Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia: Railgun SS: Liberal Arts City Chapter6

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 6[edit]


Kekacauan itu berlanjut sampai malam hari. Saten Ruiko sedang tertidur di kamarnya. Dia telah ditemukan pada daerah berbatu di tepi laut yang dihancurkan oleh misil itu. Sepertinya, dia telah menelan banyak air laut. Dia pasti merasa lega ketika melihat Mikoto dan Uiharu yang datang untuknya, karena dia pingsan segera setelah melihat mereka. Shirai Kuroko, entah bagaimana, berhasil memindahkan mereka semua kembali ke hotel. Tapi hotel itu juga tidak benar-benar berfungsi dengan benar. Hotel itu tidak tertembak oleh misil Mixcoatl, tapi semua orang panik di jalanan ingin kabur ke tempat yang memiliki atap, jadi hotel itu sekarang memiliki lebih banyak orang dibandingkan kapasitas sewajarnya. Mungkin karena semua orang buru-buru ingin masuk ke dalam pada waktu yang sama, pintu masuknya berhenti berfungsi dan pintu-pintu kaca otomatis telah dipecahkan. Semua orang telah sadar bahwa suatu tragedi sedang terjadi. Mereka mengerti bahwa itu bukanlah suatu atraksi, dan nyawa orang-orang bisa hilang dengan mudah. Karena itu, atmosfir tak terlihat yang menyelubungi semua orang telah berubah menjadi atmosfir ketidaknyamanan. Mikoto, Shirai, dan Uiharu berkumpul di kamar hotel tempat Saten tidur. Mereka tidak tahu sampai kapan hotel itu tetap beroperasi, dan ada resiko pecahnya kekacauan pada bangunan karena jumlah orang yang berkumpul di sana sangatlah banyak. Mereka telah memutuskan bahwa lebih baik tidak terpisah satu sama lain. “Ini buruk...” gumam Mikoto. Pemandangan malam yang terlihat melalui jendela kemarin telah hilang. Tanpa lampu, kegelapan yang menyelimuti lautan membuat kengeriannya semakin terasa nyata. Dan juga, cahaya oranye dari api bisa terlihat di banyak tempat dalam kegelapan itu Sepertinya, para pasukan Mixcoatl ini memfokuskan serangan mereka ke fasilitas transportasi umum dan landasan untuk pesawat tempur Liberal Arts City. Karena itu, tidak ada orang yang terkena langsung dan terbunuh oleh misil mereka, walaupun kekacauan yang dihasilkan sangatlah besar. Tapi sepertinya, kekacauan yang terhubung dengan serangan itu telah membuat beberapa orang terluka. (Ampun deh, padahal aku pikir ini cuma akan jadi tamasya yang bisa kunikmati seperti liburan. Kenapa kami harus terjebak dalam situasi yang seperti perang ini?) Mikoto menggertakkan giginya. Dia mendengar suara gadis lain di telinganya. “Aku tidak yakin kita bisa mempercayai apa yang mereka katakan, karena mereka mencoba untuk mengatakan semuanya sebagai pertunjukan. Tapi, sepertinya Liberal Arts City tidak punya waktu untuk melakukan itu terhadap keributan ini,” kata Uiharu Kazari sambil memperoleh informasi dari jaringan menggunakan charger kartu IC. “Tapi ini aneh,” kata Kuroko sembari dia mengeluarkan buah-buahan dari kulkas yang dipasang di kamar itu. “Kenapa mereka pergi setelah cuma melakukan kerusakan di tingkat tertentu, padahal mereka punya keuntungan sebesar itu? Andaikan aku jadi mereka, aku akan lanjut menghancurkan kota ini tanpa memberikan mereka kesempatan sedikit pun untuk mempersiapkan pertahanan tambahan.” “Shirai-san!” Uiharu berteriak untuk memprotes, tapi Mikoto sependapat dengan Shirai. Ini bukanlah suatu permainan atau kompetisi. Ini adalah pertarungan sampai mati yang sebenarnya, jadi tidak ada alasan untuk memikirkan keadilan. Yang berarti... “Jadi apakah kehancuran dari Liberal Arts City bukan tujuan pihak-pihak yang mengendarai Mixcoatl itu?” “Atau mungkin mereka tidak menemukan target yang sebenarnya, jadi mereka harus kembali dengan kekecewaan untuk menyuplai ulang?” Mikoto baru saja akan memberi pendapat tambahan, tapi dia berhenti. Dia berpikir idenya itu kurang memungkinkan. Dan bahkan walaupun itu bisa terjadi, dia merasa kehancuran harusnya datang di waktu yang lebih cepat. (Bagaimana jika mereka sudah mempunyai banyak pasukan yang diperlukan untuk menyelesaikan ini, dan mereka bisa melakukan itu kapan pun mereka mau...?) “Yeah, kurasa bukan itu.” “?” Mikoto berkata tanpa berpikir. Shirai dan Uiharu melihatnya dengan pandangan bingung di wajah mereka.

