Rokujouma (Indonesia):Jilid 10

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Ilustrasi Novel[edit]

Ini adalah ilustrasi novel yang termasuk dalam Jilid 10.


Bintang Jatuh dan Putri yang Kabur[edit]

Part 1[edit]

Meninggalnya seorang ibu mengandung makna yang tidak bisa terungkapkan bagi seorang gadis muda yang baru saja menginjak umur enam tahun.

Pada usia itu, anak-anak selalu berada bersama dengan ibunya, entah saat mereka sedang bermain, makan, atau tidur. Bahkan jika mereka pergi dan pulang dari taman kanak-kanak, mereka selalu berada di sisi ibu mereka. Hal itu sudah umum seperti halnya matahari terbit dari timur dan tenggelam di barat.

"Ayah, kamu jahat! Kenapa kamu tidak mau mendengarku!?"

Tentu saja, hal yang sama berlaku pada gadis ini juga. Tepat setelah dia berulang tahun yang keenam, ibunya meninggal karena sakit. Peristiwa itu tampak seperti matahari yang tiba-tiba berhenti terbit. Karena mentalnya menjadi tidak stabil, gadis itu akan bertengkar dengan ayahnya bahkan karena hal-hal yang sepele sekalipun.

"Aku pasti akan pergi menonton film Kabutonga."

Alasan pertengkaran kali ini adalah serial TV yang masih mengudara yang mendapat penayangan di bioskop: Raja Para Kumbang, Kabutonga. Anime yang menampilkan para jagoan dengan kumbang sebagai motifnya menjadi sangat populer di kalangan anak-anak. Hal yang sama juga berlaku di tempat tinggal gadis itu, dan saat anak-anak berbicara, yang akan mereka bicarakan sebagian besar adalah Kabutonga. Gadis ini pun juga merupakan penggemar Kabutonga, dan dia selalu tidak sabar menunggu episode baru setiap minggunya.

"Aku tidak peduli jika aku tidak bisa pergi ke permukaan."

Dan karena serial TVnya akan berakhir, versi bioskopnya pun dibuat. Setelah beberapa bulan, film itu pun ditayangkan di seluruh penjuru negeri. Namun, kota tempat tinggal gadis itu tidak mempunyai bioskop. Karena ingin menonton film itu, si gadis memohon kepada ayahnya, namun pada akhirnya si ayah menolak.

Bagi seorang anak berumur enam tahun, gadis itu begitu pintar dan baik. Keinginannya untuk melihat film Kabutonga yang baru adalah keegoisan yang jarang sekali ditunjukkannya. Namun, berdasarkan situasinya, hal ini pun tidak bisa dikatakan seperti itu. Setelah kehilangan ibunya, si gadis mencari kasih sayang yang lebih dari ayahnya, dan apa yang diinginkannya bukanlah untuk pergi menonton film Kabutonga itu, tapi untuk pergi bersama ayahnya.

"Kii-chan mau pergi dan tidak akan kembali! Aku akan hidup di permukaan! Aku benci kamu, ayah!"

Si ayah belum pulih dari kekagetan setelah menerima syok karena kehilangan istrinya, dan sebagai hasilnya, dia tidak menyadari apa yang sebenarnya diinginkan oleh anak perempuannya, meskipun sebenarnya mereka berdua sama-sama menginginkan hal yang serupa.

Dan dengan itu, si gadis, Kii, kabur dari rumah.

Kii kabur dari kota tempat kelahirannya dan pergi menuju kota Kisshouharukaze. Karena hal ini terjadi sebelum kota itu bergabung dengan kota Kisshou, kota itu sebenarnya masih bernama Harukaze. Di kota itu terdapat sebuah bioskop, dan Kii berencana menonton Kabutonga di sana.


Part 2[edit]

Saat dia tiba di kota Harukaze, Kii takjub dengan pemandangan yang ada di hadapannya.

"Wow..."

Ada banyak jalan yang menghubungkan kota asal Kii dan kota Harukaze. Jalan yang digunakannya adalah terowongan yang keluar di bagian sebuah bukit.

Setelah keluar dari terowongan yang remang-remang itu, kota Harukaze yang bermandikan warna jingga muncul di depan matanya. Saat itu hari sudah sore dan matahari mulai terbenam, membuat cahaya senja mewarnai kota itu. Kota itu biasanya memancarkan bermacam-macam warna, tapi saat itu kota itu diwarnai oleh warna jingga yang tenang. Pemandangan itu adalah hal yang sudah biasa bagi kita, tapi bagi Kii, pemandangan itu tampak begitu indah.

"Jadi permukaan ternyata seindah ini..."

Mata Kii yang besar tampak berbinar-binar saat dia dengan polosnya melihat hal-hal di sekitarnya: kota yang bermandikan warna jingga di hadapannya, pepohonan yang membentuk hutan di sekelilingnya, dan langit yang luas di atasnya. Kii sudah melihat semua hal itu dalam gambar dan video, tapi inilah kali pertama dia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

"Semuanya seharusnya hidup di atas sini..."

Beberapa saat lalu, Kii tidak mengerti perasaan orang-orang yang ingin meninggalkan kota kelahirannya, tapi setelah dia melihat sendiri keadaan di luar, Kii mulai mengerti. Pemandangan indah di hadapannya dan bau alam mengusik sesuatu jauh di dalam hatinya. Rasanya aneh, meskipun dia baru saja meninggalkan kota asalnya, Kii merasa bahwa dirinya baru saja kembali pulang.

"Ah..."

Saat Kii melihat-lihat ke sekelilingnya untuk sementara waktu, langit mulai berubah gelap dan sebuah titik cahaya muncul di langit.

"Apa itu bintang!?"

Kii menemukan bintang pertama pada malam hari.

Titik cahaya yang kecil di langit itu rupanya kelipan dari sebuah bintang.

Pada saat itulah dia mengingat sesuatu yang dikatakan oleh ibunya yang baru saja meninggal. Kii lalu membuka matanya lebar-lebar dan mulai mencari bintang-bintang yang lain. Menurut ibunya, setelah bintang pertama muncul, akan ada banyak bintang lain yang turut muncul.

"Rupanya seperti yang ibu bilang! Ada banyak bintang!"

Karena hari baru saja berubah menjadi malam, hanya ada satu bintang yang terang di langit, namun setelah melihat dengan seksama, Kii bisa melihat lebih banyak lagi bintang. Ada banyak sekali bintang yang bersinar lemah yang tidak bisa dihitung oleh jarinya, dan setiap kali dia menemukan sebuah bintang baru, dia akan berseru puas.

"Hebat! Ada bintang dimana-mana!"

Seiring berjalannya waktu, langit menjadi semakin gelap, dan cahaya dari bintang-bintang menjadi semakin terang. Bahkan bintang-bintang yang tadinya bersinar dengan lemah yang awalnya dilihatnya pun sekarang sudah bersinar sama terangnya dengan bintang yang pertama tadi. Seperti halnya sebuah kotak permata, langit pun dihiasi oleh bintang-bintang yang berkelap-kelip.

"Dengan bintang sebanyak ini, aku mungkin bisa menemukan bintang ibu!"

Itulah alasan kenapa Kii menghitung bintang-bintang di langit.

"Kii-chan, jangan menangis ya, bahkan jika ibu mati. Saat orang-orang mati, mereka akan menjadi bintang yang berkelap-kelip di langit..."

"Bintang-bintang?"

"Benar...jadi kalau kami nanti pergi ke permukaan, carilah bintang ibu. Bintangnya akan berwarna biru cerah, jadi ibu yakin kalau kamu pasti akan menemukannya"

"Baik! Kii pasti akan menemukannya!"

Ibunya sudah menjadi sebuah bintang - itulah yang diyakini oleh gadis kecil itu. Dia pun menghitung bintang demi bintang di langit, mencari bintang milik ibunya.

Kii tidak kabur hanya untuk menonton film Kabutonga saja, tapi juga untuk menemukan bintang ibunya. Namun, apapun yang dilakukannya, alasan di balik hal-hal itu adalah karena dia baru saja kehilangan ibunya. Pada akhirnya, baik keinginannya untuk menonton film dan menghitung bintang adalah tanda kurangnya kasih sayang.

"Ah!? Itu bintang biru!!"

Saat langit menjadi betul-betul gelap, sebuah bintang biru yang cerah pun muncul.

"Itu Ibu! Itu bintangnya ibu!"

Itulah bintang biru yang sudah dicari oleh Kii selama ini. Saat menemukan bintang itu, Kii mencurahkan kebahagiaannya menggunakan seluruh tubuhnya. Dia berusaha meraih bintang itu dengan kedua tangannya sambil melompat di tempat beberapa kali.

"Ibu! Ini Kii! Kii ada disini!"

Wajahnya berubah cerah dan dia tampak begitu senang karena akhirnya bisa bertemu kembali dengan ibunya saat dia terus memanggil berulang kali. Kii begitu ingin bertemu ibunya sekali lagi, dia ingin mendengar namanya dipanggil dengan suara yang lembut yang dikenalnya itu.

"Ibu! Jawab aku, ibu!"

Namun tidak peduli seberapa banyak Kii memanggil, bintang itu tidak menjawab. Bintang itu hanya berkelip di angkasa, tidak membalas seruan Kii.

"Ibu...."

Pada akhirnya, suara Kii melemah dan dia menjadi lesu.

"Apa bintang itu...bukan bintang ibu...? Atau apakah ibu tidak bisa mendengar suara Kii...?"

Bintang biru itu tidak menunjukkan balasan apapun meskipun Kii sudah memanggilnya, dan hal itu membuatnya begitu kesepian. Pada akhirnya, kesedihan yang dirasakannya saat ibunya meninggal muncul kembali dan membuatnya menangis.

"Ibu....ibu...."

Air mata-air mata besar mulai muncul di pelupuk matanya, dan bahkan sebuah goyangan kecil pun akan membuat air mata itu turun membasahi pipinya. Dengan mata yang sudah berkaca-kaca seperti itu, Kii melihat kembali ke langit sekali lagi. Dia tidak bisa menyerah. Kii menyentuh kalung di lehernya dan mulai memanggil bintang itu lagi.

Rokujouma V10 015.jpg

"Ibu...ini Kii...aku mau ketemu ibu..."

Namun, bintang itu tetap tidak menjawab. Bintang itu hanya berkelip saja di langit.

"Uuuhh...."

Kii akhirnya mulai menangis saat bintang itu tetap diam membisu.

Kesedihan karena ditinggal oleh ibunya, kekesalan karena tidak diperhatikan oleh ayahnya dan kesepian yang dia rasakan saat bintang yang dicarinya tetap diam.

Kenyataan ini adalah hal yang terlalu keras bagi seorang gadis berumur enam tahun untuk diterima.

"Uuuuhhh...ah...?"

Kii mengedip dua kali. Air matanya jatuh dan pandangannya menjadi jernih sedikit.

"Bintang ibu jadi lebih besar...?"

Bintang biru yang ditemukan olehnya awalnya hanyalah sebuah titik yang bersinar, namun sekarang sudah jelas kalau bintang itu bersinar semakin terang. Melihat hal itu, Kii merasa yakin kalau bintang itu menjadi lebih besar.

"Apa dia mendengar suara Kii?"

Air mata Kii berhenti mengalir saat dia sadar bahwa ada sesuatu yang sudah terjadi. Dia tidak tahu apa itu, tapi dia mengira bahwa ibunya menjawab panggilannya dan membuat jantungnya berdetak cepat.

"Ibu! Kii ada disini!" seru Kii dengan pasrah sambil melambaikan tangannya ke arah bintang yang bersinar itu.

"Bintangnya betul-betul jadi lebih besar....ibu!!"

Bintang itu sekarang menjadi seukuran bola baseball, dan masih menjadi semakin besar. Kii pun terus memanggilnya karena merasa senang.

Tepat pada saat itulah Kii mendengar suara yang asing yang terdengar seperti raungan hewan buas, atau seperti suara mobil yang melewati terowongan.

"....Apa itu...?"

Kii melihat ke langit dan mencoba mendengarkan dengan seksama. Saat melakukan itu, Kii merasa bahwa suara itu berasal dari bintang.

"Bintangnya...menggeram?"

Kii pun menyimpulkan bahwa bintang itulah yang menimbulkan suara itu.

Saat bintang itu menjadi seukuran bola baseball, bintang itu bergerak melewati atasnya.

"Dimana?"

Kii dengan cepat berbalik untuk melihat bintang itu. Dia lalu melhiat bintang itu menghilang di balik bayangan gunung.

"Bintangnya jatuh!"

Bintang itu menjadi semakin besar karena mendekat, dan suara yang didengarnya adalah karena bintang itu bergerak dengan cepat. Itulah kesimpulan yang dipikirkan oleh seorang gadis berusia enam tahun, dan dia dengan cepat memanjat gunung.

"Ibu! Ibu mendengar Kii dan datang menemui Kii!"

Kii berlari sekuat tenaganya, mengejar bintang biru yang sudah jatuh itu. Jantungnya berdetak cepat dan nafasnya tersengal-sengal, namun hal itu tidak memperlambatnya. Dia terus berlari secepat yang dia bisa.

"Ibu! Ibu! Ini Kii! Kii ada disini!"

Tidak peduli seberapa letih dirinya, Kii tidak akan berhenti menggerakkan kakinya.

Itu karena ibu yang begitu ingin dijumpainya lebih dari apapun, sepertinya baru saja turun dari langit.


Part 3[edit]

Setelah datang ke Bumi, hal pertama yang dilakukan oleh Koutarou dan Clan adalah menyembunyikan kapal luar angkasa mereka, Cradle. Mereka berencana menguburnya di hutan di bukit yang berada di dekat kota Harukaze.

"Veltlion, tempat ini tidak akan diganggu sama sekali,benar?"

"Iya, bener kok. Bukit ini nggak akan disentuh sama sekali. Aku selalu kesini nyari kumbang tiap tahun, jadi udah nggak salah lagi."

"Bagus kalau begitu."

Cradle dengan perlahan tenggelam ke dalam tanah layaknya tenggelam dalam air saat Koutarou dan Clan mengawasinya.

Kapal luar angkasa Clan yang lebih kecil, Cradle, dirancang sebagai tempat untuk melakukan pengamatan dan penelitian. Karena itulah, kapal itu mempunyai banyak fungsi untuk menyembunyikan dirinya agar tidak menganggu objek studinya atau habitatnya, karena mempelajari sesuatu secara rahasia adalah hal yang terbaik. Cradle yang mengubur dirinya sendiri adalah salah satu dari banyak fungsi itu. Dengan menggunakan medan pelindung, kapal itu membuat sebuah alat penggali dengan membuang tanah di sekitarnya sembari tenggelam perlahan ke dalam tanah. Setelah selesai, hal yang tersisa di permukaan tanah adalah lubang palka untuk masuk ke dalamnya. Gundukan tanah yang terjadi karena fungsi itu akan tetap ada, tapi pada akhirnya nanti akan tertutup sendiri oleh proses alami.

"Jadi, sekarang kita ngapain?"

"Kita tidak akan melakukan apa-apa. Kita hanya akan tidur, seperti yang kita lakukan sebelum meninggalkan Forthorthe."

Awalnya, Clan berencana menggunakan peluru super repulsi ruang waktu miliknya untuk kembali ke masa kini dari Forthorthe 2000 tahun yang lalu. Dengan membalikkan beberapa parameternya, mereka seharusnya bisa kembali dari mana dan kapan mereka datang. Namun, peluru kedua itu sudah digunakan pada pertarungan yang mereka alami di Forthorthe. Clan harus memikirkan cara lain untuk bisa kembali.

Jawaban yang ditemukannya adalah untuk menghabiskan 2000 tahun di tempat dimana mereka tidak akan pernah ditemukan. Dengan beradaptasi dengan teknologi yang digunakan untuk hyperspace, mereka bisa membekukan waktu di dalam Cradle. Selama mereka tidak ditemukan, mereka akan bisa melewati 2000 tahun, dan setelah waktu selama itu telah berlalu, mereka bisa kembali ke Bumi dengan cara yang normal.

Namun, ada masalah besar dengan itu. Sebagian dari Cradle sudah rusak dan membuatnya tidak bisa terbang di luar angkasa. Suku cadang yang dibutuhkan untuk perbaikan pun tidak akan dibuat sampai 20 tahun lalu sebelum masa kini. Karena itulah, Koutarou dan Clan terbangun 20 tahun di masa lalu dan memperbaiki Cradle. Setelah perbaikan selesai, mereka menggunakan perjalanan normal dan hyperspace untuk kembali ke Bumi.

Tanpa menggunakan hyperspace, semakin sebuah kapal terbang mendekati kecepatan cahaya, maka waktu akan berjalan semakin lambat. Tapi dengan menggunakan kedua hal itu, masih membutuhkan waktu sepuluh tahun bagi mereka untuk mencapai Bumi, dimana bagi mereka hal itu hanya terasa seperti sepuluh hari saja.

Alasan mengapa mereka tidak menggunakan hyperspace adalah untuk mengurangi waktu yang diperlukan untuk membeku di Bumi sebanyak mungkin. Kalau mereka hanya menggunakan hyperspace, mereka perlu membeku selama 20 tahun, tapi karena Bumi tidak mempunyai area terlarang seperti "wilayah spesial Veltlion" di Forthorthe, ada baiknya mereka menghabiskan waktu yang diperlukan dalam keadaan membeku sesedikit mungkin. Walau begitu, kalau mereka terlalu lambat dan tiba di Bumi saat Theia berada di sana atau mengganggu perjalanannya, mereka pasti akan langsung terdeteksi. Jadi, penting untuk menemukan keseimbangan di antara kedua hal itu.

Karena itulah mereka perlu tidur di dalam Cradle sekali saat mereka sudah di Bumi, dan mereka memilih tempat dimana Koutarou pergi bermain sewaktu masih kecil untuk menyembunyikan kapal itu.

"Kita bakal tidur berapa tahun?"

"Tolong tunggu sebentar, aku sedang menghitungnya sekarang", jawab Clan seraya mengoperasikan gelang miliknya dan menghitung berapa lama mereka perlu tidur. Clan nampak cuek, tapi sebenarnya ada parameter yang harus digunakan untuk menghitung berapa lama mereka harus tidur. Sebagai hasilnya, perhitungan itu memakan waktu dan membuat Koutarou mulai mengeluh.

"Clan, kamu bisa ngira-ngira aja kan?"

"..."

Clan membetulkan kacamatanya dan menunjukkan wajah kesal. Dia membuat perhitungan yang akurat karena Koutarou yang memintanya, dan keluhan itu membuatnya menjadi kesal.

"Veltlion, kau suka menginjak-injak usaha dan keyakinan seorang ilmuwan dengan santainya, benar begitu?"

"Aku cuma ngira kalau kamu buang-buang waktu..."

"Apa maksudmu buang-buang waktu!? Aku---"

"Karena kamu sikapnya kayak gini, Theia nyebut kamu licik dan lainnya, biarpun kamu imut."

"..."

"Santailah sedikit. Kamu tahu, lebih---eh? Mukamu kenapa aneh begitu?"

"B-Bukan apa-apa! Ahem, yang lebih penting lagi, aku sudah sleesai menghitungnya!" ujar Clan yang lalu mendehem saat wajahnya berubah merah dan mengganti topik pembicaraan dengan paksa. Dia lalu menunjukkan hasil penghitungannya lewat hologram.

"Maaf, aku lagi nggak pakai zirahnya, jadi aku nggak bisa baca. Aku mungkin ngerti kalau kamu pakai bahasa Forthorthe kuno."

Koutarou bisa membaca sedikit tulisan bahasa Forthorthe kuno karena sudah menghabiskan sedikit waktu di Forthorthe 2000 tahun yang lalu, tapi dia tidak tidak bisa membaca tulisan Forthorthe modern sama sekali.

"Benar juga, aku lupa."

Karena Clan mulai menganggap Koutarou sebagai seseorang dari Forthorthe, dia secara biasa menggunakan bahasa Forthorthe modern sebagai bahasa yang ditampilkan. Clan lalu melaporkan hasil perhitungannya dengan mengatakannya.

"Yah, secara total kita harus tidur selama sepuluh tahun dan 323 hari, atau hampir 11 tahun."

"11 tahun...kamu nggak bisa ngitung itu di kepalamu aja?"

"Kau mengejek ya, Veltlion! Kau tahu kalau itu tidak semudah kelihatannya!"

"Yah, habisnya kamu jadi lebih ceria dan asyik kalau kamu marah sih."

"Aku tidak merasa asyik sama sekali!"

Clan pun kembali marah. Meskipun itu adalah tujuan sebenarnya dari Koutarou, karena dirinya menjadi emosi, Clan tidak menyadari hal itu.

"10 tahun...gitu ya, 10 tahun..."

Setelah mendengar dari Clan bahwa mereka saat ini berada pada masa sepuluh tahun lalu, Koutarou menyadari sesuatu. Raut wajahnya berubah dari yang tadinya tersenyum menjadi lebih serius.

"Lagipula, kau--- ada apa?"

Saat menyadari bahwa ada yang berubah pada diri Koutarou, kemarahan Clan pun mereda. Karena mereka sudah menghabiskan banyak waktu bersama-sama, Clan tahu kalau saat itu Koutarou sedang serius.

"Bukan apa-apa. Cuma...aku baru inget kalau ibuku bakalan mati", ujar Koutarou yang tampak lebih tenang sedikit dan tersenyum kecil pada Clan.

Koutarou dan Clan sudah terkirim ke Forthorthe pada 24 Januari 2010, jadi 10 tahun dan 323 hari sebelumnya berarti membuat mereka berada pada tanggal 7 Maret 1999. Ibu Koutarou meninggal pada 16 April 1999. Dalam kata lain, dalam waktu 40 hari dari sekarang, ibu Koutarou akan kehilangan nyawanya.

"...Aku mengerti bagaimana perasaanmu", kata Clan yang menunduk sedikit sebelum memandangi Koutarou dengan rasa simpati.

"Makasih, Clan...sikapmu harusnya begitu terus."

"Itu bukan urusanmu."

Karena mereka berada di masa lalu, mereka bisa mencegah berbagai macam insiden kalau mereka mau. Namun, keduanya memutuskan bahwa hal ini tidaklah nyata.

Mereka akan mencoba mencegah insiden apapun yang terjadi di dekat mereka, seperti pembantaian masal di Forthorthe, tapi mereka tidak akan menggunakan pengetahuan mereka untuk mencegah langsung insiden yang akan datang.

Kalau mereka pergi mencegah berbagai macam insiden yang ada, Koutarou dan Clan tidak akan bisa kembali ke dunia mereka sendiri. Sebagai awalnya, mereka berdua bukanlah orang yang tidak bisa maati, jadi mereka tidak punya waktu cukup untuk hal itu, dan mereka juga merasa ragu apakah mereka punya hak untuk menentukan insiden dan peristiwa apa yang bisa mereka cegah. Walau begitu, mereka tidak bisa mengabaikan orang-orang yang menderita di hadapan mereka, jadi mereka pasti akan menolong orang-orang semacam itu. Itulah keputusan yang sama yang mereka buat saat menghadapi pembantaian masal di Forthorthe.

Keputusan ini adalah upaya terakhir mereka sebagai hasil dari lompatan waktu. Mereka bukanlah dewa, jadi ada batasan seberapa jauh mereka bisa bertindak. Untuk sederhananya, mereka tidak akan menggunakan lompatan waktu ini untuk alasan pribadi.

Dengan keputusan ini, Koutarou tidak bisa menyelamatkan ibunya.

"Veltlion, ini soal ibumu sendiri, benar? Kenapa kita tidak berpura-pura kalau keputusan itu tidak pernah ada untuk sejenak dan kita pergi menyelamatkannya?"

"Clan..."

Saran Clan begitu menarik bagi Koutarou. Ibunya sendirilah yang menjadi inti dari kejadian itu, membuat Koutarou begitu ingin untuk menyelamatkannya.

Tapi...apa aku bisa ngebiarin Clan gitu aja sementara aku nyelametin diriku sendiri?

Saat mereka terbangun untuk perbaikan Cradle sepuluh tahun lalu, hal yang serupa juga terjadi bagi Clan. Namun, dia bertahan dan kembali ke Bumi tanpa melakukan apapun. Koutarou merasa bahwa penyelamatan ibunya adalah hal yang sangat tidak adil, baik bagi Clan dan mereka semua yang tidak akan pernah mendapat kesempatan semacam itu.

Dan kalau aku nyelametin ibu, sejarah pasti bakal berubah...

Dan alasan lainnya untuk hal itu adalah karena sejarah pasti akan berubah. Kalau ibu Koutarou selamat, peluang bagi dirinya untuk tinggal di Rumah Corona sendirian akan menjadi sangat kecil. Malah, ayahnya pasti akan bekerja jauh dari rumah dan Koutarou tidak akan pernah bertemu dengan para penjajah. Kalau itu sampai terjadi, Koutarou tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Seperti halnya di film-film sains fiksi, dia mungkin akan kehilangan tempat untuk kembali, atau bahkan keberadaannya menghilang.

"Karena kita sudah sampai sejauh ini, aku akan terus bersamamu sampai akhir. Keluarga kekaisaran berhutang begitu besar kepadamu."

Clan tahu betul akan apa yang dikhawatirkan oleh Koutarou dan bahaya di balik itu semua. Walau dia tahu akan hal itu, Clan tetap mengajukan sarannya. Itulah tanda persahabatan dari Clan. Di saat yang sama, Clan juga yakin bahwa itu adalah bentuk terima kasih dari keluarga kekaisaran Forthorthe.

"Makasih, Clan, tapi....kamu bisa kasih aku waktu sebentar buat mikir? Aku nggak bisa langsung mutusin."

Koutarou senang dengan tawaran dari Clan, tapi dia masih tidak yakin dengan apa yang harus dilakukannya. Kalau bisa, Koutarou ingin menyelamatkan ibunya, tapi di saat yang sama dia juga ingin kembali ke dunianya. Itulah sebabnya dia sudah berusaha keras hingga sejauh ini. Dia juga tidak tahu apa yang akan terjadi dengan dirinya sendiri dan Clan jika sejarah sampai berubah.

Apa yang terjadi dengan dirinya sendiri setelah dia menyelamatkan ibunya akan menjadi hal yang memang sepantasnya dia dapatkan, tapi tidak bagi Clan. Koutarou tidak bisa menemukan pilihan yang membuat semua orang puas. Karena itulah dia tidak bisa langsung mengambil keputusan.

"Kita masih punya waktu. Tenanglah dan pikirkanlah baik-baik."

"Oke...", balas Koutarou sambil mengangguk dan menengadah ke langit. Cradle sudah selesai menggali dan sudah menghilang ke dalam tanah, membuat suasana di sekitar mereka kembali sunyi.

Aku harus apa....?

Namun, pikiran Koutarou berada jauh dari kata sunyi. Perasaannya begitu berkecamuk dan jantungnya berdetak kencang seakan dia sedang melakukan latihan berat.

Tidak peduli apa yang dia pilih, Koutarou akan kehilangan sesuatu, yang sama-sama berharganya dan tidak bisa dibandingkan antara yang satu dengan yang lainnya. Pikiran Koutarou terus berputar-putar, dan sebagai hasilnya, sinar bintang yang berkelap-kelip tidak sampai kepada matanya.

"Hei, Onii-chan."

Tepat pada saat itulah sebuah suara memanggil Koutarou yang masih kebingungan. Karena kaget, dia langsung berhenti berpikir dan menoleh ke asal suara itu, dimana dia bisa melihat seorang gadis kecil.

"Apa kamu lihat bintang jatuh di sekitar sini. Aku lagi cari itu."

Gadis itu masih begitu kecil, sedikit terlalu muda untuk bisa masuk sekolah dasar. Dia memakai jubah putih dan rok merah yang panjang, pakaian khas seorang gadis kuil. Rambutnya pendek dan matanya terlihat bersemangat. Digabungkan dengan pakaian kuil khasnya, gadis itu memberikan kesan seorang gadis yang bersemangat.

"Bintang ya? Yah, aku nggak lihat..."

Sambil menjawab gadis itu, Koutarou berusaha menyembunyikan kekagetannya, yang bukan karena kemunculan gadis itu yang tiba-tiba.

Dia ngomongin soal kita...

Bintang yang dimaksud gadis itu kemungkinan besar adalah Cradle yang diterbangkan oleh Koutarou dan Clan. Dia pasti sudah melihat Cradle mendarat di sekitar sini dan datang kesini untuk melihatnya.

"...Veltlion", bisik Clan pada Koutarou.

"...Iya, aku tahu."

Clan hanya memanggilnya, tapi Koutarou tahu apa yang dia mau. Clan ingin Koutarou mendapatkan cerita yang lebih detail dari gadis itu, dimana yang terpenting adalah jika ada saksi mata yang lain.

"Kalau kamu, Onee-chan?"

"A-Aku tidak lihat."

Karena tidak biasa berbicara dengan orang asing, Clan memaksakan sebuah senyum saat dia menjawab pertanyaan si gadis sebelum berlindung di balik punggung Koutarou. Rupanya, dia berencana membuat Koutarou mengurusi gadis itu.

"Kalau begitu, apa kalian dengar suara yang keras? Suaranya kayak, 'nguuuuuuung!'" ujar si gadis sambil mengangkat tanganya dan membuat gerakan-gerakan mengayunkan tangannya.

"Hmm, aku nggak inget. Mungkin ada pesawat yang lewat."

"Hmm, begitu ya...", balas si gadis sambil mengangguk beberapa kali dan lalu membungkuk dengan hormat.

"Terima kasih buat jawabannya. Dadah Onii-chan, Onee-chan!"

Setelah mengucapkan perpisahan, gadis itu dengan cepat berbalik dari hadapan mereka berdua dan mulai berlari. Seperti yang sudah bisa ditebak dari penampilannya, gadis itu ternyata memang gadis yang aktif bergerak. Koutarou langsung memanggil gadis itu untuk menghentikannya saat dia melihat gadis itu mulai berlari.

"Tunggu dulu! Kamu mau kemana?"

Gadis itu pun berhenti dan menoleh untuk menjawab pertanyaan Koutarou.

"Aku mau lihat-lihat di sekitar sini! Aku mau cari bintang itu!"

"Tunggu bentar!"

Koutarou lalu mendekati gadis itu dengan berlari kecil. Dia tidak bisa meninggalkannya seperti ini. Si gadis pun heran melihat Koutarou melakukan hal itu.

"Kenapa?"

"Aku ikut sama kamu. Bahaya anak kecil pergi sendirian di jam-jam segini."

Ada dua alasan mengapa Koutarou memutuskan untuk pergi bersama gadis itu.

Pertama karena dia kuatir dengan gadis itu, seperti yang dia katakan. Matahari sudah terbenam dan langit sudah menjadi gelap, belum lagi mereka berada di tengah-tengah hutan di gunung yang tidak berpenghuni. Mereka tidak akan bisa melihat kemana mereka melangkah dan ada banyak sekali pohon yang tumbuh di area itu. Bahaya bagi seorang gadis kecil untuk pergi sendirian di tempat itu.

Alasan yang kedua adalah karena Koutarou ingin berbicara dengan gadis itu sedikit lebih lama lagi. Dia ingin memastikan apakah ada orang lain lagi yang mencari Cradle.

"Apa kakak mau bantu aku?"

"Iya."

"Benarkah!? Terima kasih, Onii-chan!!"

Si gadis pun tampak senang saat melihat Koutarou mau membantunya, dan matanya berbinar-binar sementara bibirnya membentuk senyuman yang ceria.

"Nggak apa-apa kan, Clan?" tanya Koutarou pada Clan untuk memastikan, yang dijawab dengan anggukan oleh Clan.

"Aku serahkan kepadamu, ya. Aku akan tetap disini dan membuat persiapan."

"Oke, tolong ya."

Koutarou akan mengikuti gadis kecil itu sementara Clan tetap tinggal untuk memulai persiapan mereka untuk kembali ke masa mereka sendiri. Dengan begitu, tugas mereka pun langsung terbagi. Tentu saja, karena Clan sudah pemalu dari awalnya, tidak ada pilihan yang lain lagi untuknya.

"Oh, Veltlion, bawa ini bersamamu", ujar Clan seraya melemparkan sesuatu ke arah Koutarou, yang langsung ditangkapnya.

"Ini..."

Yang Koutarou terima adalah sebuah gelang perak, persis seperti yang dipakai oleh Clan.

"Kau akan kesulitan kalau sampai tersesat, benar?"

"Jadi, buat itu ya?" ujar Koutarou sambil melihat gelang yang baru saja diterimanya.

Fungsi asli gelang ini adalah sebagai remote control untuk Cradle dan Hazy Moon. Karena itulah, gelang itu bisa berkomunikasi dengan Cradle, menampilkan posisi kapal saat itu, mengamati kondisi cuaca dan banyak hal lainnya. Selama dia memakai gelang itu, Koutarou tidak perlu kuatir soal masalah tersesat. Karena dia tidak memakai zirah Ksatria Biru saat ini, Koutarou berada dalam bahaya yang sama dengan gadis kecil itu.

Sementara Koutarou masih memandangi gelang itu, Clan mendekati si gadis dan menyematkan sebuah lencana pada bajunya.

"Dan ini untukmu."

"Ini apa?" tanya si gadis sambil menarik jubahnya dan memandangi lencana itu.

"Dengan itu, kami bisa menemukanmu kalau kamu tersesat."

"Begitu ya? Hebaat", balas si gadis melepaskan genggamannya pada jubahnya dan tersenyum pada Clan, yang hanya bisa tersipu malu karena tidak terbiasa menerima pujian dari orang asing.

"Aku masih nggak ngerti gimana cara pakainya, tapi...makasih ya, Clan."

Setelah memeriksa gelangnya, Koutarou mengucapkan terima kasih dan langsung memakai gelang itu di tangan kanannya. Setelahnya, sebuah permata kecil mulai menyala sebagai tanda menyalanya gelang itu.

"Sip deh."

"Kalau begitu, ayo berangkat!"

Setelah Koutarou memakai gelangnya, si gadis menggenggam tangannya dan mulai melangkah.

"Jangan buru-buru, bahaya!"

"Tidak apa-apa, Onii-chan, kamu terlalu kuatir."

"Y-Yah, Clan, aku tinggal dulu ya."

"....Hati-hati."

Koutarou menghilang di balik pepohonan ditarik oleh gadis kecil itu. Setelah menyaksikan mereka pergi, Clan menyilangkan tangannya dan cemberut sedikit.

"Dasar Veltlion....kenapa dia tidak mau mengajakku untuk pergi bersama-sama? Aku mungkin tidak nyaman berada dekat orang asing, tapi tetap saja!"

Clan mungkin pemalu dan punya hal untuk dilakukan, tapi dia merasa tidak senang karena Koutarou meninggalkannya tanpa merasa ragu sama sekali.


Part 4[edit]

Meskipun dia sedang mencari sebuah bintang, gadis itu tidak punya petunjuk sama sekali. Dia hanya mengandalkan intuisinya sembari melangkah menyusuri hutan yang gelap itu. Pijakan mereka sudah tidak terlihat lagi dan tidak rata, namun langkah si gadis tetap mantap. Koutarou bisa merasakan adanya tekad yang kuat dari si gadis untuk menemukan bintang itu.

"Uuuuuh~, seharusnya bintangnya jatuh di sekitar sini..."

"Apa kamu sempet lihat?"

"Iya, bintangnya datang dari langit dan pergi begitu saja."

"Dan itu sebabnya kamu pergi nyari bintangnya?"

"Iya."

"Sendirian?"

"Iya! Aku pergi sendirian! Saat aku pergi dari rumah dan pergi ke gunung ini sendirian, aku lihat bintangnya datang!"

Koutarou terus mengikuti si gadsi sambil terus berbicara.

Dia nggak akan bisa nemuin bintangnya...aku harus nyari alasan yang bagus biar dia nyerah...

Sambil melihat gadis itu dari belakang, Koutarou mencoba mencari alasan untuk menyudahi pencarian mereka. Sembari terus memeriksa area itu, Koutarou sudah mempelajari semua yang ingin diketahuinya dari gadis itu. Dia pergi ke gunung itu sendirian dan kebetulan melihat Cradle. Hanya dialah satu-satunya saksi mata. Kalau Koutarou bisa membuat gadis itu menyerah mencari bintangnya, maka tidak akan ada masalah lagi.

Sudah jelas bahwa gadis itu tidak akan bisa menemukan bintang yang dicarinya, karena apa yang dicarinya, yakni Cradle, sudah terkubur di dalam tanah. Tidak peduli seberapa keras dia mencarinya, gadis itu tidak akan menemukannya, dan gadis itu sudah melewati area dimana Cradle mendarat. Namun, karena Koutarou tidak bisa mengatakan hal itu padanya, dia akhirnya membiarkan gadis itu membuang-buang waktu, yang membuat Koutarou sendiri merasa sedih.

Karena itulah, setelah Koutarou sudah mengetahui segala yang perlu ia ketahui, dia mencoba membujuk gadis itu untuk menyudahi pencariannya.

"'Kan udah gelap. Kalau kamu nggak cepet-cepet pulang, nanti keluargamu kuatir."

"Tidak apa-apa. Aku mencari ibuku."

"Ibumu?"

Sebuah kata yang tidak terduga keluar dari mulut gadis itu. Sementara Koutarou masih bingung dengan apa yang dikatakan gadis itu, gadis itu berhenti melangkah lalu berbalik tersenyum ke arahnya.

"Ehehe, sudah lama aku tidak bertemu ibu."

"Bukannya kamu lagi nyari bintang?"

"Iya, betul.Bintangnya ibu."

"Ah...."

Baru pada saat itulah Koutarou mengerti apa maksud gadis itu.

Apa jangan-jangan kami udah bikin cewek ini sakit hati....?

Dan kata-kata si gadis selanjutnya membuat kekhawatiran Koutarou menjadi nyata.

"Ibuku sendiri yang berkata begitu. Kalau dia meninggal, dia akan menjadi bintang biru. Dan saat aku melihat ke langit tadi, aku lihat ada bintang biru yang jatuh! Ibuku pasti menemukanku dan datang mencariku!"

Gadis itu sudah kehilangan ibunya, dan secara kebetulan dia melihat sebuah bintang biru, Cradle, jatuh dari langit dan membuatnya percaya bahwa ibunya datang untuk menemuinya. Itulah mengapa gadis itu menjelajahi hutan sendirian.

Kalau sampai cewek ini tahu kalau apa yang dia lihat bukan bintang ibunya...

Kalau dia tidak menemukan bintang ibunya, gadis itu pasti akan merasa sedih. Koutarou langsung merasa bersalah saat memikirkan hal itu. Kalau saja dia dan Clan tidak mendarat di gunung ini, gadis itu mungkin tidak harus merasa sesedih itu.

"...Aku yakin kamu pasti bakal nemuin bintang itu."

Koutarou tidak sampai hati mengatakan pada gadis yang bersusah payah mencari ibunya bahwa dia tidak akan menemukannya. Koutarou tahu betul bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu. Itulah sebabnya Koutarou berkata seperti itu, bahkan meskipun itu hanya untuk sebentar saja.

"Iya! Terima kasih, Onii-chan!"

Gadis itu pun memberikannya senyuman yang lebar, yang ingin terus dipertahankan oleh Koutarou.


Part 5[edit]

Sudah lebih dari empat jam berlalu semenjak mereka berjalan menyusuri hutan di gunung itu. Setelah mencari untuk waktu yang lama, bahkan gadis yang enerjik itu pun mulai terlihat lelah. Tepat pada saat itulah Koutarou menyarankan untuk istirahat di dekat anak sungai.

"Oh ya, aku belum tahu namamu."

"Aha! Benar juga!"

Gadis itu sudah begitu fokus mencari ibunya sampai-sampai dia lupa untuk memperkenalkan dirinya sendiri. Karena dia memanggil Koutarou dengan sebutan 'Onii-chan', dia tidak merasa bermasalah soal itu, dan karena mereka hanya pergi berdua saja, Koutarou merasa tidak masalah memanggil gadis itu dengan sebutan 'kamu'. Karena itulah mereka baru bisa berkenalan saat ini.

"Aku Kii!"

"Kii?"

"Iya!"

"Gitu ya, jadi namamu Kii..."

Koutarou merasa pernah mendengar nama itu sebelumnya, tapi karena ada banyak anak-anak dengan nama yang aneh belakangan ini, dia tidak terlalu memikirkan hal itu.

"Kalau kamu, Onii-chan?"

"Koutarou."

"Hmm, Koutarou ya...nama yang aneh!"

"Aneh ya?"

"Iya!"

Gadis bernama Kii itu pun mengangguk dengan kencang sambil tersenyum lebar pada Koutarou, yang juga merasa senang melihat raut wajah Kii.

Aku rasa nama Koutarou jarang dipakai di jaman ini...

"Apa aku masih bisa memanggil Onii-chan, 'Onii-chan'?"

"Bisa. Gimana kalau aku manggil kamu 'Kii'?"

"Iya, boleh! Ibuku juga memanggilku begitu!" balas Kii dengan senyum ceria sambil mengangguk. Senyumnya tampak begitu polos dan ceria, tanda bahwa dia sudah mulai percaya dengan Koutarou selama beberapa jam ini.

"Tapi karena ayah memanggilku 'Kii', aku lebih suka dipanggil 'Kii-chan'."

"Kenapa?"

"Karena ayah suka marah-marah. Bahkan sebelum aku bilang kalau aku mau pergi menonton film, dia bilang tidak!"

"Oke, kalau gitu aku panggil kamu 'Kii-chan'."

"Iya."

Kii berada dalam sebuah keluarga tanpa seorang ibu.

Dia sama kayak aku...

Bahkan di dalam keluarga Satomi yang tidak memiliki seorang ibu, ada saat dimana hubungan di antara ayah dan anak menjadi canggung. Setelah mengingat masa-masa itu, Koutarou bisa membayangkan hubungan antara Kii dengan ayahnya. Di saat yang sama, Koutarou membayangkan bahwa ayah Kii sendiri pasti juga khawatir.

"Kii-chan, aku yakin kalau ayahmu pasti kuatir soal kamu. Gimana kalau kamu pulang sekarang dan nyari bintangnya dilanjut besok?"

"Tidak mau", jawab Kii sambil menggembungkan pipinya dan menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak mau pulang! Aku mau hidup sendiri!"

"Apa!?"

Koutarou pun terkejut mendengar jawaban Kii seperti itu.

"T-Tunggu bentar!! Jangan-jangan, kamu kabur dari rumah!?"

"Iya!!" jawab Kii sambil mengangguk dan tersenyum.

"Ayah tidak mau mengajakku pergi menonton film Kabutonga! Jadi Kii pergi sendiri!"

Kii lalu menunjukkan senyuman penuh rasa bangga. Dia merasa puas bisa membuat Koutarou terkejut.

"G-Gawat! Aku harus bawa kamu ke kantor polisi!"

"Polisi?"

"Mereka orang-orang yang bakal nganter kamu pulang!"

Kalau Kii kabur dari rumah, ayahnya mungkin sudah melaporkan kehilangannya, dan kalau dia memang sudah melakukan itu, maka polisi pasti akan melakukan pencarian. Kalau ada kelompok pencarian yang mencari di gunung ini, mereka mungkin akan menemukan Cradle.

Koutarou dan Clan berhadapan dengan potensi bahaya yang fatal, berlawanan dengan senyuman ceria Kii saat itu.

"Hei, Clan---"

Koutarou menyalakan gelangnya dan akan menghubungi Clan.

"Tidak!"

Namun sebelum dia bisa melakukan hal itu, Kii menghampirinya dan menekan tombol yang Koutarou gunakan untuk menyalakan gelang itu. Gelang itu pun kembali dalam mode siaga.

"Kii-chan!?"

"Kalau kamu bawa aku ke polisi, nanti aku bilang kalau kamu menculikku!"

"A-Uapa!?"

Koutarou punya kartu identitas, tapi karena dia berada di masa sepuluh tahun yang lalu, umurnya tidak akan sesuai dengan tanggal lahirnya. Hal itu akan membuatnya diperlakukan sebagai orang tidak dikenal kalau dia sampai ditangkap oleh polisi. Tentu saja, hal yang sama akan berlaku bagi Clan. Ada kemungkinan besar bahwa mereka akan dianggap sebagai imigran gelap, dan kalau mereka juga disangka sebagai penculik, itu akan menjadi masalah yang lain lagi bagi mereka.

"Kii-chan, itu nggak boleh! Kamu harus pulang!"

Koutarou pun berusaha membujuknya. Kalau dia tidak bisa membuat gadis itu pulang dengan cepat, ada kemungkinan kalau polisi akan muncul.

"Aku tidak mau pulang!"

Namun, Kii menolak dengan tegas sambil menggelengkan kepalanya.

"Aku mau mencari ibu dan pergi menonton Kabutonga bersama-sama!"

"Kii-chan..."

Kii kabur dari rumah setelah bertengkar dengan ayahnya karena dia ingin pergi melihat film. Setelah dia melihat Cradle mendarat, Kii mulai mencari bintang ibunya. Namun, tidak mungkin dia bisa menemukannya. Kalau terus begini, Kii akan menghabiskan waktunya menjelajahi gunung sepanjang malam.

"Kii-chan, kalau kamu nemuin bintang ibu dan nonton filmnya, apa kamu mau pulang?"

Ini adalah situasi yang sulit bagi Koutarou, tapi dia tidak bisa meninggalkan seorang gadis sendirian di tengah gunung. Ia pun mulai memikirkan cara terbaik untuk bisa memenuhi keinginan si gadis. Koutarou percaya, kalau dia membiarkan Kii mencari bintang itu sampai dia merasa puas, lalu mengajaknya menonton film adalah cara terbaik untuk membuatnya pulang.

"Hmm...."

Kii menyilangkan kedua tangannya dan mulai memikirkan tawaran dari Koutarou. Alisnya yang lentik mengerut dan membuatnya nampak dewasa.

Huh, cewek ini....?

Saat melihat hal itu, Koutarou mulai merasa bahwa dia sudah pernah melihat wajah itu sebelumnya, tapi dia tidak bisa mengatakan siapa itu. Karena hal itu juga tidak begitu penting saat ini, Koutarou pun melupakan hal itu.

"Kalau begitu...aku mungkin, pulang...?"

Itulah kesimpulan yang didapat oleh Kii sambil bertopang dagu.

Dia tidak punya alasan yang begitu kuat untuk kabur dari rumah, hanya sebuah kesalahpahaman antara ayahnya dan dirinya yang berasal dari kepergian ibunya. Satu-satunya hal yang membuatnya tidak bisa segera pulang adalah pencarian bintang ibunya dan film Kabutonga. Setelah hal itu bisa dilakukannya, maka tidak ada alasan lagi baginya untuk tidak pulang ke rumah.

"Kalau begitu, aku bantuin."

"Benarkah!?"

Kii kembali ceria setelah mendengar tawaran yang tidak terduga dari Koutarou. Raut wajahnya yang dewasa menghilang dan senyum kekanakannya pun kembali.

"Kalau begitu, janji ya kalau kamu bakal pulang setelah semuanya selesai."

"Oke! Aku janji!"

