Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 2 Bab 3"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
Line 156: Line 156:
 
…walaupun ada tiga orang lain di dalam ruangan itu.
 
…walaupun ada tiga orang lain di dalam ruangan itu.
   
Dia yang melihat pada kita bertiga secara bergantian, jelas sekali berharap kita mengatakan sesuatu, adalah Zaimokuza Yoshiteru. Dan dia yang sama sekali mengabaikannya dan terus membaca dengan rasa jijik di dalam hatinya adalah Yukinoshita Yukino. Dia yang tergagap bingung selagi melihat padaku dan Yukinoshita dan meminta bantuan tanpa bersuara adalah Yuigahama Yui.
+
Dia yang melihat pada kami bertiga secara bergantian, jelas sekali berharap kami mengatakan sesuatu, adalah Zaimokuza Yoshiteru. Dan dia yang sama sekali mengabaikannya dan terus membaca dengan rasa jijik di dalam hatinya adalah Yukinoshita Yukino. Dia yang tergagap bingung selagi melihat padaku dan Yukinoshita dan meminta bantuan tanpa bersuara adalah Yuigahama Yui.
   
 
“Jadi apa yang kamu inginkan, Zaimokuza?” aku menanyakannya, yang membuat Yukinoshita menghela dalam. Lalu dia menatap tajam ke arahku. “Kamu seharusnya mengabaikannya…” kelihatannya itu apa yang matanya katakan.
 
“Jadi apa yang kamu inginkan, Zaimokuza?” aku menanyakannya, yang membuat Yukinoshita menghela dalam. Lalu dia menatap tajam ke arahku. “Kamu seharusnya mengabaikannya…” kelihatannya itu apa yang matanya katakan.
Line 268: Line 268:
 
Tiba-tiba, aku mendengar sebuah ketukan singkat dan ritmis di pintu. “Siapa yang mengetuk pada jam segini…?” Sekarang setelah waktu ramenku yang bahagia diinterupsi, aku menatap jamnya dengan muka masam.
 
Tiba-tiba, aku mendengar sebuah ketukan singkat dan ritmis di pintu. “Siapa yang mengetuk pada jam segini…?” Sekarang setelah waktu ramenku yang bahagia diinterupsi, aku menatap jamnya dengan muka masam.
   
Aku punya kebiasaan pura-pura tidak ada di rumah kapanpun ini terjadi di rumahku sendiri. Ketika aku melihat bengong pada arah Yukinoshita untuk menanyakan apa yang harus kita lakukan, dia berkata, “Masuk.” Dia bahkan tidak melihat ke arahku sama sekali saat dia mengutarakan jawabannya.
+
Aku punya kebiasaan pura-pura tidak ada di rumah kapanpun ini terjadi di rumahku sendiri. Ketika aku melihat bengong pada arah Yukinoshita untuk menanyakan apa yang harus kami lakukan, dia berkata, “Masuk.” Dia bahkan tidak melihat ke arahku sama sekali saat dia mengutarakan jawabannya.
   
 
Pengunjung kami juga tidak membaca situasinya, tapi ketika berbicara tentang tidak bisa membaca situasi, Yukinoshita peringkat nomor satu. Dia mungkin akan menang setiap kalinya.
 
Pengunjung kami juga tidak membaca situasinya, tapi ketika berbicara tentang tidak bisa membaca situasi, Yukinoshita peringkat nomor satu. Dia mungkin akan menang setiap kalinya.
Line 369: Line 369:
   
 
“Kalau begitu kita harus menemukan pelakunya,” Yukinoshita menyatakan.
 
“Kalau begitu kita harus menemukan pelakunya,” Yukinoshita menyatakan.
  +
  +
<br />
  +
  +
<center>× × ×</center>
  +
  +
<br />
  +
  +
“Baik, aku akan serahkan ini pa-” kata Hayama dengan riang sampai rasa syok terpampang di wajahnya. “Huh?!”
  +
  +
Namun dalam sekejap, dia mendapatkan kembali ketenangannya dan tersenyum.
  +
  +
“Ahem, kenapa kamu perlu melakukan itu?” dia menanyakan Yukinoshita dengan kalem.
  +
  +
Menghadapinya, Yukinoshita, yang ekpresi dinginnya merupakan kebalikan 180 derajat dari ekspresi Hayama, mulai berkata dengan pelan, seakan sedang berhati-hati memilih kata-katanya.
  +
  +
“Mengirim pesan berantai… itu merupakan sebuah tindakan keji yang menginjak-injak harga diri seseorang. Selagi mereka bersembunyi di bawah kedok anonim, mereka memfitnah orang lain demi tujuan utama melukai mereka. Menyebarkan kata-kata fitnah itu merupakan perbuatan yang jahat. Keingin-tahuan yang sehat itu tidak masalah, tapi untuk terus menyebarkan kata-kata fitnah… kecuali kamu membasmi akar penyebabnya, tidak akan pernah ada hasil. Sumber: diriku.”
  +
  +
“Apakah itu dari pengalaman pribadi…?” tanyaku.
  +
  +
Aku harap dia berhenti memakai kalimat penuh implikasi. Yukinoshita berbicara dengan kalem, tapi aku bisa melihat api hitam berkobar di balik topeng keramah-tamahannya. Kamu mungkin bisa mengatakan dia sedang memancarkan aura hitam.
  +
  +
[[Image:YahariLoveCom_v2-093.png|thumb|200px]]
  +
  +
“Beneran, aku heran apa yang menyenangkan dari menyebarkan pesan untuk menunjukkan kejijikanmu terhadap seseorang. Dan aku rasa tidak ada manfaatnya dari apa yang dilakukan Sagawa-san dan Shimoda-san…”
  +
  +
“Jadi kamu membereskan mereka semua…” Yuigahama berkata dengan senyum yang agak tegang.
  +
  +
Hal-hal seperti inilah yang menegaskan betapa pandainya Yukinoshita dan betapa menakutkannya dirinya sebagai seorang musuh.
  +
  +
“Men, SMPmu begitu mengikuti perkembangan zaman,” ucapku. “Tidak ada yang seperti itu terjadi di sekolahku.”
  +
  +
“…itu karena tidak ada orang yang meminta alamat teleponmu.”
  +
  +
“Kenapa, kamu! Bodoh! Aku ada kewajiban untuk merahasiakannya! Tidakkah kamu tahu tentang UU Perlindungan Informasi Pribadi?!”
  +
  +
“Itu sebuah interpretasi legal yang baru…” ucap Yukinoshita yang tercengang sambil menjentikkan rambutnya ke belakang bahunya.
  +
  +
Tapi ya, alasannya mengapa aku tidak begitu terlihat di dalam drama SMS ini mungkin karena apa yang dia bilang. Aku tidak pernah dimintai alamat teleponku. Itulah yang membedakan Yukinoshita dengan diriku. Dia telah dihadapkan dengan rasa benci yang terang-terangan sementara aku tidak pernah. Entah mengapa, aku rasa jika itu terjadi padaku, aku tidak akan pernah menemukan pelakunya. Aku akan langsung pulang ke rumah dan menangis pada gulingku.
  +
  +
“Bagaimanapun juga, orang yang melakukan tindakan yang begitu keji ini tidak diragukan lagi layak untuk dibasmi,” lanjut Yukinoshita. “Sebuah mata untuk sebuah mata, sebuah gigi untuk sebuah gigi<ref> An eye for an eye, a tooth for a tooth </ref>– balas dendam adalah prinsipku.”
  +
  +
Yuigahama bereaksi seakan dia telah mendengar frasa itu entah dimana sebelumnya. “Oh, kami mempelajari itu pada pelajaran sejarah dunia hari ini! Itu dari Magna Carta, benar?”
  +
  +
“Itu Kode Hammurabi,” Yukinoshita menjawab dengan mulus, sebelum berpaling pada Hayama. “Aku akan mencari pelakunya. Aku yakin semua yang diperlukan untuk menghentikan mereka adalah dengan aku pergi berbicara dengan mereka. Aku akan menyerahkan sisanya untuk ditangani sesukamu. Atau apa itu tidak sesuai dengan keinginanmu?”
  +
  +
“…uh, itu tidak masalah,” kata Hayama dengan pasrah.
  +
  +
Sebenarnya, pikiranku sama dengan Yukinoshita. Jika pelakunya sampai bersusah-payah mengganti alamat telepon mereka, itu karena mereka tidak mau identitas asli mereka diketahui dan takut ditangkap. Kalau begitu, mereka mungkin akan berhenti pada saat kedok mereka terbongkar. Singkatnya, menemukan pelakunya merupakan cara tercepat untuk menyelesaikannya.
  +
  +
Yukinoshita menatap dengan dekat pada telepon gengam yang diletakkan Yuigahama di atas meja. Kemudian dia meletakkan tangannya pada dagunya untuk merenung. “Kapan pesan-pesannya mulai beredar?”
  +
  +
“Akhir pekan lalu. Benar, Yui?” jawab Hayama, dan Yuigahama mengangguk.
  +
  +
…hei nah, Hayama. Kamu baru saja memanggil Yuigahama dengan nama depannya. Aku tidak mengerti bagaimana anak-anak terkenal ini saat bergaul bisa dengan santai memanggil para gadis dengan nama depan mereka. Jika itu aku, aku pasti akan tergagap-gagap. Kenyataan bahwa Hayama bisa mengutarakan hal palsu yang begitu memalukan ini selagi masih bersikap hormat membuatku agak geram. Apa, apa dia itu orang Amerika atau semacamnya?
  +
  +
“Jadi itu tiba-tiba dimulai minggu lalu, begitu ya,” Yukinoshita merenung. “Yuigahama-san, Hayama-kun, apakah sesuatu terjadi di kelas minggu lalu?”
  +
  +
“Tidak ada yang terpikir,” kata Hayama.
  +
  +
“Ya…” kata Yui. “Itu hanya seperti biasa.”
  +
  +
Mereka berdua melihat satu sama lain.
  +
  +
“Aku akan menanyakanmu hanya supaya lengkap, Hikigaya-kun,” kata Yukinoshita. “Apakah kamu memperhatikan sesuatu?”
  +
  +
“‘Hanya supaya lengkap’, katamu…”
  +
  +
Aku berada di kelas yang sama, terima kasih banyak. Tapi yah, karena aku melihat dari tempat yang berbeda dari mereka berdua, ada hal-hal yang hanya bisa kuperhatikan.
  +
  +
…jadi minggu lalu, huh? Itu berarti sesatu terjadi akhir-akhir ini. Sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, aku terus berpikir dalam diriku, tapi tidak ada yang muncul dalam pikiranku.
  +
  +
Untuk sekarang, aku memuaskan diriku dengan ingatan memanggil Totsuka dengan nama depannya. Itu terjadi semalam.
  +
  +
Kukumpulkan keberanianku<br/>
  +
Ketika aku memanggil ‘Saika’<br/>
  +
Dia begitu imut, dan begitulah<br/>
  +
Hari yang dikenal sebagai semalam itu<br/>
  +
Hari peringatan Saika
  +
  +
Oh ya, mengapa aku berbicara dengan Totsuka semalam? Segera sesaat aku memikirkan itu, aku ingat.
  +
  +
“Semalam. Orang-orang sedang berbicara mengenai kelompok mereka untuk tur tempat kerjanya.” (Benar, dan sebagai tambahan logis untuk pemikiran itu, Totsuka itu imut.)
  +
  +
Segera setelah aku mengutarakan itu, Yuigahama tiba-tiba menyadarinya. “Ooooh, itu dia. Itu karena pengelompokkan itu.”
  +
  +
“Huh? Beneran?” Hayama dan aku berkata serentak. Mendengar itu, Hayama menampilkanku senyumannya dan berkata, “Kita kompak,” walaupun aku serius tidak memperdulikannya. Semua yang bisa kukatakan adalah, “Uh, ya…”
  +
  +
Tapi secara paradoks <ref> pernyataan yang, meski terdengar masuk akal dari dasar yang dapat diterima, berakhir pada kesimpulan yang kelihatannya tidak maskuk akal, tidak dapt diterima secara logis, atau berkontradiksi. </ref>, Hayama tambah Hachiman sama dengan Pria Keren Riajuu. QED. Akhir dari pembuktiannya. (…apa itu bahkan masuk akal?)
  +
  +
Hayama memalingkan pandangannya pada Yuigahama. Ketika dia melakukannya, Yuigahama tertawa malu-malu. “Er, kamu tahu, ketika kamu membentuk kelompok untuk kegiatan seperti ini, itu akan mempengaruhi hubunganmu setelahnya. Beberapa orang dapat benar-benar tersinggung…”
  +
  +
Hayama dan Yukinoshita melihat pada Yuigahama yang sedikit muram dengan bingung. Hayama tidak pernah dikucilkan dan Yukinoshita tidak tertarik pada hal-hal semacam itu, jadi mereka berdua tidak ada yang mengerti.
  +
  +
Tapi aku mengerti apa yang Yuigahama maksud. Itu karena kata-kata tersebut datang dari Yuigahama, yang memperhatikan orang lain dan menerima cara aneh dan rumit mereka semua, sehingga aku bisa mempercayainya.
  +
  +
Yukinoshita terbatuk untuk mengembalikan percakapannya pada topiknya. “Hayama-kun, pesan-pesan tersebut menulis mengenai temanmu, katamu. Dengan siapa kamu membentuk kelompokmu?”
  +
  +
“Oh, uhhhh… sekarang setelah kamu mengatakannya, aku masih belum menentukannya. Aku rasa aku akan berakhir mengucilkan salah satu dari mereka bertiga.”
  +
  +
“Aku rasa aku tahu siapa yang melakukannya sekarang…” Yuigahama berkata dengan ekspresi yang agak gundah.
  +
  +
“Apakah kamu berkenan untuk memberikan penjelasan pada kami?” tanya Yukinoshita.
  +
  +
“Mmm, yah kamu tahu, singkatnya, seseorang yang biasanya dalam geng itu akan terkucil, k'mu tahu? Hanya satu orang dari satu kelompok berempat yang akan ditinggal. Dan orang itu akan merasa super tidak enak akan itu.” Suaranya bergetar dengan penuh emosi.
  +
  +
Mendengar itu, semua orang terdiam.
  +
  +
Jika kami akan pergi menangkap pelakunya, maka hal pertama yang perlu kami lakukan adalah memikirkan motif mereka. Jika kami bisa menemukan persisnya apa yang membuat mereka melakukan tindakan semacam itu, maka tentu saja kami bisa menanganinya.
  +
  +
Memikirkan tentang itu dalam kasus ini, motifnya mungkin supaya mereka tidak terkucilkan. Dalam kelas kami, Hayama merupakan bagian dari satu kelompok berempat. Oleh karena itu, jika mereka harus membuat satu kelompok bertiga, seseorang akan dikucilkan. Tidak ingin itu terjadi, mereka tidak punya pilihan selain untuk menendang keluar salah satu. Itu mungkin apa yang dipikirkan pelakunya.
  +
  +
“…jadi tidak diragukan lagi pelakunya ada di antara mereka bertiga.”
  +
  +
Segera setelah Yukinoshita menyatakan kesimpulan itu, Hayama bergejolak yang jarang terlihat. “T-Tunggu sebentar! Aku tidak mau berpikir pelakunya ada di antara mereka. Dan bukankah pesan itu mengatakan hal-hal yang buruk tentang mereka bertiga semua? Tidak mungkin itu salah satu dari mereka.”
  +
  +
“Huh, apa kamu bodoh? Apa kamu baru lahir semalam atau semacamnya?” kataku. “Itu jelas mereka membuatnya begitu supaya tidak ada orang yang akan mencurigainya. Jika itu aku, aku tidak akan memfitnah salah satu mereka dengan sengaja demi menjebak dia.”
  +
  +
“Hikki, itu benar-benar keji…” kata Yuigahama.
  +
  +
Itu kejahatan kerah putih. Sebuah kejahatan kerah putih, kataku.
  +
  +
Hayama mengigit bibirnya dengan kesal. Dia mungkin tidak pernah menyangka hal ini bisa terjadi sebelumnya: bahwa ada rasa benci persis di hadapannya, atau perasaan gelap yang berkobar di balik topeng senyum mereka yang dipercayainya.
 
==Catatan Translasi==
 
==Catatan Translasi==
 
<references> <references/>
 
<references> <references/>

Revision as of 18:14, 6 December 2014

Bab 3: Hayama Hayato Selalu Di Balik Semua Hal

Sudah lonceng istirahat, tapi aku tidak pernah dapat beristirahat.

Ruangan kelas itu berdengung dengan ocehan. Semua orang dan komplotan mereka telah terlepas dari rantai pekerjaan sekolah, dan sekarang mereka berbincang-bincang dengan familiernya dengan teman mereka mengenai rencana mereka setelah sekolah dan apa yang mereka tonton di televisi, yadda yadda yadda. Kata-kata mereka masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga yang lain. Percakapan mereka mungkin saja dalam bahasa asing berdasarkan dari apa saja yang aku mengerti dari perbincangan mereka. Aku mungkin saja tidak ada di dalam sini sama sekali.

