Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid17 Bab 4

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 4 - Sang Penjaga Makam[edit]

Bagian 1[edit]

".....Sheeesh. Nggak heran ini disebut Gurun Kematian Merah."


"Astaga, Nona Rubia. Dia harusnya memberitahu kita sebelumnya."


"Jangan salahkan kakakku. Nee-sama mungkin nggak tau kalau monster semacam ini hidup disini."


Mendengar gerutuan Fianna sambil mengibaskan pasir yang menempel di rambutnya, Claire mengangkat bahu dan menjawab.


Setelah matahari terbenam, di gurun itu di malam hari—


Kamito dan rekan-rekannya duduk di pasir, memandang langit malam berbintang.


Ditelan oleh pusaran pasir, kapalnya mengalami retakan yang besar, hampir mengubahnya menjadi puing-puing.


Kristal roh reaktor kemudi yang terekspos memancarkan cahaya putih pucat, samar-samar menerangi sekitarnya.


....Ini terjadi karena tindakan Kamito—Bukan.


Saat Rinslet mengunakan Freezing Arrow untuk menyegel pergerakan monster itu, Kamito mengeluarkan teknik khusus dari Absolute Blade Arts, secara sepektakuker mengalahkan mahluk raksasa itu dengan satu serangan.


....Akan tetapi, apa yang terjadi setelahnya sangatlah tak terduga.


Didalam pusaran pasir itu, ternyata ada puluhan undur-undur yang bahkan memiliki rahang yang lebih besar.


"Siapa yang nyangka kalau ditengah pusaran itu merupakan sarang monster. Bahkan aku gagal mengetahuinya dengan mataku sendiri."


"Ya, nggak seorangpun menduga ada begitu banyak binatang mengerikan seperti itu berkumpul, gampangnya...."


Melihat kekalahan salah satu dari mereka, mendorong kawanan binatang itu menghancurkan kapal pasir tersebut dengan rahang mereka.


Dalam waktu yang sempit, Kamito dan rekan-rekannya kabur dari kapal dan berhasil mengalahkan para binatang itu, tapi berakhir terdampar di tengah gurun dan nggak punya pilihan selain berkemah diluar.


Setelah mengamati sekeliling, ternyata disekitar sini merupakan kuburan dari banyak kapal pasir yang terkubur di pasir selain kapal yang dinaiki kelompoknya Kamito. Kemungkinan besar, banyak kapal pedagang yang menuju ke Ghul-a-val telah terseret kedalam sarang monster itu setelah kehilangan kontak.


"....Matahari sudah sepenuhnya terbenam."


"Kristal roh reaktor kemudi masih utuh. Nggak bisakah kapalnya diperbaiki?"


Claire bertanya.


"Itu mendekati mustahil."


Menatap sisa-sisa kapal yang hancur, Ellis menggeleng.


Bahkan bagi Ellis, yang ahli dalam pertukangan yang mana memungkinkan dia untuk membangun sebuah rumah untuk Kamito hanya dalam waktu tiga jam, dengan bantuan kekuatan Simorgh, memperbaiki kapal ini disini akan mustahil.


"Sepertinya kita harus berkemah disini malam ini."


"Ya...."


Berjalan di gurun secara sembarangan tanpa mengetahui arah sama halnya dengan bunuh diri. Setelah di tempatkan di hutan belantara dimasa saat dia di Sekolah Instruksional, Kamito memiliki kenangan yang pedih dari pengalaman semacam itu.


Untungnya, sebagian besar dari barang bawaan mereka diberikan pada Fianna untuk disimpan di demensi alternatif didalan Georgios dan dengan begitu barang bawaannya aman. Kalau mereka kehilangan makanan dan air mereka, semua orang kemungkinan besar akan tewas disini, dan gurun ini akan menjadi kuburan mereka.


"O api, menarilah—"


Claire membakar beberapa kayu yang patah yang tertancap di pasir untuk dijadikan penerangan.


"O angin abadi, berikan kami kedamaian—Air Wall."


Ellis merapal sebuah mantra, menggunakan dinding angin untuk menyelimuti area sekitar tempat kemah mereka.


"Kuharap Putri Saladia selamat—"


Fianna mendesah dan bergumam.


Memang, nggak ada jaminan bahwa Saladia Kahn bisa tetap selamat di gurun ini dimana banyak binatang raksasa mengintai. Meskipun sang putri itu sendiri dianggap sebagai seorang elementalis yang kuat, seseorang pasti berpikiran dia nggak akan bertahan lama melawan gelombang demi gelombang serangan dari binatang-binatang itu.


"Kudengar Putri Saladia memiliki seorang pengawal."


"Ya, menurut rumor, seseorang sepertinya mengalahkan para penjaga kerajaan Teokrasi."


Ellis mengangguk.


"Itu pasti seseorang yang sangat kuat—"


Tiba-tiba, Kamito menatap tanah yang ada disamping kakinya, disana ada pasir yang agak menyembul.


"....Hmm?"


Kamito memasukkan tangannya kedalam pasir itu dan meraih sesuatu yang menggeliat dibawah pasir.


Dia mengangkatnya untuk melihatnya, itu adalah seekor mahluk berwarna seperti pasir dengan capit yang besar, mirip lobster.


"Apa? Apa ini versi mudanya undur-undur yang tadi?"


