Rokujouma no Shinryakusha!? Empat Musim (Indonesia): Bab 5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Musim Dingin[edit]

Rokujouma Shunkashuutou Image 9.jpg

Dengan mendekatnya Malam Tahun Baru, lingkungan di sekitar Rumah Corona pun diselimuti oleh keheningan dan ketenangan. Orang-orang yang berada di jalanan sudah semakin berkurang, begitu pula dengan jumlah kendaraan yang melintas. Hal yang sama juga bisa ditemukan di daerah lain, dimana sedikit sekali orang-orang yang menikmati Malam Tahun Baru seperti layaknya hari-hari sebelumnya. Banyak orang menghabiskan Malam Tahun Baru mereka di dalam rumah, bersama dengan keluarga dan saudara mereka.

Para penghuni kamar 106 pun juga biasanya akan menghabiskan waktu seperti ini dengan keluarga mereka masing-masing. Namun, tahun ini, satu-satunya keluarga Koutarou yakni ayahnya yang menduda, sedang berada di tempat yang jauh dan Koutarou tidak bisa menghabiskan Malam Tahun Baru bersamanya. Mereka sudah punya rencana untuk bertemu setelah tahun baru, tapi tentu saja Koutarou akan merasa kesepian. Karena ibunya sendiri sudah meninggal pada masa kanak-kanaknya, keluarga mengandung sebuah arti yang besar bagi Koutarou.

Untungnya, Koutarou tidak sendiri. Meski bukan keluarganya, tapi kamarnya saat itu terisi dengan para penjajah, yang bisa mengusir dan mengalihkan dirinya dari rasa kesepian. Koutarou pun senang bisa teralihkan dari rasa kesepian itu dan dia tidak berniat untuk menyangkal itu saat ini.

"Oh iya, aku nggak ngelihat Yurika atau Kiriha dari pagi ini, ada apa ya?"

"Yurika lagi ada acara sama klub cosplay"

"Acara?"

"Yap, dia ada di event anime dan manga terbesar se-negeri. Aku juga kesana dua hari lalu, tapi karena banyak banget orang, aku lebih milih pulang sebelum sampai sana"

"Oh..."

Sejak tanggal 29 Desember, Yurika sudah berada bersama-sama dengan klub cosplay selama tiga hari. Mereka berada pada event yang mendukung adanya cosplay dan tentu saja pergi ke sana untuk bercosplay. Sanae, yang mendengarnya dari Yurika dan menganggap itu menarik, pergi ke event itu pada hari pertama. Sayangnya, badai keberadaan spiritual dari banyaknya orang yang mengunjungi event itu membuatnya kembali lebih awal. Jumlah orang sebanyak itu bisa dibandingkan dengan jumlah orang di medan perang.

"Kiriha-sama berkata kalau dia menghadiri acara keagamaan yang harus dihadirinya pada Malam Tahun Baru dan pada Tahun Baru. Namun, acaranya tidak terlalu lama, dan dia berkata kalau dia akan kembali malam ini"

"Kiriha-san itu anaknya ketua klan atau semacamnya, jadi kamu pasti tahu satu dua hal, ya kan Theia?"

"Benar. Tahun Baru Forthorthe masih sedikit lebih lama lagi, tapi setiap tahunnya selalu saja merepotkan..."

Kiriha sedang menghadiri upacara keagamaan Rakyat Bumi sebagai anak dari pemimpin mereka pada saat pergantian tahun. Upacara yang mereka adakan mirip dengan upacara yang ada di Jepang, dan mempunyai beberapa kemiripan. Forthorthe juga memiliki upacara yang serupa. Karena dirinya adalah seorang tuan puteri, Theia sudah pernah menghadiri upacara-upacara tersebut, dan tahu betul bagaimana usaha Kiriha dalam menghadiri upacara tersebut.

"Ngomong-ngomong, Ibu Kos-san lagi ikut pesta akhir tahun sama Perkumpulan Penyewa Apartemen dan Kos. Karena dia masih belum boleh minum, malam nanti dia juga udah pulang"

"Jadi, hanya ada kita disini"

"Kelihatannya"

Ada empat orang yang masih berada di kamar 106, yakni Koutarou, Sanae, Theia dan Ruth. Para penghuni lain masih berada di luar dan akan kembali pada malam itu.

"Aku pikir kita bisa melakukan sesuatu kalau semua orang ada disini, tapi ini juga tidak apa-apa. Koutarou, kita akan melakukan latihan khusus untuk drama"

Drama yang naskahnya ditulis oleh Theia, 'Sang Puteri Perak dan Sang Ksatria Biru', akan tampil dalam waktu satu bulan lagi. Theia ingin menggunakan berapapun waktu yang ada untuk berlatih, dan dengan sedikitnya orang yang ada di kamar pada saat itu, itu merupakan saat yang tepat baginya untuk berlatih.

"Eeeh!? Tapi ini kan malem tahun baruuuu!?"

"Aku tidak peduli, sama sekali. Tahun Baru Forthorthe masih lama"

"Bukannya kamu tahu 'lain ladang lain belalang'!?"

"Aku memang tahu hal itu. Jadi, kalau kamu memang benar-benar tidak mau, kita tidak akan melakukannya. Aku sendiri berpikir kalau kau memerlukan latihan khusus. Bagaimana menurutmu?"

Theia memandang dengan tulus ke arah Koutarou. Ada tekad yang kuat tersimpan dalam pandangan itu, tapi tidak memberikan kesan memaksa seperti pada halnya pertama kali mereka bertemu. Kalau Koutarou betul-betul mengatakan tidak, maka Theia akan menghormati keinginan Koutarou. Dia sekarang sudah mengerti bahwa seorang pemimpin sebenarnya tidak akan mendesak sesuatu dengan paksa.

"....A-ayo latihan deh..."

Balasan Koutarou berbeda dari sebelumnya, dan itu bukan karena Theia yang memaksanya, melainkan hanya menjelaskan dengan serius kalau Koutarou perlu latihan khusus. Koutarou tahu kalau dia tidak punya pengalaman dalam berakting, maka dari itulah dia tidak jadi menolak dan akhirnya setuju dengan Theia.

"Baiklah kalau begitu, aku senang kau berkata seperti itu. Terima kasih, Koutarou"

Theia tahu kalau dia mengambil hari libur Koutarou, jadi dia betul-betul berterimakasih pada Koutarou sambil tersenyum. Karena drama itu sendiri juga penting bagi Theia, rasa terima kasih itupun juga lebih dari sekedar kata-kata dan senyuman.

"Koutarou, ternyata kamu ciut juga di akhir-akhir. Paling nggak, kamu kan bisa liburan pas akhir tahun"

Meskipun dia menertawakan Koutarou, Sanae mengeluarkan naskah dari dalam tas Koutarou dan mendekapnya. Sanae sendiri juga bersemangat, meskipun dia sudah berkata-kata seperti itu.

"Nggak ada pilihan lain sih. Kalau aku nggak bagus, nanti bakal jadi masalah buat yang lain juga. Bukan cuma buat Theia"

Senyuman Theia dan Sanae saat itu membuat Koutarou malu dan membuatnya menoleh ke arah lain, tapi Koutarou betul-betul bersungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya barusan. Karena kurang pengalaman dalam berakting, peran tokoh utama yang didapat Koutarou dapat mempengaruhi jalannya drama secara keseluruhan, dan dapat mempengaruhi lawan aktingnya juga, yakni Harumi. Bagi Koutarou, yang sudah berjanji pada teman-temannya agar drama yang mereka pentaskan sukses besar, ingin menghindari adanya masalah saat pentas nanti.