Aku mendapat firasat hari ini ocehannya lebih hidup dari biasanya. Kemungkinannya, itu karena guru yang bertugas di homeroom telah mengumumkan bahwa kami akan memilih kelompok kami sendiri untuk “tur tempat kerjanya”. Meskipun akan ada homeroom yang lebih lama dari biasanya lusa untuk menentukan kelompoknya dan dimana mereka akan pergi, teman sekelasku selalu satu langkah di depan. Percakapannya itu kira-kira tidak begitu mengatakan “dimana kamu akan pergi?” dibanding dengan mengatakan “dengan siapa kamu pergi?” Hampir semua orang dalam kelas sedang membuat rencana spesial untuk dapat bersama dengan yang mereka inginkan.

Itu semua sangat jelas. Sekolah bukan hanya tempat dimana kamu mengikuti kelas. Pada intinya, sekolah adalah sebuah dunia masyarakat yang kecil, sebuah kebun miniatur yang dihuni oleh segala jenis manusia di dunia ini. Dan jadi di SMA orang-orang berperang dan bertikai dalam bentuk mengbully, dan sama seperti masyarakat yang memiliki jenjang, SMA juga memiliki hierarki sosial yang jelas. Tentu saja, karena menganut demokrasi, teori kekuatan jumlah juga berlaku. Mayoritas – dan mereka dengan mayoritas teman – berkuasa.

Aku menonton tingkah teman sekelasku dengan daguku bersandar pada tanganku dan mataku setengah tertutup. Aku cukup tidur belakangan ini dan itu tidak seperti aku lelah atau semacamnya, tapi karena aku menghabiskan jam istirahat makan siangku seperti ini sejak aku kecil, tertidur sudah menjadi refleks terkondisi bagiku.

Saat pandanganku meredup dan aku sedang terkantuk-kantuk, aku digoyang bangun oleh sepasang tangan kecil. Ketika aku mengangkat wajahku yang mengantuk, Totsuka Saika sedang duduk di tempat duduk di depanku.

“Pagi,” Totsuka menyapaku dengan senyuman kecil.

Diriku berkobar.

“…tolong buatkan sarapan untukku setiap pagi.”

“H-huh?! Apa yang kamu…?”

“Oh, tidak ada apa-apa. Aku hanya setengah-tertidur.”

Lontong, aku menyatakan cintaku padanya tanpa berpikir. Sial, mengapa dia begitu terlampau imut? Tapi dia itu laki-laki! Laki-laki! Laki-laki?? …toh tidak seperti dia akan membuatkan sarapan bagiku setiap pagi.

Hening sejenak. “Jadi ada apa?” tanyaku.

“Tidak banyak…” sahutnya. “Aku hanya berpikir untuk mengatakan halo padamu karena kamu ada disana, Hikigaya-kun… apakah aku menganggumu?”

“Nah, tidak sedikitpun. Sebenarnya, aku akan senang kamu berbincang denganku empat-sampai-enam jam sehari.” Selagi membicarakannya, aku akan senang dia memberitahuku dia mencintaiku selama empat-sampai-enam jam sehari.

“Kalau begitu, aku harus ada bersamamu sepanjang waktu, kamu tahu?” Totsuka tertawa dengan imut, meletakkan tangan di atas mulutnya. Dan lalu, seakan sedang menyadari sesuatu, dia menepukkan tangannya dan memejamkan matanya untuk bertanya. “Hikigaya-kun, apakah kamu sudah memutuskan dimana kamu akan pergi untuk tur tempat kerjanya?”

“Apa yang akan terjadi, akan terjadi dan yang tidak, tidak akan terjadi,” kataku.

Bingung dengan apa yang kukatakan, Totsuka menatapi wajahku dan mengangkat kepalanya sedikit. Aku menangkap pandangan celah antara kerah baju olahraganya dengan tulang selangkanya dan memalingkan pandanganku tanpa sadar. Bagaimana dia bisa memiliki kulit secantik itu? Sabun mandi apa yang dia gunakan?

“Ahh, singkatnya apa yang kumaksud adalah aku tidak peduli kemana aku pergi,” jawabku. “Semua tempat selain rumahku semuanya sama bagiku. Sama sama tak berharga.”

“Oooh, kadang-kadang kamu memakai kata-kata sulit, Hikigaya-kun.” Aku tidak ingat mengatakan sepatahpun kata yang sulit, tapi Totsuka membuat suara kagum, seakan kata-kataku meninggalkan kesan yang mendalam padanya.

Aku punya firasat Totsuka bisa saja bersendawa dan level rasa sukaku padanya tetap akan bertambah. Tapi fakta bahwa dia adalah jenis karakter yang dapat menaikkan level rasa sukamu tidak peduli apa yang dia katakan itu menakutkan dalam satu cara. Aku sudah di ambang menuruni jalan yang namanya tidak boleh disebut.

“Jadi… kamu sudah memutuskan dengan siapa kamu akan pergi, huh?” Totsuka Saika menatap pada mataku dengan ragu-ragu, tapi yang tidak diragukan lagi mendesak.

Aku tidak tahu bagaimana menafsirkan apa yang dia katakan. Kata-katanya seakan seperti memiliki makna “Aku ingin pergi denganmu tapi karena kamu sudah memutuskannya, sungguh mengecewakan, huh?” di dalamnya.

Itu sudah cukup untuk membuatku was-was.

Serangan tiba-tiba Totsuka mendobrak dengan hebat pintu ke memoriku. Memang, sesuatu seperti ini juga terjadi dahulu kala…

Kamu tahu, ketika aku kecil masih SMP kelas 8 dan aku dipaksa menjadi ketua kelas, kandidat yang lain adalah seorang gadis imut yang tersenyum padaku dan berkata, “Ayo kita lakukan yang terbaik tahun ini”…

Uuuurk! Sial! Sekali lagi, aku hampir dibohongi oleh kata-kata yang sepenuhnya tidak dapat dipahami itu. Aku tidak akan dilukai lagi.

Aku sudah melalui itu semua sekali. Seorang penyendiri yang terlatih itu sekali jalan terkena, dua kali jalan tahu, tiga kali jalan jera[1]. Pernyataan cinta sebagai pinalti kalah dalam bermain gunting batu kertas, surat cinta palsu yang ditulis oleh para laki-laki yang menuliskan apa yang didikte para gadis pada mereka – Aku tidak ingin berurusan dengan itu semua. Aku seorang veteran perang. Tidak ada yang lebih pandai kalah daripada aku.

Oke. Tenang. Pada saat-saat seperti ini, cukup pakai Mirror Move[2] – itu memakai usaha yang paling sedikit. Singkatnya, Fe@row itu pasti seorang penyendiri di antara para penyendiri.

Jadi aku menjawab sebuah pertanyaan dengan sebuah pertanyaan.

“Apakah kamu sudah memutuskan dengan siapa kamu pergi?”

“A-Aku?” Tercengang pertanyaannya dibalikkan pada dirinya, pipi Totsuka memerah. “Aku, um, sudah memutuskan.” Dia menutup matanya sedikit dan mengintipku dari samping akan reaksiku.

Meh, itulah hidup, kurasa. Totsuka itu anggota klub tenis, yang singkatnya berarti dia mempunyai komunitas khususnya sendiri yang diikutinya dan sudah pasti bahwa dia akan memiliki koneksi. itu jelas dia akan memiliki teman di dalam kelas ini.

Aku, di sisi lain, telah mengikuti sebuah klub yang merupakan sebuah bangsal isolasi bagi murid canggung di sekolah, jadi tidak mungkin aku bisa berteman.

“Ketika aku memikirkannya – sebenarnya, aku bahkan tidak perlu memikirkannya – Aku tidak mempunyai satupun teman laki-laki.”

“Er, uh… Hikigaya-kun…” Totsuka berkata dengan suara kecil. “Aku laki-laki, kamu tahu…”

Dia begitu imut, aku tidak bisa mendengarnya dengan baik.

Tapi omong-omong, itu membuatmu merasa aneh bahkan hanya berbicara dengan seseorang di dalam kelas. Semenjak semua kejadian tentang tenis klub itu, orang-orang mengucapkan mungkin dua atau tiga kata padaku ketika mereka melihatku. Setelah aku mempertimbang-timbangkannya, bisakah aku benar-benar menyebut mereka temanku? Aku meragukannya. Jika hanya obrolan selevel itu, itu tidak ada masalah entahkah kita mengenal satu sama lain – terserah, kita bisa saja sepenuhnya asing bagi satu sama lain. Contohnya, ketika kamu mengantri untuk membeli ramen, kamu mungkin mengadakan percakapan seperti, “Ramai, huh?” “Aku muak antri setiap hari.” Tapi kamu tidak akan menyebut mereka teman.

Inilah bagaimana teman seharusnya:

“Hayato-kun, kamu sudah memutuskan ke mana kamu akan pergi?”

“Aku sedang mempertimbangkan tentang tempat yang berkaitan dengan perusahaan media atau multinasional.”

“Whoa, men, kamu begitu kompeten. Hayato, kamu seperti supermen atau semacamnya. Tapi kita sedang pada usia itu, ente tahu? Aku begitu respek pada orangtuaku belakangan ini.”