"Kamito-san, itu adalah kalajengking pasir."


Rinslet berdiri sambil matanya berkilauan.


"Jangan-jangan itu bisa dimakan?"


"...Warnanya yang merah membuatku ngeri. Aku lebih suka nggak memakannya."


Memasang ekspresi rumit, Claire berkomentar.


"Meskipun ada racun pelumpuhnya, kalau kamu memotong ekornya dan mengeluarkan racunnya, maka nggak masalah."


"Sungguh....?"


"Serahkan saja padaku—datanglah, Fenrir!"


Dengan jentikan jari Rinslet, seekor roh es iblis muncul, dikelilingi oleh badai es. Dari mulutnya yang terhubung dengan Astral Zero, peralatan dapur terus bermunculan satu persatu.


Yang paling mencolok adalah sebuah panci yang berkilauan.


"Kau mau buat apa?"


Melihat itu, Ellis bertanya.


"Kare spesial yang dibuat dengan kalajengking pasir."


"Kare? Apa itu?"


"Kurasa itu bukanlah masakan rumah yang umum di Ordesia. Kare awalnya berasal dari Kerajaan Balstan, tapi kini, itu lebih terkenal sebagai makanan yang dimasak oleh para princess maiden Divine Ritual Institute."


"Ini dibuat oleh Ratu yanv melayani Elemental Lord Tanah, untuk para princess maiden yang menjalani pelatihan yang ketat. Bukan cuma bernutrisi dan memperkuat tubuh, tapi juga mengisi kembali divine power. Di Divine Ritual Institute, mereka menyajikan kare seminggu sekali."


Fianna yang terbiasa tinggal di Divine Ritual Institute, mengangkat jari telunjuknya dan menjelaskan pada kelompok itu.


"Jadi begitu. Aku jadi gak sabar untuk mencicipinya."


"Pertama-tama, aku harus memasak beberapa rempah untuk membuat roux[1]. Claire, siapkan Nona Roh Kucing Neraka."


"Sheeesh, Scarlet bukanlah tungku, paham?"


Meski mengeluh, Claire masih memanggil roh kucing neraka miliknya.


Scarlet meringkuk di lubang kecil di pasir. Setelah menaruh pancinya diatas punggung Scarlet, Rinslet secara teratur memasukkan herbal bumbu dan rempah-rempah kedalam panci satu persatu.


Segera setelah pancinya ditutup, suara mendidih bisa terdengar.


Semua orang duduk di sekitar Scarlet yang diselimuti api, menunggu karenya matang.


"....Gimanapun juga, mencari Makam Raja Iblis saat ini merupakan ide yang buruk "


Claire mendesah dan bergumam sendiri.


Dia benar. Sekarang mereka telah kehilangan kapal, pilihan mereka satu-satunya adalah kembali ke kota yang punya oasis.


"Di bagian Ghul-a-val mana kita berada?"


"Nggak tau. Kristal roh untuk mengidentifikasi arah nggak bekerja disini."


"Harusnya kita sudah hampir di bagian tengah gurun, tapi kita bahkan nggak menemukan tanda-tanda reruntuhan."


"Selain itu, kita bahkan nggak tau seperti apa Makam Raja Iblis itu."


Ellis dan Rinslet mengangkat bahu sama-sama.


"....Aku betul-betul ingin mencari tempat untuk memurnikan diriku. Terlalu banyak kotoran dan sirkulasi divine power jadi terpengaruh."


Claire menatap seragamnya yang kotor karena pasir. Memang, kesampingkan Kamito yang merupakan seorang laki-laki, nggak bisa mandi akan jadi masalah hidup dan mati bagi para cewek bangsawan ini.


"Apa kita akan mencari oasis?"


"Kurasa nggak akan mudah untuk menemukannya. Gimanapun juga, ini adalah Gurun Kematian Merah, diabaikan oleh para roh—"


"Betul juga sih."


"......."


Lalu—


Fianna yang sedang merenung sambil menundukkan kepalanya tanpa berkata sepatah katapun, tiba-tiba mengangkat kepalanya.


"Hmm, siapa yang mau mencoba mandi pasir?"


"Mandi pasir?"


Claire dan para cewek mengangkat alis mereka sambil memasang ekspresi terkejut di wajah mereka.


"Ya, apa kalian tau kalau pasir yang telah dimurnikan oleh cahaya matahari itu semurni air?"


"A-Apa betul begitu?"


"Aku nggak pernah dengar soal ini."


"Selalu ada pertama kali untuk segalanya, ayo—"


Dihadapkan dengan pertanyaan dari Claire dan yang lainnya, Fianna mengangguk dan menjawab dengan penampilan percaya diri.

Bagian 2[edit]

Dengan pandangannya sepenuhnya gelap—


"....H-Hei, apa kalian belum selesai?"


Kamito bertanya takut-takut.


"B-Belum geblek!"


"Sudah pasti belum!"


Akan tetapi, yang dia dapatkan adalah jawaban-jawaban semacam ini.


"Sejujurnya, postur ini agak nggak nyaman...."


Kamito yang matanya ditutupi mencoba memutar tubuhnya.


Akan tetapi, pasir yang menimbun dia nggak bergeming sedikitpun.


Yah, dia bisa saja menggeliat keluar kalau dia betul-betul ingin kabur—


Tapi kalau dia melakukannya, dia harus mempersiapkan diri untuk menerima serangan dari Claire dan para cewek.


"....."


....Dia bisa mendengar apa yang terdengar seperti gemerisik kain yang menggoda.


Mungkinkah mereka sedang melepas pakaian dalam mereka...?


(...Ngomong-ngomong, ini kelihatan betul-betul buruk dari semua perspektif.)


Kamito mendesah dalam-dalam dalam hatinya.


Seluruh tubuhnya ditimbun dalam pasir, dan matanya ditutup.


Kalau ada yang melihat ini, mereka mungkin akan memperlakukan dia sebagai orang aneh yang otaknya sudah gangguan... Tidak, ini sudah cukup menyimpang meskipun tanpa memerlukan seorang pengamat.


Haaa, bisa dikatakan, dikubur didalam pasir seperti ini juga bisa dianggap sebagai jenis pemurnian.


(Daripada membuatku gak bisa melihat, kenapa nggak ganti pakaian di tempat yang lebih jauh?)


Itulah yang dia pikirkan.


Kemungkinan, Claire dan para cewek mungkin menganggap bahwa dia sudah cukup jauh.


...Hanya disaat-saat seperti ini Kamito betul-betul mengutuk pendengarannya yang sangat tajam yang diasah selama latihannya di Sekolah Instruksional.


"E-Entah kenapa, jantungku berdebar kencang, s-segera setelah aku menyadari aku telanjang diluar ruangan...."


"Y-Ya.... Aku netadar seperti aku melakukan sesuatu yang gak bisa disebutkan..."


Nggak sadar kalau Kamito bisa mendengar mereka, para cewek mulai berbisik diantara mereka sendiri.


"Tapi perasaan kebebasan ini betul-betul menakjubkan. Bahkan bikin ketagihan...♪"


"Fianna, A-Apa yang kau bicarakan!?"


Suara gemerisiknya semakin banyak.


".....Ugh, p-pasirnya... masuk ke tempat-tempat aneh... Ah... Sungguh menjengkelkan."


"Sensasinya.... ugh... terasa agak menjijikkan. A-Aku lebih senang mandi menggunakan air."


Sek-sek.... Suara paha yang digosok-gosokkan.


(Woi, yang benar saja....!)


Didalam pasir, Kamito tersipu merah.


"U-Uwah! A-Apa ini....!?"


Lalu, Ellis berteriak.


"Ellis, ada apa?"


"B-Bukan apa-apa... Uh, umm...."


"Tunggu sebentar, ada apa dengan pakaian dalam itu! Itu mengencangkan payudaramu, kan!?"


"Aku menyangka Ellis begitu tegas dan sopan. Ternyata kau berani juga...."


"Kapten, i-ini gak senonoh!"


"S-Salah, bukan begitu!"


Ellis membantah dengan nada suara terisak.


"Apa maksudmu salah?"


"I-Ini adalah pakaian renang kakaku! Sepertinya aku memasukkannya kedalam tasku secara gak sengaja..."


"Ah, aku paham..."


"Seorang cewek yang ternyata kikuk."


Fianna bergumam agak jengkel.


"....Hiks."


....Nggak bisa melihat apa-apa, Kamito membayangkan pemandangannya.


Dibandingkan dengan postur luar biasa milik Ellis, Velsaria sudah pasti terhitung ramping.


Kalau Ellis memakai pakaian dalam milik Velsaria, akan seperti apa itu penampilannya....?


....Gimanapun juga, Kamito adalah seorang cowok remaja.


Saat ini, cewek-cewek di usianya sedang memakai pakaian memalukan didekatnya.


Meskipun matanya tertutupi, itu hanya merangsang imajinasinya lebih jauh lagi.


(....! T-Tidak....!)


Kamito menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan pikiran-pikiran menjengkelkan yang muncul didalam benaknya.


Akan tetapi, para cewek mulai memurnikan diri mereka dengan mandi pasir, tanpa mengetahui semua upaya Kamito.


"Baiklah, pertama mari kita membilas tubuh kita dengan pasir."


Fianna terlihat sangat menikmati.


"A-Aku merasa agak jijik...."


"Rasanya aneh."


Selain gerutuan verbal mereka, Kamito bisa mendengar gemerisik dari para cewek yang menciduk pasir.


"...~, nn... Ah... Perasaan dari pasir yang meluncur terasa begitu geli."


"Pasirnya ke pantatku... Nn, pasirnya nempel..."


"...Ah, m-menyelinap melewati... payudaraku... Hyah♪"


"Ellis, mandi kayak gitu nggak akan membuat payudaramu bersih♪"


"Y-Yang Mulia, apa yang kau lakukan, guh.... Ah♪"


Bahkan erangan-erangan keluar dari Ellis yang biasanya tegas dan sopan.


(A-Apa yang terjadi...!?)


Mau tak mau Kamito menelan ludah.


....Pada tingkat ini, itu terasa seperti segala macam hal gila akan terjadi!


(K-Kurasa aku harus masuk kedalam pasir dan pergi....)


Earth Stealth Movement—Menggunakan sebuah teknik pembunuh dari Sekolah Instruksional, dia memutar tubuhnya, menggali kedalam pasir.


Tapi mungkin karena hal ini, atau mungkin karena memang nggak terikat kuat, penutup matanya terlepas.


"...!"


