian dengan Raphtalia, Motoyasu bersama Lonte.


Percuma saja—aku harus menyerah. Sehingga kami menerima sebuah ruangan normal di lambung kapal.


"Bukan tanda yang bagus, kan?"


"Memang benar."


Kami selesai bicara dengan para staff, dan kami dipandu ke ruangan kami. Kami berdiri diluar, berhenti sejenak, dan membuka pintunya, lalu....


"Oh hei, bocah!"


Aku segera menutup pintunya lagi. Itu adalah bocah raksasa yang sebelumnya.


"Raphtalia, aku minta maaf, tapi bisakah kamu pergi menanyai staff apakah kita masih bisa ganti ruangan."


"Kenapa? Apa masalahnya?"


"Hei, bocah—ada apa?"


Pria itu membuka pintunya dari dalam dan mengeluarkan kepalanya.


"Sudah ku bilang jangan panggil aku "bocah". Usiaku gak jauh darimu."


"Kurasa kau benar. Terus, ada apa?"


"Gak ada. Sepertinya kita harus berbagi ruangan."


"Benarkah? Yah kalau kita akan berbagi ruangan, kita mungkin bisa jadi teman! Masuklah! Jangan berdiri di lorong terus."


Dia mengeluarkan senyum hangat dan menyuruh kami masuk.


Sesuatu tentang dia membuatku jengkel. Dia seperti si pemilik toko senjata—kupikir aku mungkin akan gila menghadapi dia.


"Ijinkan aku memperkenalkan diriku terlebih dulu. Namaku L’Arc Berg—panggil aku L’Arc."


Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (8).jpg


"Salam kenal. Namaku...."


"Aku seorang petualang. Dan dia adalah Therese."


Ampun deh.... Dia berbicara menyela aku. Sudah pasti kami berbagi ruangan dengan orang yang amat sangat menjengkelkan.


"Salam kenal. Namaku Therese Alexanderite."


"Namaku Raphtalia."


"Dan aku Filo!"


"Senang bertemu kalian!"


"Um, maaf, tapi apa Therese dari negeri lain? Aku agak kesulitan memahami dia."


"Huh? Oh... ya. Therese?"


L’Arc memanggil Therese agar mendekat.


Dia mengulurkan tangannya dan menyentuh sabit yang menggantung di pinggang L’Arc dengan ujung jarinya. Tiba-tiba, sebuah bola sihir mengambang.


"Bisakah kau memahami aku sekarang?"


"Oh, ya. Aku bisa memahamimu sekarang."


"Tee-hee. Aku minta maaf karena kelupaan. Aku akan menggunakan sihir untuk membuat diriku dipahami, jadi harap dimaklumi."


Wow... Aku gak tau ada sihir semacam itu.


Tapi sebenarnya, kurasa perisai telah melakukan hal yang sama untukku sejak aku datang kesini. Gak seorangpun yang memiliki sebuah senjata legendaris, kan?


Aku menyadari bahwa aku adalah satu-satunya yang belum memperkenalkan diri.


Ruangannya diatur dengan tiga ranjang, tersusun secara vertikal sebagai ranjang susun, di kedua sisi ruangan—itu adalah sebuah pengaturan yang akan memungkinkan 6 orang berbagi satu ruangan.


Raphtalia, Filo dan aku akan menggunakan satu sisi ruangan. Mereka berdua menggunakan sisi ruangan yang satunya, tapi itu akan menyisakan satu tempat tidur yang masih kosong.


Staff sudah memberi pertimbangan yang cukup untuk tidak mengisi tempat tidur terakhir, jadi kami berlima berbagi ruangan ini.


"Huh? Sepertinya kapalnya sudah berlayar."


Dengan goyangan kapal menjauh dari dermaga, aku merasa kemarahanku mereda. Goyangannya semakin terasa, dan akhirnya pemandangan yang terlihat melalui jendela ruangan mulai bergerak.


Dengan demikian perjalanan kami yang penuh kekhawatiran dan kecemasan dimulai. Mungkin cuma bayanganku saja.


"Jadi, bocah, siapa namamu?"


Kalau nggak aku kasi tau, aku pasti akan di panggil "bocah" terus sepanjang perjalanan.


Kalau Ren, Itsuki, atau Motoyasu mendengar panggilan baruku, gak ada yang tau apa yang akan mereka lakukan dengan itu. Aku menganggap itu gak layak membiarkan kemungkinan itu.


"Namaku Naofumi."


"Naofumi?"


Aku mengangguk, dan L’Arc mengeluarkan tawa keras.


"Hahaha! Apa yang kau katakan? Itu adalah namanya Pahlawan Perisai. Kalau kau mau pakai nama samaran, kau mungkin harus menggunakan yang lebih baik lagi."


"Akulah Pahlawan Perisai."


"Kurasa bukan. Pahlawan Perisai bukanlah seorang bocah."


"Maaf?"


"Dengar. Pahlawan Perisai itu adalah seorang cheater. Dia mencuri dari saku-saku orang yang dia kalahkan. Dia bukan orang baik."


Kurasa aku gak bisa menyebut dia seorang pembohong.


Saat Glass mengalahkan Lonte, aku meraih sakunya dan mengambil beberapa Magic Water dan Soul-Healing Water.


Meski begitu, orang macam apa yang akan membicarakan tentang seseorang yang baru saja ditemui? Manusia bisa melakukan hal terburuk dengan sebuah senyuman.


Itu gila. Sama seperti Lonte!


"Mahluk tak bermoral seperti itu gak mungkin orang baik—kan?"


"Orang-orang sering mengatakan aku gak kelihatan seperti orang baik."


"Sudah hentikan. Kau gak buruk-buruk amat, bocah. Kau punya sopan santun."


Kami terus bericara muter-muter, dan pada akhirnya Raphtalia cuma bisa memegang kepalanya dan mulai mengerang.


Terserahlah— kurasa kalau kau berpandangan demikian, aku mungkin bukanlah orang yang bermoral dimata orang luar.


"Aku bahkan nggak tau harus berkata apa..." gumam Raphtalia.


"Begitulah pendapatku! Bocah ini gak kelihatan seperti orang yang mencurigakan bagiku."


Kurasa dia gak akan percaya padaku.


Tapi tetap saja, aku gak tahan dipanggil bocah.


"Baiklah, gimana dengan ini...."


Aku mengangkat perisaiku dan mengubahnya ke bentuk yang berbeda, satu per satu, didepan dia.


"Apa itu meyakinkanmu kalau aku Pahlawan Perisai?"


"Nggak juga. Kau tau, aku baru memburu seorang Pahlawan Perisai palsu beberapa saat yang lalu, dan dia melakukan hal yang sama sepanjang waktu."


"Apa?"


"Sebelumnya kami direpotkan oleh sekelompok Pahlawan Perisai palsu. Mereka muncul disana-sini. Memburu dan menangkap mereka pada dasarnya merupakan sebuah pekerjaan utama. Bocah—sejujurnya kau memang agak mirip dengan posternya. Meski poster-poster itu sudah gak ada lagi. Kusarankan kau berhenti berbohong sebelum seseorang melemparmu dari kapal."


Orang-orang menyamar menjadi Pahlawan Perisai? Itu benar, anggota dari gereja telah mengklaim sebagai Pahlawan Perisai saat mereka melakukan tindakan kejahatan. Itu merupakan upaya untuk menghancurkan reputasiku.


Sementara itu, aku berpura-pura menjadi orang suci yang didampingi dewa burung dan meninggalkan kota istana seraya aku bepergian ke desa-desa menjual barang-barang. Jadi aku bisa menjauh dari cengkraman gereja untuk beberapa saat.


Kalau kupikirkan lagi, high priest menggunakan sebuah replika dari senjata legendaris. Itu sangat kuat, tapi apa yang paling mencolok bagiku adalah bahwa replika itu bisa berubah bentuk sama seperti perisaiku. Sehingga, setidaknya, itu pasti memungkinkan bagi mereka untuk menduplikasi penampilan sebuah senjata legendaris.


Sialan. Kalau perisaiku gak bisa meyakinkan dia atas keaslianku, maka aku gak punya ide lain lagi.


Aku pikir dia akan mempercayai aku hanya karena aku terlihat seperti gambar di poster—tapi sepertinya dia meragukan aku.


Tentu, wajah jepang memang relatif langka disini, tapi kau melihat orang-orang seperti itu dari waktu ke waktu. Kenapa bisa begitu?


Para pahlawan dipanggil kesini sebelumnya—nyatanya mereka di panggil secara periodik. Beberapa dari mereka pasti telah meninggalkan keturunan. Maka itu akan menjelaskan hal itu?


Kalau ada orang lain diluar sana yang menyamar menjadi Pahlawan Perisai—dan kalau mereka terlihat mereka seperti orang jepang juga— terus gimana caranya aku membuktikan diriku?


Mungkin aku bisa meminta sebuah gambaran resmi dari ratu. Kurasa Filo akan cukup untuk membuktikan keraguan di luar sana.


Raphtalia juga... Masyarakat mungkin telah mendengar tentang demi-human tipe rakun yang cantik yang bersama Pahlawan Perisai.


Aku gak bisa menjelaskan kenapa, tapi aku merasa seperti dia gak akan mempercayai aku meskipun aku menunjukkan wujud monster Filo pada dia. Kalau dia sudah melihat poster buronan, dan kalau dia melihat bola kristal yang memuat video tentang aku didalamnya, dan dia masih gak mempercayai aku maka dia itu mungkin orang idiot.


Aku belajar membaca orang saat aku adalah seorang pedagang, dan intusisi itu memberitahuku bahwa orang ini cuma agak lambat memahami. Jadi aku menyerah.


"Baiklah. Aku gak peduli. Panggil aku sesukamu."


"Masa bodo ya, bocah?"


"Apapun yang aku lakukan atau kukatakan gak berubah pikiranmu. Jadi aku menyerah."


"Tuan Naofumi, hati-hati dengan perkataanmu."


"Tidak makasih. Aku gak punya tenaga."


"Oke, yah—baik. Senang bertemu denganmu, Bocah Perisai."


Apapun itu, kami cuma perlu menghibur bajingan ini selama perjalanan—tidaklah penting membenarkan dia.


Dengan begitu kami berbagi ruangan dengan petualang gak diketahui, seraya kapal kami perlahan menuju ke kepulauan Cal Mira.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 6 - Cal Mira[edit]

Staff kapal memberitahu bahwa mereka ingin para pahlawan berkumpul dan memperkenalkan diri, jadi aku bersiap pergi ke tempat pertemuan.


Tapi ternyata ketiga pahlawan lain mabuk laut.


"Mabuk laut...?"


Aku gak pernah mabuk kendaraan, tapi nampaknya banyak orang disekitarku yang mabuk pada suatu kendaraan.


Apa mereka tau situasi macam apa yang menimpaku akibat mereka mengambil semua ruangan yang bagus?


"Naofumi, gimana bisa lu tahan sama guncangan ini?"


"Kagak tau—itu gak mengganggu gw."


Sejujurnya, aku gak merasa senang duduk ngumpul dan akrab dengan mereka. Itu akan jadi hukuman mereka karena mengambil semua ruangan privat.


"Kyahooooo!"


Filo berteriak gembira dan melompat dari dek ke air. Dia berenang melewati ombak seperti ikan.


"Ah...."


Aku melihat siluet besar dibawah permukaan air. Siluet itu mengejar Filo dari belakang.


"Filo! Lebih baik kau hati-hati!"


"Hmmm?"


Filo berbalik, dan saat dia berbalik, seekor monster besar yang seperti hiu sedang mengincar dia. Mulutnya terbuka lebar—gigi-giginya mengkilap.


"Rasakan ini!"


Dia berputar dan menendang dagu monster hiu itu. Monster tersebut terlempar keluar dari air dan berputar-putar di udara.


Lalu Filo melompat dan melakukan tendangan kilat. Hiu itu terlempar ke arah kapal dan jatuh di dek. Para staff dan penumpang berteriak.


Mahluk besar itu meronta di dek, jadi Filo naik ke dek dan menghabisinya.


"Kalau kau pikir kau bisa memakanku semudah itu, lebih baik kau berpikir lagi!"


Dia mengeluarkan cakarnya dan membelah perut mosnter itu, mengeluarkan isi perutnya.


"Berhentilah berbuat keributan."


"Aku mau muntah."


Itsuki berbisik. Dia pucat pasi. Kurasa bagi kebanyakan orang, perilaku Filo aneh. Tapi bagi Filo, semua ini sangat normal.


Ngomong-ngomong, ini adalah hiu kedua yang dia bunuh. Aku mencincang hiu pertama dan menyerapnya kedalam perisaiku.


Dan aku membuka sesuatu yang cukup menarik.


Blue Shark Shield persyaratan terpenuhi

Shark Bite Shield persyaratan terpenuhi

Blue Shark Shield
Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: kemampuan berenang +1

Shark Bite Shield
Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: kemampuan pertarungan air +1
Efek khusus: gigi hiushark tooth


Kemampuan berenang, huh? Aku bisa berenang cukup baik. Adapun untuk kemampuan bertarung di air, akankah itu mempengaruhi pergerakan kapal?


Kalau kami berada dalam situasi yang mengharuskan bertarung, itu mungkin berguna. Kalau aku punya waktu luang, kurasa aku akan mencobanya.


Aku sudah mendapatkan kemampuan-kemampuan dari hiu lain yang Filo bunuh, jadi aku membiarkan dia memakan hiu yang barusan.


"Apa lu betul-betul semual itu? Cuma karena naik kapal?"


"Yang aneh itu elu, Naofumi."


"Oh hei, Bocah Perisai. Apa yang terjadi?"


"Apa?"


L’Arc berjalan mendekat. Raphtalia mengikuti dibelakang dia.


"Apa yang terjadi? Gak ada, aku cuma ngobrol sama orang-orang ini."


"Para pecundang yang mabuk laut itu? Yang betul saja. Padahal kita baru beberapa jam di laut. Dan kita akan sampai besok pagi. Dasar kaum lemah."


Kayaknya L'Arc dan Therese nggak mabuk laut.


Aku duduk didekat haluan kapal dan menatap lautan. Gelombangnya semakin tinggi.


Raphtalia dan para staff berbisik bahwa mungkin akan terjadi badai.


"Hei, Bocah. Apa yang akan kalian lakukan saat kita sampai di pulau itu?"


"Kalau Cal Mira sedang ditengah event aktivasi, cuma ada satu hal yang layak dilakukan."


Sudah jelas, aku akan leveling disana.


Dan tentu saja aku juga akan menjelajah dan mencari item-item baru serta item drop monster yang bisa kudapatkan disepanjang perjalanan.


"Aku paham."


Dan juga... Aku mendengar ada pemandian air panas di pulau itu. Sepertinya pemandian itu dianggap penyembuhan bagi orang-orang yang terkena kutukan.


Kalau memang benar, aku pasti akan mampir dan berendam disana.


"Yah kalau kau mau leveling, mau berkelompok dengan kami?"


"Huh? Apa maumu?"


"Kita berbagai ruangan di kapal. Selain itu, aku dan Therese leveling berdua saja jadi agak kesepian. Kupikir kita semua bisa berkelompok."


Hm... Sejujurnya, aku gak betul-betul peduli.


Itu terdengar seperti L'Arc masih gak percaya aku adalah Pahlawan Perisai. Jadi dia ingin berkelompok dengan petualang yang dia pikir berpura-pura menjadi Pahlawan Perisai.


Itu alasan yang cukup untuk mempercayai niatnya.


Aku bertanya-tanya apa yang dia pikirkan? Aku menoleh pada Raphtalia.


"Menurutmu gimana?"


"Aku sih gak masalah. Apa kita kehilangan sesuatu kalau mereka ikut?"


Kalau dunia ini seperti sebuah MMO, aku penasaran apakah ada batas maksimal anggota party yang bisa kau buat.


Memang memungkinkan untuk mengatur pasukan cadangan untuk bantuan dengan menu formasi, tapi itu cuma terbatas untuk gelombang kehancuran.


Aku pernah memainkan game-game sebelumnya yang memungkinkan kau untuk membuat party sampai 20 anggota, tapi aku gak yakin peraturan itu ada disini.


Aku merenungkan masalah itu, lalu tiba-tiba aku teringat party Itsuki.


Jumlah mereka ada banyak. Aku menghitung ada 6 anggota, dan ditambah Itsuki jadi totalnya 7 orang.


Kalau dia bisa punya party beranggotakan 7 orang, maka aku, Raphtalia, Filo, L'Arc dan Therese berjumlah 5 orang. Harusnya gak masalah.


"Tentu, tapi usahakan jangan menghambat kami."


"Haha, aku juga mau mengatakan hal yang sama."


L'Arc mempertahankan ketenangannya dan tertawa pada hinaanku. Aku gak masalah dengan orang seperti dia, tapi dia menyebabkan keributan.


"Aku gak betul-betul paham dengan burung punyamu itu, tapi setelah kami memahami dia, aku yakin kita akan akur."


"Kurasa bisa."


Jadi aku setuju untuk berburu dan leveling bersama dua petualang yang sama sekali gak aku kenal.


Kalau aku bisa melakukan itu, kurasa aku sudah cukup banyak instrospeksi diri dan membaik sejak hari dimana aku dijebak dan difitnah oleh Sampah dan Lonte.


Aku mulai bertanya-tanya apa yang dilakukan para anggota party pahlawan lain, tapi aku segera mendapatkan jawabannya: mereka semua bersantai di ruangan kapten.


Malam tiba, dan kami berlayar melintasi badai—kapalnya berguncang keras ke segala arah. Tapi semuanya kembali tenang saat pagi, dan kami tiba sesuai yang dijadwalkan.


Ruangan kami cukup kecil hingga kami gak terlalu terlempar kesana kemari. Filo panik sepanjang waktu, dan Raphtalia mengalami mabuk laut yang parah.


Para petualang yang bukan ABK... Yah, kau bisa membayangkan seberapa parahnya mereka mabuk.

* * * * *

Cal Mira jauh lebih besar daripada yang kuduga. Mulai itu menjulang tinggi dari laut, sebuah pulau gunung berapi yang besar.


Aku gak tau apakah aku bisa mempercayai pengukuran pada peta yang diberikan padaku, tapi kalau aku bandingkan dengan sesuatu yang ada di dunia asalku, sepertinya Hawaii adalah yang paling mendekati.


Itu adalah sebuah kepulauan, yang mana Cal Mira adalah pulau yang paling besar, jadi terkadang orang-orang membicarakan area ini seolah cuma ada Cal Mira.


Seperti yang diharapkan dari sebuah kepulauan tropis, aku bisa melihat sejumlah pulau lain di lepas pantai.


Kepulauan ini terlindungi dari lautan dalam, sehingga gelombang-gelombangnya kecil dan tenang. Saat surut, mereka bilang kau bisa berjalan ke beberapa pulau-pulau lain. Kami menantikan itu.


Aku penasaran apakah aku bisa menunggangi Filo ke pulau lain.


"Baiklah, bocah, gimana menurutmu kalau kita berpisah dulu selama dua hari atau lebih?"


"Tentu. Terserah."


Kami gak melalui formalitas saat kami bertemu, tapi meski demikian kami pamitan berpisah dengan L'Arc.


"Yah, kita sampai di Cal Mira."


Aku menoleh dan melihat para pahlawan lain. Mereka terlihat jelas kalau mereka sangat senang kembali ke tanah yang tenang.


Setelah menghabiskan semalaman diguncang di ruangan mereka yang megah, para pahlawan lain nampaknya gak bisa tidur nyenyak. Mereka berjalan sempoyongan ke dermaga, terlihat pusing dan kacau.


Lonte pucat dan acak-acakan. Kayaknya dia diambang muntah.


"Bukankah kalian sedikit berlebihan? Itu cuma kapal yang sedikit bergoyang."


"Naofumi... Elu lah yang paling aneh disini."


"Gw pikir kita akan tenggelam!"


Memang sih, tadi malam kapalnya beberapa kali betul-betul lewat dibawah gelombang. Tapi percuma saja panik soal itu.


Yah, aku sendiri cukup muak terlempar-lempar di ruangan.


Ngomong-ngomong, sepertinya badai di wilayah sini sangat jarang sampai sebesar itu. Aku bertanya-tanya apakah cuaca aneh itu ada hubungannya dengan gelombang kehancuran. Kalau di dunia asalku, aku bisa bilang badai itu cukup besar hingga cukup untuk membalikkan kapal-kapal berukuran sedang.


"Gw sedikit kuatir kalau kita harus memulai kehidupan baru di sebuah pulau yang sepi. Gw senang ternyata enggak."


"Ngoceh apaan lu?"


"Gw gak becanda!"


"Mari kita tidur lebih awal malam ini. Kita akan mengabiskan banyak waktu disini."


Ratu telah merekomendasikan sebuah penginapan pada kami, tapi aku ingat bahwa sebelum kami dibebaskan, kami harus memperkenalkan diri kami pada para bangsawan yang mengelola pulau-pulau ini. Kami mungkin berada di tempat yang terpencil, tapi tempat ini menarik banyak petualang, jadi pasti ada segala macam orang disini.


"Selamat datang! Selamat datang! Para Pahlawan Legendaris dan rekan-rekannya!"


Aku menunggu para pahlawan lain pulih dari mabuk laut mereka di pelabuhan, lalu seseorang yang sepertinya seorang pemandu (berdasarkan pada bendera kecil yang mereka bawa) datang mendekat.


Dia mengenakan seragam militer Melromarc dan tampak cukup tua—bendera kecil itu sama sekali gak cocok dengan dia.


"Aku Earl Habenburg, dan pengelolaan kepulauan ini dipercayakan padaku."


Aku adalah satu-satunya pahlawan yang gak mabuk, jadi aku melangkah maju dan menyambut dia.


"Senang berjumpa denganmu."


"Oh, um.... Ya. Salam."


Para pahlawan lain mengangguk pada Earl Habenburg.


"Ijinkan aku menceritakan sedikit tentang kepulauan kami yang indah ini."


Oh ayolah—dia betul-betul seorang pemandu? Aku benci sama hal semacam ini.


"Kau tau kami kesini bukan sebagai turis..."


Kami datang untuk mendapatkan exp poin tambahan dan item drop yang tersedia saat event aktivasi. Dan sekarang kami harus duduk mendengarkan penjelasan tentang tradisi lisan penduduk pulau? Aku lagi gak mood bertindak sebagai turis.


"Ya, yah— tradisi lisan ini menceritakan tentang Cal Mira dulunya merupakan sebuah tempat khusus bagi keempat Pahlawan—selama ribuan tahun mereka berlatih disini."


Dia memulai tournya di pasar dan menggerakkan tangan serta menjelaskan tempat tersebut saat kami berjalan melewatinya.


Dipertengahan jalan saat di pasar, aku melihat sesuatu yang aneh. Itu adalah sebuah patung, sesuatu seperti sebuah totem pole[1], dan ukiran pada pilar tersebut terdiri dari pinguin, kelinci, tupai dan anjing saling bertumpuk satu sama lain. Semua hewan itu memakai topi Santa.


Pinguinnya memegang joran pancing, kelinci memegang cangkul, tupai memegang gergaji dan anjingnya memegang tali.


Apa maknanya itu?


"Kau punya mata yang tajam, Pahlawan Perisai. Ini adalah keempat perintis yang membawa kemakmuran pada pulau kami: Pekkul, Usauni, Risuka, dan Inult."[2]


Nama-nama itu semuanya terdengar seperti bahasa jepang. Aku penasaran apakah para pahlawan yang sebelumnya yang memberi mereka nama.


"Asal kalian tau, binatang ini diberi nama oleh kelompok pahlawan yang sebelumnya. Mereka memberi nama binatang-binatang ini dengan sebutan dalam bahasa mereka, dari negeri asal mereka."


Apapun motivasi mereka—itu adalah nama-nama yang buruk. Harusnya mereka membuat nama yang lebih baik lagi.


"Apa ada binatang seperti itu di pulau ini?"


"Tidak ada. Setelah perkembangan pulau, mereka berpindah ke negeri yang tak diketahui. Mereka tak pernah terlihat sejak saat itu."


Jadi kurasa mereka sudah mati disuatu tempat lain. Bahkan gak ada alasan yang tepat untuk meragukan bahwa mereka menjadi sosok bersejarah. Maksudku, pinguin dan kelinci seperti apa yang menjadi perintis awal?


"Oh wow... Mereka kelihatan lezat!"


Air liur menetes dari paruh Filo saat dia menatap patung hewan itu.


Kalau dipikir-pikir, Filo ini adalah seekor monster yang aku kenal betul suka menarik kereta sebagai hobi. Mungkinkah monster-monster perintis tidaklah seaneh itu?


Ada benda aneh yang lain di samping patung hewan itu. Itu seperti sebuah pilar batu.


"Apa itu?"


"Itu adalah sebuah prasasti peninggalan Empat Pahlawan Legendaris."


"Benarkah...."


Ada peluang yang besar bahwa para pahlawan lain, seperti kami berempat, merupakan orang jepang.


Mungkinkah mereka meninggalkan kata-kata dalam bahasa jepang?


Itu menyebutkan sesuatu seperti....


"Hei! Ini palsu!"


Para pahlawan lain mendekat untuk melihat apakah mereka bisa membacanya.


"Yah, itu aneh... Dikatakan mereka meninggalkan ini disini untuk memandu para pahlawan yang akan datang setelah mereka."


"Apa ini lelucon? Apa-apaan tulisan sihir dunia ini?"


Huruf magis... Itu betul-betul mulai menjengkelkan.


Itu bukanlah jenis huruf yang bisa kau pelajari membacanya begitu saja.


Aku gak yakin gimana menjelaskannya. Huruf itu mengubah apa yang terkandung berdasarkan pada orang yang membacanya.


Aku akan menjelaskan lebih jauh lagi. Raphtalia terampil dalam sihir cahaya dan bayangan, jadi dia bisa membaca buku-buku yang mengandung sihir itu karena mereka berbagi afinitas—tapi kalau aku mencoba membaca buku yang sama, maka buku itu gak akan menjelaskan apapun. Kalau aku terjemahkan apa yang tertulis dalam buku itu, itu hanyalah kalimat-kalimat yang gak jelas maksudnya. Tapi Raphtalia bisa membacanya, memahaminya, dan kemudian mengeluarkan mantra sihir berdasarkan apa yang dia baca.


Ada huruf sihir yang dibuat untuk dibaca semua orang juga, tapi kalau kau nggak mau menggunakan informasi yang tertulis disana, maka itu menjadi gak bisa dibaca. Itu seperti huruf-huruf itu bereaksi pada kemampuan magis bawaanmu. Tentu saja kau harus bisa membaca huruf yang mereka gunakan di dunia ini.


"Hei, bisakah kau membacanya?"


"Yah kalian bergantung pada bola kristal, jadi aku tau kalau kalian gak bisa membacanya. Disisi lain, aku harus belajar membaca sendiri karena semua kesulitan yang dilimpahkan Sampah padaku. Kalau aku gak belajar membaca, aku gak akan pernah bisa menggunakan sihir."


Kau bisa mempelajari sihir dengan dua cara: bisa lewat membacanya dari sebuah buku, atau kau bisa mempelajari sihir secara otomatis melalui bola kristal sihir. Kalau kau mempelajari dari bola kristal maka sihirnya mudah dipelajari tapi sulit untuk ditingkatkan. Mempelajari dari buku membutuhkan waktu yang lebih lama tapi mudah untuk disesuaikan seiring waktu.


"Apa yang tertulis?"


"Um...."


Aku memfokuskan sihirku dan mencoba membaca apa yang tertulis pada batu tersebut. Itu ditulis dalam bahasa sederhana.


"Aku adalah sumber dari segala macam. Pahlawan Perisai memerintahkanmu. Dia memahami prasasti ini. Dukung dia! Zweite Aura..."


Aku bisa memilih target untuk sihir itu. Kurasa aku akan memulainya pada Filo.


Aku mengarahkan tanganku kearah Filo dan sebuah medan sihir lembut serta transparan muncul di sekitar dia.


"Oh wow! Aku merasa seperti aku penuh dengan kekuatan!"


Filo mulai melompat naik turun ditempat. Dia dalam wujud manusia, tapi dia bisa melompat sangat tinggi.


Aku memeriksa statistiknya dan melihat bahwa sebagian besar statistiknya telah meningkat.


"Aura... Itu adalah sebuah sihir yang hanya bisa digunakan para pahlawan legendaris. Sihir itu meningkatkan statistik targetnya."


Salah satu anggota party Itsuki berbisik. Itu adalah Rishia.


"Menakjubkan! Ayo pelajari itu!"


Peluang mempelajari sihir kuno betul-betul membuat mereka gembira, seakan sesuai dengan sikap mereka. Mereka mencoba membaca tulisan itu.


Tapi....


"Anjrit... Gw gak bisa membacanya."


"Mungkin itu karena kalian gak pernah belajar gimana cara membaca huruf sihir?"


Tentunya, mereka mempelajari sihir mereka cukup mudah dengan bola kristal, tapi kalau mereka gak pernah belajar membaca, mereka gak akan bisa mempelajari aura.


"Naofumi."


Itsuki menoleh padaku dan berbicara.


"Apaan?"


"Dimana lu dapat perisai yang membuatmu bisa membaca huruf sihir?"


"Gw mempelajarinya sendiri! Senjata gak bisa melakukan segalanya buat elu!"


"Jangan gitu ah!"


"Ya! Ajari kami!"


Mereka sama sekali gak punya malu. Mereka memintaku mengajari mereka bahasa itu.


Mereka pasti berpikir bahwa senjata mereka telah membebaskan mereka dari melakukan upaya apapun.


"Sihir yang kupelajari dari prasasti ini bernama 'Aura', tapi itu gak berarti kalian akan mempelajari hal yang sama."


"Itu mungkin benar. Kami mungkin mempelajari sesuatu yang bahkan lebih baik lagi."


Sikap songong mereka semakin kelihatan. Aku gak tahan diremehkan kayak gitu.


Mereka bahkan gak bisa menang melawan high priest. Aku mendapati diriku semakin jengkel dan berusaha tenang.


"Ayo lanjutkan. Apa ada lagi yang ingin kau tunjukkan pada kami?"


"Baiklah kalau begitu, kita akan menuju ke penginapan—tapi aku akan memastikan untuk menunjukkan item-item serta tempat-tempat menarik pada kalian disepanjang perjalanan."


Earl memberi penjelasan-penjelasan singkat saat kami berjalan menuju penginapan.


Area-area Cal Mira yang dipenuhi alam liar sedang dalam kegemparan saat ini karena event aktivasi. Siklus kehidupan para monster telah dipercepat.


Para monster berkembang biak berlipat ganda, dan pulaunya sendiri berada dalam situasi gawat jika para petualang dan para pahlawan nggak datang membantu menekan ledakan populasi para monster. Tujuan kami adalah membantu mengalahkan para monster itu—dan untuk leveling sebanyak mungkin.


Earl menjelaskan bahwa akan sangat membantu pulau kalau kami sepenuhnya menghabisi monster yang kami temui.


Gak ada perlunya bagi kami untuk membedakan diri kami dengan para petualang yang leveling disini, tapi kalau kami kebetulan menemui pertempuran yang sedang berlangsung, mereka meminta kami menghindari konflik yang gak diperlukan dengan menyerobot masuk dan membunuh target petualang lain.


Itu terdengar sangat mirip dengan sopan santun tipikal dalam sebuah MMORPG.


Kalau kami mau berpindah ke pulau lain, ada perahu-perahu kecil yang bisa kamu gunakan—tapi perahu-perahu itu gak akan mengantar-jemput kami. Dalam skenario terburuk, Earl mengatakan, berenang bisa dilakukan.


Penginapan yang ratu pesan untuk kami adalah bangunan paling bagus di pulau. Di dunia asalku, itu setara dengan hotel kelas tinggi.


Aku penasaran apakah itu dulunya sebuah kastil atau semacamnya.


Yang jelas, itu adalah sebuah tempat besar yang penuh hiasan yang terasa sangat bersih. Dindingnya dibuat dari sesuatu yang seperti marmer dan dipoles sehingga memantulkan cahaya.


Ada sebuah air mancur yang terdapat patung Pekkul dan Risuka. Entah gimana, tempat ini membuatku merasa seperti aku berada di dunia asalku.


Apa aku pergi ke kepulauan selatan? Mungkinkah aku kembali ke Hawaii?


Kami dipandu melewati lorong ke ruangan kami, dan ada karpet tebal berbulu dipasang disepanjang lorong.


Pelayan hotel bersikeras mereka akan membawakan barang bawaan kami, jadi kami menyerahkan barang bawaan kami pada mereka, serta kereta Filo juga.


Membuka pintu ke kamar kami, kami melihat barang bawaan kami sudah sampai duluan, jadi kami memutuskan untuk keluar lagi dan mulai memburu monster.


Kami naik sebuah perahu kecil, menuju ke pulau lain secara sembarangan.


"Sudah lumayan lama sejak kita melawan monster hanya untuk naik level."


"Kurasa kamu benar."


Sejak Filo menetas, kami mengalihkan perhatian kami pada pekerjaan dagang. Selama waktu itu kami cuma melawan monster yang kebetulan ketemu dalam perjalanan, dan gak banyak orang yang meminta kami secara khusus untuk melawan mereka.


Lalu kami menyadari kami gak bisa mengikuti upacara peningkatan kelas, jadi kami memutuskan untuk pergi ke negeri lain—namun kemudian kerajaan memasang buronan atas kepalaku.


Setelah kami mengalahkan high priest, kami harus menempuh perjalanan panjang kembali ke istana, lalu kami menaiku kapal ke Cal Mira. Memang, Filo telah membunuh beberapa monster di perjalanan, tapi itu gak bisa dianggap sebagai leveling yang disengaja.


Kalau dipikir-pikir lagi, Raphtalia benar juga. Sudah cukup lama sejak saat itu.


Saat kami dalam pelarian, kami gak punya waktu melakukannya—dan bukannya menggunakan mereka sebagai material, kami memakan sebagian besar monster-monster itu.


"Kita akan leveling mulai sekarang sampai kita meninggalkan Cal Mira. Semoga beruntung."


"Ya!"


"Ya."


Kami turun dari perahu kecil itu dan masuk ke hutan.


Area itu dihuni oleh Bio Red Blob, Magenta Frog, Yellow Beetle, dan Cactus Worm.


Gak satupun dari monster-monster itu terdengar sangat kuat bagiku. Aku sedang memikirkan nama-nama itu lalu seekor Magenta Frog melompat kearah kami dari semak-semak terdekat.


"Hei!"


Aku mengangkat perisaiku untuk memblokirnya, dan perut kodok itu menghantam perisaiku.


Ada suara menghisap. Aku mengintipnya dan menemukan kodok itu menempel pada perisaiku.


"Haaa!"


Raphtalia mengayunkan pedangnya pada kodok itu.


Ya, dia bergerak sangat cepat.


EXP 95


Exp itu lebih banyak daripada yang kuduga dari seekor monster lemah seperti itu.


Raphtalia mengalahkannya dengan satu tebasan pedang. Raphtalia menatap pedangnya terkejut.


"Monster itu sangat lemah, tapi kita mendapatkan exp cukup banyak darinya."


"Apa itu karena event aktivasi?"


"Kurasa begitu. Yah, gak perlu menahan diri."


"Yang penting jangan mencuri buruan petualang lain."


"Aku akan berhati-hati! Hya!"


"Rasakan ini!"


Raphtalia menebas seekor monster menjadi dua. Monster lain dicincang oleh cakar Filo. Kalau aku ingin menyerap sesuatu pada perisai, mereka harus menyisakan beberapa bagian.


Aku menyadari bahwa aku sekarang sudah cukup kuat untuk menghadapi sejumlah monster secara bersamaan. Sebenarnya, mereka gak memberiku damage sama sekali, jadi pada akhirnya para monster mulai mengabaikan aku.


Itu wajar sih—mereka tidaklah bodoh. Monster seperti Balloon mungkin akan menyerangku terus tanpa peduli sama sekali. Tapi monster-monster ini lebih cerdas. Mereka menyadari bahwa mereka gak punya peluang untuk mencideraiku, jadi mereka mengarahkan perhatian mereka pada Raphtalia dan Filo.


Aku mencoba berdiri didepan party, menahan serangan-serangan, dan menemukan celah dalam pertahanan musuh. Namun mereka sangat banyak hingga aku gak bisa berbuat banyak. Untungnya Raphtalia dan Filo cukup cepat dan kuat untuk menghindari serangan para monster yang lolos dariku.


Tapi masih ada masalah. Kalau aku gak menghentikan serangan mereka, maka gak ada gunanya aku ada disini.


"Tuan Naofumi, aku merasa para monster agak terlalu lemah bagi kita. Haruskah kita pindah saja?"


"Hmmm..."


Pasti ada jalan keluar untuk masalah ini.


Mungkin aku bisa memakai perisai yang lebih lemah.


Mungkin mereka akan menyadari bahwa perisainya lebih lemah, jadi mereka akan lebih memfokuskan perhatian mereka padaku—berpikir mereka punya peluang— dan berhenti menyerang Raphtalia dan Filo. Selain itu, aku bisa mendapatkan beberapa perisai.


Ada batasan waktu sampai gelombang selanjutnya tiba. Aku ingin menggunakan waktu yang kami miliki seefisien mungkin.


Ya, untuk saat ini aku akan menggunakan cara itu.


Meski begitu, Raphtalia dan Filo mungkin cukup kuat untuk pergi ke pusat pulau ini tanpa banyak bantuan dariku. Mereka mengalahkan semua monster dengan satu serangan.


Kami bertarung seperti itu selama beberapa saat, lalu tiba-tiba aku menyadari bahwa aku gak menerima exp poin lagi.


"Kenapa?"


"Apa yang terjadi?"


"Aku gak menerima exp poin. Bagaimana denganmu, Raphtalia?"


"Aku masih mendapatkan exp seperti biasanya."


Aku memeriksa ulang poin mereka di menuku. Memang, mereka berdua masih mendapatkan exp—cuma aku yang gak dapat exp lagi.


Aku bertanya-tanya apa yang terjadi, lalu itu terjadi.


"Bangsat! Kau mencuri buruanku! Seseorang pasti akan membunuhmu nanti!"


"Apa?!"


Itsuki, si Armor, dan rekan-rekannya membunuh monster yang di lawan petualang lain.


Yang betul aja! Bukankah kami sudah diperingatkan untuk nggak mencuri buruan orang lain?


Aku mengarahkan tatapan jengkel pada mereka, tapi kemudian Itsuki terlihat kebingungan, menyadari bahwa dia nggak menerima exp, dan dia menatapku kebingungan.


"Oh, Naofumi. Gw gak tau lu ada disini. Mungkin itu menjelaskan kenapa gw gak dapat exp."


"Maksud lu senjata kita saling mengganggu satu sama lain?"


"Ya. Kalau gak ngerepotin, apa lu bisa pindah ke pulau lain?"


Geblek.... Kenapa juga aku yang harus pindah? Apa dia gak bisa pindah sendiri? Apa dia gak bisa mempertimbangkan perasaan orang lain?


Sungguh.... Segala sesuatu yang Itsuki lakukan membuatku jengkel.


"Ya! Ya! Pahlawan Perisai pergilah ke pulau lain!"


"Oh DIEM lu!"


Si Armor betul-betul menjengkelkan.


Dia itu kenapa? Apa yang kulakukan hingga membuat dia berpikir aku adalah musuhnya?


"Itsuki... Apa-apaan ini?"


"Apa maksud lu?"


"Apa lu denger apa yang dikatakan earl? Tentang gak mencuri buruan petualang lain?"


"Apa maksud lu? Itu buruan gw. Gw yang mulai pertarungan itu."


Matanya menerawang ke kejauhan. Berjarak cukup jauh ada petualang sedang melawan seekor monster. Itsuki menarik busurnya dan menembakkan tembakan mematikan.


"Um...."


"Apa-apaan ini? Kami yang melakukan serangan pertama."


Petualang itu serta aku jelas-jelas memiliki masalah yang sama, tapi Itsuki kayaknya gak mempedulikannya. Dia menjawab seolah itu adalah hal yang sudah jelas.


Mungkin secara teknisnya dia gak melanggar peraturan, tapi ada yang salah dengan perilaku semacam itu.


