Difference between revisions of "Suzumiya Haruhi ~ Indonesian Version:Jilid2 Bab01"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
m (perbaiki link)
Line 596: Line 596:
 
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;"
 
{| border="1" cellpadding="5" cellspacing="0" style="margin: 1em 1em 1em 0; background: #f9f9f9; border: 1px #aaaaaa solid; padding: 0.2em; border-collapse: collapse;"
 
|-
 
|-
| Kembali ke [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Volume2_Prologue|Prolog]]
+
| Kembali ke [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid2_Prolog|Prolog]]
| Teruskan ke [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version|Main Page]]
+
| Teruskan ke [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version|Halaman Utama]]
| Teruskan ke [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Volume2_Chapter2|Bab 2]]
+
| Teruskan ke [[Suzumiya_Haruhi_%7E_Indonesian_Version:Jilid2_Bab02|Bab 2]]
 
|-
 
|-
 
|}
 
|}

Revision as of 10:31, 26 September 2009

Bab 1


Sekolah-sekolah mengadakan kegiatan-kegiatan tertentu dari waktu ke waktu, dan sekolahku mengadakan pertandingan olahraga bulan lalu. Waktu Haruhi mengusulkan agar Brigade SOS berpartisipasi dalam lomba lari estafet antar-klub, salah satu dari sekian banyak pertandingan di hari itu, aku merasa agak ragu. Lebih parah lagi, kami akhirnya mengalahkan Klub Atletik dan Klub Rugby di lari estafet ketika Haruhi mengalahkan pelari di peringkat kedua dengan selisih tiga belas meter!

Jadi berkat itu, klub kami beralih dari suatu pantangan yang tidak boleh dibicarakan, hanya diobrolkan secara diam-diam (dengan aku sebagai perkecualian), menjadi gosip terkini di sekolah, mengingatkanku pada anak nakal yang iseng menarik tuas alarm kebakaran. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana menghadapi hal ini, tetapi masih ada lagi. Tentu saja Haruhilah yang menjadi pelaku utama dalam peristiwa ini, tetapi Nagato, yang menjadi pelari kedua, sama saja bersalah. Aku tak akan bisa melupakan kecepatannya, yang hanya bisa dideskripsikan sebagai pergerakan seketika. Nagato, kau setidaknya harus memberitahuku sebelum kau melakukannya!

Waktu aku bertanya pada Nagato tentang sihir macam apa yang dia pakai kali ini, si interface humanoid hidup yang diciptakan alien tanpa emosi menjawab dengan istilah-istilah seperti “penempatan energi”, “dispersi molekul” dan jargon-jargon lain. Tentunya penjelasan seperti itu tidak berarti apa-apa bagiku karena aku sudah memutuskan untuk memahami aspek artistiknya dan meninggalkan aspek ilmiahnya, aspek yang sama sekali tidak kumengerti dan tidak kucoba untuk dimengerti.

Setelah hari pertandingan olahraga yang menggemparkan itu berakhir, sebulan berlalu dan festival sekolah datang. Jadi pada saat ini, sekolah prefektural yang tidak menonjol ini sedang sibuk mempersiapkan diri menjelang festival... walaupun orang-orang yang benar-benar melakukan sesuatu hanyalah para guru dan anggota panitia penyelenggara dan klub-klub seni, karena inilah satu-satunya kesempatan bagi mereka untuk sedikit merenggangkan otot.

Omong-omong tentang kontribusi klub-klub di festival, Brigade SOS, yang sampai saat ini belm menjadi klub resmi, tidak diharuskan untuk menyumbangkan atraksi kreatifnya. Sebenarnya, kalau dibolehkan sebagai kontribusi klub, aku tidak berkeberatan untuk menyekap kucing liar di kandang dan memasang tanda bertuliskan “Makhluk Asing Dari Luar Bumi”, lalu menampilkannya seperti atraksi sampingan di sirkus, dan menghasilkan uang. Walaupun kalau kupikir lagi, hal ini tidaklah bijak karena orang-orang yang ridak memiliki rasa humor akan merasa sangat marah sementara orang-orang yang memiliki rasa humor hanya akan mentertawakan saja.

Atraksi jenis ini tidak memerlukan pertimbangan serius tentang nilai-nilai moral ataupun kesuksesan – bahkan tidak memerlukan suatu usaha yang nyata. Hal inipun berlaku bagi atraksi yang lainnya. Festival sekolah di dunia nyata memang bisa separah ini. Kalau kau mengira aku hanya bercanda, coba saja kunjungi festival sekolah yang manapun. Kau akan menyadari bahwa atraksi semacam itu dianggap sebagai hal yang wajar pada festival sekolah.

Di sisi lain, apa sih yang akan dilakukan kelas I-5, kelasku dan Haruhi, pada hari itu? Ternyata kami akan menyebarkan semacam angket yang bodoh. Aku menganggapnya sebagai alasan agar kami tampak seperti mengerjakan sesuatu untuk festival. Sejak Asakura Ryouko menghilang musim semi ini, kelas kami tidak lagi mempunyai siswa dengan jiwa kepemimpinan. Jadi karena tidak adanya partisipasi siswa, ide yang tidak kreatif ini dimunculkan dengan susah-payah oleh Okabe-sensei pada waktu sesi pertemuan-dengan-wali-kelas yang panjang dan membosankan. Tanpa ada yang berkeberatan atau menolak, usulan ini disetujui, dan sesi pertemuan wali kelas pun berakhir. Tapi angket macam apa? Siapa yang benar-benar tertarik melakukan ini?

Tidak seorangpun, kukira. Tapi, karena ini sudah ditetapkan, selamat berjuang kawan-kawan!

Begitulah, dengan mengidap sindroma apatis, aku berjalan dengan gontai ke ruang klub.

Mengapa aku pergi ke sana, katamu?

Tentunya, karena seorang gadis dominan yang mendatangiku dan mengoceh tanpa henti, “Angket apaan? Ini bodoh sekali!”

Dia berkata dengan wajah marah, “Maksudku, dimana serunya? Aku sama sekali tak mengerti!”

Lalu kenapa kau tidak mengusulkan sesuatu yang lebih baik? Bukankah kau ada di sana juga, menatap Okabe-sensei yang berdiri seperti yang hantu kesepian, tidak tahu harus bagaimana?

“Lupakan saja, aku toh tidak pernah berniat mengikuti kegiatan kelas apapun. Tidak menyenangkan beraktivitas dengan anak-anak itu.”

