Rokujouma (Indonesia):Jilid 7.5

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ilustrasi Novel[edit]

Ini adalah ilustrasi novel yang termasuk dalam Jilid 7.5.


Diluar Nalar[edit]

Ruang dan waktu mengalir layaknya sebuah sungai.

Sungai itu dimulai dari sumber yang kecil, dan seiring bertambah banyaknya jumlah air yang mengalir, dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, sungai itu akan bercabang entah karena suatu alasan. Di saat yang sama, dua sungai yang bercabang mungkin akan menyatu sekali lagi. Dengan mengulangi siklus itu, sungai itu mengalir melewati bumi dan menyuburkannya.

Ruang dan waktu serupa dengan hal itu. Di satu titik, hanya ada satu jagad raya, tapi seiring berjalannya waktu, jagad raya itu terpecah menjadi beberapa jagad raya. Dengan melempar sebuah koin, jagad raya itu bisa kembali terpecah hanya dari hasilnya saja. Kalau koin itu digunakan untuk mengundi tim mana yang akan mulai bermain lebih dulu, koin itu akan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi jalannya permainan itu. Percabangan itu akan membuat dua buah jagad raya yang sejajar. Di saat yang sama, ada kemungkinan kalau kedua jagad raya itu akan menyatu kembali. Kalau koin itu dilempar masuk ke dalam sumur keinginan[1], maka hasil lemparan itu tidak akan bermasalah. Hasil lemparan itu akan terkubur bersama koin-koin lainnya dan akan kehilangan makna lemparannya, menghilang ke dalam teori kuantum dari sebuah kemungkinan. Wajar bagi sebuah jagad raya untuk menyatu kembali setelah sebuah perubahan kecil terjadi seperti itu, persis halnya dengan sungai. Meskipun sebuah batu besar menghalangi aliran air sungai itu, sungai itu akan terpisah sesaat dan akan kembali menyatu setelahnya. Saat jagad raya terpisah dan kembali menyatu, sejarah pun mulai terajut, dan kita hidup di dalam salah satu rajutan sejarah itu.

Koutarou sudah terlempar keluar dari rajutan itu.

Penyebabnya tidak lain adalah peluru super repulsi ruang dan waktu yang akan digunakan Clan. Koutarou, yang tahu kalau peluru itu akan menyebabkan kerusakan yang besar, membelah peluru itu dan mencegah peluru itu dari ditembakkan. Tapi, saat itu energi yang tersimpan di dalam peluru itu keluar. Peluru itu pun meledak, dan meskipun hanya sebagian dari efektifitas peluru yang dirancang oleh Clan bekerja, kekuatannya cukup untuk menelan dirinya, kapalnya, Cradle, dan Koutarou, lalu melempar mereka keluar jagad raya.

Lebih buruknya lagi, karena peluru repulsi itu melepaskan energinya tanpa kendali, Koutarou dan Clan terlempar ke tempat yang paling bermasalah.

Mereka berada pada awal mula jagad raya. Kalau mau dibandingkan dengan sungai, bisa dikatakan tempat itu adalah sumbernya.

Bagian luar jagad raya bukanlah tempat dimana sebuah makhluk hidup bisa bertahan hidup. Tidak, bahkan materi pun tidak bisa ada. Hukum fisika pun tidak ada disana, dan lebih tepatnya lagi, tempat itu tidak bisa dikatakan sebagai 'tempat'. Selain itu, Koutarou dan Clan terlempar ke permulaan jagad raya, dimana jagad raya dan kemungkinan yang ada tidak terbatas jumlahnya berada dan dimampatkan. Tapi, di saat yang sama, waktu berhenti. Meskipun segalanya itu mungkin, tidak ada yang bisa dilakukan. Meskipun itu adalah sebuah awal, tidak ada yang dimulai. Itulah satu-satunya pengecualian di dalam rajutan raksasa jagad raya yang tidak terbatas.

Tepat saat mereka tiba disana, Koutarou dan Clan seharusnya termampatkan menjadi sesuatu yang bahkan lebih kecil daripada partikel dan lalu termampatkan bersama dengan kemungkinan tidak terbatas yang lainnya.

Namun, hal itu tidak terjadi.

Mereka terselamatkan oleh sebuah keberadaan yang ada disana. Karena keberadaan itu adalah pemimpin absolut tempat itu, dia merasakan kedatangan Koutarou dan Clan bahkan sebelum mereka tiba dan lalu melindungi mereka agar mereka tidak menghilang tepat di saat mereka tiba.

"Apa yang..."

Namun, apa yang dirasakan keberadaan itu pertama kali adalah keraguan yang sangat besar. Tidak ada hal lain selain keberadaan itu yang seharusnya ada di tempat itu. Itulah hal yang berlaku, dan seharusnya tetap berlaku. Di tempat itu, ruang termampatkan dan waktu terhenti, jadi kali inilah keberadaan itu merasakan keberadaan seseorang yang lain. Meski terkejut, keberadaan itu juga penasaran dengan Koutarou dan Clan.

"Siapa gerangan bocah laki-laki ini...?"

Keberadaan itu betul-betul tertarik dengan Koutarou. Yang tiba ditempat itu adalah Koutarou, Clan, dan kapal Clan, Cradle, dan Koutarou mempunyai jumlah kemungkinan yang begitu banyak diantara mereka bertiga. Kalau yang dibandingkan adalah jumlah energi, Cradle memang menyimpan yang paling banya, tapi keberadaan itu tertarik dengan banyaknya jumlah kemungkinan yang dimiliki oleh Koutarou.

"Tidak ada hal selain aku yang bisa ada disini...jadi kenapa bocah lak-laki ini ada disini..."

Keberadaan itu memperhatikan Koutarou dengan sungguh-sungguh dan memeriksa badan dan juga pikirannya. Keberadaan selain dirinya, sebuah keberadaan yang berasal dari tempat lain, itulah yang membuat keberadaan itu tertarik.

Namun, saat kekuatan keberadaan itu menyentuh Koutarou untuk memeriksanya, keberadaan itu kembali ragu. Keraguan itu berasal dari keanehan yang muncul dari dalam dirinya sendiri.

"...Bocah laki-laki...? Kenapa aku memanggil benda ini 'bocah laki-laki'?"

Keberadaan itu menyadari keanehannya yang memanggil Koutarou sebagai 'bocah laki-laki'. Itu bukanlah sebuah istilah yang diketahui oleh keberadaan itu.

"Tidak, yang lebih penting lagi, aku?....Benar, aku memanggil diriku sendiri aku!"

Satu lagi keanehan yang dirasakannya adalah kesadaran keberadaan itu mengenai dirinya sendiri. Hingga saat itu, keberadaan itu tidak pernah betul-betul mengenali dirinya sendiri, dan karena hanya keberadaan itu satu-satunya keberadaan yang ada di tempat itu, keberadaan itu tidak perlu membedakan dirinya dengan hal yang lain. Namun, dengan munculnya Koutarou dan Clan, keberadaan itu perlu membedakan antaranya dirinya dengan mereka. Karena itulah, keberadaan itu mendapatkan pengenalan atas dirinya sendiri.

"Pengenalan atas diriku sendiri muncul dari bocah ini!"

Bersentuhan dengan Koutarou membawa perubahan lain bagi keberadaan itu. Saat keberadaan itu menyentuh pikiran Koutarou, rasa mengenali mengalir dari pikiran Koutarou ke dalam diri keberadaan itu. Keberadaan itu pun mendapatkan penjelasan dari hal-hal yang tidak dipahaminya hingga saat itu.

"Bocah ini telah bertemu dengan diriku di masa lalu!!"

Sebuah cahaya putih muncul di sebelah Koutarou dan membesar. Lalu, setelah mencapai ukuran tertentu, cahaya itu mulai berubah membentuk sesuatu, dan bentuknya lambat laun berubah menjadi sebuah entitas.

"Di saat itu, wujud itulah yang aku miliki. Itu sebabnya aku memiliki wujud ini saat ini..."

Cahaya itu membentuk wujud seorang gadis dengan tatapan yang lembut dan tenang. Kontak antara keberadaan itu dengan Koutarou telah memberinya bentuk yang pasti, dan tidak hanya sampai sana, pertemuannya dengan Koutarou pun telah memberikan keberadaan, bukan, gadis itu, kesadaran diri, kesadaran akan waktu, ruang dan bahkan bahasa.

"Nama benda ini adalah Satomi Koutarou...Begitu rupanya, engkau disebut sebagai Koutarou..."

Dan dia mengenal Koutarou. Dia bisa mengerti karena perubahan yang terjadi pada wujud dan pikirannya.

"Ada beberapa penjelasan mengenai dirinya...dalam bentuk ukuran, engkau terlihat seperti manusia biasa, tapi engkau punya banyaknya kemungkinan yang tak terukur..."

Dia membaca informasi pokok yang membentuk Koutarou. Selain tinggi dan berat badan yang sudah jelas, dia bisa membaca data genetis dan kehidupan seperti apa yang sudah dijalani Koutarou. Berbagai jenis informasi mengenai Koutarou sedang mengalir ke dalam dirinya.

"Namun, bagian ingatannya rupanya terlindungi...diriku yang ditemui oleh Koutarou dalam masa lalunya pasti mengatur agar ingatannya tidak bisa terbaca..."

Namun, sebagian informasi itu telah dienkripsi dan tidak bisa dibaca. Dalam ingatan Koutarou, ada banyak informasi yang ingin diketahui oleh sang gadis, tapi dia tidak bisa memperolehnya begitu saja. Namun, dia bisa mempelajari apa yang paling ingin dia ketahui--

"Namun, benar juga...pada akhirnya, bintang-bintang dan kehidupan akan mengisi tempat yang kosong ini...aku tidak akan selalu sendiri..."

--yaitu fakta bahwa dia tidak akan selalu sendiri.

Sebelum Koutarou dan Clan muncul, dia tidak pernah mengetahui dengan jelas apa itu kesendirian. Namun, dia bisa merasakan semacam rasa sedih saat dia sendiri. Rasa sedih itu menyiksanya saat dia tahu kalau dia akan selalu sendirian dari saat itu. Di tempat itu, dimana waktu berhenti, sulit untuk menjelaskan seberapa lama dia merasa seperti itu. Namun, kalau situasi itu diartikan dalam sesuatu yang bisa dimengerti oleh manusia, hal itu akan sama seperti seratus kali lipat dari masa hidup manusia.

Itulah mengapa dia merasa senang mendapat informasi itu dari Koutarou. Di suatu ketika, jagad raya akan terlahir, dan didalamnya bintang-bintang akan bercahaya dan kehidupan akan berjalan. Hal itu memberinya harapan kalau dirinya tidak akan selalu sendiri.

"...A-ah...?"

Di saat itulah, Koutarou yang kehilangan kesadaran sedari tadi mulai membuka matanya. Karena baru saja bangun, Koutarou belum bisa mengerti keadaannya saat itu dan hanya bisa melihat ke sekelilingnya dengan tatapan kosong. Melihat itu, sang gadis tersenyum kepadanya.

"Koutarou"

Koutarou, yang dipanggil oleh suara itu, menoleh ke arah sang gadis.

"Kamu..."

Setelah mendengar suara dan melihat wajahnya, Koutarou mulai merasakan perasaan yang misterius.

Aku tahu siapa dia...

Ada rasa kedekatan antara Koutarou dengan gadis di hadapannya, seakan-akan mereka sudah pernah hidup bersama-sama. Rasa itu mirip dengan perasaan yang dirasakan Koutarou terhadap para gadis penjajah.

Tapi...ada yang aneh...aku ngga tahu siapa dia...

Namun, perasaan itu hanya sebatas perasaan saja. Koutarou tidak punya kenangan tentang gadis itu, itulah yang membuatnya begitu ragu.

"Senang bertemu denganmu, Koutarou. Namun, engkau sudah pernah bertemu denganku sebelumnya"

Namun, saat gadis itu berkata demikian, sebuah kenangan muncul dari dalam benak Koutarou.

Ruangan bawah tanah yang remang-remang, jalan dari batu, pilar-pilar yang berdiri mengelilingi sebuah patung yang berada di tengah-tengahnya. Gadis itu muncul membayang-bayangi patung tersebut.

Apa-apaan ingatan ini...?

Itu adalah bagian dari ingatannya. Kata-kata yang telah dibisikkan sang gadis telah memanggil kenangan itu dari bagian terdalam ingatan Koutarou.

"Ugh..."

Namun, saat Koutarou mencoba menyatukan kenangan-kenangan itu, sebuah rasa sakit muncul di kepala Koutarou.

Siapa cewek ini...? Apa yang aku lupain...? Dan kenapa kepalaku sakit begini...?

Koutarou bisa mengingat pernah melihat gadis itu, tapi dia tidak bisa betul-betul mengintanya. Kapanpun dia berusaha untuk mengingat hal itu, sakit kepalanya semakin menjadi-jadi. Kalau dia berhenti berusaha untuk mengingatnya, sakit kepala itu akan berhenti. Namun, karena Koutarou merasa kalau hal itu penting baginya, dia tidak bisa menyerah begitu saja.

"Jangan memaksakan dirimu untuk mengingatnya, Koutarou..."

Gadis itu pun merasa kasihan pada Koutarou.

"Ingatanmu sekarang sedang terkunci", kata gadis itu sambil tersenyum lembut dan meletakkan tangannya pada dahi Koutarou. Tangannya yang kecil dan agak dingin itu membuat Koutarou melupakan sejenak pencarian ingatannya.

"...Kekunci?"

"Ya. Kunci itu begitu rumit, bahkan diriku sekalipun tidak bisa membukanya"

Memecahkan sebuah enkripsi jauh lebih sulit daripada membuatnya. Ditambah, jika orang yang membuat enkripsi itu adalah dirimu sendiri dari masa yang berbeda, akan susah sekali untuk membuka enkirpsi itu.

"Sekarang, tidurlah, Koutarou. Engkau punya tempat kemana engkau harus pergi..."

"Tempat kemana aku harus pergi?"

Sebuah peringatan penting telah diletakkan bersama dengan informasi mengenai Koutarou. Peringatan itu adalah peringatan yang ditulis oleh gadis itu sendiri dari masa depan, yaitu informasi mengenai kemana Koutarou harus pergi.

"Aku yakin bahwa seseorang sedang menunggumu disana"

Saat gadis itu berkata demikian, Koutarou perlahan-lahan mulai kehilangan kesadarannya. Salah satu kekuatan gadis itu membuat Koutarou perlahan-lahan tertidur. Namun, Koutarou tidak merasa takut, karena gadis itu tersenyum lembut di hadapannya.

"...Kenapa, kamu nangis...?"

Meskipun kesadarannya mulai menghilang, Koutarou memperhatikan kalau gadis itu sedang menangis. Meskipun gadis itu sedang tersenyum, air mata bisa terlihat membasahi pipinya.

"Itu karena aku begitu bahagia bisa bertemu dengan engkau. Aku telah lama sendiri hingga saat ini"

Gadis itu terselamatkan dari kesepian yang abadi berkat pertemuannya dengan Koutarou. Tidak ada cara yang mudah untuk memperlihatkan kebahagiaan itu, senyuman dan kata-kata sekalipun tidak akan pernah cukup.

"Dan karena perpisahan antara kita begitu menyedihkan, karena aku akan kembali sendirian untuk beberapa saat lagi"

Koutarou harus pergi ke suatu tempat. Gadis itu pun harus tinggal dan melakukan sesuatu. Karena itulah, hingga jagad raya terlahir dan bintang-bintang dan kehidupan terbentuk, gadis itu akan kembali sendirian untuk beberapa saat lamanya. Hal itu membuatnya sedih, bahkan air mata pun tidak cukup untuk menggambarkan itu.

"...Kalau kamu sedih, kamu sendiri yang harus berubah, itu yang ayahku selalu bilang..."

"Fufufu, itulah yang baru saja aku sadari"

Saat apa yang dilihat Koutarou mulai memudar menjadi putih seluruhnya, sang gadis pun menyeka air matanya.

Baguslah...

Koutarou merasa lega karena sang gadis kembali tersenyum setelah menyeka air matanya, dan setelahnya, Koutarou mulai merasa mengantuk. Koutarou tidak berusaha untuk melawan rasa kantuk itu, namun justru menanyakan sebuah pertanyaan terakhir bagi gadis itu.

"Apa...kita bakal ketemu lagi...?"

Koutarou hanya bisa berharap untuk bisa bertemu kembali dengan sang gadis yang baik dan lembut hati, namun kesepian itu.

"Ya, tentu saja", balas gadis itu dengan ceria.

"Tapi, jikalau waktunya tiba, apakah engkau ingin diriku ada...?", lanjut sang gadis dengan penuh keraguan.

Apa dia ngerasa kesepian lagi...?

Koutarou, yang dipenuhi rasa kuatir, berusaha keras untuk melawan rasa kantuknya dan berbicara kepada gadis itu.

"Kalau aku nggak mau...aku nggak akan tanya...kalau aku bisa ketemu kamu...lagi..."

"...Terima kasih, Koutarou...sampai kita bertemu lagi..."

Sampai saat itulah Koutarou bisa bertahan.

Ah, aku lupa nanya namanya...

Koutarou pun tertidur dengan hal itu sebagai pikiran terakhirnya. Setelah memastikan kalau Koutarou benar-benar tertidur, gadis itu menggunakan kekuatannya untuk menyelimuti Koutarou, Clan dan Cradle dengan cahaya yang terang.

"Sampai jumpa...sampai kita bertemu kembali, suatu hari nanti..."

Gadis itu lalu mengirim Koutarou, Clan dan Cradle dari tempat itu ke suatu tempat lain. Setelah memandangi sejenak tempat dimana Koutarou tadinya berada, gadis itu pun lalu mendekapkan tangannya di depan dadanya dan menutup matanya.

"Aku harap bintang pertama bersinar kebiruan...seperti zirah milik Koutarou..."

Gadis itu pun mulai merajut ruang dan waktu, sambil bermimpi bertemu kembali dengan Koutarou, beberapa milyar tahun yang akan datang.


Dataran Asing[edit]

Part 1[edit]

Koutarou terbangun di tengah-tengah hutan yang lebat.

“A-apa itu tadi...”

Setelah menggelengkan kepalanya beberapa kali, dia pun bangun.

“Auauauau”

Saat dia mulai bergerak, rasa sakit mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, yang berasal dari pertempurannya dengan Clan. Tapi, berkat itu Koutarou akhirnya bisa betul-betul terbangun. Ia pun memeriksa tubuhnya kalau ada luka sambil merintih kesakitan.

Aku pikir bakal jauh lebih bahaya, tapi ternyata nggak seberapa parah...

Koutarou teringat kalau dirinya terkena beberapa serangan laser saat dia mengeluarkan serangan terakhirnya pada Cradle. Namun, dia tidak menderita luka parah seperti ingatannya. Luka yang dideritanya pun hanya memar-memar kecil yang sakit saat dia mencoba bergerak.

"Oh iya! Clan dan Cradle!"

Namun, Koutarou lebih kuatir dengan hal yang lain dan dia pun melupakan lukanya yang betul-betul ringan.

"Dimana si cewek sama kapal itu!?"

Koutarou dengan cepat memeriksa sekelilingnya. Clan mungkin masih mengincarnya, jadi dia tidak bisa menurunkan kewaspadaannya.

Aku ada di hutan? Nggak, aku rasa ini lebih kayak di tengah gunung....?

Baru saat itulah Koutarou menyadari keadaan di sekitarnya. Rimbunnya pepohonan bermandikan matahari senja dan tanah tempatnya berada sedikit miring. Berdasarkan pengamatannya, Koutarou sadar kalau dia berada di tengah gunung sendirian.

"Aku penasaran, dimana SMA Harukaze"

Koutarou pun mencoba mengingat-ingat sembari melihat ke seklilingnya lagi.

Coba kulihat-lihat, hutan gunung di deket SMA Harukaze...

Hal terakhir yang diingat Koutarou adalah membelah peluru repulsi super ruang waktu milik Clan dengan pedang yang dipinjamnya dari Theia. Sesaat setelahnya, dia terbangun di tengah-tengah gunung ini. Koutarou merasa kalau dia sedang bermimpi saat dia pingsan, namun karena dia tidak bisa mengingat mimpi itu, Koutarou merasa mimpi itu tidak ada hubungannya dengan situasinya saat ini. Koutarou pun menyimpulkan kalau dia terhempas angin ledakan peluru Clan ke gunung terdekat.

"Hutan yang paling deket ada pas di atas sekolah..."

SMA Kisshouharukaze berada di tengah-tengah tanjakan dari sebuah gunung kecil, dan jalan menanjak itu mengarah menuju sebuah hutan yang belum tersentuh sama sekali. Tempat kerja paruh waktu Koutarou pun berada di sekitar area itu. Gunung yang paling dekat berikutnya berada pada jarak beberapa kilometer, itu sebabnya Koutarou merasa tidak mungkin dia terhempas sejauh itu.

"Jadi, aku cuma tinggal turun dari sini, dan aku bakal nyampe sekolah"

Kalau ini memang hutan di dekat sekolah, Koutarou hanya tinggal menuruni gunung itu. Meskipun dia tidak tahu persis dimana dia berada sekarang, pada akhirnya Koutarou pasti akan menemui sebuah jalan. Ditambah, karena dia sudah pingsan hingga sesore ini, kalau dia tidak cepat-cepat kembali ke sekolah, teman-temannya pasti akan kuatir. Dengan itu sebagai alasan, Koutarou pun mulai menuruni gunung. Koutarou membuat rumput-rumput merunduk dan cabang-cabang patah dengan setiap langkahnya.

"Ampun deh...semua salah cewek itu. Kalau aku sampai lihat dia lagi...tunggu dulu...itu!?"

Sesaat setelah Koutarou mulai menuruni gunung, dia menemukan wajah seorang gadis yang sedang diingatnya di sebuah area berbatu. Dialah Clan, gadis yang ingin ditemui Koutarou karena berbagai alasan. Di area terbuka disebelah Clan, terdapat kapal luar angkasanya, Cradle. Kapal itu terbaring di atas sisi kapal dan memperlihatkan lambung kapalnya pada Koutarou.

"Clan! Pertemuan kita disini adalah akhir cerita buatmu!"

Karena Koutarou punya banyak hal untuk dikatakan, tepat saat dia menemukan Clan, Koutarou langsung berlari turun menuju area bebatuan itu. Namun, saat dia melakukan itu, Clan tetap diam tak bergerak dengan badannya yang terbaring di atas bebatuan dan matanya yang terpejam.

"Hei, Clan!"

Saat Koutarou mendekat, dia berteriak ke arah Clan.

"..."

"Eh?"

Namun, Clan tetap tidak bergerak. Baru saat itulah Koutarou sadar kalau ada yang aneh, dan dia mendekati Clan untuk memeriksanya.

"...Pingsan toh"

Meskipun pingsan, keadaan badan Clan baik-baik saja, dan nafasnya pun teratur. Saking terlihat santainya kondisinya saat itu, bisa dianggap kalau Clan tidak berada dalam bahaya.

"Hei, bangun, Clan! Sekarang bukan waktunya tidur!"

Koutarou pun mulai mengguncang badan Clan dengan cukup kuat, sampai-sampai kacamata Clan hampir jatuh.

"Uh, uhh..."

Tapi, Clan tetap tidak bangun. Yang dilakukannya hanya erangan sambil mengernyitkan alisnya. Kelihatannya, dia tidak akan bangun hanya dengan cara seperti itu.

"Sial, nggak bangun juga..."

Melihat reaksi Clan yang seperti itu, Koutarou menyerah untuk membangunkannya. Meskipun dia adalah musuhnya, Koutarou tidak bisa melanjutkan membangunkannya yang mungkin saat itu sedang terluka.

"Sekarang, ngapain ya..."

Koutarou menjauhkan tangannya dari Clan dan mulai berpikir. Dengan adanya Clan yang pingsan disini, dia tidak bisa begitu saja meninggalkannya dan pergi ke sekolah sendirian.

Oh iya, mending aku nelpon dulu

Setelah berpikir sejenak, Koutarou mengeluarkan handphonenya dan menyalakannya. Dia memutuskan untuk menghubungi seseorang yang dikenalnya lebih dulu. Karena Clan mempunyai hubungan dengan Theia, Koutarou memutuskan untuk menelepon Theia dahulu. Dengan melakukan itu, Koutarou berharap Theia bisa memberinya ide untuk apa yang harus dilakukannya. Ditambah, dengan adanya kapal luar angkasa di tempat itu, ada banyak hal yang tidak bisa diputuskan sendiri oleh Koutarou.

"Huh? Aneh..."

Namun, saat Koutarou menyalakan handphonenya, dia menyadari kalau handphonenya tidak mendapatkan sinyal. Ia pun menggoyang-goyangkan HPnya beberapa kali, karena menurutnya, tidak mungkin gunung di dekat SMA Harukaze tidak mendapat sinyal. Karena SMA itu juga telah ditetapkan sebagai tempat pengungsian dalam kondisi darurat tertentu, ada beberapa antena tambahan yang dibangun didekat SMA itu. Ditambah, saat Koutarou bekerja di reruntuhan yang berada di puncak gunung, dia akan selalu mendapat sinyal penuh. Namun, saat ini Koutarou tidak mendapat sinyal sama sekali, jadi dia menganggap kalau HPnya rusak.

"Nggak akan bener kalau cuma digoyang-goyang ya..."

Tidak peduli berapa kalipun dia menggoyang-goyangkan handphonenya, dia tidak mendapatkan sinyal juga. Setelah mengeluh sesaat, dia kembali memasukkan HPnya ke dalam zirahnya.

"...Kayaknya aku harus bawa dia juga deh"

Meskipun Koutarou kuatir meninggalkan kapal luar angkasa dengan keadaan yang seperti itu, dia tidak bisa meninggalkan Clan begitu saja. Jadi, Koutarou menggendong Clan dan mulai menuruni gunung itu lagi.

Meskipun dia sedang menggendong Clan, langkah kaki Koutarou terasa ringan. Itu berkat zirahnya yang punya sumber tenaga sendiri dan ikut bergerak mengikuti gerakan Koutarou. Karena itulah, bisa dibilang kalau zirah itu yang menggendong Clan, dan Koutarou sama sekali tidak merasakan berat Clan. Hal itu membuat Koutarou bisa memeriksa keadaan di sekitarnya.

"Kalau dilihat-lihat lagi, ini pohon apa ya?"

Saat Koutarou memeriksa keadaan sekitarnya, dia baru sadar kalau hutan tempat dia berada itu aneh. Baru saat itulah dia sadar kalau dia belum pernah melihat sama sekali pohon-pohon yang ada di hutan itu.

Koutarou lalu mengalihkan pandangannya ke kakinya, dan dia tidak bisa mengingat pernah melihat rumput seperti itu di gunung tempatnya bekerja.

"Hutan aneh..."

Dengan penuh kebingungan, Koutarou terus melangkah menuruni gunung itu. Dia tidak bisa menemukan apapun yang bisa dikenalnya, dan merasa kalau dia sedang melihat hutan yang terbuat dari CG dalam sebuah film. Namun, apa yang ada di sekitarnya terasa jauh lebih asli daripada sebuah film.

"Nggak nyangka ada tempat kayak gini deket sekolah..."

Aku harus ngasih tahu Sanae sama Yurika nanti, mereka pasti suka...

Sementara Koutarou memikirkan hal itu, dia bisa mendengar sesuatu saat dia mendekat ke arah Cradle.

"Kuii, kuii"

Sebuah burung besar terbang di atas Koutarou sambil berkicau. Ukuran burung itu sekitar 30 sentimeter.

"A-apa itu!?"

Tepat saat Koutarou melihat burung itu, dia hanya bisa terpana sambil menganga. Sekilas, itu nampak seperti burung, tapi saat diperhatikan, rupanya itu adalah kadal yang mirip dengan burung.

"Kayak kadal yang ada di game..."

Kadal itu mirip dengan monster yang muncul di dalam game. Deskripsi itulah yang tepat untuk reptil terbang itu.

Kadal itu pun mengacuhkan Koutarou dan terus terbang. Dengan membentangkan sayapnya yang besar, kadal itu menggapai udara layaknya burung dan terbang menjauh dalam waktu singkat.

Rokujouma V7.5 027.jpg

"Asem, harusnya aku foto tadi"

Kalau Koutarou baru saja menemukan spesies baru, dia bisa mendapat hak publikasi. Koutarou pun menyesal tidak memfoto kadal itu tadi dengan kamera HPnya.

"Hhhh, gara-gara dia sih"

Koutarou lalu membetulkan posisi Clan yang hampir jatuh dari gendongannya. Karena tangannya yang menahan Clan, dia tidak mungkin bisa memfoto kadal itu. Jadi, meskipun Koutarou menemukan kadal lain, dia tidak akan bisa memfoto kadal itu, dan itu membuatnya kesal.

"Kyaaaaaaaaa!!"

Tepat di saat itu, Koutarou mendengar jeritan seorang wanita dari kejauhan.

"...Apa itu?"

Koutarou menoleh ke arah teriakan itu, dan dia bisa mendengar suara-suara lain, tapi tidak sekeras teriakan itu. Karena suara-suara itu diredam oleh banyaknya pepohonan, Koutarou tidak bisa mendengarkan dengan jelas suara-suara apa itu.

"Aaaaaa....."

Teriakan lagi. Suara itu bahkan terdengar lebih putus asa daripada sebelumnya. Namun, suara teriakan itu tidak sekeras sebelumnya.

"Kayaknya ada masalah. Aku coba lihat dulu deh"

Koutarou pun langsung mengambil keputusan dan dengan cepat berlari ke arah Cradle.

"Kayaknya ini pintu masuknya..."

Koutarou mendekati sebuah palka pada Cradle dan meletakkan tangannya pada sebuah tuas. Saat dia menariknya, palka itu pun terbuka ke arah samping. Di balik palka itu, terdapat lorong masuk yang megah, mirip dengan lorong yang ada pada kapal Theia.

"Bagus!"

Koutarou, yang merasa lega karena palka itu terbuka, membaringkan Clan pada lorong itu. Dia lalu menarik tuas itu kembali ke posisi aslinya untuk menutup palka itu.

"Masalah Clan udah beres buat sekarang"

Koutarou membaringkan Clan di dalam Cradle untuk membuatnya tetap aman. Dengan banyaknya binatang yang tidak diketahuinya, ditambah teriakan yang baru didengarnya, membawa Clan yang pingsan bersama dirinya akan berbahaya. Tentu saja, Koutarou tidak bisa meninggalkannya sendirian di tengah alam liar seperti itu. Keputusan yang sudah jelas bagi Koutarou adalah untuk meninggalkan Clan di dalam Cradle.

"Habis itu...em...Ruth nyebutnya apa ya..."

Koutarou lalu berbalik ke arah asal teriakan itu dan mulai mengutak-atik zirah di tangan kanannya. Bagian tangan kanan zirah itu mempunyai fungsi yang sama dengan gelang milik Theia dan Ruth.

"Kalau nggak salah, 'baju manuver, aktifkan mode pertempuran', bukan ya?"

Setelah membuat perintah dengan ragu-ragu, Koutarou mulai berlari lebih cepat daripada sebelumnya.


Part 2[edit]

Zirah yang dipakai oleh Koutarou memiliki beberapa mode berbeda tergantung situasi yang dihadapinya. Untuk situasi biasa, Koutarou lebih sering menggunakan mode jelajah dan sekarang beralih menjadi mode bertempur.

Mode jelajah memiliki pengaturan yang paling mudah. Dalam mode ini, fungsi dan perlengkapan yang lebih sering digunakan akan diatur menjadi prioritas utama dan komputer akan melakukan perhitungan sesuai fungsi-fungsi itu. Dengan melakukan itu, mode itu akan mendukung pemakainya dengan efisien. Mode inilah yang paling sering digunakan oleh Koutarou, atau lebih tepatnya, memang dibuat untuk digunakan Koutarou.

Mode bertempur punya pengaturan yang berlawanan dengan mode jelajah. Fungsi, perlengkapan dan perhitungan yang berhubungan dengan pertempuranlah yang menjadi prioritas utama. Jika dibandingkan dengan mode jelajah, mode ini memiliki lebih banyak kekuatan dan mobilitas, tapi di saat yang sama, kelincahan dan kenyamanannya lebih rendah dibandingkan mode jelajah. Mode ini pun menyimpan penggunaan senjata, tindakan perlindungan dan kemampuan terbang karena mereka hanya digunakan di saat-saat darurat saja dan jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Saat ini, Koutarou sedang menggunakan mode pertempuran yang membuatnya berlari sangat cepat. Dengan gravitasi yang dikontrol agar berat badannya berkurang dan kekuatan kakinya yang meningkat karena zirah di bagian kakinya, Koutarou bisa berlari dengan cepat melewati hutan layaknya hewan buas yang memang dirancang untuk hal itu.

"Sumber suara telah ditemukan, tuanku. Ada kemungkinan sebesar 94% bahwa ada 11 orang disana"

"Darimana asalnya?"

Koutarou tidak mengurangi kecepatannya meskipun dia sedang menerima laporan dari komputer di dalam zirahnya. Dia bisa berbicara dengan komputer zirah sambil terus menggerakkan kakinya dengan kecepatan yang sama, dan juga tidak terengah-engah sama sekali. Itu semua bisa dilakukannya berkat bantuan kekuatan dari zirahnya.

"Lurus, arah jam 1:30"

"Itu nggak ngebantu"

"Sedikit ke arah kanan"

"Sip"

Setelah mendengar arahan dari komputer, Koutarou mengubah arah larinya ke arah kanan sedikit. Di saat yang sama, dua gambar 3D masuk ke dalam area pandangnya. Gambar-gambar itu adalah segitiga terbalik yang menandakan asal suara dan gambar sumber panas.

"Wah, detail banget"

"Sebuah kehormatan bisa mendapat pujian seperti itu"

Koutarou lalu mengatur arah larinya agar segitiga terbalik itu menjadi tepat di hadapannya, dan lalu menyadari kalau sumber panas yang ada sedang mengelilingi segitiga itu. Dia masih berada jauh dari sumber panas itu, saat dia melihat kalau gambar sumber panas itu masih bertumpuk. Namun, berdasarkan cara tumpukan itu bergerak, kelihatannya ada seseorang di sana.

"Ada kemungkinan sebesar 90% bahwa sepuluh sumber panas itu sedang mengejar sebuah sumber panas yang lain"

"Oke, gambarnya cukup dulu! Ayo maju!"

"Baiklah, tuanku"

Setelah memerintahkan kepada komputer agar gambar-gambar itu dihilangkan, Koutarou mulai berlari lebih cepat.

Kayaknya aku nemuin masalah yang lebih besar deh...Sekarang, aku harus ngapain ya...

Koutarou terlebih cepat daripada sebelas sumber panas yang dimaksud, dan karena itulah Koutarou tidak punya waktu banyak untuk berpikir.

Beberapa detik kemudian, Koutarou telah sampai di kumpulan yang dimaksud.

Yah, aku nggak ngerti keadaannya sih...

Namun, Koutarou tidak langsung menghampiri kumpulan itu, tapi justru bersembunyi di semak-semak terdekat untuk mengawasi perkembangan situasi yang ada. Itu dilakukannya karena dia tidak tahu siapa yang berteriak dan mengapa.

Kumpulan itu berada di tepi jurang, dan Koutarou tidak bisa melihat dasar jurang itu dari tempatnya berada. Karena dia tidak bisa melihat pohon apapun dari dasar jurang yang dibayangkannya, dia menduga kalau jurang itu pasti betul-betul dalam.

"Hmm...mereka lagi ngepung cewek...?"

Koutarou menyipitkan matanya, karena sulit baginya untuk melihat saat matahari sore berada sejajar dengan matanya, di tepi jurang itu. Namun, dia bisa melihat sesuatu seperti seorang gadis yang sedang dikepung oleh sepuluh pria.

"Tidak kusangka, kamu tidak mau berteriak ataupun minta nyawamu dikasihani dalam situasi seperti ini..."

"Kalau kau meminta sebuah teriakan, saya sudah memberikan itu padamu tadi"

"Teriakan kagetmu karena jatuh dari kuda tidak pantas untuk dipamerkan"

"Kalau begitu, keinginanmu tidak akan terpenuhi"

Dan mereka sedang berbicara mengenai sesuatu.

Bukan bahasa Jepang? Apa maksdunya nih....?

Namun, Koutarou tidak bisa mengerti apa yang mereka ucapkan. Dia sempat yakin kalau mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris, tapi dia tidak bisa menduga bahasa apa yang mereka gunakan. Namun, Koutarou masih bisa mengerti ketegangan dalam percakapan itu.

"Gambar yang telah diproses telah siap untuk ditampilkan"

"Tolong tampilin"

Saat Koutarou memerintahkan komputer itu, sebuah gambar 3D lain muncul dalam pandangannya. Gambar itu menunjukkan adegan yang ada dihadapannya, dan sudah diproses dengan menghilangkan matahari sore.

"Apa ini...?"

Tepat saat Koutarou melihat gambar itu, dia menjadi terkejut.

Gambar itu menunjukkan seorang gadis bergaun yang sedang dikepung oleh pria-pria berpedang dan bertombak. Pakaian yang dikenakan oleh pria-pria itu pun terlihat tidak asing bagi Koutarou, karena pakaian itu mirip dengan yang digunakan oleh Koutarou dan yang lainnya pada saat pementasan drama, yaitu pakaian yang dikenakan oleh kaum bangsawan dan tentara.

"Ini lanjutan dramanya ya...? Tapi, kenapa dilanjutin disini? 'Kan nggak ada yang nonton?"

Koutarou hanya bisa merasa heran dan menyangka kalau yang dilihatnya saat itu adalah kelanjutan drama yang dipentaskan di gunung di belakang SMA Harukaze setelah melihat pakaian yang dipakai para pria itu. Namun, yang tidak dimengerti olehnya adalah kenapa mereka melakukannya disini. Baik itu pementasan ataupun latihan, Koutarou tidak bisa menemukan alasan untuk melakukan hal-hal itu di tepi jurang di atas gunung seperti ini.

Tepat di saat itu, matahari senja pun lenyap dibalik jurang, dan Koutarou akhirnya bisa melihat dengan jelas wajah orang-orang yang tidak bisa dilihatnya lewat gambar yang ditampilkan komputer tadi berkat terangnya sinar matahari.

"Sakuraba-senpai!?"

Wajah si gadis yang berada di tepi jurang terlihat persis seperti kakak kelas Koutarou, yakni Sakuraba Harumi.

"B-bukan, bukan dia!! Itu bukan Sakuraba-senpai!!"

Namun, Koutarou dengan cepat menyadari kalau gadis itu bukanlah Harumi. Berdasarkan pakaian dan keadaannya, dia bisa menganggap kalau gadis itu adalah Harumi, namun ada perbedaan yang sangat mencolok diantara mereka berdua, yaitu warna rambut si gadis. Rambut Harumi berwarna hitam, sementara rambut si gadis yang berada di tepi jurang berwarna putih keperakan. Rambut yang indah itu pun berkibar diterpa angin sembari berubah kejinggaan diterpa matahari senja.

"Bahaya. Senjata yang dimiliki grup B dapat menimbulkan luka. Menaikkan level ancaman dari 1 ke 2"

"Senjata asli!?"

Mata Koutarou pun terbelalak setelah mendengar peringatan dari komputer.

"Kemunkinannya tepat 100%. Kesalahan mengidentifikasi kemampuan senjata untuk melukai setelah 28 kali pemindaian mendekati nilai 0"

Kesepuluh pria itu membawa senjata sebanyak 28 buah, dan zirah milik Koutarou telah menggunakan sensor yang ada padanya untuk memeriksa seluruh senjata itu. Zirah itu telah memastikan kalau semua senjata itu memang bisa melukai. Dalam kata lain, kecuali sensor itu sudah gagal memindai 28 kali secara berturut-turut, para pria yang mengepung gadis itu memiliki senjata asli yang siap digunakan.

"Jadi, ini bukan drama...tapi emang kejadian asli!?"

Sedikit demi sedikit, Koutarou mulai mengerti situasi yang ada. Memang, yang ada di hadapannya merupakan sebuah kebetulan yang sulit untuk dipercaya, tapi situasi yang mirip dengan drama yang dipentaskan oleh Koutarou dan teman-temannya sedang terjadi di depan matanya sendiri. Tidak mungkin ada senjata asli yang akan digunakan dalam pementasan drama, kecuali milik Koutarou yang memang asli namun dipasangi pelindung.

Jadi, yang teriak tadi itu si cewek itu, dan orang-orang itu yang bikin dia teriak. Terus, mereka ngejar dia sampai ke pinggir jurang itu sampai mereka ngepung dia kayak gitu!?

Koutarou akhirnya mengerti situasi itu, tapi dia masih belum tahu mengapa situasi itu bisa sampai terjadi. Bisa jadi, gadis itu adalah kriminal yang sedang dikejar oleh orang-orang itu untuk ditangkap, atau justru sebaliknya. Si gadis sedang diserang oleh para penjahat.

Duh, gimana nih!? Masa' aku diem aja!?

Sementara Koutarou memikirkan apa yang harus dilakukannya, kepungan para pria itu semakin mendekati si gadis. Si gadis, yang sudah berada di tepi jurang, hanya bisa terdiam membeku tanpa bisa berlari lebih jauh lagi.

"Kelihatannya darah kekaisaran yang panjang dan makmur itu akan berakhir disini"

"Semua ini tidak ada hubungannya dengan darah. Saya hanya merasa menyesal tidak bisa melindungi rakyat"

"Tekad yang berani. Tapi, tenang saja. Setelah darah kekaisaran sudah tiada, Yang Mulia Menteri akan melindungi rakyat"

"...Hanya itu yang bisa saya harap saat ini"

Jurang itu pun remuk sedikit demi sedikit dengan tiap langkah mundur dari si gadis. Setelah mengambil satu langkah terakhir, si gadis pun menutup matanya, menyadari kematian yang akan menjemput entah dari tajamnya pedang atau dalamnya jurang di belakangnya.

"Informasi. Berdasarkan situasi yang ada, bisa disimpulkan kalau tujuan grup target B adalah pembunuhan target A"

"Mereka mau ngebunuh cewek itu!? Beneran!?"

"Kemungkinan hal itu terjadi adalah 92%"

Koutarou hanya bisa mengepalkan tinjunya mendengar hal itu, sementara para pria itu terus mendekat ke arah si gadis. Gadis itu pun hanya bisa mendekapkan tangannya di depan dadanya seraya berdoa. Para pria itu berniat membunuh gadis itu dengan posisi seperti itu.

"Asem, aku nggak bisa biarin dia gitu aja!!"

Koutarou memang masih belum sepenuhnya mengerti situasi yang dialami gadis itu, tapi kalau dia hanya berdiam diri saja, kemungkinan besar gadis itu akan terbunuh. Dia tidak punya waktu, atau malah tidak bisa, memanggil polisi untuk menyelamatkan gadis itu. Untuk itu, Koutarou sendirilah yang harus melakukannya. Karena orang-orang yang mengepung gadis itu juga bukan polisi, ada benarnya Koutarou menghentikan mereka.

"Ayo maju! Kita hentiin grup target B atau apalah itu terus--"

"Mengatur target B sebagai pasukan musuh di IFF"

Namun, yang membuat Koutarou maju untuk bertarung adalah wajah si gadis, dengan matanya yang menyimpan tekad yang kuat, alisnya yang tegas dan bibirnya yang tertutup rapat. Gadis itu terlihat mirip dengan Harumi yang berada di atas panggung. Koutarou tidak bisa membiarkan gadis itu begitu saja, meskipun ada kemungkinan kalau dia adalah kriminal, karena dia pasti akan menolong gadis itu.

"Pilih senjata anda"

"Aku mau pakai pedang, bisa nggak kamu atur biar aku nggak ngebunuh mereka?"

Setelah melompat keluar dari semak-semak, Koutarou memerintahkan komputernya agar tidak membunuh musuh karena dia masih belum mengerti situasi yang ada dan dia sendiri tidak ingin membunuh.

"Baiklah, tuanku. Melapisi pedang dengan dorongan sonik"

Koutarou lalu menghunus pedangnya dari pinggangnya dan maju menyerang kesepuluh orang itu.


Part 3[edit]

"Hei kalian! Orang dewasa macem apa yang ngeroyok cewek kayak gitu!"

Agar Koutarou bisa mengalihkan perhatian orang-orang itu ke arah dirinya, dia sengaja berteriak dengan keras. Seperti yang dia harapkan, perhatian orang-orang itu beralih dari si gadis menuju ke arahnya.

"Siapa orang itu!?"

"Apa yang dia katakan!?"

"Kelihatannya dia seperti ksatria, dilihat dari zirahnya"

"Itu tidak masalah! Bunuh semua yang menghalangi kita!"

Orang-orang itu pun beralih ke arah Koutarou dan menghunus senjata mereka, mengutamakan membunuh Koutarou dahulu daripada si gadis yang berada di belakang mereka. Alasannya, karena mereka yakin bahwa si gadis tidak akan bisa berbuat apa-apa.

"Aku nggak tahu kalian ngomong apa, tapi kayaknya kalian emang mau ini..."

Koutarou, yang sudah terbiasa berkelahi, bisa merasakan keinginan orang-orang itu untuk bertarung. Dia pun menggenggam pedangnya dengan kedua tangannya, dan pedang itu pun mulai menggeram. Rupanya, itu berasal dari zirah yang melapisi peang itu dengan lapisan spesial yang menghasilkan gelombang kejut.

"Orang itu...? Dari kuda-kudanya, kelihatannya dia adalah ksatria Forthorthe...tapi, kenapa...?"

Gadis itu kagum dengan kemunculan Koutarou, yang merupakan penyelamat baginya yang muncul menjelang hidupnya yang hampir berakhir. Ditambah, yang membuatnya lebih kaget adalah kenyataan kalau yang menyelamatkannya adalah seorang ksatria. Karena sudah banyak pasukan ksatria yang menjadi musuhnya, si gadis tidak menyangka kalau ada seorang ksatria yang akan menyelamatkannya.

"Ah..."

Sebelum rasa kaget si gadis menghilang, Koutarou langsung beraksi dengan gerakannya yang gesit. Meskipun dia memakai zirah dari Forthorthe yang berat, Koutarou bisa bergerak lebih cepat dari orang-orang yang memakai zirah lebih ringan. Karena itulah, Koutarou bisa membuat serangan pertama.

"Guaaaaaaahh!!"

Setelah mendekat dalam sekejap, Koutarou mengayunkan pedangnya yang dilapisi pelindung spesial dan memukul jauh salah seorang pria sejauh beberapa meter. Orang itu tidak punya waktu untuk melindungi dirinya sendiri, bahkan untuk merasa kaget pun tidak.

"D-dia hebat juga!"

"Jangan lawan dia sendiri-sendiri! Maju bersama!"

Mereka pun yakin kalau Koutarou adalah orang yang berbahaya setelah rekan mereka berhasil dikalahkan. Mereka lalu mulai bekerja sama untuk bisa mengalahkan Koutarou.

"Satu kena!"

"Target selanjutnya di arah jam 6"

"Udah kubilang, itu nggak ngebantu!"

Koutarou lalu berputar sambil mengayunkan pedangnya, dan pedangnya mengenai pedang seseorang dari dua orang yang berusaha menyerangnya dari arah belakang. Pedang Koutarou pun menghancurkan pedang orang itu dan memukul jauh orang itu, lalu menabrak orang kedua yang berada tepat di belakangnya dan mereka berdua terlempar jauh.

"Kena dua sama tiga!"

"Peringatan bahaya! Serangan dua arah sedang mendekat!"

"Nah, aku lebih ngerti kalau gitu!"

Orang keempat dan kelima menyerang Koutarou di saat yang bersamaan dengan menggunakan pedang dan tombak masing-masing. Karena senjata yang mereka gunakan punya jangkauan serangan yang berbeda, akan susah untuk meladeni mereka di saat yang bersama. Namun, Koutarou mengalihkan perhatiannya ke arah pria yang memakai pedang tanpa terlihat panik sedikitpun.

"Bodoh!!"

"Apa kau sudah gila!?"

Dengan melakukan itu, tombak itu menuju punggung Koutarou yang tidak terlindungi. Orang keempat dan kelima itu pun sudah yakin akan menang dan tersenyum sinis ke arah Koutarou"

"Awas, tuan ksatria!!"

Melihat itu, si gadis yang sedari tadi tidak mengeluarkan teriakan pun akhirnya berteriak. Dia ingin menolong penolongnya.

"Tolong dibantu ya"

"Baiklah, tuanku. Pemasangan pelindung darurat"

Beberapa segienam putih transparan pun muncul dalam urutan yang terlihat indah. Saat ujung tombak menusuk segienam itu, tombak itu pun terpental.

"Apa!?"

"Tidak mungkin!"

Orang-orang itu pun hanya bisa terkejut melihat hal itu. Koutarou, yang tidak melewatkan kesempatan dimana orang-orang itu terdiam sesaat, mengayunkan pedangnya melintang membentuk lingkaran dan menyerang orang-orang di depan dan di belakangnya sekaligus. Kedua orang itu pun terpental sambil menimbulkan suara yang mirip dengan suara meriam yang ditembakkan.

"Penyihir! Orang ini menggunakan sihir!"

"Sihir!? Itu tidak mungkin!! Tidakkah kau lihat zirah berat yang dia pakai!?"

"Kau juga melihat tombak yang ditangkisnya, benar tidak, kapten!? Apalagi yang bisa kita katakan kalau itu bukan sihir!?"

Melihat kejadian itu, orang-orang itu pun mulai gentar. Senjata mereka masih terhunus ke arah Koutarou, tapi mereka terdiam di tempat.

"Kenapa, udahan?"

Sambil memegang Saguratin di tangan kanannya, Koutarou dengan santainya berjalan mendekati orang-orang itu. Mereka pun terdorong mundur ke arah jurang hanya oleh Koutarou sendirian.

"Aku tidak pernah mendengar ada seseorang seperti ini..."

"Sial, kita seharusnya membawa penyihir kita juga! Kita lengah karena kita menyangka mereka hanya sekumpulan wanita!"

"Hentikan ocehan kalian! Ayo kita semua serang dia bersama-sama!"

Dengan meninggalkan seseorang untuk menjaga gadis itu, empat orang pun maju menyerang Koutarou bersama-sama. Mereka menyimpulkan kalau mereka tidak bisa menang melawan Koutarou, yang bisa menggunakan teknik misterius, dengan jumlah sedikit.

