Tokyo Ravens:Volume 10 Chapter 01

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 1 - Kelinci dari Kuil Kegelapan[edit]

"Aku percaya bahwa inti dari sihir adalah sesuatu yang disebut dengan 'kebohongan'."

"Tapi bukankah 'kebenaran' terkadang lebih palsu daripada kebohongan?"

--Tsuchimikado Harutora


Part 1[edit]

Ini terjadi beberapa malam sebelumnya--

Altar yang berada di atap bangunan.

Torii yang didirikan pada keempat sisi tempat yang terbuat dari batu. Torii utara berwarna hitam, torii timur berwarna biru, torii selatan berwarna merah, dan torii barat berwarna putih.

Tempat ini sudah di bangun dengan banyak tiang, tersusun dengan banyak persembahan. Koin perak, sutra putih, sebuah kuda kertas, sebuah tentara kertas, baju besi lengkap, busur dan anak panah, sebuah pedang panjang, cloisonne enamel, emas, koto, kecapi. Ada juga banyak kapal yang terbuat dari kertas yang diisi energi sihir dengan hati-hati yang mengendalikan tempat tersebut. Disamping mereka juga ada alat ritual - sebuah drum taiko, sebuah keong, lonceng kereta luncur, sebuah hei, dupa, lonceng tangan, boneka voodo, dan jimat.

Ritual sudah dipersiapkan dengan baik. Angin berhembus di atas atap. Langit cerah perlahan-lahan dan kegelapan yang menyelimuti terhapus oleh sinar mentari. Sebentar lagi akan fajar. Waktu ketika matahari dan bulan bertukar tempat sudah dekat.

Ada lima angka pada tempat tersebut. Di tengah-tengahnya berdiri seorang anak laki-laki yang memakai mantel hitam, mata kirinya ditutupi dengan kain. Ujung dari mantel hitamnya berkibar tertiup angin.

Di depan anak laki-laki itu ada alas yang diatasnya diletakkan seorang anak perempuan. Seolah-olah ia sedang tertidur, namun seragam di tubuhnya basah oleh darah. Angin lembut menyapu anak perempuan itu dan pita merah muda yang mengikat rambut hitam yang panjang anak perempuan itu bergoyang lembut oleh angin.

Di belakang anak laki-laki dan anak perempuan itu ada dua sosok yang sedang menonton semuanya. Salah satunya adalah seorang wanita dengan telinga hewan dan ekor, yang lainnya adalah seorang pria yang hanya mempunyai satu tangan. Keduanya diam tanpa berkata apa-apa, diam menunggu hingga waktunya tiba.

Orang terakhir lainnya adalah seorang gadis kecil yang telah mempersiapkan ritual sembari menunggu mereka. Ekspresinya dingin saat ia menatap anak laki-laki itu.

Anak itu melihat-lihat dengan mata kanannya yang tersisa untuk memeriksa altar. Gadis itu menunggu anak itu untuk menyelesaikan pemeriksaan, lalu berjalan menuju anak itu, memberinya selembar kertas yang telah dilipat beberapa kali. Ini adalah naskah untuk orasi ritual.

Anak itu menerima naskah dan memegangnya di dadanya sejenak, memejamkan matanya. Setelah beberapa saat, ia mengangguk pada gadis itu. Setelah gadis itu meraih palu, kemudian ia memukul taiko tersebut. Boom - Boom - Boom - Boom - Boom - Boom -, ia memukulnya enam kali. Kemudian ia mengambil keong dan meniupnya. Suaranya berisi energi sihir dan secara bertahap menembus udara fajar, namun bunyi pukulan terakhir menggema tempat itu beberapa kali.

Kedua sosok yang melihat semuanya dari belakang sedikit menggerakkan tubuh mereka.

Mantel hitam yang membungkus anak itu membesar seolah-olah mantel tersebut bernapas. Anak itu memegang naskah dan meneriakkan mantra dengan suara keras.

"Onmyoudou Tsuchimikado ingin memanggil Taizan Fukun, penguasa dunia bawah -"

... Itu terjadi beberapa malam yang lalu.

Roda nasib yang melampaui waktu di percepat.

Part 2[edit]

Angin bertiup ke arah hutan di gunung dengan meningkatnya udara dingin di musim dingin. Tubuh gadis kecil itu tidak bisa membantu tetapi menggigil, jadi ia memegang sapu bambu di dadanya, sambil menggosok-gosok tangannya. Puncak gunung selalu di datangi musim dingin lebih awal daripada kaki gunung. Napas yang berasal dari mulutnya langsung menjadi kabut putih.

Ia menatap ke atas, di mana langit gelap tertutup oleh ranting-ranting dimana-mana. Daun merah terang mulai memudar beberapa hari. Buah yang sudah matang sesekali meninggalkan ujung ranting, jatuh ke bawah. Karena itu, ia tidak akan mampu menyapu dengan bersih tidak peduli bagaimana ia menyapu. "Hah -" Sambil menghela napas, gadis itu menatap daun maple yang jatuh.

Tokyo Ravens Volume 10-16.jpg

Tidak lama setelah itu.

"Akino! Apa kau masih belum selesai?"

Sebuah suara keras datang dari tempat yang sangat jauh. Gadis bernama Akino berteriak "Ya -" setelah ia mendengar suara itu, dan di saat berikutnya rambut gadis itu tampak melayang ke atas.

Gadis itu buru-buru menutupi kepalanya dengan tangannya, dan sapu yang ia pegang jatuh ke tanah. "Ah - Ah -" Ia melirik sapu yang jatuh ke tanah, dan kacamata yang tidak pas di wajahnya juga turun. Pada akhirnya, Akino diam-diam meratap "Uuu -"sambil memegang kepalanya dan dengan kacamatanya yang miring. Ia berbalik untuk melihat ke arah suara.

Selain daun maple yang memerah, beberapa pohon cedar besar yang sudah tua menjulang ke sekelilingnya. Sebuah aula tua bisa dilihat melewati pohon-pohon cedar yang seperti sebuah pintu. Seorang biksu Buddha mengerutkan kening seperti biasa yang berjalan dari sana, mengenakan jubah pendeta hitam di atas sebuah antarvasa kasaya. Ia adalah seorang senior 'Ajari' di biara ini.

"Ah, Imam Tadanori......"

"Yang lain sudah selesai semua, kamu satu-satunya yang selalu membuang-buang waktu."

"A-ah..... Maaf...."

Akino berpikir untuk melarikan diri sambil meminta maaf dengan terbata-bata. Meskipun ia meminta maaf, suaranya nyaris tak terdengar kecuali didengarkan dengan seksama.

Tidak tahu mengapa, biarawan itu mengerutkan kening dan menatap gadis itu dengan tatapan menakutkan. Biawaran itu mengeluh kepada gadis itu dengan ekspresi pasrah, tapi Akino tampak hati-hati melihatnya dan biarawan itu hanya bisa memaksa dirinya untuk menelan semua kemarahannya.

"... Bagaimanapun juga, cepat selesaikan. Kita akan menyiapkan makan siang, jadi pergi bantulan persiapan makanan!"

"O-oke..."

Akino segera menjawab dan mengambil sapunya, serta menyesuaikan kacamatanya di saat yang sama. Setelah Tadanori menatap gadis itu lagi seolah-olah menasihati dirinya, ia berjalan kembali ke aula.

Tadanori adalah orang yang bertanggung jawab atas vihara dan juga seorang pria yang suka menegur orang lain, tapi sekarang ia telah berhati-hati. Bukan hanya dia, semua orang dewasa di biara ini juga seperti itu. Itu adalah keberuntungan yang langka ketika perbedaan pendapat dapat diselesaikan tanpa amarah yang meluap-luap.

Bahkan meski begitu, tidak seperti kejadian tsb benar-benar terjadi. Akino buru-buru menyapu semua daun ke tempat sampah. Setelah melempar daun ke tempat pembakaran di belakang biara, ia berjalan menuju gudang untuk membantu menyiapkan makan siang. Ada dapur biara di gudang ini bersama dengan banyak kamar untuk para biksu. Ada juga dapur yang di set di kamar biksu.

Teriakan terdengar keluar begitu ia masuk.

"Kau lambat Akino! Apa yang kau lakukan?"

"M-maaf....."

"Akino, kurang kayu bakar!"

"O-oke.... aku akan pergi untuk mengambilnya sekarang..."

