Editing The World God Only Knows Bahasa Indonesia:Volume 2 Chapter 1

Jump to navigation Jump to search

Warning: You are not logged in. Your IP address will be publicly visible if you make any edits. If you log in or create an account, your edits will be attributed to your username, along with other benefits.

The edit can be undone. Please check the comparison below to verify that this is what you want to do, and then save the changes below to finish undoing the edit.

Latest revision Your text
Line 1: Line 1:
  +
{{Incomplete|percentage=53}}
  +
 
==Chapter 1: Permainan yang Terkutuk==
 
==Chapter 1: Permainan yang Terkutuk==
   
 
Di dunia ini, ada orang-orang yang memiliki indera penciuman luar biasa.
 
Di dunia ini, ada orang-orang yang memiliki indera penciuman luar biasa.
   
Seorang produser tenar yang membesarkan banyak penyanyi terkenal pernah berkata: “Orang yang sesungguhnya pasti akan terlihat berkilauan.” Ini bukan sekedar ungkapan hiperbola, namun di mata seorang produser, para musisi yang memiliki potensi tampak seolah-olah diselimuti cahaya.
+
Seorang produser tenar yang membesarkan banyak penyanyi terkenal pernah berkata: “Orang yang sesungguhnya pasti akan terlihat berkilauan.” Ini bukan sekedar hiperbola, namun di mata seorang produser, para musisi yang memiliki potensi tampak seolah-olah diselimuti cahaya.
   
Tak peduli apakah mereka tampil di <i>live house</i> <ref> tempat di mana band-band indie bebas tampil </ref> kecil atau di pinggir jalan, produser dengan kemampuan itu dapat menggunakan matanya untuk mencari penyanyi-penyanyi yang berpeluang untuk sukses. Dan produser mengambil keputusan berdasarkan seberapa penyanyi tersebut bersinar.
+
Tak peduli apakah mereka tampil di live house <ref> tempat di mana band-band indie bebas tampil </ref> kecil atau di pinggir jalan, produser dengan kemampuan itu dapat menggunakan matanya untuk mencari penyanyi-penyanyi yang berpeluang untuk sukses. Dan produser mengambil keputusan berdasarkan seberapa penyanyi tersebut bersinar.
   
 
Dengan kata lain, ini disebut ‘Seni Pengenalan’.
 
Dengan kata lain, ini disebut ‘Seni Pengenalan’.
Line 325: Line 327:
 
Dia mengangkat kotak itu ke atas.
 
Dia mengangkat kotak itu ke atas.
   
<i>'Favor of Western Lantern'</i><ref>(T/L Note: kalau di terjemahkan menjadi 'Kebaikan Lampion Barat', karena tidak terlalu keren, makanya digunakan kata EN)</ref>
+
'Favor of Western Lantern'(T/L Note: kalau di terjemahkan menjadi 'Kebaikan Lampion Barat', karna tidak terlalu keren, makanya digunakan kata EN)
   
 
Terdapat label seperti itu di kotaknya, dan bungkusanya kelihatan sedikit aneh, hanya terdapat gambar gadis berambut putih. Ini seharusnya game bishoujo, sejujurnya, game tersebut tidak kelihatan begitu menarik. Meskipun demikian, untuk berberapa alasan, Keima kelihatan seperti seorang anak kecil yang menemukan harta berharga, pada saat bersamaan membuang debu yang ada di kotak itu seraya berjalan di kasir.
 
Terdapat label seperti itu di kotaknya, dan bungkusanya kelihatan sedikit aneh, hanya terdapat gambar gadis berambut putih. Ini seharusnya game bishoujo, sejujurnya, game tersebut tidak kelihatan begitu menarik. Meskipun demikian, untuk berberapa alasan, Keima kelihatan seperti seorang anak kecil yang menemukan harta berharga, pada saat bersamaan membuang debu yang ada di kotak itu seraya berjalan di kasir.
Line 372: Line 374:
 
"Kami nii-sama, tolong mulailah untuk menaruh sedikit rasa curiga, tolonglah?"
 
"Kami nii-sama, tolong mulailah untuk menaruh sedikit rasa curiga, tolonglah?"
   
Kemudian, semuanya sudah terlambat. Pada saat bersamaan, Keima mengambil 1 yen untuk membeli game ini, game yang disebut-sebut game fantasi bishoujo, dengan nama "<i>Favor of the Western Lantern</i>"
+
Kemudian, semuanya sudah terlambat. Pada saat bersamaan, Keima mengambil 1 yen untuk membeli game ini, game yang disebut-sebut game fantasi bishoujo, dengan nama "Favor of the Western Lantern"
 
 
"1.000 yen?"
 
"1.000 yen?"
   
Line 402: Line 403:
 
"Kami nii-sama, tolong mulailah untuk menaruh sedikit rasa curiga, tolonglah?"
 
"Kami nii-sama, tolong mulailah untuk menaruh sedikit rasa curiga, tolonglah?"
   
Kemudian, semuanya sudah terlambat. Pada saat bersamaan, Keima mengambil 1 yen untuk membeli game ini, game yang disebut-sebut game fantasi bishoujo, dengan nama "<i>Favor of the Western Lantern</i>"
+
Kemudian, semuanya sudah terlambat. Pada saat bersamaan, Keima mengambil 1 yen untuk membeli game ini, game yang disebut-sebut game fantasi bishoujo, dengan nama "Favor of the Western Lantern"
   
 
Setelah itu,
 
Setelah itu,
Line 576: Line 577:
 
Matanya kelihatan seperti terjangkit demamnya.(!<!-- Note: Siapa saja yang bias menterjemahkanya menjadi lebih baik, langsung diubah aja ya-->)
 
Matanya kelihatan seperti terjangkit demamnya.(!<!-- Note: Siapa saja yang bias menterjemahkanya menjadi lebih baik, langsung diubah aja ya-->)
   
"<i>Favor of the Western Lantern</i>."
+
"Favor of the Western Lantern."
   
Dia secara cepat mengangkat softwere <ref>(T/L Note: arti yang lebih mendekati disini seperti CD PS 1 atau sejenisnya) di tangan kananya tepat di depannya </ref>.
+
Dia secara cepat mengangkat softwere (T/L Note: arti yang lebih mendekati disini seperti CD PS 1 atau sejenisnya) di tangan kananya tepat di depannya.
   
 
"Ini adalah versi aslinya."
 
"Ini adalah versi aslinya."
Line 612: Line 613:
 
Dan rambut tersebut seharusnya tidak ada di rumah, rambut berwarna putih dengan panjang yang tidak alami.
 
Dan rambut tersebut seharusnya tidak ada di rumah, rambut berwarna putih dengan panjang yang tidak alami.
   
Pada saat bersamaan, ketika Keima mengurung diri di kamarnya, dan ketika Elsie memungut rambut berwarna putih, di kuil tertentu yang letaknya jauh dari kota Majima, seorang miko <ref>(T/L Note: bagi yang tidak tahu apa itu miko, wiki dan google adalah teman kalian)</ref> tiba-tiba membuka matanya.
+
Pada saat bersamaan, ketika Keima mengurung diri di kamarnya, dan ketika Elsie memungut rambut berwarna putih, di kuil tertentu yang letaknya jauh dari kota Majima, seorang miko (T/L Note: bagi yang tidak tahu apa itu miko, wiki dan google adalah teman kalian) tiba-tiba membuka matanya.
   
 
Dia sedang duduk seiza di dalam kamar berlantaikan kayu, kedua lututnya sedikit terpisah, dan tangannya diletakkan di atas lututnya. Belakang yang tegak, dan posisi seiza tersebut menunjukkan keheningan dan disiplin.
 
Dia sedang duduk seiza di dalam kamar berlantaikan kayu, kedua lututnya sedikit terpisah, dan tangannya diletakkan di atas lututnya. Belakang yang tegak, dan posisi seiza tersebut menunjukkan keheningan dan disiplin.
Line 1,086: Line 1,087:
 
“Aku masih, merasa, kalau ini agak aneh.”
 
“Aku masih, merasa, kalau ini agak aneh.”
   
Sejak dia membeli ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’, jelas ada sesuatu yang salah dengan Keima. Meskipun begitu, seperti yang semua orang katakan, sikap dan tingkah laku Keima memang jauh dari ‘kewajaran’. Tetapi, Elsie bisa mengatakan.
+
Sejak dia membeli ‘Favor of the Western Lantern’, jelas ada sesuatu yang salah dengan Keima. Meskipun begitu, seperti yang semua orang katakan, sikap dan tingkah laku Keima memang jauh dari ‘kewajaran’. Tetapi, Elsie bisa mengatakan.
   
 
Entah mengapa.
 
Entah mengapa.
Line 1,124: Line 1,125:
 
Kapan dia memainkan game itu?
 
Kapan dia memainkan game itu?
   
Game yang bernama ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’.
+
Game yang bernama ‘Favor of the Western Lantern’.
   
Elsie sangat mengerti bahwa sekali Keima serius, dia dapat memecahkan game itu dengan kecepatan yang jauh melampaui kemampuan manusia. Tapi, bahkan setelah membeli game itu dan menghabiskan beberapa waktu, ia tidak terlihat berhasil menaklukkan ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’. Dia sudah menjelaskan semua tentang game itu pada Elsie. Jika dia menaklukkannya, paling tidak dia akan menceritakan perasaannya.
+
Elsie sangat mengerti bahwa sekali Keima serius, dia dapat memecahkan game itu dengan kecepatan yang jauh melampaui kemampuan manusia. Tapi, bahkan setelah membeli game itu dan menghabiskan beberapa waktu, ia tidak terlihat berhasil menaklukkan ‘Favor of the Western Lantern’. Dia sudah menjelaskan semua tentang game itu pada Elsie. Jika dia menaklukkannya, paling tidak dia akan menceritakan perasaannya.
   
 
Ngomong-ngomong,
 
Ngomong-ngomong,
Line 1,132: Line 1,133:
 
Seluruh situasinya malah bertambah aneh.
 
Seluruh situasinya malah bertambah aneh.
   
Dari apa yang biasanya Keima lakukan, mestinya dia akan mengurung diri di kamar dan memainkan ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’ itu sepanjang hari.
+
Dari apa yang biasanya Keima lakukan, mestinya dia akan mengurung diri di kamar dan memainkan ‘Favor of the Western Lantern’ itu sepanjang hari.
   
 
Itu kembali menimbulkan pertanyaan,
 
Itu kembali menimbulkan pertanyaan,
Line 1,142: Line 1,143:
 
Tapi, Keima berangkat ke sekolah dan berbicara dengan Mari seperti biasa setelah sampai di rumah, membaur ‘dengan senang hati’ dengan anggota keluarganya di ruang keluarga.
 
Tapi, Keima berangkat ke sekolah dan berbicara dengan Mari seperti biasa setelah sampai di rumah, membaur ‘dengan senang hati’ dengan anggota keluarganya di ruang keluarga.
   
Kalau begitu, kapan dia punya waktu untuk memainkan ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’ yang akhirnya ia dapatkan…
+
Kalau begitu, kapan dia punya waktu untuk memainkan ‘Favor of the Western Lantern’ yang akhirnya ia dapatkan…
   
 
“Jangan-jangan…malam hari?”
 
“Jangan-jangan…malam hari?”
Line 1,247: Line 1,248:
   
 
Elsie mengeluarkan suara aneh jauh di dalam tenggorokannya dan nyaris pingsan. Matanya tak bisa berpaling dari makhluk itu, dan ia tidak bisa melakukan apa-apa. Di balik kegelapan, ia dapat melihat sosok makhluk itu, namun entah mengapa, ia sama sekali tidak bisa melihat wajahnya.
 
Elsie mengeluarkan suara aneh jauh di dalam tenggorokannya dan nyaris pingsan. Matanya tak bisa berpaling dari makhluk itu, dan ia tidak bisa melakukan apa-apa. Di balik kegelapan, ia dapat melihat sosok makhluk itu, namun entah mengapa, ia sama sekali tidak bisa melihat wajahnya.
 
 
[[Image:TWGOK 02 009.jpg|thumb]]
 
   
   
Line 1,443: Line 1,441:
 
Ada rambut seperti ini?
 
Ada rambut seperti ini?
   
Pikiran-pikiran Elsie terhubung . Sosok misterius itu, <i>software game</i> yang Keima beli, dan seutas rambut putih yang jatuh tepat di depan kamarnya.
+
Pikiran-pikiran Elsie terhubung . Sosok misterius itu, ‘’’software game’’’ yang Keima beli, dan seutas rambut putih yang jatuh tepat di depan kamarnya.
   
 
Jadi, ia pun menyimpulkan.
 
Jadi, ia pun menyimpulkan.
Line 1,707: Line 1,705:
 
Keima akan mengatainya, dan Elsie akan berkata dengan percaya diri,
 
Keima akan mengatainya, dan Elsie akan berkata dengan percaya diri,
   
“Mururuka, ya Mururuka. Itu binatang berhidung bengkok yang sangat bergizi dan hidup di sungai Sanzu<ref> menurut kepercayaan di Jepang, Sanzu adalah sungai yang harus diseberangi orang yang mati ketika menuju akhirat.</ref>!”
+
“Mururuka, ya Mururuka. Itu binatang berhidung bengkok yan gsangat bergizi dan hidup di sungai Sanzu!”
   
 
“Ja, jawaban macam apa itu!? Mana bisa aku makan benda seberbahaya itu setelah mendengarkan penjelasanmu?”
 
“Ja, jawaban macam apa itu!? Mana bisa aku makan benda seberbahaya itu setelah mendengarkan penjelasanmu?”
Line 1,717: Line 1,715:
 
“…”
 
“…”
   
Keima menggerakkan sumpitnya tanpa suara dan memakan makanannya dengan suapan besar, tanpa sama sekali mengeluarkan protes.
+
Keima actually menggerakkan sumpitnya tanpa suara dan memakan makanannya dengan suapan besar, tanpa sama sekali mengeluarkan protes.
   
 
Elsie mulai merasa depresi lagi.
 
Elsie mulai merasa depresi lagi.
   
“La, lalu, kami nii-sama.”
+
“The, then, kami nii-sama.”
   
 
Itu adalah alasan.
 
Itu adalah alasan.
Line 1,729: Line 1,727:
 
“Eh, eh.”
 
“Eh, eh.”
   
  +
She timidly opened her mouth.
Dengan gugup ia membuka mulut.
 
   
 
“Yah.”
 
“Yah.”
Line 1,953: Line 1,951:
 
Sementara awan-awan itu bergerak, rembulan sesekali muncul, menyinari tanah yang berlumpur, terlihat terang sekaligus suram pada waktu yang sama.
 
Sementara awan-awan itu bergerak, rembulan sesekali muncul, menyinari tanah yang berlumpur, terlihat terang sekaligus suram pada waktu yang sama.
   
<i>Tabi </i><ref> kaos kaki tradisional Jepang. Pada bagian jari-jarinya dipisah menjadi dua bagian. </ref> putih dijejakkan keras ke dalam genangan air saat seorang miko muncul.
+
Tabi <ref> kaos kaki tradisional Jepang. Pada bagian jari-jarinya dipisah menjadi dua bagian. </ref> putih dijejakkan keras ke dalam genangan air saat seorang miko muncul.
   
 
“Di sini, ya…”
 
“Di sini, ya…”
Line 1,961: Line 1,959:
 
Papan nama di kafé itu,
 
Papan nama di kafé itu,
   
Bertuliskan kata <i>‘Grandpa’</i>.
+
Bertuliskan kata ‘Grandpa’.
   
   
Line 1,998: Line 1,996:
 
Tapi Elsie tidak benar-benar paham cara kerjanya, dan ia tidak tahu di mana benda tersebut dipasang. Ia sama sekali tidak tahu bagaimana cara menanganinya.
 
Tapi Elsie tidak benar-benar paham cara kerjanya, dan ia tidak tahu di mana benda tersebut dipasang. Ia sama sekali tidak tahu bagaimana cara menanganinya.
   
Pada saat yang sama, ia merasa agak bingung.
+
At the same time, ia merasa agak bingung.
   
 
Jika semua ‘listrik’ di rumah ini tidak bisa digunakan,
 
Jika semua ‘listrik’ di rumah ini tidak bisa digunakan,
Line 2,027: Line 2,025:
   
 
Bagaikan benda basah yang berjalan mendekat.
 
Bagaikan benda basah yang berjalan mendekat.
 
Sesuatu memanjat keluar dari kamar mandi.
 
 
Elsie tiba-tiba merasa darahnya membeku.
 
 
Ia mulai gemetaran tak terkontrol, dan melihat…
 
 
Di depan koridor itu,
 
 
Ada sesuatu yang mendekam.
 
 
Makhluk basah dan berlendir itu.
 
 
Mengangkat wajahnya.
 
 
Wajah?
 
 
Tidak, makhluk itu,
 
 
Tidak mempunyai wajah.
 
 
Bagian depan kepalanya rata dan kosong.
 
 
Makhluk itu mengenakan gaun terusan putih, tangan dan kakinya membengkok dengan aneh bagaikan kera yang mendekam di tempat itu.
 
 
Sementara Elsie mengawasinya, tangan dan kaki makhluk itu membuka seperti kera.
 
 
Elsie menangis.
 
 
Dalam kegelapan yang hanya disinari cahaya putih keperakan dari rembulan.
 
 
“KYAAH!”
 
 
Namun, tubuhnya,
 
 
Kaku.
 
 
Tidak bisa digerakkan.
 
 
Ia tidak bisa lari.
 
 
“~”
 
 
Suaranya semakin parau meskipun ia ingin menyeret tubuhnya dan lari dengan sekuat tenaga.
 
 
Tetapi, makhluk berwujud misterius itu seperti mengeluarkan medan magnet yang kuat sehingga Elsie tidak bisa berpaling.
 
 
Udara di koridor itu semakin dingin.
 
 
Kakinya sangat kaku.
 
 
Akan tetapi, ia sudah hampir pingsan di lantai. Elsie terpaku di tempat itu, sama sekali tak bisa melakukan apa-apa, bagaikan bagaikan kecil yang menghadapi pemangsanya.
 
 
“Hau.”
 
 
Saat Elsie sudah sangat putus asa dan hampir menangis.
 
 
“Chichichichichichichi!!!”
 
 
TAP! Wanita itu berlari maju.
 
 
Dan di tengah koridor, makhluk itu menggunakan anggota geraknya yang seperti binatang itu untuk meloncat. Setelah momen ketegangan yan gganjil dan panjang.
 
 
“EH!”
 
 
Tepat saat ia hampir mendarat di atas tubuh Elsie.
 
 
“Mundurlah, makhluk kotor!!”
 
 
Suara bernada tinggi terdengar dari sekitar tempat itu.
 
 
Serangan yang kuat dan bersih menyerempet Elsie dari belakang.
 
 
Membuat rambutnya berkibar ke depan.
 
 
“Chi~”
 
 
Wanita berwujud aneh itu terkena serangan dan ambruk ke lantai koridor. Ia kemudian membalikkan tubuhnya dan menatap bagaikan binatang buas.
 
 
“Ah.”
 
 
Elsie dengan tegang menoleh. Di belakangnya,
 
 
“…Kotor sekali.”
 
 
Menggenggaam <i>chokutou</i> <ref> pedang tradisisonal Jepang yang bilahnya tidak bengkok. http://en.wikipedia.org/wiki/Chokut%C5%8D </ref>, seorang miko yang bertubuh seksi, tinggi, dn besar adengan lincah bergerak ke depan Elsie.
 
 
“…”
 
 
Elsie tak bisa mengatakan apa-apa.
 
 
Miko yang muncul di rumah keluarga Katsuragi itu mengangkat <i>chokutou</i> yang digantungi jimat pengusir arwah.
 
 
Dan dengan cepat berlari mendekati wanita berwujud aneh itu.
 
 
“Chi.”
 
 
Wanita berwujud aneh itu sedikit menundukkan wajahnya dan melihat sekelilingnya, tampaknya sedang mengawasi situasi. Kemudian,
 
 
“!”
 
 
Ia menghilang begitu saja ke dalam gumpalan asap, dan menyatu dengan kegelapan. Sang miko mendesah.
 
 
“…Dia kabur? Untung saja, dia tidak terlalu kuat.”
 
 
“Ah, uu.”
 
 
Perasaan tegang Elsie langsung mengendur, namun perubahan situasi yang mendadak ini membuatnya jatuh pingsan. Sang miko buru-buru menopang pinggangnya.
 
 
“Kita harus bergerak cepat. Itu pasti,”
 
 
Miko itu menatap Elsie,
 
 
“Kakakmu, 'kan? Tolong antar saya ke anak laki-laki yang memainkan ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’.”
 
 
Itu—
 
 
Sang miko menunjukkan ekspresi yang rumit.
 
 
“Itu adalah permainan terkutuk yang akan membawa kematian.”
 
 
Ia mengatakannya dengan serius.
 
 
Pada waktu yang bersamaan.
 
 
DURUDURUDURUDURUDURUDURU!!
 
 
Hiasan rambut Elsie mengeluarkan reaksi suara.
 
 
 
Pemandangan ini cukup mengesankan.
 
 
Pertama, sang miko yang duduk di lantai.
 
 
Dengan kontras yang mencolok antara warna putih dan merah gelapnya kostum miko.
 
 
“Halo, nama saya Akuragawa Shino. Saya datang dari Kuil Toyoboshi di Gunung Uryu.”
 
 
Ia membuka bibirnya yang dihiasi lipstik. Hidungnya sedikit mancung, dan kedua matanya jernih. Bagaimanapun, ia terlahir dengan wajah yang cantik ini. Rambut hitamnya yang tebal diikat dengan kain putih dan disampirkan di belakang.
 
 
Ia dengan sopan membungkuk, lalu mengangkat wajah putihnya.
 
 
“Saya benar-benar minta maaf karena tiba-tiba datang berkunjung malam ini.”
 
 
Proporsi tubuh miko ini sangat bagus sehingga Elsie pun, yang duduk di sebelahnya, merasa terkejut. Lekukan tubuhnya molek, dan ukuran dadanya sangat besar sampai-sampai ia ragu apakah seorang miko tidak pantas untuk berpenampilan seperti ini.
 
 
Ditambah lagi, ia cukup tinggi.
 
 
Baik karena wajah yang menarik perhatian ataupun gerakannya yang gemulai, bahkan andaikan ia menjadi seorang model, mungkin saja ia bisa segera berdiri di runway.
 
 
“…”
 
 
“…”
 
 
Sementara pemilik ruangan yang dihadapi sang miko,
 
 
“…”
 
 
“…”
 
 
Masih duduk di atas kursi memunggungi yang lainnya sambil terus bermain dan menekan-nekan keyboard. Ada beberapa layar yang saling terhubung tepat di depannya.
 
 
Elsie melirik sudut ruangan.
 
 
Ada sebuah mesin berbentuk kotak merah bergemuruh.
 
 
(Jadi listriknya berasal dari sana…)
 
 
Tentu saja, Elsie tidak tahu bahwa alat itu adalah generator darurat. Ukurannya kecil, namun dapat menyediakan daya yang cukup untuk beberapa komputer. Tentunya, rumah gamer biasa tidak mungkin menyediakan benda seperti ini. Tetapi Keima, yang telah mencapai mode dewa, sudah mempersiapkan segalanya dengan baik.
 
 
“…Boleh saya tahu namamu?”
 
 
Mendengar miko bernama Shino mengatakan ini,
 
 
“…Katsuragi Keima.”
 
 
Keima terus menghadapi mereka dengan punggungnya seraya menjawab dengan jelas.
 
 
Bagi Elsie, Keima sebenarnya bukan sedang bete, dan dia tidak berniat menghindari tamu yang tak diundang di rumah keluarga Katsuragi.
 
 
Dia bahkan membiarkan mereka masuk ke dalam kamarnya.
 
 
Tetapi.
 
 
“…”
 
 
“Katsuragi Keima. Nama yang bagus.”
 
 
Ia tidak terlihat ingin menjamu Shino.
 
 
Ia hanya tidak peduli.
 
 
Tidak peduli dan terus memainkan gamenya.
 
 
Patapata, dia terus menekan-nekan keyboard. Elsie terpesona oleh gerakan anggun jari-jarI itu. Gerakannya yang halus dan gesit itu, bagaikan milik seorang pianis.
 
 
Alis Shino berkerut.
 
 
“…Kau.”
 
 
Ia sedikit mengeraskan suaranya,
 
 
“Kau tahu game macam apa yang sedang kau mainkan,’ kan?”
 
 
Elsie merasa sangat takut hingga ia meringkuk.
 
 
Sebenarnya, sejak tadi ia sudah merasa penasaran. Dari beberapa layar, hanya layar di depannya yang menyala, layar yang pastinya menampilkan layar game ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’. Sejak saat ia mulai tinggal bersama ‘Dewa galge’ Keima, Elsie mempelajari beberapa hal tentang galge, sehingga ia tahu bahwa layar itu sangat berbeda dari layar galge biasa. Pertama, layar itu benar-benar gelap.
 
 
Di atas layar yang gelap itu, barisan kata-kata putih tergulung turun dengan cepat.
 
 
Keima melihat kata-kata itu dengan normal, tetapi Elsie tidak dapat memahami apa maksud dari sekumpulan paragraf yang kelihatannya tak berarti itu. Ada banyak perhitungan dan istilah bahasa Inggris. Kalau galge biasa, yang muncul di layar mestinya ilustrasi tokoh perempuan dan gambar jalanan. Namun, tampaknya dalam game ini tidak ada hal-hal itu.
 
 
Tidak, pasti ada. Namun cara menampilkannya yang tidak normal.
 
 
Sosok-sosok hitam yang tidak berbeda dengan bayangannya mendadak melayang melewati layar dan menghilang. Gadis berpenampilan biasa yang sepertinya tokoh perempuan game ini mendadak muncul tanpa peringatan apa pun dan pergi seperti tergulung keluar. Selain itu, adegan-adegan sedih akan muncul dari waktu ke waktu. ‘Aku ingin mati, aku ingin mati, aku ingin mati’. Teks-teks merah berhamburan di atasnya. Kalau boleh jujur,
 
 
Siapapun yang menonton ini akan merasa bahwa game ini sangat mengerikan.
 
 
“…”
 
 
Keima tidak menjawab dan hanya terus menekan keyboard dengan anggun. Setelah beberapa saat, ia menggeser tubuhnya ke samping dan mengerakkan bahunya,
 
 
Matanya terpicing seraya tetap memandangi layar.
 
 
Kelihatannya ia hanya menggeser tubuhnya.
 
 
Melihat Keima seperti ini, Shino tentu saja gelisah.
 
 
Ia mencengkeram hakama merah tuanya.
 
 
“…Apa boleh buat. Kelihatannya saya harus mulai menjelaskan game itu dari asal-usulnya.”
 
 
Ia berdeham, seperti memotivasi dirinya, lalu berbicara,
 
 
“Meski saya tidak terlalu ahli dalam hal ini.”
 
 
Ia mengatakannya sebagai pembukaan.
 
 
“Sekitar 20 tahun yang lalu, seorang pria mempunyai ide yang cukup misterius. Game itu…pasti sebuah galge atau semacamnya, ‘kan?”
 
 
Keima tidak menjawab.
 
 
Shino menggertakkan giginya,
 
 
“Aku tidak tahu soal jenis-jenis game. Kalau ada kesalahan, tolong maafkan aku.”
 
 
“…”
 
 
Keima masih tidak merespons, dan sementara Elsie dibanjiri keringat dingin, Shino terlihat sudah menyerah.
 
 
“…Desainer galgeitu adalah seorang pria bernama Mogami Takeshi. Menurut pemeriksaan saya, tampaknya dia adalah jenius dalam jajaran kerjanya. Eh, karyanya termasuk <i>ro, road to decadence</i> atau apa dan <i>the first</i> sesuatu.”
 
 
“‘<i>Daily Life leading to Decadence</i>’ dan ‘<i>The First Murder</i>’.”
 
 
Keima langsung mengoreksinya. Dia masih menghadap layar saat ia berkata dengan tenang,
 
 
“Mogami Takeshi adalah penulis skrip, programmer, dan desainer sebuah galge. Dia adalah seorang jenius yang melampaui generasinya. Karya-karyanya yang terkenal adalah ‘<i>Daily Life leading to Decadence</i>’, ‘<i>The First Murder</i>’ dan ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’ yang kumainkan sekarang ini. Karyanya sangat sedikit, tetapi dia memiliki sistem yang jauh melampaui masanya. <i>Script</i> jenis baru dan pelukisan manusia yang mutakhir, yang membuat banyak pemain galge takjub. Dia sungguh seorang jenius, namun sayangnya, dia meninggal pada masa keemasannya.”
 
 
“…”
 
 
Kali ini, alasan Shino terdiam berbeda dari sebelumnya.
 
 
Ia terlihat bersemangat.
 
 
“Kelihatannya kau sangat mengerti game ini. Tetapi, masalahnya sekarang adalah Mogami Takeshi.”
 
 
“…”
 
 
Keima kembali membisu. Shino terlihat serius dan meneruskan,
 
 
“Keima-dono memandang Mogami Takeshi sebagai seorang jenius melampaui masanya, tapi bagiku, dia adalah orang yang sangat serakah saat menyangkut pekerjaannya.”
 
 
“…Serakah?”
 
 
Elsie, yang sebelumnya tidak pernah menyela, memiringkan kepalanya. Shino mengangguk dengan keras.
 
 
“Benar.”
 
 
Pasa saat itu, ia sedikit ragu bagaimana harus menjelaskannya.
 
 
“…Orang itu ingin memasukkan sebuah roh dalam karyanya.”
 
 
“…”
 
 
Keima berhenti mengetik. Elsie terlihat seperti ingin menangis. Entah mengapa, sepertinya topik ini berkembang ke arah sesuatu yang tidak ingin ia dengar…
 
 
Setelah memastikan Keima mendengarkan dengan serius, Shino melanjutkan,
 
 
“Sebagai orang yang relijius, saya tidak percaya, tetapi di antara para pembuat game, sepertinya selalu ada orang yang memilih jalan yang sesat? Apa kau tahu cerita pendek Akutagawa Ryuunosuke, ‘Hell Screen’? Itu tentang seniman yang ingin melukiskan karya idealnya dan melihat putrinya sendiri terbakar hingga mati, ‘kan?”
 
 
Shino berhenti sejenak, memikirkan apakah ia harus melanjutkan lagi.
 
 
“…Mogami Takashi dan seniman karya itu, Yoshihide, kelihatannya setipe.”
 
 
“…”
 
 
“…”
 
 
Elsie dan Keima tetap terdiam. Generator bergemuruh. Elsie merasa sedikit takut dan menengok ke sekelilingnya.
 
 
Untuk beberapa alasan, ia merasa wanita pucat itu bersembunyi di suatu tempat, seperti di bawah meja Keima atau di belakan lemari yang penuh dengan game.
 
 
Bagaimanapun, ia tidak bisa tenang.
 
 
“…Untuk sementara, aku sudah memasang batas pelindung. Selain itu aku ada di sini, jadi tidak pelu khawatir.”
 
 
Elsie terkejut, dan melihat Shino tersenyum padanya. Kelihatannya ia membaca perasaan tidak enak Elsie. Elsie menjawab dengan anggukan dan senyuman yang kaku. Shino kemudian berbalik dan kembali melanjutkan,
 
 
“Ada ‘arwah-arwah jahat’ di dunia ini.”
 
 
“…”
 
 
“…”
 
 
Elsie dan Keima mengerti bahwa hal ini lebih masuk akal. Shino menunjukkan raut waspada.
 
 
 
“Sekarang ini sudah bukan spekulasi. Konon katanya, ada arwah gentayangan dari seorang wanita yang dibunuh dibunuh dalam kejahatan yang tidak pernah diadili. Tapi kurasa itu hanya akibat makhluk tidak suci yang berkumpul dan hidup sebelum legenda itu menyebar. Makhluk itu selalu tersegel di dalam kuil kami.”
 
 
Ia memandang kejauhan,
 
 
“…Jauh di dalam kuil kami ada banyak benteng pelindung. Kami menggunakan pagar batu untuk mengunci makhluk itu di dalamnya. Nenek dari neneknya neneknya neneknya neneknya nenekku selalu menggunakan sebuah ritual untuk menyegelnya agar ia tidak lari dan membahayakan umat manusia. Tetapi,”
 
 
Raut Shino tiba-tiba menjadi sedih saat ia meneruskan,
 
 
“Tak disangka…seseorang melepaskan segel ketika kami sedang lengah.”
 
 
“!”
 
 
Elsie membelalakkan matanya. Keima masih memunggungi mereka, namun ia jelas menyadari sikap Shino.
 
 
Shino mendesah,
 
 
“Orang itu adalah pria bernama Mogami Takeshi.”
 
 
“…”
 
 
“…”
 
 
“Biar kuulangi lagi. Sejujurnya, aku tidak mengerti niat si pembuat game.”
 
 
Setelah beberapa saat, Shino menambahkan,
 
 
“Tetapi, aku tahu pria bernama Mogami Takeshi ini adalah seorang jenius. Setelah melakukan pelepasan segel yang bahkan kami pun tidak mengerti caranya, dia memasukkan sebagian ke dalam karyanya.”
 
 
“!”
 
 
Elsie terkejut dan menoleh pada Keima. Namun, Keima tidak membalas tatapannya dan hanya membiarkan punggungnya sedikit merosot dari kursi.
 
 
Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Shino meneruskan,
 
 
“Konon, impian Mogami Takeshi adalah menciptakan ‘sebuah game yang tidak ada tandingannya’. Seperti kedengarannya, dia ingin ‘menciptakan sebuah karya dengan segenap jiwanya di dalamnya’…itu yang kuketahui saat aku menginvestigasinya. Banyak orang yang mencatat hal ini.”
 
 
“...”
 
 
Shino menyadari tatapan Elsie dan mengeluarkan sebuah tawa yang terdengar sedikit meremehkan,
 
 
“Jangan melihatku seperti itu. Aku banyak melakukan penyelidikan terhadap pria itu, meski gerakanku jauh lebih lambat darinya.”
 
 
Ia sedikit memicingkan matanya, dan terlihat agak dingin,
 
 
“…Bagaimana? Apa pendapatmu saat memainkan game ini? Apakah game yang Mogami Takeshi masukkan seluruh jiwanya memang hebat?”
 
 
Dan menanyai Keima.
 
 
“…”
 
 
Keima tidak menjawab.
 
 
Shino menghela nafas.
 
 
“Tapi, aku sungguh tidak menyangka bisa bertemu tubuh utama ‘arwah jahat’ di tempat ini…”
 
 
“Maaf?”
 
 
Elsie, yang berusaha untuk tidak berbicara, tergagap-gagap dan bertanya dengan sopan,
 
 
“Erm, anu, apa tujuannya menaruh si, si ‘arwah jahat’ ke dalam game itu? Dan,”
 
 
Ada sesuatu yang sejak tadi ingin ia tanyakan,
 
 
“Siapa wanita berkulit pucat itu? Apakah itu identitas asli si ‘arwah jahat’?”
 
 
“…”
 
 
Shino menghabiskan beberapa waktu untuk berpikir.
 
 
“Saya dengar, tujuan utama Mogami Takeshi adalah menyajikan ‘horor’ yang sesungguhnya. Yang ingin saya katakan setelah ini adalah yang saya tahu dalam penyelidikan saya, dan bukan pandangan pribadi saya, jadi mohon untuk dipahami. Konon, visinya adalah ‘membuat sebuah game sedekat mungkin dengan kenyataan’.”
 
 
(Kenyataan…)
 
 
Mendengar kata-kata itu, Elsie hanya dapat melihat balik kepada Keima.
 
 
Punggung Keima sama sekali tak bergeming.
 
 
Shino meneruskan,
 
 
“Kalian berdua tahu ‘<i>suspension bridge effect</i>’? Ketika seorang laki-laki dan seorang perempuan berada dalam kondisi tidak stabil dan merasa takut, sangat mudah bagi mereka untuk jatuh cinta.”
 
 
“Yaa~h.”
 
 
Elsie menggosok dagunya dengan jari.
 
 
“Chihiro-san…temanku di sekolah bilang kalau sepasang pacar sebaiknya menonton film horror bersama-sama. Apa seperti itu?”
 
 
“Pada dasarnya memang begitu.”
 
 
Shino tersenyum.
 
 
“…Itu hal yang paling dasar. Dengan kata lain, setelah mencapai akhir pun, jenius masih akan kembali ke awal, bukan?”
 
 
Keima bergumam sendiri. Shino meliriknya,
 
 
“Orang itu…Mogami Takeshi kelihatannya merasa bahwa hanya ketakutan yang terdalam yang akan menyebabkan romansa yang tak tertandingi. Untuk mencegah rasa takut ini, dia menggunakan Raksasa-Merah sebagai unsur terakhir. Pasti begitu cara menggambarkannya, ya, ‘kan? Itu seperti menggunakan darah asli menempel dalam atraksi rumah hantu atau menggunakan mayat asli dalam film. Untuk seorang manusia, pemikiran seperti itu rasanya gila.”
 
 
Ia berkata dengan tenang,
 
 
“Sejujurnya, pemikiran yang gila ataupun bukan, aku benar-benar harus memuji kenekatannya untuk menggunakan ‘arwah jahat’ yang tersegel di kuil kami.”
 
 
Elsie teringat wanita pucat itu dan merinding dalam hati.
 
 
“Itu karena…makhluk itu benar-benar membawa sial.”
 
 
Shino mendesah . Kemudian, terlihat seperti ingin memotivasi dirinya lagi,
 
 
“Bagaimanapun, Mogami Takeshi mencuri ‘arwah jahat’ dari kuil kami dan memasang tubuh utamanya ke dalam game. Yang kaulihat tadi adalah kloningannya.”
 
 
“…Kloningan?”
 
 
“Atau sebagian dari tubuhnya.”
 
 
Sang miko menjelaskan dengan baik,
 
 
“ ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’ secara kasar bisa dibagi menjadi dua tipe, yaitu versi asli dan versi kopiannya…Aku tidak terlalu yakin, tapi ada sesuatu yang disebut orisinal dan replika dalam dunia game, ‘kan? Meskipun hanya versi aslinya mempunyai ‘arwah jahat’ tersegel di dalamnya, masih ada sisa-sisa roh yang tertinggal di dalam kopiannya, sehingga, efek yang Mogami Takeshi harapkan pun tercipta.”
 
 
Elsie,
 
 
(Ini adalah versi asli ’<i>Favor of the Western Lantern</i>'!)
 
 
Mengingat ketika ia melihat Keima berteriak.
 
 
Dengan kata lain, apakah game yang Keima mainkan sekarang adalah ‘tubuh utama’ yang Shino sebutkan?
 
 
Elsie bergetar.
 
 
Sementara Shino,
 
 
“…Memainkan game ini akan membuat plot bergerak maju, dan bagian yang tak tersegel dari si ‘arwah jahat’ akan mencari bagian-bagian yang tersegel supaya bisa menyatu. Tentu saja, kopian itu sendiri adalah ‘arwah jahat’ yang kekuatannya tidak bisa dibandingkan.”
 
 
Un, ia mengangguk.
 
 
“Level horornya bukanlah sesuatu yang bisa dialami dalam rumah hantu biasa. Arwah jahat itu akan perlahan-lahan mendekat, lalu rumah itu akan mempunyai banyak bayang-bayang aneh, suara tangisan, guncangan, dan orang-orang akan mengalami mimpi buruk. Un, fenomena supernatural. ‘Arwah jahat’ itu akan mulai mencari bagiannya yang lain. Sebagian besar orang tidak akan sanggup menanggung rasa takutnya dan menyerah. Tetapi, kelihatannya ada sejumlah orang yang menjadi sakit jiwa atau mengalami luka fisik.”
 
 
“…Jadi itu alasan mengapa game itu ditarik kembali setelah dirilis di pasaran.”
 
 
Keima menggumam. Mendengarnya mengatakan itu, Shino berbisik.
 
 
“Baik versi asli maupun kopiannya, dengan menghancurkan kopiannya, ‘arwah jahat’ akan menjadi hancur. Dengan kata lain,”
 
 
“Dengan menaklukkan game ini, roh dari ‘arwah jahat’ itu akan sirna, benar ‘kan?”
 
 
Keima mengatakan itu dengan langsung sambil tetap memunggungi mereka sebelum kembali melihat ke layar game dan mengetuk keyboard. Tindakannya membuat Elsie tak bisa berkata-kata.
 
 
Sementara itu, Shino,
 
 
“…”
 
 
Ia memicingkan matanya dan terlihat tidak terlalu senang.
 
 
Apakah orang ini mendengarkanku?
 
 
Ia pasti sedang memikirkan itu. Shino berdeham.
 
 
“Itu benar. Tapi, kopian-kopian itu…benar-benar memiliki sisa-sisa dari ‘arwah jahat’ di dalamnya, dan belum ada orang yang bisa menaklukannya. Untungnya, belum ada yang berakhir dengan kehilangan nyawa, tapi semua orang kalah pada kutukan ‘arwah jahat’itu.”
 
 
“…”
 
 
Keima dengan santai melihat layar game. Kesabaran Shino pun nampaknya telah habis. Ia kemudian bangkit dan berkata,
 
 
“Kau…menurutmu apa yang akhirnya terjadi pada Mogami Takeshi?”
 
 
Kata-katanya mengandung kemarahan.
 
 
Elsie mengeluarkan sedikit keringat dingin, dan Keima hanya memandang ke arah Shino,
 
 
“…”
 
 
Dan kembali bermain game. Shino tersenyum,
 
 
“Dari sudut pandang tertentu, dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Tidak, kemungkinan besar, dia memang mengharapkan ini. Dengan kata lain, dia meninggakan dunia ini setelah menyaksikan karya agung miliknya sempurna. Jadi,”
 
 
Ia berhenti sejenak,
 
 
Kemudian berkata,
 
 
“Orang itu, dia dibunuh oleh ‘kopian’ dari si ‘arwah jahat’ tepat ketika game itu hendak ditaklukkannya.”
 
 
“!”
 
 
Elsie sangat ketakutan dan beringsut mundur. Keima bergumam,
 
 
“Jadi, dia mengetes versi aslinya sendiri…bodoh sekali.”
 
 
“Kau!”
 
 
Tepat ketika Shino hendak mendekati Keima, Keima, who never looked back, memutar kursinya,
 
 
“…”
 
 
Dan mendorong kacamatanya, menatap lurus pada Shino.
 
 
“Bukannya aku tidak mengerti beseberapa mengerikannya game ini. Kau pikir siapa aku ini?”
 
 
“Uu.”
 
 
Shino tanpa sadar dikejutkan oleh serangan kata-katanya.
 
 
Dia hanyalah seorang anak laki-laki.
 
 
Namun bahkan seorang miko yang sudah berlatih selama bertahun-tahun pun bisa dikejutkan olehnya. Keima melanjutkan,
 
 
“Sebenarnya,”
 
 
Suaranya tenang,
 
 
“Selama ini aku mempertaruhkan nyaeaku dalam game ini.”
 
 
Kemudian tiba-tiba tersenyum,
 
 
“Sampai sekarang, aku tidak takut dengan satu arwah jahat pun.”
 
 
Ujar Keima.
 
 
Sementara itu Shino,
 
 
Ia sangat terkejut sampai tidak bisa balas menjawabnya.
 
 
 
“Kakakmu…benar-benar aneh.”
 
 
Pada hari berikutnya.
 
 
Shino berbicara pada Elsie di kafé <i>‘Grandpa’</i>. Elsie berkata padanya kalau ini tidak apa-apa, tapi Shino berkata, ‘aku pasti merepotkan kalian selama aku berada di sini,’ dan setengah memaksa Elsie untuk membiarkannya membantu di kafé. Sebagai catatan, sementara itu, ibu Keima, Mari,
 
 
“Jadi ayahnya pergi bekerja dan ibunya di sini juga? Uu~un, hari-hari ke depan mungkin tidak berjalan dengan damai, jadi ada baiknya kalau ibunya sedang pergi.”
 
 
Demikian saran Shino.
 
 
“Maaf, Ell-chan! Kelihatannya pertengkaran di rumah ibuku bisa jadi agak lebih lama, jadi mungkin aku Cuma bisa pulang setelah satu minggu! Kuserahkan Keima dan kafé padamu untuk sementara waktu!”
 
 
Untungnya, telepon dengan Mari seperti ini. Anyway, tamu Keima dan Elsie yang tak diundang, sang miko Akuragawa Shino tampaknya bisa tinggal di rumah keluarga Katsuragi untuk sementara waktu.
 
 
Rencana Shino cukup sederhana.
 
 
“Kata Katsuragi-dono, dia ingin menaklukkan game itu.”
 
 
Kemudian,
 
 
“Selama itu, aku akan melindungi Katsuragi-dono meski harus mempertaruhkan nyawaku.”
 
 
Itu rencananya.
 
 
Ketika Shino menyodorkan rencana ini kemarin malam, ia berlutut di lantai sembari membungkuk kepada Keima.
 
 
“Sekarang ini, Katsuragi-dono sedang memainkan versi asli ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’, yang artinya separuh dari tubuh utama si ‘arwah jahat’ tersegel di dalamnya. Kalau kita menghancurkan game ini, kita bisa menghancurkan separuh dari si ‘arwah jahat’, tapi kita tidak bisa menangani bagian lainnya yang terpencar, dan kalau kita kehilangan separuhnya, kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada separuh dirinya yang lain. Kalau kita ingin benar-benar menghancurkan makhluk itu… ‘arwah jahat’ itu, tidak ada jalan selain menaklukkan game itu.”
 
 
“…”
 
 
Keima tidak menanggapi dan terus menatap Shino.
 
 
“Aku tahu ini tidak aka nada untungnya bagi Katsuragi-dono, dan sejujurnya, aku tidak bisa menjamin kau akan seratus persen aman. Tapi, tapi…!”
 
 
Melihat Shino begitu bersungguh-sungguh, Keima menghela nafas dan menggeleng.
 
 
“…Tidak apa-apa. Aku tidak pernah berpikir untuk mendapatkan keuntungan apa pun, dan tidak pernah berpikir untuk membuatmu menjamin keselamatanku.”
 
 
“Kau tahu,”
 
 
Shino terlihat benar-benar panik,
 
 
“Semakin kau memainkan game ini, bagian lain dari ‘arwah jahat’ itu juga akan semakin mendekatimu. Artinya, bebanmu akan semakin berat! Jujur saja, nyawamu dalam bahaya besar!”
 
 
Pada saat itu.
 
 
“…Arwah jahat apa?”
 
 
Keima menginterupsi Shino dengan suara yang lebih kuat.
 
 
“Apa misi kuilmu, apa arwah jahat itu, semua itu tidak masalah.”
 
 
“Kau!”
 
 
“Aku hanya,”
 
 
Dia kembali memperlihatkan matanya yang berkilauan sembari mengayunkan tangannya.
 
 
“Ingin menaklukkan semua galge sendiri. Itu satu-satunya tujuanku!”
 
 
“!”
 
 
Shino tak bisa berkata-kata. Ekspresi Keima mendadak melembut saat dirinya menyunggingkan segaris senyuman itu dan menepuk pundak Shino.
 
 
“Tapi, aku berharap untuk melihat bagaimana kau menangani monster itu. Kami semua hanyalah amatiran dalam bidang itu.”
 
 
Setelah mengatakannya, ia menguap dan pergi.
 
 
“Game ini hanya bisa dimainkan selama satu jam saat setan-setan itu keluar. Aku mau mandi dulu.”
 
 
Dan meninggalkan kata-kata itu.
 
 
“Dasar,”
 
 
Shino menggeleng-geleng.
 
 
“Apa dia benar-benar punya nyali…atau dia tidak memikirkannya dalam-dalam?”
 
 
“…”
 
 
Elsie juga tidak tahu apa yang harus ia katakan. Bahkan terkadang ia pun tidak bisa memahami Keima dan tidak mengerti apa yang dikatakannya.
 
 
Dan ia mungkin tidak mengerti apa yang Keima lihat.
 
 
Hanya saja.
 
 
Keima tidak pernah menarik kembali apapun yang telah ia janjikan sebelumnya.
 
 
Selama Katsuragi Keima berkata ia akan menaklukannya, dia pasti akan melakukannya.
 
 
Tak peduli berapa besar risiko yang harus ditanggungnya.
 
 
Tak peduli berapa banyak ancaman yang ada di hadapannya.
 
 
Dia pasti akan percaya pada dirinya sendiri dan melangkah maju.
 
 
Elsie bergetar.
 
 
Ia takut.
 
 
Ia benar-benar ketakutan.
 
 
Mungkin ia akan melihat makhluk mengerikan itu lagi.
 
 
Kalau saja bisa, ia ingin sekali meninggalkan tempat ini.
 
 
Tetapi,
 
 
Elsie mempunyai firasat kuat.
 
 
Orang yang akan melindungi Keima pasti adalah…
 
 
Orang yang akan bersamanya pasti adalah…
 
 
Dia.
 
 
“…”
 
 
Elsie memandang Shino. Sebenarnya, kemarin malam,
 
 
“Orang itu mempunyai arwah pelarian.”
 
 
Ia memberitahu Keima hal ini kemarin malam. Keima ragu sejenak.
 
 
“Aku mengerti. Tapi soal hasilnya, pasti tetap akan sama. Sebab, kekosongan hati si miko aneh itu pasti ada hubungannya dengan ‘evil spirit’.”
 
 
Tetapi ia langsung menyimpulkan.
 
 
“Kurasa setelah kita mengalahkan ‘arwah jahat’ itu, kita bisa mengisi kekosongan di hatinya.”
 
 
Elsie sepenuh hati setuju dengan pandangan Keima.
 
 
Sulit dipercaya, walaupun sudut pandang Elsie sangat berbeda dari kemampuan observasi tingkat dewa milik Keima sang Dewa Penakluk, ia sampai pada kesimpulan yang sama.
 
 
Itu karena Elsie adalah seorang anggota pasukan penangkap arwah pelarian.
 
 
Kemungkinan besar.
 
 
Elsie memandang Shino dan berpikir,
 
 
Seperti ia mengejar arwah-arwah pelarian, orang ini juga mengejar ‘arwah-arwah jahat’. Dari percakapan kemarin, tampaknya orang ini telah mempertaruhkan seluruh nyawanya pada pekerjaannya.
 
 
Dan tampaknya tidak seperti Elsie, yang memiliki seorang partner yang bisa diandalkan dan ia hormati seperti Keima, dan seorang rekan yang memiliki tujuan yang sama, seperti Haqua.
 
 
Kalau tidak, ia pasti tidak akan muncul sendirian.
 
 
Sendirian.
 
 
Selalu sendirian.
 
 
“?”
 
 
Shino menyadari mata Elsie sedikit basah. Ia tampak sedikit terkejut, namun segera tersenyum.
 
 
“…Ada apa? Apa yang terjadi, Elsie?”
 
 
Entah mengapa, miko ini selalu bersikap halus dan pengertian pada Elsie.
 
 
“Ah, tidak apa-apa! Tidak, bukan apa-apa, kok!”
 
 
“Fufu, kamu benar-benar aneh. Tapi kamu hebat. Kamu mereawat kakakmu dan bahkan membantu mengurus toko sepulang sekolah.”
 
 
Tadi pagi, Shino sempat berkata, “Kalau melihatmu, aku jadi ingat seorang anak perempuan kecil dari kerabatku.” Meski ia terlihat serius dan gerakannya agresif, sebenarnya, ia pasti orang yang sangat keibuan, pikir Elsie sambil tersenyum. Pada saat itu,
 
 
“Ring.”
 
 
Bel berbunyi. Seorang pelanggan datang.
 
 
“Oh, pelanggan. Elsie, aku cuma perlu menyapa mereka, ‘kan?”
 
 
“I, iya.”
 
 
Elsie segera mengangguk. Shino buru-buru berjalan menuju dua pelanggan pria itu.
 
 
“Selamat datang.”
 
 
Ia tersenyum.
 
 
“Ah, sel, selamat datang.”
 
 
Shino masih mengenakan busana mikonya.
 
 
Ia menyebutnya busana tradisional, tetapi para pelanggan yang masuk tentunya kaget. Mereka hanya datang untuk minum teh, tetapi malah menemukan seorang miko berhakama merah tua di sini.
 
 
Mereka memandang Elsie, yang sudah mereka kenal, dan melihat senyumannya yang paling tulus.
 
 
--Ini tidak kelihatan seperti acara komedi.
 
 
Ketika para pelanggan ragu-ragu.
 
 
“Silakan lewat sini.”
 
 
Shino menyunggingkan senyumannya yang dewasa dan mempesona.
 
 
“Di sini, lewat sini.”
 
 
Ia mengangguk dan berdiri dengan sopan di depan dua pelanggan itu. Wangi harum tercium di sekelilingnya, dan kedua pelanggan terpukau.
 
 
“Ah, te, terima kasih.”
 
 
“Kalau begitu kami serahkan padamu.”
 
 
Dua pelanggan pria itu terlihat kebingungan seperti rubah dan mengikuti Shino ke meja yang dekat dengan jendela. Elsie menghela nafas.
 
 
Waktu mendengar bahwa ia ingin mengenakan seragam miko dan menunggu toko, Elsie awalnya bingung, tapi Shino sendiri adalah seorang miko yang sudah dilatih dengan tradisional dan sangat elegan, dan luar biasa sopan (untuk seorang pelayan kafé, ini terlalu kelewatan). Sopan santunnya pun benar-benar baik, jadi tampaknya semua akan baik-baik saja.
 
 
Also, ia sepertinya bisa memasak dan tahu cara menyeduh teh. Sekali ia bisa akrab dengan Elsie, meskipun Mari tidak di sini, mungkin mereka bisa menjalankan kafé tanpa istirahat. Elsie berharap setidaknya membantu dengan cara ini untuk Mari, yang ia hormati dan sayangi.
 
 
Ring, bel berbunyi lagi. Pelanggan lain datang. Shino tersenyum pada Elsie dengan matanya, mengisyaratkan ia ingin mengantar pelanggan.
 
 
Elsie tersenyum dan menganggukkan kepala.
 
 
Kelihatannya Shino juga lumayan cepat tanggap. Elsie berjalan menuju pelanggan yang baru Shino antar dan mengambil pesanan mereka.
 
 
Yang mereka pesan adalah teh merah dan kopi.
 
 
“E, emm, siapa wanita cantik itu? Pelayan baru?”
 
 
“Kenapa dia pakai kostum miko?”
 
 
Dua orang ini bisa dibilang pelanggan lama, jadi mereka diam-diam bertanya pada Elsie. Elsie memberi senyum ambigu, mengatakan beberapa patah kata dan buru-buru kabur.
 
 
Ia kembali ke belakang konter, menuang the merah dan kopi. Sementara itu, Shino mengambil pesanan dari kelompok pelanggan kedua dan mengantar sekelompok pelanggan lain ke kursi mereka. Ketika Elsie menyiapkan kopi dan teh,
 
 
“Akan saya antar. Meja 2, benar?”
 
 
Shino bertanya sambil tersenyum sebelum mengambil nampan berisi teh merah dan kopi.
 
 
Elsie benar-benar merasa Shino mengagumkan.
 
 
Gerakannya sangat gemulai, sangat anggun.
 
 
Kini, pelanggan-pelanggan ‘Grandpa Café’ (yang kebetulan semuanya pria) memandanginya dengan penuh minat, bahkan melihat setiap gerakan yang dilakukan Shino dengan agak mesum. Sepertinya ia mempunyai aura heroik nan dewasa di sekitar dirinya yang membuatnya dapat menaklukkan hati semua orang.
 
 
Sebenarnya, bahkan Elsie pun berpikir bahwa ia benar-benar perempuan cantik yang dewasa. Senyumannya yang lembut, pembawaannya yang elegan, dan cara bicaranya yang unik namun jelas didengarkan.
 
 
Setidaknya, sedikit sekali orang di sekitar Elsie yang seperti ini.
 
 
Biasanya, gadis yang Keima taklukkan ataupun yang berinteraksi dengan Elsie sebagian besar adalah gadis remaja atau sedikit lebih tua, yang sebagian besar kepribadiannya masih agak labil. Jarang sekali bertemu dengan seorang wanita yang dewasa dan bisa diandalkan seperti Shino, yang sudah sadar akan dirinya.
 
 
Ya, ya.
 
 
Elsie mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia berpikir ia akan memperhatikan Shino sambil menyiapkan minuman untuk pelanggan-pelangan yang lain. Saat itulah,
 
 
“GYAAAAAHHH!!!”
 
 
“HOOO!!!”
 
 
[[Image:TWGOK 02 010.jpg|thumb]]
 
 
Jeritan dan suara porselen pecah dapat terdengar.
 
 
Elsie hanya bisa menutup matanya ngeri. Setelah beberapa detik, ia akhirnya membuka matanya, dan yang nampak di depannya adalah,
 
 
“PANAAAASSS!!!!”
 
 
“Ma, maaf! Apa Anda tidak ap…!”
 
 
Lutut pelanggan tersebut basah kuyup. Pelanggan itu berteriak kesakitan karena tersiram teh yang panas. Shino ingin menolong, tapi malah tersandung dan menciptakan bencana kedua.
 
 
PRANG! Cangkir pecah lagi, dan orang yang tersiram kopi berteriak,
 
 
“PANAAAASS~!”
 
 
Jumlah orang yang menjadi korban akhirnya malah bertambah.
 
 
Elsie,
 
 
Hanya bisa terpaku melihat peristiwa ini…
 
 
Memang tidak terlihat, tetapi Shino adalah gadis yang sangat ceroboh, dan Elsie tidak butuh waktu lama untuk menyadarinya.
 
 
 
Begitulah, Keima dan Elsie akan berangkat ke sekolah pada pagi hari, sementara Elsie dan Shino akan mengurus kafé sepulang sekolah. Malam harinya, Keima akan mulai memainkan ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’ dari pukul 2 pagi sampai sejam setelahnya. Ini berlangsung selama 5 hari.
 
 
Saat matahari terbenam, setelah Shino menyelesaikan puasanya dan mandi, ia akan memasang benteng pelindung baru di setiap sudut rumah (Dengan tali-tali jerami yang mengelilingi rumah dan menambahkan jimat di atasnya). Kemudian, ia akan mulai duduk bersila di depan kamar Keima dan mulai mengawasi tanpa berbicara hingga matahari terbit kembali.
 
 
Ajaibnya, selama Shino berkonsentrasi, atmosfer di rumah Katsuragi akan menjadi semakin jelas, sampai Elsie pun bisa mendeteksinya.
 
 
Sehingga, Elsie, yang sebelumnya tidak bisa tidur, akhir-akhir ini bisa tidur dengan nyenyak.
 
 
Ia sendiri merasakan perhatian dari yang lainnya.
 
 
Ini benar-benar membuatnya merasa aman.
 
 
Selain itu, Shino akan memasangkan sebuah jimat Kristal yang bentuknya aneh pada Keima setiap Keima berangkat dan pulang sekolah. Sejak saat itu, tidak ada satu pun fenomena misterius di sekolah dan tempat-tempat lainnya.
 
 
Menurut Shino,
 
 
“Ini hanya sementara, tapi pakailah benda-benda kecil ini, jadi ‘arwah jahat’ pun tidak akan bisa menyentuhnya pada siang hari.”
 
 
Begitulah.
 
 
Dan sementara Keima dan Elsie pergi ke sekolah, Shino akan tidur siang. The opening time wasn’t long, tetapu ketika mereka sampai di rumah, kafé akan buka sampai sore.
 
 
Selama itu, Keima akan memainkan game-gamenya seperti biasa.
 
 
Yang menakjubkan adalah, walaupun Shino mengacaukan kafé pada tempo hari, jumlah pelanggan yang datang terus bertambah.
 
 
Meskipun Elsie juga tidak mengerti,
 
 
“Katanya, ada miko dewasa yang ceroboh dan seksi di sini, ya?”
 
 
Namun tampaknya banyak orang membicarakan kecelakaan ini dan menyukainya. Ada banyak pelanggan yang datang karena pakaian Elsie. Kelihatannya ada permintaan dari pasar untuk hal ini.
 
 
Setiap kali Shino,
 
 
“Ma, maaf!”
 
 
Tak sengaja menumpahkan minuman, misalnya teh, pada pelanggan,
 
 
“Pa, PANAAAASS!!!”
 
 
Beberapa pelanggan berteriak, tetapi mata mereka terlihat seperti tersenyum, sementara pelanggan-pelanggan lain akan memandangi dan seperti berkata ‘aku iri’, ‘bisa kau tumpahkan itu di dekatku?’, atau semacamnya.
 
 
Rasanya ada banyak hal yang kacau.
 
 
Elsie berpikir.
 
 
Ia sangat berharap supaya semua ini cepat berakhir dan Mari kembali.
 
 
Kalau semuanya terus seperti ini, masa depan ‘Kafé Grandpa’ akan terancam…
 
 
 
Namun selain itu, hari-hari berjalan dengan cukup damai dan lancar. Sejak Shino muncul, penampakan misterius beserta fenomenanya lenyap tak berbekas, dan suasana rumah keluarga Katsuragi pun menjadi damai.
 
 
Elsie mengira banyak hal yang akan terjadi dan sudah membuat persiapan. Jadi, baginya, ini sedikit mengesalkan.
 
 
Kecuali pada malam hari di jam itu, Keima akan terus memainkan game-game lain seperti biasa. Bahkan ketika Shino memberitahunya bahwa ‘ini menyangkut nyawa’, ia tidak terlihat he was motivated at all, sementara ia sepatuh biasanya, orang aneh yang agak aneh.
 
 
Jadwalnya sehari-hari adalah berangkat ke sekolah, bermain game, dan memakan makanan yang Shino buatkan untuknya (meski ia benar-benar tidak peduli, kemampuan memasaknya cukup hebat), dan hanya akan melakukan penaklukan ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’ pada malam hari. Menurutnya, ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’ perlahan-lahan sedang ditaklukkannya.
 
 
“Game ini cukup sulit, tapi sekarang endingnya sudah dekat.”
 
 
Keima pada pagi hari ke-7.
 
 
Ia mendorong kacamatanya dan membiarkan lensanya berkilau sambil menyatakan,
 
 
“Aku akan menaklukannya malam ini!”
 
 
Dalam hal ini, perkiraan Keima tidak pernah salah. Ia tentunya tidak akan salah pada saat yang genting ini. Karena ia telah berkata demikian, itu artinya ending sudah ada di depan mereka.
 
 
Elsie menghembuskan nafas lega.
 
 
Mungkin karena kekuatan Shino sangat kuat, setan-setan itu tidak bisa mendekati mereka.
 
 
Ia akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa selain,
 
 
“Fufu.”
 
 
Tertawa senang.
 
 
Tetapi, dua orang lainnya memiliki pandangan yang berbeda.
 
 
Pertama, Akuragawa Shino dengan sangat hati-hati memandikan dirinya kembali. Tetapi, itu hanya menyiramkan air ke tubuhnya di dalam kamar mandi rumah Katsuragi untuk menyucikan dirinya, meski memang mengikuti prosedur.
 
 
Dengan kuat, ia menyiramkan air ke tubuh telanjangnya yang putih.
 
 
Setiap kali ia membasuh, aura yang dipancarkan Shino menjadi semakin bersih. Ia tidak seoptimis Elsie, tapi ia sudah mempersiapkan mentalnya.
 
 
(Malam ini…kita akan menyelesaikannya.)
 
 
Indera spiritualnya telah mendeteksi sesuatu. Hawa menyebalkan yang ingin masuk ke rumah ini semakin kuat setiap harinya.
 
 
Sebelumnya, makhluk itu tentunya terjaga di luar benteng Shino.
 
 
Namun, makhluk itu belum menyerah.
 
 
Sebenarnya, yang terjadi adalah sebaliknya.
 
 
Makhluk itu diam-diam menunggu,
 
 
Sampai waktu kekuatannya memuncak.
 
 
Hanya ada satu kesempatan.
 
 
Yaitu tepat sebelum Keima menaklukkan game itu.
 
 
(Malam ini.)
 
 
Sang miko berdiri telanjang dan memandang langit-langit.
 
 
(Aku akan harus menyelesaikan masalah dengan makhluk itu…)
 
 
Ketika ia hendak meninggalkan kamar mandi,
 
 
“KYYYAAAHHH!!!”
 
 
Ia terpeleset dan jatuh ke belakang dengan kikuk. Kakinya menendang sampo and the bathing foam, menghasilkan suara gedubrak keras. Suara itu sangat mengejutkan sampai Elsie pun, yang sedang mengganti handuk di luar, hanya bisa merasa khawatir…
 
 
 
Pada saat yang sama.
 
 
Keima, yang tadinya sedang memainkan PFP, memandangi kedua tangannya.
 
 
PFP diletakkan di bantal di dekatnya.
 
 
“Ada apa?”
 
 
Tokoh perempuan dalam gamenya bertanya. Ketika ia meletakkan gamenya, AI<i>Artificial Intelligence</i>-nya yang disiplin mengajukan pertanyaan paling sopan padanya.
 
 
“Apa yang terjadi, Keima?”
 
 
Keima dengan sistematis menjawab,
 
 
“Tidak, bukan apa-apa.”
 
 
Kemudian tersenyum agar karakter dalam gamenya tidak khawatir.
 
 
“Sungguh, bukan apa-apa…”
 
 
Tetapi, matanya menyipit dengan tajam ketika ia menengadah ke langit-langit.
 
 
(Malam ini…)
 
 
Ia juga,
 
 
Diam-diam membulatkan tekadnya.
 
 
 
Makan malam dimulai dengan suasana damai. Elsie satu-satunya yang berceloteh dengan gembira. Tetapi, ia menyadari dua wajah yang lain cukup muram dan seperti menahan sesuatu.
 
 
“A, anu, Shino nee-sama, kemampuanmu benar-benar hebat, ya?”
 
 
Mendengarnya berkata demikian,
 
 
“Un? Ahh, nenekku yang mengajariku…”
 
 
Sang miko hanya tersenyum dan balas melihat Elsie sebelum kembali bergelut dengan benaknya. Ia terlihat gugup.
 
 
Jarang sekali melihatnya panik seperti itu.
 
 
Elsie merasa sangat gelisah.
 
 
“A, anu, kami nii-sama, okaa-sama, dia,”
 
 
Kemudian berpaling untuk berbicara pada Keima,
 
 
“…Un, aku memang punya seorang ibu.”
 
 
Kemudian, Keima tampak tidak peduli dan kembali tenggelam dalam game PFP-nya. Meski telah melakukan banyak upaya untuk menaklukkan ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’, sepertinya ia sudah benar-benar meninggalkan dunia ini.
 
 
Ia berkata ending-nya sudah dekat, jadi itu pasti benar.
 
 
Lalu, Elsie hanya perlu bertanya kapan game itu bisa tamat.
 
 
Perasaan tegang yang tidak bisa digambarkan mengelilinginya.
 
 
Elsie benar-benar terpengaruh dengan perasaan ini,
 
 
“Aku sudah tahu kalau kau punya ibu!”
 
 
“Un, aku juga punya seorang ayah.”
 
 
“AKU SUDAH TAHU!”
 
 
Untuk suatu alasan, Shino tertawa, dan untuk suatu alasan, Elsie merasa sangat malu hingga wajahnya memerah.
 
 
“Be, beneran, deh~! Kami nii-sama! Setidaknya berhentilah main saat sedang makan!”
 
 
“Un, aku masih punya Elsie.”
 
 
Ketika itu, tangannya mendadak tersentak.
 
 
“Eh?”
 
 
Elsie terkejut.
 
 
“Ck.”
 
 
Keima mendecakkan lidahnya dan menggunakan tangan kirinya untuk memegang pergelangan tangan kanannya, tetapi tangannya terus berguncang.
 
 
“Eh? Eh?”
 
 
Elsie panik.
 
 
“Eh?”
 
 
“…Oi.”
 
 
Keima menatap Shino.
 
 
“Kuserahkan padamu.”
 
 
Keduanya mengerti satu sama lain. Seperti mereka tahu bahwa Keima mulai terpengaruh oleh arwah itu.
 
 
“Un.”
 
 
Mendengar kata-katanya, Shino langsung mengangguk. Elsie terlihat seperti ingin menangis,
 
 
“Ka, kami nii-sama!”
 
 
“Elsie.”
 
 
Jarang sekali Keima menyunggingkan senyuman lembut itu.
 
 
“Kau harus percaya padaku.”
 
 
“!”
 
 
Mendengar kata-kata ini, Elsie akhirnya menyadari betapa seriusnya situasi ini dan berpikir betapa bodoh dirinya.
 
 
Sebenarnya.
 
 
Semua ini belum berakhir!
 
 
“Aku mau tidur siang dulu.”
 
 
Setelah mengatakan itu, Keima berdiri dengan tangan yang masih gemetaran. Shino memejamkan matanya. Elsie terlihat bingung dan berkata,
 
 
“I, i, itu!”
 
 
Keima hanya menoleh sekali pada Elsie dan berjalan meninggalkan kafé. Elsie sangat ingin menyusulnya, namun saat itu, Shino berkata,
 
 
“Jangan kejar dia.”
 
 
Ia menghentikan Elsie.
 
 
“Ta, tapi…”
 
 
“Aku akhirnya mengerti. Dia,”
 
 
Shino dengan cepat membuka matanya.
 
 
“Dia adalah orang yang berkemauan keras.”
 
 
“…”
 
 
“Dia sudah siap. Aku sudah siap. Kau juga harus siap.”
 
 
“La, lalu.”
 
 
“Yang harus kau lakukan adalah tidak menghalanginya.”
 
 
“Uu~”
 
 
Elsie terlihat tidak ingin menerimanya dan menggembungkan pipinya. Shino menatapnya,
 
 
“Dengar, apapun yang terjadi nanti…kau mengerti?”
 
 
Kau tidak boleh meninggalkan rumah ini.
 
 
Kau tidak boleh membuka jendela.
 
 
Dan apa pun yang terjadi, ini harus dipatuhi.
 
 
Itulah yang miko itu perintahkan.
 
 
Then, sang miko berjalan menuju kamar Keima. Elsie merasa tidak enak ketika ia berjalan di antara kafé dan kamarnya, tapi masih tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Jadi, ia mengikatkan sehelai syal di kepalanya dan mengikat lengannya dengan sabuk.
 
 
Ia mengeluarkan sapunya dari gudang dan menyandarkannya.
 
 
“Uu, uuu.”
 
 
Elsie benar-benar gemetaran sampai ia setidaknya ingin menggunakan sapu sebagai senjata.
 
 
Hari ini,
 
 
Kalau ia bisa bertahan sampai hari ini berakhir, Keima dan Shino pasti akan menang.
 
 
Ia menyalakan semua lampu di rumah itu, menyeduh teh, dan pergi ke ruang keluarga untuk menonton TV. Meskipun isi programnya tidak bisa menyangkut di otaknya, ia hanya menginginkan sesuatu untuk mengusik dirinya.
 
 
Setiap 5 menit, ia melihat jam yang tergantung di dinding.
 
 
Waktu yang berjalan sangat pelan membuatnya jengkel.
 
 
Baik saluran komedi konyol ataupun saluran internasional yang biasanya tidak ia tonton, bahkan program edukasi yang membosankan, ia hanya ingin mencari suara dan cahaya.
 
 
Terkadang, ia akan merasa mengantuk. Ketika itulah, ia akan menampar dirinya untuk menyegarkan dirinya.
 
 
Pada tengah malam, ia terus meminum teh untuk membuat dirinya tetap terjaga dan menonton saluran TV tengah malam dengan pandangan yang memburam.
 
 
Akhirnya.
 
 
Waktu berdetik dan menunjukkan pukul 2 pagi.
 
 
Waktu di mana para setan keluar.
 
 
Sudah dimulai.
 
 
Akhir dari,
 
 
Penaklukkan dimulai. Elsie diam-diam memandangi langit-langit. Apakah Keima memperhatikan ‘<i>Favor of the Western Lantern</i>’?
 
 
(Kami nii-sama…)
 
 
Elsie menepukkan kedua tangannya dan memejamkan matanya erat-erat.
 
 
(Berjuanglah.)
 
 
Ia mendoakan sang ‘dewa’ yang ia tahu, sebagai yang terkuat.
 
 
Pada saat itu,
 
 
DING DONG, DING DONG! Bel rumah keluarga Katsuragi berbunyi…
 
 
Elsie awalnya terpaku.
 
 
Lalu, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan dengan bingung melihat sekelilingnya. Tetapi, bel itu terus berbunyi.
 
 
Terus berbunyi.
 
 
Suaranya yang tajam menyerbu otak Elsie.
 
 
DOK DOK DOK.
 
 
Selanjutnya, terdengar suara ketukan keras dari pintu.
 
 
Di tengah suara itu,
 
 
Ada suara lembut,
 
 
Suara lembut yang ia kenal…
 
 
“Uu.”
 
 
Elsie menggenggam sapunya layaknya tombak, dan berjalan kea rah pintu. Namun, ia sama sekali tidak ingin menjawab bel itu.
 
 
Tetapi, ia harus mendekatinya.
 
 
Itu karena,
 
 
Suara itu…
 
 
DING DONG.
 
 
DOK DOK DOK DOK!
 
 
DING DONG!
 
 
DOK DOK DOK DOK!
 
 
Bel dan ketukan pintu terdengar. Elsie merasa pusing, sementara suara-suara itu tidak berhenti sampai ia tiba di koridor.
 
 
Bukan hanya itu, suaranya semakin keras dan membuatnya terguncang.
 
 
DOK DOK DOK
 
 
BAM BAM BAM.
 
 
DING DONG
 
 
DING DONG
 
 
Elsie pelan-pelan berjalan dan mengacungkan sapunya ke arah pintu sambil gemetaran.
 
 
Tangannya yang gemetaran membuat ujung sapunya ikut bergetar.
 
 
“Ahh, uu.”
 
 
Ia tidak bisa mengeluarkan suara.
 
 
Tenggorokannya kering.
 
 
“~!”
 
 
Ada seseorang yang menjerit di seberang pintu.
 
 
Orang yang Elsie kenal.
 
 
Suara itu,
 
 
“~!”
 
 
Terdengar meneriakkan sesuatu.
 
 
Elsie,
 
 
“Ah, uu, u.”
 
 
Masih tidak sanggup berbicara.
 
 
Suara itu masuk.
 
 
Menjalar,
 
 
Ke dalam telinganya.
 
 
“Ell-chan! Tolong aku! Di sini ada monster aneh! Ada monster aneh yang mengejarku ~!”
 
 
Itu ibu Keima,
 
 
Yang Elsie hormati dan sayangi.
 
 
Suara Katsuragi Mari.
 
 
“Tolong aku! Cepat! Buka pintunya!”
 
 
“Ah, uu.”
 
 
Elsie berlinang air mata. Seseorang sudah mengingatkannya.
 
 
Shino sudah terus-menerus mengingatkannya,
 
 
Apapun yang terjadi, ia tidak boleh membuka pintu.
 
 
Tetapi,
 
 
“Ell-chan, tolong! Uu, tolong, monster itu…monster.”
 
 
Ia tidak bisa melakukannya.
 
 
Ia tidak bisa meninggalkannya seperti ini.
 
 
Ia tidak bisa meninggalkan Mari seperti ini dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.
 
 
Bagaimanapun, Elsie tidak bisa melakukannya.
 
 
“Uu.”
 
 
Walaupun matanya penuh dengan air mata, ia masih melihat ke dalam lubang pengintip di pintunya. Di luar pintu itu,
 
 
“Ell-chan!”
 
 
Mata Katsuragi Mari yang bersandar di balik pintu tampak merah.
 
 
“Uu!”
 
 
Meskipun ia mundur.
 
 
“Buka pintunya! Cepat! Buka!”
 
 
Elsie masih syok dengan suara lengkingan itu.
 
 
“Uu!”
 
 
“Buka buka buka buka!”
 
 
“Uu.”
 
 
“Buka pintunya.”
 
 
“WAAAAAAAAAAAAHHHHH!!!”
 
 
Elsie menjerit saat ia memutar kunci dan membuka pintu itu.
 
 
“Okaa-sama!”
 
 
Ia menangis dan memanggil Mari untuk masuk.
 
 
“Cepat!”
 
 
“Fufu.”
 
 
Entah apakah ini hanya imajinasi Elsie. Karena saat Katsuragi Mari, yang meringkuk di sana, menengadahkan kepalanya,
 
 
“Akhirnya bisa masuk juga.”
 
 
Ia menyeringai. Wajahnya retak.
 
 
Ia bukan Mari, ibu Katsuragi Keima.
 
 
Melainkan sang ‘arwah jahat’.
 
 
“!”
 
 
Raut wajah Elsie dipucatkan oleh rasa takut dan sesal.
 
 
“KYYYYYYYAAAAAAAAAAAAHHHH!!!”
 
 
Pekikan yang mengejutkan terdengar.
 
 
Udara putih terpancar dari Mari dan mengelilingi Elsie.
 
 
 
“Dia sudah ada di sini…”
 
 
Shino, yang duduk di depan kamar Keima, nampak terusik ketika menggumamkannya.
 
 
Matanya yang terpejam mendadak terbuka.
 
 
Meskipun ia memasang pelindung di seluruh penjuru rumah, ia tahu pelindung itu tetap akan ditembus.
 
 
Hanya saja, ini lebih cepat dari perkiraannya.
 
 
Shino melihat pintu kamar Keima yang masih ditutup erat-erat. Saat ini, ia tahu satu hal : anak laki-laki bernama Katsuragi Keima pasti sedang berjuang sekuat tenaga untuk bertarung.
 
 
“Kumohon…bocah yang bertekad kuat,”
 
 
Gumam Shino sambil tersenyum sebelum menoleh dengan tenang sambil menatap tajam ke arah tangga ke arah lantai satu.
 
 
Menuju kegelapan di seberangnya.
 
 
 
Pada saat yang sama, jemari Keima menekan-nekan keras <i>keyboard</i> dengan kecepatan luar biasa.
 
 
“Uu!”
 
 
Ia menengok jam.
 
 
Ia bisa dengan jelas mendengar suara dari lantai bawah, tapi ia yakin, pasti ada waktu sampai ia mencapai <i>ending</i>. Tadinya ia merasa hanya butuh 20 menit lagi,
 
 
“Uu.”
 
 
Namun, kini tangannya gemetaran, kebas.
 
 
“Ugh!”
 
 
Ia membalikkan tubuhnya menghadap ke samping.
 
 
“Ugh.”
 
 
Tangan kirinya mencengkeram pergelangan tangan kanannya sementara ia menggunakan tangan kanannya itu untuk menekan <i>keyboard</i>. Sekitar tiga hari yang lalu, kapanpun ia mulai memainkan <i>game</i> ini, tangannya mulai bergetar.
 
 
Apakah ini kutukan dari ‘roh jahat’?
 
 
Tampak jelas Keima telah dibuat kelelahan oleh kekuatan supranaturalnya.
 
 
Akan tetapi,
 
 
“Fufufufu, desain ini sangat menarik…ini pertama kalinya aku memainkan<i> game</i> yang penuh sensasi seperti ini. Memang <i>game</i> yang dibuat dengan banyak kerja keras.”
 
 
Keima hanya tertawa tanpa rasa takut.
 
 
 
Chi.
 
 
Chichi.
 
 
Hawa keberadaaan yang gelap dan pekat mulai membumbung dari tangga. Shino berdiri di tengah koridor menunggu musuhnya tiba.
 
 
“…”
 
 
Dengan gesit ia mengangkat <i>chokutou</i>.
 
 
Shino membiarkan auranya menyelimuti seluruh tubuhnya. Meskipun ia meningkatkan kewaspadaannya, namun auranya tetap tenang. Udara spiritual yang bersih mengelilinginya.
 
 
Sebaliknya, makhluk yang memanjat dan tiba di koridor itu,
 
 
“Chichichichichichi.”
 
 
Sudah tidak berwujud manusia lagi.
 
 
Itu bukan manusia.
 
 
Itu bongkahan daging putih raksasa.
 
 
Ukuran gumpalan daging itu sangat besar dan menjijikkan. Daging putih besar memenuhi seluruh koridor, baik membujur maupun melintang, dan terus bergerak maju.
 
 
Tampaknya ‘roh jahat’ itu telah berubah ke wujud aslinya.
 
 
Lawan sedang mengumpulkan kekuatan untuk bertarung.
 
 
“Chi, chichichichichi.”
 
 
Sebuah suara yang terdengar seperti benda yang saling bergesekan atau ulat yang melata terdengar dari bagian yang terlihat seperti wajah di tengah-tengah gumpalan daging.
 
 
Ada 3 lubang hitam di sana.
 
 
3 lubang itu terlihat seperti mata dan mulut,dan terlihat sangat menjijikkan.
 
 
“Chi, chichichi.”
 
 
Mendengar suara ini, Shino ingat apa yang terjadi di masa lalu. Bulu kuduknya mulai berdiri.
 
 
Ia cepat-cepat menarik nafas dalam-dalam.
 
 
Jangan takut.
 
 
Tenanglah.
 
 
Akan tetapi,
 
 
Pikirannya mulai bekerja sendiri.
 
 
Ia tidak perlu berpikir.
 
 
Ia hanya perlu fokus untuk mengalahkan musuh yang ada di hadapannya.
 
 
Tapi ia masih ingat.
 
 
Sudah berapa lama sejak aku menghadapi makhluk ini dengan berani?
 
 
Ia ingat.
 
 
Pernah, saat ia masih kecil.
 
 
Saat ‘arwah jahat’ Si Raksasa Merah diambil oleh Mogami Takeshi, ia memang menyentuh makhluk ini sedikit…
 
 
Ia ingat.
 
 
Makhluk itu.
 
 
Makhluk gaib besar yang berwarna pucat.
 
 
Setelah melakukan itu, entah bagaimana, ia mengeluarkan suara jeritan, dan berada di ambang batas Neraka selama tiga hari tiga malam.
 
 
“Ugh!”
 
 
Tubuh Shino bergetar.
 
 
Tidak.
 
 
Tidak, tidak, tidak!
 
 
Aku bukan anak kecil itu lagi. Waktu itu aku masih berumur 5 atau 6 tahun. Aku cuma anak kecil yang tidak pernah menjalani latihan.
 
 
Tetapi,
 
 
Aku sekarang berbeda.
 
 
Aku sudah terlatih; Aku datang ke sini untuk menaklukkan makhluk ini.
 
 
Untuk memburu ‘roh jahat’ ini.
 
 
Aku tidak berdaya saat Mogami Takeshi mencurinya, dan aku tidak bisa melakukan apa-apa.
 
 
Karena itulah aku mulai berlatih. Aku terus berlatih, melatih jiwaku, dan meningkatkan kekuatan jiwaku. Aku tidak akan membuat kesalahan yang sama lagi. Aku akan menghentikan makhluk ini di sini.
 
 
Aku akan menghentikan makhluk ini agar semua orang bisa melihatnya.
 
 
Juga demi ‘bocah berkemauan kuat’ yang tengah menghadapi <i>game</i> itu di kamarnya.
 
 
Tapi,
 
 
“Chi, chichichichi!”
 
 
Bagian tengah gumpalan daging itu, yang terlihat seperti wajah, nampak tersenyum seperti orang gila.
 
 
Hawa dingin menyusuri tubuh Shino.
 
 
Aku,
 
 
Tidak bisa…
 
 
Makhluk itu merasakan ketakutan dalam hati Shino dan mengejeknya…
 
 
Siluman itu dengan cepat mendekat.
 
 
“Brengsek!”
 
 
Shino berusaha keras melawan situasi ini.
 
 
“Kya!”
 
 
Namun ia tidak bisa menyembunyikan ketakutan dalam hatinya.
 
 
“KYYYYYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!!”
 
 
BLAM! Sebuah suara keras terdengar ketika pintu terbanting ke samping. Tubuh Shino masuk ke dalam ruangan. Pada saat itu, Keima,
 
 
“Ck!”
 
 
Menoleh ke belakang punggungnya dan mendecakkan lidah.
 
 
Sepertinya Shino sudah kalah sebelum pertarungan dimulai.
 
 
“10 MENIT LAGI! MIKO, BISA KAU COBA BERTAHAN!?”
 
 
Teriak Keima.
 
 
Chichi.
 
 
Suara seretan mendekat.
 
 
Wajah yang sejak tadi tidak benar-benar terlihat tiba-tiba tampak dari koridor. Ada tiga lubang di wajah itu..
 
 
“Uu, guu!”
 
 
 
Shino mencoba bangkit dan melihat ke luar ruangan.
 
 
“KYAAAA!”
 
 
Melihat wajah raksasa itu mengintip ke dalam dari luar ruangan, ia menjerit ngeri. Melihat Shino seperti ini, Keima hanya bisa menengadah dan menghela nafas.
 
 
Kelihatannya,
 
 
Shino benar-benar diliputi ketakutan.
 
 
Ia ambruk dan jatuh terduduk di lantai.
 
 
Ia bukan lagi seorang miko yang handal, melainkan seorang wanita lemah yang hanya gemetaran dan menengadah kea rah monster itu.
 
 
“OI! LAWAN DONG, MIKO BODOH!”
 
 
Sementara itu, Keima masih mengetik-ngetik di <i>keyboard</i> dengan cepat. Masalah ada di depannya, sehingga ia mengencangkan kecepatan penaklukannya.
 
 
<i>Ending</i> sudah berada tepat di depannya!
 
 
Ia tepat berada di depannya!
 
 
“BERTAHANLAH! SHINO! BUKANKAH KAU DATANG KEMARI UNTUK MENGALAHKAN MAKHLUK ITU!?”
 
 
“Uu.”
 
 
“Chichichichichi.”
 
 
Makhluk yang mengintip dai luar itu tampak menyeringai . Lubang-lubang hitamnya menatap Keima.
 
 
Bahkan Keima sampai menitikkan keringat dingin dibuatnya.
 
 
Makhluk itu sebesar arwah pelarian yang membengkak dengan ukuran tidak wajar. Keima ditatap makhluk itu, dan tidak ada apa pun di antara mereka.
 
 
“Chi.”
 
 
Zz.
 
 
Makhluk tersebut terus melebarkan luas permukaannya seperti amuba sambil merayap ke dalam kamar Keima.
 
 
Keima merasakan makhluk itu bergerak di belakang punggungnya dan mempercepat penaklukannya. Ia tidak menyia-nyaiakan langkahnya. Ia terus mendapat perkembangan dan berjuang keras melanjutkan misinya.
 
 
“Ck.”
 
 
Tepat saat ia hendak menggertakkan giginya,
 
 
“Chichichichichichichichichichichi!!”
 
 
Bagaikan mengulurkan tangannya, makhluk itu mengulurkan organ buatannya ke arah Keima.
 
 
Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
 
 
“TIDAK AKAN KUBIARKAN KAU!”
 
 
Sebuah suara yang enerjik,
 
 
“MELUKAI KAMI NII-SAMA!”
 
 
Sebuah sosok menyelinap dari tepi. Ia berlutut dengan satu tumpuan lutut, menundukkan tubuhnya dan meloncat, melebarkan hagoromonya selebar mungkin untuk melindungi Keima, menangkis tubuh monster putih yang menyerbu bagaikan ombak lautan.
 
 
[[Image:TWGOK 02 011.jpg|thumb]]
 
 
“ELSIE!”
 
 
Keima berteriak tanpa melepaskan pandangannya dari layar.
 
 
“Hau~!”
 
 
Air mata menggenang di mata Elsie.
 
 
Tubuhnya bergetar karena takut, namun ia masih berteriak,
 
 
“Kami nii-sama! Lebih cepat!”
 
 
Mata Keima bersinar.
 
 
“Kerja bagus, Elsie!”
 
 
“Hau, uu~!”
 
 
Elsie membentangkan hagoromonya melintasi panjang seluruh ruangan sembari terus menangkis serangan dari tangan-tangan putih. Di lain sisi, tubuh utama sang ‘arwah jahat’,
 
 
“Chichichichichi!”
 
 
Krak.
 
 
Mengisi rumah dan mengeluarkan suara deritan ketika ia perlahan-lahan bergerak ke dalam rumah.
 
 
“Chi.”
 
 
Dan menekan tubuhnya ke depan, mencoba menembus hagoromo Elsie.
 
 
“Hau, uuu~!”
 
 
Elsie mati-matian berusaha menghentikan.
 
 
“…Ck.”
 
 
Keima melirik makhluk itu. Kata-kata yang tadi melayang cepat kini memelan. Tubuhnya menjadi kaku.
 
 
Lengannya bergetar.
 
 
Jemarinya meleset. Tampaknya semakin ‘arwah jahat’ mendekat, kekuatan dari ‘kutukan’ akan mulai semakin mempengaruhi tubuhnya.
 
 
Ia sampai tidak mampu menekan <i>keyboard</i>.
 
 
“Ugh!”
 
 
Tubuh Keima jatuh ke samping. Di lain pihak, Elsie pun,
 
 
“KA, KAMI NII-SAMA! AKU SUDAH TIDAK TAHAN! AKU SUDAH TIDAK BISA BERTAHAN LEBIH LAMA LAGI!”
 
 
Ia mulai terengah-engah. Kelihatannya hanya soal waktu sebelum ‘arwah jahat’ itu bisa menembusnya.
 
 
“Tidak bisa melakukannya…”
 
 
Keima melihat Elsie lagi, kemudian meninggalkan komputernya untuk menenangkan diri.
 
 
Lalu ia tersenyum.
 
 
“Hanya arwah jahat biasa.”
 
 
Dia memejamkan mata,
 
 
Dan mengangkat tangannya.
 
 
Saat itu juga.
 
 
Dia memiliki 6 tangan.
 
 
“Di hadapan sang ‘Dewa Penakluk’!”
 
 
Keima membuka matanya. Tangannya mulai mengetik dengan kecepatan dua kali lipat dibandingkan sebelumnya. Melihat ini, Elsie berseru,
 
 
“I, ITU MODE DEWA PENAKLUK!”
 
 
Karena beban pada tubuhnya terlalu berat, Keima jarang menggunakan teknik berkecepatan super ini.
 
 
Ini terlihat sangat agung,
 
 
dan indah.
 
 
Di bawah cahaya layar, Keima tampak memancarkan cahaya dan menyinari sekelilingnya. Gerakan tangannya yang sangat cepat sampai menimbulkan bayangan.
 
 
“Chi!”
 
 
Si ‘arwah jahat’ mulai gelisah. Dapat dirasakan dari hawa keberadaannya bahwa ia merasa gusar. Untuk menghabisi Keima saat ini juga, makhluk bertubuh besar itu memanfaatkan ukurannya dan terus menekan hagoromo Elsie.
 
 
“WAH!”
 
 
Seisi rumah berderit-derit. Jika mereka tidak hati-hati, kekuatan dahsyat ini bisa saja menyebabkan seluruh ruangan runtuh.
 
 
“A, Aku tidak bisa bertahan lebih lama! Kekuatanku sendiri…”
 
 
Saat itu pula,
 
 
Miko yang tadi pingsan di lantai berdiri.
 
 
Ia mengerti,
 
 
“Sungguh.”
 
 
Dan menggelengkan kepalanya.
 
 
“Itu tadi memalukan sekali. Nenek benar…latihanku masih belum cukup. Maaf, ya, Elsie.”
 
 
Ia tersenyum.
 
 
“Aku juga akan menggunakan kekuatanku. Aku,”
 
 
Ia memandang dengan dingin kepada ‘arwah jahat’ itu.
 
 
“Aku tidak akan takut padamu lagi. Sudah tugas miko untuk melindungi para dewa!”
 
 
Ia mengayunkan <i>chokutou</i>nya dan memancarkan aura.
 
 
“Chichichichi!”
 
 
“Shino-san!”
 
 
Elsie berseru senang.
 
 
“Chi!”
 
 
Benda seperti tenda yang berkilauan membentangkan diri di atas hagoromo Elsie, membuat ‘arwah jahat’ mundur.
 
 
Sayangnya, hal ini tidak bertahan lama.
 
 
“Chichichichi!”
 
 
Daging putih misterius hasil perubahan wujud itu meningkatkan kekuatannya.
 
 
“Elsie!?”
 
 
“Shino-san!”
 
 
Dan membalas.
 
 
“Hau! Uu!”
 
 
“Sial! Makhluk kotor ini…”
 
 
Kedua pihak saling melancarkan serangan dalam pertarungan yang dahsyat. ‘Arwah jahat’ itu ingin menyingkirkan Shino,
 
 
Elsie,
 
 
Dan Keima sekaligus, sehingga, kekuatan yang terkumpul menjadi tidak normal. Di sisi lain, Shino dan Elsie,
 
 
“Kita tidak boleh kalah! Elsie!”
 
 
“I, iya!”
 
 
Keduanya telah bertekad bulat untuk bertarung bersama demi memastikan keselamatan Keima.
 
 
Namun,
 
 
“Ugh! S, sungguh kekuatan yang mengerikan.”
 
 
“…Uu~! Hau~!”
 
 
Setelah menghadapi monster yang kekuatannya tak terbatas ini, keduanya sudah nyaris tidak sanggup bertahan lagi.
 
 
Ketika itulah.
 
 
Suara yang tenang terdengar.
 
 
“Kenapa <i>game</i> ini, <i>‘Favor of the Western Lantern’</i>,”
 
 
Suara itu berasal dari belakang Shino,
 
 
Dan Elsie. Keduanya bertanya-tanya apakah otak Keima sudah mulai rusak.
 
 
Tetapi.
 
 
Suaranya amatlah tenang.
 
 
Dan jelas.
 
 
“Kenapa <i>game</i> ini diciptakan. Aku sudah lama heran. Kalau hanya untuk menyajikan horor, ada banyak cara penunjukan dan unsur yang tidak perlu dimasukkan. Awalnya aku tidak bisa memahami niat si pembuat, tapi sekarang akhirnya aku mengerti. Tokoh perempuan dalam <i>game</i> ini selalu menunggu.”
 
 
Kepercayaan dirinya sedikit tidak masuk akal.
 
 
“Menunggu cahaya untuk mengalahkan kegelapan.”
 
 
“Katsuragi-dono…”
 
 
Ketika mendengar bisikan Shino,
 
 
“Yang kau lihat sebelumnya tidaklah benar. <i>game</i> ini tidak menyajikan ketakutan, namun menunjukkan kekuatan tekad untuk mengalahkan kegelapan di depan kita dan mendapatkan cahaya. Itulah sifat asli dari <i>game</i> ini.”
 
 
“CHICHICHICHICHI!!”
 
 
Si ‘arwah jahat’ mengayunkan bagian-bagian tubuhnya seperti orang gila. Keima dengan cepat mempertahankan ‘mode Dewa Penakluknya’ sementara tangan di kedua sisinya mengendur.
 
 
Dan ia menghela nafas.
 
 
“Aku sudah melihat <i>ending</i>-nya…tidak, <i>game</i> ini selalu menunggu seseorang untuk memecahkan endingnya. Ini adalah keinginan dari <i>game</i> ini, dan mimpi terakhir yang Mogami Takeshi lukiskan. Ini bukanlah sebuah ‘kutukan’, melainkan sebuah ‘harapan’. Semuanya ada untuk dipecahkan oleh seseorang.”
 
 
Shino dan Elsie hanya bisa menoleh. Mereka pun melihatnya.
 
 
Di dalam layar,
 
 
Yang nampak pastilah opsi terakhir. Keima mendadak berbalik dan mengangat kepalanya untuk melihat ‘arwah jahat’. Ia kemudian mengangkat jari tangan kanannya.
 
 
Dengan dingin, ia memicingkan matanya yang terlihat penuh dengan kecerdasan.
 
 
“CHICHICHICHICHICHICHICHICHICHI!!!”
 
 
KLUUAAA~!
 
 
Tubuh si ‘arwah jahat’ mengeluarkan suara keras. Ia menjadi semakin kecil bagaikan balon yang mengempis.
 
 
Akhirnya.
 
 
“…”
 
 
Keima memandang tanpa suara dan membuat deklarasi terakhir.
 
 
Ibu jarinya menghadap langit-langit dibalikkan ke bawah.
 
 
Keima berkata,
 
 
“Sebagai ‘Dewa Penakluk’, aku memerintahkanmu,”
 
 
Tangannya yang lain terangkat ke atas kepalanya.
 
 
Kemudian,
 
 
Ia menekan tombol <i>enter</i>.
 
 
Lalu ia berseru,
 
 
“KEMBALI KE TEMPAT ASALMU, KE TEMPAT KAWANANMU YANG JAHAT!”
 
 
Jangan pernah kembali lagi.
 
 
<i>Keyboard</i> mengeluarkan bunyi klik. Pada saat itu juga.
 
 
“IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!!!!”
 
 
‘Arwah jahat’ mengeluarkan ratapan panjang tanpa jeda sementara tubuhnya menjadi asap putih dan musnah. Sesuatu yang tampak seperti kabut putih mengelilingi mereka.
 
 
Semuanya berakhir di sini.
 
 
Di tengah kabut ini,
 
 
“Shino.”
 
 
Keima bangkit dan mendekati sang miko. Shino, yang takjub dan tak mampu berkata-kata saat melihat ‘arwah jahat’ itu lenyap, akhirnya terlihat menyadari sesuatu,
 
 
“…Kau sungguh aneh.”
 
 
Ia memicingkan matanya melihat Keima,
 
 
“Kau suka kakak yang lebih tua?”
 
 
Ia terlihat sedikit jahil. Karena inderanya jauh di atas orang biasa, ia pasti sudah menyadarinya. Shino memejamkan matanya.
 
 
“Andai saja semua orang yang kutemui seperti dirimu,”
 
 
Keima tersenyum,
 
 
“Pasti akan jauh lebih mudah untukku sekarang.”
 
 
Kemudian, dia mengecup Shino.
 
 
Sebagai catatan, arwah pelarian yang keluar dari tubuh Shino adalah yang terkecil yang pernah mereka temui…
 
 
 
Keesokan paginya, Elsie dan Keima berada di kafé. Keima memejamkan matanya, menikmati aroma kopi, sementara Elsie mencuci piring.
 
 
Kemudian ia menggunakan celemeknya untuk mengelap tangannya,
 
 
“…Apa kami nii-sama tidak capek?”
 
 
Dan bertanya. Keima meneguk kopinya dan melebarkan matanya,
 
 
“Kenapa kau tanya?”
 
 
Dan balik bertanya. Elsie bingung,
 
 
“So, soalnya, banyak sekali hal yang berubah dari kemarin.”
 
 
Keima mendadak tersenyum.
 
 
“Tidak banyak. <i>game</i>nya itu diatur agar hanya dapat dimainkan satu jam pada malam hari, jadi memang agak merepotkan. <i>game</i>nya sendiri sebenarnya tidak sulit.”
 
 
“Ooh.”
 
 
Elsie merespons, entah apakah ia takjub atau terkejut.
 
 
Bahkan setelah banyak sekali hal yang terjadi, Keima masih berkeras bahwa itu hanyalah sebuah <i>game</i>…
 
 
Elsie sangat terkesan.
 
 
(Ngomong-ngomong, sampai akhir pun Kami nii-sama tenang sekali…)
 
 
Ia mengingat semua hal yang telah terjadi. ‘Arwah jahat’ benar-benar menakutkan…jangankan Elsie, bahkan Shino yang miko saja saking takutnya sampai gemetaran. Tetapi, Keima bahkan tidak bergeming waktu menghadapi tubuh utama ‘arwah jahat’ itu.
 
 
Ia sama sekali tak bergeming.
 
 
Apakah ada sesuatu di dunia ini yang dia takuti?
 
 
“Untung saja, komputer dan koleksi pribadiku selamat semua.”
 
 
Baru saja Keima selesai berbicara dan hendak menuangkan kopi ke dalam bibirnya,
 
 
“Hm?”
 
 
Dia memiringkan kepalanya. Entah apakah hanya imajinasi Elsie atau Keima memang seperti merasa tidak enak.
 
 
“…Benar juga, ke mana si miko aneh itu pergi?”
 
 
“Ahh.”
 
 
Elsie mengangguk.
 
 
“Kelihatannya dia mau pulang hari ini, jadi dia mau sedikit membalas jasa kita sebelum pulang.”
 
 
“Membalas jasa?”
 
 
“Ya. Katanya dia mau membersihkan tempat ini sebelum pulang …”
 
 
“…”
 
 
Wajah Keima langsung memucat.
 
 
“Aku ingat…”
 
 
Elsie menopang dagunya dengan jari.
 
 
“Dia sedang membersihkan kamar kami nii-sama.”
 
 
Saat itu juga, Keima dengan ceroboh menumpahkan kopi di atas meja dan bergegas keluar kafé. Elsie merasa khawatir.
 
 
Ia buru-buru berlari ke lantai dua,
 
 
“OI! MIKO BODOH! JANGAN! JANGAN ACAK-ACAK KAMARKU!”
 
 
Dan mendengar Keima berteriak,
 
 
“Ohh? Katsuragi-dono, silakan bersantai! Lihat, aku cuma mau menyalakan mesin penyedot debu.”
 
 
Dan juga jawaban riang dari Shino, kemudian,
 
 
“KYYYYYYYYYYYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!”
 
 
Terdengar sebuah jeritan dan suara barang-barang yang pecah.
 
 
PRAKK, dan akibatnya,
 
 
“TIIIIIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKK!!!”
 
 
Keima menjerit keras.
 
 
Ini pertama kalinya Elsie mendengar Keima menjerit…
 
 
 
 
 
   
   
 
<noinclude>
 
<noinclude>
==Catatan Penerjemah==
 
<references/>
 
 
 
{{TWGOK ID:Navbox|prev=The World God Only Knows Bahasa Indonesia:Volume 2 Prologue|next=The World God Only Knows Bahasa Indonesia:Volume 2 Chapter 2}}
 
{{TWGOK ID:Navbox|prev=The World God Only Knows Bahasa Indonesia:Volume 2 Prologue|next=The World God Only Knows Bahasa Indonesia:Volume 2 Chapter 2}}
 
</noinclude>
 
</noinclude>

Please note that all contributions to Baka-Tsuki are considered to be released under the TLG Translation Common Agreement v.0.4.1 (see Baka-Tsuki:Copyrights for details). If you do not want your writing to be edited mercilessly and redistributed at will, then do not submit it here.
You are also promising us that you wrote this yourself, or copied it from a public domain or similar free resource. Do not submit copyrighted work without permission!

To protect the wiki against automated edit spam, we kindly ask you to solve the following CAPTCHA:

Cancel Editing help (opens in new window)

Template used on this page: