Difference between revisions of "Oregairu (Indonesia):Jilid 2 Bab 3"

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search
(Created page with "==Bab 3: Hayama Hayato Selalu Di Balik Semua Hal== Lonceng tanda istirahat, tapi aku tidak pernah dapat istirahat. Ruangan kelas itu berdengung dengan ocehan. Semua orang dan...")
 
Line 4: Line 4:
 
Ruangan kelas itu berdengung dengan ocehan. Semua orang dan komplotan mereka telah terlepas dari rantai pekerjaan sekolah, dan sekarang mereka berbincang-bincang dengan familiernya dengan teman mereka mengenai rencana mereka setelah sekolah dan apa yang mereka tonton di televisi, yadda yadda yadda. Kata-kata mereka masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga yang lain. Percakapan mereka mungkin saja dalam bahasa asing berdasarkan dari apa saja yang aku mengerti dari perbincangan mereka. Aku mungkin saja tidak ada di dalam sini sama sekali.
 
Ruangan kelas itu berdengung dengan ocehan. Semua orang dan komplotan mereka telah terlepas dari rantai pekerjaan sekolah, dan sekarang mereka berbincang-bincang dengan familiernya dengan teman mereka mengenai rencana mereka setelah sekolah dan apa yang mereka tonton di televisi, yadda yadda yadda. Kata-kata mereka masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga yang lain. Percakapan mereka mungkin saja dalam bahasa asing berdasarkan dari apa saja yang aku mengerti dari perbincangan mereka. Aku mungkin saja tidak ada di dalam sini sama sekali.
   
Aku mendapat firasat hari ini ocehannya lebih hidup dari biasanya. Kemungkinannya, itu karena guru yang bertugas di ''homeroom'' telah mengumumkan bahwa kami akan memilih kelompok kami sendiri untuk “tur tempat kerjanya”. Meskipun akan ada ''homeroom'' yang lebih lama dari biasanya lusa untuk menentukan kelompoknnya dan dimana mereka akan pergi, teman sekelasku selalu satu langkah di depan. Percakapannya itu kira-kira tidak begitu mengatakan “dimana kamu akan pergi?” dibanding dengan mengatakan “dengan siapa kamu pergi?” Hampir semua orang dalam kelas sedang membuat rencana spesial untuk dapat bersama dengan yang mereka inginkan.
+
Aku mendapat firasat hari ini ocehannya lebih hidup dari biasanya. Kemungkinannya, itu karena guru yang bertugas di ''homeroom'' telah mengumumkan bahwa kami akan memilih kelompok kami sendiri untuk “tur tempat kerjanya”. Meskipun akan ada ''homeroom'' yang lebih lama dari biasanya lusa untuk menentukan kelompoknya dan dimana mereka akan pergi, teman sekelasku selalu satu langkah di depan. Percakapannya itu kira-kira tidak begitu mengatakan “dimana kamu akan pergi?” dibanding dengan mengatakan “dengan siapa kamu pergi?” Hampir semua orang dalam kelas sedang membuat rencana spesial untuk dapat bersama dengan yang mereka inginkan.
   
 
Itu semua sangat jelas. Sekolah bukan hanya tempat dimana kamu mengikuti kelas. Pada intinya, sekolah adalah sebuah dunia masyarakat yang kecil, sebuah kebun miniatur yang dihuni oleh segala jenis manusia di dunia ini. Dan jadi di SMA orang-orang berperang dan bertikai dalam bentuk meng''bully'', dan sama seperti masyarakat yang memiliki jenjang SMA juga memiliki hierarki sosial yang jelas. Tentu saja, karena menganut demokrasi, teori kekuatan jumlah juga berlaku. Mayoritas – dan mereka dengan mayoritas teman – berkuasa.
 
