Fate/Zero:Prologue~ Indonesian Version

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Prologue[edit]

Prologue

8 tahun yang lalu[edit]

Biarkan kami ceritakan sebuah cerita.

Sebuah cerita tentang seorang pria, yang memegang teguh jalan hidupnya lebih daripada orang lain, dan disudutkan ke dalam keputusasaan oleh mimpinya.

Impian pria itu sangat murni.

Dia bermimpi agar semua orang di dunia ini bahagia; hanya itu yang dia inginkan.

Itu adalah impian kekanak-kanakan yang dimiliki semua anak laki-laki paling tidak sekali, sesuatu yang mereka tinggalkan saat mereka menyadari betapa kejamnya realita dunia.

Setiap kebahagiaan memerlukan pengorbanan, pengertian tersebut adalah sesuatu yang semua anak belajar saat mereka tumbuh dewasa.

Tetapi, pria ini berbeda.

Mungkin karena dia adalah yang paling bodoh diantara yang lainya. Mungkin ada sesuatu yang aneh dengan kepalanya. Atau mungkin, dia adalah seseorang yang bisa kita sebut 'Santa', yang memikul kehendak Tuhan. Sesuatu yang tidak mungkin dimengerti oleh orang biasa.

Dia menyadari bahwa semua yang hidup di dunia ini, hanya memiliki dua alternatif: pengorbanan, atau keselamatan...

Setelah mengetahui hal itu, dia tidak akan mungkin lagi mengosongkan kedua piringan di timbangannya...

Sejak saat itu, dia meneguhkan hatinya untuk mejadi seseorang yang mengatur timbangan tersebut.

Demi melenyapkan kesedihan di dunia ini, tidak ada lagi cara yang lebih baik.

Demi menyelamatkan walaupun hanya satu orang, dia harus membunuh satu orang di sisi yang lain.

Untuk membiarkan sejumlah mayoritas hidup, dia harus membunuh sejumlah minoritas.

Oleh karena itu, bukannya menyelamatkan orang demi menolong orang lain, dia menyempurnakan diri dalam seni membunuh.

Lagi dan lagi, dia membasahi kedua tangannya dengan darah, tetapi pria itu tidak pernah ragu.

Tidak pernah mempertanyakan kebenaran dalam tindakannya, maupun meragukan cita-citanya, dia memaksa dirinya untuk mengatur kedua sisi timbangannya dengan sempurna.

Tidak pernah salah menimbang sebuah nyawa.

Tanpa mempertimbangkan kebaikan seseorang, tidak juga dengan umurnya, semua nyawa diukur sama rata.

Tanpa diskriminasi, pria itu menyelamatkan seseorang, dan juga tanpa diskriminasi, dia membunuh.

Tapi sayang, dia terlambat menyadarinya.

Untuk menimbang segalanya dengan sama rata, itu sama saja dengan tidak pernah mencintai seseorang.

Kalau saja dia lebih cepat mengukir hukum yang mutlak itu kedalam jiwanya lebih awal, dia mungkin dapat mendapatkan keselamatan.

Membekukan hatinya sampai mati, membentuk tubuhnya menjadi timbangan mesin yang tidak memiliki darah maupun air mata, dia menjalankan hidup memisah-misahkan mereka yang harus mati, dan mereka yang akan hidup. Mungkin tidak ada penderitaan untuk pria itu. Tetapi pria itu salah.

Senyuman penuh kebahagiaan siapapun mengisi dadanya dengan kebanggaan, dan teriakan keputusasaan siapapun merobek hatinya.

Kemarahan bercampur dengan kebencian, dan pria itu menjadi penuh dengan penyesalan saat air mata kesendirian merindukan tangan-tangan terjulur kepadanya. Walaupun dia mengejar mimpi yang melampaui kemampuan manusia - Dia, sendiri, masih manusia.

Berapa kali banyaknya pria itu dihukum oleh kontradiksi ini?

Dia mengenal arti persahabatan. Dia mengenal arti cinta.

Tapi saat menaruh nyawa seseorang yang ia cintai, dan ribuan orang asing, ke kiri dan kanan timbangan-

Dia tidak pernah membuat kesalahan.

Lebih dari mencintai seseorang, untuk menimbang nyawa orang (yang dikasihi) itu sama dengan yang lainnya, dia harus menilainya tanpa pilih kasih, dan tanpa pilih kasih merelakannya.

Bahkan saat bersama orang-orang yang disayanginya, dia selalu kelihatan seperti menangis.

Dan sekarang, pria itu sedang dijatuhi hukuman yang terberat.

Di luar jendela, badai salju telah membekukan segalanya. Malam musim dingin tersebut telah membekukan seluruh hutan.

Ruangan itu berada di dalam sebuah kastil kuno dibangun diatas tanah yang beku, tetapi ruangan itu diselimuti oleh hangatnya api lembut yang menyala di perapian.

Di dalam kehangatan ruangan tersebut, pria itu menggendong kehidupan baru di rangkulannya.

Sesuatu yang sangat kecil- sebuah tubuh yang sangat kecilnya, ia kelihatan bisa lenyap seketika, dan tidak ada berat yang bisa menyatakan bahwa dia telah siap.

Bahkan gerakan yang paling lembut bisa berbahaya, seperti halnya salju yang diambil dengan tangan, dapat hancur bahkan dengan sedikit hentakan.

Di dalam kerapuhan itu, sang anak melindungi temperatur tubuhnya dengan tertidur, bernafas dengan lembutnya. Itu adalah semua yang dapat dilakukan detakan di dalam dadanya saat itu.

"Jangan khawatir, dia hanya tertidur."

Saat pria itu mengangkat bayi itu di rangkulannya, sang ibu, membaringkan tubuhnya di atas sofa, tersenyum kepada mereka.

Dari mukanya yang masih pucat, bayi itu belum pulih sepenuhnya, meskipun demikian, wajah cantiknya yang mirip dengan permata tidak berkurang kecantikannya.

Lebih daripada semua itu, kebahagiaan yang mengisi senyumnya menghapus kelelahan yang seharusnya menodai wajah lembutnya.

"Dia selalu menangis dan susah ditenangkan, bahkan dengan perawat yang seharusnya dia sudah terbiasa. Ini pertama kalinya dia membiarkan dirinya digendong dengan tenang... Dia mengerti, ya kan? Kalau kau itu adalah orang yang baik"

"..."

Tanpa menjawab, kebingungan, pria itu membandingkan sang ibu diatas ranjang dengan bayi di dalam gendongannya. Apakah senyum Irisviel pernah terlihat seindah itu?

Dia pada awalnya adalah seorang wanita tanpa kebahagiaan. Tidak ada seorang pun yang pernah mengajarkan arti kata “bahagia” padanya. Dia bukanlah ciptaan Tuhan, dia diciptakan oleh tangan manusia... Sebagai sebuah homunculus, perlakuan seperti itu sudah biasa bagi wanita itu. Irisviel tidak pernah punya mimpi. Diciptakan sebagai alat, dibesarkan sebagai alat, mungkin memang dari awal dia tidak pernah mengerti arti kebahagiaan.

Tapi sekarang- dia tersenyum.

"Aku bahagia bisa memiliki bayi ini."

Dengan lembutnya sambil menunjukkan cintanya, Irisviel von Einsbern berkata, dan menjaga anaknya yang tertidur.

"Mulai saat ini, yang pertama dan terpenting, dia adalah imitasi manusia. Ini pasti akan sulit, dan dia mungkin akan membenci ibunya yang telah memberikannya hidup penuh kesukaran. Tapi, walaupun begitu, aku bahagia. Anak ini sangat cantik; dia sempurna."

Penampilannya memang tidak ada yang aneh, dan, kalau dilihat, dia adalah bayi yang manis, tapi-

Saat masih berada di dalam kandungan ibunya, ratusan praktik sihir telah dilakukan pada bayi yang belum lahir itu untuk merubahnya supaya, bahkan lebih dari ibunya, ia berbeda dari manusia. Walaupun dia lahir, kegunaanya dibatasi, supaya ia memiliki tubuh yang hanya terdiri dari kumpulan ratusan sirkuit magis. Ini adalah wujud sesungguhnya anak Irisviel yang sangat dicintainya.

Walaupun mengalami kelahiran yang kejam tersebut, Irisviel tetap berkata, "Aku baik-baik saja." Melahirkan sesuatu yang terkutuk, terlahir sebagai yang terkutuk, dia tetap mencintai anaknya, bangga akannya, dan tersenyum.

Alasan di balik kekuatan ini, keteguhan hatinya itu, adalah karena dia, tanpa ada keraguan, seorang "Ibu".

Gadis yang seharusnya hanya sebuah alat saja menemukan cinta dan menjadi wanita, dan menemukan kekuatan yang tidak akan hancur sebagai seorang ibu. Itu adalah sebuah wajah "kebahagiaan" yang tidak seorang pun dapat merebutnya. Saat itu, kamar sang ibu dan anaknya yang dilindungi oleh kehangatan perapian terbebas dari keputusasaan dan kesedihan.

Tetapi- pria itu tahu. Kalau dunia yang ia tinggali di dalamnya, badai salju di luar jendela adalah yang paling tepat.

"Iri, aku-"

Mengeluarkan satu kata itu, dada pria itu seperti ditusuk oleh sebilah pisau. Pisau itu adalah wajah damai sang bayi yang tertidur dan senyum indah sang ibu.

"Aku adalah orang yang, suatu hari, akan membunuhmu."

Saat dia merasa akan muntah darah, Irisviel mengangguk dengan wajah tenang untuk membalas perkataannya.

