Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid2 Bab05

From Baka-Tsuki
Revision as of 05:17, 23 January 2010 by Obakasan (talk | contribs) (New page: '''Bab 5''' Senin pagi... seminggu lagi sebelum festival sekolah mulai, dan tapinya sekolah masih dikelilingi suasana santai. Sekolah ini rencana ngadain festival sekolah ga sih? Buka...)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Bab 5



Senin pagi... seminggu lagi sebelum festival sekolah mulai, dan tapinya sekolah masih dikelilingi suasana santai. Sekolah ini rencana ngadain festival sekolah ga sih? Bukannya seharusnya lebih sedikit hidup? Karena hawanya terlalu santai, bahkan akupun merasa tak bermotivasi. Dan ada hal-hal yang membuatku jadi lebih tak bermotivasi saat aku mendekati ruangkelas.

Koizumi menunggu di luar ruangkelasku. Loe udah ngomong begitu banyak kemaren. Masih mau lebih banyak lagi?

"Kelas 1-9 telah memulai geladi sandiwaranya. Tentu saja, saya lewat belaka."

Wajah kecewekan loe itu hal terakhir gue pengen liat pagi-pagi ini.

"Apa lagi sekarang? Jangan-jangan, dimensi bodoh itu akhirnya muncul?"

"Tidak, kemarin, sama sekali tak muncul. Sepertinya Suzumiya-san begitu sibuk tertekan sampai-sampai dia tak punya waktu untuk frustasi."

Kenapa?

"Anda seharusnya tahu... Karena tampaknya anda tidak mengerti, maka biarkan saya menjelaskannya padamu. Suzumiya-san selalu berpikir bahwa apapun yang terjadi, anda akan jadi kawan satu-satunya. Kalaupun anda mengeluh, anda akan masih mendukungnya. Tak peduli apapun yang ia lakukan, hanya anda yang bisa menerimanya."

Ngomong apa sih loe? Satu-satunya yang bisa nerima kelakuannya itu ya Santo yang udah ngorbanin atas nama Tuhan. Biar gue nyatakan ini buat dicatet, gue bukan santo, ataupun pemimpin hebat, gue cuman orang biasa dipersenjatai akal sehat.

"Ada apa antara anda dan Suzumiya-san?"

Apa maksudnya, ada apa antara kami?

"Bisa tolong hibur dia? Merpatinya imut-imut sekarang, tapi kalau Suzumiya-san terus tertekan begini, merpati kuil mungkin berubah jadi sesuatu yang tak menyerupai merpati sama sekali."

"Kayak gimana?"

"Kalau saya tahu, saya takkan kesulitan begini. Takkan jadi pemandangan bagus bila kuil digerayangi makhluk tentakel berlendir dimana-mana, bukan?"

"Sebarin garam aja."

"Ini tidak memecahkan akar permasalahannya. Sekarang ini Suzumiya-san sedang terlantar; secara aktif dia terus berusaha meningkatkan situasinya melalui pembuatan filmnya. Tapi semenjak dia tengkar denganmu kemarin, energinya kini tersalurkan ke haluan lain - dari positif ke negatif. Akan dapat dikendalikan bila energinya berakhir disana, tapi bila begini terus, sesuatunya mungkin akan jadi rumit."

"Jadi, loe minta gue ngehibur dia?"

"Tak terlalu sulit kok, ya kan? Yang perlu anda lakukan hanya baikan saja dengannya."

Baikan gimana maksud loe? Gue kan ga pernah rukun sama dia sebelumnya.

"Lho? Saya selalu pikir anda itu orang yang tenang dan bijaksana. Jangan-jangan selama ini saya salah?"

Aku tetap diam.

Alasan gue begitu marah ke dia kemarin abisnya gue ga tahan pemandangan dia ngebully Asahina-san... semacam itu... Atau mungkin gue kurang kalsium. Makanya, tadi malam, gue minum satu liter susu dan anehnya, marah gue reda banyak waktu gue bangun pagi ini. Tapi, susu cuman bentuk penenang doang.

Lagian, kenapa juga gue harus nelan harga diri gue dan ngehibur dia? Mau dari arah mana juga loe ngeliatnya, susah ngilanginnya kalo cewe ini udah keterlaluan.

