Tate no Yuusha Jilid 5 LN Bab 10 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 10 - Kuil Air[edit]

Kami menghabiskan beberapa hari yang damai di kepulauan ini.


Filo sangat berobsesi berenang sepanjang waktu.


Kami berada di kepulauan ini selama sekitar 5 hari, lalu Filo bilang,


"Master! Ada sesuatu. Itu seperti pulau lain! Warnanya merah! Itu berada di dasar laut!"


"Apa?"


Apa yang dia bicarakan? Meski kedengaran sangat menarik sih.


Tiba-tiba aku teringat garis merah dari kepulauan yang kulihat di langit. Itu terlihat bersinar.


Aku cuma mengasumsikan bahwa itu berkaitan dengan event aktivasi. Aku sering melihatnya setiap hari sejak kami tiba disini.


"Ya! Kalau kau pergi ke laut di malam hari, kau bisa melihat di dasar laut!"


Hm... pulau lain?


"Yah, karena kemajuan leveling kita udah hampir terhenti, kayaknya kita perlu memeriksanya."


"Apa kamu yakin?"


"Kita dapat equipment baru itu yang memungkinkan kita untuk berenang, kan?"


Raphtalia sudah pasrah. Dia memakai kigurimi yang kami dapatkan kemarin dan gak senang soal itu.


Equipment itu memang membuatmu terlihat seperti orang bodoh, tapi aku gak bisa membantah soal peningkatan statistiknya. Item drop gak semuanya kayak begitu, tapi sekarang kami malah mendapatkan ketiganya.


Jadi kalau kami mau, kami bisa memakainya dan berenang. Equipment itu gak berpengaruh pada Filo sih.


"Dasar laut...?"


"Apa, kamu nggak bisa renang?"


"Mbakyu bisa renang selincah aku!"


"Yah, bukankah itu menakjubkan?"


Aku melihat Filo berenang beberapa hari ini. Dia bisa berada dibawah air cukup lama. Dia betul-betul handal menahan nafasnya.


Kalau Raphtalia bisa mengimbanginya, maka itu sangat mengesankan.


"Yah aku berasal dari desa nelayan, jadi aku merupakan seorang perenang yang cukup handal."


"Kalau begitu sudah diputuskan. Ayo periksa tempat itu."


"Aku penasaran monster seperti apa yang ada di laut?"


"Kita cukup kuat sekarang. Aku yakin kita akan baik-baik saja."


"Kuharap begitu."


Kami gak pernah bertarung di air sebelumnya. Pada akhirnya kami harus mempelajari bagaimana melakukannya.


"Naiklah ke punggungku!"


Filo berubah ke wujud Filolial queennya dan melompat ke air.


Kami bisa menunggangi punggungnya dan pergi kemanapun kami mau. Kurasa kami gak betul-betul perlu menggunakan perahu.


Kami naik ke punggungnya, dan dia melesat maju.


"Ada disini."


Kami sudah sangat jauh dari pulau dan berada di perairan yang dalam saat Filo mengindikasikan lokasinya.


"Ayo pakai kigurimi dan menyelam kesana."


Kami memakai kigurimi seraya berada diatas punggung Filo.


Raphtalia masih gak senang dengan itu, tapi pada akhirnya kami memakai equipment baru itu dan sudah siap.


"Baiklah, ayo menyelam."


"Oke!"


"Ini kelihatan begitu aneh."


"Sayangnya cuma equipment ini yang kita miliki yang bisa membuat kita menyelam sampai dasar laut."


Kami menggerutu soal itu, tapi sesaat setelahnya kami sudah menyelam dibawah gelombang.


Wow! Sangat menakjubkan! Kami bisa berenang cuma dengan sedikit upaya, kami gak betul-betul harus mati-matian menahan nafas kami, dan hanya dengan ayunan pelan sudah membuat kami melesat kencang di air. Aku gak peduli gimana penampilannya. Aku bisa terbiasa dengan ini.


Filo memimpin dan terus berenang ke bawah.


Kami mengikuti dia, dan gak lama setelah itu kami melihat sesuatu yang tampak seperti sebuah pulau yang menonjol dari dasar laut.


Apakah itu karam? Tempat itu menyala merah, sama seperti kepulauan Cal Mira saat pertama kali kami mendekat.


Kami menyelam kearahnya.


10 menit telah berlalu sejak kami mulai menyelam.


Itu menakjubkan bahwa kami bisa tetap berada di bawah air selama itu. Dunia ini betul-betul seperti sebuah game—kalau kau punya equipment yang tepat, pada dasarnya kau bisa melakukan apapun.


Meski begitu, aku merasa seperti aku mulai mendekati batasku. Kurasa kami gak akan bisa tetap dibawah air selama lebih dari 20 menit.


Untungnya kami nggak bertemu monster saat kami menyelam.


Kalau kami harus bertarung, aku sepenuhnya gak yakin apa yang harus kami lakukan. Bisakah Raphtalia mengayunkan pedangnya di bawah air? Tak lama setelah itu kami sampai di pulau.