“Kita perlu lebih sibuk mulai sekarang ini, eh?”

“Kamu mengatakannya, bro. Tapi jangan lupa kita semua anak-anak di dalam hati kita.”

Bukankah itu jenis perasaan yang dimiliki teman? Menjadi teman itu mungkin menjadi dapat berbicara dengan satu sama lain tanpa memerdulikan apapun. Aku akan meledak tertawa di tengah-tengah, jadi pertemanan itu sepenuhnya tidak memungkinkan bagiku. Apa omong kosong itu tentang mengrespek orangtuamu? Apakah orang itu pikir dia itu semacam rapper?

Hayama Hayato dikelilingi oleh tiga lelaki dan dia sedang berbinar-binat, sama seperti yang biasa dilakukannya. Kira-kira hampir semua orang senang memanggilnya Hayato, dan Hayama juga bersedia memanggil mereka dengan nama depan mereka. Tindakan “pertemanan” yang satu itu merupakan pemandangan yang cukup menghangatkan hati.

Tapi aku dapat melihat mereka hanya berpura-pura merasakan tali pertemanan satu sama lain dengan memanggil satu sama lain dengan nama depan mereka. Memanggil orang dengan nama depan mereka adalah sesuatu yang terjadi di dalam drama, komik manga dan anime. Penampilan mereka persis seperti apa yang di naskah. Mereka hanya ingin menjilat-jilati satu sama lain.

…tapi tidak ada ruginya mencoba sedikit sendiri, benar? Itu akan menjadi sebuah pengalaman. (Aku tidak ada masalah dengan komik manga yang belum kubaca, hanya orang-orang yang menggambarnya yang ada. Walau jika aku mencoba membacanya dan ternyata tidak bagus, aku akan meninju pelukisnya dengan setiap ons kekuatan dalam tubuhku.)

Eksperimennya: akankah memanggil seseorang dengan nama depan mereka mengubah hubunganmu dengan mereka.

“Saika.”

Ketika aku memanggil nama Totsuka, Totsuka tidak mengatakan apa-apa. Dia menjadi kaku. Matanya melebar dan dia mengedip dua atau tiga kali. Mulutnya ternganga.

Lihat apa yang kumaksud? itu tidak membuatmu lebih akrab. Biasanya, memanggil seseorang dengan nama depan mereka ketika kamu masih belum begitu akrab hanya akan menjengkelkan mereka. Seperti, ketika Zaimokuza memanggilku ‘Hachiman’, Aku terang-terangan mengabaikannya. Apa yang sedang coba kukatakan adalah ketika babi riajuu itu (HA!) melakukan semua itu, mereka berbohong dan berpura-pura tidak marah.

Aku rasa aku seharusnya meminta maaf pada Totsuka untuk sekarang. “Ah, maaf tentang barusan…”

“…Aku begitu senang. Itu adalah yang pertama kalinya kamu memanggilku dengan nama depanku.”

“Aku hanya… apa…?”

YahariLoveCom v2-075.png

Totsuka tersenyum lebar padaku, matanya agak berkabut karena emosi dalamnya. Apa-apaan? Apakah aku mulai menjalani kehidupan yang memuaskan? Tuhan berkati riajuu (penyelamatku!). Aku tiba-tiba mengerti kebenarannya.

Totsuka melihat ke atas padaku dan mengosongkan tenggorokannya. “Jadi, um… bolehkah aku memanggilmu Hikki?”

“Sama sekali tidak boleh.”

Tidak, benar tidak. Sekarang ini, hanya ada satu orang yang memanggilku dengan julukan yang sangat menjijikan itu, dan jika itu menular gawat aku. Melihat bagaimana aku menolak untuk bergeming, Totsuka terlihat agak kecewa untuk sesaat, namun kemudian dia mengosongkan tenggorokannya dan mencoba lagi. “Bagaimana dengan… Hachiman?”

DING DING DING!

Suara itu bergema di dalam telingaku.

“K-Katakan itu lagi!”

Totsuka tersenyum samar, bingung dengan permintaanku yang tidak masuk akal. Dia terlihat imut bahkan ketika dia bermasalah – kecuali aku yang sedang dalam masalah.

“…Hachiman,” dia berkata dengan malu-malu, melihat reaksiku dari celah jari-jarinya.

“Hachiman?” dia berkata dengan tanda tanya, memiringkan kepalanya sedikit.

“Hachiman! Apakah kamu mendengarku?” dia berkata dengan geram, mengembangkan pipinya.

Melihat ekspresi sedikit marah Totsuka sudah cukup untuk membawaku kembali ke alam sadar. Oh sial, aku membiarkan diriku terpesona akan keimutannya yang bukan main tanpa berpikir panjang…

“Uh, uhhhh. Maaf. Apa yang sedang kita bicarakan tadi?” Aku berpura-pura sedang melamun, tapi sebenarnya aku sedang menuliskan catatan mental mengenai hasil eksperimenku.

Kesimpulan: Totsuka sangat imut ketika kamu memanggilnya dengan nama depannya.


× × ×


Waktunya selalu sudah sore ketika kericuhan di lapangan sekolah menurun. Dari ruangan ini, seseorang bisa melihat cahaya terakhir matahari saat dia terbenam ke dalam teluk Tokyo, memberikan jalan kepada kegelapan yang mengintai di langit yang tinggi nan jauh.

“Ohhh… jadi waktu kegelapan sudah tiba, huh…?” si pria muda berbisik selagi dia mengepalkan tangannya. Saat dia melakukannya, pembalut tangan kulit sintetis yang dipakainya menghasilkan sedikit suara mengetat. Menatap terpaku pada beban 1 kg di pergelangan tangannya melalui lengan bajunya, dia menghela. “Saat untuk melepaskan segelnya sudah tiba…”

Tidak ada satu suarapun yang merespon pada kata-kata tersebut.

…walaupun ada tiga orang lain di dalam ruangan itu.

Dia yang melihat pada kami bertiga secara bergantian, jelas sekali berharap kami mengatakan sesuatu, adalah Zaimokuza Yoshiteru. Dan dia yang sama sekali mengabaikannya dan terus membaca dengan rasa jijik di dalam hatinya adalah Yukinoshita Yukino. Dia yang tergagap bingung selagi melihat padaku dan Yukinoshita dan meminta bantuan tanpa bersuara adalah Yuigahama Yui.

“Jadi apa yang kamu inginkan, Zaimokuza?” aku menanyakannya, yang membuat Yukinoshita menghela dalam. Lalu dia menatap tajam ke arahku. “Kamu seharusnya mengabaikannya…” kelihatannya itu apa yang matanya katakan.

Ya, tapi seseorang harus melakukannya.

Aku sebenarnya tidak ingin berbicara dengannya, tapi dia akan erus mengoceh selama setengah jam. Apa, apakah ini momen-momen terkenal “But Thou Must” di Dragon Quest V [3]? Jika aku tidak berbicara dengannya, dia akan terus mengoceh selamanya.

Segera setelah aku menanyakannya pertanyaanku, Zaimokuza dengan senang menggosok ujung hidungnya dan tertawa seakan dia benar-benar tersanjung. Men, orang ini benar-benar menjengkelkan.

“Ah, maafkan saya. Sebuah frasa yang bagus baru saja melintasi pikiran saya, jadi saya harus mengatakannya keras-keras untuk mendapatkan ritme dan rasanya. Oho, saya memanglah seorang penulis sampai ke hatiku yang terdalam… Saya memikirkan tentang novel saya ketika saya sadar dan ketika saya tertidur. Begitulah nasib seorang penulis…”

Yuigahama dan aku bertukar pandangan letih akan cara bicara Zaimokuza yang menyolok. Yukinoshita menutup bukunya dengan keras. Zaimokuza tersentak sebagai reaksinya.

“Aku pikir seorang penulis adalah seseorang yang benar-benar membuat sesuatu…” kata Yukinoshita said. “Jadi kuanggap kamu sudah menulis sesuatu?”

Seluruh tubuh Zaimokuza mengecut dan dia menghasilkan suara kacau seperti tenggorokannya tersumbat. Dua-dua reaksinya itu sangat menjengkelkan. Tapi yang anehnya, Zaimokuza memiliki keberanian yang lebih kuat dari biasanya hari ini. Dia segera kembali pulih, terbatuk berlebih-lebihan.

“…ahem. Itu benar hanya untuk hari ini… karena aku akhirnya telah mendapatkan keinginanku. Aku sedang dalam perjalanan ke El Dorado[4]!”

“Apa, apakah kamu memenangkan perlombaannya?” tanyaku.

“B-Belum, masih belum… n-namun, itu hanya masalah waktu saja!” Zaimokuza menyatakan dengan sombong, bertingkah sombong dan angkuh untuk beberapa alasan tertentu.

