Date A Live (Indonesia):Jilid 2 Bab 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Bab 1: Mission: Under One Roof[edit]

Bagian 1[edit]

“... haaa...”

Shidou menghela nafas panjang dalam-dalam.

Melangkah di jalanan perumahan diiringi matahari yang perlahan tenggelam, ia menyeret tungkai dan lututnya seperti orang tua, pelan-pelan berjalan maju.

Terbersit keletihan di wajahnya, dan, entah mengapa, poni yang hampir menutupi matanya telah kehilangan kilaunya.

Meskipun ia seorang pemuda yang baru berumur 16 tahun......ia terlihat lebih tua dari usianya.

Tapi, itu sudah sewajarnya!

“... haaa.”

Sekali lagi ia mengeluh.

Pada akhirnya, Tohka dan Origami mulai bertengkar, terpaksa Shidou menengahi.

Tambah lagi, konflik di antara mereka berdua bukan hal baru.

Meski Tohka baru bulan lalu masuk ke Raizen High School dimana Shidou bersekolah, mereka berdua sudah bersaing seperti ini setiap hari.

——Bagaimanapun juga, kalau memang yang terjadi cuma adu mulut gadis-gadis sekolahan seperti biasa, kondisi Shidou mungkin tidak akan sekritis ini.

“...”

Shidou mengingat-ingat wujud Tohka dan Origami sebulan lalu.

Di satu sisi, seorang <Spirit> kejam yang dianggap sebagai malapetaka yang akan memporak-porandakan dunia.

Di sisi lain adalah seorang Wizard Anti-Spirit Team dari Angkatan Darat Bela Diri Jepang.

Keduanya merupakan gadis dengan kekuatan abnormal melebihi manusia biasa.

Untuk saat ini, seorang manusia biasa, Shidou, berperan sebagai mediator di antara kedua gadis itu.

“Yang benar saja, mereka berdua tidak bisa akur apa...?”

Setelah mengatakan itu, Shidou menundukkan kepala dengan pandangan suram, menyadari kebodohan kata-katanya sendiri.

Sampai satu bulan lalu, mereka berdua bermaksud mencabut nyawa masing-masing.

Sekarang ini, untuk mencegah kekuatan Spirit Tohka lepas kendali, Origami dan anggota AST lainnya menghindari mengincar nyawanya berdasarkan [perintah]... Tentu saja, membangun hubungan yang baik tidak akan menjadi hal yang mudah.

Akan tetapi, kalau ini berlanjut terus, tubuh Shidou tidak akan bertahan, sebagaimana dapat diperkirakan dari situasi ini.

Shidou kemudian menghela nafas terdalamnya namun——

“Hmm...?”

Tiba-tiba, ia mengangkat kepalanya.

Tanpa diduga, selagi berdiri seorang diri, ia merasakan sesuatu yang menetes dingin di lehernya.

“...uwaa”

Ia mengatakannya seolah sedang mengerang, kerutan muncul di wajahnya.

Sebelum ia menyadarinya, langit sudah mulai ditutupi awan-awan abu-abu gelap.

“Hujan ya? Hei, hei, bukannya perkiraan cuaca bilang akan cerah?”

Ia mengomel tentang ramalan cuaca yang akhir-akhir ini seringkali meleset.

Dan dengan timing yang sulit dipercaya seakan ini sudah direncanakan dari awal, *crik crik*, tetesan besar air mulai membasahi jalanan beraspal.

“Gawat...”

Buru-buru ia mengangkat tas yang dipegangnya ke atas kepala. Lalu dengan segera berlari kecil menuju rumahnya.

Akan tetapi, seakan sedang menertawakan Shidou, hujan tersebut menjadi lebat dalam sekejap.

“Hei, hei, yang benar saja...”

Merasakan sensasi dingin menyebar di seluruh seragamnya, Shidou mengernyitkan alis dengan jengkel.

Saat ini kedua orang-tuanya sedang berada di luar dalam perjalanan bisnis, maka pekerjaan rumah diserahkan pada Shidou, ia, alih-alih memikirkan hal-hal seperti “bajuku menempel di badanku, tidak nyaman sekali” atau “jangan sampai aku kena flu”, malah lebih mengkhawatirkan apakah pakaiannya akan kering hari berikutnya. Masalah yang biasanya diserahkan pada ibu rumah tangga. Sambil mencoba sebisanya agar pakaiannya tidak basah, ia berlari sepanjang jalan ke rumah meskipun ia sadar itu akan menjadi usaha yang sia-sia.

Namun, segera setelah berbelok kanan di sebuah pertigaan...

“Ah...?”

Di tengah hujan deras, Shidou tiba-tiba berhenti berlari.

Ia menahan mati rasa di kakinya. Sebenarnya bukan karena kakinya capai, atau karena ia sudah tidak lagi peduli akan kehujanan.

Tapi karena di hadapannya ——

Alih-alih butiran air yang jatuh dari langit, ada hal lain yang menarik perhatiannya dari kejauhan.

“Anak perempuan...?”

Bibir Shidou mengucapkan kata-kata itu.

Ya, rupanya itu memang seorang anak perempuan.

Sebuah mantel dengan desain yang lucu, menyelubungi tubuhnya, membentuk siluet mungil.

Wajahnya tidak terlihat, sebagian besar karena tudungnya yang dipasang hiasan telinga kelinci menutupi seluruh mukanya.

Yang paling mencolok adalah tangan kirinya.

Boneka kelinci yang terkesan komikal terpasang di sana.

Gadis itu, di jalanan kosong tanpa kehadiran orang lain… *pyon* *pyon* ...sedang berjingkrak-jingkrak dengan senangnya.

“Apa...?”

Shidou menyipitkan mata dan mengamati sang gadis.

Dalam kepalanya, terproses berbagai pertanyaan.

‘Kenapa anak itu tidak memegang payung tapi malahan melompat naik turun di bawah terpaan hujan?’— Bukan, bukan pertanyaan itu.

Kenapa?

Kenapa ia merasa seolah pandangannya tercuri oleh gadis itu?

Pertanyaan seperti itulah.

Memang dia mengenakan pakaian yang menarik pandangan.

Tapi bukan, bukan karena itu.

Meskipun ia tidak dapat mengungkapkannya dengan baik dalam kata-kata, sensasi yang tidak nyaman meluap-luap dalam pikiran Shidou.

Sensasi yang tidak bisa dipahaminya. Tambah lagi, ia akhir-akhir ini merasakan sensasi yang serupa.

“...”

Hujan dingin melekat di kulitnya selagi pakaiannya membasah, namun ia tidak lagi memedulikan ketidaknyamanannya.

Ia hanya bisa menatap gadis itu, yang sedang menari bebas di tengah-tengah terpaan hujan dingin—

*Sraaaat*!

“Ha...?”

Ia membuka matanya, terkaget dengan apa yang baru saja terjadi.

… si gadis kehilangan tumpuannya.

Muka dan perutnya membentur keras tanah, menyipratkan genangan air. Secara tidak sengaja, boneka di tangan kirinya terlepas dan melayang ke depan.

Kemudian, jatuh tengkurap di tanah, dia berhenti bergerak.

“... o-oi!”

Shidou dengan panik bergegas, dan membalikkan badannya sambil memapah tubuh kecilnya.

“K-kau baik-baik saja? Oi!”

Untuk pertama kalinya, ia dapat melihat wajah sang gadis.

Usianya mungkin sekitar umur adik Shidou - Kotori. Rambut azur yang mengembang, bibir halus berwarna merah muda, dan dia adalah seorang gadis yang terlihat seperti boneka Prancis jelita.

“...!”

Lalu, sang gadis membuka matanya, menampakkan bulu-bulu matanya yang panjang dan pupilnya yang bagaikan batu safir.

“Ahh...syukurlah. Kau tidak apa-apa?”

Usai Shidou mengatakan itu, wajah gadis tersebut pucat pasi dan matanya berputar-putar, lalu dia melonjak seakan mencoba melarikan diri dari Shidou.

Sesudah itu, dia membuat jarak; seluruh tubuhnya mulai sedikit gemetar. Dia melihat Shidou dengan tatapan ketakutan.

“...err...”

Yah, meskipun ia cuma bermaksud menolongnya, ia memang menyentuh tubuhnya tiba-tiba tadi, mungkin itu memang tindakan yang sembrono... meski begitu, Shidou tetap merasa sedikit syok.

“Me-mengenai itu. Aku cuma——”

“...! tolong, jangan... mendekat..."

“Eh?”

Baru saja Shidou melangkah maju, gadis itu berkata dengan takut-takut:

“Jangan, sakiti... saya.”

Gadis itu lanjut berkata demikian.

Mungkinkah dia memandang Shidou sebagai orang yang akan menyakitinya? Memang begitulah kelihatannya, dia terlihat seperti hewan kecil yang sedang ketakutan.

“Errr...”

Dan, Shidou, yang tidak tahu harus bereaksi apa, melihat boneka yang jatuh di tanah.

Sepertinya itu yang sebelumnya jatuh dari tangan si gadis. Perlahan ia membungkuk, mengambilnya, lalu membawakannya pada gadis itu.

“Ini...punyamu?”

“...!”

Gadis itu terbelalak dan hendak bergegas menuju Shidou, namun tiba-tiba berhenti.

Meskipun dia mau mengambil kembali boneka itu, dia memasang wajah yang mengekspresikan ketakutan untuk mendekati Shidou, jadi dengan gelisah dia menanti timing yang lebih baik.

Ketika Shidou melihat kondisi gadis itu, ia menyunggingkan senyum pahit. Lalu ia memajukan tangan yang memegang boneka itu untuk mengurangi jarak.

“...!”

Bahu gadis itu tersentak ——mungkin karena sadar dengan niat Shidou, dia bergerak maju mendekat perlahan-lahan.

Lalu, dia menyambar boneka itu dari tangan Shidou dan memakainya di tangan kiri.

Segera setelahnya, gadis itu mulai memainkan mulut boneka agar membuka dan menutup.

[Yahaa——, maaf ya kak. Kamu sudah menolongku—]

Sepertinya suara perut, pikir Shidou, selagi kelinci itu membuat suara berlaras tinggi.

Boneka itu memiringkan kepala ke samping, melihat wajah gadis itu seakan sedang menanyainya... dan seolah ingin menengahi Shidou dan si gadis, boneka kelinci itu lanjut berbicara.

[———Hmmm hei—, waktu kamu membangunkanku tadi, sepertinya kamu menyentuh Yoshinon di sana-sini ya. Jadi, bagaimana rasanya hmmm? Ayo jujur dan beritahu kami— bagaimana?]

“H-haah...?”

Boneka itu membuat kesan seumpama sedang tertawa *kara* *kara*, bergemeretak dan bergerak seirama.

[Ya ampun—— Jangan pura-pura, dasar mesum... yah, kali ini, kamu sudah menolongku, jadi anggap saja ini special service yang kuberikan untuk ka。mu.]

“... a, aah, iya."

Setelah si boneka mengucapkan kata-kata itu, ia mengembalikan senyuman pahit.

[Daaah. Arigatou-san[1].]

Setelah si boneka mengucapkan kata-kata tersebut, gadis itu tiba-tiba berbalik dan lari menjauh.

“Aah—oi!"

Biarpun Shidou memanggilnya, gadis itu tidak merespon.

Dia lanjut berlari mengikuti jalanan yang menikung. Sosoknya seketika itu juga menghilang.

“Apa-apaan… yang tadi itu?”

Beberapa detik telah berlalu setelah ia melihat kepergian gadis aneh itu. Shidou masih tetap berdiri di tempat yang sama; ia berkata demikian seraya menggaruk pipi.

“... ah.”

Kemudian ia tersadar.

Ia tidak sadar tadi karena perhatiannya teralih oleh sang gadis—— sekujur tubuh Shidou sekarang basah kuyub.

Tambah lagi, karena tadi lututnya menyentuh tanah, celana panjangnya jadi kotor sekali.

“Uwaa——yang benar saja...”

Sambil bertanya-tanya apakah masih ada penghilang noda di rumah, ia mengacak-acak dan menggaruk rambutnya. Tetesan-tetesan air terlempar dari rambutnya ke segala arah.

Tidak ada yang bisa ia lakukan karena sudah sebasah ini. Maka, Shidou mengesampingkan mood-nya, mencoba menghibur diri, dan kembali berjalan pulang.

“Ahhh...aku basah kuyub.”

Beberapa menit telah berlalu sejak ia mulai menggerutu sambil berjalan.

“...hm?”

Setelah tiba akhirnya di depan rumah, selagi ia memasukan kunci ke pintu masuk, Shidou sedikit mengerutkan dahi.

Sesudah memutar pegangan pintu, ia menariknya.

Seperti yang diduganya, pintu yang tadinya terkunci setelah ia pergi terbuka tanpa perlawanan.

“——Kotori… anak itu, akhirnya dia pulang juga.”

Mengambil nafas dalam-dalam, raut muka Shidou menjadi sedikit kaku.

Adik Shidou, Itsuka Kotori, yang bersekolah di SMP di lingkungan tempat tinggalnya, sebagai seorang murid SMP berusia tiga belas tahun.

Dan pada saat yang sama, dia juga adalah pemimpin organisasi yang menangani Spirit lewat cara damai. <Ratatoskr>.

Karena adiknya harus memproses berbagai macam hal mengenai perlindungan Spirit Tohka, dia tidak pernah pulang ke rumah dari bulan lalu. Shidou menghela nafas saat bayangan wajah Kotori muncul di dalam pikirannya.

“Dasar.”

Walaupun ia mengerti kalau Kotori sedang sibuk dengan kasus Tohka, ia tetap tidak bisa memaafkannya karena tidur di luar rumah tanpa persetujuannya.

Meskipun dia tetap menghadiri sekolah seperti biasa...sebagai seorang kakak, ia harus menceramahinya sebentar.

“Lagipula——”

Shidou menelan ludah.

Ada banyak pertanyaan yang harus Shidou tanyakan pada Kotori, tidak peduli bagaimanapun juga.

Shidou sudah mengalami berbagai peristiwa yang sulit dipercaya baru sebulan yang lalu.

Kotori berperan penting dalam peristiwa-peristiwa itu.

“...”

Padahal hanya bertemu dengan adiknya, namun membuat jantungnya berdebar-debar.

Shidou meneguhkan hatinya dan “eei!” menepuk pipinya sendiri. Kemudian, ia melangkahkan kaki ke dalam rumah.

“——Tadaima.”[2]

Ia melepas sepatu serta kaus kaki yang basah karena hujan, menggulung ujung celana panjangnya agar tidak meninggalkan bekas kaki basah di lantai kayu sambil berjalan.

Dari koridor, ia dapat mendengar suara datang dari televisi; tidak diragukan lagi Kotori sedang berada di ruang keluarga.

Shidou berbalik arah ke kamar mandi dan berjinjit menujunya.

Bagaimanapun juga, tidak mungkin ia melakukan pembicaraan selagi basah kuyub. Lebih baik ia memasuki ruang keluarga setelah mengeringkan tubuh dan mengganti pakaian.

Sambil memegang tas dan kaus kaki dengan satu tangan, Shidou membuka pintu kamar mandi seperti yang biasa ia lakukan.

Dan—

“——!?”

Sekejap itu juga, tubuh Shidou membeku.

—Di dalam kamar mandi ada sosok seorang gadis.

Di balik rambut gelap malam itu adalah mata yang bercahaya bagaikan kristal.

Kalaupun ia menambahkan sepuluh kata pujian yang paling berlebihan sekalipun yang dapat ia pikirkan, itu masih belum cukup untuk menggambarkan bahkan 10% dari kecantikan gadis rupawan yang memancarkan keberadaan yang luar biasa ini.

Gadis itu, satu-satunya di dalam memori Shidou.

Sebagai seorang Spirit yang seharusnya membawa kehancuran pada dunia. Namun juga murid kelas 2-4, nomor absen 35 dari sekolah umum Raizen High School.

Yatogami Tohka ada di sana.

—Tidak ada sepotong pakaian pun yang menyelimuti tubuhnya.

“To-Tohka...?”

Shidou bergumam, terngaga.

Kaki-tangannya dapat menyatakan keindahan artistik. Seketika itu juga, retina Shidou, saraf optiknya, sel otaknya, bergetar, memanas dan meledak.

Dia memiliki buah dada yang dapat muat sepenuhnya di dalam tangan Shidou, pinggang yang langsing, dan bokong yang terlihat mulus. Seluruh gadis di dunia ini akan menyimpan perasaan takjub yang dapat menembus batas kecemburuan maupun keirian pada tubuh telanjang yang menawan nan misterius ini.

“...?!”

Dan akhirnya, bahunya tersentak dan Tohka berbalik wajah ke arah Shidou.

“Ap...Shi-Shido!?”

“—! Ah, err, bukan, ini salah paham...! Ini karena—”

Sekalipun ia tidak tahu apa yang salah, kata-kata tersebut dengan sendirinya keluar dari mulut Shidou.

“Cu-cukup, cepat keluar...!”

“Guefugh...!?”

Shidou menerima tinju lurus yang mantap di perutnya, membuatnya melayang ke belakang, menabrak dinding, dan jatuh keras di lantai, bokongnya duluan.

Dalam sekejap, *brak!*, pintu kamar mandi tertutup rapat.

“*kuh*, *kuh* ...haa, anak itu, dia serius meninjuku.”

Dia berkata sambil terbatuk keras, namun pikirannya membetulkan sedikit.

Kalau Tohka benar-benar serius meninjunya, tubuh Shidou mungkin sudah menjadi lemari penyimpanan yang bisa dilepas atas-bawah.

Berangsur-angsur, rasa nyeri di ulu hatinya, serta rasa pusing dan bayangan krem kulit yang mengaburkan pandangannya mulai menghilang.—— sepertinya ia juga berhasil menenangkan detak jantungnya.

Lalu, pintu kamar mandi terbuka sedikit. Wajah Tohka mengintip lewat celah itu dengan muka yang menyala merah terang.

“... apa kau melihatnya, Shido?”

“—!”

Shidou menggelengkan kepala mati-matian pada Tohka, yang menatapnya dengan gencar.

...sebenarnya dia melihat sedikit, tapi kalau ia dengan naifnya jujur memberitahu Tohka, kali ini bisa-bisa seluruh tubuhnya muat dimasukkan ke dalam tas koper.

Untuk sekarang ini Tohka mengerti dan sepakat dengannya, setelah Tohka bergumam “muu...”, dia membuka pintu lebar-lebar.

Tentu saja, Tohka sudah memakai pakaian.

Tapi itu bukan seragam sekolahnya seperti biasa. Sepertinya Kotori meminjamkannya; jubah mandi favorit Shidou.

Karena ukuran tubuh Tohka sedikit lebih besar, kulit yang tampak dari leher sampai tulang selangka, membuatnya entah kenapa jadi terlihat agak erotik. Hal ini membuat Shidou agak bingung di mana harus menempatkan pandangannya.

Akan tetapi, sekarang bukanlah waktunya untuk memikirkan hal itu. Ia mengangkat jari pada Tohka, seraya berteriak.

“Ap-Apa yang kau lakukan di sini, Tohka...!”

Namun Tohka memiringkan kepala ke samping, bingung dengan apa yang dibicarakan Shidou.

“Apa? Kau belum dengar dari adikmu? Kurasa, hmm— sesuatu semacam latihan. Aku diberitahu kalau aku akan tinggal di sini untuk sementara waktu.”

Dia berkata dengan santai.

“L-latihan...!?”

Setelah Shidou mengernyitkan alis, ia membalikkan pandangan ke arah koridor.

Lalu berdiri, berjalan dengan terburu-buru, dan membanting pintu terbuka sambil kebingungan.

“Kotori! Apa maksudnya ini!?”

“Oh—”

Saat ia melakukan itu, anak berambut twin-tail yang sedang duduk di sofa, menonton televisi, berbalik, mengarahkan mata bundar bagaikan biji ek itu pada Shidou.

“Ooh, onii-chan. Okaeri[3]

“I-iya, tadaima...bukaaaan!”

Ia membalas begitu saja tanpa berpikir, lalu menggelengkan kepala habis-habisan.

“Kau membawa Tohka kesini, bukan...? Oh, dan latihan, apa maksud dari semua ini...!?”

“Nah, nah... tenang, tenang.”

“Bagaimana mungkin aku bisa tenang!? Ke-kenapa kau bawa Tohka ke sini...? Seharusnya dia pulang dengan Reine-san seperti biasa bukan!”

“Eh? Err—mengenai itu—”

Kotori mengulurkan jari pada arah dapur.

“Oh...?”

Shidou mengarahkan pandangan menuju arah yang ditunjuk Kotori—dan sekali lagi, ia membatu.

“......ahh, maaf mengganggu.”

Begitu katanya.

Di sana adalah seorang wanita dengan muka yang sangat mengantuk, tiba di meja makan yang memisahkan ruang keluarga dengan dapur. Dia sedang banyak menambahkan gula batu ke dalam cangkir yang mengepulkan uap panas.

—Dia adalah Murasame Reine, Petugas Analisis <Ratatoskr> sekaligus asisten guru homeroom yang bertanggung jawab atas kelas Shidou.

Kebetulan, dia sedang tidak memakai seragam militer seperti biasanya, yakni sebuah jubah putih, melainkan baju tidur ibu Shidou dengan handuk mengantung di lehernya. Rambutnya sepertinya sedikit basah.

“Re-Reine-san? Apa yang kau lakukan...?”

“......hmmm?”

Setelah sejenak merenungkan pertanyaan Shidou, dia menggaruk kepala dan berkata:

“......ahh, maaf, saya terlalu banyak pakai gula ya?”

“Bukan, bukan itu masalahnya!”

Mau tak mau Shidou menyahuti.

Reine memang memasukkan gula batu cukup banyak untuk khawatir akan kena hyperglycemia[4], tapi itu tidak penting untuk sekarang ini.

Untuk menenangkan detak jantungnya sendiri, Shidou menepuk pelan dadanya dan melanjutkan, berkata:

“Apa maksud dari semua ini? Harusnya Tohka sekarang ini tinggal di <Fraxinus> bukan?”

Tohka, yang sekarang ini ada dalam proteksi <Ratatoskr>, sekarang ini seharusnya tinggal di area terisolir, yang juga merupakan bagian dari interior pesawat udara organisasi tersebut yang bernama <Fraxinus>. Dengar-dengar Tohka juga pergi ke sekolah lewat sana.

Meskipun kekuatannya disegel, dia tadinya dikenal sebagai Spirit yang membawa kehancuran atas dunia.

Semua diatur sedemikian rupa agar, jika sewaktu-waktu, terjadi sesuatu, dapat diambil tindakan langsung. Bukan hanya untuk hal itu, agar dapat mengadakan pemeriksaan berkala secara efisien, sepertinya ditempatkan sebuah segel yang kuat di area terisolir tersebut, di mana juga terdapat beberapa ruangan yang telah disiapkan.

Karena itu, setelah Tohka pulang sekolah, seharusnya dia kembali dengan Reine ke <Fraxinus>...

“......ahh, benar juga. Saya seharusnya menjelaskan dulu padamu.”

Reine berkata sambil mengusap mata, di mana terdapat lingkaran-lingkaran hitam di sekitarnya.

“......tapi, sebelum itu.”

“Sebelum itu...?”

“......lebih baik kamu ganti baju dulu, bukan? Nanti lantainya basah.”

Setelah diingatkan seperti itu, “Ah”, demikian Shidou bergumam.

Bagian 2[edit]

“... jadi? Apa maksud semua ini?”

Shidou, setelah berganti pakaian sehari-hari, mengarahkan pandangan ke arah Reine dan Kotori, yang sedang duduk di sisi lain meja.

Ketiga orang ini sekarang sedang berada di lantai dua kediaman Itsuka, di dalam kamar Kotori.

Ruangan itu berukuran enam petak tatami. Kamar tersebut berisikan lemari baju pink, sebuah tempat tidur, dan sejumlah banyak aksesori menarik serta boneka-boneka yang ditaruh di seluruh ruangan.

Pada mulanya ia ingin melanjutkan pembicaraan di ruang keluarga, namun karena adanya beberapa topik sensitif yang sebaiknya tidak mencapai telinga Tohka, mereka pindah lokasi kemari.

Kebetulan, Tohka sedang terhipnotis menonton tayangan ulang anime di ruang keluarga. Dia akan diam begitu selama dua puluh menit ke depan.

“Hmm—mengenai ini.”

Kotori menyentuh pipi halusnya dengan jari, mendorongnya ke atas.

“Dari hari ini untuk ke depannya, Tohka untuk sementara akan tinggal di rumah kita!”

Lalu, mengepulkan dadanya dengan bangga, dia memasang senyuman polos.

“Karena itu aku tanya kenapa bisa jadi seperti iniiiiiii!’

“......ahh tenang dulu, Shintarou.”

Setelah Shidou berteriak, Reine membuka mulut.

Entah karena sengaja atau tidak, dia masih salah menyebut namanya.

“Bukan Shintarou, Shidou.”

“......ahh, kau benar. Saya tarik kembali. Maaf, Shin.”

“......”

Bukannya ditarik kembali, malah jadi nama panggilan.

Ia mau tak mau menyangka kalau itu dilakukannya secara sengaja tapi...kalau ia perhatikan baik-baik wajahnya, mau tak mau ia-pun berpikir kalau Reine memang salah menyebut namanya.

Bagaimanapun juga, Shidou tidak dapat memojokkan Reine lagi mengenai namanya lebih dari ini.

“......alasannya kurang lebih dapat terbagi dua.”

Reine mulai berbicara dengan suara yang terdengar tenang.

“......pertama——mengenai siapa yang akan mengurusi aftercare Tohka untuk kedepannya.”

Aftercare......apa maksudmu?”

“......Shin. Bulan lalu, kamu mencium Tohka dan menyegel kekuatannya, benar?”

“... ugh, i-iya...”

Shidou menundukkan kepala karena takluk.

Di saat bersamaan, perasaan dari waktu itu muncul kembali, mukanya sedikit memerah.

“Ooh—muka Onii-chan memerah- Lucunya~~”

“Be-berisik!”

Kotori, yang terlihat menikmati itu, mengatakannya dengan riang dengan sepenuh hatinya. Shidou memalingkan pandangannya dengan canggung.

“......yah, tidak apa-apa, tapi ada satu masalah... sekarang ini ada semacam koneksi yang mengalir di antara Shin dan Tohka.”

“Koneksi? Apa maksudnya?”

“......mudahnya, ketika kondisi mental Tohka tidak stabil, ada kemungkinan kekuatan spiritual yang tersegel dalam tubuhmu akan mengalir kembali.”

“Ap...?”

Tubuh Shidou membeku ketakutan.

——Jadi segel yang dipasang pada kekuatan spiritual Tohka akan mengembalikan kekuatan itu padanya...?

Bukannya itu berarti Tohka sekali lagi akan mempunyai kemampuan untuk membelah langit dan bumi dalam satu ayunan?

Kalau memang begitu kasusnya—— kemungkinan ini bisa membuat orang-orang gemetar dengan membayangkannya saja.

“......seperti yang kamu tahu, Tohka sekarang ini tinggal di dalam area terisolir <Fraxinus>.”

Entah dia sadar atau tidak dengan kepanikan Shidou, Reine lanjut berbicara dengan halus.

“......walaupun kami biasanya memonitori kondisi Tohka...entah kenapa, ketika dia berada di <Fraxinus>, tingkat stres yang terukur lebih tinggi dibandingkan dengan saat berada di sekolah.”

“Be-begitukah?”

“......ya. tambah lagi, kelihatannya dia tidak menyukai pemeriksaan berkala yang berlangsung dua kali sehari. Meskipun sekarang ini dia bisa memakluminya, akan sulit bahkan bagi seorang ahli sekalipun untuk mengatakan kalau kami dapat melanjutkan ini—— dan karena itulah—”

Reine menyentuh dagu dengan jari-jarinya.

“—dengan mempertimbangkan hasil yang didapatkan dari pemeriksaan yang sudah stabil, kami akan memindahkan tempat tinggal Tohka ke luar <Fraxinus> untuk sementara.”

“O-oh...begitu ya.”

“......ya. Karena berbagai situasi ini, sudah diputuskan bahwa Tohka akan tinggal di rumah ini untuk beberapa waktu sementara bangunan residensial khusus Spirit sedang dibangun.”

Please wait.”

Shidou menaruh tangan di dahi, wajahnya mengkerut.

“......ada apa?”

“Ke-kenapa harus di rumahku...?”

Reine menggerutu pelan pada pertanyaan Shidou.

“......yah, terus terang saja— ketika dia ada bersamamu, mental Tohka ada pada kondisi paling stabil.”

“Eh...”

Segera setelah kata-kata tersebut dilontarkan, ia menahan nafas.

“......dengan kata lain— meski sulit bagi kami untuk memastikan ini, Tohka belum mempercayai manusia lain selain kamu. Baik itu saya ataupun Kotori, meskipun kami punya banyak kesempatan untuk berinteraksi dengannya—— hasilnya akhirnya tidak sama sepertimu…...pertama-tama, meskipun cuma sedikit, kami akan mengamankan sebuah tempat. Lalu, kami akan menguji apabila Tohka mampu tinggal dalam kehidupan normal.”

“... begitu...”

Shidou menyeka peluh di dahinya.

Tentu saja, setelah penjelasan tersebut, semuanya terlihat jelas untuk Shidou.

Apa lagi— yah, ia diberitahu kalau Tohka mempercayainya... ia tidak keberatan dengan hal itu.

Tapi, seolah berubah pikiran, perlahan ia menggelengkan kepala. Ini bukanlah sebuah permintaan yang dapat dengan mudah ia terima. Seakan mencoba mengelak, ia melemparkan pertanyaan baru pada Reine.

“Lalu...apa alasan yang satu lagi?”

“......ahh, yang ini lebih blak-blakan —Shin, ini untuk latihanmu.”

“...”

Kata-kata yang terucap saat ia mengganti pakaian beberapa waktu lalu terulang.

Latihan. Dengan satu kata itu, berbagai ingatan tidak menyenangkan muncul ke permukaan pikirannya.

“Oh ya, topik itu sepertinya sempat disinggung...tapi, tidak ada alasan untuk latihan lebih lanjut kan?”

“......Hmmm? Memangnya kenapa?”

“Kenapa...karena kekuatan Spirit sudah tersegel...”

Ketika Shidou berkata demikian, Reine kemudian terangguk-angguk, kepalanya berayun ke samping.

“......siapa bilang Tohka adalah Spirit satu-satunya?”

“Eh...? Apa maksudmu... itu”

“......sesuai dengan yang saya katakan. Ciri khas dari makhluk pembawa malapetaka—juga dikenal dengan sebutan Spirit—yakni menyebabkan spacequake. Namun Tohka bukan satu-satunya. Pada saat ini, kami sudah memastikan keberadaan yang lain selain Tohka.

“Ap——”

Shidou tiba-tiba merasa seperti jantungnya sedang ditarik dan diremas.

Spirit. Jadi Tohka bukan satu-satunya?

Entah karena gelisah atau takut, perutnya terasa mulas karena emosi yang sulit dijelaskan. Tubuhnya gemetar terus menerus, terasa dari tangan kakinya sampai ujung jarinya.

Tapi Reine tidak peduli dengan ketegangan Shidou, dan melanjutkan.

“......Shin. Kami ingin kamu melanjutkan mengambil peran dalam bercakap-cakap dengan para Spirit. Itulah maksud dari latihan ini.”

“... ka-kau bercanda—”

Pada saat itulah sesuatu menghantam lututnya, kemudian ia mengerang.

“——hmm?”

Kotori, yang dari tadi diam mendengarkan pembicaraan, mengangkat suara kecilnya.

Tanpa disadari, warna pita yang mengikat rambut twintail-nya sudah berganti dari putih ke hitam.

“——!”

… Shidou merasa sudah pernah melihat ini sebelumnya. Kotori sekarang sedang dalam Commander Mode.

“Kau tidak mau, Shidou? Apa kau bilang kau tidak suka mengencani para Spirit dan membuat mereka jatuh hati padamu?”

Nada bicaranya benar-benar berbeda dibandingkan dengan beberapa detik sebelumnya. Dengan menampakkan kesan layaknya orang dewasa, Kotori berbicara.

—benar.

<Ratatoskr> menawarkan metode ini untuk menaklukan para Spirit, yakni melalui cara damai dan tanpa kekerasan—

Yaitu agar Shidou berhubungan baik dengan para Spirit, kemudian menyegel kekuatan mereka di dalam tubuhnya sendiri— diutarakan dengan kata-kata sekalipun, itu adalah tindakan yang tidak masuk akal.

“Uh, te, tentu saja tidak!”

Shidou telah mengatakannya, Kotori sedikit membungkuk ke depan sambil membuka mulut.

“Fuun— Kalau begitu, kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi.”

“Ah...?”

“Kita hanya bisa diam menonton dunia porak-poranda akibat spacequake atau sabar menunggu terjadinya sebuah keajaiban sambil membiarkan AST membunuh para Spirit. Mungkin diantara dua kemungkinan itu.”

“...!”

Setelah diberitahu seperti itu, Shidou kehilangan kata-kata.

Bukan karena ia sudah lupa akan hal itu— tapi menghadapi kenyataan itu di muka sekali lagi membuat jantungnya dihujam rasa sakit yang menusuk.

Para Spirit, yang berdiam di dimensi alternatif yang dikatakan sebagai dunia lain, sekali-kali akan muncul di dunia ini.

Pada saat-saat seperti ini, akan ada goncangan besar di dinding antar-dimensi, menyebabkan terjadinya fenomena yang dikenal sebagai spacequake.

Baik pada skala besar atau kecil– selama Spirit muncul di daerah tertentu, daerah tersebut akan hancur porak-poranda, seolah ada bom yang meledak.

Sesudah itu, para Spirit akan dikenal sebagai eksistensi yang berbahaya, dan orang-orang pun akan mencoba memusnahkan mereka dengan cara apapun lewat bantuan kekuatan militer para anggota Anti Spirit Team, AST dari Angkatan Darat Bela Diri Jepang.

“Kemampuan luar biasa yang dapat menyegel kekuatan Spirit— kaulah satu-satunya orang di dunia ini yang memilikinya. Namun, kau bilang kau tidak mau melakukan ini. Bukannya itu berarti tidak ada alternatif lain lagi?”

“...a, apa-apaan... itu...”

Shidou terlihat seperti sedang kesakitan.

Sebuah tanggung jawab yang berat telah dibebankan padanya tanpa diketahuinya. Perutnya mulai terasa sakit karena beratnya tugas ini.

Tapi—dari awal semua asumsi-asumsi itu...

Masih banyak yang harus dipastikan Shidou tidak peduli apapun.

“—Kotori.”

“Ada apa?”

Sepertinya dia sudah menebak-nebak apa yang Shidou ingin tanyakan, Kotori menjawab dengan perlahan.

“... pertama-tama, tolong beritahu aku apa sebenarnya <Ratatoskr>? Sejak kapan kau mengikuti organisasi semacam itu? Dan—mengenai kemampuanku, kemampuan apa sebenarnya ini?”

Ya. Itulah yang selalu ingin diketahui Shidou.

Karena Kotori selalu di luar rumah, ia tidak pernah bisa menanyakan hal itu padanya.

Kotori menghela nafas, dan mengambil cemilan favoritnya—sebuah Chupa chups—dari sakunya. Hanya setelah melepas bungkus dan menaruhnya di dalam mulutlah baru dia mulai berbicara.

“—Ada benarnya juga. Ini juga kesempatan yang bagus untuk memberitahumu, jadi aku akan langsung pada intinya.”

Setelah berkata demikian, dia menyandarkan punggungnya ke bantalan di belakang.

“<Ratatoskr> dibentuk oleh para volunteer... yah, gampangnya, semacam asosiasi perlindungan alam— Dan tentu saja, keberadaannya tidak diberitahukan pada publik.”

“Asosiasi perlindungan alam... huh...”

Entah kenapa, ia merasa kalau itu tidak masuk akal, dan karena itu ia ragu-ragu menyela pembicaraan. Jadi untuk menandakan ia ingin Kotori lanjut berbicara, Shidou mengiyakan saja.

“Yup... tambah lagi, tujuan utama dan alasan terbentuknya <Ratatoskr>— adalah untuk melindungi para Spirit dan memberikan kehidupan yang indah dan bahagia...... yah, kelihatannya ada juga orang-orang korup di dalam grup pimpinan terbesar, Rounds, yang ingin melakukan hal-hal seperti mendapatkan kekuatan luar biasa para Spirit.”

“Ah...? Bukannya untuk mencegah spacequake?”

“Yah, tentu saja itu juga. Tapi itu gol tambahan. Kalau kamu memandangnya seperti itu, berarti kami sama saja seperti para AST.”

“... hmm, yah, kupikir kau benar. Jadi... ada juga organisasi semacam itu. Kapan dan kenapa kau jadi komandan di sana? Aku sama sekali tidak tahu.”

Ia mengucapkan kata-kata itu dengan nada tidak senang.

Meskipun ia tidak punya maksud untuk berkata ‘Jangan merahasiakan apapun dariku’, ini merupakan hal yang penting— sampai menyimpan rahasia seperti terlibat dalam hal yang dapat membahayakan hidupnya. Sebagai seorang kakak, ia merasa sedikit tidak puas.

Menebak perasaannya itu, Kotori mendengus.

“Aku ditunjuk sebagai komandan satuan tempur <Ratatoskr>...sekitar lima tahun lalu, kupikir.”

“Lima tahun lalu... ya— tunggu, ap...!?”

Setelah Shidou menyelesaikan hitungan sederhana di dalam kepalanya— ia mengangkat kepalanya kembali ke posisi semula.

“Jangan omong kosong. Lima tahun lalu...kau baru berumur delapan tahun bukan!?”

Shidou terpukul oleh rasa tidak percaya.

Meskipun itu memang bukan organisasi seperti kebanyakan, tetap saja, menunjuk gadis seumuran anak tahun ketiga sekolah dasar sebagai komandan, itu gila.

“Yah, selama tahun-tahun itu, semacam latihan. Kenyataannya, baru-baru ini saja aku mengambil jabatan pemimpin.”

“Bu-bukan, bukan tentang itu. Kenapa juga harus seorang gadis kecil yang—”

“Yah, bagaimana ya? <Ratatoskr> menyadari kalau aku punya tingkat inteligensi yang berlimpah.”

“Memangnya aku bisa percaya dengan hal seperti itu!”

“Walaupun kau bilang seperti itu, mau bagaimana lagi kalau itu kenyataannya. Kenapa kau tidak bisa lebih menurut dan percaya kata-kata adikmu? Kau pikir kau akan terlihat pintar kalau kau meragukan kata-kata orang lain?”

...sikapnya itu jauh berbeda dari Kotori yang manis seperti biasanya. Keringat membasahi pipi Shidou.

“... kepribadian gandamu itu, apa itu gara-gara <Ratatoskr>?”

Setelah Shidou berkata demikian, “Fuun”, Kotori mendengus.

“Sederhana dan kasar sekali. Berpikirlah sebelum berbicara. Lagipula ini karena—”

“Karena...?”

“............”

Setelah Kotori menatap Shidou dengan ekspresi rumit, dia memalingkan kepalanya dan mengabaikan kata-kata Shidou.

“—Itu bukan masalah yang penting. Sekarang, kita sedang berbicara tentang <Ratatoskr>. Tambah lagi, sekitar lima tahun lalu, terjadi sebuah insiden yang menjadi titik balik bagi organisasi.”

“Oi, jangan begitu saja mengalihkan—”

Tapi, kata-kata Shidou terhenti di tengah-tengah.

Karena Kotori menaruh jarinya di pegangan Chupa Chups yang dimakannya, mengambilnya keluar dari mulut dan mengarahkannya ke Shidou.

“—karena ditemukan seorang anak lelaki yang dapat menyegel kekuatan para Spirit dengan ciuman, <Ratatoskr> kemudian dengan penuh keyakinan mengalihkan tujuannya ke arah perlindungan para Spirit.”

“Ap...”

Alis Shidou mengkerut karena terkejut.

“A-anak itu...aku?”

“Ya.”

Kotori mengangguk, dan sekali lagi, menaruh Chupa Chups kembali ke dalam mulutnya.

Dan bagi Shidou, semuanya menjadi kacau balau di dalam kepalanya. Setelah semua informasi diberikan padanya dalam sekali jalan, tidak mungkin baginya untuk memproses seluruhnya.

“Tu, tunggu sebentar... pertama-tama, kenapa juga aku diberi kemampuan semacam ini?”

“Ga tahu.”

“Hah...? Ga-nggaknggaknggak. Jangan mencoba membuat kabur masalah ini.”

“Aku bukannya sengaja membuatnya jadi tidak jelas. Aku benar-benar tidak tahu. Lewat perantaraan sebuah ciuman, kemampuan itu dapat mencuri dan mengambil kekuatan Spirit, dan menyegelnya aman-aman di dalam tubuh seseorang. Yang ku tahu hanyalah kalau kau punya kemampuan ini. Alasan kenapa kau bisa memilikinya, aku sendiri juga tidak tahu.”

“La, lalu, bagaimana kau bisa tahu aku punya kemampuan seperti ini! Dan lima tahun lalu! Apa sebenarnya yang terjadi waktu itu!”

Segera setelah Shidou mengatakan itu sambil menggaruk kepala...

Kotori memalingkan pandangannya ke lantai.

“...”

Setelah melihat dirinya yang terlihat berbeda dari biasanya dan memasang ekspresi sedih, Shidou terkejut.

Dia terlihat seperti sedang merasakan kesedihan mendalam. Seperti sedang mengenang ingatan yang menyakitkan.

——Seperti sedang merasakan penyesalan atas kesalahan yang tidak bisa diperbaiki.

Wajah itu—

“Ko-Kotori...?”

Ketika Shidou memanggil namanya, Kotori sadar kembali, bahunya sedikit gemetar.

“Eh, err—aah, mengenai itu ditemukan lewat mesin observasi <Ratatoskr>. Begitulah. Dan aku juga diurus lewat metode yang sama.”

Dia benar-benar berbeda dibandingkan dengan Commander Mode-nya yang biasa. Tambah lagi, Kotori mengucapkan kata-kata samar tersebut sikap menghindar.

Namun Shidou... karena alasan tertentu, ia tidak lagi sampai hati untuk membicarakan topik ini.

“Ba-bagaimanapun juga—”

Setelah Kotori terbatuk dan berdeham, dia menunjuk Shidou dengan jarinya.

“Sekarang ini, informasi paling penting adalah Shidou punya kemampuan untuk menangani para Spirit. Mengerti!? Jadi buatlah keputusan— Mulai dari sekarang, apa kau bersedia atau tidak untuk menaklukan hati para Spirit untuk kami?”

“...”

Shidou mengatupkan mulut tidak senang. Itu merupakan pertanyaan yang penempatannya cukup buruk.

Shidou adalah satu-satunya yang dapat menyegel kekuatan para Spirit.

Kalau Shidou tidak melakukannya, para Spirit— pada dasarnya, keberadaan dan situasi mereka sama dengan Tohka, jadi Shidou punya niat untuk menyelamatkan mereka. Setiap kali mereka datang ke belahan dunia ini, AST akan menyerang mereka.

Biarpun itu bukan niat sang gadis untuk menghancurkan dunia ini.

Menghadapi keputusan satu-sisi, menyimpulkan mereka sebagai bencana dan mengincar nyawa mereka.

Dan lagi—— permasalahan dengan spacequake.

Seandainya kekuatan para Spirit tidak disegel, suatu hari nanti, ada kemungkinan bencana dahsyat berskala-besar seperti Eurasia itu terulang kembali.

Shidou menghela nafas dalam-dalam dan menggaruk lepas beberapa helai rambutnya.

“... beri aku waktu sebentar, aku perlu memikirkannya dulu.”

“—Yah, tidak apa-apa untuk sekarang.”

Kotori berkata sambil menghela nafas, dan mengarahkan pandangan ke arah Reine, yang sedang duduk di sampingnya.

“Kalau begitu Reine, persiapannya.”

“......hmm, serahkan pada saya... atau lebih tepatnya, semuanya sudah selesai.”

Setelah Reine berkata sambil menghuyungkan kepalanya, Kotori bersiul.

“Mantap. Sigap sekali.”

“... persiapan? Apa maksudnya?”

Muncul perasaan tidak enak ketika mereka berdua melakukan percakapan yang meresahkan itu. Shidou bertanya selagi keringat mengaliri pipinya.

Lalu, Kotori menjawab layaknya itu hal yang natural untuk dilakukan.

“Eh? Kamar Tohka sudah selesai disiapkan. Dia akan menggunakan kamar tamu di lantai dua.”

“Tu-tunggu! Kau bilang akan memperbolehkanku berpikir sebentar, bukan!”

“Ya, karena itulah kau tidak perlu khawatir dengan hal-hal di sini. Silahkan ambil waktumu berpikir.”

“Jangan bicara ngawuuuuuur!”

Selagi Shidou berteriak, Kotori menutupi telinganya “yare-yare”[5].

“Kau berisik. Bagaimanapun juga, sampai daerah residensial khusus selesai dibangun, kita tidak punya pilihan lain selain memperbolehkan Tohka tinggal di sini. Pada saat kau selesai membuat keputusan, akan sudah terlambat untuk latihan.”

“Biarpun kau bilang seperti itu... kupikir ada yang salah kalau seorang gadis dan seorang lelaki muda sebaya tinggal di rumah yang sama...”

Selagi muka Shidou memerah padam ketika mengatakan itu, Kotori dengan dingin menertawakannya.

“Kalau kau sampai bisa melakukan ‘kesalahan’ semacam itu, kami tidak mungkin kesulitan sama sekali kan.”

“Guh...”

Memang agak menyedihkan sampai-sampai ia tidak bisa menyangkalnya.

“Tapi, biar apapun juga...!”

Dan, selagi Shidou masih bersikeras melawan, dari belakang Shidou—pintu yang terpasang di kamar Kotori, *glatak*, terbuka.

“...!”

Bahunya tersentak, lalu berbalik ke belakang.

Sambil bertanya-tanya sudah berapa lama dia ada di sana, dari koridor Tohka memberinya tatapan gelisah.

“... Shido. Sudah kuduga, tidak boleh ya? Aku... tidak boleh tinggal di sini?”

“... uh.”

Dengan alisnya membentuk 八, Tohka memandangi dengan tatapan sedih, membuat Shidou kehilangan kata-kata.

...kalau ada manusia yang bisa bilang ‘tidak’ pada situasi ini, ia ingin bertemu dengannya.

Shidou mengeluuuuh panjang.

“... a-aku mengerti...”


Bagian 3[edit]

“... jadi, ngomong-ngomong latihan ini, tentang apa? Aku harus ngapain lagi.”

Shidou, setelah pikirannya diseret kesana-sini sekitar tiga jam yang lalu—

Setelah menyelesaikan makan malam, Shidou bertanya pada Kotori, yang sedang duduk di sofa ruang keluarga.

Yang berada di ruang keluarga kediaman Itsuka hanyalah Shidou dan Kotori.

Setelah semua hal tersebut, Reine kembali ke <Fraxinus>. Sedangkan Tohka, setelah makan malam langsung pergi ke kamar tamu. Aksesoris-aksesoris yang dipakainya selama tinggal di area terisolir <Fraxinus> baru saja dikirim tidak lama ini. Sepertinya dia sedang membongkar barang-barangnya.

“Tidak ada yang istimewa, kau tidak melakukan apa-apa juga boleh.”

Kotori, dengan rambutnya terikat pita hitam, berkata sambil menggerakan bibirnya, gagang permen yang sudah dihabiskannya mencuat keluar dari mulutnya (tentu saja, itu bukan rokok, melainkan Chupa Chups).

“Ha...? Apa maksudmu? Padahal kau sudah bilang ‘latihan, latihan’ dan segala macamnya.”

“Un——, lebih tepatnya, tema kita kali ini adalah untuk menjalani kehidupan sehari-hari... begitulah kira-kira.”

“Ah?”

“Pada dasarnya, bentuk latihanmu, dengan dasar asumsi bahwa kau akan mengencani semua Spirit mulai dari sekarang, adalah bercakap-cakap dengan gadis-gadis tanpa rasa gugup.”

“... ah, setelah kuingat-ingat, kau memang pernah bilang seperti itu.”

Setelah mengingat-ingat latihan dengan galge bulan lalu serta latihan dalam seni menggoda wanita— pipinya berkedut.

“Kali ini, kami akan memanfaatkan event ‘tinggal bersama seorang gadis’ sepenuhnya sebagai bentuk latihan tempur realistik. Tujuannya agar pada saat kau berada pada situasi yang mendebarkan hati dengan seorang gadis, kau tetap tenang dan dapat bersikap gentleman dan mengambil tindakan yang baik.”

“... haa...”

“Karena itulah Shidou, pada waktu kau tinggal bersama Tohka, tidak peduli event senakal apapun yang terjadi, sebaiknya kau bisa mengatasi situasi yang ada tanpa panik.”

“A... apa-apaan itu...”

Shidou mengernyit habis-habisan sambil mengeluh.

Tiba-tiba sebuah pertanyaan baru terlintas di pikirannya.

“...ngomong-ngomong, kenapa juga aku harus memikat hati para Spirit? Kita bisa menyegel kekuatan mereka dengan ciuman saja, kan? Kalau begitu, tidak perlu kan kita tiba-tiba menyerang——”

“Ara kenapa ini, kau lebih suka memaksakan kehendakmu pada orang lain ya, Shidou? Mudah-mudahan namamu tidak dimuat di berita koran pagi.”

“Namaku tidak akan muncul di sana!”

Selagi Shidou berteriak, Kotori mengangkat seraya meringankan pundaknya.

“——Percuma. Kalau para Spirit belum membuka hati pada Shidou, mereka tidak akan membiarkanmu menyegel kekuatan mereka sepenuhnya.”

“Be-begitukah...?”

“Yah, bukan berarti mereka harus benar-benar jatuh cinta. Paling tidak, akan sulit untuk membuat mereka menerima ciuman apabila mereka tidak punya kepercayaan yang cukup padamu. Maka dari itulah Reine mengawasi para Spirit secara individual berdasarkan mood dan perasaan positif lainnya.”

“Ha, Haa…”

Semakin ia mendengarnya, semakin sulit baginya untuk mengerti kemampuan yang dimilikinya.

“... hm?”

Dan— Shidou memiringkan kepalanya.

Si Kotori, nampaknya dia mulai menggerakkan bibirnya layaknya sedang berbicara seperti biasanya.

“... begitu ya, aku mengerti. Un...oke...”

Kalau ia perhatikan dari dekat, di telinga kanan Kotori, ia dapat melihat intercom kecil yang dipakainya.

“Kotori? Kau berbicara pada siapa?”

“——Aah, bukan siapa-siapa. Jangan pedulikan itu—— yang lebih penting lagi, Shidou”

Maka, Kotori melompat dari sofa dan berdiri.

“Aku mau ke toilet.”

“Ha? Ya langsung pergi saja.”

“Kulihat beberapa saat yang lalu, bohlam-nya rusak. Bisa kau menggantinya?”

“—? Ahh... boleh saja.”

Sambil berpikir kalau Kotori sedang bertingkah mencurigakan, Shidou mengambil bohlam cadangan dari salah satu rak.

Ia lalu mengambil sebuah kursi pendek untuk membantunya mengganti bohlam dan berjalan menuju toilet.

Kemudian, setelah ia menaruh kursi itu di lantai ia lanjut membuka pintu—

“—!?”

Demikianlah tubuhnya membeku.

Namun itu sudah sewajarnya terjadi. Bagaimanapun juga— itu karena sang tamu ada di sana, di dalam toilet.

“Ap... Shido!?”

Tohka sedang duduk di sana, celana dalamnya di bawah lutut.

“To...To-To-To-To-To-To-To-To-Tohka...!? Kenapa kau di——”

Shidou memaksa keluar suaranya, sembari merasakan detak jantungnya tiba-tiba semakin cepat.

Aneh. Pintu toilet tidak terkunci.

Tambah lagi, bohlam yang Kotori bilang sudah rusak— sekarang ini menyala terang benderang. Entah kenapa, saklar yang terpasang di samping pintu sedang pada posisi mati.

Tidak mungkin orang yang baru masuk tiba-tiba bisa melihat dibalik tipuan ini.

“Ha-harusnya aku yang bilang begitu! Cepat tutup!”

Dengan pipi merah menyala, Tohka menarik turun ujung gaunnya dengan satu tangan, di saat bersamaan dia dengan kasar mengambil tisu toilet yang terpasang di dinding, lalu melemparnya ke muka Shidou dengan sepenuh tenaga.

“Goah...!?”

Meskipun itu cuma kertas tisu yang lunak, kalau dilempar dengan kasar begitu, tentu saja tetap akan terasa pengaruhnya.

Shidou mengerang dan jatuh terlentang di tempat.

*Rol**Rol**Rol*……dan, tisu toilet yang melancarkan serangan kamikaze[6] pada hidung Shidou menarik garis putih di sepanjang koridor.

“A-Apa yang, sebenarnya terjadi...?”

Dan pada saat Shidou sedang memandang langit-langit, Kotori muncul di atas kepalanya.

“Menyedihkan sekali. Padahal aku baru saja bilang jangan panik dan gugup.”

Karena pose meremehkannya saat Shidou sedang terlentang, celana dalamnya terlihat jelas. Yah, untuk Shidou sekalipun, karena itu celana dalam adiknya, ia tidak panik.

“... Kotori. Ini ulahmu kan...”

Setelah Shidou berkata, Kotori meraih stik Chupa Chups, menariknya keluar dari mulut dan memegangnya di samping bibirnya.

DAL v02 061.jpg

…yang baru saja terjadi, mereka telah memperkirakan kapan Tohka akan masuk ke dalam toilet sebelum mengirim Shidou untuk menyerangnya. Bahkan, mereka dengan hati-hati bermain-main dengan kunci pintu dan saklar.

“——kondisi Shidou selalu diawasi oleh <Fraxinus>. Dengan demikian para crew dan AI akan menilai setiap kesuksesan Shidou satu per satu— dan tentu saja kali ini, kau gagal.”

Setelah berkata demikian, Kotori memperlihatkan pada Shidou sesuatu yang dia sembunyikan dari balik punggungnya.

“Ah...?”

Sebuah radio berukuran kecil.

Kotori memasukkan baterai ke dalamnya, dan mencocokkan frekuensi. Setelah itu——

「—dunia yang penuh dengan tipu muslihat ini. Semua orang dewasa yang busuk itu. Kita tidak boleh seperti mereka. Tunjukkan pada mereka kekuatan — keajaiban yang berlimpah. Kita tidak boleh menghentikan langkah-langkah kita dalam menghadapi masa depan—」

…sebuah puisi yang pernah didengarnya, dilafalkan dengan monoton.

Betul. Puisi yang Shidou tulis saat masih SMP.

“G... Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh!?”

Shidou menjerit seolah tubuhnya tidak lagi dapat berfungsi, menarik baterai radio dan menjatuhkannya.

“Sia-sia biarpun kau melakukannya. Toh itu sudah disiarkan.”

“Ap...!?”

Muka Shidou memerah sepenuhnya.

“Ini adalah kelanjutan dari penalti sebelumnya. Bisa jadi masalah kalau kau tidak serius menanganinya karena ini cuma sebuah latihan—— yah, tenanglah. Selama kau tidak berbuat kesalahan, nama pengarang puisi itu tidak akan diungkapkan.”

“Bukannya itu berarti kalau aku berbuat kesalahan, namaku akan diungkap!”

“Karena itu aku bilang sebelum hal itu terjadi agar kau dapat terbiasa. Aku tidak bilang kau harus mesra-mesraan dengannya. Tidak peduli seberapa nervous dirimu, kalau kau dapat menenangkan diri dan mengambil langkah yang tepat, kau akan lolos.”

“I-Itu keterlaluan...”

Galge waktu itu jauh lebih baik. Latihan kali ini punya tingkat kesulitan yang terlalu tinggi bagi Shidou yang tidak kebal dengan hal semacam ini.

“Ngo-ngomong-ngomong, bukannya kau bilang kita tidak boleh membuat kondisi mental Tohka memburuk...!?”

“Aah, itu bukan masalah. Ada banyak hal yang dapat membuat emosinya berguncang. Kalau event-event semacam ini, kemungkinan kekuatan Spirit-nya kembali sangat kecil.”

“Ta-tapi biarpun begitu...”

Lalu, saat Shidou mengatakan hal itu, dari belakangnya suara *kriiit* berkumandang.

Tohka sedikit membuka pintu toilet, dan setengah dari mukanya yang memerah mengintip keluar.

“To-Tohka...?”

Biarpun itu semua ulah Kotori, tapi bagi seseorang yang baru saja tertangkap melakukan sesuatu, mengintip misalnya, sulit untuk melihat muka satu sama lain. Shidou memalingkan pandangannya dan berkata dengan suara pelan.

“Ma-maaf... tadi aku tidak sengaja. Tolong maafkan aku...”

Setelah ia berkata demikian, Tohka, dengan pipi yang bersipu karena malu, menunjuk garis putih di sepanjang koridor yang diperhatikannya.

“... aku memaafkanmu... jadi ehm, kalau... bisa, tolong ambilkan tisu itu?”

“Ah...”

Itu membuatnya teringat, tisu toilet untuk kepentingan darurat sepertinya sudah habis.

Shidou mengambil tisu yang terjatuh di koridor, menggulungnya kembali dan mengulurkannya pada Tohka.


Bagian 4[edit]

“Shidou, sepertinya bak mandi sudah siap, kau duluan saja.”

Jebakan apa lagi yang kau persiapkan kali ini...? Shidou bersiap-siap saat Kotori melontarkan kalimat tersebut, waktu menunjukan pukul 8 malam.

“... mandi, ya”

Shidou menjawab dengan suara hampa, kepalanya mengintip dan menjelalat ke dalam ruang keluarga.

Kotori sedang berbaring, sambil memegang sebuah controller konsol game yang terhubung dengan televisi.

Seperti yang diduga kehadiran Tohka— tidak ada di sana.

Betul. Belum lama Shidou beranjak selama beberapa menit, sosok Tohka sudah menghilang.

Kotori bilang dia pergi untuk mengambil sesuatu dari kamarnya... setelah sejauh ini, Shidou tidak senaif itu untuk mempercayai kata-katanya.

“... tidak, tidak masalah kalau aku mandi belakangan. Bagaimana kalau kau duluan, Kotori?”

“……”

*Tuing*

Kotori yang dari tadi sedang berlenggak-lenggok seirama dengan BGM game-nya, menghentikan ayunan kakinya untuk sesaat. Shidou tidak luput menyaksikan hal tersebut.

“Nanti saja. Sekarang sedang bagus-bagusnya.”

Kenapa ini, dia mengatakannya dengan poker face sambil melihat ke layar.

—Shidou yakin, ini jebakan Kotori.

Saat Shidou tidak hadir di sana mereka mengatur agar Tohka memasuki kamar mandi, sama dengan insiden toilet sebelumnya, kemudian mereka akan membuat Shidou masuk begitu saja. Sepertinya mereka berencana untuk menciptakan situasi yang menyenangkan sekaligus memalukan.

Sang Komandan Itsuka Kotori yang banyak akalnya sekalipun tidak akan melewatkan kesempatan mewah seperti mandi atau semacamnya.

Tapi, mengingat Shidou sudah mengalami insiden kamar mandi itu saat ia pulang. Tentu saja setelah mengalaminya dua kali, ia sudah belajar dari pengalaman dan kali ini ia tidak akan terjebak.

Ia sedikit mengangkat bahu— ini waktunya untuk mengeluarkan senjata rahasia unggulannya.

“Oh yah, kalau kau bilang begitu— untuk hari ini, boleh aku pakai sabun busa?”

“—!?”

Saat itu juga, rambut twintail Kotori tersentak dan menjadi acak-acakan.

Aturan Keluarga Itsuka dalam menggunakan sabun busa— karena mereka semua menyenangi gas karbon yang dihasilkan, maka mereka memutuskan bahwa orang yang mandi pertama kalilah yang akan menggunakannya.

Mengetahui hal itu, Kotori hampir tidak pernah melewatkan peran ini sebelumnya.

“……”

“……”

Momen-momen kesunyian setelah makan malam.

Jika ada orang yang tidak tahu apa-apa melihat ini, mereka mungkin hanya menyaksikan sebuah adegan keheningan di antara kakak-beradik.

Namun— sekarang ini, sebuah perang psikologis yang hebat (?) sedang terjadi di antara mereka berdua.

—nah, apa yang akan kau lakukan sekarang, Kotori?

Sekarang ini di dalam pikiran Shidou; kastil Kotori yang tak tertumbangkan sedang diserang dengan sabun-sabun busa, sebuah adegan yang benar-benar fantastis.

Kotori, dengan sikap yang tenang, menggeser kakinya. Shidou sudah yakin dengan kemenangannya, pinggiran bibirnya terangkat.

—Fu,hahahahaha! Jangan meremehkanku, dasar setan cilik. Aku, Itsuka Shidou, tahun-tahun selama menjadi kakakmu bukanlah pajangan belaka.

Namun, sebentar saja, Kotori menjawab dengan suara gemetar,

“He... Heeeeee, oh... … bagus... … Shidou, masuklah... duluan.”

“Ap...”

Terhadap jawaban yang tak terduga itu, Shidou mengangkat alis— Tidak peduli sejauh apa dia mengaktifkan Commander Mode-nya, tidak mungkin Kotori dapat melawan kekuatan magis sabun busa!

… dan, kalau diperhatikan dari dekat, bahu Kotori sedang gemetar, ia langsung mengerti setelah melihat itu beserta tangan kanannya yang mencengkeram erat tangan kirinya.

“……”

Dia berusaha menahan diri mati-matian.

Dan-saat itulah,

“Kotori, maaf membuatmu menunggu. Oke, aku menantangmu!”

Dari belakang berkumandang suara itu, Shidou berbalik badan sambil terkaget.

Di sana, Tohka berdiri memegang sesuatu, sepertinya sebuah selimut.

“Tohka?!”

“Nu, ada apa Shido? Mukamu aneh begitu.”

“Ti-tidak... ke mana kau tadi?”

“Un. Kotori mengajakku bermain game dengannya, tapi hari ini ternyata agak dingin. Karena itu aku pergi mencari sesuatu yang bisa menyelimuti lututku dari dalam kamarku.”

“... eh, ap—”

Mendengar kata-kata Tohka, Shidou langsung sempoyongan. Ia merasa pandangannya mulai kabur dan berputar-putar.

—Apa Kotori memang berbicara jujur? Shidou, sibuk sendiri untuk hal yang sia-sia...!?

“... aku— mau mandi...”

Entah kenapa ia merasa seperti sudah kalah. Shidou keluar dari ruang keluarga dengan sempoyongan.

“—? Shido kenapa?”

“... entahlah.”

Suara mereka berdua terdengar di belakangnya selagi ia meninggalkan koridor. Ia menyiapkan pakaian dan handuk begitu saja, sebelum membuka pintu ruang ganti kamar mandi.

“……”

Untuk berjaga-jaga, ia mengetuk pintu kamar mandi sebelum membukanya.

“... apa, benar-benar tidak ada siapa-siapa rupanya.”

Ia menghela nafas lega, dan dengan cepat melepas pakaiannya sebelum memasuki bak mandi. Pada saat ia menggenggam sabun busa di tangannya— ia tiba-tiba merasa telah melakukan hal yang jahat pada Kotori.

Ia bermaksud membiarkan Kotori menggunakannya besok. Dengan demikian ia melempar aditif mandi tanpa gelembung ke dalam bak.

Kemudian ia dengan cepat membasuh badan sebelum membenamkan tubuhnya ke dalam bak putih susu itu.

“Fuu~~”

Keluhan yang panjang dan tipis. Suara gemanya memantul dari dinding kamar mandi sebelum kembali ke telinganya.

“Lagi lagi... hari yang melelahkan...…”

Ia membenamkan bahunya ke dalam bak panas itu, dan menghela nafas sekali lagi.

Dari pori-pori tubuhnya, rasa letih di sekujur tubuhnya serasa melebur.

Shidou menikmati waktu dan menutup kelopak matanya.

…dan sekarang, ia bertanya-tanya sudah berapa lama waktu berlalu.

“—fuun, fufufufuun, fufuun♪”

Suara senandung seseorang menyadarkan Shidou dari lamunannya.

“Ah...? Apa...?”

Shidou mengusap mata mengantuknya, dan berbalik menghadap arah dari mana nyanyian itu datang—

“—!”

Tubuhnya membatu, iapun memaki diri karena lengah.

Wajar saja. Saat ini, menghadap kaca yang memisahkan kamar mandi dari ruang ganti, ia melihat sosok kabur seorang gadis berambut hitam.

“Te-ternyata ini tujuanmu ya, Kotori—!”

Shidou mengerang sambil menahan perutnya.

Dia membuat polanya terlihat seakan sama dengan situasi sebelumnya lalu melancarkan serangan dadakan.

Tujuannya bukanlah untuk membuat Shidou bergerak ke mana Tohka berada, melainkan sebaliknya.

Meskipun simpel, itu strategi yang efektif. Karena kali ini, Shidou tidak punya celah untuk kabur.

“Aku tertipu. Kotori—!”

Saat ini dalam pikiran Shidou; Kotori yang sedang memakai kacamata hitam tertawa terbahak-bahak seraya berkata, [Kau masih bocah rupanya] selagi menyeruput segelas wiski. Adegan seperti itu terlintas di benaknya.

Setelah selesai melepas pakaiannya, Tohka menaruh tangan di pintu kamar mandi.

“...!”

Shidou yang mengalami kekacauan, tanpa berpikir lagi, menyelam ke dalam bak mandi dan menutupinya dengan penutup bak sebelum ia ditemukan.

Kemudian *grakgrakgrak*, dengan suara itu, tutup bak mandi tersebut ditarik terbuka.

“Touu!”

*Byuuur!* Lalu, tanpa memeriksa isinya, Tohka dengan penuh semangat melompat masuk ke dalam bak.

Air panas terciprat ke mana-mana— dan bersamaan dengan itu, Shidou merasakan sesuatu yang halus mendarat di perutnya.

“Nu?”

Lambat laun, Tohka merasakan sesuatu yang tidak biasa.

Dengan demikian... Shidou tidak lagi dapat menahan nafas dan muncul ke permukaan air susu itu, sambil mengenakan ekspresi ‘konnichiwa’[7] di wajahnya.

“Y-Yo.”

"……"

Maka setelah beberapa detik.

“——!?”

Tohka, wajah yang berpijar semerah tomat, bermegap-megap tanpa suara.

“Te, ah, tenang dulu, Tohka...!”

“—! Bo-bodoh! Jangan keluar...!”

Tohka memegangi kepala Shidou dengan seluruh kekuatannya, dan membenamkannya ke dalam air.

Tentu saja, Shidou yang tidak mengambil nafas baik-baik, tidak punya cukup oksigen dalam paru-parunya.

“…...! ……!"

Setelah terjebak dalam pergumulan di dalam bak mandi untuk beberapa lama.

Shidou akhirnya hilang kesadaran, *plop*… lalu mulai mengambang di permukaan bak mandi.

Di suatu tempat dalam pikirannya; Kotori berkata [Yah, payah], sepertinya ia mendengar lagi sebuah pidato panjang lebar dari radio— namun tidak ada yang dapat Shidou lakukan.


Bagian 5[edit]

“Be... benar-benar... pengalaman yang tidak menyenangkan.”

Ia entah bagaimana caranya tersadar kembali. Shidou, setelah keluar dari bak, mencuci tumpukan piring di wastafel dan menyiapkan nasi untuk esok hari. Akhirnya ia kembali juga ke dalam kamarnya— ia merasa letih sekali.

Jarum jam menunjukkan pukul 11 malam.

Anak-anak baik, Tohka dan Kotori, keduanya sudah tertidur di kamar mereka masing-masing.

Meskipun untuk ukuran remaja SMA ini masih terlalu dini— keletihannya hari ini ternyata memang tidak seperti biasanya.

—sesuai bayangannya, bahkan untuk Kotori sekalipun, hari ini melelahkan.

Shidou memasuki kamarnya dan kemudian merebahkan diri ke atas tempat tidur. Seketika itu juga ia tertidur.



「……ri. Kotori, bangunlah. Sudah waktunya.」

Semua orang sudah tertidur— ini sudah larut malam. Kotori merasakan getaran di telinga kanannya, lalu mengedutkan alis matanya.

“U…… nn……”

Namun, ia sampai terbangun oleh karena hal semacam itu, tidur seorang anak 13 tahun seperti Itsuka Kotori tidaklah sedangkal itu.

Di atas tempat tidurnya ia berputar, membuat gulungan selimut dengan melilitkannya ke sekujur tubuh sebelum membalikkan badan ke samping, dan kembali menyuarakan tidur lelapnya.

「……Kotori. Kotori. Jangan tidur lagi」

“Un~”

Kotori dengan kedua tangannya mengusap matanya yang berkedip lelah, dan dengan lesu mengangkat badan.

“Aaapaaa……Onii-chaan...”

「……maaf tapi ini bukan Shin. Ini saya, Reine.」

Kotori memelintirkan lehernya sedikit, kemudian “fuaaaaaAA……” menguap lebar-lebar.

“Reine...? Ada apa, pada jam segini...”

Sembari Kotori mengusap mata dengan satu tangan, tangan yang lain berayun-ayun di sisi tempat tidur, meraba-raba handphone-nya, ia menyalakan lampu di layar menu dan menyipitkan mata terhadap tampilan layar.

Waktu menunjukan pukul 3.20 subuh. Waktu di mana semua anak baik maupun nakal sedang berada dalam alam mimpi mereka.

「……persiapan sudah selesai. Kami akan mengikuti perintah terakhir darimu.」

Sesudah diberitahu demikian, Kotori “Ah” membuka mulutnya sedikit.

“Un... Oh iya... aku yang memintamu... untuk membantuku... bangun tidur...”

Saat Kotori mengangguk-angguk mengantuk seperti Reine, sekali lagi ia meraba-raba daerah di sekitar tempat tidurnya.

Kemudian dalam tangannya ia meraih, sebuah permen berpegangan seukuran mulut yang ditaruhnya di sana. Ia lalu merobek bungkus yang acak-acakan itu dan menyorongkannya ke dalam mulut.

“—!”

Sekejap itu juga, lewat lidahnya semacam sensasi eksplosif tersampaikan ke otaknya. Kotori menyentakkan sekujur tubuhnya. Pada waktu bersamaan, sebuah wewangian yang menyegarkan dan membangkitkan semangat masuk lewat rongga hidungnya.

Betul, itu bukanlah Chupa Chups yang biasa. Senjata rahasianya, Super Menyegarkan●Super Menthol Candy yang digunakan Kotori hanya saat ia ingin menahan rasa kantuknya.

Kotori meraih pita hitamnya di tangan, kemudian mengikat rambutnya dengan gaya twintails seperti biasa.

“Ah— aku sudah terbangun. Maaf ya, Reine.”

「……tidak apa-apa— tanpa buang waktu lagi, ini laporannya. Shin sekarang ini sedang tertidur.」

“Begitu ya. Lalu, bagaimana anggota yang lainnya?.”

「……saya sudah bilang agar mereka siaga seperti yang sudah diperintahkan. Kita bisa lakukan kapanpun juga.」

“Bagus.”

Seraya berkata, Kotori meredam suara langkah kakinya dan meninggalkan kamar, menuruni tangga dan menuju pintu depan.

Kemudian, dengan suara *kachinn*, kunci pintu terbuka.

Di balik pintu depan terlihat seragam-seragam tempur hitam serta balaclava[8], beberapa orang dalam seragam mirip pasukan khusus Amerika itu sedang bersiaga.

“Target berada di lantai dua. Aku mengandalkan kalian semua.”

“Siap.”

Orang-orang itu mengikuti perintah Kotori, dan menginvasi kediaman Itsuka tanpa membunyikan langkah kaki.



“Un…Uunnn…”

Shidou mendesah pelan, di atas tempat tidur ia meregangkan punggungnya sedikit.

Matanya bertemu dengan sinar matahari yang datang dari jendela, dan suara burung berkicau menghampiri telinganya.

“Un... sudah pagi ya.”

Ia menguap lebar-lebar, sembari mengedip-ngedipkan mata, ia berbalik ke sisi lain tempat tidur.

—Dan.

“Ah...? Apa ini...?”

Ia merasakan pipinya menyentuh sesuatu yang lembut. Shidou sedikit mengangkat sebelah alis.

Untuk mencari tahu apa itu, perlahan ia mengangkat tangan ke dekat kepala, dan meraba-raba sekitarnya.

Ketika ia melakukan hal itu, dari atas kepalanya.

“Un...”

Apa ini, terdengar suara manis.

“……”

Shidou berhenti bernafas untuk sesaat, dan memilah-milah pikirannya.

Ia menelusuri keadaan sekitarnya. Di hadapan matanya ada sebuah kain kapas tipis. Dan di langit-langit, ia mendapati sebuah lampu yang berbeda dari yang ada di kamarnya.

Tempat itu— bukanlah kamar Shidou.

Melihat dari interior ruangan itu... Sepertinya tempat ini adalah kamar tamu di lantai dua yang jarang ia masuki.

“Ber, ar, ti...”

Dengan pelan, dengan sangat pelan ia membalikkan muka untuk memeriksa atas kepalanya.

“……mu?”

DAL v02 077.jpg

Di sana, seperti yang diduganya, sosok cantik Tohka.

Sepertinya ia terbangun beberapa saat yang lalu. Tepat saat Shidou menengadah ke atas— mata mereka bertemu.

“……”

“……”

Setelah beberapa detik.

“Hiiii——”

“Ap...”

Shidou dan Tohka tersedak pada saat hampir bersamaan— lalu keduanya lekas beranjak dari tempat itu, seolah seperti ada gong yang dibunyikan menandakan mulainya sebuah kompetisi, mereka memisahkan diri dan menjaga jarak satu sama lain— yang satu ke dekat bantal, yang satu ke sisi kaki tempat tidur.

“A, apa yang kau lakukan, Shido! Kenapa kau ada di tempat tidurku...!?”

“Ga-gak tahu! Ke-kekekekenapa aku ada di sini...!?”

“Harusnya aku yang bertanya!”

“Benar jugaaaaa!”

Shidou, dengan tensi yang sulit dijelaskan menyahut.

Dan, pada timing tersebut pintu kamar terbuka, Kotori muncul.

“Oke, out! Tenanglah sedikit, Shidou.”

“……Kotori……!? Ja-jangan bilang, ini ulahmu!”

“Coba kita lihat, apa maksudnya ini. Bukannya ini karena Shidou tidak bisa menahan libido biru pubernya yang berlimpah, maka dia merayap masuk ke tempat tidur Tohka? Jangan memberi tuduhan aneh begitu.”

Kotori mengangkat bahu sambil berlagak tidak tahu apa-apa, seraya berkata dengan senyum kecil di wajahnya.

“Ap...?”

Mendengar kata-kata itu, Tohka tersipu, lalu menarik selimut untuk menutupi dadanya.

“A-aku tidak bersalah!”

Shidou menyahut, Kotori tidak peduli, dan untuk alasan tertentu dia mulai menarik sebuah handphone dari kantungnya.

Akan tetapi entah mengapa, yang diambilnya itu punya Shidou.

“Kau... itu kan handphone-ku. Apa yang kau lakukan?”

“Eh? Aah.”

Kotori menyeringai kecil, lalu menyalakan layar handphone dan menghadapkannya ke Shidou.

Di layar tersebut sebuah pesan telah tertulis. Nama sang penerima— Tonomachi Hiroto, sahabat Shidou, juga ditampilkan.

“—!?”

Shidou tersedak. Itu karena topik pesan tersebut adalah mengenai—

”Ada siaran radio yang luar biasa. Cobalah mendengarkannya. Benar-benar membuat hatiku gemetar. Siaran ini akan merubah pandangan hidupmu.”

Setelah menulis hal semacam itu, dia menempatkan alamat URL sebuah homepage di akhir pesan.

“Huh...? Ap-apa isi URL itu...”

“Aah, pertunjukkan kemarin sudah mulai ditransmisikan ke radio internet. Dengan begini, siapapun bisa mendengar mahakarya Shidou kapanpun mereka mau.”

“Aap...!?”

Shidou, matanya terbelalak ketakutan dan mengulurkan tangannya.

“He-henti——”

“Tei~”

Sebelum Shidou menyelesaikan kata-katanya, Kotori menekan tombol kirim.

“Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!?”

Ia memekik dan merebut kembali handphone-nya, dan dengan putus asa menekan tombol cancel— terlambat.

Berkat kenyamanan peradaban modern di mana informasi terkirim dengan cepat, sepotong informasi yang membawa petaka telah terkirimkan pada sahabatnya.

“Ap-Apa yang kau lakukan...!”

Penalty. Bisa merepotkan kalau kau menjadi panik hanya karena menyentuh dada Tohka dengan pipimu.”

“Bi, biarpun kau bilang begi... tu...?”

Ia merasakan firasat yang tidak nyaman setelah mendengar kata-kata Kotori, ia lalu memutar leher.

… ngomong-ngomong, pada saat ia terbangun, sepertinya ia menyentuh sesuatu yang sangat lembut.

Dengan takut-takut Shidou melihat ke arah di mana dia berada, mata Tohka berputar-putar.

Dan kemudian, untuk alasan tertentu Tohka mengingat-ingat sensasi dari sebelum ini dan mulai menyentuh tubuhnya— setelah menyentuh area dadanya, seluruh tubuhnya membatu.

“……”

*Pong!* Terlihat seolah asap akan membumbung, wajah Tohka merah sepenuhnya.

“U... Uwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”

Kemudian Tohka mengeluarkan pekik luar biasa, dan mulai mengambil benda-benda di sekelilingnya dan melemparnya dengan serampangan.

“Uwahh………Te, tenang dulu, Tohka!”

Shidou entah bagaimana berhasil mengelak, dan mencoba meninggalkan ruangan. Namun, ia terkena sebuah hiasan Akabeko[9], dan pingsan.


Catatan Penerjemah dan Referensi[edit]

  1. Arigatou - ‘terima kasih’, akhiran ‘-san’ digunakan untuk sapaan hormat kepada pihak kedua. Boneka itu sedang bermain kata-kata, bila ditranslasi ke Bahasa Inggris kurang lebih menjadi ‘Mr. Thank You’.
  2. TL note; ‘Tadaima’ bisa diartikan ‘Aku pulang’.
  3. TL note; ‘Okaeri’ - bisa diartikan ‘selamat datang kembali’, biasa diucapkan dengan hangat dan memiliki perasaan kekeluargaan.
  4. Hyperglycemia: Kondisi tingginya jumlah gula di dalam plasma darah, biasanya disebabkan oleh Diabetes Melitus(Kencing Manis).
  5. Yare-yare - seperti ekspresi mengeluh, “haduh-haduh”
  6. Serangan bunuh diri, digunakan pada Perang Dunia, di mana pesawat ditabrakkan ke musuh, kamikaze berarti ‘Angin Dewa’
  7. Kurang lebih ekspresi wajah menyapa dengan “Halo”
  8. Penutup kepala yang dapat diatur agar memperlihatkan sebagian kecil dari wajah saja (biasanya hanya mata dan hidung). Selain untuk satuan-satuan militer, sering juga dipakai oleh pemain ski
  9. Sejenis mainan asal perfektur Fukushima dengan bentuk sapi merah, digunakan juga sebagai jimat penangkal cacar.