Kalau ini adalah sebuah MMORPG, itu disebut mencuri target, atau fishing.
(T/N : tanya aja gamer kenalan kalian, apaan itu "fishing" di dunia MMORPG)


Perilaku semacam itu bisa dilarang atau bisa juga diijinkan tergantung pada game itu sendiri, jadi aku gak yakin peraturan apa yang berlaku disini. Tapi itu jelas-jelas sangat menjengkelkan. Hal itu sudah pasti mengganggu para petualang lain. Dan kami sudah diperingatkan soal itu, terus kenapa dia berperilaku kayak gitu?


Itu mengingatkan aku. Itsuki mengatakan bahwa dunia ini mengingatkan dia pada sebuah game consumer yang pernah dia mainkan.


"Itsuki, elu sadar kalo kelakuan kayak gitu akan ngebuat elu dalam masalah kalo ini adalah sebuah game online."


"Apa? Oh jangan banyak bacot. Kami yang melakukan serangan pertama!"


"Cuma karena elu punya senjata jarak jauh, apa itu berarti cuma elu doang yang punya hak berburu dimari?"


Itsuki kebingunan pada pertanyaan itu, tapi dia perlahan mengangguk. Itu membuatku sakit kepala buat memahami dia, tapi aku mulai paham.


Dalam sebuah game consumer, gak ada perlunya mengkhawatirkan hal semacam ini.


Karakter-karakter lain bukan orang asli, sehingga mereka nggak betul-betul bersaing berburu monster. Mereka gak saling mencuri.


Jadi aku harus mencari cara yang tepat untuk membahas masalah ini.


"Tanya sama Ren dan Motoyasu tentang itu. Atau tanya sama earl pulau ini. Gw rasa lu bakal tau kalo semua orang menentang kelakuan gak tau diri macam itu."


"Apa maksud lu?"


"Pikir aja ndiri... Selamat tinggal!"


Aku memberi tanda pada Filo dengan mataku.


Itsuki sudah mengarahkan busurnya pada seekor monster yang keluar dari semak-semak.


"First Wind!"


Filo menembakkan sihir angin ganas untuk menyerang monster itu duluan. Sesaat setelahnya, anak panah milik Itsuki mengenai monster itu, dan monster itu tewas.


"Lu mencuri buruan kami! Kami yang memburu monster itu, dan lu mencurinya! Bisa bisanya kau melakukannya?!"


Aku mengarahkan jariku pada Itsuki sambil menuduhnya dan berteriak.


Saat aku melakukannya, si Armor terlihat sangat marah, dan dia melangkah maju.


"Dasar bodoh! Meskipun kau seorang pahlawan, kau berani bertindak seperti itu pada Master Itsuki?!"


Itsuki terlihat kebingungan sesaat, lalu marah. Aku menyadari dia sudah memahami situasinya.


"Tenanglah. Gw paham apa maksud lu barusan."


Dia tersenyum tenang, tapi matanya sama sekali gak tersenyum. Dia bisa menyembunyikan ketidak-senangannya dengan senyum palsu, tapi aku mengetahuinya.


Kami pergi. Aku gak tau apakah dia terus 'paham' setelah kami pergi. Kurasa lebih baik adu nasib di pulau lain.


"Haruskah kita makan siang sambil menunggu exp poinku kembali tersedia?"


Itsuki memberi isyarat pada partynya bahwa sekarang adalah waktunya beristirahat.


Aku sih masa bodo sama para anggota partynya atau makan siang mereka, sampai....


"Rishia! Waktunya makan siang!"


"Oh... Baik!"


Si Armor dan para anggota party yang lain berteriak pada Rishia agar menyiapkan makanan mereka.


Mereka pastinya menganggap diri mereka lebih tinggi, kan? Mereka pikir mereka itu siapa? Kenapa Rishia harus membuatkan makanan untuk mereka?


"Kenapa gak kalian siapin aja makanan kalian sendiri?"


Aku bergumam pelan, tapi si Armor dengar dan mendekat.


"Apaan itu?! Rishia adalah perekrutan baru disini! Tugas-tugas ini adalah tanggungjawabnya!"


"Apa?!"


Aku gak tau harus bilang apa. Rekrutan?
Apaan itu? Apa dia pikir dia sedang menjalankan perusahaan atau semacamnya?


Rishia hendak menyerahkan makanannya. Tapi sepertinya ada urutan penerimaan makanannya. Dia memperhatikan baik-baik masing-masing makanannya, memastikan namanya, lalu dengan lembut menyebutkan namanya.


Semakin daftarnya ke bawah, makanannya semakin terlihat kurang mengesankan.


Apa itu makanan buatan Itsuki sendiri? Rishia menyerahkan kotak makan siang pada dia.


Si Armor adalah yang selanjutnya. Makan siangnya adalah daging yang besar, ditambah dengan roti lapis dengan daging yang tebal.


Berikutnya para prajurit. Mereka mendapatkan roti lapis dan ikan panggang. Selanjutnya... Yah, itu terus berlanjut seperti itu sampai cuma Rishia saja yang tersisa. Lalu dia memasukkan tangannya kedalam tas dan mengeluarkan buah, lalu memakannya dalam diam.


Apaan itu? Kenapa mereka gak memakan makanan yang sama?


"Apaan ini? Kalian punya peringkat yang berbeda dalam party kalian?"


"Ngapain lu liat kami? Naofumi, lama-lama lu itu ngganggu, pergi aja ke pulau lain."


"Apa lu becanda? Itsuki, apa pala lu sehat?"


Ini mungkin membuatku jadi orang munafik kalau mengatakannya, tapi dia memperlakukan cewek ini, Rishia, seperti seorang budak!


Sebenarnya, Raphtalia dan aku memakan makanan yang sama. Itsuki jauh lebih buruk daripada itu. Dia memperlakukan cewek itu lebih buruk dari seorang budak!


"Master, aku laper!"


"Filo! Kau diam dulu!"


Dia dikuasai rasa lapar karena melihat Itsuki dan partynya makan. Sekarang yang ada di kepalanya cuma tentang makanan.


Si Armor menatap kami penuh kemenangan. Dia tersenyum dan membuka mulutnya lebar-lebar.


"Peringkat kami ditetapkan pada seberapa besar Master Itsuki mempercayai kami dan seberapa banyak kami berkontribusi pada kelompok. Memang apa yang salah dengan itu? Haruskah kita mengobrol panjang lebar? Aku bisa menceritakan tentang karakteristik yang paling mengesankan dari Master Itsuki."


"Gak makasih. Kurasa gw enek dengernya."


"Yang jelas kami akan memberitahumu. Saat aku pertama kali bertemu Master Itsuki, dia membuka mataku pada keadilan."


Si Armor terus berbicara, lalu para anggota party yang lainnya ikut bercerita. Mereka mengenang semua pencapaian Itsuki yang paling mengesankan.


Aku lebih suka gak dengar apa yang mereka katakan. Kebanyakan ceritanya tentang Itsuki yang bersembunyi, lalu menghabisi orang jahat secara sembunyi-sembunyi. Dari cara mereka berbicara tentang dia, mereka kayaknya betul-betul menganggap bahwa dia adalah pahlawan yang bertugas menyelamatkan dunia.


Itu kayak semacam sebuah kepercayaan. Mereka penganut Itsuki, praktisi Itsuki-isme.


Akhirnya Itsuki menatap kami semua, ekspresi yang sangat puas terpampang di wajahnya.


Sebenarnya—dia menggunakan mereka untuk menyombongkan dirinya sendiri.


Analisaku tetap sasaran. Itsuki selalu menggurus orang jahat secara sembunyi-sembunyi. Itu sebabnya Itsuki jadi penegak keadilan.


Aku sangat yakin ada yang namanya kelainan semacam itu.


Aku pernah nonton film jadul tentang itu. Ada seorang polisi di suatu negara yang berjuang demi keadilan. Dia terangsang melawan kejahatan. Mereka menyebutnya kelainan setelah itu. Itu adalah sebuah kelainan yang sering mempengaruhi polisi.


Aku gak bisa mengingat apa sebutannya, tapi mereka menggunakan nama jadi judul filmnya. Karakter itu mengatakan bahwa orang-orang yang bertindak kejahatan gak punya hak untuk hidup, dan akan menghukum semua tindak kejahatan, terlepas dari seberapa parahnya, dengan kematian. Jika seseorang mencoba menghidari hukuman, mereka akan dihukum atas tindakan itu dengan kematian.


Polisi dalam film itu gak sampai berlebihan, tapi konsepnya mengingatkan tentang gambaran yang tak terhapuskan dari psikopat.


Aku kepikiran karakter itu saat memikirkan tentang Itsuki.


Aku ingin menanyai dia apakah dia betul-betul yakin bahwa dia benar. Gimana kalau dia cuma menganggap semua ini keadilan?


The Records of the Four Holy Weapon mengatakan bahwa Pahlawan Busur memiliki jiwa keadilan yang kuat.


Tapi Itsuki salah paham apa itu keadilan. Menjadi "benar" dan melakukan hal yang benar merupakan sesuatu yang gak selalu sama.


Yang jelas, aku gak yakin Itsuki mau dengerin aku kalau aku mencoba menjelaskan semua itu pada dia.


Selain itu, sejak awal aku gak berharap banyak pada Itsuki—apalagi berharap dia akan mau dibujuk.


"Kami akan masuk ke pulau lebih dalam lagi. Sampai jumpa lagi, Naofumi."


"Ok, sampai jumpa. Cobalah gak menganggu para petualang yang lain."


Party Itsuki segera mengemas makan siang mereka dan pergi.


"Aku menyadari ini saat aku mencoba berbicara pada mereka di istana, tapi mereka betul-betul sekumpulan orang-orang yang gak bisa di atur kan?"


"Memang."


Aku lebih senang gak berurusan dengan Itsuki lagi.


Pindah-pindah pulau agak menjengkelkan, jadi kalau keempat pahlawan berada disini disaat yang sama, akan lebih baik menyetujui untuk leveling di tempat-tempat yang berbeda sebelum kami berangkat.


Yang pasti, kami gak bisa leveling di pulau ini lagi. Kami kembali ke pulau utama.


* * * * *


"Hei, hei... Bukankah itu Bocah Perisai? Sepertinya para monster terlalu susah untukmu, jadi kau kembali, aku benar kan?"


Kami turun dari kapal di pelabuhan pulau utama dan bertemu L'Arc dan Therese di dermaga.


"Monster-monsternya lemah. Gak ada masalah sama sekali. Kami punya alasan tersendiri kenapa kami kembali lebih cepat."


Alasan sebenarnya adalah bahwa para pahlawan gak bisa mendapatkan exp saat berburu di tempat yang sama karena senjata mereka saling mengganggu satu sama lain. Tapi menjelaskan hal itu pada dia akan merepotkan.


"Ada apa?"


"Waktunya makan siang. Dan juga pahlawan lain muncul, jadi kami harus pindah ke pulau lain."


Kami sudah membuang banyak waktu, sekitar dua jam. Kenapa kami harus duduk dan mendengarkan bualan party Itsuki tentang tindakan-tindakan master mereka?


Kami bisa saja pergi ke pulau lain sekarang, tapi saat kami sampai disana pastinya udah terlambat, dan kami harus balik kesini lagi.


Langkah pertama adalah mencari tau dimana para pahlawan lain leveling. Dengan begitu aku bisa memastikan untuk menghindari mereka.


"Beneran deh! Kau betul-betul menganggap dirimu sendiri pahlawan kan? Maksudmu tentang gangguan senjata mereka?"


"Ya, begitulah."


"Apa kau dan Therese mau pergi berburu sekarang?" Tanya Raphtalia.


"Ya. Kami barusaja mau pergi lihat monster macam apa yang akan kami hadapi. Gimana denganmu bocah?"


"Monster-monsternya gak terlalu kuat, tapi mereka memberi cukup banyak exp."


"Baguslah."


Kami mengobrol tentang para monster, lalu Therese mendekat dan berbicara padaku.


"Boleh aku memanggilmu Tuan Naofumi? Raphtalia sangat baik hingga memberitahu namamu."


"Huh? Ada apa?"


"Aku dengar kau cukup terampil dalam kerajinan?"


Ini jadi agak canggung.


L'Arc gak bisa diam sejak aku bertemu dia, tapi Therese cenderung diam. Aku gak yakin gimana berbicara dengan dia.


"Aku gak bisa bilang aku sangat terampil, tapi aku belajar dari seorang ahli dan berhasil memahami dasar-dasarnya."


"Kalau aku menyediakan material dan dananya, bisakah kau membuatkan aku sebuah item?"


"Mungkin... Itupun kalau aku punya waktu."


"Aku akan membayarnya."


"Tentu."


Bukannya aku menolak pekerjaan. Aku memastikan kalau aku dibayar dengan tepat.


"Jadi item seperti apa yang kau inginkan?"


"Aku suka gelang. Tipe dan desainnya kuserahkan padamu."


Permintaan seperti itu adalah yang terburuk. Kuharap dia gak banyak protes.


Aku memutuskan untuk menunggu material apa yang dia sediakan. Lalu aku akan membuat apapun yang aku bisa dengan material itu.


"Yah, aku gak bisa membuat sesuatu tanpa material."


"Baik. L'Arc!"


"Ada apa?"


Dia mendekat dan menunjuk sebuah kantong kecil yang ada di pinggang L'Arc. L'Arc membukanya dan menunjukkan sejumlah pecahan ore yang bermacam-macam yang ada didalamnya.


Kelihatannya sebagian besar merupakan batu permata kasar.


"Jadi apa yang kau mau?"


"Ambil saja bahan terbaik yang ada di kantong itu dan buatlah sebuah gelang dengan bahan tersebut."


"Oke."


L'Arc menyerahkan kantong itu padaku. Aku bisa menganggapnya sebagai sebuah quest sampingan.


"Baiklah. Kalau gelangnya sudah jadi, aku akan memberikannya padamu."


"Menakjubkan! Makasih, Bocah Perisai."


"Terserahlah."


Aku mulai paham apa yang dirasakan pak tua pemilik toko senjata itu. Dia pasti merasa begini saat aku mampir dan meminta dia membuatkan sesuatu untukku.


Yah, aku menerima pekerjaan itu, jadi aku bertekad untuk membuat sesuatu yang bagus.


"Baiklah, kami pergi dulu."


"Semoga beruntung, L'Arc. Dan kau juga, Therese."


"Sampai jumpa!"


Raphtalia dan Filo melambaikan tangan pada mereka. Mereka menaiki perahu kecil dan menjauh dari dermaga.


Jauh lebih mudah akrab dengan para petualang normal ini daripada dengan Itsuki. Itu terasa sedikit menjengkelkan.


* * * * *


Kami mencari shadow dan earl, yang mana keduanya berasal dari istana, dan meminta mereka memberitahu kami dimana para pahlawan lain leveling.


Para pahlawan lain, Ren dan Motoyasu, sudah merencanakan kemana mereka akan pergi dan memastikan supaya nggak berkumpul.


Jadi mereka pergi ke pulau-pulau yang berbeda.


Semua ini jadi menjengkelkan. Kenapa senjata-senjata legendaris harus saling mengganggu kayak gini? Sampai sekarang kami bertarung di tempat yang sama cuma saat gelombang kehancuran terjadi, jadi aku gak betul-betul terganggu oleh hal itu.


Aku merasa seperti aku kehilangan waktu yang berharga. Aku harus memikirkan sesuatu.


"Raphtalia."


"Ada apa?"


"Mau leveling malam hari? Dengan begitu kita bisa mengganti waktu yang hilang."


Dia mengusap dagunya dan mempertimbangkannya baik-baik.


"Ide bagus. Itu mungkin agak bahaya, tapi kita bisa memanfaatkan waktu untuk leveling."


"Apa kita akan bertarung malam-malam?"


"Ya"


Aku bisa saja berendam di air panas penghilang kutukan, tapi setelah sekian lama di laut, aku ingin berolahraga.


Kalau kami mau mengganti waktu yang hilang, leveling malam hari adalah pilihan terbaik kami.


Selain itu, siapa yang tau kapan gelombang berikutnya akan datang? Gak ada jaminan bahwa mereka hanya terjadi saat siang hari.


Dan juga, Filo seperti hewan liar, dan kami sudah sering bertarung malam-malam saat kami lari karena buronan.


Dengan begitu kami memutuskan untuk pergi ke sebuah pulau dimana gak ada pahlawan lain dan bertarung sepanjang malam.


"Whew...."


"Kayaknya udah cukup."


"Ya."


Kami mendarat di pulau dan terus melawan monster setelah matahari terbenam di lautan.


Lalu aku mengetahui bahwa para monster di kepulauan Cal Mira menjatuhkan segala macam item. Mereka menjatuhkan banyak herbal obat, dan juga magic water serta material yang kau butuhkan untuk membuat soul-healing water.


Saat malam tiba, dan gelap, para monster mulai bermunculan lebih banyak lagi.


Semakin banyak monster yang kami lawan, semakin banyak exp yang kami dapatkan. Jadi perkiraanku, kami mengumpulkan banyak poin.


Kami kelelahan dan membuat api unggun. Kami butuh istirahat.


Mata Filo terus jelalatan ke sekeliling kamp. Kayaknya dia masih belum mau tidur.


Ada banyak pulau-pulau yang berbeda di kepulauan Cal Mira. Beberapa diantaranya merupakan pegunungan terjal, ada hutan, dan juga ada rimba.


"Di malam hari monsternya sangat banyak."


"Aku tau."


Pulau tempat kami kemping ini lebih seperti sebuah gunung yang sangat besar.


Aku menengadah menatap puncaknya. Warnanya kemarahan mencolok dari langit, sebuah siluet yang dingin.


Aku penasaran apakah warna itu ada hubungannya dengan event aktivasi.


Kurasa kami mendapatkan lebih banyak exp kalau bertarung malam hari. Kami berhasil naik level.


Saat kami sampai di pulau, aku level 43, sedangkan Raphtalia level 40.


Sekarang aku level 48, Raphtalia dan Filo sudah level 50 dan 51.


Raphtalia hampir terlihat kebosanan. Para monster gak memberi banyak tantangan untuk dia.


Hal lain yang kusadari adalah bahwa para monster memiliki nama yang sama, tapi beberapa diantaranya lebih besar dari yang lain, dan beberapa memberi lebih banyak exp.


Kami bertemu dengan seekor Magenta Frog yang sebesar aku. Meskipun begitu besar, Filo mengalahkan monster itu dengan satu tendangan.


Mereka gak terlalu kuat. Tapi mereka memberi kami banyak exp poin, dan mereka muncul sangat sering. Ini bagus buat kami.


Kami bisa naik level cukup banyak hanya dalam sehari.


Statistik Raphtalia dan Filo naik dengan cepat. Aku befokus mencoba meningkatkan perisaiku—tapi kurasa aku udah melakukan apa yang aku bisa dengan material yang kumiliki saat ini.


Aku berhasil meningkatkan Chimera Viper Shield, tapi itu gak seperti aku gak menggunakan perisai lain. Aku juga gak mau bergantung pada Shield of Wrath yang berbahaya. Jadi aku ingin mencari sebuah perisai yang lebih lemah yang bisa aku kuatkan.


"Hm....."


"Tuan Naofumi, aku kuatir kamu mungkin terlalu memaksakan diri. Aku tau kamu gak bisa mengatakannya, tapi kamu pasti lelah. Kutukanmu masih belum sembuh. Kenapa kamu nggak istirahat saja dulu sebentar?"


Badanku memang terasa berat. Kurasa aku gak bisa bertarung lebih lama lagi saat ini.


Tetap saja, aku berharap aku bisa menguatkan sebuah perisai sampai ke titik dimana perisai itu menjadi sangat kuat hingga gak berpengaruh entah aku dikutuk atau enggak.


"Monster-monster disini gak bisa melukai aku sama sekali, jadi kurasa gak masalah untuk terus lanjut."


Aku menerima tawaran dia untuk bersantai. Aku meluruskan kakiku dan mulai berbaring, lalu aku mendengar suara kaki mendekat.


Siapa itu?


Aku hampir berdiri, lalu aku menyadari bahwa itu adalah L'Arc dan Therese.


"Semua orang panik karena kalian belum kembali, jadi kami memutuskan untuk mencari kalian!"


"Apa?"


"Menejer kapal di dermaga kuatir padamu bocah. Dia bilang kau pergi sudah lama sekali dan belum kembali."


"Aku yakin ada petualang yang tewas di pulau ini. Gak ada perlunya panik soal kami."


Dia pikir aku hanyalah seorang petualang normal yang berpura-pura menjadi Pahlawan Perisai. Bukankah sudah biasa bagi seorang petualang baru menafsirkan kemampuan mereka terlalu tinggi, pergi ke hutan belantara, dan ujung-ujungnya tewas?


Sejujurnya aku jarang bicara dengan petualang lain, jadi aku gak betul-betul tau apa yang mereka anggap normal.


"Mungkin itu betul. Tapi kami agak kuatir."


Hmm... jadi mereka kuatir pada kami dan menggunakan perahu untuk pergi ke sebuah pulau tengah malam?


Sebagian diriku berterimakasih untuk hal itu. Sebagian kecil diriku merasakan kasih sayang terhadap mereka.


Mereka berdua pasti orang-orang yang pesimis. Mereka gak kayak petualang, lebih seperti paladin atau semacamnya.


Meskipun para knight dan paladin dari Melromarc adalah sekumpulan orang bangsat.


"Kami mau mengganti waktu yang terbuang, jadi kami memutuskan untuk berburu malam hari."


"Pokoknya, kembalilah ke hotel bersama kami. Kau bikin semua orang kuatir."


"Baiklah."


Lagian aku harus menyembuhkan kutukanku juga. Mungkin perburuan malam untuk hari ini sudah cukup.


"Baiklah, ayo kembali."


"Ya. Maaf sudah membuat kalian kuatir."


"Kita mau kembali?!"


Filo memiringkan kepalanya.


"Ya."


"Okeeeeee! Ayo berangkat!"


Kami membereskan kemah kami dan kembali ke pulau utama.


Orang-orang yang kami temui di dermaga menjadi lebih terikat dalam kehidupan kami.


Catatan Penerjemah[edit]

  1. Totem Pole: ukiran monumental, sejenis seni dari Northwest Coast, terdiri dari tiang atau pilar yang diukir membentuk simbol atau gambaran. (Sumber: wikipedia )
  2. yah untuk tambahan catatan sampingan yang gak penting. Pinguin = Pengin , Kelinci = Usa , Tupai = Risu , Anjing = Inu


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 7 - Kedai[edit]

"Maaf sudah merepotkan."


"Sama sekali gak merepotkan, bocah."


Kami naik ke perahu kami dan kembali ke pulau utama.


Sudah sangat gelap sekarang, dan semua lampu di kota dinyalakan. Usaha-usaha yang ramai saat siang hari, semuanya sudah tutup.


Semuanya tutup selain kedai.


"Hei, bocah! Ayo kita rayakan kembalinya kau dengan selamat di kedai."


"Aku berencana berendam di air panas terus tidur...."


"Kau sama sekali gak seru."


Mereka berdua kuatir pada kami dan mencari kami. Kurasa gak ada salahnya bersama mereka sedikit lebih lama.


"Baiklah. Tapi sebentar saja."


"Ya!"


Kedai itu ramai dan banyak keributan didalam—para petualang betul-betul bersantai.


Sepertinya sebagian besar dari mereka mendiskusikan tempat-tempat terbaik untuk berburu.


Ternyata sang ratu sudah mengatur untuk memboking bar untuk para pahlawan. Aku berencana menggunakan uang yang disisihkan untuk tujuan lain.


Kami menemukan meja yang cukup besar yang bisa menampung kami semua.


Pria tua yang bekerja di meja mendekat dan mulai menuangkan minuman.


"Filo, gimana?"


"Huh?"


Filo benci bau alkohol. Dia mengenyitkan hidung manusianya dan melihat sekeliling kedai yang ramai ini.


"Kayaknya menyenangkan, tapi baunya aneh."


"Begitulah."


Sudah pasti Filo masih terlalu muda untuk menikmati bar.


Dia hanyalah anak kecil. Selain itu, siapa yang tau apa yang akan terjadi kalau kau memberi alkohol pada seekor Filolial? Aku gak mau tanggungjawab kalau sesuatu yang gila terjadi.


"Jadi siapa yang akan menang?"


Seseorang berteriak di sebuah meja. Seorang pria dengan otot lengan yang kuat mencari penantang panco.


Ada orang yang duduk. Mereka saling menggenggam tangan satu sama lain dan mulai mendorong dan berusaha menjatuhkan tangan lawannya.


Kerumunan terbentuk dibelakang mereka dan mulai bertaruh. Aku menatap kerumunan itu dan melihat Motoyasu bersandar pada seorang cewek, memberi cewek itu minuman. Dia gak pernah berubah. Dia akan berubah jadi seekor monster—gak diragukan lagi.


Seorang cewek menari secara provokatif dibelakang mereka. Sebuah kelompok pemain musik berbaris di dinding di samping cewek itu, memetik senar dan menyanyi. Melihat pemandangan ini, ini betul-betul terasa sepeti sebuah dunia yang berbeda.


"Heeei! Itu kelihatan menyenangkan!"


Filo adalah seekor monster burung, jadi dia tertarik pada musik dan lagu.


"Kesanalah—tapi jangan menggangu orang."


"Oke!"


Filo berjalan kearah penari dan lagu itu.


Disaat yang sama, minuman kami tiba. Aku mencicipi sedikit.


Yep, rasa alkoholnya sama persis dengan dunia asalku.


"Jadi ini alkohol...."


Raphtalia dengan cermat mengamati gelasnya.


"Oh betul juga. Kamu jangan minum itu."


"Hmm? Kenapa?"


Tiba-tiba aku menyadari bahwa Raphtalia masih anak-anak.


Tapi bukankah tubuhnya sudah dewasa? Kalau begitu, secara teknisnya apa gak apa-apa minum?


"Baiklah. Yang penting jangan minum banyak-banyak."


"Baik!"


Dia kayak anak kecil yang berjinjit di genangan air—perlahan dia mengulurkan tangannya pada gelas itu.


"Rasanya agak pahit."


"Ya begitulah."


"Ahahaha! Mungkin Raphtalia-chan masih belum siap untuk itu."


Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (9).jpg


L'Arc mengangkat sebuah gelas bir besar dan mulai menenggaknya.


Therese meminum minumannya perlahan-lahan. Cara mereka berdua minum menunjukkan kepribadian mereka.


Kurasa gak jauh beda dari meminum air atau soda. Kurasa itu karena aku gak bisa mabuk.


"Tuan Naofumi, apa yang kau pikirkan tentang alkohol?"


"Gak ada. Itu bukanlah hobiku. Terkadang aku minum sama orang lain."


"Oh, oke."


"Ada banyak orang di dunia asalku yang gak minum—tapi itu mungkin sangat jarang disini."


Ren dan Itsuki masih dibawah umur saat di dunia asal mereka, tapi mereka mungkin sudah usia legal untuk minum di dunia ini.


Aku melihat Itsuki. Dia duduk diluar kedai, melakukan pesta. Jelas-jelas dia masih dibawah umur.


Tapi kurasa ini adalah dunia yang berbeda. Itu gak melanggar peraturan disini. Kalau Itsuki minum, maka kemungkinan Ren juga.


"Lebih baik perhatikan seberapa banyak kamu minum."


"Oh...."


Raphtalia mengangkat gelasnya dan menenggak isinya dalam sekali teguk.


"Maksudmu seperti itu?"


"Woah! Lihat dia!"


"Tentu."


Itu mengingatkan aku pada pesta-pesta saat di dunia asalku.


Aku memang gak mempermasalahkan cewek-cewek yang doyan minum.


Sejak jaman kuno, orang-orang sudah menggunakan alkohol untuk melepas penat setelah bekerja keras seharian. Kalau orang-orang sudah melakukannya sejak lama, maka gak masalah untuk mengasumsikan bahwa itu efektif.


Raphtalia selalu menjaga sikapnya dan bersikap sopan. Aku agak penarasan akan seperti apa dia kalau dia lengah.


"Gak ada yang perlu dikuatirkan. Ayo minum."


"Baik."


Aku memberi Raphtalia segelas lagi, dan saat aku melakukannya, ada gangguan yang muncul di sisi para pemain musik.


Aku menoleh dan melihat Filo bernyanyi bersama kelompok itu. Dia kayaknya cukup mahir.


Awalnya para pemain musik terkejut dan kuatir, tapi mereka segera menyadari bahwa dia sebenarnya cukup berbakat, dan sekarang mereka semua bersuka cita.


Ada apa? Motoyasu telah menyadari nyanyian Filo.


"Filo! Bravo! Bravo!"


Apa yang terjadi pada cewek yang bersama dia?


"Yaaaaah!"


Bar ini semakin tak terkendali.


30 menit berlalu.


"Sampai seberapa jauh kita bisa leveling di pulau ini? Kalau kita pergi lebih jauh, akankah monsternya lebih kuat?"


"Ha.... bwochah... Wewek ini thangguhg!"


Raphtalia sudah meminum 15 botol ciu. Dia menoleh padaku dan mulai berbicara.


Sepertinya, dia betul-betul mampu minum.


"Bhuaz... Bwegithulah mwenurutkwu..."


Disisi lain, L'Arc jelas-jelas udah mabuk berat. Semua kata-katanya udah gak karu-karuan.


"Ayo L'Arc, kita harus segera kembali ke kamar kita."


Therese menopang dia dan membantu dia berjalan.


Aku terkesan atas bobot yang mampu Therese tahan, tapi kemudian aku menyadari kalau dia menggunakan sihir.


"Hari ini sudah cukup kan? Kami akan kembali ke kamar kami."


"Tentu, sampai jumpa besok."


"Kalian berdua memang kuat minum minuman keras, terutama kamu, tuan Naofumi. Itu seperti kami sepenuhnya tak terpengaruh."


"Yah... Aku memang selalu seperti ini."


"Aku tak pernah melihat sesuatu yang seperti ini."


Therese tersenyum, membebankan berat badan L'Arc pada bahunya, lalu meninggalkan kedai.


"Tuan Naofumi?" Kata Raphtalia. "Ayo minum sedikit lagi."


"Apa kamu yakin kamu mau minum sebanyak itu?"


Si pelayan bar tak bisa menyembunyikan keterkejutannya juga. Raphtalia betul-betul kuat minum. Aku bertanya-tanya mungkin alkohol memperngaruhi para demi-human secara berbeda. Aku jadi kepikiran tentang patung-patung Shiragaki Tanuki dan tokkuri[1] besar yang mereka bawa.


Pecundang yang kalah dalam panco terakhir berjalan kearah kami sambil terhuyung-huyung dan jatuh di meja kami.


"Kurang ajar! Kami sedang berdiskusi sekarang, jadi jangan ganggu kami!"


Raphtalia berteriak pada pria mabuk itu.


Biasanya dia nggak sekasar itu. Mungkinkah alkoholnya mempengaruhi dia?


Aku berpikir tentang beberapa bulan terakhir yang kami lalui bersama. Kami selalu bepergian, menjual barang, melawan gelombang, dan kabur dari kerajaan. Kami gak pernah betul-betul berhenti untuk istirahat sejenak.


Mungkin dia perlu pelampiasan untuk melepas stres.


"Ha! Kalau kau gak suka, ayo selesaikan dengan adu panco!"


"Kalau itu maumu, baiklah. Aku akan jadi lawanmu."


Raphtalia menyatakan bahwa dia akan ikut serta dalam pertandingan panco.


Dia akan baik-baik saja kan? Proses leveling kami akan terganggu kalau dia terluka sekarang.


Aku kuatir pada dia, tapi aku menjauh dan memutuskan untuk melihat dari jauh.


Ada sekumpulan buah, sesuatu seperti anggur, menggantung di sebelahku, jadi aku memutuskan untuk mengambilnya satu buah dan memasukkannya kedalam mulutku.


"?!"


Susah dipercaya, ternyata buah itu sangat lezat. Rasanya seperti anggur yang sangat kuat, tapi rasa yang tertinggal dimulut sangat jelas dan gak hilang hilang, rasa paling enak yang pernah kurasakan, membuatku pengen ambil lagi. Jadi aku mengambil buah itu lagi.


“inilah dia pemenangnya!"


"Cewek ini KUAT!"


"Aku menang! Siapa selanjutnya?!"


Raphtalia mengangkat tangannya penuh kemenangan. Mungkin dia sudah mabuk.


Haruskah aku menghentikan ini sebelum lepas kendali?


"Maaf...."


Pelayan bar mendekati aku, dan dia terlihat kuatir.


"Ya?"


"Apa semuanya baik-baik saja?"


"Kau kuatir soal barnya? Kau mungkin benar, akan aku coba menyelesaikannya."


"Bukan itu yang saya maksud...."


"Huh?"


Wajahnya pucat. Aku menatap matanya dan wajahnya semakin pucat.


Itu karena Raphtalia mengalahkan para pria kuat dalam adu panco. Dia pasti sangat terkejut.


"Bir! Kami butuh bir lagi di sebelah sini!"


Seorang pria besar mendekat pelan-pelan. Dia memegang sebuah tong besar. Menaruhnya di pojok ruangan, dia mengambil satu buah yang mirip anggur itu dan memasukkannya kedalam tong bir itu sebelum mengaduknya. Kurasa itu semacam bumbu rahasia. Buah itu memang sangat lezat.


Bar ini semakin riuh.


Raphtalia terus menang dalam pertandingan panco, dan taruhan dibelakang dia semakin liar.


"Apa ada yang bisa mengalahkan cewek ini?!"


Adapun untuk Filo, dia bernyanyi bersama para pemain musik, dan mereka betul-betul menikmati pertunjukannya.


Semua orang tampak senang dan bersuka ria.


Aku mengambil buah itu lagi dan memasukkanya kedalam mulutku.


"Hei kau! Apa yang kau lakukan?!"


Seorang pria berteriak. Dia menujuk padaku. Seluruh ruangan langsung hening.


"Apa? Ada apa?"


Aku menelan buah itu.


Mungkinkah dia mabuk?


"Kau jangan memakan Rucolu begitu saja! Kau akan mati!"


"Apa? Apa maksudmu?"


Ada banyak buahnya, jadi aku mengambil lagi dan memasukkannya kedalam mulutku.


Semua orang di bar langsung bergumam aneh. Apa ada yang aneh?


"Tu..Tuan Naofumi? Apa kamu baik-baik saja?"


Raphtalia terlihat terisak.


"Aku baik-baik aja. Apa sih yang dipanikkan semua orang?"


Buah ini sangat lezat. Buah ini segera jadi buah favoritku. Aku mau lagi.


Aku mengambil satu lagi dan memakannya.


"Apa?! Dia makan lagi?!"


Semua mata di bar ini tertuju padaku. Kenapa seheboh itu? Gak bisakah aku makan dengan damai?


"Emang apa yang mengejutkan soal ini?"


"Ada apa ini?"


Motoyasu datang mendekat dan berteriak dengan gaya merendahkan padaku.


"Gak ada. Aku makan anggur dan semua orang di bar mulai panik soal itu."


"Masa sih? Mungkinkah buah itu sangat mahal?"


"Masa? Kalau begitu, maaf. Aku akan membayarnya, jadi berikan saja sisanya."


lagian sang ratu akan membiayai kami. Aku bisa makan sebanyak yang aku mau.


"Yah buah itu memang cukup mahal, tetapi bukan itu masalahnya..."


Si pelayan bar mulai menjelaskan. Dia sangat berhati-hati.


"Terus apa masalahnya?"


"Rucolu merupakan, um... Yah tong itu penuh air. Hanya dengan memasukkan satu buah saja maka semua air didalamnya berubah menjadi alkohol. Jika anda memakan buah itu secara langsung, itu...."


"Apa yang kau bicarakan? Itu pasti bohong! Berhentilah mengatakan lelucon semacam itu."


"Saya mengatakan yang sebenarnya."


"Tapi Naofumi gak apa-apa, jadi kau pasti bohong."


Motoyasu mengambil satu buah dan memasukkannya kedalam mulutnya.


"Kau tau, buah ini sangat lezat, gurih, dan....."


Sebelum Motoyasu bisa menyelesaikan ulasannya, dia mencengkeram perutnya dan jatuh ke depan, jatuh ke lantai dengan suara keras.


Haha! Matanya berputar-putar! Lucu sekali. Tapi apa buah ini betul-betul berbahaya?


"Oh tidak! Dia memakan Rucolu secara langsung!"


"Kita harus membuat dia memuntahkannya!"


"Ya!"


Semua orang langsung bertindak. Semua orang berkumpul dan mengangkat Motoyasu, lalu membawa dia keluar ruangan.


Yah... Malam yang sungguh menyenangkan.


Tapi kurasa buah ini betul-betul mengandung alkohol yang kuat. Aku punya ide.


"Raphtalia, kamu mau?"


"Tidak...."


"Gimana denganmu Filo?"


Filo berhenti bernyanyi dan mendekat. Aku mengulurkan buah itu pada dia dan dia mendekat menciumnya.


Lalu dia menutupi mulutnya dan segera mundur.


"Nggak mau!"


"Tapi kau memakan apapun."


"Aku nggak suka buah itu."


Itu adalah reaksi yang kuat—terutama itu dari Filo. Aku gak menduga dia kayak gitu.


"Iblis sejati telah muncul disini!"


"Seekor monster!"


"Para dewa alkohol telah lari sambil ekor mereka terlipat diantara kaki mereka!"


Kerumunan itu menjadi liar dan berisik lagi.


Aku bertanya-tanya apakah buah itu semacam jebakan lelucon yang mereka tujukan padaku. Atau mungkin biologi manusia berbeda di dunia ini? Motoyasu dan aku mungkin punya banyak pengetahuan umum, tapi kami datang dari alam semesta lain.


"Yah maaf sudah menyebabkan keributan. Kami akan kembali ke kamar kami sekarang."


"Oh.... Baiklah."


Kedai itu masih ramai saat kami mengemas barang-barang kami dan pergi.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 8 - Karma[edit]

Keesokan harinya, kami pergi leveling setelah matahari terbit.


Kami setuju pergi berburu bersama L'Arc dan Therese besok.


Ini gak seperti aku merasa kami harus bersiap untuk leveling sama mereka, aku cuma ingin leveling aja—selagi kami punya waktu.


Selain itu, leveling sangat menyenangkan.


Oh ya, itu benar. Saat kami mencoba sistem penyalinan senjata di toko senjata milik pak tua itu, aku mempelajari sebuah skill yang bagus.


Skill itu namanya Hate Reaction.


"Hate Reaction!"


Sepertinya gak ada yang terjadi. Aku memiringkan kepalaku kebingunan. Filo berkedip-kedip.


"Master! Ada sesuatu yang buruk berasal darimu. Itu menyebar ke segala arah."


Itulah penilaian Filo. Awalnya aku gak paham apa yang terjadi, tapi sekarang aku mulai mengerti.


Semua monster di area ini memperhatikan aku dan merayap kearahku.


Bahkan monster-monster yang sedang dilawan oleh para petualang lain juga ikut mendekat.


Skill itu sepertinya mempengaruhi area seluas 15 meter.


Bahkan para monster yang kemarin menjauhi kami sekarang ini mendekat kearahku.


Itu adalah sebuah skill yang akan merepotkan semua orang kalau aku menggunakannya di area yang ramai. Tapi gimana kalau kami berada di pedalaman...?


Kalau kami pergi ke suatu area yang dipenuhi para petualang handal, aku mungkin bisa memanfaatkan skill ini lebih baik lagi.


Aku ragu para petualang normal mau masuk lebih dalam ke kedalaman pulau.


Orang biasa memiliki batas level sampai 40. Kalau kau bukan seorang pahlawan, area-area seperti itu kemungkinan sangat berbahaya.


Itu gak seperti kami yakin kami sendirian berada di kedalaman pulau, tapi kurasa semakin dalam pergi, kemungkinannya semakin kecil kami bertemu orang lain.


Aku menemukan sesuatu seperti... seperti kulit yang melekat pada tulang-tulang, mengering sampai kaku. Semakin dalam kami pergi, semakin terasa seberapa kentalnya hukum rimba disini. Aku bertanya-tanya berapa banyak petualang yang menemui ajal mereka disini.


Gak disangka L'Arc dan Therese pergi mencari kami di lingkungan seperti ini. Itu pasti sangat beresiko bagi seorang petualang biasa.


Jadi kami pergi ke hutan sampai kami berada sangat dalam di pusat pulau, lalu kami bertemu dengan seekor monster baru, Karma Dog Familia. Itu adalah seekor anjing hitam yang sangat besar.


Itu mengingatkan aku pada anjing besar berkepala dua yang pernah kulawan bersama Raphtalia sebelumnya. Anjing itu tampak seperti seekor Doberman.


Anjing ini cuma punya satu kepala, tapi bulunya kasar dan cukup mengintimidasi. Sudah kuduga, Raphtalia terlihat agak gak nyaman.


"Apa kamu baik-baik saja?"


"Ya. Gakpapa."


Dia memegang gagang pedangnya erat-erat, bersiap bertarung.


Perlahan, sedikit demi sedikit, Filo bergerak mendekati Karma Dog Familia.


Gak ada yang bisa dilakukan selain bertarung.


Aku berdiri di barisan depan, menyiapkan perisaiku, dan berlari kearah anjing itu.


"Gah!"


Anjing itu membuka mulutnya lebar-lebar dan menggigit bahuku.


Tapi aku sudah memperkuat diri belakangan ini, dan statistikku terlalu tinggi bagi anjing itu untuk menimbulkan damage.


Aku menunduk dan membebankan berat badanku ke depan, mendorong mundur anjing itu.


"Ha!"


"Rasakan ini!"


Raphtalia dan Filo nggak melewatkan kesempatan ini. Mereka menyerbu.


"Monster ini tangguh!"


Raphtalia menikamkan pedangnya pada perut anjing itu, dan Filo mengeluarkan tendangan brutal, mematahkan kaki belakangnya.


"......?!"


Anjing itu mengeluarkan pekikan memekakan telinga.


Tapi anjing itu gak menyerah. Dia terus menyerang kami—menyerangku. Berteriak sampai nafas terakhirnya, dia menggigitku.


Aku kagum dengan kegigihannya. Dia bertarung seolah gak peduli dengan nyawanya sendiri.


Monster itu kuat, tapi mungkin itu diperlukan untuk bertahan hidup di kedalam pulau.


"Sungguh anjing yang gigih."


"Ya, itu benar."


"Dan gigitannya betul-betul kuat."


Filo berjalan mendekati mayatnya dan mulai memakannya.


"Hentikan."


"Baiiiiiik."


Burung geblek... Aku jongkok disamping anjing itu dan menyerapnya ke dalam perisaiku.


Karma Dog Shield persyaratan terpenuhi

Karma Dog Shield
Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: indera penciuman meningkat (rendah), penyesuaian status inult (kecil)


Ada sejumlah item lain yang muncul di menu, tapi aku lebih tertarik pada persyaratan pembukaan dan bonus equipnya.


Peningkatan indera penciuman sudah cukup jelas maksudnya.


Kalau aku terus meningkatkan statistik inderaku seperti ini, aku penasaran apakah aku akan berubah menjadi mahluk liar seperti Filo.


Inult... Bukankah itu nama dari monster yang merintis peradaban di kepulauan ini? Dimana aku bisa menemukan monster itu?!


Item dropnya sebenarnya gak ada sama sekali.


Kalau aku ketemu monster itu lagi, aku akan memotong-motongnya sebelum menyerap bagian-bagiannya.


Adapun untuk exp poinnya, kami mendapatkan cukup banyak saat kami menang. Kurasa sekitar 800 poin.


Para monster di pinggiran pulau memberi kami exp poin sekitar 90, jadi ini merupakan sebuah kemajuan besar.


"Gah!"


Huh? Muncul yang lain lagi. Kami mengalahkannya, lalu bertemu dengan yang lainnya. Kami terus masuk lebih dalam ke kedalaman pulau.


"Apa ini bagian tengahnya?"


"Siapa yang tau?"


Kami terus berjalan kearah yang sama, dan kekuatan para monster, serta exp poin yang kami dapatkan terus meningkat.


Level kami juga naik dengan cepat.


Aku mencapai level 57, Raphtalia level 59, dan Filo level 61.


Kami leveling secepat yang kami bisa sampai terasa seperti buang-buang waktu. Statistik Raphtalia dan Filo juga meningkat dengan sangat cepat.


"Ugh...."


Raphtalia memperhatikan pedangnya dengan cermat. Lalu dia mulai mengerang.


"Ada apa?"


"Bukan apa-apa. Rasanya pedangku sudah kehilangan intinya...."


Raphtalia secara paksa mengayunkan pedangnya beberapa kali untuk memeriksanya. Aku gak sepenuhnya paham, tapi kayaknya bilahnya melengkung. Pedangnya sendiri belum terlalu tua. Apa maksudnya ini?


"Mungkin sudah waktunya kamu ganti pedang."


Kalau dia terus menggunakannya seperti biasanya, pedang itu mungkin akan bengkok atau patah.


Aku menatap Filo, dan melihat cakar logamnya juga retak-retak—hampir hancur.


"Apa yang terjadi master?"


"Aku gak tau."


Aku punya firasat bahwa tingkat kekuatan Raphtalia dan Filo sudah jauh melampaui daya tahan equipment mereka.


Kalau kami bersiap untuk gelombang selanjutnya, aku harus memprioritaskan senjata mereka. Kalau tidak kami mungkin akan berada dalam masalah besar.


Untuk saat ini, aku punya beberapa pedang besi yang merupakan item drop, jadi kami bisa menggunakannya kalau terjadi keadaan darurat—pedang-pedang itu gak akan banyak berguna sih.


Mungkin sudah saatnya bagi kami untuk mulai mengandalkan equipment modifikasi. Kami akan membutuhkan senjata-senjata yang kuat mulai dari sekarang.


"Haruskah aku berganti memakai pedang sihir?"


Raphtalia menyarungkan pedangnya dan berganti memakai pedang sihir.


Pedang itu efektif terhadap musuh-musuh tanpa tubuh fisik, tapi terhadap musuh normal pedang itu cuma akan memotong kekuatan sihir mereka. Pedang itu gak bisa membunuh musuh normal, tapi bisa menyebabkan mereka tak sadarkan diri.


Dan ada peluang kecil pedang itu hancur. Raphtalia mengeluarkan bilah sihirnya, dan bilah itu muncul dari gagangnya.


Kayaknya mengeluarkan lebih banyak kekuatan dari yang sebelumnya. Bilahnya besar dan memancarkan energi.


"Ah...."


Raphtalia buru-buru mematikannya.


"Ada apa?"


"Aku nggak bisa menggunakannya. Kekuatannya terlalu besar. Gagangnya terlalu panas untuk dipegang."


"Kalau kamu gak hati-hati, kamu mungkin akan merusaknya."


"Aku mengerti."


Kami terus berjalan, ke kedalaman hutan. Saat kami akhirnya sampai pada apa yang nampaknya merupakan pusatnya, kami menemukan sebuah bangunan besar disana, sebuah bangunan semacam kuil. Itu mengingatkan aku pada Stonehenge[2]. Sepertinya itu adalah sebuah reruntuhan.


Di pusat lingkaran itu terdapat semacam bola. Itu seperti sebuah kristal sihir.


"Apa ini?"


"Siapa yang tau?"


Itu mengingatkan aku pada retakan yang muncul di langit saat terjadi gelombang. Aku tau itu bukanlah hal yang sama.


"Filo, mau kah kau mencoba menyerangnya?"


"Oke!"


Dia melompat ke depan dan menendang bola hitam itu.


Sesaat, bola itu terlihat melengkung dan penyok—tapi segera setelahnya kembali ke bentuk aslinya.


Apa maksudnya itu? Kalau itu memiliki fungsi seperti objek dalam game yang kumainkan, itu mungkin hanya berfungsi kalau suatu kondisi terpenuhi.


Tiba-tiba, seekor anjing yang sangat besar muncul—dan monster itu dipenuhi bulu hitam. Sangat besar, mungkin panjangnya lima meter dari kepala sampai ekor.


Bentuknya seperti seekor golden retriever*. Anjing itu besar dan terlihat kikuk, tapi itu tetaplah seekor monster ganas.
(T/N: *jenis anjing, aku gak tau gimana jelasinnya, cek aja goggle)


Aku memeriksa nama monster itu. Monster itu bernama Karma Dog.


Apa itu monster bos pulau ini?


Kayaknya itu adalah asumsi yang masuk akal. Para Karma Dog Familia yang kami temui sampai sekarang mungkin adalah para bawahannya.


"Raphtalia, Filo, ayo maju! First Aura!"


Aku mengeluarkan sihir pendukung pada mereka dan pertempuran dimulai secara sungguh-sungguh.


Anjing besar itu melompat ke arahku, menunjukkan taringnya.


"Hya!"


Anjing itu membuka mulutnya lebar-lebar untuk menggigitku, tapi aku mengulurkan tanganku dan menangkap taringnya, mendorong mundur anjing itu.


Ada suara dentuman keras, tapi aku berhasil menghentikan monster itu.


Perlahan-lahan, taringnya menancap ke kulitku, dan rasa sakit terasa di lenganku.


Monster ini jelas-jelas jauh lebih kuat daripada anjing lain. Kalau anjing ini bisa menembus pertahananku maka pastinya dia amat sangat kuat.


Aku masih belum selesai melakukan peningkatan. Tetap saja, kurasa statistikku sudah meningkat pesat—namun itu masih belum cukup.

"Hya!"


"Whoop!"


Pedang Raphtalia dan cakar Filo menyerang perut anjing itu. Namun masih belum cukup untuk menghentikannya. Aku gak bisa mengendalikan cakarnya, dan anjing itu mengarahkan cakarnya pada Raphtalia dan Filo.


"Jangan harap kau bisa menyerangku semudah itu!"


"Ha!"


Aku memang gak bisa menghentikan monster itu, tapi sepertinya aku bisa memperlambatnya. Mereka menghindari serangan itu dengan mudah.


"WAOOOOOOOOOOO!"


Anjing itu melolong. Saat suara anjing itu berhenti, dua Karma Dog Familia tiba-tiba muncul dari bola misterius itu!


Sialan. Ini buruk.


"Raphtalia, Filo! Bisakah kalian menangani ini?!"


"Ya!"


"Gak masalah!"


"Bagus! Ayo gunakan skill kombinasi. Filo, perhatikan aku!"


"Oke!"


Aku sudah melihat Motoyasu dan yang lainnya menggunakan skill-skill kombinasi sebelumya. Itu adalah saat kau menggabungkan sihir dan skill untuk membentuk sebuah serangan yang lebih kuat.


Biasanya skill kombinasi memiliki efek tambahan yang lebih baik daripada skill-skill lain.


"Filo, apa kau memperhatikan? Aku akan menggunakan Air Strike Shield, jadi kau harus menggunakan sihir serangan angin disaat yang bersamaan!"


"Oke!"


Filo memejamkan matanya dan mulai berkonsentrasi.


"Aku adalah sumber dari segala macam. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Serang mereka dengan tornado ganas! Zweite Tornado!"


Saat dia mengeluarkan sihir itu, sebuah daftar dari skill yang sesuai muncul di depanku.


"Tornado Shield!"


Satu Karma Dog Familia berlari menyerbu kami, tapi sebelum monster itu bisa menyerang kami, sebuah perisai besar terbentuk dari angin muncul di udara didepan monster itu.


Anjing itu menabrak perisai tersebut dan dihentikan secara paksa. Saat anjing itu menabrak perisai, sebuah tornado besar, lebih besar daripada sihir yang biasanya dihasilkan oleh Filo keluar dari pusat perisai dan menghempaskan kedua Karma Dog Familia ke udara.


Itu adalah kombinasi yang sangat berguna! Kalau kami bisa mengkoordinasikan serangan-serangan kami seperti ini, kami bisa lebih kuat dari yang kupikirkan.


Adapun untuk Raphtalia, sihirnya biasanya berbasis ilusi, jadi itu gak cukup bagus sebagai serangan.


Kami gak bisa melakukan hal yang sama, tapi kami mungkin bisa menipu monster. Itu akan bergantung pada bagaimana kombinasi skill itu bekerja.


"Raphtalia!"


"Aku mengerti!"


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Bingungkan musuh! First Mirage!"


"Mirage Shield!"


Aku menggunakan Second Shield dan bisa menggunakan skill lain seraya skill pertama masih aktif.


Tornadonya menghilang, dan kedua anjing itu jatuh ke tanah. Sebelum mereka menghantam tanah, perisai lain muncul di bawah mereka, dan mereka menghantam perisai tersebut.


Perisai ini fleksibel. Saat mereka menabrak perisai itu, perisainya menyebar dan membungkus mereka.


"Kyan!"


Perisainya menghilang, dan kedua anjing itu jatuh ke tanah, tapi kali ini mereka jatuh secara terbalik, dan mendarat dengan punggung mereka. Mereka terhuyung-huyung, tak mampu memulihkan postur mereka.


Dan kemudian....


"Gah!"


Mereka berdua menggonggong dan menggeram dan mulai bertarung satu sama lain!


Mereka berdua mungkin jadi bingung siapa yang musuh siapa yang bukan, jadi mereka menyerang mahluk apapun yang paling dekat dengan mereka.


Nampaknya Mirage Shiled memilik efek yang menarik pada musuh.


"Bagus! Sekarang adalah kesempatan kita! Habisi mereka!"


"Dimengerti!"


Kami mempererat pegangan kami pada senjata kami dan menghadapi Karma Dog.


"Whew."


Kami mengalahkan monster itu. Dia terus memanggil bala bantuan, yang mana menyebabkan pertempuran jadi lebih lama.


Untungnya kami berhasil membuat bala bantuan yang datang saling bertarung diantara mereka sendiri. Raphtalia dan Filo telah menjadi sangat kuat dalam beberapa hari terakhir, jadi pada akhirnya kami bisa memenangkan pertarungan tanpa banyak masalah.


Saat monster utama tewas, kami mengurus bala bantuan yang tersisa. Setelah aku yakin bahwa mereka telah habis, aku menyerap Karma Dog ke perisaku dan menerima item dropnya.


Aku dulu memang seorang gamer akut, dan naluri-naluri gamer itu masih ada dan bergejolak dalam diriku. Aku menyadari bahwa Karma Dog memang seekor monster bos, dan monster-monster bos memberi item-item drop yang sangat bagus.


Bagi para gamer, ada beberapa hal lebih didambakan daripada item-item drop dari bos. Ada peluang bos akan menjatuhkan sebuah senjata unik, langka, atau sangat kuat. Jadi aku memeriksa drop dari Karma Dog penuh harapan.


Oreikul Ore? Aku mengasumsikan itu adalah sesuatu yang bisa kau gunakan untuk power up. Aku merasa seperti aku pernah melihatnya disuatu tempat sebelumya.


Huh?


"Karma Dog Claw?"


Menilai dari namanya, mungkin itu adalah suatu senjata? Aku segera membuka menunya untuk memeriksanya.


Ada dentuman keras, dan dua cakar hitam keluar dari perisaiku.


"Apa itu?"


"Aku sudah menjelaskannya, ingat? Ini adalah sesuatu yang bisa dilakukan perisai legendaris."


"Aku mengerti itu, tapi aku gak pernah melihat perisai yang ada cakarnya seperti itu. Aku hanya terkejut."


Aku gak bisa menyalahkan dia sih.


Aku memeriksa cakar tersebut dengan cermat. Besarnya hampir seukuran telapak tanganku, jadi kurasa cakar itu gak akan pas dikaki Filo. Lagi, aku membuka menu dan membawa keterangan soal item itu.


Karma Dog Claw
Kualitas: excellent
Efek Tambahan: agility up, magic down, attack up, defense down


Peningkatan statistiknya bukanlah sesuatu yang bisa kau abaikan.


Tapi sayangnya cakar ini kayaknya gak punya lapisan Blood Clean. Jadi kalau kami menggunakan cakar ini, kami harus merawat ketajamannya.


Selain itu, aku juga kuatir dengan penurunan statistiknya.


"Cakar?"


Filo memiringkan kepalanya ke samping. Dia penasaran.


"Sepertinya begitu, tapi..."


Cakar ini gak akan cocok dengan kaki Filo.


"Aku mau mencobanya!"


"Kurasa kau harus dalam wujud manusia."


Filo selalu berada dalam wujud Filolial saat kami melawan monster. Fitoria memberitahu dia bahwa pertempuran akan berjalan mulus saat kau menyesuaikan ukuran dari musuhmu.


"Oke! Kalau begitu aku akan mencoba bertarung dengan wujud manusia!"


Dia berubah ke wujud manusianya dan memasang cakar tersebut di tangannya.


"Yah, kalau itu maumu, aku ikut saja. Ayo jalan dan cari monster untuk menguji cakarnya."


Jadi kami berjalan-jalan di hutan selama beberapa saat sampai kami menemukan monster untuk dilawan.


"Tornado Claw!"


Saat kami melihat seekor monster, Filo meneriakkan serangan itu dan mulai berputar-putar cepat kearah Karma Dog Familia.


"Gah?!"


Saat serangan Filo menyentuh anjing itu, si anjing terlempar ke udara. Lalu jatuh ke tanah, tercabik-cabik.


"Wow master! Cakar ini sangat tajam!"


Tapi monster yang tercabik itu nggak cuma tergeletak begitu saja. Luka-luka besar muncul di tubuhnya, semacam kutukan hitam.


Mayatnya mulai mengeluarkan bau, dan Filo mengerutkan hidungnya.


"Kalau membunuh monster dengan cakar ini, maka aku gak bisa memakannya."


"Kau benar."


Cakar itu pasti merupakan senjata dark-element. Bisa begitu, atau bisa juga cakar itu dikutuk.


"Filo? Bisakah kau melepas cakar itu? Apa cakar itu terasa normal?"


"Huh? Apa maksudmu?"


Dia melepas cakar itu dari tangannya seperti senjata lain. Kayaknya itu gak dikutuk.


Dan penurunan statistiknya kayaknya gak menganggu Filo.


Cakar tersebut sepertinya cukup aman untuk digunakan, setidaknya sampai kami bisa bertemu pak tua pemilik toko senjata itu lagi.


"Haruskah kita menjadikan Filo sebagai penyerang utama mulai sekarang?"


"Tentu, kenapa tidak?"


Kami menyelesaikan pembicaraan kami soal cakar itu dan menghabiskan dua jam di area itu. Bola misterius yang ada di pusat reruntuhan batu itu terus memunculkan para Karma Dog.


Kayaknya para monster dikeluarkan dari bola itu pada interval tertentu. Mereka muncul sekitar setiap 30 menit.


Tapi karena Filo sekarang punya senjata yang kuat, pertarungannya bahkan lebih mudah dari yang sebelumnya. Kami mengalahkan para anjing tanpa kesulitan.


Kami juga mendapatkan banyak exp poin, jadi bisa kubilang leveling kami cukup suskes.


Ngomong-ngomong, saat kami terus melawan para Karma Dog, aku menyadari bahwa mereka menjatuhkan cakar dengan ukuran yang bermacam-macam. Dengan crafting sederhana, aku bisa membuat sepasang cakar yang cukup besar untuk dipakai Filo saat dia dalam wujud Filolial.


Sekarang dia bisa menggunakan Karma Dog Glove dalam wujud apapun.


Matahari sudah hampir terbenam saat kami kembali ke pulau utama.


Aku mencapai level 63. Raphtalia level 65, dan Filo level 67.


Sampai berapa banyak kami bisa leveling di kepulauan ini?


Bukan berarti kau bisa melampaui batas level...


"Hei! Gimana kabar kalian?"


Aku sedang merenung atas perkembangan leveling kami, lalu L'Arc dan Therese berjalan mendekat.


"Baik-baik saja. Levelingnya sangat cepat. Gimana dengan kalian berdua?"


"Sama. Aku merasa seperti kami betul-betul larut dalam perburuan monster diluar sana."


"Baguslah."


"Coba tebak apa yang kudengar? Aku mendengar bahwa keempat pahlawan ada di kepulauan ini sekarang ini! Semua orang membicarakan soal itu."


"......"


Aku gak ngerasa aku perlu mengulanginya lagi. Aku gak mau menegaskan lagi bahwa dia saat ini berdiri tepat didepan salah satu dari para pahlawan itu.


Selain itu, L'Arc meyakini kalau aku berpura-pura menjadi seorang pahlawan. Dia gak akan mempercayai apapun yang kukatakan.


"Oh sungguh?"


Aku betul-betul ingin dia mengubah topik, jadi aku berusaha menunjukkan kalau aku gak betul-betul mendengarkan.


"Gosip macam apa itu?"


Raphtalia bertanya. Aku gak terlalu tertarik membicarakan soal itu dengan dia, jadi aku memutuskan biar Raphtalia yang bicara.


"Yah kudengar Pahlawan Pedang leveling sendirian, dan Pahlawan Tombak berjalan-jalan di area pasar, merayu para cewek di jalan."


Yah setidaknya dia membicarakan orang yang sama dengan yang ku kenal.


"Gimana dengan Pahlawan Busur?"


Raphtalia menimpali, tapi L'Arc dan Therese tiba-tiba terlihat gak nyaman. Mereka mengalihkan mata mereka saat mereka menjawab.


"Semua orang jengkel, karena kayaknya dia mengklaim kepemilikan dari beberapa area berburu."


Aku tau itu. Sudah kuduga dia gak akan mendengarkan kami. Semuanya berujung sama seperti yang kubayangkan.


Meski begitu, gak satupun dari gosip itu yang positif. Aku penasaran apa yang dipikirkan petualang normal saat mereka mendengarnya.


Kami membicarakannya, lalu—orang-orang yang dibicarakan— para pahlawan lain berjalan mendekat.


"Baiklah! Ayo kembali ke kamar."


"Oke."


"Ya! Ayo istirahat dan bersiap untuk besok!"


Mereka bertiga berjalan bersama kearah penginapan.


"Aku penasaran dimana para pahlawan berada?"


"Sama. Kalau mereka segila yang dikatakan orang-orang, aku ingin menemui mereka setidaknya sekali."


Apa dia gak sadar kalau mereka sedang berjalan didepan hidungnya saat ini? Aku gak tau nyebut mereka berdua ini apaan—mereka dungunya gak ketulungan.


Tetap saja, mereka cukup bersahabat dan juga santai. Aku bisa mengabaikan kesalahan mereka mempertimbangkan kekuatan mereka. Kayaknya aku mulai menyukai mereka.


Meski mereka sangat geblek juga sih.


"Begitukah? Dan gosip seperti apa yang kau dengar tentang Pahlawan Perisai?"


"Kudengar dia pemabuk."


"Seperti dia nyentrik?"


"Bukan, dia maniak minum, Therese. Jangan ketinggalan berita lah."


"Salah satu dari kita perlu tau lebih lanjut. Tapi siapa?"


"Oh ayolah...."


Aku, seorang pemabuk? Apa itu karena buah kecil yang kumakan?


"Selain itu, Pahlawan Perisai gak tau tata krama di kepulauan ini. Mereka membicarakan tentang dia dimana-mana!"


"Apa yang mereka katakan?"


"Kurasa kita udah membicarakan soal itu saat dikapal dalam perjalanan kesini, kan? Bahwa dia adalah seorang pembohong, pencuri, licik, penjahat kelamin, iblis... Kudengar dia akan membunuh siapapun yang menghalangi dia."


Apa kayak gitu diriku dimata dunia?


Yah, kurasa aku gak bisa mengatakan mereka salah.


Tetap saja, setidaknya setengah dari gosip itu adalah kebohongan tentang aku yang disebarkan gereja. Sisanya mungkin dari Lonte dan Sampah.


Raphtalia menepuk keningnya dan menghela nafas.


"Sangat memalukan kita gak bisa menghentikan rumor-rumor itu."


"Raphtalia, kamu mendukungku kan? Aku belum menyerah menambah reputasi burukku!"


"Apa yang kamu bicarakan?!"


"Haha!"


"Ini bukan lelucon. Yang kita bicarakan ini reputasimu."


Orang-orang membicarakan tentang aku sejak aku melangkahkan kaki di dunia ini. Aku sudah terbiasa dengan itu.


Tetap saja, sedikit demi sedikit rumornya mulai mereda. Pada akhirnya rumor-rumor itu akan hilang.


Baru sekitar seminggu sejak pertarungan kami melawan high priest. Aku gak bisa mengharapkan seluruh negeri berubah pandangan secepat itu.


"Ha! Bocah, kau masih saja berpura-pura jadi Pahlawan Perisai? Lebih baik hentikan saja."


"Oh, benar. Tentu."


Mereka berdua ini adalah orang yang optimis, bukankah begitu?


"Jadi apa yang akan kalian lakukan selanjutnya?"


"Aku cuma bisa bilang kami gak akan leveling malam hari kali ini. Kami akan ke penginapan dan beristirahat. Aku mempertimbangkan untuk mengerjakan item permintaan Therese kalau aku punya waktu."


"Benarkah?"


"Baguslah, bocah. Jadi apa kau mau berkumpul di dermaga besok pagi?"


"Kedengarannya bagus. Sampai besok."


"Oke. Sampai jumpa."


Raphtalia dan Filo melambaikan tangan pada mereka saat kami berpisah.


"Baiklah, ayo istirahat. Kalian berdua pergilah ke kota dan bersenang-senanglah."


"Gimana dengan kamu?"


"Aku mau istirahat di kamar. Gimanapun juga masih ada kutukan yang harus kusembuhkan."


"Oh? Kalau begini aku akan ikut bersamamu."


"Aku mau renang!"


"Ide bagus. Bersenang-senanglah. Raphtalia, apa kamu yakin? Ini adalah liburan terakhir yang kita miliki untuk saat ini."


"Aku agak kecapekan karena pertarungan yang kita lakukan hari ini."


Itu masuk akal. Kami bertarung selama dua hari berturut-turut. Sangat penting untuk beristirahat.


Filo pergi berenang di laut dan gak kembali sampai malam. Saat dia kembali, dia sangat bersemangat. Kata dia, lautan sangat cantik.


"Jadi kurasa ini adalah hari kita berburu bersama L'Arc."


Aku harus mempertimbangkan tentang pulau apa yang harus kami datangi— aku gak mau kumpul dengan salah satu pahlawan lain.


Aku gak tau apakah itu semacam strategi atau bukan, tapi kayaknya mereka pergi ke pulau-pulau secara berurutan. Sepertinya para shadow dan utusan dari Melromarc mengikuti mereka dan memberi saran kapan harus bertindak.


Itu lebih baik bagi mereka—mereka mungkin akan naik level lebih cepat karena melawan berbagai monster.


Kami berjalan ke dermaga dan bertemu L'Arc dan Therese yang menunggu kami disana.


"Yo, bocah! Gimana kabarmu hari ini?"


"Yah kayak biasanya. Oh, Therese—semalam aku punya sedikit waktu luang, jadi aku membuat item yang kau minta."


Aku mengeluarkan item itu dan menyerahkannya pada Therese.


Ada sebuah permata kasar yang misterius di kantong yang mereka berikan padaku. Permata itu bernama starfire, dan aku gak bisa menekan rasa penasaranku.


Aku memoles material mentah itu dan meresapinya dengan sihir, tapi butuh waktu agak lama untuk memikirkan ore seperti apa yang harus aku tambahkan pada permata itu.


Pada akhirnya aku memilih ore yang kudapatkan kemarin, Oreikul ore. Aku membawanya ke pandai besi di pulau dan menyuruh dia membuat gelang polos.


Jadi meski aku harus menyatukan beberapa material, pada akhirnya itu menjadi sebuah karya yang cukup mengesankan.


Oreikul Starfire Bracelet
Magic power up (max)
Kualitas: Sangat bagus


"Ini...."


Therese menatap item itu dan kelihatan gak bisa berkata apa-apa.


"Wow! Batunya dipenuhi kegembiraan. Aku gak pernah menduga sampai sejauh ini."


Air mata memenuhi matanya.


Aku gak paham apa yang heboh—tentunya itu bukanlah sesuatu yang perlu di tangisi.


Mungkin Therese sedikit over-emosional.


"H..Hei!"


"Ini luar biasa... Aku... Aku gak pernah menyangka..."


"Therese! Tenangkan dirimu!"


"L'Arc, apa kau gak paham? Permata ini dipenuhi kegembiraan. Bertaburan! Ini seperti pintu menuju ke dunia baru."


"Kau berlebihan."


"Ini adalah sebuah karya yang sangat menakjubkan, Tuan Naofumi. Kamu gak boleh menyembunyikan bakatmu! Harap lanjutkan pekerjaan kerajinanmu."


Dia gak menyadari kalau aku sudah punya pekerjaan sebagai Pahlawan Perisai. Sudah pasti aku bukan pembuat item.


"Jadi... tentang bayaran yang dijanjikan..."


Sebelum aku bisa menyelesaikan perkataanku, Therese mengeluarkan emas batangan dan memberikannya padaku.


"Hei! Therese! Jangan..."


"Itu bahkan belum bisa melunasinya. L'Arc, berikan dompetmu padaku."


"Therese! Tenangkan dirimu!"


Tapi dia gak bisa dihentikan. Dia mulai menggeledah L'Arc untuk mencari dompetnya.


Para pejalan kaki mulai berhenti dan memperhatikan.


"Tenang! Kau boleh membayarku untuk pemasangannya saja."


"Baik."


Therese menjauh dari L'Arc dan mengangguk.


Aku benci wanita yang begitu saja mengambil apa yang mereka inginkan dari pria.


Tetap saja, kalau Therese sampai segitunya terkesan dengan apa yang kubuat, aku jadi agak bangga. Sekali lagi, aku mulai paham gimana yang dirasakan pak tua pemilik toko senjata.


"Haruskah kita pergi ke tempat berburu?"


"Kau tau, Therese sampai segitu senangnya, bocah, kau pasti seorang pembuat item yang sangat mengesankan."


"Aku gak tau semua itu."


Kurasa aku cuma kebetulan dapat material bagus.


"Baiklah, ayo pergi'."


"Oh hei, aku hampir lupa mengatakannya—coba tebak. Kami telah menemukan Pahlawan Perisai."


"Masa?"


L'Arc mengangguk beberapa kali dan melanjutkan.


"Ya, aku menyadarinya saat aku melihat dia. Kupikir itu sangat jelas. Dia terlihat seperti semacam orang yang akan melakukan apapun, kau paham kan apa maksudku."


"Serius? Dimana dia?"


Orang macam apa yang sesuai dengan gosip yang menyebar? Bergantung pada siapa orangnya, aku mungkin harus memberi dia pelajaran.


"Lihat, dia di sebelah sana."


L'Arc menunjuk ke arah beberapa orang yang sedang bersiap pergi berburu. Itu adalah party Itsuki dan L'Arc menunjuk pada orang yang memakai Armor.


"Paham apa yang aku maksudkan, bocah? Nggak salah lagi itu pasti dia. Lihatlah seberapa besar ke-songong-an yang memancar dari dia? Wajahnya menunjukkan dia gak masalah membunuh siapapun yang menghalangi dia. Itu adalah wajah yang gak pernah meragukan dirinya sendiri."


Yang betul saja! Memang disana ada seorang pahlawan, tapi dia salah orang.


"Orang itu akan menyebabkan masalah demi masalah. Waspadalah terhadap sekitarmu."


"Aku setuju denganmu soal itu."


Kalau dipikir-pikir, Itsuki dan partynya menyebabkan cukup banyak masalah sejak kami meninggalkan pelabuhan di Melromarc.


Para shadow dan prajurit yang ikut bersama kami dari istana terlihat sangat kelelahan mengurus semua masalah itu.


"Gak disangka kau kebingungan dengan seseorang seperti itu..."


Raphtalia tampak muak pada perkataan itu.


Aku ingin mengatakan seberapa keberatannya aku disamakan dengan si Armor itu, tapi aku cukup yakin L'Arc gak akan bisa diyakinkan semudah itu.


"Yah udah cukup kan basa-basinya? Mau berangkat sekarang?"


"Boleh."


Aku mengirim undangan party pada mereka, dan mereka menerimanya.


"Kami sudah memutuskan mau ke pulau mana, tapi apa kau punya saran lain sebelum kita pergi?"


Aku betul-betul berharap mereka setuju dengan pilihanku—kalau tidak, kami mungkin akan berujung ketemu pahlawan lain.


"Gak masalah, Bocah Perisai. Kalau kau sudah memilih tempat yang mau didatangi, maka itu gak masalah. Kita mungkin bisa berburu dimana saja."


"Ya, aku setuju. Item yang kamu buatkan untukku udah gak sabar masuk kedalam pertarungan."


Item itu ingin bertarung? Uh... Oke.


Aku agak gelisah pada seberapa bersemangatnya Therese terhadap gelang itu, tapi aku gak mengatakan apa-apa tentang itu. Aku cuma menujuk pulau yang kupilih.


"Btw, L'Arc, kalian level berapa?"


Kalau mereka sudah diatas 40, maka harusnya gak ada masalah. Sebenarnya kami sudah leveling cukup jauh, jadi meski mereka lebih rendah dari level kami, kami semua harusnya bisa terus berburu tanpa halangan.


Tapi tetap aja, gak peduli gimana kau melihatnya, kalau dia adalah seorang petualang normal, maka besar kemungkinannya mereka sudah diatas level 40.


"Aku level 56 dan doi level 52."


Huh? Kurasa mereka sudah melewati upacara peningkatan kelas. Jika demikian, harusnya gak akan ada masalah.


Tapi mereka berlevel cukup tinggi. Entah kenapa aku merasa kayak aku udah dihianati. Tapi itu adalah jenis penghianatan yang dengan senang hati aku terima.


"Gimana dengan kalian?"


"Aku level 63, Raphtalia 65, dan Filo 67."


"Ha! Kalian gak bercanda kan?"


"Yah, kami naik level cukup banyak selama dua hari ini."


Filo telah naik 27 level dalam waktu dua hari ini.


Levelingnya begitu cepat hingga membuat kepalaku puyeng. Memang, perisai lku membantu menyudutkan musuh—tapi tetap saja.


"Mari bicarakan soal strateginya. Gaya bertarung seperti apa yang kalian gunakan, bocah?"


"Seorang pengguna perisai cuma handal dalam satu hal. Aku berdiri didepan dan memblokir serangan-serangan monster. Menyudutkan mereka. Lalu rekan-rekanku menyerang saat para monster menunjukkan titik lemah mereka."


"Ha! Kau betul-betul meniru gayanya Pahlawan Perisai, kan? Tapi gak masalah, aku suka orang yang sederhana."


"Gimana dengan kalian?"


Dia punya sabit yang besarnya keterlaluan menggantung di pinggangnya, tapi apa dia betul bertarung pake senjata itu?


Sebuah senjata yang aneh. Aku melihat sabit-sabit di game-game sebelumnya. Biasanya sabit-sabit itu digunakan oleh karakter tipe death. Aku gak begitu paham alasannya sih. Di dunia nyata, senjata seperti itu digunakan untuk memotong rumput dan sebagainya.


"Siapa, aku? Aku menggunakan ini," kata dia sambil menyentuh sabit tersebut. "Therese lebih sering menggunakan sihir."


"Itu benar. Aku benar-benar tertarik melihat bagaimana performa item baru ini dalam pertarungan."


Jadi kurasa L'Arc adalah player penyerang sedangkan Therese mensupport dia dengan sihir. Kami bisa bekerja sama dengan baik—partyku condong pada penyerangan, jadi aku bisa memberi bantuan dengan mensupport anggota lain.


Kayaknya terlalu banyak orang di barisan depan. Mungkin kami butuh lebih banyak support di bagian tengah.


Bagian tengah pada dasarnya adalah ruang diantara barisan dengan dan kelompok support. Bagian itu ditempati oleh karakter-karakter yang bisa menyerang dan bertahan saat diperlukan.


Bagian belakang juga bisa ditempati oleh orang yang memakai senjata jarak jauh, jadi mereka bisa tetap di belakang dan tetap menimbulkan damage.


Diantara keempat pahlawan, Motoyasu mungkin cocok di posisi tengah.


Kalau kami berempat bertarung bersama, maka Ren dan aku ada di barisan depan, Motoyasu di tengah, dan Itsuki di barisan belakang.


Bagian tengah pada dasarnya adalah untuk melindungi barisan belakang dari musuh yang berhasil lolos dari baris pertahanan pertama. Bisa juga untuk membantu mendukung barisan depan saat barisan belakang tak mampu melakukannya.


Mereka betul-betul bisa melakukan apapun, baik itu buff atau debuff. Akan tetapi, kepribadian Motoyasu membuat dia selalu berada didepan.


"Baiklah. Aku akan berdiri di barisan depan untuk menghentikan serangan musuh, L'Arc dan Therese, kalian membantu Raphtalia dan Filo."


Itu menyimpulkan semuanya.


Kalau mereka menyerangku dengan senjata atau sihir, itu gak akan sulit.


"Kedengarannya bagus!"


L'Arc nampaknya setuju.


Kami turun dari perahu dan berjalan di pantai sebelum menuju ke bagian dalam pulau.


Monster-monster yang kami temui di perjalanan tidaklah sangat kuat, jadi pada dasarnya Filo mengalahkan mereka dengan satu tendangan ketika kami bertemu mereka.


Saat ini, Filo bertarung dalam wujud manusia.


Aku merasa bahwa dia sedang melatih taktik bertarung manusianya secara sengaja, untuk memastikan bahwa dia selalu siap.


"Bagus..."


"Apa yang harus kita lakukan pada monster ini?"


L'Arc menunjuk mayat monster yang tergeletak di depan kami.


"Huh? Kita bisa menggunakannya sebagai material."


Sejujurnya, kebanyakan monster yang kami lawan di kepulauan ini tidaklah terlalu bagus untuk material. Dan juga berlaku untuk semua monster lemah yang kami hadapi dalam perjalanan menuju bagian terdalam pulau.


"Sebenarnya aku penasaran apakah aku bisa mengambilnya."


"Hmm...."


Item dropnya biasanya potion tertentu yang bisa digunakan, yang mana kurasa mungkin agak berguna.


Aku sedang mempertimbangkan hal itu, lalu L'Arc merendahkan senjatanya dan mengarahkannya pada mayat itu.


"Kalau begitu kita bagi saja."


Lalu, sama seperti yang kulakukan dengan perisaiku, dia menyerap mayat itu kedalam sabit miliknya.


"Apa?"


"Ada apa, bocah?"


Dia menyerap mayat itu begitu saja—aku gak bisa berkata apa-apa selama beberapa saat.


Apa yang terjadi? Aku sangat yakin bahwa itu adalah kemampuan yang hanya memungkinkan untuk dilakukan oleh senjata legendaris milik para pahlawan.


Tapi L'Arc bukanlah seorang pahlawan. Aku tau dia bukan pahlawan karena saat kami membunuh monster itu, aku mendapatkan exp poin dari monster tersebut.


Apa yang terjadi sebenarnya?


"Baiklah, selanjutnya aku."


Aku mengulurkan perisaiku dan menyerap monster itu.


Aku hampir gak bisa mempercayainya. Ratu juga gak mengatakan apa-apa tentang ini. Dunia ini penuh dengan misteri.


L'Arc punya senjata yang memiliki kemampuan yang kupikir cuma dimiliki para pahlawan dan senjata legendaris mereka.


Sebenarnya, kalau aku pikir-pikir lagi, aku gak betul-betul tau banyak soal para petualang normal.


Kayaknya ada kemampuan perubahan. Aku gak tau banyak soal itu. Melty mengatakan sesuatu tentang itu sebelumya, sesuatu tentang kemunculan kembali dari skill-skill para pahlawan atau semacamnya...


Aku akan mencoba membicarakannya dengan pak tua pemilik toko senjata saat aku ketemu dia lagi.


Kalau ada senjata yang bisa melakukan itu, kenapa dia gak menjualnya padaku?


Yang jelas, sudah pasti aku gak punya informasi yang cukup untuk memahami apa yang sedang terjadi.


"Kurasa kita bertemu dengan seseorang yang sangat menarik, gimana menurutmu?"


"Sepertinya begitu...."


Aku dan Raphtalia berbisik. Dia menujuk L'Arc dengan isyarat mata.


"Filo, kau memang cewek yang tangguh!"


"Hehe! Memang!"


L'Arc dan Therese berbicara dengan Filo yang membusungkan dadanya penuh kebanggaan atas kemenangannya.


Aku ingin tau seberapa kuat mereka berdua sebenarnya.


Kami terus masuk lebih dalam dan bertemu seekor monster bernama Karma Rabbit Familia. Pada dasarnya itu adalah seekor kelinci hitam yang besar. Kalau pulau ini sama kayak pulau yang sebelumnya, maka mungkin ada bos monster yang menunggu di tengah pulau, Karma Rabbit.


Haruskah kami membawa L'Arc dan Therese kesana?


Terlepas dari itu, aku harus fokus pada pertarungan-pertarungan yang terjadi disepanjang perjalanan.


Aku gak boleh tertipu oleh penampilan lucu dari kelinci.


