Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 8.5 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Pasukan Forthorthe Baru[edit]

Part 1[edit]

Di bagian utara wilayah Mastir yang dekat dengan wilayah Pardomshiha, terdapat sebuah padang rumput yang luas bernama Raustor, yang berarti "tempat istirahat sang dewi". Karena sebagian besar wilayah Mastir terdiri dari pegunungan, muncullah mitos bahwa Dewi Fajar mengistirahatkan kakinya di tempat itu, yang menjadi asal-usul nama padang rumput itu.

Karena padang rumput itu dikelilingi oleh daerah pegunungan, padang rumput itu secara otomatis menjadi jalur transportasi utama. Sebagai hasilnya, banyak kota-kota yang berpusat pada perdagangan dibangun di tempat itu, dan pasukan untuk melindungi kota itu pun ditugaskan disana.

Karena itulah, pasukan Forthorthe baru harus bertarung melawan pasukan kudeta di Raustor. Pertarungan itu tidak bisa dihindari jika pasukan Forthorthe baru ingin bisa terus maju hingga sampai menuju ibukota negara itu, Fornorn.

Pasukan Forthorthe baru dibentuk oleh Alaia setelah dia berhasil lolos ke wilayah Pardomsiha yang sudah memiliki ikatan kuat dengan keluarga kekaisaran. Dengan pasukan inti dari keluarga Pardomshiha, mereka bisa mengumpulkan sebanyak 500 orang prajurit. Ada perbedaan besar antara jumlah pasukan mereka dibandingkan dengan pasukan kudeta yang memiliki pasukan kekaisaran lama sebagai anggotanya. Keluarga Wenranka, yang juga loyal terhadap keluarga kekaisaran yang lama, juga memutuskan untuk bergabung dengan pasukan Forthorthe baru, tapi pasukan mereka diprediksi akan dimusnahkan sebelum mereka bisa bergabung dengan pasukan Forthorthe baru.

Namun, pasukan Forthorthe baru bisa membalikkan situasi itu. Meskipun pertarungan pada awalnya menguntungkan bagi pihak yang bertahan, pertarungan pertama pasukan Forthothe baru melawan pasukan kudeta berakhir dengan kemenangan pasukan Forthorthe baru, dan tepat saat itulah pasukan dari keluarga Wenrankan membantu mereka. Pertempuran pun berakhir setelah pasukan Forthorthe baru kembali menang.

Setelah kemenangan kedua mereka, reputasi pasukan Forthorthe baru mulai menyebar dengan cepat bagaikan api yang menjalar ke seluruh penjuru negeri. Sebagai hasilnya, mereka mendapat banyak anggota pasukan baru dan perbekalan.

Dengan bertambahnya jumlah pasukan mereka menjadi sebanyak 3000 orang, Alaia akhirnya mengambil sebuah keputusan, yakni untuk merebut kembali ibukota negara, Fornorn, dan mengalahkan Maxfern. Alaia akhirnya mulai bergerak kembali ke ibukota untuk merebutnya setelah beberapa bulan lalu kabur dari sana.

Dengan itu, pasukan Forthorthe baru dan pasukan kudeta bergerak maju menuju Raustor. Pasukan Forthorthe baru memiliki 3000 orang pasukan dan pasukan kudeta memiliki 4000 orang pasukan saat itu. Pasukan kudeta tidak membawa semua anggota pasukannya ke sana karena mereka harus menempatkan pasukan mereka untuk menjaga titik-titik perbatasan untuk berjaga-jaga jika muncul sebuah keributan dengan kacaunya pemerintahan karena adanya kudeta, yang bisa memancing invasi dari negara lain yang mungkin akan terjadi. Ditambah, rakyat yang sudah menderita selama beberapa bulan di bawah tirani penguasa yang baru ini pun sudah mulai geram.

Meskipun pasukan kudeta tidak bisa mengerahkan seluruh kekuatan pasukannya untuk bertempur, pasukan itu masih unggul dalam hal jumlah dan kualitas. Pasukan Forthothe baru sendiri memiliki jumlah pasukan sebanya 3000 orang, sebagian besar anggota pasukan itu adalah orang-orang yang tidak terlatih dalam pertempuran. Jadi, kenyataannya kekuatan pasukan Forthorthe baru hanya berjumlah sekitar 2500 orang. Sebagai hasilnya, pertempuran yang akan berlangsung nantinya akan terjadi antara 2500 orang melawan 4000 orang.

Dalam keadaan seperti ini, pasukan Forthorthe baru akan kalah jika mereka harus bertempur. Namun, hal itu hanya berlaku jika keadaannya tetap seperti ini.

Clan saat ini sedang berada di dalam salah satu tenda di perkemahan pasukan Forthorthe baru, mengutak-atik gelangnya dan mengubah-ubah gambar-gambar 3D dihadapannya satu demi satu. Gambar-gambar itu menampilkan formasi pasukan.

Karena tenda itu adalah tenda pribadi milik Koutarou dan Clan, Clan tidak perlu kuatir akan adanya salah seorang prajurit yang akan melihat apa yang sedang dilakukannya. Rupanya, saat itu Clan sedang menjalankan alat pemantaunya dan sedang menyelidiki musuh.

"Gimana keadaannya?" tanya Koutarou yang berada di sebelahnya yang juga melihat ke gambar-gambar itu. Clan lalu mulai menjelaskan pada Koutarou.

"Kelihatannya mereka bersiap-siap untuk bertempur di padang rumput itu. Mereka sudah meninggalkan benteng dan mulai menyusun formasi di padang rumput."

"Karena mereka jumlahnya gede, mereka nggak perlu bikin rencana yang macem-macem, ya."

"Yah, ada benarnya kalau kita terlihat seperti kerumunan yang tidak teratur."

Pasukan kudeta sudah meninggalkan benteng di kota dan mengirim hampir seluruh pasukannya ke padang rumput. Kalau mereka tetap tinggal dalam benteng itu, pertahanan mereka akan meningkat, tapi mereka tidak akan bisa menggunakan banyaknya pasukan mereka sebagai alat untuk menyerang. Itulah sebabnya mengapa pasukan kudeta memutuskan untuk meninggalkan benteng dan menghabisi pasukan Forthorthe baru dalam satu serangan. Dengan begitu, jumlah korban yang akan timbul dalam pertempuran akan menjadi lebih sedikit saat mereka menyerang dengan jumlah seperti itu dibandingkan dengan jika mereka berlindung dengan rumitnya di dalam benteng.

"Itu berarti, kalau situasinya terus berjalan kayak gini, kita pasti bakal dapet masalah."

"Itu sudah pasti."

Sambil melihat gambar-gambar yang dikirim oleh alat pemantau, Koutarou dan Clan terus melanjutkan diskusi mereka. Meskipun mereka seharusnya terlihat sebagai ksatria dan pelayannya, saat itu mereka sedang terlihat seperti seorang jendral dan ahli strategi.

"Kalau terus begini, kita pasti akan dihabisi."

"Nggak peduli sekuat apa zirah ini, ini nggak akan cukup buat ngelawan beberapa ribu orang nanti", kata Koutarou sambil memukul zirahnya.

Zirah miliknya dibuat dari semua kemajuan sains Forthorthe, jadi pada zaman itu, zirah itu memiliki kekuatan yang tidak tertandingi, membuat Koutarou tidak akan kalah melawan prajurit biasa. Namun, tidak peduli seberapa kuatnya dia, kalau semua rekan-rekannya dikalahkan sebelum Koutarou bisa mengalahkan musuh-musuhnya, semua akan menjadi sia-sia. Dia tidak bisa bertarung dan hanya bisa bergantung pada kekuatan zirah itu saja.

"Zirah, ya...oh iya, Veltlion", panggil Clan sambil melihat ke arah tangan kiri Koutarou.

"Bagaimana tangan kirimu? Apa sudah bisa bergerak seperti biasa?"

"Hm? Ya, nggak masalah kok. Tanganku baik-baik aja," kata Koutarou sambil mengulurkan tangan kirinya dan melakukan gerakan membuka menutup genggaman tangannya beberapa kali.

Rokujouma V8.5 011.jpg

Saat Koutarou bertarung dengan Clan, zirah di tangan kirinya hancur dan digantikan dengan pelindung tangan milik Kiriha. Clan baru saha memperbaiki bagian yang hancur itu dan menggabungkannya dengan pelindung tangan Kiriha ke dalamnya.

"Apa kau bisa menggunakan api dan listrikmu meskipun pelindung tangannya menjadi seperti tu?"

"Nggak masalah, masih bisa kok"

"Baiklah kalau begitu", balas Clan sambil tersenyum puas dan membetulkan letak kacamatanya. Dia terlihat lega karena tadinya dia sempat khawatir dengan Koutarou, yang kekuatan menyerang dan bertahannya berkurang karena ada bagian zirahnya yang rusak. Ditambah, kalau Koutarou sampai kehilangan fungsi kedap udara karena zirah yang rusak itu, Koutarou pasti akan menemui masalah jika dia harus berada di dalam air atau di luar angkasa.

"Perbaikannya hebat banget, makasih ya, Clan."

"...Aku merasa seperti orang bodoh, memperbaiki sesuatu yang aku rusak sendiri."

"Aku juga kayak gitu kok. Yang penting, kamu udah ngebantu banget."

"Ugh..."

Clan pun tersipu malu saat mendengar itu dan lalu mendehem beberapa kali untuk menyembunyikan rasa malunya sebelum kembali ke topik awal pembicaraan.

"Y-yang lebih penting lagi, apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Kita tidak bisa menghadapi mereka secara langsung. Apa yang harus kita lakukan?"

"Fufu, justru di saat seperti inilah anda mengusulkan sesuatu, benar bukan, Clan-san?"

Sementara wajah Clan masih bersemu merah,seorang gadis lain memanggilnya dari sisi bagian lain tenda. Dialah Lidith Maxfern, keponakan dari Maxfern yang berpisah dari pamannya dan bergabung dengan Alaia.

Karena dia adalah seorang pelajar yang mempelajari alkemi, Lidith memiliki pengertian yang luar biasa. Ditambah, karena dia sudah menjadi asisten Clan, dia mengerti kalau Koutarou dan Clan menggunakan teknologi yang betul-betul maju.

"Ahem, memang seperti itu."

"...Kita bisa menggunakan umpan untuk memancing mereka dari benteng, menyerbu benteng yang kosong itu dan menggunakannya untuk melawan mereka. Dengan begitu, kita memiliki akses untuk menggunakan senjata yang tersimpan di benteng itu dan kita bisa membalikkan perbedaan kekuatan berkat dinding-dinding benteng yang kokoh itu."

"Yang berarti, mereka akan kehilangan perbekalan mereka yang disimpan di benteng itu, dan tanpa cadangan persediaan senjata, mereka terpaksa harus mundur, mungkin?"

Lidith mengerti apa yang ingin dicapai oleh Clan. Clan mendapatkan jawabannya dari AI pendukung perang, dan Lidith sudah mengerti apa maksud strategi itu sebelum Koutarou sendiri mengerti. Dari luar, Koutarou yang membuat strategi, namun sebenarnya Clan dan Lidithlah yang menjadi otak dibalik strategi itu.

"Begitu ya, itu ide yang bagus. Jadi, bagaimana kita akan melakukannya, dengan lebih rinci?"

"Veltlion, malam ini kau akan memimpin para prajurit dan bersembunyi di hutan."

"Kau sendiri bagaimana?"

"Aku akan memimpin pasukan umpan dan memancing pasukan utama mereka menjauh dari kota. Kalau aku berhasil, aku akan menghubungimu dan kau maju menyerang benteng itu."

"Kalau begitu, saya akan menjadi bagian komunkasi."

"Oke, kita jalankan rencana ini. Saya akan melaporkan ini ke Yang Mulia, Alaia. Kalian buat rincian rencananya."

"Aku mengerti."

Koutarou lalu pergi meninggalkan tenda itu sendirian, karena melapor pada Alaia adalah tugasnya. Itu karena saat ini, Koutarou adalah komandan dari pasukan Forthorthe baru.


Part 2[edit]

"Hubungi semua pasukan. Katakan pada mereka, kalau kita sampai terlihat sekarang, semuanya akan menjadi sia-sia. Jalankan dengan hati-hati."

