Ero Manga Sensei (Bahasa Indonesia):Volume 2 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 1[edit]

EroMangav2 1.jpg

Izumi Masamune. Lima belas tahun. Pelajar SMA.

Aku bekerja sebagai penulis novel sambil tetap bersekolah.

Nama penaku Izumi Masamune, pada dasarnya itu juga nama asliku.

Karena suatu hal. Aku hanya hidup berdua dengan seorang adik perempuan pengidap hikikomori selama setahun ini.

Adikku ini sangat merepotkan – dia tidak pernah keluar dari kamarnya.

Kami hidup satu atap, tapi aku jarang bisa bertemu dengannya. Aku sulit memikirkan bagaimana cara untukku memperbaiki situasi ini, padahal setiap hari aku tetap membawa makanannya ke ‘kamar terkunci’ itu.

Hingga pada satu hari di bulan April ― situasi berubah.

Tanpa sengaja, aku mengetahui identitas rahasia adik perempuanku.

Ilustrator novelku, Eromanga-sensei.

Partnerku yang belum pernah kutemui.

Dia adalah adik perempuanku – Izumi Sagiri.

Seseorang yang melakukan siaran video langsung, seseorang yang menikmati pembicaraan dengan penggemarnya. Seseorang yang menyukai ilustrasi erotis lebih dari apapun, dan seseorang yang sangat ahli bahkan sampai seorang penulis ternama menyukainya.

Itulah Eromanga-sensei, dan ternyata Dia dan adik hikikomori ku adalah orang yang sama!

Ini bukan lagi sebuah kejutan.

Kupikir ini adalah sebuah kesempatan. Sebuah kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan adik hikikomoriku.

Karena adik perempuanku, yang tinggal bersama denganku – adalah partnerku.

Akan tetapi... yah, banyak hal yang terjadi setelahnya.

Misalnya, akhirnya aku bisa melihat adik perempuanku setelah setahun tidak bisa. Pintu dari kamar terkunci itu pun kadang-kadang terbuka.

Misalnya, aku dengan si penulis ternama, Yamada Elf. Demi menjauhkannya dari Eromanga-sensei, aku pun bertanding dengannya.

Misalnya, adik perempuanku sekarang tahu bahwa aku mencintainya dari saat kami bertemu.

Dan...

"Terus, aku akan membawamu keluar dari kamar buat nonton anime sama-sama! Cerita asliku, desain-desain karaktermu, anime kita!"

Kami punya mimpi yang sama.

Kami berdua mengambil langkah pertama kami bersama-sama.

* * * * *

Itu terjadi beberapa hari yang lalu. Sekarang, adalah sebuah pagi yang amat cerah di bulan Juni.

Seperti biasa. Aku sedang membuat makanan untuk adik perempuanku.

Hari ini aku membuat salad seafood dan sup wortel. Dan supaya sesuai dengan selera adikku, aku membuatnya kurang asin.

Ketika pertama kali aku membuat makanan untuknya, dia tidak mau menyentuhnya sama sekali.

Taukah kalian berapa kali aku gagal berusaha membuat dia makan? Butuh baaanyak sekali latihan.

"Hah."

Dulu, aku senang sekali kala piring yang dikembalikannya dalam keadaan kosong.

Sementara aku sedang menempatkan salad ke piring, langit-langit bergetar.

"Iya, Iya, Aku datang."

Itu tanda adikku sedang lapar.

Kutinggalkan dapur, melewati ruang keluarga, dan ke koridor. Tangga, yang mengarah ke lantai dua, berada di sebelah kananku. Aku mencoba meletakkan semuanya keatas nampan dan mulai berjalan.

Tujuanku – ruangan terkunci – kamar adik perempuanku.

"Sagiri - ini makanannya -"

Meskipun aku memanggilnya... tidak ada respon, padahal sebelumnya dia memberikan tanda ‘'Aku lapar’'.

Sebenarnya, setelah semua yang terjadi ini, aku tidak punya kesempatan lagi untuk melihat wajah adik perempuanku.

Begitu sulit untuk mendapatkan kemajuan... tapi tampaknya situasi telah kembali seperti sebelumnya.

"Ada orang yang aku suka."

Perasaanku kepada Sagiri menjadi sangat rumit.

Hatiku yang patah masih terasa sakit. Tapi di waktu yang sama, kurasa itu mungkin adalah yang terbaik.

Meskipun aku mengambil keuntungan dari keadaan saat itu dan mencoba memanfaatkannya, perasaanku tetaplah nyata.

Mungkin itu adalah yang terbaik, meskipun aku tidak tahu benar-tidaknya, aku memutuskan untuk menempatkan perasaanku dibelakang dan memilih memenuhi tujuan utamaku.

― Akan tetapi.

Dulu, kalau Sagiri menjawab dengan ya terhadap ungkapan hatiku...terus akan jadi apa kami berdua?

"Apaan sih yang sedang kupikirkan?"

Aku menggelengkan kepala untuk menghilangkan pikiran-pikiran itu.

"Sagiri- Makanannya kutaruh di depan pintu - jangan lupa dimakan."

Kuletakkan nampan dilantai dan melangkah kembali ke tangga – dan dengan sengaja membuat suara seribut yang kubisa.

Kemudian aku berhenti dan diam-diam kembali ke pintu kamarnya.

Alasan aku melakukannya adalah ―

Karena aku sangat ingin melihat wajah adikku lagi – Disamping itu, ada sesuatu yang ingin kukatakan kepada partnerku satu-satunya - Eromanga-sensei, anggota keluargaku satu-satunya – Sagiri.

Beberapa saat kemudian, pintu ruangan terkunci sedikit terbuka dengan sebuah *ngiikkkkkkkkkkkk*

Tak perlu dijelaskan lagi, itu adalah Sagiri yang sedang berusaha mengambil makanannya.

Tak lama setelahnya, pintu terus terbuka. Tentu saja, kalau tidak dia lakukan, mustahil dia bisa ambil nampan tersebut ke dalam kamar. Setelah pintu terbuka sekitar tujuh puluh persen, Aku melompat kesana.

"!"

Ero Manga Sensei v02 017.jpg

Ada seorang gadis berambut perak, matanya terbuka lebar. Gadis yang mengenakan piyama itu tidak lain adalah adik perempuanku, Izumi Sagiri.

Adik perempuan yang paling imut di dunia – partner yang paling bisa diandalkan di dunia.

"Eh?"

Aku mengangkat sebelah tangan untuk menandakan bahwa aku ingin bicara.

"Ya! Oh... "

Kemudian adik perempuanku ---- Memerah romannya.

*Ngiikkkkkkk*

*Bam*

Dia langsung menutup pintu. Ugh...jadi dia membenciku...

Ini bukan mimpimu saja – ini mimpi kita.

Meskipun kami telah membuat janji itu, di waktu itu, aku membuat sebuah pengakuan kepadanya, sebagai lawan jenis. Sehingga wajar dia jadi berhati-hati terhadap aku... aku juga kan kena.

Tapi... hari ini, meskipun aku tidak punya rencana apapun, aku tidak bisa mundur lagi.

Aku mengetuk pintu.

"Sagiri..em..., Tunggu bentar! Aku ada hal penting yang ingin aku bilang!"

Beberapa detik kemudian, pintu berderit dan terbuka sedikit. Dari celah pintu, aku bisa melihat wajah kecil Sagiri.

"Hal penting?"

Bahkan respon itu saja adalah sebuah prestasi besar dibandingkan dengan bulan April dan sebelum-sebelumnya. Dulu, tak peduli berapa kali aku meminta dia tidak pernah mau membuka pintu.

"Ah...soal itu...itu...,"

Sagiri tersipu, sepertinya dia merasa malu.

Dia benar-benar berbeda dari penampilannya. Kenyataannya, bukanlah hal mudah untuk membaca perasaanya melalui raut mukanya.

― Tapi...

Sagiri hari ini.. ada emosi yang terlukis dengan halus di sana, tapi dia juga sangat manis...

Agak berlebihan kalau alasannya begitu gara-gara dia membaca naskah-surat-cinta ku itu...

"Nii-san...,Nii-san... ada hal...penting...yang mau diomongin?"

"Ya... Jadi, Aku... " Aku mulai berkata.

"Tunggu...,tunggu!" dia menyela.

"Eh?"

"Aku harus..., siap-siap dulu."

Dia menunduk dan berbisik, sebelum kemudian mengangkat kepalanya dan pelan-pelan menutup pintu.

"......kenapa harus siap-siap?"

Aku memiringkan kepala, belum bisa memahaminya.

* * * * *

Sepuluh menit kemudian ---

(Nii-san berkata dia punya sesuatu yang penting... untuk diksampaikan kepadaku... apa yang harus kulakukan...)

Masih tampak malu, adik perempuanku memegang ujung rok pendeknya, yang memperlihatkan paha putihnya yang mulus.

Aku tidak bisa melihat ke arahnya, karena jika kulakukan, keliatannya malah dia seperti tidak mengenakan bawahan.

"Kenapa...berpakaian begitu?" bahkan sulit bagiku untuk mengatakan 'apa' saja.

"..........tidak sopan ?" Tanya dia.

" Bukan, bukan begitu,.....tapi...itu...

Sangat ero." Seruku.

"...Masa?"

"Ya, benar."

"Oh, oke." Dia setuju.

Diam-diam aku memandang adikku dan melihat dia tersenyum gembira. Jujur, dapat kukatakan bahwa hatiku sudah cukup berdetak dengan cepat hingga bisa membunuhku.

Kenapa kamu terlihat seperti ini sekarang?

Kenapa hari ini Sagiri memilih mengenakan sebuah rok pendek yang ero dan manis?