"Tidak masalah. Drama ini bukan hanya untukku saja", kata Theia, sambil mengangguk dalam-dalam.

Theia terlihat senang dengan sifat kesatriaan yang ditunjukkan oleh Koutarou. Motivasi Koutarou untuk tidak ikut-ikutan begitu saja dengan keegoisan Theia membuatnya senang.


Latihan khusus hari ini berpusat pada pertarungan. Ada banyak adegan pertarungan pada babak edua, dan permainan pedang Koutarou yang terlatih akan meningkatkan kualitas pementasan drama nanti. Dengan itu sebagai alasan ditambah hari ini adalah malam tahun baru, Theia berpikir ada baiknya untuk melakukan latihan fisik dibanding latihan mental.

Latihan khusus mereka sering dilakukan di kapal luar angkasa 'Blue Knight'. Hari ini pun mereka melakukannya di tempat yang sama, dan sekarang sedang berada di ruangan yang besar di kapal itu. Ada beberapa kamera yang disiapkan untuk bisa merekam pergerakan Koutarou agar mudah untuk mengarahkan Koutarou nantinya.

Teman berlatih Koutarou untuk saat ini adalah Ruth, yang sudah dilengkapi dengan pedang dan zirah saat berhadapan dengan Koutarou. Theia, yang mengawasi dan mengarahkan mereka berdua, berada agak jauh dari mereka dengan Sanae yang melayang disebelahnya sambil memegang naskah. Mengecek jalannya adegan secara keseluruhan adalah tugas Sanae.

"Pedangnya panjang, agak susah buat narik dengan bener"

"Aku hanya bisa berkata untuk membiasakan dirimu. Pedang tradisional Forthorthe memang sebesar itu"

Arahan Theia dimulai dari cara menghunus pedang, dan Ruth mengawasi mereka dalam diam.

"Ngomong-ngomong, tanganmu kan pendek, jadi kamu nggak bisa narik pedangnya, ya kan?"

"Diam, diamlah dan lakukan saja!"

"Nggak usah marah, aku cuma bercanda"

"Itu terlalu jahat. Jangan berkata seperti itu terhadap apa yang orang anggap paling penting!"

"Eh? Jadi yang paling penting bukan dadamu?"

"Dasar kaauuuuuuu!"

Theia masih pilih-pilih soal lawakan. Meskipun mereka masih suka bertengkar, sedikit demi sedikit, akting Koutarou pun menjadi semakin baik.

Aku harus bisa membuat Satomi-sama menjadi ksatria Yang Mulia...

Ruth, yang melihat interaksi antara Koutarou dan Theia, memperkuat keinginannya untuk bisa membuat Koutarou menjadi ksatria Theia. Bagi Ruth, kepribadian Koutarou dan hubungannya dengan Theia sudah memenuhi syarat untuk sebuah hubungan yang sempurna antara seorang tuan dan pengikutnya. Jadi, dia terus berpikir bagaimana bisa membujuk Koutarou sambil menunggu gilirannya untuk muncul.

"Begini caranya"

"Tunggu, tunggu...begini, kayak gini?"

"Benar, jangan terlalu cepat di akhir"

"Secepet ini?"

"Ya, itu benar. Sudah waktunya kita melanjutkan ke pertarungan sesungguhnya. Ruth"

"Baik, Yang Mulia. Semoga beruntung, Satomi-sama"

"Semoga beruntung juga ya, Ruth-san"

Giliran Ruth pun muncul, dan ia pun berhenti berangan-angan lalu mengangkat senjatanya dan berhadapan dengan Koutarou. Meskipun Ruth masih melatih kemampuan berpedangnya, pergerakannya sudah bagus. Bisa dikatakan kalau dia mempunyai karakteristik yang sudah dimiliki oleh keluarga Pardomshiha yang sudah melayani keluarga kekaisaran selama beberapa generasi.

"...Ruth seharusnya bisa jadi si Ksatria Biru"

"Ruth tidak bisa memakai zirah itu"

"Theater itu ribet ya"

"Itulah keunikannya. Theater berbeda dengan film yang bisa kau perhalus dengan berbagai macam cara"

"Berkat itu juga, aku jadi punya kerjaan"

"Itu benar. Aku bergantung padamu, Sanae"

"Siap, Kapten!"

Setelah memberi hormat pada Theia, Sanae memegang naskahnya dan terbang ke arah Koutarou. Sambil melihat ke dalam naskah, Sanae mulai mengarahkan posisi awal Koutarou dan sebagainya untuk adegan pertama drama. Saat itu Sanae sedang bertugas sebagai asisten sutradara dan semacam pengarah dialog.

"Ruth, kamu bagian dari tentara kudeta, jadi mukanya dibikin lebih jahat lagi ya"

"Jahat...baiklah, akan kucoba"

"Koutarou, kamu serang dia yang cepet. Tapi, kan ada banyak orang di tengah-tengah perang, jadi perhatiin sekelilingmu ya"

"Siap"

"Kita udah siap, Theia"

"Baik, mari kita coba sekali! Mulai!"

Setelah Sanae selesai mengarahkan Koutarou dan Ruth, pertarungan antara mereka berdua pun dimulai. Mereka mulai berlatih dari adegan di awal drama, yaitu adegan dimana Ruth, yang memerankan pasukan kudeta, menyerang dengan pedangnya lalu Koutarou menangkis serangan itu dan mengalahkannya. Sementara itu, Theia memandang adegan yang cocok untuk berlatih itu dalam diam. Setelah Koutarou dan Ruth melanjutkan akting mereka mengikuti naskah hingga akhir pertarungan, Theia mengangguk dalam-dalam.

"Baik, itu sudah cukup"

"Udah cukup bagus, ya kan?"

"Ya, tidak ada masalah secara keseluruhan. Kelihatannya gerakan-gerakan dari drama pertama masih tersisa di dalammu"

Karena drama bulan depan adalah babak kedua, drama babak pertama yang ditampilkan pada festival budaya yang mempunyai beberapa adegan pertarungan membuat Koutarou mengingat beberapa gerakan itu. Gerakan bertarungnya pun lebih halus dari yang diperkirakan Theia.

"Jadi, apa kita lanjut ke adegan selanjutnya?"

"Tidak, karena kita sudah sampai disini, kita akan membuat adegan yang ini lebih baik lagi"

Melihat pergerakan Koutarou membuat keinginan Theia menjadi terpenuhi. Pada drama sebelumnya, batasan waktu membuat mereka harus mentoleransi banyak hal, seperti bagaimana kerah jubahnya harus diatasi atau bagaimana cara memegang pedang yang tepat agar lambang pedangnya terlihat.

"Kalau kita terus fokus ke hal-hal ini sama itu, kita nggak bakal sempet nyelesainnya loh"

"Karena hari ini hari libur, aku rasa tidak apa-apa untuk menggunakan waktu yang ada seperti ini"

"Yah, sudahlah kalau begitu"

"Fufu, tidak biasanya kau sejujur ini"

Theia tertawa, berpikir kalau Koutarou akan menolak saran itu karena akan merepotkan Koutarou.

"Udah kubilang tadi, bakal jadi masalah buat semuanya kalau aku sampai bermasalah"

"Itulah bukti sikap ksatriamu, hanya mendengarmu berkata seperti itu menunjukkan ada makna dalam melanjutkan latihan ini"

"..."

Kata-kata yang diucapkannya dan senyumannya saat itu membuat Theia tampak layaknya seorang tuan puteri yang sesungguhnya, dan membuat Koutarou terpana memandangnya. Theia, yang menyadari pandangan Koutarou dan mulai merasa aneh, hanya bisa mengedipkan matanya beberapa kali.

"Ada apa?"

"A-ah, bukan apa-apa kok. Jadi, kita mulai dari mana?"

"Kalau begitu, pertama-tama..."

Untungnya, perhatian Theia masih terpusat pada akting, dan mereka pun selesai berlatih tanpa Theia menyadari kekaguman Koutarou padanya.

Mereka pun selesai berlatih saat bintang-bintang mulai bersinar di atas Rumah Corona. Karena saat itu sudah berada di tengah-tengah musim dingin, jam baru saja menunjukkan pukul lima sore. Bagi Theia, sang pemimpin latihan, masih terlalu cepat untuk selesai latihan. Tapi, dia sudah memutuskan, karena hari itu adalah malam tahun baru, dia memberi kelonggaran untuk Koutarou.

"Kami pulang"

Koutarou masuk ke kamar melalui gerbang transportasi di dinding terdalam di kamar, dan disambut oleh Yurika yang terbaring dengan tangan dan kaki menjulur di lantai.

"....Selamat datang~"

Yurika terlihat betul-betul kelelahan dari event sepanjang tiga hari itu, dan dia menyambut Koutarou sambil terus memandang ke arah langit-langit. Berkat kelelahannya, tasnya yang penuh dengan barang-barang cosplay masih berada di dekatnya.

"Koutarou, jangan berhenti! Kau menghalangi jalanku!"

"Uwah!?"

Tepat setelahnya, Theia mengikuti Koutarou melangkah keluar gerbang itu dan mendorong punggungnya. Koutarou, yang kehilangan keseimbangan, secara refleks mengambil satu langkah ke depan, tepat dimana wajah Yurika berada.

"Kyaaaa!?"

Karena tiba-tiba melihat telapak kaki Koutarou berada di depan matanya, Yurika dengan cepat berguling ke arah samping. Dia pun selamat dari suratan takdir dan kaki Koutarou dengan cepat jatuh ke dekat wajahnya. Meskipun Yurika lolos dari bahaya, dentuman keras kaki Koutarou yang menginjak tatami membuatnya menggigil ketakutan.

"Satomi-san, kamu ngapain sih!? Usil juga ada batasnya, tahu!"

Yurika pun memaksa membangunkan badannya yang kelelahan untuk bisa memarahi Koutarou, karena dia pikir wajahnya akan terinjak dan itu membuatnya hampir menangis.

"Kamu bakal apa kalau sampai wajahku keinjak!? Apa kamu mau tanggung jawab nikahin aku!?"

"T-tunggu dulu Yurika! Maafkan aku, tapi aku nggak sengaja. Itu kecelakaan!"

Koutarou hanya bisa meminta maaf sambil panik menghadapi Yurika yang marah padanya.

"....Beneran?"

Namun, Yurika tetap terlihat ragu, bahkan sesudah Koutarou meminta maaf. Karena dia sudah banyak mengalami kejadian semacam itu, Yurika tidak mau percaya semudah itu.

"Ada apa?"

"Gara-gara kamu dorong aku, aku hampir nginjek wajahnya Yurika!"

"Begitu rupanya, maafkan aku"

Theia pun muncul dari belakang Koutarou dan meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Dia tidak menyangka kalau Yurika sudah pulang.

"...Jadi Satomi-san emang nggak usil?"

"Bener, percaya deh"

"Ini salahku, aku minta maaf"

"....Jadi, kalau gitu, apa kamu masih mau nikah sama aku?"

"Nggak. Kalau gitu mending aku milih orang yang emang bener-bener mau aku injak"

"Kenapaaaaaa!?"

Berkat permintaan maaf Theia, keraguannya kepada Koutarou pun teratasi, tapi rasa marahnya akan tetap ada untuk beberapa saat.

Saat Kiriha pulang, Yurika sedang duduk menghadap tembok, berjauhan dari yang lain yang saat itu sedang meminum teh.

"...S-suatu hari nanti, aku bakal ingat hari ini...aku bakal jadi cantik dan bisa masak...terus, kalau Satomi-san mau aku jadi istrinya, aku bakal bilang kalau dia udah telat..."

Sambil setengah menangis, dan sesekali memukul tembok dengan tangannya, Yurika terus menggumam seperti itu. Kiriha sempat berpikir kalau itu aneh, tapi kembali teringat kalau kejadian serupa seringkali terjadi. Dia pun meninggalkan Yurika kepada para haniwa miliknya dan melangkah menuju meja makan.

"Aku kembali"

"Selamat datang, Kiriha"

"Sanae, ada apa dengan Yurika?"

"Uhh, gampangnya sih, Koutarou nggak nganggep dia cewek dan dia jadi kesel gitu"

"Dia bilang kalau Koutarou adalah musuh wanita Ho-!"

"Dia mau Koutarou minta maaf dan memperlakukan dia lebih baik Ho-!"

"Begitu rupanya, aku mengerti sekarang"

"Silahkan minum, Kiriha"

Theia lalu meletakkan cangkir teh di hadapan Kiriha setelah Kiriha mengerti apa yang terjadi. Kiriha pun mengalihkan perhatiannya dari Yurika menuju teh di hadapannya.

"Apa kau yang menyeduh teh ini, Theia-dono?"

"Ya, karena Ruth sedang memasak", kata Theia, sembari melihat ke arah pintu masuk. Disana, dibalik tirai, Ruth sedang memasak makan malam. Itulah mengapa Theia yang menyeduh teh.

"Rasanya cukup enak"

"Aku mungkin tidak sebaik Ruth, tapi setidaknya aku tahu bagaimana caranya"

"Rasanya juga masih tetap sama"

"Hahaha, kau tidak salah"

Kiriha adalah orang yang bisa menyeduh teh dengan sangat baik di kamar 106 itu. Itu bukan hanya karena dia lahir di bagian bawah tanah Jepang, tapi juga karena dia adalah gadis dari kalangan atas. Hal yang sama berlaku untuk Theia, dimana dia tahu bagaimana caranya menyeduh teh hitam Forthorthe. Itu sebabnya Theia tidak begitu kesulitan saat menyeduh teh Jepang.

Untuk beberapa saat, Kiriha menikmati waktu minum tehnya dengan Theia, tapi saat dia sudah menghabiskan setengah cangkir, dia menyadari kalau ada seseorang yang hilang.

"Ngomong-ngomong, dimana Koutarou? Aku tidak melihatnya...apa dia bekerja?"

"Tidak, dia di dapur"

"Kenapa dia disana?"

"Karena kau tidak ada disini, dia sedang membantu Ruth. Ruth masih belum mengetahui beberapa hal mengenai masakan Jepang dan sebagainya"

Karena Koutarou bertumbuh hanya dengan ayahnya, dia menjadi harus bisa memasak. Ruth sendiri bisa memasak, namun dia masih mempelajari masakan Jepang. Itulah sebabnya saran dari Koutarou sangat membantu.

"Oh...kelihatannya menarik. Aku rasa aku akan melihat-lihat"

Saat Kiriha tahu kalau Koutarou sedang membantu memasak, dia menjadi tertarik dan lalu menuju ke dapur sambil tersenyum.