Kii menerima tawaran Koutarou dengan penuh senyum, karena dia sendiri juga menginginkan hal itu. Tidak peduli seberapa pintar dirinya, Kii masih berusia enam tahun. Tidak mungkin dia merasa gelisah setelah kabur dari rumah sendirian. Dia juga tidak punya alasan untuk menolak tawaran dari Koutarou setelah dia menawarkan bantuan dan menghabiskan beberapa jam bersama dirinya.

"Ini."

Dengan sebuah senyuman, Kii melihat ke arah Koutarou dan mengulurkan tangan kanannya.

"Apa ini?"

"Janji jari kelingking. Kita berjanji, benar?"

Gadis itu mengulurkan tangan kanannya yang mengepal dengan jari kelingking yang teracung. Koutarou pun melakukan hal yang sama saat melihat hal itu, dan mereka pun saling menyilangkan jari kelingking mereka.

Rokujouma V10 046.jpg

"Janji kelingking♪ Kalau aku bohong, aku akan telan seribu jarum ♪ Janji kelingking ♪ "

Dengan begitu, setelah saling mengucapkan janji, mereka mulai bergerak kembali.
















Mencari Ibunya[edit]

Part 1[edit]

Setelah berjanji jari kelingking, Koutarou dan Kii kembali ke Cradle untuk sementara waktu, karena hari sudah larut malam. Karena mereka sudah menghabiskan banyak waktu semenjak malam tiba, akan berbahaya kalau mereka terus menjelajahi gunung tanpa tujuan. Dengan begitu, Koutarou memutuskan untuk kembali ke Cradle untuk makan malam dan tidur.

Koutarou sempat khawatir kalau Kii akan menolak ide ini, tapi tidak disangka, dia menurut. Dia begitu percaya dengan janji jari kelingking yang sudah mereka ucapkan bersama-sama. Kii pasti akan menemukan bintang ibunya dan menonton film Kabutonga bersama-sama dengan Koutarou. Bagi Kii, hal itu sudah menjadi seperti sebuah kenyataan, jadi dia tidak menolak apapun hal penting yang dikatakan oleh Koutarou.

"...Dan itu sebabnya aku bakal ngerawat cewek ini buat beberapa saat."

"Kau suka mencari masalah kemanapun kau pergi, ya?"

Setelah mendapat penjelasan soal situasi itu, Clan hanya bisa pasrah dan memandangi Koutarou dengan heran.

"Mau gimana lagi, bukan salahku juga."

"Yah, ada benarnya juga...tapi aku ada hal yang harus kulakukan, jadi kau yang harus menjaganya."

"Aku tahu. Aku nggak akan bikin masalah buatmu."

Clan harus membuat persiapan agar mereka bisa kembali ke masa mereka sendiri, dengan cara membekukan waktu di dalam Cradle dan membuat mereka kembali ke dunia sepuluh tahun dari sekarang. Meskipun kedengarannya sederhana saat dikatakan, ada banyak persiapan yang harus dilakukan. Membekukan waktu adalah prosedur yang sangat rumit, jadi urusan siapa yang akan menjaga Kii tentu saja menjadi tanggung jawab Koutarou.

"Oh, Clan, apa kamu punya sesuatu yang bisa dijual?"

"Bisa dijual?" tanya Clan yang terlihat kebingungan saat mendengar itu.

"Aku nggak punya duit yang bisa dipakai di jaman ini. Karena aku harus ngajak dia pergi nonton film, aku bakal butuh duit."

Uang yang sekarang sedang beredar di zaman dimana mereka berada saat itu akan diganti dalam kurun waktu beberapa tahun mendtang. Meskipun Koutarou punya uang edaran baru dalam dompetnya, uang itu tida bisa digunakan pada masa ini. Untuk bisa melakukan transaksi pada zaman ini, dia memerlukan uang, dan itulah sebabnya Koutarou bertanya pada Clan mengenai barang yang bisa dijual.

"Aku bakal kerja dan nanti aku ganti duitnya, jadi, apa kamu bisa ngasih aku sesuatu yang bisa dijual?"

"Begitu rupanya, jadi itu maksudnya."

Sebagai seorang tuan puteri, ide untuk menukarkan sesuatu yang berharga untuk dijadikan uang tidak pernah terpikirkan oleh Clan. Baru saat dia mendengar hal itulah dia mengerti apa maksud Koutarou. Clan lalu mendekati sebuah lemari besar yang berisi bahan-bahan yang digunakan untuk penelitiannya.

"Veltlion, platina adalah logam yang berharga di planet ini, benar?"

"Seharusnya sih, iya."

"Aku yakin aku punya beberapa platina yang kugunakan sebagai katalis di sekitar sini..."

Clan lalu membuka lemari dan mulai mencari. Tidak seperti lemari di kamar Koutarou, lemari yang ini isinya tertata rapi dan Clan dengan cepat menemukan apa yang dicarinya.

"Ah, ini dia."

Clan lalu mengeluarkan sebongkah platina dari lemari dan membawanya ke dekat Koutarou.

"Silahkan gunakan ini", ujar Clan sambil meletakkan bongkahan platina itu di atas meja.

Platina murni memiliki sifat yang begitu padat dan jauh lebih berat dari yang orang lihat. Saat platina itu diletakkan di atas meja, suara benturannya cukup keras untuk membuat meja itu bergetar.

"Ini material sisa, dan aku masih punya banyak. Silahkan gunakan sesukamu. Kalau tidak cukup, langsung hubungi aku."

Tapi setelah melihat bongkahan platina itu, Koutarou berteriak sekuat tenaga pada Clan.

"Kamu bego ya!?"

"K-kenapa kau tiba-tiba berteriak!?"

Clan, yang kaget mendengar teriakan itu, melompat mundur sementara Koutarou terus berteriak.

"Mana bisa aku jual ini ke toko loak! Aku cuma perlu sepotong kecil!"

"A-apa begitu!?"

Platina yang diletakkan oleh Clan di atas meja setidaknya memiliki berat lima kilogram. Karena platina mempunyai harga sekitar 4000 sampai 5000 yen per gramnya, bongkahan itu berarti mempunyai nilai sekitar beberapa puluh juta yen. Tidak mungkin sebuah toko loak bisa membelinya dalam ukuran sebesar itu.

"K-kalau begitu, aku akan tunjuk seseorang untuk---"

"Jangan terlalu manja!!"

Butuh beberapa waktu sampai Koutarou bisa menjual beberapa gram dari platina itu.

Part 2[edit]

Saat Clan dulu mengincar nyawa Koutarou dan Theia, sebuah TV dipasang di dalam ruang tempat tinggal Cradle, yang digunakan oleh Clan sebagai salah satu cara untuk mengumpulkan informasi. Dia mempelajari budaya, bahasa dan juga menganalisa cara penyiaran untuk mengerti tingkatan teknologi Bumi. Sebagai contohnya, dengan memeriksa enkripsi yang digunakan dalam siaran digital, Clan bisa menghitung standar kecepatan memproses dari komputer Bumi.

Saat Koutarou kembali ke ruangan itu, Kii terpaku di depan TV dan begitu asyik menonton acara yang sedang ditayangkan. Karena TV itu dibuat menggunakan salah satu monitor multifungsi kapal, ukurannya sebesar 100 inci. Karena itulah, Koutarou bisa melihat apa yang sedang ditayangkan di TV meskipun Kii berada tepat di hadapannya.

"Oh...yang itu ditayangin lagi toh..."

Acara yang sedang tayang saat itu adalah anime yang begitu terkenal sampai-sampai Koutarou yang tidak terlalu tahu soal anime pun tahu judulnya, yakni "Raja Para Kumbang, Kabutonga." Film animasi pahlawan yang menampilkan karakter-karakter yang punya motif mirip kumbang.

"Awas, No. 1! Di belakangmu!"

Di layar TV, tokoh protagonis acara itu, Kabutonga No. 1, berada dalam bahaya. Agar dia tidak kalah, Kii mengepalkan tangannya yang kecil dan berusaha keras menyemangatinya. Kii adalah penggemar berat anime ini, dia bahkan kabur dari rumah hanya untuk menonton film yang baru saja mulai diputar beberapa hari yang lalu. Sorakan penyemangatnya begitu keras sampai-sampai dia tidak sadar dengan Koutarou yang sudah kembali ke ruangan itu.

Ngomong-ngomong, meskipun hari sudah malam, anime itu disiarkan ulang untuk mempromosikan filmnya.

"Sekarang! Beri Kabutonga Kick!"

"...Kelihatannya dia lagi seneng-seneng."

Karena Kii terlihat gembira, Koutarou memilih untuk tidak mengganggunya, berjalan meninggalkannya menuju bagian dapur ruangan itu. Koutarou akan menyiapkan makan malam sementara Kii terus menonton TV.

Kabutonga?

Namun, tepat saat dia memasuki dapur, Koutarou berhenti. Ada sesuatu mengenai Kabutonga yang menarik sedikit perhatiannya. Tapi pada akhirnya, hal itu hanya menyangkut animenya saja. Tanpa memikirkan dalam-dalam mengenai hal itu, Koutarou terus berjalan menuju dapur. Yang penting baginya saat ini bukanlah pahlawan dari dalam anime, tapi makan malam.

"Aaaaaahh!! Itu tidak adil, Scarab King! Stag Man, cepat! Kamu harus menyelamatkan Kabutonga!"

Dengan suara teriakan Kii sebagai musik pengiring, Koutarou membuka lemari bahan-bahan yang ada di dapur, yang berisi berbagai macam bahan-bahan masak.

"Yang ini harus segera dimakan...", ujar Koutarou sambil mengeluarkan beberapa bahan dari dalam lemari, yang rupanya makanan yang mereka bawa dari Forthorthe.

Lemari itu mempunyai dua jenis makanan di dalamnya: makanan yang sudah ada di sana sebelum kejadian lompatan waktu bermula, dan makanan yang mereka dapat dari Forthorthe. Makanan jenis pertama sudah ada dalam bentuk bungkusan agar bisa disimpan dalam waktu lama, tapi untuk jenis makanan yang satunya tidak demikian. Itulah sebabnya Koutarou memutuskan untuk menggunakan jenis makanan yang itu. Meskipun lemari itu juga berfungsi seperti kulkas, dia tidak mau terlalu bergantung dengan itu.

"Stag Man! Bormu! Kamu bisa pakai bormu!!"

"Oh, itu ya. Jadi episode kali ini 'Kabutonga mati di siang hari'. Pantes dia semangat banget...", gumam Koutarou sambil memasukkan berbagai bahan makanan ke dalam keranjang. Dia lalu menenteng keranjang itu dan pergi menuju ke bagian gudang. Di dalamnya ada banyak benda selain makanan, termasuk barang-barang dari Forthorthe zaman dulu.

"Ini dia."

Dari sana, Koutarou mengambil beberapa kayu bakar, dan lalu pergi kembali ke ruang tempat tinggal.

"Kabutonga, bangun! Kabutonga!"

Koutarou kembali berjalan melewati Kii dan menuju ruang kedap udara, dengan rencana membuat makan malam di luar kapal. Karena semua bahan-bahan makanannya berasal dari Forthorthe dari 2000 tahun yang lalu, Koutarou yakin akan lebih baik kalau memasak makanan itu menggunakan perapian daripada dapur yang canggih. Dia juga tidak suka dengan dapur Cradle yang terlalu canggih. Dengan pemikiran seperti itu, Koutarou pergi ke luar kapal.

"Pertama-tama..."

Setelah berada di luar, Koutarou mengumpulkan batu-batu besar dan membuat penghadang angin sederhana. Dengan begitu, bahkan jika angin bertiup, apinya tidak akan merambat kemana-mana. Ini adalah salah satu pengalaman hidup yang didapatnya dari Forthorthe.

Selanjutnya, Koutarou meletakkan kayu bakar di dalam penghadang angin itu. Triknya adalah menumpuk kayu bakar dengan mempertimbangkan aliran angin, dan dengan tangan yang terampil, dia berhasil membuat perapian itu.

"Selanjutnya, ini."

Setelah berhasil menumpuk kayu bakar, Koutarou mengeluarkan sebuah tongkat yang dikeluarkannya dari dalam gudang. Lebih tepatnya, itu bukan tongkat biasa, tapi tongkat yang punya dekorasi indah sepanjang satu setengah meter. Dengan tongkat di tangannya, Koutarou mendekatkan ujung tongkat itu ke hadapannya.

"Um...api, muncullah!"

Seakan menuruti perkataan Koutarou, sebuah api kecil menyala di ujung tongkat itu. Meskipun tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan bahan bakar, api itu menyala layaknya lilin di ujung tongkat itu. Hal itu akan nampak aneh bagi siapapun yang tidak tahu situasi asli di balik hal itu.

"Kalau aku kasih ini buat dia, Yurika pasti bakal seneng banget...."

Tongkat itu adalah hadiah yang Koutarou bawa bersamanya dari Forthorthe di masa lalu untuk Yurika, yakni sebuah tongkat sihir asli.

Tongkat ini, yang bernama Encyclopedia, tadinya digunakan oleh musuh Koutarou, yakni kepala penyihir istana, Grevanas. Meskipun si penyihir itu sendiri sudah terlempar ke luar jagat raya karena peluru super repulsi ruang waktu, tongkat ini, yang terpisah darinya saat pertarungan itu, tertinggal begitu saja.

Tongkat sihir biasanya digunakan sebagai alat bantu bagi para penyihir untuk menjalankan mantra. Tongkat itu akan membuat konsentrasi penggunanya meningkat dan melipatgandakan kekuatan sihir mereka untuk membuat mantra mereka semakin kuat. Ada juga tongkat-tongkat sihir yang mempunyai kemampuan khusus selain itu, dan Encyclopedia adalah salah satu dari tongkat-tongkat sihir khusus itu.

Kemampuan khusus yang dimiliki tongkat ini adalah untuk membaca pikiran penggunanya dan menjalankan mantra menggunakan kekuatan tongkat itu sendiri. Sebagai hasilnya, pengguna tongkat ini bisa menjalankan mantra mereka sendiri sementara tongkat itu secara bersamaan menjalankan mantra yang lain. Ini adalah keunggulan yang sangat berguna dalam pertarungan antar penyihir.

Berkat kemampuan ini, bahkan orang-orang biasa seklipun bisa menggunakan sihir yang terkandung dalam tongkat itu. Seperti namanya, Encylopedia mempunyai banyak sekali mantra yang terkandung di dalamnya, namun sebagai gantinya, kekuatan tiap mantra yang dihasilkan pun dikurangi. Karena kekuatan sihir tongkat itu terbatas, jumlah mantra yang terkandung berbanding terbalik dengan kekuatan mantranya sendiri. Jadi, meskipun seseorang yang menggunakan tongkat itu tidak punya bakat sama sekali untuk merapal menjalankan mantra, mereka masih bisa bertindak seperti penyihir biasa. Itulah sebabnya Koutarou mau repot-repot membawa tongkat itu bersamanya untuk membuat Yurika menjadi gadis penyihir sungguhan.

"Sihir bener-bener praktis ya...."

Koutarou mengarahkan ujung tongkat itu ke tumpukan kayu bakar dan membakarnya. Tidak lama kemudian, api itu menjalar ke seluruh tumpukan kayu dan menjadi besar, lebih dari cukup panas untuk membuat masakan. Karena biasanya membuat api seperti itu butuh waktu lama, tongkat itu menjadi sangat berguna.

"Oke, mari kita mulai."

Dan dengan itu, Koutarou menggunakan api itu untuk membuat makan malam.


Part 3[edit]

Meskipun animenya sudah selesai, Kii masih terlihat senang.

Pahlawan yang dikaguminya telah dikalahkan oleh musuhnya, tapi setelahnya, dia secara ajaib kembali pulih dan berbalik menang. Kii merasa begitu senang karena hal itu dan ingin sekali membicarakan episode itu dengan seseorang.

"Onii-chan, kamu dimana?"

Seseorang itu tentu saja Koutarou. Hanya dialah orang yang bisa diajaknya bicara saat ini, dan Kii merasa kalau dia mau mendengarkannya.

"Kemana dia pergi?"

Kii melihat-lihat ke sekitar ruangan itu. Karena ruangan itu adalah bagian tempat tinggal dari kapal luar angkasa yang kecil itu, ukurannya hanya sebesar ruang keluarga. Karena itulah dia langsung tahu kalau tidak ada orang selain dirinya di sana.

"Huh?"

Baru pada saat itulah Kii merasa dia bisa mencium bau sesuatu. Dia mengendus beberapa kali untuk memastikan aroma apa itu.

"...Ada yang baunya enak..."

Aroma yang diciumnya adalah aroma dari sesuatu yang sedang dipanggang.

Setelah menikmati aroma itu sesaat, perut Kii pun mengeluarkan suara keroncongan. Baru pada saat itulah dia sadar kalau dia belum makan apapun.

"Apa...dari sini?"

Kii, yang tertarik dengan aroma itu, mencoba mengikuti asal aroma itu sambil terus mengendus beberapa kali. Dia berjalan keluar dari area tempat tinggal, melewati sebuah koridor dan keluar dari kapal melalui lubang palka yang sudah terbuka. Pada saat itulah dia akhirnya dia bisa mengetahui sumber aroma itu.

"Wah! Makan besar!"

Ada sebuah panci yang terletak di atas api yang membara, dan di dalamnya terdapat makanan laut dan sayur-sayuran di dalam kuah sup yang mendidih. Ada juga daging panggang yang masih dipanggang. Potongan daging yang besar, yang tertutup oleh rempah-rempah, minyak dan bumbu, meneteskan sari-sari dagingnya ke tanah. Ada juga roti yang terletak di sebelah perapian yang dihangatkan oleh api.

Aroma yang dicium oleh Kii rupanya berasal dari makanan-makanan ini. Meskipun dia tadinya terfokus pada anime yang ditontonnya beberapa saat lalu, sekarang dia hanya bisa menatap makanan yang berada di hadapannya.

"Oh, kamu rupanya, Kii-chan."

"Apa kamu yang membuat semua ini, Onii-chan!?"

"Yap, tapi aku nggak seahli itu kok."

Makan malam hari ini adalah sup ikan dan sayur, kebab ayam dan roti isi kacang. Roti itu hanya dipanaskan saja, sedangkan untuk kedua masakan yang lainnya, Koutarou sendiri yang membuatnya.

Koutarou rupanya ahli dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Karena dia hanya tinggal bersama ayahnya, dia tidak hanya bisa bersih-bersih saja, tapi juga memasak. Namun, karena para penjajah yang bertugas memasak di Rumah Corona, Koutarou tidak punya kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya memasak. Saat dia sedang berkelana untuk waktu yang lama di masa lalu Forthorthe, dia punya banyak kesempatan untuk memasak. Alhasil, dia sekarang sudah pandai dalam memasak di luar ruangan. Meskipun dia tidak bisa menyebut dirinya profesional, Koutarou sudah cukup pandai untuk menyajikan makanan bagi yang lain. Walau begitu, makanan-makanan itu rupanya berasal dari Forthorthe di masa lalu.

"Tidak kok! Kelihatannya enak!"

"Yah, kita bakal tahu kalau kita makan."

"Aku mau segera makan!"

"Bentar lagi selesai kok, jadi duduk di situ dan tunggu ya."

"Baik!"

Meskipun perutnya sudah berbunyi semenjak dia melihat makanan itu, Kii menuruti Koutarou dan duduk di sebuah kayu besar di dekat api. Karena dia anak yang pintar, dia tahu kalau dia akan bisa memakan sesuatu yang enak kalau dia tidak mengganggu Koutarou yang sedang memasak.

"Gimana ya, supnya...? Ah, bagus, jadinya enak."

"Ehehe."

Sambil duduk dan menunggu, Kii memandangi Koutarou dan merasa ada sesuatu yang hangat di hatinya yang bukan berasal dari api itu saja. Hal itu muncul dari kenangan yang berasal dari dalam hatinya.

"Ibu, apa makan malamnya sudah siap?"

"Sebentar lagi, kamu duduk dulu ya."

"Bai~k! Kita makan apa hari ini?"

"Fufu, hari ini makanan kesukaan Kii-chan."

"Baunya...ikan!"

"Betul. Tunggu sebentar sampai ibu selesai masak, ya?"

"Baik! Kii akan tunggu seperti anak baik!"

Seseorang yang dekat dengannya sedang membuatkan makanan untuknya. Orang yang melakukan hal itu dulunya adalah ibunya. Mungkin itu sebabnya Kii mengenang ibunya saat dia memandangi punggung Koutarou, dan kenangan itu membuat dirinya merasa hangat.

"Kii akan tunggu seperti anak baik...jadi buat yang enak ya."

"Aku nggak bisa janji, tapi aku usahain."

Itulah kehangatan dari seseorang yang tidak dirasakan oleh Kii hingga saat ini.


Part 4[edit]

Koutarou membalikkan keranjang yang digunakannya untuk membawa bahan-bahan menjadi sebuah meja untuk Kii. Dia lalu meletakkan sup, roti dan kebab bersama dengan peralatan makan. Dengan ketiga makanan itu berada di hadapannya, mata Kii terbelalak dan terlihat berbinar.

"Bolehkah aku makan!? Boleh!?"

"Silahkan. Tapi kamu jangan sampai--"

"Selamat makan!"

"---keselek."

Kii langsung mulai makan sebelum Koutarou selesai berbicara. Dengan memegang sendok di tangan kanannya dan kebab di tangan kirinya, Kii bergantian memakan sup dan ayam. Dia makan dengan cepat, dan bisa dibayangkan kalau dia suka dengan rasanya.

"Syukur deh, kamu suka sama makanannya."

Koutarou pun tersenyum melihat Kii yang terlihat puas, dan lalu mengambil roti untuk dimakan. Dia lalu membelah roti itu dan menaruh potongan daging ayam di antaranya. Itulah cara makan kesukaannya selama di Forthorthe. Setelah satu gigit, sebuah rasa yang familier menyebar memenuhi mulutnya, rasa yang membuatnya mengingat saat-saat dimana dia berada di Forthorthe.

Aku yakin, Clan pasti suka sama ini...

Sambil menikmati makan malamnya, Koutarou memikirkan rekannya yang mengurung dirinya sendiri di dalam laboratoriumnya. Karena rekannya itu dibesarkan sebagai seorang tuan puteri, dia cukup pilih-pilih dalam soal makanan, tapi Koutarou yakin kalau dia pasti akan memuji makanan hari ini. Koutarou puas dengan makanan yang sudah dibuuatnya hari ini.

Tepat pada saat itulah Koutarou menengadah karena merasa ada seseorang yang memandanginya.

"..."

Saat dia melakukan itu, Koutarou menemukan sepasang mata yang memandanginya, yakni Kii yang memandangi tangannya.

"Aku juga mau coba itu!"

Kii lalu menirukan Koutarou: dia membelah roti, menaruh daging di tengahnya dan lalu memakannya.

"Enak!"

Dia kelihatannya menikmati cara makan seperti itu, dilihat dari tingkahnya yang kembali menggigit roti itu. Sekilas, dia tampak seperti seekor tupai yang sedang memakan kacang.

"Kalau kamu makan cepet-cepet begitu, nanti--"

"Hueh"

Tepat sebelum Koutarou mengingatkan Kii soal tersedak saat makan, sepotong roti menyangkut di tenggorokannya.

"Uuuh, Huhuhuu."

"Ini, minum ini."

Koutarou dengan cepat memberi Kii sepiring sup, yang langsung diminum dengan cepat oleh Kii. Setelah melakukan itu selama beberapa saat, Kii akhirnya bisa menghela nafas lega.

"Haaaah, aku kira aku akan mati..."

Untungnya, roti yang menyangkut di tenggorokannya akhirnya lepas dan masuk ke perutnya, membuat raut wajahya kembali ceria karena merasa lega.

"Makanya, jangan makan cepet-cepet."

"Soalnya rasanya enak."

Kii nampak tersipu malu sementara Koutarou menegurnya.

"Aku senang kamu suka rasanya, tapi nggak akan ada yang ngerebut itu dari kamu kok, makanannya juga masih banyak. Jadi, nikmatin aja pelan-pelan."

"O-Oke, aku mengerti. Ehe, ehehehe."

Pada akhirnya Kii tertawa sambil menahan rasa malunya, membuat Koutarou tersenyum simpul dan mulai kembali makan setelah melihat hal itu.

Rasanya jadi inget sama mereka....

Makan malam yang berisik namun menyenangkan itu persis seperti saat dia berada di kamar 106 dan Forthorthe di masa lalu. Meskipun saat itu Koutarou berada jauh dari salah satu di antara kedua hal itu, kejadian itu membuatnya mengingat kehidupan sehari-harinya. Penampilan Kii saat itulah yang juga membuatnya mengingat hal itu.

"Hehehe...ehehe...uhh."

Sementara Koutarou masih mengenang hal itu, tawa Kii mulai berubah. Dari yang tadinya terdengar seperti suara tawa, suara isak tangis mulai bercampur ke dalamnya, dan air mata yang mulai turun ke pipinya memantulkan cahaya dari api yang masih membara.

Kii pun menangis.

"Kenapa? Apa rasanya nggak enak?"

Koutarou pun panik dan mencicip supnya sendiri, tapi rasanya tidak apa-apa.

Kalau bukan ini, terus apa?

Koutarou kebingungan melihat Kii. Meskipun dia sedang menangis, dia menunjukkan senyuman yang menenangkan.

"Bukan itu. Rasanya enak, betul-betul enak, dan aku merasa senang....", jawab Kii sambil menggelengkan kepalanya. Namun meski dia berkata bahwa dia merasa senang, air matanya tidak berhenti mengalir.

"Cuma...sudah lama aku tidak makan makan malam yang enak dan menyenangkan seperti ini....jadi, jadi aku....ehehe, aku tidak....mengerti juga..."

Koutarou akhirnya mengerti apa yang berada di dalam pikiran Kii setelah mendengar hal itu.

Gitu ya...Kii-chan bener-bener kangen sama ibunya...

Setelah kehilangan ibunya, Kii dan ayahnya yang saling salah paham menjadi pemicu kaburnya Kii dari rumah. Karena dia sudah lama tidak bisa tersenyum saat makan malam, hal itu membuat Kii mengingat saat-saat dimana dia masih merasa bahagia. Persis seperti halnya Koutarou teringat akan kehidupannya sehari-hari, Kii juga teringat akan waktunya bersama keluarganya. Karena Koutarou sudah mengalami hal yang serupa dengannya, Koutarou mengerti apa yang dirasakan oleh Kii.

"T-Tapi, kau tahu? Aku sudah mengambil keputusan! Hehe, s-saat aku besar nanti, aku akan bisa memasak! Uuuuhhh, aku akan belajar untuk bisa, s-sehebat Onii-chan..."

Kii menjadi yakin bahwa cara terbaik untuk bertemu ibunya kembali adalah dengan menyajikan makan malam yang enak dan kebahagiaan di meja makan.

Setelahnya, Koutarou dan Kii membicarakan banyak hal sambil makan. Meskipun mereka sudah saling berkenalan, mereka masih tidak tahu-menahu antara satu dengan yang lain.

"Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan saat ini, Onii-chan? Apa kamu seorang koki?"

"Kalau aku seorang koki, harusnya makanannya rasanya bisa lebih enak lagi."

Kii sudah berhenti menangis, dan sekarang menunjukkan senyuman yang lebih ceria dan penuh kasih sayang pada Koutarou. Koutarou pun senang melihat Kii yang sudah bisa kembali tersenyum, karena baginya, seorang anak seharusnya selalu tersenyum.

"Itu mungkin betul, tapi Kii tahu."

"Apa itu?"

"Rasa saja tidak menentukan kalau makanan itu enak atau tidak", ujar Kii tersenyum lalu mendekatkan setusuk kabob ke dekat mulutnya. Dia terlihat sangat menyukai masakan Koutarou, dan sambil terus berbicara dengan riangnya, dia melahap makanan itu dengan kecepatan yang mencengangkan. Saat itu dia sudah menyantap porsi kedua dari seluruh makanan yang ada.

"Onii-chan bisa jadi koki."

"Ahahahah, makasih buat pujiannya, tapi aku bukan koki. Sebenernya, aku lagi mengelana."

"Mengelana? Apa itu artinya kamu sedang pergi ke tempat yang jauh?"

Karena tidak paham dengan kata itu, Kii tampak kebingungan. Sebagai gantinya, Koutarou mengangguk penuh kepastian padanya.

"Betul. Lebih tepatnya, aku sudah selesai berkelana, dan sekarang aku dalam perjalanan pulang ke kota asalku."

"Apa tempatnya di dekat sini?"

"Bisa dibilang begitu."

Koutarou memberi penjelasan yang tidak begitu rinci. Kalau dia mengatakan pada gadis berumur enam tahun kalau dia sedang berusaha kembali ke masa depan, gadis itu pasti akan bingung. Akan lebih tepat dan bisa dimengerti kalau dia berkata bahwa dia sedang dalam perjalanan kembali ke tempat asalnya.

"Kota asalmu berarti tempat Onii-chan lahir, benar?"

"Yap."

"Kembali ke tempat kamu lahir..."

Setelah berbicara soal kota kelahiran, Kii mulai memikirkan tempat kelahirannya sendiri. Namun, Kii baru saja kabur dari sana. Dia lalu menggelengkan kepalanya untuk membuang pemikiran itu dan tersenyum kembali pada Koutarou.

"Jadi, kamu habis pergi dari mana, Onii-chan?"

"Hmm, sulit buat dijelasin, tapi..."

Koutarou berpikir dalam-dalam dan berusaha untuk menjawab pertanyaan Kii. Sulit untuk menjelaskan apa yang dialaminya pada gadis berumur enam tahun.

"Gimana kalau aku bilang, aku datang dari waktu yang tak berujung dan jarak yang tak terhitung?"

Pada akhirnya, Koutarou menjawab dengan menggunakan akting. Perhatian Kii pun teralihkan dari apa yang dikatakan Koutarou menjadi apa yang sedang dilakukannya saat dia melihat itu, dan membuatnya tertawa ceria.

"Ahahaha, aktingmu berlebihan, Onii-chan."

"Aku juga merasa begitu", balas Koutarou sambil tersenyum kecut.

Aku bener-bener nggak pas buat akting...mungkin aku harus pensiun habis drama yang selanjutnya...

Setelah memikirkan hal itu, Koutarou melihat ke arah Kii dan melemaskan bahunya.

"Jadi, sebenarnya kamu pergi dari mana?"

Kii mengerti bahwa jawaban Koutarou yang tadi adalah leluon, dan setelah mereka berdua berhenti tertawa, dia kembali bertanya.

"Dari dekat sini, tapi jalannya ke sana susah. Jadi aku rasa kamu nggak akan bisa sampai ke sana, Kii-chan."

"Apa mirip labirin?"

"Yap. Tapi kalau kamu udah besar nanti, aku yakin pasti jadi lebih gampang."

"Hmm..."

Karena tidak yakin apakah dirinya mengerti atau tidak, Kii melihat ke arah kota di kaki gunung. Dia bisa melihat kota Harukaze, dan berkat lampu-lampu mobil yang melintas, dia bisa melihat jalan-jalan di kota itu dari tempatnya berada saat itu.

Aku bisa tersesat...

Kii merasa kalau dirinya akan tersesat saat berjalan mengikuti jalan-jalan yang saling terhubung dengan rumit itu. Setelah merasa puas, dia melihat kembali ke arah Koutarou.

"Tapi, tempatnya di dekat sini, benar?"

"Yap. Setelah aku istirahat sebentar di sini, aku bakal pulang."

Kii pun tersenyum setelah melihat Koutarou mengangguk.

"Fufufu, begitu ya..."

"Kenapa?"

Kii terlihat sangat bahagia, dan Koutarou, yang penasaran kenapa dia tersenyum seperti itu, bertanya padanya.

"Tidak, bukan apa-apa. Ini rahasia gadis."

Tapi Kii tidak mau menjawabnya, menyembunyikan alasan dibalik senyum cerianya.

"Cewek memang punya banyak rahasia, ya."

Pada saat itu, Kii terlihat mirip dengan para gadis penjajah. Senyumnya saat itu adalah senyum yang sama yang akan mereka tunjukkan saat mereka ingin mengusili Koutarou. Meskipun Koutarou hanya bisa pasrah mendengar jawaban itu, dia merasa senang.

"Ehehe, hati seorang gadis adalah misteri sepanjang masa."

Kii tersenyum karena dia memikirkan apa yang akan terjadi setelah dia berpisah dengan Koutarou.

Kalau dia berasal dari sekitar sini, kita akan bertemu lagi...

Karena Kii sudah berjanji kalau dia akan kembali pulang setelah menemukan bintang ibunya dan menonton film, mereka pasti akan berpisah. Tapi kalau Kii kembali ke kota ini nantinya karena suatu urusan, dia pasti akan bisa bertemu lagi dengan Koutarou, dan hal itulah yang membuatnya senang.


Part 5[edit]

Setelah menghabiskan makan malam miliknya sendiri, Koutarou pergi ke tempat Clan untuk memberinya jatah makan malamnya. Clan masih berada di dalam laboratorium, mengusahakan cara agar mereka berdua bisa kembali ke masa mereka sendiri. Sambil melihat hologram yang tampil melayang, dia dengan cepat menghitung sesuatu di komputer.

Koutarou meletakkan piring di atas meja yang digunakan untuk keperluan istirahat. Kalau dia meletakkannya disana, Clan akan memakannya saat beristirahat dari kerja. Setelah menyajikan makanan itu, Koutarou dengan cepat pergi keluar agar tidak mengganggu Clan.

"Terima kasih, Veltlion."

"....Aku harap kamu suka makanannya."

Hanya itu yang mereka berdua bicarakan sebelum Koutarou meninggalkan ruangan itu.

Aku harap Clan nggak sampai sakit...

Koutarou sudah pernah melihat Clan seserius itu beberapa kali sebelum kali ini, seperti saat dia sedang berusaha keras membasmi virus yang ada di Forthorthe, atau saat dia sedang mencoba membekukan waktu untuk yang pertama kalinya. Saat Clan sedang serius, raut wajahnya menjadi kaku dan dia berubah dari seorang gadis menjadi seorang peneliti. Kalau dia sudah menjadi seperti itu, dia akan berkonsentrasi penuh hanya pada penelitiannya dan mengabaikan kebutuhannya sendiri.

Aku nggak bisa ninggalin dia sendiri, biarpun alasannya beda sama Yurika...

Saat Clan berada dalam mode serius, sudah menjadi tugas Koutarou untuk merawatnya. Dia akan memberikan Clan makanan yang sehat dan melakukan pekerjaan rumah seperti membersihkan ruangan dan mencuci. Kalau Koutarou tidak melakukan itu, Cradle pasti akan menjadi berantakan. Dengan itu, Koutarou bisa dibilang bekerja menjadi pembantu Clan.

"Yah, aku rasa aku harus bersih-bersih sekarang..."

Tugas Koutarou selanjutnya adalah membersihkan peralatan makan sehabis makan malam, memadamkan api yang ada di perapian dan menaruh sisa makanan ke dalam kulkas. Memang kelihatannya sederhana, namun itu tugas yang penting. Koutarou lalu menyingsingkan lengan bajunya dan meninggalkan Cradle kembali. Setelah di luar, dia melihat bahwa Kii sudah tertidur pulas di sebelah api yang sudah mulai meredup.

"Zzz...Zzz..."

Kii nampak kelelahan setelah menghabiskan banyak waktu berjalan menjelajahi gunung dan melakukannya dengan penuh semangat sepanjang waktu. Tepat setelah menikmati makan malam yang enak, rasa lelah yang menggantung pun menyerangnya dan membuatnya tertidur pulas.

"Yah, jelas aja...."

Pasti melelahkan bagi gadis kecil seperti Kii untuk kabur dari rumah setelah bertengkar dengan ayahnya. Koutarou tersenyum simpul dan lalu meraih badan Kii. Agar Kii tidak sampai terbangun sementara dirinya bersih-bersih, Koutarou akan menggendongnya ke tempat tidur di bagian tempat tinggal di dalam Cradle lebih dulu.

"Mmm...ibu...."

Namun, tepat sebelum tangannya sampai, Koutarou berhenti saat mendengar kata-kata yang diucapkan Kii selagi tertidur. Sesaat berikutnya, raut wajah Kii berubah menjadi sedih.

"Dimana...dimana ibu...Kii disini...:"

Tangan Kii bergerak sedikit sementara dia berbicara dalam tidurnya. Karena dia menggerakkan tangannya di dalam mimpinya, tangannya yang ada di dunia nyata pun ikut bergerak sedikit.

"Dia terus nyari ibunya, bahkan sampai di dalam mimpi..."

Karena dia bisa mendengar apa yang dikatakan Kii di dalam tidurnya dan melihat raut wajah sedih Kii, Koutarou bisa membayangkan apa yang sedang dimimpikan oleh Kii: berkelana sendirian di dalam hutan yang gelap gulita.

"Kalau aja dia bisa nemuin bintangnya...ketemu sama ibunya di mimpinya..."

Koutarou tahu kalau Kii tidak akan menemukan bintang ibunya di dunia nyata. Dia pasti tidak akan pernah bisa menemukannya, dan hal itu akan membuatnya sangat kecewa. Sayangnya, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Koutarou mengenai hal itu, dan sekarangpun Kii sedang mencari bintang itu bahkan di dalam mimpinya. Kii pasti tahu betul bahwa dia tidak bisa menemukan bintang itu. Itulah sebabnya mengapa Kii tidak bisa menemukan bintang itu, yakni ibunya, bahkan di dalam mimpinya, dan Koutarou merasa bahwa hal itu sangat menyedihkan. Dia ingin agar keinginan Kii setidaknya terkabul di dalam mimpinya.

"Tapi, aku bisa apa buat mimpinya..."

Koutarou tahu betul kalau Kii sedang sedih, tapi dia tidak bisa melakukan apapun untuk menghilangkan kesedihan itu. Tidak ada cara bagi Koutarou untuk menolong Kii di dalam mimpinya.

"Sesuatu yang ajaib seperti itu nggak akan..."

Koutarou merasa begitu tidak berdaya melihat seorang yang anak kecil menangis selagi bermimpi, terlebih lagi karena dia tahu betul karena itu adalah kesalahannya dan Clan.

Tunggu, ajaib!?

Namun, tepat pada saat itulah Koutarou menemukan jawabannya dari kata-katanya sendiri. Sebuah pencerahan datang padanya.

"Bener juga, sihir! Dengan sihir, aku mungkin bisa nolong dia!" ujar Koutarou sambil menatap ke tongkat yang terletak di sebelah perapian, yang bernama Encyclopedia yang dibawanya bersamanya dari Forthorthe. Dengan menggunakan sihir dari tongkat ini, Koutarou mungkin bisa menolong Kii.

"Nggak...itu pasti bisa lebih hebat lagi..."

Selanjutnya, Koutarou melihat ke arah Cradle. Sebuah pedang tertinggal di kamarnya di dalam kapal itu. Pedang itu jauh lebih kuat dibandingkan tongkat sihir di hadapannya.

"Aku yakin Signaltin pasti lebih bisa lagi!"

Pedang itu merupakan kekuatan yang ditujukan untuk menyelamatkan orang-orang yang didapatnya dari Alaia. Dengan menggunakan pedang itu, yang mengandung perasaan Alaia di dalamnya, kekuatan sihirnya pasti akan jauh lebih efektif dibandingkan tongkat sihir itu untuk menolong Kii. Setelah mendapat ide itu, Koutarou langsung masuk ke dalam Cradle.


Part 6[edit]

Di dalam mimpi, Kii sendiri tidak sadar kalau dirinya sedang bermimpi. Saat itu dia sedang menjelajah gunung, yang dibuat dari keinginannya sendiri, sendirian.

"H-Huh? Apa, yang aku lakukan disini...?"

Mimpi terkadang dimulai tanpa adanya hubungan sama sekali, tapi kadang-kadang keanehan itu tidak disadari. Kemampuan seseorang untuk membuat keputusan pun menjadi berkurang, dan berkurang lebih besar lagi di dalam dunia yang dibangun dari keinginan orang itu sendiri.

"Benar juga, aku sedang mencari ibu!"

Hal itu pun berlaku juga bagi Kii. Tanpa bertanya-tanya mengapa dia berada di gunung sendirian, Kii pun mulai pergi menjelajah. Karena jauh di dalam hatinya dia ingin terus mencari ibunya, Kii tidak merasa bahwa aneh rasanya saat hal itu benar-benar terjadi, dan ingatan terakhirnya soal makan malam dengan Koutarou pun terlupakan. Dunia mimpi memang betul-betul tidak masuk akal.

"Ibu!! Ibu dimana!? Kii disini!!"

Kii percaya bahwa bintang biru yang jatuh dari langit adalah ibunya, tapi di saat yang sama, dia merasa ragu. Kii kuatir kalau dia tidak akan bisa menemukannya, atau kalau ibunya tidak menyadari keberadaannya. Bisa juga bintang itu ternyata bukanlah ibunya, tapi dia tidak mau memikirkan hal itu.

Sebenarnya, hari ini bukanlah hari pertama Kii mencari ibunya. Dia sudah pernah melakukan hal ini berkali-kali.

Kalau dia mendengar sebuah suara kapanpun dia sedang sendirian di rumah, dia pasti akan segera berlari menuju asal suara itu, berharap bahwa ibunya telah kembali, hanya untuk menemukan sesuatu yang terjatuh dari lemari. Suatu waktu, Kii menyangka dia telah melihat punggung ibunya, hanya untuk melihat kalau itu adalah orang yang betul-betul berbeda saat mereka membalikkan badannya.

Harapan Kii sudah dihancurkan seperti itu berkali-kali sebelumnya. Sulit bagi gadis berumur enam tahun untuk menerima kenyataan bahwa ibunya telah tiada. Meskipun dia tahu itu, dia terus mencari meskipun hal itu pasti akan membuatnya kecewa. Ada sesuatu di dalam dirinya yang membuatnya tidak bisa menerima kalau dia tidak akan bisa bertemu dengan ibunya kembali.

"Ibu! Jangan jahat begitu! Aku mau ketemu ibu!"

Kali ini, Kii melihat sebuah bintang biru yang jatuh dengan mata kepalanya sendiri. Karena hal itu cocok dengan apa yang dikatakan oleh ibunya, Kii yakin kalau kali ini dia menemukan ibunya. Tapi, Kii tetap merasa kuatir kalau hal yang sudah-sudah akan kembali terulang.

"Ibu...kenapa...kenapa ibu tidak mau ketemu aku...?"

Mimpinya membuat rasa kuatir itu menjadi sebuah kenyataan sementara keadaan di sekitarnya berubah semakin gelap dan sunyi, sementara dia sendirian. Kii pun terperangkap di dalam mimpi buruk meskipun dia sudah betul-betul berharap.

"Apa ibu tidak bisa mendengar suara Kii!? Atau ibu benci dengan Kii!?"

Malam semakin gelap, dan Kii tidak bisa mendengar langkah kakinya sendiri. Detik demi detik, kesepiannya dan kekuatirannya pun menjadi semakin besar dan parah, yang membuat mimpi buruknya menjadi semakin buruk. Sebuah siklus yang betul-betul kejam.

"Ibu, datanglah bertemu Kii!! Kii tidak pernah berhenti mencari ibu!!" seru Kii dengan pasrah memanggil ibunya, yang sudah menjadi sebuah teriakan. Namun, tidak ada balasan sama sekali dari dalam kegelapan. Suara Kii pun justru tenggelam di dalam kegelapan, dan malam turut menelan kesedihannya dan menjadi semakin kelam dan menyelimutinya. Sebelum Kii sadar, keadaan di sekitarnya sudah menjadi hitam pekat, dan dia betul-betul sendirian.

"Ibu!! Uuuuuuhhh, dimana aku!? Uaaaa...aa....aku takut, ibu!! Uuuuh, cepat, tolong aku!!"

Kii hanya bisa terus berteriak. Harapannya pun kembali hancur sekali lagi, dan kesunyian hanyalah balasan yang didapatnya saat dia berteriak memanggil ibunya. Dia sudah tidak tahan lagi dengan kesepian yang dideritanya, dan hatinya hancur karenanya. Itulah sebabnya mengapa dia sampai bertengkar dengan ayahnya. Meskipun dia ingin ayahnya untuk memanjakannya, Kii tidak pernah mendapat kasih sayang itu dan akhirnya kabur dari rumah.

"Tidaak!! Aku tidak mau sendirian!! Ibu, ibu, uuuuhhh, uuu, uwaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Karena Kii sudah cukup pintar untuk anak seusianya, dia menyimpan rasa kesepian dan kesedihan itu jauh di dalam dirinya, dan sementara dia tersenyum di hadapan yang lain untuk menyembunyikan hal itu, jauh di dalam dia sedang menangis.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa, uaaaaaaaa, uaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Dan tepat saat Kii hancur karena kesedihan di dalam kegelapan...

"Jadi disini kamu rupanya, Kii-chan. Aku sudah mencarimu kemana-mana."

Kii mendengar sebuah suara yang dikenangnya. Tangisannya pun langsung berhenti.

"Ah...?"

Dari sudut matanya, dia bisa melihat sinar biru yang bersinar tenang dan cerah, yang berwarna sama seperti warna bintang yang dilihatnya.

"I-Ibu...?"

Dengan perlahan, Kii menengadahkan kepalanya dan menghadap sinar biru itu dengan tatapan kebingungan.

"Sudah lama sekali, Kii-chan...aku ingin bertemu denganmu..."

Kii telah menemukannya.

Dia telah menemukan ibunya yang begitu ingin ditemuinya. Ibunya berdiri di hadapan Kii, diselimuti oleh sinar biru itu.

"Ibu!! Ibu!! Ternyata betul-betul ibu!!"

Ibunya tampak penuh semangat dan punya senyum yang lembut, persis seperti saat dia masih hidup dahulu. Saat Kii melihatnya, dia mulai berlari ke arahnya.

"Ibu! Aku datang menemui ibu seperti janjiku! Aku mengejar bintang untuk mencari ibu!"

Dan saat dia tepat berada di depan ibunya, Kii melompat sekuat tenaganya. Dia melompat sekuat itu dengan penuh rasa percaya bahwa ibunya pasti akan menangkapnya.

"Wah, wah, itu bahaya, Kii-chan."

"Ibu!!"

Tepat seperti yang diharapkan oleh Kii, ibunya menangkap dan memeluknya. Kii pun merasakan kehangatan dan bau yang dikenalnya. Kii lalu memeluk erat-erat orang yang sudah lama dicarinya, dan tidak akan dilepaskannya.

"Ibu, ibu!!"

"Kenapa, Kii-chan....kamu jadi lebih manja dari biasanya?"

Dan ibunya pun turut memeluknya. Dia bisa merasakan kehangatan dari Kii, momentum Kii saat dia melompat ke arahnya dan tangan Kii yang memeluk badannya, membuat air mata mulai muncul membasahi matanya. Persis seperti halnya Kii ingin bertemu dengan ibunya kembali, begitu juga ibunya yang ingin bertemu kembali dengan Kii.


Part 7[edit]

Dengan menggunakan Signaltin, Koutarou membuat permohonan: 'Aku tidak peduli bagaimana caranya, aku mau Kii bisa ketemu sama ibunya, seenggaknya dalam mimpinya'. Karena itulah dia tidak betul-betul tahu dengan apa yang diperbuat oleh Signaltin. Yang diketahuinya adalah sejumlah besar kekuatan sihir yang mengandung diri Alaia mulai mengalir keluar dari pedang itu menuju Kii.

"...Apa...berhasil...?"

Beberapa detik setelah kekuatan sihir mengalir ke dalam Kii, raut wajahnya berubah dari yang tadinya terlihat sedih menjadi menunjukkan senyuman tulus. Di saat yang sama, deru nafasnya menjadi lebih tenang, dan kadang Koutarou bisa mendengar suara tawa darinya.

"Fufufu....ibu....fufufu..."

"Syukurlah...kamu ketemu sama ibumu..."

Saat melihat Kii yang tersenyum dan berbicara dalam tidurnya, Koutarou merasa kalau dirinya berhasil. Dia lalu menyarungkan Signaltin dengan perlahan agar tidak membangunkan Kii.

Terima kasih, Yang Mulia...

Di saat yang sama, Koutarou berterimakasih kepada Alaia. Koutarou bisa membuat pikiran Kii menjadi tenang dengan menggunakan Signaltin setelah kedatangan dirinya dan Clan membuat pikiran Kii menjadi sedih. Karena Koutarou tidak yakin kalau dirinya bisa melakukan hal yang sama dengan menggunakan Encyclopedia, dia menunjukkan rasa syukurnya dengan berterimakasih kepada Alaia.

"...Aku mencari ibu bersama Onii-chan..."

"....Hahaha, aku juga ikutan muncul ya?" gumam Koutarou sambil tersenyum dan lalu memutuskan untuk menggendong Kii ke tempat tidur di dalam Cradle, seperti yang direncanakannya dari awal. Dia pasti akan bermimpi lebih indah lagi di atas tempat tidur yang empuk daripada di luar.

"Hm?"

Dan saat Koutarou akan meraih Kii...

Ada hawa seseorang?

Koutarou merasakan adanya kehadiran seseorang dan berbalik untuk melihat siapa itu.

"..."

Seorang gadis berdiri beberapa meter di belakangnya. Berdasarkan penampilannya, gadis ini terlihat berumur sekitar sepuluh tahun. Dia memakai seragam sekolah dan sedang memandangi Koutarou.

Rokujouma V10 087.jpg

Kenapa ada cewek disini jam-jam segini?

Saat itu waktu sudah menunjukkan lewat dari tengah malam. Sudah terlalu malam bagi seorang gadis untuk berjalan-jalan sendirian, kecuali Kii yang kabur dari rumah. Keberadaan gadis itu disini nampak begitu aneh.

"...Kamu ngapain disini jam segini?" tanya Koutarou pada gadis itu. Gadis itu tampak lebih tua dari Kii, tapi seperti halnya dengan Kii, Koutarou harus berbicara dengan gadis itu dan membuatnya pulang ke rumah.

"Aku sedang mencari seseorang", jawab si gadis dengan biasa saja, tanpa adanya perubahan pada raut wajahnya.

"Seseorang?"

"Aku mengira kaulah orangnya, tapi rupanya aku salah."

"Gitu ya? Tapi, berhubung udah malam, kamu lebih baik berhenti nyari dan pulang."

Berdasarkan sikap gadis itu, Koutarou yakin kalau dia sudah cukup dewasa untuk ukuran usianya. Koutarou bisa merasakan kedewasaan dari gadis itu seperti halnya dari Alaia.

"Aku berniat melakukan itu."

Gadis itu pun membalikkan badannya, memunggungi Koutarou, dan lalu melangkah pergi.

Cewek aneh...pikir Koutarou sambil melihat gadis itu pergi.

Gadis itu punya mata yang nampak jujur dan punya tekad. Dia bisa merasakan adanya sebuah kesungguhan yang bertolak belakang dengan rupanya yang tampak muda. Koutarou pernah bertemu beberapa gadis seperti itu sebelumnya, tapi baru kali inilah dia melihat hal-hal seperti itu pada gadis semuda ini.

Ditambah, gadis itu muncul di tengah hutan di dalam gunung di malam hari. Kelihatannya dia tidak kabur dari rumah seperti Kii, dan itulah yang aneh menurut Koutarou.

"Benar juga, aku ingin menanyakan satu hal kepadamu."

Tepat sebelum dia menghilang di balik kegelapan, gadis itu berhenti dan berbalik menghadap Koutarou, membuat matanya yang penuh tekad itu memandang ke arahnya.

Kayaknya dia punya ketenangannya Yang Mulia Alaia sama rasa tanggung jawabnya Flair...

Koutarou merasakan adanya hal yang aneh saat dia menerima tatapan kuat dari gadis itu. Aneh baginya saat dia merasakan hal seperti itu dari gadis berumur sekitar sepuluh tahun.

"Kau...apa yang kau lakukan pada gadis itu dengan pedang itu?"

"Apa...."

Pertanyaan gadis itu membuat Koutarou betul-betul kaget. Dia sampai kehilangan kata-kata saat jantungnya berhenti sesaat.

Apa dia tadi ngelihat aku!?

Koutarou akhirnya mengerti kenapa gadis itu muncul di hadapannya. Dia datang untuk mencari tahu kenapa Koutarou mengarahkan pedang itu ke arah Kii.

Apa yang dia ingin tahu...gimana aku jawabnya...?

Koutarou mulai ragu. Gadis itu mungkin tidak akan percaya padanya kalau dia mengatakan kalau dia merapal mantra pada Kii. Ditambah, berdasarkan sikap dan cara bicara gadis itu, Koutarou tidak akan bisa menyembunyikan perbuatannya dengan alasan yang setengah-setengah. Dia juga tidak mau mengatakan sesuatu yang salah dan membuatnya didatangi polisi.

Setelah berpikir sejenak, Koutarou memutuskan untuk mengatakan kepadanya sebagian kebenarannya, dan meninggalkan sihir dari hal itu. Kalau tidak, Koutarou tidak akan bisa meyakinkan gadis itu. Koutarou lalu menarik nafas dalam-dalam dan dengan hati-hati memilih apa yang akan dikatakannya.

"...Dia baru aja kehilangan ibunya. Karena dia kelihatannya lagi dapet mimpi buruk, aku ngasih doa buat dia pakai pedang ini. Kelihatannya, pedang ini punya kekuatan buat itu."

Sebagian besar yang diucapkan Koutarou adalah hal yang sebenarnya. Karena dia harus menyembunyikan hal-hal yang berbau sihir, sedekat itulah Koutarou bisa mengatakan yang sebenarnya. Doa akan lebih bisa dimengerti daripada mantra.

"Begitu ya...kalau begitu, kelihatannya doanya berhasil. Dia kelihatannya sedang bermimpi indah."

Gadis itu pun tersenyum untuk pertama kalinya setelah berkata begitu. Koutarou merasa senyuman itu nampak begitu tulus, tapi itu mungkin karena gadis itu selalu menunjukkan raut wajah serius sedari tadi.

"....Anak kecil punya hak buat mimpi indah."

"Aku setuju."

Gadis itu pun mengangguk seraya tersenyum dan kembali berbalik dari hadapan Koutarou.

"Sampai jumpa kalau begitu."

"Ya."

Dengan kata-kata itu sebagai salam perpisahannya, gadis itu pun pergi dan menghilang dalam kegelapan.

Bener-bener cewek aneh...

Meskipun mereka tidak banyak berbicara, Koutarou merasa kalau dia bisa percaya pada gadis itu, gadis misterius yang bisa membuatnya bisa merasa seperti itu.

"Sial, aku lupa nanya namanya..."

Nama dan tujuan si gadis yang muncul dengan tiba-tiba di hadapannya pun tetap menjadi sebuah misteri.


Kaum yang Hilang[edit]

Part 1[edit]

Setelah berpisah dengan Koutarou, gadis itu berhenti setelah melangkah mengikuti jalur selama beberapa waktu. Dia pun menunggu dalam diam tanpa melakukan apapun.

"Nana-chan!"

Setelah beberapa saat, seseorang datang mendekatinya. Orang itu rupanya seorang wanita berumur dua puluh tahunan, dan dia tampak mengesankan dengan rambutnya yang panjang dan busur panah besarnya. Gadis yang bernama Nana itu rupanya sudah menunggu wanita itu.

"Kanae-san, bukan dia orangnya."

Nana memanggil wanita yang mendekatinya dengan nama Kanae. Kanae sudah bekerjasama dengan Nana selama beberapa waktu ini.

"Jadi memang bukan, ya..."

Berdasarkan keadaan dimana Nana kembali tanpa bertarung, Kanae bisa menebak apa yang terjadi, namun dia tetap terlihat kecewa. Kanae sebenarnya orang yang baik, jadi dia tidak mau memakai panahnya untuk bertarung, tapi akan lebih baik jika sebuah pertarungan terjadi agar dia bisa mencapai tujuannya.

"Karena ada reaksi pemanggilan, ilmu nujum[1] dan manipulasi pikiran, aku kira dialah orangnya....tapi ternyata seseorang yang betul-betul berbeda."

"Berbeda? Tapi kalau dia memakai semua itu, dia pasti orang yang jahat, bukan? Bukannya dia menggunakan ilmu nujum untuk merasuki gadis itu?"

Dengan menggunakan ilmu memanggil, ilmu nujum dan manipulasi pikiran, seseorang bisa memanggil roh orang mati dan menggunakannya. Ini adalah cara favorit yang digunakan para penyihir jahat yang disebut necromancer. Necromancer seringkali menggunakan orang-orang mati untuk kepentingan mereka sendiri.

"Awalnya memang terlihat seperti itu, tapi ternyata bukan itu yang terjadi. Orang itu menggunakan kekuatan pedangnya untuk memanggil ibu gadis itu dan membuat mereka bertemu di dalam mimpi."

Orang itu memerintahkan pedangnya untuk memanggil jiwa ibu si gadis dalam wujud stabil untuk sementara waktu, dan lalu membuat si gadis menemui ibunya dalam mimpinya. Meskipun orang itu menggunakan mantra yang sama dengan para necromancer, hasil akhirnya ternyata berbeda dari yang dibayangkan oleh Nana.

Nana sudah mendekati orang mencurigakan itu untuk mencari tahu jenis mantra apa yang sudah dipakaina. Meskipun Nana bisa mengerti jenis sihir apa yang digunakan orang itu dari jauh, dia tidak bisa mengerti bagaimana sihir itu digunakan sampai dia mendekat.

"Jadi, apa maksudmu dia itu necromancer yang baik?"

"Ya. Dia jenis yang sangat langka. Baru kali ini aku bertemu dengan necromancer baik..."

Sambil berkata demikian, Nana membalikkan pandangannya. Biasanya, dia tegas untuk hal-hal itu, tapi tatapan matanya terlihat lembut kali ini.

Nana sudah pernah melihat necromancer menggunakan sihir seperti itu sebelumnya. Kalau hal itu hanya dipakai untuk berbicara dengan orang mati, sihir ramalan akan jauh lebih efektif. Hal merepotkan semacam memanggil sebuah jiwa dan masuk ke dalam mimpi hanya membuang-buang kekuatan sihir saja, tapi dengan melakukan usaha itu, tujuan si pengguna mantra menjadi jelas.

Dia tidak hanya membuat mereka berdua berbicara, tapi juga membuat mereka benar-benar bertemu dan membuat mereka bisa saling menyentuh. Secara teknis, itu bisa disebut sebagai kerasukan, tapi...tidak kusangka dia bisa melakukan itu...

Dalam organisasi yang diikuti oleh Nana, penggunaan sihir untuk kepentingan pribadi adalah hal yang dilarang. Itu karena jika ada banyak orang yang bisa menggunakan sihir, beberapa akan menggunakannya untuk memuaskan kepentingan diri mereka sendiri. Peredaran senjata secara ketat dalam sebuah negara pun ada karena dasar alasan yang sama. Nana sendiri sudah bertarung berulang kali melawan orang-orang yang menyalahgunakan sihir untuk kepentingan diri mereka sendiri. Namun, baru kali ini dia melihat seseorang yang berlawanan dengan hal itu.

"Kalau saja dunia ini penuh dengan penyihir seperti dia...pekerjaan kita akan jadi jauh lebih mudah..."

Hal yang dilihatnya sama seperti sebuah bunga yang mekar di tengah-tengah medan pertempuran yang penuh darah. Kalau bunga itu bisa menyebarkan benih-benihnya, masa depan mereka mungkin akan menjadi lebih cerah. Itulah yang Nana rasakan.

"Tapi, Nana-chan, bukannya kita perlu melaporkan ini?"

Tidak peduli apapun alasannya, hal itu tidak mengubah fakta bahwa orang itu sudah menggunakan sihir untuk kepentingan pribadi. Nana memiliki kewajiban untuk melaporkan hal itu kepada organisasinya dan menumpas orang itu secara resmi.

"Itu tidak perlu."

"Apa kamu yakin?"

"Ya...untungnya, dia menggunakan sihir dari aliran yang berbeda dari kita. Karena dia tidak menyalahgunakan itu, dia tidak berada dalam wilayah hukum kita."

Ada lebih dari satu aliran sihir, karena teori sihir dibuat dari tempat dan waktu yang berbeda-beda, dan bahkan dari cara merapalnya juga.

Tugas Nana adalah untuk menjaga agar orang-orang tidak menggunakan sihir untuk kepentingan mereka sendiri. Lebih tepatnya, tugasnya adalah untuk menjaga agar orang-orang di dalam negaranya tidak menggunakan sihir untuk kepentingan mereka sendiri dan juga untuk menghentikan siapa saja yang menggunakan sihir untuk menyakiti orang lain, tidak peduli apa aliran sihirnya.

Karena itulah, bagi orang-orang yang tidak menyalahgunakan sihir, tapi menggunakan aliran sihir yang berbeda untuk kepentingan pribadi masuk ke dalam kategori abu-abu. Jika Nana tidak merasakan adanya bahaya dari tindakan itu, dia tidak perlu melaporkannya.

"Hmm, itu bagus bukan, Nana-chan?"

Rokujouma V10 097.jpg

"Eh?"

Mungkin ada benarnya. Aku mungkin berharap ada dunia dimana sihir dan orang-orang bisa hidup berdampingan seperti itu...

Nana tidak akan melupakan apa yang sudah dialaminya hari ini. Pengalaman ini sudah pasti akan menjadi hal yang akan membantunya dalam pertarungan-pertarungan yang akan datang.

"Benar juga. Aku rasa aku senang, tapi aku tidak bisa terlena begitu saja, karena penyelidikan kita baru saja kembali ke titik awal", balas Nana sambil mengganti senyumnya dengan raut wajah serius.

Saat itu, dia sedang mencoba menyelidiki sebuah insiden yang melibatkan sihir yang terjadi di dekat sana. Nana sudah senang bisa bertemu dengan penyihir misterius itu, tapi bukanlah hal yang baik baginya saat dia harus kembali melakukan penyelidikan dari awal. Kalau mereka tidak menyelidiki insiden itu dengan cepat, penyihir yang baru saja ditemuinya mungkin akan terkena dampak buruknya. Nana ingin menyelesaikan kasus ini secepat yang dia bisa.

"Aku harap Soutarou-san dan anak itu baik-baik saja..."

Di saat yang sama dengan kembali seriusnya Nana, Kanae melihat ke arah kota di kaki gunung. Jauh di arah dimana dia melihat, terdapat sebuah rumah yang besar, dimana suami dan anak perempuannya ada di dalamnya. Pandangan kuatir Kanae mengarah kepada mereka berdua.

Suami dan anak perempuan Kanae adalah korban dari kasus yang sedang diselidiki oleh Nana. Lebih tepatnya, anak perempuannyalah yang menjadi korban, dan suami Kanae sedang menggunakan badannya sendiri untuk menjaga agar anak mereka tetap hidup. Itulah sebabnya Kanae bekerjasama dengan Nana dan ingin segera menyelesaikan kasus ini.

Suami Kanae, Soutarou, adalah ahli waris sebuah kuil tua. Kanae sendiri pernah belajar memanah di lahan yang tergabung dengan kompleks kuil itu. Disanalah dia bertemu dengan suaminya, dan mereka pun menikah. Anak perempuan mereka terlahir dengan energi spiritual yang sangat tinggi berkat garis keturunan si suami.

Dengan berkembangnya zaman yang semakin mengedepankan sains, kuil tua seperti itu pun sudah menjadi lupa degnan cara untuk mengendalikan energi spiritual. Itulah sebabnya anak perempuan itu menjadi anak perempuan biasa, meskipun dia memiliki energi spiritual yang sangat besar. TApi bagi orang-orang yang ingin mengeksploitasi sihir, orang-orang yang punya energi spiritual besar seperti itu akan sangat berguna. Mereka bisa dipakai sebagai katalis untuk mantra atau sebagai korban persembahan bagi para iblis.

Anak perempuan Kanae telah diculik oleh penyihir jahat dan digunakan dalam ritual sihir. Untungnya, Nana dengan cepat menyelamatkannya, tapi karena ritual itu sudah berjalan, anak perempuan itu kehilangan banyak sekali energi spiritual hingga saat ini, dan nyawanya akan berada dalam bahaya jika dibiarkan begitu saja. Itulah sebabnya Nana menggunakan sihir untuk menghubungkan anak tersebut dengan ayahnya. Karena suami Kanae sendiri memiliki banyak energi spiritual juga, hal itu membuatnya bisa melindungi anaknya untuk sementara waktu. Kanae pun pergi bersama Nana mengejar penyihir jahat itu setelah dirasa bisa mengulur waktu bagi anaknya. Tujuan mereka berdua tentu saja untuk mengalahkan si penyihir dan mengakhiri ritual itu, sekaligus menyelamatkan suami dan anak perempuan Kanae.

"Mari kita bergegas. Kanae-san, simpan busurmu. Kita akan pergi sekarang."

"Oke. Kemana kita akan pergi?"

"Ke sungai di dekat sini. Meskipun hanya sedikit, sihir alam di sana sudah terdistorsi."

"Kalau begitu, ayo kita kembali ke mobil. Akan lebih cepat untuk pergi ke sana."

"Baik."

Mereka berdua pun saling mengangguk dan lalu menghilang dibalik kegelapan.


Part 2[edit]

Sementara Nana dan Kanae melanjutkan pencarian kriminal mereka, si kriminal sendiri muncul di tempat yang tidak diduga-duga oleh mereka berdua. Saat itu dia sedang berada di sebuah negeri di bawah permukaan tanah.

"Kelihatannya, lambang pada lempengan itu, meskipun sudah pudar sedikit, sama dengan yang ada pada dokumen tua ini. Lambang-lambang ini tidak mungkin kebetulan terlihat sama."

"Lebih tepatnya, kelihatannya lambang yang ada di dokumen inilah yang sudah mulai pudar. Lempengan batu ini dibuat di saat yang sama dengan dokumen ini, dan sudah dirawat dengan lebih baik lagi."

"Jadi, keakuratan dokumen ini sudah menurun saat diwariskan ke generasi selanjutnya...kelihatannya itu terdengar memungkinkan."

Kiriminal yang dicari oleh Nana dan Kanae adalah seorang wanita yang berumur sekitar dua puluh tahun, memakai pakaian berwarna nila dan memiliki tongkat sihir yang besar. Saat itu, dia sedang berbicara dengan dua orang pria, yang memakai pakaian yang mirip dengan pakaian penjaga kuil di Jepang yang terbuat dari kain dan benang berkualitas tinggi. Pakaian mereka menunjukkan bahwa kedua orang itu memiliki jabatan yang tinggi.

"Kaum ketujuh yang hilang...tidak kusangka mereka ternyata ada, dan hidup makmur hingga saat ini..."

"Kami pun merasa sama. Saya tidak menyangka akan bisa menemukan petunjuk mengenai negeri asal kami yang legendaris di tempat seperti ini."

Mereka bertiga berbicara sambil membandingkan lempengan batu dan dokumen tua. Si wanita membawa lempengan batunya, sementara para pria itu membawa dokumennya. Para pria itu mengundang si wanita agar mereka bisa berbicara, dan tempat mereka berada saat itu adalah di rumah salah satu pria, yakni Shijima Tayuma. Rumah keluarga Shijima mempunyai desain rumah kuno Jepang, yang terawat dengan baik dan indah. Tayuma bisa disebut sebagai orang yang punya jabatan tinggi hanya dilihat dari rumahnya saja. Ngomong-ngomong, pria yang satu lagi berasal dari keluarga yang melayani keluarga Shijima secara turun-temurun. Dialah yang menemukan si wanita berpakaian nila dan membawanya kepada Tayuma.

Rumah keluarga Tayuma berada dalam gua raksasa yang ada di bawah kota Harukaze. Sebuah kota pun dibangun di dalam gua itu untuk memanfaatkan lahan yang ada, dengan populasi sekitar lebih dari sepuluh ribu penduduk. Namun, angka itu sendiri masih terbilang cukup kecil untuk ukuran sebuah kota. Dulu, beberapa puluh ribu penduduk Rakyat Bumi tinggal di kota itu, namun sekarang jumlah penduduknya semakin berkurang.

Sejak zaman dahulu, peradaban Rakyat Bumi jauh lebih maju dibandingkan orang-orang di permukaan tanah, dan mereka bangga dengan hal itu. Namun, karena adanya modernisasi yang terjadi di permukaan tanah, keunggulan teknologi Rakyat Bumi pun mulai jatuh. Mendekati akhir abad 20, meskipun orang-orang permukaan tanah tidak memiliki apapun yang bisa dibandingkan dengan peralatan Rakyat Bumi yang menggunakan energi spiritual, kalau melihat perbandingan kehidupan sehari-harinya, orang-orang permukaan sudah setara dengan Rakyat Bumi.

Dengan hilangnya perbedaan dalam masalah kehidupan sehari-hari, masalah selanjutnya yang muncul bukanlah masalah peradaban, tapi masalah budaya. Peradaban Rakyat Bumi memang hebat, tapi budayanya tidak. Pada akhirnya, penduduk Rakyat Bumi hanyalah puluhan ribu orang yang mewariskan budaya mereka dari generasi ke generasi. Mereka bukanlah tandingan budaya Jepang yang dibentuk oleh populasi sebesar 100 juta orang. Penduduk Rakyat Bumi pun mulai mengagumi budaya orang-orang permukaan tanah saat mereka mulai menyetuh seni dan musik, diikuti dengan hiburan seperti buku dan film, dan bahkan makanan. Yang menjadi serangan pamungkas adalah siaran TV yang mulai ada di atas permukaan.

Setelah siaran TV mulai menyebar di atas permukaan tanah, TV pun mulai dikenalkan juga kepada para penduduk Rakyat Bumi. Karena hal ini, budaya permukaan tanah mulai menyebar dengan cepat ke dalam Rakyat Bumi. Sebagai hasilnya, rasa kagum Rakyat Bumi terhadap hal-hal di atas permukaan tanah pun menjadi semakin besar dan mereka mulai pergi menuju permukaan tanah dalam jumlah besar. Hanya dalam beberapa dekade saja, Rakyat Bumi sudah kehilangan sebagian besar penduduknya.

Selain itu, ada satu lagi alasan mengapa jumlah penduduk Rakyat Bumi terus menurun, yakni habisnya sumber daya alam yang ada. Penduduk Rakyat Bumi sudah menggali lingkungan di sekitar mereka dan mendapatkan sumber daya alam yang mereka butuhkan dengan cara itu, namun mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan sumber daya yang ada yang naik secara pesat sejak abad 20. Saat ini mereka membuat terowongan menuju wilayah-wilayah yang jauh dan mendapatkan sumber daya alam dari sana, tapi pada akhirnya, mereka pasti akan kehabisan waktu dan mereka masih belum menemukan cara untuk menghindari hal itu.

Rakyat Bumi sudah mengalami kelangkaan sumber daya alam, dan masa depan mereka pun suram.

Sementara itu, orang-orang di atas permukaan tanah mempunyai masa depan yang cerah dengan berbagai macam budayanya yang terus-menerus berkembang.

Sudah tampak jelas bahwa Rakyat Bumi akan segera hancur, dan upaya untuk mencegah hal itu terbagi menjadi dua opini yang berbeda. Secara garis besar, bisa dikatakan kalau keduanya memiliki opini yang sama, karena mereka sama-sama menyarankan agar penduduk Rakyat Bumi pindah ke permukaan tanah, namun cara yang mereka gunakan berbeda. Di satu sisi, ada yang ingin pindah secara rahasia dan damai, sementara di sisi lain ada yang ingin menjajah dengan menggunakan kekuatan militer.

Faksi yang ingin menggunakan cara damai dipimpin oleh ketua Rakyat Bumi saat itu, Kurano Daiha. Kemakmuran penduduk permukaan tanah dan penurunan angka penduduk Rakyat Bumi sudah jelas baginya. Namun, mereka tidak bisa duduk diam menunggu kehancuran mereka datang begitu saja, jadi mereka akan berpindah dengan pelan namun pasti ke atas permukaan tanah tanpa membuat para penduduk permukaan tanah sampai tahu dengan hal itu. Mereka lalu akan memperluas wilayah mereka dan pada akhirnya akan membuat kota bagi penduduk Rakyat Bumi.

Mereka yang mempunyai pandangan berbeda dengan faksi konservatif dan memilih agresi militer adalah faksi radikal dengan opini mereka yang ekstrim. Kepala keluarga Shijima saat ini, Shijima Tayuma, adalah anggota dari faksi ini. Rakyat Bumi dulunya tinggal di atas permukaan tanah, tapi mereka mundul ke bawah permukaan tanah setelah para leluhur penduduk permukaan Bumi merebut tempat tinggal mereka. Faksi raddikal merasa mereka tidak perlu berpikir panjang saat kembali ke permukaan tanah. Mereka hanya perlu menggunakan kekuatan untuk mengamankan wilayah mereka.

Tentu saja, akan sulit bagi peradaban sejumlah sepuluh ribu orang untuk melawan para penduduk permukaan tanah. Namun, mereka mempunyai senjata energi spiritual sebagai kartu andalan mereka. Senjata yang menggunakan energi spiritual sudah pasti mengalahkan performa senjata biasa. Mereka mungkin akan berhasil jika mereka bisa memproduksi senjata-senjata itu secara masal.

Faksi radikal terus menuntut untuk menggunakan agresi militer saat persenjataan mereka masih lebih unggul.

"Dia mempunyai kekuatan yang disebutkan dalam legenda, dan karena dia punya pengetahuan tentang apa yang ada di permukaan tanah, dia cocok untuk mengatasi anak perempuannya Kurano."

"Begitu ya....karena dia berasal dari kaum yang terlupakan, dan dengan teknik itu...kita tidak perlu kuatir akan dicurigai, dan kita tidak perlu meminta bantuan dari para penduduk permukaan tanah...fufufu, aku suka itu."

Tayuma adalah orang yang sangat sombong - dia tidak suka melihat sikap faksi konservatif yang diterima oleh para penduduk permukaan tanah. Dia selalu mencari cara untuk bisa mengurangi pengaruh faksi konservatif, dan pada saat itulah dia menerima kabar bahwa anak perempuan keluarga Kurano sudah pergi ke permukaan.

Kalau anak perempuan kepala Rakyat Bumi dibunuh oleh para penduduk permukaan, penduduk Rakyat Bumi pasti tidak akan bisa memaafkan hal itu, dan sebagai hasilnya, akan jauh lebih mudah bagi faksi radikal untuk beraksi. Dengan ide itu, Tayuma berencana membunuh anak itu. Namun, dia tidak bisa secara pribadi pergi ke permukaan tanah karena adanya hukum. Kalau dia pergi ke atas permukaan setelah menjalani prosedur yang sudah ditetapkan, dia akan tetap dicurigai bahkan jika tidak ada bukti yang mengarah padanya sekalipun. Karena itulah, Tayuma memanggil seorang pembunuh dari tempat lain, tapi karena kesombongannya, dia tidak mau menggunakan orang-orang permukaan. Tepat pada saat itulah kaum legendaris, yang hanya tertulis dalam legenda dan keberadaannya diragukan oleh Tayuma, muncul.

Menurut mitos Rakyat Bumi, Rakyat Bumi sendiri adalah orang-orang buangan yang datang dari tempat lain. Setelah diusir dari tanah kelahiran mereka sendiri, mereka tiba di Jepang kuno. Namun, dalam perjalanan ke sana, kaum ketujuh yang dikatakan mempunyai kekuatan misterius terpisah dari mereka. Saat ini, seseorang yang mengaku sebagai kaum ketujuh itu, seorang wanita memakai pakaian berwarna nila, muncul di hadapan Tayuma. Dengan menggunakan wanita itu, harga diri Tayuma tidak akan terluka karena mereka aslinya adalah rekan. Ditambah, karena keberadaan kaum ketujuh itu sendiri masih dipertanyakan, kaum itu sendiri sama saja dengan hantu bagi Rakyat Bumi. Tayuma tidak perlu kuatir akan dicurigai.

"Aku merasa tertarik pada teknik-teknik baru yang dibuat oleh para saudaraku dari kaum lain. Mari kita gabungkan kekuatan kita untuk keuntungan kita dan kemakmuran kaum kita."

"Untuk kemakmuran kaum kita, kau bilang....aku suka itu! Prajurit dari kaum yang hilang, siapa namamu?"

"Namaku Maya. Dalam bahasamu...namaku sebagai prajurit adalah Dark Navy."

Wanita bernama Maya, yang berpakaian serba nila, memperkenalkan dirinya sebagai Dark Navy dan tersenyum pada Tayuma dan pria satunya. Namun, berlawanan dengan senyumnya yang ramah, dia melihat para pria itu dengan pikiran menghina.

Mudah mengurus yang sombong seperti dia, yang perlu kulakukan hanyalah membesarkan ego mereka. Yah, aku rasa itu baik buatku, tapi aku tidak mau sampai terlibat kalau pria ini gagal. Lebih baik aku mundur saat aku sudah menyelesaikan tujuanku...

Tujuan yang dimiliki Maya adalah informasi dan teknologi yang dimiliki oleh Rakyat Bumi. Maya dan rekan-rekannya mungkin bisa menemukan informasi dari dokumen-dokumen tua milik Rakyat Bumi yang akan membuat mereka unggul dalam pertempuran mereka, dan karena Maya sendiri adalah penyihir yang ahli dalam manipulasi pikiran, dia sangat tertarik dengan teknologi energi spiritual yang digunakan oleh Rakyat Bumi. Contohnya, dia ingin bisa mendapat sesuatu seperti kapasitor yang bisa menyimpan sementara kekuatan spiritual. Itu akan menjadi langkah pertama untuk mengubah sihir menjadi senjata yang bisa dipakai secara biasa.

Namun, Rakyat Bumi tidak akan menyerahkan dokumen-dokumen atau teknologi itu begitu saja hanya karena Maya berkata dia menginginkannya. Hal-hal itu bersifat sangat rahasia yang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang punya jabatan penting.

Tepat pada saat itulah Maya menemui Tayuma, yang merupakan salah seorang perwakilan Rakyat Bumi asli, dan juga mudah untuk dikendalikan. Dengan menyinggung harga dirinya, Tayuma pasti akan memberikan informasi dan teknologi yang diinginkan oleh Maya dengan mudahnya. Masalahnya, posisi Tayuma dalam situasi ini masih kurang jelas. Itulah sebabnya Maya tidak mau menjalin relasi terlalu lama dengannya, karena dia tidak mau terlibat kalau sampai Tayuma tumbang.

"Jadi, siapa yang perlu kubunuh?"

Maya dengan wajah serius meminta agar Tayuma melanjutkan bicaranya. Tidak masalah jika Maya harus menjalin hubungan kerjasama dengan Tayuma saat ini, tidak peduli apapun tujuan asli Maya. Dia menyembunyikan hal itu dan lalu kembali menanggapi kedua orang di hadapannya seramah yang dia bisa.

"Anak ini. Dia adalah puteri tunggal keluarga Kurano, dan dia sudah berada di atas permukaan karena suatu alasan. Dia pasti sedang lengah, dan akan mudah untuk dibunuh", ujar Tayuma sambil mengambil sebuah foto dari mejanya dan menyerahkannya pada Maya. Pada foto itu, terdapat gambar seorang gadis yang baru menginjak umur enam tahun. Dialah puteri dari Kurano Daiha, pemimpin faksi konservatif sekaligus pemimpin Rakyat Bumi.

"Puteri pemimpin faksi konservatif, ya?...Apa tujuan kalian adalah untuk membuat faksi konservatif mengangkat senjata terhadap orang-orang permukaan setelah kalian membunuh anaknya?"

"Benar, prajurit nila. Itu benar."

"Kalau tujuan kalian adalah unuk menghancurkan faksi konservatif, akan lebih baik kalau itu tidak terlihat seperti sebuah kecelakaan, benar? Apa kalian punya saran bagaimana cara untuk membunuhnya?"

"Untuk masalah itu, aku serahkan semuanya padamu. Karena kau sudah mengerti rencana kami, silahkan lakukan dengan cara yang menurutmu paling mudah."

Tayuma menunjukkan senyuman kejinya begitu mendengar perkataan Maya, yang menunjukkan bahwa Maya mengerti dengan apa yang dilakukan olehnya dan sudah membuatnya yakin dengan keberhasilan rencananya. Karena itulah, senyumnya tampak begitu kejam.

Ada beberapa cara untuk mengurangi pengaruh faksi konservatif, namun cara yang paling cepat adalah dengan membuat seorang anggota faksi konservatif terbunuh oleh orang-orang permukaan, terlebih lagi jika korbannya adalah seorang gadis kecil. Itulah sebabnya Tayuma ingin agar gadis itu tidak menjadi korban sebuah kecelakaan, tapi menunjukkan dengan jelas bahwa ada orang yang ingin membunuhnya.

SItuasinya akan menjadi lebih panas jika orang-orang pemerintahan di permukaan, tahu bahwa gadis itu berasal dari bawah tanah, menyiksa dan membunuhnya untuk mendapatkan informasi. Akan sulit untuk membuat situasi ideal seperti itu, tapi kalau ada sesuatu yang mirip dengan itu sampai terjadi, hal itu akan membuat pendirian faksi konservatif menjadi goyah. Saat ini, sebagian besar Rakyat Bumi mendukung faksi konservatif, dan rencana untuk membuat sebuah markas di permukaan dengan damai kelihatannya akan menjadi kenyataan. Namun, kalau sampai puteri sang pemimpin sampai dibunuh, faksi konservatif akan kehilangan momentum mereka, dan membuat faksi radikal memperoleh dukungan. Rencana pembunuhan ini adalah gerakan yang dibuat Tayuma untuk membalikkan keadaan yang ada.

"Baik, kalau begitu akan kulakukan dengan cara yang paling mudah menurutku."

Maya lalu mulai memikirkan bagaimana caranya membunuh anak itu.

Hmm...mungkin sebaiknya aku pakai anak ini sebagai korban ritual...selama aku bisa membuatnya terlihat seperti polisi atau SDF[2]...dan kalau ternyata terlalu sulit, mungkin aku bisa kambinghitamkan sebuah aliran sesat?

Maya sendiri tidak begitu suka dengan tindakan membunuh. Jadi, kalau dia harus membunuh seseorang, dia ingin agar kematian orang itu bisa menguntungkan baginya. Dia punya ide untuk menggunakan anak itu sebagai katalis untuk sihir, atau bisa dikatakan sebagai korban ritual. Dalam kata lain, hal yang sama yang telah dilakukannya kepada anak Kanae.

Anak perempuan Kanae masih hidup karena Nana menyelamatkannya sebelum ritualnya selesai, tapi biasanya, karena kekuatan kehidupan seseorang dikuras saat ritual berjalan, saat ritual itu berakhir, hasilnya adalah sebuah mayat yang tidak terluka. Setelahnya, Maya hanya perlu membuatnya agar korbannya telah dibunuh. Dia bisa menyalahkan pihak pemerintah atau aliran sesat yang berada di sekitar wilayah itu. Mereka akan membuat Rakyat Bumi mempertanyakan keamanan dari wilayah itu.

Setelah memikirkan semua itu, Maya merasa puas dan beralih ke topik selanjutnya.

"Lalu, apa kau menerima permintaanku?"

Topik selanjutnya adalah hadiah yang akan diperoleh oleh Maya.

"Tentu saja. Aku akan menyiapkan apa yang kau minta. Silahkan ambil satu kapasitor energi spiritual sebagai pembayaran awal. aku akan menyiapkan salinan dokumen-dokumen tuanya, jadi nanti silahkan kau ambil setelah tugasmu selesai. Aku akan memberimu satu lagi alat energi spiritual pada saat itu tiba."

Maya meminta beberapa buah benda hasil dari teknologi energi spiritual dan salinan dokumen-dokumen tua sebagai hadiah atas tugasnya itu. Karena Tayuma mendukung adanya agresi militer, dia menjadi orang yang berpengaruh dalam bagian penelitian senjata energi spiritual. Dia juga bisa menjual suku cadang-suku cadang yang berlebih secara ilegal. Situasinya mirip dengan dokumen-dokumen tua itu. Karena Tayuma menghargai hubungannya dengan kaum legendaris dimana Maya berasal, dia tidak merasa ragu untuk menawarkan hal-hal itu.

"Bagus sekali. Kalau begitu, aku akan segera mengerjakannya."

"Silahkan. Aku akan menunggu kabar baiknya."

Dengan begitu, mereka pun mencapai sebuah kesepakatan. Tujuan mereka berbeda, dan hal yang sama pun berlaku dengan apa yang mereka pikirkan mengenai lawan bicara mereka dan tujuan akhirnya. Walau begitu, senyuman mereka berdua pada saat itu menyiratkan kekelaman yang sama didalamnya.


Kencan Orang Dewasa[edit]

Part 1[edit]

Saat Kii bangun pada hari ini, dia langsung pergi menuju dapur dan mulai bercerita pada Koutarou tentang apa yang terjadi semalam sementara Koutarou sedang membuat sarapan.

"Kenapa Onii-chan tidur saat ibu datang...huuh"

"Maaf, aku agak capek belakangan ini."

"Ibu bilang kalau dia mau ketemu sama kamu saat aku cerita soal kamu."

"Sayang banget aku lagi tidur. Nanti aku sapa deh, kalau dia dateng lagi."

"Ibu tidak bisa sering datang, tapi ibu bilang kalau dia akan datang lagi. Aku yakin Onii-chan pasti nanti ketemu sama ibu."

"Aku susah dibangunin, jadi nanti tolong bangunin aku pas ibumu datang ya, oke?"

"Oke! Pasti!"

Kii yakin bahwa apa yang dialaminya kemarin adalah sebuah kenyataan, dan bukan mimpi. Tentu saja, Koutarou tidak mengatakan hal itu. Kii pasti nantinya akan mengerti dengan sendirinya saat dia sudah besar nanti.

Rasanya kayak ngasih tahu kalau Santa Claus itu beneran...

Ada saatnya dimana lebih baik berkata kalau sesuatu itu nyata adanya, entah sesuatu itu benar-benar ada atau tidak, yang mana ibu Kii adalah salah satunya. Itulah yang dirasakan oleh Koutarou, dan dia terus melanjutkan membuat sarapan sambil terus mendengarkan cerita Kii dan menganggapnya sebagai kenyataan.

"Jadi, kamu bilang apa ke ibumu soal aku?"

"Aku bilang kalau Onii-chan pintar masak."

"Aku nggak sehebat itu loh."

"Kamu hebat kok. Kii tahu. Fufufu."

Kii bercerita dengan ceria semenjak dia datang ke dapur. Dia begitu bahagia karena bisa bertemu dengan ibunya dan bisa menceritakan hal itu kepada seseorang, yakni Koutarou, yang juga sudah membuatnya bahagia. Namun, dia juga merasa sedih karena tidak bisa menceritakan hal itu kepada ayahnya. Perasaannya yang rumit terhadap ayahnya pun mulai mereda setelah Kii bertemu dengan ibunya.

"Saat aku cerita kepada ibu lebih banyak lagi soal Onii-chan, ibu bilang kalau aku harus kasih kamu itu."

"Apa 'itu'?"

"Ehehehe....rahasia ♪ "

"Rahasia lagi ya? Kamu punya banyak rahasia."

"Mungkin, tapi nanti aku kasih tahu semuanya. Fufufufu."

"Aku tunggu ya."

Kii lalu duduk di kursi di dapur, menaruh kedua tangannya di atas meja dan memandangi Koutarou yang sedang memasak. Raut wajah Kii tampak begitu penuh dengan keceriaan. Kejadian kemarin rupanya sudah mengembalikan sifat alaminya.

Anak-anak sikapnya memang seharusnya kayak begini...

Meskipun dia tidak bisa melihatnya secara langsung, suaranya dan suara kakinya yang berayun membuat Koutarou tahu bagaimana perasaan Kii saat itu. Berkat itu, Koutarou juga merasa senang.


Part 2[edit]

Beberapa saat setelahnya, Koutarou selesai memasak dan saat ini sedang menyajikan sarapan di atas meja. Kii, yang masih mengayun-ayunkan kakinya, memanggil Koutarou.

"Ngomong-ngomong, Onii-chan?"

"Ya?"

Koutarou berhenti melakukan apa yang sedang dilakukannya dan melihat ke arah Kii, dan menyadari bahwa suasananya sedikit berbeda dari biasanya. Pipi Kii tampak bersemu merah dan senyumnya tampak tertahan.

"Um, um, jadi..."

"Ngomong aja, nggak apa-apa kok."

Kii nampak ragu untuk berbicara, membuat Koutarou tersenyum simpul dan mendorongnya untuk mengatakannya.

"J-jadi, kalau Onii-chan tidak sibuk....um, apa Onii-chan mau pergi kencan dengan Kii?"

"Kencan?"

"I-iya...", ujar Kii yang semakin tersipu malu, dan menggangguk pelan.

Oh, jadi dia mau ngomongin itu toh...

Koutarou sadar mengapa Kii tampak malu-malu. Kata 'kencan' terlalu memalukan bagi Kii, tapi karena dia merasa kagum dengan kata itu, dia ingin mengatakannya. Bisa dikatakan bahwa Kii tetaplah seorang gadis, meskipun dia masih muda.

"J-jadi, aku sudah janji sama ibu! Aku janji kalau aku pergi nonton Kabutonga, lalu aku cerita ke ibu soal filmnya! J-jadi, um...."

Kii dengan cepat menjelaskan situasinya, dan Koutarou merasa sikapnya yang berbeda dari biasanya begitu menyentuh.

"Tapi...kalau Onii-chan sibuk, tidak apa-apa..."

Namun saat Kii selesai berbicara, dia kehilangan semangatnya. Di saat yang sama, dia melihat ke arah Koutarou dengan penuh harap. Saat itulah Koutarou sadar bahwa Kii juga mengkhawatirkan sesuatu hal yang lain.

Gitu ya...bukan cuma malu gara-gara pakai kata 'kencan', dia juga kuatir sama urusanku...

Kemarin, pikiran Kii dipenuhi dengan pertengkarannya dengan ayahnya dan perasaannya terhadap ibunya sampai-sampai dia tidak memikirkan bahwa dirinya mungkin sudah merepotkan Koutarou. Namun, setelah malam berlalu, Kii sudah bertemu dengan ibunya dan itu membuatnya menjadi lebih tenang. Karena itulah, dia mulai memikirkan apa pengaruh keberadaannya bagi Koutarou. Dia tidak ingin membuat Koutarou kerepotan. Itulah sebabnya dia berkata seperti itu. Koutarou lalu mengangguk pada Kii setelah mengerti hal itu.

"Oke, ayo kita pergi kencan."

"Benarkah!? Sungguh!?"

Saat mendengar jawaban Koutarou, raut wajah Kii langsung dipenuhi dengan senyuman yang tampak antusias dan ceria.

Bagus, cewek baik kayak kamu memang seharusnya bertingkah kayak anak kecil, Kii-chan...

Karena Koutarou sudah berjanji akan mengajak Kii nonton film, dia tidak punya alasan untuk menolak ajakan Kii. Dia juga merasa ingin memenuhi apapun permintaan Kii saat itu, sebuah reaksi yang normal bagi orang-orang untuk mendengarkan seorang anak yang begitu perhatian, bukannya reaksi yang berlebihan.

"Iya. Tapi, aku harus ngelakuin sesuatu hari ini, jadi aku harap besok nggak apa-apa buat kamu."

Koutarou harus menggadaikan platina yang didapatnya dari Clan membeli makanan dan barang-barang kebutuhan lainnya. Karena Clan tidak bisa meninggalkan laboratoriumnya, tugas itu menjadi tanggung jawab Koutarou.

"Kalau begitu, aku bantu!"

Kii pun menawarkan bantuan, dengan pikiran jika Koutarou akan mengajaknya pergi kencan pada esok hari, maka dia jelas harus bekerja hari ini.

"Makasih ya, Kii-chan."

Kenyataannya, tidak banyak hal yang bisa dilakukan oleh Kii, tapi karena Koutarou merasa bahwa kemauan Kii untuk membantu itu penting, dia berterimakasih padanya sambil mengelus kepalanya.

"Fufufu, asyik! Besok kencan!"

"Kamu bilang begitu juga, aku nggak punya pengalaman pergi jalan-jalan sama cewek, jadi jangan berharap banyak ya."

"Ehehehe, tidak harus kencan orang dewasa kok. Itu karena Onii-chan tidak akan melakukan apa yang aku suka lakukan saat kencan orang dewasa."

Tidak seperti sahabatnya, Kenji, Koutarou sama sekali tidak punya pengalaman berkencan dengan gadis. Itulah sebabnya dia merasa bahwa kencannya nanti tidak akan seperti yang diharapkan oleh Kii.

Namun, Kii tidak mengharapkan sesuatu seperti kencan orang dewasa. Meskipun dia ingin menggunakan kata kencan, tidak apa-apa baginya dengan pergi bermain di taman, atau memakan es krim.

"Kalau sesuatu yang kekanak-kanakan, aku sih bisa."

"Aku dan Onii-chan bisa bersenang-senang saja kok."

"...Idemu dewasa banget."

Koutarou kembali mengelus kepala Kii lagi, dan Kii pun tersenyum sebagai balasnya.

"Jadi, apa besok itu kencan orang dewasa?"

"Itu hanya soal sikap mental."

Mereka berdua pun tertawa bersama, dan dengan begitu, Koutarou dan Kii sudah berjanji akan pergi bermain bersama.


Part 3[edit]

Setelah menggadaikan platina untuk mendapatkan uang di pegadaian, Koutarou dan Kii pergi berbelanja. Ada banyak barang-barang yang harus dibelinya, seperti makanan. Setelah pembekuan waktu berikutnya, Koutarou akan meninggalkan Cradle, tapi Clan akan tetap tinggal. Karena Clan tidak bisa bergerak sendiri, Koutarou harus membuat persiapan untuknya. Dia juga percaya ada baiknya bersiap-siap menghadapi sesuatu yang di luar dugaan. Setelah mendapat banyak pengalaman dari medan pertempuran di Forthorthe, Koutarou menjadi lebih berhati-hati.

Karena itulah, Koutarou dan Kii pergi mengelilingi supermarket besar dan toserba. Pada akhirnya, barang-barang yang dibelinya ada sebanyak tiga kardus sampai memerlukan troli untuk membawanya. Saat mereka selesai berbelanja, baik Koutarou dan Kii menjadi sama-sama kelelahan.