"Aku mengerti. Tentu saja. Itu adalah mimpi Einsberns. Itu adalah kegunaanku."

Itu adalah masa depan yang sudah ditetapkan.

Enam tahun telah berlalu, sejak pria itu membawa istrinya ke tempat kematiannya. Sebagai korban yang akan menyelamatkan dunia, Irisviel harus mati supaya ia menggapai mimpinya.

Itu adalah sesuatu yang telah didiskusikan berkali-kali oleh keduanya, sesuatu yang mereka telah setujui. Pria itu telah menangis dan berteriak putus asa atas keputusan itu, mengutuk dirinya, dan setiap kali, Irisviel memaafkan dia, dan menopang dia.

"Aku tahu tentang mimpimu, aku percaya pada doa-doamu; itulah mengapa aku ada disini. Kau telah menuntunku kemari. Kau telah memberikan aku hidup yang bukan sebagai alat untuk dipakai saja.”

Untuk impian yang sama, wanita itu mengorbankan dirinya. Dia telah menjadi bagian dari pria itu karenanya. Itu adalah wujud cinta wanita bernama Irisviel. Karena dia adalah wanita itu, pria itu sanggup mengijinkannya.

“Kau tidak perlu menangisi aku. Aku telah menjadi bagian dari kamu. Menahan dalam kesengsaraanmu karena perpisahan sudah cukup.”

“… Bagaimana dengan anak ini?”

Tubuh bayi itu sangat ringan seperti bulu burung, tetapi berat seperti dari dimensi lain membuat lutut pria itu gemetar.

Dia belum bisa mengerti, ataupun siap, untuk sesuatu yang harus dia lakukan saat menaruh bayi itu diatas timbangan yang dia bawa karena mimpinya.

Tidak pernah menghakimi ataupun memaafkan, adalah jalan hidup pria itu.

Tetapi, bahkan untuk jiwa yang murni itu, jalan hidupnya adalah kejam.

Tanpa mempertimbangkan kebaikan seseorang, tidak juga dengan umurnya, semua nyawa diukur sama rata-

“Aku… tidak pantas menggendong anak ini.”

Pria itu mengeluarkan suaranya, walaupun kebahagiannya baru saja dihancurkan oleh kegilaannya.

Satu tetes air mata jatuh keatas pipi lembut bayi itu yang sedang ia gendong.

Menangis dalam diam, pria itu jatuh berlutut diatas satu lutut.

Untuk mengalahkan kekejaman dunia ini, dia menjadi seseorang yang lebih kejam… Namun, untuk pria itu yang masih mempunyai orang-orang yang ia cintai, mereka telah dijatuhi hukuman yang paling berat.

Orang-orang yang paling ia cintai di dunia ini.

Meskipun harus menghancurkan dunia ini, dia mau melindungi mereka.

Tapi, pria itu mengerti. Suatu hari akan tiba dimana mimpi yang ia kejar meminta mereka sebagai tumbal- keputusan seperti apa pria seperti Emiya Kiritsugu akan lakukan?

Kiritsugu menangis, ketakutan kalau hari itu akan datang, takut akan kemungkinan satu-banding-seribu itu.

Pria itu memeluk dirinya dengan erat. Irisviel bangkit dari tempat tidur dan menaruh tangannya dengan lembut ke atas pundak suaminya yang sedang menangis.

“Jangan lupa. Bukankah ini mimpimu? Sebuah dunia dimana tidak seorang pun menangis seperti ini. Delapan tahun lagi… Dan semuanya akan berakhir. Kita akan menyelesaikan mimpi ini. Aku yakin cawan suci itu akan menyelamatkanmu.”

Istrinya, mengerti sepenuhnya tentang penderitaannya, menghapus air mata Kiritsugu dengan lembut.

“Setelah hari itu tiba, kau harus menggendong anak ini, Ilyasviel, lagi. Busungkan dadamu seperti layaknya seorang ayah.”





3 tahun yang lalu[edit]

Kalau kita membahas mengenai ilmu gaib, okultisme, teori tentang dimensi menegaskan keberadaan sebuah ‘kekuatan’ dari luar dunia ini.

Menemukan permulaan dari segala sesuatu, adalah mimpi semua magus yang paling besar, sang ‘Awal’,… Tahta Tuhan, Akashic Records, adalah sebuah dokumen yang mencatat semua awal dan akhir dari segala sesuatu di dunia ini.

200 tahun yang lalu, sekelompok orang melakukan eksperimen dan percobaan atas tempat ‘diluar dunia ini’.

Einsbern, Makiri, Tosaka. Disebut sebagai 3 keluarga permulaan, apa yang mereka lakukan adalah pembuatan kembali ‘Cawan Suci’, sebuah topik yang terdapat di berbagai tradisi. Dengan harapan bahwa dengan memanggil Cawan tersebut dapat mengabulkan segala permintaan, tiga keluarga magus menggabungkan seni rahasia masing-masing untuk membentuk ‘wadah dengan kekuatan Tuhan’.

… Sayangnya, Cawan itu hanya dapat mengabulkan permintaan satu orang. Segera setelah hal itu diketahui, ikatan kerja sama dengan cepatnya lenyap dalam darah oleh pertengkaran dan konflik.

Ini adalah awal dari ‘Perang Cawan Suci’, ‘Heaven’s Feel’.

Setelah itu, setiap 60 tahun sekali, Cawan itu akan datang di sebuah kota yang terletak jauh di timur, ‘Fuyuki’.

Lalu, Cawan itu akan memilih 7 magus yang memiliki kemampuan dan kriteria untuk memilikinya, dan membagikan sejumlah prana yang sangat besar kepada mereka, untuk membuat mungkin pemanggilan Roh Para Pahlawan, ‘Servants’. Hasil dari pertempuran sampai mati ini akan menentukan siapakah diantara ketujuh magus yang paling layak medapatkan Cawan itu.

- Untuk menjelaskan secara singkat, ini adalah hal yang sedang dialami oleh Kotomine Kirei.

“Pola yang muncul di tangan kananmu disebut ‘Command Seals’. Ini adalah bukti bahwa kamu telah dipilih oleh Cawan tersebut, dan sebuah tanda suci yang memberikanmu hak untuk memanggil Servant.”

Orang dengan suara yang lembut namun tegas, yang menjelaskan ini adalah Tosaka Tokiomi.

Di dalam sebuah ruangan yang terletak di dalam vila mewah yang dibangun diatas bukit kecil di distrik paling rapi di Turin selatan, Itali, 3 pria duduk di atas sofa panjang. Kirei dan Tokiomi, dan seorang pastor yang memperkenalkan mereka dan menjadi perantara pembicaraan adalah Kotomine Risei… ayah kandung Kirei.

Sebagai teman seorang pastor yang sebentar lagi akan mencapai umur 80, Tosaka adalah orang Jepang yang eksentrik. Dia terlihat seumuran dengan Kirei, sukses dan memiliki aura seorang professional. Lahir dalam silsilah keluarga kuno yang terkenal bahkan dalam standar orang Jepang, vila ini adalah tempat tinggalnya yang kedua, seperti yang dikatakannya. Tetapi yang paling menarik adalah dia dengan gampangnya memperkenalkan dirinya sebagai seorang ‘magus’.

Menjadi seorang magus tidaklah seaneh kedengarannya. Kirei adalah, seperti ayahnya, seorang pastor, namun tugas sang ayah dan anak sangat berbeda dari apa yang orang-orang kenal dari seorang ‘Pastor’.

‘Gereja Suci’, tempat dimana orang-orang seperti Kirei bernaung memiliki doktrin di luar lingkup keajaiban dan misteri ilahi, tetapi tetap memikul peran untuk membasmi lambang kesesatan dan melenyapkannya dari dunia. Itu berarti, mengambil tempat dimana mereka bisa mengawasi hujatan seperti seni magis.

Seorang magus bekerja hanya dengan magus lainnya, dan bersatu di bawah sebuah organisasi magis yang menyebut dirinya ‘Asosiasi’, yang menghadirkan ancaman sebagai rival kepada Gereja Suci. Saat ini, mereka sepakat untuk menjaga perdamaian sementara; tapi walaupun begitu, sebuah situasi dimana seorang Pastor dari Gereja Suci dan seorang magus berkumpul di tempat yang sama untuk sebuah ceramah adalah sesuatu yang tidak pernah terbayangkan.

Dalam kasus Risei, sang pastor, keluarga Tosaka adalah salah satu keluarga yang sejak lama telah memiliki koneksi dengan Gereja, walaupun mereka adalah keluarga magus.

Bermula dari malam sebelumnya saat Kirei menemukan kemunculan sebuah pola yang terbentuk dari tiga bekas cakar. Dia telah mendiskusikan hal ini dengan ayahnya, dan Risei dengan segera membawa anaknya ke Turin keesokan paginya untuk bertemu dengan magus muda ini.

Sejak itu, setelah perkenalan yang terburu-buru, penjelasan yang Tokiomi berikan kepada Kirei di pertemuaan rahasia ini adalah mengenai peperangan yang sama, ‘Heaven’s Feel’. Arti dibalik tanda muncul di atas tangan Kirei… Adalah, bahwa Kirei memperoleh hak untuk memperjuangkan kesempatan mewujudkan keinginannya oleh keajaiban lewat penciptaan Cawan Suci yang keempat yang akan terjadi tiga tahun lagi.

Bukan berarti dia menolak untuk ikut berpartisipasi. Pekerjaan Kirei di dalam Gereja Suci adalah, pada dasarnya, pemusnahan ajaran sesat, yang berarti dia adalah seorang prajurit yang berpengalaman. Dapat dikatakan bahwa tugasnya yang paling utama adalah mempertaruhkan taruhan hidup dan mati melawan magus. Lebih daripada itu, masalahnya adalah kontradiksi yang mengharuskan Kirei, seorang pastor, untuk berpartisipasi sebagai ‘magus’ di Heaven’s Feel yang merupakan pertempuran para magus.

“Heaven’s Feel adalah pertempuran yang menggunakan Servant sebagai familiar. Jadi untuk terus melaju, seni magis paling dasar diperlukan untuk memanggil seorang Servant … Intinya, tujuh orang yang terpilih sebagai Master dari para Servant harus menjadi magus. Ini pasti sebuah hal yang luar biasa bagi seseorang seperti kamu, yang tidak hidup dari seni magis, untuk dipilih oleh Cawan di tahap yang sangat awal.”

“Apakah Cawan memiliki orang-orang yang disukai untuk dipilih?”

Tokiomi mengangguk kepada Kirei yang masih belum yakin.

“Aku menyebutkan ‘3 keluarga permulaan’- pemilihan akan mendukung magus yang terkait dengan keluarga Makiri, yang sekarang telah merubah namanya menjadi Mato, Einsbern atau keluarga Tohsaka. Dengan kata lain…”

Tokiomi mengangkat tangan kanannya untuk memperlihatkan pola suci miliknya.

“Sebagai kepala keluarga Tosaka saat ini, aku akan ikut berpartisipasi di pertempuran selanjutnya.”

Jadi, apakah pria ini berencana untuk menusuk Kirei dari belakang sesudah dengan baik hati membimbing Kirei sampai akhir? Walaupun Kirei tidak mengerti akan hal itu, dia melanjutkan dengan banyak pertanyaan.

“Aku tertarik tentang para Servant yang kamu sebutkan tadi. kau katakan Roh Para Pahlawan dipanggil dan digunakan sebagai familiar…”

“Hal ini mungkin sulit untuk dipercaya, tapi itu adalah faktanya. Ini bisa jadi merupakan salah satu keajaiban Cawan itu.”

Legenda tentang para manusia hebat, manusia super yang telah mengukir nama mereka di dalam sejarah dan dongeng. Mereka adalah orang-orang yang tetap dikenang manusia setelah kematian mereka dan dikeluarkan dari kategori manusia, dinaikkan pangkatnya bahkan di dalam alam spritual; mereka adalah ‘Roh para Pahlawan’. Mereka yang memiliki status yang jauh berbeda roh jahat yang biasa dipanggil magus sebagai familiar. Boleh dikatakan, mereka adalah sebuah eksistensi yang memiliki status spritual sebanding dengan dewa. Walaupun bagian dari kekuatan mereka dapat dipanggil dan dipinjam, adalah sesuatu yang sangat mustahil untuk mejadikan mereka sebagai familiar di dunia ini.

“Kalau kamu mempertimbangkan bahwa membuat mungkin sesuatu yang tidak mungkin ini adalah kekuatan dari Cawan, kamu mengerti betapa berharganya dia. Pada akhirnya, bahkan pemanggilan seorang Servant hanyalah sebuah pecahan kecil dari kekuatan Cawan itu.”

Seakan-akan berkata bahwa dia sendiri tercengang pada apa yang dia katakan, Tosaka Tokiomi menarik nafas dalam-dalam dan menggelengkan kepalanya.

“Roh Para Pahlawan dari jaman kuno para dewa sampai paling tidak satu abad yang lalu dapat dipanggil. Tujuh Roh Para Pahlawan mengikuti tujuh Master, masing-masing akan melindungi Master mereka dan melenyapkan musuh dari Masternya. Pahlawan dari segala jaman dan negara akan dipanggil ke jaman ini, dan akan bertemu di dalam pertandingan maut untuk memperebutkan supremasi. Itu adalah Perang Cawan Suci di Fuyuki, Heaven’s Feel."

“… Kegilaan macam apa itu? Di tempat dimana ribuan penduduk tinggal?”

Semua magus mengikuti prinsip untuk menyembunyikan diri mereka. Itu adalah jalan satu-satunya untuk hidup di sebuah jaman dimana sains dipercaya sebagai kebenaran satu-satunya. Sangat tidak mungkin untuk menunjukkan keberadaan mereka apalagi jika kita memasukkan keberadaan Gereja Suci ke dalam pertimbangan.

Tetapi kamu juga harus menyembunyikan kekuatan Roh Para Pahlawan yang dapat membawa bencana kehancuran. Menggunakan tujuh Servant di dalam konflik diantara manusia di jaman ini dan membuat mereka bertempur dengan satu sama lainnya… Itu sama saja dengan memberi perintah untuk melakukan genosida dan pembantaian besar-besaran dalam perang.

“- Tentu saja, ini adalah sebuah hal yang harus dimengerti untuk melakukan konfrontasi secara rahasia. Kamu harus menyiapkan pengawasan yang ketat untuk menjamin hal tersebut.”

Setelah berdiam diri sampai saat ini, pastor Risei, maju dan menyuarakan pendapatnya.

“Heaven’s Feel berlangsung setiap 60 tahun sekali, dan ini adalah yang keempat kalinya. Peradaban di Jepang sudah dimulai ketika Perang Dunia kedua terjadi. Bahkan di tempat yang sangat terpencil, kita tidak bisa mengabaikan orang-orang menyaksikan menyebarnya kerusakan yang berat.

Jadi, sejak Heaven’s Feel yang ketiga, sebuah kesepakatan telah dibuat agar kita di Gereja Suci mengirimkan seorang pengawas. Untuk mengurang bencana dari perang ini seminimum mungkin, kita harus menyembunyikan keberadaannya dan membuat para magus setuju untuk menjaga kerahasiaan perseteruan ini.”

“Jadi Gereja akan menjadi juri di dalam peperangan antar magus?”

“Justru karena ini adalah konflik para magus. Tidak ada seorangpun di Asosiasi Magus yang bisa menjadi juri karena implikasi politik. Tidak ada cara lain selain menggunakan otoritas luar seperti Gereja Suci. Terlebih lagi, tidak mungkin Gereja Suci kita akan membiarkan nama Cawan Suci digunakan sembarangan. Kita juga tidak bisa membiarkan kemungkinan bahwa Cawan itu adalah cawan yang pernah menampung darah dari anak Tuhan.”

Kirei dan Risei, ayah dan anak, memiliki tugas di dalam bagian yang disebut Assembly of 8th Sacrament. Tugas dari kelompok itu di Gereja Suci adalah mengumpulkan peninggalan-peninggalan suci. Harta yang bernama Cawan Suci muncul di berbagai dongeng dan legenda, dan pengaruh dari “Cawan” itu di dalam doktrin Gereja Suci sangat besar.

“Dibawah kondisi itu, waktu yang lalu, di dalam kekacauan Perang Dunia, pertemuaan diadakan di waktu yang tepat mengenai Heaven’s Feel ketiga dan aku, yangsaat itu masih muda, dipilih untuk melakukan sebuah pekerjaan penting. Untuk pertempuran yang selanjutnya, aku akan pergi ke kota Fuyuki untuk mengawasi pertarungan kalian.”

Mendengar kata-kata ayahnya, Kirei hanya dapat memiringkan kepalanya.

“Tunggu sebentar. Bukankan pengawas Gereja yang terpilih diharapkan untuk bersikap adil? Ini akan menjadi masalah jika peserta memiliki hubungan darah…”

“Tenang, tenang. Kamu pikir ini adalah titik lemah di peraturan?”

Senyuman yang tidak biasa dari ayah yang keras kepala menyiratkan sesuatu tidal bisa dibaca Kirei.

“Kotomine-san, kamu tidak seharusnya menyusahkan anakmu. Mari kita melanjutkan ke pertanyaan yang sesungguhnya.”

Tosaka Tokiomi secara eksplisit mendesak pastor tua itu ke pokok pembicaraan.

“Hm, baiklah.- Kirei, apa yang kita sudah jelaskan hanya tentang ‘aspek luar’ dari Perang Cawan ini. Ada alasan lain aku membawamu bertemu dengan Tuan Tosaka hari ini.”

“… Yaitu?”

“Sebenarnya, kita telah menemukan bukti dari dulu bahwa Cawan yang muncul di Fuyuki berbeda dengan peninggalan suci ‘Anak Tuhan’. Pada akhirnya, peperangan di Heaven’s Feel di Fuyuki ini hanya untuk memperebutkan harta yang sebenarnya hanyalah tiruan dengan kekuatan Tuhan, sesuatu yang dapat membuka jalan ke Utopia. Ini tidak ada hubungannya dengan Gereja kita.”

Itulah yang sebenarnya. Kalau tidak, Gereja Suci tidak akan puas dengan hanya berperan sebagai seorang pengawas yang pasif. Kalau Cawan itu ternyata sebuah ‘Peninggalan Suci’ yang sesungguhnya, Gereja pasti akan melanggar perjanjian perdamaian sementara itu dan merebut Cawan itu dari tangan para magus.

“Jika tujuan akhir dari cawan itu hanya untuk mendapatkan Akashic Records, Gereja Suci tidak akan peduli dengannya. Karena, keinginan para magus untuk menemuka ‘Akasha’, sang ‘Awal’, tidak sepenuhnya bertentangan dengan ajaran kita.

- Walaupun, untuk membiarkan diri kita untuk mengindahkan hal itu, kita memerlukan seseorang yang memiliki kemampuan. Jika seseorang yang tidak diinginkan masuk, kita tidak tahu kecelakaan macam apa yang akan terjadi.”

“Jadi, kalau kita melenyapkannya sebagai ajaran sesat-“

“Itu adalah seseuatu yang sulit. Para magus yang berperang untuk Cawan itu memiliki daya juang yang tidak biasa. Kalau kita melawan mereka secara langsung, sebuah peperangan dengan Asosiasi Magus tidak mungkin dihindari. Dan hal itu akan menghasilkan korban yang terlalu banyak. Lebih tepatnya, sebagai aternatif yang kedua, tidak ada yang lebih menarik daripada menemukan cara untuk memberikan cawan itu ke ‘orang yang tepat’.”

“… Jadi begitu.”

Kirei sedikit demi sedikit mengerti alasan sebenarnya dari pertemuan ini mengingat ayahnya membaurkan diri dengan Tosaka Tokiomi, seorang magus.

“Karena mereka telah ditindas oleh kepercayaan di tempat asal mereka, keluarga Tosaka mengikuti ajaran yang sama dengan kita. Mengenal karakter Tokiomi, dia sendiri sudah pasti lolos dari kualifikasi untuk menggunakan Cawan itu.”

Tosaka Tokiomi mengangguk, lalu kembali berbicara.

“Menemukan ‘Akasha’. Tidak ada tujuan yang paling besar selain ini bagi kami Tosaka. Tapi, sayangnya, Einsberns and Matos, yang dahulu mempunyai tujuan yang sama, sudah tersesat ke hal duniawi, dan sekarang telah melupakan keinginan mereka yang awal. Aku tidak akan menyebutkan bagaimana mereka telah mengundang empat Master dari luar. Mereka menginginkan Cawan itu demi nafsu mereka yang menjijikkan, hanya itu.”

Itu berarti Gereja Suci tidak akan mengijinkan orang lain selain Tosaka Tokiomi sebagai pemilik Cawan itu. Sekarang Kirei mengerti tentang tugasnya.

“Jadi kamu mau aku ikut dalam perang yang selanjutnya untuk membiarkan Tosaka Tokiomi menang?”

“Benar.”

Akhirnya, Tosaka Tokiomi menunjukan senyumnya untuk pertama kali.

“Tentu saja, kita akan bekerja sama secara rahasia melawan lima Master yang tersisa, dan menghancurkan mereka, untuk menambah kemungkinan kita untuk menang.” Mendengar perkataan Tokiomi, Pastor Risei mengangguk. Netralitas Gereja Suci sebagai seorang juri sudah berubah menjadi sebuah lelucon. Heaven’s Feel kali ini akan menarik, mengingat keinginan Gereja dari perang ini.

Mengenai itu, itu bukanlah sesuatu yang benar atau salah bagi Kirei. Kalau kemauan Gereja sudah jelas, yang tersisa adalah melakukan tugasnya sebagai eksekutor.

“Kirei-kun, kamu akan dipindahkan dari Gereja Suci ke Asosiasi Magus, dan kamu menjadi muridku.”

Tanpa jeda dan dengan nada praktis, Tosaka Tokiomi mempercepat penjelasannya.

“- Dipindahkan?”

“Pemindahan telah diresmikan, Kirei.”

Mengatakan ini, Pastor Risei mengeluarkan sepucuk surat. Itu adalah surat pemberitahuan dengan tanda tangan Gereja Suci dan Asosiasi Magus didalamnya, dan ditujukan untuk Kotomine Kirei. Kirei lebih terkejut dengan kegunaan tindakan tersebut; hanya dari sehari sebelumnya ke hari ini, surat ini selesai.

Pada akhirnya, tidak ada gunanya Kirei memberi pendapat tentang masalah ini, ataupun memiliki alasan untuk tersinggung dari diskusi ini. Karena Kirei tidak memiliki tujuan sama sekali.

“Yang paling penting yang harus kamu lakukan adalah berlatih seni magis di rumahku di Jepang. Heaven’s Feel yang selanjutnya akan terjadi dalam 3 tahun. Pada saat itu, kamu harus memiliki seorang Servant yang mengikutimu, dan menjadi magus yang berpartispasi di perang itu sebagai Master.”

“Tapi- apakah ini tidak apa-apa? Kalau aku belajar di bawahmu, bukankah ini akan ada keraguan bahwa kita bekerja sama?”

Tokiomi memberikan senyuman yang dingin dan menggelengkan kepalanya.

“Kamu tidak mengerti apa-apa tentang magus. Kalau kepentingan mereka bertentangan, konflik antara guru dan murid yang berakhir dengan pertempuran sampai mati adalah sesuatu yang biasa di dunia kami.”

“Aah, jadi begitu.”

Walaupun Kirei tidak bermaksud untuk mengerti tentang magus, dia sedikit banyak mengerti tentang karakter dari sebuah ras bernama magus. Dia telah melawan magus ‘sesat’ dalam berbagai peristiwa sebagai eksekutor. Jumlah orang yang telah ia lenyapkan dengan tanganya melebihi jumlah puluhan atau dua puluhan.

“Apakah kamu mempunyai pertanyaan lain?”

Saat Tokiomi akan mengakhiri pertemuan ini, Kirei membalas dengan pertanyaan yang ada di benaknya dari awal.

“Hanya satu – Cawan yang memilih para Master, apakah tujuannya yang sebenarnya?”

Tampaknya itu bukan merupakan pertanyaan yang diduga Tokiomi. Alis sang magus mengerut sebentar, lalu dia memberikan jawaban dengan tenang.

“Cawan itu akan… Tentu saja, akan memilih para Master yang membutuhkannya dengan sepenuh hati. Seperti yang kukatakan sebelumnya, kami Tosaka akan dimasukkan ke dalam urutan paling atas sebagai salah satu dari 3 keluarga permulaan.”

“Jadi, semua Master memiliki alasan untuk menginginkan Cawan itu?”

“Tidak hanya sebatas itu saja. Cawan itu membutuhkan 7 orang agar bisa muncul. Kalau jumlahnya tidak cukup pada saatnya, orang-orang yang biasanya tidak akan dipilih bisa mendapatkan Command Seals. Mungkin ada beberapa kasus seperti ini sebelumnya, tetapi- Aah, aku mengerti.”

Sambil berbicara, Tokiomi kelihatannya mengerti apa yang Kirei curigai.

“Kirei-kun, kamu berpikir bahwa kamu tidak mungkin dipilih, benar kan?”

Kirei mengangguk. Tidak peduli betapa kerasnya kamu mencari, tidak mungkin ada alasan mengapa mesin pengabul permintaan itu memilih dia.

“Hm, benar juga, ini aneh. Satu-satunya hal yang menghubungkanmu dengan Cawan itu adalah ayahmu, yang dipilih sebagai pengawas, tetapi… Tidak, kamu bisa berpikir bahwa itu adalah alasan satu-satunya.”

“… Yaitu?”

“Cawan itu sudah mengantisipasi bahwa Gereja Suci akan membantu keluarga Tosaka. Jadi seorang eksekutor dari Gereja yang sanggup memiliki Command Seals akan membantu Tosaka.”

Mengatakan hal ini, Tokiomi, yang merasa puas saat mengakhiri diskusi ini, menambahkan.

“Dengan kata lain, Cawan itu memberikan aku, seseorang dari keluarga Tosaka, dua Command Seals, karena itu, dia memilih kamu sebagai Master.

… Bagaimana dengan itu? Apakah keismpulan ini menjawab pertanyaanmu?”

Jadi, dia memberikan penjelasannya sendiri dengan nada yang menantang.

“…” Rasa percaya diri yang sombong ini cocok dengan pria yang dipanggil Tosaka Tokiomi. Pria ini memegang sebuah harga diri yang mendekati sindiran.

Memang, sebagai seorang magus, dia adalah seorang yang sempurna. Dan dia pasti memiliki rasa percaya diri yang datang bersamaan dengan kesempurnaan itu. Itulah sebabnya dia mungkin tidak akan pernah meragukan pendapatnya sendiri.

Itu artinya dia tidak akan mendapatkan jawaban yang lain disini sekarang- Itu adalah kesimpulan Kirei.

“Kapan kita berangkat ke Jepang?”

Menyembunyikan kekecewaannya, Kirei merubah topik pembicaraan.

“Aku akan mengunjungi Inggris sebentar. Aku memiliki perkerjaan kecil di Clock Tower.

Kamu akan pergi ke jepang lebih dahulu. Aku akan memberitahu keluargaku.”

“Dimengerti. Jadi, Aku akan berangkat secepatnya.”

“Kirei, pergilah lebih dahulu. Aku memiliki sesuatu untuk didiskusikan dengan Tuan Tohsaka.”

Menganggukkan kepala pada perkataaan ayahnya, Kirei bangkit dari tempat duduknya dan, setelah memberi salam dengan mengangguk, meninggalkan ruangan tersebut.



Tinggal di dalam ruangan itu, Tosaka Tokiomi dan Pastor Risei melihat Kotomine Kirei pergi dalam diam.

“Kau memiliki seorang anak yang dapat diandalkan, Kotomine-san.”

“Kemampuanya sebagai ‘Eksekutor’ dapat dijamin. Tidak ada dari angkatannya yang bekerja lebih keras daripada dia selama pelatihan. Akulah yang perlu kamu ragukan.”

“Ho… Apakah ini sikap teladan seorang pelindung iman?”

“Oh, aku malu mengatakan ini, tapi Kirei adalah kebanggaan satu-satunya orang tua yang bodoh seperti aku.”

Pastor tua itu terkenal akan kekakuannya, tapi, merasa nyaman dengan Tokiomi, dia tersenyum. Saat matanya tertuju ke anak satu-satunya, kepercayaan dan cintanya terlihat dengan jelas.

“Saat aku masih juga tidak memiliki anak saat melewati umur 50, aku telah menyerah untuk mendapatkan seorang keturunan… Tapi sekarang, aku kagum melihat betapa jauhnya anakku telah berkembang.”

“Walaupun, dia setuju lebih mudah dari yang aku bayangkan.”

“Anakku akan melompat kedalam kobaran api jika itu adalah keinginan Gereja. Sejauh itulah ia akan melangkah demi imannya.”

Walupun Tokiomi tidak bermaksud untuk meragukan perkataan Pastor tua itu, kesan yang dia dapatkan dari anak Pastor Risei bukanlah ‘iman yang berapi-api’. Penampilan tenang pria bernama Kirei terkesan seperti kekosongan bagi dia.

“Sejujurnya, itu mengecewakan. Bagaimanapun aku melihatnya, dia terlihat hanya terlibat dengan sesuatu yang tidak dipedulikannya.”

“Tidak… itu mungkin sebuah keselamatan bagi dia.”

Berbicara dengan tidak pasti, Pastor Risei mulai berkata dengan kelam.

“Ini adalah hal yang pribadi, tapi istrinya meninggal beberapa hari yang lalu. Mereka bahkan belum dua tahun menikah.”

“Oh, Aku-“

Tokiomi kehilangan kata-kata atas peristiwa yang mengejutkan itu.

“Walaupun tidak terlihat, dia menahannya dengan baik… Dia memiliki terlalu banyak kenangan di Itali, Mungkin sekarang, bagi Kirei, kembali ke tanah kelahirannya untuk misi yang baru dapat membantu menyembuhkan lukanya.”

Risei mendesah setelah berbicara. Tokiomi tetap menatap orang tua itu.

“Tokiomi-kun, bukankah nilai seseorang yang sesungguhnya terlihat saat dalam kesusahan?”

Tokiomi membungkuk dalam atas kata-kata Pastor tua itu.

“Hutangku kepada Gereja Suci dan kedua generasi keluarga Tokiomi ini akan diukir di dalam prinsip keluargaku.”

“Tidak. Aku hanya memenuhi sumpahku untuk generasi masa depan Tosaka. – Sisanya hanya berdoa untuk perlindungan Tuhan sampai perjalanmu membawamu pada sang ‘Awal.”

“Ya. Penyesalan kakekku, impian terbesar Tosaka… inilah arti dan tujuan hidupku.”

Menyembunyikan betapa rasa percaya dirinya dicekik oleh beratnya tanggung jawabnya, Tokiomi mengangguk dengan pasti.

“Kali ini, aku akan mendapatkan Cawan itu. Aku akan memastikannya.”

Melihat martabat Tokiomi, Pastor Risei memberkati ingatan tentang temannya.

‘Temanku… Kau juga mendapatkan seorang pewaris yang luar biasa.’



Saat angin dari Laut Tengah mengacak-acak rambutnya, Kotomine Kirei berjalan dari vila yang terletak di atas bukit, sendirian dan dalam diam, di jalan kecil yang panjang.

Akhirnya, Kirei dapat menyudun semua kesan yang dia dapatkan dari pria yang bernama Tosaka Tokiomi, yang baru saja bertemu dengannya.

Mungkin dia telah melewati kehidupan yang keras. Seolah-olah harga diri diubah secara proporsional menjadi pengalaman pahit, dia adalah seorang pria yang diberkahi dengan martabat tinggi yang bisa dibanggakannya.

Dia cukup mengerti karakter seperti itu. Ayah Kirei memiliki karakter yang sama dengan Tosaka Tokiomi.

Manusia yang telah mengartikan tujuan dibalik kelahiran mereka, dibalik eksistensi mereka, dan mengikuti tujuan itu tanpa ragu. Mereka tidak akan pernah bimbang, tidak pernah ragu.

Menempa itu dengan tekad baja untuk bertindak dengan tujuan yang jelas, maju hanya dengan pemenuhan dari ‘sesuatu’ yang merupakan tujuan hidup mereka, di semua aspek kehidupan.

‘Bentuk dari keyakinan’ ini bisa menjadi, dalam kasus ayah Kirei, iman yang besar; dan dalam kasus Tosaka Tokiomi, mungkin itu adalah kepercayaan diri dari orang yang terpilih – sebuah hak yang tidak dimiliki orang biasa, dan kesadaran seseorang yang memiliki tanggung jawab untuk dipikul. Dia adalah salah satu ‘bangsawan asli’ yang tersisa yang sangat jarang ditemukan saat ini.

Mulai dari sekarang, eksistensi seorang Tosaka Tokiomi mungkin akan memegang implikasi penting bagi Kirei… Tapi walaupun begitu, dia bukanlah orang cocok dengan orang seperti Kirei. Itu sama saja dengan berkata bahwa ia sama dengan ayahnya.

Mereka yang hanya melihat tujuan hidup mereka tidak akan dapat mengerti sakitnya mereka yang tidak mampu memilikinya. Orang-orang seperti Tokiomi memiliki ‘tujuan hidup’ sebagai dasar keyakinan mereka, tapi itu sama sekali tidak ada dalam pikiran Kotomine Kirei. Tidak sekalipun di dalam 20 tahun lebih ini dia pernah merasakan sensasi seperti itu.

Karena itu, dia tidak dapat mempertimbangkan ide yang paling mulia, mendapatkan kepuasan dari tantangan apapun, atau menemukan ketenangan dalam kesenangan manapun. Orang seperti ini tidak memiliki tujuan hidup sejak awal.

Dia bahkan tidak dapat mengerti bagaimana ia bisa begitu jauhnya terkucil dari norma-norma yang dipegang oleh orang-orang biasa. Kirei bahkan tidak bisa memikirkan suatu hasrat untuk memulai sesuatu dengan gairah yang tinggi.

Dia masih percaya bahwa Tuhan itu ada. Bahwa ada sebuah eksistensi luar biasa, walaupun dia tidak memiliki kedewasaan untuk merasakannya.

Dia hidup dengan kepercayaan bahwa suatu hari, suara Tuhan yang paling suci akan menuntun dia ke kebenaran yang sejati dan menyelamatkannya. Berjudi atas harapan itu, memegangnya erat.

Tapi jauh di dalam hatinya, dia sudah tahu. Bahwa keselamatan tidak akan datang dari cinta Tuhan untuk orang seperti dia.

Menghadapi kemarahan dan keputusasaan tersebut menyudutkan dia menjadi seorang masokis. Dibawah alasan penebusan dosa untuk melatih moralnya, dia berulang kali melukai dirinya sendiri. Tetapi penyiksaan itu justru menempa tubuh Kirei menjadi seperti besi, dan saat dia menyadarinya, dia telah sampai di puncak para elit di Gereja Suci sebagai ‘Eksekutor’, dimana tidak ada seorangpun yang dapat mengikutinya.

Orang-orang menyebut itu ‘kemuliaan’. Ketaatan dan disiplin Kotomine Kirei dipuji sebagai contoh untuk semua pastor. Bahkan ayahnya Risei juga tidak terkecuali.

Kirei mengerti sepenuhnya mengapa Kotomine Risei memiliki rasa percaya dan kekaguman yang besar pada anaknya, tapi itu adalah sebuah kesalahpahaman jauh dari poin yang sebenarnya; karena sebenarnya, hatinya memalukan. Sepanjang sisa hidupnya mungkin tidak akan cukup untuk mengubah kesalahpahaman itu.

Sampai sekarang, tidak ada seorangpun yang dapat mengerti kekurangan Kirei.

Ya, bahkan satu-satunya wanita yang ia cintai-

“…”

Saat kepalanya terasa ringan, Kirei memperlambat jalannya dan menaruh telapak tangan di dahinya.

Saat dia mencoba untuk mengingat istrinya, pikirannya yang kabur menghilang dalam kabut yang turun. Terasa seperti berdiri di dalam kabut di ujung jurang. Naluri untuk bertahan hidup menyuruhnya untuk tidak mengambil satupun langkah maju.

Saat dia menyadari, dia sudah sampai di dasar bukit. Kirei berhenti dan melihat ke belakang ke vila di atas bukit.

Akhirnya, dia belum mendapatkan kesimpulan yang memuaskan dari pertemuannya dengan Tosaka Tokiomi… Itu adalah hal yang paling mengganggu Kirei. Mengapa ‘Cawan’ yang memiliki kekuatan yang ajaib memilih Kotomine Kirei?

Penjelasan Tokiomi terdengar terburu-buru. Kalau Cawan itu menginginkan pendukung untuk Tokiomi, pasti masih banyak orang-orang yang lebih cocok untuk itu karena Cawan itu pasti menginginkan seseorang yang dapat menjadi teman bagi dia; bukan Kirei.

Pasti ada sebuah alasan mengenai pemilihannya dalam kemunculan Cawan berikutnya.

Tapi… Semakin ia pikirkan, semakin Kirei menemukan bahwa ketidaksesuaian ini mengkhawatirkan.

Dia pada dasarnya tidak memiliki ‘tujuan hidup’, atau impian ataupun cita-cita. Bagaimanapun kamu melihatnya, dia tidak menemukan alasan untuk menjadi pemilik sebuah keajaiban seperti sebuah ‘mesin pengabul permintaan.’

Dengan wajah muram, Kirei melihat ke tiga simbol yang muncul di atas tangan kananya.

Mereka berkata bahwa Command Seals adalah sebuah tanda suci.

Apakah dia akan menemukan sebuah janji untuk dipegang, tiga tahun dari sekarang?




1 tahun yang lalu[edit]

Dia dengan cepat menemukan wanita yang dia cari.

Di awal liburan sebuah siang, anak-anak dapat terlihat bermain di taman, diterangi dengan sinar matahari awal musi gugur yang damai, dengan orang-tua mereka mengawasi mereka, dengan senyum. Alun-alun di sekitar air mancur taman itu disesaki oleh orang-orang yang membawa keluarga mereka untuk bersantai.

Bahkan di tengah keramain tersebut, dia tidak kehilangan arahnya.

Tidak peduli betapa padatnya, tidak peduli betapa jauh, dia yakin dia dapat menemukan wanita itu dengan mudah. Walaupun dia tidak tahu bahwa dia bisa bertemu denganya sebulan sekali, walaupun dia sudah memiliki pasangan.

Hanya pada saat dia sudah dekat, wanita di dalam bayangan pohon-pohon baru menyadari kehadirannya.

“- Hey, lama tidak berjumpa.”

“Oh- Kariya-kun.”

Mengeluarkan sebuah senyum yang sopan dan rendah hati, wanita itu mengangkat matanya dari buku yang sedang dibacanya.

Kelelelahan – Melihat dia seperti itu, Kariya merasa terbelenggu oleh kegundahan dan keputusasaan. Sesuatu sepertinya sedang menyiksa wanita itu.

Dia dengan cepat ingin bertanya tentang penyebab masalah itu, supaya dia dapat menggunakan dirinya untuk menemukan jawaban untuk ‘masalah’ itu – tetapi Kariya tidak dapat masuk ke topik itu bahkan jika didasari oleh alasan itu. Dia tidak terlalu dekat sampai-sampai dia dapat mencurahkan kebaikan yang terus terang seperti itu; itu bukan tempat dia.

“Ini sudah berlangsung 3 bulan. Perjalanan kali ini lumayan lama kali ini.”

“Ah… Eh, ya.”

Di dalam mimipi indahnya, senyuman wanita itu pasti muncul. Tapi dia tidak memiliki keberanian untuk melihat dia saat dia berada di depan wanita itu. Ini sudah berlangsung selama 8 tahun, dan Kariya mungkin tidak akan pernah sangup melihat senyuman itu selamanya. Karena wanita itu membuat dia sangat gugup, dia selalu lupa untuk berkata-kata setelah kata perjumpaan, dan kekosongan yang halus muncul. Itu juga terjadi setiap kali.

Untuk mematahkan kekakuan itu, Kariya mencari sesuatu yang dapat ia bicarakan dengan mudah.

- Disana. Bermain di tengah-tengah segerombolan anak kecil di atas rumput, rambut yang dikepang dua menari dengan gembira. Walaupun masih sangat muda, gadis itu sudah menunjukan tanda-tanda wajah cantik yang diwarisi dari ibunya.

“Rin-chan.”

Kariya memanggil, melambaikan tanganya. Begitu dia melihat, gadis yang dia panggil Rin berlari menuju dia dengan senyum yang lebar.

“Selamat datang kembali, paman Kariya! Apa kamu membawa oleh-oleh buatku?”

“Rin, ingat untuk berlaku sopan…”

Gadis kecil itu terlihat tidak mendengar suara malu ibunya. Mata Rin berbinar dengan harapan dan Kariya, memberi senyuman yang sama, mengeluarkan satu dari dua oleh-oleh yang dia bawa dibelakangnya.

“Waaahh, bagus…”

Sebuah bros indah yang terbuat dari berbagai bentuk mutiara mendaparkan hati gadis kecil itu dari pandangan pertama. Walaupun sepertinya itu terlalu mahal untuk gadis seumurnya, Kariya tahu kalau Rin memiliki selera yang lebih dewasa dari umurnya.

“Paman, terima kasih seperti biasanya. Alu akan menyimpanya dengan baik.”

“Ha ha, kalau kamu suka, paman juga senang.”

Dengan lembut mengelus kepala Rin, Kariya mencari seseorang yang akan dia beri oleh-oleh yang dia bawa.

Karena suatu hal, dia tidak dapat menemukan anak itu di taman...

“Hey, dimana Sakura-chan?”

Mendengar pertanyaan Kariya, senyum Rin dengan cepat menghilang.

Wajahnya terlihat seolah-olah ia berhenti berpikir, sebuah wajah anak kecil yang pasrah yang dipaksa untuk menerima sebuah realita.

“Sakura, dia… sudah tidak ada.”

Dengan wajah kosong, Rin memberikan jawaban yang monoton. Lalu, seolah-olah mehindari pertanyaan Kariya, dia berlari balik menuju ke gerombolan anak-anak yang dia sedang bermain dengan sebelumnya.

“…”

Terkejut oleh perkataan Rin yang tidak bisa dimengerti, Kariya melihat ke ibu Rin dengan realisasi yang tiba-tiba. Wanita itu menoleh ke tempat kosong dengan wajah muram.

“Apa itu artinya…?”

“Sakura bukan lagi anakku ataupun adik Rin lagi.”

Nada bicaranya datar, tetapi lebih tegar dibanding suara anaknya Rin.

“Anak itu, sudah pergi ke keluarga Mato.”

Ma – to –

Nama itu, yang terdengar sangat akrab namun menjijikan, dengan paksa merobek hati Kariya.

“Tidak mungkin… Apa yang artinya itu, Aoi-san!?”

“Tidak seharusnya kamu bertanya, ya kan? Terutama kamu, Kariya-kun.”

Menghancurkan hati Kariya, ibu Rin – Tosaka Aoi memberi jawaban yang kasar dan dingin, tidak menoleh sekalipun kepadanya, seolah-olah tidak peduli.

“Tentu saja kamu lebih dari semua orang seharusnya tahu kenapa Mato memerlukan seorang anak dari keturunanmagi untuk meneruskan mereka, ya kan?”

“Bagaimana… bisa kamu… setuju dengan itu?”

“Itu adalah sesuatu yang dia putuskan. Ini adalah keputusan kepala keluarga Tosaka, menyetujui permintaan dari teman lama yang dipersatukan sumpah, Mato… Opiniku tidak diperlukan.”

Untuk alasan itu, ibu dan anak, kakak dan adik, dipisahkan.

Tentu saja dia tidak setuju. Tapi Aoi dan bahkan Rin kecil tahu benar alasan mengapa mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya. Itu karena ini adalah apa artinya hidup sebagai seorang magus. Kariya tahu tentang kekejaman takdir dengan sangat baik.

“… Apa kamu tidak apa-apa dengan keputusan itu?”

Aoi membalas dengan senyuman yang pahit terhadap suara Kariya yang tegas.

“Aku sudah siap untuk sesuatu seperti ini pada saat aku memutuskan untuk menikah dan masuk kedalam keluarga Tosaka, saat aku memutuskan untuk menjadi istri seorang magus. Pada saat kamu memasuki keluarga magus, adalah sebuah kesalahan untuk mencari kebahagian sebuah keluarga yang normal.”

Dan, memandang Kariya yang akan berbicara, istri magus itu dengan lembut, namus tegas, menghentikan dia –

“Ini adalah masalah diantara Tosaka dan Mato. Ini bukan urusanmu, yang sudah pergi meninggalkan dunia para magus.”

Dia menyelesaikan dengan anggukan singkat.

Dengan ini, Kariya tidak dapat bergerak lagi. Seperti dia sudah diubah menjadi salah satu pohon di taman itu, dadanya sesak karena kelemahan dan keputusasaan.

Sejak dahulu saat dia masih seorang gadis, lalu saat dia menjadi seorang istri, dan bahkan setelah dia memiliki dua orang anak, perlakuann Aoi kepada Kariya tidak pernah berubah. Tiga tahun lebuh tua dari dia, teman sejak kecil, dia selalu memperlakukan Kariya dengan baik dan tanpa batas, seperti layaknya seorang kakak kepada adiknya.

Ini adalah pertama kalinya dia tengan tegas menggaris-bawahi posisi mereka masing-masing.

“Kalau kamu bertemu dengan Sakura, tolong perlalukan dia dengan baik. Dia selalu sayang denganmu, Kariya-kun.”

Dengan Aoi mengawasi dia, Rin bermain dengan gembira, penuh dengan energi, seolah-olah sperti untuk mengubur kesedihanya.

Seolah-olah kelakuan Rin adalah jawaban yang mendorong balik Kariya yang terbisu di sampingnya, Tosaka Aoi menujukan kepada dia hanya wajah seorang ibu yang damai ditengah-tengah liburan.

Tetapi Kariya tidak tertipu. Tidak mungkin dia tidak bisa melihatnya.

Seorang Tosaka Aoi yang tegas dan damai yang telah menerima takdirnya.

Dia bahkan tidak bisa menutupi sepenuhnya air mata yang membendung di kedua matanya.

※※※※※

Kariya mempercepat jalanya melewati pemandangan tempat kelahirannya yang dia pikir tidak akan pernah dia lihat lagi.

Setiap kali dia kembali ke kota Fuyuki, dia tidak akan pernah menyebrangi jembatan menuju ke Miyama.

Itu sudah berlangsung selama 10 tahun. Tidak seperti area Shinto dimana bisnis berjalan setiap hari, tidak ada yang berubah di daerah ini dimana waktu seperti berhenti.

Jalanan yang sepi berisi dengan kenangan, tapi tidak ada satupun yang indah jika dia berhenti untuk melihat. Mengabaikan kenangan yang tidak berharga itu, Kariya berpikir tentang perbincangannya dengan Aoi sejam yang lalu.

“… Apa kamu setuju dengan ini?”

Jawaban kosong yang Aoi lempar kepadanya sambil membuang pandanganya. Dia tidak pernah menggunakan nada tajam seperti itu beberapa tahun belangan ini.

Jangan mengangkat pandanganmu, jangan menjadi beban… Itu adalah bagaimana dia hidup. Kemarahan, kebencian, Kariya telah meninggalkan semua itu di jalanan kosong Miyama. Setelah membuang kota kelahiranya, Kariya tidak pernah mempermasalahkan apapun. Bahkan sesuatu yang sangat kejam dan buruk adalah sesuatu yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan sesuatu yang dia benci di tanah ini.

Itu kenapa – betul. Itu pasti sudah 8 tahun sejak suaranya terakhir kali mengandung perasaan seperti itu.

Saat itu, bukankah pada wanita yang sama Kariya menggunakan nada seperti itu, dengan kata-kata yang sama?

“Apa kamu setuju dengan ini?” – Dia mengeluarkan pertanyaan yang sama pada waktu itu. Menghadap teman masa kecil yang lebih tua semalam sebelum dia menerima nama Tosaka.

Dia tidak pernah lupa. Wajah dia pada saat itu.

Wanita itu menjawab dengan anggukan singkat, seolah-olah menyesal, tapi dengan malu-malu dengan wajah yang merah. Kariya ditaklukan oleh senyuman yang malu-malu itu.

“… Aku sudah siap… Itu adalah sebuah kesalahan untuk mencari kebahagiaan normal sebuah keluarga…”

Jawaban itu adalah sebuah kebohongan.

Hari itu, 8 tahun yang lalu, pada saat dia dilamar oleh magus muda, senyuman dia tanpa ragu menunjukan kepercayaanya kepada kebahagiaan.

Dan karena itu, Kariya menerima sepenuhnya kekalahanya karena dia percaya dengan senyuman itu.

Mungkin, pria yang dinikahi Aoi, pria itu adalah satu-satunya orang yang bisa membuat dia bahagia.

Tapi itu adalah sebuah kesalahan.

Lebih dari yang lainya, Kariya seharusnya menyadari kalau itu adalah kesalahan yang fatal.

Karena dia telah menyadari betapa memuakkan seni magis itu, bukankah Kariya telah menolak takdirnya dan meninggalkan keluarganya? Walaupun begitu, dia bisa memaafkan itu.

Bahkan dengan dia, seseorang yang sudah berbalik badan dan lari dengan ketakutan, tahu betapa menjijikan seni magis… Wanita yang palin penting di hidupnya sudah menyerah, dar semua orang, kepada pria yang paling mirip dengan magus.

Apa yang membakar didalam dada Kariya adalah, penyesalan.

Tidak sekali, tapi dua kali, dia sudah memilih kata yang salah.

Dia tidak seharusnya bertanya, “Apa kamu setuju dengan ini?”, tetapi dia seharusnya mengambil kesimpulan, “Kamu jangan melakukanya.” Dan 8 tahun yang lalu, kalau saja dia mencegah Aoi – mungkin ada sebuah masa depan yang berbeda dari sekarang. Kalau saja dia tidak mengikat dirinya dengan Tosaka pada hari itu, dia pasti akan keluar dari kutukan kematian seorang magus, dan dia akan menjalani hidup yang normal.

Dan hari ini, di hari siang di taman itu, kalau saja dia memberi reaksi yang berbeda terhadap keputusan diantara Tosaka dan Mato, - mungkin itu akan mengejutkan dia. Dia mungkin akan menolak sesuatu yang tidak masuk akal dari orang asing.

Tetapi, dia tidak dapat menyalahkan hanya dirinya sendiri seperti itu. Dia tidak seharusnya menahan air matanya.

Kariya tidak dapat memaafkan ini. Dia yang mengulangi kesalahan yang sama. Sebagai hukumanya, dia kembali ke tempat yang telah dia tinggalkan.

Pasti, ada sebuah jalan menuju pengampunan. Sebuah dunia yang telah ia tinggalkan. Sebuah takdir yang dia telah lari darinya ketakutan.

Tapi sekarang, dia akan menghadapi hal itu.

Kalau dia mengingat satu-satunya wanita di dunia ini yang dia tidak ingin menangis –

Dibawah langit dimana sinar matahari yang terbenam bersinar, dia berhenti di depan sebuah rumah mewah dengan model barat yang menjulang.

Sesudah melompat melewati 10 tahun, Mato Kariya berdiri di depan gerbang rumahnya lagi.

※※※※※


Berawal dari pintu depan, pertengkaran yang kecil namun riskan dengan cepat terbawa ke dalam kediaman Mato dimana Kariya duduk diatas sofa di ruang tamu.

“Aku pikir aku sudah bilang kalau kamu jangan menunjukan mukamu lagi di sini!”

Duduk di hadapan Kariya, seorang tua, yang kecil, yang mengumpatkan kata-kata kasar itu adalah Mato Zoken, kepala keluarga itu. Dia sangat keriput sampai-sampai kepalanya yang botak dan kaki tanganya terlihat seperti mumi, tapi sinar di matanya yang dalam masih menunjukan semangatnya; penampilan dan karakternya membuat dia menjadi seseorang yang tidak biasa dan misterius. Sejujurnya, bahkan Kariya tidak bisa menebak dengan tepat umur kakek tua itu. Daftar unik di dalam silsilah keluarga menunujukan bahwa dia adalah kakak dari ayah Kariya. Tapi bahkan dengan kakek buyutnya, nenek moyang Kariya di generasi ketiga, ada sebuah daftar kakek tua bernama Zoken di dalam silsilah keluarga. Tidak mungkin ada jalan untuk menebak berapa generasi kakek ini telah berkuasa atas keluarga Mato.

Berbicara tentang perbuatan yang memuakkan, dia adalah seorang magus yang bisa dibilang memiliki hidup abadi, mengulur dan mengulur lagi umurnya. Seseorang yang berasal dari awal mula garis keturunan Mato dengan hubungan yang sangat jauh dengan Kariya. Dia adalah hantu sungguhan yang masih tersisa di era ini.

“Aku mendengar sesuatu yang tidak bisa dimaafkan. Sesuatu tentang bagaimana keluarga Mato melakukan perbuatan memalukan yang tidak masuk akal.”

Kariya mengerti bahwa magus di hadapanya ini adalah seseorang yang sangat kuat dengan kekejaman yang tidak tertandingi. Seseorang yang merupakan sebuah wujud dari semua yang dibenci Kariya sampai mendarah daging. Bahkan kalau kakek ini membunuh dia, Kariya tetap membenci dia dengan sangat sampai akhir. Dengan konfrontasi 10 tahun yang lalu, Kariya sudah menghadapi hantu itu dan lari dari keluarga Mato, untuk mendapatkan kebebasanya.

“Aku dengar kamu mengambil anak kedua Tosaka. Apa kamu sebegitu inginnya ingin meneruskan garis keturunan magus keluarga?” Zoken mencibir pada kata-kata tajam Kariya.

"Kamu membahas tentang ini? Tidak ada lagi yang lain? Siapa menuru kamu yang bertanggung jawab atas kejatuhan Mato? Pada akhirnya, anak yang akhirnya didapat Byakuya ternyata tidak mewarisi sirkuit magis. Darah murni kluarga Mato telah lenyap pada generasi ini. Tetapi, lebih dari kakakmu Byakuya, kau adalah satu-satunya yang memiliki dasar seorang magus, Kariya. Kalau saja kamu dengan patuh menerima warisanmu dan mengakses rahasia keluarga Mato, kita tidak akan terdesak oleh peristiwa ini. Dan ini adalah sepenuhnya kesalahanmu…"

Tetapi Kariya, dengan dengusan, mementah balikkan perilaku mengancam kakek itu yang telah berbusa mulutnya karena sangat marahnya.

"Hentikan lawakanmu, vampir. Apa masalahnya dengan kelanjutan garis keturunan Mato? Jangan membuatku tertawa. Tidak akan jadi masalah buatmu bahkan kalau tidak ada lagi generasi baru keluarga Mato. Diskusi ini hanya omong kosong karena kau sendiri akan terus hidup untuk dua ratus atau seribu tahun lagi, eh?"

Seperti yang Kariya duga, Zoken memberikan senyuman yang mencurigakan, seolah-olah kemarahan sebelumnya hanya sebuah kebohongan. Itu adalah senyuman monster memperdulikan emosi manusia bahkan sebagai serpihan.

"Seperti biasa, kamu adalah anak yang kaku. Kamu bicaa dan bertindak apa adanya."

"Terserah, itulaah bagaimana kamu melaih aku. Aku bukan seseorang yang suka untuk berputar-putar."

Suara yang serak keluar dari dalam tenggorakan kakek tua itu, seperti dia tertawa senang.

"Betul. Kamu mungkin akan hidup lebih lama dariku, bahkan lebih dari anak Byakuya. Tetapi, pertanyaannya adalah berapa lama lagi aku akan dapat mengawetkan badan ini dari pembusukan. Bahkan kalau keturunan Mato tidak diperlukan, seorang Mato magus diperlukan. Untuk mendapatkan Cawan itu, tentu saja."

"… Jadi pada akhirnya, itulah tujuanmu?"

Ini berjalan sperti perkiraan Kariya. Itu adalah kehidupan abadi yang kakek tua ini kejar.

Mesin pengabul permintaan yang disebut "Cawan" yang dapat mengabulkan permintaan itu… Apa yang mencekik monster yang tidak dapat mati setelah beatus-ratus tahun adalah harapan yang dipertaruhkan di dalam keajaiban itu.

"Kedatangan 60 tahun sekali siklus terjadi tahun depan. Tapi untuk Perang Cawan Suci yang keempat, Heaven's Feel keempat, tidak akan ada pemain dari keluarga Mato.

Byakuya tidak memiliki prana yang cukup untuk seorang Servant. Dia bahkan tidak memiliki Command Seals.

Tetapi walaupun kita harus berhenti pada perang kali ini, akan ada kesempatan lagi untuk yang selanjutnya dalam 60 tahun. Tidak ada keraguan bahwa magus yang sempurna dapat lahir dari anak gadis keluarga Tosaka ini. Aku punya harapan yang besar untuk wadah yang bagus."

Wajah Tosaka Sakura muncul di balik kelopak mata Kariya.

Anak yang pemalu yang selalu bersembunyi di belakan kakaknya Rin, seorang gadis yang kelihatan pucat.

Seorang anak terlalu muda untuk memanggul takdir kejam seorang magus.

Menelan kemarahanya, Kariya memasang muka tenang.

Pada saat ini di tempat ini, dia disini untuk bernegoisasi dengan Zoken. Tidak ada yang bisa didapat kalau ia memakai emosinya.

"- Kalau ini memang tentang hal itu, kalau kamu menginginkan cawan itu, kamu tidak memerlukan Tosaka Sakura, benar kan?" Zoken memicingkan matanya, curiga dengan arti di balik kata-kata Kariya.

"Kamu, tipuan macam apa yang ada di dalam kepalamu?"

"Sebuah kesepakatan, Mato Zoken. Aku akan membawa nama Mato di Heaven's feel berikutnya. Sebagai balasanya, kau akan membebaskan Tosaka Sakura."

Terkejut hanya dalam satu tarikan nafas, Zoken tertawa mencemooh.

"Kha, jangan bodoh. Orang gagal yang tidak pernah belajar apa-apa ingin menjadi Master seorang Servant dalam setahun?"

"Kamu punya rahasia untuk membuat itu mungkin, benar kan. Dengan menggunakan kemampuan cacing-cacing yang sangat kau banggkan itu, kakek tua."

Kariya langsung melompat ke intinya, melihat ke dalam mata tajam magus tua itu.

"Tanam 'Crest Worms' milikmu kedalam badanku. Kamu bisa melakukan itu, kedalam darah dan daging menjijikan seorang Mato. Kecocokanya pasti jauh lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari keluarga lain."

Wajah Zoken berubah kembali dari wajah seorang manusia ke wajah seorng magus, semua ekspresi lenyap seketika.

"Kariya - Apa kamu ingin mati?"

"Jangan bilang kamu kuatir? 'Paman'."

Zoken akhirnya menyadari kalau Kariya serius. Dengan dingin, magus itu menevaluasi Kariya, melihat dia, lalu menarik nafas dalam. "Aku harus bilang kalau aku mengharapkan lebih dari kamu daripada Byakuya. Setelah memperbesar sirkuit magismu dengan Crest worms, kalau kita melatihmu dengan berat selama satu tahun, mungkin Cawan itu akan memilihmu.

… Tapi, aku tidak mengerti. Kenapa kamu mau melakukan hal ini hanya untuk satu gadis kecil?"

"Biarkan keras kepala seorang Mato diurus oleh tangan seorang Mato. Jangan melibatkan orang lain."

"Lagi-lagi dengan dedikasimu yang mengagumkan."

Seperti menikmati ini, Zoken memberikan senyuman yang puas, penuh dengan nafsu setan.

"Tapi, Kariya, kalau tujuanmu tidak ingin melibatkan orang lain bukankah kamu sedikit terlambat?

Tahukah kamu sudah berapa lama gadis keluarga Tosaka telah datan ke dalam keluarga kita?"

Keputusasaan, mendobrak masuk, menyesakkan dada Kariya.

"Kakek tua, maksudmu-"

"Dia menangis dan berteriak-teriak pada tiga hari pertama, tapi pada hari keempat, dia sangat diam. Hari ini, dia dilemparkan kedalam tempat penyimpanan cacing itu pada saat subuh untuk melihat berapa baiknya dia akan bertahan, tapi, ho ho, dia sanggup bertahan selama setengah hari dan masih bernafas. Tahukah kamu, kalau bahan Tosaka itu tidak rusak."

Pundak Kariya gemetar dengan keinginan untuk membunuh melebihi kebencian.

Dia ingin mengangkat leher magus jahanam ini, mencekik dia dengan sekuat tenaga, dan mematahkanya, saat ini juga -

- Kengininan itu adalah kegilaan yang bergejolak di dalam Kariya.

Tapi, Kariya menyadarinya. Walaupun dia sudah sangat kurusnya sampa-sampai terlihat seperti mumi, Zoken adalah seorang magus. Kariya tidak bisa bahkan mencba untuk membunuh dia disini. Dia tidak memiliki bahkan secuil kekuatan yang diperlukan untuk melakukan itu. Untuk menyelamatkan Sakura, tidak ada jalan lain lagi selain bernegoisasi.

Melihat konflik di dalam Kariya dengan jelas, Zoken mengeluarkan tawa yang puas.

"Jadi, apa yang akan kamu lakukan? Gadis kecil itu sudah rusak, dipenuhi dengan cacing dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Tapi jika kamu masih ingin untuk menyelamatkan dia, sewajarnya, aku tidak akan berpikir dua kali."

"… Tidak ada masalah. Ayo lakukan."

Kariya berkata dengan nada dingin. Tentu saja dia tidak memiliki cara yang lain lagi.

"Sempurna, sempurna. Kita masih bisa melatihmu seberat mungkin. Tapi, ingat kalau aku akan meneruskan latihan Sakura kalau kamu tidak menunjukan hasil."

Cekikikan, manus tua yang sedang senang itu mencemooh Kariya dan kemarahan dan keputusasaanya.

"Daripada menerima kembali orang gagal yang sudah mengkhianati kami, kemungkinan untuk mendapatkan seorang anak dari ini jauh lebih besar. Aku memilih untuk mendapatkan yang terbaik dari setiap kesempatan satu per satu. Aku sudah menyerah untuk Heaven's Feel kali ini, sejak perang kali ini tidak mungkin dimenangkan.

Tapi. kalau dalam satu dalam satu juta kemungkinan, kamu bisa mendapatkan Cawan itu - Aku setuju. Kalau itu terjadi, pada dasarnya aku tidak membutuhkan gadis dari keluarga Tosaka lagi. Aku sudah mendapatkan tujuan aku melatih anak itu."

"… Kamu tidak sedang menipu? Mato Zoken."

"Kariya, kalau kamu berpikir kamu harus bermuka lima untuk berbicara denganku, coba menahan Crest worms lebih dahulu. Ya, coba menjadi inang cacing-cacing itu selama seminggu pertama. Kalau kam tidak mati, aku baru menganggap kalau kamu serius."

Menyadar pada tongkatnya, menegakkan badanya dengan susah payah, Zoken menoleh ke Kariya dengan senyuman aneh yang penuh dengan kekejian.

"Jadi, ayo kita mulai persiapannya sekarang. Kita akan menyelesaikan perawatan ini besok. Kalau kamu berubah pikiran, lakukan sekarang."

Hanya mengangguk dalam diam, Kariya membuang keraguannya yang terakhir.

Dia akan menjadi alat Zoken begitu dia mengijinkan cacing-cacing itu masuk kedalam tubuhnya. Dengan cara itu, tidak ada cara lagi untuk memberontak melawan magus tua itu. Kalau dia dapat lulus menjadi magus, Kariya dan keluarga Mato pasti mendapatkan Command Seals.

Heaven's feel. Satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan Tosaka Sakura. Sebuah pilihan yang tidak akan bisa ia raih dengan darah dan dagingya.

Kariya mungkin akan kehilangan nyawanya. Bahkan kalau ia tidak dibunuh oleh master yang lain, tubuh Kariya akan dimakan oleh cacing-cacing dengan membawa Crest worms dalam waktu sesingkat satu tahun, dan ekspektasi hidupnya tidak mungkin lebih dari beberapa tahun. Tapi itu semla tidak penting.

Keputusan Kariya sudah terlambat. Anak Aoi akan hidup dengan damai bersama ibunya kalau saja dia memiliki determinasi yang sama 10 tahun yang lalu. Takdir yang dia tolak telah diberikan ke orang lain, dan jatuh ke tangan seorang gadis yang tidak berdosa. Tidak ada pengampunan untuk itu. Jika ada jalan menuju pengampunan, itu tidak mungkin lebih dar memberikan kembali kehidupan normal yang telah hilang ke anak itu.

Sebagai tambahan, kalau dia berhasil membunuh enam master yang lainnya untuk mendapatkan Cawan itu…

Diantara semua orang yang telah membawa tragedi kepada anak yang bernama Sakura, setidaknya ada satu orang yang dia dapat berikan doa kematian.

"Tosaka, Tokiomi…"

Sebagai kepala salah satu 3 keluarga awal, tidak ada keraguan kalau dia akan menerima Command Seals.

Berbeda dengan rasa bersalahnya kepada Aoi, dan kebenciannya kepada Zoken, ada sebuah kebencian yang luar biasa yang telah terkumpul hingga saat itu.

Emosi gelap balas dendam telah dengan diam membakar di lubuk hati Mato Kariya bagai api neraka.






Back to Ilustrasi Novel Return to Main Page Forward to Act 1