Sword Art Online Bahasa Indonesia:Volume 2 Chapter 1 Part 2

From Baka-Tsuki
Jump to navigation Jump to search

Sword Art Online Volume 2 Chapter 1 The Black Swordsman (Aincrad 35th Floor, February 2024)[edit]


Part 2[edit]


"...Aku minta maaf."

Ucap si pemuda berpakaian serba hitam itu lagi. Scilica menggelengkan kepalanya dan mencoba mati-matian menghentikan air matanya.

"...Tidak... Aku yang... bertindak bodoh... terima kasih...telah menyelamatkanku..."

Dia berhasil untuk memaksakan diri mengucapkan kata-kata tersebut begitu dia berhenti menangis.

Pemuda itu berjalan perlahan ke arah Scilica lalu berlutut di depannya sebelum bertanya ragu-ragu.

"...Bulu itu, apa mungkin bulu itu punya nama item?"

Terkejut oleh pertanyaan yang diluar perkiraan itu, Scilica mengangkat kepalanya. Dia menyeka air matanya lalu memalingkan tatapannya ke arah bulu yang dimaksud.

Sekarang ketika dia memikirkannya lagi, memang aneh cuma bulunya yang tersisa. Baik itu monster maupun manusia, makhluk di dunia ini biasanya tidak meninggalkan apa-apa setelah mati, bahkan equipmentnya pun tidak. Scilica dengan ragu meraih bulu tersebut dengan tangannya lalu mengklik permukaannya dengan jari telunjuk. Layar setengah transparan yang muncul memperlihatkan nama dan berat bulu tersebut.

«Fina's Heart»

Begitu Scilica akan mulai menangis lagi setelah melihatnya, si pemuda menghentikannya.

"Tu-tunggu-tunggu. Kalau hatinya tertinggal, kamu bisa menghidupkannya lagi."

"Apa!?"

Scilica mengangkat kepalanya dengan tajam. Dia menatap wajah si pemuda dengan mulut setengah terbuka.

"Itu ditemukan beberapa waktu lalu, jadi masih banyak orang yang belum tahu. Ada dungeon bernama «Bukit Kenangan» di wilayah utara lantai empat puluh tujuh. Lumayan susah walaupun namanya begitu... tapi katanya bunga yang mekar di puncaknya adalah item penghidup famili-."

"Be-Beneran!?"

Scilica berdiri dan bersorak sebelum si pemuda selesai bicara. Rasanya harapan membanjiri dadanya, yang dipenuhi rasa duka. Tapi—

"...Lantai empat puluh tujuh..."

Scilica bergumam dan mengendurkan bahunya. Itu dua belas lantai di atas level ini, lantai tiga puluh lima. Pastinya bukan area yang aman bagi Scilica.

Persis ketika ia memalingkan matanya yang kecewa ke lantai.

"Hmm—"

Pemuda di hadapannya berkata dengan suara terganggu.

"Aku bisa mengambilkannya buatmu kalau kamu memberiku ongkos dan sejumlah biaya, tapi mereka bilang bunga itu hanya muncul kalau beast tamer yang kehilangan familiarnya ikut pergi..."

Scilica tersenyum kepada swordsman yang tak disangka-sangka ternyata baik itu dan berkata:

"Tidak... Aku senang dengan informasi yang kamu kasih. Kalau aku bekerja keras untuk naik level, suatu hari aku akan bisa..."

"Alasan kenapa kamu ga bisa melakukan itu adalah, katanya familiar cuma bisa dihidupkan lagi dalam waktu empat hari setelah mereka mati. Setelah itu, nama itemnya akan berubah dari «Heart» menjadi «Remains»..."

"Apa...!"

Scilica tidak mampu menahan dirinya berteriak.

Sekarang levelnya empat puluh empat. Kalau SAO merupakan RPG biasa, lantai dungeon akan sesuai kesulitannya dengan pemain berlevel sama. Tapi karena SAO adalah game kematian yang gila, area yang aman adalah sekitar sepuluh level di bawah sang pemain.

Dengan kata lain, untuk menjelajahi lantai empat puluh tujuh, Scilica harus setidaknya mencapai level lima puluh lima. Tetapi bagaimanapun ia memikirkannya, tidak mungkin naik sepuluh level hanya dalam empat hari... tidak, dua hari kalau dia menghitung waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan dungeonnya. Dia cuma berhasil mencapai levelnya sekarang karena dia berpetualang dengan tekun.

Scilica menjatuhkan kepalanya dan keputusasaan menguasainya sekali lagi. Dia mengambil bulu Fina dari tanah dan memeluknya dengan lembut di dadanya. Air matanya bermunculan saat dia mengutuk kebodohan serta ketidakberdayaannya.

Scilica menyadari si pemuda mulai berdiri lagi. Ia pikir dia akan pergi dan ia setidaknya harus mengucapkan selamat jalan, namun ia tidak memiliki energi lagi untuk membuka mulutnya—

Tapi tiba-tiba, layar setengah transparan muncul di hadapannya. Sebuah layar transaksi. Saat Scilica mengangkat kepalanya, dia melihat pemuda itu sedang memanipulasi layar lainnya. Item-item mulai bermunculan satu per satu dalam seksi transaksi. «Silver Thread Armor», «Ivory Dagger»... Semuanya adalah equipment yang Scilica bahkan belum pernah melihatnya.

"Errm..."

Ketika dia membuka mulutnya ragu-ragu, si pemuda menjelaskan dengan santai:

"Ini seharusnya cukup untuk sekitar lima, enam level. Kalau aku pergi denganmu seharusnya tidak apa-apa."

"Apa...?"

Scilica berdiri dengan mulut sedikit terbuka. Dia tidak bisa mengira apa yang dipikirkan pemuda itu, jadi dia melihat langsung ke arahnya. Tapi karena sistemnya SAO, yang dapat dilihatnya hanyalah bar HP si pemuda; dia bahkan tidak bisa mengetahui nama atau levelnya.

Sulit untuk menebak berapa umurnya. Equipmentnya berwarna serba hitam. Kekuatan dan ketenangan yang terpancar darinya membuatnya terlihat beberapa tahun lebih tua dari Scilica, namun matanya yang tertutup oleh poninya yang panjang entah mengapa tampak tidak berdosa, dan garis-garis wajahnya yang feminin membuatnya terlihat sedikit seperti perempuan. Scilica dengan hati-hati bertanya:

"Kenapa... kamu baik banget...?"

Sebenarnya, dia sangat waspada.

Sampai sekarang, beberapa pemain pria yang jauh lebih tua dari Scilica telah mencoba mendapatkan cintanya; bahkan dia pernah mendapatkan lamaran sekali. Bagi Scilica, yang baru berusia tiga belas tahun, pengalaman-pengalaman ini hanya memberinya rasa takut. Dia bahkan belum pernah mendapatkan pernyataan cinta di dunia nyata.

Tidak terelakkan lagi, Scilica jadi mulai menghindari pemain pria yang tampak memiliki ketertarikan semacam itu. Lagipula, «selalu ada motif dibalik kata-kata manis» adalah akal sehat di Aincrad.

Pemuda itu menggaruk kepalanya lagi, seakan kehabisan jawaban. Ia membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, lalu menutupnya lagi. Setelah itu, dia mengalihkan pandangannya, kemudian bergumam dengan suara pelan:

"...Yah, ini bukan komik... Aku akan bilang kalau kamu janji ga akan tertawa."

"Aku ga akan ketawa."

"Itu karena... kamu mirip sama adikku."

Mendengar jawaban seperti manga ini, Scilica tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa. Ia menutup mulutnya dengan tangannya, tapi dia tidak bisa menahan tawanya yang meluap-luap.

"Kamu, kamu bilang kamu ga akan ketawa..."

Ekspresi terluka terlihat di wajah si pemuda lalu dia mengendurkan bahunya sambil mulai mendongkol. Membuat tawa Scilica semakin keras lagi.

Sword Art Online Vol 02 - 033.jpg

—Dia bukan orang jahat...

Sambil tertawa, Scilica memutuskan untuk mempercayai kebaikan pemuda ini. Dia sudah pernah bertekad untuk mati. Kalau untuk menyelamatkan Fina, tidak ada alasan baginya untuk menahan diri.

Scilica membungkuk dan berkata:

"Kuharap kita berteman baik. Kamu sudah menolongku, dan bahkan menawarkan untuk melakukan hal seperti ini untukku..."

Dia menatap layar transaksi itu lalu memasukkan semua Coll[1] yang dimilikinya. Ada lebih dari sepuluh equipment yang diberikan pemuda itu, dan semuanya terlihat seperti item langka yang tidak bisa dibeli di toko.

"Yah... mungkin ini terlalu kecil, tapi..."

"Enggak, kamu ga perlu bayar. Ini semua cuma cadangan dan ini juga berhubungan dengan alasan kenapa aku datang ke sini..."

Ketika dia mengucapkan sesuatu yang tidak dapat dimengerti Scilica, si pemuda menekan tombol OK tanpa menerima uang sedikitpun.

"Terima kasih. Sungguh.... Oh, aku Scilica."

Saat dia mengucapkan namanya, dia setengah berharap pemuda itu terkejut karenanya, tapi nampaknya pemuda itu tidak mengenal namanya. Dia merasa terabaikan untuk sejenak, tetapi kemudian dia ingat bahwa sisinya yang inilah yang membuatnya berakhir seperti ini.

Si pemuda mengangguk kecil lalu menjulurkan tangan kanannya.

"Aku Kirito. Salam kenal."

Mereka berjabatan tangan.

Pemain yang dipanggil Kirito itu mengeluarkan sebuah peta Hutan Pengembaraan dari kantong yang tergantung di ikat pinggangnya. Dia melihat area yang terhubung dengan pintu masuk lalu mulai berjalan. Sambil mengikutinya, Scilica membenamkan bulu Fina ke bibirnya dan bergumam dalam pikirannya.

Tunggu, Fina. Sebentar lagi aku akan menghidupkanmu...


Area tempat tinggal di lantai tiga puluh lima diliputi suasana pedesaan dengan bangunannya yang putih-putih serta atapnya yang merah-merah. Desanya sendiri memang tidak begitu besar, namun merupakan area berpetualang utama bagi para pemain level menengah saat ini, jadi ada lumayan banyak orang yang berjalan kesana kemari.

Kota asal Scilica adalah Desa Friben, yang terletak di lantai delapan; namun karena ia belum membeli rumah, tinggal di penginapan manapun di lantai berapa saja tidak begitu terasa berbeda baginya. Yang paling penting adalah rasa dari makanan yang disajikan. Scilica menyukai cheesecake yang dimasak NPC disini, jadi dia telah tinggal disini sejak dua minggu lalu saat dia mulai berpetualang di Hutan Pengembaraan.

Sewaktu ia memandu Kirito, yang seakan terpesona melihat sekelilingnya, beberapa wajah yang ia kenal memulai percakapan dengannya. Mereka mencoba membujuk Scilica untuk bergabung dengan kelompoknya setelah mendengar rumor dia telah keluar dari kelompok lamanya.

"Erm, Yaa... terima kasih atas tawarannya, tapi..."

Dia membungkuk saat menolak tawaran-tawaran itu agar mereka tidak sakit hati. Kemudian dia melirik Kirito, yang berdiri di sampingnya, dan melanjutkan perkataannya:

"...Aku akan sekelompok dengan orang ini untuk beberapa waktu..."

Apa!? Beneran!? Ucap orang-orang yang mengerumuni Scilica dengan marah lalu menatap Kirito dengan curiga.

Scilica sudah melihat sedikit kemampuan Kirito; tapi ketika kalian memperhatikan swordsman[2] hitam yang cuma berdiri disana, dia tidak terlihat sekuat itu.

Dia tidak memakai equipment mahal satupun—dia tidak pakai armor sama sekali dan hanya memakai sebuah jaket tua yang terlihat usang di atas kaosnya—yang ia miliki hanyalah sebuah pedang satu tangan yang sederhana; dia bahkan tidak punya tameng.

"Hei, kau—"

Pengguna dua pedang berpostur tinggi yang tadi paling gigih mengajak Scilica bergabung berjalan ke arah Kirito. Sambil meremehkan Kirito dia membuka mulutnya:

"Kau wajah baru, tapi kau ga boleh memotong antrian. Kami sudah mengincar Scilica lumayan lama."

"Yah, aku ga tahu; entah kenapa kita berakhir seperti ini..."

Kirito menggaruk kepalanya dengan muka bermasalah.

Dia setidaknya bisa berdebat sedikit, pikir Scilica dengan sedikit kecewa, kemudian ia berkata ke si pengguna dua pedang:

"Erm, itu aku yang minta. Aku minta maaf!"

Scilica membungkuk untuk terakhir kalinya lalu melangkah pergi sambil menarik ujung jaket Kirito.

"Aku akan mengirim pesan untuk kalian lain kali~."

Scilica berjalan dengan cepat, hendak melepaskan diri dari kerumunan itu, yang belum sepenuhnya menyerah, secepat mungkin. Dia memotong melewati gerbang plasa menuju jalan utama.

Ketika mereka akhirnya tidak dapat para pemain itu lagi, Scilica mengambil nafas panjang dan melihat ke arah Kirito.

"...Aku, aku minta maaf. Karena telah membuatmu mengalami semua masalah ini."

"Tidak apa-apa."

Kirito menjawab dengan senyuman kecil seakan dia tidak terganggu sama sekali.

"Scilica-san lumayan populer ya."

"Tolong panggil aku Scilica saja... Itu bukan karena aku populer; mereka cuma mengajakku bergabung dengan kelompoknya untuk menjadi semacam maskot, sungguh. Tapi... Kupikir aku ini spesial... dan masuk ke hutan sendirian... dan akhirnya..."

Air matanya mengalir alami begitu dia teringat dengan Fina.

"Tenanglah."

Ujar Kirito dengan suara kalem.

"Kita pasti akan menghidupkan Fina lagi, jadi jangan khawatir."

Scilica menghapus air matanya dan tersenyum pada Kirito. Cukup aneh memang, rasanya dia mempercayai kata-kata orang ini.

Akhirnya, mereka dapat melihat sebuah bangunan dua lantai di sebelah kanan mereka. Itu penginapan yang sering digunakan Scilica: «Weathercock Tavern». Sekarang begitu mereka sudah sampai, Scilica sadar bahwa dia telah membawa Kirito ke sini tanpa mengatakan apa-apa.

"Ah, rumahmu dimana, Kirito onii-chan?"

"Oh, di lantai lima puluh.... Tapi terlalu merepotkan untuk pergi ke sana sekarang, jadi kayaknya aku akan bermalam di sini saja."

"Ah, oke!"

Scilica kegirangan karena beberapa alasan lalu menepukkan kedua tangannya.

"Cheesecake disini benar-benar enak."

Dia baru saja akan mengajak Kirito masuk ke penginapan dengan menarik jaketnya ketika empat pemain keluar dari toko disebelah mereka berdua. Mereka adalah anggota kelompok yang berburu bersamanya selama dua minggu terakhir. Pemain-pemain pria yang muncul pertama tidak melihat Scilica dan langsung menuju ke plasa, tapi pemain wanita yang muncul belakangan menoleh ke belakang dan refleks, mata mereka bertemu.

"...!"

Itu wajah yang paling tidak ingin dilihat Scilica saat ini. Pengguna tombak yang menyebabkan pertikaian yang membuat Scilica keluar dari kelompoknya. Dia baru saja akan melangkah masuk ke penginapan dengan kepala ditundukkan tapi...

"Oh, bukannya ini Scilica?"

Panggil si pengguna tombak, menyebabkan Scilica tidak punya pilihan selain berhenti melangkah.

"...Iya."

"Ho~, entah bagaimana kamu berhasil keluar dari hutan itu. Itu melegakan."

Pemain bernama Rosalia itu, dengan rambut merah tuanya yang keriting acak-acakan, berkata dengan senyum miring.

"Tapi kamu sudah telat. Kita sudah membagi-bagikan item-itemnya."

"Sudah kubilang aku ga membutuhkannya! — Aku sedang sibuk sekarang jadi selamat tinggal!"

Scilica mencoba mengakhiri percakapan itu, tapi tampaknya pihak yang satu lagi tidak berniat membiarkannya pergi saja.

"Oh? Apa yang terjadi sama kadal itu?"

Scilica menggigit bibirnya. Kalian tidak bisa menaruh familiar di inventaris atau menitipkannya ke orang lain. Dengan kata lain, hanya ada satu alasan mengapa familiarnya tidak ada. Rosalia kemungkinan besar juga mengetahuinya, tetapi dia melanjutkannya dengan senyuman kecil.

"Oh, apa mungkin...?"

"Mati.... Tapi!"

Scilica membelalak kepada si pengguna tombak.

"Aku akan menghidupkan Fina lagi!"

Rosalia, yang tengah tersenyum dengan sangat puas, melebarkan matanya. Dia bahkan melakukan siulan pelan.

"Ho, jadi kamu mau pergi ke «Bukit Kenangan»? Tapi memangnya kamu bisa sampai ke sana dengan level segitu?"

"Bisa."

Umum Kirito sebelum Scilica sempat menjawab. Dia menyembunyikan Scilica di belakang jaketnya seakan untuk melindunginya.

"Dungeonnya tidak sesulit itu juga sih."

Rosalia melihat Kirito ke atas dan ke bawah dengan tatapan kasar kemudian mengejeknya:

"Kau satu lagi yang naksir dia? Kau ga kelihatan kuat."

Scilica mulai gemetar dengan geram. Dia melihat ke bawah sambil mencoba menahan air matanya.

"Ayo pergi."

Kirito meletakkan sebelah tangannya di bahu Scilica, kemudian Scilica mulai berjalan ke arah penginapan yang mereka tuju.

"Yah, semoga beruntung."

Suara tawa Rosalia terdengar di belakangnya, tapi dia tidak menengok ke belakang.


Lantai pertama dari «Weathercock Tavern» adalah restoran besar. Kirito mendudukkan Scilica di sebuah meja lalu berjalan ke konter depan dimana seorang NPC sedang menunggu. Setelah dia selesai check in, dia mengklik menu di konter kemudian kembali dengan cepat.

Segera setelah Kirito duduk di hadapannya, Scilica membuka mulutnya untuk meminta maaf karena dia telah membuat Kirito mengalami situasi yang begitu tidak menyenangkan. Namun Kirito menghentikannya dengan mengangkat tangannya kemudian tersenyum.

"Ayo kita makan dulu."

Seorang pelayan membawa dua mug panas tepat pada waktunya. Kedua cangkir di depan mereka itu dipenuhi cairan merah; sebuah aroma misterium tercium darinya.

"Untuk pembentukan kelompok kita."

Mereka menepukkan mug mereka masing-masing saat Kirito bersulang. Scilica lalu meneguk seisap cairan panas itu.

"...Enak..."

Bau dan rasa asam manisnya serupa dengan anggur yang dibolehkan oleh ayahnya untuk dicoba di waktu silam. Tapi walaupun Scilica sudah mencoba setiap minuman yang ada di restoran ini selama dua minggu terakhir, dia tidak ingat pernah mencoba yang ini.

"Erm, ini apa...?"

Kirito tersenyum sebelum dia menjawab:

"Kamu bisa bawa minuman botol denganmu ke restoran NPC. Ini item yang kusebut «Ruby Ichor». Kalau kamu minum ini secangkir, ketangkasanmu akan naik satu poin."

"Ini, ini sangat berharga...!"

"Yah, alkohol juga ga akan tambah enak kalau kusimpan di inventarisku juga sih, dan aku ga kenal banyak orang jadi aku ga punya banyak kesempatan untuk meminumnya..."

Kirito mengangkat bahunya dengan konyol. Scilica tertawa kemudian meneguk seisap lagi. Cita rasa yang entah bagaimana merindukan pelan-pelan melembutkan hatinya, yang telah mengeras dikarenakan banyaknya hal menyedihkan yang terjadi hari ini.

Setelah selesai minum, Scilica menempelkan cangkirnya ke dadanya seakan ia masih menantikan kehangatannya. Lalu dia menurunkan tatapannya ke meja dan berkata pelan:

"...Kenapa... mereka bicaranya sekejam itu sih..."

Ekspresi Kirito berubah serius begitu ia meletakkan cangkirnya dan kemudian membuka mulutnya.

"Apa SAO MMORPG pertamamu?"

"Iya."

"Oh iya — Di game online manapun, ada banyak pemain yang kepribadian berubah begitu mereka memakai karakter mereka sebagai topeng. Ada yang menjadi baik, ada juga yang menjadi jahat… Dulu mereka menyebutnya roleplaying, tapi kupikir di SAO itu berbeda."

Tatapan Kirito menajam.

"Padahal kita lagi dalam situasi sulit... Yah, memang tidak mungkin untuk semua pemain bekerjasama menyelesaikan game ini. Tapi terlalu banyak orang yang senang melihat penderitaan orang lain, mencuri item—dan bahkan mereka yang membunuh sesamanya."

Kirito melihat lurus ke arah Scilica. Tampak ada kesedihan yang mendalam di balik kemarahannya.

"Menurutku orang yang melakukan kejahatan disini juga benar-benar sampah di dunia nyata."

Dia hampir mengatakan ini. Tapi kemudian dia sadar bahwa Scilica sedikit gemetar ketakutan, jadi dia tersenyum dan meminta maaf:

"Maaf... Aku bahkan tidak dalam posisi untuk membicarakan orang lain. Aku jarang membantu orang lain. Bahkan aku—menyebabkan kematian rekan-rekanku..."

"Kirito onii-chan..."

Scilica menyadari kalau swordsman hitam yang duduk di hadapannya memikul bekas luka yang mendalam di dirinya. Dia ingin menghiburnya, namun ia membenci fakta bahwa kata-kata terlalu dangkal untuk menyampaikan apa yang ingin dia ucapkan. Ia malah menggenggam tangan Kirito secara tidak sadar, yang terkepal di atas meja, dengan kedua tangannya.

"Kirito onii-chan adalah orang baik. Onii-chan sudah menyelamatkan aku."

Pertama-tama, Kirito terkejut dan mencoba menarik kembali tangannya, tapi dia segera tenang. Sebuah senyuman lembut tampak di bibirnya.

"...Nampaknya malah aku yang dihibur. Terima kasih, Scilica."

Saat itu juga, Scilica merasakan sebuah perasaan menyakitkan, seakan jantungnya mengerut. Detak jantungnya bertambah cepat tanpa alasan. Wajahnya terasa panas.

Dia dengan cepat menarik tangannya dan menekankannya di dadanya. Tetapi rasa sakitnya tidak berhenti.

"Kamu ngapain...?"

Begitu Kirito bersandar mencondong ke depan di atas meja, Scilica menggelengkan kepalanya dan berhasil tersenyum.

"Bu, bukan apa-apa! Ah, Aku lapar!"


Setelah mereka selesai makan roti dan stew mereka dengan beberapa cheesecake sebagai penutup, sudah jam delapan lewat. Mereka memutuskan untuk cepat tidur sebagai persiapan untuk pergi ke lantai empat puluh tujuh besok. Dua orang itu naik ke lantai dua, dimana ada kamar-kamar yang tak terhitung banyaknya di kedua sisi koridor.

Kamar yang disewa Kirito, secara kebetulan, berada disamping kamar Scilica. Mereka saling mengucapkan selamat malam dengan senyuman.

Sesaat setelah memasuki kamarnya, Scilica memutuskan sebelum dia berganti pakaian, dia akan melatih beberapa combo untuk membiasakan diri dengan pisau baru yang diberikan Kirito padanya. Dia mencoba untuk berkonsentrasi pada senjatanya, yang sedikit lebih berat dari yang biasa ia pakai, tapi sakit di dadanya menyulitkannya.

Setelah dia entah bagaimana berhasil merangkai lima serangan beruntun, dia membuka layarnya, melepas perlengkapannya, dan kemudian berbaring di kasur dengan pakaian dalamnya. Kemudian dia mengetuk dinding untuk mengeluarkan menu pop-up lalu mematikan lampunya.

Seluruh tubuhnya terasa sangat letih, jadi ia pikir ia bisa tidur dengan mudah. Namun untuk beberapa alasan, dia bahkan merasa kurang mengantuk dibanding biasanya.

Semenjak mereka menjadi sahabat, dia selalu tidur dengan badan Fina yang lembut di lengannya, jadi kasur yang luas itu seperti terasa kosong. Dia berguling dan memutar badannya bolak-balik sebentar sebelum ia menyerah untuk tidur dan kembali duduk. Dia terus memandang ke arah sebelah kirinya—tempat berdirinya dinding yang terhubung dengan kamar Kirito.

Ia ingin mengobrol lebih banyak lagi dengannya.

Dia terkejut kepada dirinya begitu memikirkan ini. Orang ini adalah pemain pria yang baru ia kenal kurang dari sehari. Dia sudah menghindari pemain-pemain pria sampai sekarang, tapi kenapa swordsman yang ia tidak tahu apa-apa tentangnya ini terus muncul di pikirannya?

Dia tidak bisa menjelaskan perasaannya sendiri. Saat dia melirik jam yang berada di bagian bawah penglihatannya, sudah jam sepuluh. Dia sudah tidak bisa mendengar suara langkah kaki pemain-pemain lain dari jendelanya, hanya suara anjing menggonggong di kejauhan.

'Yah, itu ga masuk akal, jadi ayo tidur saja lah.'

Pikir Scilica dalam kepalanya. Tetapi untuk beberapa alasan, dia bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah pelan ke lantai. Setelah mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia hanya akan mengetuk pintu lalu melambaikan tangannya, dia membuka layar menu, memilih baju tercantik yang ia miliki, kemudian memakainya.

Dia berjalan beberapa langkah di koridor yang diterangi lilin itu. Lalu, setelah ragu-ragu di depan pintu selama beberapa puluh detik, dia mengetok pintu itu dua kali.


"Huh? Ada masalah?"

"Yaa---"

Scilica baru sadar kalau dia belum menyiapkan alasan yang tepat untuk datang lalu kebingungan. 'Aku hanya ingin mengobrol' terdengar terlalu kekanak-kanakan.

"Yah, itu err—ah, aku ingin tahu lebih banyak tentang lantai empat puluh tujuh!"

Untungnya, Kirito tidak mencurigai apa-apa dan langsung mengangguk.

"Oke kalau begitu. Apa kita perlu ke bawah?"

"Enggak usah, yaa—kalau boleh, di kamar onii-chan..."

Ia menjawab tanpa berpikir lalu dengan cepat menambahkan:

"Ka-karena, kita tidak bisa membiarkan orang lain mendengar informasi yang berharga!"

"Erm... yaa... iya sih, kamu benar. Tapi..."

Kirito menggaruk kepalanya dengan sedikit ekspresi tidak nyaman, kemudian...

"Yah, kurasa tidak apa-apa."

Gumamnya, lalu dia membuka pintunya dengan sopan lalu mundur selangkah.

Tentu saja, kamarnya Kirito sama dengan kamarnya sendiri: sebuah kasur di sebelah kiri, ditambah sebuah meja dan kursi sedikit lebih jauh lagi. Itulah semua perabotan yang ada disitu.

Kirito menawarkan kursinya sebelum ia duduk di kasur dan membuka sebuah layar. Dia memanipulasinya dengan cepat dan mengeluarkan sebuah kotak kecil.

Kotak yang telah diletakkan di meja itu memiliki sebuah bola kristal kecil di dalamnya. Bola kristal itu bersinar di bawah cahaya lentera.

"Indahnya... ini apa?"

"Ini item bernama «Mirage Sphere»."

Saat Kirito mengklik bola kristal tersebut, muncul sebuah layar menu. Dia dengan cepat memanipulasinya dan memencet tombol OK.

Segera setelahnya, bola kristal itu mulai memancarkan sebuah cahaya biru muda, lalu muncullah sebuah hologram besar berbentuk bola. Gambarnya tampak seperti keseluruhan sebuah lantai di Aincrad. Kristal itu menampilkan desa-desa dan setiap pohon dengan sangat detil, dan sama sekali berbeda dengan peta sederhana yang bisa ditemukan di menu sistem.

"Uwaa...!"

Scilica terpaku memandang peta setengah transparan itu. Rasanya kristal itu dapat menunjukkan orang-orang berjalan kesana kemari jika ia terus menatapnya.

"Ini area tempat tinggalnya, dan ini Bukit Kenangan. Kamu harus melewati jalan ini... dan ada sejumlah monster kuat di sekitar sini..."

Kirito menunjuk ke sini dan ke sana seraya menjelaskan geografi lantai empat puluh tujuh tanpa berhenti. Scilica merasa hangat hanya dengan mendengarkan suara yang kalem itu.

"Dan setelah kamu melewati jembatan ini kamu bisa melihat bu..."

Tiba-tiba Kirito berhenti bicara.

"...?"

"Shh..."

Saat dia mengangkat kepalanya, dia melihat expresi Kirito was hard dan dia sedang menaruh sebuah jari di bibirnya. Dia membelalak ke arah pintu dengan tatapan tajam.

Kirito langsung beraksi. Dia melompat dari kasur dengan kecepatan cahaya dan membuka pintunya.

"Siapa disitu...!?"

Scilica dapat mendengar suara langkah orang lari. Dia berlari menyusul dan melihat keluar dari bawah badan Kirito, dimana dia melihat bayangan seseorang sedang berlari menuruni tangga.

"I-itu tadi apa!!?"

"...Kupikir dia tadi menguping."

"Apa...? Tapi kita ga bisa mendengar apa-apa dari balik tembok kan?"

"Bisa kalau level mengupingnya cukup tinggi. Walaupun... tidak banyak... orang yang melatih skill ini..."

Kirito menutup pintunya dan berjalan kembali ke kamarnya. Dia duduk di kasur dengan ekspresi merenung di wajahnya. Scilica duduk di sebelahnya and membelitkan kedua tangannya ke sekeliling badannya. Dia diliputi oleh rasa takut yang tidak bisa ia jelaskan.

"Kenapa orang itu menguping...?"

"Kita akan tahu sebentar lagi, mungkin. Aku punya pesan untuk dikirim, bisa kamu menunggu sebentar?"

Kirito tersenyum kecil sebelum dia menutup map kristal itu dan membuka sebuah layar. Dia mulai menggerakkan jari-jarinya di atas sebuah keyboard holografik.

Scilica menggelut di kasur Kirito. Sebuah kenangan lama dari dunia nyata kembali padanya. Ayahnya adalah seorang reporter. Dia selalu berada di depan sebuah PC lama, mengetikkan sesuatu dengan ekspresi serius. Scilica suka memperhatikan punggung ayahnya saat dia melakukan itu.

Scilica tidak merasa takut lagi. Saat dia mengamati wajah Kirito dari belakang, rasanya seakan dia diliputi kehangatan yang telah dilupakannya begitu lama. Sebelum ia mengetahuinya, matanya sudah terpejam dengan sendirinya.

Catatan Penerjemah[edit]

  1. Mata uang di SAO
  2. Swordman disini maksudnya ahli pedang; disebut swordsman mungkin karena Kirito menggunakan 2 pedang


Back to Part 1 Return to Main Page Forward to Part 3