Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 9 Bab 8

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Hari Valentine[edit]

Part 1[edit]

Jumat, 12 Februari

Kenji sedang bersembunyi di balik tangki air di atap sekolah, menunggu Koutarou untuk muncul dengan tidak sabar.

"...Suratnya nyampe ke Koutarou kan?"

"Ya, tuan Mackenzie! Kami sudah memastikan kalau Satomi sudah membaca suratnya!"

Beberapa siswa laki-laki selain Kenji turut bersembunyi di balik tembok tangki air. Mereka semua adalah anggota aliansi cowok tidak populer, tapi entah mengapa, mereka sekarang sedang bekerjasama dengan orang yang mereka sebut sebagai musuh mereka.

Hari ini adalah hari terakhir sekolah sebelum Hari Valentine. Karena Hari Valentine di tahun ini jatuh pada hari Minggu, coklat akan diberikan pada hari ini. Tentu saja, Kenji sudah menerima banyak sekali coklat, yang mana sebagian dari coklat berlebih itu digunakannya untuk menyuap beberapa anggota aliansi cowok tidak populer untuk menjahili Koutarou. Itulah sebabnya Kenji dan siswa-siswa itu bersembunyi di atap.

Alasan di balik hal itu adalah karena Koutarou sudah bersiap untuk menjahili Kenji lebih dahulu. Namun, sebelum Koutarou bisa melakukannya, dia sudah dikhianati oleh beberapa siswa yang menerima suap dari Kenji. Karena rencana itu terbongkar, Kenji berhasil menghindar dari kejahilan itu dan menyusun balasannya.

"Buruan kesini, Kou...yang nanti muncul bukan cewek~", ujar Kenji sambil menenangkan dirinya sambil memegang sebuah papan di tangannya, yang bertuliskan 'Kena deh!'.

Kenji tersenyum membayangkan bagaimana wajah Koutarou nantinya saat dia melihat itu.


Saat Koutarou datang ke atap, tidak ada seorang pun yang ada di sana.

"Eh? Nggak ada orang?"

Saat istirahat siang, Koutarou mendapat sebuah surat kaleng. 'Aku tunggu di atap sepulang sekolah' ditulis dengan huruf-huruf yang imut dan feminim. Koutarou yakin kalau dia akan menemukan siapa pengirimnya dengan datang ke sana, tapi sayangnya, dia tidak menemukan siapapun. Koutarou pun memutuskan untuk menunggu sejenak di atap setelah merasa kebingungan.

"Hmmm...dari siapa ya..."

Sambil menunggu munculnya si pengirim surat, Koutarou memeriksa huruf-huruf yang tertulis pada surat itu. Dia tidak pernah melihat huruf-huruf itu sebelumnya. Harumi dan Shizuka menulis dengan huruf yang lebih rapi, sementara Theia dan Ruth belum bisa menulis huruf Jepang sebaik itu. Tulisan Yurika jauh lebih jelek dari itu sementara tulisan Kiriha sebanding dengan buatan ahli kaligrafi. Orang terdekat yang bisa dipikirkannya adalah Sanae, tapi tulisannya akan terlihat lebih lucu, dan kadang-kadang akan ditambah dengan gambar hati atau bintang.

Sementara Koutarou masih memikirkan hal itu---

"Satomi-kun!"

Namanya pun dipanggil. Saat dia berbalik ke arah asal suara itu, Koutarou melihat Harumi yang berdiri di dekat pintu masuk atap sambil melambaikan tangannya.

"Sakuraba-senpai!"

Koutarou memasukkan surat itu ke sakunya dan berlari mendekati Harumi. Akan lebih cepat kalau dia bergerak mendekati Harumi daripada menunggu Harumi berjalan ke arahnya.

"Jadi disini kau rupanya, Satomi-kun", sapa Harumi dengan senyuman yang entah mengapa terlihat canggung. Melihat itu, Koutarou mengerti kalau Harumi mempunyai urusan dengannya.

"Apa ada sesuatu, Sakuraba-senpai?"

"Y-Yah, sebenarnya..."

Saat mendengar pertanyaan itu, Harumi menjadi tersipu sesaat dan mulai merogoh tas sekolahnya.

"Aku tadi mencari kamu, agar kamu bisa menerima ini..."

Harumi mengeluarkan dua kotak dari dalam tasnya, yang berukuran sepuluh sentimeter untuk panjang dan lebarnya, dan dua sentimeter untuk tingginya. Kotak-kotak itu cukup besar untuk digenggamnya, dan keduanya dibungkus dengan kertas merah dan mempunyai pita putih di sekelilingnya.

"Apa ini coklat?"

Bahkan Koutarou sekalipun tahu kalau kotak-kotak itu berisi coklat yang sudah dibuat oleh Harumi.

"Benar! Karena kamu sudah selalu membantuku, aku membuat beberapa untukmu dan Matsudaira-kun!" ujar Harumi dengan cepat dan gelisah sambil menyerahkan kedua kotak itu pada Koutarou. Sikap badannya saat itu begitu kaku, seakan-akan sedang menerima gelar sarjana.

Rokujouma V9 277.jpg

"Tolong berikan satu untuk Matsudaira-kun."

"Makasih banget ya, Sakuraba-senpai."

Koutarou tidak memikirkan adanya hal yang janggal dan menerima kedua kotak itu dari Harumi.

"Coklat temen dari Sakuraba-senpai ya...nanti aku pamerin ke yang lain ah."

Karena kedua kotak itu terlihat sama, Koutarou tentu saja berasumsi kalau keduanya berisi coklat teman. Tidak mungkin keduanya sama-sama berisi coklat cinta sejati. Namun, coklat teman dari Harumi bernilai lain dari yang lain, dan Koutarou merasa begitu puas sudah menerima coklat-coklat itu.

"Dan...ada nama di kotaknya, jadi jangan sampai salah pilih, oke?"

"Ah, oke, oke. Nanti aku cek lagi."

Koutarou melihat ke bagian bawah kotak dan melihat tulisan 'Satomi-kun' dan 'Matsudaira-kun' tertulis di sana.

