Seri Monogatari:Mayoi Castle

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Mayoi Castle[edit]

Bicara soal Lucy Maud Montgomery, jelas sudah merupakan pengarang dari 'Akage no An', tapi pagi ini mari bicarakan tentang 'biru', bukan 'merah'---dengan kata lain, cerita di mana Valancy Stirling menjadi pemeran utamanya, 'The Blue Castle'.

"Apa kau membacanya, Araragi ?"

"'The Blue Castle' ?......hmm Hachikuji, maaf soal kemalasanku, tapi judulnya saja baru sekarang aku tahu"

Demikian jawab Araragi setelah sedikit berpikir. Yah, mau bagaimana lagi, karena reputasi 'Akage no An' terlalu kuat, di negeri ini, tingkat pengenalan 'The Blue Castle' mungkin seperti itu.

"Karya Montgomery, malu sih, tapi aku cuma baca 'Akage no An'. Senjougahara yang membaca tanpa pilih-pilih itu saja, kalau tidak salah katanya untuk karya Montgomery cuma baca 'Chronicles of Avonlea'"

"Pembaca seperti apa ?"

Ada juga pembaca tidak pilih-pilih yang aneh ya.

Kujelaskan ringkasan 'The Blue Castle' pada Araragi.

"Wanita berumur 29 tahun bernama Valancy Stirling adalah protagonisnya, orang ini punya kemampuan imajinasi yang sebanding dengan Anne Shirley"

"Apa tidak gawat kalau punya kemampuan imajinasi yang sama dengan Anne Shirley di usia 29 tahun......?"

"Suatu hari, Miss Valancy dinyatakan sisa hidupnya tinggal satu tahun oleh seorang dokter. Ceritanya mengambil tema wanita yang terus hidup sejauh ini dengan ditahan oleh kerabat dan keluarga, bagaimana menghabiskan kehidupan terbatas yang tersisa"

Mengabaikan apa yang ditunjuk Araragi (yah, kenyataannya tidak sedikit gawat). Nah, karena ini bukan kolom ulasan buku, pengenalan 'The Blue Castle' dihentikan sampai sini (judulnya mengapa 'The Blue Castle' juga tidak dijelaskan), di sini kutanya Araragi.

"Araragi sendiri, kalau dinyatakan sisa hidupnya satu tahun saja, mau bagaimana ?"

"Eh ? Apa maksudnya itu ?"

"Yang kutanya adalah, walau kau mungkin akan mati esok, seandainya bisa bertahan hidup sampai setahun apa yang akan kau lakukan ?"

"Arti pertanyaannya jadi berubah kan ? Hmm"

Bagaimana ya, kata Araragi melipat tangannya. Pertanyaan macam apa pun pertama-tama dianggapi itu adalah sisi baik Araragi. Tersentuh dengan sisinya yang patut dikagumi itu (Bohong. Sekedar jaga-jaga), kuberikan garis pedoman.

"Ingin mengelilingi dunia kah, ingin belanja besar-besaran kah, ingin menyampaikan perasaan pada orang yang terus kau sukai kah, seperti itu, ada macam-macam kan ?"

"Memang, yang seperti itu, perasaan tidak ingin meninggalkan penyesalan pasti muncul, tapi---umm, tak disangka, kurasa aku tidak ingin melakukan apa-apa"

"Tidak melakukan apa-apa ?"

Jawaban yang tak terduga. Berencana menarik perhatian dengan mengatakan hal yang aneh kah ? Aku yang tak suka jiwa menampilkan daya tarik diri seperti ular itu, tanpa jeda menyerangnya dengan tajam.

"Apa itu artinya sudah patah hati ? Kalau hanya bisa hidup setahun lagi, apa pun yang dilakukan juga tidak ada artinya, seperti jatuh dalam keputusasaan ? Benar-benar, kesadaran diri yang terlalu cepat tumbuh ya"

"Bukan begitu. Gini ya, hidup itu, tidak hanya hal yang harus dikerjakan manusia melulu. Artinya, karena hidup, ada semacam kegiatan yang mesti dilakukan"

"Kegiatan. Artinya pekerjaan ?"

"Tidak sebatas pekerjaan. 'Main', dan 'Istirahat' juga, kalau dikatakan adalah kegiatan yang penting demi hidup kan ? Demi hidup esok, harus makan makanan yang enak, harus tidur dengan nyaman---kalau jelas bahwa hidup tinggal setahun, kita dibebaskan dari kewajiban semacam itu kan ?"

"Muu"

Pada akhirnya, menurutku apa yang dikatakannya tidak beda jauh dengan jatuh dalam keputusasaan. Walau kurasa demikian, tapi ada benarnya[1]juga---karena jalan seribu langkah dimulai dari satu langkah. Memang, tidak melakukan apa-apa---tidak melakukan kegiatan itu, mungkin bagi makhluk hidup adalah hal yang paling mewah. Mengejar mimpi, menginginkan harapan, mengejar tujuan. Walau hal itu terdengar seperti aktualisasi diri yang positif dan cerah, diperlukan harga berupa kegigihan dan usaha keras yang sebanding dengan kegiatan itu.

Justru karena kehidupan itu ada batasnya, tidak usah mengelilingi dunia. Tidak usah belanja besar-besaran. Tidak usah menyampaikan perasaan---pada cara berpikir yang demikian, mungkin ada pertimbangan yang lumayan.

"Selama kita hidup, harus menyenangkan orang yang bernama diri sendiri secara maksimal---tapi, akhirnya terlepas dari ikatan itu mungkin baik saja. Juga terlepas dari peraturan harus melakukan hal yang ingin dilakukan. Soalnya, sedikit melelahkan. Itu lho, melanjutkan menikmati hidup di dunia ini"

Mengatakan apa yang disadarinya ya---meski begitu, memang seperti Araragi yang telah mengalami banyak kematian.

Aku jadi merasa hangat.

"Ngomong-ngomong Hachikuji. Pagi ini kau berkata mari bicarakan tentang 'biru', bukan 'merah', tapi karena judul aslinya 'Anne of Green Gables', 'Akage no An' itu, jika harus kukatakan adalah 'hijau' kan ?"

Orang yang memalukan dan tak termaafkan dengan kemalasannya telah mengatakan keluhan yang tak terduga.

Perasaan hangat jadi sia-sia.

"Walau 'hijau' dikatakan 'biru' di Jepang, pada akhirnya menceritakan hal yang sama kan. Eh, hey. Sebaiknya kau minta maaf dan mengoreksinya kan"

Aku jadi ingin menghajarnya berkali-kali.

"Ya ampun......tidak apa-apa kan ? Di Jepang, orang menyebut bayi sebagai 'anak merah' atau 'anak hijau'. Sepenuhnya seperti kelakuanmu yang biasa, cuma memikirkan hal-hal yang remeh---1/f no yuragi[2]"

"Jangan menyebut orang seperti gelombang yang menyembuhkan. Termasuk itu juga minta maaf dan koreksi. Namaku Araragi"

Begitulah.

Nah, tanpa mengeluh pada Araragi, mari putuskan menikmati hidup sedikit lebih lama, jauh lebih lama lagi. Karena itu aku, Mayoi Hachikuji mendoakan Araragi panjang umur, dan mengulangi percakapan yang biasanya.

"Maaf, lidahku tergelincir"


Catatan[edit]

Terbit pertama dalam Yomiuri Shinbun 17/08/2013 (Edisi Nasional)

  1. Juga bisa dibaca satu langkah
  2. Juga disebut pink noise