Kayaknya gak ada monster yang mengintai. Selain itu, kalau kami membuang-buang waktu dengan bertarung kami sudah pasti akan kehabisan udara. Aku melihat sekeliling pulau itu dan segera menemukan sesuatu. Itu tampak seperti sebuah bangunan.


Kami berenang mendekat agar bisa melihatnya lebih jelas. Itu kayak semacam kuil.


Apa itu kuil air? Pintunya tertutup rapat.


Aku mengulurkan tangan untuk menyentuhnya. Saat aku melakukannya, permata yang ada dibagian tengah perisaiku mulai bersinar, dan pintu itu terbuka dengan sendirinya. Aku menoleh pada Raphtalia.


Kami hampir kehabisan nafas. Haruskah kami ke permukaan?


Gelembung udara keluar dari pintu yang terbuka. Apa ada udara didalam? Aku berenang ke dasar dan melihat kedalam kuil tersebut.


Permukaan air muncul tepat setelah pintu masuk, dan kayaknya kami bisa naik ke kuil untuk keluar dari air.


Aku memberi tanda pada Raphtalia dan Filo untuk mengikuti aku.


"Ha!"


"Dimana kita?"


"Aku nggak tau..."


Kami menarik nafas dalam dan melihat sekeliling untuk memahami tempat ini. Sangat gelap, tapi mata kami segera terbiasa. Kami berada di sebuah ruangan besar yang terbuat dari batu. Bagian dalam bangunan ini tampaknya kering, dan air cuma sampai di pintu masuk. kami berjalan lebih dalam ke kuil.


"Gelap sekali."


"Haruskah aku menggunakan sihir cahaya milikku?"


"Ya."


Raphtalia merapal sebuah mantra dan ruangannya menjadi terang. Saat ruangan ini bisa terlihat, aku nyaris gak bisa mempercayai mataku.


"Apa...."


Di tengah ruangan ini terdapat jam pasir naga raksasa yang menjulang tinggi.


Yang membuatnya semakin misterius, bagian atasnya sudah hampir kosong. Seolah jam pasir itu menghitung mundur kedatangan kami.


Kenapa ada jam pasir naga di tempat kayak gini?


Aku ingat Fitoria sudah menyebutkannya. Dia mengatakan bahwa gelombang-gelombang terjadi di tempat-tempat lain juga, tempat-tempat yang gak dihuni orang.


Pasti ini salah satu dari tempat-tempat itu.


Apa yang harus kami lakukan? Area ini mungkin berada dibawah kendali Fitoria, tapi kayaknya gak bijak kalau mengabaikannya.


Kepulauan ini penuh dengan para petualang dan turis. kalau gelombang terjadi sekarang, maka kehancurannya akan sangat besar.


Gelombangnya gak cuma terbatas pada pulau juga.


Lautan akan dipenuhi monster. Itu akan sangat berbahaya.


"Kita harus segera kembali dan melaporkan ini pada para prajurit."


"Ya, kamu benar."


Aku mengarahkan perisaiku pada jam pasir tersebut.


Cahaya bersinar dari jam pasir tersebut dan masuk ke permata di perisaiku. Waktu yang tersisa muncul dalam bidang pandangku.


48:21


Ada dua hari yang tersisa sebelum hitung mundurnya berakhir.


"Ada sebuah jam pasir naga di dalam kuil di bawah air?"


Saat kami kembali ke pulau utama, aku mengadakan pertemuan darurat dengan para pahlawan.


"Tapi itu...."


"Kalo lu gak percaya sama gw, gw akan bawa lu kesana sekarang juga."


"Gw gak nyebut elu pembohong."


"Di dasar laut? Gw ingat sebuah quest yang betul-betul langka kayak gitu di game yang gw mainin."


Itsuki menanggapi sama persis dengan yang kupikirkan.


"Jadi apa yang akan lu lakuin? Mengabaikannya?"


Kalau kami mengabaikannya, gelombang monster akan menyerang kepulauan ini.


Setidaknya, kami harus mengevakuasi kepulauan ini. Itu akan mencegah korban yang besar.


Tapi kalau yang dikatakan Fitoria memang benar, maka para pahlawan bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu tentang itu.


Kurasa kalau para pahlawan mengabaikan jam pasir tersebut, Fitoria akan muncul dan membunuh kami semua.


"Ini adalah kesempatan yang bagus untuk menguji kekuatan baru kita. Gw setuju bertarung."


"Gw juga. Ini akan jadi tantangan yang bagus kalo Naofumi mengatakan yang sebenarnya."


"Gw gak bohong. Gw akan bawa lu kesana."


Motoyasu dan Itsuki siap bertempur karena mereka ingin menguji party mereka yang sudah berlevel lebih tinggi.


"Huh? Yang betul aja, siapa yang peduli?"


Tapi satu pahlawan gak kelihatan tertarik.


Itu adalah sang Pahlawan Pedang, Ren. Dia terus diam sepanjang percakapan. Sekarang dia mengatakan dia gak peduli dan bersikap seolah dia mau pergi.


"Woi, bukankah kita punya tanggung jawab melindungi dunia? Apa lu mau mengabaikan tanggung jawab itu?"


Kupikir dia suka bertarung. Apa dia mengatakan dia gak peduli pada apa yang terjadi pada dunia? Dia mulai membuatku jengkel.


Aku memegang lengannya sebelum dia bisa pergi. Dia mengibaskan aku.


"Jangan sentuh gw. Gw datang kesini bukan buat berteman dengan kalian semua. Kalau kalian bertiga menganggap kalian bisa menangani ini sendirian, maka gw akan meninggalkan pulau ini."


Itu membuatku merasa ada yang aneh. Kenapa dia bersikap kayak gitu?


Aku menangkap dia untuk mencegah dia agar gak bisa pergi.


Aku bertanya-tanya apakah aku melanggar peraturan dengan menahan seorang pahlawan.


Tapi nggak ada yang terjadi. Asalkan aku nggak menyerang dia secara langsung, kurasa gak masalah menahan dia.


"Lepasin gw!"


Ren mulai meronta dan mencoba mengibaskan aku. Dia ini kenapa sih?


"Motoyasu! Itsuki! Suruh Naofumi hentikan ini! Gw gak akan ngebiarin elu paksa gw bertarung!"


Haha! Aku tiba-tiba menyadari apa yang sedang terjadi. Kayaknya Motoyasu dan Itsuki menyadarinya juga.


"Ren, elu kagak bisa renang, kan?"


"Apa? Nggak! Bukan itu! Baiklah. Kalo lu segitunya mau gw ikut, oke gw ikut. Gw akan ngelakuin apa yang lu mau. Berterimakasihlah."


Dia gak bisa renang, jadi tentu saja dia gak mau pergi ke kuil di bawah air. Dan kalau gelombang kehancuran akan datang ke kepulauan ini, dia ingin memastikan bahwa dia berada disuatu tempat yang lain.


Pasti begitu.


Ren masih menolak, dan kayaknya dia bersiap untuk melawan balik secara sungguh-sungguh.


"Naofumi, lebih baik lu lepasin gw sebelum lu terluka."


"Coba aja kalo bisa."


"ARRRRRRRGGGH!"


Dia meronta ganas dan berusaha melepaskan aku, tapi aku memegang dia dari belakang jadi dia gak bisa meraihku.


Apa dia segitunya takut sama air?


"Apa yang akan lu lakuin?"


"Apa lu betul-betul takut air? Naofumi, seret dia ke laut dan lempar dia."


"Tentu."


Aku gak bisa percaya aku sependapat dengan Motoyasu, tapi memang begitulah adanya. Kami harus mencari tau apakah Ren berbohong.


Kalau dia berusaha untuk terlihat keren dan berpura-pura dia bisa berenang ternyata dia betul-betul gak bisa, maka kami akan berakhir dalam masalah besar disaat kami sampai di kuil air.


"Woi! Hentikan! Gw bisa renang, jadi lepasin gw!"


"Oke."


Aku menyeret Ren ke tepi dermaga.


"Itsuki, lu bisa renang, kan?"


"Ya."


"Dan lu gak bohong kayak Ren gini, kan? Gimanapun juga pada akhirnya lu musti membuktikannya."


"Gak masalah."


"Lepasin gueeeeeeee!"


"Ren selalu bersikap tenang. Seberapa memalukannya bahwa dia gak bisa renang?!"


Motoyasu menyindir dan menertawai Ren.


"Gue... Gue bisa renang."


"Kalo gitu tunjukin sama kami."


Aku melonggarkan peganganku, dan Motoyasu menendang Ren hingga dia jatuh ke air.


"?!"


Dengan penampilan menyedihkan di wajahnya, Ren jatuh ke air dengan kepala duluan.


Gelembung-gelembung naik ke permukaan dibelakang dia, dan Ren tenggelam.


"....."


"....."


"Dia nggak muncul ke permukaan."


"Oh yah."


Aku melompat ke air menyusul dia. Airnya gak dalam, tapi Ren meronta gak karu-karuan di dasar air.


Aku memegang dia dan menarik dia keatas. Idiot. Dia tenggelam di air dengan kedalam 4 kaki!


"Guah! Dasar geblek! Napa lu lakuin ini!?"


Ren marah, tapi sama sekali gak mengintimidasi.


"Lu tenggelam gak sampe semenit."


Dia berada di air selama 30 detik.


Dia harusnya cuma tinggal berdiri saja, tapi dia malah ngebiarin dirinya tenggelam—itu adalah sebuah pemandangan yang gak akan bisa segera aku lupakan.


"Kayaknya Ren gak akan banyak berguna."


"Ini buruk bagi kita semua."


Merupakan sebuah kerugian yang serius kalau kehilangan salah satu pahlawan penyerang utama kami.


"Gw bisa renang!"


"Elu masih ngotot bilang kek gitu setelah apa yang kami lihat barusan?"


Kami gak bisa membawa dia bersama kami, yang mana itu artinya kami harus memikirkan strategi lain.


"Saat gelombang terjadi, kita harus berada diatas perahu atau semacamnya. Lalu kita bisa meninggalkan Ren di perahu kalau memang kita harus turun ke air."


Dia cuma akan jadi beban, tapi kalau kami berada di atas perahu, maka dia gak akan sepenuhnya gak berguna.


"Siapa yang tau apa yang akan terjadi. Tapi kita rencanakan menggunakan perahu."