"Kerja bagus."

"Fuueeee~~ kita beli banyak~~"

Mereka berdua duduk di bangku taman dan beristirahat sejenak. Setelah ini, mereka masih harus mendorong troli itu sampai Cradle. Akan sulit membawa belanjaan itu karena letak Cradle yang berada di tengah gunung. Mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melakukan itu.

"Nih, Kii-chan. Kamu boleh makan ini."

"Sungguh!?"

Koutarou mengeluarkan sebuah permen dari dalam troli. Setelah menerimanya, Kii tersenyum gembira. Koutarou melirik sejenak ke arah senyuman itu lalu mengeluarkan dua buah botol minum plastik untuk diminum bersama.

"Aku harap aku dapat yang bagus..."

Dengan perlahan, Kii membuka bungkus permen itu, yang merupakan snack dari serial Kabutonga favoritnya yang berisi kartu mainan bergambar salah satu karakternya. Koutarou tahu kalau Kii sempat memandangi permen itu sewaktu berbelanja, dan lalu membelikannya untuknya.

"Yaah, ternyata King Scarab..."

Setelah meliha apa bonusnya, Kii terlihat kecewa. Kartu yang didapatnya ternyata bergambar tokoh penjahatnya, dan warna latarnya terlihat kejam. Kii ingin mendapatkan Kabutonga, atau setidaknya kartu bergambar pahlawan lainnya. Karena tadinya dia sudah begitu bersemangat, rasa kecewanya jauh lebih besar daripada yang ia rasakan.

"Nanti ayo kita beli lagi pas jalan pulang."

Koutarou turut bersimpati pada Kii yang terlihat kecewa. Dia memanggil Kii lalu memberikan sebuah botol jus padanya.

Koutarou masih memiliki banyak uang dari hasil menggadaikan platina. Karena uangnya masih banyak untuk membeli permen, dia menyarankan agar mereka berhenti sejenak ke sebuah supermarket di jalan pulang untuk membeli permen lagi.

"Tidak apa-apa, aku tidak bisa makan permen lain sebelum aku habiskan yang ini."

Kii pun kembali tersenyum sambil mulai menikmati permennya. Dia suka dengan rasa permennya, tapi walau begitu, dia tidak akan bisa menghabiskan dua atau tiga permen. Kii memang sedih karena tidak mendapat kartu yang diinginkannya, tapi dia memutuskan untuk bersabar soal itu.

Dia harusnya bisa lebih manja soal hal-hal begitu...

Kii tidak pernah begitu egois, dan itu membuat Koutarou ingin melakukan sesuatu baginya. Lebih simpelnya, dia ingin melihat Kii tersenyum.

Huh? Kalau kupikir-pikir lagi, kartu ini...

Saat melihat kartu itu bersama-sama Kii, Koutarou sadar bahwa dia pernah melihat desain kartu itu sebelumnya. Meskipun warnanya berbeda, dia pernah melihat gaya gambar bingkainya dan desain huruf penunjuk rasanya sebelumnya.

"Oh iya!"

"Ada apa, Onii-chan?"

"Tunggu bentar, Kii-chan, aku punya sesuatu yang bagus buat kamu", ujar Koutarou sambil tersenyum pada Kii lalu mulai merogoh sakunya.

"Apa?"

"Nih, lihat."

Koutarou mengeluarkan apa yang ada di sakunya dan menunjukkannya pada Kii.

"Kabutonga!"

Mata Kii langsung terbelalak selebar mungkin. Benda yang dilihatnya adalah sebauh kartu mainan, yang bergambar Kabutonga yang disukainya, dan yang lebih hebatnya lagi, itu adalah kartu langka yang punya kilap seperti besi.

"Wow, bagaimana Onii-chan bisa dapat ini!?"

"Dulu."

Itu adalah kartu yang Koutarou gunakan sebagai penanda halaman saat pementasan drama, yang dicetak ulang di masa kini sebagai promosi penayangan kembali film Kabutonga. Karena itulah, desainnya sama dengan kartu yang ada pada zaman itu.

"Ini buat kamu, Kii-chan."

"Benarkah!? Itu kartu yang mengkilap loh!?"

"Iya, kamu mau yang kayak ini kan?"

Koutaruo berencana memberikan kartu itu kepada Kii. Sebenarnya sulit baginya untuk memberikannya karena cara mendapatkan kartu itu, namun memberikannya kepada seseorang yang membutuhkan kartu itu adalah jalan yang terbaik.

"Iya!! Terima kasih, Onii-chan!!"

Kii menerima kartu itu dari Koutarou dan mengangkatnya dengan kedua tangannya, seakan mencoba melihat matahari menembus kartu itu, tapi tentu saja, dia tidak bisa melihat apa-apa karena kartunya terlalu tebal. Sikap itu hanya sebagai ungkapan rasa senangnya.

"Asyik!! Kartu Kabutonga mengkilap!!"

"Jaga baik-baik ya."

"Iya, tentu!!"

Sebenarnya, kartu itu adalah bonus yang didapat Koutarou saat membeli pamflet, dan semua orang yang membeli pamflet itu akan mendapat kartu yang sama. Namun, hal itu tidak perlu diberitahukan kepada Kii. Seperti halnya kebalikan dari kisah Santa Klaus, ada baiknya tidak mengungkapkan keberadaan dari sesuatu.

Bener juga, kalau kita pergi ke taman hiburan, kita mungkin bisa nonton film Kabutonga...

Berkat kartu itu, Koutarou ingat dengan bioskop yang ada di taman hiburan. Dia sudah berencana mengajak Kii ke taman hiburan pada esok hari, jadi kalau semuanya berjalan dengan lancar, mereka mungkin bisa menonton film di saat yang sama.

"Ufufu, nanti aku akan tulis namaku di kartu ini nanti!"

Kii sedang berfantasi sambil melihat kartu itu. Koutarou merasa terus ingin melihat sifat Kii yang kekanak-kanakan itu lebih banyak lagi saat dia melihatnya.

Nanti aku lihat ah, pas kita pergi ke taman hiburan besok...

Itulah sebabnya dia memutuskan dalam diam saat dia melihat Kii yang masih terlihat bersemangat.


Part 4[edit]

Sampai sekarang, Koutarou hanya punya satu pengalaman, yang mirip dengan, kencan. Dia pun sudah memutuskan apa yang akan dilakukannya hari ini berdasarkan referensi dari pengalaman itu. Pada pagi hari, mereka akan berjalan-jalan di taman. Lalu, setelah menikmati makan siang di restoran di dekat stasiun, mereka akan naik kereta menuju kebun binatang dan taman hiburan.

Seperti yang diharapkan Koutarou, film Kabutonga ditayangkan di bioskop taman hiburan. Meskipun kapasitas pengunjung bioskop itu terbatas, karena letaknya yang berada di dalam taman hiburan, promosi yang dilakukannya cukup besar dimana pernak-pernik dijual dan hadiah diberikan kepada para penonton - penuh dengan barang-barang yang pastinya disukai oleh Kii.

"Wow....hebat...."

Kii lari keluar masuk bisokop dengan penuh rasa takjub terhadap pemandangan yang dilihatnya. ada banyak hal yang tidak ingin dilewatkannya, seperti penanda berukuran besar untuk film, info mengenai hadiah, dan banyak hal lainnya.

"Maaf udah bikin kamu nunggu, Kii-chan. Ini, ada pamflet."

"Terima kasih, Onii-chan!"

Namun, rasa penasarannya berganti ke arah tiket dan pamflet yang sudah dibeli oleh Koutarou. Pamflet ini juga hanya bisa diperoleh dari taman hiburan ini, dan edisi spesialnya mempunyai sebuah bonus figurin kecil yang terdapat di dalamnya.

"Asyik!"

Setelah menerima pamflet dari Koutarou, Kii mulai membaca isinya dengan penuh kekaguman.

"Lebih baik kamu nggak baca sampai habis."

"Eh? Kenapa?"

Kii berhenti membuka halaman pamflet saat mendengar peringatan dari Koutarou, yang kemudian tersenyum padanya lalu menunjuk ke pemflet itu.

"Nanti kamu jadi tahu ceritanya duluan. Kalau kamu udah baca ceritanya duluan, nanti filmnya jadi nggak seru."

"Oh, begitu ya! Kalau begitu, aku baca nanti!" balas Kii yang menutup pamflet itu tanpa ragu lagi sambil tersenyum ceria.

"Ehehehe~"

Dan saat Koutarou mengelus kepalanya, Kii dengan senang hati menutup matanya. Lalu, dia mulai memandangi figurin yang baru didapatnya.

"Kamu seneng kan, udah dateng?"

"Iya!"

Kii betul-betul merasa senang hari ini. Dia sudah melihat banyak sekali hal-hal untuk pertama kalinya semenjak pagi, dan film yang sudah tidak sabar ingin disaksikannya pun akan segera dimulai. Namun, apa yang membuatnya paling bahagia adalah adanya seseorang yang menghabiskan sepanjang waktu itu bersama dirinya. Orang itu mengerti perasaannya dan menghargai dirinya, membuat kebahagiaannya meningkat berlipat-lipat.

Semuanya seharusnya datang ke sini dan berteman dengan orang-orang ini, seperti aku dan Onii-chan...

Belakangan ini, orang-orang di sekitar Kii membicarakan hal-hal yang rumit, berdebat soal apakah mereka harus mengakrabkan diri mereka dengan masyarakat kota Harukaze atau tidak. Mungkin itu topik yang rumit bagi anak berumur enam tahun, tapi saat ini anak itu sudah mengerti akan satu hal: berteman dengan Koutarou terasa menyenangkan baginya. Karena itulah, dia merasa bahwa perdebatan para orang dewasa itu sebagai hal yang aneh.

Kaabutonga juga berkata begitu. Keberanian berasal dari orang-orang yang saling mendukung. Saat aku sudah besar nanti, aku akan mendukung Onii-chan!

Perasaan itu mulai tumbuh dalam dadanya yang kecil, sesuatu yang sudah dipikirkannya sejak kemarin.

Koutarou sudah memperlakukan dengan baik seorang yang asing seperti dirinya. Namun, apakah dia hanya bisa bergantung saja pada Koutarou? Seperti yang dikatakan Kabutonga, Kii ingin melakukan sesuatu bagi Koutarou. Itulah ide yang mulai dipikirkannya.

Di sisi lain, Kii mulai memahami ketidakdewasaannya. Dia masih anak-anak dan tidak punya kekuatan untuk membantu. Itulah sebabnya Kii berdoa agar dia bisa menjadi orang dewasa yang baik yang bisa membantu Koutarou.

Dalam kata lain, meskipun masih muda, Kii sudah jatuh cinta. Karena usianya, dia masih belum sadar akan hal itu, tapi inilah cinta pertamanya.


Part 5[edit]

Setelah filmnya selesai, mereka berdua mulai menikmati wahana-wahana yang ada di taman hiburan itu. Karena hari sudah mulai malam, Koutarou mengkhawatirkan stamina Kii, tapi Kii sendiri masih bersemangat hingga saat ini. Kii menjadi begitu semangat saat dia menonton film, dan terus seperti itu hingga saat ini.

"Uwaaaa..."

Dari jarak dekat, kincir ria itu tampak begitu besar. Dari sudut pandang seorang anak berumur enam tahun, meskipun wahana itu tidak menyentuh langit, tetap saja wahana itu tampak besar. Kii menganga saat dia memandangi kincir ria itu.

"Kii-chan."

Koutarou memanggil Kii karena sekarang giliran mereka untuk naik. Petugas yang berjaga membuka pintu kincir ria dan menunggu Koutarou dan Kii masuk. Karena mereka tidak bisa mulai sebelum Kii masuk, Koutarou dan si petugas hanya bisa tersenyum kecut.

"Maaf, aku segera kesana!"

Kii mulai berlari ke arah Koutarou setelah kembali sadar setelah dipanggil. Saat dia sampai ke arah Koutarou, Kii menggenggam erat tangannya.

"Eii!"

Meskipun dia berhasil mengejar Koutarou, dia tidak memperlambat larinya. Sambil terus menggenggam tangannya, Kii melompat masuk ke dalam gondola.

"Itu bahaya."

"Ehehe, maaf."

Koutarou, yang sekilas seperti ditarik oleh Kii, turut masuk ke dalam gondola dan menegurnya. Meskipun dia sudah meminta maaf, Kii tersenyum dan tidak terlihat menyesali perbuatannya. Sementara itu, si petugas kincir menutup pintu gondola dan membuat gondola itu naik tanpa menimbulkan suara.

"Kalau kamu ngelakuin itu lagi, nanti aku hukum loh."

"Ehehe, tidak apa-apa. Kalau kita ketemu lagi, Kii pasti sudah jadi lebih dewasa."

"Eh?"

"Aku sudah ketemu ibu, dan aku sudah nonton filmnya. Karena aku sudah janji, sudah hampir waktunya aku pulang ke rumah..."

"Oh iya, bener juga..."

Koutarou sudah hampir lupa, tapi Kii masih di tengah pelariannya dari rumah. Dia sudah berjanji akan pulang setelah bertemu dengan ibunya dan menonton film.

"Tapi, aku rasa semuanya akan marah denganku. Jadi...aku rasa aku tidak akan bisa ketemu dengan Onii-chan buat sementara waktu..."

Kii tahu bahwa dirinya sudah menimbulkan masalah bagi banyak orang. Akan sulit baginya untuk kembali ke permukaan untuk sementara waktu, dan itulah sebabnya dia ingin begitu menikmati hari ini.

"Bagus. Aku seneng kamu mau ngelakuin itu."

Koutarou, yang mengerti apa perasaan Kii, berhenti menegurnya karena dia sudah mengerti.

"Aku lihat di TV, kalau orang berkelana sendirian, mereka bakal jadi lebih dewasa."

"Haha, tapi kamu nggak sendirian."

"Iya. Aku cuma berkelana sendirian sebentar saja. Hehehe."

Beberapa jam setelah kabur dari rumah, Kii bertemu dengan Koutarou, dan hari ini sudah menjadi hari ketiga sejak saat itu. Meskipun hal itu hanya terjadi selama beberapa hari saja, Kii sudah menjadi sedikit lebih dewasa dan sudah merasakan cinta pertamanya. Tiga hari yang sudah dijalaninya ini sudah menjadi sesuatu yang berharga baginya.

"Oke! Karena masalah itu sudah mau selesai, sekarang kita nikmatin hari ini sebisa mungkin!"

"Iya!"

Kii akan pulang ke rumah dan Koutarou akan tidur selama sepuluh tahun. Meskipun hal itu menyedihkan, mereka mungkin tidak akan pernah bertemu lagi. Dengan pemikiran itu, Koutarou merasa yakin bahwa jika itu yang terjadi, mereka tidak akan mendapat masalah apapun karena sudah bersenang-senang di saat-saat terakhir mereka bisa bersama-sama.

"Kii-chan, selanjutnya kamu mau naik apa?"

"Um...."

Gondola yang mereka naiki sudah hampir mencapai puncaknya. Sinar matahari senja menyinari wajah Kii yang melihat ke luar jendela gondola, dan membuat senyuman cerianya nampak begitu indah.

Ah....

Saat melihat penampilan Kii, Koutarou melihat wajah seseorang yang lain dari ingatannya yang bertumpang tindih dengan wajah Kii.

"Aku tahu! Onii-chan, ayo kita naik itu selanjutnya!"

Namun, saat Kii dengan cerianya menunjuk ke arah sesuatu, wajah orang yang dilihat Koutarou itu pun menghilang tanpa bekas. Koutarou pun menjadi tidak tahu wajah siapa yang baru saja dilihatnya.

"Yang berputar-putar dan geraknya cepat itu!"

"Roller coaster ya? Boleh juga, ayo naik itu habis ini."

Namun, Koutarou tidak membiarkan hal itu mengganggunya. Saat ini, daripada memikirkan Kii mirip dengan siapa, dia seharusnya menikmati waktunya bersama Kii.

Setelah turun dari kincir ria, mereka berdua berjalan ke arah roller coaster berdampingan. Matahari senja menyinari mereka berdua dan menghasilkan bayangan yang besar, hal-hal di sekitar mereka juga turut disinari sinar kemerahan yang terlihat seperti membara.

"Hei, Onii-chan."

Kii meraih tangan Koutarou, dan Koutarou, yang sadar akan hal itu, turut meraih tangan Kii.

"Hehehe."

Kii menggapai tangan Koutarou dan mereka pun saling bergandengan tangan, dan terus berjalan seperti itu menuju roller coaster.

"Onii-chan."

Saat Kii mulai bicara, dia menggenggam erat tangan Koutarou. Karena itulah, meskipun terdengar samar-samar, Koutarou tahu bahwa dia akan mengatakan sesuatu yang penting.

"Saat aku pulang nanti, aku mau minta maaf sama ayah."

"Kenapa?"

Kii kabur dari rumah karena baik Kii maupun ayahnya sama-sama saling tidak mengerti akan satu dengan yang lain. Koutarou ingin tahu apa yang membuat Kii berubah pikiran.

"Seharusnya aku tidak lari dari rumah....seharusnya aku menggandeng tangan ayah."

"Hmm..."

Bukannya menjawab, Koutarou justru menggenggam tangan Kii sedikit lebih erat lagi. Dia merasa bahwa itulah cara yang terbaik untuk menyampaikan perasaannya.

"Aku juga merasa kalau aku seharusnya tidak membuat ayah kuatir. Itu sebabnya aku mau minta maaf sama ayah."

"Bagus. Aku yakin dia bakal marah, tapi kamu harus baikan sama ayahmu."

"Iya", balas Kii sambil mengangguk lalu tersenyum. Dia senang karena Koutarou mengerti.

"Tapi, aku rasa ada baiknya juga aku kabur dari rumah."

"Itu nggak baik loh."

"Iya, itu tidak baik, tapi, bagaiamana aku mengatakannya ya..."

Kii tersenyum kecut dan lalu menyentuh pipinya seraya berpikir. Namun, dia dengan cepat kembali tersenyum dan memanggil Koutarou.

"Oh iya. Aku berteman dengan Onii-chan, benar? Itu baik bukan?"

"Yah, kita mungkin nggak akan pernah ketemu kalau kamu nggak kabur dari rumah", balas Koutarou sambil tersenyum pasrah.

Saat dia pertama kali bertemu dengan Kii, Koutarou khawatir dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi pada akhirnya semua berjalan dengan lancar. Koutarou berteman dengan Kii, tidak ada polisi yang terlibat, dan Kii akhirnya mau kembali pulang.

Seperti yang dikatakan oleh Kii, ini bukanlah akhir yang buruk.

"Benar bukan?"

"Yah, rasanya masih nggak seimbang sih."

"Dasar pelit."

"Namanya juga orang dewasa."

"Aku rasa Onii-chan juga masih anak kecil."

"Oke, oke, aku rasa memang ada baiknya kamu kabur dari rumah."

"Ahahaha."

Mereka pun tiba di pintu masuk wahana roller coaster selagi tertawa bersama. Pada saat itulah, sebuah roller coaster melewati mereka berdua. Puncak jalur roller coaster itu 70 meter, dan dari ketinggian itu, roller coaster dibuat menukik sejauh 65 meter. Pada masa itu, roller coaster itulah yang paling besar di Jepang, dan kecepatannya betul-betul mencengangkan.

"Hebat...."

Kii terbelalak melihat roller coaster yang baru saja melewatinya dengan kecepatan luar biasa. Kesannya terhadap roller coaster itu menjadi berbeda dari saat dia melihatnya dari kincir ria.

"Kamu takut?"

"Tidak. Aku mau naik!"

Namun, Kii terbelalak bukan karena dia takut, tapi karena dia terkejut dengan kecepatan roller coaster itu. Rasa penasarannya pun menjadi semakin besar setelah merasakan sendiri kecepatan roller coaster itu dari dekat.

"Ayo naik!"

Kii terlihat bersemangat saat dia menggenggam tangan Koutarou dan berjalan melewati pintu masuk wahana. Roller coaster ini baru saja diresmikan baru-baru ini, dan karena ini adalah roller coaster terbesar senegeri, wahana ini mempunyai antrian yang panjang saat akhir pekan tiba. Namun, karena hari ini adalah hari kerja biasa, antriannya tidak panjang dan mereka tidak harus menunggu lama.

"Maaf, boleh saya minta waktunya sebentar?"

Sebelum mereka berdua masuk ke dalam wahana, mereka dihentikan oleh seorang petugas.

"Ya, ada apa?"

"Maaf, tapi anak ini tidak bisa naik wahana ini", kata si petugas kepada Koutarou.

"Eeee~~h!? Kenapa~~!?"

Kii menjadi kesal sewaktu mendengar secara tiba-tiba bahwa dirinya tidak bisa menikmati wahana ini. Dia lalu protes kepada si petugas sambil membuat gerakan-gerakan besar.

"Kii tidak akan melakukan hal yang berbahaya!! Kii akan duduk diam di dalamnya, ya!?"

"B-bukannya kamu salah...."

Si petugas yang tertekan dengan protes dari Kii lalu menunjuk ke sebuah papan penanda di dekatnya.

"Roller coaster ini tidak punya alat pengaman untuk orang setinggi adik. Kalau adik naik roller coaster ini, adik mungkin bisa terlempar keluar roller coasternya."

Papan penanda yang ditunjuk oleh si petugas mempunyai tulisan ini:

'Tinggi anda minimal 140 sentimeter untuk menaiki wahana ini'

Kii baru saja tumbuh setinggi 110 sentimeter, membuatnya kurang 30 sentimeter lagi dari apa yang ditunjukkan oleh papan itu.

Rokujouma V10 137.jpg

Biasanya, roller coaster punya alat pengaman yang diturunkan dari bagian atas pengunjung wahana dan mengamankan badan mereka. Karena adanya perbedaan tinggi badan dari tinggi yang dianjurkan, ada kemungkinan bahwa badan Kii akan terlempar roller coaster saat berbelok atau menukik turun. Tentu saja, si petugas tidak bisa membolehkan Kii naik wahana ini.

"Mohon maaf, tapi apa adik bisa untuk tidak naik wahana ini dulu?"

"T-tapi...."

Kii pun tertunduk lemas karena kecewa. Dia mengerti alasannya dan tidak protes lagi, namun karena sebelumnya dia sudah begitu bersemangat, rasa kecewanya membuatnya hampir menangis.

"Aku tidak bisa tumbuh dewasa cepat-cepat!"

"Sayang sekali."

"Aauuu~~"

"Mohon maaf ya adik, silahkan datang kesini lain waktu."

Mereka berdua pun pergi menjauh dari si petugas dan kembali ke jalan dari mana mereka datang. Selama itu, mereka berpapasan dengan orang-orang yang akan menaiki roller coaster. Kii memandangi orang-orang itu dengan rasa iri sementara mereka terus berjalan.

Gimana ya, rasanya kayak...

Koutarou merasa kasihan melihat Kii yang sedang sedih, tapi di saat yang sama, hal itu membuatnya tersentuh - emosi yang sulit untuk diungkapkan. Koutarou merasa kasihan karena Kii tidak bisa naik roller coaster, tapi saat dia melihat Kii sekarang, Koutarou merasa adanya nostalgia.

"...Tidak adil, cuma orang dewasa yang bisa bersenang-senang...huu-uuh...."

Rasa 'kenapa hanya orang dewasa saja' adalah sesuatu yang juga dimengerti oleh Koutarou. Saat dia masih kecil, dia juga merasakan hal yang sama pada saat-saat tertentu. Saat dia melihat Kii, rasanya seperti melihat kembali pada dirinya sendiri saat masih kanak-kanak dahulu, dan itu membuatnya tersentuh. Karena itulah, meskipun dia merasa kasihan, Koutarou justru membuat senyuman.

"Nanti kamu juga bakal tumbuh dewasa kok."

"Tapi aku mau naik itu hari ini", kata Kii sambil menggenggam tangan Koutarou lebih erat.

"...Bersama-sama Onii-chan..."

Kii masih melihat ke arah roller coaster yang penuh dengan antrian orang-orang yang ingin naik. Dia menginginkan sebuah kenangan dimana dirinya dan Koutarou menikmati wahana itu bersama-sama, karena dia tahu akan sulit baginya untuk bisa kembali kesini bersama Koutarou.

Memang...kamu betul-betul anak baik...

Saat Koutarou mengerti sedikit apa yang dipikirkan oleh Kii, dia merasa ada sesuatu yang menusuk dadanya, dan dia lalu mulai berpikir kalau dia ingin melihat Kii kembali tersenyum.

"Kalau gitu, ayo kita naik wahana yang cuma bisa kita naikin hari ini."

Untungnya, Koutarou berhasil menemukan sesuatu yang bisa membuat Kii kembali senang.

Mereka berada di taman hiburan, dan ada banyak wahana seperti itu disini.

"Hanya hari ini?"

"Yap. Yang itu, misalnya", kata Koutarou sambil menunjuk ke suatu arah sementara Kii menengadahkan kepalanya karena tadi hampir menangis. Di arah yang ditunjuk Koutarou terdapat wahana komidi putar.

"Kenapa?"

Saat Kii melihat komidi putar itu, dia mengucek matanya dan memiringkan kepalanya karena bingung, karena wahana itu bukanlah wahana yang hanya bisa dinaiki hari ini baginya.

"Kalau aku nggak naik wahana itu sama anak kecil kayak kamu, bakal malu-maluin buat cowok kayak aku."

"Ah!"

Kii kelihatannya mengerti apa maksudnya. Komidi putar itu penuh dengan anak-anak dan orang tua mereka. Ada juga pasangan muda-mudi yang menikmati wahana itu, tapi para prianya terlihat tidak begitu menikmatinya. Pada akhirnya, sulit untuk naik wahana itu tanpa membawa anak-anak sebagai alasan.

"Onii-chan, kamu mau naik wahana seperti itu?"

Sebuah senyum kecil muncul di bibir Kii. Melihat itu, Koutarou mengangguk sebagai balasnya dan tersenyum jahil.

"Iya. Nggak boleh ya?"

"Tidak, tidak apa-apa!"

Setelah menggeleng sekali, Kii tersenyum lebar dan raut wajahnya kembali ceria.

"...Apa Onii-chan menahan malu demi Kii?"

"Nggak. Aku sendiri mau naik itu kok. Kuda yang itu kelihatan keren kan?"

"Hmm. Baiklah kalau begitu."

Kii mengerti apa yang dipikirkan oleh Koutarou. Dia memang anak yang pintar.

"Biar tampangku begini, aku bisa nunggangin kuda."

"Oh ya? Kalau begitu, ayo kita naik sama-sama!"

Dengan begitu, Kii tidak mempermasalahkan dirinya yang akan menikmati wahana komidi putar, karena apa yang diinginkannya bukanlah sekedar naik roller coaster.


Part 6[edit]

Setelah bermain hingga matahari terbenam, Koutarou dan Kii berjalan pulang. Mereka naik kereta ke arah kota dan berjalan kaki ke arah gunung dimana Cradle berada. Hanya perlu waktu 30 menit dari stasiun hingga sampai ke Cradle.

"Kita kembali..."

Sambil bergandengan tangan dengan Koutarou, Kii memandangi gunung yang menjadi semakin besar di hadapannya tiap kali dia melangkah. Koutarou sudah menepati semua yang sudah dijanjikannya, dan sekarang tibalah giliran Kii untuk melakukan hal yang sama: menepati janjinya dengan pulang ke rumah.

"Aku tidak pernah berencana kembali ke rumah..."

"Mau bagaimana lagi. Biasanya, kabur dari rumah itu nggak akan lama. Setelah kamu jadi lebih dewasa sedikit, pasti kamu bakal pulang."

Dengan pengecualian untuk kasus-kasus tertentu seperti pelecehan terhadap anak-anak, alasan seseorang kabur dari rumah biasanya adalah karena ketidakdewasaan orang itu. Dalam kata lain, orang yang kabur itu akan pulang setelah menjadi lebih dewasa.

Kii pun sudah menjadi lebih dewasa. Dia kabur dari rumah karena bertengkar dengan ayahnya setelah kematian ibunya. Namun, setelah menenangkan dirinya, Kii menyadari ketidakdewasaannya dan memaafkan ayahnya. Dia sadar bahwa bukan hanya dia saja yang merasa sedih, tapi ayahnya juga. Sebagai hasilnya, dia sudah menjadi sedikit lebih dewasa.

"Maaf sudah membuat kamu repot selama beberapa hari ini, Onii-chan..."

"Nggak apa-apa. Aku rasa ada bagusnya kok, aku ketemu sama kamu."

Koutarou yakin bahwa pertemuan mereka berdua adalah hal yang baik. Kii adalah anak yang baik. Meskipun kelihatannya Koutarou sempat kewalahan dibuatnya, dia merasa bahwa mereka berdua sekarang sudah menjadi teman. Ditambah, jika Kii tidak bertemu dengan Koutarou, apa yang akan terjadi dengannya? Apa dia akan menjelajah kota sendirian? Lalu seterusnya? Setelah berpikir seperti itu, Koutarou yakin bahwa pertemuannya dengan Kii adalah hal yang baik.

Mau gimana lagi...aku jadi ngerasa aneh setelah ketemu dia....

Koutarou merasakan adanya deja vu beberapa kali setelah bertemu Kii. Ada wajah seseorang yang dikenalnya yang terkadang akan bertumpang tindih dengan wajah Kii. Meskipun Koutarou sempat mengalami hal serupa saat di Forthorthe, kali ini kejadian itu tampak lebih jelas.

"Oh, dan terima kasih untuk kartunya", ujar Kii sambil mengeluarkan kartu metalik itu dan menunjukkannya pada Koutarou.

"Aku sudah menulis namaku agar di kartunya tidak hilang. Lihat!"

Ada huruf-huruf yang ditulis pada kartu itu menggunakan spidol permanen, yang seharusnya menunjukkan nama Kii. Namun karena dia masih berumur enam tahun, huruf-huruf itu hanya terlihat seperti coret-coretan.

"Ah..."

Deja vu.

Nggak mungkin!? Aku pernah lihat kartu itu!?

Koutarou pernah melihat tampilan kartu itu sebelumnya. Dulu, dia pernah melihat kartu dengan coretan seperti itu, namun kartu yang dilihatnya saat itu sudah kehilangan kilau metaliknya, seakan habis dimakan waktu.

Kalau gitu, anak ini....nggak, tunggu dulu, apa kebetulan kayak gini bisa terjadi!? Bukannya cuma coretannya aja yang mirip!?

Koutarou menjadi bingung. Kalau dia mempercayai intuisinya, dia harus menerima sebuah kebetulan yang begitu sulit untuk dipercaya. Dibandingkan dengan itu, akan lebih mudah baginya untuk menerima bahwa coretan pada kartu itu saja yang terlihat mirip.

"Kii-chan...apa namamu..."

Koutarou hanya perlu menanyakan namanya. Semuanya akan menjadi jelas setelah itu. Kalau Kii hanyalah nama panggilannya saja, dan nama aslinya adalah sesuatu yang lain, maka....

"Apa namamu, Kiri--"

Namun, tepat saat Koutarou akan menanyakan nama Kii, sebuah papan video iklan yang ada di luar sebuah gedung menarik perhatiannya.

"Waktu saat ini menunjukkan pukul 6:06 sore. Sekarang, laporan cuaca untuk hari ini, 16 April 1999. Langit akan cerah untuk seluruh penjuru kota Harukaze---"

Tepat saat dia melihat papan iklan itu, tanggal yang ditampilkan disana langsung memenuhi pikirannya. Apa yang dipikirkan Koutarou sebelumnya langsung hilang tak berbekas.

"N-nggak mungkin. Sekarang tanggal 16 April 1999!?"

"Ada apa, Onii-chan?"

Kii, yang menyadari bahwa suasana di sekitar Koutarou berubah, melihat ke arahnya dengan tatapan khawatir. Karena wajah Koutarou menjadi pucat pasi, Kii menggenggam tangan Koutarou lebih erat.

"Berarti kecelakaannya hari ini!? Kurang satu jam lagi!!"

"Onii-chan, apa yang kamu bicarakan!?"

Kii merasa ada sesuatu yang serius yang akan terjadi saat melihat sikap Koutarou, membuat raut wajahnya menjadi lebih serius.

"Ibuku bakal mati!!"

Pada tanggal 16 April 1999, ibu Koutarou meninggal dalam sebuah kecelakaan. Itu terjadi, ralat, itu akan terjadi pada pukul 7 malam ini. Sebuah peristiwa yang akan mengubah hidup Koutarou selamanya akan terjadi kurang dari satu jam lagi.


Kebimbangan Hati[edit]

Part 1[edit]

Sebentar lagi, ibu Koutarou akan mati. Koutarou hanya bisa terdiam di tempat setelah menyadari hal itu.

Aku harus gimana!?

Selama tiga hari ini, Koutarou secara diam-diam memikirkan apakah dia harus menyelamatkan ibunya atau tidak. Kalau dia menyelamatkan ibunya, Koutarou dan Clan tidak akan bisa kembali ke dunia mereka sendiri. Dalam kasus itu, itu sudah menjadi sebuah akibat yang pantas bagi Koutarou, tapi tidak bagi Clan. Kalau saja saat itu mereka sedang berada di Forthorthe, Clan akan memperbolehkan hal itu karena dirinya yang seorang bangsawan yang mempunyai kewajiban untuk melindungi nyawa para penduduknya. Namun, Clan tidak mempunyai hubungan apapun dengan orang-orang Bumi. Tidak logis jika Clan sampai harus terlibat. Selain itu, Koutarou sendiri sudah berjanji dengan para gadis penjajah dan juga pada dirinya sendiri. Walau begitu, Koutarou tetap merasa kesulitan untuk membiarkan ibunya mati.

Tanpa bisa mengambil keputusan, waktu dimana kecelakaan itu terjadi akan segera tiba. Namun, tidak ada waktu baginya untuk tetap merasa ragu. Dalam waktu kurang dari satu jam, ibu Koutarou akan mati, dan sekaranglah waktunya bagi Koutarou untuk mengambil keputusan.

"Aku--aku----"

Walau begitu, Koutarou tidak bisa bergerak.

Agar Koutarou bisa mendapat tempat untuk kembali bagi dirinya sendiri, dia harus mencuri tempat itu dari Clan. Dalam kata lain, tindakan Koutarou untuk menyelamatkan ibunya akan sama dengan dirinya yang mencuri kehidupan Clan, demi dirinya sendiri. Apa sesuatu seperti itu bisa dimaafkan?

Lalu, bagaimana dengan janji yang sudah dibuatnya sepuluh tahun di waktu yang akan datang? Bukankah itu sebabnya dia berjuang untuk kembali kesana?

Walau begitu, apakah dia bisa membiarkan begitu saja orang yang dikenalnya untuk mati? Apakah tindakannya itu bisa dimaafkan? Terlebih lagi jika orang itu adalah ibunya sendiri.

Beban nurani yang saling beradu di dalam Koutarou terus saling menghantam dengan seimbang, karena dia tidak mau sampai kehilangan hal-hal itu. Itulah sebabnya dia hanya bisa terpaku diam.

"Ayo kita selamatkan dia! Onii-chan!"

Namun, Kii mulai merusak keseimbangan itu. Kii sendiri baru saja kehilangan ibunya, jadi dia tahu betul bagaimana perasaan Koutarou kalau dia tidak bisa menyelamatkan ibunya sendiri. Karena Kii tidak mau hal itu sampai terjadi, dia berusaha membujuk Koutarou.

"Dia ibumu! Kamu tidak bisa membiarkannya!!"

"Tapi, kalau aku nyelametin dia, ada bahaya yang bakal nimpa aku sama temenku! Bakal ada orang-orang yang nggak akan pernah bisa aku temuin lagi!"

"Tapi kamu masih harus pergi!! Kalau tidak, temanmu akan sakit hati! Mereka akan mengira kalau mereka yang membunuh ibu Onii-chan!!"

Kalau Koutarou tidak menyelamatkan ibunya sendiri, Clan mungkin akan merasa bersalah karena dia merasa Koutarou tidak bisa menyelamatkan ibunya karena adanya dirinya. Kebenaran itu pasti akan membuat Clan merasa tertekan, dan hal yang sama juga berlaku bagi para gadis penjajah lain. Apakah itu memang pilihan yang terbaik?

Kii tidak tahu siapa teman-teman Koutarou, tapi kalau dia tidak menyelamatkan ibunya, Kii tahu apa yang akan dirasakan oleh teman-teman Koutarou itu. Karena itulah apa yang dirasakannya.

"Ayo selamatkan ibumu dan nanti minta maaf ke temanmu! Setelahnya, kamu bisa melindungi temanmu agar mereka tidak terkena bahaya! Itu yang terbaik!"

"Kii-chan..."

Koutarou masih merasa bimbang. Tepat saat itulah Kii berulang kali menyerukan perasaannya padanya. Setiap kali Kii melakukan itu, perasaannya terukir ke dalam hati Koutarou. Perasaan yang baik dan hangat itu mulai membuat hati Koutarou tidak bimbang.

"Aku ngerti. Makasih ya, Kii-chan."

Koutarou sudah mengambil sebuah keputusan.

Tidak ada pilihan yang tidak berakhir dengan penyesalan. Dengan begitu, Koutarou harus memikul tanggung jawab atas penyesalan itu. Dia akhirnya membulatkan tekadnya setelah mendengarkan bujukan yang dilakukan Kii dengan susah payah.

"Ayo kita selametin ibuku. Nanti aku minta maaf sama temen-temenku."

Sambil berbicara pada Kii, Koutarou memikirkan teman-temannya yang tidak ada bersamanya saat itu.

Maaf ya, semuanya...kayaknya aku nggak bisa nepatin janjiku...

Koutarou sudah berjanji kepada para gadis penjajah kalau mereka akan membuat pementasan drama mereka berhasil. Dia juga sudah berjanji pada dirinay sendiri kalau dia akan menyelesaikan setiap masalah yang dimiliki oleh para gadis itu. Namun karena sekarang Koutarou sudah memutuskan untuk menyelamatkan ibunya, dia akan kehilangan hampir seluruh kemungkinan untuk menepati janji-janji itu, dan itu membuatnya merasa bersalah.

Maafkan aku, Yang Mulia....aku bahkan sudah menolak tawaranmu...

Hal yang sama juga berlaku bagi Alaia. Saat dia berharap Koutarou bisa tetap tinggal di Forthorthe, Koutarou menolak tawaran itu dan berkata kalau dia sudah memiliki janji dan sumpah untuk ditepati. Namun, saat ini Koutarou akan mengingkari hal-hal itu, yang bisa berarti sebuah pengkhianatan terhadap Alaia.

Dan, Clan, maaf kamu jadi terlibat sama semua ini. Aku pasti bakal ngelindungin kamu...jadi tolong maafin aku...

Dulu mereka bermusuhan, tapi sekarang mereka sudah berteman. Bagi Koutarou, Clan begitu berharga baginya sama seperti para gadis penjajah. Dia pasti akan merasa sedih karena tindakan yang akan dilakukannya. Itulah sebabnya Koutarou harus melindunginya mulai dari saat ini. Itulah sumpah baru Koutarou.

Setelah menyadari semua kondisi yang dihadapinya, Koutarou memutuskan untuk menyelamatkan ibunya. Dia yakin bahwa inilah keputusn yang benar, namun dia tidak punya keyakinan untuk menyatakan hal itu. Situasinya berbeda dari saat mata air desa itu diracuni.[3] Kali ini, sejarah kemungkinan besar akan berubah.

Namun...

Walau begitu, Koutarou tidak bisa menutup matanya dari nyawa yang akan segera berakhir di hadapannya. Dia tidak bisa membiarkan hal itu, karena sudah tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Hal itu bukanlah keadilan maupun sikap ksatria, melainkan kelemahannya sendiri.

"Bagus! Itu baru Onii-chan!"

Kii pun tersenyum tulus, senang karena bisa membantu Koutarou dan membalas budinya walaupun hanya sedikit saja.

"Kamu tidak harus melakukan semuanya sendiri! Kamu bisa membuat kesalahan! Karena kamu bukan Kabutonga, Onii-chan!"

Kii tahu kalau Koutaoru hanyalah remaja biasa. Bukan superhero yang bisa menyelesaikan segala macam masalah. Hanya karena Kii berada di sisinya dan memaafkan kelemahannya yang bisa membuat Koutarou kembali bergerak. TIdak peduli apa yang terjadi saat ini, apa yang ada di akhir nanti akan menjadi lebih baik daripada dia hanya berdiam diri saja. Koutarou rupanya sudah diselamatkan oleh seorang gadis kecil bernama Kii.

Itu pun sudah menunjukkan bahwa si gadis kecil yang tulus itu sudah menjadi seseorang yang spesial bagi Koutarou, seperti halnya para penjajah dan Clan.


Part 2[edit]

Koutarou bisa mengingat dengan jelas kecelakaan yang dialami oleh ibunya. Koutarou sendiri juga ada di sana sewaktu kecelakaan itu terjadi, dan setelah kecelakaan itu, Koutarou dan ayahnya sempat melewati tempat itu beberapa kali. Karena itulah Koutarou bergegas pergi ke tempat itu dengan melewati jalan yang paling cepat.

"Maafkan aku, Veltlion. Aku menggunakan kalender Forthorthe, jadi hasil perhitungannya tidak sesuai dengan kalender Bumi. Aku seharusnya membuat perhitungan yang benar dan memberitahumu."

"Jadi itu sebabnya..."

Saat mereka sedang berada di tengah jalan menuju tempat kecelakaan itu terjadi, Koutarou menggunakan gelangnya untuk menghubungi Clan. Menurut perhitungan Clan, kecelakaan itu seharusnya terjadi dalam kurun waktu satu bulan lagi. Perbedaan itulah yang ingin diklarifikasi oleh Koutarou.

Clan menggunakan jam yang ada di dalam Cradle dan kalender Forthorthe sebagai bahan perhitungannya. Meskipun jam dan kalender itu berjalan berdasarkan frekuensi getaran dari graviton[4], keduanya mengacu pada revolusi dan rotasi Forthorthe sebagai standar pengukuran waktu.

Forthorthe memiliki ukuran dan massa yang hampir sama dengan Bumi, dan jaraknya dari mataharinya juga sama jauhnya seperti Bumi dengan matahari. Karena itulah, siklus revolusi dan rotasinya bisa dikatakan sama. Namun, siklus itu sendiri tidak betul-betul sama, dan hal itulah yang menyebabkan kesalahan perhitungan.

Kesalahan perhitungan itu tidak begitu mempengaruhi perhitungan yang kecil, tapi untuk perhitungan yang besar seperti untuk waktu 2000 tahun, terjadi sebuah rentang 40 hari. Secara sederhana, ini terjadi bukan karena kesalahan perhitungan dari Clan, tapi karena kesalahan kalender acuan.

"Aku ngerti kok. Clan, aku mau pergi nyelametin ibuku."

"Silahkan lakukan sesukamu."

"Maaf kamu sampai terlibat sama semua ini. Aku pasti bakal tanggung jawab buat ini nanti."

"Rasanya menyedihkan juga mendengar hal itu dari ksatria legendaris."

"Makasih ya, Clan."

"Jangan sampai gagal. Fufufufu."

Pada akhirnya, Clan tidak begitu mempermasalahkan itu seraya tersenyum. Dia sudah menduga dari awal kalau hal ini mungkin akan terjadi dan bahwa hal ini mungkin adalah yang terbaik. Itulah reaksi yang sudah dibayangkan oleh Kii sebelumnya.

Aku bener-bener minta maaf....makasih ya Clan...

Koutarou berterima kasih pada Clan dan mengakhiri panggilannya. Kii, yang menunggu sampai Koutarou selesai menghubungi Clan, memanggil Koutarou.

"O-Onii-chan, jangan kuatirkan aku, s-silahkan pergi duluan!"

Saat ini, Koutarou menyamakan kecepatan larinya dengan Kii. Karena Kii merasa kalau Koutarou sampai terlambat ke tempat itu karena hal itu, Kii membujuk Koutarou untuk pergi lebih dulu.

"Tenang, nggak apa-apa."

Namun, Koutarou menggelengkan kepalanya dan bicara pada Kii dengan tenang.

"Kita punya cukup waktu kalau kita terus lari kayak gini. Tempatnya nggak jauh dari sini kok."

"B-Benarkah? Baiklah kalau begitu."

Kii menjadi lebih lega setelah mendengar itu. Koutarou bisa berlari dengan mudah dalam kecepatannya yang sekarang, namun tidak bagi Kii. Nafasnya sudah tersengal-sengal sampai sulit baginya untuk bisa tersenyum.

"Kita bahkan bisa berhenti sebentar pas udah sampai sana."

"Aha, a-aku akan berjuang sebisaku agar kita tidak perlu berhenti, Onii-chan!"

Kii begitu kelelahan setelah menghabiskan sepanjang harinya bermain. Namun, saat dia tahu kalau ibu Koutarou berada dalam bahaya, dia berusaha semampunya untuk membantu. Koutarou, yang mengerti akan hal itu, merasa bersyukur. Saat ini, perasaan yang ada di dalam seseorang jauh lebih penting dari pada hasil baginya.

"Kii-chan, habis ini kita belok di situ."

"Baik!"

Koutarou berlari sedikit lebih cepat untuk memimpin Kii. Mereka akan meninggalkan jalan raya dan memasuki sebuah gang. Dengan begitu, mereka akan lebih cepat sampai di tempat terjadinya kecelakaan itu, dan akan lebih mudah bagi mereka untuk berlari jika tidak ada orang yang menghalangi. Karena saat itu waktu menunjukkan pukul 6 sore di hari kerja biasa, ada banyak orang yang sedang melangkah pulang memenuhi trotoar jalan raya.

"Setelah kita keluar gang itu, kita bakal sampai di deketnya!"

"Sedikit lagi!"

Setelah memasuki gang, Koutarou memperlambat larinya agar sama dengan kecepatan lari Kii. Mereka akan berlari lurus untuk sementara waktu mendatang, jadi dia tidak perlu memimpin Kii. Koutarou lalu mulai berlari di sisi Kii dan mereka berdua pun berlari melewati gang yang remang-remang itu.

"...Hm?"

Setelah Koutarou dan Kii berlari menyusuri setengah dari gang itu, beberapa pria dan wanita mulai muncul di hadapan mereka, yang berjalan ke arah yang berlawanan dengan arah Koutarou dan Kii pergi. Jarak di antara mereka pun semakin mengecil.

Ada apa dengan orang-orang ini...?

Biasanya, orang akan menduga kalau orang-orang itu hanya pejalan kaki biasa yang akan melewati gang itu juga. Namun pakaian, jenis kelamin dan usia mereka bermacam-macam. Tidak ada satu hal yang serupa dari orang-orang itu. Koutarou bisa merasakan ada hal yang janggal dari keberadaan mereka. Intuisi yang sudah diasahnya di medan pertempuran memperingatkannya. Koutarou pun menyadari adanya beberapa keanehan dari orang-orang itu setelah menuruti intuisinya.

Raut wajah mereka nampak datar dan pucat. Cara jalan mereka aneh, bagaikan boneka tali yang talinya sudah digunting. Karena merasa ragu, Koutarou menggunakan kemampuannya untuk melihat energi spiritual yang didapatnya dari Sanae untuk melihat orang-orang itu. Dia melihat bahwa aliran aura orang-orang itu begitu kacau. Aura dari leher ke atas tidak sama dengan aura seluruh badan orang-orang itu.