Dengan Mixcoatl yang sudah pergi, kekacauan pada kota mulai menenang. Tapi, adalah sifat alami manusia yang merasa penuh ketidakpuasan setelah itu terjadi. Kejadian itu bukan kesalahan para pekerja hotel, tapi banyak orang (beberapa bahkan bukan orang yang menginap di hotel itu) membanjiri meja depan atau menarik para pekerja di aula-aula. Mereka berteriak ke para pekerja seakan-akan sedang mencoba untuk mengoyaknya. Mereka mulai memberikan protes yang berlebihan. Mungkin ‘kekacauan setelah serangan’ ini adalah niat para penyerang, tapi untungnya tidak ada yang tewas. Meskipun begitu, ada beberapa orang yang terluka. Hal itu menghasilkan suasana yang sangat tegang. Tidak ada yang tahu kapan Mixcoatl akan kembali. Ditambah lagi, terowongan bawah laut dan helipad telah dihancurkan, jadi tidak ada cara untuk keluar dari kota itu. Sangat sulit untuk tetap tenang di situasi seperti itu. Dalam suasana seperti ini, sedikit teriakan saja bisa menghasilkan gangguan yang sangat besar, jadi saat itu suasananya begitu tidak nyaman. “...Sepertinya, kita membuat keputusan yang benar dengan memesan room service,” kata Mikoto. Setelah membuat senang seorang pekerja hotel yang kelihatan lelah dengan memberikan tips cukup besar, Mikoto dan teman-teman makan malam pada waktu yang telat, di kamar Saten. “Karena penyebab langsung gangguan ini, yaitu para ikan terbang, sudah pergi, kurasa semuanya akan menjadi tenang sementara waktu.” “Tentu saja, itu hanya jika ikan terbang itu tidak kembali besok.” “...Shirai-san.” Mereka memesan makan malam sederhana dengan daging sapi sebagai menu utama. Rasanya tidak begitu buruk, tapi makanan itu terkesan seperti dipadatkan karena ruang di kereta room service itu terbatas. Saten pasti telah mencium bau makanan itu, sehingga dia mulai menggeliat di tempat tidur. Matanya perlahan terbuka dan dia duduk seperti anak kecil yang baru bangun. “S-Saten-san! Kau baik-baik saja? Apakah kau terluka?” “Tidak, sedikit-banyak aku baik-baik saja...Hm? Yang kau makan itu kelihatan enak, Uiharu.” “B-bolehkah aku membiarkannya makan ini? Makanan ini sedikit berat...” kata Uiharu ke Mikoto untuk mencari bantuan. “Kenapa tidak mulai dengan salad ini, kemudian baru makan dagingnya. Bukankah saladnya cocok dengan perutmu?” “Uiharu, ke sini sebentar. Kita cuma memesan makanan untuk tiga orang, jadi mari mengaturnya kembali untuk empat porsi,” saran Shirai. Ketika Shirai diam-diam mencoba untuk memindahkan makanan yang hanya dari piring Mikoto ke piring miliknya, dia ter-biri-biri,. Akhirnya, makanannya didistribusikan sama rata. Setelah mereka selesai makan, Saten mulai memberitahu teman-teman apa yang telah terjadi padanya.

“Kemarin, aku bertemu dengan gadis aneh ini...” Saten menggerakkan mulutnya perlahan untuk menjelaskan semua sampai hal-hal yang detail. Dia bertemu dengan seorang gadis bernama Xochitl. Gadis itu adalah salah satu orang yang mengendarai Mixcoatl. Dia menyelinap ke bagian rahasia Liberal Arts City untuk mencaritahu apakah Xochitl adalah orang jahat ataukah bukan. Dia ditemukan oleh seorang pegawai, hampir saja dibunuh dan dibuat seakan-akan tenggelam karena kecelakaan. Akhirnya, Xochitl menyelamatkannya dengan menggunakan suatu Mixcoatl. Di tengah ceritanya, Mikoto memukul kepala Saten dengan kepalan tangannya, Shirai juga melakukan hal yang sama, dan akhirnya Uiharu juga melakukannya. Jalur yang telah dia tempuh bukanlah suatu petualangan. Itu seperti menarik pelatuk lima kali berturut-turut dalam permainan Russian roulette*, dan dengan keberuntungan-sekali-seumur-hidup, pelurunya tidak ada yang meledak. Seperti itulah pendapat ketiga orang temannya terhadap kisah yang Saten ceritakan. Dengan beberapa bulir air mata di kelopak mata, Saten tiba-tiba berbicara sambil memegang bagian atas kepalanya. “Oh, iya. Aku penasaran dengan apa yang dia maksud, ketika dia mengatakan tentang perahu penyelamat milik Liberal Arts City.” “?” “Um, si Xochitl ini menyinggung tentang kapal sebelum dia pergi. Dia bilang sesuatu yang bernama...um...Xiuh...coatl? Yah, entah apapun itu, dia bilang bahwa benda itu akan datang segera, tapi dia tidak menjelaskan apa yang dia maksud. Kedengarannya, dia seperti berbicara tentang benda yang berbeda dengan sebelumnya. Pokoknya, dia bilang bahwa kita perlu menggunakan perahu penyelamat itu untuk kabur sebelum benda tersebut datang. Aku tidak tahu bagaimana, tapi sepertinya Liberal Arts City punya beberapa perahu penyelamat raksasa, dan satu juta turis bisa muat padanya.” “Xiuhcoatl?” Mikoto terlihat bingung. Dia cukup yakin ikan terbang itu bernama Mixcoatl. Apa mereka punya kapal jenis lain? “Perahu penyelamat untuk sejuta orang? Seperti biasanya, skala di sini benar-benar raksasa...” “Mungkinkah dia merujuk pada benda ini?” kata Uiharu dari depan mesin pengecas kartu IC. Beberapa windows terbuka di layarnya. “Pada 12 tempat di pesisir Liberal Arts City, disimpan kapal berdaya apung tinggi dengan kelas 200 meter. Masing-masing bisa menampung sekitar 80.000 orang.” “Tunggu, bisakah kapal seperti itu menampung orang sebanyak itu?” “Yah, kapal-kapal ini bukan kapal pesiar yang nyaman; ini adalah perahu penyelamat. Sepertinya, satu orang hanya punya ruang sebesar satu kantung tidur. Sepertinya, masing-masing ruang itu bisa berfungsi sebagai perahu independen.” “Mungkin kalian sudah lupa, tapi kita berada di suatu tempat berjarak 50 kilometer dari daratan utama Amerika. Hanya mengambang di lautan tidak akan cukup untuk menyelamatkan kita.” Mereka akan dikelilingi oleh lautan dari segala arah, tapi mereka akan dehidrasi tanpa adanya setetes air pun untuk diminum. Itu adalah hal yang menakutkan, dan perahu penyelamat raksasa itu telah dipersiapkan untuk menghindari situasi seperti