"Aku sudah memasukkan coklat yang aku pikir akan kalian suka."

"Oh, gitu ya? Maaf kalau udah ngerepotin."

"Ti-Tidak juga kok! Aku sudah menyiapkan berbagai coklat yang punya rasa dewasa dan kekanakan untuk ayahku dan anak-anak di rumah sakit."

"Oh, jadi gitu rupanya."

Koutarou langsung mengerti apa yang dimaksud oleh Harumi. Harumi sudah membuat berbagai coklat untuk orang-orang yang sudah membantunya selama setahun ini dan untuk anak-anak yang akrab dengannya. Saat membuat coklat-coklat itu, dia tidak lupa untuk membuat coklat tambahan untuk Koutarou dan Kenji.

Fiuh...syukurlah, Satomi-kun tidak tahu...

Harumi merasa lega saat dia melihat Koutarou yang memasukkan kotak-kotak coklat itu ke tasnya, karena Harumi berbohong sedikit saat menjelaskan soal coklat itu. Kotak coklat untuk Kenji berisi coklat yang sudah dijelaskan oleh Harumi, tapi kotak coklat Koutarou punya isi yang berbeda, yang mana isinya adalah coklat-coklat paling enak dari lusinan resep coklat yang sudah dicobanya.

Harumi mengolah coklat itu menjadi bentuk krim dan mengisinya dalam wadah plastik, dan di dalam kotak itu ada marshmallow dan kue yang bisa dicelupkan dalam krim itu. Itulah coklat yang dibuat oleh Harumi untuk Koutarou yang sesuai dengan kesukaan rasa dan sifat iseng Koutarou.

Karena cara pembuatannya yang rumit, sulit untuk membuat coklat itu dalam jumlah besar karena menggunakan coklat-coklat yang berkualitas tinggi. Kotak itu rupanya berisikan coklat cinta sejati, berlawanan dengan anggapan Koutarou.

"Baik kalau begitu, aku pulang dulu!"

Setelah sukses memberikan coklatnya, Harumi langsung bergegas pergi. Dia ada urusan yang harus dijalani, belum lagi dia akan merasa malu jika Koutarou membuka kotak miliknya dan memakan coklat itu di hadapannya.

"Lho? Kegiatan klubnya gimana?"

"Bukannya aku sudah bilang kemarin? Aku harus pergi ke rumah sakit minggu ini, jadi hari ini tidak ada."

"Oh iya...ah , kamu juga mau ngasih coklat pas lagi disana, ya kan?"

"Fufufu, itu benar. Jadi, sampai bertemu lagi, Satomi-kun."

"Ya, sampai ketemu Senin nanti."

Harumi melambaikan tangannya dengan pelan dan tersenyum seraya pergi meninggalkan atap.

Saat Harumi sudah berada di dalam gedung sekolah, pintu di belakangnya perlahan menutup. Namun, hanya dalam kurun waktu sebentar saja, pintu itu kembali terbuka.

"Whoa!?"

"Ah, jadi kamu disini, Satomi-kun!"

Koutarou secara refleks mengarahkan badannya ke belakang saat pintu itu terbuka, dan di hadapannya sekarang terdapat teman sekelasnya, Maki.

"A-Aika-san?"

Setelah berada di atap, Maki menunjuk ke arah wajah Koutarou.

"Fufu, Satomi-kun, aku punya sesuatu yang bagus buat kamu."

Maki lalu mengarahkan jari itu ke dalam saku seragamnya dan mengeluarkan kotak yang panjang dan tipis yang dibungkus dengan kertas berwarna nila.

"Nih, coklat cinta beneran ♪ ”, ujar Maki sambil menggoyang-goyangkan kotak itu beberapa kali di hadapan Koutarou sebelum memberikannya. Sementara itu, Koutarou justru memandang dingin kotak itu.

"....Jadi aku mesti bayar berapa?"

Koutarou tahu kalau coklat itu harus dibayar. Itulah coklat cinta laknat yang membuat rekan-rekan aliansi cowok tidak populernya turun derajatnya.

"Nggak sama sekali kok, dasar!"

"Kamu nggak akan bisa nipu! Jujur aja! Maumu apa!? White Day?[1] Gitu ya, kamu mau aku bayar tiga kali lipat harga coklatnya!"

Koutarou tidak pernah mendapatkan coklat cinta sejati sama sekali selama hidupnya, tapi dia sudah mendengar rumor tentang harus membalas hadiah Valentine itu dengan sesuatu bernilai tiga kali lipatnya. Hal itulah yang Koutarou rasa menjadi tujuan Maki.

"Kenapa kamu nggak terima aja!? Karena kamu kayak begini, makanya kamu nggak populer!"

"Biar aja! Kamu nggak akan ngerti gimana perasaanku! Yang kamu lakuin cuma mainin hati cowok-cowok polos!"

"Kebetulan ada pesanan coklatku yang batal, jadi aku pikir sebaiknya aku kasih ke kamu!"

"Mana sini!"

"Mana mau aku kasih sekarang!!"

Maki mulai cemberut melihat Koutarou yang bersikap seperti itu dan menggembungkan pipinya.

"...Yah, ini aku ngomong serius, kalau kamu udah bener-bener ngusahain itu, kasih aja ke orang yang betul-betul akur sama kamu. Sayang banget kalau coklatnya sampai dibuang."

"Satomi-kun..."

Namun, setelah mendengar kata-kata yang serius dari Koutarou, Maki tidak cemberut lagi dan wajahnya kembali seperti biasa. Namun, di dalamnya terdapat sebuah senyuman kecil, dan Maki kembali memberikan coklat itu kepada Koutarou.

"Kalau gitu, aku bener-bener ngasih buat kamu."

"Bener nih?"

"Soalnya, kamu sahabatku. Yah, anggap aja investasi buat tahun depan."

Sambil terus tersenyum, Maki memberikan coklat itu pada Koutarou.

"Maksudnya apa?"

"Maksudnya, kamu harus usaha biar aku mau ngasih kamu coklat cinta sungguhan buat tahun depan."

