Shinigami wo Tabeta Shoujo Indo:Bab 34

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 34 - Kesempatan Kedua[edit]

–Laporan pada Altura
Tentara Pasukan Pembebasan yang dikirim ke Cyrus telah berhasil merebut benteng. Jenderal musuh, Larus, dan Dewa Kematian Schera tewas.
Dan juga, saat pertempuran, Mayor Vander menghilang.
Laporan selesai.




Dalam Kisah Perang Pembebasan, Schera dikatakan tewas dalam pertempuran ini.
Dia meninggalkan para bawahannya dan melarikan diri sendirian, setelah itu dia dikepung oleh para milisi, dan pada akhirnya, dibantai.
Dikatakan bahwa Altura berkabung atas kehidupan Schera yang berlumuran darah, dan dia mendirikan batu nisan di Cyrus.
Batu nisan tanpa nama itu adalah bukti besarnya dosa Schera.
Sampai rasa takut terhadap "Dewa Kematian" menghilang dari ingatan rakyat, tak ada pengampunan untuk dia– dan dengan kalimat ini, kisahnya berakhir.




Pasukan Pembebasan yang telah merebut Cyrus dan Sayeh bergerak ke tujuan utama mereka.
Ibukota Blanca, dengan Altura sebagai ujung tombaknya.
Dengan kendali penuh atas istana, Farzam melakukan kudeta dan menahan Kristoff. Ibukota Blanca menyerah tanpa perlawanan.
Pada saat itu, Barbora bunuh diri. Dia menyesal karena dia gak bisa menepati janjinya pada Yalder, dan dia mengakhiri hidupnya. Barbora, yang telah naik pangkat dan ambisinya terkabul seperti yang dia inginkan, pada saat-saat terakhirnya, kehilangan kekuasaannya dan mati tanpa ada yang mempedulikan dia.
Pasukan Pembebasan disambut dengan sorakan meriah dari warga ibukota. Gak ada yang menyebut mereka tentara pemberontak. Semua orang menyanjung mereka, bersuka-cita dengan perasaan terbebaskan.
Kerajaan itu diabaikan oleh rakyatnya sendiri. Jalanan ramai dengan sorakan menyambut para pahlawan.


"Kami telah menunggumu, Kanjeng Putri Altura. Kami mempersembahkan sumpah kesetiaan kami."


Bersama para pengikut pribadinya, Farzam menyambut kelompok Altura.
Diener menatap dingin pada dia, dan memerintahkan orang itu yang ada didepannya agar ditahan.


"Tangkap si licik Farzam dan anak buahnya. Dia adalah biang keladi dibelakang pemeritahan yang rusak ini. Gak ada perlunya mendengarkan alasan dia."


"Ap–, ini berbeda dengan apa yang kita sepakati! Diener!"


"Kau pikir cuma kau yang akan dimaafkan setelah semua yang kau lakukan? Dosamu layak mendapatkan seribu kematian."


"J-Jangan bercanda! Apa kau tau apa yang akan terjadi kalau kau membunuhku-!? Kanjeng Putri! Apa kau bermaksud untuk menyeret negeri ini kedalam perang lagi!?"


Menganggap kalau bicara dengan Diener gak ada gunanya, Farzam menatap Altura, ekspresi Farzam putus asa.
Altura menatap Farzam, dan berkata:


"Jendral Borbon dan Jenderal Octavio tak seperti kau, kami sudah bertukar pesan yang mengatakan bahwa mereka akan bekerja dengan kami. Begitu pula dengan para pejabat Ibukota Kerajaan. Berkat keinginanmu yang egois untuk perlindungan diri, kami bisa menghindari pertumpahan darah yang tak diperlukan. Untuk itu, aku berterimakasih."


"Kau, kau merencanakan memanfaatkan aku sejak awal!?"


"Salahnya yang tertipu karena bisa ditipu. Bukankah itu sangat cocok untukmu? Jenderal Octavio, tahan si bodoh ini."


Ucap Diener secara apatis, dan Octavio menepatkan tangannya pada pedangnya.


"Serahkan padaku. Perdana Menteri Farzam, apa kau sudah mempersiapkan dirimu?"


"O-Octavio, bangsat kau, apa kau lupa siapa yang menolongmu!?"


"Aku nggak yakin apa yang kau maksudkan. Aku hanya bersumpah setia pada Putri Altura, pewaris tahta sah. Apa alasannya kenapa aku harus dicemooh oleh seorang 'pemberontak' tirani? Gak ada."