Tapi bukankah kau berkontribusi pada kelas dengan memenangkan semua lomba lari antar kelas di hari pertandingan olahraga? Kukira itu kamu yang mendapat giliran terakhir di lari estafet jarak dekat, sedang, dan jauh. Ataukah ingatanku yang salah?

“Itu beda.”

Apanya yang beda?

“Festival sekolah adalah festival sekolah, atau dengan kata lain, pesta kampus. Walaupun sekolah umum jarang disebut sebagai kampus, tapi itu tidak penting. Lagipula, bukankah festival sekolah adalah aktivitas paling penting di sepanjang tahun ajaran?”

Betulkah?

“Betul sekali!” Dia mengangguk dengan semangat, lalu berputar menghadapku dan mengumumkan hal berikut ini, “Brigade SOS akan melakukan sesuatu yang sangat menarik!”

Wajah Suzumiya Haruhi kini bersinar dengan determinasi yang sama seperti Hannibal, yang memutuskan untuk menyeberangi pegunungan Alpen pada Perang Punic Kedua.


Wajahnya boleh bersinar, tapi...

Enam bulan belakangan, apapun yang Haruhi anggap “menarik” sama sekali tidak menarik bagiku, dan keinginannya berhasil melelahkanku. Setidaknya begitu bagiku dan Asahina, tapi karena kami hanyalah manusia biasa. Dari pandanganku, adalah rahasia umum bahwa Haruhi bukanlah orang normal, sementara Koizumi memiliki pola pikir yang tidak bisa ditemukan pada pikiran orang biasa. Sedangkan Nagato, dia bahkan bukan manusia dari awalnya.

Berkumpul dengan orang-orang ini, bagaimana aku dapat melewati kehidupan sekolah yang luar biasa ini dengan tenang? Aku benar-benar tidak mau terlibat dalam hal-hal konyol lagi. Hanya memikirkannya saja cukup untuk mendorongku menodongkan pistol pada dahiku, atau mengambil dan membakar sel-sel otak yang menyimpan ingatan itu. Meskipun aku tidak tahu apa kira-kira komentar Haruhi tentang itu.

Mungkin aku terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya menghapus memori-memori masa lalu itu karena aku tidak menangkap apa yang diocehkan gadis menyebalkan yang ada di sebelahku.

“Hei, Kyon, kau mendengarkan tidak?”

“Nggak, sampai dimana tadi?”

“Festival sekolah! Kau seharusnya lebih semangat! Festival sekolah kan hanya setahun sekali!”

“Mungkin benar, tapi kau tidak perlu terlalu memikirkannya.”

“Tentu saja aku harus memikirkannya! Bukan festival sekolah namanya kalau tidak seru. Harusnya seperti pesta-pesta kampus yang kutahu.”

“Apakah kau melakukan sesuatu yang konyol waktu SMP?”

“Tidak, waktu itu sama sekali tidak seru. Jadi tidak wajar kalau festival sekolah tidak seru juga.”

“Jadi apa yang menurutmu menarik?”

“Misalnya hantu betulan yang muncul di rumah hantu; jumlah undakan di tangga sekolah tiba-tiba bertambah; misteri-misteri sekolah bertambah jumlahnya dari tujuh menjadi tiga belas; gaya Afro tiga kali lebih besar dari ukuran normal tiba-tiba muncul di rambut kepala sekolah; gedung sekolah berubah menjadi robot raksasa dan bertempur melawan monster bawah laut; atau bahkan mengapa musim gugur dipenuhi bunga sakura yang mekar...”

Setelah mendengarkan setengah jalan, aku berhenti memperhatikan ocehan Haruhi, jadi aku lupa apa katanya setelah jumlah tangga. Kalau ada orang yang mendengarkan, tolong beri tahu aku.

“...Hhh, lupakan saja. Aku ceritakan lebih jauh waktu kita sampai di ruangan klub.”

Haruhi melangkah dengan langkah-langkah panjang ke arah ruangan klub, dan sebentar kemudian kami sampai di pintu. Papan nama di atas pintu bertuliskan “Klub Sastra”; di bawahnya ada selembar kertas yang ditempel dengan isolasi, dan bertuliskan “bersama Brigade SOS.”

“Karena kita sudah menempati ruangan ini selama setengah tahun, kukira tidak ada yang keberatan kalau kita mengambil alih ruangan ini untuk kita sendiri.” Haruhi secara sepihak mengumumkan kedaulatannya atas ruangan itu dan awalnya ingin melepas papan nama yang asli, tapi aku mencegahnya. Lagipula, adalah hal penting bagi manusia untuk berhati-hati dalam setiap tindakan mereka.

Haruhi membuka pintu tanpa mengetuk, dan di dalam ruangan ada seorang peri kecil. Waktu mata kami bertemu, dia tersenyum bagai bunga lili yang sedang merekah.

“Oh... halo.”

Yang mengenakan kostum maid dan sedang menyapu ruangan adalah gadis pembuat teh terbaik, kebanggaan Brigade SOS – Asahina Mikuru-san. Seperti biasanya, dia tersenyum manis – senyum yang pantas bagi peri penunggu ruangan klub ini – dan menyambut kedatanganku. Mungkin dia benar-benar peri yang sedang menyamar. Dia terasa lebih mirip dengan peri daripada penjelajah waktu dari masa depan.

Asahina diseret secara paksa oleh Haruhi pada waktu pendirian Brigade SOS, karena seperti kata Haruhi, “kita membutuhkan maskot.” Lalu atas perintah Haruhi, dia dipaksa mengenakan kostum maid dan sejak saat itu menjadi pelayan resmi Brigade SOS. Setiap hari setelah sekolah dia akan berubah menjadi maid yang sempurna. Ini bukan karena ada sekrup yang lepas di otaknya, tapi lebih karena dia begitu jujur dan tulus, sehingga aku hampir menangis.

Asahina pernah berpakaian sebagai bunny girl, perawat dan segala macam kostum lainnya untuk Brigade SOS. Namun aku berpikir bahwa kostum maid-lah yang paling cocok dengannya. Sederhananya, ini karena kostum ini tidak mempunyai makna terselubung atau innuendo, oleh karena itu aku berharap dia akan terus begitu. Mungkin aku harus menekankan sesuatu: tingkah laku Haruhi hampir tidak mempunyai makna di dalamnya.

Namun tingkah lakunya seringkali menjadi pemicu bagi hal lain, hal yang menimbulkan banyak kesusahan bagi kami. Jadi sebenarnya aku merasa akan lebih baik bila tindakannya benar-benar tidak bermakna.

Si eksentrik Haruhi jarang sekali melakukan sesuatu dengan benar, atau bisa dibilang dia hanya pernah sekali melakukan hal yang benar, yaitu memilih kostum maid untuk Asahina. Saking cocoknya kostum itu dengannya, penampilannya bisa membuat orang tertegun dan pusing. Inilah satu-satunya tindakan eksentrik Haruhi yang bisa kupuji. Aku tidak tahu dimana dia membelinya dan berapa harganya, tapi Haruhi memiliki selera tersendiri untuk urusan kostum-kostum yang elegan. Walaupun kukira Asahina akan terlihat hebat mengenakan pakaian apapun, persis seperti model profesional. Dan kostum favoritku dari semuanya adalah kostum maid. Pasti kostum ini mempunyai makna tersendiri, karena kostum ini selalu berhasil memuaskan indera penglihatanku.

“Aku akan membuat teh.”

Asahina berkata dengan suara lembutnya yang menawan. Dia menyimpan sapu di lemari pembersih dan berjalan dengan panik ke arah lemari dapur, mengeluarkan cangkir untuk semua.

Perutku tiba-tiba merasakan sakit yang sangat, dan ketika aku sadar kembali, aku sadar Haruhi baru saja menyikutku.

“Matamu sekarang telah menyipit sampai setipis garis.”

Mungkin aku terlalu tergerak oleh gerak-gerik manis Asahina, jadi secara alamiah mataku menyipit sampai hanya menyisakan celah kecil. Aku percaya semua orang akan bereaksi sama setelah melihat Asahina yang manis, elegan dan pemalu.

Haruhi berjalan menuju meja dengan piramid hitam kecil yang bertuliskan “Komandan”, dan mengeluarkan pita lengan yang juga bertuliskan “Komandan” dari laci, lalu memakainya. Dia kemudian menendang keluar kursi baja dari bawah meja dan mendudukinya, menghadap ke ruangan klub.

Duduk di sudut meja sambil membaca sebuah buku tebal, adalah anggota brigade yang lain.

“....”

Yang sedang duduk penuh konsentrasi dalam membaca bukunya adalah tidak lain dari Nagato Yuki, siswa kelas satu anggota Klub Sastra, yang di mata Haruhi adalah seperti “hadiah langsung dari pengambilalihan ruangan Klub Sastra.”

Keberadaannya setipis nitrogen di atmosfer, tapi dari semua siswa kelas satu anggota Brigade, dia adalah yang paling luar biasa. Keluarbiasaannya jauh melebihi Haruhi. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang Haruhi, tapi meskipun aku tahu sedikit tentang Nagato, hal ini malah membuat dia semakin membingungkan. Kalau apa yang dikatakan Nagato benar, berarti anak sekolah mungil berambut pendek yang pendiam dan tanpa ekspresi, emosi dan empati ini bukanlah manusia, melainkan suatu interface humanoid hidup yang diciptakan oleh alien untuk berinteraksi dengan manusia. Hal ini masih terdengar sangat absurd. Tapi karena dia sendiri yang bilang begitu, aku tidak bertanya lebih jauh karena terdengar nyata. Tentu saja, Haruhi tidak tahu-menahu soal ini; Haruhi masih menganggapnya sebagai “anak kutu buku yang agak aneh.”

Walaupun secara objektif, mengatakan “agak” di sini terlalu mengecilkan masalah.

“Mana Koizumi-kun?”

Haruhi memelototi Asahina dengan pandangannya yang tajam. Asahina bergidik sebentar, lalu berkata, “Eh... d..dia belum datang, dia agak terlambat hari ini...”

Asahina mengeluarkan daun teh dari kalengnya dengan hati-hati dan menempatkannya di teko teh kecil. Aku iseng melihat rak gantung di pojok ruangan klub. Segala macam kostum tergantung di sana, seperti ruang ganti di teater. Dari kiri, ada kostum perawat, kostum bunny girl, kostum maid untuk musim panas, yukata, blus putih, kostum kulit macan tutul, kostum katak dari wol, dan bermacam-macam kostum lain yang tidak jelas.

Selama enam bulan ke belakang, semua kostum ini pernah menyentuh kulit hangat Asahina. Biar kujelaskan lebih jauh, sebetulnya tidak ada alasan sama sekali bagi Asahina untuk memakai kostum-kostum ini, selain untuk memuaskan ego Haruhi. Mungkin dia pernah mengalami suatu trauma di masa lalu? Misalnya tidak mempunyai boneka yang dia inginkan waktu kecil, sehingga sekarang dia melihat Asahina sebagai boneka besar untuk bermain. Berkat hal ini, luka-luka emosi Asahina bertambah seiring bertambahnya hari, sementara indera penglihatanku menjadi terangsang dan menimbulkan kebahagiaan bagiku. Yah, secara umum, kukira tidak banyak orang yang mendapat manfaat dari hal ini, jadi sebaiknya aku tidak berkata apa-apa tentang ini.

“Mikuru-chan, teh!”

“Oh.. ya! Segera!”

Asahina dengan terburu-buru menuangkan teh hijau ke dalam cangkir bertuliskan “Haruhi” dan membawanya dengan baki.

Haruhi mengambil cangkir teh, meniup uapnya lalu menyeruput tehnya. Dia lalu berbicara seperti guru merangkai bunga yang mencela muridnya yang malas, “Mikuru-chan, aku ingat pernah memberitahumu sebelumnya. Kau sudah lupa, ya?”

“Hah?” Asahina memeluk bakinya dengan sedikit takut. “A...ada apa?”

Dia memiringkan kepalanya, seperti burung gelatik Jawa yang sedang mengingat-ingat rasa biji-bijian yang dia makan kemarin.

Haruhi menaruh cangkirnya di meja.

“Waktu mengantarkan teh, kau harus tersandung dan menumpahkan cangkir teh secara tidak sengaja, sekali tiap tiga kali! Kau benar-benar tidak mirip seperti maid yang ceroboh!”

“Waktu mengantarkan teh, kau harus tersandung dan menumpahkan cangkir teh secara tidak sengaja, sekali tiap tiga kali! Kau benar-benar tidak mirip seperti maid yang ceroboh!”

“Ah, eh... m...maaf.”

Asahina mengangkat bahu kecilnya. Ini pertama kalinya aku mendengar aturan semacam itu; memangnya gadis ini benar-benar percaya bahwa maid haruslah ceroboh?

“Kau mempunyai kesempatan sekarang. Mikuru-chan, gunakanlah Kyon untuk latihan. Waktu membawa teh, pastikan kau menumpahkan teh ke atas kepalanya.”

“Hah?”

Asahina berkata demikian, lalu menoleh kepadaku. Aku benar-benar ingin mengebor kepala Haruhi dan mengganti isinya. Sayangnya, aku tidak menemukan apa-apa di dalamnya dan hanya bisa mengeluh.

“Asahina, cuma orang yang otaknya rusak yang bisa memikirkan sesuatu seperti yang dikatakan Haruhi barusan.”

Jadi teruslah bekerja dengan baik! Aku ingin menambahkan itu, tapi kuputuskan tidak jadi akhirnya.

Haruhi mendengarnya dan mendelik.

“Si bodoh yang di sana, aku tidak bercanda! Aku selalu serius.”

Berarti masalahnya lebih parah lagi; kau mungkin butuh CT scan. Lagipula, aku ingin tahu apakah jika aku marah padamu karena kau memanggilku bodoh berarti aku tidak punya rasa humor?

“Lupakan saja, biar aku memberi contoh. Lalu ikuti apa yang kulakukan, Mikuru-chan.”

Haruhi melompat dari kursi baja dan menyambar baki dari Asahina yang tergagap. Dia lalu mengangkat teko teh dan mulai menuangkan teh ke dalam cangkir yang bertuliskan namaku.

Selagi aku melihat adegan ini sambil tertegun, Haruhi dengan kasar menaruh cangkir di baki, menumpahkan teh kemana-mana, lalu menatap tempat aku duduk dan mengangguk untuk menandakan dia akan mendatangiku. Aku langsung mengambil cangkirnya.

“Hei! Jangan mengganggu!”

Apa maksudmu jangan mengganggu? Orang-orang yang dengan senang hati duduk diam dan menunggu seseorang menumpahkan teh panas ke atas kepala mereka hanyalah orang-orang yang terlalu baik atau sedang berusaha menipu perusahaan asuransi.

Jadi aku berdiri dan meminum teh hijau yang dibuatkan Haruhi untukku sambil berpikir: meskipun berasal dari daun teh yang sama, mengapa teh buatan Asahina terasa sangat berbeda dari buatan Haruhi? Jawaban sudah jelas, bahkan tanpa dipikir. Perbedaannya adalah bahan bernama “cinta”. Jika Asahina adalah mawar putih yang tumbuh liar, maka Haruhi adalah mawar jenis tertentu yang tidak berbunga dan penuh duri; bahkan mungkin tidak berbiji.

Haruhi memandangku dengan pandangan menegur selagi aku meminum teh.

“Hmph.”

Dia menyibak rambutnya dengan kasar dan kembali ke tempat duduknya. Mukanya tampak seperti dia baru saja menelan jamu yang pahit.

Asahina menghela nafas lega dan kembali mengantar teh seperti biasa, menuangkan teh ke cangkir Nagato dan menaruhnya di depan si gadis yang sedang membaca.

Nagato tidak bergerak, matanya tetap terfokus pada buku. Kau harusnya mencoba mengekspresikan semacam rasa terima kasih! Kalau kau adalah Taniguchi, kau mungkin harus menunggu tiga hari untuk bisa meminum teh buatan Asahina.

“...”

Nagato membalik halaman buku tanpa mengangkat kepala. Karena memang dia biasanya begitu, Asahina tidak terlalu peduli dan mulai mempersiapkan tehnya sendiri.

Pada saat itu, anggota kelima datang, walaupun tidak ada yang berkeberatan kalau dia tidak datang.

“Maaf, aku terlambat. Pertemuan kelas ternyata lebih lama dari yang kukira.”

Yang sedang berdiri di pintu memperlihatkan senyumnya yang mempesona dan tak berbahaya adalah Koizumi Itsuki, siswa pindahan yang misterius. Wajahnya yang tampan, yang tak akan kuperlihatkan pada pacarku seandainya aku punya, tersenyum seperti biasa.

“Nampaknya akulah yang terakhir datang. Kalau rapatnya terhambat gara-gara aku, aku mohon maaf dengan tulus. Mungkin lebih baik apabila kita makan dulu?”

Rapat? Rapat apa? Aku tidak tahu ada rapat.

“Aku pasti lupa kalau kau tidak membicarakannya.”

Sambil menidurkan kepalanya di meja, Haruhi berkata kepadaku, “Aku sudah memberitahukannya ke semua pada saat istirahat makan siang. Kukira aku bisa memberitahumu kapan saja.”

Kau punya waktu untuk pergi ke kelas lain, tapi kau tidak berusaha untuk memberitahuku, yang kebetulan duduk tepat di depanmu di kelas yang sama?

“Apakah itu penting? Toh sama saja. Masalahnya bukan kapan kau menerima pesannya, tapi apa yang kita lakukan sekarang.”

Itulah caranya mengurus masalah. Apapun yang dikatakan Haruhi, aku tidak akan merasa lebih baik. Semua orang tahu itu sekarang.

“Yang lebih penting adalah, kita perlu mendiskusikan apa yang telah kita lakukan dalam waktu dekat!”

Tolong! Betulkan dulu kalimatmu! Kau bahkan tidak menjelaskan siapa yang harus melakukan apa.

“Kita semua, tentunya! Ini kan kegiatan Brigade SOS.”

Kegiatan apa?

“Bukannya aku baru saja mengatakannya? Kapan lagi kita bisa mengadakan kegiatan selain selama festival sekolah?”

Berarti ini bukan kegiatan klub, tapi kegiatan sekolah. Kalau kau benar-benar ingin membuat festival sekolah lebih hidup, kau harusnya mendaftar menjadi panitia festival. Dengan begitu kau akan punya banyak tugas remeh yang harus kau kerjakan.

“Itu tidak ada maknanya sama sekali. Yang kita butuhkan adalah kegiatan dengan gaya Brigade SOS! Perlu kerja keras untuk mengembangkan brigade ini sampai ke keadaan sekarang! Tidak ada orang di sekolah yang tidak tahu siapa kita! Tidakkah kau mengerti?”

Apa sih yang dimaksud dengan kegiatan bergaya Brigade SOS? Mengingat kembali aktivitas Brigade SOS selama enam bulan ke belakang, aku tiba-tiba merasa sedih.

Kau hanya mengatakan apapun yang muncul di benakmu, mudah bagimu, tapi apakah kau tahu betapa menderitanya aku dan Asahina enam bulan ini? Satu-satunya hal yang bisa dilakukan Koizumi hanyalah tersenyum seperti orang bodoh, sedangkan Nagato tidak banyak membantu, kau harusnya lebih mengasihani orang seperti aku, yang selalu ada di sampingmu. Oh, Asahina mungkin tidak normal juga, tapi karena dia sangat cantik, tidak apa-apa buatku. Karena yang perlu dia lakukan hanyalah berdiri di situ, membiarkan mataku menikmati pemandangan dan mengisi hatiku yang hampa.

“Kita harus melakukan sesuatu yang sesuai dengan harapan orang-orang.”

Demikian Haruhi bergumam, sambil terlihat tertekan. Omong-omong, memangnya siapa yang mengharapkan sesuatu dari Brigade SOS? Nah, itu pertanyaan yang cocok untuk dibuat angket! Brigade SOS bahkan belum berkembang, jumlah anggotanya masih tetap, masih jauh dari meningkat menjadi sebuah Asosiasi. Sementara mempertahankan status quo lebih baik, tapi cepat atau lambat, Kereta Ekspres Haruhi akan anjlok. Hanya ada lima orang penumpang di kereta ini, setidaknya carikan pengganti buatku. Atau mungkin tolong berikan gaji per jam, bahkan 100 yen pun cukup.

Haruhi menghabiskan tiga puluh detik menghabiskan tehnya, lalu meminta cangkir kedua ke Asahina.

“Bagaimana denganmu, Mikuru-chan? Punya rencana?”

“Mmm... Kalau kau maksud kelasku... Kami berencana menjual mi dan teh...”

“Mikuru-chan nampaknya jadi pelayan, kan?”

Mata Asahina melebar.

“Bagaimana kau tahu? Tadinya aku ingin memasak, tapi semua orang ingin aku supaya...”

Haruhi terlihat tertarik, matanya seperti mata cerdik yang tidak berniat baik. Pandangannya bergeser ke arah rak baju, memperjelas pikirannya bahwa dia belum pernah memakaikan kostum pelayan pada Asahina.

Kini ekspresi Haruhi nampak penuh pikiran.

“Bagaimana dengan kelas Koizumi-kun?”

Koizumi mengangkat alisnya.

“Kami memutuskan untuk menampilkan drama, tapi pendapat kelas terpecah. Sebagian orang menginginkan naskah buatan sendiri, sementara yang lain ingin menampilkan drama klasik. Festival sekolah sebentar lagi, tapi kami masih berdebat dengan sengit tentang hal ini. Masih perlu beberapa waktu sampai muncul suatu keputusan.”

Ah, kelas yang hidup tentunya jauh lebih baik, walau kadang-kadang merepotkan.

“Hmm.”

Pandangan Haruhi kini beralih pada si anggota pendiam.

“Bagaimana dengan Yuki?”

Si alien yang senang membaca kini mengangkat kepalanya seperti luak yang merasakan datangnya hujan.

“Ramalan.”

Dia menjawab tanpa emosi, seperti biasa.

“Ramalan?”

Aku memotong dan bertanya.

“Ya.”

Nagato, yang bahkan wajahnya tidak terlihat seperti sedang bernafas, mengangguk.

“Kau yang bertugas meramal?”

“Ya.”

Nagato, ahli nujum? Ramalan apa yang akan dia buat? Aku dapat membayangkan Nagato memakai topi runcing hitam, jubah hitam dan membawa-bawa bola kristal, lalu membayangkan suatu adegan dimana dia memberitahu sepasang orang yang berpacaran, “Hubungan kalian berdua akan putus dalam waktu lima puluh delapan hari tiga jam dan lima menit.”

Bisakah kau mengarang kebohongan yang lebih baik? Tapi apakah Nagato benar-benar bisa meramal masa depan adalah misteri lain yang tidak akan bisa kuketahui.

Kelas Asahina akan membuka warung makanan, Koizumi akan bermain drama, sedangkan kelas Nagato membuka jasa ramalan? Mengapa kegiatan kelas lain kedengarannya jauh lebih menarik daripada kegiatan angket kelas kami? Oh, ya, bagaimana menurutmu? Bagaimana kalau kita gabungkan semua dan mengadakan drama tentang meramal dalam pesta teh?

“Cukup pembicaraan bodohnya, rapat dimulai sekarang.”

Pendapatku ditendang dengan kasar oleh Haruhi, yang sedang berjalan ke white board. Dia memanjangkan tongkat penunjuk sampai sepanjang antena radio dan memukulkannya pada white board.

Tidak ada tulisannya di situ, apa yang harusnya kulihat?

“Akan ada tulisannya sebentar lagi. Mikuru-chan, kau bertugas menulis. Catatlah dengan hati-hati segala perkataanku.”

Sejak kapan Asahina menjadi notulen? Kukira tidak ada yang tahu, karena Haruhi baru saja memutuskannya tadi.

Asahina, pembuat teh dan notulen, mengambil spidol white board dan duduk di dekat white board, menatap wajah Haruhi.

Haruhi berkata dengan nada bergairah, “Brigade SOS akan membuat film!”


Aku benar-benar tidak mengerti cara kerja otak Haruhi. Tidak begitu penting, dia memang selalu seperti itu. Tapi kalau begitu ini bukanlah rapat, melainkan kesempatan untuk memamerkan keinginan pribadimu.

“Bukankah selama ini selalu begitu?” Koizumi berkata dengan lembut, sambil tersenyum dengan tampan, saking tampannya orang akan bergegas ingin menggambarnya. Koizumi membuka mulutnya dengan elegan, “Suzumiya-san mungkin sudah memutuskan apa yang ingin dia lakukan sejak awal, jadi kukira tidak ada hal yang akan didiskusikan. Apakah kau menceritakannya sesuatu yang harusnya tidak kau ceritakan?”

Aku tidak ingat bercerita tentang film hari ini. Mungkin dia menonton suatu film kelas C tadi malam, merasa sangat bosan dan sekarang dia mencari jalan untuk melampiaskan rasa frustasinya?

Namun Haruhi yakin pidatonya telah menyentuh seluruh penonton dan terlihat sangat gembira, “Kukira kalian ingin bertanya sekarang?”

Aku hanya ingin mempertanyakan cara kerja otakmu.

“Kalau serial TV tamat, biasanya karakter utamanya mati, tapi bukankah hal itu tidak alami? Kenapa dia harus mati di akhir cerita? Sama sekali tidak logis, jadi aku benci cerita-cerita dimana seseorang mati di akhirnya. Aku tidak akan pernah membuat film semacam itu!”

Kita sedang membicarakan film atau serial TV?

“Bukankah tadi kubilang kita akan membuat film? Bahkan telinga patung haniwa-pun lebih besar dari telingamu. Ingatlah setiap kata yang baru saja kukatakan.”

Lebih baik aku mengingat-ingat nama setiap stasiun kereta terdekat daripada mengingat-ingat retorika darimu.

Asahina, yang tidak kelihatan seperti anggota Klub Kaligrafi, menuliskan kata-kata “Pembuatan Film” dengan elegan di white board. Haruhi menganggukkan kepalanya dengan puas.

“Begitulah, kau mengerti sekarang?”

Haruhi berbicara seperti peramal cuaca ceria yang memperkirakan hujan muson akan berhenti sebentar lagi.

“Apanya?”

Wajar kalau aku bertanya demikian. Aku hanya mengerti “Pembuatan Film”. Dimana dia bisa menemukan studio film yang mau membiayai filmnya? Apakah dia sudah menemukan studio?

Pupil mata Haruhi yang gelap berkilat-kilat selagi dia tersenyum cerah,

“Kyon, intelegensimu sudah berkurang ya? Tentu saja kita yang akan membuat filmnya. Film ini akan dipertunjukkan di festival sekolah, dengan caption “Brigade SOS Mempersembahkan” di bagian awalnya.

“Sejak kapan kita berubah menjadi Klub Film?”

“Apa yang kau ocehkan? Kita akan selalu menjadi Brigade SOS! Aku tidak tahu ada Klub Film di sekitar sini.”

Tanpa perasaan, Haruhi mengatakan sesuatu yang mungkin akan membuat marah anak-anak Klub Film kalau mereka mendengarnya.

“Ini sudah diputuskan sejak lama! Tidak ada peninjauan kembali! Permohonan banding selanjutnya akan ditolak!”

Karena pemimpin juri Brigade SOS berkata demikian, kukira hal ini tidak akan bisa dibatalkan. Siapa sih sebenarnya yang mendorong Haruhi ke atas tahta komando Brigade SOS? Tidak, tunggu sebentar, kalau dipikir lagi, dia sendirilah yang mengklaim tahta itu untuk dirinya sendiri. Di dunia manapun kau berada, pastilah orang-orang bersuara keras dan megah yang mempunyai ego yang terus melambung. Berkat hal ini, orang-orang seperti aku dan Asahina, yang cenderung mengikuti arus, akan selalu merasa bingung. Inilah konflik dalam realitas yang kejam dan dingin; ini juga hal yang sebenarnya terjadi.

Selagi pikiranku menyelam ke dalam pertanyaan filosofis tentang apa yang menjadi persyaratan sebuah masyarakat ideal....

“Jadi begitu,” kata Koizumi, seolah-olah dia mengerti semuanya. Dia membagi rata senyumnya antara aku dan Haruhi sambil berkata, “Aku mengerti sekarang.”

Hei, Koizumi, jangan begitu saja menerima bom yang baru saja dijatuhkan Haruhi! Tidakkah kau punya pendapat sendiri tentang hal ini?

Dengan jarinya, Koizumi menyibak belahan rambutnya dengan ringan, “Dari apa yang kulihat, kita akan membuat film sendiri untuk menarik pengunjung agar mau menontonnya. Betulkah begitu?”

“Tepat!”

Haruhi memukulkan “antena”nya pada white board.

Asahina bergidik, namun masih mempunyai keberanian untuk berkata, “Tapi... kenapa memutuskan membuat film?”

“Tadi malam, aku tidak bisa tidur,” Haruhi memegang antena di depan matanya dan mengayunkannya seperti wiper kaca mobil, “jadi aku menyalakan TV dan, ujung-ujungnya, menonton film yang aneh. Awalnya aku tak tertarik, tapi karena tak ada hal lain yang bisa kukerjakan, aku memutuskan untuk menontonnya juga.”

Tepat seperti dugaanku.

“Film itu membosankan sekali, saking membosankannya aku sangat ingin menelepon saluran internasional dan menjahili si sutradara di rumahnya, jadi aku mendapat ide ini.”

Ujung tongkat konduktor kini menunjuk pada wajah Asahina yang mungil.

“Kalau film semacam itu bisa muncul, berarti aku pasti bisa membuat yang lebih baik dari itu!” Haruhi membusungkan dadanya dengan percaya diri dan berkata, “Itulah mengapa aku ingin mencobanya, apa ada yang ingin kau katakan?”

Asahina menggelengkan kepalanya dengan keras, seperti ketakutan. Bahkan jika dia mempunyai pendapat sendiri, Asahina kemungkinan tidak akan mengatakan apa-apa, sementara Koizumi adalah yes-man yang hanya mengangguk-angguk, dan Nagato biasanya juga tidak pernah berbicara, jadi satu-satunya orang yang akan mengatakan sesuatu pastilah aku.

“Kau tampaknya sangat ingin menjadi sutradara dan produser film, kami tak berkeberatan, itu pilihanmu dan kau bisa mengejar impianmu seperti yang kau inginkan. Itu berarti kami sekarang bisa maju dan mengejar mimpi kami juga.”

“Aku tidak mengerti maksudmu.”

Bibir Haruhi maju keluar seperti bebek. Dengan sabar aku menjelaskan analisis detailku padanya.

“Kau bilang kau ingin membuat film, tapi kami belum berkomentar apapun. Bagaimana jika kami tidak menyukai usul ini? Sebuah film tidak bisa dibuat hanya dengan sutradara seorang diri.”

“Tenang, aku sudah membuat skenarionya.”

“Bukan, bukan itu maksudku....”

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kau lakukan saja apa yang kusuruh, jadi jangan khawatir.”

Aku sangat khawatir.

“Biarkan aku yang melakukan perencanaan, aku akan mengurus semuanya.”

Kini aku lebih khawatir lagi.

“Uhh, kau memang menyebalkan! Aku akan mengerjakan apa yang kubilang akan kukerjakan. Targetnya adalah peringkat pertama dalam polling festival sekolah! Siapa tahu, orang-orang bodoh di OSIS akhirnya akan mengakui Brigade SOS sebagai klub resmi... Tidak! Aku akan membuat mereka mengakui kita. Untuk mencapai tujuan ini, kita mesti mengarahkan opini publik agar mendukung kita!”

Opini publik dan polling tidak selalu berbanding lurus, lho.

Aku mencoba bertahan,

“Bagaimana dengan biaya produksi?”

“Kalau maksudmu anggaran, kita punya kok.”

Mana? Aku tidak percaya OSIS akan mau mengucurkan anggaran dana ke organisasi bawah tanah yang beraktivitas secara terbuka ini.

“Bukankah Klub Sastra punya anggaran juga?”

“Itu anggaran dana milik Klub Sastra! Kau tidak bisa memakainya!”

“Tapi Yuki bilang tidak apa-apa.”

Duh. Aku memandang wajah Nagato, sementara Nagato dalam gerak lambat mengangkat kepalanya untuk menatapku, lalu tanpa berkata apa-apa, dia dengan perlahan bergerak kembali ke bukunya.

Bukankah ada orang yang mungkin ingin masuk Klub Sastra? Aku tidak bermaksud mengeluarkan pertanyaan ini, karena mungkin saja Nagato sengaja mengatur agar Klub Sastra berada di jurang pembubaran. Dia tampaknya sudah mengetahui apa yang akan dilakukan Haruhi; sangat disayangkan apabila ada orang lain yang ingin bergabung dengan Klub Sastra sekarang. Aku sangat menginginkan ada orang yang mengambil kembali Klub Sastra dari cengkeraman Haruhi.

Haruhi tidak mengetahui apa yang kupikirkan, dan sambil mengayun-ayunkan antenanya dengan gembira, ia berkata, “Semuanya sudah mengerti sekarang? Anggaplah aktivitas ini lebih penting daripada aktivitas kelasmu! Apabila ada yang berpendapat lain, bilang kepadaku setelah festival sekolah, OK? Perintah sutradara adalah mutlak!”

Haruhi berpidato penuh gairah, seperti beruang grizzly di kebun binatang yang sedang menggenggam es batu di tengah-tengah musim panas. Lingkugan sekitarnya tidak lagi penting baginya.

Awalnya dia komandan brigade, kini dia ingin jadi sutradara? Jalur karir mana yang diinginkannya? ... dan jangan katakan kau ingin menjadi Tuhan.

“Hari ini sekian! Aku harus memikirkan pemilihan pemain dan kru serta mencari sponsor. Ada banyak hal yang terlibat dalam pembuatan film.”

Aku tidak yakin apa saja yang terlibat dalam pembuatan film, tapi apa sih yang dia inginkan? Sponsor?

Bluk!

Ada bunyi keras yang menggema di sekeliling ruangan. Aku menoleh dan melihat Nagato menutup bukunya. Bunyi itu kini sudah menjadi aba-aba tak resmi bagi berakhirnya kegiatan Brigade SOS hari itu.

“Kita diskusikan ditelnya besok!”

Dengan meninggalkan kalimat ini, Haruhi melesat dari ruangan bagai kucing yang mendengar suara kaleng makanan kucing yang sedang dibuka. Kupikir tidak ada lagi ditel yang bisa dijelaskan.

“Tapi bukankah tidak apa-apa?”

Satu-satunya orang yang akan berkata begitu pastilah Koizumi.

“Asal bukan berburu alien untuk dipamerkan di sirkus, atau menembak jatuh UFO dan memamerkan bagian dalamnya, aku merasa lega.”

Dimana aku pernah mendengar hal ini sebelumnya?

Si esper murah senyum menutup mulutnya sambil tertawa.

“Lagipula, aku tertarik akan film yang dibuat Suzumiya-san, kurasa aku dapat membayangkan apa yang ada di pikirannya, kurang lebih.”

Koizumi memandang Asahina, yang sedang membereskan cangkir teh.

“Ini bisa menjadi festival sekolah yang menarik, yang seru.”

Terpengaruh oleh Koizumi, mataku juga mengarah pada Asahina. Ketika kami sedang memperhatikan tutup kepalanya yang terayun bersama rambutnya....

“Ah! Ka... kalian sedang melihat apa?”

Menyadari ada dua laki-laki berpikiran jorok yang sedang menatapnya, Asahina berhenti bekerja sementara wajahnya memerah.

Aku menjawab dalam hati,

Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya berpikir, kostum apa yang akan dibawa Haruhi kali ini?

Sambil bersiap-siap untuk pulang... atau tepatnya, sambil menaruh bukunya ke dalam tasnya, Nagato berdiri dalam diam dan berjalan ke arah pintu. Apakah Nagato sedang membaca buku tentang ramalan? Karena bukunya berbahasa asing, bahasa yang tidak kumengerti.

“Tapi....” Aku bergumam.

Film, ya.

Sejujurnya, aku sedikit tertarik juga, walaupun tentu saja ketertarikanku tidak sedalam Koizumi, mungkin kadar kedalamannya bisa dibandingkan dengan kedalaman habitat plankton yang hidup di lautan landas kontinental.

Mungkin harusnya aku mencoba menanti-nantikannya?

Lagipula tidak ada orang lain yang mengharapkan sesuatu dari hal ini.


Kutarik kembali pernyataanku, aku tidak menanti-nanti apapun.

Karena sepulang sekolah hari berikutnya, aku sudah merasa menderita.


Dipersembahkan oleh: Brigade SOS

Produser Eksekutif/Sutradara/Penulis Skenario: Suzumiya Haruhi

Pemeran Utama Wanita: Asahina Mikuru

Pemeran Utama Pria: Koizumi Itsuki

Pemeran Pembantu: Nagato Yuki

Asisten Sutradara/Sinematografi/Penyunting/Peralatan/Pengumpul Informasi/Tugas Remeh Lain: Kyon


Waktu aku melihat apa yang tertulis di buku catatan itu, hanya satu hal yang ada di pikiranku.

“Jadi apa sebenarnya yang harus kulakukan?”

“Apa yang tertulis di situ, tentunya.”

Seperti konduktor orkestra, Haruhi mengayunkan tongkat konduktornya.

“Kau adalah pekerja di belakang layar, seperti yang ditulis di daftar pembagian peran dan kru. Kita punya deretan pemeran yang hebat, kan?”

“A... apakah aku pemeran utama?”

Asahina bertanya dengan suara yang lembut. Hari ini dia mengenakan seragam sekolah yang biasa dan bukannya kostum maid, karena seperti kata Haruhi dia tidak perlu berganti kostum hari ini. Nampaknya Haruhi hari ini akan membawa Asahina ke suatu tempat.

“Kalau mungkin, bisakah peranku hanya peran kecil....”

Asahina memohon pada Haruhi dengan wajah sedih.

“Tidak,” jawab Haruhi. “Aku akan membuat Mikuru-chan menjadi terkenal, lagipula kau kan semacam merek dagang resmi Brigade SOS. Yang harus kau lakukan hanyalah berlatih membagi tanda tangan. Nanti pada malam premiere, fans-mu akan mengantri demi tanda tanganmu.”

Premiere? Dimana dia berniat mengadakan event ini?

Asahina tampaknya tidak terlalu nyaman dengan hal ini.

“...Tapi aku tidak bisa akting.”

“Jangan khawatir, aku akan mengarahkanmu dengan baik.”

Dengan ragu-ragu dan takut, Asahina mengangkat kepalanya dan menatapku, dan dengan sedih menurunkan alis matanya.

Hanya ada tiga orang di sini sekarang, karena Nagato dan Koizumi sedang mengikuti rapat kelas untuk aktivitas di festival, sehingga mereka akan terlambat hari ini. Aku tidak pernah berpikir bahwa ada orang yang mau tinggal di sekolah untuk mempersiapkan hal semacam ini; maksudku, yang perlu mereka lakukan hanyalah duduk di sana dan menyelesaikannya. Aku merasa takjub bahwa ada beberapa orang yang serius menanggapi hal itu.

“Di sisi lain, Yuki dan Koizumi-kun tdak serius tentang hal ini,” kata Haruhi, merasa kesal. Tidak tahu bagaimana melampiaskan amarahnya, Haruhi mengacungkan telunjuknya padaku, “Aku dengan jelas sudah mengatakan bahwa aktivitas ini mempunyai prioritas lebih tinggi daripada kegiatan lain. Tapi mereka memilih untuk terlambat agar mereka bisa mengikuti aktivitas kelas. Aku benar-benar harus memberikan peringatan pada mereka.”

Mungkin Nagato dan Koizumi-kun mempunyai rasa memiliki yang lebih besar terhadap kelas mereka daripada aku dan Haruhi. Dari perspektif tertentu, sebetulnya keberadaan kami bertiga di sini sekarang lebih tidak tepat.

Tiba-tiba sesuatu hal terpikir olehku.

“Asahina-san, bukankah kau harus menghadiri pertemuan kelasmu?”

“Mm, aku di bagian yang hanya bertanggung jawab melayani pelanggan, jadi yang belum dilakukan hanyalah merancang kostum. Aku masih belum tahu kostum apa yang akan kupakai, tapi aku menanti-nantikannya.”

Muka Asahina memerah dan tersenyum, tampaknya dia sudah terbiasa dengan cosplay sekarang. Daripada bermain-main dengan Brigade SOS dan terpaksa memakai bermacam-macam kostum tak jelas tanpa alasan yang jelas pula, bukankah lebih baik baginya untuk memakai sesuatu yang pas untuk acara yang tepat pula? Adalah sangat normal apabila seorang pelayan muncul di kedai mi, jauh lebih normal daripada seorang maid di ruangan Klub Sastra.

Aku tidak pernah tahu bagaimana caranya Haruhi berhasil memasukkan hal itu dalam topik pembicaraan.

“Jadi, Mikuru-chan, kau ingin berpakaian seperti pelayan? Kenapa tidak kau bilang? Itu menjadikan semuanya mudah, aku akan mencarikan kostum untukmu.”

Aku tidak terlalu keberatan kalau kau mengeluarkan perkataan lucu semacam itu, tapi tidakkah kau pikir bahwa orang-orang di ruangan Klub Sastra tidak pantas mengenakan berbagai macam kostum selain dari seragam mereka? Bahkan kostum perawat yang sebelumnya patut dipertanyakan, tapi jika dia harus mengenakan kostum, aku masih berpendapat kostum maid-lah yang terbaik.... Apakah ini obsesi pribadiku, ya?

“Oh, baiklah.”

Haruhi menoleh ke arahku,

“Kyon, kau tahu apa hal terpenting dalam membuat film?”

Hmm... Yah, aku berusaha mengingat-ingat tiap adegan film yang berhasil membuatku tergerak dan patut dijadikan referensi. Ketika aku selesai berpikir, aku menjawab dengan percaya diri,

“Inovasi dan gairah?”

“Bukan hal yang abstrak macam itu!”

Haruhi menolak pemikiranku.

“Kamera, tentunya! Bagaimana kita akan melakukan syuting tanpa kamera?”

Kau mungkin benar, tapi aku tidak berbicara tentang sesuatu yang pragmatis.... Lupakan saja, ini tidak berarti aku mempunyai banyak ide-ide yang inovatif atau gairah dalam membuat film dan teori film, jadi aku tidak akan membantah.

“Sudah diputuskan.”

Haruhi memendekkan tongkat konduktornya dan melemparnya ke meja komandan.

“Kita sekarang akan mengambil kamera.”

Duk! Terdengar suara kursi yang terdorong ke belakang. Aku menoleh dan melihat wajah Asahina yang memucat. Aku tidak bisa menyalahkannya; lagipula, Haruhi dengan liar pernah membajak komputer yang ada di ruangan ini dari Klub Komputer, menggunakan Asahina yang malang sebagai tumbal.

Rambut coklat Asahina bergetar, lalu dia dengan perlahan membuka bibirnya yang bagaikan bunga ceri dan berkata,

“Mm... mmm... Su... Suzumiya-san, aku baru saja ingat, aku harus kembali ke kelas.”

“Diam.”

Haruhi memasang ekspresi yang mengerikan. Asahina bergidik dan dengan seketika duduk kembali di kursi. Haruhi kemudian tersenyum dengan lembut.

“Jangan khawatir.”

Hanya berkata “jangan khawatir” tidak menjamin bahwa hal-hal yang akan membuat khawatir tidak akan terjadi.

“Kali ini aku tidak akan menggunakan tubuh Mikuru-chan sebagai persembahan, aku hanya membutuhkan bantuanmu kali ini.”

Asahina menatapku dengan mata yang sedih seperti anak sapi yang sedang dinaikkan ke atas truk untuk dikirim ke rumah jagal. Tanpa berteriak dengan keras, aku berkata pada Haruhi,

“Setidaknya beritahu kami apa yang harus kami bantu! Atau Asahina-san dan aku tidak akan meninggalkan tempat ini.”

Ekspresi Haruhi berkata, “Kenapa sih dua orang ini?”

Dia berkata, “Aku akan mencari sponsor, lebih mudah, kan, kalau aku membawa pemeran utama wanita? Kau ikut juga! Karena kau harus mengangkut peralatan.”


(Bab 1 selesai)


Kembali ke Prolog Teruskan ke Halaman Utama Teruskan ke Bab 2