Oregairu (Indonesia):Jilid 9 Bab 7

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 7: Suatu Hari, Yuigahama Yui akan[edit]

7-1[edit]

Aku tumbang ke atas sofa setelah aku sampai ke rumah.

Setelah apa yang terjadi, kami kembali ke ruangan klub dengan hening. Kami mengutarakan ucapan sampai jumpa kami dan menuju ke rumah dengan perasaan canggung yang tertinggal karena tidak mampu mengatakan apapun dan perasaan malu.

Yukinoshita langsung pergi menandakan dia akan mengembalikan kuncinya, aku menuju ke area parkir sepeda seakan sedang melarikan diri, dan Yuigahama bergegas berlari ke tempat perberhentian bus. Terasa seperti kami hanya mampu membuat percakapan yang bertahan selama beberapa patah kata di antara kami bertiga.

Selagi aku terbenam ke dalam sofa, aku memikirkan kembali kejadian-kejadian hari ini.

Kenapa aku mengucapkan kata-kata memalukan itu…?

Wuaaaah! Aku mau mati! Aku benar-benar mau matiiiii! Aku tidak ingin pergi ke sekolah besoooook! Kamu itu tolol, bukan!? Kamu itu tolol, bukan! Toloool! Toloool! Wuoooooooooon!

Selagi aku berteriak di dalam lubuk otakku dan membuat suara mengerang dalam, aku terjelembab ke bawah. Tentu saja, karena sofanya tidak begitu besar, hanya perlu sekitar tiga setengah putaran sebelum aku sampai ke lantai.

Persis saat menghantam lantainya, kucing peliharaan kami Kamakura melesat keluar dengan kaget dari kotatsu di dekat sini karena suara duk itu. Dia dengan ribut bergerak melingkar dengan cepat di sekitar ruangannya sebelum berlari keluar dari ruang tamu seperti ZvezdaCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content.

Aku berakhir membuat pemikiran super tidak berguna ini seperti bagaimana lari kucing kami itu lebih dinamis dari yang kusangka, dan bagaimana cheetah itu merupakan variasi dari kucing dan bagaimana PeterCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content itu sudah pasti Ikehata Shinnosuke.

Aku sedang tergeletak dengan wajah di atas karpet seperti aku sekarang ini.

“…Aku ingin mati.”

Gugamku dengan suara mungil.

Ada dua tingkatan pada trauma kilasan balik. Pertama, kamu akan mendapatkan rasa berketegangan tinggi dari dorongan untuk menghancurkan. Setelah itu, kamu akan diterjang oleh rasa melankolis berketegangan rendah.

Aku akan menjalani perulangan dari menghantam-hantam, merasa tersiksa, dan kemudian berhenti di tempat seperti saat benang boneka dipotong. Ketika aku hampir berpikir aku sedang sekarat, aku akan sadar bahwa aku masih hidup dan terus menghantam-hantam dengan gila-gilaan lagi seperti seekor jangkrik. Seekor serangga, itulah siapa diriku.

Setelah menjalani ronde-ronde penderitaan dari menghadapi diriku sendiri, aku menerima kekalahan hanya sedikit saja. Ketika aku membuat helaan besar dan menggulingkan diriku ke sebrang ruangan, mataku bertemu dengan mata Komachi, yang kelihatannya baru saja masuk ke ruang tamu dan sedang berdiri di depan pintu terlihat tercengang.

“…Ada apa, onii-chan?”

Komachi menanyaiku, setengah kaget dan setengah gelisah. Tapi sekarang ini, aku tidak merasa ingin menemani adik kecilku tidak peduli seimut apapun dia. Aku tiba-tiba memalingkan wajahku dengan tingkah cemberut.

“Tinggalkan aku sendiri. Onii-chan sedang di tengah-tengah krisis identitas sekarang ini.”

Ketika aku memberitahunya dengan suara lesu dan melankolis. Komachi membuat helaan yang berlebih-lebihan.

“Lihat kemari, onii-chan.”

Dia memanggilku dengan formal jadi aku menggerakkan hanya leherku dan melihat ke arah Komachi. Ketika aku melakukannya, matanya menjadi setengah terpejam diiringi dengan mulutnya yang berubah menjadi bentuk “v” terbalik. Dan dengan ekspresi aneh itu, dia mengucapkan sesuatu.

“Identitas? Haaa? Seringkali mereka-mereka yang mengoceh tentang individualitas cenderung merupakan meereka-mereka yang tidak ada individualitas. Dari awalpun, sedikit perubahan di sini sana bukanlah sesuatu yang bisa kamu sebut individualitas.”

Wajahnya aneh, tapi apa yang sedang diucapkannya itu begitu tidak biasanya masuk akal. Hei, apa kamu serius? Seperti yang dikatakannya. Aku benar-benar teryakinkan secara instingtual di sini. Tapi caranya berbicara dengan wajah itu sedikit menjengkelkan.

“Komachi-chan, ada apa dengan kata-katamu itu? Itu agak tidak sopan, kamu tahu? Juga, wajahmu itu aneh.”

Karena adikku tiba-tiba berbicara dengan begitu tidak sopan, aku menanyakannya dengan sopan dengan niat untuk mencelanya. Ketika aku melakukannya, dahi Komachi berkedut seakan sesuatu telah retak karena mendengar kata “aneh” dan dia berbicara dengan tingkah marah besar.

“…Itu suatu gambaran onii-chan.”

“Tidak mirip sama sekali…”

Walaupun aku mengatakan itu, aku tidak pernah benar-benar memperhatikan karakteristikku sendiri. Eh, apa aku benar-benar orang yang se-menjengkelkan itu? Secara obyektifCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content, mataku terbuka untuk yang pertama kalinya pada kebenaran yang mengejutkan ini. Bukankah aku, macam, entah bagaimana lebih intelektual dan keren dalam cara yang nihilistik? Tidak?

Huuuuuh? Suuunguh aneh… Yang benar saaaja? Aku dihantam oleh keterkejutan ringan dan ketika aku mengerang, Komachi berjalan ke sampingku dan duduk di atas sofa.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi, tadi macam tidak mungkin kamu bisa memperbaiki kepribadian suka melawan itu se-telat ini. Kamu itu gomii-chanCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content, kamu tahu. Gomii-chan.”

Selagi dia mengatakan itu, Komachi mengguling-gulingkan diriku dengan telapak kakinya sebab aku dibalikkan ke atas lantai. Dia benar-benar sedang memperlakukanku seperti sampah. Tapi kakinya itu tiba-tiba berhenti. Komachi mengistirahatkan pipinya pada lututnya dan tergelak selagi dia melihat ke bawah pada diriku.

“Tapi aku cukup suka sekali onii-chan yang itu. Ah, yang barusan itu super tinggi dalam poin Komachi!”

Dia mengakhiri kata-katanya dengan sebuah senyuman nomor satu. Aah, cara dia akan menambahkan banyak kata tak perlu selagi dia mencoba untuk menyembunyikan rasa malunya itu mungkin menyerupai seseorang.

“…Terima kasih untuk itu. Aku juga suka sekali diriku yang ini. Yang barusan itu super tinggi dalam poin Hachiman.”

“Ada apa dengan itu…?”

Aku mengabaikan Komachi yang kaget itu dan berdiri tegak.

Akhirnya, aku sudah membulatkan pikiranku. Besok, aku mungkin akan ingat apa yang terjadi hari ini dan merasa tersiksa dan menderita akan betapa memalukannya itu. Aku bahkan mungkin juga akan mengingat kilasan baliknya dan menderita di tempat akan hal tersebut suatu hari nanti.

Tapi ini tidak apa-apa. Masa lalu semacam itu membuat diriku yang sekarang, seseorang yang bahkan dikatakan Komachi bahwa dia sangat menyukainya. Jangan pergi memanggil memori seseorang itu sebuah trauma sesuka hatimu sekarang. Ini adalah apa yang kalian sebut titik pesonaku.

Aku rasa aku pasti akan bisa menyukai diriku yang mempesona ini, yang dikotori oleh begitu banyak titik-titik pesona.


× × ×


7-2[edit]

Keesokan paginya setelah teryakinkan dalam caraku sendiri selagi aku berguling-guling di rumahku.

Aku bangun pada jam yang sama seperti biasa, memakan sarapanku, dan berangkat ke sekolah dengan sepedaku.

Atau begitulah bagaimana itu seharusnya berjalan, tapi saat aku semakin dekat ke sekolah, kakiku yang mengayuh melemah, di mana aku pada akhirnya nyaris tidak berhasil untuk menyelip ke dalam kelas sebelum terlambat.

…Ya, macam sungguh, itu hanya tidak memungkinkan. Karena pun, kepribadianku tidak pernah merupakan tipe yang bisa hanya dalam satu hari menutupi kejadian memalukan itu.

Selagi aku mengerang di dalam hatiku, tidak membuat alasan-alasan pada siapapun, aku terus tumbang ke depan di atas mejaku. Untuk sekarang, aku sedang memastikan untuk super berhati-hati untuk dekat-dekat dengan Yuigahama karena itu terlalu memalukan.

Meski begitu, Yuigahama kelihatannya agak terus memperhatikanku sebab mata kami akan bertemu secara tak sengaja selama homeroom pagi dan bahkan selama pelajaran.

Ketika mata kami bertemu, aku akan segera memalingkan mataku dan membuat sikap tertidur.

Apa-apaan ini? Sungguh apa-apaan ini…?

Aku akan merapal berulang-ulang seperti aku sedang merapal sutra umat Buddha ketika aku terpatung-patung selagi aku menghujamkan kepalaku ke buku catatanku yang terbuka. Selama lonceng istirahat, aku akan berkeliaran tanpa tujuan ke kamar mandi dan mesin-mesin penjual minuman dan selama jam makan siang, aku akan memakan makan siangku di tempat biasa sambil menggugamkan “dingin, dingin” lagi dan lagi.

Namung, meskipun jam yang kupikir rada lamban tersebut mengingat semua yang terjadi tadi, itu mengejutkannya cepat hari ini.Still, even though the clock I thought was rather slow given all that happened, it was surprisingly fast today.

Ketika aku menyadarinya, sudah lepas sekolah.

Akhirnya, akhirnya waktunya sudah tiba.

Tapi jika aku bertengger di sekitar sini terlalu lama, Yuigahama yang sedang berbicara dengan Miura dan yang lain sekarang ini mungkin akan datang ke sini untuk mengajakku pergi ke klub brsama-sama. Itu, sedikit, bermasalah, maksudku, itu sedikit memalukan.

Yuigahama tidak mendekatiku sama sekali seakan dia sudah menduga sesuatu dari sikapku atau dia sudah ada rencana dalam pikirannya. Tapi itu lain cerita kalau sudah selepas sekolah.

Sebelum keadaannya berubah menjadi itu, aku sebaiknya meninggalkan ruang kelas.

Aku dengan lesu berjalan melintasi lorong yang menyambung dari bangunan sekolah ke bangunan spesial.

Jujur saja, kakiku terasa jauh lebih berat dibandingkan hari setelah menyatakan cintaku dan ditolak sewaktu SMP. Memikirkan hal tersebut, aku itu kurang lebih kalem karena aku sudah ada gambaran jelas akan reaksi yang akan kudapat. Mereka akan antara membuatku menjadi bahan lelucon yang menabjubkan atau kemungkinan, mereka akan membuat pesona “dengan riang bersikap seperti biasa dan berpura-pura tidak peduli”, tapi faktanya mereka tidak bisa melakukan itu sama sekali karena mereka terlalu sibuk membuat tawa yang ditahan-tahan. Astaganaga, itu terasa seperti aku tidak diabaikan sedikitpun.

Walaupun respon yang sudah ditetapkan semacam itu sendiri akan terasa nyaman.

Tapi aku tidak tahu respon semacam apa untuk disangka dari mereka berdua.

Selagi aku berpikir sambil berjalan, aku berakhir sampai ke depan ruangan itu. Aku rasa aku sedang berjalan dengan rada lamban, tapi apa tempat ini benar-benar sedekat itu? Biasanya, aku akan setidaknya melemparkan satu pandangan ke luar jendela, tapi hal tersebut kelihatannya tidak menarik perhatianku hari ini.

Aku membuat suatu helaan selagi aku berdiri di depan pintu tersebut… Aku ingin pulang. Pemikiran itu terlintas dala pikiranku. Tapi orang yang membuat permintaan bantuan itu diriku. Pilihan untuk mundur dari sini itu tidak ada.

Aku menyiapkan mentalku dan menggeser pintu ruangan tersebut.

Pintunya tidak terkunci dan karena matahari masih jauh di atas, ruangan itu dipenuhi oleh cahaya. Gordennya dibiarkan terbuka. Meja-meja dan kursi-kursi yang tidak dipakai ditumpuk di atas satu sama lain, tapi tiga tempat duduk dan satu meja ada di sana, tidak berbeda dari biasanya. Dan yang sedang duduk pada salah satu kursi itu adalah Yukinoshita.

Yukinoshita mengangkat kepalanya dari buku yang sedang dibacanya. Dia berbicara dengan ekspresi kalem yang biasa dan tidak berubah itu.

“Halo.”

“Ah, ya.”

Reaksi Yukinoshita itu lebih normal dari yang kusangka sampai itu terasa sedikit antiklimatik. Jadi itu intinya sesuatu yang menganggu hanya si orang tersebut sementara itu tidak menganggu orang-orang di sekelilingnya. Itulah suatu contoh utama sedang bersikap terlampau sadar-diri.

Sedikit lega, aku duduk di tempat duduk diagonal dari tempat duduk Yukinoshita dan mengeluarkan sebuah buku dari tasku. Aku membuka bukunya ke tempat penanda bukunya terletak, tapi aku sama sekali tidak ingat apa yang sudah kubaca. Ketika aku membalik kembali halaman-halamannya, aku akhirnya menemukan kalimat-kalimat yang familier.

Kelihatannya aku akhirnya akan bisa benar-benar selesai membaca setelah sekian lama.

