Rokujouma no Shinryakusha!? (Indonesia): Jilid 7.5 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bunga Emas[edit]

Part 1[edit]

Setelah meninggalkan jurang itu, Koutarou dan Clan dipimpin oleh Alaia berjalan mengikuti jalan setapak yang kecil di dalam hutan, jalan yang sama yang dilewati Alaia saat dikejar orang-orang itu.

"Sedikit lagi di depan sana adalah tempat saat saya terjatuh dari atas kuda...teriakan yang didengar oleh Layous-sama mungkin berasal dari waktu itu"

"Begitu rupanya"

Mereka bertiga berjalan dengan Koutarou berada di depan, Alaia yang berada tepat di belakangnya, dan Clan yang berada beberapa meter di belakang Alaia.

"Saya merasa senang anda tidak terluka saat terjatuh dari atas kuda"

"Tanaman-tanaman di dekat tempat saya terjatuh menjadi bantalan bagi saya...saya hanya beruntung"

"Itu pastilah perlindungan dari dewi fajar"

"Saya hanya bisa berharap begitu"

Koutarou dan Alaia pun melangkah dengan ringan sambil terus berbicara.

"T-Tunggu sebentar, Tuan Veltlion, kau berjalan t-terlalu cepat!"

Namun, hal itu tidak berlaku bagi Clan yang berada di belakang dan mulai tertinggal. Mereka baru berjalan beberapa menit, dan dia sudah mulai terengah-engah.

"Merepotkan saja, Clan", keluh Koutarou yang berhenti sesaat dan melangkah kembali ke arah Clan.

"Fufu"

Alaia pun tertawa kecil sambil tersenyum sambil mengikuti Koutarou yang berjalan kembali ke arah Clan. Koutarou merasa serba salah melihat senyum Alaia, karena Clan adalah musuhnya yang sekarang mungkin terlihat sebagai adik perempuan Koutarou yang tidak becus.

"Kamu baru saja jalan beberapa menit"

"K-kamu bilang begitu juga, ini pertama kalinya aku berjalan di tempat seperti ini!", keluh Clan dengan nafas terengah-engah, wajah yang memerah dan penuh dengan keringat.

Jalan yang dilalui Koutarou dan yang lain adalah jalan yang sering dilalui hewan-hewan di hutan itu. Selain itu, banyak tanjakan dan turunan pada jalan itu, jadi seorang tuan puteri seperti Clan memerlukan usaha lebih keras untuk bisa melaluinya. Alaia, yang cenderung lebih aktif, terlihat baik-baik saja, namun bagi Clan yang lebih suka berdiam dan berpikir, itu adalah penderitaan.

Saat Koutarou mendekat, Clan mematikan alat penerjemahnya dan mengeluh dalam bahasa Forthorthe modern.

"Pasti enak ya, berjalan dengan zirah itu!"

Bertepatan dengan keluarnya kata-kata Clan, zirah Koutarou mengubah pengaturan terjemahannya menjadi bahasa Forthorthe modern. Dengan begitu, Alaia tidak akan mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.

Alasan mengapa Clan mematikan alat penerjemah miliknya adalah karena dia tidak mau Alaia mendengarkan keluhannya. Karena Clan adalah gadis kelahiran Forthorthe, dia punya rasa kekaguman yang besar terhadap sang Puteri Perak yang melegenda, dan dia tidak mau menunjukkan kepada sang Puteri sisi lemahnya. Ditambah, karena Clan sendiri adalah seorang tuan puteri, tentu saja dia tidak mau kalah. Sisi feminimnyalah yang membuatnya mematikan alat penerjemah miliknya.

"Selain aku, puteri Alaia baik-baik aja. Aku juga yakin kalau Theia juga nggak apa-apa"

"Aku harap kau tidak membandingkanku dengan orang-orang zaman ini dan si anak gunung Theiamillis-san!"

Di zaman ini, dimana alat transportasi yang ada hanyalah kuda, orang-orang zaman ini punya lebih banyak stamina dibandingkan orang-orang zaman sekarang. Theia tentu akan baik-baik saja karena dia memiliki lebih banyak stamina dari Clan karena sifatnya yang aktif.

Clan menyebut Theia sebagai anak gunung, yang merupakan bentuk konflik di antara keluarga mereka turun temurun. Ini karena keluarga Mastir yang melahirkan baik Alaia dan Theia berada di daerah pegunungan yang berada di utara ibukota Forthorthe. Di sisi lain, keluarga Schweiger yang merupakan keluarga asal Clan berasal dari daerah yang lebih modern dengan kota perdagangan sebagai pusatnya. Karena itulah, keluarga Schweiger mempunyai kecenderungan untuk memandang keluarga Mastir sebagai orang-orang kampung.

Ngomong-ngomong, keluarga Schweiger terbentuk beberapa generasi setelah zaman Puteri Perak. Karena itulah keluarga itu bisa mendapat wilayah dengan kota yang berkembang sebagai pusatnya secara alami, yang merupakan perkembangan yang bisa diduga karena mereka terbentuk setelah adanya keluarga Mastir. Karena keluarga Mastir sudah mempunyai umur, mereka memperlakukan keluarga Schweiger sebagai anak baru.

Dengan keadaan seperti itu, Clan merasa sudah jelas baginya kalau dia tidak mempunyai stamina untuk mengimbangi Koutarou dan Alaia.

"Aku tidak bisa melangkah lagi!", keluh Clan sambil memalingkan wajahnya yang kesal. Sekilas, kelihatannya dia terlihat egois, tapi sebenarnya dia memang betul-betul kelelahan.

Kalau dipikir-pikir lagi, pasti dia udah jalan kesana-kesini buat nyari aku...

Koutarou pun bisa menduga kenapa Clan bisa selelah itu setelah melihat kondisinya, dan akhirnya kehilangan keinginan untuk berburuk sangka.

"Kenapa kamu nggak terbang aja?"

"Dan apa yang akan kamu lakukan kalau Alaia-san melihatnya!? Aku tidak bisa membiarkan ada hal-hal aneh lain yang terjadi!"

"Kamu bilang gitu juga, orang-orang tadi mungkin bakal ngejar kita loh"

"Itu karena kamu tidak membunuh mereka! Bertanggungjawablah!"

Saat Koutarou menghela nafas sambil mengistirahatkan tangannya di pahanya, Alaia bertanya kepada Koutarou setelah memperhatikan mereka berdua selama beberapa saat.

"Apa yang dikatakan oleh Clan-sama?"

"Dia berkata kalau dia tidak bisa terus melangkah mengikuti irama kita"

Alat penerjemah Koutarou kembali menerjemahkan Forthorthe kuno saat Alaia mulai berbicara, dan Clan pun kembali menyalakan alat penerjemahnya.

"Ini gawat..."

Alaia melihat ke arah Clan dengan penuh kuatir, dan Clan, yang merasa malu, memalingkan wajahnya dari pandangan Alaia.

"Hmm..."

Setelah berpikir sejenak, Koutarou berbalik memunggungi Clan lalu berjongkok.

"Ini"

"Apa maksdunya?"

"Naik ke punggungku. Aku gendong kamu"

Untungnya, menggendong Clan bukanlah masalah bagi zirah Koutarou, bahkan untuk berjalan di jalan setapak gunung yang buruk. Ditambah, karena Koutarou sudah terbiasa berjalan dengan Sanae yang berada di punggungnya, dia merasa tidak masalah menggendong Clan.

"T-tidak usah!"

Wajah Clan langsung memerah saat dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak seperti Koutarou, Clan adalah seorang gadis yang baru saja beranjak dewasa, jadi membiarkan orang lain melihatnya digendong adalah hal yang memalukan baginya. Ditambah, dia merasa sungkan digendong oleh orang yang baru saja menjadi musuhnya beberapa saat lalu.

"Berhenti sok kuat dan naiklah. Sekarang bukan waktunya untuk pilih-pilih"

Rokujouma V7.5 083.jpg

"M-mau bagaimana lagi..."

Tapi, setelah Koutarou menawarkan sekali lagi, Clan dengan canggung menyandarkan badannya ke punggung Koutarou.

Lagipula, dia masih memakai zirah...

Clan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa hal itu tidak sememalukan yang dipikirkannya, karena dia tidak menyentuh punggung Koutarou secara langsung.

"Fufufu"

"..."

Namun, saat Alaia tertawa, Clan pun menjadi semakin malu. Dia lalu menundukkan wajahnya dan meledek Koutarou karena iri.

"Punggungmu terlalu keras"

"Tahan saja"

"A-aku rasa mau bagaimana lagi..."

"Fufu, fufufu"

Alaia pun tertawa lebih banyak lagi. Clan, yang semakin malu, menyembunyikan wajahnya dari hadapan Alaia di balik punggung Koutarou.

Tidak disangka, saya meragukan orang-orang seperti ini...

Namun, yang ditertawakan Alaia bukanlah Clan, melainkan keraguannya terhadap mereka berdua yang diyakininya sebagai musuh, yang menghilang setelah melihat perdebatan Koutarou dan Clan yang mengharukan.

Dan orang seperti inilah Layous-sama...

Di saat yang sama, Alaia merasa lega karena hingga saat itu dia hanya melihat Koutarou bertarung, berbicara dan bertindak sebagai seorang ksatria. Saat dia melihat Koutarou berbicara dengan Clan, baru saat itulah Alaia melihat Koutarou bertindak seperti orang seumurannya.

Kelihatannya dia akur dengan pelayannya juga...

Yang membuat Alaia sangat lega adalah cara Koutaoru memperlakukan Clan. Mereka berkata kalau mereka berdua adalah ksatria dan pelayan, namun Alaia tidak pernah melihat seorang ksatria yang menggendong pelayannya hingga saat ini. Karena Alaia sendiri memiliki pengikut yang dekat bagaikan keluarga, sebuah rasa keintiman muncul saat dia melihat mereka berdua yang seperti itu.

"Fufufufu"

Alaia pun hanya bisa merasa kalau keraguannya itu lucu, dan dia pun tertawa dengan irama bagaikan bunyi lonceng sebagai ungkapan rasa leganya.

"Saya telah memperlihatkan perilaku yang tidak pantas"

"Tidak, itu tidak benar, Layous-sama. Sekarang, mari kita berangkat!"

Alaia pun melangkah lebih dulu, dengan meninggalkan seklias senyuman.

Meski dia itu si putri legenda, dia ketawa kayak cewek biasa...

Itulah yang dipikirkan Koutaoru saat dia melihat senyumnya, yang menurutnya sangat mirip dengan senyuman Harumi.

Karena puteri Alaia mirip sama Sakuraba-senpai di atas panggung, wajar aja kalau senyumnya mirip sama Sakuraba-senpai, ya..., pikir Koutarou yang memandangi Alaia dari belakang sambil tersenyum kecil.

"...Kenapa mukamu begitu? Jangan bilang kalau kau mulai suka padanya?", tanya Clan setelah melihat Koutarou yang seperti itu dengan tatapan dingin.

"Aku cuma mikir, kalau ada perbedaan yang gede antara kamu sama puteri Alaia, meski kalian berdua sama-sama tuan puteri"

"A-apa!?"

Koutarou terus mengikuti Alaia dengan wajah tenang. Karena dia sudah terbiasa meladeni Kiriha sehari-hari, kata-kata Clan tidak cukup untuk menggetarkan dirinya.

"Lagipula, kenapa--"

"Tenanglah. Aku mau minta tolong sama kamu"

"Huh?"

Clan baru saja akan mengeluh sebelum Koutarou mendahuluinya. Koutarou pun berbisik agar hanya Clan yang mendengarnya.