Monster jenis kelinci selalu muncul di game-game yang rumit—mereka selalu berkebalikan dengan dugaanmu terhadap mereka.


Pertama kali kau bertemu mereka, mereka adalah salah satu monster level rendah yang kau temui di awal game—seperti para Usapil di Melromarc.


Tapi saat kau sudah cukup jauh, monster-monster tipe kelinci akan muncul lagi, tapi mereka biasanya lebih kuat daripada yang akan kau duga dari pengalamanmu sebelumnya.


Aku pernah mengalaminya di game-game sebelumnya. Mereka menipumu dengan penampilan lucu, dan saat kau lengah, mereka akan menyerbu menggunakan teknik mematikan.


Kalau kau lengah, mereka akan menendang kepalamu sampai lepas dari bahumu.


Kelinci itu menegangkan kaki belakangnya yang kuat dan melesat kearah kami.


Aku sudah menduga serangan itu dan mengangkat perisaiku untuk melindungi leherku. Serangan kelinci itu mendarat dan menghasilkan percikan api yang banyak.


Aku sudah menebak bahwa kelinci itu akan melakukan sesuatu seperti itu.


Aku melompat mundur dan menangkap Karma Rabbit Familia saat dia mencoba kabur.


"Semuanya waspada! Monster ini lebih kuat daripada kelihatannya! Mereka juga cepat!"


"Baik!"


"Dimengerti!"


L'Arc dan Raphtalia memberi tanda bahwa mereka paham.


"Aku akan menyerang!"


Filo melesat maju ke arah kelinci itu.


Therese tetap dibelakang. Apa yang dia lakukan?


"Semua kekuatan yang meliputi permata, dengarkan permohonanku dan tunjukkan dirimu. Namaku Therese Alexanderite. Aku adalah temanmu. Pinjami aku kekuatan untuk menghancurkan mereka!"


Dia merapal sebuah mantra.


Tapi itu adalah sebuah kalimat yang belum pernah kudengar sebelumnya. Saat dia merapal, rambutnya mulau berubah menjadi merah.


Gelang yang ada di pergelangan tangannya mulai bersinar, lalu sebuah bola api raksasa muncul, melayang didepan dia.


Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (10).jpg


"Shining stone, ball of flame!"


Dari semua serangan sihir yang pernah kulihat sebelumnya, ini adalah yang paling indah. Bola api itu ditembakkan kearah Karma Rabbit Familia.


Tapi sihir itu mengarah lurus kearahku.


"Tuan Naofumi!"


Woi! Aku ada disini! Kenapa dia menyerangku dengan sihirnya?


Begitulah yang kupikirkan, namun sesuatu yang misterius terjadi.


Sihir itu gak melukai aku. Sihir itu cuma berpengaruh pada si kelinci, yang terbakar dahsyat.


Dan saat sihir itu melintasi aku, aku mendengar suara.


Itu adalah suara yang belum pernah kudengar sebelumnya. Rasanya itu mengatakan "terimakasih."


Saat aku menyadari apa yang terjadi, si kelinci tertelan kobaran api.


Aku sama sekali gak merasakan panas. Dan itu bukanlah karena tingkat defenseku. Api itu nampaknya sama sekali gak berpengaruh padaku.


Rasanya itu seperti seolah api itu melindungi aku. Bagian-bagian tubuhku yang terasa loyo karena kutukan, tiba-tiba terasa lebih ringan, seolah telah dimurnikan.


Mantra yang aneh.


Kobaran api itu akhirnya padam, lalu L'Arc mengangkat sabitnya tinggi-tinggi lalu mengayunkannya kebawah.


"Flying Circle!"


Sabit miliknya berubah menjadi energi dan berputar cepat, menghasilkan lingkaran cahaya lalu mengarah pada si kelinci, memotongnya menjadi dua.


Kali ini si Karma Rabbit Familia sudah pasti mati.


"Apa kau baik-baik saja?"


"Mantra apa yang kau gunakan barusan?"


"Sihir milik Therese gak melukai sekutunya!"


"Ya... Aku menyadari hal itu."


Itu adalah suatu bentuk sihir yang belum pernah kulihat sebelumnya.


"Gelang yang kamu buatkan untukku sangat kuat, tuan Naofumi."


"Dia benar. Aku bisa tau saat mantra itu diaktifkan. Kami bisa saja memberimu semua uang yang kami miliki, namun itu tidaklah cukup. Terimakasih banyak, bocah."


"Bukan itu yang kumaksudkan."


L'Arc akhirnya terlihat mengerti apa yang aku tanyakan. Dia mengusap dagunya dan menjawab.


"Sihir milik Therese dilakukan dengan menggabungkan sihir miliknya dengan kekuatan dari permata yang dia pakai."


"Hm...."


"Aku belum pernah mendengar hal semacam itu."


"Oh yah, itu adalah sebuah tipe sihir yang sangat umum dari tempat asalku."


"Apa yang kau katakan Therese? Sihirmu adalah..."


Tapi sebelum dia bisa menyelesaikan perkataannya, Therese mendekat dan menutup mulut L'Arc dengan tangannya. Lalu dia membisikkan sesuatu di telinga L'Arc, dan dia mengangguk.


Apa yang mereka bicarakan?


"Oh....."


Sejujurnya, kurasa kami juga gak sepenuhnya jujur pada mereka, jadi aku gak bisa menyalahkan mereka.


Selain itu, kami cuma akan bersama selama event aktivasi. Tapi kalau mereka sekuat ini, kayaknya layak untuk mempertahankan mereka.


"Para kelinci ini memberi exp yang sangat banyak!"


"Ya, memang."


Untuk ukuran pertarungan sesingkat ini, hadiahnya sangat besar. Setiap kali kami mengalahkan seekor monster, aku dan L'Arc membagi item drop dan mayatnya.


Aku membuka beberapa skill baru, tapi cuma satu yang kelihatan menarik.


Karma Rabbit Familia Shield
Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: jangkauan kewaspaan (kecil), penyesuaian status Usauni (kecil)


Alert range (kecil), huh? Itu mungkin sesuatu yang mirip dengan kemampuan yang kudapat dari para anjing, peningkatkan indera penciuman (kecil). Mungkinkah kemampuan ini lebih baik lagi?


"Kalian memang kuat."


"Yah..."


Kalau Pahlawan Perisai gak bisa memblokir serangan dari musuh, maka dia betul-betul gak berguna, kan?


"Sebenarnya, L'Arc, aku cukup terkejut dengan seberapa kuatnya kalian."


L'Arc tampaknya hampir sekuat Raphtalia. Dia mengalahkan monster-monster dengan satu serangan.


Sepertinya sabit itu portable saat keadaan normal, tapi sabit itu menjadi sangat besar saat dipakai bertarung.


Itu bukanlah senjata pahlawan. Dan bukan sebuah replika dari senjata legendaris seperti yang digunakan high priest. Itu pasti sesuatu yang belum pernah kudengar, tapi apa?


Aku teringat sesuatu yang dikatakan sang ratu. Beliau mengatakan bahwa para pahlawan lebih lemah daripada yang beliau duga.


Mungkinkah memang seperti itu para petualang yang kuat? Jika demikian, maka apa yang beliau katakan masuk akal.


Yang jelas aku gak akan mendapatkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaanku, dan kami terus bergerak menuju kedalaman pulau.


Seperti yang kuduga, kami menemukan sebuah struktur yang mirip Stonehenge, dan di bagian tengahnya terdapat bola misterius, sama seperti bola yang kami lihat sebelumnya yang dilindungi oleh Karma Dog.


Kami mendekatinya, dan tiba-tiba bola itu penyok—sama seperti yang sebelumnya—dan seekor monster muncul. Kali ini yang muncul adalah seekor Karma Rabbit.


Telinganya sangat panjang, dan bergerak seolah itu adalah tangan.


Dari penampilannya, aku bisa menebak gimana pertempurannya akan berlangsung. Sama seperti yang kami lakukan saat melawan para bawahannya, aku harus memblokir serangan kejutan yang dimilikinya—hanya saja kali ini aku juga harus mencari cara untuk menangani telinga yang seperti tangan itu.


"Boo!"


Di dunia asalku, para kelinci tak diketahui suara mereka. Tapi Karma Rabbit membuka mulutnya dan menarik nafas kuat-kuat, dan berteriak pada kami.


Disaat yang sama, duri-duri besar muncul dari tanah disekitar Karma Rabbit.


Jadi kelinci itu punya serangan elemen tanah. Itu buruk.


"Baiklah! Aku akan menghentikan pergerakannya. Semuanya, seranglah saat kalian punya kesempatan! Mengerti?!"


"Baik."


"Ya!"


"Oke!"


"Saatnya beraksi!"


Dengan ini pertarungan melawan Karma Rabbit dimulai.


Disepanjang pertarungan, para familia terus muncul. Mereka bukan ancaman yang berbahaya sih, dan kami menghabisi mereka dengan sangat cepat.


Karma Rabbit punya banyak macam serangan yang bisa digunakan, dan itu adalah seekor monster yang ganas dan liar. Namun aku bisa membatasi pergerakannya yang mana membuat kelincahannya gak bisa berbuat banyak. Kami bisa mengalahkannya lebih mudah daripada bos yang kami lawan sebelumnya.


"Phew."


"Akhirnya selesai juga."


Raphtalia mengayunkan pedangnya untuk membersihkan darah dari bilahnya, lalu dia mengamati bilahnya lebih cermat lagi.


Bilahnya mulai melengkung. Mungkin gak lama lagi akan patah.


"Kalian...."


"Huh? Apa?"


Aku merasa L'Arc menatapku, mempertimbangkan sesuatu dengan cermat.


"Bukan apa-apa. Kalian memang tangguh!"


"Yah aku juga cukup terkesan dengan kalian berdua."


Mereka lebih kuat daripada yang kuduga.


Kalau mereka gak bersama kami, sudah pasti pertarungannya akan lebih sulit.


"Yah aku senang kami gak mengecewakanmu."


"Ya, ya... Terus, apa yang akan kita lakukan dengan mayat ini? Boleh aku mengambilnya?"


Aku ingin melihat seperti apa item drop dari Karma Rabbit. Item drop dari Karma Dog memiliki peningkatan yang signifikan pada kekuatan serangan Filo. Dan karena itulah, dia bisa menghasilkan damage paling banyak dari siapapun dalam pertarungan melawan Karma Rabbit.


"Tentu, itu milik kalian. Kalianlah yang paling bekerja keras."


"Makasih."


Aku menyerap mayat itu kedalam perisaiku.


Lalu aku memeriksa item dropnya.


"Karma Rabbit Sword?"


Aku mengeluarkan pedang itu dari perisaiku. Gagangnya berwarna hitam, dan memiliki ukiran dengan pola kelinci. Kayaknya itu adalah bagian dari seri senjata yang sama dengan cakar milik Filo.


Karma Rabbit Sword
Kualitas: sangat bagus
Efek Khusus: agility up, magic down, attack up, defense down


Sepertinya itu adalah sebuah senjata yang sangat kuat. Itu pasti sama seperti cakar baru milik Filo.


"Raphtalia, cobalah ini."


"Oh, baik."


"Ada apa? Kau mendapatkan senjata baru?"


"Ya."


Raphtalia memegang gagangnya dan beberapa kali mengayunkan pedang itu.


"Sepertinya ini adalah sebuah pedang yang sangat bagus. Kurasa aku bisa memakainya untuk sekarang ini."


Kami leveling sedikit lebih lama lagi bersama L'Arc dan Therese di bagian tengah pulau.


Saat kami selesai berburu, kami semua naik beberapa level.


Aku naik ke level 70, Raphtalia level 72, dan Filo level 73.


Kami memang naik level, tapi kurang efektif dibanding kemarin. Aku penasaran kenapa? Apa itu artinya bahwa kami sudah mendekati rata-rata level untuk tempat kami berada?


Masih ada begitu banyak hal yang gak kupahami tentang dunia ini.


Kayaknya kau bisa menaikkan level kalau kau mau, tapi juga terdapat semacam batas level untuk masing-masing area.


Sistem-sistem semacam itu berbeda bergantung pada game apa yang kau mainkan.


Ada MMO yang menerapkan sistem semacam itu sehingga kau gak bisa mendapatkan exp pada titik tertentu jika melawan monster yang lebih lemah.


Mereka menyebutnya zona leveling, dan pada dasarnya kau hanya akan mendapatkan exp poin untuk pertarungan kalau levelmu dan level musuh berada dalam jangkauan tertentu.


Kalau sistemnya diterapkan kayak gitu, maka kau gak bisa menempatkan karakter-karakter yang lebih lemah daripada kau ke dalam partymu dan masih mengharapkan bisa menaikkan level mereka di area-area yang sulit.


Tapi saat kami membesarkan Filo setelah dia menetas, aku gak pernah merasa bahwa ada sistem yang kayak gitu disini. Apa yang sebenarnya terjadi?


"Raphtalia, gimana pedangnya?"


"Sangat ringan dan mudah dipegang, tapi aku belum terbiasa pada nuansanya."


Jadi kayaknya pedang tersebut kuat terlepas dari nuansanya dan juga mudah digunakan.


Aku penasaran apakah pak tua pemilik toko senjata bisa membuat sesuatu seperti itu kalau aku mengatakan bahwa itu adalah bagian dari senjata "seri karma". Aku yakin dia akan butuh material sih.


Kayaknya aku bisa mengandalkan kekuatan serangan yang besar dari seri itu—yang mana itu adalah hal yang bagus.


Tetap saja, senjata dari seri ini gak punya lapisan blood clean, jadi kami gak akan bisa menggunakannya untuk waktu yang lama, yang mana itu bukanlah hal yang bagus.


Aku bisa menggunakan Whetstone Shield untuk merawat senjata-senjata itu dimalam hari saat kami berada di penginapan. Tapi masih ada begitu banyak kemampuan perisai yang harus kubuka. Aku harus memprioritaskan hal itu diatas pengasahan. Mungkin aku bisa membawa senjata-senjata itu pada pak tua di Melromarc dan dia bisa memasang lapisan pada senjata tersebut. Yang jelas, aku harus mengunjungi dia sebelum gelombang yang selanjutnya


Yang jelas, kami naik level sangat banyak begitu cepat hingga aku gak betul-betul menyadarinya.


Itu semua terjadi begitu cepat hingga nyaris membuatku cemas.


Aku berusaha membuka perisai-perisai baru sepanjang waktu, tapi masih ada banyak sekali monster yang belum aku kumpulkan, itu membuatku cemas kalau berpikir bahwa aku akan melewatkan sesuatu yang penting.


Aku harus mengabaikan perasaan itu. Aku cuma perlu menunggu sampai gelombang yang berikutnya selesai, maka aku bisa pergi mencari tempat leveling yang baru.


Aku mungkin bisa mengandalkan bantuan ratu juga, jadi kurasa gak ada masalah soal keuangan.


Tapi pertama-tama, aku harus meningkatkan kekuatan sebanyak mungkin unyuk saat ini—Raphtalia dan Filo juga.


"Apa hari ini sudah cukup?"


Matahari mulai terbenam saat L'Arc menyarankan kami untuk kembali.


"Huh? Ya, kurasa begitu. Hari ini sangat menyenangkan. Apa yang akan kau lakukan besok?"


Para Karma Rabbit sudah gak memberi banyak perlawanan lagi.


Berburu disini dengan Raphtalia dan Filo saja sudah cukup mudah, apalagi ditambah L'Arc dan Therese.


Aku ingin memastikan bahwa kami nggak membuang-buang waktu mereka.


"Hari ini sangat menyenangkan. Kurasa kalian bisa melakukannya sendiri besok."


"Oh...."


Rasanya agak mengecewakan. Tapi mau gimana lagi, para petualang biasanya menikmati kebebasan mereka.


Saat tiba waktunya meninggalkan pulau, akan aku pertimbangkan untuk mengundang mereka bergabung dengan partyku.


"Kalau begitu ayo kembali."


"Oke."


Dengan begitu kami kembali ke pulau utama. Kami sampai sebelum matahari terbenam.


Saat kami masih di perahu, pada saat-saat keheningan dimana L'Arc dan Therese merenungkan sesuatu.


Soal apa itu? Apa mereka menyadari kalau aku betul-betul Pahlawan Perisai, tapi mereka nggak mau mengatakannya?


Kurasa enggak. L'Arc gak kelihatan seperti tipe orang yang akan menahan diri mengatakan sesuatu yang dia mau.


"Sampai nanti, Bocah Perisai. Kuharap bisa bertarung bersamamu lagi kapan-kapan."


"Ya. Dan kalau kau punya uang lebih sebelum kau meninggalkan pulau, datang dan beri aku bayaranku!"


Kami berpisah. Itu adalah saat-saat yang menyenangkan yang kami habiskan bersama.


"Itu adalah pertama kalinya kita bertarung di pihak yang sama dengan seseorang sejak kita bepergian bersama Melty."


"Kamu benar."


"Mereka sangat kuat dan berpengalaman."


Memang. Aku mengangguk.


Gak disangka mereka sangat kuat. Mereka sekuat kami.


Kalau aku punya kesempatan, aku ingin mereka bergabung dengan partyku.


Catatan Penerjemah[edit]

  1. tokkuri: botol sake dari jepang
  2. Stonehenge: berasal dari kata Stone = batu dan Henge = lingkaran. Suatu bangunan prasejarah yang dibangun pada Zaman Perunggu dan Neolitikum, terletak di Witshire, Inggris. (Sumber: Wikipedia)
Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 9 - Island Days[edit]

Kami terus leveling di tempat-tempat berbeda di seluruh kepulauan.


Kami mengalahkan bos bernama Karma Pengu. Itu adalah seekor monster yang terbang di udara dan tampak seperti seekor pinguin hitam raksasa.


Tapi kami mengalahkannya dengan mudah tanpa banyak tantangan. Sama kayak yang sebelumnya. Semuanya begitu mudah dan bisa ditebak—aku menyadari bahwa kemungkinan itulah yang menyebabkan para pahlawan lain menganggap ini kayak sebuah game.


Karma Pengu Shield
Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: skill berenang +2, skill memancing +3, penyesuaian status pekkul (medium)
Efek Khusus: waktu menyelam dibawah air bertambah


Karma Pengu Familia Shield
Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: skill berenang +1, skill memancing +2, penyesuaian status pekkul (kecil)


Pekkul... Kupikir mereka sudah punah.


Aku mendapatkan perisai-perisai yang sangat mirip dari para monster seri karma yang lain yang kami lawan sejak sampai disini.


Kurasa mereka bernama Usauni dan Inult.


Itu bagus kalau aku bisa menggunakan mereka kalau aku mau, tapi mereka sudah punah—jadi itu gak banyak berguna, kan? Aku mengeluh pada diriku sendiri seraya memeriksa item drop dari monster itu.


Pekkul Kigurimi?


Apa itu semacam kantong tidur?"


Itu adalah kostum lembut berbentuk seekor pinguin memakai topi Santa. Aku memeriksa statusnya.


Pekkul Kigurimi
Defense up, resistensi serangan (kecil), resistensi air (besar), resistensi bayangan (kecil), pemulihan HP (rendah), magic up (medium)
Pemulihan fungsi secara otomatis, waktu penyelaman di bawah air meningkat, penyesuaian ukuran, penyesuaian skill (kecil)
Tipe perubahan, monster equip time, tak ada perubahan lain diluar tipe


Wow! Item itu punya banyak sekali efek yang bagus. Setidaknya sekuat Barbarian Armor +1 yang aku pakai. Kalau item itu meningkatkan waktu saat menyelam, apa item itu dimaksudkan untuk menyelam atau semacamnya?


"Kayaknya ini adalah sebuah equipment yang sangat bagus. Raphtalia, maukah kamu...."


"Enggak makasih! Aku nggak peduli seberapa bagusnya itu, aku nggak mau bertarung sambil memakai itu!"


Aku sudah menduga dia akan bilang begitu. Aku juga merasakan hal yang sama.


"Baiklah kalo gitu. Filo cobalah."


"Kupikir dia benci pakaian?"


"Kayaknya menyenangkan!"


Filo berubah ke wujud Filolial queen, dan saat dia mencoba memakai kigurimi itu, kostum itu membesar menyesuaikan ukuran Filo yang besar!


Mungkinkah itu yang dimaksud penyesuaian ukuran? Itu tampak cukup rapi!


"Aku akan memakainya!"


Filo memakai kigurimi besar itu. Lalu kigurimi tersebut terlihat bersinar sesaat sebelum menyatu dengan bulu-bulu Filo.


Lalu Filo berdiri seperti gak ada apa-apa, tapi penampilannya agak berubah menjadi lebih seperti seekor pinguin, dan dia memakai topi Santa.


"Urm.... Rasanya agak gatal!"


"Benarkah?"


"Ya... dan aku merasa seperti... seperti aku gak bisa melenturkan otot-ototku."


"Kalo gitu lepasin."


Itu mungkin ada hubungannya dengan efek penyesuaian tipe. Efek-efek magisnya akan merubah dia menjadi sesuatu yang bukan seekor Filolial, jadi penyesuaian status monster milikku mungkin berhenti bekerja. Pada dasarnya maksudnya para monster gak bisa menggunakan equipment—yang mana terbatas penggunaannya padaku.


"Tapi aku ingin memakainya saat aku tidur di penginapan!"


"Ya, sepertinya memang itu kegunaannya."


Kayaknya kostum itu paling cocok untuk digunakan sebagai jenis piyama. Aku bertanya-tanya apakah dia bisa melepasnya dengan mudah? Tapi gak ada yang perlu dikuatirkan, warna bulunya kembali normal, dan kigurimi itu muncul di tangannya. Equipment yang aneh sekali.


"Tuan Naofumi, kalau kamu melepas armormu, kamu bisa memakai kigurimi itu, maka equipment itu nggak akan sia-sia."


"Raphtalia, apa kamu serius menyarankan aku memakainya?"


Memang sih, efeknya gak bisa diremehkan.


Berkat perisaiku, para monster gak bisa memberi damage padaku. Dan aku juga jadi kuatir sama equipment Raphtalia dan Filo.


"Um... uh..."


"Baiklah kalo gitu, ayo kita undi siapa yang akan memakainya. Setelah melihat bagaimana kostum itu menyatu dengan Filo, sepertinya itu gak membatasi pergerakan."


"Oh... Baiklah kalo begitu...."


Astaga. Kayaknya aku harus mulai mengukur efesiensi dan kekuatan setelah penampilan dan fashion. Itu akan jadi pilihan yang sulit.


"Master, kau manis sekaliiiiiii!"


"Diam! Aku akan melepasnya saat kita kembali!"


Cuma memikirkan aku terlihat memakainya saja sudah membuatku malu. Dan kostum itu gak bertindak seperti saat Filo memakainya.


Bentuknya tetap gak berubah.


Aku betul-betul gak mau seseorang melihatku memakainya!


Wajahku hampir tertutup semua, jadi kalau mereka nggak melihat perisaiku, mereka gak akan tau kalau itu adalah aku. Itu benar, aku tampak seperti seekor pekkul.


Dan kostum ini meningkatkan statistikku saat aku memakainya. Tapi saat aku memakainya, penyesuaian tipenya gak aktif.


Raphtalia memakai armorku, dan kami terus maju. Para Karma Pengu Familia yang kami temui disepanjang perjalanan gak memberi ancaman sama sekali pada kami.


"Raphtalia...."


"Apa?! Kenapa kamu menatapku seperti itu? Aku nggak mau pakai benda itu."


Aku mengulurkan undiannya pada dia.


"Besok giliranmu memakai ini. Kamu boleh lega untuk sekarang ini."


"Hmph!"


Adapun untuk Filo... yah, dia sudah bahagia bahwa dia lahirkan sebagai seekor Filolial.


"Yah hari ini cukup bagus."


"Ya, kamu benar."


Kami berada diatas perahu dalam perjalanan kembali ke pulau utama, dan Raphtalia tampak gelisah.


Rasanya aku bisa memahaminya. Itu karena proses leveling kami sudah menurun hingga membuat dia jengkel.


Aku naik ke level 73, dia level 75, dan Filo level 76.


Menurut earl, pada dasarnya mustahil untuk naik level melewati level 80 disini.


Orang-orang juga bilang begitu. Jadi kayaknya memang betul.


Disaat kami mendekati level 70, aku menyadari efesiensi leveling menurun. Kalau kami nggak betul-betul berusaha keras untuk leveling, aku sangat ragu kami bisa mencapai level 80.


Memang menyenangkan dan menarik untuk mengumpulkan item drop, tapi kalau efesiensi leveling gak sepadan, maka lebih baik mulai mencari cara lain untuk leveling. Gelombangnya akan datang gak lama lagi.


"Tapi kita masih naik level, bukankah itu cukup bagus?"


"Ya!"


Kayaknya Filo masih merasa dia belum puas berenang. Dia ada di air disamping perahu.


"Filo, aku gak bicara padamu."


"Oh....."


"Balik lagi ke apa yang aku bicarakan, kita sudah naik lebih dari 30 level sejak kita sampai disini."


"Aku tau itu... tapi... monster-monsternya terlalu lemah... dan aku mulai bertanya-tanya apakah itu cukup bagus."


"Aku mengerti perasaanmu."


Dengan keadaan saat ini, para bos tipe Karma nggak membuat kami bersusah-payah, dan adapun untuk para monster yang lainnya yang kami temui, mereka semua kalah hanya dalam satu serangan. Raphtalia dan Filo memang sudah meningkat secara drastis, jadi kurasa itu sudah layak disyukuri.


Masih ada banyak sekali perisai yang memilik bonus equip yang belum aku buka.


Kami leveling sangat efesien sejak kami tiba di kepulauan ini, tapi kurasa kami menyadari bahwa semakin kuat nggak akan sesederhana itu jadinya.


Level itu sendiri.... yah itu memiliki semacam makna magis, tapi itu nggak secara langsung diubah menjadi kepercayaan diri.


Kami harus meningkatkan kepercayaan diri kami, dan moral kami, kalau kami ingin bertahan dalam menghadapi ketidakadilan yang pastinya menunggu kami dimasa mendatang. Itulah yang perlu kami lakukan.


Didalam game-game online yang kumainkan, ada banyak player yang naik level dengan cepat namun gak memiliki kemampuan atau pengetahuan untuk mengendalikan diri. Mereka memang cukup kuat, tapi terlalu bodoh dan pesimis untuk betul-betul bisa berguna bagi orang lain.


Dan ada banyak dari mereka yang membuat kesalahan menganggap dengan level mereka yang tinggi secara otomatis membuat mereka mengesankan dan dihormati.


Itulah bahaya yang sebenarnya, bahaya yang harus diwaspadai siapapun. Dan hal itu berlaku dua kali lipat untuk Itsuki dan partynya.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 10 - Kuil Air[edit]

Kami menghabiskan beberapa hari yang damai di kepulauan ini.


Filo sangat berobsesi berenang sepanjang waktu.


Kami berada di kepulauan ini selama sekitar 5 hari, lalu Filo bilang,


"Master! Ada sesuatu. Itu seperti pulau lain! Warnanya merah! Itu berada di dasar laut!"


"Apa?"


Apa yang dia bicarakan? Meski kedengaran sangat menarik sih.


Tiba-tiba aku teringat garis merah dari kepulauan yang kulihat di langit. Itu terlihat bersinar.


Aku cuma mengasumsikan bahwa itu berkaitan dengan event aktivasi. Aku sering melihatnya setiap hari sejak kami tiba disini.


"Ya! Kalau kau pergi ke laut di malam hari, kau bisa melihat di dasar laut!"


Hm... pulau lain?


"Yah, karena kemajuan leveling kita udah hampir terhenti, kayaknya kita perlu memeriksanya."


"Apa kamu yakin?"


"Kita dapat equipment baru itu yang memungkinkan kita untuk berenang, kan?"


Raphtalia sudah pasrah. Dia memakai kigurimi yang kami dapatkan kemarin dan gak senang soal itu.


Equipment itu memang membuatmu terlihat seperti orang bodoh, tapi aku gak bisa membantah soal peningkatan statistiknya. Item drop gak semuanya kayak begitu, tapi sekarang kami malah mendapatkan ketiganya.


Jadi kalau kami mau, kami bisa memakainya dan berenang. Equipment itu gak berpengaruh pada Filo sih.


"Dasar laut...?"


"Apa, kamu nggak bisa renang?"


"Mbakyu bisa renang selincah aku!"


"Yah, bukankah itu menakjubkan?"


Aku melihat Filo berenang beberapa hari ini. Dia bisa berada dibawah air cukup lama. Dia betul-betul handal menahan nafasnya.


Kalau Raphtalia bisa mengimbanginya, maka itu sangat mengesankan.


"Yah aku berasal dari desa nelayan, jadi aku merupakan seorang perenang yang cukup handal."


"Kalau begitu sudah diputuskan. Ayo periksa tempat itu."


"Aku penasaran monster seperti apa yang ada di laut?"


"Kita cukup kuat sekarang. Aku yakin kita akan baik-baik saja."


"Kuharap begitu."


Kami gak pernah bertarung di air sebelumnya. Pada akhirnya kami harus mempelajari bagaimana melakukannya.


"Naiklah ke punggungku!"


Filo berubah ke wujud Filolial queennya dan melompat ke air.


Kami bisa menunggangi punggungnya dan pergi kemanapun kami mau. Kurasa kami gak betul-betul perlu menggunakan perahu.


Kami naik ke punggungnya, dan dia melesat maju.


"Ada disini."


Kami sudah sangat jauh dari pulau dan berada di perairan yang dalam saat Filo mengindikasikan lokasinya.


"Ayo pakai kigurimi dan menyelam kesana."


Kami memakai kigurimi seraya berada diatas punggung Filo.


Raphtalia masih gak senang dengan itu, tapi pada akhirnya kami memakai equipment baru itu dan sudah siap.


"Baiklah, ayo menyelam."


"Oke!"


"Ini kelihatan begitu aneh."


"Sayangnya cuma equipment ini yang kita miliki yang bisa membuat kita menyelam sampai dasar laut."


Kami menggerutu soal itu, tapi sesaat setelahnya kami sudah menyelam dibawah gelombang.


Wow! Sangat menakjubkan! Kami bisa berenang cuma dengan sedikit upaya, kami gak betul-betul harus mati-matian menahan nafas kami, dan hanya dengan ayunan pelan sudah membuat kami melesat kencang di air. Aku gak peduli gimana penampilannya. Aku bisa terbiasa dengan ini.


Filo memimpin dan terus berenang ke bawah.


Kami mengikuti dia, dan gak lama setelah itu kami melihat sesuatu yang tampak seperti sebuah pulau yang menonjol dari dasar laut.


Apakah itu karam? Tempat itu menyala merah, sama seperti kepulauan Cal Mira saat pertama kali kami mendekat.


Kami menyelam kearahnya.


10 menit telah berlalu sejak kami mulai menyelam.


Itu menakjubkan bahwa kami bisa tetap berada di bawah air selama itu. Dunia ini betul-betul seperti sebuah game—kalau kau punya equipment yang tepat, pada dasarnya kau bisa melakukan apapun.


Meski begitu, aku merasa seperti aku mulai mendekati batasku. Kurasa kami gak akan bisa tetap dibawah air selama lebih dari 20 menit.


Untungnya kami nggak bertemu monster saat kami menyelam.


Kalau kami harus bertarung, aku sepenuhnya gak yakin apa yang harus kami lakukan. Bisakah Raphtalia mengayunkan pedangnya di bawah air? Tak lama setelah itu kami sampai di pulau.


Kayaknya gak ada monster yang mengintai. Selain itu, kalau kami membuang-buang waktu dengan bertarung kami sudah pasti akan kehabisan udara. Aku melihat sekeliling pulau itu dan segera menemukan sesuatu. Itu tampak seperti sebuah bangunan.


Kami berenang mendekat agar bisa melihatnya lebih jelas. Itu kayak semacam kuil.


Apa itu kuil air? Pintunya tertutup rapat.


Aku mengulurkan tangan untuk menyentuhnya. Saat aku melakukannya, permata yang ada dibagian tengah perisaiku mulai bersinar, dan pintu itu terbuka dengan sendirinya. Aku menoleh pada Raphtalia.


Kami hampir kehabisan nafas. Haruskah kami ke permukaan?


Gelembung udara keluar dari pintu yang terbuka. Apa ada udara didalam? Aku berenang ke dasar dan melihat kedalam kuil tersebut.


Permukaan air muncul tepat setelah pintu masuk, dan kayaknya kami bisa naik ke kuil untuk keluar dari air.


Aku memberi tanda pada Raphtalia dan Filo untuk mengikuti aku.


"Ha!"


"Dimana kita?"


"Aku nggak tau..."


Kami menarik nafas dalam dan melihat sekeliling untuk memahami tempat ini. Sangat gelap, tapi mata kami segera terbiasa. Kami berada di sebuah ruangan besar yang terbuat dari batu. Bagian dalam bangunan ini tampaknya kering, dan air cuma sampai di pintu masuk. kami berjalan lebih dalam ke kuil.


"Gelap sekali."


"Haruskah aku menggunakan sihir cahaya milikku?"


"Ya."


Raphtalia merapal sebuah mantra dan ruangannya menjadi terang. Saat ruangan ini bisa terlihat, aku nyaris gak bisa mempercayai mataku.


"Apa...."


Di tengah ruangan ini terdapat jam pasir naga raksasa yang menjulang tinggi.


Yang membuatnya semakin misterius, bagian atasnya sudah hampir kosong. Seolah jam pasir itu menghitung mundur kedatangan kami.


Kenapa ada jam pasir naga di tempat kayak gini?


Aku ingat Fitoria sudah menyebutkannya. Dia mengatakan bahwa gelombang-gelombang terjadi di tempat-tempat lain juga, tempat-tempat yang gak dihuni orang.


Pasti ini salah satu dari tempat-tempat itu.


Apa yang harus kami lakukan? Area ini mungkin berada dibawah kendali Fitoria, tapi kayaknya gak bijak kalau mengabaikannya.


Kepulauan ini penuh dengan para petualang dan turis. kalau gelombang terjadi sekarang, maka kehancurannya akan sangat besar.


Gelombangnya gak cuma terbatas pada pulau juga.


Lautan akan dipenuhi monster. Itu akan sangat berbahaya.


"Kita harus segera kembali dan melaporkan ini pada para prajurit."


"Ya, kamu benar."


Aku mengarahkan perisaiku pada jam pasir tersebut.


Cahaya bersinar dari jam pasir tersebut dan masuk ke permata di perisaiku. Waktu yang tersisa muncul dalam bidang pandangku.


48:21


Ada dua hari yang tersisa sebelum hitung mundurnya berakhir.


"Ada sebuah jam pasir naga di dalam kuil di bawah air?"


Saat kami kembali ke pulau utama, aku mengadakan pertemuan darurat dengan para pahlawan.


"Tapi itu...."


"Kalo lu gak percaya sama gw, gw akan bawa lu kesana sekarang juga."


"Gw gak nyebut elu pembohong."


"Di dasar laut? Gw ingat sebuah quest yang betul-betul langka kayak gitu di game yang gw mainin."


Itsuki menanggapi sama persis dengan yang kupikirkan.


"Jadi apa yang akan lu lakuin? Mengabaikannya?"


Kalau kami mengabaikannya, gelombang monster akan menyerang kepulauan ini.


Setidaknya, kami harus mengevakuasi kepulauan ini. Itu akan mencegah korban yang besar.


Tapi kalau yang dikatakan Fitoria memang benar, maka para pahlawan bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu tentang itu.


Kurasa kalau para pahlawan mengabaikan jam pasir tersebut, Fitoria akan muncul dan membunuh kami semua.


"Ini adalah kesempatan yang bagus untuk menguji kekuatan baru kita. Gw setuju bertarung."


"Gw juga. Ini akan jadi tantangan yang bagus kalo Naofumi mengatakan yang sebenarnya."


"Gw gak bohong. Gw akan bawa lu kesana."


Motoyasu dan Itsuki siap bertempur karena mereka ingin menguji party mereka yang sudah berlevel lebih tinggi.


"Huh? Yang betul aja, siapa yang peduli?"


Tapi satu pahlawan gak kelihatan tertarik.


Itu adalah sang Pahlawan Pedang, Ren. Dia terus diam sepanjang percakapan. Sekarang dia mengatakan dia gak peduli dan bersikap seolah dia mau pergi.


"Woi, bukankah kita punya tanggung jawab melindungi dunia? Apa lu mau mengabaikan tanggung jawab itu?"


Kupikir dia suka bertarung. Apa dia mengatakan dia gak peduli pada apa yang terjadi pada dunia? Dia mulai membuatku jengkel.


Aku memegang lengannya sebelum dia bisa pergi. Dia mengibaskan aku.


"Jangan sentuh gw. Gw datang kesini bukan buat berteman dengan kalian semua. Kalau kalian bertiga menganggap kalian bisa menangani ini sendirian, maka gw akan meninggalkan pulau ini."


Itu membuatku merasa ada yang aneh. Kenapa dia bersikap kayak gitu?


Aku menangkap dia untuk mencegah dia agar gak bisa pergi.


Aku bertanya-tanya apakah aku melanggar peraturan dengan menahan seorang pahlawan.


Tapi nggak ada yang terjadi. Asalkan aku nggak menyerang dia secara langsung, kurasa gak masalah menahan dia.


"Lepasin gw!"


Ren mulai meronta dan mencoba mengibaskan aku. Dia ini kenapa sih?


"Motoyasu! Itsuki! Suruh Naofumi hentikan ini! Gw gak akan ngebiarin elu paksa gw bertarung!"


Haha! Aku tiba-tiba menyadari apa yang sedang terjadi. Kayaknya Motoyasu dan Itsuki menyadarinya juga.


"Ren, elu kagak bisa renang, kan?"


"Apa? Nggak! Bukan itu! Baiklah. Kalo lu segitunya mau gw ikut, oke gw ikut. Gw akan ngelakuin apa yang lu mau. Berterimakasihlah."


Dia gak bisa renang, jadi tentu saja dia gak mau pergi ke kuil di bawah air. Dan kalau gelombang kehancuran akan datang ke kepulauan ini, dia ingin memastikan bahwa dia berada disuatu tempat yang lain.


Pasti begitu.


Ren masih menolak, dan kayaknya dia bersiap untuk melawan balik secara sungguh-sungguh.


"Naofumi, lebih baik lu lepasin gw sebelum lu terluka."


"Coba aja kalo bisa."


"ARRRRRRRGGGH!"


Dia meronta ganas dan berusaha melepaskan aku, tapi aku memegang dia dari belakang jadi dia gak bisa meraihku.


Apa dia segitunya takut sama air?


"Apa yang akan lu lakuin?"


"Apa lu betul-betul takut air? Naofumi, seret dia ke laut dan lempar dia."


"Tentu."


Aku gak bisa percaya aku sependapat dengan Motoyasu, tapi memang begitulah adanya. Kami harus mencari tau apakah Ren berbohong.


Kalau dia berusaha untuk terlihat keren dan berpura-pura dia bisa berenang ternyata dia betul-betul gak bisa, maka kami akan berakhir dalam masalah besar disaat kami sampai di kuil air.


"Woi! Hentikan! Gw bisa renang, jadi lepasin gw!"


"Oke."


Aku menyeret Ren ke tepi dermaga.


"Itsuki, lu bisa renang, kan?"


"Ya."


"Dan lu gak bohong kayak Ren gini, kan? Gimanapun juga pada akhirnya lu musti membuktikannya."


"Gak masalah."


"Lepasin gueeeeeeee!"


"Ren selalu bersikap tenang. Seberapa memalukannya bahwa dia gak bisa renang?!"


Motoyasu menyindir dan menertawai Ren.


"Gue... Gue bisa renang."


"Kalo gitu tunjukin sama kami."


Aku melonggarkan peganganku, dan Motoyasu menendang Ren hingga dia jatuh ke air.


"?!"


Dengan penampilan menyedihkan di wajahnya, Ren jatuh ke air dengan kepala duluan.


Gelembung-gelembung naik ke permukaan dibelakang dia, dan Ren tenggelam.


"....."


"....."


"Dia nggak muncul ke permukaan."


"Oh yah."


Aku melompat ke air menyusul dia. Airnya gak dalam, tapi Ren meronta gak karu-karuan di dasar air.


Aku memegang dia dan menarik dia keatas. Idiot. Dia tenggelam di air dengan kedalam 4 kaki!


"Guah! Dasar geblek! Napa lu lakuin ini!?"


Ren marah, tapi sama sekali gak mengintimidasi.


"Lu tenggelam gak sampe semenit."


