Oregairu (Indonesia):Jilid 2 Bab 3

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 3: Hayama Hayato Selalu Di Balik Semua Hal[edit]

3-1[edit]

Sudah lonceng istirahat, tapi aku tidak pernah dapat beristirahat.

Ruangan kelas itu berdengung dengan ocehan. Semua orang dan komplotan mereka telah terlepas dari rantai pekerjaan sekolah, dan sekarang mereka berbincang-bincang dengan familiernya dengan teman mereka mengenai rencana mereka setelah sekolah dan apa yang mereka tonton di televisi, yadda yadda yadda. Kata-kata mereka masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga yang lain. Percakapan mereka mungkin saja dalam bahasa asing berdasarkan dari apa saja yang aku mengerti dari perbincangan mereka. Aku mungkin saja tidak ada di dalam sini sama sekali.

Aku mendapat firasat hari ini ocehannya lebih hidup dari biasanya. Kemungkinannya, itu karena guru yang bertugas di homeroom telah mengumumkan bahwa kami akan memilih kelompok kami sendiri untuk “tur tempat kerja”. Meskipun akan ada homeroom yang lebih lama dari biasanya lusa untuk menentukan kelompoknya dan ke mana mereka akan pergi, teman sekelasku selalu satu langkah di depan. Percakapannya itu kira-kira tidak begitu banyak mengatakan “ke mana kamu akan pergi?” dibanding dengan “dengan siapa kamu pergi?” Hampir semua orang dalam kelas sedang membuat rencana spesial untuk dapat bersama dengan yang mereka inginkan.

Itu semua sangat jelas. Sekolah bukan hanya tempat dimana kamu mengikuti kelas. Pada intinya, sekolah adalah sebuah dunia masyarakat yang kecil, sebuah kebun miniatur yang dihuni oleh segala jenis manusia di dunia ini. Dan jadi di SMA orang-orang berperang dan bertikai dalam bentuk mengbully, dan sama seperti masyarakat yang memiliki jenjang, SMA juga memiliki hierarki sosial yang jelas. Tentu saja, karena menganut demokrasi, teori kekuatan jumlah juga berlaku. Mayoritas – dan mereka dengan mayoritas teman – berkuasa.

Aku menonton tingkah teman sekelasku dengan daguku bersandar pada tanganku dan mataku setengah tertutup. Aku cukup tidur belakangan ini dan itu tidak seperti aku lelah atau semacamnya, tapi karena aku menghabiskan jam istirahat makan siangku seperti ini sejak aku kecil, tertidur sudah menjadi refleks terkondisi bagiku.

Saat pandanganku meredup dan aku sedang terkantuk-kantuk, aku digoyang bangun oleh sepasang tangan kecil. Ketika aku mengangkat wajahku yang mengantuk, Totsuka Saika sedang duduk di tempat duduk di depanku.

“Pagi,” Totsuka menyapaku dengan senyuman kecil.

Diriku berkobar.

“…tolong buatkan sarapan untukku setiap pagi.”

“H-huh?! Apa yang kamu…?”

“Oh, tidak ada apa-apa. Aku hanya setengah-tertidur.”

Lontong, aku menyatakan cintaku padanya tanpa berpikir. Sial, mengapa dia begitu terlampau imut? Tapi dia itu laki-laki! Laki-laki! Laki-laki?? …yah, tidak seperti dia akan membuatkan sarapan bagiku setiap pagi.

Hening sejenak. “Jadi ada apa?” tanyaku.

“Tidak banyak…” sahutnya. “Aku hanya berpikir untuk mengatakan halo padamu karena kamu ada disana, Hikigaya-kun… apakah aku menganggumu?”

“Nah, tidak sedikitpun. Sebenarnya, aku akan senang kamu berbincang denganku empat-sampai-enam jam sehari.” Selagi membicarakannya, aku akan senang dia memberitahuku dia mencintaiku selama empat-sampai-enam jam sehari.

“Kalau begitu, aku harus ada bersamamu sepanjang waktu, kamu tahu?” Totsuka tertawa dengan imut, meletakkan tangan di atas mulutnya. Dan lalu, seakan sedang menyadari sesuatu, dia menepukkan tangannya dan memejamkan matanya untuk bertanya. “Hikigaya-kun, apakah kamu sudah menentukan ke mana kamu akan pergi untuk tur tempat kerja?”

“Apa yang akan terjadi, akan terjadi dan yang tidak, tidak akan terjadi,” kataku.

Bingung dengan apa yang kukatakan, Totsuka menatapi wajahku dan mengangkat kepalanya sedikit. Aku menangkap pandangan celah antara kerah baju olahraganya dengan tulang selangkanya dan memalingkan pandanganku tanpa sadar. Bagaimana dia bisa memiliki kulit secantik itu? Sabun mandi apa yang dia gunakan?

“Ahh, singkatnya apa yang kumaksud adalah aku tidak peduli kemana aku pergi,” jawabku. “Semua tempat selain rumahku semuanya sama bagiku. Sama-sama tak berharga.”

“Oooh, kadang-kadang kamu memakai kata-kata sulit, Hikigaya-kun.” Aku tidak ingat mengatakan sepatahpun kata yang sulit, tapi Totsuka membuat suara kagum, seakan kata-kataku meninggalkan kesan yang mendalam padanya.

Aku punya firasat Totsuka bisa saja bersendawa dan level rasa sukaku padanya tetap akan bertambah. Tapi fakta bahwa dia adalah jenis karakter yang dapat menaikkan level rasa sukamu tidak peduli apa yang dia katakan itu menakutkan dalam satu cara. Aku sudah di ambang menuruni jalan yang namanya tidak boleh disebut.

“Jadi… kamu sudah menentukan dengan siapa kamu akan pergi, huh?” Totsuka Saika menatap pada mataku dengan ragu-ragu, tapi yang tidak diragukan lagi mendesak.

Aku tidak tahu bagaimana menafsirkan apa yang dia katakan. Kata-katanya seakan seperti memiliki makna “Aku ingin pergi denganmu tapi karena kamu sudah menentukannya, sungguh mengecewakan, huh?” di dalamnya.

Itu sudah cukup untuk membuatku was-was.

Serangan tiba-tiba Totsuka mendobrak pintu ke memoriku dengan hebat. Memang, sesuatu seperti ini juga terjadi dahulu kala…

Kamu tahu, ketika aku kecil masih SMP kelas 8 dan aku dipaksa menjadi ketua kelas, kandidat yang satu lagi adalah seorang gadis imut yang tersenyum padaku dan berkata, “Ayo kita lakukan yang terbaik tahun ini”…

Uuuurk! Sial! Sekali lagi, aku hampir dibohongi oleh kata-kata yang sepenuhnya tidak dapat dipahami itu. Aku tidak akan dilukai lagi.

Aku sudah melalui itu semua sekali. Seorang penyendiri yang terlatih itu sekali jalan terkena, dua kali jalan tahu, tiga kali jalan jera[1]. Pernyataan cinta sebagai pinalti kalah dalam bermain gunting batu kertas, surat cinta palsu yang ditulis oleh para laki-laki yang menuliskan apa yang didikte para gadis pada mereka – Aku tidak ingin berurusan dengan itu semua. Aku seorang veteran perang. Tidak ada yang lebih pandai kalah daripada aku.

Oke. Tenang. Pada saat-saat seperti ini, cukup pakai Mirror Move[2] – itu memakai tenaga yang paling sedikit. Singkatnya, Fe@row itu pasti yang paling penyendiri di antara para penyendiri.

Jadi aku menjawab sebuah pertanyaan dengan sebuah pertanyaan.

“Apa kamu sudah menentukan dengan siapa kamu pergi?”

“A-Aku?” Tercengang pertanyaannya dibalikkan pada dirinya, pipi Totsuka memerah. “Aku, um, sudah menentukan.” Dia menutup matanya sedikit dan mengintipku dari samping akan reaksiku.

Meh, itulah hidup, kurasa. Totsuka itu anggota klub tenis, yang singkatnya berarti dia mempunyai komunitas khususnya sendiri yang diikutinya dan sudah pasti bahwa dia akan memiliki koneksi. itu jelas dia akan memiliki teman di dalam kelas ini.

Aku, di sisi lain, telah mengikuti sebuah klub yang merupakan sebuah bangsal isolasi bagi murid canggung di sekolah, jadi tidak mungkin aku bisa berteman.

“Ketika aku memikirkannya – sebenarnya, aku bahkan tidak perlu memikirkannya – Aku tidak mempunyai satupun teman laki-laki.”

“Er, uh… Hikigaya-kun…” Totsuka berkata dengan suara kecil. “Aku laki-laki, kamu tahu…”

Dia begitu imut, sampai aku tidak bisa mendengarnya dengan baik.

Tapi omong-omong, itu membuatmu merasa aneh bahkan hanya berbicara dengan seseorang di dalam kelas. Semenjak semua kejadian tentang tenis klub itu, orang-orang mengucapkan mungkin dua atau tiga kata padaku ketika mereka melihatku. Setelah aku mempertimbang-timbangkannya, bisakah aku benar-benar menyebut mereka temanku? Aku meragukannya. Jika hanya obrolan selevel itu, itu tidak ada masalah entahkah kita mengenal satu sama lain – terserah, kita bisa saja sepenuhnya asing bagi satu sama lain. Contohnya, ketika kamu mengantri untuk membeli ramen, kamu mungkin mengadakan percakapan seperti, “Ramai, huh?” “Aku muak antri setiap hari.” Tapi kamu tidak akan menyebut mereka teman.

Inilah bagaimana teman seharusnya:

“Hayato-kun, kamu sudah menentukan ke mana kamu akan pergi?”

“Aku sedang mempertimbangkan tentang tempat yang berkaitan dengan perusahaan media atau multinasional.”

“Whoa, men, kamu begitu kompeten. Hayato, kamu seperti supermen atau semacamnya. Tapi kita sedang pada usia itu, ente tahu? Aku begitu respek pada orangtuaku belakangan ini.”

“Kita perlu lebih sibuk mulai sekarang ini, eh?”

“Kamu mengatakannya, bro. Tapi jangan lupa kita semua anak-anak di dalam hati kita.”

Bukankah itu jenis perasaan yang dimiliki teman? Menjadi teman itu mungkin menjadi dapat berbicara dengan satu sama lain tanpa memerdulikan apapun. Aku akan meledak tertawa di tengah-tengah, jadi pertemanan itu sepenuhnya tidak memungkinkan bagiku. Apa omong kosong itu tentang mengrespek orangtuamu? Apakah orang itu pikir dia itu semacam rapper?

Hayama Hayato dikelilingi oleh tiga lelaki dan dia sedang berbinar-binar, sama seperti yang biasa dilakukannya. Kira-kira hampir semua orang senang memanggilnya Hayato, dan Hayama juga bersedia memanggil mereka dengan nama depan mereka. Tindakan “pertemanan” yang satu itu merupakan pemandangan yang cukup menghangatkan hati.

Tapi aku dapat melihat mereka hanya berpura-pura merasakan tali pertemanan satu sama lain dengan memanggil satu sama lain dengan nama depan mereka. Memanggil orang dengan nama depan mereka adalah sesuatu yang terjadi di dalam drama, komik manga dan anime. Penampilan mereka persis seperti apa yang di naskah. Mereka hanya ingin menjilat-jilati satu sama lain.

…tapi tidak ada ruginya mencoba sedikit sendiri, benar? Itu akan menjadi sebuah pengalaman. (Aku tidak ada masalah dengan komik manga yang belum kubaca, hanya orang-orang yang menggambarnya yang ada. Walau jika aku mencoba membacanya dan ternyata tidak bagus, aku akan meninju pelukisnya dengan setiap ons kekuatan dalam tubuhku.)

Eksperimennya: akankah memanggil seseorang dengan nama depan mereka mengubah hubunganmu dengan mereka.

“Saika.”

Ketika aku memanggil nama Totsuka, Totsuka tidak mengatakan apa-apa. Dia menjadi kaku. Matanya melebar dan dia mengedip dua atau tiga kali. Mulutnya ternganga.

Lihat apa yang kumaksud? itu tidak membuatmu lebih akrab. Biasanya, memanggil seseorang dengan nama depan mereka ketika kamu masih belum begitu akrab hanya akan menjengkelkan mereka. Seperti, ketika Zaimokuza memanggilku ‘Hachiman’, Aku terang-terangan mengabaikannya. Apa yang sedang coba kukatakan adalah ketika babi riajuu itu (HA!) melakukan semua itu, mereka berbohong dan pura-pura tidak marah.

Aku rasa aku seharusnya meminta maaf pada Totsuka untuk sekarang. “Ah, maaf tentang barusan…”

“…Aku begitu senang. Itu adalah yang pertama kalinya kamu memanggilku dengan nama depanku.”

“Aku hanya… apa…?”

YahariLoveCom v2-075.png

Totsuka tersenyum lebar padaku, matanya agak berkabut karena emosi dalamnya. Apa-apaan? Apakah aku mulai menjalani kehidupan yang memuaskan? Tuhan berkati riajuu (penyelamatku!). Aku tiba-tiba mengerti kebenarannya.

Totsuka melihat ke atas padaku dan mengosongkan tenggorokannya. “Jadi, um… bolehkah aku memanggilmu Hikki?”

“Sama sekali tidak boleh.”

Tidak, benar tidak. Sekarang ini, hanya ada satu orang yang memanggilku dengan julukan yang sangat menjijikan itu, dan jika itu menular gawat sudah aku. Melihat bagaimana aku menolak untuk bergeming, Totsuka terlihat agak kecewa untuk sesaat, namun kemudian dia mengosongkan tenggorokannya dan mencoba lagi. “Bagaimana dengan… Hachiman?”

DING DING DING!

Suara itu bergema di dalam telingaku.

“K-Katakan itu lagi!”

Totsuka tersenyum samar, bingung dengan permintaanku yang tidak masuk akal. Dia terlihat imut bahkan ketika dia sedang bermasalah – kecuali aku-lah yang sedang dalam masalah.

“…Hachiman,” dia berkata dengan malu-malu, melihat reaksiku dari celah jari-jarinya.

“Hachiman?” dia berkata dengan tanda tanya, memiringkan kepalanya sedikit.

“Hachiman! Apakah kamu mendengarku?” dia berkata dengan geram, mengembangkan pipinya.

Melihat ekspresi sedikit marah Totsuka sudah cukup untuk membawaku kembali ke alam sadar. Oh sial, aku membiarkan diriku terpesona akan keimutannya yang bukan main tanpa berpikir panjang…

“Uh, uhhhh. Maaf. Apa yang sedang kita bicarakan tadi?” Aku pura-pura sedang melamun, tapi sebenarnya aku sedang menuliskan catatan mental mengenai hasil eksperimenku.

Kesimpulan: Totsuka sangat imut ketika kamu memanggilnya dengan nama depannya.


× × ×


3-2[edit]

Waktunya selalu sudah sore ketika kericuhan di lapangan sekolah menurun. Dari ruangan ini, seseorang bisa melihat cahaya terakhir matahari saat dia terbenam ke dalam teluk Tokyo, memberikan jalan kepada kegelapan yang mengintai di langit yang tinggi nan jauh.

“Ohhh… jadi waktu kegelapan sudah tiba, huh…?” si pria muda berbisik selagi dia mengepalkan tangannya. Saat dia melakukannya, pembalut tangan kulit sintetis yang dipakainya menghasilkan sedikit suara mengetat. Menatap terpaku pada beban 1 kg di pergelangan tangannya melalui lengan bajunya, dia menghela. “Saat untuk melepaskan segelnya sudah tiba…”

Tidak ada satu suarapun yang merespon pada kata-kata tersebut.

…walaupun ada tiga orang lain di dalam ruangan itu.

Dia yang melihat pada kami bertiga secara bergantian, jelas sekali berharap kami mengatakan sesuatu, adalah Zaimokuza Yoshiteru. Dan dia yang sama sekali mengabaikannya dan terus membaca dengan rasa jijik di dalam hatinya adalah Yukinoshita Yukino. Dia yang tergagap bingung selagi melihat padaku dan Yukinoshita dan meminta bantuan tanpa bersuara adalah Yuigahama Yui.

“Jadi apa yang kamu inginkan, Zaimokuza?” aku menanyakannya, yang membuat Yukinoshita menghela dalam. Lalu dia menatap tajam ke arahku. “Kamu seharusnya mengabaikannya…” kelihatannya itu apa yang matanya katakan.

Ya, tapi seseorang harus melakukannya.

Aku sebenarnya tidak ingin berbicara dengannya, tapi dia akan terus mengoceh selama setengah jam. Apa, apakah ini momen-momen terkenal “But Thou Must” di Dragon Quest V[3]? Jika aku tidak berbicara dengannya, dia akan terus mengoceh selamanya.

Segera setelah aku menanyakannya pertanyaanku, Zaimokuza dengan senang menggosok ujung hidungnya dan tertawa seakan dia benar-benar tersanjung. Men, orang ini benar-benar menjengkelkan.

“Ah, maafkan saya. Sebuah frasa yang bagus baru saja melintasi pikiran saya, jadi saya harus mengatakannya keras-keras untuk mendapatkan ritme dan rasanya. Oho, saya memanglah seorang penulis sampai ke hatiku yang terdalam… Saya memikirkan tentang novel saya ketika saya sadar dan ketika saya tertidur. Begitulah nasib seorang penulis…”

Yuigahama dan aku bertukar pandangan letih akan cara bicara Zaimokuza yang menyolok. Yukinoshita menutup bukunya dengan keras. Zaimokuza tersentak sebagai reaksinya.

“Aku pikir seorang penulis adalah seseorang yang benar-benar membuat sesuatu…” kata Yukinoshita said. “Jadi kuanggap kamu sudah menulis sesuatu?”

Seluruh tubuh Zaimokuza mengecut dan dia menghasilkan suara kacau seakan tenggorokannya tersumbat. Dua-dua reaksinya itu sangat menjengkelkan. Tapi yang anehnya, Zaimokuza memiliki keberanian yang lebih kuat dari biasanya hari ini. Dia segera kembali pulih, terbatuk berlebih-lebihan.

“…ahem. Itu benar hanya untuk hari ini… karena aku akhirnya telah mendapatkan keinginanku. Aku sedang dalam perjalanan ke El Dorado[4]!”

“Kenapa, apa kamu memenangkan perlombaannya?” tanyaku.

“B-Belum, masih belum… n-namun, itu hanya masalah waktu saja!” Zaimokuza menyatakan dengan sombong, bertingkah angkuh untuk beberapa alasan tertentu.

Uh huh. Jadi bagian yang mana dari perkataannya yang pantas dibanggakan? Jika dia bisa berkata begitu, maka jelas game yang masih belum kuselesaikan dengan kemampuan RPG Makerku akan mengubah industri game Jepang selamanya.

Zaimokuza melempar mantelnya kebelakang dengan satu ayunan. “Hahaha, dengar dan tabjublah!” dia berteriak dengan semangat baru. “Dalam kesempatan ini, aku telah memutuskan untuk berkelana ke sebuah penerbit untuk tur tempat kerjaku – kamu mengerti, bukan?”

“Tidak, tidak sama sekali…”

“Sungguh tidak tajam, Hachiman. Dengan kata lain, sudah waktunya bagi talentaku untuk dikenali. Aku sedang membuat koneksi.”

“Hei, jangan terlalu besar kepala.” Aku berhenti sejenak. “Sumpahlah, kamu seperti seorang anak kecil yang berkeliaran dengan senpai preman. Kamu lebih parah daripada seorang chuuni dalam hal menahan dirimu.”

Zaimokuza terus mengabaikan semua hal yang aku katakan dan menyeringai kosong tidak pada siapapun. Itu jujur saja menjijikan melihat bagaimana dia bergugam , “Studionya akan di… pemerannya itu…” pada dirinya sendiri. Dan lagipula, ada sejumlah besar penerbit sampah. Jika dia percaya masa depannya begitu cerah, maka tidak ada lagi yang bisa kukatakan padanya.

Namun, masih ada sesuatu yang aneh dari semua ini. “Zaimokuza, Aku terkejut kelompokmu mendengarkan pendapatmu.”

“Apa? Kamu pikir aku itu lemah… yah, terserahlah. Pada kesempatan ini aku kebetulan bertemu dengan dua orang yang dinamakan otaku. Aku bahkan tidak mengatakan aku ingin pergi ke sebuah penerbit dan rupanya mereka juga ingin pergi. Mereka mengikik dan mengekeh dan sebagainya. Aku cukup yakin mereka sedang asyik dengan demam BL baru-baru ini. Cinta menaklukkan segalanya, dan jadi aku tidak mengatakan apapun untuk membantahnya..”

Yuigahama menolak untuk melihat wajah Zaimokuza. “Kamu seharusnya bergaul dengan seseorang sepertimu…” katanya, sambil menghela.

Tapi Zaimokuza telah pergi terlalu jauh. Ada beberapa hal yang dia tolak untuk akui karena dia berada di antara orang-orang dengan hobi yang sama. itu mirip dengan perang agama, kurasa.

“Begitu ya, tur tempat kerja, huh…” tutur Yuigahama dengan emosi yang dalam. Dan kemudian dia memandangku dari samping lalu segera berpaling. Matanya berair-air seakan dia baru saja keluar dari kolam renang dan wajahnya terlihat agak merah. Apakah dia menderita flu? “Um, Hikki, ke mana kamu akan pergi?” dia bertanya padaku dengan ragu-ragu.

“Rumahku.”

“Ya, tidak,” Yuigahama berkata dengan satu lambaian tangannya.

Aku masih belum siap untuk menyerah dalam hal ini, tapi karena aku tidak mau Hiratsuka-sensei meninjuku jadi aku memutuskan untuk melepaskannya. Aku akan mengundurkan diri sehingga pertandingannya tertunda. “Hmph, yah, Aku akan pergi ke tempat yang diinginkan orang yang lain di kelompokku.”

“Wow, kamu tidak akan memilih untuk dirimu sendiri?”

“Nah… Aku ada memilih dulu, tapi aku akhirnya menganggu, jadi aku kehilangan hakku untuk berbicara..”

“Aku mengerti sekarang – oh, tunggu. Oh.” Seperti biasa, dia menginjak sebuah ranjau. Yuigahama mungkin hancur dalam permainan Minesweeper[5]. “Maaf.”

Dipikir-pikir lagi, itu mengingatkanku akan sesuatu. Sebenarnya, “membuat kelompok bertiga” itu instruksi yang lebih mengerikan dibanding “membuat kelompok berdua”. Jika hanya ada dua orang saja, kamu bisa menerima nasib dan tidak mengatakan apapun. Tapi jika itu kelompok bertiga dan dua orang yang lain menjadi akrab dan berbicara dengan satu sama lain, maka kamu akan merasa sepenuhnya tidak terlibat dengan mereka.

“Jadi, pada akhirnya kamu tidak pernah memutuskan apapun…?” Yuigahama bergugam dengan sebuah tampang termenung dalam di wajahnya.

“Sudahkah kamu memutuskan ke mana kamu akan pergi, Yuigahama-san?” tanya Yukinoshita.

“Ya. Tempat yang paling dekat.”

“Itu level pemikiran Hikigaya-kun…”

“Jangan samakan aku dengan mereka,” kataku. “Aku ingin pergi ke rumahku atas pendirianku yang kuat. Omong-omong, kemana kamu akan pergi? Ke kantor polisi? Pengadilan? Atau mungkin penjara??”

“Salah” Yukinoshita tergelak dingin. “Kamu sepertinya tahu cara aku berpikir.”

Ufufu.

Lihat apa yang kumaksud? Tawanya begitu mengerikan.

Sejauh yang kulihat, Yukinoshita itu secara tidak wajarnya intelektual, tapi hanya ketika dia benar-benar tidak menyukaimu. Begitu aneh, dia sebenarnya tidak mau hanya mengatakan hal-hal yang kejam dan berhati-dingin serta tidak manusiawi itu. Ufufu. Ada apa dengan tawa oh-begitu-polos itu?

“Aku rasa aku akan pergi ke sebuah think tank[6] di suatu tempat – sebuah institusi penelitian. Aku akan memilih dari sana.”

Fakta bahwa Yukinoshita sudah menetapkan apa yang dia inginkan memperlihatkan kecenderungannya pada pengambilan keputusan yang cepat. Bagaimanapun, itu mudah untuk teringat akan betapa seriusnya dirinya dari seberapa dingin tingkahnya.

Seseorang terus menarik lengan baju jaketku, membangunkanku dari lamunanku. Apa yang kamu pikir kamu lakukan, preman? Pikirku sambil dengan cepat berpaling.

Itu Yuigahama. Dia telah mendekatkan wajahnya denganku tanpa sepengetahuanku. Dia tercium begitu wangi, dan rambut berkilaunya menyapu tengkukku. Itu adalah yang pertama kalinya aku pernah merasakan begitu dekat secara fisik dengan Yuigahama. Jantungku mulai berdetak tak menentu, yang sangat menjengkelkanku.

“H-Hikki…” dia meniupi telingaku dengan helaan yang terdengar manis. Itu sudah cukup untuk membuat telingaku tak tertahankannya gatal.

Pada jarak kami ini, kami dapat mendengar suara detak jantung kami. Mungkinkah itu… mungkinkah detakan jantung yang dapat kudengar dari dadanya itu…?

“Apa itu thinkie tank? Apakah itu perkumpulan tank?” Dia mengucapkan katanya seperti seorang nenek.

Jadi ternyata, detakan jantungnya dasyatnya itu hanya aritmia [7] atau semacamnya.

“…Yuigahama-san,” Yukinoshita berkata dengan helaan jengkel. Selagi Yuigahama menarik dirinya dariku, Yukinoshita langsung mengutarakan penjelasannya. “Kamu tahu, think tank itu-”

Yuigahama mengangguk dengan tidak sabarnya untuk menunjukkan dia sedang memperhatikan. Mereka berdua perlahan-lahan masuk ke dalam sesi belajar improptu. Melihat mereka dari sudut mataku, aku memulai urusan yang begitu pentingku yaitu membaca komik shojo manga lagi. Pada saat Yukinoshita sudah selesai menjelaskan kepada Yuigahama apa itu think tank dengan semua detil yang berkaitan dengannya, lima belas menit penuh sudah berlalu.

Matahari sore sudah dekat dengan lautan. Dari ruangan kami, aku bisa melihat permukaan laut bergemerlap di kejauhan. Pemandangan di lantai empat memberikan pemandangan klub baseball sedang menyapu lapangan, klub sepak bola sedang mencetak gol, dan klub trek dan lapangan sedang menyimpan halang rintang dan kasur dan sebagainya.

Sudah hampir waktunya bagi aktivitas klub berakhir untuk hari ini. Pada saat yang sama mataku melayang ke jamnya, Yukinoshita menutup bukunya dengan keras. Omong-omong, Zaimokuza tersentak segera setelah Yukinoshita bergerak. Men, pria ini begitu mudah ditakuti.

Aku tidak tahu persisnya darimana datangnya itu karena tidak ada yang benar-benar memutuskannya dalam hal ini, tapi Yukinoshita menutup bukunya merupakan isyarat bisu untuk mengakhiri aktivitas klubnya. Dengan cepat dan sempurna, Yuigahama dan aku juga bersiap-siap untuk pulang.

Pada akhirnya, juga tidak ada orang yang datang ke klub kami untuk meminta bantuannya hari ini. Untuk beberapa alasan, satu-satunya orang yang datang adalah Zaimokuza, dan kami benar-benar tidak mau dia ada disini.

Aku menimang-nimang apakah aku akan menyantap ramen dalam perjalanan pulang…

Ketika aku berpikir tentang makan malam, ide samar bahwa Horaiken mungkin bagus melintas dalam pikiranku. Itu adalah sebuah toko ramen di Niigata, tapi sup disana dapat saja menjadi sup terbaik yang pernah kusantap. Zaimokuza memberitahuku tentang itu. Oh sial, aku sedang mengiler, heh.

Tiba-tiba, aku mendengar sebuah ketukan singkat dan ritmis di pintu. “Siapa yang mengetuk pada jam segini…?” Sekarang setelah waktu ramenku yang bahagia diinterupsi, aku menatap jamnya dengan muka masam.

Aku punya kebiasaan pura-pura tidak ada di rumah kapanpun ini terjadi di rumahku sendiri. Ketika aku melihat bengong pada arah Yukinoshita untuk menanyakan apa yang harus kami lakukan, dia berkata, “Masuk.” Dia bahkan sama sekali tidak melihat ke arahku saat dia mengutarakan jawabannya.

Pengunjung kami juga tidak membaca situasinya, tapi ketika berbicara tentang tidak bisa membaca situasi, Yukinoshita peringkat nomor satu. Dia mungkin akan menang setiap kalinya.

“Maaf menerobos.” Itu adalah suara laki-laki keren, suara yang akan dengan segera membuatmu tentram. Jadi ini pria yang mencuri ramenku dariku…

Aku menatap dengan berang ke arah pintunya, hanya untuk disambut dengan rasa keterkejutan asli. Itu adalah seseorang yang tidak pernah kusangka akan datang ke dalam ruangan ini.


× × ×


3-3[edit]

Seorang pria keren yang datang dari semua orang yang ada. Dia begitu kerennya sampai-sampai kamu tidak bisa menyebutnya seorang “pria keren” belaka lagi.

Rambut coklatnya dibuat agak seperti perm[8]. Tanpa sedikitpun rasa gelisah, dia menatap lurus padaku melalui bingkai kacamatanya yang modis, dan untuk beberapa alasan dia menyeringai ketika mata kami bertemu. Tanpa berpikir sama sekali, aku memaksakan sebuah seringaian sebagai balasannya. Dia itu pria yang begitu kerennya sampai-sampai aku secara insting membungkuk padanya.

“Maaf datang pada waktu yang tidak pas. Aku memiliki sebuah permintaan untuk kalian.” Setelah meletakkan tas Umbro enamelnya di atas lantai dengan gaya “Di sini tidak apa-apa 'kan?” yang begitu alamiah, dia menarik sebuah kursi yang menghadap Yukinoshita. Semua yang dia lakukan memancarkan pesona santainya. “Men, Aku kesulitan membujuk klubku untuk membiarkanku pergi. Aktivitas klub ditangguhkan menjelang ujian, jadi aku pikir aku harus bertemu kalian hari ini tidak peduli apapun yang terjadi. Maaf.”

Orang-orang yang membutuhkan sesuatu bertingkah seperti itu. Dia bahkan tidak menyadari aku sedang akan menuju ke rumah ke kebebasan. Itulah mengapa aku itu seorang ninja, kurasa.

Dia bilang aktivitas klub sangat sibuk, tapi klub kami tidak melakukan apapun dan tidak ada tanda bau badan di dalam ruangan ini. Malahan, ada bau jeruk nipis tertentu yang menyegarkan melayang-layang di udara.

“Cukup,” Yukinoshita berkata datar, memotong percakapan riang pria itu. Aku mendapat perasaan dia bertindak agak semacam lebih tajam dari biasanya. “Kamu datang kemari karena kamu ingin sesuatu, bukankah begitu? Hayama Hayato-kun.”

Nada dingin Yukinoshita tidak mengoncang senyuman Hayama Hayato sedikitpun. “Ah, kamu benar. Kalian menyebut ini Klub Servis, bukan? Hiratsuka-sensei mengatakan bahwa aku sebaiknya datang kemari jika aku perlu saran, jadi…”

Setiap kali Hayama berbicara, sehembus angin yang menyegarkan meniup dari jendela untuk beberapa alasan tertentu. Astaga, apakah dia memiliki kendali atas anginnya atau semacamnya?

“Maaf waktunya tidak pas. Jika kamu, Yui dan yang lain ada rencana, aku akan datang lagi lain kali…”

Setelah mendengar namanya, Yuigahama tersenyum tegang. Kelihatannya bahkan orang-orang pada tingkatan sosial yang lebih tinggi dariku pun tidak bisa lari dari koneksi Hayama. “Bukan masalah besar. Aku tidak keberatan sama sekali. Kamu adalah kapten klub sepak bola yang selanjutnya, Hayato-kun. Tidak heran kenapa kamu begitu lama datang kemari!”

Tapi satu-satunya yang berpikir begitu adalah Yuigahama. Yukinoshita tidak merasa terkesan, sementara Zaimokuza duduk dengan diam dengan tampang galak dan sok penting di wajahnya.

“Ahh, Aku seharusnya meminta maaf padamu juga, Zaimokuza-kun,” kata Hayama.

“Huh?! A-ahem! Er, Aku sendiri tidak benar-benar keberatan, uhh, Aku lebih baik pergi sekarang…”

Dan hanya dengan membuka mulutnya, Hayama dengan segera melenyapkan suasana tidak ramah itu. Setelah Hayama menyelesaikan karyanya, itu seakan Zaimokuzalah yang melakukan sesuatu yang salah.

Zaimokuza terbatuk berlebih-lebihan. “H-Hachiman, sampai jumpa nanti!” katanya dengan buru-buru, dan kemudian dia benar-benar pergi. Tapi bahkan selagi dia melarikan diri, sebuah senyuman terpampang di sepanjang wajahnya.

…Aku begitu mengerti apa yang dia rasakan sampai-sampai terasa menyakitkan.

Aku jujur saja tidak tahu mengapa begini, tapi anak SMA terasingkan seperti diriku menciut saat berkontak dengan anak populer. Kami selalu memberikan jalan bagi mereka di lorong kelas, dan ketika mereka berbicara dengan kami, sekitar 80% kata-kata kami tergagap selama berbicara. Dan itu bahkan tidak seakan kami cemburu atau benci dengan mereka. Pada hari-hari ketika mereka mengingat nama kami, kami akan merasa agak senang.

Orang-orang seperti Hayama tahu namaku dan siapa aku. Mengetahui hal itu membuatku mendapatkan kembali sedikit harga diriku.

“Kamu juga, Hikitani-kun,” kata Hayama. “Maaf aku menyita waktumu.”

“…gah, sudahlah.”

Dia hanya salah mengucap namaku! Alas, kasihannya harga diriku.

“Ya, jadi apa yang ente mau?” Aku menyembur dengan berang, tidak karena aku sedang secara tidak sadar menyalurkan kemarahanku akan kesalahan pengucapan namaku atau semacamnya.

…tidak, sungguh! Aku asli tertarik pada masalah Hayama. Itu jujur saja susah untuk membayangkan pria yang begitu populer dan dicintai secara luas itu akan memiliki masalah. Aku sama sekali tidak memiliki motif tersembunyi seperti ingin mengetahui titik lemahnya sehingga aku bisa menertawainya.

“Ah. Yah, tentang itu,” kata Hayama, dengan perlahan mengeluarkan telepon gengamnya. Setelah menekan tombolnya dengan gesit, dia mengakses pesan teks dan menunjukkanku layarnya.

Di sampingku, Yukinoshita dan Yuigahama menjulurkan leher mereka untuk menatap layarnya. Dengan tiga orang berdesak-desakan di sekitar sebuah layar seukuran telapak tanganmu, aku menjadi pusing. Mereka berdua wangi. Tapi sesaat setelah aku menjauhkan diriku untuk membiarkan mereka berdua menatap layarnya dengan damai, Yuigahama dengan lembut berkata, “Ah…”

“Ada apa?” tanyaku. Yuigahama mengeluarkan telepon gengamnya sendiri dan menunjukkannya padaku. SMSnya memiliki pesan yang sama persis dengan yang sebelumnya.

Kamu bisa mengatakan itu dipenuhi dengan konten yang tidak mengenakkan. Dan itu juga bukan hanya satu pesan teks. Setiap kali Yuigahama menggerakkan ujung jarinya, dia menggulir terus sederetan besar kata-kata penuh kedengkian yang tiada hentinya. Apa itu semua akun spam? Aku ingin tahu. Pesan teks dari masing-masing alamat emailnya semata-mata terdedikasikan untuk mengolok-olok orang-orang tertentu.

Seperti, “Tobe tergabung dalam sebuah geng yang berkeliaran di sekitar arcade dan mengerjai orang-orang dari SMA West.”

Atau, “Yamato itu bajingan yang berpacaran dengan tiga orang sekaligus.”

Dan bahkan, “Ooka bermain dengan kasar dalam pertandingan latihan hanya untuk menumbangkan pemain ulung sekolah lain.”

Secara keseluruhan, sensasi yang kudapat dari teks-teks yang kebenarannya diragukan ini terus bertambah. Dan selain sumber originalnya, yang merupakan sebuah alamat spam. pesan-pesan tersebut diteruskan oleh teman-teman kelas. “Hei, ini…”

Yuigahama mengangguk tanpa suara. “Aku menyebutnya semalam, kamu tahu? Bahwa ini sedang beredar di dalam kelas kami…”

“Pesan berantai, begitu ya,” Yukinoshita, yang diam dari tadi, melantunkan.

Seperti yang dimaksud namanya, sebuah pesan berantai merupakan sejenis pesan teks yang beredar kemana-mana seperti sebuah rantai. Di sekitar akhir pesannya, akan ada sebuah perintah untuk “teruskan ini kepada lima orang” atau sesuatu semacam itu. Itu seperti “surat terkutuk” pada masa lampau: “Jika kamu tidak meneruskan surat ini kepada lima orang dalam tiga hari, kamu akan dikutuk”, blah blah. Kurang lebih merupakan pesan semacam itu.

Sambil melihat pesan-pesan teks itu lagi, Hayama tersenyum getir. “Semenjak ini mulai beredar, suasana di dalam kelas terus dan semakin tegang. Ditambah lagi, aku geram karena ini temanku yang sedang mereka katakan.”

Pada saat itu, Ekspresi Hayama mirip dengan ekspresi Yui sebelumnya; dia muak dengan niat buruk orang-orang yang tidak mau menunjukkan wajah mereka.

Tidak ada kejahatan yang lebih memuakkan dari kejahatan dari orang yang tidak dapat kamu lihat. Jika seseorang mengejekmu di depan wajahmu, kamu bisa langsung membalas mengejek mereka. Atau kamu bisa menyalurkan kemarahan dan stresmu yang terpendam pada benda-benda lain. Emosi berat semacam itu merupakan sebuah sumber energi besar, yang dapat kamu gunakan untuk hal-hal positif. Tapi ketika perasaan marah, iri dan picik tersebut tidak diarahkan padamu, kamu tidak dapat mengumpulkan emosi yang kuat. Kamu hanya bisa merasakan perasaan tidak enak yang samar.

“Aku ingin menghentikannya. Bagaimanapun juga itu benar-benar tidak dapat kuterima,” tekan Hayama, sebelum menambahkan dengan riang, “Oh, tapi aku tidak mau ini berubah menjadi semacam sebuah pemburuan penyihir. Aku mau tahu bagaimana menyelesaikan hal ini dengan damai. Aku ingin tahu apakah kalian dapat membantuku.”

Itu dia. Hayama baru saja mengeluarkan kemampuan pamungkasnya: “The Zone”.

Izinkan aku untuk menjelaskan. “The Zone” merupakan sebuah kemampuan unik yang hanya dimiliki para riajuu paling sejati, dan ciri utamanya adalah kemampuan untuk dapat mengendalikan sekeliling seseorang. Tidak seperti para riajuu cetek itu (HA!) yang berkeliaran dan pamer kepada teman idiotik mereka, riajuu sejati asli puas dengan dunia nyata. Karena itu, mereka tidak meremehkan siapapun – mereka baik kepada orang yang diremehkan. Dasarku untuk menentukan dari antara kedua tipe riajuu ini adalah “Apakah kamu baik pada Hikigaya Hachiman?” Hayama itu pria yang baik, kurasa. Maksudku, dia berbicara padaku, kamu tahu? (Meski dia salah mengucapkan namaku.)

Untuk menyimpulkannya, kamu dapat menyebut “The Zone” aura unik yang hanya dimiliki orang baik dan karismatik. Jika aku sedang bersikap baik, aku akan mengatakan mereka adalah orang baik yang dapat membaca situasinya, tapi jika aku harus mengatakannya seperti apa adanya, mereka hanya tidak memiliki pendapat mereka sendiri. Jika aku sedang bersikap seperti seorang bajingan, aku akan mengatakan mereka itu sampah-sampah pengecut. Yah, namun aku memang berpikir mereka itu orang-orang yang baik.

Dihadapkan dengan kemampuan spesial Hayama, Yukinoshita menggaruk dagunya selagi berpikir sejenak, dan kemudian dia membuka mulutnya. “Jadi singkatnya, kamu ingin kami menyelesaikan masalahnya?”

“Mmm, kurang lebih.”

“Kalau begitu kita harus menemukan pelakunya,” ujar Yukinoshita.


× × ×


3-4[edit]

“Baik, aku akan serahkan ini pa-” kata Hayama dengan riang sampai rasa syok terpampang di wajahnya. “Huh?!”

Namun dalam sekejap, dia mendapatkan kembali ketenangannya dan tersenyum.

“Ahem, kenapa kamu perlu melakukan itu?” dia menanyakan Yukinoshita dengan kalem.

Menghadapinya, Yukinoshita, yang ekpresi dinginnya merupakan kebalikan 180 derajat dari ekspresi Hayama, mulai berkata dengan pelan, seakan sedang berhati-hati memilih kata-katanya.

“Mengirim pesan berantai… itu merupakan sebuah tindakan keji yang menginjak-injak harga diri seseorang. Selagi mereka bersembunyi di bawah kedok anonim, mereka memfitnah orang lain demi tujuan utama melukai mereka. Menyebarkan kata-kata fitnah itu merupakan perbuatan yang jahat. Keingin-tahuan yang sehat itu tidak masalah, tapi untuk terus menyebarkan kata-kata fitnah… kecuali kamu membasmi akar penyebabnya, tidak akan pernah ada hasilnya. Sumber: diriku.”

“Apakah itu dari pengalaman pribadi…?” tanyaku.

Aku harap dia berhenti memakai kalimat penuh implikasi. Yukinoshita berbicara dengan kalem, tapi aku bisa melihat api hitam berkobar di balik topeng keramah-tamahannya. Kamu mungkin bisa mengatakan dia sedang memancarkan aura hitam.

YahariLoveCom v2-093.png

“Sungguh, aku heran apa yang menyenangkan dari menyebarkan pesan untuk menunjukkan kejijikanmu terhadap seseorang. Dan aku rasa tidak ada manfaatnya dari apa yang dilakukan Sagawa-san dan Shimoda-san…”

“Jadi kamu membereskan mereka semua…” Yuigahama berkata dengan senyum yang agak tegang.

Hal-hal seperti inilah yang menegaskan betapa pandainya Yukinoshita dan betapa menakutkannya dirinya sebagai seorang musuh.

“Men, SMPmu begitu mengikuti perkembangan zaman,” ucapku. “Tidak ada yang seperti itu terjadi di sekolahku.”

“…itu karena tidak ada orang yang meminta alamat teleponmu.”

“Kenapa, kamu! Bodoh! Aku ada kewajiban untuk merahasiakannya! Tidakkah kamu tahu tentang UU Perlindungan Informasi Pribadi?!”

“Itu sebuah interpretasi legal yang baru…” ucap Yukinoshita yang tercengang sambil menjentikkan rambutnya ke belakang bahunya.

Tapi ya, alasannya mengapa aku tidak begitu terlibat di dalam drama SMS ini mungkin karena apa yang dia katakan itu. Aku tidak pernah dimintai alamat teleponku. Itulah yang membedakan Yukinoshita dengan diriku. Dia telah dihadapkan dengan rasa benci yang terang-terangan sementara aku tidak pernah. Entah mengapa, aku rasa jika itu terjadi padaku, aku tidak akan pernah menemukan pelakunya. Aku akan langsung pulang ke rumah dan menangis pada gulingku.

“Bagaimanapun juga, orang yang melakukan tindakan yang begitu keji ini tidak diragukan lagi layak untuk dibasmi,” lanjut Yukinoshita. “Sebuah mata untuk sebuah mata, sebuah gigi untuk sebuah gigi[9]– balas dendam adalah prinsipku.”

Yuigahama bereaksi seakan dia telah mendengar frasa itu entah dimana sebelumnya. “Oh, kami mempelajari itu pada pelajaran sejarah dunia hari ini! Itu dari Magna Carta, benar?”

“Itu Kode Hammurabi,” Yukinoshita menjawab dengan mulus, sebelum berpaling pada Hayama. “Aku akan mencari pelakunya. Aku yakin semua yang diperlukan untuk menghentikan mereka adalah dengan aku pergi berbicara dengan mereka. Aku akan menyerahkan sisanya untuk ditangani sesukamu. Atau apa itu tidak sesuai dengan keinginanmu?”

“…uh, itu tidak masalah,” kata Hayama dengan pasrah.

Sebenarnya, pikiranku sama dengan Yukinoshita. Jika pelakunya sampai bersusah-payah mengganti alamat telepon mereka, itu karena mereka tidak mau identitas asli mereka diketahui dan takut ditangkap. Kalau begitu, mereka mungkin akan berhenti pada saat kedok mereka terbongkar. Singkatnya, menemukan pelakunya merupakan cara tercepat untuk menyelesaikannya.

Yukinoshita menatap dengan dekat pada telepon gengam yang diletakkan Yuigahama di atas meja. Kemudian dia meletakkan tangannya pada dagunya untuk merenung. “Kapan pesan-pesannya mulai beredar?”

“Akhir pekan lalu. Benar, Yui?” jawab Hayama, dan Yuigahama mengangguk.

…hei nah, Hayama. Kamu baru saja memanggil Yuigahama dengan nama depannya. Aku tidak mengerti bagaimana anak-anak terkenal ini saat bergaul bisa dengan santai memanggil para gadis dengan nama depan mereka. Jika itu aku, aku pasti akan tergagap-gagap. Kenyataan bahwa Hayama bisa mengutarakan hal palsu yang begitu memalukan ini selagi masih bersikap hormat membuatku agak geram. Apa, apa dia itu orang Amerika atau semacamnya?

“Jadi itu tiba-tiba dimulai minggu lalu, begitu ya,” Yukinoshita merenung. “Yuigahama-san, Hayama-kun, apakah sesuatu terjadi di kelas minggu lalu?”

“Tidak ada yang terpikir,” kata Hayama.

“Ya…” kata Yui. “Itu hanya seperti biasa.”

Mereka berdua melihat satu sama lain.

“Aku akan menanyakanmu hanya supaya lengkap, Hikigaya-kun,” kata Yukinoshita. “Apakah kamu memperhatikan sesuatu?”

“‘Hanya supaya lengkap’, katamu…”

Aku berada di kelas yang sama, terima kasih banyak. Tapi yah, karena aku melihat dari tempat yang berbeda dari mereka berdua, ada hal-hal yang hanya bisa kuperhatikan.

…jadi minggu lalu, huh? Itu berarti sesuatu terjadi akhir-akhir ini. Sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, aku terus berpikir dalam diriku, tapi tidak ada yang muncul dalam pikiranku.

Untuk sekarang, aku memuaskan diriku dengan ingatan memanggil Totsuka dengan nama depannya. Itu terjadi semalam.

Kukumpulkan keberanianku
Ketika aku memanggil ‘Saika’
Dia begitu imut, dan begitulah
Hari yang dikenal sebagai semalam itu
Hari peringatan Saika

Oh ya, mengapa aku berbicara dengan Totsuka semalam? Segera sesaat aku memikirkan itu, aku ingat.

“Semalam. Orang-orang sedang berbicara mengenai kelompok mereka untuk tur tempat kerja.” (Benar, dan sebagai tambahan logis untuk pemikiran itu, Totsuka itu imut.)

Segera setelah aku mengutarakan itu, Yuigahama tiba-tiba sadar. “Ooooh, itu dia. Itu karena pengelompokkannya.”

“Huh? Sungguh?” Hayama dan aku berkata serentak. Mendengar itu, Hayama menampilkanku senyumannya dan berkata, “Kita kompak,” walaupun aku serius tidak memperdulikannya. Semua yang bisa kukatakan adalah, “Uh, ya…”

Tapi secara paradoks [10], Hayama tambah Hachiman sama dengan Pria Keren Riajuu. QED. Akhir dari pembuktiannya. (…apa itu bahkan masuk akal?)

Hayama memalingkan pandangannya pada Yuigahama. Ketika dia melakukannya, Yuigahama tertawa malu-malu. “Er, kamu tahu, ketika kamu membentuk kelompok untuk kegiatan seperti ini, itu akan mempengaruhi hubunganmu setelahnya. Beberapa orang dapat benar-benar tersinggung…”

Hayama dan Yukinoshita melihat pada Yuigahama yang sedikit muram dengan bingung. Hayama tidak pernah dikucilkan dan Yukinoshita tidak tertarik pada hal-hal semacam itu, jadi mereka berdua tidak ada yang mengerti.

Tapi aku mengerti apa yang Yuigahama maksudkan. Itu karena kata-kata tersebut datang dari Yuigahama-lah, yang memperhatikan orang lain dan menerima tingkah aneh dan rumit mereka semua, sehingga aku bisa mempercayainya.

Yukinoshita terbatuk untuk mengembalikan percakapannya pada topiknya. “Hayama-kun, pesan-pesan tersebut menulis mengenai temanmu, katamu. Dengan siapa kamu membentuk kelompokmu?”

“Oh, uhhhh… sekarang setelah kamu mengatakannya, aku masih belum menentukannya. Aku rasa aku akan berakhir mengucilkan salah satu dari mereka bertiga.”

“Aku rasa aku tahu siapa yang melakukannya sekarang…” Yuigahama berkata dengan ekspresi yang agak gundah.

“Apakah kamu berkenan untuk memberikan penjelasan pada kami?” tanya Yukinoshita.

“Mmm, yah kamu tahu, singkatnya, seseorang yang biasanya dalam geng itu akan terkucil, k'mu tahu? Hanya satu orang dari satu kelompok berempat yang akan ditinggal. Dan orang itu akan merasa super tidak enak akan itu.” Suaranya bergetar dengan penuh emosi.

Mendengar itu, semua orang terdiam.

Jika kami akan pergi menangkap pelakunya, maka hal pertama yang perlu kami lakukan adalah memikirkan motif mereka. Jika kami bisa menemukan persisnya apa yang membuat mereka melakukan tindakan semacam itu, maka tentu saja kami bisa menanganinya.

Memikirkan tentang itu dalam kasus ini, motifnya mungkin supaya mereka tidak terkucilkan. Dalam kelas kami, Hayama merupakan bagian dari satu kelompok berempat. Oleh karena itu, jika mereka harus membuat satu kelompok bertiga, seseorang akan dikucilkan. Tidak ingin itu terjadi, mereka tidak punya pilihan selain untuk menendang keluar salah satu. Itu mungkin apa yang dipikirkan pelakunya.

“…jadi tidak diragukan lagi pelakunya ada di antara mereka bertiga.”

Segera setelah Yukinoshita menyatakan kesimpulan itu, Hayama bergejolak, yang jarang baginya. “T-Tunggu sebentar! Aku tidak mau berpikir pelakunya ada di antara mereka. Dan bukankah pesan itu mengatakan hal-hal yang buruk tentang mereka bertiga semua? Tidak mungkin itu salah satu dari mereka.”

“Huh, apa kamu bodoh? Apa kamu baru lahir semalam atau semacamnya?” kataku. “Itu jelas dia berbuat begitu supaya tidak ada orang yang akan mencurigainya. Jika itu aku, aku tidak akan memfitnah salah satu mereka dengan sengaja untuk menjebak dia.”

“Hikki, itu benar-benar keji…” kata Yuigahama.

Itu kejahatan kerah putih. Sebuah kejahatan kerah putih, kataku.

Hayama mengigit bibirnya dengan kesal. Dia mungkin tidak pernah menyangka hal ini bisa terjadi sebelumnya: bahwa ada rasa benci persis di hadapannya, atau perasaan gelap yang berkobar di balik topeng senyum mereka yang dipercayainya.


× × ×


3-5[edit]

“Untuk sekarang, bisakah kamu memberitahu kami apa yang kamu ketahui mengenai mereka bertiga?” Yukinoshita menyelidiki Hayama untuk mendapat informasi.

Menghadapinya, Hayama melihat ke atas dengan tekad berbinar-binar di wajahnya. Keyakinannya akan temannya tetap ada di matanya. Dia mungkin berpegang pada keyakinan mulia bahwa dia bisa membersihkan kecurigaan yang ditujukan pada teman-temannya.

“Tobe masuk ke dalam klub sepakbola sama sepertiku. Rambutnya yang diwarnai mungkin membuatnya terlihat seperti pria jahat, tapi dia yang paling hebat dalam membuat semua orang bersemangat. Dia selalu terlibat dalam festival sekolah dan festival olahraga. Pria yang baik.”

“Orang yang mudah heboh dan bakat satu-satunya adalah membuat keributan, begitu ya,” Yukinoshita menyatakan.

Hening. Hayama kehilangan kata-kata.

“Hm? Ada masalah apa? Teruskan.” Yukinoshita membuat tampang aneh pada Hayama yang tiba-tiba terdiam.

Mendapatkan kembali momentumnya, Hayama meneruskan deskripsi karakter yang selanjutnya. “Yamato masuk ke dalam klub rugby. Dia kalem dan pandai dalam mendengarkan. Dia itu pria tenang yang membuat orang merasa nyaman tanpa banyak berkata-kata, kurasa? Dia itu tipe orang yang pendiam dan perhatian. Pria yang baik.”

“Jadi bukan hanya dia itu lamban, dia juga tidak mampu membuat keputusannya sendiri… benar.”

Tidak mampu mengutarakan sepatah katapun, Hayama memberungut hening, tapi kemudian dengan helaan pasrah, dia meneruskan. “Ooka masuk ke dalam klub baseball. Dia mudah bergaul dan dia selalu membantu orang lain. Dia selalu sopan dan hormat pada orang yang lebih tua dan pada juniornya. Pria yang baik.”

“Kalau begitu, seorang oportunis yang khawatir akan reputasinya.”

Bukan hanya Hayama yang terus terdiam sepanjang waktu. Yuigahama dan aku juga membuka mulut kami dengan teringa-inga, tapi tidak ada kata-kata yang terucap.

Yukinoshita menghancurkan semuanya. Seperti yang kuduga, dia itu terlahir untuk menjadi seorang jaksa penuntut.

Tapi hal yang menakutkan dari gadis ini adalah dia tidak begitu salah dalam penilaian karakternya. Ada berbagai cara yang berbeda untuk membaca karakter seseorang. Hayama selalu bersikeras melihat sisi baik seseorang, dan dalam segi itu dia condong berat sebelah. Sementara itu, Yukinoshita menolak interpretasi semacam itu dan jadi tentu saja dia begitu bengis. Masalahnya dia terlalu bengis. Dia akan membuat Clint Eastwood menangis tersedu-sedu.

Yukinoshita menatapi memo yang ditulisinya dan mengerang. “Tidak akan aneh bagi semua orang ini untuk menjadi pelakunya.”

“Bukankah itu karena kamu yang paling berpikir seperti seorang kriminal?”

Dia bisa melihat sisi buruk dalam diri semua orang hanya dari sejumlah kecil bukti. Dalam sudut pandang lain, dia itu lebih keji dari orang yang menulis pesan SMS tersebut.

Yukinoshita meletakkan tangannya pada panggulnya dengan tingkah marah yang berlebih-lebihan, tapi wajahnya memiliki tampang yang lebih marah lagi. “Aku sepenuhnya tidak mungkin melakukan hal itu. Jika aku mau melakukannya, aku akan menghancurkan musuhku secara empat mata.”

Cara yang digunakan berbeda, tapi gadis ini tidak sadar bahwa “menghancurkan musuhmu” itu kira-kira merupakan hal yang sama. Betapa seperti Yukinoshita untuk tidak menyatakan solusi yang damai.

Hayama tersenyum pada Yukinoshita dengan sebuah ekpresi yang marah dan menyesal serta gelisah sekaligus. Yukinoshita memiliki caranya sendiri, tapi Hayama juga memiliki caranya sendiri. Pada akhirnya, dia hanya bisa menganggap kata-kata Yukinoshita itu sebagai omong kosong. Dia itu pria yang baik, tapi sudut pandangnya begitu berbeda dari sudut pandang kami dan dia tidak mau mengadukan teman-temannya.

Yukinoshita sepertinya juga menyadari hal ini. “Deskripsi Hayama tidak cukup banyak untuk meneruskan penyelidikannya… Yuigahama-san, Hikigaya-kun.” Dia memalingkan pandangan penuh selidiknya pada kami. “Apa yang kalian pikirkan tentang pria-pria ini?”

“Er, t-tidak banyak yang bisa dikatakan…” kata Yuigahama.

“Aku tidak benar-benar mengenal pria-pria ini,” kataku.

Omong-omong, aku tidak benar-benar mengenal siapapun di seluruh sekolah ini. Aku tidak memiliki satu temanpun dan jumlah kenalanku juga cukup sedikit. Yep, itulah aku.

“Kalau begitu bisakah kamu menyelidiki mereka untukku?” Yukinoshita berkata pada Yuigahama. “Kelompoknya akan ditentukan lusa, benar? Kita hanya ada waktu satu hari untuk memecahkan kasus ini.”

“…um, oke.” Sebuah ekspresi yang sedikit tidak enak muncul di wajah Yuigahama.

Aku rasa untuk Yuigahama, yang berusaha untuk akrab dengan semua orang di dalam kelasnya, ini bukanlah sebuah tindakan yang cenderung ingin dilakukannya. Kamu harus bersama dengan orang-orang itu yang kesalahannya perlu kamu beberkan. Itu adalah sebuah tindakan yang relatif beresiko untuk seseorang yang merupakan bagian dari komunitas.

Yukinoshita kelihatannya juga menyadari hal tersebut karena dia menurunkan matanya dengan lembut.

“…maaf, itu bukanlah suatu hal yang benar-benar menyenangkan untuk dilakukan. Tolong singkirkan itu dari pikiranmu,” tekannya.

Namun jika dia mengatakannya seperti itu, semua orang pasti mengatakan mereka akan melakukannya. Yah, segitu banyak itu jelas.

“Aku akan melakukannya. Aku tidak benar-benar peduli apa yang dipikirkan teman sekelasku akan diriku,” kataku, yang menyebabkan Yukinoshita melirik ke arahku.

Dia tersenyum tipis. “Akan kutunggu hasilnya.”

“Serahkan itu padaku. Menemukan kesalahan orang lain itu salah satu dari 108 kemampuan spesialku.” Kalau soal kemampuan spesial lainku, itu termasuk cat cradle. Aku kurang lebih mirip Nobit@-kun[11]

“T-Tunggu dulu! Aku juga akan melakukannya! A-Aku tidak bisa membiarkan Hikki menanganinya sendirian!” Yuigahama bersikeras dengan wajah merona. Sesaat kemudian, dia mengepalkan tangannya. “Dan juga! Tidak mungkin aku bisa menolak salah satu permintaan Yukinon!”

“…Begitu ya,” Yukinoshita menjawab singkat, berpaling tajam. Entah karena sinar matahari tenggelam atau karena rasa tersipu-sipunya, warna merah muncul di pipi Yukinoshita.

Tapi astaga, aku bilang aku akan melakukannya. Mengapa gadis ini begitu berbeda akan perlakuannya pada Yuigahama dengan perlakuannya padaku ketika kami berdua mengatakan hal yang persis sama?

Hayama sedang melihat dua gadis ini dengan senyuman yang cerah dan menyegarkan di wajahnya. “Sungguh pertemanan yang indah,” ujarnya.

“Huh? Ya. Mereka berdua begitu akrab.”

“Begitu juga denganmu, Hikitani.”

Apa-apaan yang dikatakannya…? Tidak ada pria yang bernama Hikitani dalam klub ini.


× × ×


3-6[edit]

Di dalam kelas keesokan harinya, Yuigahama begitu bersemangat.

Daripada pergi ke tempat biasanya saat jam istirahat, Yuigahama menyodorkan beberapa buah roti dan sekaleng minuman untukku. Bersama, kami memulai rapat strategi panjang lebar kami.

“Aku akan pergi bertanya-tanya untuk sekarang… j-jadi kamu tidak perlu mendesak dirimu, Hikki. Malah, kamu sama sekali tidak perlu melakukan apa-apa.”

“Oh, keren. Sangat kuhargai. Apa yang membuatmu begitu termotivasi…?” tanyaku. Dia tidak memakai cara yang setengah-setengah.

“A-ada lah, kamu tahu kan? 'K-Karna Yukinon memintaku, ya!”

Kesetiaannya pada Yukinoshita agak mengharukan. Namun, aku menjadi lelah hanya dengan melihatnya saja. Sebuah perasaan tidak enak muncul di benakku. “Itu bagus untuk termotivasi, tapi apa sebenarnya yang akan kamu lakukan?”

“Hmm, Aku akan mencoba mendengarkan pengrumpian para gadis. Ketika berbicara tentang hal-hal seperti hubungan orang dalam kelas, para gadis membicarakannya dengan lebih mendalam. Dan mereka benar-benar terserap ke dalamnya ketika kamu mengangkat topik tentang seseorang yang kalian berdua benci.”

“Whoa, ngerumpi para gadis begitu menakutkan. Sial.” Musuh dari musuhku adalah temanku, itu singkatnya. Siapa sangka mereka memakai taktik berlevel tinggi semacam itu…?

“Tidak sejahat itu! Itu hanya mengkomplain – atau lebih seperti bertukar informasi?”

“Bukan masalah apa yang kamu bilang tapi masalah bagaimana kamu mengatakannya, memang benar.”

“Pokoknya! Kamu lemah dalam hal semacam itu, Hikki. Biarkan aku yang melakukannya saja.”

Tapi ada sedikit kebenaran dalam apa yang dikatakan Yuigahama. Jujur saja, itu bukan sifatku untuk menarik informasi dari orang dengan berbicara dengannya. Lebih seperti pas ketika aku berbicara pada mereka, mereka akan curiga denganku. Segera setelah aku menanyakan sebuah pertanyaan pada mereka, mereka akan bertanya, “Siapa kamu?” balik padaku.

Tidak sepertiku, Yuigahama memiliki status di dalam kelas dan dia disukai orang. Ditambah lagi, dia itu pandai bersosialisasi. Kesuksesannya ini adalah karena dia mengasah kemampuannya sejak dia kecil. Kemampuan mencari-cari sebuah tempat untuk menyesuaikan diri memang merupakan sebuah kemampuan yang berguna.

“Ya, kamu benar… maaf. Aku akan serahkan ini padamu. Semoga beruntung!”

“Mmm! Yap!” Yuigahama menyatakan dengan semangat membara, sebelum mendekati para gadis yang bersahabat dengan kelompok Hayama. Dia berjalan ke arah kelompok Miura. “Maaf aku terlalu lama!”

“Oh, Yui. Apa yang membuatmu begitu lama?” Miura, pemimpin kelompok itu, berbicara dengan malas.

“Hei, ente tahu, Tobecchi, Oooka-kun dan Yamato-kun menjadi begitu aneh akhir-akhir ini. Mereka semua macam seperti, kamu tahu. Maksudku-”

Ya Tuhan! Aku mendengus saat aku menangkap kata-kata Yuigahama.

Sebuah lemparan lurus! Dan lemparan melengkung dalam saat yang bersamaan! Jika masalah kekuatan, dia mudah saja mendapatkan peringkat S. Tapi pengendaliannya hancur bukan main – pasti dapat peringkat F.

“Huh… jadi kamu itu tipe penggosip, Yui…” kata seorang gadis, mundur sedikit. Aku rasa namanya itu Ebina-san, mungkin.

Dengan satu pandangan menyamping, Miura berpaling pada Yui, matanya berbinar-binar. “Sekarang dengarkan aku, Yui. Tidak baik mengatakan hal-hal semacam itu, k'mu tahu? Tidak baik menjelek-jelekkan temanmu!” Menurut kata-kata menabjubkan tersebut, Miura adalah sebuah lambang kebaikan yang gemilang.

Atau, lebih akuratnya, Yuigahama telah mendarat pada sebuah situasi dimana dia menjadi orang jahatnya. Apa yang sedang dia lakukan?

Namun, Yuigahama mengusahakan yang terbaik untuk meyakinkan mereka bahwa dia tidak salah. “Tidak! Kalian tidak mengerti! Aku hanya, macam, tertarik pada mereka.”

“Apa, kamu suka salah satu dari mereka?”

“Tidak mungkin! Ada seseorang yang kusuka tapi… yah… huh?!”

Pada kira-kira saat yang sama Yuigahama memiliki tampang “oh lontong!” terpampang di seluruh wajahnya, Miura memasang senyum penuh arti. “Oho… jadi ada seseorang yang kamu sukai, Yui? Beberkan semuanya, saudaraku. Akui saja. Kami bisa membantumu!”

“Seperti yang kubilang! Bukan itu maksudku! Aku tertarik dengan mereka bertiga, paham? Macam, kupikir mereka semua bertingkah aneh dengan satu sama lain!”

“Oh, itu saja? Sungguh membosankan.” Minat Miura tiba-tiba hilang. Dia membuka telepon gengamnya dan mulai bermain-main dengannya.

Tapi Ebina-san masih tertarik. “Aku mengerti… kamu juga tertarik, Yui… sebenarnya, begitu juga denganku!”

“Ya, ya! Mereka itu, macam, canggung dan semacamnya!”

“Aku juga berpikir begitu,” Ebina-san menyatakan dengan helaan serius. “Dari yang aku lihat, Tobe itu pastilah seorang uke! Dan Yamato adalah seme yang percaya diri. Oh, dan Oooka-kun itu uke penggodanya. Pasti ada sesuatu yang terjadi di antara mereka bertiga. [12]

“Oh, kamu mengerti,” kata Yuigahama pada awalnya. Dan lalu, “…huh?”

“Tapi kamu tahu! Mereka bertiga semua pasti mengincar Hayato-kun! Eeeeek, Aku mendapat firasat mereka semua menahan diri demi teman mereka. Aku dilanda oleh perasaan tersebut!”

Wow, yang benar saja? Siapa sangka Ebina-san memiliki kepribadian yang begitu hiper? Hidungnya sedang mimisan.

Yuigahama disana tergagap-gagap dan bingung total, sementara Miura membuat helaan penderitaan panjang. “Mulai lagi. Itu penyakit Ebina. Astaga, kamu akan terlihat imut jika kamu menjaga mulutmu tetap terkunci, jadi tutup mulutmu dan cepat usap hidungmu.”

“Ahahaha…” Yuigahama tertawa dengan begitu canggungnya. Ketika dia menyadari aku sedang melihatnya, dia menepuk tangannya bersama, menandakan kegagalannya. Maaf!

…ya, tidak mengejutkan karena keseluruhan pendekatannya itu penuh celah. Bahkan jika Ebina-san tidak ada disana, itu tidak akan berakhir mulus.

Jadi pada akhirnya, aku yang harus melakukannya.

Tapi meski kukatakan begitu, bergaul dengan teman sekelasku dan bertanya-tanya itu mustahil untukku. Jadi apa yang sebaiknya kulakukan untuk mendapatkan informasi dari orang?

Jawabannya jelas. Aku cukup tidak melakukan apapun selain mengamati mereka. Jika aku tidak bisa terlibat dalam sebuah percakapan – tidak, karena aku tidak bisa terlibat dalam percakapan, aku perlu memakai cara lain untuk mengumpulkan informasi.

Dikatakan bahwa pada dasarnya tiga puluh persen dari semua komunikasi manusia itu dilakukan melalui bahasa. Tujuh puluh persen informasi yang kita dapatkan itu dari gerakan mata dan isyarat-isyarat kecil. Pepatah bahwa “sebuah gambar melambangkan seribu kata” datang dari pentingnya jenis komunikasi non-verbal ini. Benar? Benarkan?

Kalau begitu sekarang, lihatlah salah satu dari 108 kemampuan spesialku: “Pengamatan Manusia”. Kemampuanku yang lain adalah menembak dengan sebuah senapan. Itulah mengapa aku kurang lebih mirip Nobit@-kun.

Menjalankan pengamatan manusia itu begitu konyolnya sederhana:

1) Pasang earphonemu tapi matikan musiknya jadi kamu bisa berfokus pada sekelilingmu.

2) Bertingkahlah seakan kamu sedang melamun, tapi sebenarnya, memperhatikan dengan cermat pada ekspresi wajah masing-masing anggota kelompok Hayama.

Itu saja.

Hayama dan yang lain sedang berada di sekitar tempat duduk jendela. Hayama sedang bersandar pada dinding, dikelilingi oleh Tobe, Yamato, dan Oooka.

Itu saja sebenarnya sudah mengungkapkan banyak hal. Itu mudah untuk memahami bahwa Hayama memiliki pengaruh terbesar dalam kelompok itu. Itu karena dia menyandarkan punggungnya pada dinding, yang memiliki pertahanan terbesar, bahwa dia itu sesuai menjadi seorang raja. Kemungkinan besar, mereka sendiri tidak menyadari apa yang sedang mereka lakukan. Tapi karena mereka tidak ada kesadaran-diri dan mereka semua memakai insting sehingga semua itu sangat mudah disadari.

Aku dapat mengetahui bahwa mereka bertiga semua memiliki peran mereka yang sudah ditentukan sebelumnya untuk dimainkan.

“Yo, men. Pelatih kami mulai mulai memukulkan bola nyasar ke klub rugby! Tidak bagus! Dan juga itu semua bola keras!”

“…ya, pelatih kami begitu cemas akan itu.”

“Sungguh menjengkelkan! K'mu tahu, yang tim rubgy itu masih lumayan. Tim sepak bola kami hancur. Meeen, itu parah. Itu benar-benar parah ketika bolanya keluar dari garis lapangan. Fast and Furious!”

Ooka membuat leluconnya dan Yamato melanjutkannya. Lalu Tobe meneriakkan kalimat lucunya. Itu seperti menonton sebuah sandiwara yang sudah latihan bagus. Shakespeare berkata, “Semua belahan dunia itu adalah sebuah panggung,” tapi tentu kamu juga bisa mengatakan bahwa orang hanya memainkan peran yang diberikan pada mereka.

Juga, sutradara dan penonton sandiwara itu adalah Hayama. Hayama terkadang tertawa mendengar cerita mereka, terkadang menyarankan topik pembicarannya dan terkadang bersemangat tinggi bersama mereka. Aku menyadari banyak hal dari mengamati mereka semua:

Oh, pria itu tadi meng-tsk dengan pelan agar kamu tidak bisa melihatnya.

Pria itu akan terdiam setiap kali pria di samping mereka mulai menceritakan kisahnya.

Pria itu akan bermain dengan teleponnya dengan tampang bosan di wajahnya dan tidak benar-benar mengikuti topik pembicaraannya.

Setiap kali sebuah lelucon yang agak kotor muncul, pria itu akan tersenyum samar – sungguh perjaka menyedihkan. Tidak diragukan lagi. Sumber: aku. (Aku heran mengapa setiap kali sebuah lelucon kotor tiba-tiba muncul, orang-orang berpura-pura mengetahui segalanya tidak peduli tentang apa yang benar-benar mereka rasakan…?)

…Aku mendapat firasat bahwa potongan informasi terakhir itu sepenuhnya tidak relevan.

Kelihatannya tidak ada banyak informasi lagi untuk kulanjutkan. Selagi pemikiran itu melintas di benakku, aku menghela.

“’ermisi, Maaf,” Hayama berkata saat dia meninggalkan tempat duduknya dan melihat ke arahku. Kelihatannya aku sedang melotot begitu keras pada Hayama sehingga dia menyadarinya. Jantungku mulai berdetak pada pemikiran bahwa salah satu dari mereka akan bertanya “apa lu lihat-lih't? Lu mau' berkelahi?” atau sesuatu semacam itu.

Hayama datang ke sebelahku. “Apa?” tanyaku dengan kaku, takut akan pemikiranku yang paling dalam itu.

Dari tanggapannya, Hayama tidak begitu terlihat jengkel, dia tidak juga mencengkram kemejaku atau meminta uang recehanku. Dia hanya tersenyum dengan gemilang. “Oh, aku hanya ingin tahu apakah kamu mendapatkan sesuatu.”

“Nah…”

Paling banyak kuketahui hanyalah Ebina-san itu seorang fujoshi [13] dan Oooka itu seorang perjaka. Selagi aku memikirkan itu, aku melirik ke arah Oooka dan yang lain, hanya untuk menemukan sebuah pemandangan yang mengejutkan sedang terjadi.

Mereka bertiga bermain dengan telepon gengam mereka dengan lesu. Dan kadang-kadang, mereka semua akan melirik ke arah Hayama.

Jawabannya muncul di benakku pada saat itu. Itu adalah sebuah kilatan inspirasi seperti ditembak di belakang tengkuk dengan sebuah jarum bius.[14]

“Apa ada sesuatu yang terjadi?” tanya Hayama, bingung.

Aku menyeringai balik padanya. “Aku sudah memecahkan seluruh misterinya!”

Tentu saja, penjelasan di balik pengungkapannya akan datang setelah pesan-pesan berikut ini.


× × ×


3-7[edit]

Orang-orang yang berkumpul di dalam ruangan klub setelah sekolah adalah Yukinoshita, Yuigahama dan aku. Oh, dan juga Hayama.

“Apa yang kamu temukan?” Yukinoshita menuntut laporan informasinya dari Yuigahama dan aku.

Yuigahama tertawa malu-malu. “Maaf! Aku bertanya pada para gadis apakah mereka tahu sesuatu, tapi hasilnya nihil!” dia meminta maaf dengan lembut.

Ya, tapi itu tak terelakkan. Itu juga karena tingkah Ebina yang terus bergugam-gugam tentang hal-hal yang benar-benar tidak perlu diketahui Yuigahama seperti memasangkan uke dan semenya dan sebagainya. Usaha Yuigahama untuk mendapatkan informasi tidak membuahkan hasil.

Yukinoshita menurunkan kepalanya dan menatap ke bawah langsung pada Yuigahama. Tapi dia tidak terlihat marah. “Begitu ya? Kalau demikian, aku tidak keberatan.”

“Huh? Apa kamu tidak ada masalah dengan itu?”

“Sebaliknya, hari ini kamu menemukan bahwa para gadis tersebut tidak tertarik dan tidak ada hubungannya dengan mereka. Itu menjadikannya sebuah masalah yang murni mengenai kelompok Hayama. Yuigahama-san, kamu melakukannya dengan baik.”

“Y-Yukinon…” mata Yuigahama bergelinang dengan penuh emosi.

Yukinoshita dengan cekatan menghindari pelukan Yuigahama. Dahi Yuigahama membentur dinding dengan suara duk dan matanya penuh dengan air mata.

Tercengang, Yukinoshita mengobati dahi Yuigahama. Pada saat yang sama, dia melihat ke arahku. “Jadi, bagaimana denganmu?”

“Maaf, aku tidak menemukan petunjuk akan identitas pelakunya.”

“…Begitu ya.” Aku pikir dia akan merenggut kepalaku, tapi Yukinoshita hanya membuat helaan pasrah. Kemudian dia melihatku dengan mata yang penuh dengan rasa kasihan. “Tidak ada yang mau berbicara denganmu.”

“Bukan, bukan itu…”

Memang benar aku tidak yakin ada orang yang akan menjawabku jika aku berbicara pada mereka. Tindakan berbicara pada orang dan membuka subjek pembicaraan memakai sejumlah besar kalori mental. Itu akan menghabiskan MP sebanyak Magic Burst[15]

“Aku tidak menemukan siapa pelakunya, tapi aku menemukan satu hal,” kataku.

Yukinoshita, Yuigahama dan Hayama semua mencondong ke depan. Mata yang meragukan, mata penuh ekspektasi, mata yang tertarik – selagi aku menerima pandangan mereka satu per satu, aku membuat satu batukan. Seakan itu isyaratnya, Yukinoshita bertanya, “Aku ingin tahu, apa yang kamu temukan?”

“Kelompok itu adalah kelompok Hayama.”

“Huh? Tidakkah kamu sedang menyatakan sesuatu yang jelas?” kata Yuigahama dengan penuh semangat seakan aku adalah seorang idiot. Semua yang bisa kulihat dari matanya adalah, “Siapa perjaka ini? Oooka?” Hei, jangan libatkan Oooka dalam hal ini.

“Uhh… Hikitani-kun, apa yang kamu maksud?”

“Oh, Aku salah mengutarakan kalimatnya. Aku mengatakan ‘kelompok Hayama’ dalam artian kepemilikan. Dengan kata lain, kelompok itu dimiliki oleh Hayama dan dibuat demi dirinya.”

“Nah, Aku benar-benar tidak merasa demikian…” kata Hayama, tapi itu hanya karena kurangnya kesadaran-dirinya. Kalau begitu, mungkin tiga orang dalam kelompok itu sama tidak sadarnya dengan dia.

Tapi karena aku itu orang luar, perbedaannya untukku itu sejelas seperti siang dan malam. “Hayama, apakah kamu pernah melihat mereka bertiga saat kamu tidak bersama mereka?”

“Tidak, tidak pernah…”

“Tidak usah dibilangpun jelas,” kata Yukinoshita seakan aku adalah seorang idiot. “Itu tidak seperti kamu bisa melihat sesuatu jika kamu tidak ada disana.”

Aku mengangguk. “Itulah alasan satu-satunya mengapa Hayama tidak pernah menyadarinya. Mereka bertiga berhenti bergaul sama sekali segera sesaat hanya tersisa mereka bertiga saja. Untuk menyederhanakannya, mereka semua menganggap Hayama sebagai ‘teman’ mereka, tapi yang lain dianggap ‘temannya teman mereka’.”

Yuigahama satu-satunya yang bereaksi terhadap apa yang kukatakan. “Oh. Oooohhh. Aku benar-benar paham. Itu canggung ketika orang yang menjaga percakapannya tetap mengalir tidak ada disana. Aku tidak pernah tahu apa yang perlu kukatakan sehingga aku berakhir bermain dengan ponselku…” Dia terlihat muram, seakan mengingat sesuatu yang tidak mengenakkan.

Yukinoshita mencondongkan dirinya pada Yuigahama yang berwajah muram. “Apa… itu bagaimana rasanya?” dia berbisik pelan pada telinga Yuigahama, menarik lengan bajunya dengan ragu-ragu. Yuigahama menyilangkan lengannya dan mengangguk untuk membenarkannya.

Itulah Yukinoshita. Dia tidak ada pengalaman dengan teman, dan jadi dia juga tidak memiliki pengalaman dengan temannya teman.

Hayama hanya terdiam, seakan merenungkan kata-kataku. Tapi ini adalah suatu hal yang tidak dapat diperbaiki Hayama. Baginya, mereka benar-benar merupakan temannya. Tapi hubungan itu tidak mencakup di antara mereka bertiga semua – mereka hanya perlu pura-pura cocok dengan satu sama lain.

Menjadi teman seseorang berarti berusaha keras untuk membantu atau menyenangkan mereka. Jadi tidak dalam kondisi apapun aku merasa memiliki banyak teman itu suatu hal yang mengagumkan. Hayama sekarang ini terjebak dalam situasi canggung dan kompleks tersebut. Melarikan diri juga bukan pilihannya disini. Dalam istilah Dragon Quest itu berarti “But Thou Must”[16].

Namun, aku tahu sebuah jalan untuk keluar dari situasi tersebut.

“Anggap kamu itu benar, Hikigaya-kun, motif mereka hanya akan menjadi lebih kuat.” Yukinoshita meletakkan tangannya pada dagunya sambil merenung. “Mungkin tidak ada cara untuk menentukan siapa yang melakukannya di antara mereka bertiga. Situasinya tidak dapat dikendalikan kecuali pelakunya dilenyapkan. Lebih banyak alasan lagi untuk mencurigai mereka bertiga…”

Melenyapkan orang, membuat semuanya normal – Yukinoshita itu orang yang menakutkan. Sudahkah dia melenyapkan Sagawa-san dan Shimoda-san dari masa lalunya?

Omong-omong, menendang orang keluar dari sekolah merupakan sesuatu hal mengerikan untuk dilakukan, jadi aku menyarankan pendekatan lain. “Nah, tidak perlu melenyapkan pelakunya. Ada cara yang lebih baik,” kataku.

Yukinoshita memiringkan kepalanya dan menatap padaku dengan bingung.

Tidak dapat disalahkan kebijaksanaan di balik tindakan pelenyapan pelaku ketika sebuah kejahatan dilakukan. Tapi pilihan lain tetap ada. Dalam kasus sebuah pencurian perhiasan, kejahatan itu tidak akan pernah terjadi jika perhiasannya tidak ada. Hilangkan perhiasan yang akan dicuri sebelumnya. Aku, dengan kemampuan ninjaku, memilih cara si phantom thief daripada cara si detektif[17].

“Hayama, kamu bisa menyelesaikan hal ini jika kamu mau. Kamu tidak perlu mencari pelakunya dan situasinya tidak akan semakin heboh lagi – dan dengan cara ini, mereka mungkin bisa menjadi teman yang lebih baik.”

Aku ingin tahu tampang semacam apa yang kupasang pada wajahku ketika aku mengatakannya. Aku sedang tersenyum, setidaknya. Dan itu adalah sebuah senyuman yang begitu tampannya sampai-sampai membuat Yuigahama mundur karena ngeri.

Tanpa kusengajai, aku mulai terkekeh seperti Zaimokuza. Jika ada setan yang mengejar manusia untuk membuat perjanjian licik dengan mereka, dia mungkin terlihat sepertiku pada saat itu.

“Kamu ingin tahu?” tanyaku.

Hayama, si domba yang tersesat dan kasihan, mendengarkan tawaran si setan dan mengangguk dengan penuh bersemangat sebagai jawabannya.


× × ×


3-8[edit]

Adalah pada keesokan harinya ketika Hayama membuat keputusan mengenai nasib dirinya.

Di dalam kelas, nama-nama semua murid kelas didaftarkan di papan tulis. Setiap kelompok terdiri dari tiga nama, dan nama-nama itu dituliskan untuk menandakan kelompok-kelompok untuk tur tempat kerja. Tiga gadis disampingku cekikikan dan tersenyum pada satu sama lain selagi mereka berjalan menuju papan tulis dan mulai menuliskan nama mereka sendiri, telah membuat janji dengan satu sama lain sebelumnya.

Kalau mengenaiku, aku tidak memanggil siapapun dan hanya duduk disana menonton seakan aku sedang melamun. Ini adalah caraku menangani kejadian-kejadian ketika kami harus terbagi ke dalam kelompok. Pada saat-saat seperti ini, itu penting untuk tidak membuat satu langkah pun. Mendiang Takeda Shingen juga mengatakan hal yang sama: “Tak tergoyahkan bagaikan gunung.” Dia sepenuhnya benar. “Cepat bagaikan angin, diam bagaikan hutan rimba, ganas bagaikan api, tak tergoyahkan bagaikan gunung.”[18] Itulah aku disana. Aku sedang menunggu angin keberuntungan untuk berganti dan menunggu guru wali kelasku untuk berkata, “Ya, ya, Aku tahu kalian semua membenci Hikigaya-kun, tapi itu tidak baik untuk meninggalkannya sendiri! Tidak baik!”

(…itu apa yang dikatakan guru wali kelas 4 SDku. Aku tidak akan pernah memaafkan Isehara si nenek tua bangka itu.)

Yang penting, seperti kata pepatah “Hal baik akan terjadi untuk mereka yang menunggu”, semua yang perlu dilakukan seorang penyendiri adalah menunggu sambil setengah-tertidur sepanjang waktu sampai dua murid kelas yang tidak bisa menemukan orang ketiga pergi memanggil namamu. Dan itulah bagaimana kelompok kecil kami yang bahagia terbentuk!

…meh, Aku akan pergi tidur.

Aku memakai salah satu dari 108 kemampuan spesialku – pura-pura tertidur. Omong-omong, salah satu kemampuanku yang lain adalah “menjadi salah satu orang baik selama bagian cerita [19] yang lebih panjang”. Aku kurang lebih mirip Gi@n[20].

Selagi aku mulai tertidur, seseorang dengan pelan menggoyang bahuku. Aku bahkan dapat merasakan kelembutan tangan halus tersebut dari bajuku. Ketika suatu suara memanggil “Hachiman”, itu terdengar seperti musik surgawi di telingaku. Seakan aku dengan pelan digoyang bangun oleh surga, aku membuka mataku dari tidurku.

“Pagi, Hachiman.”

“…seorang malaikat? Oh, itu Totsuka.”

Whoa, itu membuatku terkejut. Dia begitu imut sampai aku berpikir dia pasti seorang malaikat. Terkekeh, Totsuka duduk di tempat duduk disampingku yang barusan diduduki para gadis itu.

“Ada apa?” tanyaku.

Totsuka mengenggam lengan baju olahraganya dengan ketat dan menatapku dengan mata menengadah. “M-Mengenai pembentukan kelompok itu…” dia mulai berkata dengan ragu-ragu.

“Hm? Oh, ya. Kamu sudah melakukannya dengan baik untuk dirimu.”

Jadi Totsuka benar-benar sudah menentukannya. Sungguh mengecewakan.

Selagi aku meregangkan diri, aku melihat ke sekeliling kelas. Sebagian besar kelompok sudah dibuat, jadi sudah hampir saatnya bagi kami para penyendiri untuk tampil. Aku harus ikut ke dalam kelompok dengan penyendiri lain. Ada kesulitannya juga bahkan dalam mengelompokkan di antara para penyendiri, dan jika aku terlambat mulai, akhirnya aku akan dipaksa ikut ke dalam kelompok dengan dua orang yang sobat-sobatan. Sudah saatnya untuk mencari para pecundang dengan memeriksa nama-nama di papan tulis.

Persis pada saat yang sama, suatu kelompok sedang ditulis. Itu adalah suatu regu tiga orang yang kuingat dalam sekali pandang.

“Tobe, si pirang tolol.”

“Yamato, si bimbang goblok.”

“Ooka, si perjaka opportunis [21]

Tiga Musketir baru! Tanpa kusadari aku telah menyaksikan lahirnya suatu legenda baru. Omong-omong, karakter favoritku adalah “Ooka, si perjaka opportunis”. Setelah dia menuliskan namanya dan melihat wajah yang lain, dia tertawa dengan canggung. Aku tidak bisa melihat nama Hayama dimanapun.

Selagi aku melihat mereka bertiga, tiba-tiba aku mendengar suara. “Bolehkah aku duduk disini?”

Tanpa menunggu jawabanku, dia duduk di samping Totsuka. Pada kemunculan orang baru yang tiba-tiba dan tak terduga, Totsuka melemparkan pandangan gugup ke arahku dan bergugam, “Er, uhhh…” Itu super imut.

“Berkatmu, kami menyelesaikan masalahnya dengan damai. Terima kasih, men.” Si orang baru tersenyum riang. Dia adalah Hayama Hayato.

“Aku tidak melakukan apapun,” tekanku. Jadi mengapalah pria ini berbicara denganku seakan dia mengenalku? Apakah dia pria yang baik? Seorang pria yang benar-benar baik?

“Beri dirimu sedikit pujian. Jika kamu tidak mengatakan apa yang kamu katakan itu, mereka mungkin masih berselisih.”

Atau begitulah yang diklaim Hayama, karena aku tidak melakukan satupun hal baik. Malahan, semua yang kupikirkan adalah menarik Hayama ke dalam jalan seorang penyendiri.

Alasan mengapa mereka bertiga berselisih adalah karena mereka ingin bersama Hayama. Jadi hilangkan akar penyebabnya dan voila. Singkatnya, jawabannya adalah dengan memisahkan Hayama Hayato dengan teman-temannya. Eksistensi seorang penyendiri mirip dengan sebuah negara yang netral permanen. Jika kamu bukan seorang penyendiri, masalah akan datang kepadamu meskipun itu bukan disebabkan oleh perbuatanmu. Jika seluruh dunia dihuni sepenuhnya oleh para penyendiri, maka tidak diragukan lagi tidak ada yang namanya perang atau diskriminasi. Hei, aku pantas menerima Hadiah Nobel Perdamaian untuk itu.

“Aku selalu ingin semua orang menjadi akrab, tapi sekarang aku tahu aku juga bisa menyebabkan konflik…” gugam Hayama, dan untuk yang pertama kalinya, dia terlihat kesepian.

Tidak mampu menemukan sepatah katapun untuk merespon pada Hayama, aku membuat suara bersungut-sungut yang tidak jelas. Hayama telah datang ke Klub Servis karena keinginannya untuk menemukan solusi untuk membantu teman dan kelompoknya, dan semua yang kuberikan padanya adalah sebuah pilihan yang keras dan pahit.

Meskipun dia telah bersusah payah berbicara denganku dan mengingat nama Zaimokuza. Meskipun dia itu pria yang baik. Meskipun dia menjalani kehidupan SMA yang lebih bahagia dari yang lain.

Dan malah itu karena Hayama Hayato tidak menyukai itu mengenai dirinya sehingga dia mengucapkan semua itu.

“Mereka bertiga terkejut ketika aku berkata aku tidak akan ikut ke dalam satu kelompok bersama mereka. Aku rasa akan bagus jika ini bisa memotivasi mereka untuk menjadi teman sejati.”

“…ya, kurasa.” Jujur saja, aku rasa semua orang yang sebegitu baiknya pasti memiliki sejenis penyakit. Aku membuat respon umum yang sesuai selagi aku mundur sedikit.

“Terima kasih. Oh, dan kamu tahu, aku masih belum menentukan kelompokku, jadi bagaimana kalau kita pergi bersama?” Tersenyum, Hayama menjulurkan tangan kanannya di depanku.

…huh? Salaman? Ada apa dengan riajuu ini, bertingkah sobat-sobatan denganku? Astaga, jangan cari masalah denganku. Apa, dia itu orang Amerika atau semacamnya?

“O-oke, buddy.” Dan karena itu, aku tanpa sengaja menjawab seperti seorang Yankee Amerika.

Aku menepuk tangannya (“Ouch”) dan Hayama tersenyum sekali lagi. Sekarang bahwa dia sudah menjadi seorang penyendiri sepertiku, kami mungkin bisa menjadi lebih memahami satu sama lain sekarang.

Kalau begitu sekarang, semua yang kami perlukan adalah mengamankan satu orang lagi dan tugas kami sudah selesai.

Tiba-tiba, seorang organisme manis sedang mengerang di sampingku.

“…Totsuka, ada apa?” Aku melihat padanya. Mata berlinang-linang Totsuka dan wajah bersungut-sungutnya begitu imut.

“Hachiman… bagaimana denganku?”

“Er, uh, huh?” Aku berkedip. “Aku, uh, pikir kamu sudah menentukannya.”

“Aku sudah menentukannya!” Totsuka menguatkan dirinya dan memegang manset jaketku dengan ketat. “Aku dari awal sudah memutuskan untuk pergi denganmu, Hachiman.”

“Jadi itu maksudmu dengan sudah menentukan…”

Trik bahasa apa ini? Tapi kamu tahu, karena kemampuan seorang penyendiri untuk melihat apa yang di balik sebuah kalimat begitu tidak perlunya tinggi, aku tidak pernah menyadari bahwa dia tidak pernah menyebutkan dengan siapa dia akan pergi. Ketika aku melihat pada Totsuka yang merona dan bersungut-sungut, wajahku melembut tanpa kusadari. Ketika aku tertawa, Totsuka melihat ke arahku dan terkekeh.

Hayama, yang melihat kami berdua tersenyum, berdiri tegak dan melihat balik ke arah kami dari bahunya. “Baik, aku akan pergi menuliskan nama kami. Kemana kalian ingin pergi?”

“Terserah kamu saja,” kataku, dan Totsuka mengangguk setuju.

Jadi Hayama mulai menuliskan nama kami di atas papan tulis:

“Hayama”, “Totsuka”, “Hikigaya”. Oh, jadi dia tidak salah menuliskan namaku. Itu membuatku agak senang, kurasa. Mungkinkah orang-orang ini adalah teman-temanku?

Hayama terus menulis dan mulai menuliskan “tempat kerja yang ingin kami kunjungi”. Dan kemudian-

“Oh, ooooh,” ucap seorang gadis. “Aku akan pergi ke tempat yang sama dengan Hayama.”

“Tidak mungkin, Hayama-kun ingin pergi kesana?” kata gadis lain. “Oh, Aku juga akan mengganti punyaku, aku juga akan mengganti punyaku!”

“Aku juga akan pergi kesana!” dan yang lain-lain.

“Hayato benar hebat! Dia itu super Hayato!”

Teman sekelas kami semua sekaligus membombardir Hayama. Dan kemudian, selagi mereka asyik merumpi, mereka menuliskan tempat yang sama seperti Hayama dan memindahkan nama mereka di papan tulis. Dengan segera, namaku hilang di bawah segunung nama-nama yang ditulis terlampau berlebihan itu. Dan sekali lagi, eksistensiku diabaikan seperti biasanya.

Lihat, inilah mengapa aku itu seorang ninja. Aku seharusnya pergi ke Iga atau Kouga [22] untuk tur tempat kerjaku. Dan dengan itu, aku menyelip pergi tanpa disadari, tuan-tuan dan nyonya-nyonya.

Tak usah dikatakan lagi, pertemanan juga merupakan sesuatu yang bisa menyelip pergi tanpa disadari kapanpun.


Mundur ke Bab 2 Kembali ke Halaman Utama Lanjut ke Bab 4

Catatan Translasi[edit]

<references>

  1. Ori: once bitten, twice shy.
  2. Salah satu kemampuan pokemon. Contoh : Fearow, Pidgeon, Spearow.
  3. Dimana NPC yang memberi quest akan terus mengoceh hal-hal yang sama atau mirip sampai kamu menerima questnya.
  4. Singkatnya kota emas. Mau tahu lebih banyak cari di google. Haha.
  5. Game Windows.. Masih tidak tahu cara mainnya hahaha.
  6. Sebuah organisasi penelitian yang digaji untuk menganalisa masalah dan merencanakan perkembangan di masa depan.
  7. Detak jantung tidak ritmis.
  8. Gaya rambut yang kaku.
  9. An eye for an eye, a tooth for a tooth.
  10. Pernyataan yang, meski terdengar masuk akal dari dasar yang dapat diterima, berakhir pada kesimpulan yang kelihatannya tidak maskuk akal, tidak dapt diterima secara logis, atau berkontradiksi.
  11. Nobita dari Doraemon. Salah satu lelucon berulangnya adalah bahwa dia jago dalam permainan cat's cradle(Permainan karet gelang) tapi tidak banyak yang lain..
  12. Istilah gay. Seme = penyerang. Uke = penerima. Seme di atas, uke di bawah.
  13. Perempuan yang suka gay.
  14. Referensi Detektif Conan.
  15. Skill dalam Dragon Quest yang memakai semua MP pemain yang tersisa untuk melancarkan serangan pada semua musuh.
  16. Literal : Tapi Anda Harus.
  17. Detective Conan.
  18. Seorang daimyo (penguasa zaman feodal) dari era perang antar wilayah yang terkenal akan kehebatan militernya. Kata-kata itu adalah slogannya dan digunakan untuk melambangkan baik kekuatan militer Takeda dan dirinya sendiri.
  19. Arc.
  20. Gian dari Doraemon. Pada cerita utama dia itu seorang yang membully Nobita, tapi dalam the Movie, dia membantu Nobita ketika Nobita benar-benar dalam masalah/bahaya.
  21. Fence-sitter.. seseorang yang mendukung kedua pihak dalam perselisihan karena mereka tidak dapat membuat keputusan atau tidak mau menjengkelkan atau membuat marah kedua belah pihak.
  22. Dua provinsi di jepang ini diasosiasikan dengan ninja.