"...Bisa nggak, kamu pakai kekuatanmu buat nemuin rekan-rekannya puteri Alaia? Kalau kita cuma nyari mereka tanpa petunjuk, orang-orang itu bakal nemuin kita lebih dulu"

Koutarou juga mendekati Clan karena dia ingin menanyakan sesuatu padanya. Karena dia bisa berbicara dengan Clan tanpa takut Alaia mengetahuinya, kondisi Clan yang seperti ini pun menguntungkan baginya.

"Kita bukan Ksatria Biru sama pelayan beneran. Kalau situasinya memang seperti yang kamu bilang, bukannya kita harus ngelakuin sesuatu?"

Tindakan seperti itu tidak akan perlu bagi sang Ksatria Biru yang asli, karena dia ditakdirkan untuk berkumpul kembali dengan rekan-rekannya dengan selamat. Namun, karena Koutarou dan Clan bukanlah si ksatria yang sebenarnya, ada kemungkinan kalau mereka akan menjalani jalan yang berbeda dari Ksatria Biru yang asli. Bisa jadi Ksatria Biru yang asli malah membunuh orang-orang itu. Perbedaan kecil itulah yang menjadi alasan yang cukup bagi orang-orang itu untuk bisa mengejar mereka.

"Jadi, itu alasanmu--"

"Setengahnya sih iya. Jadi, gimana?"

Clan pun mulai berpikir setelah dia mendengarkan alasan Koutarou.

"Bisa saja. Aku bisa menjalankan alat pemantau dari Cradle dan memantau area ini"

"Kalau gitu, tolong lakuin sekarang ya"

"Baiklah. Sebagai gantinya, aku pinjam punggungmu untuk sementara waktu"

Berjalan mengikuti jalan gunung sambil menggunakan gelangnya untuk mengendalikan alat pemantau adalah hal yang sulit bagi Clan. Sebaliknya, mengendalikan alat-alat itu sambil bersandar di punggung Koutarou lebih efisien baginya. Meskipun badannya banyak berguncang, Clan masih bisa mengutak-atik gelangnya dengan cepat dan mengirim alat-alat pemantaunya terbang dari Cradle.

"Nggak masalah. Kamu lebih berat dari Theia, tapi nggak seberat itu sih, karena zirahnya"

"Diam kau, Ksatria Biru palsu!! Tarik ucapanmu sekarang!! Tidak mungkin aku lebih berat dari Theiamillis-san!!"

Namun, dia langsung berhenti mengendalikan alatnya, dan alat pemantau itu pun terdiam melayang di langit Forthorthe tanpa tujuan.


Part 2[edit]

Alaia memimpin Koutarou dan Clan menuju air terjun kecil dimana dia dan rekan-rekannya pernah berada sebelum mereka terpisah. Mereka pernah singgah disana untuk beristirahat, dan Alaia berharap kalau mereka semua sedang berkumpul disana.

"Saya harap mereka semua kembali ke tempat itu..."

"Tidak perlu khawatir, puteri Alaia"

Matahari telah terbenam, dan mereka sedang berjalan dengan diterangi lentera yang mereka pinjam dari orang-orang yang menyerang mereka sambil terus melangkah maju. Lentera yang redup itu pun membuat Koutarou dan Clan, yang sudah terbiasa dengan cerahnya zaman modern, merasa kalau hutan itu jauh lebih gelap dari yang mereka kira.

"Ooh"

"Kyaa!?"

Karena itulah, ada beberapa saat dimana mereka berdua hampir saja jatuh. Mereka pun berulang kali merasakan bahayanya berjalan di tengah gunung di malam hari.

"Tolong berjalan yang benar, aku tidak mau ikut jatuh bersamamu"

"Maaf, maaf"

Koutarou meminta maaf pada Clan yang berada di punggungnya, dan lalu berbisik kepadanya agar Alaia yang berada di belakang mereka tidak mendengarnya.

"...Jadi, di depan ada apa, Clan?"

"...Di depan memang ada air terjun"

Clan pun menjawab Koutarou dengan cara berbisik. Di saat yang sama, dia menggunakan punggung Koutarou untuk bisa mengendalikan alat pemantau tanpa terlihat oleh Alaia.

"...Ada lima orang didalamnya"

"...Apa kamu tahu, mereka siapa?"

"...Karena matahari sudah terbenam, aku tidak tahu. Tapi, karena jumlah orangnya cocok dengan penjelasan Alaia, tidak salah lagi kalau mereka adalah rekan-rekannya"

"...Kerja bagus"

Kalau hal itu memang seperti yang dikatakan Clan, Alaia akan bisa bertemu kembali dengan rekan-rekannya di dalam air terjun dengan selamat.

Kalau kami bisa berkumpul, kami bakal berada di area toleransinya sejarah...

Namun, Koutarou tidak bisa lengah begitu saja, dan dia kembali bertanya pada Clan.

"...Gimana dengan orang-orang yang ngikutin kita?"

"...Aku mengirim alat pemantau kedua untuk mengikuti mereka, dan kelihatannya mereka mengarah menjauh dari sini. Kelihatannya mereka mengambil rute terdekat ke pos pemeriksaan Mastir"

Saat ini, orang-orang yang telah dikalahkan Koutarou telah bangun. Karena sudah kehilangan Alaia, mereka pun menyerah untuk mencarinya dan pergi ke arah utara.

"...Pos pemeriksaan Mastir?"

"...Itu pos pemeriksaan antara ibukota Forthorthe, Fornorn, dan daerah Mastir"

Pos pemeriksaan yang dimaksud adalah jalan menuju wilayah Pardomshiha yang menjadi tempat tujuan Alaia dan kelompoknya. Jalan tercepat menuju wilayah itu adalah melewati wilayah Mastir yang berada di utara ibukota, yang merupakan rute yang aman. Karena Alaia sendiri berasal dari keluarga Mastir, tidak peduli keadaannya, dia akan mempunya banyak bantuan dari sana.

"...Daripada nyari-nyari puteri yang hilang, mereka lebih milih ngebalap dia ke pos itu sebelum si puteri sampai kesana, ya"

"...Mereka mungkin akan mengadakan serangan mendadak di tengah jalan menuju kesana"

Ada banyak jalan yang mengarah ke pos pemeriksaan Mastir, tapi pada akhirnya jalan-jalan itu pun terhubung dan menjadi sedikit. Jadi, mereka berdua kuatir dengan adanya serangan dadakan di area dimana jalan-jalan itu bersatu kembali.

"...Dan kemungkinan mereka akan membawa bala bantuan juga, setelah melihat kekuatanmu"

"...Hm..."

Jadi gitu rupanya rencana mereka selanjutnya...

Meskipun mereka masih bisa mengejar Alaia dengan jumlah mereka sebanyak sepuluh orang, hal itu akan sia-sia kalau mereka dikalahkan oleh Koutarou lagi. Akan lebih baik kalau mereka membuat serangan mendadak dan memanggil bantuan. Dengan jumlah yang cukup, tidak peduli seberapa kuat Koutarou, dia akan kesusahan melindungi Alaia.

Sementara Koutarou masih berpikir, dia bisa melihat sebuah cahaya kecil yang berada di depan. Tidak seperti cahaya dari lampu listrik, cahaya itu bukanlah cahaya putih yang stabil, melainkan cahaya merah yang menari-nari. Kelihatannya, cahay a itu berasal dari api unggun.

"Apa itu?"

"Layous-sama, air terjunnya berada di sekitar sini. Saya yakin mereka semua berkumpul disana!"

Suara Alaia pun terdengar senang, karena dia bisa bertemu kembali dengan rekan-rekannya. Dia juga sempat merasa putus asa, karena dalam kasus terburuk, dia harus pergi menuju wilayah Pardomshiha sendirian.

"Mari kita bergegas, tuan puteri"

"Ya"

Alaia melewati Koutarou dan bergegas lebih dahulu. Biasanya, Alaia tidak akan segegabah ini, namun kali ini dia bertindak tanpa berpikir lebih dulu. Sambil memegang pinggirann roknya yang panjang, dia pun berlari melewati jalan yang gelap.

"Ngomong-ngomong, Clan"

"Apa?"

"Kamu lebih milih mana? Ketemu sama temen-temennya puteri sambil terus digendong, apa jalan sendiri?"

"Turunkan aku, sekarang!!"

"Ya, ya, seperti yang anda inginkan"

Koutarou dan Clan pun berlari mengikuti Alaia sesaat setelahnya.


Part 3[edit]

"Kakak!"

"Yang Mulia!"

"Alaia-sama!"

Kelima gadis yang sedang duduk mengelilingi api unggun seketika berdiri dan menyambut Alaia saat mereka melihatnya datang.

"Saya senang kalian baik-baik saja!"

Dengan senyum penuh haru, Alaia akhirnya bergabung kembali dengan kelompoknya.

"Saya senang anda baik-baik saja!"

"Kami khawatir saat hanya kudanya saja yang kembali!"

"Yang Mulia, saya merasa lega!"

"Sudah kuduga, anda pasti aman ♪”

Para gadis itu pun tersenyum gembira dan bersorak mengetahui Alaia baik-baik saja. Namun, gadis yang paling kecil, paling muda dan berambut pirang, menunjukkan kebahagiaannya dengan tindakan dan juga kata-kata. Gadis itu pun berlari ke arah Alaia dan melompat.

"Selamat datang kembali, kakak!"

"Charl!"

Alaia pun menangkap dan memeluk gadis yang terbang itu. Karena mereka selalu melakukan ini, Alaia tidak merasa panik dan memeluk gadis itu erat-erat.

"Saya kembali, Charl..."

Rambut keperakan dan pirang Alaia dan Charl pun disinari sinar kejinggaan dari api unggun, dan di saat yang sama, air mata yang mereka keluarkan pun disinari sinar yang sama. Tentu saja, tidak hanya mereka berdua yang menangis. Tangisan yang sama pun keluar dari mata para gadis yang berada di sana. Mereka melakukan itu karena Alaia bukanlah bangsawan semata, tapi juga teman atau bahkan keluarga bagi mereka. Itulah sebabnya, semenjak mereka terpisah karena diserang, mereka berlima betul-betul kuatir dengan keadaan Alaia.

"H-hei, bukannya itu..."

"Tidak mungkin..."

Koutarou dan Clan melihat keenam gadis yang merayakan pertemuan mereka kembali di dekat air terjun, dan meskipun mereka juga merayakan pertemuan itu, wajah mereka berdua terlhat kebingungan.

"Itu Theia, iya kan?"

"Ya...dia mirip dengan Theiamillis-san saat masih kecil..."

Gadis pirang yang dipeluk oleh Alaia yang dipanggil Charl, terlihat mirip dengan Theia. Namun, dia bukanlah cerminan dari Theia sendiri. Charl masih muda, umurnya mungkin belum menyentuh sepuluh tahun. Namun, tetap saja, penampilan Charl betul-betul cocok dengan ingatan Clan akan Theia yang masih kecil.

"Kebetulan yang hebat banget..."

"Bisa jadi ini bukan kebetulan"

"Kenapa?"

"Mereka berasal dari garis keturunan yang sama"

Theia dan Charl berasal dari garis keturunan yang sama dari keluarga Mastir. Tidak bisa dipungkiri lagi kalau mereka berdua terlihat mirip.

"Oh iya, betul juga"

"Lihat, orang Pardomshiha itu juga mirip sekali dengan dia, benar?"

"Oh, gaya rambutnya sama barang-barangnya memang beda, tapi dia mirip sama Ruth-san"

Salah seorang gadis itu memakai zirah ksatria. Gadis itu memiliki gaya rambut, warna rambut, warna mata dan barang yang betul-betul berbeda dari orang yang dimaksud, namun wajahnya mirip dengan orang yang mereka berdua maksudkan, yakni Ruth.

"Dia kemungkinan anggota keluarga Pardomshiha di zaman ini, si ksatria wanita terkenal, Flairhan"

"Ah, benar!"

Pada saat itulah Koutarou sadar, kalau dia sudah mengetahui nama para gadis itu. Alaia dan gadis-gadis itu adalah karakter dalam drama yang diperankan olehnya.

"Puteri Alaia, siapa mereka berdua?"

Si ksatria wanita, Flairhan, melihat ke arah Koutarou dan Clan. Para gadis itu sudah bersorak atas pertemuan mereka selama beberapa saat, tapi sekarang mereka sudah mereda dan memperhatikan Koutarou dan Clan yang sudah menemani Alaia.

"Flair, mereka berdua telah menyelamatkan saya"

"Apa benar begitu?"

Gadis bernama Flair yang berada di dekat Alaia pun melangkah maju untuk melindungi Alaia. Dia melihat ke arah Koutarou dan Clan dengan tatapan serius dan mencoba menilai mereka. Tatapannya pun memiliki makna: kalau situasinya berubah, dia mungkin akan menebas mereka.

"...Siapa kalian?"

Flair lalu meletakkan tangannya di gagang pedangnya sambil menanyakan hal itu pada Koutarou. Senjata yang digunakannya bukanlah pedang ksatria seperti Saguratin milik Koutarou, tapi lebih tipis, lebih mirip seperti pedang anggar. Pedang anggar itu dimaksudkan untuk mengimbangi badannya yang feminim, dan dia bertarung dengan cara menyerang titik-titik lemah lawannya.

"Saya adalah Layous Fatra Veltlion. Saya adalah ksatria pengelana yang sedang menjalani perjalanan latihan. Dan ini adalah pelayan saya, Clan"

Koutarou pun menjawab pertanyaan itu dengan hati-hati. Ksatria Biru hanyalah seorang pengawal, dan Flair adalah seorang ksatria suci. Koutarou menjawab pertanyaan itu sebagaimana si Ksatria Biru menjawabnya dalam drama, meskipun bagian mengenai Clan adalah improvisasi. Koutarou tahu kalau dia akan diserang kalau dia mengatakan sesuatu yang tidak semestinya, dan dia terus bersikap serius dan waspada.

"Saya berterimakasih anda telah menyelamatkan Yang Mulia, namun--"

"Flair, tolong hentikan. Kau tidak boleh bersikap kasar terhadap mereka yang telah menyelamatkan saya"

Tepat saat itulah Alaia menggenggam tangan Flair dan menghentikannya, namun Flair tidak mau langsung melangkah mundur.

"Tapi, Yang Mulia, dia adalah seseorang yang tidak kita ketahui asal-usulnya! Dia mungkin dikirim untuk membunuh kita semua!"

"Kalau memang itu yang seharusnya dia lakukan, seharusnya dia sudah melakukannya sedari tadi. Orang itu, Layous-sama, mengalahkan orang-orang yang sudah mencerai-beraikan kita, sendirian"

Flair mencoba membujuk Alaia, sementara Alaia meletakkan tangannya menggenggam tangan Flair yang sudah menggenggam gagang pedang. Alaia memang tidak sekuat Flair, dan meski sudah melakukan itu, dia tetap tidak bisa mencegah Flair menghunus pedangnya. Namun, Flair melepaskan tangannya dari gagang pedangnya, karena dia adalah seorang ksatria yang sudah bersumpah setia kepada keluarga kekaisaran, dan memutuskan untuk percaya pada keputusan Alaia.

"...Saya mengerti, Yang Mulia"

"Terima kasih, Flair"

Setelah berterimakasih pada Flair, Alaia pun berbalik ke arah Koutarou dan meminta maaf"

"...Saya meminta maaf, Layous-sama"

"Tidak apa-apa. Seorang ksatria pengelana yang tiba-tiba muncul saat ada kejadian seperti itu memang terdengar terlalu bagus. Sudah sewajarnya jika dia merasa ragu"

Meskipun Alaia sudah meminta maaf, Koutarou merasa kalau tindakan Flairlah yang tepat. Dengan mengesampingkan drama dan film, kalau hal itu sampai terjadi dalam dunia nyata, tentu saja orang akan menaruh curiga.

Yang paling hebat disini adalah puteri Alaia yang mau percaya sama aku...tapi, aku rasa itu sih, yang bikin dia jadi puteri legenda...

Akhirnya, Koutarou merasa kalau Alaia adalah orang yang hebat, dan hal itu juga membuatnya senang karena Alaia percaya padanya.

"Selama anda tetap menyadari hal itu. Kalau anda mencoba melakukan sesuatu yang bukan-bukan, saya akan langsung menyerang anda di tempat"

"Baiklah"

Koutarou pun memperhatikan satu hal lagi.

Kalau aja mereka nggak sehati-hati ini, mereka pasti nggak akan bisa pergi sejauh ini...

Dia memperhatikan seberapa sulit perjalanan yang sudah ditempuh Alaia dan kelompoknya sejauh ini. Kalau semuanya terjadi seperti yang telah ditunjukkan oleh drama atau sejarah, mereka telah melewati kesulitan demi kesulitan sebelum akhirnya bertemu dengan sang Ksatria Biru. Tidak sulit membayangkan kalau satu-satunya ksatria mereka, Flair, telah membantu mereka selama saat-saat itu. Karena musuh mereka yang begitu banyak, dia tidak punya pilihan lain selain terus berhati-hati.

Kelihatannya aku sendiri juga harus hati-hati. Kalau aku pikir aku bisa terus ngikutin naskah, aku bakal kena kejadian yang gawat nantinya...Lagipula, ini perjalanan yang susah, yang bakal nentuin nasib negeri ini...

Setelah melihat raut wajah serius Flair, Koutarou memutuskan untuk mulai bersikap serius setelah sebelumnya bersantai sejenak melihat Alaia yang bertemu kembali dengan rekan-rekannya.

"Kalau begitu, Layous-sama, izinkan saya untuk memperkenalkan teman-teman saya"

"Yang Mulia, memanggil kami sebagai teman mungkin sudah kelewatan..."

"Fufufu, tidak apa-apa, bukan? Lagipula, ini keadaan darurat", jawab Alaia sambil tersenyum ke arah Flair, dan lalu meletakkan tangannya di atas kepala Charl.

"Namanya adalah Charl. Lebih tepatnya, Charldrissa Daora Forthorhte, adik perempuanku dan juga puteri kedua dari negeri ini"

Setelah diperkenalkan oleh Alaia, Charl melihat ke arah Koutarou dengan mata yang besar.

"Ksatria Biru atau apalah itu"

"Ya, puteri Charl?"

Koutarou pun berlutut, membuat arah pandangannya menjadi sedikit di bawah Charl. Dengan itu, akan mudah bagi Koutarou untuk berbicara dengan Charl, dan dia tidak lagi memandang rendah keluarga kekaisaran.

"Kelihatannya kau sudah menjaga kakakku. Kerja bagus"

"Sudah sewajarnya bagi ksatria Forthorthe untuk melakukan hal itu"

Raut wajah Charl menjadi gembira begitu mendengar jawaban dari Koutarou. Senyumnya yang polos, tanda seorang anak yang jujur dan penuh semangat, membuat perasaan Koutarou menjadi hangat.

"Aku suka itu, Ksatria Biru! Terus lanjutkan pengabdianmu!"

"Hah, seperti yang anda inginkan, tuan puteri"

Sambil tersenyum, Charl menepuk pundak Koutarou beberapa kali, berjalan mengitarinya lalu memanjat punggungnya dan naik ke pundaknya.

"Berdiri, Ksatria Biru"

"Baiklah"

Koutarou pun mematuhi perintah Charl dan lalu berdiri membawa badannya yang mungil.

"Ooooh, tingginya!"

Charl pun menjadi lebih tinggi dari orang-orang yang lain setelah naik ke atas pundak Koutarou. Hal itu membuatnya senang dan senyumnya yang ceria pun semakin besar.

Aku penasaran, apa Theia kayak gini juga pas dia masih kecil..., pikir Koutarou saat dia melihat ke arah wajah Charl dan memikirkan Theia sambil tersenyum kecil.

"Fufu, oh Charl"

"Yang Mulia..."

Alaia tersenyum melihat Koutarou dan Charl. Yang membuatnya senang adalah saat dia melihat Koutarou menggendong Charl dan tersenyum dengan cara yang sama saat dia menggendong Clan.

Begitu rupanya, jadi inilah yang dipercaya oleh Yang Mulia...

Flair, yang memperhatikan tuannya, mulai mengerti mengapa Alaia mempercayai Koutarou. Karena Flair sendiri merasa kalau dia bisa mempercayai hal yang sama, kewaspadaannya terhadap Koutarou pun menurun sedikit.

Gawat...aku tidak boleh lengah dulu!

Namun, Flair dengan cepat kembali sadar. Karena posisinya, dia tidak bisa begitu saja percaya pada Koutarou. Sambil terus merasa seperti itu, Alaia memperkenalkan Koutarou padanya.

"Layous-sama, dia adalah Flair. Dia adalah teman saya dan seorang ksatria suci dari keluarga Pardomshiha yang sudah mengabdi pada keluarga kekaisaran sejak lama"

"Flairhan Nye Pardomshiha. Senang bertemu dengan anda"

"Layous Fatra Veltlion. Tolong maafkan keadaan saya saat ini"

Dengan Charl yang masih berada di atas pundaknya, Koutarou mengulurkan tangan kanannya. Karena jabat tangan juga merupakan budaya di Forthorthe, Flair lalu menjabat tangan Koutarou.

"Ksatria Biru, Ksatria Biru"

"Ada apa?"

"Flair itu rajin dan keras kepala, tapi dia tidak membencimu seperti yang dia katakan. Jangan kuatir"

"Saya senang mendengar hal itu. Mungkin saya tidak akan jadi ditebasnya"

Koutarou dan Charl pun tertawa bersama-sama.

"Puteri Charl!"

"Serahkan sisanya padaku, Ksatria Biru!"

"Baiklah, tuan puteri"

Charl, yang merasa kalau Flair mulai kesal, berlindung dibalik punggung Koutarou. Koutarou sendiri merasa kalau dirinya yang sedang bercanda dengan Charl mirip dengan saat dirinya bermain dengan Theia dan Sanae, dan itulah yang membuatnya merasa kalau ini bukanlah pertemuan pertamanya dengan Charl. Karena itulah, jarak antara Koutarou dan Charl pun berkurang, dan beberapa saat setelah mereka bertemu, mereka sudah menjadi sangat akrab.

"Ahahahahaha"

Seorang gadis yang berpakaian lebih sederhana dari para gadis yang lain pun mulai tertawa setelah melihat tingkah Koutarou dan yang lainnya.

"Kau tidak bisa mengalahkan puteri Charl, Flairhan-sama"

Koutarou merasa lebih tenang setelah mendengar nada bersahabat dari gadis itu. Gadis itu pun memperkenalkan dirinya setelah memperhatikan pandangan Koutarou ke arahnya, bahkan sebelum Alaia bisa memperkenalkan dirinya.

"Saya Marietta Alsein, pelayan dari istana kekaisaran. Jadi, Ksatria Biru-sama, siapa dari antara gadis-gadis ini yang merupakan tipe anda? Apa jangan-jangan memang Alaia-sama!?"

Perkenalan yang secepat kilat dari gadis itu, Mary, membuat Koutarou teringat dengan seseorang di Bumi.

Cewek ini kayak Ibu Kos-san...

Meskipun mereka tidak sekalipun terlihat mirip, sifatnya yang menyukai gosip dan mudah untuk diajak bicara membuat Koutarou teringat dengan Shizuka. Bisa jadi, itu karena dia seorang gadis yang beranjak remaja.

"Mary, bertanya seperti itu kepada Layous-sama itu tidak sopan"

"Ahahaha, anda tidak akan marah bukan, Layous-sama?"