Uh huh. Jadi bagian yang mana dari perkataannya yang pantas dibanggakan? Jika dia bisa berkata begitu, maka jelas game yang masih belum kuselesaikan dengan kemampuan RPG Makerku akan mengubah industri game Jepang selamanya.

Zaimokuza melempar mantelnya kebelakang dengan satu ayunan. “Hahaha, dengar dan tabjublah!” dia berteriak dengan semangat baru. “Dalam kesempatan ini, aku telah memutuskan untuk berkelana ke sebuah penerbit untuk tur tempat kerjaku – kamu mengerti, bukan?”

“Tidak, tidak sama sekali…”

“Sungguh tidak tajam, Hachiman. Dengan kata lain, sudah waktunya bagi talentaku untuk dikenali. Aku sedang membuat koneksi.”

“Hei, jangan terlalu besar kepala.” Aku berhenti sejenak. “Sumpahlah, kamu seperti seorang anak kecil yang berkeliaran dengan senpai preman. Kamu lebih parah daripada seorang chuuni dalam hal menahan dirimu.”

Zaimokuza terus mengabaikan semua hal yang aku katakan dan menyeringai kosong tidak pada siapapun. Itu jujur saja menjijikan melihat bagaimana dia bergugam , “Studionya akan di… pemerannya itu…” pada dirinya sendiri. Dan lagipula, juga ada begitu banyak penerbit. Jika dia percaya masa depannya begitu cerah, maka tidak ada lagi yang bisa kukatakan padanya.

Namun, masih ada sesuatu yang aneh dari semua ini. “Zaimokuza, Aku terkejut kelompokmu mendengarkan pendapatmu.”

“Apa? Kamu pikir aku itu lemah… yah, terserahlah. Pada kesempatan ini aku kebetulan bertemu dengan dua orang yang dinamakan otaku. Aku bahkan tidak mengatakan aku ingin pergi ke sebuah penerbit dan rupanya mereka juga ingin pergi. Mereka mengikik dan mengekeh dan sebagainya. Aku cukup yakin mereka sedang asyik dengan demam BL baru-baru ini. Cinta menaklukkan segalanya, dan jadi aku tidak mengatakan apapun untuk membantahnya..”

Yuigahama menolak untuk melihat wajah Zaimokuza. “Kamu seharusnya bergaul dengan seseorang sepertimu…” katanya, sambil menghela.

Tapi Zaimokuza telah pergi terlalu jauh. Ada beberapa hal yang dia tolak untuk akui karena dia berada di antara orang-orang dengan hobi yang sama. itu mirip dengan perang agama, kurasa.

“Begitu ya, tur tempat kerja, huh…” tutur Yuigahama dengan emosi yang dalam. Dan kemudian dia memandangku dari samping lalu segera berpaling. Matanya berair-air seakan dia baru saja keluar dari kolam renang dan wajahnya terlihat agak merah. Apakah dia menderita flu? “Um, Hikki, kemana kamu akan pergi?” dia bertanya padaku dengan ragu-ragu.

“Rumahku.”

“Ya, tidak,” Yuigahama berkata dengan satu lambaian tangannya.

Aku masih belum siap untuk menyerah dalam hal ini, tapi karena aku tidak mau Hiratsuka-sensei meninjuku jadi aku memutuskan untuk melepaskannya. Aku akan mengundurkan diri sehingga pertandingannya tertunda. “Hmph, yah, Aku akan pergi ke tempat yang diinginkan orang yang lain di kelompokku.”

“Wow, kamu tidak akan memilih untuk dirimu sendiri?”

“Nah… Aku ada memilih dulu, tapi aku akhirnya menganggu, jadi aku kehilangan hakku untuk berbicara..”

“Aku mengerti sekarang – oh, tunggu. Oh.” Seperti biasa, dia menginjak sebuah ranjau. Yuigahama mungkin hancur dalam permainan Minesweeper[5]. “Maaf.”

Itu mengingatkanku akan sesuatu, dipikir-pikir lagi. Sebenarnya, “membuat kelompok bertiga” itu instruksi yang lebih mengerikan dibanding “membuat kelompok berdua”. Jika hanya ada dua orang saja, kamu bisa menerima nasib dan tidak mengatakan apapun. Tapi jika itu kelompok bertiga dan dua orang yang lain menjadi akrab dan berbicara dengan satu sama lain, maka kamu akan merasa sepenuhnya tidak terlibat dengan mereka.

“Jadi, pada akhirnya kamu tidak pernah memutuskan apapun…?” Yuigahama bergugam dengan sebuah tampang termenung dalam di wajahnya.

“Sudahkah kamu memutuskan dimana kamu akan pergi, Yuigahama-san?” tanya Yukinoshita.

“Ya. Tempat yang paling dekat.”

“Itu level pemikiran Hikigaya-kun…”

“Jangan samakan aku dengan mereka,” kataku. “Aku ingin pergi ke rumahku atas pendirianku yang kuat. Omong-omong, kemana kamu akan pergi? Ke kantor polisi? Pengadilan? Atau mungkin penjara??”

“Salah” Yukinoshita tergelak dingin. “Kamu sepertinya tahu bagaimana aku berpikir.”

Ufufu.

Lihat apa yang kumaksud? Tawanya begitu mengerikan.

Sejauh yang kulihat, Yukinoshita itu secara tidak wajarnya intelektual, tapi hanya ketika dia benar-benar tidak menyukaimu. Begitu aneh, dia sebenarnya tidak mau hanya mengatakan hal-hal yang kejam dan berhati-dingin serta tidak manusiawi. Ufufu. Ada apa dengan tawa oh-begitu-polos itu?

“Aku rasa aku akan pergi ke sebuah think tank[6] di suatu tempat – sebuah institusi penelitian. Aku akan memilih dari sana.”

Fakta bahwa Yukinoshita sudah menetapkan apa yang dia inginkan memperlihatkan kecenderungannya pada pengambilan keputusan yang cepat. Bagaimanapun, itu mudah untuk teringat akan betapa seriusnya dirinya dari seberapa dingin tingkahnya.

Seseorang terus menarik lengan baju jaketku, membangunkanku dari lamunanku. Apa yang kamu pikir kamu lakukan, preman? Pikirku sambil dengan cepat berpaling.

Itu Yuigahama. Dia telah mendekatkan wajahnya denganku tanpa sepengetahuanku. Dia tercium begitu wangi, dan rambut berkilaunya menyapu tengkukku. Itu adalah yang pertama kalinya aku pernah merasakan begitu dekat secara fisik dengan Yuigahama. Jantungku mulai berdetak tak menentu, yang sangat menjengkelkanku

“H-Hikki…” dia meniupi telingaku dengan helaan yang terdengar manis. Itu sudah cukup untuk membuat telingaku tak tertahankannya gatal.

Pada jarak kami ini, kami dapat mendengar suara detak jantung kami. Mungkinkah itu… mungkinkah detakan jantung yang dapat kudengar dari dadanya itu…?

“Apa itu thinkie tank? Apakah itu perkumpulan tank?” Dia mengucapkan katanya seperti seorang nenek.

Jadi ternyata, detakan jantungnya dasyatnya itu hanya aritmia [7] atau semacamnya.

“…Yuigahama-san,” Yukinoshita berkata dengan helaan jengkel. Selagi Yuigahama menarik dirinya dariku, Yukinoshita langsung mengutarakan penjelasannya. “Kamu tahu, think tank itu-”

Yuigahama mengangguk dengan tidak sabarnya untuk menunjukkan dia sedang memperhatikan. Mereka berdua perlahan-lahan masuk ke dalam sesi belajar improptu. Melihat mereka dari sudut mataku, aku memulai urusan yang begitu pentingku yaitu membaca komik shojo manga lagi. Pada saat Yukinoshita sudah selesai menjelaskan kepada Yuigahama apa itu think tank dengan semua detil yang berhubungan dengannya, lima belas menit penuh sudah berlalu.

Matahari sore sudah dekat dengan lautan. Dari ruangan kami, aku bisa melihat permukaan laut bergemerlap di kejauhan. Pemandangan di lantai empat memberikan pemandangan klub baseball sedang menyapu lapangan, klub sepak bola sedang mencetak gol, dan klub trek dan lapangan [8] sedang menyimpan halang rintang dan kasur dan sebagainya.

Sudah hampir waktunya bagi aktivitas klub berakhir untuk hari ini. Pada saat yang sama mataku melayang ke jamnya, Yukinoshita menutup bukunya dengan keras. Omong-omong, Zaimokuza tersentak segera setelah Yukinoshita bergerak. Men, pria ini begitu mudah ditakuti.

Aku tidak tahu persisnya darimana datangnya itu karena tidak ada yang benar-benar memutuskannya dalam hal ini, tapi Yukinoshita menutup bukunya merupakan isyarat bisu untuk mengakhiri aktivitas klubnya. Dengan cepat dan sempurna, Yuigahama dan aku juga bersiap-siap untuk pulang.

Pada akhirnya, juga tidak ada orang yang datang ke klub kami untuk meminta bantuannya hari ini. Untuk beberapa alasan, satu-satunya orang yang datang adalah Zaimokuza, dan kami benar-benar tidak mau dia ada disini.

Aku menimang-nimang apakah aku akan menyantap ramen dalam perjalanan pulang…

Ketika aku berpikir tentang makan malam, ide samar bahwa Horaiken mungkin bagus melintas dalam pikiranku. Itu adalah sebuah toko ramen di Niigata, tapi sup disana dapat saja menjadi sup terbaik yang pernah kusantap. Zaimokuza memberitahuku tentang itu. Oh sial, aku sedang berliur, heh.

Tiba-tiba, aku mendengar sebuah ketukan singkat dan ritmis di pintu. “Siapa yang mengetuk pada jam segini…?” Sekarang setelah waktu ramenku yang bahagia diinterupsi, aku menatap jamnya dengan muka masam.

Aku punya kebiasaan pura-pura tidak ada di rumah kapanpun ini terjadi di rumahku sendiri. Ketika aku melihat bengong pada arah Yukinoshita untuk menanyakan apa yang harus kami lakukan, dia berkata, “Masuk.” Dia bahkan tidak melihat ke arahku sama sekali saat dia mengutarakan jawabannya.

Pengunjung kami juga tidak membaca situasinya, tapi ketika berbicara tentang tidak bisa membaca situasi, Yukinoshita peringkat nomor satu. Dia mungkin akan menang setiap kalinya.

“Maaf menerobos.” Itu adalah suara laki-laki keren, suara yang akan dengan segera membuatmu tentram. Jadi ini pria yang mencuri ramenku dariku…

Aku menatap dengan berang ke arah pintunya, hanya untuk disambut dengan rasa keterkejutan asli. Itu adalah seseorang yang tidak pernah kusangka akan datang ke dalam ruangan ini.


× × ×


Seorang pria keren yang datang dari semua orang yang ada. Dia begitu kerennya sampai-sampai kamu tidak bisa menyebutnya seorang “pria keren” belaka lagi.

Rambut coklatnya dibuat agak seperti perm[9]. Tanpa sedikitpun rasa gelisah, dia menatap lurus padaku melalui bingkai kacamatanya yang modis, dan untuk beberapa alasan dia menyeringai ketika mata kami bertemu. Tanpa berpikir sama sekali, aku memaksakan sebuah seringaian sebagai balasannya. Dia itu pria yang begitu kerennya sampai-sampai aku secara insting membungkuk padanya.

“Maaf datang pada waktu yang tidak pas. Aku memiliki sebuah permintaan untuk kalian.” Setelah meletakkan tas Umbro enamelnya di atas lantai dengan gaya “Disini tidak apa-apa 'kan?” yang begitu alamiah, dia menarik sebuah kursi yang menghadap Yukinoshita. Semua yang dia lakukan memancarkan pesona santainya. “Men, Aku kesulitan membujuk klubku untuk membiarkanku pergi. Aktivitas klub ditunda sebelum ujian, jadi aku pikir aku harus bertemu kalian hari ini tidak peduli apapun yang terjadi. Maaf.”

Orang-orang yang membutuhkan sesuatu bertingkah seperti itu. Dia bahkan tidak menyadari aku sedang akan menuju ke rumah ke kebebasan. Itulah mengapa aku itu seorang ninja, kurasa.

Dia berkata aktivitas klub sangat sibuk, tapi klub kami tidak melakukan apapun dan tidak ada tanda bau badan di dalam ruangan ini. Malahan, ada bau jeruk nipis tertentu yang menyegarkan melayang-layang di udara.

“Cukup,” Yukinoshita berkata datar, memotong percakapan riang pria itu. Aku mendapat perasaan dia bertindak agak semacam lebih tajam dari biasanyas. “Kamu datang kemari karena kamu ingin sesuatu, bukankah begitu? Hayama Hayato-kun.”

Nada dingin Yukinoshita tidak mengoncang senyuman Hayama Hayato sedikitpun. “Ah, kamu benar. Kalian menyebut ini Klub Servis, bukan? Hiratsuka-sensei mengatakan bahwa aku sebaiknya datang kemari jika aku perlu saran, jadi…”

Setiap kali Hayama berbicara, sehembus angin yang menyegarkan meniup dari jendela untuk beberapa alasan tertentu. Haah, apakah dia memiliki kendali atas anginnya atau semacamnya?

“Maaf waktunya tidak pas. Jika kamu, Yui dan yang lain ada rencana, aku akan datang lagi lain kali…”

Setelah mendengar namanya, Yuigahama tersenyum tegang. Kelihatannya bahkan orang-orang pada tingkatan sosial yang lebih tinggi dariku pun tidak bisa lari dari kontak Hayama. “Bukan masalah besar. Aku tidak keberatan sama sekali. Kamu adalah kapten klub sepak bola yang selanjutnya, Hayato-kun. Tidak heran kenapa kamu begitu lama datang kemari!”

Tapi satu-satunya yang berpikir begitu adalah Yuigahama. Yukinoshita tidak merasa terkesan, sementara Zaimokuza duduk dengan diam dengan tampang galak dan sok penting di wajahnya.

“Ahh, Aku seharusnya meminta maaf padamu juga, Zaimokuza-kun,” kata Hayama.

“Huh?! A-ahem! Er, Aku sendiri tidak benar-benar keberatan, uhh, Aku lebih baik pergi sekarang…”

Dan hanya dengan membuka mulutnya, Hayama dengan segera melenyapkan suasana tidak ramah itu. Setelah Hayama menyelesaikan karyanya, itu seakan Zaimokuzalah yang melakukan sesuatu yang salah.

Zaimokuza terbatuk berlebih-lebihan. “H-Hachiman, sampai jumpa nanti!” katanya dengan buru-buru, dan kemudian dia benar-benar pergi. Tapi bahkan selagi dia melarikan diri, sebuah senyuman terpampang di sepanjang wajahnya.

…Aku begitu mengerti apa yang dia rasakan sampai-sampai terasa menyakitkan.

Aku jujur saja tidak tahu mengapa begini, tapi anak SMA terasingkan seperti diriku menciut saat berkontak dengan anak populer. Kami selalu memberikan jalan bagi mereka di lorong kelas, dan ketika mereka berbicara dengan kami, kata-kata kami tergagap sekitar 80 persen selama berbicara. Dan itu bahkan tidak seakan kami cemburu atau benci dengan mereka. Pada hari-hari ketika mereka mengingat nama kami, kami akan merasa agak senang.

Orang-orang seperti Hayama tahu namaku dan siapa aku. Mengetahui hal itu membuatku mendapatkan kembali sedikit harga diriku.

“Kamu juga, Hikitani-kun,” kata Hayama. “Maaf aku menyita waktumu.”

“…gah, sudahlah.”

Dia hanya salah mengucap namaku! Alas, kasihannya harga diriku.

“Ya, jadi apa yang ente mau?” Aku menyembur dengan berang, tidak karena aku sedang secara tidak sadar menyalurkan kemarahanku akan kesalahan pengucapan namaku atau semacamnya.

…tidak, beneran! Aku asli tertarik pada masalah Hayama. Itu jujur saja susah untuk membayangkan pria yang begitu populer dan dicintai secara luas itu akan memiliki masalah. Aku sama sekali tidak memiliki motif tersembunyi seperti ingin mengetahui titik lemahnya sehingga aku bisa menertawainya.

“Ah. Yah, tentang itu,” kata Hayama, dengan perlahan mengeluarkan telepon gengamnya. Setelah menekan tombolnya dengan gesit, dia mengakses pesan teks dan menunjukkanku layarnya.

Di sampingku, Yukinoshita dan Yuigahama menjulurkan leher mereka untuk menatap layarnya. Dengan tiga orang berdesak-desakan di sekitar sebuah layar seukuran telapak tanganmu, aku menjadi pusing. Mereka berdua wangi. Tapi sesaat setelah aku menjauhkan diriku untuk membiarkan mereka berdua menatap layarnya dengan damai, Yuigahama dengan lembut berkata, “Ah…”

“Ada apa?” tanyaku. Yuigahama mengeluarkan telepon gengamnya sendiri dan menunjukkannya padaku. SMSnya memiliki pesan yang sama persis dengan yang sebelumnya.

Kamu bisa mengatakan itu dipenuhi dengan konten yang tidak mengenakkan. Dan itu juga bukan hanya satu pesan teks. Setiap kali Yuigahama menggerakkan ujung jarinya, dia menggulir terus sederetan besar kata-kata penuh kedengkian yang tiada hentinya. Apa itu semua akun spam? Aku ingin tahu. Pesan teks dari masing-masing alamat emailnya semata-mata terdedikasikan untuk mengolok-olok individual.