"Aku nggak yakin bakal bisa, soalnya kamu kelihatannya perlu biaya gede..."

"Iiiih, kenapa kamu nggak bilang 'aku usahain deh'!?"

"H-Harus begitu ya?"

Namun, pada akhirnya Koutarou membuat Maki kesal.

Pintu itu menutup keras sekeras terbukanya tadi dan Maki meninggalkan atap itu dengan rasa kesal.

Dan di saat yang sama saat pintu itu tertutup, ada sesuatu yang menabraknya.

"Koutarou, tolong dong!"

Tepat setelahnya, Sanae datang menembus pintu itu. Dia lalu dengan gugup berbicara dengan cepat dan menjelaskan apa yang sudah terjadi sambil menunjuk ke arah pintu.

"Yurika nabrak pintu itu terus nggak gerak sama sekali!"

"A-Apua!?"

Koutarou dengan cepat membuka pintu itu, dan melihat Yurika yang sudah rubuh di atas lantai. Ada benjolan di dahinya, tanda bahwa dia sudah menabrak pintu itu dengan kecepatan penuh.

"Pas kami mau naik ke atap, Maki muncul tapi kelihatannya marah...Yurika langsung minggir terus kena pintu pas lagi nutup..."

"Gitu ya...maaf ya, Yurika."

Kelihatannya Yurika terjebak tingkah Maki yang sedang marah, yang berarti hal itu secara tidak langsung merupakan tanggung jawab Koutarou karena sudah membuat marah Maki. Koutarou lalu menggendong Yurika dan membuatnya duduk di bangku yang ada di atap karena merasa bersalah atas insiden itu.

"S-Shatomi-shan...shemuanya, shemuanya muter-muter...."

Bahkan setelah didudukkan di bangku, Yurika masih belum pulih juga. Benturan itu membuatnya pusing dan memutar-mutarkan kepalanya terus-menerus.

"Kita tinggalin Yurika dulu sebentar deh. Jadi, kalian berdua ngapain kesini?"

Sanae mengawasi Yurika bersama Koutarou, tapi saat dia mendengar pertanyaan Koutarou, dia lalu menepukkan kedua tangannya.

"Oh iya, oh iya. Koutarou, buruan pulang ya! Aku udah beli coklat biar kita bisa makan bareng-bareng!"

"Gitu ya, jadi kamu mau makan coklat bareng-bareng."

"Yap!"

Karena Sanae adalah hantu, dia tidak bisa makan coklat dengan sendirinya, jadi dia memerlukan bantuan Koutarou.

"Yurika, kamu juga?"

"C-Coklat...aku juga beli shedikit..."

Yurika masih terlihat pusing, tapi dia merogoh sakunya dan mengeluarkan coklat dari dalamnya. Saat Koutarou melihat coklat itu, dia langsung berkomentar.

"...Kecil bener."

"Jangan gitu. Yurika tadinya mau beli yang lebih gede, tapi dia nemuin mi instan rasa baru. Jadinya cuma itu coklat yang dia punya."

Rasa baru mi instan itu, ramen rumput laut Kanto dengan kecap, harganya 78 yen sebungkus dan Yurika hanya punya 100 yen. Dia tadinya ingin membeli ramen itu dan dua buah coklat seharga 10 yen, namun takdir berkata lain. Dengan adanya pajak konsumsi, harga total belanjaannya menjadi 103 yen, membuatnya kekurangan 3 yen untuk membeli dua coklat.[2] Sebagai hasilnya, Yurika hanya bisa membeli sebuah coklat seharga 10 yen.

"Huari Vualentine, hilang ajah."

"Pasti sedih banget ya, Yurika....aku tahu, aku tahu kok gimana rasanya..."

Saat menerima coklat dari Yurika, mata Koutarou mulai berkaca-kaca.

Yurika cuma beli satu coklat, dan karena harganya 10 yen, dia pasti nggak bisa ngasih coklatnya ke cowok yang dia suka, jadinya dia ngasih ke aku sebagai coklat temen. Kasihan bener....

Seperti itulah cara Koutarou mengartikan situasi yang dialami Yurika dan dia lalu menggenggam tangan Yurika dan mengangguk berulang kali.

"Yurika, aku bakal nikmatin sungguh-sungguh coklat dari kamu..."

"S-Shatomi-saaaaaan...uh, uhh~"

Nijino Yurika, siswi kelas satu SMA.

Dengan demikian, Hari Valentine baginya berakhir dengan kejam.

"Oke, sampai ketemu nanti, Koutarou. Buruan pulang ya?"

Karena musim dingin saat itu membuat udara menjadi semakin dingin, Sanae berniat menunggu Koutarou dalam suasana hangat kamar mereka.

"Oke, hati-hati di jalan ya."

"Oke! Ayo, ayo kita pulang, Yurika."

"Uuuuuhhh."

Sanae menyeret Yurika bersamanya dari atap. Dia tidak yakin apakah Yurika masih menangis atau masih merasa pusing.

"Udah, jangan nangis. Nanti pas pulang aku bagi separo coklatku buat kamu."

"Beneran!?"

"....Em, seperempat aja deh."

"Eeeeehh!? Tetep setengah dong!! Kamu udah janji, kan!!"

Saat Koutarou melihat Yurika yang mengejar Sanae, dia mulai kuatir dengan masa depan Yurika.

"...Yurika, apa kamu nggak apa-apa hidup kayak gitu? Apa kamu nggak mau benerin hidupmu...?"

"Kalau itu adalah apa yang kau rasakan, mungkin kau bisa merawatnya. Aku yakin kau bisa menjadi pengasuh yang baik bagi Yurika."

"Aku!?...Tunggu, kamu ngapain, Kiriha-san?"

"Oh, hanya bercanda."

Setelah melihat Sanae dan Yurika pulang, Koutarou menyadari lengan Kiriha yang sudah memeluk lengannya. Dengan posisi seperti itu, mereka terlihat seperti sepasang kekasih saat Kiriha mendekatkan badannya pada Koutarou sambil tersenyum gembira.

"Aku sudah membuat coklat cinta sejati, tapi sayangnya aku tidak bisa menemukan orang yang ingin kuberi coklat itu. Jadi, aku ingin kau menggantikan orang itu."

"Gitu ya, jadi itu sebabnya kamu ngelakuin ini."

"Benar sekali."

Kiriha memeluk lengan Koutarou dan mendekatkan wajahnya pada bahu Koutarou. Dengan begitu, dadanya yang besar menekan lengan Koutarou, tapi anehnya, Koutarou tidak merasa sepanik dahulu. Itu karena rasa percaya yang sudah mereka bangun saat Oktober lalu.

"Tolong terimalah, Koutarou."

Kiriha lalu menyodorkan pada Koutarou sebuah kotak yang panjang dan tipis. Warna kotaknya coklat dan hitam, dan dibungkus dengan kertas yang punya warna-warna biasa. Tidak hanya coklatnya saja yang mempunyai rasa dewasa, kotak pembungkusnya pun juga punya rasa serupa.

"Nggak biasanya."

Namun, Koutarou tidak menerima coklat itu dan malah mendorongnya kembali pada Kiriha.

"Apa maksudnya?"

"Hari Valentine kan masih lusa nanti. Masih terlalu cepet buat nyuruh aku jadi pengganti orang itu."

Karena hari ini masih tanggal 12 Februari, Kiriha masih punya dua hari untuk bisa menemukan orang yang dicintainya. Itulah sebabnya Koutarou tidak bisa menerima coklat itu sekarang.

"Fufufu, kalau kupikir-pikir lagi, karena Shizuka hari ini membuat kue, aku merasa kalau hari ini sudah Hari Valentine."

"Oh, Ibu Kos-san bikin kue?"

"Benar, dia membuat kue coklat. Dia ingin memakannya bersama-sama yang lain, jadi dia membuat kue yang cukup besar. Aku sudah berjanji akan membantu membuatnya nanti."

"Gitu ya, jadi nggak sabar. Rasanya udah lama aku nggak makan kue coklat."

Semenjak Koutarou kehilangan ibunya, dia tidak pernah merasakan kue buatan rumah, jadi Koutarou merasa gembira mendengar kabar ini.

"Bagaimana dengan coklat buatan tangan?" tanya Kiriha seraya kembali menyodorkan coklatnya pada Koutaou.

"Aku juga nggak tahu kapan terakhir aku makan itu, tapi aku nggak akan nerima itu hari ini."

"Kalau begitu, simpanlah dulu."

"Hei..."

"Kau akan membantuku mencarinya besok dan hari Minggu, benar?"

"...Yah, aku rasa kalau begitu sih nggak apa-apa."

"Kau memang benar-benar keras kepala."

"Kamu juga sama."

"Kau tidak salah."

Dan dengan begitu, Koutarou akhirnya menerima coklat dari Kiriha. Dengan tangan yang sekarang sudah kosong, Kiriha menggenggam tangan Koutarou dan memandanginya dengan mata yang menggoda.

"Ngomong-ngomong...apa aku bisa berharap untuk White Day?"

"Bukannya kamu berharap sama orang yang salah?" balas Koutarou sambil tersenyum kecut dan melemaskan bahunya.

"Jangan dingin begitu...tak bisakah kau ikut bercanda sedikit?"

"Aku pasti bakal nemuin cinta pertamamu sebelum badanku remuk gara-gara main sama kamu."

"Itu alasan paling rendah untuk mengabaikan seorang wanita."

"Kalau kamu nggak berhenti juga, orang yang tenang kayak aku pun juga bakal mukul kamu."

"Aku sudah tahu betul kalau kau adalah orang yang tidak akan melakukan hal itu."

"Bener-bener deh, sifatmu memang ngeselin."

"Itu karena aku sayang padamu."

"Hah...."

Dan dengnan begitu, drama kekasih antara mereka berdua pun berlanjut. Kiriha belum berjanji untuk membantu Shizuka sampai nanti.


Part 2[edit]

Dengan datangnya orang-orang yang mengunjungi Koutarou silih berganti, Kenji dan para siswa lainnya betul-betul kehilangan kesempatan mereka untuk keluar. Sudah tidak ada gunanya bagi mereka untuk keluar dan mengatakan pada Koutarou bahwa dirinya sudah dijahili, karena sebenarnya Koutarou sudah mendapat empat coklat, dan rencana jahil mereka menjadi betul-betul gagal.

....Apa jangan-jangan, aku yang jadi lawakan...? pikir Kenji yang melongo saat papan di tangannya tertiup oleh angin dan membuat suara menderit. Saat ini, Kenji merasa ingin ikut tertawa bersama suara derit itu.

"Bajingan kamu, Satomi!"

"Sialan kamu, Koutarou!? Apa-apaan maksudnya, kamu senasib kayak kita dan bakal cuma dapet satu dua coklat!?"

"Kamu terus-terusan dapet coklat, tahu!!"

"Dasar pengkhianat sialan, Satomiiiiii!!"

Namun, para siswa di dekat Kenji tidak bisa merelakan hal itu. Mereka menunggu sampai Kiriha pergi sebelum keluar dari balik tangki air.

"Serbu!! Target kita adalah Satomi Koutarou!!"

"Wooooooooohhhh!!"

Hari ini, berkat pengkhianatan pemimpin mereka yang mempesona, aliansi cowok tidak populer pun resmi dibubarkan.


Part 3[edit]

Setelah pingsan, Koutarou kembali sadar saat matahari sudah mulai terbenam.

Uuh, sakitnya...

Yang membuatnya bangun adalah rasa sakit dari luka yang didapatnya sewaktu dihajar habis-habisan oleh anggota aliansi cowok tidak populer. Kalau bukan karena rasa sakit itu, dia mungkin akan pingsan untuk waktu yang lebih lama lagi.

Ada satu, tidak, dua hal lagi yang membuatnya lebih cepat sadar.

"Apa Koutarou baik-baik saja!? Apa dia akan baik-baik saja!? Dia tidak akan mati, benar!?"

"Ya, dia baik-baik saja. Kelihatannya mereka tidak betul-betul serius memukulnya."

"Be, begitu rupanya...dasar bodoh...dia seharusnya bisa melawan mereka dengan mudah. Kenapa dia tidak mau melawan...?"

"Memang seperti itulah dia. Seperti itulah Satomi-sama kita."

"Aku tahu itu! Aku hanya perlu mengeluarkan amarahku!"

"Kalau anda tidak suka, mungkin anda bisa berada di sisinya."

"Pasti. Aku akan melindunginya!"

"Aku tidak pernah mendengar adanya seorang tuan puteri yang melindungi ksatrianya."

"Aku akan bertindak sesukaku!! Apa aku salah!?"

"Silahkan, tuan puteri."

Apa yang membuat Koutarou bangun adalah dua suara yang berada di dekatnya, dan setelah mendengar mereka setelah terbangun dari rasa sakit, pikiran Koutarou menjadi kembali jernih.

Apa itu Theia...sama Ruth-san?

Saat dia bisa mengingat milik siapa suara-suara itu, Koutarou menjadi sadar dengan keadaan di sekitarnya. Saat itu dia sedang berbaring di atas sesuatu yang datar dari kayu dengan sesuatu yang hangat dan lembut sebagai bantal. Bahkan meskipun matanya tertutup, dia bisa tahu kalau keadaan di sekitarnya sudah menjadi lebih redup, tapi anehnya dia tidak merasa kedinginan. Mungkin hal itu berkat adanya dua orang di dekatnya.

"Mm, Mmmm..."

Koutarou membuka matanya dan mengedipkannya beberapa kali. Karena hari sudah akan berakhir, suasananya sudah menjadi cukup gelap, tapi dia melakukan itu untuk menjernihkan pikirannya.

"Kelihatannya dia sudah bangun."

"Ke-kelihatannya."

Setelah membuka matanya, Koutarou bisa melihat wajah Ruth di hadapannya. Dia juga bisa melihat Theia yang berdiri di belakang Ruth, yang sedang menoleh ke samping dan tidak memandangi dirinya, melainkan memandangi matahari yang terbenam.

"Pagi, Ruth-san, Theia."

Koutarou melihat ke sekelilingnya sambil memberi salam. Saat itu dia masih berada di atap sekolah dan terbaring di atas bangku. Bantal yang hangat dan lembut yang dirasakannya rupanya adalah pangkuan dari Ruth. Setelah memastikan dimana dia berada, Koutarou melihat kembali ke arah Ruth dan Theia.

"Saya senang anda baik-baik saja, Satomi-sama."

"Kau betul-betul tidak enak dipandang."

Ruth tersenyum, tapi Theia merasa kesal dan cemberut. Baik kata-kata dan sikap mereka tampak berlawanan.

"Aku nggak bisa ngomong apa-apa...hup", ujar Koutarou sambil tersenyum kecut dan lalu bangkit berdiri.

"Auauauau."

Lukanya langsung terasa nyeri. Lukanya dari pertarungan kemarin masih belum sembuh, dan dia langsung menunjukkan rasa kesakitan.

"D-dasar bodoh! Tetap berbaring! Lukamu masih sakit, benar!?"

Theia yang sedari tadi bersikap cemberut dengan segera mengulurkan tangannya ke arah Koutarou, menggenggam bahunya, dan mendorongnya kembali ke posisi tidur. Saat itu Theia tampak begitu kuatir dan rasa kesalnya yang tadi nampak sekarang sudah tidak terlihat lagi.

"Aku nggak apa-apa kok, Theia. Kamu nggak usah khawatir gitu."

"A-Aku tidak kuatir! Aku hanya heran!"

Theia akhirnya sadar dengan apa yang sedang dilakukannya saat Koutarou menunjukkan hal itu. Dia lalu dengan cepat melepaskan genggaman tangannya dan kembali bersikap cemberut.

"Kamu kenapa jadi malu begitu?"

"D-Diam, aku tidak merasa malu!"

Suara Theia pun jadi terdengar gemetaran. Ruth langsung menolong Theia saat mendengar suaranya menjadi seperti itu.

"Saya akan bertanya kembali, bagaimana keadaan anda, Satomi-sama?"

"Eh? Ah, aku rasa sih aku nggak apa-apa. Maaf udah bikin kalian kuatir."

"Fiuh..."

Berkat pertanyaan dari Ruth, perhatian Koutarou teralihkan dan Theia bisa menghela nafas lega.

Kenapa aku jadi gemetar begini....ini hanya situasi yang biasanya...pikir Theia berulang kali, namun dia masih tidak bisa menjadi tenang.

"Kalau gitu, ayo pulang sebelum jadi dingin. Mataharinya 'kan udah mau terbenam."

Koutarou, yang tidak menyadari perasaan Theia, dengan perlahan mulai bangkit. Bagian-bagian badannya yang dipukuli masih terasa sakit, tapi tidak sampai membuatnya tidak bisa bergerak. Terdiam menggigil di atap sekolah adalah masalah yang jauh lebih besar daripada itu.

"Ah, t-tunggu!"

Namun, Theia menggenggam ujung pakaian Koutarou saat dia mulai bergerak.

"Theia?"

Koutarou berhenti sejenak dan melihat ke arah Theia. Saat dipandangi oleh Koutarou seperti itu, wajah Theia seketika berubah merah.

"Ada apa?"

"Ah, u-um...eh.."

Theia menggerakkan bibirnya, namun dia tidak bisa mengatakan apapun. Pada akhirnya, dia menunduk dan menghadap Ruth untuk meminta bantuan.

"Ruth, tolong...aku tidak bisa melanjutkannya, k-kalau lebih dari ini..."

"Baik, Yang Mulia."

Ruth mengangguk pada Theia, bangkit berdiri, menghadap Koutarou dan tersenyum. Tidak seperti Theia, Ruth tampak sebagaimana biasanya.

"Sebenarnya, Satomi-sama, kami datang untuk memberikan coklat."

"Coklat!? Beneran, Ruth-san!? Ini beneran kan!?"