"Ide bagus."


"Gimana dengan kalian bedua. Kuharap kalian menyadari bahwa kalian bisa menambahkan pasukan pendukung pada party kalian saat gelombang."


Motoyasu dan Itsuki mengernyit.


Aku nggak mengolok-olok mereka. Aku cuma mengatakan yang sebenarnya pada mereka.


"Ya, kami mengerti."


"Tentu saja kami tau itu!"


"Kalo gitu ayo bicarakan soal strateginya. Formasi macam apa yang kalian pertimbangkan? Itu akan bergantung pada situasinya, tapi pola macam apa yang kalian pikirkan?"


"Naofumi, lu kedengaran seperti lu sepenuhnya memahaminya."


"Apa kalian bertiga masih berpikir pertempuran skala besar ini seolah itu sama persis dengan yang kalian temui di game-game yang kalian tau?"


Kalau aku boleh juiur, aku sendiri seorang Otaku. Jadi aku punya banyak pengetahuan tentang event-event pertempuran yang ada di MMO.


Bukannya aku player terkuat, atau aku memaksimalkan statistikku atau semacamnya, tapi aku betul-betul menikmati event-event mendebarkan kayak gitu ketika itu terjadi.


Aku pernah membuat guild dan tim sendiri. Aku merekrut semua player sendirian. Aku betul-betul menikmati event-event semacam itu, jadi aku merasa seperti aku tau gimana caranya melakukannya secara efektif. Event-event kayak gitu merupakan bagian-bagian favoritku dari game-game online.


Gelombang kehancuran memang sangat mirip dengan event-event semacam itu.


"Gw punya pengalaman dalam hal-hal kayak gini dari game-game yang gw mainin, tapi mekanismenya gak sama persis. Kedengarannya event-event kayak gini merupakan bagian dari game-game yang pernah kalian mainkan."


"Gua udah bilang kalo gua punya pengalaman soal yang beginian."


Motoyasu membantah—aku gak betul-betul peduli sih.


Motoyasu mungkin punya pengalaman soal yang beginian, tapi kayaknya dia gak pernah jadi orang yang memegang kunci. Dia selalu membiarkan para player lain yang mencari informasinya. Bisa juga dia sama sekali gak tau apa-apa.


"Motoyasu, pengalamanmu selalu sebagai peserta, kan? Apa elu pernah bertarung dalam sebuah guild yang terdiri dari 50 atau 100 orang?"


"Nggak... Apa lu mau bilang kalo lu pernah?"


"Ya."


Aku pernah membuat dan menjalankan guild terkuat nomor tiga di sebuah server.


"Benarkah?"


"Kalo lu berpikir gue bohong, coba lu ingat apa yang terjadi pada gelombang yang sebelumnya. Hampir semua penduduk desa berhasil lolos tanpa terluka."


Itsuki dan Motoyasu mengarahkan tatapan gak senang padaku. Bodo amat, aku cuma mengatakan faktanya.


Mereka berdua memiliki banyak pengetahuan tentang dunia ini, tapi bukan berarti mereka berpengalaman.


Diplomasi sangat diperlukan, bahkan dalam game. Equipment dan level bukanlah segalanya. Kau membutuhkan naluri untuk mengkomando.


"Gue bisa memahami dasar-dasarnya dan memberitahu orang-orang apa yang harus dilakukan. Tapi gue pikir ada orang-orang di dunia ini yang mengetahui lebih baik daripada kita, jadi gue lebih milih nyerahin keputusannya pada mereka."


Mereka masih menganggap semua ini sebuah game. Seberapa bergunanya mereka di pertempuran yang sebenarnya? Ujung-ujungnya, sebuah game hanyalah permainan.


Setelah formasi di bentuk, kami harus mengatasi serangan, mundur, dan mempertahankan pola. Cuma mengumpulkan sebuah pasukan bukanlah akhir dari tugas. Orang-orang yang memainkan game-game ini bukankah para prajurit alami.


Gak ada jaminan bahwa orang-orang yang ikut bersamamu akan mengikuti komandomu, jadi selalu ada unsur gak terduga karena para player individual. Yang bisa kau lakukan adalah menunjukkan kelemahan dan waktu serangan-seranganmu.


Tapi di dunia ini, mereka adalah para prajurit asli.


Kalau kau mencoba untuk memanfaatkan pasukan dengan cara yang sama yang kau gunakan terhadap para gamer, kan gak akan mendapatkan hasil yang sama.


Selain itu, ada peraturan yang mengatur perilaku dalam game-game yang gak diterapkan disini. Di dunia ini, kau bisa melakukan apapun.


Tapi dalam hal ini, gelombang kehancuran merupakan sebuah misteri—kau gak akan pernah tau apa yang kau harapkan ketika waktunya tiba.


Terlebih lagi, disini terdapat lebih banyak class dan job daripada yang ada di game. Jadi kemungkinannya lebih bermacam-macam lagi. Misalnya, aku terbiasa pada event pertempuran online dimana pasukan besar berusaha mengambil alih benteng tim lawan. Dinding disekitar benteng gak bisa dihancurkan, jadi kau gak bisa menghancurkan benteng tersebut dengan menghancurkan pertahanannya.