Seperti, “Tobe termasuk dalam sebuah geng yang berkeliaran di sekitar arcade dan mengerjai orang-orang dari SMA West.”

Atau, “Yamato itu bajingan yang berpacaran sekali tiga orang.”

Dan bahkan, “Ooka bermain dengan kasar dalam pertandingan latihan hanya untuk menumbangkan pemain ulung sekolah lain.”

Secara keseluruhan, sensasi yang kudapat dari teks-teks yang kebenarannya diragukan ini terus bertambah. Dan selain sumber originalnya, yang merupakan sebuah alamat spam. pesan-pesan tersebut diteruskan oleh teman-teman kelas. “Hei, ini…”

Yuigahama mengangguk tanpa suara. “Aku menyebutnya semalam, kamu tahu? Bahwa ini sedang beredar di dalam kelas kami…”

“Pesan berantai, begitu ya,” Yukinoshita, yang diam dari tadi, melantunkan.

Seperti yang dimaksud namanya, sebuah pesan berantai merupakan sejenis pesan teks yang beredar kemana-mana seperti sebuah rantai. Di sekitar akhir pesannya, akan ada sebuah perintah untuk “teruskan ini kepada lima orang” atau sesuatu semacam itu. Itu seperti “surat terkutuk” pada masa lampau: “Jika kamu tidak meneruskan surat ini kepada lima orang dalam tiga hari, kamu akan dikutuk”, blah blah. Itu kurang lebih merupakan pesan semacam itu.

Sambil melihat pesan-pesan teks itu lagi, Hayama tersenyum getir. “Semenjak ini mulai beredar, suasana di dalam kelas terus dan semakin tegang. Ditambah lagi, aku geram karena ini temanku yang sedang mereka katakan.”

Pada saat itu, Ekspresi hayama mirip dengan ekspresi Yui sebelumnya; dia muak dengan niat buruk orang-orang yang tidak mau menunjukkan wajah mereka.

Tidak ada kejahatan yang lebih memuakkan dari kejahatan dari orang yang tidak dapat kamu lihat. Jika seseorang mengejekmu di depan wajahmu, kamu bisa langsung membalas mengejek mereka. Atau kamu bisa menyalurkan kemarahan dan stresmu yang terpendam pada benda-benda lain. Emosi berat semacam itu merupakan sebuah sumber energi besar, yang dapat kamu gunakan untuk hal-hal positif. Tapi ketika perasaan marah, iri dan picik tersebut tidak diarahkan padamu, kamu tidak dapat mengumpulkan emosi yang kuat. Kamu hanya bisa merasakan perasaan tidak enak yang samar.

“AKu ingin menghentikannya. Bagaimanapun jugam itu benar-benar tidak dapat kuterima,” tekan Hayama, sebelum menambahkan dengan riang, “Oh, tapi aku tidak mau ini berubah menjadi semacam sebuah pemburuan penyihir. AKu mau tahu bagaimana menyelesaikan hal ini dengan damai. Aku ingin tahu apakah kalian dapat membantuku.”

Itu dia. Hayama baru saja mengeluarkan kemampuan pamungkasnya: “The Zone”.

Izinkan aku untuk menjelaskan. “The Zone” merupakan sebuah kemampuan unik yang hanya dimiliki para riajuu paling sejati, dan ciri utamanya adalah kemampuan untuk dapat mengendalikan sekeliling seseorang. Tidak seperti para riajuu cetek itu (HA!) yang berkeliaran dan pamer kepada teman idiotik mereka, riajuu sejati asli puas dengan dunia nyata. Karena itu, mereka tidak meremehkan siapapun – mereka baik kepada orang yang diremehkan. Dasarku untuk menentukan dari antara kedua tipe riajuu ini adalah “Apakah kamu baik pada Hikigaya Hachiman?” Hayama itu pria yang baik, kurasa. Maksudku, dia berbicara padaku, kamu tahu? (Meski dia salah mengucapkan namaku.)

Untuk menyimpulkannya, kamu dapat menyebut “The Zone” aura unik yang hanya dimiliki orang baik dan karismatik. Jika aku sedang bersikap baik, aku akan mengatakan mereka adalah orang baik yang dapat membaca situasinya, tapi jika aku harus mengatakannya seperti adanya, mereka hanya tidak memiliki pendapat mereka sendiri. Jika aku sedang bersikap seperti seorang bajingan, aku akan mengatakan mereka itu sampah-sampah pengecut. Yah, namun aku memang berpikir mereka itu orang-orang yang baik.

Dihadapkan dengan kemampuan spesial Hayama, Yukinoshita menggaruk dagunya selagi berpikir sejenak, dan kemudian dia membuka mulutnya. “Jadi singkatnya, kamu ingin kami menyelesaikan masalahnya?”

“Mmm, kurang lebih.”

“Kalau begitu kita harus menemukan pelakunya,” Yukinoshita menyatakan.


× × ×


“Baik, aku akan serahkan ini pa-” kata Hayama dengan riang sampai rasa syok terpampang di wajahnya. “Huh?!”

Namun dalam sekejap, dia mendapatkan kembali ketenangannya dan tersenyum.

“Ahem, kenapa kamu perlu melakukan itu?” dia menanyakan Yukinoshita dengan kalem.

Menghadapinya, Yukinoshita, yang ekpresi dinginnya merupakan kebalikan 180 derajat dari ekspresi Hayama, mulai berkata dengan pelan, seakan sedang berhati-hati memilih kata-katanya.

“Mengirim pesan berantai… itu merupakan sebuah tindakan keji yang menginjak-injak harga diri seseorang. Selagi mereka bersembunyi di bawah kedok anonim, mereka memfitnah orang lain demi tujuan utama melukai mereka. Menyebarkan kata-kata fitnah itu merupakan perbuatan yang jahat. Keingin-tahuan yang sehat itu tidak masalah, tapi untuk terus menyebarkan kata-kata fitnah… kecuali kamu membasmi akar penyebabnya, tidak akan pernah ada hasil. Sumber: diriku.”

“Apakah itu dari pengalaman pribadi…?” tanyaku.

Aku harap dia berhenti memakai kalimat penuh implikasi. Yukinoshita berbicara dengan kalem, tapi aku bisa melihat api hitam berkobar di balik topeng keramah-tamahannya. Kamu mungkin bisa mengatakan dia sedang memancarkan aura hitam.

YahariLoveCom v2-093.png

“Beneran, aku heran apa yang menyenangkan dari menyebarkan pesan untuk menunjukkan kejijikanmu terhadap seseorang. Dan aku rasa tidak ada manfaatnya dari apa yang dilakukan Sagawa-san dan Shimoda-san…”

“Jadi kamu membereskan mereka semua…” Yuigahama berkata dengan senyum yang agak tegang.

Hal-hal seperti inilah yang menegaskan betapa pandainya Yukinoshita dan betapa menakutkannya dirinya sebagai seorang musuh.

“Men, SMPmu begitu mengikuti perkembangan zaman,” ucapku. “Tidak ada yang seperti itu terjadi di sekolahku.”

“…itu karena tidak ada orang yang meminta alamat teleponmu.”

“Kenapa, kamu! Bodoh! Aku ada kewajiban untuk merahasiakannya! Tidakkah kamu tahu tentang UU Perlindungan Informasi Pribadi?!”

“Itu sebuah interpretasi legal yang baru…” ucap Yukinoshita yang tercengang sambil menjentikkan rambutnya ke belakang bahunya.

Tapi ya, alasannya mengapa aku tidak begitu terlihat di dalam drama SMS ini mungkin karena apa yang dia bilang. Aku tidak pernah dimintai alamat teleponku. Itulah yang membedakan Yukinoshita dengan diriku. Dia telah dihadapkan dengan rasa benci yang terang-terangan sementara aku tidak pernah. Entah mengapa, aku rasa jika itu terjadi padaku, aku tidak akan pernah menemukan pelakunya. Aku akan langsung pulang ke rumah dan menangis pada gulingku.

“Bagaimanapun juga, orang yang melakukan tindakan yang begitu keji ini tidak diragukan lagi layak untuk dibasmi,” lanjut Yukinoshita. “Sebuah mata untuk sebuah mata, sebuah gigi untuk sebuah gigi[10]– balas dendam adalah prinsipku.”

Yuigahama bereaksi seakan dia telah mendengar frasa itu entah dimana sebelumnya. “Oh, kami mempelajari itu pada pelajaran sejarah dunia hari ini! Itu dari Magna Carta, benar?”