Dia berada di air selama 30 detik.


Dia harusnya cuma tinggal berdiri saja, tapi dia malah ngebiarin dirinya tenggelam—itu adalah sebuah pemandangan yang gak akan bisa segera aku lupakan.


"Kayaknya Ren gak akan banyak berguna."


"Ini buruk bagi kita semua."


Merupakan sebuah kerugian yang serius kalau kehilangan salah satu pahlawan penyerang utama kami.


"Gw bisa renang!"


"Elu masih ngotot bilang kek gitu setelah apa yang kami lihat barusan?"


Kami gak bisa membawa dia bersama kami, yang mana itu artinya kami harus memikirkan strategi lain.


"Saat gelombang terjadi, kita harus berada diatas perahu atau semacamnya. Lalu kita bisa meninggalkan Ren di perahu kalau memang kita harus turun ke air."


Dia cuma akan jadi beban, tapi kalau kami berada di atas perahu, maka dia gak akan sepenuhnya gak berguna.


"Siapa yang tau apa yang akan terjadi. Tapi kita rencanakan menggunakan perahu."


"Ide bagus."


"Gimana dengan kalian bedua. Kuharap kalian menyadari bahwa kalian bisa menambahkan pasukan pendukung pada party kalian saat gelombang."


Motoyasu dan Itsuki mengernyit.


Aku nggak mengolok-olok mereka. Aku cuma mengatakan yang sebenarnya pada mereka.


"Ya, kami mengerti."


"Tentu saja kami tau itu!"


"Kalo gitu ayo bicarakan soal strateginya. Formasi macam apa yang kalian pertimbangkan? Itu akan bergantung pada situasinya, tapi pola macam apa yang kalian pikirkan?"


"Naofumi, lu kedengaran seperti lu sepenuhnya memahaminya."


"Apa kalian bertiga masih berpikir pertempuran skala besar ini seolah itu sama persis dengan yang kalian temui di game-game yang kalian tau?"


Kalau aku boleh juiur, aku sendiri seorang Otaku. Jadi aku punya banyak pengetahuan tentang event-event pertempuran yang ada di MMO.


Bukannya aku player terkuat, atau aku memaksimalkan statistikku atau semacamnya, tapi aku betul-betul menikmati event-event mendebarkan kayak gitu ketika itu terjadi.


Aku pernah membuat guild dan tim sendiri. Aku merekrut semua player sendirian. Aku betul-betul menikmati event-event semacam itu, jadi aku merasa seperti aku tau gimana caranya melakukannya secara efektif. Event-event kayak gitu merupakan bagian-bagian favoritku dari game-game online.


Gelombang kehancuran memang sangat mirip dengan event-event semacam itu.


"Gw punya pengalaman dalam hal-hal kayak gini dari game-game yang gw mainin, tapi mekanismenya gak sama persis. Kedengarannya event-event kayak gini merupakan bagian dari game-game yang pernah kalian mainkan."


"Gua udah bilang kalo gua punya pengalaman soal yang beginian."


Motoyasu membantah—aku gak betul-betul peduli sih.


Motoyasu mungkin punya pengalaman soal yang beginian, tapi kayaknya dia gak pernah jadi orang yang memegang kunci. Dia selalu membiarkan para player lain yang mencari informasinya. Bisa juga dia sama sekali gak tau apa-apa.


"Motoyasu, pengalamanmu selalu sebagai peserta, kan? Apa elu pernah bertarung dalam sebuah guild yang terdiri dari 50 atau 100 orang?"


"Nggak... Apa lu mau bilang kalo lu pernah?"


"Ya."


Aku pernah membuat dan menjalankan guild terkuat nomor tiga di sebuah server.


"Benarkah?"


"Kalo lu berpikir gue bohong, coba lu ingat apa yang terjadi pada gelombang yang sebelumnya. Hampir semua penduduk desa berhasil lolos tanpa terluka."


Itsuki dan Motoyasu mengarahkan tatapan gak senang padaku. Bodo amat, aku cuma mengatakan faktanya.


Mereka berdua memiliki banyak pengetahuan tentang dunia ini, tapi bukan berarti mereka berpengalaman.


Diplomasi sangat diperlukan, bahkan dalam game. Equipment dan level bukanlah segalanya. Kau membutuhkan naluri untuk mengkomando.


"Gue bisa memahami dasar-dasarnya dan memberitahu orang-orang apa yang harus dilakukan. Tapi gue pikir ada orang-orang di dunia ini yang mengetahui lebih baik daripada kita, jadi gue lebih milih nyerahin keputusannya pada mereka."


Mereka masih menganggap semua ini sebuah game. Seberapa bergunanya mereka di pertempuran yang sebenarnya? Ujung-ujungnya, sebuah game hanyalah permainan.


Setelah formasi di bentuk, kami harus mengatasi serangan, mundur, dan mempertahankan pola. Cuma mengumpulkan sebuah pasukan bukanlah akhir dari tugas. Orang-orang yang memainkan game-game ini bukankah para prajurit alami.


Gak ada jaminan bahwa orang-orang yang ikut bersamamu akan mengikuti komandomu, jadi selalu ada unsur gak terduga karena para player individual. Yang bisa kau lakukan adalah menunjukkan kelemahan dan waktu serangan-seranganmu.


Tapi di dunia ini, mereka adalah para prajurit asli.


Kalau kau mencoba untuk memanfaatkan pasukan dengan cara yang sama yang kau gunakan terhadap para gamer, kan gak akan mendapatkan hasil yang sama.


Selain itu, ada peraturan yang mengatur perilaku dalam game-game yang gak diterapkan disini. Di dunia ini, kau bisa melakukan apapun.


Tapi dalam hal ini, gelombang kehancuran merupakan sebuah misteri—kau gak akan pernah tau apa yang kau harapkan ketika waktunya tiba.


Terlebih lagi, disini terdapat lebih banyak class dan job daripada yang ada di game. Jadi kemungkinannya lebih bermacam-macam lagi. Misalnya, aku terbiasa pada event pertempuran online dimana pasukan besar berusaha mengambil alih benteng tim lawan. Dinding disekitar benteng gak bisa dihancurkan, jadi kau gak bisa menghancurkan benteng tersebut dengan menghancurkan pertahanannya.


Tapi disini, aku yakin kau bisa menghancurkan sebuah dinding kalau kau cukup kuat. Jika demikian, maka itu akan membutuhkan sebuah strategi yang berbeda.


"Kita harus memanggil bala bantuan dari Melromarc. Kita harus menggunakan fungsi formasi untuk membuat mereka berpartisipasi dalam pertempuran. Mereka akan sangat berguna karena mereka paham bagaimana caranya bertarung di dunia ini."


"Oke. Gue mulai paham."


"Lu terlalu muter-muter buat ngomong kalo lu ingin bergantung pada pasukan kerajaan."


Dia gak salah. Tapi bukan berarti aku ingin bergantung pada para pahlawan lain. Apa mereka belum menyadari kalau mereka gak akan bisa menghadapi gelombang kehancuran sendirian?


"Yang jelas, begitulah caraku melihatnya. Kita bisa memanggil bala bantuan, tapi kita harus bertindak sebagai para player berlevel tinggi dalam pertempuran. Kita harus memimpin serangan dan menerobos pertahanan. Kita perlu mengasumsikan bahwa kita merupakan senjata rahasia. Kalian paham?"


"Ya."


"Gue benci mengakuinya, tapi elu betul."


"Gue bisa renang!"


"Ren, elu masih aja ngelantur kek gitu? Terserahlah, kita akan ke kuil air, jadi kami akan segera tau seberapa lincahnya elu bisa renang."


"Apa? Elu mau gue ikut? Gue pikir gue yang harus pergi memanggil bala bantuan?!"


"Enak aja, nih kigurimi. Pakailah. Gue punya tiga biji."


"Apaan tuh?!"


Motoyasu tertawa terbahak-bahak saat dia melihat Pekkul Kigurimi tersebut.


"Gue tau itu kelihatan bodoh, tapi itu memberi kalian kemampuan yang bagus saat kalian ada di air. Apa kalian dapat item drop dari bos-bos pulau?"


"Ya, tapi gue dapat Risuka Kigurimi."


"Ya, dan gue dapat Usauni Kigurimi."


"Punya gue Inult Kigurimi."


Gak ada yang sama. Aku ingin tertawa. Aku membayangkan kami semua memakai kigurimi yang berbeda dan sangat sulit untuk gak tersenyum.


Fakta bahwa equipment itu sebenarnya merupakan equipment yang bagus malah membuatnya terasa semakin buruk. Raphtalia juga betul-betul menolak memakainya.


"Jadi kita semua menerima item dropnya, tapi gue gak dapat sampe tiga biji."


"Memang, para bos gak sering muncul, tapi mereka cuma kaum lemah, jadi pada akhirnya gue dapat tiga biji."


"Bukankah mereka kuat? Maksud gue, mereka adalah para bos pulau."


"Benarkah?"


Apa maksudnya. Mereka menganggap para monster itu kuat? Itu bukan pertanda baik.


"Sudahlah, ayo pergi."


Pada akhirnya, kami pergi ke kuil air, tapi saat Ren berusaha berenang, suara percikan mengindikasikan bahwa dia gak bisa. Akhirnya dia mengakui kalau dia gak bisa renang. Untungnya ada sebuah mantra sihir yang bisa membuat dia bernafas dibawah air selama satu jam, jadi kami bisa membawa dia ke kuil.


Salah satu prajurit istana pengguna sihir itu ikut bersama kami untuk mengkonfirmasi keberadaan jam pasir tersebut.


Sayangnya sihir tersebut gak bisa digunakan untuk pertempuran, jadi itu gak efektif kalau kau bergerak terlalu cepat. Itu artinya sihir tersebut gak bekerja di arus yang kuat atau saat berada di kedalaman.


Sihir itu berhenti berfungsi saat kami sudah mendekati kuil tersebut. Kalau sihirnya berhenti berfungsi lebih awal lagi, maka Ren akan tenggelam.


Motoyasu dan Itsuki menertawai pekkul kigurimi, tapi Ren sama sekali gak mengolok-oloknya.


Jadi kami mulai bersiap untuk gelombang yang mendekat.


"Jadi gak ada pelaut?"


"Gak ada."


Kami sedang membicarakan strategi dengan earl dan para prajurit istana, dan gak ada pelaut sama sekali.


Kurasa untuk pertempuran kali ini para pahlawan gak akan banyak berguna, jadi aku akan bertindak sebagai komandan pasukan. kuharap beberapa komandan asli yang pernah mengalami perang yang sebenarnya ada disini untuk membantu.


"Ada sejumlah pelaut di kepulauan ini yang bisa membantu, tapi sepertinya kerajaan tak bisa mengirim banyak dukungan untuk kita. Komandan pasukan telah setuju untuk membantu, tetapi mereka berharap bahwa seorang pahlawan datang ke istana sebagai perwakilan."


"Heh. Akan aku coba."


Seorang pahlawan bisa kembali ke istana dan tetap dipindahkan kesini untuk melawan gelombang asalkan mereka telah mendaftarkan lokasinya.


Tapi siapa yang tau apakah mereka bisa mempersiapkan perahu dan pasukan tepat waktu.


"Kalau pertempurannya terjadi di laut, maka kami gak akan bisa melakukan evakuasi, yang mana artinya kami gak membutuhkan pasukan untuk mengerjakan tugas itu."


"Kami membuat rencana untuk pertempuran yang terjadi di laut."


"Kalau begitu aku serahkan hal itu pada kalian. Tak ada yang tau monster seperti apa yang akan muncul dari air, jadi pastikan kalian tidak kehilangan pijakan."


"Baiklah. Kami juga punya barel rucolu peledak. Biasanya itu dilarang karena aturan nelayan."


"Barel rucolu?"


"Ya. Barel yang dipenuhi dengan rucolu yang kami ledakkan didalam air. Itu mengubah air menjadi alkohol dan membunuh monster apapun yang ada di area itu."


Heh. Aku gak bisa menyerang, jadi itu merupakan hal yang menarik untuk mendengar cara-cara serangan yang dipikirkan orang-orang.


Itu adalah cara yang gak pernah terpikir olehku.


Kalau itu berhasil, kedengarannya itu bisa berguna.


"Bagaimana dengan para petualang di kota? Beberapa dari mereka mungkin ingin bertarung."


"Huh? Oh ya, ide bagus. Yang penting kalian memilih para petualang handal."


Gak ada alasan untuk bertempur hanya dengan para prajurit saja. Saat aku menghadapi gelombang pertama, banyak petualang yang membantu. Kami harus menggunakan sumber daya apapun yang kami miliki kalau kami ingin selamat.


Nyatanya kepulauan ini sedang ditengah sebuah event aktivasi yang mana merupakan kabar bagus bagi kami, karena itu artinya ada banyak petualang berlevel tinggi dikota.


"Perintah telah di kirim."


"Terimakasih."


Aku merenung tentang gelombang terakhir yang kami hadapi. Kalau kali ini seperti yang sebelumnya, ada kemungkinan yang besar kami akan menghadapi Glass lagi.


Kami memang sudah naik level cukup banyak sih.


Aku betul-betul ingin menganggap bahwa kami sudah cukup kuat untuk menang kali ini, aku gak bisa berpura-pura bahwa aku kuat. Wanita itu sangat kuat.


Sore itu, kami berkeliling pulau dan memasang selebaran untuk merekrut para petualang.


Kami menghimbau pada orang-orang yang ingin leveling saat gelombang dan menguji diri mereka sendiri.


Aku menunggu kedatangan kapal yang membawa persediaan di dermaga lalu L'Arc dan Therese muncul.


"Hei, Bocah Perisai. Kau mau kemana?"


"Ketempat yang gak menyenangkan. Sayangnya ini adalah tuntutan kerjaan."


Pada akhirnya, aku memilih kembali ke istana dan mendaftarkan sang ratu dan pasukan beliau. Kami mendiskusikan untuk mengirim lebih banyak pasukan, tapi waktunya gak cukup bagi mereka semua untuk sampai kesini. Jadi kami harus menggunakan skill teleport di jam pasir.


Dragon Hourglass Sand Shield persyaratan terpenuhi!

Dragon Hourglass Sand Shield
Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: skill "Portal Shield"


Masalahnya adalah bahwa event aktivasi itu telah membuat teleportasi kesana tak bisa dilakukan.


Menurut Motoyasu dan yang lainnya, titik teleportasi pertama adalah ruangan dimana kami pertama kali di panggil. Jadi kalau aku meninggalkan wilayah event aktivasi, aku akan di teleport ke istana untuk menambahkan sang Ratu pada formasi kami.


"Tetap saja, aku akan melawan gelombang itu."


Aku menghela nafas. Aku gak betul-betul ingin bertarung kalau aku bisa, tapi aku betul-betul gak punya pilihan.


"Oh hei, betul juga, kami mendaftar untuk pertempuran melawan gelombang juga!"


"Benarkah?"


Sudah kuduga aku bisa mengandalkan mereka. Mereka cukup kuat untuk menghadapi gelombang monster yang lebih lemah sendirian.


Aku senang mendengar mereka akan membantu. Itu akan membuat situasinya sedikit lebih mudah.


"Gelang yang kamu buatkan untukku bisa menembakkan api!"


Therese masih saja heboh soal itu.


"Dia masih belum tenang soal itu."


Aku senang dia menyukainya, tapi kalau dia nggak bertarung dengan serius, dia bisa saja tewas—dan hal itu cuma akan memperburuk situasi.


"Kalau begitu, sampai jumpa saat gelombang."


"Senang bertarung bersamamu lagi, bocah."


"Kami mengandalkan kalian."


"Gak masalah!"


Kami naik kapal yang menuju ke pelabuhan Melromarc.


Kapal ini betul-betul penuh sesak. Sepertinya ada banyak orang yang telah mendengar bahwa gelombang tengah mendekat, dan mereka berusaha keluar dari kepulauan sebelum mereka terjebak kekacauan.


Tetap saja, setidaknya kami diberi ruangan pribadi kali ini, jadi ini adalah perjalanan yang lebih mudah daripada saat perjalanan menuju kepulauan.


Beberapa kali aku mencoba menggunakan skill Portal Shield, tapi gak berhasil.


Matahari sudah terbenam sejak lama, dan sekarang sudah tengah malam, lalu....


"Portal Shield!"


Kali ini, ikon yang mengindikasikan bahwa skill itu akan gagal gak muncul, dan aku bisa mengatakan atau memilih tujuan dari daftar tempat-tempat yang terdaftar.


Teleport ↑

Lokasi teleport dalam ingatan.

Teleportasi yang tersedia.

Melromarc, Summoning Room.


Aku mengasumsikan itu adalah ruangan dimana aku pertama dipanggil—mau dimana lagi?


Sebuah lingkaran muncul di sekitarku di lantai, mengindikasikan jangkauan mantranya.


Aku bisa memilih siapa saja yang akan diteleport bersamaku. Yang mana itu artinya aku juga bisa memilih siapa yang gak di teleport.


Tapi jangkauan skill ini sebenarnya sangat besar. Kenapa gak di tentukan terhadap orang-orang yang aku sentuh saja atau semacamnya? Itu mungkin mantra ini bisa digunakan sebagai langkah darurat untuk melarikan diri.


Saat high priest menjebak para pahlawan lain, kenapa mereka gak menggunakannya?


"Baiklah, aku akan menggunakan skill teleport."


"Oke!"


Kata-kata "Melromarc, Summoning Room" muncul didepanku, dan disaat yang bersamaan, pemandangan samar yang setengah transparan dari ruangan tersebut juga mulai terlihat.


Aku mengenali tempat itu sebagai ruangan dimana aku di panggil beberapa bulan yang lalu.


"Baiklah!"


Aku menarik Raphtalia dan Filo mendekat padaku dan mengaktifkan skill tersebut.


Ada hembusan angin yang kencang, dan pemandangan disekitar kami langsung berubah. Kami berada di sebuah ruangan gelap berbau kurang sedap.


Aku ingat pernah berdiri ditempat yang sama.


Ruangan ini kosong. Kurasa mereka gak sedang melakukan suatu upacara, jadi sudah wajar kalo sepi.


"Luar biasa. Cepat sekali."


"Wow! Kita kembali ke istana!"


"Sepertinya memang begitu."


"Mel-chan!"


Filo bergegas keluar dari ruangan ini.


Kami memanggil beberapa prajurit yang ditempatkan di lorong dan meminta untuk menghadap ratu.


Mereka sudah menerima kabar dari Cal Mira, dan sang ratu sudah menunggu kami.


Kami bermalam di istana, dan saat pagi tiba, kami segera bersiap untuk menghadapi gelombang.


Sang ratu telah mempersiapkan sebuah gudang yang penuh dengan material yang aku minta sebelum pergi menuju Cal Mira. Beliau mengatakan beliau akan terus mengirim pada kami selama kami berada di Cal Mira.


"Kalau begitu aku gak akan menahan diri dalam menggunakannya."


Aku merasa aku masih kurang dalam peningkatan kekuatan.


Tetap saja, aku gak menghadapi masalah besar saat kami leveling, yang mana membuatku berpikiran bahwa peningkatan kekuatanku yang sebelumnya sangat berguna.


Aku memilih perisai yang ingin kugunakan untuk melawan gelombang.


Soul Eater Shield (awakened) +6 35/35 SR

Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: skill “second shield”, spirit resistance (medium), spirit attack resistance (medium) SP up
Efek Khusus: soul eat SP recovery (lemag), drain null, wall escape, undead control

Tingkat Penguasaan: 60
Item Enchantment: level 7

SP meningkat 10%
Keampuhan serangan balik roh landak meningkat
Defense +50
Peningkatkan status kekuatan 30+


Setelah meningkatkan perisai tersebut, sangat sulit kupercayai seberapa kuatnya jadinya. Perisai itu sekarang bahkan lebih kuat daripada Chimera Viper Shield.


Mungkin itu karena aku mendapatkan perisai tersebut dari bos gelombang yang terakhir, tapi kayaknya responnya terhadap peningkatan kekuatan lebih dramatis.


Efek-efek khusus drain null, wall escape dan undead control baru muncul setelah perisai itu dalam status awakened.


Wall escape kemungkinan kamu bisa menembus benda-benda keras, tapi untuk menembus satu dinding membutuhkan seluruh SP poinmu. Aku mencoba skill itu pada sebuah dinding yang tipis, dan aku nyaris gagal, jadi aku agak kuatir tentang apa yang akan terjadi kalau aku mencobanya pada dinding yang tebal.
Undead control, aku mengasumsikan, itu akan memungkinkan penggunanya untuk mengendalikan monster-monster tipe undead. Aku harusnya mencobanya untuk memastikannya.


Menurut angkanya, statistik defenseku sekarang ini empat kali lebih tinggi dari yang aslinya.


Akhirnya, meski aku cuma akan menggunakannya kalau memang betul-betul terpaksa, aku memutuskan untuk meningkatkan Shield of Wrath.


Aku betul-betul ingin menghindari menggunakannya kalau memungkinkan, karena aku masih terkena kutukan dari penggunaan yang sebelumnya.


Memang aku sudah hampir pulih sepenuhnya, tapi aku masih belum kembali normal.


Shield of Wrath III (Awakened) +7 50/50 SR

Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: skill “change shield (attack)”, “iron maiden”, “blood sacrifice”
Efek Khusus: kutukan pembakar, strength up, dragon rage, howl, familial rage, magic sharing, robe of rage (medium)

Tingkat Penguasaan: 0


Sepertinya kau bisa menggunakan item atau peningkatan sukma pada perisai-perisai yang belum terbuka. Itu sama untuk tingkat penguasaan. Kurasa gak mungkin untuk membuka Shield of Wrath.


Tapi statistik perisai itu sangat mengesankan.


Kalau aku memakainya dalam pertempuran, aku merasa seperti aku akan kehilangan kesadaran, yang mana hal itu membuatku takut.


Pagi menyongsong, dan hitungan waktu yang berkedip di bidang pandangku jauh lebih sedikit dari yang seharusnya.


00:20


Kurasa aku sudah melakukan semua persiapan yang aku bisa.


Para pahlawan lain seharusnya sudah menunggu di kapal. Nah sekarang yang jadi pertanyaan adalah, kemana kami akan dipindahkan.


Untuk jaga-jaga aku sudah mempersiapkan sebuah perahu dan memerintahkan kapal itu ditempatkan di sebuah sungai terdekat. Itu adalah sebuah perahu kecil yang hanya berguna di sungai dan gak bisa dipasang layar.


Tapi dengan itu kami bisa mempersingkat waktu yang diperlukan untuk naik ke kapal yang lebih besar.


"Tuan Naofumi?"


Raphtalia berjalan mendekat bersama sang ratu.


"Tuan Iwatani, persiapannya sudah selesai."


"Apakah ini pertama kalinya anda ikut serta dalam pertempuran melawan gelombang?"


"Aku sudah pernah ikut dalam pertempuran sebelumnya, tapi itu di negeri lain. Aku punya pemahaman dasar tentang strategi pertempurannya."


"Bagus."


"Ya. Meski ini sedikit lebih awal untuk hal seperti ini, haruskah kita melakukan sesuatu untuk meningkatkan moral pasukan yang sudah berkumpul?"


Beliau benar.


Kalau para prajurit gak di motovasi, maka akan ada lebih banyak korban.


"Semuanya! Kita harus berusaha menekan kehancuran seminimal mungkin selama pertempuran berlangsung!"


"Baik ratu!"


Para prajurit yang berkumpul langsung memberi perhatian saat sang ratu berbicara.


Kuharap para pahlawan lain juga melakukan hal yang sama.


00:10


Tinggal 10 menit.


"Sekarang masalah lokasinya. Akankah kita berada di laut atau di pulau?"


Kami gak tau tepatnya apa yang akan kami hadapi. Itu sebabnya diperlukan persiapan untuk semua kemungkinan.


"Bertarung di laut mungkin sulit."


"Aku tau."


Kami gak punya pengalaman bertarung di air.


Aku membayangkan bahwa mengayunkan sebuah pedang di air akan lebih sulit daripada yang mungkin kami duga. Jika demikian, kami harus mencoba menggunakan senjata-senjata lain.


Adapun untuk Filo, aku pernah melihat dia mengalahkan monster di air sebelumnya, jadi aku cukup yakin akan kemampuannya.


Kalau kami ada di air, maka kami gak punya pijakan yang bisa diandalkan, serangan akan datang dari arah manapun.


Kuharap aku bisa menggunakan Shooting Star Shield untuk mengulur waktu, tapi aku gak tau seberapa efektifnya skill itu terhadap monster-monster yang kuat yang muncul saat gelombang.


"Raphtalia benar. Ini mungkin pertempuran yang sangat sulit."


"Kalau saja Sadeena ada disini. Dia pasti tau apa yang harus dilakukan."


"Siapa itu?"


"Dia adalah panutan untuk desaku. Dia seperti kakak bagiku."


"Oh ya? Apa dia adalah seorang perenang handal?"


"Dia adalah yang terbaik di desaku."


"Apa dia demi-human tipe yang sama denganmu?"


"Enggak... dia adalah tipe aquatic."


Aku bisa membayangkannya sekarang. Dia pasti memiliki skill berenang unik. Raphtalia benar. Kuharap Sadeena ada disini.


Tapi sekarang bukan waktunya untuk melamun.


"Kuharap dia masih hidup."


"Aku juga."


Aku membuang pikiran itu dari kepalaku. Kamu masih punya hal lain yang harus difokuskan saat ini.


Waktunya hampir tiba. Aku mengangkat tanganku dan membuat pengumuman.


"Jika kita berada di daratan maka prioritas kalian adalah berpencar dan melindungi penduduk. Jika kita berada di laut, maka kita harus naik ke kapal yang lebih besar dan dukung para pahlawan!"


"Siap pak!"


Aku menghadap Raphtalia dan Filo.


"Ini adalah gelombang ketiga yang kita lawan. Mari berjuang! Semuanya akan baik-baik saja!"


"Baik! Dan kita harus memastikan korbannya sesedikit mungkin!"


"Aku akan berjuang keras!"


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 11 - Inter-dimensional pausWhale[edit]

00:00


Hitungan waktunya habis.


Disaat yang sama, sekeliling kami menghilang, dan selama sesaat rasanya aku kayak mengapung di udara.


Terdengar suara dentangan yang berasal dari kapal.


Seaat kemudian bidang pandangku dipenuhi dengan kapal-kapal lain, banyak sekali, dan kami berada dipermukaan laut.


Jadi ini pertempuran laut. Aku menatap retakan yang muncul di langit. Itu adalah tanda kehadiran gelombang kehancuran.


Langitnya berwarna ungu, dan terdistorsi serta dipenuhi retakan-retakan kecil.


"Cepat! Kita harus naik ke kapal-kapal yang lebih besar!"


Ratu meneriakkan perintah, dan para knight serta prajurit yang berada diatas perahu mulai mendayung, membawa kami ke samping sebuah kapal terdekat yang lebih besar. Kami naik ke kapal tersebut.


Filo berada dalam wujud Filolialnya, dan aku serta Rahtalia naik ke punggungnya, lalu dia melompat naik ke dek, mengantar kami ke kapal tersebut dalam satu kali gerakan.


Para pahlawan berada di dek dan menatap retakan di langit.


Sulit mempercayai mataku sendiri. Salah satu anggota party Itsuki memakai Risuka Kigurimi dan memiliki topi Santa yang berbeda warna di kepalanya.


Aku tau aku gak perlu mengkhawatirkan itu, tapi aku gak bisa berhenti melihat!


"Fueeee..."


Tatapan mata besar yang mengintimidasi berasal dari kigurimi itu. Tapi, siapa yang punya mata seperti itu di party Itsuki? Pasti itu si cewek bernama Rishia.


Pekkul Kigurimi memiliki peningkatan statistik dan kemampuan yang besar, jadi kemungkinan versi Risuka-nya juga sama. Gak terlalu aneh kalo membayangkan dia memakainya untuk pertempuran besar. Sekilas terlihat seperti mereka gak menganggapnya serius.


"Apa yang terjadi?"


"Ini baru saja dimulai, jadi kami belum betul-betul tau, tapi aku melihat para monster mulai keluar dari retakan-retakan itu."


Kata Itsuki dan menunjuk retakan yang ada di langit.


Tampak seperti ikan raksasa, atau semacam ikan, bermunculan dari retakan.


Aku menduga yang akan muncul adalah sejenis burung. Tapi kurasa ini lebih baik dalam artian tertentu.


"Gimana caranya kita bertempur?"


Setidaknya kami punya pelaut sekarang, berkat perjalananku kembali ke Melromarc.


"Para perenang terbaik sudah berada di air, melawan para monster yang ada di air."


Sang Ratu bertindak sebagai komandan tertinggi. Beliau mendekat dan mengatakan rencananya.


"Para demi-human tipe air memimpin serangan. Banyak petualang yang bergabung dengan mereka, mengandalkan pengetahuan mereka tentang laut. Mereka sudah berenang dan bertempur."


"Untungnya kita merekrut para petualang itu di kota."


Melromarc adalah sebuah negeri supremasi manusia, jadi gak banyak demi-human yang ada didalam pasukan.


Konsekuensinya, kebanyakan prajurit yang bisa bertarung melawan gelombang, atau yang bisa kami susun untuk melawan gelombang, merupakan para manusia. Dan para manusia cuma bisa bertempur dari dek kapal—menggunakan meriam.


Itu artinya, tugas kamilah, para pahlawan, untuk berada di barisan depan.


"Ayo bergerak."


"Tuan Iwatani, tunggu sebentar."


"Ada apa?"


"Para monster berukuran kecil yang harus dihadapi sangatlah banyak, tapi aku rasa kami bisa menanganinya. Aku ingin para pahlawan berfokus pada ancaman-ancaman yang lebih besar yang berasal dari gelombang."


"Aku mengerti. Tapi bagaimana caranya kami menemukan ancaman-ancaman besar tersebut?"


Aku membayangkan mereka akan berkonsentrasi pada kaki gelombang, dimana retakan yang ada di langit bertemu dengan permukaan air.


Permukaan lautnya putih dan berbusa. Kau bisa melihat bahwa itu bergerak-gerak karena para monster yang bergerak ke arah kapal-kapal. Kami harus masuk ke air untuk melawan mereka.


Aku menemukan suatu bayangan yang bergerak cepat dibawah air. Sesaat kemudian, mahluk itu melompat ke dek kapal. Itu adalah seekor Inter-Dimensional Saguahin Shadow.


Penampilannya tampak seperti setengah ikan, setengah mahluk tipe manusia. Adapun untuk bayangannya, aku gak yakin, tapi itu mungkin suatu tipe dari demi-human.


“Shooting Star Spear!”


Motoyasu menikam Saguahin itu menggunakan tombaknya.


"Mahluk ini lebih tangguh daripada kelihatannya!"


"Hya!"


Lonte dan rekan-rekannya, Ren dan partynya, Itsuki dan partynya, mereka semua menyerang para monster yang menjadi ancaman akan mengambil alih kapal.


"Hya!"


Filo melompat dan berputar, menendang salah satu monster ke udara dan keluar dari kapal.


Tapi monsternya banyak sekali jumlahnya.


Aku melihat sekeliling. Ada sekitar 10 kapal. Gimana caranya kami melindungi 10 kapal?


Pasukannya terdiri dari para petualang terkuat di Cal Mira dan para prajurit berpengalaman dari Melromarc. Kuharap mereka bisa bertahan.


Tapi pertempurannya semakin kacau. Haruskah aku menggunakan Shooting Star Shield?


Skill itu gak akan bisa dimasuki siapapun yang bukan partyku dan gak cukup besar untuk melindungi seluruh kapal.


Aku melihat sekawanan monster terlempar dari kapal.


"Fool Moon Army!"


Itu adalah L'Arc.


Dia mengayunkan sabit besar miliknya.


Wow, dengan sebanyak itu monster yang berkerumun di dek, itu kayak sebuah adegan dari game pertarungan Dynasty. Dia kayaknya sedang bersenang-senang.


Therese ada di belakang dia, merapal mantra.


"Shining Stone, Showering Thunder!"


Sambaran petir ganas menyambar dari langit dan membunuh seekor monster yang ada didepan dia.


Mereka berdua memang sesuatu. Aku harus mencari cara untuk membuat mereka bergabung dalam partyku.


"Kita akan menjatuhkan drum rucolu peledak ke laut! Peringatkan para petualang!"


Sang Ratu meneriakkan perintah dan seorang prajurit meniup sebuah kerang—suaranya menderu dan menggema keseluruh kapal dan air.


Para petualang dan para demi-human yang ada di air segera berenang kembali ke kapal. Sesaat setelah itu sejumlah drum di jatuhkan ke air.


"Drum peledak...."


Aku menatap ke sisi kapal untuk melihat apa yang terjadi.


Drum-drum itu tenggelam perlahan-lahan. Seberapa efektifknya kah cara itu?


Saat aku memikirkannya, drum-drum itu meledak secara dramatis, menghasilkan geyser gelembung yang menjulang ke udara. Lautnya perlahan-lahan berubah menjadi merah.


Whoa! Perlahan-lahan, bangkai ikan dan para monster mengapung ke permukaan. Jumlahnya sangat banyak.


Kurasa lautnya berubah menjadi alkohol.


Tentunya itu cuma efektif di area sekitar dalam waktu yang singkat, jadi seiring waktu airnya akan bercampur dengan air laut yang lainnya dan efeknya akan menghilang. Tapi untuk beberapa saat, kayaknya itu memiliki efek yang sangat mematikan bagi para monster yang ada disana.


Itu luar biasa. Aku gak pernah menyangka kalau buah kecil itu segitu kuatnya.


"Jangan senang dulu!"


"Betul!"


"Dimana bosnya?!"


Itu mengingatkan aku. Aku sebenarnya belum pernah melihat kedatangan monster bos sebelumnya.


Aku cuma melihat para pahlawan lain melawan bosnya dari kejauhan.


"Haruskah kita melompat ke air dan berenang untuk menemukannya?"


Kurasa itu mungkin kau harus menyerang retakannya secara langsung untuk membuat bosnya muncul.


Aku gak akan bisa melakukannya sendiri, tapi dengan Raphtalia dan Filo, itu gak akan mustahil.


Dan kami gak punya pilihan lain. Para monster terus keluar dari retakan tanpa henti.


Gak ada gunanya terus berada di kapal dan terus melawan monster-monster kroco ini.


"Tapi kalau kita enggak membunuh bosnya duluan, ini akan butuh waktu lama."


Sial.


Itu sebabnya mereka mengerahkan segala tenaga mereka untuk mengalahkan bosnya saat gelombang yang sebelumnya. Kurasa.


Kami sedang membicarakan soal rencana kami, lalu salah satu kapal terdekat terlempar ke udara dan hancur.


Pasti ada seekor monster besar yang berada dibawahnya.


Para pelaut dan prajurit mulai berteriak.


"Apa itu?!"


Aku berbalik. Disana ada seekor paus besar yang melompat dari laut. Paus itu punya tanduk yang sangat besar di kepalanya.


Namanya muncul di layar menuku.


Inter-dimensional Whale


Seberapa besarnya mahluk itu? Perkiraanku mahluk itu sepanjang lebih dari 150 meter. Itu kayak seekor paus sperm yang memiliki tanduk seperti bor, dan mahluk itu berwarna putih.


Dibeberapa tempat ada benjolan besar yang nampaknya merupakan permata. Benjolan-benjolan tersebut membuat paus itu tampak seperti memiliki bentuk yang gak karu-karuan.


Yang jelas, kayaknya kurang tepat menyebutnya seekor paus—bentuknya sangat beda jauh.


Dan juga bisa diasumsikan kalau kami sedang menatap monster bos gelombang ini.


Aku menunjuk mahluk itu dan memastikan kalau Ren, Motoyasu dan Itsuki menatap mahluk yang sama yang sedang kulihat.


Ren mengguncang kepalanya, Itsuki mengangguk, dan Motoyasu sedang menunjuk.


"Pasti yang itu."


"Gak mungkin!"


"Elu bisa nunggu dimari, Ren. Urus para monster kroco ini saat kami pergi!"


"Sialan! Hundred Sword!"


Dia mengangkat pedangnya ke udara dan pedang itu berhamburan menjadi ratusan pedang yang lebih kecil yang terbang ke udara dan menghujani para monster yang lebih lemah di laut.


Apa lagi yang bisa dia lakukan kalau dia gak bisa renang? Dia harus melakukan apa yang dilakukan para petualang lain—menembakkan meriam dan semacamnya.


Itsuki mengarahkan busurnya pada sebuah balista besar dan menembakkan panah demi panah. Apa gak ada tugas buat pengguna perisai kayak aku ini?


"Motoyasu! Elu Pahlawan Tombak kan? Senjata punya elu itu kayak sebuah harpon*! Maju sana bunuh monster itu!"
(T/N: *sebenernya harpon itu juga tombak, cuma lain jenis aja)


Bukankah ada suatu kisah tentang seorang kapten yang ingin balas dendam? Menyalurkan energi itu dan membunuh mahluk itu!


"Motoyasu! Keluarin sebuah kamikaze pada mahluk itu!"


"Naofumi! Bangsat lu!"


"Jangan banyak bacot!"


Raphtalia menampar aku seolah aku adalah orang jahat.


"Tuan Naofumi, kita harus memikirkan rencana bukannya berdebat."


"Kamu benar. Motoyasu?"


"Paan?"


Aku memberi tanda pada dia agar mendekat ke tepi dek. Dia mendekat penuh kecurigaan, bertanya-tanya apakah aku betul-betul punya rencana.


"Senjata punya lu adalah yang paling cocok buat pertarungan di laut, jadi elu musti mendekat dan memimpin serangan!"


Dan aku mendorong dia.


"Apa?! AHHHHHHH!"


Itu lebih mudah dari yang aku duga. Dia jatuh.


Dia jatuh ke air, menghasilkan percikan buih.


"Oh tidaaaaaaaaak! Tuan Motoyasu!"


Lonte dan rekan-rekannya berteriak.


"Pahlawan Perisai sedang mencoba membunuh Pahlawan Tombak!"


Lonte mengangkat tangannya untuk menunjuk dan memaki aku, tapi saat dia melakukannya segel budak pada dadanya diaktifkan.


"Kyaaaaaaa!"


"Myn... Jalang!"


Lonte berpaling untuk mendengarkan apa yang Motoyasu teriakkan. Dia akhirnya muncul ke permukaan air.


"Ini adalah bagian dari rencana Tuan Iwatani. Kau harus menghargainya!"


Sang Ratu berpaling dan berteriak pada Lonte.


Si Lonte akan berusaha menghancurkan hidupku setiap kali dia punya kesempatan.


"Aku punya saran. Tuan Kawasumi dan Tuan Amaki akan mendukung pertempuran dari dek kapal, berfokus pada serangan jarak jauh."


"Baik."


"Dimengerti."


"Motoyasu, kalo lu bisa bertarung di air, maka lakukan saja."


"Gue lebih suka gak melakukannya!"


"Kau lah satu-satunya yang bisa menyerang secara efektif dalam situasi ini. Bukankah ini tampak seperti peluang bagus untuk memperoleh dana yang dibutuhkan untuk membeli kembali kebebasan putriku?"


"Um....."


Sesaat dia berpikir mau menolak, lalu dia menyerah dan menyelam ke bawah air.


Senjata legendaris bisa memberi penggunaannya skill-skill yang memungkinkan berenang lebih baik lagi, dan kalau skill itu dikombinasikan dengan pekkul kigurimi, maka kau bisa berada dibawah air dalam waktu yang sangat lama.


Kau bahkan gak memerlukan kacamata untuk melihat di bawah air.


"Bagaimana denganku?"


"Tuan Iwatani, aku ingin kau melindungi kapal untuk berjaga-jaga jika monster itu menyerang kami."


"Itu terdengar seperti anda ingin aku berada di air. Jika monster itu menyelam ke dasar laut dan mulai menyerang dari bawah, anda ingin aku memblokirnya!?"


"Tentunya aku tidak mau kau melakukannya jika kau merasa kau tak bisa melakukannya."


"Oh, um... dimengerti."


Aku gak betul-betul tau apakah aku bisa memblokir seekor monster sebesar itu, tapi rencana beliau merupakan rencana terbaik yang kami miliki.


"Oh, dan nona Raphtalia? Tolong gunakan balista kapal untuk menyerang monster itu."


"Apa?"


Raphtalia terkejut dia diberi tugas itu. Aku sendiri hampir gak mempercayainya.


