Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 9 Bab 6

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Kebenaran Koutarou[edit]

Part 1[edit]

Kamis, 11 Februari

Koutarou baru saja menyelesaikan kegiatan klubnya dan sekarang sedang pergi menuju tempat persembunyian Clan. Ada sesuatu yang ingin Koutarou tanyakan padanya.

Hal yang ingin ditanyakannya tentu saja mengenai perjodohan Ruth. Karena Koutarou tidak tahu perkembangan situasi pada Forthorthe zaman sekarang, dia tidak bisa banyak membantu Ruth. Itulah sebabnya dia pergi ke tempat Clan untuk mengetahui lebih banyak.

"Dasar, cuma kepribadianmu aja yang licik. Kamu harusnya tinggal di tempat yang lebih cerah dan indah, Clan", keluh Koutarou sambil mendaki jalur gunung yang gelap. Kapal luar angkasa Clan disembunyikan di area ini agar tidak begitu mencolok, dan saat hari sudah mulai gelap, jalan menuju kapal itu menjadi sulit untuk ditempuh.

"Oh iya, kalau aku inget lagi, bukannya gelang ini ada senternya?"

Koutarou mendekatkan gelang di tangan kanannya ke wajahnya. Meskipun dia mendapatkan gelang itu dari Clan, fungsi gelang itu seharusnya akan sama seperti gelang milik Theia dan Ruth. Gelang itu punya banyak fungsi yang praktis, salah satunya adalah senter.

"Hei, Cradle."

"Anda memanggil, tuan?"

Saat Koutarou berbicara pada galeng itu, kristal yang terpasang pada gelang itu mulai berpendar dan hologram kapal Clan mulai nampak.

Persis seperti halnya gelang Theia dan Ruth terhubung ke Blue Knight, gelang ini terhubung dengan Cradle. Fungsi asli gelang itu mirip dengan remote kontrol.

"Karena disini gelap, tolo--"

"Veltlion."

Tepat saat Koutarou memerintahkan gelang itu untuk menyalakan fungsi senternya, hologram kapal itu digantikan dengan raut wajah Clan yang tampak serius. Rupanya, ada panggilan masuk darinya.

"...Pas aku mau nyalain senternya karena gelap, yang muncul malah wajah licik ini."

"Aku akan menembakmu dengan peluru asli, Veltlion!"

"Nggak usah marah gitu dong, anggep aja aku nyapa."

"Sapaanmu membuatku muak!"

"Clan, wajahmu yang imut jadi hilang loh."

"B-Boleh aku membunuhmu....? Sudah lama aku tidak punya rasa ingin membunuh..."

Hologram itu menunjukkan Clan yang sedang mengacungkan tinjunya pada Koutarou dengan penuh amarah.

"Yang lebih penting lagi, kamu mau ngomong apa?"

"Lagi-lagi, komentar yang remeh-temeh seperti itu....dasar!! Ada yang mau aku bicarakan denganmu!!"

"Aku lagi jalan ke tempatmu, apa nggak bisa kita ngomong disana?"

"Ini penting, itu sebabnya aku menghubungimu!"

"Kalau gitu, buruan ngomong."

"Ini semua salahmu, kau tahu!! Dasar..."

Clan akhirnya kembali tenang dan melihat Koutarou dengan raut wajah serius.

"Maaf, Clan. Ada apa?"

"....Sifatmu yang satu itu benar-benar tidak adil."

Clan akhirnya mengatakan pada Koutarou tentang kunjungan dari Ruth.


Part 2[edit]

"Penanda posisi Yang Mulia ada di depan sana!"

Dengan menggunakan informasi yang ditampilkan oleh gelangnya, Ruth berlari menuju sebuah taman. Taman yang ditujunya merupakan taman hutan yang menjadi tempat favorit warga kota Kisshouharukaze.

Theia sudah pulang lebih dulu dari Ruth, yang akan menyiapkan makan malam, dan mengajak Elexis mengunjungi Bumi. Saat Ruth memeriksa riwayat tempat-tempat yang dikunjungi Theia, Theia rupanya sudah membawa Elexis berkeliling mengunjungi tempat-tempat yang menarik di seluruh penjuru kota, dan akhirnya, Theia mengarah ke taman itu untuk suatu alasan. Namun, tempat yang ditujunya merupakan tujuan yang aneh saat hari sudah mulai gelap, dan yang lebih anehnya lagi, saat Ruth mencoba menghubungi Theia, dia tidak terhubung sama sekali. Setelah memasuki taman, penanda posisi Theia berhenti memperbaharui posisinya.

Kelihatannya hanya seperti sebuah kesalahan pada sistem, tapi Ruth sudah bersiap untuk menghadapi situasi terburuk.

"Yang Mulia, semoga anda tetap aman!"

Situasi yang dimaksud adalah jika Elexis dan pihak militer merencanakan sesuatu seperti yang sudah dikatakan oleh Clan atau jika pihak militer entah bagaimana sudah mengetahui jika Ruth akan menolak perjodohan itu.

Meskipun aku menolak, ada kemungkinan bahwa aku tidak harus meninggalkan Bumi!! Kalau ternyata memang benar-benar ada rencana seperti itu, maka tidak mungkin mereka tidak memperhitungkan kemungkinan itu!! Kalau begitu, mereka pasti sudah bersiap untuk menyerang tidak peduli aku sedang berada dimana!! Aku sudah menjadi ceroboh!!

Cara paling efisien untuk menangkap Theia adalah untuk menyerang saat tidak ada Ruth di dekatnya, karena akan lebih mudah jika tidak ada saksi mata dari Forthorthe.

Meskipun ada kemungkinan jika Ruth meninggalkan Bumi saat dia menolak perjodohan itu, hal itu tidaklah mudah. Karena mengandalkan rencana yang bergantung pada hal yang tidak pasti adalah sesuatu yang nekat, pihak militer membutuhkan rencana yang lebih pasti lagi.

Jadi itu sebabnya El-sama tiba-tiba datang ke Bumi!! Untuk membuat celah!!

Kalau tunangannya tiba-tiba datang, Ruth pasti akan kaget walau hanya sedikit. Dan karena Ruth hanya berdua saja dengan Theia, pekerjaan tambahan yang didapat Ruth pasti akan membuatnya menjadi mengurangi pengawasannya terhadap Theia.

Kalau kupikirkan lagi, kami yang pergi hanya berdua saja mungkin sudah menjadi bagian dari rencana ini! Aku seharusnya menghabiskan lebih banyak waktu mempertimbangkan situasi ini!

Ruth berharap bahwa kekuatirannya tidak benar, tapi rasa tidak nyaman yang dirasakannya tidak kunjung berhenti juga. Dia tidak bisa menganggap gangguan komunikasi yang dialaminya hanyalah sebagai kesalahan sistem semata. Satu-satunya alasan yang membuatnya mencurigai segala sesuatunya hanyalah kata-kata Clan yang masih menjadi musuhnya beberapa saat yang lalu. Namun, apa yang dikatakan oleh Clan terdengar seperti sebuah kebenaran. Dan kalau Ruth melihat hubungan antara Koutarou dan Clan saat ini, dia tidak bisa membayangkan kalau Clan sedang berbohong.

Kalau bukan karena Clan-sama, aku mungkin sudah terlambat...meskipun rasanya memalukan, Clan-sama berada lebih dekat dengan Satomi-sama daripada aku...

Koutarou dan Clan mempunyai rahasia yang tidak mereka ceritakan pada Theia dan Ruth. Hal itu membuat perkataan Clan menjadi lebih bisa dipercaya, dan disaat yang sama, membuat Ruth sedikit iri padanya.


Part 3[edit]

Tepat pada saat Ruth sampai di taman itu---

"Wah, wah, Ruth-sama rupanya. Selamat sore."

Elexis muncul di hadapan Ruth, lalu membungkuk dengan anggun sambil tersenyum ramah.

"El-sama!?"

Sementara itu, Ruth sendiri terlihat kaget. Setelah Ruth secara refleks mengambil ancang-ancang, raut wajah Elexis berubah menjadi nampak khawatir.

"Apakah ada masalah, Ruth-sama?"

"Dimana Yang Mulia?"

"Kalau anda mencari Yang Mulia, kami berpisah di sebelah sana."

Saat Elexis berkata demikian, dia menunjuk ke area di belakangnya. Jalan yang dilapisi batu bata mengarah lebih dalam menuju taman, tapi sudah tidak mungkin untuk melihat jauh ke sana karena hari yang sudah gelap dan pepohonan yang menutupi jalannya. Ditambah, kelihatannya kegelapan ini juga mengahalangi Ruth untuk bisa melihat Theia, membuatnya menjadi diselimuti oleh rasa tidak nyaman yang luar biasa.

"Saya baru saja berniat untuk kembali ke kapal. Benar juga, mengapa anda tidak ikut dengan saya? Ada banyak hal yang ingin saya tunjukkan pada anda."

Berlawanan dengan sikap Ruth saat itu, Elexis menunjukkan senyum ramah dan mengajak Ruth dengan sikap yang biasa.

"Tidak apa-apa. Saya mempunyai hal penting yang harus dibahas dengan Yang Mulia, jadi saya permisi dahulu."

Ruth menolak ajakan itu dan mencoba menenangkan dirinya yang merasa resah saat dia berjalan melewati Elexis. Ruth ingin semua yang dipikirkannya hanyalah sebatas imajinasinya saja.

"Oh, janganlah berkata begitu."

Namun, Elexis menggenggam tangan Ruth saat dia mencoba berjalan melewatinya.

"Saya ingin sekali anda ikut dengan saya, Ruth-sama."

Elexis lalu menarik Ruth dengan paksa.

"Kyaaa!?"

Karena badannya yang ringan, Ruth dengan mudahnya terayun menuju ke tempat dimana ia semula berdiri. Namun, meskipun dia baru saja mengalami sesuatu seperti itu, Ruth dengan berani membentak Elexis.

"Apa maksudnya ini, El-sama!?"

"Maksudnya, tentu saja demi masa depan---"

Tiba-tiba terdengar sebuah ledakan yang memotong pembicaraan Elexis. Suara itu terdengar berasal dari arah taman, membuat Elexis berbalik menghadap arah asal suara itu. Dari posisi Ruth saat itu, dia tidak bisa melihat ledakannya, tapi dia bisa melihat langit menjadi cerah sesaat, dan burung-burung gagak berhamburan terbang menjauh dari tempat itu.

"Yang Mulia!!"

Intuisi Ruth berkata bahwa ledakan ini adalah pertanda bahwa Theia berada dalam bahaya. i saat yang sama, ledakan itu membuat Elexis menunjukkan raut wajah aslinya.

"Dasar, sudah kukatakan dengan tegas pada mereka agar jangan memakai senjata....Yang Mulia Theiamillis benar-benar hebat, rupanya."

Meskipun dia sedang keheranan dengan kecerobohan bawahannya, Elexis merasa kagum dengan Theia yang berusaha keras melawan.

Kelima pengawal yang dibawa Elexis bersamanya sebenarnya adalah unit pasukan spesial dari militer. Tentu saja, mereka semua sudah menjalani latihan yang begitu keras, tapi mereka sampai terpaksa menggunakan senjata mereka untuk menangkap Theia. Karena itulah Elexis memberi pujian pada Theia.

Setelah ledakan itu terjadi, akan susah baginya untuk terus menipu Ruth. Elexis pun membuka kedok aslinya.

"Tidak kusangka dia sampai harus membuat mereka memakai senjata berat....kalau dia memang sekuat itu, kenapa dia justru memutuskan pelucutan senjata..."

"El-sama, jadi anda benar-benar....!?"

"Oh, jadi kau sudah tahu dengan rencana kami. Kerja bagus. Meskipun masih muda, kau memang betul-betul bisa disebut sebagai puteri keluarga Pardomshiha", puji Elexis pada Ruth sambil tersenyum penuh percaya diri, yang tampak begitu biasa dilakukannya, seakan mengatakan bahwa ini adalah hal yang sudah biasa terjadi dalam kehidupannya.

"Lepaskan aku, pengecut!! Apa kau begitu menginginkan kekuatan sampai bertindak sejauh ini!?" teriak Ruth yang begitu marah sambil melepaskan genggaman tangan Elexis.

"Pertanyaan yang bodoh. Tanpa kekuatan, seseorang tidak bisa melakukan apa-apa. Aku rasa kau sudah mengerti hal itu saat ini."

Namun, dengan perbedaan fisik yang begitu besar, Ruth tidak bisa menandingi kekuatan Elexis. Meskipun Ruth berusaha melepaskan dirinya, Elexis tetap tak bergeming sedikitpun.

"Kau bahkan berani melakukan donasi yang tidak perlu, hanya untuk ini!?"

Yang bisa dilakukan oleh Ruth sekarang hanyalah mengkritik Elexis.

"Jahatnya. Aku sungguh-sungguh memberikan donasi-donasi itu, karena kuntungan besar lahir dari masyarakat yang sejahtera....aku hanya merasa kalau aku ada di pihak Elfaria, aku tidak bisa menciptakan masyarakat yang sempurna. Itu saja."

Bukannya Elexis mempunyai dendam terhadap Ruth atau Theia, tapi dia tidak stuju dengan sikap politik Forthorthe saat ini. Itulah yang membuatnya berada di sisi musuh. Hanya itu saja.

"Jadi kau akan meminta Elfaria-sama untuk turun takhta dengan membuat Yang Mulia sebagai sandera!? Jangan bercanda!!"

"Aku setuju. Namun, keluarga kekaisaranlah yang memiliki semua kekuatan politik, jadi hanya inilah satu-satunya cara. Dengan begitu, sudah jelas kalau aku harus menjadikannya sandera."

"Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan bahwa kau lupa seberapa besar pengorbanan yang sudah dibuat oleh keluarga Mastir untuk membuat Forthorthe seperti sekarang ini!!"

"Aku tidak lupa. Namun, zaman sudah berubah. Kalau ada bagian mesin yang berkarat, maka harus diganti. Itu alasan yang logis, benar?"

"Omong kosong! Blue Knight, tembakkan alat setrum!"

Begitu menyadari bahwa dia tidak akan bisa mengalahkan Elexis dengan kekuatannya sendiri, Ruth meneriakkan perintah pada gelangnya. Dia akan menggunakan senjata dari Blue Knight untuk membuat Elexis tidak bisa bergerak.

"Itu tidak akan bekerja, Ruth-sama."

"Koneksi jaringan hilang. Perintah tidak bisa dijalankan."

"Apa!?"

Gelang itu tidak menerima perintah seperti biasanya. Malah, gelang itu mengeluarkan suara peringatan yang bising dan melaporkan bahwa dia tidak bisa menjalankan perintah itu.

"Kenapa!?"

Perkembangan yang tidak terduga itu membuat Ruth menjadi panik.

"Sebuah kesalahan sudah membiarkan kami masuk ke dalam Blue Knight."

"Begitu rupanya, jadi saat---!"

"Tanpa senjata, baik kau maupun Yang Mulia hanyalah gadis biasa. Kalian tidak pernah punya kesempatan", ujar Elexis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kasihan. Karena dia pribadi tidak punya niat jahat terhadap mereka berdua, itulah sebabnya dia merasa betul-betul kasihan dengan Ruth.

"Satu-satunya cara bagimu agar tidak kalah adalah dengan menikahiku, tapi pada akhirnya, kau mungkin akan kalah juga..."

Saat Elexis pertama kali tiba di Blue Knight, kelima bawahannya sudah memasang berbagai macam alat pada kapal itu. Alat-alat itu membuat mereka bisa memutus jalur komunikasi, menyadap kamar Theia dan Ruth, dan banyak hal lainnya.

Setelah mengetahui perasaan Ruth sebenarnya, Elexis memutuskan untuk menangkap Theia di taman yang kosong ini. Namun saat dia tahu kalau Ruth sedang mendekat, Elexis menyerahkan Theia pada kelima bawahannya dan pergi untuk menghalangi datangnya Ruth.

Kesempatan bagi Theia dan Ruth untuk menang sudah hilang saat mereka tidak menyadari adanya berbagai tambahan alat-alat yang terpasang pada kapal mereka.

"Blue Knight, Blue Knight!"

Ruth mengoperasikan gelangnya dan mencoba berbagai macam jalur komunikasi untuk menghubungi Blue Knight, seperti jalur elektronik, gravitasional dan hyperspace. Namun, yang didapatnya tetaplah suara peringatan dari gelangnya. Blue Knight sama sekali tidak menjawab Ruth meskipun dia sudah berusaha keras.

"Menyerah sajalah. Komunikasi sudah betul-betul terputus. Tidak akan ada yang bisa kau lakukan untuk mendapat bantuan. Suaramu tidak akan sampai kepada siapapun. Berhentilah dan menurutlah padaku, kumohon", ujar Elexis pada Ruth dengan pandangan kasihan, yang berasal dari keyakinannya bahwa ia akan menang.

"Kalau aku menyerah, siapa lagi yang akan menyelamatkan Yang Mulia!? Mana mungkin aku melakukan itu!? Aku adalah ksatria bagi Yang Mulia!!"

"Tidak kusangka kau masih tidak mengerti juga kalau semuanya sia-sia....sayang sekali."

Saat melihat bahw Ruth tidak mau menyerah juga, Elexis memutuskan untuk mengayunkan tinjunya. Dia akan membuat Ruth pingsan dan membawanya ke kapal luar angkasanya sendiri. Ruth pasti akan membuat Theia menurut padanya.

"Oh ya? Kata siapa?"

Namun, bukan Ruth yang terkena tinju. Justru Elexis. Sebuah tinjuan yang tidak dilihatnya mengenai pipinya.

Setelah terkena pukulan langsung, Elexis roboh. Di saat yang sama, dia kehilangan tenaganya pada tangan yang menggenggam Ruth dan Ruth pun akhirnya lepas. Saat Ruth berbalik untuk melihat siapa yang meninju Elexis, mata Ruth langsung berbinar-binar.

"Satomi-sama!?"

"Yo, Ruth-san. Aku denger suaramu kok."

Koutaroulah yang sudah meninju Elexis. Setelah mengetahui situasi yang ada dari Clan, dia langsung pergi mencari Ruth.

Makasih udah ngebantu, Clan...

Karena gelang milik Koutarou terhubung dengan Cradle dan Hazy Moon milik Clan, dia tidak bisa mengakses lokasi Ruth dan Theia. Namun, berkat usaha Ruth yang menggunakan berbagai metode komunikasi, alat observasi tanpa awak milik Clan bisa menemukan lokasi Ruth. Clan lalu menyampaikan hal itu pada Koutarou dan membawanya ke taman. Koutarou hanya bisa menemukan Ruth karena Ruth menolak untuk menyerah hingga akhir.

"Jadi, Ruth-san, apa yang terjadi?" tanya Koutarou sambil melotot geram pad Elexis tanpa melemahkan pengawasannya dan terus mengepalkan tangannya. Elexis sudah terluka karena tinjuannya, tapi dia masih sadar. Setelah dia menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali, dia mulai bangkit.

"Satomi-sama..."

Saat melihat Koutarou yang berdiri di antara dirinya dan Elexis, Ruth bisa merasakan rasa aman yang begitu besar.

Ah....memang hanya dia....selama dia ada bersamaku, aku akan baik-baik saja, tidak peduli apa yang terjadi...dia pasti bisa menyelamatkan Yang Mulia...

Meskipun krisis yang dihadapinya belum berakhir, dan tidak ada hal yang bisa menjadi dasar dari apa yang dipercayainya, Ruth merasa lega dan yakin bahwa semua akan menjadi baik-baik saja. Dia percaya dengan Koutarou, dan setelah menghapus air matanya, dia mengubah apa yang dirasakannya menjadi kata-kata.

"Tolong, pinjamkanlah kami kekuatanmu, Satomi-sama! Aku ingin menyelamatkan Yang Mulia! Dari segala macam musuh! Dan dari segala kesusahan!"

Itulah masa depan yang membuat Ruth merasa begitu bahagia, dan juga apa yang diinginkannya. Dia sudah tidak merasa ragu lagi.

"Baiklah, wahai nona!"

Koutarou pun membalas tanpa adanya keraguan sama sekali.

Dia bisa melakukan itu karena dia sudah membuat keputusan itu dahulu, dahulu sekali.


Part 4[edit]

Setelah bangkit berdiri, Elexis sudah kehilangan ketenangannya yang tadi. Gangguan yang tidak diduganya membuatnya tidak bisa berpikir jernih lagi.

"Sialan kau...dasar primitif barbar..."

Kalau dilihat dari sudut pandang Elexis, kejadian barusan akan tampak seperti gorila yang mengganggu duelnya dan meninjunya. Elexis melotot pada Koutarou dengan penuh amarah.