Saat mendengar kalau dirinya akan mendapat coklat dari Ruth, Koutarou langsung melupakan rasa kesalnya karena sudah dikeroyok dan langsung mendekat ke arah Ruth.

Koutarou...

Saat melihat Koutarou bersikap seperti itu, Theia menjadi merasa lebih senang. Namun, dia dengan cepat menyembunyikan hal itu dan melihat ke arah Koutarou sambil menunjukkan wajah cemberut.

"Koutarou, apa kau senang kau akan mendapat coklat dari Ruth?"

"Ya jelas seneng", jawab Koutarou sambil mengangguk seakan jawaban itu merupakan jawaban yang semestinya. Dia memang senang bisa mendapat coklat dari Ruth.

"Tapi Ruth adalah alien, kau tahu? Apa kau tidak apa-apa dengan hal itu?"

Theia terus bertanya pada Koutarou, seakan berusaha memastikan apa perasaan Koutarou satu demi satu.

"Maksudnya?"

Apakah dia tidak merasa bermasalah dengan Ruth yang seorang alien? Koutarou mengerti apa maksud pertanyaannya, tapi dia tidak mengerti tujuan dibalik pertanyaan itu.

"Ruth adalah alien, dan juga seorang bangsawan. Meskipun coklat darinya adalah coklat cinta sejati, dan kalian menjadi sepasang kekasih, mungkin akan sulit untuk menjadi keluarga....itu maksudku."

"Ah, jadi itu toh, maksudnya."

Setelah mengerti makna dari pertanyaan itu, Koutarou memikirkan jawabannya dalam-dalam.

Karena posisinya, dan karena kita nggak bisa jadi lebih akrab lagi dari ini, maksud pertanyaannya berarti: apa aku bakal tetep seneng bisa dapet coklatnya. Kalau gitu...

Untungnya, Koutarou langsung mendapat jawabannya dengan segera.

"Aku tetep bakal seneng. Aku bakal seneng bisa dapet coklat cinta sejati, mau dari alien, monster, robot atau apalah, serius."

Lebih tepatnya, Theia mendapat jawaban untuk pertanyaan mengenai masa depannya.

Koutarou senang saat dia mendapat lencana gelar dari Charl. Hal yang sama juga terjadi saat Alaia mempercayakan Signaltin kepadanya. Tidak peduli siapa dirinya atau orang lain yang memberikan sesuatu kepadanya, Koutarou merasa senang dengan orang yang mau memberikan sesuatu kepadanya baik karena rasa percaya atau rasa terima kasih.

Itulah sebabnya jawabannya tetap sama untuk kali ini juga.

"...Eh? S-Sungguh...?"

Theia kebingungan dengan jawaban Koutarou, dan sementara dia masih merasa kebingungan, dia mulai menaruh pengharapan pada Koutarou.

Dia merasa tidak apa-apa, meskipun kami alien...? Apakah kau bisa bahagia meskipun hanya dengan diriku dan Ruth...?

Theia ingin mengetahui niatan asli Koutarou. Mungkin hal itu sudah menjadi jawaban yang jelas bagi Koutarou, tapi hal itu lebih penting dari segalanya.

"Maksudmu apa, ngomong 'sungguh' begitu....Theia, kan kamu yang ngasih tahu aku", ujar Koutarou yang menunduk sambil menopang badannya dengan tangan di paha sambil tersenyum kecut.

"Eh? A-Apa yang aku katakan?"

"Kalau yang penting bukan pedang itu sendiri."

"Apa---"

Tepat saat dia mendengar jawaban Koutaoru, Theia merasa malu. DIa tidak sadar bahwa dia begitu terobsesi dengan dirinya yang seorang alien sampai dia melupakan hal yang jauh lebih penting.

"Ini juga sama. Aku nggak peduli soal badanmu atau dari mana asalmu. Aku nggak mau coklatnya mubazir, jadi kasih ke aku sepuluh atau dua puluh potong!"

"Koutarou..."

Kata-kata Koutarou masuk dan menyebar memenuhi dada Theia, dan akhirnya berubah menjadi pengharapan yang bersinar terang yang mengusir awan gelap yang menutupi hati Theia.

Benar juga, kenapa aku begitu kuatir. Akulah yang sudah mengatakan bahwa Koutarou adalah ksatria sejati...

Theia sudah begitu kuatir dengan tubuh aliennya dan fakta bahwa mereka hidup dari planet yang berbeda sampai-sampai dia kehilangan jati dirinya sendiri. Dia seharusnya percaya lebih lagi dengan perasaannya sendiri, dan percaya bahwa dia bisa membuat Koutarou bahagia setelah mencurahkan seluruh perasaannya padanya.

"Kalaupun ada masalah, itu soal..."

"Soal?"

"Apa coklatnya pahit atau nggak."

Setelah dia mendengar kata-kata itu, air mata yang besar mulai mengalir keluar dari mata Theia, dan tanpa berusaha untuk menghapusnya, dia tersenyum pada Koutarou.

"Kalau begitu kau tidak perlu kuatir. Semuanya adalah coklat susu. Kau tidak akan merasakan rasa pahit..."

Koutarou, tolong hiduplah bersama kami...aku janji, kalau kau memilihku dan Ruth, kami pasti akan menyiapkan sebuah coklat yang sangat manis...

Theia yakin bahwa ada masa depan dimana mereka semua bisa merasa bahagia, dan meskipun masa depan itu ternyata tidak ada, dia bertekad untuk membuat sendiri masa depan itu. Theia tidak akan merasa ragu lagi, karena dia akan berusaha menggapai masa depan itu dengan seluruh kekuatannya.

"Yang Mulia..."

Pada saat itu, Ruth bisa merasakan adanya perubahan yang terjadi dalam hati Theia. Itulah langkah pertama menuju masa depan ideal yang diusahakan oleh Ruth, saat dimana semuanya bermula...

Yang Mulia, jadi anda sudah membuat keputusan...pasti begitu. Sekarang semuanya pasti akan berjalan dengan baik, dan itu karena Satomi-sama berkata bahwa dia merasa bahagia selama sepuluh bulan ini...

Ruth gemetar karena bahagia dan terlihat seperti akan menangis sebentar lagi. Namun, dia menahan hal itu, karena dia percaya bahwa sebaiknya dia tersenyum untuk saat ini.

"Theia, kenapa kamu nangis?"

"Tidak apa-apa. Aku hanya membuang kelemahan hatiku. Aku baik-baik saja sekarang."

Pada akhirnya, Theia menyeka air matanya, dan membuat matanya tampak berbinar tanpa adanya rasa kuatir atau menderita di dalamnya. Dia sudah membuang keraguan dan kekuatirannya, membuat matanya kembali bersinar kebiruan dengan cerahnya.

Theia...?

Namun, ada satu perubahan besar dibanding sebelumnya, yakni perasaan baru yang berdiam di dalam pandangannya yang teguh yang membuat suasana di sekitar mereka berdua menjadi sangat berbeda. Koutarou menjadi merasa tidak bisa mengalihkan pandangannya dari tatapan mata itu.

"Ruth, berikan aku coklatnya."

"Baik, Yang Mulia."

Ruth mengeluarkan sebuah bingkisan kecil da memberikannya pada Theia. Theia lalu membuka bungkus bingkisan itu, yang ternyata berisi kotak transparan.

Rokujouma V9 305.jpg

"Apa ini...Saguratin?"

"Benar sekali. Aku dan Ruth yang membuatnya."

Di dalam kotak transparan itu terdapat Saguratin yang terbuat dari coklat. Beberapa bagian yang detilnya sudah dibuat menjadi lebih sederhana, tapi mereka berdua sudah meniru pedang yang tajam itu dengan sangat baik.

"Kamu juga?"

"Ya."

Saat mendengar bahwa Theia membuat coklat itu bersama Ruth, Koutarou menjadi merasakan sebuah perasaan misterius.

Apa ini...rasanya mirip sama pas perjalanan main ski, tapi ini jauh lebih, beda....

Ada perasaan hangat yang menyebar di dalam dadanya, dan sementara dia merasa nyaman dengan hal itu, Koutarou juga merasa ingin melindungi perasaan ini. Itulah rasa aman yang dia rasakan dari kedua orang tuanya. Rasa ingin melindungi seorang anak kecil. Kedua perasaan itu pun bercampur menjadi sebuah perasaan yang kompleks.

"Satomi-sama, kami hanya membuat pedang coklat ini. Tidak ada yang lain."

"Kami sudah menuang seluruh perasaan kami ke dalam satu coklat ini...maukah kau menerimanya?"

"Ya...terima kasih."

Koutarou mengulurkan tangannya seakan sedang ditarik. Sulit baginya untuk tidak menuruti Theia saat ini.

"Terima kasih untuk semuanya, Satomi-sama."

"Dan, kalau bisa, kami ingin kau untuk terus membantu kami di masa yang akan datang."

"Itu sih udah pasti", angguk Koutarou setelah menerima coklat itu dari Theia.

"Sudah pasti, ya?" balas Theia sambil menyipitkan matanya dan memiringkan kepalanya sedikit. Kali ini, raut wajahnya tampak lebih baik dibanding biasanya.

"Iya. Apa aneh?"

"Tentu saja itu aneh...kalau itu jawabanmu, aku tidak tahu apa yang sudah kami perjuangkan selama ini. Fufufu."

Theia pun tertawa dengan pelan, dan Koutarou merasa bahwa tawanya itu terasa begitu menyenangkan, meskipun sepuluh bulan lalu mereka pasti akan bertengkar saat Koutarou mendengar tawa itu.

"Tapi aku nggak akan ngebiarin kamu langsung menang begitu aja."

"Aku mengerti. Aku juga tidak mau Kiriha sampai masuk ke dalam bahaya."

"...Kalau dipikir-pikir lagi, ada benernya juga kamu bilang ini aneh, Theia."

"Benar bukan?"

Koutarou dan Theia pun tertawa bersama dan nampak bahagia. Cukup aneh untuk melihat si penjajah dan korbannya bisa melakukan hal itu bersama-sama, tapi bagi mereka, itulah kehidupan sehari-hari mereka saat ini, dan yang akan menjadi kehidupan sehari-hari mereka mulai dari saat ini.

Tawa mereka terus berlanjut selama beberapa saat. Ruth terus memandangi tuannya yang dikaguminya, dan ksatria legenda tempatnya menaruh harapan. Dengan keajaiban yang sudah diharapkannya terjadi tepat dihadapannya, Ruth sudah merasa puas.

Setelah tawa itu mereda, Ruth akhirnya angkat bicara.

"Yang Mulia, Satomi-sama, mari kita pulang. Cuacanya sudah mulai dingin."

Satu-satunya hal yang dikhawatirkan Ruth saat ini adalah kesehatan mereka.

"Benar juga. Mari kita pulang sebelum kita kedinginan."

"Laper nih."

"Saat kita pulang, kue coklat buatan Shizuka-sama mungkin sudah jadi."

"Bener juga, aku hampir lupa."

Mereka berdua pun setuju dengan saran Ruth dan mereka bertiga melangah menuju pintu masuk atap sekolah.

Ruth, yang berada di depan, membuka pintu itu dan masuk ke dalam gedung sekolah. Theia mengikuti di belakangnya, namun sebelum dia melewati pintu, dia berhenti sejenak dan berbalik menghadap Koutarou.

"Benar juga, Koutarou, biar kukatakan kepadamu satu hal lagi yang aneh."

Saat dia berbalik, rambut keemasan Theia berayun dan bersinar kemerahan diterpa sinar matahari senja. Di saat yang sama, raut wajah Theia pun tampak bersinar cerah.

"Hm? Apa itu?"

Koutarou berhenti, dan mereka berdua berdiri begitu dekat sampai-sampai mereka bisa merasakan nafas yang lainnya.

"Sebenarnya...ini soal coklat itu."

Theia mengulurkan tangannya dan menyentuh kotak transparan yang sedang dipegang oleh Koutarou.

"Kenapa emangnya?"

"Kau tahu, coklat ini, sudah jelas..."

Theia mendongak melihat Koutarou dan menunjukkan senyumnya yang usil.

"...coklat cinta sejati."

Theia mengatakan hal itu seolah hal itu bukanlah apa-apa, tapi Koutarou tidak bisa bersikap sama saat dia mendengar hal itu.

"....Eh?"

Tepat saat dia mendengar kata-kata itu, Koutarou menjadi tidak bisa berpikir, seakan-akan ada yang sudah mematikan fungsi otaknya.

"Hanya itu yang ingin kukatakan. Brrr, sekarang, ayo kita pulang, Koutarou."

Setelah mengatakan semua yang ingin dikatakannya, Theia menunjukkan senyum puas dan meninggalkan Koutarou sendirian sembari memasuki gedung sekolah.

"....Eh?"

Bahkan setelah ditinggal sendirian, Koutarou masih terdiam berdiri untuk beberapa saat.


Part 4[edit]

Pembuatan kue coklat di kamar Shizuka, kamar 206, dihentikan sejenak saat adonannya sedang dimasak di dalam oven. Karena rencananya adalah untuk menikmati kue itu setelah makan malam, akan lebih tepat untuk menunda penyelesaian kuenya sampai semuanya selesai makan malam.

Sanae dan Yurika masih antusias memandangi oven itu saat Kiriha meninggalkan kamar Shizuka dan pergi menuju kamar 106 sendirian. Kiriha berencana menggunakan waktu kosongnya sebelum makan malam untuk mengecek pakaian-pakaian Koutarou. Dia akan menambal dan menjahit kembali bagian-bagian yang sudah rusak. Karena Koutarou orangnya aktif bergerak, penting baginya untuk mengecek pakaian-pakaiannya secara rutin.

"Sekarang kalau aku pikirkan lagi, aku belum pernah menyentuh laci ini..."

Setelah membuka lemari, Kiriha menarik laci yang ada di bawah. Lemari itu memiliki beberapa laci, dimana laci yang di atas berisi pakaian untuk musim panas dan laci yang bawah untuk pakaian musim dingin, jadi semakin ke bawah, pakaiannya semakin tebal. Sebagai hasilnya, Kiriha belum mengecek laci yang bawah sampai cuacanya menjadi sedingin hari itu.

"Ini pakaian yang dipakai saat jarang ada kegiatan, tapi ada baiknya aku periksa."

Kiriha mengeluarkan satu demi satu pakaian dari laci itu. Setelah mengeluarkan semuanya, dia mengembalikan pakaian-pakaian yang dirasa masih bagus. Itulah prosedur standarnya.

"Oh?"

Setelah Kiriha mengeluarkan semua pakaian itu, dia menemukan sebuah kantong kertas yang berada di bagian paling belakang laci.

"Berdasarkan rasanya, kantong ini juga berisi pakaian..."

Kiriha mengambil kantong itu dan melihat isinya. Di dalamnya ada berbagai macam benda, tidak hanya pakaian saja. Ada sweater yang belum jadi, pisau yang nampak tua tapi dibuat dengan bagus, lempengan kayu dengan dekorasi wol dan banyak lagi. Semuanya itu nampak tidak memiliki satu hal yang serupa.

"Gawat...aku seharusnya tidak membuka kantong ini. Maaf, Koutarou."

Setelah melihat benda-benda di dalamnya, Kiriha sadar bahwa benda-benda itu merupakan benda-benda kenangan, dan lalu memutuskan untuk mengembalikannya ke bagian belakang laci tanpa menyentuh satupun di antara benda-benda itu.

Namun, saat dia akan menutup kantong kertas itu, matanya menangkap keberadaan satu benda.

"I-Ini!?"

Apa yang dilihatnya merupakan kalung antik, yang memiliki permata-permata dan taring-taring yang sudah dipoles dan diikat menjadi satu dengan tali yang berwarna. Kalung itu nampak lebih kuno dibandingkan aksesoris masa kini.

"Apa, b-bagaimana!?"

Awalnya, Kiriha mengira bahwa kalung itu hanya ilusi belaka. Namun, tidak peduli seberapa banyak Kiriha mengedipkan matanya, kalung itu tidak juga menghilang.

"Aku tidak mengada-ada..."

Kiriha lalu meraih kalung itu. Perasaannya saat itu membuat tangannya sampai gemetaran. Biasanya dia nampak tenang, tapi jantungnya saat itu sedang berdetak kencang dan pikirannya kosong.

Ujung jemarinya menyentuh kalung itu, dan sebuah kenangan pun muncul di benaknya. Dengan jarinya yang masih gemetaran, dia mengambil kalung itu dan dengan perlahan mengeluarkannya dari dalam kantong kertas.

"T-Tidak salah lagi...ini peninggalan ibuku..."

Karena tangannya yang gemetaran, batu-batu permata kecil dan taring-taring pada kalung itu berbenturan dan membuat suara-suara kecil, yang mirip dengan suara detik jam saku.

"Tapi, kenapa ini ada disini!? Ini tidak mungkin!!"

Meskipun kalung itu berada di hadapannya, meskipun saat itu dia sedang menyentuhnya, Kiriha tidak bisa percaya bahwa kalung itu ada di situ. Tapi, berlawanan dengan apa yang diyakininya, kalung itu ada di situ. Itulah kenyataannya.

"Tapi, tidak peduli setidak percayanya aku....kalau kalung ini ada disini...itu berarti..."

Dan kenyataan itu mengarah pada suatu hal.


Apa yang Kiriha tunggu selama sepuluh tahun ini akhirnya terjadi.



Kembali ke Bab 7 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Kata Penutup
  1. Hari yang jatuh tepat sebulan setelah Valentine, dimana para pria yang mendapat coklat membalasnya dengan memberikan barang kepada para wanita yang konon katanya bernilai 3 kali lipat atau lebih dari coklat yang diterima oleh si pria
  2. Pajak konsumsi di Jepang pada waktu itu (2012) bernilai 5%