"Kii-chan, berhenti!"

Koutarou memperlambat larinya sambil berkata demikian dan memegang tangan Kii untuk menghentikannya. Setelah dia sendiri berhenti, Koutarou menatap tajam orang-orang di hadapannya.

Apa jangan-jangan orang-orang ini...

Tanpa disadari, Koutarou mengepal erat tangan kanannya. Dia pernah melihat aura yang kacau seperti itu sebelumnya: temannya, kaisar naga api Alunaya, pernah berada dalam kondisi yang sama saat dia dikendalikan oleh para penyihir jahat. Pada saat itu, Koutarou tidak tahu bagaimana bentuk aura seekor naga, jadi dia tidak begitu memperhatikan hal itu. Saat dia kembali mengingat hal itu, aura Alunaya pada waktu itu juga sama-sama kacau seperti ini.

Karena saat ini Koutarou berada di Jepang masa kini, sulit untuk dipercaya kalau orang-orang itu berada dalam pengaruh sihir. Namun, mereka mungkin sedang berada dalam pengaruh narkoba, mesin, hipnosis atau semacamnya. Dan kalaupun bukan itu yang terjadi, orang-orang itu bukanlah orang-orang biasa, jadi langkah yang terbaik adalah untuk tetap waspada. Koutarou pun berhenti bergerak setelah berpikir demikian.

"Onii-chan?"

Koutarou nampaknya terburu-buru, tapi saat ini dia berhenti dan sedang terlihat menyeramkan. Kii masih tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi, tapi saat dia melihat sikap Koutarou, dia menjadi gugup dan menggenggam tangan Koutarou.

"Mereka....kayaknya musuh."

"Musuh!? Mereka orang-orang jahat!? Kenapa!?"

"Aku nggak tahu, tapi mereka nggak normal."

"Mereka tidak normal?"

Kii lalu memperhatikan kembali orang-orang yang ada di hadapannya setelah Koutarou mengatakan hal itu. Saat dia melakukan hal itu, Kii akhirnya mengerti apa maksud Koutarou. Bahkan bagi Kii, raut wajah dan gerakan orang-orang itu terlihat aneh.

"Onii-chan benar. Mereka kelihatan...aneh...."

"Mereka mau apa, coba....", gumam Koutarou sambil terus menatap tajam orang-orang itu. Tepat pada saat itulah orang-orang itu menyebar untuk menghalangi jalan Koutarou. Di saat yang sama, Koutarou merasakan adanya niat menyerang dari orang-orang itu.

Apa mereka mau ngebunuh kita...? Kenapa?

Koutarou tidak punya alasan untuk diserang pada zaman ini. Karena dia pergi mengarungi waktu, dia tidak terlibat apapun dengan orang-orang pada zaman ini. Karena itulah kemungkinan-kemungkinan yang muncul cukup terbatas.

Apa mereka cuma ngincar kita secara acak? Atau...

Koutarou melihat ke arah Kii. Ada kemungkinan kalau dialah yang menjadi target karena suatu alasan. Koutarou hanya tahu kalau Kii kabur dari rumah, tapi kalau dia kabur dari sebuah keluarga kaya, ada kemungkinan kalau orang-orang itu mengincar nyawa Kii atau ingin menculiknya.

"Kita nggak bisa terus maju. Ayo kita balik dan ambil jalan lain."

Sambil melindungi Kii dari belakang, Koutarou mencoba mengambil jarak dari orang-orang aneh itu. Tidak mungkin Koutarou bisa terus maju karena bahaya yang mengancam, dan lebih berbahaya lagi karena ada seorang anak kecil bersamanya.

"Onii-chan! Ada orang-orang juga di belakang kita!"

"Apa!?"

Sebelum mereka sadar, ada banyak orang-orang yang sudah muncul di belakang Koutarou dan Kii. Seperti halnya orang-orang yang ada di depan mereka, umur dan jenis kelamin orang-orang itu pun sama ragamnya. Dan seperti yang sudah mereka duga, orang-orang itu punya aura yang sama anehnya.

Gang tempat mereka berada saat itu lurus, dan karena kedua jalan keluarnya sudah ditutup, Koutarou dan Kii tidak bisa lari kemana-mana.

Entah apapun alasannya, situasi ini nyebelin juga....aku harus gimana?

Jalan keluar mereka sudah ditutup dan Koutarou masih tidak tahu apa tujuan dari kelompok orang-orang itu, namun dia bisa merasakan niat membunuh mereka. Sulit membayangkan kalau tidak akan ada apapun yang terjadi. Namun, terlalu banyak orang-orang untuk bisa didorongnya untuk dilewati. Mungkin dia bisa melakukannya kalau dia memakai zirahnya dan pedangnya, tapi saat ini dia tidak memiliki kedua benda itu. Selain itu, masih ada Kii bersamanya. Sulit bagi Koutarou untuk melindungi Kii dan kabur tanpa senjata apapun.

Aku rasa aku harus minta bantuan Clan...

Clan kadang-kadang menggunakan gelangnya untuk memanggil senjata, jadi mungkin juga bagi Koutarou untuk mendapatkan senjata dengan cara yang sama. Akan menguntungkan baginya jika dia bisa mendapat Signaltin, tapi Koutarou tidak tahu apakah hal itu mungkin.

Aku harusnya bikin persiapan buat situasi kayak begini...

Koutarou tidak yakin kalau ada orang yang akan menyerangnya di zaman ini, dan dia pasti akan menarik perhatian orang-orang kalau dia berlari sambil memakai zirah dan membawa senjatanya, belum lagi kalau hal itu justru mengundang bahaya yang berbeda. Jika dibandingkan antara resiko membawa zirah dan senjatanya dengan bertemu dengan musuh, yang terbaik jelas untuk tidak membawa zirah dan senjatanya. Namun kenyataannya, ada musuh yang muncul. Tidak ada gunanya Koutarou menyesali nasi yang sudah menjadi bubur itu.

Kalau saja mereka berdua bisa keluar dari situasi ini, Koutarou akan meminta Clan untuk mengusahakan mengirim Signaltin melalui gelang itu.

"Tapi buat sekarang..."

Koutarou menyentuh permata di gelang itu, yang merupakan tombol yang bisa diatur untuk mengaktifkan salah satu dari berbagai macam fungsi dari gelang itu. Dalam kasus ini, permata itu akan membuka jalur komunikasi dengan Clan, seperti halnya speed dialing pada handphone.

"Wah, aku tidak bisa membiarkanmu memanggil bantuan."

Namun, Koutarou tidak bisa memanggil Clan untuk membantunya, karena seorang wanita muncul dari balik kegelapan dan menyerang Koutarou dengan sebuah senjata besar. Koutarou begitu terfokus pada orang-orang di depan dan di belakangnya sambil mencoba menghubungi Clan. Itulah sebabnya serangan kejutan itu berhasil.

"Uwah!?"

Yang bisa Koutarou lakukan hanyalah menggunakan gelangnya untuk menangkis snejata itu, yakni sebuah sabit besar yang selalu digambarkan dibawa oleh malaikat maut. Koutarou hampir terlambat menangkis serangan itu, dan gelang itu menjadi hancur karenanya.

"Oh...tidak kusangka kau bisa menangkis serangan itu. Hebat sekali."

Wanita itu memakai pakaian berwarna nila dengan mantel berwarna nila gelap sebagai penutupnya. Koutarou tidak merasakan hawa keberadaannya karena pakaian itu, yang membuat si wanita bisa berbaur dengan kegelapan.

Karena tudung kepala dari mantel itu menutupi separuh wajah wanita itu dan sabit besarnya berpendar kemerahan, dia menjadi seperti malaikat maut bagi Koutarou.

"Halah, kamu memang udah ngincer gelang ini dari awal."

Koutarou bisa menangkis serangan itu, tapi sebenarnya dia merasa panik. Hanya karena wanita sudah mengincar gelang itu dari awal yang membuat Koutarou bisa menangkis serangan itu. Tapi jika wanita itu justru mengincar nyawa Koutarou, atau nyawa Kii, apakah Koutarou bisa menangkisnya? Itu yang membuatnya ragu.

Gawat....dia kelihatan kalem...

Yang membuat Koutarou lebih resah lagi adalah karena wanita itu tetap terlihat tenang. Tujuan utamanya adalah untuk mencegah Koutarou memanggil bantuan. Bagi wanita itu, nyawa mereka adalah prioritas yang kedua atau lebih rendah lagi.

Untuk membunuh Koutarou, wanita itu hanya perlu melangkah sedikit lebih dekat lagi. Namun, karena dia tidak yakin dengan kemampuan Koutarou, dia mengincar gelang Koutarou lebih dulu. Akan merepotkan baginya kalau Koutarou sampai memanggil bantuan jika dia gagal membunuh Koutarou. Setelah menghancurkan gelangnya, akan mudah baginya untuk membunuh Koutarou.

Rokujouma V10 165.jpg

Koutarou bisa mengerti rencana dari wanita itu berkat pengalaman bertarungnya di Forthorthe, dan hal itu membuatnya panik. Hal yang paling berbahaya dalam sebuah pertarungan bukanlah lawan yang kuat, melainkan lawan yang tenang.

"Kamu menakutkan juga, nak....kamu bisa mengerti hal itu di usia semuda itu, aku jadi senang sudah menunggumu berpisah dari temanmu."

"Sial!"

Kalau wanita itu hanya seorang musuh yang kuat, dia pasti akan menggunakan kekuatannya untuk menyerang Koutarou dan Clan saat sedang bersama, tapi ternyata bukan itu yang dilakukannya. Justru, dia menunggu dengan tenang sampai sebuah kesempatan muncul baginya. Itulah sebabnya Koutarou sekarang terjebak dalam situasi ini. Kekuatan menyerang bisa dengan mudah dikalahkan dengan menunggu adanya celah.

"Itu sebabnya aku punya sesuatu untuk ditanyakan", ujar si wanita sambil menurunkan sabitnya hingga ujungnya menyentuh tanah. Saat dia melakukan itu, orang-orang di depan dan belakang Koutarou dan Kii berhenti bergerak. Mereka menjaga jarak sambil terus mengelilingi Koutarou dan Kii.

....Apa dia yang mimpin orang-orang ini...?

Berdasarkan reaksi yang ditunjukkan oleh kelompok orang-orang aneh itu, Koutarou merasa bahwa mereka adalah pengikut wanita itu. Dia tidak bisa membayangkan hubungan apa yang dimiliki oleh mereka, tapi kalau mereka sedang bekerjasama, itu akan merepotkan baginya.

"Apa kamu bisa menyerahkan anak itu?"

Wanita misterius itu berdiri di tengah-tengah lingkaran yang dibuat oleh orang-orang aneh itu dan menunjuk ke arah Kii dengan tangan kirinya.

"Kii-chan?"

Koutarou dengan waspada mengawasi sekelilingnya sambil menjawab. Dia tidak bisa lengah bahkan hanya sebentar saja.

"Ya, benar. Aku mau anak itu."

Garis bibir yang tampak dari bawah tudung kepala itu berubah menjadi sebuah senyuman, namun tidak ada keramahan yang bisa dirasakan dari senyuman itu. Justru sebuah senyum dingin yang tampak terasa.

"Bukannya aku bertarung untuk hidup. Kalau bisa, aku tidak ingin bertarung denganmu, nak. Kau pun juga begitu, benar?"

Kata-kata itu terdengar manis, namun sebenarnya penuh dengan ancaman. Itu adalah trik lama, mengancama musuh setelah memperlihatkan kemampuanmu. Hal itu bisa membuat musuh tertekan, dan bisa merasa akan dibunuh kalau mereka tidak menurut.

"Onii-chan."

Kii menggenggam ujung baju Koutarou. Tindakan itu saja sudah cukup untuk membuat Koutarou mengerti perasaan Kii saat itu. Dia takut dengan wanita itu, dan dia tidak mau berpisah dengan Koutarou. Koutarou lalu menyentuh tangan Kii dan menatap tajam pada wanita itu.

"Kamu mau apain dia? Kayaknya kamu nggak bakal bawa dia pulang ke rumahnya?"

Kalau wanita itu hanya ingin mengantar Kii pulang, tidak ada alasan baginya untuk menyerang Koutarou. Serangan itu sudah cukup untuk memotong tangan Koutarou kalau bukan karena gelangnya. Wanita itu sudah jelas berbahaya.

"Aku yakin akan lebih baik kalau kau menyerahkan dia sebelum kau tahu alasannya."

"Jadi kamu emang mau ngebunuh dia, ya."

Koutarou berusaha membaca niatan wanita itu dari sikap dan kata-katanya.

"Oh, aku tidak pernah mengatakan hal itu?"

"Kelihatan banget bohongnya..."

"Aku hanya mau menyelesaikan tugasku dengan mudah. Tidak ada alasan lain."

Si wanita misterius kembali tersenyum melihat reaksi Koutarou. Senyuman itu sudah cukup untuk meyakinkan Koutarou.

Wanita itu mengincar nyawa Kii. Memang, dia tidak terlihat akan membunuh Kii di tempat itu juga, tapi memang itulah niatannya.

Setelah menyadari hal itu, Koutarou dengan tegas menolak.

"Aku nggak akan nyerahin dia. Dia temanku yang berharga!"

"Onii-chan!!"

Saat meliha sikap Koutarou, Kii menjadi senang. Kii tahu bahwa mereka berdua sedang berada dalam situasi yang berbahaya, namun dia merasa senang karena Koutarou tidak meninggalkannya dan juga menyebutnya sebagai seorang teman.

"Wah, prasangkamu buruk juga. Aku tidak pernah berkata akan membunuhnya."

Si wanita misterius yang masih tersenyum itu mengangkat sabitnya dengan kedua tangannya. Dia sudah menduga bahwa Koutarou akan menjawab seperti itu dilihat dari caranya bersikap. Wanita itu bukanlah pecinta damai seperti yang berusaha ditunjukkannya, tapi sudah berniat untuk bertarung dari awal. Kata-kata yang dilontarkannya pun hanya caranya untuk menilai kemampuan Koutarou.

Kita kalah jumlah dan nggak punya senjata, ditambah aku nggak tahu apa-apa soal musuhku....

Koutarou mengambil ancang-ancang sambil mendecakkan lidahnya. Meskipun wanita itu mengatakan bahwa Koutarou menakuktkan sebelumnya, sebenarnya Koutaroulah yang merasa takut. Dia sendiri tahu betul bahwa dirinya tidak punya kesempatan untuk menang.

"Onii-chan..."

"Tenang. Kamu tetap di belakangku ya."

"B-Baik..."

Namun, tidak peduli seberapa kecil kemungkinannya untuk menang, Koutarou tidak punya pilihan lain selain bertarung. Dengan Kii yang lemah yang berlindung di balik badannya, Koutaroulah satu-satunya orang yang bisa melindunginya. Karena Koutarou tahu betul akan hal itu, dia tidak punya pilihan untuk meninggalkannya begitu saja.

Dengan begitu, untuk tidak mengkhianati sesuatu di dalam dirinya sendiri, Koutarou melangkah menuju sebuah pertarungan yang dia tahu betul tidak mungkin bisa dimenangkannya.


Part 3[edit]

Si wanita misterius maju menyerang lebih dulu. Karena Koutarou harus melindungi Kii, dia tidak bisa maju menyerang dengan nekat, yang berarti si wanita itulah yang pasti bisa menyerang lebih dulu.

"Kalau kau punya sesuatu yang bisa dipakai untuk menyerang, silahkan gunakan sekarang!! Apa kau pikir kau bisa menang tanpa senjata melawan seseorang yang punya senjata!?"

"Coba tunjukkin orang bego mana yang maju berantem dan ingin kalah!!"

"Aku suka gayamu!!"

Mantel nila si wanita misterius berkibar saat dia mengayunkan sabitnya yang besar ke arah Koutarou. Hempasan angin dari gerakan wanita itu meniup tudung mantelnya dan membuat wajahnya terlihat. Dia terlihat berumur sekitar 20 tahun, dan Koutarou tidak pernah bertemu dengannya sebelumnya.

"Cepet bener!? Dan sabitnya nggak normal!!"

Si wanita misterius bergerak dengan cepat. Meskipun dia menggunakan sabit yang besar, momentum sabit itu tidak mempengaruhi dirinya. Dia mengayunkan sabitnya dan berputar seperti gasing. Hal itu justru membuatnya terlihat seperti wanita itulah yang menyeimbangkan dirinya dengan mengayunkan sabitnya. Koutarou tidak percaya bahwa hal itu mungkin terjadi dengan sabit seberat itu. Gerakan seperti itu hanya mungkin dilakukan kalau wanita itu mengayunkan sebuah tongkat, seakan-akan bilah sabit itu tidak ada.

"Itu karena bilahnya tidak berwujud fisik!"

"Jadi itu rupanya!!"

Koutarou mengayunkan badannya dan sabit besar itu menggores dan merobek bajunya, membuat Koutarou menggigil saat melihat hasil potongan yang halus itu. Meskipun wanita itu berkata bahwa sabitnya tidak mempunyai bilah secara fisik, ketajamannya ternyata lebih daripada bilah yang sesungguhnya.

Sabitnya dibuat dengan membuat medan pelindung berbentuk sabit di ujung tongkatnya!! Aku nggak bisa ketipu dengan bentuknya yang biasa!! Levelnya sama dengan Theia atau Clan!

Bagian fisik dari sabit itu adalah gagangnya, yang berwujud asli sebuah tongkat. Dan dengan sebuah cara, energi difokuskan pada bagian ujungnya dan menciptakan bilah sabit. Sebagai hasilnya, sabit itu bisa diayunkan layaknya tongkat, tapi dengan kekuatan dan jarak serangan sebuah sabit - sebuah senjata yang benar-benar absurd.

Koutarou yakin kalau itu adalah hasil dari sebuah teknologi, namun pada kenyataannya tidak. Bilah sabit itu dibuat dengan sihir wanita itu, yang bernama Maya, penyihir dengan nama samaran Dark Navy.

"Oh...kelihatannya kamu bocah yang menarik.."

Maya menghentikan serangannya dan menjaga jarak, lalu memuji Koutarou.

Bocah ini bukan bocah biasa. Kelihatannya dia pernah melihat senjata dari energi sebelumnya...

Maya sempat menyebutkan bagaimana sabit itu bekerja untuk bisa menilai Koutarou lebih banyak lagi. Kalau dia melawan seseorang yang tidak punya pengetahuan tentang sihir, orang itu pasti tidak akan mengerti bahkan jika mereka mendapat penjelasan bagaimana senjata itu bekerja, atau justru malah berpikir kalau mereka sedang ditipu. Walau demikian, Koutarou langsung mengerti apa maksud perkataan Maya. Itu berarti, Koutarou mengerti tentang sihir atau sesuatu yang mirip dengan itu. Maya curiga bahwa kecil kemungkinan bahwa Koutarou adalah seorang penyihir. Kalau saja dia memang penyihir, maka Koutarou pasti sudah menggunakan sihir sedari tadi.

Dan sekarang aku menggunakan sihir untuk meningkatkan kekuatan fisikku, dan dia masih bisa menandingiku...

Maya memuji Koutarou karena dia bisa bertarung tanpa senjata. Saat Maya memulai serangannya, dia merapal mantra pada dirinya sendiri untuk meningkatkan kekuatannya, yakni dengan menguatkan kekuatan ototnya, meningkatkan kecepatan refleks dan kecepatan proses otaknya. Karena itulah Maya menjadi lebih cepat. Karena dia bergerak hampir secepat yang bisa ditangani oleh pikiran manusia, manusia biasa seharusnya tidak bisa bertahan mengikutinya. Walau demikian, entah bagaimana, Koutarou bisa melakukan itu dan tanpa membawa senjata.

Apa dia Manafist alami? Atau jangan-jangan Psionic Soldier? Tidak hanya kekuatannya saja, kelihatannya dia juga punya pengalaman....aku tidak bisa lengah hanya karena dia tidak bersenjata. Siapa yang tahu serangan macam apa yang akan dia lakukan....

Meskipun langka, ada kasus-kasus dimana seorang penyihir alami bisa menggunakan sihir dengan intuisinya tanpa menjalani latihan apapun. Namun karena penyihir jenis ini tidak sadar bahwa mereka sendiri adalah seorang penyihir, mereka terkadang memfokuskan kekuatan sihir mereka untuk menggerakkan tubuh mereka atau menjaga kesehatan mereka. Sebagai hasilnya, mereka berubah menjadi semacam manusia super. Hal yang sama juga berlaku dengan ESP dan energi spiritual. Maya curiga bahwa Koutarou mungkin adalah salah satu dari orang-orang itu.

Dan kalau dilihat lagi dari cara Koutarou menggerakkan badannya, Maya sadar bahwa Koutarou punya banyak pengalaman bertarung. Cara Koutarou menggerakkan kaki dan tubuhnya betul-betul sempurna. Gerakan-gerakan seperti itu hanya bisa didapat melalui pertarungan terus-menerus.

Koutarou lebih lambat dari Maya dan tidak bersenjata, namun punya kemampuan yang lebih. Karena itulah dia bisa bertarung melawan Maya, dan inilah alasan mengapa Maya memujinya sebagai orang yang menarik.

"Aku bukan orang yang menarik, cuma pernah ikut beberapa perang aja."

"Semua orang yang betul-betul kuat menyebut diri mereka lemah, dan mereka yang menyebut dirinya kuatlah yang justru mati....kelihatannya aku tidak bisa bermain-main kali ini."

Maya kembali tersenyum dan menghunuskan sabitnya. Meskipun bibirnya nampak tersenyum, matanya yang terlihat dari balik tudungnya tidak terlihat demikian.

"...Musuh selevel Theia, dan aku nggak punya senjata...bener-bener deh, aku 'kan nggak kayak Ibu Kos-san..."

Koutarou turut mengambil ancang-ancang dan mengeluhkan situasinya saat ini. Namun, dia masih belum menyerah.

"Onii-chan, jangan sampai terluka ya."

"Aku nggak tahu kalau aku bisa nggak sampai luka, tapi aku usahain ya."

Kii berada di belakangnya. Tidak peduli apa situasi yang dihadapinya, Koutarou tidak boleh kalah. Dia tidak bisa meninggalkan Kii begitu saja.

Yang nyerang pertamalah yang bakal menang!

Koutarou tidak mau pergi terlalu jauh dan meninggalkan Kii, tapi dia juga tidak bisa menahan dirinya saat berhadapan dengan musuh seperti ini. Musuhnya punya jangkauan serangan dan kekuatan yang lebih besar. Kalau Koutarou tetap diam menunggu, dia tidak akan bisa menyerang. Karena itulah, dia sendiri yang harus maju menyerang.

"Kamu pasti bisa, Onii-chan!"

Setelah menerima sorakan penyemangat dari Kii, Koutarou maju menyerang. Saat dia melakukan itu, dia melepaskan energi spiritual - yang ditanamkan Sanae kepadanya - sampai batasnya. Hal itu membuat kecepatannya meningkat secara instan.

Tolong ya, Sanae! Bertahan sedikit aja lebih lama!

Kenyataannya, energi spiritual Koutarou sudah menjadi semakin dan semakin lemah. Dia tidak mahir dalam menggunakannya dan hanya bisa melakukan itu setelah Sanae membuat aliran itu dalam badannya. Namun, karena ini berarti aliran energinya yang asli sudah diubah secara paksa, kemampuan itu semakin melemah seiring berjalannya waktu. Saat Koutarou masih bersama dengan Sanae, dia pasti akan mengubah aliran energi itu secara teratur, tapi sudah lama waktu berjalan sejak hal itu terakhir dilakukan. Karena itulah, kemampuan itu sekarang sudah berada pada kurang dari setengahnya sejak saat terakhir Sanae mengatur ulang aliran energi itu. Itulah salah satu alasan mengapa Koutarou lebih pelan dari Maya, tapi saat ini, hanya itulah yang dia punya. Yang bisa dilakukan Koutarou hanyalah berdoa agar kemampuannya bisa bertahan cukup lama sampai pertarungan ini berakhir.

"Bagus sekali, nak! Kau mungkin bisa mengalahkanku!"

"Aku bakal hapus senyumanmu itu bentar lagi!"

Sabit yang diayunkan Maya memotong sedikit rambut Koutarou. Sementara sebagian rambutnya melayang di udara, Koutarou memusatkan seluruh kekuatannya di tangannya dan mengayunkannya ke arah Maya.

"Kelemahan kita adalah dalam pertarungan jarak dekat, tapi--"

Namun, Maya tidak terlihat akan menghindari pukulan itu. Pukulan Koutarou terus menuju ke arah perut Maya yang tidak terlindungi.

Apa? Tidak, maju terus!!

Koutarou sadar dengan sikap aneh Maya, tapi dia mengabaikan itu dan terus mengayunkan pukulannya. Merasa ragu saat sedang bertarung akan membuatnya kalah.

"Dengan persiapan yang matang, seseorang bisa menutupi kelemahan itu."

Namun, pukulan Koutarou tidak pernah mengenai Maya.

"Cih, kamu bikin medan pelindung juga disini!?"

"Tepat sekali!!"

Tepat sebelum pukulannya mengenai Maya, pukulannya berhenti seakan-akan menabrak sebuah tembok. Sihir pertahanan Maya sudah menghentikan pukulan itu. Dalam sekejap, sebuah cahaya kekuningan yang transparan muncul dan melindungi Maya.

"Artinya, aku bisa terus-menerus menyerang!!"

Maya tidak pernah punya niatan apapun untuk melindungi dirinya sendiri, jadi dia sudah menyiapkan serangan selanjutnya. Karena dia mempunyai senjata yang besar, ada celah yang besar untuk menyerangnya. Namun karena dia bergantung pada sihir pertahanan, dia bisa mengabaikan celah itu dan terus fokus menyerang. Hebatnya, kalau seorang penyihir bisa menggunakan mantra pertahanan yang kuat, sebuah senjata yang besar bisa menjadi senjata yang kuat bagi seorang penyihir.

"Bagaimana dengan ini!?"

Sabit besar itu mendekat ke arah Koutarou, dan sambil melaju, sabit itu memancarkan cahaya nila.

Aku nggak boleh sampai kena!

Koutarou merasakan adanya bahaya lewat intuisinya dan langsung mencoba menjaga jarak dengan cara menendang pegangan tongkat Maya. Namun pada saat itulah ada sesuatu yang aneh yang terjadi.

"Cih, kamu bikin medan pelindung juga disini!?....Eh!?"

Setelah menendang tongkat itu, Koutarou berhenti bergerak dan dia mengulangi apa yang dikatakannya beberapa detik lalu. Koutarou menjadi bingung, karena hal terakhir yang diingatnya adalah dia baru saja memukul Maya, tapi badannya baru saja melesat setelah menendang sabit Maya.

"Nggak mungkin, apa-apaan ini!?"

Maya tidak menyia-nyaiakan celah yang sudah dibuat oleh Koutarou baginya. Dengan melepaskan tangan kirinya dari sabit itu dan mengarahkannya pada Koutarou, Maya mengucapkan beberapa patah kata layaknya membacakan bait-bait puisi yang indah.

"Thunderbolt - Modifier - Short Range - And - Area Effect!"

Sebuah kilatan putih, diikuti dengan sengatan listrik, melesat dari tangan Maya. Berlawanan dengan kata-kata yang terdengar indah itu, efek yang dihasilkannya tidak terasa indah. Sengatan listrik itu menyebar dari tangan Maya dan menyerang Koutarou.

"Oh, sial!"

Koutarou menyadari kesalahannya dan bergegas menghindar. Namun, karena Maya sudah mengatur area serangannya untuk area besar, dia tidak bisa betul-betul menghindarinya.

Saat terkena sengatan listrik yang begitu kuat, manusia tidak mengalami kejang-kejang seperti yang dipercayai oleh banyak orang. Justru, orang itu menerima hempasan yang kuat dan sekujur tubuh mereka menjadi kram dalam sekejap. Di saat yang sama, tubuh menjadi kaku dan tidak bisa dikendalikan. Hal yang sama sedang terjadi pada Koutarou.

"Onii-chan!?"

"Kau betul-betul menarik. Kamu hampir bisa menghindarinya."

Kombinasi serangan favorit Maya adalah menantang seseorang untuk bertarung dalam jarak dekat sambil menyelimuti senjatanya dengan mantra yang menyebabkan hilangnya ingatan jangka pendek. Sementara musuhnya berhenti bergerak sesaat karena hilang ingatan, Maya melepaskan serangan skala besar. Tidak ada orang selain para penyihir yang bisa menghindari serangan itu hingga saat ini. Tentu saja, Koutarou tidak bisa menghindarinya juga, tapi dia bisa menghindari sebagian besar serangan listrik itu. Itu sudah cukup untuk membuat Maya terkejut.

"S-sialan..."

Koutarou mencoba bangkit berdiri, tapi luka yang didapatnya terlalu besar dan dia tidak bisa menggerakkan badannya.

Bangun dong, badanku! Aku nggak bisa kalah disini!

Walau demikian, dia tidak menyerah. Koutarou mengumpulkan seluruh tenaganya dan menggerakkan badannya dengan paksa. Dengan begitu, entah bagaimana badannya bisa bergerak, dan dengan menggunakan kaki dan tangannya sebagai tumpuan, Koutarou memaksa dirinya untuk berdiri. Gerakannya begitu pelan dan kaku, seperti zombie dari film-film horor.

"Onii-chan! K-kamu baik-baik saja kan!?"

"...Iya, entah kenapa."

Sambil tersenyum, Koutarou menghadap Kii sambil menahan sakit. Tentu saja, dia tidak berada dalam kondisi dimana badannya "baik-baik saja", karena saat ini yang bisa dilakukannya hanyalah berdiri.

Di masa lalu, mantra pelindung Yurika masih bekerja, dan pada saat itu Koutarou tidak akan terluka separah ini dari serangan semacam itu. Namun, seiring berjalannya waktu efek mantra itu pun sudah banyak berkurang. Sudah lama waktu berlalu semenjak Koutarou dan Clan berada di Forthorthe, dan itu membuat kekuatan yang didapat Koutarou dari para gadis penjajah berada pada titik penghabisannya.

"Aku nggak akan kalah, nggak akan!!"

Namun, Koutarou hanya kehilangan kekuatannya saja. Semua hal lain yang didapatnya dari para gadis itu masih berada di dalamnya, dan hal itu membuatnya bisa bangkit berdiri. Kalau tidak, dia tidak akan bisa melindungi Kii dan dia tidak akan bisa memenuhi janji dan sumpahnya.

"Harus kukatakan, aku terkejut melihatmu. Tidak kusangka kau masih bisa berdiri dengan keadaan seperti itu...bukankah akan lebih mudah jika kau tetap diam?"

"Apa kamu pernah liat orang yang nggak ngeronta-ronta pas tenggelam karena buat mereka itu bakal lebih gampang?" balas Koutarou sambil mulai mengepalkan tangannya dan melotot kepada Maya. DI saat yang sama, dia mempelajari bagaimana Maya bertarung di dalam pikirannya.

Biarpun aku udah bangun, aku nggak tahu apa yang dia lakuin beberapa saat lalu. Rasanya kayak waktu berlalu begitu aja...bakal jadi masalah kalau itu sampai kejadian lagi...

Pada kenyataannya, dia kehilangan sebagian ingatannya, tapi bagi Koutarou, rasanya waktu terasa berhenti sementara badannya berpindah tempat. Masalahnya adalah apakah dia bisa mengatasinya jika hal itu sampai terjadi lagi. Ditambah, masih ada medan pelindung yang melindungi Maya. Masalah yang dihadapi Koutarou menjadi semakin banyak.

"...Benar juga."

Maya dengan tenang mengabaikan tatapan Koutarou dan kembali menyiapkan sabitnya, sambil membayangkan apa yang dipikirkan oleh Koutarou yang tidak segera maju menyerangnya.

Biarpun dia menyadari ada ingatannya yang hilang, dia tidak akan percaya kalau aku menghapusnya. Tapi, dia pasti tetap curiga kalau aku yang sudah melakukan sesuatu...yang berarti, target serangannya akan jadi terbatas...

Sementara Maya masih fokus berpikir, Koutarou mulai maju menyerang.

Koutarou berusaha menyelesaikan pertarungannya saat itu juga dengan menggunakan semua kekuatan yang tersisa pada dirinya. Musuhnya menggunakan kekuatan yang aneh dan juga senjata, yang berarti semakin lama pertarungannya berlangsung, maka Koutarou akan semakin dirugikan.

Aku tidak akan melewatkan kesempatan ini! Ini sisi paling menyeramkan dari bocah itu!

Maya pun turut bergerak. Dia mengayunkan sabitnya ke arah Koutarou, dengan bilah yang memancarkan cahaya nila. Sihir penghilang ingatan rupanya sudah disisipkan ke dalam sabit itu pada kali ini juga.

"Uooooooooooooooooo!!"

"Dan dia akan menyerang ke.....!"

Serangan mereka pun beradu. Koutarou menendang ke bagian bawah badan Maya. Medan pelindung yang melindungi Maya secara otomatis aktif saat terkena serangan, namun agar keseimbangannya tetap terjaga saat berlari, Maya tidak bisa melindungi keseluruhan kakinya. Ada sedikit celah yang dibuat agar medan pelindungnya tidak menyentuh tanah. Itulah area serangan yang diincar Koutarou.

"Sudah kuduga!!"

Namun, ada medan pelindung lain yang menghalangi serangan Koutarou. Karena sudah menduga bahwa Koutarou akan menyerang kakinya, Maya sudah membuat medan pelindung lain di dalam yang langsung melindungi kakinya.

"Belum selesai!!"

Namun, Koutarou tidak berhenti sampai disitu. Tujuan serangan aslinya adalah wajah Maya yang menunduk sedikit sebagai reaksi terhadap serangannya. Lebih tepatnya, dagu Maya yang menyembul keluar dari tudung mantelnya.

"Begitu ya, kau menyerang di jeda aktif medan pelindungnya---"

Pukulan Koutarou menyerempet dagu Maya. Hanya dari serangan itu saja, pandangan Maya menjadi teralihkan.

"Kurang dikit lagi!!"

Koutarou sadar kalau serangannya gagal dan lalu berusaha menjaga jaraknya dari Maya dengan cara berpindah ke sampingnya. Maya mengincar punggung Koutarou saat dia sedang bergerak, tapi guncangan yang didapatnya dari serangan ke dagunya masih belum reda dan serangannya pun meleset.

"Sudah kuduga, dia nggak bisa pakai lapisan pelindung di saat yang sama."

Saat Koutarou berbalik menghadap Maya, Maya terlihat tersenyum.

"Wah, sungguh menakutkan. Siapa gerangan kau ini?"

Sambil mengelus-elus dagunya, Maya tersenyum dengan penuh percaya diri, tapi sesungguhnya, saat itu dia betul-betul tersentak.

Dia memasukkan fakta bahwa aku menggunakan medan pelindung sebagai pelindungku ke dalam perhitungannya dan memaksaku membuat medan pelindung tambahan dengan mengincar kakiku. Sambil menunggu waktu medan itu menghilang, dia melancarkan serangan aslinya. Dalam kurun waktu itu, karena aku menggunakan kekuatan sihirku pada bilah sabitku dan dua medan pelindung, aku menjadi tidak punya pertahanan selama beberapa detik. Dia kuat...

Karena Koutarou terbiasa menggunakan roket pendorong penggerak zirahnya, dia tahu bagaimana medan pelindung bekerja. Dia tidak bisa mengeluarkan kekuatan lebih dari yang dibatasi oleh kapasitornya, dan ada sedikit jeda waktu di antara saat sebuah medan pelindung menghilang dan bisa dibuat kembali. Koutarou tidak tahu jika medan pelindung milik Maya punya sifat yang sama, tapi dia menduga ada kemungkinan tinggi bahwa mempertahankan energi untuk dua medan pelindung dan sebuah bilah sabit di saat yang sama itu sulit.

"Tapi karena aku sudah tahu apa yang akan kau lakukan, aku punya cara untuk membalasnya."

Maya menghilangkan medan pelindung yang melindunginya, dan mengambil ancang-ancang untuk bertahan. Dia juga akan menggunakan sabitnya untuk melindungi dirinya. Karena bilahnya tidak berwujud fisik, kekuatan pelindungnya bukanlah dalam wujud sabit, tapi lebih ke tongkat. Maya juga sudah menyisipkan sihir hilang ingatan ke dalam sabit itu, jadi saat Koutarou menyentuhnya lagi, sihir itu akan bekerja. Tekanan yang diberikan Maya jadi berkurang, tapi pertahanannya jadi meningkat dan dia masih tetap berbahaya seperti sebelumnya.

"Itu bener, kalau seranganku masih sama kayak yang tadi", ujar Koutarou dengan senyuman yang sama seperti Maya.

Gawat...

Namun, senyum itu pun juga sebuah tipuan. Kalau Maya melindungi dirinya dengan sabit itu, akan sulit bagi Koutarou untuk menyerangnya melewati sabit itu dan juga medan-medan pelindungnya.

"Aku rasa tidak ada lagi hal yang bisa kau lakukan."

"Kalau gitu, silahkan maju. Nanti kamu bakal tahu."

Sambil terus bicara, Koutarou berpikir dengan keras. Dia harus bisa lepas dari situasi ini dan melindungi Kii.

"Kalau begitu, aku terima tawaranmu!"

Namun, sebelum Koutarou bisa menyusun rencananya, Maya langsung maju menyerang. Koutarou terpaksa berhenti berpikir dan maju untuk menghadangnya.

"Ayolah, kenapa begini!? Kau tidak punya senjata rahasia!?"

"Siaaal!!"

Maya mengeluarkan serangan demi serangan ke arah Koutarou yang hanya bisa mengelak.

Tidak seperti sebelumnya, kali ini gerakan serangan Maya lebih kecil. Yang perlu dilakukan Maya hanyalah menyentuh Koutarou dengan sabit yang sudah disisipi sihir penghilang ingatan, lalu setelahnya dia bisa menyerang secara besar-besaran. Dengan gerakan-gerakannya yang kecil itu, kecepatan serangannya pun meningkat dan memaksa Koutarou untuk berada dalam posisi bertahan. Untuk alasan yang sama, kesempatan bagi Koutarou untuk membalas pun menjadi semakin kecil. Serangan-serangan yang dilancarkan Kotarou di sela-sela serangan Maya dihalangi oleh sabit dan medan pelindung Maya, membuat serangan Koutarou menjadi tidak mempan.

"Onii-chan, kamu pasti bisa!!"

Kii, yang tidak bisa hanya diam menonton saja, menyemangati Koutarou. Meskipun dia tidak punya pengalaman bertarung sama sekali, Kii tahu bahwa Koutarou sedang terpojok.

"Berhenti kesana kemari!!"

Namun, meskipun dia sudah membuat Koutarou terpojok, Maya selalu saja hampir tidak bisa menghabisinya. Itu terjadi karena kekuatan energi spiritual yang masih ada di dalam Koutarou, yang membuatnya bisa menduga kemana Maya akan menyerang dan menghindarinya di saat-saat terakhir. Pada akhirnya, Maya menjadi kesal dan mengganti taktiknya.

"Bagaimana dengan ini!? Flash!!"

"Oh, sial!!"

Tiba-tiba, ada sebuah kilatan cahaya yang muncul yang jauh lebih terang daripada kilatan listrik beberapa saat yang lalu. Koutarou tidak bisa melihat selama sesaat karena cahaya yang begitu terang itu.

"Dan!"

Maya mengitari Koutarou dan menyerangnya dengan gagang sabitnya. Koutarou tentu saja tidak dapat menghindari itu.

"Sialan!!...A-apa, mataku!?"

Koutarou kembali kehilangan ingatannya dari beberapa detik yang lalu, termasuk saat dia kehilangan penglihatannya, dan membuat dia terdiam. Pada saat itu, Maya mengayunkan kuat-kuat sabitnya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan posisinya saat itu, karena dengan serangan yang dikerahkannya sekuat tenaga ini, dia bisa menghabisi Koutarou.

"Onii-chan, awas!!"

"Gitu ya, jadi ini yang tadi!!"

Kii menerikkan peringatan pada Koutarou yang masih bingung. Berkat itu, Koutarou sadar kalau dia sudah terkena salah satu serangan Maya.

"Kau terlambat!!"

Serangan Maya akan mengenainya, dan sudah tidak ada waktu lagi bagi Koutarou untuk menghindarinya.

Aku bakal ketebas! Nggak sempet ngindar!

Koutarou bersiap menerima serangan itu, namun dia tidak berniat untuk kalah begitu saja.

"Sekarang selesai sudah, nak!!"

"Nggak, masih belum!!"

Kemampuan Koutarou untuk melihat energi spiritual membuatnya bisa melihat kemana arah sabit itu akan menyerang. Koutarou lalu menyilangkan tangannya dan memaksanya untuk mengenai sabit itu.

Berkat tangannya yang mengenai gagang sabit, sabit itu berhenti setelah menusuk bahunya. Koutarou berhasil menghindari serangan mematikan, tapi sebagai gantinya, dia terluka parah dan darah mengucur deras dari luka di bahunya.

"Onii-chan!?"

"Nak...kau bahkan tidak bisa melihat dengan jelas. Meskipun kau adalah musuh, itu tadi hebat juga."

Maya berniat membunuh Koutarou dalam satu serangan itu, namun Koutarou masih bisa selamat. Meskipun dia terluka parah, Koutarou masih hidup dan hal itu membuat Maya menjadi kagum dan memujinya.

"Udah kubilang, kan!! Kamu bakalan tahu!!"

Koutarou tidak berhenti. Dia menahan rasa sakitnya dan dengan paksa menggenggam Maya.

"Begitu rupanya nak, jadi ini rencanamu!!"

Meskipun pertahanan Maya begitu kuat, hal itu tidak berlaku saat dia melancarkan serangan besar seperti tadi. Koutarou membiarkan Maya menyerang dan lalu maju mendekat. Meskipun dia tidak bisa melihat, kalau Koutarou bisa memegang Maya maka itu tidak akan menjadi masalah. Inilah senjata pamungkas Koutarou - sebuah taruhan berbahaya dengan nyawanya sebagai bayarannya, yang berhasil dimenangkannya.

"Aku lengah!! Dia sudah biasa bertarung!!"

Sementara Koutarou masih menahan Maya, dia berteriak sekencang-kencangnya.

"Kii-chan, sekarang lari!!"

"Tapi, aku tidak bisa meninggalkan Onii-chan!!"

"Lari!! Mereka ngincer kamu!!"

Penglihatan Koutarou mulai kembali. Namun, kalau dilihat dari kekuatan Maua, orang-orang di sekitar mereka dan luka yang sudah didapatnya, hanya inilah kesempatan bagi Kii untuk kabur. Kii harus bisa melewati orang-orang di sekitarnya sendirian, tapi dia hanya bisa melakukan hal itu sekarang sementara Maya masih tertahan.

"Onii-chan!! Aku akan segera memanggil bantuan!!"

Awalnya Kii menolak, tapi dia segera memutuskan untuk menuruti Koutarou. Maya terlalu kuat baginya, jadi Kii tidak bisa menyelamatkan Koutarou sendirian. Dia harus melewati kerumunan orang-orang itu dan mencari bantuan. Itulah hal terbaik yang bisa dilakukan oleh gadis berumur enam tahun.

Disana...aku pasti bisa lewat sana...!

Tanpa melemahkan pengawasannya, Kii menemukan celah yang begitu kecil, yang mungkin hampir tidak bisa dilewati olehnya, di antara bangunan-bangunan di sekitarnya. Kii langsung berlari ke celah itu tanpa ragu lagi.

"Tidak akan kubiarkan kau!! Kalian semua, jangan biarkan dia lari!!"

Meskipun dia masih ditahan oleh Koutarou, Maya tidak akan membiarkan Kii lepas begitu saja. Karena dia tidak bisa bergerak, Maya memerintahkan orang-orang di sekitarnya untuk menangkap Kii. Orang-orang itu pun mematuhi Maya dan mengejar Kii.

"Kyaaaaaaaaa!! Tidak, lepaskan aku!!" jerit Kii.

Sayangnya, Kii tertangkap oleh orang-orang yang dimanipulasi oleh Maya. Karena dia kalah jumlah, sulit bagi Kii untuk bisa lepas.

"Kii-chan!?"

Koutarou tidak tahu apa yang terjadi pada Kii karena dia masih berusaha menahan Maya, tapi dia mengerti kalau Kii berada dalam bahaya dari teriakannya.

"Hei, hei, musuhmu itu aku!"

Saat Koutarou memikirkan Kii, Maya memukul bahu Koutarou.

"Aaaaaaaaaaaarrgghhh!!"

Koutarou menerima rasa sakit yang luar biasa. Karena pukulan itu mengenai lukanya untuk membuatnya semakin besar, rasa sakitnya seperti besi panas yang berusaha masuk menembus bahunya. Ditambah lagi, karena pukulan itu, pendarahannya menjadi lebih parah dan membuat bajunya memerah karena darah.

"Usaha yang bagus, nak, sungguh! Tapi!"

Maya terus menekan pukulannya ke luka Koutarou lebih dan lebih keras lagi, sambil berusaha menembakkan sihir secara langsung padanya. Sebenarnya sulit untuk menggunakan sihir dalam pertarungan jarak dekat seperti ini, apalagi karena Maya tidak bisa memegang tongkatnya dengan benar. Namun, Koutarou memberi celah setelah terkena serangan Maya, jadi dengan kemampuan Maya yang tinggi, dia bisa merapal mantra yang sederhana yang bahkan bisa memberi luka fatal saat dilancarkan langsung pada Koutarou lewat luka di bahunya.

"Uwaaaaaaaarrgghhh!!"

Sambil terus berkonsentrasi pada mantranya, Maya terus menyerang luka Koutarou. Koutarou sendiri sudah akan pingsan karena rasa sakit yang luar biasa dan dari pendarahan. Biasanya, dia akan bertahan, tapi saat ini dia sudah tidak bisa melakukan itu.

"Onii-chan, Onii-chan!! Lepaskan Onii-chan!!"

Tepat pada saat itulah suara Kii masuk ke dalam benak Koutarou yang mulai pingsan.

Kii-chan...nangis lagi...

Kii berteriak bukan karena dirinya tertangkap, tapi demi Koutarou yang saat itu sedang diserang.

Aku harus ngelakuin sesuatu...sesuatu...biar dia bisa hidup bahagia...dia udah nangis lebih dari cukup...

Bayangan Kii yang menangis muncul dalam benak Koutarou. Dia ingin agar senyuman Kii kembali, tapi Koutarou tidak tahu bagaimana caranya. Koutarou tidak bisa menggerakkan badanya, dan serangan musuhnya sebentar lagi akan tiba.

Apa....apa yang bisa aku lakuin biar dia nggak nangis...? Apa....

Pada saat itu, yang bisa dipikirkan oleh Koutarou hanyalah untuk bisa melakukan sesuatu. Namun, karena dia tidak bisa berbuat apa-apa, Maya mulai merapal mantra.

"Quick and Still Cast - Tiny Explosion!!"

