Seri Monogatari:Nekomonogatari (Putih)/Macan Tsubasa 005

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

005[edit]

"Dengar, Senjougahara-san, dengar! Aku bertemu macan di perjalanan ke sekolah tadi”

"Oh, begitu ya? Oh ya, Hanekawa-san, menurutmu aku wajib mendengar keseluruhan ceritamu? Kau bilang “dengar!” tapi apa kau serius memintaku mendengarkanmu, atau kau sedang berusaha bersikap positif?”

Setelah upacara pembukaan tahun ajaran baru, semua orang secara berkelompok kembali ke dalam kelas, aku berlari menemui temanku Senjougahara-san.

Lalu, aku bicara tentang apa yang terjadi pagi ini.

Saat aku memberitahunya, Senjougahara-san sedikit memasang ekspresi agak kesal dan bereaksi kesal kepadaku. Namun, ia tidak terang-terangan menolakku,

"Apa itu?"

dia menuntutku menuntaskan kalimatku.

Selama liburan musim panas, rambutnya yang tumbuh sepinggang telah dipotong drastis, dan langsung mengunjungi rumah keluarga ayahnya, jadi, kesampingkan dulu bagaimana Araragi-kun akan menilainya nanti, bagiku rambut pendek Senjougahara-san adalah hal baru.

Dia memiliki segalanya jadi model rambut apapun cocok untuknya, lebih kurang begitu, namun berkat badan kurusnya, aura “siswi kelas atas” yang disandangnya selama trisemester pertama telah hilang sepenuhnya.

Sementara disaat itu menjadi kehebohan yang cukup besar di antara teman sekelas (bahkan mungkin lebih dari saat aku pernah memotong rambutku) menurut pengamatanku, murid SMU memanggil murid lainnya “siswi kelas atas” agaknya lebih mirip seperti merendahkan saja, jadi mungkin ini lebih membuatnya lebih baik.

"Kau bilang 'macan', Hanekawa-san? Bukan kucing? "

"Tidak. Macan, bukan kucing. "

"Bukan kucing bermotif macan?"

"Tidak. Macan bermotif macan. "

"Bukan zebra bermotif macan?"

"Itu zebra biasa, tapi bukan."

"Apa tidak terpikir denganmu kalau orang yang lahir dengan zodiak Libra diubah nama menjadi Zebra?"

"Tidak." [1]

Hmm - Senjougahara-san mengangguk,

"Kemari."

dan menarik tanganku.

Dia membawaku ke tempat sepi.

Masih ada sedikit waktu sebelum kelas dimulai, jadi dia ingin kami menjauh dari keramaian — jelas kami tidak bisa bicara dengan bebas di saat semua mata di dalam kelas tertuju pada kami.

Kami berada di belakang gimnasium.

Walaupun penampakannya memberikan suasana yang agak seram, pengelolaan daerah sekitar gim sudah dilakukan menyeluruh sejak sukses besar tim basket putri tahun lalu, jadi itu sebenarnya tempat yang terbuka dan sehat.

Cuaca cerah, pas sekali lingkungannya bagi bunga dari cerita cinta bermekaran, tetapi bagi kami, bunga cerita hantu yang bermekaran.

Atau lebih tepatnya, bunga-bunga layu.

"Kau melihat macan...? Kalau itu benar, bukankah itu sangat serius, Hanekawa-san? "

"Aku kira begitu. Oh, tapi itu bukan macan sungguhan. Mungkin hal ganjil. Dia berbicara"

"Sama. Tidak ada bedanya. Bagi orang jepang, macan sungguhan adalah ketidakwajaran. "

"Ah."

Benar.

Seperti biasa, Senjougahara acuh.

Dia seperti tidak merasa bersalah.

"Kalau ada yang bilang panda itu agak menakutkan, aku percaya."

"Mmn, entahlah."

"Bukankah jerapah itu rokurokubi?"

"Jadi bagimu kebun binatang itu seperti rumah hantu?"

Mungkin, angguk Senjougahara-san.

Terus terang sekali dia.

"Tapi Hanekawa-san, apa kau benar-benar mengalami hal yang tidak terduga— maaf mengatakannya begini tapi menurutku kau memang begini. Macan. Haduh, seekor macan! Ini terlalu dibuat-buat. Kepiting, siput, monyet — dan Karen-san, lebah, begitu kan? Itu urutannya dan tiba-tiba, macan. Semua orang berada di pacuan yang sama, meningkatkan status, mengawasi yang lainnya dan tidak buru-buru memimpin ke depan, semuanya baik dan ramah, dan sekarang ini. Barangkali mesti ada peraturan bagi orang-orang yang bisa mengerti mood sebagus dirimu. Aku tidak suka mengatakannya, tapi ini mungkin lebih luar biasa dari Araragi-kun dan monster-nya. "

"Pandangan seperti itu mungkin unik juga untukmu..."

"Apa itu mengganggumu?"

"Tidak, tidak juga— kurasa. Hanya saja sulit bagiku untuk mengetahuinya sendiri. Itu sebabnya aku bertanya. Apa ada sesuatu yang aneh denganku sekarang? "

"Hmm. Yah, absen dari kelas memang tidak biasa, tapi datang terlambat itu memang bukan kau sama sekali, Hanekawa-san. Tapi bukan itu kan maksudmu? "

"Bukan"

"Maaf."

Sambil mengatakan itu, Senjougahara-san mendekatkan wajahnya dekat padaku dan melihat kulitku ke atas dan ke bawah. Ia menatapnya seolah ia hendak menjilatnya. Agak jauh dari kulit, dia memeriksa mataku, hidungku, alis, bibirku, bagian demi bagian.

Setelah selesai dengan wajahku, dia meraih tanganku lagi, ditelitinya kuku-kuku dan bahkan nadi di balik lenganku.

"... Kau sedang apa, Senjougahara-san?"

"Memastikan tidak ada yang aneh denganmu."

"Benarkah?"

"Setidaknya, itulah rencana awalku."

"Jadi sekarang kau mau melakukan apa?"

"Menikmati pemandangan."

Aku menampik tangannya.

Pemaksaan mungkin.

Senjougahara, dengan "Ah ...", menatapku dengan ekspresi kekecewaan yang besar — baik, dia mungkin bercanda.

Anehnya, Senjougahara-san sangat menyukai leluconnya.

Aku harap ... dia bercanda.

Terlebih lagi aku ingat apa yang telah Araragi-kun ceritakan padaku soal kelainan Kanbaru-san.

"Yah?"

"Tidak apa-apa. Kulitmu akan tetap mulus paling tidak sampai 10 tahun ke depan. "

"Bukan itu maksudku."

"Tidak ada apa-apa, dari tampilan luar — setidaknya tidak ada telinga macan yang tumbuh pada tubuhmu."

"' Telinga macan '? "

Pengalaman memiliki telinga kucing di kepalaku tentu bukan suatu lelucon yang bisa kututupi, ya misalnya, sangat realistis kemungkinan aku tertawa-tawa sambil memeriksa tengkorak kepalaku.

Bagus.

Tidak ada yang mencuat keluar.

"Tapi bertemu fenomena ganjil bukan berarti sesuatu yang ganjil akan segera terjadi saat itu — jadi mungkin terlalu cepat untuk berlega diri. "

"Benar."

"Bukan tidak mungkin saat kau terbangun keesokan paginya kau sudah jadi serangga."

"Itu terlalu jauh, kurasa"

Setidaknya kita rahasiakan macan itu dulu.

Orang mungkin mengira kita seperti kafka.

"Tapi, dalam hal ini, aku pikir akan lebih baik kau membicarakannya dengan Araragi-kun. Aku pernah terserang kepiting fenomena ganjil — dan mengalami banyak hal — tapi itu tidak membuatku lebih kompeten mengenai metode-metode menangani mereka".

"Yah, ya, itu benar."

Katanya.

Meskipun mungkin akan terserang fenomena ganjil, itu bukanlah hal yang bisa dijadikan pengalaman untuk mengatasinya.

Sebaliknya, itu akan membuat dirimu semakin mengetahuinya.

Membicarakan hal ini dengan Senjougahara-san, hanya akan mengganggunya. Lebih buruk lagi, aku bahkan mungkin telah mengorek kembali lukanya.

"Tapi Araragi-kun tidak hadir hari ini."

"Apa?"

Senjougahara-san memiringkan kepalanya, pandangannya kosong.

"Apa tadi dia tidak ada selama upacara pembukaan tadi? — Aku tidak sadar dia hilang di saat dia benar-benar menghilang, ini lebih parah daripada menyadari dia ada disana saat dia benar-benar ada. "

Dia terkikik.

Ini membuatku menggigil.

Saat ini, apa yang Araragi-kun sebut sebagai “pelecehan verbal” baru saja keluar.

Yah, tidak terhingga berapa banyak racun yang terambil dari dirinya selama liburan musim panas kemarin, kali ini dia jelas hanya sedang bercanda.

Setiap orang berubah.

Aku senang ternyata dia salah satu dari itu.

"Yah ternyata, catatan absen bukan hal yang menggangguku lagi sih, tapi entahlah kalau dengan sayangku?"

"Jangan panggil dia 'sayang'."

Itu perubahan yang terlalu besar.

orang tidak akan bisa nyambung dengan lagakmu yang tadi.

"Omong-omong, aku bertemu dengan Mayoi-chan sebelum bertemu macan itu pagi ini. Dari yang dikatakannya, aku rasa dia melakukan — sesuatu ".

"'Sesuatu', katamu?"

Senjougahara-san menggelengkan kepala, seolah-olah mengatakan, "Ya ampun".

Terlalu mencolok, tapi ekspresi itu tidak dibuat-buat.

"Mungkin itu sudah jadi ciri khas laki-laki itu."

"Mungkin. Lagipula, dia itu orang yang hanya melihat apa yang ada di depannya. "

"Apa kau sudah menghubunginya? Atau kirim pesan mungkin? "

"Mmm, yah, mungkin sebaiknya aku menghubunginya."

Aku merasa tidak ingin mengganggunya, tidak saat dia sedang melakukan sesuatu. Kalau dia ada di sekolah, aku ingin membicarakan hal ini dengannya, aku berpikir begitu saat hendak menelepon atau mengirim pesan padanya.

Sedikit dari diriku merasa baik-baik saja dan selebihnya lagi mengkhawatirkan keselamatannya.

"Begitu."

Senjougahara-san mengangguk.

"Aku pikir kau mesti sedikit lebih berani."

"'Berani'?"

"Atau mungkin 'tidak sungkan-sungkan'. Laki-laki itu tidak akan merasa terbebani hanya karena diandalkan olehmu, kau sudah tahu soal ini, kan? "

"Yah, entahlah."

Aku bingung dengan kata-kata Senjougahara-san.

"Mungkin aku benar-benar tidak tahu banyak soal itu."

"Atau apa kau perhatian begini demi kebaikanku?"

"Tentu saja tidak. Sama sekali tidak. "

"Baguslah."

Fiuh — kali ini, Senjougahara-san menghela napas.

Menghela napas dalam-dalam.

"Yah, belum tentu juga sesuatu itu akan terjadi. Tidak bagus gelisah gara-garanya- juga bukan hal yang buruk mengkhawatirinya, seperti halnya yandere[2] . Meski pada dasarnya kita tidak bisa memastikan macan itu tidak menyerang orang lain, apa menurutmu kau punya pilihan lain selain bicara dengan Araragi-kun? Bukan masalah macan atau singa, karena seperti halnya aku, kau tidak punya kekuatan untuk melawan fenomena ganjil itu. Sama halnya aku, kau punya pengetahuan tapi tidak punya pengalaman; bicara banyak, tapi berkeringat dibelakang. "

"Kau benar ..."

Kalimatnya membawa dampak yang berbeda.

Itu kalimat yang rumit, aku tidak tahu apa dia sengaja mengutarakannya.

Araragi-kun mungkin akan langsung mampu memahaminya dan membalasnya dengan tak kalah cantiknya.

Tapi aku tidak punya keahlian yang seperti itu.

"Hanya Araragi-kun, yang menyimpan vampir dalam bayangannya, bisa melawan fenomena ganjil itu — yah, Kanbaru juga merasa seperti itu, tapi aku jangan sampai membuatnya melakukan hal yang bukan-bukan."

"Ya."

Aku dengar soal itu, sedikit.

Perban di lengan kanannya — pikirku.

Dalam hal ini, masalahnya bukan terselamatkan — bahaya. Meski masalahnya dengan fenomena ganjil telah terselesaikan, Kanbaru-san menjalani harinya seolah sedang membawa bom waktu.

Atau mungkin dia sendiri bisa disebut bom waktu.

Yah ..., kalau aku berpikirnya begitu, berarti Araragi-kun sama. Kenapa aku tidak menghubunginya saja.

Pikirku.

Walaupun aku tahu — bukan itu alasannya.

Yah, Senjougahara-san sudah mengatakannya.

Aku tidak bisa memberanikan diri saat berhadapan dengan Araragi-kun.

Kemungkinan besar, alasannya sudah nampak jelas —

"Hanekawa-san, apa kau pernah mengucapkan, 'tolong aku' pada Araragi-kun?"

"Hah?"

Pertanyaan yang mendadak itu membawaku kembali ke dunia nyata.

Aku terkejut.

"Apa? 'Tolong aku'...? Entahlah. Tidak pernah ada yang seperti itu dalam obrolan kami... mungkin memang tidak pernah, kurasa. "

"Begitu. Aku juga. "

Senjougahara-san menatap langit saat ia mengatakannya.

"Lagi pula, Dia sudah menyelamatkan kita sebelum kita sempat mengatakannya — sementara dia sudah bilang 'yang menyelamatkanmu adalah kamu sendiri' yang entah dari mana dia dengar."

Bukan "entah dari mana", dia benar-benar mendengarnya. Itu kalimat Oshino-san yang sering diucapkannya.

"Bukan hanya saat dengan masalah kepiting. Juga saat dengan masalah Kanbaru, dengan Kaiki, dan yang lainnya, ia datang membantuku dengan tangan terbuka dan penuh rahasia. Tapi, karena dia akan menolongmu saat kau tidak bilang apa-apa, bukan berarti kau tidak perlu mengatakan apa-apa. "

"Hm? Apa maksudmu? "

"Maksudku adalah, bisa jadi kau mengharap Araragi-kun datang menolongmu meski kau berdiam diri."

"... Oh."

Hmm.

Apa terlihat seperti itu?

Akan tetapi, yang mengenaskan itu adalah, aku tidak bisa menyangkalnya.

Aku tidak mendekatinya.

Sebaliknya, apa aku menunggu ‘tuk didekatinya?

Itu — "bukanlah aku", bukan hal yang bisa kukatakan.

Ada sesuatu yang lebih gelap dalam diriku.

Berada denganku, lebih mudah bagiku daripada dengan orang lain.

"Aku pikir lebih baik kau meminta bantuannya tanpa sungkan-sungkan. Itulah yang dia selalu ingini. Kau sudah melakukannya selama Golden Week, "

Lalu —

Saat sedang berbicara - Senjougahara-san berhenti di tengah kalimatnya.

Mungkin dia merasa hampir setengah perjalanan dia banyak bicara.

Tapi dia tidak meminta maaf, dan hanya terlihat tidak nyaman — meski minta maaf itu hal yang mengganggu saja.

Aku tidak layak menerimanya.

"Mungkin kita harus kembali ke kelas sekarang."

Kataku.

Aku bukannya tidak berusaha membiarkannya berdiri disana dengan canggungnya, tapi melihat jam tanganku, sudah waktunya kami kembali. Kami mesti menaiki tangga.

"Mesti."

Senjougahara-san mengangguk.

"Aku tidak ingin memaksa, tapi tidak baik kalau kau melakukan sesuatu sendiri saat terjadi sesuatu. Kau masih cenderung seperti itu — jadi kalau tidak mau merepotkan Araragi-kun, libatkan aku juga, meskipun aku tidak bisa banyak membantu. Paling tidak, kau masih punya aku untuk mati bersama-sama. "

Mengatakan hal konyol seperti itu begitu saja, Senjougahara-san berjalan menuju gedung sekolah. Meskipun dia sudah "direhabilitasi", rasanya seolah-olah dia, bagaimana ya, energi besar di daerah ini serasa ikut terbawa dengan kondisi yang pas.

Yah.

Terus terang, Senjougahara-san tidak terehabilitasi sepenuhnya sebagaimana dia tampak lebih cantik sepenuhnya.

Terutama saat di depan Araragi-kun.

Araragi-kun hanya tahu dengan Senjougahara-san yang ada di hadapannya, mungkin butuh waktu baginya untuk menyadari hal itu.

Aku tidak akan buru-buru memberitahunya.

Omong-omong.

Begitulah, kami berdua kembali ke kelas bersama-sama — parahnya, kami dalam situasi gawat karena kelas sudah di mulai, tapi jauh di atas itu semua kami baik-baik saja.

Yah, tidak.

Hoshina, wali kelas kami, sudah berada di ruangan.

Tapi sudahlah, pelajaran sudah mulai — tapi semua orang, guru dan murid, berjubel di jendela menghadap ke luar, dan tak seorang pun duduk di kursi, jadi ini bukan belajar-mengajar tapi ada hal lain.

Apa yang terjadi?

Apa yang mereka lihat?

"Ah."

Di sebelahku, Senjougahara-san bergumam.

Dia sedikit lebih tinggi dariku, jadi dia sudah lebih dulu menyadari “sumber kegaduhan itu” daripada aku — sebenarnya, saat aku tahu orang-orang sedang melihat sesuatu, dia sudah melepas sapatunya dan berdiri di salah satu kursi.

Berbeda dari penampilannya, dia gadis aktif yang tidak bisa diduga.

Tidak ingin ikut-ikutan, aku cukup berjalan kesana, menembus diantara celah teman sekelas, dan menatap ke luar jendela.

Aku langsung tahu apa yang mereka lihat.

"... Api."

Tanpa banyak proses, aku dilanda kebingungan.

Aku bicara pada diriku sendiri — sesuatu yang jarang kulakukan di luar rumah.

Aku melihat nyala api, membakar di suatu tempat di kejauhan hingga hanya tampak titik, tapi gema suaranya keras sekali hingga kesini.

Dan aku mengatakannya.

"Rumahku kebakaran."

Aku sebut rumah itu — rumahku.



Catatan Penerjemah[edit]

  1. Hitagi menanyakan Tsubasa, kalau mengubah nama 練馬区 (Nerima-ku berarti 'bangsal tokyo') menjadi 縞馬区 (shima-uma berarti‘zebra’) bisa membuat orang-orang pindah dari sana, dua istilah yang sama kecuali karakter yang pertama, dan keduanya punya kemiripan. Yah, ini permainan kata (bhs jepang).
  2. Yandere bisa disebut orang yang terlalu berlebihan dalam hal cinta dan kasih sayang kepada seseorang, biasanya tindakan mereka berlebihan/nekat dan mengarah ke kekerasan.


Balik ke 004 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke 006