The World God Only Knows Bahasa Indonesia:Volume 2 Chapter 1

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Chapter 1: Permainan yang Terkutuk[edit]

Di dunia ini, ada orang-orang yang memiliki indera penciuman luar biasa.

Seorang produser tenar yang membesarkan banyak penyanyi terkenal pernah berkata: “Orang yang sesungguhnya pasti akan terlihat berkilauan.” Ini bukan sekedar ungkapan hiperbola, namun di mata seorang produser, para musisi yang memiliki potensi tampak seolah-olah diselimuti cahaya.

Tak peduli apakah mereka tampil di live house [1] kecil atau di pinggir jalan, produser dengan kemampuan itu dapat menggunakan matanya untuk mencari penyanyi-penyanyi yang berpeluang untuk sukses. Dan produser mengambil keputusan berdasarkan seberapa penyanyi tersebut bersinar.

Dengan kata lain, ini disebut ‘Seni Pengenalan’.

Seorang koki sushi dari sebuah toko tua di Ginza berkata,

“Waktu berjalan di pasar ikan, kaki akan secara alami bergerak menuju ikan yang terbaik hari itu.”

Ini seharusnya disebut indera keenam. Hanya seorang koki yang telah berlatih keras dalam seni pembuatan sushi yang bisa memiliki naluri seperti ini. Bagi orang biasa, hal ini hanya bisa disebut luar biasa.

Tubuh akan bergerak dengan sendirinya.

Dengan kata lain, tubuh akan ‘bereaksi secara alami’ menurut pengalamannya.

Direktur sebuah perusahaan yang mengurus para pelawak mengatakan,

“Saya bisa mencium sesuatu dari anak-anak muda yang terus berkembang.”

“Bau ini, yah, bukan soal baunya enak atau tidak, atau soal wanginya. Bau setiap orang sedikit berbeda. Ngomong-ngomong, yang ini tengik!”

Eh? Bukankah itu cuma karena seseorang tidak mandi?

Orang tidak boleh tergesa-gesa mengambil kesimpulan seperti itu. Setidaknya direktur ini memang membesarkan beberapa pelawak hebat, dan meraup keuntungan besar selama menjalankan bisnis ini. Mungkin saja bahwa ia dapat menggunakan ‘bau’ untuk merasakan bakat orang lain.

Dengan kata lain, ia sanggup ‘mengendus’ bakat.

Untuk contoh yang lebih radikal,

“Biar kuberitahu. Seorang malaikat berbisik padaku, ‘yang ini, tiket ini pasti akan naik~’, fufu.”

Seorang pemain saham yang jenius mengatakan ini. Orang biasa akan merasa bahwa ‘hal itu aneh sekali’ saat mendengar penjelasan ini, namun ia benar-benar menjadi orang yang sangat kaya. Dari sini, orang mungkin berpikir bahwa dia benar-benar mendengar seorang malaikat berbisik ke telinganya.

Mungkin memang itu.

Bagaimanapun, apakah ini adalah hasil yang didapat dari bakat, kerja keras, ataupun pengalaman sejak kecil, kemampuan ini tidak berbeda dari kekuatan-kekuatan super bagi orang biasa, dan mereka menggunakan insting ini untuk berkembang menuju cita-cita mereka.

Jika kemampuan ini dapat dideskripsikan dengan memiliki indera penciuman yang luar biasa.

Maka bisa dikatakan,

bahwa Katsuragi Keima mempunyai ‘naluri’ itu.

Dan bahwa ia memiliki berkat dari surga.

Sungguh suatu kebetulan ia turun dari stasiun itu—kereta yang sebelumnya mogok karena kehabisan daya, menyebabkan jalur-jalurnya tak bisa diakses.

Keima, yang sudah datang jauh-jauh untuk membeli game-game bishoujo, dan Elsie, yang menemaninya, hanya bisa mendengarkan siaran suara dari petugas stasiun, ‘Silakan gunakan mode transportasi lain. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Anda’. Mereka sudah turun tiga halte dari tujuan mereka dan berjalan keluar dari gerbang stasiun itu. Keima menggunakan PFP miliknya untuk mengecek sesuatu. Tampaknya, sebuah halte bus di dekat stasiun itu mempunyai satu bus yang akan melewati rumahnya.


Di bawah nyala matahari musim panas yang bagaikan tungku pembakaran, Keima yang sedikit tidak sabar melengkungkan punggungnya dan berjalan keluar.

Tangannya memegang sebuah tas yang penuh dengan game.

Elsie menghalangi sinar matahari dengan tanganya dan tampak sedikit bermasalah dengan panas yang tercermin dari jalan aspal akan membuat siapa pun yang berdiri di sekitar jalan berkeringat tidak keruan(!).

Keringat mengalir melewati wajah putih Elsie.

Omong-omong ...

Elsie mulai berpikir bahwa. Dia tidak pernah turun di pemberhentian ini. Tempat ini memberikan sebuah perasaan yang sunyi karena tampak seolah-olah tidak ada siapa pun di sekitar situ.

Cahaya matahari sungguh kejam dan pemandangan ini secara jelas dibagi menjadi cahaya dan bayangan.

"... Banyak sekali toko yang tidak buka."

Elsie bergumam, dan dengan demikian Keima yang sedang berjalan kaki sedikit di depan, dengan tidak sabar melihat ke belakang.

"Elsie, apa yang kamu lakukan? Mari kita pergi! "

"Ah, baik, Kami nii-sama!"

Elsie berlari dan mengejar Keima, dan keduanya berjalan bersama berdampingan. Setelah berjalan sekitar 200m,

"Eh? Kami nii-sama, tidak-kah kita seharusnya pergi ke jalan ini, "

Keima tiba-tiba pergi ke jalan yang bercabang dan Elsie memunculkan keraguan dengan heran. Mereka seharusnya berjalan kaki 100 meter sebelum tiba di halte bus.

Namun, Keima,

"... Eh, ini."

Menjawab dengan sikap ambigu yang jarang ditunjukkannya. (!) "Aku tidak tahu kenapa."

Bahkan dia sendiri memiringkan kepalanya dengan bingung, (!) "Tapi seperti aku perlu berjalan di sini."

Ketika dia mengatakan itu, ia terus berjalan maju dengan cepat.

Elsie bergegas mengejarnya.

"Tu, tunggu aku Kami nii-sama!"

Keima berpaling 2, 3 kali dari jalan ke jalan, dan dia sedang berjalan kaki secara cepat dan lebih cepat.

Dia tidak berlari.

Meski begitu, sepertinya dia ditarik karena sesuatu ketika ia dengan cepat mengerakan kakinya. Kecepatan Nya sendiri sudah sangat cepat.

Saat bagian bawah tubuhnya yang terlalu cepat, tubuh bagian atas yang memegang tas miring ke belakang karena tidak bisa mengimbangi.

"Hau? Oh? "

Bahkan Keima sendiri membelalak matanya dan menyeringai. Saat bagian atas tubuhnya tidak bisa mengikuti kakinya yang terus bergerak maju, ini terlihat sangat misterius.

"Ka, Kami nii-sama?"

Elsie mulai panik serta memukul-mukul lengannya di ketika ia mengejar Keima dengan secepat yang dia mampu. bagaimanapun Keima sendiri tetap menyusuri jalan.

Dan dia masuk semakin dalam dan semakin dalam.

Dia memasuki bagian dalam dari sebuah lorong gelap, dan kegelapan di dalam bahkan ada sedikit luar biasa. kemudian, (!) "!"

Kaki Keima tiba-tiba berhenti, dan rasanya seperti dia berhenti mengarahkan kakinya.

Dia kembali berekspresi tenang seperti biasa.

"Ho, haa."

Elsie akhirnya berhasil mengejar ketinggalan saat dia menekan ke lututnya dan terengah-engah berat. kemudian,

"Fuu."

Dia menarik napas panjang dan kemudian berdiri.

"Sungguh ~ apa yang salah bersamamu Kami nii-sama?"

Elsie mengangkat kepalanya dan melihat Keima mendorong kacamata ke atas dan menggosok di sekitar alis.

"Elsie ..."

Keima mendorong kacamatanya kembali ke posisi semula dan memberikan pertanyaan.

Suaranya tentu saja serak.

"Itu toko."

Dia mengulurkan jarinya yang kurus putih.

"... Oh."

Elsie melihat di mana Keima menunjuk-ke serta menanggapi.

"Apakah kamu merasa bahwa toko itu bersinar? Emas, tidak, merah muda? "

"Eh?"

Mendengar Keima mengatakan hal ini, Elsie mengerutkan keningnya.

"Ah?"

Dia secara naluri melihat kembali pada Keima, dan kemudian terus memandang toko itu dengan saksama. kemudian,

"Yah,"

Dia menggunakan jari-jari di kedua tangannya untuk menekan kedua pelipis dan merenung sejenak.

"Tidak"

(Apa dengan Kami nii-sama?)

Pikirnya. The '10, 000 Old Bookstore' (Tl note: ya, ini nama toko nya jadi tidak diterjemahkan) yang ditulis pada papan nama toko yang berada di dalam gang bahkan tak bercahaya sama sekali, tetapi diselimuti suasana yang tak menyenangkan. Tampaknya bahwa rumah itu sendiri agak goyah. toko itu memiliki sebuah dinding bagian luar dengan tanaman merambat yang merambat di atasnya dan sebuah pintu kaca yang tertutup rapat, dan tampak sangat gelap.

Bahkan jika pintu toko tersebut sudah terbuka, Elsie tidak ingin masuk sama sekali.

"..."

Namun, tidak diketahui apa yang sedang terjadi karena Keima tidak beranjak sejak saat itu seraya terus memandang itu, toko '10 000 Bookstore Old '. Dia sedikit menahan napas.

Ada rona senang pada ekspresi nya.

"..."

Kemudian, dia mulai melangkah maju dengan langkah yang ringan. Saat ini, dia tidak teerasa seolah-olah ia diseret berkeliling oleh sesuatu, yang bukan dari keinginannya sendiri.

"... Kami nii-sama?"

Saat Elsie memiringkan kepalanya dan memanggil Keima, kepala Keima sudah berada di pintu. Untuk beberapa alasan, Elsie mempunyai perasaan jelek tentang ini.

"Ah, tung ..."

Sebelum Elsie menyelesaikan kalimatnya, semuanya sudah terlambat.

"Fu, fufu."

Keima mengeluarkan beberapa suara tawa yang misterius.

Lalu berjalan ke toko.

Sedangkan Elsie,

"Hau ~"

Dia mulai bimbang sejak sekarang, tapi karena kepribadiannya, ia tidak bisa begitu saja meninggalkan Keima sendirian dan mengumpulkan keberanian untuk mengikutinya. (!) (Kami-sama nii Toko ini sepertinya! agak aneh ~)

Hatinya sedang menangis sedikit. Bukan berarti dia memiliki perasaan seperti ini karena dia adalah iblis. Siapa saja dengan penilaian yang normal akan berpikir tentang hal ini.

Toko ini ini tidak lazim.

Ruang apa yang penuh sesak ini memiliki 7 rak buku yang besar di dalamnya, dan setiap rak buku diisi dengan buku secara berantakan. Begitu memasukinya, datanglah suatu perasaan tekanan yang tidak normal, karena hanya ada buku, buku, buku dan buku saja, di dalamnya.

Pemandangan dalam toko tersebut sangat berantakan sehingga siapa pun yang melihatnya akan terpana.

Buku memasak di letakkan di samping majalah kuno, dan buku tulis sekolah yang berumur 30 tahun. Terdapat juga ensiklopedia dan novel detektif di mana halaman sampul nya nyaris lepas. Setiap buku kelihatan sangat berantakan, tidak ada keinginan untuk membiarkan siapa pun mengambilnya(!).

Buku-buku tersebut di tumpuk sangat tinggi sampai mencapai langit-langit, dan malahan jika halaman di dalam buku-buku tersebut sangat berantakan, buku-buku tersebut tidak disusun lagi dan langsung dimasukkan ke dalam rak buku. Buku Origami, file-file dokumen, diary dengan sampul berbahan kulit, buku bahasa asing dengan gembok, buku Origami jepang, buku horor dengan sampul pintu gerbang sihir, dan malahan buku dengan bahasa yang tidak diketahui.

Di toko itu tidak hanya terdapat buku-buku saja.

Ada juga records tua yang dilupakan berada didalam toko(!), patung Budha, lilin altar, borgol yang berduri, botol anggur barat yang tidak diketahui asal usulnya, kamera yang sudah usang, dan boneka kotak-kotak yang berdebu.

Malahan barang-barang tersebut dapat diletakkan secara berantakkan.

Apakah semua itu untuk dijual?

(...)

Elsie kelihatan sedikit takut pada saat dia menundukkan lehernya dan melihat ke belakang <!>

Dan kemudian,

"Ehh?"

"Eh!"

Dia tidak bisa menahan untuk berseru.(!) Hal ini dikarenakan seorang pria tua yang seperti bos dan memiliki kerutan di seluruh wajahnya sedang melihat Elsie pada saat mata mereka berdua bertemu.

Elsie berpikir bahwa pria itu semcam dekorasi.

Hanya pada saat pria tersebut tersenyum Elsie baru sadar bahwa pria tesebut hidup. Giginya hampir tidak ada, hanya terlihat 2, 3 gigi saja yang masih tersisa. Pria itu memakai topi di kepalanya dan sedang duduk di samping kashir dengan posisi duduk seiza (Tl Note: posisi duduk bersila).

Bola matanya berwarna kuning, pada saat bersamaan memberikan senyuman yang misterius.

Kepala pria tua itu gemetaran sehingga kepalanya tidak seimbang dan nyaris tumbang.(!)

(Apakah, apakah dia seorang manusia?)

Elsie gemetaran. Dia mengalihkan pandangan nya, dan Elsie sendiri masih dapat merasakan pria tersebut memandanginya, dan dia sangat ketakutan sehingga Elsie tidak berani melihat kebelakang nya.

Omong-omong.

Apa yang menyebabkan semua hal ini?

Pada saat Elsie menginjakan kalinya di toko itu, dia merasakan bulu kuduknya berdiri.

Sekarang, adalah pertengahan musim panas.

Sudah jelas bahwa di luar sana cuacanya sangat cerah.

Untuk berbesar alasan, bos sedang memakai pakaian yang tebal.

Saat itu juga bulu kuduk Elsie semakin berdiri.

Kenapa toko ini sangat dingin?

(Ka, kami nii-sama.)

Pada saat dia melihat Keima, mata Elsie berkaca-kaca, seolah-olah dia membutuhkan pertolongan.

Tetapi Keima yang kena pengaruh hipnotis, dan sepertinya tidak ingin diganggu oleh Elsie. Semenjak tadi dia terus bolak-balik di dalam toko yang sesak ini, dan berjalan-jalan dengan penuh tenaga.

Dia mengejang hidungnya(!), dan untuk sementara ia kelihatan sedang mencari di rak buku tertentu, hanya untuk berlutut di lantai dan kemudian memanjat ke area dekat dengan langit-langit.

Setelah itu, dia keluar dari rak buku, dan menghilang.

Bagi Elsie, kelihatan seperti telinga Keima menjadi telinga anjing dan di belakangnya tumbuh ekor.

Dia kelihatan sangat senang sampai matanya bersinar-sinar.

"Ya! Barang itu pasti di sini! Pasti ada sesuatu di sini, aku mampu mencium nya!"

"Ada apa denganmu kami nii-sama?"

Elsie melipat lengan nya dan kelihatan sangat cemas.

"fufu, bau ini tidak tersembunyi sama sekali, letaknya pasti di sekitar sini"

Jawabnya sangat abnormal pada saat itu, ia berlari ke sudut ruangan. Malahan di toko yang misterius ini terdapat logam yang compang-camping dan buku, sudut tersebut kelihatan sangat tidak alami. Elsie tidak bisa menahan untuk berseru tetapi menarik kerah baju Keima untuk menghentikan nya.

"Ka, kami nii-sama!"

Tetapi Keima,

"Pergi sana~! Lepaskan aku, Elsie! Tidaklah kamu mendengarnya? Bisikan anak itu. Dengar! Ia berkata 'Aku disini! Kemari selamatkanlah aku! Kemari selamatkanlah aku!'."

"Wa~kami nii-sama tidak normal. Kamu akan jatuh ke dunia yang lain!"

"Tunggu! Aku akan menyelamatkan kamu sekarang juga!"

"It, itu hanyalah halusinasi semata, am, ambulans! Siapa saja tolong panggil kan ambulans!"

Keima mengguncang ke samping Elsie yang menahanya dari belakang dan masuk ke tumpukan barang yang sangat banyak dengan cara tiarap.

Setelah beberapa saat.

"Hey !"

Tepat di depan Elsie yang membatu.

"Fu, fu fu fu."

Plak.

Plak plak.

Keima yang mendapat di tumpukan tersebut secara perlahan bangun.

Matanya bersinar di ruangan yang memiliki cahaya sedikit(!). Walaupun geraknya agak sedikit aneh, wajah keima menunjukan senyuman kemenangan.

"Ketemu !"

Dia mengangkat kotak itu ke atas.

'Favor of Western Lantern'[2]

Terdapat label seperti itu di kotaknya, dan bungkusanya kelihatan sedikit aneh, hanya terdapat gambar gadis berambut putih. Ini seharusnya game bishoujo, sejujurnya, game tersebut tidak kelihatan begitu menarik. Meskipun demikian, untuk berberapa alasan, Keima kelihatan seperti seorang anak kecil yang menemukan harta berharga, pada saat bersamaan membuang debu yang ada di kotak itu seraya berjalan di kasir.

"Berapa harganya?"

Dia kelihatan serius ketika dia menyerahkan kotak itu ke bos yang masih menggoyangkan kepalanya.

“...”

TWGOK 02 008.jpg

Bos terus tersenyum, dan Keima tanpa mengubah pendirianya berkata.

"Aku mengerti alasan untuk hal ini, dan aku pasti mengeluarkan uang sebanyak yang ku mampu. Tetapi, aku tidak akan begitu saja mengeluarkan uangnya. Dengan kata lain, aku mengajukan dua persyaratan. Pertama, jangan membohongi ku. Kedua, aku tidak ikutan <!> jika kamu ingin mencurangiku. Semenjak barang ini diletakkan di toko, sekurang-kuranya hal ini berarti bahwa barang ini untuk dijual kan?"

"..."

"Katakan harganya."

Keima mendekatkan wajahnya.

"Sebutkan harganya sehingga aku tidak perlu menawarnya."

Bos terdiam untuk sesaat dan akhirnya mengacungkan jarinya yang gemetaran di hadapan Keima.

"...1?"

Keima memiringkan kepalanya. Bos memberikan acungan jempol nya dan Keima berfikir sejenak.

"1? 10,000 yen?"

"..."

Bos menggelengkan kepalanya dan Keima kelihatan kena curangi.

"Apakah kamu ingin lebih dari 10,000... eh? Bukan itu kah?"

"..."

Bos tidak mengatakan apapun, tetapi dari suasananya dapat dirasakan bahwa dia ingin lebih rendah. "Kamu benar-benar orang yang hebat."

Elsie yang diam dari tadi dan melihat semua ini, meletakkan tanganya di dadanya seraya berkata.

"Kami nii-sama, tolong mulailah untuk menaruh sedikit rasa curiga, tolonglah?"

Kemudian, semuanya sudah terlambat. Pada saat bersamaan, Keima mengambil 1 yen untuk membeli game ini, game yang disebut-sebut game fantasi bishoujo, dengan nama "Favor of the Western Lantern"

"1.000 yen?"

Keima mengatakanya secara curiga, tetapi bos menggelengkan kepalanya lagi. Keima agak bingung.

"...100 ...10 yen, jangan-jangan,"

Dia menghela napasnya sejenak.

"1 yen?"

Fufu.

Bos tertawa dan menganggukan kepalanya. Keima pada saat itu juga merasa senang.

"AKU MEMBELINYA!"

Dan berteriak.