"Aku juga lihat dong!"

Sanae, yang sudah tidak sabar menunggu masakannya selesai, ikut dengan Kiriha ke dapur dimana Koutarou berada. Sanae ingin Koutarou berbagi indera perasa dengannya dan ikut mencicipi masakan saat Koutarou mencicipi masakan itu.

"Ruth, Koutarou, bagaimana...."

Setelah melewati tirai, Kiriha memanggil mereka dengan ceria, namun panggilan itu terhenti di tengah-tengah. Apa yang dilihatnya membuatnya terdiam sesaat.

Apa yang kurasakan ini...

Yang membuatnya terdiam adalah pemandangan dimana Koutarou yang sedang memegang pisau dapur. Itu bukanlah hal yang spesial, Koutarou hanya sedang memotong sayur untuk sup dengan pisau. Meski agak canggung, Koutarou sudah cukup berbakat untuk seorang siswa SMA.

Kenapa rasanya aku kangen dengan ini...?

Kiriha pun merasakan deja vu yang kuat, seperti dia sudah pernah melihat Koutarou memasak sebelumnya, dulu sekali.

"Kenapa, kok tiba-tiba berhenti?"

"Ah, bukan apa-apa"

Tapi, melihat pemandangan seperti ini di masa lalu adalah mustahil baginya. Kiriha lalu menganggapnya sebagai kesalahannya dan lalu memanggil mereka berdua.

"Koutarou, Ruth"

"Ah, akhirnya pulang juga, Kiriha-san"

"Selamat datang, Kiriha-sama"

"Aku dengar kalian berdua sedang memasak dan datang untuk melihat"

"Aku nggak akan bilang kalau yang lagi aku lakuin sekarang itu masak. Aku cuma nyiapin bahan-bahan sama nyicip kok"

"Jangan merendah begitu, kau sudah sangat membantu"

"Aku sudah tidak sabar untuk menikmatinya, apa ini hot pot?"

"Yap, aku rasa nggak mungkin kita gagal masak hot pot, kita juga bisa nyiapin sayur sama kuahnya dan mulai pas kamu balik"

"Rencana yang bagus"

Kiriha pun tersenyum dan mendekati panci, lalu mencium uap yang muncul dari dalamnya. Aroma yang diciumnya terdiri dari tuna, konbu, sake, mirin, dan kecap. Baginya, kuah kaldu hot pot itu sudah tepat.

"Gimana kelihatannya?"

"Tidak usah kuatir, kelihatannya makan malamnya akan terasa enak"

"Koutarou, Koutarou, aku juga mau coba dong!"

"Cuma ada sayur, kamu mau sayur-sayuran mentah?"

"Cih, ya nggak dong"

"Dasar serakah"

"Berikan sedikit pelayanan buat Sanae-chan yang imut ini dong, apa kamu nggak kasihan, Satomi Koutarou-kun?"

"Itu kenapa aku nanya kalau kamu mau sayur"

"Itu bukan layanan namanya!"

Sanae dengan kesal menggembungkan pipinya dan merajuk. Tepat saat dia melakukan itu, tanpa suara bel ataupun ketukan di pintu, pintu kamar itu terbuka dan Shizuka masuk dengan biasa saja setelah kembali dari pesta akhir tahunnya.

"Aku pulang! Semuanya, aku bawa makanan, ayo kita makan bareng-bareng!"

"Bagus, Shizuka!"

Shizuka rupanya membawa pulang makanan yang bisa dicoba oleh Sanae. Pertemuan Perkumpulan Penyewa Apartemen dan Kos bisa dijalani Shizuka, tapi pesta akhir tahun yang berisikan acara minum-minum dengan orang-orang tua tidak bisa dilakukannya karena dia masih di bawah umur. Jadi, Shizuka mengambil beberapa makanan yang ada di pesta itu dan pulang lebih awal. Makanan yang diambilnya adalah kebab, gorengan, dan makanan lainnya yang bisa dinikmati sembari minum-minum, yang juga makanan yang disukai Sanae.

"Mau dong, Shizuka!"

"Boleh, ini"

Shizuka lalu menyerahkan kotak makanan plastik itu sambil tersenyum dan Sanae menggunakan kekuatan spiritualnya untuk membawanya terbang ke arah Koutarou.

"Koutarou, Koutarou, aku mau coba, aku mau coba!"

"Iya, iya, aku ngerti kok"

Sanae pun lupa dengan rasa kesalnya pada Koutarou dan langsung bergantung di punggungnya. Tutup kotak makanan itu lalu terbuka dengan sendirinya di depan Koutarou. Jika orang lain yang melihatnya, orang itu pasti akan menganggap itu sebagai kejadian aneh, tapi hal itu justru membawa senyuman kepada para penghuni kamar 106.

"Kamu mau apa?"

"Gorengan yang nggak lembek"

"Kamu memang suka makanan yang digoreng ya"

"Nufufufufu, kan aku masih anak kecil!"

Sambil mulai memakan gorengan, Koutarou membawa kotak makanan itu ke dalam kamar dengan Sanae yang menggantung di punggungnya dengan mata berbinar-binar. Rasa yang dirasakan Sanae sesuai dengan harapannya.

"...Kamu tahu, kayaknya hubungan mereka terlalu bagus deh", komentar Shizuka sambil memandangi mereka berdua masuk ke bagian dalam kamar dan lalu masuk ke dapur dan disambut oleh Ruth yang sedang tersenyum.

"Aku juga sependapat denganmu. Karena aku anak tunggal, aku juga berharap bisa memiliki hubungan yang mirip seperti saudara seperti mereka"

"Iya kan!?"

"Benar, terkadang itu membuatku iri"

Shizuka dan Ruth sudah menjalani hidup mereka dengan kurang merasakan hubungan sebuah keluarga. Hanya melihat Koutarou dan Sanae membuat mereka berdua betul-betul menginginkan hubungan seperti Koutarou dan Sanae. Perasaan yang sama juga dirasakan oleh para penghuni kamar 106 yang lain.

"Kalian tidak perlu merasa seperti itu dari jauh. Kalian bisa bergabung dengan aktif"

Kiriha lalu mematikan kompor dan mengambil hot pot lalu masuk ke bagian dalam kamar. Meski Kiriha, Shizuka dan Ruth punya perasaan yang sama, Kiriha sudah mempunyai jawaban atas perasaan itu, itulah sebabnya dia tidak merasa iri.

"Fufu...benar juga"

"Bener juga, kita lakukan itu aja"

Ruth dan Shizuka berpikir kalau pendapat Kiriha memang pantas dan lalu mengikutinya sambil membawa peralatan makan.

Kiriha bertugas membawa hot pot itu ke kompor portabel di atas meja dan menyalakannya. Dia juga yang sebenarnya bertugas memasak, karena kemampuannya yang sudah tidak diragukan lagi. Setelah panas dan rasanya sudah sesuai, bahan-bahan pun mulai dimasukkan ke dalam panci sesuai urutan.

"Kiriha-san, Kiriha-san, dagingnya, apa dagingnya udah mateng!?"

"Tunggu Yurika, tunggu mendidih dulu"

"Terus, kalo gitu, kapan ikannya mateng!?"

"Aku tahu kamu mau makan, tapi itu juga matang nanti. Harus mendidih dulu agar daging dan ikannya matang"

"Eeeeeehhhhhhh"

"Satomi-kun, kasih Yurika sesuatu dulu dong"

Shizuka, yang punya firasat buruk melihat Yurika yang sudah meneteskan air liurnya karena melihat daging, meminta bantuan Koutarou.

"Oke...Yurika, duduk sini"

"I-iya"

Yurika dengan intuisinya mengikuti perintah Koutarou, dan dengan cepat berpindah duduk ke atas bantal duduk.

"Tanganmu"

"Iya"

Yurika lalu mengulurkan tangannya ke arah tangan Koutarou yang sudah terjulur lebih dulu. Yurika telah menuruti perintah Koutarou yang tidak begitu berarti, tapi akhirnya menjadi penasaran dan bertanya pada Koutarou.

Rokujouma Shunkashuutou Image 10.jpg

"Ini apa?"

"Buat hadiah penampilanmu, nih makan"

Koutarou lalu mengambil seporsi makanan dari kotak yang dibawa pulang Shizuka dan meletakkannya di depan Yurika.

"Boleh nih!? Makasii~~iiih!"

Tanpa menunggu balasan Koutarou, Yurika pun mulai makan. Di saat-saat seperti ini, Yurika bisa bergerak secepat kilat, memasukkan bakso dan telur goreng ke dalam mulutnya. Makanan yang berminyak dan asin seperti itu memang kesukaannya.

"Hebat, Satomi-kun"

Shizuka pun mengangguk puas melihat Yurika yang dengan rakusnya makan makanan itu.

"Tidakkah kau berpikir kalau kau terlalu memanjakannya?"

Theia, yang berpendapat lain, memasang wajah kesal. Dia sendiri tidak begitu mempermasalahkan tentang cara Yurika makan, tapi lebih kepada sifat Yurika sendiri yang bermasalah sebagai seorang perempuan.

"Karena aku hampir nginjek dia hari ini, yah, seengaknya hari ini biarkan dulu lah. Lagian, ini kan malam tahun baru"

Koutarou juga berpikir kalau dia memanjakan Yurika, tapi dia merasa kalau tidak akan pantas untuk menghukumnya di malam tahun baru ini. Koutarou tahu bagaimana sifat Yurika, jadi dia merasa kesulitan untuk terlalu tegas padanya.

"Satomi-sama memang baik"

"Dia selalu kalah karenanya"

Ruth dan Kiriha tahu apa yang dirasakan Koutarou, jadi mereka merasa kalau komentar Koutarou itu aneh dan hanya bisa saling tersenyum.

"Koutarou, Koutarou, aku juga doong"

Sanae iri dengan Yurika yang mencoba makanan dari Shizuka dan lalu bergantung di punggung Koutarou, tapi Koutarou menggelengkan kepalanya.

"Kamu kan tadi udah nyoba, tunggu sampai hot potnya mateng dulu"

"Hmph"

Sanae pun menggembungkan pipinya dan mulai merajuk.

"Dasar pria Jepang kaku, serakah!"

"Sanae, kamu sebenernya muji apa ngejek?"

"Dasar pria Jepang!"

"Memuji, rupanya"

"Soalnya aku ngerasa kalo lebih banyak saat-saat kita akur"

"Iya, iya, memang kamu ini ya"

"Ehehehehehehe~~"

Pada akhirnya, Koutarou mengalah dan meraih makanan yang diinginkan Sanae. Sanae pun memeluk leher Koutarou dan mendekapnya erat, menunggu Koutarou makan dengan tidak sabar.

"Ah, tapi jangan makan banyak-banyak ya, nanti kamu nggak bisa makan hot potnya"

"Dasar rakus"

"Nggak apa-apa kan? Kan ini malam tahun baru, jadi pasti kamu mau kan?....Ah, aku mau lumpia kejunya habis ini!"

"Iya, iya"

Koutarou lalu memakan apa yang ditunjuk oleh Sanae, sementara Ruth, Shizuka dan Kiriha menonton pemandangan ceria itu sambil tersenyum.

"Aku bener-bener iri sama mereka"

"Aku juga...itu bukan sesuatu yang bisa aku lakukan begitu saja..."

"Tidak juga, aku pikir aku akan bergabung bersama mereka"

Setelah mengatakan itu, Kiriha menutup matanya sedikit dan memanggil Koutarou.

"Satomi Koutarou, suapi aku juga. Tanganku sedang sibuk dan aku tidak bisa makan"

"Nggak mau"

"Bagus, Koutarou! Suapin aku aja!"

"Kamu jahat, Koutarou. Apa kau tidak sayang padaku?"

"Pasti kamu nganggap ini nanti lucu, iya kan!"

"Tidak, karena aku sayang padamu"

"Bohong!"

"...Kamu menjadi semakin kasar, Koutarou"

"Karena kamu sendiri juga kayak begitu!"

"Buagus, Koutarou! Itulah kenapa aku manggil kamu pria Jepang"

Kiriha selalu bisa masuk ke dalam percakapan mereka berdua dengan cara biasa seperti itu. Melihat mereka yang seperti itu, Shizuka dan Ruth hanya bisa saling bertukar pandang.

"...Enaknya kalau bisa kayak gitu"

"Itulah Kiriha-sama, dia betul-betul mengerti kita semua"

"Gimana kalau kita coba ikutan juga?"

"Ya. Mungkin hal ini tidak seharusnya kita lakukan, tapi aku rasa tidak apa-apa, karena ini malam tahun baru dan sebentar lagi tahun baru akan tiba"

Keduanya pun saling mengangguk dan melompat masuk ke dalam percakapan mereka bertiga.


Kira-kira satu jam setelah mereka mulai makan, yang pertama meletakkan sumpitnya adalah Theia.

"Itu tadi nikmat"

Karena sifatnya yang aktif, Theia makan cukup banyak untuk mengganti energinya yang terpakai. Tapi, karena badannya yang kecil, makanan yang banyak itu pun tidak semuanya ia nikmati. Berkat itulah, terlihat perbedaan antara dirinya dengan Yurika yang makan paling banyak. Bagi Yurika, dia belum makan cukup banyak.

"Kamu udahan?"

"Nanti kesehatanku rusak kalau aku makan lebih banyak lagi"

"Kan besok libur, bukannya nggak apa-apa?"

"Aku harus berlatih untuk drama nanti"

"Oke, kalau gitu aku bisa makan agak banyakan"

Setelah berbicara sedikit dengan Theia, Yurika kembali melahap makanannya. Dia akan mengonsumsi apa saja yang ada untuk mempersiapkan dirinya dari bahaya, yang telah dipelajarunya dari hidup sendirian di tengah hutan belantara bernama kehidupan masa kini.

Sebagai gantinya, Ruth mengajak berbicara Theia.

"Bagaimana rasanya, Yang Mulia?" tanya Ruth sambil tersenyum dan menawarkan secangkir teh kepada Theia, yang mengambilnya dan mengangguk dalam-dalam sambil tersenyum.

"Rasanya lezat, Ruth. Cocok untuk hari-hari yang dingin seperti sekarang ini. Aku juga harus memuji Koutarou juga"

"Puji Ruth-san sama Kiriha-san aja, aku nggak bantu banyak kok"

"Kalau kau begitu memaksa agar orang lain yang dipuji atas jerih payahmu, sebagai seseorang yang berkedudukan di atasmu, aku akan menegurmu"

"Uh"

"Kau seharusnya bangga dengan usahamu, benar?"

Pada malam Natal, Koutarou menasihati Theia agar dia bisa lebih merasa bangga. Theia memang baik dan pengertian, tapi ada saat-saat dimana dia harus tampil sebagai anggota keluarga kekaisaran. Theia telah melangkah lebih jauh dan menyadari bahwa apa yang dilakukannya sama seperti melakukan sesuatu untuk banyak orang. Terlalu percaya diri akan menimbulkan masalah, tapi tidak pernah merasa bangga juga sama anehnya. Itu akan sama seperti menolak kerja keras orang lain.

"...Hamba merasa terhormat mendapat pujian dari anda, Tuan Puteri"

"Bagus", balas Theia sambil mengangguk puas.

Aku rasa aku nggak akan semenyedihkan itu kalau sekarang aku mau ngelayanin Theia...

Koutarou kembali meyakinkan dirinya saat melihat senyuman Theia. Memang, masih terlalu cepat untuk mengambil keputusan itu setelah permasalahan dengan orang-orang Rakyat Bumi, tapi Koutarou sudah tidak mempunyai rasa penolakan untuk menjadi pengikut Theia.

"Hei, kamu udahan makannya, Koutarou?"

Namun, Sanae yang melihat ke arahnya membuat Koutarou berhenti memikirkan hal itu, dan kembali tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Nggak, sebelum aku makan udonnya"

"Udon emang enak, harusnya sih udon rasanya biasa aja, tapi buat ini rasanya jadi agak beda"

"Koutarou, aku tidak membuat hanya udon saja, tapi juga soba"

"Oh, soba tahun baru ya"

"Shizuka, apa itu soba tahun baru?"

"Soba tahun baru biasanya dimakan pas malam tahun baru di Jepang. Apa negara kalian punya sesuatu yang mirip?"

"Ya, kami makan roti tanpa ragi"

"Konon katanya, karena para pembuat roti juga berlibur, mereka membuat roti tanpa ragi yang bertahan lebih lama dari roti biasa"

"Oh....menarik juga"

"Jadi, apa yang akan kita makan, udon atau soba?"

Kiriha melihat ke dalam kantong yang berisi udon dan soba yang sudah siap untuk dimasak. Udon memang cocok untuk hot pot, tapi sup soba juga tepat untuk sup pada malam tahun baru.

"Aku memilih soba, tradisi kalian membuatku tertarik"

Meskipun Theia sudah mengatakan kalau dia sudah selesai makan, dia menganggap kalau yang sekarang ini seperti mengikuti sebuah acara. Karena Theia juga sudah berjaga-jaga untuk tidak makan terlalu banyak, dia masih bisa ikut makan.

"Aku sih maunya udon, tapi kalau Theia mau soba ya nggak apa-apa. Kita bisa bikin hot-pot lagi yang pakai udon nanti"

"Aku nggak masalah yang mana selama aku bisa makan itu"

"Bagaimana denganmu, Shizuka-sama?"

"Aku...yah, kita makan soba aja. Tahun Baru yang ceria ini nggak--uups. Yak, satu suara buat soba!"

Sudah lama Shizuka tidak menimati malam tahun baru yang ceria seperti ini. Karena dia sudah kehilangan orang tuanya, Shizuka sudah lama tidak merayakan Tahun Baru dan juga event-event musiman lainnya seperti sekarang ini. Tapi, kalau Shizuka mengatakan itu, dia akan membuat suasananya menjadi suram. Itu sebabnya Shizuka dengan cepat mengganti kata-katanya.

"Koutarou, bagaimana denganmu?"

"Soba sih nggak masalah buatku. Aku bukan Sanae, tapi ayo kita makan hot pot lagi nanti"

"Baik, soba kalau begitu"

Namun, semua orang di kamar itu juga mengalami sesuatu yang mirip dengan Shizuka.

Koutarou, yang hidup hanya dengan ayahnya yang menduda.

Kiriha, yang punya latar belakang sama seperti Koutarou dan jauh dari kampung halamannya.

Sanae, yang berada di kamar itu menunggu kedua orangtuanya.

Theia, yang tidak punya ayah.

Ruth dan Yurika yang berada jauh dari keluarga mereka untuk sementara waktu.

Mereka semua mendambakan kehangatan sebuah keluarga dan tempat dimana mereka semua bisa berada disana. Semuanya pun bisa membayangkan apa yang ingin dikatakan Shizuka, dan mereka tidak mempermasalahkan hal itu.


Setelah mereka selesai menikmati soba, mereka menghabiskan waktu mereka dengan cara mereka masing-masing: menonton TV, membaca manga, mengerjakan PR, meminum teh dan membaca naskah. Ada banyak hal yang sedang mereka lakukan saat itu.

"Hei, Koutarou, kenapa mereka dipukul kalau mereka tertawa?"

"Itu permainan dimana kamu nggak boleh ketawa"

"Hmm, itu permainan yang aneh"

"Yurika-chan, apa kamu punya manga yang bisa kamu saranin ke aku? Aku punya waktu banyak buat liburan ini, jadi aku pikir aku harus baca sesuatu"

"Kalau gitu, ini aku saranin cerita luar angkasa ini"

"Hmm...ini agak aneh..."

"Kiriha-sama, apa arti dari idiom dengan kata 'kuda' ini?"

"Itu artinya saling pengertian, yang berasal dari saling pengertian antara si penunggang kuda dengan kudanya"[1]

"Begitu rupanya...terima kasih, Kiriha-sama"

"Ngomong-ngomong, Ruth, apa kamu mau teh?"

"Ya"

"Bolehkah aku minta juga?"

"Baiklah"

"Terima kasih. Hmm....apakah aku harus membetulkan adegan ini...ini cukup bertele-tele, tapi....tidak, tidak, kalau aku memotong adegan ini, adegan selanjutnya tidak akan cocok...hmmmm...."

Karena hari itu malam tahun baru, tidak ada permainan untuk perebutan kamar diadakan malam itu. Ditambah, keesokan harinya mereka pasti akan bermain karuta[2] dan sugoroku[3], itu sebabnya mereka meniadakan permainan untuk malam itu. Semuanya pun bisa kembali ke kamar mereka masing-masing dan melakukan apa yang mereka mau di dalam kamar mereka atau langsung tidur.

Anehnya, tidak ada yang kembali ke kamar masing-masing. Semuanya berpikir kalau kembali ke kamar mereka sendiri akan membosankan dan sepi, maka dari itulah semuanya masih berada di kamar 106.

"Yurika, PRmu udah dikerjain belum?"

"U-udah kok!"

"Bagus deh kalau gitu. Waktumu nggak banyak, jadi hati-hati ya"

"Iya! Aku bakal usaha sebisaku!"

"Sanae-chan, sebenernya udah sebanyak apa PR yang dikerjain Yurika?"

"Nggak ada"

"...Kalau Satomi-kun nggak ada disini, kamu bakal kesusahan, Yurika-chan"

"Yurika terlalu bergantung kepada orang lain"

"Begitu juga orang lain dibandingkan dengan diri anda, Yang Mulia"

"Tidak juga, aku pun bergantung kepada orang lain"

"Aku tahu, apalagi belakangan ini"

"Ane-san, kami bawa kue beras Ho-!"

"Kamu juga mau makan Ho-!"

"Silahkan"

"Hore, Ho-!"

"Anego memang baik, Ho-!"

"Aku akan makan juga"

Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada semua orang yang berada di kamar itu bisa dikatakan telah membuat para penghuni kamar itu merasakan perasaan yang aneh. Mereka semua tadinya musuh, atau setidaknya tidak bermusuhan saat mereka berada di hadapan masalah. Mereka semua punya alasan untuk mengusir yang lain, dan tidak punya alasan untuk tetap tinggal bersama. Meski begitu, saat ini tidak ada diantara mereka yang ingin mengusir yang lain, malah, mereka justru ingin menghindari hal itu. Mereka merasa kebersaamaan seperti ini adalah hal yang menyenangkan.

Mereka semua tahu, bagaimana rasanya sendiri, dan betapa ironisnya bahwa orang-orang yang mengusir rasa sepi itu adalah musuh mereka sendiri. Namun, mereka sudah mengatasi kenyataan bernama musuh itu. Mereka semua berkumpul di kamar 106 untuk bertempur, namun sekarang mereka bertempur untuk bisa berkumpul di kamar 106. Mereka semua ingin hari-hari seperti ini terus berlanjut untuk waktu yang lama.

"Ngomong-ngomong, Koutarou, kamu lagi ngapain?"

"Oh, Ibu Kos-san...lagi milih mainan buat tahun depan"

Di hadapannya, Koutarou punya beberapa permainan kartu dan papan yang dipinjamnya dari teman-temannya, dan sekarang Koutarou sedang berpikir keras untuk memilih permainan apa yang akan dimainkan saat tahun baru nanti, karena permainan pertama nanti adalah pilihan Koutarou. Dia berpikir kalau ada baiknya dia memilih permainan yang menyenangkan, meski cara berpikirnya sudah tidak lazim lagi, dan sekarang sedang mencoba permainan-permainan itu.

"Kita bisa nyoba satu, bukan buat rebutan poin, tapi karena yang lainnya lagi nggak sibuk"

"Aku setuju. Cuma pesta baca manga bakal ngebosenin"

"Ayo main! Ruth, Shizuka, Karama-chan dan Korama-chan juga boleh ikutan!"

Yurika dan Sanae setuju dengan usulan Shizuka, karena Yurika belum menyentuh PRnya sama sekali dan tidak mau ditanyakan tentang itu, dan Sanae karena sudah bosan menonton TV. Keduanya pun mendekati meja teh dan mulai memilih mainan bersama Koutarou.

"Mengganti suasana seperti ini ada baiknya juga, aku akan ikut bermain"

"Sama juga bagiku, aku juga menjadi bosan"

Tidak ada suara yang tidak setuju. Theia menutup naskahnya dan Kiriha menyiapkan teh untuk semuanya sementara yang lain masih memilih permainan.

"Ruth, duduk disini"

"Apa tidak apa-apa?"

"Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Karama-chan sama Korama-chan juga ikut kok"

"Ho-! Kami juga akan berjuang sekuat kami, Ho-!"

"Akan kami tunjukkan seberapa hebat kami kepada kalian, Ho-!"

Ruth sempat ragu, tapi akhirnya ikut bermain bersamaan dengan ikutnya para haniwa. Pada akhirnya, ada sembilan orang yang mengelilingi meja. Karena Sanae adalah hantu yang tidak punya wujud fisik dan para haniwa berukuran kecil, mereka semua tidak merasa sempit saat bermain.

"Jadi, Koutarou, kita main apa?"

"Ayo kita coba semua berurutan. Pertama...yang ini"

Permainan pun dimulai. Malam masih berlanjut, waktu terus berjalan diiringi berbagai permainan yang mereka miliki. Dinginnya malam musim dingin saat itu tidak dirasakan oleh mereka yang menikmati suasana malam itu yang bagaikan hangatnya sinar mentari.

"Hey, Karama, Korama, kalian mau beli hak tambang sama aku nggak?"

"Aku mau, gunung emas itu romannya cowok-cowok!"

"Oke, nanti untungnya kita bagi rata"

"Koutarou, wajahmu kayak penjahat, Ho-!"

"Kiriha-saaan, sekarang gimana nih, mereka udah ngelakuin itu!"

"Baik, kita beli hak penambangan minyak"

"Ah, kapan kamu narik kartu itu, Kiriha!?"

"Aku akan berinvestasi dalam minyak, aku nggak bisa ngebiarin Satomi-kun menang kayak gitu!"

"Yang Mulia, apa yang akan kita lakukan?"

"Fufun, kita akan berinvestasi di dalam keduanya dan menggunakan hak kita sebagai pemegang saham!"

Situasi yang ada terlihat membingungkan. Permainan sudah berjalan, tapi poin untuk kamar tidak berpindah sama sekali. Dalam kata lain, hal ini percuma, dan mereka semua sedang melakukan hal yang percuma itu. Mereka semua berpura-pura dan tidak bisa mengatakan itu secara jujur, tapi semuanya sudah mengerti dan tidak ada yang berkata kalau permainan itu sia-sia.


Saat tahun baru tiba, mereka baru saja menyelesaikan permainan ketiga mereka. Saat yang tepat untuk menghentikan permainan, dan mereka pun berhenti lalu bersiap-siap untuk pergi ke kuil. Biasanya, mereka sudah tidur, tapi hari ini spesial.

"Festival, festival ♪ "

Sanae terbang di depan rombongan itu. Dia merasa gembira, dan terkadang menoleh ke belakang sambil menampakkan senyum cerianya. Di sisi lain, Koutarou justru merasa khawatir.

"Hei, Sanae"

"Ya?"

"Kamu nggak apa-apa, pergi ke kuil dan semacamnya?"

"Kenapa?"

"Malah nanya, kamu kan hantu?"

Koutarou kuatir kalau Sanae akan pergi ke alam lain. Karena Sanae adalah hantu, dalam film dan komik, roh-roh jahat seperti itu tidak bisa masuk ke dalam tempat-tempat yang suci tanpa pergi ke alam lain.

"Oh iya. Tenang aja, nanti aku lari kalau emang bahaya"

"Hati-hati"

"Iya, makasih ya, udah khawatir sama aku ♪ "

"Ya....."

Sanae pun tersenyum dan terbang mengitari Koutarou beberapa kali sebelum terbang ke arah para gadis lainnya yang berada di belakang dan meninggalkan Koutarou beserta Kiriha yang berada disampingnya.

"Koutarou, kamu tidak perlu kuatir. Energi spiritualnya dalam keadaan stabil. Meskipun ada dewa di dalam kuil nanti, dewa itu mungkin tidak akan mengirimnya ke sana. Mereka tidak akan mengusir roh pelindung. Dan meskipun mereka akan mencoba mengusirnya, Karama dan Korama akan melindunginya dengan wilayah spiritual. Tidak perlu cemas"

Kiriha berpikir kalau Koutarou masih kuatir terhadap Sanae dan menjelaskan padanya tentang persiapannya sendiri. Kiriha sendiri juga merasa kuatir, dan menyuruh haniwa-haniwa miliknya berjaga di dekat Sanae untuk melindunginya.

"Bener sih...tapi, aku tetep ngerasa aneh"

"Aneh?"

"Ya. Kita berdua khawatir sama Sanae. Aku yakin yang lain juga pasti kuatir, itu yang aku pikir aneh", kata Koutarou sembari tersenym kecut, sembari mempertanyakan apa yang dirinya sendiri lakukan dan membuat dadanya sesak.

"Itu benar. Dengan mempertimbangkan alasan kita semua untuk berkumpul di kamar 106, hal itu jelas aneh"

Kiriha menyetujui hal itu sambil tersenyum ke arah Koutarou.

"Tujuan aslimu kan memang bukan mau ngejajah, jadi memang pas"

"Hal itu juga sama bagimu dan yang lainnya. Kita memang bermusuhan, tapi tujuan kita bukanlah untuk menjajah"

"....Bener sih"

Koutarou ingin meringankan beban ayahnya. Kiriha ingin bertemu dengan cinta pertamanya kembali dan membawa orang-orang Rakyat Bumi ke permukaan dengan damai. Theia ingin membantu ibunya. Sanae ingin bertemu kembali dengan orang tuanya. Yurika ingin membalas budi penolongnya.

Tidak ada diantara mereka yang betul-betul menginginkan kamar 106 bagi diri mereka sendiri, dan mereka pun tidak saling membenci. Dengan terus mencoba saling mengerti antara satu dengan yang lainnya, mungkin memang sudah menjadi takdir bagi mereka untuk bisa berakhir seperti ini.

"Tapi juga, tetep aja aneh"

"Ya, aku pun sependapat"

Koutarou dan Kiriha pun saling bertukar senyuman, senyuman pahit yang berisikan perasaan aneh tentang hubungan mereka yang aneh dengan para penghuni kamar lainnya.

"Satomi-kun, bukannya itu Mackenzie-kun sama Sakuraba-senpai?"

Shizuka melangkah lebih dulu dari yang lain dan menunjuk ke arah Kenji dan Harumi. Keduanya terlihat bertemu secara tidak sengaja dan sedang saling membungkuk memberi salam.

"...Mackenzie-kun sama cewek lain lagi"

"Ibu Kos-san, itu adik ceweknya, Kin-chan. Matsudaira Kotori, biasa dipanggil McKinley"

"Kelihatannya Harumi datang sama keluarganya"

"Sakuraba-senpaaaai!"

"Yurika, malam-malam gini jangan teriak kayak gitu!"

"Auuu, m-maaaaf"

Saat mereka mendekat, Kenji dan Harumi menyadari kedatangan mereka dan berjalan ke arah mereka. Lalu, dengan sopannya, Harumi dan Kenji pun membungkuk dalam-dalam memberi salam.

"Semuanya, selamat tahun baru"

"S-selamat tahun baru juga"

Mereka berdua memberi salam dan para gadis pun mulai membalas salam juga. Yang pertama adalah Kiriha, yang punya sikap paling sopan.

"Selamat tahun baru"

Kiriha memberi salam sesopan Harumi dan yang lainnya pun bergantian memberi salam.

"Met tahun baru!"

"Semoga tahun ini memberi berkah juga bagi kalian"

"Selamat tahun baru"

"Selamat tahun baru, Harumi-sama, Mackenzie-sama"

Meski tidak sesopan Kiriha, mereka tetap memberi salam mereka yang terbaik bagi Harumi dan Kenji.

"Met tahun baru!"

"Selamat, Ho-!"

"Slamat, Ho-!"

Ketiga orang yang tidak bisa dilihat Harumi dan Kenji pun juga memberi salam sambil tersenyum ke arah mereka.

Selamat, ya....?

Koutarou memperhatikan mereka sambil memikirkan pembicaraanya dengan Kiriha barusan. Dia merasa aneh, melihat mereka memberi salam seperti itu kepada Harumi dan Kenji. Tapi, tampak jelas kalau perasaan itu tidak hanya berlaku bagi dirinya saja.

Setelah bergabung bersama, para gadis mendekati Kotori dan mulai menghujaninya dengan berbagai pertanyaan. Semuanya penasaran, orang seperti apa Kotori itu.

"...Kayaknya Kin-chan lagi kena masalah tuh. Tolongin sana, Mackenzie"

"Kou, lakuin sendiri kalau kamu pikir dia perlu"

"Kalau aku yang kesana, mereka pasti protes"

"...Jadi, kamu nyuruh aku nih?"

"Iya, adikmu lagi kesulitan, Mackenzie-oniisan"

Rombongan itu berjalan menuju ke kuil mengikuti tujuan asli mereka. Koutarou dan Kenji berada di belakang, mengawasi para gadis yang ada di depan mereka. Mereka tahu kalau mereka harus membiarkan para gadis itu bersama kali ini, dan di saat yang sama, mereka berdua bisa berbicara sendiri saja. Sebuah kesempatan yang langka bagi mereka berdua.

"Ampun deh...tapi, kamu tahu Kou"

Saat itu, keagresifan hilang dari kata-kata Kenji, dan senyuman tampak di wajahnya. Senyuman yang nampak berbeda dari biasanya, dan terlihat lebih tulus.

"Ya?"

"Kalau aku ngelihat cewek-cewek itu, aku bisa ngerti kenapa kamu bisa ceria kayak sekarang, meskipun kamu cuma sendirian"

"Mackenzie..."

"Bagus, kan? Biasanya kamu kan suka ngusir-ngusir orang jauh-jauh pas di saat-saat terakhir"

Kenji kuatir akan dua hal. Adiknya yang introvert dan tidak tahu-menahu tentang cara menjalani hidup di masa kini, dan Koutarou, yang jarang bersosialisasi. Mereka berdua perlu dorongan untuk bisa maju, dan para gadis itu cocok untuk hal itu.

"Mereka ngebantu banget"

"Bagus deh, kalau gitu"

"...."

Tidak banyak orang yang tahu bagaimana Koutarou bertumbuh dan juga latar belakangnya sebaik Kenji. Jadi, saat Kenji betul-betul kuatir, ada banyak saat dimana Koutarou tidak akan menjawab, dan saat ini pun juga termasuk saat-saat itu.

"Kou, jaga mereka. Nggak banyak orang yang tahu kamu itu sebaik apa"

"...Ya, aku tahu"

"Bagus deh"

Mereka berdua pun diam sesaat. Suasana di antara mereka pun terlihat biasa, karen mereka sendiri adalah teman dari kecil. Satu-satunya pengecualian bagi Koutarou, hanyalah Kenji.

"Ngomong-ngomong, kamu suka yang mana?"

"Kenapa kamu suka ngomong gitu sih!? Kalau ngomongnya udahan tadi, itu udah jadi omongan bagus, tahu!"

"Udah, bilang aja, nggak usah malu-malu"

"Aku bilangin Kin-chan loh, kalau kamu suka mutusin cewek"

"J-jangan lah, Kou! Dia nggak bakal berhenti ngomel!"

"Ah, kayaknya aku telat deh"

"Kenapa?"

"Mereka kayaknya lagi ngomongin soal itu"

"Apuaaaaa!? Kotori, Kotori, balik kesini sekarang!"

"Aku salah mikir soal kamu, Nii-san!"

"Uwaaa, tunggu, Kotori, kamu salah paham!"

Kesunyian yang ada pun berakhir dan mereka kembali menjadi bagian dari kumpulan para gadis yang berisik. Koutarou betul-betul mengerti hari-harinya yang penuh dengan berkah, dan dia bisa mengakui secara terbuka kalau dia merasa bahagia saat ini.

Rokujouma Shunkashuutou Image 12.png



Kembali ke Musim Gugur Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Epilog
  1. Dari peribahasa Jepang "Uma ga au"(馬が合う),bertemu dengan kuda(yang cocok)
  2. Permainan dimana para pemain berlomba mengambil kartu yang punya isi kata-kata atau peribahasa yang sama dengan yang dibacakan oleh moderator
  3. Permainan yang mirip dengan Backgammon