Waktu damai dimana Yukinoshita dan aku tidak mengucapkan apa-apa berlanjut. Terkadang, suara halaman dibalik dan suara batuk dapat terdengar. Tapi batukan yang terus menerus itu akhirnya mengangguku. Ketika aku dengan santai melihatnya, Yukinoshita terbatuk sekali lagi sebelum berbicara.

“Um,”

Yukinoshita terbatuk lagi seakan sedang mencoba untuk menyingkirkan suaranya yang sedikit pecah. Dia melirik ke arahku untuk melihat bagaimana reaksiku, tapi ketika mata kami bertemu, dia segera memalingkan matanya.

“…Um, mengenai hari ini, bolehkah aku menanyakan tempat dan waktunya?”

Itu benar. Bahkan setelah aku memasuki ruangannya, aku kehilangan waktu yang pas untuk berbicara, tapi sekarang ini, aku sedang meminta Klub Servis untuk membantuku dengan acara Natal itu. Tapi kami kekurangan satu orang lagi. Kmi mungin sebaiknya menunggu dia.

“Aah, benar… Apa kamu keberatan jika kita menunggu Yuigahama untuk sampai ke mari dulu?”

“…Aku rasa begitu. Toh, itu akan menjadi dua kali kerja.”

Yukinoshita menurunkan matanya pada bukunya dan berkata dengan suara kecil. Semenjak itu, Yukinoshita tidak mengatakan sepatah kata pun dan aku juga tidak mengatakan sesuatu. Aku pikir waktu hening ini akan berlanjut untuk sedikit lebih lama lagi.

Tapi keheningan itu dikubur oleh suara pintu digeser dengan keras.

“Yahallo!”

Orang yang masuk terutama dengan begitu bersemangatnya mengatakan itu adalah Yuigahama.

“…Ya.”

“Halo.”

Ketika kami semua menukarkan sapaan kami, Yuigahama membuat sebuah senyuman puas dan menuju ke tempat duduk yang selalu didudukinya. Dan ketika dia sampai ke tempat duduknya, dia berpikir sejenak dan dengan ributnya menggeser tempat duduknya ke arah Yukinoshita. Tempat duduk itu kelihatannya jauh lebih ringan dari yang kuduga.

Setelah Yuigahama menyesauaikan posisi tempat duduknya, dia membuat suatu tawa “ehehe” selagi dia duduk.

“…Dekat.”

Ketika Yukinoshita membuat suatu gugaman kecil dan risih itu, dia menggeser tempat duduknya sedikit menjauh. Setelah itu, Yuigahama mengikutinya dengan menutupi jarak yang dibuka Yukinoshita dengan menggerakkan tempat duduknya lagi.

“…Um, Yuigahama-san… Bolehkan kamu bergeser agak menjauh sedikit?”

Yukinoshita berkata dengan segan dan ekspresi Yuigahama berubah menjadi cemberut. Dia kemudian menggerakkan tempat duduknya sedikit menjauh, meletakkan tangannya pada lututnya, dan menunduk ke bawah.

“Ah… Oke, aku rasa begitu…”

“Um, bukan itu apa yang…”

Melihat Yuigahama bertingkah seperti itu, Yukinoshita terlihat seperti dia ingin mengatakan sesuatu, tapi menjadi terdiam.

Itu adalah suatu percakapan yang masih terasa sedikit tidak nyaman entah dimana. Bahkan aku merasa letih hanya dengan melihat mereka.

Yah, kami memang membuat percakapan dangkal itu sudah untuk beberapa saat ini dan kami memang juga membuat kekacauan itu semalam. Itu mungkin sedikit sulit untuk mencoba akur kembali dengan satu sama lain seperti sebelumnya dengan begitu cepatnya. Atau begitulah yang kukatakan mengenai itu semua, tapi bahkan aku juga tidak tahu bagaimana menangani itu semua dengan semestinya.

Aku tidak tahu apa jawaban yang benarnya sekarang ini, tapi aku ingin percaya bahwa saat ini sekarang itu jauh lebih hidup dibanding waktu yang terbeku itu. Apapun itu, aku perlu melakukan apa yang mesti kulakukan.

Ketika aku mencoba untuk mencari waktu yang pas untuk berbicara pada mereka berdua, seperti yang bisa diduga, aku sudah terbatuk untuk beberapa kali.


× × ×


7-3[edit]

Setelah sebuah penjelasan kasar mengenai garis besar acara kolaborasi Natal dan situasinya sekarang ini, kami menuju ke pusat komunitasnya seperti yang terjadwal.

Entahkah di dalam ruangan ataupun dalam perjalanan ke sana, satu-satunya percakapan yang kami buat itu berhubungan dengan bisnis. Sejauh mengenai jumlah kata dalam percakapan-percakapan tersebut, aku mendapat perasaan bahwa percakapan-percakapan dangkal yang kami buat sebelumnya memiliki lebih banyak jumlah katanya…

Selagi aku mendorong maju sepedaku, mereka berdua mengikutiku dari belakang, berjalan dengan biasa. Setelah berjalan maju untuk beberapa saat, Isshiki dapat terlihat di pintu masuk pusat komunitas itu. Kelihatannya dia sedang menungguku dengan rajin hari ini.

Aku mengunci sepedaku di area parkir sepeda dan Isshiki menyadari bahwa kami sedang menuju ke arahnya. Isshiki membuat tampang terkejut. Pandangannya bolak-balik beralih antara kami bertiga.

“Yui-senpai dan Yukinoshita-senpai…? A-ada apa?”

“Aah. Aku meminta mereka untuk membantu.”

Setelah jawaban yang sangat singkat, aku berjalan ke dalam pusat komunitas itu. Isshiki mengangguk selagi dia mengikutiku. Dan yang mengikuti di belakang adalah Yukinoshita dan Yuigahama.

“Haa, Begitu ya… Ah, er, itu akan sangat membantu.”

Isshiki menampilkan senyuman riangnya pada Yuigahama dan Yukinoshita. Yuigahama menjawab “yahallo” dengan satu senyuman.

“Iroha-chan, aku berharap untuk dapat bekerja sama denganmu!”

Setelah Yuigahama mengatakan itu, di sampingnya yang mengangguk meniru dia adalah Yukinoshita.

“Kelihatannya situasinya tidak begitu bagus.”

“Ya, itu beeeeenar.”

Selagi dia mengatakan itu, Isshiki menyerahkanku kantong plastik toko swalayan itu. Selagi aku berpikir “dia tentu cepat terbiasa dengan ini, huuuh?”, Aku dengan patuh mengambilnya dari tangannya.

Ketika aku melakukannya, Yuigahama dan Yukinoshita menghentikan kaki mereka.

“……”

“……”

Ketika aku berpaling ke belakang pada suara langkah kaki yang menghilang itu, mereka berdua sedang melihat kantong plastik toko swalayan itu terus menerus. Yuigahama tercengang sementara Yukinoshita sedang melihatinya dengan tatapan dingin.

“Ada apa…?”

“Tidak, tidak ada apa-apa.”

“Ah, uh huh. Benar, benar, tidak ada apa-apa.”

Ketika aku menanyakan mereka, Yukinoshita tiba-tiba melepaskan tatapannya dan Yuigahama mengayunkan tangannya sedikit di depan dadanya selagi dia tertawa.

Dengan tatapan tidak mengenakkan itu, kami menaiki tangganya. Yuigahama terus menerus melihat sekelilingnya seakan dia sedang melihat pada sesuatu yang langka sementara Yukinoshita terus berjalan dengan rasa ketidak-tertarikan.

Dan kemudian kami sampai pada Ruang Seminar dimana rapatnya akan digelar.

“Terima kasih untuk kerja keras kaliaaaaan.”

Isshiki pergi ke dalam selagi dia mengatakan itu dengan nada yang ringan dan kami mengikuti setelahnya. Ketika kami melakukannya, perhatian terpusat pada Yukinoshita dan Yuigahama.

Isshiki bergerak dengan cepat ke arah Tamanawa dan sedang membicarakan tentang sesuatu. Dia mungkin memberitahunya bahwa dia memperoleh lebih banyak penolong. Tamanawa menganggukkan kepalanya dengan senang hati mendengar itu.

Sementara itu, aku menjatuhkan kantong plastik toko swalayan itu dengan suara duk di sebuah kursi yang kosong dan segera mengosongkan semua isinya keluar. Yukinoshita dan Yuigahama yang melihatnya dan juga para anggota OSIS membantuku.

Di sana, Yuigahama yang sedang berfokus pada minumannya membuat sebuah seruan “ah” dengan suara kecil. Ketika aku mengikuti ke tempat yang sedang dilihatinya, Orimoto ada di sana. Orimoto sedang melihat kami bertiga dengan matanya menyipit.

Oh iya, aku benar-benar lupa Orimoto ada di sini… Ketika aku melihat ke arah Orimoto lagi ingin tahu reaksi semacam apa yang akan dibuatnya, aku sedikit khawatir.

Tapi Orimoto tidak datang kemari dan hanya membuat sapaan kecil. Ketika dia melakukannya, Yuigahama membungkukka kepalanya dengan panik. Yukinoshita hanya menatap balik.

Yah, mereka mungkin tidak memiliki kesan yang cukup bagus dengan satu sama lain, huh… Kami sendiri bahkan tidak yakin jarak yang sesuai di antara kami, jadi memikirkan tentang bagaimana jarak Orimoto itu tidak mungkin. Cukup jujur saja, kami sudah mencapai batasan kami.

“Omong-omong, kenapa tidak kalian duduk dulu…?”

Aku berkata begitu pada Yuigahama dan Yukinoshita.

“Ah, oke.”

“Baiklah kurasa.”

Setelah mereka berdua mengangguk, aku duduk di tempat biasaku sementara Yuigahama duduk di sebelahku dan Yukinoshita duduk di tempat yang akan biasanya diduduki Isshiki. Dia mengambil tempat duduk kehormatan seakan itu wajar, seperti yang bisa kalian duga dari Yukinoshita-san.

Isshiki datang kembali dan kebingungan.

“H-Huuuh? Tempat duduuuuuku…”

Saat dia mengatakan itu dengan suara kecil, dia berdiri di dekat Yukinoshita. Menyadari hal itu, Yukinoshita mulai berdiri.

“Ah, Maafkan aku. Tempat duduknya pastilah sudah ditetapkan.”

“Ah, tidak, tidak, tidak apa-apa. Aku akan jauh lebih santai jika aku pergi ke sebelah sana.”

Isshiki mengatakan itu, menghentikan Yukinoshita, dan duduk di tempat duduk di samping wakil ketua.

Ketika semua orang mengambil tempat duduk mereka. Tamanawa pergi ke posisinya yang mirip tempat duduk sang moderator. Dia kemudian membuka Macbook Airnya dan melihat ke arah semua orang yang hadir.

“Apa semua orang sudah di sini? Mari kita mulai kalau begitu.”

Tamanawa memberikan arahannya. Semua orang membungkuk selagi berkata “berharap dapat bekerja sama denganmu” dan konferensinya dimulai.

Hari ini adalah hari kami akan akhirnya memutuskan hal-hal yang perlu kami lakukan untuk acara Natalnya… seharusnya. Aku mengingatkan Tamanawa sebelumnya, namun apa yang terjadi setelahnya adalah satu hari istirahat. Kalau kami tidak memutuskan itu semua sekarang, keadaannya akan benar-benar buruk.

Orang yang memulai konferensinya, tentu saja, adalah orang di posisi mirip-moderator itu, Tamanawa. Ketika dia memanggil pada OSIS SMA Kaihin Sogo, mereka mulai membagikan kertas print-out.

“Setelah menjalani BRAINSTORMING yang lalu, aku mencoba untuk berpikir sedikit.. Aku membuat sebuah RANGKUMAN jadi silahkan membacanya.”

Kelihatannya hari libur semalam itu bertujuan untuk membuat ini.

Judul rangkumannya bertuliskan “Acara Konser Natal”. Tertulis di bawahnya adalah isi rencananya. Ini lebih mirip sebuah proposal dibanding rangkuman, tapi aku tidak menghiraukannya dan terus membaca.

Pertunjukan ACARA KONSER yang melingkupi berbagai GENRE musik dengan KONSEP “The Music Connecting Now”. Sebuah KONSER yang meliputi MUSIK KLASIK, ROCK BAND, JAZZ, hymne, GOSPEL dan selama waktu istirahat, sebuah drama dengan tema pada SUARA NATAL, dan sebuah drama MUSIKAL yang digubah. Sebuah ACARA NATAL dengan SEMUA GENRE menampilkan sinergi maksimum dari musik dan drama.

…Aku membacanya sekilas. Saat aku membaca lagi, aku memutuskan untuk membacanya dengan perlahan dengan waktu sepanjang mungkin. Tapi isi yang tertulis tidak berubah.

Hei, hei, ini bahkan bukan sebuah proposal yang menyatukan, ini hanyalah sebuah angan-angan. Tapi dia memang sudah pasti menggabungkan semua pendapat-pendapat yang diajukan.

Di notulennya terdapat orkestra, tapi itu malah tertulis sebagai musik klasika jadi itu adalah sebuah masalah mengenai skalanya. Juga, aku tidak begitu yakin tentang perbedaan antara hymne dan gospel, tapi karena dia menuliskan keduanya ke dalamnya, itu pastilah berbeda, huh… Yang lain tertulis seperti apa adanya dan saat melihatnya sekilas menunjukkan bahwa itu semua merupakan keseluruhan proposalnya.

Tapi setelah menggabungkan setiap pendapat yang ada, ukurannya telah melembung sampai ke tingkatan yang mengejutkan. Itu bukan masalah tentang tidak memungkinkan sebab itu bahkan tidak terlihat memungkinkan.

“Bagaimana itu?”

Tamanawa bertanya tanpa terutama mengarahkannya pada siapapun dan semua orang bersama-sama membuat respon seperti “mmm, mungkin baguuuuus”, “terlihat lumayan menarik”, “terlihat benar-benar mengasyikkan”. Kata-katanya itu positif dari luar, tapi tidak seperti mereka itu semua sama-sama menyetujuinya.