Dengan begitu, pemandangan yang diterangi oleh api memasuki mata Kamito.


Claire membeku, dipertengahan melepas celana dalamnya untuk menyingkirkan pasir. Rinslet sedang mengangkat pantatnya yang indah kearah Kamito. Adapun untuk Fianna, dia sedang menggunakan pasir untuk menggosok payudara lembut milik Ellis yang meluap dari potongan kain segitiga yang menahan payudaranya.


Pemandangan indah yang seperti mimpi membuat otak Kamito nge-blank, membuat dia membeku di tempat.


"...! U-Uwah! K-Kamito, a-apa, a-apa yang kau lakukan!?"


Menyadari tatapannya, Claire berteriak sembari wajahnya memerah padam.


"N-Nggak tau malu!"


"K-Kamito, dasar bejat!"


"T-Tidak tunggu! Penutup matanya terlepas secara nggak sengaja—"


Menyadari nyawanya dalam bahaya, Kamito segera bangun dari pasir.


Melihat tubuh bagian atasnya yang telanjang, cewek-cewek itu menjerit.


"A-Apa yang kau tunkukkan pada kami!? D-Dasar bejat! Tukang pamer! Binatang bejat!"


"Sekarang siapa yang tukang pamer, lihatlah dirimu sendiri..."


Menerima gelombang tuduhan-tuduhan sepihak dari Claire, Kamito nggak mundur.


"S-Selain itu, kalau kalian mau mandi pasir, kenapa nggak melakukannya ditempat yang lebih jauh!?"


"I-Itu—"


"Nggak perlu. Nggak setiap hari aku memakai pakaian renang. Kamito-kun perhatikanlah baik-baik♪"


"K-Kau, k-kau, apa yang kau bicarakan? Dasar putri idiot, dasar putri bejat!"


Claire terus memukul-mukulkan tangannya pada Fianna. Tubuhnya yang berkembang yang berbalut pakaian renang, sangatlah menarik hingga membuat jantung Kamito berdebar-debar kencang.


"P-Pokoknya, Kamito, berbaliklah sekarang!"


"Baik...."


Melihat Claire hendak mengayunkan cambuknya setiap saat, Kamito buru-buru memalingkan tatapannya.


Tepat saat dia menghela nafas "syukurlah"....


"....Huh?"


Dia mau tak mau mengeluarkan suara bodoh.


Didepan dia—


Seekor raksasa melayang di udara, memancarkan cahaya biru-putih.


"Ap—"


Sebelum dia bisa menyelesaikan kata "apa", seketika itu...


CRAAASH!


Raksasa itu mendarat di tanah.


"Kyahhhhh!"


"A-Apa yang terjadi!?"


Gelombang kejut dari pendaratan itu menghempaskan segala yang ada di sekitar, menciptakan awan debu dan pasir yang besar.


"....! A-Apa itu!?"


Nyaris gagal tetap berdiri, Kamito membuka matanya dan menatap raksasa yang ada dihadapan dia sekali lagi.


Raksasa itu memiliki tubuh berotot dan kepala banteng.


Membawa sebuah pedang bermata dua, raksasa itu berdiri tegak sambil menatap Kamito dengan cermat.


"A-Apa-apaan ini, kau....!"


Terbatuk berulang kali karena pasir, Claire berteriak, masih mengenakan pakaian renangnya.


"....! Berani-beraninya kau... karenya.... Gak bisa dimaafkan!"


Rinslet dengan mengeluarkan busur elemental waffe miliknya. Dihempaskan oleh angin, panci yang kosong menggelinding ke kakinya.


...Karenya betul-betul habis.


"Kalian berdua, tahan!"


Melihat Claire dan Rinslet hendak menyerang, Fianna bergegas menghentikan mereka.


"Itu roh lho."


"Seekor roh? Tapi Yang Mulia, bukankah tidak ada roh di gurun ini?"


Ellis bertanya penuh keraguan.


Memang, nggak ada roh yang tinggal di Ghul-a-val... Seperti itulah seharusnya.


(Terus mahluk apa ini...?)


Kamito terkejut.


...tidak, raksasa yang ada didepan dia sudah pasti adalah seekor roh.


Terlebih lagi, roh itu sangat dekat dengan humaniod—seekor roh tingkat tinggi. Memang, nggak akan mengejutkan kalau roh tingkat tinggi tinggal di gurun—


Sesaat kemudian—


Wham—raksasa berkepala banteng itu mengayunkan pedang besar yang ada ditangannya.


Ujung dari pedang itu berada tepat didepan hidung Kamito.


"...! Kamito!"


Claire berteriak ketakutan.


Akan tetapi, Kamito tetap diam tak bergerak, karena dia nggak merasakan permusuhan.


—Aku adalah penilai—yang bertugas menilai apakah engkau layak.


Raksasa itu berbicara. Suara yang berat memggema di gurun.


"Layak? Untuk apa?"


—Tuanku hanya akan menyambut orang yang layak ke Makam—


"Makam katamu?"


Kamito segera menyadarinya.


(Mungkinkah roh ini...?)


"Penjaga dari Makam Raja Iblis...?"


Dibelakang dia, Claire berbicara penuh keterkejutan.


"....Aku mengerti. Jadi kau adalah penjaga gerbang."


Menatap ujung pedang yang diarahkan padanya, Kamito berkata.


Makam Raja Iblis memiliki penjaga, ini memang wajar.


Akan tetapi, dia nggak pernah menyangka kalau penjaganya akan muncul secara aktif seperti ini—


(Tapi sebenarnya ini adalah keuntungan kami...)


Karena roh ini muncul—


Maka sangat tinggi kemungkinannya bahwa Makam Raja Iblis memang benar-benar ada di gurun ini.


"Lalu—"


Menatap balik roh itu, Kamito berbicara.


"Lalu bagaimana caranya kami membuktikan apakah kami layak atau tidak?"


—Hanya ada satu metode untuk menilainya. Tunjukkan kekuatan engkau.


"...Begitukah."


Kamito mengangkat bahu.


Dia melangkah mundur beberapa langkah dan mencabut dua pedang, roh-roh terkontraknya, yang menancap di tanah—Demon Slayer dan Vorpal Sword.


Lalu dia tersenyum tak kenal takut.


"—Sangat pas untukku."


Kalau syarat yang diminta adalah keturunan kerajaan atau sesuatu seperti ini, Kamito betul-betul akan tak berdaya—


Tapi seorang kawan yang hanya perlu ditaklukkan dengan kekuatan, itu membuat semuanya jadi mudah.


"—Kamito, jangan ceroboh."


Segera setelah dia mengambil pedang iblis kegelapan, suara Restia terdengar didalam kepalanya.


"Restia, kamu tau roh ini?"


"Ya. Ini adalah salah satu dari 72 roh yang digunakan oleh Raja Iblis dimasa lalu, roh penjaga, Sphinx. Kalau menggunakan sistem klasifikasi manusia, itu adalah roh kelas archdemon."


"Kelas archdemon, huh?"


Diantara misi di Akademi Roh Areishia, ini adalah sebuah target tingkat kesulitan maksimum. Mereka dikatakan sebagai roh-roh yang hanya tinggal dibagian terdalam Hutan Roh. Bahkan Velsaria Eva butuh beberapa minggu untuk memgalahkan seekor roh kelas archdemon sendirian.


Akan tetapi, Kamito gak terpengaruh.


"Itu bukan kelas legenda atau kelas mitos kan? Nggak masalah—"


Mengucapkan kata-kata yang berani, Kamito menuangkan divine power pada kedua pedangnya.


Pedang baja suci bersinar putih perak, sedangkan pedang iblis kegelapan menjadi diselimuti cahaya demonik hitam legam.


"Kamito, kami akan bertarung juga."


"Aku harus balas dendam untuk kareku!"


Cewek-cewek itu mempersiapkan elemental waffe mereka masing-masing dan bersiap menyerbu.


Akan tetapi, Kamito menggeleng.


"Makasih, tapi akan lebih baik kalau kalian mundur saja—"


"K-Kenapa!?"


"Bahkan kami juga bisa membantu!"


"Ya, aku tau. Tapi kalian nggak akan bisa mengeluarkan kekuatan tertinggi roh terkontrak kalian kalau kalian belum menyelesaikan pemurnian kalian, kan?"


"Uh...."


Claire langsung terdiam.


Flametongue yang ada di tangannya hanya memiliki sedikit dari api yang biasanya. Elemetal waffe milik Ellis dan Rinslet juga berada dalam kondisi yang sama.


"Semuanya, serahkan ini pada Kamito-kun."


"B-Baiklah...."


Bergumam, Aku nggak memberiku pilihan— Claire menghilangkan Flametongue.


"Kamito, tanggung sendiri akibatnya kalau kau kalah, ngerti?"


Kamito dalam diam mengangguk dan melangkah maju.


Faktany, ada alasan lain kenapa Kamito memilih bertarung sendiri.


Roh ini mengatakan—Tunjukkan kekuatan engkau.


Kalau seluruh tim bekerjasama untuk mengalahkan roh itu, mereka mungkin akan dianggap nggak layak.


—Ohhhhhhhhhhhhhhhhh!


Si penilai—Sphinx—meraung, mengguncang tanah seperti sebuah gempa bumi.


Suasananya langsung menjadi tegang. Kamito merasakan aura intimidasi yang tajam merangsang kulitnya.


"Waktu yang sangat pas. Nah sekarang coba kita lihat apakah aku layak atau tidak—"


Kamito menyeringai.


Sesaat kemudian, dia melepaskan divine power yang dikonsentrasikan dibawah kakinya dan menyerbu ke depan dengan kekuatan penuh.

Bagian 3[edit]

(Seekor roh besar kelas archdemon, aku akan mengunakan Bentuk Penghancur untuk mengakhiri ini dalam sekali serbu!)


Gaya bertarung daru melakukan sebuah tarian pedang sangatlah berbeda dari gaya bertarung untuk memburu roh.


Tarian pedang menekankan pertukaran berbagai teknik pedang yang mendebarkan dengan lawan, sedangkan memburu roh menekankan pertempuran langsung antara kekuatan melawan kekuatan.


Menuangkan seluruh divine power kedalam kedua elemental waffe miliknya, Kamito melepaskan serangan ganas dalam satu tarikan nafas—


Ini adalah cara berburu yang diajarkan Greyworth pada dia melalui pertarungan latihan


"Ohhhhhhhh!"


Divine power yang bersinar dilepaskan dari seluruh tubuhnya menerangi gurun dimalam hari dengan sangat terang.


Kamito melepaskan sebuah teknik pedang ganda dari Teknik Pedang Absolut—Ledakan Tarian Pedang Spiral, Sambaran Seribu PetirAbsolute Blade Arts—Bursting Blossom Spiral Blade Dance, Thousand Strikes of Swift Thunder.


Bukannya sebuah teknik pedang anti-personil, teknik ini diciptakan untuk mengalahkan roh-roh besar.


Sphinx mengayunkan pedang besarnya secara horizontal.


Disertai dengan badai pasir yang menderu, serangan itu menyerang Kamito.


(Trik murahan—)


Dihadapkan dengan sebuah tarian menggila dari pedang angin yang tak terhitung jumlahnya, Kamito menyerbu kedepan tak gentar.


Lintasan-lintasan dari pedang-pedang angin itu mustahil untuk dibaca.


Akan tetapi, hanya dengan melihat aliran pasir yang ada di udara, penghindaran bukanlah hal yang sulit.


Pedang-pedang angin itu mengikis pipinya, darah terciprat, tapi Kamito menyerbu kearah dada raksasa itu, sepenuhnya tak terpengaruh.


"Absolute Blade Arts, Bentuk Penghancur—Bursting Blossom Spiral—"


Tiba-tiba, dia menghentikan aktifasi teknik pedangnya dan memasang kuda-kuda bertahan dengan menyilangkan pedang kembar miliknya.


Sebuah tembakan cahaya berwarna merah melintasi ujung pedangnya.


(....Apa!?)


BOOOM!


Sebuah ledakan menghasilkan gelombang kejut, membuat Kamito terlempar.


"Guh—"


Sambil memulihkan posturnya dan mendarat di pasir, tembakan kedua ditembakkan pada dia.


Sebelum pikirannya secara aktif membuat keputusan, tangan kanannya secara reflek mengayunkan Demon Slayer.


Clang— Suara yang keras menggema.


Ditepis, tembakan cahaya itu menghantam suatu tempat secara diagonal dibelakang dia. Sebuah pilar api muncul disertai suara ledakan.


Kalau terkena serangan itu secara langsung, akan membuat Kamito berubah menjadi arang dalam sekejap. Tidak, berupaya bertahan akan sia-sia saja kalau dia nggak punya roh pedang terkuat di tangannya.


Sungguh serangan yang memiliki akurasi dan kekuatan yang mengerikan—


(...Cih, serangan barusan adalah—)


Sekarang Kamito bisa membaca gerakan Sphinx sepenuhnya.


Jika demikian—


Kamito secara paksa mendongak ke langit.


Disana—


Seekor raksasa berkepala anjing melayang di udara, memegang tongkat ditangannya.


"....Cih, ada satu lagi!?"


Secara nggak sadar ekspresi Kamito menjadi kaku.


"Bentar dulu, nggak ada yang memberitahuku apapun..."


Berkebalikan dengan Sphinx berkepala banteng yang terspesialisasi dalam pertarungan jarak dekat, Sphinx berkepala anjing itu nampaknya adalah tipe yang berfokus pada serangan jarak jauh.


"—Sphinx adalah sebuah sistem dari empat entitas yang bertugas dalam peran-peran yang berbeda."


"Apa-apaan itu, memberitahuku setelah terjadi sangatlah gak adil!


"Kamito, kau pasti menemukan cara untuk menanganinya."


Restia membalas secara acuh tak acuh.


....Kata-katanya sama persis dengan ketika Greyworth menempatkan dia di hutan tiga tahun yang lalu.


Akan tetapi, melawan dua roh kelas archdemon secara bersamaan bukanlah sebuah tantangan yang dia hadapi selama masa pelatihan yang nggak manusiawi dari Greyworth—


"Roh kelas ecek-ecek seperti ini bukanlah tandingannya Kamito."


Est menimpali dengan komentar yang nggak jauh beda.


(Roh kelas ecek-ecek...)


Dari sudut pandang Est, mungkin roh kelas archdemon hanyalah setingkat itu—


Sambil meringis dalam hatinya, Kamito mengangkat kedua pedangnya.


....haaaa, dia sudah membual pada Claire dan para cewek bahwa dia akan menangani ini sendirian.


Meskipun lawannya bertambah satu, dia gak punya pilihan selain terus menyerang.


(Gimanapun juga, aku punya dua roh ultimat di sisiku—)


Raksasa berkepala banteng meraung dan menyerbu.


Sphinx ini mungkin menyimbolkan kekuatan.


Tipe petarung jarak dekat yang menekankan kekuatan—Ini tidaklah sulit untuk dihadapi bagi Kamito.


(Yang jadi masalahnya Sphinx berkepala anjing, huh—)


Melayang-layang di udara, Sphinx berkepala anjing itu sepertinya bertugas untuk melindungi Sphinx berkepala banteng. Mencari celah nggak akan mudah.


Ohhhhhhhhhhhhh!


Dihadapkan dengan ayunan Sphinx dengan kekuatan penuh—


Kamito menggunakan bagian belakang dari Demon Slayer untuk menangkis dan menepis.


Adu kekuatan akan sangat nggak menguntungkan bagi dia. Dengan langkah yang gesit, Kamito—


"Absolute Blade Arts, Bentuk Ketiga—Shadowmoon Waltz—Major Double Turn."


Dia mengeluarkan serangan-serangan membabi buta yang ganas.


Petir hitam dan kilatan putih saling bercampur. Partikel-partikel divine power yang membentuk tubuh Sphinx itu berhamburan di gurun merah layaknya tetesan darah.


Akan tetapi, roh kelas archdemon itu nggak mengalami kerusakan parah.


(Terlalu lemah, huh—)


Shadowmoon Waltz adalah sebuah teknik dari Absolute Blade Arts untuk pertarungan kelompok.


Meskipun unggul dalam jumlah serangan, teknik itu lebih lemah dalam kekuatan.


(Tidak, bukan itu yang jadi masalah disini—)


Pedang besar milik Sphinx itu melintas. Kamito agak membungkuk, menghidari pedang itu tepat waktu.


(Secara gak sadar aku takut menggunakan divine power—)


Absolute Blade Arts membutuhan penggabungan manipulasi dari divine power dengan gerakan serangan. Kalau dia mengkonsumsi terlalu banyak divine power secara gak sengaja, kekuatan Elemental Lord Kegelapan yang bersemayam didalam tubuhnya mungkin akan bangkit. Secara berlebihan takut akan hal ini, Kamito secara gak sadar membatasi dirinya sendiri.


Akan tetapi, hal ini membuatnya mustahil untuk mengalahkan roh-roh yang sangat tangguh.


(Sesaat. Dalam waktu yang sesaat, sebuah ledakan dari divine power—)


Sambil menghidari ayunan serangan itu, Kamito melangkah masuk kedalam celah yang terbuka dari lawannya.


(Sepuluh detik—tidak, tujuh detik. Aku akan habis-habisan. Bisakah kalian menahannya?)


"Ya, Kamito—"


"Serahkan padaku—"


Pedang kembar terkuat itu menjawab dangan cahaya putih dan hitam.


Sphinx di depan dia mengayunkan pedang besarnya, terselimuti angin puyuh. Menghidari serangan itu dengan waktu yang pas, Kamito melangkah keatas pedang itu saat perang tersebut menancap di tanah, lalu melompat ke kepala musuh.


Lalu—


"Absolute Blade Arts, Bentuk Kedua—Meteor!"


Sebuah teknik turunan dari Purple Lightning—Dimaksudkan untuk membunuh dengan satu serangan, serangan itu menghantam kepalanya dangan ganas.


Demon Slayer, yang diresapi dengan divine power seluruh tubuhnya—


Menghantam tanduk Sphinx itu.


"Kamito—!"


Restia memperingatkan. Tentu saja, Kamito juga tau. Serangan yang sebelumnya, yang telah dia pelajari gerakan awalnya dari Sphinx yang ada di udara.


Saat mendarat, dia segera bergerak. Kamito memutari punggung roh berkepala banteng itu, menggunakan tubuhnya yang besar sebagai perisai.


Tembakan cahaya dihujankan, menembus seluruh tubuh Sphinx itu.


BOOOOOM!


Terjadi ledakan. Bahkan dengan roh sebagai perisai, seseorang nggak akan selamat tanpa terluka kalau terkena ledakan itu.


Akan tetapi, Kamito sudah nggak ada disana. Disaat tembakan cahaya itu menghantam, Kamito memanfaatkan awan debu sebagai penghalang untuk mendekati Sphinx yang ada di udara.


Sphinx berkepala anjing itu berputar, menciptakan bola api yang tak terhitung jumlahnya di sekitar tongkatnya.


(Telat—)


Kamito dengan lincah meluncurkan Demon Slayer.


Akan tetapi, bukannya mengincar Sphinx yang ada diatas, targetnya adalah tanah yang berjarak beberapa langkah didepan dia.


Bola-bola api yang berkumpul di ujung tongkat itu berubah menjadi tembakan cahaya, meluncur ke bawah seperti hujan api yang panas—


Lalu, Kamito melompat. Menginjak gagang pedang suci yang menancap di tanah, dia membuat divine powernya meledak.


Ini berbeda dari Pengurangan Medan biasa yang dilakukan dengan mengkonsentrasikan divine power dibawah kakinya dan membiarkannya meledak—


Sebaliknya, dia membuat divine power yang tertuang kedalam Demon Slayer kembali pada dia dengan cara yang sangat ganas.


"Absolute Blade Arts, Bentuk Ketujuh—Biting Dragon!"


Kayaknya anak panah yang meninggalkan tali busur—


Meluncur keatas, Kamito mengayunkan pedang iblis kegelapan di udara.


Bersama dengan tongkat yang ada di tangannya, Sphinx itu langsung terbelah menjadi dua.


Roh berkepala anjing itu berubah menjadi partikel cahaya dan menghilang. Seperti yang diduga, Sphinx ini kurang dalam daya tahan.


Pembalikan menggunakan sisa momentumnya, Kamito lalu mendarat di pasir.


"Sekarang, satu lawan satu—"


Mencabut Demon Slayer, Kamito berbalik untuk menghadap Sphinx berkepala banteng.


"Mari kita akhiri ini—"


Menuangkan divine power pada kedua pedangnya, Kamito bersiap mengeluarkan teknik tertinggi dari Absolute Blade Arts—Bentuk Penghancur.


Lalu—


—Kekuatan engkau, luar biasa.


Sphinx itu menurunkan pedang besar yang ada di tangannya dan berbicara.


"...?"


—Jalan Makam terbuka. Penerus Raja Iblis dipersilahkan bertemu dengan Ratu.


Mengatakan itu, tubuh Sphinx itu berubah menjadi partikel cahaya dan perlahan-lahan menghilang—


"H-Hei....!"


Sebelum Kamito bisa menghentikan Sphinx itu—


Dia menghilang tanpa jejak.


...Hanya menyisakan debu yang tertiup angin.


"Uh, kurasa, aku diterima...?"


Dihadapkan dengan kesimpulan yang muncul secara anti-klimaks—


Kamito merasa sangat lelah, membeku di tempat.


"Kamito!"


"Kamito-kun!"


Para cewek berlari mendekat dari belakang puing-puing kapal, tempat mereka menonton pertempuran.


"Kamito-san, apa kamu baik-baik saja?"


"Ya, nggak masalah...."


Kamito mengangguk secara ambigu.


Meskipun kedua roh kelas archdemon itu sangat kuat, dibandingkan dengan Greyworth di masa keemasannya yang dia lawan di Dracunia, mereka bukanlah apa-apa.


"Ngomong-ngomong, apa tepatnya kelayakan itu...."


Kamito bergumam sendiri, lalu....


"Apa itu!?"


Ellis berteriak, menunjuk ke gurun dimana pasir berhembus.


"...?"


Semua orang melihat kearah yang sama.


Disana—


"A-Apa itu—?"


Berada jauh di cakrawala, sebuah bayangan muncul.


"Jelas-jelas barusan nggak ada apa-apa..."


"Memang..."


Cewek-cewek itu bergumam terkejut, saling bertukar tatap.


Setelah jeda singkat—


"Mungkinkah itu...."


Fianna perlahan-lahan mulai bicara.


"...Apa itu Kota Raja Iblis?"

Bagian 4[edit]

Larut malam. Didalam sebuah ruangan dimana sebuah lampu kecil menyala—


Rubia Elstein saat ini sedang membaca dokumen rahasia yang ditemukan dari Scorpia.


Sebagian besar dari dokumen-dokumen rahasia ini adalah tentang Perang Ranbal.


Ini adalah perang besar dimulai dari sebuah wilayah kecil diantara Ordesia dan Kerajaan Suci Lugia yang akhirnya melibatkan seluruh benua.


Meskipun gencatan senjata selamanya telah ditandatangani oleh kedua negara itu sejak 20 tahun yang lalu, pengaruh perangnya masih tersisa dimana-mana.


(Eksperimen untuk mentransfer kekuatan roh pada manusia, eksperimen untuk merangsang roh-roh untuk menghancurkan diri agar energi internal mereka mengamuk... Ini lebih mengerikan daripada yang dibayangkan—)


Rubia menyalakan api di ujung jarinya dan membakar tumpukan dokumen menjadi abu.


Kejahatan parah semacam itu, sampai-sampai mengubah para roh menjadi alat pedang, sangatlah memuakkan.


Teokrasi tidaklah sendirian. Di kala itu, setiap ngarar melakukan hal yang serupa.


Bahkan negara asalnya, Kekaisaran Ordesia, telah meneliti segel persenjataan terkutuk dan roh-roh militer kelas strategi yang dimodifikasi menjadi senjata penghancur masal.


(Aku nggak punya hak untuk mencemooh kebodohan semacam itu, kurasa—)


Rubia Elstein menyipitkan matanya yang seperti ruby dan mencemooh dirinya sendiri.


Dia telah merusak tubuhnya sendiri dengan segel persenjataan terkutuk demi mendapatkan kekuatan, dengan demikian mendiskualifikasi dirinya sendiri sebagai seorang princess maiden murni.


Tentu saja, dia nggak menyesalinya. Tapi—


(Tubuh hina ini nggak lagi memiliki hak untuk memegang tangan adikku—)


Inilah satu-satunya hal yang dia rindukan, membebani pikirannya.


(Tapi pria itu—)


Tiba-tiba, wajah Kamito muncul dalam benaknya.


Teringat pertama kalinya dalam hidupnya menunjukkan tubuh telanjangnya pada seorang pria, dia langsung tersipu, wajahnya menjadi panas.


Dia nggak pernah mengalami perasaan seperti itu dalam hidupnya.


Segera setelah Rubia berpikir tentang Kamito, hatinya menjadi gelisah.


(Kenapa—?)


Lalu, tiba-tiba, dia merasakan rasa sakit yang tajam ditangan kanannya.


Wajahnya mengernyit karena rasa sakit itu, rasanya separah dibakar api, dia mengarahkan tatapannya pada tangan kanannya, yang dia lihat—


Sebuah lambang merah, menyimbolkan api, bersinar terang.


"....Ap...a...?"


Rubia melebarkan matanya yang seperti ruby.


Ini adalah tanda yang gak menghilang bahkan setelah dia mendiskualifikasi dirinya sendiri sebagai seorang princess maiden.


—Segel dari kontrak roh yang dibentuk dengan Elemental Roh Api.


Catatan Penerjemah[edit]

  1. campuran bumbu-bumbu dan tepung untuk membuat saus atau mengentalkan sup. Penampakannya mirip krim. Aku gak tau apa sebutannya, jadi aku biarkan bahasa inggris
Sebelumnya Halaman Utama Selanjutnya