"Saya rasa tidak"

"Lihat?"

"Bukan begitu. Sudah sewajarnya Layous-sama berkata seperti itu, karena kau adalah pelayan kami"

Walau ini Forthorthe kuno, mereka semua tetep cewek-cewek biasa...

Sambil memikirkan itu, Koutarou kembali melihat wajah-wajah para gadis itu. Alaia, Charl, Flair dan Mary, mereka semua memiliki kepribadian yang unik, tapi bagi Koutarou, mereka tetaplah gadis-gadis biasa. Hal itu timbul karena kehidupannya dengan para gadis penjajah, tapi Koutarou sendiri tidak menyadari hal itu.

Dua lagi...

Koutarou lalu melihat ke arah dua gadis yang belum memperkenalkan dirinya. Yang satu memiliki rambut panjang dan tatapan yang tajam. Dia memakai pakaian yang lebih mencolok daripada Mary, tapi bisa dibilang kalau pakaiannya dimaksudkan untuk bergaya. Dilengkapi dengan figur badannya yang bagus, gadis itu memberi kesan orang yang pintar.

Gadis yang lain memakai pakaian yang terlihat berbeda dari yang lain. Dia memakai jubah putih panjang dan sebuah kalung berbentuk bintang di lehernya. Dia lebih terlihat sebagai seorang suster dari sebuah gereja daripada seorang bangsawan. Wajahnya terlihat kekanakan, dan jika digabungkan dengan pakaiannya, dia memberi kesan yang bersahabat.

"Ah, apa mereka berdua menarik perhatian anda? Tidak kusangka"

Mary, yang memperhatikan kalau Koutarou melihat ke arah kedua gadis terakhir, mulai memperkenalkan mereka dengan cepat.

"Mereka berdua adalah Lidith Maxfern-sama dan Fauna Mordraw-sama. Lidith-sama adalah seorang sarjana terkenal yang lulus dalam usia muda. Fauna-sama adalah pendeta yang mengabdi pada dewi fajar dan teman kelas seminar Alaia-sama"

Meskipun dia tidak sedang membicarakan dirinya sendiri, Marietta memuji-muji mereka berdua. Setelah diperkenalkan, mereka berdua pun memberi salam pada Koutarou.

"Nama saya Lidith Maxfern. Senang bisa bertemu dengan anda"

"Saya Fauna Mordraw. Terima kasih sudah menyelamatkan Alaia-sama!"

Cara mereka memberi salam pun sopan dan ramah, yang berasal bukan dari sifat mereka saja, tapi juga karena pekerjaan mereka masing-masing.

"Senang bisa bertemu kalian"

Koutarou pun membalas dengan mengangguk sambil memikirkan tentang Alaia dan kelompoknya.

Hmm, cewek pinter sama cewek misterius ya...

Charl mirip dengan Theia saat Theia masih kecil. Flair mirip dengan Ruth. Mary, Lidith dan Fauna tidak mirip dengan siapapun, tapi dengan memikirkan tentang sifat menyukai gosip, pintar dan misterius yang dipancarkan gadis-gadis itu, mereka mirip dengan Shizuka, Kiriha, dan Sanae. Koutarou pun merasa kalau rekan-rekan Alaia mirip dengan para gadis yang berhubungan dengan kamar 106.

"Ini kayak orang-orang yang udah pernah aku lihat sebelumnya deh"

"Aku rasa kau bisa mengatakannya sinkronitas"

Clan pun mendapat pemikiran yang sama dan setuju dengan ujaran Koutarou. Semenjak Clan kalah di bulan November, dia mengawasi kamar 106 secara terus menerus, jadi dia sudah cukup mengerti dengan sifat-sifat para penghuni kamar itu.

"Sinkro-apa?"

"Sinkronitas. Meskipun kelihatannya tidak berhubungan sama sekali, orang-orang atau peristiwa yang mirip akan muncul dan bertemu, seakan-akan dituntun oleh takdir"

"Tapi itu nggak berlaku disini, soalnya ada beberapa orang yang memang berasal dari garis keturunan yang sama, ya kan?"

"Benar. Berarti ini memang sebuah kebetulan belaka"

Clan akhirnya menganggap kalau hal itu adalah sebuah kebetulan, yang juga dianggap hal yang sama oleh Koutarou. Kalau pertemuan mereka adalah sebuah kebetulan atau sinkronitas, dia merasa kalau mereka semua sedang ada bersama-sama di saat itu, dan akan terlihat mirip.

Semuanya...?

Namun, tepat pada saat itulah Koutarou sadar kalau ada yang hilang. Theia, Ruth, Shizuka, Kiriha dan Sanae, dan satu orang lagi yang terhubung dengan kamar 106.

"Yurika nggak ada disini..."

Kelompok gadis-gadis itu mengingatkannya pada mereka yang menghuni kamar 106, tapi dia tidak bisa menemukan gadis yang mirip dengan Yurika.

"...Yah, aku rasa itu memang sifatnya...",ujar Koutarou sambil tersenyum kecut. Koutarou tahu kalau Yurika sering tertimpa kemalangan, jadi tidak adanya Yurika disini akan sesuai dengan sifatnya yang satu itu.

"Ada apa, Ksatria Biru?"

"Bukan apa-apa, kalian semua mengingatkan saya pada teman-teman saya di kampung halaman"

"Begitu rupanya. Apa kau mencintai mereka"

"Ya", jawab Koutarou sambil mengangguk.

Bener juga...jawabanku sekarang adalah 'ya'...

Koutarou kaget dengan dirinya yang bisa menjawab pertanyaan itu dengan anggukan, dan keinginannya untuk kembali pulang pun menjadi semakin kuat.

"Lebih daripada aku?"

"Tentu saja saya lebih kagum pada anda, puteri Charl"

Kenyataannya, Koutarou lebih mencintai teman-temannya di "kampung halamannya" daripada Charl yang baru saja dijumpainya. Namun, dia akan merasa jahat untuk mengatakan hal seperti itu kepada Charl yang masih kecil. Jadi, Koutarou membuat keputusan layaknya orang dewasa dan berkata kalau dia lebih mencintai Charl.

"Bagus sekali, Ksatria Biru! Terimalah pujian dariku!"

Charl, yang masih berada di pundak Koutarou, tertawa dengan riang. Sambil melirik sedikit ke arah Charl yang masih tertawa riang, Koutarou memperhatikan ada seekor kuda di sudut pandangannya. Kuda itu rupanya milik Alaia, dan setelah Alaia terjatuh kuda itu kembali ke sini dengan sendirinya.

Kuda...kuda ya..., pikir Koutarou sambil memandangi kuda itu.

Meskipun yang dilihatnya memang seekor kuda, kuda itu tampak sedikit berbeda dari kuda yang berada di Bumi pada umumya. Badannya mirip, tapi kuda itu memiliki tanduk, surai dan kukunya pun berbeda dari kuda di Bumi. Dengan tampilan seperti itu, kuda di Forthorthe bisa disebut oleh orang-orang Bumi sebagai unicorn yang terkenal.

Kuda itu pun tampak gemetar dan menggerakkan badannya seakan-akan mencoba untuk lari dari pandangan Koutarou. Gerakan yang dibuatnya terlihat familiar.

"Itu....tidak mungkin..."

"Ada apa, Ksatria Biru?"

"Kuda itu..."

"Ada apa dengan kuda itu?"

Kuda itu terlihat mirip dengan Yurika.

Koutarou, yang hampir mengatakan itu, mendekati kuda itu sambil tetap membawa Charl di pundaknya.

"Kuda ini adalah milik kakakku. Dia begitu pintar, meskipun dia terpisah dengan kakakku, dia bisa kembali ke sini dengan sendirinya"

"...Kalau kita kepisah sama Yurika, dia pasti ngilang dan nggak akan bisa balik"

"Apa kau mengatakan sesuatu?"

"Kuda ini punya surai yang sangat bagus"

"Benar bukan?", ujar Charl menyombongkan kuda itu dengan cerianya sambil mengencangkan pegangannya pada Koutarou. Karena Charl dan Alaia sering mengendarai kuda itu bersama-sama, kuda itu menjadi kuda favorit Charl.

"*Hiehehehe*"

Saat Koutarou mendekat, kuda itu pun meringkik dan memalingkan wajahnya. Melihat hal itu, Koutarou menjadi semakin yakin akan sesuatu.

Yurika...kamu selalu nggak beruntung kayak biasanya, ya...

Bagi Koutarou, kelakuan si kuda yang memalingkan wajahnya seperti itu mirip dengan Yurika yang berakting sebagai bokong kuda dan gagal melakukan sesuatu.

"Nggak peduli aktingmu sebagus apa, jadi kuda itu udah kelewatan banget...", gumam Koutarou sambil memandangi kuda itu. Gadis-gadis lain punya sesuatu yang mirip dengan mereka yang ada di kamar 106, tapi hanya Yurika sendiri yang mirip dengan kuda ini. Koutarou hanya bisa merasa kasihan terhadap ketidakberuntungan Yurika yang terlalu besar.

Namun, seakan melawan apa yang dirasakan Koutarou, sesuatu yang tidak disangka terjadi. Tepat setelah Koutarou menggumam, kuda itu mulai berlari secepat mungkin seakan-akan mencoba untuk kabur.

"Ada apa? Tidak ada yang melakukan apapun"

"Ah, awas!"

Namun, malam sudah tiba dan gelapnya malam sudah menyelimuti sekeliling tempat itu. Sesaat setelah mencoba untuk lari secepat mungkin, kuda itu pun tersandung, dan tepat pada saat itulah sesuatu yang tidak disangka terjadi.

Saat kuda itu jatuh ke tanah, badannya langsung terbungkus oleh asap putih. Setelah asap itu menghilang, yang muncul bukanlah seekor kuda, namun seorang gadis yang memakai jubah hitam dan memegang tongkat yang besar.

"Yurika!?"

Kostum yang dipakainya terlihat sederhana dan berwarna hitam, dan tongkatnya terlihat begitu kasar seakan diukir dari batang pohon. Penampilan gadis itu terlihat sama seperti penampilan Yurika yang sedang bercosplay menjadi gadis penyihir.

Rokujouma V7.5 113.jpg

"Penyihir!? Yang Mulia, berlindung!!"

"Ya!"

Koutarou kaget karena gadis yang seperti Yurika telah muncul, namun reaksi Flair justru berbeda. Dia dengan cepat maju melindungi para gadis yang lain dan Alaia memperingatkan yang lain.

"Dia mata-mata musuh! Veltlion, tolong lindungi Yang Mulia dan yang lainnya!"

"Saya mengerti!"

Setelah mendengar kata 'mata-mata', Koutarou langsung mengerti tingkat bahaya yang dihadapinya saat itu. Dia pun sadar kalau penampilan gadis itu saja yang mirip dengan Yurika, dan mereka semua saat itu sedang dalam ancaman bahaya.

"Clan, tolong awasi keadaan sekitar kita!"

"Sedang kulakukan!!"

Flair dengan cepat berlari melewati Koutarou. Setelah Koutarou mundur untuk melindungi Alaia, dia menurunkan Charl yang masih berada di pundaknya sedari tadi.

"Kuh!"

"Tidak akan kubiarkan kau lolos!"

Gadis berjubah hitam itu pun bangkit berdiri dan berusaha untuk kabur, tapi luka yang didapatnya sewaktu jatuh cukup parah, dan dia tidak bisa langsung bangkit berdiri begitu saja. Karena itulah, saat dia berhasil berdiri, Flair sudah berada tepat di depannya.

"Datanglah, wahai angin--"

"Kau lamban!"

Gadis itu dengan cepat mengarahkan tongkatnya ke arah Flair, namun pedang Flair bergerak lebih cepat. Tanpa bersusah payah, Flair menghunus pedangnya dan dengan sebuah langkah yang kuat, dia memukul jauh-jauh tongkat sihir itu dari tangan si gadis penyihir.

"Sudah cukup!"

Pedang Flair pun berhenti tepat di depan leher si gadis penyihir, sebagai tanda kalau si gadis penyihir akan dibunuh kalau dia melakukan gerakan yang dianggap berbahaya atau berbicara seenaknya. Gadis itu pun berhenti bergerak dan berhenti merapal mantra yang baru saja diucapkannya.

"Mata-mata musuh...sekaligus penyihir...?"

Bagi Koutarou, itulah kali kedua dia bertemu dengan penyihir yang sesungguhnya.

Dalang dibalik kudeta yang terjadi di Forthorthe adalah menteri keuangan, Maxfern, dan kepala dewan penyihir, Grevanas.

Karena budaya masyarakat Forthorthe adalah masyarakat pejuang, meskipun seseorang memiliki kemampuan yang hebat namun bukan seorang ksatria, orang itu tidak akan mendapatkan reputasi sama sekali. Hal yang sama berlaku bagi para menteri ataupun kepala dewan penyihir. Tidak peduli seberapa kompeten seseorang, kalau mereka tidak berjuang di garis depan sama sekali, mereka tidak akan terkenal sama sekali. Maxfern dan Grevanas, yang tidak menyukai sistem seperti itu, menyusun rencana untuk menggulingkan takhta kekaisaran.

Maxfern dan Grevanas pun mulai menyusun rencana dengan penuh hati-hati. Mereka membuat sebuah kasus dimana kas milik negara digunakan oleh sang kaisar untuk membeli lahan dan sumber daya-sumber daya bagi para bangsawan. Dengan menggunakan posisinya sebagai menteri keuangan, Maxfern mengakali kas negara agar kasus itu seakan benar-benar terjadi dan mulai menyebar rasa pemberontakan kepada para ksatria suci. Padahal, kas negara yang diakali itu mengalir ke tangan Maxfern dan Grevanas sendiri.

Rencana mereka berdua selanjutnya adalah memindahkan uang yang sudah mereka dapatkan lewat teknik para alkemis ke negeri-negeri asing dan mendapatkan uang yang lebih banyak lagi. Bukannya para ksatria suci yang ada itu dibutakan oleh uang, tapi mereka, yang sudah ditipu oleh Maxfern dan menjadi jatuh miskin, tidak punya pilihan lain selain menerima uang suap itu untuk bisa mengelola wilayah mereka masing-masing.

Mereka berdua pun menjebak para ksatria suci yang masih setia kepada pihak kekaisaran yang tidak mau menerima suap. Dengan menggunakan ketidakadilan, pemberontakan, pembunuhan dan sebagainya, mereka berdua menggunakan cara apapun untuk mengkambinghitamkan ksatria-ksatria suci yang masih loyal itu dan mengurangi jumlah mereka.

Setelah mengulangi langkah itu selama sepuluh tahun, akhirnya ada banyak pasukan ksatria yang sekarang berada di bawah kendali menteri Maxfern dan sedikit sekali pasukan ksatria yang masih setia terhadap keluarga kekaisaran. Setelah memutuskan kalau mereka sudah tidak memerlukan lagi jebakan, Maxfern dan Grevanas pun beraksi.

Mereka berdua mengungkap sebuah kasus yang tidak pernah terjadi dan menuntut sang kaisar, lalu membunuh kaisar dan istrinya. Mereka berdua lalu menyalahkan Alaia atas pembunuhan itu dan mencoba menangkap Alaia atas tuduhan itu untuk bisa menyingkirkannya dari posisi puteri kekaisaran.

Saat pembunuhan kaisar sedang terjadi, Alaia sedang dikunjungi oleh Fauna, teman sekelasnya, bersama dengan Flair dan Charl. Tepat saat itulah, Mary, yang menyaksikan pembunuhan itu, masuk ke tempat bertemunya mereka berempat. Itulah awal mula pelarian Alaia dan yang lainnya.

Karena Maxfern sudah menguasai seisi istana, menyelinap keluar dari istana bukanlah hal yang mudah. Namun, berkat bantuan keponakan Maxfern, Lidith, dan beberapa alkemis lainnya, entah bagaimana mereka bisa lolos. Pada saat itu, sebagian besar alkemis sudah menjadi pengikut Maxfern, tapi masih ada yang setia terhadap keluarga kekaisaran.

Setelah kabur dari istana, Alaia dan kelompoknya memutuskan untuk kabur ke utara menuju wilayah Pardomshiha, yang mempunyai hubungan erat dengan keluarga kekaisaran dan juga merupakan tempat lahir Flair. Rencana Alaia untuk kabur ke sana adalah untuk mengumpulkan rekan-rekan seperjuangan sebelum bisa kembali ke ibukota.

Namun, mereka terkejar begitu cepat oleh para pengikut Maxfern, membuat perjalanan mereka menjadi sulit dari awal dimulainya. Flair adalah satu-satunya diantara mereka berenam yang bisa bertarung; kelima gadis lainnya tidak cukup kuat untuk bertarung dan belum pernah memegang senjata sebelumnya. Meski begitu, mereka tetap dikejar oleh para pasukan elit dan dewan penyihir Forthorthe. Tujuan mereka tentu saja adalah untuk menangkap Alaia, dan kalau mereka tidak bisa melakukannya, maka pembunuhan adalah tujuan alternatifnya. Bisa pergi hingga sedekat ini dengan pos pemeriksaan Mastir sambil menghindari para pengejar mereka adalah bukti dari kerja keras dan pengabdian Flair.

Namun, saat ada dua jalan gunung yang memisahkan Alaia dan kelompoknya dengan pos pemeriksaan Mastir, para pengejar mereka akhirnya bisa mengejar mereka kembali. Meskipun Alaia dan kelompoknya bisa lolos, mereka sempat terpisah.

Tepat disaat itulah, Koutarou bertemu dengan Alaia.


Part 4[edit]

"Tepat pada saat itulah Layous-sama muncul"

"Begitu rupanya, jadi pada saat itu..."

Cerita Alaia kurang lebihnya mengikuti naskah yang dibuat Theia. Meski detail-detail kecilnya berbeda, kejadian yang sudah terjadi mirip dengan apa yang tertulis pada naskah drama.

Koutarou yang saat itu sedang makan berhenti sejenak untuk berpikir. Makanan yang sudah dibuat oleh Mary memang enak, namun ada banyak hal yang harus dipikirkan oleh Koutarou saat itu.

Berarti, habis kita diserang sama perampok gunung, kita bakal sampai di pos itu, tapi..., pikir Koutarou dengan diterangi cahaya merah dari api unggun.

"Kalau kita terus maju kayak begini, kita pasti bakal diserang dadakan sama pasukan musuh...", keluh Koutarou.

Saat ini, Koutarou sedang memikirkan perbedaan situasi yang dihadapinya dengan naskah yang ditulis oleh Theia. Kalau dipikir-pikir, dalam situasi saat ini, Ksatria Biru pada akhirnya akan bertarung melawan pasukan kekaisaran. Namun, menurut naskah drama, mereka diserang oleh perampok, yang mana Yurika berperan sebagai perampok pada adegan itu. Setelah itu adalah adegan pos pemeriksaan yang terkenal, jadi bertarung melawan pasukan kekaisaran dan bandit terlihat tidak tepat menurut Koutarou.

Apa Theia nggak nulis soal bertarung ngelawan pasukan kekaisaran? Atau ini gara-gara sejarahnya berubah...?

Entah mengapa, Ksatria Biru tidak melawan pasukan kekaisaran, tapi justru perampok gunung. Karena hal itu masih belum jelas, Koutarou menjadi tidak yakin dengan apa yang harus dilakukannya sekarang.

"...Clan, sebenarnya habis ini apa yang bakal terjadi sih?"

Koutarou, yang kebingungan, berbisik ke arah Clan yang duduk di sebelahnya. Namun, Clan hanya menggelengkan kepalanya dan tertunduk lemas.

"...Aku tidak begitu tahu tentang apa yang terjadi disini. Aku hanya tahu apa yang terjadi dari drama atau film"

Ksatria Biru memang sebuah cerita legenda di Forthorthe, namun Clan bukanlah seorang sejarawan, jadi dia hanya mengetahui apa yang diketahui orang awam. Theia mungkin lebih tahu, tapi dia berada 2000 tahun di masa depan.

"Tapi, Veltlion, adalah hal yang ceroboh untuk terus maju meskipun kau sudah tahu akan adanya serangan dadakan. Dan karena ada mata-mata yang sudah menyelinap masuk, jelas sekali kalau akan ada serangan seperti itu", ujar Flair yang mengungkapkan poin-poin masalahnya sambil menunjuk ke belakangnya, dimana ada seorang gadis penyihir berpakaian hitam yang diikat dengan tali pada sebuah pohon. Saat ini dia sedang berusaha untuk bisa melepaskan diri dari ikatannya, tapi karena ikatan tali itu begitu kuat, dia tidak bisa lepas.

Kalau aku ngasih tahu Yurika soal ini, dia pasti seneng banget...

Yang mengejutkan bagi Koutarou adalah fakta bahwa gadis itu adalah penyihir sungguhan. Sebelum mereka bisa mengikatnya, gadis itu menggunakan beberapa sihir kecil untuk melawan. Namun, karena tongkatnya yang berfungsi untuk menguatkan mantranya telah diambil darinya, tidak ada luka atau kerusakan apapun akibat mantra yang diucapkannya. Namun, hanya mengetahui kalau sihir itu ada membuat Koutarou dan Clan betul-betul terkejut. Dalam drama, penyihir memang ada, tapi mereka berdua berasumsi kalau itu adalah fiksi.

"Yah, gadis itu hanya punya sedikit kesempatan untuk bisa berubah menjadi kuda"

Setelah kehilangan keberadaan Alaia, gadis penyihir itu mencari Clan dan yang lainnya untuk mengawasi mereka. Setelah menemukan mereka, gadis itu terus berakting seperti kuda sambil menunggu kesempatan untuk menangkap Alaia dan memberikan informasi kepada rekan-rekannya. Itulah situasi yang dibayangkan oleh Koutarou, dan dia yakin kalau dia tidak mungkin salah. Pada akhirnya, si gadis penyihir salah mengerti gumaman Koutarou dan menganggap kalau penyamarannya sudah ketahuan, dan akhirnya justru tertangkap. Kalau hal itu tidak terjadi, tidak sulit untuk membayangkan kalau perjalanan Alaia dan kelompoknya akan berakhir dengan cepat. Dan untuk alasan yang sama, setelah menangkap si gadis penyihir, mereka semua berpindah dari air terjun itu menuju suatu tempat di tengah hutan.

"Kalau kita terus maju, sudah pasti kita akan masuk dalam perangkap musuh"

"Sulit juga..."

Koutarou pun mulai berpikir lagi setelah mendengar pendapat dari Flair. Kelompok Alaia terdiri dari gadis-gadis biasa yang tidak bisa bertarung. Kemampuan bertarung Koutarou cukup tinggi berkat zirah yang dipakainya, tapi Koutarou sendiri sama sekali tidak mempunyai pengalaman bertarung. Clan pun tidak jauh berbeda dengan Koutarou. Karena itulah, satu-satunya yang betul-betul bisa disebut sebagai prajurit hanyalah Flair sendiri. Berjalan masuk ke dalam perangkap musuh buatan prajurit Forthorthe dengan kelompok seperti itu akan membuat Flair kesulitan melindungi para gadis yang lain.

"Nona Pardomshiha, bukankah satu-satunya jalan yang kita miliki saat ini adalah untuk melewati jalan lain?"

Tepat pada saat itulah Clan memecah kesunyian yang ada. Karena dia menuruti perannya sebagai pelayan, Clan menyerahkan tugas untuk berbicara kepada Koutarou. Namun, entah mengapa, tiba-tiba dia ikut masuk ke dalam pembicaraan itu.

"Clan?"

"...Nanti akan aku beri tahu detailnya"

Koutarou menjadi bingung dengan tindakan Clan, tapi, bukannya menghilangkan kebingungan Koutarou, Clan melanjutkan bicaranya dengan Flair.

"Kalau kita mengambil jalan yang lain dan melewati gunung, kita tidak akan bertemu dengan pasukan kekaisaran. Kita mungkin akan kesulitan untuk melewati jalan itu, tapi itu lebih baik dibandingkan melewati jebakan"

"Hmm...Kalau kita melakukannya sebelum mereka memperluas daerah pencarian mereka setelah mereka menyadari kalau komunikasi mereka dengan mata-mata mereka telah hilang...mungkin kita bisa mencoba hal itu"

Flair pun setuju dengan Clan dan akhirnya memutuskan hal itu.

"Pada fajar esok hari, kita akan mengambil jalan lain dan melewati gunung menuju pos pemeriksaan Mastir. Semuanya silahkan beristirahat untuk malam ini"

Dengan itu, langkah mereka untuk besok pun telah diputuskan, dan Alaia dan kelompoknya pun beristirahat sejenak.

Untuk menjaga agar apinya tidak padam, Koutarou melempar beberapa potong kayu ke dalam api unggun. Potongan kayu itu bersinar dengan terang dan meletus beberapa kali, membuat apinya menjadi lebih besar sedikit.

Meskipun ada kemungkinan kalau mereka akan ditemukan oleh pihak musuh karena api itu, mereka membutuhkannya untuk membuat mereka tidak diserang oleh binatang-binatang buas di hutan itu dan untuk membuat diri mereka tetap hangat. Karena Flair menemukan tempat yang tepat, api unggun yang ada tertutup oleh lingkungan sekitar mereka, jadi kemungkinan mereka untuk ditemukan pihak musuh pun menjadi kecil.

"Jadi, gimana?"

"Tunggu sebentar...um..."

Clan sedang duduk di sebelah Koutarou, melewati tengah malam. Saat itu hanya mereka berdua saja yang masih terjaga, dengan yang lainnya tertidur di sisi lain api unggun, terbungkus hangatnya selimut.

Setelah memutuskan apa yang akan mereka lakukan pada keesokan hari, Alaia dan kelompoknya pergi tidur untuk mengistirahatkan badan mereka, tapi mereka akan bergantian bangun untuk menjaga keadaan sekitar mereka dan untuk menjaga agar apinya tetap menyala. Saat itu, tepat setelah tengah malam, adalah giliran jaga Koutarou dan Clan.

"....Kelihatannya aman. Tidak ada binatang besar atau orang di sekitar sini"

Dengan menggunakan alat pemantaunya, Clan mengawasi keadaan di sekitar mereka. Untungnya, tidak ada tanda-tanda bahaya, dan Clan pun mengeluarkan nafas lega pertanda tempat berkemah yang dipilih Flair masih aman.

"Bagus deh. Makasih ya"

"Sama-sama"

Sambil membalas ucapan terima kasih Koutarou, Clan hanya bisa berpikir betapa anehnya situasi-situasi yang telah terjadi yang membuat mereka berada seperti sekarang ini.

Tentu saja, akting Ksatria Biru itu adalah suatu hal lain, tapi tidak kusangka aku harus bekerja sama dengan orang ini...

Baru setengah hari yang lalu, Clan berjuang keras untuk membunuh Koutarou, dan lewat berbagai putaran takdir, mereka menjadi berada dalam situasi dimana mereka berdua harus bekerja sama. Dan sekarang, mereka saling berbicara dengan nada yang ramah. Bagi Clan, itu merupakan hal yang janggal.

"Ngomong-ngomong, Clan, kenapa kamu ngomong kayak gitu tadi?"

"Itu?"

Clan berhenti berpikir begitu mendengar pertanyaan Koutarou. Karena dia baru saja memikirkan tentang hal yang lain, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Koutarou begitu saja.

"Tahu kan, pas kamu nyaranin Flair-san agar kita ngambil jalan yang lain"

Karena saat itu hanya mereka berdua saja yang sedang terjaga, Koutarou bisa berbicara dengan gaya bicaranya yang biasa, dan dia tidak memanggil Flair sebagai Nona Pardomshiha. Bagi Koutarou, hanya dengan Clanlah dia bisa menjadi dirinya sendiri.

"Ah, iya, tentang itu"

"Betul. Aku kira kamu bakal diam aja biar nggak ngubah sejarah"

"Justru kebalikannya, Veltlion"

Hal yang sama pun berlaku bagi Clan, dan dia tidak bersikap formal dengan Koutarou. Anehnya, kedua musuh itu hanya bisa saling terbuka kepada satu sama lain.

"Kebalikannya?"

"Benar. Aku menyadari apa yang akan dilakukan oleh sang Ksatria Biru"

Clan pun melanjutkan berbicara sementara Koutarou masih kebingungan.

"Kalau kita terus berjalan mengikuti jalan itu, para tentara kekaisaran akan menyerang kita. Kalau kita memikirkan itu, tidak mungkin kita akan mengambil jalan itu. Jadi, kita perlu mengambil jalan lain, entah lewat gunung atau lewat sungai"

Karena saat itu mereka berada di tengah hutan di tengah gunung, mereka bisa menyeberangi sungai menggunakan kapal atau meninggalkan jalan biasa yang ada dan melewati gunung.

"Jadi, ingatlah kalau Ksatria Biru diserang oleh perampok gunung"

"Gitu ya! Pinter juga kamu, Clan!"

Koutarou, yang mengerti apa yang dikatakan oleh Clan, menjadi bersemangat setelah mendengar hal itu.

"Dalam kata lain, sang Ksatria Biru mengambil jalan yang rusak dan diserang oleh para perampok gunung"

"Jadi itu sebabnya nggak ada adegan pertempuran ngelawan pasukan kekaisaran, tapi justru ngelawan perampok!"

Ada tiga pilihan jalan yang tersedia bagi mereka, yakni melanjutkan mengikuti jalan yang ada, melewati gunung atau menyeberangi sungai. Pilihan yang membuat mereka bisa menghindari pasukan kekaisaran dan diserang oleh perampok gunung adalah hanya dengan melewati gunung.

"Mungkin jumlah perampoknya lebih sedikit daripada pasukan kekasiaran, dan kita tidak akan terlalu menonjol jika melewati gunung. Aku yakin kalau itulah yang akan dipilih oleh sang Ksatria Biru"

"Gitu ya...Clan, aku kira kamu cuma orang yang licik dan dendaman, tapi ternyata kamu lebih dari itu", puji Koutarou sambil memukul Clan di punggungnya.

"Au, sakit, tahu!"

"Maaf, aku kelewat senang, jadi agak keras mukulnya"

"Dan apa maksdunya dengan licik dan dendaman!?"

"Itu yang dibilang Theia, dan aku juga ngerasain hal yang sama setelah ketemu sama kamu"

"Berhenti bercandanya!!", teriak Clan penuh kesal sambil berdiri.

"Jangan lupa! Saat kita kembali ke masa kita nanti, aku akan membuatmu dihukum gantung karena sudah menghina keluarga bangsawan!"

"Hukummu nggak berlaku buat aku, aku kan bukan penduduk kekaisaranmu"

"Kalau begitu, kau akan kupukul hingga mati!"

"Oke, oke, tolong tenang ya, Clan"

"Mhhh Hmmmm!"

"Nanti yang lain pada bangun"

Dengan tangan kirinya, Koutarou menyeret Clan dengan paksa ke arahnya dan lalu menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Karena Clan tidak ingin diperlakukan seperti itu, dia meronta-ronta untuk sementara waktu, tapi akhirnya dia menjadi tenang. Setelah Koutarou memastikan kalau Clan sudah tenang, dia lalu melepaskan tangannya.

"Setelah kita kembali, kau akan menyesal sudah melakukan ini"

"'Kalau' kita balik", balas Koutarou sambil menengadah melihat langit, dimana Bumi berada di sisi lain lautan bintang itu, 2000 tahun di masa depan.

"Kalau kita nggak bisa balik, kita cuma berdua doang loh, disini"

"Aku tidak mau begitu"

"Aku juga sama"

Namun, mereka sebenarnya bahagia karena mereka tidak sendiri meskipun mereka sedang bersama dengan musuh mereka masing-masing, berlainan dengan apa yang mereka katakan.

"Itu karena kau melakukan sesuatu yang tidak perlu"

"Mau gimana lagi, kan aku nggak tahu apa-apa. Lagian---"

Saat Koutarou mencoba membantah, dia melihat seseorang terbangun dari balik api unggun.

"Kenapa?"

"Kelihatannya kita udah ngebangunin seseorang"

Clan penasaran mengapa Koutarou berhenti berbicara saat Koutarou menunjuk ke sisi lain api unggun, tepat di saat orang yang baru bangun itu menghadap ke arah mereka.

"Puteri Alaia"

Saat mereka mengetahui kalau yang bangun adalah Alaia, Koutarou dan Clan dengan sigap bangkit berdiri, membenarkan sikap mereka dan menghadapi Alaia layaknya ksatria dan pelayannya.

"Bolehkah saya berbicara dengan Layous-sama?"

"Ah, y-ya, tentu saja"

"Terima kasih. Oh, dan silahkan tenang, kalian berdua"

Alaia pun mendekati mereka berdua sambil tersenyum kecil. Sebelumnya, dia sudah mendengar Koutarou dan Clan berbicara untuk sementara waktu, dan aneh baginya saat mereka tiba-tiba berhenti berbicara. Setelah berjalan mendekati api unggun, Alaia duduk di sebelah Koutarou.

"...Veltlion", bisik Clan sambil mencolek Koutarou dengan sikunya.

"...Apa?"

"...Aku serahkan Alaia padamu. Sementara itu, aku akan mengawasi keadaan di sekitar kita"

"...Ah, dasar curang!"

Clan berencana menyerahkan situasi ini pada Koutarou sambil berpura-pura cuek. Bisa jadi ini karena Clan tidak mau berurusan dengan Alaia, tapi juga karena tidak ada adegan dalam drama dimana pelayan sang Ksatria Biru begitu menonjol. Ada kemungkinan kalau ternyata sang Ksatria Biru tidak mempunyai pelayan, dan dalam catatan sejarah pun tidak ada tertulis satu hal pun mengenai si pelayan. Jadi, agar tidak mengubah jalannya sejarah, Clan menyerahkan segala urusan dengan Alaia kepada Koutarou, si pengganti Ksatria Biru.

"Baiklah, Yang Mulia, Tuan Veltlion, saya akan berangkat untuk mengawasi wilayah ini"

"Maaf sudah membuat anda kuatir, Clan-sama"

"Tidak, ini bukan apa-apa. Lagipula, mengawasi wilayah ini adalah hal yang penting. Sebagai gantinya, tolong temani Tuan Veltlion, Puteri Alaia"

"Tentu saja"

"H-hei..."

Clan pun dengan cepat pergi meninggalkan api unggun itu, dan juga meninggalkan Alaia yang sedang tersenyum dan Koutarou yang panik.

Si sialan itu, pasti dia nggak mau balik sampai kita selesai ngomong...

Setelah ditinggal pergi, Koutarou memutuskan kalau dia akan mengeluh kepada Clan sampai dia mual dibuatnya saat Clan kembali nanti.

"Layous-sama", panggil Alaia sementara Koutarou masih memandangi punggung Clan dengan perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya. Saat Koutarou mengarahkan wajahnya kepada Alaia, Alaia memiringkan kepalanya dan tertawa kecil.

"Yah..."

Koutarou pun hanya bisa tercengang melihat itu dan kembali duduk.

"Kelihatannya anda begitu akrab dengan Clan-sama", kata Alaia sambil tersenyum, namun Koutarou justru menggeleng pelan dan membantah itu.

"Kami sebenarnya terpaksa berkelana bersama...anda tahu, terjebak dalam perahu yang sama...tidak sama dengan menjadi akrab"

Sebenarnya, Koutarou dan Clan adalah musuh, dan kalau bukan karena situasi ini, mereka berdua pasti masih bertarung.

"Fufu, apa itu benar?"

Namun, Alaia tidak melihatnya seperti itu. Kenyataannya mungkin memang seperti yang dikatakan oleh Koutarou, tapi yang lain melihat Koutarou dan Clan bersikap begitu ramah kepada satu sama lain. Alaia menyebutnya sebagai akrab karena apa yang sudah dilihatnya.

"Jadi, apa yang ingin anda bicarakan?"

Hal itu memalukan bagi Koutarou, dan kalau Alaia terlalu terlibat dengan hal itu, itu akan menjadi masalah baginya. Jadi, Koutarou dengan cepat mengubah arah pembicaraan mereka.

"Benar juga..."

Setelah memperlihatkan rasa kesepiannya sesaat, Alaia menunjukkan raut wajah seriusnya, yang memberikan kesan yang kuat bahwa dirinya adalah seorang tuan puteri.

"Sebenarnya, saya ingin menyampaikan salam perpisahan kepada anda dan Clan-sama", ucap Alaia dengan tenang. Namun, setelah mendengar itu, Koutarou tidak bisa tetap tenang seperti Alaia.

"Salam perpisahan!? Apa maksudnya!?"

Kalau mereka berpisah disini, sejarah akan ditulis ulang. Kalau itu sampai terjadi, Koutarou dan Clan tidak akan bisa kembali ke waktu mereka yang seharusnya, dan ini adalah masalah serius bagi mereka berdua.

"Benar sekali. Itu karena saya tidak bisa melibatkan anda lebih jauh lagi"

"Biar aku nggak terlibat!?"

Saking kagetnya, Koutarou kembali berbicara seperti dirinya yang biasanya.

Oh, jadi orang ini memang betul-betul ingin membantu dengan niat baik...

Melihat reaksi Koutarou yang seperti itu membuat Alaia menjadi yakin kalau keputusan yang diambilnya tidak salah, dan dia pun mengangguk pelan.

"Benar"

"Mengapa?"

"Itu karena, kalau terus begini, tuan yang mana anda abdikan hidup anda akan tertuduh salah"

"Tuan!? Tuan yang aku layani akan dituduh salah?"

"Ya"

Tentu saja, Koutarou sebenarnya tidak sedang mengabdi siapapun, dan itu membuat Koutarou merasa lega. Setelah menarik nafas dalam-dalam, Koutaorou bertanya pada Alaia.

"Mengapa anda berpikir seperti itu?"

"Itu karena anda sangat kuat. Kekuatan yang anda miliki dengan usia anda yang masih muda menunjukkan bahwa anda adalah bagian dari pasukan ksatria yang besar"

Kualitas seorang pengawal tentu saja jauh lebih besar dalam pasukan ksatria yang berukuran besar. Hal itu tidak hanya mempengaruhi kemampuan para pengawal dalam seni menggunakan pedang, tapi juga kualitas senjata dan zirah mereka. Ditambah, alat-alat sihir juga menjadi suatu penanda lain. Jadi, saat Alaia melihat Koutarou bertarung dengan perlengkapannya yang seperti itu, wajar saja kalau Alaia mengira bahwa Koutarou berasal dari pasukan ksatria yang besar.

"Dan hanya ada dua pasukan ksatria yang besar, yang merupakan rekan seperjuangan saya. Pardomshiha dan Wenranka"

Hanya ada dua pasukan ksatria besar yang masih setia pada keluarga kekaisaran: Pardomshiha dan Wenranka. Mereka sudah mengabdi pada keluarga kekaisaran untuk watu yang lama, dan karena harta yang sudah mereka miliki, mereka tidak menerima suap dari Maxfern sama sekali.

"Namun, anda bukan bagian dari mereka. Kalau anda adalah salah seorang pengawal dari Pardomshiha, kita pasti sudah pernah berjumpa sebelumnya, dan Wenranka tidak menggunakan warna sebagai gelar mereka"

Dengan menggunakan pengetahuan umum mengenai keluarga bangsawan, sudah jelas bahwa Layous Fatra Veltlion bukanlah bagian dari Pardomshiha maupun Wenranka. Dalam kata lain--

"Dalam kata lain, anda mengabdi pada seorang tuan yang memihak pada Maxfern. Kalau anda terus membantu kami, tentu saja mereka akan menyalahkan tuan anda, yang berarti tuan itu akan terjepit dari kedua sisi menuju situasi yang lebih berbahaya lagi. Saya tidak ingin hal itu sampai terjadi"

Sebenarnya, Alaia bukan kuatir soal tuan itu, tapi lebih kepada orang-orang yang hidup di dalam wilayah yang dipimpin oleh si tuan tersebut. Dia juga kuatir dengan Koutarou yang menyelamatkannya dengan itikad baik. Kalau Koutarou tetap menjadi rekan Alaia, baik orang-orang yang hidup di wilayah yang dimaksud maupun masa depan Koutarou akan berada dalam bahaya. Jadi, untuk mencegah hal itu agar tidak terjadi, Alaia memutuskan untuk berpisah dengan Koutarou.

"Saya sudah meminta Flair untuk mengatur jadwal jaganya, agar anda dan Clan-sama bisa mendapat giliran pada saat ini. Tolong pergilah saat semuanya masih tertidur"

"Puteri Alaia..."

Koutarou bingung ingin menjawab apa. Dia harus segera mencari alasan agar bisa terus berpergian bersama Alaia dan kelompoknya, tapi dia merasa sulit untuk berdebat melawan Alaia saat Alaia menatapnya dengan mata penuh tekad.

Aku harus jawab apa? Gimana aku bisa dapet jawaban yang bisa bikin dia puas?

Koutarou bukanlah Ksatria Biru yang asli, dimana yang asli pasti tidak akan memiliki masalah apapun dalam menjawab permintaan Alaia. Namun, Koutarou tidak bisa melakukannya. Dia juga tidak bisa bergantung pada naskah drama, karena adegan ini tidak ada di dalam naskah itu.

Kasih tahu dong, Theia!! Si Ksatria Biru bakal ngomong apa kalau dia ada disini!?

Koutarou lalu memikirkan Theia yang sedang tidak ada di sisinya. Kebohongan dan tipuan tidak akan mempan pada Alaia dan pandangan matanya yang dalam dan jernih. Jadi, Koutarou perlu menjawab dengan suatu kebenaran, dan dia merasa kalau Theia bisa memberinya jawaban itu.

Nggak, Theia, apa yang kamu sendiri bakal lakuin!? Gimana kamu ngejawabnya!?

Koutarou hanya tahu tentang Ksatria Biru dari naskah drama, namun dia lebih mengetahui tentang Theia lebih baik lagi. Dia memang egois, tapi di saat yang sama dia kesepian dan punya kelembutan. Meskipun ada yang berusaha melawannya, Theia ingin menjadi bangsawan yang ideal, yang memang layak untuk berdiri di atas yang lain. Berkat waktu yang telah dijalani oleh Koutarou dan Theia bersama-sama, Koutarou akhirnya bisa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Theia.

Betul juga, Theia. Mungkin itu yang bakal kamu bilang...

Keraguan yang ada dalam diri Koutarou pun lenyap. DIa akhirnya tahu bagaimana harus menjawab permintaan Alaia.

"Tidak perlu kuatir, puteri Alaia", jawab Koutarou sambil tersenyum. Keinginannya untuk berakting sebagai pengganti Ksatria Biru rupanya terlalu kuat hingga saat itu dan membuatnya kehilangan kesadaran akan jati dirinya yang sesungguhnya, dan Koutarou menganggap itu lucu. Dia merasa kalau dia tidak jauh berbeda dari Theia saat Theia pertama kali datang ke Bumi. Dalam kasus itu, persis seperti kasus Theia, ada sesuatu yang lebih penting bagi Koutarou daripada menggantikan sang Ksatria Biru.

Sebelum menjadi seorang kaisar, orang itu harus menjadi bangsawan yang sesungguhnya. Dalam arti lain, sebelum Koutarou bisa menjadi sang Ksatria Biru, dia harus menjadi ksatria yang sesungguhnya terlebih dahulu. Setelah menyadari hal itu, Koutarou akhirnya tidak merasa ragu lagi.

"Tolong izinkan saya terus mengikuti anda, Yang Mulia"

"Tapi, Layous-sama, kalau begitu anda dan orang-orang di tempat asal anda akan menderita!"

Alaia masih berpegang teguh pada keyakinannya. Dia tidak ingin melihat orang-orang hidup menderita, dan juga tidak ingin melihat Koutarou menderita. Kata-kata saja tidak akan cukup untuk memuaskannya.

"Tidak apa-apa, puteri Alaia. Saya tidak bisa mengatakan keseluruhannya, tapi saya tidak mengabdi kepada siapapun"

Koutarou akhirnya mengatakan yang sebenarnya, dan dia juga berkata dengan jujur kalau dia tidak bisa menjelaskan secara detail tentang keadaannya.

Aku cuma harus ngelakuin ini, ya kan, Theia...

Untuk bisa menjaga agar sejarah tidak berubah, Koutarou berakting sebagai Ksatria Biru. Namun, dia tidak akan bisa menjadi ksatria yang sesungguhnya dengan cara berbohong terus-menerus. Kalau Koutarou tetap melakukan itu, pada akhirnya dia akan mengecewakan orang lain dan kehilangan kepercayaan dari orang lain yang sudah ada pada dirinya. Sebagai hasilnya, dia tidak akan bisa kembali ke dunianya sendiri. Jadi, Koutarou mengambil jalan seorang ksatria, meski dia tahu resiko apa yang harus dihadapinya nanti. Koutarou akan meminjam kata-kata sang Ksatria Biru, tapi dia juga akan menaruh perasaannya sendiri dalam kata-kata itu. Dalam kata lain, Koutarou harus betul-betul menjadi ksatria yang layak disebut sebagai ksatria.

Memberikan jiwa dan raga kepada para bangsawan, ya...

Dulu, saat mereka sedang berlatih untuk drama, Theia akan sering mengatakan itu. Tadinya Koutarou tidak begitu memperhatikan kata-kata itu, tapi sekarang dia percaya kalau kata-kata itu benar. Hanya mencoba menipu lewat penampilan saja tidak akan berhasil.

"A-apa yang anda--!?"

Alaia pun terkejut dengan jawaban Koutarou, membuat matanya terbelalak begitu lebar.

Seorang ksatria yang berkelana tanpa tuan tidaklah langka pada masa itu. Ada banyak ksatria yang berkelana untuk mencari tuan dimana mereka bisa mengabdi, namun hal itu terbatas hanya bagi para ksatria yang sudah kehilangan tempat pengabdian mereka atau ksatria yang sudah membuat masalah dan diusir. Namun, ksatria secara umumnya tidak punya alasan untuk menyembunyikan fakta bahwa tempat mengabdi mereka telah hancur dan Koutarou tidak terlihat sebagai seseorang yang suka mencari masalah dan lalu diusir.

"Tolong tenanglah, puteri Alaia. Saya mungkin hanyalah seorang ksatria pengelana yang jauh dari tempat asalnya, namun saya tidak kehilangan sedikitpun kesetiaan saya pada keluarga kekaisaran"

Kata-kata itu diambil Koutarou langsung dari naskah. Karena Koutarou tidak begitu tahu bagaimana seorang ksatria harus berbicara, dia bergantung pada sang Ksatria Biru. Namun, Koutarou sendiri ingin menolong Alaia. Itulah kenapa perasaan yang ada di dalam kata-kata itu berasal dari dirinya sendiri.

Sebenarnya tidak masalah kalau kata-kata itu milik Koutarou atau milik Ksatria Biru, karena Koutarou sendiri ingin menolong Alaia. Awalnya, dia hanya menyelamatkan Alaia karena Alaia mirip dengan Harumi, namun setelah merasakan sendiri bahaya yang ada, Koutarou ingin bisa terus membantunya.

Ksatria ideal Theia pun tidak akan pernah berbohong. Kalau Koutarou mengatakan kepada Alaia kebenaran tentang dirinya sendiri pada saat itu, Koutarou mungkin tidak akan kembali ke dunianya sendiri, tapi Koutarou merasa Theia akan memujinya saat itu.

"Tapi, membantu kami yang saat ini terus dikejar karena posisi saya adalah sama dengan membuat seluruh Forthorthe menjadi musuh anda!"

Tetap saja, Alaia dengan bijaknya terus berusaha membujuk Koutarou. Kalau Koutarou tidak punya seorang tuan untuk mengabdi, Alaia tidak bisa membuat Koutarou yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan masalahnya berada dalam masalah. Pandangan Alaia yang begitu tulus terpaku pada Koutarou, namun Koutarou hanya mengangguk kecil ke arahnya.

"Memang, hal itu seperti yang anda katakan, puteri Alaia"

"Kalau begitu--"

"Namun, saya tidak harus membuat harga diri, kepercayaan, dan yang terpenting rakyat Forthorthe sebagai musuh saya. Dan yang terpenting adalah bukanlah siapa musuh anda, melainkan siapa yang tidak akan mengkhianati anda"

Ada perasaan-perasaan yang tidak ingin Koutarou khianati, yakni perasaan Theia yang jujur yang ingin membantu ibunya di saat ibunya membutuhkannya. Legenda Ksatria Biru telah mendukung perasaan itu, dan Koutarou tidak mau menghancurkan legenda itu. Yang lebih penting bagi Koutarou bukanlah melindungi sejarah ataupun kembali ke dunianya, melainkan ketidakinginannya untuk mengkhianati perasaan gadis itu.

Walaupun dia pahlawan legendaris, pada akhirnya perasaannya nggak jauh beda sama perasaanku sendiri, ya..., pikir Koutarou sembari mengucapkan dialog Ksatria Biru. Sang Ksatria Biru sendiri pasti juga memiliki hal yang tidak ingin dia khianati juga. Berkat itulah, rasa bersalah yang muncul dari menipu Alaia dan yang lainnya dengan cara berakting pun mulai menghilang. Saat ini, Koutarou tidak yakin dengan mana yang merupakan akting dan mana yang bukan.

"Layous-sama..."

"Dan, puteri Alaia, saya yakin bahwa orang yang memberikan pedang dan zirah ini kepada saya tidak akan memaafkan saya jika saya sampai meninggalkan anda. Jadi, tolonglah, izinkanlah saya terus membantu anda"

Gadis yang telah memberikan zirah Ksatria Biru dan pedang harta Saguratin kepada Koutarou adalah gadis yang penuh dengan percaya diri, kuat dan juga lembut. Kalau gadis itu sampai mengetahui kalau Koutarou meninggalkan seorang gadis yang dikejar oleh musuh si gadis itu, dia pasti akan marah besar seperti gunung berapi yang akan meletus.

"Pedang dan zirah anda...", gumam Alaia sambil melihat ke arah zirah dan pedang Koutarou.

Ah...

Hingga saat ini, keadaan di sekitar mereka cukup gelap untuk bisa melihat dengan jelas, tapi berkat cahaya merah dari api unggun, Alaia bisa melihat dengan jelas lambang yang terukir pada zirah Koutarou.

Ksatria Biru Theiamillis...?

Pada zirah itu, terdapat gelar yang terukir di sekitar lambang seorang ksatria yang bertarung melawan naga. Gelar itu terukir dalam bahasa Forthorthe kuno, meskipun bagi Alaia tulisan itu adalah bahasa Forthorthe modern, dan yang tertulis adalah kata-kata "Ksatria Biru Theiamillis". Saat Alaia melihat gelar itu, dia menjadi lebih terkejut dari sebelumnya.

Layous-sama bukan seorang pengawal, tapi ksatria suci!?

Koutarou telah menyebut dirinya sendiri sebaga Layous Fatra Veltlion, jadi umumnya, kata-kata yang terukir pada lambang itu seharusnya adalah Fatra dan Ksatria Biru. Namun, yang terukir pada zirah itu justru kata-kata Ksatria Biru Theiamillis. Hal itu berbeda dari hanya sekedar Ksatria Biru saja, karena itu adalah gelar pribadi. Artinya, Koutarou adalah ksatria suci yang dilantik secara langsung oleh seorang bangsawan.

Itu sebabnya dia tidak mempunyai seorang tuan! Tapi, seharusnya dia memiliki sebuah wilayah! Tapi, tidak ada wilayah bernama Veltlion di Forthorthe!

Alaia menjadi semakin bingung setelah melihat gelar yang terukir pada zirah Koutarou. Dia mengerti mengapa Koutarou tidak memiliki seorang tuan untuk mengabdi, karena Koutarou sendiri adalah seorang tuan itu sendiri. Namun, Alaia masih tidak mengerti beberapa hal yang lain. Saat melihat kata-kata Ksatria Biru Theiamillis, dia hanya bisa berasumsi kalau seorang bangsawan wanita bernama Theiamillis yang telah melantik Koutarou. Namun, Alaia tidak mengenal bangsawan manapun yang memiliki nama itu, dan wilayah yang bernama Veltlion pun tidak pernah ada. Alaia yang pintar sekalipun tidak akan mengetahui bahwa Theiamillis adalah seorang bangsawan yang berasal dari 2000 tahun mendatang, dan wilayah yang dimiliki Veltlion adalah kamar seluas enam tatami.

Benar juga, pedangnya...kalau aku melihat pedangnya...

Alaia tidak mengetahui adanya seorang bangsawan bernama Theiamillis, tapi lambangnya pasti akan menghiasai pedang milik Koutarou. Sudah menjadi hal biasa untuk mengukir lambang keluarga pada pedang khas ksatria di Forthorthe.

Bunga emas...? Tapi, lambang ini tidak ada diantara keluarga kerajaan...apa yang sebenarnya...?

Sebuah bunga emas terukir pada gagang pedang Koutarou. Alaia menganggap kalau itu adalah lambang keluarga, tapi kenyataannya, itu bukanlah lambang keluarga, melainkan lambang pribadi Theia.

Koutarou belum diberikan gelar ksatria secara resmi. Karena itulah tidak ada pedang ksatria yang sudah disiapkan, dan sebagai gantinya, Koutarou mendapat pedang yang diberikan kepada Theia untuk merayakan kelahiran Theia. Sebagai hasilnya, lambang pribadi Theialah yang berada pada pedang itu sebagai ganti lambang keluarga yang seharusnya. Hal itulah yang membuat Alaia semakin bingung.

Siapa gerangan orang ini...?

Alaia tidak meragukan Koutarou. Meskipun mereka baru saja bertemu kemarin, dia sudah mempercayai Koutarou. Namun, di saat yang sama, dia tidak mengetahui siapa Koutarou sebenarnya.

"Saya bukan ingin mengikuti anda semata-mata hanya demi diri anda saja. Saya memiliki hal-hal yang tidak ingin saya khianati. Saya mohon, izinkanlah saya untuk terus menemani anda"

"Layous-sama...k-kalau begitu, tolong katakan kepada saya satu hal"

Alaia memutuskan untuk berhadapan dengan pertanyaannya secara langsung dan untuk menerima dan mempercayai jawaban Koutarou, tidak peduli seberapa aneh jawaban yang diterimanya.

"Apapun yang anda minta", angguk Koutarou. Dia sudah tidak berniat berbohong atau menipu Alaia lebih jauh lagi. Memang ada banyak hal-hal yang tidak bisa dia katakan, tapi dia tentu saja akan berkata begitu jika dia memang tidak bisa mengatakannya.

Setelah melihat Koutarou mengangguk, Alaia pun mulai berbicara. Dia mengubah pertanyaan yang ada di dalam pikirannya menjadi kata-kata dan bertanya kepada Koutarou mengenai kebenarannya.

"Lambang kekaisaran yang terukir pada lempeng dadamu. Penampilan anda, tingkah laku anda dan rasa percaya diri anda. Anda, tanpa saya ragukan lagi, adalah seorang ksatria Forthorthe yang sebenarnya. Tapi..."

Tepat di saat itu, Koutarou merasakan deja vu yang sangat kuat.

Sakuraba-senpai...?

Kata-kata yang keluar dari mulut Alaia adalah kata-kata yang telah didengarnya dari atas panggung beberapa bulan yang lalu.

"Tapi, saya tidak mengingat pernah melihat lambang yang terukir pada pedang anda. Darimanakah anda berasal?"

Kata-kata yang diucapkan Alaia adalah kata-kata yang sama dengan dialog yang ada pada drama. Dan tepat pada saat itulah Koutarou kembali dikejutkan oleh suatu hal.

"...Dari waktu yang tak berujung dan jarak yang tak terhitung"

Koutarou menjawab pertanyaan Alaia menggunakan kata-kata Ksatria Biru, yang seakan-akan menggambarkan keadaan Koutarou saat ini. Jawaban sang Ksatria Biru adalah jawaban Koutarou sendiri, yang mana Koutarou telah datang dari 2000 tahun di masa depan dan dari sisi lain jagad raya.

Apa maksudnya ini...?

Koutarou pun semakin bingung dengan kebetulan yang aneh ini. Clan sudah menyebutnya sebagai sinkronitas, tapi Koutarou tidak mau mempercayai hal itu begitu saja. Meski begitu, Koutarou senang bahwa dia tidak harus berbohong pada Alaia.

"Dari waktu yang tak berujung dan....jarak...yang tak terhitung...", ulang Alaia dengan pelan.

Saya penasaran apa maksudnya...tapi, saya yakin kalau itu bukanlah kebohongan...

Alaia pun kebingungan dengan kata-kata Koutarou, namun dia merasa kalau kata-kata itu bukanlah sebuah kebohongan. Dan karena dia percaya bahwa hal itu adalah yang sebenarnya, Alaia pun berharap demikian.

"Tolong, pinjamkan saya kekuatan anda, Layous-sama..."

"Baiklah, tuan puteri"

Koutarou pun mengangguk dengan semangat dan lalu melihat ke arah langit. Di atas mereka berdua, terdapat langit malam yang membentang dipenuhi oleh bintang-bintang.

Aku udah dateng dari tempat yang jauh, ya...

Meskipun ada banyak bintang yang bersinar saat itu, Koutarou tidak bisa melihat Bumi, yang berada jauh, jauh sekali dari sejauh mana mata manusia bisa melihat.

"...Layous-sama..."

Saat dia melihat Koutarou seperti itu, Alaia pun mulai berpikir.

Mungkin, Koutarou datang dari langit penuh bintang itu.

Alaia sendiri sadar, bahwa yang ada di benaknya adalah imajinasi yang kekanakan. Namun, dengan banyaknya bintang-bintang yang bersinar di atas mereka berdua, dia ingin mempercayai bahwa itulah kenyataannya.


Kembali ke Bab 2 Ke Halaman Utama Selanjutnya ke Bab 4