Aku tidak tau. Sekarang, aku berada di surga dan neraka di waktu yang sama.

Melihat arah pandangku, Sagiri berusaha lebih keras untuk menarik ujung roknya kebawah.

"...Jangan, jangan lihat...."

"...Maaf."

Tunggu, kenapa aku meminta maaf?

Dia sendiri yang begini, ujung bibirnya saja terangkat sedikit.

"Oh ya..." Aku memulai.

"Ya?"

"Sagiri... kenapa tiba-tiba kamu memilih pakaian ini? Biasanya kamu selalu memakai piyama sebelumnya – ah, mungkin!"

'Mungkin kamu memutuskan untuk pergi keluar' adalah hal yang mustahil.

Aku menghentikan diriku menyelesaikan perkataanku.

Lupakan saja, aku tidak percaya keajaiban seperti itu dapat terjadi. Kalau hikikomori-nya dapat disembuhkan semudah itu, tahun lalu aku tidak bakal kerepotan. Belum lagi aku tidak akan pernah mengizinkannya keluar memakai pakaian yang erotis.

"Jadi kenapa..."

"....Tidak tau?" Dia bertanya.

"Tidak, aku tidak tau."

"Mwu....kamu benar tidak tau....padahal sudah membiarkanku membaca benda itu...."

Sagiri menggembungkan pipinya, sehingga wajahnya terlihat seperti sebuah balon. Sangat lucu... Tidak, sekarang bukan saat yang tepat. Karena tidak bisa menebak kenapa dia bersikap tidak senang, aku melanjutkan:

"Itu?....maksudmu....naskah itu?"

"Ya."

Sagiri tersipu. Disaat dia menyebutkannya, aku merasa malu juga.

Aku membiarkan Sagiri membaca sebuah naskah yang, pada waktu yang sama juga merupakan sebuah surat cinta.

Ada seseorang yang kusuka.

Dan dia menolakku.

Tapi, apa hubungan antara itu dan Sagiri yang mengenakan pakaian yang ero ini?

Setelah melalui banyak pertimbangan, Aku memutuskan untuk mengatakan kesimpulanku:

"Yah, setelah aku membiarkanmu membaca itu, tidak aneh kamu akan jadi waspada padaku."

Aku merasa jawabanku akan menentukan hubunganku dengan Sagiri mulai dari sekarang.

Karenanya, aku menatap langsung ke matanya dan berkata:

"Aku menyukaimu."

"!"

Sagiri membeku. Ah- bahkan telinganya memerah.

"....Benar-benar....langsung...."

"Aku menyukaimu dari awal kita bertemu – Tapi."

Dengan serius kunyatakan:

"Aku juga ingin menjadi kakak laki-laki mu. Adalah hal yang mustahil sepasang kakak-adik untuk saling jatuh cinta, 'kan? Jadi tenang, sebagai kakak laki-laki, aku tidak akan melakukan perbuatan mesum apapun kepada adik perempuanku."

"--------------Eh!?"

"Mungkin sekarang kamu tidak akan percaya, tapi aku akan berusaha dapat kepercayaan darimu."

"Bukan, bukan, bukan itu yang aku maksud."

Sagiri tampak bingung, dia menyelaku :

"....Kenapa berpikiran begitu?"

"Apa maksudmu?"

"Waktu....waktu aku bilang 'Aku punya seseorang yang kusuka'...."

"Ah, maksudmu perasaanku tidak akan terbalaskan, ya 'kan? Aku tahu."

"-------------------------------"

Sagiri langsung terdiam. Aku benar-benar tidak bisa menebak apa yang dipikirkannya.

"....Sagiri?"

"..............."

Dengan ekspresi kosong, Sagiri berjalan ke kamarnya, memakai headphone dan kembali lagi.

Lalu kemudian― dia berteriak

[Nii-san benar-benar-------------------------bodoh!]

Volume dari jeritan itu menggetarkan wajahku. Cepat-cepat aku menutup telingaku:

"---------! Apa? Kenapa?"

"Mana kutahu! Bodoh! Kamu sudah buat aku melihat benda itu! Gara-gara kamu bilang kamu punya sesuatu yang penting untuk dikatakan....! Ohhhhhh dasar!!!"

Clang, Dia melempar headphonenya.

Suaranya penuh dengan kemarahan, Sagiri melipat tangannya didada dan bertanya:

"Jadi.....hal penting apa yang ingin dibicarakan?"

"Sebelum itu, bisakah kamu jelaskan kenapa kamu marah----"

"Jangan omongin itu lagi! Ceritakan saja hal penting ini!"

Nampaknya sudah tidak mungkin lagi untuk bertanya kepadanya jadi aku langsung saja ke topik utama:

"Yang penting adalah...oke, akan aku katakan secara langsung."

"....Ya."

Aku terbatuk dan berkata:

"Mari menulis outline[1] sama-sama"

"...........Eh?"

* * * * *

Beberapa menit kemudian.

Aku duduk bersila didalam ruang terkunci, di depan adikku. Sagiri sedang berjongkok, mengenakan gaun wol yang menutupi seluruh tubuhnya, sehingga membuatku mustahil untuk tidak memperhatikan pahanya.

"...Outline....maksudnya?"

"Mm...belakangan, aku sudah menyelesaikan sebuah naskah orisinil."

"Ya?"

"Aku berencana menjadikannya sebuah novel, jadi populer, dan menghasilkan sebuah anime yang berdasarkan dari itu – lalu menontonya bersama-sama denganmu. Itu adalah 'mimpi kita'."

"-------Ya."

"Untuk memulai langkah pertama kita,....kita perlu memastikan penerbit dapat menggunakan naskah itu dalam aktivitas formal."

"....Setelah punya outline, apa jadi mudah untuk membuat novel dengan cepat?"

Aku tersenyum sedikit.

"Oh, bukan begitu. Aku tidak bisa membuat editorku berkata selain dari 'kita bisa menggunakan ini'. Jadi, supaya bisa mewujudkan hal tadi, aku berencana untuk menuliskan outline."

".........."

Mendengar aku mengatakan ini, Sagiri memiringkan kepala.

Ah, sepertinya dia tidak paham.

"Outline Buku – singkatnya, itu seperti sebuah presentasi, sebuah demo – untuk menayangkan pekerjaanmu, seperti model dasar."

Biasanya, outline ini harus diserahkan terlebih dahulu sebelum kau mulai menulis naskah.

"Ini tuh seperti kita bilang 'novelku bakal begini, bolehkah aku menulisnya?' Begitulah kira-kira."

Kenyataanya tidak ada cara yang baku untuk menulis, tapi aku tau kalau cara ini tidak terlalu buruk.

"....Tapi, naskahnya sudah selesai, 'kan?"

"Yang itu tidak bisa dipakai." Kataku.

"Kenapa? Itu bagus kok."

"Meskipun kamu bilang begitu, itu terlalu memalukan, itu kenapa aku tidak bisa membiarkan orang lain melihatnya."

"....Ah."

....Apa kamu lupa?

Disamping itu – karena kami adalah kakak-adik, kami merasa naskah itu bagus karena kondisi kami. Tapi belum tentu orang lain akan berpikir seperti itu juga.

"Dan bahkan kalau aku langsung menyerahkannya, ada kemungkinan lebih dari 50% kalau itu akan ditolak."

"Lebih dari 50%?"

"Iya, lebih dari 50%. Walaupun aku tidak bisa menebak apa yang bakal editorku bilang, peluang naskah itu untuk dijadikan novel tidak begitu tinggi."

Aku mengulangi apa yang kukatakan:

"Kalau ditolak, naskah itu tidak akan pernah jadi novel."

"!"

Sehingga dapat dipastikan aku harus menulis ulang semuanya. Kenyatannya, begitulah cara kerjaku hingga sekarang. Tidak pernah membuat outline apapun. Selalu menyerahkan naskahku secara langsung. Kemudian setelah hasil kerjaku sebelumnya ditolak, dengan segera menulis sesuatu yang baru. Sampai naskahku diterima.

Saat itulah ketika aku secara resmi mulai menulis novel. Aku bekerja dengan cara itu sampai sekarang.

Tapi, hanya untuk kali ini, aku tidak akan menggunakan cara itu.

"Kita tidak akan membuat novel, kita akan membuat naskah yang akan jadi novel."

Janjiku dengan Sagiri. Mimpiku dengan Sagiri, pada akhirnya semuanya bergantung kepada hal ini.

"Aku pasti tidak akan membiarkan naskah ini mengalami penolakan."

".....Nii-san benar."

Aku tidak perlu berkata lagi. Sagiri sudah mengerti.

"....Jadi, kita hanya punya satu kesempatan untuk menentukan hasilnya. Itu sebabnya kenapa kita harus membuat hasil yang terbaik, membuat sesuatu untuk melampaui harapan editorku."

"...Hm."

Seorang editor adalah seseorang yang berjuang bersama-sama dengan penulis untuk menghasilkan novel terbaik yang memungkinkan.

Waktu aku masih belum berpengalaman, editorku adalah orang yang membimbingku, partnerku yang tak dapat tergantikan. Tapi di waktu yang sama, editorku adalah orang yang dapat memberikan sebuah kematian yang kejam kepada anak-anakku yang lucu. Orang yang membawa sebuah sabit dan dengan mudah bisa mengakhiri hidup seorang penulis ― mereka adalah seorang utusan dari neraka.

Itulah sebabnya...

"Dengarkan baik-baik, Eromanga-sensei. Mulai dari sekarang... kita sedang berperang melawan Malaikat Maut."

Ini bukan dilebih-lebihkan, bukan sebuah kata acak tak berguna yang berasal dari Penulis Besar di sebelah, ini kenyataan.

"Editor ... adalah Malaikat Maut."

"Yap, seorang musuh yang sangat menakutkan. Untuk mengalahkannya, kita memerlukan sebuah senjata."

Dan senjata yang kami butuhkan untuk mengalahkan malaikat maut, pedang dan kapak untuk novelis.....

"Kita perlu outline!"

Sagiri membuka mulutnya, tapi hanya 'Ah,ah....' yang keluar, menunjukkan betapa terkejutnya dia.

Pada pandangan pertama, dia masih tetap menunjukkan ekspresi tanpa emosi di wajahnya, tapi kenyataannya dia mungkin bereaksi berlebihan soal yang tadi.

"....Dimengerti. Tapi apa yang harus kulakukan...."

"Bukankah itu sudah jelas ?"

Aku meletakkan tanganku di bahu Sagiri -

"Ehhhhh....Nii, Nii-san?"

Aku menatap adikku yang tersipu malu dan berkata dengan serius,

"Berikan aku ilustasi adik perempuan yang ero."

".............."

* * * * *

Beberapa detik kemudian --------

" ------------------Yahhhhhhh!"

Entah kenapa, adikku melemparkan stik game ke wajahku.

"Be,be, benar-benar! Mesum! Nii-san....nii-san....payah!"

Di dalam ruang terkunci, adikku tampak marah besar.

Kenapa? Jarang-Jarang kita berdua dan bisa melihat satu sama lain, tapi malah justru berakhir dengan adegan kekerasan seperti ini.

".............."

Aku mengusap hidungku yang terasa sakit, pikiranku penuh dengan kebingungan. Di waktu yang sama, Sagiri memukul-mukulkan jarinya kearahku:

"Bisa-bisanya bilang....ilustrasi ero adik perempuan....itu....!"

"Itu wajar, dong! Apa salahnya?"

Coba katakan lagi padaku, apa pekerjaanmu ?

"Masalahnya Nii-san meminta kepadaku, adikmu, untuk membuat ilustasi ero 'adik perempuan'!"

"Tokoh wanita utama novelku itu seorang adik perempuan! Aku memintanya karena kamu suka dan juga hebat dalam menggambar ilustasi-ilustasi ero. Tidak ada maksud lain!"

"Bohong! Nii-san- pasti punya alasan yang mesum!"

"Kenapa kamu selalu berpikir begitu?"

"Soalnya, soalnya....soalnya...."

Malu berat, Sagiri melipat tangannya dan berbisik:

"Suka― ya, 'kan? Nii-san bilang... suka padaku sejak saat kita pertama bertemu... dan lain-lain."

"........Ukh."

Jadi ini alasannya?

Mungkinkah itu.... berarti aku.... tidak boleh melihat adikku sampai akhir hayatku nanti?

"Ya- kamu benar."

Tidak ada gunanya berbohong sekarang. Lebih baik terus terang soal itu.

"Aku sangat menyukaimu."

"........Kuh uh..."

"Tapi! Cuma sebatas sebagai kakakmu. Aku tidak akan memikirkan hal-hal mesum pada adik perempuanku, berkata-kata mesum juga tidak!"

"--------------"

Sagiri menatapku dingin:

"Hmmm- um, hmmm- um, hmmm- um"

"....Apa maksudnya ekspresi itu?...."

Dia berbalik dan memanyunkan bibir:

"....Bukan apa-apa. Cuma baru saja berpikir kalau ini light novel, yang baru kamu bilang tadi akan ditambah tanda penekanan."

"Maksud kamu?"

Sebuah tanda penekanan adalah teks tambahan di sebelah kanan[2]. Diantara kami para novelis, beberapanya selalu mengikuti aturan yang ada.

Sagiri berkata dengan pelan:

"Maksudku, Nii-san. Aku sangat benci Nii-san. Paham?"

".....Ah, begitu ya."

Serius...sepertinya aku masih harus menempuh jalan yang lumayan panjang supaya hubunganku dengannya membaik.

Aku mengangkat bahu dan menurunkannya. Sagiri melakukan hal yang sama.

"....dasar."

Dia menghela nafas dan mengambil tablet-nya[3].

"....Sagiri?"

"........"

Tak ada jawaban.

Tiba-tiba matanya kehilangan semua sinarnya.

Seperti Miko yang kerasukan, cara dia menggerakkan tangannya sudah seperti sebuah ritual suci. Ketika aku tersadar, dia sudah berhenti.

"-----------------"

Suasananya sama seperti ketika orang menyelesaikan sebuah buku yang disukainya.

Dan kemudian ----

"Selesai."

"A, apa?"

"Ini. Digambar berdasarkan diriku. Bukankah dia, heroine yang cocok buatmu?"

"Ah ah...."

Aku memandangi tablet yang sedang kupegang.

Ilustrasi dari Sagiri, tentu saja, adalah sebuah ilustrasi ero seorang gadis.

"Mengagumkan!"

Apa iya ilustrasi bisa digambar secepat ini?

"...Bukan apa-apa. Disamping itu, aku lebih ceroboh daripada biasanya tadi..."

Sagiri melihat ke bawah, merasa malu.

.....Aku tahu dari editorku kalau 'Kecepatan menggambar Eromanga-sensei tidaklah secepat itu'. Kelihatannya, Sagiri memerlukan sedikit waktu untuk setiap ilustrasi yang diberikannya kepadaku.

Tahun lalu, aku ingat hal itu karena aku menulis total 7 novel, Sagiri juga bekerja sampai pada batasnya.

Sekarang, dia dapat menggambar sebuah ilustrasi dalam sekejap, yang dalam pandanganku adalah sebuah peningkatan. Jelas dia bukan lagi orang yang sama dengan yang dulu.

"Sebenarnya.....menggambar cepat sebuah ilustrasi.....Aku tidak mau orang lain melihatnya.... tapi aku ingin membandingkannya dengan yang lain...."

"....Begitukah."

Dia benar-benar ketat dengan hasil gambarnya....Sagiri mengejutkanku.

"Ini sangat membantu."

Aku menyampaikan perasaanku dengan cepat.

"Umm."

Sagiri menerima ucapanku dengan senang.

"Oke...."

Aku perhatikan ilustasi ero ini dengan seksama.

Bermaksud untuk tidak membiarkan usahanya sia-sia, aku mengutarakan komentarku dengan jujur:

"....Aku rasa ada sesuatu yang salah."

Sagiri tidak marah.

"Maksudnya?", Tanyanya.

"Buatlah sedikit lebih manis."

".......hah? Cepat jelasin! Langsung ke intinya!"

"Tapi, yah...."

"Nii-san, apa tidak merasa setelah menunjukkan novelmu ke editormu, terus dia bilang padamu 'Bisakah kamu membuatnya dengan lebih baik lagi'?"

Tentu saja aku kesal. Aku sudah pernah mengalami hal itu sebelumnya.

"Jadi perjelaslah maksudnya. Manis....Apa maksud sebenarnya dari manis?"

"Ah....erh....manis itu....ah...."

Itu bukan sesuatu yang bisa dijelaskan... tapi...

"Apa itu? Bagaimana aku bisa paham kalau tidak dijelaskan?"

"Yah....ilustrasinya yang mirip dengan kamu."

"------------------------------------------------------Apa?"

Sagiri terdiam, lalu----

Memerah dengan cepat.

"A, apa? Nii-san, bagaimana bisa kamu bilang begitu?!"

Matanya berubah menjadi seperti ><, dan dia memukul-mukul aku dengan kedua tangannya.

"Kamu bilang suruh jelasin, 'kan?"

"Itu malah makin suram! Kamu yang minta! Minta aku buat 'ilustrasi ero yang mirip seperti adik perempuanku'! Itu terlalu berlebihan! Ini pelelelelecehan seksual!"

Lidahmu keseleo? Kamu tidak kenapa-napa?

"Soalnya kamu itu model sempurna buat adik perempuan di dalam pikiranku, aku tidak bisa menahannya! Aku juga malu! Tapi karena ini adalah pekerjaan, aku terpaksa mengatakannya! Serius!"

"......Mwumwu."

Masih dengan muka yang memerah, Sagiri terdiam. Mungkin karena dia paham apa maksudku. Lalu dia menatapku dengan mata berontak:

"...Ka....kalaupun Nii-san bilang harus mirip aku...aku masih belum tau maksudnya."

"Eh?"

"Ka, Katakan...dengan jelas...."

"A, Apa kaamu bilang....?"

Apa yang baru saja dikatakannya ? Apa dia baru saja menyuruhku untuk menjelaskan betapa manisnya adikku?

Tepat di depan dirinya? Ini lompatan tingkat kesulitan yang besar, Eromanga-sensei! Apa kamu ingin aku mati menanggung malu?

"Ini pekerjaanmu, 'kan? Jadi jelaskan padaku."

"....Baiklah."

Aku merasa seperti dipaksa untuk melakukan sebuah permainan yang sangat memalukan.

"Yah....'gimana, ya.....seperti fantasi....."

"Fantasi?"

"Seperti peri, atau malaikat.....dan semacamnya."

Kurasa itu sudah cukup. Tolong lepaskan aku sekarang.

"Tapi, tapi tapi tapi tapi....kesan seperti itu....."

Sagiri gemetaran karena merasa malu juga. Tapi meskipun begitu, dia tetap mengambil penanya.

~sret sret~, Dengan perlahan sesosok karakter muncul di papan digital.

"Ada lagi ? Teruslah berbicara....akan kugambar sambil mendengarkan."

Sagiri berkata tanpa melihat keatas. Sepertinya menggambar dan berbicara pada waktu yang sama adalah hal yang biasa bagi Eromanga-sensei.

Dengan terus terang aku menyebutkan permintaanku:

"Oke. Selanjutnya....buat dia tampak sedikit lebih muda....lalu dadanya sedikit lebih kecil...."

"Eh. Padahal aku sudah berlatih keras untuk menggambar gadis berdada besar."

"Maafkan aku."

Aku melihat kearah dada adikku dan berkata:

"Soalnyaa heroine ini berdada rata."

"Hei, kamu lihat ke mana?"

"Jangan marah! Aku bukan mengejekmu!"

"Tapi aku kan modelnya!"

"Ya tapi kamu tetap harus netral!"

"Tidak mungkin aku bisa!"

"Kalau begini terus, kita bakal tamat! Kalau kamu punya sesuatu untuk dikatakan, tunggu sampai aku selesai bicara. Kalau tidak, ya tidak akan ada selesainya."

"........"

Sepertinya dia mendengarkanku.

Setelah itu, fokus Sagiri kembali ke papan digital dan menyesuaikan ilustrasinya.

"...Berdada kecil, terlihat muda....lalu....mungkin...."

"....."

Sagiri benar-benar manis ketika dia sedang fokus menggambar.

....Meskipun ketika dia melakukan itu, dia kembali ke sifat kekanak-kanakan yang penuh semangat― tapi itu memiliki daya tarik tersendiri. Elf juga berpikir sama soal Sagiri, jadi itu bukan pendapat pribadiku belaka.

Melihat sisi manis dari adikku, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum.

"........"

Menyadari kalau aku lagi memandanginya, Sagiri mengangkat kepalanya dan melihatku.

"...I, Iya?"

"Bukan apa-apa, hanya merasa terkesan, tidak menyangka kamu bisa menggambar ilustrasi secepat itu."

"....Sama saja.....aku melakukan hal yang sama di waktu streaming... sekarang sudah jadi kebiasaan...."

Begitukah? Eromanga-sensei memang melakukan penyesuaian ke hasil gambarnya kalau ada permintaan.

Jadi itu kenapa dia bisa memiliki kebiasaan itu.

"Tadi kamu bilang kamu tidak ingin orang lain melihat teknik 'menggambar cepat ilustrasi'. Tapi bagaimana waktu kamu live streaming?"

"Sewaktu live streaming....itu....meskipun aku tidak dapat menjelaskannya....itu beda lagi. Itu bukan pekerjaan, itu lebih ke menggambar untuk kesenangan... ah, meskipun aku bilang itu untuk kesenangan, tapi aku tetap menganggapnya serius, tapi itu tidak seperti ketika aku sedang bekerja.... Nii-san mengerti?"

Jawab Sagiri tanpa menghentikan tangannya. Jelas, aku dapat melihat dia mempunyai kemampuan yang luar biasa.

"Aku tidak tau."

"........"

Sagiri menunjukkan sedikit tanda rasa tidak senang.

"Lupakan saja....lanjutkan."

"Yah......kuharap kamu dapat mengubah ke-eroan-nya."

"?"

"Gadis ini, dibandingkan dengan ilustrasimu sebelumnya, tampak lebih menggoda, lebih seksi, dan lebih terbuka, persis seperti ilustasi dari novel Yamada Elf-sensei, ya 'kan? Aku tidak mau yang seperti ini, yang kuinginkan....ah, bagaimana menjelaskannya, ya...."

Aku meletakkan tangan kananku di. muka sejenak, lalu melanjutkan:

"Pada dasarnya tanpa buah dada, tapi punya wajah yang sangat manis dan belum dewasa. Sebuah tubuh yang langsing dan kecil, dengan sifat yang kekanak-kanakan...."

".........."

Pelipis Sagiri mengerut.

"Tapi kemudian, dia menyadari rok pendeknya terangkat, menampakkan pahanya, dan membuat jantung orang-orang berdetak dipenuhi pikiran mesum... "

"!"

Dengan cepat Sagiri menarik roknya kebawah!

"Yap! Persis seperti itu ―*Buk* Aduh sakit!!!"

"Keluar! Keluar sekarang!!"

Sagiri menahan ujung roknya sembari mengayunkan papan digital itu kearahku.

Aku tidak punya pilihan selain melangkah mundur.

"Kita, kita diskusikan outline buku kita―"

"Keluar! Akan kuserahkan ilustasiku nanti! Keluar sekarang juga!!!"

"Iya! Iya!".

* * * * *

Jadi, aku ditendang keluar dari kamar adikku.

Meskipun tiba-tiba, setidaknya aku sudah membuat sedikit peningkatan. Jika Eromanga-sensei berkata seperti itu, maka permintaan ilustrasiku bisa dianggap sudah selesai.

Sepertinya rencana untuk memasukkan ilustrasi ke dalam outline buku berjalan dengan baik.

Aku kembali ke kamar dan berguman:

"Masalahnya sekarang adalah.... aku."

Tidak perlu disembunyikan, aku belum pernah membuat outline untuk novel. Aku benar-benar tidak tau bagaimana cara melakukannya.

Tentu saja, aku bisa menemukan outline serupa dari buku-buku atau dari internet. Lalu, setelah melakukan beberapa penyesuaian, aku bisa dengan mudah membuatnya menjadi outline resmi. Bahkan, sekarang aku bisa melakukannya dalam sekejap mata.

Akan tetapi...

"Aku merasa ada yang salah."

Itu dia, sejak debutku, tidak peduli berapa kali aku mencoba membuat outline, setiap aku melihatnya, pemikiran yang sama selalu muncul.

"Apa sudah cukup? Atau apa ini terlalu biasa? Bukan ini yang kuharapkan.... itu haruslah sesuatu yang lebih baik...."

Untuk menuangkan ideku, paling tidak aku memerlukan 300 halaman. Untuk bisa melakukannya dalam beberapa halaman --- itu bukanlah sesuatu yang bisa kulakukan.

Itulah kenapa – Aku tidak punya pilihan selain membawa naskah yang sudah jadi kepada editorku setiap waktu.

Tidak ada alasan khusus untuk melakukan sesuatu yang tidak efisien seperti itu. Meskipun aku ingin membuat outline,aku tidak bisa menuliskannya. Aku tidak tau harus bagaimana.

Jika saja ada seseorang yang bisa memberiku saran....

"Emmmmm...."

Di saat aku merasa bingung...

Smartphone-ku berbunyi *bip bip - bip bip*, aku menerima 2 pesan masuk.

"...Apa ini?"

Aku mengambil telepon dari saku dan membaca pesannya.

Di depanku tertulis―

Judul : Selamatkan aku!

Isi : Sekarang juga!

Pengirim : Idiot

'Idiot' dalam kontak teleponku tidak lain adalah tetangga sebelahku ― si penulis laris, Yamada Elf-sensei.

"Aku tidak tau apa maksudnya, tapi untuk sekarang jangan pedulikan dia."

Lalu aku membuka pesan kedua yang masuk pada waktu bersamaan.

Disaat aku membacanya ---

"!"

Aku langsung jadi waspada.

Judul : Tolong aku

Isi : Di sebelah

Pengirim : Eromanga-sensei

"Aku datang!"

Aku melompat dari kursi dan berlari ke ‘pintu yang terkunci’.

"Ada apa, Sagiri!"

Saat aku bertanya, pintu langsung terbuka. Sagiri muncul di depan, masih tetap memakai gaun wool nya.

"Nii-san, lagi ― itu."

"—Sama seperti sebelumnya ya."

Segera setelah aku masuk ke dalam kamar, aku langsung mengetahui apa masalahnya. Dari arah jendela terdengar sebuah suara aneh.

"Dasar, si idiot itu.... Sudah kubilang padanya untuk tidak menakuti adikku."

Aku menarik tirai jendela ke samping. Seperti yang kuduga, beberapa panah mainan menancap di jendela. Si pemanah berada di balkon seberang.

"Hei! Berhenti! Kau ini ngapain?!"

Aku membuka jendela dan berteriak kepada si pemanah.

Melihatku, si pemanah meletakkan jari telunjuk di bibirnya dah membuat gerakan 'Shhhh'. Itu adalah seorang gadis berambut pirang yang memakai pakaian Lolita kembang, Yamada Elf.

Seperti biasa, dia juga memakai pakaian Cosplay itu di dalam rumah.

"'Shh'? dia ingin aku... diam?"

Apa ada alasan yang mencegahku untuk berteriak?

Berpaling kearahku, Elf mengeluarkan teleponnya.

Lalu teleponku berdering. Segera setelah aku mengangkatnya, Suara Elf terdengar:

[Ini aku!]

"Ya."

[Apa kau membaca pesanku?]

"Ya."

[Terus kenapa kau tidak kemari! Seorang gadis cantik sedang dalam bahaya!]

Aku tidak peduli. Itu merepotkan.

"Minta tolong ke karakter utama seperti Kirito atau Touma itu lebih baik, tau?"

[Dasar! Kau ini?! Apa kau tidak punya hati?]

"Aku hanya akan menolong adik perempuanku saja."

"Dah." Kataku dan akan segera menutup telepon.

[Tunggu! Jangan ditutup! Aku akan dibunuh!]

Dia mencoba menghentikanku.

[Aku akan melakukan apapun! Aku akan melakukan apapun, oke! Mulai dari sekarang, aku akan menjadi adik angkatmu..!]

"Ogah, ogah ogah! Bukan itu yang aku maksud ― tapi, dibunuh, ya? Serem."

Kalau begitu, sebaiknya aku mendengarkan dia.

"Di rumahmu ada pencuri?"

[Aku terjebak di sini, aku tidak bisa keluar dari ruangan ini.]

"Apa? Ada pencuri?"

Aku tidak tahu benar-tidaknya, tapi kedengarannya serius.

"Aku perlu menelepon polisi?"

[Tidak perlu, bantu aku keluar dari sini dulu.]

"Apa rencanamu?"

[Kau tahu, aku terbayangkan waktu kau melompat dari sini...]

Dari balkon ke balkon, ya? Kau niat melompat?

Aku melihat sekeliling. Sagiri menatapku khawatir.

"Tidak, aku tidak mengizinkanmu untuk masuk ke kamar adikku."

[Kau, Siscon sialan.... kau mau meninggalkan aku?]

"Aku tidak pernah bilang aku tidak akan menolongmu."

[Bagaimana caramu untuk melakukannya ?]

"Dengarkan aku―"

* * * * *

― Beberapa menit kemudian.

"---seperti itulah kira-kira."

Aku sedang berdiri dibawah balkon kamarnya. Pemandangan ini tampak sedikit mirip dengan Romeo dan Juliet.

"Oke, lompatlah."

"Ini menyeramkan! Jika ada sesuatu yang salah, Tulang-tulangku bisa patah!"

"Aku sudah menyiapkan diri. Aku pasti akan menangkapmu."

"Pastikan kau melakukannya! Kau tidak boleh gagal! – Oke, aku datang!"

Elf bersiap-siap, mengangkat ujung roknya dan melompat.

~Buk, Aku mengangkapnya dengan gaya pengantin. Dia jauh lebih ringan dari yang kuperkirakan.

"Wah – lebih baik dari apa yang kubayangkan."

Aku tersenyum kepada gadis yang meringkuk di dalam pelukanku.

".............."

Seluruh tubuh Elf kaku, dia meletakkan tangannya di leherku. Aku memandangi wajahnya, tidak tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya.

"... Te, terima kasih. Kau benar benar menolongku."

Aku tidak tau harus bilang apa, tapi yah, aku sedikit kaget. Cara sikapnya terasa sedikit ganjil.

"Sama-sama ― ah iya, karena kau masih belum ditemukan, masuklah ke dalam rumahku."

Masih membawa Elf dengan gaya pengantin. Aku berlari kembali ke rumah kediaman Izumi.

Aku membawanya ke dalam ruang keluarga, menempatkannya di sofa dan bertanya:

"Jadi... apa yang terjadi? Kenapa kau bisa terjebak? Serius tidak ingin menelepon polisi?"

"Sudah aku bilang, 'kan... aku... ada dalam pengawasan orang-orang itu."

"Tolong jelaskan maksudmu dengan rinci."

Yah, setidaknya sekarang aku tahu mereka bukan pencuri.

"Siapa 'orang-orang itu' ?"

Segera setelah aku bertanya, muka Elf memucat, dia memeluk dirinya dengan kedua tangan:

"Editor dari Fulldrive Library."

"Oi..."

"...Mereka adalah iblis! Mereka datang untuk memantau gadis lemah sepertiku, untuk melihat apa aku bekerja atau tidak... Mereka tidak membolehkan aku bermain game kecuali aku menyelesaikan naskah ku."

"Bagus! Yamada Elf-sensei, cepatlah kembali bekerja!"

Aku langsung berdiri dari sofa.

Elf memegang bajuku dan berkata dengan air di matanya:

"Tolong jangan mengusirku! Masamune-sensei! Kumohon padamu! Tolonglah aku!"

"Iya lepasin! Bajuku jadi kusut!"

"Aku... Aku akan melakukan apapun!"

Dasar tidak tau malu. Kau seriusan tidak mau kerja ya ?

"Apapun....ya...."

Aku mendorong tangan Elf menjauh dan berkata:

"... Kau serius mau melakukan apapun yang kuminta?"

"... Ya, seorang gadis tidak pernah menarik kembali kata-katanya!"

Kenapa mukamu memerah?

"Oke kalau begitu..."

"Bwubwu...."

Aku berpaling ke Elf, yang ekspresinya terlihat seperti dia sedang menunggu gilirannya untuk pergi ke toilet dan berkata:

"Ajari aku cara untuk buat outline novel."

"TIDAAAKKKKKK!! Kau, dasar sampah! Kau ingin melakukan perbuatan mesum kepada seorang wanita terhormat sepertiku – Eh!?"

Di saat Elf sedang mengutip sebuah kalimat dari eroge, tiba-tiba dia berhenti, matanya terbuka lebar.

"...... Tadi, kau bilang apa?"

Harusnya aku yang tanya. Barusan kau bilang apa?

"Aku memintamu untuk mengajariku bagaimana cara membuat outline novel...."

"Tidak mungkin! Kau, kau serius!?"

Elf nampak sangat terkejut.

"Seorang gadis super cantik sepertiku, baru saja bilang 'aku akan melakukan apapun untukmu'! Apa sekarang kau sedang memikirkan ulang permintaanmu?"

Apa kau bilang?

"Bagaimana bisa kau mengatakan sesuatu seperti itu! Dan kau sebut dirimu seorang fan? Tak bisa dipercaya ― kenapa kau tidak membuat permintaan yang mesum?"

"Ogah! Aku bukan kuda jantan buat bikin keturunan!"[4]

Kau pikir aku ini apa?

"....Dan, Kau....kau ingin aku memintamu melakukan sesuatu yang mesum?"

"Mana, mana manamana mungkinlah! Dasar bodoh!"

Kau benar-benar tidak bisa dimengerti. Lihat, seluruh wajahmu memerah, kau benar-benar takut.

Persis seperti seorang gadis dalam light novel yang wataknya bermasalah.

Kau pasti mencampurkan 'setting yang ada di novel yang kau tulis' dengan 'kenyataann'. Dasar, kau ini cewek, kau harus tau batasmu.

Untung saja kau ketemunya denganku.

"Oke, soal outline novel itu ―"

Ketika aku sedang mencoba mengembalikan topik pembicaraan―

*Bam Bam Bam* Langit-langit bergetar.

Sagiri mencoba berkomunikasi denganku.

Aku dan Elf sama-sama melihat keatas.

"Tadi, apa itu getaran langit-langit legendaris dari seorang hikikomori...? Baru pertama kali aku mendengarnya."

Setelah kejadian sebelumnya, aku sudah menceritakan Sagiri dan diriku. Tentu saja, tidak semuanya.

".... Sepertinya dia bilang ‘diam’. Dan keliatanya dia juga marah."

"Hei! Kau, kau bisa memahami, apa yang dia katakan?"

"Tentu saja, aku cukup percaya dengan pemahamanku."

"Kau cuma bohong, kan?"

"Tentu saja tidak!"

*Bam Bam Bam*

".....Yang ini maksudnya apa?"

"Ini tuh Bam Bam Bam yang 'Sudah cukup, Nii-san. Kesini sebentar'"

"Memangnya apa perbedaan diantara yang ini dengan yang sebelumnya?"

Yah, orang awam mana bisa paham.

"Aku akan melihatnya sebentar."

Di saat aku akan meninggalkan ruang keluarga, Elf memanggilku:

"Tunggu dulu."

"...Apa?"

Aku menoleh kembali.

"Aku juga ingin menemui Eromanga-sensei."

Aku bisa melihat kalau Elf bermaksud tulus, dia tidak ada maksud lain.

―Ya. Sama sepertiku, dia juga sangat menyukai ilustrasi Eromanga-sensei. Demi meminta Eromanga-sensei supaya jadi partnernya, dia bahkan menulis sebuah novel yang mengagumkan.

Dan sekarang dia tahu kalau idola favoritnya tinggal di sebelah rumahnya... dia pasti ingin menemuinya......belum lagi aku juga berutang kepadanya....

"Oke, aku coba pikirin caranya."

"Serius?"

Sebuah senyum cerah muncul di wajah Elf.

Melihat ekspresinya, kebahagiaannya begitu, orang seperti aku pun terpukau sejenak.

"Oke, tunggu disini."

"Oh? Dia hikikomori, 'kan?"

"Serahkan saja kepadaku, Aku punya rencana."

* * * * *

Aku pergi ke lantai atas dan menjelaskan kenapa aku kembali tanpa cerita padanya dulu, sebelum kembali ke ruang keluarga lagi.

"Masamune! Mana Eromanga-sensei?"

Elf melompat dari sofa, sepertinya dia akan memberikan sebuah sambutan hangat kepada ilustrator favoritnya.

Aku berkata kepada si penggemar yang tersenyum:

"Di sini."

Dan aku menunjukkan laptop ditanganku.

"???"

Elf nampak bingung. Yah, aku bilang aku membolehkan dia bertemu dengan ilustrator favoritnya, akan tetapi aku malah menunjukkan laptop kepadanya. Wajar dia bingung.

"Lihat ke layar."

"Layar?"

Wajah Elf mendekat ke layar.

Layar laptop sedang menampilkan Skype dengan mode full screen. Dan di sana ada seseorang yang memakai mantel besar, dengan topeng karakter anime di mukanya.

[Um, senang bertemu denganmu – halo, Yamada Elf-sensei]

"....Eromanga-sensei?"

[Bukan, aku tidak kenal orang dengan nama itu]

Ya – itu Sagiri – dengan pakaian yang sama seperti disaat dia melakukan "live streaming sebagai Eromanga-sensei.

Dengan menggunakan fungsi video-chat pada Skype, kami bisa menghubungkan tempat ini dengan ruang terkunci.

Karenanya, aku bisa membiarkan adikku menemui Elf tanpa perlu mengeluarkannya dari ruang terkunci – bukan sebagai Sagiri si hikikomori pemalu, tapi sebagai Eromanga-sensei yang sangat bersemangat.

"... Masamune, dia bilang dia bukan Eromanga-sensei?"

"Itu slogan dia, jangan dipikirkan."

"Begitu, ya? Em -? ...Gadis cilik ini....?"

Elf melihat ke layar, masih belum yakin.

Wajah Eromanga-sensei mendekat, dan berkata dengan jelas:

[Kamu juga kecil]

Karena dia mengenakan topeng, adegan ini terlihat agak tidak nyata.

Lalu tiba-tiba, 'ia'[5] berkata kepada Elf dengan suara yang tidak dapat dipercaya:

[Eh? Eh eh? Oi oioioioi ----]

Tadinya aku kira dia bakal terus menggangggunya...

[Manis! Elf-sensei, kau benar-benar Manis! Hei hei, celana dalam jenis apa yang sekarang sedang kamu pakai?]

"Oh? ...Itu terbuat dari sutra...."

Hampir saja Elf menjawab, tapi dia segera tersadar dan memerah:

"Hei, hei heihei, kau baru tanya apa? Hampir aku jawab!"

[Oo - celana dalam sutra ya? Apa warnanya? Putih?]

"Dengerin aku ih ―!!"

Elf menyambar laptop dari tanganku dan mulai mengguncangnya.

[Wow wow... kalau kamu guncang seperti itu aku jadi tidak nyaman.]

Karena suaranya berasal dari pengubah suara, aku tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkannya.

"Masamune!"

Elf berpaling kearahku dan menunjuk kearah layar laptop.

"Apa maksudnya ini?"

"Eh? Ini Eromanga-sensei yang jadi panutanmu itu..."

"Menanyakan warna dari celana dalamku padahal baru bertemu? Itu kayak kakek tua mesum!"

Tidak ada gunanya memberitahuku tentang hal itu, loh...

[Ehehehe, boleh aku memanggilmu Elf-chan? Itu nama aslimu? Berapa usiamu?]

"Kuh....!"

Elf nampak malu, dia berpaling dari layar dan mengeluh kepadaku:

"Orang mesum ini seriusan Eromanga-sensei? Pasti ini kau yang tertarik dengan pakaian dalamku sampai merekam video ini buat menipuku?"

"Tidaklah! Aku serius tidak tertarik pakaian dalammu!"

Ini juga pertama kali aku melihatnya! Siapa sangka Eromanga-sensei akan bereaksi begini terhadap seorang gadis...!

"Coba terus bicara dengannya dan kau akan tahu ini rekaman atau bukan."

"Mwu...kau benar."

Dia menyerah dan menerimanya.

Seperti saat dia mengambil sesuatu yang kotor, Elf mengambil laptop dan melihat ke layar dengan tatapan jijik.

"Aku tidak mau mengakuinya.... tapi ini benar Eromanga-sensei..."

[Apa aku tidak seperti yang kamu bayangkan?]

Dengan tenang Eromanga-sensei menjawab melalui Skype.

"Bukan, nama pena 'Eromanga-sensei' benar-benar cocok denganmu ― hanya saja, yah, kau terlihat seperti 'seorang loli cantik dengan rambut perak', tapi sebenarnya kau adalah nenek moyangnya vampir[6] ― perbedaannya terlalu jauh."

Jangan gunakan perbandingan yang aneh seperti itu, walaupun mudah untuk dimengerti.

Elf melihat kearahku:

"Dari naskahmu, kepribadian gadis ini tampaknya jauh lebih buruk."

"Tidak, tidak. Dirinya yang asli itu mesum."

[Nii!]

Eromanga-sensei berteriak tanpa memakai pengubah suara. Elf menunjuk Sagiri dan bertanya:

"Eh? Gadis ini mesum?"

"Yup, Heroine di naskahku bersumber dari kepribadian Sagiri."

Aku mencoba untuk menyamarkannya, tapi dia adalah model dasarnya.

[Dengerin! Bagian mana dariku yang mesum? Dengerin aku... Denger!]

Di layar, Sagiri tampak ketakutan:

[Nii, nii-san ― kamu membiarkannya membaca naskah itu?]

"Ah, aku belum bilang, ya?"

Dulu, waktu aku dan Elf sedang bertanding, kami saling membaca naskahnya.

Elf mengikutiku dan berkata:

"Bukan cuma baca, tapi aku tau semuanya. Luar biasa! Itu surat cinta yang membara..."

[Sampai sejauh itu...... hummmmmmmmmmmmmm]

Tunggu, apa ?

Elf meletakkan laptop di depannya. Matanya dan Sagiri saling menatap satu sama lain.

....Apa cuma imajinasiku?

Waktu mereka saling bertatapan, kupikir aku melihat kilatan cahaya ditengahnya.

"........"

".........."

Beberapa saat kemudian.

"Ah, lupakan."

Elf lebih dulu membuka mulut. Dia tersenyum dan berkata:

"Izinkan aku untuk memperkenalkan diriku lagi... senang bertemu denganmu, Eromanga-sensei. Adalah sebuah kehormatan untukku. Seperti yang kau tahu, aku adalah Yamada Elf. Aku adalah seseorang yang diberkahi kecantikan dari dewa, juga novelis jenius yang akan menyelamatkan industri light novel dari kegelapan."

Masih dengan cara perkenalan-diri yang berlebihan.

[Em, senang bertemu denganmu, Elf-chan. Aku tidak akan memperkenalkan diri.]

"Baiklah – Tolong gambarkan ilustrasi untuk novelku juga."

[Oke. Aku akan menggambarnya di waktu live streaming berikutnya.]

Aku rasa itu bukan yang Elf mau.

Aku tidak akan menyerah untuk memintamu menjadi partnerku.

Itulah yang terpikir olehku setelah apa yang diumumkan Elf kepada Eromanga-sensei.

Mungkin Sagiri juga menyadarinya, mungkin juga tidak. Tapi dia segera mengganti topik.

[Ah - omong-omong, Elf-chan. Apa hubunganmu dengan Izumi-sensei berjalan baik?]

Mustahil. Mana mungkin.

Tentu saja, meskipun aku berpikir begitu, jawaban Elf bukanlah seperti yang kuduga. Dia meletakkan tangannya di bahuku dan berkata:

"Bisa dibilang ituloh -! Kami bersahabat! Iya, 'kan?"

"Bukan, bukan seperti itu."

"Kenapa kau malu begitu! Kita memanggil satu sama lainnya dengan 'Masamune' dan 'Tuan Putri', iya, 'kan ?"

"Jangan mengarang! Sejak kapan aku memanggilmu 'Tuan Putri'?"

"Loh? Waktu kau membawaku layaknya seorang putri tadi, kau memanggilku begitu, 'kan?"

"Tidak mungkin! Cuma protagonis karanganmu doang yang melaakukannya di keadaan begini!"

"Loh loh, sepertinya aku salah – jadi, Masamune, bisa kau memelukku dan memanggilku 'Tuan Putri' dengan sepenuh hati? Jangan sungkan, anggap saja ini adalah hadiah untuk aksimu sebelumnya."

"Berhenti bercanda, kau mengganggu, lepaskan aku!"

Aku melepaskan tangan Elf.

"Mwu, tidak perlu malu. Dasar pria yang sopan."

Sangat menyebalkan.

Melihat ini, Eromanga-sensei berkata dengan nada datar, tanpa emosi:

[Eeh ― Hubungan yang sangat baik.]

"Begitulah."

[Siapa saja yang memiliki hubungan yang baik dengan Izumi-sensei bukaaaaaaaaaaaaaan urusanku! Apa kamu memanggilku hanya supaya aku melihat ini?]

Kenapa kau mulai marah sekarang?

"Tidak, tidak. Seperti yang kukatakan sebelumnya, Elf ingin bertemu Eromanga-sensei ― ditambah lagi aku juga ingin bertanya kepadanya bagaimana cara membuat sebuah outline."

"Ah - Iya, kau benar."

Sepertinya Elf 'mengingat' itu.

Akhirnya kami bisa kembali ke topik utama.

* * * * *

Kami ― Izumi Masamune, Yamada Elf, dan Eromanga-sensei ― mulai mendiskusikan bagaimana cara membuat outline novel.

.....Tapi apa yang tidak kami duga adalah.....

"Tapi, kalau kau tanya aku tentang membuat outline, aku juga akan kerepotan."

"Eh?"

Si satu-satunya harapanku membuat komentar tak terduga.

"Soalnya aku belum pernah membuat 'ini adalah apa yang akan kutulis'. Sebagai seorang penulis laris, aku tidak pernah menulis outline untuk novel. Semua novelku sudah ada di dalam kepala, jadi tidak ada gunanya bagiku untuk menuliskannya. Selain itu, outline novel hanyalah sebuah alasan dari penulis untuk menulis sesuatu yang dia inginkan, bukan?"

"―Barusan, kau bilang apa?"

Aku merasa kalau aku baru saja mendengarkan sesuatu yang luar biasa.

"Sebagai contoh, 'walau sudah lewat deadline[7], sebuah game baru dirilis hari ini, jadi aku menghabiskan lima menit untuk menulis sesuatu yang mirip dengan di waktu deadline dan menyerahkannya kepada editorku'. Lalu aku berpikir ‘Oke, hari ini aku menyelesaikan outline!’ Lalu kemudian... "

Elf melanjutkan, sepertinya dia sedang serius.

"Pelayanku yang pekerja keras berkata 'terima kasih atas pekerjaanmu' atau 'kami akan menantikan novelmu yang berikutnya' dan seterusnya.... Lalu aku merasa kalau aku sudah bekerja keras, yang berarti aku bisa menikmati game baruku dengan aman!"

"Itu kenapa editormu memutuskan untuk mengawasimu!"

Kau menuai apa yang kau tanam.

"Mau bagaimana lagi! Itu game terbaru!"

"Aku benar-benar ingin mengekspos diri sebenarnya dari Yamada-sensei kepada penggemarnya. Mereka semua sedang berpikir 'Sekarang ini sensei pasti sedang berusaha keras untuk menulis.' Atau 'Aku bisa segera membaca novel berikutnya'. Mereka semua percaya kepadamu... tapi kau masih punya waktu untuk bermain game?"

"Kau jangan berkata begitu! Aku bukan satu-satunya! Kita semua sama!"

"Tidak mungkin! Kau adalah pengecualian!"

"Mustahil! Semuanya harus bermain dan terus bermain-main!"

Pada akhirnya, Elf dan aku benar-benar berbeda pendapat. Eromanga–sensei menengahi kami:

[Izumi-sensei bekerja keras setiap hari.]

"Oh!?"

Elf dan aku melihat ke layar skype.

[Meskipun terjadi baru-baru ini, Izumi-sensei menulis sampai tengah malam setiap hari setelah sepulang sekolah.]

Ah, jadi dia tahu. Meskipun dia tidak meninggalkan kamarnya, dia tetap bisa mendengar kamarku ya?

Sebagai hikokomori, mereka bisa membangkitkan indera ketujuh[8] supaya bisa menyadarinya. Dan tidak perlu disebutkan, ini kemampuan Eromanga-sensei.

[Di malam hari, kadang-kadang dia berteriak 'Aku tidak bisa menulisnya begini!' dan berlari keluar.]

"Itu adalah kebiasaan umum seorang novelis, jadi tolong pura-pura saja kau tidak melihatnya. Kami semua sama."

Wah masa!? Semua orang seperti itu!? Aku bukan pengecualian kan!? Aku lega...!

[―Singkatnya, seperti itulah hari-hari Izumi-sensei. Terlebih lagi selama akhir pekan, dia terus bekerja sampai hari Senin tanpa tidur.]

Eromanga-sensei berkata dengan nada sedikit bangga. Lalu dia mengejek Elf:

[Aku tidak tahu kalau novelis lainnya. Tapi Izumi-sensei tidaklah sepertimu.]

".... Eromanga-sensei."

Aku sedikit tersentuh mendengarnya.

"Apa-apaan itu! Membosankan!"

Elf memegang laptop dan mencoba mengambil inisiatif:

"Sudah cukup - bekerja nonstop setiap hari itu membosankan - lihatlah negara ini, kapan mereka mengubah pandangannya mengenai hal ini? Bekerja keras sepanjang hidupmu tanpa beristirahat? Aku tidak bisa menerimanya. Kenapa kau tidak mengambil contoh lainnya? Atur pekerjaanmu? Kenapa kau memilih jalan paling menyedihkan, bekerja tujuh hari dalam seminggu? Benar-benar bodoh! Bisa memilih kapan untuk beristirahat, bukankah itu sisi positif dari menjadi seorang novelis profesional?"

Gadis ini benar-benar mengatakan apa saja yang ada dipikirannya.

Walaupun dia tidak bisa beristirahat dengan bebas, karena sekarang saja dia sedang berlindung di rumahku.

"Apa kau bilang? Bukankah bisa bekerja di akhir pekan adalah hal yang bagus untuk pekerjaan ini?"

"Ah ― cukup cukup. Jijik jijik jijik, kau luar biasa menakjubkan. Lakukan apapun yang kau suka, aku tidak peduli."

"...Mwu."

Meskipun semua yang dia katakan membuatku marah, tapi kata-kata terakhirnya... apa aku salah memahaminya?

Elf memberikan laptop padaku lalu menunjuk ke layar.

"—Kita jangan bicarakan pekerjaan lagi. Tidak peduli berapa lama kita membicarakannya kita, tidak akan pernah sependapat."

Dan akhirnya.

Pertemuan formal pertama diantara Eromanga-sensei dan Yamada Elf-sensei secara resmi dimulai.

* * * * *

Akan tetapi...

"Omong-Omong, Masamune, Eromanga-sensei, karena sekarang kita punya waktu luang, bagaimana kalau kita main game?"

Kata Elf, sepertinya dia sudah melupakan semua yang baru saja terjadi.

[...Oh...yah...tapi tadi. Bukankah kita lagi mendiskusikan sesuatu?]

Eromanga-sensei terlihat kaget.

"Ya, kita sedang membahas mengenai outline novelku, jangan akhiri pembahasan ditengah jalan."

"Wah masa? Yah, biarlah ― apa kau punya Siscalypse[9] atau Street Fighter 4? Aku tidak membawa game Monster Hunter ku―"

Yamada Elf benar-benar luar biasa dalam hal mengganti topik pembicaraan. Semua orang terkejut.

Aku langsung mengingat kembali hari setelah kami memutuskan untuk bertanding, dia langsung memanggilku.

Meskipun Eromanga-sensei agak bingung, dia menjawab:

[...Karena aku tidak bisa meninggalkan kamar...asalkan online...via internet...boleh...]

"Baiklah ― Masamune! Pinjamkan aku laptop! Ambilkan camilan dan stik game... dan hal-hal penting lainnya."

"... Tunggu, kalian berdua... outline-ku..."

"Bukankah aku sudah memberimu saran yang berharga? Sisanya lakukanlah sendiri."

"Aku merasa kau tidak memberikanku apapun!"

Elf tidak menghiraukan perkataanku.

"Eromanga–sensei, apa yang akan kita mainkan? Ah, Jenis game apa yang aku suka ? Aku lihat banyak sekali konsol game di kamarmu, dan selama live streaming kau juga menyebutkannya."

[...Yah....kamu menyukainya juga?]

"Tentu saja! Sempurna! Aku bisa main denganmu kapanpun aku mau―"

Karena Elf bersikap seperti seorang teman dekat, Sagiri menjadi terbawa.

Aku rasa ini adalah hal yang luar biasa.

Serius...

Karena dia seperti itu ― dia berhasil mengungguli aku.

Bermain game bersama dengan adikku... Meski sudah menghabiskan satu tahun, aku tidak dapat melakukannya.

Sedikit... tidak, banyak......penyesalan.

Akan tetapi―

"Apa yang kau butuhkan? Aku bawakan."

Di waktu yang sama, aku merasa senang.

Seperti yang Elf katakan – ada beberapa hal yang lebih penting daripada pekerjaan.

Aku melupakan pekerjaanku sejenak, dan bermain dengan adikku.

* * * * *

Karena Elf meminta camilan, aku pergi ke mall dekat stasiun.

Ketika aku kembali dan membuka pintu, aku menyadari bahwa rumahku jadi sunyi.

"..........?"

Aneh. Sebelum aku pergi, mereka berdua sangat bersemangat.

Apa mereka sudah lelah ?

Karena mereka berada di level yang sama, seharusnya mereka masih berperang.

Meskipun aku merasa sedikit ragu, Aku berjalan melewati pintu masuk dan sampai di pintu ruang keluarga.

Lalu aku membukanya dengan pelan.

Dan―

"--------------------"

Pemandangan yang sangat ajaib muncul di hadapanku.

Ba, babababa bagaimana aku bilangnya...! Itu, itu.... !

Oh sial, aku akan langsung menjelaskannya!

Elf meletakkan laptopku di atas meja.

Ero Manga Sensei v02 070.jpg

Dan dia sedang mengangkat roknya di depan itu, memperlihatkan celana dalamnya.

"A, ap, apa.... "

Menghadapi kenyataan ini, aku kehilangan kemampuanku untuk berkata-kata.

Di waktu yang sama, Elf ― yang sedang melakukan tindakan tak tahu malu ini di ruang keluargaku masih berbicara ke laptop.

"Hei, apa ini bisa?"

Apa yang dia katakan? Tidak tidaktidak, dia sedang apa?

Ini benar-benar tindakan mesum. Apa yang harus kulakukan?

"Eh, hei!"

Kita akhiri ini sekarang juga.

"Eh?"

Lalu akhirnya Elf melihatku, dia kaget, seluruh tubuhnya membeku di tempat.

Selanjutnya, seperti boneka yang rusak, dengan kaku dia berpaling melihatku:

"Ja, Jangan melihatku seperti itu!"

Dengan cepat aku mengalihkan pandanganku dan melambaikan tangan.

"Ma, Masamune!? Su, su sudah berapa lama kau berada disana?"

Elf berteriak. Seluruh mukanya memerah.

"Ha! Mung, mungkinkah kau berbohong saat kau berkata kau akan pergi membeli sesuatu!? Dan sebenarnya kau masih tetap mengawasiku? Dasar penulis novel mesum! Tidak tahu malu―"

"Aku benar baru kembali berbelanja, Lihat, ini buktinya!"

Aku mengangkat tanganku dan menunjukkan kepadanya kantong plastik.

"Dan kau, apa yang kau lakukan di dalam ruangan orang lain! Ah, mungkinkah... kau memakai laptopku untuk menunjukkan celana dalammu di website ero...!?"

"Tidak! Kau, kau kau kau, bagaimana bisa kau berpikir seperti itu?"

"Terus yang kau lakukan ini apaJadi katakan padaku apa yang sedang kau lakukan ? Mengangkat rokmu untuk merekam video ero dirimu sendiri ?"

Aku berpikir dia akan menyangkalnya, tapi...

"Benar! Kau benar!"

Entah bagaimana aku benar!

"Apa yang kau rencanakan, meninggalkan video ero-mu di laptopku?"

Dari apa yang terlihat, dia cukup gila juga.

"Video itu bukan untukmu! Maksudku, aku hanya menunjukkan celana dalamku kepada Eromanga-sensei!"

Meskipun kesalahpahaman sudah usai, sikap Elf tidak berubah.

Apa yang kau tunjukkan pada adikku?

"....Tunggu dulu... aku bingung... jadi....apa yang sebenarnya sedang terjadi?"

"Seperti yang kubilang! Waktu kau tidak di sini, Eromanga-sensei dan aku main game sambil chatting, lalu aku minta 'ilustrasi ero untuk heroine di novel debutku' sebagai suvenir."

Dia benar-benar tidak tahu malu.

"Lalu?"

"Lalu Eromanga-sensei berkata 'perlihatkan kepadaku celana dalammu dan aku akan membuatkan ilustrasi itu.'"

"................."

Aku jatuh terduduk, sambil memegangi kepala.

".....Sagiri?"

Aku memanggil nama aslinya.

[Soalnya, soalnya...]

Di layar, atau lebih tepatnya di layar skype adalah seseorang yang mengenakan mantel dan topeng.

[Soalnya aku ingin lihat celana dalam!]

Dia benar-benar terdengar seperti seorang kriminal. Haruskah aku memanggil polisi?

Di tengah semua kesialan ini, dia kembali bersikap sebagai Sagiri bukan sebagai Eromanga-sensei.

[Waktu aku melihat Yamada-san, Aku merasa pakaian yang dikenakannya sangat cantik, aku penasaran celana dalam jenis apa yang dipakainya...]

Bisakah aku memintamu untuk berhenti bicara seperti ini melalui pengubah suara?

Seperti yang Elf katakan, dia terdengar seperti kakek tua yang mesum.

[Sebagai ilustrator, waktu melihat gadis manis, aku hanya bisa memikirkan celana dalamnya. Aku tidak bisa menahannya! Setiap ilustrator akan seperti itu!]

Wow, bahaya. Untung saja tidak ada ilustrator lain disini.

"Jadi sebagai bayaran untuk ilustrasinya, Eromanga-sensei memintaku melakukan pose itu. Aku melakukan apapun yang dia minta, tolong jangan salah paham."

[Heheh... ilustrasi berikutnya dari Yamada-sensei yang telanjang pasti akan lebih bagus.]

"...Kalian berdua benar-benar akrab."

Ini seperti simbiosis mutualisme.

"Iya kan? Kalau kau juga berpikir begitu, serahkan Eromanga-sensei kepadaku!"

"Itu mustahil!"

Aku menolak permintaan Elf, tapi dia tidak menyerah.

"Omong-omong, Eromanga-sensei. Baru saja kau bilang ‘ilustrasi berikutnya dari Yamada-sensei yang telanjang pasti akan lebih bagus’ apa maksudnya itu? Kau sudah pernah menggambarku sekali?"

[Iya benar. Aku bahkan membiarkan Nii-san melihatnya.]

"Hey! Tunggu!"

Kenapa sekarang namaku tiba-tiba muncul ?

Elf menatapku seperti dia seorang korban pemerkosaan:

"....Masamune...kau...nakal..."

"Ini salah paham! Sagiri! Tolong jangan mengatakan sesuatu yang bisa dengan mudah disalah-artikan! Yang barusan kamu bilang terdengar seperti aku meminta adikku untuk menggambar gambar telanjang dari tetangga sebelah rumah kita...!"

[Yamada-sensei... Nii-san adalah orang mesum paling parah, kamu baru sadar sekarang?]

"Jangan memperburuk situasi! Bantu aku untuk memikirkan cara menjelaskan kesalahpahaman ini! Aku tidak ingin dipanggil Elf sebagai orang mesum atau semacamnya..."

"Oh? Apa maksudnya itu? Apakah itu berarti kau mencintaiku?"

"Aku hanya tidak ingin dipanggil mesum oleh orang mesum lainnya!"

"Sebenarnya kau mencintaiku, 'kan? Kau ingin menikahiku – si novelis wanita yang cantik, terhormat, dan jenius ini, iya, 'kan?"

Aku tidak tahan lagi! Aku ingin memutuskan semua hubunganku dengannya! Dia membuat tenggorokanku jadi sangat sakit.

Dan akhirnya, ruang keluarga Izumi berubah menjadi sebuah kekacauan.

Tiba-tiba ―

*Ding dong* Bel pintu berdering.

"Siapa itu?"

Aku meinggalkan Elf dan Eromanga-sensei (di laptop) di ruang keluarga dan pergi ke pintu depan.

"Sebentar, siapa disitu ― aw!"

Aku tertegun sejenak. Karena aku mengenali beberapa diantara mereka.

Suatu hari dibulan Juni, sekelompok pria yang memakai kacamata matahari dan berpakaian setelan hitam ini[10] membawa Elf keluar dari rumahnya.

Tidak perlu dijelaskan lagi. Mereka datang kemari untuk mencari Elf yang hilang.

"............"

".............."

Diriku dan kelompok berjas hitam ini tidak berkata apa-apa sambil menatap satu sama lainnya.

Karena setelah apa yang terjadi sebelumnya, mereka sudah tahu tentang diriku, dan tentang hubungangku dengan Elf.

Akan sangat sulit untuk membuktikan kalau aku tidak bersalah. Jadi, kebohongan apa yang sebaiknya kukatakan―

―Serius, kenapa juga aku harus menipu mereka?

* * * * *

Satu menit kemudian.

"Wahhhhhhhhhh!!! Masamune, kau menjualku, ya!!!"

Elf ditangkap di ruang keluarga rumahku.

"Tidak―! Aku tidak mau bekerja―! Game! Aku ingin bermain game―! Aku ingin Eromanga-sensei menggambarkan ilustrasi untukku!"

Kelompok berjas hitam yang memakai kacamata itu memegang kaki Elf dan menyeretnya keluar, mengabaikan kenyataan kalau kuku jarinya sedang mencoba memegang lantai. Meskipun aku sudah pernah melihat ini sebelumnya, pemandangan ini tetap saja menakutkan.

Aku hanya dapat melihat mereka membawa Elf keluar pintu.

"Kuh! Aku masih tidak mau! Tapi aku percaya padamu, Masamune! Kau pasti akan datang ketempat iblis ini untuk mengurungku..! Aku percaya padamu! Cepatlah datang untuk menolongk !"

Jangan mengarang imajinasimu sendiri.

"Kuh, kuhhhhhhhhhhhhh!!!"

Ngiikkkkkkkkkk ― Brak!!

Dengan itu, pintu depan terbanting menutup, semuanya kembali menjadi tenang.

"...Dasar... tidak peduli berapa banyak keributan yang dia sebabkan, dia masih harus datang lagi."

Karena Elf dibawa keluar dari rumahku, berikutnya dia mungkin akan dipindahkan ke penjara di Shinjuku.

[...Nii-san, soal ilustrasi yang dimintanya, bagaimana...?]

"Gambarkan saja untuknya kalau ada waktu― dan anu..."

Aku melihat ke layar laptop dengan linglung.

".. Video celana dalam ini ... apa yang harus kita lakukan dengannya ?"

[Berikan kepadaku dan segera hapus setelahnya. Aku mengharamkanmu melihatnya.]

"... Ah, iya, menyimpannya bisa bikin makin suram. Mereka mungkin akan menangkapku karena undang-undang perlindungan anak."

[Tidak masalah. Kami berdua, 'kan, perempuan, dan ini adalah seni― jadi kirimkan saja padaku, aku sekarang penuh dengan ide.]

Kau benar-benar ingin melihat celana dalam? Kenapa tidak lihat punyamu sendiri?

Aku ingin mengatakannya.

"... Baiklah kalau begitu."

Aku melihat ke laptop. Eromanga-sensei juga membuka topengnya, dan memperlihatkan wajahnya yang normal. Aku bertanya kepada adikku.

"Sagiri. Waktu aku keluar membeli camilan, apa yang kalian bicarakan?"

[―Bukan sesuatu yang penting.]

"Begitukah? Lalu, menurutmu Elf itu bagaimana?"

[Aneh.]

"Ya."

[...Kenapa?]

"Ti, Tidak― kita undang dia lagi ke rumah kalau ada kesempatan. Tentu saja setelah dia menyelesaikan naskahnya."

[............]

Hening sejenak.

[Um.]

Sagiri mengangguk.


Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]

  1. Pada dasarnya, outline ini adalah rencana awal penulisan novel. Hampir sama seperti sinopsis yang menggambarkan cerita dari awal sampai akhir, hanya lebih detail tapi singkat padat dan jelas. Selain berisi ringkasan cerita, juga bisa berisi karakter sekaligus background tiap-tiap karakter.
  2. Diberikan tanda penekanan dalam literatur kita, mungkin seperti teksnya ditebali atau dimiringkan atau digaris bawahi.
  3. Kalau nggak tau maksudnya, ituloh, yangdi pegang Sagiri di ilustrasi ini
  4. Kuda jantan itu biasanya 'dikebiri' begitu supaya bisa dipakai sama kita-kita (ditunggangi, misal), jadi, harus ada kuda jantan yang tugasnya itu untuk memberi keturunan atau persilangan.
  5. 'Ia' berarti kata ganti laki-laki untuk orang ketiga. Dan 'dia' berarti kata ganti untuk perempuan. (Berlaku untuk kerjaan yang digarap aku aja.)
  6. Kemungkinan ini referensi dari Visual Novel Kinoko Nasu/Nasuverse/Type-Moon, Tsukihime. 'True Ancestor Vaampire'.
  7. Batas Waktu
  8. Referensi indera ketujuh dari Saint Seiya
  9. Sebuah game dalam serial Oreimo.
  10. Kira-kira seperti agen dalam film MIB(Men In Black).



Ilustrasi Novel Halaman Utama Bab 2