Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid2 Bab01

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 1



SMA-SMA menyelenggarakan kegiatan-kegiatan tertentu dari waktu ke waktu, dan SMAku mengadakan pesta olahraga bulan lalu. Ketika Haruhi mengusulkan agar Brigade SOS berpartisipasi dalam lomba lari estafet antar-klub, salah satu dari sekian banyak pertandingan di hari itu, aku merasa agak ragu-ragu. Lebih parah lagi, kami akhirnya benar-benar mengalahkan Klub Atletik dan Klub Rugby di lari estafet, yang mana Haruhi mengalahkan pelari di peringkat kedua dengan jarak seluruh tiga belas kuda!

Jadi sebagai hasilnya, klub kami beralih dari tabu tak terucap, hanya didiskusikan dalam bayangan (kecuali aku), jadi ragam terkini di sekolah, mengingatkan pada biang kerok yang menarik alarm kebakaran. Aku bingung total bagaimana menghadapi ini, tapi masih ada lagi. Tentu saja Haruhilah penyebab utama semua ini, tapi Nagato, yang jadi pelari kedua lari estafet, sama saja salahnya. Tak pernah bisa kulupakan kecepatannya, yang hanya bisa dideskripsikan sebagai pergerakan seketika. Nagato, kau seharusnya paling engga ingetin aku dulu sebelum kau ngelakuin itu!

Ketika kutanyakan pada Nagato sihir macam apa yang dia pakai kali ini, si tabah, Antarmuka Manusia Buatan Hidup bikinan alien menjawab dengan istilah penjelasan seperti "penempatan energi", "dispersi molekul" dan jargon lainnya. Tentunya, penjelasan begitu tiada artinya bagiku, karena aku sudah memutuskan untuk merangkul topik artistik dan meninggalkan topik ilmiah, yang benar-benar kuberi tiada usaha dalam pemahaman atau mencoba memahami.

Setelah pesta olahraga yang menggemparkan itu berakhir, sebulan berlalu dan festival sekolah datang. Jadi pada saat ini, sekolah prefektural tak menonjol ini sedang sibuk mempersiapkan diri untuk festival... walau orang yang benar-benar melakukan sesuatu hanyalah para guru dan anggota panitia penyelenggara serta klub-klub seni, karena inilah kesempatan mereka satu-satunya untuk merenggangkan otot-otot mereka.

Omong-omong soal kontribusi yang berhubungan dengan klub di festival, Brigade SOS yang belum diakui tidak diharuskan untuk menyajikan atraksi kreatif apapun. Sebetulnya, kalau dibolehkan sebagai kontribusi klub kami, aku takkan keberatan menyekap kucing liar di kandang, memasang tanda menunjukan "Alien Luar Angkasa", dan menampilkannya sebagai atraksi sampingan untuk menghasilkan uang persis seperti di sirkus. Walau kupikir hal ini tidaklah bijak karena orang-orang tanpa rasa humor akan merasa amat tersinggung sementara yang lain dengan rasa humor hanya akan tertawa hina.

Atraksi semacam ini tak memerlukan pertimbangan serius akan nilai dan sukses -- bahkan tak perlu usaha betulan. Yang sama pun berlaku buat atraksi lainnya. Festival-festival SMA di dunia nyata bisa seberani itu. Kalau kau kira aku hanya bercanda, coba saja kunjungi sekolah apapun yang lagi ada festival. Ketika kau lakukan, kau akan sadar bahwa atraksi semacam itu sedikit banyak memang dianggap ekspektasi biasa dari festival-festival sekolah.

Di sisi lain, apa sih yang Kelas I-5, kelasku dan Haruhi, niat lakukan pada hari itu? Ternyata kami akan menyiapkan semacam survei bodoh. Bisa kulihat kalau itu hanya alasan biar kami kelihatan seperti sedang mengerjakan sesuatu untuk festival. Semenjak Asakura Ryouko menghilang musim semi ini, kelas kami tak punya lagi siswa dengan jiwa kepemimpinan. Jadi dikarenakan kurangnya partisipasi siswa, ide tak kreatif ini diungkapkan terus dengan seksama oleh Okabe-sensei saat sesi absensi yang panjang dan membosankan. Tanpa ada yang setuju atau keberatan, usulan ini disetujui dan sesi absensi pun berakhir. Tapi survei macam apa sih? Siapa sih yang benar-benar tertarik melakukan ini?

Mungkin tak seorangpun, kukira. Tapi karena sudah diputuskan, lanjutkan kerja baiknya kawan-kawan!

Dan jadinya, menderita sindrom apatis, aku berjalan letih ke ruang klub.

Kenapa, tanyamu?

Tentunya, ini karena seorang gadis berkuasa mendatangiku dan mengoceh tanpa henti, "Survei apaan? Bloon banget sih!"

Dia mengatakan ini dengan ekspresi marah pada wajahnya, "Maksudku, mana serunya? Aku sama sekali ga ngerti!"

Terus kenapa loe ga ngusulin yang lebih bagus? Bukannya loe ada disana juga, ngeliat Okabe-sensei berdiri disana kayak hantu kesepian, ga tau musti gimana?

"Lupain aja, toh aku ga pernah niat kok gabung sama kegiatan kelas apapun. Ga asik ngadain acara sama anak-anak ini."

Tapi bukannya loe berkontribusi ke kelas dengan menangin semua lomba antar kelas pas pesta olahraga? Gue kira itu elo yang menang jadi pelari terakhir di lari estafet jarak dekat, sedang, dan jauh. Ato ingatan gue yang salah?

"Itu beda."

Apanya yang beda?

"Festival sekolah ya festival sekolah, atau dengan kata lain, pesta kampus. Walau sekolah negeri jarang disebut kampus sih, tapi itu ga penting. Lagian, bukannya festival sekolah itu kegiatan paling penting di sepanjang tahun ajaran?"

Begitukah?

"Begitu!" angguknya dengan semangat, lalu menghadapiku dan mengumumkan hal berikut, "Brigade SOS bakalan ngelakuin sesuatu yang menarik banget!"

Wajah Suzumiya Haruhi kini bersinar dengan tatapan tekad yang sama seperti Hannibal, yang memutuskan untuk menyeberangi pegunungan Alpen saat Perang Punisia Kedua.