Maya merapal mantra ledakan sederhana, yang bisa dirapal bahkan dalam pertarungan gulat, yang tidak memerlukan gerakan. Setelah mantranya selesai dirapal, tangannya mulai berpendar merah. Kalau dia memukulkan tangan itu kembali pada Koutarou, mantranya akan aktif.

"Tamat sudah, nak!!"

Maya sudah yakin akan menang, dan mengayunkan pukulannya yang sudah memerah karena darah dan sihir ke arah Koutarou lagi. Sudah jelas dari situasi ini kalau mantra itu akan menyebabkan ledakan di dalam bahu Koutarou yang akan membuat tangannya terputus.

"Jangaaaaaaaaaaaaaaan!!" jerit Kii, namun hal itu tidak menghentikan Maya, yang pukulannya terus melaju ke arah Koutarou.

"Semua akan baik-baik saja..."

Namun, tepat sebelum pukulan itu akan menghabisi nyawa Koutarou, ada sesuatu yang terjadi.

Sebuah cahaya putih muncul di dekat bahu Koutarou, yang menyelimuti bahunya dan di saat yang sama membentuk sebuah perisai bulat yang melindungi bahu itu dari pukulan Maya. Karena perisai itulah pukulan Maya tidak bisa menyentuh Koutarou.

"Tidak mungkin!? Dia memasang medan pelidung dalam keadaan seperti ini tanpa tanda-tanda apapun!? Dia bahkan menghapus sihirku!?"

Maya, yang begitu kagetnya, langsung menjaga jarak dari Koutarou.

Jaraknya mungkin hanya sedikit, tapi dia baru saja memasang medan pelidung tanpa rapalan atau gerakan sama sekali, dan bahkan sifatnya sama dengan perisai anti sihir!! Apa-apaan kekuatan sihir putih murni ini!? Aku tidak pernah mendengar adanya kekuatan sihir seperti ini!!

Maya tidak bisa mengerti apa hal yang baru saja terjadi di hadapannya, yakni sesuatu yang berada di luar akal sehat seorang penyihir. Serangan terkuatnya barusan seharusnya tidak bisa ditangkis begitu saja.

Yang membuat Maya begitu kaget adalah warna sihir yang menyelimuti Koutarou. Biasanya, kekuatan sihir terbagi menjadi ketujuh warna pelangi. Sihir pemanggilan berwarna biru, pertahanan berwarna kuning, dan seterusnya. Namun, warna putihlah yang menyelimuti Koutarou. Sebuah kekuatan sihir yang seharusnya tidak ada sekarang sedang melindunginya.

Tidak mungkin....luka di bahunya mulai sembuh...satu jenis sihir yang bisa melindungi, meregenerasi[5] dan menyembuhkan di saat yang bersamaan....siapa sebenarnya bocah ini?

Maya menjaga jaraknya dari Koutarou karena dia takut dengan kekuatan sihir misterius yang dikendalikan oleh Koutarou. Intuisi Maya sebagai seorang prajurit berkata bahwa saat ini Koutarou sangat berbahaya.

"Apa yang..."

Namun, ternyata Koutarou sendiri juga sama kagetnya. Secara tiba-tiba, sebuah cahaya putih muncul, menghadang serangan Maya dan sekarang menyembuhkan luka di bahunya. Sudah sewajarnya hal itu membuat Koutarou bingung.

Ah....

Namun, Koutarou punya ingatan tentang cahaya ini, bukan, kekuatan sihir putih ini. Kekuatan sihir yang sama dengan yang dipancarkan oleh Signaltin.

"Gitu rupanya, Yang Mulia yang nyelametin aku..."

Koutarou bisa merasakan keberadaan Alaia dari kekuatan sihir itu, sama seperti saat dia sedang menggunakan Signaltin. Meskipun Signaltin sedang berada jauh dari genggaman Koutarou, sumpah dari Alaia terus melindunginya.

"Kalian, hentikan dia!"

Maya dengan cepat menyerah. Tepat saat Koutarou mulai mengeluarkan sebuah kekuatan misterius, Maya memilih untuk mengalah pada pertarungan itu dan memutuskan untuk mengejar tujuan aslinya.

"Kau akan ikut denganku."

"Tidaaaak, Onii-chan!!"

Maya menyuruh orang-orang yang dikendalikannya untuk menahan Koutarou sementara dirinya menahan Kii untuk dibawa lari.

Kalau aku harus bertarung melawan bocah itu, aku lebih memilih itu kalau saja itu tujuanku. Kalau aku harus memakai peribahasa, maka jadinya "Kejarlah dua kelinci, dan kau akan kehilangan keduanya"!

Maya sudah menduga kalau pertarungannya dengan Koutarou akan berakhir dengan cepat. Namun, rupanya bukan itu yang terjadi. Kalau terus begini, jika dia terus bertarung melawan Koutarou yang memiliki kekuatan misterius, Maya mungkin tidak akan bisa menggunakan Kii sebagai korban untuk ritual. Maya dengan tenang memutuskan untuk membawa Kii bersamanya lebih dulu.

"Tunggu! Lepasin dia!!"

"Fufu, sampai kita bertemu lagi, kalau takdir mengijinkan, nak!"

"Onii-chan!!"

Kii meronta-ronta sebisanya untuk bisa lepas, tapi dia jatuh pingsan segera setelah Maya melancarkan sebuah mantra. Maya lalu pergi dari tempat itu sambil membawa Kii. Koutarou ingin segera mengejarnya, tapi dia tidak bisa mendesak melewati orang-orang yang menghalangi jalannya. Ditambah, luka di bahunya masih belum betul-betul sembuh, dan dia juga masih belum pulih dari luka-luka lain yang didapatnya dari pertarungan barusan. Belum lagi masalah dimana dia tidak bisa melukai orang-orang itu.

"Cih, aku nggak punya waktu buat ini!"

Koutarou mengayunkan tinjunya dan mulai melukai orang-orang yang menghalanginya. Namun, jumlah mereka tidak kunjung berkurang. Karena kekuatan Signaltin diarahkan agar Koutarou tetap sadar dan menyembuhkan lukanya, Koutarou tidak bisa menyerang secara yang dia inginkan. Tentu saja, karena Koutarou menerima kekuatan itu tidak secara langsung, yang paling bisa diusahakannya adalah untuk melepaskan kekuatan itu lewat tinju. Karena itulah Koutarou tidak bisa bergerak bahkan setelah dia tidak bisa melihat Maya lagi.

"Sialan, kalau terus begini, dia bakal ngebunuh Kii!"

Koutarou mulai panik saat dia sadar bahwa Maya dan Kii sudah pergi. Semakin lama waktu berjalan, semakin sedikit kesempatannya untuk menemukan Kii. Rasa kesalnya pun semakin besar karena orang-orang yang menghalanginya, yang jumlahnya tidak kunjung turun, justru bertambah semakin banyak.

"Kanae-san, tolong busurnya."

"Oke! Tolong ya, Nana-chan!"

"Sonic Web - Modifier - Non Lethal - Charge Weapon - Effective Area Large!"

Tepat pada saat itulah sebuah anak panah melesat ke arah orang-orang yang menghalangi Koutarou. Anak panah itu hanya terbang melewati mereka, tapi orang-orang yang berada di jalur tembakannya langsung terhempas. Sebagai hasilnya, ada jalan yang terbuka bagi Koutarou.

"Apa itu barusan!?"

Karena orang-orang yang baru saja dilawannya sudah jatuh pingsan, Koutarou menoleh ke belakangnya. Baru pada saat itulah dia melihat ada dua orang yang berdiri di belakangnya sekitar 10 meter darinya.

Salah satu dari kedua orang itu adalah wanita berumur sekitar dua puluh tahun, memakai pakaian formal dan memegang sebuah busur panah. Satu orang lagi adalah seorang gadis yang memakai mantel berwarna pink. Koutarou belum pernah melihat wanita yang memegang busur panah itu sebelumnya, dan dia tidak bisa mengenali si gadis karena tudung mantel yang menutupi wajahnya. Mereka berdua adalah orang aneh yang tidak pernah dijumpai oleh Koutarou sebelumnya.

Apa mereka...mau nolong aku?

Koutarou tidak yakin, tapi hanya itu yang bisa dipikirkannya kalau dia mempertimbangkan situasinya saat ini. Untuk memastikan, dia memanggil kedua orang itu.

"Kalian siapa!?"

"Tidak ada waktu untuk ngobrol! Kamu harus pergi mengejar rubah itu!"

Sambil berkata demikian, si wanita yang memegang busur kembali bersiap untuk menembak. Tembakan selanjutnya kembali menyingkirkan orang-orang yang kembali menghalangi Koutarou.

"Tapi..."

Koutarou tidak bisa langsung memutuskan. Ada dua orang aneh yang tiba-tiba muncul, dan sementara Koutarou masih ragu, si gadis bermantel pink pun berbicara.

"Dengarkan aku!! Wanita bermantel nila itu dan kami adalah musuh!! Kami ingin mengejarnya!! Tapi, kami tidak bisa membiarkan tempat ini seperti ini!!"

"Suara itu..."

Koutarou rupanya pernah mendengar suara itu sebelumnya.

Dia...cewek yang waktu itu?

Suara gadis yang memakai mantel pink terdengar mirip dengan gadis yang muncul di hutan di gunung saat Koutarou sedang meredakan mimpi buruk Kii.

"Kalau kau mengejarnya, kami bisa fokus membersihkan tempat ini!! Kami lebih baik dalam menangani hal ini dibandingkan dengan kau!!"

"Oke, biar aku yang urus!!" seru Koutarou kepada kedua orang itu dan bergegas lari melewati jalur yang sudah dibuat oleh tembakan panah.

Aku nggak boleh ragu! Aku cuma harus percaya sama cewek itu!

Kalau terus begini, cepat atau lambat Kii akan mati. Untuk bisa menghindari itu, Koutarou tidak punya pilihan selain percaya kepada kedua orang itu. Dan kalau gadis bermantel pink itu adalah gadis yang sama yang muncul pada waktu itu, Koutarou seharusnya bisa percaya padanya. Karena pasti ada mata yang punya tekad kuat dan juga baik di balik mantel itu.

"Uuuoooooooo"

Orang-orang yang masih dibawah pengaruh kendali meraung-raung saat mereka mencoba menghentikan Koutarou yang berusaha lepas. Namun, ada anak panah lain yang melesat dan menghempaskan orang-orang yang berusaha menangkap Koutarou.

"Makasih!!"

Sebagai hasilnya, hanya dua orang yang berhasil meraih Koutarou. Dan kalau hanya dua orang, Koutarou bisa menghindari mereka dengan gesit. TIdak lama kemudian, Koutarou berhasil lolos dari orang-orang yang mengerumuninya dan menghilang mengejar Maya.

"Nana-chan, apa orang itu necromancernya?"

Sambil menarik busur panah, si wanita berpakaian formal memanggil si gadis bermantel. Anak panah yang digunakannya sudah disisipi kekuatan si gadis bermantel. Saat ditembakkan, anak panah itu melepaskan kekuatannya dan membuat orang-orang yang mendekati mereka berdua berhenti karena badannya terbujur kaku.

"Ya. Aku yakin kalau dia pasti akan berhasil."

Si gadis bermantel pink mengeluarkan sebuah tongkat. Dengan hiasannya yang begitu banyak, sulit untuk membayangkan kalau tongkat itu akan digunakan sebagai alat bantu untuk berjalan. Tongkat itu rupanya adalah alat untuk meningkatkan kekuatannya - sebuah rekan yang selalu berjuang bersama di sisinya.

"Dia tampak begitu jujur, bagiku."

"Tapi, tetap saja itu berbahaya. Kita harus menyadarkan orang-orang ini dan mengejar dia!"

Si gadis bermantel mengangkat tongkatnya di atas kepalanya, dan membuat tudung mantelnya berkibar dan menampakkan wajahnya. Seperti yang sudah diduga oleh Koutarou, dia adalah gadis yang ditemuinya pada malam itu di gunung.

Pada situasi ini, dia percaya bahwa kemungkinan terbaik bagi mereka adalah untuk membiarkan Koutarou pergi lebih dulu. Kalau dia mempertimbangkan tujuannya, gadis itu sendiri ingin segera mengejar Maya, namun saat itu Koutarou sedang berusaha melawan kerumunan musuh, dan dia sendiri tidak bisa meninggalkan kerumunan orang-orang yang masih di bawah pengaruh kendali Maya itu. Karena itulah, gadis itu menyuruh Koutarou pergi lebih dulu sementara mereka berdua menyadarkan kembali kerumunan orang itu sebelum mengejar Koutarou. Ini adalah sebuah rencana yang berdasarkan rasa percaya yang besar terhadap kemampuan Koutarou, namun gadis itu yakin dengan intuisinya. Meskipun dia nampak muda, gadis itu adalah seorang pejuang yang sudah melewati berbagai macam pertempuran.

"Kanae-san. Tolong urus bagian ini!"

"Baik, aku akan mengulur waktu untukmu!"

Nama gadis itu adalah Nana, namun mereka yang sudah mengenalnya, memanggilnya Rainbow Nana dengan rasa hormat.

Nana adalah seorang penyihir dari Rainbow Heart, angkatan bersenjata dari kerajaan sihir Folsaria. Di umurnya yang masih muda, yakni sepuluh tahun, dia sudah menjadi seorang jenius yang menyandang gelar tertinggi penyihir agung, dan membuatnya dianugerahi gelar Rainbow. Dan di saat yang sama, dia juga gadis penyihir terkuat dalam Rainbow Heart yang berdiri di garis depan pertempuran dan bertarung melawan musuh Folsaria, Darkness Rainbow.


Part 4[edit]

Berkat pertolongan dari kedua orang misterius itu, Koutarou bisa lolos dari gang itu dan sekarang sedang mengejar Maya dengan mengikuti auranya. Namun, jejaknya sulit untuk diikuti dan dia terkadang melewati jalanan yang ramai dari waktu ke waktu dan membuat auranya bercampur dengan aura orang-orang yang sedang berjalan pulang ke rumah, membuat Koutarou kesulitan untuk bisa melacak jejak aura Maya kembali. Ditambah, semakin lama waktu berjalan, jejak auranya akan semakin melemah.

"Kalau aja Sanae ada di sini pas saat-saat begini..."

Sanae pasti akan bisa mengikuti Maya dengan mudah. Usaha yang dilakukan Koutarou sudah mencapai batasnya karena kekuatan spiritualnya semakin melemah, tapi hanya inilah yang bisa dilakukannya. Dia terus mengear jejak Maya sembari mulai merasa panik.

Sekitar 15 menit setelah meninggalkan kedua orang misterius itu, aura Maya kembali melewati jalanan yang ramai.

"Gawat..."

Pada saat itu, jejak aura Maya hampir tidak bisa terlihat. Karena itulah, di jalanan yang ramai seperti ini, aura milik orang-orang lain menutupi aura Maya dan menyembunyikannya. Koutarou bingung karena dia akhirnya kehilangan jejak Maya.

Kemana dia pergi...? Apa aku harus ngecek semua gang deket-deket sini satu-satu...?

Karena jalan tempatnya berada adalah jalan yang besar, ada banyak jalan penghubung lainnya ke jalan itu. Memeriksa setiap jalan itu satu demi satu seiring memudarnya jejak aura Maya hanyalah satu-satunya cara yang ada, meskipun sulit dan memakan banyak waktu.

"Sialan."

Keraguan akan justru memakan lebih banyak waktu lagi, dan mengurangi kesempatan bagi Koutarou untuk menemukan Kii. Dengan tidak ada lagi waktu yang tersisa, Koutarou dengan cepat mengambil keputusan dan bertindak.

"Akhirnya aku berhasil menemukanmu, Veltlion."

Dan tepat saat Koutarou pergi meninggalkan jalan yang ramai itu untuk mengecek salah satu jalan penghubung, dia mendengar sebuah suara yang dikenalnya dari atas.

"Clan!?"

"T-tunggu dulu, kenapa bisa ada luka di bahumu!! Apa kau baik-baik saja!? Apa kau sudah merawat luka itu dengan baik!?"

Koutarou menengadah dan melihat sebuah benda dari besi melayang sekitar satu meter di atasnya, yakni alat pengintai tanpa awak milik Clan yang sudah begitu sering dipakai. Alat itu pun turun ke arah Koutarou dan mulai mengitari dirinya. Rupanya, Clan memeriksa badan Koutarou untuk memastikan bahwa Koutarou baik-baik saja.

Rokujouma V10 205.jpg

"Pas banget, Clan!!"

Koutarou tersenyum sambil memegang alat pengintai itu dengan kedua tangannya lalu menggoyangkannya ke atas dan ke bawah.

"Eeeeh!? A-ada apa!?"

Saat Koutarou melakukan itu, wajah Clan yang ditampilkan oleh hologram menjadi tampak kebingungan.

"Clan, apa kamu tahu dimana Kii sekarang!?"

"Kii itu anak yang itu, benar? Oh iya, kalian tidak sedang bersama."

Alat pengintai itu memutar kameranya untuk mencari Kii. Kotarou lalu kembali menggoyang alat itu sekali lagi.

"Aku lagi buru-buru ini!! Kamu tahu nggak, sekarang dia ada dimana!?"

Clan kaget dengan tingkah Koutarou, tapi dia hanya mengangguk.

"A-aku tahu. Saat aku memberimu gelang itu, aku juga memberikan alat pemancar ke anak itu untuk--"

"Buaguus!! Aku cinta kamu, Claaan!!"

Setelah mendengar jawaban Clan, Koutarou tersenyum gembira dan kembali menggoyang-goyangkan alat pengintai itu lebih kencang dari sebelumnya. Karena dia baru saja kehilangan jejak Maya, kabar itu membuat Koutarou begitu gembira.

"Eeeeeeeeeh!? K-kau cinta padaku!? T-tapi, meskipun kau berkata begitu secara tiba-tiba, a-aku belum siap...!!"

Clan begitu terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Koutarou, dan wajahnya menjadi merah karena malu.

"Udahan ngocehnya!! Clan!! Dimana Kii!? Dimana dia sekarang!?"

Setelah mendapatkan petunjuk mengenai keberadaan Maya dan Kii, Koutarou memulai kembali pengejarannya.


Part 5[edit]

Alat pemancar yang dipasang oleh Clan pada Kii masih terpasang. Mungkin karena antara Maya tidak menyadarinya atau dia tidak tahu apa benda itu karena benda itu berasal dari Forthorthe.

Clan menggunakan alat pengintainya untuk mengikuti balasan dari alat pemancar itu sambil menuntun Kotarou. Sambil berlari mengikuti alat pengintai itu, Koutarou menjelaskan apa yang sudah terjadi padanya kepada Clan.

"...Terus, mereka berdua nyuruh aku pergi duluan, dan itu sebabnya kenapa aku sekarang ngejar Kii."

"Karena dia sedang diincar, itu artinya dia bukan hanya anak biasa yang sedang lari dari rumah."

"Kayaknya begitu. Ayahnya mungkin presiden perusahaan atau semacamnya."

Maya jelas-jelas mengincar Kii. Kalau dia hanya mengincar seorang anak biasa, dia tidak akan repot-repot mengincar Kii yang sedang bersama Koutarou. Akan lebih mudah kalau Maya mengincar seorang anak yang sedang sendirian. Maya pasti punya alasan untuk mengincar Kii secara spesifik.

"Aku juga tidak begitu percaya dengan kedua orang misterius itu."

"Mereka kelihatannya bukan orang-orang jahat."

"Kau terlalu mudah percaya pada orang lain."

"Ah masa? Yah, bukannya aku bener-bener percaya sama mereka kayak aku bener-bener percaya sama kamu, tapi aku rasa aku nggak perlu kuatir soal mereka. Itu menurutku."

Tidak ada alasan bagi Koutarou untuk bisa percaya kepada kedua orang itu, karena apa yang bisa menjadi patokan adalah apa yang dikatakan oleh kedua orang itu dan pandangan yang jujur dari si gadis bermantel. Kedua hal itu bukanlah sesuatu yang pasti.

Namun, Koutarou tidak betul-betul meragukan mereka karena mereka sudah membiarkannya pergi, dan kalaupun mereka mengincar nyawanya, mereka pasti sudah menghabisinya di gang itu karena akan lebih mudah bagi mereka untuk menembak Koutarou dari belakang. Mereka juga menyerang dengan hati-hati agar tidak membunuh orang-orang yang masih dalam pengaruh kendali. Semua itu hanyalah bukti-bukti tidak langsung, tapi Koutarou tidak punya alasan untuk meragukannya.

"...B-benar-benar percaya...?"

"Kenapa mukamu jadi aneh begitu?"

"Ehem, b-bukan apa-apa!"

Clan menjadi tersipu malu, dan saat Koutarou bertanya padanya, Clan mendehem dan memalingkan wajahnya.

Aneh...kenapa aku jadi senang...

Saat dia pertama kali bertemu dengan Koutarou, Clan begitu membencinya dan hanya melihatnya sebagai musuh. Saat Clan mendengar bahwa Koutarou sekarang sudah percaya padanya, Clan menjadi bingung dengan perasaanya yang bercampur aduk.

"Ngomong-ngomong, Clan, kamu kenapa bisa ada di sekitar sini? Padahal aku nggak bisa ngehubungin kamu."

"Y-yah, jadi..."

Clan berhenti sejenak untuk menarik nafas, karena dia masih belum pulih dari kebingungannya yang barusan.

"...aku menerima peringatan bahwa gelangmu rusak dan Signaltin mulai bersinar, jadi aku langsung tahu kalau ada sesuatu yang terjadi."

"Jadi itu sebabnya kamu langsung pergi nyari aku. Makasih ya, itu udah ngebantu banget."

"T-tidak perlu berterima kasih. Lagipula, kita masih senasib sepenanggungan."

"Bener juga."

Jantung Clan mulai berdetak dengan kencang kembali setelah mendapat ucapan terima kasih dari Koutarou.

Percaya ya...tapi kalau aku sampai melakukan sesuatu terhadap Theiamillis-san, Veltlion pasti akan marah...

Clan tidak ingin mengkhianati Koutarou karena ada bagian yang mulai muncul dalam diri hati Clan sebagai seorang tuan puteri yang ingin menghormati Koutarou. Hal itu bisa dikatakan sebagai perubahan besar bagi seorang gadis yang menghabiskan sepanjang waktunya di dalam laboratorium dan tidak sering berbicara dengan orang lain.

Kalau Clan memperhatikan keinginannya sendiri, dia harus bertanding melawan Theia secara jujur dan adil. Sudah jelas kalau usaha membunuh Theia bukanlah sebuah pilihan. Terlebih lagi, Clan mulai percaya bahwa menghadapi sesuatu dengan cara bertarung bukanlah sesuatu yang pantas dilakukan oleh seorang tuan puteri yang terhormat.

Hal ini menjadi sebuah kebijakan yang berbanding terbalik dengan apa yang dipegang teguh oleh Clan sebelum dia datang ke Bumi, dan hal itu membuatnya menyadari sesuatu.

"Tapi dengan ini, aku bisa mengerti kenapa aku kalah saat aku bertarung melawanmu."

Dulu, saat Clan kalah melawan Koutarou, hal itu terjadi karena dia bukanlah seorang tuan puteri yang bisa dibanggakan oleh rakyatnya. Clan akhirnya bisa mengambil kesimpulan itu setelah semua yang telah terjadi.

"Maksudnya?"

"Signaltin. Meskipun kita akan membeku selama sepuluh tahun, pedang itu masih akan berada di kota ini. Pedang itu sudah melindungimu sejak awal, dan itulah sebabnya aku kalah."

Dalam dunia sihir, ada mantra yang bisa memanipulasi waktu. Itu berarti kekuatan sihir tidak dibatasi oleh waktu, dan bisa bergerak dengan bebas.

Signaltin sudah berada di Bumi selama lebih dari sepuluh tahun. Signaltin secara fisik mungkin beku dalam waktu selama berada di dalam Cradle, tapi kekuatan sihirnya tidak ditahan dengan cara yang sama dan kalau dibutuhkan, kekuatan itu akan meninggalkan kapal itu untuk melindungi Koutarou dan orang-orang yang ingin dilindungi oleh Koutarou. Itulah identitas sebenarnya dari kekuatan misterius yang terkadang digunakan oleh Koutarou.

Walau begitu, kekuatan itu tidak cukup mampu untuk merubah hukum dasar fisika, karena bentuk energinya hanya bisa terwujud dalam waktu dan jarak yang dekat. Itulah sebabnya kekuatan sihir itu tidak bisa mencapai Koutarou ke Forthorthe kuno pada 2000 tahun yang lalu. Agar Koutarou bisa memakai kekuatan itu, segel pada Signaltin harus dihancurkan lebih dulu.

"Gitu ya...jadi, dulu pas Sanae ketangkep..."

"Aku tidak tahu tentang peristiwa itu, tapi kemungkinan besar itu sebabnya. Signaltin, bukan, hasrat dari Alaia-san melindungi kalian semua."

Pedang yang sudah dikaruniai dengan sumpah Alaia, sumpah dari seorang tuan puteri yang paling dihormati dari seluruh sejarah Forthorthe, tidak berpihak kepada Clan, tapi kepada Koutarou. Dalam kata lain, hal itu menjadi bukti bahwa Clan tidak pantas menjadi seorang bangsawan.

Aku penasaran, apakah Signaltin akan melindungiku juga di masa yang akan datang...aku lebih kuatir tentang itu daripada menjadi seorang kaisar...

Clan sudah tidak lagi terobsesi menjadi seorang kaisar seperti dulu, setelah dia menyadari fakta itu. Bahkan meskipun dia sudah menjadi seorang kaisar, kalau Signaltin tidak menerimanya, semua itu akan menjadi sia-sia.

Yang paling penting baginya adalah apakah Signaltin menganggapnya layak untuk dilindungi atau tidak. Apakah Clan sudah menjadi seorang bangsawan yang pantas untuk menerima hasrat dari Alaia? Apakah dia juga pantas untuk menerima pengabdian yang setia dari Koutarou?

Setelah Clan menyadari semua hal itu, Theia sudah menjadi musuh terkuatnya.

"Bener juga, soal Signaltin, bisa kamu kirimin ke aku? Pakai caramu yang biasa buat manggil senjata aja."

Teknologi warp dalam persenjataan adalah teknologi yang sangat praktis. Jika Koutarou bisa menggunakan lubang dalam ruang-waktu untuk bisa mengambil Signaltin secara bebas, dia pasti akan lebih mudah untuk bertarung di saat-saat yang akan datang.

"Aku tidak bisa langsung melakukannya. Butuh waktu untuk mengaturnya."

Namun, Clan menggelengkan kepalanya.

Teknologi Forthorthe tampak begitu kuat, tapi ternyata tetap ada batasannya. Untuk bisa menggunakan lubang ruang-waktu, ada persiapan yang harus dilakukan lebih dulu. Karena benda-benda mati bisa dibuat kembali kalau proses pengirimannya gagal, proses pengiriman benda itu tidak memakan waktu selama yang dibutuhkan untuk mengirimkan makhluk hidup, tapi pengukuran yang tepat dan berbagai macam parameter harus tetap diperhitungkan. Tidak mungkin bagi Clan untuk segera menyelesaikan persiapannya dengan cepat.

"Gitu ya...Clan, kalau Signaltin masih butuh waktu lama, bisa kamu kirimin senjata yang lain?"

Jika Signaltin tidak bisa, setidaknya Koutarou ingin sebuah senjata yang dibuat oleh Clan. Koutarou sudah mempercayai senjata buatan Clan seperti dia percaya pada Signaltin.

"Waktu? Benar juga, Veltlion, waktunya!"

Namun, Clan membalas perkataan Koutarou dengan cara yang aneh. Raut wajahnya tampak tegang sementara dia mendekatkan wajahnya. Karena itulah, hologram Clan yang sedang ditampilkan oleh alat pengintai itu tampak seperti akan mencium Koutarou.

"Kenapa, Clan?"

"Diam dahulu!! Bukankah seharusnya sekitar saat ini, ibumu terbunuh dalam sebuah kecelakaan!?"

"Bener juga, aku lupa!!"

Karena serangan mendadak dari Maya, Koutarou jadi lupa sesaat akan hal itu, tapi waktu sebelum ibunya akan mati karena kecelakaan sudah mendekat dengan sangat cepat.

"Sekarang jam berapa!?"

"Di planet ini, waktu sudah menunjukkan pukul 18:50."

"Jadi, aku pasti bisa nyampe kalau dari sini..."

Koutarou berada sekitar sepuluh menit dari tempat kecelakaan itu akan terjadi, dimana kecelakaan itu sendiri terjadi tepat setelah jam 7 malam. Jadi, agar Koutarou bisa menyelamatkan ibunya, dia harus pergi ke tempat itu sekarang juga.

"Tapi...aku nggak bisa ninggalin Kii-chan gitu aja..."

Koutarou berhenti dan menggertakkan giginya. Apakah dia harus mengejar Kii, atau menyelamatkan ibunya? Koutarou kembali dipaksa untuk membuat sebuah keputusan. Kalau dia mengejar Kii, ibunya akan mati. Di sisi lain, kalau dia memilih untuk menyelamatkan ibunya, Kii akan mati.

"Clan, kamu punya peta buat area ini nggak?"

"Maaf, aku tidak punya. Kalau saja aku tahu ini akan terjadi, aku pasti sudah membuat persiapan yang lebih matang lagi...", balas Clan dengan raut wajah penuh sesal. Karena perhitungannya yang tidak sempurna, Clan merasa bertanggung jawab atas situasi yang sudah terjadi.

"Nggak kok, mau gimana lagi."

Koutarou tidak menyalahkan Clan, tapi dia tetap menggertakkan giginya sambil mulai merasa panik.

Koutarou sempat berpikir kalau-kalau dia bisa mengirimkan alat pengintai milik Clan untuk menyelamatkan ibunya. Namun, karena Clan belum mengenali area kota ini, akan sulit bagi Clan untuk mencapai tempat kecelakaan itu tanpa bantuan peta. Koutarou juga tidak punya waktu untuk memberikan Clan petunjuk secara detail, dan juga sudah terlambat bagi Clan untuk memantau wilayah itu dan membuat sebuah peta.

Serangan dadakan Maya sudah membuat situasi yang rumit, dan membuat Koutarou tidak bisa memutuskan apakah dia harus menyelamatkan ibunya atau menyelamatkan Kii.

"Apa yang akan kau lakukan, Veltlion!?"

"A-aku..."

Kalau Koutarou berlari untuk menyelamatkan ibunya, perjalanannya kembali akan butuh waktu 20 menit, dan sudah menjadi kemungkinan besar kalau Kii sudah mati pada saat itu. Di sisi lain, kalau dia menyelamatkan Kii, dia tidak punya waktu untuk menyelamatkan ibunya.

Aku harus gimana!! Aku nggak tahu harus ngelakuin apa!!

Kii atau ibunya, Koutarou dipaksa untuk memilih satu dari kedua nyawa itu.

Koutarou bukanlah tuhan.


Tidak ada cara untuk menyelamatkan mereka berdua.



Pilihan dan Hasilnya[edit]

Part 1[edit]

Kii dibawa menuju sebuah bangunan kosong di pinggiran kota. Karena Maya sudah menghapus ingatan pemilik gedung itu, tidak ada orang lain yang akan mendekati tempat itu untuk sementara waktu. Bangunan itu tidak terurus, dan meskipun tidak terlalu tua, bangunan itu penuh dengan debu dan dipenuhi sarang laba-laba di sana-sini.

Maya membawa Kii ke lantai bawah tanah bangunan itu. Ruangannya yang luas itu dulunya adalah tempat parkir, dan di ruangan itu terdapat altar dimana Maya akan menggunakan sihir ritual.

Altar itu berukuran sepuluh meter, dimana sebagian besarnya digambar menggunakan cat khusus yang lebih dikenal dengan sebutan lingkaran sihir. Ada mesin yang diletakkan di bagian pinggir lingkaran sihir itu, yang mempunyai desain berbeda dari lilin dan perabot biasa karena tampak lebih modern dan lebih mencolok. Kii ditinggalkan di dekat mesin itu di dalam kurungan yang terbuat dari besi dan kaca. Mesin dan kurungan itu terhubung dengan banyak sekali kabel.

"Hmm...jadi anak ini juga punya sejumlah kekuatan juga. Apakah keturunannya masih ada setelah banyak sekali generasi muncul? Aku penasaran....yah, dengan ini, aku seharusnya bisa mendapatkan hasil yang aku mau dengan kapasitor energi spiritual."

Maya lalu mengoperasikan mesin itu dengan senyum puas.

Altar itu berfungsi untuk meningkatkan kekuatan sihir Maya dan memuatnya bisa menggunakan sihir ukuran besar, yang bisa digunakan untuk menjalankan mantra terhadap seluruh kota atau memanggil iblis yang sangat kuat.

Kii akan digunakan sebagai katalis pengorbanan untuk ritual itu. Pertama, Maya akan menguras energi spiritual Kii menggunakan mesin itu, dan setelah kapasitornya sudah menguras sebanyak yang dia bisa, energi itu akan langsung diubah menjadi kekuatan sihir menggunakan lingkaran sihir itu. Sebagai hasilnya, Kii akan mati karena tenaga hidupnya dikuras dan Maya akan bisa menjalankan mantra yang sangat kuat.

Biasanya, sebuah altar hanya akan terdiri dari lingkaran sihir dan kurungan yang akan berisi katalis, namun sekarang ada mesin yang sudah ditambahkan pada altar itu. Maya sudah mendapat mesin itu dari perjanjian dengan orang-orang bawah tanah, yakni Rakyat Bumi. Mesin itu mampu menyimpan sementara energi spiritual, dan juga bisa mengurangi apa yang dibutuhkan ritual itu dari katalisnya dalam jumlah yang sangat besar. Hingga saat ini, seseorang dengan jumlah energi spiritual yang besar seperti anak perempuan Kanaelah yang dibutuhkan, tapi sekarang seseorang dengan sejumlah energi spiritual akan cukup untuk melakukan ritual itu. Maya sudah puas dengan hal ini dan dengan gembira mulai bersiap untuk menjalankan ritualnya.

"...Onii-chan..."

Sementara itu, Kii dengan patuh duduk di dalam kurungan itu. Awalnya dia sempat memberontak, tapi dia tidak punya kemungkinan menang melawan Maya. Ditambah, kurungannya begitu kuat, jadi dia tidak bisa kabur dari dalamnya. Yang hanya bisa dilakukannya hanyalah menunggu pertolongan tiba.

"...Aku yakin Onii-chan pergi menolong ibunya..."

Namun, Kii tidak mengharapkan satu orang pun untuk datang menyelamatkannya. Dia percaya bahwa Koutarou tidak akan datang untuknya, tapi justru pergi menyelamatkan ibunya sendiri. Kii sendiri tahu betul, sulit bagi Koutarou untuk menyelamatkan ibu Koutarou dan juga Kii.

"....Ini yang terbaik, Onii-chan...rasanya betul-betul sedih saat ibumu mati...kamu akan jadi sendirian sampai kamu bisa menemukan bintangnya..."

Kii tahu betul bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu. Orang yang telah kehilangan ibunya mungkin akan berusaha mencari kehangatan dari ibunya untuk selamanya, sementara kehangatan itu sendiri sudah tidak bisa ditemukan lagi. Bagaimana bisa seseorang meninggalkan ibunya untuk mati saat orang itu justru bisa menyelamatkannya? Hal itu pasti akan membuat Koutarou begitu sedih sampai-sampai hatinya hancur berkeping-keping. Karena itulah Kii lebih berharap Koutarou menyelamatkan ibunya daripada hal itu sampai terjadi. Karena Kii begitu mencintai Koutarou, itulah yang dirasakannya saat itu.

"...Kii sudah...bertemu dengan ibu. Meskipun aku mati...aku akan menjadi bintang di dekat ibu. Tapi Onii-chan berbeda...dia akan selalu bersedih sampai dia menemukan bintang ibunya...jadi jangan selamatkan Kii, Onii-chan..."

Kii sudah siap menerima kematiannya, namun dia tidak takut akan hal itu. Ketakutannya sirna saat dia berpikir bahwa dirinya akan bertemu kembali dengan ibunya. Itulah sebabnya yang Kii lakukan saat ini adalah berdoa agar Koutarou berhasil menyelamatkan ibunya.

"Kau tampak tenang sekali...apa kau tidak takut mati?"

Kii bersikap berbeda sekali daripada semua katalis yang digunakan oleh Maya sebelumnya. Karena merasa tertarik, Maya mulai berbicara pada Kii.

"Aku takut mati, tapi aku lebih takut lagi dengan apa yang akan terjadi kalau aku ditolong."

"Apa kau pikir orang itu akan datang? Itu tidak akan mungkin. Tidak ada orang yang bisa mendekati tempat ini."

Maya sudah memasang Sanctuary, medan pelindung sihir yang membuat orang-orang tetap menjauh dari sekitar area itu. Medan pelindung itu tidak hanya menghalangi sinyal elektromagnetik dan cahaya yang bisa terlihat, tapi juga membuat orang-orang yang berada di dekat situ untuk tidak mau mendekati tempat itu. Karena itulah, seperti namanya, tempat itu menjadi sebuah tempat perlindungan yang tidak bisa diganggu.

Juga karena alasan itulah Maya bergegas kembali ke tempat ini. Sulit untuk menemukan tempat yang sudah dipasangi Sanctuary dengan segera, bahkan bagi penyihir sekalipun. Mungkin tempat itu bisa ditemukan kalau yang mencarinya menghabiskan banyak waktu, tapi saat mereka menemukannya, ritualnya pasti akan sudah berakhir. Tepat saat dia mencapai tempat itu, kemungkinan bagi Maya untuk menang pun sudah pasti.

"Begitu ya...syukurlah..."

Koutarou tidak akan datang. Setelah Kii mendengar hal itu, dia tampak lega dan tersenyum. Koutarou pasti sudah menyerah saat ini dan sekarang sedang berusaha menyelamatkan ibunya. Kalau memang hal itu seperti yang dikatakan Maya, itu berarti ibu Koutarou tidak akan mati. Itulah sebabnya mengapa Kii tersenyum.

"Kau betul-betul anak yang aneh...meskipun kau akan mati..."

"Bukankah kamu juga punya sesuatu yang membuatmu lebih baik mati melindunginya daripada sampai harus kehilangan itu?"

"...Aku punya. Baiklah, aku akan membuat menderita sesedikit mungkin."

"...Terima kasih..."

Maya mulai menaruh rasa hormat kepada gadis muda yang mengangguk di hadapannya.

Kalau anak ini tumbuh dan menjadi pemimpin Rakyat Bumi, mereka mungkin bisa bertahan...

Kalau keadaan di atas permukaan tanah dan di bawah tanah dibandingkan, Maya yakin, walaupun kelompok Tayuma memenangkan pertarungan politik dan menyatakan perang di atas permukaan tanah, mereka pasti akan segera binasa.

Tidak peduli seberapa hebat teknologi mereka, Rakyat Bumi hanyalah sebuah kaum beranggotakan 10.000 orang saja. Hasil dari perang tidak ditentukan dari teknologinya saja, tapi juga dari jumlah populasi dan kekuatan finansial para partisipannya. Itu karena, tidak peduli seberapa kuat senjata yang mereka punya, senjata-senjata itu tidak akan berfungsi untuk selamanya. Populasi sebesar 10.000 orang saja tidak akan punya peluang untuk menang. Kemungkinan terbaiknya, perang yang mereka letuskan akan dianggap sebagai tindakan terorisme.

Tayuma dan kelompoknya tidak mengerti akan hal itu, atau mungkin mereka sudah tahu, tapi harga diri mereka tidak mau menerima hal itu. Yang manapun yang terjadi, hasil akhirnya akan tetap sama. Mereka akan dicap sebagai teroris oleh orang-orang yang berada di atas permukaan dan akan binasa secara perlahan tanpa bisa mendapat wilayah sedikitpun di atas permukaan tanah.

Namun, Maya bisa merasakan bahwa gadis di depannya bisa memimpin Rakyat Bumi menuju masa depan. Gadis itu punya kecerdasan yang tinggi dan tekad yang kuat. Dia juga masih punya waktu untuk berkembang karena umurnya, tapi gadis itu punya kualitas seorang pemimpin yang hebat.

Itulah sebabnya Maya menghormati Kii. Tentu saja, hal itu tidak akan menyelamatkan nyawa Kii. Maya sendiri juga punya tujuan dan tekad yang kuat, tapi dia merasa tidak perlu membuat Kii menderita berlama-lama. Hal yang dirasakannya bukanlah simpati, tapi sesuatu yang mirip dengan empati.

Maya berbalik memunggungi Kii dan mulai mengatur mesin itu lebih lama lagi sambil memeriksa betul-betul mantra yang akan digunakannya. Itu dilakukannya untuk mengurangi penderitaan yang akan dialami oleh Kii.

Namun, waktu yang dihabiskannya untuk membuat pengaturan itu membuat takdir Kii berubah begitu besar.

"Hm...?"

Sambil mengatur mesin itu, Maya menyadari sesuatu dan melihat ke arah pintu masuk di belakangnya.

"Apa....mereka bisa menemukan tempat ini? Dan medan pelindungnya bisa dihancurkan dengan mudahnya..."

Maya merasakan adanya musuh yang sudah melewati medan pelindungnya.

"Padahal aku baru saja akan mulai!"

Maya menghentikan pengaturannya dan mengambil tongkat di dekatnya. Dia harus mengalahkan musuhnya sebelum dia bisa memulai ritualnya.

Kalau saja Maya tidak mengatur mesin itu untuk mengurangi penderitaan Kii, dia pasti sudah bisa memulai ritualnya saat ini juga. Namun, pada akhirnya kecerdasan Kii menyelamatkan nyawanya.

"Jangan-jangan..."

Sambil melihat ke arah Maya, Kii tahu bahwa ada seseorang yang sedang datang ke tempat itu dan siapa orang itu. Namun, dia tidak terlihat gembira, karena Kii tahu apa arti dari semua itu.

"Kenapa kamu datang!? Seharusnya kamu meninggalkanku!! Onii-chan!!"

Koutarou muncul di tempat parkir bawah tanah dimana altar itu sudah dibangun.


Part 2[edit]

Koutarou bisa menemukan tempat ini berkat alat pemancar dari Clan. Karena alat itu menggunakan gelombang gravitasi, alat itu tidak dipengaruhi oleh Sanctuary. Penyihir mungkin sudah tahu adanya gelombang elektromagnetik dan cahaya tampak, tapi mereka tidak tahu tentang gelombang gravitasi. Itulah sebabnya mantra itu tidak dirancang untuk menghadang gelombang itu.

"Aku ke sini buat nyelametin kamu, Kii-chan", ujar Koutarou yang merasa lega saat melihat wajah Kii, namun Kii sendiri justru tidak merasa sama.

"Onii-chan!? Bagaimana dengan ibumu!?"

"Kita selametin dia bareng-bareng."

Sebuah cahaya keluar dari batang besi pendek yang dipegang oleh Koutarou, yang rupanya salah satu dari pedang sinar yang digunakan Flair saat mereka bertarung melawan Maxfern. Dari senjata-senjata yang ditawarkan oleh Clan, senjata itulah yang dipilih oleh Koutarou. Alasannya adalah karena Koutarou tidak biasa memakai senjata jarak jauh dan itulah senjata yang disarankan oleh Clan.

"Nanti kamu tidak akan sempat!! Kamu harus cepat-cepat!!"

"Betul. Jadi, aku bakal ngalahin dia, terus kita pergi selametin ibuku."

Koutarou memegang pedang sinar itu dengan kedua tangannya layaknya pedang biasa, mengayunkannya membentuk lingkaran dan lalu mengarahkannya ke arah Maya. Karena pedang sinar itu begitu ringan, keseimbangannya pun berbeda, namun Koutarou berniat bertarung menggunakan sikap Forthorthe.

"Kenapa kamu datang menyelamatkan seseorang seperti aku!? Kalau ibumu mati karena aku, nanti aku...aku!!"

Kii ingin Koutarou untuk pergi menyelamatkan ibunya secepat mungkin. Kii tahu, kecil kemungkinan untuk Koutarou bisa melakukan hal yang dikatakannya. Kalau terus begini, ibu Koutarou pasti akan mati. Malah, Koutarou sendiri mungkin akan mati, dan itu adalah sesuatu yang tidak diinginkan Kii sampai terjadi.

"Nggak apa-apa. Wajar kok, aku ngelakuin hal ini. Aku bakal nyelametin kamu dan kita bakal pergi nyelametin ibuku sama-sama."

"Onii-chan...t-tapi..."

Koutarou sendiri tidak tahu apakah ini adalah pilihan yang benar atau tidak. Kalau dia membalikkan urutannya, Koutarou mungkin bisa menyelamatkan ibunya dan Kii, namun dia lebih mengutamakan Kii.

Tidak ada satu alasan yang membuat Koutarou berpikir seperti itu. Kalau dia harus mengatakan apa alasannya, Koutarou pasti akan mengatakan karena dia ingat alasan mengapa ibunya mati: Ibunya melompat ke jalan untuk menyelamatkan Koutarou. Tanpa berpikir panjang, dia melompat untuk menyelamatkan kehidupan yang masih muda di hadapannya. Itulah sebabnya Koutarou akan melakukan hal yang sama, tapi dia sendiri masih belum menyadari hal itu. Koutarou tidak bisa meninggalkan Kii begitu saja, karena dia tidak bisa membiarkan Kii merasa sedih.

"Apa kau meremehkanku? Apa aku terlihat selemah itu?...Twilight Wing, Recall - Precast Category Alpha."

Sebuah bilah sabit yang besar dibentuk di dekat ujung tongkat Maya, dan di saat yang sama, seluruh tubuhnya mulai memancarkan berbagai macam cahaya. Cahaya-cahaya itu dilepaskan melalui ucapannya, dan terdiri dari lebih dari sepuluh mantra penguatan yang sudah dirapalnya jauh-jauh. Maya sudah menjalankan beberapa mantra penguatan pada dirinya sendiri saat dia bertarung melawan Koutarou sebelumnya, tapi mantra-mantra kali ini jauh lebih hebat dari sebelumnya.

"Kau tidak akan bisa mengalahkanku secepat itu, nak."

Tidak ada kebohongan dalam kata-kata itu. Maya yakin dia sendiri butuh bantuan yang begitu kuat, saat melihat Koutarou yang memegang senjata di tangannya. Maya bukanlah seseorang yang akan bisa dikalahkan oleh Koutarou begitu saja saat ini.

"...Jelas. Tapi aku pasti bakal segera ngalahin kamu."

Dia kelihatannya secepet Flairhan, dan disaat yang sama kekuatan serangannya hampir sama kayak Theia. Dia mungkin lebih kuat daripada Ibu Kos-san. Bener-bener musuh yang ngerepotin...

Koutarou memegang lebih erat gagang pedang sinar itu setelah menduga bahwa pertarungan yang akan tiba akan begitu dahsyat, karena Maya adalah musuh yang mematikan jika Koutarou sampai lengah.

"Nah, silahkan serang aku kapanpun kau mau, nak!!" seru Maya sambil mengayunkan sabitnya. Sebelumnya dia bisa memakainya dengan baik, tapi karena sekarang kekuatan fisiknya sudah meningkat, dia bisa memakainya dengan lebih baik lagi dibanding sebelumnya.

"Ini dia!!"

Trik murahan tidak akan mempan pada musuh setingkat ini, jadi Koutarou maju menyerangnya dari depan.

"Tiny Memory Flash - Modifier - Touch Trigger!"

Saat Koutarou dan Maya saling mendekat, sabit Maya yang memancarkan cahaya kemerahan menjadi diselimuti oleh cahaya nila juga, yang merupakan mantra penghilang ingatan.

"Itu lagi."

Koutarou tidak tahu apa itu, tapi dia tahu saat sabit itu diselimuti cahaya nila, hal-hal aneh pasti terjadi. Itulah sebabnya Koutarou menduga bahwa berbahaya untuk menyentuh sabit itu.

Aku percaya sama kamu, Clan!

Namun Koutarou mengayunkan pedangnya meskipun dia sadar akan bahayanya. Maya bergerak untuk menggunakan sabit itu untuk melindungi dirinya, menghadang pedang itu dengan sabitnya dan menjalankan mantranya.

Seperti yang direncanakan Maya, pedang itu dihadang oleh sabitnya, dan mantranya seharusnya berjalan.

"Apa!? Apa pedang itu, jangan-jangan...!?"

"Buagus, Clan!!"

Koutarou tidak kehilangan ingatan. Cahaya nila itu meredup setelah menyentuh pedang, dan mantra itu tidak mempengaruhi Koutarou. Sementara Maya masih terkejut dengan hal itu, Koutarou segera menyerang berkali-kali. Karena ujung pedangnya sudhah mengenai sabit itu sebagai serangan pertamanya, Koutarou memutar badannya untuk menggunakan momentum untuk mengayunkan pedangnya ke sisi Maya.

"Quick Cast - Force Field!!"

Namun, Maya membuat perisai untuk menghalangi serangan Koutarou. Koutarou langsung melompat menjauh dari jangkauan serangan Maya saat melihat hal itu.

Maya mengayunkan sabitnya ke arah punggung Koutarou, tapi karena serangan pertama Koutarou sudah membuatnya kehilangan keseimbangan, serangan itu meleset.

"Nah, kalau begini, aku bisa lanjut bertarung!"

Setelah menjaga jarak, Koutarou kembali mengambil ancang-ancang. Maya pun melakukan hal yang sama dengan sabitnya. Namun, dia terlihat keheranan.

"Aku heran. Apa sebenarnya pedang itu?"

Awalnya Maya menduga kalau pedang Koutarou bisa memanjang dan memendek seperti tongkat baton milik polisi, karena pedang itu tidak memancarkan kekuatan sihir apapun. Kalau pedang itu memang memancarkan kekuatan sihir, Maya pasti sudah emnduga kalau bilahnya terbuat dari kekuatan sihir sama seperti bilah sabitnya. Namun, karena Maya tidak bisa merasakan adanya kekuatan sihir pada pedang itu, wajar bagi Maya untuk menduga kalau pedang itu adalah hasil dari teknologi modern, dan itu membuatnya yakin bahwa senjata itu bisa dipanjang-pendekkan. Karena pedang itu juga bersinar, Maya menduga bahwa ada listrik yang mengalir di dalamnya.

Namun, bukan itu yang sebenarnya terjadi. Kalau senjata itu memang hasil dari teknologi modern, maka seharusnya mantra Maya tetap mempengaruhi Koutarou. Namun karena hal itu tidak terjadi, maka itu berarti pedang itu tidak punya bentuk fisik. Karena gagang dan bilahnya tidak terhubung, energi tidak akan dihantarkan di antara keduanya. Namun karena Maya tidak merasakan adanya kekuatan sihir dari bilah pedang itu, hal itu tidak mungkin. Maya tahu betul bahwa teknologi saat ini di Bumi tidak bisa membuat benda tanpa wujud fisik. Walau demikian, contoh bahwa benda itu ada sudah ada di hadapannya. Bagi Maya, ini adalah situasi yang sulit untuk dipercaya.

Situasi ini bisa muncul berkat saran dari Clan. Saat Clan mendengar bahwa hal-hal aneh terjadi saat Koutarou menyentuh sabit itu, Clan menyarankan pedang sinar itu padanya. Pedang itu bersifat mirip dengan meriam sinar yang ditembakkan tepat di hadapan sasarannya, yang mana pedang itu mengeluarkan energi kepadatan tinggi yang membentuk wujud bilah pedang. Itulah sebabnya bilah dan gagang pedang itu tidak bisa dikatakan terhubung. Clan menduga bahwa jika bilah pedangnya sampai mengenai sabit itu, tidak akan ada hal aneh yang terjadi.

"Kau betul-betul penuh dengan kejutan....bukannya pedang itu begitu curang?"

Bahkan Maya sekalipun tidak akan membayangkan kalau senjata itu dibuat oleh alien.

Mungkin bilah pedang itu terbuat dari medan pelindung yang dirancang agar tidak sampai membocorkan kekuatan sihir? Tapi, apakah kekuatan sihir bisa betul-betul dihapuskan jejaknya seperti ini? Dan apa keuntungannya dari hal itu? Apa mungkin....orang-orang bawah tanah memberikan salah satu senjata mereka kepadanya?

Maya mencoba mencari penjelasan di balik semua itu dalam jangkauan akal sehatnya, yang membuatnya justru menjauh dari fakta sesungguhnya.

"Kamu bisa ngomong begitu? Sabitmu sendiri juga banyak curangnya."

"Aku rasa itu artinya kita sama-sama tidak saling tahu satu sama lain, kalau begitu!!"

"Bener banget!!"

Mereka berdua hanya berhenti sesaat saja. Karena tahu kalau memikirkan itu berlama-lama tidak akan membuat mereka mendapatkan jawabannya, mereka memutuskan untuk fokus pada pertarungan yang sedang terjadi. Prioritas utama mereka tentu saja untuk mengalahkan musuh di hadapan mereka.

Pedang Koutarou dan sabit Maya saling menghantam berulang kali. Setiap kali senjata mereka yang terbuat dari energi saling menghantam, kilatan cahaya yang besar pun muncul.

"Sudah lama sejak aku melawan seseorang yang bisa seimbang melawanku dengan kekuatanku yang seperti ini!"

"Masih ada banyak orang lain yang lebih kuat daripada aku!"

Rokujouma V10 231.jpg

"Kalau begitu akan aku pastikan aku tidak akan melawan mereka!"

"Pilihan bagus!!"

Karena pedangnya bisa melindunginya dari kehilangan ingatan, Koutarou bisa mengimbangi serangannya dari saat mereka pertama kali bertarung. Maya sekarang bisa bergerak lebih cepat, sementara Koutarou jadi lebih ahli dan lebih bisa menebak pergerakan Maya. Hasilnya, mereka berdua bertarung dengan seimbang.

Gawat, lama-lama ibu bakal mati!!

Koutarou mulai panik. Karena dia sudah kekuarangan waktu, tertahan untuk bertarung disini pasti akan membuat ibunya mati. Koutarou harus menyelesaikan pertarungan ini saat ini juga, tapi Koutarou kekuarangan sesuatu yang bisa membuatnya melakukan itu.

Keadaannya tidak bagus...kalau kita terus bertarung seperti ini, sihir penguatanku pasti akan habis....kalau itu sampai terjadi, tamatlah riwayatku!

Tidak hanya Koutarou, Maya pun juga mulai panik. Dia meningkatkan kekuatan fisiknya dengan luar biasa lewat kekuatan sihir, tapi karena peningkatan itu menghabiskan banyak sekali kekuatan sihir, sulit untuk menjaga agar penguatan itu tetap berjalan untuk waktu yang lama. Kalau terus begini, Maya tidak akan bisa meneruskan penguatan itu. Kekuatan sihir yang Maya buat dari ritual yang menggunakan anak Kanae saat ini tersimpan dalam sebuah kristal yang dimilikinya. Kalau Maya menggunakan kristal itu, dia pasti bisa menahan agar sihir penguatan itu berjalan sedikit lebih lama, tapi itu akan membuat rencananya diundur begitu jauh. Kalau bisa, Maya ingin mengakhiri pertarungan ini tanpa harus berbuat sejauh itu.

Jadinya taruhan sih, tapi ini yang terakhir!!

Aku tidak bisa mengambil resiko pertarungan yang lama, aku harus selesaikan ini disini!!

Koutarou dan Maya sama-sama mengambil kesimpulan di saat yang sama dan saling maju mendekat.

"Ayo kita selesaikan!!"

Mereka berdua berteriak di saat yang sama dan senjata mereka saling menghantam di dekat mereka.

Bilah senjata mereka saling mengeluarkan percikan api dan menahan satu sama lain saat mereka saling mendorong senjata mereka ke arah musuh mereka. Namun, hal itu tidak akan berakhir seperti itu.

"Quick and Still Cast - Multiple Thunderbolt - Modifier - Maximize!!"

Maya menjalankan mantra baru dari posisi itu. Dia mempercepat waktu merapalnya dan tidak melakukan gerakan yang diperlukan untuk rapalan itu, membuat beberapa petir yang mencapai batas kekuatannya. Karena Maya juga masih menjalankan beberapa sihir penguatan, kekuatan sihir yang digunakannya tidak banyak. Tapi saat ditembakkan saat posisi terkunci dalam jarak dekat seperti ini, bahkan Koutarou sekalipun akan sulit untuk menghindarinya.

Namun, di saat yang sama, hal itu juga berbahaya bagi Maya. Agar bisa melindungi dirinya dari serangan gesit yang mungkin akan dilakukan oleh Koutarou, Maya melindungi dirinya sendiri dengan medan pelindung otomatis. Namun karena seseorang hanya bisa merapal satu mantra sekali jalan, Maya akan tidak mempunyai pertahanan saat dia menembakkan mantra petir itu.

Kena kau sekarang, nak!!

Walau demikian, Maya tetap yakin bahwa dirinya yang akan menang. Dia sedang menahan pedang Koutarou dengan sabit miliknya dan mengunci gerakan mereka, membuat Maya tidak perlu kuatir dengan adanya pukulan ataupun tendangan. Maya pasti akan tetap baik-baik saja bahkan jika dia tidak melindungi dirinya dengan sihir, dan sihir petir itu akan menyerang Koutarou dari jarak dekat yang tidak akan mungkin dihindarinya.

"Sekarang!!"

Namun, tepat pada saat itulah Koutarou melakukan sesuatu yang tidak diduga-duga. Dia menekan sebuah tombol pada gagang pedang sinarnya dan menghilangkan bilah pedang itu.

"Gawa---"

Mata Maya terbelalak karena kaget. DI saat yang sama, karena pedang Koutarou menghilang, Maya menjadi bergerak maju ke depan. Koutarou melewati bagian bawah sabitnya dan mendekatinya. Sesaat kemudian, petir mengalir dari ujung sabit Maya dan tidak mengenai apa-apa. Karena Koutarou berada di antara Maya dan sabitnya, dia berhasil menghindari serangan itu.

"Makan niiiiiih!!"

Koutarou membiarkan momentum membawanya maju dan menabrak Maya. Tepat seperti yang diduga Maya, Koutarou tidak menyerang dengan pukulan atau tendangan. Malah, sementara Maya masih kaget, Koutarou membenturkan kepalanya padanya. Maya, yang tidak bisa berhenti bergerak maju, terkena serangan balasan dari Koutarou di dagunya.

Tidak....mungkin...

Maya sadar bahwa dirinya sudah dikalahkan. Walau begitu, dia tidak percaya dengan terjadinya situasi ini. Tidak peduli apakah dia mau mempercayai hal itu atau tidak, penglihatannya menjadi buram dan dia mulai tidak sadarkan diri. Maya sudah menerima luka yang cukup berat, dan saat dia terjatuh ke lantai, Maya sudah jatuh pingsan.

"Berhasil..."

Koutarou melemaskan bahunya dan lalu memeriksa Maya. Dilihat dari auranya, Koutarou bisa memastikan kalau Maya sudah pingsan. Kelihatannya dia tidak akan pingsan untuk waktu yang lama, tapi Koutarou tidak punya waktu lagi untuk berurusan dengannya. Dia harus segera menyelamatkan Kii dan langsung bergegas menyelamatkan ibunya.

"Kii-chan!!"

"Onii-chan!! Cepat!! Ibumu, ibumu akan...!!"

"Aku tahu!!"

Koutarou kembali menyalakan pedang sinarnya dan menghancurkan pengunci kurungan yang menyekap Kii. Pengunci itu hancur dengan mudah dan Kii langsung keluar dari kurungan.

"Ayo, ayo!! Ibumu akan mati!!" seru Kii sambil menangis. Karena sifatnya yang baik, dia mengkhawatirkan ibu Koutarou layaknya ibunya sendiri. Ibu Koutarou tidak boleh sampai mati gara-gara dirinya. Dengan perasaan yang begitu meluap-luap dari dalam dirinya, dan dengan bercucuran air mata, Kii berlari mendahului Koutarou menuju pintu keluar tempat parkir itu.

Makasih, Kii-chan...

Koutarou mematikan pedang sinarnya sambil memandangi Kii. Koutarou merasa bahwa keputusannya untuk menyelamatkan Kii lebih dulu adalah hal yang benar saat dia melihat Kii yang begitu bersemangat untuk menyelamatkan ibunya.

"Tapi, buat sekarang...!"

Koutarou memasukkan pedang sinar itu di antara ikat pinggang dan celananya lalu berlari mengejar Kii. Dia tidak punya waktu untuk berhenti dan berpikir, karena dia harus bergegas pergi ke tempat ibunya berada.

Maya sudah kembali sadar tepat saat Koutarou dan Kii mulai berlari. Berkat sihir penguatan yang dijalankan pada dirinya sendiri, pemulihan badannya pun meningkat dengan hebat.

"A-aku tidak bisa membiarkannya lari..."

Maya bisa melihat mereka berdua bergerak menjauh. Setelah menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan rasa pustingnya, Maya mengambil tongkat di sebelahnya. Rupanya dia akan menggunakan sihir untuk membunuh Kii.

Maya masih membutuhkan kekuatan dari Tayuma, baik demi dirinya sendiri maupun demi tujuan Darkness Rainbow. Pengetahuan dan teknologi yang dimiliki Tayuma akan menjadi bantuan yang besar bagi Maya dan rekan-rekannya.

"E-Energy Bolt - Target Option - Sidewinder...."

Meskipun badannya sudah sedikit lebih baik, Maya masih belum betul-betul pulih dari luka-lukanya. Dia tidak bisa membidik Kii dengan benar karena pandangannya yang masih kabur. Itulah sebabnya Maya menambahkan kemampuan pada mantranya untuk mengenai targetnya secara otomatis menggunakan suhu badan. Setelah mantra ini dijalankan, mantra ini kemungkinan akan membidik Kii yang memiliki suhu badan lebih tinggi karena masih anak-anak.

"Maju!"

Sebuah peluru yang merah menyala tertembak keluar dari tongkatnya dan terbang di atas tanah, mengikuti Kii. Peluru itu dengan cepat melesat ke arahnya.

"Quick Cast - Flare."

Namun, tepat sebelum peluru itu mengenai Kii, peluru itu tiba-tiba mengubah arah terbangnya dan melesat menuju sebuah bola bercahaya merah yang tiba-tiba muncul.

"Angel Halo, Recall - Precast - Silence."

Dan saat peluru itu mengenai bola sinar itu, mereka berdua menghilang tanpa suara. Sebagai hasilnya, Kii terselamatkan tanpa mengetahui apa yang sudah terjadi. Dia berhasil meninggalkan tempat parkir itu bersama Koutarou.

"Apa mungkin---"

"Memang mungkin, Dark Navy."

Dua orang pun muncul memasuki tempat parkir itu, seakan-akan menggantikan Koutarou dan Kii.

Salah satu di antara kedua orang itu adalah seorang gadis berumur sekitar sepuluh tahun, memakai pakaian berwarna pink dan memegang tongkat yang besar. Satu orang lagi adalah wanita berumur sekitar dua puluhan tahun yang memakai setelan formal dan memegang busur panah.

Mereka adalah gadis penyihir Nana dan rekannya, Kanae.

"Nana...tidak kusangka kau akan muncul sekarang."

"Sudah menjadi peraturan yang tak terbantahkan untuk menyelesaikan tugas tanpa diketahui siapapun."

Maya dengan perlahan bangkit berdiri saat Nana dengan tenang mengawasinya.

’'Aku tidak punya peluang untuk menang, ya...

Maya sudah menyadari kekalahannya sendiri. Meskipun Nana terlihat muda, dia adalah penyihir terhebat di Rainbow Heart. Dia juga memiliki seorang pemanah yang bekerja sama dengannya. Setelah menerima luka-luka yang cukup banyak dari pertarungannya melawan Koutarou, dan hampir tanpa kekuatan sihir lagi, Maya hampir tidak mempunyai kesempatan untuk menang.

"Kami juga harus membersihkan ulahmu. Butuh waktu cukup lama sampai kami bisa menyadarkan semua orang itu."

"Begitu ya...Jadi bocah itu bisa kesini lebih cepat dari yang kuduga karena kalian membantunya."

Sambil berbicara, Maya dengan hati-hati memperhatikan sikap Nana. Dalam sebuah pertarungan, Maya tidak akan punya peluang untuk menang, jadi dia harus menemukan celah untuk bisa kabur dari situasi ini.

"Navy, menyerahlah. Kalau kau menurut, setidaknya kami akan mengampuni nyawamu."

"Aku pasti akan dieksekusi setelah diadili, benar? Kalau begitu aku lebih baik mati bertarung."

Para penyihir Darkness Rainbow menggunakan sihir untuk memenuhi keinginan diri mereka masing-masing. Dengan beberapa pengecualian, sebagian besar dari mereka menggunakan sihir untuk melakukan tindak kriminal. Maya pun sama, dan dia sudah menggunakan banyak orang sebagai korban ritual. Selain menyalahgunakan sihir, jumlah pembunuhan yang dilakukannya sudah mencapai lebih dari 100 orang. Meskipun dia menyerahkan dirinya, Maya tidak akan bisa menghindar dari hukuman mati.

"Apa itu maumu? Aku kira kau sedikit lebih pintar dari itu."

"Lebih pintar...?"

Maya dan Nana saling memandang. Pada saat itu, Maya berpikir sekeras mungkin. Dia merasa kalau Nana berusaha menyampaikan sesuatu.

Lebih pintar...apa maksudnya aku bisa kabur setelah tertangkap? Atau mungkin...tidak, yang lebih penting lagi, kenapa Nana mengatakan hal ini?

Maya memandang kembali ke arah Nana, yang mengulurkan tangannya kepadanya.

"Tapi, tidak peduli apapun yang akan kau lakukan, kau akan memberikanku focus gem yang kau buat dari ritual itu."

Focus gem adalah permata yang terkadang memanarkan cahaya dalam warna-warna pelangi. Permata ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan kekuatan sihir yang dibuat dari ritual dan mengandung banyak sekali kekuatan sihir. Nana mengulurkan tangannya untuk menerima permata itu dari Maya.

"Kau tidak keberatan, benar?"

Bibir Nana tampak tersenyum sedikit saat dia berkata begitu.

Begitu rupanya, jadi itu maksudnya....sulit juga menjadi seorang pahlawan kebenaran.

Pintar. Focus gem.

Pada saat itulah Maya mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Nana dengan dua kata kunci itu.

"Baik, akan kuberikan permatanya padamu."

Setelah mengerti apa maksud Nana, Maya pun tersenyum sedikit seperti Nana.

Dasar...tidak hanya kemampuan sihirnya saja yang perlu disegani, tapi juga kemampuannya bernegosiasi...apa dia benar-benar baru berumur sepuluh tahun?

Maya merasa kagum jauh di dalam hatinya, tapi tanpa mengatakan apapun, dia mengikuti rencana Nana.

"Ini situasi yang bagus bukan, Kanae-san?"

"Iya! Terima kasih, Nana-chan!"

Setelah tahu kalau mereka akan menerima focus gem, bukan Nana yang gembira, melainkan Kanae. Rupanya, dialah yang mengincar permata itu.

"Ini, permatanya! Tangkap!"

Maya mengeluarkan permata itu dan melemparnya ke arah Kanae. Permata itu terbang ke arah Kanae dengan melambung tinggi, tapi saat permata itu mencapai titik tertingginya, permata itu mengeluarkan kilatan sinar yang menyilaukan.

"Kyaa!?"

Kanae yang memandangi permata itu dibutakan oleh kilatan cahaya itu dan tidak bisa melihat untuk sesaat. Karena itulah, dia gagal menangkap permata itu yang kemudian jatuh dan berguling di jalan.

"Gawat!!"

Kanae langsung melompat mencari permata itu karena takut Maya akan merebutnya kembali. Namun, karena dia tidak bisa melihatnya, sulit bagi Kanae untuk menemukannya.

Kalau aku tidak cepat-cepat, anakku dan Soutarou-san akan berada dalam bahaya!!

Kanae pun panik. Kalau Maya berhasil merebut kembali permata itu, Maya akan berhasil mencapai tujuannya. Dengan waktu yang semakin menipis, Kanae harus bisa mendapatkan permata itu apapun resikonya.

"...Tenanglah, Kanae-san. Permatanya ada disini."

Kanae melihat ke arah suara Nana, dan bisa melihat dengan samar-samar pakaian yang berwarna pink. Sedikit demi sedikit Kanae bisa kembali melihat, tapi masih belum benar-benar jelas. Tapi dia yakin bahwa yang dilihatnya adalah Nana.

"Dimana dia!? Kemana wanita itu pergi!?" tanya Kanae sambil mengedipkan matanya beberapa kali sambil mencari ke sekelilingnya.

"Dia lari, menggunakan kilatan itu untuk menutupi pelariannya."

"Nana-chan, apa tidak apa-apa kita membiarkannya lari?"

Situasi ini cukup misterius bagi Kanae. Berdasarkan sikap Nana, dia tampak tidak terpengaruh oleh kilatan cahaya itu. Walau begitu, dia tidak mengejar Maya yang kabur dari sana. Kalau posisi Nana dipertimbangkan, hal itu adalah sesuatu yang sulit untuk dipercaya.

"Ya, ini adalah kesepakatan semacam itu."

"Kesepakatan?"

Kanae hampir bisa melihat kembali dengan jelas, dan di tengah-tengah penglihatannya dia bisa melihat seorang gadis berpakaian pink. Gadis itu memegang permata yang bersinar dengan warna-warna pelangi dan dengan tenang melihat ke arah Kanae.

"Apa maksudnya?"

"Sebagai ganti atas Navy yang tidak melakukan apapun terhadap permata ini, aku membiarkannya pergi", jawab Nana sambil tersenyum, lalu meletakkan permata itu di tangan Kanae.

"Kalau kami bertarung, Navy pasti akan menggunakan kekuatan sihir di dalam permata itu."

"Ah..."

"Tapi kalau dia sampai melakukan hal itu, anakmu tidak akan selamat. Itulah sebabnya aku membiarkannya kabur dengan permata ini sebagai gantinya. Kesepakatan seperti itulah yang kami buat."

Tentu saja, itu belum semuanya. Kalau Nana juga terpengaruh kilatan cahaya itu, Maya mungkin melakukan satu taruhan terakhir. Namun, karena hal itu tidak terjadi, Maya pergi tanpa melakukan apapun. Kemenangan menjadi milik Nana.

"Terima kasih, Nana-chan. Demi aku..."

"Tidak apa-apa. Aku tidak hanya membiarkannya lari."

Ada mantra yang sedang mengejar Navy. Setelah Nana menyelesaikan pekerjaannya disini, dia akan mengejar Maya kembali.

"Kelihatannya Navy sudah terluka cukup parah, dan dia juga sudah kehilangan altar dan permatanya. Bahkan dia sekalipun tidak akan bisa melakukan sesuatu yang cukup besar dalam waktu dekat. Aku hanya perlu menangkapnya sebelum dia bisa melakukan sesuatu."

"Tapi, bukannya mereka nanti akan marah kepadamu, Nana-chan?"

Nana adalah penyihir yang merupakan anggota dari angkatan bersenjata Folsaria, Rainbow Heart. Membiarkan seorang musuh adalah sebuah pelanggaran berat.

"Apa yang bisa kulakukan? Dia berhasil kabur saat kilatan cahaya itu membuatku buta", balas Nana sambil tersenyum. Dia akan berkata pada atasannya bahwa Maya berhasil lolos dengan cara membuatnya buta sesaat.

"Begitu ya...jadi dia juga melakukannya karena itu..."

Bisa dikatakan bahwa cara Maya untuk kabur adalah bagian dari kesepakatan itu. Kalau Maya tidak melakukannya agar terlihat seperti berusaha untuk kabur, Nana pasti akan menghukumnya. Itu karena menurut misi yang diemban oleh Nana, dia seharusnya mengabaikan permata itu dan mengalahkan Maya. Namun jika hal itu terjadi, Kanae tidak akan bisa memenuhi tujuannya. Itulah sebabnya Nana membuat kesepakatan dengan Maya - semacam usaha keras di saat-saat terakhir. Menjadi pahlawan kebenaran rupanya membuat Nana kesulitan untuk bertindak.

"Dengan begitu, Kanae-san, mari kita pulang setelah menghancurkan altar ini. Kita harus mengembalika kekuatan sihir di dalam permata itu pada putrimu secepat mungkin."

Sambil berkata demikian, Nana mengangkat tongkatnya. Dia akan menggunakan mantra serangan yang kuat untuk menghancurkan altar. Sementara Kanae menonton, dia memegang permata itu erat-erat dan mulai merasa resah.

"Apa anakku akan selamat...?"

"Maaf. Sejujurnya, aku pun tidak tahu. Tapi dia tidak akan segera mati. Setidaknya, aku bisa jamin hal itu."

Energi spiritual anak Kanae sudah dikuras secara paksa dari badannya, diubah menjadi kekuatan sihir dan disimpan dalam permata itu. Maya sudah menggunakan sebagian dari kekuatan sihir itu, dan saat kekuatan sihir diubah menjadi energi spiriual, tidak ada jaminan bahwa energi itu akan betul-betul kembali pada anak perempuan Kanae. Namun, kalau mereka menghancurkan bagian inti dari ritual itu, yakni permata itu, setelah mengembalikan kekuatan sihirnya, anak perempuan Kanae pasti akan bisa lepas dari pengaruh ritualnya. Nyawanya seharusnya bisa terselamatkan karena kebocoran energi spiritualnya sudah berhenti. Suami Kanae pun juga bisa lolos dari situasi yang berbahaya itu.

"Aku benar-benar minta maaf. Ini semua karena kau terlibat dalam pertarungan kami..."

"Memang disayangkan, tapi kamu tidak perlu merasa bertanggungjawab. Kamu masih cukup muda untuk menjadi seorang anak..."

Anak perempuan Kanae mungkin tidak akan hidup untuk waktu yang lama, namun Kanae tidak akan menyalahkan Nana untuk hal itu. Dark Navylah yang salah, dan tidak peduli seberapa kuat dirinya, Nana tetaplah seorang anak-anak. Kanae tidak bisa mengkritik Nana yang berusia hampir sama dengan anaknya.

"Terima kasih, Kanae-san..."

"Jangan menangis, Nana-chan. Ini bukan salahmu...", ujar Kanae sambil memeluk Nana.

Alasan terbesar kenapa Kanae tidak menyalahkan Nana adalah karena ikatan yang mereka bentuk selama mereka bersama-sama dalam beberapa hari ini. Gadis kecil ini terus bertarung sendirian, dan Kanae tidak bisa meninggalkan Nana setelah mengetahui hal itu. Saat ini, Kanae menganggap Nana sebagai anaknya sendiri, dan sebagai seorang rekan, dia sudah menghabiskan masa-masa yang indah dan kelam bersamanya.

"...Aku akan menjalankan mantra, Kanae-san..."

"Oh iya, maaf sudah mengganggu. Maaf, Nana-chan..."

Dengan begitu, mereka berdua menghancurkan rencana Dark Navy dan berhasil menyelamatkan anak perempuan Kanae.


Yang Ada di dalam Kalung[edit]

Part 1[edit]

Setelah melesat keluar dari bangunan kosong itu, Koutarou melihat lurus ke arah tempat kecelakaan dimana ibunya mati. Dia tidak melihat ke sekitarnya, mengabaikan lampu lalu lintas dan menubruk orang-orang, terus mengabaikan semua itu dan terus maju. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ingatan Koutarou berkata bahwa kecelakaan itu terjadi sesaat setelah jam 7. Karena dia tidak yakin dengan waktu kejadian sebenarnya, Koutarou tidak yakin apakah dia akan tiba lebih dulu atau tidak. Itulah sebabnya Koutarou bertaruh pada peluang kecil itu dimana ibunya masih hidup.

Belokan itu, deket belokan itu!!

Koutarou sudah dekat dengan tempat kecelakaan itu. Jantungnya berdetak cepat, dia hampir kehabisan nafas dan larinya melambat karena kakinya mulai lelah. Suara detak jantungnya begitu berisik sampai-sampai dia tidak bisa mendengar hal-hal lain. Namun, Koutarou mengabaikan semua itu dan terus maju. Tepat di dekat belokan itu, ibunya akan mati dalam sebuah kecelakaan. Koutarou tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan kekhawatirannya sendiri.

Oke, sekarang tinggal belok disini!!

Koutarou melambat sedikit untuk berbelok, dan tepat saat dia melakukan itu, dia bisa mendengar ada suara sirine yang meraung-raung cukup keras dari belakangnya dan sebuah mobil van putih yang mendekat. Mobil van itu berbelok di saat yang sama dengan Koutarou dan mendahuluinya.

'Rumah Sakit Kota Harukaze'

Itulah yang tertulis di sisi mobil van itu. Lampu peringatan merah menyala di atas van itu diiringi dengan sirine yang terus meraung-raung dengan nyaringnya. Sudah jelas, bahwa itu adalah mobil ambulans.

Ada kerumunan orang-orang yang berkumpul di arah kemana ambulans itu menuju. Orang-orang itu tampak mengeliingi sesuatu. Di tengah-tengah kerumunan itu, terdapat sebuah mobil yang menabrak pembatas jalan. Tepat di sebelahnya, terdapat seorang anak laki-laki, yang sedang memeluk sebuah sweater yang hampir selesai dan terduduk di jalan. Di dekatnya, ada keranjang yang terbuat dari bambu dan alat-alat merajut di dalamnya tercecer di luar. Seorang wanita terbujur kaku di depan anak itu. Wanita itu tampak mengambang karena posisinya yang berada di tengah-tengah genangan berwarna merah.

"Ah..."

Tepat saat Koutarou melihatnya, dia berhenti. Badannya menjadi lemas dan terdiam kaku. Koutarou hanya terdiam dan melihat perkembangan situasinya. Petugas medis melewati anak itu dan bergegas menuju wanita yang terbaring itu. Orang-orang yang berkerumun pun semakin banyak dan Koutarou tidak lagi bisa melihat baik anak itu, wanita di dekatnya dan para petugas medis.

"Veltlion..."

Seorang wanita muncul di sisi Koutarou, memakai kacamata dan gaun panjang.

"Aku betul-betul minta maaf....saat aku sampai ke sini, semuanya sudah..."

Clan tampak begitu menyesal, sesuai dengan apa yang dikatakannya.

Setelah Clan menuntun Koutarou ke bangunan kosong itu, dia mengikuti arahan Koutarou untuk mencari lokasi kecelakaan itu. Namun, Clan kesulitan menemukannya dengan arahan singkat yang didapatnya, dan pada saat dia berhasil menemukannya, kecelakaan itu sudah terjadi.

Koutarou terduduk lemas di tempat dia sebelumnya berdiri, setelah mendengar permintaan maaf dari Clan. Wajahnya saat itu terlihat sama dengan anak yang memeluk sweater yang hampir jadi itu.

"Onii-chan! Onee-chan!"

Tepat pada saat itulah Kii sampai. Koutarou meninggalkan Kii yang ditemani oleh alat pengintai Clan dan pergi lebih dahulu. Itulah sebabnya Kii baru sampai pada saat ini.

"Apa yang terjadi dengan ibumu!?"

Kii masih tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia sudah merasakan adanya sesuatu yang buruk saat dia melihat Koutarou yang terduduk. Namun, dia tidak ingin percaya dengan hal itu.

"...Kita tidak berhasil...", jawab Clan pada Kii dengan nada sedih sambil menggelengkan kepalanya.

"Tidak!! Berarti, ibu Onii-chan mati!?" jerit Kii yang tampak mulai menangis. Dia tidak mau percaya bahwa ibu Koutarou sudah mati.

Aku gagal....ibu mati...lagi...

Teriakan Kii mengukir realita itu ke dalam hati Koutarou yang telah membeku, dan sesaat kemudian, kenangan hari-hari setelah ibunya mati pun mulai muncul kembali dengan derasnya ke dalam kepalanya.

Ibu Koutarou mati meninggalkan sweater yang hampir jadi. Seperti halnya Kii, Koutarou mencari ibunya sementara ayahnya minum-minum untuk menghilangkan kesedihannya. Hubungan Koutarou dengan ayahnya pun memburuk, dan butuh waktu lama untuk bisa memperbaiki hubungan itu. Saat ini mereka sudah membaik, namun Koutarou harus menjadi lebih dewasa sebelum semua itu bisa terjadi.

Bisa dikatakan, masa kecil Koutarou begitu kesepian. Saat dia pulang, dia akan sendirian di dalamnya. Sulit baginya untuk sendirian di dalam rumah yang penuh dengan kenangan akan ibunya, sementara ayahnya baru akan pulang malam nanti. Baik Koutarou dan ayahnya kesulitan menerima kenyataan bahwa mereka telah kehilangan sosok seorang ibu dan seorang istri. Sebagai hasilnya, butuh waktu lama sampai mereka berdua bisa saling memaafkan. Sebelum waktu dan teman-temannya bisa menyembuhkan hatinya, Koutarou menghabiskan banyak waktu sendirian. Ini juga salah satu alasan mengapa dia fokus bermain baseball.

Semua kenangan masa kecilnya yang kembali muncul di dalam Koutarou membuatnya merasa begitu kesepian dan kehilangan. Koutarou kehilangan ibunya sekali lagi.

"Bangsat, aku nggak bisa nyelametin dia! Aku nggak bisa nyelametin ibu!!" teriak Koutarou sambil menghantamkan tangannya ke trotoar, membuat kulitnya sobek dan mengucurkan darah. Mungkin saja, darah yang mengalir itu adalah ganti dari air matanya.

"Padahal tinggal sedikit lagi!!"

Koutarou terus memukul trotoar itu berulang kali, tidak mempedulikan tangannya yang sudah berdarah-darah. Dia merasa kalau dia tidak melakukan itu, hatinya akan hancur berkeping-keping. Hanya dengan melakukan hal itulah Koutarou bisa tetap waras.

"Biar aku disebut-sebut sebagai ksatria, aku nggak bisa nyelametin siapapun!! Sejarah masih aja sama!! BANGSAAAT!!" teriak Koutarou.

Pemandangan ibunya yang kembali mati di hadapannya ternyata lebih menyakitkan dari yang dibayangkannya. Koutarou tidak bisa menyelamatkan siapapun, tidak bisa menolong siapapun. Semuanya terjadi seakan-akan sesuai dengan naskah atau sejarah. Koutarou tidak bisa melakukan apapun. Setelah dipenuhi dengan semua rasa putus asa, tidak berdaya, kesepian dan kehilangan, Koutarou merasa dirinya akan hancur berkeping-keping jika sampai ada yang menyentuhnya.

"Maafkan aku! Maafkan aku, Onii-chan!!"

Namun, ada seseorang yang melindungi Koutarou saat dirinya akan jatuh dan hancur, yakni si gadis kecil Kii, yang berusaha mengejar Koutarou. Kii memeluk tangan Koutarou di dadanya sekuat-kuatnya, tidak mempedulikan bajunya yang menjadi bersimbah darah, seakan-akan menerima semua perasaan yang dicurahkan oleh tangan itu.

"Semua, semua salah Kii!! Kalau Kii tidak lari dari rumah, ibu Onii-chan...!! Ibu Onii-chan pasti masih...!!"

Kii pun tidak bisa menahan dirinya karena jiwanya yang turut menjerit. Dia merasa bertanggung jawab, merasa bahwa semua itu adalah salahnya dirinya sampai tertangkap Maya yang menyebabkan ibu Koutarou mati. Dan kalau dia melihat kembali, Kii tertangkap karena dia lari dari rumah. Tindakan Kii yang egois telah begitu menyakiti Koutarou, dan sebuah kegagalan besar bagi Kii.

Kii mengerti perasaan Koutarou lebih dari siapapun, karena perasaan itu sama dengan apa yang dirasakan oleh Kii sebelum Kii menemukan bintang ibunya. Kii sudah merasakan keputusasaan dan kesepian itu juga.

Namun, lebih dari semua itu, Kii mencintai Koutarou. Memang, itu adalah cinta pertama yang masih muda dari gadis itu. Perasaannya yang begitu murni berteriak padanya bahwa dia tidak bisa meninggalkan Koutarou sendiri. Ada sesuatu di dalam dirinya yang berteriak padanya untuk menyelamatkan Koutarou.

"Aku janji, Onii-chan!! Kii tidak akan membiarkanmu sendirian!! Kii akan selalu berada di sisimu!! Jadi, jadi...!"

Seperti halnya Koutarou yang sudah menyembuhkan hati Kii, Kii merasa bahwa sekaranglah gilirannya untuk menyembuhkan hati Koutarou. Karena dia mencintai Koutarou lebih dari siapapun, dia menerima peran itu. Kii akan selalu berada di sisi Koutarou agar Koutarou tidak merasa kesepian. Kii akan belajar memasak, bersih-bersih, mencuci dan melakukan segala hal yang akan dilakukan oleh seorang ibu. Dia ingin memberikan kehangatan itu kepada Koutarou, karena dia percaya, bersama-sama mereka berdua bisa saling menyelamatkan diri mereka dari rasa kesepian.

"Jadi, jangan menangis!! Kamu tidak sendiri, Kii ada disini!! Kii akan selalu melindungimu, Onii-chan!!" jerit Kii yang terus meneteskan air mata. Perasaan yang begitu tulus, hangat dan penuh kasih itu masuk ke dalam hati Koutarou, dan menyelimuti hatinya yang sudah membeku dan retak.

"Kii-chan..."

Kii terus berusaha menjaga agar hati Koutarou tidak hancur. Berkat itu, Koutarou bisa lebih tenang sedikit. Memang, kesedihan karena kehilangan ibunya tidak menghilang, tapi Koutarou berhasil pulih dari guncangan karena harus kehilangan ibunya dua kali.

Pakaian Kii menjadi merah karena darahnya, dan air mata terus mengalir membasahi pipinya. Badan Kii bergetar dan suaranya pun juga gemetaran.

Semua itu membuat Koutarou tahu bahwa dia tidak sendirian. DI saat yang sama, hal itu berubah menjadi kekuatan yang dibutuhkannya untuk bisa bangkit kemabli.

"...Makasih ya, Kii-chan. Aku ngerasa lebih baik....berkat kamu", ujar Koutarou yang entah bagaimana bisa tersenyum pada Kii.

"Onii-chan..."

Setelah bersedih seperti itu, Kii selalu menunjukkan senyuman.

"A-aku senang....maafkan aku, maafkan aku, Onii-chan....aku, betul-betul, betul-betul, minta maaf..."

Kii mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Koutarou, menghapus air matanya dengan perlahan. Kii sendiri pun menangis lega setelah melihat Koutarou yang bisa bersikap seperti itu, dan Koutarou sendiri juga turut menghapus air mata Kii.

"Kamu nggak perlu minta maaf. Kamu nggak berbuat salah sama sekali."

"Tapi, tapi!!"

"Nggak apa-apa. Makasih ya, Kii-chan."

"Onii-chan!! Uwaaa, aaaaaaaaaaaaaaaaa!!"

Karena begitu tersentuh, Kii melompat ke arah Koutarou dan memeluknya.

Dia udah nangis buat aku....

Koutarou memeluk badan Kii yang gemetaran, sambil membelai pelan punggungnya dan merasa bersyukur bahwa Kii sudah menangis untuknya.

Karena KIi yang sudah menangis lebih dahulu, entah bagaimana, Koutarou berhasil menahan dirinya untuk menangis.


Part 2[edit]

Setelah Kii selesai menangis, dia tertidur karena kelelahan dan dari rasa lega yang begitu besar sambil terus memeluk Koutarou. Koutarou pun menggendongnya saat dia berjalan kembali ke Cradle.

"Dia benar-benar masih anak-anak. Lihat betapa pulas tidurnya."

"Dia memang harusnya punya sisi anak-anak kayak begini. Dia kelewat baik jadi anak-anak."

"Benar juga. Kalau dia masih bangun, aku tidak akan punya giliran untuk menghiburmu."

"Kamu rewel juga ya, buat hal-hal aneh begitu."

"Diamlah!"

Saat ini, Koutarou sudah kembali ke sikapnya yang biasa. Rasa sedihnya belum menghilang, namun dia berhasil menahan dirinya berkat pertolongan Kii dan Clan.

Aku bener-bener bersyukur, Clan. Aku bersyukur kita bisa bersama-sama...

Saat Koutarou memikirkan kalau dirinya berada di sana sendirian, dia menjadi merasa begitu bersyukur kepada Clan. Alasan mengapa Koutarou tidak mengatakan hal itu langsung pada Clan adalah karena jarak di antara mereka. Koutarou sedikit malu untuk mengatakan pada Clan perasaannya yang sejujurnya.

Dan juga, mungkin ini yang terbaik buat Clan...

Kalau Koutarou berhasil menyelamatkan ibunya, Clan akan kehilangan tempat untuk kembali. Kenyataan itu juga membantu Koutarou meredakan kesedihannya, karena Clan sudah menjadi teman yang berharga baginya. Meskipun dia masih berkabung untuk ibunya, Koutarou merasa kalau dia juga harus merasa senang karena temannya baik-baik saja.

"Ngomong-ngomong, Clan, sekarang kita ngapain?"

"Aku sudah menyelesaikan perhitunganku, tapi tunggulah sebentar lagi untuk keberangkatannya."

"Kenapa?"

"Anak ini sudah menemukan lokasi Cradle, benar? Setelah kita memulangkannya, aku akan memindahkannya."

"Oke, kalau gitu kamu yang urus itu ya. Aku mau latihan akting, jadi nggak usah buru-buru."

"Oh ya, ada hal itu juga."

Sementara Koutarou dan Clan membahas apa yang akan mereka lakukan nanti, mereka memasuki area gunung dimana Cradle dikuburkan. Karena mereka akan mendaki jalan yang sudah diberi lintasan untuk sementara waktu, jalan yang akan mereka tempuh tidak akan sulit untuk dilalui. Kii tidak bangun saat mereka mulai mendaki.

Saat Koutarou dan Clan sudah di tengah jalan ke atas gunung, gelang di tangan kanan Clan membunyikan suara peringatan.

"Peringatan. Ada kelompok tidak teridentifikasi mendekat dari arah jam sepuluh. Empat orang, ancaman senjata rendah, reaksi energi rendah. Memasuki level ancaman satu."

"Veltlion, ada orang yang akan datang."

"Kelihatannya begitu."

Meskipun sedikit terlambat, Koutarou juga menyadari hal itu.

Mereka kelihatannya nggak berbahaya, tapi...

Kemampuan Koutarou untuk melihat energi spiritual mulai melemah, tapi dia masih bisa merasakan keberadaan empat orang yang mendekat.

"Ada baiknya kita bangunkan anak ini."

"Ya."

Ada kelompok misterius yang muncul dari kiri. Tidak ada jalan yang berasal dari arah itu, hanya semak-semak dan pepohonan. Sulit untuk membayangkan ada orang yang mengumpulkan jamur dan tanaman selarut ini, jadi Koutarou dan yang lainnya memutuskan untuk waspada.

"Kii-chan, bangun Kii-chan."

"Mm, mmmm~"

Koutarou menggoyang pelan badan Kii sambil memanggilnya, dan Kii pun mulai bergerak. Dia menggerakkan tangannya yang memeluk leher Koutarou lalu menggosok-gosok matanya.

"Selamat pagi, Onii-chan? Ada apa?"

"Ada orang-orang aneh yang mau datang. Kayaknya sih bukan musuh, tapi kami rasa ada baiknya kami bangunin kamu."

"Baik."

Kii merasa puas dengan penjelasan itu dan turun dari Koutarou seraya mengangguk. Sambil menggosok-gosok matanya yang masih berat, Kii melihat ke sebelah kirinya. Semak-semak di depannya bergoyang dan ada empat orang yang muncul.

Ada seorang tua di depan dengan tiga orang di belakangnya, dan mereka semua memakai pakaian bermerek yang mahal. Berdasarkan gerakan orang tua itu dan ketiga orang yang mengikutinya, kelihatannya tiga orang itu adalah pengawal si orang tua.

"Paman!?"

"Nona!!"

Saat orang-orang itu menginjak jalan beraspal, Kii dan orang tua itu saling berteriak di saat yang bersamaan. Orang tua itu pun panik dan berlari ke arah Koutarou dan yang lain.

"Akhirnya saya berhasil menemukan anda, nona!!"

Saat melihat Kii, orang tua itu tersenyum senang dan berlari sekencang-kencangnya. Dia kelihatannya tidak mempedulikan siapa Koutarou dan Clan sama sekali.

"Kouma-sama, tolong tunggu! Kita tidak tahu siapa dua orang itu!"

"Aku tidak peduli!! Nonaaa!!"

Ketiga orang di belakangnya terlihat waspada akan siapa Koutarou dan Clan, jadi mereka berusaha untuk menghentikan orang tua itu. Namun, orang tua itu betul-betul mengabaikan mereka. Keitga orang itu hanya bisa saling melempar pandangan dan dengan enggan mengejar orang tua itu.

"Kii-chan, kamu kenal mereka?"

Berdasarkan sikap Kii dan orang tua itu, Koutarou kurang lebih mengerti bahwa mereka berempat bukanlah musuh. Namun, karena nyawa Kii sempat diincar, Koutarou tetap waspada.

"Iya, dia paman Kouma yang bekerja di rumahku."

"Sudah kuduga, dia kelihatannya memang anak dari keluarga hebat."

Di saat yang bersamaan dengan Koutarou yang mengetahui identitas orang-orang itu, orang tua yang bernama Kouma sampai pada Kii. Dia lalu berjongkok di depannya dan saling bertatap muka.

Mereka kayaknya aman...

Koutarou memutuskan bahwa Kouma bukanlah orang yang berbahaya setelah melihatnya berjongkok dan bertatap muka dengan Kii, dan ketegangannya pun mereda.

"Anda kemana saja selama tiga hari ini!? Saya begitu khawatir dan mencari anda kemana-mana!!"

"Maaf, paman...", ujar Kii yang meminta maaf kepada Kouma yang mulai menangis. Baru pada saat itulah Kii mengerti apa yang sudah diakibatkan oleh keegoisannya.

"Tentu saja, tuan juga khawatir dengan anda. Saya sudah berusaha menghentikannya saat dia berkata akan mencari anda sendirian, dan itu sebabnya saya yang pergi mencari."

"Ayah...?"

"Tuan tahu kalau ada seseorang yang mengincar nyawa anda, dan dia harus menggunakan segala yang dia punya untuk menjaga agar musuh itu tidak sampai mendekat. Dia tidak mungkin tidak khawatir terhadap anda."

Ayah KIi tahu kalau lawan politiknya akan menggunakan fakta bahwa Kii lari dari rumah untuk menggeser opini publik. Ayah Kii belum tahu kalau Tayuma adalah dalangnya dan yang juga menggunakan Maya untuk membunuh Kii, namun ayah Kii sudah mengusahakan segala yang ia bisa untuk menangani para lawan politiknya. Karena itulah, tidak ada yang bisa mengambil langkah kecuali Tayuma dan Maya.

Sebagai ganti atas ayah Kii yang tidak bisa bergerak untuk menangani para lawannya, dia mengutus Kouma, hambanya yang paling dipercaya, untuk mencari Kii. Ini adalah usaha terbaik ayah Kii untuk melindunginya.

"Em, soal itu."

Koutarou yang sedari tadi mengawasi mereka berdua mulai angkat bicara. Dia punya sesuatu yang harus dia beritahukan kepada Kouma.

"Anak ini, Kii-chan, tadi diserang sama orang aneh. Jadi, tolong bawa dia ke tempat yang aman secepat mungkin."

"Onii-chan!?"

Kii kaget mendengar perkataan Koutarou. Namun, reaksi Kouma justru lebih dari yang dibayangkan.

"A-apa itu benar!? Kita tidak bisa diam disini!! Kalian, amankan area ini, dan hubungi tuan!!"

"Baik!"

Kouma langsung memberi perintah dan orang-orang yang mengikutinya langsung mengambil tindakan. Satu dari mereka menggunakan semacam alat untuk memeriksa area di sekitarnya dan mengeluarkan pistol kecil. Yang satu lagi menggunakan alat komunikasi untuk menghubungi seseorang. Mereka bersiap menghadapi sergapan dan di saat yang sama berencana untuk mundur.

"Entah bagaimana, aku berhasil melindunginya, tapi orang itu mungkin akan kembali...jadi tolong disegerakan."

Koutarou dan Clan tidak tahu siapa Maya. Yang bisa mereka bayangkan adalah bahwa dia adalah pembunuh yang diutus oleh musuh politik ayah Kii. Mereka tidak tahu apa yang terjadi di balik layar atau apakah mereka masih dikejar. Ada batasan seberapa bisa Koutarou dan Clan melindungi Kii, jadi mereka ingin bergegas membawa Kii ke tempat yang aman.

"Begitu rupanya...biasanya, saya akan memberi ucapan terima kasih secara formal, tapi karena hal ini adalah urusan yang penting, kami harus segera pergi. Tolong maafkan ketidaksopanan saya", jelas Kouma sambil membungkuk hormat pada Koutarou. Koutarou pun balas mengangguk.

"Aku rasa memang itu yang terbaik, jadi jangan kuatir."

Koutarou bisa mengerti bagaimana situasi mereka saat itu, jadi dia mengerti dengan tindakan yang diambil Kouma. Mereka harus membawa Kii ke tempat yang aman secepat mungkin.

"Terima kasih banyak."

Kouma pun kembali membungkuk setelah mendengar jawaban Koutarou. Inilah rasa terima kasih terbesar yang bisa diberikannya untuk saat ini.

"Nona, mari kita pergi."

"Tidak!! Aku tidak mau pulang!!"

Meskipun Koutarou dan Kouma sudah saling mengerti, Kii sendiri entah mengapa menggelengkan kepalanya dengan keras. Hal ini mengejutkan mereka berdua.

"Kenapa, Kii-chan? Bukannya kamu bilang kalau kamu bakal pulang?"

"N-nona, kenapa!?"

Koutarou memiringkan kepalanya dan Kouma menggenggam pundak Kii dengan mata yang terbelalak karena mereka berdua sama-sama begitu kaget terlebih Koutarou, yang sudah mendengar bahwa Kii akan pulang beberapa saat yang lalu. Dia tidak mengerti mengapa Kii tiba-tiba mengubah pikirannya.

"Itu karena aku sudah berjanji dengan Onii-chan!! Kalau aku akan bersamanya!! Kii akan melindungi dia agar dia tidak kesepian!!"

"Kii-chan..."

Kii mengubah pikirannya karena Koutarou. Beberapa saat lalu, saat Koutarou kehilangan ibunya, Kii menghiburnya dengan berkata bahwa dia akan berada bersamanya. Karena Kii tidak mau hal itu menjadi sebuah kebohongan, dia berusaha untuk tetap berada di sisi Koutarou.

"...Nggak apa-apa kok, Kii-chan", ujar Koutarou yang berjongkok di sebelah Kii dan meletakkan tangannya di bahu Kii. Melihat itu, Kouma memutuskan untuk membiarkan Koutarou membujuk Kii dan menjaga jarak dari mereka.

"Tidak tidak apa-apa!! Onii-chan sudah berbuat banyak untuk Kii, jadi sekarang giliran Kii!!"

Bahkan setelah Koutarou berbicara padanya, Kii terus menggelengkan kepalanya dan mulai menangis.

"Kii berjanji akan melindungi Onii-chan!! Kii tidak mau pulang!!"

"Kii-chan, kamu udah cukup ngelindungin aku. Apa kamu masih belum ngerti? Aku bisa ngomong dengan tenang begini karena kamu."

Koutarou sudah dua kali kehilangan ibunya, dan orang yang bisa meredakan penderitaan karena hal itu adalah Kii. Karena Kii sudah kehilangan ibunya sendiri, perasaan Kii sampai kepada Koutarou. Itulah sebabnya Koutarou tidak bisa jujur mengatakan bahwa Kii sudah melindunginya lebih dari cukup, dan air mata yang sudah dikeluarkan Kii pada waktu itu masih berada bersamanya dan melindunginya.

"Itu sebabnya aku bilang nggak apa-apa. Makasih, Kii-chan. Aku betul-betul bersyukur."

"Onii-chan....", balas Kii dengan suara pelan.

Karena Kii pintar dan peka terhadap perasaan orang lain, dia mengerti apa yang dirasakan oleh Koutarou. Itulah sebabnya dia mengerti bahwa saat ini Koutarou tidak berbohong. Dia tidak mengada-ada untuk bisa membuat Kii pulang.

Karena itulah, argumen Kii kehilangan momentumnya. Kii mengerti bahwa sudah waktunya bagi mereka untuk berpisah.

"Aku nggak akan lupa kalau kamu sudah nangis buat aku, dan selama aku ingat itu, aku nggak akan kesepian. Benar kan?"

"Iya...."

Kii akan kembali pulang, dan Koutarou juga. Namun, ikatan yang sudah mereka berdua bangun tidak akan menghilang. Selama mereka tidak melupakan waktu yang sudah mereka habiskan bersama, baik Koutarou maupun Kii tidak akan merasa kesepian. Mereka pun akan bisa melangkah di jalan mereka masing-masing, tahu bahwa ada seseorang yang mengerti akan diri mereka di luar sana.

Biarpun orang lain itu cewek umur enam tahun yang kayak aku...

Meskipun masih keheranan karena dirinya dihibur oleh gadis berumur enam tahun, Koutarou bersyukur bahwa dia bertemu Kii dan di saat yang sama dia juga sedih karena mereka akan berpisah. Setidaknya, yang bisa dilakukan Koutarou adalah berdoa agar masa depan Kii menjadi cerah.

"Hati-hati ya, Kii-chan."

"...Iya. Kamu juga, Onii-chan."

"Ya. Aku bakal baik-baik aja."

"Bohong. Kii tahu kalau kamu lemah, Onii-chan."

"Selama kamu tahu itu, aku bakal baik-baik aja."

"Aha, ini rasanya seperti pengakuan."

"Memang mirip. Aku memang nunjukkin kelemahanku, kan?"

"Benar."

Kii akhirnya kembali tersenyum, karena bisa menerima bahwa sekarang sudah waktunya untuk berpisah. Kouma, yang merasakan hal itu saat mengawasi dari jauh, mulai angkat bicara.

"Nona, sudah waktunya..."

"Aku tahu. Tapi tolong tunggu sebentar."

Waktu untuk berpisah sudah dekat. Kii pun tahu itu. Dia tidak punya niat untuk kembali egois, tapi dia masih punya satu hal untuk dilakukan.

"Onii-chan, terima ini."

Kii menarik sedikit baju di dekat dadanya dan mengeluarkan sebuah kalung. Kalung itu mempunyai permata-permata dan taring-taring yang sudah dipoles dan diikat oleh tali yang berwarna-warni. Kalung itu begitu unik dan indah, berbeda dari perhiasan zaman sekarang. Memang sederhana, tapi ada keindahan yang begitu kuat di dalamnya, dan cocok bagi Kii.

"Aku mau kamu menyimpan ini, Onii-chan."

Kii melepasnya dari lehernya dan menyodorkannya pada Koutarou.

Rokujouma V10 271.jpg

"Nona, itu..."

Kouma secara insting mencoba menghentikan Kii. Dia tahu betul apa makna tindakan itu bagi Kii.

"Aku tahu, itulah sebabnya."

"....Kalau anda benar-benar menyadarinya, maka saya tidak akan menentangnya."

"Terima kasih, paman", ujar Kii sambil tersenyum dan mengangguk pada Kouma, lalu menyerahkan kalung itu pada Koutarou.

"Ini, Onii-chan. Anggaplah ini sebagai Kii dan jagalah baik-baik."

"Apa kamu yakin? Bukannya ini sesuatu yang berharga buat kamu?"

Berdasarkan penampilan kalung itu dan apa sikap Kouma, Koutarou tahu bahwa itu adalah sesuatu yang berharga. Dan kalau memang itu benar adanya, kalau Koutarou tahu seberapa berharganya itu, dia pasti akan berusaha memberikannya kembali pada Kii.

"Iya, ini sebagai tanda terima kasih untuk kartunya! Mulai hari ini, kalung ini yang akan melindungi Onii-chan sebagai ganti Kii! Dan...Kii akan senang kalau Onii-chan melihat kalung itu sewaktu-waktu dan memikirkan Kii."

Di tempat asal Kii, terdapat sebuah adat dimana dua orang yang sudah bersumpah akan menikahi satu sama lain akan saling bertukar barang yang selalu mereka gunakan sebagai tanda pernikahan mereka.

Kii sudah mendapat sebuah kartu dari Koutarou, dan Kii memutuskan untuk memberikan pada Koutarou kenang-kenangan milik ibunya. Kii sudah berhasil menemukan bintang dan bertemu ibunya kembali. Dia tidak perlu mencari ibunya dalam kalung itu. Kii percaya bahwa akan lebih baik kalau dia memberikan kalung itu pada Koutarou dan membuat ibunya melindungi Koutarou. Itulah kedua makna yang ada di dalam pemberian ini.

Namun, Kii tidak berniat untuk mengatakan pada Koutarou hal-hal itu. Karena Koutarou tinggal di tempat lain, Koutarou tidak mengerti apa makna dibalik tindakan ini, dan mereka tidak akan bertemu kembali untuk sementara waktu. itulah sebabnya Kii tidak ingin untuk memberikan perasaannya kepada Koutarou. Dia sudah belajar apa yang bisa ditimbulkan dari tindakan egois.

Itulah sebabnya Kii akan mengatakan semuanya pada Koutarou saat mereka bertemu kembali, dan dia berharap bahwa Koutarou akan mengingatnya dan menerima perasaannya. Sampai saat itu tiba, itu akan menjadi janji untuk Kii sendiri. Koutarou hanya perlu menganggap kalung itu sebagai jimat.

"Aku mengerti. Makasih, Kii-chan."

"Sama-sama! Rawat baik-baik ya!"

Kii sudah melakukan segala yang ingin dilakukannya, dan karena puas akan hal itu, Kii pun tersenyum. Senyuman yang dibuatnya tampak begitu dewasa hingga sulit dipercaya untuk menganggapnya sebagai anak berumur enam tahun. Selama tiga hari ini, dia sudah betumbuh dengan pesat. Masa kecil Kii sudah akan mencapai akhirnya.

"Baik, kalau begitu aku akan pergi sekarang."

Kii terus tersenyum dan melambaikan tangannya. Senyuman itu nampak sedikit kesepian, namun tidak ada kesedihan di dalamnya.

"Ya. Sampai jumpa."

"Hati-hati, gadis kecil."

Koutarou dan Clan berpisah dengan Kii dengan sebuah senyuman. Kouma membungkuk pada Koutarou dan Clan sekali lagi, diikuti oleh ketiga orang yang mengikuti Kouma. Waktu untuk berpisah pun akhirnya tiba.

"Sampai jumpa, Onii-chan! Onee-chan!"

Kii dituntun oleh Kouma dan melangkah pergi. Mereka pergi di arah yang sama dimana Kouma dan ketiga orang itu muncul. Kii terus melambai ke arah Koutarou dan Clan sampai dia tidak bisa melihat mereka berdua.

"Sampai jumpa! Semoga kita ketemu lagi!"

Tidak ada jaminan bahwa mereka bisa bertemu Kii kembali. Malah, kemungkinan hal itu terjadi justru sangat kecil karena mereka berdua akan kembali ke masa depan. Dan meskipun mereka bertemu, Kii mungkin tidak akan mengenali Koutarou. Namun mereka berdua tidak perlu mengatakan hal itu.

"Tunggu aku ya! Saat Kii sudah dewasa, Kii pasti akan kembali untukmu, Onii-chan! Jadi, tunggu Kii ya, Onii-chan! Aku cinta kamu!"

Namun, saat Koutarou melihat wajah Kii, dia mulai berpikir bahwa mereka mungkin akan bertemu kembali suatu hari nanti.


Senyuman Kii begitu cerah, sampai-sampai meluap-luap dengan keinginannya untuk bertemu kembali dengan Koutarou.


Roller Coaster di Sore Hari[edit]

Part 1[edit]

Minggu, 14 Februari

14 Februari, hari Minggu dan juga Hari Valentine. Ditambah lagi, ada acara yang digelar sebagai perayaan Hari Valentine. Meskipun cuaca masih dingin, ada banyak orang-orang di taman hiburan, jadi ada banyak sekali keluarga dan pasangan kekasih mengelilingi Koutarou dan Kiriha. Mereka semua sedang tersenyum dan menikmati liburan.

"Kiriha-san, kita mau kemana hari ini? Kamu bilang kamu dapet petunjuk."

"Tenanglah, Satomi Koutarou. Ada prosedur yang seharusnya untuk hal-hal seperti ini."

Koutarou diajak ke taman hiburan oleh Kiriha saat Kiriha meminta Koutarou untuk membantunya mencari seseorang. Karena Koutarou sudah membantunya mencari berkali-kali, Koutarou pun setuju. Koutarou menganggap Kiriha sebagai teman yang berharga, itulah sebabnya dia tidak menolak. Selain itu, Kiriha mencari cinta pertamanya. Itu membuat Koutarou merasa harus membantunya. Karena Kiriha mengatakan kalau dia sudah menemukan petunjuk, Koutarou begitu antusias untuk pergi mencari.

Saat mereka memasuki taman hiburan, Kiriha mulai melangkah untuk memimpin jalannya. Mereka berjalan menuju wahana di dalam taman hiburan itu, namun Kiriha tidak mengatakan rencananya kepada Koutarou entah mengapa. Koutarou yang kebingungan pun bertanya padanya, namun Kiriha mengelak dengan memberikan senyuman. Itulah posisi mereka saat ini.

Tapi...aku ngerasa ada yang aneh soal ini...

Koutarou mengejar Kiriha sambil merasakan adanya keanehan. Karena mereka berangkat dari Rumah Corona di siang hari, matahari sudah mulai terbenam. Matahari senja yang berwarna jingga membuat bayangan-bayangan memanjang. Suasana itu memancing kenangan Koutarou, dan membuatnya merasa kalau dia pernah melihat hal ini sebelumnya.

Yah, aku udah pernah kesini beberapa kali sebelumnya, jadi...

Ini bukanlah pertama kalinya Koutarou datang ke sini bersama Kiriha. Sebenarnya, dia sudah pernah ke sini bersama Kiriha beberapa kali. Satu kali dengan alasan kencan, dan beberapa kali untuk mencari seseorang. Kencan itu cukup berkesan, jadi sudah jelas Koutarou akan mengingatnya. Namun, saat mereka berdua terus berjalan, dia mengingat beberapa kenangan lain, selain dari saat dia sedang bersama Kiriha. Kenangan itu berasal dari hari-hari yang dulu yang betul-betul serius, yang betul-betul mengubah pemikiran Koutarou. Sambil terus mengingat-ingat, Koutarou mengejar Kiriha.

"Ini dia."

Kiriha berhenti di depan sebuah wahana. Dia lalu berbalik menghadap Koutarou sambil tersenyum ceria, yang begitu polos dan indah. Senyuman itu begitu berbeda dari yang biasa ditunjukkannya, dan tampak seperti senyuman seorang anak yang sedang mengantri untuk menikmati wahana itu.

"Ini..."

Wahana yang mereka kunjungi adalah roller coaster. Saat Koutarou melihat ke atas, dia bisa melihat orang-orang yang melintas dan berputar-putar di dalam roller coaster. Inilah wahana paling populer di taman hiburan.

"Aku berpikir kalau kita harus menaiki wahana ini hari ini."

"Tunggu, bukannya kamu bilang kalau kamu mau naik ini sama cinta pertamamu? Apa kamu udah nyerah?"

Kiriha berencana menaiki roller coaster itu, namun Koutarou menolak. Dulu, mereka memutuskan bahwa Kiriha akan menaiki wahana ini bersama cinta pertamanya. Kalau Kiriha sudah menyerah untuk mencari orang itu, atau jika cinta pertamanya menolaknya, barulah dia akan menaiki wahana itu bersama Koutarou. Karena itulah Koutarou tidak setuju.

"Kau salah. Aku mungkin sudah menemukannya. Onii-chanku, yang selalu kupikirkan..."

Onii-chanku.

Saat Kiriha mengatakan kata itu, ada seorang berbeda yang muncul sekilas menggantikannya.

"Aku tahu! Onii-chan, ayo kita naik itu selanjutnya!"

"Yang berputar-putar dan geraknya cepat itu!"

Orang itu adalah gadis kecil yang baru saja berumur enam tahun. Seorang gadis yang bertemu dengan Koutarou sekitar setengah bulan lalu yang menghabiskan beberapa hari bersamanya. Gadis itu pun menghilang dan Kiriha kembali, namun Koutarou jelas melihat seklias gadis itu.

Apa mungkin....nggak, nggak mungkin....apa kebetulan kayak gitu bisa ada....?

Koutarou begitu keheranan. Ada sebuah pemikiran yang terlintas di kepalanya, tapi dia segera membantahnya. Bukan berarti Koutarou tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Koutarou pernah mempertimbangkan kemungkinan itu, namun itu adalah sesuatu dengan kemungkinan yang sangat kecil untuk terjadi, yang dianggapnya hanya sebagai angan-angan semata. Bahkan Koutarou mengerti bahwa sebuah sebab yang muncul setelah akibat adalah hal yang tidak mungkin.

Itulah sebabnya dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, dan dia hanya bisa terdiam karena kebingungan.

Sementara Koutarou terdiam, Kiriha tersenyum dan mulai berbicara.

"Semenjak aku datang ke atas ini, aku udah mencarinya menggunakan cara yang salah. Itulah sebabnya aku tidak menemukannya."

Kiriha mulai berbicara berbeda dari biasanya. Gaya bicaranya masih sopan, tapi tidak formal. Dia berbicara seperti halnya gadis biasa, namun Koutarou tidak merasa bahwa itu aneh. Ada sesuatu di dalam dirinya yang merasa bahwa itu normal. Dan kalau dilihat dari umur Kiriha, cara bicara seperti ini justru lebih sesuai. Dia biasanya terlalu dewasa.

"Orang yang aku temui sepuluh tahun lalu berumur sama denganku saat ini. Itulah sebabnya aku berasumsi, untuk usia ibunya yang mungkin di masa paling mudanya akan berusia sekitar tiga puluh tahun, tapi kemungkinan sudah berumur empat puluh tahun saat ini. Dengan menggunakan itu sebagai petunjuk, aku mencari data rekam wanita yang mengalam kecelakaan lalu lintas, tapi aku tidak menemukannya."

Kiriha sudah mencoba mencari cinta pertamanya melalui data kecelakaan lalu lintas. Dengan menggunakan asumsi bahwa cinta pertamanya berusia 15 tahun, wajar bagi Kiriha untuk menambahkan setidaknya 15 tahun untuk umur ibu orang itu. Itulah sebabnya dia menyelidiki semua wanita yang mati karena kecelakaan lalu lintas pada usia 30 tahun ke atas. Sebagai hasilnya, dia menemukan beberapa yang cocok dengan deskripsinya, tapi dia masih tidak bisa menemukan cinta pertamanya.

"Aku juga menggunakan cara lain, tapi aku tidak bisa menemukannya seberapa keras aku mencoba. Aku mulai berpikir kalau dia mungkin tidak pernah ada, mungkin dia hanya mimpi..."

Kiriha juga mencari data yang lainnya juga, tapi hasilnya sama. Dia tetap tidak bisa menemukan cinta pertamanya. Hal itu membuatnya kesal, dan Kiriha mulai ragu apakah ingatannya yang berharga itu nyata.

"Tapi....tapi kau tahu? Dua hari lalu, aku menemukan ini..."

Mata Kiriha mulai berkaca-kaca saat dia merogoh tas yang dibawanya, lalu mengeluarkan sesuatu dari dalamnya.

"Berkat ini, aku akhirnya mengerti kenapa aku tidak bisa menemukannya...kenapa ibunya tidak ada di dalam data..."

Kiriha menunjukkan sebuah kalung antik dengan permata-permata dan taring yang dipoles.

"...I-Itu..."

Tepat saat dia melihat itu, Koutarou terhenyak. Kalung yang dipegang Kiriha adalah kenang-kenangan yang disembunyikan Koutarou di dalam lemarinya. Alasan mengapa Kiriha mengeluarkan itu dan mengapa Kiriha mengatakan bahwa dia sudah memecahkan misterinya membuktikan bahwa imajinasi Koutarou ternyata benar.

"Tidak mungkin aku bisa menemukannya. Itu karena orang itu masih berumur 16 tahun..."

Asumsi pertama Kiriha salah. Kalau anak itu berumur enam tahun, Kiriha seharusnya menambahkan wanita-wanita berumur dua puluhan tahun ke dalam pencariannya, tapi dia tidak melakukan itu karena alasan yang jelas. Meskipun orang itu mungkin berumur enam tahun di dalam data, orang itu berumur 16 tahun saat Kiriha bertemu dengannya. Siapa yang bisa membayangkan adanya situasi yang irasional seperti itu?

"Aku memberikan kalung ini pada orang itu saat kita berpisah."

Kalau Kiriha berasumsi bahwa orang itu berumur enam tahun pada saat kecelakaan terjadi, hanya ada satu orang yang cocok dengan hasil pencariannya. Kiriha sudah memastikan hal itu, dan dia sudah menemukan kalung itu sebagai bukti. Yang perlu dilakukannya adalah untuk memastikan satu hal lagi.

"Aku memberikan kalung itu padanya sebagai ganti atas kartu ini", ujar Kiriha sambil mengeluarkan kartu dari dalam tasnya. Kartu itu adalah kartu mainan metalik, namun kartu itu sudah kehilangan kilapnya seiring berjalannya waktu. Kartu itu menampilkan seorang tokoh pahlawan yang digambar berdasarkan kumbang.

Koutarou pernah melihat kartu itu dan huruf-huruf yang tercoret pada kartu itu, yang terlihat sama dengan kartu yang dimiliki oleh seorang gadis berumur enam tahun yang dijumpainya setengah bulan yang lalu.

"Kalung ini adalah kenang-kenangan dari ibuku. Aku memberikan ini kepadanya, berharap agar ibuku menjaganya agar dia tidak merasa kesepian dan menangis sendirian."

Kiriha mulai menangis. Dia tidak pernah menunjukkan emosi yang begitu kuat sebelumnya di tempat umum, tapi sekarang dia sedang menangis tanpa mempedulikan sekelilingnya. Wajahnya terlihat bahagia, sekaligus sedih. Berbagai macam perasaan terlihat berada di dalam raut wajahnya itu, dan emosi yang begitu kuat itu berubah menjadi air mata yang mengalir di pipinya, berkilau diterpa matahari senja.

"Aku selalu khawatir selama sepuluh tahun ini. Apakah dia bahagia? Dia tidak merasa kesepian, benar?"

Kiriha tampak tidak bisa mengendalikan perasaannya. Badan dan lututnya gemetaran, kekuatannya hanya cukup untuk menopang badannya berdiri. Kiriha nampak akan rubuh jika seseorang menyentuhnya hanya sedikit saja.

"Jadi, tolong katakan padaku, Koutarou! Apakah pemilik kalung ini saat ini bahagia? Dia tidak merasa kesepian...benar?"

Itulah alasan mengapa Kiriha mencari cinta pertamanya. Sebelum dia menyatakan perasaannya sendiri, Kiriha ingin tahu apakah orang itu bahagia.

Kiriha masih mencintainya, tapi dia tidak meminta orang itu untuk melakukan hal yang sama. Orang itu punya kehidupannya sendiri, dia mungkin sudah mempunyai kekasihnya sendiri, atau bahkan sudah berkeluarga. Kiriha tidak berniat untuk memaksa dirinya untuk masuk ke dalam kehidupan orang itu. Bisa menyatakan perasaannya saja sudah cukup baginya.

Namun, Kiriha ingin tahu apakah orang itu bahagia, dan memastikan bahwa orang itu tidak merasa kesepian, apapun yang terjadi. Itulah perasaan dibalik alasannya memberikan kalung itu, dan juga apa yang diharapkannya saat dia melihat ke kartu di tangannya. Sebelum dia bisa memastikan hal itu, Kiriha tidak bisa melangkah maju. Dia tidak bisa mengejar kebahagiaannya sendiri.

"...Bisa kamu berdiri disana sebentar?"

Koutarou tidak menjawab pertanyaan Kiriha yang begitu sangat. Dia justru tersenyum dan menunjuk ke sesuatu di belakang Kiriha. Dengan wajah dan suara yang tetap tenang, Koutarou sudah kembali normal.

"Eh...? O-Oke..."

Sementara Koutarou sudah kembali tenang, pikiran Kiriha masih nampak kacau. Dia ingin mendengar jawaban Koutarou, dan peristiwa yang tidak diduganya ini membuat Kiriha bingung.

"Begini?"

Sementara perasaannya masih kacau, Kiriha tetap menuruti permintaan Koutarou. Koutarou menunjuk ke sebuah papan penunjuk di depan roller coaster, dan Kiriha bergerak maju ke depannya.

"Yap, begitu."

Saat Kiriha berdiri di sana dan menunggu, Koutarou mendekatinya.

"Ah..."

Saat Koutarou mendekat, badan Kiriha menegang dan di saat yang sama dia menggenggam erat-erat kalung dan kartu di tangannya. Bukannya Kiriha tidak merasa gugup, hanya saja, meskipun dia mempunyai bukti, Kiriha sendiri masih merasa tidak yakin. Itulah sebabnya dia terus memperhatikan apa yang dilakukan Koutarou.

"Hmm..."

Meskipun Kiriha masih gugup, Koutarou tersenyum dan mengangguk. Namun, dia tidak melihat ke arah Kiriha tapi pada sesuatu di belakangnya. Karena penasaran, Kiriha berbalik dan melihat apa yang sedang dilihat oleh Koutarou.

'Tinggi anda minimal 140 sentimeter untuk menaiki wahana ini'

Itulah yang tertulis di papan di belakangnya. Batas tinggi badan ditulis dengan huruf-huruf besar di sisi papan dan di sebelahnya terdapat gambar yang menunjukkan tinggi 140 sentimeter.

Koutarou melihat ke arah papan itu dan lalu dengan riangnya meletakkan tangannya di atas kepala Kiriha.

"...Kamu udah dewasa ya, Kii-chan", ujar Koutarou sambil melihat ke arah Kiriha, dan di saat yang sama dia membelai kepala Kiriha beberapa kali.

"Ah...."

Pada saat itulah Kiriha sadar bahwa imajinasinya ternyata benar. Di saat yang sama, seluruh perasaannya meledak dan membuatnya terbata-bata untuk berbicara. Kiriha berusaha mengatakan sesuatu, namun bibirnya hanya bisa menganga tanpa ada satu patah katapun yang keluar.

"Kalau kamu udah setinggi ini, kita bakal bisa naik ini kali ini."

Gambar pada papan itu hanya setinggi bahu Kiriha saja.

Kalau begini, petugasnya nggak akan ngehentiin kita kayak waktu itu...

Koutarou ingat saat dimana mereka dihentikan dan lalu berkata demikian.

"Aku nggak tahu kalau itu ternyata kamu, bener."

"O-Onii-cha...kamu betul-betul Onii-chan, benar?"

Air mata mulai keluar dari mata Kiriha lagi, dan badannya kembali gemetaran.

"Ya, bener kok", balas Koutarou dengan tegas. Dia sendiri juga kaget dengan kejadian ini, tapi dia tidak seterkejut Kiriha karena peristiwa itu baru terjadi setengah bulan yang lalu baginya. Dan Kii, Kiriha yang menangis di hadapannya sudah bertumbuh dewasa. Koutarou tahu kalau Kiriha menangis baginya, dan itu sebabnya kapanpun Kiriha menangis di depannya, Koutaoru merasa kalau dia harus tetap tegar. Karena itulah Koutarou bisa dengan tenang mengawasi Kiriha.

"Ah..."

Kiriha menjadi lemas dan kehilangan keseimbangan. Karena dia diayun-ayunkan oleh perasaannya yang begitu berkecamuk, Kiriha tidak bisa menyeimbangkan badannya dan terlihat mulai jatuh. "Hei, hei."

Namun, sebelum dia sempat jatuh, Koutarou menopang badannya.

Rokujouma V10 289.jpg

Kamu masih aja ringan, biarpun udah segede ini, Kii-chan...

Koutarou menjadi senang karena bisa menopang gadis yang telah menopang dirinya. Sementara Koutarou masih merasa senang, Kiriha melingkarkan tangannya ke badan Koutarou dan memeluknya.

"....Ternyata Onii-chan...kamu memang benar-benar Onii-chan..."

Kiriha betul-betul menyerahkan dirinya pada Koutarou layaknya seorang anak ingin dimanja oleh orang tuanya. Koutarou pun membetulkan topangannya pada Kiriha untuk bisa betul-betul menahannya.

"...Dulu kamu lebih tomboy loh, nggak kayak begini", ujar Koutarou yang menopang Kiriha sambil tersenyum kecut. Saat ini, Kiriha tampak lebih kekanakan dibanding Kii.

Nggak nyangka kalau dia bener-bener Kii-chan....

Kii yang selama ini bersembunyi di dalam Kiriha sekarang sudah melesat keluar. Hingga saat ini, Kii sudah seringkali muncul beberapa kali, dan Koutarou tahu seperti apa Kii bertingkah, jadi hal itu dianggap Koutarou sebagai hal yang wajar. Tentu saja, Koutarou merasa kaget, dan tetap merasa begitu hingga sekarang, tapi dia juga merasa puas. Karena itulah, Kiriha dan Kii mulai menyatu menyatu.

"Dasar...meskipun bagimu hanya setengah bulan, bagiku itu sudah berjalan selama sepuluh tahun, Onii-chan. Tak bisakah kau membiarkanku seperti ini sedikit lebih lama lagi..."

Tangan Kiriha memeluk Koutarou dengan begitu eratnya, sambil mencurahkan segenap perasaannya yang tersimpan selama sepuluh tahun dia tidak bertemu dengannya, yang juga menjadi sumpah Kiriha yang baru.

Kiriha akan melindungi Koutarou dari kesendirian, dan akan selalu menjaga hatinya agar tetap hangat.

Seperti halnya Koutarou sudah menjadi penopang bagi Kiriha dan Kii, mereka pun akan juga menopangnya. Karena sahabat dan cinta pertamanya sudah menjadi orang yang sama, keinginan mereka berdua pun menjadi satu, dan menjadi sebuah sumpah yang bahkan lebih kuat lagi.

"Maaf ya. Aku bakal nurutin apapun yang kamu minta hari ini, jadi tolong maafin aku ya."

"Apapun?" tanya Kiriha yang tersenyum pada Koutarou sambil memiringkan kepalanya.

"Iya."

"Aku mungkin akan mengatakan sesuatu yang luar biasa."

"Nggak bakal. Kamu bukan cewek semacam itu."

"...Fufu."

Kiriha tampak begitu bahagia saat dia tertawa dan kembali memeluk Koutarou, lalu berbisik pelan di telinga Koutarou.

"Onii-chan, kamu masih belum menjawab pertanyaanku sebelumnya. Jadi, aku ingin kamu betul-betul menjawabnya."

Apakah Koutarou bahagia atau tidak.

Kiriha sudah tahu jawaban dari pertanyaan itu, karena saat dia bertemu dengan Koutarou sepuluh tahun lalu, Koutarou berkata bahwa dirinya sedang berusaha untuk pulang. Mempunyai tempat untuk kembali pulang adalah tanda dari kebahagiaan.

Namun, Kiriha ingin mendengar Koutarou mengatakan sendiri hal itu. Apakah Kiriha sudah berhasil melindunginya selama sepuluh bulan mereka bersama, dan apakah Kii sudah berhasil menghangatkan hatinya dua minggu setelah mereka bertemu? Apakah Kiriha dan Kii sudah berhasil menopang dirinya? Kiriha ingin Koutarou menjawabnya dengan kata-katanya sendiri.

"Sekarang kalau dipikir-pikir, memang belum kujawab ya?" balas Koutarou sambil tersenyum kecut dan mulai berpikir sambil menengadah melihat langit. Apakah sepuluh bulan ini semenjak pertemuannya dengan Kiriha dan dua minggu semenjak kembalinya dirinya ke tempat ini mempunyai sebuah makna baginya? Itu adalah sebuah pertanyaan yang begitu sulit untuk dijawab oleh Koutarou.

"...Pemilik kalung ini orangnya agak bodoh loh. Dia bahkan nggak kenal sama siapa cewek di depannya sendiri. Gara-gara itu, dia sering berantem sama orang-orang di deketnya."

Koutarou tersenyum sambil mulai berbicara pada Kiriha. Senyuman dan kata-katanya betul-betul berbeda dari apa yang ditunjukkannya pada Kiriha hingga saat ini, seakan-akan Koutarou sedang berbicara dengan seorang anak kecil.

"Tapi...pas dia terdampar ke tempat yang jauh, jauh banget, entah kenapa dia kangen sama orang-orang itu, dan dia pun berusaha keras buat bisa pulang ke rumah. Jadi, aku rasa....dia bahagia. Seenggaknya, aku rasa dia nggak kesepian."

Koutarou berbicara seolah-olah dia sedang membicarakan orang lain, karena dia merasa agak malu untuk membicarakan dirinya sendiri, terlebih lagi karena alasannya untuk kembali pulang berada tepat di hadapannya.

"...Ah...syukurlah..."

Namun, Kiriha nampak tidak peduli bagaimana perasaan Koutarou. Tepat saat Koutarou berkata bahwa dia bahagia, perasaan Kiriha meluap-luap dan tercurah tanpa bisa berhenti. Kiriha tidak tahu harus berbuat apa, dan yang hanya bisa dilakukannya hanyalah menangis dan memeluk Koutarou.

Namun, ada satu hal yang Kiriha tahu.

Dia tidak perlu khawatir apakah cinta pertamanya merasa bahagia atau tidak, dan bahwa dia akan bisa terus menolong Koutarou mulai dari saat ini. Dia akan bisa terus melihat senyuman Koutarou dari dekat, dan dia hanya perlu menjaga agar senyuman itu tidak pernah pudar.

Hal itu membuat Kiriha meneteskan lebih banyak air mata bahagia dan memeluk Koutarou lebih erat lagi.

"Tapi, bener deh, nggak nyangka kalau kamu Kii-chan..."

"...Dasar lamban....hhhh....kenapa kamu tidak sadar dari setengah bulan yang lalu..."

"Maaf."

Dengan begitu, Kiriha terus menangis sambil terus dipeluk oleh Koutarou. Karena perasaan yang dipendamnya begitu besar, dia terus melakukan hal itu untuk waktu yang cukup lama. Namun, Koutarou dengan tenang terus memeluknya sampai dia berhenti.


Part 2[edit]

Setelah beberapa saat berselang, Kiriha sudah menjadi lebih tenang. Dia menjauh sedikit dari Koutarou sambil menengadah untuk memandangnya.

"...Hei, Onii-chan", bisik Kiriha sambil tersenyum.

"Hm?"

"Aku sebenarnya sedikit kebingungan."

Sambil berkata begitu, Kiriha memasang kalung yang sedari tadi dipegangnya ke leher Koutarou. Baginya, itulah tempat yang tepat untuk kalung itu.

Setelahnya, setelah Kiriha memainkan kartu itu beberapa kali dan menunjukkannya pada Koutarou, dia menahan kartu itu di dadanya dengan kedua tangannya. Itulah tempat yang tepat bagi kartu itu.

"Kenapa?"

Kiriha terus menangis saat dia mulai berbicara, dan air mata yang mengalir di pipinya dan jatuh dari dagunya membasahi tangannya dan kalung Koutarou. Koutarou, yang menyadari hal itu, mengulurkan tangannya ke pipi Kiriha dan menyeka air mata itu. Hal itu membuat Kiriha bahagia, dan tersenyum sambil meneteskan air mata terakhirnya.

"Kiriha dan Kii sedang bertengkar di dalam diriku. Kiriha ingin mengganggumu lebih banyak lagi, sementara Kii ingin tetap seperti ini."

"Ah, kalau gitu kamu nggak usah bingung", balas Koutarou sambil menghela nafas lega dan melemaskan pundaknya.

"Kenapa?" tanya Kiriha sambil memiringkan kepalanya seperti halnya Kii dahulu. Wajahnya tampak sama seperti biasanya, namun saat itu dia tampak seperti anak kecil.

"...Rasanya sakit juga dipelototin sama orang-orang. Mereka pasti ngira kalau aku yang udah bikin kamu nangis."

Karena Kiriha bergantung padanya seperti halnya Kii, Koutarou menjadi merasa kewalahan. Pada akhirnya, semua tetap berakhir sama, entah itu Kiriha maupun Kii yang melakukannya.

"Kamu MEMANG membuatku menangis, dasar..."

Setelah memberikan senyuman jahil khas Kiriha pada Koutarou, Kiriha memeluknya kembali seperti bagaimana Kii memeluknya. Kedua gadis itu melebur menjadi satu dan mencurahkan perasaan mereka pada Koutarou.

"Kalau gitu, ayo kita pergi", bisik Koutarou sambil tersenyum pahit. Anehnya, dia tetap terlihat tenang meskipun Kiriha sedang memeluknya. Karena perasaannya terhadap Kii dan Kiriha menjadi satu, Koutarou merasa bahwa hal ini adalah hal yang sewajarnya. Dia merasakan sesuatu yang mirip dengan perasaannya terhadap Sanae.

"Kemana?"

Kiriha menutup matanya dan membalas berbisik pada Koutarou sambil terus memeluknya.

"Udah jelas, kita bakal naik roller coaster. Kita narik banyak perhatian disini..."

Orang-orang di sekitar mereka yang terus memandangi mereka berdua membuat Koutarou merasa tidak nyaman dibandingkan Kiriha yang memeluknya.

"Mencoba membuat seorang gadis menjadi tertarik dengan mengajaknya naik wahana....bukankah itu terlalu sederhana menurutmu?" tanya Kiriha sambil menengadahkan kepalanya dan tersenyum. Dia lalu melepaskan Koutarou dan menggenggam tangannya. Meskipun dia berkomentar bahwa hal itu sederhana, Kiriha tampak begitu menantikan saat-saat itu. Memang sudah sewajarnya, karena Kiriha sudah menunggu momen ini selama lebih dari sepuluh tahun.

"Nggak kok. Aku udah pernah bilang kan? Aku sebenernya tertarik sama roller coaster...aku sendiri juga ingin naik itu."

Koutarou mulai berjalan, ditemani Kiriha yang dengan perlahan menyandarkan kepalanya di pundak Koutarou. Mereka berdua berjalan pintu masuk wahana itu seperti halnya sepasang kekasih.

"Ngomong-ngomong, Onii-chan, kalimat itu untuk siapa? Untuk Kiriha, atau untuk Kii?"

"Aku lupa. Apa itu penting?"

"Fufufu, ya sudah kalau begitu. Koutarou dan Onii-chan sama-sama pemalu."

"Diamlah.."

Dinginnya musim dingin sudah mulai menetap pada hari-hari di bulan Februari ini. Matahari mulai terbenam dan senja mulai menjadikan udara semakin dingin. Di dalam taman bermain yang diwarnai jingga matahari senja, roller coaster itu melaju dengan kecepatan penuh.

Tidak ada hal spesial yang terjadi pada hari ini. Seorang pemuda dengan kalung antik dan gadis dengan kartu antik baru saja menaiki wahana roller coaster itu bersama-sama.


Sebuah peristiwa yang begitu normal dalam liburan.


Namun, itu juga merupakan peristiwa yang begitu mengubah hubungan mereka berdua.


Part 3[edit]

Tengah malam di hari di tengah bulan Maret. Sebuah mobil berhenti di gang yang begitu redup di dekat stasiun. Seorang pria gemuk berada di mobil itu sendirian, terduduk di kursi penumpang dan tertidur lelap. Kursi pengemudinya kosong, dan pria itu menunggu orang yang duduk di kursi pengemudi itu untuk kembali.

"Zzzz...Zzzz....Zzz..."

Pria itu telah tertidur seperti itu sekitar satu jam lamanya.

Dan tiba-tiba, pintu di sisi pengemudi terbuka dan seorang pria yang kurus masuk ke dalamnya.

"Bangun, Hachi! Ada keadaan darurat!"

Meskipun pria kurus itu berteriak, si pria gemuk bernama Hachi tidak bangun juga. Dia terus tertidur sambil meneteskan air liurnya. Karena panik, si pria kurus menggenggam tubuh Hachi dan menggoyang-goyangkannya dengan kencang.

"Sudah kubilang, bangun!! Apa kamu nggak bisa bangun, kalau aku lagi serius!!"

"Hwah!? K-kakak...?"

"Betul! Bangun! Ada keadaan darurat!"

"Aniki....ada apa?" tanya Hachi pada pria kurus itu tentang apa yang terjadi sambil menggosok-gosok matanya yang masih mengantuk.

Mereka berdua sudah melakukan pengintaian selama beberapa bulan, tapi hingga saat ini, tidak ada hal yang terjadi dan si pria kurus tidak pernah sepanik itu sebelumya.

"Kondisi cewek itu berubah!! Dia dalam kondisi kritis!!"

"I-itu gawat!!"

Tepat saat dia mendengar kata-kata kondisi kritis, Hachi menjadi betul-betul terbangun. Dia akhirnya mengerti seberapa gawatnya situasi itu.

"Itu sebabnya aku bilang ini keadaan darurat!! Hachi, kamu hubungi Nee-san sekarang juga!!"

"Aku telepon sekarang!! Kamu sendiri bagaimana, Kakak!?"

"Aku akan kembali ke rumah sakit!! Aku akan meletakkan penyeimbang energi spiritual ini padanya yang aku dapat dari Nee-san agar dia jangan sampai mati!! Aku harap aku masih sempat!!"

Mereka berdua adalah pemburu hantu yang pernah dilawan oleh Koutarou dan yang lainnya. Namun, mereka sudah tidak berburu hantu lagi dan sudah mendapat pekerjaan yang berbeda. Pekerjaan mereka saat ini adalah untuk memberikan laporan berkala kondisi seorang gadis yang sedang dirawat di rumah sakit. Memang pekerjaan pengintaian itu membosankan, tapi bayarannya bagus. Itulah sebabnya mereka berdua bekerja tanpa mengeluh.

"Nee-san! Kiriha-Nee-san! Ini aku! Hachi!" teriak Hachi yang menggunakan handphonenya untuk menelepon Kiriha.

"Gawat! Cewek itu, Sanae-chan, sekarat!"

Mereka berdua telah mengawasi seorang gadis yang dirawat cukup lama atas nama Higashihongan Sanae.


Kata Penutup[edit]

Lama tidak berjumpa semuanya, ini si pengarang, Takehaya.

Dengan rilisnya jilid ini, kita sudah mencapai penanda sepuluh jilid dengan cukup cepat. Tidak, aku rasa itu tidak cepat. Sudah tiga tahun semenjak jilid pertama dipublikasikan. Untuk memperingati itu, aku berpikir untuk mengatakan pada kalian bagaimana karya ini bisa ada dengan melihat kembali ke jilid pertama dan seterusnya, tapi karena aku hanya punya dua halaman untuk kata penutup ini, aku akan lakukan lain kali jika mungkin. Kali ini aku akan menceritakan apa yang terjadi pada jilid ini seperti biasanya.

Cerita kali ini terjadi di Jepang jaman dulu saat Koutarou dan Clan sedang kembali pulang dari Forthorthe, yang juga rahasia kedua Koutarou.

Setelah mencapai kota Harukaze di masa lalu dengan menggunakan kapal luar angkasa Clan, mereka bertemu dengan gadis bernama Kii yang sedang mencari bintang jatuh. Koutarou kuatir kalau Kii melihat kapal luar angkasa mereka yang melaju turun, jadi dia menemani Kii untuk mencari tahu, tapi lalu ceritanya berkembang ke arah yang tidak terduga.

Karena inilah para gadis penjajah tidak muncul. Awalnya aku berpikir untuk menyebut ini sebagai jilid 9.5, tapi dibandingkan dengan cerita sampingan lainnya, cerita ini masih berhubungan dengan para gadis penjajah lain, jadi aku memutuskan untuk memperlakukannya seperti jilid yang biasa. dalam kata lain, ini adalah jilid 10 yang punya rasa 9.5.

Ups, aku hampir kehabisan tempat, jadi sudah waktunya untuk mengucapkan sampai jumpa.

Seperti biasanya, aku ingin berterimakasih pada semua orang di bagian editorial, pada Poco-san yang menggambar ilustrasi untuk jilid ini, teman-temanku yang selalu datang bermain kapanpun aku sedang suntuk, R, anak temanku yang akhirnya ingat dengan namaku dan terakhir kepada semua orang yang sudah membeli buku ini.

Sampai bertemu lagi di kata penutup jilid 11.

April 2012, Takehaya.




Ke Halaman Utama
  1. Ilmu memanggil dan berkomunikasi dengan orang mati, lebih dikenal dengan sebutan 'necromancy'.
  2. Japan Self-Defense Force. Angkatan bersenjata Jepang yang fungsinya untuk mempertahankan Jepang dari ancaman negara lain. Contohnya bisa dilihat di LN sebelah(GATE)
  3. V7.5
  4. Energi gravitasi
  5. Di versi bahasa Inggris BT, yang tertulis justru "degenerate". Mungkin salah ketik...?