"Baiklah, tuanku", balas salah seorang anggota pasukan sambil memberi hormat pada Koutarou. Dia lalu pergi meninggalkan Koutarou dan menghilang dibalik gelapnya hutan. Setelah itu, Koutarou mulai berjalan lagi, dengan irama langkah yang lebih lambat daripada biasanya.

Saat itu, Koutarou dan yang lainnya sedang berjalan berbaris di tengah malam di dalam hutan.

Koutarou memimpin barisan itu karena dia bisa melihat di dalam gelap berkat zirahnya. Di belakangnya, terdapat 2500 orang pasukan. Berkat penglihatan malamnya, peta yang akurat dan alat pemantau yang membantu mereka, Koutarou dan pasukannya bisa berjalan melewati hutan saat malam tanpa menggunakan penerangan apapun.

Namun, orang-orang pada zaman itu punya kecenderungan untuk menggunakan cahaya lebih daripada yang diperlukan saat gelap. Ada banyak prajurit yang gugup dan ingin menyalakan api, jadi untuk bisa menjaga mereka tetap tenang dan menjaga pasukan itu tetap utuh, kecepatan berjalan mereka lebih lambat dari biasanya. Mereka tidak bisa terburu-buru, karena Clan akan memulai pengalihannya saat fajar tiba.

Bicara soal Clan, saat ini dia, Flair dan Caris berada di sisi lain benteng dan mengerahkan 500 orang dalam posisi yang mencolok. Dengan menggunakan teknologi milik Clan dan sihir milik Caris, mereka membuat pasukan itu terlihat beberapa kali lebih besar. Rencana mereka akan dimulai saat pasukan kudeta termakan umpan itu dan pergi dari benteng.

"Paduka, bolehkah saya menanyakan sesuatu kepada anda?" tanya seorang muda dengan berbisik, yang merupakan bawahan Koutarou. Koutarou pun hanya bisa tersenyum kecut saat mendengar pertanyaan itu.

"Tidak masalah, tapi...saya sudah pernah berkata kalau anda tidak perlu seformal itu."

"Ha...tapi paduka adalah harapan kami."

Pemuda itu berumur beberapa tahun lebih tua dari Koutarou, tapi dia selalu berbicara dengan nada yang penuh hormat. Hal yang sama juga terlihat pada seluruh pasukan Forthorthe baru.

Alasan dibalik hal itu adalah karena pencapaian Koutarou yang sudah tersebar luas diantara rakyat Forthorthe. Mulai dari saat dia melindungi desa petani yang diracuni dan diserang oleh raksasa saat sedang mengadakan festival panen, dan saa Koutarou memukul mundur para pengejar Alaia dan membawa Alaia sampai ke wilayah Pardomshiha dengan selamat. Koutarou memiliki peran besar pada peristiwa-peristiwa itu, dan dalam waktu singkat, rumor tentang seorang ksatria berzirah biru bernama Layous mulai menyebar ke seluruh penjuru kekaisaran.

"Hah..."

Namun, Koutarou sendiri merasa heran dengan situasi ini. Aslinya, dia hanya bertindak sebagai pengganti hingga Ksatria Biru yang asli muncul. Namun, Koutarou dan kelompok Alaia sampai pada wilayah Pardomshiha tanpa bisa menemukan dirinya, dan sekarang mereka sudah mulai menyerang kembali. Apa yang sudah dicapai Koutarou seharusnya merupakan pencapaian dari sang Ksatria Biru, dan karena dia bisa dikatakan sudah mencuri hal itu, apa yang dirasakan Koutarou saat itu betul-betul rumit.

Yang membuat semuanya itu lebih buruk lagi adalah fakta bahwa Koutarou sendiri tidak memiliki kekuatan apapun untuk ditunjukkan. Dia mendapatkan kemampuan untuk melihat aura dari Sanae, zirah dari Theia dan pelindung tangan pembuat api dan listrik dari Kiriha. Ditambah, dia sendiri masih tidak sadar kalau dia dilindungi oleh sihir milik Yurika. Itu semua adalah kekuatan pada dirinya yang diberikan oleh orang lain. Karena itulah Koutarou tidak bisa merasa bangga saat orang-orang lain hormat padanya dan hanya merasa tidak enak.

"...Jadi, apa yang ingin anda tanyakan pada saya?"

Namun, tidak ada sesuatu yang bisa dihasilkan dari mengkhawairkan hal-hal seperti itu. Koutarou tidak bisa mengatakan pada semuanya mengenai hal yang sebenarnya, dan dia senditi juga tidak bisa bergantung pada kekuatannya sendiri untuk bertarung. Sambil mengubah suasana hatinya, Koutarou menyuruh bawahannya untuk melanjutkan bicaranya.

"Kalau begitu saya akan bertanya....paduka, mengapa anda tidak membunuh musuh anda?" tanya si pemuda yang mengutarakan keraguannya terhadap cara bertarung Koutarou.

Saat berada di medan pertempuran sekalipun, Koutarou tidak pernah membunuh seseorang sekalipun. Malah, dia menggunakan kekuatan dari zirah dan pelindung tangannya untuk memukul pingsan musuhnya atau melukai mereka hingga batasan tertentu agar mereka tidak bisa bertindak. Pada zaman itu, tindakan seperti itu dinilai justru membebani orang yang melakukan hal itu.

"Mereka bukanlah musuh kita."

Pertanyaan itu rupanya bukanlah pertanyaan yang baru pertama kali didengar oleh Koutarou. Karena Clan dan Flair pernah menanyakan hal yang sama, Koutarou bisa menjawab tanpa merasa bimbang sedikitpun.

"Hah?"

Jawaban Koutarou pun sama seperti kalimat Ksatria Biru di dalam naskah drama, yang mana di dalam naskah itu sang Ksatria Biru juga tidak membunuh musuhnya, dan bahkan ada adegan yang mempertanyakan tindakannya.

"Mereka bukanlah musuh yang sebenarnya. Mereka semua adalah rakyat Forthorthe. Yang Mulia Alaia pasti akan berduka untuk setiap nyawa penduduk Forthorthe yang telah tiada, apapun alasannya."

Meskipun Koutarou menggunakan kalimat yang sama dengan naskah drama, sebenarnya dia juga merasakan hal yang sama. Dia tidak ingin membuat Alaia, ataupun Theia yang berada nun jauh disana, merasa sedih.

"Dan, ini hanya diantara kita saja, ada makna strategis dibalik tindakan ini."

"Makna strategis?"

"Benar. Kalau kita melukai atau membuat mereka pingsan, akan butuh lebih dari satu orang prajurit untuk membawa orang itu kembali ke markas mereka. Dalam kata lain, dengan tidak membunuh mereka, kita mengurangi jumlah kekuatan mereka lebih banyak lagi."

Ini adalah strategi perang modern yang Koutarou pelajari dari Clan. Dengan membunuh seorang musuh, kekuatan pasukan musuh akan berkurang sejumlah satu orang yang terbunuh itu. Namun, kalau musuh itu hanya dilumpuhkan saja, musuh itu akan memerlukan bantuan rekannya untuk mundur ke markas mereka. Jadi, dengan melukai satu orang, kekuatan serangan bisa berkurang sebanyak lebih dari dua orang. Bahkan dalam peperangan modern, senjata seperti ranjau darat seringkali dirancang untuk melukai daripada membunuh untuk menambah beban pihak lawan. Itulah strategi cerdik yang sedang mereka jalankan.

"Hal itu mungkin benar adanya...tapi, semua tidak berarti jika paduka sendiri berada dalam bahaya!"

Yang dikhawatirkan oleh si bawahan muda itu adalah Koutarou yang seringkali berada dalam situasi yang berbahaya. Ada banyak prajurit yang berpura-pura terluka, dan sebagai akibatnya, Koutarou sering diserang oleh para prajurit yang melakukan itu. Untungnya, berkat kekuatan zirahnya Koutarou masih aman, tapi bawahannya selalu saja merasa was-was. Dia tidak ingin kehilangan simbol harapan pasukan mereka karena hal seperti itu. Untuk bisa menghindari hal itu, si bawahan lebih memilih kalau musuh yang ada sebaiknya dibunuh.

