Tate no Yuusha Jilid 3 Bab 8 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 58 : Menjadi Buronan[edit]

Bagian 1[edit]

“Hmm...”


Aku sedang memantau keadaan dari balik semak-semak.

Sudah beberapa jam berlalu sejak kami membawa Puteri Kedua. Kami harus waspada, karena kami akan melewati sebuah desa. Desa itu adalah desa yang sebelumnya terkena wabah penyakit, yang berasal dari bangkai naga.

Sepertinya apa yang dikatakan ksatria yang kami tangkap tadi memang benar.


“Iblis Perisai, Iwatani Naofumi, telah membantai beberapa ksatria kerajaan, dan kabur dengan menculik Puteri Kedua. Dicari hidup atau mati. Imbalannya-”


Pada papan pengumuman di desa, terdapat selembar kertas pengumuman yang telah ditempelkan oleh para prajurit istana. Dalam kertas itu, disebutkan besarnya jumlah uang imbalan bagi mereka yang bisa menangkap atau membunuhku.

Bagaimana bisa pengumumannya tersebar dalam waktu beberapa jam saja? Mereka terlihat telah mempersiapkan semuanya. Dari awal, aku sudah tahu kalau tuduhan padaku ini adalah sebuah jebakan. Dan entah kenapa, mereka menganggap, kalau aku juga telah membunuh para ksatria yang kutangkap sebelumnya.

Aku tahu hal semacam ini.

Kalau kau memasang bom pada dirimu sendiri dan menyerbu ke pihak lawan, pengorbanan itu akan segera membawamu mencapai surga. Para prajurit itu menerapkan pemikiran gila yang serupa.


“Para ksatria kerajaan telah mengingat wajah dan penampilan si pembunuh itu! Ksatria kerajaan yang membawakan bola kristal ke istana, juga telah gugur tepat setelah melaksanakan tugasnya.”


Lebih jauh lagi, kelihatannya bola kristal itu bisa menyorotkan hologram, yang merekamku pada waktu itu.

Raut wajahku pada hologram itu terlihat seperti seorang yang gila dan jahat, dan pada gambar yang terseorot itu, aku terlihat sedang mencekik Puteri Kedua yang darahnya terus mengalir ke luar.

... Apa pemalsuan sebanyak itu bisa dilakukan di dunia ini? Haruskah ke depannya, aku menghindari semua bola kristal yang diarahkan padaku? Pada saat direkam oleh kristal itu, keadaan Puteri Kedua masih terlihat baik-baik saja, walau “dibuat kesan” seolah dia sedang berada di ambang kematian...

Saat kuperhatikan wajah Puteri Kedua dengan lebih seksama, ekspresi wajah saat dia dicekik lebih terlihat kaget, bukan terlihat kesakitan.

Ngomong-ngomong, negeri Silt Welt terletak di tenggara dari negeri Schildfrieden. Negeri Schildfrieden sendiri berada di timur laut posisi kami sekarang. Sepertinya kami harus melewati dua negeri, dan jarak perjalanannya menjadi lebih jauh dari sebelumnya.

Untungnya, kami bisa meneruskan perjalanan tanpa ketahuan prajurit istana.


“Kalau kalian melihat ‘iblis’ menaiki kereta yang ditarik seekor burung aneh, segera hubungi pihak kerajaan.”


Kemudian bola kristal itu menampilkan sosok Filo, dan raut wajahnya terlihat seperti seekor burung predator yang memuntahkan racun dari paruhnya.

Baguslah. Bagian itu membuatku sedikit lega, karena hanya “mulut” Filo yang “beracun”.

Tapi tetap saja ini bisa menjadi masalah, karena Filo adalah satu-satunya andalkan kami untuk melakukan perjalanan. Mungkin kami harus meninggalkan Filo di suatu tempat.

Setelah selesai memantau desa, aku hampiri Filo dan memberitahukan ide-ku itu.


“Jadi... Kau sudah mengerti, Filo?”

“Tidaak~!”


Jika kita terus membiarkan Filo menarik kereta, dia akan memancing banyak perhatian orang. Kalau yang terancam itu Filo, dia bisa saja meninggalkan keretanya dan lari dengan kecepatannya yang tinggi. Mereka akan kesulitan mengejar Filo, tapi dengan begitu... Tujuan awal kami takkan bisa diwujudkan.

Jadi, aku harus menjelaskan situasi-nya pada mereka bertiga.


“Mau bagaimana lagi. Soalnya kau terlalu mencolok.”


Filo sendiri adalah seekor monster yang langka. Lagipula ‘berkat’ dia, banyak orang yang memanggilku Pendeta Mistik.


“Apa Filo boleh berubah ke wujud lain sebelum kita ketahuan? Filo akan berusaha keras!”

“Lalu bagaimana caranya kau-”

*Wush!*

Badan Filo pun bersinar dan mulai berubah wujud. Kupikir dia akan menarik kereta dalam wujud manusianya, tapi sekarang leher dan kakinya mulai memanjang.


“Gueeee!”


Filo berubah menjadi Filolial yang mirip dengan burung unta. Yah, bagiku ukurannya lebih besar dari Filolial biasa.


“Bisakah kau mempertahankan wujud ini?”

“Gueee!”


Filo pun mengangguk.


“Baiklah.”


Sepertinya kami akan baik-baik saja kalau Filo bisa mempertahankan wujud yang sekarang.


“Filo benar-benar hebat!”


Mata Puteri Kedua berbinar-binar sembari dia bermain-main dengan Filo.


"Gueeee."


Dan kicauan melengking ini lebih baik, daripada ‘mulut beracunnya’ saat memakai wujud lain.


“Kalau kau sedang memakai wujud ini, jangan membuat suara berisik.”

“Guee!”


Kepalaku tiba-tiba dicengkeram oleh kakinya.

Biasanya... Karena Raphtalia dan Filo jarang menyerangku, mereka terkadang bisa lupa, kalau perlakuan seperti ini akan mengaktifkan kutukan budak pada tubuh mereka.

Lambang kutukan monster segera muncul di perutnya, dan Filo pun langsung berguling-guling karena kesakitan.


“Gueee!?”

“Filo!?”


“Ayolah, sebenarnya apa yang membuatmu keberatan?”

“Jangan gunakan kekerasan pada Filo!”

“Aku tidak melakukannya. Kutukan monster itu aktif karena dia menyerangku.”


Meski Filo terlihat menggemaskan dalam wujud ini, kemampuan berbicaranya menurun drastis. Mungkin aku menganggapnya menggemaskan karena kupikir “mungkin akan terasa menyenangkan, kalau aku punya seekor peliharaan yang akan mematuhi apapun perintahku, dan tidak membuat suara yang berisik”.

*Wush!*

Filo pun berubah ke wujud manusianya, dan mulai merengek seperti anak kecil.


“Sakiiit!”

“Itu adalah balasan dari perbuatanmu sendiri. Padahal kau sudah tahu, monster tidak boleh menyerang tuannya.”

“Ueh...”


Anehnya, Puteri Kedua terlihat begitu mengkhawatirkan Filo. Apa itu karena mereka berdua telah berteman?

Bagian 2[edit]

“Untuk saat ini... Selama kita menyamar, sepertinya kita akan baik-baik saja.”


Sampai sekarang, kami bisa menyembunyikan identitas dengan penyamaranku sebagai Pendeta Mistik. Harusnya ide ini juga bisa berhasil.


“Raphtalia... bisakah kau mengenakan sebuah topi, dan buat penampilanmu jadi lebih lusuh?”

“Baik.”


Jadi, begitulah... Sang puteri dan aku bersembunyi di dalam kereta, sedangkan Filo yang telah berubah wujud, dan Raphtalia menangani masalah dalam perjalanan melewati desa.


“Ah...”


Raphtalia beradu pandang dengan seorang penduduk desa.


“...”

“...”


Kami pun lewat tanpa berbicara.


“...”

“...”


Saat melewati desa, beberapa prajurit melihat kereta kami.


“Tunggu.”


Kami pun dihentikan oleh mereka.

Aku sudah bersiap bila kami memang sudah ketahuan, dan kami juga bisa berunding dengan para penduduk desa ini.


“I-iya. Ada apa, ya?”

“Pada bagian samping keretamu terdapat sebuah tanda sayap. Tanda itu mirip tanda pada burung iblis...”

“T-tidak. Aku hanya seorang saudagar biasa.”

“Ooh...? Bisa aku periksa isi keretamu?”


Gawat... prajurit itu mulai menyentuh pintu kereta kami.

Apa yang harus kami lakukan? Mungkin aku akan baik-baik saja karena sedang mengenakan pakaian biasa, dan bentuk perisaiku juga seperti sebuah buku. Tapi sang puteri bisa mereka kenali dengan cepat.


“Ah!”


Penduduk desa yang tadi beradu pandang dengan Raphtalia, tiba-tiba berbicara.


“Ada apa!?”


Prajurit tadi berbalik ke arah si penduduk desa.


“Tadi ada seseorang yang melihat iblis perisai, pergi ke arah sana.”

“Benarkah!?”


Warga desa itu menganggukkan kepalanya.

Prajurit itu pun mulai berlari ke arah yang ditunjuk warga desa tersebut.


“Di sana.”


Kemudian penduduk desa itu mengetuk pintu kereta kami.


“Lewat sini. Cepat, sebelum prajurit itu kembali.”


Sepertinya pria ini mencoba menyediakan tempat untuk kami bersembunyi.

Sekarang apa yang harus kami lakukan... prajurit yang tertipu itu akan segera kembali, dan saat itu terjadi, kami semua akan berada dalam bahaya.


“Kumohon pergilah. Aku akan mengulur waktu untuk kalian di sini.”


Raphtalia merasakan keraguanku, dan ikut meyakinkanku juga.


“Tapi-”

“Sejak awal aku sudah merencanakan ini.”


Begitu kah?

Puteri Kedua dan aku kemudian turun dari kereta. Dan saat kami tiba di rumah penduduk, pria itu mengantarkan kami, sembari kututupi Puteri Kedua dengan jubahku.


“Tidak ada siapa-siapa di sana.”

“Huh? Apa aku sudah berbuat salah?”

“Tidak, kau telah melapor sesuai perintah, bahkan memberitahu kami ciri-ciri orang itu. Hanya saja dia berhasil kabur.”

“Begitu ya.”


Kemudian prajurit tersebut meneruskan memeriksa isi kereta kami.


“Hmm... hanya ada berbagai macam barang biasa. Apa ini semua obat-obatan?”

“Iya, seorang petualang memintaku untuk mengantarkannya. Hahaha...”


Dalam penyamarannya, Raphtalia menjawab dengan senyum yang dipaksakan.


“Jadi begitu... Baiklah, maaf telah menghentikanmu.”

“Tidak, tidak apa-apa.”


Prajurit itu pun meneruskan berpatroli ke area lain.

Kemudian penduduk desa tadi menunjuk ke arah penginapan pada Raphtalia, dan Raphtalia segera pergi ke tempat tersebut.


“Hmm...”


Di dalam rumah seorang warga desa, kami berdua mengintip keadaan di luar dari jendela.

Aku sangat cemas, karena tadi itu sangat berbahaya. Jika peduduk desa tadi tidak membantu kami, pasti akan terjadi keributan besar di sini.


“Tuan Pendeta, apa anda baik-baik saja?”

“Ah, yah... Sepertinya begitu.”

“Setelah Tuan Pendeta menyelamatkan desa kami, kami tahu sebenarnya anda adalah Tuan Pahlawan Perisai.”

“Dan kalian tetap tidak mencemoohku?”

“Mencemooh Tuan Pendeta!? Tidak mungkin. Tuan Pendeta telah menyelamatkan para penduduk di desa ini. Tidak mungkin kami membalas kebaikan anda, dengan sikap buruk seperti itu.”

Bagian 3[edit]

“...Apa kita sudah aman?”


Puteri Kedua bertanya dengan gelisah.


“Jadi kau mau berpihak pada seorang yang sebut ‘si iblis’ oleh para prajurit tadi?”

“Gereja Tiga Pahlawan memang telah memberikan banyak bantuan pada kami. Tapi iblis perisai, dengan baik hati telah menyelamatkan kami dari bencana, yang telah Pahlawan Pedang sebabkan sebelumnya.”


Pertarungan saat itu begitu sengit. Aku juga telah mempelajari berbagai hal dari desa ini.

Sepertinya desa ini masih dalam masa pemulihan, dari dampak wabah sebelumnya.


“Walaupun anda dianggap sebagai iblis... Bahkan kami bisa disebut lebih buruk daripada iblis, kalau kami tidak tahu balas budi.”


Saat menunjuk ke arah Puteri Kedua, penduduk desa itu terlihat hendak bertanya.


“---”

“Kau bisa menyebut ini sebuah ‘konspirasi kecil’.”

“Yah, tidak apa-apa kalau Tuan Puteri mengikuti anda dengan sukarela.”


Sang puteri pun mengangguk menanggapi jawaban penduduk desa itu.


“Saat ini, ada pihak di dalam negeri yang sedang mengincarku. Dan Pahlawan Perisai telah menyelamatkanku...”


Penduduk desa itu mengangguk setelah memahami jawaban sang puteri.


“Saya mengerti. Karena mungkin ada pihak di desa ini, yang takkan setuju kami membantu kalian, kalian sebaiknya segera pergi.”

“...Aku tahu.”

“Ada sebuah gerobak berisi jerami di belakang rumah saya. Tolong bersembunyilah di dalamnya, nanti beberapa warga desa akan membawa anda berdua, untuk menemui rekan anda di penginapan.”

“Terima kasih telah membantu kami.”


Berkat beberapa penduduk desa yang mendorong gerobak berisi jerami yang kami naiki, dan telah mengalihkan perhatian prajurit kerajaan, kami akhirnya bisa menemui Raphtalia.


“Sesuai dugaanku, keselamatan kita terancam kalau terus menaiki kereta ini. Kita tinggalkan saja kereta ini di suatu tempat.”

“Gueee!?”


Filo dalam wujud Filolial-nya, menyampaikan ketidaksukaannya pada usulanku. Dia terus menggelengkan kepala ke kiri dan kanan.


“Gue! Gue!”

“Tidak ada pilihan lain! Kau mau kita semua ketahuan dan tertangkap? Puteri Kedua, Mel, juga akan dibunuh oleh mereka.”

“Gu...”


Saat kusebutkan nyawa Puteri Kedua sedang dalam bahaya, dengan enggan Filo pun terdiam. Sepertinya Puteri Kedua telah menjadi temannya yang berharga, hingga Filo begitu mempedulikannya...


“Kau hebat, Filo. Kau sanggup merelakan hal yang berharga, demi keselamatan temanmu.”

“Gue?”


Aku menepuk Filo dengan lembut. Meski aku tidak mengerti dengan kicauannya, rasanya dia telah memilih keputusan yang tepat.


“Setelah semua kekacauan ini berakhir, kita pasti akan kembali lagi untuk mengambil keretanya.”

“Gue!”


Tentu saja, aku mengerti apa yang dia maksud.


“Maaf. Bisakah aku titip kereta kami padamu?”

“...Tentu.”


Penduduk desa itu sepertinya memahami situasi yang kami hadapi, dan menyanggupi permintaanku.


“Aku sangat berterima kasih atas bantuan kalian.”

“Lagipula anda telah banyak membantu kami.”

“Aku mengerti. Baiklah, Puteri Kedua, kemarilah... Ganti pakaianmu. Kalau kau tetap mengenakan pakaian yang sekarang, kita akan segera ketahuan oleh prajurit kerajaan.”

“B...baik.”


Puteri Kedua kelihatannya tidak telalu senang saat disuruh memakai pakaian murah, tapi karena situasi-nya seperti ini, mau tidak mau dia harus mengenakannya.

Nampaknya pakaian yang diberikan pria ini agak longgar, mungkin karena pria itu tidak menyimpan baju seukuran Puteri Kedua karena tidak memiliki anak.

Dibandingkan saat Puteri Kedua mengenakan pakaiannya yang biasa, sekarang dia terlihat seperti anak kampung yang lusuh. Walau rambut birunya tetap mencerminkan bahwa dia adalah puteri dari keluarga yang terhormat, karena rambut biru hanya dimiliki oleh anak dari keluarga bangsawan.

Yah, untuk urusan pakaian... Bisa kupikirkan dalam perjalanan kami nanti. Kami juga takkan membuang pakaian mahal Puteri Kedua, walau terasa janggal kalau terus menentengnya ke mana-mana.


“Isi beberapa kantung ini dengan barang-barang lain.”


Aku menaruh dan menutupi barang bawaan kami yang bernilai lebih tinggi, ke dalam gerobak jerami. Untuk barang bawaan kami yang berukuran besar, kami berikan pada para warga desa.

Setidaknya selama dua minggu, seharusnya kami sanggup bertahan hidup dengan semua barang bawaan ini. Barang-barang yang kami berikan juga akan berguna untuk pembangunan kembali desa.


“Baiklah, ayo kita pergi.”

“Baik.”


Setelah beberapa warga desa mengantarkan kepergian kami, kami pun diam-diam pergi meninggalkan desa.

Yah, dan kami masih berpapasan dengan penduduk desa lainnya.

Setelah ini, pilihan terbaik kita adalah sebisa mungkin menghindari desa dan kota.

*Trek trek trek*

Kereta kami mengeluarkan suara, seiring dimulainya pelarian kami melalui jalur timur laut.

Semoga saja, desa itu tidak dikenakan hukuman dari kerajaan, karena telah membantu pelarian kami.

Referensi :[edit]