"Kalo ini cuma sekedar berantem, kalian sih udah bener, tapi--"

"Memasang pelindung"

Kali ini, segienam transparan itu muncul di hadapan Koutarou. Pelindung itu pun dengan mudahnya menangkap senjata mereka, dan wajah para penyerang itu pun terlihat panik. Koutarou lalu mengayunkan pedangnya melintang"

"--sayang, musuh kalian kelewat kuat"

Segienam-segienam itu pun terbuka sedikit untuk memberi jalan bagi pedang Koutarou. Setelah pedang itu melintas, pelindung itu pun kembali menutup. Hanya ujung pedang Koutarou yang menyerang musuh-musuhnya yang berada di luar pelindung. Hal seperti itu hanya bisa dilakukannya berkat banyaknya latihan yang dijalaninya mengayunkan pedang sambil memakai zirah itu. Kalau saja zirah itu tidak mengingat pergerakan Koutarou, zirah itu tidak akan bisa mengendalikan pelindung itu hingga sedetail itu.

"Melepaskan energi gelombang kejut"

"Jangan bunuh mereka ya"

"Baiklah, tuanku"

Setelah pedang itu menyentuh orang ketiga, komputer pada zirah itu melepaskan energi yang tersimpan di dalam pedang, yang berubah menjadi gelombang kejut yang sangat kuat dan menyerang orang-orang itu. Mereka pun terkena serangan gelombang itu dan melayang jauh. Berkat kendali yang tepat, gelombang kejut itu hanya membuat orang-orang tu pingsan.

"Nah, itu udah sembilan"

Koutarou lalu menggenggam pedangnya kembali dengan kedua tangannya dan mengarahkan ujungnya kepada pria terakhir. Mekipun dia masih memegang senjatanya, wajah pria itu sudah berubah pucat karena sebegitu takutnya pria itu setelah kehilangan semangat tempurnya.

"J-Jangan mendekat!"

"Jadi, kamu mau ngapain?"

Koutarou lalu mendekati orang yang sudah gemetaran kehilangan semangat tempurnya itu. Orang itu pun melangkah mundur, seakan-akan didorong oleh Koutarou, mendekati tepi jurang dan orang itu pun akhirnya sampai di tepi jurang, tidak bisa mundur lagi.

"Sudah kukatakan padamu, jangan mendekat! Kau monster!"

"Aku nggak tahu kamu ngomong apa, tapi cewek itu nggak teriak kayak kamu tadi"

Orang itu pun mengayunkan pedangnya untuk menakut-nakuti Koutarou, tapi tindakan putus asa seperti itu tidak membuat Koutarou gentar. Dengan penuh keputusasaan, orang itu melihat ke seklilingnya mencari sesuatu yang bisa menyelamatkannya, dan matanya tertuju ke arah si gadis.

"B-benar juga! Aku akan pakai dia!"

"Apa!?"

Orang itu pun menarik si gadis dan mengarahkan ujung pedangnya ke arah leher si gadis, membuat Koutarou berhenti bergerak.

"Kalau kau menghargai nyawa wanita ini, buang senjatamu dan angkat kedua tanganmu!"

"Jangan, tuan ksatria! Kalau kau membuang senjatamu, kau akan terbunuh juga!"

"...Sandera, ya? Padahal tadi kamu mau ngebunuh dia..."

Meskipun Koutarou tidak mengerti apa yang dikatakan orang itu, dia bisa mengerti arti tindakannya. Kalau Koutarou mendekat atau berusaha menggunakan senjatanya, orang itu akan menusuk leher gadis itu dengan pedangnya.

"Cepat buang senjatamu!"

"Oke, oke, ngerti kok"

"Tuan ksatria!!"

Koutarou melempar Signaltin jauh-jauh lalu mengangkat kedua tangannya.

"Hehehe, kau cukup perhatian juga"

"Jangan pikirkan saya, tolong ambil senjatamu dan bertarunglah!"

Orang itu pun menyeret gadis itu menjauh dari Koutarou. Gadis itu pun meronta-ronta berusaha melepaskan dirinya sendiri, tapi dia tidak bisa melakukannya karena kalah kuat dengan orang yang menyeretnya. Suara sedih gadis itu pun memenuhi area itu.

Kalau aja orang itu maju buat ngebunuh aku, aku pasti masih bisa ngelakuin sesuatu...tapi kalau terus begini, cewek itu bakal mati...

Koutarou sudah merencanakan sesuatu jikalau orang itu maju menyerangnya saat dia sudah tidak bersenjata lagi, namun orang itu justru menjauh dari hadapannya. Koutarou yakin kalau orang itu akan membunuh gadis itu setelah dia sampai di area semak-semak, jadi Koutarou yakin kalau dia akan melakukan sesuatu, sekaranglah waktunya.

Aku rasa Sanae pernah ngelakuin ini...

Koutarou lalu memusatkan pikirannya pada tangan kirinya yang menggantung, yang terbungkus sarung tangan yang dipinjamnya dari Kiriha. Sarung tangan itu adalah senjata yang menggunakan energi spiritual sebagai amunisinya. Karena Sanae pernah menggunakan senjata itu lewat badan Koutarou, Koutarou bisa mengerti sedikit bagaimana cara menggunakannya.

Sarung tangan itu pun mulai mengeluarkan medan elektromagnetis mengikuti keinginan Koutarou. Meskipun dia tidak punya energi spiritual sebanyak Sanae, medan elektromagnetis yang dihasilkan sarung tangan itu menjadi semakin besar. Namun, tidak ada kilatan listrik atau bola api yang keluar, betul-betul hanya medan elektromagnetis saja, jadi hanya Koutarou yang tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Baik si pria yang menyandera si gadis maupun si gadis sendiri tidak memperhatikan hal itu.

Maju!

Setelah mengumpulkan cukup energi, Koutarou mengarahkan medan itu menuju ke arah orang itu. Medan itu pun mengikat pedang orang itu sesuai rencana Koutarou.

"Apa!?"

"Kena kau!!"

Meski pria itu menyadarinya, semua sudah terlambat baginya. Koutarou lalu menarik pedang yang terjerat medan elektromagnetis itu sekuat tenaganya, dan hasilnya, pedang itu lepas dari tangan orang itu dan terlempar ke udara.

"Tidak mungkin!?"

Mata orang itu pun mengikuti kemana arah pedang itu pergi mengikuti intuisinya.

"Eiii!"

Dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan, gadis itu pun memukul perut orang itu sekuat tenaganya menggunakan siku.

"Guaaah!?" Orang itu pun melepaskan gadis itu setelah menerima pukulan akibat kelengahannya. Gadis itu pun langsung mengambil jarak dari orang itu setelah berhasil bebas. Orang itu pun berusaha meraih gadis itu dengan tangannya, tapi sayangnya, Koutarou sudah berada di hadapannya.

"...Kamu hebat juga, nona"

Tinju Koutarou masuk ke arah perut orang itu, dan dia pun akhirnya pingsan setelah menerima pukulan itu setelah menerima pukulan di tempat yang sama oleh si gadis.

"Daaan sepuluh"

"Pasukan musuh telah berhasil dijinakkan. Perhatian, karena grup target B dikhawatirkan akan kembali sadar dalam beberapa saat lagi, disarankan untuk berpindah tempat"

"Tahu kok. Makasih bantuannya ya"

"Keluar dari mode pertempuran"

"Kerja bagus"

Setelah mengalahkan sepuluh orang itu, komputer zirah itu pun memutuskan kalau pertempuran sudah berakhir dan mengakhiri mode pertempuran.

"Fiuh, kayaknya semua lancar..."


Part 4[edit]

Pertempuran pun berakhir dan kesunyian kembali tiba di area itu. Koutarou melemaskan badannya dan pundaknya sedikit setelah bertempur. Meskipun dia begitu unggul dalam hal kekuatan berkat zirahnya, tentu saja dia akan merasa gugup dan kaku saat ada orang yang mencoba membunuhnya. Dia juga merasa lega karena tidak ada seorang pun yang mati. Karena, Koutarou bukanlah seorang tokoh utama dari sebuah game. Dia hanya seorang laki-laki biasa.

"...Syukurlah..kelihatannya orang ini juga seorang manusia biasa..."

Gadis itu pun juga merasa lega saat dia memandangi punggung Koutarou. Dia sempat merasa khawatir kalau Koutarou bukan manusia biasa, dilihat dari caranya bertarung.

"Dasar bodoh...tentu saja itu tidak mungkin..."

Gadis itu pun tersenyum dan mendekati Koutarou.

"Tuan ksatria!"

Gadis itu pun memanggil Koutarou saat Koutarou mengambil Saguratin dari atas tanah.

"Hmm?"

Koutarou pun teringat kembali dengan keberadaan si gadis setelah mendengar suara itu. Rupanya, dia sedang melamun setelah merasa rileks dari stress melawan sepuluh orang .

"Oh iya...aku tadi mau nyelametin dia ya"

"Terima kasih sudah menyelamatkanku, tuan ksatria"

Gadis itu lalu memegang ujung gaunnya dan mengangguk ke arah Koutarou. Koutarou pun menyimpulkan kalau si gadis berterimakasih padanya berdasarkan tindakannya. Namun, Koutarou masih belum mengerti apa yang dikatakannya.

Gawat..aku masih belum ngerti apa yang dia bilang...

Koutarou pun mengangguk ke arah gadis itu sambil menggaruk-garuk kepalanya dan memikirkan apa yang harus dilakukannya sekarang. Tepat saat itulah, komputer zirah yang sedari tadi diam kembali berbicara.

"Analisa bahasa selesai"

Setelah kembali ke mode jelajah, kekuatan pemroses yang telah diprioritaskan untuk fungsi pertempuran telah kembali menjadi fungsi umum, dimana salah satunya adalah analisa bahasa. Komputer itu telah menganalisa kata-kata yang digunakan si gadis dan orang-orang itu dan baru saja mendapat hasilnya.

"Alat penerjemah diatur menjadi bahasa Forthorthe kuno"

Rokujouma V7.5 053.jpg

Berdasarkan hasil yang sudah didapat, alat penerjemah pun mulai bekerja. Theia dan Ruth juga menggunakan alat yang sama dalam kehidupan sehari-hari.

"Maaf, saya terlambat memperkenalkan diri saya, nama saya adalah--"

Berkat itulah, Koutarou akhirnya bisa mengerti apa yang diucapkan gadis itu. Suara yang sudah diterjemahkan itu membuatnya teringat akan Harumi.

"Nama saya adalah Alaia Kua Forthorthe. Meskipun memalukan melihat saya dikejar seperti itu karena posisi saya, tapi saya adalah tuan puteri pertama dari negeri ini, Forthorthe"

Gadis itu pun dengan gugupnya berusaha memperkenalkan dirinya dengan tegas. Dia bersyukur bahwa Koutarou telah menyelamatkannya, tapi dia tidak tahu siapa Koutarou atau mengapa Koutarou menyelamatkannya. "...Eh?"

Namun, Koutarou begitu terkejut dengan namanya, sampai-sampai dia tidak menyadari perasaan sang gadis. Koutarou pun betul-betul kebingungan setelah mendengar nama sang gadis.

Tadi dia bilang, Alaia Kua Forthorthe?

Koutarou masih menyangka kalau tempat itu adalah hutan di dekat SMA Harukaze. Meskipun hutan itu agak aneh, Koutarou tidak menyangka kalau tempat ini ternyata berada di "sana". Di "tempat" itu, Koutarou menemukan seorang gadis yang mirip dengan Harumi yang memakai gaun yang mirip dengan kostum yang ada pada drama mereka. Gadis itu dikejar oleh gerombolan orang yang ingin membunuhnya, dan lalu menyebutkan namanya sebagai Alaia Kua Forthorthe.

Ini drama apa bukan sih? Nggak, nggak, tempat ini ada di belakang gunung, bukan panggung. Orang-orang itu juga serius mau ngebunuh dia. Tapi, dia bilang kalau dia si Puteri Perak dari drama? Bukannya dia Sakuraba-senpai?

Bagi Koutarou, apa yang dilihat dan dialaminya memang mirip dengan drama, tapi ternyata itu semua bukanlah drama. Dan lagi, gadis itu menyebut dirinya sendiri sebagai Alaia. Tentu saja, situasi itu membuat Koutarou betul-betu kebingungan.

"Akhirnya aku menemukanmu!"

Tepat di saat itu, sesuatu mengenai kepala Koutarou saat dia sedang melamun.

"Apa yang kau lakukan disini, kau Ksatria Biru palsi!! Jangan berpergian sendiri!"

Rupanya, yang mengenainya adalah pukulan dari Clan. Koutarou telah meninggalkannya di dalam Cradle saat dia pingsan, namun dia telah bangun dan mengejar Koutarou.

"Sakit, tahu! Masih mau berantem ya!?"

Setelah kena serang oleh musuhnya, Clan, Koutarou akhirnya kembali terjaga dan melotot ke arahnya.

"Bukan saatnya kita bertengkar!"

Namun, Clan berkata kalau dia tidak punya niat untuk bertengkar. Karena mereka baru saja bertarung dengan hebatnya beberapa saat yang lalu, Koutarou tidak bisa begitu saja percaya padanya.

"Kamu mau bohong lagi ya? Aku nggak akan percaya!!"

"Aku baru saja bilang, bukan saatnya untuk itu!! Kita harus segera pergi dari tempat ini atau ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi!!"

Clan menggelengkan kepalanya dan memohon dengan sangat kepada Koutarou. Matanya yang bersembunyi di balik kacamatanya pun terlihat serius.

Apa bener bakal ada masalah serius? Masalah yang bener-bener bikin kita harus ngelupai soal berantem...

Koutarou pun dengan perlahan mempertimbangkan situasi yang ada berdasakan sikap Clan. Koutarou memang tidak lupa kalau mereka tetaplah musuh, tapi kelihatannya sebuah masalah telah terjadi yang menyebabkan mereka harus mengabaikan pertikaian mereka. Bagi Koutarou, mata Clan saat itu tidak terlihat berbohong padanya.

"Cepatlah kesini, Ksatria Biru palsu!! Dasar biang masalah!!"

"W-woi!"

Clan lalu menarik lengan Koutarou dan dengan paksa menariknya ke arah Cradle.

"Ksatria Biru...?"

Gadis yang bernama Alaia itu pun mengikuti mereka berdua dengan kedua matanya. Dia tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan oleh Koutarou dan Clan. Clan rupanya berbicara dalam bahasa Forthorthe modern dan Alaia bisa mengerti apa yang dikatakannya berkat alat penerjemah Koutarou, dan kata yang bisa dimengerti oleh Alaia hanyalah Ksatria Biru.

Gelar Ksatria Biru berarti dia adalah pengikut seorang bangsawan, tapi...

Alaia lalu membayangkan gelar apa yang dimiliki Koutarou berdasarkan kata "Ksatria Biru".

Sistem aristokrasi di Forthorthe adalah masyarakat pejuang, yang mirip dengan masyarakat samurai di Jepang. Meskipun Koutarou adalah seorang ksatria, hal itu berbeda dengan halnya seorang ksatria di Inggris.

Sistem kelas di kekaisaran Forthorthe memiliki kaisar sebagai pemimpin tertinggi, dan berada di bawahnya adalah keluarga kekaisaran. Selanjutnya ada ksatria-ksatria berpangkat tinggi yang memiliki wilayah kekuasaan. Ksatria-ksatria itu memerintah wilayah milik mereka masing-masing sebagai kepala wilayah itu dan melantik ksatria-ksatria dengan pangkat yang lebih rendah sebagai pengikut mereka. Ksatria-ksatria yang berpangkat rendah itu pun berfungsi sebagai kaki tangan para ksatria yang berpangkat tinggi dan mereka memerintah berbagai macam tempat dalam wilayah itu. Di saat-saat perang, para ksatria berpangkat tinggi akan maju sebagai pemimpin pasukan ksatria, yang kalau dibandingkan dengan Jepang masa kini, ksatria berpangkat tinggi bisa disebut sebagai gubernur dan ksatria bawahannya sebagai walikota atau bupati. Dalam Forthorthe, ksatria yang berpangkat tinggi biasa disebut ksatria suci dan ksatria yang berpangkat rendah sebagai pengawal, dimana diantara para ksatria itu terdapat sebuah perbedaan yang sangat besar. Meskipun para pengawal bisa memerintah sebuah wilayah, pada akhirnya wilayah itu tetaplah wilayah dari sang ksatria suci. Terlebih lagi, para pengawal itu berada di kelas terbawah dari keluarga bangsawan. Mereka yang berada dibawahnya lagi adalah para rakyat biasa.

Ngomong-ngomong, keluarga Pardomshiha yang merupakan keluarga dari Ruth adalah bagian dari keluarga ksatria suci yang memiliki wilayah yang sangat luas, dan Ruth sendiri memiliki gelar tertinggi Nye. Pardomshiha sendiri adalah keluarga yang paling terkenal diantara keluarga ksatria terkenal lainnya, karena mereka adalah keluarga yang sudah melindungi keluarga kekaisaran dengan penuh bangga sejak jaman dahulu.

Lalu Fatra, gelar sang Ksatria Biru, adalah gelar yang paling umum diantara para pengawal. Gelar seorang ksatria ditentukan dari apa yang menjadi dekorasi mereka, gelar pribadi dan spesifik yang biasanya diberikan kepada mereka dari ksatria suci. Namun, pada umumnya para pengawal diberikan gelar yang berdasar kepada warna, tanaman atau binatang yang dipilih oleh tuan dimana mereka mengabdi. Diantara hal-hal itu, warna adalah hal yang lebih sering dipilih oleh para tuan, karena mereka bisa mewarnai zirah mereka dengan warna yang sama.

Dengan alasan itulah, kata-kata "Ksatria Biru" membuat orang-orang akan berpikir kalau dia adalah pengawal seseorang.

Kalau ada pengawal yang kuat seperti dia yang tidak menjadi musuh...kemungkinan dia berasal dari Pardomshiha atau Wenranka. Tapi, saya sudah pernah bertemu dengan para pengawal dari Pardomshiha, dan Wenranka tidak menggunakan warna untuk gelar ksatria-ksatria mereka...kelihatannya dia juga bisa menggunakan sihir...siapa gerangan tuan ksatria itu...?

Alaia bisa mengerti gelar milik Koutarou, tapi sebagai hasilnya, dia justru bertambah bingung. Kalau Koutarou memiliki gelar Ksatria Biru, ada kemungkinan besar bahwa dia sebenarnya adalah musuh jika dilihat dari situasinya. Namun, dia justru menyelamatkan Alaia entah mengapa.

"Tunggu, jelasin dulu dong! Aku masih nggak ngerti sebenernya ada apa!"

"Hhhh, aku rasa aku memang harus menjelaskan..."

Clan awalnya mengabaikan Koutarou dan bergegas lebih dahulu, tapi karena Koutarou begitu keras kepala, dia berhenti setelah dia merasa ada jarak diantara mereka dan Alaia.

"Kita 'kan baru aja berantem. Jadi, gimana bisa aku mau nurut pas kamu bilang buat ikut kamu?"

"Aku mengerti. Aku akan menjelaskan, jadi aku mau kamu memperhatikanku setelah kamu mendengar masalahnya"

"Itu sih tergantung"

"Ya ampun..."

Clan hanya bisa mengeluh dan lalu mulai menjelaskan setelah melirik sesaat ke arah Alaia yang berada di belakang Koutarou.

"....Ini bukan Bumi"

"Apa?"

"Aku bilang, ini bukan Bumi!"

"Ini bukan Bumi? Apa-apaan maksudnya!?"

Koutarou hanya bisa kaget mendengar hal itu. Sulit untuk percaya kalau dia tidak berada di Bumi hanya karena Clan berkata seperti itu.

"Apa kau ingat dengan senjata yang akan kugunakan?"

"Yap. Bom aneh itu kan?"

"Benar. Peluru super repulsi ruang dan waktu. Karena benda itulah kita terlempar ke planet yang berbeda"

Clan lalu menggambarkan situasi itu dengan kedua tangannya.

Kita kelempar ke planet lain!? Emang bisa!? Aku nggak p-- nggak, nggak, kalau aku pikir lagi, bisa jadi....!!

Koutarou tidak percaya dengan kata-kata Clan, tapi di saat yang sama ada sesuatu yang masuk akal baginya. Pemandangan yang aneh, tanaman yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya, reptil-reptil unik, dan kata-kata sang gadis dan orang-orang itu yang tidak dimengerti olehnya.

"Selain itu, kelihatannya kita berada di masa lalu"

"Masa lalu?"

Koutarou masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Clan, dan dia hanya bisa melamun sambil memandangi Clan.

"Ya. Mudahnya, kita mengalami lompatan waktu[2]. Kita pergi ke masa lalu"

"Lompatan waktu!?"

Bahkan Koutarou pernah mendengar istilah lompatan waktu di dalam film atau game.

"T-terus, kita kena ledakan dari bommu dan kelempar ke planet lain di waktu yang lain!?"

"Aku senang kau bisa mengerti"

Clan menghela nafas panjang setelah Koutarou akhirnya mengerti.

"B-beneran!?"

"Apa ada alasan bagiku untuk berbohong dalam situasi ini?"

"I-itu..."

Karena Koutarou dan Clan tadinya saling bermusuhan, akan aneh jika Clan tiba-tiba mengatakan ingin berhenti bertempur.

Jadi, emang bener ya...

Setelah menenangkan dirinya, Koutarou yakin kalau Clan memang mengatakan yang sebenarnya, karena baginya itu terlihat lebih alami dan karena Clan berkata sebagai seorang bangsawan. Rencana licik memang sesuatu bagi Clan, tapi rencana seperti ini ternilai cukup murah untuk bisa mengulur waktu.

"Yah, ini semua kan salahmu"

"Oh, tapi ini juga salahmu"

"Lho? Kenapa?"

"Peluru super repulsi ruang dan waktu adalah senjata yang membuat lubang dalam ruang dan waktu, dan sasaran peluru itu akan dilempar ke luar dari konsep ruang. Karena kamu membelahnya, peluru itu menjadi aktif sebelum benar-benar siap, dan inilah hasilnya"

"Yah, kalau kamu mau dibunuh, ya jelas pasti kamu bakal motong itu, ya kan"

Bagi Koutarou, membiarkan Clan menembakkan peluru itu akan membuatnya berada di luar jagad raya, jadi tentu saja wajar bagi Koutarou untuk memotongnya. Dia tidak bisa menerima begitu saja kalau tanggung jawab atas peristiwa ini dilemparkan seluruhnya padanya.

"Dan aku lebih memilih menggunakan itu dibandingkan kalah"

"...Iya, aku ngerti"

Koutarou hanya bisa mengangkat kedua tangannya sambil mengeluh. Dia tahu, terus-menerus berdebat menggunakan emosi seperti ini tidak akan membawa mereka kemanapun dan akhirnya menanyakan kepada Clan pertanyaan lain. Kelihatannya, Clan sedang tidak tertarik dengan pertarungan saat ini, dan keadaannya memang betul-betul darurat.

"Kalau gitu, sekarang kita ada dimana dan kapan?"

"Kita ada di Forthorthe, 2000 tahun dari tempat asal kita"

Clan hanya menjawab seadanya, tapi jawaban itu kembali membuat Koutarou menganga.

"Forthorthe!? 2000 tahun lalu!?"

"Ya, memang. Aku sudah memastikannya dengan menggunakan Cradle untuk mengobservasi bintang-bintang. Ini adalah Forthorthe 2000 tahun lalu. Aku pun tidak percaya saat pertama kali mengetahuinya, tapi hal ini memang tidak salah lagi"

Clan pun mengangguk sambil tersenyum melihat Koutarou yang kaget, karena senang melihat Koutarou menyadari seberapa daruratnya situasi mereka saat ini. Clan merasa lega karena sekarang mereka bisa melakukan apa yang harus mereka lakukan.

"Itulah situasi kita saat ini, jadi mari kita kembali ke Cradle dan menyusun rencana untuk kembali ke masa depan. Kita tidak perlu mengambil resiko mengubah massa depan dengan melakukan hal-hal yang tidak semestinya"

"Gitu toh, jadi itu alesannya..."

Koutarou, yang tadinya kebingungan, sekarang terlihat puas sambil mengangguk-angguk berulang kali.

"Apa?"

Clan, yang menyadari itu, bertanya kepada Koutarou dengan penasaran. Koutarou pun membalasnya dengan menunjuk ke arah gadis dibelakangnya.

"Kamu lihat cewek itu?"

"....Iya?"

Clan melihat ke arah yang ditunjuk Koutaou dan melihat seorang gadis yang mengenakan gaun.

"Aku nyelametin dia pas dia diserang sama beberapa orang aneh, tapi dia bilang kalau dia Alaia Kua Forthorthe"

"Alaia Kua Forthorthe...?"

Tepat pada saat itulah, mulut Clan yang menganga.

"Kau m-m-menyelamatkan dia...?"

"Dia bilang dia lagi dikejar-kejar gara-gara posisinya, jadi kelihatannya kita lagi ditengah-tengah waktu itu"

Koutarou, yang tidak mempedulikan reaksi Clan, melanjutkan penjelasannya.

"Cuma ada hal-hal aneh yang terjadi setelah aku bangun, tapi sekarang akhirnya aku ngerti. Jelas aja kenapa aku nggak pernah ngelihat hal-hal kayak gini, dan ini juga bukan drama...akhirnya semuanya masuk akal"

Dengan semua pertanyaannya akhirnya terjawab, Koutarou pun menganggu-angguk penuh rasa puas. Sejak Koutarou terbangun, waktu belum berjalan hingga 30 menit, tapi sudah selama itulah dia merasa resah dengan pertanyaan-pertanyan di pikirannya. Itulah sebabnya sekarang dia merasa puas.

"T-tunggu sebentar, Ksatria Biru palsu!!"

"E-eh, kenapa sih!?"

Di sisi lain, Clan justru merasa tidak senang. Dia pun mencengkeram Koutarou dan terlihat hampir menangis.

"Jangan seenaknya mengubah sejarah!! Apa yang akan kau lakukan kalau kita tidak bisa kembali ke dunia kita!?"

"K-kok kamu marah gitu sih? T-tenang dulu, Clan"

Clan hanya bisa mencengkeram Koutarou dengan kedua tangannya sambil menggoyang-goyangkannya. Koutarou pun mencoba menenangkannya sambil terus terayun-ayun, tapi itu tidak berhasil.

"Bagaimana bisa aku merasa tenang! A-a-apa kau mengerti dengan apa yang telah kau lakukan!?"

"Kenapa? 'Kan aku baru aja nyelametin orang?"

Koutarou merasa tidak ada masalah menyelamatkan seorang gadis di masa lalu Forthorthe 2000 tahun lalu, tapi Clan justru merasa bahwa itu adalah masalah.

"Bukankah aku sudah menjelaskan, dimana kita saat ini!?"

"Iya, Forthorthe, 2000 tahun lalu, iya kan?"

"Kau tidak mengerti apapun! Apapun yang kau lakukan disini akan mengubah sejarah Forthorthe!! Kalau terus begini, kita tidak akan bisa kembali ke tempat dan waktu kita sendiri!!"

"...Apa?"

Tidak bisa kembali ke tempat dan waktu mereka sendiri adalah masalah besar bagi Koutarou, karena ada sesuatu yang harus dia lakukan disana.

"T-tunggu bentar, jelasin dong biar aku ngerti, Clan!"

Raut wajah Koutarou pun berubah menjadi serius. Meskipun dia masih belum sepenuhnya mengerti dengan apa yang dikatakan Clan, Koutarou mulai mengerti tingkat keseriusan situasi yang dialaminya.

"Sejarah ruang dan waktu mengalir layaknya aliran sungai! Kalau kita dengan seenaknya mengalir ke sebuah sungai yang berbeda, kita mungkin tidak akan kembali ke sungai kita yang sebenarnya!"

Clan pun menjelaskan dengan wajah serius, karena baginya, hal ini lebih penting daripada hidup dan mati. Dia pun sudah lupa telah bermusuhan dengan Koutarou.

"Sungai yang beda...?"

"Benar! Sebenarnya, kita sudah memasuki aliran yang berbeda! Dalam sejarah yang asli, seseorang yang lainlah yang menyelamatkannya, yang kemungkinan besar adalah Ksatria Biru! Tapi, kau baru saja menyelamatkannya! Itu berarti, apa yang terjadi dari sekarang akan berubah!"

Koutarou pun mulai mengerti dengan apa yang dikatakan Clan. Menyelamatkan Alaia dari kesepuluh orang itu adalah tugas orang yang berada di zaman ini. Berdasarkan situasinya, itu adalah tugas bagi sang Ksatria Biru. Jadi, meskipun Koutarou tidak menolongnya, pada akhirnya sang Ksatria Biru akan muncul dan menolong Alaia. Meski begitu, Koutaroulah yang menyelamatkannya. Karena itulah, sang Ksatria Biru dan sang Puteri Perak kehilangan kesempatan mereka untuk bertemu.

"Jadi, aku udah ngeganggu ketemunya Ksatria Biru sama Puteri Perak!?"

"Tepat sekali! Kalau sudah begini, sejarah tidak akan kembali seperti sebelumnya!"

Wajah Clan pun berubah kebiruan sambil mengiyakan hal itu. Karena kulitnya aslinya berwarna putih, hal itu menunjukkan betapa kuatirnya Clan dengan situasi ini. Setelah mengerti betapa seriusnya hal ini, Koutarou pun bertanya kepada Clan.

"Tunggu bentar, kalau terus begini, apa yang bakal terjadi!?"

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, sejarah itu seperti aliran sungai! Kalau kita mengalir ke sungai yang berbeda, masa lalu yang berbeda pun akan tercipta! Kalau kita kembali pulang sekarang, entah bagaimana caranya, kita akan kembali ke dunia yang berbeda!"

Sang Ksatria Biru dan Sang Puteri Perak tidak pernah bertemu. Kalau Koutarou dan Clan kembali ke masa depan sekarang juga, mereka akan kembali ke masa depan dimana sejarah akan mencatat bahwa mereka berdua tidak pernah bertemu, dan Koutarou dan Clan akan berada di dunia yang berbeda dengan dunia yang mereka tinggalkan.

"Kalau sang Ksatria Biru dan Puteri Perak tidak bertemu, tidak akan ada kesempatan bagi Forthorhte untuk tetap ada sebagai sebuah kekaisaran untuk 2000 tahun! Dan kalau itu sampai terjadi, Theiamillis-san dan Pardomshiha tidak akan pernah datang ke Bumi! Lalu, waktu yang sudah kau habiskan bersama mereka pun akan berubah!"

"Jadi, kalau ktia balik ke masa depan sekarang, kita bakal balik ke dunia dimana aku nggak pernah ketemu Theia sama Ruth-san!?"

Dengan penjelasan yang semakin berhubungan dengan dirinya, Koutarou akhirnya menyadari keadaannya saat ini. Karena dia pergi ke masa lalu, semua tindakan Koutarou akan mengubah masa depan.

"Tepat sekali!!"

"Gawat banget!!"

"Itu yang kukatakan sedari tadi!! Apa kau tahu apa yang sudah kaulakukan!?"

Kalau terus begini, Theia dan Ruth tidak akan pernah lahir, dan Koutarou akan menjadi tidak pernah bertemu dengan mereka. Kalau mereka tidak pernah bertemu, hampir semua hal yang terjadi semenjak Koutarou masuk SMA Harukaze akan berubah. Mereka tidak akan mencoba merebut kamar Koutarou dan tidak akan ada kekacauan di festival olahraga. Mereka tidak akan pergi ke laut dan menulis naskah drama. Hal itu tidak akan hanya mempengaruhi Koutarou saja, karena itu berarti semua hal yang telah terjadi hingga saat ini akan hilang begitu saja.

"Kita harus gimana dong!? Gimana caranya biar kita bisa balik ke dunia asal kita!?"

Kouatou punya sesuatu untuk dilakukan, dan kalau dia kembali ke dunia yang berbeda, dia tidak akan bisa melakukan hal itu. Koutarou harus kembali ke tempat dan waktu asalnya, tidak peduli bagaimana caranya.

"Kita harus menemukan Ksatria Biru yang asli yang pasti berada di sekitar tempat ini dan membuat mereka berdua bertemu! Secepat mungkin!"

"Bakal berhasil nggak!? Apa sejarahnya bakal berubah dikit!?"

"Akan jauh lebih baik dibandingkan situasi kita saat ini! Kita harus melakukan apapun yang kita bisa untuk meningkatkan peluang kita kembali ke dunia kita! Yang bisa kita lakukan setelahnya adalah berdoa!"

Meskpun sejarah bisa membentuk sebuah cabang dengan mudahnya, sejarah bisa kembali menjadi seperti sedia kala. Kalau sejarah yang bercabang itu mirip, ada kemungkinan kalau mereka akan menyatu kembali. Contohnya, kalau seseorang kembali ke masa lalu dan memindahkan segenggam pasir, itu sendiri akan mengubah sejarah. Namun, karena perubahan yang begitu kecil, sejarah yang bercabang itu pun akan kembali menyatu -- ada toleransi untuk perubahan seperti itu. Tujuan Clan adalah menemukan sang Ksatria Biru dan kembali dalam toleransi perubahan yang diperbolehkan.

"O-oke. Jadi, spesifiknya kita harus ngapain? Aku harus ngapain?"

"Benar juga..."

Clan lalu menyilangkan kedua tangannya dan mulai berpikir, sambil melirik beberapa kali ke arah zirah Koutarou. Sesaat setelahnya, wajahnya terlihat berbinar-binar.

"Benar juga, aku akan membuatmu menggantikan sang Ksatria Biru! Sementara itu, aku akan mencari ksatria yang asli dan membawanya kesini!"

Sang Puteri Perak tidak bertemu dengan sang Ksatria Biru, yang berarti sang Puteri akan melanjutkan perjalanannya tanpa perlindungan apapun. Jadi, Koutarou akan berada di sisi san Puteri untuk melindunginya hingga Clan menemukan Ksatria Biru yang asli lalu menukar Koutarou dengan ksatria itu. Dengan perubahan kecil dalam sejarah seperti itu, Koutarou dan Clan seharusnya bisa kembali ke dunia asal mereka.

"Aku cuma harus ngelindungin dia, ya kan?"

"Benar, dan berpura-pura menjadi sang Ksatria Biru. Itu memang keahlianmu, benar?"

"Yah, bener sih, tapi..."

Koutarou mengerti kalau rencana Clan tepat, tapi dia tidak bisa menyembunyikan keraguannya untuk menjalankan rencana itu.

Situasinya jadi aneh gini...

Untuk pementasan drama mereka, Koutarou bertukar tempat dengan Kenji, dan kali ini dia juga mengambil tempat dari Ksatria Biru yang asli. Tentu saja hal ini membuat Koutarou bingung, karena tidak menyangka latihannya selama beberapa bulan ini akan berguna dalam keadaan yang sangat tidak terduga.

"Tuan ksatria, apa ada masalah?"

Tepat saat itulah Alaia mendekati mereka.

Kelihatannya mereka sedang berbicara mengenai Forthorthe dan Pardomshiha...

Alaia sudah memperhatikan Koutarou dan Clan sedari tadi dari kejauhan, dan saat mereka berdua sedang berdebat dia bisa menangkap beberapa kata yang bisa dia mengerti. Alaia pun menjadi tertarik dengan apa yang sedang dibicarakan oleh mereka berdua.

Di zaman ini...kemungkinan Forthorthe kuno...

Karena Alaia mendekati mereka, Clan dengan diam-diam mengaktifkan alat penerjemahnya.

"Tidak, ini bukan apa-apa, Yang Mulia"

Koutarou menjawab dengan bahasa yang sama dengan Alaia, dan apa yang dikatakannya diterjemahkan lewat alat penerjemah dan kemudian didengarkan oleh Clan.

"Saya dan pelayan saya baru saja berbicara mengenai beranjak dari tempat ini sebelum orang-orang yang saya kalahkan terbangun"

"Pelayan!?"

Namun, kata-kata yang didengarkan Clan membuatnya kesal, dan Clan mengeluh kepada Koutarou dengan cara berbisik.

"...Apa maksudmu dengan pelayan!?"

"...Yah, yang pas buat kamu apa lagi?"

"...Baiklah, mau bagaimana lagi..."

Disebut sebagai pelayan adalah hal yang mengesalkan bagi Clan, tapi dia tidak bisa begitu saja mengatakan posisi aslinya ataupun mengatakan sesuatu yang lebih meyakinkan daripada pelayan dalam situasi ini. Jadi, meski merasa tidak puas, Clan dengan patuh mengikuti keputusan Koutarou.

"Begitu. Ada benarnya jika kita harus bergegas"

Alaia pun mengangguk sambil menoleh ke belakangnya, melihat ke arah kesepuluh orang yang sedang pingsan dengan beberapa diantaranya mengerang kesakitan. Sudah jelas kalau mereka akan segera bangun.

"Saya juga harus bertemu dengan rekan-rekan saya juga"

"Saya mengerti. Ke arah mana kita harus pergi?"

Koutarou mengangguk kecil sambil menunjuk ke arah hutan di belakan Alaia. Dia sudah siap untuk berangkat setelah Alaia menunjukkan arahnya.

"Eh...?"

Alaia pun terlihat terkejut.

"Apa kau akan berpergian bersama saya, tuan ksatria?"

"Itulah rencana saya. Apa ada masalah?"

"Sebenarnya--"

Alaia pun tertegun sesaat. Dia tidak tahu apa dia bisa mempercayai Koutarou atau tidak. Kalau Koutarou ternyata adalah seorang musuh, rekan-rekannya akan berada dalam bahaya.

Saya ingin percaya padanya...tapi ada kemungkinan kalau mereka akan berada dalam bahaya...

Alaia tidak ingin tidak percaya pada penolongnya, dan dia merasa kalau dia bisa mempercayai Koutarou secara pribadi. Dia tidak merasakan adanya niat jahat dari kelakuan maupun kata-kata Koutarou, namun tanggung jawab dan posisi yang dipikulnya membuatnya tidak bisa mengambil keputusan begitu saja.

"Yang Mulia, saya bisa mengerti kebimbangan anda. Jadi, setidaknya marilah kita pergi sebelum mereka kembali sadar"

Koutarou menyadari keraguan Alaia dan berusaha menolongnya, tapi ini bukan berarti Koutarou sendiri yang menyadari hal itu. Hal ini rupanya ada dalam drama tahun lalu, jadi Koutarou bisa membayangkan kalau Alaia merasa ragu.

"Pergi, ya...?"

Koutarou menyarankan agar Alaia berpindah tempat sebelum orang-orang yang pingsan itu bangun, tapi Alaia tidak segera beranjak dari tempat itu. Jadi, agar dia bisa mengambil keputusan, Alaia memutuskan untuk menanyakan pada Koutarou suatu hal, yang sudah berada dipikirannya sejak tadi.

"...Sebelum itu, tolong katakan pada saya suatu hal, tuan ksatria"

"Silahkan"

"Kenapa kau tidak membunuh mereka?"

Yang ditanyakan Alaia adalah kenapa Koutarou tidak membunuh orang-orang itu, karena meskipun Koutarou adalah rekan ataupun musuh baginya, membunuh orang-orang itu akan jauh lebih baik. Kalau Koutarou adalah musuh, dia bisa melakukan itu untuk membunuh Alaia, dan kalaupun dia adalah rekan, mereka tidak akan dikejar lagi.

"Itu..."

Koutarou tidak yakin ingin berkata apa, karena itu adalah pertanyaan yang tidak ada di dalam naskah. Jadi, Koutarou harus menjawabnya menggunakan kata-katanya sendiri.

"Saya tidak suka membunuh orang, dan saat saya datang untuk menolong, saya tidak tahu siapa kalian semua. Itu sebabnya saya tidak bisa membunuh mereka tanpa mengetahui siapa mereka sebenarnya. Itulah alasan saya"

Koutarou menjawab pertanyaan itu dengan jujur. Hal itu bukanlah sesuatu yang pantas untuk dirahasiakan, dan dia juga tidak ingin menghianati tatapan jujur pada wajah Alaia.

Begitu rupanya...orang ini bukanlah kawan ataupun lawan...

Setelah mendengar jawaban Koutarou, Alaia merasa malu karena sudah terburu-buru. Dia sudah terlalu fokus dengan anggapan antara Koutarou adalah seorang rekan atau musuh dan membuatnya tidak mempertimbangkan adanya kemungkinan bahwa Koutarou bukanlah keduanya. Koutarou hanya datang untuk menghentikan pertarungan yang ada dihadapannya.

....Dan ada sesuatu yang berbeda pada orang ini dibandingkan ksatria-ksatria lainnya...

Karena posisinya, Alaia sudah mengenal banyak sekali ksatria, jadi dia betul-betul tahu seperti apakah pasukan ksatria itu. Namun, jawaban Koutarou betul-betul berbeda dari ksatria-ksatria yang dikenalnya.

Ksatria yang tidak ingin membunuh lawannya...kalau saya pikirkan ini...

Alaia mengingat kembali penampakan Koutarou setelah pertarungan itu selesai. Saat itu, dia merasa lega karena tidak ada seorang pun yang mati, dan dia juga tidak bersorak ataupun menyombongkan kemenangannya.

Dia mungkin berasal dari salah satu pasukan ksatria yang berbalik melawan saya. Tapi...tapi saya ingin percaya pada hal misterius dalam orang ini...

Akhirnya, Alaia memutuskan untuk percaya pada perbedaan itu. Dia ingin merasa percaya pada ksatria biru yang memiliki kekuatan yang begitu luar biasa, dan di saat yang sama anehnya betul-betul baik.

"Tolong maafkan ketidaksopanan saya, tuan ksatria. Saya akan percaya pada anda"

Alaia pun tersenyum dengan penuh rasa terima kasih dan percaya kepada Koutarou.

"Saya merasa terhormat, Puteri Alaia"

Mendengar Alaia berkata seperti itu, dengan suara yang mirip dengan Harumi, bahwa dia percaya pada Koutarou membuatnya merasa nyaman dan hangat. Koutarou merasa seakan-akan Harumi sendiri yang mengatakan itu, meskipun bukan itu yang terjadi, hati Koutarou seakan-akan menjadi menari dibuatnya.

"Tuan ksatria, bolehkah saya mengetahui nama anda?"

"Maafkan ketidaksopanan saya. Nama saya adalah---"

Satomi Koutarou. Hampir saja dia mengatakan itu. Koutarou pun menyiapkan nama lain yang seharusnya dikatakannya.

"Nama saya adalah Layous Fatra Veltlion. Saya bersumpah demi pedang ini bahwa saya akan melindungi anda"


Inilah pertemuan antara Koutarou dan sang Puteri Perak



Bunga Emas[edit]

Part 1[edit]

Setelah meninggalkan jurang itu, Koutarou dan Clan dipimpin oleh Alaia berjalan mengikuti jalan setapak yang kecil di dalam hutan, jalan yang sama yang dilewati Alaia saat dikejar orang-orang itu.

"Sedikit lagi di depan sana adalah tempat saat saya terjatuh dari atas kuda...teriakan yang didengar oleh Layous-sama mungkin berasal dari waktu itu"

"Begitu rupanya"

Mereka bertiga berjalan dengan Koutarou berada di depan, Alaia yang berada tepat di belakangnya, dan Clan yang berada beberapa meter di belakang Alaia.

"Saya merasa senang anda tidak terluka saat terjatuh dari atas kuda"

"Tanaman-tanaman di dekat tempat saya terjatuh menjadi bantalan bagi saya...saya hanya beruntung"

"Itu pastilah perlindungan dari dewi fajar"

"Saya hanya bisa berharap begitu"

Koutarou dan Alaia pun melangkah dengan ringan sambil terus berbicara.

"T-Tunggu sebentar, Tuan Veltlion, kau berjalan t-terlalu cepat!"

Namun, hal itu tidak berlaku bagi Clan yang berada di belakang dan mulai tertinggal. Mereka baru berjalan beberapa menit, dan dia sudah mulai terengah-engah.

"Merepotkan saja, Clan", keluh Koutarou yang berhenti sesaat dan melangkah kembali ke arah Clan.

"Fufu"

Alaia pun tertawa kecil sambil tersenyum sambil mengikuti Koutarou yang berjalan kembali ke arah Clan. Koutarou merasa serba salah melihat senyum Alaia, karena Clan adalah musuhnya yang sekarang mungkin terlihat sebagai adik perempuan Koutarou yang tidak becus.

"Kamu baru saja jalan beberapa menit"

"K-kamu bilang begitu juga, ini pertama kalinya aku berjalan di tempat seperti ini!", keluh Clan dengan nafas terengah-engah, wajah yang memerah dan penuh dengan keringat.

Jalan yang dilalui Koutarou dan yang lain adalah jalan yang sering dilalui hewan-hewan di hutan itu. Selain itu, banyak tanjakan dan turunan pada jalan itu, jadi seorang tuan puteri seperti Clan memerlukan usaha lebih keras untuk bisa melaluinya. Alaia, yang cenderung lebih aktif, terlihat baik-baik saja, namun bagi Clan yang lebih suka berdiam dan berpikir, itu adalah penderitaan.

Saat Koutarou mendekat, Clan mematikan alat penerjemahnya dan mengeluh dalam bahasa Forthorthe modern.

"Pasti enak ya, berjalan dengan zirah itu!"

Bertepatan dengan keluarnya kata-kata Clan, zirah Koutarou mengubah pengaturan terjemahannya menjadi bahasa Forthorthe modern. Dengan begitu, Alaia tidak akan mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.

Alasan mengapa Clan mematikan alat penerjemah miliknya adalah karena dia tidak mau Alaia mendengarkan keluhannya. Karena Clan adalah gadis kelahiran Forthorthe, dia punya rasa kekaguman yang besar terhadap sang Puteri Perak yang melegenda, dan dia tidak mau menunjukkan kepada sang Puteri sisi lemahnya. Ditambah, karena Clan sendiri adalah seorang tuan puteri, tentu saja dia tidak mau kalah. Sisi feminimnyalah yang membuatnya mematikan alat penerjemah miliknya.

"Selain aku, puteri Alaia baik-baik aja. Aku juga yakin kalau Theia juga nggak apa-apa"

"Aku harap kau tidak membandingkanku dengan orang-orang zaman ini dan si anak gunung Theiamillis-san!"

Di zaman ini, dimana alat transportasi yang ada hanyalah kuda, orang-orang zaman ini punya lebih banyak stamina dibandingkan orang-orang zaman sekarang. Theia tentu akan baik-baik saja karena dia memiliki lebih banyak stamina dari Clan karena sifatnya yang aktif.

Clan menyebut Theia sebagai anak gunung, yang merupakan bentuk konflik di antara keluarga mereka turun temurun. Ini karena keluarga Mastir yang melahirkan baik Alaia dan Theia berada di daerah pegunungan yang berada di utara ibukota Forthorthe. Di sisi lain, keluarga Schweiger yang merupakan keluarga asal Clan berasal dari daerah yang lebih modern dengan kota perdagangan sebagai pusatnya. Karena itulah, keluarga Schweiger mempunyai kecenderungan untuk memandang keluarga Mastir sebagai orang-orang kampung.

Ngomong-ngomong, keluarga Schweiger terbentuk beberapa generasi setelah zaman Puteri Perak. Karena itulah keluarga itu bisa mendapat wilayah dengan kota yang berkembang sebagai pusatnya secara alami, yang merupakan perkembangan yang bisa diduga karena mereka terbentuk setelah adanya keluarga Mastir. Karena keluarga Mastir sudah mempunyai umur, mereka memperlakukan keluarga Schweiger sebagai anak baru.

Dengan keadaan seperti itu, Clan merasa sudah jelas baginya kalau dia tidak mempunyai stamina untuk mengimbangi Koutarou dan Alaia.

"Aku tidak bisa melangkah lagi!", keluh Clan sambil memalingkan wajahnya yang kesal. Sekilas, kelihatannya dia terlihat egois, tapi sebenarnya dia memang betul-betul kelelahan.

Kalau dipikir-pikir lagi, pasti dia udah jalan kesana-kesini buat nyari aku...

Koutarou pun bisa menduga kenapa Clan bisa selelah itu setelah melihat kondisinya, dan akhirnya kehilangan keinginan untuk berburuk sangka.

"Kenapa kamu nggak terbang aja?"

"Dan apa yang akan kamu lakukan kalau Alaia-san melihatnya!? Aku tidak bisa membiarkan ada hal-hal aneh lain yang terjadi!"

"Kamu bilang gitu juga, orang-orang tadi mungkin bakal ngejar kita loh"

"Itu karena kamu tidak membunuh mereka! Bertanggungjawablah!"

Saat Koutarou menghela nafas sambil mengistirahatkan tangannya di pahanya, Alaia bertanya kepada Koutarou setelah memperhatikan mereka berdua selama beberapa saat.

"Apa yang dikatakan oleh Clan-sama?"

"Dia berkata kalau dia tidak bisa terus melangkah mengikuti irama kita"

Alat penerjemah Koutarou kembali menerjemahkan Forthorthe kuno saat Alaia mulai berbicara, dan Clan pun kembali menyalakan alat penerjemahnya.

"Ini gawat..."

Alaia melihat ke arah Clan dengan penuh kuatir, dan Clan, yang merasa malu, memalingkan wajahnya dari pandangan Alaia.

"Hmm..."

Setelah berpikir sejenak, Koutarou berbalik memunggungi Clan lalu berjongkok.

"Ini"

"Apa maksdunya?"

"Naik ke punggungku. Aku gendong kamu"

Untungnya, menggendong Clan bukanlah masalah bagi zirah Koutarou, bahkan untuk berjalan di jalan setapak gunung yang buruk. Ditambah, karena Koutarou sudah terbiasa berjalan dengan Sanae yang berada di punggungnya, dia merasa tidak masalah menggendong Clan.

"T-tidak usah!"

Wajah Clan langsung memerah saat dia menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak seperti Koutarou, Clan adalah seorang gadis yang baru saja beranjak dewasa, jadi membiarkan orang lain melihatnya digendong adalah hal yang memalukan baginya. Ditambah, dia merasa sungkan digendong oleh orang yang baru saja menjadi musuhnya beberapa saat lalu.

"Berhenti sok kuat dan naiklah. Sekarang bukan waktunya untuk pilih-pilih"

Rokujouma V7.5 083.jpg

"M-mau bagaimana lagi..."

Tapi, setelah Koutarou menawarkan sekali lagi, Clan dengan canggung menyandarkan badannya ke punggung Koutarou.

Lagipula, dia masih memakai zirah...

Clan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa hal itu tidak sememalukan yang dipikirkannya, karena dia tidak menyentuh punggung Koutarou secara langsung.

"Fufufu"

"..."

Namun, saat Alaia tertawa, Clan pun menjadi semakin malu. Dia lalu menundukkan wajahnya dan meledek Koutarou karena iri.

"Punggungmu terlalu keras"

"Tahan saja"

"A-aku rasa mau bagaimana lagi..."

"Fufu, fufufu"

Alaia pun tertawa lebih banyak lagi. Clan, yang semakin malu, menyembunyikan wajahnya dari hadapan Alaia di balik punggung Koutarou.

Tidak disangka, saya meragukan orang-orang seperti ini...

Namun, yang ditertawakan Alaia bukanlah Clan, melainkan keraguannya terhadap mereka berdua yang diyakininya sebagai musuh, yang menghilang setelah melihat perdebatan Koutarou dan Clan yang mengharukan.

Dan orang seperti inilah Layous-sama...

Di saat yang sama, Alaia merasa lega karena hingga saat itu dia hanya melihat Koutarou bertarung, berbicara dan bertindak sebagai seorang ksatria. Saat dia melihat Koutarou berbicara dengan Clan, baru saat itulah Alaia melihat Koutarou bertindak seperti orang seumurannya.

Kelihatannya dia akur dengan pelayannya juga...

Yang membuat Alaia sangat lega adalah cara Koutaoru memperlakukan Clan. Mereka berkata kalau mereka berdua adalah ksatria dan pelayan, namun Alaia tidak pernah melihat seorang ksatria yang menggendong pelayannya hingga saat ini. Karena Alaia sendiri memiliki pengikut yang dekat bagaikan keluarga, sebuah rasa keintiman muncul saat dia melihat mereka berdua yang seperti itu.

"Fufufufu"

Alaia pun hanya bisa merasa kalau keraguannya itu lucu, dan dia pun tertawa dengan irama bagaikan bunyi lonceng sebagai ungkapan rasa leganya.

"Saya telah memperlihatkan perilaku yang tidak pantas"

"Tidak, itu tidak benar, Layous-sama. Sekarang, mari kita berangkat!"

Alaia pun melangkah lebih dulu, dengan meninggalkan seklias senyuman.

Meski dia itu si putri legenda, dia ketawa kayak cewek biasa...

Itulah yang dipikirkan Koutaoru saat dia melihat senyumnya, yang menurutnya sangat mirip dengan senyuman Harumi.

Karena puteri Alaia mirip sama Sakuraba-senpai di atas panggung, wajar aja kalau senyumnya mirip sama Sakuraba-senpai, ya..., pikir Koutarou yang memandangi Alaia dari belakang sambil tersenyum kecil.

"...Kenapa mukamu begitu? Jangan bilang kalau kau mulai suka padanya?", tanya Clan setelah melihat Koutarou yang seperti itu dengan tatapan dingin.

"Aku cuma mikir, kalau ada perbedaan yang gede antara kamu sama puteri Alaia, meski kalian berdua sama-sama tuan puteri"

"A-apa!?"

Koutarou terus mengikuti Alaia dengan wajah tenang. Karena dia sudah terbiasa meladeni Kiriha sehari-hari, kata-kata Clan tidak cukup untuk menggetarkan dirinya.

"Lagipula, kenapa--"

"Tenanglah. Aku mau minta tolong sama kamu"

"Huh?"

Clan baru saja akan mengeluh sebelum Koutarou mendahuluinya. Koutarou pun berbisik agar hanya Clan yang mendengarnya.

"...Bisa nggak, kamu pakai kekuatanmu buat nemuin rekan-rekannya puteri Alaia? Kalau kita cuma nyari mereka tanpa petunjuk, orang-orang itu bakal nemuin kita lebih dulu"

Koutarou juga mendekati Clan karena dia ingin menanyakan sesuatu padanya. Karena dia bisa berbicara dengan Clan tanpa takut Alaia mengetahuinya, kondisi Clan yang seperti ini pun menguntungkan baginya.

"Kita bukan Ksatria Biru sama pelayan beneran. Kalau situasinya memang seperti yang kamu bilang, bukannya kita harus ngelakuin sesuatu?"

Tindakan seperti itu tidak akan perlu bagi sang Ksatria Biru yang asli, karena dia ditakdirkan untuk berkumpul kembali dengan rekan-rekannya dengan selamat. Namun, karena Koutarou dan Clan bukanlah si ksatria yang sebenarnya, ada kemungkinan kalau mereka akan menjalani jalan yang berbeda dari Ksatria Biru yang asli. Bisa jadi Ksatria Biru yang asli malah membunuh orang-orang itu. Perbedaan kecil itulah yang menjadi alasan yang cukup bagi orang-orang itu untuk bisa mengejar mereka.

"Jadi, itu alasanmu--"

"Setengahnya sih iya. Jadi, gimana?"

Clan pun mulai berpikir setelah dia mendengarkan alasan Koutarou.

"Bisa saja. Aku bisa menjalankan alat pemantau dari Cradle dan memantau area ini"

"Kalau gitu, tolong lakuin sekarang ya"

"Baiklah. Sebagai gantinya, aku pinjam punggungmu untuk sementara waktu"

Berjalan mengikuti jalan gunung sambil menggunakan gelangnya untuk mengendalikan alat pemantau adalah hal yang sulit bagi Clan. Sebaliknya, mengendalikan alat-alat itu sambil bersandar di punggung Koutarou lebih efisien baginya. Meskipun badannya banyak berguncang, Clan masih bisa mengutak-atik gelangnya dengan cepat dan mengirim alat-alat pemantaunya terbang dari Cradle.

"Nggak masalah. Kamu lebih berat dari Theia, tapi nggak seberat itu sih, karena zirahnya"

"Diam kau, Ksatria Biru palsu!! Tarik ucapanmu sekarang!! Tidak mungkin aku lebih berat dari Theiamillis-san!!"

Namun, dia langsung berhenti mengendalikan alatnya, dan alat pemantau itu pun terdiam melayang di langit Forthorthe tanpa tujuan.


Part 2[edit]

Alaia memimpin Koutarou dan Clan menuju air terjun kecil dimana dia dan rekan-rekannya pernah berada sebelum mereka terpisah. Mereka pernah singgah disana untuk beristirahat, dan Alaia berharap kalau mereka semua sedang berkumpul disana.

"Saya harap mereka semua kembali ke tempat itu..."

"Tidak perlu khawatir, puteri Alaia"

Matahari telah terbenam, dan mereka sedang berjalan dengan diterangi lentera yang mereka pinjam dari orang-orang yang menyerang mereka sambil terus melangkah maju. Lentera yang redup itu pun membuat Koutarou dan Clan, yang sudah terbiasa dengan cerahnya zaman modern, merasa kalau hutan itu jauh lebih gelap dari yang mereka kira.

"Ooh"

"Kyaa!?"

Karena itulah, ada beberapa saat dimana mereka berdua hampir saja jatuh. Mereka pun berulang kali merasakan bahayanya berjalan di tengah gunung di malam hari.

"Tolong berjalan yang benar, aku tidak mau ikut jatuh bersamamu"

"Maaf, maaf"

Koutarou meminta maaf pada Clan yang berada di punggungnya, dan lalu berbisik kepadanya agar Alaia yang berada di belakang mereka tidak mendengarnya.

"...Jadi, di depan ada apa, Clan?"

"...Di depan memang ada air terjun"

Clan pun menjawab Koutarou dengan cara berbisik. Di saat yang sama, dia menggunakan punggung Koutarou untuk bisa mengendalikan alat pemantau tanpa terlihat oleh Alaia.

"...Ada lima orang didalamnya"

"...Apa kamu tahu, mereka siapa?"

"...Karena matahari sudah terbenam, aku tidak tahu. Tapi, karena jumlah orangnya cocok dengan penjelasan Alaia, tidak salah lagi kalau mereka adalah rekan-rekannya"

"...Kerja bagus"

Kalau hal itu memang seperti yang dikatakan Clan, Alaia akan bisa bertemu kembali dengan rekan-rekannya di dalam air terjun dengan selamat.

Kalau kami bisa berkumpul, kami bakal berada di area toleransinya sejarah...

Namun, Koutarou tidak bisa lengah begitu saja, dan dia kembali bertanya pada Clan.

"...Gimana dengan orang-orang yang ngikutin kita?"

"...Aku mengirim alat pemantau kedua untuk mengikuti mereka, dan kelihatannya mereka mengarah menjauh dari sini. Kelihatannya mereka mengambil rute terdekat ke pos pemeriksaan Mastir"

Saat ini, orang-orang yang telah dikalahkan Koutarou telah bangun. Karena sudah kehilangan Alaia, mereka pun menyerah untuk mencarinya dan pergi ke arah utara.

"...Pos pemeriksaan Mastir?"

"...Itu pos pemeriksaan antara ibukota Forthorthe, Fornorn, dan daerah Mastir"

Pos pemeriksaan yang dimaksud adalah jalan menuju wilayah Pardomshiha yang menjadi tempat tujuan Alaia dan kelompoknya. Jalan tercepat menuju wilayah itu adalah melewati wilayah Mastir yang berada di utara ibukota, yang merupakan rute yang aman. Karena Alaia sendiri berasal dari keluarga Mastir, tidak peduli keadaannya, dia akan mempunya banyak bantuan dari sana.

"...Daripada nyari-nyari puteri yang hilang, mereka lebih milih ngebalap dia ke pos itu sebelum si puteri sampai kesana, ya"

"...Mereka mungkin akan mengadakan serangan mendadak di tengah jalan menuju kesana"

Ada banyak jalan yang mengarah ke pos pemeriksaan Mastir, tapi pada akhirnya jalan-jalan itu pun terhubung dan menjadi sedikit. Jadi, mereka berdua kuatir dengan adanya serangan dadakan di area dimana jalan-jalan itu bersatu kembali.

"...Dan kemungkinan mereka akan membawa bala bantuan juga, setelah melihat kekuatanmu"

"...Hm..."

Jadi gitu rupanya rencana mereka selanjutnya...

Meskipun mereka masih bisa mengejar Alaia dengan jumlah mereka sebanyak sepuluh orang, hal itu akan sia-sia kalau mereka dikalahkan oleh Koutarou lagi. Akan lebih baik kalau mereka membuat serangan mendadak dan memanggil bantuan. Dengan jumlah yang cukup, tidak peduli seberapa kuat Koutarou, dia akan kesusahan melindungi Alaia.

Sementara Koutarou masih berpikir, dia bisa melihat sebuah cahaya kecil yang berada di depan. Tidak seperti cahaya dari lampu listrik, cahaya itu bukanlah cahaya putih yang stabil, melainkan cahaya merah yang menari-nari. Kelihatannya, cahay a itu berasal dari api unggun.

"Apa itu?"

"Layous-sama, air terjunnya berada di sekitar sini. Saya yakin mereka semua berkumpul disana!"

Suara Alaia pun terdengar senang, karena dia bisa bertemu kembali dengan rekan-rekannya. Dia juga sempat merasa putus asa, karena dalam kasus terburuk, dia harus pergi menuju wilayah Pardomshiha sendirian.

"Mari kita bergegas, tuan puteri"

"Ya"

Alaia melewati Koutarou dan bergegas lebih dahulu. Biasanya, Alaia tidak akan segegabah ini, namun kali ini dia bertindak tanpa berpikir lebih dulu. Sambil memegang pinggirann roknya yang panjang, dia pun berlari melewati jalan yang gelap.

"Ngomong-ngomong, Clan"

"Apa?"

"Kamu lebih milih mana? Ketemu sama temen-temennya puteri sambil terus digendong, apa jalan sendiri?"

"Turunkan aku, sekarang!!"

"Ya, ya, seperti yang anda inginkan"

Koutarou dan Clan pun berlari mengikuti Alaia sesaat setelahnya.


Part 3[edit]

"Kakak!"

"Yang Mulia!"

"Alaia-sama!"

Kelima gadis yang sedang duduk mengelilingi api unggun seketika berdiri dan menyambut Alaia saat mereka melihatnya datang.

"Saya senang kalian baik-baik saja!"

Dengan senyum penuh haru, Alaia akhirnya bergabung kembali dengan kelompoknya.

"Saya senang anda baik-baik saja!"

"Kami khawatir saat hanya kudanya saja yang kembali!"

"Yang Mulia, saya merasa lega!"

"Sudah kuduga, anda pasti aman ♪”

Para gadis itu pun tersenyum gembira dan bersorak mengetahui Alaia baik-baik saja. Namun, gadis yang paling kecil, paling muda dan berambut pirang, menunjukkan kebahagiaannya dengan tindakan dan juga kata-kata. Gadis itu pun berlari ke arah Alaia dan melompat.

"Selamat datang kembali, kakak!"

"Charl!"

Alaia pun menangkap dan memeluk gadis yang terbang itu. Karena mereka selalu melakukan ini, Alaia tidak merasa panik dan memeluk gadis itu erat-erat.

"Saya kembali, Charl..."

Rambut keperakan dan pirang Alaia dan Charl pun disinari sinar kejinggaan dari api unggun, dan di saat yang sama, air mata yang mereka keluarkan pun disinari sinar yang sama. Tentu saja, tidak hanya mereka berdua yang menangis. Tangisan yang sama pun keluar dari mata para gadis yang berada di sana. Mereka melakukan itu karena Alaia bukanlah bangsawan semata, tapi juga teman atau bahkan keluarga bagi mereka. Itulah sebabnya, semenjak mereka terpisah karena diserang, mereka berlima betul-betul kuatir dengan keadaan Alaia.

"H-hei, bukannya itu..."

"Tidak mungkin..."

Koutarou dan Clan melihat keenam gadis yang merayakan pertemuan mereka kembali di dekat air terjun, dan meskipun mereka juga merayakan pertemuan itu, wajah mereka berdua terlhat kebingungan.

"Itu Theia, iya kan?"

"Ya...dia mirip dengan Theiamillis-san saat masih kecil..."

Gadis pirang yang dipeluk oleh Alaia yang dipanggil Charl, terlihat mirip dengan Theia. Namun, dia bukanlah cerminan dari Theia sendiri. Charl masih muda, umurnya mungkin belum menyentuh sepuluh tahun. Namun, tetap saja, penampilan Charl betul-betul cocok dengan ingatan Clan akan Theia yang masih kecil.

"Kebetulan yang hebat banget..."

"Bisa jadi ini bukan kebetulan"

"Kenapa?"

"Mereka berasal dari garis keturunan yang sama"

Theia dan Charl berasal dari garis keturunan yang sama dari keluarga Mastir. Tidak bisa dipungkiri lagi kalau mereka berdua terlihat mirip.

"Oh iya, betul juga"

"Lihat, orang Pardomshiha itu juga mirip sekali dengan dia, benar?"

"Oh, gaya rambutnya sama barang-barangnya memang beda, tapi dia mirip sama Ruth-san"

Salah seorang gadis itu memakai zirah ksatria. Gadis itu memiliki gaya rambut, warna rambut, warna mata dan barang yang betul-betul berbeda dari orang yang dimaksud, namun wajahnya mirip dengan orang yang mereka berdua maksudkan, yakni Ruth.

"Dia kemungkinan anggota keluarga Pardomshiha di zaman ini, si ksatria wanita terkenal, Flairhan"

"Ah, benar!"

Pada saat itulah Koutarou sadar, kalau dia sudah mengetahui nama para gadis itu. Alaia dan gadis-gadis itu adalah karakter dalam drama yang diperankan olehnya.

"Puteri Alaia, siapa mereka berdua?"

Si ksatria wanita, Flairhan, melihat ke arah Koutarou dan Clan. Para gadis itu sudah bersorak atas pertemuan mereka selama beberapa saat, tapi sekarang mereka sudah mereda dan memperhatikan Koutarou dan Clan yang sudah menemani Alaia.

"Flair, mereka berdua telah menyelamatkan saya"

"Apa benar begitu?"

Gadis bernama Flair yang berada di dekat Alaia pun melangkah maju untuk melindungi Alaia. Dia melihat ke arah Koutarou dan Clan dengan tatapan serius dan mencoba menilai mereka. Tatapannya pun memiliki makna: kalau situasinya berubah, dia mungkin akan menebas mereka.

"...Siapa kalian?"

Flair lalu meletakkan tangannya di gagang pedangnya sambil menanyakan hal itu pada Koutarou. Senjata yang digunakannya bukanlah pedang ksatria seperti Saguratin milik Koutarou, tapi lebih tipis, lebih mirip seperti pedang anggar. Pedang anggar itu dimaksudkan untuk mengimbangi badannya yang feminim, dan dia bertarung dengan cara menyerang titik-titik lemah lawannya.

"Saya adalah Layous Fatra Veltlion. Saya adalah ksatria pengelana yang sedang menjalani perjalanan latihan. Dan ini adalah pelayan saya, Clan"

Koutarou pun menjawab pertanyaan itu dengan hati-hati. Ksatria Biru hanyalah seorang pengawal, dan Flair adalah seorang ksatria suci. Koutarou menjawab pertanyaan itu sebagaimana si Ksatria Biru menjawabnya dalam drama, meskipun bagian mengenai Clan adalah improvisasi. Koutarou tahu kalau dia akan diserang kalau dia mengatakan sesuatu yang tidak semestinya, dan dia terus bersikap serius dan waspada.

"Saya berterimakasih anda telah menyelamatkan Yang Mulia, namun--"

"Flair, tolong hentikan. Kau tidak boleh bersikap kasar terhadap mereka yang telah menyelamatkan saya"

Tepat saat itulah Alaia menggenggam tangan Flair dan menghentikannya, namun Flair tidak mau langsung melangkah mundur.

"Tapi, Yang Mulia, dia adalah seseorang yang tidak kita ketahui asal-usulnya! Dia mungkin dikirim untuk membunuh kita semua!"

"Kalau memang itu yang seharusnya dia lakukan, seharusnya dia sudah melakukannya sedari tadi. Orang itu, Layous-sama, mengalahkan orang-orang yang sudah mencerai-beraikan kita, sendirian"

Flair mencoba membujuk Alaia, sementara Alaia meletakkan tangannya menggenggam tangan Flair yang sudah menggenggam gagang pedang. Alaia memang tidak sekuat Flair, dan meski sudah melakukan itu, dia tetap tidak bisa mencegah Flair menghunus pedangnya. Namun, Flair melepaskan tangannya dari gagang pedangnya, karena dia adalah seorang ksatria yang sudah bersumpah setia kepada keluarga kekaisaran, dan memutuskan untuk percaya pada keputusan Alaia.

"...Saya mengerti, Yang Mulia"

"Terima kasih, Flair"

Setelah berterimakasih pada Flair, Alaia pun berbalik ke arah Koutarou dan meminta maaf"

"...Saya meminta maaf, Layous-sama"

"Tidak apa-apa. Seorang ksatria pengelana yang tiba-tiba muncul saat ada kejadian seperti itu memang terdengar terlalu bagus. Sudah sewajarnya jika dia merasa ragu"

Meskipun Alaia sudah meminta maaf, Koutarou merasa kalau tindakan Flairlah yang tepat. Dengan mengesampingkan drama dan film, kalau hal itu sampai terjadi dalam dunia nyata, tentu saja orang akan menaruh curiga.

Yang paling hebat disini adalah puteri Alaia yang mau percaya sama aku...tapi, aku rasa itu sih, yang bikin dia jadi puteri legenda...

Akhirnya, Koutarou merasa kalau Alaia adalah orang yang hebat, dan hal itu juga membuatnya senang karena Alaia percaya padanya.

"Selama anda tetap menyadari hal itu. Kalau anda mencoba melakukan sesuatu yang bukan-bukan, saya akan langsung menyerang anda di tempat"

"Baiklah"

Koutarou pun memperhatikan satu hal lagi.

Kalau aja mereka nggak sehati-hati ini, mereka pasti nggak akan bisa pergi sejauh ini...

Dia memperhatikan seberapa sulit perjalanan yang sudah ditempuh Alaia dan kelompoknya sejauh ini. Kalau semuanya terjadi seperti yang telah ditunjukkan oleh drama atau sejarah, mereka telah melewati kesulitan demi kesulitan sebelum akhirnya bertemu dengan sang Ksatria Biru. Tidak sulit membayangkan kalau satu-satunya ksatria mereka, Flair, telah membantu mereka selama saat-saat itu. Karena musuh mereka yang begitu banyak, dia tidak punya pilihan lain selain terus berhati-hati.

Kelihatannya aku sendiri juga harus hati-hati. Kalau aku pikir aku bisa terus ngikutin naskah, aku bakal kena kejadian yang gawat nantinya...Lagipula, ini perjalanan yang susah, yang bakal nentuin nasib negeri ini...

Setelah melihat raut wajah serius Flair, Koutarou memutuskan untuk mulai bersikap serius setelah sebelumnya bersantai sejenak melihat Alaia yang bertemu kembali dengan rekan-rekannya.

"Kalau begitu, Layous-sama, izinkan saya untuk memperkenalkan teman-teman saya"

"Yang Mulia, memanggil kami sebagai teman mungkin sudah kelewatan..."

"Fufufu, tidak apa-apa, bukan? Lagipula, ini keadaan darurat", jawab Alaia sambil tersenyum ke arah Flair, dan lalu meletakkan tangannya di atas kepala Charl.

"Namanya adalah Charl. Lebih tepatnya, Charldrissa Daora Forthorhte, adik perempuanku dan juga puteri kedua dari negeri ini"

Setelah diperkenalkan oleh Alaia, Charl melihat ke arah Koutarou dengan mata yang besar.

"Ksatria Biru atau apalah itu"

"Ya, puteri Charl?"

Koutarou pun berlutut, membuat arah pandangannya menjadi sedikit di bawah Charl. Dengan itu, akan mudah bagi Koutarou untuk berbicara dengan Charl, dan dia tidak lagi memandang rendah keluarga kekaisaran.

"Kelihatannya kau sudah menjaga kakakku. Kerja bagus"

"Sudah sewajarnya bagi ksatria Forthorthe untuk melakukan hal itu"

Raut wajah Charl menjadi gembira begitu mendengar jawaban dari Koutarou. Senyumnya yang polos, tanda seorang anak yang jujur dan penuh semangat, membuat perasaan Koutarou menjadi hangat.

"Aku suka itu, Ksatria Biru! Terus lanjutkan pengabdianmu!"

"Hah, seperti yang anda inginkan, tuan puteri"

Sambil tersenyum, Charl menepuk pundak Koutarou beberapa kali, berjalan mengitarinya lalu memanjat punggungnya dan naik ke pundaknya.

"Berdiri, Ksatria Biru"

"Baiklah"

Koutarou pun mematuhi perintah Charl dan lalu berdiri membawa badannya yang mungil.

"Ooooh, tingginya!"

Charl pun menjadi lebih tinggi dari orang-orang yang lain setelah naik ke atas pundak Koutarou. Hal itu membuatnya senang dan senyumnya yang ceria pun semakin besar.

Aku penasaran, apa Theia kayak gini juga pas dia masih kecil..., pikir Koutarou saat dia melihat ke arah wajah Charl dan memikirkan Theia sambil tersenyum kecil.

"Fufu, oh Charl"

"Yang Mulia..."

Alaia tersenyum melihat Koutarou dan Charl. Yang membuatnya senang adalah saat dia melihat Koutarou menggendong Charl dan tersenyum dengan cara yang sama saat dia menggendong Clan.

Begitu rupanya, jadi inilah yang dipercaya oleh Yang Mulia...

Flair, yang memperhatikan tuannya, mulai mengerti mengapa Alaia mempercayai Koutarou. Karena Flair sendiri merasa kalau dia bisa mempercayai hal yang sama, kewaspadaannya terhadap Koutarou pun menurun sedikit.

Gawat...aku tidak boleh lengah dulu!

Namun, Flair dengan cepat kembali sadar. Karena posisinya, dia tidak bisa begitu saja percaya pada Koutarou. Sambil terus merasa seperti itu, Alaia memperkenalkan Koutarou padanya.

"Layous-sama, dia adalah Flair. Dia adalah teman saya dan seorang ksatria suci dari keluarga Pardomshiha yang sudah mengabdi pada keluarga kekaisaran sejak lama"

"Flairhan Nye Pardomshiha. Senang bertemu dengan anda"

"Layous Fatra Veltlion. Tolong maafkan keadaan saya saat ini"

Dengan Charl yang masih berada di atas pundaknya, Koutarou mengulurkan tangan kanannya. Karena jabat tangan juga merupakan budaya di Forthorthe, Flair lalu menjabat tangan Koutarou.

"Ksatria Biru, Ksatria Biru"

"Ada apa?"

"Flair itu rajin dan keras kepala, tapi dia tidak membencimu seperti yang dia katakan. Jangan kuatir"

"Saya senang mendengar hal itu. Mungkin saya tidak akan jadi ditebasnya"

Koutarou dan Charl pun tertawa bersama-sama.

"Puteri Charl!"

"Serahkan sisanya padaku, Ksatria Biru!"

"Baiklah, tuan puteri"

Charl, yang merasa kalau Flair mulai kesal, berlindung dibalik punggung Koutarou. Koutarou sendiri merasa kalau dirinya yang sedang bercanda dengan Charl mirip dengan saat dirinya bermain dengan Theia dan Sanae, dan itulah yang membuatnya merasa kalau ini bukanlah pertemuan pertamanya dengan Charl. Karena itulah, jarak antara Koutarou dan Charl pun berkurang, dan beberapa saat setelah mereka bertemu, mereka sudah menjadi sangat akrab.

"Ahahahahaha"

Seorang gadis yang berpakaian lebih sederhana dari para gadis yang lain pun mulai tertawa setelah melihat tingkah Koutarou dan yang lainnya.

"Kau tidak bisa mengalahkan puteri Charl, Flairhan-sama"

Koutarou merasa lebih tenang setelah mendengar nada bersahabat dari gadis itu. Gadis itu pun memperkenalkan dirinya setelah memperhatikan pandangan Koutarou ke arahnya, bahkan sebelum Alaia bisa memperkenalkan dirinya.

"Saya Marietta Alsein, pelayan dari istana kekaisaran. Jadi, Ksatria Biru-sama, siapa dari antara gadis-gadis ini yang merupakan tipe anda? Apa jangan-jangan memang Alaia-sama!?"

Perkenalan yang secepat kilat dari gadis itu, Mary, membuat Koutarou teringat dengan seseorang di Bumi.

Cewek ini kayak Ibu Kos-san...

Meskipun mereka tidak sekalipun terlihat mirip, sifatnya yang menyukai gosip dan mudah untuk diajak bicara membuat Koutarou teringat dengan Shizuka. Bisa jadi, itu karena dia seorang gadis yang beranjak remaja.

"Mary, bertanya seperti itu kepada Layous-sama itu tidak sopan"

"Ahahaha, anda tidak akan marah bukan, Layous-sama?"

"Saya rasa tidak"

"Lihat?"

"Bukan begitu. Sudah sewajarnya Layous-sama berkata seperti itu, karena kau adalah pelayan kami"

Walau ini Forthorthe kuno, mereka semua tetep cewek-cewek biasa...

Sambil memikirkan itu, Koutarou kembali melihat wajah-wajah para gadis itu. Alaia, Charl, Flair dan Mary, mereka semua memiliki kepribadian yang unik, tapi bagi Koutarou, mereka tetaplah gadis-gadis biasa. Hal itu timbul karena kehidupannya dengan para gadis penjajah, tapi Koutarou sendiri tidak menyadari hal itu.

Dua lagi...

Koutarou lalu melihat ke arah dua gadis yang belum memperkenalkan dirinya. Yang satu memiliki rambut panjang dan tatapan yang tajam. Dia memakai pakaian yang lebih mencolok daripada Mary, tapi bisa dibilang kalau pakaiannya dimaksudkan untuk bergaya. Dilengkapi dengan figur badannya yang bagus, gadis itu memberi kesan orang yang pintar.

Gadis yang lain memakai pakaian yang terlihat berbeda dari yang lain. Dia memakai jubah putih panjang dan sebuah kalung berbentuk bintang di lehernya. Dia lebih terlihat sebagai seorang suster dari sebuah gereja daripada seorang bangsawan. Wajahnya terlihat kekanakan, dan jika digabungkan dengan pakaiannya, dia memberi kesan yang bersahabat.

"Ah, apa mereka berdua menarik perhatian anda? Tidak kusangka"

Mary, yang memperhatikan kalau Koutarou melihat ke arah kedua gadis terakhir, mulai memperkenalkan mereka dengan cepat.

"Mereka berdua adalah Lidith Maxfern-sama dan Fauna Mordraw-sama. Lidith-sama adalah seorang sarjana terkenal yang lulus dalam usia muda. Fauna-sama adalah pendeta yang mengabdi pada dewi fajar dan teman kelas seminar Alaia-sama"

Meskipun dia tidak sedang membicarakan dirinya sendiri, Marietta memuji-muji mereka berdua. Setelah diperkenalkan, mereka berdua pun memberi salam pada Koutarou.

"Nama saya Lidith Maxfern. Senang bisa bertemu dengan anda"

"Saya Fauna Mordraw. Terima kasih sudah menyelamatkan Alaia-sama!"

Cara mereka memberi salam pun sopan dan ramah, yang berasal bukan dari sifat mereka saja, tapi juga karena pekerjaan mereka masing-masing.

"Senang bisa bertemu kalian"

Koutarou pun membalas dengan mengangguk sambil memikirkan tentang Alaia dan kelompoknya.

Hmm, cewek pinter sama cewek misterius ya...

Charl mirip dengan Theia saat Theia masih kecil. Flair mirip dengan Ruth. Mary, Lidith dan Fauna tidak mirip dengan siapapun, tapi dengan memikirkan tentang sifat menyukai gosip, pintar dan misterius yang dipancarkan gadis-gadis itu, mereka mirip dengan Shizuka, Kiriha, dan Sanae. Koutarou pun merasa kalau rekan-rekan Alaia mirip dengan para gadis yang berhubungan dengan kamar 106.

"Ini kayak orang-orang yang udah pernah aku lihat sebelumnya deh"

"Aku rasa kau bisa mengatakannya sinkronitas"

Clan pun mendapat pemikiran yang sama dan setuju dengan ujaran Koutarou. Semenjak Clan kalah di bulan November, dia mengawasi kamar 106 secara terus menerus, jadi dia sudah cukup mengerti dengan sifat-sifat para penghuni kamar itu.

"Sinkro-apa?"

"Sinkronitas. Meskipun kelihatannya tidak berhubungan sama sekali, orang-orang atau peristiwa yang mirip akan muncul dan bertemu, seakan-akan dituntun oleh takdir"

"Tapi itu nggak berlaku disini, soalnya ada beberapa orang yang memang berasal dari garis keturunan yang sama, ya kan?"

"Benar. Berarti ini memang sebuah kebetulan belaka"

Clan akhirnya menganggap kalau hal itu adalah sebuah kebetulan, yang juga dianggap hal yang sama oleh Koutarou. Kalau pertemuan mereka adalah sebuah kebetulan atau sinkronitas, dia merasa kalau mereka semua sedang ada bersama-sama di saat itu, dan akan terlihat mirip.

Semuanya...?

Namun, tepat pada saat itulah Koutarou sadar kalau ada yang hilang. Theia, Ruth, Shizuka, Kiriha dan Sanae, dan satu orang lagi yang terhubung dengan kamar 106.

"Yurika nggak ada disini..."

Kelompok gadis-gadis itu mengingatkannya pada mereka yang menghuni kamar 106, tapi dia tidak bisa menemukan gadis yang mirip dengan Yurika.

"...Yah, aku rasa itu memang sifatnya...",ujar Koutarou sambil tersenyum kecut. Koutarou tahu kalau Yurika sering tertimpa kemalangan, jadi tidak adanya Yurika disini akan sesuai dengan sifatnya yang satu itu.

"Ada apa, Ksatria Biru?"

"Bukan apa-apa, kalian semua mengingatkan saya pada teman-teman saya di kampung halaman"

"Begitu rupanya. Apa kau mencintai mereka"

"Ya", jawab Koutarou sambil mengangguk.

Bener juga...jawabanku sekarang adalah 'ya'...

Koutarou kaget dengan dirinya yang bisa menjawab pertanyaan itu dengan anggukan, dan keinginannya untuk kembali pulang pun menjadi semakin kuat.

"Lebih daripada aku?"

"Tentu saja saya lebih kagum pada anda, puteri Charl"

Kenyataannya, Koutarou lebih mencintai teman-temannya di "kampung halamannya" daripada Charl yang baru saja dijumpainya. Namun, dia akan merasa jahat untuk mengatakan hal seperti itu kepada Charl yang masih kecil. Jadi, Koutarou membuat keputusan layaknya orang dewasa dan berkata kalau dia lebih mencintai Charl.

"Bagus sekali, Ksatria Biru! Terimalah pujian dariku!"

Charl, yang masih berada di pundak Koutarou, tertawa dengan riang. Sambil melirik sedikit ke arah Charl yang masih tertawa riang, Koutarou memperhatikan ada seekor kuda di sudut pandangannya. Kuda itu rupanya milik Alaia, dan setelah Alaia terjatuh kuda itu kembali ke sini dengan sendirinya.

Kuda...kuda ya..., pikir Koutarou sambil memandangi kuda itu.

Meskipun yang dilihatnya memang seekor kuda, kuda itu tampak sedikit berbeda dari kuda yang berada di Bumi pada umumya. Badannya mirip, tapi kuda itu memiliki tanduk, surai dan kukunya pun berbeda dari kuda di Bumi. Dengan tampilan seperti itu, kuda di Forthorthe bisa disebut oleh orang-orang Bumi sebagai unicorn yang terkenal.

Kuda itu pun tampak gemetar dan menggerakkan badannya seakan-akan mencoba untuk lari dari pandangan Koutarou. Gerakan yang dibuatnya terlihat familiar.

"Itu....tidak mungkin..."

"Ada apa, Ksatria Biru?"

"Kuda itu..."

"Ada apa dengan kuda itu?"

Kuda itu terlihat mirip dengan Yurika.

Koutarou, yang hampir mengatakan itu, mendekati kuda itu sambil tetap membawa Charl di pundaknya.

"Kuda ini adalah milik kakakku. Dia begitu pintar, meskipun dia terpisah dengan kakakku, dia bisa kembali ke sini dengan sendirinya"

"...Kalau kita kepisah sama Yurika, dia pasti ngilang dan nggak akan bisa balik"

"Apa kau mengatakan sesuatu?"

"Kuda ini punya surai yang sangat bagus"

"Benar bukan?", ujar Charl menyombongkan kuda itu dengan cerianya sambil mengencangkan pegangannya pada Koutarou. Karena Charl dan Alaia sering mengendarai kuda itu bersama-sama, kuda itu menjadi kuda favorit Charl.

"*Hiehehehe*"

Saat Koutarou mendekat, kuda itu pun meringkik dan memalingkan wajahnya. Melihat hal itu, Koutarou menjadi semakin yakin akan sesuatu.

Yurika...kamu selalu nggak beruntung kayak biasanya, ya...

Bagi Koutarou, kelakuan si kuda yang memalingkan wajahnya seperti itu mirip dengan Yurika yang berakting sebagai bokong kuda dan gagal melakukan sesuatu.

"Nggak peduli aktingmu sebagus apa, jadi kuda itu udah kelewatan banget...", gumam Koutarou sambil memandangi kuda itu. Gadis-gadis lain punya sesuatu yang mirip dengan mereka yang ada di kamar 106, tapi hanya Yurika sendiri yang mirip dengan kuda ini. Koutarou hanya bisa merasa kasihan terhadap ketidakberuntungan Yurika yang terlalu besar.

Namun, seakan melawan apa yang dirasakan Koutarou, sesuatu yang tidak disangka terjadi. Tepat setelah Koutarou menggumam, kuda itu mulai berlari secepat mungkin seakan-akan mencoba untuk kabur.

"Ada apa? Tidak ada yang melakukan apapun"

"Ah, awas!"

Namun, malam sudah tiba dan gelapnya malam sudah menyelimuti sekeliling tempat itu. Sesaat setelah mencoba untuk lari secepat mungkin, kuda itu pun tersandung, dan tepat pada saat itulah sesuatu yang tidak disangka terjadi.

Saat kuda itu jatuh ke tanah, badannya langsung terbungkus oleh asap putih. Setelah asap itu menghilang, yang muncul bukanlah seekor kuda, namun seorang gadis yang memakai jubah hitam dan memegang tongkat yang besar.

"Yurika!?"

Kostum yang dipakainya terlihat sederhana dan berwarna hitam, dan tongkatnya terlihat begitu kasar seakan diukir dari batang pohon. Penampilan gadis itu terlihat sama seperti penampilan Yurika yang sedang bercosplay menjadi gadis penyihir.

Rokujouma V7.5 113.jpg

"Penyihir!? Yang Mulia, berlindung!!"

"Ya!"

Koutarou kaget karena gadis yang seperti Yurika telah muncul, namun reaksi Flair justru berbeda. Dia dengan cepat maju melindungi para gadis yang lain dan Alaia memperingatkan yang lain.

"Dia mata-mata musuh! Veltlion, tolong lindungi Yang Mulia dan yang lainnya!"

"Saya mengerti!"

Setelah mendengar kata 'mata-mata', Koutarou langsung mengerti tingkat bahaya yang dihadapinya saat itu. Dia pun sadar kalau penampilan gadis itu saja yang mirip dengan Yurika, dan mereka semua saat itu sedang dalam ancaman bahaya.

"Clan, tolong awasi keadaan sekitar kita!"

"Sedang kulakukan!!"

Flair dengan cepat berlari melewati Koutarou. Setelah Koutarou mundur untuk melindungi Alaia, dia menurunkan Charl yang masih berada di pundaknya sedari tadi.

"Kuh!"

"Tidak akan kubiarkan kau lolos!"

Gadis berjubah hitam itu pun bangkit berdiri dan berusaha untuk kabur, tapi luka yang didapatnya sewaktu jatuh cukup parah, dan dia tidak bisa langsung bangkit berdiri begitu saja. Karena itulah, saat dia berhasil berdiri, Flair sudah berada tepat di depannya.

"Datanglah, wahai angin--"

"Kau lamban!"

Gadis itu dengan cepat mengarahkan tongkatnya ke arah Flair, namun pedang Flair bergerak lebih cepat. Tanpa bersusah payah, Flair menghunus pedangnya dan dengan sebuah langkah yang kuat, dia memukul jauh-jauh tongkat sihir itu dari tangan si gadis penyihir.

"Sudah cukup!"

Pedang Flair pun berhenti tepat di depan leher si gadis penyihir, sebagai tanda kalau si gadis penyihir akan dibunuh kalau dia melakukan gerakan yang dianggap berbahaya atau berbicara seenaknya. Gadis itu pun berhenti bergerak dan berhenti merapal mantra yang baru saja diucapkannya.

"Mata-mata musuh...sekaligus penyihir...?"

Bagi Koutarou, itulah kali kedua dia bertemu dengan penyihir yang sesungguhnya.

Dalang dibalik kudeta yang terjadi di Forthorthe adalah menteri keuangan, Maxfern, dan kepala dewan penyihir, Grevanas.

Karena budaya masyarakat Forthorthe adalah masyarakat pejuang, meskipun seseorang memiliki kemampuan yang hebat namun bukan seorang ksatria, orang itu tidak akan mendapatkan reputasi sama sekali. Hal yang sama berlaku bagi para menteri ataupun kepala dewan penyihir. Tidak peduli seberapa kompeten seseorang, kalau mereka tidak berjuang di garis depan sama sekali, mereka tidak akan terkenal sama sekali. Maxfern dan Grevanas, yang tidak menyukai sistem seperti itu, menyusun rencana untuk menggulingkan takhta kekaisaran.

Maxfern dan Grevanas pun mulai menyusun rencana dengan penuh hati-hati. Mereka membuat sebuah kasus dimana kas milik negara digunakan oleh sang kaisar untuk membeli lahan dan sumber daya-sumber daya bagi para bangsawan. Dengan menggunakan posisinya sebagai menteri keuangan, Maxfern mengakali kas negara agar kasus itu seakan benar-benar terjadi dan mulai menyebar rasa pemberontakan kepada para ksatria suci. Padahal, kas negara yang diakali itu mengalir ke tangan Maxfern dan Grevanas sendiri.

Rencana mereka berdua selanjutnya adalah memindahkan uang yang sudah mereka dapatkan lewat teknik para alkemis ke negeri-negeri asing dan mendapatkan uang yang lebih banyak lagi. Bukannya para ksatria suci yang ada itu dibutakan oleh uang, tapi mereka, yang sudah ditipu oleh Maxfern dan menjadi jatuh miskin, tidak punya pilihan lain selain menerima uang suap itu untuk bisa mengelola wilayah mereka masing-masing.

Mereka berdua pun menjebak para ksatria suci yang masih setia kepada pihak kekaisaran yang tidak mau menerima suap. Dengan menggunakan ketidakadilan, pemberontakan, pembunuhan dan sebagainya, mereka berdua menggunakan cara apapun untuk mengkambinghitamkan ksatria-ksatria suci yang masih loyal itu dan mengurangi jumlah mereka.

Setelah mengulangi langkah itu selama sepuluh tahun, akhirnya ada banyak pasukan ksatria yang sekarang berada di bawah kendali menteri Maxfern dan sedikit sekali pasukan ksatria yang masih setia terhadap keluarga kekaisaran. Setelah memutuskan kalau mereka sudah tidak memerlukan lagi jebakan, Maxfern dan Grevanas pun beraksi.

Mereka berdua mengungkap sebuah kasus yang tidak pernah terjadi dan menuntut sang kaisar, lalu membunuh kaisar dan istrinya. Mereka berdua lalu menyalahkan Alaia atas pembunuhan itu dan mencoba menangkap Alaia atas tuduhan itu untuk bisa menyingkirkannya dari posisi puteri kekaisaran.

Saat pembunuhan kaisar sedang terjadi, Alaia sedang dikunjungi oleh Fauna, teman sekelasnya, bersama dengan Flair dan Charl. Tepat saat itulah, Mary, yang menyaksikan pembunuhan itu, masuk ke tempat bertemunya mereka berempat. Itulah awal mula pelarian Alaia dan yang lainnya.

Karena Maxfern sudah menguasai seisi istana, menyelinap keluar dari istana bukanlah hal yang mudah. Namun, berkat bantuan keponakan Maxfern, Lidith, dan beberapa alkemis lainnya, entah bagaimana mereka bisa lolos. Pada saat itu, sebagian besar alkemis sudah menjadi pengikut Maxfern, tapi masih ada yang setia terhadap keluarga kekaisaran.

Setelah kabur dari istana, Alaia dan kelompoknya memutuskan untuk kabur ke utara menuju wilayah Pardomshiha, yang mempunyai hubungan erat dengan keluarga kekaisaran dan juga merupakan tempat lahir Flair. Rencana Alaia untuk kabur ke sana adalah untuk mengumpulkan rekan-rekan seperjuangan sebelum bisa kembali ke ibukota.

Namun, mereka terkejar begitu cepat oleh para pengikut Maxfern, membuat perjalanan mereka menjadi sulit dari awal dimulainya. Flair adalah satu-satunya diantara mereka berenam yang bisa bertarung; kelima gadis lainnya tidak cukup kuat untuk bertarung dan belum pernah memegang senjata sebelumnya. Meski begitu, mereka tetap dikejar oleh para pasukan elit dan dewan penyihir Forthorthe. Tujuan mereka tentu saja adalah untuk menangkap Alaia, dan kalau mereka tidak bisa melakukannya, maka pembunuhan adalah tujuan alternatifnya. Bisa pergi hingga sedekat ini dengan pos pemeriksaan Mastir sambil menghindari para pengejar mereka adalah bukti dari kerja keras dan pengabdian Flair.

Namun, saat ada dua jalan gunung yang memisahkan Alaia dan kelompoknya dengan pos pemeriksaan Mastir, para pengejar mereka akhirnya bisa mengejar mereka kembali. Meskipun Alaia dan kelompoknya bisa lolos, mereka sempat terpisah.

Tepat disaat itulah, Koutarou bertemu dengan Alaia.


Part 4[edit]

"Tepat pada saat itulah Layous-sama muncul"

"Begitu rupanya, jadi pada saat itu..."

Cerita Alaia kurang lebihnya mengikuti naskah yang dibuat Theia. Meski detail-detail kecilnya berbeda, kejadian yang sudah terjadi mirip dengan apa yang tertulis pada naskah drama.

Koutarou yang saat itu sedang makan berhenti sejenak untuk berpikir. Makanan yang sudah dibuat oleh Mary memang enak, namun ada banyak hal yang harus dipikirkan oleh Koutarou saat itu.

Berarti, habis kita diserang sama perampok gunung, kita bakal sampai di pos itu, tapi..., pikir Koutarou dengan diterangi cahaya merah dari api unggun.

"Kalau kita terus maju kayak begini, kita pasti bakal diserang dadakan sama pasukan musuh...", keluh Koutarou.

Saat ini, Koutarou sedang memikirkan perbedaan situasi yang dihadapinya dengan naskah yang ditulis oleh Theia. Kalau dipikir-pikir, dalam situasi saat ini, Ksatria Biru pada akhirnya akan bertarung melawan pasukan kekaisaran. Namun, menurut naskah drama, mereka diserang oleh perampok, yang mana Yurika berperan sebagai perampok pada adegan itu. Setelah itu adalah adegan pos pemeriksaan yang terkenal, jadi bertarung melawan pasukan kekaisaran dan bandit terlihat tidak tepat menurut Koutarou.

Apa Theia nggak nulis soal bertarung ngelawan pasukan kekaisaran? Atau ini gara-gara sejarahnya berubah...?

Entah mengapa, Ksatria Biru tidak melawan pasukan kekaisaran, tapi justru perampok gunung. Karena hal itu masih belum jelas, Koutarou menjadi tidak yakin dengan apa yang harus dilakukannya sekarang.

"...Clan, sebenarnya habis ini apa yang bakal terjadi sih?"

Koutarou, yang kebingungan, berbisik ke arah Clan yang duduk di sebelahnya. Namun, Clan hanya menggelengkan kepalanya dan tertunduk lemas.

"...Aku tidak begitu tahu tentang apa yang terjadi disini. Aku hanya tahu apa yang terjadi dari drama atau film"

Ksatria Biru memang sebuah cerita legenda di Forthorthe, namun Clan bukanlah seorang sejarawan, jadi dia hanya mengetahui apa yang diketahui orang awam. Theia mungkin lebih tahu, tapi dia berada 2000 tahun di masa depan.

"Tapi, Veltlion, adalah hal yang ceroboh untuk terus maju meskipun kau sudah tahu akan adanya serangan dadakan. Dan karena ada mata-mata yang sudah menyelinap masuk, jelas sekali kalau akan ada serangan seperti itu", ujar Flair yang mengungkapkan poin-poin masalahnya sambil menunjuk ke belakangnya, dimana ada seorang gadis penyihir berpakaian hitam yang diikat dengan tali pada sebuah pohon. Saat ini dia sedang berusaha untuk bisa melepaskan diri dari ikatannya, tapi karena ikatan tali itu begitu kuat, dia tidak bisa lepas.

Kalau aku ngasih tahu Yurika soal ini, dia pasti seneng banget...

Yang mengejutkan bagi Koutarou adalah fakta bahwa gadis itu adalah penyihir sungguhan. Sebelum mereka bisa mengikatnya, gadis itu menggunakan beberapa sihir kecil untuk melawan. Namun, karena tongkatnya yang berfungsi untuk menguatkan mantranya telah diambil darinya, tidak ada luka atau kerusakan apapun akibat mantra yang diucapkannya. Namun, hanya mengetahui kalau sihir itu ada membuat Koutarou dan Clan betul-betul terkejut. Dalam drama, penyihir memang ada, tapi mereka berdua berasumsi kalau itu adalah fiksi.

"Yah, gadis itu hanya punya sedikit kesempatan untuk bisa berubah menjadi kuda"

Setelah kehilangan keberadaan Alaia, gadis penyihir itu mencari Clan dan yang lainnya untuk mengawasi mereka. Setelah menemukan mereka, gadis itu terus berakting seperti kuda sambil menunggu kesempatan untuk menangkap Alaia dan memberikan informasi kepada rekan-rekannya. Itulah situasi yang dibayangkan oleh Koutarou, dan dia yakin kalau dia tidak mungkin salah. Pada akhirnya, si gadis penyihir salah mengerti gumaman Koutarou dan menganggap kalau penyamarannya sudah ketahuan, dan akhirnya justru tertangkap. Kalau hal itu tidak terjadi, tidak sulit untuk membayangkan kalau perjalanan Alaia dan kelompoknya akan berakhir dengan cepat. Dan untuk alasan yang sama, setelah menangkap si gadis penyihir, mereka semua berpindah dari air terjun itu menuju suatu tempat di tengah hutan.

"Kalau kita terus maju, sudah pasti kita akan masuk dalam perangkap musuh"

"Sulit juga..."

Koutarou pun mulai berpikir lagi setelah mendengar pendapat dari Flair. Kelompok Alaia terdiri dari gadis-gadis biasa yang tidak bisa bertarung. Kemampuan bertarung Koutarou cukup tinggi berkat zirah yang dipakainya, tapi Koutarou sendiri sama sekali tidak mempunyai pengalaman bertarung. Clan pun tidak jauh berbeda dengan Koutarou. Karena itulah, satu-satunya yang betul-betul bisa disebut sebagai prajurit hanyalah Flair sendiri. Berjalan masuk ke dalam perangkap musuh buatan prajurit Forthorthe dengan kelompok seperti itu akan membuat Flair kesulitan melindungi para gadis yang lain.

"Nona Pardomshiha, bukankah satu-satunya jalan yang kita miliki saat ini adalah untuk melewati jalan lain?"

Tepat pada saat itulah Clan memecah kesunyian yang ada. Karena dia menuruti perannya sebagai pelayan, Clan menyerahkan tugas untuk berbicara kepada Koutarou. Namun, entah mengapa, tiba-tiba dia ikut masuk ke dalam pembicaraan itu.

"Clan?"

"...Nanti akan aku beri tahu detailnya"

Koutarou menjadi bingung dengan tindakan Clan, tapi, bukannya menghilangkan kebingungan Koutarou, Clan melanjutkan bicaranya dengan Flair.

"Kalau kita mengambil jalan yang lain dan melewati gunung, kita tidak akan bertemu dengan pasukan kekaisaran. Kita mungkin akan kesulitan untuk melewati jalan itu, tapi itu lebih baik dibandingkan melewati jebakan"

"Hmm...Kalau kita melakukannya sebelum mereka memperluas daerah pencarian mereka setelah mereka menyadari kalau komunikasi mereka dengan mata-mata mereka telah hilang...mungkin kita bisa mencoba hal itu"

Flair pun setuju dengan Clan dan akhirnya memutuskan hal itu.

"Pada fajar esok hari, kita akan mengambil jalan lain dan melewati gunung menuju pos pemeriksaan Mastir. Semuanya silahkan beristirahat untuk malam ini"

Dengan itu, langkah mereka untuk besok pun telah diputuskan, dan Alaia dan kelompoknya pun beristirahat sejenak.

Untuk menjaga agar apinya tidak padam, Koutarou melempar beberapa potong kayu ke dalam api unggun. Potongan kayu itu bersinar dengan terang dan meletus beberapa kali, membuat apinya menjadi lebih besar sedikit.

Meskipun ada kemungkinan kalau mereka akan ditemukan oleh pihak musuh karena api itu, mereka membutuhkannya untuk membuat mereka tidak diserang oleh binatang-binatang buas di hutan itu dan untuk membuat diri mereka tetap hangat. Karena Flair menemukan tempat yang tepat, api unggun yang ada tertutup oleh lingkungan sekitar mereka, jadi kemungkinan mereka untuk ditemukan pihak musuh pun menjadi kecil.

"Jadi, gimana?"