Bersinar sih bersinar, tapi......

Enam bulan belakangan, apapun yang Haruhi anggap "menarik" sama sekali tidak menarik bagiku, dan minatnya mengakibatkan aku kelelahan. Setidaknya, begitulah bagiku dan Asahina-san, tapi ini karena kami hanyalah manusia biasa. Dari yang kulihat, semua orang tahu bahwa Haruhi bukanlah orang normal, sementara Koizumi memiliki pola pikir yang tak dimiliki orang biasa. Sedangkan Nagato, dia bahkan bukan manusia dari awalnya.

Ngumpul bareng gerombolan ini, gimana gue bisa hidup damai ngelewatin kehidupan sekolah luar biasa gue ini? Gue beneran ga mau terlibat dalam hal-hal konyol lagi. Cuman mikirin ini aja cukup ngedorong gue nodongin pistol ke jidat gue, ato ngeluarin dan ngebakar sel-sel otak yang isinya ingatan itu. Walau gue ga tahu sih apa komentar Haruhi soal itu.

Mungkin aku terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya menghapus ingatan-ingatan masa lalu karena aku tidak memperhatikan apa yang cewek nyebelin di sebelahku ocehkan.

"Hei, Kyon, kamu dengerin ga sih?"

"Ngga, tadi sampe mana?"

"Festival sekolah! Kamu seharusnya lebih semangat dong! Festival sekolah kan cuman setahun sekali!"

"Mungkin itu benar, tapi loe ga harus mikirin banget soal itu."

"Tentu aja harus kupikirin! Bukan festival sekolah namanya kalo ga seru. Harusnya kayak pesta-pesta kampus yang kutahu."

"Apa loe ngelakuin sesuatu yang konyol waktu SMP?"

"Engga, waktu itu ga asik sama sekali. Jadi ga masuk akal kalo festival SMA ga asik juga."

"Terus menurut loe yang menarik itu apa?"

"Kayak hantu betulan muncul di rumah hantu, jumlah anak tangga di tangga tiba-tiba nambah, jumlah misteri sekolah loncat dari tujuh jadi tiga belas, rambut Afro tiga kali ukuran kepala normal muncul di kepala kepala sekolah, sekolah berubah jadi robot raksasa dan bertempur ngelawan monster bawah laut, atau bahkan musim gugur direpresentasikan sebagai bunga plum..."

Setelah mendengarkan setengah jalan, aku berhenti memperhatikan Haruhi, jadi aku lupa apa yang dikatakan setelah dia menyebutkan jumlah anak tangga di tangga. Kalau ada orang yang mendengarkan, tolong beri tahu aku.

"......Hhh, lupain aja. Kuceritain lebih banyak pas kita nyampe di ruang klub."

Haruhi melangkah lebar menuju ruang klub dengan suasana hati yang buruk, dan sebentar kemudian, kami sampai di pintu. Papan nama di atas pintu bertuliskan "Klub Sastra" dan disolasi dibawah papan namanya ada secarik kertas bercoretkan "dengan Brigade SOS."

"Karena kita tinggal disini udah setengah tahun, kayaknya ga ada yang keberatan deh kalau kita ambil alih ruangan ini buat kita sendiri." Haruhi secara sepihak mendeklarasikan kedaulatannya atas penggunaan ruangan itu dan ingin melepas papan nama yang asli, tapi aku mencegahnya. Lagipula, adalah hal penting bagi manusia untuk menjaga kewaspadaan pada jumlah tertentu dalam tindakan-tindakan mereka.

Haruhi membuka pintu tanpa mengetuk, dan berdiri di dalam ada gadis peri. Waktu matanya bertemu denganku, dia tersenyum bagaikan bunga lili merekah.

"Oh... halo."

Yang mengenakan kostum maid dan sedang menyapu ruangan dengan sapu adalah gadis teh terbaik, kebanggaan Brigade SOS -- Asahina Mikuru-san. Seperti biasa, dia membawa senyuman manis yang pantas bagi peri yang bersemayam di ruang klub ini dan menyambut kedatanganku. Mungkin dia memang peri dalam penyamaran. Dia rasanya lebih mirip peri daripada penjelajah waktu dari masa depan.

Asahina-san diseret paksa oleh Haruhi pada waktu pendirian Brigade SOS, seperti Haruhi jelaskan, "Kita butuh maskot." Lalu dibawah tuntutan Haruhi, dia dipaksa mengenakan kostum maid dan sejak saat itu menjadi maid resmi Brigade SOS. Setiap hari sehabis sekolah, dia akan berubah jadi maid sempurna. Ini bukan karena ada sekrup yang longgar di otaknya, tapi lebih karena dia begitu jujur dan begitu tulus sampai-sampai aku hampir menangis.

Asahina-san pernah berpakaian sebagai bunny girl, perawat dan segala macam kostum lainnya untuk Brigade SOS. Namun aku merasa kalau kostum maid yang paling cocok dengannya. Sederhananya, ini karena kostum ini tidak mempunyai makna terselubung atau sindiran, yang karena itu aku berharap dia akan terus begitu. Mungkin aku harus menegaskan sesuatu: tindakan Haruhi jarang-jarang punya makna apapun buat mereka.

Namun tindakannya acap kali jadi pemicu buat hal lain, dan menyusahkan kami semua, jadi aku sebenarnya merasa akan lebih baik bila tindakannya benar-benar tak bermakna.

Si sering eksentrik Haruhi jarang sekali melakukan sesuatu dengan benar, atau aku seharusnya bilang dia hanya pernah sekali melakukan hal yang benar, yaitu memilih kostum maid Asahina-san. Saking cocoknya kostum itu dengannya, cukup untuk bikin orang puyeng. Hanya ini satu-satunya yang bisa kupuji akan tingkah laku eksentrik Haruhi. Aku tak tahu dimana dia membelinya atau berapa harganya, tapi Haruhi memang punya selera soal kostum-kostum elegan. Walau kuyakin Asahina-san akan terlihat kece mengenakan pakaian apapun, seperti model profesional saja. Dan kostum favoritku dari semuanya adalah kostum maid. Pastinya ada semacam maksud dengan kostum ini, karena selalu dapat memuaskan indera penglihatanku.

"Akan kubuatkan teh."

Kata Asahina-san dengan suara lembutnya, yang menawan. Dia menyimpan sapu di lemari pembersih dan bergegas menuju lemari dapur, mengeluarkan cangkir semuanya.

Perutku tiba-tiba menderita sakit yang amat sangat, dan ketika aku sadar kembali, kusadari Haruhi telah menyikutku.

"Matamu udah sipit setipis garis tuh sekarang."

Mungkin aku terlalu tergugah oleh gerak-gerik manis Asahina-san, jadi tentunya mataku menyipit sampai hanya menyisakan celah kecil. Aku yakin semua orang akan sama reaksinya setelah melihat Asahina-san yang menawan, elegan dan pemalu.

Haruhi berjalan menuju meja dengan piramid hitam yang bertuliskan "Komandan", dan mengeluarkan ban lengan yang juga bertuliskan "Komandan" dari laci dan memakainya. Dia kemudian menendang keluar kursi lipat dari meja dan mendudukinya, memeriksa ruang klub.

Duduk di sudut meja membaca buku tebal adalah anggota brigade yang lain.

"......"

Disana, berkonsentrasi penuh membaca bukunya tiada lain tiada bukan adalah Nagato Yuki, anggota kelas satu Klub Sastra, yang bagi Haruhi adalah seperti "hadiah bonus yang didapat dengan menduduki ruang Klub Sastra."

Keberadaannya sama tak kentaranya dengan nitrogen di atmosfer, tapi dari semua anak kelas satu di Brigade dialah yang paling luar biasa. Keluarbiasaannya jauh melebihi Haruhi. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa soal Haruhi, namun sementara aku memang tahu sesuatu soal Nagato, ini hanya bikin aku lebih bingung soal dia. Kalau apa yang Nagato katakan itu benar, maka siswi mungil pendiam berambut pendek yang kurang ekspresi, emosi dan empati ini bukanlah manusia melainkan suatu Antarmuka Manusia Buatan Hidup yang diciptakan oleh alien untuk berinteraksi dengan manusia. Kedengarannya masih sangat absurd. Tapi karena dia sendiri yang bilang begitu, aku tak bertanya lebih jauh karena memang kedengarannya nyata. Tentu saja, Haruhi tak tahu-menahu soal ini; Haruhi masih menganggapnya sebagai "kutubuku yang agak aneh."

Walau secara objektif, "agak" itu meremehkan.

"Mana Koizumi-kun?"

Haruhi memelototi Asahina-san dengan pandangan tajamnya. Asahina-san bergidik sebentar, lalu berkata, "Eh... d..dia belum datang, dia agak telat hari ini..."

Asahina-san dengan hati-hati mengeluarkan daun teh dari kaleng dan menempatkannya di teko teh kecil. Dengan santai kulihat rak baju dekat pojokan ruang klub. Segala macam kostum tergantung diatasnya, seperti ruang ganti teater. Dari kiri tergantung kostum perawat, kostum bunny girl, kostum maid musim panas, yukata, blus putih, kostum kulit macan tutul, kostum wol boneka katak, dan segala macam kostum tak dikenali lainnya.

Selama enam bulan ke belakang kostum-kostum ini sudah mendapat rahmat dari kulit hangat Asahina-san. Biar kujelaskan lebih jauh, tiada alasan sama sekali bagi Asahina-san untuk memakai kostum-kostum ini, selain untuk memuaskan ego Haruhi sendiri. Mungkinkah dia menderita semacam trauma di masa lalu? Misalnya tidak mendapat boneka dandan yang dia inginkan waktu masih kecil, sehingga kini dia melihat Asahina-san sebagai boneka besar buat bermain bersama. Berkat ini, luka-luka emosional Asahina-san bertambah seiring bertambahnya hari, sementara indera penglihatanku jadi terangsang sebagai hasilnya, menciptakan rasa bahagia untukku. Hhh, secara keseluruhan, kupikir tak banyak orang yang dapat manfaat dari hal ini, jadi sebaiknya aku tak berkata apa-apa soal ini.

"Mikuru-chan, teh!"

"Oh... ya! Segera!"

Asahina-san buru-buru menuangkan teh hijau ke dalam cangkir yang sudah bertanda "Haruhi" dengan spidol, dan membawanya dengan baki.

Haruhi menerima cangkir teh dan meniup uapnya dan menyeruput tehnya. Dia lalu bicara seperti guru merangkai bunga yang mencaci muridnya karena belum cukup tekun, "Mikuru-chan, aku ingat pernah nyuruh kamu sebelumnya. Udah lupa ya?"

"Hah?" Asahina-san memegang bakinya dengan gentar. "A...apa itu?"

Dia memiringkan kepalanya seperti burung Gelatik Jawa yang sedang mengenang rasa biji-bijian yang dia makan kemarin.

Haruhi menaruh cangkirnya di meja.

"Pas ngebawain teh, kamu perlu secara ga sengaja numpahin cangkir teh sekali tiap tiga kali! Kamu sama sekali ga keliatan kayak maid ceroboh deh!"

Haruhi: "Pas ngebawain teh, kamu perlu secara ga sengaja numpahin cangkir teh sekali tiap tiga kali! Kamu sama sekali ga keliatan kayak maid ceroboh deh!"

"Ah, emm......m...maaf."

Asahina-san mengangkat bahu kecilnya. Ini pertama kalinya gue ngedenger aturan macam begitu; emangnya nih cewek benar-benar percaya kalo maid itu mestinya ceroboh?

"Kamu punya kesempatan sekarang. Mikuru-chan, pake Kyon buat latihan. Pas ngebawain teh, pastiin kamu numpahin teh keatas kepalanya."

"Hah?"

Kata Asahina-san lalu melihat padaku. Aku ingin sekali mengebor kepala Haruhi dan mengganti isinya. Sayangnya, aku takkan menemukan apa-apa di dalamnya dan hanya bisa mengeluh.

"Asahina-san, cuma orang yang otaknya rusak aja bisa mikirin sesuatu kayak yang Haruhi omongin barusan."

Jadi lanjutkan kerja baiknya! ingin kutambahkan itu, tapi kuputuskan tidak jadi akhirnya.

Haruhi dengar dan memutar matanya.

"Si idiot yang disana, aku ga becanda! Aku selalu serius."

Berarti lebih parah lagi tuh; loe kali butuh CT scan. Lagian, gue mikir nih kalo marah ke elo gara-gara manggil gue idiot apa berarti gue kurang rasa humor?

"Udahlah, biar aku demonstrasiin aja. Ntar kamu ikutin apa yang kulakuin, Mikuru-chan."

Haruhi lompat dari kursi lipat dan menyambar baki dari si gagap Asahina-san. Dia lalu mengangkat teko teh dan mulai menuang teh ke dalam cangkir yang bertuliskan namaku.

Selagi aku menonton adegan ini tersingkap dengan hening terpana, Haruhi dengan kasar menaruh cangkir di baki, memercikkan teh kemana-mana, lalu menatap ke tempat aku duduk dan mengangguk untuk menandakan dia mau mendatangiku. Segera kuambil cangkirnya.

"Hei! Jangan ganggu ah!"

Maksud loe apa jangan ganggu ah? Orang yang dengan senang hati duduk dan nunggu seseorang numpahin teh panas keatas kepala mereka ya cuman orang yang terlalu baik ato lagi nyoba nipu perusahaan asuransi.

Dan jadinya aku berdiri dan meminum teh hijau yang Haruhi buatkan untukku sambil berpikir sendiri: kenapa ya walaupun mereka bikin teh dengan daun teh yang sama, teh Asahina-san rasanya beda banget dari buatan Haruhi? Jawaban sudah jelas, bahkan tanpa dipikir. Perbedaannya yaitu bumbu yang disebut "cinta". Kalo Asahina-san itu mawar putih yang mekar di alam liar, maka Haruhi itu mawar jenis spesial yang bahkan ga mekar dan penuh duri; bahkan mungkin ga ada bijinya.

Haruhi memandangku dengan teguran selagi kuminum tehku.

"Huh."

Dia mengibas keras rambutnya dan kembali ke kursinya. Pandangan di wajahnya tampak seolah-olah dia baru saja menelan jamu pahit.

Asahina-san mendesah lega dan kembali ke mode melayani seperti biasa, menuang teh ke cangkir Nagato dan menaruhnya di depan si cewek yang sedang membaca.

Nagato tak bergerak, menjaga kepalanya terpancang pada buku hardcover. Kau harusnya nyoba ngekspresiin semacam rasa terima kasih kek! Kalo Taniguchi, dia mungkin mau aja nunggu tiga hari sebelum minum teh Asahina-san.

"......"

Nagato mengibas halaman tanpa mengangkat kepalanya. Karena dia biasanya begitu, Asahina-san tak terlalu keberatan dan pergi menyiapkan tehnya sendiri.

Saat ini, anggota kelima datang, walau takkan ada yang begitu keberatan kalau dia tidak datang.

"Maaf, saya tertunda, karena rapat kelas kami ternyata lebih lama dari yang diduga."

Menyingkap senyum mempesona tak berbahayanya dan berdiri dekat pintu adalah Koizumi Itsuki, siswa pindahan misteriusnya Haruhi. Wajah tampannya, yang takkan kukenalkan pada pacarku seandainya aku punya, membawa senyum seperti biasa.

"Tampaknya sayalah yang terakhir datang. Jikalau rapatnya tertunda dikarenakan saya, saya mohon maaf dengan tulus hati. Mungkin akan lebih baik apabila kita makan dulu?"

Rapat? Rapat apaan? Gue ga tau ada rapat.

"Gue beneran lupa soal itu kalo loe ga bilang."

Melihat ke bawah meja, Haruhi berkata padaku, "Aku udah ngasih tau ke semua pas istirahat makan siang. Kupikir toh aku bisa ngasih tau kamu kapan aja."

Loe punya waktu buat pergi ke kelas lain, tapi loe ga mau repot ngasih tau gue, yang kebetulan duduk tepat di depan loe di kelas yang sama?

"Emangnya penting? Toh sama aja. Masalahnya bukan kapan nerima pesannya, tapi lagi ngapain sekarang."

Itulah caranya membalikkan masalah. Tak masalah Haruhi bilang apa, aku takkan pernah merasa lebih baik. Semua orang tahu itu sekarang.

"Yang lebih penting lagi, perlu ngediskusiin apa yang perlu dilakuin segera!"

Plis deh! Bedain dong mana sekarang mana segera! Loe bahkan ga spesifik siapa yang loe maksud.

"Kita semua lah tentunya! Abisnya ini kegiatan Brigade SOS."

Kegiatan apa?

"Bukannya aku baru bilang? Kapan lagi kita bisa ngadain kegiatan selain pas festival sekolah?"

Kalo gitu ini bukan kegiatan brigade, tapi kegiatan sekolah. Kalau loe pengen banget bikin festival sekolah jadi lebih hidup, maka loe harusnya daftar jadi panitia festival aja. Terus loe bakalan punya banyak kerjaan kasar buat diurus.

"Ga bakalan bermaknanya sama sekali. Yang kita butuhin itu kegiatan bergaya Brigade SOS! Kita udah kerja keras ngembangin brigade sampe ke keadaan sekarang! Ga ada orang di sekolah yang ga tahu siapa kita! Kamu ngerti ga sih?"

Emang apaan gitu kegiatan bergaya Brigade SOS? Mengingat kembali kegiatan-kegiatan yang Brigade SOS telah adakan selama enam bulan ke belakang, tiba-tiba aku merasa melankolis.

Loe cuman ngomong apa aja yang tiba-tiba muncul di pikiran loe, gampang sih buat loe, tapi loe tau ga sih segimana menderitanya gue dan Asahina-san selama enam bulan ini? Si Koizumi cuman bisa senyum kayak orang idiot, sedangkan Nagato ga ngasih banyak bantuan, seharusnya loe tuh lebih perhatian dong sama orang kayak gue ini, yang selalu di samping loe terus. Oh, dan Asahina-san mungkin ga normal juga, tapi karena dia manis banget, ga masalah buat gue. Karena semua yang perlu dia lakukan ya cuman berdiri aja di situ dan biarin mata gue nikmatin pemandangan dan membelai lahan tandus di hati daku.

"Kita perlu berbuat sesuatu yang cocok sama harapan orang-orang."

Gumam Haruhi, kelihatan tak senang. Omong-omong, emangnya siapa coba yang ngarepin sesuatu dari Brigade SOS? Nah itu baru pantas buat survei! Brigade SOS bahkan belum berkembang, jumlah anggotanya masih segitu aja, apalagi dipromosi jadi Asosiasi. Jadi mendingan mempertahankan status quo, tapi cepat atau lambat, Kereta Ekspres Haruhi bakalan keluar rel suatu hari. Cuman ada lima penumpang di kereta ini, paling engga cari gih pengganti buat gue. Ato barangkali kasih aja gue gaji per jam, 100 yen pun bisa-bisa aja.

Haruhi menghabiskan tiga puluh detik menghabiskan secangkir tehnya, lalu minta Asahina-san untuk cangkir kedua.

"Kamu gimana, Mikuru-chan? Punya rencana?"

"Mmm...... Maksudmu kelas kami......kami rencananya jualan mi dan teh......"

"Mikuru-chan barangkali jadi pelayan, kan?"

Asahina-san membelalak.

"Kok tau? Tadinya saya pengen masak, tapi semuanya pengen saya......"

Mata Haruhi sekarang terlihat tertarik, semacam mata licik yang tak berniat baik. Pandangannya melayang ke arah rak baju, membuatnya jelas kalau dia sedang berpikir bahwa dia belum mendandani Asahina-san sebagai pelayan.

Ekspresi Haruhi kini penuh akan pemikiran.

"Kelas Koizumi-kun gimana?"

Koizumi mengangkat alisnya.

"Kami putuskan untuk mementaskan drama, tapi para pendapat di kelas terpecah. Beberapa ingin naskah original, sementara yang lain ingin drama klasik. Festival sekolah makin dekat tapi kami masih berdebat sengit akan hal itu. Akan agak lama sebelum sesuatunya bisa diputuskan."

Ah, kelas yang hidup jauh lebih baik, walau bisa nyusahin sih.

"Hmm."

Mata Haruhi kini beralih pada anggota pendiam yang tersisa.

"Yuki gimana?"

Si alien yang cinta membaca kini mengangkat kepalanya seperti luak yang merasakan hujan.

"Ramalan."

Tanggapannya tanpa emosi apapun seperti biasa.

"Ramalan?"

Aku kini menyela dan bertanya.

"Ya."

Nagato, yang wajahnya bahkan tak terlihat sedang bernafas, menganggukkan kepalanya.

"Kamu yang tanggungjawab ngeramal?"

"Ya."

Dapat kubayangkan Nagato pakai topi runcing hitam, jubah hitam dan bawa-bawa bola kristal, tapi lalu kubayangkan adegan dimana dia meramalkan pasangan, "Kalian berdua akan putus dalam lima puluh delapan hari tiga jam lima menit."

Bisa ga sih kamu ngeboong yang lebih bagus gitu? Apakah Nagato bisa meramal masa depan adalah misteri lain yang tak bisa kuketahui.

Kelas Asahina-san buka warung, Koizumi main drama, sedangkan kelas Nagato ngeramal? Kenapa kegiatan kelas-kelas lain kedengarannya jauh lebih seru daripada kegiatan survei kelas kita? Oh iya, menurut loe gimana? Gimana kalo kita gabungin aja semua dan ngadain pementasan drama ramalan pesta teh?

"Cukup omongan idiotnya, rapat dimulai sekarang."

Pendapatku sebelumnya ditendang kasar oleh Haruhi, yang berjalan ke whiteboard. Dia menarik tongkat penunjuk sampai sepanjang antena radio dan menderanya pada whiteboard.

Ga ada tulisannya itu, loe pengen gue liat apaan?

"Bentar lagi bakalan ada tulisan. Mikuru-chan, tanggungjawabmu nyatet. Catat hati-hati segala omonganku."

Kapan Asahina-san jadi sekretaris? Aku khawatir tiada yang tahu, karena Haruhi baru saja memutuskannya barusan.

Asahina-san, gadis teh dan sekretaris, mengambil spidol dan duduk dekat whiteboard, menatap wajah Haruhi.

Haruhi berkata dengan nada semangat, "Brigade SOS akan bikin film!"



Benar-benar ga ngerti gue cara kerja otak Haruhi. Emang ga beneran penting sih, dia emang selalu kayak gitu. Tapi kalo gitu ini bukan rapat, tapi malahan kesempatan buat mamerin ide-ide dia sendiri.

"Bukankah selama ini memang selalu begitu?" kata Koizumi pelan-pelan padaku, tersenyum begitu ganteng sampai-sampai orang ingin menggambarnya. Koizumi dengan elegan membuka mulutnya, "Suzumiya-san mungkin sudah tahu apa yang dia ingin lakukan sejak awal, jadi saya kira tak banyak untuk didiskusikan. Apakah anda mengatakan padanya sesuatu yang tak seharusnya anda katakan?"

Gue ga ingat cerita-cerita soal film hari ini. Kali dia nonton film jelek kelas C tadi malam dan ngerasa terlalu ngebosenin dan sekarang dia nyari jalan buat ngelampiasin frustasinya?

Namun Haruhi yakin pidatonya telah menggugah seluruh hadirin dan terlihat amat semangat, "Kuyakin kalian semua punya pertanyaan sekarang?"

Gue cuman punya pertanyaan soal cara kerja otak loe.

"Pas sinetron tamat, mereka biasanya ngakhirinnya dengan pemeran utamanya sekarat, tapi bukannya ga wajar banget tuh? Kenapa dia bakalan mati tepat di endingnya? Ga masuk akal, jadi aku benci cerita-cerita dimana ada orang mati di endingnya. Aku ga bakalan pernah bikin film kayak gitu!"

Kita ngomongin film atau sinetron?

"Bukannya tadi baru kubilang kita mau bikin film? Bahkan kuping patung haniwa aja lebih gede dari kupingmu. Pergi sana dan hapalin tiap kata yang baru aja kukatakan."

