Seirei Tsukai no Blade Dance:Jilid15 Bab 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 2 - Perjamuan di Winter Gulf[edit]

Bagian 1[edit]

Sementara itu, semua orang di kastil Winter Gulf di Laurenfrost mengadakan perjamuan perayaan.

Karena tetap tinggal seusai kemauannya sendiri untuk memimpin upaya pembangunan ulang di wilayah Laurenfrost setelah kehancuran yang disebabkan oleh Zirnitra, sudah sewajarnya bahwa Rinslet tidak mengetahui tentang kelompok Kamito yang ditahan setelah kembalinya mereka ke Akademi atau upaya pembunuhan dari kaisar di ibukota kekaisaran. Bagaimanapun juga, jalur pegunungan melewati Pegunungan Kyria, yang bertindak sebagai penghubung antara Laurenfrost dan ibukota kekaisaran telah hancur oleh amukan Zirnitra yang sebelumnya dan belum dipulihkan menjadi jalur dalam kondisi yang sesuai.

Ketika kastil itu sibuk dalam persiapan perayaan, Rinslet berada diruangan tertentu, berganti pakaian menjadi seragam Akademi.

".....sigh, aku benar-benar ingin bertemu dengan Kamito-san secepatnya."

Saat dia mendesah.....

"Nona Rinslet, Mireille-sama telah menyelesaikan persiapannya."

Dari luar pintu, terdengar suara Natalia, kepala maid dan kapten dari Wolf Ritters.

"A-Aku akan segera kesana!"

Rinslet buru-buru menyelesaikan ganti baju dan keluar ke koridor.

Di ujung koridor, sosok Natalia yang berdiri tegap bisa terlihat.

"Natalia, uh, aku berbicara sendiri barusan..."

"Tidak, saya tidak mendengar suara apapun..."

"Be-Begitukah...?"

Rinslet mendesah lega.

"Namun, saya bersimpati dengan perasaan anda yang ingin bertemu dengan orang yang anda cintai sesegera mungkin."

"Natalia~!"

Buk buk buk.

Dengan wajah memerah cerah, Rinslet terus memukulkan tangannya pada punggung si kepala maid. Lalu—

"Tunggu, Onee-sama, kenapa kau bermain-main disini? Hari ini adalah hari pentingku lho?"

Mengenakan pakaian princess maiden dari Divine Ritual Institute, putri ketiga, Mireille, berjalan kearah mereka disepanjang koridor. Mengikuti dia seperti bayangan adalah maid pribadinya, Milla Bassett. Yang di belakang adalah putri kedua, Judia, duduk di kursi roda.

Rinslet berhenti memukul si kepala maid dan batuk ringan.

"Mireille, pakaian itu cocok sekali denganmu."

Mendengar komentar Rinslet, Milla mengangguk dalam diam.

"Sungguh? Tapi jadi lebih susah untuk bergerak dengan pakaian ini dibandingkan dengan gaun formal kastil..."

Mireille cemberut, mengangkat keliman dari pakaian ritualnya dan berputar ditempat.

"Hentikan. Perilaku yang tak pantas akan menimbulkan ketidaksenangan para roh."

Melihat Mireille berputar-putar, Rinslet menghentikan dia.

"....I-Itu akan jadi masalah."

Mireille segera berhenti.

Memang, Mireille hendak menuju ke kuil untuk melakukan upacara pengontrakan roh.

Sebelumnya, provinsi Laurenfrost yang ada perbatasan telah memperoleh perdamaian dengan Penghuni Hutan yang menyendiri yang tinggal di hutan sepanjang tahun, dengan demikian mencapai persetujuan untuk membangun ulang hutan yang telah dihancurkan oleh Zirnitra. Sebagai hadiah imbalan, para Penghuni Hutan memutuskan untuk menghadiahkan pada Mireille salah satu roh yang diabadikan milik mereka.

Kuil untuk upacara pengontrakan roh berada di gua dimana putri kedua Laurenfrost, Judia, dipenjara didalam es terkutuk. Karena masa lalu yang rumit ini, seseorang telah menyarankan untuk mengubah ke tempat yang berbeda. Tetapi sekarang itu dketahui bahwa lokasi tersebut tak lagi berbahaya, ditambah fakta bahwa itu adalah kuil yang paling sakral di wilayah Laurenfrost, oleh karena itu pada akhirnya, persiapan tetap dibuat untuk melaksanakan ritual disana.

"Aku benar-benar ingin Kamito-oniisama bisa melihatku mengenakan pakaian formal."

Mireille bergumam penuh harap.

"Jika demikian, bagaimana kalau mengundang dia pada Festival Titik Balik Matahari Musim Dingin?"

Dengan mata tertutup, Judia berbicara. Setelah dibebaskan dari es terkutuk, meskipun kesehatannya perlahan-lahan pulih, penglihatannya masih hilang.

"Ah, benar juga. Kalau begitu, Onee-sama bisa menunjukkan pakaian formalnya pada Kamito-oniisama juga."

"M-Mireille, jangan mempermainkan kakakmu!"

Memerah sampai di telinganya, Rinslet menjadi tergagap.

Festival Titik Balik Matahari Musim Dingin di Laurenfrost adalah sebuah festival yang sudah terkenal bukan hanya didalam perbatasan Kekaisaran, tetapi juga mencapai negara-negara lain. Selama festival itu, patung salju dari segala macam roh bisa ditemukan di semua kota, menarik wisatawan dalam jumlah yang besar... Sebagai catatan tambahan, beberapa tahun belakangan ini, patung-patung salju dari Ren Ashbell adalah yang paling dominan dalam hal jumlah.

Seperti yang ditentukan oleh tradisi, Festival Titik Balik Matahari Musim Dingin dipimpin oleh princess maiden dari keluarga Laurenfrost. Oleh karena itu, jika Kamito diundang kesini, dia secara alami akan melihat putri-putri Laurenfrost mengenakan pakaian formal mereka.

"Mireille-sama, sudah waktunya—"

Lalu, Milla si maid mengingatkan.

"Kalau begitu, ayo pergi—"

Meninggalkan Judia yang duduk di kursi roda dan kepala maid Natalia, Mireille dan yang lainnya berangkat menuju kuil.

Bagian 2[edit]

"...Ugh... Owww..."

Sesaat setelah Claire dan kelompoknya melompat kedalam pusaran cahaya tersebut secara bersamaan—

Kamito terjatuh ditengah-tengah kegelapan total.

(Tempat apa ini...?)

—Tepat saat dia hendak berdiri, dia tiba-tiba menyadari sesuatu yang penting.