"ITU BENAR-BENAR MURAH!"

Dia tertawa dan langsung menjabat tangan bos.

"Kamu benar-benar orang yang hebat."

Elsie yang diam dari tadi dan melihat semua ini, meletakkan tanganya di dadanya seraya berkata.

"Kami nii-sama, tolong mulailah untuk menaruh sedikit rasa curiga, tolonglah?"

Kemudian, semuanya sudah terlambat. Pada saat bersamaan, Keima mengambil 1 yen untuk membeli game ini, game yang disebut-sebut game fantasi bishoujo, dengan nama "Favor of the Western Lantern"

Setelah itu,

Sebuah porolog dari cerita horor dimulai.

Setelah berberapa waktu,

Pemandangan berubah ke rumah Katsuragi Keima. Lokasinya di koridor depan kamarnya.

"Game bishoujo sangat dalam. Malahan aku kadang-kadang terkejut dan terkagum-kagum dengan kekomplekan nya"

Di saat Keima mengatakan itu, Elsie bicara,

"Ng, ngomong-ngomong, Kami nii-sama, saya merasakan bahwa sesuatu, erm,"

"Aku telah menaklukan atau menginspeksi lebih banyak game dari pada orang lain. Baik itu masa lalu maupun masa depan. Tidak akan ada seorangpun yang akan lebih mencintai game bishoujo dariku. Itu karena aku adalah 'Dewa'."

"Itu"

"Meskipun demikian."

Keima mengacungkan jarinya ke langit, tidak memperdulikan kata-kata Elsie.

"Aku punya dua genre yang tidak dapat ku tangani, meskipun ini sudah memang sewajarnya."

Setelah mengatakan hal itu, dia mengambil tisu dan pura-pura mengelap air matanya.

"Apakah kamu tahu dua genre itu?"

"Un, itu."

"..."

"Aku tidak tahu, tapi itu"

"Itu!"

Keima mengindahkan Elsie dan langsung mengatakan.

"Ruang dan waktu"

"...Waktu?"

Elsie yang penasaran dan menanyakanya ke Keima. Sedangkan Keima sendiri menganggukan kepalanya.

"Betul sekali. Dengan kata lain 'Jendela Dewa' yang setiap tubuh mahluk hidup miliki"

"?"

Elsie kelihatan sangat bingung.

"Jendela dewa?"

Untuk berberapa alasan, terasa seperti seluruh situasinya sangat sulit untuk dipahami.

Keima tertawa.

"Tidak, ini tidak sulit sama sekali. Penjelasan lebih mudahnya adalah 'Sebelum aku lahir... Pada saat aku main game ketika aku tumbuh dari bayi ke anak-anak, mustahil untuk memainkan semua game itu,' dan juga 'game friendship yang sudah langka dan dijual di ruang lingkup yang kecil, yang unik, langka, atau produk yang ditarik oleh perusahaan(!) sangat sulit untuk didapatkan' hanya pengertian mudah seperti ini.

"..."

"Sudah banyak game yang dijual di jepang. Hampir tidak mungkin bagiku untuk memiliki semua game ini."

"Eh?"

Elsie sedikit terkejut.

"Bukankah kamu sudah memiliki semua game itu kami nii-sama?"

Keima sedikit mengeluh dan melihat ke Elsie.

"Bagaimana itu mungkin?"

"Saya berfikir bahwa semua koleksi yang kami nii-sama miliki adalah game"

Elsie menggunakan tanganya untuk ditekankan ke wajahnya pada saat bersamaan mengingat kamar Keima yang digunakan sebagai gudang penyimpanan game bishoujo. Ruangan itu disusun dengan game secara rapi yang jumlahnya sangat banyak. Bagi Elsie, jika seseorang memberitahunya bahwa semua game yang ada di dunia ini ada disana, maka dia tanpa ragu-ragu lagi akan langsung mempercayainya.

Juga, disana tidak hanya ada game saja melainkan versi 'initial limited edition' dan 'director's cut' dari game, dan Elsie sendiri tidak mampu untuk membedakan semuanya yang terdapat di dalam koleksi Keima.

"Aku berharap begitu."

Keima mengatakan itu dengan nada yang rendah diri.

"Sekuat apapun aku berusaha, akan selalu ada game yang tidak bisa didapatkan olehku."

Sekuat apapun.

Dia menambahkan,

"Koleksi game bishoujo ku bukan berdasarkan genre semata. Di dalam benakku baik itu organisasi atau individu manapun, tidak ada seseorang yang mengoleksi lebih dariku."

"Jadi begitu."

Saat ini Elsie tiba-tiba berfikir akan sesuatu,

"Jika seperti itu, maka semuanya benar."

Kelihatan seperti Elsie tidak ingin menyerah, tetapi Keima berbicara duluan,

"Aku tidak terlalu berusaha untuk memaksakan keadaan. Sangat disayangkan, tetapi diantara semua game yang belum dapat kukoleksi, kebanyakan data game tersebut lebih berharga daripada karya itu sendiri. Sebagai contohnya, game yang sama dengan sedikit moditifikasi, atau game yang tidak terlalu terkenal, atau game yang tidak bisa dilanjutkan karena bug yang sangat serius."

"Eh, oleh karena itu."

"Tetapi diantara karya-karya yang tidak mampu ku koleksi, terdapat karya-karya yang sangat mengagumkan."

" Nah."

"Kenyataan inilah yang membuatku tidak dapat untuk tidur dan makan dengan tenang. Ah, pikir-pikir tentang seberapa banyak karya yang mengkagumkan dan masih belum ku sentuh, untuk menaklukkan gadis-gadis imut yang sedang menungguku."

Ahh.

Keima menekan dadanya dan menunjukan ekspresi kesakitan.

Dia kelihatan seperti seorang astronot yang impianya tidak ada seorang pun lakukan yaitu mendarat di planet mars.

Romans yang tidak pernah berakhir, kehausan akan ilmu pengetahuan, jelas terpampang di wajahnya.

Dia adalah seorang petualang, penjelajah, peneliti, dan seseorang yang mencari kebenaran.

Di jaman yang damai ini, tidak semua orang mampu menunjukan ekspresi seperti ini. Apabila dilihat dari sudut lain, wajahnya kelihatan sangat macho.

Walaupun demikian, ia hanya tertarik dengan game bishoujo.

"Aku selalu mendengar kabar burung tentang beberapa game bishoujo langka yang dikutuk di dunia ini."

Keima secara tiba-tiba mengalihkan pembicaraannya.

"Game itu sendiri, melalui jaringan publikasi yang khusus."

"..."

Elsie yang memiliki firasat buruk tentang ini, diam-diam menarik lengan baju Keima. Ekspresi Keima yang kelihatan seperti penuh akan kenangan dan kelihatan dia sedang menantikanya.

"Game itu sendiri memiliki naskah yang menakjubkan, pemeran wanita utama yang misterius. Graphis dan musiknya agak ketinggalan jaman, tetapi potensi yang dimiliki game tersebut tidak kalah oleh hasil karya yang menakjubkan lainya. Artefak yang tidak dapat digantikan sepanjang sejarah galge, dengan kata lain, itu merupakan hasil karya yang menakjubkan yang mungkin tidak akan ada."

"Ka, kami ni-sama."

"Aku sangat menyesal bahwa aku tidak lahir duluan, pada saat game sudah selesai duluan sebelum aku lahir. Fu"

Dia tertawa.

"Ketawakanlah aku Elsie. Semua orang memanggilku 'Dewa', tapi seorang manusia tidak dapat mengatasi batasan biologis."

Elsie tidak dapat tertawa.

Ekspresinya benar-benar kaku.

Keima melanjutkan,

"Bagaimana ia berakhir seperti ini? Aku sendiri tidak mengerti apa yang terjadi, tetapi game ini di produksi oleh perusahaan kecil dan jumlahnya terbatas. Setelah game tersebut di rilis, terdapat sekandal yang menyebabkan game tersebut dikembalikan, dan kebanyakan produknya dicabut dari pajangan"

Lalu dia mengerutkan keningnya

"Berdasarkan orang-orang yang mengetahui situasi tersebut, penjualan produk tersebut tidak bermasalah. Tetepi,"

Dia berhenti sejenak,

"Kabar angin mengatakan bahwa versi inisial, edisi spesial yang hanya ada 10 buah memiliki sebuah masalah. tetapi itu hanyalah sebuah kabar angin saja."

Matanya berbinar-binar.

"Versi aslinya akan memberikan pengalaman dunia lain kepada mu."

"AH?"

"Ini adalah game yang penuh dengan misteri, jadi aku tidak pasti apakah misteri itu benar atau palsu. Tetapi, versi originalnya memiliki sebuah desain jauh melampaui apa yang diharapkan. Apakah desain disini berarti keaslian atau sistemnya, aku sendiri tidak pasti."

"Ka, kami ni-sama."

Suara Elsie yang sedikit gemetaran, dan Keima tersenyum.

Matanya kelihatan seperti terjangkit demamnya.(!)

"Favor of the Western Lantern."

Dia secara cepat mengangkat softwere [3].

"Ini adalah versi aslinya."

Pada saat melihat bungkusan yang misterius itu, Elsie nyaris saja teriak. Keima melepaskan tangan Elsie dan langsung masuk ke kamarnya.

Dia menutup pintunya secara perlahan dan mengeluarkan kepalanya.

"Jadi untuk menaklukan game ini, aku perlu mengurung diri sebentar. Tolong jangan ganggu aku!"

"Nii, nii-sama!"

Sebelum Elsie mampu menghentikannya, pintunya sudah ditutup. Setelah itu,

"Tolonglah kami nii-sama! Buka pintunya! Saya memiliki firasat buruk tentang ini!"

Tidak peduli seberapa banyak Elsie mengetuk atau mengguncang pintunya, pintu tersebut tidak akan dibuka. Dia dengan sedih menundukan kepalanya, dan kelihatan sangat murung.

Depresi yang mengerikan didalam hatinya terus berkembang, dan kelihatan tidak akan membaik.

"...?"

Pada saat tersebut, Elsie melihat sesuatu dan memungutnya. Dia memungut sesuatu di lantai dan terus memandanginya.

Apa ini?

Kemudian...

Bulu kuduknya berdiri.

Benda tersebut adalah sehelai rambut yang tidak pernah dilihat sebelumnya.

Dan rambut tersebut seharusnya tidak ada di rumah, rambut berwarna putih dengan panjang yang tidak alami.

Pada saat bersamaan, ketika Keima mengurung diri di kamarnya, dan ketika Elsie memungut rambut berwarna putih, di kuil tertentu yang letaknya jauh dari kota Majima, seorang miko [4] tiba-tiba membuka matanya.

Dia sedang duduk seiza di dalam kamar berlantaikan kayu, kedua lututnya sedikit terpisah, dan tangannya diletakkan di atas lututnya. Belakang yang tegak, dan posisi seiza tersebut menunjukkan keheningan dan disiplin.

Umurnya sekitar 25 tahun.

Lilin altar yang dekat menyinarinya dan bayangan hitam.

Rambutnya panjang warna hitam, wajah yang pas dan cantik, dan mata yang bersinar, hal ini kurang lumrah untuk seorang miko, tetapi dia memakai lipstik di bibirnya. Dengan kulit putih sebagai latarnya, kilauan dari lipstik membuatnya kelihatan sangat menarik perhatian.

Juga, dadanya yang bahenol secara ketat didukung oleh pakaian mikonya. Sosok rasio nya yang sangat menarik perhatian. Kemeja di depan dadanya sedikit terbuka, dan seseorang secara samar-samar bisa melihat dada seputih salju. Wajahnya juga agak unik. Walaupun kelihatan lembut, ia memberikan kesan yang suci.

"Nenek!"

Miko ini secara tiba-tiba berteriak.

"...Jadi apakah kamu juga mengetahuinya?"

Setelah mendengar dia menanyakan itu, suara serak yang berasal dari ujung kamar yang gelap.

"Un. Kelihatanya seseorang mendapatkan itu lagi."

Miko itu menyipitkan matanya dan melihat di sekitarnya, dan seorang nenek tua keriput duduk disana. Kelihatan seperti usianya sudah lebih dari 100 tahun.Pakaian yang dikenakanya sudah sangat ketinggalan jaman dan dia sangat kecil, dia mampu menyembunyikan keberadaanny supaya dia tidak dapat ditemukan. Nenek tua tersebut perlahan-lahan membuka matanya yang terpejam, dan melirik ke arah miko.

"Menurutmu bagaimana?"

Miko secara tegas mengerutkan keningnya.

Dan melipat lengannya.

"Rasanya tidak bagus...mungkin 'otak' nya berada disana."

Jarinya yang putih dan langsing Menjangkau lengan baju nya.

"Un."

Nenek tua menganggukkan kepalanya,

"Malahan aku dapat merasakan bahwa baunya tidak mengenakkan."

"...Iya, sangat tidak mengenakkan.".

Di wajah miko yang cantik memperlihatkan kerutan yang tipis, dan mengatakanya dengan cara yang tenang,

"Lagi pula, benda itu selalu bersembunyi di tempat yang buruk."

"Benda tersebut kembali di dunia ini. Berarti bahwa seserang menghargai benda tersebut."

"Nenek?"

Miko tersebut melirik dengan tajam ke arah nenek tua, yang menganguk lagi.

"Un, nyawa orang itu dalam bahaya."

Miko itu tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya, pada saat itu pula, nenek tua tersebut bertanya,

"kukatakan."

Kelihatan seperti dia mengetahui bagaimana lawan bicaranya tersebut akan menjawab.

Nenek tua itu mengeluh menunjukkan sedikit keengganan dari berhenti.

"...Shino, kemana kamu akan pergi?"

Jawaban miko tersebut singkat, kelihatan sepertu dia tidak ingin nenek tua tersebut mencemaskanya.

"Kemana lagi? Aku akan menghancurkan benda tersebut."

Nenek tua itu pun mengeluh.

"Malahan jika aku tidak menyetujuinya, kamu tidak akan memperdulikanya, kan..."

Miko tersebut memberinya tampilan yang mengejek pada nenek tua sambil melayangkan ekspresi yang tajam, setajam pisau belati,

"Apakah kamu pikir bahwa kemampuanku kurang mencukupi, nenek?"

"Tidak, bukan itu yang aku cemaskan."

"Aku sekarang bukanlah anak kecil dulu yang berumur 6 tahun"

"Un, kamu sudah berlatih dengan keras selama 20 tahun ini."

"Jadi, apakah kamu bimbang akan benda misterius yang masuk di tubuhku ini?"

"Tidak, bukan itu yang aku bimbangkan. Menurut ramalanku, sebentar lagi kamu akan menemukan orang yang mampu mengurusnya."

"Jadi, apa yang kamu bimbangkan?"

"Bukan, itu?"

Melihat neneknya yang kelihatan ingin berbicara lebih,

"Jangan katakan itu! Nanti aku akan mendengarkan nasehatmu. Aku berangkat dulu!"

Miko tersebut sedikit menaikkan kerah lengan bajunya, dan cepat-cepat menuju pintu keluar.

"Ah."

Nenek tua itu menjerit, tetapi miko itu tidak menoleh kebelakang.

Dan kemudian,

"!"

Pada saat miko keluar dari kamar.

"KYAAAHHHH!!!"

Dia mengeluarkan jeritan yang sangat kuat. Keberadaan akan nenek tua itu menghilang dari belakangnya(!). Kelihatannya dia lupa bahwa ada tangga diluar.

Setelah berberapa saat, suara sesuatu mendarat di lantai dapat didengar.(!)

Nenek tua itu tanpa sengaja menutup matanya dan melengkungkan lehernya ke bawah.

Dan kemudian

"Sigh"

Dia mengeluh seraya dengan berat hati membuka matanya dan menggelengkan kepalanya.

"Inilah apa yang aku takutkan... keperibadian yang bersifat menuruntukan kata hati mu itulah yang membuat ku cemas."

...Pada saat kejadian misterius yang tidak wajar tersebut, hampir semua orang tidak menyadarinya terkecuali Elsie.

Pada saat istirahat makan siang. Elsie yang dipuja dan disayangi setiap orang, diajak makan bersama oleh teman-temanya.

Namanya adalah Takahara Ayumi, Kosaka Chihiro, dan Terada Miyako.

"Elly yuk kita makan sama-sama!"

"Elly yuk makan sama-sama"

Memimpin kelompoknya, Cihiro memanggil Elsie. Dengan catatn lainya, 4 cewek tersebut , termasuk Elsie membentuk sebuah girl band, dan Cihiro adalah vocalis utama dan gitaris.

Penampilan, keperibadian, dan minat, seluruh parameter Cihiro (menurut Keima) biasa saja. Dia tidak terlalu menonjol. Tetapi dia memiliki keperibadian seorang kakak yang mampu membawa orang-orang disekitarnya menjadi baik atau jahat, (cek original translation) dia lebih sering berakhir menjadi seorang pemimpin.

Dia juga lah orang yang membuat Elsie ikut di awalnya.

Jika ini adalah Elsie yang biasanya, pada saat dia mendengar Cihiro berkata demikian,

"Baiklah, saya mau"

Dia dengan gembira menjawabnya. tetapi hari ini,

"Ah, baiklah..."

Walaupun dia berdiri sambil mengambil bento (bekal makan siang), dia seketika itu juga merasa sedih sambil melirik ke arah bangku Keima yang kelihatanya sangat jauh.

"..."

Terada Miyako menyadari Elsie kelihatan seperti ini, dan memiringkan kepalanya sambil menaruh rasa curiga.

"Ada apa?"

Serta merta Elsie melontarkan senyuman yang kaku.

"Ah, ti, tidak apa-apa!"

Dan kemudian dengan panik melambaikan tanganya di depan wajahnya.

Terada Miyako sama seperti Cihiro, seseorang yang kelihatan biasa saja. Tetapi, dirinya, tidak seperti Cihiro, bukan tipe yang memimpin orang lain. Dia adalah orang yang biasa saja dan pekerja keras, dan diantara teman-temanya, dia adalah orang yang akan menjaga orang lain.

Karena itu lah dia menyadari bahwa Elsie agak sedikit aneh.

Miyako adalah keyboardist. (cek di original)

Pada saat bersamaan,

"Baiklah, mari satukan mejanya bersama-sama! satukan bersama-sama"

Takahara Ayumi Yang selalu penuh semangat memanggil mereka.

wajahnya berseri-seri,

Pada saat bersamaan dia mendorong Elsie dan Miyako di pundak mereka dari belakang.

"Ah, ba, baiklah."

"Un."

Elsie dan Miyako mengangukkan kepala mereka setelah didorong

Mereka semua adalah gadis-gadis yang sedang dalam masa pertumbuhan, dan meski mereka akan berkata ‘aku agak gemukan’ atau ‘haaah, kelihatannya besok aku harus mulai diet’, mereka tetap akan menghabiskan roti atau bento mereka.

Khususnya Ayumi, yang berasal dari tim atletik, akan makan jauh lebih banyak daripada orang biasa karena kalori yang akan ia gunakan.

“Akhirnya, waktu itu, para sempai,”

Ayumi berceloteh, dan saat ia berhenti, ia memasukkan roti besar ke dalam mulutnya hingga mulutnya penuh. Penampilannya yang manis hanya nomor dua dari Elsie dalam gang pertemanan ini. Gaya rambutnya memiliki pesona kemurnian yang cocok untuk seorang gadis dari klub atletik dan postur tubuhnya pun lumayan langsing.

Karena itu, di kelas ia juga cukup populer.

Namun, ia sendiri tidak terlihat seperti gadis yang akan memikirkan hal semacam itu.

Sebagai catatan,dalam band ia adalah gitaris, seperti Chihiro. Baik dalam band maupun di antara teman-temannya, ia selalu menjadi yang paling bersemangat.

“…”

Saat itu juga, Ayumi mendadak terdiam, dan Chihiro, yang sedang memakan keripik kentang, tampaknya menyadari sesuatu juga,

“…”

Dan memandang Ayumi serta Miyako.

“…”

Miyako memegang keningnya dengan cemas.

“…”

Ayumi sendiri mengangkat bahunya, seperti berkata ‘Aku tidak tahu’.

“Nah.”

Chihiro akhirnya angkat bicara mewakili semuanya.

“Ada masalah apa, Elly?”

Sejak tadi, Elsie selagi menaruh tangan di dagunya dan sikunya di atas meja sembari memandangi Keima dengan cemas. Tampaknya ia tidak mendengarkan ocehan Ayumi tadi.

“…”

Bahkan setelah Chihiro memanggilnya, ia tetap tidak menanggapi.

Kelihatannya ia tidak sadar Chihiro memanggilnya juga. Chihiro, Ayumi dan Miyako diam-diam saling bertukar pandang dan menganggukkan kepala mereka.

“““ELSIE!!!”””

Ketiganya menyerukan namanya. Elsie benar-benar terkejut. Ia meluruskan punggungnya dan dengan bingung menoleh untuk melihat mereka.

“Y, ya? A, ada apa? Apa yang terjadi?”

Chihiro menghela nafas. Ayumi berkata dengan ragu,

“Ada masalah apa? Kamu kelihatannya nggak memerhatikan? Katsuragi nggak segitu cakepnya sampai kau keasyikan melihatnya, kan?”

Miyako terlihat agak khawatir.

Elsie menunjukkan ekspresi agak malu sembari mengulurkan tangannya untuk menggaruk kepalanya.

“Ahaha, ma, maaf.”

“Kamu kenapa?”

Kali ini, giliran Chihiro yang bertanya sambil mengernyit,

“Apa ada sesuatu yang membuatmu cemas?”

Dua gadis lainnya menunjukkan raut serius. Elsie senang dengan persahabatan mereka, namun ia ragu apakah ia harus menanyakan pertanyaan ini.

“Eh, itu.”

Ia melirik ke samping dan melihat Keima sebelum memelankan suaranya,

“…Nii-sama.”

“Katsuragi?”

“Otamegane?”

Kata-katanya tak terlalu jelas,

Tetapi Ayumi dan Chihiro sedikit bergetar, meskipun tak terlalu jelas.

Pipi kedua gadis itu sedikit merona, meski mungkin tak ada yang menyadarinya, termasuk mereka sendiri.

Elsie mengangguk, dan kelihatannya ia sudah siap.

“Apa kalian tidak berpikir nii-sama bertingkah aneh akhir-akhir ini?”

Semuanya terdiam selama beberapa saat.

Kemuadian,

“Ahahahaha.”

“A, apa katamu~ kok tiba-tiba sekali, sih?”

“Oi oi, Elly. Jangan memberi lelucon waktu kita sedang makan, oke?”

Ketiganya mulai tertawa. Elsie tidak tahu apa yang sedang mereka tertawakan dan membelalakkan matanya. Saat itu juga, mereka tiba-tiba berkata dengan kompak,


“““Cowok itu memang selalu aneh!”””

Dan mereka cukup mempunyai chemistry.

Itu benar.

Sekarang ini, Keima sedang memasang visor [5] dan terus mengubur dirinya dengan bermain game. Dia memanyunkan bibirnya, tak memedulikan sekitarnya dan terus memainkan galgenya.

Selama istirahat makan siang.

Apa ada kata selain ‘aneh’ untuk menggambarkan sikapnya?

“I, itu benar~”

Jari kedua tangan Elsie berputar-putar, menunjukkan rasa malunya.

“Tapi bukan cuma itu~”

Tetapi tiga gadis lainnya sedang mengobrol dan tidak mendengarkan yang Elsie katakan.


“Cowok itu benar-benar aneh~”

Semua orang sepakat berpendapat demikian.

Dari murid hingga guru, semuanya merasa bahwa Katsuragi Keima adalah ‘orang yang aneh’. Namun menyangkut ibunya, ia adalah orang yang lebih normal.

Sebagai perempuan, ia seorang diri mengurusi semu amasalah di kafé ‘Grandpa’, dan bahkan mengambil alih beban keluarga Katsuragi dari ayah Keima yang jarang pulang ke rumah.

Karena ia dulunya adalah orang yang ugal-ugalan, semua orang yang membuatnya marah pasti akan mendapatkan balasan yang mengerikan. Akan tetapi, ia biasanya adalah seorang ibu baik yang akan merawat orang, sangat sabar dan sangat cerdas. Ia membesarkan putranya, Keima, yang mempunyai kepribadian yang sangat aneh (sebenarnya, dalam hati ia juga agak cemas), dan bahkan mengangkat Elsie, anak tidak resmi suaminya (meski sebenarnya ia salah paham). Dari pembawaannya yang sangat ramah, orang bisa mengatakan bahwa ia bukan orang biasa.

Dari caranya yang dengan sopan menyapa para pelanggan di konter kafé, mungkin susah dibayangkan bahwa ia adalah seorang ibu yang bernyali tinggi.

“Hm~hm~☆”

Ia bersenandung sendirian di dapur setelah usai bekerja.

Kemampuannya membuat makanan yang lezat dan bergizi seimbang adalah hal yang Elsie, sebagai sesame perempuan, benar-benar kagumi.

Elsie berada di sampingnya, membantu menyiapkan makan malam dengan mengupas kacang kapri. Tiba-tiba, dengan penasaran ia bertanya,

“Anu, okaa-sama.”

“Hm?”

Ibu Keima—Katsuragi Mari sedang menuang air panas saat ia bertanya,

“Ada apa, Ell-chan?”

Kedengarannya suasana hatinya sedang baik.

Elsie menjadi sedikit ragu.

Tetapi.

“Eh.”

Elsie masih berharap Ibu Mari tahu tentang hal ini, dan ia berharap dapat mendengarkan saran darinya.

“Ini mungkin kedengaran aneh.”

Elsie mendekati Mari dan memelankan suaranya untuk mencegah Keima, yang sedang duduk di meja ruang tamu mendengarnya.

“Akhir-akhir ini,”

Ia menelan ludah.

“Apa kami nii-sama bersikap aneh akhir-akhir ini?”

Sesaat, Mari menoleh dan memandang lurus pada Elsie, sampai-sampai lupa untuk menaruh sumpit pengaduk di tangannya.

Elsie memandang Mari penuh harap.

Ia percaya.

Ia percaya bahwa Mari, pasti telah menyadari sesuatu yang ganjil pada Keima.

“Fu.”

Mari tiba-tiba mengguncangkan bahunya,

“Ahahahahaha.”

Dan mulai tertawa terbahak-bahak dengan suara keras.

“Tolong, ya~ bukannya anak itu memang sudah aneh, Ell-chan?”

“Eh, itu benar, sih, tapi~”

Bahkan ibu Keima sendiri menyebutnya seperti itu.

Elsie terlihat sangat bingung dan diam-diam menengok ke belakang. Keima sedang mengenakan visor dan memainkan gamenya. Posisinya sama persis dengan saat ia berada di sekolah, bahkan bibir manyunnya pun terlihat persis.

“Ngomong-ngomong, dia duduk dengan patuh di meja saat waktunya makan, jadi kurasa ada peningkatan.”

“…”

Elsie tidak tahu bagaimana harus menjawab dan menggulirkan bola matanya dari sisi satu ke sisi lainnya.

“Ngomong-ngomong.”

Ekspresi Mari menjadi sedikit serius.

“Akhir-akhir ini, yang aneh bukan anakku. Tapi rumah ini.”

Mari meletakkan sumpit pengaduknya, mengelap tangannya dengan apron dan melihat Elsie.

“Apa kau tidak merasa ada angin-angin yang bertiup masuk dari beberapa celah?”

“…”

“Ini aneh. Aku tidak menemukan satu lubang pun setelah mencari sepanjang hari.”

“…”

“Rumah ini terasa dingin. Tapi aku tidak tahu sebabnya.”

“Ya, sekarang musim panas.”

“Ya. Itu benar-benar aneh. Lagipula kita biasanya tidak menyalakan AC.”

“…”

Elsie nampak berkaca-kaca. Mari meneruskan,

“Rumah ini juga kelihatan gelap. Apa lampu-lampunya rusak?”

Ia melihat ke langit-langit.

“…”

Elsie mendadak menoleh. Saat itu, Keima melepaskan visor dan bangkit. Sepertinya, ia hendak pergi ke toilet. Dia pelan-pelan menggerakkan kakinya dan meninggalkan ruang keluarga.

“Toilet lembab sekali, dan rumah ini bahkan berguncang sebentar saat tengah malam. Rasanya seperti ada yang berkeliaran. Haruskah kita mencari orang-orang yang spesialis dalam bidang ini untuk memeriksanya?”

Tepat saat Mari mengusap dagunya dengan jari dan bergumam,

“!”

Elsie merasakan hawa dingin menjalar di punggungnya.

Sementara Keima, yang membuka pintu dan hendak meninggalkan ruang keluarga…

“Eh!”

Ia hanya bisa memekik.

Keima memperlihatkan senyuman misterius di bibirnya.

Elsie mulai tambah merasa tidak enak.


Elsie mandi agak malam hari ini.

Ia sibuk dengan tugas-tugas rumah, dan menunggu Mari dan Keima selesai mandi lebih dahulu sebelumnya. Itu karena Elsie merasa bahwa ia hanya tinggal bersama mereka untuk sementara waktu, dan juga karena ia perhatian.

Meskipun wajah Elsieterlihat agak kekanak-kanakan, proporsi tubuhnya sangat mengagumkan.

Dengan hati-hati, ia membasuh kulitnya yang seputih salju dan rambutnya yang hitam kelam sebelum menenggelamkan diri ke dalam bak mandi.

“Fuu.”

Dan menghembuskan helaan nafas.

“Aku benar-benar sibuk hari ini.”

Di sekolah, ia harus berlatih bersama Chihiro dan kawan-kawannya di band. Di rumah , ia harus membersihkan kafé, bersih-bersih rumah, dan mencuci pakaian.

Jadi, ia memejamkan matanya sejenak, dan nyaris tertidur di bak mandi.

Tes.

Tiba-tiba, suara tetesan air terdengar.

Ia buru-buru membuka matanya. Air menetes pelan dari keranke dalam bak yang penuh dengan air.

Plup.

Tetesan-tetesan air itu menyebar di permukaan air dan mengeluarkan bunyi.

Elsie buru-buru meraih keran dan mengencangkannya.

Plup, plup. Air hangat meluncur dari kulit putihnya yang halus dan mendarat di ubin lantai.

“Fuu.”

Ia kembali merendam dirinya ke dalam bak mandi dan menepuk dirinya dengan jari untuk mengusir rasa kantuknya. Ia memikirkan Keima.


“Aku masih, merasa, kalau ini agak aneh.”

Sejak dia membeli ‘Favor of the Western Lantern’, jelas ada sesuatu yang salah dengan Keima. Meskipun begitu, seperti yang semua orang katakan, sikap dan tingkah laku Keima memang jauh dari ‘kewajaran’. Tetapi, Elsie bisa mengatakan.

Entah mengapa.

Keima lebih aneh dari biasanya.

Tidak, seharusnya dikatakan ia jauh lebih aneh dari biasanya.

Pada saat itu, sesuatu terlintas di benak Elsie.

“Ah.”

Ia tanpa sadar berseru. Jadi begitu.

Ia akhirnya memikirkannya.

Sumber dari semua keganjilan.

Adalah…

“U.”

Bulu kuduk Elsie mendadak berdiri meskipun ia sedang berendam dalam air hangat.

Ia merasa tubuhnya menjadi dingin.

“Aku mengerti, jadi itu sebabnya…”

Alasan mengapa ia merasa bahwa Keima aneh.

Sebenarnya karena dia tidak berbeda dari biasanya.

Keima mendapatkan game yang tidak pernah ia sangka dapat dibelinya, dan itu adalah game yang selalu ia impikan. Tetapi, dia tidak menjadi keasyikan bermain game itu untuk menaklukkannya, malah pergi ke sekolah seperti biasanya (meski sambil bermain), dia makan seperti biasanya di rumah (meski sambil bermain), dan tidur seperti biasanya (kemungkinan besar, dia mengunci dirinya di dalam kamar dan meneruskan gamenya.)

Namun,

Kapan dia memainkan game itu?

Game yang bernama ‘Favor of the Western Lantern’.

Elsie sangat mengerti bahwa sekali Keima serius, dia dapat memecahkan game itu dengan kecepatan yang jauh melampaui kemampuan manusia. Tapi, bahkan setelah membeli game itu dan menghabiskan beberapa waktu, ia tidak terlihat berhasil menaklukkan ‘Favor of the Western Lantern’. Dia sudah menjelaskan semua tentang game itu pada Elsie. Jika dia menaklukkannya, paling tidak dia akan menceritakan perasaannya.

Ngomong-ngomong,

Seluruh situasinya malah bertambah aneh.

Dari apa yang biasanya Keima lakukan, mestinya dia akan mengurung diri di kamar dan memainkan ‘Favor of the Western Lantern’ itu sepanjang hari.

Itu kembali menimbulkan pertanyaan,

“Kapan kami nii-sama memainkan game itu?”

Sekarang, Elsie sudah tahu bahwa itu adalah game yang harus ‘diinstal’ dalam sebuah ‘komputer’.

Tapi, Keima berangkat ke sekolah dan berbicara dengan Mari seperti biasa setelah sampai di rumah, membaur ‘dengan senang hati’ dengan anggota keluarganya di ruang keluarga.

Kalau begitu, kapan dia punya waktu untuk memainkan ‘Favor of the Western Lantern’ yang akhirnya ia dapatkan…

“Jangan-jangan…malam hari?”

Elsie merasakan hawa dingin di dalam kepalanya dan menengadah melihat langit-langit.

Lantai dua.

Tampaknya dia dapat melihat menembus langit-langit ke dalam kamar Keima sementara dia terkunci di dalamnya, memelototi layar game bagaikan kesurupan.

Punggungnya membungkuk.

Dan di balik kacamatanya, matanya berbinar-binar.

Mulutnya pasti menyunggingkan senyuman misterius itu…

Sedetik kemudian, Elsie merasa sangat ketakutan karena ia merasakan hawa dingin di punggungnya.

“!”

Ia nyaris menjerit ketika lampu padam. Ia langsung merasa panik. Matanya yang kehilangan cahaya tidak mampu segera menyesuaikan diri dalam kegelapan, dan ia sama sekali tidak bisa melihat apa-apa. Jadi, ia secara refleks berdiri.

“~u”

Ia terlihat berkaca-kaca saat ia memanjat keluar dari bak mandi, berhati-hati agar tidak terpeleset sembari mengulurkan tangannya dan meraba-raba sekelilingnya dalam kegelapan.

Namun, dalam hati ia gugup.

Ada apa ini?

Apa yang terjadi?

Apa listriknya mati?

Apa ada yang mematikan lampu?

Apa?

Ada apa?

Setumpuk pertanyaan berputar-putar di dalam kepalanya sementara ia bergegas mencari jalan keluar dengan kaki telanjang. Saat ia hampir mencapai pintu untuk keluar dari kamar mandi,

“!”

Elsie tanpa sengaja menghentikan langkahnya.

(Aneh? Apa itu?)

Matanya akhirnya terbiasa dengan kegelapan.

Masih samar-samar, tapi dia bisa melihat kamar ganti lewat celah yang sedikit terbuka.

Apa?

Apa itu?

(Ada sesuatu yang berlutut di lantai.)

Perutnya merasakan hawa dingin, dan seluruh aliran darahnya bagaikan membeku dalam sekejap.

(Apa itu orang? Ada seseorang di sana?)

Elsie benar-benar lupa bahwa ia sedang telanjang. Ia terpaku di situ, dan matanya tak bisa berpaling dari sesuatu itu.

Giginya bergemeletuk.

(Apa itu okaa-sama? Atau kami nii-sama?)

Bagaimana mungkin?

Akal sehatnya mengatakan bahwa itu tidak mungkin. Kalau itu Keima.

Kalau itu Mari.

Mengapa mereka mendekam di sana dan tidak mengeluarkan suara?

Dalam gelap gulita.

Elsie,

“Siapa kau?”

Sangat ingin menanyai sesuatu itu, namun nalurinya menghentikannya. Sesuatu itu,

Bukan manusia.

Melainkan sesuatu yang lain.

(!)

Elsie hampir muntah. Sosok itu,

Mulai berpaling ke arah Elsie.

Pertama, wajahnya.

Kemudian, bahunya berputar dengan tidak wajar saat tubuh bagian atasnya berputar.

Makhluk itu tak mengatakan apapun.

Yang menggantikannya malah,

“Eh, eh.”

Elsie mengeluarkan suara aneh jauh di dalam tenggorokannya dan nyaris pingsan. Matanya tak bisa berpaling dari makhluk itu, dan ia tidak bisa melakukan apa-apa. Di balik kegelapan, ia dapat melihat sosok makhluk itu, namun entah mengapa, ia sama sekali tidak bisa melihat wajahnya.


TWGOK 02 009.jpg


Wajahnya sama sekali kosong.

Seperti hantu tanpa muka.

Kemudian,

Dalam posisi itu,

Tiba-tiba.

“~”

Makhluk itu,

Meloncat seperti serangga, hinggap di atas pintu,

“Chichichichichichichi!!”

Dan mengeluarkan suara aneh.

Pintu itu dipaksa membuka oleh tangan-tangan putih yang berkerumun (!) dan berusaha masuk. Tangan-tangan dan kaki-kaki itu semuanya menggapai-gapai dengan membabi buta.

“Chichichichichi!”

Makhluk,

yang menjijikkan itu.

Mau masuk ke dalam kamar mandi.

Chi.

Elsie ambruk ke belakang dan pingsan di lantai, ia secara refleks juga mengeluarkan suara.

“KYYYYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!!!”

Teriakan itu menjadi jeritan yang mengguncangkan seluruh anggota keluarga Katsuragi.


Dan yang terjadi setelah itu, Elsie sama sekali tidak bisa ingat. Yang ia tahu hanya bahwa Mari buru-buru mengangkat tubuhnya yang telanjang.

Tampaknya ia pingsan di lantai kamar mandi.

Lampu-lampu sudah menyala.

Ia bisa melihat Keima di belakang Mari. Dia memalingkan wajah, mengusahakan dirinya untuk tidak melihat Elsie. Pada saat itu, yang Elsie pikirkan mungkin tidak sesuai dengan situasinya.

(Kami nii-sama…peduli padaku.)

Kelihatannya Keima datang setelah mendengar jeritan Elsie, yang membuatnya sangat senang dan tidak bisa menahan senyumnya. Saat itu juga, ia sadar bahwa ia masih telanjang dan panik.

Ia menggunakan handuk untuk membungkus tubuhnya dan berdiri dari lantai.

Mendengar kekhawatiran Mari,

“Apa kamu tidak apa-apa? Apa yang terjadi, Ell-chan?”

Ingatannya kembali, dan rasa takut kembali bangkit dalam dirinya.

Kemudian, ia bergidik.

Elsie buru-buru menjelaskan apa yang terjadi pada keluarga Katsuragi.

Lampu yang mendadak padam.

Dan ada makhluk yan gtidak diketahui asalnya mendekam di dalam ruang ganti.

Ia melambai-lambaikan tangannya sembari menjelaskan mati-matian.

Akan tetapi,

“…”

“…”

Baik ibu dan anak itu, Mari dan Keima, hanya saling bertukar pandang. Mari terlihat agak cemas, dan Keima menghela nafas.

“Tapi, Ell-chan.”

Kata Mari kemudian,

“Aku dan Keima sama-sama terjaga, tapi lampu tidak padam, lho? Lampu terus menyala. Tidak diragukan lagi.”

“Soal itu!”

Elsie mati-amatian berusaha membuat mereka yakin.

“Itu! Wanita itu!”

Entah mengapa, naluri Elsie mengatakan bahwa makhluk itu perempuan.

“Wanita itu pasti yang mematikan lampu!”

Keima menghela nafas lagi. Mari sendiri tersenyum. Lalu,

“Ell-chan, kamu pasti kelamaan berendam di dalam bak mandi, sampai mendapat halusinasi itu.”

Tangan putih Mari memegang kening Elsie dengan lembut.

“Ta, tapi.”

Elsie ingin melanjutkan. Namun pada saat itu, Keima berbicara,

“Sumpah, Elsie.”

Dia tidak memberikan Elsie waktu untuk meneruskan kata-katanya. Mata di balik kacamata itu berkilau, dan ia segera berkata,

“Aku turun ke dapur untuk mengambil minuman, dan Ibu kebetulan baru keluar dari toilet. Kami sudah ada di sini kurang dari 10 detik sesudah kau menjerit. Ibu berada tepat di depan toilet toilet, jadi mestinya tidak ada be any delay in time.

“Dengarkan aku, Ell-chan.”

Mari terlihat benar-benar khawatir.

“Seperti yang Keima katakan. Benar-benar kebetulan aku baru keluar dari toilet. Kamu tahu toilet di rumah ini terletak tepat di sebelah kamar mandi, jadi aku segera membuka kamar mandi saat aku mendengar kamu menjerit.”

Pada saat ini, Elsie akhirnya mengerti apa yang berusaha mereka katakan.

Mari menambahkan.

“Tentu saja, aku tahu waktu aku membuka pintu. Tidak ada yang aneh di dalam ruang ganti, dan lampu di kamar mandi semuanya menyala.”

“Hau.”

Mata Elsie sedikit berair.

Setelah mereka menjelaskan…

Ia mungkin merasa bahwa semua itu hanya halusinasi belaka.

Jadi, ia sedikit bisa menerima penjelasan Mari, dan merasa jauh lebih lega.

Tetapi,

Ia masih merasa bahwa hal itu memang terjadi sebelumnya…

Elsie tidak benar-benar mengerti, dan menggunakan kepalan tangannya untuk mengetuk dagunya selagi ia tenggelam dalam pikirannya.

“Hau~”

“…”

Keima, yang terus melihatnya tanpa berkata apa-apa, menghela nafas untuk ketiga kalinya.

“Lain kali, ingat untuk jangan mandi terlalu lama, Elsie. Aku kembali ke kamar.”

Keima berkata seraya meninggalkan ruang ganti. Kelihatannya bersama dengan Elsie yang setengah-telanjang membuatnya merasa tidak enak.

Dari sudut pandang tertentu, pemikiran ini logis saja.

Kemudian, Mari berkata,

“Ini, Ell-chan, cepat ganti dan datanglah ke dapur. Kamu kelihatan capek. Biar kusiapkan ‘’’ginger ale’’’ untuk membangunkanmu.”

Ia tersenyum dan mengikuti Keima. Duk, pintu ditutup.

“Hau~”

Elsie, yang ditinggal sendirian di dalam ruang ganti, mengeluh. Ia kemudian berpikir sambil pelan-pelan mengenakan pakaiannya. Ia melepas handuk sambil mengambil pakaian dalamnya dan mengangkat kaki saat hendak memakainya.

“?”

Ia cepat-cepat memakai pakaian dalamnya dan perlahan-lahan berjongkok.

Lalu, ia menggunakan ujung jemarinya untuk memungut sesuatu dari lantai.

“!”

Mukanya langsung memucat.

Itu,

Seutas rambut putih yang panjang.

Reaksi pertama Elsie.

Adalah,

“~U!”

Ia menjepit seutas rambut itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi, dan dengan panik berlari-lari di sekitar ruang ganti. Manusia…tidak, iblis pun, makhluk apapun yang bertemu rangsangan yang jauh melampaui kemampuan mereka pasti akan panik.

(Apa? Apa ini?)

Ia sama sekali tidak tahu.

Kenapa,

Di tempat seperti ini…

Ada rambut seperti ini?

Pikiran-pikiran Elsie terhubung . Sosok misterius itu, software game yang Keima beli, dan seutas rambut putih yang jatuh tepat di depan kamarnya.

Jadi, ia pun menyimpulkan.

Bahwa…

Seutas rambut ini…

Apakah,

Sosok aneh itu.

Wanita itu.

Makhluk itu?

“Apa, apa semua ini berhubungan? Dengan game itu?”

Sekujur tubuhnya tidak tahan untuk tidak bergetar.

Tubuhnya tidak mau mendengarkannya dan udara menjadi semakin dingin.

“…game yang kami nii-sama beli waktu itu.”

Ketika itu.

Elsie akhirnya pulih, dan menyadari bahwa jemarinya masih memegang rambut yang tidak jelas asalnya itu.

“KYAH!”

Ia menjerit, melempar rambut itu…

“U, uu.”

Dan buru-buru berlari ke wastafel untuk mencuci tangannya dengan sabun. Setelah memastikan bahwa ia telah mencucinya beberapa kali, ia menghembuskan nafas lega.

Kemudian, ia menggunakan selembar tisu untuk memungut rambut itu dan membuangnya di tempat sampah. Itu tindakan yang sederhana, namun terasa sangat menjijikkan sampai ia hampir memekik…

“Hau~”

Ia hanya berharap.

Untuk tidak,

Mengalami fenomena yang aneh lagi.


Seluruh kehidupan sehari-harinya,

Perlahan-lahan dirusak oleh keanehan-keanehan.

Seperti saat ia berbaring di tempat tidur, ia akan melihat ke jendela karena tidak bisa tidur, dan di luar jendela…

Meskipun ini lantai dua.

“!”

Ada sebentuk wajah yang dimiringkan ke samping, melihat ke dalam ruangan tanpa mengeluarkan suara.

Wajah yang kosong,

Tanpa organ apapun.

Dan sapuan rambut yang putih.

“Eh!”

Tepat saat Elsie hendak menjerit.

Wajah itu tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

Apa dia bermimpi?

Apa ini imajinasinya?

Atau dia cuma salah lihat?

Bagaimanapun, Elsie sama sekali tidak bisa tidur.


Saat ia dikelilingi teman-teman sekelasnya di sekolah.

Ia melihat Keima.

Pandangan di depan matanya membuatnya terkejut.

“!”

Ia nyaris menjerit di tengah siang bolong.

Ada sebuah tangan putih,

Begitu kurus sampai tidak wajar dimiliki seorang manusia, tumbuh dari celah di antara meja, menempel erat-erat ke pinggang Keima.

Tangan itu melingkarinya beberapa kali.

Berkali-kali.

Tepat ketika Elsie nyaris kehabisan nafas dan diam terpaku.

Ilusi itu lenyap tanpa jejak.

Keima terus menyunggingkan senyum tipis sambil terus memainkan gamenya dengan santai. Dan ada berbagai macam kegemparan di sekitar mereka saat Chihiro dan kawan-kawan memanggilnya.

Ada apa ini?

Apa ada yang salah dengan kepala Elsie?

Apa yang sebenarnya terjadi?


Waktu mandi di rumah, ia menemukan rambut putih yang terbawa aliran ke saluran air.

Itu jelas-jelas bukan milik Elsie.

Itu bukan rambutnya.

“Hau.”

Ia bingung sekali.

Pada suatu hari, ia akhirnya sudah tidak tahan lagi…


Pagi itu gerimis. Elsie merasa tidak enak setelah ia bangun dari tempat tidur.

Tak peduli apakah di sekolah,

Ataupun saat ia pulang ke rumah,

Ia merasa ada sesuatu yang tidak berasal dari dunia ini sedang mengawasinya dari belakang, dan ia pun berulang-ulang kali menoleh ke belakang.

Melihatnya seperti ini, bahkan Chihiro yang biasanya cuek,

“…Oi oi, kamu kenapa, sih, Elly?”

Tidak tahan untuk tidak mengangkat alisnya dan bertanya.

Sementara Elsie,

“…”

Hanya bisa memberikan senyuman yang terlihat seperti hendak menangis sembari menganggukkan kepalanya tanpa suara.

Ia tidak bisa menjelaskannya.

Dan ia tidak bisa meminta orang lain menolongnya.


Sesampainya di rumah, sesuatu yang membuat kecemasan Elsie bertambah tetjadi.

Ibu Keima, Mari,

“Maaf! Ada beberapa masalah di rumah ibuku, jadi aku harus menutup toko dan and pergi ke sana dulu.”

Saat ini menepukkan tangannya dan meminta maaf.

Elsie sedikit panik.

Ia sebenarnya memikirkan sesuatu jauh di dalam hatinya.

Yaitu,

“Rasanya lebih baik kalau okaa-sama [6] ada di rumah.”

Elsie merasa bahwa apapun yang terjadi, selama Mari ada di rumah ini, ia pasti akan bisa merasa lebih tenang. Namun, satu-satunya harapannya, Mari,

“Jadi, aku titip Keima padamu.”

Meninggalkan kata-kata itu dan buru-buru meninggalkan rumah.

“Ah.”

Saat Elsie membuka mulutnya, pintu sudah ditutup.

Ia bisa merasakan hembusan angin yang dingin,

Bertiup ke dalam lengan bajunya.


Setelah itu, Elsie memeriksa seluruh sudut rumah dan mengunci semua pintu serta jendela. Seekali, ia melihat langit kelabu di yang ada di luar jendela.

Hari masih sore, tapi lingkungan sekitarnya sudah gelap gulita. Awan-awan kelabu yang suram berlapis-lapis menutupi seluruh permukaan langit.

Air hujan yang sedingin es turun dari langit.

Tetesan-tetesannya mengalir di kaca jendela.

Lampu-lampu jalanan di luar jendela tampak semakin menyeramkan. Saat ia melihat matahari kuning yang terbenam mulai terselimuti, kegalauan Elsie tampaknya bekerja. Tubuhnya bergemetar dan ia meninggalkan jendela.

Karena ia sama sekali tidak merasa aman, Elsie memutuskan untuk menonton TV di ruang tamu.

Ia menyelimuti kepalanya dan meletakkan bantal di lututnya.

“A, apa ada acara yang lucu, ya…”

Ia terus mengganti-ganti salurann.

Tetapi, hanya pada hari itu saja…

“Ke, kenapa acara memasak bisa jadi edisi spesial supranatural?”

Ia hampir menangis.

Saat ia mengganti ke saluran berita, laporan tentang badai pasir mengejutkannya; saat ia mengganti ke saluran komedi, pembawa acaranya mulai membicarakan hal-hal yang seram.

Pasti ada yang mengacau di sini!

Kalau Keima melihatnya,

“Kenapa iblis takut dengan hal seperti itu?”

Kemungkinan besar dia akan berkata seperti ini pada Elsie. Tetapi, ia masih merasa ketakutan.

Elsie,

“Uu~ hau~”

Mengeluarkan suara isakan dan gemetaran saat ia menangis. Pada saat itu pula,

Klak,

“…”

Pintu menuju ruang keluarga terbuka.

Elsie,

“!”

Terlonjak kaget. Yang berdiri di pintu,

“…”

Jelas adalah Keima. Dia menggunakan suaranya yang tenang,

“Elsie.”

Untuk memanggil Elsie.

“Ad, ada apa?”

Suara Elsie tanpa sengaja menjadi jeritan. Ia menurunkan selimut yang tanpa sadar ia kenakan di atas kepalanya dan bantal di pahanya lalu berdiri. Keima melirik selimut dan bantal itu selama beberapa saat, namun tidak banyak bertanya, dan ia menyatakan permintaannya dengan jelas.

“Aku lapar. Aku mau makan sesuatu.”

Elsie samar-samar menganggukkan kepalanya.

“O, oke, aku mengerti…”

Biasanya, masakan yang dibuat Elsie akan menimbulkan perdebatan panjang. Sementara soal masakannya sendiri, baik rasa, gizi, ataupun penampilannya, ia memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadapnya; namun Keima akan grumble jika masakan itu dibuat untuknya (pada dasarnya, karena penampilan makanan itu menyebabkan beberapa gejala tertentu pada Keima).

Sebagai catatan, menu hari ini adalah,

“‘Keju Cheddar dan Nasi Kukus Mururuka’!”

Elsie dengan pede menyajikannya.

Biasanya,

“Mu, Mururuka? Apa itu?”

Keima akan mengatainya, dan Elsie akan berkata dengan percaya diri,

“Mururuka, ya Mururuka. Itu binatang berhidung bengkok yang sangat bergizi dan hidup di sungai Sanzu[7]!”

“Ja, jawaban macam apa itu!? Mana bisa aku makan benda seberbahaya itu setelah mendengarkan penjelasanmu?”

Dan memulai pertengkaran.

Tapi hari ini…

“…”

Keima menggerakkan sumpitnya tanpa suara dan memakan makanannya dengan suapan besar, tanpa sama sekali mengeluarkan protes.

Elsie mulai merasa depresi lagi.

“La, lalu, kami nii-sama.”

Itu adalah alasan.

Keima terlihat sangat tenang.

“Eh, eh.”

Dengan gugup ia membuka mulut.

“Yah.”

Keima tiba-tiba mengulurkan tangannya. Ia dengan lincah mengambil hiasan bunga dari atas meja dan mulai memakannya dengan lahap.

Elsie memelototi Keima.

“…”

Ia melihat baik-baik, dan menyadari bahwa Keima sedang menyendiri. Mata di balik kacamatanya berenang-renang.

Ekspresi Elsie sedikit dingin,

“…Kami nii-sama.”

“Un.”

“Apa makanannya enak?”

“Tidak buruk.”

Setelah mengatakan itu, Keima kembali melahap bunga, menelengkan kepalanya dan tampak sedang memikirkan sesuatu. Elsie menghela nafas dan memindahkan pot bunga itu.

Ia tidak bisa membiarkan Keima terus memakan bunga.

Mata Keima masih berenang-renang, dan sumpit-sumpitnya mulai menjentik dan menangkap-nangkap udara. Setelah beberapa saat,

“Aku mengerti!”

Dia mendadak berseru dan berdiri. Clak. Dia menyingkirkan sumpitnya.

“Aku mengerti hubungan antara semua ini! Sekarang…aku bisa memecahkannya. Elsie, aku kembali ke kamarku!”

“Eh?”

“Jangan ganggu aku.”

Setelah mengatakan itu, dia berbalik dan siap untuk meninggalkan kafé. Elsie tidak bisa mencegahnya,

“Ja, jadi, kami nii-sama!”

Dan memanggilnya.

Ia kira Keima tidak akan berhenti,

“…”

Tak disangka, dia berhenti di depan pintu dan berbalik untuk memandang Elsie.

“…Ada apa?”

Dan bertanya.

Elsie panik. Sebenarnya, ia tidak punya alasan untuk untuk memanggil Keima. Lebih tepatnya,

Ia merasa bingung dan gelisah.

Tentang Keima,

Tentang segala yang terjadi di rumah ini.

Semua perasaan tidak enak ini.

Tetapi,

“Ya, yah.”

Hau~

Setelah ragu sejenak,

“Eh, eh, yah…game Lantern yang kami nii-sama beli sebelumnya, sudah ditaklukkan?”

Elsie hanya bisa mengajukan pertanyaan ini.

Keima memelototinya dengan mata putihnya yang kosong.

Elsie memberikan senyum damai. Keima memandangnya, lalu,

“Fu.”

Dia tersenyum.

“Belum. Sayang sekali.”

“…”

Elsie tidak mengerti.

“Aneh buatku untuk mengatakan ini.”

Ia berusaha hati-hati untuk tidak membuat Keima marah,

“Tapi dengan kemampuan kami nii-sama, kelihatannya itu butuh waktu lebih lama.”

“…”

“A, apa karena game itu sulit ditaklukkan?”

“…”

Keima terdiam lama sekali, dan hal itu terasa aneh. Kemudian,

“Un, itu benar-benar game yang lumayan lebih sulit. Jujur, aku tidak pernah menyangka kalau penelitian tentang studi keagamaan dan pengetesan logika setingkat itu sampai dibutuhkan.”

Tetapi,

Keima berhenti sejenak.

“Bukan itu masalahnya.”

Masalahnya adalah,

Dia memberikan senyum penuh makna,

“Game ini hanya bisa dimainkan pada malam hari…”

Elsie sangat ketakutan hingga ia bergetar.

Sementara itu, Keima menyipitkan matanya, dan raut mukanya pun kembali tenang.

“Aku ulangi lagi. Jangan ganggu aku!”

Setelah meninggalkan kata-kata itu, ia buru-buru meninggalkan kafé. Elsie tertinggal seorang diri di dalam kafé, berdiri dengan hampa…


Untuk beberapa alasan, segalanya terasa benar-benar menyeramkan.

Elsie cepat-cepat membereskan semua piring dan menyapu sebelum mandi dan buru-buru mengganti bajunya dengan piyama sebelum masuk ke dalam futonnya [8]. Ia hanya memperlihatkan setengah wajahnya dari selimut sementara tubuhnya terus gemetaran.

“U, uu, hau~”

Matanya penuh dengan air mata.

Ada apa dengan Keima?

Apa maksudnya dengan kata-kata itu?

Apa yang terjadi?

Ia tidak memiliki niat untuk tidur. Ia sama sekali tidak ingin tidur.

Namun, saat ia saadar,

“I, itu ‘kan aneh?”

Elsie buru-buru menyeka air liur dari mulutnya.

Pandangannya yang buram perlahan-lahan semakin jelas dari dalam kegelapan. Tampaknya ia tanpa sadar tertidur.

Sebenarnya, ia sendiri sedikit tidak bisa mempercayainya.

Perasaan akan sesuatu yang tidak diketahui asalnya itu kuat sekali, tapi dia malah ketiduran…tidak,

Tetapi,

Saat ia tidur, rasanya seperti seluruh pikirannya masuk ke dalam kegelapan. Terasa aneh…saat memikirkan itu, ia terkejut.

“Eh?”

Ia akhirnya sadar apa yang salah.

“!”

Elsie sangat ketakutan hingga tubuhnya bergetar.

Ini aneh sekali.

Seingatnya ia tidak pernah mematikan lampu.

“Hau~”

Ia hampir menangis.

Entah sejak kapan, semuanya gelap gulita. Ia tergesa-gesa mengulurkan tangan unttuk menekan saklar di sebelah bantal.

“~”

Ia menekannya beberapa kali.

Tetapi,

“Ke, kenapa?”

Gigi Elsie bergemeletuk saat ia berbisik. Semua lampu mati.

“A, apa listriknya mati?”

Meskipun hal itu bukan tidak mungkin…

Namun yang mengisi kepalanya adalah insiden yang terjadi di kamar mandi beberapa hari yang lalu, saat sosok asing itu mendekam di ruang ganti.

Elsie dengan takut-takut melihat ke sekitar kamar mandi.

Makhluk itu.

Ia bertanya-tanya apakah wanita aneh itu mendekam di sana.

“UUU!”

Ia berseru.

Kemudian menutupi kepalanya dengan selimut untuk melupakan semua hal yang terjadi sebelumnya. Sebenarnya, Elsie memang berniat melakukan ini dan memutuskan untuk kabur dari kenyataan dengan seluruh kekuatannya hingga pagi menjelang.

Elsie memutuskan untuk bersembunyi di balik selimut.

Ia meringkukkan badannya.

Sangat kecil.

Kecil.


Hujan terus turung hingga tengah malam. Kelembaban yang menyesakkan pun menghilang dan digantikan oleh udara dingin yang ada di mana-mana.

Pemukiman itu sangat sepi.

Mesin penjual minuman tampak semakin terang di jalan yang diselimuti oleh malam.

Awan-awan dengan cepat melayang melewati langit malam.

Sementara awan-awan itu bergerak, rembulan sesekali muncul, menyinari tanah yang berlumpur, terlihat terang sekaligus suram pada waktu yang sama.

Tabi [9] putih dijejakkan keras ke dalam genangan air saat seorang miko muncul.

“Di sini, ya…”

Ia memegang setangkai payung kertas, dan mengangkat kepalanya dari balik payung untuk melihat sebuah kafé.

Papan nama di kafé itu,

Bertuliskan kata ‘Grandpa’.


Elsie memutuskan utntuk tidak meninggalkan selimut walau apapun yng terjadi. Ia meyakingkan dirinya bahwa jika ia tetap ada di dalam, tidak ada yang perlu dikhawatirkannya.

“Hmhm~hm☆”

Meskipun ia berdendang untuk menahan rasa takutnya,

“Hau.”

Air matanya terus mengalir.

“Hau~”

Ia tidak bisa mengatasi fenomena gaib ini.

Karena itu, Elsie membungkus dirinya dengan selimut, meloncat dari kasur, dan berlari keluar dari kamar.

Byur. Suara air dapat terdengar.

Elsie masih membungkus kepalanya dengan selimut seperti siput saat ia dengan takut-takut dan bercucuran air mata menyeret dirinya ke dalam toilet.

Karena sinar rembulan bersinar dari jendela, keadaan tidak begitu gelap.

Meskipun remang, ketegangan di sekitarnya membuatnya terasa seperti sinar putih itulah yang bertebaran.

Tapi,

“Hau.”

Meski demikian, Elsie benar-benar merasa tidak enak karena tidak ada cahaya lampu. Untuk jaga-jaga, ia bersembunyi di pojok dan berusaha menekan semua saklar lampu di koridor dan toilet, namun sama sekali tak ada reaksi.

Apa benda yang disebut saklar pemutus tenaga itu rusak?

Tapi Elsie tidak benar-benar paham cara kerjanya, dan ia tidak tahu di mana benda tersebut dipasang. Ia sama sekali tidak tahu bagaimana cara menanganinya.

Pada saat yang sama, ia merasa agak bingung.

Jika semua ‘listrik’ di rumah ini tidak bisa digunakan,

“Bagaimana kami nii-sama memainkan game itu?”

Bahkan Elsie pun tahu bahwa komputer membutuhkan listrik.

Saat itu juga.

“Eh!”

Tanpa banyak berpikir, Elsie berlari keluar dari toilet dan memekik pelan. Jari-jari kakinya yang tak beralas menyentuh sesuatu yang sedingin es.

Ia dengan lembut menarik kakinya mundur dan mendekatkan wajahnya ke koridor untuk memeriksanya,

“…Air?”

Itu adalah genangan air.

Ia melihat sekelilingnya. Kamar mandi tepat berada di depannya .

Pintunya yang tadi jelas sudah ditutup menunjukkan sedikit celah.

“Kenapa ada air di sini…kami nii-sama?”

Sesaat, Elsie berpikir bahwa Keima menumpahkan sesuatu, namun tampaknya tidak seperti itu. Genangan air itu mengalir ke depan.

Bagaikan benda basah yang berjalan mendekat.

Sesuatu memanjat keluar dari kamar mandi.

Elsie tiba-tiba merasa darahnya membeku.

Ia mulai gemetaran tak terkontrol, dan melihat…

Di depan koridor itu,

Ada sesuatu yang mendekam.

Makhluk basah dan berlendir itu.

Mengangkat wajahnya.

Wajah?

Tidak, makhluk itu,

Tidak mempunyai wajah.

Bagian depan kepalanya rata dan kosong.

Makhluk itu mengenakan gaun terusan putih, tangan dan kakinya membengkok dengan aneh bagaikan kera yang mendekam di tempat itu.

Sementara Elsie mengawasinya, tangan dan kaki makhluk itu membuka seperti kera.

Elsie menangis.

Dalam kegelapan yang hanya disinari cahaya putih keperakan dari rembulan.

“KYAAH!”

Namun, tubuhnya,

Kaku.

Tidak bisa digerakkan.

Ia tidak bisa lari.

“~”

Suaranya semakin parau meskipun ia ingin menyeret tubuhnya dan lari dengan sekuat tenaga.

Tetapi, makhluk berwujud misterius itu seperti mengeluarkan medan magnet yang kuat sehingga Elsie tidak bisa berpaling.

Udara di koridor itu semakin dingin.

Kakinya sangat kaku.

Akan tetapi, ia sudah hampir pingsan di lantai. Elsie terpaku di tempat itu, sama sekali tak bisa melakukan apa-apa, bagaikan bagaikan kecil yang menghadapi pemangsanya.

“Hau.”

Saat Elsie sudah sangat putus asa dan hampir menangis.

“Chichichichichichichi!!!”

TAP! Wanita itu berlari maju.

Dan di tengah koridor, makhluk itu menggunakan anggota geraknya yang seperti binatang itu untuk meloncat. Setelah momen ketegangan yan gganjil dan panjang.

“EH!”

Tepat saat ia hampir mendarat di atas tubuh Elsie.

“Mundurlah, makhluk kotor!!”

Suara bernada tinggi terdengar dari sekitar tempat itu.

Serangan yang kuat dan bersih menyerempet Elsie dari belakang.

Membuat rambutnya berkibar ke depan.

“Chi~”

Wanita berwujud aneh itu terkena serangan dan ambruk ke lantai koridor. Ia kemudian membalikkan tubuhnya dan menatap bagaikan binatang buas.

“Ah.”

Elsie dengan tegang menoleh. Di belakangnya,

“…Kotor sekali.”

Menggenggaam chokutou [10], seorang miko yang bertubuh seksi, tinggi, dn besar adengan lincah bergerak ke depan Elsie.

“…”

Elsie tak bisa mengatakan apa-apa.

Miko yang muncul di rumah keluarga Katsuragi itu mengangkat chokutou yang digantungi jimat pengusir arwah.

Dan dengan cepat berlari mendekati wanita berwujud aneh itu.

“Chi.”

Wanita berwujud aneh itu sedikit menundukkan wajahnya dan melihat sekelilingnya, tampaknya sedang mengawasi situasi. Kemudian,

“!”

Ia menghilang begitu saja ke dalam gumpalan asap, dan menyatu dengan kegelapan. Sang miko mendesah.

“…Dia kabur? Untung saja, dia tidak terlalu kuat.”

“Ah, uu.”

Perasaan tegang Elsie langsung mengendur, namun perubahan situasi yang mendadak ini membuatnya jatuh pingsan. Sang miko buru-buru menopang pinggangnya.

“Kita harus bergerak cepat. Itu pasti,”

Miko itu menatap Elsie,

“Kakakmu, 'kan? Tolong antar saya ke anak laki-laki yang memainkan ‘Favor of the Western Lantern’.”

Itu—

Sang miko menunjukkan ekspresi yang rumit.

“Itu adalah permainan terkutuk yang akan membawa kematian.”

Ia mengatakannya dengan serius.

Pada waktu yang bersamaan.

DURUDURUDURUDURUDURUDURU!!

Hiasan rambut Elsie mengeluarkan reaksi suara.


Pemandangan ini cukup mengesankan.

Pertama, sang miko yang duduk di lantai.

Dengan kontras yang mencolok antara warna putih dan merah gelapnya kostum miko.

“Halo, nama saya Akuragawa Shino. Saya datang dari Kuil Toyoboshi di Gunung Uryu.”

Ia membuka bibirnya yang dihiasi lipstik. Hidungnya sedikit mancung, dan kedua matanya jernih. Bagaimanapun, ia terlahir dengan wajah yang cantik ini. Rambut hitamnya yang tebal diikat dengan kain putih dan disampirkan di belakang.

Ia dengan sopan membungkuk, lalu mengangkat wajah putihnya.

“Saya benar-benar minta maaf karena tiba-tiba datang berkunjung malam ini.”

Proporsi tubuh miko ini sangat bagus sehingga Elsie pun, yang duduk di sebelahnya, merasa terkejut. Lekukan tubuhnya molek, dan ukuran dadanya sangat besar sampai-sampai ia ragu apakah seorang miko tidak pantas untuk berpenampilan seperti ini.

Ditambah lagi, ia cukup tinggi.

Baik karena wajah yang menarik perhatian ataupun gerakannya yang gemulai, bahkan andaikan ia menjadi seorang model, mungkin saja ia bisa segera berdiri di runway.

“…”

“…”

Sementara pemilik ruangan yang dihadapi sang miko,

“…”

“…”

Masih duduk di atas kursi memunggungi yang lainnya sambil terus bermain dan menekan-nekan keyboard. Ada beberapa layar yang saling terhubung tepat di depannya.

Elsie melirik sudut ruangan.

Ada sebuah mesin berbentuk kotak merah bergemuruh.

(Jadi listriknya berasal dari sana…)

Tentu saja, Elsie tidak tahu bahwa alat itu adalah generator darurat. Ukurannya kecil, namun dapat menyediakan daya yang cukup untuk beberapa komputer. Tentunya, rumah gamer biasa tidak mungkin menyediakan benda seperti ini. Tetapi Keima, yang telah mencapai mode dewa, sudah mempersiapkan segalanya dengan baik.

“…Boleh saya tahu namamu?”

Mendengar miko bernama Shino mengatakan ini,

“…Katsuragi Keima.”

Keima terus menghadapi mereka dengan punggungnya seraya menjawab dengan jelas.

Bagi Elsie, Keima sebenarnya bukan sedang bete, dan dia tidak berniat menghindari tamu yang tak diundang di rumah keluarga Katsuragi.

Dia bahkan membiarkan mereka masuk ke dalam kamarnya.

Tetapi.

“…”

“Katsuragi Keima. Nama yang bagus.”

Ia tidak terlihat ingin menjamu Shino.

Ia hanya tidak peduli.

Tidak peduli dan terus memainkan gamenya.

Patapata, dia terus menekan-nekan keyboard. Elsie terpesona oleh gerakan anggun jari-jarI itu. Gerakannya yang halus dan gesit itu, bagaikan milik seorang pianis.

Alis Shino berkerut.

“…Kau.”

Ia sedikit mengeraskan suaranya,

“Kau tahu game macam apa yang sedang kau mainkan,’ kan?”

Elsie merasa sangat takut hingga ia meringkuk.

Sebenarnya, sejak tadi ia sudah merasa penasaran. Dari beberapa layar, hanya layar di depannya yang menyala, layar yang pastinya menampilkan layar game ‘Favor of the Western Lantern’. Sejak saat ia mulai tinggal bersama ‘Dewa galge’ Keima, Elsie mempelajari beberapa hal tentang galge, sehingga ia tahu bahwa layar itu sangat berbeda dari layar galge biasa. Pertama, layar itu benar-benar gelap.

Di atas layar yang gelap itu, barisan kata-kata putih tergulung turun dengan cepat.

Keima melihat kata-kata itu dengan normal, tetapi Elsie tidak dapat memahami apa maksud dari sekumpulan paragraf yang kelihatannya tak berarti itu. Ada banyak perhitungan dan istilah bahasa Inggris. Kalau galge biasa, yang muncul di layar mestinya ilustrasi tokoh perempuan dan gambar jalanan. Namun, tampaknya dalam game ini tidak ada hal-hal itu.

Tidak, pasti ada. Namun cara menampilkannya yang tidak normal.

Sosok-sosok hitam yang tidak berbeda dengan bayangannya mendadak melayang melewati layar dan menghilang. Gadis berpenampilan biasa yang sepertinya tokoh perempuan game ini mendadak muncul tanpa peringatan apa pun dan pergi seperti tergulung keluar. Selain itu, adegan-adegan sedih akan muncul dari waktu ke waktu. ‘Aku ingin mati, aku ingin mati, aku ingin mati’. Teks-teks merah berhamburan di atasnya. Kalau boleh jujur,

Siapapun yang menonton ini akan merasa bahwa game ini sangat mengerikan.

“…”

Keima tidak menjawab dan hanya terus menekan keyboard dengan anggun. Setelah beberapa saat, ia menggeser tubuhnya ke samping dan mengerakkan bahunya,

Matanya terpicing seraya tetap memandangi layar.

Kelihatannya ia hanya menggeser tubuhnya.

Melihat Keima seperti ini, Shino tentu saja gelisah.

Ia mencengkeram hakama merah tuanya.

“…Apa boleh buat. Kelihatannya saya harus mulai menjelaskan game itu dari asal-usulnya.”

Ia berdeham, seperti memotivasi dirinya, lalu berbicara,

“Meski saya tidak terlalu ahli dalam hal ini.”

Ia mengatakannya sebagai pembukaan.

“Sekitar 20 tahun yang lalu, seorang pria mempunyai ide yang cukup misterius. Game itu…pasti sebuah galge atau semacamnya, ‘kan?”

Keima tidak menjawab.

Shino menggertakkan giginya,

“Aku tidak tahu soal jenis-jenis game. Kalau ada kesalahan, tolong maafkan aku.”

“…”

Keima masih tidak merespons, dan sementara Elsie dibanjiri keringat dingin, Shino terlihat sudah menyerah.

“…Desainer galgeitu adalah seorang pria bernama Mogami Takeshi. Menurut pemeriksaan saya, tampaknya dia adalah jenius dalam jajaran kerjanya. Eh, karyanya termasuk ro, road to decadence atau apa dan the first sesuatu.”

“‘Daily Life leading to Decadence’ dan ‘The First Murder’.”

Keima langsung mengoreksinya. Dia masih menghadap layar saat ia berkata dengan tenang,

“Mogami Takeshi adalah penulis skrip, programmer, dan desainer sebuah galge. Dia adalah seorang jenius yang melampaui generasinya. Karya-karyanya yang terkenal adalah ‘Daily Life leading to Decadence’, ‘The First Murder’ dan ‘Favor of the Western Lantern’ yang kumainkan sekarang ini. Karyanya sangat sedikit, tetapi dia memiliki sistem yang jauh melampaui masanya. Script jenis baru dan pelukisan manusia yang mutakhir, yang membuat banyak pemain galge takjub. Dia sungguh seorang jenius, namun sayangnya, dia meninggal pada masa keemasannya.”

“…”

Kali ini, alasan Shino terdiam berbeda dari sebelumnya.

Ia terlihat bersemangat.

“Kelihatannya kau sangat mengerti game ini. Tetapi, masalahnya sekarang adalah Mogami Takeshi.”

“…”

Keima kembali membisu. Shino terlihat serius dan meneruskan,

“Keima-dono memandang Mogami Takeshi sebagai seorang jenius melampaui masanya, tapi bagiku, dia adalah orang yang sangat serakah saat menyangkut pekerjaannya.”

“…Serakah?”

Elsie, yang sebelumnya tidak pernah menyela, memiringkan kepalanya. Shino mengangguk dengan keras.

“Benar.”

Pasa saat itu, ia sedikit ragu bagaimana harus menjelaskannya.

“…Orang itu ingin memasukkan sebuah roh dalam karyanya.”

“…”

Keima berhenti mengetik. Elsie terlihat seperti ingin menangis. Entah mengapa, sepertinya topik ini berkembang ke arah sesuatu yang tidak ingin ia dengar…

Setelah memastikan Keima mendengarkan dengan serius, Shino melanjutkan,

“Sebagai orang yang relijius, saya tidak percaya, tetapi di antara para pembuat game, sepertinya selalu ada orang yang memilih jalan yang sesat? Apa kau tahu cerita pendek Akutagawa Ryuunosuke, ‘Hell Screen’? Itu tentang seniman yang ingin melukiskan karya idealnya dan melihat putrinya sendiri terbakar hingga mati, ‘kan?”

Shino berhenti sejenak, memikirkan apakah ia harus melanjutkan lagi.

“…Mogami Takashi dan seniman karya itu, Yoshihide, kelihatannya setipe.”

“…”

“…”

Elsie dan Keima tetap terdiam. Generator bergemuruh. Elsie merasa sedikit takut dan menengok ke sekelilingnya.

Untuk beberapa alasan, ia merasa wanita pucat itu bersembunyi di suatu tempat, seperti di bawah meja Keima atau di belakan lemari yang penuh dengan game.

Bagaimanapun, ia tidak bisa tenang.

“…Untuk sementara, aku sudah memasang batas pelindung. Selain itu aku ada di sini, jadi tidak pelu khawatir.”

Elsie terkejut, dan melihat Shino tersenyum padanya. Kelihatannya ia membaca perasaan tidak enak Elsie. Elsie menjawab dengan anggukan dan senyuman yang kaku. Shino kemudian berbalik dan kembali melanjutkan,

“Ada ‘arwah-arwah jahat’ di dunia ini.”

“…”

“…”

Elsie dan Keima mengerti bahwa hal ini lebih masuk akal. Shino menunjukkan raut waspada.


“Sekarang ini sudah bukan spekulasi. Konon katanya, ada arwah gentayangan dari seorang wanita yang dibunuh dibunuh dalam kejahatan yang tidak pernah diadili. Tapi kurasa itu hanya akibat makhluk tidak suci yang berkumpul dan hidup sebelum legenda itu menyebar. Makhluk itu selalu tersegel di dalam kuil kami.”

Ia memandang kejauhan,

“…Jauh di dalam kuil kami ada banyak benteng pelindung. Kami menggunakan pagar batu untuk mengunci makhluk itu di dalamnya. Nenek dari neneknya neneknya neneknya neneknya nenekku selalu menggunakan sebuah ritual untuk menyegelnya agar ia tidak lari dan membahayakan umat manusia. Tetapi,”

Raut Shino tiba-tiba menjadi sedih saat ia meneruskan,

“Tak disangka…seseorang melepaskan segel ketika kami sedang lengah.”

“!”

Elsie membelalakkan matanya. Keima masih memunggungi mereka, namun ia jelas menyadari sikap Shino.

Shino mendesah,

“Orang itu adalah pria bernama Mogami Takeshi.”

“…”

“…”

“Biar kuulangi lagi. Sejujurnya, aku tidak mengerti niat si pembuat game.”

Setelah beberapa saat, Shino menambahkan,

“Tetapi, aku tahu pria bernama Mogami Takeshi ini adalah seorang jenius. Setelah melakukan pelepasan segel yang bahkan kami pun tidak mengerti caranya, dia memasukkan sebagian ke dalam karyanya.”

“!”

Elsie terkejut dan menoleh pada Keima. Namun, Keima tidak membalas tatapannya dan hanya membiarkan punggungnya sedikit merosot dari kursi.

Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu. Shino meneruskan,

“Konon, impian Mogami Takeshi adalah menciptakan ‘sebuah game yang tidak ada tandingannya’. Seperti kedengarannya, dia ingin ‘menciptakan sebuah karya dengan segenap jiwanya di dalamnya’…itu yang kuketahui saat aku menginvestigasinya. Banyak orang yang mencatat hal ini.”

“...”

Shino menyadari tatapan Elsie dan mengeluarkan sebuah tawa yang terdengar sedikit meremehkan,

“Jangan melihatku seperti itu. Aku banyak melakukan penyelidikan terhadap pria itu, meski gerakanku jauh lebih lambat darinya.”

Ia sedikit memicingkan matanya, dan terlihat agak dingin,

“…Bagaimana? Apa pendapatmu saat memainkan game ini? Apakah game yang Mogami Takeshi masukkan seluruh jiwanya memang hebat?”

Dan menanyai Keima.

“…”

Keima tidak menjawab.

Shino menghela nafas.

“Tapi, aku sungguh tidak menyangka bisa bertemu tubuh utama ‘arwah jahat’ di tempat ini…”

“Maaf?”

Elsie, yang berusaha untuk tidak berbicara, tergagap-gagap dan bertanya dengan sopan,

“Erm, anu, apa tujuannya menaruh si, si ‘arwah jahat’ ke dalam game itu? Dan,”

Ada sesuatu yang sejak tadi ingin ia tanyakan,

“Siapa wanita berkulit pucat itu? Apakah itu identitas asli si ‘arwah jahat’?”

“…”

Shino menghabiskan beberapa waktu untuk berpikir.

“Saya dengar, tujuan utama Mogami Takeshi adalah menyajikan ‘horor’ yang sesungguhnya. Yang ingin saya katakan setelah ini adalah yang saya tahu dalam penyelidikan saya, dan bukan pandangan pribadi saya, jadi mohon untuk dipahami. Konon, visinya adalah ‘membuat sebuah game sedekat mungkin dengan kenyataan’.”

(Kenyataan…)

Mendengar kata-kata itu, Elsie hanya dapat melihat balik kepada Keima.

Punggung Keima sama sekali tak bergeming.

Shino meneruskan,

“Kalian berdua tahu ‘suspension bridge effect’? Ketika seorang laki-laki dan seorang perempuan berada dalam kondisi tidak stabil dan merasa takut, sangat mudah bagi mereka untuk jatuh cinta.”

“Yaa~h.”

Elsie menggosok dagunya dengan jari.

“Chihiro-san…temanku di sekolah bilang kalau sepasang pacar sebaiknya menonton film horror bersama-sama. Apa seperti itu?”

“Pada dasarnya memang begitu.”

Shino tersenyum.

“…Itu hal yang paling dasar. Dengan kata lain, setelah mencapai akhir pun, jenius masih akan kembali ke awal, bukan?”

Keima bergumam sendiri. Shino meliriknya,

“Orang itu…Mogami Takeshi kelihatannya merasa bahwa hanya ketakutan yang terdalam yang akan menyebabkan romansa yang tak tertandingi. Untuk mencegah rasa takut ini, dia menggunakan Raksasa-Merah sebagai unsur terakhir. Pasti begitu cara menggambarkannya, ya, ‘kan? Itu seperti menggunakan darah asli menempel dalam atraksi rumah hantu atau menggunakan mayat asli dalam film. Untuk seorang manusia, pemikiran seperti itu rasanya gila.”

Ia berkata dengan tenang,

“Sejujurnya, pemikiran yang gila ataupun bukan, aku benar-benar harus memuji kenekatannya untuk menggunakan ‘arwah jahat’ yang tersegel di kuil kami.”

Elsie teringat wanita pucat itu dan merinding dalam hati.

“Itu karena…makhluk itu benar-benar membawa sial.”

Shino mendesah . Kemudian, terlihat seperti ingin memotivasi dirinya lagi,

“Bagaimanapun, Mogami Takeshi mencuri ‘arwah jahat’ dari kuil kami dan memasang tubuh utamanya ke dalam game. Yang kaulihat tadi adalah kloningannya.”

“…Kloningan?”

“Atau sebagian dari tubuhnya.”

Sang miko menjelaskan dengan baik,

“ ‘Favor of the Western Lantern’ secara kasar bisa dibagi menjadi dua tipe, yaitu versi asli dan versi kopiannya…Aku tidak terlalu yakin, tapi ada sesuatu yang disebut orisinal dan replika dalam dunia game, ‘kan? Meskipun hanya versi aslinya mempunyai ‘arwah jahat’ tersegel di dalamnya, masih ada sisa-sisa roh yang tertinggal di dalam kopiannya, sehingga, efek yang Mogami Takeshi harapkan pun tercipta.”

Elsie,

(Ini adalah versi asli ’Favor of the Western Lantern'!)

Mengingat ketika ia melihat Keima berteriak.

Dengan kata lain, apakah game yang Keima mainkan sekarang adalah ‘tubuh utama’ yang Shino sebutkan?

Elsie bergetar.

Sementara Shino,

“…Memainkan game ini akan membuat plot bergerak maju, dan bagian yang tak tersegel dari si ‘arwah jahat’ akan mencari bagian-bagian yang tersegel supaya bisa menyatu. Tentu saja, kopian itu sendiri adalah ‘arwah jahat’ yang kekuatannya tidak bisa dibandingkan.”

Un, ia mengangguk.

“Level horornya bukanlah sesuatu yang bisa dialami dalam rumah hantu biasa. Arwah jahat itu akan perlahan-lahan mendekat, lalu rumah itu akan mempunyai banyak bayang-bayang aneh, suara tangisan, guncangan, dan orang-orang akan mengalami mimpi buruk. Un, fenomena supernatural. ‘Arwah jahat’ itu akan mulai mencari bagiannya yang lain. Sebagian besar orang tidak akan sanggup menanggung rasa takutnya dan menyerah. Tetapi, kelihatannya ada sejumlah orang yang menjadi sakit jiwa atau mengalami luka fisik.”

“…Jadi itu alasan mengapa game itu ditarik kembali setelah dirilis di pasaran.”

Keima menggumam. Mendengarnya mengatakan itu, Shino berbisik.

“Baik versi asli maupun kopiannya, dengan menghancurkan kopiannya, ‘arwah jahat’ akan menjadi hancur. Dengan kata lain,”

“Dengan menaklukkan game ini, roh dari ‘arwah jahat’ itu akan sirna, benar ‘kan?”

Keima mengatakan itu dengan langsung sambil tetap memunggungi mereka sebelum kembali melihat ke layar game dan mengetuk keyboard. Tindakannya membuat Elsie tak bisa berkata-kata.

Sementara itu, Shino,

“…”

Ia memicingkan matanya dan terlihat tidak terlalu senang.

Apakah orang ini mendengarkanku?

Ia pasti sedang memikirkan itu. Shino berdeham.

“Itu benar. Tapi, kopian-kopian itu…benar-benar memiliki sisa-sisa dari ‘arwah jahat’ di dalamnya, dan belum ada orang yang bisa menaklukannya. Untungnya, belum ada yang berakhir dengan kehilangan nyawa, tapi semua orang kalah pada kutukan ‘arwah jahat’itu.”

“…”

Keima dengan santai melihat layar game. Kesabaran Shino pun nampaknya telah habis. Ia kemudian bangkit dan berkata,

“Kau…menurutmu apa yang akhirnya terjadi pada Mogami Takeshi?”

Kata-katanya mengandung kemarahan.

Elsie mengeluarkan sedikit keringat dingin, dan Keima hanya memandang ke arah Shino,

“…”

Dan kembali bermain game. Shino tersenyum,

“Dari sudut pandang tertentu, dia mendapatkan apa yang dia inginkan. Tidak, kemungkinan besar, dia memang mengharapkan ini. Dengan kata lain, dia meninggakan dunia ini setelah menyaksikan karya agung miliknya sempurna. Jadi,”

Ia berhenti sejenak,

Kemudian berkata,

“Orang itu, dia dibunuh oleh ‘kopian’ dari si ‘arwah jahat’ tepat ketika game itu hendak ditaklukkannya.”

“!”

Elsie sangat ketakutan dan beringsut mundur. Keima bergumam,

“Jadi, dia mengetes versi aslinya sendiri…bodoh sekali.”

“Kau!”

Tepat ketika Shino hendak mendekati Keima, Keima, who never looked back, memutar kursinya,

“…”

Dan mendorong kacamatanya, menatap lurus pada Shino.

“Bukannya aku tidak mengerti beseberapa mengerikannya game ini. Kau pikir siapa aku ini?”

“Uu.”

Shino tanpa sadar dikejutkan oleh serangan kata-katanya.

Dia hanyalah seorang anak laki-laki.

Namun bahkan seorang miko yang sudah berlatih selama bertahun-tahun pun bisa dikejutkan olehnya. Keima melanjutkan,

“Sebenarnya,”

Suaranya tenang,

“Selama ini aku mempertaruhkan nyaeaku dalam game ini.”

Kemudian tiba-tiba tersenyum,

“Sampai sekarang, aku tidak takut dengan satu arwah jahat pun.”

Ujar Keima.

Sementara itu Shino,

Ia sangat terkejut sampai tidak bisa balas menjawabnya.


“Kakakmu…benar-benar aneh.”

Pada hari berikutnya.

Shino berbicara pada Elsie di kafé ‘Grandpa’. Elsie berkata padanya kalau ini tidak apa-apa, tapi Shino berkata, ‘aku pasti merepotkan kalian selama aku berada di sini,’ dan setengah memaksa Elsie untuk membiarkannya membantu di kafé. Sebagai catatan, sementara itu, ibu Keima, Mari,

“Jadi ayahnya pergi bekerja dan ibunya di sini juga? Uu~un, hari-hari ke depan mungkin tidak berjalan dengan damai, jadi ada baiknya kalau ibunya sedang pergi.”

Demikian saran Shino.

“Maaf, Ell-chan! Kelihatannya pertengkaran di rumah ibuku bisa jadi agak lebih lama, jadi mungkin aku Cuma bisa pulang setelah satu minggu! Kuserahkan Keima dan kafé padamu untuk sementara waktu!”

Untungnya, telepon dengan Mari seperti ini. Anyway, tamu Keima dan Elsie yang tak diundang, sang miko Akuragawa Shino tampaknya bisa tinggal di rumah keluarga Katsuragi untuk sementara waktu.

Rencana Shino cukup sederhana.

“Kata Katsuragi-dono, dia ingin menaklukkan game itu.”

Kemudian,

“Selama itu, aku akan melindungi Katsuragi-dono meski harus mempertaruhkan nyawaku.”

Itu rencananya.

Ketika Shino menyodorkan rencana ini kemarin malam, ia berlutut di lantai sembari membungkuk kepada Keima.

“Sekarang ini, Katsuragi-dono sedang memainkan versi asli ‘Favor of the Western Lantern’, yang artinya separuh dari tubuh utama si ‘arwah jahat’ tersegel di dalamnya. Kalau kita menghancurkan game ini, kita bisa menghancurkan separuh dari si ‘arwah jahat’, tapi kita tidak bisa menangani bagian lainnya yang terpencar, dan kalau kita kehilangan separuhnya, kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada separuh dirinya yang lain. Kalau kita ingin benar-benar menghancurkan makhluk itu… ‘arwah jahat’ itu, tidak ada jalan selain menaklukkan game itu.”

“…”

Keima tidak menanggapi dan terus menatap Shino.

“Aku tahu ini tidak aka nada untungnya bagi Katsuragi-dono, dan sejujurnya, aku tidak bisa menjamin kau akan seratus persen aman. Tapi, tapi…!”

Melihat Shino begitu bersungguh-sungguh, Keima menghela nafas dan menggeleng.

“…Tidak apa-apa. Aku tidak pernah berpikir untuk mendapatkan keuntungan apa pun, dan tidak pernah berpikir untuk membuatmu menjamin keselamatanku.”

“Kau tahu,”

Shino terlihat benar-benar panik,

“Semakin kau memainkan game ini, bagian lain dari ‘arwah jahat’ itu juga akan semakin mendekatimu. Artinya, bebanmu akan semakin berat! Jujur saja, nyawamu dalam bahaya besar!”

Pada saat itu.

“…Arwah jahat apa?”

Keima menginterupsi Shino dengan suara yang lebih kuat.

“Apa misi kuilmu, apa arwah jahat itu, semua itu tidak masalah.”

“Kau!”

“Aku hanya,”

Dia kembali memperlihatkan matanya yang berkilauan sembari mengayunkan tangannya.

“Ingin menaklukkan semua galge sendiri. Itu satu-satunya tujuanku!”

“!”

Shino tak bisa berkata-kata. Ekspresi Keima mendadak melembut saat dirinya menyunggingkan segaris senyuman itu dan menepuk pundak Shino.

“Tapi, aku berharap untuk melihat bagaimana kau menangani monster itu. Kami semua hanyalah amatiran dalam bidang itu.”

Setelah mengatakannya, ia menguap dan pergi.

“Game ini hanya bisa dimainkan selama satu jam saat setan-setan itu keluar. Aku mau mandi dulu.”

Dan meninggalkan kata-kata itu.

“Dasar,”

Shino menggeleng-geleng.

“Apa dia benar-benar punya nyali…atau dia tidak memikirkannya dalam-dalam?”

“…”

Elsie juga tidak tahu apa yang harus ia katakan. Bahkan terkadang ia pun tidak bisa memahami Keima dan tidak mengerti apa yang dikatakannya.

Dan ia mungkin tidak mengerti apa yang Keima lihat.

Hanya saja.

Keima tidak pernah menarik kembali apapun yang telah ia janjikan sebelumnya.

Selama Katsuragi Keima berkata ia akan menaklukannya, dia pasti akan melakukannya.

Tak peduli berapa besar risiko yang harus ditanggungnya.

Tak peduli berapa banyak ancaman yang ada di hadapannya.

Dia pasti akan percaya pada dirinya sendiri dan melangkah maju.

Elsie bergetar.

Ia takut.

Ia benar-benar ketakutan.

Mungkin ia akan melihat makhluk mengerikan itu lagi.

Kalau saja bisa, ia ingin sekali meninggalkan tempat ini.

Tetapi,

Elsie mempunyai firasat kuat.

Orang yang akan melindungi Keima pasti adalah…

Orang yang akan bersamanya pasti adalah…

Dia.

“…”

Elsie memandang Shino. Sebenarnya, kemarin malam,

“Orang itu mempunyai arwah pelarian.”

Ia memberitahu Keima hal ini kemarin malam. Keima ragu sejenak.

“Aku mengerti. Tapi soal hasilnya, pasti tetap akan sama. Sebab, kekosongan hati si miko aneh itu pasti ada hubungannya dengan ‘evil spirit’.”

Tetapi ia langsung menyimpulkan.

“Kurasa setelah kita mengalahkan ‘arwah jahat’ itu, kita bisa mengisi kekosongan di hatinya.”

Elsie sepenuh hati setuju dengan pandangan Keima.

Sulit dipercaya, walaupun sudut pandang Elsie sangat berbeda dari kemampuan observasi tingkat dewa milik Keima sang Dewa Penakluk, ia sampai pada kesimpulan yang sama.

Itu karena Elsie adalah seorang anggota pasukan penangkap arwah pelarian.

Kemungkinan besar.

Elsie memandang Shino dan berpikir,

Seperti ia mengejar arwah-arwah pelarian, orang ini juga mengejar ‘arwah-arwah jahat’. Dari percakapan kemarin, tampaknya orang ini telah mempertaruhkan seluruh nyawanya pada pekerjaannya.

Dan tampaknya tidak seperti Elsie, yang memiliki seorang partner yang bisa diandalkan dan ia hormati seperti Keima, dan seorang rekan yang memiliki tujuan yang sama, seperti Haqua.

Kalau tidak, ia pasti tidak akan muncul sendirian.

Sendirian.

Selalu sendirian.

“?”

Shino menyadari mata Elsie sedikit basah. Ia tampak sedikit terkejut, namun segera tersenyum.

“…Ada apa? Apa yang terjadi, Elsie?”

Entah mengapa, miko ini selalu bersikap halus dan pengertian pada Elsie.

“Ah, tidak apa-apa! Tidak, bukan apa-apa, kok!”

“Fufu, kamu benar-benar aneh. Tapi kamu hebat. Kamu mereawat kakakmu dan bahkan membantu mengurus toko sepulang sekolah.”

Tadi pagi, Shino sempat berkata, “Kalau melihatmu, aku jadi ingat seorang anak perempuan kecil dari kerabatku.” Meski ia terlihat serius dan gerakannya agresif, sebenarnya, ia pasti orang yang sangat keibuan, pikir Elsie sambil tersenyum. Pada saat itu,

“Ring.”

Bel berbunyi. Seorang pelanggan datang.

“Oh, pelanggan. Elsie, aku cuma perlu menyapa mereka, ‘kan?”

“I, iya.”

Elsie segera mengangguk. Shino buru-buru berjalan menuju dua pelanggan pria itu.

“Selamat datang.”

Ia tersenyum.

“Ah, sel, selamat datang.”

Shino masih mengenakan busana mikonya.

Ia menyebutnya busana tradisional, tetapi para pelanggan yang masuk tentunya kaget. Mereka hanya datang untuk minum teh, tetapi malah menemukan seorang miko berhakama merah tua di sini.

Mereka memandang Elsie, yang sudah mereka kenal, dan melihat senyumannya yang paling tulus.

--Ini tidak kelihatan seperti acara komedi.

Ketika para pelanggan ragu-ragu.

“Silakan lewat sini.”

Shino menyunggingkan senyumannya yang dewasa dan mempesona.

“Di sini, lewat sini.”

Ia mengangguk dan berdiri dengan sopan di depan dua pelanggan itu. Wangi harum tercium di sekelilingnya, dan kedua pelanggan terpukau.

“Ah, te, terima kasih.”

“Kalau begitu kami serahkan padamu.”

Dua pelanggan pria itu terlihat kebingungan seperti rubah dan mengikuti Shino ke meja yang dekat dengan jendela. Elsie menghela nafas.

Waktu mendengar bahwa ia ingin mengenakan seragam miko dan menunggu toko, Elsie awalnya bingung, tapi Shino sendiri adalah seorang miko yang sudah dilatih dengan tradisional dan sangat elegan, dan luar biasa sopan (untuk seorang pelayan kafé, ini terlalu kelewatan). Sopan santunnya pun benar-benar baik, jadi tampaknya semua akan baik-baik saja.

Also, ia sepertinya bisa memasak dan tahu cara menyeduh teh. Sekali ia bisa akrab dengan Elsie, meskipun Mari tidak di sini, mungkin mereka bisa menjalankan kafé tanpa istirahat. Elsie berharap setidaknya membantu dengan cara ini untuk Mari, yang ia hormati dan sayangi.

Ring, bel berbunyi lagi. Pelanggan lain datang. Shino tersenyum pada Elsie dengan matanya, mengisyaratkan ia ingin mengantar pelanggan.

Elsie tersenyum dan menganggukkan kepala.

Kelihatannya Shino juga lumayan cepat tanggap. Elsie berjalan menuju pelanggan yang baru Shino antar dan mengambil pesanan mereka.

Yang mereka pesan adalah teh merah dan kopi.

“E, emm, siapa wanita cantik itu? Pelayan baru?”

“Kenapa dia pakai kostum miko?”

Dua orang ini bisa dibilang pelanggan lama, jadi mereka diam-diam bertanya pada Elsie. Elsie memberi senyum ambigu, mengatakan beberapa patah kata dan buru-buru kabur.

Ia kembali ke belakang konter, menuang the merah dan kopi. Sementara itu, Shino mengambil pesanan dari kelompok pelanggan kedua dan mengantar sekelompok pelanggan lain ke kursi mereka. Ketika Elsie menyiapkan kopi dan teh,

“Akan saya antar. Meja 2, benar?”

Shino bertanya sambil tersenyum sebelum mengambil nampan berisi teh merah dan kopi.

Elsie benar-benar merasa Shino mengagumkan.

Gerakannya sangat gemulai, sangat anggun.

Kini, pelanggan-pelanggan ‘Grandpa Café’ (yang kebetulan semuanya pria) memandanginya dengan penuh minat, bahkan melihat setiap gerakan yang dilakukan Shino dengan agak mesum. Sepertinya ia mempunyai aura heroik nan dewasa di sekitar dirinya yang membuatnya dapat menaklukkan hati semua orang.

Sebenarnya, bahkan Elsie pun berpikir bahwa ia benar-benar perempuan cantik yang dewasa. Senyumannya yang lembut, pembawaannya yang elegan, dan cara bicaranya yang unik namun jelas didengarkan.

Setidaknya, sedikit sekali orang di sekitar Elsie yang seperti ini.

Biasanya, gadis yang Keima taklukkan ataupun yang berinteraksi dengan Elsie sebagian besar adalah gadis remaja atau sedikit lebih tua, yang sebagian besar kepribadiannya masih agak labil. Jarang sekali bertemu dengan seorang wanita yang dewasa dan bisa diandalkan seperti Shino, yang sudah sadar akan dirinya.

Ya, ya.

Elsie mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia berpikir ia akan memperhatikan Shino sambil menyiapkan minuman untuk pelanggan-pelangan yang lain. Saat itulah,

“GYAAAAAHHH!!!”

“HOOO!!!”

TWGOK 02 010.jpg

Jeritan dan suara porselen pecah dapat terdengar.

Elsie hanya bisa menutup matanya ngeri. Setelah beberapa detik, ia akhirnya membuka matanya, dan yang nampak di depannya adalah,

“PANAAAASSS!!!!”

“Ma, maaf! Apa Anda tidak ap…!”

Lutut pelanggan tersebut basah kuyup. Pelanggan itu berteriak kesakitan karena tersiram teh yang panas. Shino ingin menolong, tapi malah tersandung dan menciptakan bencana kedua.

PRANG! Cangkir pecah lagi, dan orang yang tersiram kopi berteriak,

“PANAAAASS~!”

Jumlah orang yang menjadi korban akhirnya malah bertambah.

Elsie,

Hanya bisa terpaku melihat peristiwa ini…

Memang tidak terlihat, tetapi Shino adalah gadis yang sangat ceroboh, dan Elsie tidak butuh waktu lama untuk menyadarinya.  

Begitulah, Keima dan Elsie akan berangkat ke sekolah pada pagi hari, sementara Elsie dan Shino akan mengurus kafé sepulang sekolah. Malam harinya, Keima akan mulai memainkan ‘Favor of the Western Lantern’ dari pukul 2 pagi sampai sejam setelahnya. Ini berlangsung selama 5 hari.

Saat matahari terbenam, setelah Shino menyelesaikan puasanya dan mandi, ia akan memasang benteng pelindung baru di setiap sudut rumah (Dengan tali-tali jerami yang mengelilingi rumah dan menambahkan jimat di atasnya). Kemudian, ia akan mulai duduk bersila di depan kamar Keima dan mulai mengawasi tanpa berbicara hingga matahari terbit kembali.

Ajaibnya, selama Shino berkonsentrasi, atmosfer di rumah Katsuragi akan menjadi semakin jelas, sampai Elsie pun bisa mendeteksinya.

Sehingga, Elsie, yang sebelumnya tidak bisa tidur, akhir-akhir ini bisa tidur dengan nyenyak.

Ia sendiri merasakan perhatian dari yang lainnya.

Ini benar-benar membuatnya merasa aman.

Selain itu, Shino akan memasangkan sebuah jimat Kristal yang bentuknya aneh pada Keima setiap Keima berangkat dan pulang sekolah. Sejak saat itu, tidak ada satu pun fenomena misterius di sekolah dan tempat-tempat lainnya.

Menurut Shino,

“Ini hanya sementara, tapi pakailah benda-benda kecil ini, jadi ‘arwah jahat’ pun tidak akan bisa menyentuhnya pada siang hari.”

Begitulah.

Dan sementara Keima dan Elsie pergi ke sekolah, Shino akan tidur siang. The opening time wasn’t long, tetapu ketika mereka sampai di rumah, kafé akan buka sampai sore.

Selama itu, Keima akan memainkan game-gamenya seperti biasa.

Yang menakjubkan adalah, walaupun Shino mengacaukan kafé pada tempo hari, jumlah pelanggan yang datang terus bertambah.

Meskipun Elsie juga tidak mengerti,

“Katanya, ada miko dewasa yang ceroboh dan seksi di sini, ya?”

Namun tampaknya banyak orang membicarakan kecelakaan ini dan menyukainya. Ada banyak pelanggan yang datang karena pakaian Elsie. Kelihatannya ada permintaan dari pasar untuk hal ini.

Setiap kali Shino,

“Ma, maaf!”

Tak sengaja menumpahkan minuman, misalnya teh, pada pelanggan,

“Pa, PANAAAASS!!!”

Beberapa pelanggan berteriak, tetapi mata mereka terlihat seperti tersenyum, sementara pelanggan-pelanggan lain akan memandangi dan seperti berkata ‘aku iri’, ‘bisa kau tumpahkan itu di dekatku?’, atau semacamnya.

Rasanya ada banyak hal yang kacau.

Elsie berpikir.

Ia sangat berharap supaya semua ini cepat berakhir dan Mari kembali.

Kalau semuanya terus seperti ini, masa depan ‘Kafé Grandpa’ akan terancam…


Namun selain itu, hari-hari berjalan dengan cukup damai dan lancar. Sejak Shino muncul, penampakan misterius beserta fenomenanya lenyap tak berbekas, dan suasana rumah keluarga Katsuragi pun menjadi damai.

Elsie mengira banyak hal yang akan terjadi dan sudah membuat persiapan. Jadi, baginya, ini sedikit mengesalkan.

Kecuali pada malam hari di jam itu, Keima akan terus memainkan game-game lain seperti biasa. Bahkan ketika Shino memberitahunya bahwa ‘ini menyangkut nyawa’, ia tidak terlihat he was motivated at all, sementara ia sepatuh biasanya, orang aneh yang agak aneh.

Jadwalnya sehari-hari adalah berangkat ke sekolah, bermain game, dan memakan makanan yang Shino buatkan untuknya (meski ia benar-benar tidak peduli, kemampuan memasaknya cukup hebat), dan hanya akan melakukan penaklukan ‘Favor of the Western Lantern’ pada malam hari. Menurutnya, ‘Favor of the Western Lantern’ perlahan-lahan sedang ditaklukkannya.

“Game ini cukup sulit, tapi sekarang endingnya sudah dekat.”

Keima pada pagi hari ke-7.

Ia mendorong kacamatanya dan membiarkan lensanya berkilau sambil menyatakan,

“Aku akan menaklukannya malam ini!”

Dalam hal ini, perkiraan Keima tidak pernah salah. Ia tentunya tidak akan salah pada saat yang genting ini. Karena ia telah berkata demikian, itu artinya ending sudah ada di depan mereka.

Elsie menghembuskan nafas lega.

Mungkin karena kekuatan Shino sangat kuat, setan-setan itu tidak bisa mendekati mereka.

Ia akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa selain,

“Fufu.”

Tertawa senang.

Tetapi, dua orang lainnya memiliki pandangan yang berbeda.

Pertama, Akuragawa Shino dengan sangat hati-hati memandikan dirinya kembali. Tetapi, itu hanya menyiramkan air ke tubuhnya di dalam kamar mandi rumah Katsuragi untuk menyucikan dirinya, meski memang mengikuti prosedur.

Dengan kuat, ia menyiramkan air ke tubuh telanjangnya yang putih.

Setiap kali ia membasuh, aura yang dipancarkan Shino menjadi semakin bersih. Ia tidak seoptimis Elsie, tapi ia sudah mempersiapkan mentalnya.

(Malam ini…kita akan menyelesaikannya.)

Indera spiritualnya telah mendeteksi sesuatu. Hawa menyebalkan yang ingin masuk ke rumah ini semakin kuat setiap harinya.

Sebelumnya, makhluk itu tentunya terjaga di luar benteng Shino.

Namun, makhluk itu belum menyerah.

Sebenarnya, yang terjadi adalah sebaliknya.

Makhluk itu diam-diam menunggu,

Sampai waktu kekuatannya memuncak.

Hanya ada satu kesempatan.

Yaitu tepat sebelum Keima menaklukkan game itu.

(Malam ini.)

Sang miko berdiri telanjang dan memandang langit-langit.

(Aku akan harus menyelesaikan masalah dengan makhluk itu…)

Ketika ia hendak meninggalkan kamar mandi,

“KYYYAAAHHH!!!”

Ia terpeleset dan jatuh ke belakang dengan kikuk. Kakinya menendang sampo and the bathing foam, menghasilkan suara gedubrak keras. Suara itu sangat mengejutkan sampai Elsie pun, yang sedang mengganti handuk di luar, hanya bisa merasa khawatir…


Pada saat yang sama.

Keima, yang tadinya sedang memainkan PFP, memandangi kedua tangannya.

PFP diletakkan di bantal di dekatnya.

“Ada apa?”

Tokoh perempuan dalam gamenya bertanya. Ketika ia meletakkan gamenya, AIArtificial Intelligence-nya yang disiplin mengajukan pertanyaan paling sopan padanya.

“Apa yang terjadi, Keima?”

Keima dengan sistematis menjawab,

“Tidak, bukan apa-apa.”

Kemudian tersenyum agar karakter dalam gamenya tidak khawatir.

“Sungguh, bukan apa-apa…”

Tetapi, matanya menyipit dengan tajam ketika ia menengadah ke langit-langit.

(Malam ini…)

Ia juga,

Diam-diam membulatkan tekadnya.


Makan malam dimulai dengan suasana damai. Elsie satu-satunya yang berceloteh dengan gembira. Tetapi, ia menyadari dua wajah yang lain cukup muram dan seperti menahan sesuatu.

“A, anu, Shino nee-sama, kemampuanmu benar-benar hebat, ya?”

Mendengarnya berkata demikian,

“Un? Ahh, nenekku yang mengajariku…”

Sang miko hanya tersenyum dan balas melihat Elsie sebelum kembali bergelut dengan benaknya. Ia terlihat gugup.

Jarang sekali melihatnya panik seperti itu.

Elsie merasa sangat gelisah.

“A, anu, kami nii-sama, okaa-sama, dia,”

Kemudian berpaling untuk berbicara pada Keima,

“…Un, aku memang punya seorang ibu.”

Kemudian, Keima tampak tidak peduli dan kembali tenggelam dalam game PFP-nya. Meski telah melakukan banyak upaya untuk menaklukkan ‘Favor of the Western Lantern’, sepertinya ia sudah benar-benar meninggalkan dunia ini.

Ia berkata ending-nya sudah dekat, jadi itu pasti benar.

Lalu, Elsie hanya perlu bertanya kapan game itu bisa tamat.

Perasaan tegang yang tidak bisa digambarkan mengelilinginya.

Elsie benar-benar terpengaruh dengan perasaan ini,

“Aku sudah tahu kalau kau punya ibu!”

“Un, aku juga punya seorang ayah.”

“AKU SUDAH TAHU!”

Untuk suatu alasan, Shino tertawa, dan untuk suatu alasan, Elsie merasa sangat malu hingga wajahnya memerah.

“Be, beneran, deh~! Kami nii-sama! Setidaknya berhentilah main saat sedang makan!”

“Un, aku masih punya Elsie.”

Ketika itu, tangannya mendadak tersentak.

“Eh?”

Elsie terkejut.

“Ck.”

Keima mendecakkan lidahnya dan menggunakan tangan kirinya untuk memegang pergelangan tangan kanannya, tetapi tangannya terus berguncang.

“Eh? Eh?”

Elsie panik.

“Eh?”

“…Oi.”

Keima menatap Shino.

“Kuserahkan padamu.”

Keduanya mengerti satu sama lain. Seperti mereka tahu bahwa Keima mulai terpengaruh oleh arwah itu.

“Un.”

Mendengar kata-katanya, Shino langsung mengangguk. Elsie terlihat seperti ingin menangis,

“Ka, kami nii-sama!”

“Elsie.”

Jarang sekali Keima menyunggingkan senyuman lembut itu.

“Kau harus percaya padaku.”

“!”

Mendengar kata-kata ini, Elsie akhirnya menyadari betapa seriusnya situasi ini dan berpikir betapa bodoh dirinya.

Sebenarnya.

Semua ini belum berakhir!

“Aku mau tidur siang dulu.”

Setelah mengatakan itu, Keima berdiri dengan tangan yang masih gemetaran. Shino memejamkan matanya. Elsie terlihat bingung dan berkata,

“I, i, itu!”

Keima hanya menoleh sekali pada Elsie dan berjalan meninggalkan kafé. Elsie sangat ingin menyusulnya, namun saat itu, Shino berkata,

“Jangan kejar dia.”

Ia menghentikan Elsie.

“Ta, tapi…”

“Aku akhirnya mengerti. Dia,”

Shino dengan cepat membuka matanya.

“Dia adalah orang yang berkemauan keras.”

“…”

“Dia sudah siap. Aku sudah siap. Kau juga harus siap.”

“La, lalu.”

“Yang harus kau lakukan adalah tidak menghalanginya.”

“Uu~”

Elsie terlihat tidak ingin menerimanya dan menggembungkan pipinya. Shino menatapnya,

“Dengar, apapun yang terjadi nanti…kau mengerti?”

Kau tidak boleh meninggalkan rumah ini.

Kau tidak boleh membuka jendela.

Dan apa pun yang terjadi, ini harus dipatuhi.

Itulah yang miko itu perintahkan.

Then, sang miko berjalan menuju kamar Keima. Elsie merasa tidak enak ketika ia berjalan di antara kafé dan kamarnya, tapi masih tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Jadi, ia mengikatkan sehelai syal di kepalanya dan mengikat lengannya dengan sabuk.

Ia mengeluarkan sapunya dari gudang dan menyandarkannya.

“Uu, uuu.”

Elsie benar-benar gemetaran sampai ia setidaknya ingin menggunakan sapu sebagai senjata.

Hari ini,

Kalau ia bisa bertahan sampai hari ini berakhir, Keima dan Shino pasti akan menang.

Ia menyalakan semua lampu di rumah itu, menyeduh teh, dan pergi ke ruang keluarga untuk menonton TV. Meskipun isi programnya tidak bisa menyangkut di otaknya, ia hanya menginginkan sesuatu untuk mengusik dirinya.

Setiap 5 menit, ia melihat jam yang tergantung di dinding.

Waktu yang berjalan sangat pelan membuatnya jengkel.

Baik saluran komedi konyol ataupun saluran internasional yang biasanya tidak ia tonton, bahkan program edukasi yang membosankan, ia hanya ingin mencari suara dan cahaya.

Terkadang, ia akan merasa mengantuk. Ketika itulah, ia akan menampar dirinya untuk menyegarkan dirinya.

Pada tengah malam, ia terus meminum teh untuk membuat dirinya tetap terjaga dan menonton saluran TV tengah malam dengan pandangan yang memburam.

Akhirnya.

Waktu berdetik dan menunjukkan pukul 2 pagi.

Waktu di mana para setan keluar.

Sudah dimulai.

Akhir dari,

Penaklukkan dimulai. Elsie diam-diam memandangi langit-langit. Apakah Keima memperhatikan ‘Favor of the Western Lantern’?

(Kami nii-sama…)

Elsie menepukkan kedua tangannya dan memejamkan matanya erat-erat.

(Berjuanglah.)

Ia mendoakan sang ‘dewa’ yang ia tahu, sebagai yang terkuat.

Pada saat itu,

DING DONG, DING DONG! Bel rumah keluarga Katsuragi berbunyi…

Elsie awalnya terpaku.

Lalu, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan dengan bingung melihat sekelilingnya. Tetapi, bel itu terus berbunyi.

Terus berbunyi.

Suaranya yang tajam menyerbu otak Elsie.

DOK DOK DOK.

Selanjutnya, terdengar suara ketukan keras dari pintu.

Di tengah suara itu,

Ada suara lembut,

Suara lembut yang ia kenal…

“Uu.”

Elsie menggenggam sapunya layaknya tombak, dan berjalan kea rah pintu. Namun, ia sama sekali tidak ingin menjawab bel itu.

Tetapi, ia harus mendekatinya.

Itu karena,

Suara itu…

DING DONG.

DOK DOK DOK DOK!

DING DONG!

DOK DOK DOK DOK!

Bel dan ketukan pintu terdengar. Elsie merasa pusing, sementara suara-suara itu tidak berhenti sampai ia tiba di koridor.

Bukan hanya itu, suaranya semakin keras dan membuatnya terguncang.

DOK DOK DOK

BAM BAM BAM.

DING DONG

DING DONG

Elsie pelan-pelan berjalan dan mengacungkan sapunya ke arah pintu sambil gemetaran.

Tangannya yang gemetaran membuat ujung sapunya ikut bergetar.

“Ahh, uu.”

Ia tidak bisa mengeluarkan suara.

Tenggorokannya kering.

“~!”

Ada seseorang yang menjerit di seberang pintu.

Orang yang Elsie kenal.

Suara itu,

“~!”

Terdengar meneriakkan sesuatu.

Elsie,

“Ah, uu, u.”

Masih tidak sanggup berbicara.

Suara itu masuk.

Menjalar,

Ke dalam telinganya.

“Ell-chan! Tolong aku! Di sini ada monster aneh! Ada monster aneh yang mengejarku ~!”

Itu ibu Keima,

Yang Elsie hormati dan sayangi.

Suara Katsuragi Mari.

“Tolong aku! Cepat! Buka pintunya!”

“Ah, uu.”

Elsie berlinang air mata. Seseorang sudah mengingatkannya.

Shino sudah terus-menerus mengingatkannya,

Apapun yang terjadi, ia tidak boleh membuka pintu.

Tetapi,

“Ell-chan, tolong! Uu, tolong, monster itu…monster.”

Ia tidak bisa melakukannya.

Ia tidak bisa meninggalkannya seperti ini.

Ia tidak bisa meninggalkan Mari seperti ini dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Bagaimanapun, Elsie tidak bisa melakukannya.

“Uu.”

Walaupun matanya penuh dengan air mata, ia masih melihat ke dalam lubang pengintip di pintunya. Di luar pintu itu,

“Ell-chan!”

Mata Katsuragi Mari yang bersandar di balik pintu tampak merah.

“Uu!”

Meskipun ia mundur.

“Buka pintunya! Cepat! Buka!”

Elsie masih syok dengan suara lengkingan itu.

“Uu!”

“Buka buka buka buka!”

“Uu.”

“Buka pintunya.”

“WAAAAAAAAAAAAHHHHH!!!”

Elsie menjerit saat ia memutar kunci dan membuka pintu itu.

“Okaa-sama!”

Ia menangis dan memanggil Mari untuk masuk.

“Cepat!”

“Fufu.”

Entah apakah ini hanya imajinasi Elsie. Karena saat Katsuragi Mari, yang meringkuk di sana, menengadahkan kepalanya,

“Akhirnya bisa masuk juga.”

Ia menyeringai. Wajahnya retak.

Ia bukan Mari, ibu Katsuragi Keima.

Melainkan sang ‘arwah jahat’.

“!”

Raut wajah Elsie dipucatkan oleh rasa takut dan sesal.

“KYYYYYYYAAAAAAAAAAAAHHHH!!!”

Pekikan yang mengejutkan terdengar.

Udara putih terpancar dari Mari dan mengelilingi Elsie.


“Dia sudah ada di sini…”

Shino, yang duduk di depan kamar Keima, nampak terusik ketika menggumamkannya.

Matanya yang terpejam mendadak terbuka.

Meskipun ia memasang pelindung di seluruh penjuru rumah, ia tahu pelindung itu tetap akan ditembus.

Hanya saja, ini lebih cepat dari perkiraannya.

Shino melihat pintu kamar Keima yang masih ditutup erat-erat. Saat ini, ia tahu satu hal : anak laki-laki bernama Katsuragi Keima pasti sedang berjuang sekuat tenaga untuk bertarung.

“Kumohon…bocah yang bertekad kuat,”

Gumam Shino sambil tersenyum sebelum menoleh dengan tenang sambil menatap tajam ke arah tangga ke arah lantai satu.

Menuju kegelapan di seberangnya.


Pada saat yang sama, jemari Keima menekan-nekan keras keyboard dengan kecepatan luar biasa.

“Uu!”

Ia menengok jam.

Ia bisa dengan jelas mendengar suara dari lantai bawah, tapi ia yakin, pasti ada waktu sampai ia mencapai ending. Tadinya ia merasa hanya butuh 20 menit lagi,

“Uu.”

Namun, kini tangannya gemetaran, kebas.

“Ugh!”

Ia membalikkan tubuhnya menghadap ke samping.

“Ugh.”

Tangan kirinya mencengkeram pergelangan tangan kanannya sementara ia menggunakan tangan kanannya itu untuk menekan keyboard. Sekitar tiga hari yang lalu, kapanpun ia mulai memainkan game ini, tangannya mulai bergetar.

Apakah ini kutukan dari ‘roh jahat’?

Tampak jelas Keima telah dibuat kelelahan oleh kekuatan supranaturalnya.

Akan tetapi,

“Fufufufu, desain ini sangat menarik…ini pertama kalinya aku memainkan game yang penuh sensasi seperti ini. Memang game yang dibuat dengan banyak kerja keras.”

Keima hanya tertawa tanpa rasa takut.


Chi.

Chichi.

Hawa keberadaaan yang gelap dan pekat mulai membumbung dari tangga. Shino berdiri di tengah koridor menunggu musuhnya tiba.

“…”

Dengan gesit ia mengangkat chokutou.

Shino membiarkan auranya menyelimuti seluruh tubuhnya. Meskipun ia meningkatkan kewaspadaannya, namun auranya tetap tenang. Udara spiritual yang bersih mengelilinginya.

Sebaliknya, makhluk yang memanjat dan tiba di koridor itu,

“Chichichichichichi.”

Sudah tidak berwujud manusia lagi.

Itu bukan manusia.

Itu bongkahan daging putih raksasa.

Ukuran gumpalan daging itu sangat besar dan menjijikkan. Daging putih besar memenuhi seluruh koridor, baik membujur maupun melintang, dan terus bergerak maju.

Tampaknya ‘roh jahat’ itu telah berubah ke wujud aslinya.

Lawan sedang mengumpulkan kekuatan untuk bertarung.

“Chi, chichichichichi.”

Sebuah suara yang terdengar seperti benda yang saling bergesekan atau ulat yang melata terdengar dari bagian yang terlihat seperti wajah di tengah-tengah gumpalan daging.

Ada 3 lubang hitam di sana.

3 lubang itu terlihat seperti mata dan mulut,dan terlihat sangat menjijikkan.

“Chi, chichichi.”

Mendengar suara ini, Shino ingat apa yang terjadi di masa lalu. Bulu kuduknya mulai berdiri.

Ia cepat-cepat menarik nafas dalam-dalam.

Jangan takut.

Tenanglah.

Akan tetapi,

Pikirannya mulai bekerja sendiri.

Ia tidak perlu berpikir.

Ia hanya perlu fokus untuk mengalahkan musuh yang ada di hadapannya.

Tapi ia masih ingat.

Sudah berapa lama sejak aku menghadapi makhluk ini dengan berani?

Ia ingat.

Pernah, saat ia masih kecil.

Saat ‘arwah jahat’ Si Raksasa Merah diambil oleh Mogami Takeshi, ia memang menyentuh makhluk ini sedikit…

Ia ingat.

Makhluk itu.

Makhluk gaib besar yang berwarna pucat.

Setelah melakukan itu, entah bagaimana, ia mengeluarkan suara jeritan, dan berada di ambang batas Neraka selama tiga hari tiga malam.

“Ugh!”

Tubuh Shino bergetar.

Tidak.

Tidak, tidak, tidak!

Aku bukan anak kecil itu lagi. Waktu itu aku masih berumur 5 atau 6 tahun. Aku cuma anak kecil yang tidak pernah menjalani latihan.

Tetapi,

Aku sekarang berbeda.

Aku sudah terlatih; Aku datang ke sini untuk menaklukkan makhluk ini.

Untuk memburu ‘roh jahat’ ini.

Aku tidak berdaya saat Mogami Takeshi mencurinya, dan aku tidak bisa melakukan apa-apa.

Karena itulah aku mulai berlatih. Aku terus berlatih, melatih jiwaku, dan meningkatkan kekuatan jiwaku. Aku tidak akan membuat kesalahan yang sama lagi. Aku akan menghentikan makhluk ini di sini.

Aku akan menghentikan makhluk ini agar semua orang bisa melihatnya.

Juga demi ‘bocah berkemauan kuat’ yang tengah menghadapi game itu di kamarnya.

Tapi,

“Chi, chichichichi!”

Bagian tengah gumpalan daging itu, yang terlihat seperti wajah, nampak tersenyum seperti orang gila.

Hawa dingin menyusuri tubuh Shino.

Aku,

Tidak bisa…

Makhluk itu merasakan ketakutan dalam hati Shino dan mengejeknya…

Siluman itu dengan cepat mendekat.

“Brengsek!”

Shino berusaha keras melawan situasi ini.

“Kya!”

Namun ia tidak bisa menyembunyikan ketakutan dalam hatinya.

“KYYYYYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!!”

BLAM! Sebuah suara keras terdengar ketika pintu terbanting ke samping. Tubuh Shino masuk ke dalam ruangan. Pada saat itu, Keima,

“Ck!”

Menoleh ke belakang punggungnya dan mendecakkan lidah.

Sepertinya Shino sudah kalah sebelum pertarungan dimulai.

“10 MENIT LAGI! MIKO, BISA KAU COBA BERTAHAN!?”

Teriak Keima.

Chichi.

Suara seretan mendekat.

Wajah yang sejak tadi tidak benar-benar terlihat tiba-tiba tampak dari koridor. Ada tiga lubang di wajah itu..

“Uu, guu!”


Shino mencoba bangkit dan melihat ke luar ruangan.

“KYAAAA!”

Melihat wajah raksasa itu mengintip ke dalam dari luar ruangan, ia menjerit ngeri. Melihat Shino seperti ini, Keima hanya bisa menengadah dan menghela nafas.

Kelihatannya,

Shino benar-benar diliputi ketakutan.

Ia ambruk dan jatuh terduduk di lantai.

Ia bukan lagi seorang miko yang handal, melainkan seorang wanita lemah yang hanya gemetaran dan menengadah kea rah monster itu.

“OI! LAWAN DONG, MIKO BODOH!”

Sementara itu, Keima masih mengetik-ngetik di keyboard dengan cepat. Masalah ada di depannya, sehingga ia mengencangkan kecepatan penaklukannya.

Ending sudah berada tepat di depannya!

Ia tepat berada di depannya!

“BERTAHANLAH! SHINO! BUKANKAH KAU DATANG KEMARI UNTUK MENGALAHKAN MAKHLUK ITU!?”

“Uu.”

“Chichichichichi.”

Makhluk yang mengintip dai luar itu tampak menyeringai . Lubang-lubang hitamnya menatap Keima.

Bahkan Keima sampai menitikkan keringat dingin dibuatnya.

Makhluk itu sebesar arwah pelarian yang membengkak dengan ukuran tidak wajar. Keima ditatap makhluk itu, dan tidak ada apa pun di antara mereka.

“Chi.”

Zz.

Makhluk tersebut terus melebarkan luas permukaannya seperti amuba sambil merayap ke dalam kamar Keima.

Keima merasakan makhluk itu bergerak di belakang punggungnya dan mempercepat penaklukannya. Ia tidak menyia-nyaiakan langkahnya. Ia terus mendapat perkembangan dan berjuang keras melanjutkan misinya.

“Ck.”

Tepat saat ia hendak menggertakkan giginya,

“Chichichichichichichichichichichi!!”

Bagaikan mengulurkan tangannya, makhluk itu mengulurkan organ buatannya ke arah Keima.

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

“TIDAK AKAN KUBIARKAN KAU!”

Sebuah suara yang enerjik,

“MELUKAI KAMI NII-SAMA!”

Sebuah sosok menyelinap dari tepi. Ia berlutut dengan satu tumpuan lutut, menundukkan tubuhnya dan meloncat, melebarkan hagoromonya selebar mungkin untuk melindungi Keima, menangkis tubuh monster putih yang menyerbu bagaikan ombak lautan.

TWGOK 02 011.jpg

“ELSIE!”

Keima berteriak tanpa melepaskan pandangannya dari layar.

“Hau~!”

Air mata menggenang di mata Elsie.

Tubuhnya bergetar karena takut, namun ia masih berteriak,

“Kami nii-sama! Lebih cepat!”

Mata Keima bersinar.

“Kerja bagus, Elsie!”

“Hau, uu~!”

Elsie membentangkan hagoromonya melintasi panjang seluruh ruangan sembari terus menangkis serangan dari tangan-tangan putih. Di lain sisi, tubuh utama sang ‘arwah jahat’,

“Chichichichichi!”

Krak.

Mengisi rumah dan mengeluarkan suara deritan ketika ia perlahan-lahan bergerak ke dalam rumah.

“Chi.”

Dan menekan tubuhnya ke depan, mencoba menembus hagoromo Elsie.

“Hau, uuu~!”

Elsie mati-matian berusaha menghentikan.

“…Ck.”

Keima melirik makhluk itu. Kata-kata yang tadi melayang cepat kini memelan. Tubuhnya menjadi kaku.

Lengannya bergetar.

Jemarinya meleset. Tampaknya semakin ‘arwah jahat’ mendekat, kekuatan dari ‘kutukan’ akan mulai semakin mempengaruhi tubuhnya.

Ia sampai tidak mampu menekan keyboard.

“Ugh!”

Tubuh Keima jatuh ke samping. Di lain pihak, Elsie pun,

“KA, KAMI NII-SAMA! AKU SUDAH TIDAK TAHAN! AKU SUDAH TIDAK BISA BERTAHAN LEBIH LAMA LAGI!”

Ia mulai terengah-engah. Kelihatannya hanya soal waktu sebelum ‘arwah jahat’ itu bisa menembusnya.

“Tidak bisa melakukannya…”

Keima melihat Elsie lagi, kemudian meninggalkan komputernya untuk menenangkan diri.

Lalu ia tersenyum.

“Hanya arwah jahat biasa.”

Dia memejamkan mata,

Dan mengangkat tangannya.

Saat itu juga.

Dia memiliki 6 tangan.

“Di hadapan sang ‘Dewa Penakluk’!”

Keima membuka matanya. Tangannya mulai mengetik dengan kecepatan dua kali lipat dibandingkan sebelumnya. Melihat ini, Elsie berseru,

“I, ITU MODE DEWA PENAKLUK!”

Karena beban pada tubuhnya terlalu berat, Keima jarang menggunakan teknik berkecepatan super ini.

Ini terlihat sangat agung,

dan indah.

Di bawah cahaya layar, Keima tampak memancarkan cahaya dan menyinari sekelilingnya. Gerakan tangannya yang sangat cepat sampai menimbulkan bayangan.

“Chi!”

Si ‘arwah jahat’ mulai gelisah. Dapat dirasakan dari hawa keberadaannya bahwa ia merasa gusar. Untuk menghabisi Keima saat ini juga, makhluk bertubuh besar itu memanfaatkan ukurannya dan terus menekan hagoromo Elsie.

“WAH!”

Seisi rumah berderit-derit. Jika mereka tidak hati-hati, kekuatan dahsyat ini bisa saja menyebabkan seluruh ruangan runtuh.

“A, Aku tidak bisa bertahan lebih lama! Kekuatanku sendiri…”

Saat itu pula,

Miko yang tadi pingsan di lantai berdiri.

Ia mengerti,

“Sungguh.”

Dan menggelengkan kepalanya.

“Itu tadi memalukan sekali. Nenek benar…latihanku masih belum cukup. Maaf, ya, Elsie.”

Ia tersenyum.

“Aku juga akan menggunakan kekuatanku. Aku,”

Ia memandang dengan dingin kepada ‘arwah jahat’ itu.

“Aku tidak akan takut padamu lagi. Sudah tugas miko untuk melindungi para dewa!”

Ia mengayunkan chokutounya dan memancarkan aura.

“Chichichichi!”

“Shino-san!”

Elsie berseru senang.

“Chi!”

Benda seperti tenda yang berkilauan membentangkan diri di atas hagoromo Elsie, membuat ‘arwah jahat’ mundur.

Sayangnya, hal ini tidak bertahan lama.

“Chichichichi!”

Daging putih misterius hasil perubahan wujud itu meningkatkan kekuatannya.

“Elsie!?”

“Shino-san!”

Dan membalas.

“Hau! Uu!”

“Sial! Makhluk kotor ini…”

Kedua pihak saling melancarkan serangan dalam pertarungan yang dahsyat. ‘Arwah jahat’ itu ingin menyingkirkan Shino,

Elsie,

Dan Keima sekaligus, sehingga, kekuatan yang terkumpul menjadi tidak normal. Di sisi lain, Shino dan Elsie,

“Kita tidak boleh kalah! Elsie!”

“I, iya!”

Keduanya telah bertekad bulat untuk bertarung bersama demi memastikan keselamatan Keima.

Namun,

“Ugh! S, sungguh kekuatan yang mengerikan.”

“…Uu~! Hau~!”

Setelah menghadapi monster yang kekuatannya tak terbatas ini, keduanya sudah nyaris tidak sanggup bertahan lagi.

Ketika itulah.

Suara yang tenang terdengar.

“Kenapa game ini, ‘Favor of the Western Lantern’,”

Suara itu berasal dari belakang Shino,

Dan Elsie. Keduanya bertanya-tanya apakah otak Keima sudah mulai rusak.

Tetapi.

Suaranya amatlah tenang.

Dan jelas.

“Kenapa game ini diciptakan. Aku sudah lama heran. Kalau hanya untuk menyajikan horor, ada banyak cara penunjukan dan unsur yang tidak perlu dimasukkan. Awalnya aku tidak bisa memahami niat si pembuat, tapi sekarang akhirnya aku mengerti. Tokoh perempuan dalam game ini selalu menunggu.”

Kepercayaan dirinya sedikit tidak masuk akal.

“Menunggu cahaya untuk mengalahkan kegelapan.”

“Katsuragi-dono…”

Ketika mendengar bisikan Shino,

“Yang kau lihat sebelumnya tidaklah benar. game ini tidak menyajikan ketakutan, namun menunjukkan kekuatan tekad untuk mengalahkan kegelapan di depan kita dan mendapatkan cahaya. Itulah sifat asli dari game ini.”

“CHICHICHICHICHI!!”

Si ‘arwah jahat’ mengayunkan bagian-bagian tubuhnya seperti orang gila. Keima dengan cepat mempertahankan ‘mode Dewa Penakluknya’ sementara tangan di kedua sisinya mengendur.

Dan ia menghela nafas.

“Aku sudah melihat ending-nya…tidak, game ini selalu menunggu seseorang untuk memecahkan endingnya. Ini adalah keinginan dari game ini, dan mimpi terakhir yang Mogami Takeshi lukiskan. Ini bukanlah sebuah ‘kutukan’, melainkan sebuah ‘harapan’. Semuanya ada untuk dipecahkan oleh seseorang.”

Shino dan Elsie hanya bisa menoleh. Mereka pun melihatnya.

Di dalam layar,

Yang nampak pastilah opsi terakhir. Keima mendadak berbalik dan mengangat kepalanya untuk melihat ‘arwah jahat’. Ia kemudian mengangkat jari tangan kanannya.

Dengan dingin, ia memicingkan matanya yang terlihat penuh dengan kecerdasan.

“CHICHICHICHICHICHICHICHICHICHI!!!”

KLUUAAA~!

Tubuh si ‘arwah jahat’ mengeluarkan suara keras. Ia menjadi semakin kecil bagaikan balon yang mengempis.

Akhirnya.

“…”

Keima memandang tanpa suara dan membuat deklarasi terakhir.

Ibu jarinya menghadap langit-langit dibalikkan ke bawah.

Keima berkata,

“Sebagai ‘Dewa Penakluk’, aku memerintahkanmu,”

Tangannya yang lain terangkat ke atas kepalanya.

Kemudian,

Ia menekan tombol enter.

Lalu ia berseru,

“KEMBALI KE TEMPAT ASALMU, KE TEMPAT KAWANANMU YANG JAHAT!”

Jangan pernah kembali lagi.

Keyboard mengeluarkan bunyi klik. Pada saat itu juga.

“IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!!!!”

‘Arwah jahat’ mengeluarkan ratapan panjang tanpa jeda sementara tubuhnya menjadi asap putih dan musnah. Sesuatu yang tampak seperti kabut putih mengelilingi mereka.

Semuanya berakhir di sini.

Di tengah kabut ini,

“Shino.”

Keima bangkit dan mendekati sang miko. Shino, yang takjub dan tak mampu berkata-kata saat melihat ‘arwah jahat’ itu lenyap, akhirnya terlihat menyadari sesuatu,

“…Kau sungguh aneh.”

Ia memicingkan matanya melihat Keima,

“Kau suka kakak yang lebih tua?”

Ia terlihat sedikit jahil. Karena inderanya jauh di atas orang biasa, ia pasti sudah menyadarinya. Shino memejamkan matanya.

“Andai saja semua orang yang kutemui seperti dirimu,”

Keima tersenyum,

“Pasti akan jauh lebih mudah untukku sekarang.”

Kemudian, dia mengecup Shino.

Sebagai catatan, arwah pelarian yang keluar dari tubuh Shino adalah yang terkecil yang pernah mereka temui…


Keesokan paginya, Elsie dan Keima berada di kafé. Keima memejamkan matanya, menikmati aroma kopi, sementara Elsie mencuci piring.

Kemudian ia menggunakan celemeknya untuk mengelap tangannya,

“…Apa kami nii-sama tidak capek?”

Dan bertanya. Keima meneguk kopinya dan melebarkan matanya,

“Kenapa kau tanya?”

Dan balik bertanya. Elsie bingung,

“So, soalnya, banyak sekali hal yang berubah dari kemarin.”

Keima mendadak tersenyum.

“Tidak banyak. gamenya itu diatur agar hanya dapat dimainkan satu jam pada malam hari, jadi memang agak merepotkan. gamenya sendiri sebenarnya tidak sulit.”

“Ooh.”

Elsie merespons, entah apakah ia takjub atau terkejut.

Bahkan setelah banyak sekali hal yang terjadi, Keima masih berkeras bahwa itu hanyalah sebuah game

Elsie sangat terkesan.

(Ngomong-ngomong, sampai akhir pun Kami nii-sama tenang sekali…)

Ia mengingat semua hal yang telah terjadi. ‘Arwah jahat’ benar-benar menakutkan…jangankan Elsie, bahkan Shino yang miko saja saking takutnya sampai gemetaran. Tetapi, Keima bahkan tidak bergeming waktu menghadapi tubuh utama ‘arwah jahat’ itu.

Ia sama sekali tak bergeming.

Apakah ada sesuatu di dunia ini yang dia takuti?

“Untung saja, komputer dan koleksi pribadiku selamat semua.”

Baru saja Keima selesai berbicara dan hendak menuangkan kopi ke dalam bibirnya,

“Hm?”

Dia memiringkan kepalanya. Entah apakah hanya imajinasi Elsie atau Keima memang seperti merasa tidak enak.

“…Benar juga, ke mana si miko aneh itu pergi?”

“Ahh.”

Elsie mengangguk.

“Kelihatannya dia mau pulang hari ini, jadi dia mau sedikit membalas jasa kita sebelum pulang.”

“Membalas jasa?”

“Ya. Katanya dia mau membersihkan tempat ini sebelum pulang …”

“…”

Wajah Keima langsung memucat.

“Aku ingat…”

Elsie menopang dagunya dengan jari.

“Dia sedang membersihkan kamar kami nii-sama.”

Saat itu juga, Keima dengan ceroboh menumpahkan kopi di atas meja dan bergegas keluar kafé. Elsie merasa khawatir.

Ia buru-buru berlari ke lantai dua,

“OI! MIKO BODOH! JANGAN! JANGAN ACAK-ACAK KAMARKU!”

Dan mendengar Keima berteriak,

“Ohh? Katsuragi-dono, silakan bersantai! Lihat, aku cuma mau menyalakan mesin penyedot debu.”

Dan juga jawaban riang dari Shino, kemudian,

“KYYYYYYYYYYYYYYYAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH!”

Terdengar sebuah jeritan dan suara barang-barang yang pecah.

PRAKK, dan akibatnya,

“TIIIIIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKK!!!”

Keima menjerit keras.

Ini pertama kalinya Elsie mendengar Keima menjerit…




Catatan Penerjemah[edit]

  1. tempat di mana band-band indie bebas tampil
  2. (T/L Note: kalau di terjemahkan menjadi 'Kebaikan Lampion Barat', karena tidak terlalu keren, makanya digunakan kata EN)
  3. (T/L Note: arti yang lebih mendekati disini seperti CD PS 1 atau sejenisnya) di tangan kananya tepat di depannya
  4. (T/L Note: bagi yang tidak tahu apa itu miko, wiki dan google adalah teman kalian)
  5. semacam kacamata untuk memainkan game?
  6. ibu
  7. menurut kepercayaan di Jepang, Sanzu adalah sungai yang harus diseberangi orang yang mati ketika menuju akhirat.
  8. kasur gulung
  9. kaos kaki tradisional Jepang. Pada bagian jari-jarinya dipisah menjadi dua bagian.
  10. pedang tradisisonal Jepang yang bilahnya tidak bengkok. http://en.wikipedia.org/wiki/Chokut%C5%8D