“Itu Kode Hammurabi,” Yukinoshita menjawab dengan mulus, sebelum berpaling pada Hayama. “Aku akan mencari pelakunya. Aku yakin semua yang diperlukan untuk menghentikan mereka adalah dengan aku pergi berbicara dengan mereka. Aku akan menyerahkan sisanya untuk ditangani sesukamu. Atau apa itu tidak sesuai dengan keinginanmu?”

“…uh, itu tidak masalah,” kata Hayama dengan pasrah.

Sebenarnya, pikiranku sama dengan Yukinoshita. Jika pelakunya sampai bersusah-payah mengganti alamat telepon mereka, itu karena mereka tidak mau identitas asli mereka diketahui dan takut ditangkap. Kalau begitu, mereka mungkin akan berhenti pada saat kedok mereka terbongkar. Singkatnya, menemukan pelakunya merupakan cara tercepat untuk menyelesaikannya.

Yukinoshita menatap dengan dekat pada telepon gengam yang diletakkan Yuigahama di atas meja. Kemudian dia meletakkan tangannya pada dagunya untuk merenung. “Kapan pesan-pesannya mulai beredar?”

“Akhir pekan lalu. Benar, Yui?” jawab Hayama, dan Yuigahama mengangguk.

…hei nah, Hayama. Kamu baru saja memanggil Yuigahama dengan nama depannya. Aku tidak mengerti bagaimana anak-anak terkenal ini saat bergaul bisa dengan santai memanggil para gadis dengan nama depan mereka. Jika itu aku, aku pasti akan tergagap-gagap. Kenyataan bahwa Hayama bisa mengutarakan hal palsu yang begitu memalukan ini selagi masih bersikap hormat membuatku agak geram. Apa, apa dia itu orang Amerika atau semacamnya?

“Jadi itu tiba-tiba dimulai minggu lalu, begitu ya,” Yukinoshita merenung. “Yuigahama-san, Hayama-kun, apakah sesuatu terjadi di kelas minggu lalu?”

“Tidak ada yang terpikir,” kata Hayama.

“Ya…” kata Yui. “Itu hanya seperti biasa.”

Mereka berdua melihat satu sama lain.

“Aku akan menanyakanmu hanya supaya lengkap, Hikigaya-kun,” kata Yukinoshita. “Apakah kamu memperhatikan sesuatu?”

“‘Hanya supaya lengkap’, katamu…”

Aku berada di kelas yang sama, terima kasih banyak. Tapi yah, karena aku melihat dari tempat yang berbeda dari mereka berdua, ada hal-hal yang hanya bisa kuperhatikan.

…jadi minggu lalu, huh? Itu berarti sesatu terjadi akhir-akhir ini. Sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, aku terus berpikir dalam diriku, tapi tidak ada yang muncul dalam pikiranku.

Untuk sekarang, aku memuaskan diriku dengan ingatan memanggil Totsuka dengan nama depannya. Itu terjadi semalam.

Kukumpulkan keberanianku
Ketika aku memanggil ‘Saika’
Dia begitu imut, dan begitulah
Hari yang dikenal sebagai semalam itu
Hari peringatan Saika

Oh ya, mengapa aku berbicara dengan Totsuka semalam? Segera sesaat aku memikirkan itu, aku ingat.

“Semalam. Orang-orang sedang berbicara mengenai kelompok mereka untuk tur tempat kerjanya.” (Benar, dan sebagai tambahan logis untuk pemikiran itu, Totsuka itu imut.)

Segera setelah aku mengutarakan itu, Yuigahama tiba-tiba menyadarinya. “Ooooh, itu dia. Itu karena pengelompokkan itu.”

“Huh? Beneran?” Hayama dan aku berkata serentak. Mendengar itu, Hayama menampilkanku senyumannya dan berkata, “Kita kompak,” walaupun aku serius tidak memperdulikannya. Semua yang bisa kukatakan adalah, “Uh, ya…”

Tapi secara paradoks [11], Hayama tambah Hachiman sama dengan Pria Keren Riajuu. QED. Akhir dari pembuktiannya. (…apa itu bahkan masuk akal?)

Hayama memalingkan pandangannya pada Yuigahama. Ketika dia melakukannya, Yuigahama tertawa malu-malu. “Er, kamu tahu, ketika kamu membentuk kelompok untuk kegiatan seperti ini, itu akan mempengaruhi hubunganmu setelahnya. Beberapa orang dapat benar-benar tersinggung…”

Hayama dan Yukinoshita melihat pada Yuigahama yang sedikit muram dengan bingung. Hayama tidak pernah dikucilkan dan Yukinoshita tidak tertarik pada hal-hal semacam itu, jadi mereka berdua tidak ada yang mengerti.

Tapi aku mengerti apa yang Yuigahama maksud. Itu karena kata-kata tersebut datang dari Yuigahama, yang memperhatikan orang lain dan menerima cara aneh dan rumit mereka semua, sehingga aku bisa mempercayainya.

Yukinoshita terbatuk untuk mengembalikan percakapannya pada topiknya. “Hayama-kun, pesan-pesan tersebut menulis mengenai temanmu, katamu. Dengan siapa kamu membentuk kelompokmu?”

“Oh, uhhhh… sekarang setelah kamu mengatakannya, aku masih belum menentukannya. Aku rasa aku akan berakhir mengucilkan salah satu dari mereka bertiga.”

“Aku rasa aku tahu siapa yang melakukannya sekarang…” Yuigahama berkata dengan ekspresi yang agak gundah.

“Apakah kamu berkenan untuk memberikan penjelasan pada kami?” tanya Yukinoshita.

“Mmm, yah kamu tahu, singkatnya, seseorang yang biasanya dalam geng itu akan terkucil, k'mu tahu? Hanya satu orang dari satu kelompok berempat yang akan ditinggal. Dan orang itu akan merasa super tidak enak akan itu.” Suaranya bergetar dengan penuh emosi.

Mendengar itu, semua orang terdiam.

Jika kami akan pergi menangkap pelakunya, maka hal pertama yang perlu kami lakukan adalah memikirkan motif mereka. Jika kami bisa menemukan persisnya apa yang membuat mereka melakukan tindakan semacam itu, maka tentu saja kami bisa menanganinya.

Memikirkan tentang itu dalam kasus ini, motifnya mungkin supaya mereka tidak terkucilkan. Dalam kelas kami, Hayama merupakan bagian dari satu kelompok berempat. Oleh karena itu, jika mereka harus membuat satu kelompok bertiga, seseorang akan dikucilkan. Tidak ingin itu terjadi, mereka tidak punya pilihan selain untuk menendang keluar salah satu. Itu mungkin apa yang dipikirkan pelakunya.

“…jadi tidak diragukan lagi pelakunya ada di antara mereka bertiga.”

Segera setelah Yukinoshita menyatakan kesimpulan itu, Hayama bergejolak yang jarang terlihat. “T-Tunggu sebentar! Aku tidak mau berpikir pelakunya ada di antara mereka. Dan bukankah pesan itu mengatakan hal-hal yang buruk tentang mereka bertiga semua? Tidak mungkin itu salah satu dari mereka.”

“Huh, apa kamu bodoh? Apa kamu baru lahir semalam atau semacamnya?” kataku. “Itu jelas mereka membuatnya begitu supaya tidak ada orang yang akan mencurigainya. Jika itu aku, aku tidak akan memfitnah salah satu mereka dengan sengaja demi menjebak dia.”

“Hikki, itu benar-benar keji…” kata Yuigahama.

Itu kejahatan kerah putih. Sebuah kejahatan kerah putih, kataku.

Hayama mengigit bibirnya dengan kesal. Dia mungkin tidak pernah menyangka hal ini bisa terjadi sebelumnya: bahwa ada rasa benci persis di hadapannya, atau perasaan gelap yang berkobar di balik topeng senyum mereka yang dipercayainya.

Catatan Translasi

<references>

  1. Ori: once bitten ,twice shy
  2. Salah satu kemampuan pokemon. Contoh : Fearow, Pidgeon, Spearow
  3. Dimana NPC yang memberi quest akan terus mengoceh hal-hal yang sama atau mirip sampai kamu menerima questnya
  4. Singkatnya kota emas. Mau tahu lebih banyak cari di google. Haha
  5. Game Windows.. Masih tidak tahu cara mainnya hahaha
  6. sebuah organisasi penelitian yang digaji untuk menganalisa masalah dan merencanakan perkembangan di masa depan.
  7. Detak jantung tidak ritmis
  8. Track and field. Aku tahu ini aneh, tapi aku tidak mendapat terjemahan yang cocok
  9. gaya rambut yang kaku
  10. An eye for an eye, a tooth for a tooth
  11. pernyataan yang, meski terdengar masuk akal dari dasar yang dapat diterima, berakhir pada kesimpulan yang kelihatannya tidak maskuk akal, tidak dapt diterima secara logis, atau berkontradiksi.