Tate no Yuusha Jilid 2 LN Bab 4 (Indonesia)

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 4 - Pertumbuhan[edit]

Esok harinya aku bangun dan berjalan pelan-pelan dari kamar agar nggak membangunkan Raphtalia, yang belajar semalaman, dan berjalan ke kandang kuda untuk melihat Filo.


"Gah!"


Sebuah suara keras dan liar menyapaku saat aku masuk kedalam kandang. Lalu aku melihat Filo. Dia sudah tumbuh sejak malam kemarin. Sebelumnya burung itu berbentuk bulat, sekarang kaki dan lehernya sudah tumbuh memanjang. Dia berdiri disana, terlihat seperti seekor burung unta. Dia berubah begitu cepat! Dan tumbuh begitu berbeda dari burung yang kuketahui. Dia sekarang sudah setinggi dadaku. Tapi—masih belum cukup besar untuk ditunggangi.


*kruyuk...*


Jadi dia sudah lapar lagi? Untungnya aku sudah mampir membeli makanan.


Kalau dia tumbuh sebanyak ini dalam sehari, aku nggak tau lagi... Sesuatu tentang itu cukup menakutkan.


"Lihatlah dirimu! Padahal kau baru menetas kemarin!"


"Gah!"


Aku tersenyum hanya dengan melihat burung itu.


Itu bukan seperti aku baru saja menemukan cinta terpendam terhadap hewan atau semacamnya. Aku cuma bergembira pada kemungkinannya. Aku mulai berpikir tentang segala hal yang bisa dia lakukan untukku setelah dia sudah cukup besar. Kalau dia bisa menarik kereta, aku ingin dia melakukannya.


Bulunga telah tumbuh lagi, dan berubah warna. Sekarang bulu itu berwarna campuran dari warna putih dan merah muda pucat.


Untuk membersihkannya sedikit, aku membiarkan perisaiku menyerap beberapa bulunya.


Monster User Shield III: persyaratan terpenuhi

Monster User Shield III:
Kemampuan belum terbuka
Bonus equip: penyesuaian pendewasaan monster (medium)


Duh, coba membayangkan apa yang bisa kudapatkan kalau aku memberi perisai ini sedikit darahnya. Aku harus memotong rambut Raphtalia lagi dan mencoba menyerap rambutnya lagi.


Filo baru saja lahir, tapi disini dia berlarian dengan gembira.


"Gah!"


Dia bukan seekor anjing, tapi aku mengambil sebuah ranting lalu melemparnya sejauh yang aku bisa untuk diambil Filo.
Kami bermain sebentar.


Filo begitu cepat hingga kadang-kadang dia menangkap rantingnya sebelum jatuh ke tanah. Lalu membawa ranting itu kembali padaku. Dia sangat berbakat. Aku bermain dengan Filo sampai Raphtalia bangun. Bermain dengan "peliharaan" kayak gini lumayan buat refreshing.


Kalau dipikir-pikir, orang-orang di duniaku memelihara anjing dan kucing. Mereka sangat lucu.


Dulu disekolahku, ada seekor kucing liar. Kucing itu sangat waspada disekitar orang-orang, dan semua orang mengatakan bahwa kucing itu nggak akan mendekatimu kalau kau nggak punya makanan. Tapi kucing itu mau mendekati aku.


Di SD kami punya pelajaran yang mana kami harus merawat hewan, dan semua orang mengeluh pada ayam karena mereka mematok. Tapi ayam-ayam itu nggak pernah mematokku. Jadi kurasa kau bisa mengatakan bahwa aku kayaknya disukai hewan. Atau setidaknya aku nggak membenci mereka.


"Mmm... Ternyata kamu disini, Tuan Naofumi. Dan lihatlah senyum itu! Aku belum pernah melihat kamu begitu senang."


Raphtalia sudah bangun dan datang mencariku. Dia masuk ke kandang sambil kelihatan agak marah.


Dia berusaha tersenyum.


"Ada apa?"


"Oh, nggak ada."


"Gah!"


Filo dengan ringan menyentuh Raphtalia dengan paruhnya.


"Haaa... Mau gimana lagi..."


Raphtalia tersenyum, dan mengulurkan tangannya untuk membelai pipi Filo.


"Gah..."


Fiko kelihatan benar-benar senang dan memejamkan matanya saat dia berdiri disamping Raphtalia dan menggosokkan dirinya pada Raphtalia.


"Hari ini kita akan kemana?"


"Pertanyaan bagus. Kamu mungkin ingin mencoba untuk menghemat biaya makan Filo, jadi gimana kalau kita pergi ke padang rumput di bagian selatan desa?"


"Hmm... Ide bagus."


Ada banyak sekali rumput yang berbeda yang tumbuh di area itu, dan banyak diantaranya yang bisa digunakan untuk obat. Raphtalia benar... Itu akan jadi tempat yang bagus. Tujuan kami adalah untuk mendapatkan equipment terbaik yang bisa kami dapatkan, dan kami membutuhkan uang untuk membelinya.


"Oke, ayo berangkat."


"Gah!"


"Baik!"


Jadi kami pergi ke padang rumput dan melawan monster sampai kami naik level.


Naofumi: Level 25

Raphtalia: Level 28

Filo: Level 15


Adapun untuk rumputnya, aku menghabiskan sebagian besar tenagaku untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan Filo, jadi kami nggak bisa mengumpulkan tanaman obat dalam jumlah yang banyak. Aku membiarkan perisaiku menyerap semua hal yang kami temukan, tapi yang kudapatkan cuma beberapa bonus status yang kecil.


Dan aku masih belum menemukan sebuah perisai yang akan mengajariku resep peracikan tingkat menengah.


* * * * *


Malam itu, Filo tumbuh menjadi seperti seekor Filolial dewasa.


"Dia memang tumbuh dengan cepat! Biasanya membutuhkan tiga bulan atau lebih untuk mencapai ukurab ini...."


Pemilik penginapan dan si peternak sama-sama terkejut. Mereka nggak bisa mempercayai seberapa cepatnya Filo tumbuh.


Itu pasti karena penyesuaian pendewasaan, baik yang kecil maupun yang medium yang kugunakan.


"Kalau saja aku kepikiran untuk menyerap tinta disaat aku membeli Raphtalia..."


"Ahahaha..."


Aku penasaran apakah Raphtalia juga berharap dia bisa tumbuh secepat itu.


Creaaaaaakkkkk.


Aku bisa mendengar suara tulang berderak lagi dan lagi. Filo pasti berkembang.


"Gah!"


Filo berdiri didepanku, dan terlihat cukup besar untuk ditunggangi.


"Kau mau membawaku berkeliling?"


"Gah!"


Filo berteriak dan merunduk agar aku naik ke punggungnya, seolah itu adalah jawaban yang paling jelas.


"Makasih."


Tali kekang ataupun pelana, tapi aku penasaran apakah itu nggak masalah. Dia sudah jelas menyuruhku naik, jadi aku naik. Perisai akan membantuku bertahan kalau aku jatuh—tingkat pertahananku sangat tinggi.


Adapun untuk kenyamanannya... Yah, bulu-bulunya lumayan membantu. Kalau aku bisa menjaga keseimbangan, maka nggak akan ada masalah.


Aku belum pernah menunggangi kuda, tapi aku pernah menunggangi seekor anjing. Saat aku masih kecil, anak tetangga punya seekor anjing, dan mereka membiarkan aku menungganginya sekali. Pemiliknya bilang bahwa mereka nggak pernah bisa menungganginya, tapi saat aku menungganginya nggak ada masalah. Anjing itu membawaku berkeliling.


"Gah!"


Filo segera berdiri.


"Argh!"


Lumayan tinggi berada diatas Filo, dan dari posisiku semuanya terlihat... berbeda. Jadi kayak ini pemandangan dunia dari atas punggung Filo.


"Gaaaaah!"


Kurasa Filo baru saja berteriak gembira, tapi kemudian dia mulai berlari!


"Um... Hei!"


"T...Tuan Naofumi!"


Dash! Dash! Kami melesat kencang!


Sungguh cepat! Apapun yang ada disekitar kami berlalu dengan cepat. Aku mendengar Raphtalia memanggil kami, tapi dia sudah berada jauh di belakang.


Dash! Dash!


Filo mengitari desa sekali sebelum kembali ke kandang. Lalu dia duduk dan menurunkan aku.


"Apa kamu baik-baik aja?!"


Raphtalia kelihatan kuatir saat dia berlari kearahku.


"Ya, aku baik-baik aja. Filo begitu cepat!"


Filo nggak kelihatan capek dan segera kembali membersihkan bulu-bulunya.

Filo berlari lebih cepat daripada yang ku duga. Ini mungkin pembelian terbaikku.


"Baiklah, kayaknya sudah cukup untuk hari ini. Ayo kembali ke kamar kita."


Sesuatu menarik kerah armorku. Aku berbalik dan melihat Filo ada disana, menatap aku.


"Ada apa?"


"Gaaah!"


Itu hampir kayak dia menangis. Dia menghentikan aku.


"Huh?"


Aku menyerah dan berbalik, lalu sekali lagi dia menarik kerahku.


"Ada apa?"


"Gaaah!"


Kaki Filo mencakar-cakar tanah, seolah dia memasang postur.


"Apa, kau masih mau main lagi?"


Raphtalia bertanya, dan Filo menggeleng. Mungkinkah dia mengerti apa yang kami katakan?


"Apa kau kesepian?"


Dia mengangguk.


"Gaah!"


Dia membuka sayapnya dan berteriak.


"Tapi nggak ada yang bisa kami lakukan..."


Sudah pasti aku nggak mau tidur dikandang, dan kurasa pemilik penginapan nggak akan senang kalau aku membawa seekor monster besar kedalam kamar.


"Kalau gitu kita disini dulu sampai dia tidur!"


"Oh... Um... Baik."


Burung ini begitu besar padahal baru menetas dua hari yang lalu. Mungkin dia masih bayi, dan belum siap meninggalkan kandangnya sendirian dimalam hari. Raphtalia dan aku memutuskan untuk mengerjakan sesi belajar malam kami di kandang.


Filo duduk disarangnya dan dengan tenang memperhatikan kami belajar.


Piki.....


"Astaga... Apa aku akan bisa membaca tulisan ini?"


"Kalau kita nggak nggak bisa menemukan sebuah perisai yang bisa menerjemahkannya, maka ini adalah satu-satunya pilihan kita. Selain itu, kalau kamu selalu bergantung pada Perisai Legendaris itu, yah.... itu mungkin bukan yang terbaik untukmu."


"Raphtalia... Belakangan ini kamu kayaknya nggak menahan diri sama sekali."


"Itu benar. Jadi kita harus belajar agar kita bisa mempelajari sihir!"


Memangnya apa salahnya dengan menginginkan semuanya menjadi lebih mudah daripada yang seharusnya? Kuharap semua upaya ini akan benar-benar menghasilkan sesuatu. Kami terus belajat di kandang sampai kami mendengar suara dengkuran Filo.


Lalu kami kembali ke kamar, dan aku mencoba meracik beberapa herbal baru.


Aku masih belum bisa membaca resepnya, jadi aku cuma menebak-nebak.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya