Boku Wa Tomodachi Ga Sukunai:Jilid1 Kolam Renang

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Kolam Renang[edit]

Sepulang sekolah, aku pergi ke ruang klub, dan Sena sedang bermain galgame di sana.

Di layar komputer, perempuan berpakaian baju renang berkata: ”Ayo kita bersenang-senang!” ke latar belakang sebuah pantai.

Sena menyeringai ke layar.

“Hey.”

Aku pun menggelengnya, yang tampaknya membuat Sena sedikit ketakutan, tangannya bergetar.

Merasa tidak puas, dia bertanya,

“Apa.... Kok cuma ada kamu? Mana si rubah betina itu?”

“Yozora bilang hari ini buku favoritnya sedang dijual, jadi dia pulang ke rumah.”

“Hm, kelihatannya aku bisa memainkan game ku dengan tenang hari ini.”

Kata Sena dengan senang sambil melanjutkan permainannya.

Mau tak mau aku melihat layar TV.

Aku melihat adegan dimana protagonis sedang bersenang-senang di kolam renang dengan cewek-cewek.

Mereka saling mencipratkan air satu sama lain, mereka bermain bola pantai, dan mereka mengadakan lomba renang.

“Kamu berenang dengan sangat baik Sena-kun~! Aku tidak bisa menandingimu~”

Semua cewek bertepuk tangan untuk protagonis yang memenangkan perlombaan.

Tiba-tiba saja, Sena berhenti bermain.

“……?”

Aku terkejut melihat Sena yang masih menatapi layar TV.

“...Hey, Kodaka, kamu bisa...”

“Ya?”

“...Kamu...kamu bisa...berenang?”

Suara Sena meredup menjadi sebuah bisikan.

“...? Ya, aku bisa, soalnya di sekolahku yang dulu ada kelas renang.”

“Sungguh? Jadi...”

“!”

Tiba-tiba Sena berbalik, dan wajahnya mendekati wajahku.

Aku sedikit syok karena aku dihadapkan dengan wajah yang sangat cantik dari dekat.

Wajah Sena merona.

“......Bisa ga kamu mengajari aku berenang?”

Tanyanya malu-malu.

“...Kamu ga bisa berenang?”

Aku sedikit terkejut, karena sebelumnya dia dikenal jenius dalam hal olahraga.

Sena membalas kesal:

“Be...berisik!...Aku belum pernah ikut kelas renang sejak SD.”

“Hmm. Gitu ya.”

Kalau kupikir-pikir, memang tidak ada kolam renang di sekolah ini.

“Tentu aku bisa mengajarimu. Kenapa kamu tiba-tiba mau belajar berenang?”

“Kamu ga tau? Aku ingin jadi teman Natsumi supaya kami bisa pergi ke kolam renang bersama-sama. Kan menyebalkan kalau kamu ga bisa berenang waktu lagi bermain di pinggir laut. Terlebih lagi, Natsumi cuma perduli sama orang-orang yang bisa berenang sebaik dia.”

Jelas sekali, Sena mengatakan sesuatu hal yang aneh.

Cewek yang disebut-sebut sebagai Natsumi ini adalah cewek yang muncul di game barusan.

Berteman dengan Natsumi jelas melanggar Hukum Fisika. Ga ada yang bisa kuperbuat meski aku bisa berenang, jadi aku diam saja.

“Jadi, kita ketemuan di ‘Ryuuguu Land’ hari Minggu ini.”

“Oke!”

Ryuuguu Land adalah pusat olahraga yang terletak di pusat kota. Selain kolam renang, juga ada fasilitas lain di dalamnya.

Aku belum pernah ke Ryuuguu Land karena aku baru pindah kesini, tapi sudah dari dulu aku ingin pergi ke sana.

“Dan Kodaka.”

“Ya?”

“....Jangan pernah bilang ke si bodoh Yozora kalau aku ga bisa berenang.”

“Ya, ya.”

Aku mengiyakan karena aku tahu dia payah kalau berhadapan dengan Yozora.

Pada Hari Minggu jam 10.30AM, 3 hari kemudian, Sena dan aku bertemu dan pergi ke Ryuuguu Land.

Di bayanganku, tempatnya pasti cenderung untuk orang-orang stylish, tapi ternyata bangunannya tampak elegan dengan atap kubah.

Selain kolam renang juga ada ruang tinju dan supermarket.

Menunjukkan kartu pelajar kami, harga yang sudah didiskon tampak wajar bagi kami.

Mungkin satu-satunya kekurangan tempat ini adalah lokasinya, karena kami harus berjalan 40 menit dari pemberhentian bus terdekat.

“Kalau gitu, kita ketemu lagi di pintu masuk kamar mandi.”

“Baik.”

Sena dan aku pergi ke kamar ganti yang terpisah untuk berganti baju.

Karena cuma ada sekitar 20 orang di kamar ganti, sebagian besar loker tidak terpakai.

Dengan cepat aku mengenakan pakaian renangku dan pergi ke kolam. “Besar banget,” Kataku ketika melihat kolam renangnya.

Pengunjung di kolam tidak sebanyak yang aku bayangkan, jadi pengunjung bisa berenang mengelilingi kolam yang luas.

Tak jauh dari situ ada sebuah map kecil. Aku membacanya dengan seksama dan mengetahui kalau kolam disini dibagi menjadi kolam ombak, kolam arus, kolam 25 meter, dan kolam 50 meter. (Jelas kalau itu bukan mengacu pada kedalaman kolam, tapi pada panjang atau lebarnya) Dan sarana lain seperti seluncuran dan area menyelam.

Sepertinya kolam 25 meter yang paling cocok dipakai untuk latihan berenang.

...Ngomong-ngomong, aku bertanya-tanya bagaimana caranya mengajari seseorang berenang? Aku masih belum memikirkannya, tapi sepertinya ga terlalu penting.

Aku merenung sedikit dan melihat-lihat, sambil bengong.

“Kodaka.”

Seseorang disebelahku memanggil namaku, aku melihat ke arahnya, dia adalah Sena yang sudah mengenakan baju renangnya.

Sena mengenakan bikini mewah bercorak. Memang cocok sih.

Dia bisa memamerkan bentuk tubuhnya meski memakai seragam sekolah dan keindahan tubuhnya lebih terekspos dengan baju renang ini.

Pandangan mataku terpaku pada pahanya yang langsing seputih salju dan dadanya yang besar, tapi menurutku semua pria pasti akan melakukan hal yang sama.

Sena memandang sekitarnya.

“Hmmm... Tempat ini bagus juga.”

“Ya. Memang luas banget, jadi ayo kerahkan tenagamu untuk berenang.”

“Ya. Kita beruntung bisa datang kesini sebelum tempat ini bangkrut.”

Kata Sena.

“Bangkrut?”

“Karena bisnis ga berjalan disini.”

“Apa iya?”

“Tentu saja, kalau orang ingin menghasilkan uang dengan bangunan skala-besar seperti ini, mereka tidak saja harus menarik minat penduduk lokal tapi juga orang-orang yang tinggal di distrik terdekat, tapi karena lokasi kolam ini, mustahil bisa melakukannya.”

“Lalu kenapa mereka membangun kolamnya disini?”

Ryuuguu Land terletak di area pegunungan yang sepi, cukup jauh dari tengah kota.

“Sebenarnya, bangunan ini bukan rancangan tunggal, seharusnya ada beberapa rancangan pembangunan skala besar. Tapi karena berbagai alasan, terowongan, jalur kereta api, dan area permukiman besar yang seharusnya dibangun terpaksa ditunda, akhirnya cuma Ryuuguu Land yang selesai dibangun. Dan alasan kenapa harga tiketnya murah, itu untuk menarik banyak penduduk dari area kota, tapi jumlah pengunjung dan biaya bangunan ini tidak sebanding. Dan penduduk tidak akan datang kalau harganya naik. Jadi sudah pasti kalau tempat ini akan tutup dalam beberapa tahun kedepan.”

“Itu kisah yang berat untuk tempat dengan nama seperti ‘Ryuuguu’[1]. Ngomomong-ngomong, Sena, kamu dapat informasi ini darimana?”

“Walikota membicarakannya waktu dia bertemu dengan Papa ku.”

“Papa....kepala sekolah.”

“Ya.”

“Ngomong-ngomong aku belum pernah bertemu dengan kepala sekolah, mungkin aku harus mengunjunginya.”

“Hah?”

Sena tiba-tiba berteriak panik.

“Kenapa...kenapa kamu mau mengunjungi Papa ku? Apa karena kamu mau jadi pacarku? Apa kamu berpikir kalau hari ini kita kencan?”

Cepat-cepat aku menjelaskan ke Sena yang wajahnya sudah merona.

“Nggak,nggak,nggak, kamu salah paham! Ayahku dan ayahmu adalah teman lama. Ayahmu mengijinkanku masuk ke sekolah ini dengan bantuan ekstra. Karena itu aku harus berterima kasih padanya.”

Sena tampak sedikit terkejut.

Dan wajahnya merona lagi.

“Mestinya kamu bilang dari tadi, idiot!”

“Nggak, kan kamu yang marah duluan.”

Ketika kembali ke mode normalnya, Sena berkata padaku:

“Padahal cuma Kodaka, tapi berani-beraninya kamu kurang ajar padaku.”

“Memang kapan aku bersikap kurang ajar....”

“Ngomong-ngomong, apa benar Papa mu dan Papa ku itu teman lama?”

“Mereka bilang begitu, jadi pasti benar.”

“Hmm... Sebagai putrinya ga baik bagiku mengatakan ini, tapi Papa ku itu orangnya sulit dimengerti dan seolah-olah tak tersentuh. Orang yang bisa berteman dengan Papa ku itu hampir tidak ada. Jadi Papa mu itu, seperti apa orangnya?”

Sena menatapku tajam.

“Yaa, ayahku...mungkin, bisa dibilang periang. Dia bisa bergaul dengan orang asing, dia bisa berteman di mana saja.”

“Benar-benar berkebalikan denganmu.”

“Berisik! Ngomong-ngomong, sifatmu mirip dengan ayahmu.”

“Kamu terlalu naif! Mama ku tidak punya banyak teman karena dia arogan. Aku lebih mirip dengan Mamaku, baik itu penampilan maupun sifat kami.”

“....Kamu sadar ya kalau kamu arogan....”

“Apa salahnya orang yang sempurna memamerkan diri mereka? Dan itu adalah tindakan yang mulia, utuh dan sempurna.”

“Ya. Ya....”

Aku capek dengan topik ini, jadi aku mengiyakan saja.

“Kalau gitu, ajari diriku yang sempurna ini caranya berenang.”

“Ya. Ya....”

Setelah pemanasan dan shower panas, Sena dan aku pergi ke kolam 25 meter.

“Jadi, kita bakal ngapain?”

Tanya Sena ketika kami berjalan ke kolam.

Aku bukan guru olahraga, bukan juga pelatih, jadi aku ga punya bayangan bagaimana mengajari dia berenang. Pokoknya aku mengingat-ingat apa yang kupelajari di kelas renang dulu.

“Pertama-tama...coba tenggelamkan kepalamu ke dalam air.”

“...Aku bukan orang tolol.”

“Nggak, di SD dulu, mereka yang ga bisa berenang melakukan ini jadi...”

“Semua orang pasti bisa menyelam kan?”

Kemudian Sena dengan segera menyelam ke dalam air.

Mengikutinya, aku pun menyelam juga.

Di bawah air mata kami saling bertatapan―mata kami cuma terbuka sedikit. Kami kembali ke permukaan air.

“Hmm...berikutnya latihan flutter kicking.”

“Oke.”

Sena berbaring di tepi kolam, mengambangkan tubuhnya di permukaan, dan kakinya mulai menendang-nendang air.

........Gerakannya yang mahir sama sekali ga menunjukkan kalau dia perenang pemula.

Pergelangan tangannya lurus untuk menjaga keseimbangan tubuhnya, dia mencoba untuk meluruskan kakinya, dan menggunakan seluruh tenaga ke ujung kakinya untuk menendang air.

Itu hanya berlangsung hampir semenit, dia tidak menendang air keras-keras dengan tujuan untuk membuat gelembung, dan kemudian dia menendang air sesukanya.

“Teknik flutter kicking mu bagus banget....”

“Memangnya ada cara yang baik dan yang buruk untuk melakukan hal kaya gini?”

Menjengkelkan sekali mendengar pertanyaannya.

“...Ah, berikutnya jangan pakai pegangan kolam, tapi pegang tanganku.”

“Baik.”

Sena memegang tanganku.

“Bagus. Sekarang tendang air dengan kakimu seperti tadi.”

“Ok.”

Sena mulai mengayunkan kakinya.

Aku memegang tangan Sena dan berjalan mundur perlahan-lahan.

Sena tidak kaget meski aku melakukan ini dan tetap menendang air dengan sangat baik.

“Sekarang, coba tenggelamkan kepalamu ke dalam air.”

“Ok.”

Kali ini juga, dia mendengarkan instruksiku dan menenggelamkan kepalanya ke dalam air.

Dengan begini tubuhnya memperlihatkan posisi berenang yang lebih baik.

Bertahan selama hampir 10 detik, kepalanya naik, mengambil nafas, dan masuk ke air lagi.

Ini dilakukan sebanyak 5 kali, tapi gaya berenang Sena masih sempurna.

.....Dengan begini, apa aku sudah bisa melepaskan tanganku sekarang...?

Aku masih khawatir, tapi akhirnya aku memutuskan untuk melepaskan tanganku dan berpindah ke samping.

Sena masih menendang air sambil bergerak maju.

Kecepatannya melebihi perkiraanku, jadi aku harus cepat-cepat menyusulnya.

Dia berenang sejauh hampir 10 meter.

“Fwah!!”

Kepala Sena naik ke permukaan air dan dia menghentikan kakinya.

Dia melambai padaku, tertawa.

“Aha, cuma segitu? Kelihatannya berenang itu lebih mudah dari yang kubayangkan.”

Senyumnya, berbeda dari senyum arogannya yang biasa, terlihat sangat kekanak-kanakan.

Vol1 chp pool.jpg

“Hmm? Kenapa?”

“Ah. Ga...gapapa.”

Terpana dengan apa yang barusan kulihat, cepat-cepat aku mengelak dari pertanyaan Sena.

“Baiklah. Berikutnya, ajari aku gaya bebas, Kodaka.”

“A..Ah,ya. Ayo sekarang kita coba gaya bebas.”

Hanya dalam 10 menit, Sena beranjak dari pemula menjadi ahli dalam flutter kicking. Terkejut, aku melanjutkan mengajarinya.

Setelah itu, Sena bisa melakukan gaya bebas dengan mudah.

Meskipun dia masih kesulitan mengambil nafas. Tapi setelah berlatih setengah jam, gaya bebasnya sudah sebaik gaya bebasku.

Kecepatannya meningkat dibanding ketika dia hanya melakukan flutter kicking, dan Sena berenang berkeliling kolam dengan senang.

Melihatnya seperti itu tanpa sadar membuatku tersenyum.

Berikutnya, aku mengajarinya gaya dada.

Butuh waktu lebih lama untuk mengajarinya gaya dada dibanding gaya bebas, alasannya karena aku sendiri tidak terlalu mahir melakukan gaya dada, apalagi mengajarinya.

Tapi dalam waktu singkat, dia menguasai berenang dengan gaya dada.

Malah mungkin gaya dadanya lebih baik dibanding gaya dadaku.

Dan, tanpa kuajari, dia menguasai gaya punggung.

“Baiklah Kodaka, berikutnya ajari aku gaya kupu-kupu!”

Kata Sena sambil tersenyum.

“Nggak, aku belum bisa gaya kupu-kupu, jadi aku ga bisa mengajarimu.”

Toh kupikir mengajari gaya kupu-kupu di pelajaran renang SMA bukanlah ide yang bagus.

“Begitu ya? Yasudah kalo gitu......”

Kata Sena sedikit kecewa.

“Lupakan aja. Aku agak capek. Ayo naik dan istirahat. Tapi sebelumnya, ayo kita lihat siapa yang bisa berenang paling cepat ke seberang.”

“...!Oke...!”

Aku ga bakal kalah sama orang yang baru belajar berenang kurang dari 2 jam yang lalu.

Berbekal pikiran itu, aku menggunakan gaya bebas, dan entah bagaimana bisa menang.

Meskipun aku menang, Sena hanya tertinggal sedikit dibelakangku, yang membuat kepercayaan diriku hancur.

Keluar dari kolam, kami membeli minuman dan mie goreng dari toko untuk makan siang kami.

Dulu aku pernah pergi ke pantai dengan keluargaku, dan kami makan mie goreng. Aku ga tahu kenapa rasanya bisa enak banget.

Apa ada cara untuk mencuri rahasia cita rasanya......?

“Aku bisa berenang lebih cepat dari perkiraan. Sekarang setelah aku mencapai tujuanku, ini kesempatan bagus untuk bermain di kolam lain, dan aku juga mau bermain di seluncuran.”

Kata Sena setelah dia mengunyah habis seporsi besar mie goreng dan 3 sosis Frankfurt.

“Begitu ya.”

Sambil makan mie, aku menyetujui usulnya.

.....Latihan akan membuatnya lebih mahir dariku, yang artinya usulnya barusan akan menguntungkan posisiku.

“Huhuhu. Sekarang kalau Natsumi muncul, aku sudah siap menanganinya.”

Mustahil Natsumi bakal muncul...

“.....Hmmm...daging.”

“Ada apa?”

Dengan cepat Sena bereaksi mendengar desahanku.

“....Eh, bukan, maksudku ada daging di mie gorengnya yang susah dimakan, aku bahkan ga bisa mengunyahnya.”

“....”

Sena berpaling dan merona.

“Jangan mengatakan hal yang bisa bikin salah paham, idiot.”

“....Kamu udah terima dipanggil ‘daging’ sama orang lain ya, meski cuma Yozora yang memanggilmu begitu.”

“...Iya, Ini salahnya si idiot itu gara-gara memberiku nama yang aneh...”

Wajah Sena menjadi muram.

“Meski begitu aku punya firasat kalau sejak awal kamu udah terima dipanggil seperti itu.”

Pertama kali Sena dipanggil daging adalah ketika kami bermain MonKari, dan Sena tidak terlihat keberatan dengan nama panggilan seperti daging dan sapi.

Waktu aku mengatakannya, wajah Sena merona dan berkata:

“......Soalnya ini nama panggilan pertamaku.”

“Eh?”

“......A..Aku bilang, ini pertama kalinya orang lain memberiku nama panggilan.....Jadi aku sedikit senang.”

Wajah Sena tambah merona.

“Se....senang?”

“I..Iya. Jadi jangan bilang Yozora! Ngomong-ngomong, karena kita udah selesai makan mendingan kita lanjut berenang.”

Kata Sena sambil menatapku.

“A...Ah...,oke. ...Tapi sebelumnya aku mau ke toilet dulu.”

“Buruan!”

“Baik.”

Aku menjawab dan pergi ke toilet.

......Di luar dugaanku, ternyata Sena senang dengan nama panggilan ‘daging’.

Bagi Yozora, sama sekali tidak ada unsur keakraban dalam nama panggilan itu, yang ada hanya 100% hinaan. Tapi aku tidak akan mengatakan hal itu pada Sena.

Hanya ada sedikit toilet di tempat sebesar ini, jadi butuh waktu lama untuk menemukannya.

Begitu aku selesai, aku mencuci tanganku dan mandi, kemudian kembali ke tempat Sena berada.

Waktu aku melihat ke arahnya――

“...Hmm?”

Aku menyipitkan mataku dan melihat dengan seksama.

Tiga cowok sedang ngobrol dengan Sena.

Rambut mereka bertiga dicat, yang menunjukkan kalau mereka preman.

Aku cuma bisa beranggapan kalau mereka sedang menggodanya.

Jadi rumor kalau Sena itu populer ternyata benar...

Tapi mereka pasti pergi meninggalkan Sena kalau mereka tahu dia datang ke sini dengan cowok lain.

Jadi aku tidak terlalu khawatir dan mendekati Sena.

Tapi ketika aku mendekat, aku merasa ada yang aneh.

Semakin banyak Sena berbicara, cowok-cowok itu semakin marah.

...Uwa―Aku punya firasat buruk nih...

Apa jangan-jangan, Sena itu menarik tapi ga tau caranya menangani situasi kalau dia digodain?

“.....Lu...Jangan sok ya!!”

Ucapan marah mereka terdengar olehku dari jauh.

Berikutnya adalah:

“Hah? Siapa yang sok, dasar sampah berjalan. Kalian semua cuma karakter mob[2] yang dari awal ga punya hak untuk bicara denganku. Kalian cuma merusak pemandangan, menghilang gih sana. Dan jangan pernah mendekatiku lagi dalam radius sepuluh kilometer, dasar bakteri kelas tiga.”

Uwahh......

Mendengar balasannya, tanpa sadar aku menepuk dahiku.

Meski dia selalu kalah berargumen dengan Yozora, tapi mulut kotor Sena juga termasuk hebat.

Sekarang aku tahu kenapa orang yang selalu bertarung melawan musuh yang lebih kuat bisa mendapat lebih banyak EXP dan levelnya bisa naik lebih cepat.

Dan tentu saja, voltase kemarahan cowok-cowok itu juga meningkat dengan cepat.

“Wanita brengsek....!” “Dasar sialan!!”

“Hm, sejauh ini reaksi kalian cuma punya satu pola. Wanita, brengsek, sialan... Vocabulary kalian separah apa sih? Ah...mungkin kalian ga tau apa itu ‘vocabulary’, soalnya itu diambil dari bahasa asing? Jadi jangan berdiri disini, kembali sana ke SD buat belajar, dasar kera.”

“Dasar sialan!!”

“...Oi tunggu, coba lihat, bukannya kaki nih cewek udah gemetaran?”

Salah satu cowok mengatakan ini, dan wajah Sena menjadi kaku.

“Uwa, bener.” “Kenapa tuh kali lu, kok gemetaran?”

“H...Hah? Ja..jangan salah paham, ga mungkin aku takut sama cacing pita macam kalian! Bukan cuma otak dan muka kalian yang jelek, tapi ternyata mata kalian juga ya? Ah, aku keliru, kalian ini binatang liar, bukan manusia! Aku ga akan memberikan kalian makanan meski kalian memohon sekalipun!”

“Lihat! Dia nangis.” “Hei, hei! Lu bikin dia nangis.” “Tapi tiba-tiba ni cewek jadi terlihat lucu.”

“......Si..Siapa yang nangis? Kalian lebih hina dari sampah belatung. Apa otak kalian sudah habis dimakan cacing pita, dan bola mata kalian jatuh dari tengkorak kalian? Akan kubunuh kalian kalau kalian masih mengatakan hal seperti itu!”

Berlinang air mata, Sena membentak, dan cowok-cowok itu malah makin menertawainya. Sena mengepalkan tangannya, gemetaran.

...Merepotkan banget...

Aku menghampiri Sena.

“Sena.”

Kataku dari belakang cowok-cowok itu.

“Ah....”

Tiba-tiba Sena menjadi lega.

“Siapa lu ha―― ……!”

Ketika cowok-cowok itu berbalik dan bertatapan denganku, mereka tampak sedikit gentar.

Hmm..kelihatannya mereka cuma sedikit lebih tua dariku.

“Aku kesini dengan dia.”

Aku menatap mereka, merendahkan suaraku, dan mengatakannya dengan “sedikit kemarahan”.

“Apa!! Dia punya cowok.” “Bilang dong dari tadi!” “Buang-buang waktu aja! Ayo cabut.”

Kata cowok-cowok itu dengan suara redup.

Mereka memasang pose menakutkan, melepaskan pandangan mereka dariku, dan pergi.

....Aku lega karena mereka mundur tanpa menimbulkan kesulitan.

Tepat ketika aku mulai merasa rileks,

“Tunggu dulu, dasar kalian sampah belatung! Berani-beraninya kalian menghina makhluk surgawi sepertiku! Sujud padaku dan mohon ampun, baru kemudian kalian boleh cepat-cepat mati di suatu tempat yang jauh!”

Mengusir mereka aja udah susah, tapi Sena malah menuangkan minyak ke dalam api.

Yang bener aja......

“Gua bunuh lu dasar cewek brengsek!!!!!!!!!”

Salah satu dari mereka mencoba menangkap Sena.

Dengan cepat aku menangkap tangannya dan menghentikannya.

“Lepasin gua!”

“Ga baik pake kekerasan buat mengatasi situasi kaya gini.”

“Lu bercanda ya? Lu tahan ga dihina kaya gitu?”

......Aku bisa mengerti perasaannya.

“Minggir lu sana!”

Cowok lain datang dan berusaha memukulku, jadi dengan cepat aku mendorong cowok pertama padanya.

“Woah!?” “Uwah!?”

Dua cowok berteriak dan bertabrakan satu sama lain.

Berikutnya, cowok ketiga memberiku pukulan...tapi aku menangkap tangannya dan mengunci tangannya ke punggungnya.

“Ouch!!”

Aku mendorong tubuhnya ke pagar kawat di dekatku, menatap tajam mata cowok yang ada di depanku, dan memberinya peringatan dengan nada yang mengancam.

“Bisakah kita akhiri permasalahannya disini untukku?......Kalau tidak......”

Aku mengunci tangannya dengan lebih kuat, dan tersenyum.

.....Meski ini bukan niatku, tapi wajahku ketika tersenyum adalah bagian yang paling menakutkan.

“O...!Oke...ayo kita pergi!”

“Aku senang kamu bisa mengerti.”

Aku melepasnya, mendorongnya kepada dua temannya.

Mereka bertiga menatapku marah dan melarikan diri.

“Haa......”

Sudah benar-benar berakhir, aku mendesah lega.

Kemudian, suara Sena menghampiriku,

“Kerja bagus, Kodaka. Selama ini kupikir kamu cuma berandalan lemah, tapi ternyata kamu jago berkelahi juga―. Aku memujimu nih jadi hargai itu. Huhu, kuijinkan kamu menjilat kakiku sebagai hadiah.”

Kelihatannya Sena senang.

“...Ini gara-gara aku selalu berkelahi sama berandalan atau kakak kelas sejak SD, sebenarnya aku cukup familiar dengan perkelahian.”

Sebenarnya lebih tepat kalau kubilang “terbiasa”, karena orang-orang tidak akan membantu murid pindahan yang tidak mereka kenal, yang berarti aku hanya bisa mengandalkan kekuatanku untuk melindungi diri sendiri.

Mereka akan membayangiku selamanya kalau aku menunjukkan sisi lemahku pada mereka, jadi aku tidak boleh mundur.

Dan pada dasarnya trik yang kupakai adalah berpura-pura kuat untuk mengintimidasi mereka, aku tidak bisa berbuat banyak kalau perkelahian benar-benar pecah.

“Yaah, aku harap mereka tahu batasan mereka. Orang-orang tolol memang selalu bikin masalah.”

“Ah..., justru sebenarnya kamulah yang tolol, dasar idiot.”

Aku tidak berpura-pura seperti ketika berhadapan dengan cowok-cowok tadi, aku membentak dan menatap Sena dengan benar-benar marah.

“A...Apa...?”

Sena sedikit ketakutan, dan aku terus berkata:

“Buat apa kamu dengan sengaja memprovokasi orang lain? Mereka bakal berhenti bicara denganmu kalau kamu bilang kamu lagi sama cowok. Kamu bahkan bisa memanggil keamanan kalau mereka terus mengganggumu. Semua orang bakal marah kalau mereka dihina habis-habisan cuma karena mereka mau ngobrol sama kamu.”

“S..soalnya...mereka memuakkan banget...”

“Dimana-mana pasti ada orang yang suka menggoda cewek. Itu hal yang wajar.”

“K..Kodaka, kamu kenapa sih? Aku udah berterima kasih, dan sekarang kamu malah marahin aku!?”

Kata Sena, dengan berlinang air mata.

“Ya, aku memarahimu! Cowok-cowok tadi masih belum apa-apa, orang-orang yang lebih buruk dari mereka ada dimana-mana! Ini bukan ruang klub kita. Berkelahi dengan orang lain tanpa alasan jelas bisa menimbulkan konsekuensi yang ga bisa diubah. Dan aku ga bisa melindungi kamu setiap saat.”

“Diam! Lupakan masalah ini! Dan ini bukan urusanmu!”

“Ini “juga” urusanku!”

Kami saling bertatapan dalam kemarahan.

Bagaimana bisa aku mengabaikan temanku ketika mereka dalam bahaya? Sena benar-benar idiot.

“Kamu bilang...ini juga urusanmu...?”

Tiba-tiba wajah Sena merona.

“....Sena?”

“A...ah, baiklah, aku yang salah! Mulai sekarang aku akan lebih hati-hati, ok?”

Kata Sena tulus.

“Aku menghargaimu karena sudah menolongku. Dan juga, karena p..perhatianmu. ....Ini pertama kalinya cowok yang seumuran denganku ...benar-benar marah padaku...”

“Hah?”

Aku tidak bisa mendengar bagian akhir dari kalimatnya karena dia mengatakannya dengan suara yang pelan, dengan kepala yang ditundukkan.

“Diam! Lupakan! Kita pulang sekarang! Aku ga mau bertemu cowok-cowok itu lagi!”

“Eh? Oi!?”

Sena meninggalkanku dan dengan cepat menuju pintu keluar, dan aku buru-buru mengikutinya.

Di bis dalam perjalanan pulang, Sena tetap diam.

Sesekali dia menoleh ke arahku, tapi dia akan memalingkan mukanya kalau pandangan kami bertemu. Kelihatannya dia marah besar padaku.

Tapi begitu kami turun dari bis di depan stasiun, tiba waktunya untuk berpisah.

“Te..terima kasih buat hari ini, buat....semuanya.”

Kata Sena tiba-tiba.

Wajahnya benar-benar merona merah.

“...Ayo pergi lagi ke sana kapan-kapan. Kita belum mencoba kolam ombak dan seluncuran.”

“Eh, ah, Ok...”

“Kalau gitu, sampai nanti.”

Setelah mengucapkan perpisahan dengan cepat, Sena buru-buru pergi ke area parkir di belakang stasiun bis.

..........

.....Aku ga terlalu mengerti......Apa dia udah ga marah lagi?

Aku memikirkannya sambil berjalan ke stasiun bis.


Translation Notes[edit]

  1. Istana Raja Naga
  2. Istilah untuk NPC dalam game. Saya tidak tahu padanan katanya dalam Bahasa Indonesia.


Mundur ke Samurai Berandalan Kembali ke Sekolah Ibunya Kembali ke Halaman Utama Maju ke Masa Lalu