"Hm....? Hahahahaha!"

Namun, Koutarou malah mulai tertawa. Yang membuatnya tertawa adalah karena dia pernah bertemu dengan orang yang sangat mirip dengan Elexis. Begitu sadar bahwa dirinya berada dalam situasi yang pernah dialaminya dulu, Koutarou malah tertawa semakin keras. Sudah jelas bahwa orang yang dihadapinya adalah orang yang berbeda, namun rupa mereka tampak begitu mirip sampai membuat Koutarou tidak bisa menahan tawanya.

"....Kamu ngapain disini, Dextro? Kamu nggak berubah sama sekali setelah 2000 tahun..."

Sambil tertawa, Koutarou menggumamkan hal itu dengan suara pelan.

"Dextro....?"

Hanya Ruth saja yang berada di dekatnya yang bisa mendengar hal itu.

Satomi-sama baru saja mengatakan Dextro...

Ruth merasa ingat pernah mendengar nama Dextro sebelumnya, yakni tokoh yang muncul dalam legenda Ksatria Biru. Namun, dia tidak muncul dalam drama yang dipentaskan oleh Theia dengan alasan waktu, jadi seharusnya nama itu tidak diketahui oleh Koutarou.

Mungkin Yang Mulia menunjukkan sebuah film padanya saat berlatih untuk drama...?

Namun, pada akhirnya Ruth berasumsi bahwa Koutarou sudah menonton film yang menunjukkan adanya Dextro, dan lalu Ruth kembali fokus menghadapi Elexis. Dia tidak punya waktu untuk memikirkan hal lain.

"Apa yang kau bicarakan, makhluk purba?"

"Makhluk purba? Udah lama nggak denger itu."

Clan, teori sinkronitas yang kamu bilang mungkin memang bener....pikir Koutarou yang ingat dengan apa yang pernah dikatakan oleh Clan dan maju mendekat Elexis dengan santai.

Elexis mengeluarkan pistol dan mengarahkannya pada Koutarou. Pistol itu adalah model baru yang baru saja diproduksi oleh DKI. Rekoil[1] yang dihasilkan kecil, dan pistol itu juga multifungsi yang bisa menggunakan berbagai macam peluru. Pistol itu rupanya adalah salah satu produk yang ingin dijual DKI kepada pihak militer.

"Apa yang diinginkan makhluk purba sepertimu?"

Senyuman kagum muncul pada wajah Elexis. Dia bisa tersenyum seperti itu karena ada segienam-segienam transparan yang keputihan muncul di sekitarnya, yakni pelindung. Tinjuan manusia biasa tidak akan bisa menyentuhnya sekarang.

"Memang betul kalau aku nggaku punya senjata, tapi sebaiknya kamu jangan kelewat sombong."

"Benar juga. Ada semboyan dalam keluargaku agar jangan bermain-main dalam peristiwa penting."

Elexis pun tanpa ragu menembak ke arah kepala Koutarou.

Kelihatannya kamu udah belajar sedikit, Dextro!

Namun, Koutarou mengayunkan kepalanya sedikit dan menghindari peluru itu.

"Apa!?"

Elexis kaget dengan apa yang dilihatnya. Dia tidak bisa percaya kalau pistol itu akan meleset dalam jarak sedekat ini.

Untuk bisa meningkatkan keakuratan dari pistol itu, pistol itu tidak menembak dengan menarik pelatuknya, tapi hanya dengan merasakan tekanan yang ada pada pelatuknya. Hal itu mengurangi akurasi yang turun dari gerakan jari dan pelatuknya.

Dalam kata lain, Koutarou tidak akan bisa melihat pergerakan Elexis untuk bisa mengelak. Seharusnya, tidak mungkin manusia bisa menghindari tembakan itu.

"Tembakanmu masih kelihatan!"

Koutarou lalu mulai berlari untuk memperkecil jarak di antara mereka.

"Siapa kau ini!?"

"Aku si korban!"

Sementara itu, Elexis terus menembak, namun tidak ada satupun peluru yang mengenai Koutarou, hanya lewat dekat pipinya, lewat di bawah tangan yang diangkat oleh Koutarou dengan santainya atau di antara tangan dan badannya.

Pemandangan yang aneh itu membuat Elexis seperti sengaja melesetkan tembakannya.

Kenapa, kenapa aku tidak bisa mengenainya!?

Elexis mulai panik sambil terus menembak. Dalam situasi ini, justu orang yang menembaklah yang menjadi kebingungan.

Koutarou bisa menghindari peluru-peluru itu berkat kekuatan yang didapatnya dari Sanae. Bidikan Elexis begitu akurat, begitu juga dengan performa pistol itu. Dia tidak ragu seperti halnya Ruth, dan bidikannya begitu logis dan akurat. Itulah sebabnya serangannya bisa dihindari lebih mudah daripada yang lain.

"Korban, kau bilang!?"

"Betul sekali! Aku cuma rakyat biasa yang dijajah sama tuan puterimu!!"

Koutarou sekarang berada tepat di hadapan Elexis, dan Elexis menembakkan satu tembakan terakhir padanya. Namun, tembakan itu mengarah ke arah yang betul-betul berbeda. Tinju Koutarou mengenai Elexis tepat di wajah dan membuatnya jatuh ke tanah. Tembakan itu terjadi setelah Koutarou berhasil memukulnya dan Elexis terjatuh.

"A-Apa yang terjadi!?"

Setelah Elexis jatuh, dia tidak bisa bergerak. Alasannya adalah karena dia pusing setelah terkena tinjuan, tapi yang lebih berpengaruh lagi adalah karena dia begitu terkejut. Meskipun dirinya sudah dilindungi oleh adanya pelindung, Elexis tetap terkena tinjuan Koutarou. Elexis tentunya bingung dengan apa yang sudah terjadi.

"Satomi-sama...anda...."

Ruth yang sudah menyaksikan Koutarou dari belakang melihat apa yang sudah terjadi. Meskipun sudah melihatnya, dia masih merasa keheranan.

Tepat sebelum El-sama menembak, pelindung di dekat pistolnya menghilang sesaat! Satomi-sama memukulnya tepat di jeda yang kecil itu! Aku mengerti teorinya, tapi meskipun sudah mengerti dengan teorinya, itu tetap sulit untuk dilakukan!! Berapa banyak latihan yang sudah anda lakukan untuk bisa melakukan sesuatu seperti itu!?

Gerakan itu bisa dilakukan Koutarou berkat kekuatan dari Sanae dan pengalaman bertarungnya. Elexis mempunyai kebiasaan saat dia menembakkan pistolnya. Tepat sebelum menembak, dia akan menahan nafasnya, dan hal itu terlihat dari auranya. Pengalaman Koutarou berkata kalau hal ini biasa dilakukan oleh para pemanah dan penembak, jadi kalau dia menyerang tepat di saat itu, dia akan bisa mengenai Elexis tepat sebelum dia bisa menembak.

"Ouch, barriernya cepet juga baliknya."

Sementara Ruth masih keheranan, Koutarou mengayunkan tangan kanannya untuk meredakan rasa sakitnya. Itu karena dia terpental oleh pelindung yang kembali terbentuk, namun karena sikapnya yang begitu santai, sulit dipercaya bahwa dia sudah melakukan sesuatu yang begitu hebat dengan mudahnya.

"Begitu rupanya, Manusia Purba-kun, kau mengincar celah saat barriernya sedang hilang!"

Tepat pada saat itulah Elexis sadar dengan apa yang terjadi. Komputer pendukung taktis sudah melaporkan padanya tentang apa yang dilakukan oleh Koutarou.

"Tapi karena aku sudah tahu sekarang, aku tidak perlu takut lagi!"

Elexis membuang tempat peluru dari pistol itu dan dengan cepat menggantinya dengan yang baru.

"Aku hanya perlu menyerangmu dengan laser tanpa menghapus barriernya!"

Tempat peluru yang baru itu mengandung miniatur alat penyinaran yang menembakkan laser. Dengan memasukkan itu ke dalam pistol, pistol itu akan bisa menembaan laser. Karena pistol itu masih merupakan purwarupa, ada batasan seberapa banyak laser yang bisa ditembakkan, tapi itulah fitur menarik dari pistol itu.

"Kau sudah membuatku terkejut sedikit, tapi kelihatannya aku yang menang, Manusia Purba-kun!"

Setelah mengganti isi pistolnya, Elexis memerintahkan komputernya untuk mengubah pengaturan pelindungnya. Biasanya, pelindung dari Forthorthe akan melindungi juga terhadap laser, tapi Elexis mengganti pengaturan itu agar laser bisa menembus melewati pelindungnya. Itu berarti, dia bisa menembak Koutarou tanpa harus menghilangkan pelindungnya.

"Biar kukatakan sesuatu yang bagus."

"Apa itu keinginanmu? Aku bukan ksatria, tapi setidaknya aku bisa mendengar kata-kata terakhirmu."

Sambil mengarahkan senjatanya pada Koutarou, Elexis menunggu apa yang akan dikatakan olehnya. Dia sudah begitu yakin akan menang.

"Tanpa senjata sama sekali, aku nggak mungkin bisa ngancurin barriermu, dan kamu bisa nyerang aku sesukamu. Aku cuma bisa lari, tapi aku nggak akan bisa nyelametin Theia kayak gitu."

"Benar sekali, setidaknya kau mengerti itu."

"Tapi---"

Koutarou mulai berlari ke arah Elexis sekali lagi.

"Apa kau sudah begitu putus asa untuk melakukan serangan bunuh diri? Aku rasa itu cocok untuk manusia purba sepertimu."

Elexis dengan yakin tetap membidik ke arah Koutarou. Dia tidak perlu mengalahkan Koutarou dengan serangan ini, dia hanya perlu mengulur waktu dan tidak sampai kalah. Tidak ada kemungkinan bagi seseorang tanpa senjata untuk bisa menghancurkan pelindungnya. Elexis sudah terkejut sedikit setelah terkena pukulan, tapi dia masih unggul.

"Satomi-sa---Ah..."

Awalnya, Ruth juga mengira bahwa Koutarou akan membuang nyawanya, tapi dia sadar saat melihat Koutarou tersenyum. Senyuman yang sama saat Koutarou akan menjahili Yurika.

"---temanku adalah yang paling licik."