(....A-Aku gak bisa bernafas!?)

Hidung Kamito berada dibawah sesuatu yang elastis, mencegah dia bernafas. Jangan bilang aku terkubur dibawah gunung puing-puing karena bola gravitasi raksasa itu—

(....Gak lucu kalau aku terkubur hidup-hidup!)

Kamito mencoba segala cara untuk membebaskan dirinya dan memegang benda yang menekan pada hidungnya.

Boing.

Dia merasakan tekstur yang lembut dan lentur. Jari-jarinya merasakan sedikit kehangatan.

(....A-Apa ini?)

Dihadapkan dengan perasaan perasaan sentuhan yang luar biasa ini, Kamito memiringkan kepalanya karena kebingungan.

Boing. Boing boing.

"Hyah!"

"...!?"

Tiba-tiba, Kamito mendengar jeritan diatas kepala.

"O-O, O,O api, terangilah!"

Sesaat setelahnya, sebuah bola api kecil muncul dalam kegelapan.

Yang memasuki pandangannya adalah—

(...C-Claire!?)

Kamito berteriak didalam hatinya.

Dengan sebuah bola api ditangannya, Claire menatap Kamito dengan ekspresi terkejut.

(....Dengan kata lain, apa yang menghalangi wajahku barusan, jangan bilang itu adalah....)

Memang... Benda elastis dan lembut itu adalah pantat Claire.

"K-Kau, k-kau, a-apa, a-apa yang kau lakukan~....!?"

Rumble rumble rumble rumble rumble...!

Wajah Claire menjadi merah cerah sementara rambut crimsonnya baik seperti seekor kucing.

"T-Tunggu, aku hanya mencoba untuk memahami lingkungan sekitarku..."

Kamito menjadi panik dan menjelaskan dengan panik.

"Karena itu terasa lembut, jadi mau bagaimana lagi... Ah—"

"...~Tsk, k-kau, d-dasar binatang bejat~!"

Sembari menangis, Claire kehilangan ketenangannya dan memanggil Flametongue ditangannya.

"A-Aku bahkan belum m-mandi... Bangsat!"

"S-Saat aku sadar, kau sudah ada diatasku, beneran....!"

Dihadapkan dengan Claire yang marah karena alasan yang aneh, Kamito dengan panik menggelengkan kepalanya.

"...N-Ngomong-ngomong, dimana ini?"

Kamito berdiri dan melihat sekeliling.

"M-Mencoba mengubah topik huh..."

Meskipun tidak senang, Claire mesih menggunakan bola api penerangan tersebut di telapak tangannya untuk menerangi sekeliling.

Banyak stalaktit es yang di langit-langit sembari es keras menutupi lantai... Yang pasti, ini bukanlah kuil yang sama seperti dimana Kamito dan rekan-rekannya berada sebelumnya.

(....Ngomong-ngomong, tempat ini tampak sedikit familiar.)

Dimana dia melihatnya? Seharusnya masih belum lama...

"Kurasa... Aku pernah kesini sebelumnya."

"Apa yang terjadi?"

Mengernyit, Claire meningkatkan kecerahan bola api.

—Lalu, mereka menemukan Ellis dan Fianna yang pingsan didekat situ.

"Apa mereka baik-baik saja?"

Kamito berjongkok dan dengan pelan mengguncang bahu mereka.

"...Ooh, mmm... Kamito?"

"...Kamito-kun?"

Ellis dan Fianna membuka mata mereka.

"Fianna, apa yang terjadi? Sebenarnya apa pusaran cahaya yang barusan—"

Pertanyaan Claire langsung ke intinya.

"....Sepertinya teleportasinya berhasil."

Fianna menekan pelipisnya sambil menjawab pelan.

"Teleportasi?"

Ya, kuil itu adalah perangkat teleportasi yang disediakan untuk keluarga kerajaan untuk melarikan diri dari ibukota kekaisaran."

"....Aku mengerti sekarang. Oh, jadi itu yang kau maksudkan dengan tidak tersedia untuk Arneus."

Seseorang yang tak memiliki kekuatan elementalis tak akan bisa mengaktifkan perangkat sihir tersebut, meskipun bagian dari keturunan kerajaan. Meskipun Arneus mengetahui keberadaan lokasi tersebut, dia masih tak bisa mengirim mengejar.

"Jadi, kita di teleport kemana?"

"Hmm, kalau tidak ada kesalahan dalam menentukan koordinatnya, mungkin...."

Kemudian, hawa kehadiran seorang manusia mendekat dari sisi lain kegelapan itu.

"...!"

Mereka berempat langsung meningkatkan kewaspadaan.

Selain Kamito dan rekan-rekannya, apakah ada orang lain yang melewati pusaran cahaya untuk mengejar...?

Dengan ekspresi guguo, kelompok itu menatap tajam ke kedalaman kegelapan itu.

Yang muncul dari sana—

"....Siapa disana!?"

"Rinslet!?"

Itu adalah Rinslet, memegang panah es ditangannya, didampingi oleh Mireille.

Bagian 3[edit]

"Ya ampun, sungguh mengejutkan..."

Didalam wilayah Margrave Laurenu, di Kastil Winter Gulf....

Dibawa ke aula besar di kastil itu, Kamito dan rekan-rekannya duduk dimeja, meminum teh hitam seduhan Milla Bassett yang di tambah madu untuk menghangatkan badan dari rasa dingin.

"Nggak heran aku merasa tempat itu familiar...."

Menaruh cangkir tehnya di meja, Kamito bergumam pelan.

Memang, gua yang diselimuti es dingin adalah tempat dimana adiknya Rinslet, Judia, dipenjara didalam es terkutuk oleh Elemental Lord Air.

Rinslet sepertinya ada disana bersama Mireille untuk melakukan upacara pengontrakan roh.

Upacara itu berjalan sukses setelah Kamito dan rekan-rekannya meninggalkan gua. Saat ini, roh milik Mireille yang baru dikontrak sedang duduk dipundaknya, seekor musang salju kecil. Meskipun tak memiliki penampilan mengintimidasi seperti Fenrir, roh itu tampak seperti roh yang sangat cerdas dan bijaksana, cukup mirip dengan Mireille dalam hal itu. Roh itu sudah sangat akrab dengan Mireille dan menggosokkan bulunya yang hangat penuh kasih sayang pada pipinya.

"Nona Mireille, uh, bolehkah aku menyentuh ekornya?"

Ellis, yang menyukai hewan-hewan lucu, bertanya agak bersemangat.

"Tentu, silahkan."

Mireille memegang pundak Ellis dan dengan segera, roh musang salju itu berpindah ke pundak Ellis dan melingkarkan dirinya sendiri dilehernya seperti sebuah syal.

"Wow... Dia manis sekali."

Merilekskan ekspresinya yang serius, Ellis terus berseri-seri.

(...Tidak, Ellis, kau lah yang manis.)

—Kepikiran suatu komentar seperti itu, kemungkinan besar akan membuat dia marah, jadi Kamito tidak menyuarakannya.

"Tetapi syukurlah bahwa teleportasinya berhasil tanpa ada kecelakaan. Akan merepotkan kalau kita dikirim ke Kelzanos atau Fahrengart bukannya Laurenfrost."

Fianna berbisik pelan.

Perangkat teleportasi kuil itu memiliki Gerbang yang terhubung pada wilayah dari Empat Keluarga Besar—Elstein, Fahrengart, Laurenfrost dan Kelzanos.

Diantara gerbang-gerbang itu, Gerbang yang mengarah pada wilayah Elstein yang telah disita tak lagi ada, sementara Keluarga Kelzanos adalah pemimpin dari faksi bangsawan pro-Arneus. Meskipun Keluarga Fahrengart dalam posisi netral, jika Arneus menjadi penerus yang ditunjuk secara resmi, mereka mungkin tidak akan melindungi Fianna. Meskipun Ellis bersama mereka, itu saja tak akan membantu. Mengingat situasi saat ini, satu-satunya tempat didalam Kekaisaran Ordesia yang aman adalah lokasi Rinslet, wilayah Margrave Laurenfrost.

"....Bagaimanapun juga, syukurlah kau aman dan selamat, Yang Mulia."

Setelah Rinslet mengatakan itu—

Fianna menggigit bibir keras-keras dan menatap Kamito dan yang lainnya secara berurutan.

"....Ya, sungguh, aku... sungguh berterimakasih. Jika kalian tidak datang, aku pasti telah..."

Dia berbicara dengan suara bergetar.

Meskipun dia mempertahankan ketabahan mentalnya sepanjang waktu, pikiran Fianna yang tegang mungkin menjadi tenang setelah pada akhirnya datang ke tempat yang aman. Ada isakan dalam suaranya.

"Sudah sewajarnya. Kau adalah anggota dari Tim Scralet."

Mendengar komentar Claire yang terdengar seperti dia menyembunyikan rasa malu, Kamito mengangguk setuju.

Setelah menyeka air matanya dengan jari-jarinya, Fianna memulihkan ekspresinya yang biasanya dan berkata:

"Namun, Kamito-kun, bagaimana caranya kalian menyusup ke ibukota kekaisaran!? Terutama di distrik bangsawan, yang mana itu mungkin mustahil untuk masuk menggunakan metode biasa."

"Oh, panjang ceritanya..."

Kamito berhenti sejenak lalu melanjutkan.

"Sebenarnya, Rubia lah yang merencanakan operasi penyelamatanmu, Fianna."

"Rubia-sama?"

Fianna melebarkam matanya yang berwarna senja.

Kamito memberitahu segalanya pada dia tentang diskusi dengan Rubia di kapal terbang itu.

Konspirasi Kerajaan Suci untuk merusak Kekaisaran Ordesia. Elemental Lord Api yang telah terlahir kembali disuatu tempat di alam manusia. Dan juga, niat Rubia untuk menyampaikan pernyataan sebagai Legalisir Ordesia dalam oposisi pada keluarga kekaisaran Ordesia saat ini—

"Legalisir Ordesia?"

"Ya, Nee-sama berencana untuk mengangkat bendera atas namamu untuk menentang Kekaisaran yang telah menjadi negara bonela Kerajaan Suci."

"Jika pernyataan dari Legalisir Ordesia disampaikan, Yang Mulia, itu akan setara dengan pemberontakan secara terang-terangan terhadap keluarga kekaisaran Ordesia."

"Jadi begitu...? Kau memang benar."

Fianna menunduk dan berpikir secara mendalam dengan ekspresi serius.

"Kurasa tak perlu bagimu untuk memberikan jawaban yang segera."

Kamito berkomentar. Pilihan itu artinya menghianati kampung halaman yang telah membesarkan dirinya dan bahkan keluarganya sendiri, menjadikan musuh mereka.

Jawaban ini tak akan mudah untuk diputuskan. Meskipun Fianna memutuskan untuk menolak rencana Eubiar, Kamito masih akan menghormati keinginannya. Claire, Ellis dan Rinslet kemungkinan merasakan hal yang sama.

Akan tetapi, Fianna segera mengangkat kepalanya dan menatap Kamito dan yang lainnya secara bergantian—

"Tidak. Aku akan menjadi kaisar dari Ordesia yang Sah."

Dia menyatakan dengan penuh tekad.

"Fianna, apa kau yakin?"

"Ya, aku akan menjadi kaisar, untuk melawan Kerajaan Suci—"

Dihadapkan dengan pertanyaan Kamito, Fianna mengangguk penuh tekad.

Melihat ekspresi wajah Fianna yang penuh tekad, Kamito dan rekan-rekannya saling menatap satu sama lain.

Lalu—

Yang pertama mengulurkan tangannya adalah Claire.

"....Bagus... Aku akan mendukung keputusanmu, Fianna."

"Ya, demi kampung halamanku, aku bersedia bertarung disampingmu, Yang Mulia."

Ellis meletakkan tangannya diatas tangan Claire. Kamito dalam diam meletakkan tangannya diatasnya.

"....Dimengerti. Aku juga akan bergabung denganmu."

Akhirnya, Rinslet juga menunjukkan ekspresi penuh tekad dan meletakkan tangannya diatasnya.

"Rinslet, bukanlah kau harus mengelola Laurenfrost?"

"Kastil ini akan dikelola oleh Mireille seiring berjalannya waktu."

Dihadapkan dengan Claire yang mengerutkan dahi, Rinslet menegaskan dengan penuh keyakinan.

"Membiarkan Mireille menanganinya... Apa nggak apa-apa?"

"Dia sudah mencapai usia dimana sanggup mempekerjakan roh terkontrak. Selain itu, Wolf Ritters ada di Kastil Winter Gulf."

"Ya, nggak apa-apa. Ketika Onee-sama pergi, aku akan menyelesaikan pekerjaan pemerintahan dengan baik. Selain itu, aku juga punya Milla."

Setelah Mireille mengangguk, Milla Bassett, yang berdiri dibelakang, juga mengangguk.

"Tentunya, Arneus mggak akan mau menjadikan Wolf Ritters dari Laurenfrost sebagai musuh sampai dia mendapatkan kendali dari semua bangsawan..."

Claire menganalisa dengan tenang. Selama mereka mematuhi Kekaisaran dipermukaan, dia mungkin tak akan secara sembarangan melakukan pergerakan pada provinsi perbatasan yang ditugaskan sebagai inti pertahanan nasional dari Kekaisaran.

Sembari tangan mereka berempat saling bertumpukan, meteka memfokuskan tatapan mereka pada Fianna.

Sebagai tanggapan, Fianna—

"...Terimakasih, semuanya."

Dengan air mata muncul di sudut matanya lagi, dka mengangguk dan menempatkan tangannya diatas tangan mereka berempat.

"Lalu, bagaiman caranya kita bergerak?"

Rinslet bertanya.

"Pertama, kita harus mendatangi kapal terbang milik Rubia.... Velsaria dan yang lainr seharusnya bertindak sebagai pengalih perhatian dari pasukan ibukota kekaisaran."

"Gunakan Simorgh. Itu akan menjadi cara komunikasi tercepat dan paling bisa diandalkan."

Ellis merapalkan kata-kata pemanggilan dan roh iblis angin segera muncul diudara sambil merentangkan sayapnya. Setelah Ellis mengatakan beberapa instruksi pada telinganya, Simorgh mengepakkan sayapnya dan terbang ke langit—

"Sebelum burung milik Kapten kembali, kalian harus beristirahat dulu di Kastil Winter Gulf. Yang terjadi biarlah terjadi, perjamuan Mireille akan segera dimulai."

"Maaf, Rinslet, sudah sangat merepotkan kamu."

"Santai saja. Kamito-san, kamu adalah orang yang berjasa yang telah menyelamatkan Laurenfrost. Kami sangat berhutang budi padamu."

"Perjamuan itu bagus, tapi aku ingin mandi dan membersihkan diri dulu."

Claire menatap seragamnya dan berkata.

"Ya.... Aku belum melakukan pemurnian selama tiga hari."

Setelah melirik Kamito, Fianna tersipu malu.

Dia telah dipenjara sejak upaya gagal dari pembunuhan kaisar. Meskipun para princess maiden yang ditugaskan untuk mengawasi selalu membasuh tubuhnya secara teratur, kesuciannya masih menurun secara drastis. Alasan kenapa dia bisa memanggil Georgios ketika berada dalam kondisi seperti itu kemungkinan berkat ikatannya yang sangat kuat dengan roh terkontraknya.

"Persiapkan pemandian secepatnya."

Rinslet mengangguk dan segera memberi perintah pada para maid di kastil.

Bagian 4[edit]

Kondisi fisik Fianna telah melemah karena terpenjara. Setelah dirawat oleh para penyembuh di kastil, dia dibawa ke pemandian terbuka di luar kastil.

Claire dan Ellis, yang tidak memerlukan penyembuhan, sudah selesai mandi dan pergi untuk bergabung dengan Rinslet untuk membantu persiapan di halaman untuk perjamuan perayaan.

Area diluar ruangan terasa begitu dingin hingga seperti membeku.

Gemetar sambil melepas pakaiannya yang compang-camping dan melepas pakaian dalamnya, Fianna mencubit daging dilengannya sambil telanjang dan mendesah ringan.

"....Berat badanku turun dikit dan kulitku juga rusak."

Selama beberapa hari kehidupan terpenjara yang panjang, tak hanya dia dilarang mandi, tetapi dia juga tak menerima nutrisi yang cukup selain air. Pada saat yang sama, sembari terisolasi dari informasi didunia luar, tubuh dan pikirannya tersiksa oleh rasa takut akan eksekusi yang mendekat yang mana hari dan waktunya tak diketahui.

Fianna perlahan-lahan duduk di sebuah batu yang basah.

Mencelupkan kakinya ke pemandian air panas terbuka, dia segera merasakan rangsangan yang nyaman pada kulitnya.

"Haaaaah..."

Perlahan-lahan, memasukkan dirinya kedalam air sampai bahunya, dia menghela nafas.

Meskipun itu bukanlah sumber air panas alami, airnya sangat hangat setelah dipanaskan oleh kristal roh api, menenangkan tubuhnya yang melemah. Dia bisa merasakan perputaran kekuatan suci yang dia terima didalam dirinya saat kesuciannya yang hilang perlahan-lahan pulih.

Fianna memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam dan pelan-pelan.

Dengan ini, dia akhirnya benar-benar bisa merasakan kedamaian.

(Tempat ini bukan lagi penjara itu...)

Menatap langit yang mendung, dia bergumam.

Namun, tentunya ini adalah saat-saat dia bisa bersantai seperti ini...

Ordesia Yang Sah seperti yang direncanakan oleh Rubia—Jika Fianna menjadi penguasanya, itu artinya mengangkat bendera pemberontakan teehasaoy Kekaisaran Ordesia yang kuat.

Itu bisa saja berkembang menjadi perang sipil berskala besar, membagi Kekaisaran menjadi dua.

(Aku nggak bisa membiarkan Ordesia menjadi negara boneka milik Kerajaan Suci.... Tapi—)

Dia masih khawatir. Meskipun dia telah membulatkan tekadnya, hatinya masih sedikit goyah.

(Nggak perlu khawatir, aku bukan lagi Lost Queen yang sama seperti saat itu...)

Fianna merangkulkan lengannya erat-erat pada tubuhnya yang basah. Lalu teringat sensasi dari pelukan Kamiyo, bibirnya secara tak sadar terbuka.

(Saat itu, meskipun Kamito-kun berperilaku agak aneh...)

Muncul pada adegan dihadapan mata Fianna dan mengalahkan Leschkir Hirschkilt pada saat itu, Kamito berbeda dari dirinya yang biasan. Dia memancarkan kesan yang sedikit menakutkan.

(Tetap saja, membuat Kamito-kun bertindak seperti itu sesekali nggak buruk juga...)

Teringat kenangan dari saat itu, pelukan yang kuat, merebut bibirnya, dia langsung merasa pipinya memanas.

Saat itu, suatu kekuatan ganas bergejolak didalam tubuh Fianna, memungkinkan dia untuk mengeluarkan elemental waffe miliknya bahkan keyika kekuatan sucinya hampir sepenuhnya habis. Kekuatan itu, seperti badai yang menderu, masih tetap ada didalam dirinya, terus berasap tanpa henti seperti kayu bakar.

"Haaa... Mm..."

Merasa didalam tubuhnya perlahan-lahan memanas, Fianna mengerang pelan.

(...Tsk, ini buruk. Aku harus tenang...)

Ujung jari Fianna secara alami meraih ujung dari payudaranya.

"...Ah, mmm...!"

Erangan kesakitan yang manis merupakan perasaan yang tak diketahui yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Fianna secara paksa menusukkan kukunya kedalam kulitnya dalam upaya untuk mengatasi suhu tubuhnya yang meningkat menggunakan rasa sakit, tetapi itu tampak lebih seperti menambahkan kayu bakar kering kedalam api yang berkobar-kobar.

"...Mm, ah... Hoo... Ah, ummmmmm...!"

Suara manis keluar dari bibir cerinya yang indah.

"...G-Gawat.... Kenapa... ini...?"

...Tidak, dia sebenarnya mengetahui dengan baik alasannya. Itu pasti karena dia berpikir tentang Kamito.

Kesadarannya perlahan-lahan semakin kabur.

(P-Pada tingkat ini, aku akan bertindak aneh...)

Fianna menyingkirkan pemikiran tentang Kamito dari pikirannya, menutup matanya dan menarik nafas secara teratur.

Dia telah sepenuhnya menguasai metode untuk mempertahankan ketenangan pikiran terlepas dari situasi apapun, selama pelatihannya di Divine Ritual Institute. Pelatihan keras termasuk menghabiskan beberapa hari sambil merendam tubuhnya didalam air. Akan tetapi, tak peduli metode apa yang dia coba, tubuhnya tidak mendingin sama sekali. Sebaliknya, semakin dia berusaha untuk tidak memikirkan Kamito, semakin mudah wajahnya muncul didalam pikirannya...

STnBD V15 053.jpg

(...Ooh~, s-sungguh pemikiran yang nggak tau malu ketika sudah jelas berpikir tentang pemikiran hal semacam itu seharusnya dilarang...!)

Sebagai seorang princess maiden yang murni, semua pikiran Fianna hampir saja hilang diterjang banjir dari delusi bejat yang mengerikan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya...

Didalam pemikiran-pemikiran tersebut merupakan delusi-delusi termasuk hal-hal yang sudah pasti tidak akan dilakukan Kamito dalam realitas. Menyadari hasratnya untuk diperlakukan dengan kasar seperti mainan, untuk diperkosa sampai lemes... Fianna langsung merasa malu atas hasrat tersembunyi ini.

(S-Sungguh m-memalukannya diriku. Aku nggak bisa percaya aku menginginkan Kamito-kun melakukan hal-hal semacam itu....)

Dia pasti akan membenci dirinya kalau Kamito mengetahui apa yang dia pikirkan...

Seolah menghukum dirinya sendiri, Fianna menusukkan kukunya kedalam kulitnya.

Bercak-bercak merah muncul dikulitnya yang pucat, tapi meski demikian, rasa sakit tubuhnya tidak mereda.

"...Ah, mm, yah...!"

Ditengah kesadarannya yang kabur, jari-jari Fianna perlahan-lahan menyelinap turun dari dadanya ke bagian bawah perutnya....

Bagian 5[edit]

"...Hmm?"

Duduk di sebuah batu, Kamito tiba-tiba mendongak.

Dia secara diam-diam bertindak sebagai bodyguard Fianna yang berjaga agak jauh dari pemandian tersebut.

Meskipun tempat ini dibawah yurisdiksi Kastil Winter Gulf, yang mana merupakan tempat yang aman, dengan perjamuan perayaan yang hendak dimulai, para warga terdekat akan datang ke kastil. Sangat mungkin terdapat mata-mata dari Kerajaan Suci atau faksi pro-Arneus yang membaur diantara mereka.

Dia mempersiapkan dirinya sendiri untuk mengambil tindakan langsung jika seseorang yang mencurigakan mendekati area ini.

(....Barusan, kurasa aku mendengar suara Fianna.)

Kalau Fianna menjerit, dia akan segera meluncur dari jarak ini. Namun, suaranya yang barusan terlalu pelan untuk dianggap sebagai jeritan. Suara tersebut akan mustahil terdengar jika pendengaran Kamito tidak dilatih di Sekolah Instruksional.

Memegang pegangan Demon Slayer, dia berdiri diam-diam.

Selanjutnya, dia berjalan ke area berbatu dimana Fianna mandi dan mendengarkan dengan cermat.

...Ah, mmmm... Kami... to-kun, tolong... aku...

"...!"

Seketika, Kamito berlari secara reflek.

Menendang sebuah batu, dia segera melompat dan menggunakan kekuatan suci untuk memperkuat kekuatan kakinya untuk melompati dinding batu.

"Fianna, apa kau baik-baik saja?"

Mendarat disebuah batu di pemandian tersebut, dia mengayunkan pedangnya untuk menciptakan angin untuk menghamburkan uap.

—Dia melihat sosok Fianna, meringkuk di air panas.

"—Ah, mm, huff, huff, huff..."

"Fianna!"

Kamito bergegas mendekat, mengangkat Fianna dalam gendongannya dan mengeluarkan dia dari pemandian air panas.

Meskipun itu adalah pertama kalinya dia menyaksikan tubuh telanjang Fianna dan dia tersipu merah karenanya, sekarang bukan saatnya untuk mengkhawatirkan tentang hal semacam itu—

"Huff, huff... Kamito... -kun...?"

Fianna mengedipkan matanya, pikirannya kabur.

"Ada apa? Apa kamu pusing karena terlalu lama berendam?"

Kamito melepas jaketnya dan menutupi tubuhnya.

Fianna perlahan-lahan meraih dan memegang lengan Kamito.

Matanya yang berwarna senja yang menggoda menatap Kamito dengan sungguh-sungguh....

"Ma..af... Tiba-tiba, tubuhku menjadi panas... Ah, mm...♪ "

Seketika, tubuhnya berguncang keras seolah-olah mengalami gangguan hebat.

Saat itulah, Kamito melihatnya.

Di leher Fianna, suatu tanda lahir yang menyerupai sebuah segel muncul—

(....Ini adalah!?)

Itu adalah sebuah pola yang sangat mirip dengan segel roh milik Restia. Akan tetapi, yang ini jauh lebih rumit dan aneh—

"Mungkinkah itu adalah segel dari Ren Ashdoll, sang Elemental Lord Kegelapan....!?"

Kamito gasped forcefully. He recalled the conversation he had had with Rubia on the flying ship's deck prior to sneaking into the imperial capital.

—Sang princess maiden dari Raja Iblis. Kabarnya seribu tahun yang lalu, Raja Iblis Solomon mengambil para princess maiden dari negara-negara yang ditaklukkan dan menjadikan mereka selirnya, berbagi kekuatan Elemental Lord Kegelapan dengan mereka. Kekuatan yang Kamito berikan pada Fianna melalui ciuman kemungkinan menggerogoti tubuh Fianna, menyiksa dia sekarang ini....

"...Mm, ah, ooh... Huff, huff..."

Dalam pelukan Kamito, Fianna terengah-engah kesakitan.

Ellis dan Rinslet mungkin tidak mengalami reaksi sekuat itu dalam tubuh mereka... Tetapi bagaimanapun juga, ketika dia mencium Fianna, Kamito sudah hampir dilahap oleh kekuatan kegelapan yang ada dalam dirinya. Kemungkinan besar, hal itu menyebabkan efek langsung yang lebih banyak pada Fianna.

(...Hmm, apa yang harus aku lakukan?)

Kamito menggigit bibirnya. Membawa Fianna kembali ke para penyembuh di kastil kemungkinan tak ada gunanya. Apakah duduk disini, menunggu kekuatan kegelapan itu mereda sendiri adalah satu-satunya pilihan?

Fianna memegang lengan Kamito erat-erat, membuka mulutnya dan menggigit Kamito. Dengan itu, nafasnya yang tak teratur tampak sedikit menjadi tenang.

"...Mm, Kamito-kun, maaf... Ini... Ahhh!"

"....Nggak apa-apa. Sampai kamu tenang, tetaplah seperti ini."

Dengan jaketnya diantara mereka, Kamito memeluk Fianna.

Setelah tetap seperti ini beberapa saat... Nafas Fianna perlahan-lahan menjadi stabil.

Tanda merah karena gigitan ada di lengan dan bahu Kamito.

"Apa sudah tenang?"

"Y-Ya..."

Berada dalam pelukan Kamito, Fianna menundukkan kepalanya malu-malu.

"....Maaf, itu adalah kesalahanku."

"...Huh?"

"Uh, aku menciummu di ibukota kekaisaran, kan? Saat itu, kurasa sebagian dari kekuatan Elemental Lord Kegelapan yang berada didalam diriku disalurkan padamu, Fianna."

"Jadi... kekuatan itu adalah milik Elemental Lord Kegelapan...."

Tampaknya Fianna sudah menebak hal ini sampai titik tertentu. Fianna mengangguk pelan.

"S-Saat itu, kurasa aku sedikit kehilangan pikiranku... Uh, maaf."

"Aku mengerti, Kamito-kun. Kamu jelas-jelas bertindak aneh pada saat itu."

Dihadapkan dengan Kamito yang menundukkan kepalanya meminta maaf, Fianna tersenyum.

Lalu dia memerah sampai ke telinganya.

"Uh.... Rahasiakan apa yang terjadi ya..."

"Y-Ya, tentu saja..."

Setelah mendengar bisikan Fianna yang pelan, Kamito mengangguk berkali-kali.

—Lalu, Kamito tiba-tiba teringat suatu masalah tertentu.

"Bicara soal rahasia, tentang Greyworth—"

".....Ya."

"Kupikir akan lebih baik untuk nggak ngasih tau Claire dan yang lainnya untuk sekarang ini. Dari sudut pandang mereka, si Penyihir Senja adalah seseorang yang mereka idolakan. Memberitahu mereka sekarang akan memjadi syok yang besar."

"Aku setuju, itu akan lebih tepat. Gimanapun juga, ini adalah sebuah hari perayaan yang langka."

"Ya, kita tunggu saja sampai kita bertemu dengan Rubia sebelum memutuskan waktu yang pas untuk memberitahu mereka."

Bagian 6[edit]

Malam hari.

Perjamuan perayaan untuk merayakan roh terkontrak milik Mireille secara resmi diadakan di halaman kastil yang luas.

Api unggun dinyalakan dihalaman sembari meja-meja penuh dengan hidangan yang berlimpah.

Ada merpati madu- bakar, sup lobak dan kacang, dan ikan sungai lokal, ciri khusus Laurenfrost, dikukus sambil ditaburi rempah-rempah. Dan juga, steak rusa panggang, telur puyuh diasapi, roti gandum yang baru keluar dari oven dan ditaburi keju... Pada saat yang sama, gudang wine dibuka untuk membagikan wine berkualitas pada penduduk lokal yang berkumpul disini. Adapun untuk anak-anak dan orang-orang yang tak bisa minum, soda dan jus buah telah dipersiapkan untuk mereka.

"Kelihatan sangat mewah."

Duduk di sebuah meja di sudut halaman, Kamito berkomentar sambil makan roti.

Ini adalah roti yang dipanggang kering dengan lapisan yang tebal setelah dipenuhi dengan daging dan sayuran rebus. Sebagai ciri khusus dari Laurenfrost yang terkenal, itu begitu populer hingga roti itu dengan cepat habis segera setelah disajikan.

"Ya, aku yakin bahwa dengan melakukan hal ini, kita bisa meningkatkan moral dalam upaya pembangunan ulang sampai beberapa tingkat."

Sambil mencivipiy wine panas, Rinslet menjawab. Sebagai catatan tambahan, orang yang memberi arahan tentang masakannya di dapur adalah Rinslet sendiri. Meskipun dia tak bisa memasaknya sendiri karena diperlukan jumlah yang banyak, setiap hidangan tanpa terkecuali merupakan mahakarya yang luar biasa dalam hal rasa berkat dibawah arahan dia.

Diatas altar ditengah halaman, mengenakan pakaian ritual, Mireille melakukan sebuah tarian bersama roh terkontraknya, musang salju.

Meskipun baru berusia 9 tahun, pertunjukkan tariannya cukup spektakuler.

"Rinslet-sama, Tuan dari Ornore ingin menyapa anda."

"Dimengerti, aku akan segera kesana."

Dipanggil oleh Natalia si kepala maid, Rinslet berdiri. Sejak beberapa saat yang lalu, dia sangat sibuk, mondar-mandir kesana-kemari untuk menyapa para tuan dari berbagai wilayah.

Claire, Ellis dan Fianna berbaris secara berurutan di barisan panjang untuk mendapatkan berbagai hidangan yang populer.

Pada saat itu, Kamito merasa seseorang memegang lengan bajunya dan menariknya pelan.

Dia menoleh dan melihat bahwa Est telah kembali ke wujud manusia. Est menatap dia dengan sungguh-sungguh.

"Est, apa ada yang kau mau? Akan aku ambilkan untukmu."

"Ya, aku lapar."

Est mengangguk.

"Kamu bekerja begitu keras juga, Est—"

Bagaimanapun juga, dia telah saling beradu dengan pedang milik Greyworth berkali-kali. Roh biasa mungkin sudah hancur berkeping-keping dalam serangan awal.

Memegang sebuah piring untuk membawa makanan, Kamito hendak berdiri ketika—

"Mungkinkah nona kecil ini adalah seorang roh?"

Seorang wanita tua bertanya.

"Ya, itu benar..."

"Wow, seperti dugaanku huh? Ini adalah pertama kalinya aku melihat seorang roh humanoid seumur hidupku... Terimakasih, terimakasih...."

Wanita tua itu menepukkan kedua telapak tangannya dan mulai memberi hormat pada Est. Melihat itu, warga lokal disekitar juga berkumpul untuk memuja Est. Meskipun sudah ketahui secara luas bahwa roh-roh berperingkat tinggi bisa berubah ke wujud manusia, peluang untuk bertemu roh-roh humanoid sangatlah langka, bahkan bagi siswa yang terdaftar di Akademi Roh Areishia.

Para warga satu persatu memberi piring-piring yang penuh dengan makanan pada Est.

"Dipuja oleh manusia tampaknya seperti kenangan lalu yang sudah lama sekali... Ahm, ahm..."

Disajikan dengan keramahan yang antusias, Est terus makan tanpa henti.

....Entah bagaimana, menyaksikan pemandangan ini terasa sangat menenangkan jiwa seseorang.

"Kamito, suapi aku juga."

"Yup, aku ngerti."

Kamito mengambil sebuah donat hangat dan menyuapkannya pada mulut Est.

"Ahm.... Sangat lezat, Kamito."

"Ouch... Est, jangan memakannya juga..."

Melihat Est mencoba memakan jarinya juga, Kamito tersenyum masam.

"Meow meow!"

Kali ini, itu adalah giliran si kucing neraka yang mengeong di kaki Kamito.

STnBD V15 060.jpg

"Oh, Scarlet, kau mau juga?"

"Meow..."

Kamito mengambil daging rusa yang dibungkus sayuran dan memberikannya pada Scarlet.

"Tunggu, jangan memberi makan Scarlet tanpa ijin."

Pada saat itu, Claire dan para gadis kembali dengan piring-piring yang penuh dengan makanan.

"Oh, umm... Aku membawa bagianmu juga, Kamito-kun."

"O-Oke...."

Setelah membuat kontak mata, Kamito dan Fianna tersipu samar-samar seolah teringat apa yang terjadi sebelumnya, berpaling malu.

"Jadi kamu membawa seragammu."

"Ya, aku menyimpan pakaianku didalan Georgios."

Setelah Fianna duduk di meja, Kamito bertanya pelan:

"Uh... Apa kamu baik-baik saja sekarang?"

"Y-Ya... Berkat kamu, Kamito-kun, sudah tenang sekarang."

Fianna mengangguk.

"....Apa yang mereka bicarakan?"

Melihat mereka berdua, Claire mengernyit kebingungan.

Bagian 7[edit]

Perjamuan itu berlangsung hingga larut malam. Warga lokal sangat menikmati karena diundang dalam perayaan tersebut. Akan tetapi, karena bintang acara tersebut, Mireille, masih anak-anak, dia rupanya tidur lebih awal.

Sambil mendengarkan musik orkestra, Kamito juga kembali ke kamar tidur yang telah dipersiapkan untuk dia.

Meskipun Kamito secara gak bisa dipahami menemukan Milla si maid berada dikamarnya, berguling-guling diranjangnya, Milla langsung merapikan seprei segera setelah dia melihat Kamito.

"Kalau begitu, Kamito-sama, selamat malam."

Setelah membungkuk secara hormat, dia pamit undur diri.

"....Apa itu barusan?"

Kebingungan, Kamito berganti piyama dan berbaring di tempat tidur.

Tempat tidur itu sangat lembut dan nyaman.

Dengan lengannya direntangkan, Kamito menatap langit-langit.

Luka di perutnya, yang seharusnya sudah tertutup, terasa sakit dengan rasa sakit yang tajam.

(....Greyworth, aku nggak pernah nyangka kau akan jadi musuhku.)

Ada perasaan yang jelas dari mati rasa yang masih tersisa pada kedua tangannya yang dia gunakan untuk bertarung melawan Penyihir itu. Sensasi yang familiar ini adalah sensasi yang telah dia alami berulang kali tiga tahun yang lalu.

Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia menghadapi perlawanan yang sesengit itu. Selain itu, jumlah elementalis yang mampu menandingi Kamito dalam serangan demi serangan sejak awal memang sedikit jumlahnya, bisa dihitung dengan satu tangan.

Lawannya pada pertandingan final Blade Dance tiga tahun yang lalu, Luminaris sang Paladin, Rubia Elstein dengan kekuatan holy maiden, Lurie Lizaldia dari Numbers, Shao Fu dari Four Gods yang mewakili Kekaisaran Quina, dan Leonora sang ksatria naga dari Dracunia....

(....Berbicara tentang Leonora, dia membantuku lagi.)

Saat itu, Leonora tak punya alasan untuk membantu Kamito dalam pertempuran.

Sama halnya pada saat Blade Dance juga. Setelah menantang Kamito bertanding dan mengalami kekalahan, dia menepati jansinya untuk membantu Ellis dan Rinslet.

Sebagai sesama elementalis, dia benar-benar lawan tangguh yang layak dihormati.

Dalam rencana Rubia, pendeklarasian Ordesia yang Sah mengharuskan mencari perlindungan dari Dragon Duchy of Dracunia. Dia kemungkinan besar akan bertemu lagi dengan Leonora disana—

Tenggelam dalam pikirannya, dengan mata terpejam, Kamito segera tertidur.

Bagian 8[edit]

—Kamito, dengar aku, Kamito, dimana kau...?

Didalam kegelapan yang tak berujung yang terbentang tanpa batas... Suaranya terdengar.

(Restia... Apa itu kamu?)

Dipandu oleh suara itu, Kamito berjalan maju didalam kegelapan...

Dipusat dari kegelapan yang mengitai tersebut, dia melihat suatu pemusatan dari kegelapan yang lebih besar berdiri disana.

Itu adalah gadis roh kegelapan, duduk berjongkok disana dengan sayapnya yang berwarna hitam legam yang indah dilipat.

(Restia, aku disini!)

Kearah sosoknya, kamito mati-matian menggapainya—

"...!"

Kamito terbangun.

(....Mimpi huh?)

Menyeka keringat dari alisnya, dia duduk pelan-pelan.

Langit di luar masih gelap, jadi tampaknya masih belum pagi. Biasanya, dia akan terbangun oleh kehadiran entah itu Scarlet atau Est di tempat tidurnya. Sangat jarang selalu dia terbangun pada jam segini.

(....Sudah lama sekali sejak aku terakhir kali bermimpi tentang Restia.)

Selama tiga tahun berkelana untuk mencari Restia, hampir tiada malam tanpa memimpikan dia. Diantara mimpi-mimpi itu ada mimpi indah dari masa kanak-kanaknya dan ada juga mimpi buruk yang mengerikan.

Tetapi baru-baru ini, mimpi semacam itu menjadi semakin dan semakin jarang dialami—

"...!?"

Tiba-tiba, suatu rasa sakit yang halus melintas ditangan kirinya. Mau tak mau Kamito menatap punggung tangan kirinya, tetapi segel roh milik Restia yang telah menghilang belum kembali.

Ini adalah suatu ilusi yang jarang terjadi. Mungkin melawan Greyworth telah membangkitkan kenangan masa lalunya bersama Restia—Mencapai kesimpulan ini, Kamito bangun dari tempat tidurnya.

Entah bagaimana dia merasa seperti dia tak lagi dalam mood untuk tidur.

Setelah mengenakan sarung tangan kulit pada tangan kirinya, dia keluar dari kamar.

Dia telah mengabaikan sarung tangan tersebut setelah kehilangan segel roh terwevutt, tetapi setelah Restia kembali meskipun kehilangan ingatannya, Kamito mulai memakai sarung tangan itu lagi.

Kamito berjalan melewati koridor untuk mencapai balkon di Kastil tersebut.

Bulan masih terang. Melihat ke halaman yang ada dibawah, dia bisa melihat tempat itu penuh dengan botol wine yang berserakan serta para prajurit dan warga yang mabuk.

Setelah bersandar pada pagar dan menikmati hembusan angin malam selama beberapa saat—

"Kamito, apa yang kau lakukan....?"

Tiba-tiba dia mendengar suara.

Dia menengok kebelakang dan melihat Claire yang mengenakan piyama berjalan mendekat.

"Ada apa Claire?"

"Hmm.... Aku nggak bisa tidur karena suatu alasan."

"Oh begitu..."

Claire mendekat ke Kamito dan menyandarkan kepalanya pada dia.

"Claire, apa kau.. mabuk?"

"Ya, sedikit... Aku mungkin telah kebanyakan minum."

Pipinya bersemu merah. Yang biasanya sedikit kekanak-kanakan, penampilan Claire tiba-tiba terlihat menawan sembari twintailnya tergerai tidak diikat dan ekspresi agak mabuk. Akan tetapi, membiarkan komentar semacam itu keluar kemungkinan besar hanya akan memancing keluarnya cambuk api yang berkobar-kobar, jadi Kamito tetap diam.

Claire menatap langit berbintang yang bahkan jauh lebih luas daripada Hutan Ice Blossoms dan berkata:

"Banyak hal telah dicapai dalam banyak cara."

"Ya, kau benar."

Kamito mengangguk.

"....Aku merasa seperti aku telah mengalami banyak hal sejak bertemu denganmu."

"Aku juga."

Saat itu ketika dia pertama kali sampai di Akademi, pikiran Kamito sepenuhnya dikuasai dengan pemikiran mencari Restia.

Tetapi sekarang, mereka hendak terseret kedalam suatu perang untuk menentukan nasib dunia—

"Saat itu, aku berusaha mati-matian untuk bertemu kakakku. Aku melakukan banyak hal yang ceroboh, d-dan menyebabkan banyak masalah untukmu juga."

"Yah... Gimanapun juga, aku hampir dibakar menjadi arang segera setelah kita bertemu."

"I-Itu salahmu karena melihat aku telanjang, Kamito... D-Dan kau bahkan mengatakan sesuatu tentang nggak memiliki ketertarikan pada tubuh telanjang seorang anak kecil, kan!?"

"....Kalau diingat-ingat, kurasa kau benar."

Kalau dipikir-pikir lagi, dia rupanya telah mengatakan sesuatu yang cukup keji pada saat itu....

"I-Itu adalah pertama kalinya aku dilihat oleh laki-laki dalam keadaan telanjang, itu adalah syok yang besar..."

"Itu salahku... Maaf."

Kamito meminta maaf dengan sungguh-sungguh.

"Tapi meskipun cara kita bertemu sangatlah mengerikan—"

Caire berhenti sejenak lalu melanjutkan.

"Kamito, kupikir itu sangat indah bahwa aku bertemu denganmu."

Claire menundukkan kepalanya. Dibawah gelapnya malam, sulit untuk melihat ekspresinya dengan jelas. Alasan kenapa dia bisa menyuarakan perasaan sejatinya secara jujur adalah karena dia mabuk, kan?

"Aku juga. Aku sangat bersyukur atas kebetulan yang membuat aku bertemu denganmu di Hutan Roh pada saat itu."

Mengatakan itu, Kamito menepuk Kepala Claire.

—Ya, itu adalah suatu kebetulan. Itu adalah serangkaian kejadian kebetulan bahwa Kamito, perwujudan dari Raja Iblis, menyelamatkan Claire dan bahkan membuat kontrak dengan Est.

Sudah pasti itu bukan takdir yang ditentukan oleh seseorang—

Kejadian kebetulan itu jauh lebih berharga daripada yang dikenal dengan takdir. Itulah yang Kamito pikirkan.

"Kamito..."

Claire mendongak dan menatap Kamito.

Lalu menarik nafas dalam seolah mengumpulkan tekad—

"Uh, umm, Kamito... A-Aku..."

—lalu.

Tiba-tiba, Kamito menyadari sesuatu yang bersinar di langit malam.

"Itu adalah...?"

Sumber cahaya tersebut mendekati Kastil Winter Gulf.

Itu adalah lampu sorot dari sebuah kapal militer.

"Mungkinkah itu adalah Imperial Knight?"

"Bukan, itu adalah.... kapal militer milik Nee-sama!"

Pada saat yang sama Claire berseru—

Penampilan luar dari kapal militer itu, Revenant, muncul dari sisi lain dari Pegunungan Kyria.


Sebelumnya Bab 1 Kembali Ke Halaman Utama Selanjutnya Bab 3