Koizumi mulai mendengkur seperti anak kucing yang mulai menggigit-gigit makanannya sendiri, dan menepuk pundakku,

"Saya mengandalkanmu karena, dalam hal jarak, anda adalah orang terdekat."



Asalkan aku tidak berputar, aku takkan bertemu mata dengan Haruhi yang duduk di belakangku. Hari ini, Haruhi sepertinya agak memberi perhatian khusus ke langit, saat dia menghabiskan sebagian besar waktu dengan melihat keluar jendela, dan berlangsung sampai waktu makan siang.

Karena suatu alasan, bahkan Taniguchi pun penuh omong kosong hari ini,

"Film macam apaan tuh? Gue bahkan ga tau kenapa gue ngebuang waktu buat datang!"

Saat makan siang, Taniguchi menyumpah saat mengunyah makan siangnya. Haruhi biasanya tak ada di ruangkelas di waktu-waktu ini, dan hari inipun tak terkecuali. Taniguchi takkan bilang hal semacam itu bila ada dia. Dia itu tipe pengecut yang hanya ngomong keras-keras ketika sudah aman.

"Ini semua salah si Suzumiya. Ini bakalan jadi film busuk, gue yakin itu!"

Aku benar-benar tak peduli dengan pendapat orang. Aku juga tak menganggap diriku ini pemimpin hebat, dan aku tak berniat meninggalkan namaku di catatan sejarah. Aku hanya tokoh kecil berdiri di sudut dan bergumam sendiri. Aku unggul dalam mencari kesalahan paling kecil dalam masakan ibuku, walaupun aku sendiri tak bisa masak.

Tapi ini sesuatu dimana kuharus membuat diriku jelas, jadinya aku bicara,

"Hal terakhir yang gue pengen dengar yaitu elo mengeluh."

Taniguchi, loe udah ngapain aja sih? Paling engga Haruhi berpartisipasi di festival sekolah dan berusaha keras berbuat sesuatu, walau akhirnya dia bakalan ngasih kita banyak masalah. Tapi paling engga dia jauh lebih baik daripada idiot-idiot itu yang ga ngelakuin apa-apa kecuali ngeluh aja seharian. Bego loe! Loe seharusnya minta maaf ke semua Taniguchi-Taniguchi di Jepang, demi semua orang yang namanya sama di luar sana, elo itu bukan apa-apa kecuali aib tau ga buat mereka!

"Udahlah, Kyon."

Kunikida berusaha menengahi.

"Dia cuman mencurahkan frustasinya aja. Sebenarnya kami ingin lebih banyak main dengan Suzumiya-san. Kami benar-benar iri denganmu lho, Kyon."

"Iri dari hongkong," kata Taniguchi memelototi Kunikida, "Gue ga bakalan gabung klub idiot itu."

"Aneh kamu ngomong begitu, siapa ya yang langsung setuju datang pas diajak? Bukannya kau senang kemaren? Bahkan kamu ngebatalin rencana awal buat hari itu."

"Berhenti ganggu gue ah, bloon!"

Jadi itu toh kenapa Taniguchi begitu marah. Secara tegas dia ngebatalin semua rencananya buat hari itu, biar bisa dengan antusias datang bantu-bantu jadi figuran, tapi dia hampir ga muncul di satu adegan dan bahkan akhirnya hampir tenggelam. Begitu toh, dia emang pantas diberi simpati, tapi gue lagi ga pengen bersimpati dengannya sekarang abisnya gue juga sama marahnya.

Gue lebih tau dari semua orang kalo film Haruhi itu terlalu tolol buat ditonton siapapun, karena dia cuman tau gimana caranya terus maju tanpa mikir konsekuensinya. Karena kita cuman syuting apa aja yang di pikirannya, ga ada naskah buat dibicarain. Cuman jenius yang bisa bikin film ini jadi sukses. Dan menurut pendapat gue, Haruhi sama sekali ga punya bakat jadi sutradara, tapi kalo orang mulai ngritik dia karena itu... Bentar, kenapa gue sebegitu marahnya ya?

"Kyon, Suzumiya-san kelihatannya suasana hatinya lebih buruk dari biasanya, ada yang terjadi?"

Kudengar pertanyaan Kunikida sambil berpikir.

Aku merasa begitu frustasi sampai-sampai makanannya terasa hambar. Aku merasa kasihan pada ibuku yang bikin makan siang ini buatku. Sial, Taniguchi, idiot loe. Kalo elo ga ngomong hal-hal ga guna, gue ga bakalan ngelakuin sesuatu yang bakal gue sesalin nantinya.

Apa sih yang udah gue lakukan?

Kututup kotak makan siangku dan berlari keluar ruangkelas.



Haruhi ada di ruangklub, menghubungkan kamera video ke komputer; dia kayaknya lagi ngerjain sesuatu. Dia mendongak kaget ketika tiba-tiba kubuka pintu. Itu roti kare ya yang dia pegang di tangan kirinya?

Dengan panik ia membuang rotinya, lalu menempatkan tangannya ke belakang rambutnya... kupikir. Di titik ini rambutnya membuka. Aku tak tahu kenapa dia melakukan itu, seolah-olah dia berusaha cepat-cepat melepas ikatan rambut yang tadinya ia ikat di belakang kepalanya. Aku tak menyadarinya terlalu teliti, karena aku bisa memikirkan itu nanti. Lalu aku berkata apa yang perlu kukatakan padanya,

"Hei, Haruhi."

"Apa?"

Haruhi masuk ke mode defensif, terlihat seperti anak kucing. Kuujarkan pada muka miliknya,

"Kita suksesin film ini!"

Itu yang orang sebut impulsif, kan? Orang sepertiku mungkin akan jadi emosional setahun dua kali, karena ini, aku marah kemarin. Timingnya sempurna. Dan hari ini, rasa impulsif ini disebabkan oleh kata-kata ambigu Koizumi dan wajah tolol Taniguchi. Belum lagi Haruhi kelihatan melankolis membuatku amat frustasi dan tak nyaman. Kalau kubiarkan perasaan-perasaan ini makin kukuh dalam diriku, akhirnya mungkin aku akan memecahkan jendela ruangkelas, jadi aku harus menjauhi perasaan-perasaan ini sekarang. Kenapa aku harus membenarkan apapun yang kulakukan?

"Huh."

Lalu Haruhi berkata sesumbar,

"Ya tentu aja lah. Lagian, aku kan sutradaranya. Sukses udah dijamin. Aku ga perlu kamu jelasin yang udah jelas."

Orang yang sangat simpel. Pas gue punya pikiran dia mulai ngeliatin beberapa perasaan lemah lembut pantas dipuji. Malahan sinar teka-teki dalam mata Haruhi sekali lagi mulai nyala kembali dengan api pede. Gue ga tau darimana dia dapat bahan bakarnya. Dia emang terlalu simpel. Dia itu kayak bos RPG yang terus merapalkan mantra penyembuhan ke dirinya sendiri, tapi gue ga peduli. Dia itu perlu lebih seimbang. Dia seharusnya menghabisi para pemain dalam satu serangan dan cepat-cepat nampilin layar "Game Over"... Ngomong apa gue coba? Oh iya, game-game pengurang-stress macam begitu emang ga ada. Gue ga ngerti apa maksudnya, habisnya ga ada artinya dari awal juga, tapi ngomong-ngomong, gue ga suka ngeliat Haruhi keliatan stress, dan gue ga pengen ngeliat dia kayak gitu lagi. Dia itu dibikin buat lari tanpa arah di maraton yang ga berakhir, ga guna, dan ga ada tujuannya. Cuman... Kalo dia tiba-tiba berhenti di treknya, dia mungkin dengan ga sadar ngelakuin sesuatu yang sama sekali ga perlu, itu aja.

...Itulah apa yang kupikir waktu itu.



Hari yang sama, sehabis sekolah...

"Bukannya bisa anda mengatakannya dengan lebih baik?" kata Koizumi.

"Sori ya." jawabku.

"Walau anda memang telah membumbungkan semangatnya, tadinya saya berharap anda mengekspresikannya... tanpa menaikkan hambatan lebih lanjut."

"...Sori."

"Bukannya kembali ke normal, situasinya kini telah menjadi lebih ekstrim."

"..."

"Tak mungkin kita bisa menyembunyikan ini."

Koizumi melihatku dengan mata gelapnya saat aku merenung. Dia tak terdengat seperti sedang menyalahkanku, tapi suaranya terdengar amat melankolis. Emang gitu? Sesuatunya jadi lebih buruk, dan kayaknya itu karena gue.

Kenapa tuh? Mana gue tau?

Ada sakura dimana-mana. Ini jalan sakura sepanjang pinggiran sungai, dimana Asahina-san menyingkap identitas aslinya padaku. Mari kukonfirmasi musimnya kembali: sekarang musim gugur. Masih ada sisa-sisa musim panas di udara, tapi normalnya, sakura Jepang biasanya mekar saat musim semi. Biasanya dapat diterima bila bunganya mekar lebih awal dari musim biasanya, tapi mekar setengah tahun lebih awal itu terlalu konyol. Emangnya sakuranya jadi sama gilanya dengan matahari itu sendiri?

Di bawah jatuhnya kelopak bunga sakura, hanya Haruhi yang memanaskan mesinnya. Mengenakan kostum ketat pelayan, Asahina-san bimbang dan jalan tak tentu arah. Apa itu karena dia resah gara-gara bunga mekar di salah musim?

"Ga pernah kepikiran sesuatunya bakalan berjalan sesuai dengan keinginanku sebegitu gampangnya. Aku baru aja mikir mau syuting adegan penuh bunga sakura! Kejadian meteorologi langka begini emang kebetulan banget!"

Sembur Haruhi, sambil membuat Asahina-san berdiri dengan segala macam pose.

Toh memang tak mungkin. Kapanpun orang melakukan sesuatu dengan impulsif, kedepannya selalu saja sengsara. Rasanya aku terus mempelajari pelajaran ini selama enam bulan ke belakang.

Dan aku bukannya merenung, "Seharusnya gue ngelakuin itu", tapi malah, "Seharusnya gue ga ngelakuin itu". Pemikiran yang amat negatif memang. Siapapun kasih gue pistol! Pistol beneran! Bukan pistol mainan!

Pohon sakura tampaknya mulai mekar setelah siang, dan kelopaknya mulai berjatuhan saat malam. Stasiun TV lokal bahkan mewartakan ini sebagai kejadian langka, alangkah berharapnya aku mereka hanya berpikir ini adalah insiden aneh yang hanya terjadi sekali. Salahin aja semuanya ke kejadian-kejadian abnormal karena perubahan iklim di beberapa tahun ini, OK?

"Itulah apa yang Suzumiya-san sepertinya pikirkan."

Kata Koizumi sambil berjalan beriringan dengan Asahina-san. Pemandangan Koizumi, dengan ketampanan luarannya saja, dan Asahina-san, yang asli cantiknya, berdiri bersama cukup untuk membikin panas seluruh laki-laki di dunia ini. Tentunya aku merasa marah karena ini.

Nagato tak berkomentar soal kelopak-kelopak melayang-layang, saat dia membawa ekspresi hampa biasanya dan menatap kelopak-kelopak tersebut, yang jam biologisnya sepenuhnya dikacaukan. Kelopak pink mendarat pada mantel hitamnya, membikin efek kontras yang kuat. Dia tau ga ya soal merpati?

"Oh bener! Kita nangkap kucing yuk!"

Kata Haruhi, tiba-tiba.

"Dukun sihir mustinya punya familiar, dan apa coba yang lebih bagus dari kucing? Dimana kita bisa nemu kucing hitem ya? Dan kita butuh yang tampangnya bagus pula."

Tunggu bentar, bukannya Nagato itu mestinya penyihir alien jahat?

"Apa bedanya? Yuk pergi! Itu kok yang kubayangkan lagian. Dimana kita bisa nemu kucing ya?"

"Di toko binatang piaraan lah, tentu aja!"

Herannya Haruhi berkompromi setelah mendengar saran santaiku,

"Kucing liar pun ok. Kita mungkin butuh minjem dan ngembaliin dari toko binatang piaraan. Terlalu repot. Apa ada sebidang tanah kosong dimana kita bisa nemu kucing liar ya? Yuki, kamu tau?"

"Ya."

Nagato mengangguk sedikit, lalu dia mulai berjalan seakan-akan membawa kita ke Negeri yang Dijanjikan seperti pemimpin agama. Apa sih yang Nagato ga tau? Kalo gue nanya dia dimana dompet yang gue ilangin lima taun lalu, dia barangkali ngasih tau gue, abisnya itu berisi seluruh kekayaan yang gue punya waktu itu, yang kira-kira 500 yen.

Sekitar lima belas menit kemudian, kami tiba di belakang blok apartemen mewah dimana Nagato tinggal. Di sana ada halaman rumput yang dipangkas rapi yang dikelilingi pohon, yang mengaburkan pandangan dari luar. Beberapa kucing berkumpul di sini. Mereka terlihat seperti kucing liar, tapi mereka tak takut pada manusia. Ketika aku berjalan menuju mereka, mereka tidak berusaha lari, mungkin mereka pikir kita mau memberi makan mereka? Beberapa bahkan mendengkur di bawah kaki kami. Haruhi mengambil salah satu kucing dan berkata,

"Ga ada kucing item ya? Ya udah deh, kita pake kucing ini aja!"

Ini [Suzumiya_Haruhi_~_Indonesian_Version:Jilid2_Catatan_dan_Referensi_Penerjemah#Kucing_Belang|kucing belang], jantan pula. Namun Haruhi tak tahu sebagaimana bagusnya kucing ini, dan dia tak terpesona dengan kucing yang baru dia ambil secara acak.

"Nih Yuki, ini partner kamu. Rukun-rukun ya sama dia."

Nagato menerima si kucing dengan ekspresi kosong seolah-olah dia menerima bungkusan tisu yang dibagi-bagikan oleh sales jalanan itu, dan si kucing juga membawa ekspresi kosong saat dibawa ke kedua tangannya.

Syuting langsung mulai, dan karena ini di belakang blok apartemen, lokasi tampaknya tak lagi jadi perhatian dalam pembuatan film. Kameraku sudah dijejali dengan adegan-adegan yang baru saja keluar dari benak si sutradara dari waktu ke waktu. Bukan gue yang bertugas ngedit semua adegan rusak ini jadi cerita yang masuk akal, kan?

"Yuki, serang Mikuru-chan!"

Atas perintah Haruhi, Nagato berlutut dengan cara yang aneh dan berubah jadi tukang sihir hitam dengan kucing di pundak kirinya. Tak peduli bagaimana orang memandangnya, kucingnya memang terlihat terlalu berat. Baguslah kucingnya menurut berpegangan erat pada pundak Nagato, tapi keseluruhan badan Nagato miring ke satu sisi sebagai hasilnya. Dia bahkan berusaha keras untuk menjaga keseimbangannya supaya mencegah si kucing jatuh. Dia mempertahankan cara berdiri tak alami ini sambil mengayun-ayunkan tongkat sihirnya ke arah Asahina-san,

"Terima ini."

Aku percaya beam luar biasa akan terpancar keluar dari tongkat sihir Nagato di adegan ini, kan?

"...Kyaa!"

Asahina-san menjerit seakan-akan menderita dari sakit menyiksa.

"Dan, cut!"

Seru Haruhi memuaskan, dan aku berhenti merekam saat itu juga, sementara Koizumi menurunkan papan pemantul yang ia bawa.

"Aku pengen kucing itu ngomong. Dia toh kucingnya penyihir. Dia paling engga perlu bilang sesuatu yang kejam."

Nah ini baru konyol.

"Nama kamu Shamisen. Hei, Shamisen! Ngomong sesuatu gih!"

Gimana coba dia seharusnya ngomong? Engga, sebenarnya, gue mohon, tolong jangan ngomong.

Mungkin doaku terkabul, karena si kucing dengan nama beralamat buruk Shamisen tak mulai berbicara bahasa Jepang, tapi malah menjilat-jilat ekornya dan mengabaikan total perintah Haruhi. Ini wajar, tapi aku masih mendesah lega.

"Semuanya berjalan sesuai rencana."

Haruhi meninjau cuplikan yang diambil hari ini dan tersenyum senang. Seolah-olah frustasinya pagi ini tak pernah terjadi sama sekali. Baguslah dia gembira begitu cepat, dan untuk sekali ini aku terkesan padanya.

"Kyon, kamu bertugas ngejaga kucingnya."

Haruhi melipat kursi sutradara dan memberiku perintah tak masuk diakal ini,

"Rawat dia baik-baik pas kamu bawa dia ke rumah, abisnya kita masih butuh dia buat syuting selanjutnya. Jinakin dia ya! Ajarin satu ketangkasan sampe besok, kayak ngeloncatin lingkaran api ato apalah."

Kalo kucingnya bisa patuh pegangan erat di pundak Nagato, maka gue kira dia seharusnya lumayan pintar buat itu, kan?

"Itu aja buat hari ini, besok hari terakhir syuting! Syuting hari ini berjalan mulus, ceritanya mau masuk ke klimaks, dan semuanya berhasil mempertahankan semangatnya! Sana istirahat, kita bakalan butuh semangat itu buat besok juga!"

Haruhi mengayunkan toanya dan membubarkan kami, lalu pulang ke rumah sendirian sambil bersenandung lagu penutup "Blade Runner".

"Phiuh..."

Baik Asahina-san dan aku pun mendesah, Koizumi menempatkan papan pemantul di bawah lengannya dan bersiap-siap untuk pergi, sementara Nagato menatap kosong pada Shamisen seperti pena tak bertinta.

Aku berlutut dan mengelus-ngelus kepala si kucing,

"Makasih udah kerja keras. Mungkin gue bakalan beli makanan kucing buat kamu, ato kamu lebih suka ikan kering?"

"Yang manapun boleh saja."

Suara baritone pria yang jelas berkata kalimat diatas, dan tak dikatakan oleh siapapun di sini. Kulihat Koizumi dan Asahina-san kelihatan terkesima, lalu berpaling melihat wajah tak berekspresi Nagato. Mereka semua membuat pandangan mereka terpusat pada satu tempat - kakiku.

Dekat kakiku berdiri si kucing, yang mendongak padaku dengan kedua mata bulat hitamnya terbuka lebar.

"Hei!" kataku, "Kamu baru ngomong ya, Nagato? Aku ga nanya kamu. Aku nanya kucingnya."

"Itulah apa yang daku pikirkan jua, jadi daku jawab engkau. Apa daku salah omong?"

Begitu kata si kucing...



"Nah itu baru mencengangkanku..."

Kata Koizumi.

"Terlalu ngagetin, kucing beneran bisa ngomong..."

Kata Asahina-san.

"..."

Nagato tetap diam saat dia mengangkat Shamisen, yang kemudian bicara,

"Daku tak mengerti mengapa kalian begitu terkejut."

Katanya sambil melekatkan cakarnya pada pundak Nagato.

Kucing jadi-jadian... Kucing jadi begitu ya habis hidup beberapa tahun?

"Dakupun tak yakin. Konsep waktu bukan urusanku. Apa itu masa kini? Apa itu masa lalu? Daku tak tertarik pada hal tersebut."

Sudah mengejutkan dia bisa bicara, tapi sedikit kami menyangka dia bicara hal abstrak pula. Nah jangan mulai sombong, kamu kan cuman bola bulu. Gue penasaran apa kita bisa ngelelang Shamisen di internet ya?

"Bagi kalian, barangkali daku membuat suara yang terdengar seperti ucapan manusia, tapi bukankah beo juga begitu? Dari apa yang engkau simpulkan bahwa daku membuat suara yang menyampaikan arti harfiah?"

Kamu ini ngomong apaan sih?

"Dari obrolan ini, abisnya kamu udah beneran ngejawab pertanyaan gue."

"Mungkin suara yang kubuat kebetulan saja cocok dengan pembawaan pertanyaanmu."

"Kalo gitu, bukannya itu berarti percakapan yang manusia bikin satu sama lain itu semuanya ga ada artinya?"

Ngapain juga gue ngobrol serius sama kucing? Shamisen si calico liar menjilat cakar depannya dan mengusap-ngusapkannya ke belakang telinganya dan berkata,

"Tepat. Engkau mungkin melaksanakan apa yang kelihatannya seperti percakapan dengan gadis itu, tapi tak seorangpun yakin apakah kalian berdua telah menyampaikan apa yang masing-masing ingin katakan,"

Kata Shamisen dengan suara dalamnya.

"Itu karena setiap orang mungkin atau mungkin tidak mengatakan apa yang ada di hati mereka tergantung situasinya," tanggap Koizumi.

Tutup mulut elo!

"Benar juga... memang masuk akal ya," kata Asahina-san.

Maafkan, bisakah anda tolong jangan setuju sama si kucing juga?

Kuperiksa setiap kucing lainnya di halaman rumput, selain Shamisen, semua kucing lainnya bersuara "meong" atau "hrr". Tampaknya hanya kucing ini yang memperoleh kemampuan menyuarakan bahasa manusia. Kok bisa begini?

Kuperiksa setiap kucing lainnya di halaman rumput, selain Shamisen, semua kucing lainnya membuat suara "meong" atau "hrr". Tampaknya hanya kucing ini yang memperoleh kemampuan menyuarakan bahasa manusia.

Semua ini salah si cewek goblok itu.



"Tampaknya sesuatunya berbelok jadi lebih buruk."

Dengan elegan Koizumi menyesap mochanya dan melanjutkan,

"Sepertinya kita telah meremehkan Suzumiya-san,"

"Maksudmu apa?" tanya Asahina-san dengan suara rendah.

"Dunia film yang dibikin Suzumiya-san telah mulai jadi bagian realitas ini. Isi film yang ia visualisasikan, telah bermanifestasi sendiri ke dalam dunia ini, dan telah menjadi bagian realitas kita. Seperti bagaimana Asahina-san bisa menembak laser atau bagaimana kucing bisa bicara. Bila dia tiba-tiba bilang, 'Aku ingin adegan film meteor raksasa jatuh ke Bumi,' itu mungkin saja terjadi."

Sekarang ini, selain Haruhi, keempat anggota Brigade SOS lainnya kini berkumpul dalam kafe depan stasiun. Koizumi telah mengusulkan rapat darurat untuk mengatasi Haruhi, rencana yang kami semua setujui. Kelihatannya sesuatunya mulai serius. Sekilas, kami terlihat seperti sekelompok anak SMA ngumpul bareng-bareng sambil mengobrol gembira (walau hanya Koizumi sih yang tersenyum gembira), tapi apa yang kami sebenarnya lakukan terdengar seperti sekelompok penjahat mencurigakan yang sedang berencana untuk menghentikan si Pembela Keadilan menggunakan serangan terampuhnya. Omong-omong, kami membiarkan Shamisen menunggu di halaman rumput di luar, dan kami khususnya menyuruhnya tidak berbicara pada siapapun, atau bahkan menanggapi pertanyaan siapapun. Si kucing tak terlihat tidak senang, dan hanya berujar, "Oke." Kemudian dia duduk diam di bayangan pohon dekat pinggir jalan dan mengamati kami pergi.

"Akan ada kejadian apa ya dari sekarang...?"

Kata Asahina-san, terlihat amat prihatin. Si gadis malang terlihat amat kesulitan, karena untuk selama-lamanya dia telah terluka secara mental oleh film Haruhi. Nagato menjaga ekspresi kosongnya dan masih berpakaian segala hitam.

Perlahan Koizumi menyesap kopi susu hangatnya dan berkata,

"Yang saya tahu, kita tak bisa membiarkan Suzumiya-san tak diawasi seperti itu,"

Kutelan air es dalam satu tegukan, karena aku sudah menghabiskan segelas teh apelku,

"Jadi bukannya kita seharusnya nemuin cara buat ngehentiin Haruhi?"

"Siapa lagi yang dapat menghentikannya membuat film ini? Saya tak punya kepercayaan diri untuknya."

Gue juga engga.

Sekali mesinnya dijalanin, asalkan Haruhi tak matiinnya, dia bakalan terus aja ga berhenti-berhenti. Dia bakalan jadi kayak ikan mati kalau dia sekali berhenti. Kalau kita telusurin keturunan leluhurnya, barangkali kita bisa nemuin jejak DNA tuna dan bonito di dalamnya.

Nagato tampaknya bahkan tak berpikir saat dengan diam ia meminum teh almondnya. Mungkin dia betulan ga mikir, ato mungkin karena dia ngerti semuanya, ga perlu mikir lebih jauh, bahkan mungkin aja dia cuman ga pintar ngomong. Setelah ngabisin enam bulan sama dia, gue masih sulit ngerti apa yang dia pikirin.

"Kamu bagaimana, Nagato? Menurutmu bagaimana?"

"..."

Nagato menempatkan cangkirnya ke baki tanpa membuat suara, lalu dengan tenang berpaling untuk melihatkudan berkata,

"Tak seperti yang terakhir kali, Suzumiya Haruhi takkan menghilang dari dunia ini."

Suaranya begitu dingin dan tegas.

"Entitas Gabungan Benak Data menyimpulkan bahwa ini cukup."

Koizumi dengan elegan meletakkan tangan di atas jidatnya dan berkata,

"Tapi itu kan merepotkan kita."

"Tidak bagi kami. Kami menanti melihat perubahan dalam subjek observasi kami."

"Begitukah?"

Cepat-cepat Koizumi memutuskan untuk mengabaikan Nagato mulai saat itu dan berbalik ke arahku,

"Lalu, kita seharusnya mengklasifikasikan film Suzumiya-san sebagai genre apa?"

Hhh, sekali lagi dia ngomong ambigu.

"Struktur ceritanya dapat dibagi jadi tiga bentuk. Pertama, dapat terjadi dalam kerangka tertentu. Kedua, dapat memecah-mecah kerangka ini dan membikin kerangka baru. Ketiga, dapat memperbaiki kerangka rusak kembali ke keadaan semula."

Sudah diduga, dia memulai pidato panjangnya dalam bahasa Mars, yang akan mengarahkan orang untuk berpikir, "Dia ini ngomong apaan sih?" Asahina-san, kamu ga harus serius ngedengerin omong kosong dia!

"Karena kita eksis dalam kerangka ini, bila kita ingin mengerti dunia kita, kita perlu berpikir secara rasional, atau menggenggamnya melalui pengamatan."

Apa pula "kerangka" ini kalo gitu?

"Coba pikir tentang 'realitas' ini yang kita di dalamnya kini. Dunia ini sedemikian rupa sehingga kita dapat eksis dalam keadaan sekarang. Sebaliknya, film yang Suzumiya-san sedang bikin adalah fiksi bagi kita."

Bukannya jelas tuh?

"Masalah betulannya kini adalah hal-hal yang hanya ada dalam dunia fiksi kini telah mempengaruhi 'realitas' kita."

Mata Wonder Mikuru, merpati, sakura, dan kucing.

"Kita mesti menyetop dunia fiksi menjalar lebih jauh ke dalam realitas kita."

Aku selalu merasa Koizumi terlihat agak antusias kapanpun dia bicara soal beginian, dia terlihat lumayan gembira. Untuk mengkonternya, kuputuskan memakai wajah muram.

"Pembuatan film ini telah bertindak sebagai filter bagi Suzumiya-san untuk memanifestasikan kekuatannya. Untuk mencegahnya, kita mesti membiarkan Suzumiya-san menyadari bahwa 'semua ini fiksi'. Karena sekarang ini, tanpa disadari dia telah mengaburkan garis antara fiksi dan realitas."

Loe ini kedengarannya semangat ya soal ini!

"Kita mesti menemukan cara rasional untuk membuktikan bahwa sesuatunya dari dunia fiksi itu tidak nyata. Kita mesti memastikan film ini diselesaikan dengan cara yang masuk akal."

"Jadi gimana kita normalin fakta kalo kucing bisa ngomong sekarang?"

"Menormalkan bukanlah istilah yang benar. Karena dengan cara ini, dunia akan diciptakan dimana kucing dapat bicara. Dalam 'realitas' kita, kucing tak dapat bicara. Bila tak seorangpun menemukan ada yang salah dengan kucing bicara, maka konsekuensinya bisa jadi buruk sekali, karena dalam dunia kita mustahil kucing itu berbicara."

"Terus alien, penjelajah waktu, dan esper gimana? Keberadaan mereka itu cuman kemungkinan doang?"

"Yah, tentu saja, karena mereka eksis sekarang ini. Dalam dunia kita, ini adalah hal yang amat normal, walau masalahnya kita tak boleh membiarkan Suzumiya-san mengetahuinya."

Iya gitu?

(42% completed)


Balik ke Bab 4 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Epilog