Octavio mendengus. Saat Farzam mengulur waktu, ironisnya Diener sudah menjalankan rencananya dalam Pasukan Kerajaan.
Farzam gak lebih dari badut yang dimanupilasi oleh seseorang.
Pria ini merangkak naik dengan menggunakan jatuhnya orang lain. Para prajurit Pasukan Pembebasan bersenjata mengelilingi dia.


"Kejahatanmu karena sudah membuat puluhan ribu warga sipil mati gak akan pernah dimaafkan. Perdana Menteri Farzam. Sampai hari pembalasan, renungi perbuatanmu."


"I-Ini tak bisa dimaafkan! Octavio! Diener! Suatu hari nanti, kau akan bernasib sama sepertiku! Ingat ini-! Dan kau Altura, jangan pikir kau bisa hidup dalam fantasi indahmu selamanya-!"


"......Apa yang kau bicarakan?"


Altura memasang ekpresi penuh keraguan, dan Farzam menghujat lebih jauh lagi, kehilangan kesabarannya.


"Kau mungkin gak tau semua hal yang sudah dilakukan para prajuritmu dengan mengatasnamakan keadilan-! Dasar gadis tolol––"


"Penjaga! Bawa orang ini pergi-! Jangan biarkan dia mengucap kebohongan lebih banyak lagi!"


Diener memerintahkan para penjaga, dan Farzam dibawa pergi.


"Siap-!"


"S-Sial! Aku ini Perdana Menteri! Kuberitahu kalian aku ini Perdana Menteri!"


Gak ada satupun orang yang memihak Farzam, dan hanya kematian yang menunggu pria ini yang bahkan diabaikan oleh bawahannya sendiri.
Sebelum melaksanakan eksekusinya, Diener berbisik pada telinganya, mengungkapkan segala sesuatu tentang identitasnya pada Farzam yang meronta dan meratap tangis.
Siapa dirinya, kenapa dia menipu Farzam, dan kenapa Farzam harus mati.
Mata Farzam terbelalak terkejut, dan dja menatap pada pria yang dulunya adalah bawahannya dan sekarang berganti nama jadi Diener.
Dalam kelinglungannya, Farzam ditempatkan pada alat pancung, dan dieksekusi.
Bagi pria yang naik menjadi Perdana Menteri dari orang biasa, ini merupakan akhir yang terlalu singkat mengingat cara egoisnya menggunakan wewenang.


Adapun untuk Raja Kristoff, dia tetap diam, gak mengatakan apa-apa, dan dia menunggu penghakimannya tanpa perlawanan.
Meskipun berada dalam posisi yang mengharuskan untuk memerintah negeri, dia nggak melibatkan diri dalam politik, menekan rakyat, dan didakwa sebagai seorang kriminal yang membunuh puluhan ribu orang.
Nggak mungkin hukumannya selain kematian.
Dua minggu setelah pembebasan Ibukota Kerajaan, Kristoff dipancung didepan umum, dan dia meninggal bersama keburukannya.
Ini juga merupakan saat pembalasan dendam Diener selesai.
Yang memperlakukan dia, seorang pria yang bekerja banting tulang sebagai bagian dari jaringan mata-mata mereka, sebagai bidak sekali pakai dan membuang dia, adalah Farzam dan Kristoff.
Atas nama keadilan, Diener membunuh kedua iblis berdosa ini.
Setelah eksekusi Raja, Ibukota Kerajaan mengadakan festival perayaan besar-besaran. Ini merupakan awal era baru–sebuah masa deoan yang dipenuhi harapan. Mata semua orang berkilauan, dan mereka semua tersenyum cerah. Itu menyatakan akhir dari masa menderita mereka, dan bahwa perang telah berakhir. Sekarang yang tersisa adalah pembangunan ulang.


Pangeran Pertama Kekaisaran Aleksander Keyland yang menjadi tawanan telah dilepaskan. Setelah itu, karena upaya Alan, perjanjian damai ditandatangani.
Kerajaan akan berubah. Dibawah bintang harapan mereka yang cantik, Altura, Kerajaan akan dilahirkan kembali.
Itu adalah kelahiran Ratu Altura dan Kerajaan Yuze Baru. Seluruh Kerajaan sangat bergembira, dan mereka merayakan kelahiran Kerajaan Baru dan Ratu Baru mereka.


Kerajaan Yuze Baru, Ruang Kumpulan Sejarah.