Alasan kenapa ada suatu persetujuan setengah-hati yang penuh dengan ketidak-jelasan adalah karena melarang penolakan pendapat orang lain. Antara itu atau mereka sebenarnya sama sekali tidak serius memikirkan tentang ini.

Namun, jika begini terus, kami tidak akan pernah bisa memutuskan apa-apa. Di sinilah dimana kami perlu menunjukkan faktor-faktor tidak memungkinkan yang akan menghalang hal ini bisa terwujudkan secara realistis selagi mengarahkannya ke arah pemotongan isi acaranya.

“Skalanya sedikit terlalu besar di sini. Juga, apa ada orang yang bisa main musik?”

“Ya, itulah kenapa kita akan mempertimbangkan ALIH DAYA[1] untuk itu.”

Tamanawa terlihat seperti dia sudah menduga pertanyaan itu dan menjawab tanpa ragu-ragu.

“Untuk MUSIK KLASIK dan JAZZ, ada LAYANAN pembuatan KONSER PRIBADI. Kalau untuk BAND, kami ada murid-murid di sekolah kami yang bisa melakukannya. Kalau kita bisa meminta klub teater untuk drama dan drama MUSIKALnya, aku rasa itu seharusnya dapat berhasil. Juga, GOSPELnya… Aku rasa gereja?”

Jawaban yang dia berikan adalah SERAHKAN PADA ORANGCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content. Bisakah kamu menyebut ini acara kita…?

Tidak seperti alih daya itu sesuatu yang buruk. Mengenai bagian-bagian yang tidak dapat dilaksanakan dan hal-hal yang lebih terspesialisasi, seringkali lebih baik untuk meminta orang-orang yang sesuai untuk menangani pekerjaan itu daripada membuat upaya yang buruk untuk melakukannya. Jika kita bisa cukup menyerahkannya pada orang lain untuk melakukannya, maka itu bukanlah suatu masalah besar.

Masalah sebenarnya adalah apakah rencana itu realistis sama sekali tidak. Ketika hari dan tanggal kalendernya terlintas dalam pikiranku, aku berbicara.

“Jadi, bisakah kita mendapat JADWAL LAYANAN pembuatan tersebut?”

Aku tidak merasa mereka akan sebegitu nekadnya untuk datang pada hari sebelum acara demi kami. Lagipula, pekerjaan mereka mungkin akan sama sibuknya melihat musim Natal ini.

“Kita akan memastikan itu dengan mereka mulai sekarang.”

Tidak, kita perlu melakukannya jauh-jauh hari kalau tidak… Tidak peduli bagaimana kamu memikirkannya, jauh dari kue beras di udara Cite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content. Itu lebih seperti suatu ilustrasi yang gagal dimana kue berasnya dipersonifikasi dan berubah menjadi karakter moe “Mochimi-chan (dada besar)”.

Tamanawa menambahkan kata-katanya seakan mempertimbangkan sesuatu dari ekspresiku.

“Aku ingin mendapat suatu KONSENSUS dari semua orang dulu, kamu tahu. Kita akan memikirkan DESAIN UTAMAnya dan setelah itu, aku rasa kita bisa mulai membicarakan tentang dimana kita sebaiknya mulai MENGELEMINASI hal-hal untuk yang pertama kalinya.”

“Kon… ele?”

Yuigahama sedang memiringkan kepalanya. Yah, aku akan menjelaskan arti kata-kata tersebut padanya nanti karena melakukan sesuatu tentang konferensi itu lebih diprioritaskan.

Aku mencoba menyerang dari sudut yang berbeda kali ini.

“Uh, jadi dari awalpun, apa ini benar-benar sesuatu yang akan dilakukan anak SMA? Aku merasa seakan desain rencananya sudah melewatkan hal-hal pentingnya dari awal.”

“Itulah kenapa itu soal ‘sekarang’. Kita hanya perlu untuk menunjukkan pada mereka seperti apa murid SMA sekarang dan menghapuskan GAMBARAN STEREOTIP yang TERTANAM mengenai para murid SMA.”

“Gambaran, stereo… ter?”

Yuigahama sedang memiringkan kepalanya lagi. Yah, aku akan menjelaskan arti kata-kata tersebut padanya nanti… tidak, dia seharusnya paling tidak tahu apa arti gambaran.

Pokoknya, meninggalkan penjelasan pada Yuigahama untuk nanti, masalahnya adalah Tamanawa. Terus terang saja, aku akan cukup menyelesaikannya dengan memberitahu Tamanawa “lihatlah pada kenyataan”, tapi mengatakan itu pada seseorang yang tidak melihatnya itu sepenuhnya tidak ada gunanya.

Jika ada sesuatu yang bisa aku lakukan, maka itu pastilah untuk dapat membuatnya perlahan-lahan menyerah dengan menunjukkan batu sandungan dan halangan yang tidak dapat diatasi.

Untuk itu, aku ada sesuatu yang diam-diam sudah kupersiapkan.

Hari itu, aku menyiapkan kertas neraca yang kuserahkan pada Tamanawa. Yang tertulis di sana adalah bermacam-macam biaya urusan konser itu. Selagi aku memastikan angkanya dengan teliti sekali, aku menanyakan Tamanawa.

“Jadi, katakanlah kita memesan sesuatu dari luar, apa yang akan kita lakukan mengenai anggarannya?”

Menurut perhitungan awalnya, aku ingat harga pasaran untuk seorang penghibur acara akan mencapai sekitaran 30.000 yen sampai 40.000 yen sejam. Dan jika kamu mempertimbangkan ke dalamnya orang-orang yang diperlukan untuk musik klasik dan jazz, maka jumlahnya akan berlipat ganda. Ditambah lagi, jika kamu menambah jumlah pernghibur acaranya, maka biayanya akan naik sesuai dengan proporsinya. Terlebih lagi, gospel akan memakan cukup banyak biaya juga tergantung dari harga mereka. Jika kami akan mengikuti semua dari apa yang ada di dalam proposal itu, maka anggaran sekarang ini tidak cukup mendekati.

Tapi jawaban Tamanawa tidak begitu berbeda dari sebelumnya.

“Itulah kenapa konferensi ini bertujuan untuk memikirkan bagaimana membuat itu semua bisa.”

Ketika dia mengatakan itu, tidak ada apa-apa lagi yang bisa kukatakan.

Tidak seperti rencana yang dipikirkan Tamanawa itu tidak bagus. Mempertimbangkan bahwa kita memiliki cukup waktu dan tenaga bantuan dan bersama dengan suatu anggaran, maka itu tidak masalah. Kemungkinannya itu adalah sesuatu yang bisa direalisasi.

Tapi tiga faktor tersebut kurang dalam situasi sekarang ini.

Ketika aku terdiam, tidak ada orang lain lagi yang keberatan dan konferensinya berlanjut untuk mendiskusikan bagaimana membuatnya acaranya menjadi kenyataan dan bagaimana mengatur anggarannya.

Aku rasa itu akan lebih menyantaikan bagi mereka untuk mengurangi hal-hal yang perlu mereka lakukan setelah mereka menetapkan anggarannya. Tapi pada saat mereka bersantai, mereka akan berakhir tidak memiliki cukup waktu dan mereka akan berakhir mengurangi bahkan lebih banyak hal lagi.

Aku dapat dengan mudahnya melihat masa depan itu berputar dan aku membuat suatu helaan kecil.


× × ×


7-4[edit]

Setelah konferensinya berakhir, aku lelah total.

Pada akhirnya hal-hal yang akan kami lakukan tidak diputuskan pada konferensi hari ini juga dan itu ditunda untuk dipertimbangkan lain hari. Natal sudah akan tiba seminggu lagi dan besok hari Sabtu. Mendapat hari libur itu merupakan kehilangan waktu yang lumayan menyakitkan.

Yukinoshita yang berada di sampingku juga merasa patah semangat. Dia meletakkan tangannya pada dahinya seakan mencoa untuk menahan sakit kepala dan membuat suatu helaan.

“Itu jauh dari yang kubayangkan… Apa kalian sudah membuat percakapan seperti itu selama ini?”

“…Ya.”

Itu apa yang kujawab, tapi kenyataannya, itu jauh lebih buruk. Tapi ketika “saat sekarang” muncul dalam pikiranku, itu sebenarnya ada beberapa kemajuan. Ketika aku melihat kejadian-kejadian masa lalunya, suatu senyuman tidak mengenakkan muncul keluar ke wajahku.

“Diskusinya benar-benar tidak sejalan sama sekali dengan satu sama lain, jadi hanya menontonnya saja menjengkelkan…”

“Yap… Itu terasa seperti mereka juga tidak mendengarkan.”

Ketika Yukinoshita berkata begitu dengan jengkel, Yuigahama mengangguk dengan letih. Tapi Tamanawa bukan orang semacam itu. Telah mengamatinya akhir-akhir ini, aku sudah dapat memahaminya dengan cukup bagus.

“Kalau dia sama sekali tidak mendengarkan, maka nasib kita akan lebih baik… Tapi karena dia mencoba memasukkan hal-hal dengan paksa setelah hanya setengah-setengah mendengarkan hal-hal itu, keadaannya hanya akan lebih salah arah lagi.”

“Aah, ya. Itu benar…”

Isshiki mengiyakan dengan satu helaan.

Di dalam suasana berat itu, Yuigahama menyemangati dirinya, berharap untuk membalikkan suasananya, dan menghadapku.

“Jadi, apa yang harus kita lakukan?”

“…Aku tidak tahu.”

Aku menjawab dengan jujur. Terus terang saja, ada satu bagian dalam diriku yang berpikir kalau semuanya diputuskan dalam konferensi hari ini, kami bisa langsung mengerjakan pekerjaan kami dan keadaannya akan berjalan menjadi lebih baik. Aku memiliki harapan bahwa kami akan membuat beberapa kemajuan yang berarti meskipun belum semuanya yang sepenuhnya diputuskan. Tapi sekarang setelah konferensinya selesai, inilah apa yang kita dapat.

Selagi aku jatuh melamun mengenai apa yang harus dilakukan, Yukinoshita menatap ke arahku dan bergugam.

“…Jadi ada hal-hal yang tidak kamu pahami juga.”

“Kenapa, apa kamu sedang bersikap sinis? Tentu saja akan ada segunungan hal-hal yang tidak kupahami.”

Ketika aku menyahutnya secara refleks seperti sebelumnya, kata-kata Yukinoshita tergagap-gagap.

“Aku tidak memaksudkannya seperti itu, um…”

Selagi Yukinoshita berkata begitu, dia berpaling dariku dan mengigiti bibirnya dengan pelan. Dia kemudian menjatuhkan pandangannya.

Kalau ini terjadi di masa lalu, maka ini seharusnya merupakan suatu percakapan yang tak berarti, tapi sekarang itu agak canggung. Aku tidak terlihat bisa mendapat gambaran bagus mengenai jarak ini.

Tidak bisa menahan suasananya, aku menggaruk kepalaku.

“…Tidak, maaf. Aku ingin melakukan sesuatu mengenainya, tapi aku benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan.”

“…Aku tidak sedang mengkritikmu.”

Yukinoshita menjawab dengan suara kecil selagi masih menunduk ke bawah.

Yuigahama mengamati kami dengan takut dan menyela di antara kami.

“Ya-Yah, mari kita cukup berpikir mengenai apa yang bisa kita lakukan. Oke?”

“Baiklah kurasa.”

Ketika Yuigahama berkata begitu, Yukinoshita mengangkat kepalanya, Dia kemudian dengan pelan menyilangkan lengannya dan dengan lembut meletakkan tangannya pada dagunya. Membuat postur seperti itu, dia dengan perlahan mulai berbicara seakan mencoba untuk memasika sesuatu setelah menyusun pemikirannya.

“Pertama, aku rasa apa yang perlu kita pertimbangkan adalah untuk menurunkan skala acaranya pada sesuatu yang mungkin secara realistis…”

“Mmm. Meski kamu bilang begitu, apa yang terjadi tadi itulah bagaimana keadaannya jadi…”

Kata Isshiki, memikirkan konferensi barusan. Melihat bagaimana keadaannya berjalan sekarang, kami tidak bisa persisnya memilih pilihan untuk mengurangi skala acaranya. Itu mungkin sesuatu yang dilihat dan dibayangkan Yukinoshita. Isshiki mengangguk balik.

“Kalau begitu itu berarti kita perlu memikirkan mengenai tambahan-tambahan ke dalam anggarannya. Ada biayanya jika kita menuju ke arah memesan sebuah konser dan meski kita pergi memakai band murid, kita harus segera menetapkan waktu dan lokasi untuk latihan. Kalau soal lokasi, ruang musik bisa dipakai, tapi jika itu terlalu sulit kita akan harus menyewa sebuah studio dan itu akan dimasukkan sebagai biaya juga.”

Ketika dia mengatakan itu, aku sadar. Aah, kita perlu menghitung biayanya bukan hanya untuk hari acaranya tapi juga biaya dari awal…

“Jadi kalau begitu, perkiraan biayanya akan terus meningkat…”

Belum disebut aktivitas acaranya belum ditetapkan jadi kami juga tidak bisa membuat perhitungan awalnya. Kita sepenuhnya tersudutkan di sini.

Pada saat aku berpikir, Yukinoshita melanjutkan pemikirannya.

“Kalau mengenai apa yang tersisa, aku rasa itu soal bagaimana mendapatkan anggarannya. Kita bisa menyerahkan pada sekolah untuk menanganinya atau membagi biayanya dan setelah itu, kita juga bisa mencari sponsor lain dari suatu tempat, tapi melihat jumlah waktu yang tersisa untuk kita, itu mungkin sulit.”

“Ya, toh, kita hanya punya sisa seminggu lagi.”

Batasan seminggu ini lebih parah dari yang kukira. Meskipun acara-acaranya sudah diputuskan, jadwal ini tidak terlihat begitu bisa dilaksanakan.

Pada akhirnya, kita perlu melakukan sesuatu mengenai konferensinya atau jika tidak kita tidak akan bisa melihat kemajuan apapun.

“Realistisnya, mereka seharusnya mengambilnya dari anggaran OSIS, tapi aku tidak merasa mereka akan mengalokasikan apapun menurut proposal dan rencana ini…”

Yukinoshita melihat ke arah rangkuman yang dibagikan nan dibuat oleh Tamanawa dan dia sedang menuliskan sesuatu dengan pena merah serta memggambar garis-garis. Rangkuman yang diberi perbaikan kecil dan memo-memo itu tiba-tiba terlapisi dengan tinta merah.

Yuigahama yang sedang melihat Yukinoshita melakukan itu membuat suara “howaah” sementara Isshiki sedang mengamatinya dengan kagum yang dicampur dengan rasa takut dan ngeri.

Yah, aku paham. Dalam jangka waktu sependek ini, dia menyusun poin-poin masalahnya dan mengajukan sebuah rencana yang mendetail. Itulah Yukinoshita. Kelihatannya tidak ada orang di sekolah ini yang bisa melampaui Yukinoshita dalam hal-hal praktis seperti ini.

Namun, bahkan dengan Yukinoshita di sini, dia terlihat seakan dia tidak bisa dengan mudahnya memikirkan suatu solusi. Ketika dia membuat suatu tanda “X” besar pada memonya sendiri, dia membuat suatu helaan dangkal.

“Namun, aku rasa bukan itu masalahnya. Ada sesuatu yang lebih mendasar lagi…”

Orang tersebut tidak terlihat begitu teryakinkan, tapi bagiku, itu merupakan beberapa kemajuan. Paling tidak, kami mempunyai sesuatu yang bisa kami lakukan sekarang ini.

“Pokoknya, mari kita coba hal-hal yang kamu pikirkan barusan tadi. Untuk sekarang, kita akan membicarakan masalah uangnya di sekolah. Kita akan mengecek apa kita bisa melaksanakannya dengan sedikit tambahan ekstra ke dalamnya.”

Aku berkata begitu, berdiri, dan Yukinoshita melihat ke arahku dengan ekspresi yang sedikit bimbang. Untuk melihat Yukinoshita kurang percaya diri itu cukup jarang sampai aku sedikit kelimbungan.

“…A-ada apa?”

Ketika aku menanyakannya, Yukinoshita tiba-tiba berpaling.

“Tidak… Aku hanya berpikir apa kamu juga sudah memikirkan semua ini di dalam pikiranmu.”

“Tidak, aku belum memikirkan apapun yang sekonkret itu.”

“Begitu ya… Tidak ada masalah kalau begitu.”

Setelah mengatakan itu, Yukinoshita juga ikut berdiri.

Pokoknya, pertama-tama soal uang… Ini adalah acara Natal, namun hal pertama yang akan kami lakukan adalah membicarakan tentang uang. Tidak ada impian di sana, bukan?


× × ×


7-5[edit]

Kami menyerahkan pekerjaan mengawasi anak-anak SD dan memperbaharui notulennya pada anggota staf yang lain dan kami berempat, tiga dari Klub Servis dan Isshiki, kembali ke sekolah. Kami perlu merundingkan berbagai hal dengan supervisor yang bertanggung-jawab untuk acara kolaborasi ini, Hiratsuka-sensei.

Kami memasuki kantor guru dan berjalan ke tempat Hiratsuka-sensei. Saat sampai ke tempatnya, Hiratsuka-sensei sedang menulis-nulis. Tumben sekali. Setiap kali aku mengunjunginya, orang ini selalu lagi makan sesuatu atau menonton anime atau apa.

“Sensei.”

Ketika aku memanggilnya, Hiratsuka-sensei mengangkat kepalanya. Dia kemudian melihatku dan kemudian melihat ke arah Yukinoshita dan Yuigahama di belakangku dan menyeringai.

“Hikigaya. Kelihatannya kamu mengerjakan PRmu.”

“PR?”

“Kita tidak mendapat PR apapun untuk bahasa Jepang modern.”

Aku ingin sekali kalau kamu bisa menghentikan frasa-frasa yang bisa membuat kesalah-pahaman itu. Ketika aku mengatakannya, Yuigahama menghela dan mengusap-usap dadanya.

“Sudah kuduga, itu hampir saja. Aku super kaget tadi.”

Setelah Hiratsuka-sensei tertawa dengan riang gembira, dia memutar kursinya dan menyesuaikan tubuhnya ke arah kami.

“Omong-omong… apa urusan kalian?”

“Ya… Isshiki-san, jelaskan.”

“Eh!? Aku!?”

Isshiki sepenuhnya tidak siap sampai Yukinoshita berbicara dan dia terlampau kaget.

“Kamu orang yang bertanggung-jawab, bukan?”

Dengan suatu tatapan yang tiba-tiba dan sedikit tajam terarah padanya, Isshiki mengerang. A-apa dia akan baik-baik saja…? Ini telat, tapi aku sedikit kuatir tentang hubungan antara mereka berdua. Aku berpikir tentang bagaimana mungkin aku sebaiknya membantunya, tapi Isshiki mengambil satu langkah ke depan.

“Ummm, sensei, kami ada sesuatu yang ingin kami bicarakan…”

“Fumu, mari kudengar.”

Setelah itu, Isshiki memberi sebuah garis besar keadaanya sampai sekarang ini dan membicarakan mengenai rencana saat ini dan masalah yang tertunda yaitu uang. Yukinoshita dan aku akan membantu pada bagian-bagian yang terlihat tidak jelas atau tidak masuk akal.

Ketika kami selesai membicarakan mengenai sebagian besar keadaannya, Hiratsuka-sensei menghempas kembali ke tempat duduknya dan menyilangkan kakinya.

“Jadi, pertama-tama adalah masalah mengenai anggarannya, huh…”

“Ya.”

Ketika aku menyahut, Hiratsuka-sensei mengangguk dan kemudian berbicara.

“Kelihatannya kalian semua tidak mengerti apa itu Natal.”

“Hah?”

Ketika aku memiringkan kepalaku ingin tahu apa yang sed'ng d'bicarakannya, Hiratsuka-sensei memukul tangannya seakan ada sesuatu yang terlintas dalam pikirannya.

“Kenapa tidak aku tunjukkan pada kalian apa yang kumaksud?”

Setelah mengatakan itu, Hiratsuka-sensei mengambil tasnya yang terletak di sebelah mejanya dan mencari-cari ke dalamnya. Dan kemudian dia menarik sesuatu keluar.

“Itu ini!”

Selagi dia menyeru “ta-dah!” sendirian, Hiratsuka-sensei sedang melambai-lambaikan kertas yang terlihat aneh. Sudutnya terlipat dan kertasnya kusut, tapi saat dilihat lebih dekat, itu kelihatannya semacam tiket.

“Itu pastilah tiket Destinyland…”

Yukinoshita melihat sekejap dan memberitahu apa itu. Ketika dia mengatakan itu, aku melihatnya lebih dekat lagi dan di atasnya terdapat ilustrasi Pan-san kecil.

Haaan, itu memang mengingatkanku, sesuatu semacam itu. Omong-omong, mengenai tiket yang kamu pakai untuk masuk, mereka sebenarnya tidak menyebutnya tiket. Destinyland itu dinyatakan sebagai “Dunia mimpi” jadi tiket yang diperlukan untuk masuk itu sebetulnya disebut sebuah pasport. Mereka agak teliti sekali mengenai detail-detailnya.

Yuigahama melihat ke arah tiket-tiket yang diangkat tinggi-tinggi dan mengeluarkan suaranya dengan seruan “ohhh”.

“Apa-apaan ini? Bahkan ada empat lembar…”

Ketika Yuigahama menanyakannya, Hiratsuka-sensei langsung menjatuhkan tiketnya dan menunjukkan senyuman menyeringai yang tidak mengenakkan.

“Aah, Aku entah bagaimana memenangakannya pada resepsi suatu pernikahan… Dua kali ditambah lagi… Aku diberitahu dua kali ‘kamu bisa pergi sendiri dua kali!’…”

Satu tetes air mata sudah akan berlinang menuruni pipiku karena mendengarkannya.

Tunggu! Bagaimana kamu bisa mengatakan hal-hal semacam itu! Kalau itu Hiratsuka-sensei, mungkin saja itu akan sebegitu menyenangkannya sampai anda mau pergi untuk yang kelima kalinya dengan uang anda sendiri! Jika aku tidak hati-hati, aku bahkan mungkin saja akan pergi bersama-sama dengannya saat yang keenam kalinya. Maksudku sungguh, seseorang tolong segera ambil dia atau banyak hal akan menjadi buruk.

Ketika aku melihat ke arah Hiratsuka-sensei dengan mata berkaca-kaca, entah kapan, Hiratsuka-sensei sedang mengigiti ujung filter rokok di mulutnya.

“Aku akan memberikan ini pada kalian jadi pergi pelajarilah sedikit. Natal di sana itu cukup menabjubkan, jadi itu seharusnya bisa menjadi suatu acuan. Juga… itu akan menjadi suatu waktu istirahat.”

Dia tiba-tiba memberikan kami suatu senyuman.

Yah, benar-benar tidak ada apa-apa yang bisa kami lakukan sekarang ini. Karena itu akan bertindak sebagai data-data dan waktu istirahatnya, itu tidak pasti <--the case-->bahwa itu akan sepenuhnya tidak berarti.

Namun, jika kita membicarakan soal menggunakannya dengan efisien, maka kita mungkin saja cukup menjualnya untuk mendapat uang… Atau begitulah yang kupikir, tapi dengan isshiki dan Yuigahama membuat keributan karena itu, aku tidak bisa mengatakannya.

“Apa ini benar tidak apa-apaaaaa? terima kasih banyak!”

Isshiki sedang bersikap penuh sukacita, tapi aku tidak begitu senang. Aku berakhir mengucapkan alasannya.

“Kenapa pada saat-saat seperti ini ketika di sana begitu padat sekali…”

“Itu benar, mungkin itu juga tidak cocok untukku…”

Yukinoshita mengangguk setuju. Yah, dia terlihat seperti dia tidak terlalu suka tempat-tempat ribut dan keramaian.

Tapi ada orang yang hadir yang mencintai tempat-tempat berorientasi festival. Yuigahama melihat ke arah kami dengan wajah tidak puas.

“Eeeeh? Ay'lah, ayo kita pergiii.”

“Kamu sedang meremehkan Destiny sewaktu musim dingin, bukan? Angin yang bertiup itu super dingin dan itu ada di tepi pantai.”

“Ditambah lagi, kepadatan dan antrian panjangnya juga suatu masalah.”

Bahkan setelah apa yang aku dan Yukinoshita katakan, Yuigahama tidak mau mundur.

“Eeeh… Ah! Tapi, tapi, Pan-san! Mereka ada “Pan-san’s Bamboo FightCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content” di sana! Kamu tahu, kamu bahkan bilang kamu tidak akan ada masalah untuk pergi ke sana ketika kita menonton DVD itu tempo hari!”

Yukinoshita bereaksi terhadap kata “Pan-san”. Dia memalingkan wajahnya dengan tidak dengan tidak wajar seperti sedang menggertakkan sendi-sendi yang kaku.

“…Kita bisa pergi kapan saja, jadi benar-benar tidak perlu bagi kita untuk pergi ketika di sana begitu ramai.”

Melihat tingkah laku kikuk Yukinoshita sebagai suatu celah, Yuigahama menekannya bahkan lebih jauh lagi.

“Ay'lah, ay'lah! Karena ini Natal, maka hal-hal di sana semua akan berala-Natal, bukan? Seperti itu dia di ‘Haunted CampusCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content.”

“Sama sekali tidak. Bamboo Fight tahun ini akan berjalan dengan cara yang biasa. Walaupun, dari awal, itu tidak pernah dibuat ke arah Natal sebelumnya. Mulanya, itu adalah sebuah atraksi yang dipandang tinggi di seluruh dunia.”

Dengan kilatan cahaya sekejap di matanya, Yukinoshita membungkamkan serangan Yuigahama. Kata-kata Yukinoshita jauh lebih keras dari biasanya. Apa itu ya? Dia tidak bisa memaafkan pengetahuan asal-asalan tentang Pan-san atau semacamnya…?

Yuigahama tergagap-gagap sebagai respon terhadap semangat Yukinoshita yang berkobar-kobar, Isshiki yang disampingnya sedang mundur, dan Hiratsuka-sensei sedang melihat ke arahnya dengan tertarik. Walaupun aku sadar bahwa Yukinoshita menyukai Pan-san, itu sedikit menakutkan. Suaraku menyelip keluar.

“Kamu tentu begitu mendetail…”

“Segini banyak itu pengetahuan umum.”

Selagi dia mengatakan itu, Yukinoshita tiba-tiba berpaling. Pipinya menjadi merah seakan dia merasa malu akan pidato berapi-apinya. Di dunia apa hal itu pengetahuan umum? Dunia Mimpi?

Argumen Yuigahama sepenuhnya dihancurkan oleh Yukinoshita, tapi meski begitu, dia tidak menyerah dan menarik-narik lengan bajunya.

“Ay'laaah, ayo kita pergiii.”

“Tidak akan.”

Tapi kelihatannya memperkenalkan Pan-san memiliki efek sebaliknya sebab Yukinoshita begitu keras kepala. Setelah itu, suara Yuigahama menjadi lemah. Menggantikan itu, tangannya yang memegang lengan baju Yukinoshita meremasnya dengan lebih kuat lagi.

“…Aku ingin pergi sama-sama dengan Yukinon. Maksudku, akhir-akhir ini kita sudah agak seperti itu dan itu juga akan sayang sekali, jadi…”

Ketika dia mengatakan itu, Yukinoshita segera melihat ke arah bawah. Jika itu seperti biasanya, maka Yukinoshita akan segera menyerah pada keinginan Yuigahama, tapi dia sedang bertingkah kalang kabur. Itu terlihat seperti dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

…Seperti yang bisa diduga, keadaannya tidak akan semudah itu, huh?

Hal-hal yang kamu hilangkan tidak akan kembali. Itu membuatku sepenuhnya menyadari.

Yukinoshita, Yuigahama, dan aku sedang mencoba untuk mengukur jaraknya.

Uhaa, orang-orang ini begitu merepotkaaan. Yah, walau orang yang paling merepotkan itu aku! Tapi, yah, aku orang yang bersalah karena membiarkan keadaannya berubah menjadi seperti ini. Kalau begitu, aku akan setidaknya bertanggung jawab untuk itu.

Aku menggaruk kepalaku dan aku mengerahkan pengetahuanku mengenai Destiny.

Aku tidak bisa membiarkan kalian meremehkan pengetahuanku tentang Chiba. Ketika mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Chhiba, aku adalah orang yang berada di puncak itu semua. Itu juga berlaku untuk Destinyland Tokyo. Jika aku berada dalam sekelompok orang dari Chiba dan ditanyai “Destinyland di Tokyo? Chiba?”, maka aku akan menjawabnya dengan suara falsetto, “Di Dunia Mimpi. Haha!” Omong-omong, jawaban untuk kuis itu adalah Chiba.

Selagi aku menggali pengetahuan mengenai Chiba dan Destiny, suatu lampu bohlam muncul di dalam kepalaku.

“Barang.”

“Eh?”

Yukinoshita memiringkan kepalanya sebagai respon terhadap kata-kataku.

“Bukankah mereka mempunyai Pan-san versi Natal di sana? Jadi dengan demikian, aku ingin memilih suatu hadiah Natal untuk Komachi…”

Ada kemungkinan Yukinoshita biasanya sudah akan memikirkan pemikiran itu kalau itu hanya barang-barang saja. Tapi dengan berpura-pura mau memilih sebuah hadiah dan barang-barang yang terbatas pada musim, maka itu akan agak berbeda.

Wajah Yuigahama menjadi cerah seakan membaca maksud di balik kata-kataku.

“Ah, itu terdengar bagus! Kita sebaiknya semua pergi dan memilihnya!”

Yuigahama mencengkram tangan Yukinoshita dengan kedua tangannya. Ketika dia melakukannya, Yukinoshita berhenti melawan dan menyantaikan bahunya.

“…Kalau begitu adanya, yah, tidak banyak yang bisa kita lakukan.”

“Ya!”

Yukinoshita melihat ke arah Yuigahama yang dengan polosnya merasa senang dengan suatu senyuman, tapi dia tiba-tiba melihat ke arahku. Dia kemudian bertanya dengan ekspresi sungguh-sungguh.

“Jadi Komachi-san suka Pan-san?”

“Eh…? Aah, kurang lebih.”

“Begitu ya. Aku tidak tahu itu. Kalau begitu, memilih hadiah mungkin sedikit sulit…”

Selagi dia mengatakan itu, Yukinoshita entah kenapa terlihat senang. Dia mungkin sedang berpikir bahwa dia bisa membuat seorang sahabat Pan-san.

…Oh sial. Aku hanya membuat alasan asal di tempat, jadi itu mungkin ide yang bagus untuk memberitahu Komachi mempelajari Pan-san… Ya-yah, aku yakin Komachi akan entah bagaimana bisa menemukan suatu percakapan tentang itu! Aku percaya pada dia! Aku yakin Yukinoshita akan menjadi super berang jika Komachi salah menjawab kuis Pan-san, tapi kalau itu Komachi, dia akan baik-baik saja! Onii-chan percaya pada dirimu!

Selagi aku meminta maaf pada Komachi di dalam kepalaku, aku dapat mendengar suatu suara mengerang yang pelan. Ketika aku melihatnya, Isshiki membuat mulut bebek dan melihat ke arah kami dengan mata setengah tertutup.

“Kenapa kamu?”

“Tiiidak. Aku hanya sedang memikirkan tentaaang sesuatu.”

Bahkan setelah menanyakannya, Isshiki tiba-tiba berpaling dengan rasa ketidak-tertarikan. Setelah itu, dia perlaing ke arah kami lagi seakan sesuatu terlintas dalam pikirannya.

“Kalau begitu, kita akan pergi dengan kami berempat di sini?”

Sekarang setelah dia mengatakannya, itu benar. Ada empat tiket dan hal itu sudah pasti yang paling wajar, tapi memikirkannya sedikit lagi, menjadi satu-satunya pria itu agak berat… Aku melihat ke arah Hiratsuka-sensei ingin tahu apa kami bisa menghindari hal ini dan dia membuat sebuah senyuman lebar.

“Yah, karena itu kalian berempat yang mengumpulkan data, jadi itu terlihat cocok.”

“Tidak, tapi masalahnya…”

Ketika aku akan membantahnya, Yukinoshita menyilangkan lengannya dan memiringkan kepalanya.

“Aku punya paspor setahun jadi salah satu tiketnya tidak diperlukan.”

Paspor setahun? Apa kamu serius? Persisnya sesuka apa kamu…? Memakai paspor tahunan, apa ini sesuatu seperti Yukinon BiyoriCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content, non? NenpassuuuCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content.

Mendengar informasi mengenai paspor setahun Yukinoshita, Isshiki segera menjadi bersemangat.

“Ah. Kalau begitu, itu tidak apa-apa untuk memanggil satu orang lagi, bukan? Kita juga bisa mendapat keseimbangan yang baik dengan begituuuuu.”

Isshiki tersenyum. Melihat ke arah senyuman itu membangkitkan firasat yang tidak mengenakkan.

“Siapa yang ingin kamu panggil…?”

“Itu. Rahasia.”

Isshiki meluruskan jari telunjuknya dan mengedip. Dengan kesan menjengkelkan itu padanya, Isshii tidak terlihat seperti dia berencana untuk menjawab pertanyaannya yang juga membuatku sadar siapa yang ingin dia panggil.


× × ×


7-6[edit]

Keesokan harinya pada hari Sabtu dan aku sudah keluar sejak pagi.

Aku keluar untuk tujuan mengumpulkan data di Destinyland. Memakan sekitar dua puluh menit untuk sampai ke stasiun Maihama menaiki kereta api yang juga tempat kami akan bertemu. Hanya pada saat-saat seperti inilah kamu bisa iri dengan orang-oranng Chiba. Juga, orang-orang yang berkata “bukankah semua orang di Chiba mendapat upacara Akil-Balignya di Destinyland?” dan menjadi iri itu biasanya orang-orang dari Kota UrayasuCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content. Itu adalah sesuatu yang tidak menyangkut mayoritas besar orang-orang yang hidup di Chiba.

Sementara aku mendapat pemikiran tersebut di otakku, kereta api akan berguncang dan pemandangan Destinyland memasuki pandangan dari luar jendela.

Aku menyelipkan seruan “…ooh” kecil sebagai responnya. Sekali kamu melihat Kastil Tembok Putih dan gunung berapi aktif yang memuntahkan atraksi asap, itu benar-benar memang membangkitkan semangatmu meskipun kamu tidak tertarik untuk datang pada awalnya.

Ketika aku sampai ke tujuanku, Stasiun Maihama, aku dengan riang melompat turun dari kereta api. Bahkan mulai dari stasiunnya, hal-hal seperti lonceng keberangkatan diubah menjadi sesuatu yang berhubungan dengan Destiny dan bentuk jam yang unik membuatmu berapi-api. Untuk ditunjukkan semua ini membuatmu ingin bersenang-senang di Destinyland dengan segera secepat mungkin.

Setelah meninggalkan gerbang tiket dalam suasana hati yang riang gembira, tempat bertemunya segera masuk ke dalam pandangan. Aku terus menerus mengalihkan mataku ke sekeliling heran apa semuanya sudah di sini dan suatu suara memanggil diriku.

“Hikki, yahallo!”

Jangan sapa orang seperti itu di sini… Aku tidak perlu melihat untuk tahu siapa dia. Ketika aku melihat ke sana, Yuigahama yang sedang mengenakan topi bobble[2] rajutan melambaikan lengannya.

Dia pastilah sudah merasa tegang dari tadi sebab dia sedang menenteng mantel warna krem beigenya di lengannya. Dia sedang mengenakan sweater rajutan panjang dengan sebuah syal panjang yang mengelilingi lehernya dan tangannya ditutupi dengan sarung tangan mitten[3]. Kelihatannya dia sudah dipersiapkan terhadap musim dingin dengan semestinya. Tapi rok mini yang dikenakannya dengan celana ketat di bawahnya itu terlihat sedikit dingin. Tapi dia mungkin sudah memasukkan itu ke dalam pertimbangannya dengan mengenakan semacam sepatu bot pendek berbulu halus untuk menyeimbangkannya.

Di sisi lain, tetangganya yang berdiri itu, Yukinoshita, dengan tertutup mengenakan mantel putih yang kerahnya dinaikkan. Sarung tangan hitamnya yang dipolesi dengan kulit dan syal motif tartannya terlihat hangat. Yukinoshita sedang mengenakan rok berlipat yang agak pendek, tapi memakai kaos kaki ketat panjang berwarna hitam dan sepatu bot panjang yang tidak memberikan kesan bahwa dia merasa dingin.

“Oh, kalian begitu awal.”

Aku berjalan ke arah depan papan penanda arah tempat mereka berdiri dan menyapa mereka.

“Sampai lima menit lebih awal sebelum waktu yang dijanjikan itu merupakan perilaku standar di dalam masyarakat.”

Kata Yukinoshita dengan acuh tak acuh. Yuigahama mengangguk setelahnya.

“Benar, benar, Yukinon juga benar-benar awal. Kupikir aku sendiri cukup awal sampai ke mari, tapi Yukinon yang pertama di sini.”

“…Aku hanya tidak mau berurusan dengan kereta api yang padat.”

Yukinoshita tiba-tiba memalingkan wajahnya selagi dia menjawab. Ketika dia melakukannya, rambut hitamnya yang jelas sekali berlawanan dengan mantel putihnya melambai-lambai.

Yukinoshita benar-benar menanti-nantikan Destinyland, bukan? Dia begitu polos…

Yah, pokoknya, sekarang kami bertiga sudah berkumpul.

“Hanya tinggal Isshiki, huh?”

“Ah, kalau kamu sedang membicarakan tentang Iroha-chan, dia di sebelah sana.”

Ketika aku melihat ke arah yang ditunjuk Yuigahama, Isshiki baru saja meninggalkan toko pedagang kaki lima stasiun itu. Dan yang menyertainya dari belakang ada seseorang lagi. Dia adalah Hayama Hayato.

…Yah, itu sudah diduga. Itu Isshiki yang sedang kita bicarakan di sini. Dia mungkin melakukan ini dan itu seperti menangis dan dengan keras kepala menempelinya untuk membuat dia datang.

Jadi kelihatannya akan ada kami berlima yang berjalan berkeliling hari ini.

Atau begitulah yang kupikir ketika orang yang muncul dari belakang Hayama adalah Miura. Dan setelahnya ada Tobe dan Ebina-san.

Aku menekan-nekan mataku dan aku memastikan lagi pemandangan di depan mataku.

Yuigahama dan Yukinoshita ←Masuk akal.

Isshiki dan Hayama ←Masuk akal.

Miura, Tobe, Ebina-san ←Tidak Masuk akal.

Apa-apaan ini…?

“Hei, kenapa orang-orang itu juga di sini…?”

Aku melihat ke arah mereka berdua untuk mencari sebuah penjelasan akan pemandangan yang tak terduga ini. Ketika aku melakukannya, pandangan Yukinoshita beringsut pada Yuigahama yang bahunya tersentak sebagai responnya.

“U-Ummm…”

Yuigahama meremas dan menepuk topi rajutannya selagi pandangannya berkeliaran. Kelihatannya itu adalah pengganti terhadap tingkah menyentuh-nyentuh rambut bunnya.

“Ma-maksudku, kita toh ada rencana untuk bepergian… La-lagipula, aku tidak bisa menjadi satu-satunya teman Isshiki! Aku dihadapkan pada dua pilihan sulit, kamu tahu!”

Yuigahama memegangi kepalanya. Setelah itu, Yukinoshita membuat helaan pendek.

Aku juga ingin menghela, tapi ada sesuatu lagi yang ingin kukatakan dulu. Aku memandang ke arah Yuigahama yang sedang mengerang dengan kepalanya pada tangannya.

“Nah, jangan kamu pergi mengajak mereka ikut hanya karena kamu bisa melakukannya. Kamu akan mengurus mereka bukan?”

“A-aku benar-benar akan melakukannya, oke!”

Yuigahama melesatkan kepalanya ke atas dan mengatakannya. Yukinoshita, yang sedang melihatinya, berkata.

“Kalau begitu seharusnya itu tidak ada masalah. Itu bukan sesuatu yang perlu terlalu kita kuatirkan.”

“Yukinon…”

Yuigahama entah kenapa kelihatannya sangat tersentuh sekali selagi dia melihat ke arah Yukinoshita, tapi kamu tahu, barusan itu, hal itu lo, dia sebenarnya baru saja menyatakan bahwa itu tidak ada hubungannya dengan dirinya…

“Kurasa, namun…”

Selagi aku mengatakan itu, ada sesuatu lagi yang sedikit mengganguku. Untuk sekarang, ini mungkin sesuatu yang harus kusebutkan.

“Yuigahama… jangan repot-repot mencoba mendukung mereka atau semacamnya.”

“Ah, oke… Baiklah, kurasa.”

Setelah dia mengatakan itu, Yuigahama membuat ekspresi murung dan menunduk ke bawah.

Sekarang ini, kami masih belum cukup dewasa untuk ikut campur ke dalam masalah orang lain. Itulah kenapa kami akan pasti berakhir keliru mengenai banyak hal. Aku rasa ini adalah sesuatu yang pasti harus kusebutkan.

Yuigahama sedang bermain-main dengan topi rajutannya seakan dia sedang memikirkan sesuatu. Pandangannya masih menghadap ke bawah, tapi melihat bagaimana dia sedang bersikap, aku sadar bahwa dia juga memahaminya.

“…Yah, tidak banyak yang bisa kita lakukan karena mereka sudah dipanggil. Begini juga bisa karena kita bisa membuat mereka membantu mengumpulkan data dan mengambil foto.”

Kenyataannya, aku benar-benar tidak banyak mengharapkannya, tapi toh aku berkata begitu. Ketika aku mengatakannya, Yuigahama akhirnya mengangkat kepalanya.

“Ya, benar…”

Yuigahama terlihat seperti dia sedang memaksa dirinya untuk tersenyum sedikit. Yukinoshita yang sedang melihat dirinya menyisir rambutnya dan mengarahkan senyuman kecil pada Yuigahama.

“Kalau kita akan pergi mengumpulkan data, itu mungkin ide yang bagus untuk memutuskan bagaimana kita akan pergi berkeliling.”

Wajah Yuigahama segera berbinar-binar.

“Ah, itu sudah pasti! Apa yang harus kita naiki dulu?”

“Yah, mungkin itu…”

Aku melihat ke arah kereta api yang berhenti di serambi Jalur Keiyo.

“Kereta api!? Kamu benar-benar siap untuk pulang ke rumah!?”

Selagi kami berbicara, Isshiki dan yang lain berjumpa dengan kami.

“Senpai, selamat pagiiiii untukmu.”

“Ya.”

Aku membalas suatu sapaan kecil pada Isshiki. Yang mengikuti persis di sampingnya adalah Hayama yang berbicara padaku dengan senyuman lemah.

“…Hei.”

“Yo…”

Kata-kata yang kami tukarkan itu pendek. Tapi pandangan yang kami tukarkan itu sudah cukup untuk menggantikannya. Aku sedang mencoba untuk memastikan apa itu yang tersembunyi di balik senyumannya sementara itu terasa seakan Hayama sedang mencoba melihat sesuatu di dalam diriku.

Ketika aku sedang memikirkan hal-hal itu, suatu hawa dingin yang tiba-tiba menjalari sumsumku.

Huh!? Niat membunuh! Tidak, niat busuk! Merasakan keberadaan yang mencurigakan itu, aku segera berpaling ke belakang dan Ebina-san sedang membuat suatu senyuman busuk. Tapi ketika mata kami bertemu, dia segera menekan niat busuk itu dan dengan riang melambaikan tangannya.

“Halo, halo.”

“Huuuh? Hikio juga di sini?”

Dari belakang Ebina-san adalah Miura yang menunjukkan wajahnya, mengintip sedikit ke arah kami. Di sana, Tobe yang sedang berdiri di sampingnya meledak tertawa.

“Nah, nah, Yumiko, Hikio itu terlalu kocak sekali. Omong-omong, dia itu Hikitani-kun.”

Dua-dua itunya salah…

“Karena kita semua sudah di sini sekarang, ayo kita pergi?”

Setelah Isshiki melihat ke sekeliling dan mengatakannya, kami semua mulai berjalan.

Kami berdiri di antrian yang sedang menunggu di pintu masuk, menukarkan tiket kami menjadi kartu pass, dan masuk ke dalam dari gerbang pintu masuk.

Ketika kami sampai ke semacam plaza, suaraku menyelip keluar.

Bagian depan yang terintip dari gerbangnya memiliki pohon Natal raksasa yang diterangi. Ada bangunan-bangunan ala barat yang terjajar di sepanjang jalan dengan Kastil Tembok Putihnya di belakang.

Itu seakan kami sedang berada dalam suatu film. Dan ada suatu pemandangan yang kuperhatikan digunakan dalam film-film dengan motif Natal. Tiba-tiba, beberapa film terlintas dalam pikiranku. Tapi untuk beberapa alasan, film pertama yang muncul di dalam kepalaku adalah “Home Alone 2”. Sekarang itu aneh. Aku cukup yakin aku juga menonton banyak film lain…

Untuk sementara ini, kami masih ada masalah mengumpulkan data, jadi aku mengeluarkan kamera digitalku dari jaket blousonku[4] dan menjepret-jepret foto dengan ribut.

Pada waktu yang bersamaan, kelompok gadis-gadis itu sedang memekik selagi mereka mulai berdiri di belakang antrian di depan pohon Natal itu untuk mengambil foto. Yukinoshita yang berada di samping Yuigahama terlihat sengsara sebab dia terjebak di tengah-tengah mereka. Kelihatannya dia tidak begitu terbiasa dengan suasana semacam itu. Tentu saja, karena Hayama ada dalam kelompok prianya, kami tidak ada pilihan selain ikut berbaris juga.

Dan kemudian, ada Tobe yang bahkan lebih bising dari para gadis itu. Dia berbaris di belakang para gadis, melihat ke arah pohonnya, dan berteriak.

“Uoooooh! Pohonnya menaaaaabjubkan! Benar-benar menjadi terpompa di siniii!”

Hayama melihat ke arah Tobe dengan senyuman masam.

Kami menunggu sejenak sebelum akhirnya giliran kami untuk mengambil foto. Kelihatannya staf taman itu yang akan mengurus pengambilan fotonya untuk kami, jadi aku tidak ada masalah untuk sekarang.

Setelah satu foto kelompok, berbagai foto lain diambil: satu dengan semua gadis, satu dengan hanya Hayama, Miura, dan Isshiki, satu dengan Yukinoshita dan Yuigahama, dan seterusnya. Selagi melihati mereka, angka-angka permutasi dan kombinasi muncul dalam pikiranku.

Akhirnya, mereka akhirnya selesai mengambil foto-foto dan ketika aku mulai berjalan berpikir kami akhirnya bisa pergi, Yuigahama mendekatiku dengan ponsel di satu tangan.

“Hikki, terima kasih sudah menunggu.”

Di sampingnya ada Yukinoshita yang menghela seakan hanya mengambil foto-foto itu saja melelahkan. Apa itu ya? Apa jiwanya tersedot?

Di sana, Yuigahama mencengkram tangan Yukinoshita. Dia kemudian menarik syalku. Ketika dia tiba-tiba menarik diriku, aku tersandung ke depan. Wajah Yuigahama begitu dekat. Dan yang menghadap di hadapanku adalah wajah kaget Yukinoshita.

Dan kemudian ada suara jepretan kamera yang berturut-turut. Satu dari ponsel Yuigahama dan satu lagi dari Ebina-san yang sedang berdiri sedikit lebih jauh.

“Yuiii, Aku mengambil gambarnya.”

“Ah, terima kasiiih.”

Ketika Yuigahama mengambil kameranya dari Ebina-san, dia menekan tombolnya untuk memeriksa gambar-gambarnya.

“…Yuigahama-san.”

“Jangan pergi mengambil foto seperti itu…”

Baik suara Yukinoshita dan suaraku muncul bersamaan. Alis Yukinoshita diangkat dan dia terlihat sedikit geram. Tapi di hadapan itu, Yuigahama berbicara dengan ekspresi biasa-biasa saja.

“Maksudku, kalau aku meminta kalian berdua, kalian berdua mungkin tidak akan membiarkan aku mengambil fotonya.”

“Tidak, tidak juga.”

Yang ada, membiarkanku tahu akan lebih baik. Jika aku setidaknya siap secara mental. Aku bisa diambil foto yang lebih baik. Wajahku merah di foto yang baru saja kami ambil barusan tadi jadi itu agak menggangu.

“…Bagaimanapun juga, itu bukanlah alasan yang bagus untuk mengambil foto sesuka hatimu saja.”

Yukinoshita membuat suatu helaan. Ketika dia melakukannya, Yuigahama merasa putus asa seakan dia merasa toh dia memang melakukan sesuatu yang salah.

“A-aku minta maaf. Aku akan menanyakannya lain kali.”

“…Tidak akan ada lain kali.”

YahariLoveRom-v9-307.png

Walaupun dia sedang memasang senyuman senang dalam ekspresinya, suaranya begitu dingin sekali. Ketika dia mengatakan itu, Yukinoshita segera berjalan duluan.

“A-aku benar-benar minta maaf! Yukinon, tunggu akuuu!”

Yuigahama berlari mengejar Yukinoshita dengan panik. Laju Yukinoshita perlahan melamban dan akhirnya mereka berdua berjalan berdamping-dampingan.

Aku sedang mengamati mereka dari sekitar dua langkah di belakang.

Perasaan jarak yang selalu coba mereka berdua cari tahu itu kemungkinannya sudah seperti yang biasanya.


× × ×


7-7[edit]

Space Universe MountainCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content. Itu adalah space mountainnya.

Kami akan pergi mengantri untuk space mountain, salah satu dari tiga atraksi roller coaster terbesar.

Ketika kami sampai di depan kubah SpaMt (kependekan Space Universe Mountain), Yukinoshita menyilangkan lengannya dan melengkukkan kepalanya ke samping.

“Ini tidak akan banyak memberi acuan karena tidak ada banyak kesan Natal di dalamnya, bukan…?”

Itu sangat khas dengan Yukinoshita yang pekerja keras untuk mengingat alasan kenapa kita ada di sini; yaitu, kami di sini untuk mengumpulkan data yang akan berperan sebagai sebuah referensi untuk acaranya.

Tapi di sampingnya terdapat Yuigahama yang tidak terlihat seperti dia berpikir terlalu keras dan menunjuk ke sisi kubahnya.

“Ah, tapi, lihat, tempat di sebelah sana itu didekorasi dengan rangkaian wreath… Jadi ayo kita mengantri!”

“Itu terlihat seperti sesuatu yang bisa kamu lihat dimana-mana, bukan…?”

Benar, apa yang ditunjuk Yuigahama itu adalah rangkaian wreath Natal yang umum di Destinyland. Itu juga dapat terlihat di mana-mana. Tapi itu sepenuhnya menjadi alasan untuk mengantri pada SpaMt.

Tidak, yah, Hiratsuka-sensei juga bilang ini untuk istirahat, jadi tidak seperti itu suatu hal yang buruk atau apa…

Yuigahama melihat ke arah Yukinoshita dengan mata anak anjing dan Yukinoshita membuat suatu helaan, akhirnya menyerah.

“…Haa, hanya kali ini saja.”

Setelah itu, Isshiki yang mengantri di depan berpaling ke belakang.

“Yah, atraksi apapun itu, toh aku rasa kita mungkin hanya bisa menaikinya sekali, jadi kenapa tidak?”

“Sungguh?”

“Ya, untuk sementara ini, aku rasa itu akan lebih baik untuk memiliki pandangan yang lebih luas terhadap keadaannya.”

Aah, jadi itu apa yang sedang diincarnya. Aku menjadi yakin setelah dia mengatakan itu.

Jadi jalur hari ini itu sesuatu yang direncanakan oleh Isshiki.

Setelah mengambil foto, kami akan menaiki Pirate Kings of the Carribean. Dari sana, kami akan mengambil FASTPASS Black Thunder Mountain yang akan berkeliling dengan pesat, sampai ke zona Tomorrow Never. Dan lalu setelah itu, kami akan kemungkinan menuju ke zona yang berbeda.

Seringkali, banyak orang dari Chiba cenderung terlalu banyak berpikir tentang bagaimana mereka akan berkeliling mengunjungi atraksi-atraksi Destinyland. Mereka akan memasukkan rute paling efisien yang cocok dengan preferensi mereka ke dalam pertimbangan agar dapat memenuhi tujuan mereka. Tidak hanya ini mungkin karena pengalaman, tapi juga karena pola pikir yang menguntungkan secara geografis yang dimiliki orang-orang Chiba.

Karena Yukinoshita menyerah, kami mulai mengantri untuk SpaMt.

Di paling depan antrian terdapat Hayama dan yang lain sementara di yang paling belakang terdapat Yukinoshita dan Yuigahama. Pengaturan tempat duduk SpaMt itu dua orang per tempat duduk jadi antriannya secara alamiah menjadi dua barisan antrian.

“Yukinon, ayo kita naik bersama-sama, oke?”

“Y-Ya… Apa ini benar-benar sama sekali ada gunanya?”

Kelihatannya baik Yukinoshita dan Yuigahama sudah siap untuk naik bersama.

Umu, Aku tidak yakin apa mereka sudah sepenuhnya seperti mereka yang sebelumnya, tapi hubungan mereka kelihatannya sangat lembut.

Pada saat yang bersamaan, di depan merupakan suatu gambaran neraka.

Barisan antriannya seharusnya dua barisan, namun ada satu tempat dimana itu jelas sekali tiga barisan.

Dia adalah Hayama dan di kiri dan kanannya terdapat Miura dan Isshiki. Baik Miura dan Isshiki akan memaksa berbicara dengan Hayama selagi saling melemparkan pandangan untuk menahan satu sama lain.

Karena aku ada di belakang, aku tidak bisa melihat ekspresi Hayama, tapi aku mendapat perasaan dia sedang membuat senyuman risau.

Namun hubungan Miura dan Hayama tidak terlihat begitu canggung, mungkin sebagai hasil dari efek Destinyland.

Walau, di belakang mereka terdapat seorang pria yang sedang mengerang.

“Apa yang harus kulakukan, apa yang harus kulakukan!?”

Tobe sedang mengeluh-ngeluh mengenai sesuatu pada dirinya sendiri. Tapi dia akhirnya terlihat bertekad dan melemparkan dirinya ke arah Hayama.

“Haayaato-kun! Ayo kita naik bersama!”

Ketika dia dengan bersemangat berlari ke antara mereka bertiga, Miura dan Isshiki memberikan tatapan tajam pada Tobe.

“Tobe, kamu tahu…”

“Tobe-senpai, kamu sedang menganggu♪.”

Alis Miura mendekat disertai dengan tampang marah dan Isshiki tersenyum menyeringai selagi mengatakan sesuatu yang kejam.

Uwaah, tempat itu terlihat seperti gurun salju… Hanya melihatnya saja membuatnya terasa dingin di sini…

Namun, Tobe yang hari ini tidak mundur. Dia menepukkan tangannya bersama dan memberi hormat pada mereka berdua.

“Eh, kamu tahuu, ay'lah, macam itu sedikit tidak memungkinkan bagiku? Serius, SpaMt itu super mengerikan, sungguh. Er, serius, aku sedang memoh'n ente di sini!”

“”Ha?””

Aku benar-benar ingin langsung mengatakan “Nice Coupling”[5] pada mereka, ada apa dengan keserempakan yang menabjubkan tadi. Dan seperti yang bisa kamu duga, Tobe bahkan lebih merengek lagi. Tapi suatu uluran tangan terulur padanya.

“Itu tidak masalah bagiku, Tobe. Ayo kita naiki bersama.”

“Hayato-kuuun…”

Itu terasa seperti aku dapat mendengar kalimat “oooh, sobat sejatiku” selagi Tobe memeluk Hayama. Miura melihat ke arah itu dengan mata yang berkata “Hayato, kamu begitu baik…”

Kalau kamu hanya melihat di sini, maka kamu akan memandang Hayama sebagai pria yang baik, tapi mempertimbangkan keseluruhan situasinya dari yang di atas, sebenarnya bukan begitu adanya. Orang yang terbantu itu Hayama dan dalam artian yang berbeda, begitu juga dengan Miura dan Isshiki.

Tobe, sungguh pria yang baik… Jika ini versi film, dia itu pria yang bahkan lebih baik lagi.

Selagi aku melihat ke arah mereka dengan kagum, Ebina-san menyelip ke belakang sebelum Tobe melemparkan dirinya ke sana dengan pengaruhnya. Dia kemudian tiba-tiba menampilkan suatu senyuman.

“Tobecchi, dia tentu kesusahanuntuk sejenak dan menjatuhkan pandangannya ke kakinya.

“Mmm…”

Tapi dia hanya melakukan itu untuk sejenak dan ketika dia segera mengangkat kepalanya, kacamatanya berkilat dengan cantik.

“Fufufu, ini adalah saat dimana Hikitani-kun seharusnya pergi membantu Tobecchi, benar? Aah, kalau aku mulai sekarang, aku mungkin bisa membuat sebuah tulisan tepat waktu untuk Komiket Musim Dingin!”

“Tolong hentikan…”

“Itu karena Hikitani-kun mengatakan sesuatu yang aneh.”

Kata-kata yang dipakainya untuk menjawab itu dingin. Bahkan setelah aku melihat ke arah wajah Ebina-san, aku tidak bisa melihat dasar cahaya dalam mata di balik lensanya.

“Hikitani-kun, apa kamu tidak ada hal lain untuk dikhawatirkan selain kami?”

“……”

Tidak perlu memastikan apa yang sedang dimaksudkannya. Itulah kenapa aku berdiri di sana tanpa menjawab.Setelah itu, Ebina-san mengetes kemampuan humornya meskipun sadar akan hal tersebut.

“Seperti Hayato-kun contohnya!”

“Tidak, tidak.”

Aku segera menolak dan Ebina-san tertawa dengan gembira. Dia kemudian menarik senyumannya dan dengan diam-diam menyembunyikan suaranya.

“…Tentang waktu itu, maaf.”

“Ha?”

Persis ketika aku berpikir apa yang sedang diucapkannya dan menanyakannya balik, Ebina-san berbicara dengan suara yang sangat kecil sekali sehingga suaranya tidak dapat terdengar dari belakang.

“Apa mungkin karena apa yang terjadi waktu itu sehingga keadaannya terlihat agak tegang?”

“…Tidak ada hubungannya dengan itu.”

Karya wisata itu hanyalah salah satu dari banyak pemicu karena aku merasa kami akan berada pada situasi ini pada akhirnya. Itu bukanlah tanggung jawab Ebina-san sebab pada akhirnya itu adalah keputusanku.

“Senang untuk mendengarnya kalau begitu.”

“Tidak terlihat tegang di pihakmu, huh?”

“…Uh huh, berkatmu.”

Ebina-san menyesuaikan ulang kacamatanya dengan jarinya. Aku tidak melihatnya terlepas, tapi kelihatannya dia sedang menyesuaikan sesuatu.

Dan seperti itulah, kami tida3k membicarakan tentang apapun yang khusus dan dengan hening berdiri dalam antrian.

Tidak selalu benar bahwa hal-hal yang dikatakan adalah kebenarannya.

Itulah adalah sesuatu yang kupelajari dari permintaannya.

Dan meskipun kamu merasa kamu tahu, tetap akan ada kalanya kamu akan berakhir melewatkan sesuatu. Aku juga baru saja mempelajari hal itu barusan.

Dan tentu, Ebina Hina mungkin baru mengucapkan kebohongan lagi.


× × ×


7-8[edit]

Ketika kami turun dari SpaMt, kakiku goyah. Aku tidak merasakan apapun ketika kami diputar dengan kecepatan tinggi, tapi aku diterjang oleh rasa gravitasi yang mulai terasa. Apa ini yang mereka sebut Reconguista in GCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content?

Tentu saja, rasa itu tidak hanya berlaku untukku sebab yang lain juga merasakan keadaan yang sama walaupun dengan tingkatan-tingkatan berbeda yang bervariasi. Dan di antara mereka terdapat Isshiki yang menyeru “fueee…” dengan suara yang menyedihkan selagi dia terhuyung-huyung.

Seseorang memegang tangan Isshiki dengan erat.

“Te-terima kasih banyak…”

Isshiki tersenyum dan mengucapkan rasa terima kasihnya dan orang tersebut membuat helaan jengkel.

“Macam serius, apa kamu baik-baik saja?”

“Ah, Miura-senpai, huh…?”

Senyuman Isshiki menghilang dengan sekejap. Setelah itu, Miura memberikannya sebuah botol plastik dengan panik.

“Eh, wajahmu benar-benar biru, bukan? Mau air?”

“Aku akan, baik-baik saja, tapi… Terima kasih banyak…”

Isshiki mengucapkan rasa terima kasihnya dengan terbata-bata dengan tampang kaget dan mengambil botolnya.

…Miura itu orang yang baik.

Walau, Isshiki mungkin sedang mengincar Hayama untuk merawatnya sampai sembuh kembali. Tapi berhadapan dengan insting keibuan Miura, aku rasa itu tidak berhasil…

Selagi Miura merawat Isshiki yang terhuyung-huyung, kamu mulai berjalan lagi.

Tempat SpaMt memiliki banyak atraksi-atraksi yang terkenal jadi kerumunannya besar sekali. Dan di dalam kerumunan itu terdapat satu orang lagi yang terhuyung-huyung selagi dia berjalan. Yuigahama tidak melewatkan hal ini dan berbicara padanya.

“Yukinon, apa kamu baik-baik saja?”

“Aku baik-baik saja… Cuma kerumunan orang-orang ini mengangguku…”

Apa itu benar-benar “baik-baik saja”…? Yah, aku dapat memahami apa yang dia rasakan. Aku sendiri mulai muak dan lelah dengan kerumunan ini.

Walaupun aku kuatir apa dia akan baik-baik saja nanti, Yukinoshita sembuh total pada saat kami tiba ke tempat selanjutnya.

Oh, Aku mengerti sekarang! Atraksi selanjutnya adalah “Pan-san’s Bamboo Fight”!

Bamboo Fight ini seperti yang dijelaskan dengan benar oleh Yukinoshita tidak ada hubungannya dengan Natal, secara harfiah sedang berkata “apa-apaan suasana Natal di Destinyland ini, siapa yang peduli dengan itu, Imlek itu lebih penting!” Dengan demikian, atraksi ini tidak akan banyak berperan sebagai acuan, tapi Yukinoshita tidak menyuarakan satu komplain pun dan mengantri. Tidak, tidak, itu juga tidak apa-apa…

Antriannya lumayan panjang, tapi setelah menggunakan jurusku, “Melamun dengan sungguh-sungguh” dari jurus-jurus spesialku, waktu menunggu itu tidak mengangguku.

Pada akhirnya, kami sampai ke dalam bangunannya dan aku membuat suatu helaan akan kehangatan tersebut.

“Oke, jadi bagaimana kita sebaiknya menaiki ini?”

Ketika Yuigahama mengatakannya, Isshiki dan Miura mulai bersiap-siap.. Walaupun Isshiki berhutang padanya tadi, kelihatannya dia masih tidak merasa ingin menyerah. Tobe juga mempersiapkan dirinya.

Tapi menguatirkan tentang Tobe itu tidak ada gunanya.

Menilai dari kenderaan berbentuk labu yang sedang maju di depan itu, kelihatannya itu tiga sampai empat orang sekali duduk.

Jadi itu berarti kelompok bertiga Hayama itu sudah ditetapkan. Selagi aku memikirkan kelompok yang tersisa, sudah hampir giliran kami.

Yukinoshita memanggil Yuigahama.

“Mari kita pergi?”

“Oke.”

Setelah dia menjawab, Yuigahama mengantri di samping Yukinoshita.

Yah, itu benar. Sejauh ini Yukinoshita sudah bersama-sama dengan Yuigahama sepanjang hari. Dengan begitu, itu wajar bagi mereka berdua untuk naik bersama dalam Bamboo Hunt iniCite error: Invalid <ref> tag; refs with no name must have content.

Jadi itu berarti aku akan naik dengan Tobe dan Ebina-san, huh…? Tidak mungkin, itu terdengar super canggung. Walaupun itu suatu kebohongan, itu masihlah sebuah kelompok yang terdiri dari orang yang menyatakan cinta dan orang yang seharusnya merupakan saingan cintanya. Selagi aku sedang berpikir “apa itu tidak masalah jika aku menaiki kenderaannya sendirian? Tolong beritahu aku, Yukipedia-san.”, Yukinoshita sudah dengan gagahnya akan menaiki kenderaannya.

Yang mengikutinya adalah Yuigahama. Tapi dia kemudian berpaling ke belakang ke arahku, berjalan dengan menyeret kaki ke arahku, dan mengenggam lengan bajuku. Dia kemudian menarikku ke arah kenderaannya selagi dia menunduk ke bawah.

“Hi-Hikki, cepatlah.”

“Eh, tungg, aku akan naik dengan Tobe dan…”

Aku tidak tertarik sedikitpun untuk naik bersama Tobe, tapi itu terselip keluar dari mulutku.

“Tidak apa-apa. Ada orang yang menunggu di belakang kita juga.”

Setelah dia mengatakan itu, aku tidak ada pilihan selain untuk menaikinya. Pintu ke kenderaannya ditutup dan nona yang bertugas melambaikan tangannya dan melihat kami pergi selagi dia berkata “Selamat datang ke dunia Bamboo Fight.”

Kenderaannya bergerak ke dalam menuju ke kegelapan dan selagi kenderaannya melaju, cahaya merah dan oranye tiba-tiba menyala. Itu mungkin karena sumber cahaya itu sehingga wajah Yuigahama dari samping selagi dia menunduk ke bawah berwarna merah. Dia kemudian melihat ke arahku dengan mata menengadah. Berkat itu, bahkan aku menjadi sedikit malu.

Urutan tempat duduknya adalah Yukinoshita, Yuigahama, dan aku, tapi aku mencoba sebisaku untuk bergeser ke tepi dan Yuigahama juga berusaha untuk membuat sedikit jarak. Walau karena itu, ruang yang tersisa membuat Yukinoshita ditekan.

“…Ruang.”

Yukinoshita mengutarakan sepatah kata itu.

“Ah, maaf.”

Yuigahama kemudian bergeser ke sisiku. Aku mencoba untuk menutupi seberapa jauh dia bergerak ke arahku dengan bergerak ke arah tepi. Tapi itulah kenapa jarak kami tidak berubah begitu banyak.

Sementara itu kenderaannya masih melaju dan kami sampai di hadapan sebuah layar besar.

Di layar tersebut terdapat Pan-san yang berlari ke kiri dan ke kanan dan kemudian, ada banjiran boneka-boneka plushy Pan-san yang mengisi bagian dalam atraksi tersebut.

Kenderaan yang kami naiki merespon terhadap gerakan semua Pan-san itu dan bergerak ke dalam atraksi itu.

“Oooh, ini lumayan menabjubkan…”

“Diam.”

Ketika aku menyuarakan kesan jujurku, suara Yukinoshita terbang ke luar.

Tidak diizinkan berbisik… Sesuka apa kamu dengan ini…?

Namun, selagi aku duduk di sana dengan hening, benturan siku dan lengan kami yang kadang terjadi karena sentakan liar kenderaan itu benar-benar mengangguku. Itu benar-benar buruk untuk jantungku.

Di setengah jalan, tidak ada apapun di dalam atraksi itu yang menemukan jalannya ke dalam kepalaku sebab aku cuma sedang mencoba untuk membebaskan diriku dari pemikiran-pemikiran menjemukan itu.


× × ×


7-9[edit]

Setelah turun dari “Pan-san’s Bamboo Fight”, ada sebuah toko Pan-san di dekat tempat tersebut.

Hayama dan yang lain yang turun terlebih dulu sedang menunggu di pintu masuk toko itu. Yang mengikuti persis setelah kami adalah Ebina-san dan Tobe.

“Meeen, Pan-san benar-benar keren!”

Tobe membuat senyuman yang sangat bahagia sekali mungkin karena dia bisa naik bersama dengan Ebina-san. Tapi ada satu orang lagi dengan wajah berseri-seri.

Dia adalah Yukinoshita.

Dia membuat helaan “mfuu” dalam dengan puas. Toh, dia pasti telah merasakannya dengan sepuas-puasnya…

“Hei, Hikki. Ada toko Pan-san di sebelah sana, apa yang sebaiknya kita lakukan?”

Yuigahama yang setengah-langkah di belakang menyodok punggungku dan bertanya. Aku mengarahkan pandanganku ke arah toko Pan-san itu tanpa berpaling ke belakang.

“Mari kupikir…”

Yah, aku memang mengatakan semua itu pada Yukinoshita jadi aku perlu mencari hadiah Komachi di sini.

“Maaf, aku mau membeli sesuatu sebentar di sini.”

Kataku pada Hayama dan yang lain serta Isshiki tertawa tergelak-gelak.

“Eh, senpai, kamu mau membeli sesuatu dari sana?”

“…Hadiah untuk adik kecilku.”

Kenapa kamu membuat wajah segirang itu, Irohasu…? Kamu tidak perlu bersusah payah untuk menunjukkannya. Aku sudah tahu bahwa barang-barang Pan-san tidak cocok denganku, astaga.

“Aku paham. Kalau begitu, apa yang sebaiknya kita lakukan?”

Hayama bertanya pada yang lain. Ketika dia melakukannya, Miura tiba-tiba berpaling dari toko Pan-san itu ke arah pintu keluar.

“Aku tidak tertarik.”

Ebina-san membuat suara kebingungan dan menanyakannya.

“Apa kamu yakin, Yumiko?”

“Maksudku, bukankah mata Pan-san macam tidak imut sama sekali? Aku sepenuhnya ingin melihat Marie-chan si Kucing [6]saja.”

Marie si Kucing adalah salah satu dari banyak karakter Destiny yang terkenal dengan para gadis. Dia itu sesuatu seperti seekor kucing merah muda.

Baginya untuk memilih karakter yang lebih feminin daripada tertarik dengan Pan-san, Nona Sepenuhnya cukup licik! Aku rasa dia benar-benar suka warna pink, huh? Aku, juga, suka warna pink pula.

Selagi aku berdiri di sana terkagum-kagum, di sampingku ada seseorang yang menghasilkan aura yang luar biasa dingin. Tidak usah dibilang lagi bahwa dia adalah Yukinoshita. Mata terbekunya terpaku pada Miura. Tidak bagus, Yukinoshita super berang. Jika begini terus, satu-satunya akhir dari hal ini yang dapat kulihat adalah Nona Sepenuhnya menangis tersesu-sedu karena argumennya sepenuhnya dipatahkan dalam waktu sekitar tiga puluh menit.

“Situasinya tidak akan bagus jika begini terus…” Selagi aku berpikir begitu, Isshiki melangkah memasuki toko Pan-san dan mengambil boneka lembut terdekat.

“Benaaaaarkah? Sesuatu seperti ini juga imut. Benar, Hayama-senpai?”

Orang yang ditanya Isshiki adalah Hayama, tapi untuk beberapa alasan, Yukinoshita sedang mengangguk dengan matanya terpejam. Yah, walau apa yang sedang dimaksudkannya itu pesona imutnya sendiri dan bukan keimutan Pan-san.

Tapi berkat Isshiki, Yukinoshita terlihat puas. Aura dinginnya mulai menyusut.

“Omong-omong, jika kita tidak akan membel' apap'n, kalau begitu kita lebih baik mengantri untuk makan siang. Kelihatannya di sana akan benar-benar padat.”

Tobe menjentikkan jarinya dan mengatakannya. Melihat dia melakukan itu menjengkelkan, tapi apa yang dikatakannya itu merupakan usulan yang sangat menarik. Sungguh pria yang baik. Walau dia masihlah menjengkelkan.

Namun, usulan mereka mengantri untuk kami selagi kami berbelanja membuatku sedikit segan. Itulah kenapa aku memutuskan untuk mencoba menanyakannya.

“…Kamu tidak masalah dengan itu?”

“Aah, tidak masalah. Hikitani-kun, ente sibuk bukan? Macam memilih hadiah untuk adikmu? Pelan-pelan saja pilihnya.”

“Maaf untuk itu.”

Aku membungkukkan kepalaku dengan pelan dan Tobe mengayunkan tangannya mengatakan untuk tidak usah menguatirkannya.

“Tidak masalah, tidak masalah. Hayato-kuun, ayo kita pergi!”

“Ya.”

Ketika Hayama menjawab, Tobe menemaninya keluar. Jika hayama pergi, maka begitu pula dengan Miura dan Isshiki. Dan Ebina-san yang tidak terlihat begitu tertarik dengan Pan-san mengikuti setelahnya dengan kata-kata “oke, sampai jumpa nanti”.

Yukinoshita, Yuigahama, dan aku adalah tiga yang tersisa di toko Pan-san.

Yukinoshita melihat ke arahku dan Yuigahama selagi dia dengan hati-hati melipat syal yang dilepaskannya.

“Baiklah kalau begitu, mari kita pilih hadiah untuk Komachi-san?”

“Ya. Itu akan membantu. Beritahu aku kalau kamu ada sesuatu yang kamu rekomendasi.”

“Ya. Aku akan mencari apa yang bisa kutemukan.”

Ketika dia mengatakan itu, Yukinoshita dengan familiernya masuk ke dalam toko Pan-san dan mulai mencari-cari ke segala tempat. Dia sangatlah handal, tapi dia tidak perlu begitu bersusah payah mencarinya… Yah, aku yang memintanya jadi aku tidak ada hak untuk mengomplain.

Tapi menyerahkan segalanya pada hanya Yukinoshita membuatku sedikit bimbang. Aku juga akan mencoba mencari sesuatu… Pertama-tama, aku meraih ke rak terdekat. Yuigahama berdiri di sampingku selagi aku sedang menatapi Pan-san dalam pakaian Santa.

“Aku juga akan membantu memilih satu.”

“Maaf. Jujur saja, aku tidak yakin tentang melilih sesuatu dari seleraku sendiri.”

“Kalau itu Komachi-chan, aku rasa dia toh akan senang juga.”

“Tidak, kami cukup serupa. Dia itu tipe orang yang dengan jelas mengatakan apa yang disukainya atau apa yang tidak disukainya.”

“Aku paham. Kalau begitu kita lebih baik berusaha yang terbaik dan memilih yang tepat.”

Setelah itu, Yuigahama mempertimbangkan beberapa hal seperti boneka lembut, selimut, boneka gantungan kunci dan benda-benda lain. Namun, bukankah ada terlalu banyak barang Pan-san di sini…? Boneka lembutnya saja sudah ada cukup banyak variasi.

“Hadiah Komachi-chan, huh? Apa kamu pernah menanyakannya apa yang bagus?”

Yuigahama bertanya selagi dia melihat ke arah golek Pan-san seakan itu adalah sesuatu yang langka.

“Aku memang mendengarkannya, tapi itu semua hal-hal seperti voucher hadiah buku atau kartu hadiah…”

“Ah, aaah… Ahaha…”

Yuigahama membuat senyuman kaget dan risau. Ini adalah reaksi setelah mendengar tentang sebuah voucher uang. Bagaimanapun aku rasa aku benar-benar tidak bisa menyebut permintaan ketiga yaitu peralatan elektronik…

Yuigahama mengambil sebuah golek yang kelihatannya menangkap minatnya dan bermain dengannya. Dengan golek itu, dia akan menyeru “ey!” selagi mengenggam tanganku dan menghalangiku. Eeey, itu super menjengkelkan, super imut, dan memalukan sampai-sampai itu mengangguku. Itu benar-benar memalukan jadi aku akan senang kalau kamu menghentikannya.

Ketika aku menepis golek itu, golek itu kemudian didorong ke depan wajahku dan bergerak dengan aneh.

Persis saat mataku bertemu dengan mata golek Pan-san, Yuigahama mulai berbicara dengan suara yang aneh.

“…Apa yang Hikki-kun inginkan untuk hari Natal, yah?”

Dia sedang mencoba untuk meniru Pan-san kelihatannya. Dia sama sekali tidak terdengar sedikitpun mirip, yang benar aja. Lagipula, ada apa dengan Hikki-kun itu? Itu begitu menggelikan sampai aku mencoba menjawab dengan setengah senyuman.

“Tidak, Aku-”

Tapi baru saja ketika aku mau berbicara, kejadian-kejadian dari hari itu melintas di dalam pikiranku. Karena itu, aku tergagap akan kata-kataku.

Yuigahama memiringkan kepalanya merasa keheningan yang tiba-tiba muncul itu aneh dan melihat ke atas ke arahku. Ketika mata kami bertemu, dia menyadari sesuatu dan meninggikan suatu suara kecil.

“…Ah.”

Wajah Yuigahama kemudian seketika berubah menjadi merah.

Dia mungkin mengingat hal yang sama. Kata-kata yang kuucapkan waktu itu.

Aku menekan pipi dan mulutku dengan tangan kananku dengan malu-malu dan berpaling.

“Aku benar-benar tidak…”

“Be-begitu ya…”

Yuigahama menarik kembali goleknya dan segera pergi meletakkannya kembali ke tempatnya semula.

Kami berdua melihat ke arah barang-barang itu dengan hening untuk sejenak. Saat kami melakukan itu, jumlah orang yang terus bertambah memenuhi toko Pan-san itu. Kelihatannya itu adalah serombongan turis. Melihat itu, Yuigahama membuka mulutnya.

“Di sini benar-benar padat, huh?”

“Yah, sekarang lagi saat-saat itu di musim ini. Aku kaget mereka merasa ingin datang melihat musimnya. Aku tidak akan melakukannya meskipun aku ada kesempatan untuk itu…”

Aku melihat ke arah toko yang mulai ramai itu dan aku membuat sebuah helaan. Seperti yang bisa diduga, itu karena Natal sampai segala tempat yang ada di taman itu dipadati dengan orang dan meskipun kamu berjalan dan berjalan ke tempat tujuanmu, di sana masih akan dikerumuni oleh orang. Itu melelahkan.

“Tapi, aku memang ingin… datang lagi.”

Ketika aku berpaling ke suara yang berjeda itu, Yuigahama sedang membelai sebuah boneka lembut besar.

“Kamu bisa pergi kapanpun yang kamu mau, bukan? Tempatnya dekat juga.”

“Namun bukan itu, maksudnya…”

Yuigahama melemparkan pandangan-pandangan sekilas padaku seakan sedang mengisyaratkan pada sesuatu saat dia mengatakan itu. Hal tersebut menusuk-nusuk hatiku dan janji tak bertanggung-jawab yang kubuat saat Festival Budaya muncul dalam pikiranku. Semenjak Festival Olahraga, karya wisata, dan pemilihan ketua OSIS mengikuti persis setelah itu, janji tersebut masih tertunda untuk sementara waktu.

Persisnya sebanyak apa perasaan jarak yang berniat untuk melangkah selangkah di luar batasannya itu berubah?

Aku mengulurkan tanganku pada boneka lembut besat yang sudah dilambai Yuigahama untuk beberapa lama sekarang dan berbicara selagi aku melihat ke wajahnya.

“…Yah, Destinyland pada musim ini agak sedikit payah, tapi aku heran bagaimana dengan tempat baru di dekat sini, huh?”

“Eh?”

Yuigahama mengangkat kepalanya dan melihat ke arahku.

“Destinyland juga tidak apa-apa selama di sana tidak terlalu ramai.”

Selagi aku berpikir pada diriku sendiri mungkin ada cara yang lebih bagus untuk mengatakannya, aku tidak dapat menemukan kata-kata yang cocok.

Meski begitu, Yuigahama menjawab dengan suara kecil.

“…Di sebelah sana, barangkali, sedikit lebih, hening mungkin.”

“…Begitu ya.”

“Uh huh…”

Yuigahama melihat ke bawah dan mengangguk.

Setelah aku melihat ke arahnya dengan satu pandangan dari samping, aku menepuk kepala boneka lembut itu dan pergi ke sebuah rak yang berbeda.

“…Yah, suatu hari nanti.”

“Ya, suatu hari nanti.”

Suaranya kembali menjadi cerah lagi dan dia mengikuti di belakangku.

“Yah, apa yang mau dipilih, huh?”

Kataku dengan suara yang kehilangan motivasi. Jadi dengan ini, percakapannya sudah usai. Aku akan memenuhi janjinya saat kelanjutan hal ini. Setelah itu, Yuigahama memanggilku dengan suara yang bersemangat seakan sedang menyahut hal tersebut.

“Ah, Hikki, bagaimana kelihatannya ini?”

Ketika aku berpaling ke belakang, Yuigahama sedang mengenakan sebuah bendo dengan telinga anjing. Itu terlihat seperti barang karakter seekor anjing yang muncul terus di Pan-san dengan telinganya yang bergerak terhuyung-huyung.

Dia melihat ke arah dirinya sendiri di cermin berseru “waah” seakan tidak perduli akan pendapatku meskipun dia memintanya.

“Ah, yang ini mungkin cocok dengan Yukinon. Yukinooon.”

Ketika Yuigahama memanggilnya, Yukinoshita penuh dengan barang-barang Pan-san di kedua tangannya.

“Mana yang mungkin disukai Komachi-san, yah?”

Yukinoshita dengan gelisah melihat ke arah barang-barang Pan-san di tangannya. U-Um… Kamu tidak perlu se-serius itu mengenainya, okay?

Yuigahama yang memegang bendo itu di kedua tangannya yang tersembunyi di balik punggungnya berdiri di depan Yukinoshita yang bimbang.

“Hei, Yukinon.”

“Ada apa?”

Pada saat dia memiringkan kepalanya, Yuigahama meletakkan bendo tersebut pada kepala Yukinoshita. Bendo dengan telinga kucing yang dipakai Yukinoshita itu kelihatannya dari karakter lain yang muncul terus di Pan-san. Dia memasang tampang kosong.

Dan Yuigahama kemudian berdiri di samping Yukinoshita tanpa buang-buang waktu lagi.

“Hikki, ambil foto, foto!”

“Eh, aah.”

Kita tidak perlu membelinya bukan…? Yah, aku rasa itu sesuatu seperti mencoba bajunya. Selagi aku memikirkan hal itu, aku mempersiapkan kameranya dan mengambil fotonya.

YahariLoveRom v9-329.png


Mundur ke Bab 6 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 8

Catatan Tranlasi[edit]

<references>

  1. pemindahan pekerjaan (operasi) dari satu perusahaan ke perusahaan lain.
  2. Bobble hat
  3. Sarung tangan dengan hanya dua bagian. Satu untuk ibu jari dan satu untuk keempat jari.
  4. Jaket Blouson
  5. Anime Buddy Complex
  6. Sassy Cat Marie-chan (atau Marie-chan saja) dari The AristoCats