Kurasa itu masuk akal. Aku gak bisa membayangkan dia berdiri di punggung paus itu dan menikamnya dengan pedangnya. Kurasa cuma Motoyasu yang bisa melakukannya.


"Nampaknya temanmu, Raphtalia, cukup kuat. Jika itu benar, maka kurasa dia bisa memgerahkan kekuatan terbaik balista kami."


"Huh? Aku nggak betul-betul paham apa maksud anda."


Aku tau kalau sebuah balista lebih kuat daripada busur yang bisa kau tarik dengan tanganmu. Tapi apa hubungannya dengan siapa yang menggunakannya? Itsuki mungkin punya satu atau dua skill yang spesifik pada balista. Gimanapun juga dia adalah Pahlawan Busur.


Aku gak paham alasan kenapa Raphtalia akan bisa menggunakannya lebih baik daripada siapapun juga.


Mungkinkah ada semacam sistem yang gak kuketahui? Seperti gimana aku gak mengetahui tentang sistem power up dari pahlawan?


"Busur dan senjata jarak jauh tetap menitikberatkan pada statistik dari penggunanya."


Jadi senpi dan busur serupa dengan senjata-senjata lain di dunia ini?


Diduniaku, kekuatan dibalik tembakan senpi atau panah gak betul-betul bergantung pada siapa penggunanya. Kau pasti akan mati jika kena. Tapi kurasa di dunia ini statistik dari penggunanya memiliki pengaruh. Mungkin itu mempengaruhi peningkatan kecepatan panahnya atau semacamnya.


Itu betul-betul kayak sebuah game.


Seperti yang ada di dalam game-game. Busur dan senpi dan pedang bisa sekuat senjata lain.


Itu gak masuk akal di dunia asalku, tapi yah, kami gak punya statistik angka di dunia asalku.


Aku harus menganggap tempat ini sebagai sesuatu yang sepenuhnya berbeda. Kalau aku memperlakukan seperti dunia asalku, cuma kematian yang menungguku.


Kalau di pandang dari sudut pandang sang Ratu, itu mungkin masuk akal untuk menyuruh Raphtalia menembak.


"Dipahami. Baiklah Raphtalia, kamu seranglah Inter-dimensional Whale menggunaan balista kapal."


"Oh.... Baik."


"Akan aku tunjukan padamu cara kerjanya, jadi jangan khawatir soal itu. Nah sekarang Tuan Iwatani, bawa Filo bersamamu dan tolong lindungi kapal. Kami akan mengeluarkan sihir seremonial untuk mendukungmu."


Aku ingat mereka pernah menggunakan sihir seremonial saat pertarungan melawan high priest. Itu sangat kuat. Kurasa sang Ratu telah menjelaskan bahwa itu biasanya digunakan untuk peperangan. Kuharap itu akan efektif terhadap monster bos.


Satu lagi, sampai sekarang para pahlawan memimpin serangan di setiap gelombang yang datang. Apa kami betul-betul harus bertindak sebagai penyerang pendukung dalam pertempuran ini?


"Serahkan padaku. Baiklah! Ayo pergi, Filo!"


"Baik!"


Kami melompat ke laut dari dek.


Airnya masih berwarna merah karena lucol.


Inter-dimensional Whale menyelam jauh di bawah kami.


Kayaknya itu adalah pola penyerangannya—menyelam dalam dan kemudian menghantam kapal dari bawah. Motoyasu sebenarnya sangat mengesankan. Dia menikamkan tombaknya ke sisi mahluk itu dan ikut menyelam bersamanya.


Tapi dia gak punya waktu buat menggunakan skill, dan bos itu jauh lebih kuat daripada dia—jadi serangan-serangannya gak punya banyak pengaruh.


Apa?! Paus itu berbalik menghadap ke permukaan. Apa dia bersiap menyerang?


Aku menarik napas panjang dan berenang ke bawah kapal, memposisikan diriku dibawah lambung kapal.


Aku menatap ke kedalaman dan melihat paus itu berenang dibawah.


Aku gak tau kemana dia mau menyerang, yang mana itu membuatnya sulit untuk bertahan.


Sebelum dia bisa menyerang, aku menjauh dari lambung kapal dan mulai berenang ke bawah kearah mahluk itu.


Filo ada bersamaku, tepat disampingku. Hal pertama yang harus kami lakukan adalah memposisikan diri untuk memblokir tanduk itu.


Itu gak sulit. Paus itu menyadari kami dan mengarahkan tanduknya. Sekarang dia menyerang lurus kearah kami!


Bagus! Teruslah kearahku—dasar paus geblek.


Pada saat ini, Motoyasu, Filo dan aku adalah satu-satunya mahluk hidup yang ada di sekitar paus itu. Semua monster lain telah meninggalkan area itu.


Maju sini!


Aku menyiapkan diriku sendiri dan kemudian paus itu meluncur kearahku. Tanduknya melesat di air, bersiap untuk menikamku.


Aku merasa tanduk itu menghantam aku dengan hantaman yang sangat kuat, tapi defense milikku cukup kuat untuk menahan serangannya.


Tapi aku gak punya pijakan, jadi aku gak bisa menghentikan pergerakan paus itu.


Paus itu terus mengarah ke permukaan, dan aku merasakan kakiku menabrak bagian luar lambung kapal.


Aku gak bisa berbuat banyak. Tapi itu berlaku untuk paus itu juga.


Dia mulai meronta-ronta, berusaha untuk menghempaskan aku dari tanduknya.


Jangan harap aku akan membiarkannya!


Aku menatap Filo.


Dia berada dalam wujud Filolial queen, dan dia tau apa yang aku maksudkan. Dia meluncur di air dan menendang paus itu keras-keras.


Dan monster itu bereaksi—dia kehilangan keseimbangan!


Saat monster itu terhempas di air, Motoyasu terus melakukan serangan.


Karena aku menghentikan monster itu sesaat, Motoyasu mendapat waktu sesaat untuk menggunakan skill miliknya.


Diatas air, para prajurit diatas kapal mulai melakukan penyerangan. Bola-bola meriam dan panah besar di hujankan pada paus itu, dan airnya dipenuhi dengan suara ledakan dan hantaman.


Airnya kacau, dipenuhi dengan gelembung-gelembung putih dan aku gak bisa melihat apa-apa.


Tapi aku terus memegang tanduk itu dan mendorong monster itu menjauh dari lambung kapal.


Nafasku sudah hampir habis.


Sambil terus memegang tanduknya, aku berbalik ke samping dan berenang ke permukaan.


Huh? Paus itu tampak terkejut. Aku menariknya ke permukaan!


"Pufah!"


Aku mengeluarkan kepalaku dari air dan menarik nafas panjang.


"Huff... Huff..."


Aku memenuhi paru-paruku dengan udara dan menyelam lagi. Paus itu meronta-ronta di air. Dia gak bisa membebaskan tanduknya.


Gak ada yang lain lagi yang bisa kulakukan.


Bejolan yang seperti permata di tubuhnya mengeluarkan sihir dari kanan dan kiri, tapi sihir-sihir itu sama sekali gak melukai aku.


“Shooting Star Spear! Lightning Spear!”


Paus itu berada di permukaan laut sekarang. Motoyasu naik ke punggungnya dan menggunakan skill secara terus menerus.


"Rasakan ini! Hya! Hya!"


Filo melakukan hal yang sama. Sekarang dia punya tempat untuk berpijak, dia akhirnya bisa menghasilkan damage yang besar. Cakarnya yang tajam merobek punggung paus itu.


Raphtalia mengunci sasaran pada paus itu dengan balista.


Itsuki menembakinya. Balista milik Raphtalia sangat besar, jadi kuharap itu memiliki kekuatan serangan yang besar pula.


Semua orang mengeroyok monster itu, dan air disekitarnya menjadi merah gelap.


Ada deru angin saat Raphtalia menembakkan panah balista. Panahnya mengenai monster itu.


Huh? Apa serangan Raphtalia yang paling efektif? Apa kami menang?


"Bocah Perisai! Jangan bergerak!"


"Apa?"


L'Arc menyiapkan sabitnya dan melompat ke air.


“Flying Circle!”


Sebuah piringan cahaya muncul dari senjatanya dan menebas paus itu.


...?!


"Wha....."


Cipratan darah dalam jumlah banyak terhambur di udara dan menghujani kami. Ekor paus itu terpotong menjadi dua.


"....?!"


Inter-dimensional Whale berteriak kesakitan.


"Gak akan kubiarkan dia bersenang-senang sendirian!"


Filo berteriak, dan dia mendaratkan tendangan penghabisan pada monster itu.


Terjadi cipratan darah lagi, dan sirip kiri paus itu terlempar. Serangan milik Filo betul-betul menakutkan.


Tapi L'Arc cuma melakukannya dalam satu serangan, sedangkan Filo butuh upaya yang cukup lama.


Paus itu mulai kejang.


"Waktunya menghabisinya! Aku akan menyerang!"


"Oke!"


L'Arc menatap Therese.


“Shining stone! Thunder rain!”


“Combo skill. Thunder rain flying circle!”


Sihir petir milik Therese menyambar sabit milik L'Arc, dan itu tampak mengisinya dengan energi. Mengangkat senjata yang diisi tersebut, dia menembakkan lingkaran cahaya pada paus itu. Filo mengepakkan sayapnya dan menyerang disaat yang bersamaan.


"Spiral Strike!"


Serangan mereka menghantam paus disaat yang hampir bersamaan.


Paus itu terbelah menjadi dua.


"....!"


Paus itu menjerit sekali lagi lalu mati.


"Sudah selesai yah?"


L'Arc berdiri diatas mayat paus itu, puas akan dirinya sendiri.


"Kalian memang kuat."


Sejujurnya, mereka merupakan petarung yang lebih baik daripada Motoyasu.


Seberapa kuatnya mereka? Ada sesuatu yang aneh. Apa mereka sekuat itu saat kami bertarung bersama beberapa hari yang lalu?


Memang aku berpikir mereka itu kuat pada saat itu, tapi aku cuma berpikir mereka kuat sebagai petualang.


Motoyasu sama bingungnya kayak aku.


"Aku berjuang keras!" Oceh Filo.


"Ya, memang."


"Tuan Naofumi!"


Raphtalia melambaikan tangan padaku dari dek.


"Menakjubkan. Sekarang kita cuma perlu menyerang retakannya dan mengakhiri semuanya."


Aku memberi isyarat pada Ratu agar dia memberi komando pada kapal untuk bergerak kearah retakan.


Tapi aku mendengar dentuman logam, dan aku merasa ada yang mengawasi aku. Aku berbalik.


Itu adalah L'Arc. Dia mengacungkan sabitnya kearahku dan mengeringai mencurigakan.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 12 - L'Arc Berg[edit]

Theresa melayang mendekat dan berdiri disamping dia.


"Apa maksudnya ini?"


Aku menatap mereka.


"Astaga. Aku betul-betul gak nyangka kalau kau adalah Pahlawan Perisai, bocah."


"Aku udah bilang berkali-kali."


"Memang sih. Tapi kurasa kau gak boleh menilai buku dari sampulnya, kau tau? Bocah. Atau haruskah aku memanggilmu Naofumi?"


"Terserah kau. Mau apa kau?"


"Huh? Oh, aku ingin kau tau kalau aku gak punya masalah denganmu secara pribadi."


"Itu benar. Aku juga sama. Aku sangat menyesalkan semuanya harus kayak gini, tapi..."


Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (11).jpg


Aku merasakan firasat yang sangat buruk soal ini.


Tapi aku punya keraguan terhadap sabit besar miliknya sejak beberapa waktu lalu. Sekarang kupikir aku akhirnya mendapatkan jawabannya.


"Kami harus melakukannya demi kebaikan dunia kami. Kau harus mati."


Dia bergerak sangat cepat. Sebelum aku bisa memahami apa yang terjadi, sabit miliknya diayunkan.


Tanpa berpikir, aku bereaksi. Aku menebak kemana sabitnya akan mendarat dan menyiapkan perisaiku untuk memblokirnya.


"Heh! Kau sangat cepat, bocah."


"Apa yang kau lakukan?!"


"Apa yang kau lakukan pada masterku?!"


Filo melompat naik dan menyerang mereka, tapi aku mengangkat tangan untuk menghentikan dia.


Aku gak tau kenapa aku menghentikan dia. Aku merasa kalau dia membuat sedikit kesalahan, dia gak akan selamat.


"Aku sudah bilang padamu."


Yang L'Arc katakan adalah aku harus mati demi kebaikan dunia. Apa maksudnya itu?


"Kita harus menangkap petualang ini karena menyerang Tuan Iwatani, sang Pahlawan Perisai! Semuanya! Bersiap mengeluarkan sihir seremonial!"


Mereka sudah merapal mantra dan menembakkannya kearah L'Arc.


Kalau sihir mereka sekuat yang terlihat, kami akan terkena juga.


Aku menatap sang ratu dan beliau menatapku juga.


Aku paham. Beliau tau kalau kami bisa selamat dari ledakan tersebut.


"Shooting Star Shield! Motoyasu, buruan kesini!"


Aku segera mengundang dia kedalam party.


Secara mengejutkan, dia memahami apa yang sedang terjadi dan segera menerimanya. Lalu dia berlari kedalam jangkauan skill milikku.


"Kelihatannya ini buruk."


Therese mengangkat tangannya dan permata miliknya berkilauan. Dia merapal sebuah mantra.


Apa? Anginnya meningkat, sangat kuat, dan mulai berputar disekitar kami.


"Semua kekuatan yang ada dalam permata, dengarkan permohonanku dan tunjukkan dirimu. Namaku Therese Alexanderite. Aku adalah temanmu. Pinjami aku kekuatan untuk menghancurkan mereka!"


"Ceremonial Magic Jugdment!"


Therese menyelesaikan mantranya sesaat sebelum sang ratu.


Lalu dia melepas tiara miliknya dan ada permata lain yang terdapat pada tengah keningnya.


"Shining Stone! Shooting Star Rain of Fire!"


Api sihir dihujankan dari langit. Bukan, itu gak seperti hujan. Masing-masing api itu adalah sebuah bola api raksasa.


“AAAAAAAAHHHHHH!”


“KYAAAAAAAAAAAAA!”


Sesuatu seperti meteor dihujankan dari langit dan menghantam kapal, menenggelamkan kapal tersebut.


"Raphtalia!"


"Aku baik-baik saja!"


Raphtalia, ratu, Itsuki, dan anggota partynya melompat dari kapal yang tenggelam.


Sialan. Kapal yang karam tersebut membentuk sebuah pusaran yang mana menarik orang-orang ke dalamnya.


Sang ratu mencoba menyelamatkan mereka dengan bekerja sama dengan orang lain di sebuah kapal kecil dan merapal sihir bersama mereka untuk menghilangkan pusaran air tersebut.


Seluruh situasinya berubah menjadi menguntungkan L'Arc dan Therese cuma mengeluarkan satu sihir saja!


Aku sudah melihat berbagai macam demi-human dan mahkluk lain sejak aku berada di dunia ini, tapi aku belum pernah melihat sesuatu yang seperti Therese.


Dia pasti merupakan sesuatu yang lain.


"Sial!"


"Ren! Kalau kau nggak melompat dari kapal itu, aku akan mati!"


Ren terlihat kuatir, tapi dia paham kalau rekan timnya betul—dia melompat ke air.


Dia betul-betul gak banyak berguna, kan?


"Therese!"


"Aku tau, aku hanya perlu menjauhkan mereka!"


"Kekuatan yang terkandung dalam permata, dengarkan permohonanku dan tunjukkan dirimu. Namaku Therese Alexanderite. Aku adalah temanmu. Lindungi mereka dari hujan api! Shining Stone, Silent Ocean!"


Huh? Saat Therese menyelesaikan sihir miliknya, pusaran air itu lenyap. Sang ratu menatap L'Arc, sepenuhnya bingung.


"Aku nggak membutuhkan kematian yang tak diperlukan."


"Tapi kau mau membunuhku? Logika macam apa itu?!"


"Bukannya kami mau membunuhmu. Tapi kami harus melakukan apa yang harus dilakukan—aku gak mau orang lain terlibat."


"Terus kenapa kau mau membunuhku?!"


"Kurasa kami berhutang banyak padamu. Tapi aku sudah bilang kami melakukannya demi menyelamatkan dunia kami!"


"Apa maksudnya?! Bukankah ini duniamu? Gimana bisa itu membantu orang dengan membunuh seorang pahlawan di tengah gelombang?!"


"Astaga, aku bahkan gak tau itu?"


"L'Arc tidaklah ahli dalam menjelaskan sesuatu."


"Diam, Therese. Baiklah, aku beritahu kau, Naofumi. Dunia kami itu sama seperti—dunia lain."


"....."


Apa yang dia bicarakan?


Mungkinkah sama seperti kedengaran?


Nampaknya itu terlalu berlebihan. Itu mungkin gak benar— namun...


Saat gelombang yang sebelumnya, kami bertemu dengan seorang musuh bernama Glass. Kalau yang dikatakan L'Arc memang betul, maka apakah dia dan Glass berasal dari tempat yang sama? Apakah mereka musuh?


"Sama seperti yang dikatakan cewek ini. Ada banyak sekali pahlawan palsu yang berpura-pura menjadi dirimu. Semua orang yang menyebut diri mereka sendiri seorang pahlawan pasti bohong. Butuh waktu yang lama untuk menemukanmu, Naofumi."


"Apa?!"


"Apa yang kau katakan?!"


"Ya! Kami adalah para pahlawan!"


Para pahlawan yang lain berdiri.


"Oh? Apa kalian bertiga berpura-pura menjadi Pahlawan juga? Ha! Yang betul saja!"


L'Arc menatap ketiga pahlawan yang lain dan tertawa terbahak-bahak.


"Kalian pasti bercanda! Kalian bertiga sangat lemah! Kalau kalian mau berpura-pura menjadi pahlawan, kalian harus lebih kuat dari itu—seperti Naofumi ini."


"Apa?!"


"Kau mau menguji aku?!"


"Motoyasu, tunggu!"


Tapi Motoyasu mengabaikan aku dan berlari kearah L'Arc sambil mengacungkan tombaknya.


"Sudah kubilang, kami gak mau membunuh siapapun yang gak perlu. Kami cuma perlu membunuh pahlawan."


L'Arc mengayunkan sabitnya.


"Bentuk pertama, Wind Slice!"


Dia cuma mengayunkan sikunya, tapi sebuah tornado besar muncul dan menghempaskan Motoyasu.


"AHHHHHHH!"


Motoyasu terlempar ke udara seperti sebuah boneka dan jatuh ke laut, dia mengambang menghadap keatas.


Dia mengalahkan Motoyasu dengan satu serangan?


"Apa mereka masih bertarung sendiri?"


"Sepertinya begitu. Itu buang-buang waktu, tapi kurasa kita harus menyingkirkan mereka juga."


"Kurasa begitu."


L'Arc dan Therese bersiap bertarung, lalu menyerbu.


"Shining Stone, Explosive Thunder Rain!"


Sama seperti sebelumnya, petir menyambar sabit milik L'Arc, mengisinya.


"Combo Skill, Lightning Firework!"


Dia memutar-mutar sabitnya, membentuk sebuah piringan yang berputar cepat. Tembakan cahaya yang tak terhitung jumlahnya ditembakkan darinya—tembakan itu mengarah pada orang-orang yang ada disekitar kapal yang tenggelam.


Aku menggunakan Shooting Star Shield dan berlari untuk melindungi barisan belakang.


Raphtalia dan Filo berdiri dibelakangku, didalam jangkauan penghalang pelindung.


"Apa....."


"Bagaimana bisa mereka melakukannya?"


Untungnya ratu dan para prajuritnya berhasil segera masuk kedalam jangkauan skillku, jadi mereka selamat. Tapi para pahlawan lain, dan hampir semua petualang serta para pelaut, terkena tembakan cahaya itu.


"Sial...."


Sebenarnya serangannya gak terlalu kuat, tapi jangkauannya sangat luas.


Aku gak tau siapa L'Arc itu, tapi serangan miliknya merupakan sesuatu yang sangat berbahaya. Kami harus bertahan.


"Aku berusaha memastikan untuk tidak membunuh kalian semua. Jika kalian menggangu pertarunganku dengan Naofumi, aku gak akan menahan diri lagi."


Aku berbalik untuk melihat kerusakannya. Kebanyakan orang tampak mereka terkena paralys. Untungnya mereka berada di atas kapal, jadi mereka nggak tenggelam.


"Kekuatan semacam itu.... Siapa mereka...?"


Sang ratu mulai merapal sihir.


"Tunggu, ratu. Jika sihir itu tidak cukup kuat untuk membunuh kami, lebih baik anda tidak menggunakannya. Tampaknya mereka hanya tertarik padaku."


"Itulah Naofumi yang kukenal! Seorang yang bisa berpikir cepat!"


"Lucu sekali—kau pikir kau memahami aku hanya dalam beberapa hari saja?"


"Menghabiskan sedikit waktu bersama dengan seseorang sudah cukup untuk memperoleh sedikit pemahaman kepribadiannya."


L'Arc tampak percaya diri. Dia menunjuk padaku.


"Kau pasti punya alasan kenapa kau mencuri item dari orang yang telah dikalahkan, Naofumi. Kau bukanlah tipe orang yang akan melakukan tindak kejahatan tanpa alasan."


"Akhirnya, ada seseorang yang betul-betul memahami dirimu, tuan Naofumi."


"Jangan katakan itu. Kamu membuatku merasa suram."


Mereka memang gak salah. Mereka memang gak salah, tapi....


"Sialan! Mereka menghianati kepercayaanku!"


Aku benci dihianati. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, kurasa mereka gak pernah menjanjikan sesuatu padaku.


Mereka menolak tawaranku untuk terus bersama. Kurasa kami adalah musuh yang secara gak sengaja jadi teman.


Ha! Miris sekali.


"Apinya udah hampir padam. Raphtalia, Filo, kita mengenal mereka berdua, tapi kita harus mengalahkan mereka!"


"Itu akan sulit, tapi ayo lakukan, tuan Naofumi!"


"Umm.... Kalau mereka mau bertarung maka aku akan menunjukkan apa yang aku bisa!"


"Ini adalah pertarungan yang sama kayak pertarungan yang lainnya."


"Sama pertarungan yang lainnya? Jadi kau mau bermain adil? Aku lebih menganggapnya sebagai sebuah strategi."


"Sama sepertimu, Naofumi. Majulah! Aku datang ke dunia ini untuk menghabisimu!"


“Shining stones, explosive lightning rain!”


Sama seperti ketika mereka mengalahkan inter-dimensioanal whale, sihir milik Therese menyambar sabit L'Arc.


Dia memutarnya, lalu mengayunkannya pada kami.


“Combo skill! Electric great circle!”


Aku mengasumsikan bahwa skill itu akan menembus perhalang Shooting Star milikku, jadi aku mengangkat perisaiku untuk memblokir serangan tersebut.


Aku benar. Penghalangnya hancur dan skill milik L'Arc menembusny, mengarah lurus padaku.


"HAAAAAAAA!"


Lingkaran cahaya yang berderak menghantam perisaiku dan menghasilkan percikan api yang berhamburan ke segala arah.


Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (12).jpg


Perisainya cukup kuat untuk menghentikannya, tapi kalau skill itu menghantam di sudut yang buruk, akan ada masalah besar yang akan kuhadapi.


"Hei, hei! Kau mampu menghentikan Electric Circle-ku—nggak buruk!"


Aku memakai Soul Eater Shield, dan serangan baliknya, pemakan jiwaSoul Eat, diaktifkan, menyerap kekuatan L'Arc.


"Apa? Apa itu? Gak terlalu sakit."


Tapi dia terkejut dan membuang kewaspaan. Itu seperti dia gak bisa memahami serangan macam apa yang dia hadapi.


Soul Eat merupakan sebuah serangan balik yang aktif setiap kali aku berhasil memblokir serangan musuh.


Perisai itu bergerak dan mencuri kekuatan sihir musuh.


Kalau musuhnya adalah seorang pahlawan, aku penasaran apakah itu akan mengurangi SP mereka.


Itu gak memberikan damage fisik secara langsung, tapi memberi damage secara gak langsung.


Kalau musuh ahli sihir, mereka akan menyadari sihir mereka akan semakin menurun efektivitasnya.


"Heh, kau harus melakukannya lebih baik lagi dari itu."


"Aku tau itu. Kau bahkan gak terdorong mundur. Therese!"


“Shining stones, karma fire!”


Therese mengeluarkan sebuah sihir dan menembakkannya padaku. Sihir itu menghasilkan sesuatu yang kayak gelombang lava raksasa, dan itu mengarah kearahku.


Aku gak yakin apakah aku bisa menahannya.


"Lebih baik jangan lupa pada kami!"


"Aku jugaaaaaaaa!"


Raphtalia dan Filo melompat maju dari barisan belakang dan mereka berdua mulai menyerang L'Arc dengan ganas.


"Ha!"


L'Arc menjauh dari serangan mereka. Jaraknya sangat tipis.


Mereka terus menyerang. Terkadang dia menghindari, terkadang memblokir, dan terkadang dia menepis senjata mereka.


Apa mereka menunjukkan gerakan mereka?


Therese terus merapal mantra sihir. Aku menggunakan perisai untuk menyerbu ke depan, mendorong mundur L'Arc agar aku bisa memblokir sihir-sihir itu.


Tapi saat sihir itu menghantam aku, sihir tersebut terbelah dan berbalik.


Sesaat, kupikir aku mendengar suara kecil yang mengatakan "maaf".


"Apa itu?"


"Aku tau. Kau nggak mau melawan dia."


Therese tampak sangat sedih. Dia berbicara pada gelang miliknya.


Itu adalah gelang yang aku buat untuk dia.


"Therese! Gunakan sihir itu pada dia!"


"Ya, aku tau!"


Apa yang mereka bicarakan?! Therese berpaling untuk mengeluarkan sesuatu kearahku.


Itu mulai terlihat seperti satu-satunya cara untuk keluar dari situasi ini sudah jelas. Kami harus menang.


Selain itu, mereka bukanlah dari dunia ini, dan mereka datang kesini secara khusus untuk membunuhku.


Kalau itu benar, maka gak mungkin aku kabur dari pertarungan ini, dan kalau memang gak ada cara untuk kabur maka ada banyak orang disini yang harus kulindungi. L'Arc dan Therese mengatakan mereka gak mau melukai orang lain, tapi gak mungkin bagi mereka untuk kabur.


"Raphtalia! Filo! Aku akan menyerbu dia untuk membuka celah—kalian berdua seranglah saat ada kesempatan!"


"Baik!"


"Oke!"


Aku mengarahkan tatapanku pada L'Arc. Aku harus mencari cara untuk menahan dia.


“Air strike shield! Second shield!”


Aku memanggil dua perisai, satu di punggungnya dan yang satunya di perutnya—aku ingin membatasi pergerakannya.


Cara normal untuk menggunakan skill tersebut adalah dengan memanggil sebuah perisai untuk memblokir serangan musuh—lalu kau bisa menggunakan Change Shield untuk beralih ke sebuah perisai yang memiliki kemampuan serangan balik untuk menghasilkan damage.


Tapi saat kau bertarung melawan seseorang, atau musuh yang bisa bergerak dengan cepat, ada cara lain untuk menggunakan skill tersebut. Dan itu adalah dengan mengeluarkan perisai-perisai dengan cara seperti itu untuk membatasi pergerakan musuh.


Strategiku adalah untuk mempertimbangkan tentang bagaimana dia akan menghindari serangan. Aku melihat dia melangkah mundur, jadi aku mengeluarkan sebuah perisai di belakang dia untuk mencegah dia mundur.


Kalau dia mencoba melompat ke belakang, dia akan menabrak perisai itu, tapi gimana kalau ada perisai lain didepan dia yang memblokir dia bergerak ke depan?


Itulah rencanaku.


"Huh?"


L'Arc mencoba menghidari serangan Raphtalia dan Filo, tapi saat dia mencoba bergerak, ada suara dentuman yang mengindikasikan dia gak akan bisa bergerak.


"Sekarang!"


"Hyaaaaaaaa!"


"Rasakan ini!"


Raphtalia menebas dengan pedangnya dari kanan. Filo mengayunkan cakarnya dari kiri.


“Floating Scythe!”


Tangan L'Arc yang kosong tiba-tiba memegang sabit lain, sebuah sabit misterius yang tampak mengambang. Dia menggunakan bilahnya untuk menangkis serangan Raphtalia lalu mendorong Filo mundur menggunakan gagangnya.


"Nyaris sekali. Naofumi, sekarang aku paham apa yang kau maksudkan dengan membuat strategi. Aku menyadari Pahlawan Perisai gak punya banyak serangan, tapi kurasa aku harus lebih berhati-hati padamu."


"Kami belum selesai! HAAAAAAA!"


Raphtalia menjauh dan menikam ke depan lagi.


Sebuah sabit seperti tombak, penggunanya memblokir serangan menggunakan gagangnya. Yang mana itu akan sangat sulit untuk memblokir serangan tikaman.


"Aku gak akan kalah!"


Filo menekuk lengannya dan mengangkat kakinya, mendorong mundur gagang sabit yang telah memblokir serangannya yang sebelumnya.


"Gak semudah itu!"


L'Arc melompat ke udara, dan serangan Raphtalia serta Filo mengarah ke ruang diantara kedua perisai dimana dia berdiri barusan.


"Therese? Masih belum siap juga?!"


"Sudah siap!"


Therese mengangkat tangannya dan mulai merapal mantra.


"Kekuatan yang terkandung didalam permata, dengarkan permohonanku dan tunjukkan dirimu. Namaku Therese Alexandrite. Aku adalah temanmu. Hancurkan perlindungan kokoh mereka! Shining Stone! Peotection Shatter!"


Sebuah cahaya yang berkedip-kedip terbang kearahku. Aku gak akan membiarkannya mengenaiku!


Aku melompat ke samping untuk menghindari sihir itu. Sihir tersebut terbang melewati aku lalu berbalik dan terus mengejar seperti sebuah misil kendali.


"Tuan Naofumi!"


"Aku baik-baik saja! Fokus saja pada seranganmu! Kamu gak punya waktu buat mengkhawatirkan aku!"


"Dia betul. Tapi Naofumi, kau betul-betul harus waspada juga!"


"...."


Dia memblokir serangan Raphtalia dan Filo.


Tapi aku merasa seperti mereka hampir menembusnya. Kalau mereka dekat, maka ada satu hal terakhir yang bisa kucoba.


Aku terus menghindari sihir milik Therese sambil merapal mantraku sendiri.


"Gak semudah itu! L'Arc!"


Cahaya dari sihir miliknya semakin kuat, lalu meledak dan sepenuhnya melahapku. Aku merasa cahaya itu meresap masuk kedalam diriku.


Aku gak bisa menjauh darinya.


Aku merasa seperti sihir itu menguras tenagaku.


Aku segera membuka menu untuk memeriksa statusku. Dan statistik defense milikku berkedip seraya angkanya menurun.


Mereka menyadari seberapa tingginya defenseku, dan mereka berusaha menurunkannya dengan sihir support.


"Sumber dari segala kekuatan, aku adalah sang Pahlawan Perisai! Dengarkan kata-kataku dan patuhilah! Dukung mereka! Zweite Aura!"


Aku harus merespon dengan sihir support milikku sendiri. Aku mengeluarkan Aura pada Filo dan Raphtalia, meningkatkan statistik mereka!


Sihir itu juga mempengaruhi aku, meningkatkan defenseku, secara efektif membuat sihir mereka tak efektif. Bukan cuma itu, tapi sihir itu juga meningkatkan semua statistikku yang lain disaat yang bersamaan.


"Maaf saja, tapi mantra milik kalian gak mempan padaku."


"Kurasa kau benar, bocah. Therese!"


"Raphtalia, kamu fokuskan seranganmu pada Therese. Filo, tetap bersamaku! Kita akan menghadapi L'Arc!"


"Oke!"


"Dimengerti!"


Kali ini aku akan menahan dia secara langsung dan menyuruh Filo menggunakan serangan terbaiknya pada dia.


Dia cuma bisa menargetkan aku, dan aku cuma perlu menghindari serangannya.


"Ini bagus. Mulai terasa agak sakit!"


L'Arc tertawa riang, seolah dia betul-betul menikmatinya. Dia mengayunkan sabitnya kearahku.


Therese menghindari serangan-serangan Raphtalia dan mengeluarkan sihir. Saat dia gak bisa menghindar, gelangnya bersinar dan sebuah penghalang sihir muncul untuk memblokir pedang milik Raphtalia.


"Naofumi, bukankah kau menikmati ini juga?"


"Aku gak punya waktu buat menikmatinya!"


Tapi dia ada benarnya. Aku berusaha keras dalam pertarungan hingga aku gak betul-betul punya waktu untuk mengingat kenapa kami harus bertarung.


Memang kayak gitulah pertarungan langsung. Itu bukan tentang berdiri dibelakang, berpikir, dan menyusun strategi—itu adalah tentang berdiri didepan musuh, melawan secara langsung.


L'Arc. Pria itu misterius.


Aku tau dia adalah musuhku, tapi aku gak bisa membenci dia.


Apa itu berarti aku masih menahan diri?


Apa ini cara berpikirnya seorang pengecut?


Aku gak bisa menertawai orang lain yang masih menganggap dunia ini seperti sebuah game. Kami gak seharusnya menikmati pertarungan, namun....


Aku ingin tau. Aku ingin tau siapa yang akan menang.


Dia terus menyerangku dengan sabit itu. Terkadang aku menghindar dan terkadang aku memblokirnya dan dihujani percikan api. Semua itu sangat mengesankan.


Aku gak punya cara untuk menyerang dia. Jadi aku melakukan apa yang bisa kulakukan—aku meraih pergelangan tangannya dan menahan dia.


"Filo!"


"Yup!"


Filo menyilangkan tangannya dan cakar miliknya dilapisi angin. Dia menembakkannya pada L'Arc.


"Wind Claw!"


"Oh!"


Ada suara tebasan, dan dua garis merah muncul di pipi dan tangan L'Arc.


Tebasan itu gak dalam. Tapi aku masih menahan dia!


"Lumayan! Akan kubalas! Spirit Scythe! Protection Break!"


Sabit miliknya bersinar terang, dan ujungnya menyentuh bahuku.


Cuma begitu saja.


Tapi rasa sakit yang tajam menjalar di seluruh tubuhku, dan tanganku melepaskan pegangannya dengan sendirinya.


"Sial..."


"Apa?!"


L'Arc melompat menjauh, menghindari serangan kedua dari Filo.


"Yah, kayanya kami sudah menemukan apa yang mempan terhadap Pahlawan Perisai."


"Tuan Naofumi!"


Raphtalia meneriakkan namaku, meski dia sedang bertarung dengan Therese.


Aku memegang bahuku untuk menekan pendarahan. Aku harus mendapatkan sihir penyembuhan secepatnya.


"Kau menatapku seolah kau gak paham apa yang barusan terjadi."


"Nggak sepenuhnya."


Aku bisa memikirkan beberapa penjelasan.


Itu pasti sebuah serangan yang mengabaikan pertahanan.


Glass melakukan sesuatu yang mirip ketika kami bertarung saat gelombang yang sebelumnya. Itu adalah satu dari sedikit cara untuk melukai seseorang yang memiliki tingkat pertahanan yang tinggi.


Serangan-serangan jenis itu menimbulkan damage yang tak sesuai dengan tingkat pertahananmu.


Kalau aku menghadapi sesuatu seperti itu, maka aku harus membuang pilihan memblokir serangan. Satu-satunya cara untuk menghindari luka adalah menghindar.


Kemungkinan yang lain tidaklah bagus.


"Sebuah serangan yang mengabaikan pertahanan."


"Tepat, bocah. Tingkat pertahanan milikmu sekarang sudah gak berguna."


Saat Glass menyerang kami, aku menggunakan Shield of Rage, yang mana memiliki tingkat pertahanan yang tinggi, jadi sulit untuk memahami apa yang sedang terjadi.


Aku cuma tersentuh oleh ujung sabitnya, tapi dia menimbulkan damage yang serius. Kalau dia mengenaiku dengan serangan penuh, aku gak akan bisa lolos cuma dengan goresan saja.


Haruskah aku ganti perisai dengan tingkat pertahanan yang lebih rendah?


Kalau aku melakukannya, aku gak akan bisa memblokir serangan-serangan biasa miliknya. Ini bukanlah pilihan yang bagus. Tetap saja, ada kelemahan pada serangan-serangan yang mengabaikan pertahanan.


Aku gak betul-betul tau senjata macam apa yang dia gunakan, tapi kayaknya itu mirip dengan senjata legendaris milik pahlawan—dan senjata-senjata legendaris memiliki skill-skill serangan.


Kalau serangan yang tadi adalah salah satu dari serangan tersebut, maka serangan itu pasti punya waktu cooldown atau menggunakan SP miliknya.


Tapi aku baru saja menyerang dia dengan Soul Eat, jadi harusnya dia gak punya banyak SP yang tersisa. Aku mengasumsikan dia gak akan bisa menggunakan serangan barunya berulang kali.


"Kau mungkin memutuskan untuk gak memblokir seranganku yang selanjutnya."


"Ya, gak ada peraturan yang mengatakan aku gak boleh menghindar."


Jadi Pahlawan Perisai bukan berarti bahwa aku harus menggunakan perisaiku sepanjang waktu.


Kalau dia cuma menyerangku, lebih bijak untuk memprioritaskan menghindari serangan-serangannya.


"Tapi aku mungkin gak perlu begitu. Kurasa serangan yang mengabaikan pertahanan milikmu itu punya sebuah kelemahan yang besar."


Aku setengah menggertak untuk melihat gimana reaksi dia.


Aku gak tau apakah dia akan menjawabku dengan jujur, tapi aku mencoba menganalisa serangan tersebut.


"Serangan itu gak efektif terhadap skill pertahananku yang gak langsung, seperti Air Strike Shield dan Second Shield."


Itu mungkin akan menembus skill tersebut.


Tapi gak masalah, selama aku gak kena secara langsung. Jadi aku masih punya cara untuk memblokir serangan itu.


Kalau dia bisa menggunakan skill itu dengan cepat, dari waktu ke waktu, maka aku harus bertahan dengan perisai yang memiliki tingkat pertahanan yang lebih rendah.


Chimera Viper Shield punya serangan balik yang akan meracuni musuh—itu mungkin akan berhasil.


"Tepat. Itu cuma bekerja kalau aku mengenaimu secara langsung."


"Kau gak perlu memberitahuku sisanya."


Dia gak perlu membeberkan rencananya. Itu sama saja bunuh diri.


Aku gak butuh dia melakukan sesuatu seperti itu. Aku cuma perlu berinisiatif dan melihat apa yang terjadi.


Selain itu, aku masih harus mengawasi Raphtalia dan Filo. Filo terus menyerang L'Arc, tapi L'Arc sangat lincah, menghindari semua serangan Filo dengan cukup mudah. Kalau L'Arc menggunakan serangan jarak jauh, maka aku harus menghadangnya dan melindungi mereka berdua.


"Ayo lakukan lagi!"


L'Arc mengayunkan sabitnya. Bilahnya bersinar.


Itu artinya dia menggunakan serangan yang mengabaikan pertahanan!


Aku bersiap dan menghindarinya.


"Astaga!"


"Sekarang!"


Filo menunduk rendah dan mengayunkan cakarnya yang bersinar dibelakang L'Arc.


"Hya!"


"Argh! Sial. Serangan yang bagus. Gak kusangka kau menghindari seranganku."


"Sudah pasti kan? Kenapa juga aku harus memblokir semua serangan? Cuma ada satu tugas asli bagi seorang pengguna perisai, kau tau apa yang aku bicarakan?"


Aku cuma harus melakukan satu hal—melindungi. Kalau perisainya sumber masalahnya, maka aku cuma perlu menghindari serangan.


Aku bukanlah dinding party yang gak berotak. Kau gak butuh seseorang untuk melakukan sebuah tugas seperti itu.


"Ini semakin dan semakin bagus! Naofumi, aku merasa seperti semakin lama aku melawanmu, semakin kuat aku jadinya."


"Ha! Leveling di tengah pertarungan? Jangan bercanda. Kau bukanlah pahlawan."


Mungkin menganggap aku menemukan cara lolos dari serangan terbaiknya, L'Arc mengubah equipmentnya dan mulai menggunakan skill lain.


"Bentuk pertama, Wind Blade! Bentuk kedua, Sky Blade!"