Dengan perintah Diener, departemen yang didirikan ini diberi tugas untuk secara akurat menyampaikan kebangkitan Kerajaan Baru pada generasi mendatang.
Bertujuan untuk sebuah Kerajaan yang akan bertahan lebih dari seribu tahun, Diener harus meninggalkan catatan dari Perang Pembebasan yang tepat. Dia memberi instruksi semua kejadian dari pemberontakan mereka sampai pembebasan Ibukota Kerajaan untuk disatukan sebagai "Kisah Perang Pembebasan."
Didalam Ruangan Kompilasi itu, kepala sekretaris berteriak pada seorang pria tua keras kepala. Dia ingin pendapat pribadinya dimasukkan, jadi dia meminta pria itu melakukan beberapa perubahan.


"Mau berapa kali kau membuatku mengatakannya. Sudah kubilang jangan menulis pendapatmu sendiri. Berbaiki setiap bagian yang kutandai."


"Kepala Sekretaris. Aku sudah menulis sejarah yang tepat. Tak ada kesalahan."


"Entah itu benar atau enggak, aku yang memutuskan. Yang harus kau lakukan adalah menulis "kebenaran" itu."


"Kalau begitu gak diperlukan perubahan. Aku nggak menulis fabrikasi apapun."


"Untuk sang Dewa Kematian, apapun selain keterangan bahwa dia adalah seorang perwira perempuan biarkan tetap nggak jelas. Keterangan gak diperlukan seperti dia adalah seorang cewek yang lahir didesa petani gak perlu ditulis."


"Tapi itu fakta. Aku sudah menemukan dokumennya dan juga sudah melakukan interview."


"Dasar bodoh. Semua pemimpin dari Kerajaan bertarung hanya demi kepentingan mereka sendiri. Kita gak perlu meninggalkan catatan soal apapun. Yang harus kau lakukan itu menggambarkan secara terperinci seberapa hebatnya para pemimpin Pasukan Pembebasan."


"Itu terlalu sepihak. Aku gak menyetujui kebutuhan perubahan ini. Gak ada gunanya catatan sejarah kalau itu nggak disusun dari sudut pandang netral."


Si Kepala Sekretaris meminta baris lain yang dia minta untuk direvisi: [Pasukan Pembebasan mengincar celah yang diciptakan oleh pertempuran diantara Kerajaan dan Kekaisaran, dan melakukan pemberontakan bersenjata di Benteng Salvador,]


"Ini palsu. Pasukan Pembebasan mati-matian diminta oleh rakyat, dan memberontak dengan enggan. Mereka nggak mengerahkan pasukan bersenjata untuk kepentingan pribadi. Jangan salah."


"Kebenaran tetaplah kebenaran. Selain itu, soal Pemberontakan Tenang, kejadian sebenarnya tetap gak jelas. Kita harus menyelidiki rinciannya lebih lanjut."


Ucap si sekretaris tua itu, dan si kepala sekretaris mengatakan kalau itu nggak diperlukan.


"Apa yang terjadi sebenarnya sudah jelas. Itu terbukti bahwa komandan Belta pada saat itu, David, memberi instruksi untuk melakukannya. Ada banyak saksi juga."


"Gak ada bukti konkret kalau David memberi instruksi itu."


"Jelas-jelas ada korban dan prajurit Kerajaan melakukan pembantaian. Ada semua bukti objektifmu."


"Sejak awal memang gak jelas. Kenapa penguasa feodal Tenang menyerang petani? Para petani bergerak dalam jumlah besar, dan fia harusnya tau apa yang akan terjadi kalau dia menggunakan kekerasan terhadap mereka. Selain itu, harusnya ada pungutan sementara, tapi gak ada catatan soal itu. Kemana perginya semua barang curiannya? Ada banyak sekali poin yang gak pasti."


"Hmph, bukan masalah. Penguasa feodalnya mungkin menggunakan itu semua untuk memperkaya gaya hidupnya sendiri. Pria itu cuma memikirkan dirinya sendiri."


Si sekretaris gak setuju, dan dia melemparkan dokumen-dokumennya, gak tahan sama lawakan si kepala sekretaris.


"Poin meragukan terbesarnya adalah kenapa para petani mengibarkan bendera Pasukan Pembebasan di Tenang setelah pemberontakan. Dia punya bendera perang itu? Kejadiannya terlalu menguntungkan, seolah Pasukan Pembebasan yang pergi ke Belta mengetahui bahwa–"


Si kepala sekretaris menggebrak meja, memotong ucapan si sekretaris.


