To Aru Majutsu no Index ~ Bahasa Indonesia:Volume7 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 1: Academy City -- Science_Worship[edit]

Bagian 1[edit]

"Jadi-semester kedua terasa sangat padat. Ada banyak aktivitas yang ada pada semester ini sampai tak terhitung. Daihaisai, Ichihanaransai, hiking, pelatihan, wisata sekolah, hari apresiasi seni, hari pembelajaran sosial, hari kerja-bakti, ujian akhir semester, kelas tambahan dan dan kelas remedial yang ditakuti! Untuk mempersiapkan berbagai festival itu semua orang akan sangat sibuk" (Note: walau menggunakan istilah semester tapi ini sebenarnya di Jepang menggunakan sistem caturwulan (3 periode) semester 2 dimulai pada bulan September)

8 September.

Lewat tengah hari, selagi berjalan di koridor sekolah, Tsuchimikado Maika berbicara dengan santai. Umurnya kurang lebih sama dengan Index, dan mungkin lebih muda, tapi dia selalu memakai seragam maid. Apa yang lebih menakjubkan adalah dia bisa dengan santai duduk diatas robot pembersih berbentuk tabung. Kalau mesin tersebut bergerak sesuai dengan instruksi yang diterima, Maika akan menaruh sapu dihadapannya, sehingga mesing itu hanya bisa bergoyang perlahan.

"Tapi aku bosan. Lalu mau ngapain lagi? Touma sudah tidak peduli lagi, bahkan untuk bermain sama-sama."

Index memprotes, sambil meliuk-liukan badannya, pada Maika. Rambut peraknya bergoyang bersama dengan kerudung putih yang Ia kenakan. Kucing Calico di pelukan tangannya yang ramping itu tampak tertarik dengan hiasan emas mengkilap di kerudungnya, sambil mengulurkan kaki depan ke arahnnya dan mengayunkannya.

Index paham bahwa Kamijo tampak sangat sibuk akhir-akhir ini. Tetapi di Academy City, Kamijo satu-satunya orang yang bisa diajak bicara.

Tentu saja, Kamijo Toume tidak mengurung Index di kamar asramanya. Index punya kunci cadangan ruangan itu, dan saat Kamijo di sekolah, Index keluar berjalan-jalan menghabiskan waktunya. (tapi dia tidak berdaya menghadapi gerbang tiket otomatis atau pemindai sidik jari, identifikasi biometrik lain, atau yang berkaitan dengan benda elektronik, dan kabur begitu saja.)

Tetapi Academy City berbeda dengan kota-kota lainnya.

Academy City dibangun setelah pengembangan daerah barat Tokyo, dan 80% penduduknya adalah siswa. Saat Kamijo pergi sekolah, Himegami dan Komoe juga di sekolah. Jadi , meskipun Index ingin menemui seseorang untuk mengobrol, semuanya sedang tidak ada di jalan. Sesudah menghabiskan seminggu untuk menjelajahi tempat itu , Index hanya menemukan kakak pelayan outlet baju yang bisa diajak mengobrol jika dia sedang tidak sibuk menata toko. Tetapi Index merasa tujuannya lain saat mengajak bicara.

Hanya Tsuchimikado Maika yang dianggap pengecualian.

Di Academy City, dimana semua orang harus bergerak sesuai jadwal, hanya dia yang tidak dibatasi oleh waktu. Meskipun pagi ataupun sore, Index sering menemukannya di jalan. Dia bisa ditemui di mana-mana… di toko kelontong, di departement store, di taman-taman , di bakery-bakery, di stasiun-stasiun perhentian, di asrama siswa, di jalanan, di sekolah…

Si robot pembersih berusaha untuk bergerak maju, dan sambil melanjutkan berbicara Maika meneplak robot tersebut dengan tangannya.

"Kamijou Touma punya urusannya sendiri yang harus dibereskan---jangan terlalu banyak merepotkan dia--lagipula, ini bukan karena dia mau meninggalkanmu. Sekolah benar-benar bikin cape"

"Uhm… aku paham… tetapi, kenapa kamu tidak pergi ke sekolah?"

"Hoho, karena Aku adalah pengecualian---seorang maidmelakukan kerja praktek adalah hal yang wajar---!"

Sekolah keterampilan khusus yang Maika ikuti bukan sekolah biasa yang masih menghasilkan maid. Para maid dari sekolah ini dididik khusus untuk mendampingi tuan mereka. Dari membersihkan sisa permen karet di jalan hingga menghadiri rapat pemimpin kelas dunia, tidak ada yang bisa menggoyangkan mereka. Jadi Maika harus pergi kemana-mana dan melakukan berbagai macam 'kerja praktek'. Tetapi, tidak semua siswa bisa keluar dan melakukan 'kerja praktek' seperti Maika. Ini adalah hak istimewa yang diperoleh setelah melewati tes-tes di sekolahnya dan mereka merasa meskipun dia masih dalam masa pelatihan, dia memiliki kemampuan yang cukup agar tidak mempermalukan nama baik sekolahnya.

Index, yang tidak tahu kerja keras dan keringat dibalik semua itu, dengan polos memiringkan kepalanya yang mungil dan berkata,

"Jadi selama Aku menjadi maid, Aku bisa pergi kemana saja kapan saja? Tidak dibatasi sekolah? Bahkan bisa pergi ke sekolah Touma?"