Dua tornado muncul, keduanya berbentuk pusaran angin ganas yang meruncing kebawah.


Angin itu sangat kuat hingga aku merasa angin itu mungkin akan menghempaskan aku, tapi aku bisa bertahan.


Apa dia pikir dia akan mengalahkan aku dengan serangan normal kayak gitu?


Aku berganti memakai Chimera Viper Shield dan memblokir serangan itu.


"Huh? Kau mengganti perisaimu?"


"Ya, yang sekarang punya serangan balik!"


Chimera Viper Shield versi Awakened punya efek serangan balik bernama Snake Fang (besar).


Ukiran ular pada perisai menjadi hidup dan menggigit L'Arc.


"Huh! Ini... racun!"


L'Arc melompat mundur karena serangan tersebut dan mencengkeram kepalanya, terhuyung-huyung karena efek racunnya.


Saat dia terhuyung-huyung, Filo mendaratkan beberapa serangan telak, meskipun serangan itu gak cukup kuat untuk mengalahkan dia.


"Master! Aku akan menggunakan sebuah serangan yang kuat, jadi lebih baik kau jaga jarak!"


"Dimengerti!"


"Sial. Itu licik."


Sebuah botol obat keluar dari sabit miliknya. Dia mengambilnya dan meminumnya. Kemungkinan itu adalah penawar racun.


Tapi ada sesuatu yang lain. Ada botol lain! Soul-Healing Water! Dia mengetahui rencanaku.


Tapi itu cukup untuk memastikan satu hal: L'Arc punya SP.


Berpergian bersama Raphtalia, aku menyadari bahwa orang normal gak tau apa itu SP.


Bagi kebanyakan orang, Soul-Healing Water gak lebih dari membantu mereka berkonsentrasi—tapi bagi para pahlawan, itu adalah sesuatu yang lain.


Itu artinya L'Arc adalah seorang pahlawan atau sesuatu yang setara.


"Master!"


Filo telah selesai mempersiapkan serangannya. Yang harus kulakukan adalah memberi dia peluang.


"Raphtalia!"


"Baik!"


Dia segera mengetahui apa yang kumaksudkan. Dia mulai merapal mantra. Aku ingin dia untuk membuat Therese gak bisa mengganggu pertarungan kami, tapi saat untuk mengkhawatirkan sesuatu seperti itu sudah lewat.


Therese menyadari bahwa Raphtalia telah berhenti menyerang, dan dia menggunakan kesempatan itu untuk segera mengeluarkan sihir support.


Tapi Raphtalia bisa mengayunkan pedangnya meski dia sedang merapal mantra.


"Ah! Kau sangat hebat!"


"Aku nggak punya pilihan lain, aku harus menyerang dan merapal mantraku disaat yang bersamaan ketika melawan seseorang sepertimu!"


"Aku adalah sumber dari segala kekuatan. Dengarkan kata-kataku dan patuhilah. Sembunyi! First Hiding!"


"Hiding Shield!"


Skill kombo kami bisa menghasilkan sebuah perisai tak terlihat. Aku memasangnya dimana aku membutuhkannya.


"Change Shield! Second Shield!"


"Lihat ini!"


L'Arc yang gak bisa melihat dimana perisai itu berada, mengayunkan sabitnya .


Dia menyerbu kearah kami!


"Apa?!"


Pelindung lututnya menabrak perisai tak terlihat itu.


Dan aku telah mengubahnya menjadi Two-Headed Black Dog Shield—yang memiliki efek khusus Dog Bite!


Perisai itu berubah bentuk menjadi seekor anjing dan menggigit L'Arc kuat-kuat. Dia gak bisa bergerak.


"Spiral Strike!"


Filo menggunakan teknik yang dia gunakan untuk mengalahkan Inter-Dimensioal Whale. Dia melesat kearah L'Arc yang gak bisa bergerak.


"Sial! Kayaknya ini buruk!"


L'Arc memindahkan sabitnya ke tangannya yang bebas dan mulai memutarnya. Dia bisa menghentikan serangan Filo.


Dia pasti memggunakan skill defensif, karena serangan Filo kayaknya gak menimbulkan damage.


"......"


Tapi Filo terus berputar-putar, melakukan serangan demi serangan. Perlahan-lahan, dia bisa menembus pertahanan L'Arc.


"Itu gak cukup!"


Efek Dog Bite habis. Perisainya lenyap, dan L'Arc melompat menjauh dari jangkauan serangan Filo.


Tapi aku gak akan membiarkan dia lolos semudah itu.


"Shield Prison!"


Skill perisai terkuat ketiga yang kumiliki, setelah Air Strike Shield, adalah Shield Prison.


Kau bisa menggunakannya untuk menahan musuh di tempat atau untuk melindungi dirimu sendiri. Itu cocok untuk menahan seseorang yang terus menerus menghindar.


"Ugh! Sialan kau Naofumi!"


Dengan aktifnya Shield Prison, dia gak bisa menghindari serangan Filo lagi. Serangannya mendarat.


"ARGH!"


Apa? Dia memblokir serangan Filo dengan tangan kosong!?


Meski L'Arc gak cukup kuat untuk memblokir sepenuhnya, serangannya terhenti. Dia mengalami pendarahan, tapi gak tumbang.


"Sial. Lumayan juga."


Tangannya terluka. Dia menekan lukanya dengan tangan satunya dan mengacungkan sabitnya.


"Kurasa itu gak cukup!" Kata Filo.


"Filo-chan. Itu adalah serangan yang menakjubkan. Aku gak pernah menyangka kau bisa sampai sejauh ini."


"L'Arc!"


Therese berteriak memanggil dia. Raphtalia terus menekan dia tanpa henti hingga dia gak bisa mengeluarkan sihir support pada L'Arc. Raphtalia sangat mengesankan. Therese terus menembakkan sihir pada Raphtalia, tapi setiap kali Raphtalia gak bisa menghindari sihirnya, dia akan menepis sihir tersebut menggunakan bilah pedangnya.


Dan Therese pasti sangat kuat juga—dia mampu bertahan terhadap serangan-serangan Raphtalia, dan dia cuma mengandalkan sihir miliknya.


Kalau aku harus melawan mereka berdua bersamaan, kurasa aku gak bisa menang.


"Kau tau, aku betul-betul berpikir aku bisa menang. Tapi kayaknya aku gak punya apa yang dibutuhkan untuk mengalahkanmu, Naofumi."


Dia masih bersikap seperti lebih tangguh dari aku.


Aku takjub dia bisa mengesampingkan pertarungan sesaat untuk berbicara.


Aku menatap ke laut dimana Motoyasu yang gak sadarkan diri mengambang. Ren dan Itsuki gak bisa bertarung. Orang-orang geblek. Apa yang akan mereka lakukan kalau mereka di posisiku?


Gak kayak gini game'ku! Kau seharusnya kalah dalam pertarungan ini! Aku yakin mereka akan mengatakan sesuatu yang bodoh kayak gitu.


Kalau L'Arc atau Therese bisa menggunakan sebuah sihir penyembuh atau obat, maka kami harus mengulanginya dari awal lagi.


Terus gimana?


Aku sedang berpikir gimana caranya mengakhiri pertarungan ini, lalu cipratan air yang kuat meledak didepan kami, dan sebuah bayangan muncul.


"Butuh waktu berapa lama lagi kalian?"


"Kau?!"


Seorang pengunjung tak terduga mendarat diantara kami. Aku gak bisa mempercayai mataku.


Itu masuk akal. Aku sendiri sudah mulai bertanya-tanya. Aku merasa pasti ada suatu hubungan.


Orang yang berada didepanku sangatlah kuat. Aku gak punya kesempatan saat kami bertarung sebelumnya.


Dia punya wajah yang cantik, rambut hitam panjang, dan kulit pucat. Dia memakai sebuah kimono, memegang kipas yang terlipat, dan cara bertarungnya seperti tarian, seperti seni. Dia menghilang kedalam retakan saat gelombang yang sebelumnya.


Dia tampak sama persis seperti yang kulihat terakhir kali. Dia memancarkan hawa kekuatan yang mengintimidasi ke seluruh area. Dia menatap kearahku.


Itu adalah Glass.


Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (13).jpg


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter 13 - Soul-Healing Water[edit]

"Oh, bukankah itu Glass? Mau apa kau datang kesini?"


"Sudah jelas aku sudah mengalahkan musuh dan datang mencarimu."


L'Arc bicara pada Glass seolah mereka saling mengenal satu sama lain.


Mungkinkah? Aku sudah mempertimbangkan kemungkinannya sebelumnya, tapi apa mereka betul-betul punya hubungan? Dari yang terlihat, mereka kayaknya rekan.


Sial! Aku dan Filo sudah hampir menang! Dengan adanya Glass, lenyap sudah semua kemungkinan menang.


"Naofumi, kan? Kita sudah bertemu sebelumnya."


Dia menyapaku dengan tenang dan berbicara dengan sopan.


"Aku gak berharap bertemu denganmu lagi."


"Aku terkesan kau bisa sampai sejauh ini melawan L'Arc. Dan dari penampilan perisaimu, kau masih belum serius."


"Apa?! Dia gak serius?"


L'Arc terkejut.


"Tepat. Saat dia bertarung serius, dia menggunakan perisai yang sangat berbeda dengan perisai yang dia pakai sekarang."


"Oh, kalo gitu kurasa aku betul-betul gak punya kesempatan menang."


Bukannya aku gak bertarung serius. Tapi karena Shield of Wrath tumbalnya terlalu besar terhadapku.


"Heh. Orang ini menggunakan serangan yang mengabaikan pertahanan—aku gak bisa menggunakan perisai terbaikku karena hal itu."


"Jadi begitu."


Glass membuka kipasnya dan mengacungkannya padaku.


"Kalau begini kurasa aku akan ikut bertarung."


"Aku betul-betul lebih senang gak melawanmu, tapi kurasa aku gak punya pilihan."


Aku melangkah ke depan dan menyiapkan perisaiku.


"Kalau boss gelombang juga dihitung, maka ini adalah ronde ketiga."


Sejujurnya aku jengkel. Aku gak mau terus bertarung tanpa henti.


Tapi para pahlawan lain gak ada yang berguna, dan sang ratu gak bisa membantu. Gimana caranya aku melawan mereka bertiga ini tanpa adanya dukungan?


"Ha!"


Dia membuka kipasnya dan mengayunkannya padaku. Serangannya mengalir layaknya air.


Berdasarkan apa yang kulihat pada saat kami bertarung sebelumnya, aku gak perlu terlalu kuatir kecuali aku menggunakan Shield of Wrath.


Aku mengangkat perisaiku dan memblokir serangannya. Soul Eat diaktifkan dan menguras SP Glass...


"Apa? Perisai itu!"


Mengetahui perisai yang sedang aku pakai, Glass melompat jauh ke belakang.


Apa yang terjadi? Glass bersikap seolah itu adalah pertama kalinya dia terluka.


Dan serangannya terasa jauh lebih lemah daripada yang sebelumnya. Apa yang terjadi?


Aku memakai Soul Eater Shield. Perisai ini memiliki efek serangan balik bernama Soul Eat yang mencuri SP musuh.


Kalau musuh gak punya SP, maka yang dicuri adalah kekuatan sihir mereka.


"L'Arc, kau paham, kan?"


"Ya."


L'Arc melangkah maju dan Glass membuka kipasnya lebar-lebar.


“Circle Dance Break! Tortoise Shell Shatter!”


Aku merasa seperti dia bergerak lebih lambat dari yang sebelumnya juga.


Aku menggunakan Air Strike Shield untuk memblokir serangannya.


"Naofumi, aku datang!"


L'Arc memutari skillku dan bergerak mendekat untuk menggunakan serangan yang mengabaikan pertahanan miliknya.


"Gak semudah itu!"


Sebelum dia mengenai aku, Filo menutup jarak dan meraih gagang sabit miliknya, menggagalkan serangan itu.


Itu cerdas. Kalau dia memegang gagangnya maka dia bisa merusak kendali L'Arc terhadap bilahnya.


"Nona Glass! Tak ada pilihan lain!"


Therese mengeluarkan sebuah permata dan melemparkannya pada Raphtalia.


"Semua kekuatan yang terkandung dalam permata, dengarkan permohonanku dan tunjukkan dirimu. Namaku Therese Alexanderite. Aku adalah temanmu. Pinjamkan cahaya terakhirmu padaku! Serahkan dirimu demi masa depan kita! Shining Stone, Shrinking Explosion!"


"?!"


Raphtalia berlari menjauh dari Therese.


Itu adalah tindakan yang tepat. Sesaat setelahnya, terjadi ledakan yang memekakan telinga dan hembusan angin yang kuat.


Apa permata itu meledak?


Sihir miliknya sangat aneh. Dari apa yang kulihat sampai sekarang, sihir milik Therese bekerja dengan menggunakan permata.


Kalau dia meledakkan permata, apa itu artinya kami menang?


"Tuan Naofumi!"


Therese menggunakan moment ledakan untuk berkumpul dengan L'Arc dan Glass.


Raphtalia melakukan hal yang sama, berlari kearah aku dan Filo.


Dengan bersamanya kami lagi, cuma ada satu hal yang harus dilakukan.


"Shooting Star Shield!"


Sebuah medan kekuatan muncul disekitar kami.


"L'Arc, cepat tunjukan luka-lukamu."


"Maaf, Therese..."


Therese menggunakan sihir untuk menyembuhkan tangan L'Arc yang terluka.


"Kau jauh lebih kuat daripada terakhir kali kita ketemu. Kau benar-benar seorang pahlawan."


"Aku tau."


"Ini sulit untuk menyebutnya sebuah pertarungan yang adil. Tapi aku tak akan menahan diri sekarang."


Glass membuka kipasnya dan bersiap menggunakan skill. Itu adalah skill yang mengalahkan ketiga pahlawan lain dalam satu serangan saat kami bertemu sebelumnya. Aku ingat itu.


Disaat yang sama, Therese bersiap menggunakan sihir.


Kayaknya ini buruk. Apa mereka mau menggunakan skill kombo?


"Semua kekuatan yang terkandung dalam permata, dengarkan permohonanku dan tunjukkan dirimu. Namaku Therese Alexanderite. Aku adalah temanmu. Kalahkan mereka dengan badai es! Shining Stone, Bizzard!"


"Bentuk kombinasi. Reverse Hail Snow Moon Flower!"


Layaknya bunga sakura yang teriup angin, angin itu membawa pedang-pedang es dan membentuk badai ganas.


"Shield Prison!"


Aku menggunakan Shield Prison didalam medan kekuatan Shooting Star Shield untuk melindungi kami.


Sesaat setelah Glass mengeluarkan serangannya medan kekuatannya hancur. Shield Prison berguncang diterpa angin dan es.


Aku bisa merasakan kekuatan serangan itu dari guncangan perisai disekitar kami. Anginnya reda tepat saat efek Shield Prison habis.


"Dia selamat dari skill kombo kita?"


"Kami sudah lebih kuat daripada saat kita bertemu sebelumnya. Jangan lupa itu."


"Nampaknya aku telah meremehkanmu."


Kurasa aku melihat ekspresi cemas melintas diwajahnya. Memang. Pertarungan ini terasa sangat berbeda daripada yang sebelumnya.


Kalau kami bisa bertahan dari serangan Glass, itu merupakan bukti bahwa kami telah jadi jauh lebih kuat daripada terakhir kali kami bertemu.


Tapi ada sesuatu yang bahkan lebih menarik daripada itu. Aku harus tau kenapa Glass tampak begitu terintimidasi oleh Soul Eater Shield.


Tampak seperti dia melompat ke belakang kayak ketakutan karena serangan baliknya.


Baiklah, sekarang giliran kami untuk menyerang.


"Raphtalia, Filo, ini akan sulit, tapi cobalah jauhi Therese dan L'Arc dan fokuskan serangan kalian pada Glass. Kalau kalian gak bisa sepenuhnya menghindari mereka, biarkan saja beberapa dari serangan mereka lewat. Jangan kuatir, aku akan melindungi kalian."


"Baik."


"Gimana denganmu?"


"Gak usah kuatir padaku."


"Oke!"


Kami setuju pada rencana itu dan mulai menyerang.


"Shooting Star Shield!"


Lihat, medan kekuatan ini juga mencegah siapapun yang bukan anggota party memasukinya. Jadi kami gak perlu mememojokkan dan menahan mereka, tapi dengan menjaga anggota partyku tetap aman didalam medan kekuatan ini, kami bisa dengan bebas fokus pada penyerangan.


Tapi kalau serangan musuh melampaui apa yang bisa ditahan medan kekuatan tersebut, maka medan kekuatan ini akan langsung hancur. Jadi kami harus terus waspada.

Raphtalia dan Filo menggunakan medan kekuatan ini sebagai perisai dan menarik serangan Glass dan L'Arc.


Glass menyerang secara terus-menerus, ketidaksabarannya semakin terlihat jelas.


Akhirnya, Ada suara keras saat medan kekuatan tersebut mencapai batasnya dan hancur.


"Sekarang! Circle Dance Form, Tortoise..."


"Hya!"


Filo mengambil ancang-ancang dan mencakar kipas Glass dengan ganas.


"Kau! Menjauhlah!"


Glass mengayunkan kipasnya berusaha menghempaskan Filo.


Sekarang!


"Air Strike Shield! Change Shield!"


Aku mengubah Air Strike Shield menjadi perisai yang telah kugunakan sejal awal—Soul Eater Shield.


Serangan Glass diarahkan pada Filo, tapi skill milikku lebih cepat. Serangannya menghantam perisai.


"Apa?! Tidak..."


Serangan balik Soul Eat diaktifkan, dan Glass segera menghindarinya.


Ternyata betul!


Hal itu telah memastikannya. Glass lemah terhadap serangan Soul Eat.


"Raphtalia!"


"Ada apa?"


"Apa kamu punya pedang sihir?"


"Punya."


"Kali ini itu adalah kartu as kita. Kerahkan semua kekuatanmu dan tikamkan pedang itu pada Glass!"


Kami gak punya cara lain untuk menggunakanya, jadi kami mungkin harus menggunakannya saat kami bisa.


"Dimengerti! Hyaaaaaa!"


"Gak semudah itu!"


L'Arc melesat mendekat untuk menghadang dia.


"Jangan lupa aku masih ada disini!"


Filo menyerbu dan menghentikan gerakan L'Arc. Sekarang gak ada yang menghalangi Raphtalia.


Aku mengikuti dia, mendukung dia dari belakang.


"Nona Glass!"


Therese menyilangkan tangannya dan merapal mantra.


"Semua kekuatan yang terkandung dalam permata, dengarkan permohonanku dan tunjukkan dirimu. Namaku Therese Alexanderite. Aku adalah temanmu. Hentikan mereka dengan dinding api! Shining Stones, Flame Wall!


Sebuah dinding api yang berkobar muncul melindungi mereka.


Aku mengangkat perisaiku dan terus berlari ke arah dinding itu.


Medan kekuatan mencapai batasnya. Udara dipenuhi dengan suara retakan—dinding itu pasti sangat kuat.


Tapi itu gak cukup.


"Aku...Aku tak bisa menghentikan mereka!"


"Lebih baik jangan meremehkan kami!"


L'Arc dan yang lainnya memang sangat kuat, itu luar biasa.


Sejujurnya, kurasa mereka mungkin lebih kuat daripada high priest, dan dia punya sebuah replika senjata legendaris.


Tapi mereka gak cukup kuat untuk menghentikan aku.


Serangan terbaik mereka adalah serangan yang mengabaikan pertahanan dan serangan yang setara dengan pertahanan. Setelah aku menemukan cara menanganinya, aku tau gimana mengalahkan mereka.


Tetap saja, kalau mereka punya kesempatan untuk menyerang kami dengan serangan jarak dekat, kami mungkin gak akan bisa memegang kendali pertarungan lagi.


Kami harus menyelesaikannya sebelum L'Arc punya kesempatan untuk mengganggu!


"Raphtalia!"


"Baik!"


Dia mempererat genggamannya pada pedang sihir miliknya dan menusukkannya pada Glass.


"Tak semudah itu!"


Glass membaca jalur pedangnya dan memblokir dengan kipas miliknya.


Ini pernah terjadi pada pertempuran yang sebelumnya, dan kipas itu mematahkan pedang milik Raphtalia.


"Kurasa tidak!"


Tapi pedang sihir gak punya bilah fisik yang bisa dihancurkan.


Raphtalia menghentikan kekuatan sihir miliknya tepat sebelum bilahnya mengenai kipas tersebut, dan bilahnya lenyap. Mempertimbangkan dari timingnya, Raphtalia berputar dan kemudian bilahnya muncul lagi—ditikamkan kearah perut Glass.


Tapi pedang itu tak bisa menikam dia. Apa kekuatan serangannya terlalu rendah?


"Apa?!"


Glass tak bisa berkata apa-apa.


Sesaat, bilah pedang sihir itu berkilauan.


"ARRRRGHHHHH!"


Raphtalia berteriak saat dia memfokuskan semua sihir miliknya pada bilah tersebut. Bilahnya berkilauan dan berderak lalu menikam Glass.


"TIDAAAAAAAAAAAAAAK!"


Glass memegang bilah yang berkilauan itu dan mencoba mencabutnya. Tapi Raphtalia semakin fokus, menekan pedangnya lebih dalam lagi sebelum melepaskan pegangannya dan melompat menjauh.


Bilah tersebut berkilauan lagi dan kemudian meledak menghasilkan cahaya yang membutakan mata.


"Whoa!"


Cahaya itu sangat terang hingga sulit untuk membuka mataku.


Aku berlari kearah Raphtalia dan menggunakan perisaiku untuk memblokir cahaya tersebut.


"Glass!"


L'Arc berteriak pada Glass dan mencoba membebaskan diri dari Filo.


Area ini dipenuhi dengan asap. Sekuat itulah ledakan sihir tadi.


Kami menyerang Glass pada titik lemahnya. Kuharap itu akan mengakhiri pertempuran.


Asapnya menghilang.


Huff....


"Ini...."


Huff...


"Gak ada yang perlu dikuatirkan...."


Glass masih berdiri. Dia memegang perutnya dan bernafas berat. Dia tampak seperti dia akan pingsan sewaktu-waktu.


Sial! Serangan itu masih belum cukup.


Tapi serangan itu telah memberi banyak damage. Kalau saja ada waktu untuk serangan lanjutan, sekaranglah saatnya.


"Nona Glass. Kita harus mundur untuk sekarang ini."


"Tidak.... Masih belum. Aku tak boleh mundur!"


"Glass! Sialan! Minggir!"


"Hei!"


L'Arc mengibaskan Filo dan berlari ke Glass.


"Filo, apa kau baik-baik saja?"


"Yup!"


Baiklah, kami masih bisa bertarung.


Kami telah menyudutkan Glass. Sekarang meski mereka menggunakan sihir pemulihan, dia tetaplah kelelahan.


Dan aku masih punya Shield of Wrath kalau aku membutuhkannya.


Sebagai upaya terakhir aku bisa memakainya di waktu yang tepat dan menggunakan Iron Maiden.


Setelah meningkatkannya, skill Air Strike Shield memiliki defense yang lebih tinggi dari yang sebelumnya.


Jadi mungkin bisa diasumsikan bahwa kekuatan serangan Iron Maiden juga sudah meningkat. Kalau aku bertahan dengan Soul Eater Shield, maka aku juga bisa mendapatkan kembali SPku yang hilang. Dan aku bisa meminum Soul-Healing Water dan menggunakan skill tersebut secara terus-menerus.


"Glass. Tetap diam."


Apa? Sesuatu yang kayak Soul-Healing Water menetes dari sabit milik L'Arc dan jatuh pada Glass.


Cuma begitu saja, tapi penampilan aneh segera muncul pada wajah Glass. Dia tampak lega.


"Pemulihan energi secara cepat?!"


Glass sama terkejutnya seperti aku. Apa yang terjadi?!


"Naofumi, kau memang luar biasa. Kau gak memberi kami ruang untuk bertindak, kan? Aku ingin bertahan kayak gini, tapi kau memaksaku menggunakan kartu as ku."


L'Arc terus menuangkan Soul-Healing Water pada Glass.


Rona wajah Glass segera kembali memerah sehat.


Aku gak bisa menjelaskannya, tapi dia tampak lebih kuat daripada yang sebelumnya.


"L'Arc, apa ini?"


"Kalau aku meminumnya, itu mengisi kembali kekuatan skillku. Tapi kalau buatmu, itu adalah alat peningkatan yang sangat kuat."


"Oh ya. Aku paham."


Glass kembali berdiri. Dia menyimpitkan matanya kearahku.


Aku punya firasat buruk soal ini.


"Aku maju."


Glass berkata begitu, dan kemudian dia berada tepat didepanku—bahkan sebelum aku sempat berkedip!


Apa dia melakukan teleport? Tidak, dia cuma bergerak sangat cepat hingga aku gak bisa mengikuti pergerakannya.


Untungnya perisaiku sudah dalam posisi berada diantara kami.


“Hyaaa!”


Serangan terkuat dihantamkan pada perisaiku. Aku merasakan getarannya di tanganku.


"Sial!"


Serangan itu sangat kuat hingga tanganku kayak mati rasa.


Apa yang terjadi? Aku bisa menahan serangan terkuatnya beberapa saat yang lalu!


Yang L'Arc lakukan cuma menuangkan Soul-Healing Water pada dia—kenapa dia tiba-tiba jadi sekuat itu?


Gak mungkin Glass seorang manusia. Dia pastinya mahluk lain. Serangan balik Soul Eater Shield juga sangat efektif terhadap dia.


Itu artinya dia menjadi semakin kuat saat SP miliknya ditingkatkan atau semacamnya.


"Tuan Naofumi!"


"Master?!"


Menganggap bahwa Glass hampir menembus defense'ku, Raphtalia dan Filo berlari mendekat.


"Tunggu! Tetap di belakang! Jangan menurunkan kewaspadaan!"


Glass sangatlah kuat. Aku memblokir serangannya dengan perisai terbaikku, namun dia hampir menembus pertahananku. Kalau dia mendaratkan serangan langsung pada Raphtalia atau Filo, kemungkinan mereka akan mati. Kurasa mereka juga gak cukup cepat untuk menghindari serangan Glass.


Tapi Filo gak mau nurut. Dia sudah melewati aku, menggunakan serangan tercepat miliknya.


"Haikuiku!"


Filo menyerbu kearah Glass, dan cakarnya diayunkan secara terus-menerus.


"Ugh...."


Glass mencoba untuk menepis serangan-serangan Filo, tapi Filo telah berkembang sangat kuat. Tak mampu menepis serangan-serangan itu, Glass terpaksa melompat mundur.


“Circle Dance, Tortoise Shell Break!”


Kipas milik Glass mulai bersinar. Dia mengarahkan serangan yang mengabaikan pertahanan pada bahuku.


"Argh!"


Rasa sakit menjalar melalui bahuku. aku menahannya, berusaha mendapatkan kembali ketenanganku.


"Aku datang, Naofumi! Rasakan ini!"


L'Arc mengayunkan sabitnya. Itu adalah serangan yang melampaui pertahanan.


“Shooting Star Shield!”


Medan kekuatan muncul tepat waktu untuk menghentikan sabit miliknya.


Lalu medan kekuatan tersebut hancur— namun serangannya tak mampu melewatinya.


"Sialan. Kau gak mau menyerah begitu saja, kan? Aku sudah menggunakan kartu as ku, tapi kau masih saja berdiri!"


"Kami masih belum kalah!"


Tapi kami kehabisan pilihan.


"L'Arc, tahan. Aku akan mengakhiri ini menggunakan seluruh kekuatanku."


"Oke!"


L'Arc dan Therese menjauh sejauh yang mereka bisa dari Glass.


Apa yang dia rencanakan?!


"Tarian Kehampaan."


Kipas miliknya menjadi sangat besar, lalu kipas lain terwujud disebelahnya.


Dia menutup kipas tersebut, dan kipas-kipas itu melepaskan pedang-pedang energi.


Lalu dia mengangkat kipas yang terlipat itu keatas kepalanya.


Terbentuk garis melingkar seolah kipas itu mengambang di udara, bersinar layaknya bulan. Itu sangat indah, namun aku gak boleh terkesima. Aku mengangkat perisaiku dan mempersiapkan diri.


Dia mengayunkan kipasnya dengan kuat.


"Moon Break!"


"Ah!"


Aku segera mengubah perisaiku menjadi Shield of Wrath dan mengangkatnya keatas kepalaku.


Jarak diantara aku dan Glass cukup jauh, tapi pedang yang tak terhitung jumlahnya menghujani aku dari atas.


Aku gak bisa menghindarinya. Serangan itu sangat cepat!


Aku melakukan apa yang aku bisa untuk memblokirnya dengan perisaiku, tapi aku gak bisa menahannya lebih lama lagi. Raphtalia dan Filo berada dalam bahaya!


"Raphtalia! Filo! Menjauh dari sini!"


"B...Baik!"


"Oke!"


Mereka berlari ke kanan dan kiri, menjauh dariku.


Perisaiku menerima hujaman tanpa henti dari pedang energi. Aku merasa seperti perisainya akan hancur setiap saat.


"Ugggggghhhh...."


Serangannya selesai. Perisainya bertahan.


Tapi aku segera menyadari bahuku terkena serangan.


Meskipun perisainya bisa bertahan dari serangan itu. Serangannya berakhir. Pedang-pedang itu tak lagi memghujani aku.


Aku mengamati kerusakannya. Lautnya terbelah jadi dua.


Dia itu sekuat apa sih? Aku sendiri terkejut aku bisa selamat.


Huff… huff…


Huff… huff…


Aku dan Glass sama-sama kelelahan.


Shiled of Wrath mulai bersinar.


"Giliranku sekarang!"


Sial. Sakit. Sakit sekali!


Kutukan api hitam diaktifkan, membakar semuanya.


Api hitam keluar dari tanah dan berputar-putar disekitarku.


"L'Arc! Therese! Menjauh!"


"Baik!"


Gak akan kubiarkan mereka kabur! Aku segera memperluas apinya, membakar seluruh area.


Glass membuka kipasnya untuk bertahan.


"Arrrrggghhhh!"


Apinya akhirnya padam, tapi Glass masih berdiri, kelelahan karena semua upaya yang dilakukan.


Seranganku sangatlah kuat. Gimana bisa dia selamat?!


Apa aku harus menggunakan Iron Maiden?


Masalahnya adalah apakah aku bisa menggunakan Change Shield (Serangan) tanpa istirahat.


Sebetulnya, dia mungkin bisa menghancurkan Iron Maiden. Serangan Glass sangat kuat hingga hampir menghancurkan Shield of Wrath. Aku gak yakin dia gak bisa menghancurkan Iron Maiden.


Glass mulai menggunakan serangan kuat pembelah laut itu lagi.


"Glass! Itu terlalu berbahaya! Hentikan!"


"Kalau kita tidak mengalahkan dia sekarang, dia akan semakin kuat! Meski aku tak bisa selamat, kita harus mengalahkan dia. Kalau tidak... Apa kau paham apa yang aku katakan?"


"Aku juga merasakan hal yang sama."


Aku mengulurkan tanganku dan bersiap menggunakan Shield Prison.


"Tuan Naofumi!"


"Master!"


"Jangan mendekat!"


Kalau mereka terkena serangan ini, mereka sudah pasti akan mati. Glass terlalu kuat.


Setelah baku serang ini, siapa diantara kami yang tetap berdiri?


"Yang mulia ratu... fueeee..."


"Apa?!"


Tiba-tiba, entah gimana caranya, sang ratu berdiri di belakang Glass. apa beliau memanfaatkan kekacauan dari kutukan api untuk menyelinap mendekat? Ada seseorang memakai kigurimi tupai berpegangan pada sebuah tong yang mengapung di laut.


tangan sang ratu direntangkan, dan beliau menggunakan sihir untuk menerbangkan tong itu kearahku.


"Tuan Iwatani! Terima ini!"


Sebuah tong? Kenapa? Tong tesebut terbang dan mendarat diantara aku dan Glass.


Sesaat aku berpikir beliau cuma mencoba membuat pengalihan. Namun kemudian aku mengetahui tong itu.


"Itu... Shooting Star Shield!"


"Apa itu?!"


Medan kekuatan muncul, aku melompat ke belakang ke tempat Raphtalia dan Filo berada.


Glass masih mempersiapkan serangannya lalu tong rucolu tersebut meledak dahsyat.


Kami bertarung diatas Inter-Dimensional Whale, dan disitulah tong tersebut meledak.


Seluruh area segera dipenuhi dengan aroma rucolu dan kabut merah yang tebal.


"Ini... Ini adalah...."


Glass gak bisa melihat di dalam kabut merah tebal itu. Dia menutupi wajahnya dengan tangannya dan terhuyung-huyung ke kanan kiri.


"Raphtalia, Filo, apa kalian paham?"


"Ya!"


Ini berbahaya, tapi inilah satu-satunya kesempatan kami.


"Ini...."


"Hya!"


"Yah!"


Kami bergerak didalam kabut, dan bermanuver ke belakang Glass. Raphtalia dan Filo berada di bagian depan tepat di perbatasan medan kekuatan dan menyerang Glass dari belakang.


"Argh!"


Setelah menyerang, kami mundur untuk bersembunyi didalam kabut.


Setiap kali Filo menjulurkan wajahnya keluar medan kekuatan, dia mengendus udara dan menampilkan wajah gak nyaman.


"Bau sekali! Kalau mereka berada diluar sana, mereka gak akan menyukainya!"


"Sialan...."


"Ugh... Keluar kalian!"


Aku bisa mendengar L'Arc berteriak. Mereka gak bisa menyerang kami karena gak bisa menemukan kami di dalam kabut.


Ada suara cipratan air. L'Arc dan yang lainnya menyelam ke air. Mereka berenang. Mereka naik ke atas lambung kapal yang terbalik. Kalau mereka menggunakan Soul-Healing Water lagi pada Glass untuk penyembuhan dan peningkatan kekuatan, pertempurannya gak akan menguntungkan kami lagi.


"Aku gak menduga serangan seperti itu. kelihatannya ini buruk."


"L'Arc! Kita selesaikan sekarang!"


Aku masih punya Iron Maiden.


Dan aku masih punya Blood Sacrifice, tapi aku gak bisa menggunakannya disini. Kalau aku menyerang L'Arc dengan Iron Maiden, kurasa itu akan mengakhiri pertempuran.


"Masih belum selesai."


Therese berdiri disamping L'Arc.


Mungkinkah aku bisa menggunakan Iron Maiden pada mereka berdua secara bersamaan...?


"Masih belum!"


Sebuah tornado muncul dan kabutnya menghilang. Glass berdiri disana, terengah-engah. Dia memegang kepalanya dan terhuyung-huyung.


Sialan, mereka sangat tangguh! Ayolah. Apa yang bisa mengakhiri ini?


Kami mencoba strategi demi strategi, dan gak ada yang mampu menghabisi mereka.


Aku gak punya pilihan lagi. Aku harus menggunakan trik terakhirku.


"Glass, aku yakin kau paham. Aku harus mengakhiri ini!"


Aku sedang berpikir apakah harus menggunakannya pada Glass atau L'Arc. Mereka berdua sangat kuat. Tapi serangan L'Arc lebih rumit, jadi aku memutuskan untuk fokus pada dia terlebih dahulu.


"Shield Prison!"


"Oh!"


L'Arc terjebak didalam Shield Prison.


"Hentikan!"


Glass segera mulai menyerang kurungan tersebut dengan serangan jarak jauh sedangkan L'Arc menyerangnya dari dalam.


Kurungan itu tidaklah cukup kuat untuk bertahan dari kedua serangan tersebut, dan hancur.


Sial. Butuh waktu yang sangat lama untuk menggunakan serangan Iron Maiden.


Pertama, aku harus menjebak mereka didalam Shield Prison, menggunakan Change Shield (serangan), dan kemudian baru aku bisa menggunakan Iron Maiden. Tapi kalau itu butuh waktu terlalu lama hingga mereka bisa menghancurkan Shield Prison, aku gak bisa menggunakan Iron Maiden.


"Nyaris saja!"


Aku gak punya pilihan lain. Aku harus terus menggunakannya kutukan api. Tapi untuk menggunakannya, aku harus bertahan dari serangan mereka. Yang terburuk, aku harus menggunakan Blood Sacrifice dan membunuh mereka berdua secara bersamaan.


Tiba-tiba aku mendengar suara "beep".


00:59


Angka tersebut muncul di bidang pandangku.


Aku ingat sesuatu seperti ini terjadi saat kami melawan Glass sebelumnya. Dia segera mundur setelah hitungan waktu tersebut muncul.


Akankah dia kabur lagi? Gak akan kubiarkan.


Kami sudah hampir menang. Waktunya mengakhiri semua ini!


"Sepertinya tak ada pilihan lain, kan L'Arc?"


Dalam sekejap, Glass berada tepat didepanku.


"Jangan.... Nona Glass!"


Dia membuka kipasnya.


Saat Therese melihat dia, dia menutupi mulutnya dengan kedua tangannya. Dia terlihat ketakutan. Apa yang terjadi? Setelah semua serangan itu, apa ini artinya mereka masih punya kartu as?


"Glass!"


L'Arc murka. Dia berlari ke belakang Glass dan menahan Glass menggunakan tangannya.


"Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!"


"Jangan lakukan itu. Kau bahkan gak tau apa yang akan terjadi!"


"Berpikirlah L'Arc. Pikir tentang seberapa kuatnya dia. Kita harus siap mengerahkan segalanya kalau kita mau mengalahkan dia."


"Tapi Glass..."


L'Arc berbisik pada telinga Glass. Glass tiba-tiba tampak sangat terkejut.


L'Arc dan Therese mengangguk.


"Baiklah. Kalau begitu kita akan mundur hari ini."


Dia mengangguk. Apa yang sudah dikatakan L'Arc?


Aku gak peduli apa strategi mereka. Aku gak boleh membiarkan mereka kabur kali ini.


"Kalian pikir aku akan membiarkan kalian?"


"Cobalah hentikan kami. Naofumi, lain kali kami yang akan jadi pemenangnya."


Glass segera menggunakan sebuah serangan jarak jauh, memenuhi area dengan angin kencang.


Apa? Para prajurit yang ada di kapal tertiup angin tersebut.


"Kayaknya kalian menang kali ini. Naofumi. Aku gak suka nama itu. Apa bocah gak masalah buatmu?"


"Kenapa?!"


L'Arc sama sekali gak kelihatan kuatir. Dia melambaikan tangan pada kami saat mereka melompat masuk ke retakan.


"Aku undur diri. Selamat tinggal."


Therese mengeluarkan sebuah sihir, menyelamatkan para prajurit dari angin tersebut. Lalu dia melemparkan sebuah permata dan permata itu meledak, menghasilkan ruang bagi dia untuk kabur.


"Tunggu!"


Kami mengejar mereka, tapi mereka sangat cepat. Kami gak bisa mencapai mereka sebelum mereka sampai di retakan.


Sesaat aku ragu. Aku bertanya-tanya apakah kami harus mengikuti mereka. Tapi sudah terlambat. Retakannya tertutup.


"Sialan! Padahal sedikit lagi!"


Mereka berhasil kabur.


Kami sudah jadi sangat kuat hingga aku betul-betul menganggap kami akan mengalahkan Glass kali ini. Tapi kami gak berhasil mendaratkan serangan penghabisan.


Lain kali kami ketemu, kami akan bertarung lagi.


Mereka memiliki sangat banyak trik.


Aku terengah-engah—kelelahan. Yang bisa kulakukan hanyalah mengamati kehancuran yang disebabkan oleh gelombang.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Epilog - Masalah Yang Kami Hadapi[edit]

"Jadi, sepertinya para pahlawan lain sekali lagi membuktikan diri mereka sendiri tak berguna dalam pertempuran."


Setelah gelombang berakhir, kami kembali ke Cal Mira.


Para pahlawan lain sadar saat kami sampai di pulau, dan mereka dibawa ke rumah sakit untuk pemulihan.


Sejujurnya, gimana bisa mereka selemah itu hingga L'Arc dan Glass gak mau repot-repot mengurus mereka?


Betul-betul sekumpulan bajingan gak guna!


Apa mereka menganggap semua ini hanya serangkaian event dimana para player dipaksa kalah?


"Tak disangka ada kekuatan seperti itu di dunia. Kita harus mencari cara untuk mengalahkan mereka."


Sang ratu sedang memikirkan tentang kejadian saat itu dan bergumam sendiri.