Akino menjawab sambil berlari ke kanan, membawa beberapa kayu bakar yang ditumpuk di bawah atap bangunan. Mungkin karena bensin sangat berharga, penggunaannya dibatasi. Oleh karena itu, mereka pada dasarnya menggunakan kompor yang bahan bakar utamanya kayu untuk memasak makanan setiap hari.

Tetapi metode untuk menyalakan api mereka sangat unik - memang sangat aneh.

Para senior dari vihara berdiri di depan kompor, membentuk segel tangan ke arah kompor dan merapal mantera dengan mata setengah tertutup. Tidak lama kemudian, kayu tersebut terbakar oleh nyala api.

Ini adalah sihir.

Terlebih, itu diklasifikasikan sebagai sihir kelas atas di bawah hukum Onmyou modern.

"Ambil piring sekarang, Akino!"

"Oke...."

"Cepatlah sedikit.....!? Kau, ini!"

"M... Maaf...."

Kemarahan dan ketidak sabaran mengecam idiot yang lambat. Akino menangis sembari mengambil potongan-potongan pelat yang hancur. Tapi dia masih dimarahi dengan keras oleh para senior setelah ini. Akino buru-buru berteriak ketika berhadapan dengan tugasnya. Diet biara harus vegetarian, tapi ini tidak diikuti sepenuhnya. Kemiskinan adalah satu hal, tapi makan daging tanpa keprihatinan adalah hal lain. Apa yang mereka panggang sekarang adalah daging rusa yang telah diburu beberapa hari sebelumnya.

Perut Akino bergemuruh karena kelaparan. Tutupnya berdentang dan mulai bergetar seakan memberi respon padanya.

Setelah menyelesaikan makan siangnya dan membersihkan sedikit, Akino memiliki sedikit waktu luang sampai tiba waktunya untuk menyiapkan makan malam yang mereka sebut 'slop'. Akino diam-diam menyaksikan seniornya, mengambil pemantik api yang kecil dari gudang dan beberapa ubi jalar kecil dan berjalan ke kuil yang setengah rusak yang merupakan dasar dari biara.

Akino pertama menggali lubang dangkal di tanah. Setelah menempatkan ubi jalar ke dalamnya, ia menaruh daun-daun yang jatuh di atas, lalu membakar daun-daun itu dan menutupinya dengan abu. Setelah di lihat bahwa daun telah di bakar, ia diam-diam duduk di kaki pohon cedar yang ada di dekatnya.

Karena baru-baru ini tidak hujan, daun terbakar dengan cepat menjadi abu. Akino terpesona melihat abu yang tertiup angin sewaktu diam-diam menunggu ubi jalar selesai di panggang. Itu karena Akino akan dimarahi oleh Tadanori jika Tadanori melihatnya di tempat persembunyiannya sedang diam-diam memanggang dan memakan makanan yang ia ambil secara diam-diam. Bahkan jika ia terlihat senior lainnya, itu semua akan disita.

Biara di mana Akino tinggal disebut Kuil Seishuku. Sebuah biara gunung yang terletak di dekat puncak gunung yang jauh dari peradaban. Memperoleh sesuatu di sini sangat sulit dan seperti tempat yang terisolasi dari dunia luar.

Tidak, bukan 'seperti' itu, hal itu justru dimaksudkan dengan menjadi terpencil. Bahkan lingkungan biara sengaja menyembunyikan keberadaan mereka dari dunia. Itu adalah tempat yang telah merosot terbelakang. Itu merupakah tempat di mana sebuah dunia yang berbeda dibandingkan luar kaki gunung, sebuah pegunungan dunia alternatif sebenarnya.

Akino merupakan yang termuda di dunia alternatif ini dan juga yang paling lemah. Ia selalu di bagian bawah hirarki. Mengesampingkan penampilan untuk sekarang, ia berada di mana ia membantah semuanya. Bahkan di awal makan siang, tidak ada daging rusa lezat bersama dengannya. Meskipun ia mempunyai sedikit harapan, ia akhirnya kecewa. Jadi ia telah mengambil kesempatan saat ini untuk mengisi selera masa pertumbuhannya.

Panas api itu sudah lenyap. Udara dingin terasa meresap ke dalam dirinya sedikit demi sedikit saat ia langsung duduk di tanah. Tapi ia beruntung sekarang tidak berangin. Akino menekuk lututnya, meringkuk menjadi bola kecil dan diam-diam menatap abu. Akino berpikir jika cara ini membuat ubi jalar menjadi sedikit lebih hangat dan sedikit lebih lezat, ia tidak keberatan menunggu sambil kedinginan. Hatinya juga sedikit bahagia, serta tegang sehabis diam-diam mengambil makanan. Sebenarnya, memanggang ubi jalar adalah satu-satunya hal yang Akino rasa menyenangkan beberapa hari terakhir.

".... Ubi jalar Ubi jalar ~ ~ Apa kau sudah matang? Lezat ~ Panas ~ Nginging....."

Tidak jelas apakah waktunya sudah benar, tetapi apa ubinya sudah matang atau belum sepenuhnya mengandalkan kata hati Akino sendiri.

"Mereka hampir matang", "Ah, aku akan sedikit menunggu."

Tepat ketika Akino santai berbicara pada dirinya sendiri.

"Hei, Akino!"

Tiba-tiba sebuah suara keluar dari belakangnya dan Akino diam ketakutan. Ia memegang lututnya, dan pada saat yang sama, tubuhnya menjadi kaku. Bersamaan dengan itu, di atas kepalanya - tepat di bagian atas, di mana seharusnya tidak ada sesuatu sama sekali - sebuah 'gangguan' terjadi, sebuah fenomena yang disebut lag. Kemudian, sesuatu yang tersembunyi disana terwujud dan mengungkapkan diri mereka sendiri.

Dua telinga menonjol sedikit. Mereka adalah dua buah telinga kelinci, tertutup bulu perak keputihan. Bukan hanya telinga. Sebuah potongan ekor pendek juga muncul di pantatnya yang duduk di tanah. Itu adalah ekor kelinci, seperti telinganya.

Akino terbelalak tidak bisa bergerak, dan hanya telinganya panik berputar ke segala arah. "Haha." Sebuah tertawa kering terdengar setelah Akino terlihat seperti itu. Setelah mendengar suara itu, ketegangan tiba-tiba menghilang dan ia menjadi rileks, telinga di kepalanya turun seolah-olah mereka kehabisan energi.

"Sen-jiichan...."

Ia menengok ke belakang dengan ekspresi bahagia setelah melihat orang tua berjalan keluar di antara pohon-pohon cedar sambil tersenyum. Rambut putihnya tergantung di sanggul tegak lurus, dan ketika dilihat bersama-sama dengan janggut putihnya, orang akan tahu sekilas ia adalah seorang pria tua. Anehnya, ia mengenakan jas putih usang, hakama yang ditambal di atasnya dan jubah yang pas. Tapi entah kenapa, pada pandangan pertama ia tampak tidak dapat diandalkan, bukan hanya dari penampilan malasnya. Sebuah senyum menggoda muncul di wajah penuh kerut saat ia menampakkan kekanak-kanakannya, watak imutnya.

"Jangan terlalu terkejut, Akino. Kau masih kurang latihan."

"Sen-jiichan membuatku takut ~ Khususnya sejak jii-chan mengubah suara jii-chan."

"Apa yang kau pikir tentangku, menjadi begitu takut padaku? Telinga panjang itu untuk apa?"

"A-aku tidak memiliki mereka karena aku menyukai mereka....."

"Haha... kau mungkin senang dari melihat ubi jalar. Tadanori-san akan melihatmu cepat atau lambat jika kau seperti ini. Ia sedang dalam suasana hati yang mudah marah baru-baru ini, sehingga kau pasti akan mendapatkan omelan jika kau tertangkap."

Sen tertawa keras, tapi Akino mengerutkan kening "Uu -", telinga di kepalanya melipat ke dalam seperti . Sebenarnya, sejak Sen memperingatkannya, ia tidak bisa memaksa Tadanori.

"Bukankah mereka telinga yang berharga? Kau selalu menyembunyikannya, kau harus menggunakannya jika mereka efektif."

"I-itu bukan urusan Sen-jiichan."

Akino cemberut serta memeluk lututnya dengan erat dan menggulung tubuhnya menjadi bola. Tapi saat ini ia tidak bisa menyembunyikan telinganya.