Mendingan gue ngapalin nama-nama stasiun jalur kereta terdekat daripada ngapalin retorika busuk elo.

Asahina-san, yang tidak kelihatan dia sebenarnya anggota Klub Kaligrafi, dengan elegan menuliskan kata-kata "Film Rilis" di whiteboard, Haruhi menganggukkan kepalanya puas.

"Itu aja, kau ngerti sekarang?"

Haruhi berbicara seperti peramal cuaca dengan ceria memperkirakan hujan monsun akan segera berhenti.

"Apanya?"

Tanyaku, yang memang wajar tentu saja. Aku hanya mengerti "Film Rilis". Dimana dia niat nyari studio film buat ngebiayain filmnya? Jangan-jangan dia udah nemu studio?

Namun pupil gelap Haruhi berkilauan selagi dia tersenyum cerah,

"Kyon, kepintaran kamu udah merosot ya? Tentu aja kita akan bikin filmnya. Filmnya bakalan digelar di festival sekolah, dengan judul 'Brigade SOS Mempersembahkan' di awalnya."

"Kapan kita jadi Kelompok Riset Film?"

"Kamu ngoceh apa sih? Ini akan selalu jadi Brigade SOS! Aku ga ingat ada Kelompok Riset Film di sini-sini."

Haruhi tanpa perasaan mengatakan sesuatu yang mungkin akan bikin jengkel anak-anak Kelompok Riset Film kalau mereka mendengarnya.

"Ini sudah diputuskan dari dulu! Ga ada peninjauan kembali! Naik banding akan ditolak!"

Karena pimpinan juri Brigade SOS berkata demikian, kukira tak bisa digulingkan? Emangnya siapa sih yang ngedorong Haruhi ke tahta komandan Brigade SOS? Engga, tunggu bentar, coba pikir, dia sendiri yang ngeklaim tahta buat dirinya sendiri. Tak peduli di dunia apapun kau berada, selalu orang-orang ribut dan berlagak hebat yang punya ego terus membumbung. Berkat ini, orang-orang seperti aku dan Asahina-san, yang cenderung ikut arus, akan selalu merasa bingung. Inilah konflik dalam realitas yang kejam dan dingin; ini juga kebenaran.

Selagi benakku menggali-gali ke dalam pertanyaan filosofis tentang apa yang dianggap sebagai sebuah masyarakat ideal......

"Jadi begitu toh," kata Koizumi, seolah-olah dia mengerti segalanya. Dia membagi rata senyumnya antara aku dan Haruhi dan berkata, "Saya mengerti sekarang."

Hei, Koizumi, jangan secara anggun begitu aja nerima bom yang Haruhi baru jatuhin! Bukannya loe punya pendapat sendiri soal ini?

Dengan jarinya Koizumi mengibas belahan rambutnya dengan ringan, "Dari apa yang saya lihat, kita mau membuat film buatan sendiri untuk menarik pengunjung agar mau datang menontonnya. Betulkah begitu?"

"Tepat!"

Haruhi mendera "antena"nya pada whiteboard.

Asahina-san bergidik, namun masih mengambil keberanian dan berkata, "Tapi......kenapa mutusin bikin film?"

"Tadi malam, aku ga bisa tidur," Haruhi membawa antena ke depan matanya dan mengayunkannya seperti wiper kaca depan mobil, "jadi kunyalakan TV dan ujung-ujungnya nonton film aneh. Awalnya aku ga tertarik, tapi karena ga ada kerjaan, kuputusin nyoba nonton."

Tepat kayak dugaan gue.

"Film boring banget, saking ngeboseninnya aku pengen bikin telepon internasional iseng ke rumah sutradaranya; makanya aku dapat ide ini."

Ujung tongkat penunjuk menunjuk pada wajah mungil Asahina-san.

"Kalau film macam begitu bisa ada, maka aku pasti bisa bikin yang lebih bagus!" Haruhi membusungkan dadanya dengan percaya diri dan berkata, "Makanya aku pengen coba, kamu keberatan?"

Asahina-san kuat-kuat menggelengkan kepalanya seakan-akan ketakutan. Kalaupun dia memang punya pendapat, Asahina-san kemungkinan takkan bilang apa-apa, sementara Koizumi adalah pak angguk yang mengangguk-angguk, dan Nagato toh tak pernah ngomong, jadi satu-satunya orang yang bilang sesuatu selalu aku.

"Loe kayaknya bertekad jadi sutradara dan produser film, itu sih oke buat kami, itu pilihan loe dan loe bisa kejar tuh impian semau loe. Itu berarti kami sekarang bisa duluan dan ngejar mimpi kami juga."

"Aku ga ngerti maksudmu apa."

Haruhi memajukan bibirnya keluar seperti bebek. Dengan sabar kujelaskan analisis detailku padanya.

"Loe bilang loe pengen bikin film, tapi kami ga pernah bilang apa-apa soal itu. Gimana kalo kami ga suka usul ini? Film ga bisa dibuat cuman dengan sutradara aja lho."

"Tenang, aku udah dapat skenarionya."

"Bukan, bukan itu maksud gue......"

"Ga ada yang perlu dikuatirin. Kau lakuin aja apa yang kusuruh, jadi jangan kuatir."

Gue kuatir banget.

"Biar aku yang bikin perencanaan, akan kuurus semuanya."

Gue bahkan lebih kuatir lagi sekarang.

"Uhh, kamu ngegemesin deh! Aku bakalan maju terus dengan apa yang kubilang bakal perbuat. Targetnya dapat peringkat pertama di polling kegiatan festival sekolah! Kali aja, orang-orang idiot dungu di OSIS mungkin akhirnya ngakuin Brigade SOS sebagai klub resmi......Engga! Aku bakalan bikin mereka ngakuin kita. Untuk mencapai tujuan ini, kita mesti bawa opini publik ke pihak kita dulu!"

Opini publik dan hasil polling ga selalu berbanding lurus satu sama lain, lho.

Aku berusaha melawan,

"Biaya produksi gimana?"

"Kalau kamu ngomong soal anggaran, kita punya kok."

Mana? Gue ga yakin OSIS bakalan ngasih anggaran ke organisasi bawah tanah ini yang beraktivitas secara terbuka.

"Bukannya Klub Sastra dikasih anggaran juga?"

"Itu anggaran milik Klub Sastra! Loe ga bisa pake itu!"

"Tapi Yuki bilang OK kok."

Duh ileh. Kupandang wajah Nagato, sementara Nagato dalam gerak lambat mengangkat kepalanya untuk menatapku, lalu tanpa berkata apa-apa, perlahan kembali membaca bukunya.

Bukannya bakalan ada orang yang ingin masuk Klub Sastra? Gue ga niat nanyain ini, karena mungkin aja Nagato sengaja ngatur biar Klub Sastra ada di jurang pembubaran. Dia kayaknya udah tau apa yang Haruhi rencanain; bakalan sayang banget kalo ada orang lain mau gabung dengan Klub Sastra sekarang. Gue pengen banget ada orang yang ngambil alih Klub Sastra dari cengkeraman Haruhi.

Haruhi tak menyadari apa yang kupikirkan, mengayun-ayunkan antenanya girang, "Semuanya ngerti sekarang? Anggap kegiatan ini lebih penting dari kegiatan kelas kalian! Kalo ada yang berselisih pendapat, mereka bisa bilang ke aku abis festival sekolah, OK? Perintah sutradara adalah mutlak!"

Deklarasi Haruhi dengan penuh gairah, seperti beruang grizzly di kebun binatang yang sedang berpegangan pada es batu waktu musim panas. Lingkungan sekitar tak lagi penting baginya.

Pertamanya dia komandan brigade, sekarang dia pengen jadi sutradara? Jalur karir mana sih yang dia niat masukin? ......Dan jangan bilang loe pengen jadi Tuhan.

"Hari ini sekian! Abisnya aku perlu mikirin gimana milihin peran dan kru serta nyari sponsor. Ada banyak hal yang diperlukan dalam pembuatan film."

Gue ga yakin bikin film itu perlu apa aja, tapi apa sih yang dia rencanain? Sponsor?

Bluk!

Bunyi keras bergaung ke sekeliling ruangan. Aku menoleh dan mendapati Nagato menutup bukunya. Bunyi itu kini sudah jadi aba-aba tak resmi bagi Brigade SOS untuk mengakhiri urusan hari ini.

"Kita diskusiin rinciannya besok!"

Dengan meninggalkan kalimat ini, Haruhi melesat dari ruangan bagai kucing mendengar suara kaleng makanan kucing yang sedang dibuka. Kayaknya ga ada lagi sisa rincian buat dijelasin.

"Tapi bukankah tidak apa-apa?"

Satu-satunya orang yang akan berkata begitu pastilah Koizumi.

"Asalkan bukan berburu alien untuk pertunjukan sirkus ganjil, atau menembak jatuh UFO dan memamerkan bagian dalamnya, maka saya lega."

Dimana gue dengar ini sebelumnya ya?

Si esper yang tersenyum menutup mulutnya dan tertawa.

"Lagipula, saya agak tertarik pada film apa yang Suzumiya-san sedang buat, saya rasa sedikit-banyak saya dapat membayangkan apa yang ada di pikirannya."

Koizumi melirik Asahina-san, yang sedang mencuci cangkir teh.

"Ini bisa jadi festival sekolah yang menarik, akan asyik."

Terpengaruh oleh Koizumi, mataku juga berputar ke arah Asahina-san. Tepat saat kami sedang menatap tutup kepalanya bergoncang bersama rambutnya......

"Ah! Ka... kalian lagi liat apa?"

Menyadari dua cowok berpikiran jorok menatapnya, Asahina-san berhenti apa yang sedang dilakukannya dan merona hebat.

Kujawab dalam hati,

Oh engga, bukan apa-apa kok. Aku cuman mikir, kostum apa yang bakalan Haruhi bawa kali ini ya?

Bersiap-siap pulang......atau malahan, hanya menaruh bukunya ke dalam tasnya, Nagato berdiri dalam diam dan menuju pintu. Apa Nagato sedang baca buku tentang ramalan ya? Habisnya bukunya ditulis dengan bahasa asing yang ga gue ngerti.

"Tapi......" Gumamku.

Film......toh?

Sejujurnya, aku sedikit tertarik juga, tentu saja ketertarikanku tidak sedalam Koizumi, mungkin hanya sedalam plankton laut itu yang hidup di landas kontinen.

Barangkali gue seharusnya nanti-nantiin itu kali ya?

Habisnya ga ada orang lain sih yang ngarepin apapun dari itu.



Gue tarik balik semua yang baru gue omongin, gue ga nanti-nantiin apapun.

Karena sehabis sekolah esoknya, aku sudah menderita.


  - Dipersembahkan oleh: Brigade SOS
  - Produser Eksekutif / Sutradara / Penulis Skenario: Suzumiya Haruhi
  - Pemeran Utama Wanita: Asahina Mikuru
  - Pemeran Utama Pria: Koizumi Itsuki
  - Pemeran Pembantu: Nagato Yuki
  - Asisten Sutradara / Sinematografi / Penyunting / Peralatan / Pengumpul Informasi / Kerjaan Kasar Lainnya: Kyon


Waktu kulihat apa yang tertulis di buku catatan itu, aku hanya berpikir satu hal.

"Jadi gue sebenarnya ngapain?"

"Apa yang ketulis disitu lah, tentunya."

Seperti tongkat penunjuk orkestra, Haruhi mengayunkan tongkat penunjuknya.

"Kamu staf belakang layar, kayak yang di pembagian peran dan kru udah jelasin aja. Kita punya pemeran yang mantap, kan?"

"Sa...saya pemeran utamanya?"

Tanya Asahina-san dengan suara yang lembut. Hari ini dia mengenakan seragam sekolah yang biasanya alih-alih kostum maid, karena Haruhi bilang dia tak perlu ganti kostum. Nampaknya Haruhi akan membawa Asahina-san ke suatu tempat hari ini.

"Kalo bisa, bisa ga aku cuman meranin peran kecil......"

Asahina-san memohon pada Haruhi dengan tatapan sedih.

"Engga," jawab Haruhi. "Aku akan bikin Mikuru-chan jadi terkenal, lagian, kamu kan kayak merek dagang resmi brigade kita. Yang perlu kau lakukan cuman latihan bikin tanda tangan aja. Abisnya ntar pas premier film, para fans bakalan ngantri demi tanda tangan kamu."

Premier film? Emangnya dimana dia niat ngadain acara begituan?

Asahina-san tak kelihatan terlalu nyaman dengan ini.

"......Tapi saya ga bisa akting."

"Jangan kuatir, tak bimbing kamu dengan baik."

Asahina-san mengangkat kepalanya dengan ragu campur takut dan menatapku, dan dengan sedih menurunkan alis matanya.

Hanya ada kami bertiga disini sekarang. Karena Nagato dan Koizumi sedang ada rapat buat kegiatan festival kelas mereka, mereka akan telat hari ini. Tak pernah kepikiran olehku akan ada orang yang mau tetap di sekolah untuk menyiapkan hal begini; maksudku, yang perlu mereka lakukan hanyalah duduk disana dan biarkan semuanya lewat. Takjub aku ada beberapa orang yang serius soal itu.

"Ngomong-ngomong, Yuki dan Koizumi-kun ga serius soal ini," kata Haruhi merasa kesal. Tidak tahu bagaimana melampiaskan amarahnya, Haruhi mengacungkan telunjuknya padaku, "Jelas-jelas udah kubilang kalo kegiatan ini prioritasnya lebih tinggi dari yang lain. Tapi mereka milih telat biar mereka bisa ikut kegiatan kelas mereka. Aku beneran harus ngasih mereka peringatan."

Mungkin Nagato dan Koizumi-kun punya rasa memiliki yang lebih besar terhadap kelas mereka daripada Haruhi dan aku. Dari perspektif tertentu, sebetulnya lebih aneh kami bertiga yang ada disini disaat ini.

Tiba-tiba aku kepikiran sesuatu.

"Asahina-san, bukannya kamu harus ikut rapat kelasmu?"

"Mm, saya di bagian yang tanggungjawabnya cuman melayani pelanggan, jadi sisanya tinggal ngerancang kostum. Saya masih belum tau kostum apa yang bakalan kupakai, tapi saya nantiinnya."

Asahina-san tersipu dan tersenyum. Sepertinya dia sudah terbiasa bercosplay sekarang. Daripada main-main dengan Brigade SOS dan dipaksa memakai segala macam kostum tak jelas tanpa alasan yang jelas pula, bukankah lebih baik baginya untuk memakai sesuatu yang pas untuk acara yang tepat? Adalah amat normal pelayan muncul di warung mi, jauh lebih normal daripada maid di ruang Klub Sastra.

Aku tak pernah tahu bagaimana caranya Haruhi berhasil memasukkan hal itu dalam topik pembicaraan.

"Jadi, Mikuru-chan, kamu pengen dandan jadi pelayan ya? Kenapa kamu ga bilang? Itu bikin masalahnya jadi gampang, aku akan cariin kostum buat kamu."

Gue ga terlalu keberatan kalo loe bikin semacam komentar jenaka ini, tapi loe mikir ga sih kalo ga pantes orang-orang di ruang Klub Sastra pake segala macam kostum selain seragam mereka? Bahkan kostum perawat yang sebelumnya aja patut dipertanyakan, kalo dia harus pake kostum, gue masih ngira kostum maid yang paling bagus......Apa ini fetish gue sendiri ya?

"Oh, oke."

Haruhi menoleh ke arahku,

"Kyon, kau tau apa hal yang paling penting waktu bikin film?"

Hmm......Yah, aku berusaha mengingat-ingat tiap adegan film yang berhasil menggugahku dan patut dijadikan referensi. Ketika aku selesai berpikir, dengan percaya diri kujawab,

"Inovasi dan semangat?"

"Bukan hal abstrak macam begitu!"

Haruhi menolak pemikiranku.

"Kamera lah, tentunya! Gimana kita syuting film tanpa salah satunya?"

Loe mungkin benar, tapi gue lagi ga ngomong soal sesuatu yang pragmatis...... Lupain aja, kayak gue punya banyak ide-ide inovatif ato semangat aja buat bikin film dan teori film, jadi gue ga bakalan berdebat.

"Udah diputusin."

Haruhi memendekkan tongkat penunjuknya dan melemparnya ke meja komandan.

"Kita sekarang akan pergi dapetin kamera."

Srek! Suara kursi terdorong ke belakang bisa didengar. Aku menoleh dan melihat wajah Asahina-san jadi pucat. Tak bisa menyalahkannya; lagipula, Haruhi secara biadab pernah menjarah komputer yang ada di ruangan ini dari Kelompok Riset Komputer, menggunakan Asahina-san yang malang sebagai tumbal.

Rambut coklat Asahina-san bergetar, dia dengan perlahan membuka bibir sakuranya dan berkata,

"Mm...mmm......Su...Suzumiya-san, saya baru aja ingat, saya harus balik ke ruang kelas."

"Diam."

Haruhi memasang ekspresi yang mengerikan. Asahina-san bergidik dan dengan seketika duduk kembali ke kursi merasa letih. Haruhi kemudian tersenyum ramah.

"Jangan kuatir."

Cuman karena loe bilang "jangan kuatir" ga menjamin sesuatu yang pantas dikuatirin ga bakalan kejadian.

"Kali ini aku ga bakalan pake tubuh Mikuru-chan jadi persembahan, aku cuman butuh bantuanmu kali ini."

Asahina-san menatapku dengan mata sesedih anak sapi yang sedang dikirimkan dengan truk ke rumah jagal. Tanpa teriak keras-keras, aku berkata pada Haruhi,

"Paling engga kasih tau kami loe pengen kami bantuin apaan! Atau Asahina-san dan gue ga bakalan ninggalin tempat ini."

Ekspresi Haruhi terbaca, "Kenapa sih orang dua ini?"

Katanya, "Aku mau nyari sponsor, lebih gampang ngasih kesan kalo aku bawa serta pemeran utama wanitanya, kan? Kamu juga ikut! Karena kamu harus bawa-bawa peralatan."


Balik ke Prolog Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 2