"Diam! Dengar ini, aku gak peduli entah kau disini atau enggak, aku punya banyak pengganti untuk menggantikanmu. Kalau kau gak setuju, maka tinggalkan pekerjaan ini sekarang jugam aku gak butuh orang sepertimu yang masih punya keterikatan dengan Kerajaan lama!"


"Tolol sekali. Aku lebih suka meninggalkan pekerjaan ini daripada menulis sebuah sejarah palsu. Aku pergi. Bukankah bagus buatmu karena kau bisa menulis dongeng sejarahmu. Bertujuan untuk negara yang bertahan selama seribu tahun? Bertahan seratus tahun saja sudah termasuk sangat beruntung."


"Bangsat, kau tau apa yang akan terjadi padamu kan!?"


"Silahkan saja, jangan sungkan-sungkan. Di usia ini, aku gak punya keterikatan apapun pada dunia ini. Ancamanmu sama sekali gak membuatku takut."


Merobek dan melempar tumpukan dokumen, Sekretaris tua itu meninggalkan ruangan.
Setelah menutup pintunya dengan kasar, dia menghela nafas dengan ekspresi muram diwajahnya.


"Sejarah ditulis oleh pemenang–jadi gak akan ada yang berubah. Sangat penting untuk belajar dan bercermin pada sejarah, dan nggak mengulangi kesalahan yang sama. Kenapa hal itu gak bisa dipahami."


Ekspresi para petugas yang lewat semuanya ceria. Semuanya baik-baik saja sekarang, tapi suatu hari nanti, mereka mungkin akan mengulangi kesalahan yang sama lagi.
Itu sebabnya sejarah yang akurat harus ditulis, itu juga akan memberi peringatan. Kenapa mereka gak paham itu. Mereka gak berusaha memahaminya.


"......Mungkin bukan mereka nggak akan berubah, melainkan mereka gak bisa berubah. Dan dengan bodohnya mereka mengulangi kesalahan mereka. Sia-sia saja."


Lukisan Altura menghiasi aula Istana Kerajaan.
–Apakah benar-benar gak ada yang berubah? Sambil berdoa agar yang dia takutkan cuma akan jadi kecemasan saja. Dia menatap lukisan simbol harapan mereka.


* * * *


Selama festival perayaan, Diener mengadakan pertemuan dengan orang-orang berpengaruh di Ibukota Blanca.


Dia kembali ke Istana Kerajaan, dan disekitar dia ada para agen bersenjata. Ada alasan kenapa dia sampai harus menugaskan para penjaga untuk melindungi dirinya.


Beberapa hari kemarin, mayat mengerikan dari jenderal pembelot Octavio ditemukan.
Selain itu, di barak ada sangat banyak prajurit, dia ditemukan didalam kantornya yang dijaga ketat.
Sepertinya Octavio mengalami penyiksaan yang sangat menyakitkan, dan dia tewas secara mengenaskan.


Diener mengeluarkan perintah yang ketat dan mencari pelakunya. Tapi, penyelidikannya gak berjalan lancar.
Gak ada manusia di Kerajaan Baru yang nampaknya punya keuntungan dengan membunuh Octavio yang telah kehilangan kekuasaan politiknya. Apakah itu seorang pembunuh yang membunuh secara sembarangan karena kegilaan? Ataukah ada dendam dibaliknya? Apapun itu, ini adalah masalah yang mengkuatirkan.
Oleh karena itu, para penjaga dikerahkan lebih banyak pada para sosok kunci dari Kerajaan Suci sebagai langkah pencegahan.


"......Aku nggak berada ditempat asalnya orang gila, tapi dari cara membunuhnya gak kelihatan seperti tindakan manusia. Apakah itu Iblis atau–Dewa Kematian."


Gumam Diener, dan tiba-tiba dia merasa merinding.
Ini adalah jalan utama Ibukota Kerajaan. Sosok orang-orang yang ada disini sebelumnya gak lagi terlihat. Memang ini sudah larut malam, tapi ini gak wajar.


Kedai masih buka, tapi gak ada pelanggannya.
Bahkan ada banyak tempat prostitusi. Situasi saat ini belum pernah terjadi di jam-jam segini. Jadi ada apa ini.
Kabutnya semakin tebal. Sebelum dia menyadarinya, kabut tebal yang gak wajar mengelilingi dirinya.


Diener yang menyamar mengenakan pakaian yang biasa dipakai seorang pedagang. Untuk senjata, dia cuma punya sebilah belati yang dia sembunyikan dibalik pakaiannya.
Merasakan dirinya dalam bahaya, Diener menjentikkan jarinya, memberi sinyal pada para agen yang bersembunyi disekitar dia.
Dia melihat sekeliling, dan memberi sinyal sekali lagi.


“Seseorang! Jawab!”


Dia berusaha memanggil secara langsung dengan suara keras.


.......Gak ada tanggapan. Apa gak ada siapa-siapa? Diener semakin waspada.
Didalam kabut didepan dia, siluet hitam mulai muncul.


"Percuma saja. Gue udah bunuh mereka semua. Cuma elu satu-satunya yang tersisa."


Suara bernada tinggi seperti suara perempuan berkata padw dia.


"S-Siapa itu!? Agen, bunuh orang ini! Seseorang! Gak bisakah kalian dengar aku!?"


Diener dengan panik memanggil para penjaga disekitar dia. Gak ada tanggapan dari siapapun.


"Gue udah bunuh si sampah Octavio, jadi gue pikir gue musti balas dendam sama elu selanjutnya. Gue datang jauh-jauh kesini cuman buat temuin elu."


Siluet manusia pendek muncul didalam kabut, dan satu bayangan lagi–sosok monster mengenakan jubah hitam compang-camping dan memegang sabit besar.
Kedua bayangan si cewek dan Dewa Kematian mendekati Diener.


"D-D-Dewa Kematian, Schera Zade! K-Kau masih hidup-!?"


"Gue daper sesuatu buat dimakan dan jadi lebih sehat. Ah, lezat banget. Gue gak pernah bosan sama rasa itu gak peduli berapa kali gue memakannya. .....Nah sekarang, bisa kita mulai? Vander udah koid dan nunggu elu."


"Va-Vander? K-Kau, jangan bilang, kau memakan Vander!? Dasar wanita gila-!"


Tanya Diener sambil berteriak, dan Schera tersenyum membantah.


"Yang gue makan tuh bukan dia. Lagian, gue gak makan manusia. Bukannya itu kedengaran sangat menjijikkan?"


"J-Jangan bercanda! Kembalilah ke Neraka, dasar dewa kematian sialan-!"


Dianer mengeluarkan belatinya dan mengarahkannya pada sang dewa kematian. Dia gak boleh mati disini.


Ini adalah permulaan. Dia akan membantu Altura, menggerakkan rezim kebenaran, dan membuat Kerajaan Baru berkembang.
Dia gak mau mati. Dia takut akan kematian. Bukankah ini adalah awal dimana dia akan mendapatkan kemakmuran? Demi itulah dia bekerja keras dan mencurahkan segala yang dia punya. Dia sudah melumuri dirinya sendiri dengan dosa dan menanggungnya sampai akhir.
Sampai dia membangun pondasi, pijakan untuk Kerajaan seribu tahunnya, dia gak boleh mati. Dia gak boleh mati sekarang.


"Fufu– wajah lu mengatakan lu betul-betul gak mau mati. Tapi, gak masalah. Gue bakalan bantu elu sampe elu pengen mati."


Belati yang ditusukkan dengan mudah dihentikan oleh sang Dewa Kematian.
Diener mengerahkan lebih banyak kekuatan, mati-matian berusaha melakukan sesuatu. Dia menggertakkan giginya.


"Aku belum boleh mati! Aku akan hidup sampai aku membangun pondasi untuk Kerajaan Baru! Jadi aku akan–"


"Nggak nggak nggak. Gue udah putusin kalo gue bakal bunuh elu. Jangan harap lu bakalan mati dengan nyaman. Gue bakalan menikmatinya, dan perla~han membunuh elu. Teriak aja semau lu. Lu gak perlu menahan diri oke?"


"Apa kau gak paham!? Kalau kau membunuhku, semua pengorbanan yang telah terbayarkan sampai sekarang akan sia-sia! Kalau itu aku, aku bisa menyelamatkan ribuan, tidak, puluhan ribu orang."


"Diam."


Seolah berkata kalau Diener membuat telinganya sakit, Schera meraih belati milik Diener, dan merampasnya. Sang Dewa Kematian mengucurkan darah.
Dia membelai wajah mangsanya dengan tangannya yang berdarah. Dia menikamkan sebilah pisau pada bahu Diener. Diener menjerit kesakitan.


“—-Guaaaaaa-!”


"Satu orang kotor, sepuluh orang dikorbankan, dan seribu orang terselamatkan, kata Vander. Itu ajaran lu kan?"


Dia mendekatkan wajahnya pada wajah Diener. Schera menatap Diener dengan "mata" yang dipenuhi kegilaan, kebencian dan rasa haus darah.


“H-Hih-!”


"Cuman pendapat gue aja nih, tapi kalau cuman bunuh satu orang yang kotor rasanya gak adil banget. Jadi...."


“H-Hentikan-!”


Schera dan bayangan sang Dewa Kematian tumpang tindih, dan menjadi satu. Dia mengeluarkan sebuah sabit kecil dipanggangnya.
Schera tersenyum pada korbannya, dan sang Dewa Kematian memulai pekerjaannya.


* * * *


–Beberapa jam kemudian, saat kabut tebal itu menghilang dari jalan utama, disana ada Diener, atau lebih tepatnya sisa-sisa dari dia.
Cara kematian yang sama persis dengan Octavio. Wajahnya dalam kematian jauh dari kata damai.


Ahli Strategi Diener, sosok kunci dibelakang kemenangan mereka dalam Perang Pembebasan, tewas dalam kematian gak wajar tanpa menyaksikan perkembangan Kerajaan Baru.
Secara resmi, dia diberitakan mati karena kecelakaan, dan sang Dewa Kematian gak pernah muncul lagi di Ibukota Kerajaan setelah itu.
Altura berkabung atas kematian Diener dan mengadakan upacara pemakaman besar. Kursi Perdana Menteri yang dipersiapkan untuk dia akan dibiarkan kosong untuk sementara waktu.


Kematian dari otak mereka memberi pukulan yang sangat hebat pada Altura. Diwaktu yang paling penting ini, orang yang bisa diandalkan telah tiada.


Itu tertulis dalam Kisah Perang Pembebasan bahwa sang ahli strategi kaya akan keputusan, berlimpah kecerdasan, dan memiliki kesetiaan yang besar, dan merupakan seorang konselor luar biasa yang mendukung Ratunya dari bayangan.
Kesampingkan realitanya, memang benar kalau dia diakui oleh rakyat pada saat itu.
Entah orangnya sendiri puas dengan itu atau tidak, cuma dia sendiri yang tau.


* * * *


Saat Kerajaan Yuze Baru yang dipimpin oleh Altura mengambil tindakan tegas dalam politeisme, Gereja Bintang perlahan mulai memandang dia sebagai musuh.
Faktor penentunya muncuk saat donasi keuangan dalam jumlah besar yang dimulai oleh Kristoff diakhiri. Gereja Bintang mengumumkan pelepasan atas perlindungan mereka.
Setelah itu, hubungan mereka betul-betul memburuk. Altura mendapati dirinya berada dalam situasi yang gak menguntungkan dan dicap sesat oleh Gereja Bintang.
Juga, perselisihan diantara para petinggi Kerajaan lama dan Kerajaan Baru semakin panas, dan Altura dipaksa untuk menyelesaikan semua itu.
Hal yang ditekan oleh Diener secara paksa langsung keluar.
Politik adalah pilihan soal memberi dan menerima. Sebuah dunia dimana semua orang bisa bahagia tidaklah ada.


Terjebak diantara mimpi dan kenyataannya, dia stres, menderita, dan akhirnya putus asa, lalu dia jatuh sakit karena cemas.
Dia meninggal diusia muda, 30, dan putra tertuanya yang masih kecil dibawah penjagaan Alan menjadi Raja baru meneruskan dia.
Nampaknya perselisihan diantara para petinggi mereda untuk sementara waktu, tapi ini adalah era pertentangan semakin memanas soal urusan negara, agama, dan ras.
Apa yang Altura inginkan, dunia dimana gak ada orang yang menderita, dimana semua orang punya harapan, sangat jauh dari kenyataan.


* * * *


Setelah 30 tahun berlaku, saat ingatan tentang Perang Pembebasan menjadi kabur, sejarah terulang lagi.
Kerajaan Baru gak mencapai tujuan seribu tahun.
Setelah kematian Alan, yang menangani urusan pemerintah dasar, Kekaisaran memperkuat aktivitasnya dan sekali lagi melakukan penekanan yang akan menelan Kerajaan.
Kerajaan menerima perjanjiannya dan menerima berbagai tuntutan, dan kondisi keuangan Kerajaan mulai semakin memprihatinkan. Untuk menutupinya, mereka terpaksa menaikkan pajak untuk sementara waktu.


Banyak penguasa memanfaatkan kesempatan itu untuk menyatakan kemerdekaan yang bertentangan dengan kebijakan Kerajaan yang menyedihkan, dan Kerajaan sekali lagi tertelan dalam keadaan perang sipil.
Dan pukulan fatalnya adalah saat Kerajaan secara sewenang-wenang mengeluarkan kebijakan yang mengatasnamakan Gereja Bintang: mereka secara sembrono menerapkan Pajak Keagaamaan.


"Setiap penganut harus mempersembahkan uang dengan jumlah tetap pada Kerajaan. Iman kalian di Kerajaan akan dijamin."
Menanggapi tuntutan penganiayaan Kerajaan, Gereja Bintang menyatakan pemisahan diri dari Kerajaan Baru.
"Lawan penganiayaan yang gak adil, dan lenyapkan para heretik dengan pasukan bersenjata." merupakan dekrit yang diturunkan pada semua penganut.
Akibatnya, banyak kejadian dimana para penganut Gereja Bintang melakukan pemberontakan didalam Kerajaan. Para penguasa berpengaruh juga bergabung dalam kelompok mereka, dan pemberontakan bersenjata akhirnya menjadi pemberontakan penuh.
Ini adalah akhir dari kedamaian sementara.


* * * *


–Kastil Cyrus, dengan asap hitam mengepul dari kastil itu.
Didepan batu nisan tanpa nama yang tertutupi lumut, ada seorang perwira wanita. Dia datang kesini bukan untuk berdoa. Dia cuma mengamatibya, menatapnya dengan teguh, dan tampaknya sangat tertarik.


Seorang penyihir mengenakan jubah merah muda mendekati perwira wanita itu. Pada jubahnya terdapat lambang Gereja Bintang.
Wajahnya tertutup oleh tudungnya, sangat sulit untuk melihat wajahnya, tapi leher pucatnya bisa terlihat.


"Komandan. Apa yang kau lihat?"


"Cuman lihatin ini aja. Kudengar ada sesuatu yang menarik disini, jadi aku datang melihatnya. Kayaknya benda ini adalah kuburanku."


Si perwira wanita itu mengeluarkan sebuah buku dan melemparkannya pada si penyihir. 'Kisah Perang Pembebasan' tertulis pada sampulnya.
Setelah melihat isinya, si penyihir mendengus gak senang, api muncul dari tangannya dan membakar buku itu.


"Buku gak berguna seperti gak seharusnya ada didunia ini. Itu cuma sebuah buku yang isinya penuh dengan pemalsuan. Mohon tenanglah, aku akan mencatat sejarah Komandan suatu hari nanti."


Itu akan menjadi sesuatu yang luar biasa, menakjubkan, dan mencengangkan, pikirnya, tapi dia nggak mengatakannya.
Kalau dia secara gak sengaja mengatakannya, sebelum itu menjadi terkenal, maka itu akan berakhir bahkan sebelum dimulai.


"Meskipun udah jadi undead, kau cukup berdarah panas. Aku penasaran apa memang begitu?"


"Siap. Memang begitu. Setelah aku mendapatkan tubuh ini, sisi brutalku semakin parah."


Jadi begitu, gumam si perwira wanita, dan dia berdiri, mengayunkan sabitnya, dan menghancurkan batu nisan itu.
Dia gak butuh benda palsu yang dibuat sampah itu. Lagipula ada sesuatu yang lebih sesuai untuk mereka.


"Wajahmu tampak cukup lega. Padahal roman mukamu sangat buruk."


"Kalau Komandan gak ada disini, aku yang akan melakukannya."


Dibawah tudung, dia menekan kacamatanya. Bibirnya melengkung tajam.


"Kalau aku serahkan padamu, benteng ini bakalan ikut hancur, jadi aku melakukannya. Gimanapun juga ini adalah rumahku yang berharga."


Dia menyibakkan rambut kecoklatannya yang lebih panjang dari sebelumnya. Anginnya sangat segar, dan sinar mentarinya hangat.
Tanaman pasti akan tumbuh. Meskipun nantinya layu, meskipun bakalan kering, mereka bisa menanamnya lagi.


"........Kau akan tinggal disini, meski pertempuran sudah berakhir?"


"Mhm. Aku harus menepati janjiku dengan mereka. Aku akan membuat kebun ubi sampai memenuhi benteng. Panenan ubinya akan aku nikmati bersama rekan-rekanku. Karena kau undead, aku penasaran apa kau bisa ikut?"


Dia tersenyum nakal, dan si penyihir tampak masam.


"Aku ini ajudannya Komandan. Tentu saja aku akan ikut serta. Aku akan mengikutimu sampai ke ujung dunia."


"Tapi orang mati gak laper kan? Dulu aku pernah denger soal itu."


"Nggak, undead juga merasa lapar. Aku bahkan lebih gampang lapar karena aku undead. Aku tau itu, karena aku sudah jadi undead."


"Begitukah. Itu penemuan baru. Kalo gitu ini buat kau."


Dia mengeluarkan dua buah kenari dari tas kainnya dan memberikannya pada si penyihir– seorang necromancer.


"T-Terimakasih banyak!"


Si wanita pucat itu dengan senang mulai memutar-mutar buah itu ditangannya sambil tersenyum.


"Kalo aku gak hati-hati, kau pasti akan segera memainkan benda lain. Sudah kubilang kan supaya kau berhenti, itu kebiasaan buruk."


"M-Mohon maafkan aku."


"Perasaan aku udah sering banget bilang gitu."


Seoranv utusan mengenakan jubah priest hitam mendekati mereka berdua yang sedang ngobrol santai.


"Komandan! Persiapan untuk penyerangan sudah selesai!"


"–Dimengerti. Beritahu Veloce kita akan segera kesana."


"Siap-!"


Veloce Gael memimpin infanteri hitam dan merupakan seorang perwira wanita yang mewarisi watak keras kakeknya.
Dia mungkin memiliki pengaruh besar dalam pertempuran ini juga, sebagai penerus Yalder yang gigih.


Melihat utusan itu pergi, si necromancer berkata.


"Jadi ini akhirnya, mungkin."


"Nggak, ini hanya permulaan. Pembantaian orang-orang 'pasukan pemberontak'. Kita akan sibuk."


"Serahkan padaku. Aku akan melunasi hutang waktu itu."


"Kunantikan itu. Kalau kau mau, kau saja yang mengkomando bersama Veloce. Aku gak cocok sama hal begituan."


".....Aku menolak. Alasanku sama kayak yang sebelumnya."


"Sungguh? Apa boleh buat deh kalo gitu."


Jubahnya berkibar. Sang Dewa Kematian memikul sabitnya dan mulai berjalan.
Si necromancer berjalan dibelakang dia. Dan dibelakang mereka, pasukan undead mengenakan zirah hitam.


Sang Dewa Kematian dengan santai menatap langit, dan seekor gagak putih terbang diatas menara.
Sebuah bendera perang berwarna hitam berlambang gagak putih berkibar diatas menara.


"Kayaknya, gak akan ada kesempatan ketiga."


Sang Dewa Kematian tersenyum bahagia.


* * * *


Kerajaan Yuze Baru nggak sekuat saat dimasa Perang Pembebasan, dan keluarga-keluarga dari para jenderal utama dan keluarga kerajaan semuanya terbunuh.
Garis keturunan Kerajaan Yuze betul-betul berakhir.
Keluarga para pahlawan juga, terutama Behrouz dan Fynn, pada dasarnya habis.


Cucu dari para pahlawan yang berjuang demi rakyat, ironisnya malah dibunuh oleh rakyat itu sendiri.
Pemberontakan bersenjata dari para pengikut Gereja Bintang menyebar ke Kekaisaran dan Union juga, dan benua Mondo Novo jatuh kedalam situasi kacau layaknya neraka.
Konflik atas kekuasaan pecah dibawah bendera Gereja Bintang, dan itu menjadi era dimana para panglima perang bersaing untuk memperluas wilayah mereka. Kayaknya masih sangat jauh sebelum era damai tercapai.


Dan juga, dalam sebuah kelompok dari Revolusi Penganut Bintang, ada seseorang yang dikatajan sangat mirip dengan "sang Dewa Kematian", tapi rinciannya gak betul-betul jelas.
Itu cuma tertulis dalam dokumen Gereja Bintang bahwa seorang jenderal wanita muda bersenjatakan sabit dan kavaleri hitam miliknya telah mendapatkan pencapaian yang gak seorangpun bisa menyainginya.
Setelah mendapatkan kendali atas Ibukota Kerajaan, itu cuma tercatat kalau dia bersama pasukannya menghilang entah kemana.
Ada sebuah anekdot aneh yang mengatakan bahwa pada malam sebelum semua berita tentang mereka terputus, ada sebuah pesta perayaan yang meriah diadakan di reruntuhan dari sebuah kediaman tertentu.


–Sang Dewa Kematian, menepati janjinya.


Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya