Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume1 Chapter2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 2: Si Ilusionis Memberikan Kematian. The_7th-Egde.[edit]

Part 1[edit]

Saat itu malam. Sirene beberapa truk pemadam kebakaran dan sebuah ambulan meraung dari jalan utama dan melewatinya.

Asrama itu kelihatannya hampir seluruhnya sudah kosong, tapi alarm kebakaran yang berbunyi dan sprinkler yang terus menyirami gedung menandakan telah terjadi suatu peristiwa di sana. Dalam waktu singkat, asrama yang kosong itu sudah diisi dengan truk pemadam kebakaran dan orang-orang yang menonton.

Kamijou telah menggunakan tangan kanannya untuk menghancurkan fungsi pelacak pada kerudung milik Index di kamarnya sebelum membawanya. Kalau dia membiarkannya tetap aktif dan asal membuangnya, dia mungkin bisa mengelabui para pengejar, tapi gadis itu dengan keras kepala memaksa kalau dia ingin membawa kerudungnya tersebut.

Kamijou Touma mendecakkan lidahnya di sebuah gang. Dia menggendong tubuh berdarah Index di tangannya karena dia tidak bisa membiarkan lukanya menyentuh tanah yang kotor.

Dia tidak bisa menyerahkan Index ke ambulans.

Academy City pada dasarnya tidak menyukai kehadiran orang luar. Itulah kenapa kota ini membangun dinding yang mengelilingi kota dan meluncurkan tiga satelit yang secara nonstop memonitor semuanya. Bahkan para pengemudi truk yang menyuplai toko serba ada memerlukan kartu ID eksklusif untuk masuk.

Karena itu, informasi tentang orang luar tanpa ID seperti Index akan tersebar kalau dia dirawat di rumah sakit.

Dan musuhnya adalah bagian dari sebuah organisasi.

Kalau dia diserang di sana, orang-orang di sekitarnya bisa ikut terlibat. Apalagi jika diserang saat sedang memulihkan diri atau sedang dioperasi, dia pasti semakin tidak berdaya.

“Tapi aku tidak bisa hanya meninggalkannya seperti ini.”

“Aku...akan baik-baik saja. Kalau kau...bisa menghentikan pendarahannya...”

Suara Index terdengar lemah dan tidak menunjukkan tanda-tanda dari suara mekanis yang dia gunakan ketika menjelaskan tentang rune.

Dan itulah kenapa Kamijou segera tahu kalau apa yang dikatakannya itu salah. Lukanya tak bisa ditangani oleh seorang amatir dengan membalut perban di sekelilingnya. Kamijou terbiasa berkelahi, jadi dia memberi pertolongan pertama pada dirinya sendiri untuk kebanyakan luka yang menurutnya lebih baik dirahasiakan. Tapi luka di punggungnya cukup parah sampai-sampai membuat Kamijou kehilangan ketenangannya.

Tinggal satu hal tersisa yang bisa mereka andalkan.

Dia masih tidak memercayainya, tapi dia tidak punya apa-apa yang lain untuk dipercayai.

“Hei, hei! Kau bisa mendengarku?” Kamijou menampar pipi Index pelan. “Apakah ada sesuatu yang bisa menyembuhkan luka dalam 103.000 grimoir milikmu itu?”

Sihir dalam benak Kamijou tidak lebih dari sihir serangan dan sihir pemulihan dari RPG.

Memang benar Index telah mengatakan kalau dia secara alami tidak bisa menangani kekuatan sihir dan karenanya tidak bisa menggunakan sihir, tapi Kamijou bisa menangani kekuatan supernatural, jadi cukup jika Index memberitahunya apa yang perlu dia lakukan...

Pernapasan Index tipis, tapi lebih karena kehilangan darah dibanding rasa sakit. Bibir pucatnya bergetar.

“Ada...tapi...”

Wajah Kamijou menjadi cerah sejenak sampai kata “tapi” mencapai pikirannya dengan terlambat.

“Kau...tidak bisa melakukannya...” Index mengeluarkan napas kecil. “Bahkan kalau aku...mengajarkanmu mantranya...kekuatanmu pasti... akan menghalangi ...aduh...bahkan kalau kau...menirunya dengan sempurna.”

Kamijou melihat ke arah tangan kanannya dengan syok.

Imagine Breaker. Kekuatan yang bersemayam di sana memang telah meniadakan api milik Stiyl secara utuh. Jadi ada kemungkinan kalau itu akan meniadakan sihir pemulihan Index dengan cara yang sama.

“Sial! Lagi-lagi... Kenapa tangan kanan ini selalu saja mengganggu!?”

Tapi itu cuma berarti dia perlu memanggil seseorang. Seperti Aogami Pierce atau si gadis Biri-Biri Misaka Mikoto. Wajah beberapa orang tangguh yang tidak perlu dia khawatirkan kalau terlibat masalah seperti ini mengambang di pikirannya.

“...?” Index terdiam sejenak. “Bukan... Bukan itu yang aku maksud.”

“?”

“Bukan tangan kananmu... Masalahnya adalah... kau itu seorang esper.” Di malam yang panas itu, dia menggigil seperti berada di atas gunung bersalju di tengah musim dingin. “Sihir itu bukan...sesuatu yang bisa digunakan oleh ‘orang-orang berbakat’ seperti kalian, para esper. ‘Orang-orang tak berbakat’ ingin melakukan...apa yang ‘orang-orang berbakat’ bisa lakukan...jadi mereka menciptakan mantra dan ritual tertentu...yang dikenal sebagai sihir.”

Kamijou sudah akan berteriak, “Ini bukan waktunya untuk penjelasan!”

“Kau tidak mengerti...? Penyirkuitannya berbeda antara ‘orang-orang berbakat’ dan ‘orang-orang tak berbakat’... ‘Orang-orang berbakat’ tidak bisa menggunakan sistem yang diciptakan...untuk ‘orang-orang tak berbakat’...

“Ap-...?”

Kamijou diam seribu bahasa. Memang benar kalau obat-obatan dan elektroda-elektroda digunakan pada esper-esper seperti Kamijou untuk dengan paksa mengembangkan penyirkuitan otak mereka dengan cara yang berbeda dengan manusia biasa. Memang benar kalau tubuh mereka berbeda dengan yang lainnya.

Tapi dia tidak bisa memercayainya. Tidak, dia tidak mau memercayainya.

2.3 juta pelajar tinggal di Academy City. Tiap-tiap dari mereka telah melalui Kurikulum pengembangan kekuatan. Bahkan walaupun kau tidak bisa tahu dengan melihat mereka, bahkan kalau mereka tidak bisa membengkokkan sendok meskipun telah berusaha begitu keras hingga pembuluh darah di otak mereka pecah, dan bahkan kalau mereka adalah yang terlemah dari para esper, mereka memang terbuat berbeda dari orang biasa.

Dengan kata lain, orang-orang yang tinggal di kota itu tidak bisa menggunakan sihir, hal satu-satunya yang bisa menyelamatkan gadis itu.

Ada satu cara untuk menyelamatkan orang yang berbaring di depannya, tapi tidak ada yang bisa menyelamatkannya.

“Sial...” Kamijou menampakkan gigi taringnya seperti hewan buas. “Kenapa ini bisa terjadi? Kenapa ini bisa terjadi!? Apa-apaan ini!? Bagaimana mungkin ini adil!?”

Tubuh Index semakin gemetaran.

Beban yang menurut Kamijou paling sulit dipikul adalah bahwa gadis itu dihukum karena ketidakmampuan dirinya sendiri.

“ ‘Berbakat’ pantatmu,” umpatnya. “Aku bahkan tidak bisa menyelamatkan gadis yang menderita di depan mataku.”

Tapi dia tidak bisa memikirkan cara lain untuk menyelesaikan situasi itu. Fakta bahwa 2.3 juta pelajar yang tinggal di kota itu tidak bisa menggunakan sihir adalah peraturan yang perlu dia pecahkan lebih dulu.

“...?”

Kamijou tiba-tiba menyadari sesuatu yang aneh tentang apa yang telah dia pikirkan.

Pelajar?

“Hei, orang biasa ‘tak berbakat’ mana pun bisa menggunakan sihir, 'kan?”

“...Eh? Iya.”

“Dan tak akan berakhir sia-sia karena orang itu tidak punya bakat dalam sihir, 'kan?”

“Kau tidak...perlu khawatir tentang itu... Selama mereka mempersiapkannya dan melakukannya dengan benar...bahkan murid SMP pun seharusnya bisa melakukannya.” Index berpikir sejenak. “Tapi kalau mereka salah urutannya, jalur-jalur di otak mereka dan penyirkuitan syarafnya bisa hangus... Tapi dengan pengetahuan dari 103.000 grimoir milikku, tidak akan ada masalah. Jangan khawatir.”

Kamijou tersenyum.

Tanpa berpikir, dia melihat ke atas seakan ingin melolong ke bulan di langit malam.

Memang benar terdapat 2.3 juta pelajar tinggal di Academy City dan bahwa mereka semua telah dikembangkan supaya memiliki semacam kekuatan psikis.

Tapi, para guru yang mengembangkan mereka adalah manusia normal.

“Kuharap dia belum tidur.”

Wajah seorang guru muncul dalam pikiran Kamijou Touma.

Wajah Tsukuyomi Komoe, guru wali kelasnya dengan tinggi 135 cm, yang masih cocok memakai sebuah randoseru merah[1] walaupun dia adalah seorang guru.


Kamijou menelepon Aogami Pierce dari sebuah telepon umum untuk menanyakan alamat Komoe-sensei. (Kamijou telah menjatuhkan dan merusakkan telepon genggamnya pagi itu. Alasan Aogami Pierce tahu alamat rumah Komoe adalah sebuah misteri. Kamijou curiga kalau dia adalah seorang stalker.) Kamijou lalu mulai berjalan sambil menggendong Index yang terlihat begitu lemas di punggungnya.

“Ini dia tempatnya...”

Dia tiba setelah berjalan 15 menit dari lorong belakang itu.

Sangat tidak cocok dengan penampilannya yang mirip anak umur umur 12 tahun, tempat tinggalnya berada di gedung apartemen kayu dua tingkat yang kelihatan sangat tua dan bobrok hingga Kamijou merasa kalau apartemen itu pasti telah bertahan dari serangan bom di Tokyo. Karena mesin cucinya ada di lorong luar, gedung itu pasti tidak punya kamar mandi.

Biasanya, Kamijou akan membuat lelucon tentang itu selama sepuluh menit ke depan, tapi saat itu dia bahkan tidak tersenyum sama sekali.

Setelah memeriksa papan nama di pintu-pintu di lantai satu, dia menaiki tangga metal yang bobrok dan berkarat dan mengecek pintu-pintu di atas sana. Ketika dia sampai ke pintu paling jauh ke belakang di lantai 2, dia akhirnya menemukan nama “Tsukuyomi Komoe” yang tertulis dalam huruf hiragana.

Kamijou membunyikan belnya dua kali, kemudian menendang pintu itu dengan seluruh kekuatannya.

Kakinya yang menghantam pintu mengeluarkan suara keras.

Tapi pintu itu bergeming. Seperti biasa, Kamijou Touma merasa sial karena dia mendengar suara retak dari jempol besarnya.

“~ ~ ~!!”

“Iya, iya, iyaaa! Pintu anti-salesman koran itu adalah satu-satunya yang kokoh di sini. Aku akan membukanya, oke?”

(Kenapa tidak kutunggu saja tadi?)

Ketika Kamijou memikirkan itu dengan mata berkaca-kaca, pintunya terbuka, dan kepala Komoe-sensei yang memakai piyama menyembul melalui celahnya. Ekspresi rileksnya jelas menunjukkan kalau dia tidak bisa melihat luka di punggung Index dari posisinya.

“Wa, Kamijou-chan. Apa kau mulai kerja sambilan sebagai salesman koran?”

“Koran mana yang pekerjanya meminta orang lain dengan seorang biarawati di punggungnya?” kata Kamijou dengan tidak senang. “Aku ada sedikit masalah, jadi aku akan masuk. Permisi.”

“T-tunggu, tunggu, tunggu!” Komoe-sensei dengan panik mencoba menghalangi jalan Kamijou ketika Kamijou mendorongnya ke samping. “A-aku tidak bisa membiarkanmu tiba-tiba masuk ke kamarku. Dan itu bukan hanya karena kamarku seperti kapal pecah dengan kaleng bir kosong mengotori lantai dan puntung rokok yang menumpuk di asbak!”

Index v01 127.jpg

“Sensei.”

“Ya?”

“...Aku ingin tahu kalau kau bisa membuat lelucon yang sama setelah melihat apa yang kubawa di punggungku.”

“A-aku tidak bercanda! ...Gyahhh!?”

“Jadi sekarang kau menyadarinya!”

“Aku tadi tidak melihat kalau kau terluka begitu parah di punggungmu, Kamijou-chan!”

Komoe-sensei mulai panik karena tiba-tiba melihat darah dan Kamijou akhirnya berhasil mendorongnya ke samping dan memasuki kamar itu.

Kamar itu terlihat seperti kamar milik seorang lelaki paruh baya yang suka bertaruh di pacuan kuda. Di atas lantai tatami yang sudah usang, kaleng bir kosong yang tak terhitung jumlahnya berserakan, dan di asbak perak itu terdapat gunungan puntung rokok. Seperti sebuah lelucon, bahkan ada meja teh dengan tipe yang seorang bapak keras kepala akan balikkan di tengah ruangan.

“...Aku mengerti. Jadi kau tidak bercanda.”

“Kurasa ini bukan waktu yang tepat, tapi apa kau punya masalah dengan gadis yang merokok?”

Kamijou merasa itu bukan itu masalahnya ketika dia melihat wali kelasnya yang kelihatan berumur 12 tahun menendang beberapa kaleng bir yang menghalangi untuk membuka tempat kosong. Dia tidak ingin duduk di lantai tatami yang usang, tapi ini bukan waktunya untuk memikirkan harus mempersiapkan sebuah futon terlebih dahulu.

Dia membaringkan Index telungkup di lantai untuk memastikan lukanya tidak menyentuh lantai.

Bentuk robekan bajunya menyembunyikan luka sebenarnya dari penglihatan, tapi cairan merah pekat mengalir keluar seperti minyak.

“B-bukankah seharusnya kau memanggil ambulans? T-teleponnya ada di sana.”

Komoe-sensei menunjuk ke arah salah satu sudut ruangan dengan tangan gemetar. Entah kenapa, teleponnya adalah telepon hitam dengan putaran dial.

Mana di dalam darah sedang mengalir keluar bersama darah.”

Kamijou dan Komoe-sensei dengan refleks berbalik ke arah Index.

Index masih terbaring lemas di lantai, tapi matanya diam-diam terbuka bahkan dengan kepala menghadap ke samping seperti sebuah boneka rusak.

Matanya lebih dingin dari cahaya bulan yang pucat dan lebih tepat dari gerigi sebuah jam.

Matanya benar-benar tenteram sempurna hingga terlihat seperti bukan mata manusia.

“Peringatan: Bab 2, Ayat 6. Hilangnya daya kehidupan yang dikenal sebagai mana karena kehilangan darah telah melebihi batas tertentu, jadi Pena John[2] sedang dibangunkan dengan paksa. ...Jika situasi ini terus berlanjut, tubuhku akan kehilangan daya kehidupan minimum yang diperlukan dan akan meninggal dunia dalam waktu sekitar 15 menit sesuai dengan standar menit internasional yang didefinisikan oleh menara jam di London. Sebaiknya kau mengikuti instruksi yang akan kuberikan untuk melakukan perawatan yang paling efisien.”

Komoe-sensei memandang Index dengan syok.

Kamijou tidak bisa menyalahkannya. Bahkan walaupun dia telah mendengar suara itu sekali sebelumnya, dia sama sekali tidak bisa terbiasa dengannya.

“Sekarang...”

Kamijou melirik ke Komoe-sensei dan berpikir.

Kalau dia memintanya melakukan sihir secara terang-terangan, dia pasti akan berkata kalau itu bukan waktunya untuk berpura-pura menjadi gadis penyihir dan dia terlalu tua untuk hal-hal seperti itu.

Jadi bagaimana dia harus meyakinkannya?

“Hmm. Sensei, Sensei. Karena ini keadaan darurat, aku akan menjelaskannya dengan singkat. Aku perlu memberi tahu sebuah rahasia, jadi ke sinilah.”

"Apa?"

Kamijou melambaikan tangannya seperti sedang memanggil seekor anjing kecil dan Komoe-sensei mendekatinya tanpa berhati-hati sedikit pun.

“Maaf,” pinta maaf Kamijou pada Index di antara napasnya.

Dia mengangkat bajunya yang terkoyak untuk memperlihatkan luka parah yang tersembunyi di bawahnya.

“Ee!?”

Dia tidak bisa menyalahkan Komoe-sensei yang melompat terkejut.

Lukanya sangat parah hingga mampu mengejutkan Kamijou. Lukanya berbentuk garis lurus horizontal sepanjang punggungnya seakan-akan punggungnya adalah kotak karton yang dipotong seseorang dengan menggunakan penggaris dan cutter. Darah merah, otot warna pink, lemak warna kuning, dan bahkan sesuatu yang keras dan putih yang sepertinya adalah tulang belakangnya bisa terlihat.

Jika luka itu diibaratkan sebagai mulut warna merah, bibir di sekitarnya telah menjadi sangat pucat seperti seseorang yang baru saja berada di dalam kolam renang.

“Gh...” Kamijou berusaha menahan rasa pusingnya dan dengan hati-hati menurunkan pakaian yang basah oleh darah.

Bahkan ketika pakaian itu menyentuh lukanya, mata sedingin es Index tidak bergerak sedikit pun.

“Sensei.”

“Eh? Iya!?”

“Aku akan memanggil ambulans. Selama itu, kau dengarkan apa yang gadis ini katakan dan lakukan apa pun yang dia katakan... Cukup pastikan dia tidak kehilangan kesadaran. Seperti yang bisa kaulihat dari pakaiannya, dia orang yang religius. Terima kasih.”

Kalau dia menganggapnya tidak lebih dari sekadar untuk menghibur gadis itu, dia akan tetap memandang sihir sebagai sesuatu yang mustahil. Karena itu, Kamijou telah mengubah fokus pikiran Komoe-sensei dari merawat luka menjadi melanjutkan percakapan dengan gadis itu dengan cara apa pun.

Komoe-sensei mengangguk dengan ekspresi yang sangat serius dan wajah yang pucat.

Kalau sebuah ambulans tiba sebelum sihir itu selesai, “penghiburan” itu akan berakhir. Itu berarti dia sebenarnya tidak bisa memanggil ambulans.

Tapi tidak berarti Kamijou harus pergi. Bagaimanapun juga, dia cukup memanggil 117 dengan telepon hitam kamar itu dan berpura-pura sedang memanggil ambulans padahal sebenarnya berbicara dengan rekaman.

Masalah sebenarnya ada di tempat lain.

“Hei, Index,” kata Kamijou pelan pada Index yang tetap berbaring lemah di lantai. “Adakah yang bisa kulakukan?”

“Tidak ada. Pilihan terbaik adalah perginya kau.”

Pemilihan kata yang terlalu jelas dan terus terang membuat Kamijou mengepalkan tinju tangannya begitu kuatnya hingga terasa sakit.

Tidak ada yang bisa Kamijou lakukan.

Dan semua itu karena tangan kanannya akan meniadakan sihir pemulihan hanya dengan berada di ruangan itu.

“...Kalau begitu, Sensei. Aku akan pergi mencari telepon umum.”

“Tunggu...eh? Kamijou-chan, aku punya telepon di si—...”

Kamijou mengacuhkan perkataan Komoe-sensei, membuka pintu, dan meninggalkan kamar itu.

Dia menggertakkan giginya karena fakta bahwa dia tidak bisa melakukan apa pun selain meninggalkan tempat itu.

Kamijou berlari melintasi kota di malam hari.

Ketika berlari, dia mengepalkan tangan kanannya yang bisa meniadakan bahkan sistem milik Tuhan tapi tidak bisa melindungi satu orang.


Setelah Kamijou Touma meninggalkan kamar itu, Index menggerakkan bibir pucatnya.

“Jam berapa sekarang dalam Waktu Standar Jepang? Dan juga, tanggal berapa ini?”

“Sekarang jam 8.30 malam tanggal 20 Juli...”

“Kau sepertinya tidak melihat jam. Apakah waktu itu akurat?”

“Aku tidak punya jam di kamarku, tapi jam internalku akurat sampai ke detik-detiknya, jadi jangan khawatir.”

“...”

“Kau tidak perlu meragukan aku seperti itu. Aku pernah dengar kalau beberapa joki punya jam internal yang akurat hingga ke sepersepuluh detik dan kau bisa mengaturnya dengan kebiasaan makan dan ritme aktivitas tertentu,” balas Komoe-sensei bingung.

Dia mungkin bukan seorang esper, tapi dia memang seorang warga Academy City. Pandangan tentang tingkat pengetahuan mana yang normal dalam bidang medis dan ilmiah berbeda di antara orang-orang yang ada di dalam kota dan orang-orang di luar kota.

Masih berbaring telungkup di lantai, Index melirik ke luar jendela hanya dengan matanya.

“Dari lokasi bintang dan sudut bulan...yang sesuai dengan arah Sirius dengan galat sebesar 0.038. Untuk memastikannya sekali lagi, waktu sekarang dalam Waktu Standar Jepang adalah 8.30 PM tanggal 20 Juli, apakah itu benar?”

“Iya. Yah, secara teknis sekarang sudah lewat 53 detik, tapi... Ah, jangan!! Jangan bangkit!!”

Komoe-sensei dengan panik mencoba mendorong Index berbaring ketika dia mencoba untuk duduk yang dapat melukai tubuhnya yang sudah terluka lebih jauh, tapi pandangan Index tidak goyah sedikit pun.

Pandangannya tidak menakutkan ataupun menusuk.

Semua emosi hilang dari matanya seperti sebuah saklar telah dimatikan.

Tidak ada tanda keberadaan nyata di matanya.

Seolah-olah jiwanya telah hilang.

“Tidak ada masalah. Bisa diregenerasi,” kata Index sambil menuju meja teh di tengah ruangan. “Saat ini sedang di dekat ujung Cancer. Waktunya antara jam 8 dan 12 tengah malam. Arahnya adalah Barat. Di bawah perlindungan Undine, peran malaikatnya adalah sebagai kerubin...”

Suara Komoe-sensei yang menelan ludah bisa terdengar ke seluruh ruangan.

Tanpa terduga, Index mulai menggambar suatu bentuk di atas meja teh kecil itu dengan jarinya yang berdarah. Bahkan orang-orang yang tidak tahu tentang lingkaran sihir akan mengenali kalau itu adalah sesuatu yang religius. Komoe-sensei sudah dilanda rasa takut, tapi sekarang rasanya begitu berat hingga dia tidak bisa bicara.

Setelah menggambar lingkaran darah yang memenuhi meja teh, Index menggambar simbol berbentuk bintang yang dikenal sebagai pentagram.

Tulisan dalam bahasa aneh tertulis di sekelilingnya. Kata-kata itu sepertinya adalah hal yang sama dengan yang Index gumamkan. Dia telah bertanya tentang rasi bintang dan waktu karena kata-kata yang ditulis berbeda berdasarkan waktu dan musim.

Ketika Index mempersiapkan sihirnya, dia tidak terlihat seperti seseorang yang terluka.

Fokusnya yang ekstrim membuat rasa sakitnya seperti telah diputuskan untuk sementara.

Rasa ngeri diam-diam turun di punggung Komoe-sensei ketka dia mendengar tetesan darah yang keluar dari punggung gadis itu.

“A-a-a-apa ini?”

“Sihir.” Index berhenti setelah satu kata itu. “Aku sekarang membutuhkan tubuhmu dan bantuanmu. Kalau kau melakukan seperti yang kukataan, tidak ada yang akan menemui kesialan dan kau tidak akan menjadi sasaran dendam seseorang.”

“B-bagaimana bisa kau mengatakan itu dengan tenang!? Cukup berbaring dan tunggu ambulans! Umm...perban, perban. Dengan luka separah ini, aku perlu membalut daerah sekitar arteri untuk menghentikan aliran darah...”

“Perawatan setingkat itu tidak bisa menutup lukaku dengan sempurna. Aku tidak familier dengan istilah ambulans, tapi apakah itu bisa menutup luka ini dengan sempurna dalam waktu 15 menit berikutnya dan menyuplaiku dengan tingkat mana yang dibutuhkan?”

“...”

Memang benar sebuah ambulans akan memakan waktu 10 menit untuk tiba bahkan kalau mereka memanggilnya tepat saat itu juga. Akan memakan waktu yang sama untuk membawanya ke rumah sakit dan perawatannya tidak akan dimulai tepat saat dia tiba di rumah sakit. Komoe-sensei tidak terlalu mengerti apa arti istilah occult seperti mana, tapi memang benar kalau hanya menutup luka saja tidak akan mengembalikan staminanya.

Bahkan kalau luka itu ditutup tepat saat itu dengan jarum dan benang, akankah gadis pucat itu jadi terlalu lemah untuk hidup cukup lama sampai bisa memulihkan semua staminanya yang hilang?

“Tolong,” kata Index tanpa mengubah ekspresinya sedikit pun.

Campuran darah segar dan air liur menetes dari sudut mulutnya.

Tidak ada intensitas di dirinya. Tidak ada pula yang menakutkan dalam dirinya. Tapi ketenangan dan kesabarannya lebih menakutkan dari keduanya. Bagaimanapun, yang dia lakukan hanya akan melebarkan lukanya. Dia terlihat seperti sebuah mesin rusak yang terus bekerja tanpa menyadari kalau ada yang salah.

(Jika aku melakukan sesuatu yang membuatnya melawanku, situasinya bisa menjadi lebih buruk.)

Komoe-sensei menghela napas. Dia tentu saja tidak percaya sihir. Walaupun begitu, Kamijou telah memintanya untuk tetap melanjutkan percakapan agar memastikan gadis itu tidak kehilangan kesadarannya.

Yang bisa dia lakukan hanya mencoba agar tidak memprovokasi gadis yang duduk di depannya dan menaruh harapannya pada Kamijou agar memanggil ambulans secepat mungkin —atau lebih cepat lagi— dan pada pertolongan pertama yang hebat dari EMT di dalam ambulans.

“Jadi apa yang harus kulakukan? Aku bukan seorang gadis penyihir.”

“Aku berterima kasih atas kerja samamu. Pertama...ambil itu...itu...apa nama benda hitam itu?”

“? Oh, itu adalah memory card video game.”

“??? ...Yah, baiklah. Bagaimanapun juga, ambil benda hitam itu dan tempatkan di tengah meja.”

“Secara teknis, itu adalah meja teh...”

Komoe-sensei melakukan seperti yang diperintahkan dan meletakkan memory card di tengah meja teh. Dia kemudian mengambil sebuah kotak pensil mekanik, sebuah kotak coklat kosong, dan dua buku sampul tipis dan meletakkannya di atas meja juga. Dia juga mengambil dua figurin kecil yang didapatnya dari makanannya, dan menjejerkannya bersebelahan.

Komoe-sensei bertanya-tanya apa maksudnya, tapi Index masih benar-benar serius walaupun kelihatan seperti akan pingsan.

Semua keluhan Komoe-sensei menghilang di depan pandangan setajam pedang Jepang yang datang dari wajah pucat itu.

“Apa ini? Kau menyebutnya sihir, tapi bukankah ini cuma bermain boneka?”

Memang, semuanya terlihat sebagai versi miniatur dari kamar itu. Memory card adalah meja teh, dua buku yang berdiri adalah lemari buku dan lemari baju, dan dua figurin itu berada di tempat yang sama persis dengan kedua orang di dalam kamar itu. Ketika manik-manik kaca disebarkan ke atas meja teh, manik-manik itu seperti berhenti di tempat-tempat yang benar-benar mereplikasi kaleng bir yang berserakan di lantai.

“Bahannya tidak menjadi masalah. Sama seperti bagaimana sebuah kaca pembesar tetap membesarkan tanpa peduli kalau lensanya terbuat dari kaca atau plastik. Selama bentuk dan perannya sama, ritual ini mungkin dilakukan,” gumam Index dibanjiri keringat. “Aku memerlukanmu untuk menjalankan instruksiku secara akurat. Kalau kau salah dalam urutannya, jalur-jalur di otakmu dan penyirkuitan syarafmu bisa terbakar.”

“???”

“Aku mengatakan kalau kegagalan akan mengubah tubuhmu menjadi daging cincang dan membunuhmu. Tolong hati-hati.”

“Bh!?” Komoe-sensei hampir muntah, tapi Index melanjutkan tanpa memedulikannya sedikit pun.

“Kita sekarang akan membuat kuil bagi malaikat untuk turun ke dalamnya. Ikuti aku dan rapalkanlah.”

Apa yang Index katakan setelah itu tak lagi bisa disebut kata-kata, hanya sebuah suara.

Tanpa memikirkan artinya, Komoe-sensei mencoba meniru nadanya dalam sesuatu seperti senandung atau nyanyian.

Dan...

“Kyahh!?”

Tiba-tiba, figurin di atas meja teh mulai “bernyanyi” bersama. “Kyahh!?” teriak salah satunya dengan waktu yang persis sama. Figurin itu bergetar. Sama seperti getaran yang dipancarkan sepanjang tali pada telepon tali dan keluar sebagai suara dari gelas kertas di ujung lain, figurin itu bergetar dan mereproduksi suara Komoe-sensei.

Alasan Komoe-sensei tidak panik dan lari keluar dari kamar itu tepat saat itu juga kemungkinan karena dia tinggal di sebuah kota dengan 2.3 juta esper di dalamnya. Manusia biasa akan berpikir kalau mereka sudah menjadi gila.

“Sambungan selesai.” Suara Index dan suara dari meja teh membuatnya terdengar ganda. “Kuil yang dibuat di atas meja telah tersambung dengan kamar ini. Secara sederhana, semua yang terjadi di ruangan ini akan terjadi di meja dan semua yang terjadi di meja akan terjadi di ruangan ini.”

Index mendorong pelan meja teh itu dengan kakinya.

Tepat saat itu, seluruh apartemen bergoyang di bawah kaki Komoe-sensei seakan terkena guncangan hebat.

Dia bisa merasakan udara pengap kamar itu menjadi sebersih udara di hutan di pagi hari.

Tapi tidak ada sesuatu seperti malaikat. Yang ada di sana hanyalah apa yang hanya bisa dideskripsikan sebagai keberadaan yang tak terlihat. Perasaan aneh menyerbu seluruh tubuh Komoe-sensei seakan dia sedang diawasi oleh ribuan bola mata dari segala arah.

Dan kemudian Index tiba-tiba berteriak.

“Bayangkan! Bayangkan seorang malaikat emas dengan tubuh anak-anak! Bayangkan seorang malaikat cantik dengan dua sayap!”

Ketika melaksanakan sihir, menentukan medan itu penting.

Sebagai contoh, sebuah kerikil yang dilempar ke laut tidak menimbulkan riak yang besar. Tapi sebuah kerikil yang dijatuhkan ke dalam ember akan menimbulkan riak yang cukup besar. Sama dengan itu. Untuk mengubah dunia dengan sihir, medan tempat pengubahan akan terjadi perlu dibatasi.

Seorang pelindung adalah dewa sementara dalam sebuah dunia yang dibatasi.

Kalau seseorang mengimajinasikan seorang pelindung dengan benar, menentukan bentuknya, dan mengontrolnya dengan bebas secara benar, orang itu bisa dengan mudah menyebabkan hal-hal misterius terjadi dalam medan terbatas.

Komoe-sensei tidak mengerti penjelasan seperti itu dan dia kesulitan membayangkan seorang malaikat. Istilah “malaikat emas” hanya membuatnya memikirkan benda itu, yang satu berwarna emas atau lima berwarna perak.[3]

Ketika bayangan dalam pikiran Komoe-sensei kehilangan koherensi, keberadaan di sekitarnya juga ikut dan kehilangan bentuknya. Perasaan tidak nyaman menuruni punggung Komoe-sensei seakan dia dibalut dalam lumpur busuk dari bawah rawa-rawa.

“Cukup bayangkan saja! Ritual ini tidak akan benar-benar memanggil seorang malaikat. Itu hanyalah kumpulan mana yang tak terlihat. Bentuknya akan sesuai dengan keinginanmu sebagai pengguna sihir!”

Dia pasti telah benar-benar putus asa bahkan suara dingin mekanis Index menjadi setajam titisan es.

Mata Komoe-sensei melebar karena perubahan tiba-tiba itu dan dengan segera mulai bergumam.

(...Malaikat lucu, malaikat lucu, malaikat lucu.)

Dengan buram, dia dengan panik mengingat sebuah gambar seorang gadis malaikat yang telah dia lihat dalam sebuah manga shoujo jauh sebelumnya.

Apa pun itu, yang terasa seperti lumpur tak terlihat yang berada di udara ruangan itu, mengambil bentuk seolah-olah telah dipaksa masuk ke dalam balon berbentuk manusia...atau setidaknya kelihatan seperti itu bagi Komoe-sensei.

Dia dengan takut-takut membuka matanya untuk memeriksa.

(...Hah? Ini sebenarnya tidak memanggil seorang malaikat?)

Tepat ketika keraguan itu memasuki pikirannya, balon air berbentuk manusia itu meledak dan lumpur tak terlihat itu terserak ke seluruh ruangan.

“Kyahh!!”

“...Pembentukan bentuknya telah gagal.” Index melihat ke sekeliling dengan pandangan tajamnya. “Jika kuil ini paling tidak dilindungi oleh seorang Undine warna biru, itu cukup. ...Lanjutkan.”

Kata-katanya cukup positif, tapi mata Index seperti tidak tersenyum sedikit pun.

Komoe-sensei tersentak seperti seorang anak yang orang tuanya baru saja melihat hasil tes gagal yang dia coba sembunyikan.

“Rapalkan. Ritual ini akan selesai sebentar lagi.”

Perinyah tajam itu tidak membiarkan Komoe-sensei kehilangan ketenangannya walaupun kebingungannya meningkat dan pikirannya mengendur.

Index, Komoe-sensei, dan kedua figurin di atas meja bernyanyi.

Punggung figurin Index di atas meja mulai meleleh.

Seperti karet yang didekatkan pada macis. Meleleh, permukaannya kehilangan ketidakberaturannya, menjadi mulus, mendingin, dan mengeras sekali lagi, dan bentuknya kembali lagi.

Komoe-sensei merasa seperti hatinya sedang membeku.

Saat itu, Index sedang duduk di seberang meja teh darinya.

Dia tidak punya keberanian untuk mengitarinya dan melihat apa yang terjadi pada punggung Index.

Wajah pucat Index ditutupi keringat berminyak.

Mata seperti kacanya masih tidak menunjukkan tanda kesakitan atau penderitaan.

“Pengembalian mana dan penstabilan kondisi telah dikonfirmasi. Mengembalikan Pena John ke mode tidur.”

Seperti sebuah saklar telah ditekan, cahaya lembut kembali ke mata Index.

Seperti api yang dinyalakan di perapian yang dingin, kehangatan mengisi atmosfer kamar itu.

Pandangan di mata Index sangat baik dan hangat sehingga Komoe-sensei mau tidak mau merasakan kehangatan itu. Itu adalah pandangan seorang gadis biasa.

“Sekarang kalau pelindung yang turun sudah kembali dan kuil ini dihancurkan, semuanya akan berakhir.” Index tersenyum susah payah. “Inilah yang disebut sihir. Sama seperti apel dan ringo[4] berarti hal yang sama. Kau tidak memerlukan tongkat kaca ketika payung plastik itu sama jernihnya. Sama seperti kartu tarot. Selama desain dan nomornya cocok, kau bisa melakukan ramalan dengan potongan dari belakang manga shoujo.”

Keringat Index tidak berhenti.

Komoe-sensei menjadi semakin takut. Dia mulai berpikir kalau apa yang telah dia lakukan hanya membuat kondisi Index lebih buruk.

“Jangan khawatir.” Saat itu Index kelihatan siap untuk pingsan. “Sama seperti demam. Kau membutuhkan kekuatanmu sendiri untuk sembuh. Lukanya sendiri sudah tertutup, jadi aku akan baik-baik saja.”

Segera setelah dia mengatakan itu, Index tumbang ke samping. Figurinnya juga jatuh. Meja teh itu bergoyang sedikit dan kamar yang terhubung dengannya terguncang hebat.

Komoe-sensei baru saja akan berlari mengelilingi meja teh menuju Index, tapi Index mulai bernyanyi.

Ketika Komoe-sensei mengikutinya dan menyanyikan satu lagu terakhir, suasana aneh itu kembali menjadi suasana pengap seperti biasa dari apartemen itu. Komoe-sensei dengan hati-hati menggoyangkan meja tehnya, tapi tidak ada yang terjadi.

(Syukurlah.)

Ketika Komoe-sensei menutup matanya lega, Index berbicara.

Komoe-sensei berpikir kalau siapa pun akan lega kalau luka mematikan mereka sembuh, tapi biarawati itu mengatakan sesuatu yang lain.

Aku senang aku tidak membebani siapa pun dengan apa pun.”

Komoe-sensei memandang Index terkejut.

“...Kalau aku mati di sini, dia mungkin harus menanggung beban.”

Index menutup matanya seperti sedang bermimpi dan tidak mengatakan hal lain. Ketika gadis itu ditebas di punggungnya dan pingsan dan ketika dia melakukan ritual aneh itu, dia tidak pernah satu kali pun memikirkan dirinya sendiri. Dia memikirkan orang yang telah membawanya ke sana.

Komoe-sensei tidak bisa berpikir seperti itu. Dia tidak punya seseorang untuk dipikirkan seperti itu.

Itulah kenapa dia menanyakan satu hal.

Dia yakin Index sudah tertidur dan tidak akan mendengarnya, tapi karena itulah dia menanyakannya.

Dan walaupun begitu, gadis itu menjawab dengan dengan matanya masih tertutup.

“Aku tidak tahu.”

Dia tidak pernah merasa seperti itu pada orang lain sebelumnya dan dia tidak tahu perasaan apa itu. Tapi ketika Kamijou marah demi dirinya saat menghadapi penyihir itu, dia ingin orang itu lari bahkan kalau dia harus merangkak padanya dan memaksanya. Dan ketika dia telah lari dari Innocentius, dia berpikir kalau dia akan menangis ketika orang itu kembali.

Dia tidak benar-benar mengerti, tapi ketika dia bersamanya, tidak ada hal yang berjalan seperti dia inginkan dan dia merasa seperti didorong-dorong.

Walaupun begitu hal-hal yang tidak diperkirakan itu begitu menyenangkan dan membuatnya bahagia.

Dia sendiri tidak tahu perasaan apa itu.

Kali ini, Index tertidur lelap dengan senyuman di wajahnya seperti sedang bermimpi indah.

Part 2[edit]

Setelah fajar tiba, gejala yang terlihat pada Index sangat mirip dengan gejala demam.

Index hanya bisa terbaring di tempat tidur karena panas tinggi dan sakit kepala. Hidungnya tidak ingusan dan suaranya tidak serak karena itu bukan terjadi karena virus. Hanya masalah mengembalikan staminanya yang hilang, jadi seberapa banyak pun obat pilek penguat imun yang dia minum tidak akan menyelesaikan apa pun.

“...Jadi kenapa kau cuma memakai celana dalam di bawah sana?”

Ketika Index berbaring dengan handuk lembab di dahinya, dia pasti tidak tahan dengan kelembaban panas di dalam futon, jadi satu kakinya dia keluarkan ke arah Kamijou. Dia sedang memakai atasan piyama hijau pucat tetapi pahanya yang berwarna kulit cerah keluar sampai pangkalnya. Karena demamnya, warna kulitnya jadi sedikit pink.

Handuknya telah menjadi hangat, jadi Komoe-sensei mencelupkannya ke dalam baskom berisi air dan mengeringkannya sambil memelototi Kamijou.

“...Kamijou-chan. Kurasa pakaian itu terlalu berlebihan.”

“Pakaian itu” kemungkinan besar merujuk pada pakaian biarawati warna putih yang diselimuti peniti.

Kamijou setuju 100% tentang itu, tapi Index kelihatan seperti kucing yang tidak senang karena pakaian biasanya direbut darinya.

“Pertanyaan sebenarnya adalah kenapa piyama milik seorang wanita dewasa perokok-berat-pencinta-bir sepertimu bisa pas dengan Index. Memangnya berapa perbedaan umur kalian?”

“Ap—?”

Komoe-sensei (umur tidak diketahui) tidak bisa berkata-kata, tapi Index ikut menendangnya ketika dia sudah jatuh.

“Tolong jangan remehkan aku seperti itu. Piyama ini sebenarnya sedikit sempit di bagian dada.”

“Apa...tidak mungkin! Tidak mungkin benar. Sekarang kalian cuma mengolok-olokku!” protes Komoe-sensei.

“Memangnya, apa kau bahkan punya sesuatu di bagian dada yang bisa membuatnya terasa sempit?” tanya Kamijou.

“...”

“...”

Ketika kedua perempuan itu memelototinya, jiwa Kamijou secara refleks memasuki mode bersujud.

“Betul, betul. Ngomong-ngomong, Kamijou-chan, siapa sebenarnya gadis ini?”

“Adikku.”

“Bohong sekali. Dengan rambut perak dan mata biru seperti itu, dia jelas-jelas seorang warga asing!”

“Adik tiriku.”

“...Kau orang mesum?”

“Aku cuma bercanda! Aku cukup mengetahui kalau adik tiri itu tata krama yang buruk tapi adik kandung itu melanggar peraturan![5]

“Kamijou-chan,” katanya, tiba-tiba berganti ke suara gurunya.

Kamijou terdiam. Tidak mengejutkan kalau Komoe-sensei ingin tahu apa yang sedang terjadi. Kamijou tidak hanya telah membawa orang asing yang aneh padanya, tapi gadis itu juga mempunyai luka tebasan di punggungnya yang jelas-jelas berbau berita buruk dan Komoe-sensei bahkan dibuat ikut dalam ritual sihir yang aneh.

Akan sangat sulit untuk memintanya menutup mata pada semua ini.

“Sensei, boleh aku bertanya satu hal?”

“Apa?”

“Apakah kau menanyakan ini agar kau bisa memberi tahu polisi atau dewan pengurus Academy City?”

“Iya,” kata Komoe-sensei segera sambil mengangguk. Tanpa keraguan sedikit pun, dia telah mengatakan pada muridnya kalau dia akan mengadukan mereka. “Aku tidak tahu ada di situasi seperti apa kalian berdua berada.” Komoe-sensei tersenyum. “Tapi kalau itu terjadi di Academy City ini, adalah tugas kami sebagai guru untuk menyelesaikannya. Bertanggung jawab terhadap anak-anak adalah tugas orang dewasa. Sekarang ketika aku tahu kalau kau berada dalam masalah, aku tidak bisa duduk diam begitu saja.”

Itulah yang Tsukuyomi Komoe katakan.

Dan walau begitu dia tidak punya kemampuan, kekuatan, dan kewajiban untuk melakukan itu.

Dia hanya mengatakannya dengan keterusterangan setajam katana terkenal yang memotong di tempat dan waktu yang tepat.

“Aku cuma...” kata Kamijou sebelum berhenti. (...tidak boleh melawannya.)

Kamijou telah hidup selama sekitar 15 tahun yang panjang dan dia tidak pernah melihat orang lain seperti guru itu yang tipenya biasa hanya telihat di drama dan bahkan tidak ada lagi di film-film.

Maka...

“Kalau kau adalah orang yang benar-benar asing, aku tidak akan ragu-ragu melibatkanmu, tapi aku berutang padamu untuk sihir itu, jadi aku tidak bisa membiarkanmu terlibat.”

Respon Kamijou sama terus terangnya.

Dia telah cukup melihat orang-orang yang mau melindungi orang lain tanpa imbalan terluka di depan matanya.

Komoe-sensei terdiam sejenak.

“Mhh. Aku tidak akan membiarkanmu lepas hanya dengan mencoba mengelabuiku dengan perkataan keren seperti itu.”

“...? Sensei, kenapa kau berdiri dan menuju pintu?”

“Aku memberi penundaan penghakiman. Aku harus pergi ke supermarket untuk belanja. Kamijou-chan, pikirkan baik-baik apa yang perlu kaukatakan padaku selama itu. Dan...”

“Dan?”

“Mungkin aku bisa terlarut dalam belanja hingga aku lupa. Jangan curang ketika aku kembali. Pastikan kau memberitahuku, oke?”

Kamijou pikir Komoe-sensei tersenyum ketika mengatakan itu.

Dengan suara pintu apartemen membuka dan kemudian menutup, Kamijou dan Index tinggal berdua di ruangan itu.

(Dia mencoba berbaik hati.)

Dengan senyuman seorang anak yang merencanakan sesuatu di wajahnya ketika mengatakan itu, Kamijou punya firasat kalau Komoe-sensei akan “lupa tentang semuanya” ketika dia kembali dari supermarket.

Kalau dia kemudian memutuskan untuk berkonsultasi dengannya tentang ini, dia akan berpura-pura marah dan berkata “Kenapa kau tidak memberitahuku lebih cepat!? Aku benar-benar lupa!” sambil dengan senang hati setuju membantu.

Dengan menghela napas, Kamijou berbalik ke arah Index yang berbaring di dalam futon.

“...Maaf. Aku tahu ini bukan waktunya untuk khawatir tentang penampilan.”

“Jangan khawatir. Ini jalan terbaik.” Index menggeleng. “Tidak baik melibatkannya lebih jauh lagi ...Dan dia tidak boleh menggunakan sihir lagi.”

“?”

Kamijou mengerutkan alisnya.

“Grimoir itu berbahaya. Yang tertulis di dalamnya adalah pengetahuan menyimpang dan tidak umum dan juga hukum-hukum gila yang menghancurkan hukum biasa dari dunia ini. Entah digunakan untuk kebaikan atau kejahatan, benda-benda itu tetap adalah racun di dunia ini. Sekadar mempelajari pengetahuan ‘dunia yang berbeda’ akan menghancurkan otak orang yang mempelajarinya,” jelas Index.

Kamijou mencoba menerjemahkannya dalam cara yang dia mengerti.

(Jadi seperti memaksa menjalankan sebuah program yang tidak cocok dengan OS komputer itu?)

“Otak dan rohku dilindungi oleh barrier religius, dan para penyihir yang mencoba untuk melampaui manusia harus melewati batas-batas pengetahuan umum mereka agar sampai ke keadaan pikiran yang diinginkan yang hampir bisa disamakan sebagai satu jenis kegilaan. Tapi, untuk orang biasa dari negara yang tidak terlalu religius seperti Jepang, semuanya bisa berakhir hanya dengan menggunakan satu mantra lagi.”

“A-aku mengerti...” Kamijou entah bagaimana berhasil membuat syok yang dia terima tidak kelihatan. “Yah, sayang sekali. Padahal aku berharap dia bisa melakukan alkimia untukku. Kau tahu alkimia, kan? Yang bisa mengubah timbal menjadi emas.”

Dia tentu saja menutupi fakta kalau dia mengetahui ini dari sebuah RPG penyatuan benda dengan seorang ahli alkimia wanita muda sebagai protagonisnya.

“Yah, ada sebuah teknik untuk itu yang disebut Ars Magna, tapi mempersiapkan peralatannya dengan bahan-bahan modern akan mempunyai biaya sebesar...um...7 triliun yen dalam mata uang negara ini.”

“...................................Yah, sama saja bohong,” gumam Kamijou tanpa nyawa.

Index tersenyum lemah dan berkata, “...Yeah. Mengubah timbal menjadi emas tidak menghasilkan apa pun selain membuat para bangsawan senang.”

“Tapi...tunggu. Sekarang setelah kupikir-pikir, bagaimana melakukannya? Bagaimana cara kerjanya? Kalau kau mengubah timbal menjadi emas, apakah kau menyusun atom-atom Pb menjadi Au?”

“Aku tidak begitu tahu, tapi itu cuma teknik abad ke-14.”

“Tunggu, apa maksudmu sama dengan yang kupikirkan? Kalau itu mungkin benar-benar mengubah susunan atom!? Maksudmu, kau bisa menyebabkan peluruhan proton tanpa sebuah akselerator partikel dan fusi nuklir tanpa sebuah reaktor nuklir? Tunggu sebentar. Bahkan aku tidak yakin ketujuh Level 5 dari Academy City bisa melakukan itu!”

“???”

“Tunggu, jangan kelihatan bingung seperti itu! Um...um...Ah. Kalau kau penasaran seberapa mengagumkannya itu, hal-hal seperti itu membuat kami bisa menciptakan robot atomik atau mobile suit dengan mudah!”

“Benda apa itu?”

Hanya dengan tiga kata, dia mampu membuang semua mimpi para lelaki.

Kepala Kamijou tertunduk lemas, Index sepertinya merasa kalau dia telah melakukan sesuatu yang salah.

“B-bagaimanapun juga, pedang suci dan tongkat sihir yang digunakan dalam ritual bisa dibuat dengan bahan modern sebagai penggantinya, tapi ada batasnya. ...Ini khususnya berlaku untuk benda suci yang terkait dengan Tuhan seperti Tombak Longinus, Cawan Suci Joseph, atau The_ROOD. Bahkan setelah seribu tahun, sepertinya tidak ada pengganti yang bisa dibuat...aduh...”

Ketika dia berbicara terus-terusan dengan semangat, dia mulai memegang pelipisnya seperti habis mabuk.

Kamijou Touma melihat wajah Index yang berbaring di futon.

Dia punya 103.000 grimoir dalam kepalanya. Hanya membaca salah satunya bisa membuatmu gila dan walau begitu dia telah memasukkan setiap huruf dari semua buku itu ke dalam kepalanya. Seberapa banyak rasa sakit yang proses itu sebabkan?

Walaupun begitu Index tidak pernah sekali pun mengeluh tentang rasa sakitnya.

“Apa kau ingin tahu?” tanyanya seakan meminta maaf pada Kamijou dan mengabaikan rasa sakitnya sendiri.

Nada bicara Index yang biasanya riang telah menghasilkan konteks yang membuat suara tenang itu mencolok dan seperti membawa determinasi yang lebih.

(Dasar Sensei bodoh.)

Situasi Index tidak begitu masalah bagi Kamijou. Bagaimanapun situasi dia berada, tidak mungkin Kamijou bisa meninggalkannya. Selama Kamijou bisa mengalahkan musuhnya dan menjaganya agar tetap aman, dia rasa tidak ada alasan untuk menggali luka lama Index.

“Apa kau ingin tahu bagaimana keadaanku?” ulang gadis yang menyebut dirinya Index.

Kamijou menetapkan pikirannya dan menjawab, “Itu membuatku merasa seperti seorang pendeta, kau tahu?”

Di satu sisi, memang benar. Dia merasa seperti seorang pendeta yang mendengarkan pengakuan seorang pendosa.

“Apa kau tahu kenapa?” tanya Index. “Gereja Kristen awalnya adalah satu organisasi, tapi sekarang ada Katolik, Protestan, Katolik Roma, Ortodoks Rusia, Anglikan, Nestorian, Athanasian, Gnostik, dan banyak lagi. Apa kau tahu kenapa perpecahan ini terjadi?”

“Yahh...”

Kamijou paling tidak telah membaca sepintas buku teks sejarahnya, jadi dia sedikit tahu jawabannya. Tapi dia ragu untuk menyebutkannya di depan Index yang “sebenarnya”.

“Cukup bagus.” Index tersenyum. “Karena politik dicampur dalam gereja. Sekte-sekte berpisah, bertentangan satu sama lain, dan bertarung. Pada akhirnya, bahkan orang-orang yang memercayai Tuhan yang sama menjadi musuh bagi satu sama lain. Bahkan ketika kami percaya pada Tuhan yang sama, kami masing-masing menjalani jalan yang berbeda dari berbagai jalan yang tersebar.”

Tentu saja, pikiran orang-orang tentang hal tertentu secara alami berbeda-beda. Beberapa ingin menghasilkan uang dengan perkataan Tuhan dan yang lainnya menolak untuk membiarkan itu. Beberapa merasa lebih dicintai Tuhan lebih dari orang lain di dunia dan yang lainnya tidak menerima itu.

“Setelah sekte-sekte itu berhenti berhubungan satu sama lain, masing-masing dari kami menjalani perkembangan yang terisolasi yang memberikan kami karakteristik masing-masing. Kami berubah sesuai situasi atau kebudayaan negara kami.” Index mengeluarkan napas singkat. “Gereja Katolik Roma mengelola dan mengontrol dunia, Gereja Ortodoks Rusia mencari dan memusnahkan occult, dan Gereja Anglikan tempatku berada...”

Kata-kata Index terhenti di tenggorokannya sejenak.

“Inggris adalah negara sihir,” katanya seakan itu adalah kenangan pahit. “Jadi Gereja Anglikan sangat unggul dalam kebudayaan anti-penyihir dan teknik-teknik seperti pemburuan witch[6] dan Inkuisisi.”

Di London saja terdapat sejumlah perusahaan umum yang menyebut diri sendiri sebagai asosiasi sihir dan jumlah perusahaan kosong yang hanya terdapat di atas kertas ada sepuluh kali lipatnya. Metode coba-dan-galat mereka yang dimulai sebagai cara untuk melindungi warga dari “penyihir jahat yang bersembuyi di kota” telah berkembang pada satu arah terlalu jauh dan pada titik tertentu menjadi budaya pembantaian dan eksekusi.

“Gereja Anglikan memiliki divisi khusus,” kata Index seperti mengakui dosanya sendiri. “Divisi itu menginvestigasi sihir dan mengembangkan tindakan balasan yang digunakan untuk mengalahkan penyihir. Dikenal sebagai Necessarius.” Dia benar-benar terdengar seperti biarawati. “Kalau kau tidak mengetahui musuhmu, kau tidak bisa bertahan dari serangan mereka. Tapi, mengerti seorang musuh yang tidak murni akan membuat hatimu sendiri tidak murni dan menyentuh seorang musuh yang tidak murni akan membuat tubuhmu sendiri tidak murni. Itulah kenapa Necessarius, gereja dari kejahatan yang dibutuhkan, diciptakan untuk menarik semua ketidakmurnian itu ke satu tempat. Dan kasus paling ekstrimnya adalah...”

“103.000 grimoir.”

“Benar.” Index mengangguk kecil. “Sihir adalah sesuatu yang mirip seperti sebuah persamaan matematis. Kalau kau dengan ahli membalikkan perhitungannya, kau bisa menetralkan serangan lawanmu. Itulah kenapa 103.000 grimoir ini dimasukkan ke dalamku. ...Kalau kau mengetahui sihir dari seluruh dunia, kau bisa menetralkan sihir dari seluruh dunia.”

Kamijou melihat ke arah tangan kanannya.

Dia telah berpikir kalau tangan kanannya tidak ada gunanya. Kekuatan tangan kanannya bahkan tidak mampu mengalahkan seorang berandalan, tidak bisa meningkatkan nilai tesnya, dan juga tidak bisa membantunya menggoda cewek.

Tapi gadis ini telah melewati neraka untuk memperoleh hal yang sama.

“Tapi kalau grimoir ini sebegitu berbahayanya dan kalian tahu di mana tempatnya, kenapa kalian tidak membakarnya tanpa membacanya? Selama ada orang yang membaca dan belajar dari grimoir ini, penyihir akan terus-terusan muncul tanpa ada akhirnya, 'kan?”

“Bukunya sendiri tidak lebih penting daripada isinya. Bahkan kalau kau menyingkirkan sebuah buku Asli, penyihir yang mengetahui isinya akan mewariskannya pada pengikutnya, jadi melakukan itu tidak ada artinya. Walau seseorang yang melakukan itu disebut sebagai sorcerer dan bukan penyihir,” jelas Index.

(Seperti data yang diposkan di Internet? Bahkan kalau kau menghapus data aslinya, kopian-kopian data itu akan terus ada.)

“Dan juga, sebuah grimoir itu tidak lebih dari sebuah buku teks.” Index terdengar seperti merasa sakit. “Hanya membacanya saja tidak membuatmu jadi seorang penyihir. Para penyihir mengubahnya agar cocok dengan diri mereka masing-masing dan membuat sihir jenis baru.”

Tidak seperti data dan lebih seperti virus komputer yang berubah terus-terusan.

Untuk benar-benar menghilangkan virus itu, kau harus menganalisis virus itu dan membuat perangkat lunak antivirus yang baru.

“Seperti yang sudah kukatakan, grimoir itu berbahaya.” Index memicingkan matanya. “Ketika menghancurkan sebuah kopian saja, seorang Inkuisitor ahli harus menjahit tertutup matanya untuk mencegah polusi pada otaknya, dan bahkan setelah itu diperlukan lima tahun pembatisan untuk menghilangkan sepenuhnya polusi itu darinya. Pikiran manusia tidak mampu menangani sebuah buku Asli. Satu-satunya pilihan yang tersisa untuk 103.000 buku Asli yang tersebar di seluruh dunia adalah dengan menyegelnya.”

Seakan-akan dia sedang berdiskusi tentang apa yang harus dilakukan dengan koleksi yang sangat besar dari sisa senjata nuklir.

Bahkan sebenarnya, kurang lebih memang begitu. Kemungkinan besar, orang yang menulis grimoir itu sendiri tidak menyangka ini terjadi.

“Tch. Tapi bukankah sihir bisa digunakan orang normal mana pun selain kami, para esper? Kalau begitu bukankah grimoir ini akan menyebar ke seluruh dunia dalam waktu singkat?”

Kamijou mengingat kembali api milik Stiyl. Bagaimana kalau semua orang di dunia bisa menggunakan kekuatan seperti itu? Pengetahuan umum di dunia yang fondasinya terbangun dari sains akan runtuh.

“Kau...tidak perlu khawatir tentang itu. Asosiasi-asosiasi sihir tidak akan gegabah membiarkan grimoir keluar ke masyarakat umum.”

“? Kenapa tidak? Bukankah akan lebih baik bagi mereka kalau memiliki lebih banyak rekan yang bertarung untuk mereka?”

Tepat karena itulah. Kalau setiap orang yang mempunyai senjata adalah teman, tidak akan ada peperangan.”

“...”

Hanya karena dua orang mengetahui sihir tidak berarti mereka berada di pihak yang sama.

Karena mereka tahu kekuatan kartu truf merekalah maka mereka tidak mau dengan gegabah menambah musuh penyihir.

Grimoir-grimoir itu diperlakukan seperti rancangan senjata baru.

“Hmm. Kurasa aku mengerti.” Kamijou terlihat hanyut berpikir. “Jadi intinya, mereka ingin mendapatkan bom yang ada di dalam kepalamu.”

Dia adalah sebuah perpustakaan dengan kopian sempurna dari 103.000 grimoir Asli di dunia dalam kepalanya. Mendapatkannya berarti mendapatkan seluruh sihir di dunia.

“...Benar.” Suaranya terdengar seperti dia akan segera tewas. “Dengan 103.000 grimoir, kau bisa membengkokkan apa pun di dunia sesuai kehendakmu tanpa terkecuali. Itulah yang kami sebut sebagai Dewa Sihir.”

Bukan dewa dunia iblis[7], tapi seseorang yang telah menguasai sihir seutuhnya sampai pada titik memasuki wilayah dewa.

Seorang Dewa Sihir.

(...Berengsek.)

Tanpa menyadarinya, Kamijou mulai menggertakkan gigi gerahamnya. Kamijou bisa tahu dari sikap Index kalau 103.000 grimoir dimasukkan ke kepalanya bukan karena keinginannya. Kamijou mengingat kembali api milik Stiyl. Dia hidup seperti itu tanpa alasan lain selain untuk mencegah sebanyak mungkin korban sebisanya.

Kamijou tidak tahan dengan bagaimana para penyihir itu menggunakan perasaan itu demi keuntungan mereka dan dia tidak tahan bagaimana gereja menyebut Index sebagai “tidak murni”. Mereka semua memperlakukan seorang manusia sebagai sebuah benda dan Index pasti tidak melihat apa pun selain orang-orang yang melakukan itu. Fakta bahwa dia masih memikirkan semua orang selain dirinya walaupun telah mendapatkan perlakuan sedemikian rupa adalah hal yang membuat Kamijou paling tidak tahan.

“...Maaf.”

Kamijou tidak tahu apa yang menyebabkan dia begitu marah.

Tapi satu kata itu benar-benar membuatnya sadar.

Dia menjentik dahi Index pelan.

“...Oh, ayolah. Kenapa kau tidak memberitahuku hal sepenting itu?”

Index membeku ketika Kamijou memandang gadis yang terbaring itu dengan memamerkan gigi taringnya. Matanya terbuka lebar seakan-akan dia telah melakukan sesuatu yang sangat salah dan bibirnya bergerak cepat seperti ingin mengatakan sesuatu.

“Tapi aku tidak berpikir kau akan memercayaiku dan aku tidak ingin menakutimu. Dan...um...”

Index kelihatan akan menangis dan suaranya semakin kecil ketika berbicara. Kamijou hampir tidak mendengarnya di ujung kalimatnya.

Walau begitu, Kamijou mendengarnya mengatakan “aku tidak mau kau membenciku”.

“Tidak, peduli setan!!” Dia benar-benar mendengar suara sesuatu yang patah. “Jangan remehkan orang dan memperkirakan seperti apa mereka dengan pikiranmu sendiri! Rahasia gereja? 103.000 grimoir? Yeah, itu semua hebat dan mengagumkan. Dan ya, semuanya kelihatan sangat absurd sampai aku masih belum benar-benar memercayainya. Tapi...” Kamijou berhenti sejenak. “Cuma begitu saja?”

Mata Index terbuka lebar.

Bibir kecilnya bergerak cepat seperti sedang mencoba mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

“Jangan remehkan aku seperti itu. Apa kau benar-benar berpikir kalau aku akan memanggilmu menyeramkan atau menjijikkan atau apalah hanya karena kau menghapal 103.000 grimoir!? Apa kaupikir aku akan meninggalkanmu dan lari ketika para penyihir itu muncul? Persetan. Kalau cuma itu saja yang aku bisa, dari awal aku tidak akan membiarkanmu masuk ke kamar asramaku!”

Ketika Kamijou berbicara, dia akhirnya menyadari apa yang menyebabkan dia begitu marah.

Kamijou hanya ingin membantu Index. Dia tidak ingin melihat Index tersakiti lagi. Itu saja. Dan walau begitu dia tidak membiarkan Kamijou melindunginya sementara dia mati-matian melindungi Kamijou. Kamijou hanya ingin mendengar dia meminta tolong sekali saja.

Hal itu sangat membuatnya frustasi.

Sangat, sangat frustasi.

“...Percayalah padaku sedikit. Jangan memperkirakan nilai orang-orang seenakmu saja.”

Hanya itu. Bahkan kalau dia tidak punya kekuatan di tangan kanan dan hanyalah seorang manusia biasa, tetap bukan alasan bagi Kamijou untuk mundur.

Index v01 157.jpg

Tidak ada alasan seperti itu.

Index hanya memandang wajah Kamijou dengan kagum untuk beberapa saat.

Tapi kemudian air mata mulai menggenangi matanya.

Seolah-olah matanya terbuat dari es dan mulai mencair.

Index merapatkan bibirnya agar tidak sesenggukan, tapi bibirnya bergetar seakan dia tidak dapat menahannya lebih lama lagi. Dia menarik futon sampai ke mulutnya dan menggigitnya. Tetes air mata di matanya menjadi begitu besar hingga kelihatannya dia akan menangis seperti anak TK kalau bukan karena selimut itu.

Kemungkinan besar, air mata itu bukan hanya sekedar respon dari kata-kata yang Kamijou baru saja katakan.

Kamijou tidak cukup sombong sampai berpikir begitu. Dia ragu kata-katanya memberi pengaruh sebesar itu padanya. Kemungkinan besar, sesuatu yang telah menumpuk di dalam dirinya mengalir keluar dengan kata-kata darinya sebagai pemicunya.

Saat dia merasa hatinya retak karena pemikiran kalau tidak ada yang pernah mengatakan kata-kata seperti itu padanya sebelumnya, Kamijou juga merasa kalau dia akhirnya telah melihat “kelemahan” Index yang membuatnya sedikit senang.

Tapi Kamijou bukan orang mesum yang senang melihat gadis menangis.

Sebenarnya, suasana itu sangat canggung.

Kalau Komoe-sensei masuk tanpa mengetahui situasinya, Kamijou yakin kalau dia akan tanpa ragu menyuruhnya untuk mati.

“U-um... Kau tahu. Aku punya tangan kananku, jadi tidak ada penyihir yang bisa mengimbangiku!”

“...Tapi...hik...kau bilang kau punya pelajaran tambahan selama liburan musim panas.”

“...Apa aku pernah mengatakan itu?”

“Aku yakin kau pernah.”

Sepertinya, gadis yang telah menghapal dengan sempurna 103.000 buku itu mempunyai ingatan yang sempurna.

“Jangan merasa tidak enak karena mengacaukan kehidupan sehari-hari seseorang untuk sesuatu seperti ini. Pelajaran tambahanku tidak sepenting itu. Sekolahku tidak ingin membuatku tinggal kelas kalau mereka bisa mencegahnya, jadi jika aku bolos dari pelajaran tambahan, aku bisa pergi ke pelajaran tambahan dari pelajaran tambahan itu. Aku bisa menundanya selama yang kuperlu.”

Kalau Komoe-sensei mendengar itu, kamar itu pasti telah berubah menjadi medan perang, tapi dia tidak peduli.

“...”

Dengan air mata masih di matanya, Index melihat ke Kamijou.

“...Jadi kenapa kau begitu terburu-buru untuk pergi ke pelajaran tambahanmu?”

“...........................Oh.”

Kamijou berpikir ke belakang. Memang benar, setelah dia menelanjangi Index dengan menghancurkan Gereja Berjalan-nya dengan Imagine Breaker, sehingga suasana waktu itu hening seperti dalam elevator yang tertutup, dia memang terburu-buru...

“Karena kau punya rencana dan karena kau punya kehidupan normal, aku merasa salah kalau mengganggu semua itu...”

“O-oh. Yeah...”

“Aku menyusahkanmu.”

“...”

“Aku menyusahkanmu...”

Ketika dia mengulangi itu dengan air mata di matanya, sudah tidak mungkin bagi Kamijou untuk mencoba menyangkalnya.

“Aku mwinta mwaaf!” Kamijou Touma meminta maaf sambil dengan cepat memasuki mode bersujud.

Index perlahan duduk seperti orang sakit di futon, memegang telinga Kamijou, dan menggigit bagian atas kepalanya seolah-olah kepalanya adalah onigiri raksasa.


Sekitar 600 meter dari sana, di atas bangunan dengan banyak penghuni, Stiyl melepaskan teropongnya dari matanya.

“Aku sudah mencari tahu siapa bocah yang bersama Index. ...Bagaimana keadaan Index”

Tanpa menoleh, Stiyl menjawab gadis yang berbicara padanya.

“Dia masih hidup. Tapi itu berarti mereka punya seorang pengguna sihir.”

Gadis itu tidak memberi respon, tapi sepertinya dia lebih merasa lega bahwa tidak ada yang mati dibandingkan khawatir akan seorang musuh baru.

Gadis itu berumur 18 tahun, tapi dia sekepala lebih pendek dari Stiyl yang hanya berumur 14.

Tapi memang, tinggi Stiyl melebihi 2 meter, jadi gadis itu masih terhitung tinggi jika dibandingkan dengan tinggi rata-rata orang Jepang.

Rambut hitam sepanjang pinggangnya diikat ekor kuda. Di pinggangnya terdapat sebuah pedang Jepang sepanjang lebih dari dua meter yang disarungkan. Tipe yang dikenal sebagai “pedang perintah” yang digunakan di ritual memanggil hujan dalam agama Shinto.

Tapi akan sedikit sulit untuk menyebutnya sebagai gadis cantik Jepang.

Dia memakai celana jins usang dan kaos putih. Entah kenapa, bagian kaki kiri dari jinsnya dipotong seluruhnya sampai pangkal pahanya, kain berlebih di bawah T-shirt-nya diikat jadi bagian perutnya dapat terlihat, dia memakai sepatu bot setinggi lutut, dan pedang Jepang-nya tergantung dalam sarung kulit seperti sebuah pistol.

Dia terlihat seperti seorang sheriff dari Barat yang telah menukar pistolnya dengan pedang Jepang.

Seperti Stiyl si pendeta berbau parfum, pakaiannya sangat tidak normal.

“Jadi siapa sebenarnya orang itu, Kanzaki?”

“Tentang itu...aku tidak bisa mendapatkan banyak informasi mengenai bocah itu. Setidaknya, sepertinya dia bukan seorang penyihir atau berkekuatan supernatural lain.”

“Apa, apa kau ingin mengatakan kalau dia cuma siswa SMA biasa?” Stiyl menyalakan rokok yang dia keluarkan hanya dengan memandang ujungnya. “Berhenti saja. Mungkin tidak kelihatan seperti itu, tapi aku adalah seorang penyihir yang telah sepenuhnya menganalisis 24 rune yang ada dan mengembangkan 6 rune baru yang kuat. Dunia ini tidak sebaik itu sampai membiarkan seorang amatir tanpa kekuatan mendorong balik api penghakiman milik Innocentius.”

Bahkan dengan bantuan dari Index, dia dengan seketika membuat rencana menggunakan bantuan. Ditambah lagi tangan kanannya yang aneh. Kalau dia adalah seorang manusia biasa di Jepang, maka Jepang benar-benar negara penuh misteri.

“Benar.” Kanzaki Kaori memicingkan matanya. “Masalah sebenarnya adalah seseorang dengan kemampuan tempur sebanyak itu dikategorikan sebagai tidak lebih dari seorang murid tidak punya harapan yang sering terlibat perkelahian.”

Academy City memiliki sisi tersembunyi bahwa kota itu adalah institusi yang memproduksi esper secara massal.

Bahkan kalau organisasi tempat Stiyl dan Kanzaki bekerja sedang menyembunyikan keberadaan Index, Stiyl dan Kanzaki telah menghubungi organisasi yang dikenal sebagai Institusi Lima Elemen lebih dulu untuk mendapatkan izin memasuki kota itu. Bahkan grup sihir yang dikenal sebagai yang terhebat di dunia tidak bisa tetap tersembunyi dalam wilayah musuh.

“Mungkin informasinya dengan sengaja ditutup-tutupi. Dan juga, luka Index disembuhkan dengan sihir. Kanzaki, apa ada organisasi sihir lain di Timur Jauh?”

Mereka telah memutuskan kalau bocah itu pasti memiliki organisasi lain selain Institusi Lima Elemen di sisinya.

Mereka salah mengira kalau organisasi lain ini sepenuhnya menghilangkan semua informasi tentang Kamijou.

“Kalau mereka melakukan sesuatu di kota ini, para informan dari Institusi Lima Elemen pasti telah mengetahuinya.” Kanzaki menutup matanya. “Kita punya musuh yang jumlahnya tidak diketahui, sementara kita sendiri tanpa bala bantuan. Ini perkembangan yang menyulitkan.”

Semuanya adalah kesalahpahaman. Imagine Breaker milik Kamijou Touma tidak punya efek apa pun kecuali digunakan pada kekuatan supernatural. Dengan kata lain, System Scan milik Academy City tidak bisa mengukur kekuatannya karena menggunakan mesin untuk mengukurnya. Ya, itu adalah salah satu kesialan Kamijou karena dia diperlakukan sebagai seorang Level 0 padahal mempunyai tangan kanan kelas tinggi.

“Dalam skenario terburuk, hal ini bisa berkembang menjadi pertarungan sihir melawan sebuah organisasi. Stiyl, kudengar rune-mu punya kelemahan fatal dalam hal ketahanan air.”

“Aku sudah mengompensasikan itu. Aku melaminating rune-nya. Trik yang sama tidak akan berlaku padaku lagi.” Seperti pesulap panggung, dia mengeluarkan rune yang sekarang kelihatan sangat mirip dengan kartu koleksi. “Kali ini, aku akan menempatkan barrier dengan radisu 2 kilometer di sekitar areanya dan bukan hanya pada bangunannya. Untuk itu, dibutuhkan 164.000 kartu dan persiapannya akan memakan waktu 60 jam untuk diselesaikan.”

Tidak seperti dalam video game, sihir yang sebenarnya memerlukan lebih dari hanya sekadar mengucapkan mantra.

Mungkin memang kelihatannya hanya itu saja yang diperlukan kalau dilihat sekilas, tapi ada sedikit persiapan yang diperlukan di balik layar. Api milik Stiyl adalah tipe yang membutuhkan instruksi kira-kira “Ambil sebuah taring serigala perak yang telah dimandikan sinar bulan selama 10 tahun dan...” Karena itu, kecepatan Stiyl sebenarnya adalah kecepatan seorang ahli.

Singkatnya, pertarungan sihir adalah masalah membaca apa yang akan datang. Ketika pertarungan dimulai, kau pada dasarnya sudah terjebak dalam perangkap berupa barrier milik musuh. Ketika bertahan, kau perlu memastikan apa mantra musuhmu, dan mencari cara untuk membalikkannya ke musuhmu. Ketika menyerang, kau harus memprediksi serangan balik seperti apa yang akan datang dan mengatur kembali mantramu sesuai apa yang terjadi. Tidak seperti bela diri sederhana, kau perlu memikirkan 100-200 langkah ke depan di tengah situasi yang terus berubah. Walaupun istilah kasar seperti “pertarungan” digunakan, sebenarnya itu lebih seperti adu intelek.

Karena itu, pasukan musuh yang tidak diketahui jumlahnya membuat seorang penyihir berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan.

“...Dia kelihatan sangat senang,” kata penyihir rune tiba-tiba sembari memandang 600 meter ke depan tanpa menggunakan teropongnya. “Dia kelihatan sangat, sangat senang. Dia selalu hidup dalam kehidupan menyenangkan seperti itu.” Dia terdengar seperti sedang meludahkan semacam cairan kental. “Seberapa lama kita harus terus mengoyaknya hingga berkeping-keping?”

Kanzaki memandang 600 meter ke depan dari belakang Stiyl.

Bahkan tanpa menggunakan teropong atau sihir, dia bisa melihat jelas dengan pandangan 8.0-nya. Melalui jendela, dia bisa melihat gadis itu menggigiti kepala bocah itu dengan marah sedangkan bocah itu mengayun-ayunkan tangannya dan mencoba berontak.

“Pasti perasaan yang sangat pelik,” kata Kanzaki seperti sebuah mesin. “Bagi orang sepertimu yang pernah berada dalam posisi yang sama seperti itu.”

“...Aku sudah terbiasa,” jawab penyihir api itu.

Dia benar-benar telah mengalami perasaan seperti itu berkali-kali sebelumnya.

Part 3[edit]

“Waktunya mandi♪ Waktunya mandi♪” nyanyi Index sembari berjalan di samping Kamijou, memegang baskom mandi dengan kedua tangan.

Seakan-akan ingin menunjukkan kalau dia sudah tidak sakit lagi, dia mengganti pakaiannya dari piyama menjadi jubah biarawati yang penuh penitinya.

Kamijou tidak tahu trik sulap apa yang Index gunakan, tapi jubah yang berdarah-darah itu bersih sempurna. Dia punya firasat kalau jubah itu akan terkoyak-koyak jika Index memasukkannya secara utuh ke dalam mesin cuci, jadi dia penasaran apakah Index memisahkannya dan mencuci tiap-tiap bagiannya.

“Apa itu begitu mengganggumu? Sejujurnya, aku tidak peduli dengan baunya.”

“Apa kau tipe yang suka bau keringat?”

“Maksudku bukan begitu!!”

Setelah tiga hari, dia akhirnya cukup sehat untuk bisa keluar rumah dan mandi adalah permintaan pertamanya.

Apartemen Komoe-sensei tidak punya apa pun yang yang mirip dengan kamar mandi, jadi pilihan mereka hanya meminjam kamar mandi di kamar manajer atau pergi ke pemandian umum yang bobrok di dekat sana.

Karena alasan itulah, anak laki-laki dan gadis muda itu kini sedang berjalan di trotoar pada malam hari dengan baskom mandi di tangan.

“Memangnya era kebudayaan Jepang mana yang kita tinggali sekarang?” Komoe-sensei berkomentar dengan senyum ketika menjelaskan sistem pemandian umum. Dia membiarkan Kamijou dan Index tinggal di apartemennya tanpa menanyakan detail situasi mereka. Kamijou ikut menginap dengan Index karena dia tidak ingin kembali ke asramanya yang tidak diragukan lagi sedang diawasi oleh musuh.

“Touma, Touma,” kata Index dengan suara teredam karena dia sedang menggigit bagian lengan atas kaus Kamijou.

Karena kebiasaannya menggigit orang, kelakuannya itu tidak lebih dari gerakan yang mirip dengan memegang baju seseorang untuk menarik perhatiannya.

“...Apa?” jawab Kamijou jengkel.

Pagi itu, Index sadar kalau dia tidak mengetahui nama Kamijou, jadi Kamijou memperkenalkan dirinya kepadanya. Sejak saat itu, dia telah memanggil namanya sekitar 60.000 kali.

“Tidak ada apa-apa. Aku cuma suka memanggil namamu walaupun tidak ada alasannya.”

Ekspresi Index mirip dengan seorang anak yang pergi ke taman hiburan untuk pertama kalinya.

Index terlihat begitu lengket kepadanya.

Kemungkinan besar karena apa yang terjadi tiga hari sebelumnya, tapi Kamijou tidak lebih senang dibanding tidak yakin harus merasa bagaimana tentang fakta bahwa tidak ada yang pernah mengatakan sesuatu sedasar itu pada Index.

“Komoe bilang pemandian umum Jepang punya kopi susu. Apa itu kopi susu? Seperti cappuccino?

“Kau tidak akan menemukan yang seelegan itu di pemandian umum. Jangan berharap terlalu tinggi,” kata Kamijou. “Hmm, tapi bak mandi raksasa mungkin akan membuatmu terkejut. Di Inggris, yang paling umum adalah bak mandi yang sempit seperti yang ada di hotel, 'kan?

“Hm? ...Aku tidak begitu tahu.” Index memiringkan kepalanya ke samping seperti memang benar-benar tidak tahu. “Hal pertama yang kuingat dimulai di sini, di Jepang. Aku tidak begitu tahu bagaimana keadaan di Inggris sana.”

“...Hmm. Jadi itu kenapa kau bisa berbicara bahasa Jepang dengan lancar. Kalau kau di sini sejak kecil, berarti kau sendiri praktis adalah orang Jepang.”

Jawaban Index tadi membuat Kamijou berpikir bahwa keyakinan Index kalau dia akan aman jika kabur ke Gereja Anglikan sedikit kurang bisa diandalkan. Awalnya dia berpikir gadis itu akan pulang ke rumahnya, tapi dia sebenarnya malah akan pergi ke negara yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.

“Bukan, bukan. Maksudku bukan seperti itu.” Index menggelengkan kepalanya, mengayun-ayunkan rambut perak panjangnya. “Sepertinya, aku lahir dan dibesarkan di Katedral St. George di London. Sepertinya, aku baru datang ke sini sekitar satu tahun lalu.”

“Sepertinya?”

Kamijou mengerutkan dahinya karena kata yang tidak jelas itu.

“Yeah. Aku tidak punya ingatan dari sebelum sekitar satu tahun yang lalu ketika aku tiba di sini.”

Index tersenyum.

Persis seperti anak kecil yang menuju taman hiburan untuk pertama kali dalam hidupnya.

Kesempurnaan senyuman itulah yang menunjukkan kepada Kamijou rasa takut dan rasa sakit di baliknya.

“Ketika aku pertama kali bangun di sebuah gang, aku tidak tahu siapa diriku. Yang kutahu hanyalah bahwa aku harus kabur. Aku tidak ingat apa yang kumakan pada makan malam malam sebelumnya, tapi pengetahuan tentang hal-hal seperti sihir, Index Librorum Prohibitorum, dan Necessarius terus berputar dalam pikiranku. Hal itu begitu menakutkan...”

“Jadi kau bahkan tidak tahu kenapa kau kehilangan ingatanmu?”

“Itu benar,” jawabnya.

Kamijou tidak tahu sama sekali tentang psikologi, tapi dia tahu dari video game dan drama kalau ada dua penyebab utama amnesia: terkena benturan keras di kepala atau menyegel sebuah kenangan yang tidak bisa dipikul hatimu.

“Sialan...” gumam Kamijou sambil melihat ke langit malam.

Walaupun dia memang merasa marah pada para penyihir yang bisa melakukan hal seperti itu ke seorang gadis sepertinya, dia lebih merasa dikuasai oleh rasa ketidakberdayaan.

Dia sekarang tahu kenapa Index melindunginya dan menjadi sangat lengket padanya. Itu hanya karena Kamijou secara kebetulan adalah orang pertama yang dia kenal setelah menghabiskan satu tahun sendirian di dunia tanpa mengetahui apa pun.

Semua ini tidak menyenangkan Kamijou.

Dia tidak tahu kenapa, tapi entah kenapa jawaban itu benar-benar membuatnya jengkel.

“Mh? Touma, apa kau marah?”

“Tidak.”

Pertanyaan itu menangkap basah dia, tapi Kamijou berhasil berpura-pura tidak marah.

“Kalau aku membuatmu marah entah karena apa, aku minta maaf. Touma, apa yang membuatmu begitu marah? Pubertas?”

“Aku tidak ingin mendengarmu berbicara tentang pubertas dengan badanmu yang seperti anak kecil itu.”

“Mh. Apa maksudnya itu? Aku benar-benar berpikir kalau kau marah. Atau kau cuma berpura-pura marah untuk membuatku merasa susah? Aku tidak suka sisimu yang itu, Touma.”

“Hei, jangan mengatakan itu ketika kau tidak pernah benar-benar menyukaiku. Aku tidak mengharapkan kejadian indah mirip komedi romantis seperti itu denganmu.”

“...”

“Hah? ...Kenapa kau memelototiku seperti itu, Tuan Putri?”

“...”

Bahkan ketika dia mencoba mencairkan suasana dengan lelucon, Index tidak memberikan respon.

(Aneh. Ini aneh. Kenapa Index melipat tangannya, melihatku dengan air mata di matanya dan ekspresi terluka di wajahnya, dan menggigit bibir bawahnya?)

“Touma.”

“Ya?” Kamijou merespon, memutuskan kalau dia lebih baik merespon karena Index memanggil namanya.

Dia mendapat firasat kuat tentang kesialan yang akan datang.

“Aku benci kau.”

Tepat saat itu, Kamijou mendapatkan banyak experience point untuk pengalaman langka berupa seorang gadis yang menggigit seluruh bagian atas kepalanya.

Part 4[edit]

Index berjalan lebih dulu ke arah pemandian umum sendirian.

Sementara itu, Kamijou berjalan lesu ke arah pemandian umum. Awalnya dia telah mencoba berlari mengejar Index, tapi biarawati putih yang marah itu lari seperti kucing liar setiap kali melihatnya. Walau begitu, dia akan tetap melihat punggung Index setelah berjalan beberapa saat seperti sedang ditunggu Index. Setelah itu, siklus ini akan berulang. Index benar-benar seperti kucing yang plin-plan.

(Yah, kami sedang menuju tempat yang sama, jadi pada akhirnya kami pasti akan bertemu lagi.)

Dengan pikiran itu, Kamijou menyerah mengejarnya.

Ditambah lagi dia merasa kalau ada kemalangan yang pasti datang berupa penahanan oleh polisi kalau seseorang melihatnya (kelihatannya) mengejar seorang biarawati Inggris muda yang lemah dan tak berdaya di jalan yang gelap seperti seekor Namahage.[8]

“Biarawati dari Inggris, hm?” gumam Kamijou di sela napasnya sambil berjalan di jalan yang gelap sendirian.

Dia tahu kalau Index akan dibawa ke markas Gereja Anglikan di London kalau dia membawanya ke salah satu gereja mereka di Jepang. Tidak ada lagi yang tersisa untuk Kamijou lakukan. Semuanya pasti akan berakhir dengan ucapan seperti, “Mungkin waktunya singkat, tapi terima kasih. Aku tidak akan pernah melupakanmu karena aku punya ingatan sempurna”.

Kamijou merasa sesuatu yang tajam menusuk-nusuk dadanya, tapi dia tidak tahu apakah ada hal lain yang bisa dilakukannya. Kalau Index tidak berada di bawah perlindungan gereja, dia akan terus dikejar oleh para penyihir itu. Lagi pula, tidak realistis mencoba mengikuti Index ke Inggris.

Mereka hidup di dunia yang berbeda, mereka berdiri di tempat berbeda, dan mereka berada di dimensi yang berbeda.

Kamijou tinggal di dunia ESP ilmiah dan dia tinggal di dunia occult sihir.

Seperti daratan dan lautan, kedua dunia mereka tidak akan berlintas jalan.

Cuma begitu saja.

Cuma begitu saja, tapi hal itu masih membuatnya jengkel seperti ada tulang ikan yang tersangkut di tenggorokannya.

“Hah?”

Tiba-tiba pemikirannya yang berputar sia-sia terhenti.

Ada sesuatu yang salah. Kamijou memeriksa waktu yang terpampang di papan iklan elektronik milik sebuah department store. Tepat jam 8 malam. Masih ada banyak waktu sebelum waktunya orang-orang tidur, tapi keheningan mencekam menyelimuti area itu seperti berada di hutan pada malam hari. Perasaan aneh yang tidak pada tempatnya menyelimuti area itu.

(Kalau dipikir-pikir, aku belum melihat seorang pun sejak berjalan dengan Index...)

Dengan ekspresi bingung, Kamijou berjalan lebih jauh.

Dan ketika dia tiba di jalan besar dengan 3 lajur di setiap arah, perasaan tidak pada tempatnya itu berganti menjadi perasaan kalau segala sesuatunya benar-benar salah.

Tidak ada orang di sana.

Tidak ada seorang pun yang masuk atau keluar dari mal yang berbaris di sisi jalan seperti minuman di rak toko serba ada. Trotoar yang biasanya terasa terlalu sempit sekarang terasa terlalu luas dan tidak ada satu mobil pun yang berjalan di jalan yang mirip landasan pacu itu. Semua mobil yang diparkir di sisi jalan kosong seakan sudah dibuang pemiliknya.

Seperti melihat jalan di ladang nun jauh di pedesaan sana.

“Ini karena Stiyl telah mengukir rune Opila untuk membuat sebuah medan pembersih manusia.”

Suara perempuan tiba-tiba memasuki kepalanya seakan-akan sebuah pedang Jepang menusuk tembus bagian tengah wajahnya.

Kamijou tidak menyadarinya sama sekali.

Gadis itu tidak bersembunyi di balik apa pun dan dia juga tidak menyelinap dari belakangnya. Dia berdiri di tengah jalan lebar seperti landasan pacu sekitar 10 meter di depannya, menghalangi jalannya.

Sudah jelas ini bukan lagi perkara tidak melihat atau menyadarinya karena kegelapan. Sesaat sebelumnya, memang benar-benar tidak ada seorang pun di sana. Tapi dalam satu kedipan mata, gadis itu muncul di sana.

“Semua orang di sekitar area ini telah dialihkan fokusnya jadi mereka tidak akan berpikir untuk mendekati area ini untuk tujuan tertentu. Kebanyakan orang sepertinya berada di dalam bangunan-bangunan, jadi jangan khawatir.”

Badannya bereaksi bereaksi lebih cepat dari pikurannya. Semua darah di tubuhnya seperti berkumpul di tangan kanannya. Dengan rasa sakit seperti ada seutas tali mengikat kencang pergelangan tangannya, insting Kamijou merasa bahwa gadis itu berbahaya.

Gadis itu memakai T-shirt dan jins yang satu bagian kakinya dipotong dengan berani, jadi pakaiannya tidak terlalu jauh berbeda dari apa yang disebut normal.

Akan tetapi, sebuah pedang Jepang yang panjangnya lebih dari dua meter yang bergantung di pinggangnya seperti pistol, mengeluarkan hawa membunuh yang membeku. Bilahnya tersembunyi dalam sarung pedangnya, tapi sarung hitam itu terlihat sama penuh sejarahnya dengan sebuah tiang dari bangunan Jepang tua, jadi terlihat jelas kalau pedang itu asli.

“Penghancur Iblis Penyuci Tuhan.[9] Nama sebenarnya yang sempurna.

Tapi gadis itu sendiri tidak menunjukkan tanda-tanda gugup sedikit pun. Cara bicaranya yang seperti sedang mengobrol santai membuatnya jauh lebih menakutkan.

“...Siapa kau?”

“Aku Kanzaki Kaori. ...Aku tidak ingin memberikan namaku yang lain kalau bisa.”

“Namamu yang lain?”

“Nama sihirku.”

Dia telah sedikit memperkirakan itu, tapi Kamijou tetap mundur selangkah.

Nama sihir. Itu adalah “nama membunuh” yang telah Stiyl berikan sebelum menyerang Kamijou dengan sihir.

“Jadi...apa? Apa kau juga dari asosiasi sihir atau apalah itu sama seperti Stiyl?

“...?” Untuk sesaat, Kanzaki mengernyit ragu. “Oh, apa kau mendengar itu dari Index?”

Kamijou tidak menjawab.

Sebuah asosiasi sihir. Organisasi yang mengejar Index untuk mendapatkan 103.000 grimoir-nya. Sebuah grup yang berjuang untuk menjadi Dewa Sihir, orang-orang yang telah menguasai sihir sepenuhnya hingga bisa membengkokkan apa pun di dunia sesuai kehendak mereka.

“Sejujurnya.” Kanzaki menutup satu matanya. “Aku ingin membawa dia ke dalam perlindungan kami tanpa perlu memberikan nama sihirku.”

Kamijou menggigil.

Kamijou punya kartu truf berupa tangan kanannya, tapi tetap saja musuh yang berdiri di depannya membuat punggungnya menggigil.

“...Dan kalau aku menolak?” kata Kamijou. Dia tidak punya alasan untuk mundur walaupun merasa takut.

“Kalau begitu aku tidak punya pilihan lain.” Kanzaki menutup mata yang satunya lagi. “Aku akan memberikan namaku sampai dia kembali ke dalam perlindungan kami.”

Guncangan seperti gempa membuat tanah di bawah kaki Kamijou bergetar.

Seperti ada sebuah bom yang meledak. Langit malam di sudut penglihatannya yang harusnya ditutupi kegelapan biru pucat menjadi warna oranye terang seperti matahari tenggelam. Api raksasa menyebar beberapa ratus meter ke depan.

“Index...!!”

Musuhnya adalah sebuah organisasi dan Kamijou tahu nama seorang penyihir api.

Kamijou secara refleks melihat ke arah api yang meledak itu.

Dan di saat itu, tebasan Kanzaki Kaori tiba.

Ada jarak 10 meter antara Kamijou dan Kanzaki. Dan juga, katana milik Kanzaki panjangnya lebih dari dua meter, jadi sepertinya tidak mungkin bagi tangan langsing feminimnya untuk menariknya dari sarungnya, apalagi mengayunkannya.

...Tapi seperti itulah yang terlihat.

Saat berikutnya, angin di atas kepala Kamijou terpotong seakan gadis itu sedang menembakkan laser raksasa. Kamijou membeku karena syok dan baling-baling sebuah kincir angin pembangkit listrik di belakang kanannya terpotong diagonal seakan terbuat dari mentega.

“Tolong hentikan ini,” kata suara 10 meter di depannya. “Mengabaikan peringatanku hanya akan berujung pada kematian.”

Pedang sepanjang 2 meter milik Kanzaki sudah kembali ke sarungnya. Serangan itu sangat cepat hingga Kamijou bahkan tidak pernah melihat bilahnya menyentuh udara luar.

Kamijou tidak bisa bergerak.

Satu-satunya alasan dia masih berdiri di sana adalah karena Kanzaki dengan sengaja membuat serangannya meleset. Situasinya kelihatan sangat tidak nyata sampai dia hampir tidak menyadari fakta itu. Musuhnya terlalu kuat sampai pikirannya tidak bisa mengikuti.

Dengan suara benturan kuat, baling-baling kincir angin yang terpotong jatuh ke tanah di belakang Kamijou.

Bahkan walaupun puing-puing baling-baling itu jatuh begitu dekat, Kamijou masih tidak bisa bergerak.

“...!”

Kamijou menggertakkan giginya karena pedang itu pasti sangat tajam.

Kanzaki membuka salah satu matanya yang tertutup dan berkata, “Aku bertanya kepadamu sekali lagi.” Dia memicingkan matanya sedikit. “Aku ingin membawanya ke dalam perlindungan kami tanpa perlu memberikan nama sihirku.”

Tidak ada keraguan dalam suara Kanzaki.

Suaranya begitu dingin hingga dia terlihat seperti mengatakan tingkat kehancuran seperti itu bukanlah sesuatu yang pantas untuk membuat orang terkejut.

“...A-apa-apaan yang kaukatakan?”

Seakan-akan kakinya tertempel ke tanah, dia tidak bisa maju ke depan atau melangkah mundur.

Kakinya bergetar seakan dia baru saja selesai berlari maraton dan dia bisa merasakan tenaganya meninggalkan kakinya.

“Aku tidak punya alasan untuk menyerah pada-...”

“Aku akan menanyakannya sebanyak apa pun yang diperlukan.”

Dalam sesaat – benar-benar sesaat – tangan kanan Kanzaki menjadi buram dan menghilang seperti bug dalam sebuah video game.

Dengan suara raungan, sesuatu terbang ke arah Kamijou dengan kecepatan menakutkan.

“!?”

Kamijou merasa seperti senjata laser raksasa sedang ditembakkan dari segala arah.

Seperti tornado raksasa yang terbuat dari pedang-pedang udara.

Kamijou Touma melihat topan itu memotong aspal, lampu jalan, dan pohon-pohon yang berbaris di jalan dalam interval tertentu hingga menjadi berkeping-keping seolah-olah dipotong dengan waterjet[10] industri. Bongkahan aspal berukuran kepalan tangan terbang dan menghantam bahu kanan Kamijou. Cukup untuk menerbangkan dan membuatnya hampir pingsan.

Sambil memegang bahu kanannya, Kamijou melihat sekelilingnya hanya dengan menggerakkan matanya.

Satu... dua... tiga, empat, lima, enam, tujuh. Total sebanyak tujuh tebasan lurus dari pedang berlanjut sampai lusinan meter di sepanjang tanah yang datar. Tebasan-tebasan itu datang dari sudut acak dan kelihatan seperti goresan kuku di pintu baja.

Dia mendengar suara katana gadis itu yang dimasukkan kembali ke sarungnya.

“Aku ingin membawa dia ke bawah perlindungan kami tanpa perlu memberikan nama sihirku.”

Dengan tangan kanannya masih di gagang pedang, Kanzaki mengucapkan kata-kata itu tanpa kebencian atau kemarahan.

Tujuh serangan. Kamijou bahkan tidak bisa melihat satu serangan pun, tapi Kanzaki melakukan tujuh serangan iai[11] dalam sekejap. Bahkan kalau dia mau, satu atau seluruh tujuh serangan itu bisa menjadi serangan mematikan yang memotong Kamijou menjadi dua.

Bukan. Kamijou hanya sekali saja mendengar suara metalik dari pedang yang disarungkan.

Kemungkinan besar tadi adalah kekuatan supernatural yang dikenal sebagai sihir. Dia memakai sihir yang memanjangkan jarak satu serangan itu sebanyak lusinan meter dan memberikannya kemampuan berpedang untuk menyerang tujuh kali walaupun hanya dengan sekali menarik pedang.

“Kecepatan serangan Nanasen[12] yang Shichiten Shichitou[13]-ku lakukan itu cukup untuk membunuhmu tujuh kali dalam waktu yang dikenal sebagai sekejap. Orang-orang menyebutnya sebagai pembunuhan instan. Menyebutnya sebagai pembunuhan instan pasti rasanya tidak jauh dari kenyataannya.”

Dalam diam, Kamijou mengepalkan tinjunya dengan kekuatan yang cukup untuk menghancurkan tangan kanannya.

Kanzaki punya kecepatan, kekuatan, dan jarak yang mengerikan. Kemungkinan besar, serangan memotong itu berhubungan dengan kekuatan supernatural yang dikenal sebagai sihir. Kalau begitu, Kamijou hanya perlu menyentuh serangan aslinya saja.

“Teruslah bermimpi,” katanya, memotong pemikiran Kamijou. “Aku sudah dengar dari Stiyl kalau tangan kananmu bisa meniadakan sihir entah bagaimana caranya. Tapi apakah aku benar kalau berpikir bahwa kau tidak bisa melakukan itu kecuali kau menyentuhnya dengan tangan kananmu?”

Tepat sekali. Tangan kanan Kamijou tidak berguna kalau dia tidak bisa menyentuhnya.

Bukan masalah kecepatan. Tidak seperti Biri-Biri dari Misaka Mikoto[14] dan Railgun yang ditembakkan dalam garis lurus, dia tidak bisa memprediksi ke mana Nanasen milik Kanzaki Kaori akan datang karena perubahan konstannya. Kalau Kamijou mencoba menggunakan Imagine Breaker, tujuh tebasan itu kemungkinan akan memotong tangannya berkeping-keping hanya dalam satu kedipan mata.

“Aku akan terus menanyakannya sebanyak yang diperlukan.”

Tangan kanan Kanzaki menggenggam gagang Shichiten Shichitou di pinggangnya tanpa bersuara.

Kamijou merasakan keringat dingin di pipinya.

Kalau mood Kanzaki berubah dan serius ingin membunuh, Kamijou pasti akan terpotong-potong menjadi bagian-bagian kecil dalam sekejap. Mengingat dia telah memotong pohon-pohon yang berjejer di jalan berkeping-keping dari jarak lusinan meter, mencoba lari atau menggunakan sesuatu sebagai tameng adalah bunuh diri.

Kamijou menghitung jarak antara dirinya dan Kanzaki.

Sekitar 10 meter. Kalau dia berlari secepat yang tubuh fisiknya mampu, dia bisa menutup jarak itu dalam empat langkah.

(...Bergeraklah.)

Kamijou memberikan perintah dengan putus asa pada kakinya yang seperti ditempel ke tanah dengan lem instan.

“Akankah kau membiarkan kami membawanya ke dalam perlindungan kami sebelum aku memberikan nama sihirku?”

(...Bergeraklah!!)

Dia maju selangkah ke depan seakan mengoyakkan kakinya dari tanah. Satu alis Kanzaki naik ketika Kamijou bergerak maju dengan langkah eksplosif seperti sebuah peluru.

“Ohh... Ohhhhhhhhhhhh!!”

Dia maju selangkah lagi. Kalau dia tidak bisa kabur, tidak bisa menghindar ke kiri atau ke kanan, dan tidak bisa menggunakan apa pun sebagai tameng, maka satu-satunya pilihan yang tersisa adalah maju dan membuka jalan untuk dirinya sendiri.

“Aku tidak tahu apa yang mendorongmu sampai sejauh ini, tapi...”

Kanzaki menghela napas yang lebih dikarenakan oleh rasa kasihan dibandingkan keterkejutan. Kemudian...

Nanasen.

Potongan-potongan kecil dari aspal dan pohon yang hancur melayang di udara seperti debu.

Dengan angin yang meraung, awan debu itu terpotong kecil-kecil di depan mata Kamijou.

“Ah... Ohh!!”

Dia tahu dalam kepalanya bahwa dia bisa meniadakannya kalau dia menyentuhnya dengan tangan kanannya, tapi hatinya segera memilih untuk menghindar. Dia menunduk dengan begitu kuatnya hingga terlihat seperti dia sedang mengayunkan kepalanya ke bawah dan jantungnya membeku ketika tujuh serangan menebas itu lewat di atas kepalanya.

Dia tidak memperhitungkan itu dan dia tidak mungkin berhasil menghindar kalau dia memperhitungkannya. Dia berhasil menghindar karena murni keberuntungan.

Kemudian dia mengambil satu langkah kuat lagi, yang ketiga dari empat.

Tak peduli seberapa aneh serangan Nanasen itu, pada dasarnya serangan itu tetaplah masih sebuah serangan iai. Iai adalah teknik berpedang kuno yang mengeluarkan satu serangan mematikan yang dimulai dengan gerakan menarik pedang dari sarungnya. Artinya, pada saat pedangnya berada di luar sarungnya akan membuat penggunanya tak berdaya dan tidak bisa menggunakan serangan iai lainnya.

Kalau dia mengambil langkah terakhir itu untuk mencapai Kanzaki, dia akan menang.

Harapan terakhir yang pikiran itu berikan pecah berkeping-keping dengan suara “klik” kecil.

Itu adalah suara metalik kecil yang terlalu pendek dari sebuah katana yang dikembalikan ke dalam sarungnya.

Nanasen.

Raungan itu datang tepat dari depan Kamijou dalam jarak kosong.

Ketujuh serangan itu mengejarnya bahkan sebelum refleks tubuhnya bisa beraksi.

“Sialan...Ahhhhhhhhhh!!”

Kamijou mengulurkan tinju kanannya ke arah tebasan di depannya, tapi itu lebih mirip usaha defensif untuk menangkap bola yang dilemparkan ke wajahnya daripada sebuah serangan ofensif.

Selama itu adalah kekuatan supernatural, tangan kanan Kamijou bisa meniadakannya bahkan kalau itu adalah kekuatan Tuhan atau kekuatan vampir.

Karena berada dalam jarak sedekat itu, ketujuh serangan itu tiba sebagai satu seangan tanpa menyebar. Itu berarti dia bisa menghancurkan ketujuhnya dengan satu pukulan Imagine Breaker.

Saat serangan-serangan itu bersinar biru di bawah sinar bulan, kulit dari satu jari di tinju Kamijou menyentuhnya halus.

Dan ditelan.

“Ap...!?”

Tidak menghilang. Bahkan dengan Imagine Breaker, serangan absurd itu tidak menghilang.

Kamijou segera mencoba menyentakkan tangannya ke belakang, tapi dia tidak berhasil tepat pada waktunya. Bagaimanapun juga, dia telah menjulurkan tangannya sendiri ke serangan pedang Jepang yang akan datang.

Kanzaki memicingkan matanya sedikit ketika melihat Kamijou.

Saat berikutnya, suara basah dari daging yang dipotong memenuhi area itu.

Kamijou memegang tangan kanannya yang berdarah dengan tangan kirinya dan jatuh berlutut.

Sejujurnya, dia terkejut ketika melihat bahwa kelima jarinya masih utuh.

Ini tentu saja bukan karena jemari Kamijou itu kuat dan kemampuan Kanzaki itu rendah. Tubuh Kamijou tidak terpotong-potong karena fakta sederhana bahwa Kanzaki telah menahan diri, lebih menahan dirinya lagi, dan membiarkannya hidup.

Masih berlutut, Kamijou melihat ke atas.

Kanzaki berdiri dengan lingkaran sempurna bulan biru di belakangnya. Dia bisa melihat sesuatu seperti benang-benang merah di depannya.

Kelihatan seperti jaring laba-laba. Hanya ketika darah Kamijou menutupinya seperti embun malam di atas jaring laba-labalah dia bisa melihat tujuh kawat baja itu.

“Aku tidak percaya...” Kamijou menggertakkan giginya. “Apa kau bukan seorang penyihir?”

Katana yang besarnya menggelikan itu tidak lebih dari sebuah hiasan.

Tidak mengejutkan kalau Kamijou tidak bisa melihat saat dia menarik pedangnya. Kanzaki tidak pernah menarik pedangnya keluar. Dia hanya menggerakkan pedangnya sedikit di dalam sarungnya dan kemudian menggerakkannya ke tempat semula. Gerakan itu adalah untuk menyembunyikan tangan yang menggerakkan ketujuh kawat itu.

Tangan Kamijou relatif tidak terluka karena Kanzaki telah mengendurkan kawatnya tepat sebelum memutuskan jarinya.

“Seperti yang sudah kubilang, aku sudah dengar tentang kemampuanmu dari Stiyl.” Kanzaki kedengaran tidak tertarik. “Saat itulah aku menyadarinya. Kekuatanmu bukan dalam jumlah yang lebih besar, tapi adalah tipe yang berbeda. Sama seperti gunting-batu-kertas. Seberapa banyak pun kau menggunakan batu, kau tidak akan pernah mengalahkan kertasku.”

“...”

Kamijou mengepalkan tangannya yang berdarah.

“Kelihatannya kau salah tentang sesuatu.” Kelihatannya menyakitkan bagi Kanzaki untuk melihatnya. “Aku tidak menyembunyikan ketidakmampuan dengan sebuah trik murahan. Shichiten Shichitou bukan sekedar hiasan saja. Di balik Nanasen adalah Yuisen[15] yang sebenarnya.”

“...”

Dia mengepalkan tinju berdarahnya.

“Dan yang lebih penting, aku masih belum memberikan nama sihirku.”

“...”

Dia mengepalkannya.

“Tolong jangan buat aku memberikannya, bocah.” Kanzaki menggigit bibirnya. “Aku tidak mau memberikannya lagi.”

Tinju Kamijou yang terkepal gemetar. Kanzaki jelas berbeda dari Stiyl. Dia bukan kuda poni yang hanya tahu satu trik saja. Dari paling dasar dari semua dasar dan yang paling dasar dari semua fondasi, dia benar-benar terbuat berbeda dari Kamijou.

“...Seperti aku bisa menyerah saja.”

Walaupun begitu, Kamijou tidak melepas kepalan tangannya. Dia tetap menutup tangan kanannya walaupun tidak bisa merasakan apa pun di sana.

Index tidak menyerah dan tetap berusaha menghadap ke arah Kamijou ketika punggungnya ditebas oleh penyihir itu.

“Apa yang kaubilang? ...Aku tidak bisa mendengarmu.”

“Kubilang tutup mulutmu, dasar robot sialan!!”

Kamijou mengepalkan tinjunya yang berdarah dan mencoba mengayunkannya ke wajah gadis yang berdiri di depannya.

Tapi ujung sepatu bot Kanzaki menusuk ulu hatinya sebelum dia sempat melakukannya. Seluruh udara dalam paru-parunya keluar dari mulutnya dan sarung hitam Shichiten Shichitou menghantamnya wajahnya seperti sebuah tongkat baseball. Badannya berputar seperti tornado dan dia menghantam tanah dengan bahu lebih dulu.

Belum sempat berteriak kesakitan, Kamijou melihat bagian bawah sepatu bot itu turun untuk menghancurkan kepalanya.

Mencoba menghindar, dia segera berguling ke samping.

Dan...

“Nanasen.”

Ketika kata itu memasuki telinga Kamijou, tujuh tebasan memecahkan aspal di sekitarnya sampai berkeping-keping. Seluruh tubuh Kamijou dihujani oleh pecahan-pecahan kecil dari segala penjuru.

“Gh...Ah...!?”

Kamijou menggeliat kesakitan di tempatnya ketika diserang oleh rasa sakit yang intens, bagaikan dikeroyok dan dipukuli oleh lima-enam orang. Kanzaki mendekatinya dengan menyeret sepatu botnya.

(Aku harus bangkit...)

Tapi kakinya terlalu lelah untuk bergerak.

“Kurasa sudah cukup.” Suara kecilnya terdengar iba. “Tidak ada alasan bagimu untuk melakukan sejauh ini untuknya. Mampu bertahan 30 detik saja melawan satu dari sepuluh penyihir terhebat di London adalah prestasi luar biasa. Dia tidak akan menyalahkanmu yang telah berusaha sejauh ini.”

“...”

Pikiran Kamijou kabur, tapi dia berhasil mengingat sesuatu.

Dia mengingat kalau Index memang tidak akan menyalahkannya apa pun yang dia lakukan.

(Tapi...)

Tepat karena Index terus menahan semuanya tanpa menyalahkan orang lainlah yang membuat Kamijou tidak bisa menyerah.

Dia ingin menyelamatkan Index, gadis yang tetap tersenyum begitu sempurna setelah mengalami semua ini dan bukannya ekspresi yang mampu menyayat hati siapa pun yang melihatnya.

Dia memaksakan tangan kanannya yang hancur menjadi sebuah tinju seakan tangannya adalah seekor serangga yang sekarat.

Tubuhnya masih bisa bergerak.

Tubuhnya bergerak ketika dia memintanya.

“...Kenapa?” bisik Kamijou dari posisinya yang masih terbaring di tanah. “Tampaknya kau tidak menyukai ini. Kau tidak seperti orang bernama Stiyl itu. Kau ragu untuk membunuh musuhmu. Kau bisa dengan mudah membunuhku sejak awal kalau kau mau, tapi kau tidak melakukannya. ...Kau masih cukup punya jalan pikiran manusia normal yang ragu untuk hal-hal seperti itu, 'kan?”

Kanzaki telah menanyakannya lagi dan lagi.

Dia telah meminta agar semua diselesaikan sebelum dia harus memberikan nama sihirnya.

Penyihir rune yang menamakan dirinya Stiyl Magnus tidak menunjukkan keraguan sedikit pun dalam hal ini.

“...”

Kanzaki Kaori terdiam, tapi rasa sakit yang dideritanya membuat pikiran Kamijou terlalu kabur untuk menyadarinya.

“Kalau begitu kau pasti tahu, 'kan? Kau tahu bahwa mengejar-ngejar seorang gadis sampai dia pingsan karena lapar dan kemudian menebas punggungnya dengan pedang itu salah, 'kan?” Dia mengucapkannya seperti batuk darah, sementara Kanzaki hanya bisa lanjut mendengarkannya. “Apa kau tahu kalau dia tidak punya ingatan sebelum satu tahun yang lalu karena kalian? Apa-apaan yang kalian lakukan padanya sambil mengejarnya sampai menyebabkan hal seperti itu?”

Dia tidak mendapat respon.

Kamijou tidak bisa mengerti.

Dia mungkin bisa mengerti kalau penyihir ini mencoba mendapatkan 103.000 grimoir untuk menjadi seorang Dewa Sihir yang (katanya) bisa membengkokkan aturan-aturan dunia untuk mengabulkan permintaan seperti menyembuhkan seorang anak dengan penyakit yang tidak tersembuhkan atau melakukan sesuatu untuk seorang kekasih yang sudah mati.

Tapi bukan itu yang sedang dilakukannya.

Dia adalah bagian dari sebuah organisasi. Dia melakukan ini karena dia disuruh karena itu adalah tugasnya, dan itu adalah yang diperintahkan padanya. Hanya itu saja yang membuatnya sampai mengejar seorang gadis dan menebas punggungnya terbuka.

“Kenapa?” Kamijou mengulang, rahangnya dirapatkan. “Aku cuma pecundang yang tidak bisa menyelamatkan seorang gadis setelah mempertaruhkan nyawaku dengan sia-sia demi melawanmu. Aku cuma orang lemah yang tidak bisa melakukan apa pun selain terbaring di tanah dan melihatmu membawanya pergi.” Dia terdengar seperti akan menangis seperti seorang anak kecil pada saat itu juga. “Tapi kau itu berbeda, 'kan?” Dia sendiri tidak tahu apa yang sedang dia katakan. “Dengan kekuatanmu kau bisa melindungi siapa pun atau apa pun dan menyelamatkan apa pun atau siapa pun.” Dia tidak tahu dengan siapa dia sedang berbicara. “Jadi kenapa kau melakukan ini?”

Dia berkata.

Dan dia menyesal.

Dia menyesali bahwa dia telah berpikir kalau dia bisa melindungi semua yang dia inginkan dengan kekuatan kecil yang dia punya.

Dia menyesali bahwa seseorang dengan kekuatan sehebat itu hanya menggunakannya untuk memburu seorang gadis kecil.

Dia menyesali bahwa situasi ini seperti mengatakan kalau dia itu bahkan lebih hina dari orang seperti itu.

Dia menyesali itu semua dan dia pikir dia akan menangis.

“...”

Keheningan menumpuk di atas keheningan, suasana yang hening menjadi semakin hening.

Kalau pikiran Kamijou sedang jernih, dia pasti akan terkejut.

“...Aku...”

Yang tersudut adalah Kanzaki.

Dengan beberapa kata saja, dia telah menyudutkan satu dari sepuluh penyihir terhebat di London.

“Aku tidak benar-benar bermaksud untuk menebas punggungnya. Kupikir barrier dari jubah biarawati Gereja Berjalan-nya masih berfungsi... Aku hanya menebasnya karena aku benar-benar yakin serangan itu tidak akan melukainya... Tapi...”

Kamijou tidak mengerti apa yang Kanzaki katakan.

“Aku tidak melakukan ini karena aku mau,” kata Kanzaki. “Tapi dia tidak bisa hidup kalau aku tidak melakukan ini. ...Dia akan...mati.”

Kanzaki kedengaran seperti seorang anak yang akan menangis.

“Organisasi tempat aku berada sama dengannya. Aku berasal dari Necessarius milik Gereja Anglikan,” katanya seakan memuntahkan darah. “Dia adalah rekanku...dan temanku yang berharga.”


Catatan[edit]

  1. Di Jepang, anak TK biasanya memakai ransel merah.
  2. TN: Sebenarnya lebih tepat kalau diterjemahkan sebagai Pena Yohanes, nama salah satu murid Jesus.
  3. Ini adalah referensi pada permen Jepang yang dikenal sebagai Chocoballs. Kalau kau beruntung, bungkusnya akan memiliki entah satu malaikat emas atau malaikat perak tercetak di atasnya. Satu malaikat emas atau lima malaikat perak bisa ditukarkan dengan sekaleng mainan.
  4. Ringo adalah bahasa Jepang untuk apel.
  5. Mengawini/mencintai.
  6. Salah satu jenis pengguna sihir dari Inggris
  7. (魔神 Majin, lit. "Magic God") Kanji pertama bisa berarti sihir atau iblis
  8. Semacam siluman dari Jepang. http://en.wikipedia.org/wiki/Namahage
  9. “God Purifying Demon Destroyer” (神浄の討魔) dibaca sebagai “Kamijou no Touma” tapi menggunakan kanji yang berbeda dengan nama Touma (上条当麻).
  10. Mesin yang bisa memotong dengan menembakkan jet air. http://en.wikipedia.org/wiki/Water_jet_cutter
  11. Tipe bela diri pedang yang serangannya berupa tebasan cepat dari dalam gagang dan langsung dimasukkan kembali ke gagang. http://en.wikipedia.org/wiki/Iai
  12. Nanasen berarti “Tujuh Kilatan”.
  13. Shichiten Shichitou berarti “Tujuh Pedang Tujuh Langit”.
  14. Serangan listrik. Dalam bahasa Jepang, suara listrik adalah “biri biri”.
  15. Yuisen berarti “Satu Kilatan”.
Previous Chapter 1 Return to Main Page Forward to Chapter 3