"Tunggu sebentar...um..."

Clan sedang duduk di sebelah Koutarou, melewati tengah malam. Saat itu hanya mereka berdua saja yang masih terjaga, dengan yang lainnya tertidur di sisi lain api unggun, terbungkus hangatnya selimut.

Setelah memutuskan apa yang akan mereka lakukan pada keesokan hari, Alaia dan kelompoknya pergi tidur untuk mengistirahatkan badan mereka, tapi mereka akan bergantian bangun untuk menjaga keadaan sekitar mereka dan untuk menjaga agar apinya tetap menyala. Saat itu, tepat setelah tengah malam, adalah giliran jaga Koutarou dan Clan.

"....Kelihatannya aman. Tidak ada binatang besar atau orang di sekitar sini"

Dengan menggunakan alat pemantaunya, Clan mengawasi keadaan di sekitar mereka. Untungnya, tidak ada tanda-tanda bahaya, dan Clan pun mengeluarkan nafas lega pertanda tempat berkemah yang dipilih Flair masih aman.

"Bagus deh. Makasih ya"

"Sama-sama"

Sambil membalas ucapan terima kasih Koutarou, Clan hanya bisa berpikir betapa anehnya situasi-situasi yang telah terjadi yang membuat mereka berada seperti sekarang ini.

Tentu saja, akting Ksatria Biru itu adalah suatu hal lain, tapi tidak kusangka aku harus bekerja sama dengan orang ini...

Baru setengah hari yang lalu, Clan berjuang keras untuk membunuh Koutarou, dan lewat berbagai putaran takdir, mereka menjadi berada dalam situasi dimana mereka berdua harus bekerja sama. Dan sekarang, mereka saling berbicara dengan nada yang ramah. Bagi Clan, itu merupakan hal yang janggal.

"Ngomong-ngomong, Clan, kenapa kamu ngomong kayak gitu tadi?"

"Itu?"

Clan berhenti berpikir begitu mendengar pertanyaan Koutarou. Karena dia baru saja memikirkan tentang hal yang lain, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Koutarou begitu saja.

"Tahu kan, pas kamu nyaranin Flair-san agar kita ngambil jalan yang lain"

Karena saat itu hanya mereka berdua saja yang sedang terjaga, Koutarou bisa berbicara dengan gaya bicaranya yang biasa, dan dia tidak memanggil Flair sebagai Nona Pardomshiha. Bagi Koutarou, hanya dengan Clanlah dia bisa menjadi dirinya sendiri.

"Ah, iya, tentang itu"

"Betul. Aku kira kamu bakal diam aja biar nggak ngubah sejarah"

"Justru kebalikannya, Veltlion"

Hal yang sama pun berlaku bagi Clan, dan dia tidak bersikap formal dengan Koutarou. Anehnya, kedua musuh itu hanya bisa saling terbuka kepada satu sama lain.

"Kebalikannya?"

"Benar. Aku menyadari apa yang akan dilakukan oleh sang Ksatria Biru"

Clan pun melanjutkan berbicara sementara Koutarou masih kebingungan.

"Kalau kita terus berjalan mengikuti jalan itu, para tentara kekaisaran akan menyerang kita. Kalau kita memikirkan itu, tidak mungkin kita akan mengambil jalan itu. Jadi, kita perlu mengambil jalan lain, entah lewat gunung atau lewat sungai"

Karena saat itu mereka berada di tengah hutan di tengah gunung, mereka bisa menyeberangi sungai menggunakan kapal atau meninggalkan jalan biasa yang ada dan melewati gunung.

"Jadi, ingatlah kalau Ksatria Biru diserang oleh perampok gunung"

"Gitu ya! Pinter juga kamu, Clan!"

Koutarou, yang mengerti apa yang dikatakan oleh Clan, menjadi bersemangat setelah mendengar hal itu.

"Dalam kata lain, sang Ksatria Biru mengambil jalan yang rusak dan diserang oleh para perampok gunung"

"Jadi itu sebabnya nggak ada adegan pertempuran ngelawan pasukan kekaisaran, tapi justru ngelawan perampok!"

Ada tiga pilihan jalan yang tersedia bagi mereka, yakni melanjutkan mengikuti jalan yang ada, melewati gunung atau menyeberangi sungai. Pilihan yang membuat mereka bisa menghindari pasukan kekaisaran dan diserang oleh perampok gunung adalah hanya dengan melewati gunung.

"Mungkin jumlah perampoknya lebih sedikit daripada pasukan kekasiaran, dan kita tidak akan terlalu menonjol jika melewati gunung. Aku yakin kalau itulah yang akan dipilih oleh sang Ksatria Biru"

"Gitu ya...Clan, aku kira kamu cuma orang yang licik dan dendaman, tapi ternyata kamu lebih dari itu", puji Koutarou sambil memukul Clan di punggungnya.

"Au, sakit, tahu!"

"Maaf, aku kelewat senang, jadi agak keras mukulnya"

"Dan apa maksdunya dengan licik dan dendaman!?"

"Itu yang dibilang Theia, dan aku juga ngerasain hal yang sama setelah ketemu sama kamu"

"Berhenti bercandanya!!", teriak Clan penuh kesal sambil berdiri.

"Jangan lupa! Saat kita kembali ke masa kita nanti, aku akan membuatmu dihukum gantung karena sudah menghina keluarga bangsawan!"

"Hukummu nggak berlaku buat aku, aku kan bukan penduduk kekaisaranmu"

"Kalau begitu, kau akan kupukul hingga mati!"

"Oke, oke, tolong tenang ya, Clan"

"Mhhh Hmmmm!"

"Nanti yang lain pada bangun"

Dengan tangan kirinya, Koutarou menyeret Clan dengan paksa ke arahnya dan lalu menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Karena Clan tidak ingin diperlakukan seperti itu, dia meronta-ronta untuk sementara waktu, tapi akhirnya dia menjadi tenang. Setelah Koutarou memastikan kalau Clan sudah tenang, dia lalu melepaskan tangannya.

"Setelah kita kembali, kau akan menyesal sudah melakukan ini"

"'Kalau' kita balik", balas Koutarou sambil menengadah melihat langit, dimana Bumi berada di sisi lain lautan bintang itu, 2000 tahun di masa depan.

"Kalau kita nggak bisa balik, kita cuma berdua doang loh, disini"

"Aku tidak mau begitu"

"Aku juga sama"

Namun, mereka sebenarnya bahagia karena mereka tidak sendiri meskipun mereka sedang bersama dengan musuh mereka masing-masing, berlainan dengan apa yang mereka katakan.

"Itu karena kau melakukan sesuatu yang tidak perlu"

"Mau gimana lagi, kan aku nggak tahu apa-apa. Lagian---"

Saat Koutarou mencoba membantah, dia melihat seseorang terbangun dari balik api unggun.

"Kenapa?"

"Kelihatannya kita udah ngebangunin seseorang"

Clan penasaran mengapa Koutarou berhenti berbicara saat Koutarou menunjuk ke sisi lain api unggun, tepat di saat orang yang baru bangun itu menghadap ke arah mereka.

"Puteri Alaia"

Saat mereka mengetahui kalau yang bangun adalah Alaia, Koutarou dan Clan dengan sigap bangkit berdiri, membenarkan sikap mereka dan menghadapi Alaia layaknya ksatria dan pelayannya.

"Bolehkah saya berbicara dengan Layous-sama?"

"Ah, y-ya, tentu saja"

"Terima kasih. Oh, dan silahkan tenang, kalian berdua"

Alaia pun mendekati mereka berdua sambil tersenyum kecil. Sebelumnya, dia sudah mendengar Koutarou dan Clan berbicara untuk sementara waktu, dan aneh baginya saat mereka tiba-tiba berhenti berbicara. Setelah berjalan mendekati api unggun, Alaia duduk di sebelah Koutarou.

"...Veltlion", bisik Clan sambil mencolek Koutarou dengan sikunya.

"...Apa?"

"...Aku serahkan Alaia padamu. Sementara itu, aku akan mengawasi keadaan di sekitar kita"

"...Ah, dasar curang!"

Clan berencana menyerahkan situasi ini pada Koutarou sambil berpura-pura cuek. Bisa jadi ini karena Clan tidak mau berurusan dengan Alaia, tapi juga karena tidak ada adegan dalam drama dimana pelayan sang Ksatria Biru begitu menonjol. Ada kemungkinan kalau ternyata sang Ksatria Biru tidak mempunyai pelayan, dan dalam catatan sejarah pun tidak ada tertulis satu hal pun mengenai si pelayan. Jadi, agar tidak mengubah jalannya sejarah, Clan menyerahkan segala urusan dengan Alaia kepada Koutarou, si pengganti Ksatria Biru.

"Baiklah, Yang Mulia, Tuan Veltlion, saya akan berangkat untuk mengawasi wilayah ini"

"Maaf sudah membuat anda kuatir, Clan-sama"

"Tidak, ini bukan apa-apa. Lagipula, mengawasi wilayah ini adalah hal yang penting. Sebagai gantinya, tolong temani Tuan Veltlion, Puteri Alaia"

"Tentu saja"

"H-hei..."

Clan pun dengan cepat pergi meninggalkan api unggun itu, dan juga meninggalkan Alaia yang sedang tersenyum dan Koutarou yang panik.

Si sialan itu, pasti dia nggak mau balik sampai kita selesai ngomong...

Setelah ditinggal pergi, Koutarou memutuskan kalau dia akan mengeluh kepada Clan sampai dia mual dibuatnya saat Clan kembali nanti.

"Layous-sama", panggil Alaia sementara Koutarou masih memandangi punggung Clan dengan perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya. Saat Koutarou mengarahkan wajahnya kepada Alaia, Alaia memiringkan kepalanya dan tertawa kecil.

"Yah..."

Koutarou pun hanya bisa tercengang melihat itu dan kembali duduk.

"Kelihatannya anda begitu akrab dengan Clan-sama", kata Alaia sambil tersenyum, namun Koutarou justru menggeleng pelan dan membantah itu.

"Kami sebenarnya terpaksa berkelana bersama...anda tahu, terjebak dalam perahu yang sama...tidak sama dengan menjadi akrab"

Sebenarnya, Koutarou dan Clan adalah musuh, dan kalau bukan karena situasi ini, mereka berdua pasti masih bertarung.

"Fufu, apa itu benar?"

Namun, Alaia tidak melihatnya seperti itu. Kenyataannya mungkin memang seperti yang dikatakan oleh Koutarou, tapi yang lain melihat Koutarou dan Clan bersikap begitu ramah kepada satu sama lain. Alaia menyebutnya sebagai akrab karena apa yang sudah dilihatnya.

"Jadi, apa yang ingin anda bicarakan?"

Hal itu memalukan bagi Koutarou, dan kalau Alaia terlalu terlibat dengan hal itu, itu akan menjadi masalah baginya. Jadi, Koutarou dengan cepat mengubah arah pembicaraan mereka.

"Benar juga..."

Setelah memperlihatkan rasa kesepiannya sesaat, Alaia menunjukkan raut wajah seriusnya, yang memberikan kesan yang kuat bahwa dirinya adalah seorang tuan puteri.

"Sebenarnya, saya ingin menyampaikan salam perpisahan kepada anda dan Clan-sama", ucap Alaia dengan tenang. Namun, setelah mendengar itu, Koutarou tidak bisa tetap tenang seperti Alaia.

"Salam perpisahan!? Apa maksudnya!?"

Kalau mereka berpisah disini, sejarah akan ditulis ulang. Kalau itu sampai terjadi, Koutarou dan Clan tidak akan bisa kembali ke waktu mereka yang seharusnya, dan ini adalah masalah serius bagi mereka berdua.

"Benar sekali. Itu karena saya tidak bisa melibatkan anda lebih jauh lagi"

"Biar aku nggak terlibat!?"

Saking kagetnya, Koutarou kembali berbicara seperti dirinya yang biasanya.

Oh, jadi orang ini memang betul-betul ingin membantu dengan niat baik...

Melihat reaksi Koutarou yang seperti itu membuat Alaia menjadi yakin kalau keputusan yang diambilnya tidak salah, dan dia pun mengangguk pelan.

"Benar"

"Mengapa?"

"Itu karena, kalau terus begini, tuan yang mana anda abdikan hidup anda akan tertuduh salah"

"Tuan!? Tuan yang aku layani akan dituduh salah?"

"Ya"

Tentu saja, Koutarou sebenarnya tidak sedang mengabdi siapapun, dan itu membuat Koutarou merasa lega. Setelah menarik nafas dalam-dalam, Koutaorou bertanya pada Alaia.

"Mengapa anda berpikir seperti itu?"

"Itu karena anda sangat kuat. Kekuatan yang anda miliki dengan usia anda yang masih muda menunjukkan bahwa anda adalah bagian dari pasukan ksatria yang besar"

Kualitas seorang pengawal tentu saja jauh lebih besar dalam pasukan ksatria yang berukuran besar. Hal itu tidak hanya mempengaruhi kemampuan para pengawal dalam seni menggunakan pedang, tapi juga kualitas senjata dan zirah mereka. Ditambah, alat-alat sihir juga menjadi suatu penanda lain. Jadi, saat Alaia melihat Koutarou bertarung dengan perlengkapannya yang seperti itu, wajar saja kalau Alaia mengira bahwa Koutarou berasal dari pasukan ksatria yang besar.

"Dan hanya ada dua pasukan ksatria yang besar, yang merupakan rekan seperjuangan saya. Pardomshiha dan Wenranka"

Hanya ada dua pasukan ksatria besar yang masih setia pada keluarga kekaisaran: Pardomshiha dan Wenranka. Mereka sudah mengabdi pada keluarga kekaisaran untuk watu yang lama, dan karena harta yang sudah mereka miliki, mereka tidak menerima suap dari Maxfern sama sekali.

"Namun, anda bukan bagian dari mereka. Kalau anda adalah salah seorang pengawal dari Pardomshiha, kita pasti sudah pernah berjumpa sebelumnya, dan Wenranka tidak menggunakan warna sebagai gelar mereka"

Dengan menggunakan pengetahuan umum mengenai keluarga bangsawan, sudah jelas bahwa Layous Fatra Veltlion bukanlah bagian dari Pardomshiha maupun Wenranka. Dalam kata lain--

"Dalam kata lain, anda mengabdi pada seorang tuan yang memihak pada Maxfern. Kalau anda terus membantu kami, tentu saja mereka akan menyalahkan tuan anda, yang berarti tuan itu akan terjepit dari kedua sisi menuju situasi yang lebih berbahaya lagi. Saya tidak ingin hal itu sampai terjadi"

Sebenarnya, Alaia bukan kuatir soal tuan itu, tapi lebih kepada orang-orang yang hidup di dalam wilayah yang dipimpin oleh si tuan tersebut. Dia juga kuatir dengan Koutarou yang menyelamatkannya dengan itikad baik. Kalau Koutarou tetap menjadi rekan Alaia, baik orang-orang yang hidup di wilayah yang dimaksud maupun masa depan Koutarou akan berada dalam bahaya. Jadi, untuk mencegah hal itu agar tidak terjadi, Alaia memutuskan untuk berpisah dengan Koutarou.

"Saya sudah meminta Flair untuk mengatur jadwal jaganya, agar anda dan Clan-sama bisa mendapat giliran pada saat ini. Tolong pergilah saat semuanya masih tertidur"

"Puteri Alaia..."

Koutarou bingung ingin menjawab apa. Dia harus segera mencari alasan agar bisa terus berpergian bersama Alaia dan kelompoknya, tapi dia merasa sulit untuk berdebat melawan Alaia saat Alaia menatapnya dengan mata penuh tekad.

Aku harus jawab apa? Gimana aku bisa dapet jawaban yang bisa bikin dia puas?

Koutarou bukanlah Ksatria Biru yang asli, dimana yang asli pasti tidak akan memiliki masalah apapun dalam menjawab permintaan Alaia. Namun, Koutarou tidak bisa melakukannya. Dia juga tidak bisa bergantung pada naskah drama, karena adegan ini tidak ada di dalam naskah itu.

Kasih tahu dong, Theia!! Si Ksatria Biru bakal ngomong apa kalau dia ada disini!?

Koutarou lalu memikirkan Theia yang sedang tidak ada di sisinya. Kebohongan dan tipuan tidak akan mempan pada Alaia dan pandangan matanya yang dalam dan jernih. Jadi, Koutarou perlu menjawab dengan suatu kebenaran, dan dia merasa kalau Theia bisa memberinya jawaban itu.

Nggak, Theia, apa yang kamu sendiri bakal lakuin!? Gimana kamu ngejawabnya!?

Koutarou hanya tahu tentang Ksatria Biru dari naskah drama, namun dia lebih mengetahui tentang Theia lebih baik lagi. Dia memang egois, tapi di saat yang sama dia kesepian dan punya kelembutan. Meskipun ada yang berusaha melawannya, Theia ingin menjadi bangsawan yang ideal, yang memang layak untuk berdiri di atas yang lain. Berkat waktu yang telah dijalani oleh Koutarou dan Theia bersama-sama, Koutarou akhirnya bisa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Theia.

Betul juga, Theia. Mungkin itu yang bakal kamu bilang...

Keraguan yang ada dalam diri Koutarou pun lenyap. DIa akhirnya tahu bagaimana harus menjawab permintaan Alaia.

"Tidak perlu kuatir, puteri Alaia", jawab Koutarou sambil tersenyum. Keinginannya untuk berakting sebagai pengganti Ksatria Biru rupanya terlalu kuat hingga saat itu dan membuatnya kehilangan kesadaran akan jati dirinya yang sesungguhnya, dan Koutarou menganggap itu lucu. Dia merasa kalau dia tidak jauh berbeda dari Theia saat Theia pertama kali datang ke Bumi. Dalam kasus itu, persis seperti kasus Theia, ada sesuatu yang lebih penting bagi Koutarou daripada menggantikan sang Ksatria Biru.

Sebelum menjadi seorang kaisar, orang itu harus menjadi bangsawan yang sesungguhnya. Dalam arti lain, sebelum Koutarou bisa menjadi sang Ksatria Biru, dia harus menjadi ksatria yang sesungguhnya terlebih dahulu. Setelah menyadari hal itu, Koutarou akhirnya tidak merasa ragu lagi.

"Tolong izinkan saya terus mengikuti anda, Yang Mulia"

"Tapi, Layous-sama, kalau begitu anda dan orang-orang di tempat asal anda akan menderita!"

Alaia masih berpegang teguh pada keyakinannya. Dia tidak ingin melihat orang-orang hidup menderita, dan juga tidak ingin melihat Koutarou menderita. Kata-kata saja tidak akan cukup untuk memuaskannya.

"Tidak apa-apa, puteri Alaia. Saya tidak bisa mengatakan keseluruhannya, tapi saya tidak mengabdi kepada siapapun"

Koutarou akhirnya mengatakan yang sebenarnya, dan dia juga berkata dengan jujur kalau dia tidak bisa menjelaskan secara detail tentang keadaannya.

Aku cuma harus ngelakuin ini, ya kan, Theia...

Untuk bisa menjaga agar sejarah tidak berubah, Koutarou berakting sebagai Ksatria Biru. Namun, dia tidak akan bisa menjadi ksatria yang sesungguhnya dengan cara berbohong terus-menerus. Kalau Koutarou tetap melakukan itu, pada akhirnya dia akan mengecewakan orang lain dan kehilangan kepercayaan dari orang lain yang sudah ada pada dirinya. Sebagai hasilnya, dia tidak akan bisa kembali ke dunianya sendiri. Jadi, Koutarou mengambil jalan seorang ksatria, meski dia tahu resiko apa yang harus dihadapinya nanti. Koutarou akan meminjam kata-kata sang Ksatria Biru, tapi dia juga akan menaruh perasaannya sendiri dalam kata-kata itu. Dalam kata lain, Koutarou harus betul-betul menjadi ksatria yang layak disebut sebagai ksatria.

Memberikan jiwa dan raga kepada para bangsawan, ya...

Dulu, saat mereka sedang berlatih untuk drama, Theia akan sering mengatakan itu. Tadinya Koutarou tidak begitu memperhatikan kata-kata itu, tapi sekarang dia percaya kalau kata-kata itu benar. Hanya mencoba menipu lewat penampilan saja tidak akan berhasil.

"A-apa yang anda--!?"

Alaia pun terkejut dengan jawaban Koutarou, membuat matanya terbelalak begitu lebar.

Seorang ksatria yang berkelana tanpa tuan tidaklah langka pada masa itu. Ada banyak ksatria yang berkelana untuk mencari tuan dimana mereka bisa mengabdi, namun hal itu terbatas hanya bagi para ksatria yang sudah kehilangan tempat pengabdian mereka atau ksatria yang sudah membuat masalah dan diusir. Namun, ksatria secara umumnya tidak punya alasan untuk menyembunyikan fakta bahwa tempat mengabdi mereka telah hancur dan Koutarou tidak terlihat sebagai seseorang yang suka mencari masalah dan lalu diusir.

"Tolong tenanglah, puteri Alaia. Saya mungkin hanyalah seorang ksatria pengelana yang jauh dari tempat asalnya, namun saya tidak kehilangan sedikitpun kesetiaan saya pada keluarga kekaisaran"

Kata-kata itu diambil Koutarou langsung dari naskah. Karena Koutarou tidak begitu tahu bagaimana seorang ksatria harus berbicara, dia bergantung pada sang Ksatria Biru. Namun, Koutarou sendiri ingin menolong Alaia. Itulah kenapa perasaan yang ada di dalam kata-kata itu berasal dari dirinya sendiri.

Sebenarnya tidak masalah kalau kata-kata itu milik Koutarou atau milik Ksatria Biru, karena Koutarou sendiri ingin menolong Alaia. Awalnya, dia hanya menyelamatkan Alaia karena Alaia mirip dengan Harumi, namun setelah merasakan sendiri bahaya yang ada, Koutarou ingin bisa terus membantunya.

Ksatria ideal Theia pun tidak akan pernah berbohong. Kalau Koutarou mengatakan kepada Alaia kebenaran tentang dirinya sendiri pada saat itu, Koutarou mungkin tidak akan kembali ke dunianya sendiri, tapi Koutarou merasa Theia akan memujinya saat itu.

"Tapi, membantu kami yang saat ini terus dikejar karena posisi saya adalah sama dengan membuat seluruh Forthorthe menjadi musuh anda!"

Tetap saja, Alaia dengan bijaknya terus berusaha membujuk Koutarou. Kalau Koutarou tidak punya seorang tuan untuk mengabdi, Alaia tidak bisa membuat Koutarou yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan masalahnya berada dalam masalah. Pandangan Alaia yang begitu tulus terpaku pada Koutarou, namun Koutarou hanya mengangguk kecil ke arahnya.

"Memang, hal itu seperti yang anda katakan, puteri Alaia"

"Kalau begitu--"

"Namun, saya tidak harus membuat harga diri, kepercayaan, dan yang terpenting rakyat Forthorthe sebagai musuh saya. Dan yang terpenting adalah bukanlah siapa musuh anda, melainkan siapa yang tidak akan mengkhianati anda"

Ada perasaan-perasaan yang tidak ingin Koutarou khianati, yakni perasaan Theia yang jujur yang ingin membantu ibunya di saat ibunya membutuhkannya. Legenda Ksatria Biru telah mendukung perasaan itu, dan Koutarou tidak mau menghancurkan legenda itu. Yang lebih penting bagi Koutarou bukanlah melindungi sejarah ataupun kembali ke dunianya, melainkan ketidakinginannya untuk mengkhianati perasaan gadis itu.

Walaupun dia pahlawan legendaris, pada akhirnya perasaannya nggak jauh beda sama perasaanku sendiri, ya..., pikir Koutarou sembari mengucapkan dialog Ksatria Biru. Sang Ksatria Biru sendiri pasti juga memiliki hal yang tidak ingin dia khianati juga. Berkat itulah, rasa bersalah yang muncul dari menipu Alaia dan yang lainnya dengan cara berakting pun mulai menghilang. Saat ini, Koutarou tidak yakin dengan mana yang merupakan akting dan mana yang bukan.

"Layous-sama..."

"Dan, puteri Alaia, saya yakin bahwa orang yang memberikan pedang dan zirah ini kepada saya tidak akan memaafkan saya jika saya sampai meninggalkan anda. Jadi, tolonglah, izinkanlah saya terus membantu anda"

Gadis yang telah memberikan zirah Ksatria Biru dan pedang harta Saguratin kepada Koutarou adalah gadis yang penuh dengan percaya diri, kuat dan juga lembut. Kalau gadis itu sampai mengetahui kalau Koutarou meninggalkan seorang gadis yang dikejar oleh musuh si gadis itu, dia pasti akan marah besar seperti gunung berapi yang akan meletus.

"Pedang dan zirah anda...", gumam Alaia sambil melihat ke arah zirah dan pedang Koutarou.

Ah...

Hingga saat ini, keadaan di sekitar mereka cukup gelap untuk bisa melihat dengan jelas, tapi berkat cahaya merah dari api unggun, Alaia bisa melihat dengan jelas lambang yang terukir pada zirah Koutarou.

Ksatria Biru Theiamillis...?

Pada zirah itu, terdapat gelar yang terukir di sekitar lambang seorang ksatria yang bertarung melawan naga. Gelar itu terukir dalam bahasa Forthorthe kuno, meskipun bagi Alaia tulisan itu adalah bahasa Forthorthe modern, dan yang tertulis adalah kata-kata "Ksatria Biru Theiamillis". Saat Alaia melihat gelar itu, dia menjadi lebih terkejut dari sebelumnya.

Layous-sama bukan seorang pengawal, tapi ksatria suci!?

Koutarou telah menyebut dirinya sendiri sebaga Layous Fatra Veltlion, jadi umumnya, kata-kata yang terukir pada lambang itu seharusnya adalah Fatra dan Ksatria Biru. Namun, yang terukir pada zirah itu justru kata-kata Ksatria Biru Theiamillis. Hal itu berbeda dari hanya sekedar Ksatria Biru saja, karena itu adalah gelar pribadi. Artinya, Koutarou adalah ksatria suci yang dilantik secara langsung oleh seorang bangsawan.

Itu sebabnya dia tidak mempunyai seorang tuan! Tapi, seharusnya dia memiliki sebuah wilayah! Tapi, tidak ada wilayah bernama Veltlion di Forthorthe!

Alaia menjadi semakin bingung setelah melihat gelar yang terukir pada zirah Koutarou. Dia mengerti mengapa Koutarou tidak memiliki seorang tuan untuk mengabdi, karena Koutarou sendiri adalah seorang tuan itu sendiri. Namun, Alaia masih tidak mengerti beberapa hal yang lain. Saat melihat kata-kata Ksatria Biru Theiamillis, dia hanya bisa berasumsi kalau seorang bangsawan wanita bernama Theiamillis yang telah melantik Koutarou. Namun, Alaia tidak mengenal bangsawan manapun yang memiliki nama itu, dan wilayah yang bernama Veltlion pun tidak pernah ada. Alaia yang pintar sekalipun tidak akan mengetahui bahwa Theiamillis adalah seorang bangsawan yang berasal dari 2000 tahun mendatang, dan wilayah yang dimiliki Veltlion adalah kamar seluas enam tatami.

Benar juga, pedangnya...kalau aku melihat pedangnya...

Alaia tidak mengetahui adanya seorang bangsawan bernama Theiamillis, tapi lambangnya pasti akan menghiasai pedang milik Koutarou. Sudah menjadi hal biasa untuk mengukir lambang keluarga pada pedang khas ksatria di Forthorthe.

Bunga emas...? Tapi, lambang ini tidak ada diantara keluarga kerajaan...apa yang sebenarnya...?

Sebuah bunga emas terukir pada gagang pedang Koutarou. Alaia menganggap kalau itu adalah lambang keluarga, tapi kenyataannya, itu bukanlah lambang keluarga, melainkan lambang pribadi Theia.

Koutarou belum diberikan gelar ksatria secara resmi. Karena itulah tidak ada pedang ksatria yang sudah disiapkan, dan sebagai gantinya, Koutarou mendapat pedang yang diberikan kepada Theia untuk merayakan kelahiran Theia. Sebagai hasilnya, lambang pribadi Theialah yang berada pada pedang itu sebagai ganti lambang keluarga yang seharusnya. Hal itulah yang membuat Alaia semakin bingung.

Siapa gerangan orang ini...?

Alaia tidak meragukan Koutarou. Meskipun mereka baru saja bertemu kemarin, dia sudah mempercayai Koutarou. Namun, di saat yang sama, dia tidak mengetahui siapa Koutarou sebenarnya.

"Saya bukan ingin mengikuti anda semata-mata hanya demi diri anda saja. Saya memiliki hal-hal yang tidak ingin saya khianati. Saya mohon, izinkanlah saya untuk terus menemani anda"

"Layous-sama...k-kalau begitu, tolong katakan kepada saya satu hal"

Alaia memutuskan untuk berhadapan dengan pertanyaannya secara langsung dan untuk menerima dan mempercayai jawaban Koutarou, tidak peduli seberapa aneh jawaban yang diterimanya.

"Apapun yang anda minta", angguk Koutarou. Dia sudah tidak berniat berbohong atau menipu Alaia lebih jauh lagi. Memang ada banyak hal-hal yang tidak bisa dia katakan, tapi dia tentu saja akan berkata begitu jika dia memang tidak bisa mengatakannya.

Setelah melihat Koutarou mengangguk, Alaia pun mulai berbicara. Dia mengubah pertanyaan yang ada di dalam pikirannya menjadi kata-kata dan bertanya kepada Koutarou mengenai kebenarannya.

"Lambang kekaisaran yang terukir pada lempeng dadamu. Penampilan anda, tingkah laku anda dan rasa percaya diri anda. Anda, tanpa saya ragukan lagi, adalah seorang ksatria Forthorthe yang sebenarnya. Tapi..."

Tepat di saat itu, Koutarou merasakan deja vu yang sangat kuat.

Sakuraba-senpai...?

Kata-kata yang keluar dari mulut Alaia adalah kata-kata yang telah didengarnya dari atas panggung beberapa bulan yang lalu.

"Tapi, saya tidak mengingat pernah melihat lambang yang terukir pada pedang anda. Darimanakah anda berasal?"

Kata-kata yang diucapkan Alaia adalah kata-kata yang sama dengan dialog yang ada pada drama. Dan tepat pada saat itulah Koutarou kembali dikejutkan oleh suatu hal.

"...Dari waktu yang tak berujung dan jarak yang tak terhitung"

Koutarou menjawab pertanyaan Alaia menggunakan kata-kata Ksatria Biru, yang seakan-akan menggambarkan keadaan Koutarou saat ini. Jawaban sang Ksatria Biru adalah jawaban Koutarou sendiri, yang mana Koutarou telah datang dari 2000 tahun di masa depan dan dari sisi lain jagad raya.

Apa maksudnya ini...?

Koutarou pun semakin bingung dengan kebetulan yang aneh ini. Clan sudah menyebutnya sebagai sinkronitas, tapi Koutarou tidak mau mempercayai hal itu begitu saja. Meski begitu, Koutarou senang bahwa dia tidak harus berbohong pada Alaia.

"Dari waktu yang tak berujung dan....jarak...yang tak terhitung...", ulang Alaia dengan pelan.

Saya penasaran apa maksudnya...tapi, saya yakin kalau itu bukanlah kebohongan...

Alaia pun kebingungan dengan kata-kata Koutarou, namun dia merasa kalau kata-kata itu bukanlah sebuah kebohongan. Dan karena dia percaya bahwa hal itu adalah yang sebenarnya, Alaia pun berharap demikian.

"Tolong, pinjamkan saya kekuatan anda, Layous-sama..."

"Baiklah, tuan puteri"

Koutarou pun mengangguk dengan semangat dan lalu melihat ke arah langit. Di atas mereka berdua, terdapat langit malam yang membentang dipenuhi oleh bintang-bintang.

Aku udah dateng dari tempat yang jauh, ya...

Meskipun ada banyak bintang yang bersinar saat itu, Koutarou tidak bisa melihat Bumi, yang berada jauh, jauh sekali dari sejauh mana mata manusia bisa melihat.

"...Layous-sama..."

Saat dia melihat Koutarou seperti itu, Alaia pun mulai berpikir.

Mungkin, Koutarou datang dari langit penuh bintang itu.

Alaia sendiri sadar, bahwa yang ada di benaknya adalah imajinasi yang kekanakan. Namun, dengan banyaknya bintang-bintang yang bersinar di atas mereka berdua, dia ingin mempercayai bahwa itulah kenyataannya.


Sang Puteri Perak[edit]

Part 1[edit]

Clan sedang mengenakan jubah untuk berkelana menutupi pakaian sehari-harinya, dan sedang berhadapan dengan seorang pria tua.

"Ksatria berzirah biru, ya..."

"Namanya Layous Fatra Veltlion, apa anda pernah mendengarnya?"

Pria tua itu adalah seorang pemilik penginapan, raut wajahnya tenang dan punya aksen bicara keutaraan. Saat itu Clan sedang berusaha mendapatkan informasi darinya.

"Aku tidak tahu soal dia. Setidaknya, dia tidak pernah mengunjungi penginapanku"

"Begitu rupanya..."

"Maaf, aku tidak bisa membantu banyak"

"Tidak apa-apa, terima kasih sudah mendengarkan pertanyaan saya"

"Hati-hatilah, nona. Ada banyak perkembangan yang mengkhawatirkan di negeri ini"

"Terima kasih"

Namun, Clan tidak bisa menemukan informasi yang dicarinya dan lalu meninggalkan si pria tua itu di penginapan.

"Kelihatannya di kota ini juga tidak ada...", keluh Clan setelah meninggalkan penginapan itu.

Saat ini, Clan sedang berada di sebuah kota kecil di sisi jalan, yang berada di pegunungan. Kota itu tidak begitu makmur, dan hanya bisa bertahan hidup dengan bergantung pada para pengembara yang berhenti disana. Maka dari itulah, jalan utama kota itu penuh dengan penginapan dan bar. Bagi Clan, bangunan-bangunan yang terbuat dari bebatuan itu begitu tua. Pada zaman dimana Clan berasal, bangunan-bangunan seperti itu adalah reruntuhan atau tempat wisata. Clan sudah memeriksa semua penginapan dan bar, tapi tidak bisa menemukan informasi yang diinginkannya sama sekali.

"Dimana gerangan, si Ksatria Biru yang asli..."

Tujuan Clan adalah untuk menemukan Ksatria Biru yang asli. Setelah Clan berhasil menemukannya, dia akan membuat sang ksatria bertemu dengan Alaia dan memperbaiki sejarah. Jadi, saat ini Clan terpisah dengan Koutarou dan yang lainnya untuk mengejar Ksatria Biru yang asli. Clan memusatkan pencariannya pada daerah-daerah yang sudah dilalui oleh Alaia dan kelompoknya, termasuk semua kota dan desa yang ada di sepanjang jalan yang mereka tempuh. Pada sejarah yang sebenarnya, sang Ksatria Biru bertemu dengan Alaia sebelum pos pemeriksaan Mastir, jadi sang ksatria yang asli pasti masih berada di sekitar wilayah itu. Meskipun dia harus pergi, ada kemungkinan kalau seseorang pasti melihatnya. Jadi, Clan pasti bisa mendapatkan informasi berguna dari penginapan atau bar yang dikunjungi oleh sang ksatria.

Namun, meskipun sudah mengunjungi banyak kota dan desa, Clan masih belum menemukan apapun yang berhubungan dengan sang Ksatria Biru. Tidak peduli kepada siapa dia bertanya, orang yang ditanya akan menjawab kalau mereka tidak pernah melihat seorang pengelana yang memakai zirah berwarna biru, ataupun seorang pengunjung dengan nama Layous. Karena itulah Clan menjadi semakin khawatir. Pada awalnya dia sudah begitu yakin kalau dia akan segera menemukan sang ksatria, namun sekarang, dia mulai menyesali betapa naifnya dirinya selama ini.

"Hari ini berarti sudah seminggu ya...dan hari ini aku harus kembali untuk melapor..."

Clan sudah berjanji pada Koutarou untuk kembali setelah seminggu untuk melapor padanya, entah bagaimana hasilnya. Dia sudah berpisah dari Koutarou dan yang lainnya di hari dimana mereka harus melewati gunung untuk menghindari pasukan kekaisaran. Hari itu merupakan hari ketujuh dari pencarian yang dilakukan Clan, yang berarti Clan harus pergi bertemu dengan Koutarou.

"Menyedihkan...aku tidak mau mendengar apa yang akan dikatakannya...", keluh Clan sekali lagi. Saat dia berangkat, dia sudah begitu percaya diri dan berkata dengan penuh keyakinan kalau dia akan menemukan sang Ksatria Biru dengan mudahnya. Dengan itu menjadi beban pikirannya, Clan pun merasa enggan untuk kembali kepada Koutarou untuk berkata bahwa dia tidak menemukan satupun petunjuk mengenai sang Ksatria Biru.

"Dan bisa jadi hal terburuk yang kubayangkan justru terjadi..."

Clan memiliki firasat mengapa dia tidak bisa menemukan petunjuk apapun mengenai sang Ksatria Biru. Bisa jadi, Ksatria Biru yang asli terlibat dalam gempa ruang yang terjadi saat Koutarou dan Clan tiba di zaman ini dan lalu meninggal karenanya. Atau, dia hancur tertimpa Cradle yang terjatuh.

Ada kemungkinan bahwa itulah sebabnya Clan tidak bisa mendapatkan informasi apapun mengenai sang pengawal dari wilayah ini. Bisa jadi dia telah meninggal. Semuanya masuk akal jika Clan berpikir seperti itu, tapi itu akan berarti Clanlah yang telah membunuh sang Ksatria Biru. Karena dia sendiri punya perasaan terhadap sang Ksatria Biru, dan juga merupakan seorang warga Forthorthe, Clan tidak mau mempercayai hal itu begitu saja.

"Hah...apa yang harus kukatakan padanya...", keluh Clan selagi memasuki sebuah gang kecil dan mulai mengutak-atik gelangnya untuk menemukan keberadaan zirah Koutarou. Sebelum mereka berpisah, Clan telah mengatur agar zirah Koutarou memancarkan sebuah sinyal. Lokasi sinyal itu pun ditampilkan dalam sebuah peta.

"Sudah beberapa waktu berlalu semenjak dia masuk ke wilayah Mastir..."

Penanda yang ada menunjukkan posisi Koutarou yang berada di dalam wilayah Mastir, sesudah melewati pos pemeriksaan Mastir, sementara penanda milik Clan masih berada di sisi lain pos pemeriksaan itu, yaitu di ibukota Forthorthe yang berada di wilayah Fornorn. Koutarou dan yang lainnya telah berhasil menghindari kejaran pasukan kekaisaran dan melewati pos pemeriksaan itu dengan selamat.

"Kalau begitu, mari berangkat..."

Setelah memastikan keberadaannya, Clan mengaktifkan perlengkapan yang digunakannya saat melawan Koutarou dan lalu terbang ke langit sambil menyembunyikan dirinya sendiri. Dia berniat terbang ke arah Koutarou seperti itu.

"Si Veltlion itu licik juga rupanya, meskipun tampangnya seperti itu..."

Meskipun badannya telah menghilang, perasaan jengkel Clan masih tersisa di tempat itu.

Sementara Clan sedang dalam perjalanan untuk menemui Koutarou, Koutarou sendiri berada di tengah interogasi di dalam sebuah kamar di sebuah penginapan.

"Caris, jangan keras kepala dan katakanlah kepada kami. Kau sudah langsung mengatakan kepada kami namamu begitu saja"

"...Hmph"

Orang yang sedang diinterogasi adalah gadis penyihir yang telah mereka tangkap seminggu yang lalu. Dilihat dari pakaiannya, dia sepertinya anggota dari dewan penyihir, tapi mereka sendiri tidak tahu apapun kecuali namanya, Caris Webnant. Koutarou sudah berusaha keras untuk membuatnya mengatakan namanya sendiri.

"Kau lapar, iya kan?"

Sambil memegang sepotong burung panggang yang besar di tangannya, Koutarou berjongkok di hadapan Caris dan membuat pandangan mereka bertemu.

"Tidak"

Guuuuuuuu.

"Kalau kau mengatakan kepada kami perintah apa yang diberikan kepadamu untuk membuatmu berubah menjadi kuda, kau bisa memakan ini juga"

"A-aku tidak mau makan!"

Guuuuuuuu.

"Benarkah? Kalau begitu aku saja yang menikmati masakan khas desa ini, burung Wadowado panggang"

"Ugh"

Guuuuuuuu.

"Oooh, lezatnya! Burung ini dipanggang dengan sempurna! Tekstur kulitnya yang renyah dan aroma rempah-rempah yang menutupinya bercampur bersama dan memenuhi mulutku! Dan dagingnya begitu empuk! Setiap kali aku menggigitnya, kaldu dari dagingnya keluar ke mulutku, rasanya seperti sup!"

"G-glek"

Bibir gadis itu, Caris Webnant, tertutup rapat saat dia diinterogasi dengan tegas oleh Flair, dan dia tidak menyebutkan apapun, bahkan namanya. Hal itu terus terjadi sampai orang yang menginterogasi berganti menjadi Koutarou, dan baru saat itulah mereka mengetahui nama gadis itu.

Aku baru aja dapat ide soal ini pas pertama aku ngelihat dia, tapi siapa juga yang nyangka, kalau dia ternyata lemah sama serangan kayak gini...

Yang dilakukan Koutarou untuk mendapat informasi dari Caris adalah dengan cara memancingnya dengan makanan. Cara interogasi seperti ini tidak pernah terpikirkan oleh Flair sebelumnya, karena anggapan kalau cara seperti itu akan berhasil tidak pernah muncul di benaknya. Namun, beda halnya dengan Koutarou, karena dia punya anggapan yang aneh tentang penyihir, dimana para penyihir itu mudah dirayu dengan makanan atau kehidupan mereka itu kacau. Anggapan ini muncul karena banyaknya waktu yang dihabiskan Koutarou bersama Yurika.

"Ksatria Biru, aku juga ingin memakan itu"

"Baiklah, Yang Mulia"

"Ah, hei, Veltlion!"

"Oh Charl, kelihatannya dia begitu menyukai Layous-sama..."

"Ini bukanlah sesuatu yang bisa ditertawakan, puteri Alaia!"

Charl melompat ke arah Koutarou dan menggigit burung panggang yang sedang dimakan Koutarou. Flair, yang melihat tingkah laku Charl yang kurang sopan seperti itu, tentu saja menjadi marah dibuatnya sementara kakak Charl sendiri, Alaia, malah tersenyum gembira karenanya.

"Enaknya! Berikan lagi itu padaku, Ksatria Biru!"

"Baiklah, tuan puteri"

"S-sialan, Ksatria Biru itu, seburuk apa kelakuannya"

Guuuuuuuu.

Saat melihat Charl yang mengisi mulutnya dengan burung panggang yang terlihat lezat, perut Caris pun berbunyi. Bukannya dia lapar, dia sudah diberi makan. Tapi tetap saja, dia menderita dari rasa lapar yang luar biasa.

"Caris, bukankah tidak ada orang yang dirugikan saat ini, kalau kau mengatakan pada kami perintah yang diberikan kepadamu seminggu lalu?"

"A-apa maksudmu?"

"Sudah seminggu berlalu semenjak kau berhenti melapor. Orang-orang yang memberimu perintah pasti sadar kalau kau tidak bisa bertindak. Jadi, sudah sewajarnya kalau mereka menjalankan rencana mereka dengan anggapan kalau informasi mereka sudah terkuak. Jadi, entah kau mengatakannya pada kami atau tidak, tidak akan mempengaruhi hal itu, benar?"

"I-itu..."

Kesetiaan Caris pun mulai goyah. Dia ingin memakan sesuatu yang enak, tapi dia tidak bisa mengkhianati kelompok penyihir yang sudah mengasuhnya semenjak dia kecil. Namun, meskipun dia berbicara soal perintah itu, hal itu tidak akan mempengaruhi kelompok penyihir itu. Kalau begitu, bukankah sebaiknya dia berbicara dan bisa memakan sesuatu yang enak?

"Tidak, tidak, aku tidak bisa! Aku tidak bisa mengatakan padamu perintah yang aku dapat dari Grevanas-sama, yang mana aku berhutang budi begitu besar padanya!"

Grevanas...dia dapet perintah langsung dari kepala dewan penyihir...?

Caris dengan normalnya mengungkapkan dari siapa dia mendapat perintahnya, tapi dia begitu teralihkan oleh burung panggang itu sampai-sampai dia sendiri tidak memperhatikan hal itu.

"Kau tidak perlu mengatakannya pada semua orang, Caris. Kau hanya perlu mengatakannya padaku"

"Hanya kau...?"

Pandangan Caris pun berpindah-pindah dari burung panggang itu ke Koutarou. Sementara itu, Koutarou dengan pelan tersenyum dan mengangguk kepadanya.

"Benar sekali. Kau tidak harus mengatakan kepadaku siapa yang memberimu perintah atau yang lainnya. Itu akan membuatmu kesulitan. Kau hanya perlu mengatakan padaku perintah apa yang kau dapatkan . Setelah itu, kau bisa memakan ini"

"Glek"

Guuuuuuuuu, bunyi itu keluar dari perut Caris berulang kali.

"B-baiklah, aku hanya akan mengatakannya padaku. Jadi tolong berikan padaku yang masih hangat"

"Bagus kalau begitu! Kita punya kesepakatan!"

Dan dengan itu, Caris kembali mengatakan sebuah rahasia kepada Koutarou.


Part 2[edit]

"Terima kasih, Ksatria Biru!! Sahabat karibku!! Aku sudah tahu kalau kamu adalah ksatria dari antara ksatria sejak aku pertama kali melihatmu!!"

"B-baiklah. Kalau begitu, silahkan makan sepuas hatimu, Caris"

"Jadi, Caris-san, apa yang ingin kau makan?"

"Aku mau bagian yang keras untuk dimakan nanti. Pertama, aku mau mencoba yang dipanggang dengan bumbu garam agar aku bisa merasakan rasa asli bumbunya"

"Baik, tolong tunggu sebentar"

Koutarou pun membiarkan Mary untuk mengurus Caris, yang masih terikat, dan lalu menuju Alaia yang sedang duduk di meja di dekat jendela. Yang duduk tidak hanya Alaia saja, tapi juga Flair, Lidith, dan Fauna.

"Ksatria Biru"

Charl yang berada di sebelah Koutarou pun mengulurkan tangannya ke arah Koutarou.

"Ya, Yang Mulia"

Koutarou pun menggenggam tangan Charl sambil tersenyum, lalu berjalan bersama ke arah Alaia dan yang lainnya.

"Kerja bagus, Layous-sama. Silahkan duduk"

Alaia menghentikan apa yang sedang dilakukannya dan menyambut Koutarou. Koutarou lalu duduk di kursi yang sudah disediakan, dan Charl naik ke atas pangkuannya. Koutarou pun membantu Charl untuk duduk di atas pangkuannya.

Rokujouma V7.5 157.jpg

.

"Jadi bagaimana perkembangannya?"

"...Kelihatannya kita sedang menghadapi situasi yang menjadi rumit", kata Koutarou sembari mengubah wajahnya yang tadi tersenyum kepada Charl menjadi lebih serius. Saat itu Koutarou sedang tertegun dengan apa yang dikatakan oleh Caris.

"Apa maksudnya dengan rumit?" tanya Flair pada Koutarou. Dia merasa ragu dengan cara Koutarou melakukan interogasi, dan itu membuatnya kesal. Namun, setelah merasa ada yang janggal dengan raut wajah Koutarou, Flair melupakan itu untuk saat ini dan dia kembali bersikap layaknya seorang ksatria.

"Kelihatannya Caris bertindak atas perintah dari kepala dewan penyihir, Grevanas"

Koutarou pun berbicara dengan suara pelan, agar tidak terdengar oleh Caris yang masih ada di belakangnya. Karena Koutarou sudah berkata pada Caris untuk mengatakan tentang itu hanya kepadanya, Koutarou menahan suaranya agar pembicaraan mereka tidak sampai terdengar oleh Caris.

"P-pedes!? Air, air!"

"Baik, tolong tunggu sebentar!!"

Untungnya, Caris sedang sibuk melahap makanannya, jadi dia tidak mendengarkan apa yang sedang dibicarakan oleh Koutarou dan yang lainnya.

"Perintah langsung dari Grevanas...itu aneh", komentar Lidith setelah mendengar itu sambil memiringkan kepalanya . Fauna lalu berbicara kepadanya sambil terlihat kebingungan.

"Apa maksudnya, Lidith-chan?"

"Berdasarkan pakaian yang dia pakai, Caris bukanlah seorang penyihir yang punya posisi tinggi. Jadi, kalau seseorang memberinya perintah, orang itu pastilah atasannya, bukan Grevanas. Saat-saat dimana hal seperti itu tidak terjadi hanya berlaku untuk misi istimewa", jawab Lidith yang merupakan seorang alkemis: orang yang mempelajari sains, obat-obatan, agama dan hal-hal lainnya, dan dia juga mempunyai pengetahuan diluar bidang yang dikuasainya.

"Kalau begitu, Layous-sama, apa misi istimewa itu?" tanya Fauna ke arah Koutarou, dengan rasa penasaran yang sudah menjadi sifatnya.

"Mengawasi puteri Alaia dan melaporkan keadaannya saat ini"

"Dan?" desak Flair kepada Koutarou. Rupanya Flair sudah memiliki gambaran akan apa yang akan dikatakan Koutarou selanjutnya.

"Itu saja. Kelihatannya hanya itu misinya. Dia berkata bahwa menangkap atau membunuh puteri Alaia bukanlah misinya"

Bagian itulah yang menurut Koutarou aneh. Caris telah diberi perintah langsung oleh kepala dewan penyihir, Grevanas, untuk mengawasi Alaia, sedangkan perintah yang diberikan kepada para prajurit adalah untuk menangkap atau membunuh Alaia. Itulah yang tidak masuk akal. Akan lebih mudah dipahami seandainya Caris juga mendapat misi yang sama, namun misinya ternyata hanya sebatas mengawasi saja, dan itupun merupakan perintah langsung dari Grevanas. Jadi, orang akan berpikir kalau ada sesuatu dibalik perintah itu. Karena hal ini tidak ada di dalam naskah, keresahan Koutarou pun semakin besar.

"Itu aneh. Mungkin dia tidak memiliki niat apapun untuk menangkap kita?"

"Kalau begitu, apa dia hanya memerintahkan prajuritnya berpura-pura mengejar kita, sambil terus membiarkan kita lari?"

"Atau mungkin tujuan Maxfern dan Grevanas itu bebeda?"

"Kelihatannya mereka tidak betul-betul bekerjasama..."

Flair, Alaia, Fauna dan Lidith pun sependapat dengan Koutarou dan mulai berpikir mengenai itu.

Apa mereka nyoba mancing keluar pengikutnya Alaia...?

Hal itulah yang pertama kali dipikirkan Koutarou, tapi tanpa bukti apapun untuk membuatnya yakin dengan pemikirannya, keresahannya pun semakin menjadi-jadi.

"Ksatria Biru, kau tidak perlu memikirkan itu terlalu keras"

Hanya Charl di antara mereka yang tetap tersenyum seraya mengatakan itu. Dia lalu mencolek pipi Koutarou dan dengan penuh rasa percaya diri berkata demikian.

"Kita memang tidak mengetahui detilnya, tapi itu berarti akan lebih mudah bagi kita untuk kabur, benar?"

"...Begitu rupanya"

Koutarou pun setuju dengan apa yang dikatakan oleh Charl. Kalau semuanya memang seperti yang dikatakan Cari, Alaia dan kelompoknya akan menjadi sedikit lebih aman. Meskipun ketidaktahuan mereka akan rencana Grevanas berikutnya adalah hal yang mengkhawatirkan, keadaan ini masih lebih baik bagi mereka daripada harus dikejar oleh orang-orang yang memiliki tujuan untuk membunuh mereka.

"Puteri Charl memang hebat, semuanya memang tepat seperti yang anda katakan"

"Fufufun, kalau kau mengerti kehebatanku, teruslah lanjutkan pengabdianmu, Ksatria Biru"

"Dimengerti, Yang Mulia", jawab Koutarou sambil tersenyum kembali.

Para gadis yang lain pun menyetujui perkataan Charl, dan suasana ragu ditengah-tengah mereka berubah menjadi lebih santai. Charl, yang terlihat senang dengan hal itu, menunjukkan senyumnya yang lebih ceria dan kembali bersandar pada badan Koutarou.

"Tidak ada hal yang bisa kita dapatkan dari memikirkan hal ini secara berlebihan, jadi lebih baik kita setuju dengan kata-kata puteri Charl bahwa kita akan semakin mudah untuk meloloskan diri"

Flair pun beranggapan demikian. Karena mereka saat itu tidak bisa bertanya pada Grevanas secara langsung, tentunya, tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan.

"Aku selalu mengira bahwa kau masih anak-anak, Charl, tapi kau sudah menjadi lebih dewasa", komentar Alaia sambil tersenyum ke arah Charl dan kembali mengerjakan apa yang dilakukannya sebelumnya, yakni hobi baru yang baru saja dimulainya, merajut.

"Aku sudah bertumbuh sebanyak kemampuan merajut kakak, benar bukan, Ksatria Biru?"

"Itu pertanyaan yang cukup sulit untuk saya jawab"

"Oh, apakah kemampuan merajut saya sebegitu buruknya?"

Koutarou pun kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu, tapi Alaia dengan cerianya melanjutkan rajutannya. Kemampuannya tidak buruk, dia sudah cukup bagus untuk seseorang yang baru saja mulai merajut. Sayangnya, karena dia tidak memiliki seseorang untuk mengajarinya, perkembangan rajutannya pun melambat.

"Hahaha, puteri Alaia, anda seharusnya melakukan itu disini"

"Eh?"

Dengan begitu, Koutaroulah yang lebih mampu daripada Alaia. Meskipun Koutarou sendiri masih agak canggung, setelah belajar merajut selama sepuluh bulan, dia sudah belajar cukup banyak. Yang mengajarinya pun bagus dalam mengajarinya merajut, jadi ada banyak hal yang bisa dia ajarkan pada Alaia.

"Anda lakukan itu seperti ini, begini"

"Begitu rupanya...Layous-sama, anda juga bisa merajut?"

"Ksatria Biru, merajut adalah hal yang dilakukan wanita. Tinggalkan itu pada kakakku dan terus lanjutkan pengabdianmu"

Alaia terlihat kagum dengan kemampuan Koutarou menggerakkan jarum rajut, namun Charl justru merasa kecewa. Dia merasa bahwa pria tidak seharusnya merajut.

"Sayang sekali, padahal saya berniat untuk membuatkan syal untuk anda juga, puteri Charl"

"Apa yang bisa kau rajut, itu juga caramu untuk meneruskan pengabdianmu"

"Yang Mulia, saya kesulitan mengerti apa yang anda maksud dengan bagaimana saya bisa mengabdi atau tidak"

"Kalau kau adalah seorang ksatria, rasakanlah hal itu"

Tawa ceria pun memenuhi tempat dimana Charl bertingkah dengan imutnya.


Clan muncul di tempat itu beberapa saat setelahnya.


Part 3[edit]

Kamar Koutarou di penginapan itu cukup untuk dua orang. Karena mereka tahu kalau Clan akan kembali, Koutarou telah memesan kamar untuk dua orang sebelum Clan datang.

"H-hei, Veltlion"

"Apa?" jawab Koutarou sambil mengutak-atik panel pengaturan pada bagian tangan kanan zirahnya.

Zirah yang berdiri tegak itu pun terkunci gerakannya dan lalu bagian-bagian dari zirah itu terbuka. Koutarou lalu melangkah keluar dari zirah itu seperti umang-umang yang melepas cangkangnya.[3] Setelah Koutarou keluar, zirah itu pun menutup kembali. Setelah memeriksa kalau zirahnya sudah tertutup, Koutarou berbalik menuju tempat tidur tempat Clan sedang duduk saat ini.

"A-apa kita tidur disini malam ini?" tanya Clan dengan wajah memerah, dan pandangan yang terlihat gugup.

"Yap. Emangnya kenapa?"

"Memangnya kenapa...a-aku masih belum menikah, dan...", jawab Clan sambil menundukkan lalu memalingkan wajahnya dari Koutarou.

Rokujouma V7.5 165.jpg

"Ah, oh iya!"

Koutarou pun menyadari apa yang ingin dikatakan Clan dan menepuk kedua tangannya.

"Nggak usah kuatir, aku nggak bakalan ngelakuin yang aneh-aneh di situasi kayak gini kok"

"Tapi..."

Karena sudah menjalani kehidupannya sehari-hari dengan banyak gadis di kamar 106, Koutarou sudah bisa bertahan dengan keberadaan seorang wanita. Namun, lain halnya bagi Clan, yang merupakan puteri yang terkungkung, membuatnya tidak begitu bisa menghadapi pria. Saat ini Clan sedang berada di dalam dunia dimana dia tidak menyangka akan menghabiskan sebuah malam bersama seorang pria yang bukan anggota keluarganya.

"Aku ngerti maksudmu kok, tapi yang lain bakal curiga kalau ksatria sama pelayannya tidur di kamar yang beda. Aku cuma bisa minta tolong, kamu tahan dulu ya, sama keadaan ini"

"A-aku mengerti"

"Percaya sama aku, Clan", kata Koutarou sambil tersenyum kecut. Meskipun Clan berulang kali mengatakan bahwa dirinya mengerti, dia terus memeluk bantalnya dan mengawasi Koutarou dalam diam. Sudah jelas, kalau Clan masih tidak percaya pada Koutarou.

"Walau awalnya kita musuhan, aku cuma bisa bergantung sama kamu saat ini. Nggak mungkin aku bakal ngelakuin sesuatu ke kamu, ya kan?" kata Koutarou sambil melihat ke arah zirah yang berdiri di belakangnya.

Koutarou tidak bisa melakukan perbaikan pada zirah itu, maka dari itulah bantuan dari Clan sangat penting baginya. Ditambah, karena ada banyak hal yang tidak Koutarou mengerti mengenai sejarah dan budaya Forthorthe, saran dari Clan sangat membantunya. Dalam situasi seperti ini, dia tidak bisa mengacuhkan perasaan Clan begitu saja. Hal itu akan sama saja dengan membuang satu-satunya bantuan yang diperlukan Koutarou.

"Haaah....aku mengerti. Sebagai gantinya, jangan lihat wajah tidurku. Hanya suamiku nanti yang bisa melihatnya"

"Oke, Clan, nanti kita bikin pembatas atau apalah disini nanti"

"..."

Setelah memandangi Koutarou sekali lagi, Clan akhirnya melepaskan bantalnya dari pelukannya. Begitu juga, suasana canggung diantara mereka berdua tidak langsung menghilang begitu saja, maka dari itulah Koutarou langsung mencoba mengubah topik pembicaraan mereka. Untungnya, ada banyak hal yang harus mereka berdua bicarakan.

"Oh iya, kamu sendiri gimana, Clan?"

"Aku sendiri..? A-aku tidak mau melihat wajah tidurmu--"

"Bukan itu, maksudku, apa kamu nemuin Ksatria Biru yang asli?"

Clan hampir menjadi kesal, namun raut wajahnya berubah setelah mendengar kata-kata Ksatria Biru.

"Ah, ahh...i-itu..."

Melihat reaksi Clan seperti itu, Koutarou bisa membayangkan apa yang berusaha dikatakan oleh Clan..

"...Nggak ketemu?"

"Ah, auuu~, i-iya..."

Suara Clan pun melemah dan dia terdiam. Akhirnya, Clan kembali memeluk bantal yang sudah dilepasnya sebelum membenamkan wajahnya ke bantal itu.

"Cuma 'ya' aja nggak akan bikin aku ngerti. Tolong jelasin dong"

Saat Koutarou berkata seperti itu, Clan menengadahkan wajahnya dari bantal dan memeriksa raut wajah Koutarou.

"Kau tidak marah?"

"Marah? Kenapa?"

"Karena...aku sudah berkata kalau aku akan segera menemukannya, jadi..."

Setelah mendengar jawaban Clan, Koutarou pun teringat dengan bagaimana Clan akan berangkat mencari Ksatria Biru saat itu, dimana dia pergi mencarinya dengan penuh percaya diri.

Dia malu gara-gara dia nggak bisa ngelakuin apa yang udah dia sombongin, ya...

Koutarou pun tersenyum kecil setelah mengerti apa yang dirasakan oleh Clan.

"Tolol. Aku tahu kok, kapan aku harus marah apa nggak. Lagian, kamu pergi dengan percaya diri kayak gitu bikin aku jadi lebih tenang"

Karena Koutarou dan Clan datang ke zaman ini, sejarah menjadi berbelok sedikit. Namun, memaksakan semua tanggung jawab untuk memperbaiki sejarah itu pada Clan adalah hal yang salah. Kepercayaan diri Clan untuk pergi menemukan Ksatria Biru yang asli membuat Koutarou mempunyai harapan lebih pada Clan, dan Koutarou sendiri merasa kalau menyerahkan hal itu pada Clan adalah hal yang seharusnya.

"..."

Clan terus memandangi mata Koutarou, mencoba memastikan jika Koutarou betul-betul mengatakan yang sebenarnya.

"Jadi, nggak usah sedih, coba jelasin aja semuanya. Oke?"

"...Baiklah"

Setelah memandangi Koutarou selama beberapa saat, Clan akhirnya kembali tenang dan dengan pelan mengangguk.

Kalau dia bercanda, dia bisa menjadi licik selicik-liciknya, tapi saat dia serius, dia bisa bertingkah seperti halnya ksatria seharusnya bertingkah..., pikir Clan yang memperbaiki penilaiannya terhadap Koutarou.

"Jadi, gimana?"

"Benar juga...untuk awalnya, aku memeriksa semua kota dan desa di sekitar jalan yang dilalui oleh Alaia-san dan yang lainnya"

"Gitu ya, memang masuk akal sih, kamu ngelakuin itu", puji Koutarou.

Kalau saja Koutarou dan Clan tidak mengganggu Alaia dan Ksatria Biru, sang Ksatria Biru pasti sudah bertemu dengan Alaia entah dimana dalam jalan menuju pos pemeriksaan Mastir. Karena kemungkinan sang ksatria bepergian secara normal, Clan seharusnya mendapat informasi dengan cara memeriksa perkotaan dan pedesaan yang berada di sekitar jalan itu. Yang perlu dilakukan Clan hanyalah mengikuti langkah sang Ksatria Biru, yang jauh lebih masuk akal dibandingkan mencari seorang pria berzirah biru di seantero wilayah itu.

"Tapi, aku tidak bisa mendapatkan info apapun dari kota maupun desa manapun. Tidak peduli siapa yang aku tanya, mereka bilang mereka tidak pernah melihat seorang pria berzirah biru ataupun seorang pengunjung bernama Layous"

"Aneh juga..."

"Ya. Ada kemungkinan kejadian terburuk sudah terjadi"

"...Kemungkinan kejadian terburuk?"

Koutarou yang tadinya sedang berpikir langsung melihat ke arah Clan saat mendengar hal itu. Clan, yang menunjukkan raut wajahnya yang serius, mengangguk.

"Ya. Kejadian dimana saat kita terlempar ke zaman ini, kita membunuh sang Ksatria Biru yang asli"

"Apa!? Ngebunuh Ksatria Biru...!?"

Mata Koutarou pun menjadi terbelalak mendengar hal itu, karena itu adalah kemungkinan yang paling tidak disangkanya.

"Antara kita membuatnya terlibat saat gempa ruang, atau tertimpa Cradle yang terjatuh..."

"Kalau gitu, itu bisa ngejelasin kenapa kamu nggak bisa nemuin jejaknya, tapi...apa kamu nggak berlebihan?"

"Eh?"

Kali ini, mata Clanlah yang terbelalak. Koutarou rupanya mendapat kesimpulan lain setelah mendengar penjelasan Clan.

"Bisa jadi dia pergi sambil menyamar, ditambah dia juga ngelepas zirahnya sendiri. Kalau zirahku kan bisa gerak sendiri, tapi bakal susah buat ksatria yang pakai zirah biasa buat berpergian sambil terus pakai zirahnya itu, ya kan?"

Karena zirah Koutarou dialiri tenaga, zirah itu tidak membuatnya kesulitan untuk bergerak. Malahan, zirah itu justru membantunya bergerak. Sebaliknya, zirah yang dimiliki para ksatria di zaman ini hanyalah metal yang dibentuk menjadi zirah, maka dari itulah zirah milik mereka begitu berat dan tidak nyaman. Zirah itu bukanlah sesuatu yang akan dipakai seseorang sambil bepergian. Dalam kenyataannya, Flair sendiri memakai zirah ringan yang dirancang untuk perjalanan jauh. Zirahnya sendiri sudah dihias agar cocok bagi seorang ksatria , namun zirah itu menggunakan sedikit sekali metal.

"Begitu rupanya, hal itu juga jauh lebih memungkinkan", angguk Clan setuju setelah mendengar perkataan Koutarou.

Kelihatannya dia tidak sebodoh yang aku kira...tapi, itu masuk akal juga. Kalau dia memang bodoh, aku tidak akan kalah darinya hingga dua kali...,pikir Clan yang memperbaiki penilaiannya terhadap Koutarou sekali lagi.

"Kalau begitu, mulai besok aku akan memperluas area pencariannya dan memperluas targetku ke arah ksatria yang berpergian sendiri"

"Boleh juga. Masih terlalu cepat buat narik kesimpulan", jawab Koutarou menyetujui hal itu. Dia tidak memiliki penolakan terhadap cara pencarian milik Clan.

"Benar juga...keadaanmu sendiri bagaimana, Veltlion?"

"Oh ya! Soal itu!" jawab Koutarou sambil tersenyum saat Clan bertanya padanya.

"Kamu hebat, Clan! Semuanya terjadi persis kayak yang kamu bilang!"

Koutarou pun semakin bersemangat dan berbicara dengan keras, dan disaat yang sama, dia semakin mendekati wajah Clan dan membuatnya memeluk bantalnya lagi sambil berubah malu.

"Pas kita ngelewatin gunung, kita diserang sama perampok gunung, dan setelah kita ngalahin mereka, kita sampai di pos pemeriksaan Mastir tanpa kena serang sama pasukan kekaisaran!"

Serangan yang dilakukan para perampok itu terjadi persis seperti yang tertulis dalam naskah. Saat Koutarou dan yang lainnya sedang melewati gunung, tiga perampok menghalangi mereka sedangkan dua lagi menutupi jalan dibelakang mereka. Para perampok itu tidak sekuat pasukan Forthorthe, dan jumlahnya hanya lima orang. Jadi, seperti yang terjadi di naskah, Koutarou dengan mudahnya mengalahkan tiga perampok yang berada di depan, sementara Flair melawan dua yang berada di belakang mereka. Hal yang berbeda adalah Yurika bukanlah bagian dari para perampok itu, dan para perampok itu merupakan pria-pria bertampang kasar dan berjanggut.

"Dan pas kita sampai di pos itu, si prajurit yang setia, Prajurit A, beneran ada disana!"

Setelah mengalahkan para perampok itu, Koutarou dan yang lainnya menuruni gunung dan pergi menuju pos pemeriksaan Mastir. Untungnya, mereka tidak menemui masalah lain, dan tidak ada pengejar maupun serangan dadakan. Mereka pun sampai ke pos pemeriksaan itu dengan selamat.

DIsana, mereka bertemu dengan orang yang menjadi Prajurit A di dalam naskah drama. Meskipun namanya tidak dikenal, prajurit itu dikenal di seluruh wilayah Forthorthe karena kesetiaannya. Kesetiannya pada keluarga kekaisaran pun begitu mulia, dan saat dia memperhatikan adanya Alaia, prajurit itu membiarkan mereka melewati pos itu, meskipun mereka tidak memiliki izin sama sekali.

"Namanya Orion. Sayang banget, A bukan inisial namanya"

Dalam drama, awalnya Koutaroulah yang memerankan Prajurit A, jadi dia begitu suka dengan karakter itu. Itulah sebabnya dia menanyakan nama prajurit itu.

"Memang A. Inisial dari Orion berada pada urutan pertama pada abjad Forthorthe. Jadi, Prajurit A memang benar", jawab Clan sambil tersenyum pada Koutarou dengan mata yang berbinar-binar layaknya anak kecil. Mata yang berada di balik itu terlihat begitu lembut.

"Beneran? Tapi, itu betul-betul bikin kaget. Semuanya terjadi persis kayak di naskah. Untung ajaTheia nggak nambahin yang aneh-aneh ke elemen aslinya"

Koutarou lalu mengeluarkan dua buku dari kostum dramanya dan memberikannya kepada Clan, yakni naskah drama tahun lalu dan drama yang sedang mereka pentaskan saat ini. Setelah menerima naskah itu, Clan lalu membuka halaman demi halaman.

"Theiamillis-san adalah seorang penggila sejarah, begitu terpaku dengan sejarah, kau tahu. Yah, bukannya aku sendiri tidak bisa mengerti apa yang dia rasakan..."

Yang diinginkan Theia bukanlah ksatria yang palsu, namun yang asli. Karena itulah dia hanya membuat perubahan-perubahan kecil yang diperlukan pada dramanya. Dan karena itulah, bisa dibilang kalau naskah itu adalah ramalan akan hal yang akan terjadi selanjutnya.

"Jadi, aku lagi mikirin sesuatu nih, Clan"

"Tentang apa?" tanya Clan yang berhenti membalikkan halaman naskah.

"Soal episode selanjutnya di naskah itu. Aku mau hentiin usaha ngeracunin sumber air"

"Kau ingin menghentikannya!?" tanya Clan dengan kaget sambil menutup naskah di tangannya dengan cepat.

"Yap. Kita udah tahu kalau ada sumber air yang bakal diracuni. Jadi, kalau kita selangkah lebih dulu, kita bisa hentiin itu, dan nggak akan ada yang menderita, ya kan?"

"Tidak bisa, Veltlion!! Kalau kau melakukannya, sejarah akan berubah!"

"Sekarang bukan waktunya buat kuatir sama sejarah!" bentak Koutarou yang menyamakan nada suaranya dengan Clan.

"Kalau kita biarin gitu aja, banyak orang yang bakal mati!"

Kalau semuanya terjadi persis seperti yang ada pada naskah, sumber air itu akan segera diracuni atas perintah Maxfern, dan orang-orang yang meminumnya akan mati. Koutarou ingin menghindari serangan yang tidak pandang bulu itu.

"Pada akhirnya, mereka bisa mengobati hal itu! Kita tidak perlu mengubah sejarah!"

"Tapi, tetep aja bakal ada yang mati!! Apa kamu mau ngebiarin hal itu gitu aja sebagai bangsawan Forthorthe, meskipun kamu udah tahu itu!?"

Dalam drama, sang Ksatria Biru mencuri penawar racun dari pihak musuh dan dengan sukses mengobati racun yang ada. Namun, tetap saja ada orang-orang yang sudah sakit terlalu parah dan kehilangan nyawa mereka, dan Koutarou tidak bisa membiarkan hal itu terjadi begitu saja. Hingga saat ini, masalah yang ada hanya masalah yang dihadapi oleh Koutarou dan Alaia saja, tapi dalam waktu dekat, hidup orang banyak yang tidak ada kaitannya sama sekali akan segera terlibat.

"Apa..."

Clan pun begitu terkejut sampai-sampai dia tidak bisa membantah perkataan Koutarou.

Karena Clan begitu fokus dengan menjaga sejarah sebagaimana mestinya, dia menganggap nyawa para penduduk yang mati keracunan sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari. Namun, kata-kata Koutarou telah membuatnya menyadari bahwa Clan hanya menganggap nyawa para penduduk itu sebagai potongan puzzle, dan itulah yang membuatnya terkejut.

Begitu rupanya..aku rasa itu akan membuat aku menjadi seorang puteri palsu, benar bukan...

Clan pun teringat saat Koutarou berkata seperti itu padanya, yakni saat dia pertama kali bertemu dengan Koutarou di bulan November. Saat itu, Clan menelan mentah-mentah ejekan itu dan menjadi marah karenanya, namun sekarang dia merasa kalau mungkin Koutarou memang benar. Dari antara pilihan menjaga sejarah atau menyelamatkan nyawa para rakyat, seorang bangsawan tentunya akan lebih memilih rakyatnya, namun Clan tidak bisa melakukannya. Itulah yang membuatnya mengerti letak kesalahannya sebagai salah satu keluarga bangsawan.

Mungkin bagian inilah dari dirinya yang begitu dipercayai oleh Theiamillis-san...

Alasan mengapa Theia begitu menginginkan Koutarou, dan mengapa dia membiarkan Koutarou menggunakan Saguratin. Theia tidak akan begitu saja memperbolehkan Koutarou menggunakan pedang harta miliknya hanya untuk drama. Pasti ada alasan lain dibalik hal itu, dan Clan yakin kalau alasan itu adalah sifat Koutarou yang saat ini sedang dihadapinya.

"Ksatria yang bisa dibanggakan di hadapan bangsawan, ya..."

"Apa itu?"

"Bukan apa-apa...Veltlion, semuanya memang seperti yang kau katakan"

Clan pun mengubah pemikirannya. Meskipun ada kemungkinan besar bahwa sejarah akan berubah, dia tidak seharusnya membiarkan rakyatnya mati dengan sia-sia.

"Kalau gitu!?"

"Ya, aku tahu apa yang sudah kukatakan tadi, tapi setelah aku menenangkan diri, aku ingin mencegah agar sumber airnya tidak diracuni. Ada resiko kalau sejarah akan berubah, tapi aku tidak bisa membiarkan kejadian itu sampai terjadi"

Karena masalah keracunannya pasti akan terselesaikan, cara untuk menyelesaikan masalah keracunan itu mungkin bisa berubah, tapi pasti akan tetap terselesaikan. Jadi, meski ada perubahan kecil seperti itu, mereka berdua mungkin masih bisa kembali ke dunia mereka sendiri. Dan meskipun mereka tidak bisa kembali, setidaknya nyawa para penduduk telah tertolong.

"Bagus, Clan!" balas Koutarou sambil tersenyum sambil menepuk punggung Clan beberapa kali.

"Auau, sakit tahu"

"Ah, maaf, kekencengan"

"Dasar, kau selalu saja tidak sensitif...apa kau mau bertanggungjawab kalau kita tidak bisa kembali ke dunia asal kita?" tanya Clan sambil memandangi Koutarou dengan pandangan mengejek.

"Serahkan saja padaku. Kalau kamu kehilangan tempat tinggalmu, kamu boleh tinggal di kamar 106 juga kok"

Koutarou pun mengerti tekad yang dimiliki oleh Clan. Dia sudah yakin akan melindungi para penduduk yang ada, meskipun dia sendiri harus kehilangan cara untuk bisa kembali pulang.

Kalau memang sampai kita nggak bisa pulang, aku harus tanggung jawab karena udah bikin Clan ngambil keputusan itu...pikir Koutarou, yang juga mengambil sebuah keputusan.

"Jadi, Clan, gimana caranya kita bisa cegah itu?"

"Itulah masalahnya. Ada banyak sumber air di sekitar tempat ini, dan kita juga tidak tahu kapan mereka akan meracuni sumber airnya"

"Jadi, kita harus pakai cara yang sama pas kamu nyari Ksatria Biru, ngecek semua sumber air di sekitar kita?"

"Bisa jadi sungai, danau, sumur....ada batasan sebanyak apa alat pemantauku bisa membantu kita, jadi kita harus memperkecil lingkup pencarian kita"

"Karena ada banyak orang yang bakal sakit, mungkin bisa kita kecilin ke sumber air yang banyak dipakai sama orang-orang"

"Baiklah...kalau begitu, aku akan memerintahkan alat pemantauku untuk memeriksa semua sumber air yang berukuran besar"

"Makasih ya, Clan"

Clan pun mulai mengutak-atik gelangnya.


Makasih ya, Clan...heh, apa yang kulakukan ini...

Dulu Clan datang ke sebuah planet terbelakang untuk menganggun jalannya ujian yang dihadapi Theia, dan menemui seorang manusia primitif yang mengenakan zirah Ksatria Biru. Setelah memendam dendam demi dendam, dia menjadi begitu terobsesi untuk membunuh si manusia primitif itu, tapi sebelum dia menyadarinya, mereka sekarang mereka bekerja sama untuk menyelamatkan nyawa penduduk Forthorthe. Yang lebih mengejutkan lagi, apa yang mereka lakukan kemungkinan akan mengubah jalannya sejarah.

Apa yang sedang dia lakukan? Pertanyaan itulah yang berada di benak Clan selama beberapa kali ini. Tapi sekarang, meskipun dia masih merasa ragu-ragu, dia puas dengan keadaannya saat ini.


Part 4[edit]

Saat Clan mulai mengutak-atik gelangnya, kamar itu menjadi sunyi. Agar tidak mengganggunya, Koutarou duduk di tempat tidurnya sendiri dan menonton Clan. Tepat di saat itulah, terdengar suara ketukan dari arah pintu kamar itu.

"Ya?"

"Ini saya"

Saat Koutarou menjawab ketukan itu, dia bisa mendengar suara Alaia dari balik pintu itu. Koutarou lalu dengan cepat melompat dari tempat tidur, berlari ke arah pintu dan membukanya.

"Maaf sudah mengganggu anda selarut ini, Layous-sama"

"Puteri Alaia...ada masalah apa gerangan?"

"Sebenarnya, saya datang kesini karena saya punya sebuah permintaan", kata Alaia sambil tersenyum. Saat ini, matanya terlihat seperti anak kecil yang terlihat usil, ekspresi yang tidak pernah dilihat oleh Koutarou sebelumnya.

"Permintaan seperti apa?"

"Sebelum itu, apakah anda berjanji untuk melakukan apa yang saya katakan setelah anda mendengar permintaan saya?" lanjut Alaia sambil terus tersenyum.

"Itu tergantung dari permintaan anda..."

"Fufufu, kalau begitu, saya tidak akan mengatakannya..."

Alaia pun terlihat lebih ceria saat mengatakan itu. Koutarou merasa kalau itu aneh, tapi dia tidak bisa membayangkan Alaia, yang selalu memperhatikan keadaan di sekitarnya, untuk mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. Koutarou akhirnya memutuskan untuk mendengar permintaannya.

"Baiklah, jika anda mengatakannya, saya akan melakukan seperti yang anda minta"

"Terima kasih, Layous-sama"

Alaia pun berterima kasih pada Koutarou lalu berbalik dan mendekati jendela yang berada di lorong penginapan itu.

"Layous-sama, itu"

"Apa itu?"

Koutarou menutup pintu dan lalu mendekati Alaia dan jendela itu. Dari balik jendela, dia bisa melihat kerumunan orang yang berdansa membentuk lingkaran di sekitar alun-alun.

"Itu..."

"Di desa ini, ada festival panen yang diadakan selama beberapa hari, dimulai dari hari ini. Saat hari sudah malam, kelihatannya sudah menjadi budaya bagi para penduduknya untuk keluar dan berdansa seperti itu"

"Begitu rupanya..."

Koutarou pun ingat kalau desa itu cukup meriah saat dia pertama kali datang, dan ada banyak dekorasi yang berderet menghiasi desa. Rupanya, para penduduk sedang mempersiapkan festival panen saat itu.

"Jadi, saya ingin berdansa disana juga"

"Bisa anda ulangi sekali lagi?"

"Saya bilang, saya ingin berdansa disana juga", kata Alaia sambil tersenyum. Dia terlihat menikmati ekspresi Koutarou yang terlihat keheranan.

"Anda bercanda, puteri"

"Saya tidak bercanda. Meskipun ini hanyalah festival panen desa, dansa tetaplah dansa. Sebagai seorang gadis yang beranjak dewasa, saya pun tertarik untuk melakukan itu"

Tentu saja, Koutarou menolak permintaan itu.

"Saya tidak bisa mengizinkan itu, puteri Alaia"

"Oh, tapi anda baru saja berkata bahwa anda akan melakukan seperti yang saya minta", kata Alaia sambil memiringkan kepalanya sedikit dan melihat ke arah Koutarou.

"Sekarang, apa yang akan anda lakukan?" tanya Alaia, yang kelihatannya seperti berusaha menggoda Koutarou.

"Terlalu berbahaya bagi anda untuk berpergian sendirian"

"Itulah mengapa saya meminta anda, yang mempunyai gelar seorang ksatria, untuk menjadi pengiring saya, Tuan Veltlion"

Alaia biasanya memanggil Koutarou dengan sebutan Layous-sama, namun kali ini dia sengaja memanggilnya dengan panggilan Tuan Veltlion.

Waduh, aku dikerjain rupanya. Jadi ini toh, yang dia rencanain.

Setelah mendengar panggilan itu, Koutarou menjadi yakin kalau Alaia sudah berencana membawa Koutarou untuk berdansa bersamanya dari awal. Sepertinya, dia sudah meminta izin kepada Flair namun ditolak.

Yah....

Koutarou akhirnya menyerah, karena dia tahu kalau hal ini tertulis dalam naskah.

"Saya hanyalah seorang ksatria setempat, saya tidak layak mendapat kehormatan seperti itu"

"Oh, meskipun saya terlihat seperti ini, saya tumbuh dengan menjelajahi dataran dan pegunungan dari daerah utara Mastir. Saya masih bisa dipanggil sebagai seorang gadis desa"

Koutarou lalu berkata sesuai dengan apa yang ada di dalam naskah, dan jawaban Alaia pun juga persis seperti apa yang sudah tertulis. Karena itulah Koutarou merasa kalau dirinya masih berada di atas panggung.

"...Mohon tunggu sebentar, puteri Alaia. Saya akan mengatakan pada Clan bahwa saya akan pergi keluar"

"Terima kasih, Layous-sama. Mohon cepat kembali sebelum saya lelah menunggu"

"Baiklah, tuan puteri"

Koutarou lalu meninggalkan Alaia yang masih tersenyum di lorong penginapan itu dan kembali ke kamarnya. Tepat saat dia masuk ke kamar, dia hampir menabrak Clan.

"Aku mendengar semuanya"

"Bagus, kalau gitu nggak akan lama buat jelasinnya. Aku bakal pergi sebentar sama tuan puteri"

"Aku mengerti. Tolong hati-hati"

"Apa kamu kuatir soal musuh? Tenang aja, nggak ada tulisan soal serangan musuh pas dansa nanti di naskah kok"

"Bukan, bukan itu yang--"

Clan terlihat kuatir saat berusaha mengatakan itu. Dia lalu melihat ke arah Alaia yang berada di balik pintu sebelum berbisik pada Koutarou.

"...Aku merasakan hal yang sama saat aku datang ke penginapan ini, tapi jangan terlalu akrab dengan Alaia-san dan yang lainnya"

"...Jangan terlalu akrab?" bisik Koutarou yang terlihat bingung, karena dia tidak mengerti mengapa Clan mengatakan itu.

"...Benar. Pada akhirnya, kau akan berganti tempat dengan Ksatria Biru yang asli. Jadi, kalau kau menjadi terlalu akrab dengan mereka, semuanya akan menjadi memusingkan"

"...Bener juga. Oke, aku bakal hati-hati"

Pemeran pengganti nggak boleh terlalu sombong, ya? Yah, ada benernya sih...

Kalau Koutarou menjadi hal yang terlalu penting bagi para gadis itu, saat Ksatria Biru yang asli muncul, bisa jadi sang Ksatria Biru yang asli itu malah menjadi tidak diperlukan, dan hal itu akan menimbulkan masalah.

"...Bisa nggak, kamu bantu pantau aku pakai alat pemantaumu, buat jaga-jaga?"

"...Baiklah"

"Kalau gitu aku pergi dulu. Aku serahin sisanya sama kamu ya, Clan"

"Ya. Sampai jumpa, Veltlion"

Setelah menyelesaikan pembicaraan mereka, Koutarou melambai pelan dan berbalik memunggungi Clan.

Jangan-jangan...

Sambil memandangi punggung Koutarou, Clan merasa ada bahaya yang mendekat. Sementara itu, Koutarou yang tidak menyadari bahaya itu hilang dari balik pintu.

"Maaf sudah membuat anda menunggu, puteri Alaia"

"Kalau anda datang sedikit lebih lambat lagi, saya mungkin sudah pergi sendiri"

"Anda bercanda terlalu berlebihan"

"Fufu, saya memang hanya bercanda, Layous-sama. Kalau begitu, apa kita akan berangkat sekarang?"

"...Jangan-jangan, membawa Ksatria Biru yang asli saat ini justru akan mengubah sejarah dengan hebatnya..."

Menurut legenda, saat mereka sedang berada di pesta dansa festival panen, Alaia sudah jatuh cinta dengan sang Ksatria Biru. Jadi, karena Koutarou sudah menghalangi pertemuan mereka berdua, dia sudah mencuri waktu yang dibutuhkan bagi Alaia dan sang Ksatria Biru yang asli untuk membangun perasaan cinta mereka.


Part 5[edit]

Desa itu tidak cukup besar untuk bisa disebut sebagai sebuah kota, namun saat festival panen, ada lebih banyak orang yang merayakan itu daripada di sebuah kota besar. Banyak orang berkumpul dari desa-desa kecil lainnya yang berada dekat desa itu dan mereka merayakannya bersama-sama. Karena penginapan yang ditempati Koutarou dan yang lainnya berada di jalan utama desa itu, Koutarou dan Alaia terbawa arus kerumunan tepat saat mereka keluar dari penginapan itu.

"L-Layous-sama, kyaa!"

"Tangan anda!"

"I-ini!"

Agar tidak terpisah di dalam kerumunan itu, mereka berdua pun berpegangan tangan. Dengan jari mereka yang terjalin erat, hanya dengan melihat tangan mereka saja orang akan menganggap mereka sebagai pasangan kekasih.

"Betul-betul mengejutkan, Layous-sama"

Karena dia dibesarkan sebagai seorang tuan puteri, inilah pertama kalinya Alaia berada di tengah kerumunan yang besar seperti ini.

"Hahaha, itu benar, Yang Mulia"

Namun, itu bukanlah hal yang berlaku bagi Koutarou yang merupakan remaja laki-laki biasa. Sambil terus menuntun Alaia yang masih terkejut ke arahnya, Koutarou teringat dengan pesta kembang api kota Kisshouharukaze. Jalanan kota saat itu sama ramainya seperti sekarang ini.

"Anda tidak boleh begitu, Layous-sama"

"Hueh?"

Alaia lalu menutup bibir Koutarou dengan jarinya, dan dengan terlihat sedikit kesal, Alaia menggembungkan pipinya. Dia lalu mendekatkan mulutnya ke telinga Koutarou.

"Disini, anda harus memanggil saya Cigna, bukan Yang Mulia"

"Ah...maafkan saya"

"Hhh, kalau anda tidak bisa melakukannya dengan benar, saya akan mendapat masalah nantinya"

Memanggil Alaia dengan panggilan asilnya, yakni Alaia, atau Yang Mulia dan tuan puteri tentu saja akan menarik banyak perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Jadi, sebelum mereka berdua pergi dari penginapan, Alaia sudah memutuskan nama panggilannya, yakni Cigna. Nama lengkap Alaia sendiri adalah Alaia Kua Mastir Cignaria Tio Forthorthe, dan dia mengambil Cigna dari Cignaria yang berarti salju putih keperakan. Memang, ide itu sederhana, namun dengan nama itu dia tidak akan menarik banyak perhatian.

"Saya akan lebih hati-hati dari saat ini, Cigna-sama"

"Bisakah anda berhenti memanggil saya dengan penuh hormat seperti itu? Anda akan merusak suasana ceria festival ini"

"Kalau begitu, bisakah anda juga berhenti memanggil saya dengan penuh hormat?"

"Itu...Layous-sama tetaplah Layous-sama"

"Saya masih tidak mengerti, Cigna-sama"

"Anda pasti mengerti...dasar Layous-sama usil"

Untunglah, tidak ada seorangpun yang menyadari siapa Alaia sebenarnya. Tidak seperti zaman sekarang ini, tidak ada foto ataupun gambar mengenai Alaia yang beredar di zaman itu. Ditambah, karena di desa itu sedang diadakan festival panen, ada banyak orang yang mengenakan pakaian yang elegan. Karena itulah gaun cantik dan rambut perak Alaia yang indah tidak begitu menonjol.

"Tetap saja, suasananya menjadi sangat ramai saat ada festival seperti ini"

Koutarou terus menarik tangan Alaia untuk menuntunnya sambil melihat-lihat ke area di sekelilingnya. Karena mereka berdua ingin berdansa, mereka berjalan ke arah alun-alun, namun karena banyaknya orang yang berada di jalan yang mereka lewati, sulit bagi mereka untuk bisa ke tempat itu.

Suasananya persis kayak pesta kembang api...

Banyak orang saling mendorong dan mendesak, dan banyak tawa gembira yang bisa terdengar. ada banyak pedagang yang berjualan di pinggir jalan, dan anak-anak yang diperbolehkan untuk tidur larut malam sedang melihat-lihat barang dagangan itu dengan penuh rasa tertarik. Festival tetaplah festival, tidak peduli dimana dan kapan. Pemandangan yang ada saat itu terasa dikenal oleh Koutarou.

"Anda benar...", balas Alaia sambil melihat ke arah orang-orang yang terlihat gembira, yang memenuhi jalan-jalan, dan tersenyum dengan lembut.

"Saya merasa lega"

"Eh?"

"Saya merasa kuatir semenjak Maxfern mulai beraksi, bahwa nyawa para penduduk akan menjadi kacau. Namun, kelihatannya mereka semua baik-baik saja...", kata Alaia sambil melihat ke arah Koutarou. Seperti yang dikatakannya, mata Alaia saat itu terlihat begitu lega.

Jadi ini yang mereka maksud dengan puteri legendaris...

Koutarou sendiri merasa bahwa Alaia adalah seorang yang hebat saat Alaia sedang tersenyum. Kalau Koutarou berada dalam posisi Alaia saat itu, dia yakin kalau dirinya pasti akan terlalu terobsesi dengan membalas dendam kematian kedua orangtuanya dan tidak memperhatikan hal-hal lainnya.

Jadi, pas dia bilang dia mau pergi dansa, maksudnya buat mastiin hal ini, rupanya...

Dan saat Alaia berkata bahwa dia ingin berdansa, dia juga memeriksa raut wajah para penduduk yang ada di desa itu. Ini mungkin adalah salah satu bentuk perhatiannya agar para pengikutnya tidak khawatir. Kemampuan Alaia untuk bisa menunjukkan pemahaman yang begitu dalam pada usianya yang masih muda membuat Koutarou kagum.

"Sekarang, mari kita berangkat, Cigna-sama"

"Kya?"

Namun, di saat yang sama, Koutarou juga merasa kasihan pada Alaia. Meskipun usianya sama dengan Koutarou, Alaia sudah membawa tanggung jawab yang luar biasa besarnya pada dirinya. Tentunya, Alaia juga menjalani kehidupan yang sangat berbeda daripada para gadis yang berada di SMA Harukaze.

Kalau gitu, seenggaknya dia bisa seneng-seneng dulu sekarang...

Dengan pikiran itu dalam benaknya, Koutarou secara tidak sadar menggenggam tangan Alaia lebih erat lagi.

Setelah mereka memasuki alun-alun, mereka berdua saling berhadapan di suatu sudut alun-alun itu. Karena mereka masih berada dalam pelarian, mereka tidak bisa berdansa dimana mereka akn terlihat mencolok.

"Mari kita lakukan yang terbaik"

"Baiklah. Karena saya tidak memiliki pengalaman dalam hal berdansa, tolong bantu saya berdansa"

Api unggun yang mengelilingi alun-alun itu menyinari mereka dengan cahaya kejinggaan. Setelah saling memberi salam, musik yang berhenti bermain sesaat di antara kedua lagu pun mulai terdengar kembali.

"Tangan anda"

"Ya"

Sambil berpegangan tangan, mereka berdua saling mendekatkan badan mereka mengikuti alunan lagu dan mulai mengambil langkah. Lagu yang dimainkan saat itu terdengar pelan dan lembut, jadi Koutarou yang kurang berpengalaman berdansa pun bisa mengikuti iramanya.

"Anda cukup bagus, Layous-sama"

"Anda bercanda. Saya hampir saja bisa mengikuti irama musiknya"

Dengan berjalannya malam yang semakin larut, lagu yang dimainkan untuk berdansa pun menjadi semakin lambat. Kalau saja lagu yang dimainkan berirama cepat seperti yang sudah dimainkan beberapa saat lalu, Koutarou pasti akan kesulitan untuk berdansa.

"Sayangnya, akan lebih baik untuk suasananya jika seorang pria tidak terlalu pandai berdansa"

"Kata-kata anda menjadi penopang bagi semangat saya"

"Fufu"

Sementara itu, langkah dansa Alaia terlihat begitu menawan dan ringan, seindah kupu-kupu dan selembut sutra, dan disaat yang sama terlihat lebih kuat daripada burung yang sedang melayang tinggi di langit. Pada festival panen ini, dimana seseorang hanya tinggal menggerakkan badan mereka saja, hanya Alaia sajalah yang terlihat seperti berdansa pada pesta dansa di istana.

"Walau demikian, betapa menyedihkannya diri saya yang menghambat anda berdansa"

Koutarou hampir tidak bisa mengikuti irama pergerakan Alaia, meskipun dirinya sudah mendapat sedikit pelajaran dansa dari Theia. Masih ada jarak kemampuan yang cukup besar diantara Koutarou dan Alaia.

"Seorang tuan puteri yang pandai berdansa adalah sama halnya dengan seorang ksatria yang pandai bertarung. Bisa dikatakan bahwa itu adalah kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan mereka masing-masing. Jadi, anda tidak perlu terlalu kuatir", bisik Alaia sambil tersenyum. Dari jarak sedekat itu, dia tidak perlu kuatir kalau seseorang akan mendengar pembicaraan mereka berdua, dan Alaia bisa mengucapkan kata "tuan puteri" dengan begitu saja.

Alaia pandai berdansa karena dia sudah mendapat pendidikan tentang dansa yang dikarenakan ada banyak hal yang diharapkan darinya pada pesta-pesta politik dan diplomatik. Bisa dikatakan kalau itu adalah salah satu kemampuannya untuk bisa bertarung melawan negara lain, yang dalam artian lain sama halnya seperti kemampuan bertarung seorang ksatria.

Rokujouma V7.5 193.jpg

"Sebenarnya, Yang Mulia, ini rahasia, bahwa sebenarnya saya tidak begitu suka bertarung"

"Fufu, saya sudah menduga kalau memang itu yang sebenarnya. Namun, ini juga rahasia, sebenarnya saya sendiri juga tidak begitu suka berdansa dengan orang asing pada pesta dansa"

"Saya akan menyimpan kata-kata itu dalam sanubari saya"

"Saya juga akan melakukan hal yang sama...tapi, Layous-sama, saya tidak tahu harus berkata apa terhadap seorang pengawal yang mengaku kepada orang yang mereka lindungi bahwa dia tidak suka bertarung"

"Anda jahil juga rupanya, puteri Alaia"

"Oh?...Kalau kita masih berada di istana saat ini, kau akan dimasukkan ke dalam penjara karena sudah menghina seorang keluarga kekaisaran. Fufufu"

"Haha"

Koutarou dan Alaia pun terus berdansa untuk sedikit lebih lama lagi. Keduanya saling tersenyum kepada satu sama lain, seolah menunjukkan diri mereka yang terbebas dari ikatan kehidupan sehari-hari mereka untuk sementara waktu ini. Hanya untuk saat ini sajalah, mereka berdua tampak seperti remaja biasa, karena mereka tahu hanya kesempatan inilah yang mereka miliki untuk menunjukkan hal itu.

Malam pun menjadi semakin larut, dan saat para pemain musik berhenti sesaat untuk bersiap memainkan lagu terakhir...

"Layous-sama..."

Alaia, yang berhenti bergerak sesaat saat musik berhenti dimainkan sambil memegang tangan Koutarou, melihat ke arah Koutarou dengan gugup. Dari genggamannya yang terasa begitu kuat, Koutarou bisa merasakan kalau kekhawatiran yang ditanggung oleh Alaia amatlah besar.

"Ada masalah apa, puteri Alaia?" tanya Koutarou dengan berbisik sambil menunjukkan raut wajahnya yang serius. Wajah Alaia pun terlihat lebih tenang karena merasa lega mendengar suara itu.

"Layous-sama, saya...merasa begitu bingung", kata Alaia yang mengungkapkan kekhawatiran yang dirahasiakannya.

"Apa yang membuat anda begitu bingung? Kalau anda mengatakannya, saya mungkin bisa membantu anda"

"Terima kasih, Layous-sama", balas Alaia sambil tersenyum, sebelum raut wajahnya berubah menjadi serius.

"Kalau kita melanjutkan perjalanan kita...dan sampai ke wilayah Pardomshiha dengan selamat..haruskah saya memulai perang? Saya ragu untuk mengambil keputusan itu"

"Anda merasa ragu...kenapa?"

Untuk membalas pertanyaan dari Koutarou, Alaia mengarahkan pandangannya untuk menunjuk ke sekelilingnya.

"Layous-sama, lihatlah keadaan di sekitar kita. Meskipun sang kaisar telah tiada, hidup para penduduk tidak berubah. Mereka yang ada di pedesaan masih bisa tersenyum. Namun, jika saya memulai perang untuk mengalahkan Maxfern, senyuman-senyuman itu pasti akan sirna"

Alaia rupanya khawatir tentang kekacauan yang akan menyebar ke seluruh penjuru negeri dari perang sipil yang mungkin akan terjadi. Jika Alaia memulai perang menggunakan tentara yang baru dibentuknya untuk melawan tentara Forthorthe lama yang sekarang berada di bawah kendali Maxfern, negeri itu akan terguncang dengan adanya perang sipil dan kehidupan para penduduk pun pasti akan dipengaruhi oleh perang itu. Alaia begitu bingung apakah pengorbanan kehidupan sehari-hari para penduduk itu untuk melawan Maxfern memiliki arti atau tidak.

Walau begitu, hal itu bukanlah sesuatu yang bisa seseorang konsultasikan dengan orang lain. Sudah jelas, kalau Alaia menanyakan hal itu kepada Flair, yang begitu loyal pada keluarga kekaisaran, jawabannya sudah pasti kalau Maxfern harus dikalahkan. Kalau dia bertanya pada teman baiknya Fauna, yang merupakan pelayan dewi fajar, dia pasti akan menjawab bahwa keadilan harus ditegakkan. Hal itulah yang sedang menjadi pergumulan Alaia sendiri sebelum Koutarou muncul.

"Namun, Yang Mulia, Maxfern adalah seorang kriminal"

Meskipun Koutarou tidak mengatakannya begitu saja, Maxfern sudah membunuh orangtua Alaia dan Charl, yang juga merupakan sang kaisar dan istrinya. Koutarou ingin tahu apakah Alaia bisa membiarkan hal itu begitu saja.

"Saya tahu. Tapi, jika mereka bisa membuat pemerintahan yang baik, saya tidak akan mempermasalahkan hal itu. Yang penting bagi saya bukanlah harga diri saya, melainkan nyawa para penduduk. Bukankah itu benar, Tuan Layous Fatra Veltlion?" balas Alaia yang kemudian menutup bibirnya sambil menggertakkan giginya. Alaia sendiri juga tidak bisa menerima keputusan itu sepenuhnya.

"Yang Mulia..."

Dia mau ngejaga rakyatnya tetap bahagia, biarpun dia sendiri harus ngelupain dendam karena orangtuanya dibunuh, dan ngelupain keadilan...pikir Koutarou yang merasa terpukul mendengar tekad Alaia.

Alaia pasti membenci Maxfern yang sudah membunuh orangtuanya, dan merasa kalau Maxfern harus dihukum karena sudah menggunakan trik murahan untuk mengambil alih negeri ini. Tapi, yang lebih penting dari semua itu baginya adalah dia harus bisa melindungi kehidupan sehari-hari penduduknya.

Jadi, bagi Koutarou, Alaia saat itu terlihat begitu menawan dan mulia, sampai-sampai Koutarou sendiri terdiam dibuatnya dan merusak penampilan indahnya.

"...Saya akan berbicara, meski saya tahu saya telah berbuat tidak hormat"

Koutarou harus mengatakan kepada Alaia untuk mengalahkan Maxfern. Jika tidak, sejarah akan berubah dengan hebatnya, dan dia sudah pasti tidak akan bisa kembali ke dunianya sendiri. Hal itu sudah berada dalam skala yang berbeda dari usaha mencegah peracunan sumber air.

"Semuanya memang seperti yang anda katakan, Yang Mulia. Tidak ada yang lebih penting daripada melindungi nyawa para penduduk"

Meskipun Koutarou tahu, dia tetap harus mengatakan kepada Alaia bahwa Alaia benar. Rasa cinta Alaia kepada penduduknya membuat Koutarou tidak bisa mengatakan hal yang lain.

"Layous-sama..."

Mata Alaia pun mulai basah karena air mata, karena dia percaya bahwa apa yang dipikirkannya itu benar. Namun, dia ingin seseorang berkata seperti itu padanya, bahwa apa yang dilakukannya tidak berasal dari kemunafikan semata, dan bukan karena dia takut untuk bertempur.

Itulah sebabnya hatinya berguncang saat dia mendengar jawaban Koutarou yang setuju dengannya. Kebahagiaan memenuhi hatinya saat seseorang muncul dihadapannya dan memberikannya apa yang dia pinta.

"Tentu saja... kalau anda mengatakan itu di dalam istana, sudah pasti anda akan dipenjarakan...", kata Alaia sambil menghapus air matanya. Namun, air mata yang bersinar kejinggaan diterpa cahaya api unggun itu tetap saja mengalir, tidak peduli berapa kali dia berusaha untuk menghapusnya.

"Yang Mulia, dalam ajaran seorang ksatria, meskipun sebuah pedang telah hancur, selama sumpah yang ada didalamnya tidak diingkari, ksatria itu tetap percaya jika pedangnya tidaklah hancur. Dan terlebih lagi jika mereka bisa memenuhi sumpah mereka meskipun pedang mereka telah hancur, itu akan menjadi sebuah kehormatan bagi mereka"

Ajaran ksatria, dimana pedang adalah jiwa si ksatria sendiri. Namun, yang harus dilindungi adalah sumpah yang ada pada pedang itu, bukan pedang itu sendiri.

Benar kan, Theia?

Yang mengatakan hal itu pada Koutarou adalah seorang gadis berambut emas. Untuk bisa terus mengikuti ajaran itu, Koutarou tidak punya pilihan lain selain menjawab seperti itu.

"Sumpah ayah, ibu dan diriku sendiri adalah untuk melindungi nyawa para penduduk"

"Jadi, meskipun mereka mungkin akan kehilangan nyawa mereka--"

"Selama mereka bahagia, saya akan percaya kalau mereka tidaklah mati. Dan saya akan merasa bangga melihat mereka telah hidup dengan menjalani sumpah mereka..."

"Benar. Seperti yang anda katakan", angguk Koutarou, yang sudah tidak ragu lagi, pada Alaia.

Dia memang betul-betul si Puteri Perak...tapi, justru itu....!

Koutarou akhirnya membulatkan tekadnya untuk terus melindungi Alaia apapun yang terjadi, meskipun dia harus meninggalkan perannya sebagai pengganti sang Ksatria Biru. Saat itu mungkin adalah saat dimana Koutarou bersumpah setia pada Alaia atas kemauannya sendiri.

"Tapi, Yang Mulia, anda bisa merasa tenang sekarang. Tidak peduli apapun yang anda putuskan, saya pasti akan melindungi anda"

"...Meskipun saya mungkin akan berhenti menjadi seorang tuan puteri, dan menjadi seorang gadis yang lemah tak berdaya?" tanya Alaia sambil tersenyum menghapus air matanya. Dia berusaha mengatakan bahwa dia tidak akan mempermasalahkan jika dirinya sampai ditinggalkan.

"Meskipun anda tetap menjalankan sumpah anda dan menjadi seorang gadis sederhana, anda akan tetap menjadi seorang tuan puteri yang selalu saya banggakan"

Walau demikian, jawaban Koutarou tetap tidak berubah. Gadis yang sudah mengajarkannya cara hidup seorang ksatria pasti tidak akan mengampuninya jikalau dirinya sampai meninggalkan Alaia.

"...Terima kasih, Layous-sama...saya akan menghargai kata-kata itu, selama hidup saya..."

Sambil mengucapkan rasa terima kasihnya, Alaia membenamkan wajahnya ke pundak Koutarou dan badannya mulai gemetar. Koutarou menganggap kalau Alaia sedang menangis, tapi karena para pemain musik sudah mulai bermain kembali, dia tidak bisa mendengar suara tangisan Alaia.

Koutarou dan Alaia berdiri terdiam selama beberapa saat, dengan Alaia yang masih berada di pundak Koutarou. Koutarou menggenggam tangan Alaia dan lalu melihat ke arah langit malam yang penuh bintang.

Maaf ya, semuanya...kayaknya aku nggak akan bisa balik...kata Koutarou di dalam pikirannya, meminta maaf kepada orang-orang yang sedang menunggunya.

Waktu pun berlalu, dan setelah lagu yang dimainkan telah melewati bagian pertengahan, Alaia, yang sedari tadi membenamkan wajahnya pada pundak Koutarou, menengadahkan wajahnya.

"...Layous-sama memang betul-betul berbeda...", kata Alaia, dengan matanya yang menunjukkan emosi yang lebih banyak lagi daripada sebelumnya, yakni rasa percaya yang begitu besar dan juga rasa sayang. Pada saat itulah, Alaia sadar bahwa dirinya jatuh cinta pada Koutarou.

"Saya sadar kalau saya buruk dalam berdansa"

"Fufu, bukan, bukan itu yang saya maksud, Layous-sama", balas Alaia sambil tersenyum dengan polosnya, senyuman yang sama yang hanya ditunjukkannya pada orangtuanya dan Charl. Koutarou, yang melihat senyuman itu, merasa kalau hatinya baru saja tertusuk sesuatu.

"Tidak diragukan lagi, anda adalah seorang ksatria Forthorthe. Namun, sesuatu yang berada di dalam lubuk hati anda adalah sesuatu yang berbeda. Anda adalah seorang ksatria yang kuat dan mulia, yang tidak kehilangan kelembutan anda"

"Itu..."

Hal itu dikarenakan Koutarou yang lahir dalam sebuah negara yang tidak dilanda perang. Itu sebabnya dia memiliki kelembutan yang diinginkan oleh Alaia.

Perasaan yang dimiliki Koutarou menunjukkan kenaifan yang tidak diperlukan dalam dunia peperangan, dan orang-orang seperti itu tidak akan bertahan hidup di medan perang. Namun, Koutarou telah diberikan banyak kekuatan. Zirah dari Theia dan pelindung tangan dari Kiriha; perlengkapan-perlengkapan itu telah membuat Koutarou bisa bertahan hidup. Lalu, dengan sikap naifnya itu, Koutarou muncul di depan Alaia. Dengan melewati berbagai kebetulan, seorang pemuda bernama Satomi Koutarou bisa bertemu dengan Alaia tanpa berubah sedikitpun.

"Saya iri dengan orang yang anda layani. Bagaimana bisa orang itu membuat anda menjadi seorang ksatria..."

"Awalnya...dia mencoba membunuh saya"

"Wah...itu hal yang tidak mungkin bagi saya...fufufu..."

Pada akhirnya, mereka berdua pun mulai kembali berdansa. Lagu yang dimainkan pun sudah berlangsung lebih dari setengah jalan, menandakan waktu mereka untuk berdansa pun akan segera berakhir. Namun, dansa kedua orang itu, dengan perasaan mereka yang saling menyatu, terlihat begitu menawan, sampai-sampai mereka yang menontonnya hanya bisa menelan ludah.


Awal Sebuah Legenda[edit]

Part 1[edit]

Festival panen desa itu berlangsung selama tiga hari. Hari ini adalah hari kedua festival, itulah sebabnya banyak orang yang sudah bangun pagi-pagi sekali untuk mempersiapkan festival.

"Zzzz, Zzzz, Zzzzz"

Namun, Koutarou adalah pengecualian untuk hal itu, dimana dia sendiri masih tertidur pulas. Dengan sifatnya yang sulit untuk dibangunkan, Koutarou terus melanjutkan dengkurannya meskipun keadaan disekitarnya sudah mulai sibuk.

"...Bangun, Veltlion! Cepat bangun!!"

"Au!? Kamu ngapain sih, Theia!!"

Namun, setelah menerima pukulan yang kuat di dagunya, bahkan Koutarou sekalipun tidak bisa tetap tertidur dan akhirnya bangun sambil mengeluh ke arah pelaku yang biasa melakukan hal itu.

"Aku bukan Theiamillis-san!! Ini aku, Clariossa!! Cepat bangun dan buka matamu!!"

"Hm? H-hah...?"

Tapi, ternyata yang berada di depannya bukanlah Theia, melainkan seorang gadis yang berbeda yang memakai kacamata.

"Tolong tetap tenang, kita sedang menghadapi keadaan darurat!!"

"Darurat...?"

Meski dirinya masih merasa mengantuk dan kebingungan, saat dia melihat raut wajah serius dan nada suara merintih dari Clan, pikiran Koutarou pun menjadi jernih.

"Clan...?"

"Veltlion!! Ada sesuatu yang buruk yang sudah terjadi!!"

"...Sesuatu yang buruk?"

Koutarou mulai mengingat-ingat situasinya saat ini, dan akhirnya makna dari kata darurat mulai dimengerti olehnya.

"Ada apa Clan, apa yang udah terjadi!?"

Setelah melihat Koutarou yang akhirnya sadar, Clan merasa sedikit lega dan melanjutkan bicaranya.

"Ini gawat! Orang-orang jatuh pingsan di berbagai tempat!"

"Apa!?"

"Mereka semua terkena demam tinggi dan kesakitan!"

"Ini, jangan-jangan...!?"

"Benar! Maxfern, si perdana menteri, sudah meracuni sumber air!"

Dengan laporan itu dari Clan, seluruh rasa kantuk Koutarou pun menghilang.

Orang-orang yang pertama kali terkena gejala itu adalah mereka yang lanjut usia dan balita. Karena ketahanan tubuh mereka yang rendah, kondisi mereka semakin memburuk saat hari semakin larut dan terkena demam tinggi. Meskipun para dokter dan pendeta desa sudah merawat mereka, jumlah orang-orang yang sakit justru bertambah. Saat matahari terbit, orang-orang dewasa pun mulai terkena gejala yang sama. Seiring berjalannya waktu, jumlah orang-orang yang sakit bertambah lebih banyak lagi, bahkan para dokter dan pendeta pun terjangkiti juga. Saat Koutarou bangun, sebagian besar warga desa sudah menderita penyakit yang sama.

Racun yang mewabah di desa itu tidak terpengaruh oleh pengobatan apapun. Penawar racun, obat dan bahkan energi spiritual dari para pendeta untuk menyembuhkan tidak bekerja sama sekali. Tidak ada orang yang sudah terkena gejala itu menunjukkan tanda-tanda akan sembuh, dan mereka yang masih sakit masih terus menderita hingga saat ini.

Alaia dan kelompoknya pun mulai menunjukkan gejala yang sama, dengan yang pertama tumbang adalah Charl yang masih muda. Saat fajar tiba, dia sudah terkena demam tinggi dan merintih kesakitan, dimana setelahnya Alaia dan Fauna terkena gejala yang sama. Bahkan, Flair baru saja terbaring di tempat tidur beberapa saat yang lalu.

Untungnya, baik Clan maupun Koutarou tidak mengalami hal itu. Koutaoru tidak terkena gejala apapun, sementara Clan hanya mengalami demam rendah. Jadi, saat ini mereka berdualah yang merawat Alaia dan yang lainnya.

Dengan sebuah tongkat di tangannya, Koutarou mendekati salah satu tempat tidur.

"Caris, saya ingin meminta tolong pada anda"

"...Eh?"

Tempat tidur yang dikunjunginya adalah milik Cari, si penyihir. Saat Caris mulai sakit karena racun itu, tali yang mengikatnya pun dilepas dan dia dibaringkan di tempat tidur. Tongkat yang dipegang oleh Koutarou adalah tongkat yang sama yang diambil dari Caris saat dia ditangkap. Saat Caris menggunakan sihir, tongkatnya berfungsi untuk meningkatkan efek sihirnya.

"Saya akan membebaskan anda dan mengembalikan tongkat ini pada anda. Sebagai gantinya, bisakah anda mencoba menghilangkan racun ini dengan sihir?"

Biasanya, membebaskan mata-mata seperti Caris adalah hal yang tidak bisa dilakukan. Namun, sekarang bukanlah saatnya untuk memikirkan hal itu, karena situasinya begitu darurat. Desa itu sekarang sudah dipenuhi oleh banyak orang-orang sakit yang beberapa diantaranya sudah mulai sekarat.

"...Kamu...mau aku menyembuhkan kalian...?"

"Ya, ini bukan kesepakatan yang buruk untuk anda. Anda juga perlu menyembuhkan diri anda sendiri, benar bukan?"

Wajah Caris terlihat memerah, dan sudah jelas terlihat kalau dirinya menderita karena demam tinggi. Koutarou terlihat seperti berdoa untuk Caris saat dia sedang melihat ke arahnya.

"...Aku mengerti, akan kucoba...", kata Caris yang merasa bahwa Koutarou mengatakan yang sejujurnya dan menerima tawaran itu.

"Anda akan mencobanya!?"

"Ya..."

Kelihatannya dia tidak berbohong...

Caris pun mengangguk dan berusaha bangun, sementara Koutarou dengan cepat bergegas untuk membantunya bangun.

"Kalau begitu, tolong segera bersiap. Anda bisa mulai menyembuhkan diri anda dahulu"

"Baiklah"

Sambil menahan badan Caris, Koutarou mengembalikan tongkat Caris padanya. Caris lalu memegang tongkat itu dengan kedua tangannya, lalu menutup matanya dan mulai berkonsentrasi.

"...Ksatria Biru, tolong topang badanku untuk sementara waktu..."

"Baiklah"

Caris lalu mengarahkan tongkatnya ke dahinya dan mulai merapal mantra.

"Datanglah, wahai roh-roh kehidupan. Datanglah bagai sungai yang besar yang mengaliri bumi. Alirilah kekuatanmu pada ragaku ini, penuhilah jiwaku yang lemah ini, dan redakanlah malapetaka yang kejam ini"

Caris merapal mantra dengan menggunakan bahasa yang dipakai dalam upacara-upacara tertentu di Forthorthe di zaman ini. Tata bahasanya dan ekspresinya yang rumit membuat kekuatan sihir pada dirinya dan sekitarnya terpusat pada tongkatnya. Kekuatan yang sudah terkumpul itu membuat tongkatnya bersinar kebiruan, bahkan Koutarou sendiri bisa tahu hanya dari melihat saja.

Jadi, ini yang namanya sihir ya...!

Saat itu bukanlah pertama kalinya Koutarou melihat Caris menggunakan sihir, namun pertama kalinya dia melihat Caris menggunakan sihir secara langsung menggunakan tongkatnya. Hal itu membuat Koutarou terdiam kagum saat dia menyaksikan peristiwa yang misterius sedang terjadi di hadapannya.

"Dari yang hidup kembali hidup, dari yang mati kembali mati. Buatlah batas di antara mereka dan perbaikilah takdirku!"

Caris akhirnya menyelesaikan merapal mantranya dan cahaya biru dari tongkatnya menyelimuti badannya. Mantra itu telah dirapalnya dengan benar dan telah diaktifkan.

"Fiuh..."

Caris pun menghela nafas panjang setelah selesai, dan disaat yang sama, cahaya biru yang menyelimuti badannya pun menghilang. Setelah memastikan bahwa mantranya sudah selesai, Koutarou, yang sedikit tertarik, bertanya pada Caris apa yang telah terjadi.

"Jadi, bagaimana keadaan anda, Caris!"

Namun, berlawanan dengan harapan Koutarou, Caris justru menunjukkan wajah muram dan menggelengkan kepalanya.

"Sayangnya, mantranya tidak bekerja. Aku sudah menggunakan tingkat tertinggi dari sihir penyembuhan yang aku tahu, tapi kondisi badanku masih tidak berubah sama sekali. Bisa jadi ini bukan racun atau penyakit biasa"

"Begitu rupanya...", balas Koutarou yang terlihat lesu mendengar hal itu, dengan Caris juga merilekskan badannya dan membuat tongkat yang dipegangnya terjatuh ke lantai. Setelah membantu Caris berbaring kembali, Koutarou meletakkan sebuah kain basah ke dahinya.

"Anda sudah berusaha dengan baik, Caris. Terima kasih. Sekarang, istirahatlah"

"Ya...", jawab Caris sebelum ia menutup matanya dengan cepat.

"Dan saat anda sudah bisa bergerak lagi, anda boleh untuk pergi. Saya akan memberitahukan pada yang lainnya"

"Kamu pria yang baik..."

"Sebagai gantinya, tolong jangan lakukan apapun pada yang lainnya. Apa anda mengerti?"

"Aku tahu...kamu memang pria yang aneh..."

Setelah itu Caris tidak berbicara lagi, entah karena dia sudah tertidur atau merasa terlalu sakit untuk berbicara. Koutarou tidak bisa membedakan kedua hal itu, dan dia sendiri juga tidak memiliki niat untuk berbicara lagi pada Caris yang kondisinya semakin melemah. Koutarou lalu pergi dari tempat tidur Caris dan memeriksa kondisi gadis yang lain.

"...Sang Ksatria Biru nyuri penawar racun dari musuhnya dan dia pakai itu buat nolong mereka, tapi...kalau terus begini, nggak, bahkan sebelum itu, bakal ada yang mati..."

Alaia, Charl, Fauna, Lidith, Flair. Ditambah Caris, ada enam orang gadis yang terbaring di atas ranjang di kamar itu, dan mereka semua merintih kesakitan karena demam tinggi yang mereka alami.

"Ksatria Biru..."

Saat Koutarou mendekat, Charl berusaha menggapai dirinya dengan tangannya. Koutarou dengan cepat menggenggam tangan Charl dan terkejut dengan suhu badannya yang tinggi.

"Puteri Charl, tolong jangan paksakan badan anda lebih banyak lagi"

"Fufufu, aku baik-baik saja, ini bukan apa-apa..."

Meski begitu, Charl dengan berani tertawa karena dia tidak mau membuat Koutarou khawatir. Karena Koutarou sendiri mengerti akan hal itu, tanpa disadari Koutarou meneteskan air mata.

"Aku akan segera sembuh, jadi saat aku sembuh nanti, bermainlah denganku lebih banyak lagi..."

"Tentu saja, Yang Mulia"

"Fufufu..."

Charl pun terlelap setelah meninggalkan sebuah senyum tipis.

Orang tolol macam apa sih, yang nyebarin racun tanpa pandang bulu kayak gini!?

Melihat Charl yang kelelahan dan tertidur seperti itu membuat Koutarou marah kepada Maxfern, yang bahkan belum pernah ditemuinya, dan juga kepada dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa.

"Sialan", umpat Koutarou sambil memukul meja, karena tidak ada benda lain yang bisa membantunya melampiaskan amarahnya.

"Aku tahu ini mengesalkan, Veltlion, tapi tolong tenanglah sedikit"

"Clan!?"

Koutarou kaget karena dia tidak memperhatikan kedatangan Clan ke kamar itu sampai dia memanggilnya.

"Aku nggak bisa tenang di situasi kayak gini!! Semuanya menderita!"

"Aku mengerti apa yang kau rasakan, tapi semuanya sedang tidur. Jadi, tolong tenangkan dirimu"

"M-maaf"

Koutarou pun mengambil nafas beberapa kali untuk menenangkan dirinya. Setelah puas melihat itu, Clan menjelaskan mengapa dia masuk ke kamar itu.

"Veltlion, aku tahu apa racun itu sebenarnya"

"Beneran!?"

Koutarou, yang sebegitu kagetnya, mendekat ke arah Clan saat mendengar hal itu. Dia berharap kalau mereka bisa menemukan cara untuk mengobati orang-orang yang terkena racun itu.

"Ya. Tapi, lebih tepatnya lagi, ini bukan racun"

"Bukan racun...? Terus maksdunya apa?"

"Ini adalah virus dengan masa inkubasi pendek yang dapat menyebarkan infeksi. Tentu saja, hal ini tidak akan dapat dikenali oleh orang-orang pada zaman ini"

Clan rupanya meninggalkan Koutarou yang sedang merawat Alaia dan yang lainnya untuk menganalisa racun yang dimaksud. Dia memeriksa sampel-sampel darah yang dikumpulkan dari para pasien dan juga sampel dari air minum untuk bisa mencari tahu racun seperti apa yang digunakan oleh Maxfern.

Meskipun hal itu tidak bisa dikatakan sebagai keberuntungan, karena Koutarou dan Clan sudah tahu kalau racunnya menyebar melalui air, mereka tidak kesulitan untuk mencari tahu penyebab penyebaran virus itu. Alat penganalisa yang dibawa Clan dari Cradle dengan mudahnya menguak wujud asli racun itu, meskipun Clan sendiri terkejut saat dia mengetahui kalau racun itu sebenarnya adalah protein yang mengandung RNA.[4]

"Jadi, maksudnya kita semua terkena virus!?"

"Benar. Ada banyak virus yang terdapat pada sumber air ntuk minum. Karena masa inkubasinya[5] yang sangat pendek, orang-orang pada zaman ini pasti beranggapan bahwa hal ini adalah racun"

Dengan kecepatan penggandaan dirinya yang tinggi, setelah virus masuk ke dalam badan selama beberapa jam, gejala-gejala yang diakibatkannya pun mulai muncul. Karena hampir tidak ada penyakit yang menyebar secepat itu yang sudah diketahui pada zaman itu, orang-orang pun beranggapan kalau mereka terkena racun.

Jelas sekali, orang-orang pada zaman ini tidak mengetahui hal yang bernama virus, dan tentunya mereka tidak mempunyai penanganan untuk hal itu. Meskipun mereka berusaha untuk menanganinya menggunakan sihir, hal itu tidak akan bekerja karena mereka tidak tahu apa yang harus mereka hilangkan dari tubuh mereka. Jadi, mereka hanya bisa menyimpulkan bahwa mereka terkena racun yang tidak diketahui, karena cara penanganan mereka yang terbatas.

"Jadi, kamu bisa nyembuhin mereka!?"

Bagi Koutarou, cara menangani virus itulah yang lebih penting daripada asal virus itu dan akibatnya. Jadi, dia melewati beberapa pertanyaan dan langsung bertanya pada Clan cara menangani virus itu.

"Hal itu akan terbilang sulit. Tidak ada cukup bahan untuk bisa membuat sebuah obat. Akan lebih mudah untuk dilakukan jika kita berada pada 1000 tahun dari sekarang..."

Karena Clan sudah bisa mengenali bentuk dari virus itu, dia bisa mengolah bahan-bahan yang diperlukan untuk menahan akibat dari virus itu. Clan memiliki teknologi yang diperlukan untuk hal itu, namun dia tidak bisa mendapatkan bahan-bahan yang diperlukannya untuk membuat obat itu di zaman ini. Dia masih bisa mengumpulkan bahan-bahan utamanya satu demi satu, tapi hal itu akan memakan waktu cukup lama.

"Kalau kita berbicara soal realita, kita memiliki dua pilihan", kata Clan sambil membuat angka dua dengan tangannya di depan Koutarou.

"Apa aja!?"

"Yang pertama adalah mencuri penangkal virusnya dari musuh persis seperti yang tertulis pada naskah. Ini adalah cara yang paling cepat"

"Dan yang satu lagi?"

"Pilihan yang satu lagi memiliki resiko yang sangat besar, dan tidak bisa dijamin keberhasilannya, tapi--"

Sementara Clan mulai menjelaskan pilihan kedua pada Koutarou, mereka mendengar sebuah teriakan.

"Tentara!! Pasukan tentara datang!!"

Dari luar desa, terlihat beberapa regu tentara yang dipimpin oleh seorang ksatria.

Rupanya, pasukan dari Forthorthe telah datang. Pasukan itu adalah pasukan ksatria yang dikenal sangat loyal pada Maxfern, yakni pasukan dari keluarga Melcemhein.

Pemimpin pasukan itu sendiri adalah seorang pengawal dari keluarga Melcemhein. Pasukan yang dibawanya terdiri dari 30 ksatria dan 5 penyihir. Jumlah itu cukup rendah untuk dipimpin oleh seorang pengawal, tapi bisa dipastikan kalau pasukannya akan unggul dalam masalah pergerakan.

Mereka menjaga jarak dari desa itu, membangun papan pengumuman di dekatnya dan memberikan pengumuman dari pemerintah. Pengumuman itu berisi perintah untuk menangkap Alaia dan membawanya pada mereka, yang mereka duga berada di sekitar area itu. Sebagai hadiahnya, mereka yang membawa Alaia pada pasukan itu akan diberikan penawar racunnya.

Karena wilayah itu adalah wilayah Mastir, kesetiaan penduduk wilayah itu terhadap keluarga kerajaan yang lama cukup kuat. Jadi, mudah untuk ditebak kalau mereka akan menolak perintah untuk menangkap Alaia dengan cara yang biasa. Maka dari itulah para pasukan itu meracuni sumber air untuk bisa menekan penolakan dari para penduduk. Jika sampai anak atau istri dari para penduduk itu jatuh sakit, mereka pasti akan berjuang mati-matian untuk mencari Alaia.


Part 2[edit]

Setelah mendengar perkembangan situasi yang ada dari Koutarou, Alaia dengan cepat mengambil sebuah keputusan.

"...Mari kita serahkan diri kita pada mereka", kata Alaia sambil berusaha bangkit dengan gemetaran, yang disebabkan oleh demam tinggi, dan lalu berdiri sambil bertumpu pada sebuah pilar.

"J-jangan, Yang Mulia! Ini pasti sebuah jebakan!" tolak Flair. Dia pun ikut bangkit dari tempat tidur dan dengan susah payah berusaha menghalangi Alaia. Para gadis lainnya pun turut menyuarakan penolakan mereka dari tempat tidur mereka masing-masin.

"Jangan, Alaia-sama! Aku juga merasa kalau ini adalah jebakan!"

"Saya juga menolak itu! Mereka adalah orang yang menyebarkan racun hanya untuk menangkap anda, Alaia-sama!! Siapa yang tahu...apa yang akan mereka lakukan pada diri anda!"

"Paman saya adalah orang yang berbahaya. Saya tidak yakin...kalau mereka akan menyerahkan penawar racunnya bahkan setelah mereka berhasil menangkap anda, Yang Mulia..."

Namun, meskipun para gadis itu sudah berusaha menolak usulan Alaia, Alaia tetap tidak mengubah pikirannya.

"Tanpa penawar racunnya, kita semua akan mati. Jadi, menyerah dan mendapatkan penawarnya secepat mungkin adalah jalan yang terbaik"

Beberapa saat lalu, beberapa orang yang lemah sudah meninggal karena racun itu, yakni para orang-orang lanjut usia yang punya ketahanan tubuh yang rendah. Jika situasinya terus berlanjut seperti ini, bahkan orang-orang yang masih muda dan kuat pun akan kehabisan stamina mereka dan berakhir pada nasib yang sama. Mereka tidak bisa bertahan seperti itu hanya untuk bisa hidup selama beberapa hari lagi. Itulah alasan utama Alaia mengapa ia ingin menyerahkan dirinya.

Dan saya harus bisa melindungi Charl, apapun yang terjadi...

Yang lebih utama lagi bagi Alaia adalah kekhawatirannya terhadap Charl. Karena dia adalah anggota keluarganya yang terakhir, jika dia sampai harus kehilangan Charl juga, Alaia akan kehilangan alasan untuk hidup. Dia lebih memilih untuk menyerah, mendapatkan penawar racunnya dan menyelamatkan Charl. Dengan melakukan itu, setidaknya Charl masih bisa bertahan hidup.

Aku akan menyerahkan semuanya pada anda, Layous-sama...

Alaia pun memandangi Koutarou tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Dia percaya bahwa Koutarou akan melindungi Charl meskipun Alaia tidak ada disana. Karena rasa percayanyalah Alaia bisa memutuskan untuk menyerahkan dirinya.

"Yang Mulia..."

Koutarou pun tahu kalau Alaia lebih mengutamakan keselamatan Charl daripada dirinya sendiri, dan juga betapa sakitnya perasaan Alaia saat itu, yang juga membuat dirinya sendiri merasa sedih. Koutarou bisa mengerti seberapa berharganya satu-satunya anggota keluarga yang tersisa yang menemaninya, dengan dirinya yang hanya memiliki ayahnya saja.

"Veltlion, kau harus menghentikan Yang Mulia! Kau juga tidak ingin melihat Yang Mulia berada di dalam bahaya, benar!?" ujar Flair yang berusaha meyakinkan Koutarou untuk menjadi sependapat dengannya. Di saat itu, Flair sudah bisa percaya pada Koutarou. Setelah mereka selesai bertarung dengan para perampok gunung beberapa hari yang lalu, kejadian di pos pemeriksaan Mastir, hubungan Koutarou dengan Charl dan setelah melihatnya berdansa dengan Alaia kemarin membuat Flair mulai percaya pada Koutarou. Alaia mungkin akan menerima apa yang akan dikatakan Koutarou, dan karena itulah Flair ingin Koutarou menghentikan Alaia.

"Layous-sama..."

Mata Alaia yang memandang ke arah Koutarou pun terlihat seperti berharap akan sesuatu, dan tangannya dengan pelan bergerak menggenggam udara kosong, seakan-akan menginginkan sesuatu untuk diraih.

Meskipun kamu sampai kehilangan nyawamu, ya...

Koutarou, yang melihat sikap Alaia yang seperti itu, teringat dengan percakapannya dengan Alaia kemarin, dan juga dengan apa yang dia katakan pada Alaia.

"Nona Pardomshiha, saya setuju dengan pendapat puteri Alaia"

"Layous-sama!!"

Raut wajah serius Alaia pun berubah seketika saat ia mendengar jawaban Koutarou. Meskipun ia masih menderita karena sakit, senyumnya yang muncul saat itu nampak indah bagaikan salju keperakan yang perlahan turun.

"Veltlion, apa maksud jawabanmu itu!?" tanya Flair yang marah dengan Koutarou. Flair sendiri juga masih sakit, tapi dengan situasi seperti ini, kemarahannya menjadi lebih besar dari yang biasanya.

"Tolong tenanglah, Nona Pardomshiha. Saya tidak menyarankan untuk kita menyerahkan puteri Alaia begitu saja"

"Apa!?"

"Setelah Yang Mulia menyerah dan kita mendapat penawar racunnya, kita akan menyerang markas musuh dan menyelamatkannya. Dalam situasi kita yang seperti ini, hanya inilah cara yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan baik puteri Alaia maupun puteri Charl"

Flair pun terperanjat begitu mendengar nama Charl, dan lalu berbalik menghadap Charl yang sedang terlelap. Flair pun tahu bagaimana situasinya saat ini.

"Bagaimana menurut anda, Clan?"

"Tuan Veltlion, saya mendukung usul anda. Saya sudah memikirkan berbagai macam kemungkinan, tapi saya rasa inilah yang memiliki kemungkinan tertinggi untuk berhasil"

Clan pun setuju dengan Koutarou, karena dia sendiri sudah memikirkan berbagai macam strategi dalam kepalanya, namun yang paling realistis baginya adalah rencana yang diusulkan oleh Koutarou.

"N-namun, bagaimana kau bisa tahu kalau kita akan berhasil!? Kalau keadaannya justru semakin buruk, kita akan berada dalam masalah!"

"Saya tidak tahu. Yang bisa saya lakukan saat ini hanyalah bersumpah demi pedang ini bahwa saya akan menolong Yang Mulia", jawab Koutarou sambil menggoyangkan sedikit Saguratin yang berada di pinggangnya. Alaia, yang melihat itu, mengingat perbincangan mereka kemarin dan lalu tersenyum kecil.

"Walau begitu, saya akan tetap percaya pada anda, Layous-sama"

"Tunggu sebentar, Yang Mulia! Ada lebih dari 30 prajurit di luar sana! Meskipun kita sudah mendapat penawar racunnya, akan tidak mungkin bagi kami sendiri untuk bisa menyelamatkan anda!"

"Maafkan saya, Flair. Namun, ksatria saya bersumpah demi pedangnya sendiri. Saya tidak bisa untuk tidak percaya padanya begitu saja"

Alaia tahu seberapa besar Koutarou menghargai Saguratin, dan Koutarou sudah bersumpah demi pedangnya bahwa dia akan menyelamatkan Alaia. Jadi, meskipun pedang itu sampai hancur, Koutarou akan tetap pergi menyelamatkan Alaia.

Benar juga, meskipun pedangnya mungkin akan hancur...

Alaia tidak memusingkan jikalau Koutarou gagal menyelamatkannya. Bukan keberhasilan atau kegagalan Koutarou dalam menyelamatkannyalah yang menjadi masalah, melainkan makna dibalik sumpah Koutarou untuk melakukan itu. Yang perlu dilakukan Koutarou adalah melindungi Charl, dan Alaia tidak akan mempermasalahkan hal itu. Kalau Koutarou berhasil melindungi Charl, Alaia percaya kalau dirinya akan mati dengan tenang.

"Mari kita berangkat, Layous-sama"

"Baiklah, Yang Mulia"

Alaia akhirnya pergi dengan senyum diwajahnya, tanpa merasa takut maupun cemas sedikitpun.


Part 3[edit]

Pemimpin pasukan yang datang ke desa itu adalah seorang pengawal dari keluarga Melcemhein, yaitu seorang pria kejam bernama Dextro. Salah satu alasan dibalik sifatnya yang seperti itu adalah karena dia lahir sebagai anak ketiga dari sebuah keluarga petani yang miskin, dan dia menggunakan cara apapun untuk bisa naik pangkat. Karena dia adalah orang seperti itu, Dextro mendapat perintah untuk memimpin misi meracuni sumberi air untuk memancing Alaia keluar dari persembunyiannya. Seorang ksatria biasa mungkin akan merasa ragu setelah mendapat perintah semacam itu, tapi orang ini tidak. Kalau dia berhasil menjalankan perintah ini, dia pasti akan naik pangkat. Hanya hal itulah yang penting bagi Dextro.

"Kukuku, pekerjaan mudah..."

Dextro mendapat banyak botol yang penuh cairan hitam dari Maxfern dan sudah menuangkan isinya ke sumur-sumur dan sungai terdekat kemarin. Sementara orang-orang merayakan festival panen, tidak ada yang merasa curiga dengan tindakan Dextro dan para pasukannya. Saat hari menjelang malam, orang-orang yang sudah minum air yang diracuni itu pun mulai tumbang. Perintah itu mudah dijalankan karena semua orang pasti akan minum air. Sementara itu, Dextro dengan tenangnya tidur di dalam tendanya, dan begitu pula saat ini. Dextro sedang berbaring di dalam tendanya sambil minum-minum.

"Dextro-sama"

Seorang tentara yang menjadi ajudan Dextro mendekat ke arahnya, berdiri diluar tenda miliknya dan memanggilnya dari luar.

"Apa?" balas Dextro dengan kesalnya sambil melempar gelas yang dipegangnya.

"Kami telah menemukan Alaia-sama. Dia sedang menuju kesini saat ini"

Namun, setelah mendengar balasan dari ajudannya, sebuah senyuman mulai muncul di muka Dextro, senyum jahat seekor binatang buas yang sedang bermain-main dengan mangsanya.

"Tolol, kau tidak harus memanggilnya Alaia-sama"

"Tidak, tapi..."

"Dia adalah perempuan jahat yang membunuh kaisar dan istrinya setelah mereka diketahui sudah menggelapkan uang rakyat. Tidak perlu menghormatinya dengan panggilan -sama seperti itu"

"B-baiklah..."

Dextro pun tertawa saat dia melihat keraguan ajudannya dalam menjawab. Dia tahu bahwa sebenarnya Maxfern dan Grevanaslah dalang dibalik semuanya. Meski begitu, Dextro tetap mengatakan bahwa Alaialah pelakunya. Alasannya sederhana. Dengan melakukan ini, kemungkinannya untuk naik pangkat akan jauh lebih besar.

"Baiklah kalau begitu, mari kita bertemu sang mantan tuan puteri"

Dextro lalu keluar dari tendanya sambil tertawa dengan girangnya, berbeda dengan suasana hatinya sesaat sebelumnya. Karena dia biasanya berada dalam suasana yang buruk, pemandangan seperti itu membuat ajudannya merasa ngeri.

Saat Alaia berjalan melewati jalan utama desa itu, orang-orang yang berkerumun di jalan itu pun mulai memberi jalan padanya. Meskipun dirinya juga masih menderita sakit, Alaia berjalan melewati jalan itu dengan anggunnya, bagaikan seorang nabi yang dikatakan bisa membelah lautan.[6]

Koutarou dan Clan berjalan dibelakang Alaia. Karena hanya mereka berdua yang bisa bergerak dengan sehat, hanya merekalah yang bisa menemani Alaia. Flair, Fauna dan Lidith yang merasa kuatir telah menyembunyikan diri mereka di antara kerumunan untuk mengawasi mereka bertiga.

"Puteri Alaia, jangan paksakan diri anda terlalu keras"

"Terima kasih, Layous-sama, namun saya tidak ingin mereka berpikir bahwa saya telah menjadi lemah dengan berjalan dengan lambat. Saya tidak bisa terlihat lemah di saat-saat seperti ini"

Koutarou kuatir dengan keadaan Alaia yang saat itu berjalan dengan kecepatan yang biasanya, namun Alaia dengan berani menggelengkan kepalanya. Sudah menjadi aturan yang tidak tertulis untuk tidak menunjukkan kelemahan apapun dalam negosiasi. Jadi, sampai dia bisa mendapatkan penawar racunnya, Alaia berniat menekan sakit yang dialaminya hanya melalui semangatnya saja.

"Dan jika saya terlihat goyah, para penduduk pasti akan merasa khawatir"

"Yang Mulia..."

Koutarou hanya bisa terpana melihat tekad Alaia yang begitu teguh.

Jadi ini toh, yang namanya keluarga kekaisaran...

Ada banyak orang yang melihat mereka dari tepi jalan. Sebagian besar orang-orang itu adalah orang yang ingin mendapatkan obat untuk anggota keluarga mereka yang sakit, dan di saat yang sama, ada banyak juga orang-orang yang masih setia kepada keluarga kekaisaran. Alaia tentu tidak bisa menunjukkan rasa sakitnya demi negosiasi yang akan dihadapinya dan demi orang-orang itu.

"Mereka datang, Tuan Veltlion", kata Clan sambil menunjuk ke arah depan. Di depan mereka, tampak beberapa orang ksatria yang mendekat ke arah mereka dari arah pintu masuk desa. Mereka dipimpin oleh seorang ksatria yang memakai zirah yang terlihat berat, diikuti oleh 30 orang tentara dan lima orang penyihir yang memakai jubah hitam dan memegang tongkat kayu. Jumlahnya 36 orang, jumlah orang yang lebih dari cukup untuk bertemu dengan Koutarou, Clan dan Alaia.

"Kau Alaia?" kata pemimpin pasukan itu yang berdiri di hadapan Alaia, namun tidak memberi rasa hormat sama sekali. Malahan, dia memandang rendah Alaia dan berkata dengan nada kasar.

"Siapa anda?"

Meskipun dia sedang berhadapan dengan ksatria itu, Alaia tidak terlihat gentar, namun suara dan raut wajahnya terlihat dingin. Penampilannya saat itu berbeda dari saat dia sedang bersama dengan Koutarou dan Charl, yakni penampilan seorang tuan puteri yang berhadapan dengan musuhnya.

"Aku berasal dari pasukan ksatria Melcemhein, ksatria perunggu Dextro. Saat ini aku hanya seorang pengawal, tapi aku berencana menjadi ksatria suci segera"

"Jika sikap anda terus seperti itu, anda akan tetap menjadi pengawal selamanya"

"Bagus sekali, seperti yang bisa diharapkan dari seorang mantan tuan puteri. Tapi aku akan menjadi seorang ksatria suci setelah aku kembali membawa dirimu"

Alaia masih tenang, namun Koutarou sudah marah dengan cara bicara Dextro.

Mantan tuan puteri...!?

"...Tenanglah, Veltlion"

Kalau saja Clan tidak memegang Koutarou dan menghentikannya, Koutarou mungkin sudah langsung menyerang Dextro.

"Kukuku, tolong jangan marah begitu, Ksatria Biru", tawa Dextro mengejek Koutarou. Namun, tawanya justru membuat Koutarou tenang. Dia menjadi tidak peduli jika dia sedang direndahkan.

"...Maaf, Clan"

"...Tolong jangan bertindak ceroboh"

Setelah merasa kalau Koutarou sudah tenang, Clan melepaskan Koutarou.

"Oh, jadi kau bergantung sama wanita itu?"

"Ya. Saya bisa menjadi tandingan yang sepadan untuk ketergantungan anda pada Maxfern"

Karena dia sudah terbiasa berkelahi, Koutaou sudah terbiasa dengan adu mulut seperti ini. Dia malah merasa seperti sudah masuk ke dalam arena bertarung dan mulai memamerkan kepercayaan dirinya.

"Apa-apaan itu tadi, dasar sialan!"

Namun, Dextro justru mulai marah dan melotot pada Koutarou. Karena dia bisa naik pangkat dengan mempercayai bahwa kekuatan adalah segalanya, Dextro percaya bahwa dia sudah berusaha mendapatkan posisinya dengan pantas. Jadi, ejekan dimana dia bergantung pada Maxfern akan sangat menyinggung dirinya.

"Tenanglah, Dextro. Kalau anda berniat menjadi ksatria suci, anda tidak bisa kehilangan ketenangan anda hanya karena kata-kata saja"

"...Cih, baiklah"

Setelah Alaia menasihati Dextro, Dextro hanya berkomentar sedikit dan kembali tersenyum seperti tadi.

Jadi dia tipe yang emosian tapi nggak gampang lepas kendali...tipe musuh yang susah nih...pikir Koutarou setelah menganalisa sifat Dextro dari perdebatan mereka. Adalah hal yang penting bagi seseorang untuk memeriksa sifat dari lawan mereka sebelum mereka bertarung.

"Mari kita sudahi perkenalannya. Lewat sini, Alaia"

"Anda akan memberikan penawar racunnya, benar?"

"Itu kalau kau datang ke sini"

"...Kelihatannya saya tidak punya pilihan lain", angguk Alaia pada Dextro dan lalu berbalik menghadap Koutarou dan Clan.

"Saya akan pergi sekarang, Layous-sama", kata Alaia kepada Koutarou, dengan nada bicara dan raut wajahnya yang biasanya.

"Saya akan menyerahkan sisanya pada anda"

"...Saya akan segera menolong anda"

"Terima kasih", balas Alaia sambil tersenyum, dan lalu berbalik menghadap Dextro.

"Apa kau sudah selesai mengucapkan salam perpisahannya?"

"Saya hanya meminta pada mereka untuk menyiapkan buah Kurka kesukaan saya saat saya kembali nanti"

"Kau cukup tangguh juga untuk seorang wanita. Aku suka sikapmu!"

Alaia pun mulai berjalan ke arah Dextro yang tertawa. Sulit untuk dipercaya dari penampilannya saat itu kalau Alaia sedang sakit. Sebaliknya, yang dirasakan orang-orang yang melihatnya saat itu adalah keteguhan dan kehormatan yang begitu kuat.

"Alaia-sama"

"Sungguh mengharukan..."

Para penduduk desa pun merasakan hal yang sama, dan banyak keluhan yang mulai terdengar dari berbagai tempat. Sebagian besar keluhan itu terdengar mengkhawatirkan apa yang akan terjadi pada Alaia selanjutnya.

"Saya sudah datang, Dextro"

Ada jarak sekitar sepuluh meter antara Alaia dan Dextro. Rupanya Alaia tidak memerlukan waktu yang banyak untuk melangkah sejauh itu.

"Bagus"

Dextro lalu memegang lengan Alaia dan menggenggamnya dengan sekuat tenaga agar Alaia tidak bisa meronta untuk melepaskan dirinya.

Uhh...

Meskipun mereka berdua adalah seorang ksatria, Alaia merasa tidak nyaman dengan perlakuan Dextro padanya, berbeda dengan saat Koutarou yang berinteraksi dengannya. Alaia pun menjerit di dalam hatinya saat ia merasakan hal itu, namun ia tidak pernah bisa mengeluarkannya.

"Sekarang, Dextro, berikan penawar racun yang sudah anda janjikan", kata Alaia dengan begitu anggunnya. Bahkan dalam keadaan seperti ini, dia tetap tidak mau menyerah begitu saja.

Meskipun saya harus kehilangan nyawa saya...!

Apa yang melindunginya dari keputusasaan adalah waktu yang sudah dijalaninya bersama Koutarou kemarin.

"Anda sudah menangkap saya, jadi orang-orang yang lainnya tidak perlu menderita lagi, benar?"

"Betul sekali. Baiklah, pasukan!"

Apa yang bakal terjadi?

Koutarou merasa ada sesuatu yang buruk dari senyuman Dextro, seakan-akan dia sedang melihat ke dalam sesuatu yang betul-betul gelap dan mengerikan.

"Bunuh semua pengikut Alaia! Dan juga Charl! Kalau ada yang berusaha menghalangi kalian, bunuh mereka juga!"

"Apa!?"

Tepat saat itulah raut wajah Alaia berubah untuk pertama kalinya. Dextro pun puas dibuatnya, sampai-sampai senyumannya yang mengerikan membuat Alaia bergidik ngeri.

"Betul sekali, Alaia. Wajah seperti itulah yang ingin sekali aku lihat darimu!"

"Tunggu, Dextro! Bagaimana dengan pemberian penawar racunnya!?"

"Hal semacam itu tidak pernah ada"

"Tidak ada!? Apa maksudnya!?"

Ketakutan, kepanikan dan keputusasaan pun mulai tampak di wajah Alaia. Dia sudah tahu apa jawaban Dextro, walau begitu, dia tetap ingin menanyakan hal itu.

"Penawar racun itu tidak ada, tidak pernah ada sama sekali. Tapi, kalau aku mengatakan hal itu, kau pasti tidak akan muncul, benar?"

"Apa..."

Alaia pun terdiam dibuatnya, sehingga akhirnya Koutaroulah yang harus angkat bicara.

"Bagaimana bisa anda menyebarkan sesuatu yang tidak bisa diobati!?"

"Maksudnya? Yang perlu kami lakukan adalah tidak meminum air yang sudah tercemar", jawab Dextro mengejek.

"Bagaimana bisa..."

Alaia, yang sudah bersikap berani hingga saat ini, mulai kehilangan semangatnya dan badannya pun menjadi lemas. Dia sudah bertekad untuk tidak menangis, namun sekarang air mata mulai membasahi pipinya.

Charl akan...Flair, Fauna, Lidith, para penduduk desa....mereka semua akan mati...!!

Alaia merasa akan kehilangan apa yang ingin dilindunginya, yang mana dia telah berjanji untuk melindungi, dan semua yang telah dilakukannya hingga saat ini akan berakhir sia-sia."Putus asa" tidak cukup untuk menggambarkan apa yang dirasakannya saat itu, dimana apa yang telah dilakukan Dextro sama saja dengan menghancurkan segala yang dimiliki Alaia. Dia pun kehilangan kekuatan untuk berdiri dan terjatuh lemas ke tanah.

"Kenapa, kenapa anda melakukan sesuatu yang begitu kejam...kenapa, Maxfer?" tanya Alaia sambil menundukkan wajahnya dan menangis. Air mata itu mengalir perlahan menuju dagunya, jatuh ke atas tanah yang kering dan terserap ke dalamnya. Saat Alaia melihat air matanya menghilang seperti itu, dia semakin merasa tidak mempunyai harapan lagi. Dadanya pun sekarang dipenuhi oleh perasaan bahwa semuanya sudah tidak berguna lagi baginya.

"Kukuku, aku bisa jawab itu. Itu tentu saja untuk menangkapmu, dan juga sebagai contoh. Dengan menunjukkan peristiwa ini, orang tolol manapun akan tahu apa yang akan terjadi pada mereka jika mereka melawan. Tapi, karena ini juga kesempatanku untuk naik pangkat, aku tidak akan berhenti sampai desa ini saja."

Dextro adalah seseorang yang tidak punya perasaan. Kata-katanya yang kejam dan cemoohannya yang tanpa ampun membuat hati Alaia seperti teriris-iris.

"Tentu saja, karena kalian hanya sendirian, aku mungkin harus menghancurkan banyak desa lagi untuk naik pangkat berikutnya. Ahahahaha, kuhahahahahaha!!"

"Uh, uuuuuh, uaaaaaaah!! Aaaaaaaaaa!!"

Alaia, yang masih tertunduk lemas, akhirnya mulai mengeluarkan isak tangis. Semua harapannya telah hancur dan tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Bahkan sang puteri legendaris pun hanya bisa menangis tanpa bisa beruat apa-apa.

"Tidak ada penawar racun!?"

"Kalau begitu bagaimana!? Kita semua akan mati!?"

"Saya tidak mau mati!! Kenapa kita semua harus mati!?"

"Setidaknya selamatkanlah anak-anak kami, kami mohon!!"

Kepanikan pun mulai melanda orang-orang yang menyaksikan hal itu, seakan-akan mereka bereaksi terhadap tangisan Alaia. Saat para pasukan ksatria mulai mendekat untuk membunuh kelompok Alaia, kepanikan yang ada pun semakin memburuk dan suasana jalan utama desa itu menjadi kacau balau.

"Kukukukuku, fuahahahahaha, ahahahahaha!! Bunuh, bunuh, bunuh mereka semua!!"

Tawa keras Dextro menggema ke seluruh penjuru desa, mengiringi langkah tiga puluh lima pasukannya yang bergerak dengan teratur. Pasukan itu berniat menggeledah seluruh rumah yang ada untuk menemukan kelompok Alaia. Kalau terus begini, para gadis yang tidak bisa bergerak karena sakit pasti akan terbunuh. Beberapa penduduk yang panik pun pasti akan dibunuh, dan mereka yang sudah sakit pasti akan mati karena sakit yang dideritanya. Tidak ada yang bisa menghentikan pasukan itu, dan desa itu sudah pasti akan menjadi penuh dengan mayat.


Part 4[edit]

"Clan, jangan hentiin aku kali ini."

"Tenang saja, Veltlion. Aku hanya akan memberimu perintah."

Rokujouma V7.5 237.jpg

Namun, ada dua orang yang berusaha melawan takdir seperti itu, yakni seorang ksatria berzirah biru dan seorang gadis berkacamata. Tentu saja, mereka berdua tidak akan mungkin bisa melawan 35 orang tentara. Walau begitu, mereka berdua tidak terlihat gentar sedikitpun dan dengan berani berdiri menghalangi jalan para tentara.

"Layous Fatra Veltlion"

"Ya"

"Dalam situasi darurat tanpa adanya kaisar seperti ini, puteri Clariossa akan menggantikan puteri Alaia"

Dengan diiringi bunyi berdenging, Koutarou menghunus pedangnya yang besar dengan gagang emasnya, lalu dia mengayunkan pedang itu dengan gagahnya dan mengarahkannya kepada 35 orang tentara itu. Orang-orang yang mendengar suara pedang terhunus itu pun memusatkan perhatian mereka kepada ksatria itu.

"Ini adalah perintah kekaisaran. Sebagai ksatria Forthorthe, laksanakanlah tugasmu!"

"Baiklah, tuan puteri! Saya akan melakukannya dengan sungguh-sungguh!"

Inilah pertama kalinya sang pahlawan legendaris, Layous Fatra Veltlion, muncul di hadapan mata banyak orang.

"Terkutuklah kalian, wahai kalian orang-orang keji yang meracuni sungai hanya untuk menangkap seorang wanita! Kalian tidak bisa kumaafkan, dan darah kalian akan mewarnai pedangku!" teriak Koutarou sambil memusatkan amarahnya pada pedangnya dan menggertak 36 orang musuh di depannya. Kalimat yang digunakannya rupanya berasal dari naskah drama, namun Koutarou tidak memperdulikan hal itu karena dirinya betul-betul marah saat itu.

Aku akan segera menyelamatkanmu, puteri Alaia!

Koutarou mengarahkan amarahnya pada Dextro, yang menyebarkan penyakit hanya untuk menangkap Alaia, dan pada Maxfern yang telah memberi Dextro perintah itu. Ditambah, tidak ada obat untuk penyakit itu dan beberapa orang yang lanjut usia sudah meninggal karenanya. Kalau terus begini, akan ada banyak orang lainnya yang akan mati, termasuk Alaia dan Charl. Dosa seperti itulah yang tidak bisa dimaafkan Koutarou.

Dengan Alaia yang sudah ditangkap oleh Dextro, Koutarou lebih tidak bisa memaafkan hal itu. Sambil memikirkan bagaimana perasaan Alaia saat dia berjalan ke arah Dextro atas keinginannya sendiri, dan bagaimana perasaannya saat dia tahu kalau Dextro sudah menginjak-injak harapannya, Koutarou tidak bisa menahan dirinya lagi untuk menyelamatkan Alaia secepat mungkin.

"Dasar bodoh. Apa yang kau sendiri bisa lakukan!? Oh ya, aku rasa anjing hanya bisa menggonggon! Kukukuku!" cemooh Dextro pada Koutarou. Dia tidak percaya kalau Koutarou bisa melawan 36 orang sendirian.

"Itu memang benar kalau hanya saya sendiri yang maju. Tapi sayangnya, saya tidak sendiri!"

Dengan sebuah senyum kecil di bibirnya, Koutarou melesat maju, dengan niatan melawan ketiga puluh enam orang dihadapannya.

Benar juga! Aku punya kekuatan yang mereka kasih ke aku!

Hal pertama yang dilakukan Koutarou saat dia mulai berlari adalah melepaskan kekuatan yang ada pada zirahnya.

"Baju manuver, aktifkan mode pertempuran!"

"Baiklah, tuanku"

Zirah itu pun menuruti perintah Koutarou dan menghentikan semua fungsi sehari-harinya, lalu memusatkan semua usahanya pada fungsi yang berhubungan dengan bertarung.

"Silahkan pilih senjata anda"

"Aku pilih yang biasa aku pakai!"

"Dimengerti. Mengaktifkan benturan sonik"

Pedang yang berada di tangan Koutarou pun mulai menggeram pelan. Saat serangan pedang itu mengenai musuh, pelindung yang menyelimuti pedang itu akan memukul pingsan musuh itu tanpa membunuhnya. Itulah cara menyerang yang dipilih oleh Koutarou.

"Informasi: pasukan musuh terdiri dari 36 orang. Rincian: tentara kelas berat: 1, tentara biasa: 20, pemanah: 10, tidak diketahui: 5"

"Yang lima itu penyihir. Anggap mereka bagian pengebom dan pengalihan!"

"Dimengerti, mengatur ulang target. Mendefinisikan lima orang yang tidak diketahui sebagai penyihir"

Clan pun membantu fungsi zirah itu melalui gelangnya, dan lalu menarik keluar senjatanya sendiri melalui lubang di udara.

"Jangan bunuh mereka, Clan!"

"Aku tahu!"

Clan menarik keluar sebuah senapan aneh yang berbentuk mirip kotak. Di Forthorthe, senapan itu dikenal sebagai senapan bius. Senapan itu mudah untuk digunakan, dan bekerja dengan cara melepaskan aliran listrik yang membuat target senapan itu pingsan saat target terkena tembakan.

Alasan mengapa Koutarou dan Clan tidak sembarangan membunuh musuh mereka adalah karena jika mereka sampai tidak sengaja membunuh orang yang penting pada saat perang, sejarah akan berubah. Ditambah, mereka tidak mau membunuh sesama penduduk Forthorthe, yang mana hal itu merupakan keinginan dari Alaia. Menurut Koutarou, dia juga yakin bahwa Theia juga tidak menginginkan hal itu sampai terjadi. Dengan begitu, sang Ksatria Biru menahan dirinya untuk tidak membunuh musuhnya.

"Tembak! Buat mereka menjadi onggokan daging!"

Dextro, di sisi lain, betul-betul bernafsu untuk membunuh Koutarou dan Clan. Dia justru menyuruh para pemanahnya untuk menyerang daripada duduk diam dan melihat Koutarou yang maju menyerang ke arahnya. Para pemanah yang berada di dekat Dextro pun mematuhi perintahnya dan membidik panah mereka untuk menembakkan anak panah mereka bersama-sama.

"Tolong awasin panahnya, ya"

"Dimengerti, memasang pelindung"

Saat sepuluh anak panah meluncur ke arah Koutarou, segienam-segienam putih transparan muncul di sekitar Koutarou. Semua anak panah itu menabrak segienam-segienam itu dan memantul kembali.

"Clan, tolong urus yang pakai panah! Kita nggak mau ada anak panah yang nyasar!"

"Baiklah!" kata Clan yang menyetujui Koutarou dan menyiapkan senapannya. Senapan yang terhubung ke gelangnya itu mulai membidik para pemanah secara otomatis. Karena Koutarou dan Clan dilindungi oleh pelindung mereka masing-masing, mereka tidak perlu kuatir soal adanya anak panah yang melesat, namun mereka ingin agar para penduduk yang ada di dekat situ tidak terkena anak panah.

"Panahnya tidak berpengaruh sama sekali? Kalau begitu, penyihir--sial, dia cepat!!"

Karena tembakan anak panah tidak berpengaruh pada Koutarou, Dextro menyuruh para penyihirnya menyerang Koutarou dengan sihir. Namun, dengan zirah Koutarou sudah berada pada mode pertempuran, Koutarou bergerak dengan gesit dan dengan cepat mendekati para tentara, membuat Dextro kehilangan kesempatannya untuk menyerang Koutarou dengan sihir yang kuat. Kalau dia menyuruh para penyihirnya menyerang sekarang, pasukannya pasti akan terkena serangan itu juga.

"Dia hanya sendirian! Kepung dia!"

Karena tidak ada pilihan lain, Dextro memerintahkan pasukan tentaranya untuk menyerang. Kedua puluh prajurit itu pun mematuhi perintah itu dan berpencar untuk bisa mengepung Koutarou. Para tentara yang memegang tombak dan tameng mulai mendesak Koutarou.

Dulu Sanae ngelakuin apa ya...

Koutarou mulai berkonsentrasi dan mencoba mengingat sensasi yang dirasakannya saat Sanae bergantung di punggungnya, membuat jiwanya merasa dibakar oleh kemarahannya yang kemudian mengalir ke seluruh tubuhnya.

"Begini!"

Tepat di saat itu, pandangan Koutarou berubah. Sebuah cahaya putih terlihat melapisi setiap pasukan itu. Keinginan mereka untuk menyerang mengubah cahaya itu menjadi bermacam-macam cahaya lainnya dan memberi tahu Koutarou kemana mereka akan menyerang. Itulah kekuatan spiritual yang digunakan Sanae saat mereka bertarung bersama untuk memprediksi kemana serangan selanjutnya akan datang.

"Lalu!"

Pergerakan Koutarou pun menjadi semakin tajam, sampai-sampai zirahnya harus mengubah pengaturan untuk bisa mengikuti pergerakan Koutarou. Dengan pergerakannya yang semakin baik, Koutarou bisa menghindari semua serangan tombak yang diarahkan padanya dengan mudah. Itu adalah salah satu kekuatan dari Sanae yang lainnya untuk meningkatkan kemampuan badan. Dengan gerakannya yang betul-betul tepat digabungkan dengan kemampuan menebak serangan, Koutarou dengan mudahnya mengelak dari semua serangan bak daun yang terbang ditiup angin.

Koutarou bisa menggunakan kekuatan-kekuatan itu berkat hubungan yang telah dibuat oleh Sanae. Meski begitu, Koutarou tidak punya kekuatan spiritual sebesar Sanae, jadi dia tidak bisa menggunakan kekuatan ini sebaik Sanae. Namun, hal itu sudah cukup baginya untuk meladeni dua puluh orang musuh.

"Hei, apa kamu bisa ngelindungin puteri Alaia dengan pelindung ini?"

"Meski pelindung ini akan menjadi lemah karena jarak, hal itu bisa dilakukan. Peringatan: perlindungan anda akan menjadi melemah"

"Apa aku terlihat seperti butuh perlindungan saat ini!?" kata Koutarou sambil mengayunkan pedangnya. Beberapa suara ledakan pun terdengar di saat yang bersamaan dengan terpentalnya lima orang pemegang tombak di dekat Koutarou.

"Baiklah, tuanku"

"Kamu bisa nurut begitu ya, hari ini!"

Namun, masih ada lima orang pemegang tombak yang tersisa, dan mereka pun menusukkan tombak mereka ke arah Koutarou. Dia bisa mengelak tiga tombak, namun tidak untuk dua sisanya.

"Peringatan: Gunakan pelindung untuk melindungi diri anda"

"Udah kubilang, aku nggak butuh!"

Koutarou lalu menangkis kedua tombak itu dengan pedang Theia untuk yang satu, dan dengan pelindung tangan milik Kiriha di tangan kirinya untuk yang satunya lagi.

"Uwaaaaaaa!!"

Di saat yang sama, pemegang tombak yang tombaknya ditangkis dengan pelindung tangan Kiriha jatuh pingsan. Rupanya, arus listrik yang ada di pelindung tangan itu mengalir melalui tombak itu menuju si pemegang tombak.

"...Siapa orang itu sebenarnya...?"

Setelah melihat Koutarou dengan gesitnya memukul pingsan keenam prajuritnya, Dextro, yang sedari tadi merasa begitu percaya diri, mulai merasa gentar.

"Hey, kalian semua, maju!"

"T-tapi!! Uwaaaaa!!"

Karena intuisinya berkata akan adanya bahaya yang mendekat, Dextro menyuruh para pemanahnya untuk ikut maju ke garis depan juga, namun tiga dari para pemanah itu sudah dikalahkan.

"Sial, wanita itu rupanya!!"

Dextro tadinya hanya menganggap Clan sebagai pelayan yang lemah, dan karena dia tidak tahu bahwa apa yang dipegang oleh Clan adalah senjata, Dextro dengan cerobohnya membiarkan Clan menembak tiga pemanahnya. Bila dijumlahkan dengan enam orang yang sudah dikalahkan oleh Koutarou, jumlahnya sudah menjadi sembilang orang yang tumbang, yang berarti seperempat dari jumlah pasukan Dextro.

"Tidak mungkin, mereka hanya berdua saja!!"

Dextro pun mulai panik, karena dia sama sekali tidak berpikir akan kalah hingga saat ini. Namun, pemikiran itu akhirnya muncul sekilas. Karena tidak ingin menerima hal itu, Dextro berteriak dengan suara yang keras:

"Kalian bunuh wanita itu! Jangan biarkan dia mempermainkan kalian lagi!"

"Baik!"

Setelah memperhatikan betapa resahnya Dextro dan prajuritnya, Alaia, yang sedari tadi membungkuk dan menangis, mulai menengadahkan wajahnya.

Layous-sama...?

Lewat matanya yang masih sembab, dia bisa melihat Koutarou yang dengan perlahan maju mendekati dirinya.

Layous-sama sedang bertarung...dia melindungi semuanya...

Mereka tidak bisa mendapatkan obatnya, namun Koutarou tetap bertarung untuk melindungi para penduduk dan rekan-rekan Alaia.

Dan dia bertarung demi diri saya...

Dia bertarung untuk melindungi janji Alaia. Melihat penampilan Koutarou yang seperti itu, sebuah pertanyaan muncul di dalam benak Alaia.

Meski begitu, apa yang saya lakukan disini...?

Alaia bertanya pada dirinya sendiri, mengapa dia terdiam di tempat itu dan tidak melakukan apapun. Bukankah seharusnya dia melakukan sesuatu? Bukankah dia punya tugas untuk dilakukan? Meskipun tidak, bukankah seharusnya dia bangkit berdiri dan membuat Koutarou menjadi lebih mudah untuk menyelamatkannya? Itulah yang dipikirkan Alaia setelah melihat Koutarou.

Orang itu masih bertarung!

Sebuah api semangat mulai membara dari dalam matanya, namun Alaia tidak bisa segera berdiri begitu saja. Dia berniat membiarkan Dextro, yang masih memegang tangannya, untuk berpikir bahwa dirinya masih menangis untuk beberapa saat yang lebih lama lagi sambil mencari kesempatan untuk bisa lolos.

"Kalau begitu...hei, penyihir! Hentikan gerakannya dengan sihir kalian!" perintah Dextro kepada para penyihir untuk menyerang Koutarou.

"Tapi, nanti rekan-rekan kita juga akan kena!"

"Kalau kalian tidak melakukannya, kita yang akan kalah! Berhenti mengoceh dan lakukan saja!"

"B-baik!"

Meskipun dia sendiri tahu kalau pasukannya juga pasti akan terkena serangan penyihir, Dextro tetap menyuruh para penyihir untuk menggunakan sihir. Pada saat ini, Koutarou sudah mengalahkan tiga orang lain, dengan total 12 orang yang sudah kalah. Dextro sudah menganggap Koutarou sebagai ancaman yang berbahaya dan membutuhkan lebih banyak cara untuk bisa mengenai Koutarou, meskipun pasukannya yang menjadi bayarannya.

"Kukuku, tidak peduli seberapa kuat dia, dia tidak akan bisa kabur dari ini..."

Tidak!

Alaia dengan cepat berdiri dan memperingatkan Koutarou.

"Awas, Layous-sama!! Para penyihir sedang mengincar anda!"

"Diam!! Kau sudah terlambat!!"

Dextro lalu tertawa dengan sombongnya. Dengan lima penyihir yang mneyerang secara bersamaan, tidak peduli seberapa cepat Koutarou bergerak atau seberapa besar pertahanannya, dia pasti tidak punya cara untuk menghindar dari serangan itu.

"Para penyihirnya!?"

Berkat peringatan dari Alaia, Koutarou melihat ke arah para penyihir dan memperhatikan niatan mereka untuk menyerang, yang mana arah serangannya akan menuju ke area di sekelilingnya yang juga cukup besar untuk mengenai kedelapan pasukan yang tersisa.

"Apa dia mau nyerang aku sama pasukannya sendiri!?"

Tepat saat Koutarou menyadari hal itu, kelima penyihir sudah membuat bola api besar yang berada di ujung tongkat mereka masing-masing, menyinari dengan terangnya area di sekeliling para penyihir itu.

"Reaksi energi dengan kepadatan tinggi terdeteksi dari penyihir. Peringatan, tolong gunakan pelindung untuk melindungi diri anda sendiri"

"Kamu tetep lindungin tuan puteri!" balas Koutarou yang menolak usulan dari komputer zirahnya, lalu mengarahkan tangan kirinya ke arah bola-bola api. Sementara itu, para prajurit yang berada di sekitar Koutarou mulai panik.

"Eh, apa komandan mau membunuh kita bersama orang itu!?"

"Tolong selamatkan kami, komandan!!"

"Kalian terus lawan si Ksatria Biru itu!"

Meskipun para tentaranya sudah meminta pertolongan, Dextro menolak permohonan mereka dengan nada bicara yang mirip dengan Koutarou.

"Anda ingin menjadi seberapa busuk lagi!? Kalau kalian semua tidak ingin terluka, menunduk!!"

Para penyihir menembakkan bola-bola api itu tepat saat Koutarou berteriak seperti itu. Sasaran mereka tentu saja Koutarou. Namun, ada sebuah bola api yang muncul di hadapan mereka, yang rupanya berasal dari pelindung tangan di tangan kiri Koutarou.

"Maju!"

Setelah Koutarou memerintahan demikian, bola api yang baru itu melayang menuju bola-bola api yang sudah ditembakkan oleh para penyihir. Rupanya Koutarou berusaha menghapus serangan mereka dengan serangannya sendiri.

Bola-bola api itu pun saling bertabrakan di tengah udara, namun sayangnya, hal yang terjadi selanjutnya tidak terjadi sesuai dengan yang dibayangkan oleh Koutarou. Bola-bola api milik para penyihir ternyata lebih kuat daripada miliknya, jadi bola apinya yang hanya satu itu tidak cukup untuk menghentikan bola-bola api mereka, meskipun kekuatan bola-bola api yang masih menuju ke arah Koutarou itu sudah menurun cukup banyak.

"Jadi, nggak guna ya!"

"Peringatan! Gunakan pelindung--"

"Diem! Kalau kamu emang dibuat buat dipake di luar angkasa, tahan sekuat-kuatnya!"

Koutarou lalu menyilangkan tangannya di depan wajahnya dan bersiap untuk menghadapi serangan itu, mempertahankan dirinya hanya dengan semangat dan keberanian semata. Bola-bola api itu pun mendekat, dengan nyala api merahnya yang membara mewarnai seluruh tubuh Koutarou.

Dan, bola api itu pun meledak.

"...Huh?"

Namun, tidak seperti yang dibayangkannya, ledakan itu tidak melukai Koutarou. Ledakan itu rupanya dihalangi oleh selubung kekuningan yang muncul sesaat di hadapan Koutarou lalu menghilang.

"A-aku nggak tahu kenapa, tapi aku selamat..."

Rupanya, selubung kuning itu adalah salah satu sihir pertahanan yang dipasangkan Yurika pada Koutarou saat dirinya bertarung melawan Clan. Sihir itu tidak aktif selama ini dan hanya aktif saat sihir itu merasa kalau Koutarou berada dalam bahaya, lalu menghapus ledakan itu.

"Tidak mungkin!"

Serangan yang dibuat oleh kelima penyihir itu tidak mempan pada Koutarou, dan membuat Dextro, yang sudah begitu yakin dengan kekuatan serangan itu, tidak bisa mempercayai dengan apa yang baru saja terjadi dihadapannya. Ternyata, bukan Dextro saja yang dibuat terhenyak dengan pertarungan Koutarou.

"Nona Pardomshiha, siapa gerangan orang itu?"

"Itu...hal itulah yang ingin saya ketahui, Lidith..."

Rekan-rekan Alaia tidak bisa menyembunyikan kekagetan mereka saat mereka menyaksikan pertarungan itu. Pertarungan itu terlihat begitu luar biasa sampai-sampai mereka lupa dengan sakit yang sedang mendera mereka.

"Pedang dan zirah itu...berdasarkan kekuatannya, benda-benda itu pasti dibuat dengan alkemi...saya tidak bisa membayangkan cara lain untuk membuat benda-benda itu, dengan mempertimbangkan bahwa alat yang termasuk dalam zirah itu bisa membuatnya menggunakan listrik dan api."

Karena Lidith adalah seorang alkemis, dia membayangkan kalau zirah dan pedang yang digunakan oleh Koutarou dibuat dengan menggunakan sains dan teknologi yang lebih mutakhir.

Sains pada zaman ini belum diklasifikasikan secara keseluruhan, dan bukan hanya sains saja, tapi juga farmakologi, obat-obatan, sihir, fenomena supernatural dan banyak hal lainnya dipelajari di dalam bidang alkemi, yang juga termasuk teknologi untuk memurnikan metal. Beberapa alkemis memonopoli pembuatan baja dengan ketahanan tinggi dan mengambil keuntungan besar dari itu. Jadi, bagi Lidith yang sudah melihat zirah milik Koutarou dari dekat, dia berasumsi kalau zirah itu dibuat dengan alkemis tingkat tinggi.

Dan jika pedang dan zirah itu dibuat dari alkemi, sudah sewajarnya jika dia menganggap alasan mengapa Koutarou bisa memanipulasi listrik dan api menggunakan tangan kirinya adalah berkat alkemi juga. Orang-orang zaman ini sudah menemukan cara-cara dasar untuk membuat aliran listrik dan ledakan.

"Tidak hanya alkemi. Kelihatannya dia juga menggunakan energi spiritual untuk bertarung. Memang, dia tidak sebaik saya, tapi kelihatannya dia bisa membaca energi spiritual yang dipancarkan oleh musuhnya. Sepertinya dia juga menggunakan energi spiritual untuk meningkatkan kecepatannya", kata Fauna yang turut bergabung ke dalam diskusi itu. Sebagai pelayan dewi fajar, dia bisa memanipulasi energi spiritual lebih baik daripada Koutarou, dimana dia menggunakan kekuatannya untuk menyembuhkan mereka yang sakit dan terluka. Itulah sebabnya Fauna bisa dengan cepat mengetahui kalau Koutarou sedang menggunakan energi spiritual untuk bertarung.

"Kemampuannya menggunakan pedang juga patut dipertimbangkan...yang berarti pasukan ksatria darimana Veltlion berasal tidak hanya terlatih menggunakan pedang, tapi juga dalam energi spiritual, dan hebat dalam menggunakan alkemi..."

Flair menjadi keheranan dengan kesimpulan yang dibuatnya dari diskusi itu. Gaya bertarung Koutarou betul-betul berbeda dari gaya bertarung para ksatria biasa. Flair sendiri tidak pernah mendengar pasukan ksatria asal Koutarou yang aneh namun kuat itu.

"Bukan hanya itu. Dia juga bisa memakai sihir"

"Caris!? Kenapa kau ada disini!? Apa kau tidak bergabung dengan para prajurit lainnya!?"

Flair terkejut dengan munculnya Caris yang tiba-tiba bergabung dengan mereka. Karena Flair sudah diberitahu bahwa Koutarou membebaskan Caris, dia tidak berpikir kalau ternyata Caris masih berada di dekat mereka.

"Itu yang tadinya ingin aku lakukan", kata Caris dengan senyum kecut sambil bertumpu pada tongkatnya.

"Tapi, saat aku sedang berjalan kesana, aku mendengar kalau tidak ada penawar racun untuk ini. Mereka sudah berencana untuk meninggalkanku bersama dengan kalian. Jadi, aku berpikir, sebelum aku mati sia-sia, setidaknya aku menolong pria itu sedikit. Itu saja"

Caris rupanya berencana untuk bergabung dengan pihak Dextro kalau ada obat untuk penyakit ini, tapi setelah dia mengetahui bahwa tidak ada obat untuk itu, Caris tersadar kalau mereka berencana membunuhnya bersama-sama Alaia dan kelompoknya. Di saat yang sama, pasukan Dextro membunuh orang tanpa pandang bulu, dan itulah yang tidak disukai oleh Caris.

Caris sudah bersumpah setia pada Maxfern, atau lebih tepatnya, pada kepala dewan penyihir, yakni Grevanas, karena Grevanas sudah mengadopsi dirinya dari sebuah panti asuhan di kawasan kumuh. Meski begitu, sebuah serangan yang tidak pandang bulu sedang terjadi di daerah seperti itu. Tindakan keji seperti itu bagi Caris adalah sebuah pengkhianatan atas kesetiaannya.

Setelah kehilangan jati dirinya, Caris teringat dengan kata-kata Koutarou.

Terima kasih.

Dia kembali karena kata-kata itu.

"Begitu rupanya..."

Flair pun percaya pada Caris, karena dia melihat mata Caris yang berkata seperti itu padanya. Kalau Caris memang berniat untuk membunuh Flair dan yang lainnya, dia pasti sudah melakukannya sejak lama.

"Jadi, Caris, kau bilang Tuan Veltlion menggunakan sihir...", kata Lidith yang lebih tertarik dengan Koutarou dan menginginkan penjelasan lebih lanjut dari Caris, yang mana Caris mengangguk untuk melanjutkan.

"Aku tahu saat dia menghapus bola api itu. Mungkni hanya sebentar, tapi dia menggunakan sihir sekelas penyihir tingkat tinggi. Aku tidak tahu apakah si Ksatria Biru sendiri bisa menggunakan sihir, tapi setidaknya dia hidup di lingkungan dimana dia bisa mendapat sihir setingkat itu dalam kehidupannya sehari-hari"

"...Apa kau baru saja mengatakan sihir tingkat tinggi?" tanya Flair yang kembali terkejut.

Penyihir tingkat tinggi mengacu pada ketujuh penyihir terhebat dari dewan penyihir, yang mana kepala dari dewan penyihir itu, Grevanas, adalah salah seorang diantaranya. Mereka bertujuh adalah penyihir yang sangat kuat, yang berada di puncak dunia sihir. Sementara itu, Koutarou terlihat bisa menggunakan sihir yang setingkat dengan mereka bertujuh. Karena itulah, ada satu hal lagi mengenai hal itu yang tidak dimengerti oleh Flair.

"Seni berpedang, energi spiritual, alkemi dan sihi...senjata berapi yang digunakan oleh pelayannya juga terlihat hebat...siapa sebenarnya mereka berdua...?"

"Siapa yang tahu...tapi, sudah jelas kalau sang dewi fajar mengasihi mereka"

"Veltlion?"

"Bukan, puteri Alaia", kata Caris sambil tersenyum dan mulai melangkah pergi sambil bertumpu pada tongkatnya.

"Kemana kau mau pergi?"

"Aku akan pergi membantu Ksatria Biru. Dia mungkin akan menang, tapi aku kuatir dengan kelima penyihir itu. Serahkan ini padaku, dan kalian bisa pergi untuk melindungi tuan puteri yang satu lagi"

"Saya mengerti. Sebaiknya kita lakukan itu", jawab Flair yang setuju dengan usulan Clair setelah menganalisa situasi yang ada di kepalanya.

Akan sulit bagi Flair untuk bisa melawan pasukan tentara itu sementara dirinya masih menderita karena sakit. Namun, Caris yang bisa menggunakan sihir punya beberapa cara untuk menolongnya. Akan lebih baik jika mereka membiarkan Caris menolong Koutarou dan mereka sendiri pergi melindungi Charl. Meskipun penyakit itu sudah menjalar ke seluruh tubuhnya, Flair masih bisa melindungi Charl dari para penduduk desa yang sudah panik.

"Mari kita pergi, Fauna, Lidith"

"Nona Pardomshiha, saya akan pergi dengan Caris"

"Kenapa?"

"Karena rasa penasaran saya sebagai seorang alkemis"

"Kalau begitu saya serahkan dia padamu. Mari kita pergi, Fauna"

"Baik!"

Flair dan Fauna akhirnya pergi ke tempat Charl, sementara Caris dan Lidith pergi untuk membantu Koutarou.


Part 5[edit]

"Haiyaaa!!" teriak Koutarou mengayunkan pedangnya, membuat pedang itu mengeluarkan percikan api saat berbentur dengan zirah salah seorang tentara.

"Guwah!!"

Salah seorang dari kedua pemanah yang tersisa terkena serangan itu dan jatuh terguling-guling di atas tanah.

"Uwaaaaa!!"

Sesaat setelahnya, seorang pemanah lagi yang baru saja mengelak dari pedang itu, berteriak dan ambruk ke atas tanah. Rupanya, dia terkena tembakan dari senjata Clan.

Setelah Koutarou menghapus serangan bola api para penyihir, pertempurannya menjadi berat sebelah, dimana Koutarou berhasil mengelak dari serangan semua prajuritdan serangan para penyihir tidak mempan padanya. Para prajurit yang tersisa pun tumbang satu demi satu setelah dikalahkan oleh Koutarou dan Clan. Ini terjadi karena perintah Dextro untuk menghabisi Koutarou dengan nyawa prajuritnya sebagai balasannya, dan sekarang perintahnya tidak dituruti lagi oleh mereka.

"...Sekarang tinggal enam lagi"

Clan pun tersenyum tanpa merasa takut sambil mengisi ulang peluru pada senapannya. Saat itu, hanya ada enam orang prajurit yang tersisa dari pasukan yang tadinya berjumlah tiga puluh enam orang, yakni Dextro dan kelima penyihirnya. Kemenangan sudah berada dalam genggaman Koutarou dan Clan.

"Tidak kusangka kau bisa melakukan hal seperti ini...jujur saja, kau membuatku kaget, Ksatria Biru"

"Saya harap anda mengembalikan Alaia pada saya, ksatria perunggu Dextro"

Namun, yang tidak disangka, Dextro masih memiliki senyum yang menyeramkan pada wajahnya, membuat Koutarou merasa terganggu saat dia melihat senyuman itu sembari mengarahkan pedangnya pada Dextro. Kelihatannya, Dextro masih belum merasa putus asa.

"Aku tidak bisa mengembalikannya padamu semudah itu. Ini bukan sekedar permainan"

"Layous-sama, jangan dengarkan kata-kataDextro! Dia sedang mencoba mengulur-ulur waktu! Para penyihir sudah melakukan sesuatu selama beberapa saat ini!"

"Cih. Seharusnya kau diam saja!" ujar Dextro sambil menarik Alaia ke arahnya, lalu mengarahkan sebuah pisau ke lehernya.

"Diam sebentar, Alaia!"

"Uh!?"

Alaia hanya bisa terdiam tanpa mengeluarkan teriakan saat diperlakukan seperti itu.

"Yang Mulia!...Hei, kenapa dengan pelindungnya!?"

Saat Koutarou melihat tindakan Dextro, dia menjadi bingung dan bertanya dengan gusar kepada komputer di zirahnya.

"Target B berada dalam wilayah batas pelindung"

"Sialan"

Pelindung yang dibuat oleh zirah itu telah melindungi Alaia pada awalnya, namun itu diperuntukkan untuk melindunginya dari anak panah yang menyasar atau dari ledakan, jadi pelindung itu tidak bisa melindunginya dari Dextro yang sudah berada disampingnya sedari tadi.

"Lepaskan Yang Mulia!"

"Hei, Ksatria Biru, jangan bergerak. Hal yang sama berlaku untuk wanita dibelakangmu", kata Dextro memperingatkan Koutarou yang dengan intuisinya melangkah maju. Di saat yang sama, Dextro menggunakan badan Alaia sebagai tameng untuk melindungi dirinya dari senapan Clan.

"Bagaimana keadaannya?"

Dalam situasi itu, Dextro bertanya pada para penyihir dibelakangnya.

"Kami sudah hampir selesai!"

"Bagus!"

Dextro pun terlihat puas setelah mendengar laporan salah seorang penyihir. Rupanya, dia sudah membuat para penyihir melakukan sesuatu sementara prajuritnya sendiri dikalahkan. Dengan ini, para penyihir akan menghabiskan seluruh energi sihir mereka, namun hal itu sudah bukan menjadi masalah bagi Dextro. Itulah yang membuatnya tidak bisa berhenti tersenyum.

"Dextro-sama, ini dia!"

"Ini, dia kukembalikan! Coba jaga dia!"

Yang mengejutkannya, Dextro melepaskan Alaia yang digunakannya sebagai sandera dan mendorongnya ke arah Koutarou.

"Kyaa!"

Melihat itu, Koutarou dengan cepat berlari ke arah Alaia, yang dengan badannya yang lemah, terjatuh setelah beberapa langkah.

"Puteri Alaia!!"

Kemudian, sesuatu terjadi saat Koutarou mengalihkan pandangannya dari Dextro.

"Tunggu, Veltlion! Ada yang aneh!"

"Fufufufufu, hahahahahahaha, tidak kusangka aku harus menggunakan ini!"

Tepat dibelakang area dimana Alaia sedari tadi terduduk, sebuah lubang hitam dengan diameter sebesar tiga meter muncul. Kelima penyihir itu sudah bekerja sama untuk membuat lubang hitam itu, yang mirip dengan lubang hitam milik Theia dan Clan untuk memanggil senjata mereka.

"Tolong terima rasa terima kasihku, Ksatria Biru. Aku selalu ingin menggunakan benda ini!"

Dextro terlihat semakin bersemangat saat lubang hitam itu. Rasa gembira dan semangat yang muncul memenuhi hatinya mirip dengan saat dia membunuh seseorang untuk pertama kalinya, dan muncul sebagai senyuman yang mengerikan di wajahnya.

"Apa!?"

"Reaksi gempa ruang!? Veltlion, ada sesuatu yang besar yang akan muncul!!"

Lalu, sesuatu yang besar pun muncul dari lingkaran hitam itu. Sekilas, benda yang muncul itu nampak seperti seorang ksatria yang memakai zirah hitam, tapi benda itu terlalu besar untuk bisa disebut sebagai seorang ksatria. Setelah seluruh badannya melewati lubang hitam itu, benda itu berdiri dengan tingginya yang mencapai lima meter. Alaia, yang berada tepat disebelahnya, hanya terlihat seperti boneka bagi benda itu.

"A-apa gerangan ksatria raksasa ini...?" tanya Alaia yang kehilangan kata-kata saat melihat ksatria raksasa itu muncul dihadapannya.

"Awas, puteri Alaia! Menjauh dari sana!"

"B-baik!"

Alaia mencoba untuk melakukan seperti yang disuruh oleh Koutarou, tapi dia masih berusaha menenangkan dirinya dari rasa sakit yang didapatnya saat dia jatuh dan dari penyakitnya, jadi dia tidak bisa bergerak begitu saja.

"Saya akan segera kesana, Yang Mulia!...Clan, apa kamu tahu benda apa itu!?"

Setelah memperhatikan kalau Alaia tidak bisa bergerak, Koutarou bertanya pada Clan sembari mempercepat larinya.

"Aku tidak tahu! Yang pasti, benda itu terbuat dari besi, tapi aku tidak bisa melihat apapun yang bisa menjadi sumber tenaga benda itu...Tapi, untuk sebuah patung, terlalu banyak bagian-bagian strukturnya yang aneh, aku tidak bisa membedakannya...", balas Clan yang kebingungan melihat benda itu.

Berdasarkan cara benda itu muncul. Clan yakin bahwa benda itu adalah semacam mesin bertarung. Namun, saat dia memindai bagian dalamnya dengan alat pemantaunya, Clan tidak bisa menemukan bagian-bagian mekanis didalamnya, maupun apapun yang bisa menjadi sumber penggeraknya. Kesan pertama yang didapat Clan adalah benda itu adalah kerangka metal yang dipakaikan zirah.

Namun, saat dia menganalisa lebih lanjut, dia menemukan banyak permata dan tulang hewan yang dimasukkan didalamnya. Dari sisi seorang insinyur, benda-benda itu akan menurunkan ketahanan strukturnya. Ditambah, benda-benda itu berada di bagian dalam benda itu dan tidak bisa dilihat dari luar, jadi benda-benda itu bukanlah dekorasi. Ada banyak sekali kontradiksi yang membuat Clan tidak tahu harus berpikir apa.

"Patung!? Sayang sekali, ini adalah prajurit tak terkalahkan yang akan membunuh kalian semua!!" balas Dextro sambil tertawa, dengan tiba-tiba memegang sebuah bola yang bercahaya kekuningan di tangannya. Di dalam bola itu ada tiga warna: merah, jingga dan kuning yang menari, dan tiap kali cahaya bola itu semakin terang, sebuah cahaya kemerahan terlihat dari mata raksasa itu.

Saat cahaya merah di mata raksasa itu terlihat seperti darah, dia dengan perlahan menggerakkan tangannya yang bagaikan batang pohon yang sangat besar dan mengulurkannya. Selanjutnya, dia menggerakkan kakinya, yang terlalu berat sampai-sampai tenggelam ke dalam tanah sedikit. Kaki kirinya yang bergerak itu melangkah maju dan mendekat ke arah Alaia.

Besar langkahnya dua kali lebih besar dari manusia biasa. Jika digabungkan dengan beratnya yang luar biasa, tiap langkahnya terasa bagaikan gempa kecil.

"Benda itu bergerak!? Tidak mungkin, itu tidak mungkin!!"

"Kukuku, tentu saja itu mungkin. Kalian sekarang akan dibunuh oleh raksasa ini, si Prajurit Iblis", ujar Dextro dengan sombongnya sambil melihat ke raksasa yang terus bergerak itu.

Sementara itu, raksasa itu berderit saat dia bergerak dan mengulurkan tangannya yang besar ke arah Alaia.

Sebelum tangannya sampai, segienam-segienam putih muncul dan menghalangi tangan itu. Rupanya, yang menghalangi adalah pelindung yang dibuat oleh zirah Koutarou atas perintah Koutarou untuk melindungi Alaia.

Namun, sesaat setelahnya, pelindung itu hancur dengan mudahnya, karena jarak antara Koutarou dan Alaia yang cukup jauh membuat pelindung itu melemah dan tidak bisa menahan beban si raksasa yang begitu besar. Raksasa setinggi lima meter itu memiliki berat sekitar sepuluh ton, dan saat beban itu bertabrakan dengan pelindung yang areanya kecil, pelindung itu tidak akan bisa bertahan begitu lama.

"Kyaaaaaa!!"

Meskipun dia berteriak karena terkejut, Alaia sama sekali tidak berteriak karena rasa takut sampai saat ini. Raksasa itu mengangkatnya dengan memegang pinggangnya dengan tangan raksasanya dan lalu menggenggamnya.

"Yang Mulia!"

"Tidaaaaak, lepaskan saya!!"

Alaia pun meronta-ronta dan berusaha untuk melepaskan dirinya dari cengkraman tangan si raksasa, namun perbedaan kekuatan mereka yang terlalu jauh membuat Alaia yang sudah berusaha sekuat tenaganya tidak bisa lepas dari cengkramannya. Luka-luka justru muncul di kulitnya yang putih sebagai gantinya .

"Haa~h, padahal aku sudah melepaskannya. Ini semua karena kau yang tidak menggunakan kesempatanmu, Ksatria Biru"

"Dextro...kau sialan!"

"Layous-sama!!"

Jeritan Alaia yang terdengar berulang kali membuat keberadaan si raksasa terukir di dalam hati semua orang yang melihat hal itu di sekitar tempat itu. Hanya dengan melihat berat dan tinggi dari raksasa besi yang bisa bergerak dan bertarung sendiri itu, orang sudah bisa membayangkan seberapa kuat raksasa itu. Mereka yang melihat pun betul-betul sadar seberapa besar bahayanya raksasa itu.

Rokujouma V7.5 267.jpg

"Uwaaaa, monster!!"

"Itu tidak mungkin dikalahkan!"

"Se-seseorang, tolong kami!!'

Para penduduk yang tadinya mulai tenang setelah Koutarou berhasil mengalahkan sebagian besar para prajurit mulai panik kembali. Mereka hanya bisa melakukan itu karena mereka tiba-tiba ditunjukkan hal seperti raksasa itu saat mereka semua mulai bisa merasa lega.

"Larilah! Dia akan mengejar kalian kemanapun kalian pergi!" kata Dextro dengan girangnya kepada para penduduk desa yang masih panik. Dia rupanya betul-betul yakin dengan kekuatan raksasa ini. Bahkan menurutnya, Koutarou yang sudah mengalahkan semua prajuritnya tidak akan bisa mengalahkan raksasa ini.

"Maju, Prajurit Iblis! Bunuh mereka semua!"

Raksasa itu pun menuruti perintah Dextro dan mulai berlari sembari mengguncang bumi. Meskipun tidak terlalu cepat, berkat badannya yang besar, langkahnya pun menjadi besar dan membuat jarak antara dirinya dan Koutarou menjadi begitu dekat dalam waktu yang begitu singkat. Alaia, yang masih digenggamnya di tangan kirinya, berteriak ke arah Koutarou saat mereka mendekat ke arahnya.

"Larilah, Layous-sama! Tanpa penawar racun, saya tidak akan bertahan hidup! Jadi selamatkanlah yang lainnya sebanyak yang anda bisa!"

Yang diteriakkannya bukanlah permintaan tolong maupun perinta untuk bertarung, melainkan kata-kata yang memang merupakan rasa kuatirnya terhadap Koutarou. Alaia juga berpikir kalau Koutarou akan menang melawan raksasa ini, jadi dia ingin agar Koutarou lari karena dia tidak ingin Koutarou mati sia-sia demi dirinya. Dan jika bisa, dia ingin Koutarou menyelamatkan para penduduk desa sebanyak yang Koutarou bisa.

Yang Mulia...

Setelah mendengar kata-kata Alaia, Koutarou yang sedari tadi keheranan dengan kemunculan si raksasa akhirnya kembali tenang. Dia lalu membetulkan pegangannya pada gagang pedangnya dan lalu memanggil Clan.

"Clan, pergilah!"

"Apa yang akan kau lakukan!?"

"Mana mungkin aku ninggalin puteri Alaia!" seru Koutarou sambil mengarahkan pedangnya pada si raksasa, dimana Alaia masih berada di tangan raksasa itu. Jika begitu, Koutarou tidak bisa lari karena sumpah demi pedangnya.

Theia, ini nggak ada di drama!

Koutarou hanya bisa mengeluh pada Theia di dalam hatinya sambil melotot ke arah si raksasa yang datang ke arahnya.

"...Jadi si Ksatria Biru tidak lari ya....bagus...", gumam Dextro yang merasa lega dengan situasi itu.

Setelah memeastikan kalau Alaia menderita karena racun, atau lebih tepatnya, penyakit, tujuan utama Dextro bukanlah Alaia. Musuh yang harusnya dikalahkan olehnya adalah Koutarou, si ksatria perkasa yang tidak terpengaruh oleh racun itu. Meskipun Alaia sampai kabur, takdir Alaia tidak akan berubah. Tapi jika Dextro sampai melepaskan seseorang yang bisa melawan beberapa lusin orang sendirian, orang itu akan menjadi penghalang baginya di masa yang akan datang. Tidak ada jaminan bahwa Koutarou sudah meminum air beracun itu, dan Dextro pasti akan mendapat teguran dari Maxfern kalau dia sampai melepaskan Koutarou. Bisa jadi Dextro juga tidak akan mendapatkan kenaikan pangkat. Jadi, penting baginya untuk membunuh Koutarou disini, saat ini juga.

Dengan situasi seperti itu yang menjadi beban baginya, akan menjadi masalah bagi Dextro jika Koutarou meninggalkan Alaia dan kabur. Tapi pada akhirnya, Koutarou tetap tinggal, dan itulah yang membuat Dextro merasa lega.

"Cih, susah juga!" keluh Koutaoru sambil menghindari serangan kapak si raksasa. Ujung kapak itu pun terbenam ke dalam tanah setelah meleset. Dengan kekuatan seperti itu, Koutarou menjadi tidak yakin kalau pelindungnya bisa melindunginya.

Raksasa itu bergerak dengan sendirinya, tapi dia tidak memiliki hati seperti manusia. Itulah yang membuat Koutarou tidak bisa menebak kemana si raksasa itu akan menyerang dan harus selalu segera menghindari serangannya. Satu-satunya hal yang masih membuatnya selamat sampai sekarang adalah gerakan si raksasa yang lebih lambat dari manusia biasa, jadi serangannya mudah untuk dihindari.

"Haaaaaaaaaah!!'

Koutarou, yang melihat adanya kesempatan saat kapak si raksasa terbenam ke dalam tanah, mendekat ke raksasa itu dan mengayunkan pedangnya, yang mengenai bagian depan badan si raksasa. Namun, pedang itu memantul dari zirah raksasa itu. Karena badannya yang besar, zirah raksasa itu pun ternyata cukup tebal. Meskipun Koutarou sudah memakai kekuatan dari zirahnya sendiri, dia tidak bisa memotong zirah raksasa itu dengan satu pedang saja. Hanya penyokan kecil yang muncul pada zirah itu sebagai hasilnya.

"Sialan, pedangnya nggak mempan!" keluh Koutarou sambil melompat mundur. Kapak yang tadinya terbenam sudah kembali terayun ke arahnya dan hampir mengenai wajahnya.

"Tentu saja tidak mempan, dasar tolol. Tidak ada gunanya, semua yang kau lakukan tidak ada gunanya"

"Diam!"

"Oh, seram. Yah, selamat mencoba, Ksatria Biru. Kukuku..."

Dengan tawa Dextro sebagai suara latarnya, Koutarou berulang kali menyerang raksasa itu. Namun, semua serangan itu terpental kembali. Koutarou lalu mengubah sasarannya ke sendi-sendi di bagian kaki raksasa itu, namun ternyata hal itu juga tidak berhasil. Sendi-sendi itu juga memiliki beberapa zirah sendiri, dan serangan Koutarou tidak mempan pada sendi-sendi itu.

"Veltlion, gunakan serangan yang sama saat kau memotong peluru super repulsi ruang waktu menjadi dua! Seharusnya itu cukup untuk memotong raksasa ini juga!" kata Clan lewat alat komunikasi pada zirah. Clan rupanya pernah melihat Koutarou membuat pedangnya bersinar putih dengan terangnya beberapa kali, yang membuat pedang itu bisa memotong pelindung, membelah sinar laser dan bahkan membelah peluru milik Clan yang dilindungi zirah. Clan pun beranggapan kalau Koutarou menggunakan serangan seperti itu pada raksasa ini, raksasa itu pasti akan tumbang.

"Nggak, nggak mungkin!"

Namun, Koutarou justru menggelengkan kepalanya sambil menghindari serangan si raksasa.

"Kenapa!?"

"Bukan aku yang ngelakuin itu! Pedangnya selalu nyala sendiri dan ngebantu aku pas aku lagi kena masalah! Bukan gara-gara aku sendiri!"

"Apa!?"

Cahaya yang membuat Saguratin bersinar hanya muncul saat Koutarou dalam bahaya atau saat dia benar-benar marah, dan meminjamkan padanya kekuatan. Namun, Koutarou tidak bisa mengendalikan hal itu, tentunya. Jadi dia tidak bisa membuat pedang itu bersinar atas kemauannya sendiri.

"Dan kita udah ada di dunia ini selama beberapa saat, tapi pedangnya nggak pernah bersinar sekalipun! Kita nggak bisa ngandalin itu!"

"Kelihatannya memang tidak bisa! Kalau begitu, serahkan situasi ini padaku!"

Clan pun berdiri saat berkata seperti itu. Dia sedang berada di atap sebuah bangunan, beberapa meter jauhnya dari Koutarou dan si raksasa.

"Cradle! Senapan sinar antimatter!"

"Baiklah, Tuan Puteri"

Clan pun memasukkan perintah ke dalam gelangnya, lalu sebuah lubang hitam muncul disebelahnya dan sebuah laras senapan yang panjang muncul dari dalam lubang itu. Clan menunggu sampai senapan itu muncul seluruhnya dari lubang itu dan lalu menggenggamnya dengan kedua tangannya. Senapan yang dipegannya adalah senapan sinar antimatter, yang merupakan senjata terbesar yang bisa dipakainya sendiri dengan kekuatan yang cukup hebat. Namun, ada kekurangan yang cukup besar pada senapan itu. Karena besarnya senapan itu, dia tidak bisa bergerak saat menggunakannya. Jadi, dia hanya bisa menggunakan senapan itu untuk menembak dari jarak yang jauh.

Kalau ini tidak berhasil, kita tidak punya pilihan yang lain lagi...

Clan pun mulai membidik dari atap itu. Koutarou sedang membuat raksasa itu terus terpancing dengannya. Dengan badan yang besar dan gerakan yang lambat, raksasa itu adalah sasaran yang paling tepat untuk dibidik dari jauh.

Namun, jika serangan ini tidak berhasil, sudah tidak ada lagi hal yang bisa mereka lakukan. Karena kapasitas penyimpanannya terbatas, Cradle tidak punya begitu banyak senjata, dan tidak ada senjata lain yang lebih kuat di dalam kapal itu selain senapan itu. Masih ada satu peluru repulsi lagi, tapi kalau Clan menggunakan itu, seluruh desa ini akan lenyap dibuatnya.

Clan dengan perlahan mulai membidik. Karena Alaia masih berada dalam genggaman tangan kiri si raksasa, dia harus berhati-hati agar tidak mengenai daerah itu.

Kalau saja aku tahu akan ada kejadian seperti ini, aku seharusnya lebih banyak berlatih menembak!

Sambil mengeluhkan beratnya tanggung jawab yang berada pada dirinya, Clan akhirnya memasukkan sasarannya pada bidikannya. Clan rupanya membidik kepala si raksasa.

"Aku akan menembak, Veltlion!"

Clan lalu menarik pelatuk senapan itu setelah meneriakkan hal itu. Koutarou masih bertarung dengan si raksasa, tapi karena Clan membidik kepala raksasa itu, Clan tidak perlu kuatir kalau Koutarou sampai terkena tembakannya. Teriakannya dimaksudkan agar Koutarou tahu kapan dia akan menembak.

Seberkas sinar putih keluar dari laras senapan itu. Karena senjata ini menggunakan sifat elektromagnetik untuk mempercepat aliran partikel metal berat, tidak ada hentakan yang muncul dari senjata itu saat Clan menembakkannya, tidak seperti senjata biasa yang menggunakan bubuk mesiu. Namun, badan Clan masih terdorong sedikit karena gaya reaksi yang ditimbulkan oleh kuatnya tembakan sinar yang dihasilkan. Sinar itu pun melesat melewati udara dan mendekati raksasa itu dalam sekejap. Raksasa yang besar dan lamban itu tidak akan mungkin bisa menghindar dari sesuatu secepat itu.

Sinar itu pun mengenai raksasa itu tepat di kepalanya.

"Kyaaa!!"

"Bagus!!"

Alaia pun berteriak karena terkejut dengan datangnya kilatan cahaya itu, sementara Koutarou bersorak karena serangan itu mengenai sasarannya.

"Apa aku mengenainya!?"

Clan, yang masih memegang senapannya, berusaha memeriksa keadaan si raksasa. Ada asap tipis yang keluar dari kepala si raksasa, tapi Clan masih bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi dari tempatnya berada.

Setelah terkena serangan langsung dari sinar itu, kepala si raksasa menjadi hancur dibuatnya. Sinar itu menembus bagian dagu kiri raksasa itu dan keluar dari belakang kepalanya, membuat kepala itu hancur berkeping-keping karena benturan dan panas dari tembakan sinar. Kepingan-kepingan besi dari kepala itu pun menghujani Dextro dan para penyihirnya.

"S-sialan, wanita itu lag!" umpat Dextro yang menepis kepingan-kepingan yang jatuh sambil melotot ke arah Clan, yang berada beberapa meter jauhnya di atas atap. Dextro betul-betul sudah kehilangan kesabarannya, karena prajurit tak terkalahkan yang sudah begitu dia percaya telah terluka oleh seorang gadis. Setiap kali Dextro sudah yakin dia akan menang, keyakinan itu pasti direbut darinya, dan itulah yang membuatnya geram karena marah.

"Bunuh mereka, mulai dari wanita itu!" perintah Dextro sambil mengarahkan bola di tangannya ke arah Clan. Raksasa yang sudah kehilangan kepalanya itu pun mulai bergerak lagi. Tidak seperti manusia pada umumnya, kehilangan sebuah kepala bukanlah masalah bagi raksasa itu.

"Dia masih bisa gerak!?"

"Kukuku, matilaaaaaaaah!!"

Raksasa itu pun mulai bersiap mengayunkan kapaknya.

"Nggak mung---Clan, lari dari sana sekarang!!"

"Apa!?"

Di saat yang sama Koutarou memperingatkan Clan akan adanya bahaya, raksasa itu melempar kapaknya dengan skuat tenaganya ke arah Clan. Kapak besi itu berukuran jauh lebih besar daripada Clan dan mendekat ke arahnya sambil berputar dengan cepat. Lemparan mengerikan itu akan membuat Clan mati seketika jika dia sampai terkena.

"Ini tidak lucu!!" teriak Clan setelah melempar senapannya dan melompat dari atap untuk berlindung.

Namun, sasaran kapak itu bukanlah Clan, melainkan bangunan tempat dia berada. Kalau bangunan itu hancur, Clan pasti akan terperangkap dalam reruntuhannya dan menjadi tidak bisa bergerak. Raksasa itu lebih memilih serangan yang lebih meyakinkan itu, daripada betul-betul membidik Clan dan ternyata meleset.

"Kyaaaaa!!"

"Clan!"

Tepat seperti yang direncanakan Dextro, kapak itu dengan mudahnya menghancurkan rumah kayu itu. Clan pun menghilang dari pandangan Koutarou setelah terperangkap di dalam reruntuhan rumah itu. Yang tersisa dari rumah itu adalah tumpukan puing-puing ditambah sebuah kapak yang mencuat dari dalamnya.

"Clan-sama!"

"Hei, Clan, jawab!"

Sementara Alaia masih berteriak, Koutarou berusaha memanggil Clan lewat alat komunikasi pada zirahnya. Namun, Clan tidak menjawab, dan satu-satunya hal yang bisa didengar oleh Koutarou lewat alat komunikasi itu adalah suara bising.

"Kukuku, apa wanita itu sudah mati? Ya sudah. Meskipun dia masih hidup, dia tetap akan diinjak-injak nantinya. Kuhahahaha"

"Clan, Clan!"

Clan, kamu pasti selamat, ya kan!

Koutarou berusaha memanggil Clan berulang kali, tapi yang bisa didengarnya hanyalah suara tawa Dextro. Tidak ada hal lain yang bisa didengar Koutarou selain suara bising dari alat komunikasi itu.

"Sekarang, selanjutnya giliranmu, Ksatria Biru!"

Raksasa itu pun mengulurkan tangannya ke punggungnya dan mengeluarkan sebuah palu. Karena itu adalah senjata cadangannya, palu itu berukuran lebih kecil dari kapaknya, tapi panjang palu itu masih cukup panjang, yakni dua meter.

"Ini dia"

Koutarou mengalihkan Clan dari pikirannya dan mulai menyiapkan pedangna. Namun, karena dia tahu kalau pedangnya tidak akan mempan terhadap raksasa itu, dia merasa enggan untuk kembali bertarung.

Aku harus ngapain!? Gimana aku bisa menang ngelawan benda itu!?

Namun, raksasa itu tidak memberikan Koutarou waktu untuk berpikir, dan mulai maju menyerang Koutarou dengan palu di tangannya. Karena palu itu lebih kecil dari kapaknya, raksasa itu bisa menyerang lebih cepat.

Palu itu bergesekan dengan pelindung yang melindungi Koutarou berulang kali, dan menghabiskan energi yang digunakan zirah itu untuk membuat pelindung itu.

"Peringatan. Jika pemakaian terus berjalan dengan tingkat seperti ini, pelindung tidak akan bertahan lebih dari satu menit"

"Jadi sekarang pertarungan daya tahan, ya!"

Koutarou pun mengelak dari palu itu sambil berususah payah mencari sebuah ide, tapi tidak ada ide bagus yang muncul di kepalanya. Kalau Koutarou kabur dari tempat itu, para penduduk desa dan Alaia akan berada dalam bahaya. Begitu juga, dia masih tidak punya ide bagaimana dia harus mengalahkan raksasa itu.


Part 6[edit]

"Ksatria Biru"

Tepat disaat itulah, Koutarou mendengar suara dari dalam kepalanya.

"Siapa itu!?"

"Ini aku, Caris."

Rupanya, suara itu berasal dari Caris, dan sesaat setelahnya dia mendengar suara orang lain.

"Layous-sama!?"

"Saya bisa mendengar suara Layous-sama dan Caris-sama di dalam kepala saya...apa yang..."

"Caris, apa maksudnya ini!?"

Koutarou, yang kebingungan karena kemunculan suara yang tiba-tiba itu di dalam kepalanya, berusaha melanjutkan pertarungannya dengan si raksasa. Dia lalu mulai mengincar jari-jari raksasa itu untuk diserangnya, agar raksasa itu tidak bisa menggunakan palunya.

"Karena situasinya sedang gawat saat ini, aku akan berbicara dengan singkat. Alasan kenapa kita bisa berbicara seperti ini adalah karena sihir. Anda bisa berbicara dengan orang-orang yang berada di tempat yang jauh."

"Jadi ini yang namanya... sihir...praktis juga..."

Pedang Koutarou hanya bisa memotong sedikit jari-jari raksasa itu, tapi satu serangan tidak cukup untuk memutus jari-jari itu. Dengan serangan seperti itu, Koutarou akan memerlukan beberapa serangan lagi untuk bisa memutuskan jari-jari itu.

"Menurut Lidith, raksasa itu adalah sejenis boneka sihir"

Boneka sihir adalah boneka yang dibuat dengan cara memberikan kehidupan kepada suatu benda mati menggunakan sihir. Sebutan untuk boneka yang sudah jadi itu pun berbeda-beda tergantung bahan-bahan apa saja yang dipakai untuk membuatnya. Kalau boneka itu terbuat dari tanah, panggilannya adalah golem, kalau batu, golem batu, dan seterusnya.

Dengan menggunakan permata pengendali, boneka sihir itu akan mengikuti perintah siapapun yang telah dibuat menjadi pengendalinya. Jadi, meskipun permata itu sampai dicuri, orang lain tidak akan bisa menggunakannya. Sebuah ritual harus dilakukan untuk bisa mengganti orang yang akan mengendalikan boneka itu.

Setelah diberikan sebuah perintah, golem itu bisa membuat keputusan sendiri hingga batasan tertentu. Dalam kata lain, boneka itu adalah manusia buatan dengan kepribadian yang dibuat lebih sederhana. Meskipun Koutarou bisa menghancurkan permata di tangan Dextro, raksasa itu mungkin akan tetap bertarung.

Karena sifat-sifat seperti itulah, bertarung dengan sebuah boneka sihir menjadi hal yang sangat merepotkan.

"Badan raksasa ini dbiuat dari besi yang dibuat oleh para alkemis Maxfern, jadi mungkin dia disebut sebagai golem besi. Lidith berkata kalau dia memiliki benda seperti ini yang dibuat di tempat kerjanya"

Rupanya, Lidith adalah keponakan dari Maxfern, dan dia belajar alkemi di tempat Maxfern. Saat dia berada disana, Lidith sempat melihat sebuah raksasa yang sedang dibuat.

”Menurut Lidith, beberapa alkemi lainnya sudah ditambahkan pada raksasa itu, jadi dia akan sulit untuk dikalahkan. Tapi, karena itu adalah boneka sihir, dia punya kelemahan"

"Kelemahan!? Apa benda itu punya hal seperti itu!?" kata Koutarou sambil terus mengayunkan pedangnya tanpa menggerakkan mulutnya. Itu karena dia tidak ingin Dextro sampai mendengar pembicaraan mereka.

"Memang ada. Di dalam dada sebelah kirinya, di tempat dimana jantung seseorang seharusnya berada, ada sebuah kristal kira-kira sebesar genggaman tangan manusia. Hancurkan itu."

"Apa raksasa itu akan kalah karena itu!?"

"Ya. Saya sendiri sudah pernah membuat boneka sihir sebelumnya, jadi tidak diragukan lagi. Kristal itu menyerap energi dari alam dan mengubahnya menjadi sihir untuk menggerakkan badannya. Anda bisa melihat aliran energi spiritual, benar? Bidik tempat dimana energi spiritualnya terkumpul."

"Saya mengerti, akan saya coba!"

Setelah menemukan sebuah kemungkinan untuk menang, raut wajah Koutarou menjadi lebih tenang saat dia melihat ke arah dada kiri raksasa itu. Sesaat setelahnya, senyuman itu membeku.

”Maksudnya dada sebelah kiri, jangan-jangan..."

"Benar sekali. Itulah sebabnya mengapa saya berbicara kepada anda dan juga puteri Alaia."

Rupanya, Alaia menutupi bagian dada kiri raksasa itu.

"Saya tidak keberatan. Tolong lakukan itu"

"Apa maksudnya anda tidak keberatan!? Tentu saja saya tidak bisa melakukannya!"

"Layous-sama, saya tetap akan mati karena racun. Anda tidak bisa menukar nyawa anda dan para penduduk demi saya."

Karena Alaia menghalangi titik lemah raksasa itu, Koutarou tidak bisa menyerang begitu saja. Dia harus memutari raksasa itu dan menyerangnya dari belakang, tapi hal itu jelas tidak akan mudah. Alaia, yang sadar akan hal itu, berkata pada Koutarou untuk tetap maju menyerang dari depan.

"Yang Mulia, saya tidak bisa melakukan itu."

"Namun, anda tidak memiliki pilihan lain."

Sambil berusaha membantah perkataan Alaia, Koutarou berusaha memikirkan ide lain.

Aku harus apa? Gimana caranya aku bisa nyerang dada kirinya tanpa nyerang Yang Mulia?

Tepat di saat itu, palu raksasa itu terayun dihadapan Koutarou. Saat palu itu terbenam ke dalam tanah, Koutarou mengayunkan pedangnya ke jari-jari raksasa itu. Dia mengenai bagian yang sama seperti sebelumnya, dan benturan karena serangan sebelumnya menjadi semakin dalam.

Hm?

Tepat di saat itulah, sebuah ide muncul di benak Koutarou.

"Benar juga, kita bisa melakukan itu!"

"Layous-sama!"

Ide itu pun dengan serta-merta sampai kepada Alaia dan Caris, dan mereka berdua pun setuju dengan ide itu.

"Namun, apa yang harus kita lakukan sebelum itu? Bagaimana anda bisa menghancurkan zirah yang tebal itu?"

"Itu..."

Ide Koutarou kembali terhenti begitu terbentur pertanyaan itu. Dia tidak mempunyai ide bagaimana caranya dia bisa menghancurkan kristal dibalik zirah itu.

"Tidak apa-apa, Layous-sama."

Namun, Alaia justru tersenyum saat berkata demikian ke arah Koutarou yang belum memperhatikan solusinya.

Setelah Koutarou diberitahu oleh Alaia bagaimana dia harus menyerang, Koutarou bertanya pada Caris sebelum menyelesaikan pembicaraan diantara mereka.

"Caris, apa kau bisa menghentikan benda itu agar tidak bergerak selama beberapa saat?"

”Akan kucoba. Sisanya bergantung pada anda, Ksatria Biru"

"Baiklah"

Setelah merasa bahwa keberadaan Caris semakin menjauh, Koutarou kembali menyiapkan pedangnya, tanda bahwa babak terakhir pertarungan itu akan segera tiba.

"Layous-sama."

"Yang Mulia, saya akan segera menyelamatkan anda."

"...Saya mengharapkan yang terbaik dari anda."

Koutarou, yang masih menggenggam pedangnya, memandang ke arah Alaia yang membalas memandangnya untuk sebentar saja. Namun, perasaan yang tersampaikan lewat pandangan itu tidaklah sesedikit waktu yang berjalan saat mereka saling berpandangan.

"Apa ada masalah, Ksatria Biru? Apa kau akan berakhir disini?"

"Yang akan berakhir disini adalah diri anda."

"Oh, tidak kusangka kau masih punya tenaga untuk melawak seperti itu. Kelihatannya nafasmu mulai terengah-engah"

"Kenapa anda tidak turun kesini dan mencoba bergerak juga?"

"Tidak, terima kasih. Berkeringat karena bergerak adalah hal yang hanya sesuai untuk bawahan"

Ya ampun, tidak kusangka aku harus berusaha sekeras ini bahkan setelah mengeluarkan Prajurit Iblis...

Meskipun nada suaranya terdengar penuh dengan rasa percaya diri, Dextro sebenarnya merasa kesal karena Koutarou tidak kunjung kalah juga. Namun, setelah melihat pergerakan Koutarou yang semakin melambat, Dextro beranggapan bahwa kemenangannya akhirnya sudah dekat.

"Aku hanya ingin minum-minum sambil bersantai...jadi, silahkan mati sekarang, Ksatria Biru"

"Coba saja. Anda akan menyesal tidak berlatih lebih banyak dengan pedang anda"

"Keh! Harus kuakui, keberanianmu betul-betul hebat!"

Raksasa itu pun kembali maju saat Dextro berteriak seperti itu. Dengan jarak diantara Koutarou dan raksasa yang semakin dekat, senjata raksasa itu pun sekarang bisa mengenai Koutarou. Tentunya, yang menyerang pertama adalah raksasa itu, yang memiliki jarak serang yang lebih besar. Suara ayunan palu itu pun bergetar hebat mengenai Koutarou, yang mengelak ke samping menghindari palu itu.

Saat palu itu kembali terbenam ke dalam tanah, Koutarou bisa merasakan tanah disekitarnya bergetar. Sebelum getaran itu mereda, Koutarou langsung maju untuk menyerang.

"Sudutnya terlalu kecil!?"

Pedang Koutarou mengenai punggung tangan raksasa itu dan terpental, meninggalkan sebuah bengkok kecil. Namun, Koutarou tidak punya waktu untuk mundur. Dia dengan cepat menjejakkan kakinya dari tanah dan melompat ke samping raksasa itu. Sesaat setelahnya, kaki kanan raksasa itu menendang ke tempat dimana Koutarou sebelumnya berada. Kalau saja Koutarou masih berada di tempat itu, dia pasti sudah terbang karena tendangan itu.

"Bagaimana dengan yang ini!?" seru Koutarou sambil mengayunkan pedangnya ke kaki kanan raksasa itu.

Suara benturan yang keras pun dapat terdengar karena serangan itu, namun serangan itu tidak menimbulkan kerusakan apapun pada raksasa itu. Namun, serangan itu sudah cukup untuk membuat raksasa itu oleng sedikit. Raksasa itu pun mencoba menyeimbangkan dirinya dengan mengayunkan tangan kanannya.

"Yang ini pasti berhasil!!" seru Koutarou sambil kembali mengayunkan pedangnya sekuat tenaga. Pedang itu pun menembus jari jemari raksasa itu, tepat seperti yang direncanakannya.

Setelah terkena serangan beberapa kali, jari-jari itu pun akhirnya putus.

"Bagus!"

"Apa!?"

Keempat jari itu pun terputus darisi raksasa, meninggalkan hanya ibu jari di tangan kanannya. Karena kemampuan menggenggamnya sudah menghilang, palu di tangan kanannya pun jatuh dan ujung palu itu kembali terbenam di dalam tanah dan akan tetap berada disana. Koutarou berhenti menyerang sejenak dan mengambil jarak dari raksasa itu.

"Begitu rupanya, jadi dai mengincar hal ini hanya dengan mengincar jarinya saja!" keluh Dextro sambil mendecakkan lidahnya melihat Koutarou yang bergerak menjauh.

Di saat yang sama, raksasa itu menguatkan dirinya dan akhirnya kembali seimbang. Dia lalu mencoba mengangkat palunya dengan tangan kanannya, namun setelah mengetahui bahwa jari-jarinya telah hilang, raksasa itu pun terhenti sejenak.

Dewi fajar, saya mohon....

Alaia pun berdoa di saat itu, tanpa merasa yakin jika doanya akan sampai ke tempat sang dewi atau tidak. Sesaat setelahnya, raksasa itu pun menyerah untuk mengangkat palu itu dengan tangan kanannya dan menukar Alaia ke tangan kanannya. Memang, hanya ada ibu jari di tangan kanannya, tapi jari itu sudah cukup untuk menahan Alaia. Raksasa itu lalu mengangkat palunya dengan tangan kirinya.

"Sekarang! Lakukan, Caris!"

Namun, saat itulah rupanya yang sudah ditunggu-tunggu oleh Koutarou.

"Lepaskan jeda pengucapan!! Jiwa-jiwa air dan bumi, sekaranglah waktunya bagi kalian untuk menunjukkan ikatan kalian!!" seru Caris melepaskan sihir yang sudah disiapkannya sebelumnya. Mantra itu rupanya adalah mantra untuk membuat rawa-rawa raksasa di bawah raksasa itu.

Raksasa itu pun tenggelam ke dalam rawa-rawa yang tiba-tiba muncul itu. Memang, rawa-rawa itu tidak cukup dalam bagi raksasa itu untuk tenggelam seluruhnya, tapi karena berat badannya, raksasa itu tidak bisa keluar dari rawa-rawa itu. Raksasa itu pun tenggelam hingga ke lututnya dan tidak bisa bergerak.

"Sialan, ada penyihir!? Dimana dia!? T-tidak, yang lebih penting, cepat keluar dari sana!!"

Dextro dengan panik memberi perintah kepada raksasa itu. Kalau saja Dextro tidak mengalihkan pandangannya dari Koutarou dan justru melawannya, kejadian seperti ini pasti tidak akan terjadi.

Pada akhirnya, karena Dextro tidak melakukan apapun, itulah yang menjadi penentu takdirnya.

"Pendorong darurat tenaga maksimal!!" seru Koutarou.

"Baiklah, tuanku"

Seakan-akan meredam seruan itu, sebuah suara ledakan mulai keluar dari seluruh badan Koutarou. Rupanya, suara itu adalah suara dari roket pendorong darurat yang mulai aktif di seluruh badannya. Roket pendorong itu mengeluarkan api dan menghasilkan gaya dorong yang luar biasa. Roket-roket pendorong itu adalah roket pendorong cadangan yang digunakan untuk kemampuan terbang zirah itu. Badan Koutarou pun dibuat terbang oleh zirah itu.

"A-apa suara itu!?"

"Layous-sama, se-sedang terbang..."

Koutarou lalu terbang untuk beberapa saat. Sementara Dextro dan Alaia masih kaget karena kejadian itu, api dari roket pendorong itu berhenti dan Koutarou mendarat. Dia lalu membenamkan tumitnya ke tanah untuk menghentikan badannya yang masih terus bergerak, dan akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang sudah hancur.

"...Kau sampai kesini lebih cepat dari yang aku duga, Veltlion"

Disana, dia menemukan Clan, dan disampingnya terdapat Lidith. Lidith rupanya sudah berada disana sebelum Koutarou tiba, membangunkan Clan yang jatuh pingsan dan menjelaskan situasi mereka saat itu. Mereka berdua lalu menunggu Koutarou datang.

"Meskipun tampangku begini, aku tipe cowok yang datang lebih awal"

"Dasar kurang ajar...berhentilah berbohong. Kau selalu terlambat bangun"

Koutarou lalu mengeluarkan sebuah benda metal besar dari dalam reruntuhan rumah itu. Clan maupun Lidith tidak akan bisa melakukan itu, memindahkan benda itu saja pun mereka tidak sanggup. Namun, bagi Koutarou yang sedang memakai zirah, dia bisa menariknya keluar, membawanya, dan lalu menggunakannya.

Senapan sinar antimatter - senjata Clan yang sudah merenggut kepala si raksasa.

"A-apa, bagaimana bisa dia berada disana!? Dan senjata itu....!?"

Baru pada saat itulah, Dextro akhirnya menyadari apa yang direncanakan oleh Koutarou dan yang lainnya.

Mereka akan membuat raksasa itu terdiam di tempat dengan menggunakan sihir, lalu menggunakan senjata yang sudah menghancurkan kepala si raksasa untuk menyerang. Mereka baru bisa melakukan itu setelah memindahkan Alaia ke tangan kanan raksasa itu.

"Tidak mungkin, aku bahkan sudah memakai Prajurit Iblis, dan aku akan kalah!?"

Koutarou dan yang lainnya rupanya berencana menembak titik lemah si raksasa dengan satu tembakan. Dextro, yang menyadari hal itu, berteriak ke arah si raksasa dengan nada yang mulai menggila.

"Aku sudah bilang, keluar dari sana!! Kenapa gerakanmu lamban sekali!?"

Meskipun Dextro sudah berteriak, raksasa itu tidak bisa keluar dari rawa-rawa. Ukuran dan beratnya yang sudah dibangga-banggakan oleh Dextro sudah menjadi beban bagi raksasa itu.

"Clan!! Aku arahin ini ke raksasa itu! Kamu yang bidik!"

"Aku tahu!"

Koutarou lalu mengangkat senapan sinar itu menggunakan kedua tangannya. Karena senjata itu adalah milik Clan, senjata itu tidak bisa digunakan begitu saja dengan menggunakan zirah Koutarou. Jadi, yang menembak tentu saja Clan.

Dan sasarannya adalah...

Koutarou pun menutup matanya dan memusatkan pikirannya. Dia bisa melihat cahaya putih yang berputar di sekitar dada kiri raksasa itu.

"Yang Mulia, disebelah sana!"

"Saya mengerti, Layous-sama!"

Setelah mendengarkan petunjuk dari Koutarou, Alaia meletakkan tangannya di dada kiri raksasaitu. Tangannya yang kecil menunjuk tepat dimana cahaya putih itu dilihat oleh Koutarou.

"Clan, disana! Bidik tepat dimana tangan kanan sang puteri berada!"

"Bisakah kau berhenti menyuruh-nyuruh aku seperti itu!?"

Clan lalu mengatur bidikan senapan itu menggunakan gelangnya. Senapan itu lalu mengirim informasi lewat gelang Clan, dan zirah Koutarou bergerak dengan sendirinya untuk mengatur bidikan senapan itu.

"Yang Mulia, berlindung!"

"Baik!"

Alaia lalu menarik tangannya dan lalu meringkukkan badannya. Dengan si raksasa masih berusaha keluar dari rawa-rawa, sekaranglah kesempatan yang tepat untuk mengalahkannya.

"Sekarang! Tembak!"

"Aku tahu, aku mengerti! Ya ampun!"

Setelah memastikan bahwa Alaia sudah tidak berada dalam jarak serangan, Clan memasukkan perintah untuk menembak ke dalam gelangnya.

Sebuah kilatan putih pun muncul sekali lagi dari laras senapan yang panjang itu, terbang melintasi langit layaknya anak panah dari cahaya dan menembus dada kiri raksasa itu.

Setelah kehilagan sumber tenaganya, raksasa itu pun berhenti bergerak di dalam rawa-rawa itu. Melihat peristiwa itu, Dextro hanya bisa duduk terdiam sementara Koutarou mengarahkan pedangnya kearah Dextro.

"Hasil pertarungan ini sudah jelas, ksatria perunggu Dextro"

"Ya. Aku kalah..."

Yang tidak disangka, Dextro mengakui kekalahannya.

"Tidak kusangka aku akan kalah bahkan setelah memakai Prajurit Iblis...Ksatria Biru, siapa kau sebenarnya?"

Dextro sudah betul-betul yakin dengan kekuatan raksasa miliknya. Dengan hancurnya raksasa itu, Dextro akhirnya bisa mengakui kekalahannya secara jujur, karena dia sudah tidak punya cara lain lagi untuk bisa mengalahkan Koutarou.

Melihat sikap Dextro seperti itu, Koutarou memasukkan Saguratin kembali ke sarungnya.

"Saya hanya seorang pengelana. Seorang pengelana biasa yang berada dalam situasi yang rumit"

"Seorang pengelana?...Sial, aku kehabisan keberuntungan...", keluh Dextro sambil melemaskan badannya.

"Tidak, justru kebalikannya...Alaia diberkati dengan keberuntungan..."

"Tolong katakan pada saya sesuatu hal, Dextro."

"Baiklah."

"Di saat-saat terakhir, mengapa anda menggunakan puteri Alaia sebagai tameng?"

Beberapa saat sebelumnya, Dextro sudah menggunakan Alaia sebagai perisai untuk bisa mengawasi Koutarou dan Clan. Yang tidak dimengerti oleh Koutarou adalah mengapa dia tidak melakukan hal yang sama kali ini.

"Aku akan berada dalam masalah yang lebih besar kalau sampai kemungkinan terburuk yang justru terjadi."

"Kemungkinan terburuk?"

"Benar", jawab Dextro dengan senyum mengejek.

"Perintah yang kudapat adalah untuk menangkap Alaia dan membawanya. Tapi, ada satu syarat. Aku bisa membuatnya merasakan penderitaan sampai dia ingin mati. Aku bisa membuatnya meminum racun yang tidak bisa disembuhkan, bahkan melepaskan dia. Namun, aku tidak bisa membunuhnya langsung, apapun yang terjadi"

"Anda tidak bisa membunuhnya...?"

Dextro sudah membuat Alaia terjangkit penyakit itu, dan berpura-pura kalau dia akan membunuh Alaia. Namun, rupanya dia tidak diperbolehkan untuk membunuhnya secara langsung. Setelah mendengar itu, Koutarou teringat akan suatu hal.

Apa dia sama kayak Caris...?

Maksud dari sama seperti Caris disini adalah Dextro tidak menerima perintah untuk membunuh Alaia. Baik Dextro maupun Caris sama-sama mengejar Alaia, tapi pada akhirnya, mereka tidak boleh menyentuh Alaia sama sekali. Hal itulah yang menurut Koutarou misterius.

"Dan aku sendiri tidak bisa memberi perintah yang rumit pada Prajurit Iblis. Tidak ada jaminan aku bisa menggunakan Alaia dengan baik. Beda halnya saat aku sendiri yang menggunakannya sebagai tameng."

"Begitu rupanya..."

Raksasa itu memiliki pikiran sendiri, namun tidak sebaik manusia saat membuat keputusan yang sulit. Kalau Dextro memerintahkan raksasa itu untuk menggunakan Alaia sebagai perisai, ada kemungkinan kalau raksasa itu tidak akan menjalankan perintah itu. Jadi, Dextro memutuskan untuk memberikan perintah itu.

"Dextro, seharusnya anda meraih kemenangan atas usaha anda sendiri"

"...Kau tidak salah. Betul-betul kacau...."

Kalau saja Dextro tidak mengeluarkan raksasa itu dan justru maju bertarung, dengan menggunakan Alaia sebagai sandera, dia mungkin bisa mengalahkan Koutarou dan Caris, karena menang dengan menggunakan kekuatannya sendiri adalah prinsipnya saat dia bertumbuh dewasa.

"Itu saja yang ingin saya sampaikan. Sampai jumpa, Dextro", kata Koutarou seraya membalikkan badannya dari hadapan Dextro yang masih terbaring lemas.

"Apa kau yakin kau tidak mau membunuhku?"

"Tidak peduli siapa musuh dari Yang Mulia, Yang Mulia tidak menginginkan penduduk Forthorthe manapun untuk mati."

Koutarou sendiri ingin menghajar Dextro. Dia tidak peduli kalau Dextro sampai mati, karena Dextro sudah berbuat begitu banyak hal yang kejam. Namun, Alaia tidak menginginkan hal itu, jadi Koutarou memutuskan untuk tidak melakukan hal yang lain.

"Lagipula, saya percaya pada anda", kata Koutarou sambil menoleh ke arah Dextro sambil menyunggingkan bibirnya sedikit.

"Kau percaya padaku!?" tanya Dextro yang terkejut sambil membangunkan badannya.

"Ya. Anda licik dan hanya peduli dengan keuntungan bagi diri anda sendiri. Jadi anda pasti tidak akan membuat kesalahan yang sama dengan bertarung langsung dengan kami lagi."

"Ha..."

Namun, Dextro mulai tertawa setelah mendengar kata-kata Koutarou selanjutnya.

"Hahahaha, kau betul-betul benar, Ksatria Biru!! Itu betul-betul benar!! Kuhahahahaha!!"

Tawa Dextro saat itu adalah tawanya yang paling ceria atas kekalahannya sendiri.

Setelah menyelesaikan percakapannya dengan Dextro, Koutarou melangkah menuju tempat dimana Alaia berada. Koutarou sudah menyerahkan Alaia pada Clan dan yang lainnya, jadi saat dia tiba, Clan, Lidith dan Caris sudah berada disana.

"Anda cukup sombong juga, meninggalkan seorang tuan puteri untuk pergi berbincang, Layous-sama"

"Yah, saya dikelilingi oleh orang-orang yang unik di kampung halaman saya"

"Fufu, bahkan anda hebat dalam merajut, Layous-sama"

Alaia sudah lepas dari genggaman si raksasa dan menyambut Koutarou dengan senyum istimewa yang tidak ditunjukkannya pada orang lain.

"Saya senang anda baik-baik saja, puteri Alaia"

"Kerja bagus, Layous-sama"

Saat mereka berdua berbicara, mereka sama-sama melemaskan pundak mereka di saat yang sama. Setelah selama ini berada dalam sikap waspada, mereka akhirnya bisa merasa lega setelah melihat bahwa yang lainnya telah selamat. Namun, tepat pada saat itulah Alaia kehilangan keseimbangannya.

"Ah..."

"Yang Mulia!"

Koutarou dengan cepat bergegas menopang Alaia agar tidak jatuh.

Gawat, Yang Mulia masih...

Selama konflik yang menegangkan itu, Koutarou sempat lupa bahwa Alaia masih sakit dan tidak seharusnya berjalan.

"Yang Mulia"

"Kyaa!"

Jadi, Koutarou mengangkat Alaia dan berencana menggendongnya sampai ke penginapan.

"Saya baik-baik saja, Layous-sama. Saya bisa berjalan sendiri."

"Puteri Alaia, anda sudah berjuang keras. Tolong jaga diri anda sendiri sedikit lebih banyak lagi."

Untungnya, berkat bantuan zirahnya, Koutarou bisa menggendong Alaia dengan mudahnya dan mulai berjalan seperti biasa.

Rokujouma V7.5 299.jpg

"...Saya mengerti, ka-kalau begitu, mohon bantuannya", kata Alaia seraya melemaskan badannya dan menutup matanya.

Betul juga...masalahnya masih belum selesai. Kita cuma selamat dari bahaya yang ada di depan kita...

Penyakit yang diderita Alaia semakin parah seiring berjalannya waktu, membuat kondisi badannya kian memburuk. Tidak hanya Alaia, tapi juga semua orang yang berada di desa itu. Mereka mungkin sudah mengalahkan Dextro, tapi mereka masih tidak mempunyai solusi untuk penyakit yang masih melanda desa itu. Desa itu masih berada dalam bahaya.

"Ksatria Biru, apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Caris pada Koutarou, yang hanya dijawab Koutarou dengan sebuah gelengan kepala.

"Saya tidak tahu. Dextro tidak memiliki penawar racunnya. Kalau saja ada semacam jawaban..."

Tidak ada obat untuk menyembuhkan virus yang sudah disebarkan Dextro atas perintah Maxfern. DI dalam drama, obat itu ada, jadi Koutarou sempat yakin kalau dia akan mendapatkannya dari Dextro. Namun, kenyataan yang terjadi justru berbeda.

Tepat pada saat itulah, Clan, yang sedari tadi berpikir dengan raut wajah yang serius, akhirnya angkat bicara.

"...Aku rasa mau bagaimana lagi. Aku tidak bisa menjelaskannya dengan rinci, tapi aku rasa kita harus menggunakan pilihan terakhir kita."

"Pilihan terakhir!? Clan-san, apa anda memiliki sebuah cara penyembuhan!?"

Lidith, yakni keponakan Maxfern, merasa bersalah atas apa yang telah terjadi. Jadi, saat Clan menyebutkan tentang pilihan terakhir, dialah yang pertama kali bertanya.

"Y-ya....", angguk Clan pelan karena kaget dengan pertanyaan Lidith. Saat dia melakukan hal itu, Koutaroulah yang selanjutnya bereaksi.

"Apa itu benar!? Clan!!"

"Veltlion, aku sudah bilang padamu sebelumnya kalau ada cara lain."

"Benarkah?"

"Ya. Cara ini tidak memiliki peluang yang tinggi untuk berhasil dan resikonya cukup besar, tapi tidak ada hal lain yang bisa kita lakukan dalam situasi ini."

Setelah tersenyum kecut pada Koutarou, Clan akhirnya menunjukkan ekspresi seriusnya, yang hanya ditunjukkan oleh seorang tuan puteri saat dia sedang betul-betul serius.


Layous Fatra Veltlion[edit]

Beberapa hari telah berlalu setelah Koutarou dan yang lainnya mengalahkan Dextro dan pasukannya. Para penduduk desa berencana mengulang kembali festival panen. Karena mereka sempat diserang oleh penyakit dan juga pasukan ksatria, festival itu hampir dibatalkan, namun karena keinginan para penduduk desa, festival itu akhirnya berlanjut.

"Hei, Ksatria Biru!"

"Ya, Yang Mulia?"

"Bukan apa-apa. Tetaplah disana."

"Baik..."

"Jangan pergi berdua lagi hanya dengan kakakku saja."

"Saya tidak akan pergi, sungguh..."

Koutarou dan Charl sudah berjanji akan pergi bersama-sama mengunjungi festival panen. Charl rupanya memendam dendam karena Koutarou dan Alaia sempat pergi berdua saja sebelumnya.

"Charl-sama, kalau anda tidak bergegas berganti pakaian, anda tidak bisa pergi keluar."

"Aku tahu, aku tahu."

Charl tengah berganti pakaian dibalik sebuah sekat. Si pelayan, Mary, sedang membantunya berganti pakaian, dan mereka berdua sudah membuat keributan selama beberapa saat ini. Sementara itu, Koutarou sedang duduk di sebuah kursi dan menunggu Charl selesai berganti pakaian.

"Saya senang kau kembali ceria, Charl."

"Itu benar...untuk sesaat, saya tidak yakin apa yang akan terjadi..."

Alaia saat itu duduk di hadapan Koutarou, dengan Flair dan Fauna disebelahnya. Mereka berempat sedang duduk mengelilingi sebuah meja.

"Semua orang menjadi lebih sehat berkat Clan-chan yang bekerja semalam suntuk. Anda punya pelayan yang hebat, Layous-sama."

"Hahaha, saya akan memberitahu padanya kalau Fauna-san sudah memujinya."

Fauna memanggil Clan, 'Clan-chan', yang mana Clan tidak begitu menyukai panggilan itu dan sering mengeluhkan hal itu pada Koutarou.

"Layous-sama."

"Ya, ada apa?"

"Setelah semua peristiwa ini, ada sesuatu yang sudah saya putuskan", kata Alaia dengan senyum tipis dan pandangan yang serius.

"Saya akan meneruskan perjalanan saya ke wilayah Pardomshiha dan bertarung melawan Maxfern."

"Jadi, anda sudah membuat keputusan, rupanya."

Gitu toh, jadi itu kenapa matanya kelihatan serius...

Koutarou pun menyadari makna dibalik raut wajah Alaia saat itu setelah mendengar perkataannya.

"Ya. Untuk bisa menangkap saya, Maxfern tanpa pandang bulu meracuni sebuah desa. Saya tidak bisa membiarkan orang seperti itu menjadi seorang pemimpin", kata Alaia pada Koutarou sambil menatap lurus padanya dan menjelaskan keputusannya.

"Jadi, saya akan mengalahkan Maxfern, dan menjalankan tugas saya sebagai keluarga kekaisaran negeri ini."

"Tekad anda sungguh luar biasa."

Beberapa hari lalu, Alaia merasa tidak apa-apa menyerahkan negeri itu pada Maxfern selama dia bisa memimpin rakyat di dalamnya. Apa yang seharusnya menjadi pertimbangan yang paling utama bukanlah hukum maupun harga diri, melainkan penduduk yang ada.

Namun, Maxfern sudah memerintahkan sebuah serangan yang sembarangan terhadap para penduduk, dan itulah yang membantu Alaia mengambil sebuah keputusan. Penduduk yang seharusnya dilindungi, justru dilukai oleh Maxfern.

"Izinkan saya untuk terus membantu anda."

"Terima kasih, Layous-sama. Saya merasa seperti telah dibantu oleh berlaksa-laksa orang."

"Kenapa kau hanya berbicara dengan kakakku saja, Ksatria Biru!? Aku juga ingin ikut berbicara!"

"Ah, anda tidak bisa keluar dengan pakaian seperti itu, Charl-sama!"

Tepat di saat itulah Charl keluar dari balik sekat hanya memakai pakaian dalamnya saja.

"Layous-sama, permisi!!"

"A-apa!?"

"Kakak, mari kita angkat Ksatria Biru menjadi pengawal pribadi kita!"

Namun, sebelum Koutarou bisa melihat Charl, Mary menutup mata Koutarou dengan tangannya.


Saat dia mendengar suara yang riuh dari luar, Clan berhenti menggunakan alatnya.

"Suara apa itu?"

"Tunggu sebentar..."

Saat dia memperhatikan hal yang sama, Lidith, yang bertindak sebagai asisten bagi Clan selama beberapa hari ini, membuka jendela dan melihat keluar untuk mencari tahu apa yang terjadi.

"Ah, kelihatannya Alaia-sama dan yang lainnya sedang berjalan-jalan keluar."

"Begitu rupanya."

Clan pun menghentian apa yang dikerjakannya dan mendekati jendela lalu mulai melihat-lihat keadaan bersama Lidith. Karena kamar mereka berada di lantai tiga, mereka bisa langsung tahu apa yang terjadi di jalan yang berada di bawah mereka. Di luar penginapan itu terdapat kerumunan yang mengelilingi Alaia, Koutarou dan yang lainnya yang pergi keluar untuk menikmati festival.

"Alaia-sama!"

"Ksatria Biru-sama! Terima kasih sudah menyelamatkan anak perempuanku!!"

"Tolong rebut negeri ini dari Maxfern!!"

Kerumunan itu meneriakkan ungkapan terima kasih dan dukungan mereka dengan kondisi badan yang terlihat sehat tanpa terliha sakit sedikitpun.

"Hhhh...mereka tidak sadar dengan kerja kerasku..."

Sambil melihat ke arah Koutarou yang membalas sorakan dari orang-orang itu sambil menggendong Charl di pundaknya, Clan tersenyum dengan senyuman lembut yang memiliki rasa pertemanan terhadap Koutarou.

Apa yang dilakukan Clan untuk menyembuhkan semua orang adalah menulis ulang gen mereka untuk menyembuhkan penyakit itu.

Koutarou tidak mengalami gejala apapun setelah terkena virus itu, dan Clan hanya mengalami demam ringan. Jadi, dengan membandingkan perbedaan genetis antara para pasien, Koutarou dan Clan, Clan bisa mendapatkan sebuah gen yang kebal terhadap penyakit itu.

Clan lalu menyuntikkan gen itu dengan virus yang menyebarkan penyakit itu dan membuat sebuah virus buatan. Dengan menyuntikkan virus itu kepada pasien yang mengalami gejala penyakit karena virus yang dimaksud, gen pasien itu akan dirubah menjadi gen yang kebal terhadap virus itu. Dengan melakukan itu, sebagian dari gen pasien itu diganti dengan gen milik Koutarou, dan mereka menjadi kebal.

Yang tersisa setelahnya adalah menyingkirkan virus buatan dari pasien itu dan menyuntikkannya kepada pasien yang lain. Karena virus yang asli dan virus buatan Clan saling melawan satu sama lain, tidak ada tanda-tanda bahwa virus itu tertinggal dalam pasien itu. Karena itulah, hampir semua pasien sudah sembuh pada hari itu.

Namun, di saat yang sama, hal yang dilakukan Clan memiliki resiko yang besar.

Masalah yang pertama adalah waktu. Menyembuhkan seluruh penduduk desa akan memakan waktu yang cukup lama. Kalau pasukan Maxfern menyerang pada saat itu, semuanya akan berakhir pada saat itu juga.

Ditambah, tidak ada jaminan kalau virus buatan itu akan menghasilkan efek yang diinginkan. Bisa jadi, efeknya berbeda pada tiap orang. Jadi, tidak ada cara untuk mengetahui tingkat keberhasilan cara itu sampai Clan mencobanya.

Terlebih lagi, wajar jika sebuah virus tiba-tiba bermutasi[7]. Beberapa generasi akan lahir seiring menyebarnya virus itu, yang berarti ada kemungkinan virus itu akan bermutasi. Dalam kemungkinan terburuk, bisa jadi sebuah penyakit baru akan muncul, yang berarti sebuah mimpi buruk yang baru akan lahir.

Itulah sebabnya mengapa Clan enggan menggunakan cara ini sebagai pilihan terakhir hingga saat-saat terakhir. Mencuri penawar racun dari Dextro akan lebih aman, menurutnya.

Pada akhirnya, mereka beruntung, dan apa yang ditakutkan oleh Clan tidak terjadi.

Pasukan Maxfern tidak menyerang desa itu. Mereka menunggu agar racun yang sudah tersebar itu hilang dengan sendirinya dan agar Alaia dan yang lainnya mati lebih dulu. Karena itulah, Clan memiliki cukup waktu untuk menangani virus itu, tapi mereka yang berada di desa itu tidak bisa merayakan itu. Pasukan Maxfern kemungkinan akan menggunakan jeda waktu itu untuk bersiap-siap dan menunggu Koutarou dan kelompoknya jauh di depan sana.

Virus buatan itu cocok terhadap semua pasien, dan dengan sukses menulis ulang gen mereka. Masih ada beberapa orang yang begitu lemas yang meninggal, tapi secara keseluruhan, penanganan dari Clan sukses besar.

Mutasi mendadak yang dikhawatirkan pun tidak terjadi, karena itulah bahaya terbesar yang paling dikhawatirkan oleh Clan. Jadi, saat semua pengobatan berakhir dengan selamat, Clan sampai lemas atas keberhasilan itu.

Setelah meniti di atas tali takdir yang begitu tipis, Clan begitu lelah secara mental dan tidak ingin melakukan taruhan yang berbahaya seperti itu lagi.

Karena akan sulit menjelaskan pengobatan seperti ini kepada para penduduk, Koutarou berkata kalau dia sudah mendapatkan obatnya dari Dextro. Akan lebih mudah untuk mengklaim bahwa obat yang tidak ada sebenarnya ada, daripada menjelaskan bahwa obat itu dibuat menggunakan teknologi yang aneh.

"Aku penasaran, seberapa keras aku sudah berusaha beberapa hari ini...", ujar Clan sambil meletakkan sikunya pada bingkai jendela dan memandangi pelosok desa sambil terus tersenyum. Dia sebenarnya tidak memikirkan bahwa kerja kerasnya tidaklah seburuk itu. Dia tahu kalau para prajurit Maxfern menunggu mereka diluar sana, tapi hari ini dia ingin menikmati kemenangannya.

"Bukankah ini bagus Clan-san? Kalau Tuan Veltlion menjadi terkenal, anda juga akan mendapat untung karena menjadi pelayannya."

"Pelayan...pelayan, ya..."

Clan lebih tidak suka disebut sebagai pelayan daripada musuh mereka yang masih ada.

"Kalau bukan karena saya, ini pasti akan menjadi bencana. Saya tidak bisa terima hanya dianggap sebagai peran pembantu."

"Nah, nah, Clan-san."

Lidith mengerti apa yang dirasakan Clan, dan dia pun tersenyum persis seperti Clan. Setelah membantu Clan selama beberapa hari ini sebagai asistennya, Lidith menjadi mengenal Clan lebih baik lagi.

"Mari kita rayakan nanti. Bagi saya, Clan-san adalah bintangnya hari ini", ujar Lidith yang berusaha menyemangati Clan. Namun, pada saat itu, Clan tidak bisa mendengarnya, karena wajahnya yang berubah menjadi pucat pasi dan mulutnya yang menganga.

Tunggu dulu!? Kalau bukan karena aku....!?

Clan pun kaget dengan kata-katanya sendiri, karena hal itu benar adanya.

Apa yang disembuhkannya adalah virus yang tidak bisa disembuhkan dengan sihir ataupun obat yang ada pada zaman ini. Kalau Ksatria Biru yang asli berada disini, apakah dia bisa menyembuhkannya?

Terlebih lagi, Clan punya kekebalan terhadap penyakit itu. Apa mungkin dia mendapat kekebalan itu setelah menulis ulang gen orang-orang yang ada pada zaman ini?

Dan kalau dia berasumsi jika kata-kata terkenal Ksatria Biru, 'Dari waktu yang tak berujung dan dari jarak yang tak terhitung' berasal dari orang lain, semuanya menjadi masuk akal.

"Begitu, jadi begitu rupanya!! Pantas saja aku tidak bisa menemukannya tidak peduli seberapa keras aku mencarinya!!" ujar Clan seraya memukulkan kedua tangannya ke bingkai jendela dan mendorong badannya naik. Semua pertanyaan yang ada di benaknya tiba-tiba terjawab bagaikan kepingan-kepingan puzzle yang menyatu dengan sendirinya dan mengarahkannya pada satu jawaban.

Kalau aku tidak ada disini, wabah ini tidak akan bisa disembuhkan! Hanya ada satu penjelasan mengapa aku punya kekebalan terhadap penyakit ini dan mengapa aku harus ada disini! Dalam legenda Ksatria Biru, aku pasti berada disini! Dan dia memang berasal dari 'waktu yang tak berujung dan jarak yang tak terhitung', yang berarti...

"Pria itu, Veltlion, adalah Ksatria Biru yang sebenarnya!!"

Identitas asli pahlawan legendaris Forthorthe, Layous Fatra Veltlion, adalah seorang pemuda yang terlihat konyol yang berasal dari planet Bumi.


Kata Penutup[edit]

Lama tidak berjumpa, semuanya. Aku adalah si pengarang, Takehaya. Kali ini aku punya lebih banyak halaman untuk kata penutup daripada kesempatan sebelumnya.

Baru tiga bulan berjalan semenjak jilid sebelumnya, dan aku yakin kalian semua tahu sebabnya. Benar sekali, para penjajah tidak muncul di jilid ini. Karena ini lebih mengarah pada cerita sampingan, aku dan bagian penerbit ingin menerbitkan jilid ini secepat mungkin.

Jilid ini menceritakan apa yang dilakukan oleh Koutarou dan Clan saat mereka menghilang di jilid sebelumnya. Tapi, aku tidak bisa memuat semuanya ke dalam satu jilid, jadi cerita sampingan ini akan mendapat sebuah sekuel. Yang terjadi setelahnya akan terungkap di jilid 8.5.

Karena masih ada halaman di kata penutup ini, aku ingin mencurahkan kesulitan yang aku alami saat menulis jilid ini.

Masalah pertama adalah waktunya. Aku baru bisa menulis tentang ini sekarang, tapi aku sempat memikirkan dari jilid pertama kapan aku harus menerbitkan isi jilid ini. Kalau sebuah cerita tanpa sebagian besar karakternya diterbitkan sebelum orang-orang sudah terbiasa dengan cerita dan karakternya, pasti akan ada banyak yang bingung. Begitu juga, tidak ada jaminan kalau serial ini akan berlanjut hingga waktu yang lama. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk menerbitkan ini pada waktu yang memang seharusnya. Untungnya, berkat dukungan dari kalian para pembaca, jilid yang penuh resiko ini bisa diterbitkan dengan selamat. Jadi, sambil merasa lega, aku juga bersyukur atas dukungan kalian. Aku akan terus berusaha keras, jadi tolong terus dukung aku di masa-masa yang akan datang.

Masalah yang kedua adalah bagaimana caranya menceritakan lompatan waktu ke masa lalu. Apakah hanya ada satu sejarah yang asli, atau apakah sejarah itu bercabang seperti halnya papan susunan pertandingan? Kalau sejarah bisa bercabang, apa saja syarat agar hal itu terjadi? Penting bagiku untuk menjelaskan hal itu agar cerita ini bisa diterima.

Sebenarnya, ada satu hal yang membuatku penasaran selama beberapa saat, yaitu saat kamu pergi ke masa lalu, apa kamu betul-betul bisa kembali ke waktu dan tempatmu yang asli?

Alasannya adalah, kalau seseorang pergi melompati waktu, saat orang itu muncul di masa lalu, massa planet itu akan bertambah dengan massa orang itu, dan perubahan gravitasi dari hal itu akan sedikit mengubah jagad raya. Jadi, karena sudah mengubah sedikit sejarah jagad raya, saat kembali dari sana, orang itu pasti akan kembali ke dunia yang sedikit berbeda. Tentu saja, perbedaan itu pasti begitu kecil, jadi orang yang mengalami lompatan waktu itu tidak akan memperhatikan hal itu. Meskipun kecil, perubahan tetaplah perubahan. Meskipun semuanya terlihat sama, semua teman dan keluargamu pasti adalah orang yang berbeda. Dan kalau jagad raya paralel betul-betul ada, semuanya akan menjadi lebih rumit, karena si pelompat waktu akan menjadi tiada dari dunia asal mereka. Karena itulah, komposisi ceritanya menjadi cukup rumit.

Itulah sebabnya aku memikirkan hal itu untuk waktu yang lama dan memutuskan meskipun jagad raya paralel itu ada, mereka masih bisa bergabung kembali. Jadi, meskipun ada sedikit perubahan, sejarah akan kembali ke sejarah yang semestinya. Sebagai hasilnya, sejarah tidak akan terlihat sebagai papan susunan pertandingan, tapi sebagai sebuah rajutan. Dalam struktur seperti itu, kalau seorang pengelana waktu mengubah sejarah, dia bisa kembali ke dunianya sendiri kalau dia berusaha dengan keras, dan akan bisa bertemu kembali dengan teman-teman dan keluarganya kembali.

Aku mendapat kesimpulan ini tepat sebelum kepalaku hampir meledak. Berkat itu, aku bisa menulis cerita ini, tapi aku yakin aku akan menemui masalah filosofi yang mirip dalam karya-karyaku yang akan datang. Aku takut, tapi juga penasaran dengan itu. Membuat cerita itu memang sulit, ya?

Aku sudah kehabisan halaman, padahal aku yakin kalau aku masih punya sedikit lagi, tapi ternyata sudah habis. Sudah waktunya aku mengucapkan sampai jumpa untuk saat ini.

Aku ingin berterimakasih kepada semua orang di bagian editorial yang sudah membantuku, ilustratorku Poco-san, teman-temanku yang sudah memberiku saran dan kepada semua pembaca yang sudah membaca buku ini.


Aku turut berdoa untuk semua orang yang terkena bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi baru-baru ini.[8]

Maret 2011, Takehaya


Ke Halaman Utama
  1. Legenda dari Eropa, dimana kalau orang melempar koin ke dalam sumur/kolam sambil memikirkan sebuah keinginan, keinginannya bisa terkabul
  2. Fenomena dimana orang menjelajah waktu dengan cara yang tidak diketahui
  3. Untuk gambaran lebih jelas, silahkan tonton Iron Man 3
  4. Virus memang sebuah organisme yang terdiri dari protein yang mengandung RNA atau DNA. Proses penyebaran RNA atau DNA pada organisme lainnya inilah yang disebut sebagai infeksi.
  5. Siklus kehidupan virus untuk menggandakan dirinya dengan cara memasukkan RNA atau DNAnya pada sel-sel makhluk hidup lain dan menghancurkannya dari dalam, sambil membuat virus-virus yang baru dari RNA itu.
  6. Bagi kalian yang tidak tahu, nabi yang dimaksud adalah Nabi Musa
  7. Perubahan yang terjadi pada tingkat DNA/RNA, yang bisa menyebabkan munculnya perubahan-perubahan pada makhluk hidup dimana mutasi itu terjadi
  8. Yang dimaksud adalah gempa dan tsunami di Tōhoku, 11 Maret 2011