Akino adalah salah satu dari mereka yang disebut 'possessed' (kerasukan atau kesurupan setan).

Tampaknya baru-baru ini mereka disebut juga 'roh hidup'. Yang dipanggil 'roh hidup' awalnya sebutan untuk orang yang ditubuhnya ada 'oni' dan akhirnya menjadi 'oni'. Tapi di zaman modern, ketika diyakini bahwa oni semacam roh, orang-orang yang kerasukan roh selain oni secara kolektif disebut 'roh hidup'. Dalam hal ini, roh hidup bukanlah hal langka di Kuil Seishuku, setidaknya menyisihkan masyarakat normal saat ini. Meskipun tidak bisa dikatakan banyak, orang yang kesurupan roh anjing atau roh rubah sering datang ke sini.

Tapi sayangnya, Akino bukanlah roh hidup biasa.

Ia adalah roh hidup 'kelinci' yang tidak sering terlihat di dunia ini.

"Tidak peduli berapa banyak kau ingin menyembunyikannya, sepertinya setiap kali kau ketakutan mereka akan muncul. Ini seperti kitsune yang berusaha menyembunyikan ekornya dengan kemampuan perubahan yang buruk."

"Jii-chan tidak perlu khawatir tentang hal itu. Meskipun aku masih tidak terampil sekarang, aku akan bisa menyembunyikannya dengan baik selama aku berlatih lagi."

"Tidak peduli seberapa baik kau menyembunyikannya, semua orang akan tahu tentang telinga itu cepat atau lambat."

"Itu tidak masalah. Aku ingin menyembunyikan mereka."

Akino dalam suasana hati yang buruk.

Telinga kelinci yang panjang adalah akar dari keruwetan rendah diri Akino.

Dia tidak tahu atau ingin tahu apa yang dipikirkan orang lain, tetapi untuk Akino, memiliki 'hal-hal seperti' melompat-lompat di kepalanya hanya terasa menjengkelkan dan benar-benar tidak berguna.

Ada orang yang menyebutnya gadis kelinci, dan ada pula orang-orang yang menghindari dan membencinya.

Yang lebih penting, Akino merasa dirinya pasti tidak memiliki bakat untuk menjadi sesuatu yang lebih besar - tepatnya, karena ia adalah seorang idiot dan karena kontraproduktif roh hidup kelinci yang langka tersebut, ia akhirnya diperlakukan idiot dan sering diperintah.

Orang lain juga memperlakukannya seperti binatang eksotis.

Untuk Akino, telinga yang dibenci ini adalah simbol dirinya diperlakukan sebagai objek yang tidak berguna.

"Aku pikir sepasang telinga itu cukup lucu."

"Itu... itu tidak benar."

Akino meringkuk menjadi bola ketika dengan sengaja menyangkal pujiannya.

Tetapi sementara ia menjawab perlahan, ujung telinganya dengan senang hati melompat-lompat. Alasan lain Akino selalu tidak menyukai menunjukkan telinganya adalah telinganya mengekspresikan sepenuhnya perasaan tersembunyinya. Tapi fakta bahwa Akino tidak menyembunyikan telinganya di depan Sen adalah bukti seberapa dekat Akino dengan Sen.

Cara Sen menggoda telinga kelinci Akino tanpa syarat tidak seperti perasaan bagaimana orang lain berbicara tentang telinganya dengan penghinaan dan kebencian.

Sebaliknya, Sen memperlakukan Akino seperti cucunya. Sen adalah satu-satunya orang yang Akino bisa bersantai di sekitar biara.

Telinga panjang Akino bergetar saat ia bertanya ke Sen: "Sen-jiichan, apa kau akan menyiram lagi?"

"Ya, itu benar." Sen menjawab sambil berpaling menghadap candi di samping mereka.

Candi ini hampir sepenuhnya rusak. Dinding dan atapnya berlubang, dan juga benar-benar tertutup rumput liar. Tampaknya ini disebut Gedung Tachibana. Karena tidak ada orang lain yang menggunakannya, Sen telah membawa pot dengan anak pohon yang ditanam di dalamnya dan dengan hati-hati mengangkat potnya.

Akino sering mendekat untuk mengusir kepenatan. Dalam alasan apapun, ia merasa paling nyaman di tempat yang sering dimasuki Sen.

"Apa pekerjaa jii-chan baik-baik saja?"

"Aku sudah dari tadi menyelesaikannya."

"Aaahhh... Tanpa diketahui, jii-chan.... AKu mendengar bahwa Sen-jiichan selalu seperti itu. Mengapa jii-chan dapat menyelesaikannya dengan mudah?"

"Aku adalah aku, kau tahu. Aku sudah tinggal lebih lama daripada kau, Akino. Menyelesaikan pekerjaan dengan cepat adalah wajar."

Sen adalah seorang hamba laki-laki di Kuil Seishuku dan bertanggung jawab melakukan tugas-tugas biara, seperti bagaimana Akino berada di vihara. Ia melakukan pekerjaan yang sulit bagi tubuh tuanya, orang tua yang ramah ini selalu ringan dan santai. Akino tidak bisa membantu tetapi berpikir bahwa ia digunakan untuk hal-hal seperti ini. Namun, untuk Akino, ia tidak bisa membayangkan bisa terbiasa dengan hal semacam ini sama sekali.

"Rasanya seperti aku bisa melakukan banyak hal jika aku mampu menyelesaikannya sedikit lebih cepat..."

Ia mencoba diam-diam bergumam dengan kata-kata yang tidak realistis sama sekali.

Akino tampak seperti berumur dua belas atau tiga belas, tapi bahkan ia tidak tahu usia sebenarnya.

Ia tinggal di Kuil Seishuku sejauh yang ia ingat, selain pergi ke kaki gunung sebagai utusan, ia tidak pernah pergi ke tempat lain. Ia menjalani hidup yang tidak menarik ini bersama dengan perubahan musim. Bahkan ia tidak tahu bagaimana ia telah tumbuh selama ini. Ia tidak bisa membayangkan akan ada perubahan jika ia sedikt mencoba.

Tapi -

"Yah... akankah tempat ini masih ada ketika waktu itu datang?"

Sen tersenyum ketika berbicara seperti bukan dirinya dengan suara yang jelas. Ujung telinga Akino merespon dengan sedikit berkedut, dan ia menatap Sen dengan kepalanya "Eh -".

"Sen-jiichan? Apa artinya...."

"Hei Akino."

"Ya?"

"Apakah ubi jalar sudah matang?"

"Ubi jalar? ....Ahh!?"

Ia benar-benar lupa. Ia panik meraih sapunya, menggali ubi jalar dari abu. Seperti yang ia bayangkan, kulit luarnya telah menghitam. Akino meratap sementara Sen tertawa "haha -".

"Yah, baik-baik saja, aku akan pergi, makanan akan segera menghilang...."

Setelah mengatakan ini, Sen berjalan ke Aula Tachibana untuk menyiram bibit.

Setelah itu, Akino membuang sebagian dari bagian luar ubi jalar yang dipanggang dan hanya memakan bagian tengah saja.. Tapi ia sangat beruntung bagian yang tidak terbakar dipanggang dengan sangat baik, Akino menghibur dirinya sendiri.

Setelah ia selesai dan menyembunyikan bukti makanan yang ia ambil, ia berjalan-jalan - berhati-hati menyembunyikan telinganya - dan kemudian kembali ke gudang.

Persiapan untuk makan malam akan segera dimulai sebelum senja.

Makan malam di biara disebut 'slop' karena hanya dua waktu makan yang disediakan, sarapan dan makan siang. Mereka tidak makan makanan saat makan malam, tetapi makan 'slop' sebagai gantinya. Tentu saja, di Kuil Seishuku daging langka, itu hanya nama formal. Akino dimarahi lagi oleh senior dan berlari dengan ekspresi menangis sambil mempersiapkan makan malam.

Setelah setengah jalan, tidak ada cukup kayu bakar lagi, dan ia pergi ke luar untuk membawa beberapa masuk ke dalam.

Kemudian, ketika Akino sedang mengangkat kayu bakar yang ditumpuk dibawah atap dengan suara "uuurg", ia mendengar suara Tadanori.

"..... Kau begitu sabar. Identitas..... Ya, jika itu ada....."

Akino menoleh. Tadanori memiliki ekspresi sedih di wajahnya dan memegang ponsel dengan satu tangan sementara berjalan dari kuil.