"Tidak perlu khawatir. Saya sudah bersumpah pada Yang Mulia, Alaia, bahwa saya akan melindunginya senantiasa. Dan untuk bisa memenuhi sumpah itu, saya tidak akan pernah mati."

"...Maafkan kelancangan saya, paduka."

"Tidak apa-apa."

Sumpah adalah sesuatu yang begitu berharga bagi seorang ksatria. Setelah Koutarou membawa topik itu, si bawahan tidak punya argumen lagi untuk diperdebatkan. Namun, yang dilakukan Koutarou adalah seperti memakai sumpah itu sebagai perisai untuk mengusir adanya bantahan apapun, yang berarti apa yang baru saja dikatakannya bukanlah sebuah jawaban.

Maaf ya, kalian semua disini juga ikut kuatir sama aku...

Sambil tersenyum kecut, Koutarou meminta maaf kepada si bawahan di dalam hatinya.


Part 3[edit]

Ibukota Forthorthe, Fornorn, merupakan sebuah kota yang besar, meskipun memang terlihat kecil jika dibandingkan dengan kota-kota modern saat ini. Namun, kota itu adalah salah satu kota terbesar yang ada pada zaman itu. Kota itu berfungsi sebagai penanda bahwa Forthorthe adalah negara yang kuat dan keluarga kekaisaran yang menjaga kota itu dari generasi ke generasi adalah orang-orang yang bijaksana.

Namun, saat ini tidak ada satu orang anggota keluarga kekaisaran yang berada di ibukota. Memang, ada istana kekaisaran yang berada di tengah kota, namun orang yang duduk di atas takhta istana itu bukanlah sang kaisar.

Biorbaram Maxfern.

Dia adalah anggota keluarga Maxfern yang terkenal sebagai orang-orang yang berkecimpung di dunia ilmu dan politik, dan dia sendiri pernah mengabdi kepada sang kaisar sebagai seorang menteri. Namun, Maxfern telah membunuh sang kaisar dan memulai kudeta karena ambisinya sendiri.

"Jadi, Raustor telah jatuh ya...", kata suara seorang pria yang menggema di ruang takhta. Meskipun dia sudah lanjut umurnya, suaranya masih terdengar kuat. Badannya pun juga masih kekar, yang cocok dengan suaranya. Rupanya, suara itu berasal dari Maxfern.

"Lebih cepat dari yang kubayangkan", ujarnya dengan sikunya berada di sisi-sisi takhta dan tangannya yang saling menggenggam.[1]

"Ya. Saya kira akan berlangsung sedikit lebih lama, tapi kelihatannya mereka memiliki kekuatan yang lebih besar dari yang kita bayangkan."

Pria yang membalas perkataan Maxfern adalah seseorang yang sudah tua dengan rambut yang sudah menjadi abu-abu. Jelas terlihat kalau perawakannya ramping, meskipun saat itu dia sedang mengenakan sebuah jubah. Penampilannya memberi kesan yang berlawanan dengan Maxfern.

Dialah kepala dewan penyihir, Grevanas. Dia berada di dalam nama-nama penyihir terhebat Forthorthe dan sudah mengabdi kepada keluarga kekaisaran sejak kaisar yang sebelumnya. Dia juga merupakan penyihir yang terkuat di negeri itu, dan salah seorang dari ketujuh penyihir agung. Namun, dia bersama Maxfern memulai kudeta dan mengkhianati Forthorthe.

"Kelihatannya mereka tertipu dengan umpan yang ada di depan benteng, dan saat mereka mengerahkan seluruh prajurit, benteng itu diserang dari belakang."

"Hebat juga Alaia, bisa menjalankan strategi seperti itu. Meskipun kelihatannya dia tidak bisa membunuh satu ekor lalat sekalipun, dia sudah pergi sejauh itu rupanya..."

Beberapa saat yang lalu, Grevanas mendapat laporan dari salah seorang bawahannya, yang berisikan berita bahwa kota Raustor dan bentengnya telah direbut oleh pasukan Forthorthe baru. Meskipun mereka mendengar berita seperti itu, baik Maxfern maupun Grevanas sama sekali tidak terlihat kecewa. Malah, yang terlihat justru sebalikya. Mereka seperti menyambut keberhasilan Alaia.

"Dan kelihatannya kabar mengenai seorang ksatria yang kuat yang bergabung dengan Alaia itu benar."

"Si Ksatria Biru, benar...?"

"Benar. Kelihatannya dia memainkan peran penting dalam hal ini juga. Selain merencanakan adanya umpan itu, dia juga memasuki benteng itu sendirian dan membuka gerbangnya dari dalam."

"Hahahahaha, bagus sekali, betul-betul hebat, Alaia dan Ksatria Biru!" tawa Maxfern dengan kerasnya memuji Alaia dan Koutarou. Dia kelihatannya tidak peduli kalau dia baru saja kehilangan markas yang penting tanpa perlawanan yang berarti dan membuat musuhnya bisa maju menyerang ke arah selatan.

"Tidak ada kerusakan yang terjadi pada kota, dan hampir tidak ada kematian. Sebagai hasilnya, reputasi pasukan Forthorthe baru pun meningkat tajam."

"Kelihatannya memang begitu. Itu adalah cerita yang akan disukai oleh orang-orang", jawab Maxfern sambil mengangguk pada Grevanas. Sesaat kemudian dia menyipitkan matanya dan menunjukkan raut wajah yang serius.

"...Grevanas, kalau mereka bisa menghasilkan sesuatu seperti itu, itu berarti ALaia sudah melepas segel pada harta nasional keluarga kekaisaran, benar?"

"Yah...kelihatannya mereka sudah menang berulang kali tanpa bantuan pedang suci."

"Apa!?" teriak Maxfern yang kaget sambil menghentakkan sikunya pada takhta dan lalu berdiri. Semua keyakinannya yang terlihat sebelumnya langsung sirna.

"Apa itu benar!? Apa kau yakin soal ini!?"

"Ya. Segel di kuil Dewi Fajar masih utuh, dan tidak ada tanda-tanda bahwa pedang itu sudah dipindahkan. Bawahanku yang berada di lokasi itu sudah memastikan hal itu."

Sambil mendengar laporan dari Grevanas, Maxfern dengan perlahan duduk kembali di atas takhta.

"Tidak kusangka...tidak kusangka Alaia menang sejauh ini tanpa menggunakan pedang suci dari kuil...ini sulit dipercaya..."

"Tapi itulah yang sebenarnya terjadi. Mereka mengalahkan Prajurit Iblis dan menang terus menerus meskipun jumlah kekuatan yang mereka miliki berbeda jauh dengan kita, dan semua itu mereka lakukan tanpa bantuan pedang itu."

"Kelihatannya situasinya menjadi semakin rumit...", keluh Maxfern yang raut wajahnya semakin masam. Pasukan Alaia secara tidak disangka bisa memberikan perlawanan yang begitu baik, dan itulah yang membuat Maxfern terkejut dan cemas.

"Kelihatannya si Ksatria Biru itu lebih hebat daripada yang kukira", komentar Grevanas dengan raut wajah yang masih terlihat sama, namun dengan nada bicara yang terdengar lebih kesal.

"Yang berarti, kita harus mengubah langkah kita selanjutnya."

"Saya rasa apa yang anda katakan memang tepat. Dengan kemenangan ini, saya yakin dukungan bagi Alaia akan meningkat. Para pendukungnya juga sudah mulai muncul dari pasukan kita. Saya yakin kalau ada kemungkinan mereka bisa membangun pasukan yang bisa menandingi pasukan kita."

"Kalau itu sampai terjadi, keinginan kita tidak akan pernah terwujud. Aku peasaran bagaimana kita bisa meningkatkan rasa was-was Alaia dalam situasi ini..."

Grevanas dan Maxfern pun mulai merencanakan langkah mereka selanjutnya. Namun, untuk suatu hal, rencana mereka bukanlah mengenai bagaimana caranya untuk mengatasi pasukan Forthorthe baru, tapi untuk memojokkan Alaia sendiri.


Kembali ke Ilustrasi Jilid 8.5 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 2
  1. Bayangkan pose legendarisnya Gendo Ikari dari Evangelion series