Oregairu (Indonesia):Jilid 7 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 1: Meskipun Begitu, Hachiman Hikigaya akan Menghabiskan Masa Sekolahnya dengan Damai[edit]

Bukankah para gadis terlihat lebih imut ketika mereka memilih untuk berpakaian lebih tipis dibanding berpakaian lebih tebal? Jalan pemikiran seperti itu menandakan bahwa sudah hampir saatnya musim itu datang.

Festival sekolah sudah selesai dan festival olahraga juga selesai tanpa masalah. Tahun ini akan berakhir dalam waktu kurang dari dua bulan.

Cuaca yang panas itu dalam sekejap menjadi dingin dan apa yang mengikutinya bukanlah angin yang menyejukkan, melainkan angin yang membekukan. Bagi sekolah yang didirikan di dekat pantai ini, lebih dapat dipastikan begitu kondisinya.

Hal lain yang patut disebutkan adalah bahwa sekelilingku juga sama dinginnya.

Daerah di sekeliling tempat dudukku, yang jelas ditempatkan di tengah kelas, mirip dengan mata sebuah angin topan, mencerminkan sebuah ruang hampa terisolasi yang tidak berani didekati siapapun. Mungkin itu merupakan sebuah ciri khusus orang Jepang, rupanya mereka mencintai bagian tepi dan sudut mereka. Ketika kamu menaiki kereta api atau bus, kamu akan ingin duduk pada lokasi-lokasi tersebut. Beri saja kepribadian pada Tepi-chan dan Sudut-chan dan kalian akan mendapati bahwa mereka cukup populer.

Karena itu, daerah di sekitar tempat dudukku yang ditempatkan di tengah-tengah kelas kosong melompong.

Itu sama seperti biasanya. Apa yang berbeda adalah apa yang disampaikan dari tatapannya.

Itu tidak seakan mereka tidak sadar, tapi bahwa mereka dengan sengaja memberikan tatapan yang meneriakkan “tunggu, apa, kamu ada disana?”. Tatapan yang datang ke arahku selama sesaat akan kemudian terlihat seperti mereka sedang akan tertawa, tatapan semacam itu.

Ketika aku melihat-lihat di sekeliling ruangannya untuk menentukan asal dari tatapan itu, pandangan kami akan bertemu.

Pandangan tersebut adalah pandangan yang menjamin bahwa mereka akan berpaling ke arah lain, juga dikenal dengan gaya Hikigaya.

Namun, itu wajar-wajar saja bagi mereka untuk memalingkan pandangan mereka.

Begitulah yang terjadi sampai sekarang.

Tapi, sekarang ketika mereka berada dalam posisi superior, bukan begitu lagi. Faktanya, setelah mata kami bertemu selama dua detik penuh, mereka akan menyeringai pada diri mereka sendiri “dia betul-betul melihat ke arah kita (lol)”, “ada apa dengannya (lol)”, “jijik (lol)”; lelucon bergaya seperti itu muncul terus menerus dalam percakapan jenaka mereka.

Kamu tahu, aku merasa sedikit seperti Panda-chan. Tidak, mungkin itu sedikit kelewatan. Mungkin seekor wooper looper [1] dan seekor sea-monkey [2] lebih cocok. Oh sayang, ada apa dengan makhluk manis itu? Keduanya teman kita yang menjijikan dan imut, bukan?

…Yah, aku memerlukan penghiburan sebanyak ini kalau tidak aku rasa hatiku mungkin akan retak sedikit.

Walau, aku yakin kalian sendiri akan menangis atau sampai tidur begitu larut ketika kamu menyadari pasti ada sesuatu yang salah atau hilang di luar sana. Berbicara tentang kekerasan manusia super dan berlian, dengan diriku sendiri berada pada kelas berlian, itu cukup resisten terhadap goresan, tapi sebenarnya dapat dengan mudah dihancurkan dengan sebuah palu. Seseorang mengklaim berlian tidak dapat dihancurkan. Itu merupakan sebuah kebohongan.

Untungnya, sepertinya seluruh orang di sekolah sudah berpindah dari fase anti-Hikigaya. Pada awalnyapun, keberadaanku itu hampir noneksisten, walau semua orang juga cepat mencari hal lain yang lebih menarik. Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa gosip hanya bertahan selama tujuh puluh lima hari dan itu cocok. Itu adalah sesuatu yang mirip seperti mengganti “waifu”mu setiap musim.

Perlakuan buruk yang kuterima dengan perlahan-lahan berkurang seiring waktu berjalan sampai pada titik dimana aku tidak akan dipanggil sebagai “Orang itu Sekarang ini”; itulah statusku sekarang ini. [3]

Dunia ini sama sekali tidak tertarik dengan diriku. Itu karena ada banyak hal menyenangkan lain di luar sana.

Hari ini juga kelasnya diributkan dengan percakapan yang ringan dan menyegarkan.

Yang datang dari belakang kelas adalah suara keras yang terdengar mirip dengan seekor gorilla mendentum dadanya, suara yang menjalankan perbincangan dan cukup keras untuk menarik perhatian. Omong-omong, jika kita terjemahkan itu ke dalam bahasa Jepang, itu seharusnya "mendentum".[4]

Dalam percakapan mereka yang beraneka macam rasa, mereka berbicara dengan suara yang seakan menegaskan eksistensi mereka di dalam kelas. Ketika aku memandang sedikit ke arah mereka, itu rupanya trio bertiga, Tobe, Oooka, dan Yamato yang sedang duduk di meja mereka. Kalian memiliki kursi, jadi mengapa kalian tidak duduk di kursi?

“Beh, apa yang kalian akan lakukan dalam karya wisatanya?”

Ketika Tobe mengangkat sebuah topik, Oooka merespon dengan tangannya terangkat ke udara.

“Kyoto, benar? Pasti ke USJ. U. S. J! U. S. J!” [5]

“Bukankah 'tu di Osaka?”

“Itu dia! Sebuah jawaban cerdas asli, bisa kubilang!”

…Wow.

Yamato menjawab dengan suara yang anehnya kecil selagi Tobe sedang bersenda-gurau. Serius, aku bisa jatuh pingsan setiap kali mendengar itu. Jika ada orang Kansai asli disini, dia akan melemparkan sebuah asbak pada mereka.

Marah akan imitasi dialek Kansai yang buruk merupakan sebuah karakteristik spesial orang Kansai. Itu apa yang Conan-kun bilang, ente 'ahu.[6]

Dialek Kansai seseorang dari Kansai tidaklah selembut itu. Mereka hanya akan sama bersalahnya jika kalian memeriksa apakah mereka membiarkan kelakukan Tobe dkk atau tidak.[7]

Bagiku, itu merupakan sesuatu yang sama sekali tidak kusadari, tapi mereka bertiga terus berbicara dengan bahagia. Kadang-kadang, mereka akan berpaling pada para gadis dan memandang mereka dengan seringaian menghina seakan sedang berkata “kita sedang membicarakan tentang hal-hal keren disini, bukan?”.

“Kamu tahu, pergi ke Osaka akan begitu melelahkan.”

“B'kankah kamu benar.”

Wajah Oooka berbinar dengan sebuah ekspresi begitu puas pada Tobe yang sedang berbicara selagi bermain-main dengan rambutnya. Kemudian, disana ada Yamato yang tenang dan dungu. Dia cepat menyadari maksudnya dan setelah berpikir sedikit dengan hati-hati, seakan dia sedang dengan cermat membidik pada sesuatu, dia membuka mulutnya.

“…Kamu bisa pergi sendiri Tobe, ya.”

“Oh tunggu! Kalian akan meninggalkanku seperti itu! Itu seharusnya untuk Entahsiapatani-kun~!”

Sebuah gelak tawa yang tiba-tiba.

Dilihat lebih dekat lagi, Oda dan Tahara yang di dekat sana sedang mencoba untuk menahan tawa mereka, bahu mereka bergetar selagi mereka bermain dengan telepon mereka; “pfufufu”.

Ya, ya, sangat menarik. Benar-benar cerita yang dungu. [8]

Yah, itu perlakuan yang kuterima akhir-akhir ini. Mereka berjalan di sepanjang batas dari apa yang mereka rasa bisa dikatakan mereka, terus menerus menambahkan lelucon ke dalamnya.

Omong-omong, di sekolah kami, satu-satunya bentuk bully yang ada datang dalam bentuk lelucon. Itu seperti berkata kita tidak membullynya~ atau kita hanya bercanda~. Tidak peduli betapa kejam kata-kata atau tingkah mereka, “itu hanya sebuah lelucon” akan menyelesaikan semuanya dengan baik, super nyaman. Tidak peduli siapa itu, mirip seperti “Vegeta, kamu seharusnya tertawa”, kamu tidak bisa tidak tertawa. [9]

Namun, alasan tingkah mereka ini tidak lain dan tidak bukan demi mempraktekkan aksi “menerima” mereka.

Pada waktu-waktu ketika mereka tidak bisa menangani sesuatu, mereka mengkomprominya dengan mengubahnya menjadi sesuatu yang lucu. Itu merupakan suatu keperluan yang membuat para geng-geng dalam kelas itu dapat menangani penyimpangan yang tidak diketahui.

Memang, pada kelas pertama kelas F terdapat sekumpulan simpatisan Sagami yang dengan sungguh-sungguh menlobinya. Pandangan jijik yang diarahkan padaku dan persahabatan indah mereka merupakan pemandangan yang cukup mengharukan, tapi waktu kami sebagai murid SMA hanyalah sekejap. Sekitaran waktu festival olahraga berakhir, demam “Sagami kasihan sekali” berpindah ke demam yang sekarang yaitu “ayo kita tertawai Hikitani-kun”. Aku adalah anak paling dicintai di abad ini, serius.

Dengan Sagami, yang sebenarnya akar dari semuanya, sudah dilupakan, aksi-aksi memperlakukan Hikigaya Hachiman yang tersisa dengan mulus berpindah ke masa lampau.

Masa lampau ini, seperti itu, berubah mejadi sesuatu yang mirip dengan upacara religi dan itu dapat dimengerti. Dulu, upacara dilakukan karena ada tujuannya, tapi sekarang tujuan melakukannya sudah hilang sepenuhnya. Contohnya, Natal dan Tarian Festival Bon itu dinikmati siapapun tidak peduli bagaimana asal muasalnya dan ini mencerminkan bagaimana orang memilih untuk menerima sesuatu.

Tidak lama, dengan meleburkannya ke dalam budaya, mereka dapat membangun persatuan mereka sekaligus melihat identitas mereka sebagai sebuah grup dengan pandangan baru.

Yah, walau sebentar saja mereka sudah tidak tertarik lagi.

Tapi, kelas yang sedang meluap-luap dengan kegembiraan akan karya wisatanya itu sedang pada puncak kegembiraannya.

Orang-orang berkerumun pada geng mereka sendiri, berbincang-bincang tentang rencana tempat yang akan dikunjungi mereka dan apa yang sebaiknya mereka lakukan. Memang, mereka perlu memamerkan “kekuatan geng” mereka, itu adalah suatu upacara yang diperlukan.

Tobe dan kawan-kawannya terus menyebutkan “Entahsiapatani-kun, Entahsiapatani-kun” selagi mengubah topik percakapan mereka. Kamu tahu, sebenarnya namaku bukanlah Hikitani…

Oooka membuka mulutnya sambil menggosok rambut kepalanya yang dipotong pendek yang diikuti Yamato dengan tanda setujunya.

“Kamu tahu, karya wisata, huh, itu t'dak bagus.”

“T'dak bagus sama sekali.”

"Apanya?", tapi aku tidak bisa menanyakan itu. Sesuatu yang tidak bagus tidaklah bagus. Apa yang tidak bagus serius tidak bagus. Percakapan itu terus berlanjut mengulang-ulang, tapi aku tidak bisa masuk ke dalam percakapannya. Itu tidak bagus.

“Oh ya, kamu tahu. Tobe, apa yang akan kamu lakukan tentang itu?”

Oooka bertingkah gelisah selagi menanyakan Tobe yang mulai bertingkah malu untuk beberapa alasan tertentu.

“Apa, kamu ingin dengar? Kamu i'gin dengar b'kankah begitu. Itu seperti itu, ente tahu. Sudah diputuskan.”

Dia terbatuk ringan dan berhenti sejenak.

“…Maksudku, aku akan memutuskan.”

Tobe berkata dengan ekspresi yang dengan sia-sianya kaku dan dua orang yang lain ber‘oooh’ dengan kagum. Ada apa itu, apakah kamu memutuskan untuk mengonsumsi semacam obat terlarang? Karena percakapan mereka begitu terputus-putus, itu terasa lebih seperti mereka begitu gembira.

Tobe dan teman-teman tiba-tiba menyesuaikan suara mereka dan mulai berbisik-bisik. Itu kelihatan seperti mereka tidak mau siapapun mendengarkan percakapan mereka.

Itu mungkin begitu karena semua orang, termasuk mereka bertiga mulai berfokus pada percakapan mereka sendiri, jadi tatapan mereka tidak lagi terarah padaku. Setelah memastikan hal ini dengan satu pandangan, aku menatap langit-langit dengan linglung. Ketika aku bersandar dan mengistirahatkan badanku pada punggung kursinya, punggungku terasa cukup nyaman. Selagi aku menghembuskan nafasku, aku dengan perlahan menutup mataku.

Semua orang sedang sibuk berbincang-bincang tentang karya wisata nanti yang memeriahkan ruang kelasnya. Karena itu, aku terbebas dari semua tatapan mencemooh dan tidak mengenakkan itu.

Tiba-tiba, pandanganku menggelap. ‘Sihir macam apa ini’ adalah apa yang kupikirkan, tapi ketika aku membuka mataku, terlihat dada yang familier. Tunggu, tidak. Wajah yang familier.

“Yahallo!”

Yang melihat dari atas dan ke bawah padaku adalah Yuigahama.

“Ya…”

Aku baru saja akan jatuh terguling dari tempat dudukku, tapi aku menahan dorongan itu dan merespon balik dengan mulus.

“Kamu akan pergi ke klub hari ini, benar?”

“Ya.”

“Baiklah. Kalau begitu sampai jumpa lagi di sana nanti.”

Dia berbicara padaku dengan suara kecil. Tindakan yang cukup pengertian, bisa kubilang. Pada suatu saat ketika aku bukan fokus perhatiannya, dia datang berbicara padaku.

Dengan tangannya di depan dadanya, dia melambai pelan padaku dan pergi ke arah Miura. Berbicara tentang Miura, dia memandang ke arahku dengan tampang bingung sebelum memalingkan matanya kembali ke telepon gengamnya.

Itulah apa yang bisa kamu duga dari si Ratu yang berjalan di jalannya sendiri yang berapi-api dan mengerikan; dia kelihatannya tidak tertarik pada orang-orang pada kasta yang lebih rendah. Dia bukanlah musuh ataupun sekutu, bahkan juga bukan netral, tapi aku berterimakasih dengan hubungan satu-sisi ini.

Kemungkinannya adalah dia tidak ingin melihatku, tapi lebih kepada khawatir tentang Yuigahama.

Dengan suasana semacam ini, tindakan berbicara padaku merupakan sebuah manuver yang beresiko, tapi kemampuan Yuigahama untuk membaca suasana tanpa membuat siapapun merasa tidak enak bukanlah sesuatu yang bisa diremehkan.

Implikasi dari tindakan ini adalah Yuigahama terlihat sedang menjaga kesan akan dirinya, tapi keinginannya untuk membuatku menjadi bukan target siapa-siapa lebih jelas kelihatan.

Mereka yang membenci perlunya untuk tetap berada di dalam sebuah geng harus berusaha untuk menghilangkan faktor-faktor yang bisa digunakan untuk melawan mereka. Jangan membuat kesalahan, jangan tunjukkan kesalahanmu, dan jangan biarkan kelemahanmu terbongkar; tiga poin ini yang paling penting. itu semua sama, bukan?

Meskipun begitu, menampilkan kesempurnaanmu sebagai seorang individual juga bisa digunakan untuk melawan dirimu. Itulah mengapa, penting untuk tidak melakukan apapun. Jika kamu tidak melakukan apapun, tidak akan ada yang salah.

Juga, jangan terlibat dengan siapapun.

Menjadi terlibat pasti tidak diragukan lagi akan menimbulkan perselisihan. Itu tidak akan hanya terbatas pada kalian berdua saja karena ada sesuatu yang disebut sudut pandang orang lain. Kamu terutama harus berhati-hati untuk berhubungan denggan orang-orang yang dikenal luas.

Akan lebih baik untukku jika aku sedikit lebih berhati-hati. Terlibat dengan orang-orang bukanlah sesuatu yang kuinginkan.

Untuk Yuigahama yang berada di dekat puncak rantai makanan, dengan pertimbangan waktu yang cocok, dia bisa memanggil diriku tanpa menarik perhatian, tapi kepolosan itu adalah sesuatu yang patut diwaspadai.

Aku senang aku bisa menghapuskan keberadaanku sampai sekarang ini, tapi mungkin itu lebih baik untuk menggunakan cara yang lebih nyata. Seperti bermain-main dengan teleponku selagi aku berjalan ke luar kelas. Atau mungkin, terlihat seperti aku sedang akan mengangkat telep…, kedok itu akan cepat terbongkar. Mereka akan cepat menganggap bahwa tidak ada orang yang akan repot-repot memanggilku.

Pada akhirnya, tidak ada satupun yang bisa kulakukan jadi aku membuat postur tertidurku sekali lagi.

Saat jam istirahat hampir berakhir, lalu lintas kelas ini menjadi sibuk. Orang-orang yang pergi ke kelas lain untuk bermain, orang-orang yang pergi ke kamar mandi, orang-orang yang pergi membeli minuman. Mereka semua kembali sekaligus.

Ketika aku membuka mataku sedikit, di sudut pandangan penglihatanku terlihat rambut poni yang panjang dan melambai-lambai.

Dengan rambut biru yang diikat dengan cara yang membosankan, orang itu sedang membuat wajah gembira saat melihat telepon gengamnya dan kemudian dengan cepat membuat ekspresi yang terlihat bosan.

Brocon itu, apa dia sedang meng-SMS adik laki-lakinya lagi? Aku lebih baik tetap waspada ketika aku meng-SMS Komachi. Aku akan disebut seorang siscon. Bahkan akan lebih parah lagi disebut Sister Princess. Tunggu, tidak mungkin.

Kawasentahapasaki, singkatnya Kawasaki, melihat sekeliling kelas dengan curiga. Kelihatannya, dia khawatir jika seseorang melihat wajah menyeringainya tadi.

Pandangan itu bertemu denganku.

“Eek!”

Kawasaki melompat syok selagi menjerit aneh dan pelan. Saat kami meihat satu sama lain, wajahnya berubah menjadi merah terang dan dengan cepat kembali ke tempat duduknya dengan kepalanya melihat ke bawah.

Kawasaki sudah bertingkah seperti itu semenjak Festival Budaya; dia tidak pernah mendekatiku sedikitpun dan setiap kali pandangan kami bertemu, dia akan memalingkan matanya dengan mencolok.

Bagus, bagus, itulah bagaimana seharusnya. Agar kami berdua bisa menjalani kehidupan yang damai, akan lebih baik untuk tetap waspada dengan jarak diantara kami.

Ada orang yang berani mengklaim bahwa hanya manusialah yang membunuh sesama jenisnya, tapi itu sedikit salah. Hewan juga melakukan hal yang sama, mereka akan bertekad membunuh satu sama lain demi teritori mereka. Sekolah juga memiliki teritori-teritorinya sendiri dan itu masuk akal akan ada kompetisi merebut mereka.

Terlebih lagi, sebagai murid SMA, kami semua ikut ke dalam geng dan hierarki kami masing-masing yang mencerminkan hubungan antar ras yang berbeda.

Kami semua merupakan eksistensi yang berbeda-beda antara satu individu dengan individu yang lain.

Bukti akan itu dapat dilihat dalam individu yang sedang berjalan mendekatiku; kamu tidak akan berpikir dia termasuk ke dalam ras yang sama denganmu.

“Hachiman.”

Suara itu merupakan suara harmoni yang dikirim dari langit, langkah-langkah yang seperti berjalan di atas awan itu, dan figur yang benar-benar melambangkan seorang malaikat itu.

Serius Totsuka itu seorang malaikat.

Karena Totsuka begitu mirip dengan malaikat, tidak seperti manusia sialan itu, dia datang berbicara denganku, tidak memperdulikan suasananya.

“Kelihatannya kita harus menentukan kelompok kita pada LHR nanti.” [10]

Totsuka memberitahuku informasi yang didapatnya entah dari mana. Seminggu lagi, kami akan menghabiskan tiga hari dan empat malam dalam karya wisatanya. Hari pertama akan terdiri dari bergerak sebagai satu kelas, hari kedua kamu akan berada dalam kelompokmu masing-masing, dan pada hari ketiga akan ada kebebasan total. Karena aktivitas pada hari pertama sudah ditetapkan, semua percakapan di dalam kelas berpusat pada hari kedua dan ketiga.

Dengan kata lain, kami akan menentukan kelompok kami pada LHR nanti dan sekitar dua per tiga kelompok sudah dibentuk, jadi itu akan menjadi sebuah konfrontasi yang penting.

Tapi, yah, karena aku hanya akan ikut dari belakang dalam kelompok orang-orang yang tersisa, itu tidak ada masalah untukku.

“…Oh, begitu. Tapi, sebagian besar orang sudah menentukan siapa-siapa saja di dalam pikiran mereka, bukan?”

“Begitu ya… Namun aku masih belum menentukan.”

Diantara berbagai golongan orang yang sudah menentukan kelompoknya dan memutuskan kemana mereka akan pergi, Totsuka, yang termasuk golongan yang masih belum memilih lokasi untuk dikunjungi dan mungkin memalukan, bergugam pelan.

“…”

Keheningan itu aneh dan setelah menyadari itu, Totsuka mengangkat wajahnya dan tersenyum seakan mencoba untuk membohongi seseorang.

--Aku ingin melindungi senyuman ini.

Biasanya, aku akan enggan memiliki mentalitas untuk mengajak orang lain, tapi toh ini adalah sebuah karya wisata. Tidak akan begitu buruk untuk mencoba sedikit disini. Namun, mengeluarkan usaha demi pria lain, ada sesuatu yang salah disini.

“…Yah, mari kita bentuk satu kelompok kalau begitu.”

“Ya!”

Aku dapat merasakan diriku puas saat aku melihat senyuman penuh dengan kegembiraan dan energi itu. Jika aku adalah hantu gentayangan, aku akan langsung masuk ke surga, dan sekarang ini, jika aku diajak masuk ke TNI, aku mungkin akan mendaftar.

“Sekarang, dua lagi. Apa yang harus kita lakukan?”

“Kelompok berempat huh… Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah bergandeng dengan kelompok berdua yang lain nanti.”

Sebagai orang-orang yang tersisa, ini adalah sebuah tindakan yang tidak ada pentingnya sama sekali.

“Benar! Sekarang, kita perlu berpikir kemana kita akan pergi…”

“Hm, terserah saja.”

Kelas kelihatan sudah akan dimulai. Aku dengan lembut menyenggol Totsuka untuk memberitahunya kembali ke tempat duduknya, yang kelihatan akan terus berdiri disana asyik berpikir. Aku memastikan untuk menyentuh bahunya sedikit sebelum dia pergi.

Totsuka menjawab dengan positif dan dengan sebuah lambaian kecil, dia menuju tempat duduknya.

Tatapan di sekeliling kami berfokus pada Totsuka selama sejenak, tapi mungkin karena mereka tidak begitu acuh dengannya, dia tidak dihadapkan dengan perasaan jijik mereka. Sepertinya Totsuka memiliki status sosial yang sedikit berbeda.

Berpikir ke masa depan, rasanya tidak perlu menarik lebih banyak perhatian dari yang dibutuhkan.

Aku akan melanjutkan apa yang biasanya kulakukan. Karena tidak ada orang yang repot-repot berbicara denganku, mereka juga tidak akan berusaha mendekatiku.

Jika aku terus menjaga jarak yang sesuai, maka semuanya akan baik-baik saja. Selama aku mengingat itu di dalam pikiranku, seharusnya tidak akan ada masalah.

Sama seperti hari-hari sebelumnya, aku berpura-pura tertidur. Itu penting untuk melakukan aksi ini dengan benar demi ketenangan pikiranku.

Baru saja aku akan membaringkan kepalaku pada bantal lengan kiriku, aku melihat kombinasi langka yang masuk dari pandangan sebelah kananku.

Itu pas sebelum kelas dimulai.

Baik Hayama dan Ebina baru saja kembali ke kelas. Meski aku sering melihat mereka bersama di dalam kelompok mereka, aku jarang sekali melihat hanya mereka berdua saja berbincang pada satu sama lain.

Oh benar, sudah agak lama mereka tidak ada di sekitar sini.

Hayama dan Ebina terlihat seakan mereka sedang melakukan perbincangan rahasia dan setelah bertukar beberapa patah kata, mereka berpisah.

Ebina menuju ke arah Miura dan Yuigahama sambil menyapa mereka “hallo, hallo” dengan tingkah riang. Mereka berdua membalas dengan cara yang sama seperti biasa terhadap keriangannya.

Namun, tidak seperti mereka, ekspresi Hayama terlihat goyah.

Dia membuat senyuman sedih yang tidak biasa bagi seorang pria sepertinya. Jika harus kubilang, kelihatannya dia sedang merasa murung karena semacam pencelaan diri sendiri.

Bagi seseorang sepertiku yang tidak memiliki hubungan yang baik dengannya, aku menyadari sebanyak itu. Aku yakin yang lain juga mengerti.

Di dalam kelompok bertiga itu, yang pertama memanggil dirinya adalah Tobe.

“Tunggu sebentar’, kemana kamu pergi Hayato-kun? Apa kamu sedang melakukan sesuatu sendirian seperti Entahsiapatani-kun?”

“Tidak ada apa-apa. Setidaknya biarkan aku pergi ke kamar mandi sendirian. Juga, kamu benar-benar suka lelucon itu, ya. Kamu menggunakannya terlampau sering.”

Masih tersenyum, Hayato menyodok kepala Tobe.

“Beeh.”

Dengan jawaban ringan, Tobe menghembuskan nafas tanpa kata-kata dan seakan mereka sedang mengikuti setelah Hayama, Yamato dan Oooka melanjutkan.

“Ya. Terlalu sering dan kamu akan jatuh total.”

“Maksudmu, jatuh Tobetal.” [11]

“Sekarang aku, huh! Jangan ejek aku!”

Tawa gabungan mereka memenuhi seluruh ruangan.

Pada saat itu, Tobe itu, jangan Tobe ini, dan berbagai lelucon Tobe yang lain berlanjut dan di dalam kelas 2F, tren Tobe menjadi lelucon baru yang siap pakai.

Seperti apa yang bisa kamu duga dari kelompok Hayama, kelompok pemimpin suara publik. Lelucon Hikitani menjadi sebuah relik di masa lalu.

Berkat mereka, aku mendapatkan hari-hari damaiku sekali lagi.

Isolasi yang tidak berubah dan mengagungkan seperti sebelumnya.

Malahan, tidak seperti sebelumnya, aku merasa bahkan lebih jauh dari yang lain. Keberadaanku terjun ke dalam kegelapan.

Sekarang, aku merasa seperti seorang ninja, Salam kenal, aku ninja Hikigaya.

Aku tidak sabar menunggu untuk pergi mengunjungi Vihara Kinkaku di Kyoto…


Mundur ke Prolog Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 2

Catatan Translasi[edit]

  1. Nama Jepang untuk Axolotl, dan juga nama dagang yang menimbulkan demam memelihara salamander.
  2. Nama dagang untuk sejenis udang air asin kecil
  3. Sebuah program televisi Jepang yang berkeliaran mencari selebritis tua dan melihat apa yang sedang mereka lakukan sekarang.
  4. Dia mengarang-ngarang kata kerjanya yang mendeskripsikan gorilla sedang mendentum (menurut apa yang didengar).
  5. Universal Studios Japan
  6. Dia berbicara dengan dialek Kansai di sini.
  7. Yang penerjemah asli pun bingung menerjemahkan kalimat ini, apalagi aku
  8. White tale.. Tidak bisa dicari apa itu.. Penerjemah asli pun bingung
  9. http://img5.blogs.yahoo.co.jp/ybi/1/9d/65/kimokimo2189/folder/500287/img_500287_55883312_0?1227284115 -- Singkatnya, (Kurasa) leluconnya itu berpusat pada sebelum Cell menjadi sempurna, Vegeta akan selalu tertawa atau tersenyum.
  10. Homeroom.
  11. Permainan kata pada nama Tobe, tak terpikir yang lebih bagus.