Sebelum Elexis bisa menembak, beberapa berkas cahaya turun dari langit ke arahnya, menembus pelindungnya dan mengenai pistol di tangannya, generator pelindung di pinggangnya dan menghancurkannya.

"A-Apa!?"

Elexis kembali kaget dengan hal yang tidak disangka-sangka olehnya itu. Namun, dia tidak punya banyak waktu karena Koutarou mengayunkan tinjunya sekuat tenaga ke arahnya. Tanpa pistol dan pelindungnya, Elexis tidak bisa melindungi dirinya sendiri, dan dengan posisi berdirnya saat itu, dia menjadi sasaran empuk.

"Guhah."

Tinju Koutarou melesak ke dalam perut Elexis, dan membuatnya pingsan.


Part 5[edit]

Setelah mengalahkan Elexis, Koutarou dan Ruth pergi menuju bagian taman yang lebih dalam dibantu oleh Clan. Saat Koutarou sedang bertarung, Clan berhasil menangkap sumber panas yang berasal dari Theia dan kelima pengawal Elexis dengan menggunakan alat pemantaunya.

"Hanya sebatas ini saja aku bisa membantu kalian. Aku tidak bisa meninggalkan bukti apapun bahwa keluarga Schweiger sudah terlibat."

Kalau Clan melakukan lebih dari hal itu, ada kemungkinan bahwa Elexis dan pihak militer tahu bahwa dia sedang membantu mereka. Disinlah giliran Clan berakhir.

"Makasih ya, Clan."

"Hutangmu padaku semakin bertambah banyak, Koutarou."

"Ya, ya, aku tahu."

"Terima kasih banyak, Clan-sama."

"Kenapa aku dapat ucapan terima kasih dari Pardomshiha, hhh..."

Karena Clan tidak terbiasa berkomunkasi dengan orang, dia menjadi kesulitan menerima ucapan terima kasih dari seseorang yang jarang sekali berbicara dengannya, karena berkomunikasi dengan orang baru itu berbeda dengan berkomunikasi dengan Koutarou. Sebagai hasilnya, hologram yang menunjukkan Clan, yang dibuat oleh gelang Koutarou, menjadi terlihat bersemu merah.

"...Saya sendiri juga bingung", ujar Ruth sambil meletakkan tangannya di dadanya dan tersenyum tulus. Perasaan tulus Ruth kelihatannya berpengaruh pada Clan yang turut tersenyum malu.

"Satu peringatan lagi, Koutarou. DKI mencoba menjual senjata yang lebih hebat dari pistol itu ke pihak militer."

"Jadi, aku mesti gimana?"

"Aku akan 'memakai segala cara yang kita bisa'."

"Aku ngerti, makasih ya."

Dengan merujuk pada ucapan Koutarou dahulu, Clan menyampaikan seberapa gawatnya situasi itu pada Koutarou. Koutarou lalu menyemangati dirinya sendiri dan mulai memikirkan persiapan untuk pertarungan yang akan datang. Saat dia melihat Koutarou yang mulai serius, Clan tersenyum tulus.

"....Kau sudah kembali dengan menghadapi segala rintangan itu, sekarang lindungilah dia sampai akhir nanti, Satomi Koutarou."

Setelah mengatakan hal itu, Clan melenyapkan hologramnya. Di saat yang sama, alat pemantau miliknya kembali ke Cradle. Kelanjutan situasi itu menjadi tanggung jawab Koutarou dan Ruth sepeunuhnya.


Part 6[edit]

Tidak lama setelah Clan pergi, Koutarou dan Ruth sampai pada tujuan mereka. Di sana, mereka melihat pepohonan yang terbakar dan bekas-bekas ledakan. Pemandangan itu mengatakan pada mereka bahwa ada sebuah pertarungan yang sudah terjadi di tempat itu.

"Yang Mulia ada...di sana! Dia ada di sana, Satomi-sama!"

"Theia."

Berada beberapa meter jauhnya dari Koutarou dan Ruth, di balik pepohonan, terdapat sebuah kapal luar angkasa yang lebih kecil daripada Cradle milik Clan, yang mempunyai ukuran sebesar sebuah truk besar. Tepat di sebelah kapal itu, terdapat lima pengawal Elexis yang sedang membawa Theia, yang saat itu sedang pingsan dan digotong oleh kelima orang itu di pundak mereka. Theia terlihat seperti sebuah boneka yang dibawa oleh kelima orang itu.

"Gawat, kalau kita tidak cepat-cepat, mereka akan membawanya pergi!"

"Jadi, nggak ada waktu buat trik, ya...."

Theia akan segera dimasukkan ke kapal luar angkasa itu. Kalau mereka berdua tetap menunggu, Theia akan segera dibawa pergi. Namun, Koutarou dan Ruth hanya memiliki senjata untuk membela diri yang diberikan oleh Clan. Mereka tidak bisa menggunakan senjata hebat yang bisa membuat kelima orang itu tahu kalau Clan terlibat. Jadi, akan sulit bagi mereka berdua untuk menghadapi kelima orang yang mempunyai senjata canggih itu. Mereka berdua bisa mengatasi Elexis karena dia hanya sendirian, tapi bahkan Koutarou sekalipun tidak akan bisa menghindari semua serangan jika kelima orang itu menyerang dengan laser di saat yang bersamaan.

Mereka berdua harus bergegas saat itu juga, tapi mereka tidak punya kemungkinan untuk menang dengan kondisi mereka saat itu. Tidak ada waktu untuk memanggil bala bantuan, dan setelah tidak ada jalan lain lagi, Koutarou menggumamkan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Clan.

"Pakai segala cara yang kita bisa, ya..."

Itulah kata-kata yang diucapkan Koutarou saat berhadapan melawan Maxfern. Tepat seperti saat ini, dulu pertarungan antara mereka berdua juga sempat terhenti. Jadi, Koutarou mengatakan pada Clan untuk mempersiapkan usaha terakhir mereka. Itulah maksud dari memakai segala cara.

Dulu, senjata terakhir Clan adalah peluru super repulsi ruang waktu. Kalau gitu, apa senjata terakhirku...?

Dan tepat saat Koutarou mendapat solusinya, Ruth berbicara padanya.

"Satomi-sama, aku akan bertindak sebagai umpan dan memancing mereka menjauh. Sementara itu, tolong selamatkanlah Yang Mulia. Aku yakin anda bisa melakukannya, jadi tolonglah, selamatkanlah Yang Mulia!"

Ruth tidak bisa menunggu lebih lama lagi dan menjelaskan rencananya dengan cepat. Namun, rencana itu terasa begitu berbahaya dengan tidak adanya kemungkinan bagi Ruth untuk selamat.

"Ruth-san..."

Koutarou mengerti dengan tekad Ruth, dia bahkan tidak perlu melihat auranya karena hal itu sudah jelas terlihat pada wajah Ruth.

Ruth udah siap mati buat hal ini. Dia mau nyelametin Theia, bahkan sampai dia mati, karena dia bakal nyesel kalau dia nggak bisa nyelametin Theia. Karena dia nggak bisa bahagia tanpa Theia...

"Aku akan maju! Aku serahkan sisanya pada anda!"

Ruth tidak takut dengan kematiannya sendiri, karena dia tahu meskipun dia mati, Koutarou akan tetap menyelamatkan Theia. Dan saat dihadapkan dengan tekad baja Ruth, Koutarou akhirnya memutuskan sesuatu.

Nggak ada gunanya aku ngejaga rahasia ini kalau ini bakal bikin Ruth mati. Aku juga yakin kalau Yang Mulia bakal maafin aku karena udah pakai itu dalam situasi ini, karena ini demi orang-orang yang udah Yang Mulia perjuangkan buat dilindungi!

Koutarou sudah siap untuk menggunakan segala cara yang dibutuhkan untuk melindungi Ruth dan Theia.

"....Tunggu bentar, Ruth-san", kata Koutarou sambil menggenggam pundak Ruth yang mau melesat maju dan memanggilnya.

"Satomi-sama?"

Karena tiba-tiba dihentikan, Ruth menjadi bingung melihat sikap Koutarou.

"Ruth-san...kalau bisa aku mau kamu nggak ngomong apa-apa soal apa yang kamu lihat mulai saat ini ke siapapun juga."

Koutarou lalu tersenyum pada Ruth. Senyumnya saat itu adalah senyumnya yang biasa, walau terlihat canggung, tapi itu adalah senyuman yang tulus yang tidak menyembunyikan hal apapun. Senyuman itulah yang paling disukai oleh Ruth untuk dilihat.

"Satomi...sama?"

Ruth tidak mengerti maksud Koutarou tersenyum seperti itu, jadi dia secara refleks bertanya pada Koutarou. Namun, bukannya menjawab, Koutarou mengacungkan tangan kanannya ke depan.

"Cradle! Berikan aku pedangku!"

"Baiklah, tuanku"

Permata di gelang yang dipakai Koutarou mulai berkedip berulang kali dan menjalankan perintahnya.

Pedang Satomi-sama? Saguratin seharusnya berada di Blue Knight saat ini...dan wajahnya...aku tidak pernah melihat Satomi-sama dengan wajah seperti itu sebelumnya...

Raut wajah Koutarou saat itu adalah raut wajah yang dibuatnya saat dia menguatkan hatinya untuk bertarung. Inilah pertama kalinya Ruth melihat raut wajah itu.

"Datanglah, Signaltin."

"Panggilan dikonfirmasi, titik koordinat terkunci. Memulai transfer Signaltin."

"Apa-----?"

Sebelum Ruth bisa terkejut dengan nama pedang yang diucapkan oleh Koutarou, proses transfer pedang itu sudah selesai.

Tepat di depan tangan kanan Koutarou, sebuah lubang hitam berdiameter sepuluh sentimeter muncul. Dari lubang itu, muncullah sebuah pedang yang berada di dalam sarungnya. Pedang itu memiliki desain rumit yang terdiri dari banyak lengkungan. Warna putih dan peraknya berpadu bersama dan terlihat anggun sebagai sebuah karya seni. Tanpa merasa ragu, Koutarou memasukkan tangannya ke dalam lubang hitam itu, menggenggam gagang pedang itu dan menariknya keluar.

Tepat saat Koutarou menggenggam gagang pedang itu, pedang itu mulai memancarkan sinar putih jernih. Dengan sinarnya yang sekuat matahari, pedang itu menyelimuti apapun di sekitarnya dengan cahaya.

"Pedang apa ini!? Ada lambang Alaia pada gagangnya!! Dan lambang keluarga kekaisaran terukir di sarungnya!!"

Lambang yang paling terkenal dan paling terkenal kedua terukir pada pedang itu, yakni lambang keluarga kekaisaran yang menggunakan dewi fajar sebagai motifnya dan lambang pribadi Alaia yang menggunakan salju putih keperakan sebagai motifnya.

Meskipun sinar putih itu masih memancar dengan kuat, kedua lambang itu turut bersinar dengan indahnya seakan menunjukkan kehadiran mereka.

"Yang Mulia Ksatria Biru, kapal ini, Cradle, akan berdoa untuk keselamatan dan kejayaan anda atas nama bangsa Forthorthe."

"....Terima kasih."

Koutarou berdiri di tengah-tengah cahaya itu, sambil menggenggam pedang itu dengan kedua tangannya. Di tangan kanannya pedang, dan di tangan kirinya sarung pedang itu. Koutarou lalu berbalik menghadap Ruth dan berbicara padanya.

"Ruth-san."

"Signal....tin? Dan Yang Mulia, Ksatria Biru....?"

Ruth tidak bisa membalas panggilan Koutarou karena dia masih begitu kaget dengan perkembangan situasi ini.

Itu pasti tiruan....tidak, pedang itu terlalu bagus untuk dikatakan replika...dan cahaya ini...dan kenapa Cradle memanggil Satomi-sama, Ksatria Biru....nama samaran? Bukan, ini....

Tanpa menunggu jawaban dari Ruth, Koutarou tersenyum dan terus berbicara.

"Aku....akan ngelindungin masa depan semuanya dengan hidupku, dan kedua pedang ini."

Dan tidak hanya Ruth dan Theia saja. Koutarou ingin melindungi orang-orang yang menderita yang berada di dekatnya. Dia tidak bisa melindungi semua orang di dunia ini karena dia bukanlah tuhan, tapi setidaknya dia ingin membuat dirinya tersenyum untuk bisa tersenyum juga sebagai gantinya.

Itulah sumpah Koutarou, dan juga harapannya.

Koutarou sudah kembali dari Forthorthe di masa lalu untuk memenuhi sumpah itu.

"Jadi, ayo kita maju, Ruth-san. Theia udah nunggu."

"I...Iya..."

Koutarou menghunus Signaltin dari sarungnya sementara Ruth masih berusaha untuk mengatakan sesuatu.

Bilah pedang yang keperakan itu mengeluarkan sinarnya yang putih bersih seakan menjawab perasaan Koutarou.


Part 7[edit]

Jabatan Pasukan Khusus bukan hanya sekedar jabatan biasa. Tepat saat cahaya putih itu muncul, kelima orang itu tahu bahwa ada bahaya yang akan mendekati mereka. Kemungkinan besar, intuisi mereka sebagai pasukan profesional berkata bahwa ada situasi yang aneh yang sudah terjadi.

Dengan begitu, kelima orang itu mulai mengeluarkan meriam laser, pelindung dan semacamnya dan lalu menunggu dengan waspada hingga musuh mereka muncul dengan sendirinya.

"Hanya satu manusia purba dan puteri Pardomshiha...?"

"Manusia purba itu punya pedang ksatria, dan gadis itu punya senjata untuk bela diri."

"Apa mereka sudah gila...?"

Namun, berlawanan dengan apa yang dikatakan oleh intuisi mereka, musuh yang datang rupanya terlihat terlalu lemah. Setelah melihat langsung penampakan musuh mereka, kelima orang itu yakin bahwa intuisi mereka salah. Mereka tidak percaya kalau musuh mereka, Koutarou dan Ruth, akan bisa menandingi mereka.

Bagi mereka, Koutarou dan Ruth nampak sudah gila. Tidak hanya karena jumlahnya yang lebih sedikit dari kelima orang itu, tapi mereka berdua menantang pasukan khusus itu hanya dengan pedang ksatria tua dan senjata untuk bela diri. Pasukan khusus itu pun berasumsi bahwa musuh mereka terdorong untuk melakukan serangan bunuh diri karena kesetiaan mereka yang berlebihan terhadap Theia.

Itulah sebabnya mereka memutuskan untuk tidak menggunakan senjata yang lebih kuat yang ada di dalam kapal luar angkasa mereka. Mereka yakin kalau mereka akan menang dengan perlengkapan mereka saat ini. Namun hal ini tidak membuat kewaspadaan mereka melemah, itu karena pertimbangan yang sudah biasa mereka jalani di dalam kehidupan mereka.

"Apa yang akan kita lakukan, Kapten?"

"Bunuh manusia purba itu, dan tangkap gadis itu sesuai rencana."

"Sudah kuduga...."

"Tapi, apa yang terjadi dengan Elexis-sama? Dia seharusnya sudah pergi untuk menghalangi gadis itu...apa mereka tidak bertemu?"

Dari kelima orang pasukan itu, tiga di antaranya maju dengan membawa senjata yang besar. Mereka yakin kalau ketiga orang ini akan cukup untuk menghabisi Koutarou dan Ruth. Dua orang sisanya melanjutkan tugas mereka masing-masing, dimana sang kapten memastikan keselamatan Elexis, dan yang satu lagi meletakkan Theia ke dalam kapal luar angkasa.

Saat melihat apa yang dilakukan oleh pasukan khusus, Koutarou menghela nafas lega.

Fiuh, mereka semua masih disini...sekarang kita seenggaknya punya kesempatan buat menang...

Apa yang paling Koutarou takutkan adalah jika pasukan khusus itu meninggalkan beberapa anggotanya untuk melawan Koutarou dan Ruth sementara sisanya membawa Theia pergi. Untungnya, hal itu tidak terjadi. Karena musuh yang mereka hadapi hanya dua orang dan Elexis masih menghilang, pasukan khusus itu memutuskan untuk tetap tinggal.

"Tapi...kualitas pasukan Forthorthe udah nurun ya...Flair-dono bakalan nangis kalau dia tahu..."

Koutarou bersyukur atas situasi itu, tapi teman lamanya pasti akan sedih melihat hal ini. Hal itu lucu menurut Koutarou, dan ia lalu menghadapkan wajahnya ke arah kelima orang itu.

"S-Satomi-sama, anda tidak bisa menyerang mereka dari depan!"

"Nggak apa-apa, percaya aja sama aku. Ruth-san, aku mau kamu nyelametin Theia kalau ada kesempatan."

"Satomi-sama!?"

Koutarou meninggalkan Ruth dan dengan santainya melangkah maju. Melihat itu, anggota pasukan khusus pun mulai tertawa.

"Apa? Kelihatannya dia benar-benar mau melawan kita."

"Biarkan dia bertingkah sesukanya."

"Benar juga. Kalau kita tembak mati dia sebelum dia bisa menyerang dengan pedangnya, dia tidak akan bisa beristirahat dengan tenang."

Meskipun Koutarou mulai mendekati mereka dengan pedang di tangan, para anggota pasukan khusus itu tetap merasa lebih unggul. Mereka yakin bahwa pedang tua itu tidak akan bisa menghancurkan pelindung mereka, jadi mereka berniat membiarkan Koutarou menyerang sesukanya.

"Hei, bocah purba. Silahkan serang kami. Tunjukkan keahlian berpedangmu."

"Kalian yakin?"

"Tentu saja. Serang sekuat mungkin."

"Apa kalian yakin aku boleh nyerang sekuat-kuatnya?"

"Ya."

"Baiklah, kalau gitu aku turutin permintaan kalian."

Koutarou lalu melotot pada ketiga orang di hadapannya sambil mulai berkonsentrasi dan meningkatkan energi spiritualnya. Di saat yang sama, dia mengirimkan niatannya pada pedangnya dan melepaskan kekuatan sihirnya.

Maaf, tapi aku bakal ngalahin kalian sebelum kalian bisa nembak!

Setelah selesai bersiap-siap, Koutarou melesat maju.

"Tunggu! Bunuh dia sekarang! Dia---"

Sang kapten berteriak di saat yang sama dengan majunya Koutarou. Wajah sang kapten terlihat pucat karena baru saja menerima laporan dari Elexis yang baru saja sadar.

"Kapten?"

Tapi pada akhirnya, ketiga orang itu tidak pernah memiliki kesempatan untuk menembakkan senjata mereka. Dengan satu ayunan, generator pelindung pada pergelangan tangan mereka meledak. Pelindung mereka sudah membuat bidang untuk menghadang pedang itu, tapi kerusakan yang diterimanya melebihi batasan dari generator itu dan membuat generatornya meledak.

"Apa!?"

"Uwaaah!!"

"K-Kapten!?"

Mereka bertiga pun terpukul jatuh karena kaget dan sekarang menjadi penuh dengan celah. Melihat itu, Koutarou langsung mengayunkan Signaltin tanpa ragu lagi. Tanpa pelindung mereka, ketiga orang itu menerima serangan itu mentah-mentah dan terpental.

"...Tenang, aku pakai punggung pedang kok. Kalian nggak akan bisa istirahat dengan tenang kalau kalian mati sebelum bisa nembak."

Ketiga orang itu terpukul jauh oleh sihir gelombang kejut yang menyelimuti Signaltin, membuat mereka terpental ke tanah dan tidak bisa bergerak, namun tidak sampai membahayakan nyawa mereka. Gelombang kejutnya sudah diatur agar tidak sampai membunuh mereka.

"Siapa orang ini!?"

"Kapten!?"

"Jangan diam saja! Tembak!!"

"B-Baik kapten!!"

Setelah kehilangan ketiga rekan mereka dalam sekejap, kedua orang yang tersisa dengan segera mengarahkan senjata mereka pada Koutarou. Pada saat rekan mereka terpukullah mereka sadar bahwa bocah di depan mereka bukanlah bocah biasa.

Kedua orang itu menembak, tapi apa yang keluar dari senjata mereka bukanlah peluru biasa, tapi berkas-berkas cahaya kuning. Berkas cahaya itu terdiri dari partikel logam berat yang dialiri energi dalam jumlah besar, sedangkan senjata mereka sendiri adalah senapan sinar yang diproduksi massal.

Kekuatan dan kecepatan senapan ini kalah jauh dibandingkan dengan yang digunakan oleh Clan, tapi senapan-senapan itu bisa diproduksi besar-besaran dan harganya murah. Jika diberikan pada sebuah pasukan, senapan-senapan itu akan menjadi lebih efisien. Selain itu, senapan-senapan itu jauh lebih mudah untuk dirawat dibandingkan dengan model-model lama, dan sudah dirancang untuk bisa digunakan dalam segala macam keadaan. Inilah senjata lain yang ingin dijual DKI kepada pihak militer.

"Kelihatannya senjata bagus....tapi tetep aja dibuat besar-besaran..."

Koutarou mengayunkan pedangnya secara horizontal dan mengenai sinar yang datang. Saat dia melakukan itu, kedua sinar yang menuju ke arahnya menghilang layaknya api lilin yang tertiup. Koutarou yang sudah merasakan kekuatan senapan performa tinggi milik Clan tidak akan kalah dari senjata produksi massal yang kualitasnya lebih rendah.

"Dia memotongnya! Dia betul-betul memotong lasernya!"

"M-Monster, dia bukan manusia!"

"Jahat banget sih, kalian berdua ini..."

Sinar tidak mempan, dan pelindung mereka tidak bisa melindungi mereka.

Koutarou sudah betul-betul menghancurkan akal sehat mereka berdua, membuat kedua orang itu merasa panik dan merasa seperti melihat fenomena paranormal.

"Aku nggak hebat, yang hebat adalah mereka yang udah minjemin aku kekuatan ini."

Koutarou, meskipun keheranan, menyiapkan pedangnya. Setelah dia mengayunkannya sekali lagi, kedua orang yang ketakutan itu pun kehilangan kesadaran.


Part 8[edit]

Setelah memastikan bahwa semua anggota pasukan itu sudah tidak sadarkan diri, Koutarou melemaskan bahunya.

"Fiuh...."

Tidak peduli seberapa sering hal itu terjadi, Koutarou tidak bisa terbiasa dengan niatan membunuh yang ditujukan padanya, bahkan jika itu berasal dari seseorang yang bisa dikalahkannya.

"Bagaimana bisa...hanya dengan pedang itu, dia menyelesaikannya dalam sekejap..."

Sementara Koutarou merasa lega, jantung Ruth berdetak semakin dan semakin cepat. Dia tidak bisa mempercayai apa yang sudah terjadi di depan matanya, seakan dia baru saja menyaksikan sebuah dongeng.

Satomi-sama sudah kuat sebelumnya...tapi ini sudah jauh di atas itu...dan dia bahkan tidak memakai zirahnya...

Yang digunakan Koutarou saat itu hanyalah sebuah pedang, yang tidak dibuat menggunakan teknologi modern. Betul-betul pedang biasa. Walau begitu, Koutarou dengan cepat mengalahkan kelima orang yang bersenjata lengkap itu.

"Signaltin...Ksatria Biru....apa mungkin...."

Pedang itu bersinar putih keperakan, dan kekuatannya jelas tidak akan kalah dari teknologi saat ini. Pedang yang indah itu, yang memiliki bentuk layaknya pedang ksatria tradisional Forthorthe, bersinar seperti layaknya pedang sihir sungguhan.

Sihir...benar juga, tongkat Yurika-sama!!

Tepat pada saat itulah Ruth teringat sesuatu, yakni soal tongkat sihir sungguhan yang didapat oleh Yurika. Setelah Koutarou kembali, dia memberikan tongkat itu pada Yurika sebagai oleh-oleh. Tongkat itu betul-betul mengandung sihir, dan Ruth sendiri sudah memastikan sendiri efeknya beberapa kali. Jadi, ada kemungkinan yang besar bahwa pedang Koutarou juga merupakan pedang sihir.

Kalau pedang itu betul-betul pedang sihir, dan betul-betul Signaltin...itu berarti...

Ruth lalu membuat sebuah hipotesis. Memang, begitu mengada-ada, dan bisa disamakan dengan khayalan dan fantasi semata. Dibandingkan dengan itu, hipotesis tentang Koutarou dan Clan yang pergi ke masa lalu bukanlah apa-apa.

Namun, Ruth merasa bahwa itulah kebenarannya. Berbagai bukti tidak langsung mendukung hal itu, dan Ruth sendiri juga menginginkan agar hal itulah yang betul-betul terjadi. Saat dia memikirkan hal itu, jantung Ruth kembali berdetak dengan cepat.

"Ruth-san, Theia...."

"B-Baik."

Namun, dia bisa menanyakan kebenaran itu pada Koutarou nanti. Koutarou tidak akan lari. Saat ini, Ruth harus menyelamatkan Theia. Ruth lalu menguatkan dirinya dan mengejar Koutarou ke lubang palka kapal luar angkasa.

"Itu dia!"

"Yang Mulia!"

Theia diletakkan persis di dekat pintu masuk. Karena lubang palkanya dibiarkan terbuka, angin yang bertiup masuk ke dalam kapal turut meniup roknya dengan pelan. Karena orang yang membawanya harus bergegas masuk dalam pertarungan, Theia akhirnya tertinggal di sana.

"Syukurlah, Yang Mulia baik-baik saja."

Ruth mendesah lega dan menghapus air matanya. Karena sudah begitu khawatir dengan keadaan Theia, begitu melihat bahwa Theia selamat, Ruth hampir terjatuh lemas ke tanah karena merasa begitu lega.

Theia masih pingsan, tapi wajahnya tidak terlihat pucat dan dia nampak tidak terluka. Bawahan Elexis setidaknya sudah cukup sopan dalam memperlakukan Theia. Dengan begitu, hanya tinggal masalah waktu saja sebelum Theia sadar.

"Ruth-san, ayo kita bawa Theia keluar dari sini."

"Baik."

Meskipun musuh mereka sudah kalah, mereka tidak mati. Penting bagi Koutarou dan Ruth untuk berpindah ke tempat yang berbeda dengan segera. Koutarou mengangkat Theia dan memutuskkan untuk kembali ke kamar 106 untuk saat ini, karena di kamar itu akan ada banyak orang yang akan membantunya melindungi Theia dan Ruth.

Koutarou menyarungkan Signaltin dan lalu membawa badan Theia yang mungil di pundaknya. Ruth turut membantunya, namun terlihat melamun saat melhiat ke arah lambang yang ada di pedang itu.

Mau bagaimanapun aku lihat, ini benar-benar...

Setelah memastikan bahwa Theia sudah aman, pedang itulah yang menjadi masalah terakhir bagi Ruth.

"...Hm?"

Mungkin bukan itu sebabnya, tapi Koutarou menjadi yang pertama sadar dengan datangnya musuh yang baru.

"Gawat....ada yang datang."

Setelah keluar melewati lubang palka dan melangkah di jalan yang ada di taman sesaat, Koutarou merasakan adanya musuh yang mendekat.

"Satomi-sama?"

"Apa dia masih mau bertarung..."

Elexislah yang ternyata sedang mendekati mereka. Masih ada jarak di antara mereka, tapi Koutarou bisa merasakan auranya. Kelihatannya, Elexis sudah sadar dan sedang menuju ke sana.

"Peringatan. Reaksi energi dengan kepadatan tinggi terdeteksi. Senjata mobile[2] kecil dan berbahaya sedang mendekat. Mohon segera mundur. Berdasarkan total energi musuh jika dibandingkan dengan perlengkapan saat ini, kemungkinan untuk menang diperkirakan sebesar 4%."

Dan apa yang Koutarou rasakan didukung oleh pesan peringatan dari gelangnya.

"Senjata mobile!?"

"Ruth-san, tolong jaga Theia ya", ujar Koutarou seraya menyandarkan Theia ke sebuah pohon terdekat.

"Bagaimana dengan anda, Satomi-sama!?"

"Aku mau pergi ngalahin senjata mobile atau apalah itu."

Dengan mempertimbangkan kecepatan pergerakan aura Elexis, mereka tidak akan mungkin bisa lari. Ditambah lagi, selama sensor senjata mobile itu tidak rusak, mereka bertiga tidak akan bisa bersembunyi. Koutarou yakin bahwa dia harus mengalahkan senjata mobile itu.

"Jangan, Satomi-sama!! Tidak peduli seberapa kuat anda, itu terlalu berbahaya!! Setidaknya, pakailah zirah anda!!"

Saat dia mendengar keputusan Koutarou, Ruth mulai panik. Meskipun ukurannya kecil, sebuah senjata mobile mempunyai persenjataan seperti peledak yang bisa menyerang sebuah area yang luas. Dengan itu, Koutarou akan tetap terluka tidak peduli seberapa cepat dirinya. Ruth tidak bisa membayangkan Koutarou akan menang, dan percaya bahwa satu-satunya kesempatan untuk menang adalah untuk lari.

"Tenang aja, aku bakalan aman kok."

"Apa alasan anda untuk itu!?"

Suara Ruth saat itu terdengar mirip dengan teriakan, karena dia tidak bisa dengan mudahnya percaya jika Koutarou akan baik-baik saja.

"Alasan...betul juga. Cradle, tolong bandingkan data pertarungan."

"Silahkan atur kondisnya."

"Apa yang lebih mudah, ngelawan Alunaya, atau ngelawan musuh ini tanpa zirah?"

"Berdasarkan kondisi itu, kemungkinan untuk menang diperkirakan 280% lebih tinggi dibandingkan melawan Alunaya."

"Nah kan?"

Gelang itu, atau lebih tepatnya Cradle, memberikan prediksi yang sudah diharapkan oleh Koutarou. Kemungkinannya untuk menang melawan senjata mobile itu hampir bernilai tiga kali lipat daripada melawan Alunaya.

"Jangan begitu!! Mengapa kemungkinan anda untuk menang justru lebih tinggi dibandingkan melawan Yurika-sama di dalam kostum!?"

"Tenang aja", balas Koutarou sambil menghunus pedangnya.

"Aku udah ngelawan yang asli."

"Eh? Yang asli?"

Tepat setelah Koutarou bersiap-siap, Elexis muncul. Senjata mobile yang dinaikinya menghancurkan pepohonan di sekitarnya dan dia masuk ke area terbuka di dekat kapal luar angkasa itu. Senjata mobile itu tingginya sekitar lima meter, cukup kecil dalam standar Forthorthe, tapi sudah cukup besar bagi manusia biasa. Meskipun gelapnya malam menutupi senjata itu, benda itu tetap terlihat mencolok dari hal-hal di sekitarnya.

Suara Elexis yang terdengar keras bisa terdengar dari speaker senjata mobile itu.

"Aku tidak akan membiarkanmu lolos, manusia purba. Tinggalkan para gadis itu."

Elexis sedang duduk di dalam kokpit di bagian atas senjata mobile itu. Wajahnya bisa terlihat dari kaca penutup tembus pandang pada kokpit senjata itu.

"Hei Dextro, kamu betul-betul suka sama benda itu ya...."

Meskipun sedang berhadapan dengan senjata mobile itu, Koutarou tidak tampak terkejut sama sekali. Dia bahkan tersenyum saat melihat ke arah Elexis.

"...Sifatmu kelihatannya sudah membaik sedikit, tapi pada dasarnya kamu masih sama..."

"Kenapa kau tersenyum?"

"Ah, bukan apa-apa. Aku cuma mikir kalau mainanmu kayaknya kuat."

Senjata mobile ini punya penampilan yang menarik. Rupanya tampak seperti manusia. Deskripsi yang paling tepat untuk senjata ini adalah orang yang kekar yang memakai zirah ksatria.

Nggak nyangka harus ngelawan ini lagi...

Koutarou pernah berhadapan dengan raksasa besi yang digerakkan dengan sihir, dan senjata mobile yang dikendalikan oleh Elexis nampak mirip sekali dengan raksasa itu. Hal itu membuat Koutarou merasa kangen dengan hal yang dilaluinya dahulu.

"Senjata ini memang kuat. Di masa depan nanti,senjata ini akan menjadi barang dagangan perusahaan kami. Setelah kami memasarkannya, silahkan beli satu."

"Ya, mungkin nanti aku bakal beli."

Koutarou lalu mengarahkan ujung pedangnya pada si raksasa. Koutarou yang berukuran kurang dari dua meter berhadapan dengan raksasa setinggi lebih dari lima meter, hampir tiga kali tingginya. Biasanya, Koutarou tidak akan bisa menghadapi hal seperti ini, namun kali ini Elexis tidak akan menurunkan kewaspadaannya. Dia melotot tajam ke arah Koutarou dari dalam kokpitnya.

Rokujouma V9 237.jpg

"Aku tidak menyangka harus menggunakan ini melawan seseorang, tapi karena kau adalah sesuatu yang berada di luar akal sehat, aku memutuskan untuk menggunakan benda kebanggaan perusahaanku."

"Kamu direktur DKI, ya kan?"

"Benar, tapi tenanglah, Manusia Purba-kun. Kalau kau bisa mengalahkan ini, aku tidak akan mengganggumu untuk sementara waktu."

"Kamu nggak akan ngejalanin bisnis dimana kamu yang bakal rugi...ya kan?"

"Tepat sekali!"

Koutarou dan Elexis pun saling tersenyum.

Tepat di saat itulah roket pendorong pada badan si raksasa tiba-tiba menyala, dan membuat si raksasa terbang ke arah Koutarou. Dengan ukurannya yang besar, raksasa itu sulit untuk berjalan. Dia akan bergerak dengan cara terbang dengan memanipulasi gravitasi, dan saat dia membutuhkan pergerakan yang cepat, raksasa itu akan menggunakan roket pendorongnya. Cara kerjanya sama dengan zirah milik Koutarou.

"Aku seneng denger itu! Kamu sama sekali nggak berubah!"

Koutarou pun turut maju dengan pedang di tangannya. Kecepatannya tidak sebanding dengan si raksasa, tapi dia cukup cepat untuk ukuran manusia. Ini berkat energi spiritual dan kekuatan sihir yang digunakannya.

"Bagaimana kalau begini!?"

Sambil terus bergerak dengan cepat, si raksasa menembakkan pistol besar di tangan kirinya. Pistol itu menembakkan peluru tabung yang menyebar menjadi peluru-peluru kecil yang melingkupi wilayah sebesar satu meter dan menyerang Koutarou.

"Oh!"

Koutarou berguling maju dan lolos dari bawah terjangan peluru-peluru itu. Pada saat itu, beberapa peluru menyerempet badan Koutarou, tapi sihir pedangnya melindunginya dan memantulkan peluru-peluru itu.

Kelihatannya dia bisa mengelak dari tembakan peluru tabung. Namun----!

Koutarou dengan cepat bangkit berdiri dan kembali maju ke arah si raksasa. Dia tidak bisa mengendalikan kekuatan sihir pedang itu sebaik Alaia, yang berarti akan berbahaya baginya untuk bergantung pada pedang itu untuk melindunginya. Agar tidak sampai terkena tembakan, Koutarou harus mendekat.

"Elakan yang bagus! Menakjubkan!"

Setelah menembakkan beberapa peluru tabung lagi ke arah Koutarou, Elexis merasa kalau dia tidak akan bisa mengenai Koutarou dan lalu mengganti cara menyerangnya. Senjata berikutnya adalah kapak untuk pertarungan jarak dekat. Bagi Koutarou, kapak itu tampak sangat besar, tapi bagi si raksasa itu adalah senjata yang kecil. Sebagai hasilnya, raksasa itu bisa mengayunkan kapak itu dengan gesit, dan area serangannya menjadi cukup besar. Jika digabungkan dengan panjang lengannya, kapak itu bisa menyerang hingga jarak tiga meter. Elexis berasumsi kalau dirinya bisa mengenai Koutarou dengan senjata ini.

"Terima kasih atas pujiannya!!" seru Koutarou yang menerima tantangan dari Elexis. Karena dia sendiri juga ingin menyerang dengan pedangnya, Koutarou merasa bahwa inilah kesempatan besarnya.

Raksasa itu menyalakan roket pendorongnya hingga kekuatan penuh dan maju menyerang sementara Koutarou mengambil ancang-ancang. Jarak di antara mereka pun berkurang drastis, dan serangan si raksasalah yang pertama kali maju.

"Terima iniiiiii!"

Raksasa itu mengayunkan tangannya yang panjang secara melintang dan kapaknya dengan cepat mendekati Koutarou. Dengan berat dan kecepatannya yang besar, Koutarou pasti akan mati bahkan jika bukan kapak itu yang mengenai dirinya. Serangan itu begitu berbahaya bagi Koutarou yang tidak memakai pelindung apapun.

"Aku nggak akan kena sama serangan kayak gini!"

Koutarou dengan gesit melompat untuk bisa lolos dan kapak itu lewat tepat di bawah kakinya. Koutarou lalu menggunakan momentum melompatnya untuk menyerang raksasa itu.

"Sudah kuduga, kau akan melakukan itu, Manusia Purba-kun!"

Namun ternyata hal itulah yang diinginkan oleh Elexis. Raksasa itu lalu membidik pistol di tangan kirinya pada Koutarou yang masih berada di udara, karena tidak mungkin dia bisa menghindari tembakan itu saat masih melayang. Itulah rencana Elexis.

"Gawat! Signlatin, tolong ya!"

Raksasa itu pun menembak, dan di saat yang sama, Signaltin mulai bersinar, tanda bahwa Koutarou melepaskan kekuatan sihir Signaltin. Dia lalu membuat sebuah medan pelindung dan menendangnya. Dengan begitu, Koutarou bisa mengubah arah gerak badannya dan menghindari tembakan itu. Tepat setelahnya, tembakan itu menghancurkan medan pelindung yang dibuat oleh Signaltin.

"Benar-benar...kau baru saja melakukan sesuatu yang tidak mungkin. Kau baru saja melompat di udara, benar?"

"Yap. Biar tampangku begini, gerakanku lumayan lincah loh."

Meskipun rupanya seperti itu, raksasa itu dengan cepat mengubah arahnya. Tepat saat Koutarou mendarat dan mengambil ancang-ancang dengan pedangnya, raksasa itu sudah mengarahkan senjatanya padanya.

"Namun, sudah waktunya bagiku untuk menggunakan serangan yang lebih kuat. Lagipula, aku sudah menyelesaikan tujuanku."

"Tujuanmu?"

"Satomi-sama! Para prajuritnya!"

Pada saat Koutarou mendengar suara Ruthlah ia baru sadar apa tujuan Elexis sebenarnya.

Gitu ya, jadi dia ngelakuin itu biar prajuritnya bisa kabur! Aku ketipu sama wajahnya Dextro!

Dua prajurit tambahan yang sudah bersembunyi entah dimana sudah membawa kelima prajurit yang lain menuju kapal luar angkasa. Elexis melakukan serangan-serangan itu untuk mengulur waktu bagi kedua prajurit itu.

"Jadi kamu ngulur-ngulur waktu lagi....kamu rupanya perhatian juga ya, sama bawahanmu."

"Aku tidak tahu soal itu. Hal yang paling penting bagi kami adalah untuk tidak meninggalkan bukti apapun bahwa kami terlibat dengan hal ini. Bukan untuk membunuhmu ataupun menangkap para gadis itu.

Sementara Elexis masih mengalihkan perhatian Koutarou, bawahan Elexis sedang membuat persiapan untuk mundur dari pertempuran. Namun, hal itu akan sia-sia kalau mereka sampai meninggalkan bukti.

Bagus...kalau begini, meskipun aku bisa ngalahin dia, kita cuma bisa kabur sebentar dari bahaya...

Sistem operasi pada Blue Knight, termasuk juga gelang yang dipakai Theia dan Ruth, sudah dirusak agar tidak meninggalkan rekaman apapun yang bisa dijadikan sebagai barang bukti. Alat-alat tambahan yang dipasang oleh para prajurit itu pun akan hancur dengan sendirinya, dan para prajurit yang bisa dijadikan saksi sudah dibawa masuk ke dalam kapal luar angkasa.

Satu-satunya bukti yang tersisa berada pada rekaman pada gelang milik Koutarou, tapi kalau sampai rekaman itu dipublikasikan dengan sembarangan, Clan akan mengalami situasi yang rumit. Clan bekerjasama dengan Koutarou secara pribadi, tapi keluarga Schweiger tempatnya berasal masih bermusuhan dengan keluarga Mastir asal Theia. Jadi, Clan tidak bisa membuat keputusan apapun yang memiliki dampak negatif kepada keluarganya, dan Koutarou tidak mau Clan sampai mengalami hal itu.

"Satu-satunya kesalahanku adalah tidak memperhitungkan adanya hal yang tidak wajar sepertimu."

Senjata di pundak raksasa itu terarah pada Koutarou. Di pundak kanannya terdapat meriam laser yang besar, dan di pundak kirinya terdapat peluncur misil multi fungsi yang bisa menembakkan delapan misil sekali tembak. Senjata-senjata itulah yang paling kuat yang dimiliki oleh raksasa itu.

"Kalau bisa, aku mau menghapus ketidakwajaran itu saat ini juga."

"Bukannya aku emang nggak wajar karena kamu nggak bisa ngehapus aku?"

"Kelihatannya memang itu sebabnya!"

Saat dia masih berbicara, Elexis menembakkan misil-misilnya, yang diarahkan dengan menggunakan suhu dari sasarannya dan juga kamera. Setelah mengunci sasaran mereka, misil-misil itu mengejar Koutarou seakan-akan menjadi hidup.

"Sialan!"

Koutarou berencana mendekati misil-misil itu sedekat mungkin sebelum menghindar, tapi mereka meledak beberapa meter sebelum dia sampai. Metode serangan seperti ini dikenal dengan sebutan sumbu jarak[3]. Misil-misil itu meledak saat masih mendekati sasarannya dan berupaya menghancurkan area dalam skala besar. Bahkan Koutarou sekalipun tidak akan bisa menghindar.

"Satomi-sama!!" jerit Ruth saat melihat Koutarou yang berada di dalam area ledakan itu. Serangan area luas itulah yang ditakuti oleh Ruth, karena Koutarou sekalipun tidak akan bisa tetap utuh setelah terkena itu. Ruth masih melindungi Theia dari ledakan itu sambil merasakan sesuatu yang mirip dengan keputusasaan.

"Satomi-sama! Satomi-sama!!"

Awan debu menyelimuti area dimana Koutarou baru saja berada. Karena ledakannya terjadi di dekat tanah, sebagian besar tanahnya sudah menghilang dan terlempar ke udara dan menghalangi pandangan. Namun, angin musim dingin yang begitu menusuk meniup perlahan awan debu itu.

Setelah awan debu itu tersapu pergi, Ruth bisa melihat Koutarou yang terbaring terluka di dasar lubang yang baru saja terbentuk.

"Tidaaaaaaaaaaaak!! Satomi-sama!!" jerit Ruth begitu melihat Koutarou. Baginya, sesuatu yang seharusnya tidak akan terjadi baru saja terjadi.

"Sudah kuduga, bahkan kau sekalipun tidak bisa bertahan dari itu...."

Selanjutnya, meriam laser raksasa itu mulai bergerak. Motor dari turet[4] itu mulai berbunyi dengan keras sambil mengarahkan ujung meriamnya pada Koutarou. Elexis berniat menghabisinya dengan senjata itu.

"Selamat tinggal, Manusia Purba-kun. Kau sudah bertarung dengan baik."

"Berhenti, jangan bunuh Satomi-samaaaaaaa!!"

Koutarou akan mati. Koutarou yang sudah menjadi penopang impian Theia dan Ruth. Kematiannya itu akan sama seperti hancurnya dunia bagi Ruth. Jeritannya saat itu penuh dengan rasa sakit dari jiwanya yang sudah hancur.

Namun, teriakan Ruth tidak terdengar oleh Elexis, dan dia dengan tenang menarik pelatuknya. Energi yang besar yang dibuat oleh raksasa itu berubah menjadi sinar yang kuat dan membuat sebuah tombak sinar yang sangat besar menyerang Koutarou.

Lubang yang dibuat oleh misil-misil tadi menjadi semakin lebar karena serangan sinar itu. Tanah kembali hancur menjadi debu dan menutupi Koutarou.

"Satomi-sama! Tolong jawab saya, Satomi-samaaaaa!!"

Ruth menjerit dan menangis layaknya anak kecil, begitu frustasi sampai membuatnya tidak bisa beranjak dari sisi Theia. Dia ingin lari kemana Koutarou sedang berada dan menyelamatkannya bahkan saat ini juga, tapi dia tidak bisa meninggalkan Theia begitu saja. Hal itu membuatnya hanya bisa menjerit dan menangis.

"Dengan begitu, ketidakwajaran itu akhirnya musnah. Sekarang hanya tinggal---"

"...Lanjutin aja. Aku emang nggak wajar karena kamu nggak bisa ngehapus aku."

Tepat pada saat itu, tangan kanan dan kaki raksasa itu terpotong.

"A-Apa!?"

Setelah kehilangan penopangnya, raksasa itu jatuh ke kanan, dengan Elexis yang terkejut masih berada di dalamnya. Dan saat dia terjatuh, tangan kiri dan kakinya pun juga terpotong. Sesudah terjatuh ke atas tanah, raksasa yang sudah tidak mempunyai tangan dan kaki itu menjadi begitu lemah.

"Hah....akhirnya selesai juga."

Yang memotong tangan dan kaki raksasa itu tentu saja Koutarou, yang entah mengapa sudah berada di sebelahnya. Koutarou mengayunkan pedangnya dan membuat minyak yang menempel di pedangnya terbang, lalu mengarahkan pedangnya ke bagian kokpit.

"Menyerahlah. Kamu kalah."

"Satomi-sama!! A-Anda baik-baik saja!!"

Ruth kembali menjerit sekali lagi, namun tidak seperti sebelumnya, kali ini dia menjerit karena bahagia.

"Bagaimana!? Kenapa kau bisa berdiri di sana!? Aku baru saja membunuhmu!!" seru Elexis yang masih begitu kaget, karena Koutarou yang baru saja dibunuhnya sekarang sedang berdiri di hadapannya, bagai sebuah mimpi buruk.

"'Aku' yang baru saja kamu tembak itu bisa kamu sebut sebagai hologram."

"Begitu rupanya! Kau bersembunyi saat misilnya meledak lalu meninggalkan pengganti!"

"Yap. Hasilnya, bajuku jadi hancur begini. Kamu bisa gantiin nggak?"

Koutarou memang terkena ledakan misil-misil itu, namun tidak sampai membuatnya tidak sadarkan diri. Yang dideritanya hanyalah beberapa luka bakar dan memar di badannya, juga pakaiannya yang terbakar. Signaltin dan mantra pertahanan yang dirapal Yurika padanya sebelumnya nyaris cukup untuk menyelamatkannya. Hal itu berkat sumbu jarak pada misil itu, kalau saja mereka meledak jika terkena benturan, maka Koutarou akan terluka lebih parah lagi.

Koutarou lalu menggunakan debu yang muncul dan menyembunyikan dirinya sendiri dan lalu membuat ilusi dirinya menggunakan Signaltin. Karena Koutarou tidak semahir Alaia dalam mengendalikan Signaltin, ilusi yang dibuatnya adalah yang sederhana yang tidak bisa bergerak. Namun, itu sudah lebih dari cukup untuk menirukan Koutarou yang terluka.

Sementara Elexis terkecoh oleh ilusi itu, Koutarou mengendap ke belakang raksasa itu dan memotong kaki dan tangannya. Dalam kata lain, serangan area luas yang membuat Elexis yakin akan membuatnya menang justru menjadi alasan kekalahannya.

Gadis penyihir Yurika memang hebat. Nggak nyangka gadis penyihir yang asli bakal bisa diandalin...

Yurika baru saja menjadi gadis penyihir baru-baru ini, dan bagi Koutarou, Yurika menjadi lebih bisa diandalkan lagi. Dia sekarang sudah menjadi bisa lebih diandalkan sampai-sampai membuat Koutarou berniat memberinya makan malam untuk beberapa hari.

"...Jadi, kehilangan Gesit-kun menjadi akhir dari keberuntunganku, rupanya. Untuk sekarang, aku akan memberikanmu salah satu bajuku nanti."

"Makasih banget."

"Denga begitu, boleh aku tahu namamu? Aku ingin tahu nama orang yang sudah mengungguliku."

Elexis pun menerima kekalahannya dan tersenyum kecut dengan pasrah.

"Namaku Koutarou."

"Koutarou, ya. Nama yang aneh, tapi akan aku ingat."

"Nah, sekarang menyerahlah. Kau sudah kalah."

Ujung pedang Koutarou menyentuh kaca kokpit, namun Elexis menggelengkan kepalanya dan tersenyum.

"Memang benar kalau aku sudah kalah, tapi aku tidak bisa menyerah. Aku adalah direktur dengan banyak pegawai."

Tiba-tiba, raksasa itu mulai mengeluarkan banyak asap putih, yang dengan cepat menyelimuti area itu dan membuat Koutarou tidak bisa melihat dengan jelas.

"Apa!? Tirai asap!?"

Dan tepat saat Koutarou sedang terkecoh oleh tirai asap itu, sebuah suara ledakan yang keras bisa terdengar.

"Sampai bertemu lagi, Koutarou-kun!"

Suara ledakan itu berasal dari kursi pelontar dari kokpit raksasa itu. Kursi itu beserta Elexis melesat tinggi ke langit, dan lalu masuk ke dalam sebuah kapal luar angkasa yang langsung melesat pergi sebelum ada yang tahu.

Pada situasi ini, Koutarou tidak bisa mengejar mereka, dan tepat saat tirai asap itu menghilang, Elexis dan pasukannya sudah berada di luar jangkauannya.

"....Yah, aku rasa kamu masih selicin 2000 tahun yang lalu, Dextro", keluh Koutarou sambil mengikuti kapal luar angkasa itu dengan matanya.

Setelah melontarkan kursi kokpit itu, raksasa itu dilalap oleh api yang membakar habis tubuhnya dan tidak meninggalkan bekas apapun.

Dan dengan itu, tidak ada bukti apapun yang tersisa. Fakta bahwa Theia dan Ruth diserang oleh pihak militer dan DKI sudah tertutup. Mereka muncul tanpa adanya peringatan dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Musuh seperti merekalah yang sulit untuk dilawan.

"....Bener-bener musuh yang nyusahin...", ujar Koutarou sambil menggertakkan giginya sementara api dari si raksasa masih menerangi area itu. Cara Elexis untuk mundur dari pertempuran begitu baik sampai-sampai membuat Koutarou melakukan itu.


Kembali ke Bab 5 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 7
  1. Gaya reaksi yang ditimbulkan senjata saat ditembakkan
  2. Sejauh ini hanya bisa diartikan sebagai sejenis kendaraan persenjataan yang bisa bergerak dengan lincah, tapi bukan dengan bentuk seperti mobil, tank dan sejenisnya. Anggap saja GUND*M
  3. Misil yang memakai sumbu jarak akan meledak jika sasaran berada di bawah nilai jarak yang sudah ditetapkan. Sudah ada sejak Perang Dunia 2
  4. Bagian dari tank dan kapal yang berisi mekanisme meriam dan juga orang yang menembakkannya