Tapi disini, aku yakin kau bisa menghancurkan sebuah dinding kalau kau cukup kuat. Jika demikian, maka itu akan membutuhkan sebuah strategi yang berbeda.


"Kita harus memanggil bala bantuan dari Melromarc. Kita harus menggunakan fungsi formasi untuk membuat mereka berpartisipasi dalam pertempuran. Mereka akan sangat berguna karena mereka paham bagaimana caranya bertarung di dunia ini."


"Oke. Gue mulai paham."


"Lu terlalu muter-muter buat ngomong kalo lu ingin bergantung pada pasukan kerajaan."


Dia gak salah. Tapi bukan berarti aku ingin bergantung pada para pahlawan lain. Apa mereka belum menyadari kalau mereka gak akan bisa menghadapi gelombang kehancuran sendirian?


"Yang jelas, begitulah caraku melihatnya. Kita bisa memanggil bala bantuan, tapi kita harus bertindak sebagai para player berlevel tinggi dalam pertempuran. Kita harus memimpin serangan dan menerobos pertahanan. Kita perlu mengasumsikan bahwa kita merupakan senjata rahasia. Kalian paham?"


"Ya."


"Gue benci mengakuinya, tapi elu betul."


"Gue bisa renang!"


"Ren, elu masih aja ngelantur kek gitu? Terserahlah, kita akan ke kuil air, jadi kami akan segera tau seberapa lincahnya elu bisa renang."


"Apa? Elu mau gue ikut? Gue pikir gue yang harus pergi memanggil bala bantuan?!"


"Enak aja, nih kigurimi. Pakailah. Gue punya tiga biji."


"Apaan tuh?!"


Motoyasu tertawa terbahak-bahak saat dia melihat Pekkul Kigurimi tersebut.


"Gue tau itu kelihatan bodoh, tapi itu memberi kalian kemampuan yang bagus saat kalian ada di air. Apa kalian dapat item drop dari bos-bos pulau?"


"Ya, tapi gue dapat Risuka Kigurimi."


"Ya, dan gue dapat Usauni Kigurimi."


"Punya gue Inult Kigurimi."


Gak ada yang sama. Aku ingin tertawa. Aku membayangkan kami semua memakai kigurimi yang berbeda dan sangat sulit untuk gak tersenyum.


Fakta bahwa equipment itu sebenarnya merupakan equipment yang bagus malah membuatnya terasa semakin buruk. Raphtalia juga betul-betul menolak memakainya.


"Jadi kita semua menerima item dropnya, tapi gue gak dapat sampe tiga biji."


"Memang, para bos gak sering muncul, tapi mereka cuma kaum lemah, jadi pada akhirnya gue dapat tiga biji."


"Bukankah mereka kuat? Maksud gue, mereka adalah para bos pulau."


"Benarkah?"


Apa maksudnya. Mereka menganggap para monster itu kuat? Itu bukan pertanda baik.


"Sudahlah, ayo pergi."


Pada akhirnya, kami pergi ke kuil air, tapi saat Ren berusaha berenang, suara percikan mengindikasikan bahwa dia gak bisa. Akhirnya dia mengakui kalau dia gak bisa renang. Untungnya ada sebuah mantra sihir yang bisa membuat dia bernafas dibawah air selama satu jam, jadi kami bisa membawa dia ke kuil.


Salah satu prajurit istana pengguna sihir itu ikut bersama kami untuk mengkonfirmasi keberadaan jam pasir tersebut.


Sayangnya sihir tersebut gak bisa digunakan untuk pertempuran, jadi itu gak efektif kalau kau bergerak terlalu cepat. Itu artinya sihir tersebut gak bekerja di arus yang kuat atau saat berada di kedalaman.


Sihir itu berhenti berfungsi saat kami sudah mendekati kuil tersebut. Kalau sihirnya berhenti berfungsi lebih awal lagi, maka Ren akan tenggelam.


Motoyasu dan Itsuki menertawai pekkul kigurimi, tapi Ren sama sekali gak mengolok-oloknya.


Jadi kami mulai bersiap untuk gelombang yang mendekat.


"Jadi gak ada pelaut?"


"Gak ada."


Kami sedang membicarakan strategi dengan earl dan para prajurit istana, dan gak ada pelaut sama sekali.


Kurasa untuk pertempuran kali ini para pahlawan gak akan banyak berguna, jadi aku akan bertindak sebagai komandan pasukan. kuharap beberapa komandan asli yang pernah mengalami perang yang sebenarnya ada disini untuk membantu.


"Ada sejumlah pelaut di kepulauan ini yang bisa membantu, tapi sepertinya kerajaan tak bisa mengirim banyak dukungan untuk kita. Komandan pasukan telah setuju untuk membantu, tetapi mereka berharap bahwa seorang pahlawan datang ke istana sebagai perwakilan."


"Heh. Akan aku coba."


Seorang pahlawan bisa kembali ke istana dan tetap dipindahkan kesini untuk melawan gelombang asalkan mereka telah mendaftarkan lokasinya.


Tapi siapa yang tau apakah mereka bisa mempersiapkan perahu dan pasukan tepat waktu.