Index v07 035.jpg

"Bukan, maid tidak tidak seperti itu---"

"Kalo begitu Aku mau jadi maid! Lalu Aku bisa pergi dan bermain bersama Touma!"

"Meskipun terdengar menyentuh hati, tapi kehidupan maid itu benar-benar tangguh. Khususnya untuk orang seperti kamu, yang tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga dan menunggu Touma menyiapkan makan siang setiap pagi. Menjadi maid sungguh sulit untukmu."

"Kalo begitu biar Touma saja yang jadi maid! Jadi Aku bisa memanggil Touma untuk bermain bersama!"

"Ini benar-benar menyentuh hati tapi, demi Kamijou Touma, aku sarankan kamu tidak mengatakan hal itu kepadanya."

"Uuu--uuu---"

Gadis yang kebosanan itu menggembung-gembungkan pipinya dan menggoyangkan badan dengan cepat.

"Hmm, maaf saja, tetapi kamu maupun dia, kalian berdua tidak punya waktu untuk menjadi maid"

Sesuatu tiba-tiba terdengar di belakang sang gadis yang berpakaian putih cemerlang itu.

"Eh?"

Pikiran Index langsung menjadi kabur. Maika yang berdiri di hadapan Index, melihat orang yang berdiri di belakan dia. Selain panik, air mukanya berubah menjadi takut.

(Siapa…)

Sebelum suster itu bisa berbalik dan bertanya, mulutnya ditutup dengan sepasang tangan yang besar.

Bagian 2[edit]


Si siswa SMU biasa, Kamijou Touma berjalan perlahan sore hari itu.

Mesin pembersih silinder berlalu melewatinya. Putaran kipas kincir angin raksasa yang menggantikan kabel listrik, berputar seolah menghalau burung gagak di kota itu. Ada banyak balon udara panas yang berterbangan di langit berwarna oranye, tetapi benda yang menggantung dibawah mereka bukan hanya billboard biasa, tetapi layar monitor ultra tipis terbaru. Seperti layaknya billboard elektronik dengan teks mengalir, dengan tulisan: 'Bersiap-siaplah! Mari kita berkerja keras demi Daihaisai! -- dewan kedisplinan'

Daihaisai pada dasarnya adalah festival olah raga. Tetapi Academy city memiliki beberapa juta pelajar, dan dengan semua sekolah berpartisipasi, skala acara ini menjadi sangat besar. Semua student adalah esper, dan komite manajemen dari Academy City akan menggunakan alasan 'mengumpulkan data saat ada interferensi mutual antara kekuatan-kekuatan (esper) yang berbeda' untuk mendukung penggunaan kemampuan esper para siswanya pada saat Daihaisai berlangsung. Maka pertarungan intensif antar para pengguna esper sudah bisa diprediksi. Contohnya, saat pertandingan sepak bola atau dodgeball, lumrah jika bolanya tiba-tiba menghilang, atau menjadi bola api atau es.

Daihaisai digelar selama seminggu, dan pada masa ini Academy City dibuka untuk umum, bahkan stasiun televisi diperbolehkan. Katanya pada momen unjuk gigi inilah, yang tidak ada di pertandingan olahraga normal, rating penontonnya cukup tinggi. Karena itu komite kedisiplinan bekerja sepenuh hati dalam mempersiapkan Daihaisai. Juga Academy city, berharap mempergunakan beberapa hari saat acara terbuka untuk umum ini untuk memperbaiki citranya. Tentu saja Academy City tidak membiarkan para teroris begitu saja, menyebarkan keamanan di beberapa titik penting tempat pengembangan kemampuan/kekuatan, mencegah mereka memasuki tempat-tempat rahasia penting disimpan.

"Ini… benar-benar melelahkan..."

Ini adalah apa yang Kamijo alami dalam minggu-minggu terakhir.

Karena kejadian tertentu, Kamijo kehilangan ingatannya, dan lupa akan segala tentang Daihaisai. Tetapi menurut apa yang dia dengar, kegiatan ini sangat berbahaya bagi Touma. Inti dari Daihaisei bukan 'tidak ada batasan penggunaan kekuatan Psi', tetapi lebih mirip, 'jika kamu tidak menggunakan kekuatan Psi mu, kamu akan berteman baik dengan tim medis'. Atau dengan kata lain, bahkan dalam permainan kejar-kejaran biasa, bola api, petir dan bahkan pisau-pisau bisa berterbangan.

Kamijo memandangi tangannya. Di telapak tangannya terdapat kemampuan Imagine Breaker. Tidak peduli apakah itu sihir ataupun kekuatan Psi, begitu disentuh olehnya, akan terhapus tanpa jejak. Tetapi kekuatan seperti ini tidak bisa menolong Kamijo untuk bertahan di peperangan antara para esper.

(…ngapain juga aku harus capek-capek nyiapin event yang bakal jadi serasa di neraka buatku...)

Hari ini Kamijo membangun tenda di kampus untuk para pengunjung. Tetapi begitu tendanya selesai berdiri, seorang guru OR datang dengan cengar-cengir dan berkata, "Maaf, tapi tenda ini tidak jadi digunakan." Lalu Touma membongkarnya lagi. Dan baru saja tenda itu turun, seorang guru wanita yang mirip murid SD datang sambil marah-marah dan berteriak, "Ah! Apa yang kamu lakukan Kamijou! Bukankah kamu sudah diberi tahu? Kita masih butuh tenda itu!" Yah, kata 'Ah sial' saja tidak bisa menggambarkan apa yang ia alami.

Sesudah bekerja sia-sia sepanjang hari, Kamijou akhirnya bisa menggeret bdannya yang kelelahan kembali ke asrama siswanya.

"Ah, sepertinya ngga ada yang tersisa di kulkas."

Ada supermarket di hadapannya, tapi kantongnya kosong, dan ia harus kembali ke ke asrama untuk mengambil uang dulu. Memikirkan bahwa ia harus pergi keluar lagi setelah pulang membuatnya frustasi.

Sol sepatu basket murahan agak keras, membuat kedua kakinya terasa sanagt berat ketika berjalan.

Saat dia sudah dekat dengan asrama, Kamijo mendengar seseorang berteriak memanggil dari lantai atas.

“Ah---- Ka……KaKa……Kamijo Touma, Kamijo Touma—”

"Hm?"

Kamijo mendongak ke atas dan melihat Tsuchimikado Maika menjulurkan kepalanya keluar, sambil melambaikan tangannya dari lantai tujuh. Dia masih duduk diatas robot pembersih, jadi terlihat agak berbahaya. Tetapi , dia berpegangan pada sebuah tongkat pel, yang ditegakkan di atas lantai, tampaknya digunakan agar robot itu tidak kemana-mana.

"I… Ini gawat. Kenapa kamu mematikan handphone?"

"?"

Setelah mendengar hal itu, ia mengeluarkan handphone dengan fungsi global GPS dari sakunya. Dan benar, handphonenya mati. Setelah menyalakannya, ia melihat beberapa pesan masuk dari Tsuchimikado Maika. Maika terus berbicara dengan perlahan, meskipun mukanya tampak pucat. Meskipun bertanya-tanya, Kamijo terus berlari ke arah lift.

Kamijo akhirnya sampai ke lantai tujuh. Maika memindahkan tongkat pel dan robot pembersih yang dinaikinya bergerak perlahan menuju lift. Entah kenapa, kucing calico, yang biasanya bersama Index, sekarang duduk sendirian di koridor. Robot pembersih berhenti di hadapan Kamijo, dan Maika menghentikan gerakannya dengan menaruh tongkat pel dihadapan benda itu.

"Ini gawat darurat! Suster berambut perak itu dibawa pergi."

"Apa?"

Kamijo tersentak. Wajah Maika memucat sambil terus berbicara.

"Ini penculikan. Pelakunya berkata jika aku melapor ke pihak berwenang, dia akan membunuhnya, jadi aku tidak melakukan apapun. Maaf, Kamijo Touma."

Gadis berambut perak yang dia bicarakan pasti Index. Maika tidak kelihatan seperti bercanda. Juga, ada terlalu banyak alasan mengapa Index kemungkinan besar diculik.

"Tunggu sebentar, apa yang terjadi? Bisa kamu ceritakan dengan lebih jelas"

Setelah ditanya demikian oleh Kamijo, Maika sambil terbata-bata menjelaskan apa yang terjadi.

Dua jam yang lalu, Maika datang ke asrama siswa untuk melakukan 'kerja praktek'. Sewaktu membersihkan lantai, dia melihat index yang sedang kebosanan di koridor lantai tujuh, dan mengobrol dengannya. Ketika sedang bercakap-cakap, tiba-tiba, seseorang membekap mulut Index dari belakang dan menculiknya.

"Sebelum si penculik pergi, ia memberikan sebuah amplop. Ada yang sesuatu tertulis di dalamnya… "

Maika memberikan sepucuk surat dengan bentuk panjang yang biasa digunakan untuk surat iklan. Suaranya bergetar, sepertinya bukan karena ketakutan, tapi mungkin merasa bersalah karena tidak berdaya.

Kamijo menundukkan kepala, memandang surat itu, dan berkata,

"Kamu tidak usah menyalahkan diri sendiri, ini lebih baik daripada melakukan sesuatu yang dapat memperburuk keadaan."

Meskipun ia berusaha menghibur Maika dengan kata-kata itu, hal ini malah membuatnya lebih tertekan. Tapi hal ini wajar, karena pada kehidupan siswa normal, jarang ada keadaan yang sangat menekan seperti ini.

"Ah ya, bagaimana tampang bajingan itu?"

Maika memandang ke atas, berpikir sejenak, dan berkata,

"hmm……. Tingginya lebih dari 1.8 m, berkulit putih, tapi bahasa Jepangnya sangat lancar, dan aku tidak tahu dari negara mana dia berasal dari penampilannya……. "

"uh huh."

"Dia memakai jubah pendeta."

"Hm?"

"Tapi dia menggunakan parfum kencang; rambutnya di cat merah dan tergerai hingga ke bahu. Ia memakai cincin perak di setiap jarinya, dan tato seperti angka dibawah mata kanannya. Dia menghisap rokok, dan memakai anting…… "

"…… Oi, sepertinya aku cukup tahu siapa pendeta Inggris bajingan itu."

Maika memandang dengan curiga. Kamijo membuka amplop tersebut, dan menemukan sepucuk surat di dalamnya. Pada surat itu terdapat huruf-huruf yang ditulis rapih yang tampaknya ditulis dengan pensil mekanis. Sepertinya ditulis dengan bantuan penggaris agar rapih.

'Kamijo Touma: Jika kamu ingin dia hidup, jam tujuh malam ini pergilah ke teater terlantar 'Gloaming House' diluar Academy City sendirian.'

"…… masih ada ya orang yang menggunakan penggaris untuk menyamarkan tulisan tangan mereka?"

Pada era ini, hanya orang naif yang percaya menggunakan penggaris dapat menyamarkan tulisan tangan seseorang. Menggunakan teknologi pembacaan laser seperti pada permukaan CD, para penyidik telah mengembangkan teknik mengindentifikasi perbedaan karakteristik saat seseorang menggoreskan tulisan pada teks. Lebih lagi, banyak mind-readers (pembaca pikiran) ada di Academy City.

Mungkin orang ini mencoba melakukan dengan prosedur standar, tapi untuk Kamijo, ini sungguh lelucon yang tidak lucu.

(Apa sih yang dilakukan idiot itu? Jangan bilang dia mau bermain-main mentang-mentang sekarang sedang liburan musim panas?)

Menurut kesaksian Maika, pelaku penculikan Index tidak lain adalah rekannya sendiri Styl Magnus. Tapi orang ini sama sekali tidak mungkin melukai Index. Bahkan, orang ini akan tidak ragu-ragu menerjang ke markas musuh untuk melindunginya.

Suasana tegang itu lenyap seketika.

Kamijo otomatis bersimpati dengan Maika yang menjadi tertekan.

"Anu… Maika, kamu tidak usah kuatir. Pelakunya seharusnya temanku dan Index, jadi tidak masalah... "

"Pe… pelakunya adalah teman? Jadi, bukankah motifnya adalah cinta terlarang"

"Eh, anu… bukan hal seperti itu… meskipun mungkin ada benarnya…… "

Melihat wajah Maika makin pucat, Kamijo menghela nafas.

Ketika amplop di balik ke bawah, terdapat beberapa lembar kertas lagi. Setelah dilihat baik-baik , Kamijo mengenali dokumen-dokumen ini adalah surat ijin keluar dan beberapa dokumen pendukungnya. Semua form telah terisi. Kamijo langsung berpikir, bagaimana mereka bisa melakukannya? Meskipun benar seseorang dapat meninggalkan Academy City dengan dokumen ini, tetapi permintaan untuk ijin seperti ini memerlukan pemeriksaan yang serius……

Perbedaan yang kontras antara surat ancaman yang konyol dan dokumen yang dipersiapkan secara sangat baik ini membuat Kamijo terdiam.

Apa sih yang dipikirkan pendeta itu?

Bagian 3[edit]


Teater terlantar 'Gloaming House' terletak kira-kira tiga kilometer dari Academy City.

Bisnisnya berhenti kira-kira tiga minggu sebelumnya, dan itu sebabnya bangunannya masih belum rusak. Tetapi semua perlengkapan interior telah diambil, jadi tampak kosong didalamnya, dan karena tidak pernah disapu sejak itu, semuanya menjadi tertutup debu. Meskipun begitu tidak bisa dibilang sebagai puing-puing. Tempat ini dapat dipakai kembali, jika seseorang mau membersihkan dan memasang semua perlengkapan kembali.

Tempat ini lebih tepat dibilang 'disimpan sementara'. Mungkin karena pemiliknya tidak berencana membongkarnya sekarang, dan menunggu pembeli yang tepat.

Index menunggu diatas panggung yang kosong. Ini adalah aula besar, raung auditorium dan panggung bergabung menjadi satu, dan aula itu kira-kira sebesar aula olahraga. Tidak ada jendela, dan lampu-lampu panggung telah dicabut, jadi satu-satunya sumber cahaya adalah cahaya matahari sore yang berasal dari lima buah pintu yang terbuka. Di panggung temaram itu, Index duduk berlutut di lantai. Raut mukanya tertekuk, menunjukkan ketidakramahan.

"Orang jahat."

"Saya tidak akan menyangkal, ataupun menjadi seperti itu."

Pandangan tajam gadis itu membuat Styl Magnus agak kecut sebelum ia akhirya memasang wajah tenang. Di area temaram, cahaya api di rokoknya menyala berkedip. Asap putih melayang di udara, sebelum menyentuh tanda 'dilarang merokok' dan akhirnya menghilang.

"Kamu seharusnya mengerti apa yang terjadi, bukan? Saya tidak akan bertanya jika saya perlu mengulang lagi, karena kekuatan ingatanmu, mengulang hal yang sama tidak berguna."

"…… perintah resmi dari Gereja Puritan Inggris."

Index mengingat penjelasan yang diberikan saat dia pertama kali tiba disini. Akhirnya ada seseorang yang mampu memecahkan kode 'Kitab Hukum' yang tidak mampu dipecahkan orang lain. Namanya Ursula Aquinas. Yang ditakutkan adalah jika seseorang berhasil memecahkan 'Kitab Hukum', seseorang mampu menggunakan 'Teknik Malaikat'. Buku itu dicuri saat Ursula tiba di Jepang, dan dipercaya pelakunya adalah Katolik Amakusa. Karena itu, Katolik Roma telah memulai beberapa tindakan untuk memperoleh kembali 'Kitab Hukum' dan Ursula.

Mantan pemimpin Katolik Amakusa, yang sekarang adalah anggota Puritan Inggris, Kanzaki Kaori juga menghilang, dan ada kemungkinan melakukan sesuatu yang tidak sepantasnya.

Dari luar, tampaknya Puritan Inggris ada di pihak Katolik Roma, tetapi sesungguhnya, mereka ingin meredakan situasi sebelum Kanzaki Kaori mulai bertindak.

"Ini pekerjaan 'resmi', dan kamu mau melibatkan Touma? "

"Sejujurnya, aku juga tidak melihat kenapa kita perlu melibatkannya, tetapi, ini adalah perintah dari atas."

Styl menggoyangkan rokok di mulutnya dan berkata, "Lagipula, posisi kita sebenernya tidak menguntungkan. Jika kita meminta Kamijo Touma secara langsung, yang berasal dari Academy City, orang akan memandang 'Pihak Ilmu pengetahuan ikut campur dengan urusan internal dari pihak magis'. Jika ini terjadi di Academy City, kita bisa memberi alasan bahwa kita membela diri, tetapi alasan itu tidak berlaku disini. Jadi supaya dia bisa bergabung, kita perlu memberinya motif."

Itu sebabnya Styl menculik Index.

Dengan kata laini, alasan Kamijo meninggalkan Academy City adalah 'untuk menyelamatkan Index', dan tidak terlibat dalam masalah Ursula atau 'Kitab Hukum'. Tetapi selagi menyelamatkan dia, dia 'kebetulan' bertemu dengan Katolik Amakusa, dan untuk melindungi Index, dia ikut menghadapi mereka. Ini adalah alasan yang dirancanakan Styl untuk Kamijo.

Index bisa, walaupun dia ada di pihak magis, tinggal sementara di Academy City karena kesepakatan tertentu antara Academy City dan Puritan Inggris. Maka, bagi Kamijo Touma, warga dari Academy City untuk menyelamatkan tamunya, Index, bukan hal yang ganjil.

"Aku mengerti semuanya, tetapi tetap tidak setuju."

"Benarkah?"

"Benar, tidak perlu berbasa-basi untuk melakukan hal ini. Hanya cukup bilang 'tolong' saja cukup untuk datang menyelamatkanku. Tidak perduli seberapa besar pun bahaya yang dihadapi disini, dia pasti datang. Ini kenapa aku tidak minta ditolong. "

Styl tersenyum tipis.

Seperti seorang ayah mendengarkan putrinya berbicara soal pacar kesayangannya, wajah styl sedikit tersenyum.

"Jadi apa yang akan dilakukan sekarang? 'Kitab Hukum' dan Ursula Aquinas sekarang ada di tangan Katolik Amakusa kan? Kalau begitu apakah kamu hendak menyerbu ke markas musuh?"

Sang gadis bertanya dengan agak serius. Karena sekarang Kamijo terlibat, dia mencoba mencari informasi seakurat mungkin dan mengurangi bahaya yang akan dihadapi Kamijo Touma.

"Tidak, situasi sudah berubah."

"Sebelas menit lalu, dalam usaha penyelamatan Ursula, pihak Katolik Roma memulai pertarungan sengit dengan pihak Katolik Amakusa yang sedang berusaha lari." Index mengerutkan dahinya.

Metode komunikasi yang digunakan kemungkinan dengan asap dari rokoknya. Beberapa kali, Index merasakan dari asap panjang yang keluar tersebut terdapat sihir, dan meskipun tidak ada angin, asap putih itu bergoyang secara tidak alami. Tidak peduli era apapun, 'Sinyal Asap' telah digunakan sebagai alat komunikasi jarak jauh. Di dalam memory Index, terdapat banyak cara untuk menggunakan sinyal asap.

"Aku tidak dibutuhkan bila pertarungan ini berhasil ,kan?"

"Benar. Tetapi, hasilnya tidak sebaik yang kita harapkan. Pertempurannya sangat sengit. Untungnya, tidak ada korban jiwa. Tetapi 'Kitab Hukum' masih belum ditemukan dan Ursula dilaporkan kabur ditengah kekacauan pertempuran."

"Saat kamu bilang kabur, berarti dia belum bertemu dengan pihak Katolik Roma?"

"…… ini terdengar tidak bagus."

Jika si sandera berhasil kabur, para penculik akan berreaksi dengan kekerasan. Jika sanderanya berhasil ditangkap kembali, para penculik akan bersikap lebih kejam untuk mencegah si sandera berpikir untuk kabur.

Tampaknya di situasi seperti ini, faktor waktu sangat genting. Saat ini pihak Katolik Roma dan Katolik Amakusa pasti sedang mencoba mencari Ursula yang berhasil melarikan diri.

"Sayang sekali aku tidak dapat mengubah isi surat itu, kalau tidak aku akan memanggil Kamijo Touma lebih cepat. Kalau bisa sebelum rekan pejuang dari Gereja Katolik Roma tiba… "

Tepat setelah Styl selesai berbicara, figur seseorang muncul di pintu aula yang terbuka lebar.

"……Sayang sekali, kelihatannya kita tidak bisa menunggunya lagi. Kita harus pergi."

Figur tersebut adalah sang rekan pejuang

Bagian 4[edit]


"Akhir-akhir ini aku sering keluar…… jika bisa, aku ingin juga bertamasya."

Sekarang di 'luar' Academy City, Kamijo melewati tembok gerbang sambil berbicara pada diri sendir. Tinggi tembok itu melebihi lima meter dengan tebal kira-kira tiga meter.

(Kalau dipikir-pikir, pada saat persiapan Daihaisai, keamanannya relatif longgar.)

Kamijo melihat ke belakang dan memandang gerbang tersebut dari kejauhan. Untuk sebuah festival denagn pengunjung 2.3 juta, persiapan untuk Daihaisai sangat banyak, dan banyak orang luar dari berbagai bisnis industri datang ke Academy City. Biasanya, keamanan di Academy City sangat ketat, tapi sekarang mereka agak melonggarkan penjagaan. Berkenaan dengan dokumen yang dipegang Kamijo, pemeriksaannya bahkan dilakukan dengan santai.

Singkat cerita, setelah Kamijo menitipkan kucing calico pada Tsuchimikado Maika, dia pergi meninggalkan Academy City.

Saat melihat jam tangannya, sekarang waktu baru saja melewati pukul enam sore. Masih ada kurang lebih satu jam sebelum waktu yang tertulis di surat itu.

Karena peta GPS di handphone tidak menunjukkan adanya bangunan terlantar, Kamijo harus agak berusaha lebih untuk mencari lokasi 'Gloaming House'. Pada saat itu, Kamijo sadar bahwa informasi yang di update terlalu cepat juga punya kelemahan. Kamijo akhirnya mencari cara lain, dan mengunjungi toko serba ada terdekat dan membeli buku petunjuk turis 'yang lambat di update' kota Tokyo yang sudah langka. Tetapi saat merogoh sakunya, dia baru sadar dompetnya tidak dibawa. Setelah diingat, dia terburu-buru pergi dari Academy City setelah berbicara dengan Maika dan lupa untuk mengambil dompetnya. Kehabisan akal, Kamijo hanya bisa diam menahan tatapan penjaga toko sambil membuka dan menghafal isi peta itu.

(Erm…… setelah melalui jalur itu, melewati jalan itu…… ugh! Aku sudah hampir lupa semuanya! Aku benar-benar iri dengan otak Index…… )

Kamijo membiarkan pikirannya berlari, sambil berjalan menuju perhentian bus.

Masih ada satu kilometer dari lokasi ynag ditentukan. Setelah letih bekerja seharian di sekolah, Kamijo ingin duduk santai sejenak di bus, dan menikmati AC sementara menuju lokasi tujuan. Sayangnya ia tidak memiliki uang sedikitpun.

(sialan…… hah, aku tidak peduli bisa naik busa atau tidak, paling tidak bisa masuk tempat yang memiliki AC)

Tempat perhentian bus itu agak kecil. Hanya ada dua bangku panjang dan dipayungi dengan plastik, yang tampaknya sudah cukup usang karena tampak retak di sana-sini.

Pada saat itu, Kamijo menemukan ada seseorang yang berdiri di perhentian bus tersebut.

Wanita itu tampaknya orang asing, dan kira-kira setinggi Kamijo . Matanya menatap pada poster jadwal bus. Tetapi, setelah dipandang cukup lama, kelihatanya dia sedang kebingungan.

Pakaiannya cukup unik, berpakaian jubah hitam biarawati di udara yang panas saat ini. Tentu saja, dengan lengan panjang dan gaun yang menutupi badan. Jika diperhatikan lebih dekat, ada resleting perak pada siku lengan dan kira-kira dua puluh cm diatas lutut. Tampaknya jika ditarik, lengan dan bagian bawah gaun dapat menjadi pendek, tapi dia tidak melepaskannya. Tangannya tertutup sarung tangan tipis putih, dan rambutnya tidak terlihat, karena bukan saja tertutup kerudung biarawati seperti yang dikenakan Index, tapi juga scarf yang menutupi rambutnya. Karena rambutnya bisa ditutupi begitu saja, kemungkinan rambutnya dipotong pendek.

Dari sudut matanya , Kamijo melirik wanita itu, dan berpikir:

(Uh, seorang suster…… mungkinkah dia susterm pembunuh yang berkaitan dengan Index?)

Index v07 059.jpg

Pikiran seperti ini bisa dibilang diskriminasi buruk ke semua suster biarawati di dunia, tapi Kamijo diberi pelajaran keras saat musim panas berkat orang-orang seperti Styl dan Tsuchimikado. Sekarang, saat Kamijo melihat wanita berpakaian biarawati, dia secara alami bersikap waspada.

Bagian 5[edit]


"Maaf…… "

Suster itu tiba-tiba berbicara kepada Kamijo, dengan bahasa Jepang yang santun.

"Maaf mengganggu sebentar, saya boleh bertanya, bisakah saya menggunakan bus ini untuk menuju ke Academy City?"

Bukan saja sopan, tapi dia agak terasa canggung.

Kamijo diam dan memandang suster itu. Pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya membuat dadanya yang besar dan pinggangnya yang ramping lebih menonjol (Beberap abahkan curiga dia sengaja menonjolkannya). Apapun juga, dia tetap aneh.

"Tidak bisa, tidak ada bus yang masuk ke Academy City."

"Eh?"

"Tidak ada transportasi yang menghubungkan langsung antara Academy City dengan 'dunia luar', jadi seseorang tidak bisa menaiki bus atau trem kesana. Hanya taksi-taksi yang terdaftar oleh Academy City yang bisa masuk, tetapi orang bisa menghemat dengan berjalan kaki."

"Begitu, jadi itu sebabnya anda memilih berjalan kaki dari Academy City."

Sang suster berbicara dengan santai.

Kamijo memandang ke kejauhan. Tidak mungkin melihat dengan jelas gerbang masuk Academy City dari sini. Dia memandang kembali suster itu, yang mengeluarkan sesuatu dari lengan bajunya. Setelah dilihat baik-baik, ia mengeluarkan teropong kecil yang tampak murahan yang biasa digunakan di teater.

"Saya menggunakan ini untuk melihatmu meninggalkan Academy City." Katanya sambil tersenyum.

Pada saat itu, sebuah bus mendekat dari kejauhan. Seperti tempat perhentian bus ini, bus itu juga tampak agak tua.

Pintu otomatis bus itu terbuka, dengan suara yang seperti botol minuman bersoda saat dibuka.

Kamijo tidak bermaksud menaiki bus tersebut, jadi dia menjauh dari perhentian bus. Dia berbalik ke arah suster itu dan berkata.

"Intinya, menggunakan bus pun tidak akan bisa memasuki Academy City. Jika kamu memiliki ijin masuk, kamu hanya perlu berjalan masuk melalui pintu gerbang. Hanya perlu tujuh hingga delapan menit sampai ke sana."

"Terima kasih banyak, saya sangat menghargai anda meluangkan waktu di sela kesibibukan anda untuk membantu saya."

Suster yang berpakaian hitam itu memberikan senyum yang cemerlang, dan membungkuk ke Kamijo, lalu---

-naik ke atas bus.

"……Oi! Bukannya sudah aku bilang kamu tidak bisa dengan bus? Hanya lima detik yang lalu!"

"Ah, ya. Anda memang mengatakannya"

Suster itu memegang hem gaunnya dengan kedua tangannya, dan cepat-cepat turun dari bus, yang sekarang ada di sisi jalan. Kamijo kemudian melanjutkan:

"Aku sudah katakan padamu. Tidak ada jalur transportasi antara Academy City dan 'dunia luar', jadi seseorang tidak bisa naik dengan bus maupun trem kesana. Jika kamu mau ke sana, kamu harus berjalan kaki, apa kamu paham?"

"Anda memang sudah mengatakannya. Maaf mengganggumu terus."

Suster itu tersenyum kembali, menunduk untuk menunjukan rasa terima kasih. Kemudaian dia menaiki tangga bus, dan masuk ke dalam bus.

"Hey! Kamu bukan tersenyum karena pura-pura tidak mendengar kan?"

"Eh? Tidak, saya tidak bermaksud begitu."

Suster itu kembali tergesa-gesa turun. Pengemudi bus itu menunjukan tampang masam, menutup pintu, kemudian berangkat.

Kamijo merasa kuatir melihat suster itu masih kebingungan. Wanita ini kemungkinan besar akan tersesat dalam sepuluh menit jika tidak di dampingi. Tetapi, sang suster tidak merasakan kekuatiran Kamijo, dan melanjutkan berkata,

"Aiya. Kenapa kamu kelihatan frustasi? Kamu mau permen?"

"Tidak aku tidak benar-benar frustasi…… Apa rasa permen ini? Jeruk?"

Kamijo tanpa berpikir menerima permen oranye kemerahan itu. Karena dia merasa tidak enak untuk membuangnya, ia memakannya. Setelah dirasakan sebentar……

"Pahit amat! Apa ini? Ini jelas bukan rasa jeruk? "

"……Erm, kelihatannya ini rasa kesemek asam. Aku tidak yakin persisnya, tapi aku dengar ini bisa menghilangkan rasa haus."

"…… Oh, itu karena ini dapat menstimulasi ekskresi air ludah. Tetapi cuaca saat ini terlalu panas, semua kandungan air di badan juga sudah keluar, jadi tidak masuk akal untuk menghasilkan saliva pada saat seperti ini."

"Em, apakah anda mau mengisi cairan tubuh? Kenapa anda tidak beritahu saya sebelumnya? Saya memiliki teh."

"Meskipun aku ingin tahu kenapa kamu menyimpan termos di saku jubahmu, ah lupakan, aku sedang haus. Teh apa ini?"

"Teh barley (jelai)"

"Oh, boleh, apakah aku boleh minta?"

Kamijo berkata dengan gembira. Memang paling enak minum es teh barley di musim panas, pikir Kamijo. Di menerima tutup termos, yang sekarang berisi teh barley.

"---- PANAS! Kenapa teh barley ini mendidih?"

"Eh? Saya dengar minum minuman panas di cuaca panas adalah budaya di negeri ini…… "

"Itu sih nenek-nenek! Apa kamu ini seperti orang sudah tua? Pantas saja adat kamu aneh! Cara pikirmu seperti nenek-nenek saja!"

Kamijo mengomel sementara sang suster tetap tersenyum ramah. Pada saat itu, tidak mungkin menolak teh barley yang sudah ditawarkan. Maka sambil gemetaran dia menuangkan teh barley itu , yang sepanas lava, ke dalam kerongkongannya.

"…… er…… terima kasih. Ah ya, suster, bolehkah saya bertanya sesuatu? Apakah kamu hendak memasuki Academy City? Erm, aku sudah berkata sebelumnya, tapi untuk memasuki Academy City, seseorang perlu ijin untuk masuk ke Academy City. Apa kamu memilikinya?"

"Ijin masuk……?"

Tentu saja, suster itu menunjukan wajah terkejut. Tidak perlu dibilang lagi, tanpa ijin masuk, seseorang tidak bisa masuk melalui gerbang masuk.

Setelah Kamijo menjelaskan secara keseluruhan pada sang suster, dia tampak kebingungan. Dia meletakan tangan di kepala, dan berkata,

"Bolehkah saya tahu bagaimana agar saya mendapatkan ijin?"

"…… maaf, tidak mungkin untuk orang biasa bisa mendapatkannya. Hanya saudara dekat dari siswa atau pegawai industri yang mengantarkan barang atau bahan baku bisa mendapatkannya, dan mereka harus melalui pemeriksaan ketat."

"Oh…… kalau begitu, saya hanya bisa angkat tangan."

Sang suster menjatuhkan bahunya, ia tampak agak sedih. Tetapi kalau dia menyerah sekarang, usahanya untuk masuk ke Academy City seolah-olah hal yang sepele.

(bukannya aku tidak ingin membantu, tetapi aku tidak bisa menolongnya……)

Ada rasa bersalah yang merayap dalam pikiran Kamijo. Sang suster lalu berkata pada Kamijo "Kalau begitu saya akan berpisah di sini." Dan kemudian berjalan menuju Academy City.

"Tunggu dulu! Bukankah saya sudah katakan bahwa kamu tidak bisa memasuki Academy City tanpa ijin masuk…… apa kamu mendengarkan saya!?"

Sang suster menunjukkan wajah tersadar, berhenti dan berbalik. Dia tersenyum gembira beberapa saat yang lalu, tapi sekarang dia terlihat kecewa, seperti ada awan kelabu yang menutupinya.

Kamijo memandang wajah kebingungan di wajah suster itu, dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Padahal para penyihir tanpa ijin mampu melewati perbatasan dengan mudah, dan kapan saja, suster di hadapannya tampak tidak memiliki kemampuan seperti itu.

Setelah berpikir sejenak, Kamijo tidak dapat menemukan jalan untuk membantu suster itu. Apapun situasinya, seseorang harus memiliki ijin masuk untuk masuk ke Academy City. Dia tidak memiliki waktu untuk bermain-main di tempat seperti ini, karena dia harus membantu Index terlebih dahulu. Apapun yang terjadi, dia harus mencapai tempat yang dituju pada waktu yang telah ditentukan.

"Oh ya, kenapa kamu mau masuk ke Academy City?"

"erm…… "

Sang suster sedikit memiringkan kepalanya, dan berkata,

"Sebenarnya saya sedang diburu."

Saat mendengar hal ini, Kamijo merasa suhu di sekitarnya turun beberapa derajat.

"Sedang…… diburu?"

"Ya. Situasinya agak rumit, tetapi sekarang, saya berusaha keras untuk kabur. Saya dengar walaupun dengan kekuatan beberapa gereja, mereka tidak bisa memasuki Academy City, jadi saya ingin melarikan diri ke Academy City dan bersembunyi disana."

"Pihak gereja…… jangan katakan kamu memiliki hubungan dengan para penyihir..."

Saat mendengar hal ini, sang suster agak terkejut. Dia berkata, "Apa kamu tahu tentang keberadaan para penyihir?"

"Melihat reaksimu, sepertinya tebakanku tepat." Keluh Kamijo, dan dan melanjutkan, "Tetapi jika benar kamu sedang diburu, kabur ke Academy City juga tidak sepenuhnya aman. Academy City sudah berhasil ditembus para penyihir berulang kali."

Setelah mengalami apa yang terjadi saat bersama index, Kamijo paham betul para penyihir tidak akan menyerah hanya karena sasaran mereka bersembunyi di Academy City.

"Jadi apa yang harus saya lakukan… "

Sang suster tampak seperti mau menangis. Kamijo jelas mengerti betapa mengerikannya para penyihir, jadi dia tidak ingin meninggalkannya begitu saja.

"….. apakah kamu rute bus nya?"

"Bus itu berita lama! Sudah basi! Kenapa masalah rute bus ini tiba-tiba muncul!? Bukankah kita sedang membicarakan cara mencapai Academy City!?"

Kamijo menyahut kencang.

Sang suster lagi-lagi bertampang terkejut. Kamijo benar benar terpojok berkat suster ini.

Jika suster ini benar-benar sedang dikejar oleh para penyihir, maka dia tidak dapat meninggalkan dia begitu saja. Tapi saat ini, Kamijo memiliki sesuatu yang harus dibereskan terlebih dahulu. Karena saat ini Index telah 'diculik', dia merasa kuatir. Meskipun penculikan ini terdengar main-main, dia tidak bisa mengindahkannya begitu saja. Kamijo, yang secara terpaksa harus memilih diantara dua permasalahan dan kebingingan, menarik rambutnya sendiri dengan kuat.

Tiba-tiba, muncul ide bagus di kepalanya.

(Tunggu tunggu tunggu… jika kubawa saja suster ini sambil menemui Index, bukankah masalahnya terselesaikan?)

Ide itu benar-benar bagus, kecuali bahwa tertulis jelas di surat itu bahwa dia harus 'datang sendirian'

Bagian 6[edit]

Back to Prolog Return to Main Page Forward to Bab 2: Gereja Katolik Roma