".... Disini? Mengerti. Untuk saat ini saya akan mengirimkan orang. Apakah anda berada di sini besok? .... Ya ....Nn...."

Ia beberapa kali menjawab dan kemudian mematikan ponsel setelah percakapan berakhir. Akino diam-diam menatap Tadanori. Alih-alih tertarik pada isi pembicaraan, ia lebih tertarik pada bagaimana bisa Tadanori mempunyai ponsel.

Karena bekerja di biara, sinyal ponsel ada di gunung. Tapi Akino tidak mempunyai satu, dan ia bahkan tidak pernah menyentuhnya.

Mempunyai sebuah ponsel adalah salah satu keinginan Akino.

Setelah Tadanori memperhatikan Akino yang menatapnya, ia menoleh. Untuk menghindari dilihat sebagai orang malas, Akino buru-buru berbalik, membawa kayu bakar dan berjalan pergi.

Tapi Tadanori memanggil Akino saat Akino berbalik dan bersiap untuk pergi.

"Akino -"

"Y-ya? Aku tidak malas. Aku serius mempersiapkan makan malam...."

"Ya. Sudah. Aku hanya ingin memintamu untuk menjadi seorang utusan."

"Seorang utusan?"

"Ya. Pergi ke Gedung Depan sekarang untukku."

Setelah mendengar itu, Akino sengaja mengungkapkan telinga yang awalnya ia sembunyikan - meskipun ia terkejut, ada beberapa sukacita dalam hal tersebut.

Sama seperti namanya, Gedung Depan ada di luar biara - itu adalah ruang Kuil Seishuku yang didirikan di kaki gunung.

Itu telah direnovasi jauh sebelum Akino lahir dan telah digunakan oleh pihak di kota sebagai gudang untuk menyimpan bahan-bahan yang dibeli sampai sekarang. Untuk Akino yang hampir tidak pernah bisa keluar, tempat itu seperti koneksi ke dunia luar.

"Jika kau bisa, turunlah sebelum hari gelap. Akan lebih baik untuk datang kembali besok, cepatlah."

Hati Akino berdetak lebih cepat ketika ia mendengar bahwa ia bisa tinggal semalam. Ia bisa melebarkan sayapnya dan terbang tinggi malam ini - dan bermain untuk isi hatinya. Tidak peduli apa, ada majalah dari luar di Gedung Depan bersama dengan televisi. Meskipun ada majalah, televisi, dan komputer yang terkoneksi internet di biara, Akino tidak bisa memonopoli salah satu dari mereka. Kebebasan kecilnya saat ini seperti nafas sesaat ketika ia merasa gembira.

Kemudian,

"J-jika sekarang, bagaimana dengan makan malam.....?"

"Ada beberapa makanan cepat saji disana."

Akino tidak bisa menahan perasaan takjubnya. Ia hampir melempar kayu bakar untuk mengangkat tangan dan bersorak? Wajah Tadanori menjadi murung, Akino buru-buru menyingkirkan ekspresi kekanak-kanakannya.

Baru saat itulah ia merasakan bahwa ia tidak pernah mendengar sesuatu yang penting.

Ia kembali bertanya sambil menenteng kayu bakar.

"Lalu Imam Tadanori? Sebenarnya aku utusan untuk siapa?

"Apa kau tidak mendengar? Aku akan menghubungi Kengyou-sama sekarang. Sepertinya akan ada murid baru. Sepertinya orang tersebut sudah di kaki gunung."

Saat itu, ada sedikit 'gangguan' di atas kepalanya, dan Akino buru-buru menekan kepalanya. Mata di balik kacamatanya menjadi lebar dan membulat.

"Dia besok harus segera pergi. Jadi besok, kau akan membawa orang itu ke biara menggantikanku, tidak apa kan?"

Tadanori mengerutkan kening dan Akino kembali bersamanya. Setelah memberikan Akino kunci Gedung Depan, ia kembali ke pekerjaannya. Di sisi lain, Akino yang tertinggal, masih terkejut setelah menerima kunci.

Tadanori mengatakan untuk membawa murid ke biara.

Lagi pula, akan ada orang baru di biara.

Pengharapan dan emosi gelisah bergejolak di dalam hatinya. Itu sudah beberapa tahun sejak pendatang baru. Orangnya seperti apa? Seorang pria? Seorang wanita? Berapa lama? Apa itu orang yang berhati lembut atau individu yang berhati busuk? Apakah orang itu akan mengejek Akino jika ia melihat telinga kelincinya?

".....Ah, hmmm? Tunggu! Jika seseorang sudah berada di kaki gunung, berarti....."

Tinggal di Gedung Depan dan membawa orang itu besok yang artinya Akino harus tinggal bersama dengan pendatang baru malam ini.

Tiba-tiba, perasaan tidak enak dengan cepat membengkak dibandingkan dengan penantiannya. Akan lebih bagus jika orang itu adalah seseorang yang mudah berbicara, tetapi jika tidak, ia mungkin terlalu gugup untuk tidur. Apa yang harus ia lakukan?

... Akino, yang kesedihannya terlihat berkumpul di wajahnya, mendengar suara 'gak' gagak dari kejauhan saat ia ditinggal sendirian. Langit sudah benar-benar gelap dengan tenggelamnya cahaya matahari dan mataharipun perlahan-lahan tenggelam. Meskipun Akino memiliki keyakinan akan kecepatannya, itu terlalu berbahaya untuk berjalan di jalan gunung pada malam hari. Jadi ia harus buru-buru turun sebelum matahari terbenam sepenuhnya.

Ia cepat-cepat kembali ke gudang untuk menjelaskan situasi kepada seniornya.

Awalnya, sekarang adalah waktu yang sibuk, tapi Akino ingin pergi, jadi seniornya yang sangat sarkatis dengan Akino, tetapi tidak bisa menunda karena itu adalah misi dari atasan. Akino terus menerus meminta maaf dan kemudian meninggalkan gudang dengan terburu-buru.

Pohon maple berdaun merah bergoyang karena angin dan kemudian diam-diam jatuh ke tanah.

                                                                      ☆☆☆

Sudah sejak lama ia memiliki kesempatan untuk keluar dan berjalan-jalan, langit hitam dan lingkungan telah diselimuti kegelapan pada saat Akino berjalan menuruni gunung.

Ia pergi melewati hutan gunung melalui terasering di lereng gunung. Cahaya Lampu dari rumah-rumah keluarga petani yang samar menerangi jurang besar yang dalam. Kemudian, bukit-bukit yang mengelilingi daerah ini tersebar diatas kepalanya sampai malam. Awan di langit tidak biasanya terlihat cocok, dan ia bisa merasakan suasana yang berat. Tidak begitu banyak cahaya bulan tenggelam yang menyebar diantara awan-awan melainkan memberi perasaan berbeda bahwa itu memberi birunya langit warna yang berbeda. Awan yang melayang dari satu sisi bulan yang lain berubah bentuk mereka sedikit demi sedikit karena mereka mengalir perlahan-lahan.

Akino yang biasanya hidup dikelilingi oleh hutan cedar yang tinggi. Di dunia itu, Akino kadang-kadang kosong, tempat terbuka dan kewalahan akan perasaanya saat melihat luasnya langit. Seperti kelinci yang merangkak keluar dari bawah tanah. Ia awalnya menganggap dirinya sangat kecil, bahkan lebih kecil yang keberadaannya seperti kerikil atau gulma.

Namun di sisi lain, ia tiba-tiba berlari memperhatikan ke beberapa sudut di bawah langit dan tiba-tiba memiliki perasaan yang tak bisa dijelaskan.

Bahkan jika ia tidak tahu ke mana harus pergi - bahkan jika ia hanya bisa pergi ke beberapa tempat yang bisa ia bayangkan, hatinya tidak bisa berhenti berdebar dan ia berpikir satu pikiran berlari ke depan. Yang lain di dalam biara mungkin juga memiliki perasaan yang sama.

Akino tidak meninggalkan gunung.

Bahkan Akino tahu dunia luar. Ia hanya menerima ajaran-ajaran yang paling dasar dari orang dewasa di biara. Melalui majalah, televisi, internet - tentu saja, tidak lengkap - ia memahami praktik sosial normal tentang dunia luar gunung.

Tapi itu hanya pengetahuan, dan itu adalah pengetahuan tentang dunia lain. Meskipun kadang-kadang ia ingin pergi, itu adalah dunia asing.

Akino adalah benda asing bagi dirinya, karena ia telah mengalaminya sendiri. Meskipun roh hidupnya sangat berharga, itu hanya roh kelinci.

Berapa banyak orang yang pernah tinggal di tempat tertutup sejauh yang mereka ingat bahwa disini adalah Jepang? Meskipun biara itu tidak normal di dunia luar, biara itu adalah segalanya baginya.

Tapi kenapa ia benar-benar ingin berlari keluar dan melihat pemandangan dari seberang biara?

Tentu saja, dirinya yang lambat pasti tidak bisa memberikan jawaban untuk hal seperti itu tidak peduli seberapa keras ia berpikir.

".....Ah, aku lapar."

Ini sudah waktunya untuk makan malam di biara. Akino menggenggam kunci terus menuju Gedung Depan.

Bagian Gedung Depan merupakan persimpangan antara Kuil Seishuku dan jalan kota, terletak di tengah sebidang kecil tanah datar.

Meskipun itu disebut gedung, itu tampak seperti sebuah gudang tua dari luar. Biasanya hanya ada sebuah penghalang defensif otomatis disekitarnya, tapi sekarang cahaya lampu dinyalakan di pintu masuk untuk barang dari luar, memperlihatkan cahaya kecil berwarna oranye.

Ada dua orang di bawah cahaya itu.

Salah satu wajahnya dikenali oleh Akino dan yang lain adalah wajah asing. Detak jantung Akino semakin keras.

"Ah, apa kau kelinci? Kau utusannya?

"I-imam Kengyou!? Tolong jangan panggil aku seperti itu! Kan sudah aku katakan!"

"Yah, bahkan dengan pinggul dan dada, kau terlihat seperti kelinci. Kau mungkin berkembang sejak saat itu, kan? Hmm?"

"II-itu....."

Apa yang ia katakan di depan pendatang baru? Akino tersipu dan menatap pria yang mengenakan setelan di depannya - Imam Kengyou.

Meskipun Kenyou merupakan Ajari dari Kuil Seishuku, ia tidak memakai pakaian Imam juga tidak mencukur botak kepalanya. Ia selalu bekerja di luar biara serta baik dalam berbagai aspek.

Biarawan bejat pecinta perempuan ini akan dievaluasi sangat buruk dalam beberapa aspek sebagai murid. Akino tampaknya masih berada di luar jangkauan serangan Kenyou, jadi ia terbiasa dengan kelakarannya.

"Lagi pula, apa kau dengar tentang sesuatu? Orang ini adalah seseorang yang berharap untuk masuk biara, yang selama bertahun-tahun tidak 'dimasuki'."

Kengyou ringan membelai dagunya, berbicara dengan nada yang sombong. Sebelum Akino mempersiapkan dirinya untuk menghadapi ia lagi, sosok yang menunggu di belakangnya melangkah keluar dari belakang Kengyou.

Itu adalah seorang gadis.

Dan ia masih sangat muda. Tapi ia lebih tua dari Akino. Mungkin ia sudah menjadi siswa SMA. Rambut hitam panjangnya mencerminkan kulit seputih saljunya. Ia memiliki tubuh yang langsing dan paras yang cantik. Sebagai seseorang yang berjenis kelamin sama, Akino terkejut.

Gadis ini luar biasa indah di kedua fitur dan sosok.

Tapi ia memberi kesan yang sangat dingin.

Apakah itu sinar rembulan yang tenggelam dari atas kepalanya? ia tidak bisa melihat apapun yang menyerupai suka atau tidak suka di matanya yang menatap Akino. Ekspresi itu juga, tenang dan tidak terusik seperti permukaan danau. Ia memberi kesan tenang, kesan menyeluruh daripada tidak peduli. Ia keras dan menyendiri daripada tidak berperasaan.

Ia mengenakan mantel pendek, celana pendek dan kaus kaki panjang. Ia memakai sarung tangan tanpa jari dan sepatu bot pendek di kakinya. Sebuah tas berpola loreng yang tersandang di bahunya. Alih-alih terlihat tomboy, itu lebih terlihat seperti ia berpakaian cukup efisien dan tanpa hiasan. Jadi, perbedaannya terlihat jelas seolah-olah itu mendominasi karakter gadis itu.

Tapi ada pengecualian pada hiasan di kepala.

Ada pita merah muda yang mengikat rambut hitamnya yang panjang.

".......Um....."

Sama seperti Akino hendak menyambutnya, ia segera menyadari bahwa ia tidak tahu harus berkata apa.

Akino menilai gadis itu adalah jenis yang sangat tidak mudah berbicara dan bahkan merasa ketakutan.

Tapi meskipun ia tidak yakin alasannya, ia merasa aneh. Orang lain mungkin tidak merasakan apa-apa. Namun, ada sesuatu yang jelas, suram, dan sesuatu yang tidak menyenangkan.

Meskipun begitu, ia tidak bisa bergerak dari tatapan gadis itu.

"...."

Gadis itu juga tanpa kata-kata kembali menatap Akino, yang tidak bisa mengatakan apa-apa dan hanya menatap tajam ke arah Akino. Kemudian, aroma tanah pegunungan, tumbuh-tumbuhan, dan sejenisnya dicampurkan bersama-sama dan aroma samar muncul di sekitarnya.

Itu adalah aroma dupa yang belum pernah ia cium.

Kemudian,

".... Senang bertemu denganmu, aku Hokuto."

Gadis itu membuka mulutnya.

Kata-katanya datar, tetapi suaranya bersih.

"A-ah, ya! Aku-aku, um, uh Akino, jadi.....!?"

Ia tiba-tiba tegang dan lidahnya menjadi kelu. Ini pasti kesan yang sangat buruk. Dengan kata-kata menggoda Kengyou yang baru saja dikatakannya, ini adalah kesan pertama terburuk. Mungkin ia sudah dianggap idiot oleh gadis itu yang masih tidak bereaksi.

Kengyou yang tidak peduli dengan memerahnya wajah Akino, berbicara dengan sikap yang tidak teratur.

"Kemudian, sudah selesai, kan? Akino, aku akan pergi, jadi aku akan meninggalkan sesuatu yang lain untukmu."

"Eh? K-kau sudah mau pergi?"

"Kau terlambat, aku sudah menyelesaikan semuanya. Aku harus kembali ke kota hari ini."

Kengyou melihat arloji sambil berbicara tanpa basa-basi, tapi Akino dengan cepat diliputi kepanikan.

"Tapi, kau benar-benar tidak memperkenalkan kami....."

"Lakukan apapun yang kau suka sampai malam. Kalau dipikir-pikir, aku sedikit terburu-buru, jadi aku tidak punya waktu untuk terus mengobrol."

Kengyou melirik gadis itu dengan tatapan dingin sambil berbicara. Gadis itu masih tidak merespon.

Perut Akino mulai melilit.

"Sampai nanti. Jangan melakukan sesuatu yang merepotkan."

Kengyou dengan egois pergi tanpa kata-kata, tanpa menjelaskan apapun, dan pergi. Seperti itu, Kengyou berjalan menuju mobil yang berhenti di jalan. Akino tampak didorong ke sudut dan menatap gadis dihadapannya dengan Kengyou meninggalkan mereka sebagai latar belakangnya.

Kemudian,

"Ah, benar."

Tanpa diduga, Kengyou berhenti dan berbalik.

"Akino, Hokuto, kalian berdua akan berteman di biara, kan? Karena kalian berdua adalah sahabat dengan keadaan yang sama."

"Eh? Aa-apa artinya itu?"

Kengyou tersenyum ringan ketika Akino bertanya kembali. Itu adalah senyuman yang ia sering lihat di biara dari senior dan Ajari. Senyum yang mengejek orang lemah, sebuah ungkapan yang mengejek seseorang di tempat terakhir.

"Karena kalian berdua roh hidup yang berharga, sehingga berlatih sebanyak mungkin dan melakukan yang terbaik untuk biara."

Part 3[edit]

Mungkin dia tidak bisa tidur malam itu.

Secara kontras terlihat kepesimisannya, Akino meminum tiga mangkok ramen untuk makan malam dan tidur. Pada pukul sembilan malam, perempuan pendatang baru, Hokuto, terbangun. Orang-orang lainnya juga terbangun lebih awal. Secara disiplin biasanya bangun jam empat pagi. Jika mereka masih tertidur, maka mereka mendapatkan hukuman.

Tadanori tidak menyadari deadline untuk membawa Hokuto ke gunung, tapi dia pasti akan dimarahi jika dia tidak kembali sebelum makan siang. Setelah Akito dan Hokuto makan sarapan, mereka berangkat dari Front Hall.

Batu ditumpuk menjadi bentuk tangga melalui jalan terus hingga Kuil Seishuku. Hutan cedar tumbuh subur di sekitar mereka. Jalan membentang tanpa henti ke atas antara pohon-pohon cedar.

Gunung itu sangat sunyi. Satu-satunya suara yang mereka bisa dengar adalah suara langkah kaki dan napas mereka sendiri. Kadang-kadang celetuk burung di gunung akan menjangkau mereka, dan gema suara terdengar jelas diantara keheningan hutan.

"........"

Akino yang berjalan ke depan naik sepanjang jalur pegunungan sementara sambil sering melihat yang di belakangnya.

Selain Akino yang dibesarkan di gunung, jalan gunung pasti akan melelahkan bagi seseorang yang tidak terbiasa untuk hal seperti ini- terutama untuk wanita yang kalem. Tapi Hokuto pada dasarnya tidak memiliki masalah saat ia membawa tas yang tampaknya sangat berat, tetap mengikuti di belakangnya. Dia tampaknya tidak khawatir tentang bila kehabisan napas. Meskipun tidak terlihat, sepertinya dia benar-benar merasa kesulitan.

Dalam hal ini, masalah berikutnya adalah keheningan antara mereka berdua.

Hokuto adalah seorang gadis pendiam.

Mereka menonton televisi dan makan bersama-sama tadi malam, tapi Hokuto tidak membuka mulut untuk berbicara sama sekali ketika di sana, setidaknya membalasku jika aku bicara bahkan tidak. Itu adalah standar minimum yang diperlukan untuk menjadi sifat bertoleransi. Karena ini, dia tidak sempat memperkenalkan dirinya dari tadi malam sampai sekarang. Bahkan dia merasa malu.

Tapi meskipun demikian, ia tahu bahwa Hokuto bukan orang yang acuh tak acuh. Dia akan aktif merespon jika Akito mengatakan sesuatu pada Hakuto, dia sangat taat kepada instruksi Akino yang kompleks tanpa sedikit perasaan di wajahnya. Juga, tadi malam ia telah membiarkan Akino memilih saluran televisi dan rasa cup ramen yang dia suka dari awal. Yang ada hanya salah satu duduk di sofa, dan Akino mengundangnya untuk duduk, tapi dia tegas menolak dan membiarkan Akino duduk di sana. Dia tidak pernah marah atau cemas ketika dia ketiduran waktu itu. Dia cantik dan elegan, bagaikan malaikat bagi Akino.

Tapi ketika Hokuto tidak mengeskpresikan emosinya, dia tidak tahu apa yang dia pikirkan. Juga, perasaan kebencian dari kekeliruan yang ia rasakan ketika mereka bertemu pertama kali masih blm hilang.

"......"

Jika mereka pergi ke depan untuk ke biara seperti ini, Hokuto akan menjadi anggota dari pada murid. Para senior laki-laki pasti akan jungkir balik bersenang-senang karena dia adalah seorang wanita cantik seperti itu. Dalam hal ini, Akino pasti akan diminta melakukan banyak hal.

Karena dia tidak tahu apa-apa sekarang, dia mungkin tidak memperlakukan Akino secara baik setelah tahu posisi Akino di biara, meskipun dia diperlakukan dengan hormat oleh Akino sekarang. Dia akan sangat cepat menjadi orang lain dan pasti akan mengucilkan Akino sendirian. Akino memikirkan semacam firasat.

....hmmm?

Selama itu, ia merasa bahwa ada sesuatu yang salah.

Itu bukan alasan kuat, itu hanya bahwa dia tidak bisa membayangkan adegan masa depan tentang apa yang akan terjadi dengan Hokuto. Mungkin itu karena Hokuto berbeda dari murid-murid lain di biara. Karena suasana yang terjalin di sekelilingnya terlalu aneh, dia tidak bisa membayangkan adegan dia sedang dinodai oleh para seniornya.

Tentu saja, itu mungkin karena imajinasi Akino yang cukup buruk.

"....."

Akino melirik Hokuto diam-diam dari sudut matanya.

kemudian,

"... Kita tidak benar-benar berbicara kemarin"

Tiba-tiba Hokuto membuka mulutnya. Akino berhenti karena terkejut, kemudian secara naluriah menutupi kepalanya dengan tangannya.

... Oh tidak!?

Apakah dia ditakdirkan untuk berhenti? Akino dengan waspada melihatnya kembali.

Tapi Hokuto menatap lebih kaget, berkedip seakan sedikit terkejut.

Sepertinya Hokuto terkejut oleh Akino yang menutupi kepalanya tepat saat Hokuto akan berbicara. Dia mungkin lelah dan tidak sengaja menampil gaya bodohnya.

"Apa yang salah? Apakah kamu baik-baik saja?"

"I-ini tidak! Aku benar-benar baik-baik saja!"

Setelah Akino menjawab dengan blush (wajah memerah), Hokuto tertawa pelan sambil bertanya-tanya.

Sebuah tertawa pahit. Tapi itu tidak tertawa pahit sarkatis seperti orang-orang di biara. Ini adalah pertama kalinya ia melihat ekspresi yang tulus Hokuto itu.

Akino terbatuk datar.

"U-Um, Hokuto-san....?"

"kamu cukup memanggilku Hokuto. Aku katakan kemarin juga, karena aku pendatang baru"

"Ah, tapi kamu lebih tua dariku, dan aku rasa kurang patut memanggil orang dengan nama mereka langsung...."

Akino masih belum membuat teman bahwa ia bisa memanggil dengan nama mereka saja. Dia melihat Hokuto bingung, tapi Hokuto tidak mempermasalahkan ini, tersenyum ke arah Akino lagi sebagai balasannya.

"Aku tidak berpikir akan ada orang muda sepertimu di sini"

Hokuto berbicara dengan nada tenang.

"Tapi itu wajar jika kamu berpikir tentang hal itu. Karena tidak semua orang di kuil gelap ini datang ke sini sesuai kehendak mereka sendiri."

Tatapi Hokuto tidak bertemu dengan tatap Akino saat mengatakan hal ini, tapi justru melihat ke arah jalan gunung di belakangnya.

Akino jarang bertemu orang dewasa yang datang dari luar, tapi mereka (orang-orang skitar sejak kecil) telah memperlakukan Akino dengan sikap seperti ini(perlakuan buruk) sejak dia masih anak-anak. Itu menyedihkan seperti seniornya di biara, tapi Hokuto nampak lebih dewasa. Tapi meskipun demikian, itu membuatnya senang bahwa ia mampu berkomunikasi dengan tulus bahkan jika dia memperlakukan Akino seperti anak kecil.

Tapi

"Kuil Gelap?"

"Eh, uhh, maaf, Itu tempat yang sangat kasar kan?"

"Sangat kasar? .... Maksudmu Kuil Seishuku?"

"Kamu tidak tahu?"

Hokuto bertanya kembali seolah-olah sangat terkejut, dan Akino otomatis meminta maaf "Maaf, maaf...."

"Karena aku masih belum pernah meninggalkan Kuil Seishuku"

"Eh? Lalu Akino-san lahir di biara?"

"Meskipun aku tidak dilahirkan di biara, aku dibesarkan di sana sejak bayi.... Juga, u-um, jangan panggil aku dengan 'san', itu agak memalukan"

Kuil Gelap yang dimaksud olehnya mungkin adalah Kuil Seishuku. Ini adalah pertama kalinya dia mendengar hal itu.

Dia rasa itu adalah nama yang jahat.

"Lalu Akino-chan selalu tinggal di Kuil Seishuku ya?"

"J-Jangan memanggilku -chan, hanya cukup memanggilku Akino saja"

"Begitukah? Kemudian panggil aku Hokuto juga"

"Eh? Y-ya.... Oke..."

Akino berhasil membalas dan Hokuto tersenyum.

Sikap tidak terasingkan dibandingkan ketika pertama kali mereka bertemu kemarin. Mungkin bahkan Hokuto telah sedikit nyaman. Suasana dingin telah menjadi hangat.

Seekor burung di gunung berteriak dari suatu tempat.

Angin yang menyegarkan bertiup- bau aroma dupa yang ia cium dari Hokuto. Itu bukan bau yang buruk. Tinggal di biara, ia sudah lama terbiasa dengan bau kemenyan. Tapi aroma dari tubuh Hokuto itu lebih seperti tanda jejak dari aroma dupa yang Akino tahu.

Keduanya mulai berjalan ke biara lagi

"Akino, apakah kamu tahu apa yang mereka lakukan di biara? .... Tidakkah kau tahu?"

"Aku tahu. Um...... orang-orang di biara semuanya menggunakan sihir"

karena ia akan ke Kuil Seishuku, Hokuto harus mengenali banyak hal. Meski begitu, Akino jujur menjelaskan kepadanya.

Karena aturan pemerintah sihir mulai digunakan secara luas. Seharusnya, setengah abad yang lalu, pada malam Perang Pasifik, berbagai sihir diturunkan sejak zaman kuno telah dianalisis satu per satu dan kemudian ditambahkan ke dalam database sistem selengkap mungkin lalu dikembangkan lebih lanjut setelah itu.

Sihir kontemporer dikelolah oleh organisasi nasional - Badan Onmyou. Keajaiban bahwa Badan Onmyou diakui memiliki 'First-Class Magic'

"Keajaiban utama masa kini hampir tidak bisa disebut Onmyoudou. Sebenarnya, sihir dari sistem lain semuanya telah ditambahkan ke dalam database. Seperti Vajrayana, Shinto, Shugendo, dan jenis lainnya......Hmmm? Kemudian dalam situasi tsb, mengapa disebut 'General Onmyoudou'?"

"Karena seorang tokoh besar yang menambahkan Magic(sihir) lain dan membentuk dasar-dasar ilmu modern adalah bukan seorang biarawan atau Shinto, melainkan seorang Onmyouji"

"Ah, kau tahu! Dia adalah praktisi di militer selama masa perang."

Dia mereasa seperti itu telah menjadi nama yang sedikit tidak biasa yang berkaitan dengan light(Yakou). Mengenang kedalam ingatannya, Akino merenungkan tanpa tahu apa-apa dengan "hmmm"

Kemudian,

"..... Yakou"

"eh?"

".... dia bernama Tsuchimikado Yakou"

"Ah, benar! itu namanya"

Hokuto tampaknya memiliki pengetahuan mendetail tentang hal ini.

....Ah, tapi...

"Benar. Tsuchimikado Yakou menyebut dirinya sendiri seorang teroris"

Begitu Akino sengaja berbisik ini, ia melihat Hokuto menggigil sedikit.

"Hmm.. Hokuto-san, eh, Hokuto? Kamu tidak tahu kali ini tahu lalu... Hmm.... aku pikir itu di musim panas itu merupakan saat reinkarnasi Tuchimikadou lalu pergi melakukan kejahatan di mana-mana?"

Ini adalah berita yang bahkan ia tahu. Akino mencoba bertanya, merasa heran.

Hokuto berhenti sedikit sebelum menjawabnya.

".... Aku tahu"

"Oh, jadi kau tahu. Nah, dia sangat terkenal di komunitas penyihir. Aku dengar ada surah perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh negara"

"...."

Hokuto tidak menanggapi kata-kata Akino, ekspresi wajahnya hampir beku. Tapi Akino tidak menyadarinya.

"Reinkarnasi yang sering menjadi topik dalam biara kami, Kmu tahu?"

Akino melirik penampilan Hokuto. Meski begitu, dia tidak perlu khawatir. Wajah Hokuto mengungkapkan bahwa dia sudah memiliki pemahaman tentang 'Kuil Seishuku'.

"Berbicara tentang menyembunyikan praktisi, apa mereka datang ke sini karena ada dua praktisi penting berkumpul di biara?"

Akino tersenyum singkat terhadap Hokuto, membalas dengan "haha".

"Sepertinya itu. Meskipun aku tidak tahu terlalu banyak..."

Saat ini, sihit diatur secara legal oleh hukum Onmyou, dan sebagian besar praktisi dikelola oleh Badan Onmyou.

Tapi tidak semua dari mereka.

Sihir pertama dan sejarah praktisi bahkan lebih kuno dari sejarah hukum Onmyou dan Badan Onmyou. Lebih penting lagi, ada juga sedikit kegelapan tersembunyi dibalik sihir.

Informasi, teknik dan orang-orang berbakat yang tidak pernah muncul di 'permukaan' berkumpul di Kuil Seishuku.

Sebagai contoh, Hokuto, yang saat ini ingin masuk biara, cukup berbakat.

"Hokuto-san, kau diperkenalkan oleh biara cabang?"

"... Uh. Yah."

Ada berbagai orang yang bertujuan untuk menjadi praktisi, tetapi mereka memiliki kesamaan. Itu adalah 'spirit-sensing ability'. Untuk pengguna sihir modern, itu adalah bakat dan kemampuan untuk 'melihat' aura.

Semua orang membawa aura pada tubuh mereka, dan semua orang memiliki kekuatan spiritual, tetapi ada sangat sedikit orang yang bisa merasakan aura dan kekuatan spiritual.

Tetapi karena orang-orang yang memiliki kemampuan seperti itu masih sedikit, ada beberapa contoh orang-orang yang dihormati oleh orang lain di sisi lain ada juga dari mereka dibenci.

Itu sifat manusia untuk waspada terhadap orang yang berbeda dari diri sendiri dan memperlakukan mereka secara berbeda. Namun demikian, orang-orang yang memiliki kemampuan yang abnormal yang memiliki kekuatan super menerima tatapan kritis dari orang-orang di sekitar mereka.

Tempat-tempat seperti Kuil Seishuku atau biara cabang berurusan dengan situasi seperti itu.

Para abnormal yang tidak diterima masyarakat umum akan dibawa ke biara, yang akan melatih mereka menjadi praktisi lebih dewasa.

Yang disebut 'murid' adalah praktisi dewasa yang berkumpul di biara.

"..... Ini sangat jarang. Karena tidak ada tempat lain untuk pergi."

Ada banyak orang dengan hati yang buruk diantara murid-murid di biara.

Tapi mereka juga orang-orang muda yang dibesarkan di lingkungan yang sangat disayangkan, orang dengan tiada tempat untuk pergi selain biara.

Akino telah ditinggalkan di biara dan telah tinggal di sana sejak ia masih bayi. Ini pasti akan menjadi sangat menyedihkan jika bayi tumbuh dengan memiliki telinga kelinci. Sebaliknya, itu beruntung bahwa ia telah diberkati dengan mampu tinggal di biara setelah lahir.

"Ah, tapi aku benar-benar memiliki kerabat di Tokyo, kau tahu? Meskipun aku tidak bisa bertemu dengan mereka. Jika aku berlatih sebaik-baiknya, aku mungkin bisa hidup dengan kerabatku di Tokyo suatu hari nanti"

Tentu saja, Akino sepenuhnya memahami hal seperti itu tidak mungkin. Seorang 'old-Timer' di biara, Sen, telah mengatakan kepadanya bahwa dia punya kerabat di Tokyo. Dia percaya padanya dengan mudah, dan meskipun ia masih tidak bisa melakukan apa-apa bahkan setelah ia mendengarnya, ia harus berterima kasih padanya.

Hokuto pasati memiliki situasi yang sama.

.........Ah.

"Um, Hokuto-s... Tidak, mksdku Hokuto?"

"Hmmm....?"

"Bisakah aku menanyakan sesuatu? Um, kemarin apa yang dikatakan imam Kengyou?"

Hokuto tampaknya menyadari segera.

"Tentang semangat hidup yang berharga?"

Hokuto menjawab lugas untuk Akino, tapi ekspresinya nampak agak bingung dan tetap terkesan sopan.

"U-Um!?" Akino menyusut kembali dengan rasa malu.

Tapi Hokuto tidak peduli.

"Aku memiliki semangat hidup naga air"

"Naga air?"

"Ya"

Akino tidak pernah mendengar hal itu sampai sekarang.

Yang disebut naga air aadalah jenis roh air. Meskipun mereka adalah tipe sub naga, mereka diperlakukan sebagai keluarga naga. Mereka tampa mirip dengan ular, tapi ia tampaknya ingat bahwa mereka memiliki tanduk, tangan dan kaki. Dalam kondisi apapun ada sangat sedikit orang yang melihat naga air.

... Ah, benar...

Perasaan aneh Akino merasa dari tubuh Hokuto itu mungkin karena itu semangat hidup naga air. Dalam keadaan apapun, Akino bahkan tidak tahu apa yang disebut naga air itu.

....Tapi jika dia memiliki semangat hidup naga air, mungkin...

Mungkin Hokuto memiliki sesuatu seperti ekor ular yang mirip dengan telinga Akino itu? Atau apakah ia bahkan memilki taring atau sesuatu seperti lidah bercabang? Meskipun dia sangat penasaran, mempertanyakan lebih jauh tentu kurang sopan.

"Akino, apa semangat hidup kamu? Bisakah kamu memberitahuku, jika kamu tidak keberatan?"

Wajahnya nampak tidak sabar. Akino merasa sedikit mengalami kesulitan membalas.

"Aku semangat hidup k-kelinci"

Meskipun malu, dia ingin tahu tentang respon Hokuto setelah mengatakan itu. Akino kembali menatap Hokuto.

"Kelinci ya? itu benar-benar tidak biasa. Kalau dipikir-pikir, aku bahkan tidak tahu roh kelinci hidup ada"

"....Apakah mereka bahkan lebih jarang daripada naga air?"

"Ya, naga air sangat jarang juga. Tapi untuk kelinci..."

Hokuto menatap Akino dengan tampilan yang sama sekali berbeda dari sebelumnya. Akino merasa malu dan berbalik untuk menyembunyikannya.

....Seperti yang kuduga, aku benar-benar aneh.

Jika Akino telah dikhianati dan dianggap idiot, dia mungkin telah tenggelam ke dalam kegelapan dan depresi.

Sebenarnya, orang-orang di biara itu tidak memenuhi syarat hukum untuk menggunakan sihir. Kebetulan, Akino sendiri tidak menyadari bahwa orang-orang di sekelilingnya merupakan orang-orang yang benar-benar dianggap setara dengan penjahat.

Banyak orang di biara hanya melakukan pekerjaan mereka untuk hidup.

"Apa sesuatu terjadi di biara?"

"Hah... baik sebenarnya, para imam memiliki beberapa pertikaian mulai tahun ini.... Sepertinya itu karena ada beberapa pandangan yang bertentangan..."

Pada akhirnya, itu adalah sebuah biara kecil.

Tapi itulah kebenarannya bahwa para imam dari Kuil Seishuku telah terpecah menjadi dua faksi.

"Ah, tapi, tidak apa-apa jika kamu tidak usah khawatir tentang hal itu. Karena itu hanya para imam, sehingga tidak ada hubungannya dengan kita. Tapi bagaimanapun juga, hal itu ada hubungannya dengan organisasi Badan Onmyou nasional, aku pikir? aku tidak tau detailnya dengan jelas"

"Dalam hal ini, aku khawatir itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan reformasi hukum Onmyou"

"Eh?"

"Nah, bagi Badan Onnmyou, kuil gelap merupakan tempat komunitasi sihir gelap"

"...."

Mengapa Hokuto tau banyak hal ketika dia memasuk biara saat ini? Bahkan senior di antara murid-murid pasti tidak tahu tentang apa yang imam perbincangkan.

....Orang ini....

Sebenarnya siapa dia?

"Ah...." Hokuto berhenti.

"Itu gerbang gunung kami"

Pintu gerbang gunung berjajar di kedua sisi oleh hutan cedar dan juga memiliki tangga batu menuju ke puncak gunung.

"....Ada penghalang terpasang di tepi gerbang itu"

"Ah, kau sudah tahu? Tapi tidak apa-apa. Karena kamu dapat masuk melalui pintu gerbang"

"...Sebuah sihir yang aku belum pernah lihat.. Mungkinkah penghalang ini melindungi seluruh gunung dari sini?"

"Tepat. Itulah sebabnya kamu hanya dapat memasuki biara melalui gerbang ini"

"Pokoknya, mari kita naik. Karena kita mungkin akan terlambat...."

Akino segera berjalan ke pintu gerbang setelah mengatakan itu, dan Hokuto mengikuti tepat dibelakangnya.

Pintu gerbang gunung adalah pintu masuk resmi.

Namun demikian, setelah mereka berjalan melewati gerbang gunung untuk sesaat, mereka bisa melihat pohon beech, wisteria, dan daun maple merah dengan pohon-pohon aras.

Itu adalah halaman seperti dikelilingi oleh hutan pegunungan. Ada lentera tua ditempatkan di mana-mana.

"Baiklah, kita di sini"

Akino berbalik untuk melihat Hokuto. Hokuto berhenti, melirik tajam sekitar.

"Ruang utama ada di depan, dan kamu dapat melihat ruang pertemuan di seberang itu. Lalu ada tempat tinggal. Ada beberapa tempat-tempat lain di dalam biara seperti menara lonceng, tempat biarawan, dan ruang yang lebih kecil..."

Gadis yang menyebut dirinya memiliki semangat hidup naga air menyipitkan mata tanpa kata, menatap dengan penuh perhatian pada pemandangan di biara, dan mungkin menggunakan kekuatan spiritualnya untuk 'melihat'.

Penjelasan Akino berakhir tiba-tiba setelah melihat Hokuto dikelilingi oleh suasana dingin lagi. Akino memiliki kesulitan besar berbicara kepada Hokuto.

Mungkin ada sengketa yang terjadi di aula pertemuan. Setelah Hokuto dan Akino berjalan mendekat seorang bhikhu berjalan keluar. Dia berhenti setelah melihat Hokuto dan Akino.

Itu Tadanori.

"Akino, ini sudah terlambat. Apa yang sebenarnya kamu lakukan?"

"M-Maaf aku terlambat! Um, Imam Kengyou membawa pendatang baru, dan saya sudah membawanya, um...."

Akino langsung jadi pemalu. Tadanori pindah tatapan tajam dari Akino ke Hokuto. Hokuto memiliki penampilan yang biasa tanpa ekspresi saat ia diam-diam menerima tatapan Tadanori itu.

"....Hmm, jadi anda? Tapi itu bukan waktu yang tepat sekarang. Anda tidak bisa masuk biara sebagai pendatang baru saat ini"

"Eh? Um, Imam?"

"Akino, Aku masih memiliki bisnis lain yang aku harus hadiri. Nona, seperti yang anda lihat, kami memiliki beberapa masalah untuk ditangani"

Tadanori menjelaskan, dan kemudian segera menuju kuil.

Hokuto telah ditinggalkan, tidak mengatakan apa-apa. Di sisi lain, Akino bingung dan tidak mengerti.

Itu sangat jelas bahwa dia tidak pernah dipercayakan dengan tugas seperti menjaga pendatang baru sampai sekarang.

Eh? Ehh?

Apa sebenarnya yang terjadi.

"Oh, Akino, Kamu telah datang kembali"

"Ah, Sen-jiichan"

Sen telah mendekati mereka. Ia berbicara dengan mereka berdua seolah-olah ia telah berdiri di depan ruang pertemuan untuk sementara waktu.

"Seorang pendatang baru akan masuk biara, jadi aku merasa seperti aku harus turun untuk menyambutnya... Apakah dia pendatang baru?"

"Ya dia Hokuto-san... Namn, apa yang terjadi di ruang pertemuan?"

Akino bertanya dengan kening berkerut.

"Tampaknya mereka dihubungi oleh Kengyou-sama sekarang"

"Eh? Dia menghubungi mereka?"

"Nnn... Seorang utusan dari Badan Onmyou di Tokyo datang hari ini. Ini menjadi kacau seperti sarang lebih terganggu"

Akino mengeluarkan sebuah "Eh" ketika dia mendengar jawaban yang tak terduga ini.

Dia baru saja berbicara tentang Badan Onmyou dengan Hokuto. Akino segera melihat Hokuto, tapi Hokuto masih saja memiliki ekspresi serius, mendengarkan dengan seksama kata-kata Sen.

Melihat bahwa mereka berdua tidak ada yang bertanya, Sen tertawa terbahak-bahak sambil memberitahu mereka tentang situasi secara lebih rinci.

"Juga, saya mendengar bahwa utusan tsb adalah salah satu dari Twelve Divine Generals, kau tahu? Apa jenis kemampuan yang dia miliki? Oh, itu benar-benar menarik"