"Kalau pertempurannya terjadi di laut, maka kami gak akan bisa melakukan evakuasi, yang mana artinya kami gak membutuhkan pasukan untuk mengerjakan tugas itu."


"Kami membuat rencana untuk pertempuran yang terjadi di laut."


"Kalau begitu aku serahkan hal itu pada kalian. Tak ada yang tau monster seperti apa yang akan muncul dari air, jadi pastikan kalian tidak kehilangan pijakan."


"Baiklah. Kami juga punya barel rucolu peledak. Biasanya itu dilarang karena aturan nelayan."


"Barel rucolu?"


"Ya. Barel yang dipenuhi dengan rucolu yang kami ledakkan didalam air. Itu mengubah air menjadi alkohol dan membunuh monster apapun yang ada di area itu."


Heh. Aku gak bisa menyerang, jadi itu merupakan hal yang menarik untuk mendengar cara-cara serangan yang dipikirkan orang-orang.


Itu adalah cara yang gak pernah terpikir olehku.


Kalau itu berhasil, kedengarannya itu bisa berguna.


"Bagaimana dengan para petualang di kota? Beberapa dari mereka mungkin ingin bertarung."


"Huh? Oh ya, ide bagus. Yang penting kalian memilih para petualang handal."


Gak ada alasan untuk bertempur hanya dengan para prajurit saja. Saat aku menghadapi gelombang pertama, banyak petualang yang membantu. Kami harus menggunakan sumber daya apapun yang kami miliki kalau kami ingin selamat.


Nyatanya kepulauan ini sedang ditengah sebuah event aktivasi yang mana merupakan kabar bagus bagi kami, karena itu artinya ada banyak petualang berlevel tinggi dikota.


"Perintah telah di kirim."


"Terimakasih."


Aku merenung tentang gelombang terakhir yang kami hadapi. Kalau kali ini seperti yang sebelumnya, ada kemungkinan yang besar kami akan menghadapi Glass lagi.


Kami memang sudah naik level cukup banyak sih.


Aku betul-betul ingin menganggap bahwa kami sudah cukup kuat untuk menang kali ini, aku gak bisa berpura-pura bahwa aku kuat. Wanita itu sangat kuat.


Sore itu, kami berkeliling pulau dan memasang selebaran untuk merekrut para petualang.


Kami menghimbau pada orang-orang yang ingin leveling saat gelombang dan menguji diri mereka sendiri.


Aku menunggu kedatangan kapal yang membawa persediaan di dermaga lalu L'Arc dan Therese muncul.


"Hei, Bocah Perisai. Kau mau kemana?"


"Ketempat yang gak menyenangkan. Sayangnya ini adalah tuntutan kerjaan."


Pada akhirnya, aku memilih kembali ke istana dan mendaftarkan sang ratu dan pasukan beliau. Kami mendiskusikan untuk mengirim lebih banyak pasukan, tapi waktunya gak cukup bagi mereka semua untuk sampai kesini. Jadi kami harus menggunakan skill teleport di jam pasir.


Dragon Hourglass Sand Shield persyaratan terpenuhi!

Dragon Hourglass Sand Shield
Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: skill "Portal Shield"


Masalahnya adalah bahwa event aktivasi itu telah membuat teleportasi kesana tak bisa dilakukan.


Menurut Motoyasu dan yang lainnya, titik teleportasi pertama adalah ruangan dimana kami pertama kali di panggil. Jadi kalau aku meninggalkan wilayah event aktivasi, aku akan di teleport ke istana untuk menambahkan sang Ratu pada formasi kami.


"Tetap saja, aku akan melawan gelombang itu."


Aku menghela nafas. Aku gak betul-betul ingin bertarung kalau aku bisa, tapi aku betul-betul gak punya pilihan.


"Oh hei, betul juga, kami mendaftar untuk pertempuran melawan gelombang juga!"


"Benarkah?"


Sudah kuduga aku bisa mengandalkan mereka. Mereka cukup kuat untuk menghadapi gelombang monster yang lebih lemah sendirian.


Aku senang mendengar mereka akan membantu. Itu akan membuat situasinya sedikit lebih mudah.


"Gelang yang kamu buatkan untukku bisa menembakkan api!"


Therese masih saja heboh soal itu.


"Dia masih belum tenang soal itu."


Aku senang dia menyukainya, tapi kalau dia nggak bertarung dengan serius, dia bisa saja tewas—dan hal itu cuma akan memperburuk situasi.


"Kalau begitu, sampai jumpa saat gelombang."


"Senang bertarung bersamamu lagi, bocah."


"Kami mengandalkan kalian."


"Gak masalah!"


Kami naik kapal yang menuju ke pelabuhan Melromarc.


Kapal ini betul-betul penuh sesak. Sepertinya ada banyak orang yang telah mendengar bahwa gelombang tengah mendekat, dan mereka berusaha keluar dari kepulauan sebelum mereka terjebak kekacauan.


Tetap saja, setidaknya kami diberi ruangan pribadi kali ini, jadi ini adalah perjalanan yang lebih mudah daripada saat perjalanan menuju kepulauan.


Beberapa kali aku mencoba menggunakan skill Portal Shield, tapi gak berhasil.


Matahari sudah terbenam sejak lama, dan sekarang sudah tengah malam, lalu....


"Portal Shield!"


Kali ini, ikon yang mengindikasikan bahwa skill itu akan gagal gak muncul, dan aku bisa mengatakan atau memilih tujuan dari daftar tempat-tempat yang terdaftar.


Teleport ↑

Lokasi teleport dalam ingatan.

Teleportasi yang tersedia.

Melromarc, Summoning Room.


Aku mengasumsikan itu adalah ruangan dimana aku pertama dipanggil—mau dimana lagi?


Sebuah lingkaran muncul di sekitarku di lantai, mengindikasikan jangkauan mantranya.


Aku bisa memilih siapa saja yang akan diteleport bersamaku. Yang mana itu artinya aku juga bisa memilih siapa yang gak di teleport.


Tapi jangkauan skill ini sebenarnya sangat besar. Kenapa gak di tentukan terhadap orang-orang yang aku sentuh saja atau semacamnya? Itu mungkin mantra ini bisa digunakan sebagai langkah darurat untuk melarikan diri.


Saat high priest menjebak para pahlawan lain, kenapa mereka gak menggunakannya?


"Baiklah, aku akan menggunakan skill teleport."


"Oke!"


Kata-kata "Melromarc, Summoning Room" muncul didepanku, dan disaat yang bersamaan, pemandangan samar yang setengah transparan dari ruangan tersebut juga mulai terlihat.


Aku mengenali tempat itu sebagai ruangan dimana aku di panggil beberapa bulan yang lalu.


"Baiklah!"


Aku menarik Raphtalia dan Filo mendekat padaku dan mengaktifkan skill tersebut.


Ada hembusan angin yang kencang, dan pemandangan disekitar kami langsung berubah. Kami berada di sebuah ruangan gelap berbau kurang sedap.


Aku ingat pernah berdiri ditempat yang sama.


Ruangan ini kosong. Kurasa mereka gak sedang melakukan suatu upacara, jadi sudah wajar kalo sepi.


"Luar biasa. Cepat sekali."


"Wow! Kita kembali ke istana!"


"Sepertinya memang begitu."


"Mel-chan!"


Filo bergegas keluar dari ruangan ini.


Kami memanggil beberapa prajurit yang ditempatkan di lorong dan meminta untuk menghadap ratu.


Mereka sudah menerima kabar dari Cal Mira, dan sang ratu sudah menunggu kami.


Kami bermalam di istana, dan saat pagi tiba, kami segera bersiap untuk menghadapi gelombang.


Sang ratu telah mempersiapkan sebuah gudang yang penuh dengan material yang aku minta sebelum pergi menuju Cal Mira. Beliau mengatakan beliau akan terus mengirim pada kami selama kami berada di Cal Mira.


"Kalau begitu aku gak akan menahan diri dalam menggunakannya."


Aku merasa aku masih kurang dalam peningkatan kekuatan.


Tetap saja, aku gak menghadapi masalah besar saat kami leveling, yang mana membuatku berpikiran bahwa peningkatan kekuatanku yang sebelumnya sangat berguna.


Aku memilih perisai yang ingin kugunakan untuk melawan gelombang.


Soul Eater Shield (awakened) +6 35/35 SR

Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: skill “second shield”, spirit resistance (medium), spirit attack resistance (medium) SP up
Efek Khusus: soul eat SP recovery (lemag), drain null, wall escape, undead control

Tingkat Penguasaan: 60
Item Enchantment: level 7

SP meningkat 10%
Keampuhan serangan balik roh landak meningkat
Defense +50
Peningkatkan status kekuatan 30+


Setelah meningkatkan perisai tersebut, sangat sulit kupercayai seberapa kuatnya jadinya. Perisai itu sekarang bahkan lebih kuat daripada Chimera Viper Shield.


Mungkin itu karena aku mendapatkan perisai tersebut dari bos gelombang yang terakhir, tapi kayaknya responnya terhadap peningkatan kekuatan lebih dramatis.


Efek-efek khusus drain null, wall escape dan undead control baru muncul setelah perisai itu dalam status awakened.


Wall escape kemungkinan kamu bisa menembus benda-benda keras, tapi untuk menembus satu dinding membutuhkan seluruh SP poinmu. Aku mencoba skill itu pada sebuah dinding yang tipis, dan aku nyaris gagal, jadi aku agak kuatir tentang apa yang akan terjadi kalau aku mencobanya pada dinding yang tebal.
Undead control, aku mengasumsikan, itu akan memungkinkan penggunanya untuk mengendalikan monster-monster tipe undead. Aku harusnya mencobanya untuk memastikannya.


Menurut angkanya, statistik defenseku sekarang ini empat kali lebih tinggi dari yang aslinya.


Akhirnya, meski aku cuma akan menggunakannya kalau memang betul-betul terpaksa, aku memutuskan untuk meningkatkan Shield of Wrath.


Aku betul-betul ingin menghindari menggunakannya kalau memungkinkan, karena aku masih terkena kutukan dari penggunaan yang sebelumnya.


Memang aku sudah hampir pulih sepenuhnya, tapi aku masih belum kembali normal.


Shield of Wrath III (Awakened) +7 50/50 SR

Kemampuan belum terbuka
Bonus Equip: skill “change shield (attack)”, “iron maiden”, “blood sacrifice”
Efek Khusus: kutukan pembakar, strength up, dragon rage, howl, familial rage, magic sharing, robe of rage (medium)

Tingkat Penguasaan: 0


Sepertinya kau bisa menggunakan item atau peningkatan sukma pada perisai-perisai yang belum terbuka. Itu sama untuk tingkat penguasaan. Kurasa gak mungkin untuk membuka Shield of Wrath.


Tapi statistik perisai itu sangat mengesankan.


Kalau aku memakainya dalam pertempuran, aku merasa seperti aku akan kehilangan kesadaran, yang mana hal itu membuatku takut.


Pagi menyongsong, dan hitungan waktu yang berkedip di bidang pandangku jauh lebih sedikit dari yang seharusnya.


00:20


Kurasa aku sudah melakukan semua persiapan yang aku bisa.


Para pahlawan lain seharusnya sudah menunggu di kapal. Nah sekarang yang jadi pertanyaan adalah, kemana kami akan dipindahkan.


Untuk jaga-jaga aku sudah mempersiapkan sebuah perahu dan memerintahkan kapal itu ditempatkan di sebuah sungai terdekat. Itu adalah sebuah perahu kecil yang hanya berguna di sungai dan gak bisa dipasang layar.


Tapi dengan itu kami bisa mempersingkat waktu yang diperlukan untuk naik ke kapal yang lebih besar.


"Tuan Naofumi?"


Raphtalia berjalan mendekat bersama sang ratu.


"Tuan Iwatani, persiapannya sudah selesai."


"Apakah ini pertama kalinya anda ikut serta dalam pertempuran melawan gelombang?"


"Aku sudah pernah ikut dalam pertempuran sebelumnya, tapi itu di negeri lain. Aku punya pemahaman dasar tentang strategi pertempurannya."


"Bagus."


"Ya. Meski ini sedikit lebih awal untuk hal seperti ini, haruskah kita melakukan sesuatu untuk meningkatkan moral pasukan yang sudah berkumpul?"


Beliau benar.


Kalau para prajurit gak di motovasi, maka akan ada lebih banyak korban.


"Semuanya! Kita harus berusaha menekan kehancuran seminimal mungkin selama pertempuran berlangsung!"


"Baik ratu!"


Para prajurit yang berkumpul langsung memberi perhatian saat sang ratu berbicara.


Kuharap para pahlawan lain juga melakukan hal yang sama.


00:10


Tinggal 10 menit.


"Sekarang masalah lokasinya. Akankah kita berada di laut atau di pulau?"


Kami gak tau tepatnya apa yang akan kami hadapi. Itu sebabnya diperlukan persiapan untuk semua kemungkinan.


"Bertarung di laut mungkin sulit."


"Aku tau."


Kami gak punya pengalaman bertarung di air.


Aku membayangkan bahwa mengayunkan sebuah pedang di air akan lebih sulit daripada yang mungkin kami duga. Jika demikian, kami harus mencoba menggunakan senjata-senjata lain.


Adapun untuk Filo, aku pernah melihat dia mengalahkan monster di air sebelumnya, jadi aku cukup yakin akan kemampuannya.


Kalau kami ada di air, maka kami gak punya pijakan yang bisa diandalkan, serangan akan datang dari arah manapun.


Kuharap aku bisa menggunakan Shooting Star Shield untuk mengulur waktu, tapi aku gak tau seberapa efektifnya skill itu terhadap monster-monster yang kuat yang muncul saat gelombang.


"Raphtalia benar. Ini mungkin pertempuran yang sangat sulit."


"Kalau saja Sadeena ada disini. Dia pasti tau apa yang harus dilakukan."


"Siapa itu?"


"Dia adalah panutan untuk desaku. Dia seperti kakak bagiku."


"Oh ya? Apa dia adalah seorang perenang handal?"


"Dia adalah yang terbaik di desaku."


"Apa dia demi-human tipe yang sama denganmu?"


"Enggak... dia adalah tipe aquatic."


Aku bisa membayangkannya sekarang. Dia pasti memiliki skill berenang unik. Raphtalia benar. Kuharap Sadeena ada disini.


Tapi sekarang bukan waktunya untuk melamun.


"Kuharap dia masih hidup."


"Aku juga."


Aku membuang pikiran itu dari kepalaku. Kamu masih punya hal lain yang harus difokuskan saat ini.


Waktunya hampir tiba. Aku mengangkat tanganku dan membuat pengumuman.


"Jika kita berada di daratan maka prioritas kalian adalah berpencar dan melindungi penduduk. Jika kita berada di laut, maka kita harus naik ke kapal yang lebih besar dan dukung para pahlawan!"


"Siap pak!"


Aku menghadap Raphtalia dan Filo.


"Ini adalah gelombang ketiga yang kita lawan. Mari berjuang! Semuanya akan baik-baik saja!"


"Baik! Dan kita harus memastikan korbannya sesedikit mungkin!"


"Aku akan berjuang keras!"


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya