Shinigami ni Sodaterareta Shoujo wa Shikkoku no Ken wo Mune ni Idaku (Indonesia) Jilid 2 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 1: Cewek Yang Dikenal Sebagai Pahlawan Sekaligus Monster[edit]

[edit]

Kalender Lunar tahun 999.

Musim semi berakhir, dan kehangatan musim panas menyongsong. Biasanya, ini akan menjadi periode dimana kegiatan komersial mencapai puncaknya, akan tetapi–

“Pasukan Kerajaan di wilayah utara telah dihancurkan.”

“Ehh? Bukankah ibukota dalam bahaya?”

“Pasukan Pertama yang dipimpin Ever Victorious General, Tuan Cornelius ada disini, jadi ibukota akan aman. Namun….”

“Tak ada yang tau akan jadi seperti apa situasinya. Jika skenario terburuk terjadi, mereka mungkin mengabaikan kita dan melarikan diri.”

Berita tentang kehancuran Pasukan Ketiga dan Keempat sangat membebani hati warga ibukota. Kedua pasukan itu belum lama ini menang dalam Pertempuran Berkerley, dan bahkan siap untuk menyerang Kekaisaran juga, jadi perubahan situasi yang tiba-tiba ini semakin mengecewakan. Dan tentu saja, ini artinya wilayah utara Kerajaan telah jatuh ke tangan Kekaisaran.

Para pedagang berkesimpulan bahwa nasib Kerajaan sudah diujung tanduk, dan bergegas membawa keluarga mereka ke Perserikatan Sutherland di bagian selatan benua. Hal ini akan memberatkan masalah persediaan makanan. Kehilangan para pedagang akan menyebabkan stagnasi persediaan.

Fizz adalah ibukota Kerajaan, dan memiliki banyak makanan yang disimpan didalam gudang. Dan dengan ditempatkannya Pasukan Pertama disini, tak ada kegaduhan, tak seperti kota-kota lain.

Tapi sudah jelas bahwa situasinya hanya akan memburuk seiring berjalannya waktu.

Ibukota Kerajaan Fizz, Istana Leticia, Aula Pertemuan

Saat berita tentang Pasukan Ketujuh mendapatkan kembali Kastil Kaspar tiba, Raja Farnesse, Alphonse Sem Garmund, sedang makan. Meskipun begitu, dia tetap menggerakkan tangannya dengan gembira. Itu bukan hanya kegembiraan dari memenangkan pertempuran setelah sekian lama, dia juga melihat harapan untuk mengambil kembali Benteng Kiel.

Akan tetapi, situasinya berubah drastis hanya dalam dua bulan.

Saat dia menerima berita tentang kehancuran Pasukan Ketiga dan Keempat, Alphonse jatuh dalam keputusasaan. Merebut kembali Benteng Kiel bisa dilakukan dengan gabungan Pasukan Ketiga dan Keempat, dan dia tau bahwa menyerang Benteng Kiel dengan Pasukan Pertama merupakan tindakan bodoh.

Berita buruk terus berdatangan.

<Lloyds Merchants> yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga Kerajaan Farnesse selama beberapa generasi telah menghilang. Saat dia mendengar laporan ini, Alphonse seolah mendengar pijakannya retak. Ini artinya masa depan Kerajaan Farnesse telah sepenuhnya hancur–

Seolah menggambarkan masa depan Kerajaan, Aula Pertemuan berwarna merah oleh cahaya mentari senja. Para penjaga yang selalu berdiri disamping pintu tak lagi terlihat.

(Perang ini telah berlangsung selama empat tahun… Dibandingkan dengan masa lampau, ini jauh lebih tenang.)

Cornelius yang berada disini untuk menghadap Alphonse menengadah menatap ruang kosong, dan tersenyum canggung.

Tak ada tanda-tanda pengunjung sering datang menghadap, dan pintu bergambar singa itu sudah tak lagi sering terbuka dan tertutup seperti dulu. Tempat ini tetap bersih, namun, dekorasi yang menghiasi Aula Pertemuan ini pun tampak sunyi-senyap.

Cornelius merasa sentimental saat dia mendengar suara langkah kaki samar. Suara itu berasal dari dalam aula, dan bahkan ada tanda buru-buru dalam kecepatannya. Sebuah suara yang akrab ditelinga Cornelius.

(Yah, akhirnya dia datang….)

Cornelius berlutut dan memberi hormat didepan rajanya. Segera setelah itu, pintunya terbuka dan Alphonse masuk bersama beberapa pengawal. Setelah melirik Cornelius, Alphonse duduk di singgasana seolah dia terjatuh.

“Kakek. Apa… Apa yang harus kulakukan? Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sekarang… Bukan, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan sejak awal….”

Alphonse menghela nafas dalam-dalam, dan berkata depresi. Kata-katanya tak mengandung martabat, dan wajahnya sepucat abu. Menurut para abdi, Alphonse tak punya nafsu makan, dan sangat kurus sekarang.

Sikap lemah seperti itu tak sesuai untuk Raja Farness, dan dia terlihat seperti seorang Raja hanya karena pakaiannya yang mewah dan mahkota perak.

Cornelius merasa sesak karena pemandangan ini, dan menyarankan:

“Paduka, harap jangan menyalahkan diri anda sendiri. Kami telah mengusir Pasukan Kekaisaran di wilayah selatan, dan hanya masalah waktu saja sebelum kita memulihkan wilayah utara. Maafkan kelancangan saya, tapi Pasukan Pertama dengan senang hati akan menerima tugas ini.”

Dalam menanggapi ucapan penuh harap dari Cornelius, Alphonse menjawab dengan tegas:

“T-Tidak diijinkan! Pasukan Pertama harus menjaga ibukota dan wilayah pusat!”

Tanggapan gelisah dari Alphonse membuat Cornelius mengangkat bahu dan mendesah.

Wilayah pusat adalah Ibukota Fizz dan kota-kota sekitarnya yang makmur karena komerisial. Aktivitas orang-orang berbanding terbalik dengan area-area utara dan selatan, dan merupakan pusat finansial. Kerajaan telah jatuh pada saat-saat susah dalam beberapa tahun belakang, tapi tetap menjadi tulang punggung yang mendukung seluruh Kerajaan.

Kecerdasan militer Alphonse sedang-sedang saja, tapi dia memiliki keunggulan dalam hal ekonomi. Dia menolak rencana untuk merebut kembali Kastil Kaspar dimasa lalu, tapi komplikasi dari masalah ini berada dalam tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu Cornelius tak bersikeras mengerahkan Pasukan Pertama.

“Jika demikian apa kita akan bergerak dengan susunan perintah saat ini, dan membiarkan Pasukan Kedua yang berada di Zona Perang Tengah bertempur sendiri? Saat Pasukan Kekaisaran yang berada di utara bergerak ke selatan, Pasukan Kedua akan terkepung dan dihancurkan.”

“Itu benar….! Aku tau itu sulit, tapi tak ada jalan lain….”

Alphonse berkata seraya dia memegang kepalanya dalam kepasrahan. Cornelius tak bisa berkata apa-apa saat dia melihat itu. Dia menyaksikan Alphonse tumbuh, dan tak pernah melihat Alphonse bertindak begitu putus asa sebelumnya. Disaat yang sama, dia merasa lega bahwa Alphonse memahami seberapa terjepitnya Pasukan Kedua.

“Paduka, Pasukan Kedua telah memintanya Pasukan Ketujuh untuk menghadapi pasukan Kekaisaran di utara. Bolehkah saya meminta ijin anda untuk menyetujui permintaan ini?”

Terkejut dengan apa yang dikatakan Cornelius, Alphonse mengangkat kepalanya dan mengusap alisnya.

“Pasukan Ketujuh….? Bukankah mereka harus mempertahankan Kastil Kaspar dan Benteng Galia?”

“Anda tak perlu khawatir soal itu. Kami sudah membangun pertahanan yang kokoh disekitar Kastil Kaspar, jadi Pasukan Ketujuh bebas bergetak.”

“…..Kau tidak bohong padaku, kan?”

Alphonse menatap Cornelius dengan mata curiga. Untuk menghilangkan kecurigaannya, Cornelius menatap balik dia.

“Saya tak akan berani membohongi anda, Paduka.”

Alphonse bertanya apa yang akan mereka lakukan jika Benteng Kiel mengirim pasukan besar untuk menyerang. Dia takut benteng yang telah berhasil direbut setelah usaha yang keras, kembali jatuh ke tangan musuh. Itu mungkin terdengar pesimis bagi seorang penguasa, tapi sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas militer, dia punya tanggung jawab mempertimbangkan kemungkinan itu.

“Kastil Kaspar akan dijaga oleh Jenderal pertahanan terbaik di Pasukan Ketujuh. Kita memiliki keuntungan dalam medannya, dan akan aman meski Kekaisaran menyerang dengan jumlah yang besar.”

Melihat Cornelius menjawab begitu tegas, Alphonse memejamkan matanya dan mulai berpikir. Lima menit berlalu, sepuluh menit, mungkin lebih lama lagi.

Cornelius menunggu dengan tenang. Akhirnya, Alphonse membuka matanya dan menghela nafas berat.

“–Baiklah kalau begitu, aku percaya padamu. Kirim Pasukan Ketujuh ke utara sebagai bala bantuan. Tapi sebagai gantinya, Pasukan Pertama harus fokus pada mempertahankan area pusat disekitar Ibukota Kerajaan mulai dari sekarang. Bagaimana?”

“Baik Paduka! Terimakasih sudah menerima usulan saya!”

“Aku tak mau kau mengancam dengan pengunduran diri lagi.”

Setelah mengatakan itu sambil bergurau, Alphonse meninggalkan Aula Pertemuan. Saat suara langkah kakinya semakin menjauh, Aula Pertemuan sekali lagi menjadi sunyi.

Cornelius yang ditinggalkan, perlahan berdiri dan menghela nafas berat.

(Untuk sekarang ini, hanya ini yang bisa kulakukan. Sisanya bergantung pada Pasukan Ketujuh dan Paul…)

[edit]

Pasukan Kerajaan, Ruang Rapat Benteng Galia

Paul yang dipromosikan menjadi Jenderal karena memenangkan Pertempuran Dataran Iris mengumpulkan para perwira kunci bawahannya untuk mengadakan rapat perang. Alphonse mengeluarkan titah, memerintahkan Pasukan Ketujuh untuk menghadapi Pasukan Kekaisaran yang telah menghancurkan Pasukan Ketiga dan keempat di utara.

Mayor Olivia yang dipromosikan tiga pangkat berada diantara para perwira yang berkumpul, bersama Lettu Claudia yang dipromisikan dua tingkat, dan seorang pemuda yang tak bisa tenang. Dia diakui karena keberhasilan dari rencananya untuk merebut Kastil Kaspar, dan dengan cepat naik pangkat dari Prada menjadi Aiptu.

“–Seperti yang sudah kalian dengar, kita akan menghadapi pasukan Kekaisaran di utara atas titah raja.”

Begitu pula dengan Otto dipromosikan menjadi Brigjen. Semua perwira mengangguk tegang saat mereka mendengar itu. Kecuali Olivia yang menatap langit-langit dengan ekspresi kebosanan, dan menopang pipinya dengan telapak tangannya.

Otto menekan desakan tangannya yang gemetar, dan menjelaskan situasinya. Para perwira memiliki pandangan dan opini yang sama, satu orang mengangkat tangannya. Dia adalah Mayjen Hosmund Chrysler yang mengkomando sayap kanan saat Pertempuran Iris.

“Karena Pasukan Kedua berada dalam bahaya, maka kita harus bergegas. Aku bersedia memimpin 3.000 pasukan sebagai kelompok pertama, dan juga menggunakan kesempatan ini untuk memantau situasinya.”

Saat Hosmund berkata begitu, utamanya ada dua reaksi, ada yang setuju dan mengangguk, dan ada yang memasang ekspresi setengah hati. Reaksi yang pertama sangat jelas bagi Otto, tapi orang-orang dalam kelompok reaksi kedua sepertinya sudah memahami kesungguhan Hosmund untuk mendapatkan prestasi perang.

Dan itulah yang sebenarnya, Hosmund sangat cemas. Dia nggak mendapatkan hasil yang bagus dalam Pertempuran Iris, dan ingin menutupinya saat penyerbuan Kastil Kaspar. Namun Olivia sudah menguasainya bahkan sebelum dia sampai di tempat itu.

Elman yang seorang rakyat jelata dipromosikan menjadi Letjen membuat dia semakin cemas.

“Jenderal, bagaimana menurutmu soal usulan Mayjen Hosmund?”

Dia menyerahkan keputusannya pada Paul, tapi Otto punya reservasi sendiri soal ini. Mata-mata akan lebih dari cukup untuk pengintaian. Dia bisa memahami bahwa Hosmund ingin memperoleh pencapaian perang, tapi misi mereka adalah untuk melenyapkan musuh yang mungkin bergerak menuju wilayah pusat. Dan tentu saja, mereka harus mempertimbangkan rencana-rencana untuk memulihkan zona utara juga.

Bagi Otto, 3.000 prajurit bukanlah jumlah yang kecil, dan dia ingin menghindari resiko sebanyak mungkin.

“Mayjen Hosmund, jika kita ingin melakukan pengintaian, tak bisakah kita hanya mengirim mata-mata? Dari yang kulihat, tak ada pentingnya menyebarkan pasukan kita.”

Paul juga merasa demikian, dan Hosmund berdiri dengan geram dan membantah keras-keras:

“Tuan Paul, bahkan saat kita berdebat disini, ada peluang bahwa Pasukan Kekaisaran sudah bergerak ke selatan. Menurutku, musuh terbesar kita saat ini adalah waktu. Jika kita bergerak terlalu lambat, kita mungkin akan kehilangan Pasukan Kedua juga. Kita tak perlu mengirim mata-mata dan menunggu dengan santai datangnya informasi!”

“Hmm…. Ada benarnya juga.”

Saat Paul berkata begitu, kebanyakan perwira mengangguk setuju. Selain Olivia yang berkata dengan keras: “Nambah teh satu cangkir lagi!” serta Claudia dan Ashton yang ada disamping Olivia yang menundukkan kepala mereka karena malu.

Otto berdeham, dan menanyai Olivia:

“Mayor Olivia, apa pendapatmu soal ini?”

“Aku–? Aku akan memikirkannya saat aku bertemu musuh.”

Seraya dia berkata begitu, Olivia menambahkan gula mahal pada tehnya tanpa menahan diri, dan mulai meminumnya. Otto tak bisa berkata apa-apa soal sikap Olivia, dan menatap Ashton yang ada disamping kanannya.

“Bagaimana denganmu, Aiptu Ashton?”

“S-Siap ndan! M-Menurutku, tak ada perlunya mengirim kelompok pendahulu!”

Tepat setelah mengatakan itu, Wajah Ashton mulai berkedut. Semua perwira menatap dia terkejut, karena jelas-jelas dia sudah salah bicara.

(Wajar sih bagi mereka bereaksi seperti itu, tapi kita sedang mendiskusikan apakah harus mengirim mata-mata, atau Mayjen Hosmund memimpin kelompok pendahulu secara pribadi. Kedua pilihan itu sama-sama mengirim orang. Gak masuk akal membantah perlunya melakukan pengintaian.)

Pikir Otto, dan Hosmund menanyai Ashton secara tak sabaran:

“Aku sudah mendengar kinerjamu yang luar biasa saat penyerangan Kastil Kaspar. Itu sangat mengagumkan dan melampaui aku. Oleh karena itu, aku sangat tertarik pada alasan kenapa kau tak setuju usulanku. Aku masih harus banyak belajar, dan kuharap kau bisa memberiku pencerahan.”

Ruang Rapat menjadi tegang, dan orang yang menyebabkan suasana ini menatap Otto meminta bantuan. Otto memberi isyarat dengan bibirnya agar Ashton melanjutkan, karena dia tertarik pada pendapat si pemuda ini yang sekilas tampak tak bisa diandalkan.

Ashton menegapkan bahunya, dan menyampaikan pendapatnya dengan ekspresi kerepotan–

– Keesokan hari setelah Rapat Perang di Benteng Galia.

Mayjen Hosmund memimpin sebuah Resimen Kavaleri sebanyak 3.000 orang dan berangkat ke kota terbesar di  utara kerajaan, Kota Benteng Emreed. Rapat perangnya diputuskan bahwa jika Pasukan Kekaisaran bergerak ke selatan, mereka pasti akan merebut Emreed. Singkatnya, pendapat Ashton ditolak, dan usulan Hormund diterima. Diatas itu, Resimen Kavaleri milik Olivia akan diberangkatkan seminggu setelah itu sebagai gelombang kedua, sedangkan pasukan utama akan bergerak dua minggu kemudian.

Saat Benteng Galia sibuk mempersiapkan perang, Claudia yang sedang berjalan di lorong sambil membawa dokumen melihat Olivia keluar dari ruang arsip.

(Hmm? Kenapa Mayor pergi ke ruang arsip? Disana nggak ada buku yang dia sukai….)

Dengan pemikiran itu dalam benaknya, Claudia memanggil dia dari belakang, dan Olivia berbalik dengan lesu.

“Oh, Claudia.”

“Kau nggak kelihatan sehat, apa kau merasa kurang enak badan?”

Biasanya, Olivia sangat riang, tapi sekarang dia tampak depresi.

“Enggak. Aku baik-baik aja. Aku mau ke aula mess.”

“Ada apa?”

Olivia merasa depresi terhadap sesuatu selain makanan merupakan hal yang langka.

“Yah, aku nggak bisa mendapatkan petunjuk…”

Olivia tersenyum lesu. Ngomong-ngomong, Claudia dari tadi nggak melihat Olivia. Dia pikir Olivia pergi ke mess, tapi ternyata dia mencari sesuatu.

“Bisa aku bantu?”

Dia nggak tau apa yang dicari Olivia, tapi dua orang akan lebih baik daripada satu orang. Olivia menepuk pundak Claudia, dan berkata:

“Oke, lain kali aku akan mengandalkanmu. Ayo makan sesuatu dulu.”

Meski dia bilang begitu, Claudia punya perasaan dirinya ditolak.

(Karena dia nggak merasa gak enak badan, maka nggak masalah. Aku mungkin Perwira Eksekutifnya, tapi aku gak boleh terlalu mengganggu masalah privasinya.)

Dengan pemikiran itu dalam benaknya, Claudia menuju ke mess bersama Olivia.

Di mess, mereka berdua melihat Ashton duduk sendiri di pojokan. Dia meminum sup dengan ekspresi suram.

(Ngomong-ngomong, aku harus menanyai dia tentang apa yang dia katakan kemarin.)

Claudia segera mengambil roti dan semangkok sup dari pelayan, dan duduk berhadapan dengan Ashton.

“Hei, kenapa kau mengatakan semua itu kemarin? Bukankah itu terlalu aneh? Aku sangat terkejut.”

Saat Claudia berkata begitu pada dia, tangan kanan Ashton yang memegang sendok menjadi kaku, dan dia mengangkat kepalanya takut-takut. Dia terlihat seperti anak kecil yang ketahuan saat ngerjain orang, dan sangat menyesal.

“Aku betul-betul berpikir begitu saat itu. Yah, memang benar itu terdengar cukup aneh….”

“Halb halb edicius nietspe?”

Olivia yang duduk disamping Claudia memasukkan roti kedalam mulutnya dan mendukung pendapat Ashton.

“Mayor, tolong telan dulu makanannya sebelum kau berbicara. Ini tak sedap dipandang.”

Claudia menasehati Olivia pelan-pelan. Olivia mengangguk patuh, dan ekspresi Ashton melunak setelah melihat interaksi akrab mereka yang seperti kakak-adik.

Pemandangan dari si pirang Claudia dan Olivia yang berambut perak mengingatkan Ashton pada singa emas dan perak pada lambang Kerajaan. Lalu mangkok diantara mereka adalah cawan pada lambang negara tersebut. Pikiran Ashton mulai berkeliaran.

“Kupikir itu tidaklah mustahil. Seperti yang dikatakan Ashton, bukankah itu bukan cuma sekedar kebetulan belaka? Baru dua bulan kita menguasai Kastil Kaspar, dan Pasukan Ketiga serta Keempat dihancurkan. Nggak salah kalau menganggap itu sebagai ejekan terhadap Pasukan Ketujuh.”

Olivia sependapat dengan Ashton lagi. Kenapa dia nggak menyampaikannya saat rapat perang? Pikir Claudia, dan kemudian teringat bahwa Olivia sedang terpesona oleh teh hitam miliknya saat itu, yang mana hal itu menjawab pertanyaannya sendiri.

“Akan tetapi, ini tetaplah sulit diterima logika. Kenapa pasukan Kekaisaran di utara ingin memancing Pasukan Ketujuh kesana?”

–Apa yang dikatakan Ashton adalah sebagai berikut:

『Menurutku, pasukan kekaisaran yang dikerahkan di utara sedang menunggu Pasukan Ketujuh, jadi kita tak perlu buru-buru.』

Saat dia berkata begitu, kebanyakan perwira mengarahkan tatapan simpatik padanya. Paul dan Otto tetap diam, tapi masih menunjukkan wajah kerepotan saat perwira lain memperhatikan. Adapun untuk Hosmund, dia berkata:『Seperti yang diharapkan dari ahli strategi Mayor Olivia, pemikiranmu sungguh unik.』, dan menampilkan senyum meremehkan.

Dia juga mengarahkan senyum itu pada Olivia, jadi Claudia sangat geram.

Akan tetapi, dia gak bisa membantah seorang jenderal, dan cuma bisa memaki Hosmund dalam hatinya saja. Pangkat adalah segalanya disini. Di dunia ini, apa yang dikatakan atasanmu itulah peraturannya.

Tapi kesampingkan itu, ucapan Ashton memang aneh. Claudia menganggap dirinya sendiri sebagai pendukung Ashton, tapi dia gak menemukan alasan dan keberanian untuk membela Ashton.

(Tapi Mayor memahami apa yang dikatakan Ashton. Apa aku yang gak bisa mengukur kemampuan Ashton sebagai seorang ahli strategi?)

Dengan itu dalam benaknya, Claudia menatap Ashton.

“Y-Yah, sebenarnya, aku berkata begitu tanpa berpikir. Dan pendapatku ditolak, jadi gak aku masukkan hati.”

Ashton berkata seolah masalah itu nggak mengganggu dia, dan mulai menegak supnya untuk menghindari tatapan Claudia. Dia harus didisiplinkan.

“Bego! Kalau begitu gak perlu dikatakan!”

“B-Biarpun kau bilang begitu, tapi iblis itu–Brigjen Otto tiba-tiba menunjukku, dan aku sangat gugup….”

Ashton mengaruk bagian belakang kepalanya malu-malu, dan Claudia mendesah menanggapinya. Dia masih baru naik pangkat, jadi bisa dimengerti kalau dia merasa gelisah, tapi itu bukanlah alasan kenapa dia gak bisa melepaskan pola pikir seorang infanteri.

“Beneran deh… Sudah sewajarnya para petinggi meminta pendapatmu dalam kesempatan semacam itu. Dan kau adalah ahli strategi Mayor. Ashton, sikapmu harus lebih tegas.”

“Haha, Ashton diomeli.”

Olivia menatap Ashton dengan riang.

“Kau…..!? Haaah, aku minta maaf.”

Ashton menjatuhkan pundaknya depresi. Untuk menghibur dia, Olivia dengan lembut mengusap punggungnya dan berkata: “Sudah gak usah terlalu di pikirin.” Olivia terlihat seperti seorang kakak perempuan menghibur adiknya, meskipun Ashton empat tahun lebih tua dari Olivia.

Claudia tersenyum masam dalam hatinya pada mereka, dan berkata pada Olivia:

“Kau juga, Mayor, sekarang bukan waktunya untuk menertawai orang lain. Harap pilih nama keluargamu hari ini, kau tak bisa mengulurnya lebih lama lagi.”

Dia butuh waktu empat jam untuk menangkap Olivia kemarin, dan lusa dua jam. Saat Olivia melihat Claudia yang tersenyum semakin mendekat, dia memprotes pelan:

“Nama keluarga nggak diperlukan. Lagian aku nggak mau jadi seorang bangsawan. Dan aku sudah punya nama yang indah Olivia.”

“Gak boleh. Karena Mayor sudah ditunjuk secara resmi sebagai Ksatria Kerajaan, maka kau butuh nama keluarga. Brigjen Otto juga mendesakmu untuk segera memutuskannya.”

Gelar kebangsawanan di Kerajaan Farnesse itu turun-temurun. Keturunan bangsawan tetaplah bangsawan, sedangkan rakyat jelata akan selalu jadi rakyat jelata. Akan tetapi, ada pengecualian. Contohnya. Seorang bangsawan memperistri rakyat jelata, maka si istri akan menjadi seorang bansawan. Banyak pedagang kaya menikahi putri mereka untuk menjadi bangsawan untuk mendapatkan segala macam keuntungan, seraya para bangsawan akan mengikutsertakan keluarga para pedagang dalam nama keluarga mereka untuk mengamankan aset dan kekayaan.

Ada pengecualian lain. Orang-orang yang mendapatkan pangkat tinggi, dan dianugerahi gelar Ksatria. Ini adalah peraturan yang ditetapkan oleh pendiri Kerajaan Farnesse, Julius Zu Farnesse, dan begitulah Olivia mendapatkan gelar kebangsawanannya.

Saat Claudia  mengatakan itu semua, Olivia menutup telinganya. Dia bahkan menekankan kepalanya pada meja. Claudia tak bisa berkata apa-apa, dan Ashton dengan lembut menepuk pundak Olivia:

“Olivia, kau harus segera memutuskannya. Si ibl– Brigjen Otto bisa jadi betul-betul menakutkan.”

Ashton gemetaran saat dia bilang begitu, seraya kata-kata ini bergaung dalam dirinya. Olivia perlahan mengangkat kepalanya dan dengan enggan menyetujuinya. Ashton lalu meminumnya supnya dan berkata:

“–Aku mau balik kerja lagi.”

Ashton yang matanya seperti tak memancarkan kehidupan kembali ke ruangan Otto. Setelah melihat dia pergi, mereka berdua menuju ke kamar Claudia.

“Oh~ kamarnya Claudia begitu rapi, nggak kayak kamarku.”

Olivia mengamati ruangan itu penuh ketertarikan. Sebuah ranjang, meja dan rak buku, tanpa dekorasi apapun. Claudia menganggap kamarnya Olivia berantakan, tapi gak berani mengatakannya.

“Sudah sewajarnya kan karena aku hanya menggunakan kamar ini untuk beristirahat.”

Dengan itu, Claudia mengambil sebuah buku tebal dari rak buku. Buku itu memiliki catatan dari semua klan bangsawan yang terputus karena segala macam alasan. Dia mendesak Olivia untuk duduk di kasur, dan membuka-buka halamannya setelah duduk disamping Olivia.

“–Tunggu, Mayor! Apa yang kau lakukan!?”

“Habis makan aku mau tidur.”

Claudia menyeret Olivia keluar dari selimutnya, dan menyodorkan buku kedepannya. Kalau Olivia nggak segera memutuskan sebuah nama keluarga, Otto akan mulai menggebrak-gebrak meja lagi.

“Sudah cukup, cepat pilih.”

“Duh Claudia, kau maksa amat sih.”

Olivia menggerutu saat dia mengambil buku itu, dan membolak-balik halamannya tanpa ketertarikan. Bahkan gak sampai satu menit berlalu dia sudah mulai rewel lagi, dan menanyai Claudia:

“….Hei, main kartu yuk–”

“Nggak.”

“Gimana kalau petak umpet–”

“Ditolak.”

“….Claudia sungguh kepala batu.”

Olivia berkata dengan wajah serius.

“Harusnya aku yang bilang begitu!”

Claudia berteriak marah, lalu, Olivia berhenti membolak-balik halaman secara sembarang.

“Lambang ini….”

“Hmm? Yang mana?”

Sesuatu akhirnya menarik perhatian Olivia, jadi Claudia menatap halaman itu. Apa yang dia lihat adalah sebuah tengkorak dikelilingi oleh mawar merah. Pada kening tengkorak itu terdapat rubi berbentuk berlian, dengan dua sabit hitam bersilangan dibelakang tengkorak tersebut.

(Sebuah lambang yang sungguh tak menyenangkan.)

Pikir Claudia. Dia memeriksa tahun klan itu terputus, dan melihat itu Kalender Lunar Tahun 840. Sebuah klan yang sudah mati lebih dari 150 tahun lalu, tapi alasannya tidak tercatat.

“Klan Valedstorm, huh… Aneh sekali, alasan terputusnya seharusnya tercatat, tapi gak ada yang tertulis disini….”

Disamping Claudia yang memiringkan kepalanya kebingungan, Olivia menatap lambang pada buku itu dengan ekspresi yang sangat serius. Ekpresi riangnya yang biasanya telah lenyap sepenuhnya. Claudia ingin mengamati pemandangan yang langka itu lebih lama lagi, tapi Olivia perlahan mengangkat kepalanya.

Shinigami ni Sodaterareta Shoujo V2 8.png

“–Sudah kuputuskan. Ini akan jadi nama keluargaku.”

“Ehhh!? Aku tau ini mendesak, tapi kau jangan ceroboh begitu. Masih ada banyak klan lain juga.”

Dari semua lambang yang ada, kenapa dia memilih yang ini? Claudia mengambil buku tersebut dari dia, membuka halaman lain dan berkata:

“Bagaimana menurutmu dengan yang ini? Ini sesuai dengan warna rambutmu, kurasa ini cocok untukmu.”

Ini agak memaksa, tapi Claudia tetap menunjuk sebuah lambang bergambar bulan perak dihiasi bunga Salsasou. Tapi bahkan Olivia nggak melihatnya.

“Nggak perlu. Mulai sekarang, aku Olivia Valedstorm.”

“Tapi… Aku paham, dimengerti.”

Claudia bisa melihat tekad Olivia dari matanya, dan dia menyerah.

“Ngomong-ngomong, apa bisa menemukan alasan kenapa klan ini terputus?”

“Alasannya, ya….”

Claudia menyentuh buku itu saat dia memikirkan pertanyaan Olivia. Keluarga aristokrat ini sudah tiada lebih dari 150 tahun, jadi gak akan mudah menyelidikinya. Seraya memikirkan itu, Claudia mengangkat wajahnya dan melihat Olivia sangat serius.

“Yah…. Kurasa kita bisa menemukannya kalau kita mengunjungi Perpustakaan Kerajaan di ibukota.”

“Perpustakaan Kerajaan?”

Olivia memiringkan kepalanya.

“Kau tidak tau? Tempat itu memiliki catatan dari seluruh sejarah kerajaan. Kerajaan Farnesse merupakan negara dengan sejarah terpanjang di seluruh benua Dubedirica. Itu tidaklah berlebihan untuk menyebut negara ini sebagai sejarah itu sendiri. Kita harusnya bisa menemukan seuatu kalau kita kesana.”

“Tempat yang menyimpan semua sejarah….”

Olivia bergumam dengan wajah yang lebih kaku daripada yang biasanya. Ini membuat wajah halusnya tampak semakin gak wajar.

“Mayor?”

“……”

“Mayor!”

“Ah, maaf.”

Olivia akhirnya kembali sadar, dan memaksakan tersenyum.

“Ada apa?”

“Nggak ada, abaikan saja. Ngomong-ngomong, Ajudan Otto ingin aku segera memutuskan sebuah nama, kan?”

“Ehh? Iya, itu benar…”

“Kalau begitu kau harus segera memberitahu dia, Claudia.”

“Ehh? Tunggu, jangan dorong aku! Aku akan pergi, aku akan pergi!”

Olivia mendorong Claudia dengan kekuatan manusia supernya, dan Claudia dengan enggan meninggalkan kamar. Saat Claudia berbalik, pintunya sudah dikunci. Gak ada jalan kembali sekarang.

(Tapi itu kan kamarku… Ada apa sih dengan Mayor?)

Dia kebingungan karena perubahan yang tiba-tiba ini, tapi Claudia tetap menuju ke kantor Otto–

Olivia mendengarkan langkah kaki Claudia yang semakin menjauh saat dia mengambil buku yang jatuh di kasur. Lalu dia mengeluarkan sebuah permata besar.

Itu adalah permata merah yang ditinggalkan untuk dirinya bersama dengan pedang hitam itu. Dia membuka halaman yang berisikan lambang klan Valedstorm lagi, dan membandingkannya dengan permata miliknya.

(….Sudah kuduga, bentuk dan warnanya sama persis.)

Dengan itu, Olivia menatap dua sabit dibelakang tengkorak tersebut. Sudut bibirnya perlahan naik, sebelum dia tertawa keras penuh kegembiraan.

“Ahahaha! Akhirnya aku menemukan sebuah petunjuk soal Z! Tunggu aku, Z!”

[edit]

Olivia Valedstorm, yang dikenal di masa depan sebagai Dark Hero, dikatakan memulai debutnya di benua Dubedirica pada Tahun 999 Kalender Lunar.

Kisah dari Pahlawan Dubedirica dimulai saat perang, dan menggambarkan sepak terjang dari cewek berambut perak bernama Olivia yang memegang sebilah pedang hitam. Itu begitu populer hingga sebuah buku bergambar untuk anak-anak juga diterbitkan. Tapi tak seperti kisah-kisah lain tentang pahlawan, ada satu bagian yang sangat berbeda.

Dibandingkan dengan kisah lain dimana ceritanya dimulai dari masa kecil si protagonis, Kisah Pahlawan Dubedirica dimulai dengan sepak terjang Olivia sebagai seorang cewek berusia 15 tahun dalam Pasukan Kerajaan. Dengan kata lain, tak ada catatan sebelumnya. Buku bergambar memang menyebutkan masa kecilnya, tapi itu hanyalah karangan yang dibuat oleh penulis untuk target penikmatnya yang merupakan anak-anak.

Asal-usulnya dikelilingi misteri, tapi misteri terbesarnya adalah tentang dia yang dibesarkan oleh seorang Dewa Kematian. Dewa Kematian selalu dianggap sebagai eksistensi fiktif, dan kebanyakan orang akan menertawakan sugesti bahwa Dewa Kematian memang ada. Meski Dewa Kematian memang ada, kenapa Dewa Kematian itu membesarkan Olivia? Tak seorangpun bisa menjawab pertanyaan ini.

Akan tetapi, kisah tentang Dewa Kematian yang dikatakan oleh Olivia terdengar benar-benar meyakinkan. Hal itu lah yang membingungkan banyak peneliti. Kebanyakan cendekiawan menganggap Dewa Kematian itu merupakan sebuah ungkapan yang diperhalus untuk orang yang membesarkan Olivia, tapi ada sebagian orang yang benar-benar percaya bahwa Dewa Kematian memang ada.

Mereka melandaskan ini pada sebuah surat yang ditemukan beberapa tahun belakangan ini. Lebih akuratnya, itu memang sebuah surat. Surat itu ditemukan diantara buku-buku yang dipercayai milik Olivia, dan secara tak sengaja ditemukan oleh seorang administrator. Itu mungkin sebuah surat untuk Olivia yang ditulis oleh sang Dewa Kematian, tapi ada banyak hal yang masih dipertanyakan.

Salah satu alasan ini dianggap sebagai surat dari Dewa Kematian adalah karena isi kata-kata dalam surat itu. Diseluruh sejarah benua, mereka tak menemukan bahasa yang sama dengan surat itu. Dan yang mendukung bukti ini, Olivia terkadang berbicara menggunakan bahasa yang tak bisa dipahami. Para cendekiawan memperdebatkan soal ini.

Bahkan sekarang, masih belum ada kesimpulan atas argumen ini.

Olivia Valedstorm selalu diselimuti misteri, itulah salah satu alasan kenapa orang-orang tertarik pada dia.

Pasukan Kekaisaran, Kantor Komandan Kastil Windsam

Kastil Windsam saat ini merupakan markas dari salah satu tiga jenderal Kekaisaran, Rosenmarie, komandan Crimson Knight. Dinding putih yang indah yang dibangun di bukit masih polos dan tak ternoda oleh api peperangan. Sangat jelas bahwa Kastil Windsam dikuasai tanpa pertempuran.

Setelah para penguasa wilayah yang memerintah wilayah disekitar Kastil Windsam menyerahkan benteng itu, mereka menggunakan alasan “menyambut” dia dan mempersembahkan upeti berupa lukisan terkenal, pedang dan kantong emas sebagai suapan.

Alasannya sederhana, mereka yang pertama mengetahui kemusnahan Pasukan Ketiga dan Keempat, dan segera menyerahkan diri pada pasukan Kekaisaran. Sebagai hasilnya, Rosenmarie mendapatkan kendali atas wilayah utara Kerajaan dengan mudah.

Bagi para penguasa wilayah itu, Kerajaan sudah tamat. Untuk memberi kesan bagus pada penguasa baru mereka, mereka mengabaikan reputasi mereka sendiri–

(Bener-bener deh, ini pasti maksud dari ‘menganga karena terkejut’….)

Ajudan Rosenmarie, Kolonel Gaier Neurat menatap tumpukan dokumen dimejanya, dan mendesah.

“Tak bisa kupercaya bahwa ini adalah kerajaan terkenal yang dikenal sebagai Negara Singa. Terutama pria itu yang menyerahkan kastil ini tanpa syarat. Mungkin terdengar aneh bagiku untuk mengatakan ini, tapi dia sudah siap menyuap kita, para penyerang, yang mana itu membuatku muak. Apa mereka tak punya malu?”

“Hasilnya sudah jelas. Mereka lebih banyak menyalak daripada menggigit.”

Rosenmarie mendengus.

“Abaikan saja, berkat hal itu, kita tak perlu repot-repot.”

“Yang lebih penting lagi, bagaimana dengan pergerakan Pasukan Ketujuh yang membunuh Jenderal Osborne? Sudah hampir waktunya bagi Heat Haze memberi laporan, kan?”

Rosenmarie tampak gak sabaran saat dia menanyakan itu. Gaier menggeleng dalam diam. Mereka sudah mengirim agen Heat Haze untuk memata-matai pergerakan Pasukan Ketujuh, tapi belum mendapatkan informasi yang berguna.

“Cih! Terkadang Heat Haze begitu gak berguna… Hmm? Ada apa? Apa ada sesuatu yang membuatmu kuatir?”

Saat dia melihat Rosenmarie menatap dirinya dengan mata menyelidik, Gaier mendecak lidah dalam hati.

(Sial, apa aku menunjukkannya pada wajahku… Haah, kayaknya aku masih harus banyak berlatih.)

Para ajudan harus terlihat tenang dan kalem sepanjang waktu. Terlebih lagi untuk ajudan dari seseorang yang menakutkan seperti Rosenmarie. Tapi itu akan tampak gak wajar kalau dia masih menahan diri, yang mana akan membuat Rosenmarie gak senang.

Seraya memikirkan itu, Gaier membulatkan tekad dan menjawab:

“Jenderal, apa kau sudah mendengar tentang rumor bahwa Pasukan Ketujuh memiliki seorang cewek monster dalam pasukan mereka?”

Sebelum dia bisa menyelesaikannya, ada suara decitan keras dari kursi Rosenmarie. Dari reaksinya, Gaier paham kalau Rosenmarie sudah mendengarnya. Setelah pertukaran tahanan, para prajurit kekaisaran yang dipulangkan menyebutkan tentang seorang cewek cantik yang merupakan seekor monster yang menyamar, itu telah menyebar dikalangan pasukan.

Pedang gak mempan.

Panah mental.

Kematian menunggu siapapun yang berani menantang dia.

Ini bukanlah yang pertama kalinya rumor semacam itu menyebar. Saat rasa takut terhadap lawan melewati batas,  tidaklah aneh bagi orang untuk melihat lawan itu sebagai manusia super. Gaier merasa ini gak ada bedanya dari karakter-karakter dari karya fiktif.

Akan tetapi, sangat banyak korban yang mengalami delusi kali ini. cewek monster ini berhasil membuat ribuan prajurit menjadi histeris. Banyak prajurit yang berhadapan dengan cewek itu menjadi kehilangan akal sehat mereka. Sulit bagi Gaier untuk menganggap semua ini sebagai delusi semata.

Dia merasakan kegelisahan pada prospek melawan Pasukan Ketujuh. Tidaklah jeladls apakah dia memahami yang dirasakan Gaier, tapi Rosenmarie berkata sambil tersenyum:

“cewek monster? Hah! Terus kenapa? Gak peduli siapa musuhku, aku akan membuat mereka membayar karena membunuh Jenderal Osborne. Dengan benda yang kumiliki!”

Rosenmarie berdiri dan mengambil salah satu pedang yang menggantung di dinding dibelakangnya. Pedang yang dia hunus berwarna merah, seolah itu adalah kebencian. Gaier gak yakin apakah dia cuma imajinasinya saja, tapi suhunya sepertinya juga meningkat.

“…..Pedang yang sungguh mengerikan. Apa ini dibuat dengan keajaiban dari dewi, ‘ilmu sihir’?”

“Aku gak tau rinciannya, karena Felixus yang memberikan ini padaku. Tapi satu hal yang pasti, ini akan membuat siapapun yang tertebas merasakan neraka. Bahkan monster itu.”

Rosenmarie memasang kuda-kuda dan sudut bibirnya naik. Dibandingkan dengan memenangkan perang melawan Kerajaan, membinasakan Pasukan Ketujuh yang membunuh Osborne jauh lebih penting bagi dia. Itu bisa dipahami, tapi dia tetaplah salah satu dari Tiga-Jenderal Kekaisaran. Rosenmarie memiliki kewajiban dan tugas terhadap pasukan dan warga kekaisaran.

Gaier merasa itu diperlukan untuk memperingatkan dia, dan berkata:

“Membalaskan dendam Tuan Osborne memang penting, tapi Jenderal, kau tetaplah panglima Crimson Knight, dan perwira penting sebagai salah satu dari Tiga-Jenderal Kekaisaran. Harap jangan lupa itu.”

“Kau gak perlu mengingatkan aku. Itu sebabnya aku mengerjakan pekerjaan administrasi saat ini.”

Rosenmarie menepuk dokumen diatas mejanya, dan berpaling tak senang. Karena posisinya, dia harus mengatur wilayah utara Kerajaan yang telah dia kuasai. Karena para penguasa wilayah menyerah pada Rosenmarie, dia memutuskan untuk mengeksploitasi mereka, jadi ketidaksenangan terhadap Kekaisaran akan lampiaskan pada para penguasa wilayah itu.

Saat ini, mereka akan memaksakan kebijakan-kebijakan yang akan merugikan penduduk melalui para penguasa wilayah ini. Saat ketidaksenangan rakyat mencapai puncaknya, dia akan menginstruksikan untuk mengganti para penguasa wilayah itu dengan para birokrat dari Kekaisaran, dan membuat rakyat mengeksekusi para penguasa wilayah itu sendiri. Itulah rencana Rosenmarie.

Rosenmarie terkenal atas kemampuan bela dirinya, tapi dia juga seorang administrator handal. Meskipun metode pemerintahannya sangat licik.

(Akan butuh waktu lama untuk mengendalikan wilayah-wilayah utara Kerajaan. Sepertinya kami harus menopang fondasinya terlebih dahulu…)

Perang mereka dengan Pasukan Kerajaan masih berlangsung, dan mereka harus mempersiapkan dengan sempurna untuk menghancurkan Pasukan Ketujuh. Bagaimanapun juga, mereka memiliki seorang cewek monster diantara mereka.