itu. “Tidak perlu pengetahuan spesial untuk menggunakan perahu ini. Perahu-perahu ini dikontrol dengan GPS. Sehingga, perahu-perahu tersebut akan secara otomatis menghindari karang dan perahu lain ketika menuju daratan utama Amerika. Meskipun begitu, itu semua hanyalah untuk menjalankan fungsinya sebagai perahu penyelamat. Perahu ini tidak bisa bergerak dengan ketepatan presisi untuk berlabuh, jadi tim penyelamat harus menyelamatkan orang-orang di atasnya.” Perahu penyelamat besar itu mempunyai nama kode Salmon Red. Sepertinya, cara perahu itu membawa jumlah besar perahu-perahu kecil beserta orang di atasnya, mirip seperti ikan salmon yang mengangkut telurnya. Mikoto merasa penamaannya itu sungguh menggelikan, tapi ini bukan waktunya untuk mengeluh tentang sesuatu seperti itu. Uiharu berbicara sambil melihat ke layar. “Lautan di sekitar Liberal Arts City masih dijaga agar tampak seperti lingkunan 50 tahun di masa depan yang dibutuhkan untuk proses syuting film, jadi sesuatu seperti jaring mengelilingi area ini. Fungsinya adalah mencegah ikan dan hewan laut lain untuk masuk dan keluar. Tapi ketika Salmon Red mulai bergerak, jaring-jaring itu harus dikoyak. Itu mungkin adalah salah satu alasan mengapa kapal-kapal tersebut hampir tidak pernah digunakan.” Mikoto mengintip dari balik pundak Uiharu ke layar mesin charger itu. “Tapi apakah perahu itu bisa mencegah serangan Mixcoatl, sehingga semua orang tidak tenggelam bersama-sama pulau ini?” “Aku tidak yakin...” Uiharu kelihatan susah. “Sulit mengatakannya hanya dengan informasi di jaringan ini, tapi dari data yang aku punya, landasan untuk pesawat tempur dan pertahanan kota ini telah dihancurkan sampai batasan di bawah 20%. Normalnya, aku rasa mengirimkan perahu penyelamat harusnya menjadi prioritas dalam situasi seperti ini, tapi tidak ada tanda-tanda bahwa para pegawai sedang mencoba menyiapkan Salmon Red ini.” “Jadi mereka berniat bertarung di sini sampai akhir...” Menurut cerita Saten, semacam eksperimen dan riset sedang dijalankan di sana. Ada kemungkinan bahwa benda-benda itulah yang menghalangi mereka untuk meninggalkan tempat ini. Atau, mereka mungkin telah memutuskan bahwa meletakkan hasil riset di atas perahu tanpa pertahanan, adalah suatu resiko yang berbahaya. Itu akan menunjukkan titik lemah mereka pada Mixcoatl yang bisa bergerak secepat pesawat tempur. Tidak jelas apa yang orang-orang mengendarai Mixcoatl itu rencanakan, tapi kecil kemungkinannya bahwa kejadian ini sudah selesai. Dan ada kemungkinan bahaya dari Xiuhcoatl yang disebutkan oleh gadis bernama Xochitl. Liberal Arts City dan para Mixcoatl telah bertempur secara seimbang, tapi Mixcoatl telah menjalankan invasi yang jelas hari itu, dan mengubah situasinya secara drastis. Jika semuanya diserahkan pada Skuadron Laveze, kota ini akan hancur. Yang berarti... (Aku tahu apa yang harus kulakukan.) Kesimpulan Misaka Mikoto adalah kesimpulan yang sederhana. Dia bukanlah sekutu dari pihak manapun. Setelah mendengar cerita Saten, dia ingin mendukung pihak Xochitl, tapi itu tidak mengubah fakta bahwa Liberal Arts City dan Mixcoatl adalah grup yang tidak segan-segan melukai atau bahkan membunuh orang. Karena itu, Mikoto harus “berdiri” di antara kedua grup itu tanpa bergabung dengan suatu pihak pun. Dia akan mengakhiri masalah ini tanpa jatuhnya lebih banyak korban. Dia harus melakukannya karena turis biasa yang telah datang ke kota ini akan benar-benar terlibat. (Kemungkinan terburuknya, aku harus bertarung melawan kedua grup itu di saat yang sama) Dia juga ingin memberikan Mixcoatl hadiah berupa ledakan Railgun. Tapi walaupun dia akan mengandalkan kekerasan seperti itu, dia harus membiarkan orang-orang yang terjebak di Liberal Arts City untuk kabur. Dia harus mngosongkan area itu sehingga dia bisa bertarung dengan lepas. Mikoto menoleh ke Uiharu. “Bagaimanapun juga, tetap berada di Liberal Arts City adalah keputusan yang berbahaya. Jika para pegawai tidak mau bergerak, kita sendiri mungkin harus mengarahkan para turis ke perahu penyelamat Salmon Red.” “...Itu mungkin akan sulit. Salmon Red adalah salah satu dari rahasia kota ini. Agar kelihatan sebagai kota film yang aman dan nyaman, sebisa mungkin, mereka tidak mau perahu penyelamat daruratnya terlihat.” “Jadi, jika kita membawa orang-orang ke perahu yang tersembunyi di area rahasia, para pegawai mungkin akan mencoba menghentikan kita? Kurasa mereka bahkan akan menembak ke kerumunan manusia, ketika kita melewati garis batas area terlarang.” “...Tapi itu juga berarti bahwa kita tidak bisa menyerahkan ini pada para pegawai. Jika kita cuma menunggu mereka, kita mungkin akan ditelantarkan sampai pulau ini benar-benar hancur.” Dengan situasi seperti sekarang ini, pilihan terbaik adalah membiarkan semua orang menaiki Salmon Red. Tidak ada yang tewas di serangan sebelumnya pada hari itu, tapi tidak berarti hal itu akan terulang lagi. Jaringan pertahanan Liberal Arts City telah mengalami kerusakan, jadi serangan selanjutnya akan menjadi lebih buruk lagi. Meskipun begitu, para pegawai tidak akan mengarahkan para turis ke perahu penyelamat besar begitu saja. (Apa yang harus kita lakukan...?) Mikoto melihat tempat koin Railgun yang terikat di sendalnya. Dia berpikir tentang memaksa para pegawai supaya mereka mau menjalankan Salmon Red, tapi dia menggelengkan kepalanya. Liberal Arts City memang kelihatan lemah karena kerusakan yang dihasilkan oleh Mixcoatl, tapi itu adalah hasil dari pertempuran antar dua organisasi berskala besar. Seorang individu seperti Mikoto belum tentu bisa melawan seluruh organisasi yang bergerak secara sistematis. Itu bukan masalah ukuran kekuatan tempur kolektif yang mereka miliki. Contohnya, masing-masing dari 12 perahu penyelamat Salmon Red berada pada lokasi berbeda di sekitar Liberal Arts City. Kecil kemungkinannya bagi Mikoto untuk memperoleh kendali dari setiap pelabuhan itu. Dia akan kehabisan napas hanya karena berlari mengelilingi bagian luar kota yang mempunyai diameter sekitar 10 kilometer, dan terdiri dari sejumlah blok. Dia juga tidak tahu seberapa banyak pegawai yang berjaga di tiap pelabuhan. Bahkan jika dia berhasil memegang kendali di satu pelabuhan, ketika dia menuju pelabuhan lain untuk menguasainya, para pekerja akan menduduki kembali pelabuhan yang baru saja dikuasai oleh Mikoto. Dan itu akan membuat semua usahanya menjadi sia-sia. (Andaikan saja ada semacam “inti” yang bisa kuhancurkan, kemudian semua masalah bisa teratasi. Tapi kurasa, tidak ada hal yang semudah itu.) Skalanya berbeda dengan mengalahkan gang siswa nakal di suatu kota. Memang ada beberapa hal yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengayunkan tanganmu dan mengamuk. Kemudian... “Wa!?” teriak Uiharu. Tiba-tiba, listrik di kamar tempat Mikoto dan yang lainnya berada padam. Ruangan itu menjadi gelap sepenuhnya. Tentu saja, mesin kartu IC yang Uiharu gunakan juga mati, jadi semua cahaya di kamar itu menghilang. “!!” Mikoto segera melihat keluar jendela. Jarang ada cahaya di kegelapan selain api oranye, tapi tidak ada gedung yang terputus aliran listriknya. Dia bisa melihat beberapa lampu hidup dan beberapa mati dari jendela, seakan-akan bangunan-bangunan itu kelihatan seperti mulut dengan gigi yang tanggal. Hotel itu, atau mungkin lebih tepatnya kamar itu saja yang tiba-tiba kehilangan listriknya. Sepertinya, seseorang dengan paksa memutuskan akses mereka melalui komputer itu. (Timing ini, pasti maksdunya adalah...!!) Mikoto segera mendorong Saten ke bawah, yang sosoknya bisa terlihat di kegelapan. Dia pun menyeret Uiharu ke lantai dari posisinya di depan mesin kartu IC itu. “Kita ketahuan!! Merunduk!!” teriaknya. Sesuatu terjadi di saat yang sama, tapi itu bukan musuh yang menerobos melalui jendela dengan menggunakan tali seperti pada film-film laga. Itu datang dari dinding ke kamar sebelah. Sisi lainnya pasti telah dipasangi bom. Dengan suara ledakan besar, seluruh dinding pecah berkeping-keping layaknya terbuat dari kaca. “Kuroko!” teriak Mikoto. Sejumlah laras senapan mengarah ke kamar melalui dinding yang hancur. Mereka tidak memberikan peringatan ataupun ancaman. Pria-pria yang memegang senjata itu hanya membidik setiap sosok yang ada di ruangan, dan tanpa ragu menarik pelatuknya. Tapi, tepat sebelum mereka melakukannya, atap kamar itu jatuh seperti rana. Mikoto menggunakan pengendalian magnet untuk secara paksa menggerakkan tulang beton dan pipa-pipa logam. Mikoto merunduk untuk berlindung ketika mendengar suara tembakan, tapi sejumlah besar bahan bangunan bertindak sebagai perisai. Dia menembakkan tombak listrik dari poninya. Dengan masing-masing satu kali tembakan tombak listrik, Mikoto secara hati-hati menumbangkan setiap penyerang di sisi lain dinding yang hancur. (Sial!! Tadinya kupikir bahwa atasan mereka menyuruh mereka untuk tidak membunuhku!) Mikoto mengumpat dalam hati, tapi keadaan di Liberal Arts City telah berubah drastis. Para atasan kota itu, yang disebut sebagai jajaran manajemen, mungkin telah mengubah rencana mereka. Tapi tidak ada gunanya mengeluh tentang itu. Mikoto memanggil dua nama dengan suara kecil dalam kegelapan. “(...Uiharu-san! Saten-san!!)” Ruangan itu tidak punya listrik, tapi cahaya masuk melalui dinding dan langit-langit yang hancur. Tidak ada jawaban, tapi dia melihat dua sosok merayap di lantai yang ditutupi reruntuhan. Paling tidak, keduanya tidak apa-apa. (Dimana Kuroko...!?) Mikoto terus bersembunyi di balik reruntuhan, sambil dia mencari-cari Shirai di area itu dengan seksama. Dia mendengar suara “whoosh” kecil. Saat itu, Mikoto sedang bersembunyi di balik reruntuhan langit-langit yang dia jatuhkan. Tumpukan itu hanya setinggi pinggangnya, jadi dia sedang merunduk di atas lantai. Kemudian... Sesuatu mendekati tenggorokan Mikoto. Benda itu adalah war pick non-logam, yaitu semacam pickaxe* untuk pertempuran yang bisa dipegang dengan satu tangan. Orang yang memegangnya melingkari tumpukan puing-puing dengan kecepatan tinggi, dan itu membuat ujung war pick semakin mendekatinya. Gerakan itu sangat cepat dan mulus, sehingga Mikoto menyadari apa yang telah terjadi. [Pickaxe adalah alat yang sering disebut “beliung”. Biasanya, alat ini digunakan untuk mencongkel ataupun memecahkan batuan.] Seseorang sedang mencoba membunuhnya. Ketika dia menyadari fakta sederhana itu, Mikoto akhirnya mulai bergerak. “!!” Masih merunduk, dia dengan cepat memutar tubuhnya. War pick yang mendekat sedikit mengoyak kulit lehernya, kemudian menancap di suatu celah pada tumpukan reruntuhan di belakangnya. Tapi Mikoto jatuh dalam posisi telentang karena dia mencoba menghindar dengan cepat. Penyerang itu tidak mempedulikan war pick yang tersangkut di reruntuhan, dan dia pun meraih sesuatu di belakang punggungnya. Si penyerang mengeluarkan pisau non-logam dan mengayunkan bilahnya ke arah bagian atas hidung Mikoto. Tapi suara kresak yang hebat terdengar. Arus listrik tegangan tinggi telah ditembakkan dari poni Mikoto. Melihat penyerangnya telah tumbang, Mikoto menghela napas lega. “Oh, iya, dimana Kuroko...?” “Aku di sini,” kata gadis itu dari arah pintu kamar. Pintu yang harusnya terkunci, entah bagaiman, telah dibuka dari luar. Shirai masuk melalui pintu itu, dan menggunakan kedua tangannya untuk menyeret beberapa pria yang pingsan. “Aku melumpuhkan sisanya. Sepertinya, peretasan yang dilakukan oleh Uiharu telah membawa tamu tak diundang. Seberapa tinggi pun keahliannya, Uiharu sudah terhubung terlalu lama dengan jaringan.” “Uuh,” kata Uiharu dari dalam kamar yang gelap itu. Sepertinya karena Mikoto sebelumnya telah menumbangkan mereka ke lantai, Uiharu dan Saten tidak terlihat terluka. Shirai berteleportasi ke sekeliling untuk memastikan tidak ada pegawai lain di sekitar mereka, tapi mereka tidak tahu kapan bala bantuan akan datang. Mikoto memutuskan bahwa mereka sebaiknya pergi dari daerah itu ketika... “...Ampun deh, sepertinya yang muncul adalah orang-orang menyusahkan,” kata seseorang selain dari empat gadis Academy City pada kamar gelap itu. Suaranya datang dari arah penyerang menggunakan war pick yang telah dilumpuhkan oleh Mikoto. Mikoto menegang dan Saten pun mulai gemetar. Mereka mengenali suara wanita itu. “Dan kami adalah orang-orang yang bertarung melawan musuh jahat. Belum lagi, Liberal Arts City diisi orang-orang seperti kalian.” Dia adalah pegawai wanita yang memakai baju renang lomba dan rompi penyelamat. Dia adalah Olive Holiday. Ketika Mikoto memandang ke kegelapan, dia melihat bahwa Olive terbalut perban di berbagai bagian tubuhnya, sembari dia bersender ke ranjang yang setengah hancur. Menurut Saten, dia telah tenggelam bersama dengan reruntuhan ketika Mixcoatl menembakkan misilnya, tapi... “Musuh yang jahat...?” gumam Saten Ruiko. Gadis yang gemetar itu mengepalkan tinju kecilnya dan memelototi Olive. “Kalian mengganggu Xochitl beserta teman-temannya, dan terus melakukan hal aneh secara rahasia. Ketika kalian beranggapan bahwa tidak kunjung-kunjung menemukan jalan keluar, kalian mencoba untuk menggunakan kekerasan untuk menyelesaikannya!! Jadi bagaimana kau bisa menyebut mereka jahat!?” “Kami cuma melakukan apa yang kami perlu sebagai polisi dunia.” Ekspresi Olive tidak berubah bahkan ketika menjadi target kemarahan sejelas itu. Sesuatu berwarna merah keluar dari perban di berbagai bagian tubuhnya. “Kami perlu melakukan hal yang lebih dari melindungi dunia ini saat ini. Kami juga perlu menangani berbagai bahaya yang akan terjadi sepuluh atau bahkan seratus tahun ke depan.” “Apa hubungannya itu dengan meneliti kekuatan psikis dengan rahasia!?” teriak Saten. Dia punya firasat bahwa kekuatan yang Xochitl dan teman-temannya gunakan itu berbeda dari kekuatan psikis normal. Tapi setidaknya, Liberal Arts City telah memutuskan bahwa kedua kekuatan tersebut adalah sama, dan mereka berusaha untuk meraih sesuatu darinya. “Masalahnya adalah Academy City di Jepang.” “...Jangan bilang bahwa kalian berpikir kami berencana menggunakan kekuatan militer untuk menguasai dunia atau semacamnya,” Mikoto memperingatkan, tapi Olive menggelengkan kepalanya. “Aku yakin kalian tidak berencana untuk melakukan sesuatu yang kekanak-kanakan seperti itu. Tapi Academy City di Jepang dikatakan mempunyai teknologi 20 atau 30 tahun lebih maju dibandingkan negara-negara lain di dunia. Apakah kau mengerti artinya itu? Dalam waktu hanya 20 atau 30 tahun, seluruh dunia bisa jadi seperti itu.” “...” “Demikian juga dengan kekuatan psikis. Tujuh orang Level 5 telah muncul di Academy City, tapi jika esper-esper itu menyebar ke seluruh populasi manusia sebesar 6 milyar, seberapa banyak ‘monster’ yang akan lahir? Bukankah itu kelihatan seperti dimulainya era baru peperangan yang tidak bisa terkontrol? Semuanya tidak akan terkendali bahkan dengan memonitor peredaran senjata api dan senjata lainnya.” Kenyataannya, seorang Level 5 bukanlah sesuatu yang muncul semudah itu. Jumlah mereka tidak bisa dihitung sebagai persentase statistik seperti itu. Meskipun demikian, Olive sepertinya tidak akan menerimanya walaupun Mikoto menjelaskan itu padanya. Hanya orang-orang dari Academy City seperti Mikoto yang sudah mengalami kekuatan psikis secara nyata, yang bisa benar-benar mengerti fakta itu. Tapi adalah suatu kebenaran, bahwa kekuatan Level 3 mungkin akan menjadi umum setelah 20 atau 30 tahun. Masa depan tidak bisa diprediksi seperti itu. Orang-orang dari masa lalu tidak pernah tahu adanya supermarket, dan mereka tidak akan pernah bisa membayangkan wujud suatu ponsel. Tapi benda-benda itu sekarang digunakan oleh semua orang secara umum. Benda-benda itu telah menjadi bagian dasar dari dunia. Kalau begitu... “Kami punya tugas sebagai polisi dunia,” kata Olive bangga. “Kami tidak boleh tertinggal oleh arus waktu. Jika kami gagal membimbing semuanya dengan benar, dunia ini akan diisi oleh kekacauan yang tidak perlu. Berbagai jenis masalah yang selama ini berhasil kami kendalikan, akan meledak menjadi konflik dalam waktu bersamaan.” Bahaya baru dari era baru. Suatu konflik yang tidak pernah ada sebelum munculnya para esper. Polisi dunia merasa bahwa mereka adalah titik tumpu dalam menghadapi masalah itu di masa depan. Mereka mengambil inisiatif, lantas bertempur di negara-negara dan daerah-daerah yang tidak berhubungan langsung dengan mereka demi menjaga perdamaian. Setelah memikirkan semua itu, Mikoto tertawa. Pemikiran itu sangatlah bodoh sampai membuatnya tertawa. “Itu bukan alasan untuk ini.” Mendengar kata-kata itu, Olive melihat ke arah Mikoto. Mikoto melanjutkan perkataannya tanpa peduli. “Itu bukan alasan untuk menculik orang, menembak yang menghalangi jalan kalian, atau mencoba membungkan Saten-san.” “Itu diperlukan,” Olive tertawa untuk melecehkan kata-kata Mikoto. “Kami tidak punya pilihan lain jika kami tetap ingin lanjut memegang kendali sebagai polisi dunia.” “Persetan.” Dengan suara mengeretak, percikan berwarna putih kebiruan terbang dari poni Mikoto. “Tidak ada yang meminta kalian untuk tetap melakukan ini. Orang-orang bertarung di dunia mereka masing-masing. Kalian tidak mengerti itu, jadi kalian datang begitu saja dengan membawa ‘buldozer’ dan menghancurkan semuanya!!” Nada bicara Mikoto semakin mengeras ketika dia lanjut berbicara. Kemarahan pada hatinya sedang dilepaskan keluar.

RAILGUN SS1 06 021.jpg

“Jika kalian ingin mengembangkan kekuatan psikis, lakukan saja!! Buat institusi untuk itu, yang bahkan lebih baik dari Academy City jika kalian mau!! Namun bagaimana bisa niat baik itu berubah menjadi seperti ini? Kalian tidak perlu menyelesaikan semua masalah dengan cara yang paling cepat. Kalian sudah menjadi suatu organisasi top yang mengontrol semuanya. Kalian menggunakan masalah yang datang demi keuntungan kalian sendiri. Kalian sanggup menyembunyikan semua hal kecil yang menyusahkan kalian!” Shirai, Uiharu, dan Saten mengalihkan pandangan mereka ketika mendengar kata-kata Mikoto. Dia adalah Level 5 #3 dari Academy City. Perkataannya tidak cuma diarahkan pada pegawai bernama Olive. Itu mungkin seperti permintaan seorang anak kecil pada dunia orang dewasa. “Memang benar bahwa Academy City bukanlah organisasi yang benar-benar bersih. Dan iya, memang ada esper yang membuat masalah. Tapi esper itu sendiri bukanlah suatu bencana!! Mereka bukanlah suatu eksistensi yang perlu kalian segel!! Mereka bukanlah masalah yang perlu kalian selesaikan sampai harus membawa orang biasa dalam bahaya!!” Suara Mikoto kemudian melemah. Dia mengumpulkan sebanyak mungkin tenaga yang dia bisa ke tangannya, dan berbicara dengan perlahan. “Paling tidak, tidak bisakah kau mengerti itu...? Tidak bisakah kau berpikir sendiri, dan menyadari bahwa kau bisa melakukan sesuatu tanpa beralih pada kekerasan?” “...” Bibir Olive bergerak sedikit. Tapi kata-kata yang datang dari sana bukanlah kata-kata yang Mikoto harapkan. “Situasinya...telah berubah.” Suaranya serak. Tapi tidak ada getaran sedikit pun dalam suaranya. Kata-kata Mikoto tidak “sampai” kepadanya. “Kami sedang diserang. Ini bukan lagi situasi dimana kami bisa menanganinya dengan menggunakan unit pencegat. Ini sudah sampai titik dimana tidak ada seorang pun yang bisa memprediksi siapa akan kalah selanjutnya.” Perkataannya mendukung apa yang diragukan oleh Mikoto secara samar. Liberal Arts City benar-benar sedang dalam masalah. “Pemikiran bijak seperti itu tidak bisa melakukan apa pun, selain menyebabkan pulau ini hancur.” Semua luka yang Olive terima pasti mempengaruhinya, karena tubuhnya terlihat goyah. Dia telah bersender ke tempat tidur, tapi sekarang dia dengan perlahan merosot ke lantai. Dia tersenyum selagi turun. Dia tidak pernah sekali pun setuju dengan apa yang Mikoto katakan. Mikoto melihat ke Olive seakan-akan dia sedang melihat sesuatu yang dia sangat tidak tahan. “...” Sebelumnya, Olive Holiday telah mengatakan bahwa kota itu adalah markas dari para pegawai. Mereka telah mempersiapkan seluruh bahan yang diperlukan untuk kesuksesan penyerangan. Tapi serangan itu telah gagal. Dengan kata lain, Liberal Arts City tidaklah sempurna. Mikoto telah diselamatkan oleh fakta itu, tapi itu tidak memberikannya harapan. Jika kota itu menjadi lemah, itu berarti mereka telah kehilangan kemampuan untuk mengusir ancaman dari Mixcoatl. Jumlah orang yang bisa bertempur sangatlah terbatas. Dan juga, Misaka Mikoto adalah salah satu dari tujuh Level 5 milik institusi pengembangan kekuatan psikis Jepang, Academy City. Setelah terdiam selama beberapa saat, Mikoto akhirnya menghilangkan keraguannya dan menuju pintu keluar dari kamar hotel itu. Saten melihatnya dengan pandangan kosong, kemudian dia pun dengan cepat berbicara. “K-kemana kau akan pergi?” “Ke perahu-perahu besar itu. Aku akan melakukan sesuatu tentang situasi ini.” Setelah mengatakan itu saja, Mikoto meninggalkan kamar itu. Bahkan jika kebanyakan fasilitas telah hancur, mungkin masih ada cukup banyak pegawai yang tersisa. Dia tidak bisa berkeliling mengalahkan setiap pegawai tersebut. Mereka terlalu banyak. Tapi para pegawai itu tidak akan menyia-nyiakan jumlah mereka. Bagaimana pun juga, Mixcoatl pasti akan kembali. Mereka tidak tahu apakah mereka bisa bertempur dengan layak dalam kondisi sekarang ini. Jadi, mereka akan menghadapi kesulitan yang lebih besar untuk bertempur melawan musuh. Mereka akan kehilangan lebih banyak lagi pasukan jika memaksakan diri untuk bertempur. (...Jadi aku akan mencoba meraih itu.) Mikoto berjalan menelusuri lorong hotel, dan menarik tempat penyimpanan koin dari tali di atas sendalnya. (Pasukan utama dalam menghadapi Mixcoatl adalah Skuadron Laveze. Jika aku menghancurkan beberapa landasan atau hangar yang tersisa, itu akan menarik perhatian mereka. Setelah itu, dia akan membuat kesepakatan untuk membolehkan para turis menggunakan perahu penyelamat Salmon Red. Bahkan bahwapun dia tidak bisa mengalahkan semua pegawai, tidaklah terlalu sulit untuk menghancurkan fasilitas yang tidak bergerak.

Pada saat yang sama di bagian lain Liberal Arts City, lima orang pria dan wanita dikenal sebagai anggota manajemen duduk sambil membenamkan diri pada kursi yang nyaman. Ruang dewan tempat mereka tinggal sangatlah lapang untuk seukuran ruanganan yang hanya digunakan oleh lima orang. Para manajemen sedang berdiskusi tentang jalan apa yang harus Liberal Arts City tempuh setelah ini. Institusi raksasa itu mengontrol sumber daya untuk industri hiburan yang besar, dan mungkin memiliki efek pada pasar finansial di seluruh dunia. Tapi kelima orang tersebut tidak mencari opini dari orang lain ketika memutuskan bagaimana kota ini harus bergerak. Mereka tidak perlu. Bukan karena mereka bisa menyelesaikan semua masalah secara instan, tapi memang karena tidak ada keperluan bagi mereka untuk mendiskusikan rencana atau niat dengan organisasi terkait. Menangani masalah sepele seperti itu bukanlah pekerjaan mereka. Bahkan jika diperlukan, mereka sendiri tidak perlu melakukannya. Mereka menyewa orang-orang untuk menjalankan hal sperti itu. Orang-orang telah bertempur di luar di Liberal Arts City, Skuadron Laveze telah menderita kerusakan, mereka telah mengetahui apa yang bisa Mixcoatl lakukan, dan beberapa turis telah terluka ketika fasilitas yang hancur, tapi mereka tidak perlu memperhatikan semua itu sedikit pun. Bagaimanapun juga, seseorang akan melakukan sesuatu mengenai itu. Mereka benar-benar tidak harus “tersudut” akibat semua problematika itu. Tugas manajemen hanyalah berjalan di jalur kesuksesan, dan tugas bagi orang-orang di sekitar mereka adalah berusaha untuk menjalankannya. Itu karena dunia membutuhkan manajemen. Tapi kelima anggota manajemen berada dalam syok berat karena respon yang mereka terima melalui koneksi satelit yang nyaris terputus. Proyek itu telah dibekukan seluruhnya. Mereka disuruh menghancurkan semua data penting, dan menyuruh semua personel untuk kabur. “Apa yang sedang terjadi...?” kata seseorang. Semuanya sedang memikirkan hal yang sama. Manajemen telah berkomunikasi dengan militer di daratan utama Amerika. Liberal Arts City sedang berada dalam posisi tidak diuntungkan, jadi mereka meminta bantuan dari pasukan terbesar di dunia yang menyandang gelar: “polisi dunia”. Dan itulah respon yang mereka terima. “Riset yang kita jalankan disini sangatlah menguntungkan bagi Amerika secara keseluruhan. Aku tidak melihat alasan untuk menghancurkan datanya. Kenapa pihak militer tidak bertindak atas nama kita...?” Apakah pihak militer berpikir bahwa, mengambil tindakan akan mencederai para turis di kota? Kelima anggota manajemen merasa bahwa itu adalah alasan yang menggelikan. Jika seseorang berpikir tentang “kepedulian” pada setiap kehidupan warga sipil, maka “kepedulian” itu adalah sesuatu yang bisa diacuhkan dengan mudah. Atau apakah mereka takut bahwa mereka tanpa sengaja akan menghancurkan fasilitas riset utama di Liberal Arts City? Itu lebih realistis, tapi masihlah aneh. Jika mereka merasa bahwa riset ini penting, maka mereka tidak akan membekukan proyeknya, atau menyuruh untuk menghancurkan datanya. Mereka paling tidak akan menyuruh untuk “memindahkan” hasil riset ke daratan utama Amerika. Data riset biasanya tidak dikirim melalui jaringan karena takut akan resiko peretasan, tapi ada cara-cara lain untuk membawanya ke daratan utama. Hal ini tidak masuk akal. Itulah kenapa setiap anggota manajemen kebingungan. “Kenapa pihak militer tidak memenuhi permintaan kita?” Memang benar bahwa Mixcoatl itu adalah musuh yang kuat. Mereka pikir, mereka telah bertarung secara imbang sampai saat ini, tapi kota itu telah dengan mudah dikalahkan, dan mereka dipaksa untuk bertahan. Tidak ada yang meragukan kekuatan Mixcoatl. Tapi bukanlah pekerjaan mereka untuk mengetahui bagaimana tepatnya cara untuk menyelesaikan masalah itu. Ketakutan bukanlah hal yang diperlukan bagi jajaran manajemen. Menurut laporan membosankan yang dikirim oleh bawahan mereka, Skuadron Laveze adalah pusat dari pertahanan Liberal Arts City, tapi kerusakan sampai tingkat tertentu telah dihasilkan oleh serangan pada landasan pacu. Serangan itu juga telah melumpuhkan fasilitas servis penting untuk menggunakan Skuadron Laveze. “Memang benar frekuensi penyerangan telah meningkat secara signifikan akhir-akhir ini,” kata seseorang anggota manajemen, “tapi apakah itu benar-benar cukup untuk membuat negara sebesar Amerika mundur?” Tidak. Jika ditinjau dari nilai riset yang dijalankan di sana, mereka harusnya ingin melindungi Liberal Arts City. Bahkan jika masalah ini berubah jadi perang yang berkepanjangan. Liberal Arts City punya posisi “spesial” di Amerika. Institusi besar itu dilihat sebagai suatu keperluan “penting” untuk Amerika. Para pemimpin militer dan senator tidak akan membuang kota itu begitu saja. Yang berarti... “Mereka sedang ditekan,” kata seseorang. “Seseorang memberi mereka tekanan yang cukup keras dari sisi lain untuk mengalahkan pengaruh kita.” Ketika mereka memikirkannya, itu masuk akal, tapi mereka tidak tahu orang macam apa yang mempunyai pengaruh cukup besar untuk menghancurkan suatu permintaan dari manajemen. Tidak, sebenarnya ada beberapa orang di Amerika yang lebih berkuasa dari manajemen, tapi mereka diuntungkan secara langsung oleh Liberal Arts City. Mereka tidak akan repot-repot menghancurkan permintaannya. Lantas, apa yang telah terjadi? Ketika setiap anggota manajemen memikirkan pertanyaan yang sama, mereka mendengar sedikit suara statik. Normalnya, sambungan dari luar tidak bisa terhubung langsung melalui satelit. Seorang operator mirip sekretaris akan dikontak terlebih dahulu, lantas anggota manajemen akan memberikan izin sebelum sambungan itu dihubungkan pada mereka. Sambungan ini mengacuhkan semua “sistem pertahanan” tersebut. Suatu suara yang lancang sampai ke telinga para manajemen. “Kalian sepertinya sedang kesusahan.” Hanya dengan kalimat pendek itu, wajah setiap anggota manajemen berubah menjadi ekspresi yang benar-benar “tidak nyaman”. Mereka mengenali suara itu. Itu adalah suara seseorang yang bisa mempengaruhi dunia, bahkan lebih dari manajemen. Orang itu adalah kepala dari institusi pengembangan kekuatan psikis di Jepang, Academy City. Dia adalah Ketua Direksi Aleister. “Kalian sepertinya sedang menghadapi kesulitan karena sejumlah serangan dari musuh yang tidak diketahui. Jika kalian mau, kami bisa mengirimkan sedikit bala bantuan.” Setelah mendengar itu, pikiran mereka semua tertuju pada arah yang sama. Dengan proposal dan timing itu, Aleister pasti adalah orang yang mencegah angkatan udara Amerika untuk mengirimkan bala bantuan. Mereka tidak tahu bagaimana dia melakukannya, tapi dia pasti telah melakukannya. Tidak biasanya pesawat Jepang bisa melakukan aksi militer di teritori Amerika. Sedikit persiapan pendahuluan harus dijalankan, bahkan jika aksi itu hanyalah sebuah lelucon. “Jangan bilang,” kata satu anggota manajemen, “Kau adalah orang di balik insiden ini. Aku tidak berpikir bahwa Mixcoatl itu terbuat dari teknologi ilmiah biasa. Kami bermaksud untuk menggunakannya, karena kami pikir mereka berbeda dari benda-benda yang Academy City gunakan. Tapi jika itu adalah milik kalian...” “Tentu saja bukan milik kami,” kata Aleister dengan suara acuh. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia terkejut karena tidak dipercaya. “Tapi memang benar bahwa kalian telah melakukan kontak dengan salah satu ‘kebenaran dunia’.” “Kebenaran?” “Kalian juga bisa menyebutnya sebagai suatu perjanjian. Bagaimanapun juga, ada suatu dunia yang orang-orang seperti kalian tidak akan bisa mengerti.” Dia benar-benar memandang remeh mereka. Kebencian nyata menyelimuti kelima anggota manajemen, yang entah bagaimana telah berhasil mendapatkan hak istimewa pada negara bertitel “polisi dunia”. “Oh, iya. Aku punya pertanyaan untuk kalian,” kata Aleister sembari mengacuhkan keheningan yang tidak nyaman, seakan-akan dia mengatakan bahwa itu tidaklah berharga. “Jika Liberal Arts City sendiri telah berubah menjadi kumpulan puing-puing yang mengambang di laut, apa kalian bisa menyebutnya sebagai pertunjukan?”

Distrik 23 Academy City di Jepang adalah daerah khusus penelitian penerbangan dan industri luar angkasa. Distrik itu memiliki landas pacu besar maupun kecil yang tak terhitung jumlahnya. Di salah satu area landasan pacu, sejumlah pesawat berukuran 100 meter berbaris. HsB-02, stealth bomber* supersonik milik Academy City. [Pesawat siluman pengebom.] Pesawat berukuran raksasa itu bisa terbang di udara dengan kecepatan melebihi 7000 kpj, jadi pesawat itu bisa mencapai Amerika dari Jepang hanya dalam waktu di bawah 2 jam. Bomber raksasa itu sedang diisi dengan berbagai tipe peledak termasuk bom spesial yang bisa menghancurkan fasilitas di bawah permukaan tanah. Ada juga bom disebut “sinkronus multi-layer” yang bisa menghancurkan sampai musnah area tujuan. Perlengkapan itu adalah variasi yang dikenal sebagai Style 3. Hanya dengan itu, pesawat tersebut bisa memusnahkan pulau buatan. “...Jadi, sudah tiba waktunya untuk menggunakan benda ini,” kata teknisi muda yang sedang bekerja di salah satu bomber. Pilot yang menyeruput kopi dingin di sebelahnya menjawab dengan acuh. “Aku tidak berpikir sesuatu pada Level A Standby akan dikirim semudah ini.” “Yah, memang, tapi...” “Kau memasang benda itu di hidung pesawat, kan? Dari instruksi yang kuterima, sepertinya itu adalah suatu prototipe sensor AIM. Benda itu bisa mendeteksi lokasi seorang esper spesifik dalam area pengeboman yang luas.” “Jadi rencananya adalah mengebom dengan tepat, sambil menghindari area yang berisi murid?” “Memang bagus jika seperti itu.” si pilot pasti tidak tahan dengan rasa kopinya, karena dia membalikkan cangkir dan menuang sisa minumannya ke atas aspal. “Dengan performa sensor itu dan ketinggian kami mengebom, hanya medan difusi AIM ‘sangat kuat dan berkarakter’ yang bisa terdeteksi. Kurasa, sesuatu se-kelas Level 5.” “Tunggu, tapi itu berarti...” “Aku cukup yakin bahwa ada seorang Level 5 di antara murid-murid itu. Kelihatannya, mereka paling tidak ingin memperoleh kembali yang paling berharga, tapi mereka sepertinya tidak peduli dengan yang lainnya. Dan bahkan jika kita bisa mendeteksi semua esper dengan medan difusi AIM, bagaimana dengan para guru yang memimpin perjalanan ke sana? Hanya murid-murid esper yang mengeluarkan medan difusi AIM. ...Para petinggi jelas-jelas tidak punya niat untuk menyelamatkan yang lain.” si pilot sedikit menggoyang-goyangkan cangkir kosongnya. “Berdoalah agar alarm sialan itu tidak berbunyi.”