Itu semua sangat jelas. Sekolah bukan hanya tempat dimana kamu mengikuti kelas. Pada intinya, sekolah adalah sebuah dunia masyarakat yang kecil, sebuah kebun miniatur yang dihuni oleh segala jenis manusia di dunia ini. Dan jadi di SMA orang-orang berperang dan bertikai dalam bentuk meng''bully'', dan sama seperti masyarakat yang memiliki jenjang SMA juga memiliki hierarki sosial yang jelas. Tentu saja, karena menganut demokrasi, teori kekuatan jumlah juga berlaku. Mayoritas – dan mereka dengan mayoritas teman – berkuasa.
Line 110: Line 110:
 
“Aku hanya… apa…?”
 
“Aku hanya… apa…?”
   
  +
[[Image:YahariLoveCom_v2-075.png|thumb|200px]]
yahari2-075
 
   
 
Totsuka tersenyum lebar padaku, matanya agak berkabut karena emosi dalamnya. Apa-apaan? Apakah aku mulai menjalani kehidupan yang memuaskan? Tuhan berkati riajuu (penyelamatku!). Aku tiba-tiba mengerti kebenarannya.
 
Totsuka tersenyum lebar padaku, matanya agak berkabut karena emosi dalamnya. Apa-apaan? Apakah aku mulai menjalani kehidupan yang memuaskan? Tuhan berkati riajuu (penyelamatku!). Aku tiba-tiba mengerti kebenarannya.

Revision as of 16:44, 22 November 2014

Bab 3: Hayama Hayato Selalu Di Balik Semua Hal

Lonceng tanda istirahat, tapi aku tidak pernah dapat istirahat.

Ruangan kelas itu berdengung dengan ocehan. Semua orang dan komplotan mereka telah terlepas dari rantai pekerjaan sekolah, dan sekarang mereka berbincang-bincang dengan familiernya dengan teman mereka mengenai rencana mereka setelah sekolah dan apa yang mereka tonton di televisi, yadda yadda yadda. Kata-kata mereka masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga yang lain. Percakapan mereka mungkin saja dalam bahasa asing berdasarkan dari apa saja yang aku mengerti dari perbincangan mereka. Aku mungkin saja tidak ada di dalam sini sama sekali.

Aku mendapat firasat hari ini ocehannya lebih hidup dari biasanya. Kemungkinannya, itu karena guru yang bertugas di homeroom telah mengumumkan bahwa kami akan memilih kelompok kami sendiri untuk “tur tempat kerjanya”. Meskipun akan ada homeroom yang lebih lama dari biasanya lusa untuk menentukan kelompoknya dan dimana mereka akan pergi, teman sekelasku selalu satu langkah di depan. Percakapannya itu kira-kira tidak begitu mengatakan “dimana kamu akan pergi?” dibanding dengan mengatakan “dengan siapa kamu pergi?” Hampir semua orang dalam kelas sedang membuat rencana spesial untuk dapat bersama dengan yang mereka inginkan.

Itu semua sangat jelas. Sekolah bukan hanya tempat dimana kamu mengikuti kelas. Pada intinya, sekolah adalah sebuah dunia masyarakat yang kecil, sebuah kebun miniatur yang dihuni oleh segala jenis manusia di dunia ini. Dan jadi di SMA orang-orang berperang dan bertikai dalam bentuk mengbully, dan sama seperti masyarakat yang memiliki jenjang SMA juga memiliki hierarki sosial yang jelas. Tentu saja, karena menganut demokrasi, teori kekuatan jumlah juga berlaku. Mayoritas – dan mereka dengan mayoritas teman – berkuasa.

Aku menonton tingkah teman sekelasku dengan daguku bersandar pada tanganku dan mataku setengah tertutup. Aku cukup tidur belakangan ini dan itu tidak seperti aku lelah atau semacamnya, tapi karena aku menghabiskan jam istirahat makan siangku seperti ini sejak aku kecil, tertidur sudah menjadi refleks terkondisi bagiku.

Saat pandanganku meredup dan aku sedang terkantuk-kantuk, aku digoyang bangun oleh sepasang tangan kecil. Ketika aku mengangkat wajahku yang mengantuk, Totsuka Saika sedang duduk di tempat duduk di depanku.

“Pagi,” Totsuka menyapaku dengan senyuman kecil.

Diriku berkobar.

“…tolong buatkan sarapan untukku setiap pagi.”

“H-huh?! Apa yang kamu…?”

“Oh, tidak ada apa-apa. Aku hanya setengah-tertidur.”

Lontong, aku menyatakan cintaku padanya tanpa berpikir. Sial, mengapa dia begitu terlampau imut? Tapi dia itu laki-laki! Laki-laki! Laki-laki?? …toh tidap seperti dia akan membuatkan sarapan bagiku setiap pagi.

Hening sejenak. “Jadi ada apa?” tanyaku.

“Tidak banyak…” sahutnya. “Aku hanya berpikir untuk mengatakan halo padamu karena kamu ada disana, Hikigaya-kun… apakah aku menganggumu?”

“Nah, tidak sedikitpun. Sebenarnya, aku akan senang kamu berbincang denganku empat-sampai-enam jam sehari.” Selagi membicarakannya, aku akan senang dia memberitahuku dia mencintaiku selama empat-sampai-enam jam sehari.

“Kalau begitu, aku harus ada bersamamu sepanjang waktu, kamu tahu?” Totsuka tertawa dengan imut, meletakkan tangan di atas mulutnya. Dan lalu, seakan sedang menyadari sesuatu, dia menepukkan tangannya dan memejamkan matanya untuk bertanya. “Hikigaya-kun, apakah kamu sudah memutuskan dimana kamu akan pergi untuk tur tempat kerjanya?”

“Apa yang akan terjadi, akan terjadi dan yang tidak, tidak akan terjadi,” kataku.

Bingung dengan apa yang kukatakan, Totsuka menatapi wajahku dan mengangkat kepalanya sedikit . Aku menangkap pandangan celah antara kerah baju olahraganya dengan tulang selangkanya dan memalingkan pandanganku tanpa sadar. Bagaimana dia bisa memiliki kulit secantik itu? Sabun mandi apa yang dia gunakan?

“Ahh, singkatnya apa yang kumaksud adalah aku tidak peduli kemana aku pergi,” jawabku. “Semua tempat selain rumahku semuanya sama bagiku. Sama sama tak berharga.”

“Oooh, kadang-kadang kamu memakai kata-kata sulit, Hikigaya-kun.” Aku tidak ingat mengatakan sepatahpun kata yang sulit, tapi Totsuka membuat suara kagum, seakan kata-kataku meninggalkan kesan yang mendalam padanya.

Aku punya firasat Totsuka bisa saja bersendawa dan level rasa sukaku padanya tetap akan bertambah. Tapi fakta bahwa dia adalah jenis karakter yang dapat menaikkan level rasa sukamu tidak peduli apa yang dia katakan itu menakutkan dalam satu cara. Aku sudah di ambang menuruni jalan yang namanya tidak boleh disebut.

“Jadi… kamu sudah memutuskan dengan siapa kamu akan pergi, huh?” Totsuka Saika menatap pada mataku dengan ragu-ragu, tapi yang tidak diragukan lagi mendesak.

Aku tidak tah bagaimana menafsirkan apa yang dia katakan. Kata-katanya seakan seperti memiliki makna “Aku ingin pergi denganmu tapi karena kamu sudah memutuskannya, sungguh mengecewakan, huh?” di dalamnya.

Itu sudah cukup untuk membuatku was-was.

Serangan tiba-tiba Totsuka mendobrak dengan hebat pintu ke memoriku. Memang, sesuatu seperti ini juga terjadi dahulu kala…

Kamu tahu, ketika aku kecil masih SMP kelas 8 dan aku dipaksa menjadi ketua kelas, kandidat yang lain adalah seorang gadis imut yang tersenyum padaku dan berkata, “Ayo kita lakukan yang terbaik tahun ini”…

Uuuurk! Sial! Sekali lagi, aku hampir dibohongi oleh kata-kata yang sepenuhnya tidak dapat dipahami itu. Aku tidak akan dilukai lagi.

Aku sudah melalui itu semua sekali. Seorang penyendiri yang terlatih itu sekali jalan terkena, dua kali jalan tahu, tiga kali jalan jera[1]. Pernyataan cinta sebagai pinalti kalah dalam bermain gunting batu kertas, surat cinta palsu yang ditulis oleh para laki-laki yang menuliskan apa yang didikte para gadis pada mereka – Aku tidak ingin berurusan dengan itu semua. Aku seorang veteran perang. Tidak ada yang lebih pandai kalah daripada aku.

Oke. Tenang. Pada saat-saat seperti ini, cukup pakai Mirror Move[2] – itu memakai usaha yang paling sedikit. Singkatnya, Fe@row itu pasti seorang penyendiri di antara para penyendiri.

Jadi aku menjawab sebuah pertanyaan dengan sebuah pertanyaan.

“Apakah kamu sudah memutuskan dengan siapa kamu pergi?”

“A-Aku?” Tercengang pertanyaannya dibalikkan pada dirinya, pipi Totsuka memerah. “Aku, um, sudah memutuskan.” Dia menutup matanya sedikit dan mengintipku dari samping akan reaksiku.

Meh, itulah hidup, kurasa. Totsuka itu anggota klub tenis, yang singkatnya berarti dia mempunyai komunitas khususnya sendiri yang diikutinya dan sudah pasti bahwa dia akan memiliki koneksi. itu jelas dia akan memiliki teman di dalam kelas ini.

Aku, di sisi lain, telah mengikuti sebuah klub yang merupakan sebuah bangsal isolasi bagi murid canggung di sekolah, jadi tidak mungkin aku bisa berteman.

“Ketika aku memikirkannya – sebenarnya, aku bahkan tidak perlu memikirkannya – Aku tidak mempunyai satupun teman laki-laki.”

“Er, uh… Hikigaya-kun…” Totsuka berkata dengan suara kecil. “Aku laki-laki, kamu tahu…”

Dia begitu imut, aku tidak bisa mendengarnya dengan baik.

Tapi omong-omong, itu perasaan yang aneh bahkan hanya berbicara dengan seseorang di dalam kelas. Semenjak semua kejadian tentang tenis klub itu, orang-orang mengatakan mungkin dua atau tiga kata padaku ketika mereka melihatku. Setelah aku mempertimbang-timbangkannya, bisakah aku benar-benar menyebut mereka temanku? Aku meragukannya. Jika hanya obrolan selevel itu, itu tidak ada masalah entahkan kita mengenal satu sama lain – terserah, kami bisa saja sepenuhnya asing bagi satu sama lain. Contohnya, ketika kamu mengantri untuk membeli ramen, kamu mungkin mengadakan percakapan seperti, “Ramai, huh?” “Aku muak antri setiap hari.” Tapi kamu tidak akan menyebut mereka teman.

Inilah bagaimana teman seharusnya:

“Hayato-kun, kamu sudah memutuskan dimana kamu akan pergi?”

“Aku sedadng berpikir tentang tempat yang berkaitan dengan perusahaan media atau multinasional.”

“Whoa, men, kamu begitu kompeten. Hayato, kamu seperti supermen atau semacamnya. Tapi kita sedang pada usia itu, ente tahu? Aku begitu respek pada orangtuaku belakangan ini.”

“Kita perlu lebih sibuk dari sekarang ini, eh?”

“Kamu mengatakannya, bro. Tapi jangan lupa kita semua anak-anak di dalam hati kita.”

Bukankah itu jenis perasaan yang dimiliki teman? Menjadi teman itu mungkin menjadi dapat berbicara dengan satu sama lain tanpa memerdulikan apapun. Aku akan meledak tertawa di tengah-tengah, jadi pertemanan itu sepenuhnya tidak memungkinkan bagiku. Apa omong kosong itu tentang mengrespek orangtuamu? Apakah orang itu pikir dia itu semacam rapper?

Hayama Hayato dikelilingi oleh tiga lelaki dan dia sedang berbinar-binat, sama seperti yang biasa dilakukannya. Kira-kira hampir semua orang senang memanggilnya Hayato, dan Hayama juga bersedia memanggil mereka dengan nama depan mereka. Tindakan “pertemanan” yang satu itu merupakan pemandangan yang cukup menghangatkan hati.

Tapi aku dapat melihat mereka hanya berpura-pura merasakan tali pertemanan satu sama lain dengan memanggil satu sama lain dengan nama depan mereka. Memanggil orang dengan nama depan mereka adalah sesuatu yang terjadi di dalam drama, komik manga dan anme. Penampilan mereka persis seperti apa yang di naskah. Mereka hanya ingin menjilat-jilati satu sama lain.

…tapi tidak ada ruginya mencoba sedikit sendiri, benar? Itu akan menjadi sebuah pengalaman. (Aku tidak ada masalah dengan komik manga yang belum kubaca, hanya orang-orang yang menggambarnya yang ada. Walau jika aku mencoba membacanya dan ternyata tidak bagus, aku akan meninju pelukisnya dengan setiap ons kekuatan dalam tubuhku.)

Eksperimennya: akankah memanggil seseorang dengan nama depan mereka mengubah hubunganmu dengan mereka.

“Saika.”

Ketika aku memanggil nama Totsuka, Totsuka tidak mengatakan apa-apa. Dia menjadi kaku. Matanya melebar dan dia mengedip dua atau tiga kali. Mulutnya ternganga.

Lihat apa yang kumaksud? itu tidak membuatmu lebih akrab. Biasanya, memanggil seseorang dengan nama depan mereka ketika kamu masih belum mendapatkan kekaribannya hanya akan menjengkelkan mereka. Seperti, ketika Zaimokuza memanggilku ‘Hachiman’, Aku terang-terangan mengabaikannya. Apa yang sedang coba kukatakan adalah ketika babi riajuu itu (HA!) melakukan semua itu, mereka berbohong dan berpura-pura tidak marah.

Aku rasa aku seharusnya meminta maaf pada Totsuka untuk sekarang. “Ah, maaf tentang barusan…”

“…Aku begitu senang. Itu adalah yang pertama kalinya kamu memanggilku dengan nama depanku.”

“Aku hanya… apa…?”

YahariLoveCom v2-075.png

Totsuka tersenyum lebar padaku, matanya agak berkabut karena emosi dalamnya. Apa-apaan? Apakah aku mulai menjalani kehidupan yang memuaskan? Tuhan berkati riajuu (penyelamatku!). Aku tiba-tiba mengerti kebenarannya.

Totsuka melihat ke atas padaku dan mengosongkan tenggorokannya. “Jadi, um… bolehkah aku memanggilmu Hikki?”

“Sama sekali tidak boleh.”

Tidak, benar tidak. Sekarang ini, hanya ada satu orang yang memanggilku dengan julukan yang sangat menjijikan itu, dan jika itu menular gawat aku. Melihat bagaimana aku menolak untuk bergeming, Totsuka terlihat agak kecewa untuk sesaat, namun kemudian dia mengosongkan tenggorokannya dan mencoba lagi. “Bagaimana dengan… Hachiman?”

DING DING DING!

Suara itu bergema di dalam telingaku.

“K-Katakan itu lagi!”

Totsuka tersenyum samar, bingung dengan permintaanku yang tidak masuk akal. Dia terlihat imut bahkan ketika dia bermasalah – kecuali aku yang sedang dalam masalah.

“…Hachiman,” dia berkata dengan malu-malu, melihat reaksiku dari celah jari-jarinya.

“Hachiman?” dia berkata dengan tanda tanya, memiringkan kepalanya sedikit.

“Hachiman! Apakah kamu mendengarku?” dia berkata dengan geram, mengembangkan pipinya.

Melihat ekspresi sedikit marah Totsuka sudah cukup untuk membawaku kembali ke alam sadar. Oh sial, aku membiarkan diriku terpesona akan keimutannya yang bukan main tanpa berpikir panjang…

“Uh, uhhhh. Maaf. Apa yang sedang kita bicarakan lagi?” Aku berpura-pura sedang melamun, tapi sebenarnya aku sedang menuliskan catatan mental mengenai hasil eksperimenku.

Kesimpulan: Totsuka sangat imut ketika kamu memanggilnya dengan nama depannya.

Catatan Translasi

<references>

  1. Ori: once bitten ,twice shy
  2. Salah satu kemampuan pokemon. Contoh : Fearow, Pidgeon, Spearow