Toaru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume14 Chapter1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 1: Laju Perubahan yang Terlalu Cepat. In_a_Long_Distance_Country.[edit]

Part 1[edit]

Ada sejumlah aula ekshibisi internasional di Distrik 3 Academy City.

Terdapat sambungan langsung rel kereta menuju ke sana dari pintu masuk kota dari negara lain, Distrik 23. Ada banyak fasilitas bagi orang asing di Distrik 3 ini dan tingkat hotel yang ada di sana adalah yang tertinggi di seluruh Academy City. Fasilitas bagi para tamu ditempatkan begitu jauh dari Distrik 23 yang terpusat pada bandara agar para tamu tidak perlu khawatir tentang suara ribut dari pesawat.

Setiap saat, selalu ada sejumlah event yang digelar di Distrik 3.

Ada show kendaraan bermotor yang memiliki teknologi terbaik, show robot yang mempertunjukkan hasil karya teknik mesin murni, dan banyak lagi. Ekshibisi-ekshibisi ini bukan hanya untuk bersenang-senang; tujuan utamanya adalah mempromosikan teknologi terbaru dari Academy City, teknologi yang oleh Dewan Direktur telah dianggap berada pada tingkat yang cocok untuk digunakan di luar kota. Barang teknologi ini dipajang dan perusahaan dari luar kota yang memberikan penawaran terbaik dipilih (Academy City tidak “mencari” perusahaan-perusahaan ini, melainkan hanya “memilih”), dan perusahaan itu akan membayar jumlah besar pada Academy City untuk teknologi itu.

Dan pada hari itu, ada satu show tertentu yang sedang digelar.

Beragam teknologi yang sedang dipajang adalah helikopter serbu tanpa awak, powered suit[1] terbaru, alat penembak runduk dengan sinar ultra-violet yang merupakan senjata optik dengan output tinggi yang menggunakan gelombang cahaya tertentu untuk melukai, membunuh, dan bahkan bisa digunakan untuk pengeboman dari udara. Event itu disebut dengan “Interceptor Show”[2], jadi tidak ada teknologi yang terlalu berbahaya yang bisa dipertunjukkan.

“Phhaa.”

Tarikan napas dalam terdengar.

Itu adalah milik Yomikawa Aiho, yang sedang melepas helm dari powered suit yang dipakainya, di sekitar sudut aula ekshibisi internasional berbentuk kubah itu. Biasanya dia memakai sebuah jersey yang tidak fashionable yang membuatnya menonjol dalam kerumunan dan membuat lelaki-lelaki muda sedikit tidak nyaman, tapi dia terlihat konyol ketika memakai powered suit yang berukuran besar itu.

“Panasnya... Kenapa mendemonstrasikan sebuah powered suit begitu melelahkan?”

Yomikawa terlihat muak dengan apa yang dilakukannya sambil memegang helm itu di lengannya dan melirik seorang wanita yang memakai pakaian dinas di sebelahnya. Wanita itu adalah bagian dari tim pengembang powered suit, jadi biasanya dia memakai sebuah jas lab putih. Karena ini, pakaian dinas terlihat sama tidak-pada-tempatnya seperti pakaian anak-anak pada festival Shichi-Go-San.

“Jangan khawatir. Bukan cuma kau saja. Seluruh aula ekshibisi ini memang panas.”

Di atas pangkuan insinyur wanita itu terdapat sebuah laptop dengan sebuah kartu, yang kelihatan seperti ponsel tipis, yang ditancapkan di sisinya. Layar laptop itu menunjukkan detail-detail dari powered suit itu.

“Itu tidak membuatku merasa lebih baik.”

“Aku memang tidak mengatakannya untuk membuatmu merasa lebih baik. Omong-omong, kenapa ada begini banyak orang di sebuah pertunjukan seperti ini pada hari kerja? Bukankah aula ekshibisi ini sudah melebihi kapasitas?”

“Hari ini adalah hari kerja, jadi ini belum terhitung banyak. Besok, pertunjukan ini dibuka untuk umum, jadi akan jadi neraka seutuhnya.”

“Itu tidak membuatku merasa lebih baik!”

“Aku memang tidak mengatakannya untuk membuatmu merasa lebih baik.”

Yokikawa muram karena perkataan si insinyur dan meletakkan helmnya di atas tanah.

Helm itu memiliki lebar hampir 50 cm (20 in). Kelihatannya kau bisa meletakkan helm itu di atas robot berbentuk drum yang berkeliaran di Academy City. Bagian lainnya dari powered suit itu terlihat seperti baju zirah ala Barat yang sedikit lebih tebal, yang membuat bagian kepalanya terlihat sangat besar.

“Ahh. Kurasa aku akan melepaskan seluruh suit ini.”

Ketika mengatakan ini, Yomikawa mulai menyelip keluar melalui bagian helm suit yang sekarang sudah tak berhelm. Di dalam powered suit itu, dia memakai pakaian warna hitam yang mirip dengan pakaian yang dipakai pasukan khusus.

Dia duduk bersandar pada powered suit yang tak bergerak itu dan mengipasi wajahnya dengan tangannya.

“Benar-benar, kenapa kami harus memakai pakaian berpelindung di dalam powered suit ini? Tidak bisakah kalian membuat pakaian khusus untuk mengoperasikan sebuah powered suit yang lebih memudahkan untuk bernapas?”

“Yah, kau harusnya menyetujui saran kepala proyek untuk keluar dari powered suit dengan bikini seksi. Kau pasti akan mendapat tepuk tangan yang meriah dari pers.”

Nada monoton dari insinyur ini ketika mengatakannya membuatnya kedengaran seperti tidak benar-benar peduli.

Yomikawa menghapus keringat dari wajahnya dengan menggunakan handuk.

“Omong-omong, kenapa kepala proyek itu kelihatan begitu semangat ketika bicara tentang menyuruh seorang wanita mempresentasikan suit ini?”

“Dia punya ketertarikan pada wanita yang melakukan hal-hal seperti itu. Kasihan.”

“Dan kenapa dia pikir seseorang sepertiku mau mmelakukan itu? Aku ini mungkin adalah wanita yang paling tidak halus di Jepang. Ada orang yang membuat kesalahan besar ketika memilihku.”

“Pasti berat menjadi seorang Anti-Skill. Kau terjebak dengan pekerjaan-pekerjaan yang lebih aneh dari seorang anggota JSDF.”

“Kami hanya terjebak untuk melakukan hal-hal seperti ini ketika tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Jadi melakukan hal seperti ini benar-benar menunjukkan betapa damainya suasana sekarang.”

Yomikawa berhenti bicara dan melihat ke sekitar.

Seluruh stan di sekelilingnya memperlihatkan berbagai alat yang digunakan untuk membunuh orang.

Sebelumnya, seluruh senjata yang diperlihatkan pada show-show seperti ini memiliki sedikit tanda bahwa senjata itu diciptakan untuk menghentikan esper yang mengamuk sambil menyebabkan sedikit mungkin kerusakan. Tapi kali ini ada sebuah tank, dan di sebelahnya, sebuah senjata kuat yang bisa menembus tank tersebut dan membunuh orang di balik tank itu.

(Aku cuma bisa memikirkan satu hal yang bisa menjelaskan pergantian fokus yang tiba-tiba ini...)

Yomikawa melirik laptop yang digunakan oleh si insinyur. Layarnya tidak hanya menunjukkan data dari powered suit ketika Yomikawa melakukan demonstrasi, tapi juga ada jendela kecil yang menayangkan siaran televisi.

Yang sedang tayang adalah sebuah acara berita dan pembawa acaranya sedang membaca berita terkini.

“Sekarang ini tepat sebelum fajar di Prancis bagian selatan, di mana sebuah protes religius pecah di kota industri Toulouse. Warga memenuhi beberapa kilometer jalan raya yang jalurnya berada di sisi Sungai Garonne, yang mengalir membelah pusat kota. Lalu lintas yang terhambat sekarang ini menyebabkan efek besar pada infrastruktur kota.”

Rekaman yang ada menunjukkan kota yang gelap itu diterangi api dari obor ketika sejumlah besar orang berkeliling. Pria dan wanita bisa terlihat memegang spanduk-spanduk dengan pernyataan marah yang tertulis dalam bahasa Prancis dan pemuda-pemudi membakar poster-poster Academy City.

Mereka sedang mengikuti sebuah protes; mereka bukanlah gerombolan yang mengamuk tanpa kontrol. Meskipun begitu, puluhan ribu orang yang marah dan berjalan berbaris-baris adalah suatu pemandangan yang mengintimidasi.

“Aksi mereka terpusat di sebuah daerah lokasi banyak perusahaan mobil Jepang. Diperkirakan ini adalah sebuah demonstrasi terhadap Academy City. Sekitar 80% dari warga Prancis dikatakan beragama Katolik Roma, jadi hal yang sama terlihat di kota-kota di seluruh negeri.”

Meskipun begitu, hal itu dengan mudah bisa jadi lebih buruk.

Sementara Yomikawa menonton dari layar itu, berita dari pagi itu diputar kembali.

“Di Dortmund, kota di bagian tengah Jerman, sebuah bulldozer yang diperkirakan telah dicuri ditabrakkan ke sebuah Gereja Katolik Roma dan sembilan orang pendeta di dalamnya terluka. Diperkirakan ini terjadi sebagai respons dari protes-protes yang dilaksanakan, tetapi sampai sekarang belum ada seorang pun yang maju dan mengklaim sebagai orang di balik tindak kejahatan ini. Ketakutan bahwa konflik antara Gereja Katolik Roma dan Academy City akan terus memburuk menyebar ke mana-mana.”

Dia telah melihat berita ini sebelumnya, tapi berita ini masih mengganggunya.

Mirip seperti percikan kecil yang menyebar ke tumpukan jerami. Pergerakan dunia telah berubah pesat dalam beberapa hari belakangan ini. Demonstrasi-demonstrasi yang digelar oleh Gereja Katolik Roma di seluruh dunia dan berbagai reaksi berlebihan terhadapnya terjadi semakin marak.

Dan, seolah-olah sebagai respons dari semua ini, Academy City sekarang sedang menggelar pertunjukan penuh persenjataan ini.

Dilihat sekilas, ini bisa dilihat sebagai pernyataan resmi Dewan Direktur yang mengatakan bahwa mereka tidak akan tunduk pada demonstrasi-demonstrasi itu.

(Tapi semuanya terjadi sedikit terlalu efisien.)

Mengembangkan senjata bukanlah hal yang sama dengan membuat model plastik. Kau harus melamar untuk pekerjaan itu, memperhitungkan dana perkiraan berulang kali, mengajukan agar dana itu diperiksa, menciptakan model percobaan, membangun setiap bagian senjatanya, dan melewati simulasi puluhan ribu kali. Hanya setelah kau mendapatkan hasil yang baguslah baru kau akhirnya bisa merilis sebuah “produk”.

Demonstrasi itu baru mulai memburuk beberapa hari yang lalu.

Tidak ada cukup waktu untuk melalui proses pengembangan senjata yang biasanya berada dalam hitungan tahun.

Yang berarti...

(Academy City memang sudah siap. Mereka telah memprediksikan hal ini akan terjadi dan memutuskan bersiap untuk mengontrol akibat pasca-kejadian dan bukannya menghentikan terjadinya kejadian ini.)

“Sialan,” gumam Yomikawa.

Mungkin bukan Academy City yang menarik pelatuk yang berujung pada perang. Tapi mereka jelas-jelas sedang memanfaatkan situasi ini dengan sebaik-baiknya.

Insinyur wanita yang memiliki laptop itu menghapus keringat dari alis matanya dengan menggunakan lengan kemejanya dan melihat berita di layar tanpa ketertarikan.

“Semuanya sama di tiap saluran. Saat-saat seperti inilah yang membuatku merasa ingin berlangganan saluran yang hanya menyiarkan variety show.”

“...Menurutmu bagaimana situasi ini?”

“Yah...”

Insinyur periset pengembangan senjata itu menarik napas dalam-dalam.

“Aku tidak suka menambah-nambah pekerjaan. Dan harus lembur tanpa dibayar itu lebih buruk lagi.”

“Apa ekshibisi ini begitu berbeda dengan biasanya?”

“Yeah, kepala proyek sangan antusias tentang pertunjukan yang ini. Dia mengatakan sesuatu tentang perlu menggulingkan pemikiran bahwa menjadi sebuah kontraktor militer itu adalah hal yang buruk agar kami bisa memiliki pangsa pasar yang benar-benar baru untuk dikerjakan. Dia juga berbicara terus-terusan bahwa sekarang ini adalah waktu yang bagus untuk menjadi seorang pengembang senjata. Kepala proyek itu begitu semangatnya sampai aku melemparkan es batu padanya untuk mencoba mendinginkan kepalanya.”

“Teknologi yang dipertunjukkan di sini jelas-jelas bukan berada di sini untuk dijual ke perusahaan luar. Jadi ini pasti adalah semacam latihan militer. Kita cuma mempertunjukkan persenjataan destruktif kita pada ‘musuh’ sebagai alat diplomatis.”

“Perusahaan yang sedang kami coba gaet tidak akan mendapatkan barang-barang di sini seperti yang ditunjukkan. Persis seperti senapan dijual di toko-toko dengan fungsi full-auto yang dihilangkan, barang-barang di sini akan dijual setelah dikurangi kemampuannya tiga atau empat tingkat. Senjata-senjata itu akhirnya berada pada tingkat yang baru saja bisa diciptakan oleh teknologi di luar Academy City.”

Yomikawa melirik beberapa pria dengan jas bisnis berbincang sedikit jauh, di sebelah sebuah panggung.

“Dan juga, lisensi untuk membuat bagian-bagian inti dari senjata-senjata itu dijual pada organisasi-organisasi yang bekerja sama dengan Academy City di berbagai negara. Mereka hanya perlu menginformasikan pada kami seberapa banyak yang mereka buat dan di mana senjata-senjata itu diberikan. Benar-benar, kenapa Academy City melakukan hal sejauh ini untuk mengumpulkan uang?”

“Dengan cukup uang, kita bisa memproduksi masal senjata-senjata yang menggelikan. Kepala proyek mengatakan sesuatu tentang robot raksasa yang bisa terbang di luar angkasa. Dia mungkin akan memilih bocah remaja untuk memilotinya.”

“...Kau kedengaran tidak memiliki motivasi.”

“Memang tidak.”


Part 2[edit]

Yomikawa Aiho tidak mungkin tahu, tapi yang ada di tengah konflik besar ini adalah seorang anak laki-laki.

Kamijou Touma.

Selain kekuatan spesialnya, Imagine Breaker, dia hanyalah seorang siswa SMA biasa. Tapi jika apa yang “Kursi Kanan Tuhan” katakan itu benar, dia telah menjadi musuh 2 milyar orang. Ketika dia memikirkan hal-hal yang melibatkannya beberapa bulan belakangan ini dan bagaimana dia menyelesaikannya sedikitdemi sedikit, sebenarnya tidak begitu mengejutkan.

Tapi di mana Kamijou Touma, anak laki-laki yang ada di pusat konflik itu, sekarang?

“Bisakah kau menjelaskan padaku kenapa kau melakukan apa yang kaulakukan?”

Dia sedang dimarahi oleh seorang guru wanita tinggi di ruang staffç

Sebenarnya, bukan Kamijou sendirian yang sedang dimarahi. Aogami Pierce dan Tsuchimikado Motoharu berbaris di sebelahnya.

Dan di belakang ketiga orang itu berdiri Fukiyose Seiri yang wajah marahnya kelihatan bertanya kenapa dia juga ada di sana.

Ruang staff itu penuh dengan meja kantor dari baja dengan berbagai benda terserak di atasnya. Saat itu adalah waktu istirahat makan siang, jadi ada banyak guru di sana. Beberapa sedang memakan bento masing-masing, beberapa sedang menilai ulangan, dan beberapa sedang duduk di atas kuda yang bergoyang-goyang dengan tenaga listrik yang katanya bisa menurunkan berat badan seseorang.

Di antara mereka, ada seorang guru yang tidak melakukan hal-hal seperti yang sudah disebutkan. Oyafune Suama duduk di sebuah kursi putar murah, menyilangkan kakinya yang ditutupi stoking warna beige, menyisir rambut hitamnya yang terlihat sekeras logam, dan memelototi Kamijou dan yang lainnya dengan mata tajam dari balik kaca mata segitiga terbaliknya, yang sepertinya merupakan merk mahal.

“Aku akan memintamu sekali lagi untuk menjelaskan padaku kenapa kau berkelahi dengan penuh tinju dan semangat yang membakar di tempat belajar ini.”

Dia dijawab oleh keheningan.

Pembaca berita bisa terdengar dari TV di dinding.

“Sebagai hasil dari demonstrasi dan protes yang berulang-ulang ini, liga sepakbola Italia mengumumkan bahwa pertandingan pagi ini telah dibatalkan dengan pertimbangan keamanan.”

“Kalian tidak bisa menjelaskan?”

Guru matematika pemakai hanya barang bermerk yang sedang marah itu terkenal di sekolah sebagai guru yang ketat ketika berhubungan dengan disiplin. Kelas Kamijou tidak diajar olehnya, jadi mereka tidak pernah bersilang jalan sebelumnya, tapi dia menangkap mereka hari ini.

Guru kepala dari kelas Kamijou adalah Tsukuyomi Komoe, tapi dia sendiri bahkan tidak bisa lagi mengikuti apa yang terjadi di dalam kelas saat istirahat makan siang itu. Oyafune Suama sedang berjalan melintasi ketika mereka berada di dalam perkelahian dan menyeret mereka ke ruang staff.

Setelah beberapa lama, Kamijou, salah satu dari tiga idiot, mulai bicara.

“Tapi...”

Pandangannya mantap.

“Tapi Aogami Pierce dan aku sedang berdebat yang mana antara gadis kelinci warna merah atau hitam yang lebih baik. Lalu Tsuchimikado datang dan mulai membualkan hal konyol tentang gadis kelinci warna putihlah yang terbaik!!”

Suama jatuh dari kursinya dengan suara keras.

Suara keras itu mengejutkan Kamijou, tapi sepertinya komentarnya telah lebih mengejutkan guru dengan kaca mata pendidik itu.

Guru matematika itu mengalihkan pandangannya dari tiga idiot itu ke Fukiyose Seiri yang berdiri di belakang mereka.

“J-jangan bilang kau juga ikut dalam argumen konyol itu.”

“Aku cuma berusaha membuat idiot-idiot ini diam!! Kenapa aku harus diseret ke sini bersama mereka!?”

Pembuluh wajah di pelipis Fukiyose menggembung ketika berteriak.

Ketika Oyafune masuk ke kelas Kamijou, Fukiyose sedang mengunci kepala Tsuchimikado, menendangi Aogami Pierce ke lantai, dan menyerang Kamijou Touma dengan dahinya yang keras di saat yang sama. Dia sudah jelas yang paling mem-bully di tempat itu.

Sementara itu, Tsuchimikado yang memakai sunglasses warna biru menghadap kedua sisi dan berteriak.

“Nyah! Kelinci putih DFC banzai!”

Aogami Pierce tidak bisa tetap diam setelah mendengar itu.

“Kenapa selalu dada rata!? Dan kau tidak benar-benar suka dengan gadis kelinci! Asal loli semuanya oke untukmu!!”

“Itu benar, Aogami Pierce. Kostum gadis kelinci, leotard untuk senam, atau pakaian renang sekolah, ketika dipasangkan pada keindahan yang adalah seorang loli, perbedaan kecil antara kostum itu bisa dibicarakan kemudian. Jadi argumenku adalah loli itu kelihatan cantik apa pun yang dipakainya, jadi gadis kelinci loli itu adalah gadis kelinci terbaik!!”

“Berengsek!! Jadi kau benar-benar tidak bicara tentang gadis kelinci sama sekali!!”

Tiga idiot itu mulai menggulungkan lengan bajunya untuk ronde dua ketika Oyafune Suama yang masih terbaring di lantai dengan kaca mata dan setelan formalnya mengeluarkan sebuah peluit dari sakunya.

Pweeet!! Suara bernada tinggi meledak dan Saigo-sensei, guru BP yang mirip gorilla, mendatangi mereka dari bagian belakang ruang staff.


Part 3[edit]

Pada akhirnya, Kamijou dan yang lainnya dipaksa untuk mencabuti rumput liar di belakang gym.

Daerah itu adalah daerah lembab yang tidak pernah disinari, tapi sepertinya rerumputan liartumbuh cukup subur di sana. Sekali lihat pada jumlah besar rumput liar warna hijau, dan dia kehilangan seluruh motivatsinya pada tugas itu. Rasanya tidak perlu membuat daerah itu terlihat cantik karena tidak ada orang yang pernah ke sana.

Tapi ada hal lain yang menurunkan motivasinya lebih jauh lagi.

“Sialan. Tsuchimikado dan Aogami Pierce sudah menghilang.”

Hanya dua dari empat orang yang diperintahkan untuk menyiangi tempat itu yang berdiri di sana: Kamijou dan Fukiyose.

Ketika melihat area di belakang gym itu, pundak Kamijou merosot. Dari balik dinding gym yang tipis, dia bisa mendengar suara enerjik dan gembira dari tim voli dan tim basket yang menikmati aktivitas usai sekolah mereka. Hal itu hanya membuat belenggu mental dari tugas yang keras itu terasa semakin berat.

Meskipun begitu, mengeluh tentang hilangnya Tsuchimikado dan Aogami Pierce tidak akan membuat rumput liar itu pergi.

Kamijou membawa sebuah gerobak sorong untuk memindahkan rumput yang sudah dicabut ke tempat pembuangan dan memasang sarung tangan tukang.

“Kau tahu, ketika hukuman ini selesai, kita akan melewati batas waktu yang dibolehkan bagi siswa untuk berada di sekolah. Lebih baik kita bekerja dengan santai sampai mereka mengusir kita.”

“Kalau saja kita bisa meminta bantuan seorang Pyrokineticist[3]. Kita akan segera menyelesaikan ini,” kata Kamijou mengeluh lebih jauh.

Fukiyose mengeluh tentang dihukum bersama dengan yang lain sambil mencabuti rumput liar dengan lebih efisien dari Kamijou.

Ketika Kamijou lelah mencabuti rumput setelah sekitar 5 menit, dia mencoba membuka pembicaraan dengan Fukiyose yang menunduk bekerja mencabuti rumput beberapa meter jauhnya.

“Hey, Fukiyose.”

“Apa?”

Pasti Fukiyose juga bosan, karena dia dengan cepat masuk ke pembicaraan itu.

Kamijou berbicara sambil terus bekerja.

“Midterm bulan Oktober sudah dibatalkan, tapi kau tetap menghabiskan seluruh waktu luangmu dengan belajar sendiri. Kenapa?”

“Pertanyaan macam apa itu?” respon Fukiyose. “Tanpa midterm, nilai semester dua kita akan menentukan pada ujian akhir. Dan bahan ujian itu akan menjadi dua kali lipat yang seharusnya. Itu berarti kita harus belajar lebih keras lagi.”

“...”

“Dan sebelum kau meminta: Aku tidak akan membolehkanmu melihat catatanku.”

Kamijou begitu senang karena mereka tidak akan mengikuti ujian midterm, jadi sikap tak peduli Fukiyose seperti mengusap garam pada luka.

Ketika menerima luka yang tidak disangka ini, Kamijou masuk ke dalam mode perlawanan.

“H-hmph. Bidang akademis itu bukan segalanya, kau tahu?”

“Kau mengatakan itu seperti aku tidak bisa melakukan hal lain di luar bidang akademik.”

“...Oh, kau bisa melakukan hal lain?”

“Tentu saja bisa!!” Fukiyose berteriak dari hatinya. “Mungkin aku tidak terlihat atletis, tapi aku bisa melemparkan forkball. Walaupun aku tidak begitu peduli pada baseball!!”

“Eh?”

Kamijou mengeluarkan suara bodoh.

“Kemungkinan kau cuma mempelajarinya dari kursus korespondensi atau tahu bagaimana cara forkball menjaga kesehatanmu atau semacamnya.”

“B-Bagaimana aku mempelajarinya itu bukan masalah; yang penting aku bisa melemparnya atau tidak! Jadi berhenti melihatku tidak percaya seperti itu dan akan kutunjukkan padamu!!”

“Yeah, tapi kita tidak punya bola.”

Kamijou mengatakan itu karena terkejut, tapi kemudian Fukiyose Seiri mengeluarkan sebuah bola besar dari dalam kantung roknya.

“Kau harus lebih mempersiapkan diri!!”

“...Um, di bola itu tertulis ‘remas bola ini 100 kali tiap hari untuk memberikan dirimu gelombang α yang menyehatkan’”

Kamijou benar-benar terkejut, tapi kelihatannya Fukiyose tidak peduli. Dia terlihat cukup semangat dengan permainan ini dan sedang menggesek-gesekkan kakinya ke tanah untuk menghaluskan tanahnya.

Sekarang mereka punya bola, tapi tidak ada sarung tangan catcher. Tetapi sepertinya Kamijou tidak punya banyak pilihan lain, jadi dia memasang sarung tangan tukang berlapis-lapis dan berjongkok sedikit jauh dari Fukiyose seperti yang dia lihat dari catcher-catcher.

Kamijou berbicara dalam monoton nyaris seperti sedang menghela napasnya.

“Oke, silakan Fukiyose.”

“Oke, Kamijou. Perhatikan lemparan 150 km/h kuat dan cepat ini dan jangan jatuh!!”

Forkball dengan kecepatan 150 km/h!? Aku mau tumbang karena syok mendengar gertak sambal itu!!”

Kamijou gugup.

Fukiyose kelihatan begitu semangat melakukan ini ketika dia menggenggam bola putihnya dan menggerakkan tubuhnya ke posisi pitching.

Dia sedang membangun tenaganya ketika Kamijou berteriak.

“B-ber-berhenti, Fukiyose!!”

“Apa!?”

Fukiyose berteriak sambil goyah dalam pose pitching-nya yang terganggu.

Kamijou ragu bagaimana cara menjelaskan situasinya, jadi dia hanya memberikan inti informasinya saja.

“Rokmu!!”

“...?”

Fukiyose terlihat kebingungan pada komentar ini, lalu dia menyadari arah mana yang sedang dilihat Kamijou. Ketika dia melihat ke bawah ke pinggangnya, dia melihat bahwa kaki yang sedang diangkatnya mengangkat rok pendeknya, membuat celana dalam dengan desain imutnya terlihat.

Fukiyose Seiri melakukan pitching-nya yang kuat dan cepat.

Timing Kamijou salah dan bola karet yang lembut itu mengenainya tepat di perut. Hantaman ini mengeluarkan suara yang sangat keras.

Sambil menggeliat kesakitan, dia berbicara dengan nada bergetar.

“...I-itu bukan forkball. Lemparannya benar-benar lurus...”

“Yang tadi tidak dihitung!!”

Fukiyose menyatakan itu dengan tenaga yang sedikit terlalu banyak untuk mencoba membodohinya dan mengambil bola itu lagi.

“Kali ini akan jadi forkball. Bolanya akan bengkok ke bawah, jadi rendahkan tanganmu.”

Fukiyose kembali ke mode pitching, tapi dia pasti telah mematuhi peringatan Kamijou tentang roknya karena dia menjaga pergerakan kakinya seminimal mungkin.

Mungkin itulah alasan tubuhnya sedikit bergoyang tidak seimbang. Meskipun begitu, dia berhasil memberikan tenaga yang besar pada bolanya. Bola itu menghantam tangan Kamijou yang dibalut sarung tangan dengan suara keras. Tangannya terasa pedas setelahnya, meskipun mereka menggunakan bola mainan dan bukan bola keras yang seharusnya dipakai. Dan juga, Fukiyose tidak melakukan lemparan bawah seperti pemain softball; dia melakukan lemparan atas seperti pemain baseball profesional. Dan lemparannya juga cukup baik.

Kamijou meremas dengan lembut bola yang dia tangkap.

“...Apa bolanya tadi menukik?”

“Iya!! Apa kau melihatnya? Apa kau tidak melihat bolanya menukik tepat di depan tempat batter harusanya berada!?”

“Ehh? Yang tadi itu seperti pitch biasa bagiku.”

“K-Kamijou!! Kau tidak bisa menyadarinya karena kau tidak melihatnya dari perspektif si batter!! Kalau kau memegang bat, kau pasti bisa melihat efek forkball itu seterang siang hari!!”

“Oh? Sekarang kau sudah menantangku, Fukiyose.”

Kamijou tersenyum dan menggenggam gagang plastik sepanjang 50 cm dari sapu kecil yang mereka persiapkan kalau-kalau diperlukan.

“Kuterima tantanganmu.”

Dia menggenggam sapu itu seperti bat baseball dan mengayunkan ujungnya dengan gerakan pergelangan tangannya seperti sedang mengukur timing-nya.

Sementara itu, Fukiyose menangkap bola yang dilemparkan dengan pelan oleh Kamijou, dan seringai menantang muncul di bibirnya.

“Kau pikir kau bisa memukul bola yang dilempar oleh pemain liga utama sepertiku? Konyol.”

“Akan kupukul sampai homerun.”

“Kalau begitu kau akan kuberi tahu rasa malu dikalahkan forkball yang sebenarnyaaaaaa!!”

“Bolanya akan kupukul ke luar lapangaaann!!”

Fukiyose melemparkan bola putih itu.

Bola itu terbang melintasi di udara.

Jika Kamijou menunggu untuk melihat apa bolanya akan menukik atau tidak, akan terlambat untuk bisa memukulnya.

Sambil mengukur niat sebenarnya dan kemampuan sesungguhnya milik Fukiyose, dia mulai bergerak.

Tenaga dan ketegangan mengaliri tubuhnya.

Dia menghitung timing-nya, mengeluarkan napas pendek, mengumpulkan tenaga di kakinya, mengayunkan pinggangnya seiring dengan pergerakan kakinya, dan mengayunkan sapu di tangannya sekeras yang dia bisa.

Dan...


Part 4[edit]

Dar;i setelan dan kaca matanya hingga ke stokingnya, Oyafune Suama dipenuhi pakaian bermerk. Dia adalah wanita yang mengetahui keuntungan yang diberikan oleh kecantikan seseorang.

Dia tahu ini karena dulu dia adalah orang yang berada dalam posisi tidak menguntungkan karena tidak cantik.

Tapi siapapun bisa mencapai tingkat kecantikan tertentu jika berusaha. Teori Suama adalah: kau mungkin tidak bisa menjadi “yang terbaik di antara yang terbaik” atau bahkan “berada di antara yang terbaik” dengan usaha keras saja, tapi paling tidak kau bisa menjadi “lebih baik dari kebanyakan orang”. Dan sebagai seorang yang “lebih baik dari kebanyakan orang”, kau bisa merasakan berkah yang diperoleh orang cantik.

Menjadi orang cantik itu menguntungkan.

Murid-murid mendengarkannya ketika di kelas, guru-guru lain tidak melihat rendah padanya, dan orang-orang memberikan kursi mereka padanya di kafetaria ketika tidak ada kursi yang kosong. Dan semua itu adalah hasil dari menghaluskan tubuhnya luar-dalam dengan mandi beberapa kali sehari, mengoleskan lotion ke wajahnya sebelum tidur, sarapan setiap hari, menjaga berat badannya agar tidak mempengaruhi kulitnya, menghabiskan waktu lebih dari satu jam tiap pagi untuk merias diri, dan menghabiskan sejumlah besar uang untuk membeli pakaian ala Barat dari majalah dan internet.

Ketika jam sekolah berakhir, Oyafune Suama selalu sangat khawatir apakah riasannya mungkin pudar dan khususnya apakah alis yang diriasnya dengan pensil alis sudah kabur karena keringat. Tapi mood dan sikap seseorang adalah bagian penting dari menjadi seorang yang “cantik”. Jika dia memperlihatkan tanda-tanda khawatir tentang riasannya, “berkah kecantikan” akan berkurang, jadi dia tidak bisa selalu memeriksa cermin kecilnya atau pergi ke kamar kecil.

(...)

Suama perlahan-lahan melihat sekelilingnya.

Dia sedang berada di ruang staff. Pada jam-jam segini, kebanyakan guru-guru telah pergi untuk mengawasi aktivitas klub, jadi biasanya tidak banyak orang di sana. Dia bermaksud untuk memeriksa alis matanya jika tidak ada orang lain di sana, tapi...

“Hoahm. Membuat rencana pembelajaran itu pekerjaan yang berat.”

Mata Suama bergerak ke guru wanita yang kelihatan seperti siswi SD yang duduk hampir di sebelahnya.

Dia adalah Tsukuyomi Komoe.

Melihat gunungan kertas di sekitarnya, jelas bahwa dia sedang mengerjakan material yang melebihi tugas satu orang guru. Guru kecil ini selalu memeriksa data tiap-tiap murit dan memberikan rencana pembelajaran terbaik bagi tiap-tiap murid, tapi sekarang dia juga mengerjakan tugas itu untuk kelas milik guru lain.

Cukup banyak Anti-Skill yang sedang berada di luar sekolah dan melakukan persiapan perang, jadi mereka tidak punya waktu untuk membuat rencana pembelajaran. Ini artinya guru non-Anti-Skill harus membantu mereka.

Suama juga telah terpaksa membuat rencana pembelajaran milik guru lain juga, tapi guru berkaca mata segitiga terbalik itu lebih tertarik pada tubuh kecil Komoe-sensei.

“Sistem kesehatan apa yang kaugunakan untuk menjaga agar kulitmu tetap begitu muda? Bahkan, angka-angkanya tidak cocok.”[4]

“??? Ada masalah apa? Matematikaku cukup bagus, kalau kau butuh bantuan.”

Guru setinggi 135 cm itu dengan cepat berjalan mendekati Suama ketika mendengar suara kebingungannya. Suama tahu bahwa dia harusnya belajar dari guru yang lebih senior darinya, tapi guru yang ini benar-benar terlihat seperti anak SD.

Tsukuyomi Komoe mengambil dokumen-dokumen di atas meja Suama dan mengangguk-angguk ketika memeriksa tiap-tiap dokumen itu.

“Omong-omong, Oyafune-sensei. Kudengar murid-muridku menyebabkan masalah untukmu, jadi aku ingin minta maaf.”

“Tidak, tidak ada masalah.”

“Oh, aku jadi ingat. Aku ingin bicara dengan Kamijou-chan dan yang lainnya. Apa kau tahu di mana mereka? Sepertinya mereka pergi entah ke mana tepat setelah homeroom.[5] Apa kau pikir mereka pulang?”

“O-oh.”

Suama melihat jam yang tergantung di dinding.

Hampir jam enam sore.

Sudah beberapa jam berlalu sejak dia menyuruh mereka mencabuti rumput.

“Sial... Maaf, Tsukuyomi-sensei. Aku akan membawa mereka ke sini sekarang!!”

“Haah. Tapi di mana mereka?”

Oyafune Suama memunggungi guru seniornya dan berlari ke luar ruang staff. Aktivitas klub akan segera berakhir dan murid-murid yang tidak mengikuti klub sudah sejak lama pulang, jadi lorong remang-remang itu hampir sepenuhnya kosong. Ketika dia berjalan menuju pintu masuk khusus staff, kekosongannya membuat hari terasa lebih larut dari waktu yang sebenarnya.

(Tidak, anak nakal yang berkelahi di sekolah tidak mungkin tetap melakukan tugasnya selama ini. Mereka mungkin tidak sedang mencabut rumput di luar sana; kemungkinan besar mereka sudah berhenti dan pergi sejak lama.)

Awalnya dia berniat untuk memeriksa tugas mereka setelah setengah jam dan membiarkan mereka pulang setelah memarahi mereka, jadi dia merasa bersalah. Tetapi, mereka sedang dihukum, jadi dia tidak bisa meminta maaf begitu saja.

Pada saat itu, dia sudah sampai ke pintu masuk khusus staff, memakai pantofel kelas atas, dan dengan cepat menuju bagian belakang gym.

Dan yang dilihat guru matematika itu di sana adalah...

Part 5[edit]

“Hey hey heeey!! Sudah 13-9!! Forkball-mu menyedihkan!!”

Kamijou memegang sebuah sapu pendek di tangannya dan mengayun-ayunkannya sambil memanas-manasi Fukiyose.

“Diam!! Dan jangan anggap 9 kekalahanmu itu tidak ada... Dan kalau aku punya bola baseball yang sebenarnya, semuanya akan berbeda!!

Sejak mereka memberikan peraturan baru di mana yang kalah tiap ronde harus mencabuti rumput sebanyak yang mereka bisa selama lima menit, Kamijou dan Fukiyose menjadi begitu semangat hingga mereka lupa bahwa pekerjaan itu akan jauh lebih mudah jika mereka mengerjakannya bersama-sama.

Kamijou mengayun-ayunkan pemukulnya dengan mood yang bagus, sementara Fukiyose menggenggam bola putih itu dan pundaknya naik turun, napasnya tersengal-sengal. Dia lalu memeriksa jam di ponselnya.

“Cuma ada 30 menit lagi sebelum kita harus keluar dari sekolah... Tapi itu lebih dari cukup untuk membalikkan keadaan ini!!”

“Hey, apa lemparanmu benar-benar menukik seperti seharusnya?”

“Sudah kubilang lemparanku itu menukik! Lemparanku tukikannya gila!! Kenapa kau tidak bisa melihat bolanya tiba-tiba menukik tepat di depanmu!?”

“Eh? Cuma kelihatan seperti jalur parabolik bagiku...”

“Perhatikan lagiiii!!”

Fukiyose berteriak sekeras yang dia bisa dan melempar bolanya.

Sebagai respon untuk bola putih yang melesat ke arahnya, Kamijou memulai gerakan untuk ayunan penuh.

(Forkball...)

Dia akhirnya bereaksi pada kata-kata Fukiyose dan membenarkan jalur sapunya menjadi sedikit lebih ke bawah.

Tapi jalur bolanya tidak berubah.

Bola itu terus terbang dengan lurus.

“Sialan... Lihat? Kau tidak melemparnya dengan benar!!”

Dia mencoba mengembalikan jalur pemukulnya, tapi sudah terlambat.

Bat-nya memang bergerak sedikit ke atas, tapi tidak cukup mencapai jalur yang ditempuh oleh bolanya.

Meskipun begitu, dia bisa mengetahui bahwa gagang sapunya menyentuh ujung bola.

“Gwoohhhhh!!”

Kamijou berteriak, tapi dia bisa merasakan pada pergelangan tangannya bahwa dia tidak berhasil mengenai bolanya dengan utuh.

Bola putih itu menyerempet gagang sapu, jalurnya sedikit terubah miring ke atas, dan terbang ke belakang Kamijou.

(Sial, aku meleset!)

Tidak ada aturan foul dalam permainan ini. Jika bolanya terpukul ke depan, Kamijou menang. Selain itu dihitung sebagai kemenangan Fukiyose. Mereka memutuskan apakah lemparan itu strike atau ball hanya dengan penglihatan saja.

Satu hal yang menjengkelkan adalah siapa yang kalah harus mengambil bolanya lagi. Dan karena yang kalah juga harus mencabut rumput selama lima menit, pergi ke tempat yang jauh untuk mengambil bola adalah tugas yang sangat menyebalkan.

Masih memegang sapu yang digunakan sebagai pemukul, Kamijou mulai memikirkan sebuah rencana.

(Dah. Tadi 13-9, ‘kan? Kurasa aku sudah kalah 10 kali sekarang. Mungkin aku bisa dengan sengaja melama-lamakan waktu mengambil bola selagi aku masih unggul.)

Tapi kemudian dia mendengar suara aneh dari belakangnya.

“...?”

Kamijou tidak tahu apa yang barusan terjadi, tapi hanya dari melihat ekspresi syok Fukiyose saja, dia sudah mulai memucat.

(??? Apa yang ada di belakangku?)

Kamijou berbalik.

Dia melihat kaca mata segitiga terbalik yang dikotori rumput dan tanah.

Oyafune Suama berdiri di sana dan bola putih itu jelas sudah mengenainya tepat di wajahnya.

Bola itu harusnya menenai perut Suama, tapi bat Kamijou telah cukup mengubah jalur bolanya hingga meluncur tepat ke wajah Suama.

“...”

Oyafune Suama menarik napas panjang dalam-dalam, tapi tubuhnya jelas-jelas gemetar marah.

Ketika Kamijou mulai panik, semua sudah terlambat.

Suama menerjang maju ke arah Kamijou dan tinjunya mengayun ke arah Kamijou. Kamijou menunduk minta maaf tanpa menyadari apa yang dilakukan Suama dan dengan ajaib berhasil menghindari tinjunya. Penuh amarah karena bola yang mengenai wajahnya dan karena memukul udara kosong, guru matematika itu menginjak punggung Kamijou dengan hak runcing sepatunya.


Part 6[edit]

Oyafune Suama bergegas kembali ke ruang staff.

Komoe-sensei pasti sedang pergi entah ke mana karena dia tidak ada di sana.

Suama telah menggunakan sapu tangannya untuk membersihkan rumput dan tanah yang menempel.

(Wah!! Tanah, tanah, TANAH!! Di wajahku, DI WAJAHKU! Oh, tidak! Aku mungkin menghapus alis mataku dengan sapu tangan ini!! Apa yang harus kulakukan!? APA YANG HARUS KULAKUKAN!?)

Dia jelas panik, dan setelah memastikan tidak ada orang lain di ruang staff, dia mengeluarkan cermin kecilnya untuk memeriksanya, lupa untuk pergi ke kamar kecil lebih dulu.

Paling tidak alis matanya tidak apa-apa.

Tapi itu saja tidak cukup untuk menenangkannya.

Yang juga berarti menjadi tidak cantik itu merugikan.

(Biar kulihat. Ada tanah di bajuku. Di sini juga. Dan di sini!! Rambutku berantakan, dipenuhi keringat, dan jahitan stokingku lepas[6] karena berjalan terlalu cepat. Mulai dari mana harus kubenarkan semua ini!?)

Dia mulai dengan melepaskan jas dari setelannya dan menghapus tanah dari blus putihnya. Lalu dia mulai melepas kancing blusnya untuk menggoyangkannya agar tanah yang tidak bisa dibersihkan hanya dengan menyikatnya dengan tangan. Kemudian dia melepaskan stoking warna beige yang lepas jahitannya dan memakai stoking cadangan yang disimpannya di tas. Untuk melakukan ini, dia harus mengangkat roknya yang ketat, tapi dia tidak punya waktu untuk memedulikan hal ini. Dia harus kembali menjadi dirinya yang cantik dan sempurna seperti biasa secepat mungkin.

Tetapi...

Tiba-tiba pintu ruang staff mulai bergeser membuka.

Suama sedang mengangkat satu kakinya untuk memakai stoking dan dia melompat terkejut.

“Ah Tunggu. Berhenti!!”

Dia berusaha menghentikannya.

“Eh? Ada apa?”

Kata-katanya jelas mencapai siapapun yang ada di balik pintu, tapi tetap saja pintu itu terbuka.

Kamijou Touma berdiri di sana.

Bagian depan blus Oyafune Suama terbuka, jadi bra warna hitamnya kelihatan. Dan juga, rok ketatnya masih terangkat untuk memakai stoking.

“Ky-“

Dia nyaris berteriak, tapi menghentikannya.

Sebagai gantinya, tangannya diulurkan ke mejanya, mengambil penggaris segitiga magnetis berukuran 50 cm dan melemparkannya sekuat tenaga ke arah pintu masuk ruang staff.

Kamijou menutup pintu dengan membantingnya dan ujung penggaris segitiga itu menancap di pintu seperti shuriken.

Bagian lain dari penggaris segitiga itu bergoyang-goyang ke kiri dan ke kanan.

Suama mendengar Kamijou berteriak dari koridor.

“Waaaaahh!! Apa kau mencoba membunuhku!?”

“Kenapa kau membuka pintunya setelah kusuruh berhenti!?”

Setelah dia selesai memakai stokingnya, menutup bagian depan blusnya, dan memasang jas setelannya yang tadinya tergantung di punggung kursinya, dia keluar menuju lorong.

Tapi dia mendengar suara koyakan dari pahanya.

“...”

Suama melihat ke pahanya untuk melihat apakah stoking yang baru saja dibelinya dan dipakainya selama dua menit lepas jahitannya.

“U-um... Permisi...”

Seolah-olah sudah memerkirakan waktunya, Kamijou perlahan membuka pintu ruang staff sekali lagi.

Dia melihat Oyafune Suama yang sedang berdiri dengan kaki yang dikangkangkan, rok yang terangkat, dan sedang membungkuk melihati bagian selangkangannya.

Ini bukan lagi adegan yang tidak boleh diperlihat seorang yang cantik pada orang lain; ini adalah adegan yang tidak boleh diperlihatkan seorang wanita pada orang lain.

“!!”

Kali ini guru matematika itu tanpa suara mengambil busur raksasa yang dipakai untuk papan tulis dan melemparkannya ke arah pintu. Peralatan mengajar lain sekarang menancap ke pintu yang sekali lagi tertutup.

Suara gemetar datang dari arah lorong.

“Aku cuma ingin menjelaskan kenapa aku tadi masuk!!”

“Alasan apa yang kau punya untuk membuat situasi ini bahkan lebih buruk seperti itu!? Jelaskan alasanmu sesingkat mungkin!!”

“Um, waktu yang diperbolehkan untuk tetap berada di sekolah sudah hampir lewat. Bisakah kami berhenti mencabut rumput sekarang?”

“Cuma itu!?”

Urat nadi di pelipis Oyafune Suama menggembung. Dia mengambil kompas raksasa yang digunakan untuk papan tulis dan berlari keluar dari ruang staff, berniat untuk memukul murid bermasalah itu dengan kompasnya.

Tapi Kamijou Touma sudah menghilang.

Dia melihat sekilas sebuah figur yang berlari ke arah tangga di sudut koridor.

“Apa yang terjadi di sini...?”

Suama menggumamkan kalimat itu dalam kelelahan, tapi tidak ada orang yang ada di sana untuk mendengarnya.


Part 7[edit]

“Sial... Kupikir aku benar-benar akan mati.”

Kamijou meninggalkan sekolah dan bicara pada dirinya sendiri selagi berjalan lesu di jalan pulang yang gelap.

Saat itu Oktober, jadi jam-jam sekarang ini mulai dingin. Itu mungkin yang menyebabkan kenapa rasanya tidak banyak orang yang berada di luar seperti pada musim panas. Dia bisa mendengar suara yang datang dari balon udara yang melayang di langit yang muram, sebuah pengumuman yang memberikan peringatan tentang kebakaran karena udara yang kering.

Kamijou berjalan di trotoar dengan perlahan, menghindari robot-robot pembersih dan memikirkan apa yang akan dimasaknya untuk makan malam. Dia memutuskan untuk pergi ke mal di dekat stasiun kereta karena dia sedikit khawatir makanan di kulkasnya tidak cukup. Ada supermarket yang lebih murah yang jaraknya sedikit lebih jauh, tapi jika dia tidak akan pulang tepat waktu jika dia pergi ke sana. Jika itu terjadi, Index akan menjadi gila di dalam kamar asramanya karena perutnya yang kosong.

Ketika menuju stasiun, dia melihat seorang gadis berambut coklat yang memakai seragam SMP Tokiwadai. Misaka Mikoto.

Dan dia sedang menendang sebuah vending machine dan memiringkan kepalanya kebingungan ketika tidak ada yang keluar dari dalamnya.

Melihat ini, Kamijou dengan cepat berbalik 180 derajat dan bergegas pergi.

“Menghindari bahaya itu adalah yang terbaik. Kata orang, biarkan anjing yang tidur tetap berbaring.”

“Apa maksud kata-katamu itu?”

Ketika komentar lepasnya pada dirinya sendiri mendapat respon dari belakangnya, punggung Kamijou menegak ketakutan.

Dia dengan hati-hati berbalik 180 derajat lagi dan melihat Misaka Mikoto yang berdiri di sana dengan wajah kebingungan.

“Uuh...” Kamijou menghela napas pendek penuh penderitaan. “Tolong maafkan aku...”

“Aku bertanya apa yang kau maksud dengan kata-katamu tadi.”

“Aku begitu capek karena mencabut rumput dan semua hal yang terjadi hari ini! Jadi tolong maafkan aku dan jangan tambah masalah untukku lagi!!”

“Sekali lagi. Apa maksud kata-katamu itu!?”

Mikoto menahan tengkuk Kamijou, yang mencoba lari dengan kecepatan suara, dan berteriak dari jarak yang sangat dekat dengan telinganya sampai Kamijou berpikir bahwa Mikoto akan menggigit telinganya.

“Kenapa kau selalu memotong percakapan kita di tiap kesempatan yang kaudapatkan!? Kau bahkan belum membalas email yang kukirim padamu. Sini, perlihatkan ponselmu!!”

“Email...? Kau mengirimkan email padaku?”

“Iya!!”

Kamijou memikirkannya sejenak, mengeluarkan ponselnya, lalu membuka kotak masuknya untuk diperlihatkan pada Mikoto, dan memiringkan kepalanya ke samping dengan bingung.

“...Kau mengirimkannya?”

“Kubilang aku mengirimkannya!! Apa? Tidak ada apa-apa di kotak masukmu!? Jangan bilang ponselmu menganggap alamat emailku sebagai spam!!”

Awalnya Mikoto terkejut tentang email miliknya, tapi kemudian dia menemukan kebenaran yang lebih dalam.

Dia mengulurkan tangannya dan menahan tangan Kamijou untuk mencegahnya menekan tombol lain dan memandangi sebuah nama dalam folder email yang diterima Kamijou.

“...Kenapa kau punya alamat email ibuku di ponselmu?”

“Hah?”

(Setelah dipikir-pikir, hari itu aku memang pernah bertemu Misaka Misuzu ketika dia mabuk.)

Mikoto mengernyitkan alisnya dan mulai menekan tombol ponsel Kamijou dengan jempolnya. Dia sedang menelepon Misuzu.

“H-hey, tunggu!”

Telepon Kamijou tidak memiliki opsi loudspeaker, jadi volume ponselnya cukup tinggi. Karena hal ini dan fakta bahwa dia tidak begitu jauh dari Mikoto, dia bisa mendengar dering telepon dari ujung satunya.

“Ya, Ibu? Aku ingin menanyakan sesuatu padamu.”

“Hah? Layarku pasti rusak. Layarnya tidak menunjukkan nomormu, Mikoto-chan.”

Misuzu kedengaran bingung.

Dari apa yang bisa didengar Kamijou dari percakapan Mikoto dan Misuzu, Mikoto sedang menanyakan penjelasan detail kenapa nomor Misuzu bisa ada di ponsel Kamijou.

“Hmm...”

Jawaban Misuzu dimulai dengan perlahan.

“Kurasa aku bertemu anak itu di Academy City pada satu malam...tapi aku sedang mabuk, jadi aku tidak ingat detailnya. Tapi aku tidak tahu kapan nomorku bisa ada di ponselnya. Ha ha ha.”

“Aku mengerti. Begitu.” Mikoto mengangguk kecil dan memutuskan panggilannya.

Dia tersenyum dan dengan elegan mengembalikan telepon itu pada Kamijou.

“Apa-apaan yang kaulakukan dengan ibuku ketika dia mabuuuukkk!?”

“Hahhh!? Kesimpulan gila macam apa itu!? Dan aku yakin ibumu ingat semua yang terjadi! Tawa terakhirnya itu benar-benar membuatnya kedengaran sedang berbohong!!”

Ini adalah satu hal yang harusnya bisa dipikirkan matang-matang dengan mudah oleh seseorang, tapi Mikoto pasti berpikir bahwa ini adalah sebuah krisis yang bisa menghancurkan keluarganya, karena wajahnya memerah dan dia kehilangan ketenangannya.

“Mari ubah hal yang kita bicarakan!!” Kamijou memutuskan untuk mengubah jalur percakapan ke arah lain. “D-dengar! Aku harus mencuci beras untuk makan malam ketika aku kembali ke asrama dan saat ini pasti sudah mendekati jam malam di asramamu! Matahari sudah mulai tenggelam!”

“Apa? Jam malam? Itu sangat mudah untuk dilewati.”

Kamijou ingin mengubur kepalanya ke tangannya karena cepatnya Mikoto memberikan responnya.

Mikoto pasti sama sekali tidak sadar tetang keadaan mentalnya, tapi paling tidak dia berhasil mengubah pokok pembicaraan.

“Tapi memang benar, mereka mulai semakin ketat dalam memeriksa. Mungkin karena semuanya begitu sibuk akhir-akhir ini. Bahkan orang-orang yang tidak pernah membaca koran sibuk memeriksa berita di TV di ponsel mereka dan situs-situs berita di internet.”

“...”

“Tapi kurasa siapapun akan khawatir dengan apa yang sudah terjadi.”

Mikoto kemungkinan besar sedang merujuk pada hal yang terjadi pada tanggal 30 September.

Peristiwa itu telah menjadi pelatuk yang memulai sebuah perang yang tak terlihat.

Peristiwa di mana gerbang menuju Academy City dihancurkan, warga di seluruh kota, tak peduli guru atau murid, “diserang”, fungsi Anti-Skill dan Judgment sebagai penjaga ketertiban publik ditahan sepenuhnya, dan sebuah kawah kehancuran berukuran 100 meter tercipta di dalam kota.

Semua itu tidak terjadi karena satu orang saja. Ini adalah hasil dari sejumlah organisasi dan pemikiran mereka yang beradu. Bahkan Kamijou yang beradaa di tengah semua itu tidak mengetahui cerita seutuhnya. Bahkan, dia meragukan bahwa ada satu orang pun yang mengerti seluruh situasi tersebut.

Dan jika orang yang berada di tengah semuanya merasa seperti itu, hanya sedikit sekali yang akan dimengerti oleh orang yang hanya terlibat ke dalamnya seperti Mikoto.

Mungkin karena Mikoto berada pada jarak yang jauh dari pusat semuanyalah dia merasa bahwa dia bisa menginvestigasinya dari jarak yang aman.

Dan pastinya Mikoto tidak sepenuhnya memercayai cerita resmi bahwa serangan itu dilaksanakan oleh seorang esper yang dikembangkan secara rahasia oleh sebuah grup religius dari negara lain.

Mikoto melepaskan pandangannya dari wajah Kamijou dan melihat ke kejauhan.

Sekitar 500 meter dari tempat mereka berdiri adalah area yang hancur oleh kemunculan seorang “malaikat agung”. Kamijou berpikir bahwa Mikoto mungkin sedang mengingat kembali insiden yang terjadi pada tanggal 30 September itu, tapi hal itu sebenarnya lebih mirip pada “Mikoto sedang memandangi balon udara yang melayang di langit yang muram”.

Siaran berita sedang diputar di layar besar di sisi balon udara itu.

“Sejauh ini demonstrasi dan protes-protes berskala besar yang digelar oleh anggota Gereja Katolik Roma hanya terjadi di Eropa, tapi sekarang demonstrasi-demonstrasi ini juga sudah dimulai di Amerika.”

Rekaman mulai diputar.

Kemungkinan besar, rekaman itu dari LA.

Seharusnya saat itu adalah larut malam di Amerika, tapi yang terlihat pada rekaman itu adalah siang hari.

(Sial. Protes ini menyebar cukup cepat...)

Wajah Kamijou memperlihatkan ekspresi orang yang melihat luka parah.

Persis seperti sesaat setelah dimulainya lomba lari maraton, satu sisi dari jalan tol tiga lajur dipenuhi manusia. Mereka membakar poster-poster Academy City yang mereka buat dan mengoyak-ngoyak spanduk-spanduk Academy City.

Mereka memenuhi jalan-jalan utama selama beberapa jam dalam satu protes untuk menyampaikan betapa marahnya mereka. Mereka tidak membiarkan kemarahan mereka mengambil alih dan berkeliaran menghancurkan seluruh kota.

Tapi suasana ini masih tidak sepenuhnya aman.

Pasti sudah ada perkelahian yang terjadi. Rekaman itu menunjukkan seorang pria dengan darah yang mengalir dari kepalanya sedang bersender pada ambulans. Seorang biarawati dengan memar warna gelap di seluruh wajahnya sedang menyokong seorang pendeta yang tidak bisa berdiri dengan kekuatannya sendiri dan berteriak meminta pertolongan.

Semua orang yang ada di sana hanyalah orang-orang biasa.

Tidak ada di antara mereka yang terlihat seperti memiliki hubungan ke dunia esper dan penyihir.

Memang benar bahwa orang-orang yang mengikuti demonstrasi itu secara teknis adalah bagian dari dunia esper dan penyihir dengan menjadi penganut agama dalam Gereja Katolik Roma. Mereka memakai kalung salib di lehernya dan mereka mungkin bisa membaca hapalan beberapa bagian Injil.

Tapi sulit dibayangkan bahwa mereka memiliki hubungan pada bagian yang lebih dalam dari Gereja Katolik Roma atau mengenal orang-orang seperti Vento dari Depan. Mereka pergi ke sekolah dan mereka pergi ke tempat kerja. Pada akhir pekan, mereka akan bermalas-malasan di rumah dan memasak makanan di halaman belakang mereka yang luas. Mereka adalah orang-orang biasa.

“...Apa yang sedang terjadi?”

Mikoto menggumamkan itu sambil memandangi layar di balon udara itu.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi pada 30 September, tapi bukan ini yang kuinginkan. Meskipun mereka mengatakan bahwa insiden itu menyebabkan hal ini, Academy City masih berada dalam damai. Kenapa orang-orang itu berkelahi dan melukai satu sama lain karena ini? Orang di balik semua ini tetap tersembunyi, sementara orang-orang itu menderita. Ini tidak adil.”

“...”

Kamijou mendengarkan kata-kata Mikoto dalam diam.

Orang di balik ini.

Mikoto tanpa sadar memutuskan bahwa ada seseorang di baliknya. Mungkin itulah kenyataan yang dia harapkan. Jika ada seseorang di baliknya, kau bisa menyelesaikan satu masalah itu dan semuanya akan kembali normal. Karena Mikoto memiliki kekuatan hebat yang dikenal sebagai “Railgun”, itu adalah cara yang paling mudah baginya dalam memikirkan situasi ini.

Tapi tidak ada satu orang di balik semuanya.

Memang benar bahwa insiden pada tanggal 30 September yang memulai semuanya disebabkan oleh orang-orang tertentu: Vento dari Depan dan Kazakiri Hyouka. Dan ada “seseorang” di belakang tindakan mereka. Jika peristiwa hari itu dihentikan dengan benar, semuanya mungkin akan berhasil diselesaikan dengan metode yang diinginkan Mikoto.

Tapi situasi saat ini bukanlah percikan yang menjadi asal mula api yang membakar.

Ini adalah api besar yang membara yang dihasilkan oleh percikan tadi.

Ini sudah jauh melewati tahap di mana menangkap orang di baliknya akan menghentikan kejadian ini.

Semua orang yang menggelar demonstrasi-demonstrasi ini adalah orang biasa. Dan mereka tidak terpaksa melakukannya karena perintah seseorang. Mereka membaca koran atau menonton siaran berita dan memutuskan untuk ikut serta karena marah. Mereka hanya sekadar bertindak sesuai kepercayaan pribadi mereka sendiri.

Untuk “menghentikan orang di balik ini”, kau harus memukul setiap orang di seluruh dunia yang ikut serta dalam demonstrasi-demonstrasi ini.

Itu bukanlah solusi nyata.

Tapi bagaimana lagi semua ini bisa diselesaikan?

“...Apa yang sedang terjadi?”

Mikoto hanya mengulangi apa yang dikatakannya sebelumnya, tapi kali perkataannya menembus hati Kamijou.

Ini bukanlah masalah yang bisa dipikirkan jawabannya oleh seorang bocah.


Di Antara Baris 1[edit]

Menara London adalah atraksi turis yang terkenal di Inggris.

Dulu tempat itu dikenal sebagai fasilitas penyiksaan, darah, dan eksekusi yang menjadi perhentian terakhir bagi tahanan. Bahkan dikatakan bahwa sekali kau melewati gerbangnya, kau tidak akan keluar hidup-hidup. Tapi sekarang tempat itu dibuka untuk umum dan hanya dengan harga yang lebih sedikit dari 14 pound (kurang dari harga yang dibutuhkan untuk menikmati teh di restoran pada sore hari) siapapun bisa masuk dan melihat-lihat. Yang ditampilkan di sana bukan hanya alat eksekusi yang bersejarah; kau juga bisa melihat harta karun keluarga kerajaan.

Tapi di saat yang sama, ada “titik buta” yang besar di mana fasilitas itu masih digunakan untuk tujuan aslinya.

Sama seperti bayangan gelap yang disebabkan oleh cahaya terang, orang bisa mendekati Menara London sebagai pelancong; tapi masih terdapat “titik buta” yang seperti labirin. Tahanan masih dipenjara di sana dan mereka disiksa atau dieksekusi tanpa ragu sesuai keperluan. Menara London terkenal karena eksekusinya dan tujuan gelap itu masih dilaksanakan sampai hari ini.

Jika seseorang masuk dari pintu masuk biasa, bagian gelap itu sama sekali tidak bisa dicapai.

Jika seseorang masuk dari pintu masuk rahasia, dia tidak bisa lepas dari bagian gelap itu.

“...Tempat ini sama suramnya seperti biasa.”

Stiyl Magnus menggumamkan itu ketika menghembuskan asap dari rokoknya.

Tidak seperti area yang dibuka untuk turis, area yang digunakan untuk tujuan awal memiliki lorong-lorong gelap dan sempit. Tumpukan batu yang membentuk dinding dinodai warna hitam jelaga dari lampu minyak dan apinya membuat noda-noda itu kelihatan seperti bergerak. Pasti tidak banyak yang dilakukan untuk mengeluarkan kelembaban, karena bagian atas lantai dipenuhi oleh embun-embun dingin.

Gadis yang berjalan di samping Stiyl mulai bicara.

Dia adalah Agnese Sanctis, mantan biarawati Gereja Katolik Roma.

“Jadi kita akan menginterogasi Lidvia Lorenzetti dan Biagio Busoni?”

“Aku ingin menanyakan pada mereka beberapa hal tentang ‘Kursi Kanan Tuhan’. Karena pemimpin unit sepertimu tidak tahu, mungkin akan lebih cepat jika menanyakannya pada VIP seperti mereka.”

“...Apa kau pikir mereka akan memberitahumu? Mereka itu sudah seperti bangsawan.”

“Kau bisa lihat dan pelajari beberapa hal tentang cara kami menangani hal-hal seperti itu di Inggris. Mengajarkan ini tiap anggota Pasukan milikmu itu menyusahkan, jadi kau bisa menjelaskan ini pada mereka nanti.”

Stiyl berhenti di depan sebuah pintu.

Pintu tebal dari kayu yang warnanya menjadi gelap karena kelembaban yang diserapnya.

Dia membuka pintu itu tanpa mengetuk lebih dulu dan ada sebuah ruangan kecil di baliknya. Ruangan itu berbentuk persegi dengan ukuran hanya 3 meter di tiap sisinya. Ruangan ini hanya dipakai untuk “interogasi”, jadi tidak ada alat-alat penyiksaan yang diasosiasikan orang dengan Inkuisisi. Yang di dalamnya adalah sebuah meja yang langsung disekrup ke lantai dan sepasang kursi-dua-orang yang juga ditahan ke lantai.

Ada sedikit bantalan di kursi yang berada di sisi kanan meja.

Di sisi lain, dudukan kursi di sisi kiri meja hanya kayu saja. Dan di sandaran tangannya terdapat sabuk dan fitting logam untuk mengikat lengan seseorang.

Dan di atas kursi-dua-orang di sisi kiri ada dua orang yang diikat.

Mereka adalah Lidvia Lorenzetti dan Biagio Busoni, keduanya adalah orang penting yang memegang posisi khusus di dalam Gereja Katolik Roma.

“Aku yakin kalian tahu apa yang ingin kubicarakan di sini.”

Stiyl duduk di kursi di sisi kanan dan berbicara dengan nada jengkel. Afnese tidak tahu apakah dia harus duduk juga, dan memutuskan untuk berdiri di sampingnya.

Biagio, seorang uskup setengah baya, diikat di kursinya dengan sebuah sabuk. Dia memelototi Stiyl. Pandangan Biagio tidak pernah jatuh ke dirinya, tapi Agnese tetap berjengit karena dia adalah mantan anggota Gereja Katolik Roma. Tetapi Stiyl kelihatannya tidak peduli.

Mungkin ini disebabkan fakta bahwa dia kekurangan tidur hingga membuat pikirannya lelah tapi tidak sampai berpengaruh pada kesehatannya, tapi Biagio tidak terlihat sehat. Rambut dan kulitnya kehilangan kilaunya dan sekarang hanya terlihat kering dan pecah-pecah.

“...Jadi kau ingin bicara. Kalau kau akan ceramah tentang Injil, hari Minggu saja.”

“Beri tahu aku semua yang kau ketahui tentang ‘Kursi Kanan Tuhan’.”

“Keluarkan alat penyiksaan yang begitu dibanggakan Gereja Anglikan. Aku akan menunjukkan pada seorang amatir sepertimu seperti apa ketaatan yang sesungguhnya itu.” Kesombongan Biagio tetap setinggi biasanya.

Sementara itu, Lidvia tidak kelihatan tertarik sedikit pun pada pembicaraan itu. Bukan karena dia berusaha untuk menekan emosinya; dia benar-benar tidak merasa apa-apa yang cukup kuat untuk terlihat di wajahnya. Lidvia mungkin memiliki kesabaran yang lebih tinggi dibandingkan Biagio yang kejengkelannya jelas terlihat di wajahnya.

Ini tepat seperti yang diperkirakan Agnese dan dia tahu bahwa ini akan memakan waktu cukup banyak.

“Jangan remehkan Necessarius.”

Bukan hanya Biagio yang arogan; Stiyl Magnus dengan perlahan menghembuskan asap rokok dan tersenyum kejam.

“Kami tidak begitu peduli apakah kau akan mati karena penyiksaan. Necessarius memiliki cara untuk mengambil informasi dari otak seorang mayat. Walau itu hanya pertanyaan tingkat pertahanan dan tingkat kerusakan.”

Bahkan Agnese merasa ngeri merayap di tulang belakangnya ketika mendengar itu. Biagio pasti mengerti bahwa Stiyl bukan sekadar menggertak, karena dia memberi pandangan jengkel. Dan Lidvia akhirnya juga kelihatan tertarik, dia menggerakkan matanya untuk memandang Stiyl.

Stiyl mulai bicara dengan nada jengkel yang terdengar seperti seseorang yang akan memulai sebuah pekerjaan yang tidak dia nantikan.

“Apa yang kalian sebut dengan ‘penyiksaan’ dan apa yang kami sebut ‘penyiksaan’ itu adalah dua hal yang berbeda. Sebarkan pemikiran konyol seperti itu dan kalian akan mendapatkan bahwa ‘kedamaian dalam kematian’ itu tidak akan cukup di sini. Aku tidak peduli jika kalian melawan, tapi kalian hanya akan mati sia-sia.”

Ada keheningan selama beberapa detik. Biagio terus memelototi Stiyl dan Lidvia mulai berbicara.

“Kami juga tidak peduli dengan ‘hal-hal remeh seperti itu’.”

Pandangannya bertemu dengan mata Stiyl ketika berbicara.

“Tapi ada satu hal yang aku ingin tahu. Seperti apa situasi ‘di luar’?”

Stiyl terlihat bingung oleh pertanyaan itu, tapi kemudian dia ingat.

(Setelah dipikir-pikir, ada laporan tentang itu.)

Lidvia Lorenzetti adalah seorang aneh bahkan di dalam Gereja Katolik Roma, yang akan mengulurkan tangan ke orang-orang yang sudah dibuang oleh masyarakat. Baginya, dipenjara di dalam Menara London tanpa bisa mendengar apa yang terjadi “di luar” membuatnya khawatir sebagai seorang pelindung. Yang dia dengar hanyalah bahwa kekacauan menyebar di seluruh dunia. Setelah mengingat ini, seringai muncul di bibir Stiyl.

“Aku yakin kau bisa menebak apa yang terjadi.”

“...”

Ekspresi Lidvia sedikit goyah. Tentu saja, korban pertama yang jatuh dari kerusuhan dan kekacauan adalah orang-orang lemah yang selalu dia bantu.

“...Hmph.” Di sisi lain, Biagio Busoni adalah tipe orang elitis yang percaya bahwa klerus itu lebih tinggi dari yang lainnya. Dia lebih tertarik pada efek dan hasil dari kekacauan ini dibandingkan kerusakan yang disebabkannya.

Lidvia memandang wajah Stiyl dan berbicara. “Sebagai ganti kerja samaku, aku minta kau melepaskan semua ‘rekan’ku yang ditahan di sini. Aku ingin mereka dilepaskan agar mereka bisa membantu sebanyak mungkin untuk menghentikan kekacauan ini dan memberi perlindungan pada orang lemah yang terjebak di dalamnya.”

Yang bereaksi pada perkataanya adalah Biagio, bukan Stiyl. Lidvia sepenuhnya tenang, sedangkan Biagio tidak berusaha sedikit pun untuk menyembunyikan kejengkelannya. Dia berdecak begitu keras hingga terdengar seperti sedang meludah.

Sementara itu, Stiyl tidak memiliki reaksi nyata. “Apa kau pikir kami akan menyetujui itu?”

“Aku akan membuat kalian menyetujuinya.”

“Bagaimana?”

Setelah Stiyl menanyakan pertanyaanya, Lidvia berhenti bernapas untuk waktu singkat. Kemudian, bibir mulusnya mulai bergerak meskipun dia terikat ke kursi.

“San Pietro elude le trappole dell’imperatore e del mago. (St. Peter melepaskan diri dari genggaman sang penguasa dan si penyihir.)"

Stiyl terlihat kebingungan oleh kata-katanya. Mereka telah mengambil semua benda spiritual dan kalung-kalung magis darinya. Dia harusnya tidak bisa melakukan sihir hanya dengan merapal mantra di sini.

Cahaya bersinar, bukan dari Lidvia Lorenzetti, tetapi dari samping Stiyl. Lebih spesifik lagi, cahaya itu datang dari salib Katolik Roma yang tergantung di leher Agnese.

“Tch!!”

Sebelum Stiyl sempat bereaksi, seberkas cahaya melesat dari salib itu. Berkas cahaya itu mengarah ke Lidvia seperti paku dan menghancurkan sabuk dan fitting metal yang menahan lengan kanannya di kursi.

Lidvia mengambil sepotong patahan logam yang tajam dan mengulurkannya ke arah Stiyl. Lengan mereka berdua bersilangan dengan suara yang terdengar seperti tembakan.

“…”

“…”

Stiyl dan Lidvia diam. Di tenggorokan Stiyl ada potongan logam yang tajam; di leher Lidvia ada sudut sebuah kartu rune.

“…! Lidvia!!”

Setelah sadar dari keterkejutannya, Agnese segera mengambil Lotus Wand-nya[7] yang disenderkan pada dinding, tapi Stiyl menggunakan tangan satunya untuk memberi tanda untuk mengusir Agnese sambil memelototi Lidvia.

Si penyihir jelas sedang menikmatinya. Seolah-olah dia sedang berkata bahwa beginilah harusnya interogasi itu.

“Apa kau benar-benar pikir kau bisa mengambil nyawaku semudah itu?”

“Kalau kau tidak mau melepaskan jumlah orang yang diperlukan, aku tidak punya pilihan lain.”

Lidvia berbicara dengan nada tidak peduli.

“Aku menuntut kalian melepaskan Oriana Thomson agar dia bisa membimbing mereka yang sudah ditelan oleh kerusuhan ini.”

“Kenapa kau tidak memikirkan lagi apakah kau berada dalam posisi untuk membuat tuntutan?”

Suara Stiyl tidak goyah.

Oriana adalah kurir berbakat yang pernah bekerja sama dengan Lidvia.

“Kurir itu tahu tentang situasi dunia. Dan dia datang dengan kesepakatan untuk ‘pemimpinnya Lidvia Lorenzetti agar bisa melindungi yang lemah.’ Gereja Anglikan membuat kesepakatan di mana dia bekerja sama dengan kami untuk sementara. Kalau kau ingin melepaskan dirinya dari itu, kurasa dia sendiri tidak akan menyetujuinya.”

“…”

Lidvia dan Oriana memiliki pikiran yang sama; Oriana bertindak lebih cepat. Dia tetap diam ketika Stiyl melanjutkan bicaranya.

“Jangan sia-siakan apa yang telah dilakukannya. Situasi ini disebabkan oleh Gereja Katolik Roma… bukan, oleh ‘Kursi Kanan Tuhan’. Jadi jika mereka dikalahkan, situasi ini mungkin bisa diselesaikan, benar ‘kan?”

Lidvia tidak merespon. Biagio mendecakkan lidahnya dan memalingkan wajahnya seolah-olah berkata bahwa ini konyol.

Setelah keheningan yang sangat hening dan panjang, Lidvia dengan perlahan membuka mulutnya. “…Apa yang kalian inginkan?”

“Tujuan Necesarrius sudah jelas.” Stiyl kelihatan bosan ketika berbicacra. “Kami ingin menyelamatkan domba-domba tersesat yang telah ditelan oleh kekuatan besar berupa sihir. Tujuan kami tetap sama seperti sebelumnya.”

Lidvia memelototi Stiyl, tapi Stiyl tidak berjengiit. Entah apa yang Lidvia amati pada Stiyl, tapi akhirnya dia menghela napasnya dan merilekskan tubuhnya.

“…Aku tidak pernah bertemu langsung dengan mereka, tapi aku pernah berkesempatan untuk mendengar potongan-potongan informasi tentang mereka.”

Kata-kata Lidvia Lorenzetti bergema di ruang interogasi yang gelap itu. Agnese akhirnya duduk di samping Stiyl dan menghamparkan sepotong parkemen untuk mencatat apa yang dikatakan.

“Dan dari apa yang kudengar, sepertinya ‘Kursi Kanan Tuhan’ itu…”


Catatan[edit]

  1. Pakaian mekanis dengan tenaga listrik, mungkin bisa dianggap sebagai armor semi-robot
  2. lit: Pertunjukan Pencegat, Interceptor biasa merupakan sebutan alutsista yang tugasnya mencegat pesawat atau persenjataan musuh.
  3. Pengendali api...
  4. Antara umur dan wajah.
  5. Tiap kelas ada wali kelasnya, homeroom ini adalah jam pelajaran yang digunakan bagi siswa dan wali kelas untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kelas masing-masing.
  6. Maksudnya seperti ini, saya ga tahu gimana nulisnya dengan benar. http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Stocking_run.jpg
  7. lit: Tongkat Teratai



Previous Prolog Return to Main Page Forward to Chapter 2