Boku Wa Tomodachi Ga Sukunai:Jilid1 Yozora

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Yozora[edit]

Begitu keluar kelas, aku mengikuti Mikadzuki ke sebuah kapel di area sekolah.

Kapel ini besar dan dihiasi dengan salib di puncak atapnya. Di dalam kapel ada beberapa ruangan untuk mengadakan perayaan seperti upacara pernikahan dan semacamnya. Ada juga fasilitas yang sering dilihat di gereja seperti kotak pengakuan. Yang terakhir ada ruang seminar dan ruang meditasi.

Salah satu ruangan di kapel ini, ‘ruang pertemuan #4’, telah menjadi ruang kegiatan Klub Tetangga.

Ruangan yang ditata cantik dengan nuansa barat ini kira-kira seluas delapan tatami[1]. Ada meja bundar kecil, sofa, dan rak buku besi di dalamnya.

Ruangan ini lebih mirip salon daripada ruang pertemuan gereja.

Tidak sepertiku, ketika Mikadzuki memasuki ruangan, dia langsung bersantai di sofa.

“…Kita benar-benar boleh pakai ruangan ini?”

“Penasehat klub kita bilang boleh, jadi ya pastinya boleh.”

Jawab Mikadzuki seolah-olah itu hal yang sudah jelas.

“Penasehat klub?”

Benar juga, klub ini sudah diakui; wajar kalau klub ini punya guru yang ditugaskan menjadi penasehat klub.

Aku duduk perlahan di sofa di seberang Mikadzuki. Lambat-lambat aku bertanya,

“…Ada orang yang mau jadi penasehat untuk klub mencurigakan kaya gini?”

“Klub ini ga mencurigakan kok. ‘Sesuai dengan ajaran ke-Kristenan, mereka yang belajar di sekolah yang sama seharusnya memperlakukan murid lain sebagai teman baik mereka- dengan persahabatan, ketulusan, dan ikut serta dalam mengasihi dan menyayangi sesama.’ Semua kegiatan dilakukan untuk menjunjung tinggi tujuan yang jelas dan mengagumkan ini.”

“Huh, masih terdengar mencurigakan berapa kalipun kudengar…… jadi orang seperti apa yang akan membimbing kita mencari teman?”

“Suster Maria sensei.”

“Apa…”

Aku belum pernah mendengar nama itu.

Sebagai sekolah Kristen, Santo Chronica memiliki beberapa staf biarawan/biarawati yang diutus oleh gereja. Kebanyakan mengajar sebagai guru Teologi dan Etika.

Karena aku tidak terlalu tertarik dengan ajaran ke-Kristenan, aku tidak mengambil kelas-kelas tersebut. Awalnya kupikir aku akan menjalani kehidupan sekolah yang bebas-biarawati. Aku terkejut bahwa pada akhirnya aku membangun hubungan dengan mereka di tempat yang tak terduga, sama sekali.

“Suster bernama Maria, ya?……Dari namanya aku bisa merasakan sesuatu. Aku ga yakin, tapi rasanya aku bisa mempelajari beberapa hal berguna darinya.”

“Aah, itu cuma imajinasimu.”

Tegas Mikadzuki.

“……Imajinasiku?”

“…Maria sensei juga ga punya teman.”

Kurasa dia baru saja menunjukkan kesalahan fatal.

“…Kenapa, kenapa kamu pilih orang kaya gitu jadi penasehat?”

“Aku kesulitan ngobrol sama orang yang punya banyak teman…sebaliknya, aku bisa ngobrol dengan normal sama orang yang ga punya teman, seperti kamu Kodaka.”

Yozora Mikadzuki- karakternya jauh lebih menyedihkan dari yang kubayangkan.

“…Dengan kata lain, kamu ga punya pilihan selain minta bantuan dari guru yang kondisinya sama sepertimu?”

“Betul.”

Jawab Mikadzuki dengan bangga. Dan dia mulai bersantai lagi di sofa dengan angkuh.

“Lagian kan gak asik kalo ada guru membosankan yang menceramahi kita disini. Kurasa itu harga yang harus dibayar supaya dia mengizinkan kita memakai ruangan ini.”

“…Itu salah satu cara menginterpretasikan maksud perkataanmu.”

Untuk sekarang dia setuju.

“Jadi, persiapan konkrit macam apa yang sudah kamu rencanakan buat klub ini?”

“Sebelum itu kita perlu mencari anggota baru.”

Balas Mikadzuki.

“Aah, begitu…”

Karena alasan utama Mikadzuki membuat klub adalah agar orang lain tidak berpikiran kalau dia tidak punya teman, mendapatkan anggota baru otomatis menjadi prioritas utama. Meski begitu, aku rasa kriteria dalam mencari teman seharusnya ‘kualitas diatas kuantitas.’

Mikadzuki mengambil segulung kertas dari tasnya.

“Pertama-tama kita buat poster recruitment.”

“Oke.”

Dia menyelesaikannya dengan cepat.

“Sepertinya cukup bagus.”

“Hmm.”

Sekilas aku memperhatikannya.

“………”

Dan aku terngaga keheranan.

Entah bagaimana harus kugambarkan. Poster itu benar-benar ‘sesuatu’.

Boku wa tomodachi ga sukunaiVol1 chp2a.jpg

“……Apa ini?”

“Ya jelaslah ini poster. Aku akan menempelnya di mading sekolah sekarang.”

“Eh……”

Ketika dia melihat keraguan di wajahku, dia menjadi cemberut dan bertanya,

“…Memangnya ada masalah?”

“Aku heran kenapa kamu bisa berpikir kalau ga ada yang salah dengan poster ini. Poster ini bahkan ga menjelaskan apa tujuan klub. Kamu ga akan bisa merekrut anggota baru dengan poster kaya gini.”

“Fuun, kamu terlalu naif, Kodaka.”

Entah kenapa, Mikadzuki memandangku seolah-olah aku idiot.

“Coba baca paragarafnya secara diagonal.”

“Diagonal…..?”

Dengan ragu-ragu aku membaca paragrafnya.

“Ah!”

“Sudah mengerti?”

“……Yah, mungkin bisa dibilang aku mengerti..”

Kalau kamu membaca paragraf mulai dari pojok kiri atas ke bawah secara diagonal-


Boku wa tomodachi ga sukunaiVol1 chp2b.jpg

Kami
Sekarang
Sedang
Mencari
Teman
Baru


【と】にかく臨機応変にろ隣人
と【も】善き関系を築くべく
から【だ】と心を健全に鍛え
たびだ【ち】のその日まで
共に想い【募】らせ勵まし合い
皆の信望を【集】める人間になろう


ともだち募集 = ‘Friends Wanted’ = ‘Dicari Teman’


[Kami semua adalah tetangga yang ramah dan fleksibel,
jadi mari kita memulai pertemanan dengan yang lain!
Demi menjawab panggilan unruk melatih kesehatan mental,
Bekerja sama hari ini untuk memulai perjalanan ini.
Sambil memotivasi satu sama lain dengan tujuan yang sama,
Kita akan menjadi orang yang paling dipercaya di dunia!]



“…Petunjuk yang cerdik…”

“Itu bukan petunjuk.”

Mikadzuki terlihat seakan-akan dia terkejut.

“Bagi orang yang masih mencari cara untuk mendapat teman, mereka akan menyadari pesan tersembunyi di pengumuman ini. Sebaliknya, untuk orang yang tidak punya masalah dalam pergaulan, mereka cuma akan membaca paragrafnya tanpa menyadari apa-apa. Dengan kata lain, kita ga perlu terang-terangan menulis tujuan memalukan seperti ‘dicari teman’- kita masih bisa mengajak orang-orang dengan tujuan yang sama untuk bergabung.”

“Eeh…”

Mikadzuki terlihat sangat percaya diri; Aku jadi kehilangan kata-kata.

Ngomong-ngomong, kamu sadar kalau tujuan klub ini memalukan…

“Oke, ayo kita mundur seratus langkah ke belakang dan berasumsi kalau hipotesis mu benar…”

“Kenapa kita harus mundur seratus langkah?”

Aku mengabaikan Mikadzuki yang keheranan dan melanjutkan,

“Untuk sementara kita abaikan teksnya. Gambar apa itu?”

“Sudah jelas kan?”

“Aku bertanya karena gambar itu sama sekali nggak jelas buatku!”

“Fuun”

Mikadzuki menyeringai ke arahku seolah-olah akulah yang idiot disini. Seakan-akan sedang mengajari anak bego hal yang sederhana, pelan-pelan dia menjelaskannya padaku,

“Bukannya ada lagu rakyat tentang mencari seratus teman dan makan onigiri bersama-sama di puncak gunung Fuji? Itu yang ada dipikiranku waktu membuat poster ini, aku ga sedang bercanda waktu mengambarnya.”

“…Ooohh…”

“Gambar ini untuk orang-orang yang tidak menyadari kalimat diagonalnya. Meski mereka tidak menyadarinya, mereka masih bisa menyadari tujuan klub ini lewat gambarnya.”

“…Oke, ayo kita mudur seratus langkah ke belakang dan berasumsi kalau perkataanmu benar.”

“Jadi kenapa kita harus mundur seratus langkah?”

Lagi-lagi kuabaikan pertanyaan Mikadzuki.

“Jadi orang-orang digambar ini sedang makan…onigiri?[2]…Kenapa onigirinya punya kaki dan mata?”

“Biar kelihatan imut.”

“…Gambar ini memberiku firasat kalau makanannya akan mengamuk setiap kali aku berusaha menggigitnya. Dan aku benci itu. Jangan meng-antropomorphis-kan[3] makanan…”

“Apa kamu sedang menyangkal kehormatan para pahlawan nasional?”

“Pahlawan nasional?”

“Mereka adalah orang-orang baik yang membiarkan anak-anak memakan kepalanya.”

“Anpanman?!” [4]

“Mereka melakukan pengorbanan besar dengan menjadi bagian dari asam lambungmu. Aku bisa merasakan cinta dan keberanian yang mereka miliki kepada temannya.”

“Pemahamanmu justru cuma bakal membuat Anpanman merasa terganggu!”

Tiba-tiba saja, Mikadzuki menatapku curiga.

“…Kodaka, kamu tidak menyadari pesan rahasia di paragraf dan juga tidak mengerti maksud dibalik gambar yang kubuat. Apa kamu benar-benar ingin mencari teman disini?”

“Aku tidak ingin berteman dengan orang yang, tragisnya, cukup berbakat untuk memahami poster semacam ini…”

“Huh, kamu masih berpikir kalau pendapatmulah yang masuk akal di sini. Kodaka, kamu adalah tipe orang World Genre.” [5]

“Kamulah orang terakhir yang ingin kudengar mengatakan itu.”

Ketika Mikadzuki melihat betapa lelahnya aku, dia mulai terlihat marah.

“…Aku baru aja sadar, tapi berhenti memanggilku dengan ‘kamu’ setiap saat. Aku nggak suka.”

“Eh? Aah… Oke.”

“Jadi, gimana kalau…”

Aku selalu bingung bagaimana aku harus memanggil orang lain.

Haruskah kusebut nama belakang, nama lengkap, atau nama panggilan? Haruskah kutambahkan ‘San’ atau ‘Kun’ atau ‘Chan’? Atau haruskah aku memanggil nama depan seakan-akan kami akrab?

Karena itu biasanya aku memanggil orang lain dengan nama lengkap mereka.

“…Bagaimana kalau…Mikadzuki… –san?”

“Yozora.”

Mikadzuki menjawab dengan tegas.

“Panggil aku dengan nama depanku, Yozora.”

“O, oke… Kalau gitu, Yozora.”

“Kenapa kamu malu-malu? Menjijikan.”

Kata Mikadzuki dengan jengkel, dia masih terlihat tidak senang.

…Apa aku satu-satunya orang yang merasa malu setiap kali berusaha, dengan intim, memanggil cewek dengan nama depannya?

“…Hei, apa kamu punya nama panggilan? Aku lebih nyaman dengan nama panggilan...”

“…Ada sih… dulu…”

Mikadzuki terlihat lebih jengkel dari biasanya. Dia mengatakan,

“…Aku punya, tapi aku ga bisa kasih tahu Kodaka.”

“Kenapa?”

Aku bertanya, dan seakan-akan ingin menangis, Mikadzuki menatapku dengan senyum yang kesepian.

“Karena nama panggilan hanya untuk teman.”

Aku masih tidak mengerti apa yang Mikadzuki- eh bukan, maksudku Yozora pikirkan.

“…Ga ada pilihan lain kalau gitu… Hei, ayo kita tempel poster ini dulu… Yozora.”

Merasa sedikit malu-malu, aku berdiri dari sofa.

Aktivitas pertama Klub Tetangga.

Kami akhirnya punya teman sekelas yang bisa kami panggil dengan nama depan.

…Kalau kami menghiraukan kejadian yang terjadi diantara awal dan akhir, dan hanya melihat hasil akhirnya saja, sulit mengatakan kalau kami melakukannya dengan baik.



Referensi[edit]

  1. Semacam tikar tradisional Jepang. Juga digunakan sebagai satuan ukur untuk ruangan.
  2. Nasi kepal
  3. Memberikan atribut yang dimiliki manusia kepada benda mati, hewan, fenomena dll. Dalam hal ini, onigiri diberikan mata, tangan dan kaki.
  4. Tokoh kartun anak-anak yang terkenal di Jepang. Kepala karakter utamanya, Anpanman, terbuat dari makanan dan dapat dimakan. Lebih detail bisa dilihat di link
    http://en.wikipedia.org/wiki/Anpanman
  5. [TL note: セカイ系, menjelaskan artinya membutuhkan pemahaman tentang evolusi industri anime pasca-EVA. Bagi yang tertarik bisa membaca lebih lanjut di link ini
    http://d.hatena.ne.jp/keyword/%a5%bb%a5%ab%a5%a4%b7%cf
    http://www.project-japan.jp/tinyd3+index.id+3.htm
    http://www.crunchyroll.com/forumtopic-374505/social-issue/]


Mundur ke Kodaka Hasegawa Kembali ke Halaman Utama