"Terimakasih atas bantuan anda diakhir pertempuran. Jika anda tidak bertindak, tak ada yang tau apa yang akan terjadi."


"Sudah sewajarnya. Meski aku penasaran pada sesuatu, tuan Iwatani. Setelah Raphtalia dan Filo berada diluar jangkauan kabut rucolu, kenapa kau tidak masuk kedalam kabut?"


"Huh?"


"Aku mendengar bahwa kau tidak mabuk karena rucolu."


"Itu benar."


"Yah buah dan alkohol yang mereka produksi memiliki efek jangka pendek selain memabukan. Itu meningkatkan kekuatan sihir dan konsentrasi penggunanya. Itu mungkin akan membantumu."


"Apa?"


Apa itu artinya bahwa kalau aku bertarung didalam kabut rucolu, aku bisa mengisi sihir dan SP ku secara terus-menerus?


Glass bisa menghancurkan Shield Prison, tapi kalau aku punya SP tak terbatas, aku bisa menggunakan Iron Maiden lagi dan lagi?


Sial! Kalau aku tau itu, kami mungkin sudah menang!


"Seharusnya anda memberitahuku lebih awal."


"Sayangnya hal itu baru terpikirkan olehku."


Diposisi beliau, saat itu pasti merupakan situasi yang sangat tegang.


Dan satu-satunya caraku menyerang membutuhkan proses yang panjang. Mereka mungkin bisa menghancurkan Shield Prison sebelum aku mendapatkan kesempatan untuk menggunakannya.


Satu-satunya pilihanku adalah terus mencoba menggunakan serangan balik untuk melemahkan mereka secara perlahan.


Glass sangatlah kuat setelah mendapatkan Soul-Healing Water hingga Raphtalia ataupun Filo gak ada yang mampu mendaratkan serangan telak. Mereka tidaklah lemah. Mereka berdua bertarung sangat baik sekali sebelum Glass mendapatkan peningkatan kekuatan.


Apa yang harus kami lakukan untuk mengalahkan mereka?


Dan apa yang mereka inginkan? Dari percakapan mereka aku bisa menarik kesimpulan bahwa tujuan mereka adalah untuk membunuh para pahlawan. Tapi L'Arc gak menginginkan korban yang tak perlu. Dia cuma fokus padaku sepanjang waktu.


Apa mereka betul-betul orang jahat?


Mereka memang musuh—tapi kenapa mereka ingin membunuh para pahlawan?


Yang lebih penting lagi, siapa yang kami lawan?


Tentunya kami melawan gelombang kehancuran. Harusnya begitu.


Gelombang yang memunculkan para monster. Kami harus melindungi penduduk dan mengalahkan para monster. Sejauh itulah yang aku tau.


Namun kemudian seseorang—Glass—muncul.


Awalnya kupikir dia juga monster, monster yang lebih cerdas dan lebih mengerikan. Tapi teori itu tak lagi masuk akal sekarang.


Dan sekutunya, L'Arc dan Therese, sudah ada disini jauh sebelum gelombang datang.


Mereka pasti datang dari sisi lain.


Aku sama sekali gak kepikiran soal itu sampai sekarang, tapi apa yang terjadi di sisi lain dari retakan itu?


Apa sebenarnya gelombang kehancuran itu?


Didunia ini, mereka cuma menyebutnya sebagai gelombang kehancuran legendaris.


Tapi gimana dengan Glass dan L'Arc? Pasti ada orang disisi lain.


Aku punya banyak teori, tapi gak punya cara untuk membuktikan mana yang benar.


Teori #1

Glass dan yang lainnya mencoba menginvasi dunia ini. Para monster adalah prajurit mereka. Tapi ada kejanggalan pada teori ini. Glass dan L'Arc melawan dan mengalahkan beberapa monster. Dan itu gak menjelaskan kenapa mereka ingin membunuh para pahlawan.


Teori #2

Glass dan yang lainnya mendapat keuntungan dengan membunuh para pahlawan. Tapi gimana? Dan kenapa? Dan apa yang terjadi disisi lain retakan?


Teori #3

Fitoria mengatakan kalau para pahlawan tewas, maka dunia ini gak punya kesempatan dalam menghadapi gelombang. Apa itu yang mereka inginkan? Apa yang akan terjadi kalau gelombang menguasai dunia? Kami gak akan tau sampai kami kalah. Kalau dunia hancur maka gak ada gunanya semua ini. Mustahil mengetahuinya.


Aku gak bisa memahami apa tujuan mereka..


"Tampaknya Cal Mira masih di pertengahan event aktivasi. Apa yang akan kau lakukan?"


Sang ratu bertanya.


Ada semacam batas level sekitar level 80, dan aku merasa efesiensi leveling sudah menurun drastis saat kami melewati level 70. Itu artinya gak ada alasan untuk tetap di pulau itu lebih lama lagi, satu-satunya hal yang perlu dilakukan adalah melawan bos monster yang ada di kedalaman pulau untuk mencari item drop mereka.


Raphtalia dan Filo mendapatkan senjata yang bagus. Yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan lebih banyak material dan mencari tau apa yang bisa dilakukan pemilik toko senjata dengan material-material itu.


"Kurasa kami akan segera kembali ke Melromarc."


"Baiklah kalau begitu. Aku akan mempersiapkan sebuah kapal untuk kalian kembali. Tetapi lautnya masih sangat kacau akibat gelombang, jadi butuh beberapa saat."


"Tidak apa-apa."


"Sanjunganku untukmu dan pencapaianmu tidaklah cukup, tuan Iwatani. Kami kami akan melakukan apapun untuk membantumu. Mari kita bergerak maju melawan gelombang, melawan rintangan apapun yang kita hadapi."


Itu bagus, tapi kerjasama beliau bukanlah yang jadi masalah. Aku adalah satu-satunya pahlawan yang mendapat beban paling berat.


"Yang jadi masalah adalah para pahlawan lain."


"Itu benar."


Mereka sama sekali gak membantu. Sebenarnya mereka juga gak membantu saat gelombang yang sebelumnya.


Mereka mungkin akan mengatakan bahwa mereka masih belum cukup leveling atau membuat alasan lain. Tapi kami gak memberi ruang untuk alasan.


Mereka terlalu lemah.


Aku bilang begitu bukan karena aku lebih baik dari mereka.


Mungkin masalahnya adalah mereka gak memanfaatkan semua sistem peningkatkan kekuatan mereka.


"Kurasa kita perlu mengadakan pertemuan dengan mereka lagi."


"Aku setuju. Dan lebih baik sesegera mungkin."


Sang ratu tampaknya memahami situasinya.


Sejujurnya, para pahlawan lain gak betul-betul lebih kuat daripada seorang petualang normal. Memang sih mereka memiliki akses pasa skill-skill khusus, jadi mereka memiliki kekuatan untuk serangan-serangan jangka pendek yang cepat.


Tapi itu gak sama dengan memiliki kekuatan yang sebenarnya.


Kalau para pahlawan lain bisa menjadi sekuat aku, gak mungkin kan kami kesulitan melawan Glass?


Sang ratu sudah mengatakan bahwa replika senjata yang dipakai high priest bahkan gak sampai seperempat dari kekuatan senjata legendaris milik pahlawan yang asli.


Setelah kami datang ke kepulauan itu, akhirnya aku merasa cukup kuat untuk bertahan dari serangan kuat high priest.


Itu artinya bahwa para pahlawan mampu setidaknya sekuat aku yang sekarang.


Kalau para pahlawan punya kekuatan serangan yang kuat yang setingkat dengan aku saat ini, maka mana mungkin kami kalah dari Glass?


"Ya."


Perasaan bahaya yang kurasakan saat gelombang datang masih belum hilang dariku.


Gak peduli seberapa kuatnya aku, yang bisa kulakukan cuma melindungi orang lain. Itulah batasan yang harus kuhadapi.


Kalau kau cuma bisa melindungi, maka gak mungkin bisa menang.


Kalau kami gak menemukan cara untuk menyelesaikan masalah itu, maka kami gak akan bisa selamat saat gelombang berikutnya datang.


Akhirnya aku merasa aku memahami kenapa Fitoria ingin kami berkerja sama dan  menjadi lebih kuat.


Belum lagi kalau kami kehilangan seorang pahlawan, gelombangnya akan semakin sulit untuk dihadapi.


Mereka bertiga gak bisa diatur dan menjengkelkan, tapi kami harus membuat mereka menjadi lebih kuat sebagai satu kesatuan. Aku agak kuatir dengan apa yang mungkin akan mereka lakukan saat mereka semakin kuat. Tapi apapun yang terjadi, itu lebih baik daripada mati.


"Aku agak lelah sekarang. Ijinkan aku istirahat, lalu kita akan bertemu dengan para pahlawan lain besok."


"Silahkan, tuan Iwatani."


Sang ratu membungkuk dan berjalan kearah para prajurit.


Aku berbalik—Raphtalia dan Filo sedang menungguku.


"Kita selamat dari gelombang lagi, kan, tuan Naofumi?"


"Ya."


"Aku merasa aku gak banyak berguna."


"Itu gak benar."


Raphtalia dan Filo bertarung sangat baik.


Sejujurnya, sampai L'Arc menggunakan Soul-Healing Water, kami sudah hampir menang.


Menilai dari itu, Raphtalia dan Filo pasti jauh lebih kuat daripada para pahlawan lain.


Itu pasti karena skill penyesuaian pendewasaan milikku dan efek dari upacara peningkatan kelas.


"Wanita kipas itu betul-betul kuat!"


"Ya."


"Aku ingin menjadi lebih kuat biar aku bisa membantumu lebih banyak lagi, master!"


"Aku inginnya juga begitu."


Aku gak tau berapa batas kekuatan atau level untuk mereka setelah upacara peningkatan kelas, tapi mereka sudah sangat kuat. Kalau para pahlawan lain gak bisa menangani tugasnya, aku harus bergantung pada mereka berdua untuk mengurusnya.


Mereka adalah satu-satunya anggota partyku.


"Kita mungkin butuh tambahan kekuatan di pihak kita."


"Ya, kita mungkin gak bisa maju lebih jauh lagi tanpa bantuan tambahan."


Raphtalia segera memahami apa yang aku maksudkan.


Dia gak menanyakan pertanyaan tambahan yang gak perlu seperti "apa kita saja gak cukup?"


Para prajurit kerajaan bisa membantu kami, tapi kami gak bisa mengandalkan mereka untuk pertarungan penghabisan.


Kami butuh... Kami butuh bantuan lagi, seseorang yang bisa membantu kami mengalahkan Glass dan L'Arc meski para pahlawan lain gak ada.


Kami butuh anggota party lagi.


Tapi aku punya trauma pribadi yang harus ditangani juga.


Kalau kami meningkatkan ukuran party, maka aku membuka kemungkinan penghianatan lagi.


Aku tau Melty gak akan menghianati kami, jadi aku bisa percaya pada dia.


Tapi bisakah aku mengatakan hal yang sama tentang anggota party kami yang berikutnya?


Aku harus menemukan seseorang yang bisa kupercayai.


Itu sebabnya aku ingin mengundang L'Arc dan Therese untuk bergabung, tapi ternyata mereka adalah musuh.


Aku terlalu cepat mempercayai mereka. aku harus mencari seseorang yang bisa dipercaya. L'Arc dan Therese cukup bersahabat sampai-sampai aku terlena.


Mereka kuatir pada kami dan mencari kami tengah malam. Aku betul-betul ingin mempercayai mereka.


Ini susah. Situasinya gak mendukung.


Kami masih harus melawan gelombang dan melawan Glass.


"Ada apa, master?"


"Huh? Gak ada. Aku sedang berpikir kita harus istirahat."


"Ide bagus. Aku sangat capek."


"Master! Ayo ke pemandian!"


"Oh oke. Kita butuh istirahat malam ini. Besok kita akan sibuk lagi."


"Ya!"


"Yay!"


Jadi kami kembali ke kamar kami dan beristirahat, bersiap untuk esok hari.


Pertempuran berikutnya, dan gelombang selanjutnya, akan datang lagi.


Sebelum itu, kami harus menemukan cara untuk menghadapi masalah yang kami hadapi.


Kami harus jadi lebih kuat dari yang sekarang.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya

Chapter Ekstra - Pemandian Air Panas Cal Mira[edit]

Ini adalah malam keempat sejak kami sampai di kepulauan.


Aku berendam di pemandian terbuka di hotel, berharap bahwa itu mungkin membantu menyembuhkan kutukanku lebih cepat.


Aku ada disini setiap malam.


Baknya besar dan bergaya jepang. Ada payung besar menutupi bagian tengah pemandian, dan sebuah sekat bambu yang membelah di pertengahan untuk memisahkan jenis kelamin. Bagian terbaik darinya adalah pemandangan laut yang tak terhalang yang bisa kau nikmati dari pemandian.


Lantai pemandiannya terbuat dari batu, yang mana juga memberi perasaan ala jepang. Itu membuatku merasa rindu kampung halaman.


"Ah....."


Aku berendam di air dan menghela nafas, menatap langit.


Suhu airnya sempurna. Ini adalah tempat yang bagus untuk bersantai.


Aku mengunjungi pemandian ini setiap hari, jadi aku mulai merasa cukup baik.


Perasaan loyo yang menggangguku sudah hilang. Di jendela statusku menunjukkan bahwa aku belum sepenuhnya sembuh.


Mungkin aku cuma terbiasa merasakan kelelahan.


Aku merenungkan tentang itu, lalu merendam diri dan bersantai.


"Yah, bukankah itu Naofumi."


Motoyasu berjalan ke pemandian.


Dimana tombak miliknya? Aku memperhatikan lebih cermat, dan memang dia masih membawanya. Dia mengubahnya menjadi sebuah tombak yang sangat kecil, dan tombak itu berayun di pinggangnya.


Aku gak bisa menyalahkan dia. Aku melakukan hal yang sama. Perisaiku sangat kecil dan berada di punggungku.


Aku gak bisa melepasnya, tapi aku bisa memindahkan posisinya—jadi setidaknya aku bisa bersantai sedikit.


Motoyasu membilas dirinya untuk menghangatkan diri sebelum masuk ke pemandian.


"Apa mabuk lu parah?"


"Gimana bisa lu bilang kek gitu ke gue?"


"Gue kagak pernah nyuruh lu buat makan tuh buah. Gue cuman makan beberapa buah, mikirin masalah gue sendiri."


"Yah elu emang berasal dari jepang yang beda dengan gw. Gw asumsikan ada perbedaan cara kerja tubuh kita."


"Serah lu dah."


Aku gak pernah mabuk sebelumnya. Selain itu, aku yakin Lonte dan para cewek lainnya memanjakan dia. Dia mungkin menyukainya.


Dia beruntung dia cuman mabuk parah aja.


"Hei! Airnya nikmat sekali!"


Motoyasu berteriak pada seseorang. Siapa itu?


"Gua udah tau. Udah berapa kali kami datang ke pemandian ini?"


Itsuki dan rekan-rekannya masuk.


Mereka segera diikuti Ren dan partynya.


"Master!"


Filo berada dalam wujud Filolial queennya, dan dia melompati sekat ke pemandian pria.


"Huh? Apa maumu?"


"Aku mau duduk bersamamu!"


"Kau itu seekor burung. Sana ke pemandian lain. Atau berenang sana."


"Gak mau!"


Terkadang dia jadi bocah yang sangat menjengkelkan dan susah diatur.


"Saat kau keluar, jangan lupa bersihkan bulu-bulumu yang rontok."


"Yay!"


"Mandi bersama Filo-chan...."


Motoyasu mendekat, penampilan penuh minat muncul di wajahnya.


Filo menggunakan aku sebagai perisai manusia dan bersembunyi di belakangku. Meski dia terlalu besar untuk disembunyikan sih.


"Filo-chan. Kenapa kau nggak berubah ke wujud malaikatmu?"


"Gak mau!"


Sialan, Motoyasu sungguh keras kepala. Kurasa dia betul-betul menyukai bidadari.


Tapi kenapa Filo bersikeras masuk ke pemandian pria? Kadang-kadang aku gak paham sama dia.


Motoyasu mulai bergairah.


"Hei! Dari semua cewek yang ada di party kita, munurut kalian siapa yang paling manis?"


Astaga.... Mereka membicarakan hal-hal paling bodoh. Aku menghela nafas keras-keras.


Kami disini bukan untuk liburan. Atau apa mungkin Motoyasu menganggap semua ini kayak gitu?


Ren dan Itsuki juga tampak jengkel.


"Kalian, apa kalian? Kalian tau.... melakukannya? Aku... yah... heh, heh..."


Dia semakin menjengkelkan. Apa maunya dia?


Dia kedengaran kayak anak bodoh, cekikikan terhadap segala sesuatu. Apa dia betul-betul penjahat kelamin di dunia asalnya?


Aku gak tahan lagi. Aku mau keluar dari pemandian, tapi saat aku mau pergi.


"Jadi lu ngelakuin sama Raphtalia?"


"Yang betul saja."


Kami gak sedekat itu, Motoyasu dan aku. Bukankah dia satu-satunya orang yang mempercayai semua hal yang dikatakan Lonte tentangku? Orang ini gebleknya gak ketulungan.


"Oh, ayolah. Kasi tau kami!"


Apa dia lupa pada Lonte? Ada apa dengan dia?


"Kalo gitu gue mulai duluan. Haruskah gue mulai dengan ngasi tau elu peringkat cewek capek versi gue?"


"Gak, makasih."


"Gak butuh."


"Bukan selera gue."


Aku, Ren dan Itsuki menolak.


"Yah, kalo gue harus nyebutin empat peringkat atas gue, itu si Lonte, Raphtalia, Filo-chan, dan Rishia."


"......"


Cewek macam apa yang dia sukai? Keempat cewek itu dari party pahlawan yang ada.


Kurasa dia cuman butuh wajah cakep.


"Gw paham maksud lu. Lonte adalah seorang putri. Kayaknya dia punya masalah dengan kepribadiannya, tapi dia selalu baik sama gw."


Itsuki berkomentar. Si armor mendekat dan membisikkan sesuatu pada telinganya.


Aku bisa mendengar apa yang dia katakan. Dia memberitahu Itsuki cewek seperti apa yang dia sukai.


Mereka semua memang sekumpulan orang idiot.


"Yah mereka bilang sang ratu nggak sebaik itu, tapi hal itu gak masalah buat gua."


Sekarang Ren ikutan juga. Bukankah dia baru mengatakan topik kayak gini bukan seleranya? Mereka membuat Motoyasu mengendalikan percakapannya.


Itu cukup mudah untuk mengeluarkan keluhan, tapi aku betul-betul gak mau terlibat.


"Aku maniiiiiss?"


Filo menanyai aku.


"Terserah."


"Booooo."


"Kurasa kaulah yang paling manis! Jadi kenapa kau nggak berubah ke wujud malaikatmu?"


"Nggak mau!"


Apa Motoyasu segitunya menyukai dia?


Kenapa dia gak merawat Filolial sendiri? Dia pasti akan dapat hasil yang sama.


"Rishia juga manis, kan? Itsuki, gue iri."


"Nggak... Dia, uh...."


Itsuki tiba-tiba tampak malu.


"Siapa Rishia?"


Ren sudah lupa soal dia. Dia adalah cewek yang diperlakukan seluruh party Itsuki seperti seorang budak.


Dia pendiam, jadi dia pasti nggak meninggalkan kesan pada Ren.


"Kayaknya kalian semua sependapat dengan gue."


"Gue rasa gitu kalo yang kita bicarakan ini soal wajah mereka."


"......"


Ren dan aku tetap diam dan menolak ikutan.


Apa yang mereka bicarakan? Kurasa memang kayak ginilah mereka.


"Aku mau kembali ke mbakyu!"


"Ya, lebih baik kau kembali. Pemandian ini penuh dengan penjahat kelamin yang berbahaya."


"Oke!"


Filo melambai dan melompat melewati sekat.


Motoyasu mendekati sekatnya.


"Kita ini para pahlawan dan pria, ada suatu peraturan kan? Ngintip yuk."


"Apa yang lu katakan?!"


"Ayolah, lu pengen kan."


Itsuki, si pembela keadilan, apa gak punya sesuatu untuk dikatakan soal ini?


"Mendingan jangan."


Kata Itsuki, tapi dia gak menghentikan Motoyasu. Dia malah ikutan.


Sungguh mengejutkan. Jadi para pahlawan ini sekumpulan penjahat kelamin? Yang betul saja.


Si armor dan para pria lain jadi tertarik. Mereka berbaris di sekat.


"Sial... Agak ketinggian. Itsuki angkat gue! Kalo kita lompat, kita bisa lihat."


"Ngomong apaan lu? Elu lah yang paling tinggi. Elu yang musti ngangkat gw!"


"Tapi kalo gitu gue gak bisa liat surga!"


Apa cuma itu masalah yang harus mereka ributkan? Siapa yang mengangkat siapa?


"Idiot...."


Ren bergumam, tapi dia gak menunjukkan tanda-tanda mau pergi.


"Cukup sudah, aku muak." Kataku sambil berjalan keluar air.


Aku disini masih beberapa menit saja, tapi aku gak mau terlibat dalam masalah yang mereka perbuat.


Buat apa main-main sama api.


Terutama setelah apa yang sudah kulalui, fitnahan dari Lonte dan yang lainnya. Aku gak mau memberi kesempatan pada seseorang untuk menuduhku yang aneh-aneh.


Kalo aku nggak pergi, aku yakin akan disalahkan.


"Lu kenapa, Naofumi? Apa lu gak mau ikutan?"


"Kagak."


Apa yang harus kami lakukan, melihat tubuh para wanita?


Aku jadi muak cuma dengan memikirkan tentang Lonte.


Aku yakin bahwa aku akan dituduh melakukan kejahatan kalo aku nggak segera keluar dari sini.


Aku cuma perlu menunggu Raphtalia dan Filo kembali ke kamar.


"Kalo lu mau ngintip, lakukan saja saat gue gak ada!" Kataku, dan berjalan pergi ke ruangan ganti. Tapi....


"Huh? Bocah Perisai!"


L'Arc keluar dari ruangan ganti dan berjalan ke pemandian.


"Apa kau datang untuk mandi juga, Bocah?"


Waktu yang sungguh nggak tepat. Kenapa dia harus datang sekarang?


"Aku dengar ini adalah pemandian air panas terbaik di pulau. Therese juga ada disini. Apa teman-temanmu disini juga?"


Aku mengutuk diriku sendiri dalam diam dan kemudian, meski dia gak bertanya, mulai menjelaskan seluruh situasinya.


"Kami menginap disini."


"Betul kah? Kau pasti punya banyak uang."


"Aku mau pergi. Mereka mau ngintip para cewek. Kalo kau gak mau terlibat masalah, lebih baik kau pergi juga."


Aku menjelaskannya pada L'Arc dan bersiap keluar. Tapi ada sesuatu dari cara mendengarnya yang bikin aku gugup.


"Tunggu sebentar. Ngintip kau bilang?"


L'Arc menahan tanganku.


Kenapa? Apa dia marah?


Dia terlihat seperti dia punya jiwa keadilan dan cukup keras kepala untuk ikutan juga. Apa dia akan menghentikan mereka?


"Dan kau gak mau ikutan dalam sesuatu yang menyenangkan itu?"


Kayaknya tambah satu lagi penjahat kelamin yang harus ditangani.


Dia melihat ke arah Motoyasu yang sedang cari posisi untuk mengintip ke sisi lain dinding.


"Kurasa mereka adalah rekan seperjuangan!"


"Apa?!"


"Ayo!"


Aku gak bisa mempercayai mataku. Dia memihak mereka?


"Ayo, bocah!"


"Nggak, makasih."


"Abaikan saja dia! Dia memang keras kepala!"


"Tapi... tapi ini adalah panggilan jiwa tertinggi pria. Untuk apa kita kalau bukan untuk memuja tubuh telanjang seorang wanita?"


Mereka sangat kasar! Apa mereka nggak memikirkan apa yang mungkin dirasakan wanita yang diintip?


L'Arc dan Motoyasu begitu semangat hingga perspektif mereka saja yang terdengar.


Aku menyukai L'Arc, tapi sekarang aku akan menurunkan dia beberapa tingkat.


"Hei Naofumi, sudah seberapa jauh hubungan lu dengan Raphtalia? Pastinya lu sudah memikirkan tentang itu?"


"Cewek yang bersama dia? Aku yakin pasti udah jauh sekali!"


Kayaknya aku harus menangani dua Motoyasu. Aku menepukkan tanganku ke jidat dan menghela nafas.


"Berapa kali gue harus bilang sama elu kalo semuanya gak kayak yang elu pikirin?"


"Ya. Yah apa lu tau kalo doi berpikir tentang itu."


"Bagus.... Aku sering mencoba membuat Therese masuk kedalam suasana kayak gitu...."


Kurasa mereka sudah sedekat itu sepanjang waktu ini.


Mereka tampak begitu dekat, sampai-sampai aku mengasumsikan kalo mereka kekasih.


Tapi kalo dia mencoba mengintip, maka kurasa mereka bukan kekasih.


Dan disini mereka mencoba mengintip para anggota party mereka masing-masing. Sepertinya mereka mencoba menghancurkan reputasiku lebih jauh lagi.


"Gak masuk akal. Ini semua gak masuk akal!"


"Jadi belum ada tindakan sama sekali? Mungkin L'Arc bisa memberi kami saran?"


"Gak ada yang bagus."


"Tidak, maksudku seperti.... apa Raphtalia mencoba merayu?"


"Merayu? Tidak. Dia cuma anak kecil."


"Apa lu bego? Maksud lu dia gak pernah melepas pakaiannya atau semacamnya? Sangat sulit menyebutkan dengan adanya pakaian dan armor yang dia pakai, tapi dibalik pakaian dan armor itu dia sangat aduhai, kan? Gue bisa merasakan seberapa menarik dan berkelasnya dia dibalik pakaian itu. Gue gak bisa mengabaikannya!"


Kalau aku nggak mengatakan sesuatu pada mereka, mereka gak akan melepaskanku.


Sungguh merepotkan.


"Haaaaaa... yah sebenarnya, beberapa saat yang lalu...."


Itu adalah saat kami bepergian sebagai pedagang.


Kami berada di sebuah desa yang sangat terkenal dengan sumber airnya.


Penginapannya memiliki pemandian, jadi aku berendam disana.


"Tuan Naofumi...."


Aku kembali ke kamar untuk membuat aksesoris, lalu Raphtalia masuk.


Dia berbalut handuk, dan aku ingat dia tampak sangat malu.


Aku gak tau apa yang dia pikirkan, tapi dia berdiri diam dan melepas handuknya. Dia menjatuhkan handuknya, menunjukkan tubuhnya.


"Bagaimana menurutmu?"


Tubuhnya berkembang dengan baik. Aku tau payudaranya besar saat kami berpelukan, tapi tenyata payudaranya lebih besar dari yang kukira. Payudara itu pasti jadi beban tersendiri saat bertarung.


Seluruh tubuhnya sangat lembut. Sangat sulit mempercayai dia mampu mengerahkan kekuatan sebesar itu dalam pertarungan.


Rambutnya basah, dan bekas luka pada punggungnya sudah memudar.


Dia menunjukkan lukanya padaku sebelumnya, dan aku mengoleskan obat pada lukanya.


Tapi sekarang dia berdiri didepanku, telanjang, terlihat malu.


Jadi ku katakan, "itu tampak jauh lebih baik daripada sebelumnya. Dibandingkan saat kami bertemu, bekas luka itu sangat berbeda dari sebelumnya—aku bahkan gak bisa melihatnya dengan baik."


"Oh? Apa um.... cuma gitu aja?"


"Apa ada yang lain lagi?"


Mulutnya terbuka kaget, dia gak bisa mempercayai reaksiku.


"Kalau kamu nggak pakai pakaian, kamu akan masuk angin."


"Hei! Mbakyu bugiiiiiiiiill!"


Filo masuk ke kamar dan mulai berteriak.


Lalu dia melepas pakaiannya, menelanjangi dirinya sendiri, dan berlari kearahku.


"Aku mau main juga!"


"Nggak! Kami gak main!"


Mereka berkelahi sebentar, tapi cuma begitu saja.


"Jadi itu yang terjadi."


"Dasar tolol!"


L'Arc dan Motoyasu sangat kecewa hingga mereka bereaksi seperti mereka mau menghajarku.


Aku menangkap tinju mereka dan mendorongnya.


"Kalian berdua kenapa sih?"


"Gimana bisa lu mengabaikan daya tarik menggairahkan kek gitu? Sia-sia banget!"


"Ya, ya! Kalo seorang wanita menunjukkan tubuhnya, kau gak boleh mengabaikannya! Itu kurang ajar namanya!"


"Apa yang kalian katakan? Udah gue bilang, Raphtalia itu anak kecil. Ditambah dia begitu serius sampai-sampai dia akan membuatmu pusing. Sudah pasti dia gak mikirin soal begituan."


Kurasa memang wajar bagi pria untuk menafsirkan segala sesuatu dari sudut pandang bejat, tapi mereka harus belajar membedakan realitas dengan fantasi.


Selain itu, kau harus berhati-hati.


Apa yang akan terjadi kalau kami berada di tengah pertempuran melawan gelombang dan kami mengetahui kalau dia hamil? Maka dia gak akan bisa bertarung.


Raphtalia menjalani kehidupan dengan tujuan yang kuat. Dia gak punya waktu untuk hal kayak gitu. Dia benci gangguan.


Kurasa itu adalah tugasku untuk menciptakan suatu lingkungan terbaik dimana Raphtalia bisa fokus pada skill bertarungnya.


"lu cukup tenang, kan?"


"Hei bocah, kau nggak main dengan tim lain, kan?"


Motoyasu menganggapnya sebuah tanda dan menjauh dari kami. L'Arc menggerakkan tangannya membentuk gerakan yang aneh.


Gimana bisa aku paham bahasa isyarat miliknya?


"Semuanya hati-hati! Orang ini mengincar kalian! Si bejat yang menjijikkan!"


L'Arc menutupi pantatnya dengan tangannya seolah untuk melindunginya. Apa?! Sekarang aku paham apa yang dia maksudkan!


"Kau menyebutku gay? Bangsat!"


Kenapa mereka menganggapku seolah aku gay cuma karena aku gak melakukannya dengan Raphtalia?


Aku gak tahan lagi dengan orang-orang ini.


"Aku gak tau gimana kau akan menjelaskan semua ini pada para cewek atau pada pihak hotel, tapi itu terserah kau. Aku gak akan menyelamatkanmu."


"Apa kau serius? Gak bisa dipercaya."


L'Arc dan Motoyasu tertegun. Mereka dalam diam melihatku pergi meninggalkan pemandian.


Aku gak mau terjerat skandal lagi, jadi aku harus menghindarinya saat aku melihatnya.


"Baiklah kalo gitu, rapat strategi! Apa kita coba saja lihat dari atas, atau kita buat lubang ngintip?"


Mereka berkumpul dan betul-betul mulai membahasnya.


Mereka membuat para pria petualang lain yang ada di pemandian ikutan.


Cukup banyak orangnya.


Kalau itu adalah karisma, aku gak butuh.


Aku bertanya-tanya apakah mengintip dianggap secara berbeda di dunia ini daripada di dunia asalku. Saat di jepang asalku, pemandian di jaman Edo sepertinya terdapat lubang intip yang terpasang.


Hotel ini memiliki pemandian yang memisahkan jenis kelamin, tapi banyak hotel lain yang memiliki pemandian campuran.


Kenapa mereka gak pergi saja ke pemandian campuran?


Mungkin pemandian campuran gak punya ketegangan. Mungkin mereka cuma memyukainya kalau mereka ngintip secara sembunyi-sembunyi.


Dasar para idiot.


Aku gak mau terlibat, jadi aku meninggalkan pemandian dan kembali ke kamarku.



"Whew."


Aku mendindingkan diri di kamarku.


Lalu, aku mendengar langkah kaki mendekat. Raphtalia masuk, berbalut handuk.


"Tuan Naofumi!"


"Ada apa? Apa Motoyasu dan L'Arc ketahuan ngintip?"


"Oh, ya! L'Arc dan para pahlawan lain tak berdaya sambil menahan rasa malu."


"Betulkah? Baguslah. Mereka layak mendapatkannya."


Tentu saja mereka akan ketahuan. Para cewek tidaklah bodoh. Kalau Motoyasu berada di pemadian, siapapun paham apa yang akan terjadi.


"Tapi bagaimana denganmu, tuan Naofumi?"


"Apa, apa aku harus ngintip juga?"


Raphtalia terlihat kecewa pada jawabanku. Dia berdiri diam, penuh kekecewaan.


Reaksinya gak seperti yang kuduga.


"Padahal kupikir kamu ikutan...."


"Ikutan?"


Apa yang dia bicarakan?


Aku lebih dari ikutan. Aku sudah mendengar banyak dari para pahlawan lain.


"Ada apa mbakyu?"


Filo masuk ke kamar dan melihat Raphtalia yang kecewa.


"Aku gak tau."


Kenapa dia marah kayak gitu?


Aku gak yakin. Maksudku, tentu saja dia pasti benci diintip oleh seseorang sepertiku.


Apa dia... apa dia mau aku melihatnya?


Nggak. Raphtalia nggak kayak gitu.


Dia cuman bingung karena semua omong kosong yang dikatakan orang lain.


"Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu marah karena L'Arc dan yang lainnya ngintip kamu?"


"Mereka nggak melihat aku! Filo menemukan mereka dan aku menutupi diriku sendiri!"


"Itu bagus."


Dia tampak kelelahan, meski dia baru saja keluar dari pemandian. Kurasa itu karena semua kegilaan disisi pria.


"Whew... Tuan Naofumi?"


"Apa?"


"Mempertimbangkan apa yang terjadi, apa kamu mau pergi ke pemandian pribadi? Memang kecil sih, tapi mungkin itu bagus juga."


"Um....."


Aku mengernyitkan alis dan menujukkan sikapku dengan jelas.


Maksudku... Aku baru saja keluar dari pemandian. Tetap saja, tadi itu cuma berendam sebentar saja.


"Kamu gak perlu memaksakan diri. Aku cuma berpikir itu akan bagus untuk menyembuhkan kutukanmu."


"Ya... Kamu mungkin benar."


Aku mendapatkan perasaan aneh tentang itu. Dia memang benar soal kutukannya.


"Ayo, tuan Naofumi."


"Haaaa.... Baiklah."


Jadi aku berdiri dari kasur dan memutuskan untuk pergi ke pemandian lagi. Gimanapun juga itu bagus untuk penyembuhan kutukan.


"Sebelah sini."


Raphtalia memanduku melewati lorong dan keluar ke sisi lain hotel, disana ada sebuah ruangan pribadi yang membutuhkan sebuah kunci untuk masuk. Itu berada sisi lain bangunan pemandian utama. Tempat itu menghadap ke arah pulau bukannya ke pantai.


Aku bisa memahami kenapa pihak hotel nggak menunjukkannya. Pemandangannya gak terlalu bagus.


Itu diperuntukkan buat keluarga, jadi cuma aku, Raphtalia dan Filo.


Raphtalia terus menutupi dadanya dengan handuk, dan Filo juga berbalut handuk. Mereka memberiku isyarat dari pemandian. Aku gak bisa melupakan apa yang dikatakan Motoyasu dan L'Arc, tapi mereka salah. Raphtalia nggak mencari hubungan seksual denganku.


Ya, dia sama sekali gak kelihatan malu.


Mereka meracuni pikiranku.


Aku membuang pikiran-pikiran bodoh itu dari benakku dan masuk ke pemandian.


"Airnya enak sekali."


"Ya, memang."


"Bagaimana kutukanmu?"


"Kurasa sudah jauh lebih baik."


Mungkin butuh beberapa waktu lagi sampai sepenuhnya sembuh. Kalau aku terus berendam di pemandian air panas seperti ini, kutukan itu akan hilang sepenuhnya.


"Oooh! Master! Bintang di langit barusan berkilauan!"


"Huh?"


Aku menengadah dan melihat sebuah bintang jatuh lewat.


"Oh.... bintangnya hilang..."


Tapi kemudian muncul lagi. Dan lagi.


Raphtalia menatap bintang-bintang yang bergerak di langit dan menyatukan kedua tangannya seolah berdoa.


Kurasa orang-orang di dunia ini suka berdoa pada bintang jatuh juga.


Kau tau aku bisa melihat bintang-bintang lebih baik didunia ini daripada di jepang. Aku sangat sibuk sejak aku datang ke dunia ini hingga aku gak punya waktu untuk menengadah menatap langit.


"Apa yang kamu inginkan, tuan Naofumi?"


"Bukan apa-apa. Gimana denganmu, Raphtalia? Apa kamu mengharapkan sesuatu?"


"Ya."


"Kuharap itu terkabul."


"Ya. Aku juga."


Nggak susah menebak apa yang dia harapkan.


Itu mungkin untuk kedamaian dunia atau untuk berkumpul lagi dengan teman-teman dari desanya.


Seluruh pemandangannya sangat romantis. Aku bersandar dan menatap bintang-bintang.


Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (14).jpg


Setelah beberapa saat kami pergi meninggalkan pemandian dan berjalan kembali ke kamar.


"Ngintip? L'Arc, sadar umurmu! Kau mungkin bisa lolos jika dirumah, tapi kau harus mengikuti peraturan yang ada disini!"


L'Arc dan yang lainnya sedang di ceramahi di lorong.


Therese menceramahi L'Arc, sedangkan Lonte dan rekan-rekannya membentak dan memarahi para pahlawan.


Mereka layak mendapatkannya. Sungguh lucu aku bisa melihat mereka menerima hukuman mereka.


Gak patut mengkhawatirkan mereka. Mereka menikmati kehidupan yang mereka inginkan.


Mereka cuma akan menerima ceramah itu sebagai kesenangan tersendiri bagi mereka. Aku pernah membaca hal seperti ini dalam manga, jadi aku tau gimana kelanjutannya.


Tetap saja... Aku gak menyukai mereka.


"Oh! Bocah berada di pemandian pribadi bersama cewek-cewek. Gak adil!"


"L'Arc, jangan ngeles!"


Dia menunjuk padaku, tapi Therese gak akan terpancing dan membiarkan dia menungganti topik. Therese memaki-maki L'Arc.


Jadi mereka berpura-pura seolah mereka menangkap basah aku, tapi kami mengabaikan mereka dan kembali ke kamar kami.


Aku yakin akan ada banyak usaha keras yang menunggu kami. L'Arc memang idiot, tapi dia menyenangkan. Lain kali, mungkin, aku akan bergabung dalam kesenangan mereka—kalau cuma sedikit.


Tentu saja, aku akan memastikan aku mendapat ijin dari Raphtalia terlebih dahulu untuk memastikan aku gak berujung di bentak dan dimarahi di lorong.

Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (15).jpg
Tate no Yuusha no Nariagari Vol 5 (16).jpg


The Rising of The Shield Hero Vol.5

© Aneko Yusagi 2014

Pertama dipublikasikan oleh KADOKAWA tahun 2014 di Jepang.


Hak penerjemahan bahasa Inggris disusun oleh One Peace Books dibawah lisensi dari KADOKAWA CORPORATION, Jepang.


Tidak boleh di produksi ulang atau ditransmisikan dalam bentuk apapun atau dengan cara apapun, eletronik atau mekanis, termasuk fotocopy, pencatatan, atau dengan sistem penyimpanan dan pengambilan tanpa ijin tertulis dari penerbit. Untuk kontak informasi One Peace Books. Setiap upaya telah dibuat untuk secara akurat menyajikan karya ini. Penerbit dan penulis menyesalkan atas ketidak-akuratan atau kelalaian yang tidak disengaja, dan jangan membebankan tanggung jawab atas akurasi dari penerjemahan buku ini. Baik itu penerbit maupun seniman dan penulis dari informasi yang disajikan disini harus bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan komersial lainnya, termasuk tidak terbatas pada kerusakan khusus, secara tidak sengaja, konsekuensial atau kerusakan yang lainnya. Perbaikan pada buku ini harus diteruskan kepada penerbit untuk pertimbangan percetakan selanjutnya.


Ditulis oleh Aneko Yusagi

Desain Karakter oleh Seira Minami

Desain Sampul oleh Yusuke Koyama

Publikasi Edisi Bahasa Inggris oleh One Peace Books 2016

Publikasi Edisi Bahasa Indonesia oleh Baka-Tsuki 2018


One Peace Books

43-32 22nd Street STE 204 Long Island City New York 11101

www.onepeacebooks.com


Sebelumnya Halaman Utama