Baka to Tesuto to Syokanju:Volume2 Soal Ketiga

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Soal Ketiga[edit]

Dalam rangka memutuskan kegiatan apa yang akan dilakukan, dimohon bagi setiap siswa untuk membantu survei ini.

Pakaian seperti apa yang cocok untuk menjalankan sebuah kedai teh?



Jawaban Himeji Mizuki:

“Celemek imut yang biasa dipakai di rumah.”

Komentar Guru:

Celemek cocok dengan nuansa festival sekolah, dan tidak perlu modal yang terlalu besar, ide yang bagus.



Jawaban Tsuchiya Kouta:

“Rok 15cm diatas lutut, baju atasan harus serasi dengan rok, dengan penegasan di lingkar dada yang menjaga rasa elegan yang kuat. Aku harap bisa menggunakan warna biru muda dengan warna dasar putih. Nampannya harus terbuat dari perak mengkilap yang memantulkan muka diatasnya, dan disertai dengan logo toko diatasnya. Sepatunya harus high-heel, setinggi 5cm---”

Komentar Guru:

BTS vol 02 077.jpg

Kau tak harus menulis dibelakang kertas, kan?



Jawaban Yoshii Akihisa:

“Brassiere!”

Komentar Guru:

Sensei yakin kamu salah sebut 'brassiere' dengan 'blazer'.



“Sakamoto biasanya terlihat seperti seorang idiot, tapi kepemimpinannya mengesankan juga.”

“Yup. Biasanya dia hanya terlihat idiot.”

Hari ini merupakan pagi hari Seiryousai.

Dari kelas kotor yang biasanya, ruang kelas kami sudah berubah menjadi kedai teh china.

“Di pandangan pertama, meja ini terlihat sangat berbeda dengan aslinya.”

Meja yang ditata disekitar kelas sebenarnya hanya kotak kardus yang kita gunakan di kelas. Dengan menatanya dengan rapi dan meletakkan taplak yang bagus diatasnya, bahkan karton-karton buluk bisa jadi meja yang mewah.

“Ah, ini dikerjain Kinoshita-san. Aku tidak tahu darimana dia dapat taplak bagus ini darimana, tapi dia bisa mengubahnya menjadi meja dengan cepat dan lihat.” Himeji-san menatap Hideyoshi dengan hormat.

Begitu. Taplak ini adalah properti milik klub drama. Ga heran kualitasnya bagus banget.

“Hm, walaupun kelihatan layak, begitu kita angkat taplaknya bakal kelihatan bedanya.”

Hideyoshi mengangkat taplaknya. Yang terlihat dibawahnya adalah kardus kotor yang sudah biasa kita lihat.

“Rating kedai ini akan turun banyak kalau para tamu melihat ini.”

Minami muncul disampingku dan memeriksa mejanya. Dia benar. Jika kotak kardus lusuh ini kelihatan, toko kita akan dapat reputasi buruk.

“Ga masalah. Tak akan ada yang bakal merhatiin juga. Walaupun ketahuan, aku akan minta orang itu untuk merahasiakan hal ini.”

“Betul juga. Gak akan ada orang yang dengan sengaja membalik taplak hanya untuk cari masalah.”

Kalaupun ada yang melakukan ini, motif orang itu hanyalah untuk mengganggu bisnis kami.

“Dekorasi didalam ruangan juga cantik, jadi harusnya tak ada masalah, kan?”

Untuk standar festival sekolah, ini sedikit berlebihan. Dengan ini, seharusnya ada banyak pengunjung yang datang.

“...Tehnya juga sempurna.”

“WAHH!”

Suara Muttsuriini tiba-tiba terdengar dari belakang. Dia masih ahli menyembunyikan hawa keberadaannya, tapi aku rasa ini gak diperlukan di kehidupan sehari-hari.

“Muttsuriini, apa urusan dapur sudah OK?”

“...Coba sendiri.”

Setelah mengatakan ini, Muttsuriini menaruh nampan kayu, dengan teh dan onde-onde ditaruh di piring keramik diatasnya.

“Wa... kelihatannya enak...”

“Tsuchiya, gapapa kalau ini kumakan, kan?”

“...(menganggukkan kepala)”

“Nah, kumakan ya.”

Himeji-san, Minami-san, dan Hideyoshi mengambil onde-onde yang hangat dan baru matang ke mulut mereka.

“Wah, enaknya!”

“Ya! Renyah diluar, tapi kenyal, teksturnya mantap!”

“Manis, tapi ga bikin enak, ini enak.”

Cemilan kami terbukti enak. Tiga gadis ini rupanya senang manisan, ya.

“Tehnya juga nikmat, ini hebat...”

“Yeah...”

Himeji-san dan Minami mengawang-awang seraya naik ke surga. Apa memang seenak itu?

“Aku makan satu juga ya.”

Muttsuriini mengoper onde-onde yang tersisa kepadaku.

Karna tak ada tusuk gigi, aku mengambilnya dengan tangan dan menggigit sedikit.

“Mmmm, keras dan kasar diluar, lengket di dalamnya, gak terlalu manis atau terlalu pedas--- ARGH!!”

Suara tidak manusiawi keluar dari mulutku, dan saat ini muncul kenangan-kenanganku selama 16 tahun kehidupanku didepanku. Ahh, kenangan-kenangan yang indah... tunggu, bukankah ini adalah cahaya terakhir sebelum kematian?

“Ah, itu Himeji yang buat.”

“...! (memasukkan dengan panik)”

“Mu, Muttsuriini! Kenapa kau harus memasang ekspresi ketakutan sambil memasukkan onde-onde itu ke mulutku? Mustahil! Aku gak bisa!”

Muttsuriini memasukkan setengah dari onde-onde sisa kedalam mulutku. Onde-onde ini bisa membuat orang melihat cahaya kematian! Gak ada manusia normal yang diperbolehkan memakannya!

“Hey semuanya, aku kembali---”

Saat itulah, Yuuji kembali.

“Ah, Yuuji, selamat datang.”

“Hm? Apaan ini, kelihatannya enak. Gimana rasanya?”

Setelah itu, tanpa ragu dia memasukkan senjata biokimia yang cuma berani kugigit kedalam mulutnya.

“...Orang yang hebat.”

“Yuuji, kau sekarang memancarkan cahaya paling terang disini.”

“Aku tak tahu apa yang kau bicarakan... hmm, keras dan kasar di luar, lengket di dalam, sedikit terlalu manis dan terlalu pedas--- ARGHH!!”

Ah, pemandangan yang familiar.

“Ah—Yuuji, apa rasanya enak?”

Aku mencoba memakai mataku untuk bertanya pada Yuuji, 'ini Himeji-san yang buat, mungkin kau gak akan bicara berlebihan, kan?' saat dia tertelungkup lemas di tanah. Namun, aku tak bisa kontak mata dengannya, aku takut dia tak mengerti pesannya.

“Hoo, sepertinya ga ada masalah.”

Yuuji, yang masih terbaring di tanah, akhirnya menjawab, “Boleh aku menyeberang jembatan itu sekarang?”

Itu pasti sungai Sanzu.

“Yuu, Yuuji! Kau gak bisa menyeberang! Kau gak akan kembali kalau kau sebrangi itu!”

Memikirkan bagaimana segigit bisa menjadi serangan fatal, makanan buat Himeji-san masih benar-benar menyeramkan.

“Eh? Ada apa? Apa yang terjadi dengan Sakamoto-san?”

Himeji-san, yang tadi memakan onde-onde normal dan hidup di surga, akhirnya merasakan sesuatu yang aneh. Untungnya dia tidak melihat apa yang terjadi.

“Ya, Sakamoto, apa kau baik-baik saja?”

Sampai saat ini, Minami juga terjebak di surga. Mungkin onde-onde normal tadi memang enak, jadi kita bisa mengharapkan penjualan yang bagus.


“Gak masalah, dia cuma keram. Oi, Yuu---ji---berdiri---woi---”

Begitulah, aku menyuruh Yuuji berdiri sambil bercanda. Namun, tanganku sekarang sedang menekan jantungnya. Saat ini, kemungkinan dia hidup tinggal setengah!

“60,000? apa kau bercanda? Kalau aku harus bayar untuk menyeberang sungai itu, harusnya itu sungai San---ACK!”

Ah, bagus, dia berhasil terbangun tanpa diketahui siapapun.

“Yuuji, apa kakimu keram?”

Sebelum dia mengatakan sesuatu yang gak diperlukan, aku berbicara. Tak ada waktu untuk kontak mata saat ini.

“Keram? Bercanda kau, bola itu yang---”

”... Kubiarkan kau makan satu lagi deh.”

“Aku keram karena aku jarang latihan.”

Untungnya, pikiran Yuuji cepat. Bagaimanapun, aku gak mau membunuh teman sekelasku.

(...Akihisa, kubunuh kau suatu hari.)

(...Gak bisa. Akan kubunuh kau duluan.)

Bahan tertawaan kami mengandung percakapan penuh niat membunuh. Lihat kan, kita memang cukup dekat.

“Hm, Sakamoto sepertinya sering keram di kakinya, ya?”

Ini buruk. Situasi yang sama seperti beberapa waktu yang lalu membuat Minami curiga.

“Ah, begini, Yuuji itu kelebihan lemak, kan? Makanya dia mudah keram, seperti bagaimana Minami sering keram di dadanya, jadi harusnya dia mengerti--- GUAH!!”

“...Sepertinya aku gak perlu beraksi, ya.”

Yuuji menatapku dengan penuh rasa kasihan sambil melihatku dipukul Minami. Kenapa aku merasa hal-hal seperti ini jadi sering terjadi belakangan ini...”

“Kalau dipikir-pikir, Yuuji, darimana kau?”

Hideyoshi dengan lancar merubah topik pembicaraan. Seperti yang diharapkan dari seseorang yang tahu apa yang terjadi.

“Hm, aku pergi mendiskusikan sesuatu.”

Jarang Yuuji menggunakan nada ambigu seperti ini.

Sebenarnya, dia pergi menentukan mata pelajaran dibawah perintah kepala sekolah. Tapi kita gak bisa ngomongin metode curang ini dengan mudah, jadi Yuuji membuat jawaban ambigu di tempat.

“Oh, jadi itu yang terjadi~ pasti susah untukmu.”

Himeji-san yang gak akan mencurigai siapapun, tersenyum mendengarnya. Benar-benar gadis yang patuh.

“Bukan, gak usah dipikirin. Yang lebih penting, kedai tehnya bisa beroperasi sekarang, kan?”

“Betul.”

“...Gak ada masalah dengan teh dan cemilan.”

Apa benar-benar gak ada masalah? Ada kegelisahan yang merayapiku saat memikirkan apakah makanan buatan Himeji-san tercampur kedalamnya.

“Baik, aku akan biarkan Hideyoshi dan Muttsuriini yang pegang kedainya sekarang. Akihisa dan aku harus ngurusi masalah pertarungan pemanggilan pertama.”

Setelah mengatakan ini, dia menepuk punggung Hideyoshi dan Muttsuriini.

“Eh, kau akan ikut dalam turnamen pemanggilan juga?”

Minami terlihat seperti ingin mengonfirmasikan sesuatu seraya menatapku.

“Eh? Ah, iya, ada alasan tersendiri.”

Aku memberikan jawaban ambigu. Kepala sekolah menyuruh kami untuk tidak memberitahukan apapun soal 'masalah-masalah mengenai tiket', jadi Aku tak bisa mengatakannya. Tapi, kenapa enggak?

“Apa kau... menginginkan hadiahnya..?”

Minami kembali dengan tatapan menyelidiknya itu.

“Hm-- begitulah.”

Lebih spesifiknya, kita hanya ingin menukar hadiahnya dengan perbaikan fasilitas kelas.

Kalau bisa, apa kita bisa menukar gelang platinumnya juga? Menurut gosip, ada gelang-gelang yang membiarkan seseorang memanggil dua monster panggilan dan bisa menggantikan guru menjadi semacam saksi. Walaupun aku tak menginginkannya, kalo bisa dapet ya bagus juga.

“...Kau mau kesana?”

“Eh?”

Minami menyipitkan matanya. Ini, ini... niat membunuh!

“Yoshii-kun, aku juga ingin tahu, kau akan bareng siapa?”

Sebelum aku menyadarinya, Himeji-san sudah berganti mode perang juga.

Keduanya pasti membicarakan soal tiket.

Ini buruk! Aku ga berniat ikut bersama siapapun, hanya ingin menyerahkan semuanya pada kepala sekolah. Namun, karna perjanjian, aku ga bisa mengatakan alasannya dengan jujur...

“Akihisa akan ikut denganku.”

Saat aku kesulitan mencari jawaban, Yuuji menjawab.

Mendengar ini, mata Minami melebar. Ho ho, gak aneh kau merasa itu aneh.

“EH? Kau akan pakai tiketnya untuk 'Perjalanan Bahagia' bareng Sakamoto...?”

Karna ini adalah perkembangan baru yang mengagetkanku.

Idiot! Siapa yang ingin pergi dalam perjalanan begitu bareng Yuuji!? Ini bisa menyebabkan kesalahpahaman yang super besar!!!

(Akihisa, tahan aja! Si nenek tua bakal ngebatalin perjanjian kalau ini ketahuan!!)

Yuuji berbisik padaku. Walaupun aku gak mau sama sekali, ini tetap demi Himeji-san. Sepertinya Yuuji juga bertahan dari rasa sakit dibilang homo. Dalam situasi ini, aku harus bertahan...

“Aku menolak beberapa kali, tapi dia tetap tak bergeming.”

EH? APAAA? AKU DIKHIANATI!!??

“Aki, dibandingkan Kinoshita, kau memang lebih tertarik pada Sakamoto rupanya...”

“TUNGGU DULU!! AKU GAK NGERTI MAKSUD 'RUPANYA' ITU! DAN JUGA, JANGAN PASANG TAMPANG KESEPIAN BEGITU, HIDEYOSHI!!”

Parah. Kalau ini berlanjut, informasi salah ini bisa bocor ke dunia luar. Rankingku sebagai 'murid yang paling pantas menjadi homoseksual' akan terangkat!!

“Yoshii-kun. Kau itu lelaki, sebisa mungkin tertariknya sama cewek lah...”

“Kalau itu bisa, Akihisa gak akan secapek ini.”

“YUUJI, TOLONG BERHENTI BICARA SEAKAN-AKAN INI MEMANG BENAR!! KAU BAHKAN GA ADA NIAT MEMBANTUKU SAMA SEKALI!!”

Suatu hari, urusan dengannya akan kutuntaskan.

“Ah, udah mau mulai. Waktunya pergi, Akihisa.”

“Uh! Pokoknya, ini salah paham!!”

Seperti kroco yang kabur sambil mengutuk demi mempertahankan diri, aku dan Yuuji meninggalkan ruangan kelas.




“Ahem--- dan sekarang, pertarungan pemanggilan pertama secara resmi dimulai.”

Acara pemanggilan diadakan di panggung khusus di lapangan.

“Sebelum pertarungan ketiga dimulai, kita tak akan menunjukkannya pada orang luar, jadi kalian semua bersemangatlah.”

Orang yang bertanggung jawab akan hal ini adalah guru matematika, Kinouchi-sensei, jadi tentunya, topik yang dipertarungkan adalah matematika.

“Mari berjuang, Ritsuko.”

“mm.”

kedua gadis yang jadi musuh kami mengangguk. Ini benar-benar pemandangan yang layak diberikan senyuman.

Kalau dipikir-pikir, aku pernah lihat mereka dimana ya...

“Silahkan panggil monster kalian.”

“Summon!”

Saat keduanya berteriak, lingkaran sihir terlihat disamping mereka. Dua makhluk tes panggilan kecil berukuran sekepala yang penampilannya mengikuti pemanggilnya muncul.

Kelas B, Iwashita Ritsuko, Matematika 179 poin & kelas B, Kikuiri Mayumi Matematika 163 poin.

Dua makhluk panggilan yang persenjataannya mirip satu sama lain muncul bersebelahan. Mereka memakai pedang dan helm gaya barat. Mereka terlihat seperti versi lemah dari makhluk panggilan Himeji-san.

“kita juga harus mulai memanggil.” “Oke.”

“Summon.”

Makhluk panggilan kami muncul. Makhluk panggilanku masih menggunakan seragam modifikasi dan pedang kayu. Di sisi lain, orang yang disebut sebagai jenius, ketua kelas kita makhluk panggilannya---

“...pakai tangan kosong?”

Dia gak terlihat memegang apapun. Apa itu pedang tak kasat mata?

“Bego. Lihat yang benar.”

Yuuji mengangkat tangan makhluk panggilannya agar aku bisa memeriksa,

“Ini pakai knuckle besi kan?”

“Kau, kroco! Ada kroco disini!”

Bagaimana bisa seseorang punya makhluk yang segini lemah? Walaupun knuckle itu senjatanya, aku tak pernah melihat makhluk panggilan yang perlengkapannya sepayah ini!

“Kita serang ya, bocah lemah.”

“Ritsuko, kamu salah. Mereka berandalan.”

Makhluk panggilan kami memakai seragam modifikasi, satu bersenjatakan pedang kayu dan satunya dengan knuckle besi. Walau begitu, kita gak bisa mengingkari cemooh dari musuh.

Kelas F, Sakamoto Yuuji, Matematik 179 poin & Kelas F, Yoshii Akihisa, Matematika 63 poin.

Nilai kami dimunculkan di layar sebagai referensi.

“Oi, Yu...Yuuji!”

“Apa?”

“Kenapa nilaimu tinggi banget gitu?”

Dia dapat nilai 179, itu hampir setara dengan kelas B. Dia seharusnya bego. DIA SEHARUSNYA BEGO!!

“Sejak perang pemanggilan kemarin, aku mulai belajar keras demi mengalahkan kelas A.”

Karna suatu hal, Yuuji mengatakan ini dengan muka tak senang.

Untuk bisa belajar cepat dalam waktu singkat? Seperti yang diharapkan dari seseorang yang disebut jenius.

“Tapi, kenapa kau mau belajar keras?”

Yuuji mungkin berusaha membuktikan bahwa 'yang gak pintar juga bisa sukses' sejak dia menantang kelas A. Apa ada alasan lain, walaupun melawan idelismenya, agar dia tidak mengalah?

“Sebelum ini, Shouko menanyakan satu hal.”

“Apa?”

“...Dimana kita mau menikah?”

Kirishima-san benar-benar cinta padanya, ya?

“AKU GAK BISA KALAH SEKARANG!! KALAU GAK BISA MENANG SEKARANG, HIDUPKU... HIDUPKU AKAN...!!!”

“YUUJI, TENANGLAH!! KALIAN BERDUA BAKAL JADI KELUARGA YANG BAHAGIA KOK!!””

Aku menahan punggung Yuuji karna dia mau lari dari panggung.

Begitu, jadi itulah kenapa Yuuji mulai belajar.

“Apa kalian bisa mulai?”

Kinouchi-sensei melihat kita dengan khawatir, dan dua kompetitor lain sepertinya terkejut.

“Ah, maaf. Seperti yang kau lihat, tak ada masalah.”

“Aku tak mau dapat nama keluarga dari istri..! Aku tak mau jadi Kirishima Yuuji—UWAAH!! APAA?”

Bagaimanapun, mari kita pukul Yuuji beberapa kali sampai dia normal. Ini adalah metode lain untuk ngebenerin Yuuji yang udah parah---cara kedua.

“Walaupun sensei sedikit khawatir, tolong mulai pertandingannya.”

Setelah mengatakan ini, Kinouchi-sensei mundur sesuai standar prosedur.

Berdiri menghadapi musuh, pertandingan kami akan segera dimulai.

“Ritsuko!”

“Mayumi!”

““AYO!!””

Setelah saling memanggil nama, kedua musuh kamu menganggukkan kepala dan mulai bergerak seakan mereka ingin mengepung kami.

“Oh~ kerjasama tim mereka bagus juga.”

“Gak buruk. Untuk gadis yang lebih senang main rumah-rumahan, bisa dipahami.”

Yuuji dan aku mengangguk. Dengan ikatan kami yang sudah dalam, kami hanya perlu melihat satu sama lain untuk saling mengerti pikiran yang lain.

“INI... BENAR-BENAR MELECEHKAN!!”

“KERJASAMA TIM KAMI ADALAH YANG TERKUAT!!”

Duo dari kelas B membalasa berang, sepertinya tersinggung.

Gak tahan sama mereka. Kalau sudah sampai begini—kita akan tunjukkan apa itu kerjasama yang asli.

“Yuuji!”

Aku melirik partnerku, dengan mata yang menyiratkan niat. Dengan ikatan kami yang dalam, kami hanya perlu bertukar pandangan untuk saling mengerti pikiran yang lain.

“Akihisa!”

Aku menganggukkan kepala membalas panggilan partnerku. Kami menarik nafas dalam-dalam, lalu mengatakan maksud masing-masing.

““LU AJA YANG LAWAN!!””

Maksud kita berdua benar-benar sama sejak kita berdua melompat menghindar di waktu yang bersamaan.

“Yuuji, apaan nih! Gimana bisa kita berdua kompak kalau masing-masing nyuruh lawan sendiri semuanya?”

“Kagak, ini waktunya kau beraksi, kan? Perang kemarin aku sama sekali ga manggil monsterku kan?”

“APA! Kau payah! Seenggaknya kau jadi perisaiku lah!!”

“Apaan maksudmu 'payah'! Nilaimu sampah banget!”

“Kau cerewet juga, ya? OKE, KELUAR YOK!!”

“Baru mau bilang begitu!!”

Kita berdua menarik kerah masing-masing. Aku gak nyangka dia sebego ini!!

“Pertemanan lelaki sangat aneh ya....”

“Untungnya kita para cewe gak begitu.”

EH! Mereka meremehkan kita begitu!

“...Ah, ahem.”

Demi mengulur waktu dan membuat musuh lupa pertikaian tadi, aku terbatuk sebentar dan berkata “Sepertinya kerjasama kita sama bagusnya, ya?”

““EH APAAN EH!?””

kedua gadis merespon bersamaan. Apa maksud mereka memasang ekspresi seperti itu?

“Walaupun begitu, disamping observasi, kita punya 'kecerdasan'! Walaupun kerjasama kita sama bagus, dalam bertarung secara cerdas, kita pasti menang!”

“Ga usah dipikirin, tuh orang emang rada bego.”

Sepertinya penilaian dunia terhadapku sembunyi di suatu arah, tapi mending gak usah dipikirin dulu sekarang.

“Yuuji, cepetan kasih rencana perang!”

Aku berkata pada Yuuji yang berdiri disampingku. Satu hal bahwa aku gak pernah memikirkan apapun yang berhubungan dengan pertarungan ini.

“Oke, ini rencana perangku.”

Yuuji mengatakan rencana perangnya dengan antusias.

“Akihisa harus menahan serangan satu musuh---”

“Uh huh.”

“---dan Akihisa harus menyerang musuh yang lain secara bersamaan.”

“Itu bukannya jadi aku yang lawan semuanya, ya!!”

Aku sudah merasa Yuuji membuat rencana kayak gini karna bosan.

“Akihisa! Di titik ini, ga ada ruang buat trik-trik kecil! Bertarung satu lawan satu dengan musuh saja!”

“Walau aku tau kau gak bisa mikir sampe bikin rencana seperti itu, dimengerti! Kita akan menang kalau kita lawan mereka satu lawan satu!”

Makhluk panggilan kami melesat maju menerjang musuh, rencana macam apa-- ini adalah rencana para kroco!

“Ritsuko, bagaimana ini?”

“Kita gak boleh kalah sama musuh sebego ini! Lawan langsung!”

“Un!!”

Pertarungannya bukanlah dua lawan dua, tapi satu lawan satu. Musuhku adalah gadis berambut panjang bernama Ritsuko.

“Hyyaaahh!!” Makhluk panggilan Ritsuko mengayunkan pedangnya. Aku menrespon dan menghindar kebelakang sedikit.

“Sial! MAKAN NIH!!” aku membiarkan makhluk panggilanku menghindari pedang yang diayunkan tanpa kendali dengan gerakan seminimal mungkin.

“Uu...kenapa rasanya aku kayak mengganggu yang lemah?”

Lawanku tidak terlihat bisa mengendalikan makhluk panggilannya dengan baik.

Kalau diingat-ingat, dia dikalahkan Himeji-san sekali pukul. Kesempatan langka untuknya meningkatkan pengalaman, langsung dihilangkan dalam sekejap. Tentu saja dia tak bisa mengontrol makhluknya.

Walau begitu, gak akan ada artinya kalau aku hanya mengelak.

“Mungkin sudah waktunya bagiku—menyerang balik!”

Setelah menghindari serangan-serangan lawan, belahan diriku menggenggam erat pedang kayunya dan mulai menyerang.

“EH? WAAH! KYYAAHHH!”

Kalau aku tak mengincar celah-celah di baju perangnya, seranganku tak akan masuk. Dengan cepat aku mengarahkan serangan ke alis, leher, dan paha musuh. Karna seranganku lemah, kita akan bermain dengan jumlah serangan!

...Tapi, dengan memakai seragam modifikasi dan menyerang dengan pedang kayu secara gila-gilaan, mau bagaimanapun aku terlihat seperti berandalan...

“HUAHHHAAAHAHAHA!! GA ADA GUNANYA!! GA ADA GUNANYA!!”

Kenapa aku merasa ada suara yang jauh lebih ganas dari kejauhan? Sambil tetap waspada, aku melirik ke sebelah. Didepanku, ada satu monster ber-knuckle melawan monster aneh bersenjatakan pedang. Knuckle besi rupanya senjata yang ganas.

“...Sebagai seorang pengajar, aku ingin pasangan Sakamoto dan Yoshii kalah.”

Aku mendenger Kinouchi-sensei bergumam. Adegan ini mungkin mengingatkannya dengan gadis manis yang diganggu berandalan. Kalau aku tidak terlibat hal ini, mungkin aku akan sependapat dengannya.

“INILAH SERANGAN TERAKHIR!!”

Yuuji melayangkan pukulan dari monster panggilannya ke dada musuh. Yuuji berbeda denganku, nilainya besar sehingga kekuatan monster panggilannya pun besar, makanya serangannya bisa menembus baju baja.

“Kurasa aku harus akhiri ini.”

Walaupun aku lemah, lawanku sudah terkena serangan puluhan kali, dan sekarang tak bisa bertahan dari satu serangan penuh tenaga terakhir ini. Sepertinya semuanya akan berakhir.

“Uuuuu!! Ini keterlaluan!!!”

“Berpikir kita kalah dari anak macam mereka!!”

Kedua lawan kami melotot pada kami.

Huh, disebut 'anak macam mereka', benar-benar menyakitkan.

“...Pemenangnya Sakamoto dan Yoshii.”

Kinouchi-sensei tidak terlihat senang saat mengumumkan ini. Bagaimanapun, kita berhasil melewati satu babak.

“Kita menang, Akihisa.”

“Yup.”

Keahlian tempur Yuuji sangat kuat, itu menenangkanku. Dia tak bermasalah sepanjang pertarungan tadi, bener-bener deh orang itu.

“Jadi, mari kita--”

“Mm.”

Kami melayangkan senyum, tangan meraih satu sama lain.

“SELESAIKAN URUSAN YANG TADI, BRENGSEK!!”

“ITU KALIMAT GUA, BEGO!!”

Setelah pertarungan tadi, persahabatan kami jadi makin kuat.




“Akihisa dan Yuuji, bisa gak berhenti berantem dan kesini dulu?”

Baru saja aku memastikan persahabatanku dengan rekanku ini, Hideyoshi melesat naik ke panggung spesial di lapangan. Melihat dirinya sangat terengah-engah, sepertinya ada sesuatu yang penting.

“Eh? Kenapa kedai tehnya?”

“Mn, kita punya tamu yang rese. Sori, bisa kuomongin sambil jalan?”

“Ah, oke.”

Yuuji dan aku mengikuti Hideyoshi. Sepertinya memang ada masalah di kedai.

“...Ada yang mengganggu bisnis?”

Yuuji meyipitkan matanya saat bicara. Tampang ini mirip seperti saat dia menghadap kepala sekolah. Dia pasti sudah memikirkan sesuatu.

“Ah haha, gimana mungkin? Ga akan ada orang yang bakal merusak bisnis orang lain, kan? Bahkan walaupun benar adanya, sepertinya gak ada untungnya juga.”

Paling parah paling kita jadi gak bisa konsentrasi penuh dengan turnamen.

“Enggak, ini seperti yang Yuuji tebak.”

Hideyoshi memiringkan wajah sempurnanya. Jangan-jangan memang ada yang jahil?

“Mereka anak-anak kelas 3.”

Gak masalah kalau biangnya dari luar sekolah, tapi kelas 3? Sungguh dewasa.

Sebenarnya, Yuuji bisa berantem, jadi dia yang paling tepat untuk ini.

“Apa ini sikapmu meminta pertolongan orang? ...Gapapa. Kalaupun kedainya ga sukses, Himeji yang Akihisa cintai sepenuh hati bisa-bisa pindah sekolah. Akan kubantu.”

“OI! Aku gak bilang...!!”

“Ah—Iya, iya.”

Aku berjalan sambil menggeram pada Yuuji karna mempermainkanku. Akhirnya kita tiba di depan kelas. Walaupun kelasnya dekat, suara berisik bisa didengar dari luar, cukup keras untuk terdengar sepanjang koridor.

“Uu, mereka lagi.”

“Biar aku yang atasi.”

Sambil melemaskan lehernya, Yuuji menaruh tangannya di pintu. Beneran, kekuatannya jadi sangat tak terkontrol kalau hal seperti ini terjadi.

“MEJA INI KOTOR BANGET! APA KAU BISA SAJIKAN MAKANAN DIATASNYA!?”

Begitu Yuuji membuka pintu, umpatan melompat masuk ke telinga kami. Sepertinya mereka tak senang kita menggunakan taplak untuk menutupi kotak kardus, jadi mereka membalik taplak dan mulai merusuh. Sungguh berandalan.

“Wow... ini parah...”

“Sepertinya pemilik kedai ingin menipu kita sekarang.”

“Walaupun cuma festival sekolah, ini masih toko makanan, kan...?”

Saat melihatnya, pelanggan mulai bergumam. Payah. Bagi kedai tehnya, komentar negative seperti ini cukup buruk.

“Yuuji, bisnisnya bakal kena imbas kalau begini terus.”

“Kau benar...Hideyoshi, kesini sebentar deh.”

“Ada yang kau perlukan?”

“Aku perlu kau persiapkan sesuatu.”

Yuuji membisikkan beberapa kata ke Hideyoshi. Dia minta ke Hideyoshi, mungkin mau pinjam beberapa properti dari klub drama?

“Aku bisa siapkan... tapi cuma ada dua.”

“Itu cukup, aku akan ambil dari tempat lain nanti.”


“Oke, aku pergi sebentar.” | Setelah mengatakan ini, Hideyoshi mengajak beberapa teman dan pergi.

“Akihisa, ingat-ingat penampilan berandal itu.”

Yuuji memerintahku sebelum dia perlahan mendekati tamu yang masih menggumam.

“...Walaupun aku gak tau ada apaan, ga masalah.”

Yuuji mungkin ingin balas dendam habis ini. Pokoknya, hapalkan penampilan mereka.

Ada dua orang biang kerok, dan kedua-duanya lelaki. Satu tingginya normal dan gaya rambutnya Mohawk. Yang satunya lagi tingginya juga normal dan botak. Mudah mengingat gaya rambut dua orang itu rupanya.

“Beneran deh, ketua kelasnya ada gak sih? Ketua kelas---OOOHH!”

“Aku ketua kelas, Sakamoto Yuuji. Ada yang tak memuaskan dari kedai kami?”

Seperti seorang pramusaji, Yuuji membungkuk. Dia gak akan terlihat jauh beda dengan pemilik toko yang ideal kalau saja dia tidak memukul orang itu sebelum berkata.

“Aku bukan gak senang, tapi temanku baru dipukul...”

Si mohawk yang gak dipukul terlihat kaget. Ini sudah pasti. Bahkan aku akan kaget kalau tiba-tiba temanku dipukul.

“Apa kau menghina mottoku ---'memulai percakapan dengan pukulan'?”

Metode komunikasi yang mengerikan.

“Ja, jangan bercanda, sialan...! Komunikasi macam apa itu?”

“Setelah itu, akan ada 'tendangan untuk melanjutkan komunikasi'. Terakhir, ada 'bantingan untuk mengakhiri percakapan' menunggumu.”

“A, aku mengerti! Biarlah Shunpei yang ngomong! Aku gak ngapa-ngapain, ga perlu negosiasi sama aku!”

“Tu...tunggu, Tsunemura! Kau mengkhianatiku!!?”

Yang terlihat panik saat bicara adalah di botak yang dipanggil Shunpei. Karna susah mengingat namanya, aku akan panggil mereka 'Shunpei botak dan Mohawk Tsunemura'.

“Nah, grup Toko-Natsu, kalian masih mau negosiasi?”

Ah, Yuuji memperlihatkan muka aslinya. Sepertinya dia gak bisa sopan untuk waktu yang lama.

Kalau dipikir-pikir, enak juga manggil mereka grup Toko-Natsu. Kuhargai itu.

“Enggak, sudah cukup. Kita akan pergi.”

“Benarkah? Kalau begitu...”

Setelah menganggukkan kepalanya keras, Yuuji meraih pinggang Tsunemura (si botak)

“OI! AKU GAK NGAPA-NGAPAIN, KAN? KENAPA AKU JUGA---WAAAHH!!”

“Dengan ini, negosiasi kita selesai.”

Setelah melakukan bantingan-terbalik, Yuuji berdiri tanpa kesulitan. Kalau bisa, aku ingin metode komunikasi ini tak tersebar keluar.

“Awas saja kalian ya!!”

Si kakak mohawk menggendong temannya, yang botak, dan meninggalkan tempat. Dengan ini masalah harusnya selesai---

“Kita jangan lanjutin makan sekarang.”

“Sayang deh padahal makanannya enak.”

“Kalo dimakan kayaknya kita bakal sakit perut.”

---yaa, mungkinlah.

Rahasia mejanya diungkap didepan semua tamu. Tiba-tiba, suara bergetar terdengar seraya seseorang berdiri. Dia adalah direktur pembelajaran, Fukuhara-sensei. Apa dia sengaja datang untuk membantu kelas kita?

“Mari kita ganti kedai.”

“Ayo deh.”

“Ah, permisi, para tamu yang terhormat.”

Saat seseorang berdiri, yang lain juga ikut berdiri. Ini harusnya disebut psikologi massa. Dalam situasi ini, penilaian buruk akan menyebar ke seluruh sekolah seperti api.

“Kami minta maaf. Karna restoran begitu penuh, kita tak bisa membawa meja kesini tepat waktu, dan harus pakai kardus untuk sementara. Tapi, meja aslinya sudah datang sekarang, jadi semua silahkan menikmati makanannya.”

Yuuji membungkuk kepada pelanggan yang bersiap-siap pergi. Dibelakangnya, Hideyoshi dan beberapa anak laki-laki sedang memindahkan meja yang bagus kesini.

Apa itu...meja besar properti dari kelas drama? Aku mengerti. Kita bisa tunjukkan pada pelanggan kalau kita peduli kebersihan. Sepertinya Yuuji sudah memikirkan penilaian pengunjung soal kedai teh ini.

“Eh? Kita pindah meja?”

Tiba-tiba, suara seorang gadis terdengar dari belakang.

“Ah, selamat datang, Minami dan Himeji-san. Bagaimana pertarungan pertamanya?”

“Hm, setidaknya kita menang.”

Himeji-san memasang tanda victory. Walaupun aku merasa dia bukan orang yang terfokus pada kemenangan, tapi dalam situasi ini, sudah pasti dia ingin menang.

“Lupakan itu sekarang, kita bisa ganti meja? Kelas drama gak punya banyak meja, kan?”

Minami benar. Hideyoshi tadi bilang hanya ada dua meja. Tapi kalau dipikir-pikir, kita gak bisa biarkan meja yang lain tetap dari kardus...

“Jadi, kita akan ganti setiap meja satu per satu begitu mereka datang. Para pelanggan yang belum selesai makan, silahkan pindah ke meja ini dan melanjutkan.”

Setelah mengatakan ini, Yuuji berjalan ke koridor dimana kita berdiri.

“Hoo, sekarang kita cuma bisa begini.”

Yuuji menghela napas pelan. Mungkin berkata sopan cukup lama baginya melelahkan.

“Makasih bantuannya, Yuuji.”

“Walaupun aku gak tau ada apa, makasih bantuannya.”

“Makasih bantuannya.”

“Oh, Himeji dan Shimada? Kalau dilihat dari mukanya, kayaknya kalian menang.”

Walaupun dia ngomongnya begitu, Yuuji terlihat gak khawatir soal kemenangan mereka berdua. Dari tampangnya, sepertinya dia yakin mereka akan menang kalau bekerja sama.

“Ya, begitu deh. Ngomong-ngomong, gimana kedainya?”

Karna keributan tadi, banyak pelanggan yang pergi. Kesuksesan kedai sekarang terletak pada apakah Himeji-san akan tetap di kedai. Kita ga boleh gagal sekarang.

“Gak akan ada masalah kalau gak ada yang dateng dan tiba-tiba ngerusuh.”

Nada bicara Yuuji membuatku merasa aneh. Sepertinya dia mengharapkan seseorang makin ngerusuh...

“Maaf, apa mejanya udah cukup?”

“Ah, iya. Soal ini... Akihisa, berapa lama lagi pertarungan keduanya?”

Aku melihat jam tanganku. Pertandingan selanjutnya dimulai jam 11, jadi---

“Sekitar satu jam.”

“Beneran? Kita gak punya banyak waktu kalau begitu...Aku pergi sebentar. Akihisa, ikut sini.”

Yuuji mengacungkan jarinya dari menyuruh aku mengikutinya.

“Gapapa kita gak bantu-bantu?”

Karna gak dipanggil, Minami bertanya. Sepertinya dia juga mau susah demi Himeji-san. Aku sangat senang dengan antusiasmenya.

“Kalian berdua jadi pelayan. Pakai senyuman maut kalian dan coba menarik hati pelanggan, ngerti?”

“Ya! Aku akan berusaha!”

Tentu saja Himeji-san antusias akan hal ini. Aku jadi ingin menjadi salah satu pelanggan dan menikmati senyumannya.

“Oi, Akihisa. Kita pergi.”

“Ah, ya. Mau kemana kita?”

Saat aku memanggil Yuuji, dia mengulum bibirnya, terlihat jahat, sambil berkata “Kita nyari meja.”

Senyuman jahat tergambar di wajah Yuuji.





“YOSHII-KUN!! SAKAMOTO-KUN!! HARI INI, AKU GAK AKAN MAAFKAN KALIAN!!!”

“LARI, AKIHISA!! KITA AKAN DIKIRIM KE RUANG KONSELING KALAU KITA PELAN-PELAN!!!”

“RUANGANNYA TETSUJIN???! JANGAN BERCANDA!!!”

Kita terus berlari menyusuri koridor, kabur dari Takehara-sensei yang mengejar kita.

Kenapa kita kabur? Karna ada didepan ada tangga---tentu saja bukan begitu.

“KITA UDAH SUSAH PAYAH DAPET MEJA AINI!! JANGAN DIJATOHIN!!”

“NGERTI!!”

Itu karna kita nyolong meja dari ruang tunggu sekolah.

“Kalau dipikir-pikir... kenapa, mereka, bisa, lari, begitu, cepat, sambil, bawa, meja, begitu...”

Hasegawa-sensei yang ikut ngejar dibelakang Takehara-sensei, mengatakan hal yang aneh. Apa sensei gak cukup bugar karna dia gak ngambil pelajaran olahraga?”

“Pokoknya, begitu ini kita bawa ke kedai teh, ini jadi milik kita! Bahkan kalau mereka adalah guru, mereka gak bisa menyita mejanya karna mejanya akan dipakai pelanggan!!”

Si berandal ini!! Gara-gara dia, reputasiku jadi makin buruk.

“Lebih baik kita minta bantuan Nishimura-sensei---”

Takehara-sensei mengeluarkan handphonenya. Nishimura itu adalah TETSUJIN!! Mencoba menghindari Tetsujin dari situasi ini seperti mencoba menjejak langit!!

“Akihisa!!”

“Oke!!”

Aku menendang sendal keatas Yuuji sambil berlari.

“Makan nih!!”

“Waah!!”

Saat itulah, Yuuji tiba-tiba melakukan tendangan voli dengan sendal. Tembakan ini kena tepat ku pergelangan tangan Takehara-sensei. Handphonenya terlempar ke udara dan jatuh ke lantai koridor.

“Nah, jaga kesehatan ya buat para guru. Bye bye!!”

“Ahh, sendalku...”

Saat Takehara-sensei memungut handphonenya, kita berlari. Setelah memastikan kalau para guru tak bisa menemukan kami, kami menurunkan mejanya sebelum mengirimkan lokasi ke handphone hideyoshi. Sekarang, teman sekelas kami akan keluar dan membawa mejanya kembali ke kedai.

“Yosh! Sekarang tinggal ruang tunggu kantor guru. Habis ini, kita pergi ke pertandingan kedua!”

“Hoo... Yuuji dan aku pasti akan diskors setelah semua ini...”


Akibat perbutan kami, yang menggunakan taktik kotor untuk mencuri meja dari seluruh sekolah, kami akhirnya bisa mendapat cukup meja. Sekarang, komentar buruk akan hilang, dan gak akan ada masalah lagi dengan kedai tehnya.





BTS vol 02 101.jpg

“Sekarang, siapa lawan kita di pertandingan kedua?”

Aku bertanya kepada Yuuji saat kita berdua berjalan menuju panggung spesial.

Karna kita berdua sibuk mengikuti 'pertarungan menggacul meja', kita gak punya cukup waktu untuk mencari tahu siapa lawan kita selanjutnya. Aku harap lawannya benar-benar lemah.

“Dari jadwalnya, sepertinya kita akan menang, tepat seperti perkiraanku.”

Aku melihat ke arah Yuuji melihat. Saat ini, lawan kami sudah berada di posisinya dan sedang menunggu kami.

“Wah? Kukira siapa mereka. Rupanya pasangan ketua kelas B dan C.”

“Yo...Yoshii dan Sakamoto!? Kau lawan kami?”

Orang-orang yang membuat muka kami tertekuk adalah perwakilan dari kelas B dan kelas C, Nemoto-san dan Koyama-san. Apa mereka berdua pacaran?

“Apa lagi, Nemoto-san? Sejak lawan kita para idiot kelas F, bukannya kita sudah otomatis menang?”

Hm---mengatai seseorang. Kepribadian Koyama-san cukup buruk.

Dia cocok sekali pacaran dengan Nemoto-san. Mereka memang pasangan yang mengesalkan.

“Dan sekarang, pertandingan kedua turnamen pemanggilan akan dimulai.”

Setidaknya guru bahasa inggris, Endo-sensei akan memaklumi.

“Summon.”

Keempat siswa memanggil monster mereka.

Kelas B Nemoto Kyouji, Bahasa Inggris 199 poin dan kelas C, Koyama Yuuka, Bahasa Inggris 165 poin.

Beginilah kalau perwakilan kelas B dan kelas C satu tim, nilai mereka bagus-bagus.

kelas F, Sakamoto Yuuji, Bahasa Inggris 73 poin & kelas F, Yoshii Akihisa, Bahasa Inggris 59 poin.

Nilai aku dan Yuuji juga ditampilkan di layar.

Bahasa Inggris bukanlah pelajaran terbaikku, dan Yuuji belum mulai belajar Bahasa Inggris, jadi nilai kami kalah jauh.

Walau begitu, Yuuji tidak memilih pelajaran ini di ronde pertama, tapi di ronde kedua. Sekarang aku tau alasannya. Karna kita tak bisa ngibul di ronde pertama, tapi kita bisa ngibul di ronde kedua.

“Ayo, Yuuji, keluarkan benda itu.”

Kalau lawannya adalah Nemoto-san, orang ini gak akan lupa membawanya.

“Oh? Maksudmu ini?”

Setelah mengatakan ini, Yuuji menarik sesuatu keluar. Itu adalah album eksklusif foto-foto Nemoto Kyouji 'Lihatlah diriku yang baru!'. Sejujurnya, bahkan kalau aku dipaksa melihatnya, aku gak akan melihatnya sedikit pun...

“INI, INI KAN...!!”

Nemoto-san langsung membeku di tempat.

Ini adalah foto-foto Nemoto-san yang dipaksa memakai baju perempuan ketika dia kalah di perang pemanggilan kemarin. Kalau bisa, dia mungkin mau membawanya masuk kuburan. Namun, ini adalah hukuman karena mempermainkan perasaan Himeji-san selama perang kemarin!! Gak akan kubiarkan!!

“Jadi Nemoto-san, kalau kau tak mau kami sebarkan ini---”

Saat aku bicara, seseorang menepuk bahuku beberapa kali. Apa lagi?

“oi oi oi, kubilang, Akihisa, kau salah orang!”

“Eh? Benarkah?”

Orang yang menepukku adalah Yuuji. Tapi selain Nemoto-san, siapa yang bisa kuajak negosiasi...

“Oi, aku gak tau kau pacar Nemoto atau cuma perwakilan kelas C, tapi cewek disana, dengerin.”

“Apa?”

Koyama-san terlihat terkejut saat dia menatap album foto di tangan Yuuji. Sepertinya dia tidak tahu apa itu.

“Lihat ini.”

Setelah mengatakan ini, Yuuji membalik halaman pertama. Didalamnya, ada foto Nemoto-san memakai rok dan menatap ke kejauhan.

“SA, SAKAMOTO! AKU NGERTI! AKU NGERTI!! TOLONG... ALBUM ITU...!!”

Ah, tanpa disadar, kami menang. Membosankan.

“Akihisa, tahan Nemoto.”

“Ngn, oke.”

Aku menjalani perintah Yuuji, menarik Nemoto-san dari belakang saat dia berusaha menarik album itu dari tangan Yuuji.

“Baiklah, perwakilan kelas C. Kalau kau mau album ini, mengalahlah pada kami.”

“SA, SAKAMOTO!! APA KAU INI IBLIS!!!??”

Nemoto-san seperti mau menangis. Melihat adegan yang sungguh tragis ini, bahkan aku merasa ini menyedihkan.

Menggunakan bentuk negosiasi seperti ini, tidak hanya Nemoto-san kalah pertandingan, pacarnya (mungkin?) juga akan melihat album foto-foto memalukan dirinya. Untuknya, kemalangan ini sudah terlalu besar.

“...Kuterima. Kami kalah.”

“Aku rasa kita udah sepakat.”

Senyum jahat muncul di wajah Yuuji.

“Yuu, YUUKA!? TOLOONNGG!! JANGAN LIHAT!!”

Permintaan Nemoto-san tak digubris, malah Koyama-san makin membalik album foto itu.

“Akihisa, pemenangnya sudah ditentukan. Aku khawatir sama keadaan kedai teh. Yuk.”

“Kau benar. Nah, Endo-sensei, kami menang.”

Aku tak lupa mengingatkan Endo-sensei, yang sekarang sedang mencoba mengintip album itu juga.

“Ah, iya! Pemenangnya adalah Sakamoto dan Yoshii!!”

Sekarang kemenangan kita sudah pasti, kita masuk ronde tiga. Bagus,gus,gus.

“...Kita putus.”

“TU, TUNGGU DULU!! ADA ALASANNYA...!!”

Kita gak harus mendengarkan kata-kata tadi. Seseorang bilang kalau orang yang menginjak-injak perasaan orang akan menerima hukuman setimpal, rupanya benar...