Shinigami ni Sodaterareta Shoujo wa Shikkoku no Ken wo Mune ni Idaku (Indonesia) Jilid 2 Bab 7

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 7: Tirai Pertempuran Ditutup[edit]

[edit]

Tentara Kekaisaran, Pangkalan Utama Kampanye Invasi Kerajaan Farnesse, Benteng Kiel

Setelah mengetahui berita tentang kekalahan Crimson Knight di Kastil Listerine, Jenderal Felixus dipanggil oleh Panglima Tertinggi Graden ke Benteng Kiel.

“Maaf kau harus melakukan perjalanan ke sini.”

“Tidak masalah.”

Setelah saling menyapa, Felixus duduk di sofa, dan seorang pelayan wanita menuangkan secangkir teh untuknya dengan gerakan anggun. Ini adalah produk khusus Kekaisaran, dan teh yang disukai Felixus. Itu adalah barang mewah terlaris di pasar internasional, dan memberikan kontribusi besar bagi bisnis ekspor Kekaisaran.

Felixus berterima kasih kepada pelayan itu, dan mengambil cangkir itu. Mereka saling pandangan sejenak. Pipi pelayan itu kemudian memerah, dan setelah membungkuk, dia dengan cepat meninggalkan ruangan. Reaksi pelayan itu membingungkan Felixus, dan Graden bertanya kepadanya dengan wajah heran:

“Felixus, berapa umurmu?”

“Dua puluh satu … Kenapa Anda bertanya?”

“Kau sudah berumur dua puluh satu… sudah waktunya bagimu untuk memiliki keluarga. Anak-anak perempuan dari banyak bangsawan tinggi menyukaimu, tapi kau menolak proposal mereka. Tidak ada berita tentang skandal cinta tentangmu juga. Apa kau sudah punya seorang kekasih?”

Graden mengusap dagunya dengan rasa ingin tahu saat dia menatap wajah Felixus.

“—Hah? Apa yang Anda katakan tiba-tiba?”

Felixus bingung oleh topik yang tiba-tiba, dan Graden menggelengkan kepalanya dengan desahan panjang:

“Sudahlah, abaikan saja itu sebagai gumaman orang tua yang bodoh. Sebagai gantinya, mari kita bicara tentang Rosenmarie. Aku mendengar dia terluka parah, jadi bagaimana kabarnya?”

“Para dokter mengatakan lukanya tidak mengancam nyawanya, tetapi dia akan membutuhkan waktu yang agak lama untuk pulih.”

Rosenmary retak kedua lengannya, dan organ-organnya juga terluka parah. Jika lukanya lebih serius, dia mungkin tidak akan selamat.

“Begitu ya…”

Graden menghela napas lega, dan bersandar pada sofa. Dia tidak mengatakannya dengan jelas, tetapi dia mungkin benar-benar khawatir tentang kondisi Rosenmary.

“Tapi dengan itu, kampanye melawan wilayah utara Kerajaan akan sedikit tertunda.”

Tentara Rosenmary mundur cukup jauh, bersiaga di dekat perbatasan utara, berpusat di sekitar Benteng Astra. Saat ini, ajudan Rosenmary, Gaier, bertindak sebagai komandan sementara.

“Apa boleh buat, karena tidak ada unit yang dapat menggantikan Crimson Knight dalam waktu sesingkat itu … Tapi apakah laporannya benar? Kedengarannya seperti kisah mitos.”

Graden berkata sambil melihat dokumen di atas meja. Di atasnya terdapat laporan pertempuran Carnac yang ditulis oleh Gaier. Laporan itu merinci alasan yang menyebabkan kekalahan Crimson Knight, dan informasi yang terkait dengan Dewa Kematian Olivia.

“Kolonel Gaier adalah pria yang handal. Dari apa yang saya tahu, laporan itu benar.”

“Dia adalah ajudan dari gadis liar Rosenmary itu, jadi dia pasti handal… Tapi apakah Dewa Kematian Olivia benar-benar sekuat itu? Dari laporan, dia hanya seorang gadis di usia remaja.”

Dalam ringkasan laporan, mereka dipermainkan oleh Olivia dan unitnya dari awal sampai akhir. Terutama bagian yang menyebut Olivia, tidak ada manusia biasa yang bisa menandinginya, dan namanya membuat ketakutan para prajurit Kekaisaran.

Tetapi melihat ini dari sudut pandang lain, Olivia memiliki aura para pahlawan dan raja di masa lalu — bahkan mungkin lebih kuat dari mereka. Wajar bagi Graden untuk mengkritik laporan ini sebagai mitos.

Namun, Felixus tidak ragu bahwa laporan itu benar. Alasannya adalah bahwa dia pernah bertemu dengan Olivia selama upacara penandatanganan pertukaran tahanan. Sejak saat itu, dia selalu takut bahwa keadaan akan menjadi seperti ini.

(Melukai parah Rosenmary yang mempunyai Odic Force yang sangat tinggi, Olivia pasti memiliki kecakapan yang luar biasa. Dan strategi untuk mengikat 30.000 tentara dan mengalahkan Rosenmary juga luar biasa. Apa itu kemampuannya juga? Atau apakah itu orang lain … Bagaimana pun, Olivia adalah ancaman bagi Tentara Kekaisaran.)

Sosok gadis itu masih jelas di benak Felixus, dan dia memberi tahu Graden yang masih tidak percaya:

“Panglima Tertinggi Graden, hasil peperangannya menunjukkan kenyataan laporan itu. Mari kita buat strategi dengan mempertimbangkan itu sebagai fondasi kita.”

Setelah Felixus mengatakan itu, Graden mengangguk dengan wajah serius:

“Benar. Setelah dipikir-pikir, serangan Kerajaan Swaran di Benteng Peshita gagal karena campur tangan Dewa Kematian. Kau benar Felixus, akan bodoh jika kita mengabaikan fakta. Ngomong-ngomong, apa pandangan Kanselir Dalmes tentang ini?”

“Dia ingin menjaga status quo di utara untuk saat ini. Dia akan menyerahkan rencana masa depan kepada kita, Panglima Tertinggi Graden … Begitulah inti pesannya.”

“Menarik, Singkatnya Tuan Kanselir akan mengamati tanpa ikut campur tangan? Akan sangat bagus jika dia mempertahankan sikap ini.”

Graden berkata dengan sinis dengan senyum masam. Dalmes adalah orang berpengaruh kedua di Kekaisaran, tetapi dia masih seorang birokrat. Dia belum pernah memimpin seorang prajurit satu pun, apalagi sebuah pasukan. Bagi pemimpin Tiga Jenderal dan orang top militer, Graden tidak menyukai Kanselir yang ikut campur dalam urusan perang — atau setidaknya, itulah yang dipikirkan Felixus.

“Tapi, Azure Knight diperintahkan untuk tetap bersiaga. Lagi pula, Azure Knight tidak bisa dikerahkan tanpa izin Kaisar.”

Felixus menyimpulkan, dan Graden berkata dengan senyum masam:

“Itu sudah jelas, karena Azure Knight mempertahankan ibukota.”

“Maaf.”

“Itu bukan salahmu, Felixus … Tapi itu berarti tanggung jawab akan sepenuhnya berada di pundakku.”

Graden mengelus dagunya, dan meraih tehnya yang sudah dingin. Felixus juga mengambil cangkirnya dan menyesapnya. Keheningan berlanjut beberapa saat sebelum dipecahkan oleh Graden:

“Felixus, urus Crimson Knight sebelum Rosenmary pulih. Aku pikir Pasukan Ketujuh tidak akan menyerang Kekaisaran, tapi kita harus bersiaga.”

“Aku tidak keberatan… Tapi apa Anda yakin tentang itu? Bahkan jika kita tidak bisa mengerahkan Azure Knight, bukankah kita sebaiknya mengirim unit lain?”

“Tidak, tidak perlu. Sudah waktunya bagi kita untuk serius juga. Tentara Kekaisaran masih memiliki keuntungan, tetapi kita tidak bisa membiarkan Tentara Kerajaan menjadi sombong sekarang. Kekalahan Crimson Knight mungkin telah menyebar ke semua negara sekarang.”

“Dan negara bawahan kita mungkin merencanakan sesuatu— Apa itu yang Anda maksudkan, Tuan Panglima Tertinggi?”

Felixus menyatakan spekulasi itu, dan wajah Graden sedikit mengernyit ketika dia berkata:

“Kau benar. Kesampingkan Kerajaan Swaran, Tentara Kerajaan Stonia masih utuh. Sun Knight harus menunjukkan kekuatannya.”

Graden lalu meneguk seluruh isi cangkir.

Tentyara Kerajaan, Kastil Windsam

Pasukan Ketujuh harus membayar mahal, tetapi mereka berhasil mengalahkan Crimson Knight. Menyerahkan penyapuan sisa-sisa musuh kepada 8.000 orang termasuk Resimen Kavaleri Otonom, Paul kembali dengan kemenangan ke Kastil Windsam di tengah-tengah sorakan yang menggelegar.

—Lebih dari tiga hari telah berlalu setelah itu.

Seorang pria berpakaian megah berlutut di depan Paul.

“Jadi, apa yang alasan yang ingin kau katakan?”

Suara dingin Paul bergema di Aula Audiensi yang sunyi. Pundak pria itu tersentak ketika dia mendengar itu, dan dia mengangkat kepalanya. Dia adalah tuan tanah wilayah Salz, dan penguasa asli Kastil Windsam— Count Konrad Windsam.

“Tolong redakan amarah Anda, Tuan Paul, saya hanya menjalankan tugas sebagai tuan tanah, dan harus tunduk pada Kekaisaran untuk melindungi warga.”

“Jadi apa yang kau katakan, Count, kau tidak bermaksud untuk menyerah?”

“Seperti yang Anda katakan, Tuan Duke. Kami menyerahkan basis kami ke Kekaisaran untuk menjaga warga tetap aman. Jika saya punya pilihan, saya tidak akan mau menyerahkan kastil leluhurku Tristan kepada musuh.”

Konrad menggunakan bakatnya berakting untuk mengekspresikan rasa sakit dan perjuangan untuk melindungi warga dari tirani Kekaisaran — tanpa menyadari bahwa mata para prajurit yang berjaga di dekat dinding sudah dipenuhi dengan rasa merendahkan dan jijik.

Setelah sang Count menyelesaikan kisahnya sambil terisak-isak, Paul memberi isyarat kepada Otto dengan pandangan. Otto mengangguk, dan memberikan dokumen-dokumen di atas meja kepada Konrad.

“Apa ini…?”

Konrad dibuat bingung oleh kertas-kertas yang ditunjukkan padanya.

“Ini diberikan kepadaku oleh perwakilan warga. Silahkan baca ini, Count.”

Konrad bereaksi secara dramatis— Dia mengipasi dokumen dengan kasar, lalu mulai membaca dengan penuh semangat. Seiring berjalannya waktu, wajahnya mulai pucat.

“Duke Paul—”

Paul menjentikkan lengan bajunya untuk menghentikan Konrad yang ingin membuat alasan.

“Kau sudah selesai? Count, orang-orang yang kau klaim untuk dilindungi tampaknya menyimpan dendam mendalam padamu. Kalau aku tidak salah lihat, laporan itu menyatakan bahwa banyak nyawa tak berdosa hilang atas perintahmu. Bukankah pernyataanmu jauh berbeda dari kesaksian warga?”

“Tidak sama seklai! Massa tidak mengetahui kebenarannya! Saya tidak punya pilihan selain bertindak atas perintah Kekaisaran karena diancam mati—”

“Jadi maksudmu, Count, kau dipaksa untuk terus membantai warga yang seharusnya kau lindungi?”

Paul bertanya dengan dingin. Pada saat ini, deritan baju zirah datang dari prajurit di dekat dinding. Konrad mengerang ketakutan, dan tergagap dengan suara gemetar:

“I-Ini, bukan maksudku …S-saya tidak punya pilihan …”

Berbeda dengan perkataannya yang lancar sebelumnya, suara Konrad mulai menghilang. Ini adalah contoh rasa bersalah yang sempurna. Paul menghela nafas dan mengangkat tangannya perlahan, yang mendorong para prajurit untuk bergegas masuk dan menundukkan Konrad dengan tombak mereka.

“Duke Paul!? Apa artinya ini!?”

“Hentikan sandiwaramu, aku tidak punya waktu atau belas kasihan untukmu. Pilih, digantung atau dipenggal?”

“Tolong pertimbangkan kembali! Bukankah penilaianmu terlalu terburu-buru!? Seperti yang saya katakan, saya tidak tunduk pada Kekaisaran karena saya menyukainya! Duke Paul, apa Anda mengatakan bahwa saya harus menentang Kekaisaran sampai tetes darah terakhir dan mati sia-sia!?”

Konrad yang gelisah memprotes dengan putus asa.

“Benar, kau harus menjadi tameng warga dan mati untuk mereka, ini adalah dasar dari seorang tuan tanah. Menjilat Kekaisaran untuk menyelamatkan nyawamu sendiri, dan membunuh warga yang tidak bersalah. Sia-sia berbicara denganmu— bawa dia ke tiang gantungan.”

“Apa kau bercanda!? Seorang bangsawan sepertiku mati demi rakyat jelata? Aku keturunan langsung dari pahlawan Tristan Windsam!”

“Itu benar, pahlawan Tristan Windsam pasti berguling-guling di liang kuburnya karena kecewa seberapa jauh keturunannya telah jatuh.”

“Terus kenapa!? Aku bukan satu satunya! Tuan tanah lain semua tunduk pada kekuatan Kekaisaran! Kenapa hanya aku yang disalahkan!?”

Konrad menangis putus asa, mengeluh mengapa hanya dia yang dijatuhi hukuman. Otto menjawab sebagai pengganti Paul, berbicara dengan tenang dengan nada datar:

“Jangan khawatir, Count. Kami telah mengirimkan surat perintah penangkapan untuk semua tuan tanah yang berkhianat, mereka akan segera menemanimu ke neraka.”

Konrad berusaha melawan, tetapi itu sia-sia. Setelah dipukuli dengan keras oleh tentara, dia diseret keluar seperti kain. Paul memperhatikannya dan bergumam pada dirinya sendiri:

“Sangat menyedihkan, para bangsawan seharusnya menjadi teladan bagi orang-orang… namun ada begitu banyak orang bodoh yang berpikir bangsawan bisa menjadi tiran.”

“Bangsawan tidak akan ada tanpa rakyat jelata. Konrad mungkin tidak mengerti sesuatu yang sesederhana ini.”

“Tidak ada dosa yang lebih besar daripada memalukan nama pahlawan Tristan Windsam.”

Paul berkata dengan sedih, dan menghela nafas dalam-dalam.

Dua hari setelah pengumuman resmi hukuman mati Konrad Windsam—

Alun- alun terbuka di Kastil Windsam dipenuhi gerombolan orang, hadir untuk menyaksikan eksekusi terbuka Konrad. Paul tidak tertarik pada tontonan seperti itu, dan ini hanya dilakukan sebagai tanggapan atas desakan kuat warga, dan bagi mereka untuk melampiaskan kemarahan mereka.

Massa mengutuk Konrad yang digiring ke tempat eksekusi. Konrad masih berjuang untuk hidupnya. Berdarah dari kepalanya karena sebuah batu yang dilemparkan kepadanya oleh massa, dia memohon pada Paul:

“Duke Paul! Tolong tunjukkan belas kasihan! Ampun, ampun, ampun, ampun— “

Konrad memohon dengan putus asa seperti orang gila, dengan tatapan gila di matanya. Otto mengabaikan semua itu dan memberi tahu Paul:

“Yang Mulia, persiapannya sudah selesai.”

“Bagus, lanjutkan eksekusinya!”

Atas perintah Paul, seorang prajurit kekar bertugas sebagai algojo berjalan ke panggung, yang berderit di bawah berat badannya. Dia kemudian berdiri di tempat yang ditentukan dan menghunus pedangnya. Bilah tajam berkilau di bawah sinar matahari.

Sesaat berikutnya, massa yang marah berubah diam, dan hanya suara Konrad yang mengigau bergema di alun-alun. Massa dengan gugup memandangi pedang yang dinaikkan secara perlahan oleh prajurit itu dengan napas tertahan. Setelah jeda sesaat, dia mengayunkan pedangnya dengan keras. Kepala Konrad jatuh ke ember dengan bunyi gedebuk. Plaza kemudian meledak menjadi sorakan.

“Otto, urus sisanya.”

“Siap pak!”

Paul melirik wajah Konrad yang ketakutan, dan meninggalkan tempat eksekusi dengan langkah cepat. Sorakan terus bergema untuk waktu yang lama.

[edit]

Setelah menyapu sisa-sisa musuh, Resimen Kavaleri Otonomi menuju Kastil Windsam. Wajah para prajurit sangat bersemangat karena kemenangan mereka atas Crimson Knight, dan mereka mengobrol tentang bagaimana mereka akan menghabiskan bonus mereka dan minum sampai puas.

Hanya satu orang yang suram.

“Haaaaah…”

(Sudah berapa kali itu…)

Di sebelah kanan Claudia, Olivia yang matanya tampak kosong mengelus punggung kuda hitamnya dengan lemah. Kuda itu mungkin mengkhawatirkan majikannya, dan meringkik beberapa kali untuk menghiburnya.

“Terima kasih, tapi kamu enggak perlu khawatir. Comet anak yang baik. Nih, aku kasih sesuatu yang enak sebagai hadiah.”

Setelah mengatakan itu, Olivia mengeluarkan kue dari tasnya.

(Kapan dia memberi nama kudanya!? Dan dia ingin memberinya kue!?)

Claudia memandang Olivia yang sedang mencium aroma kue dengan wajah bahagia, dan memutuskan untuk memperjelas situasi demi masa depan.

“Mayor, maaf karena blak-blakan … Tapi kuda ini— Comet mungkin enggak makan kue.”

“Enggak kok.”

Olivia membantah.

“… Kalau kau benar-benar ingin memberinya makan, bagaimana kalau memberikannya kentang?”

“Tapi kue rasanya jauh lebih enak daripada kentang.”

Olivia mengeluh betapa tidak enaknya kentang, dan meletakkan kue itu di dekat mulut Comet. Ashton yang berkuda di samping mereka memandang Olivia dengan wajah aneh, mungkin merasakan hal yang sama dengan Claudia.

– Kuda itu memakan kue tanpa ragu-ragu.

(Apa-apaan kuda hitam ini!?)

Comet memakan kue dengan gembira membuat Claudia terbelalak karena terkejut. Dia tidak tahu banyak tentang kuda, tetapi mereka biasanya akan mengendus makanan mereka sebelum memutuskan untuk memakannya. Tapi Comet tidak ragu sama sekali ketika memakan kue itu.

Olivia dan kuda hitam itu saling memandang dengan mata hitam mereka … Alih-alih menjadi adegan yang hangat, rasanya malah sedikit menyeramkan.

“Gawat … Aku jadi kelupaan.”

Mengabaikan Comet untuk saat ini, Claudia masuk ke topik utama, bertanya pada Olivia yang sedang memainkan tali kekang kudanya:

“Mayor, sudah waktunya kau memberitahuku kenapa kau merasa sangat sedih. Apa sulit bagimu untuk memberitahuku?”

“Enggak juga.”

Olivia menggelengkan kepalanya dengan kuat.

“Tolong beritahu aku kalau begitu. Ini tanggung jawab wakil untuk membantumu, Mayor. “

“Baiklah kalau gitu … Soalnya, Rosenmary berhasil kabur, kan? Meskipun aku membual kalau aku bakal mencabik-cabiknya…”

Olivia berkata perlahan setelah jeda yang lama.

“Benar.”

Claudia mengingat kembali kejadian hari itu.

Ketika Claudia bergegas ke sisi Olivia, dia sedang memegang pedang hitam bernoda darah dengan satu tangan, dan menatap ke atas ke langit dengan sedih.

Mereka telah menyapu sisa-sisa musuh, tetapi masih belum menemukan Rosenmary.

“Jadi aku gagal.”

Olivia menggelengkan kepalanya dengan kesal dan kemudian memegang kepalanya dengan gelisah. Mungkin tidak sopan mengatakan ini, tapi tindakan Olivia tidak masuk akal.

“Apa maksudmu dengan gagal? Komandan Rosenmary mungkin sudah kabur, tapi Mayor, kau melukainya dengan parah, kan?”

“Tapi aku enggak membunuhnya.”

Olivia tampak sedih, ini pertama kalinya Claudia melihatnya tampak sangat kesal. Dia bingung mengapa Olivia begitu terpaku pada kenyataan bahwa dia gagal membunuh Rosenmary. Ashton tampak tertarik dengan percakapan mereka, dan melirik ke arah mereka sesekali.

“Meski begitu, kita masih memenangkan peperangan, membersihkan sisa-sisa musuh, dan merebut kembali wilayah kita. Enggak ada alasan bagimu untuk marah, Mayor…”

“Tapi gimana kalo Brigadir Muka Ikan enggak mengijinkan aku masuk ke perpustakaan karena aku enggak membunuh Rosenmary?”

Claudia tercengang sesaat ketika Olivia mengatakan itu, tetapi dengan cepat memahami alasan kenapa Olivia sangat sedih.

Olivia salah paham kalau gagal membunuh Rosenmary berarti dia tidak akan mendapatkan izin untuk mengunjungi perpustakaan. Claudia akhirnya menemukan alasan di balik kemurungannya, menahan tawanya dan menghibur Olivia:

“Jangan khawatir, Mayor. Eksploitasi mu yang tak terhitung jumlahnya cocok dengan dongeng yang dia— ”

“Dia?”

“Ahem! Ngomong-ngomong, aku yakin Brigadir Muka Ikan akan dengan senang hati menjaminmu setelah mengetahui jasa perang Mayor.”

“Beneran…? Walau pun enggak membunuh Mbak Rosenmary?”

Olivia memandang Claudia dengan mata hitamnya dipenuhi harapan, seolah-olah itu harapan terakhirnya. Ini adalah pertama kalinya dia tampak sangat lemah, seperti seorang gadis biasa.

“Benar. Jika Brigadir Muka Ikan berani menggelengkan kepalanya— ”

Senyum Neinhart yang tidak menyenangkan terlintas di benak Claudia.

“Kalau dia menggelengkan kepalanya?”

Olivia menelan ludah dengan gugup.

“Aku akan membuatnya mengangguk, bahkan jika aku harus menodongnya dengan pisau.”

Claudia menepuk dadanya dengan percaya diri, memberi tahu Olivia untuk menyerahkannya padanya. Jika Neinhart berani menolaknya, Claudia akan membuatnya setuju bahkan jika Claudia harus memiting kepalanya. Dia tidak peduli tentang pembangkangan tentang masalah ini.

“Bener!? Beneran bener!?”

Olivia yang menunggangi Comet mencondongkan tubuhnya ke depan, nyaris membenturkan dahinya ke dahi Claudia. Jelas bahwa Olivia tidak bisa menahan kebahagiaannya.

“K-Kau terlalu dekat! Tentu saja aku serius, seorang ksatria tidak pernah berbohong. Ngomong-ngomong, ini akan tergantung pada situasinya, tapi kita sepertinya akan dapat jatah libur. Gimana kalau kita pergi ke ibukota bersama-sama?”

“Oke! Aku percaya padamu, Claudia! Yay! Ini bagus, Comet!”

Olivia memeluk leher Comet dengan wajah bahagia dan bersorak. Comet mengibaskan ekornya dan meringkik dengan gembira sebagai balasan. Claudia yang sedang menonton adegan ini sambil tersenyum memperhatikan Ashton yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

“Kau ingin mengatakan sesuatu, Ashton?”

“Yah … Boleh aku ikut? Jangan khawatir, aku tahu bahwa orang biasa enggak bisa memasuki Perpustakaan Kerajaan.”

“Aku enggak keberatan…”

Claudia berkata dan memberi isyarat pada Olivia dengan matanya.

“Hmm? Oke, enggak masalah. Ketika kita berada di kota Canary, Ashton janji untuk mentraktirku kue lezat di ibu kota, dari toko yang hanya diketahui oleh para pecinta kuliner.”

Olivia menekankan bahwa dia ingat dengan jelas, dan menunjukkan kepada Ashton senyum polos.

“—B-bener. Haha. Aku harus mentraktir Olivia kue yang hanya diketahui oleh pecinta kuliner sejati.”

Ashton memaksakan senyum, dan matanya mulai goyah. Dia sepertinya menyembunyikan sesuatu.

Claudia juga tahu tentang itu. Kue adalah barang mewah bagi rakyat jelata, tetapi Ashton sudah menjadi Pembantu Letnan Dua, jadi dia bisa mentraktir Olivia kue. Jadi itu membingungkan mengapa wajahnya tampak sangat pucat.

(Dia bertingkah aneh … Apa dia menyembunyikan sesuatu dari kita?)

Ketika Claudia semakin bingung dengan perilaku Ashton yang aneh, hembusan angin meniupkan awan debu. Claudia memandangi para prajurit yang mengeluhkan ini, dan menekan rambutnya yang berkibar-kibar. Dia mengalihkan pandangannya ke pegunungan Esteria, dan mendapati puncaknya tertutupi oleh warna putih samar.

“Musimnya sudah berubah …”

“Benar, cuacanya akan menjadi lebih dingin.”

Cara Ashton mengaitkan apa yang dikatakan Claudia untuk mengalihkan perhatian mereka dari topik sebelumnya itu lucu, dan Claudia harus menahan tawanya.

“Aku pingin mengunjungi perpustakaan sebelum cuaca dingin—”

Olivia berkata, matanya sudah melihat ke kejauhan.